Kegiatan FORMULASI BAKTERI PERAKARAN PEMACU …
Transcript of Kegiatan FORMULASI BAKTERI PERAKARAN PEMACU …
SURAT PERJANJIAN PELAKSANAAN KEGIATAN
Nomor : 54.13/HM.240/I.1/3/2016.KTanggal : 7 Maret 2016
Antara
SATKER BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGANPERTANIAN KANTOR PUSAT JAKARTA
dengan
UNIVERSITAS ANDALAS
Kegiatan
FORMULASI BAKTERI PERAKARAN PEMACUPERTUMBUHAN TANAMAN DENGAN PUPUK
KANDANG DAN PESTISIDA NABATI SERAI WANGIUNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT VSD TANAMAN
KAKAO
CORE Metadata, citation and similar papers at core.ac.uk
Provided by Document Repository
FOKUS PENELITIAN: IKODE OUTPUT: C.1
FORMULASI BAKTERI PERAKARAN PEMACUPERTUMBUHAN TANAMAN DENGAN PUPUKKANDANG DAN PESTISIDA NABATI SERAIWANGI UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT
VSD TANAMAN KAKAO
DR. JUMSU TRISNO, SP., MS.i
BIDANG PRIORITAS : KAKAO
UNIVERSITAS ANDALAS PADANG2016
LAPORAN AKHIR PENELITIAN
FORMULASI BAKTERI PERAKARAN PEMACUPERTUMBUHAN TANAMAN DENGAN PUPUKKANDANG DAN PESTISIDA NABATI SERAIWANGI UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT
VSD TANAMAN KAKAO
Peneliti Utama : Dr. JUMSU TRISNO, SP., MS.i
NIP : 196911211995121001
INSTITUSI PENGUSUSUL : Universitas Andalas Padang
INSTITUSI YANG TERLIBAT : Balai Penelitian TanamanRempah dan Obat
BIDANG PRIORITAS : FOKUS I; C 1PROPOSAL : TAHUN I (PERTAMA)
Personalia Penelitian
No Nama Pendidikan Gol/Pangkat JabatanFungsional Bidang Keahlian Posisi dalam
tim PenelitiTugas dalam
PenelitianAlokasiWaktu
(jam/mgg)
1. Dr. JumsuTrisno, SP. M.Si
S3 IV-B/PembinaTk.I
LektorKepada
BiotekbologiPengendalianHayati
PenanggungJawab
Koordinasisemua
kegiatan
15
2. Dr. HaliaturRahma, S.Si, MP
S3 III-C/ Penata Lektor Bakteriologi danPengendalianHayati
Peneliti 2 FormulasiBiopestisidaberbahanaktif BP3T
10
3. Dr. RitaNoveriza, MSc
S3 IV-A/Pembina
PenelitiMadya
Fitopatologi/Pestisida Nabati
Peneliti 3 Formulasibiopestisidaberbahanaktif seraiwangi dan
aplikasi
10
4. Ir. Martinius, MS S2 IV-A/Pembina
LektorKepala
Mikologi Peneliti 4 Formulasibiofertilizerberbahanaktif BP3T
10
5. Dr. Sri Yuliani S3 III-C/Penata PenelitiMuda
Biomaterial/Nanoteknologi
AsistenPeneliti
Formulasinano emulsiserai wangi
8
6. Ir. Reflin, MS S2 III-D/Penata Tk. I
Lektor Mikologi/Pestisida Nabati
AsistenPeneliti
AplikasiPestisidaNabati diLapang
10
No Nama Pendidikan Gol/Pangkat JabatanFungsional Bidang Keahlian Posisi dalam
tim PenelitiTugas dalam
PenelitianAlokasiWaktu
(jam/mgg)
7. Rahil Ade Rifqah,SP, MP
S2 Honores - PengendalianHayiat
AsistenPeneliti
Aplikasi BP3Tuntuk
PeningkatanPertumbuhan
danKetahananTanaman
10
8. Syarifuddin SMA Honorer - Teknis lapangan Teknisi Penyiapanpupuk
kandang dankegiatan di
Rumah Kaca
12
9. SelvianaAngraini, SP
S1 Honorer - Perlindungantanaman
Teknisi PenyiapanBP3T di
Laboratorium
12
10. Erman SMA Honorer - Teknis lapangan Teknisi Penyiapanlahan danaplikasi
pestisida dilapang
12
7
I PENDAHULUAN
Penyakit VSD (Vascular streak dieback) merupakan penyakit mematikan
tanaman kakao, karena menyerang jaringan pembuluh titik tumbuh. Perkembangan
dan penyebaran penyakit ini di Indonesia sangat cepat, karena penyakit VSD ini
pertama kali di temukan pada tahun 1983 di pulau sebatik (Kalimantan Timur), dan
pada tahun 2013 hampir semua pertanaman kakao terinfeksi penyakit tersebut
(Harni dan Khaerati, 2013; Dhana et al. 2013). Di Sumatera Barat penyakit ini
pertama kali dilaporkan pada tahun 2015 dengan insidensi 58,82% - 100% dan
intensitas 24,29% - 44,7% (Trisno et al. 2016). Kerugian akibat penyakit VSD di
seluruh dunia dapat mencapai 30.000 ton per tahun setara dengan US$ 28 juta
(World Cocoa Asosiation, 2001). Di Indonesia, khususnya Sumatera Barat potensi
kehilangan hasilnya belum ada laporannya. Akan tetapi dari survei dan wawancara
dengan petani, banyak kebun-kebun petani yang sudah dimusnahkan dan diganti
dengan tanaman lain, karena adanya penyakit yang menyebabkan daun-daun
gugur, tanaman gundul dan tidak lagi menghasilkan. Disisi lain, perawatan kebun
yang kurang baik dapat mempercepat penyebaran penyakit di lapang. Pertanaman
kakao di Indonesia umumnya adalah perkebunan rakyat, dimana dalam pengelolaan
dan perawatan belum dilakukan dengan baik.
Berbagai upaya pengendalian penyakit tersebut sudah dilakukan, akan tetapi
belum efektif. Wahap dan Sulle (2008) melaporkan penyakit VSD dapat dikendalikan
dengan cara (1) menempatkan bibit pada lokasi yang terisolasi dan karantina
selama 6 bulan, (2) pemangkasan cabang yang sakit satu kali sebulan dan drainase
yang baik, (3) Penanaman klon tahan dan (4) penggunaan fungisida propiconazole
dan biloxazole. Harni dan Baharuddin (2014) menambahkan penyakit ini sulit
dikendalikan karena berada dalam jaringan pembuluh. Oleh sebab itu perlu dicarikan
teknologi yang memanfaatkan potensi alami yang dimungkinkan dapat
mengendalikannya. Penggunaan minyak cengkeh dan ektrak Serai Wangi potensial
untuk pengendlian penyakit VSD karena dapat menekan perkembangan penyakit
38, 6 % dan 31,6%. Herman et al (2014) melaporkan pemanfaatan Trichoderma
untuk pengendalian jamur O. theobromae juga sangat potensial. Hasil pengujian
8
menujukkan bahwa jamur Trichoderma isolat UNTAD dapat menekan
perkembangan jamur O. theobromae sampai 85,75 %.
Dari data penyebaran dan perkembangan penyakit tersebut serta
pengelolaan kebun yang kurang baik, sangat memungkinkan penyakit VSD ini akan
menghancurkan produksi kakao di Indonesia. Oleh sebab itu, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian menjadikan tanaman kakao menjadi komoditi prioritas
penelitian. Salah satu prioritas adalah mengelola perkembangan penyakit VSD
melalui pemanfaatan sumberdaya hayati. Penelitian ini menawarkan cara
pengelolaan penyakit VSD dengan pemanfaatan bakteri pemacu pertumbuhan
tanaman untuk meningkatkan ketahanan tanaman kakao terhadap penyakit VSD
serta pemanfaatan pestisida nabati dari tanaman serai wangi dapat dimanfaatkan
untuk membatasi penyebaran spora jamur penyebabnya.
