KEKUATAN HUKUM SURAT KETERANGAN AHLI WARIS YANG ...
Transcript of KEKUATAN HUKUM SURAT KETERANGAN AHLI WARIS YANG ...
KEKUATAN HUKUM SURAT KETERANGAN AHLI WARISYANG DIKELUARKAN KEPALA DESA SEBAGAI ALAS HAKDALAM PEMBUATAN AKTA PENGIKATAN JUAL BELI (PJB)
OLEH NOTARIS BAGI WNI BUMIPUTERA
TESIS
Oleh
LATIFAH HANUM127011149/M.Kn
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN2016
Universitas Sumatera Utara
KEKUATAN HUKUM SURAT KETERANGAN AHLI WARISYANG DIKELUARKAN KEPALA DESA SEBAGAI ALAS HAKDALAM PEMBUATAN AKTA PENGIKATAN JUAL BELI (PJB)
OLEH NOTARIS BAGI WNI BUMIPUTERA
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan PadaProgram Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
LATIFAH HANUM127011149/M.Kn
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN2016
Universitas Sumatera Utara
Judul Tesis : KEKUATAN HUKUM SURAT KETERANGAN AHLIWARIS YANG DIKELUARKAN KEPALA DESASEBAGAI ALAS HAK DALAM PEMBUATAN AKTAPENGIKATAN JUAL BELI (PJB) OLEH NOTARISBAGI WNI BUMIPUTERA
Nama Mahasiswa : LATIFAH HANUM
Nomor Pokok : 127011149Program Studi : Kenotariatan
MenyetujuiKomisi Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)
Pembimbing Pembimbing
(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum) (Dr. T. Keizerina Devi A,SH,CN,MHum)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
Tanggal lulus : 12 Februari 2016
Universitas Sumatera Utara
Telah diuji pada
Tanggal : 12 Februari 2016
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN
Anggota : 1. Prof. Dr. Runtung, SH, MHum
2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum
3. Dr. Mahmul Siregar, SH, MHum
4. Dr. Dedi Harianto, SH, MHum
Universitas Sumatera Utara
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : LATIFAH HANUM
Nim : 127011149
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : KEKUATAN HUKUM SURAT KETERANGAN AHLIWARIS YANG DIKELUARKAN KEPALA DESASEBAGAI ALAS HAK DALAM PEMBUATAN AKTAPENGIKATAN JUAL BELI (PJB) OLEH NOTARISBAGI WNI BUMIPUTERA
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena
kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi
Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas
perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan
sehat.
Medan,Yang membuat Pernyataan
Nama : LATIFAH HANUMNim : 127011149
Universitas Sumatera Utara
i
ABSTRAK
Prosedur pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris bagi WNI Bumi Putra secaraumum dibuat oleh para ahli waris itu sendiri, yang ditandatangani oleh Lurah/KepalaDesa dan diketahui oleh Camat. Disamping itu selain dibuat oleh para ahli waris suratketerangan hak waris dapat pula dibuat secara langsung oleh Lurah/Kepala Desa dandiketahui oleh Camat yang berisi nama-nama seluruh ahli waris yang berhak atas warisandari si pewaris. Surat Keterangan Ahli Waris yang dikeluarkan oleh Kepala Desa sebagaialas hak dalam pengalihan kepemilikan hak atas tanah sebagai objek warisan maupunsebagai alas hak dalam pembuatan Akta Pengikatan Jual Beli (APJB) yang dibuat olehnotaris banyak menimbulkan permasalahan dan sengketa diantara sesama ahli wariskarena Surat Keterangan Ahli Waris tersebut ternyata cacat hukum karena tidak memuatnama-nama seluruh ahli waris yang berhak secara lengkap. Adapun permasalahan yangdibahas dalam penelitian ini adalah mengenai kedudukan dan kekuatan hukum suratketerangan ahli waris yang dikeluarkan oleh Kepala Desa sebagai yang menjadi dasarhukum dalam pembuatan akta pengikatan jual beli peralihan hak kepemilikan hak atastanah yang diperoleh dari pewarisan oleh notaris dan tanggung jawab notaris dalampembuatan akta pengikatan jual beli (PJB) hak atas tanah dengan menggunakan suratketerangan ahli waris yang dikeluarkan oleh Kepala Desa yang kemudian dinyatakancacat hukum.
Jenis penelitian tesis ini menggunakan penelitian yuridis normatif, yang bersifatdeskriptif analitis, dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkajiketentuan perundang-undangan yang berlaku di bidang pembuatan surat keterangan hakwaris sebagaimana termuat dalam Peraturan Menteri Negara Agraria / KBPM No. 3Tahun 1997 dimana untuk golongan WNI Bumi Putra yang berwenang membuat suratketerangan hak waris tersebut adalah para ahli waris itu sendiri atau langsung dibuat olehlurah diketahui oleh camat.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa surat keterangan hak waris yang dibuat olehpara ahli waris yang ditandatangani oleh lurah/kepala desa atau yang dibuat langsungoleh kepala desa dan diketahui oleh camat memiliki legalitas yang sah dan memilikikekuatan hukum yang kuat dalam hal peralihan hak kepemilikan hak atas tanah daripewaris kepada ahli waris sepanjang surat keterangan hak waris tersebut secara sahmemuat seluruh nama-nama para ahli waris yang sah pula tanggung jawab notaris dalampembuatan akta pengikatan jual beli dengan menggunakan surat keterangan ahli warisyang dikeluarkan oleh kepala desa/lurah yang dinyatakan cacat hukum adalah bahwanotaris tidak bertanggung jawab tentang kebenaran materil dari surat keterangan hakwaris yang dibuat oleh para ahli waris dan diketahui oleh kepala desa / lurah atau yangdibuat langsung oleh kepala desa dan diketahui oleh camat tersebut. Notaris hanyabertanggung jawab atas keautentikan akta pengikatan jual beli yang dibuatnya telahsesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam jabatan notarissebagaimana termuat dalam UUJN No. 30 tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014.
Kata kunci : Surat Keterangan Ahli Waris, Kepala Desa / Lurah, Notaris danWNI BumiPutra
Universitas Sumatera Utara
ii
ABSTRACT
Certificate of Heir for native citizens is usually made by the heirsthemselves, signed by Village Head, and acknowledged by Subdistrict Head.Besides that, it can also be directly made by Village Head and acknowledged bySubdistrict Head; it contains the names of heirs who have the right to inherit theproperty. Certificates of Heir, issued by Village Head as legal basis for makingAPBJ (Sales Contract) by a Notary, cause many problems and disputes among theheirs because it is legally defective since it does not contain all heirs completely.The problems of the research were as follows: how about the legal force ofCertificate of Heir which was issued by Village Head as legal basis for makingsales contract by a Notary and how about the Notary's liability in making salescontract by using certificate of heir issued by Village Head which is laterconsidered as legally defective.
The research used judicial normative and descriptive analytic method byanalyzing the prevailing legal provisions on making Certificate of Heir asstipulated in the Decree of the Minister of State for Agrarian Affairs/KBPM No.3/1997 which states that in the case of native citizens, the authority to makeCertificate of Heir is the heirs themselves or Village Head by theacknowledgement of Subdistrict Head.
The result of the research shows that Certificate of Heir which is made bythe heirs, signed by Village Head, and acknowledged by Subdistrict Head ordirectly made by Village Head and acknowledged by Subdistrict Head is valid andhas legal force for the transfer of land ownership from testator to heirs as long asit contains all names of valid heirs. A Notary is not responsible for a salescontract which uses Certificate of Heir issued by Village Head, and thus it isconsidered invalid. A Notary is only responsible for the authenticity of a SalesContract drawn up by him since it is in line with the prevailing legal provisions onNotarial Position as stipulated in UUJN (Notarial Act) No. 30/2004 junctoUUJNNo. 2/2014.
Keywords: Certificate of Heir, Village Head, Notary, Native Citizens
Universitas Sumatera Utara
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa penuh
kasih dan anugrah, karena atas kasih karunia-Nya juga sehingga penulis dapat
menyelesaikan sebuah karya ilmiah berbentuk Tesis dengan judul “KEKUATAN
HUKUM SURAT KETERANGAN AHLI WARIS YANG DIKELUARKAN
KEPALA DESA SEBAGAI ALAS HAK DALAM PEMBUATAN AKTA
PENGIKATAN JUAL BELI (PJB) OLEH NOTARIS BAGI WNI
BUMIPUTERA”. Penulisan tesis ini merupakan suatu persyaratan yang harus
dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan
dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang
mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat Prof. Dr.
Muhammad Yamin, SH, MS, CN, Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum dan
Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum selaku Komisi Pembimbing yang
telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan
penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil sampai pada tahap ujian tesis
sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah.
Selanjutnya di dalam penelitian tesis ini penulis banyak memperoleh bantuan
baik berupa pengajaran, bimbingan, arahan dan bahan informasi dari semua pihak.
Universitas Sumatera Utara
iv
Untuk itu pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara sekaligus Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas
kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana Magister Kenotariatan (M.Kn)
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program
Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara dan juga selaku penguji
dalam penelitian tesis ini, atas segala dedikasi dan pengarahan serta masukan
yang diberikan kepada penulis selama menuntut ilmu pengetahuan di Program
Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu Dosen serta segenap civitas akademis Program Studi
Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Kedua orangtua, Ayahanda Ali Munir dan Ibunda Martini dan abang tersayang
Nazaruddin, Juraidi, SS., Ismail, S.STP, MSP dan Dodi Afrizal, SE atas
segala rasa sayang dan cinta yang tidak terbatas sehingga menjadi dukungan
untuk penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
5. Kepada suami tercinta Novrizal, S.Kom terima kasih dan kepada anak tersayang
Haura Rizfa Syabila yang memberi semangat kepada penulis dalam
menyelesaikan tesis ini.
Universitas Sumatera Utara
v
6. Bapak Prof. Sulaiman Hamid, SH dan keluarga beserta Mas Dana (Teguh
Perdana Sulaiman, SH, Sp.N dan keluarga) terima kasih atas dukungan
kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
7. Para sahabat-sahabat, Umi Khairiah, SH, M.Hum dan seluruh teman-teman
Magister Kenotariatan Angkatan 2012 atas segala do’a dan dukungan serta
kenangan indah yang terjalin dari persahabatan yang kita bina sekarang dan
selamanya.
8. Kepada rekan-rekan kerja terima kasih atas dukungan kepada penulis dalam
menyelesaikan tesis ini.
9. Dan semua pihak yang telah membantu penulisan yang tidak dapat disebut satu
persatu.
Di samping itu, penulis juga menyadari bahwa masih banyak teman, kerabat
dan pihak-pihak lain yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang
telah mendukung dan menoakan keberhasilan penulis dalam menyelesaikan studi ini,
untuk itu penulis menyampaikan terima kasih disertai doa semoga Allah SWT dapat
membalas semua budi baik mereka semuanya.
Medan, Februari 2016Penulis
Latifah Hanum
Universitas Sumatera Utara
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. DATA PRIBADI
Nama : Latifah Hanum
Tempat / Tgl. Lahir : Deli Tua/ 2 Mei 1983
Alamat : Lingkungan III Gg. Tumiran No. 35A Deli TuaBarat
Status : Menikah
Agama : Islam
No. HP : 081361686241
II. PENDIDIKAN FORMAL
1. SD Negeri Deli tua 1989-1995
2. SMP Negeri 1 Deli Tua 1995-1998
3. SMK YPK Medan 1998-2001
4. S1 Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara 2002-2006
5. S2 Program Studi Magister Kenotariatan FH USU 2012-2016
Universitas Sumatera Utara
vii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ........................................................................................................... i
ABSTRACT .......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR......................................................................................... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................... vi
DAFTAR ISI ........................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1
A. Latar Belakang.................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 8
D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 9
E. Keaslian Penelitian ..................................................................... 10
F. Kerangka Teori dan Konsepsi..................................................... 12
1. Kerangka Teori .................................................................... 12
2. Konsepsi .............................................................................. 25
G. Metode Penelitian ....................................................................... 27
1. Sifat dan Metode Pendekatan Penelitian.............................. 27
2. Teknik dan Alat Pengumpulan Data .................................... 28
3. Analisis Data ........................................................................ 30
BAB II KEKUATAN HUKUM SURAT KETERANGAN WARIS
YANG DIKELUARKAN OLEH KEPALA DESA SEBAGAI
ALAS HAK DALAM PEMBUATAN AKTA PENGIKATAN
JUAL BELI OLEH NOTARIS ...................................................... 32
A. Pengaturan Hukum Pembuatan Surat Keterangan WarisBerdasarkan Golongan Penduduk di Indonesia .......................... 32
B. Prosedur dan Tata Cara Pembuatan Keterangan Hak Warisbagi Golongan Penduduk Bumi Putera ...................................... 43
Universitas Sumatera Utara
viii
C. Kekuatan Hukum Surat Keterangan Waris yang Dikeluarkanoleh Kepala Desa sebagai Alas Hak Dalam Pembuatan AktaPengikatan Jual Beli oleh Notaris .............................................. 53
BAB III TANGGUNG JAWABNOTARIS DALAM PEMBUATAN
AKTA PENGIKATAN JUAL BELI (PJB) DENGAN
MENGGUNAKAN SURAT KETERANGAN AHLI WARIS
YANG DIKELUARKAN OLEH KEPALA DESA YANG
KEMUDIAN DINYATAKAN CACAT HUKUM......................... 72
A. Kewenangan dan Kewajiban Notaris sebagai Pejabat Umumberdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris ............................ 72
B. Kekuatan Hukum Akta Pengikatan Jual Beli Hak Atas Tanahdengan Dasar Surat Keterangan Hak Waris yang Dibuat oleh/dihadapan Notaris........................................................................ 98
C. Tanggung jawabNotaris dalam Pembuatan Akta PengikatanJual Beli (PJB) Dengan Menggunakan Surat Keterangan AhliWaris yang Dikeluarkan oleh Kepala Desa yang KemudianDinyatakan Cacat Hukum ........................................................... 110
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 121
A. Kesimpulan ................................................................................ 121
B. Saran ........................................................................................... 122
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 124
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Surat keterangan ahli waris berfungsi untuk membuktikan siapa-siapa saja
yang berhak atas ahli waris yang ditinggalkan oleh seseorang yang telah meninggal
(pewaris) yang menjadi dasar atas pembagian harta warisan baik atas siapa yang
berhak dan / atau berapa jumlah bagian yang berhak dimiliki oleh ahli waris baik
berdasarkan legitime portie dan/atau berdasarkan wasiat. Dalam praktek pembuatan
surat keterangan ahli waris dilakukan oleh pejabat yang berbeda yang didasarkan
pada golongan penduduk. Ada tiga pejabat yang berwenang membuat surat
keterangan ahli waris, yakni notaris bagi Golongan Tionghoa, Balai Harta
Peninggalan (BHP) bagi golongan Timur Asing non Tionghoa atau dibuat sendiri
oleh ahli waris di atas kertas dengan disaksikan oleh Lurah/Kepala Desa dan
dikuatkan oleh Camat bagi golongan WNI Bumiputera.1
Surat keterangan ahli waris yang dikeluarkan oleh Kepala Desa sebagai alas
hak dalam menentukan para ahli waris yang berhak atas suatu warisan. Dalam
prakteknya Surat Keterangan Ahli Waris yang dikeluarkan oleh Kepala Desa sebagai
alas hak dalam pengalihan kepemilikan hak atas tanah sebagai objek warisan maupun
sebagai alas hak dalam pembuatan Akta Pengikatan Jual Beli (APJB) yang dibuat
oleh notaris banyak menimbulkan permasalahan dan sengketa diantara sesama ahli
1 Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, Buku Kedua,Citra Aditya Bakti, Bandung, 2013, hal. 84
1
Universitas Sumatera Utara
2
waris karena Surat Keterangan Ahli Waris tersebut ternyata cacat hukum. Contoh
yang terjadi di masyarakat terhadap sengketa ahli waris karena pembuatan Surat
Keterangan Ahli Waris yang cacat hukum diantaranya adalah terhadap kasus yang
terdapat di Pengadilan Agama Wonosobo melalui putusan No.
1345/PDT.G/2010/PA.Wsb, dimana Kepala Desa Tigo Kecamatan Sukoharjo
Kabupaten Wonosobo yang berinisial PR menjadi pihak yang turut tergugat dalam
sengketa ahli waris tersebut karena dalam penetapan ahli waris yang dilakukan
Kepala Desa tidak termuat seluruhnya nama-nama ahli waris yang berhak atas harta
warisan tersebut, sehingga para ahli waris yang namanya tidak termuat di dalam surat
keterangan ahli waris tersebut mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama Wonosobo
terhadap para ahli waris yang namanya termuat di dalam Surat Keterangan Ahli
Waris, dan juga melibatkan kepala desa menjadi pihak yang turut tergugat dalam
sengketa tersebut. Kepala Desa dalam penetapan ahli waris yang seharusnya termuat
di dalam Surat Keterangan Ahli Waris tidak cermat dalam mendata seluruh ahli waris
yang seharusnya berhak atas ahli warisan karena membuat Surat Keterangan Ahli
Waris tersebut hanya berdasarkan keterangan sepihak dari sebagian ahli waris yang
mengakibatkan Surat Keterangan Ahli Waris tersebut cacat hukum dan dibatalkan
oleh Pengadilan Agama Wonosobo.
Universitas Sumatera Utara
3
Sengketa diantara para ahli waris terjadi karena di dalam praktek pembuatan
Surat Keterangan Ahli Waris bagi golongan Bumiputera secara umum : 2
1. Surat Keterangan Ahli Waris tersebut hanya berisikan keterangan danpernyataan dari para ahli waris yang dibuat sendiri oleh para ahli waris secaradi bawah tangan yang diketahui oleh Kepala Desa dan dikuatkan oleh Camat,sehingga kemumgkinan tidak masuknya ahli waris yang lain tidak diketahuioleh Kepala Desa maupun Camat yang ikut menandatangani Surat KeteranganAhli Waris di bawah tangan tersebut.
2. Adanya itikad tidak baik dari para ahli waris untuk mengenyampingkan ahliwaris lainnya sehingga pada saat terjadinya pembagian warisan tidakterlaksana dengan baik dan adil.
3. Sebagian ahli waris tidak memahami dengan baik tata cara pembuatan SuratKeterangan Ahli Waris sehingga nama-nama para ahli waris tidak seluruhnyatermuat di dalam Surat Keterangan Ahli Waris tersebut dan juga benda-bendayang menjadi objek warisan tidak jelas termuat di dalam Surat KeteranganAhli Waris tersebut.
Pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris untuk golongan Bumiputera belum
ada ketentuan hukum yang mengaturnya di Indonesia. Oleh karena itu pada umumnya
pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris bagi golongan Bumiputera tersebut banyak
didasarkan kepada hukum adat dari para ahli warisnya itu sendiri termasuk pula
hukum agama khususnya hukum Islam.
Di dalam Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional
No.3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah ada termuat ketentuan yang dapat dijadikan
pedoman bagi pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris namun khusus yang
berhubungan dengan barang tidak bergerak berupa tanah yang telah terdaftar atau
bersertipikat. Namun secara umum ketentuan peraturan perundang-undangan yang
2 Habib Adjie, Pembuktian sebagai Ahli Waris dalam Bentuk Surat Keterangan Ahli Waris,Mandar Maju, Bandung.2008. hal. 16
Universitas Sumatera Utara
4
mengatur tentang kewenangan pejabat dan tata cara serta bentuk pembuatan dan
format Surat Keterangan Ahli Waris bagi golongan Bumiputera belum ada sama
sekali.
Pasal 111 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan
Pertanahan Nasional No.3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang memuat ketentuan
pedoman pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris dalam hal pelaksanaan pengalihan
hak atas tanah yang menyebutkan bahwa, Surat tanda bukti sebagai ahli waris dapat
berupa :
1. Wasiat dari pewaris2. Putusan pengadilan3. Penetapan hakim / ketua pengadilan4. Bagi warga negara Indonesia penduduk asli (pribumi), surat keterangan ahli
waris yang dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh 2 (dua) orangsaksi dan dikuatkan oleh kepala desa / kelurahan dan camat tempat tinggalpewaris pada waktu meninggal dunia. Bagi warga negara Indonesia keturunanTionghoa akta keterangan hak mewaris dibuat oleh notaris dan bagi warganegara Indonesia keturunan timur asing lainnya surat keterangan waris dariBalai Harta Peninggalan.3
Pedoman tentang pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris bagi golongan
Bumiputera yang termuat di dalam Pasal 111 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri
Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No.3 Tahun 1997 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
tersebut didasarkan kepada penggolongan penduduk berdasarkan Pasal 131 dan Pasal
163 IS (Indische Staatregeling), yang mengatur penduduk Hindia Belanda menjadi 3
3 Zainuddin Ali, Pelaksanaan Surat Keterangan Hak Waris bagi Golongan Penduduk diIndonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2011. Hal.39
Universitas Sumatera Utara
5
golongan antara lain, Golongan Eropa, Golongan Bumiputera dan Golongan Timur
Asing.4
Dalam praktek sehari-hari di kalangan WNI Bumiputera banyak ditemui surat
keterangan ahli waris yang secara umum hanya berisikan keterangan dan pernyataan
dari para ahli waris bahwa mereka adalah benar-benar merupakan ahli waris yang sah
dari pewaris yang telah meninggal dunia. Surat keterangan ahli waris tersebut pada
umumnya dibuat di bawah tangan yang dikuatkan dan/atau dikeluarkan oleh kepala
desa/lurah dan diketahui /dikuatkan oleh camat, untuk keperluan-kepeluan tertentu.
Surat keterangan tersebut dapat pula di warmerking oleh notaris setelah adanya
keterangan dari kelurahan setempat.
Ahli waris adalah orang yang berhak atas ahli warisan yang ditinggalkan olehpewarisnya.5 Ahli waris juga merupakan mereka yang menggantikankedudukan hukum dari orang-orang yang meninggal dunia dalam kedudukanhukum harta benda. Mewaris berarti menggantikan kedudukan orang yangmeninggal mengenai hubungan-hubungan hukum harta kekayaannya, danwarisan adalah harta yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal, baik ituberupa aktiva maupun pasiva. Harta warisan adalah soal apakah danbagaimanakah berbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaanseseorang pada waktu ia meninggal dunia, akan beralih pada orang lainsebagai ahli warisnya yang masih hidup.6
Hukum kewarisan adalah keseluruhan peraturan dengan mana pembuatundang-undang mengatur akibat hukum dari meninggalnya seseorangterhadap harta kekayaanya, perpindahannya kepada ahli waris danhubungannya dengan pihak ketiga.7 Dalam prakteknya seorang ahli waris
4 Ramulyo Idris, Prosedur dan Tata Cara Pembuatan Surat Keterangan Hak Waris diIndonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012, hal. 28
5 A. Pitlo, Hukum Waris Menurut Undang-Undang Hukum Perdata Belanda, Intermasa,Jakarta, 2006, hal. 14
6 Tarmakiran S. , Asas-asas Hukum Waris Menurut 3 Sistem Hukum, Pioonir Jaya, Bandung,2005, hal. 5
7 Effendy Perangin-angin, Hukum Waris, Kumpulan Kuliah Jurusan Notariat, FakultasHukum UI, 2006, hal. 3
Universitas Sumatera Utara
6
tidak dapat dengan langsung secara otomatis dapat menguasai dan melakukanbalik nama harta warisan yang menjadi haknya dengan terbukanya pewarisan(meninggalnya pewaris), melainkan untuk dapat melakukan tindakan hukumterhadap apa yang telah menjadi haknya tersebut harus dilengkapi denganadanya surat keterangan hak waris.8
Surat keterangan ahli waris bertujuan untuk melakukan balik nama atas
barang peninggalan dari pewaris yang telah meninggal dunia kepada nama seluruh
ahli waris yang dalam hal ini adalah berupa barang-barang harta peninggalan pewaris
berupa tanah yang apabila ingin dilakukan balik nama dapat mengajukan
permohonan ke Kantor Pertanahan setempat yaitu dengan cara :
1. Melakukan pendaftaran peralihan hak (balik nama) untuk tanah yang sudah
terdaftar (bersertipikat).
2. Melakukan permohonan hak baru (sertipikat) atas tanah yang belum terdaftar
seperti misalnya tanah girik, tanah bekas hak barat, tanah negara. 9
Surat keterangan ahli waris juga memiliki fungsi bagi para ahli waris untuk
menggadaikan atau menjaminkan barang-barang harta peninggalan pewaris tersebut
kepada pihak lain atau kreditur, apabila ahli waris hendak meminjam uang atau
mengajukan permohonan kredit. Di samping itu surat keterangan ahli waris juga
berfungsi untuk mengalihkan barang-barang harta peninggalan pewaris tersebut
kepada pihak lain, misalnya menjual, menghibahkan, melepaskan hak, melakukan
pengikatan jual beli dihadapan notaris dan lain-lainnya yang sifatnya berupa suatu
8 I Gede Purwaka, Keterangan Hak Waris yang Dibuat Oleh Notaris dan Kepala Desa /Lurah, UI Press, Jakarta, 2005, hal. 15
9 Arsyad Harun, Tinjauan Yuridis Surat Keterangan Hak Waris bagi Penduduk di Indonesia,Refika Aditama, Bandung, 2010, hal. 32
Universitas Sumatera Utara
7
peralihan hak, dan juga merubah status kepemilikan bersama atas barang harta
peninggalan pewaris menjadi milik dari masing-masing ahli waris dengan cara
melakukan atau membuat akta pembagian dan pemisahan harta peninggalan pewaris
dihadapan notaris. 10
Di samping itu surat keterangan ahli waris juga dapat berfungsi sebagai alat
bukti bagi ahli waris untuk dapat mengambil atau menarik uang dari pewaris yang
ada pada suatu bank atau asuransi, sekalipun bagi setiap bank atau lembaga asuransi
berbeda dalam menetapkan bentuk surat keterangan ahli waris yang bagaimana yang
dapat diterimanya. Di dalam surat keterangan ahli waris yang dikeluarkan oleh
Kepala Desa dan dikuatkan oleh Camat memuat tentang nama-nama para ahli waris
dan nama pewaris (almarhum). Bagi WNI Bumiputera surat keterangan ahli waris
dapat pula dibuat sendiri oleh para ahli waris itu sendiri dan disaksikan /
ditandatangani oleh Kepala Desa / Lurah dan dikuatkan/ditandatangani oleh Camat.
Dari uraian di atas maka judul dari penelitian ini adalah kekuatan hukum surat
keterangan ahli waris yang dikeluarkan kepala desa sebagai alas hak dalam
pembuatan akta pengikatan jual beli (PJB) oleh notaris bagi WNI Bumiputera.
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah sejauhmana kekuatan
hukum surat keterangan ahli waris yang dikeluarkan oleh kepala desa sebagai alas
hak untuk melaksanakan pengikatan jual beli dihadapan notaris dan bagaimana
tanggung jawabnotaris dalam pelaksanaan pembuatan akta pengikatan jual beli
10 Oesman Ali Rahmad, Perbedaan Surat Keterangan Hak Waris dan Akta Keterangan HakWaris, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2012, hal.70
Universitas Sumatera Utara
8
dengan dasar surat keterangan ahli waris yang dikeluarkan oleh kepala desa tersebut,
akan diteliti lebih lanjut pada bab-bab selanjutnya dalam penelitian ini.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana kekuatan hukum surat keterangan ahli waris yang dikeluarkan
oleh Kepala Desa sebagai alas hak dalam pembuatan akta pengikatan jual beli
oleh notaris?
2. Bagaimana tanggung jawab notaris dalam pembuatan akta pengikatan jual beli
(PJB) dengan menggunakan surat keterangan ahli waris yang dikeluarkan oleh
Kepala Desa yang kemudian dinyatakan cacat hukum?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang tersebut di atas, maka tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kekuatan hukum surat keterangan ahli waris yang
dikeluarkan oleh Kepala Desa sebagai alas hak dalam pembuatan akta
pengikatan jual beli oleh notaris?
2. Untuk mengetahui tanggung jawab notaris dalam pembuatan akta pengikatan
jual beli (PJB) dengan menggunakan surat keterangan ahli waris yang
dikeluarkan oleh Kepala Desa yang kemudian dinyatakan cacat hukum.
Universitas Sumatera Utara
9
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun
secara praktis dibidang hukum waris pada umumnya dan dalam pembuatan surat
keterangan ahli waris bagi golongan WNI Bumiputera yang dibuat didalam akta
dibawah tangan oleh para ahli waris dan diketahui/dikuatkan oleh Kepala Desa dan
diketahui dan dikuatkan oleh Camat sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri
Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No.3 Tahun 1997 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya dibidang hukum waris serta di
dalam pembuatan surat keterangan ahli waris bagi golongan WNI Bumiputera.
