Kelarutan Terhadap Fungsi Suhu
-
Upload
ayu-maulina-sugianto -
Category
Documents
-
view
58 -
download
7
Transcript of Kelarutan Terhadap Fungsi Suhu
LABORATORIUM
KIMIA FISIKA
Percobaan : KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU Kelompok : II A Nama :
1. Alfian Muhammad Reza NRP. 2313 030 071 2. Siti Kartikatul Qomariah NRP. 2313 030 081 3. Ayu Maulina Sugianto NRP. 2313 030 031 4. Yosua Setiawan Roesmahardika NRP. 2313 030 083
Tanggal Percobaan : 2 Desember 2013
Tanggal Penyerahan : 9 Desember 2013
Dosen Pembimbing : Warlinda Eka Triastuti, S.T., M.T.
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2013
i
ABSTRAK
Percobaan Kelarutan Sebagai Fungsi Suhu ini bertujuan untuk menentukan kelarutan dan
menghitung panas pelarutan differensial pada larutan jenuh asam oksalat.
Prosedur percobaan ini adalah sebagai berikut: membuat larutan jenuh pada suhu 5 o
C. Lalu
menstabilkan suhu larutan tersebut. Mengambil larutan dan memasukkan kedalam piknometer sejumlah
volume piknometer dan menimbangnya. Mengambil 10 ml larutan dan mentitrasi larutan menggunakan
NaOH 1N dengan indikator PP sebanyak 2-3 tetes. Mengulangi titrasi larutan dengan NaOH 1N
sebanyak 1 kali lagi. Mengulangi semua tahap diatas dengan mengganti variabel suhu 10oC, 15
oC dan
20oC.
Hasil dari praktikum Kelarutan Sebagai Fungsi Suhu ini adalah sebagai berikut: pada suhu 5 o
C
dibutuhkan asam oksalat sebanyak 0,5 gram, volume titrasi sebanyak 0,85ml, dengan Densitas 0,96 gr/ml.
Pada suhu 10 o
C dibutuhkan asam oksalat sebanyak 2 gram,volume titrasi sebanyak 3,25ml, dengan
Densitas 0,96 gr/ml. Pada suhu 15 o
C dibutuhkan asam oksalat sebanyak 2,5gram, volume titrasi
sebanyak 5,9 ml, dengan Densitas 1 gr/ml. Pada suhu 20 o
C dibutuhkan asam oksalat sebanyak
dibutuhkan asam oksalat sebanyak 3 gram,volume titrasi sebanyak 7,8 ml, dengan Densitas 0,96 gr/ml.
Dari percobaan ini panas pelarut diferensal bersifat endoterm karena ∆H bernilai positif. Dari hasil yang
diperoleh ini dapat digambarkan bahwa semakin tinggi suhu, maka semakin tinggi kelarutan dari asam
oksalat.
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAKS ............................................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL .................................................................................................... iv
DAFTAR GRAFIK ................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang ........................................................................................... I-1
I.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... I-2
I.3 Tujuan Percobaan ...................................................................................... I-2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori ............................................................................................... II-1
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Variabel Percobaan ................................................................................. III-1
III.2 Bahan Praktikum ..................................................................................... III-1
III.3 Alat Praktikum ........................................................................................ III-1
III.4 Prosedur Percobaan ................................................................................. III-1
III.5 Diagram Alir Percobaan ........................................................................... III-2
III.6 Gambar Alat Percobaan .......................................................................... III-4
BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil Percobaan ...................................................................................... IV-1
IV.2 Pembahasan.............................................................................................. IV-1
BAB V KESIMPULAN ........................................................................................... V-1
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ vi
DAFTAR NOTASI ................................................................................................... vii
APPENDIKS ............................................................................................................. viii
LAMPIRAN
- Laporan Sementara
- Lembar Revisi
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1.1 Molekul NaCl ................................................................................ II-3
Gambar II.1.6.1 Titrasi............................................................................................. II-12
Gambar II.1.6.2 Titrasi-Titik ekuivalen.................................................................... II-13
Gambar II.1.2 Indikator PP yang berwarna pink saat basa ................................... II-14
iv
DAFTAR TABEL
Tabel IV.1.1 Hasil Pelarutan Asam Oksalat dengan Aquades dengan Variabel
Suhu 5oC, 10
oC, 15
oC dan 20
oC........................................................... IV-1
v
DAFTAR GRAFIK
Grafik IV.2.1 Titik Azeotrop Residu-Destilat............................................................. IV-3
Grafik IV.2.2 Hubungan Fraksi mol Aseton Liquid-Vapor........................................ IV-3
Grafik IV.2.3 Hubungan Fraksi mol Kloroform Liquid-Vapor................................... IV-4
I-1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat
terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent) . Kelarutan juga di gunakan
secara kuantitatif untuk menyatakan komposisi dari larutan. Kelarutan bergantung pada
jenis zat terlarut, ada zat yang mudah larut tetapi banyak jugayang sedikit larut.
Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu
pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat
larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah etanol di
dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris lebih tepatnya disebut miscible. Pelarut
umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun campuran. Zat
yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan bervariasi dari selalu
larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah
"tak larut" (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun
sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang
terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk
menghasilkan suatu larutan yang disebutlewat jenuh (supersaturated) yang metastabil
Suhu adalah besaran yang menyatakan derajat panas dingin suatu benda.
Mudahnya, semakin tinggi suhu suatu benda, semakin panas benda tersebut. Secara
mikroskopis, suhu menunjukkan energi yang dimiliki oleh suatu benda.
Setiap atom dalam suatu benda masing-masing bergerak, baik itu dalam bentuk
perpindahan maupun gerakan di tempat berupa getaran. Makin tingginya energi atom-
atom penyusun benda, makin tinggi suhu benda tersebut. Suhu juga disebut temperatur
yang diukur dengan alat termometer yang paling dikenal
adalah Celsius, Reumur, Fahrenheit dan Kelvin.
