kejang demam pada anak

download kejang demam pada anak

of 23

description

referat tentang kejang demam

Transcript of kejang demam pada anak

STATUS PASIEN ANAK RSUD KABUPATEN BEKASIBAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

I. IDENTITAS PASIENNama: An. ATempat/tanggal lahir : Bekasi, 11 Agustus 2008Jenis kelamin: Laki-LakiAlamat : jl Cibarengkok RT/RW: 001/002 jatiwaringin Cikarang baratMasuk RS : 26 September 2013Tanggal diperiksa : 27 September 2013Nama Ayah/Ibu : Tn. FUsia : 5 tahunPendidikan: belum sekolah

II. ANAMNESIS (Alloanamnesis dengan Ibu Pasien)Keluhan Utama : kejang Keluhan tambahan : DemamRiwayat Penyakit Sekarang :Pasien datang ke IGD RSUD Kab. Bekasi dengan keluhan kejang disertai demam sejak 3 hari SMRS. Kejang terjadi sebanyak 1 kali, lama kejang 3-4 menit. saat kejang, menurut keluarga pasien tidak sadar, seluruh tubuh pasien kaku dan kedua mata mendelik keatas, mulut tidak terkunci dan tidak mengeluarkan busa. setelah kejang pasien nangis, sebelum kejang pasien mengalami demam tinggi sejak 3 hari Pasien mengeluh demam naik turun siang dan malam sepanjang hari, . Panas turun dengan pemberian obat penurun panas namun setelah 2 hingga 3 jam, kembali panas. Pasien diakui mengalami batuk dan pilek. Nyeri kepala (-),bintik-bintik merah (-), gusi berdarah dan mimisan (-), ibu pasien menyangkal adanya mual dan muntah. BAB dan BAK tidak ada keluhan, Nafsu makan dirasakan menurun.

Riwayat Penyakit Dahulu:Pasien pernah mengalami hal yang serupa seperti ini. Riwayat kejang demam terjadi saat usia 4 tahun, demam tinggi disertai kejang 2 kali yang berlangsung 1 kali perhari lama kejang kurang dari 5 menitRiwayat Penyakit Keluarga :Tidak ada anggota keluarga yang mengalami hal serupa seperti pasien

Riwayat Kehamilan :Ibu G2P1A0 usia 27 tahun, kontrol kehamilan setiap bulan selama kehamilan ke bidan. Riwayat muntah-muntah diawal kehamilan, perdarahan, bengkak anggota gerak selama kehamilan disangkal. Riwayat DM dan hipertensi disangkal. Obat-obat yang diminum adalah vitamin dan tablet.

Riwayat PersalinanIbu melahirkan di bidan, cukup bulan (9 bulan), lahir spontan, BBL 3500 gram,panjang badan 47 cm, begitu lahir langsung menangis dan tidak ada riwayat bayi kuning atau biru, ibu sehat.tidak terdapat kelainan kongenital.

Riwayat Pasca PersalinanIbu mengaku rutin membawa anaknya ke posyandu untuk ditimbang dan mengaku telah diimunisasi secara lengkap.Kesimpulan : Riwayat kehamilan baik Riwayat persalinan baik Riwayat pasca persalinan baik

Riwayat MakananASI diberikan sejak lahir sampai usia 1,5 tahun. Kemudian nasi tim diberikan saat anak usia 4 bulan, nasi diberikan bersama wortel, bayam , tahu dan tempe. Kadang-kadang diselingi oleh cemilan seperti biskuit. Anak makan dua kali sehari dan selalu habis.

Riwayat ImunisasiBCG : usia 2 bulan DPT : 2 kali (usia 3 bulan dan 1 tahun)Polio : 3 kali (usia 2 bulan, 4 bulan dan 6 bulan)Campak : usia 9 bulanHepatitis B : 2 kali (usia 1 bulan dan 6 bulan)Imunisasi lain : tidak dilakukanKesimpulan : riwayat vaksinasi lengkap sesuai umur.III. PEMERIKSAAN FISIKTanggal 27 September 2013Kesadaran Umum: Tampak sakit sedangKesadaran : Compos mentisTanda-tanda vital:Tekanan darah: Tidak dilakukan pemeriksaanNadi: 90 x/menitPernapasan: 24 x/menitSuhu: 37,80CBerat badan: 16 kgTinggi Badan: 107Status Gizi : Gizi cukupBB sekarang = 16 kgBB normal = 17 kg (kurva CDC)(BBs/BBn)x 100% = (16/17) x 100% = 94,1%