1. Secara Teoritis
Penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa sumbangsih pemikiran bagi
perkembangan hukum waris pada umumnya dan juga tentang tata cara pembuatan
surat keterangan ahli waris bagi golongan WNI Bumiputera yang dibuat di dalam
Surat Keterangan Ahli Waris dibawah tangan oleh para ahli waris itu sendiri dan
diketahui/dikuatkan oleh Kepala Desa dan diketahui dan dikuatkan oleh Camat sesuai
dengan ketentuan Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional
No.3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah dan ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya dibidang hukum waris serta di dalam pembuatan surat keterangan ahli waris
bagi golongan WNI Bumiputera.
Universitas Sumatera Utara
10
2. Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada masyarakat
praktisi, maupun bagi pihak-pihak terkait mengenai hukum waris pada umumnya dan
juga tentang tata cara pembuatan surat keterangan ahli waris bagi golongan WNI
Bumiputera yang dibuat di dalam Surat Keterangan Ahli Waris dibawah tangan oleh
para ahli waris itu sendiri dan diketahui/dikuatkan oleh Kepala Desa dan diketahui
dan dikuatkan oleh Camat sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Agraria /
Kepala Badan Pertanahan Nasional No.3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan ketentuan
peraturan perundang-undangan lainnya dibidang hukum waris serta di dalam
pembuatan surat keterangan ahli waris bagi golongan WNI Bumiputera.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas
Sumatera Utara khususnya di lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Magister
Kenotariatan Sumatera Utara menunjukkan bahwa penelitian dengan judul ini belum
pernah dilakukan. Akan tetapi, ditemukan beberapa judul tesis yang berhubungan
dengan topik dalam tesis ini antara lain:
1. Endah Mayana, NIM. 107011084/MKn, dengan judul tesis “Analisis Yuridis
Terhadap Pelaksanaan Pembagian Harta Warisan Yang Dikuasai Oleh Salah
Satu Ahli Waris (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No 2134
K/PDT/1989)”.
Universitas Sumatera Utara
11
Pemasalahan yang dibahas :
a. Faktor-faktor apa yang menyebabkan sebahagian ahli waris menguasai
harta warisan?
b. Bagaimana tindakan hukum yang dilakukan ahli waris yang dikuasai
haknya oleh ahli waris yang lain?
c. Bagaimana analisis terhadap putusan Mahkamah Agung dalam
menyelesaikan kasus No. 2134. K/PDT/1989?
2. Junita Franciska, NIM. 057011014/MKn, dengan judul tesis “Kajian Yuridis
Peralihan Hak Atas Tanah Warisan Berdasarkan PP No. 24 Tahun 1997”.
Pemasalahan yang dibahas :
a. Bagaimana prosedur dan tata cara peralihan hak atas tanah warisan
berdasarkan PP No. 24 Tahun 1997?
b. Bagaimana akibat hukum tidak dilaksanakannya peralihan hak atas tanah
warisan berdasarkan PP. 24 Tahun 1997?
c. Apa hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanan peralihan hak
atas tanah warisan berdasarkan PP. 24 Tahun 1997
3. Ali Yusran Gea, NIM. 067011045/MKn, dengan judul tesis “Kajian
pendaftaran tanah dari pembagian warisan setelah berlakunya PP No. 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah”.
Universitas Sumatera Utara
12
Pemasalahan yang dibahas :
a. Bagaimana akibat hukum apabila tanah yang diperoleh dari pembagian
warisan tidak didaftarkan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku di bidang hukum tanah?
b. Bagaimana pelaksanaan pendaftaran tanah dari pembagian warisan
sebelum berlakunya PP. No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah?
c. Bagaimana prosedur dan tata cara pendaftaran tanah dari pembagian
warisan berdasarkan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah?
Dari judul penelitian tersebut tidak ada kesamaan dengan penelitian yang
penulis lakukan. Dengan demikian judul ini belum ada yang membahasnya sehingga
penelitian ini dijamin keasliannya dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik
atau proses tertentu terjadi,11 dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya
pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenaranya. Kerangka teori adalah
kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau
permasalahan (problem) yang menjadi perbandingan/pegangan teoritis.12
11 JJJ M, Wuisman, dengan penyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, (Jilid I),Jakarta, FE UI, 1996, hal. 203
12 M Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju Bandung, 1994, hal. 80
Universitas Sumatera Utara
13
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori pertanggung jawaban
hukum. Menurut Hans Kelsen suatu konsep yang terkait dengan konsep kewajiban
hukum adalah konsep tanggung jawab hukum (liability). Seseorang yang bertanggung
jawab secara hukum atas perbuatan tertentu bahwa dia dapat dikenakan suatu sanksi
atas perbuatannya apabila perbuatannya tersebut bertentangan/berlawanan dengan
hukum. Ada dua jenis tanggung jawab menurut Hans Kelsen yaitu pertanggung
jawaban berdasarkan kesalahan (based on fault) dan pertanggung jawaban mutlak
(absolut responsibility)13
Tanggung jawab mutlak yaitu suatu perbuatan yang menimbulkan akibat yang
dianggap merugikan oleh pembuat undang-undang dan ada suatu hubungan antara
perbuatan dan akibatnnya. Suatu akibat yang dianggap merugikan oleh pembuat
undang-undang, mungkin ditimbulkan dengan sengaja oleh seorang individu, tetapi
tidak dengan maksud merugikan oleh pembuat undang-undang, mungkin ditimbulkan
dengan sengaja orang seorang individu tetapi tidak dengan maksud merugikan orang
lain. Tanggung jawab absolut dalam masyarakat dilekatkan pada suatu tindakan yang
akibatnya menimbulkan kerugian bagi orang lain akibat perbuatan yang disengaja
atau karena kekurang hati-hatian. Dalam tanah hukum perdata tanggung jawab
terhadap kerusakan atau kerugian yang disebabkan oleh individu merupakan
tanggung jawab sepenuhnya dari individu tersebut. Demikian pula halnya dengan
pertanggung jawaban seorang kepala desa yang mengeluarkan surat keterangan waris
bagi para ahli waris, harus berdasarkan prinsip kehati-hatian dimana surat keterangan
13 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, Nusa Media, Jakarta, 2012, hal. 98
Universitas Sumatera Utara
14
waris tersebut harus benar-benar menimbulkan suatu bukti yang autentik bahwa
nama-nama yang tercantum dalam surat keterangan waris yang dibuat oleh kepala
desa tersebut adalah merupakan nama-nama yang sah sebagai ahli waris dari
pewaris. 14
Apabila dalam pembuatan surat keterangan waris tersebut kepala desa
melakukan kelalaian atau kesalahan sehingga mengakibatkan ahli waris yang sah
tidak tercantum dalam surat keterangan waris tersebut, maka perbuatan kepala desa
tersebut sudah dapat dikualifikasikan perbuatan yang bertentangan dengan hukum
dan karena itu dapat dikenakan sanksi. Sanksi yang digunakan dapat berupa sanksi
perdata berupa ganti rugi berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata maupun sanksi pidana
sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 263, 264 dan 265 KUH Pidana yang
menyebutkan bahwa memasukan keterangan palsu kedalam suatu akta autentik atau
melakukan pemalsuan melalui surat keterangan waris yang seharusnya dapat
dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Surat keterangan ahli waris dibuat untuk dijadikan alat bukti tentang sesuatu
yang berkaitan dengan waris, yaitu tentang siapa saja yang ditetapkan sebagai ahli
waris dari si pewaris bahkan mungkin juga dapat menyebutkan porsi dari masing-
masing ahli waris. Hal ini untuk melindungi secara hukum hak dari para ahli waris,
agar harta peninggalan dari pewaris benar-benar diwarisi oleh para ahli warisnya
yang sah.
14 Muhammad Arfan, Analisis Yuridis Kekuatan Hukum Surat Keterangan Hak Waris bagiGolongan Bumi Putra, Bumi Aksara, Bandung, 2010, hal.81
Universitas Sumatera Utara
15
Hukum positif yang mengatur hubungan keperdataan di Indonesia masih
bersifat pluralisme dan pluralisme hukum perdata ini tidak terlepas dari sejarah
hukum berlakunya hukum perdata di Indonesia. Sebelum Indonesia merdeka sebagai
akibat penjajahan kolonial Belanda. Politik hukum pemerintah India Belanda yang
dituangkan dalam Pasal 131 dan Pasal 163 Indische Staatsregeling (IS) terdapat
penggolongan hukum dan penggolongan penduduk. Mengacu pada ketentuan
tersebut berlakulah Hukum Perdata Eropa (Burgerlijk Wetboek) yang diberlakukan di
Indonesia berdasarkan Staatblad No. 23/1847 bagi Golongan Eropa, Hukum Adat
Bagi Golongan Bumiputra (penduduk Indonesia asli) dan Hukum Adat masing-
masing bagi golongan Timur Asing.15
Dalam perjalanannya KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek) diberlakukan bagi
golongan Timur Asing dan diberikan kemungkinan bagi Golongan Bumiputra
untuk melakukan penundukan diri secara sukarela (gehjkstelling) terhadap
KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek). Dengan demikian berlaku lebih dari 1 sistem
hukum di bidang hukum perdata, yakni KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek)dan
Hukum Adat. Selanjutnya, dengan berkembangnya agama Islam, di daerah tertentu
berlakulah hukum Islam, khususnya yang dipergunakan dalam pembagian waris.
Di sisi yang lain, hukum Perdata Adat di Indonesia berlaku banyak sistem
hukum yang berlaku. Menurut Van Vollenhoven setidaknya terdapat 19 lingkaran
15 Poniman Rustandi, Sejarah Sistem Hukum di Indonesia, Prenada Media, Jakarta, 2006, hal.32
Universitas Sumatera Utara
16
hukum (rechtskring) di bumi Nusantara ini. Dari sudut pandang inilah dapat
dikatakan bahwa hukum perdata adat masih bersifat pluralistis. 16
Pluralisme hukum perdata ini tidak seketika berakhir ketika Indonesia
merdeka dan menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mengacu kepada
Peraturan Peralihan dalam Undang-Undang Dasar 1945, maka dualisme dan
pluralisme ini terus berlanjut hingga kini, sampai diberlakukan ketentuan
perundang-undangan yang mencabut KUHPerdata. Selanjutnya, Politik hukum
diarahkan pacta terciptanya unifikasi dan kodifikasi bidang-bidang hukum,
termasuk bidang hukum perdata. Dalam praktik, semangat kodifikasi ini memang
terlihat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang sifatnya parsial
(bagian per bagian). Sebagian ahli menyebutkan sistem kodifikasi parsial ini
dengan istilah Act System. Hal ini juga yang terjadi dengan Burgerlijk Wetboek
(KUHPerdata) yang hingga sekarang masih berlaku. Saat ini KUHPerdata tidak
lagi berlaku utuh, beberapa bagian telah dicabut dengan Undang-Undang yang
berlaku secara nasional. sehingga secara substansial muatan KUHPerdata tidak
lagi sama seperti sistematika formalnya. Beberapa Undang-Undang yang berlaku
nasional tersebut antara lain Buku I Tentang Perkawinan dan beberapa bidang
hukum keluarga dicabut oleh Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan, Buku II yang mengatur tentang Tanah dicabut oleh Undang-Undang
No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, dan Hipotik atas
16 Husni Rahmadianto, Pluralisme Kewenangan Pembuatan Surat Keternagan Hak Waris diIndonesia, Intermasa, Jakarta, 2012, hal. 53
Universitas Sumatera Utara
17
tanah dicabut oleh Undang-Undang No.4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan
Atas Tanah dan Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah.17 Di sisi lain, ada
peraturan yang sifatnya menambah, seperti UU No. 42 Tahun 1999 Tentang
Fidusia, Undang-Undang No. 9 Tahun 2006 Tentang Resi Gudang. yang mengatur
tentang bag ian dari hukum Kebendaan.18
Hukum Waris merupakan hukum materi yang erat kaitannya dengan hukum
harta kekayaan, karena secara hukum pewarisan merupakan salah satu cara untuk
memperoleh hak milik atas suatu benda atau hak kebendaan. Oleh karena itu,
dalam KUHPerdata, hukum waris di atur dalam Buku II Tentang Benda.
Surat Keterangan Waris Nasional harus terlebih dahulu dilakukan
unifikasi Hukum Waris. Sebenarnya tidak demikian, hanya saja penulis berusaha
menempatkan Surat Kerangan Waris ini sebagai salah satu bagian kecil saja dari
kaidah-kaidah yang akan mengatur tentang Waris, mengingat kehendak
simposium ini adalah memikirkan kemungkinan unifikasi Surat Keterangan Waris.
Pertanyaannya bolehkah unifikasi Surat Keterangan Warisan ini mendahului unifikasi
hukum warisnya? Mengapa tidak, karena sudah banyak contoh, bahwa unifikasi
sub bidang hukum dilakukan sementara bidang hukumnya belum diunifikasikan.
Ada 2 hal yang harus diperhatikan bila membicarakan masalah hukum waris di
Indonesia. Yang pertama adalah hukum waris, dan yang ke dua adalah pewarisan/
17 Dian Sarwoto, Prosedur dan Tata cara Peralihan Hak atas Tanah karena Pewarisan, RajaGrafindo Persada, 2011, hal.77
18 Teguh Samudra, Beberapa Masalah Hukum Waris di Indonesia, Citra Ilmu, Surabaya,2006, hal. 14
Universitas Sumatera Utara
18
warisan. Pitlo berpendapat bahwa “hukum waris adalah kumpulan peraturan yang
mengatur hukum mengenai harta kekayaan karena wafatnya seseorang, yaitu
mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari
pemindahan ini bagi orang-orang yang memperolehnya, baik dalam hubungan
antara mereka, maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga”.19
Sementara itu, Wirjono Prodjodikoro memberi pengertian bahwa warisan adalah
“soal apakah dan bagaimanakah pelbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang
kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang
lain yang masih hidup”.20
Dari sudut pandang hukum Adat, dapat dilihat pendapat Ter Haar, bahwa
hukum waris adat adalah aturan-aturan hukum yang mengenai cara bagaimana
dari abad ke abad penerusan dan peralihan dari harta kekayaan yang berwujud
dan tidak berwujud dari generasi pada generasi. Sejalan dengan pendapat TerHaar,
Supomo menyatakan bahwa “Hukum Adat waris memuat peraturan-peraturan yang
mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda dan
barang-barang yang tidak berwujud benda (immateriele gooderen) dari suatu
angkatan manusia (generatie) kepada turunannya.21 Hukum Islam mengatur tentang
adanya hak bagi para ahli waris pria dan wanita atas pembagian harta peninggalan
19 Pitlo. Af M lsa Maarief. Hukum Waris Menurut Kitab Undang.Undang Hukum Perdata,Intermasa, Jakarta. 2006, hal. 31
20 Wirjono Prodjodikoro. Hukum Waris di Indonesia, Sumur Bandung, 2001, hal. 4221 TerHaar. Dasar-Dasar dan Stesel Hukum Adat, Jakarta, 2004, hal. 197
Universitas Sumatera Utara
19
pewaris yang wafat, berdasarkan KHI. Hal yang dapat disimpulkan dari berbagai
pengertian di atas, adalah beragamnya pengertian tentang hukum waris.22
Pemberlakuan satu sistem hukum waris bagi seluruh warga negara Indonesia
sebagai tujuan unifikasi, berangkat dari kemajemukan dan kayanya hukum Waris
di Indonesia. Penulis mencoba memahami bahwa banyaknya instansi yang terkait
khususnya dalam pembuatan Surat Keterangan waris tidak dapat dilepaskan dari
kondisi hukum warisnya. Hal ini secara jelas terlihat dari berbagai peraturan
yang mengakui eksistensi Surat Keterangan Waris yang dibuat oleh instansi yang
berbeda sesuai dengan hukum yang berlaku, yaitu: bagi WNI Asli, Surat Keterangan
Waris dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh 2 orang saksi dan
dikuatkan oleh Kepala Desa/kelurahan dan Camat tempat tinggal pewaris pada
waktu meninggal; kemudian bagi WNI keturunan Tionghoa, akta Keterangan Hak
Mewaris dibuat oleh Notaris. dan bagi WNI keturunan Timur Asing lainnya dibuat
oleh Balai Harta Peninggalan, dan bagi yang beragama Islam dapat dibuat
dikeluarkan oleh Pengadilan Agama.23
Kehendak untuk melakukan unifikasi di bidang hukum waris sudah
bergabung sejak lama. bahkan arah unifikasi yang akan dituju sudah dituangkan
dalam TAP MPRS No. 11/MPRS/1960 Paragraf 402 Huruf c sub 4 yang mengatur
sebagai berikut:
22 Soepomo, Bab-bab Tentang Hukum Adat, Intermasa, Jakarta, 1998, hal. 7223 Harianto Asmar, Tinjauan Hukum Tentang Praktek Pelaksanaan Pembuatan Surat
Keterangan Ahli Waris di Indonesia, Bumi Aksara, Bandung, 2005, hal. 27
Universitas Sumatera Utara
20
a. Semua warisan untuk anak-anak dan janda apabila si peninggal warisan
meninggalkan anak-anak dan janda.
b. Supaya dalam perundang-undangan mengenai hukum warisan
dicantumkan pula peraturan mengenai penggantian ahli waris.
c. Peraturan mengenai hibah.24
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa politik hukum di bidang
hukum waris nasional yang hendak dituju adalah sistem individual Parental, yang
berakar pada salah satu dari sistem kewarisan yang dikenal dalam hukum waris Adat.
Hazairin menggaris bawahi bahwa yang akan dituju adalah sistem individual parental
yang tidak bertentangan dengan Pancasila.25 Mengapa secara tersirat dapat
dikatakan bahwa andaikata dilakukan kodifikasi dan unifikasi di bidang hukum
Waris, maka sistem hukum Waris yang digunakan adalah individual parental.
Terdapat beberapa alasan, antara lain: Sistem hukum waris individual parental
ini mendudukkan baik laki-laki maupun perempuan sebagai pewaris dan ahli
waris. Di samping itu, sistem hukum waris individual parental menempatkan
keturunan baik laki-laki maupun perempuan sebagai ahli waris, dan proses pewarisan
ditujukan untuk pada ahli waris secara individual, sehingga tidak menganut sistem
waris yang bersifat kolektifs Sejalan dengan pengaturan dalam Tap
11/MPRS/1960 tersebut, maka sangat jelas bahwa Hukum Waris Nasional akan
memposisikan janda/duda sebagai pewaris dan ahli waris, dan anak-anak sebagai
24 Deni Wahyudi, Judifikasi Hukum Waris di Indonesia Antara Harapan dan Kenyataan,Citar Aditya Bakti, Bandung, 2007, hal. 33
25 Hazairin, Hukum Kekeluargaan Nasional, Tintamas, 1997, hal. 22-34.
Universitas Sumatera Utara
21
ahli waris tanpa membedakan apakah anak tersebut perempuan/laki-laki. Jelaslah,
bahwa bukan sistem hukum waris yang mengacu pada unilateral baik
matrilineal maupun patrilineal, sistem kolektif atau mayorat. 26
Upaya yang telah dilakukan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional
(BPHN) melalui berbagai penelitian, seminar dan diskusi sudah pula
berlangsung sejak lama, namun hingga kini unifikasi dan sekaligus kodifikasi
hukum Waris yang bersifat nasional tersebut belum terwujud. Menyitir pendapat
Mochtar Kusuma Atmadja, yang mengatakan bahwa unifikasi dan kodifikasi
seharusnya menimbang sensitivitas bidang-bidang hukum yang hendak di
kodifikasi dan di unifikasi. Oleh karena itu, Beliau lantas membedakan bidang-
bidang hukum ke dalam bidang hukum yang netral (tidak sensitif) dan bidang
hukum yang tidak netral (sensitif). Bidang hukum yang sensitif ini dianggap
sangat bertalian erat dengan spiritual manusia, oleh karena itu bidang hukum
keluarga dan hukum waris digolongkan ke dalam bidang hukum yang sensitif.
Di sisi lain, bidang hukum yang netral atau tidak sensitif lebih mudah untuk
dikodifikasikan dan diunifikasikan serta menyesuaikan dengan kebutuhan bahkan
dapat melakukan adapatasi dan adopsi dari sistem hukum negara lain.27
Selanjutnya, bidang hukum yang sensitif ini, termasuk hukum waris
dibiarkan berlaku sesuai dengan hukum yang berlaku dimasyarakat. Dengan kata
lain bidang hukum waris tetap dibiarkan bersifat pluralistis. Oleh karena itu, saat
26 Rahmad Rusdianto, Sistem Pewarisan di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal. 1827 Ramli Janoko, Hukum Waris Di Indonesia Dalam Teori Dan Praktek, Pustaka Ilmu,
Jakarta, 2003, hal. 46
Universitas Sumatera Utara
22
ini hukum waris yang berlaku meliputi hukum waris adat, hukum waris menurut
KUHPerdata dan hukum waris Islam. Namun demikian, bukan berarti upaya
menuju unifikasi hukum Waris Nasional sama sekali tertutup. Unifikasi hukum
waris sudah terang menuju sistem Individual Parental, namun demikian
perkembangan dan penerimaannya bergantung aspek sosiologis antara lain:
1. Pendidikan yang tinggi, sehingga orang akan berfikir logis.
2. Perantauan yang lama, sehingga terjadi perubahan pola pikir, akibat
pengaruh kebiasaan masyarakat setempat.
3. Komunikasi yang baik, sehingga kontak dengan orang asing yang
berlainan budayanya semakin tinggi.
4. Terbentuknya kelompok atau unit terkecil dalam masyarakat, sehingga
terdapat pergaulan yang erat antara Bapak, lbu dan anak-anak, dan
terbentuklah harta bersama, yang diperuntukkan bagi keluarga tersebut.28
Mengacu pada kondisi di atas. maka upaya menuju Surat Keterangan Waris
Nasional tidak dapat dilepaskan dari hukum positif yang berlaku di bidang Waris,
yaitu masih bersifat pluralisme. Surat Keterangan Ahli Waris adalah alat bukti
bagi para ahli waris yang akan dijadikan alas hak untuk menuntut hak waris tertentu
atas benda atau hak kebendaan sebagai objek waris. Surat keterangan ahli waris bagi
golongan WNI Bumiputera dapat dibuat sendiri oleh para ahli waris dan diketahui
serta dikuatkan oleh Kepala Desa / Lurah yang diketahui dan dikuatkan pula oleh
28 Ramanto Taslim, Sistem Hukum Waris Indonesia Suatu Tinjaian Masa Depan, Mitra Ilmu,Surabaya, 2004, hal. 64
Universitas Sumatera Utara
23
Camat. Dalam praktek pembuatan surat keterangan ahli waris bagi golongan WNI
Bumiputera juga dapat dikeluarkan oleh Kepala Desa/Lurah yang diketahui dan
dikuatkan oleh Camat yang isinya memuat seluruh nama-nama para ahli waris dari
pewaris yang berhak mewarisi harta peninggalan dari pewaris.29 Disamping itu di
dalam surat keterangan ahli waris dapat pula dicantumkan tentang porsi atau bagian
dari masing-masing ahli waris terhadap harta warisan dari pewaris yang akan dibagi.
Dalam pelaksanaanya surat keterangan ahli waris yang dibuat sendiri oleh
para ahli waris maupun yang dikeluarkan oleh Kepala Desa / Lurah yang diketahui
dan dikuatkan oleh Camat, selain berfungsi sebagai alat bukti yang digunakan oleh
para ahli waris untuk melakukan penuntutan hak waris dari harta peninggalan si
pewaris juga dapat digunakan oleh para ahli waris untuk melakukan pengalihan hak
atas benda peninggalan pewaris khususnya tanah melalui suatu pengikatan perjanjian
jual beli (PJB) yang dilaksanakan oleh / dihadapan notaris melalui suatu akta
autentik. Dalam pengalihan hak atas tanah yang dilakukan oleh para ahli waris
dengan dasar surat keterangan ahli waris yang dikeluarkan oleh Kepala Desa/Lurah
melalui suatu pengikatan jual beli yang dilakukan oleh / dihadapan notaris tersebut
harus memenuhi ketentuan dan persyaratan diantaranya adalah seluruh ahli waris
menyetujui perbuatan hukum pengikatan jual beli tersebut apabila tanah yang
merupakan objek waris tersebut dalam keadaan belum terbagi.30
29 Junaedi Effendi Mahmud, Analisis Yuridis Peraturan Hukum Kewarisan di Indonesia,Djembatan, Jakarta, 2009, hal. 60
30 Gisna Verawati, Kajian Hukum Waris Suatu Pengantar, Eressco, Bandung, 2008, hal.65
Universitas Sumatera Utara
24
Ketentuan yang mengatur tentang pengalihan hak atas tanah yang merupakan
objek warisan dari pewaris kepada ahli waris maupun dari ahli waris kepada pihak
lain didasarkan kepada ketentuan Pasal 111 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri
Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No.3 Tahun 1997 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Penelitian ini membahas lebih lanjut tentang kewenangan dari pejabat tata
usaha negara dalam hal mengeluarkan surat keterangan ahli waris bagi warga negara
Indonesia Bumiputera, dan kekuatan hukumnya sebagai dasar hukum dalam
melaksanakan perbuatan pengalihan hak atas tanah oleh para ahli waris melalui suatu
pengikatan jual beli (PJB) yang dilakukan oleh / dihadapan notaris. Disamping itu
penelitian ini akan membahas tentang tentang tanggung jawab notaris dalam
melaksanakan pembuatan akta pengikatan jual beli dimana surat keterangan ahli
waris adalah sebagai alas haknya. Hal ini menyangkut kewenangan dari pejabat tata
usaha negara yang berhak dan berwenang mengeluarkan surat keterangan ahli waris
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kekuatan hukum
dari produk surat keterangan ahli waris yang dikeluarkan oleh Kepala Desa/Lurah
tersebut dalam melaksanakan perbuatan hukum pengikatan jual beli dengan tujuan
melakukan perlindungan hukum terhadap para ahli waris yang sah dalam menerima
bagian warisan dari harta peninggalan si pewaris yang telah meninggal dunia
tersebut.31
31 Harjanto Hasan, Tinjauan tentang Hukum Pewarisan di Indonesia beserta akibathukumnnya, Pradnya Paramitha, Jakarta, 2010, hal. 15
Universitas Sumatera Utara
25
2. Konsepsi
Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi
suatu yang konkrit, yang disebut dengan operasional defenition.32 Pentingnya
definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau
penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu untuk
menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep
dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan
yang telah ditentukan, yaitu :
1. Surat keterangan ahli waris adalah surat keterangan yang bertujuan untuk
membuktikan bahwa orang-orang yang namanya disebut atau dimuat di dalam
surat keterangan ahli waris tersebut merupakan ahli waris yang sah dari
pewaris yang telah meninggal dunia tersebut.33
2. Pewaris adalah orang yang meninggal dunia, baik laki-laki maupun
perempuan yang meninggalkan sejumlah harta benda maupun hak-hak yang
diperoleh selama hidupnya.34
3. Harta warisan adalah harta peninggalan yang ditinggalkan oleh orang yang
meninggal dunia (pewarsi) baik berupa uang atau materi lainnya yang
diwariskan kepada seluruh ahli warisnya yang berwenang.35
32 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang BagiPara Pihak Dalam Perjanjian Kredit di Indonesia, Institut Bankir Indonesia¸Jakarta, 1993, hal. 10
33 Muhammad Ridwan, Fungsi Surat Keterangan Hak Waris Bagi Ahli Waris, Mitra Ilmu,Surabaya, 2012, hal. 34
34 Ibid, hal. 3535 Baharudin Sutanto, Hukum Waris dan Harta Warisan, Eresco, Bandung, 2013, hal. 26
Universitas Sumatera Utara
26
4. Ahli waris adalah orang yang berhak atas ahli warisan yang ditinggalkan oleh
pewarisnya.36
5. Kepala Desa adalah pemimpin atau orang yang mengepalai suatu
pemerintahan desa yang memiliki hak dan kewenangan sebagai pejabat tata
usaha negara yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku di bidang pemerintahan desa. 37
6. Akta pengikatan jual beli adalah suatu akta yang pendahuluan yang berisikan
janji-janji antara pihak penjual dan pihak pembeli yang harus dipenuhi oleh
kedua belah pihak sebelum dilaksanakannya perjanjian jual beli.38
7. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik
mengenai semua perbuatan perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan
peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang
berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian
tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosee, salinan dan
kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga
ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang
ditetapkan oleh undang-undang.39
36 Ibid, hal. 2737 Firman Hidayat, Peranan Lurah / Kepala Desa Sebagai Aparat Pemerintahan Kelurahan/
Desa, Pustaka Ilmu, Jakarta, 2012, hal. 5038 Salim HS, Hukum Perjanjian Jual Beli, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal. 1639 Ibid¸hal. 17
Universitas Sumatera Utara
27
G. Metode Penelitian
1. Sifat dan Metode Pendekatan Penelitian
Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu
masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan tuntas
terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia. Dengan demikian
metode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk
memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, dimana pendekatan
terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan perundang-undangan
yang berlaku mengenai ketentuan tentang tata cara pembuatan surat keterangan hak
waris bagi WNI Bumiputra sesuai dengan pembagian golongan penduduk yang
termuat di dalam Pasal 131 IS dan juga ketentuan yang termuat di dalam Peraturan
Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 1997 yang merupakan petunjuk
bagi pendaftaran tanah apabila hendak melakukan pendaftaran peralihan hak karena
warisan. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, maksudnya adalah dari
penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang
permasalahan yang akan diteliti. Analisis dilakukan berdasarkan gambaran, fakta
yang diperoleh dan akan dilakukan secara cermat bagaimana menjawab permasalahan
dalam menyimpulkan suatu solusi sebagai jawaban dari permasalahan tersebut.40
40 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Normatif, (Jakarta : UI Press, 2001), hal.30
Universitas Sumatera Utara
28
Pelaksanaan prosedur dan tata cara pembuatan surat keterangan hak waris
bagi WNI Bumiputra dalam hal peralihan harta warisan berupa tanah dari pewaris
kepada ahli waris adalah dengan membuat sendiri surat keterangan hak waris oleh
para ahli waris serta ditanda tangani oleh seluruh ahli waris dan juga lurah/kepala
desa serta diketahui oleh camat. Pembuatan surat keterangan ahli waris dapat pula
dilakukan dengan cara lurah / kepala desa dengan memuat seluruh nama-nama ahli
waris yang sah dan berhak atas harta warisan pewaris ditanda tangani oleh lurah /
kepala desa dan diketahui oleh camat.
2. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Teknik dan pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research). Penelitian
kepustakaan (library research) maksudnya adalah melakukan penelitian terhadap
bahan-bahan kepustakaan yang berkaitan dengan penelitian ini. Alat pengumpulan
data yang digunakan yaitu studi dokumen untuk memperoleh data primer yaitu
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang surat keterangan ahli
waris yang dibuat oleh para ahli waris itu sendiri maupun dibuat oleh kepala desa dan
diketahui oleh camat. Data primer diperoleh dengan cara membaca, mempelajari,
meneliti, mengidentifikasi, dan menganalisa peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang masalah hukum waris dan tata cara pembuatan surat keterangan ahli
waris bagi golongan WNI Bumiputera dalam hal pelaksanaan pembagian harta
warisan maupun pengalihan hak atas harta warisan dari ahli waris kepada pihak lain
melalui suatu akta pengikatan jual beli yang dibuat oleh dihadapan notaris dengan
Universitas Sumatera Utara
29
dasar hukum ketentuan Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan
Nasional No.3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No.
24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Pengalihan hak atas tanah kepada pihak ketiga yang dilakukan oleh para ahli
waris dengan dasar hukum surat keterangan ahli waris yang dikeluarkan oleh Kepala
Desa / Lurah melalui pengikatan jual beli yang dilakukan oleh /dihadapan Notaris
harus dengan persetujuan seluruh ahli waris. Apabila persetujuan dari seluruh ahli
waris untuk melaksanakan pengalihan hak atas tanah melalui suatu pengikatan jual
beli yang dilakukan oleh / dihadapan notaris tidak diperoleh secara keseluruhan maka
kekuatan hukum dari akta pengikatan jual beli yang didasarkan kepada surat
keterangan ahli waris tersebut dapat digugat / disengketakan oleh pihak ahli waris
yang merasa dirugikan. Oleh karena itu meskipun surat keterangan ahli waris baik
yang dikeluarkan oleh Kepala Desa dan diketahui/dikuatkan oleh Camat maupun
surat keterangan ahli waris yang dibuat sendiri oleh para ahli waris dan diketahui
serta dikuatkan oleh Kepala Desa/Lurah serta diketahui/dikuatkan pula oleh Camat
yang telah memuat seluruh nama para ahli waris secara sah, namun apabila dalam
penggunaan surat keterangan ahli waris tersebut tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan yang berlaku maka kekuatan hukum surat keterangan ahli waris yang
dijadikan alas hak dalam pembuatan akta pengikatan jual beli yang dilakukan oleh
/dihadapan notaris melalui suatu akta autentik dapat dipemasalahkan oleh pihak yang
merasa dirugikan dengan pengikatan jual beli tersebut.
Universitas Sumatera Utara
30
Disamping data primer terdapat pula data sekunder yaitu berupa buku-buku,
karya-karya ilmiah, jurnal yang berhubungan dengan pembahasan tentang surat
keterangan hak waris serta pelaksanaan pembuatan perjanjian pengikatan jual beli
dengan dasar surat keterangan hak waris. Selain data primer dan data sekunder
penelitian ini juga didukung dengan data tertier yaitu kamus hukum, kamus umum,
ensiklopedia mendukung pembahasan dalam penelitian ini.
3. Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan menggunakan
data dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
dapat dirumuskan suatu hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data.41 Di dalam
penelitian yuridis normatif, maka maksud pada hakekatnya berarti kegiatan untuk
mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis, sistematisasi yang
berarti membuat klasifikasi terhadap bahan hukum tertulis tersebut untuk
memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.42 Sebelum dilakukan analisis,
terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang
dikumpulkan. Setelah itu keseluruhan data tersebut akan dianalisis dan
disistematisasikan secara kualitatif. Metode kualitatif merupakan metode penelitian
yang digunakan untuk menyelidiki, menemukan, menggambarkan dan menjelaskan
kualitas atau keistimewaan dari suatu penelitian yang dilakukan dengan cara
menjelaskan dengan kalimat sendiri semua kenyataan yang terungkap dari data yang
41 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, Hal106.
42 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal 25.
Universitas Sumatera Utara
31
ada baik primer, sekunder maupun tertier, sehingga menghasilkan klasifikasi yang
selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, dengan tujuan untuk
memperoleh jawaban yang baik pula yaitu mengenai kekuatan hukum surat
keterangan ahli waris yang dikeluarkan Kepala Desa sebagai alas hak dalam
pembuatan akta pengikatan jual beli (PJB) oleh notaris bagi WNI Bumiputera,
sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang tepat dengan metode deduktif, yaitu
melakukan penarikan kesimpulan diawali dari hal-hal yang bersifat umum untuk
kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus, sebagai jawaban yang benar
dalam pembahasan permasalahan yang terdapat pada penelitian ini.43
43 Ibid, hal. 26
Universitas Sumatera Utara
32
BAB II
KEKUATAN HUKUM SURAT KETERANGAN WARIS YANGDIKELUARKAN OLEH KEPALA DESA SEBAGAI ALAS HAK
DALAM PEMBUATAN AKTA PENGIKATANJUAL BELI OLEH NOTARIS
A. Pengaturan Hukum Pembuatan Surat Keterangan Waris berdasarkanGolongan Penduduk di Indonesia
Pasal 111 ayat 1 huruf c angka 4 PMNA KBPN Nomor
3 Tahun 1997 tersebut yang merupakan petunjuk bagi pendaftaran tanah
apabila hendak melakukan pendaftaran peralihan hak karena warisan,
terdapat tiga bentuk dan tiga institusi yang membuat bukti/surat keterangan
waris, yaitu:
1. Bagi warga negara Indonesia penduduk asli : surat keteranganahli waris yang dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh2 (dua) orang saksi dan dikuatkan oleh Kepala Desa/Lurah danCamat tempat dimana pewaris meninggal dunia;
2. bagi warga negara Indonesia keturunan Tionghoa: akta keterangan hakmewaris dari notaris;
3. bagi warga negara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya: surat keteranganwaris dari Balai Harta Peninggalan.44
Pembuatan KHW oleh instansi yang berbeda-beda merupakan salah satu
konsekuensi akibat masih berlakunya pluralisme sistem hukum waris dan terdapatnya
perbedaan kebutuhan keperdataan masing-masing “golongan penduduk”. Lagi pula
Pasal 111 ayat 1 huruf c angka 4 PMNA KBPN Nomor 3 Tahun 1997 tersebut hanya
menyangkut peristiwa dalam hal berkaitan dengan pendaftaran tanah. Dalam hal
44 Arfan Sunardi, Prosedur Hukum Peralihan Hak Kepemilikan atas Tanah karenaKewarisan, Salemba Empat, Jakarta, 2012, hal. 52
32
Universitas Sumatera Utara
33
mengenai pewarisan dalam bidang hukum kebendaan lainnya, yang digunakan dalam
hal pembuktian keterangan hak waris adalah sebagai berikut :
1. Warga Negara Indonesia penduduk asli
Selama ini pembuatan KHW bagi warga negara Indonesia penduduk asli
adalah kewenangan regent atau kepala pemerintah setempat. Pembuktian sebagai ahli
waris dibuat di bawah tangan, bermeterai oleh para ahli waris sendiri dengan 2 (dua)
orang saksi dan diketahui atau dikuatkan oleh Lurah/Kepala Desa dan Camat
setempat sesuai dengan tempat tinggal terakhir pewaris.
Wewenang Kepala Desa Lurah dan Camat menurut Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah (UU Pem. Daerah) yang jelas secara
tegas batasan kewenangannya diantaranya Pasal 126 (Camat) 21 Pasal 127 (Lurah),
sedangkan wewenang Desa diatur Pasal 206 dan tidak tercantum mengenai
kewenangan untuk turut serta mengetahui, membenarkan/menyaksikan dan
menandatangani KHW. 45
Selain itu Lurah/Kepala Desa dan Camat tunduk pada kaidah-kaidah dan
berada dalam ruang lingkup Hukum Administrasi sebagai Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara tidak tepat jika bukti ahli waris yang berada dalam ruang lingkup
Hukum Perdata harus disaksikan/ diketahui dan dibenarkan serta ditandatangani oleh
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Hal ini akan menyebabkan kerancuan
45 Dermawan Haristanto, Kewenangan Kepala Desa dalam Pembuatan Surat Keterangan HakWaris bagi Golongan Bumi Putra di Indonesia, Media Ilmu, Jakarta, 2012, hal. 93
Universitas Sumatera Utara
34
apabila terjadi gugatan dari masyarakat, apakah gugatan harus diajukan ke Pengadilan
Tata Usaha Negara atau ke Pengadilan Umum. 46
Mahkamah Agung (MA) menggunakan penafsiran berkenaan dengan
ketentuan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang mengatur bahwa di
samping tugas di bidang contentiuese jurisductie dapat pula diberikan tugas lain yaitu
volwuaire jurisdictie kepada peradilan asal berdasarkan peraturan perundangan.
Misalnya, Pengadilan Negeri berwenang menetapkan pengangkatan wali untuk anak
di bawah umur sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 300- 30 l KUH Perdata.
Oleh karena tidak terdapat undang-undang yang secara tegas memberi
kewenangan kepada pengadilan untuk mengeluarkan penetapan fatwa di luar
sengketa, maka harus dianggap bahwa pengadilan negeri agama tidak berwenang
untuk menerbitkan penetapan fatwa waris diluar sengketa.
2. Warga negara Indonesia keturunan Tionghoa47
Kewenangan pembuatan KHW bagi mereka yang tunduk pada hukum waris
yang diatur dalam KUH Perdata didasarkan pada asas konkordansi dengan Pasal 14
ayat 1 dan 3 Wet op de Grootboeken der Nationale Schuld (S. 1931-105) di
Nederland yang kemudian diterima sebagai doktrin dan yurisprudensi di Indonesia
dan dianggap sebagai hukum kebiasaan. Adapun terjemahan bebas dari Pasal 14 ayat
I dan ayat 3 Wet op de Grootboeken der Nationale Schuld adalah sebagai berikut:
46 Ibid, hal. 9547 Sutanto Arif Wardana, Hukum Waris dan Sistem Pembagian Waris di Indonesia, Rajawali
Press, Jakarta, 2012, hal. 87
Universitas Sumatera Utara
35
Pasal 14 ayat (1):
“Para ahli waris atau dalam hal seseorang sesuai dengan Pasal 524 BW (Ned)dengan keputusan pengadilan dinyatakan diduga meninggal, yang diduga ahliwaris daripadanya. yang mempunyai suatu hak terdaftar dalam buku-bukubesar utang-utang nasional, harus membuktikan hak mereka dengan suatuketerangan hak waris setelah kematian atau diduga meninggalnya pewarisdibuktikan”;
Pasal 14 ayat (3):
“Jika suatu warisan terbuka dengan ini keterangan hak waris dibuat oleh seorang
notaris. Akta yang dibuat dari keterangan ini harus dikeluarkan in originali.
Sebenarnya Wet op de Grootbueken der Nationale Schuld bukan undang-
undang yang khusus mengatur wewenang notaris dalam pembuatan KHW, namun di
dalam praktek dianggap sebagai dasar hukum kewenangan notaris dalam pembuatan
KHW.
Menurut Tan Thong Kie selama ini “Pembuatan keterangan waris oleh
seorang notaris di Indonesia tidak mempunyai dasar dalam undang-undang di
lndonesia” Demikian pula pendapat dari Ting Swan Tiong dan Oe Siang Djie.
Akibatnya di dalam praktik ditemukan bermacam-macam bentuk KHW. Bagi warga
negara Indonesia keturunan Tionghoa bentuk KHW selama ini dibuat dalam bentuk
suatu keterangan di bawah tangan yang dibuat oleh notaris, namun ada sejumlah
notaris membuat dalam bentuk minuta dan keterangan yang diberikan oleh para saksi
sedangkan KHW dalam bentuk keterangan di bawah tangan yang dibuat notaris.
Bentuk surat keterangan sedemikian tidak masuk dalam golongan akta otentik
menurut ketentuan Pasal 1868 KUH Perdata dimana akta otentik adalah akta yang
Universitas Sumatera Utara
36
dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang berwenang untuk itu dalam bentuk yang
ditetapkan oleh Undang-Undang dan dalam wilayah kewenangannya. Lagi pula
kekuatan pembuktiannya tetap sebagai akta di bawah tangan.48
Notaris ada yang membuat KHW yang isinya adalah keterangan yang
diberikan oleh saksi dan kesimpulan berupa siapa ahli waris dan bagian warisnya
diberikan oleh notaris dengan alasan untuk memudahkan pemegang protokol untuk
membuat Salinan jika di kemudian hari ada yang memintanya.
3. Warga negara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya
Kewenangan College van Boedelmeesteren dari Balai Harta Peninggalan
(Weeskamer) untuk KHW bagi warga negara Indonesia keturunan Timur Asing
selainnya Timur Asing Tionghoa diatur dalam Pasal 14 ayat 2 Ordonantie tangga122-
7-1916, Saatblad. 1916 No.517 diubah Lembar Negara 1931 No. 168 dan Lembar
Negara 1937 No. 61 Balai Harta Peninggalan (Weeskamer) pada saat ini ada di
Jakarta, Medan. Semarang, Surabaya dan Makassar. Adapun keberadaan Balai Harta
Peninggalan secara struktural kelembagaan merupakan lembaga pemerintah
(eksekutif) yang berada dalam ruang lingkup Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia yang melaksanakan urusan pemerintah. Bukti ahli waris yang merupakan
bukti perdata tidak tepat jika dikeluarkan oleh Pejabat yang tunduk pada Hukum
Administrasi.
48 Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Praktek Notaris , Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta,2010, hal. 132
Universitas Sumatera Utara
37
4. Keterangan Hak Waris setelah UUJN Nomor 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2
Tahun 2014
Di dalam teori hukum yang berlaku sekarang ini sumber hukum yang diakui
secara umum adalah perundang-undangan, kebiasaan. Putusan pengadilan, doktrin
dan asas-asas hukum. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda dikenal asas
konkordansi, yakni sejauh mungkin menyelaraskan perundang-undangan di Hindia-
Belanda dengan apa yang berlaku di Belanda. Dengan kemerdekaan Indonesia, dan
berdasarkan Pasal II Undang-Undang Dasar 1945 bagian Aturan Peralihan, maka
segala badan Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum
diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini. Selama ini, sadar atau tidak
sadar telah menerapkan seluruh kaidah hukum termasuk hukum perdata yang nota
bene dibentuk oleh pembuat undang-undang Nederland dan dinyatakan berlaku di
Indonesia sebagai hukum positip walaupun beberapa bidang tertentu telah dicabut
dan diberlakukan hukum yang baru.49
Asas konkordansi sudah tidak dapat diterapkan lagi sejak Indonesia merdeka.
Lepas dari sumber hukum dan asas konkordansi tersebut, hukum harus pula didukung
oleh politik hukum dan kesadaran hukum sesuai dengan tata nilai dan filsafat hukum
dari negara yang bersangkutan. Tetap mendasarkan pada asas “konkordansi” Pasal 14
ayat 1 dan ayat 3 Grootboeken der Nationale Schuld sebagai kebiasaan sudah tidak
tepat lagi. Indonesia mempunyai politik hukum dan kesadaran hukum berdasarkan
tata nilai dan filsafat hukum sendiri yang menjadi dasar dari perundang-undangan
49 Ibid, hal. 134
Universitas Sumatera Utara
38
termasuk UUJN Nomor 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014 dan
penerapannya. Harus berusaha untuk mempunyai pendapat dan dasar hukum sesuai
dengan politik hukum, kesadaran hukum dan tentunya tata nilai dan hukum Indonesia
termasuk di dalam pembuatan KHW. Mengenai politik hukum, kesadaran hukum dan
filsafat hukum Indonesia adalah bukan pada tempatnya jika diuraikan di dalam tulisan
ini.
Para notaris selama ini telah mendasarkan kewenangan pembuatan KHW
diantaranya pada PMNA/KBPN Nomor 3 Tahun 1997 dalam Pasal Ill ayat l huruf c
angka 4 Tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 24/1997 jo. PP Nomor 24/1997
Tcntang Pendaftaran Tanah sebagaimana telah disebutkan di atas yang menyangkut
peristiwa dalam hal berkaitan dengan pendaftaran tanah Keputusan Menteri adalah
salah satu jenis peraturan perundang-undangan yang setingkat lebih rendah dari
Keputusan Presiden. Kewenangan Menteri untuk membentuk suatu Keputusan
Menteri bersumber dari Pasal 17 UUD 1945, di mana Menteri Negara adalah
pembantu Presiden yang menangani bidang-bidang tugas yang diberikan kepadanya.
Menteri-menteri yang dapat membentuk suatu Keputusan Menteri adalah
Menteri-menteri yang memegang suatu departemen, sedangkan Menteri Koodinator
dan Menteri Negara hanya dapat membentuk suatu Keputusan yang berlaku secara
internal dalam arti keputusan yang tidak mengikat secara umum. 50
50 Burhanuddin Rahmanto, Prosedur dan Tata Cara Pendaftaran Hak atas Tanah yangdiperoleh karena warisan, Pustaka Ilmu, Jakarta, 2010, hal. 92
Universitas Sumatera Utara
39
PMNA/BPN Nomor 3 Tahun 1997 tersebut tergolong pada keputusan yang
berlaku secara intern atau dalam lingkungannya sendiri dan tidak mengikat umum
dan pada dasarnya, merupakan petunjuk bagi pendaftaran tanah apabila hendak
melakukan pendaftaran peralihan hak atas tanah karena warisan.
Pengertian perundang-undangan adalah setiap putusan tertulis yang dibuat.
ditetapkan dan dikeluarkan oleh lembaga dan atau pejabat negara yang mempunyai
(menjalankan) fungsi legislatif sesuai dengan tata cara yang berlaku.
Oleh karena itu, Peraturan Menteri Negara Agraria tersebut tidak dapat
memberi wewenang kepada notaris sebagai dasar pembuatan KHW yang berlaku
umum untuk seluruh harta benda pewaris dan bukan untuk melakukan pendaftaran
peralihan hak atas tanah saja. Kewenangan notaris utama adalah membuat akta
otentik sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 15 ayat I UUJN Nomor 30 Tahun
2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014 :
“Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untukdinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta,menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itusepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikankepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang”.
Selain kewenangan tersebut, maka notaris menurut Pasal 15 ayat (3) UUJN
Nomor 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014 “Selain kewenangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (I) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan
lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan”. Yang dimaksudkan
Universitas Sumatera Utara
40
kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan disini adalah
bukan Peraturan Menteri Negara Agraria tersebut.51
Bentuk KHW di bawah tangan yang dibuatkan oleh notaris adalah
bukan bentuk yang diatur di dalam Pasal 15 ayat 1 UUJN Nomor 30 Tahun 2004 Jo
UUJN No. 2 Tahun 2014. Kelemahan atas bentuk KHW di bawah tangan diantaranya
jika ada kesalahan atas isi KHW tidak mungkin dicabut kembali oleh Notaris yang
telah membuatnya sendiri. KHW yang dibuat dalam bentuk otentik atas pernyataan
para pihak, jika ada kesalahan keterangan yang diberikan adalah merupakan tanggung
jawab para pihak sendiri lagi pula bentuk KHW di bawah tangan tidak mempunyai
nilai pembuktian sebagaimana halnya dengan kekuatan pembuktian akta otentik.
Atas dasar Pasal 15 ayat 1 notaris berwenang untuk membuat KHW
dalam bentuk akta otentik tidak saja untuk “mereka yang tunduk pada
KUHPerdata” namun juga bagi seluruh bangsa Indonesia. Bentuk akta
otentik yang mana yang paling sesuai dengan UUJN Nomor 30 Tahun 2004 Jo UUJN
No. 2 Tahun 2014 sebagai suatu penemuan hukum dapat dikaji bersama. Pembagian
warisnya sebelum adanya unifikasi hukum waris dilakukan sesuai dengan hukum
yang berlaku bagi “golongan penduduk” pewaris.52
Dengan semangat unifikasi hukum dan kesatuan bangsa kita para notaris
Indonesia. “menciptakan” bentuk KHW yang uniform untuk seluruh bangsa
Indonesia.
51 Ibid, hal. 9352 Ridwan Derisman, Kewenangan Notaris dalam Pembuatan Akta Keterangan Hak Waris,
Ghalia Indoensia, Jakarta, 2010, hal. 80
Universitas Sumatera Utara
41
Lampiran dari KHW di dalam praktik berikut sebuah contoh KHW yang
dibuat oleh notaris di Nederland dalam bentuk akta otentik yang telah diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia.
Dengan demikian dapat dikatakan berdasarkan uraian di atas maka dalam hal-
hal pembuatan KHW terdapat beberapa hal- hal penting diantarannya adalah :
a. Masih adanya pluralisme sistem hukum waris, yaitu terdapat 3(tiga) sistem hukum waris yang berlaku: Sistem Hukum Waris Barat;Sistem Hukum Waris Adat; Sistem Hukum Waris Islam.
b. Pembuatan Keterangan Hak Waris oleh instansi yang berbeda-bedamerupakan salah satu konsekuensi akibat masih berlakunya pluralismesistem hukum waris dan terdapatnya perbedaan keperdataan masing-masing“golongan penduduk”.
c. Di dalam praktik, KHW untuk Warga Negara penduduk asli dibuatdi bawah tangan bermeterai oleh para ahli waris sendiri dengan 2(dua) saksi dan diketahui atau dikuatkan oleh Lurah/Kepala Desadan Camat setempat; untuk Warga Negara keturunan Tionghoa darinotaris; untuk Warga Negara Indonesia keturunan Timur Asing lainnyadari Balai Harta Peninggalan.
d. Tidak lengkapnya pengaturan instansi mana yang diberi wewenanguntuk membuat ketetapan/keterangan hak waris.
e. Dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor12 Tahun 2006 Tentang Kewarga negaraan Republik Indonesia yanghanya membedakan antara Warga Negara Indonesia dan WargaNegara Asing, seyogianya pembedaan atas golongan penduduk tidakboleh terjadi. Demikian pula telah dihapuskan diskriminasi denganmencabut peraturan administrasi staatsblad yang membedakanpenduduk berdasarkan suku, ras, etnis, agama berdasarkan Undang-UndangRepublik Indonesia No. 23 Tahun 2006 tentang AdministrasiKependudukan.
f. Pembuatan keterangan waris dalam bentuk di bawah tangan tidakmempunyai dasar dalam undang-undang di Indonesia baik didasarkanPJN maupun UUJN Nomor 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014 .
g. Jenis akta yang merupakan wewenang notaris adalah akta pihak(partij) yang dibuat dihadapan notaris dan akta berita acara (relaas)yang dibuat oleh notaris dengan syarat-syarat untuk kedua jenisakta tersebut telah ditentukan di dalam Pasal 38 UUJN Nomor 30 Tahun 2004 JoUUJN No. 2 Tahun 2014.
Universitas Sumatera Utara
42
h. Dalam rangka menuju unifikasi untuk menyatukan pendapat mengenaibentuk dan wewenang notaris dalam pembuatan bukti sebagai ahliwaris untuk seluruh bangsa Indonesia diusulkan akta KeteranganAhli Waris dalam bentuk akta Notaris.53
Dari poin-poin yang disimpulkan di atas maka dalam hal pembuatan
Keterangan Hak Waris (KHW), maka belum terdapat kesetaraan dalam hal unifikasi
pembuatan KHW terhadap seluruh golongan penduduk yang ada di Indonesia. Masih
terdapat perbedaan-perbedaan dalam hal pembuatan KHW yang didasarkan kepada
Hukum peninggalan kolonial Belanda sebagaimana telah diuraikan di atas.
Surat keterangan hak waris atau surat keterangan ahli waris (verklaring van
erfpacht) adalah surat keterangan yang dibuat oleh pejabat yang berwenang yang
memuat ketentuan siapa yang menurut hukum merupakan ahli waris yang sah dari
orang yang meninggal dunia tersebut. Pengertian lain dari surat keterangan mewaris
atau surat keterangan ahli waris adalah surat keterangan yang bertujuan untuk
membuktikan bahwa orang-orang yang namanya disebut atau dimuat di dalam surat
keterangan ahli waris tersebut merupakan ahli waris yang sah dari pewaris yang telah
meninggal dunia tersebut. 54
Dari uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa surat keterangan ahli waris
adalah menyangkut masalah orang yang meninggal dunia (pewaris) dan ahli waris
dalam hubungannya peralihan harta benda pewaris kepada para ahli warisnya sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang hukum waris. Surat
53 Saiful Rahman, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta KeteranganHak Waris, Mandar Maju, Bandung, 2011, hal. 28
54 J. Satrio, Hukum Waris, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, hal. 28
Universitas Sumatera Utara
43
keterangan ahli waris adalah suatu surat yang diterbitkan oleh pejabat atau instansi
pemerintah yang berwenang, atau dibuat sendiri oleh segenap ahli waris yang
kemudian dibenarkan dan dikuatkan oleh kepala Desa / Lurah atau Camat yang
dijadikan alat bukti kuat tentang adanya suatu peralihan hak atas suatu harta
peninggalan dari pewaris kepada para ahli warisnya. 55
B. Prosedur dan Tata Cara Pembuatan Keterangan Hak Waris bagiGolongan Penduduk Bumi Putera
Keterangan hak waris (KHW) yang selama ini kenal merupakan terjemahan
dari verklaring Van Erfrecht. Kalau terjemahkan secara bebas maka pengertian
verklaring Van Erfrecht mempunyai dua arti yang pertama berarti menerangkan atau
menjelaskan keterangan dan kedua berarti menyatakan, mendeklerasikan atau
menegaskan. Verklaring Van Erfrecht dalam arti menerangkan merupakan arti secara
umum yang dalam bahasa Inggris disebut dengan information. Dengan demikian
verklaring Van Erfrecht merupakan pemberian keterangan dalam arti yang umum dan
tidak mengikat secara hukum siapapun, baik yang memberikan keterangan maupun
yang menerima keterangan. Sedangkan verklaring Van Erfrecht dalam arti sebagai
menyatakan berarti penjelasan dalam arti yang khusus dan meningkat secara hukum
bagi yang menerima pernyataan, dan bagi mereka yang tidak menerima pernyataan
55 Muhammad Ridwan Anshari, Surat Keterangan Ahli Waris Kewenangan Pembuatan danFungsinya, Mitra Ilmu, Surabaya, 2010, hal. 23
Universitas Sumatera Utara
44
tersebut wajib untuk membuktikannya secara hukum. Pernyataan seperti ini dalam
bahasa Inggris disebut dengan declaration. 56
Pernyataan sebagai ahli waris verklaring Van Erfrecht harus dibaca sebagai
pernyataan dari para ahli waris yang menerangkan bahwa yang nama-namanya
tersebut dalam keterangan hak waris tersebut adalah merupakan ahli waris yang sah
dari pewaris. Pernyataan sebagai ahli waris di dalam surat keterangan hak waris
tersebut ditandantangani oleh kepala desa dan diketahui oleh camat yang menyatakan
bahwa pernyataan para ahli waris tersebut merupakan pernyataan yang dibuat sebagai
bukti bahwa para ahli waris tersebut adalah ahli waris yang sah dari pewaris. Dalam
pembuatan keterangan hak waris bagi golongan menurut bumiputra dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu : 1) keterangan hak waris memuat pernyataan yang dibuat
sendiri oleh para ahli waris secara dibawah tangan dan ditandantangani oleh para ahli
waris seluruhnya.