Asam oksalat adalah senyawa kimia yang memiliki rumus H2C2O4 dengan nama
sistematis asam etanadioat. Asam dikarboksilat paling sederhana ini biasa digambarkan
dengan rumus HOOC-COOH. Merupakan asam organik yang relatif kuat, 10.000 kali
lebih kuat daripada asam asetat. Di-anionnya, dikenal sebagai oksalat, juga agen
pereduktor. Banyak ion logam yang membentuk endapan tak larut dengan asam oksalat,
I-2
Bab 1 Pendahuluan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
contoh terbaik adalah kalsium oksalat (CaOOC-COOCa), penyusun utama jenis batu
ginjal yang sering ditemukan.
Sehingga didapatkan kesimpulan dalam percobaan kali ini tentang kelarutan
sebagai fungsi suhu dengan menggunakan asam oksalat (H2C2O4) sebagai sampel yang
akan diukur suhunya setelah pemanasan, dan kemudian didinginkan pada berbagai suhu,
apakah volume NaOH yang digunakan akan sama didapatkan atau tidak, karena
pengaruh dari suatu kelarutan yang dipengaruhi oleh berbagai suhu.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.Bagaimana cara menentukan kelarutan dan menghitung panas pelarutan differensial
pada larutan jenuh asam oksalat ?
1.3 TUJUAN
1.Menentukan kelarutan dan menghitung panas pelarutan differensial pada larutan jenuh
asam oksalat.
.
II-1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Kelarutan
Kelarutan adalah jumlah zat yang dapat larut dalam sejumlah pelarut sampai
membentuk larutan jenuh. Cara menentukan kelarutan suatu zat adalah dengan
mengambil sejumlah tertentu pelarut murni, misalnya 1 liter. Kemudian menimbang
zat yang akan dilarutkan misalnya 5 gram. Jumlah zat yang dilarutkan harus dapat
diperkirakan agar dapat membentuk larutan lewat jenuh yang ditandai dengan masih
terdapatnya zat yang tidak dapat larut. Setelah dicampur, dikocok dan didiamkan
sampai terbentuk kesetimbangan zat yang tidak larut dengan zat yang larut. Kemudian
padatan yang tidak larut disaring, dikeringkan dan ditimbang, misalnya didapat 1,5
gram. Larutan yang telah disaring itu mengandung (5-1,5) gram : 3,5 gram/liter, dan
dapat dinyatakan dalam mol/liter dengan mencari molnya terlebih dulu (syukri, 1999,
hal. 360).
Yang dimaksud dengan kelarutan dari suatu zat dalam suatu pelarut, adalah
banyaknya suatu zat dapat larut secara maksimum dalam suatu pelarut pada kondisi
tertentu.Biasanya dinyatakan dalam satuan mol/liter. Jadi, bila batas kelarutan
tercapai, maka zat yang dilarutkan itu dalam batas kesetimbangan, artinya bila zat
terlarut ditambah, maka akan terjadi larutan jenuh, bila zat yang dilarutkan dikurangi,
akan terjadi larutan yang belum jenuh. Dan kesetimbangan tergantung pada suhu
pelarutan (sukardjo, 1997).
Pengertian kelarutan sebaiknya tidak dikacaukan dengan kemampuan
melarutkan atau mencairkan suatu zat, karena larutan juga dapat dibuat dengan
mereaksikan suatu zat. Sebagai contoh adalah zink yang tak dapat larut dalam asam
klorida. Tetapi karena adanya reaksi antara gas hidrogen dengan zink klorida
menyebabkannya seperti larut. Kelarutan tidak bergantung pada ukuran partikel atau
faktor kinetik lainnya, maupun waktu pelarutan (ilmukimia, 2013).
II.2 Larutan
Larutan adalah campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih zat. Zat
yang jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut zat terlarut atau solut,
sedangkan zat yang jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain dalam larutan
disebut pelarut atau solven. Komposisi zat terlarut dan pelarut dalam larutan
II-2
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
dinyatakan dalam konsentrasi larutan, sedangkan proses pencampuran zat terlarut dan
pelarut membentuk larutan disebut pelarutan atau solvasi (Wikipedia, 2013).
Larutan merupakan fase yang setiap hari ada disekitar kita. Suatu sistem
homogen yang mengandung dua atau lebih zat yang masing-masing komponennya
tidak bisa dibedakan secara fisik disebut larutan, sedangkan suatu sistem yang
heterogen disebut campuran. Biasanya istilah larutan dianggap sebagai cairan yang
mengandung zat terlarut, misalnya padatan atau gas dengan kata lain larutan tidak
hanya terbatas pada cairan saja. Komponen dari larutan terdiri dari dua jenis, pelarut
dan zat terlarut, yang dapat dipertukarkan tergantung jumlahnya. Pelarut merupakan
komponen yang utama yang terdapat dalam jumlah yang banyak, sedangkan
komponen minornya merupakan zat terlarut. Larutan terbentuk melalui pencampuran
dua atau lebih zat murni yang molekulnya berinteraksi langsung dalam keadaan
tercampur. Semua gas bersifat dapat bercampur dengan sesamanya, karena itu
campuran gas adalah larutan (Gina, 2010).
Suatu larutan terdiri dari dua komponen yang penting. Biasanya salah satu
komponen yang mengandung jumlah zat terbanyak disebut sebagai pelarut (solven).
Sedangkan komponen lainnya yang mengandung jumlah zat sedikit disebut zat terlarut
(solut). Kedua komponen dalam larutan dapat sebagai pelarut atau zat terlarut
tergantung komposisinya. Misalnya dalam alkohol 70% (70 : 30), maka alkohol
merupakan pelarut dan air sebagai zat terlarut. Sedangkan dalam keadaan yang sukar
ditentukan seperti alkohol 50% (50 : 50), karena jumlah kedua zat dalam larutan sama,
maka baik alkohol maupun air dapat dianggap pelarut atau zat terlarut. Untuk
campuran zat padat dalam air, seperti sirop 60% (60 : 40), kebanyakan orang memilih
air sebagai pelarut karena air tetap mempertahankan keadaan fisiknya, dan gula
sebagai zat terlarut karena berubah keadaan fisiknya (Koesman, 2007).