Kepala : Normocephal, rambut hitam distribusi merata, wajah simetris. Wajah: Pipi kanan/kiri tidak bengkakMata: CA -/- SI -/-Hidung: Deformitas (-), deviasi septum (-), secret -/-, pernapasan cuping hidung (-)Mulut: sianosis (-), faring hiperemis (-), lidah kotor (-)Telinga: Normotia, membran tympani intak +/+, serumen -/-, secret -/-

Pemeriksaan Leher Tidak ada pembesaran KGB, Trachea di tengah, dan tidak tidak terdapat kaku kuduk

Pemeriksaan KhususThoraks: dinding dada simetris kanan dan kiriJantungInspeksi: Ictus cordis tidak terlihatPalpasi: Ictus cordis teraba di ICS VPerkusi: redupBatas Jantung :Kanan atas : ICS III Linea Parasternalis dextraKiri atas : ICS III Linea Midclavicula sinistraKanan bawah : ICS V Linea Parasternalis dextraKiri bawah : SIC V Linea Midclavicula sinistraAuskultasi: Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), Gallop (-)Paru :Inspeksi: Kedua hemithorax simetris dalam keadaan statis dan dinamis, retaksi sela iga (-) Palpasi: Vocal fremitus kanan dan kiri simetrisPerkusi: Sonor di kedua lapang paruAuskultasi: Suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/- , wheezing -/-

Pemeriksaan AbdomenInspeksi: Dinding dada sejajar dengan dinding perut, tidak ada masssaAuskultasi : Bising usus (+) normalPerkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomenPalpasi : Supel, tidak teraba masa, hepar dan lien tidak terabaGenital : Dalam Batas NormalKandung kemih : Teraba kosong

EkstremitasAkral hangat dan Edema (-)

Refleks meningeal a. Kaku kuduk : (-)b. Brudzinsky I : (-)c. Brudzinsky II : (-)d. Kernig : (-)e. Laseque : (-)

Pemeriksaan Kulita. Pucat : (-)b. Sianosis : (-)c. Ikterus : (-)d. Perdarahan : (-)e. Edema : (-)f. Turgor : baik g. Lemak bawah kulit : cukuph. Pembesaran KGB generalisata : (-)

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUMTanggal pemeriksaan 26 September 2013 Hemoglobin:11.6 g/dl Hematokrit:34% Leukosit:13300/mm3 Tromobosit:348 000/mm3 Diff count: Lim:15 Mono:2 Basofil:0 Eosinofil: 1 Batang: 2 Segmen:80 Eritrosit:4.0

V. DIAGNOSIS BANDING1. Kejang Demam Simpleks2. Kejang Demam Kompleks3. Epilepsi yang dicetuskan oleh demam VI. DIAGNOSIS KERJA1. Kejang Demam SederhanaVII. RENCANA PENGELOLAANa. Rencana Pemeriksaan:1. EEG2. CT Scan

b. Rencana Pengobatan dan diitMedikamentosa IVFD ka-EN 3a 16 tpm makroCefotaxime 2x750 mg i.vPuyer : Sanmol 20 mg dan Diazepam 1,6 mg 4 X 1c. Rencana PemantauanPemantauan tanda-tanda vitald. Rencana EdukasiMemberikan makanan yang bergiziMenjaga kebersihan

VIII. PROGNOSISa. Quo ad vitam : ad bonamb. Quo ad functionam: ad bonamc. Quo ad sanationam: ad bonam

FOLLOW UPTANGGALFOLLOW UP

27 September 2013S : Demam dan Nafsu makan menurunO : Kesadaran : Compos Mentis TD: tidak dilakukan HR: 90 RR: 24 Suhu: 37,8oCA : Kejang Demam SimpleksP : IVFD ka-EN 3a 16 tpm makroCefotaxime 2x750 mg i.vPuyer : Sanmol 20 mg dan Diazepam 1,6 mg 4 X 1