Dalam keterangan hak waris tersebut yang berbentuk pernyataan para ahli
waris disebutkan bahwa yang bertanda tangan di dalam surat keterangan hak waris
tersebut adalah nama-nama yang menjadi ahli waris dari pewaris yang namanya
disebutkan secara jelas dalam keterangan hak waris tersebut. Disamping itu dalam
pernyataan keterangan hak waris yang dibuat para ahli waris disebutkan bahwa selain
dari nama-nama yang tersebut di dalam keterangan hak waris yang telah dibuat
tersebut tidak ada ahli waris lainnya. Pernyataan tersebut dilanjutkan dengan klausul
bahwa para ahli waris bersedia untuk dituntut sesuai dengan hukum yang berlaku
56 Ibid, hal. 23
Universitas Sumatera Utara
45
apabila ternyata dikemudian hari surat keterangan hak waris tersebut ternyata tidak
benar atau palsu. Kesediaan dituntut sesuai hukum yang berlaku tanpa melibatkan
pihak manapun baik perorangan maupun badan atau pemerintah yang berhubungan
dengan surat keterangan hak waris tersebut. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan
bahwa kepala desa dan camat tidak bertanggung jawab terhadap pernyataan para ahli
waris dalam keterangan hak waris apabila ternyata dikemudian hari ternyata
keterangan hak waris tersebut tidak benar atau palsu.57 Meskipun dalam hal ini kepala
desa dan camat ikut menandatangani pernyataan keterangan hak waris yang dibuat
oleh para ahli waris tersebut, namun pernyataan para ahli waris yang menyatakan
bersedia dituntut sesuai dengan hukum yang berlaku apabila ternyata dikemudian hari
pernyataan keterangan hak waris tersebut tidak benar atau ternyata palsu dan tidak
melibatkan pihak lain baik perorangan maupun badan ataupun pemerintah yang
berkaitan dengan pembuatan surat pernyataan keterangan hak waris tersebut.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa di dalam pembuatan keterangan hak
waris yang berbentuk pernyataan dari para ahli waris maka beban pertanggung
jawaban hukum dikenakan kepada para ahli waris yang membuat pernyataan
keterangan hak waris tersebut apabila ternyata dikemudian hari keterangan hak waris
tersebut tidak benar atau palsu. Secara hukum apabila ternyata keterangan hak waris
tersebut tidak benar atau palsu maka yang dapat dituntut secara hukum adalah para
ahli waris yang membuat pernyataan. Kepala desa maupun camat hanya sekedar
57 Faisal Suseno, Tanggung jawabNotaris terhadap Akta Keterangan Hak Waris yangMengandung Sengketa, Ananta, Semarang, 2008, hal. 63
Universitas Sumatera Utara
46
menyaksikan dan mengetahui tentang pembuatan pernyataan keterangan hak waris
tersebut, sehingga apabila ternyata terjadi permasalahan hukum dikemudian hari
kepala desa dan camat tidak ikut bertanggung jawab atas terjadinya permasalahan
hukum dalam pembuatan pernyataan keterangan hak waris tersebut.58
Namun demikian dalam praktek pelaksanaannya meskipun ada klausul bahwa
pihak lain baik perorangan maupun badan ataupun pemerintah yang berhubungan
dengan pembuatan pernyataan keterangan hak waris tersebut tidak terlibat atau tidak
bertanggung jawab apabila terjadi permasalahan hukum di kemudian hari tetap saja,
kepala desa dan camat yang ikut menyaksikan dan mengetahui pembuatan pernyataan
keterangan hak waris tersebut turut dituntut sebagai tergugat di dalam pelaksanaan
pembuatan keterangan hak waris tersebut. Hal ini terjadi karena kepala desa dan
camat selaku perangkat pemerintah yang menyaksikan dan mengetahui pembuatan
pernyataan keterangan hak waris tersebut dipandang tidak hati-hati atau lalai dalam
melaksanakan tugasnya dalam penandantanganan pernyataan keterangan ahli waris
tersebut.
Dengan demikian dapat dikatakan meskipun di dalam pernyataan keterangan
hak waris tersebut para ahli waris telah membuat pernyataan tidak melibatkan pihak
lain apabila terjadi permasalahan hukum dalam hal ketidakbenaran atau kepalsuan
dalam pernyataan keterangan hak waris tersebut, tidak melepaskan tanggung jawab
dari kepala desa dan camat yang ikut menyaksikan dan menandatangani pernyataan
keterangan hak waris tersebut. Oleh karena itu dalam pembuatan pernyataan
58 Ibid, hal. 65
Universitas Sumatera Utara
47
keterangan hak waris oleh para ahli waris maka kepala desa dan camat yang ikut
menyaksikan dan mendantangani pernyataan tersebut harus menerapkan prinsip
kehati-hatian dalam menandatangani pernyataan keterangan hak waris tersebut,
sehingga pada saat dilakukannya penandantanganan pernyataan keterangan hak waris
oleh kepala desa maupun camat, bahwa pernyataan yang terdapat di dalam
keterangan hak waris tersebut dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara
hukum.59
Dalam menerapkan prinsip kehati-hatian pada pembuatan pernyataan
keterangan hak waris yang disaksikan, diketahui dan ditandantangani oleh kepala
desa maupun camat tersebut maka kepala desa selaku pimpinan di desa tersebut harus
memeriksa kebenaran pernyataan dari para ahli waris tersebut, apakah benar para ahli
waris yang membuat pernyataan keterangan hak waris tersebut benar-benar
merupakan ahli waris yang sah secara hukum dan dapat dipertanggungjawabkan
legalitasnya. Cara penerapan prinsip kehati-hatian oleh kepala desa terhadap
penandantanganan pernyataan keterangan hak waris yang dibuat para ahli waris
tersebut adalah dengan memeriksa kartu keluarga dari masing-masing ahli waris,
kartu identitas (KTP), akta kelahiran dari para ahli waris termasuk juga surat
kematian dari pewaris harus diperiksa secara keseluruhan, sebelum dilakukannya
penandantanganan pernyataan keterangan hak waris tersebut. Hal ini untuk
memastikan bahwa pernyataan keterangan hak waris yang dibuat para ahli waris
59 Ignatius Ridwan, Prosedur dan Tata Cara Pembuatan Surat Keterangan Hak Waris bagiGolongan Bumi Putra di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2011, hal. 60
Universitas Sumatera Utara
48
tersebut adalah benar adanya dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Disamping itu pemeriksaan terhadap data-data dari para ahli waris sebagaimana
disebutkan di atas juga untuk memastikan apakah seluruh ahli waris telah terwakili
dalam pernyataan keterangan hak waris tersebut. Sehingga apabila telah diterbitkan
pernyataan keterangan hak waris dari para ahli waris dan telah disahkan oleh kepala
desa dan camat, maka tidak ada ahli waris lainnya yang dirugikan karena tidak
termuat dalam pembuatan pernyataan keterangan hak waris tersebut. Hal ini untuk
menghindarkan gugatan di kemudian hari terhadap pernyataan keterangan hak waris
tersebut, sehingga dalam penggunaanya dapat berjalan dengan baik dan tanpa adanya
permasalahan hukum dengan pihak lain yang merasa dirugikan.60
Disamping pernyataan keterangan hak waris dari para ahli waris dalam
pembuatan dan keterangan hak waris maka kepala desa juga berwenang membuat
surat keterangan ahli waris secara langsung. Surat keterangan ahli waris yang dibuat
oleh kepala desa menyatakan bahwa kepala desa yang bersangkutan menerangkan
dengan sebenarnya bahwa sesuai dengan data-data yang telah dicek kebenarannya
oleh kepala desa maka kepala desa menerangkan dengan sebenarnya bahwa nama-
nama yang termuat di dalam surat keterangan ahli waris tersebut adalah benar ahli
waris yang sah dari pewaris (dengan menyebutkan nama dari pewaris tersebut).61
Di dalam surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh kepala desa tersebut
disebutkan seluruh nama-nama ahli waris dari pewaris, sebagai ahli waris yang sah
60 Rama Sujarnoto, Prosedur dan Tata Cara Pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris bagiGolongan Bumi Putra di Indonesia, Sinar Harapan, Jakarta, 2012, hal. 59
61 Ibid, hal. 61
Universitas Sumatera Utara
49
dari pewaris sesuai ketentuan hukum yang berlaku, dan telah dibuat dengan
sebenarnya dan apabila ternyata dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam
pembuatannya maka akan dilakukan perbaikan/perubahan sebagaimana mestinya.
Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa surat keterangan ahli waris yang dibuat
langsung oleh kepala desa, menyatakan dengan tegas bahwa ahli waris yang sah dari
pewaris adalah yang nama-namanya disebutkan dalam surat keterangan ahli waris
tersebut. Pernyataan kepala desa dalam pembuatan surat keterangan ahli waris
tersebut didasarkan bukti-bukti yang autentik yang berupa kartu keluarga, KTP, akte
kelahiran dan dokumen-dokumen pendukung lainnya yang mendasari dibuatnya surat
keterangan ahli waris oleh kepala desa tersebut.
Sebelum surat keterangan ahli waris ditandantangani oleh kepala desa maka
terlebih dahulu kepala desa memeriksa seluruh kelengkapan dokumen dan data-data
pendukung yang menyatakan bahwa para ahli waris yang memohon surat keterangan
ahli waris dari kepala desa tersebut benar-benar merupakan ahli waris yang sah secara
hukum dari pewaris tersebut. Oleh karena itu apabila terjadi permasalahan hukum
dikemudian hari terhadap surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh kepala desa,
maka beban pertanggungjawaban dikenakan kepada para ahli waris dan juga kepada
kepala desa yang membuat surat keterangan ahli waris tersebut. Dalam praktek
pelaksanaan pembuatan surat keterangan ahli waris tersebut ada beberapa
permasalahan hukum yang terjadi dimana surat keterangan ahli waris yang dibuat
oleh kepala desa tersebut ternyata tidak memuat ahli waris secara lengkap, sehingga
terjadi gugatannya oleh pihak ahli waris yang namanya tidak termuat di dalam surat
Universitas Sumatera Utara
50
keterangan ahli waris tersebut. Gugatan terhadap surat keterangan ahli waris yang
dibuat oleh kepala desa tersebut dilakukan oleh ahli waris yang merasa dirugikan
dengan terbitnya Surat Keterangan Ahli Waris tersebut karena tidak memperoleh
pembagian warisan berdasarkan hukum yang berlaku karena namanya tidak
tercantum dalam Surat Keterangan Ahli Waris tersebut. Oleh karena itu gugatan
dilakukan kepada kepala desa selaku tergugat I yang membuat Surat Keterangan Ahli
Waris tersebut.
Dalam pelaksanaan pembuatan keterangan hak waris bagi golongan bumi
putera maka persyaratan yang harus dibawa ke Kantor Kepala Desa dalam hal
pembuatan pernyataan keterangan hak waris yang dibuat oleh para ahli waris maupun
keterangan hak waris yang dibuat langsung oleh kepala desa adalah sebagai berikut :
1. Membawa berkas permohonan waris yang telah diisi lengkap dan benar serta
ditandantangani oleh pemohon/semua ahli waris dan saksi-saksi atau membawa
pernyataan keterangan hak waris yang telah dibuat oleh para ahli waris untuk
ditandatangani oleh kepala desa dan camat
2. Membawa kartu keluarga asli dari masing-masing ahli waris
3. Membawa KTP asli bagi masing-masing ahli waris
4. Membawa surat bukti kepemilikan hak atas tanah yang akan diwariskan pada para
ahli waris
5. Membawa bukti pelunasan PBB.
Prosedur pengajuan permohonan keterangan hak waris dilakukan dengan cara:
Universitas Sumatera Utara
51
1. Pemohon/para ahli waris datang sendiri ke kantor kepala desa dengan membawa
surat pengantar dari ketua RT/RW atau dari kepala lingkungan tempat dimana
para ahli waris berdomisili
2. Membawa kartu keluarga (KK) bagi masing-masing ahli waris
3. Membawa KTP asli bagi masing-masing ahli waris
4. Membawa bukti pelunasan PBB
5. Membawa surat bukti kepemilikan hak atas tanah yang akan diwariskan dan telah
dilegalisir oleh pihak yang berwenang
6. Pemohon/para ahli waris datang sendiri beserta saksi-saksi ke kantor kepala desa
dengan membawa data-data sebagaimana tersebut di atas untuk dapat dilakukan
pemeriksaan oleh kepala desa tentang kebenaran data-data para ahli waris yang
datang tersebut dan memastikan bahwa para ahli waris tersebut adalah ahli waris
yang sah dari pewaris dengan memeriksa dokumen-dokumen dari para ahli waris
seperti KK, KTP, surat bukti kepemilikan hak atas tanah yang akan diwariskan,
dan bukti pelunasan PBB dari tanah yang akan diwariskan tersebut
7. Setelah dilakukan pemeriksaan secara teliti oleh kepala desa tentang keaslian dan
kebenaran data-data yang dibawa oleh para ahli waris, apabila ternyata para ahli
waris setelah diperiksa kelengkapan dan kebenaran data-datanya ternyata adalah
benar merupakan ahli waris dari pewaris maka untuk surat pernyataan keterangan
hak waris yang telah dibuat sebelumnya oleh para ahli waris, ditandatangani oleh
kepala desa sebagai tanda bukti bahwa kepala desa telah memeriksa kelengkapan
dan kebenaran data-data yang diajukan oleh para ahli waris dan telah mensahkan
Universitas Sumatera Utara
52
kebenaran data-data tersebut dengan membubuhkan tanda tangan pada pernyataan
keterangan hak waris yang telah dibuat sendiri oleh para ahli waris tersebut.
Untuk keterangan hak waris yang dibuat oleh kepala desa secara langsung,
pemeriksaan dilakukan sama seperti pemeriksaan data-data pada pernyataan hak
waris yang dibuat oleh para ahli waris tersebut setelah dapat dipastikan
kelengkapan dan kebenaran dari data-data yang diajukan oleh para ahli waris,
maka kepala desa akan membuat keterangan hak waris yang menyatakan bahwa
para ahli waris yang menghadap kepadannya adalah benar-benar ahli waris yang
sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang hukum
waris, dan oleh karena itu menandatangani keterangan hak waris tersebut sebagai
tanda bukti bahwa kepala desa telah mensahkan para ahli waris yang namanya
termuat di dalam keterangan hak waris tersebut. Setelah kepala desa
menandatangani keterangan hak waris baik yang berbentuk pernyataan dari para
ahli waris yang dibuat sendiri oleh para ahli waris maupun keterangan hak waris
yang dibuat langsung oleh kepala desa, maka para ahli waris, saksi-saksi maupun
kepala desa yang telah menandatangani keterangan hak waris tersebut bersama-
sama menghadap ke camat untuk memperoleh pengesahan sebagai tanda
persetujuan atas terbitnya keterangan hak waris tersebut. Sebelum camat
menandatangani keterangan hak waris baik yang merupakan pernyataan dari para
ahli waris maupun keterangan hak waris yang dibuat langsung oleh kepala desa
maka camat terlebih dahulu memeriksa ulang seluruh kelengkapan dan keabsahan
data-data pendukung yang diajukan oleh para ahli waris, memeriksa kebenaran
Universitas Sumatera Utara
53
data tersebut dan setelah itu camat menandatangani hak waris tersebut sebagai
tanda persetujuan telah diterbitkannya keterangan hak waris tersebut baik dalam
bentuk pernyataan para ahli waris maupun yang dibuat langsung oleh kepala
desa.62
C. Kekuatan Hukum Surat Keterangan Waris yang Dikeluarkan oleh KepalaDesa sebagai Alas Hak Dalam Pembuatan Akta Pengikatan Jual Beli olehNotaris
Keterangan hak waris adalah suatu pernyataan tertulis yang dibuat oleh para
ahli waris maupun oleh kepala desa yang isinya menyatakan bahwa nama-nama yang
termuat di dalam keterangan hak waris tersebut adalah merupakan ahli waris yang sah
dari pewaris yang berwenang untuk memperoleh harta warisan dari si pewaris. Di
dalam pewarisan terdapat beberapa unsur yang penting yaitu pewaris dan ahli waris
serta warisan yang berarti orang yang mewariskan, orang yang berhak menerima
harta warisan dan harta warisan yang diwariskan.
Mewaris berarti menggantikan kedudukan orang yang meninggal mengenai
hubungan-hubungan hukum harta kekayaannya, dan warisan adalah harta yang
ditinggalkan oleh orang yang meninggal, baik itu berupa aktiva maupun pasiva.
Hukum kewarisan adalah keseluruhan peraturan dengan mana pembuat undang-
undang mengatur akibat hukum dan meninggalnya seseorang terhadap harta
kekayaanya, perpindahannya kepada ahli waris dan hubungannya dengan pihak
ketiga. Seorang ahli waris tidak dapat dengan langsung secara otomatis dapat
62 Husein Ali Sofyan, Pengurusan Surat Keterangan Hak Waris bagi Golongan Bumi Putradi Kantor Kepala Desa/Kelurahan, Rineka Cipta, Jakarta, 2012, hal. 98
Universitas Sumatera Utara
54
menguasai dan melakukan balik nama terhadap harta warisan yang menjadi haknya
dengan terbukaannya pewarisan, melainkan untuk dapat melakukan tindakan hukum
terhadap apa yang telah menjadi haknya tersebut harus dilengkapi dengan adanya
surat keterangan hak waris.
Dengan demikian dapat dikatakan keterangan hak waris dapat diartikan
sebagai suatu surat yang diterbitkan oleh pejabat atau instansi pemerintah yang
berwenang atau dibuat sendiri oleh segenap ahli waris yang kemudian dibenarkan dan
dikuatkan oleh kepala desa/lurah maupun camat, yang dijadikan alat bukti yang kuat
tentang adanya suatu peralihan hak atas suatu harta peninggalan dari pewaris kepada
ahli warisnya.
Keterangan hak waris dibuat dengan tujuan untuk membuktikan siapa-siapa
yang merupakan ahli waris yang sah atas harta peninggalan yang telah terbuka
menurut hukum dan berapa porsi atau bagian masing-masing ahli waris terhadap
harta peninggalan yang telah telah terbuka tersebut. Keterangan hak waris disebut
juga dengan surat keterangan hak waris (SKHW), surat keterangan ahli waris (Surat
Keterangan Ahli Waris) merupakan surat bukti waris yaitu surat yang membuktikan
bahwa yang disebutkan di dalam surat keterangan waris tersebut adalah ahli waris
dari pewaris tertentu. Keterangan hak waris untuk melakukan balik nama atas barang
harta peninggalkan yang diterima dan atas nama pewaris menjadi atas nama seluruh
ahli waris. Tindakan kepemilikan yang dimaksud misalnya adalah
1. Khusus untuk barang-barang harta peninggalkan berupa tanah, maka dapat
mengajukan permohonan ke Kantor Pertanahan setempat, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
55
a. Melakukan pendaftaran peralihan hak (balik nama) untuk tanah yang sudah
terdaftar (bersertipikat), dan
b. Melakukan permohonan hak baru (sertipikat) atas tanah yang belum terdaftar
seperti misalnya tanah girik, tanah bekas hak barat, tanah negara.
2. Menggadakan atau dengan cara menjaminkan barang-barang harta peninggalkan
tersebut kepada pihak lain atau kreditur, apabila ahli waris hendak meminjam
uang atau meminta kredit
3. Mengalihkan barang-barang harta peninggalkan tersebut pada pihak lain,
misalnya menjual, menghibahkan, melepaskan hak dan lain-lainnya yang sifatnya
berupa suatu peralihan hak.
4. Merubah status kepemilikan bersama atas barang harta peninggalan menjadi milik
dari masing-masing ahli waris dengan cara melakukan membuat akta pembagian
dari pemisahan harta peninggalan dihadapan Notaris. 63
Selain yang tersebut di atas surat keterangan hak waris juga dapat berfungsi
sebagai alat bukti bagi ahli waris untuk dapat mengambil atau menarik uang dari
pewaris yang ada pada suatu bank atau asuransi, sekalipun bagi setiap bank atau
lembaga asuransi berbeda dalam menetapkan bentuk surat keterangan hak waris yang
bagaimana yang dapat diterimanya.
Di dalam Surat Keterangan Waris memuat tentang nama-nama dan para ahli
waris dan nama pewaris (almarhum), bagi golongan bumi putra para ahli waris itu
63 Edy Kartasaputra, Prosedur dan Tata Cara Pengurusan Surat Keterangan Hak Waris bagiGolongan Penduduk Bumi Putra di Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, 2012, hal. 106
Universitas Sumatera Utara
56
sendiri disaksikan oleh kepala desa Lurah dan dikuatkan oleh Camat. Penentuan porsi
dari masing-masing ahli waris tergantung pada hukum mana yang berlaku bagi para
ahli waris. Artinya adalah apabila ahli waris golongan Bumi Putra membagi
warisannya dengan hukum Faraidh maka akan dibagi sesuai dengan porsi masing-
masing, sedangkan untuk golongan yang tunduk pada hukum adat maka akan dibagi
sesuai dengan hukum adatnya. Bagi golongan yang tunduk pada hukum yang bersifat
matrinial maka porsi anak perempuan akan lebih banyak atau lebih diutamakan
sedangkan untuk golongan yang tunduk pada hukum yang bersifat Patritineal maka
porsi anak laki-laki akan lebih diutamakan.
Pewarisan menurut hukum Faraidh atau menurut hukum Islam membolehkan
pewaris mewasiatkan 1/3 (sepertiga) dan warisannya asalkan tidak sampai merugikan
para ahli warisnya yang lain.
Bagi golongan bumi putra yang tunduk pada hukum perkawinan nasional
dalam undang-undang No.1 Tahun 1974, maka pembagian warisan baik bagi laki-laki
maupun bagi perempuan adalah sama porsinya. Sehingga dalam pembagian porsi
pada keterangan hak waris yang dibuat oleh sendiri oleh para ahli waris maupun oleh
kepala desa maka ditentukan porsi yang sama terhadap seluruh ahli waris yang sah
yang memiliki hak untuk menerima warisan dari pewaris.64
Perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah yang dibuat dihadapan notaris
merupakan suatu perjanjian pendahuluan dari suatu perjanjian jual beli hak atas
64 Ibid, hal. 106
Universitas Sumatera Utara
57
tanah, yang karena belum memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan dalam
undang-undang, maka perjanjian jual beli belum dapat dilaksanakan.
Perjanjian pengikatan jual beli sebenarnya tidak ada perbedaan dengan
perjanjian pada umumnya. Hanya saja perjanjian pengikatan jual beli merupakan
perjanjian yang lahir akibat adanya sifat terbuka dari Buku III Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUH Perdata), yang memberikan kebebasan yang seluas-luasnya
kepada subyek hukum untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja dan
berbentuk apa saja, asalkan tidak melanggar peraturan perundang-undangan,
ketertiban umum dan kesusilaan.
Perjanjian pengikatan jual beli lahir sebagai akibat terhambatnya atau
terdapatnya beberapa persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang yang
berkaitan dengan jual beli hak atas tanah yang akhirnya agak menghambat
penyelesaian transaksi dalam jual beli hak atas tanah. Persyaratan tersebut ada yang
lahir dari peraturan perundang-undangan yang ada dan ada pula yang timbul sebagai
kesepakatan para pihak yang akan melakukan jual beli hak atas tanah. Persyaratan
yang timbul dari undang-undang misalnya jual beli harus telah lunas baru Akta Jual
Beli (AJB) dapat ditandatangani. Pada umumnya persyaratan yang sering timbul
adalah persyaratan yang lahir kesepakatan para pihak yang akan melakukan jual beli,
misalnya pada waktu akan melakukan jual beli, pihak pembeli menginginkan adanya
sertipikat hak atas tanah yang akan dibelinya sedangkan hak atas tanah yang akan
dijual belum mempunyai sertipikat, dan di sisi lain misalnya, pihak pembeli belum
Universitas Sumatera Utara
58
mampu untuk membayar semua harga hak atas tanah secara lunas, sehingga baru
dibayar setengah dari harga yang disepakati.65
Dengan keadaan di atas tentunya akan menghambat untuk pembuatan akta
jual belinya, karena pejabat pembuat akta tanah akan menolak untuk membuat akta
jual belinya karena belum selesainya semua persyaratan tersebut. Untuk tetap dapat
melakukan jual beli maka para pihak sepakat bahwa jual beli akan dilakukan setelah
sertipikat selesai di urus, atau setelah harga dibayar lunas dan sebagainya. Untuk
menjaga agar kesepakatan itu tetap terlaksana dengan baik sementara persyaratan
yang diminta bisa tetap dapat di urus, maka biasanya pihak yang akan melakukan jual
beli menuangkan kesepakatan awal tersebut dalam bentuk perjanjian yang kemudian
dikenal dengan nama perjanjian pengikatan jual beli. Dalam prakteknya, perjanjian
pengikatan jual beli yang dibuat dihadapan notaris lazim disebut dengan akta
pengikatan jual beli (PJB). Pengertian perjanjian pengikatan jual beli dapat kita lihat
dengan cara memisahkan kata dari Perjanjian pengikatan jual beli menjadi perjanjian
dan pengikatan jual beli. Perjanjian pengertiannya dapat dilihat pada sub bab
sebelumnya, sedangkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli pengertiannya adalah
perjanjian antar pihak penjual dan pihak pembeli sebelum dilaksanakannya jual beli
dikarenakan adanya unsur-unsur yang harus dipenuhi terlebih dahulu untuk untuk
dapat dilakukan jual beli antara lain adalah sertipikat belum ada karena masih dalam
proses, belum terjadinya pelunasan harga. Sedang menurut Herlien Budiono,
65 Muhammad Arwanto Hadi, Pembagian Warisan Menurut Hukum Islam, Djambatan,Jakarta, 2012, hal. 17
Universitas Sumatera Utara
59
perjanjian pengikatan jual beli adalah perjanjian bantuan yang berfungsi sebagai
perjanjian pendahuluan yang bentuknya bebas.
Dari pengertian yang diterangkan di atas dapat dikatakan bahwa pengertian
perjanjian pengikatan jual beli merupakan suatu perikatan bersyarat atau perjanjian
pendahuluan yang dibuat sebelum dilaksanakannya perjanjian utama atau perjanjian
pokoknya.
Sebagaimana telah diterangkan tentang pengertiannya, maka kedudukan
perjanjian pengikatan jual beli yang sebagai perjanjian pendahuluan maka perjanjian
pengikatan jual beli berfungsi untuk mempersiapkan atau bahkan memperkuat
perjanjian utama / pokok yang akan dilakukan, karena perjanjian pengikatan jual beli
merupakan awal dari lahirnya perjanjian pokoknya yaitu Perjanjian Jual-Beli. Hal
yang sama juga diungkapkan oleh Herlien Budiono yang menyatakan “perjanjian
bantuan berfungsi dan mempunyai tujuan untuk mempersiapkan, menegaskan,
memperkuat, mengatur, mengubah atau menyelesaikan suatu hubungan hukum”.