Pemanfaatan bakteri perakaran untuk meningkatkan ketahanan tanaman
sudah banyak dilaporkan seperti penggunaan P. flourescens LPK1.9, B. Subtilis
TD1.3 dan B. Subtilis TD1.8 untuk tanaman cabai terhadap penyakit virus daun
kuning keriting dengan penekanan perkembangan penyakit sampai 75% (Trisno et
al, 2013), Serratia marsescens dan Basillus sp untuk tanaman jagung terhadap
penyakit layu pembuluh (stewart) (Rahma et al. 2014). Bacillus sp., Pseudomonas
sp., dan Enterobacter spp. mempunyai kemampuan meningkatkan ketahanan
tanaman kakao terhadap penyakit VSD. Hasil penelitian Vanhove et al (2016)
menunjukkan bahwa aplikasi T. Harzianum langung ke daun tanaman yang
bergejala dapat mengurangi intensitas penyakit VSD dan aplikasi Basillus sp,
Enterobacter spp ke bibit tanaman kakao dapat berfungsi sebagai elisitor induksi
ketahanan bibit tanaman kakao terhadap penyakit VSD. T. asperellum endofit yang
diaplikasikan pada saat “grafting” (penyambungan) dapat mengurangi insidensi
penyakit pada klon MCC1 dan MO4 sebesar 71,46 % dan 69,10 % (Rosmana, et al
2016), akan tetapi T. asperellus tidak potensial sebagai elisitor induksi ketanaman
bibit kakao terhadap VSD (Vanhove,et al, 2016)
Bahan organik lokal sebagai bahan perbanyakan massal bakteri perakaran
sangat tersedia di lapang. Pemanfaatan bahan organik lokal ini selain sebagai
formulasi massal bakteri, juga dapat mempercepat proses pematangan bahan
organik yang dimanfaatkan tanaman sebagai biofertilizer. Ketersediaan formulasi
9
biopestisida dan biofertilizer dari bakteri tersebut akan dapat meningkatkan
ketahanan Tanaman kakao terhadap penyakit VSD di lapang. Disisi lain,
pemanfaatan pestisida nabati dari tanaman serai wangi dapat dimanfaatkan untuk
membatasi penyebaran spora jamur penyebabnya. Tanaman serai wangi dilaporkan
merupakan salah satu pestisida nabati yang potensial untuk mengendalikan patogen
tumbuhan (Noveriza, 2013).
Serai wangi, diketahui dapat mengendalikan beberapa OPT. Berdasarkan
hasil penelitian tahun 2014 menggiling bunga cengkeh sampai dengan ukuran
nanometer dapat meningkatkan kandungan eugenol sebesar 9,9%. Insektisida
nabati berbahan aktif eugenol formulasi CKH (Cengkeh): LAS (Linear Alkylbenzen
Sulfonate Sodium) = 25 : 25 dan CKH (Cengkeh) : TEA (Trietanolamin) = 35 : 15
pada konsentrasi 5 ml/l dapat menurunkan populasi N. lugens dengan nilai EI > 70%
dan relatif aman bagi musuh alami. Menurut Harni dan Baharuddin (2014), minyak
cengkeh, serai wangi, dan bawang putih dapat menurunkan persentase dan
intensitas serangan penyakit VSD pada tanaman kakao. Persentase penurunan
intensitas serangan terbesar dan nyata diperoleh pada perlakuan minyak cengkeh
dan serai wangi, masing-masing 38,6% dan 31,6% dan keduanya potensial
digunakan sebagai fungisida nabati untuk mengendalikan penyakit VSD.
Sedangkan untuk pengendalian patogen virus, menurut Mariana dan Noveriza
(2013) minyak serai wangi konsentrasi 1,2% dapat menurunkan jumlah lesio yang
muncul sehingga memiliki potensi menekan perkembangan Potyvirus. Menurut
Nakahara et al. (2003), kandungan utama minyak atsiri serai wangi adalah geraniol
dan citronellal. Cintronellal dapat menghambat cendawan Aspergillus, Penicillium
dan Eurotium 100% pada dosis 112 mg/L.
Nano pestisida terdiri atas partikel kecil dari bahan aktif pestisida atau
struktur kecil dari bahan aktif yang berfungsi sebagai pestisida (Bergeson, 2010).
Nano emulsi dan nano enkapsulasi adalah salah satu teknik nano pestisida yang
sudah banyak digunakan dan efektif untuk pengendalian penyakit tanaman
(Bouwmeester et al., 2009; Bergeson, 2010).
Nanoemulsi adalah sistem emulsi yang transparent, tembus cahaya dan
merupakan dispersi minyak air yang distabilkan oleh lapisan film dari surfaktan atau
10
molekul surfaktan, yang memiliki ukuran droplet berkisar 50 – 500 nm (Shakeel, et
al., 2008). Ukuran droplet nanoemulsi yang kecil membuat nanoemulsi stabil secara
kinetik sehingga mencegah terjadinya sedimentasi dan kriming selama penyimpanan
(Solans, et al.,2005). Selain itu, nanoemulsi dengan sistem emulsi minyak dalam air
(o/w) merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan kelarutan dan stabilitas
komponen bioaktif yang terdapat dalam minyak (Yuliasari dan Hamdan, 2012).
Berdasarkan dari potensi yang besar dari BP3T seperti P. flourescen,
Basillus sp dan Serratia marsescens dalam meningkatkan ketahanan tanaman
terhadap berbagai patogen tanaman, maka penggunaan bakteri tersebut
dimungkinkan juga dapat meningkatkan ketahanan tanaman kakao terhadap
penykait VSD. Disamping itu, Pemanfaatan nano emulsi dari minyak atsiri serai
wangi juga akan meningkatkan kemampuannya dalam mengendalikan atau
menekan perkembangan patogen penyebab penyakit VSD. Maka penelitian
ditujukan untuk mendapatkan formula BP3T-Pupuk Kandang yang mampu menekan
perkembangan penyakit VSD ≥ 50 %. Setelah tanaman ditingkatkan pertumbuhan
dan ketahanannya dengan formula BP3T-Pupuk kandang, aplikasi nano emulsi
minyak atsiri serai wangi dapat membatasi penyebaran patogen dan menekan
perkembangan penyakit VSD ≥ 30 %. Dari paket aplikasi formula BP3T-Pupuk
Kandang dan minyak atsiri serai wangi diharapkan dapat menekan perkembangan
penyakit VSD ≥ 75 %.
A. Tujuan KegiatanMendapatkan (1) formulasi bakteri pemacu pertumbuhan tanaman (BP3T)
dengan bahan organik lokal yang dapat digunakan sebagai biopestisida dan
biofertilizer. (2) formulasi pestisida nabati dari tanaman serai wangi, dan (3)
kombinasi aplikasi formula dilapangan dari formulasi yang didapatkan, untuk
pengendalian penyakit VSD (Vascular streak deaback) tanaman kakao.
Tujuan tahun I
Mendapatkan jenis BP3T dan pupuk kandang potensial untuk formulasi
biopestisida dan biofertilizer
Mendapatkan formulasi dan dosis aplikasi pestisida nabati di lapang
11
Tujuan tahun II
Mendapatkan formulasi BP3T-pupuk kandang yang efektif sebagai
biopestisida dan biofertilizer untuk pengendalain penyakit VSD kakao di
lapang
Mendapatkan paket kombinasi teknologi aplikasi formulasi biopestisida
BP3T dan pestisida nabati Serai Wangi untuk pengendlian penyakit
VSD Kakao di lapang
Tujuan tahun III
Diseminasi dan aplikasi teknologi ditingkat petani
Mendapatkan formulasi biopestisida BP3T dan pestisida nabati Serai
Wangi siap aplikasi massal
Secara umum hasil penelitian ini dapat meningkatkan produksi kakao
nasional dan Sumatera Barat khususnya. Menyediakan alternatif pestisida yang
dapat diperbanyak sendiri, ditingkat petani dengan memanfaatkan bahan organik
lokal sekaligus dapat digunakan sebagai biofertilizer. Menyediakan pestisida yang
ramah lingkungan sehingga sesuai dengan kebijakan kementerin pertanian yang
mengembangkan industri pertanian yang berkelanjutan. Dapat menurunkan biaya
produksi sehingga meningkat pendapatan petani.
B. Luaran yang diharapkanLuaran yang ditargetkan: (1) Formulasi biopestisida berbahan aktif BP3T
dan formulasi pestisida nabati serai wangi untuk pengendalian penyakit VSD
tanaman kakao. (2) Paket teknologi aplikasinya di lapangan.
Luaran tahun I
Jenis BP3T dan pupuk kandang potensial untuk formulasi biopestisida dan
biofertilizer
Formulasi dan dosis aplikasi pestisida nabati serai wangi yang mampu
mengendalikan penyakit VSD ≥ 30 % di lapangan
Luaran tahun II
Formulasi BP3T-pupuk kandang yang efektif sebagai biopestisida dan
biofertilizer yang dapat menekan perkembangan penyakit VSD ≥ 50 %.
12
Paket kombinasi teknologi aplikasi formulasi biopestisida BP3T dan
pestisida nabati Serai Wangi yang dapat menekan perkembangan
penyakit VSD ≥ 75 %.