Solute adalah substansi yang melarutkan. Contoh sebuah larutan NaCl. NaCl
adalah solute dan air adalah solvent. Dari ketiga materi, padat, cair dan gas, sangat
dimungkinkan untuk memilki Sembilan tipe larutan yang berbeda: padat dalam padat,
padat dalam cairan, padat dalam gas, cair dalam cairan, dan sebagainya. Dari berbagai
macam tipe ini, larutan yang lazim kita kenal adalah padatan dalam cairan, cairan
dalam cairan, gas dalam cairan serta gas dalam gas (sukardjo, 1997).
II-3
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
Rentang kelarutan sangat bervariasi. Ada banyak sekali zat kimia yang
mempunyai kelarutan tak terbatas, dan hasilnya bercampur sempurna (miscible),
misalnya adalah etanol dalam air. Ada pula zat kimia yang sama sekali tidak larut,
sebagai contoh adalah perak klorida dalam air. Namun kebanyakan suatu zat dapat
terlarut dalam pelarut sampai tepat jenuh, setelah itu mengendap seperti NaCl dalam
air (ilmukimia, 2013).
Gambar II.2.1 Molekul NaCl
Maka dari itu, ilmuwan telah banyak meneliti kelarutan suatu solut pada
pelarut, yang dikenal dengan aturan kelarutan. Pada keadaan tertentu, kesetimbangan
kelarutan dapat menjadi berlebih sehingga disebut dengan larutan superjenuh atau
metastabil (ilmukimia, 2013).
Dalam istilah kimia fisik, larutan dapat disiapkan dari campuran yang mana
saja dari tiga macam keadaan zat yaitu padat, cair dan gas. Misalnya suatu zat terlarut
padat dapat dilarutkan baik dalam zat padat lainnya, cairan atau gas, dengan cara yang
sama untuk zat terlarut dan gas, ada 9 tipe campuran homogen yang mungkin dibuat
(Ansel, 2005).
Suatu substansi dapat dikelompokkan sangat mudah larut, dapat larut
(Moderately Soluble), sedikit larut (Slightly Soluble), dan tidak dapat larut. Beberapa
variabel, misalnya ukuran ion-ion, muatan dari ion-ion, interaksi atara ion-ion,
interaksi antara solute dan solvent, temperature, mempengaruhi kelarutan. Kelarutan
II-4
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
dari solute relatif mudah diukur melalui percobaan. Beberapa faktor yang
berhubungan dengan kelarutan antara lain:
1. Sifat alami dari solute dan solvent
Substansi polar cenderung lebih miscible atau soluble dengan substansi
polar lainnya. Substansi non polar cenderung untuk miscible dengan substansi
nonpolar lainnya, dan tidak miscible dengan substansi polar lainnya.
2. Efek dari temperatur terhadap kelarutan
Kebanyakan zat terlarut mempunyai kelarutan yang terbatas pada sejumlah
solvent tertentu dan pada temperatur tertentu pula. Temperatur dari solvent
memiliki efek yang besar dari zat yang telah larut. Untuk kebanyakan padatan yang
terlarut pada liquid, kenaikkan temperatur akan berdampak pada kenaikkan
kelarutan (Solubilitas).
3. Efek tekanan pada kelarutan
Perubahan kecil dalam tekanan memiliki efek yang kecil pada kelarutan dari
padatan dalam cairan tetapi memiliki efek yang besar pada kelarutan gas dalam
cairan. Kelaruatn gas dalam cairan berbanding langsung pada tekanan dari gas
diatas larutan. Sehingga sejumlah gas yang terlarut dalam larutan akan menjadi dua
kali lipat jika tekanan dari gas diatas larutan adalah dua kali lipat.
4. Kelajuan dari zat terlarut
a. Ukuran partikel
b. Temperatur dari solvent
c. Pengadukan dari larutan
d. Konsentrasi dari larutan
(sukardjo, 1997).
Efek panas dalam pembentukan larutan dapat digunakan dalam penerapan
prinsip Le. Chateliers untuk menghitung efek temperatur pada kelarutan. Dengan
menggunakan terminology dari thermodinamika, bahwa kandungan panas atau entalpi
dari sistem telah meningkat sesuai dengan jumlah energi thermal (heat molar
vaporization atau Hv). Perubahan entalphi untuk proses diberikan dengan
mengurangi entalpi akhir sistem dengan entalpi mula-mula.
H = Hhasil – Hhasil
II-5
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
Secara umum H positif untuk setiap perubahan makroskopik yang terjadi
pada tekanan konstan jika energi panas mengalir keluar. Proses dimana entalpi dalam
sistem meningkat disebut proses endotermik, sedangkan entalpi yang mengalami
penurunan disebut eksotermik. Perubahan entalpi terbatas hanya pada aliran panas jika
proses tersebut terbawa keluar sehingga tekanan mula-mula dan akhir adalah sama,
dan sistem adalah tertutup. Pembentukan dari larutan apakah itu eksotermik atau
endotermik tergantung pada temperatur dan sifat alamiah solute dan solvent untuk
memprediksi efek dari perubahan temperatur. Kita dapat menggunakan prinsip Le-
Chateliers, sangatlah diperlukan untuk memperhitungkan perubahan entalpi untuk
proses pelarutan dari kondisi larutan jenuh. Entalpi molar dari larutan (H1) sebagai
jumlah kalor dari energi panas yang seharusnya tersedia (H1 positif) ataupun yang
seharusnya dipindahkan (H1 negatif) untuk menjaga agar temperatur tetap konstan yang
mana didalamnya terdapat satu mol zat terlarut dalam volume yang sangat besar yang
mendekati larutan jenuh untuk menghasilkan larutan jenuh (sukardjo, 1997).
Jika entalpi dari larutan adalah negatif peningkatan temperatur menyebabkan
penurunan kelarutan. Kebanyakan padatan solute memiliki entalpi positif dari larutan
sehingga kelarutan mereka meningkat sesuai dengan kenaikkan temperatur. Hampir
semua perubahan kimia merupakan proses eksotermik ataupun proses endotermik.
Hampir semua perubahan kimia merupakan proses eksotermik. Kebanyakan, tetapi
tidak semua reaksi yang terjadi secara spontan adalah reaksi eksotermik (sukardjo,
1997).