Dengan demikian jelas bahwa perjanjian pengikatan jual beli berfungsi
sebagai perjanjian awal atau perjanjian pendahuluan yang memberikan penegasan
untuk melakukan perjanjian pokoknya, serta menyelesaikan suatu hubungan hukum
apabila hal-hal yang telah disepakati dalam perjanjian pengikatan jual beli telah
dilaksanakan seutuhnya. 66
66 Rusmadi Nurtanto, Hukum Perjanjian dalam KUH Perdata, Liberty, Yogyakarta, 2011,hal. 21
Universitas Sumatera Utara
60
Isi dari perjanjian pengikatan jual beli yang merupakan perjanjian
pendahuluan untuk lahirnya perjanjian pokok/ utama biasanya adalah berupa janji
janji dari para pihak yang mengandung ketentuan tentang syarat-syarat yang
disepakati untuk sahnya melakukan perjanjian pokoknya. Misalnya dalam perjanjian
pengikatan jual beli hak atas tanah, dalam klausul perjanjiannya biasanya berisi janji
janji baik dari pihak penjual hak atas tanah maupun pihak pembelinya tentang
pemenuhan terhadap syarat-syarat agar perjanjian pokoknya yaitu perjanjian jual beli
dan akta jual beli tersebut dapat ditanda tangani dihadapan Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT), seperti janji untuk melakukan pengurusan sertipikat tanah sebelum
jual beli dilakukan sebagaimana diminta pihak pembeli, atau janji untuk segera
melakukan pembayaran oleh pembeli sebagai syarat dari penjual sebagai akta jual
beli dapat ditandatangani dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Selain janji-janji biasanya dalam perjanjian pengikatan jual beli juga
dicantumkan tentang hak memberikan kuasa kepada pihak pembeli. Hal ini terjadi
apabila pihak penjual berhalangan untuk hadir dalam melakukan penandatanganan
akta jual beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), baik karena lokasi
yang jauh, atau karena ada halangan dan sebagainya.Dan pemberian kuasa tersebut
biasanya baru berlaku setelah semua syarat untuk melakukan jual beli hak atas tanah
di Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) telah terpenuhi.67
67 Irene Eka Sihombing, Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebagai Perjanjian Bantuan, UIPress, Jakarta, 2012, hal. 31
Universitas Sumatera Utara
61
Pelaksanaan jual beli dihadapan PPAT baru dapat dilaksanakan apabila para
ahli waris sebagai pihak penjual telah melengkapi semua dokumen yang berhubungan
dengan tanah tersebut untuk dapat dilangsungkannya perbuatan hukum jual beli.
Akta perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat dihadapan notaris oleh para ahli
waris merupakan suatu perjanjian pendahuluan dengan dasar surat keterangan hak
waris yang dibuat oleh para ahli waris itu sendiri atau dibuat langsung lurah / kepala
desa yang ditanda tangani oleh lurah / kepala desa dan diketahui oleh camat sebagai
dasar hukum yang sah dan memiliki kekuatan hukum bagi pelaksanaan pengalihan
hak atas tanah warisan tersebut.
Dalam hal perjanjian pengikatan jual beli dengan dasar surat keterangan hak
waris yang dibuat sendiri oleh para ahli waris atau yang dibuat langsung oleh kepala
desa dan ditandangani oleh kepala desa serta diketahui oleh camat maka seluruh ahli
waris yang sah wajib menandatangani perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat
dihadapan notaris. Hal ini dimaksudkan agar perjanjian jual beli memiliki kekuatan
hukum apabila nantinya akan dibuat akta jual beli terhadap hak atas tanah dari para
ahli waris yang diterima sebagai warisan dari pewaris. Apabila ada ahli waris yang
tidak menandatangani surat keterangan hak waris yang menjadi alasan dilaksanakan
perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat oleh notaris maka perjanjian pengikatan
jual beli tersebut dapat digugat oleh ahli waris yang tidak menandatangani perjanjian
pengikatan jual beli tersebut. Hal ini berarti apabila akan dilaksanakan perjanjian
pengikatan jual beli terhadap hak atas tanah yang diterima oleh para ahli waris
sebagai harta warisan dari pewaris, maka seluruh ahli waris yang namanya tercantum
Universitas Sumatera Utara
62
dalam keterangan hak waris sebagai ahli waris yang sah terhadap hak atas tanah
tersebut wajib menandatangani akta perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat oleh
notaris tersebut.
Disamping itu surat keterangan hak waris yang dibuat oleh para ahli waris
sendiri maupun yang dibuat langsung oleh kepala desa harus pula memuat seluruh
nama-nama ahli waris yang sah sebagai ahli waris terhadap hak atas tanah yang akan
diikat dalam akta pengikatan jual beli dihadapan notaris tersebut, hal ini dimaksudkan
agar surat keterangan hak waris tersebut memiliki kekuatan hukum sebagai alas hak
yang sah dari pada ahli waris yang sah pula dalam hal melaksanakan perjanjian
pengikatan jual beli yang dibuat oleh notaris sebagai perjanjian pendahuluan untuk
dilaksanakannya suatu perjanjian jual beli dihadapan PPAT dalam rangka peralihan
hak kepemilikan atas tanah tersebut dari para ahli waris yang selaku penjual kepada
pembeli pada saat dilaksanakannya pengikatan jual beli atau akta jual beli dihadapan
PPAT.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa surat keterangan hak waris atau
keterangan hak waris atau surat keterangan ahli waris baik yang dibuat sendiri
melalui suatu pernyataan oleh para ahli waris maupun yang dibuat langsung melalui
pernyataan kepala desa pada prinsipnya memiliki kekuatan hukum sebagai bukti
dalam hal peralihan hak atas tanah karena pewarisan sepanjang surat keterangan hak
waris tersebut dibuat secara sah dan seluruh ahli waris yang sah termuat dalam surat
keterangan hak waris tersebut. Surat keterangan hak waris yang telah ditandatangani
oleh kepala desa dan disetujui oleh camat tersebut merupakan suatu bukti bahwa
Universitas Sumatera Utara
63
nama-nama yang tercantum dalam surat keterangan hak waris adalah benar-benar
merupakan ahli waris dari pewaris yang telah meninggal dunia, dimana sebelum
diterbitkannya surat keterangan hak waris tersebut, kepala desa maupun camat yang
ikut menandatangani surat keterangan hak waris tersebut telah memeriksa seluruh
berkas-berkas dan dokumen pendukung yang diajukan oleh para ahli waris untuk
membuktikan bahwa nama-nama yang akan dimuat di dalam surat keterangan hak
waris tersebut adalah benar nama-nama yang sah sebagai ahli waris dari pewaris.
Pemeriksaan dilakukan terhadap kartu keluarga dari para ahli waris, kartu tanda
penduduk, akta kelahiran (bila ada), surat kematian dari pewaris yang dikeluarkan
oleh pihak yang berwenang yang keseluruhannya tersebut mendukung dan
membenarkan bahwa para ahli waris adalah merupakan ahli waris yang sah dari
pewaris yang telah meninggal dunia tersebut.
Pada Pasal 111 ayat (1) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menyebutkan bahwa,
“Permohonan pendaftaran peralihan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah
susun diajukan oleh ahli waris atau kuasanya dengan melampirkan :
a. Sertipikat hak atas tanah atau sertipikat hak milik atas satuan rumah susun
atas nama pewaris, atau apabila mengenai tanah yang belum terdaftar bukti
pemilikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 PP No. 24 Tahun 1997
b. Surat kematian atas nama pemegang hak yang tercantum dalam sertipikat
yang bersangkutan dari Kepala Desa/Lurah tempat tinggal pewaris waktu
Universitas Sumatera Utara
64
meninggal dunia, rumah sakit, petugas kesehatan, atau instansi lain yang
berwenang ;
c. Surat tanda bukti sebagai ahli waris yang dapat berupa :
1. Wasiat dari pewaris, atau
2. Putusan pengadilan, atau
3. Penetapan hakim/Ketua Pengadilan, atau
4. - Bagi warga negara Indonesia Penduduk asli : surat keterangan ahli
waris yang dibuat oleh para ahli waris denga disaksikan oleh 2 (dua)
orang saksi dan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan dan Camat
tempat tinggal pewaris pada waktu meninggal dunia
- Bagi warga negara Indonesia keturunan Tionghoa : akta
keterangan hak mewaris dari Notaris,
- Bagi warga negara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya :
surat keterangan waris dari Balai Harta Peninggalan
d. Surat kuasa tertulis dari ahli waris apabila yang mengajukan permohonan
pendaftaran peralihan hak bukan ahli waris yang bersangkutan
e. Bukti identitas ahli waris
(2) Apabila pada waktu permohonan pendaftaran peralihan sudah ada putusan
pengadilan atau penetapan hakim/ketua pengadilan atau akta mengenai
pembagian waris sebagaimana dimaksud Pasal 42 ayat (4) Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, maka putusan/penetapan atau akta
Universitas Sumatera Utara
65
tersebut juga dilampirkan pada permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)
(3) Akta mengenai pembagian waris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
dibuat dalam bentuk Surat Keterangan Ahli Waris dibawah tangan oleh
semua ahli waris dengan disaksikan oleh 2 orang saksi atau dengan akta
notaris
(4) Apabila ahli waris lebih dari 1 (satu) orang dan belum ada pembagian
warisan, maka pendaftaran peralihan haknya dilakukan kepada para ahli
waris sebagai pemilikan bersama, dan pembagian hak selanjutnya dapat
dilakukan sesuai ketentuan Pasal 51 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997.
(5) Apabila ahli waris lebih dari 1 (satu) orang dan pada waktu pendaftaran
peralihan haknya disertai dengan akta pembagian waris yang memuat
keterangan bahwa hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun
tertentu jatuh kepada 1 (satu) orang penerima warisan, maka pencatatan
peralihan haknya dilakukan kepada penerima warisan yang bersangkutan
berdasarkan akta pembagian waris tersebut.
(6) Pencatatan pendaftaran hak sebagaimana dimaksud Pasal ini dalam daftar-
daftar pendaftaran tanah dilakukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105.
Dari ketentuan Pasal 111 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 huruf c angka 4 tersebut di atas maka
dapat dikatakan bahwa untuk golongan bumi putra atau penduduk asli dalam hal
Universitas Sumatera Utara
66
peralihan hak atas tanah karena pewarisan maka para ahli waris wajib membuat surat
keterangan ahli waris dengan disaksikan oleh dua orang saksi dan dikuatkan oleh
kepala desa/dan camat ditempat tinggal pewaris pada waktu meninggal dunia.
Surat keterangan hak waris yang dibuat oleh para ahli waris dan dikuatkan
oleh kepala desa dan camat tersebut merupakan alat bukti yang sah dan memiliki
kekuatan hukum dalam rangka peralihan hak atas tanah dari pewaris kepada ahli
waris. Disamping itu surat keterangan hak waris tersebut juga merupakan alat bukti
yang sah dan memiliki kekuatan hukum yang kuat dalam rangka peralihan hak atas
tanah dari para ahli waris keseluruhannya kepada pihak lain yang akan membeli tanah
yang diperoleh dari warisan tersebut.
Perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat dihadapan notaris dengan dasar
surat keterangan hak waris merupakan suatu perjanjian diantara para ahli waris
keseluruhannya yang bertindak sebagai penjual hak atas tanah tersebut kepada pihak
pembeli yang akan membeli tanah warisan tersebut yang diawali dengan pengikatan
perjanjian jual beli terlebih dahulu sehubungan karena belum dipenuhinya syarat-
syarat agar dapat dilaksanakan suatu perjanjian jual beli di hadapan PPAT. 68
Surat keterangan hak waris yang telah disahkan oleh kepala desa dan camat
tersebut mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti bahwa telah terjadi peralihan
hak atas tanah tersebut dari milik pewaris kepada milik ahli waris secara keseluruhan.
Sehubungan karena peralihan hak kepemilikan atas tanah dari pewarisan tersebut
68 Surya Sudarsono, Perjanjian Pengikatan Jual Beli Hak Atas Tanah dalam Teori danPraktek, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hal. 79
Universitas Sumatera Utara
67
belum dibagi maka kepemilikan hak atas tanah yang diperoleh dari warisan tersebut
masih merupakan milik bersama dari seluruh ahli waris. Oleh karena itu setiap terjadi
peralihan hak atas tanah dari ahli waris kepada pihak lain karena jual beli maka
seluruh ahli waris yang namanya termuat di dalam surat keterangan hak waris
tersebut harus bersama-sama menandatangani PPJB yang dibuat oleh dan dihadapan
notaris tersebut. Pada prinsipnya PPJB yang dibuat oleh dan dihadapan notaris
tersebut merupakan suatu perikatan diantara para ahli waris seluruhnya dengan pihak
lain yang bertindak sebagai pembeli hak atas tanah tersebut dan para pihak dengan
ditanda tanganinya PPJB tersebut telah terikat dalam perjanjian pendahuluan untuk
kemudian terikat pula mengadakan perjanjian jual beli hak atas tanah yang diperoleh
dari warisan tersebut dihadapan PPAT.
Surat keterangan hak waris yang dibuat oleh para ahli waris dan disahkan oleh
kepala desa dan camat tersebut merupakan suatu alat bukti yang memiliki kekuatan
hukum dalam peralihan hak atas tanah yang diperoleh dari warisan sepanjang surat
keterangan hak waris tersebut memuat nama-nama seluruh ahli waris yang sah
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang hukum waris.
Namun apabila surat keterangan hak waris yang dibuat oleh para ahli waris yang telah
ditandantangani oleh kepala desa dan camat tersebut ternyata tidak memuat seluruh
nama-nama ahli waris yang sah atas tanah warisan tersebut maka surat keterangan
hak waris tersebut telah mengandung cacat hukum dan oleh karena itu ahli waris yang
Universitas Sumatera Utara
68
merasa dirugikan atas terbitnya surat keterangan hak waris tersebut dapat menggugat
legalitas dari surat keterangan hak waris tersebut ke pengadilan.69
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa surat keterangan hak waris baik
yang dibuat sendiri oleh para ahli waris maupun yang dibuat langsung oleh kepala
desa dan telah mendapat pengesahan dari kepala desa dan camat dengan ditanda
tanganinnya surat keterangan hak waris tersebut adalah sah sebagai alat bukti bagi
para ahli waris dan memiliki kekuatan hukum yang kuat dalam hal peralihan hak atas
tanah karena pewarisan tersebut, sepanjang surat keterangan hak waris tersebut
memuat nama-nama seluruh ahli waris yang sah dan berwenang menerima warisan
dari pewaris.
Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 111 huruf c angka 4 Peraturan Menteri
Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 yang
mewajibkan untuk golongan bumi putra dalam hal perolehan hak atas tanah karena
pewarisan dengan membuat surat keterangan hak waris yang dikuatkan oleh kepala
desa dan camat tempat dimana pewaris meninggal dunia. Dengan demikian legalitas
dan kekuatan hukum surat keterangan hak waris yang dibuat oleh para ahli waris dan
dikuatkan oleh kepala desa dan camat atau surat keterangan hak waris yang dibuat
langsung oleh kepala desa dan ditandantangani oleh kepala desa, camat, seluruh ahli
waris dan minimal dua orang saksi tersebut adalah sah secara hukum dan dapat
dipertanggungjawabkan penggunaanya dalam peralihan hak kepemilikan atas tanah
yang diperoleh dari pewarisan tersebut.
69 Ibid, hal. 81
Universitas Sumatera Utara
69
Namun demikian apabila surat keterangan hak waris tersebut tidak memuat
kebenaran bahwa nama-nama yang tercantum dalam surat keterangan hak waris
tersebut bukan merupakan ahli waris yang sah dari pewaris, atau ada ahli waris yang
namanya tidak termuat dalam surat keterangan hak waris tersebut maka surat
keterangan hak waris tersebut mengandung cacat hukum dan oleh karena itu dapat
digugat secara hukum oleh pihak yang dirugikan atas terbitnya surat keterangan hak
waris tersebut. Apabila surat keterangan hak waris tersebut dibatalkan oleh
pengadilan maka surat keterangan hak waris tersebut tidak bisa lagi digunakan
sebagai alat bukti yang sah bagi para ahli waris dalam pelaksanaan peralihan hak atas
tanah karena pewarisan tersebut dan surat keterangan hak waris yang telah dibatalkan
oleh pengadilan tersebut tidak lagi memiliki kekuatan hukum bagi para ahli waris
dalam memperoleh hak kepemilikan atas tanah karena pewarisan tersebut. 70
Kedudukan surat keterangan hak waris dalam suatu perjanjian pengikatan jual
beli adalah sebagai dasar hukum bagi para ahli waris yang sah dalam melakukan
perbuatan hukum pengikatan jual beli hak atas tanah terhadap pihak pembeli. Para
ahli waris yang namanya seluruhnya termuat di dalam surat keterangan hak waris
harus melakukan penandatanganan terhadap akta pengikatan jual beli hak atas tanah
yang diperoleh melalui pewarisan tersebut agar akta pengikatan jual beli tersebut
dapat sah secara memiliki kekuatan hukum. Apabila salah seorang dari ahli waris
tidak menandatangani akta pengikatan jual beli tersebut yang dibuat dihadapan
70 Jujun S. Supriadi, Pelaksanaan Jual Beli Hak Atas Tanah dengan Dasar Surat KeteranganHak Waris, Sinar Harapan, Jakarta, 2009, hal. 71
Universitas Sumatera Utara
70
notaris maka akta PPJB tersebut tidak sah secara hukum dan oleh karena itu tidak
memiliki kekuatan hukum sebagai akta yang akan digunakan dalam pelaksanaan jual
beli hak atas tanah yang diperoleh secara warisan nantinya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa surat keterangan hak waris
merupakan dasar kewenangan bertindak bagi para ahli waris dalam peralihan hak atas
tanah yang diperoleh melalui pewarisan tersebut terhadap pihak calon pembeli atau
pihak pembeli. Surat keterangan ahli waris merupakan alat bukti bagi para ahli waris
bahwa para ahli waris tersebut memiliki kewenangan dalam melaksanakan perbuatan
hukum terhadap hak atas tanah yang diperoleh melalui pewarisan tersebut. Oleh
karena itu apabila ternyata dikemudian hari surat keterangan hak waris yang dibuat
oleh para ahli waris maupun yang dibuat oleh Kepala Desa / Lurah yang dikuatkan
oleh Camat ternyata mengandung keterangan tidak benar terhadap ahli waris yang sah
tersebut maka surat keterangan hak waris tersebut dapat dibatalkan oleh pengadilan
karena telah bertentangan dengan hukum pembuatan surat keterangan hak waris
tersebut.
Disamping itu surat keterangan hak waris yang mengandung keterangan tidak
benar dimana nama-nama yang tersebut dalam keterangan hak waris tersebut bukan
merupakan ahli waris yang sah dari pewaris dapat pula dituntut baik secara perdata
maupun pidana. Di dalam hal tuntutan perdata pihak-pihak yang dapat digugat adalah
para ahli waris, Kepala Desa / Lurah yang mengeluarkan surat keterangan hak waris,
termasuk Camat yang mengetahui atau menguatkan surat keterangan hak waris
tersebut. Disamping itu di dalam hukum pidana para pihak yaitu para ahli waris,
Universitas Sumatera Utara
71
Kepala Desa / Lurah termasuk Camat dapat dituntut secara pidana karena
penggelapan ahli waris atau mengeluarkan surat keterangan palsu sebagaimana
termuat di dalam Pasal 263, 266, dan 270 KUH Pidana tentang Pemalsuan Surat dan
juga tentang Penggunaan Surat Palsu yang mengakibatkan terjadinya kerugian bagi
pihak lain dengan ancaman hukuman paling lama 6 (enam) tahun. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa surat keterangan waris yang dibuat oleh para ahli waris harus
memuat nama-nama para ahli waris yang sah secara hukum dan dapat dijadikan dasar
melakukan perbuatan hukum peralihan hak atas tanah yang diperoleh secara warisan
tersebut terhadap pihak lain.
Universitas Sumatera Utara
72
BAB III
TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTAPENGIKATAN JUAL BELI (PJB) DENGAN MENGGUNAKAN SURATKETERANGAN AHLI WARIS YANG DIKELUARKAN OLEH KEPALA
DESA YANG KEMUDIAN DINYATAKAN CACAT HUKUM
A. Kewenangan dan Kewajiban Notaris sebagai Pejabat Umum berdasarkanUndang-Undang Jabatan Notaris
Di dalam putusan Mahkamah Agung No. 30.K/Pdt/1995, Putusan Mahkamah
Agung No. 186/PK/Pdt/2005, dan putusan Mahkamah Agung No. 428PK/Pdt/2009
yang keseluruhannya tersebut memutuskan tentang perkara ahli waris dan surat
keterangan hak waris dalam ketiga putusan tersebut Mahkamah Agung berpendapat
bahwa surat keterangan hak waris harus memuat seluruh nama-nama ahli waris yang
sah secara hukum dalam garis lurus ke bawah maupun ke atas atau pun ke samping
apabila ahli waris dalam garis lurus ke atas maupun ke bawah tidak ada, sehingga
tidak ada nama-nama ahli waris yang sah secara hukum dan yang berhak atas harta
warisan tidak tercantum namanya dalam surat keterangan hak waris.
Apabila ada nama-nama ahli waris yang sah yang berhak atas harta warisan
namun namanya tidak tercantum dalam surat keterangan hak waris maka surat
keterangan hak waris tersebut mengandung cacat hukum dan dapat dibatalkan demi
hukum, karena bertentangan dengan asas-asas hukum pewarisan. Oleh karena itu
seluruh nama-nama ahli waris yang berhak atas harta warisan dari pewaris harus
tercantum atau termuat di dalam surat keterangan hak waris baik yang dibuat oleh
para ahli waris dengan diketahui oleh Kepala Desa / Lurah dan dikuatkan oleh Camat
72
Universitas Sumatera Utara
73
atau yang dibuat langsung oleh Kepala Desa / Lurah dan dikuatkan oleh Camat bagi
golongan Bumiputera sehingga surat keterangan hak waris tersebut memiliki
kekuatan hukum dalam pelaksanaan peralihan hak atas harta warisan yang
dilaksanakan oleh para ahli waris.
Notaris sebagai pejabat umum merupakan pejabat yang berwenang dalam
membuat akta autentik hampir di seluruh perbuatan hukum sepanjang akta tersebut
tidak ditugaskan kepada pejabat lain oleh undang-undang. Sebagai pejabat umum
(Openbare Amtbtenaren) terdapat di dalam Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris dan
juga Pasal 1868 KUHPerdata. Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris menyebutkan bahwa:
:” De Notarissen zijn openbare ambtenaren, uitsluitend bevoegd, omauthentiekeakten op te maken wegens alle handelingen, overeenkomsten enbeschikkingen, waarvan eene algemeene verordening gebiedt of debelanghebbenden verlangen, dat bij authentiek geschrift blijken zal, daarvande dagtekenig te verzekeren, de akten in bewaring te houden en daarvangrossen, afschrif akten en uittreksels uit te geven; alles voorzoover hetopmaken dier akten door ene algemene verordening niet ook aan andereambtenaren of personen opgedragen of voorbehouden is.
(Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuatakta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapanyangdiharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingandikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastiantanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dankutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturanumum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau oranglain). Pasal 1868 KUH Perdata menyebutkan : Suatu akta otentik ialah suatuakta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh ataudihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu, di tempat dimanaakta itu dibuat. 71
71 GHS Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Surabaya, 2010, hal. 6
Universitas Sumatera Utara
74
Pasal 1 angka (1) UUJN Nomor 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014
menyebutkan : Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat akta
otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.
Menurut Kamus Hukum salah satu arti dari Ambtenaren adalah Pejabat.
Dengan demikian Openbare Ambtenaren adalah pejabat yang mempunyai tugas yang
bertalian dengan kepentingan publik, sehingga tepat jika Openbare Ambtenaren
diartikan sebagai Pejabat Publik. Khusus berkaitan dengan Openbare Ambtenaren
yang diterjemahkan sebagai Pejabat Umum diartikan sebagai pejabat yang diserahi
tugas untuk membuat akta otentik yang melayani kepentingan publik, dan kualifikasi
seperti itu diberikan kepada Notaris.72
Aturan hukum sebagaimana tersebut di atas yang mengatur keberadaan
Notaris tidak memberikan batasan atau definisi mengenai Pejabat Umum, karena
sekarang ini yang diberi kualifikasi sebagai Pejabat Umum bukan hanya Notaris saja,
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) juga diberi kualifikasi sebagai Pejabat Umum,
Pejabat Lelang. Pemberian kualifikasi sebagai Pejabat Umum kepada pejabat lain
selain Pejabat Umum, bertolak belakang dengan makna dari Pejabat Umum itu
sendiri, karena seperti PPAT hanya membuat akta-akta tertentu saja yang berkaitan
dengan pertanahan dengan jenis akta yang sudah ditentukan, dan Pejabat Lelang
hanya untuk lelang saja. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 1868 KUH Perdata yang
menyatakan bahwa akta otentik dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum
yang berkuasa untuk itu. Pegawai-pegawai umum yang berkuasa tersebut diantaranya
72 Komar Andasasmita, Notaris Selayang Pandang, Alumni, Bandung, 2011, hal. 23
Universitas Sumatera Utara
75
adalah PPAT, Pejabat Lelang, Pejabat KUA, Pejabat Dinas Kependudukan dan
termasuk Notaris yang berkuasa mengeluarkan akta otentik sesuai kewenangannya
masing-masing yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.73
Pemberian kualifikasi Notaris sebagai Pejabat Umum berkaitan dengan
wewenang Notaris. Menurut Pasal 15 ayat (1) UUJN Nomor 30 Tahun 2004 jo UUJN
No. 2 Tahun 2014 bahwa Notaris berwenang membuat akta otentik, sepanjang
pembuatan akta-akta tersebut tidak ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau
orang lain. Pemberian wewenang kepada pejabat atau instansi lain, seperti Kantor
Catatan Sipil, tidak berarti memberikan kualifikasi sebagai Pejabat Umum tapi hanya
menjalankan fungsi sebagai Pejabat Umum saja ketika membuat akta-akta yang
ditentukan oleh aturan hukum, dan kedudukan mereka tetap dalam jabatannya seperti
semula sebagai Pegawai Negeri. Misalnya akta-akta, yang dibuat oleh Kantor Catatan
Sipil juga termasuk akta otentik. Kepala Kantor Catatan Sipil yang membuat dan
menandatanganinya tetap berkedudukan Berdasarkan pengertian di atas, bahwa
Notaris berwenang membuat akta sepanjang dikehendaki oleh para pihak atau
menurut aturan hukum wajib dibuat dalam bentuk akta otentik. Pembuatan akta
tersebut harus berdasarkan aturan hukum yang berkaitan dengan prosedur pembuatan
akta Notaris, sehingga Jabatan Notaris sebagai Pejabat Umum tidak perlu lagi diberi
sebutan lain yang berkaitan dengan kewenangan Notaris : seperti Notaris sebagai
73 R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia Suatu Penjelasan, Raja GrafindoPersada, 2009, hal. 61
Universitas Sumatera Utara
76
Pembuat Akta Koperasi berdasarkan Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah Republik Indonesia nomor : 98/KEP/M.KUKM/IX/2004,
tanggal 24 September 2004 tentang Notaris Sebagai Pejabat Pembuat Akta Koperasi,
kemudian Notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) berdasarkan
Pasal 37 ayat (3) dan (4) Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2006 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Pemberian
sebutan lain kepada Notaris seperti tersebut di atas telah mencederai makna Pejabat
Umum. Seakan-akan Notaris akan mempunyai kewenangan tertentu jika disebutkan
dalam suatu aturan hukum dari instansi pemerintah.
Dalam penataan kelembagaan (hukum), khususnya untuk Notaris, cukup
untuk Notaris dikategorikan sebagai Pejabat Umum (atau sebutan lain sebagaimana
tersebut di bawah ini) saja dan tidak perlu menempelkan atau memberikan sebutan
lain kepada Notaris. Jika suatu institusi ingin melibatkan Notaris dalam rangka
pengesahan suatu dokumen atau Surat atau dalam pembuatan dokumen-dokumen
hukum, cukup dengan petunjuk bahwa untuk hal-hal tertentu wajib dibuat dengan
akta Notaris, contohnya : 1. Pasal 7 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas menegaskan bahwa perseroan terbatas didirikan dengan akta
Notaris. 2. Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia menegaskan bahwa akta Jaminan Fidusia dibuat dengan akta Notaris. 3. Pasal
9 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan menegaskan
bahwa yayasan didirikan dengan akta Notaris. 4. Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 31 tahun 2002 tentang Partai Politik, menentukan bahwa pendirian partai
Universitas Sumatera Utara
77
politik harus dengan akta Notaris. Meskipun bukan sebagai badan hukum, namun
Undang-Undang Partai Politik mengharuskan pendirian suatu partai politik harus
berdasarkan suatu akta Notaris. Selain itu, dalam BW untuk tindakan hukum tertentu
diwajibkan dalam bentuk akta otentik, yaitu :
1. Berbagai izin kawin, baik dari orang tua atau kakek/nenek (Pasal 71);
2. Pencabutan pencegahan perkawinan (Pasal 70);
3. Berbagai perjanjian kawin berikut perubahannya (Pasal 147, 148);
4. Kuasa melangsungkan perkawinan (Pasal 79);
5. Hibah berhubung dengan perkawinan dan penerimaannya (Pasal 176, 177);
6. Pembagian harta perkawinan setelah adanya putusan pengadilan tentang
pemisahan harta (Pasal 191);
7. Pemulihan kembali harta campur yang telah dipisah (Pasal 196);
8. Syarat-syarat untuk mengadakan perjanjian pisah meja dan ranjang (Pasal 237);
9. Pengakuan anak luar kawin (Pasal 281);
10. Pengangkatan wali (Pasal 355);
11. Berbagai macam/jenis surat wasiat, termasuk/diantaranya penyimpanan wasiat
umum, wasiat pendirian yayasan, wasiat pemisahan dan pembagian harta
peninggalan, fideicomis, pengangkatan pelaksana wasiat dan pengurus harta
peninggalan dan pencabutannya ;
12. Berbagai akta pemisahan dan pembagian harta peninggalan/warisan (Bab
Ketujuhbelas Tentang Pemisahan Harta Peninggalan);
Universitas Sumatera Utara
78
13. Berbagai hibahan (Bab Kesepuluh Tentang Hibah), dan Proses non
pembayaran/akseptasi (Pasal 132 dan 143 KUHD).74
Dengan demikian Pejabat Umum merupakan suatu jabatan yang disandang
atau diberikan kepada mereka yang diberi wewenang oleh aturan hukum dalam
pembuatan akta otentik. Notaris sebagai Pejabat Umum kepadanya diberikan
kewenangan untuk membuat akta otentik. Oleh karena itu Notaris sudah pasti Pejabat
Umum, tapi Pejabat Umum belum tentu Notaris, karena Pejabat Umum dapat
disandang pula oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau Pejabat Lelang.