Luaran tahun III
Dua kelompok tani terlatih SLPHT penyakit VSD
Formulasi biopestisida BP3T dan pestisida nabati Serai Wangi siap
aplikasi massal
13
II. METODOLOGIPenelitian ini dirancang selama 3 tahun dengan alur seperti Gambar 1.
Tahapan penelitan dirancang sebagai berikut:A.. Tahun I : BP3T dan Bahan Organik Potensial Sebagai Biopestisida dan
Biofertilizer serta Formula Pestisida Serai Wangi Untuk Pengendalian PenyakitVSD Tanaman Kakao
A.1. Bahan PenelitianBahan yang digunakan adalah 5 jenis BP3T koleksi Jumsu Trisno (P.
flourescens LPK1.9, Basillus subtilis TD1.3 dan B. Subtilis TD1.8) dan Haliatur
Rahma (Serratia marsescens dan Basillus sp), minyak serai wangi, ekstrak nano
emulsi serai wangi, pupuk kandang sapi dan pupuk kandang ayam.
Percobaan 1.
Jenis BP3T dan bahan organik potensial untuk meningkatkan pertumbuhan bibittanaman kakao.1.a. Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas
Andalas, kampus Limau Manis Padang, dari bulan April – Desember 2016.
1.b. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 2 seri
percobaan pupuk kandang (sapi dan ayam) dan 5 jenis BP3T, masing-maning
perlakuan diulang 6 kali. Perlakuan adalah : (Seri 1) pupuk kandang sapi + BP3T
(1). P.flourescens LPK1.9, (2). B.subtilis TD1.3, (3). B.subtilis TD1.8, (4). S.
marsescens dan (5). Basillus sp). (Seri 2) pupuk kandang ayam + BP3T (1).
P.flourescens LPK1.9, (2). B.subtilis TD1.3, (3). B.subtilis TD1.8, (4). S. marsescens
dan (5). Basillus sp).
1.c. Pelaksanaan
(a). Penyiapan BP3T dan Bahan Organik
BP3T berasal dari koleksi Dr. Jumsu Trisno (3 isolat) dan Dr. Haliaturahma (2
isolat) yang potensial sebagai penginduksi pertumbuhan tanaman. Isolat
diremajakan dan diperbanyak dalam media air kelapa. Bahan organik pupuk
kandang dan ayam berasal dari petani dilahan penelitian.
14
(b). Aplikasi BP3T dan Bahan Organik
Bahan organik (pupuk kandang sapi dan ayam) diinkubasi dengan BP3T
sesuai perlakuan selama 1 bulan untuk mendapatkan kandidat biofertilizer. Pupuk
kandang plus BP3T dijadikan media tumbuh bibit tanaman kakao. Bibit kakao yang
digunakan adalah bibit hasil ukulasi umur 3 bulan.
1.d. Analisis Kandungan Bahan Organik
Gambar 1. Digram alir tahapan penelitian, rancangan dan indikator capaian.
1.e. Parameter pengamatan
Parameter pengamatan yang digunakan adalah (1). Pertumbuhan tanaman
yang terdiri dari : tinggi bibit, jumlah dan lebar daun, bobot basah dan kering tajuk,
bobot basah dan kering akar bibit. Tinggi tanaman dan jumlah daun diamati setiap
15
bulan selama 6 bulan, sedangkan bobot basah dan kering diakhir penelitian. Analisis
data dengan menghitung efektifitas perlakuan dibandingkan kontrol.
(2). Populasi BP3T, dihitung dengan menggunakan metode pengenceran dari media
tumbuh. Pengamatan dilakukan pada awal penelitian, 3 bulan setelah aplikasi dan 6
bulan setelah aplikasi (akhir penelitian). Analisis perkembangan populasi BP3T
dibandingkan dengan perlakuan kontrol. (3). Kandungan bahan organik biofertilizer,
dianalisis pada awal penelitian kandungan Nitrogen, Phospat dan Kalsium.
Percobaan 2.
Jenis BP3T dan bahan organik yang potensial meningkatkan ketahanan bibit kakaoterhadap penyakit VSD2.1. Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas
Andalas, kampus Limau Manis Padang, dari bulan April – Desember 2016.
2.2. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 2 seri
percobaan pupuk kandang (sapi dan ayam) dan 5 jenis BP3T, masing-maning
perlakuan diulang 6 kali. Perlakuan adalah : (Seri A) pupuk kandang sapi + BP3T
(1). P.flourescens LPK1.9, (2). B.subtilis TD1.3, (3). B.subtilis TD1.8, (4). S.
marsescens dan (5). Basillus sp). (Seri B) pupuk kandang ayam + BP3T (1).
P.flourescens LPK1.9, (2). B.subtilis TD1.3, (3). B.subtilis TD1.8, (4). S. marsescens
dan (5). Basillus sp).
2.3. Pelaksanaan Penelitian
(1). Penyiapan BP3T dan Pupuk Kandang
Penyiapan BP3T dan bahan organik mengikuti prosedur yang sama dengan
percobaan 1.
(2). Aplikasi BP3T dan Bahan Organik
Bahan organik (pupuk kandang sapi dan ayam) diinkubasi dengan BP3T
sesuai perlakuan selama 1 bulan untuk mendapatkan kandidat biopestisida yang
16
mampu menginduksi ketahanan tanaman terhadap patogen. Pupuk kandang plus
BP3T dijadikan media tumbuh bibit tanaman kakao. Bibit kakao yang digunakan
adalah bibit hasil ukulasi umur 3 bulan.
(3). Perbanyakan dan Inokulasi Jamur Patogen (Ceratobasidium theobromae)
Patogen C. tehobromae diisolasi dari ranting dan daun tanaman kakao VSD
di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. Isolasi jamur dilakukan dengan
metode moist chamber dengan modifikasi inkubasi dalam kotak hitam dengan suhu
20oC dan metode tanam langsung pada media WA dan PDA. Penyiapan populasi
jamur dilakukan dengan penumbuhan pada media PDA diperkaya ekstrak tulang
daun kakao. Inokulasi dilakukan 1 bulan setelah aplikasi bahan organik plus BP3T
menggunkan metoda injeksikan pada jaringan daun dengan populasi 106
basidiospora/ml (Handoko et al, 2014).
2.4. Analisis Produksi asam salisilat
Analisis ini bertujuan untuk melihat kemampuan isolat BP3T dalam
mengendalikan patogen, dengan kemampuannya memproduksi Asam Salisilat (AS).
Analsis menggunakan metode Meyer et al (1992).
2.5. Parameter Pengamatan
Parameter pengamatan yang digunakan adalah (1). Perkembangan penyakit
VSD yang terdiri dari : masa inkubasi (gejala pertama), persentase dan intensitas
serangan. Analisis data dengan menghitung efektifitas perlakuan dibandingkan
kontrol. (2). Mekanisme ketanaman tanaman dengan analisis produksi asam slisilat
yang dihasilkan akar dan daun tanaman. (3). Populasi BP3T, dihitung dengan
menggunakan metode pengenceran dari media tumbuh. Pengamatan dilakukan
pada awal penelitian, 3 bulan setelah aplikasi dan 6 bulan setelah aplikasi (akhir
penelitian). Analisis perkembangan populasi BP3T dibandingkan dengan perlakuan
kontrol.
Percobaan 3. Formula pestisida nabati Serai Wangi dan metode aplikasi lapang.
3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboaratorium Proteksi Tanaman Balittro dan
Laboratorium Nano Balai Besar Pasca Panen, Bogor (untuk penyiapan formula serai
17
wangi) dan lahan petani kakao terserang penyakit VSD di Kabupaten Padang
Pariman dan Limapuluh Kota Propinsi Sumatera Barat. Waktu penelitian bulan
Maret-Desember 2016.
3.2. Penyiapan Formula Serai Wangi
Tanaman serai wangi diperoleh dari Kebun Percobaan Balitro Laing Solok,
Sumatera Barat. Formula minyak serai wangi mengikuti metoda Wang dan Liu
(2007) dan formula nanoemulsi minyak serai wangi modifikasi metoda Bouchemal et
al. (2004).
3.3. Uji Formulasi Serai Wangi Secara Invitro3.3.1. Metode Penelitian
Penelitian dalam bentuk ekperimen laboratorium dengan perlakuan aplikasi
dosis nanoemulsi minyak serai wangi yang berbeda. Dosis aplikasi yang digunakan
adalah; 0,1; 0,5; 1,0 dan 1,5 % dengan pembanding aplikasi pestisida mancozep
0,5% (Dithen M45) dan tanpa perlakuan (kontrol). Perlakuan disusun dengan
rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 ulangan, masing-masing ulangan terdiri
dari 3 bagian/daun tanaman). Penelitian terdiri dari dua seri percobaan aplikasi
nanoemulsi serai wangi, (1) pada petiol daun, dan (2) helaian daun tanaman kakao
yang bergejala VSD.
3.3.2. Penyiapan jamur C. theobromaeJamur C. theobromae merupakan jamur obligat sehingga penelitian ini tidak
menggunakan biakan isolat murninya. Sumber inokulum jamur adalah dari daun
yang menunjukkan gejala VSD. Daun bergejala VSD yang digunakan adalah
klorosis ringan yang berasal dari cabang tanaman yang sama. Perbanyakan jamur
dari daun yang bergejala menggunakan metoda moist chamber menggunakan kotak
hitam dan inkubasi suhu ruang 21oC. Perbanyakan jamur dari petiol daun
menggunakan metode tanam langsung pada media agar-agar air dan diinkubasi
pada suhu ruang.