TINJAUAN PUSTAKA

I. DefinisiKejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38,5o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium / tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak di atas umur 1 bulan, dan tidak ada riwayat kejang sebelumnya. II. EpidemiologiHampir sebanyak 1 dari setiap 25 anak pernah mengalami kejang demam dan lebih dari sepertiga dari anak-anak tersebut mengalaminya lebih dari 1 kali.(3) Kejang demam terjadi pada 2-5% anak dengan umur berkisar antara 6 bulan sampai 5 tahun, insidensi tertinggi pada umur 18 bulan. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi susunan saraf pusat, atau epilepsy yang kebetulan terjadi bersama demam. Anak yang pernah kejang tanpa demam, kemudian kejang kembali disertai demam tidak termasuk dalam kejang demam.(2) Seorang anak yang mengalami kejang demam, tidak berarti dia menderita epilepsi karena epilepsi ditandai dengan kejang berulang yang tidak dipicu oleh adanya demam.III. Tipe KejangKejang diklasifiaksikan sebagai parsial atau generalisata berdasarkan apakah kesadaran utuh atau lenyap. Kejang dengan kesadaran utuh disebut sebagai kejang parsial. Kejang parsial dibagi lagi menjadi parsial sederhana (kesadaran utuh) dan parsial kompleks (kesadaran berubah tetapi tidak hilang).

1. Kejang parsialKejang parsial dimulai di suatu daerah di otak, biasanya korteks serebrum. Gejala kejang ini bergantung pada lokasi fokus di otak. Sebagai contoh, apabila fokus terletak di korteks motorik, maka gejala utama mungkin adalah kedutan otot; sementara, apabila fokus terletak di korteks sensorik, maka pasien mengalami gejala gejala sensorik termasuk baal, sensasi seperti ada yang merayap, atau seperti tertusuk-tusuk. Kejang sensorik biasanya disertai beberapa gerakan klonik, karena di korteks sensorik terdapat beberapa reprsentasi motorik. Gejala autonom adalah kepucatan, kemerahan, berkeringat, dan muntah. Gangguan daya ingat, disfagia, dan deJa vu adalah contoh gejala psikis pada kejang parsial. Sebagian pasien mungkin mengalami perluasan ke hemisfer kontralateral disertai hilangnya kesadaran. Lepas muatan kejang pada kejang parsial kompleks ( dahulu dikenal sebagai kejang psikomotot atau lobus temporalis ) sering berasal dari lobus temporalis medial atau frontalis inferior dan melibatkan gangguan pada fungsi serebrum yang lebih tinggi serta proses-proses pikiran, serta perilaku motorik yang kompleks. Kejang ini dapat dipicu oleh musik, cahaya berkedip-kedip, atau rangsangan lain dan sering disertai oleh aktivitas motorik repetitif involunta yang terkoordinasi yang dikenal sebagai perilaku otomatis ( automatic behavior ). Contoh dari perilaku ini adalah menarik-narik baju, meraba-raba benda, bertepuk tangan, mengecap-ngecap bibir, atau mengunyah berulang-ulang. Pasien mungkin mengalami perasaan khayali berkabut seperti mimpi. Pasien tetap sadar selama serangan tetapi umumnya tidak dapat mengingat apa yang terjadi. kejang parsial kompleks dapat meluas dan menjadi kejang generalisata.

2. Kejang Generalisata Kejang generalisata melibatkan seluruh korteks serebrum dan diensefalon serta ditandai dengan awitan aktivitas kejang yang bilateral dan simetrik yang terjadi di kedua hemisfer tanpa tanda-tanda bahwa kejang berawal sebagai kejang fokal. Pasien tidak sadar dan tidak mengetahui keadaan sekeliling saat mengalami kejang. Kejang ini i muncul tanpa aura atau peringatan terlebih dahulu. Terdapat beberapa tipe kejang generalisata antara lain kejang absence, kejang tonik-klonik, kejang mioklonik, kejang atonik, kejang tonik dan kejang klonik.a. Kejang absence ( petit mal )Ditandai dengan hilangnya kesadaran secara singkat, jarang berlangsung lebih dari beberapa detik. Sebagai contoh, mungkin pasien tiba-tiba menghentikan pembicaraan, menatap kosong, atau berkedip-kedip dengan cepat. Pasien mungkin mengalami satu atau dua kali kejang sebulan atau beberapa kali sehari. Kejang absence hampir selalu terjadi pada anak; awitan jarang dijumpai setelah usia 20 tahun. Serangan-serangan ini mungkin menghilang setelah pubertas atau diganti oleh kejang tipe lain, terutama kejang tonik-klonik.