Dalam Pasal 1 huruf a disebutkan bahwa Notaris : de ambtenaarî, Notaris
tidak lagi disebut sebagai Openbaar Ambtenaar sebagaimana tercantum dalam Pasal
1 Wet op het Notarisambt yang lama (diundangkan tanggal Juli 1842, Stb. 20). Tidak
dirumuskan lagi Notaris sebagai Openbaar Ambtenaar, sekarang ini tidak
dipersoalkan apakah Notaris sebagai pejabat umum atau bukan, dan perlu
diperhatikan bahwa istilah Openbaar Ambtenaar dalam konteks ini tidak bermakna
umum, tetapi bermakna publik. Ambt pada dasarnya adalah jabatan publik. Dengan
demikian jabatan Notaris adalah jabatan publik tanpa perlu atribut Openbaar.
Penjelasan Pasal 1 huruf a tersebut di atas bahwa penggunaan istilah Notaris sebagai
Openbaar Ambtenaar sebagai tautologie.
Jika ketentuan dalam Wet op het Notarisambt tersebut di atas dijadikan
rujukan untuk memberikan pengertian yang sama terhadap ketentuan Pasal 1 angka 1
74 Chairunnisa Said, Profesi Notaris sebagai Pejabat Umum di Indonesia, Mitra Ilmu,Surabaya, 2012, hal. 39
Universitas Sumatera Utara
79
UUJN Nomor 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014 yang menyebutkan
Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan
kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) dan (3) UUJN
Nomor 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014 . Maka Pejabat Umum yang
dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 UUJN Nomor 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun
2014 harus dibaca sebagai Pejabat Publik atau Notaris sebagai Pejabat Publik yang
berwenang untuk membuat akta otentik sesuai Pasal 15 ayat (1) UUJN Nomor 30
Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014 dan kewenangan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) dan (3) UUJN Nomor 30 Tahun 2004 jo UUJN No.
2 Tahun 2014 dan untuk melayani kepentingan masyarakat.
Menurut Habib Adjie :
Notaris sebagai Pejabat Publik, dalam pengertian mempunyai wewenangdengan pengecualian. Dengan mengkategorikan Notaris sebagai PejabatPublik. Dalam hal ini Publik yang bermakna hukum, bukan Publik sebagaikhalayak hukum. Notaris sebagai Pejabat Publik tidak berarti sama denganPejabat Publik dalam bidang pemerintah yang dikategorikan sebagai Badanatau Pejabat Tata Usaha Negara, hal ini dapat dibedakan dari produk masingmasing Pejabat Publik tersebut. Notaris sebagai Pejabat Publik produkakhirnya yaitu akta otentik, yang terikat dalam ketentuan hukum perdataterutama dalam hukum pembuktian. Akta tidak memenuhi syarat sebagaiKeputusan Tata Usaha Negara yang bersifat konkret, individual dan final.Serta tidak menimbulkan akibat hukum perdata bagi seseorang atau badanhukum perdata, karena akta merupakan formulasi keinginan atau kehendak(wlisvorming) para pihak yang dituangkan dalam akta Notaris yang dibuatdihadapan atau oleh Notaris. Sengketa dalam bidang perdata diperiksa dipengadilan umum (negeri). Pejabat Publik dalam bidang pemerintahanproduknya yaitu Surat Keputusan atau Ketetapan yang terikat dalam ketentuanHukum Administrasi Negara yang memenuhi syarat sebagai penetapan tertulisyang bersifat, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagiseseorang atau badan hukum perdata, dan sengketa dalam HukumAdministrasi diperiksa di Pengadilan Tata Usaha Negara. Dengan demikian
Universitas Sumatera Utara
80
dapat disimpulkan bahwa Notaris sebagai Pejabat Publik yaang bukan Pejabatatau Badan Tata Usaha Negara.75
Berdasarkan uraian di atas, maka Notaris dalam kategori sebagai pejabat
publik yang bukan pejabat tata usaha negara, dengan wewenang yang disebutkan
dalam aturan hukum yang mengatur jabatan Notaris, sebagaimana tercantum dalam
Pasal 15 UUJN Nomor 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014 .
Selanjutnya Habib Adjie mengemukakan :
Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukumdengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yangmembutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan,peristiwa atau perbuatan hukum. Dengan dasar seperti ini mereka yangdiangkat sebagai Notaris harus mempunyai semangat untuk melayanimasyarakat, dan atas pelayanan tersebut, masyarakat yang telah merasadilayani oleh Notaris sesuai dengan tugas jabatannya, dapat memberikanhonorarium kepada Notaris. Oleh karena itu Notaris tidak berarti apa-apa jikamasyarakat tidak membutuhkannya.76
Dengan demikian Notaris merupakan suatu jabatan yang mempunyai
karakteristik, yaitu :
a. Sebagai Jabatan UUJN Nomor 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014
merupakan unifikasi di bidang pengaturan Jabatan Notaris, artinya satu-satunya
aturan hukum dalam bentuk undang-undang yang mengatur Jabatan Notaris di
Indonesia, sehingga segala hal yang berkaitan Notaris di Indonesia harus mengacu
kepada UUJN Nomor 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014.
75 Habib Adjie, Butir-butir Pemikiran tentang Notaris sebagai Pejabat Publik, Erlangga,Surabaya, 2011, hal. 61
76 Ibid, hal. 63
Universitas Sumatera Utara
81
b. Jabatan Notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh negara.
Menempatkan Notaris sebagai jabatan merupakan suatu bidang pekerjaan atau
tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu
(kewenangan tersebut) serta bersifat berkesinambungan sebagai suatu lingkungan
pekerjaan tetap.
b. Notaris mempunyai kewenangan tertentu
Setiap wewenang yang diberikan kepada jabatan harus dilandasi aturan
hukumnya sebagai batasan agar jabatan dapat berjalan dengan baik dan tidak
bertabrakan dengan wewenang jabatan lainnya. Dengan demikian jika seorang
pejabat (Notaris) melakukan suatu tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan,
dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar wewenang.
Wewenang Notaris hanya dicantumkan dalam Pasal 15 ayat (1), (2), dan (3)
UUJN Nomor 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014 . Menurut Pasal 15 ayat (1)
bahwa wewenang Notaris adalah membuat akta, namun ada beberapa akta otentik
yang merupakan wewenang Notaris dan juga menjadi wewenang pejabat atau instansi
lain, yaitu :
a. Akta pengakuan anak di luar kawin (Pasal 281 BW); (Apabila tidak dilakukan
dalam akta kelahiran si anak atau pada waktu perkawinan berlangsung, dapat
pula dilakukan dengan akta otentik. Dengan pengakuan anak luar kawin
tersebut timbullah hubungan perdata antara si anak dengan bapak atau
ibunya).
Universitas Sumatera Utara
82
b. Akta berita acara tentang kelalaian pejabat penyimpan hipotik (Pasak 1227
BW);77 (Para pegawai penyimpan hipotik tidak boleh menolak/
memperlambat pembukuan akta-akta pemindahan hak milik guna
pengumuman, pembukuan hak-hak hipotik dan hak-hak lainnya yang
berhubungan dengan pemberian dokumen-dokumen, pemberian kesempatan
melihat surat-surat yang telah diserahkan kepada mereka, serta register-
register, kecuali dalam pasal 619 KUH Perdata yaitu mengenai salinan-salinan
akta penjualan dan akta pemisahan tidak boleh diberikan kepada pihak yang
memperoleh barang tanpa ijin dari pihak yang menjual atau pihak-pihak yang
ikut berhak).
c. Akta berita acara tentang penawaran pembayaran tunai dan konsinyasi (Pasal
1405 dan 1406 BW); (Dilakukan kepada seseorang yang berkuasa
menerimanya untuk dia, dilakukan oleh seseorang yang berkuasa membayar,
ia menguasai semua utang pokok dan bunga yang dapat ditagih beserta biaya
yang telah ditetapkan dan menerima sejumlah uang untuk biaya yang belum
ditetapkan dengan tidak mengurangi penetapan terkemudian).
d. Akta protes wesel dan cek (Pasal 143 dan 218 WvK); (Notaris berwenang
membuat akta protes wesel dan cek, apabila wesel dan cek tersebut pada saat
tanggal jatuh tempo belum juga dapat dicairkan dananya dalam hal
pembayaran utang kepada pihak lain atau pihak ketiga).
e. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) (Pasal 15 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan); (akta
Universitas Sumatera Utara
83
SKMHT dapat dibuat oleh Notaris namun dapat pula dibuat oleh pejabat lain
yaitu PPAT).
f. Membuat akta risalah lelang. (Notaris dapat membuat akta risalah lelang
apabila telah diangkat menjadi pejabat lelang kelas dua).77
Pasal 15 ayat (3) UUJN Nomor 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014
merupakan wewenang yang akan ditentukan kemudian berdasarkan aturan hukum
lain yang akan datang kemudian (ius constituendum). Berkaitan dengan wewenang
tersebut, jika Notaris melakukan tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan,
maka akta Notaris tersebut tidak mengikat secara hukum atau tidak dapat
dilaksanakan (nonexecutable). Pihak atau mereka yang merasa dirugikan oleh
tindakan Notaris di luar wewenang tersebut, maka Notaris dapat digugat secara
perdata ke Pengadilan Negeri. Berdasarkan wewenang yang ada pada Notaris
sebagaimana tersebut dalam Pasal 15 UUJN Nomor 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2
Tahun 2014 dan kekuatan pembuktian dari akta Notaris, maka ada 2 (dua)
pemahaman, yaitu :
a. Tugas jabatan Notaris adalah memformulasikan keinginan/tindakan parapihak ke dalam akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukum yangberlaku.
b. Akta Notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yangsempurna,79 sehingga tidak perlu dibuktikan atau ditambah dengan alat buktilainnya, jika ada orang/pihak yang menilai atau menyatakan bahwa aktatersebut tidak benar, maka orang/pihak yang menilai atau menyatakan tidakbenar tersebut wajib membuktikan penilaian atau pernyataannya sesuai aturanhukum yang berlaku. Kekuatan pembuktian akta Notaris ini berhubungandengan sifat publik dari jabatan Notaris. Sepanjang suatu akta notaris tidak
77 Habib Adjie, Tugas dan Kewenangan Notaris di Indonesia suatu Tafsiran Tematik UUJN,Refika Aditama, Bandung, 2013, hal. 109
Universitas Sumatera Utara
84
dapat dibuktikan ketidak benarannya maka akta tersebut merupakan aktaotentik yang memuat keterangan yang sebenarnya dari para pihak dengandidukung oleh dokumen-dokumen yang sah dan saksi-saksi yang dapatdipertanggung jawabkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undanganyang berlaku.78
Dengan konstruksi pemahaman seperti di atas, maka ketentuan Pasal 50 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dapat diterapkan kepada Notaris dalam
menjalankan tugas jabatannya. Sepanjang pelaksanaan tugas jabatan tersebut sesuai
dengan tata cara yang sudah ditentukan dalam UUJN Nomor 30 Tahun 2004 jo
UUJN No. 2 Tahun 2014, hal ini sebagai perlindungan hukum terhadap Notaris
dalam menjalankan tugas jabatannya atau merupakan suatu bentuk imunitas terhadap
Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya sesuai aturan hukum yang berlaku.
c. Diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah
Pasal 2 UUJN Nomor 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014
menentukan bahwa Notaris diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah, dalam hal
ini menteri yang membidangi kenotariatan (Pasal 1 angka 14 UUJN Nomor 30 Tahun
2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014). Notaris meskipun secara administratif diangkat
dan diberhentikan oleh pemerintah, tidak berarti Notaris menjadi subordinasi
(bawahan) dari yang mengangkatnya, pemerintah. Dengan demikian Notaris dalam
menjalankan tugas jabatannya :
a. Bersifat mandiri (autonomous);
b. Tidak memihak siapapun (impartial);
78 Ibid, hal. 112
Universitas Sumatera Utara
85
c. Tidak tergantung kepada siapapun (independent), yang berarti dalam
menjalankan tugas jabatannya tidak dapat dicampuri oleh pihak yang
mengangkatnya atau oleh pihak lain.
d. Tidak menerima gaji atau pensiun dari yang mengangkatnya
Notaris meskipun diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah tetapi tidak
menerima gaji dan pensiun dari pemerintah. Notaris hanya menerima honorarium dari
masyarakat yang telah dilayaninya atau dapat memberikan pelayanan cuma-cuma
untuk mereka yang tidak mampu.
e. Akuntabilitas atas pekerjaannya kepada masyarakat
Kehadiran Notaris untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang memerlukan
dokumen hukum (akta) otentik dalam bidang hukum perdata, sehingga Notaris
mempunyai tanggung jawabuntuk melayani masyarakat yang dapat menggugat secara
perdata, menuntut biaya, ganti rugi, dan bunga jika ternyata akta tersebut dapat
dibuktikan dibuat tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Hal ini merupakan
bentuk akuntabilitas Notaris kepada masyarakat.
Notaris sebagai pejabat publik, dalam pengertian mempunyai wewenang
dengan pengecualian. Dengan mengkategorikan Notaris sebagai pejabat publik.
Dalam hal ini publik yang bermakna hukum, bukan publik sebagai khalayak umum.
Notaris sebagai pejabat publik tidak berarti sama dengan pejabat publik dalam bidang
pemerintah yang dikategorikan sebagai badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, hal ini
dapat dibedakan dari produk masing-masing pejabat publik tersebut. Notaris sebagai
pejabat publik produk akhirnya yaitu akta otentik, yang terikat dalam ketentuan
Universitas Sumatera Utara
86
hukum perdata terutama dalam hukum pembuktian. Akta tidak memenuhi syarat
sebagai Keputusan Tata Usaha Negara yang bersifat konkret, individual dan final.
Serta tidak menimbulkan akibat hukum perdata bagi seseorang atau badan hukum
perdata, karena akta merupakan formulasi keinginan atau kehendak (wilsvorming)
para pihak yang dituangkan dalam akta Notaris yang dibuat dihadapan atau oleh
Notaris. Sengketa dalam bidang perdata diperiksa di pengadilan umum (negeri).
Pejabat publik dalam bidang pemerintahan produknya yaitu Surat Keputusan atau
Ketetapan yang terikat dalam ketentuan Hukum Administrasi Negara yang memenuhi
syarat sebagai penetapan tertulis yang bersifat, individual, dan final, yang
menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata, dan Sengketa
dalam Hukum Administrasi diperiksa di Pengadilan Tata Usaha Negara. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa Notaris sebagai Pejabat Publik yang bukan
Pejabat atau Badan Tata Usaha Negara.
Berdasarkan uraian di atas, maka Notaris dalam kategori sebagai Pejabat
Publik yang bukan Pejabat Tata Usaha Negara, dengan wewenang yang disebutkan
dalam aturan hukum yang mengatur jabatan Notaris, sebagaimana tercantum dalam
Pasal 15 UUJN Nomor 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014.
Selanjutnya Habib Adjie mengemukakan :
Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukumdengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yangmembutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan,peristiwa atau perbuatan hukum. Dengan dasar seperti ini mereka yangdiangkat sebagai Notaris harus mempunyai semangat untuk melayanimasyarakat, dan atas pelayanan tersebut, masyarakat yang telah merasadilayani oleh Notaris sesuai dengan tugas jabatannya, dapat memberikan
Universitas Sumatera Utara
87
honorarium kepada Notaris. Oleh karena itu Notaris tidak berarti apa-apa jikamasyarakat tidak membutuhkannya.79
Notaris adalah ahli hukum yang bekerja di bidang pribadi, misalnya
penandatanganan kontrak, kepemilikan tanah, transaksi perdagangan, dan lain-lain.
Mereka biasanya tidak berhak mendampingi klien di pengadilan. Di Indonesia
terdapat organisasi Ikatan Notaris Indonesia yang diatur dalam Keputusan Menteri
Kehakiman No. M.01/MH.04.12.2003 Pasal 1 butir 13.
Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta,
menyimpan akta grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan
akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang
lain yang ditetapkan undang-undang.
Pengertian akta otentik dapat ditemukan dalam Pasal 1868 KUH Perdata yang
menyebutkan : Akta otentik adalah akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh
undang undang yang dibuat oleh atau dihadapan pegawai yang berkuasa/pegawai
umum untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya. Suatu akta dikatakan otentik apabila
memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Akta yang dibuat oleh atau akta yang dibuat dihadapan pegawai umum yang
ditunjuk oleh undang-undang.
79 Ibid, hal. 113
Universitas Sumatera Utara
88
b. Bentuk akta ditentukan oleh undang-undang dan cara membuat akta menurut
ketentuan yang ditetapkan undang-undang.
c. Ditempat dimana pejabat yang berwenang membuat akta tersebut.
Akta otentik mempunyai arti yang lebih penting daripada sebagai alat bukti,
bila terjadi sengketa maka akta otentik dapat digunakan sebagai pedoman bagi para
pihak yang bersengketa. Notaris sebagai auksioner (pejabat lelang) berwenang untuk
melaksanakan lelang dan membuat risalah lelang. Ini merupakan bagian tidak
terpisahkan dari kewenangan Notaris sebagai pejabat umum untuk membuat akta
otentik. Peran Notaris diperlukan di Indonesia karena dilatar belakangi oleh Pasal
1866 KUH Perdata yang menyatakan alat-alat bukti terdiri atas :
1. bukti tulisan;
2. bukti dengan saksi-saksi;
3. persangkaan-persangkaan;
4. pengakuan;
5. sumpah
Pembuktian tertinggi adalah bukti tulisan. Bukti tertulis ini dapat berupa akta
otentik maupun akta di bawah tangan dan yang berwenang dan yang dapat membuat
akta otentik adalah Notaris. Untuk itulah negara menyediakan lembaga yang bisa
membuat akta otentik. Negara mendelegasikan tugas itu kepada Notaris seperti tertera
pada Pasal 1868 KUH Perdata jo S. 1860/3 mengenai adanya Pejabat Umum, yaitu
pejabat yang diangkat oleh negara untuk membantu masyarakat dalam pembuatan
akta otentik. Dalam hal ini pejabat yang dimaksud adalah Notaris dan lambang yang
Universitas Sumatera Utara
89
digunakan sebagai cap para Notaris adalah lambang negara. Notaris merupakan satu
satunya kalangan swasta yang diperbolehkan menggunakan lambang tersebut. Notaris
adalah Pejabat Umum, hal ini dapat juga dilihat di dalam pasal 1 angka 1 UUJN
Nomor 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014.
Selain itu, Notaris juga diberikan wewenang lain, seperti :
1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawahtangan dengan mendaftar dalam buku khusus.
2. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar di dalam bukukhusus.
3. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang membuaturaian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan.
4. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta.6. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan.7. Membuat akta risalah lelang.8. Melakukan pendaftaran akta di bawah tangan (warmerking) dan legaliseren
(pengesahan)80
Notaris sebagai pejabat publik yang berwenang untuk membuat akta otentik,
mempunyai peran penting dalam kehidupan masyarakat. Banyak sektor kehidupan
transaksi bisnis dari masyarakat yang memerlukan peran serta dari Notaris, bahkan
beberapa ketentuan yang mengharuskan dibuat dengan akta Notaris yang artinya jika
tidak dibuat dengan akta Notaris maka transaksi atau kegiatan tersebut tidak
mempunyai kekuatan hukum.81
Untuk itu dalam rangka meningkatkan profesionalisme dari Notaris tersebut,
kehadiran Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang jabatan Notaris yang
80 Dewi Mulyanti, Tugas dan Kewajiban Notaris sebagai Pejabat Umum, Raja GrafindoPersada, 2012, hal. 72
81 Dewi Mulyanti, Op.Cit, hal. 73
Universitas Sumatera Utara
90
memberikan kewajiban dan wewenang kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia yang diteruskan kepada Majelis Pengawas Notaris untuk melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris dalam melaksanakan pekerjaannya,
merupakan suatu langkah positif, sehingga akhirnya aktifitas masyarakat yang
berkaitan dengan Notaris berjalan dengan harmonis.
Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan Notaris telah
diundangkan dan diberlakukan pada tanggal 6 Oktober 2004. Undang-undang ini
menggantikan Peraturan Jabatan Notaris yang lama yang diatur dalam Staatsblaad
1860 nomor 3 yang merupakan Undang-Undang Jabatan Notaris produk Kolonial
Hindia Belanda.
Lahirnya UUJN Nomor 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014 sesuai
dengan yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2000 tentang
Program Pembangunan Nasional (Propenas) tahun 2000-2004 yang menekankan
perlunya dilakukan penyempurnaan terhadap peraturan perundang-undangan warisan
kolonial dan hukum nasional yang sudah tidak sesuai lagi.
Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
telah mengatur pengertian dari Notaris yaitu Notaris adalah pejabat umum yang
berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana
dimaksud undang-undang ini. Disinilah letak arti penting dari profesi Notaris bahwa
ia karena undang undang diberi wewenang menciptakan alat pembuktian yang mutlak
dalam pembuktian bahwa apa yang tersebut dalam akta otentik pada pokoknya
dianggap benar. Hal ini sangat penting untuk mereka yang membutuhkan alat
Universitas Sumatera Utara
91
pembuktian untuk suatu keperluan, baik untuk pribadi maupun untuk kepentingan
suatu usaha.
Adapun akta-akta yang pembuatannya juga ditugaskan kepada pejabat lain
atau oleh undang-undang dikecualikan pembuatannya kepadanya antara lain :
1. Akta pengakuan anak di luar kawin (Pasal 281 KUH Perdata)
2. Berita acara tentang kelalaian pejabat penyimpan hipotek (Pasal 1227 KUH
Perdata)
3. Berita acara tentang penawaran pembayaran tunai dan konsinyasi (Pasal 1405 dan
Pasal 1406 KUH Perdata)
4. Akta protes wesel dan cek (Pasal 143 dan Pasal 218 KUHD)
5. Akta catatan sipil (Pasal 4 KUH Perdata) 82
Untuk pembuatan akta-akta yang dimaksud angka 1 sampai angka 4 Notaris
berwenang membuatnya bersama-sama dengan pejabat lain (turut berwenang
membuatnya) sedangkan yang disebut pada angka 5, Notaris tidak berwenang untuk
membuatnya tetapi hanya oleh pegawai Kantor Catatan Sipil. Wewenang utama
Notaris adalah membuat akta otentik, tapi tidak semua pembuatan akta otentik
menjadi wewenang Notaris. Akta yang dibuat oleh pejabat lain, bukan merupakan
wewenang Notaris, seperti akta kelahiran, pernikahan, dan perceraian dibuat oleh
pejabat selain Notaris. Akta yang dibuat Notaris tersebut hanya akan menjadi akta
otentik, apabila Notaris mempunyai wewenang yang meliputi empat hal, yaitu
82 Arifin Darwanto, Notaris dan Pembuatan Akta Autentik, Refika Aditama, Bandung, 2013,hal. 95
Universitas Sumatera Utara
92
a. Notaris harus berwenang sepanjang menyangkut akta yang dibuat itu; Tidak
semua pejabat umum dapat membuat semua akta, akan tetapi seorang pejabat
umum hanya dapat membuat akta-akta tertentu, yakni yang ditugaskan atau
dikecualikan kepadanya berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dalam Pasal
15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris
menyatakan bahwa kewenangan Notaris yaitu membuat akta otentik mengenai
semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam akta otentik.
b. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang untuk kepentingan siapa akta
itu dibuat; Notaris tidak berwenang untuk membuat akta untuk kepentingan setiap
orang. Dalam Pasal 52 ayat (1) UUJN Nomor 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2
Tahun 2014 menyatakan bahwa Notaris tidak diperkenankan tidak membuat
akta untuk diri sendiri, isteri/suami, atau orang yang mempunyai hubungan
keluarga dengan Notaris baik karna perkawinan maupun hubungan darah dalam
garis lurus ke bawah dan/atau keatas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis
kesamping sampai dengan derajat ketiga, serta menjadi pihak untuk diri sendiri,
maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantara kuasa. Maksud dan
tujuan dari ketentuan ini ialah untuk mencegah terjadinya tindakan memihak dan
penyalahgunaan jabatan.
c. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, dimana akta itu dibuat;
Bagi setiap Notaris ditentukan daerah hukumnya (daerah jabatannya) dan hanya
Universitas Sumatera Utara
93
di dalam daerah yang ditentukan baginya itu ia berwenang untuk membuat akta
otentik. Dalam Pasal 18 UUJN Nomor 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun
2014 menyatakan bahwa Notaris mempunyai tempat kedudukan di daerah
kabupaten/kota. Wilayah jabatan Notaris meliputi seluruh wilayah propinsi dari
tempat kedudukannya. Akta yang dibuat diluar daerah jabatannya adalah tidak
sah.
d. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu; keadaan
dimana Notaris tidak berwenang (onbevoegd) untuk membuat akta otentik, yaitu :
1) Sebelum Notaris mengangkat sumpah (Pasal 7 UUJN Nomor 30 Tahun 2004jo UUJN No. 2 Tahun 2014); (Notaris tidak berwenang membuat akta otentiksebelum mengangkat sumpah di hadapan pejabat yang berwenang yangditunjuk untuk itu berdasarkan UU).
2) Selama Notaris diberhentikan sementara (skorsing);(Selama notarisdiberhentikan sementara (skorsing) maka notaris yang bersangkutan tidakberwenang membuat akta otentik sampai masa skorsingnya berakhir.
3) Selama Notaris cuti; (Notaris yang sedang cuti tidak berwenang membuat aktaotentik)
d.4. Berdasarkan ketentuan Pasal 40 ayat (2) huruf e tentang saksi akta danPasal 52 ayat (1) UUJN Nomor 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014. (saksi dalam pembuatan akta otentik minimal dua orang).83
Pasal 15 ayat (2) UUJN Nomor 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014
menyatakan bahwa selain berwenang untuk membuat akta otentik, Notaris berwenang
pula :
a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawahtangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;c. Membuat copy dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang membuat
uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
83 Ibid, hal. 96
Universitas Sumatera Utara
94
d. Melakukan pengesahan kecocokan foto kopi dengan surat aslinya;e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; ataug. Membuat akta risalah lelang.
Terdapat perluasan kewenangan Notaris, yaitu kewenangan yang dinyatakan
dalam Pasal 15 ayat (2) butir f UUJN Nomor 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun
2014 yakni kewenangan membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan.
Kewenangan Notaris membuat akta yang berkaita dengan pertanahan menimbulkan
kontroversi. PPAT tetap memiliki ruang lingkup jabatan yang berbeda dengan
Notaris, akta-akta yang bisa dibuat oleh Notaris, adalah sebatas yang bukan menjadi
kewenangannya PPAT. Pada Pasal 15 ayat (2) huruf UUJN Nomor 30 Tahun 2004 jo
UUJN No. 2 Tahun 2014 yaitu wewenang Notaris untuk membuat akta risalah
lelang. Akta risalah lelang ini sebelum lahirnya UUJN Nomor 30 Tahun 2004 jo
UUJN No. 2 Tahun 2014 menjadi kewenangan juru lelang dalam Badan Urusan
Utang Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) berdasarkan Undang-Undang Nomor 49
Prp Tahun 1960.
Pasal 51 UUJN Nomor 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014
menyatakan bahwa Notaris berwenang untuk membetulkan kesalahan tulis dan/atau
kesalahan ketik yang terdapat pada minuta akta yang telah ditandatangani.