Larutan dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Larutan tak jenuh
Larutan tak jenuh yaitu larutan yang mengandung solute (zat terlarut) kurangdari
yang diperlukan untuk membuat larutan jenuh. Atau dengan kata lain, larutan yang
partikel- partikelnya tidak tepat habis bereaksi dengan pereaksi (masih bias melarutkan
zat). Larutan tak jenuh terjadi apabila bila hasil kali konsentrasi ion <Ksp berarti
larutan belum jenuh ( masih dapat larut).
2. Larutan jenuh
Larutan jenuh yaitu suatu larutan yang mengandung sejumlah solute yang larut dan
mengadakan kesetimbangan dengan solut padatnya. Atau dengan kata lain,larutan
yang partikel- partikelnya tepat habis bereaksi dengan pereaksi (zat dengan
II-6
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
konsentrasi maksimal). Larutan jenuh terjadi apabila bila hasil konsentrasiion = Ksp
berarti larutan tepat jenuh. Suatu larutan jenuh merupakan kesetimbangan dinamis.
Kesetimbangan tersebut akan bergeser bila suhu dinaikan. Pada umumnya kelarutan
zat padat dalam larutan bertambah bila suhu dinaikan
3. Larutan sangat jenuh (kelewat jenuh)
Larutan sangat jenuh (kelewat jenuh) yaitu suatu larutan yang mengandunglebih
banyak solute daripada yang diperlukan untuk larutan jenuh. Atau dengankata lain,
larutan yang tidak dapat lagi melarutkan zat terlarut sehingga terjadi endapan. Larutan
sangat jenuh terjadi apabila bila hasil kali konsentrasi ion > Kspberarti larutan lewat
jenuh (mengendap).
Berdasarkan banyak sedikitnya zat terlarut, larutan dapat dibedakan menjadi 2,yaitu:
1. Larutan pekat
Larutan pekat yaitu larutan yang mengandung relatif lebih banyak solutedibanding
solvent.
2. Larutan encer
Larutan encer yaitu larutan yang relatif lebih sedikit solute dibanding solvent tidak
larut.
Keseimbangan itu dapat dituliskan sebagai berikut :
A(p) A(l)
Dimana :
A (l) : molekul zat terlarut
A (p) : molekul zat yang tidak larut
Tetapan kesimbangan proses pelarutan tersebut :
K =
Dimana :
az : keaktifan zat yang larut
az : keaktifan zat yang tidak larut, yang mengambil harga satu untuk zat padat dalam
keadaan standar
yz : koefisien keaktifan zat yang larut
mz : kemolalan zat yang larut yang karena larutan jenuh disebut kelarutan
(Fisika T. K., 2011)
II-7
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
Hubungan antara keseimbangan tetap dan temperature subsolut atau kelarutan
deng n temper ture dirumusk n v n’t hoff :
=
=
ln s =
log s =
atau ln
=
Dimana :
ΔH p n s pel rut n t per mol (k l/g mol)
R = konstanta gas ideal (1,987 kal/g mol K)
T = suhu (K)
s = kelarutan per 1000 gr solut
Panas pelarutan yang dihitung ini adalah panas yang diserap jika 1 mol padatan
dilarutkan dalam larutan yang sudah dalam keadaan jenuh. Hal ini berbeda dengan
panas pelarutan untuk larutan encer yang biasa terdapat dalam table panas pelarutan.
P d umumny p n s pel rut n bernil i (+), sehingg menurut v n’t hoff ken ik n
suhu akan meningkatkan jumlah zat terlarut (panas pelarutan (+)) = endotermis.
Sedangkan untuk zat – zat yang panas pelarutannya (-) adalah eksotermis. Kenaikan
suhu akan menurunkan jumlah zat yang terlarut (Fisika T. K., 2011).
Tekanan tidak begitu berpengaruh terhadap daya larut zat padat dan zat cair,
tetapi berpengaruh pada daya larut gas. Kelarutan adalah jumlah zat yang dapat larut
dalam sejumlah pelarut hingga membentuk larutan jenuh. Adapun cara menentukan
kelarutan suatu zat ialah dengan mengambil sejumlah tertentu pelarut murni, misalnya
1 liter (Atkins, 1999).
Proses apa saja yang bersifat endotermis dalam satu arah adalah eksoterm dalam
arah yang lain. Karena proses pembentukan larutan dalam proses pengkristalan
berlangsung dengan laju dalam proses pengkristalan berlangsung dengan laju yang
sama dengan kesetimbangan maka perubahan energy netto adalah nol. Tetapi jika suhu
dinaikkan maka proses akan menyerap kalor. Dalam hal ini pembentukan larutan lebih
disukai. Segera setelah sushu dinaikkan tidak berada pada kesetimbangan karena ada
II-8
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
lagi zat yang melarut. Suatu zat yang menyerap kalor ketika melarut cenderung lebih
mudah larut pada suhu tinggi (Kleinfelter, 1996).
Jike pelarut dari zat terlarut lebih banyak merupakan peristiwa endoterm, seperti
dinyatakan dalam persamaan :
Kalor + zat terlarut + larutan (l1) larutan (l2)
Dengan larutan (l2) lebih pekat daripada larutan (l1) maka kenaikan suhu akan
meningkatkan kelarutan. Dengan kata lain, kesetimbangan bergeser ke kanan karena
meningkatnya suhu. Untuk kebanyakan padatan dan cairan yang dilakukan dalam
pelarut cairan, biasa urutannya kelarutan meningkat dengan kenaikan suhu (syukri,
1999, hal. 360).
Untuk gas, pembentukan larutan dalam cairan hampir selalu eksoterm, sehingga
ketimbangan dapat dinyatakan dengan :
Gas + larutan (1) larutan (2) + kalor
Untuk kesetimabangan ini, peningkatan suhu malah akan mengusir gas dan
larutan sebeb pergeseran ini ke kiri adalah endoterm. Karena itu gas hamppir selalu
menjadi kurang larut dalam cairan jika suhunya dinaikkan (Atkins, 1994).
Pengaruh temperatur dalam kesetimbangan kimia ditentukan dengan o
dengan persamaan :
p =
y ng disebut pers m n v n’t hoff. P d re ksi
endoterm konstanta kesetimbangan akan naik seiring dengan naiknya termperatur.