b. Kejang tonik-klonik ( grand mal )Kejang tonik-klonik adalah kejang epilepsi yang klasik. Kejang tonik-klonik diawali oleh hilangnya kesadaran dengan cepat. Pasien mungkin bersuara menangis, akibat ekspirasi paksa yang disebabkan oleh spasme toraks atau abdomen. Pasien kehilangan posisi berdirinya, mengalami gerakan tonik kemudian klonik, dan inkontenesia urin atau alvi ( atau keduanya ), disertai disfungsi autonom. Pada fase tonik, otot-otot berkontraksi dan posisi tubuh mungkin berubah. Fase ini berlangsung beberapa detik. Fase klonik memperlihatkan kelompok-kelompok otot yang berlawanan bergantian berkontraksi dan melemas sehingga terjadi gerakan-gerakan menyentak. Jumlah kontraksi secara bertahap berkurang tetapi kekuatannya tidak berubah. Lidah mungkin tergigit; hal ini terjadi pada sekitar separuh pasien ( spasme rahang dan lidah ). Keseluruhan kejang berlangsung 3 sampai 5 menit dan diikuti oleh periode tidak sadar yang mungkin berlangsung beberapa menit sampai selama 30 menit. Setelah sadar pasien mungkin tampak kebingungan, agak stupor, atau bengong. Tahap ini disebut sebagai periode pascaiktus. Umumnya pasien tidak dapat mengingat kejadian kejangnya. Kejang tonik-klonik demam, yang sering disebut sebagai kejang demam, paling sering terjadi pada anak berusia kurang dari 5 tahun. Teori menyarankan bahwa kejang ini disebabkan oleh hipernatremia yang muncul secara cepat yang berkaitan dengan infeksi virus atau bakteri. Kejang ini umumnya berlangsung singkat, dan mungkin terdapat predisposisi familial. Pada beberapa kasus, kejang dapat berlanjut melewati masa anak dan anak mungkin mengalami kejag non demam pada kehidupan selanjutnya.

Gambar 1. Kejang Tonik-Klonik

c. Kejang mioklonikKontraksi mirip syok mendadak yang terbatas dibeberapa otot atau tungkai, cenderung singkat.d. Kejang atonikHilangnya secara mendadak tonus otot disertai lenyapnya postur tubuh.e. Kejang klonikGerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan tungal atau multipel di lengan, tungkai, atau torso.f. Kejang tonikPeningkatan mendadak tonus otot (menjadi kaku, kontaksi) wajah dan tubuh bagian atas, fleksi lengan dan ekstensi tungkai, mata dan kepala mungkin berputar ke satu sisi, dapat menyebabkan henti nafas.

IV. Klasifikasi Kejang DemamKejang demam dibagi atas kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.1. Kejang Demam SederhanaAdalah kejang yang terjadi pada umur antara 6 bulan sampai 5 tahun, berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang bersifat umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Frekwensi kejang kurang dari 4x/tahun, dan biasanya kejang timbul dalam 16 jam sesudah kenaikan suhu. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.2. Kejang Demam KompleksAdalah kejang demam yang berlangsung lebih dari 15 menit, atau berulang dalam 24 jam. Kejang bersifat fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial.

V. EtiologiPenyebab yang pasti dari terjadinya kejang demam tidak diketahui. Faktor resiko kejang demam yang penting adalah demam. Namun kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang. Selain itu terdapat faktor resiko lain, seperti riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah.Kejang demam biasanya berhubungan dengan demam yang tiba-tiba tinggi dan kebanyakan terjadi pada hari pertama anak mengalami demam. Dalam literatur disebutkan bahwa infeksi oleh virus herpes simpleks manusia 6 yang merupakan penyebab dari Roseola sering menjadi penyebab pada 20 % pasien kejang demam serangan pertama. Disentri karena Shigella juga sering menyebakan demam tinggi dan kejang demam pada anak-anak. Dan pada sebuah studi dibicarakan mengenai adanya hubungan antara kejang demam yang berulang dengan infeksi virus influenza A.(5)Demam dapat muncul pada permulaan penyakit infeksi (extra Cranial), yang disebabkan oleh banyak macam agent, antara lain : Bakteri Penyakit pada Tractus Respiratorius : Pharingitis Tonsilitis Otitis Media Laryngitis Bronchitis Pneumonia Pada Gastro Intestinal Tract : Dysenteri Baciller, Shigellosis Sepsis. Pada tractus Urogenitalis : Pyelitis Cystitis Pyelonephritis Virus:Terutama yang disertai exanthema : Varicella Morbili Dengue Exanthemasubitung