3.3.3. Aplikasi Nano Emulsi Minyak Serai Wangi Pada Petiol DaunPengujian aplikasi Nano Emulsi pada petiol dengan metode perendaman
pada suspensi dan ditanam langsung pada media agar-agar air yang sudah
18
dicampur suspensi pestisida sesuai perlakuan. Daun dengan gejala klorosis ringan
(VSD) dari lapangan dipotong petiolnya sampai pangkal helaian daun. Potongan
petiol disterilisasi permukaan dengan air steril, kemudian alkohol 70% dan dibilas
terakhir dengan air steril. Potongan petiol direndam dalam suspensi sesuai
perlakuan selama 1 menit dan dikering anginkan. Selanjutnya, potongan petiol
ditanam langsung pada media agar-agar air dan diinkubasi suhu ruang. Amati
pertumbuhan koloni jamur dari jaringan masing-masing petiol pada hari ke 1 – 3
setelah inkubasi.
3.3.4. Aplikasi Nano Emulsi Minyak Serai Wangi Pada Helaian DaunPengujian aplikasi Nano Emulsi pada helaian daun dengan metode
penyemprotan suspensi pada seluruh permukaan (atas dan bawah) daun sesuai
perlakuan. Daun dengan gejala klorosis ringan (VSD) dari lapangan dipotong
petiolnya sampai pangkal helaian daun. Helaian disterilisasi permukaan dengan air
steril, kemudian alkohol 70% dan dibilas terakhir dengan air steril. Suspensi nano
emulsi diaplikasikan menggunakan sprayer tangan keseluruh permukaan daun
secara merata. Selanjutnya, daun diinkubasi moist chamber dalam kotak hitam.
Kotak hitam diisi air dengan ketinggian 1,5 cm, kotak diberi penyangga (dapat
menggunakan kotak yang lebih kecil). Kertas saring yang sudah dibasahi diletakkan
diatas kotak penyangga, dan selanjutnya helaian daun diletakkan diatas kertas
saring. Masing-masing kotak hitam dimasukkan 3 helai daun. Kotak hitam
selanjutnya diinkubasi pada suhu rungan suhu 21oC. Amati pertumbuhan jamur C.
theobromae pada 1 – 3 hari setelah inkubasi.
3.3.5. Parameter Pengamatan dan Analisis DataParameter pengamatan adalah perbedaan pertumbuhan koloni jamur
masing-masing perlakuan dibandingkan kontrol. Pertumbuhan jamur C. theobromae
dinilai menggunakan skala 0-4 dan dihitung dengan rumus : P : [∑ (ni x vi)/(N x V)] x
100%. ni: sampel ke i; vi : nilai skala ke i; N: jumlah sampel, V: nilai skala tertinggi.
Skala pertumbuhan jamur pada petiol, skala (0) : tidak ada pertumbuhan jamur, (1):
koloni jamur tumbuh sedikit dipermukaan potongan petiol; (2): koloni jamur tumbuh
memenuhi permukaan potongan petiol; (3): pertumbuhan koloni jamur mencapai
media agar air, dan (4): Pertumbuahn koloni jamur mencapai media dan hifa tumbuh
di media.
19
Skala pertumbuhan jamur pada helain daun, Skala (0): tidak ada tumbuh koloni
jamur; (1): koloni jamur tumbuh pada permukaan potongan pangkal tulang daun; (2):
koloni jamur tumbuh di pangkal tulang daun, disepanjang tulang daun utama; (3):
koloni jamur tumbuh di pangkal tulang daun, sepanjang tulang daun utama, dan
anak tulang daun, dan (4). Jamur tumbuh diseluruh tulang daun dan helaian daun.
Data masing-masing perlakuan dihitung efektifitas penekanan pertumbuhan koloni
jamur menggunkan rumus EP =[(PK – PP)/PK] x 100% ; EP: efekifitas penekanan
pertumbuhan jamur; PK: nilai pertumbuhan koloni jamur pada kontrol; PP: nilai
pertumbuhan koloni jamur pada perlakuan.
3.4. Uji Aplikasi Lapangan
3.4.1. Rancangan PercobaanPenelitian mengunakan rancangan acak kelompok dengan 2 taraf perlakuan
(konsentrasi formula dan jenis formula), masing-masing taraf dengan 6 ulangan..
Perlakuannya adalah (1) formula minyak seraiwangi konsentrasi 0,1%, (2) formula
minyak seraiwangi konsentrasi 0,5%, (3) formula minyak seraiwangi konsentrasi 1%,
(4) formula minyak seraiwangi konsentrasi 1,5%, (5) formula nanoemulsi seraiwangi
0,1%, (6) formula nanoemulsi seraiwangi 0,5%, (7) formula nanoemulsi seraiwangi
1%, (8) formula nanoemulsi seraiwangi 1,5%, (9) fungisida sintetik berbahan aktif
ditiokarbamat, (10) kontrol (tanpa perlakuan). Pada masing-masing perlakuan
diamati 15 pohon kakao.
3.4.2. Pelaksanaan AplikasiPerlakuan disemprotkan mengunakan sprayer pada semua bagian tanaman
dengan jumlah volume 250 ml per pohon. Penyemprotan dilakukan setiap satu bulan
selama 6 bulan.
3.4.3. Perawatan TanamanPerawatan tanaman kakao mengikuti cara petani, yaitu penyiangan,
pemangkasan setiap 3 bulan, dan pemupukan pupuk organik dilakukan setiap 6
bulan.
20
3.4.4. Parameter PengamatanPengamatan dilakukan terhadap gejala serangan, perkembangan penyakit
dengan menghitung area under disease progress curve (AUDPC), persentase
serangan, intensitas serangan setiap bulan, dan tingkat efikasi formula di akhir
pengamatan.
Jadwal Palang dan Indikator Kinerja
Tahapan Kegiatan Variabel Indikator Target MinimalCapaian
Waktucapaian
Tahun IPercobaan 1. Jenis BP3T dan bahan organik potensial untuk meningkatkanpertumbuhan bibit tanaman kakao.
Perbanyakan BP3T
-: Peremajaan isolatBP3T
-: Isolat BP3T denganmedia air kelapa
-: Kultur murniisolat BP3T
-: BP3T dalamformula airkelapa
April 2016
Penyiapan BahanOrganik denganperlakuan BP3T
(sesuai Perlakuan)
-: Pupuk kandang sapidan ayam tersedia
-: Isolat BP3Tdiinkubasi dalampupuk kandang sapi& ayam
-: BP3T dalamformula bahanorganik(Pukan sapidan ayam)
Mei 2016
Analisis KandunganBahan organik
-: Kandungan NPK danlainnya dalam pukanplus BP3T
-:Kandunganbahan organikformulaBP3T:Pupukkandang
Mei 2016
Aplikasi Bahanorganik + BP3T
(Biofertilizer)
-: Aplikasi BiofertilizerBP3T
-: Bibit kakao hasilokulasi (3 bln)
-: Demplottanamansesuaiperlakuan
Juni 2016
Pengamatanpertumbuhan
tanaman
-: Perbedaanpertumbuhantanaman
-: Datapertumbuhan
-: Perkembang-an populasiBP3T
November2016
Analisis data -: Data-dataterkelompok
Kesimpulanformula BP3T-bahan organik
potensialbiofertilizer
Desember2016
21
Tahapan Kegiatan Variabel Indikator Target MinimalCapaian
Waktucapaian
Tahun IPercobaan 2. Jenis BP3T dan bahan organik yang potensial meningkatkanketahanan bibit kakao terhadap VSD
Perbanyakan BP3T-: Peremajaan isolat
BP3T-: Isolat BP3T dengan
media air kelapa
-: Kultur murniisolat BP3T
-: BP3T dalamformula airkelapa
April 2016
Penyiapan BahanOrganik denganperlakuan BP3T(sesuai Perlakuan)
-: Pupuk kandang sapidan ayam tersedia
-: Isolat BP3Tdiinkubasi dalampupuk kandangsapi & ayam
-: BP3T dalamformula bahanorganik (Pukansapi dan ayam)
Mei 2016
Aplikasi Bahanorganik + BP3T(Biopestisida)
-: Aplikasi BiopestisidaBP3T
-: Bibit kakao hasilokulasi (3 bln)
-: Demplottanamansesuaiperlakuan
Juni 2016
Penyiapan patogenuji dan inokulasi
-: Isolat murni C.theobromae
-: Inokulum C.theobromae dalammedia perbanyakan
-: C. theobromae (kultur miselliadanbasiodospora)
Juni 2016
Pengamatanperkembangan gejalapenyakit
-: Gejala danPerkembanganpenyakit
-: Data gejala danperkembanganpenyakit
-: Dataperkembanganpopulasi BP3T
-: Datamekanismeketahanan
November2016
Analisis kemampuanmenghasilakan Asamsalisilat dan sianida
-: Data-dataterkelompok
Kesimpulanformula BP3T-bahan organik
potensialBiopestisid
Desember2016
Tahun IPercobaan 3. Formula pestisida nabati Serai Wangi dan metode aplikasi lapang.