Pada reaksi eksoterm konstanta kesetimbangan akan turun dengan naiknya temperatur
(Alberty, 1996).
Pada larutan jenuh terjadi kesetimbangan antara zat terlarut dalam larutan dan
zat tidak larut. Dalam kesetimbangan ini, kecepatan melarut sama dengan kecepatan
mengendap. Artinya konsentrasi zat dalam larutan akan selalu sama.
II-9
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
II.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelarutan
Besarnya kelarutan suatu zat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Suhu
Kelarutan suatu solut pada pelarut tertentu sangat bergantung pada suhu.
Pada sebagian besar padatan yang dapat larut dalam air, kelarutan akan semakin
meningkat jika suhu dinaikkan melebihi 100º C. Solut ionik yang terlarut pada air
bersuhu tinggi (mendekati suhu kritis) cenderung berkurang karena perubahan
sifat dan struktur molekul air. Selain itu, tetapan dielektrik menyebabkan pelarut
kurang polar.
Kelarutan senyawa organik selalu meningkat dengan naiknya suhu. Inilah
yang mendasari teknik pemurnian dengan rekristalisasi yang memanfaatkan
perbedaan kelarutan solut pada suhu rendah dan tinggi.
2. Tekanan
Pada fase terembun, tekanan sangat berpengaruh terhadap kelarutan; namun
biasanya lemah dan diabaikan pada praktiknya. Diasumsikan sebagai larutan
ideal, ketergantungan kelarutan pada tekanan diberikan diungkapkan dengan
rumus:
Dimana indeks i merupakan komponen, Ni adalah fraksi mol komponen ke i, P
adalah tekanan, indeks T menyatakan suhu kosntan, Vi,cr adalah volume molar
parsial komponen ke i, dan R merupakan tetapan gas universal.
3. Jenis Pelarut
Pernahkan kalian mencampurkan minyak dengan air? Jika pernah, pasti
kalian telah mengetahui bahwa minyak dan air tidak dapat bercampur. Sebab,
minyak merupakan senyawa non polar, sedangkan air merupakan senyawa polar.
Senyawa non polar tidak dapat larut dalam senyawa polar, begitu juga sebaliknya.
Jadi, bisa disimpulkan bahwa kedua zat bisa bercampur, asalkan keduanya
memiliki jenis yang sama.
II-10
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
4. Pengadukan
Dari pengalaman sehari-hari, kita tahu bahwa gula lebih cepat larut dalam
air jika diaduk. Dengan diaduk, tumbukan antar partikel gula dengan pelarut akan
semakin cepat, sehingga gula mudah larut dalam air. Dalam suatu larutan, semua
partikel (solut dan solven) berukuran sebesar molekul atau ion-ion. Partikel itu
tersebar secara merata dalam larutan dan menghasilkan satu fase homogen.
Karena sedemikian menyatunya penyebaran solut dan solven dalam larutan, sifat
fisik larutan sedikit berbeda dengan solven murninya.
(Premono, 2009)
II.4 Asam Oksalat
Asam oksalat adalah senyawa kimia yang memiliki rumus H2C2O4 dengan nama
sistematis asam etanadioat. Asam dikarboksilat paling sederhana ini biasa
digambarkan dengan rumus HOOC-COOH. Merupakan asam organik yang relatif
kuat, 10.000 kali lebih kuat dari pada asam asetat. Di-anionnya, dikenal sebagai
oksalat, juga agen pereduktor (zhernia, 2010).
Banyak ion logam yang membentuk endapan tak larut dengan asam oksalat,
contoh terbaik adalah kalsium oksalat(CaOOC-COOCa), penyusun utama jenis batu
ginjal yang sering ditemukan (zhernia, 2010).
Sifat-sifat umum Asam Oksalat. Asam oksalat dalam keadaan murni berupa
senyawa kristal, larut dalam air (8% pada 10°C) dan larut dalam alkohol. Asam
oksalat membentuk garam netral dengan logam alkali (NaK), yang larut dalam air (5-
25 %), sementara itu dengan logam dari alkali tanah, termasuk Mg atau dengan logam
berat, mempunyai kelarutan yang sangat kecil dalam air. Jadi kalsium oksalat secara
praktis tidak larut dalam air. Berdasarkan sifat tersebut asam oksalat digunakan untuk
menentukan jumlah kalsium. Asam oksalat ini terionisasi dalam media asam kuat.
Bahan Makanan yang Mengandung Asam Oksalat
II.5 Natrium Hidroksida
Natrium hidroksida (NaOH) adalah BASA KUAT, juga dikenal sebagai soda
kaustik atau sodium hidroksida, adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium
Hidroksida terbentuk dari oksida basa Natrium Oksida dilarutkan dalam air. Natrium
hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. NaOH
digunakan di berbagai macam bidang industri, kebanyakan digunakan sebagai basa
II-11
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
dalam proses produksi bubur kayu dan kertas, tekstil, air minum, sabun dan deterjen.
Natrium hidroksida adalah basa yang paling umum digunakan dalam laboratorium
kimia.
Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk
pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%. NaOH bersifat lembab cair dan
secara spontan menyerap karbon dioksida dari udara bebas. NaOH sangat larut dalam
air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan. NaOH juga larut dalam etanol dan
metanol, walaupun kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih kecil daripada
kelarutan KOH. NaOH tidak larut dalam dietil eter dan pelarut non-polar lainnya.
Larutan natrium hidroksida akan meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas.
a. Sifat fisik Natrium hidroksida (NaOH)
berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran
ataupun larutan jenuh 50%
bersifat lembab cair
secara spontan menyerap karbon dioksida dari udara bebas
sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan
larut dalam etanol dan metanol
tidak larut dalam dietil eter dan pelarut non-polar lainnya
larutan natrium hidroksida akan meninggalkan noda kuning pada kain dan
kertas
Sangat basa, keras, rapuh dan menunjukkan pecahan hablur
Titik leleh 318 °C
Titik didih 1390 °C
NaOH membentuk basa kuat bila dilarutkan dalam air
Densitas NaOH adalah 2,1
Senyawa ini sangat mudah terionisasi membentuk ion natrium dan hidroksida
b. Sifat kimia Natrium hidroksida (NaOH)
Dengan larutan natrium hidroksida, (HCl) asam klorida dinetralkan
dimana akan terbentuk garam dan air
(meirina, 2011).