Pembetulan tersebut dilakukan dengan membuat berita acara dan memberikan catatan
tentang hal tersebut pada minuta akta asli dengan menyebutkan tanggal dan nomor
akta berita acara pembetulan. Salinan akta berita acara tersebut wajib disampaikan
kepada para pihak.
Universitas Sumatera Utara
95
Notaris dibolehkan menjalankan jabatan Notaris dalam bentuk perserikatan
perdata, sesuai dengan Pasal 20 ayat (1) UUJN Nomor 30 Tahun 2004 jo UUJN No.
2 Tahun 2014. Hal ini dimungkinkan dengan mengingat kondisi jumlah Notaris saat
yang sudah mencapai 7009 orang dan karenanya bentuk perserikatan perdata
(maatschaap) dapat dipandang sebagai upaya efisiensi dan efektifitas kantor Notaris
dalam rangka mempercepat pelayanan jasa hukum kepada masyarakat dengan tetap
menjaga kemandirian dan ketidak berpihakan sehingga menjalankan jabatan dalam
bentuk perserikatan perdata ini juga akan melahirkan dan mengembangkan
spesialisasi bidang hukum tertentu.
Kewenangan yang ada pada Notaris sebagai pejabat umum, juga diiringi
dengan kewajibannya sebagai pejabat yang memperoleh kepercayaan dari publik
secara moral dan etika. Maksudnya bahwa Notaris wajib bertindak amanah, jujur,
seksama, mandiri dan menjaga kepentingan-kepentingan pihak yang terkait. Pasal 1
kode etik Notaris hasil kongres di Bandung pada tanggal 28 Januari 2005 tentang
kepribadian dan martabat Notaris disebutkan bahwa :
a. Dalam melaksanakan tugasnya Notaris diwajibkan senantiasa menjunjung tinggi
hukum dan asas negara serta bertindak sesuai dengan makna sumpah jabatan dan
mengutamakan pengabdiannya kepada kepentingan masyarakat dan negara.
b. Dalam kehidupan sehari-hari Notaris dengan kepribadian yang baik diwajibkan
untuk menjunjung tinggi martabat jabatan Notaris dan sehubungan dengan itu
tidak dibenarkan melakukan hal-hal dan atau tindakan-tindakan yang tidak sesuai
dengan martabat dan kehormatan Notaris.
Universitas Sumatera Utara
96
Notaris mempunyai kewajiban untuk membuat akta dalam bentuk minuta dan
menyimpan sebagai bagian dari protokol Notaris. Notaris juga berkewajiban
mengeluarkan grosse, salinan dan kutipannya, tetapi Notaris tidak mempunyai
kewajiban untuk mengeluarkan akta dalam bentuk original.
Akta-akta yang dapat dikeluarkan Notaris dalam bentuk original disebutkan
dalam Pasal 18 ayat (3) UUJN Nomor 30 Tahun 2004 jo UUJN Nomor 2 Tahun 2004
yaitu :
1. Izin kawin
2. Keterangan orang masih hidup
3. Pembayaran uang sewa, bunga, pensiun
4. Penawaran pembayaran lunas
5. Protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga
6. Akta kuasa
7. Keterangan kepemilikan
8. Akta sederhana dan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pembacaan akta Notaris, merupakan kewajiban Notaris dimana pembacaan
akta dilakukan dihadapan penghadap dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang berjumlah
paling sedikit 2 (dua) orang. Pembacaan ini tidak diwajibkan kepada Notaris, apabila
penghadap telah membaca sendiri dan mendapat penjelasan dari Notaris serta
mengetahui isi dari akta tersebut, dengan persyaratan khusus bahwa pada setiap
halaman minuta akta itu wajib dibubuhkan paraf para penghadap dan saksi-saksi serta
Notaris. Pembacaan yang dilakukan oleh Notaris maupun dibaca sendiri oleh
Universitas Sumatera Utara
97
penghadap, diharapkan agar penghadap yang menandatangani akta mengerti akan isi
dari akta tersebut sehingga akta Notaris benar-benar membuat kehendak atau sesuai
dengan kehendak mereka yang menandatangani.
Apabila akta Notaris dibuat dalam suatu bahasa yang tidak dipahami salah
satu penandatangan, adalah merupakan kewajiban Notaris untuk menerjemahkan akta
itu dengan menyediakan seorang penerjemah ke dalam bahasa yang dipahami oleh
penandatangan tersebut. Setelah dilakukan pembacaan akta dan ternyata terdapat
salah satu pihak yang tidak menyetujui isi dari akta, maka terlebih dahulu isi akta
diganti atau disempurnakan seperlunya dengan tujuan agar isi akta yang dimuat
sesuai dengan kehendak para pihak yang menghadap dihadapan Notaris tersebut.
Kewajiban Notaris pada umumnya adalah memberikan pelayanan kepada
masyarakat yang memerlukan jasanya dengan dijiwai oleh Pancasila, sadar dan taat
kepada hukum dan peraturan perundang-undangan serta Undang-Undang Jabatan
Notaris, kode etik Notaris, sumpah jabatan dengan bekerja secara jujur, mandiri, tidak
berpihak dan penuh rasa tanggung jawab. Selain itu oleh Undang-undang, Notaris
ditugaskan untuk melaksanakan pendaftaran surat-surat dibawah tangan. Tugas
pembuatan daftar surat-surat di bawah tangan dan pengesahan surat-surat di bawah
tangan adalah berdasarkan Pasal 1874 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan
Pasal 1874 a Kitab Undang-undang Hukum Perdata.84
84 Bambang Redi Sumanto, Prosedur dan Tata Cara Pembuatan Akta Autentik Notaris,Pustaka Ilmu, Jakarta, 2012, hal. 120
Universitas Sumatera Utara
98
B. Kekuatan Hukum Akta Pengikatan Jual Beli Hak Atas Tanah dengan DasarSurat Keterangan Hak Waris yang Dibuat oleh/ dihadapan Notaris
Pengertian perjanjian pengikatan jual beli dapat kita lihat dengan cara
memisahkan kata dari Perjanjian pengikatan jual beli menjadi perjanjian dan
pengikatan jual beli. Perjanjian pengertiannya dapat dilihat pada sub bab sebelumnya,
sedangkanPerjanjian Pengikatan Jual Beli menurut R. Subekti pengertiannya adalah
perjanjian antar pihak penjual dan pihak pembeli sebelum dilaksanakannya jual beli
dikarenakan adanya unsur-unsur yang harus dipenuhi terlebih dahulu untuk untuk
dapat dilakukan jual beli antara lain adalah sertipikat belum ada karena masih dalam
Dari pengertian yang diterangkan di atas dapat dikatakan bahwa pengertian
perjanjian pengikatan jual beli merupakan suatu perikatan bersyarat atau perjanjian
pendahuluan yang dibuat sebelum dilaksanakannya perjanjian utama atau perjanjian
pokoknya.
Kedudukan perjanjian pengikatan jual beli sebagai perjanjian pendahuluan
maka tujuan perjanjian pengikatan jual beli berfungsi untuk mempersiapkan atau
bahkan memperkuat perjanjian utama / pokok yang akan dilakukan, karena perjanjian
pengikatan jual beli merupakan awal dari lahirnya perjanjian pokoknya yaitu
Perjanjian Jual-Beli. Perjanjian pengikatan jual beli disebut juga sebagai perjanjian
bantuan berfungsi dan mempunyai tujuan untuk mempersiapkan, menegaskan,
memperkuat, mengatur, mengubah atau menyelesaikan suatu hubungan hukum.
Dengan demikian jelas bahwa perjanjian pengikatan jual beli berfungsi
sebagai perjanjian awal atau perjanjian pendahuluan yang memberikan penegasan
Universitas Sumatera Utara
99
untuk melakukan perjanjian pokoknya, serta menyelesaikan suatu hubungan hukum
apabila hal-hal yang telah disepakati dalam perjanjian pengikatan jual beli telah
dilaksanakan seutuhnya.85
Isi dari perjanjian pengikatan jual beli yang merupakan perjanjian
pendahuluan untuk lahirnya perjanjian pokok/ utama biasanya adalah berupa janji
janji dari para pihak yang mengandung ketentuan tentang syarat-syarat yang
disepakati untuk sahnya melakukan perjanjian pokoknya. Misalnya dalam perjanjian
pengikatan jual beli hak atas tanah dengan dasar surat keterangan hak waris yang
mengikat antara para ahli waris secara keseluruhan sebagai penjual dan pihak
pembeli. Dalam klausul perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat oleh/dihadapan
notaris pada umumnya berisi janji janji baik dari pihak penjual hak atas tanah
maupun pihak pembelinya tentang pemenuhan terhadap syarat-syarat agar perjanjian
pokoknya yaitu perjanjian jual beli dan akta jual beli tersebut dapat dibuat dan
ditanda tangani dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), seperti janji untuk
melakukan pengurusan sertipikat tanah sebelum jual beli dilakukan sebagaimana
diminta pihak pembeli, atau janji untuk segera melakukan pembayaran oleh pembeli
sebagai syarat dari penjual sebagai akta jual beli dapat ditandatangani dihadapan
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Dalam perjanjian pengikatan jual beli yang
dibuat oleh/dihadapan notaris dengan dasar surat keterangan hak waris maka pihak
pertama yaitu pihak penjual dalam hal ini seluruh ahli waris yang namanya tercantum
85 Darwanto Herman, Perjanjian Pengikatan Jual Beli Hak Atas Tanah Suatu TinjauanYuridis Normatif, Bina Cita, Jakarta, 2007, hal. 44
Universitas Sumatera Utara
100
dalam surat keterangan hak waris tersebut wajib menandatangani perjanjian
pengikatan jual beli hak atas tanah tersebut.
Selain janji-janji, pada umumnya dalam perjanjian pengikatan jual beli dengan
dasar surat keterangan hak waris dicantumkan tentang hak memberikan kuasa kepada
pihak pembeli dari pihak penjual yang ditandantangai oleh seluruh ahli waris yang
namanya tercantum dalam surat keterangan hak waris. Hal ini terjadi apabila pihak
penjual berhalangan untuk hadir dalam melakukan penandatanganan akta jual beli
dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), baik karena lokasi yang jauh, atau
karena ada halangan dan sebagainya. Pemberian kuasa tersebut biasanya baru berlaku
setelah semua syarat untuk melakukan jual beli hak atas tanah yang dilakukan di
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) telah terpenuhi. 86
Sebagai perjanjian yang lahir karena kebutuhan dan tidak diatur secara tegas
dalam bentuk peraturan perundang-undangan maka perjanjian pengikatan jual beli
tidak mempunyai bentuk tertentu.
Akta perjanjian pengikatan jual beli dengan dasar surat keterangan hak waris
yang dibuat oleh/dihadapan notaris adalah suatu perjanjian pengikatan jual beli hak
atas tanah yang dibuat antara calon penjual yakni para ahli waris yang namanya
tercantum dalam surat keterangan hak waris dan calon pembeli yang dibuat sebelum
ditandatanganinya Akta Jual Beli (AJB). Perjanjian pengikatan jual beli hak atas
tanah yang diperoleh dari pewarisan dimana tanah tersebut telah bersertipikat hak
milik dapat dilaksanakan dihadapan notaris sedangkan pembuatan akta jual beli wajib
86 Ibid, hal. 46
Universitas Sumatera Utara
101
dilaksanakan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).Karena objek yang
diperjualbelikan yakni tanah merupakan benda yang tidak bergerak yang pengalihan
haknya melalui suatu perbuatan hukum jual beli harus dibuat melalui suatu akta
PPAT maka sebelum dibuat, akta jual beli tersebut pada umumnya perlu dilakukan
pemenuhan sejumlah persyaratan baik oleh penjual maupun oleh pembeli.87
Pemenuhan persyaratan dari pihak penjual yaitu para ahli waris yang
namanya tercantum dalam surat keterangan ahli waris yang dibuat baik oleh para ahli
waris sendiri maupun oleh kepala desa, pada umumnya berhubungan dengan surat-
surat dan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan hak atas tanah tersebut yang
belum lengkap.
Pelaksanaan jual beli dihadapan PPAT baru dapat dilaksanakan apabila para
ahli waris sebagai pihak penjual telah melengkapi semua dokumen yang berhubungan
dengan tanah tersebut untuk dapat dilangsungkannya perbuatan hukum jual beli.
Akta perjanjian pengikatan jual beli dihadapan notaris dilakukan sebelum akta
jual beli disebabkan karena adanya hambatan dari pihak pembeli.Pada umumnya
hambatan dari pembeli untuk terlaksanakannya akta jual beli tanpa harus melalui akta
perjanjian pengikatan jual beli terlebih dahulu adalah kemampuan beli dari si pembeli
tidak mencukupi untuk membeli secara tunai tanah tersebut. Oleh karena
kemampuan/ daya beli dari si pembeli tidak mencukupi untuk melakukan pembelian
secara tunai maka dilaksanakanlah perjanjian pengikatan jual beli dihadapan notaris
87 Viktor M. Situmorang, Aspek Hukum dan Persyaratan Perjanjian Pengikatan Jual Beliyang Dibuat dihadapan Notaris, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 13
Universitas Sumatera Utara
102
dimana didalam perjanjian pengikatan jual beli tersebut disepakati dilaksanakan
pembelian tanah tersebut dengan cara mencicil / mengangsur dalam jangka waktu
tertentu (mingguan, bulanan) hingga harga penjualan tanah tersebut lunas dibayar
oleh pembeli. Pada saat terjadinya pelunasan pembayaran harta tanah tersebut oleh
pembeli maka pada saat itu dibuatlah akta jual beli dihadapan PPAT untuk dapat
didaftarkan perubahan data kepemilikan haknya dikantor pertanahan tempat dimana
tanah itu berada. Dengan demikian dapat dikatakan perjanjian pengikatan jual beli
dapat pula terjadi berhubung karena pembelian atas tanah tersebut dilakukan
berdasarkan angsuran/ cicilan yang telah disepakati oleh para pihak baik penjual
maupun pembeli.88
Pada umummya dalam pembuatan angka pengikatan jual beli yang dibuat
oleh/dihadapan notaris untuk mengikat pihak penjual dan juga pihak pembeli maka
pihak pembeli akan memberikan uang muka (DP) kepada pihak penjual pada saat
pelaksanaan perjanjian pengikatan jual beli tersebut berlangsung.
Uang muka/DP yang telah dibayarkan oleh pembeli pada penjual pada
umumnya akan hilang atau tidak dapat diambil kembali apabila pihak pembeli
melakukan pembatalan dalam perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat
oleh/dihadapan notaris tersebut.
Dengan begitu perjanjian pengikatan jual beli mengikat para pihak baik
penjual maupun pembeli untuk dengan serius melakukan transaksi jual beli tanah
88 Wiwiek Wahyuningsih, Anatomi Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang dibuat oleh Notaris,Alfabeta, Bandung, 2012, hal. 30
Universitas Sumatera Utara
103
yang nantinya ditandai dengan penandatanganan akta jual beli dihadapan PPAT,
dimana pembeli sudah harus melunasi harga jual dari tanah tersebut dan membayar
bea perolehan hak atas tanah dan bangunan sedangkan penjual telah menyerahkan
tanah tersebut dan membayar Pajak Penghasilan (PPh) sebelum ditantanganinya akta
jual beli dihadapan PPAT tersebut. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan perjanjian pengikatan jual beli antara lain :
1. Uraian obyek tanah dan bangunan harus jelas, antara lain ukuran luas tanah
dan bangunan (jika perlu disertai peta bidang tanah dan arsitektur bangunan),
sertipikat dan pemegang haknya, dan perizinan-perizinan yang melekat pada
obyek tanah dan bangunan tersebut.
2. Harga tanah per-meter dan harga total keseluruhan serta cara pembayarannya.
Pembayaran harga tanah dapat juga ditentukan secara bertahap yang
pelunasannya dilakukan pada saat penandatanganan AJB.
3. Syarat batal tertentu, misalnya jika ternyata pembangunan rumahnya tidak
sesuai dalam jangka waktu yang telah dijanjikan developer, maka calon
pembeli berhak membatalkannya dan menerima kembali uang muka. Atau
jika pembangunan itu selesai sesuai waktunya tapi calon pembeli
membatalkannya secara sepihak, maka calon pembeli akan kehilangan uang
mukanya.
4. Penegasan pembayaran pajak yang menjadi kewajiban masing-masing pihak
dan biaya-biaya lainnya yang diperlukan, misalnya biaya pengukuran tanah
dan biaya Notaris / PPAT.
Universitas Sumatera Utara
104
5. Jika perlu dapat dimasukkan klausul pernyataan dan jaminan dari calon
penjual, yaitu bahwa tanah yang akan dijual tersebut tidak sedang berada
dalam jaminan hutang pihak ketiga atau terlibat dalam sengketa hukum. Jika
ternyata pernyataan dan jaminan calon penjual itu tidak benar, maka calon
penjual akan membebaskan calon pembeli dari tuntutan pihak lain manapun.89
Oleh karena perjanjian pengikatan jual beli ini merupakan perjanjian
pendahuluan, maka biasanya di dalam perjanjian tersebut memuat janji-janji yang
mengandung ketentuan-ketentuan mana kala syarat-syarat untuk jual beli di hadapan
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) telah terpenuhi. Tentu saja para pihak setelah
syarat untuk jual beli telah dipenuhi dapat datang lagi untuk melaksanakan jual beli
dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Apabila calon penjual berhalangan untuk datang kembali, dan pembeli untuk
pelaksanaan penandatangan akta jual belinya bertindak sendiri baik mewakili penjual
maupun dirinya sendiri selaku pembeli, maka dalam hal ini diperlukan kuasa, selain
kuasa tersebut biasanya penjual memberikan secara umum hak-hak kepengurusan
(daden van beheer) atas tanah hak tersebut selama belum dilakukan jual beli
dihadapan pejabat yang dimaksud. Hal ini diperlukan mengingat, bahwa adanya
kemungkinan penjual tidak berada ditempat untuk melakukan tindakan hukum yang
masih merupakan kewajibannya tersebut. Untuk mengantisipasi keadaan itu maka
notaris di dalam akta perjanjian pengikatan jual beli tersebut selalu mencantumkan
kuasa-kuasa (blanco volmacht) di dalam aktanya dengan maksud agar pembeli tidak
89 Ibid, hal. 31
Universitas Sumatera Utara
105
dirugikan haknya mengingat telah dipenuhi semua persyaratan untuk jual beli
dihadapan pejabat yang berwenang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Dengan demikian dapat dikatakan faktor utama yang menyebabkan orang
melakukan perjanjian pengikatan jual beli adalah karena jual beli itu belum lunas
(secara cicilan) dan untuk menunda kewajiban membayar pajak, karena dengan
melakukan transaksi perjanjian jual beli, pajak tidak akan timbul karena tidak ada
pendaftaran peralihan hak sebagaimana yang diwajibkan di dalam peraturan
mengenai Pejabat Pembuat Akta Tanah. Dengan kata lain dapat dikatakan hal itu
untuk sementara menunda pelaksanaan pembayaran pajak.
Dapat pula ditambahkan bahwa selain faktor-faktor tersebut diatas, adapun
yang menyebabkan orang melakukan perjanjian perikatan jual beli adalah karena
untuk melaksanakan jual beli langsung dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, maka
kewajiban pembayaran pajak baik PPh maupun BPHTB harus telah dipenuhi,
sedangkan untuk pembayaran pajak-pajak tersebut terutama BPHTB harus terlebih
dahulu dilaksanakan verifikasi di Kantor Dinas Pendapatan Daerah apakah ada atau
tidak tunggakan pembayaran PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) atas obyek yang akan
dijual belikan tersebut. Apabila ada, maka seluruh tunggakan PBB tersebut harus
dilunasi terlebih dahulu, baru kemudian dibayarkan pajak-pajak jual beli tersebut
yaitu PPh dan BPHTB. Di dalam akte pengikatan jual beli harus tegas diperjanjikan
atas beban siapa pajak terhutang atas tanah tersebut dibayar.
Dan untuk mengetahui hasil verifikasi dari Kantor Dinas Pendapatan Daerah
tersebut memerlukan waktu beberapa hari lamanya. Sedangkan baik pihak penjual
Universitas Sumatera Utara
106
maupun pihak pembeli ingin agar transaksi jual beli yang mereka lakukan cepat
selesai dengan berbagai macam alasan.
Pada prakteknya penggunaan Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebagai
perjanjian pendahuluan sudah sering digunakan untuk membantu dalam melakukan
perjanjian jual-beli hak atas tanah, namun terhadap Perjanjian Pengikatan Jual Beli
sendiri dalam penerapannya hanya memakai asas umum perjanjian yang diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau dengan kata lain belum ada diatur secara
khusus dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak atas tanah.
Seperti yang telah diterangkan sebelumnya, bahwa Pengikatan Jual Beli (PJB)
merupakan sebuah terobosan hukum yang banyak dipakai oleh para pihak yang akan
melakukan jual-beli hak atas tanah. Pengikatan Jual Beli (PJB) dipakai untuk
memudahkan para pihak yang akan melakukan jual-beli hak atas tanah, karena jika
mengikuti semua aturan yang diterapkan dalam melakukan jual-beli hak atas tanah,
maka tidak semua dapat memenuhinya dalam sekali waktu, maksudnya tidak semua
pihak mampu untuk langsung membayar semua persyaratan tentang jual-beli hak atas
tanah dalam sekali waktu seperti membayar harga jual beli hak atas tanah yang dalam
sekali waktu, seperti membayar harga jual beli hak atas tanah yang disepakati yang
diikuti dengan pembayaran terhadap Pajak Penjual (SPP) dan Pajak Pembeli yaitu
Bea Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB) serta kewajiban lain terkait dengan
Universitas Sumatera Utara
107
pembuatan dan pengurusan Akta Jual Beli (AJB) serta perpindahan hak lainnya yaitu
pendaftaran tanah (balik nama).90
Dalam Peraturan tentang hak atas tanah, diantaranya adalah Undang-Undang
Pokok Agraria (UUPA), Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak
Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, Peraturan Menteri
Negara Agraria Nomor 3 Tahun 1997 tentang ketentuan pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan lain-lain, diatur secara tegas terhadap setiap
perbuatan hukum yang berkaitan dengan hak atas tanah, maksudnya setiap orang
yang akan melakukan perbuatan hukum yang berkaitan dengan hak atas tanah wajib
tunduk kepada semua peraturan yang berkaitan dengan hak atas tanah.
Misalnya dalam hal jual beli hak atas tanah, dimana dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah dan Peraturan
Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah
(PPAT), diatur bahwa dalam melakukan jual-beli hak atas tanah harus dilakukan
dihadapan pejabat yang berwenang, dalam hal tanah adalah Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT), yang daerah kerjanya meliputi daerah tempat tanah yang
diperjualbelikan itu berada.
Selain itu terhadap akta pemindahan haknya (akta jual belinya) juga dibuat
oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan akta jual beli tersebut merupakan akta
otentik, dimana bentuk dan isinya telah ditentukan oleh peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
90 Ibid, hal. 37
Universitas Sumatera Utara
108
Sebagai perjanjian yang tidak diatur secara tegas atau khusus oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku, maka perlu kita ketahui tentang kedudukan dan
kekuatan dari akta Pengikatan Jual Beli itu sendiri. Berbicara tentang kekuatan
hukum yang dimiliki oleh akta Pengikatan Jual-Beli, maka kita hars mengkaji tentang
Perjanjian Pengikatan Jual-Beli secara lebih mendalam. Seperti telah diterangkan
sebelum bahwa Pengikatan Jual Beli (PJB) merupakan sebuah penemuan hukum
yang dilakukan oleh kalangan Notaris untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi
dalam pelaksanaan jual-beli hak atas tanah sebagaimana telah diterangkan
sebelumnya.
Pembuatan Akta pengikatan Jual Beli bukanlah sesuatu hal yang melanggar
ketentuan dan norma hukum yang ada, sehingga Pengikatan Jual Beli (PJB) sah untuk
diterapkan dan dipakai. Karena pengikatan jual beli merupakan suatu penemuan
hukum yang bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah hukum Konkrit.
Dengan demikian penemuan hukum yang dilakukan oleh Notaris yaitu
Pengikatan Jual Beli (PJB) dimana penemuan tersebut adalah untuk memecahkan
rumitnya persyaratan yang harus dipenuhi oleh para pihak sebelum melakukan jual-
beli sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hak atas
tanah, dimana semua persyaratan tersebut tidak selamanya dapat dipenuhi dalam
sekali waktu oleh para pihak yang akan melakukan jual-beli hak atas tanah, adalah
tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.91
91 Suwanto Padang, Azas-Azas Hukum Perjanjian Pengikatan Jual Beli, Sinar Grafika,Jakarta, 2012, hal. 71
Universitas Sumatera Utara
109
Posisi Pengikatan Jual Beli (PJB) yang merupakan sebuah penemuan hukum
dengan sendirinya tidak diatur atau belum diatur dalam peraturan perundang-
undangan yang ada terutama peraturan perundang-undangan yang menyangkut
tentang hak atas tanah, sedangkan kita tahu bahwa semua perbuatan hukum yang
dilakukan menyangkut tanah harus mengikuti peraturan perundang-undangan yang
menyangkut tentang hak atas tanah.Dengan keadaan tersebut maka dikatakan
pengikatan jual beli dapat berlaku dalam dua kedudukan tergantung bagaimana
perjanjian Pengikatan Jual Beli (PJB) itu dibuat.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa akta pengikatan jual beli yang
dilakukan oleh/ dihadapan notaris merupakan suatu akta autentik yang mempunyai
kekuatan hukum yang sempurna tentang suatu perbuatan hukum pendahuluan yaitu
pengikatan jual beli hak atas tanah yang diperoleh dari pewarisan antara para ahli
waris yang namanya termuat di dalam surat keterangan hak waris sebagai ahli waris
yang sah dari pewaris dengan pihak penjual dengan tujuan akhir melakukan peralihan
hak atas tanah tersebut dari pihak ahli waris kepada pihak penjual.
Berdasarkan semua keterangan yang telah dikemukakan di atas maka dapat
dikatakan bahwa kekuatan hukum dari akta perjanjian pengikatan jual beli hak atas
tanah dengan dasar surat keterangan hak waris yang dibuat oleh Notaris sebagai
perjanjian pendahuluan dalam pelaksanaan pembuatan Akta Jual Belinya dihadapan
PPAT adalah sangat kuat. Hal ini karena Pengikatan Jual Beli (PJB) yang dibuat oleh
notaris merupakan akta autentik notaril.
Universitas Sumatera Utara
110
C. Tanggung jawabNotaris dalam Pembuatan Akta Pengikatan Jual Beli (Pjb)Dengan Menggunakan Surat Keterangan Ahli Waris yang Dikeluarkan olehKepala Desa yang Kemudian Dinyatakan Cacat Hukum
Pasal 1868 KUH Perdata menyebutkan bahwa “Suatu akta autentik adalah
suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh/dihadapan
pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat”. Selanjutnya Pasal
1870 KUH Perdata menyebutkan bahwa “Akta autentik adalah alat pembuktian yang
sempurna bagi kedua belah pihak dan ahli waris, sekalian orang yang mendapat
haknya dari akta tersebut, memberikan kepada pihak-pihak suatu pembuktian yang
mutlak”.
Dari uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa notaris adalah pejabat umum
yang ditunjuk berdasarkan undang-undang dalam hal ini adalah UUJN Nomor 30
Tahun 2004 jo UUJN Nomor 2 Tahun 2014 sebagai salah satu pejabat umum yang
berwenang membuat akta autentik hampir diseluruh perbuatan hukum sebagaimana
juga termuat di dalam ketentuan Pasal 15 UUJN Nomor 30 Tahun 2004 jo UUJN
Nomor 2 Tahun 2014. Suatu akta autentik mempunyai kekuatan pembuktian lahiriah,
formal dan material. 92
Kekuatan pembuktian lahiriah adalah suatu kekuatan yang membuktikan
bahwa akta autentik tersebut kehadirannya atau kelahirannya telah sesuai
sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang mengaturnya.
Kekuatan pembuktian formal mengandung arti bahwa apa saja yang dinyatakan
92 Sugiono, Akta Autentik Notaris, Suatu Tinjauan Yuridis dan Praktis, Balei, Bandung, 2008,hal. 20
Universitas Sumatera Utara
111
dalam suatu akta autentik adalah benar sepanjang tidak dapat dibuktikan bahwa hal
tersebut tidak benar. Kekuatan pembuktian material adalah memberikan kepastian
terhadap peristiwa hukum, apa yang diterangkan dengan akta tersebut adalah benar.