Penyiapan formulaserai wangi
-: minyak serai wangi-: nano emulsi serai
wangi
Formula seraiwangi danformula nanoemulsi seraiwangi
Maret 2016
22
Tahapan Kegiatan Variabel Indikator Target MinimalCapaian
Waktucapaian
Penyiapan lahan ujilapang
-: Lahan dengangejala VSD di 2kabuapten
Tersedia lahan;MoU denganpetani
Maret 2016
Aplikasi perlakuan-: Formula serai
wangi dari minyakdan nano
-: November2016
PengamatanPerkembangangejala penyakitVSD
-: Penurunanperkembangangejala VSD dilapangan
Data pengaruhaplikasiformula seraiwangi
November2016
Analisis data -: Data-dataterkelompok
Kesimpulanformula / dosis
serai wangipotensial
Desember2016
23
III HASIL PENELITIAN
A. Persiapan Umum Untuk Mendukung Keberhasilan Penelitian
A.1. Survei dan konfirmasi patogen penyebab VSD
Kegiatan ini dilakukan untuk mengkonfirmasi penyakit dan patogen
penyebabnya. Survei dilakukan didua kabupaten (Padang Pariaman dan Limapuluh
Kota), yang akan dijadikan lokasi uji aplikasi dilapangan. Hasil survei didapatkan
bahwa tanaman kakao didua kabupaten ini sudah terserang penyakit VSD dengan
gejala khas penyakit VSD yang dijumpai di lapangan seperti (a) daun klorosis, (b)
ada 3 titik noda (bercak) pada ujung petiol daun dan tempat kedudukan daun, (c)
jaringan pembuluh berwarna kecoklatan sampai hitam (Gambar 3).
Gambar 3. Karakteristik gejala penyakit VSD pada tanaman kakao dan karakter hifa
(monoloid) C. theobromae.
Bagian tanaman yang bergejala VSD (daun dan ranting) dibawa ke
laboratorim untuk identifikasi patogen penyebab. Isolasi patogen penyebab
dilakukan dengan metode moist chember pada kotak hitam dan diinkubasi suhu
21oC dan metode tanam laangsung pada media agaragar air (WA). Hasil identifikasi
dari jamur patogen yang tumbuh dapat dipastikan penyakit VSD disebabkan oleh
24
Ceratobasium theobromae, dengan ciri khas hifa membentuk cabang 90o dan
dibagian awal cabang ada sekat dolipore (Gambar 4).
Gambar 4. Pertumbuhan koloni jamur dari jaringan tanaman bergejala VSD dankarakter hifa jamur C. theobromae.
Konfirmasi identifikasi jamur penyebab penyakit VSD juga dilakukan secara
karakter molekuler dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) menggunakan
primer ITS 3 dan ITS 4. Hasil amplifikasi PCR menghasilkan produk (pita) berukuran
antara 500 – 650 bp (Gambar 5). Produk PCR sekuensing urutan DNA nya, dan
dianalis dengan program NCBI BLAST (http://www.ncbi.nlm.gov). Hasil analisis
didapatkan bahwa jamur penyebab adalah Ceratobasidium theobromae dengan
kesamaan genetik 91 %.
Kesimpulan :
1. Berdasarkan karakter gejala penyakit, morfologi makroskopis dan
mikroskopis jamur serta karakter molekuler (DNA) jamur penyebab penyakit
VSD di Sumatera Barat adalah C. theobromae.
2. Data identifikasi jamur penyebab ini sudah diseminarkan pada seminar
nasional Perhimpunan Agroekoteknologi Indonesia (PAGI) tanggal 21 – 22
Juli 2016 di Universitas Sebelas Maret Surakarta, dan sudah dipublikasi di
jurnal Fitopatologi Indonesia Volume 12 No 4 2016 (Gambar 6).
25
Gambar 5. Hasil amplifikasi produk PCR dengan primer ITS 3 dan IT4 terhadap
jamur penyebab penyakit VSD tanaman kakao di Sumatera Barat.
Gambar 6. Halaman depan publikasi ilmiah identifikasi jamur penyebab penyakit
VSD di Sumatera Barat
26
A.2. Perbanyakan sumber inokulum C. theobromae
Jamur C. theobromae adalah jamur obligat (tidak dapat diperbanyak dengan
media pertumbuhan buatan PDA). Untuk keperluan penelitian ini diperlukan sumber
inokulum untuk inokulasi buatan, maka dilakukan percobaan untuk mendapatkan
sumber inokulum. Metode moist chamber pada kotak hitam dapat meransang
pertumbuhan jamur dari daun dan bagian tanaman yang bergejala, metode ini
digunakan untuk perbanyakan sumber inokulum. Dari hasil moist camber ini
didapatkan jamur akan tumbuh pada ujung daun bergejala VSD dan dari tulang daun
yang terluka. Untuk perbanyakan sumber inokulum dilakukan pemotongan daun dan
melukai tulang daun. Hasilnya dari setiap ujung potongan dan perlukaan tulang daun
akan tumbuh koloni jamur. Koloni-koloni ini dijadikan sebagai sumber inokulum.
Percobaan dilakukan juga terhadap daun dengan kualitas gejala yang
berbeda (gejala klorosis ringan, sedang dan parah/kuning). Hasil percobaan
menunjukkan bahwa daun dengan gejala klorosis ringan menghasilkan koloni jamur
yang lebih tebal dibandingkan yang lainnya.
Percobaan juga dilakukan terhadap lamanya daun sampel disimpan (1 – 5
hari disimpan dengan penambahan silikagel). Hasil percobaan didapatkan daun
sampel yang sudah disimpan tidak menghasilkan pertumbuhan koloni jamur yang
optimal. Koloni jamur akan tumbuh setelah 3 hari inkubasi dengan populasi yang
sangat kecil (koloni sangat tipis).
Kesimpulan : Untuk perbanyak sumber inokulum C. theobromae dapat
dilakukan dengan metode moist chamber pada kotak hitam dengan daun sampel
bergejala klorosis ringan dan masih segar (tanpa disimpan).
A.3. Inokulasi jamur C. theobromae
Percobaan inokulasi buatan C. theobromae dilakukan dengan beberapa cara
disesuaikan dengan asal inokulum dari metode perbanyak. Percobaan I. Metode
penempelan inokulum pada permukaan daun. Tulang daun permukaan atas ditusuk
dengan jarum pentul steril 3 – 5 tusukan. Koloni jamur dari biakan tanam langsung
potongan petiol pada media agar-agar air dipotong dengan mengikutkan potongan
petiol. Potongan tersebut ditempelkan pada permukaan daun dengan bantuan
27
selotip. Daun yang diinokulasi dibungkus dengan kantong plastik untuk menjaga
kelembaban.
Percobaan II. Metode injeksi inokulum ke dalam jaringan tulang daun utama.
Koloni jamur dari metode perbanyakan moist chamber kotak hitam diambil dan
disuspensikan dengan air steril. Suspensi dimasukkan dalam alat injeksi, dan
seterusnya diinjeksikan ke jaringan tulang daun dengan volume 0,1 ml/injeksi.
Maasing-masing daun dengan 3 kali/lobang injeksi.
Hasil pengamatan gejala menunjukkan metode injeksi menunjukkan gejala
mirip gejala awal VSD setelah 2 bulan inokulasi (Gambar 5). Sedangkan metode
penempelan inokulum pada permukaan atas daun sampai 3 bulan setelah inokulasi
belum ada menunjukkan gejala klorosis pada daunnya. Untuk tahapan percobaan
selanjutnya akan dilakukan inokulasi buatan dengan metode injeksi pada tulang
daun.
Gambar 7. Gejala serangan penyakit VSD hasil inokulasi buatan pada bibit kakao
B. Percobaan I : Jenis BP3T dan bahan organik potensial untuk meningkatkanpertumbuhan bibit tanaman kakao.
B.1. Pertumbuhan BP3T dalam bahan organik (Pupuk kandang sapi dan ayam)
Pupuk kandang sapi yang digunakan berasal dari kandang sapi yang 100 %
makanannya dari rumput sedangkan pupuk kandang ayam dari peternakan ayam
potong.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa 6 jenis BP3T tumbuh dan berkembang
dengan baik pada pupuk kandang sapi. Inkubasi 2 minggu didapatkan populasi
28
pertumbuhan optimalnya 107 cfu/g tanah. Populasi BP3T pada pupuk kandang ayam
setelah 3 minggu inkubasi baru mencapai 103 cfu/g tanah.