II-12
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
II.6 Titrasi
Titrasi merupakan metode analisa kimia secara kuantitatif yang biasa
digunakan dalam laboratorium untuk menentukan konsentrasi dari reaktan. Karena
pengukuran volume memainkan peranan penting dalam titrasi, maka teknik ini juga
dikenali dengan analisa volumetrik. Analisis titrimetri merupakan satu dari bagian
utama dari kimia analitik dan perhitungannya berdasarkan hubungan stoikhiometri
dari reaksi-reaksi kimia (wikipedia, 2008).
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa,
antara lain:
1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan,
kemudian membuat plot antara pH dengan volume titran untuk memperoleh kurva
titr si. Titik teng h d ri kurv titr si tersebut d l h “titik ekuiv len”.
2. Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan dua hingga tiga tetes
(sedikit mungkin) pada titran sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan
berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi dihentikan.
Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indikator yang perubahan
warnanya dipengaruhi oleh pH.
(esdikimia.wordpress, 2011).
Gambar II.6.1 Titrasi
II-13
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
Pada umumnya cara kedua lebih dipilih karena kemudahan dalam pengamatan,
tidak diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis, walaupun tidak seakurat dengan
pH meter. Gambar berikut merupakan perubahan warna yang terjadi jika
menggunakan indikator fenolftalein (esdikimia.wordpress, 2011).
Sebelum mencapai titik ekuivalen Setelah mencapai titik ekuivalen
Gambar II.6.2 Titrasi-Titik ekuivalen
(esdikimia.wordpress, 2011).
II.7 Indikator
Indikator asam basa adalah senyawa khusus yang ditambahkan pada larutan,
dengan tujuan mengetahui kisaran pH dalam larutan tersebut. Indikator asam basa
biasanya adalah asam atau basa organik lemah. Senyawa indikator yang tak
terdisosiasi akan mempunyai warna berbeda dibanding dengan indikator yang
terionisasi. Sebuah indikator asam basa tidak mengubah warna dari larutan murni
asam ke murni basa pada konsentrasi ion hidrogen yang spesifik, melainkan hanya
II-14
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
pada kisaran konsentrasi ion hidrogen. Kisaran ini merupakan suatu interval
perubahan warna, yang menandakan kisaran pH (ilmukimia, 2013).
Penggunaan Indikator Asam Basa. Larutan yang kan dicari tingkat keasamannya
diberi suatu asam basa yang sesuai, kemudian dilakukan suatu titrasi. Perubahan pH
dapat diketahui dari perubahan warna larutan yang berisi indikator. Perubahan warna
ini sesuai dengan kisaran pH yang sesuai dengan jenis indicator (ilmukimia, 2013).
Fenol ftalein adalah indkator titras iyang lain yang sering digunakan dan fenol
ftalein ini merupakan bentuk asam lemah yang lain. Pada kasus ini, asam lemah tidak
berwarna dan ion-ionnyaberwanra merah muda terang. Penambahan ion hidrogen
berlebih menggeser posisi kesetimbangan kearah kiri dan mengubah indikator menjadi
tak berwarna. Penambahan ion hidroksida menghilangkan ion hidrogen dari
kesetimbangan yang mengarah kekanan untuk menggantikannya mengubah indikator
menjadi merah muda. Setelah tingkat terjadi pada pH 9,3. Karena pencampuran warna
merah muda dan tak berwarna menghasilkan warna merah muda pucat, hal ini sulit
untuk mendeteksinya dengan akurat (wikipedia, 2013).
Gambar II.7.1 Indikator PP yang berwarna pink saat basa
III-1
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Variabel Percobaan
Variabel Bebas : Serbuk Asam Oksalat, Suhu 5oC, 10
oC, 15
oC dan 20
oC
Variabel Kontrol : Volume titran
Variabel Terikat : Volume larutan yang ditimbang
III.2 Bahan Praktikum
1. Aquadest
2. Asam Oksakat
3. Es batu
4. Indikator PP
5. Larutan NaOH 1N
III.3 Alat Praktikum
1. Beaker Glass
2. Buret
3. Corong kaca
4. Erlenmeyer
5. Gelas ukur
6. Kaca arloji
7. Piknometer
8. Pipet tetes
9. Spatula
10. Termometer
11. Timbangan elektrik
III.4 Prosedur Percobaan
III.4.1 Percobaan Kelarutan Terhadap Fungsi Suhu
1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Mengukur aquadest 50ml dengan gelas ukur dan memasukkan kedalan
Erlenmayer.
III-2
Bab III Metodologi Percobaan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
3. Mengkondisikan aquadest pada suhu 5°C, dengan menaruhnya pada air yang
berisi es batu.
4. Memasukkan asam oksalat kristal ke dalam aquadest dan mengaduknya hingga
kristalnya tidak mau larut.
5. Menstabiklan suhu larutan tersebut.
6. Mengambil larutan dan memasukkan kedalam piknometer sejumlah volume
piknometer dan menimbangnya.
7. Mengambil 10 ml larutan dan mentitrasi larutan menggunakan NaOH 1N
dengan indikator PP sebanyak 2-3 tetes
8. Mengulangi tahap 7 sebanyak 1 kali
9. Mengulangi tahap 1 sampai 8 dengan mengganti variabel suhu 10oC, 15
oC dan
20oC
III.5 Diagram Alir Percobaan
III.5.1 Prosedur Mencari Temperatur Kritis
Mulai
Menyiapkan alat dan bahan.
Mengukur aquadest 50ml dengan gelas ukur dan memasukkan kedalan Erlenmayer.
Mengkondisikan aquadest pada suhu 5°C, dengan menaruhnya pada air yang berisi es
batu.
Memasukkan asam oksalat kristal ke dalam aquadest dan mengaduknya hingga
kristalnya tidak mau larut
Menstabiklan suhu larutan tersebut.