Notaris sebagai akta autentik mempunyai kekuatan pembuktian yang
sempurna sehingga tidak perlu dibuktikan atau ditambah dengan alat bukti lainnya,
dan jika ada orang/pihak yang menilai atau menyatakan bahwa akta tersebut tidak
benar, maka orang/pihak yang menilai atau menyatakan tidak benar tersebut wajib
membuktikan penilaian atau pernyataanya sesuai aturan hukum yang berlaku.93
Kekuatan pembuktian akta notaris berhubungan dengan sifat publik dalam
jabatan notaris. Sepanjang suatu akta notaris tidak dapat dibuktikan ketidak
benarannya maka akta tersebut merupakan akta autentik yang memuat keterangan
yang sebenarnya dari pihak-pihak yang menyatakan keterangannya di dalam akta
autentik tersebut dan hal tersebut didukung oleh dokumen-dokumen yang sah dan
saksi-saksi yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Notaris sebagai pejabat publik mempunyai kewenangan dengan pengecualian,
dimana akta autentik yang dihasilkan mempunyai arti yang lebih penting tidak hanya
sekedar sebagai alat bukti bila terjadi sengketa namun akta autentik dapat juga
digunakan sebagai pedoman bagi para pihak yang bersengketa. Dalam pelaksanaan
pembuatan akta perjanjian pengikatan jual beli yang didasarkan tekepada surat
keterangan hak waris yang dibuat oleh para ahi waris maupun oleh kepala desa yang
93 Ibid, hal. 21
Universitas Sumatera Utara
112
ditandatangani oleh seluruh ahli waris, kepala desa dan camat serta saksi-saksi
sebagai alat bukti yang memiliki kekuatan hukum yang kuat dalam menentukan ahli
waris yang berhak terhadap harta warisan yang akan beralih dari pewaris kepada ahli
waris tersebut, maka notaris sebagai pejabat umum dalam pembuatan akta pengikatan
jual beli tersebut tidak memiliki kewajiban untuk memeriksa secara materil
kebenaran dari dokumen atau data-data yang diajukan terhadapnya dalam
pelaksanaan pengikatan jual beli hak atas tanah dengan dasar surat keterangan hak
waris tersebut.
Kemampuan lahiriah akta notaris yang merupakan kemampuan akta itu
sendiri untuk membuktian keabsahannya sebagai akta autentik (acta publica probant
seseipsa) apabila sudah dibuat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku di bidang pembuatan akta notaris sesuai ketentuan Pasal 38
UUJN Nomor 30 Tahun 2004 jo UUJN Nomor 2 Tahun 2014 maka akta tersebut
sudah berlaku sebagai akta autentik. Dalam hal ini bila ada pihak yang menyangkal
keautentikan akta notaris tersebut maka beban pembuktian ada pihak yang
menyangkal keautentikan akta notaris tersebut. Pembuktian terhadap
ketidakautentikan akta notaris tersebut harus dibuktikan melalui gugatan ke
pengadilan. Keterangan atau pernyataan yang dituangkan/dimuat dalam akta
perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat dihadapan notaris oleh para pihak yang
membuat akta tersebut harus dinilai benar, dan jika ternyata pernyataan/keterangan
dari para penghadap dalam pembuatan akta pengikatan jual beli dengan dasar surat
keterangan hak waris tersebut ternyata tidak benar, maka hal tersebut merupakan
Universitas Sumatera Utara
113
tanggung jawab dari para pihak itu sendiri, bukan merupakan tanggung jawab dari
notaris yang bersangkutan.94
Dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 702.
K/Sip/1973 tanggal 5 September 1973 menyatakan bahwa judex factie dalam amar
putusannya membatalkan akta notaris, yang hal ini tidak dapat dibenarkan, karena
pejabat notaris fungsinya hanya mencatatkan (menuliskan apa-apa yang dikehendaki
dan dikemukakan oleh para pihak sebagai penghadap di hadapan notaris tersebut.
Tidak ada kewajiban bagi notaris untuk menyelidiki secara materiil hal-hal yang
dikemukakan oleh para penghadap oleh notaris tersebut.
Akta notaris berisi keterangan pernyataan para pihak dan dibuat atas kehendak
atau permintaan para pihak, dan notaris membuatnya dalam bentuk yang sudah
ditentukan menurut undang-undang, serta notaris bukan pihak dalam akta tersebut,
pencantuman nama notaris dalam akta karena perintah undang-undang. 95
Di dalam perjanjian pengikatan jual beli dengan dasar surat keterangan hak
waris yang dibuat oleh/dihadapan notaris maka pertanggung jawaban notaris
hanyalah sebatas tentang prosedur dan tata cara pembuatan akta autentik yang harus
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila
notaris membuat suatu akta tidak berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan oleh
peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang pembuatan akta autentik
notaris sebagaimana termuat di dalam Pasal 38 UUJN Nomor 30 Tahun 2004 jo
94 Ibid, hal. 2195 Ronny Hanitijo, Kedudukan dan Tanggung jawabNotaris dalam Pembuata Akta Autentik
yang Mengandung Sengketa, Bina Cipta, Jakarta, 2011, hal. 56
Universitas Sumatera Utara
114
UUJN Nomor 2 Tahun 2014 sehingga membuat akta tersebut hanya menjadi
berkekuatan sebagai akta di bawah tangan, maka notaris bertanggung jawab atas
kerugian yang ditimbulkan dari akta yang dibuatnya tersebut terhadap para pihak.
Para pihak dapat menguggat notaris secara perdata atas biaya ganti rugi dan bunga
berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata. Hal ini disebabkan karena akta tersebut notaris
tersebut hanya berkekuatan sebagai akta di bawah tangan dan bukan akta autentik
karena telah bertentangan dengan kaidah-kaidah hukum prosedur pembuatan akta
autentik berdasarkan ketentuan UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun
2014. Dengan terjadinya suatu akta notaris hanya berkekuatan sebagai akta di bawah
tangan maka timbul kerugian bagi para pihak yang menghendaki perbuatan melawan
hukum yang dilakukannya dibuat dalam suatu akta utentik. Oleh karena itu notaris
yang bersangkutan wajib bertanggung jawab mengganti rugi dan bunga atas gugatan
yang diajukan oleh para pihak (penghadap) atas kerugian tersebut. 96
Isi akta yang merupakan kehendak dari para pihak yang dinyatakan dalam
suatu bentuk tulisan akta autentik notaril merupakan tanggung jawab sepenuhnya dari
para penghadap yang memberikan keterangan, pernyataan maupun dokumen-
dokumen pendukung dalam pelaksanaan pengikatan jual beli hak atas tanah yang
didasarkan kepada surat keterangan hak waris yang telah disahkan oleh kepala desa
maupun camat tersebut. Apabila ternyata isi akta pengikatan jual beli yang dibuat
oleh/dihadapan notaris tersebut mengandung keterangan yang tidak benar dan
dokumen-dokumen yang menjadi pendukung pembuatan akta pengikatan jual beli
96 Ibid, hal. 58
Universitas Sumatera Utara
115
tersebut ternyata juga tidak benar, sehingga para ahli waris yang menghadap di
hadapan notaris bukanlah ahli waris yang berwenang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di bidang hukum waris maka hal tersebut bukan
merupakan tanggung jawab notaris tersebut. Hal itu merupakan tanggung jawab
sepenuhnya dari para pihak yang telah memberikan keterangan yang tidak benar di
dalam suatu akta autentik perjanjian pengikatan jual beli dan juga telah memberikan
dokumen-dokumen pendukung yang jugatidaks esuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Apabila terjadi sengketa dalam perjanjian pengikatan jual beli dengan dasar
keterangan hak waris tersebut maka pihak yang paling bertanggung jawab secara
perdata maupun pidana adalah para pihak yang menghadap kehadapan notaris,
sedangkan notaris hanya bertanggung jawab atas materi pembuatan akta pengikatan
jual beli tersebut yang wajib disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku sehingga memiliki kekuatan hukum sebagai suatu akta
autentik. Disamping itu apabila terjadi sengketa terhadap akta pengikatan jual beli
yang didasarkan kepada surat keterangan hak waris tersebut maka notaris hanya dapat
ditempatkan sebagai saksi yang memberian keterangan kepada pengadilan tentang
kebenaran suatu pembuatan akta pengikatan jual beli dengan dasar surat keterangan
hak waris tersebut. 97
Dengan demikian dapat dikatakan akta notaris sebagai suatu akta autentik
harus dinilai dengan asas praduga sah (vermoeden van rechtmaigheid) atau
97 Cholid Narbuko, Kekuatan Pembuktian Akta Notaril, Nuansa Aulia, Bandung, 2013, hal. 88
Universitas Sumatera Utara
116
presumptio iustae causa. Asas ini dapat dipergunakan untuk menilai akta notaris,
yaitu akta notaris harus dianggap sah sampai ada pihak yang menyatakan akta
tersebut tidak sah. Untuk menyatakan atau menilai akta tersebut tidak sah harus
dengan gugatan ke pengadilan umum. Selama dan sepanjang gugatan berjalan sampai
dengan ada keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, maka akta
notaris tetap sah dan mengikat para pihak atau siapa saja yang berkepentingan dengan
akta tersebut.
Dengan menerapkan asas praduga sah untuk akta notaris, maka ketentuan
yang tersebut dalam Pasal 84 UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014
yang sah menegaskan jika Notaris melanggar (tidak melakukan) ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) huruf i, k, Pasal 41, Pasal 44, Pasal
48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52. Akta yang bersangkutan hanya mempunyai
kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan tidak diperlukan lagi, maka
kebatalan akta Notaris hanya berupa dapat dibatalkan atau batal demi hukum.
Asas praduga sah ini berkaitan dengan akta yang dapat dibatalkan, merupakan
suatu tindakan mengandung cacat, yaitu tidak berwenangnya Notaris untuk membuat
akta secara lahiriah, formal, materil, dan tidak sesuai dengan aturan hukum tentang
pembuatan akta Notaris, dan asas ini tidak dapat dipergunakan untuk menilai akta
batal demi hukum, karena akta batal demi hukum dianggap tidak pernah dibuat.
Dengan demikian dengan alasan mengandung cacat hukum di atas, maka
kedudukan akta Notaris pengikatan jual beli hak atas tanah yang diperoleh dari
pewarisan dengan dasar surat keterangan hak waris adalah :
Universitas Sumatera Utara
117
1. Dapat dibatalkan
2. Batal demi hukum
3. Mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan
4. Dibatalkan oleh para pihak sendiri, dan
5. Dibatalkan oleh putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
karena penerapan asas praduga sah98
Kelima kedudukan akta Notaris sebagaimana tersebut di atas tidak dapat
dilakuka secara bersamaan, tapi hanya berlaku satu saja, yaitu jika akta Notaris
diajuan pembatalan oleh pihak yang berkepentingan kepada pengadilan umum
(negeri) dan telah ada putusan pengadilan umum yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap atau akta notaris mempunyai kedudukan pembuktian sebagai akta
dibawah tangan atau akta Notaris batal demi hukum atau akta Notaris dibatalkan oleh
para pihak sendiri dengan akta Notaris lagi, maka pembatalan akta notaris yang
lainnya tidak berlaku. Hal ini berlaku pula untuk asas Praduga sah.
Asas praduga sah ini berlaku, dengan ketentuan jika atas akta Notaris
tersebut tidak pernah diajukan pembatalan oleh pihak yang berkepentingan kepada
pengadilan umum (negeri) dan telah ada putusan pengadilan umum yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap atau akta notaris tidak mempunyai kekuatan
pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau tidak batal demi hukum atau tidak
dibatalkan oleh para pihak sendiri. Dengan demikian penerapan Asas Praduga Sah
98 Ibid, hal. 91
Universitas Sumatera Utara
118
untuk akta Notaris dilakukan secara terbatas, jika ketentuan sebagaimana tersebut di
atas dipenuhi.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tanggung jawab notaris dalam
pembuatan akta pengikatan jual beli hak atas tanah yang diperoleh dari pewarisan
antara para ahli waris dengan pihak pembeli terbatas hanya kepada pembuktian
lahiriah (uitwendige bewijskracht), apakah akta tersebut sesuai dengan aturan hukum
yang sudah ditentukan mengenai syarat autentik ataukah tidak memenuhi syarat
sebagai akta autentik sehingga didegradasi menjadi akta yang hanya memiliki
kekuatan sebagai akta di bawah tangan. Apabila pembuktian lahiriah tersebut dapat
dibuktikan maka notaris bertanggung jawab mengganti kerugian dan bunga atas
kerugian dari para pihak/penghadap yang menginginkan perbuatan hukumnya dibuat
dalam suatu akta autentik notaris.
Disamping itu notaris juga bertanggung jawab terhadap aspek kebenaran
formal dalam pembuatan akta pengikatan jual beli hak atas tanah yang didasarkan
kepada surat keterangan hak waris tersebut mengenai kebenaran hari, tanggal, bulan,
tahun dan pukul perbuatan hukum penghadap dalam pembuatan akta tersebut.
Apabila pembuktian formal dapat dibuktikan ketidakbenarannya maka notaris juga
wajib bertanggung jawab atas ganti rugi dan bunga kepada pihak yang dirugikan
yaitu para penghadap karena dengan ketidakbenaran hal formal dalam pembuatan
suatu akta autentik maka akta autentk tersebut akan terdegradasi menjadi hanya
memiliki kekuatan sebagai akta dibawah tangan. Dari aspek lahiriah atau dari segi isi
akta maka notaris tidak bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan yang termuat
Universitas Sumatera Utara
119
pada akta autentik tersebut. Tanggung jawab terhadap aspek lahiriah atau dari segi isi
akta adalah tanggung jawab sepenuhnya dari para penghadap yang telah membuat
pernyataan, kehendak yang dituangkan kedalam akta autentik tersebut. Apabila
terjadi permasalahan hukum/gugatan terhadap isi akta dari pihak lain, maka notaris
tidak dapat ditempatkan sebagai tergugat ataupun tersangka dalam perkara pidana.
Para pihak yang dapat ditempatkan sebagai tergugat maupun tersangka adalah para
penghadap yang memberikan keterangan/pernyataan di dalam akta autentik tersebut.
Hal ini sesuai dengan putusan Mahkamah Agung Nomor 702.K/Sip/1973 tanggal 5
September 1973, yang menegaskan bahwa judex factie dalam amar putusannya
membatalkan akta notaris, hal ini tidak dapat dibenarkan, karena notaris hanya
berfungsi mencatatkan/menuliskan apa-apa yang dikehendaki dan dikemukakan oleh
para pihak yang menghadap notaris tersebut. Tidak ada kewajiban notaris untuk
menyelidiki secara materiil hal-hal yang dikemukakan oleh penghadap notaris
tersebut. 99
Dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 702.K/Sip/1973 tanggal 5
September 1973 tersebut di atas maka dapat dikatakan bahwa notaris sebagai pejabat
umum yang membuat suatu akta autentik tentang suatu perbuatan hukum yang
dilakukan oleh para pihak yang menghadap kepadanya, hanya bertanggung jawab
atas kepastian waktu dilaksanakannya pembuatan akta autentik tersebut dan
menjamin kebenaran dari pembuatan akta autentik tersebut yang dikehendaki oleh
para pihak untuk dituangkan ke dalam akta autentik notaril tersebut. Dalam hal isi
99 Ibid, hal. 93
Universitas Sumatera Utara
120
akta yang merupakan kehendak para pihak merupakan tanggung jawab sepenuhnya
dari para pihak itu sendiri mengenai kebenaran materilnya. Apabila dikemudian hari
ternyata perbuatan hukum oleh para pihak yang telah dituangkan ke dalam akta
autentik notaris tersebut tidak benar atau mengandung unsur kepalsuan maka hal
tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab dari para pihak yang memberikan
keterangan di dalam akta autentik tersebut. Sepanjang notaris tidak terlibat secara
langsung dengan para pihak dalam pembuatan isi akta autentik tersebut maka notaris
tidak dapat dimintai pertanggung jawabannya terhadap kebenaran materil dari akta
autentik tersebut. Notaris hanya bertanggung jawab terhadap kesalahan pembuatan
akta autentik tersebut sehingga mengakibatkan akta yang seharusnya adalah akta
autentik hanya berkekuatan sebagai akta di bawah tangan. Notaris bukanlah pihak
dalam pembuatan akta autentik karena notaris harus bersikap independen dalam
pembuatan akta autentik tersebut.
Universitas Sumatera Utara
121
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Kekuatan Hukum Surat Keterangan Waris yang Dikeluarkan oleh Kepala Desa
sebagai Alas Hak Dalam Pembuatan Akta Pengikatan Jual Beli Dihadapan
Notaris adalah sah sepanjang memuat seluruh nama-nama ahli waris yang berhak
atas harta warisan dari si pewaris, namun apabila surat keterangan hak waris tidak
memuat seluruh ahli waris yang berhak maka surat keterangan hak waris tersebut
mengandung cacat hukum dan dapat dibatalkan oleh pengadilan. Sedangkan PJB
yang dibuat oleh notaris adalah sah sesuai ketentuan KUH Perdata, namun harus
dilanjutkan dengan pembuatan akta jual beli dihadapan PPAT dan dilakukan balik
nama di kantor pertanahan setempat dari nama penjual (para ahli waris) kepada
nama pembeli sesuai ketentuan akta jual beli yang termuat di dalam Pasal 37 ayat
(1) PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
2. Tanggung jawab Notaris dalam Pembuatan Akta Pengikatan Jual Beli (PJB)
Dengan Menggunakan Surat Keterangan Ahli Waris yang Dikeluarkan oleh
Kepala Desa yang Kemudian Dinyatakan Cacat Hukum adalah notaris
bertanggung jawab terhadap keautentikan dari akta pengikatan jual beli hak atas
tanah yang diperoleh dari pewarisan dengan dasar surat keterangan hak waris
tersebut. Selanjutnya apabila akta pengikatan jual beli hak atas tanah yang
diperoleh dari warisan tersebut ditingkatkan menjadi akta jual beli maka PPAT
121
Universitas Sumatera Utara
122
yang membuat akta jual beli tersebut juga tidak bertanggung jawab atas
kebenaran materil dari surat keterangan hak waris yang dibuat oleh para ahli
waris sebagai penghadap (pihak penjual) apabila ternyata surat keterangan hak
waris tersebut mengandung keterangan palsu, sehingga mengakibatkan akta
notaris tersebut mengandung cacat hukum karena memasukkan keterangan palsu
ke dalam akta autentik.
B. Saran
1. Hendaknya di dalam pembuatan surat keterangan hak waris, para ahli waris
menyiapkan terlebih dahulu dokumen-dokumen yang dibutuhkan dan cukup
penting sebagai data pendukung untuk dikeluarkan surat keterangan hak waris
atau untuk mendukung pernyataan para ahli waris dalam pembuatan keterangan
hak waris. Demikian pula dengan kepala desa dan lurah wajib menerapkan prinsip
kehati-hatian dalam memeriksa data-data yang diajukan oleh para ahli waris
dengan cermat dan teliti, sehingga dalam penerbitan surat keterangan hak waris
tersebut benar-benar membuktikan bahwa nama-nama yang termuat dalam surat
keterangan hak waris tersebut adalah nama-nama ahli waris yang sah dan berhak
menerima warisan serta surat keterangan hak waris tersebut terhindari dari
permasalahan hukum terutama gugatan atau tuntutan baik secara perdata maupun
pidana dari pihak lain yang merasa dirugikan atas terbitnya surat keterangan hak
waris tersebut.
Universitas Sumatera Utara
123
2. Hendaknya dalam pelaksanaan pemeriksaan perkara baik perdata maupun pidana,
para pihak yang memeriksa notaris tersebut wajib memahami ketentuan-ketentuan
yang termuat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi notaris
(UUJN) sehingga pelaksanaan penegakan hukum atas gugatan secara perdata
maupun tuntutan secara pidana sesuai pula dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di bidang kenotariatan dimana notaris hanya
bertanggung jawab terhadap kebenaran materil dan formal dari suatu akta autentik
notaril yang dibuatnya dan tidak bertanggung jawab atas kebenaran lahiriah atau
isi akta yang dibuat oleh notaris tersebut.
Universitas Sumatera Utara
124
DAFTAR PUSTAKA
Adjie Habib, Pembuktian sebagai Ahli Waris dalam Bentuk Surat Keterangan AhliWaris, Mandar Maju, Bandung.2008.
___________, Butir-butir Pemikiran tentang Notaris sebagai Pejabat Publik,Erlangga, Surabaya, 2011
____________, Tugas dan Kewenangan Notaris di Indonesia suatu Tafsiran TematikUUJN, Refika Aditama, Bandung, 2013
Ali Zainuddin, Pelaksanaan Surat Keterangan Hak Waris bagi Golongan Pendudukdi Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2011
Arfan Muhammad, Analisis Yuridis Kekuatan Hukum Surat Keterangan Hak Warisagi Golongan Bumi Putra, Bumi Aksara, Bandung, 2010
Asmar Harianto, Tinjauan Hukum Tentang Praktek Pelaksanaan Pembuatan SuratKeterangan Ahli Waris di Indonesia, Bumi Aksara, Bandung, 2005.
Arif Wardana Sutanto, Hukum Waris dan Sistem Pembagian Waris di Indonesia,Rajawali Press, Jakarta, 2012
Ali Sofyan Husein, Pengurusan Surat Keterangan Hak Waris bagi Golongan BumiPutra di Kantor Kepala Desa/Kelurahan, Rineka Cipta, Jakarta, 2012
Arwanto Hadi Muhammad, Pembagian Warisan Menurut Hukum Islam, Djambatan,Jakarta, 2012
ndasasmita Komar, Notaris Selayang Pandang, Alumni, Bandung, 2011
Budiono Herlien, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, BukuKedua, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2013.
Darwanto Arifin, Notaris dan Pembuatan Akta Autentik, Refika Aditama, Bandung,2013
Derisman Ridwan, Kewenangan Notaris dalam Pembuatan Akta Keterangan HakWaris, Ghalia Indoensia, Jakarta, 2010
124
Universitas Sumatera Utara
125
Harun, Arsyad Tinjauan Yuridis Surat Keterangan Hak Waris bagi Penduduk diIndonesia, Refika Aditama, Bandung, 2010
Hazairin, Hukum Kekeluargaan Nasional, Tintamas, 1997
Hasan Harjanto, Tinjauan tentang Hukum Pewarisan di Indonesia beserta akibathukumnnya, Pradnya Paramitha, Jakarta, 2010
Hadi Darmanto Lukman, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta,2007
Hasan Ali, Dasar Hukum Pembuatan Surat Keterangan Hak Waris di Indonesia,Erresco, Bandung, 2012.
Haristanto Dermawan, Kewenangan Kepala Desa dalam Pembuatan SuratKeterangan Hak Waris bagi Golongan Bumi Putra di Indonesia, MediaIlmu, Jakarta, 2012
Hanitijo Ronny, Kedudukan dan Tanggung jawabNotaris dalam Pembuata AktaAutentik yang Mengandung Sengketa, Bina Cipta, Jakarta, 2011
Herman Darwanto, Perjanjian Pengikatan Jual Beli Hak Atas Tanah Suatu TinjauanYuridis Normatif, Bina Cita, Jakarta, 2007
Idris Ramulyo, Prosedur dan Tata Cara Pembuatan Surat Keterangan Hak Waris diIndonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012
Janoko Ramli, Hukum Waris Di Indonesia Dalam Teori Dan Praktek, Pustaka Ilmu,Jakarta, 2003
Kartasaputra Edy, Prosedur dan Tata Cara Pengurusan Surat Keterangan HakWaris bagi Golongan Penduduk Bumi Putra di Indonesia, Rajawali Press,Jakarta, 2012
Kelsen Hans, Teori Hukum Murni, Nusa Media, Jakarta, 2012
Lumban Tobing GHS, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Surabaya, 2010
Lubis M Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju Bandung, 1994
Maarief Isa. Hukum Waris Menurut Kitab Undang.Undang Hukum Perdata,Intermasa, Jakarta. 2006
Universitas Sumatera Utara
126
Mahmud Effendi Junaedi, Analisis Yuridis Peraturan Hukum Kewarisan diIndonesia, Djembatan, Jakarta, 2009
Menggala Sarjita, Jual Beli Hak atas Tanah dalam Teori dan Praktek, Eresco,Bandung, 2011
Mulyanti Dewi, Tugas dan Kewajiban Notaris sebagai Pejabat Umum, Raja GrafindoPersada, 2012
Nurtanto Rusmadi, Hukum Perjanjian dalam KUH Perdata, Liberty, Yogyakarta,2011
Narbuko Cholid, Kekuatan Pembuktian Akta Notaril, Nuansa Aulia, Bandung, 2013
Padang Suwanto, Azas-Azas Hukum Perjanjian Pengikatan Jual Beli, Sinar Grafika,Jakarta, 2012
Rahmanto Burhanuddin, Prosedur dan Tata Cara Pendaftaran Hak atas Tanah yangdiperoleh karena warisan, Pustaka Ilmu, Jakarta, 2010
Rahman Saiful, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan AktaKeterangan Hak Waris, Mandar Maju, Bandung, 2011
Ridwan Anshari Muhammad, Surat Keterangan Ahli Waris Kewenangan Pembuatandan Fungsinya, Mitra Ilmu, Surabaya, 2010
Ridwan Ignatius, Prosedur dan Tata Cara Pembuatan Surat Keterangan Hak Warisbagi Golongan Bumi Putra di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,2011
Redi Sumanto Bambang, Prosedur dan Tata Cara Pembuatan Akta Autentik Notaris,Pustaka Ilmu, Jakarta, 2012
Remy Sjahdeini Sutan, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang SeimbangBagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit di Indonesia, Institut BankirIndonesia¸Jakarta, 1993
Soegondo Notodisoerjo R., Hukum Notariat di Indonesia Suatu Penjelasan, RajaGrafindo Persada, 2009
Universitas Sumatera Utara
127
Said Chairunnisa, Profesi Notaris sebagai Pejabat Umum di Indonesia, Mitra Ilmu,Surabaya, 2012
Satrio, Hukum Waris, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010
Sihombing Eka Irene, Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebagai Perjanjian Bantuan,UI Press, Jakarta, 2012
Situmorang M Viktor, Aspek Hukum dan Persyaratan Perjanjian Pengikatan JualBeli yang Dibuat dihadapan Notaris, Sinar Grafika, Jakarta, 2009
Sugiono, Akta Autentik Notaris, Suatu Tinjauan Yuridis dan Praktis, Balei, Bandung,2008
Sudarsono Surya, Perjanjian Pengikatan Jual Beli Hak Atas Tanah dalam Teori danPraktek, Sinar Grafika, Jakarta, 2011
S. Supriadi Jujun, Pelaksanaan Jual Beli Hak Atas Tanah dengan Dasar SuratKeterangan Hak Waris, Sinar Harapan, Jakarta, 2009
Suseno Faisal, Tanggung jawabNotaris terhadap Akta Keterangan Hak Waris yangMengandung Sengketa, Ananta, Semarang, 2008
Sujarnoto Rama, Prosedur dan Tata Cara Pembuatan Surat Keterangan Ahli Warisbagi Golongan Bumi Putra di Indonesia, Sinar Harapan, Jakarta, 2012
Soekanto Soerjono Mamudji Sri, Penelitian Normatif, UI Press, Jakarta, 2001
Sunggono Bambang, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta,2002
Soekanto Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986
Sudarwoto Mulyadi, Pembagian Golongan Penduduk di Indonesia, Mitra Ilmu,Surabaya, 2012
Sunardi Arfan, Prosedur Hukum Peralihan Hak Kepemilikan atas Tanah karenaKewarisan, Salemba Empat, Jakarta, 2012
Taslim Ramanto, Sistem Hukum Waris Indonesia Suatu Tinjaian Masa Depan, MitraIlmu, Surabaya, 2004.
Universitas Sumatera Utara
128
Thong Kie Tan, Studi Notariat dan Praktek Notaris , Ichtiar Baru Van Hoeve,Jakarta, 2010
Verawati Gisna, Kajian Hukum Waris Suatu Pengantar, Eressco, Bandung, 2008
Wahyuningsih Wiwiek, Anatomi Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang dibuat olehNotaris, Alfabeta, Bandung, 2012
Universitas Sumatera Utara
129
LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL TESIS : KEKUATAN HUKUM SURAT KETERANGANAHLI WARIS YANG DIKELUARKAN KEPALADESA SEBAGAI ALAS HAK DALAMPEMBUATAN AKTA PENGIKATAN JUAL BELI(PJB) OLEH NOTARIS BAGI WNI BUMIPUTERA
NAMA MAHASISWA : LATIFAH HANUM
NIM : 127011149
PROGRAM STUDI : MAGISTER KENOTARIATAN
MenyetujuiKomisi Pembimbing
Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CNKetua
Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.HumAnggota Anggota
Universitas Sumatera Utara