VI. PatofisiologiUntuk mempertahankan hidupnya, sel otak membutuhkan energi yaitu senyawa glukosa yang didapat dari proses metabolisme sel. Sel-sel otak dikelilingi oleh membran yang dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lain kecuali Clorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ di dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi ion Na+ rendah. Keadaan sebaliknya terjadi di luar sel neuron. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel tersebut maka terjadi beda potensial yang disebut Potensial Membran Sel Neuron. Gambar 2. Potensial Membran Sel NeuronUntuk menjaga keseimbangan potensial membran sel diperlukan energi dan enzim Na-K-ATP ase yang terdapat di permukaan sel. Keseimbangan potensial membran sel dipengaruhi oleh:1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.2. Rangsangan yang datangnya mendadak baik rangsangan mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya.3. Perubahan patofisiologi dari membran karena penyakit atau faktor keturunan.Sebuah potensial aksi akan terjadi akibat adanya perubahan potensial membran sel yang didahului dengan stimulus membrane sel neuron. Saat depolarisasi, channel ion Na+ terbuka dan channel ion K+ tertutup. Hal ini menyebabkan influx dari ion Na+, sehingga menyebabkan potensial membran sel lebih positif, sehingga terbentuklah suatu potensial aksi. Dan sebaliknya, untuk membuat keadaan sel neuron repolarisasi, channel ion K+ harus terbuka dan channel ion Na+ harus tertutup, agar dapat terjadi efluks ion K+ sehingga mengembalikan potensial membran lebih negative atau ke potensial membrane istirahat.

Renjatan listrik akan diteruskan sepanjang sel neuron. Dan diantara 2 sel neuron, terdapat celah yang disebut sinaps, yang menghubungkan akson neuron pre-sinaps dan dendrite neuron post sinaps. Untuk menghantarkan arus listrik pada sinaps ini, dibutuhkan peran dari suatu neurotransmitter.

Ada dua tipe neurotransmitter, yaitu :1. Eksitatorik, neurotransmiter yang membuat potensial membrane lebih positif dan mengeksitasi neuron post sinaps2. Inhibitorik, neuritransmiter yang membuat potensial membrane lebih negative sehingga menghambat transmisi sebuah impuls. Sebagai contoh : GABA (Gamma Aminobutyric Acid). Dalam medis sering digunakan untuk pengobatan epilepsy dan hipertensi.Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung kepada lokasi lepas muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebri kemungkinan besar bersifat epileptogenik sedangkan lesi di serebelum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang. Ditingkat membran sel, fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut : Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan secara berlebihan. Kelainan polarisasi ( polarisasi berlebih, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam repolarisasi ) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi GABA. Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan peningkatan kebutuhan oksigen sampai 20%. Jadi pada kenaikan suhu tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion Kalium dan Natrium melalui membran sel, dengan akibat lepasnya muatan listrik yang demikian besar sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangga dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang.Pada anak dengan ambang kejang yang rendah kenaikan suhu sampai 38o C sudah terjadi kejang, Namun pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu diatas 40o C. Terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang rendah. Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai dengan apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang mengakibatkan hipoksemia, hiperkapneu, dan asidosis laktat. Hipotensi arterial disertai dengan aritmia jantung dan kenaikan suhu tubuh disebabkan meningkatnya aktivitas berakibat meningkatnya metabolisme otak. Awal (< 15 menit) Lanjut (15-30 menit) Berkepanjangan (>1jam)

Meningkatnya kecepatan denyut jantung Menurunnya tekanan darah Hipotensi disertai berkurangnya aliran darah serebrum sehingga terjadi hipotensi serebrum

Meningkatnya tekanan darah Menurunnya gula darah

Meningkatnya kadar glukosaDisritmia Gangguan sawar darah otak yang menyebabkan edema serebrum

Meningkatnya suhu pusat tubuhEdema paru nonjantung

Meningkatnya sel darah putih

Tabel 1. Efek Fisiologis Kejang

Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab terjadinya kerusakan neuron otak pada kejang yang lama. Faktor yang terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga berakibat meningkatnya permeabilitas vaskular dan udem otak serta kerusakan sel neuron. Kerusakan anatomi dan fisiologi yang bersifat menetap bisa terjadi di daerah medial lobus temporalis setelah ada serangan kejang yang berlangsung lama. Hal ini diduga kuat sebagai faktor yang bertanggung jawab terhadap terjadinya epilepsi.