Berdasarkan hasil ini formulasi BP3T untuk aplikasi percobaan tahapan
selanjutnya mengunakan formulasi BP3T dengan pupuk kandang sapi.
B.2. Pertumbuhan bibit.
Percobaan ini sudah dilakukan 2 kali. Pertama aplikasi BP3T pada benih
tanggal 15 Juli 2016. Hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Pada perlakuan BP3T dengan pupuk kandang hanya 35 % benih yang mampu
berkecambah dan 20% pada kontrolnya. Sedangkan pada perlakuan BP3T dengan
pupuk kandang ayam hanya 3 benih yang berkecambah dan tidak normal. Bibit yang
tumbuh dipelihara sampai saat ini tumbuh dan berkembang dengan baik, sedangkan
bibit dengan pupuk kandang ayam tidak baik dan mati (Gambar 8).
Gambar 8. Pertumbuhan bibit kakao dengan aplikasi BP3T – pukuk kandang sapidan ayam. (a) aplikasi BP3T-pukan Ayam dan (b) aplikasi BP3T-pukansapi.
29
B.3. Percobaan II benih disemai dan aplikasi tanggal 14 Agustus 2016.B.3.1. Induksi Daya Kecambah Benih Kakao
Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa aplikasi BP3T dengan pupuk
kandang sapi lebih baik dalam meningkatkan pertumbuhan bibit kakao dibandingkan
dengan pupuk kandang ayam (Gambar 9). Hasil sementara dapat dilihat dari
kecepatan dan persentase daya kecambah serta pertumbuhan bibit kakao (Tabel 1).
(a) (b)
Gambar 9. Pertumbuhan bibit kakao dengan BP3T – pukuk kandang sapi danayam. (a) aplikasi BP3T-pukan sapi dan (b) aplikasi BP3T-pukan ayam.
Tabel 1. Daya kecambah benih dan pertumbuhan bibit kakao dengan aplikasiformula BP3T-pupuk kandang sapi dan ayam
Perlakuan Daya kecambah (%) Pertumbuhan Bibit (17 HSS)Tinggi(cm)
Jumlah daun /(rata-rata)
Pupuk Kandang Sapi-BP3T
97,14 (10 HSS)*
16,0516,4217,5717,9814,9616,0713,64
3-5 (4,6)3-8 (4,5)4-6 (4,3)3-5 (4,1)3-5 (3,7)3-5 (4,1)2-6 (4,2)
GN3LPK1-9TD1-8ANO-6
ARIAJI4
KontrolPupuk Kandang Ayam
GN3LPK1-9TD1-8ANO-6
ARIAJI4
Kontrol
95% (17 HSS)Benih umumnya baru
berkecambah, belum adadaun yang muncul
* hanya pada kontrol 2 tanaman yang belum berkecambah
30
B.3.2. Induksi pertumbuhan bibit kakao
Kemampuan formula BP3T-pupuk kandang dalam menginduksi bibit kakao
dinilai berdasarkan indikator tinggi bibit, jumlah daun, panjang daun terpanjang,
lebar daun terlebar, berat basah dan berat kering bibit beragam dan berbeda tidak
nyata antara perlakuan. Perlakuan AJI4+ (Basillus sp) berbeda nyata dengan
kontrol. Hasil analisis datanya ditampilkan pada Tabel 2 dan 3 dan perbandingan
pertumbuhan bibit pada Gambar 10 dan 11.
Tabel 2. Pertumbuhan bibit kakao dengan perlakuan formula BP3T-pupuk kandangsapi pada saat penyemaian benih (3 bst).
PerlakuanPertumbuhan Bibit Tanaman Kakao
Tinggi Tanaman(cm)
Jumlah daun(helai)
Berat basah(g)
Berat kering(g)
GN3 23.50 ± 0.50 8.40 ± 0.49 4.07 ± 2.08 2.87 ± 0.46LPK1-9 24.00 ± 0.82 8.00 ± 1.26 4.72 ± 0.93 2.09 ± 0.02TD1-8 24.67 ± 0.47 7.20 ± 1.17 5.04 ± 0.56 2.25 ± 0.18ANO6 24.50 ± 2.50 8 .00 ± 0.63 5.75 ± 0.77 2.56 ± 0.25AR1 25,10 ± 0.50 6.60 ± 3.38 5.04 ± 2.64 2.33 ± 0.39
AJ14+ 26.00 ± 1.00 8.20 ± 1.33 5.94 ± 1.04 2.36 ± 0.12Kontrol 23.00 ± 0.93 8,20 ± 0.98 5.61 ± 1.00 2.31 ± 0.09
Tabel 3. Pertumbuhan bibit kakao dengan perlakuan formula BP3T-pupuk kandangayam pada saat penyemaian benih (4 mst).
PerlakuanPertumbuhan Bibit Tanaman Kakao
Tinggi Tanaman(cm)
Jumlah daun(helai)
Panjang daunterpanjang (cm)
Lebar daunterlebar (cm)
GN3 11.3 4.4 2.78 1.2LPK1-9 11.54 3.8 2.18 1.58TD1-8 12.3 4.4 3.72 2.06ANO6 13.4 6 5.08 2.42AR1 11.1 2.6 4.28 2.02
AJ14+ 14.28 5.2 7.44 3.44Kontrol 4.9 3.4 3.4 1.46
31
Gambar 10. Pertumbuhan bibit kakao dengan perlakuan formula BP3T-pupuk
kandang sapi (3 bulan setelah aplikasi). (a) AJ14+, (b) TD1.8, (c)
GN3, (d) kontrol, (e) LPK1.9, (f) ANO6, dan (g) ARI
Gambar 11. Pertumbuhan bibit kakao dengan perlakuan formula BP3T-pupukkandang ayam (3 bulan setelah aplikasi).
(a) (b) (c) (d) (e) (f) (g)
32
B.3.3. Pertumbuhan populasi BP3T dan produksi hormon IAA (Auksin)
Pertumbuhan populasi BP3T dalam formula pupuk kandang, setelah 3 bulan
setelah introduksi sangat beragam (Tabel 4).
Perlakuan Populasi BP3T(107 cfu/g tanah
Hormon IAA(µg/mL)
GN3 4,0 5,82
LPK1-9 3,0 8,12
TD1-8 67,0 6,99
ANO6 5,0 5,15
AR1 3,0 11,15
AJ14+ 7,0 13,36
Kontrol - -
Kesimpulan percobaan I : Formulasi BP3T–pupuk kandang sapi lebih baik dibandingkan formulasi
BP3T-pupuk kandang ayam dalam menginduksi pertumbuhan bibit kakao
Aplikasi beberapa formula BP3T-pupuk kandang sapi mampu menginduksipertumbuhan bibit kakao
Isolat AJ14+ (Basillus sp) dalam formulas pupuk kandang sapi merupakanBP3T yang lebih baik dibandingkan isolat lainnya dan kontrol dalammenginduksi pertumbuhan bibit kakao.
33
C. Percobaan II : Jenis BP3T dan bahan organik potensial untuk meningkatkanKetahanan bibit tanaman kakao terhadap penyakit VSD.
C.1. Aplikasi formula BP3T dan Pupuk KandangAplikasi BP3T-Pupuk Kandang sesuai perlakuan diberikan pada saat
pesemaian. Kegiatan percobaan II dilakukan bersamaan dengan percobaan I. Bibit
yang tumbuh baik dengan pertumbuhan yang sama dipilih untuk uji ketahanan
terhadap penyakit VSD.
C.2. Inokulasi jamur C. theobromae
Inokulasi jamur C. theobromae dilakukan setelah bibit berumur 1,5 bulan
pada saat munculnya daun flas. Inokuasi dilakukan dengan menemperkan biakan
jamur patogen ( hasil moist chamber inkubasi kotak hitam) pada bagian permukaan
bawah daun. Permukaan bawah daun ditusuk dengan jarus steril kemudian biakan
jamur ditempelkan pada bekas tusukan. Tanamanan diinkubasi dirumah kasa, untuk
menjaga kelembaban dengan melembabkan lantai rumah kaca setiap pagi dan sore
hari serta menyumkup tanaman dengan paranet warna hitam. Untuk mengefektifkan
inokulasi, bagian tanaman yang sakit juga diletakkan diantara tanaman pada saat
sore hari selama 1 minggu.
C.3. Kemampuan BP3T dalam menginduksi ketahanan bibit kakao terhadap
penyakit VSD (C. theobromae).
Kemampuan BP3T dalam menginduksi ketahanan bibit kakao dinilai dari
penurunan (1) insidensi penyakit VSD (masa inkubasi, persentase dan intensitas
serangan).(2) pertumbuhan bibit dan (3) produksi asam salisilat.