A
III-3
Bab III Metodologi Percobaan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Mengambil larutan dan memasukkan kedalam piknometer sejumlah volume piknometer
dan menimbangnya.
Mengambil 10 ml larutan dan mentitrasi larutan menggunakan NaOH 1N dengan
indikator PP sebanyak 2-3 tetes
Selesai
A
Mengulangi tahap 7 sebanyak 1 kali
Mengulangi tahap 1 sampai 8 dengan mengganti variabel suhu 10oC, 15
oC dan 20
oC
III-4
Bab III Metodologi Percobaan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
III.6 Gambar Alat Percobaan
Beaker Glass
Buret
Corong Kaca
Erlenmeyer
Gelas ukur
Kaca arloji
Piknometer
Pipet tetes
Spatula
III-5
Bab III Metodologi Percobaan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Termometer
Timbangan elektrik
IV-1
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Percobaan
Tabel IV.1 Hasil Pelarutan Asam Oksalat dengan Aquades dengan Variabel Suhu
5oC, 10
oC, 15
oC dan 20
oC
Suhu
Volume
Aquadest
(ml)
Massa Asam
Oksalat
(gram)
Volume Titrasi Densitas
(gr/ml) V1 (ml) V2 (ml) V3 (ml)
5 oC 10 0,5 0,9 0,8 0,85 0,96
10 oC 10 2 3,3 3,2 3,25 0,96
15 oC 10 2,5 6 5,8 5,9 1
20 oC 10 3 7,9 7,7 7,8 0,92
IV.2 Pembahasan
Suatu larutan jenuh merupakan kesetimbangan dinamis. Kesetimbangan
tersebut akan dapat bergeser bila suhu dinaikkan. Semakin banyak masa zat terlarut
maka semakin besar pula kelarutan zat dalam larutan. Pada umumnya kelarutan zat
padat dalam larutan bertambah bila suhu dinaikkan, karena umumnya proses
pelarutan bersifat endotermik. Ketika pemanasan dilakukan, partikel pada suhu tinggi
bergerak lebih cepat dibandingkan pada suhu rendah. Akibatnya, kontak antara zat
terlarut dengan zat pelarut menjadi lebih efektif. Hal ini menyebabkan zat terlarut
menjadi mudah larut pada suhu tinggi.
Pada percobaan kali ini dilakukan pengujian kelarutan terhadap suhu,hal ini
dilakukan untuk membuktikan apakah benar suhu dapat mempengaruhi kelarutan
suatu zat, dengan cara mendinginkan aquadest yang berfungsi sebagai pelarut dari
Asam Oksalat Setelah terbentuk larutan jenuh, larutan tersebut kemudian dititrasi
dengan NaOH 1N. Tujuan menggunakan NaOH untuk titrasi karena, sampel yang
digunakan yaitu Asam Oksalat yang memiliki sifat asam lemah, sementara NaOH
sendiri bersifat basa kuat, sehingga titrasi yang dilakukan disebut titrasi alkalimetri.
Dari percobaan yang kami lakukan dapat disimpulkan bahwa semakin banyak Asam
IV-2
Bab IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
oksalat (gram) yang dititrasi dengan NaOH 1 N akan menghabiskan lebih banyak volume
NaOH. NaOH 1N memiliki konsentrasi yang besar, sehingga untuk mencapai titik
keseimbangan larutannya, hanya memerlukan sedikit volume NaOH. Dari titrasi asam
oksalat dengan NaOH menunjukan perubahan warna dari bening menjadi merah
muda. Hal ini menandakan larutan sudah mencapai titik kesetimbangan atau titik
ekivalensi larutan. Perubahan warna dari bening ke merah muda disebabkan oleh
penambahan indikator fenolftalien, fenolftalien memiliki serapan didaerah sinar
tampak pada panjang gelombang tertentu sehingga serapan sinar itu akan mengakibatkan
perubahan warna pada larutan dari bening menjadi pink.
Hasil yang diperoleh pada pengamatan yakni pada suhu 5 o
C dibutuhkan asam
oksalat sebanyak 0,5 gram, volume titrasi sebanyak 0,85ml, dengan Densitas 0,96
gr/ml. Pada suhu 10 o
C dibutuhkan asam oksalat sebanyak 2 gram,volume titrasi
sebanyak 3,25ml, dengan Densitas 0,96 gr/ml. Pada suhu 15 o
C dibutuhkan asam
oksalat sebanyak 2,5gram, volume titrasi sebanyak 5,9 ml, dengan Densitas 1 gr/ml.
Pada suhu 20 o
C dibutuhkan asam oksalat sebanyak dibutuhkan asam oksalat
sebanyak 3 gram,volume titrasi sebanyak 7,8 ml, dengan Densitas 0,96 gr/ml. Dari
hasil yang diperoleh ini dapat digambarkan bahwa semakin tinggi suhu, maka
semakin tinggi kelarutan dari asam oksalat, tetapi pada percobaan kali ini Densitas
dari Asam Oksalat dengan Variabel massa yang berbeda-beda tidak stabil atau tidak
menentu ini dikarenakan piknometer yang kami gunakan, bukan piknometer yang
sebenarnya atau bisa dikatakan bukan piknometer melainkan hanya gelas kecil yang
memiliki tutup.
Grafik IV.2.1 Hubungan Suhu dengan massa Asam Oksalat
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
5 10 15 20
Suhu( oC)
Mas
sa A
sam
Oksa
lat
(gra
m)
IV-3
Bab IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Dari grafik hubungan antara suhu dengan massa Asam Oksalat diperoleh hasil
bahwa semakin tinggi suhu dari aquadest semakin besar pula massa dari Asam
Oksalat yang dibutuhkan, karena partikel pada suhu tinggi bergerak lebih cepat
dibandingkan pada suhu rendah. Akibatnya, kontak antara zat terlarut dengan zat
pelarut menjadi lebih efektif. Hal ini menyebabkan zat terlarut menjadi mudah larut
pada suhu tinggi.
Grafik IV.2.2 Hubungan Suhu dengan volume NaOH 1N
Dari grafik hubungan anatara suhu dengan volume dari titran yaitu NaOH 1N
diperoleh hasil bahwa semakin tinggi suhu dari pelarut yaitu aquadest semakin
banyak pula volume titran yang dibutuhkan untuk titrasi.