VII. Manifestasi KlinisTerjadinya bangkitan kejang demam pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar sistem saraf pusat, misalnya karena Tonsillitis, Bronchitis atau Otitis Media Akut. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat, dengan sifat bangkitan kejang berbentuk tonik, klonik, tonik-klonik, fokal atau akinetik.Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti untuk sesaat anak tidak memberikan reaksi apapun, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa ada kelainan neurologi.Living Stone membagi kriteria kejang menjadi 2, yaitu:1. Kejang Demam Sederhana / KDS2. Epilepsi yang Diprovokasi oleh DemamEpilepsi yang diprovokasi oleh demam ditegakkan apabila kejang tidak memenuhi salah satu atau lebih kriteria KDS. Kejang pada Epilepsi adalah merupakan dasar kelainan, sedang demam adalah faktor pencetus terjadinya serangan.Adapun kejang demam dibagi menjadi 2 bentuk (menurut Lwingstone), yaitu :1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai berikut : Kejang berlangsung singkat, < 15 menit Kejang umum tonik dan atau klonik Umumnya berhenti sendiri Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan cirri-ciri gejala klinis sebagai berikut : Kejang lama > 15 menit Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.Gejala-gejala yang dapat timbul setelah kejang adalah, otot-otot menjadi lebih lunak, dan dalam beberapa kejadian seseorang dapat menjadi bingung dan lupa akan kejadian sebelumnya, mengantuk dan sakit kepala.

VIII.Pemeriksaan dan Diagnosis8.1 Pemeriksaan Anamnesis : Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum / saat kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab kejang di luar SSP. Tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya. Riwayat kelahiran, perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsy dalam keluarga. Singkirkan dengan anamnesis penyebab kejang yang lain.

Pemeriksaan Neurologis :Tidak didapatkan kelainan. Pemeriksaan Laboratorium : Pemeriksaan rutin tidak dianjurkan. Pemeriksaan ini dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab kejang demam atau mengevaluasi sumber infeksi. Pemeriksaan dapat meliputi darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit serum (Kalsium, fosfor, magnesium), ureum, kreatinin, urinalisis, biakan darah, urin, atau feses. Pemeriksaan Radiologi :X-ray kepala, CT scan kepala atau MRI tidak rutin dan hanya dikerjakan atas indikasi. Pemeriksaan pencitraan dapat diindikasikan pada keadaan : Adanya riwayat atau tanda klinis trauma kepala Kemungkinan adanya lesi structural di otak (mikrosefal, spastisitas) Adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah berulang, fontanel anterior menonjol, paresis saraf otak, atau edema papil) Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) :Tindakan pungsi lumbal untuk pemeriksaan CSS dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak jelas, maka tindakan pungsi lumbal dikerjakan dengan ketentuan sebagai berikut :1. Bayi < 12 bulan : diharuskan.2. Bayi antara 12 18 bulan : dianjurkan.3. Bayi > 18 bulan : tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda meningitis. Pemeriksaan Elektro Ensefalografi (EEG) :Tidak direkomendasikan, kecuali pada kejang demam yang tidak khas (misalnya kejang demam komplikata pada anak usia > 6 tahun atau kejang demam fokal. Pemeriksaan ini biasanya dipertimbangkan pada keadaan kejang demam kompleks, kejang fokal, dan kesadaran menurun.

8.2 DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan adanya kejang pada seorang anak yang mengalami demam dan sebelumnya tidak ada riwayat epilepsi. Suhu tubuh yang diukur dengan cara memasukkan termometer ke dalam lubang dubur, menunjukkan angka lebih besar dari 38,9o Celsius.

8.3.Diagnosis Banding Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya :1. Meningitis2. Ensefalitis3. Abses otak

Oleh sebab itu, menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar susunan saraf pusat (otak). Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber infeksi seperti otitis media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapat antibiotik maka perlu pertimbangan pungsi lumbal

IX.Penatalaksanaan a. Penatalaksanaan Saat Kejang Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3 0,5 mg/kgBB perlahan lahan dengan kecepatan 1 2 mg/menit atau dalam waktu 3 5 menit,dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5 0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun. Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan caradan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Dirumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 0,5 mg/kgBB. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10 20mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4 8 mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demamapakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.

b. Pemberian Obat Pada Saat Demam 1. Antipiretik Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 10 mg/kgBB/kali, 3 4 kali sehari. Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.

2. AntikonvulsanPemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30 % - 60 % kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38,5 o C. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkanataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25 % - 39 % kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejangdemam.

3. Pemberian Obat Rumat a. Indikasi pemberian obat rumatPengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salahsatu) :1.Kejang lama > 15 menit.2.Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.3.Kejang fokal.4.Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.Kejang demam > 4 kali per tahun.Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan indikasi pengobatan rumat. Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan ringan bukan merupakanindikasi pengobatan rumat. Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus organik. b. Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumatPemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan resiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dandalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40 % - 50 % kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus,terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsihati. Dosis asam valproat 15 40 mg/kgBB/hari dalam 2 3 dosis, dan fenobarbital 3 4mg/kgBB/hari dalam 1 2 dosis.

X.Edukasi Pada Orang Tua Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangidengan cara yang diantaranya :a.Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik. b.Memberitahukan cara penanganan kejang.c.Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.d.Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya efek samping obat.Beberapa Hal Yang Harus Dikerjakan Bila Kembali Kejang a. Tetap tenang dan tidak panik. b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.c.Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.d.Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.e.Tetap bersama pasien selama kejang.f.Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.g.Bawa ke dokter atau ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.

Vaksinasi Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang mengalamikejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang. Angka kejadian pascavaksinasi DPT adalah 6 9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi, sedangkan setelahvaksinasi MMR 25 34 per 100.000 anak. Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral ataurektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian

XI. PROGNOSISDengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan kematian.a.Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologisKejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembanganmental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitianlain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainanini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal(4). Kejang yang lebih dari 15 menit, bahkan ada yang mengatakan lebih dari 10 menit, diduga biasanya telah menimbulkan kelainan saraf yang menetap. Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi (3,5) :1.Kejang demam berulang dengan frekuensi berkisar antara 25 % - 50 %. Umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.2.EpilepsiResiko untuk mendapatkan epilepsi rendah.3.Kelainan motorik 4.Gangguan mental dan belajar

b.Kemungkinan mengalami kematian Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.

c.Kemungkinan Berulangnya Kejang Demam Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko berulangnya kejang demam adalah :a.Riwayat kejang demam dalam keluarga b.Usia kurang dari 12 bulanc.Temperatur yang rendah saat kejangd.Cepatnya kejang setelah demamBila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80 %, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10 % - 15 %. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.

Faktor resiko menjadi epilepsi adalah :a.Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama. b.Kejang demam kompleks.c.Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandungMasing masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4 % - 6 %, kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10 % - 49 %. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.

DAFTAR PUSTAKA

1. Soetomenggolo TS. Kejang demam. Dalam: Soetomenggolo TS, Ismael S, Penyunting. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: BP IDAI;2000.h 244-522. Johnstone MV. Seizures In Childhood. In : Behrman Re, Kliegman RM, Jenson HB, ed. Nelson Texbook of Pediatrics. 18 th ed. Philadelphia: WB Saunders Co; 2007. P.2457-713. Chan KK,Cherk SWW, Chan CH, Ng Dkk, Ho JCS. Aretrospective review of first febrile convulsion and its risk factor for reccurence in Hongkong Children. HKJ Paediatr 2007; 12: 181-74. Sheng M, Kim MJ. Post synaptic signaling and plasticity mechanism, Science 2002 ; 298: 776-805. Fisher RS, Wu J. Basic electrophysiology of febrile seizures. In; Baram TZ, Shinnar S,ed, Febrile Seizure. San Diego: Academic press : 2002 P. 231-476. Parmar H,Lim SH, Tan Nc, Lim CC. Acute Symptomatic seizures and hippocampus damage : Dwi and MRS findings. Neurologu 2006 ; 66: 1732-5 7. Surges R, Schulze-Bonhage A, Alten muller DM. Hippocampal Involvement in secondarily generalised seizures of extrahippocamal origin. J. Neurol. Neurosurg. Psyichiatry 2008 ; 79 : 924-98. Saharso Darto. Kejang Demam, dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak RSU dr. Soetomo, Surabaya. 2006

23