C.3.1. Insidensi Penyakit VSD
Kemampuan BP3T dalam mempengaruhi insidensi penyakit VSD pada bibit
kakao menunjukkan hasil yang bervariasi (Tabel 4). Perlakuan LPK1.9
(Pseudomonas flourescens) berbeda nyata dengan kontrol..
34
Tabel 5. Insidensi penyakit VSD pada bibit kakao dengan perlakuan formula BP3T-
popuk kandang sapi (3 BSA)
PerlakuanInsidensi penyakit VSD pada bibit kakao
Tanamanterserang (%)
Intensitas daunterserang (%)
Efektifitas penekananintensitas serangan (%)
GN3 100 71.33 -43.29
LPK1-9 100 39.11 21.43
TD1-8 100 59.28 -19.08
ANO6 100 100 -100,8
AR1 100 61.14 -22.82
AJ14+ 100 80.5 -61.71Kontrol 100 49.78 -
C.3.2. Induksi pertumbuhan bibit tanaman
Kemampuan BP3T dalam menginduksi pertumbuhan bibit kakao yang
terinfeksi penyakit VSD menunjukkan hasil yang bervariasi (Tabel 5). Perlakuan
LPK1.9 (Pseudomonas flourescens) berbeda nyata dengan kontrol dan perlakuan
lainnya dan efektifitas penekanan intensitas serangan 21,43 %.
Tabel 6. Kemampuan formula BP3T-pupuk kandang sapi dalam menginduksipertumbuhan bibit kakao yang terinfeksi penyakit VSD.
PerlakuanPertumbuhan Bibit Tanaman Kakao (3 BST)
Tinggi Tanaman(cm)
Jumlah daun(helai)
Berat basah(g)
Berat kering(g)
GN3 23.30 ± 2.22 7.2 ± 1.92 3.37 ± 0.46 1.24 ± 0.40LPK1-9 24.96 ± 1.70 7.2 ± 2.17 4.40 ± 0.50 1.40 ± 0.55TD1-8 23.88 ± 2.01 6.6 ± 1.52 4.61 ± 0.80 1.51 ± 0.31ANO6 19.54 ± 1.79 5.4 ± 0.97 2.79 ± 0.35 1.32 ± 0.35AR1 22.34 ± 1.23 7.0 ± 1.87 3.07 ± 0.58 1.09 ± 0.44
AJ14+ 23.75 ± 2.82 5.5 ± 1.73 3.98 ± 1.03 1.47 ± 0.43Kontrol 21.60 ± 4.13 6.2 ± 2.28 3.94 ± 1.90 1.33 ± 0.42
35
C.3.3. Produksi enzim peroksidase dan asam salisilat
Kemampuan BP3T dalam menginduksi ketahanan tanaman ditandai dengan
dihasilkannya enzim peroksidase dan asam salisilat dari tanaman yang terinduksi.
Aplikasi beberapa BP3 T menghasilkan kadar peroksidase yang berbeda dari bibit
tanaman kakao yang terinduksi (Gambar 12). Aplikasi LPK1.9 (Pseudomonas
flourescens) menghasilkan peroksidase yang tertinggi dan berbeda nyata dengan
tanaman kontrol. Peroksidase merupakan salah satu elisitor untuk mengaktifkan
asam salisilat dan PR gene, yang berfungsi untuk meningkatkan ketahanan tanaman
terhadap patogen.
Gambar 12. Aktifitas peroksidase pada tanaman yang diintroduksi 6 isolat
rhizobakteria indigenus cabai dan tanpa introduksi
Kesimpulan Percobaan II:
Formula BP3T –pupuk kandang sapi dari isolat LPK1.9 (Pseudomonas
flourescnes LPK1.9) merupakan jenis BP3T dan bahan organik yang potensial
sebagai induksi ketahanan bibit kakao terhadap penyakit VSD.
36
D. Percobaan III. Aplikasi Formula Serai Wangi Untuk Pengendalian PenyakitVSD
D.1. Aplikasi Secara Invitro
D.1.1. Aplikasi Formula serai wangi terhadap pertumbuhan jamur C.theobromae pada jaringan petiol daun.
Tabel 7. Pertumbuhan koloni dan efektifitas penekanan jamur C. theobromae padajaringan petiol daun tanaman kakao dengan perlakuan formula nanoemulsi dan minyak serai wangi
Dosis aplikasiFormula Serai wangi
(%)
Pertumbuhan koloni jamur C. theobromae pada jaringanpetiol daun tanaman kakao
1 HSA 3 HSA
Pertumbuhan(%)
Efektifitaspenekanan
(%)
Pertumbuhan(%)
Efektifitaspenekanan
(%)
Nanoemulsi
Kontrol 33,33 - 77,78 -Pestisida
(mancozep) 0,00 100 0,00 100
0,1 0,00 100 19,44 75,010,5 0,00 100 0,00 1001,0 0,00 100 0,00 1001,5 0,00 100 0,00 100
Formula MinyakKontrol 33,33 - 94,44 -
Pestisida(mancozep) 0,00 100 0,00 100
0,1 0,00 100 0,00 1000,5 0,00 100 0,00 1001,0 0,00 100 0,00 1001,5 0,00 100 0,00 100
37
Gambar 13. Hasil uji nano emulsi minyak serai wangi terhadap pertumbuhan jamurC. theobromae; (a) aplikasi pestisida (mancozep), (b) aplikasi nanoemulsi minyak serai wangi, (c) dan (d) perlakuan kontrol, tanda panahmenunjukkan pertumbuhan jamur.
D.1.1. Aplikasi Formula serai wangi terhadap pertumbuhan jamur C.theobromae pada helaian daun.
Tabel 8. Pertumbuhan koloni dan efektifitas penekanan jamur C. theobromae padahelaian daun tanaman kakao dengan perlakuan formula nano emulsi danminyak serai wangi
Dosis aplikasiFormula Serai wangi
(%)
Pertumbuhan koloni jamur C. theobromae pada jaringanhelaian daun tanaman kakao
1 HSA 3 HSA
Pertumbuhan(%)
Efektifitaspenekanan
(%)
Pertumbuhan(%)
Efektifitaspenekanan
(%)
Nanoemulsi
Kontrol 72,22 - 80,56 -Pestisida
(mancozep)11,11 84,62 69,44 13,80
0,1 33,33 53,85 72,22 10,350,5 33,33 53,85 77,78 3,451,0 33,33 53,85 69,44 13,801,5 50,00 30,77 61,11 24,14
38
Dosis aplikasiFormula Serai wangi
(%)
Pertumbuhan koloni jamur C. theobromae pada jaringanhelaian daun tanaman kakao
1 HSA 3 HSA
Pertumbuhan(%)
Efektifitaspenekanan
(%)
Pertumbuhan(%)
Efektifitaspenekanan
(%)Formula Minyak
Kontrol 88,89 - 91,67 -Pestisida
(mancozep) 0,0 100 36,11 60,61
0,1 88,89 0,0 75,00 18,180,5 77,78 12,50 86,00 6,191,0 11,11 87,50 75,00 18,181,5 22,22 75,00 72,20 21,24
D.2. Aplikasi Lapang
Aplikasi lapang dilakukan dilahan petani di dua Kabupaten: Padang
Pariaman dan Limapuluh Kota. Dikabupaten Padang Pariaman di Nagari Gadur
Kecamatan 2 x 11 anam lingkung dan di Kabupaten Limapuluh Kota di Jorong
Belubus Nagari Koto Tinggi Kecamatan Guguak.
Aplikasi formula I pada tanggal 12 Juli dan aplikasi II pada tanggal 13
Agustus 2016. Kondisi pertumbuhan tanaman kakao di dua lokasi tersebut dapat
dilihat pada Gambar 10 dan intensitas serangan penyakit VSD pada Tabel 4.
Gambar 14. Kondisi pertanaman kakao dilapangan lahan uji aplikasi
39
Tabel 9. Intensitas serangan VSD sebelum aplikasi dan 1 bulan setelah aplikasiformula namo emulsi dan minyak serai wangi pada 2 lokasi pertanamankakao di Sumatera Barat.
Perlakuan Dosis (%)Formula Serai Wangi
Intensitas Serangan (%)
SebelumAplikasi
1 bulanSetelahAplikasi
5 bulan setelahaplikasi
Padang PariamanNano Emulsi
0,10,51,01,5
51,6755,0063,3361,67
45,0053,3355,0061,67
39,5838,0048,3354,99
Minyak (EC)0,10,51,01,5
56,6755,0051,6765,00
88,3365,0060,0063,33
35,3750,0041,6738,33
Fungisida (MANCOZEP) 58,33 66,67 45,00Kontrol 58,33 71,6 50,00
Limapuluh KotaNano Emulsi
0,10,51,01,5
38,3340,0046,6746,67
36,6736,6741,6746,68
47,547,547,545,0
Minyak (EC)0,10,51,01,5
41,6745,0046,6740,00
41,6745,0041,6740,00
45,045,050,045,0
Fungisida (MANCOZEP) 45,00 41,67 40,0Kontrol 43,33 43,33 50,0
40
Tabel 10. Persentase penurunan intensitas serangan VSD sebelum aplikasi, 1bulan dan 5 bulan setelah aplikasi formula namo emulsi dan minyakserai wangi pada 2 lokasi pertanaman kakao di Sumatera Barat.