Grafik IV.2.3 Hubungan antara LnS dengan 1/T
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
5 10 15 20
-3
-2,5
-2
-1,5
-1
-0,5
0
0,0035951 0,0035317 0,0034704 0,00341122
1/T
Suhu( oC)
Volu
me
NaO
H 1
N (
ml)
L
nS
IV-4
Bab IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Dari grafik hubungan antara LnS dengan 1/T diatas dapat disimpulkan bahwa
semakin besar nilai kelarutan asam oksalat maka suhu yang dihasilkan akan semakin
tinggi pula.
V-1
BAB V
KESIMPULAN
1. Hasil dari praktikum yang kami lakukan mendapatkan hasil sebagai berikut: pada saat
variabel suhu 5oC dengan volume aquadest 10ml, massa Asam Oksalat 0,5gram dan
volume rata-rata titran 0,85ml, densitas 0,96 gr/ml, dengan panas pelarut diferensial
5697,997 J/mol. Pada saat variabel suhu 10oC dengan volume aqadest 10ml, massa
Asam Oksalat 2gram dan volume rata-rata titran 3,25ml, densitas 0,96 gr/ml, dengan
panas pelarut diferensial 2644,745 J/mol. Pada saat variabel suhu 15oC dengan volume
aquadest 10ml, massa Asam Oksalat 2,5gram dan volume rata-rata titran 5,9ml,
densitas 1 gr/ml, dengan panas pelarut diferensial 1261,915 J/mol. Pada saat variabel
suhu 20oC dengan volume aqadest 10ml, massa Asam Oksalat 3gram dan volume rata-
rata titran 7,8ml, densitas 0,92 gr/ml, dengan panas pelarut diferensial 605,2708 J/mol.
2. Dari hasil praktikum Kelarutan Fungsi Suhu ini dapat disimpulkan bahwa semakin
tinggi suhu dari pelarut maka kelarutan zat padat dalam larutan semakin bertambah
pula, hal itu disebabkan karena ketika suhu dinaikkan, partikel pada suhu tinggi
bergerak lebih cepat dibandingkan pada suhu rendah. Semakin tinggi kelarutan zat padat
dalam larutan maka semakin banyak pula volume titran yang dibutuhkan untuk titrasi.
Dan dari percobaan ini panas pelarut diferensial bersifat endoterm karena, ∆H bernilai
positif.
vi
DAFTAR PUSTAKA
Alberty, R. A. (1996). Physical Chemistry 2nd edition. USA: John Wiley and sons inc.
Ansel, H. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi keempat. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Atkins. (1999). Kimia Fisika Jilid II. Jakarta: Erlangga.
Atkins, P. (1994). Kimia Fisika. Jakarta: Erlangga.
Dogra, S. (1984). Kimia Fisika dan Soal-Soal. jakarta: UI-Press.
Fisika, T. K. (2011). Diktat Petunjuk Praktikum Kimia Fisika. semarang: Laboratorium Kimia
Universitas Negeri Semarang.
Gina. (2010). Retrieved from http://ginaangraeni10.wordpress.com/2010/05/23/larutan/
ilmukimia. (2013). Retrieved from ilmukimia:
http://www.ilmukimia.org/2013/04/kelarutan.html
ilmukimia. (2013). Retrieved from ilmukimia: http://www.ilmukimia.org/2013/01/indikator-
asam-basa.html
Kleinfelter. (1996). Kimia Untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.
Koesman, r. (2007). Bahan Ajar Kimia Fisika. Makassar.
meirina. (2011). Retrieved from meirina: http://membagiilmutekim-
meirina.blogspot.com/2011/05/caustic-soda.html
Premono, s. W. (2009). Kimia SMA/MA Kelas XI. Jakarta.
sukardjo. (1997). Kimia Fisika. yogyakarta: Rineka Cipta.
sukarjdo. (1989). kimia fisika. yogyakarta: BINA AKSARA.
syukri. (1999). kimia dasar 2. bandung: ITB.
Wikipedia. (2013). Retrieved from http://id.wikipedia.org/wiki/Larutan
wikipedia. (2013, april 8). wikipedia. Retrieved november 24, 2013, from wikipedia web site:
http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_oksalat
zhernia. (2010). Retrieved from zhernia.wordpress:
http://zhernia.wordpress.com/2010/05/31/asam-oksalat/
vii
DAFTAR NOTASI
Simbol Keterangan Satuan
m Massa gram
M Molaritas Mol/liter
N Normalitas N
V Volume ml
viii
APPENDIKS
1. Menghitung kelarutan dan menghitung panas pelarutan diferensial pada larutan
jenuh asam oksalat.
Pada suhu 5 oC
V1 N1 = V2 N2
0,85 . 1 = 10 . N2
N2 = 0,085 N = M
Jadi, kelarutan asam oksalat pada 10 ml air di suhu 10 oC adalah 0,085 N
Ln S =
-2,465 =
= 5697,667 J/mol
Pada suhu 10 oC
V1 N1 = V2 N2
3,25 . 1 = 10 . N2
N2 = 0,325 N = M
Jadi, kelarutan asam oksalat pada 10 ml air di suhu 10oC adalah 0,325 N
Ln S =
-1,124 =
= 2644,745 J/mol
Pada suhu 15oC
V1 N1 = V2 N2
5,9 . 1 = 10 . N2
N2 = 0,59 M
Jadi, kelarutan asam oksalat pada10 ml air di suhu 15oC adalah 0,59 N
Ln S =
-0,527 =
= 1261,915 J/mol
Pada suhu 20oC
V1 N1 ` = V2 N2
7.8 . 1 = 10 . N2
N2 = 0,78 N
Jadi, kelarutan asam oksalat pada 10 ml air di suhu 20 oC adalah 0,78 N
Ln S =
-0,2484 =
= 605,2708 J/mol
2. Menghitung Banyaknya padatan NaOH 1N dalam 250ml
N = M . e
M = 1
M =
1 =
Massa = 10 gram
Jadi massa NaOH padatan yang dibutuhkan untuk membuat NaOH 1N dalam
250ml 10gram