Perlakuan Dosis (%)Formula Serai Wangi
Persentase Penurunan Intensitas Serangan (%)
1 bulan setelahaplikasi
5 bulanSetelahAplikasi
Efikasi FormulaPestisida
Padang PariamanNano Emulsi
0,10,51,01,5
12,9103,0413,150,00
23,4030,9123,6910,83
63,84116,4365,8524,15
Minyak (EC)0,10,51,01,5
-56,84-18,18-16,1202,57
37,5909,0919,3541,03
163,19-36,3435,52
187,31
Fungisida (MANCOZEP) -14,30 22,85 60,00Kontrol -22,75 14,28 0,00
Limapuluh KotaNano Emulsi
0,10,51,01,5
4,338,33
10,710,00
-23,42-18,75-1,783,58
-55,41-21,8088,44
123,24Minyak (EC)
0,10,51,01,5
0,000,00
10,710,00
-7,990,00-7,14-12,50
48,08100,0053,6418,79
Fungisida (MANCOZEP) 7,4 11,11 172,18Kontrol 0,0 -15,39 0,00
41
E. Formulasi BP3T untuk aplikasi lapangan
Dari hasil percobaa I dan II didapatkan pupuk kandang sapi merupakan
bahan perbanyakan BP3T lebih baik dibandingkan pupuk kandang ayam. Jenis
BP3T yang potensial sebagai penginduksi pertumbuhan bibit kakao dan potensial
sebagai biofertilizer didapatkan isolat AJ14+ (Basillus sp), sedangkan jenis BP3T
yang potensial sebagai penginduksi ketahanan bibit kakao terhadap serangan
penyakit VSD adalah isolat LPK1.9 (Pseudomonas flourescens LPK1.9) dan
potensial sebagai biokontrol.
BP3T – pupuk kandang sapi potensial tersebut diformulasi untuk aplikasi
lapangan dengan penambahan bahan pembawa. Hasil penelitian anggota tim
peneliti (Dr. Sri Yuliani) bahan pembawa terbaik didapatkan adalah tepung dari
onggol ubi kayu. Pada penelitian ini bahan pembawa yang digunakan adalah tepung
tapioka (ubi kayu). Betuk formula BP3T potensial dengan bahan pembawa dapat
dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Formula BP3T potensial biofertilizer dan biokontrol dengan bahanpembawa tepung tapioka (ubi kayu). (A): Biakan BP3T dalam pupukkandang, (B): Tepung tapioka, (C) dan (D) : formula granular BP3Tpotensial.
(A) (B) (C) (D)
42
12. KESIMPULAN
Dari 3 percobaan yang sudah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
Percobaan 1
Pupuk kandang sapi lebih baik sebagai bahan Formulasi BP3T dibandingkan
pupuk kandang ayam. Jenis BP3T AJ14+ (Basillus sp) formula pupuk kandang
sapi potensial sebagai penginduksi pertumbuhan bibit kakao dapat dijadikan
kandidat Biofertilizer.
Percobaan 2
Jenis BP3T LPK1.9 (Pseudomonas flourescens LPK1.9) formula pupuk
kandang sapi potensial sebagai penginduksi ketahanan bibit kakao terhadap
penyakit VSD dan dapat dijadikan kandidat biokontrol.
Formula BP3T potensial untuk aplikasi lapangan didapatkan dalam bentuk
granular dengan bahan pembawa tepung tapioka
Percobaan 3
Pestisida nabati serai wangi baik formula namo dan minyak (EC) dapat
menekan pertumbuhan koloni jamur pada jaringan petiol dengan efikasi 100%
dan helaian daun dengan efikasi 30,70 – 87,50 %.
Formula namo emulsi lebih efektif dibandingkan formula minyak (EC) dalam
menekan pertumbuhan koloni jamur C. theobromae secara in vivo dan
menekan perkembangan penyakit VSD dilapang dengan dosis 1%.
43
10. Daftar Pustaka
Bergeson LL. 2010. Nanosilver: US EPA’s pesticide office considers how best toproceed. Environ. Qual. Manage. 19:79-85.
Bouchemal K, Briancon S, Perrier E, Fessi H. 2004. Nano-emulsion formulationusing spontaneous emulsification: solvent, oil, and surfactantoptimization. International Journal of Pharmaceutics 280: 241-251.
Bouwmeester H, Dekkers S, Noordam MY, Hagens WI, Bulder AS. 2009. Reviewof health safety aspects of nanotechnologies in food production. Regul.Toxicol. Pharmacol. 53:52-62.
Grainge, M. dan Ahmed, S. 1988. Handbook of Plants with Pest ControlProperties. New York.: John Wiley and Sons.
Handoko A, Abadi AL, dan Aini LQ. 2014. Karakterisasi penyakit penting padapembibitan durian di Desa Plangkrongan Kabupaten Magetan danpengendaliannya dengan bakteri antagonis. J.HPT. 2(2): 12-22.
Harni, R dan Baharuddin. 2014. Kefektifan minyak cengkeh, seraiwangi danekstrak bawang putih terhadap penyakit Vascular streak dieback(Ceratobasidium theobromae) pada kakao. J.TIDP 1(3): 167-174
Mariana M dan Noveriza R. 2013. Potensi minyak atsiri untuk mengendalikanPotyvirus pada Tanaman Nilam. Jurnal Fitopatologi Indonesia 9(1):53-58. DOI: 10.14692/jfi.9.2.53
Nakahara, K; Alzoreky NS, Yoshihashi T, Nguyen HTT, Trakoontivakorn G. 2003.Chemical composition and antifungal activity of essential oil fromCymbopogon nardus (citronella grass). JARQ 37 (4): 249-252.
Prakash A. dan Rao. J. 1997. Botanical Pesticides in Agriculture. New York.:Lewis Publisher.
Prijono D., J.I. Sudiar, dan Irmayetri. 2006. Insecticidal Activity of IndonesianPlant Extracts Against the Cabbage Head Caterpillar, Crocidolomiapavonana (F.) (Lepidoptera:Pyralidae). J. ISSAAS 12(1):25-34.
Rahma H, Zainal A, Sinaga MS, Surahman M, dan Giyanto. 2014. Potensibakteri endofit dalam menekan penyakitlayu stewart (Pantoea stewartiisubsp. stewartii) pada tanaman jagung. J. HPT Tropika 14(2): 121-127.
Regnault-Roger C. 2005. New Insecticides of Plant Origin for The Third MilleniumIn: Regnault_Roger BJR, Philogene C, Vincent. C, (Eds.). Biopesticidesof Plant Origin: Lavoisier Publishing Inc. p 17-35.
Rosmana A, Nasaruddin, Hindarto, Hakkar AA, dan Agriansyah N. 2016.Endophytic association of Trichoderma asperellum within Theobromacacao suppresses vascular streak dieback incidence and promote sidegraft growth. Mycology 44(3):180-186
Shakeel, F., Baboota, S., Ahuja, A., Ali, J., Faisal, M.S., & Shafiq, S. 2008.Stability evaluation of celecoxib nanoemulsion containing tween 80.Thai Journal Pharm. Sci. 32, 4-9.
44
Solans, C., Izquierdo, P., Nolla, J., Azemar, N., & Garcia-Celma, M.J. 2005.Nanoemulsions. Current Opinion in Colloid and Interface Science, 102-110.
Trisno J, Habaza T, Jamsari dan Hidayat SH. 2013.Penapisan kemampuanisolat rizobakteri indigenus dalam meningkatkan ketahanan tanamancabai terhadap penyakit virus daun kuning keriting. Prosiding SeminarNasional dan Rapat tahunan dekan bidang ilmu pertanian BKS wilayahBarat. Pontianak 14 – 20 Maret 2013: 889-902.
Trisno J, Reflin dan Martinius. 2016. Vascular Streak Dieback (VSD) PenyakitBaru Tanaman Kakao di Sumatera Barat. J. Fitopatol. Indo.12(4):142 -147.
Yuliasari S, Hamdan. 2012. Karakterisasi nanoemulsi minyak sawit merah yangdisiapkan dengan high pressure homogenizer. Prosiding InSiNas 25-28.
Vanhove W, Vanhoudt N, and Damme PV. 2016. Biocontrol of vascular streakdieback (Ceratobasidium theobromae) on cacao (Theobroma cacao)trough induced systemic resistance and direct antagonis. BiocontrolScience and Technology, 26(4):492-503.
Wang and Liung. 2007. Foliar uptake of pesticides present status and futurechallenge. Pesticide Biochemistry and Physiology, 87, 1–8.