Kebijakan+Fiskal+Dan++Upah++Dalam+Islam

23
KEBIJAKAN FISKAL DAN UPAH DALAM ISLAM A. PENDAHULUAN Kebijakan fiskal adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan umum melalui kebijakan penerimaan dan pengeluaran pemerintah, mobilisasi sumberdaya, dan penentuan harga barang dan jasa dari perusahaan. Menurut Samuelson dan Nordhaus, kebijakan fiskal dinyatakan sebagai suatu proses pembentukan perpajakan dan pengeluaran masyarakat dalam upaya menekan fluktuasi siklus bisnis, dan ikut berperan dalam menjaga pertumbuhan ekonomi, penggunaan tenaga kerja yang tinggi, bebas dari laju inflasi yang tinggi dan berubah-ubah. Dalam konteks ekonomi kapitalis, kebijakan fiskal sangat erat kaitannya dengan target keuangan negara yang ingin dicapai. Dengan kata lain, target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang ingin dicapai oleh pemerintah, karena instrumen yang digunakan dalam kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran negara Kebijakan fiskal yang dilakukan oleh negara-negara Eropa dan Amerika Serikat baru muncul pada tahun 1930-an. Sebelum tahun tersebut, pemerintah negara-negara Kapitalis, hanya menjadikan pajak sebagai sumber pembiayaan negara sedangkan pengeluaran pemerintah hanya dijadikan sebagai alat untuk membiayai kegiatan-kegiatan pemerintah tanpa melihat dampaknya terhadap perekonomian nasional baik secara mikro maupun makro. Sejak terjadinya depresi ekonomi yang melanda dunia pada tahun 1930, negara-negara Kapitalis menghadapi permasalahan yang besar dengan turunnya pendapatan pemerintah, perekonomian yang lesu, pengangguran yang meluas, dan inflasi. Kebijakan moneter yang selama ini digunakan pemerintah untuk menstabilkan ekonomi tidak dapat mengatasi depresi ekonomi. Sampai akhirnya John M. Keynes pada tahun 1936 menerbitkan 1

description

...

Transcript of Kebijakan+Fiskal+Dan++Upah++Dalam+Islam

Page 1: Kebijakan+Fiskal+Dan++Upah++Dalam+Islam

KEBIJAKAN FISKAL DAN UPAH DALAM ISLAM

A. PENDAHULUAN

Kebijakan fiskal adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk

meningkatkan kesejahteraan umum melalui kebijakan penerimaan dan pengeluaran

pemerintah, mobilisasi sumberdaya, dan penentuan harga barang dan jasa dari

perusahaan. Menurut Samuelson dan Nordhaus, kebijakan fiskal dinyatakan sebagai

suatu proses pembentukan perpajakan dan pengeluaran masyarakat dalam upaya

menekan fluktuasi siklus bisnis, dan ikut berperan dalam menjaga pertumbuhan

ekonomi, penggunaan tenaga kerja yang tinggi, bebas dari laju inflasi yang tinggi

dan berubah-ubah.

Dalam konteks ekonomi kapitalis, kebijakan fiskal sangat erat kaitannya

dengan target keuangan negara yang ingin dicapai. Dengan kata lain, target

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang ingin dicapai oleh

pemerintah, karena instrumen yang digunakan dalam kebijakan fiskal adalah

penerimaan dan pengeluaran negara

Kebijakan fiskal yang dilakukan oleh negara-negara Eropa dan Amerika

Serikat baru muncul pada tahun 1930-an. Sebelum tahun tersebut, pemerintah

negara-negara Kapitalis, hanya menjadikan pajak sebagai sumber pembiayaan

negara sedangkan pengeluaran pemerintah hanya dijadikan sebagai alat untuk

membiayai kegiatan-kegiatan pemerintah tanpa melihat dampaknya terhadap

perekonomian nasional baik secara mikro maupun makro.

Sejak terjadinya depresi ekonomi yang melanda dunia pada tahun 1930,

negara-negara Kapitalis menghadapi permasalahan yang besar dengan turunnya

pendapatan pemerintah, perekonomian yang lesu, pengangguran yang meluas, dan

inflasi. Kebijakan moneter yang selama ini digunakan pemerintah untuk

menstabilkan ekonomi tidak dapat mengatasi depresi ekonomi. Sampai akhirnya John

M. Keynes pada tahun 1936 menerbitkan bukunya yang terkenal “The General

Theory of Employment Interest and Money”. Buku Keynes ini merupakan peletak

dasar diberlakukannya kebijakan fiskal oleh negara yang pada saat itu digunakan

untuk mengatasi depresi ekonomi terutama di Amerika Serikat. Jadi kebijakan fiskal

dalam perekonomian Kapitalis baru muncul sejak abad 20. Jika dalam Sistem

Ekonomi Kapitalis, kebijakan fiskal baru diberlakukan pada abad 20, maka

bagaimanakah kebijakan fiskal dalam Sistem Ekonomi Islam?

B. SYARA MEWAJIBKAN NEGARA MELAYANI UMAT

1

Page 2: Kebijakan+Fiskal+Dan++Upah++Dalam+Islam

Kewajiban negara atas rakyatnya adalah melayani dan mengurusi urusan

umat. Hal ini ditegaskan Nabi SAW dalam sabdanya:

”Seorang imam (khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat), dan dia

akan diminta pertanggungjawabannya terhadap rakyatnya.” (HR Bukhari dan

Muslim).

Salah satu urusan umat yang wajib dilaksanakan oleh negara (Daulah

Islamiyah) adalah mengatur ekonomi dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan

rakyat sehingga pada akhirnya negara menjadi kuat. Bentuk kewajiban negara atas

masalah ini diatur melalui institusi Baitul Mal, disamping penegakkan syari’at lainnya

oleh negara seperti syari’at yang mengatur mekanisme dan transaksi ekonomi (cara-

cara memperoleh harta dan mengembangkannya atau investasi, membelanjakan

harta atau konsumsi), penerapan sanksi (uqubat) atas pelanggaran hukum, dan

penegakkan keamanan yang akan mengayomi aktivitas ekonomi masyarakat

sehingga kegiatan ekonomi menjadi lancar.

Baitul Mal merupakan suatu institusi khusus di bawah Khalifah yang mengatur

sumber-sumber pemasukan harta (pendapatan) negara baik dari sumber-sumber

pemasukan tetap (rutin) maupun yang bersifat temporal. Kemudian

mengalokasikannya sebagai pengeluaran yang bersifat rutin maupun temporal.

Harta yang dikumpulkan Khalifah dan para walinya di dalam Baitul Mal menjadi hak

kaum Muslimin dan syara’ mewajibkan negara membelanjakannya secara syar’i

untuk membayar jasa yang diberikan individu kepada negara, mengatasi kemiskinan

dan kelaparan, tunjangan dan penyediaan lapangan kerja, modal usaha bagi

masyarakat, pembangunan infrastruktur dan pelayan publik, dan lain-lainnya.

Kebijakan Khalifah atas Baitul Mal baik dari sisi pemasukan maupun belanja

negara yang ditentukan secara syar’i, merupakan bagian dari penerapan syari’at

Islam sehingga tujuan-tujuan Baitul Mal adalah juga tujuan-tujuan syari’at Islam.

“Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) kecuali sebagai rahmat

bagi semesta alam”. (QS. Al-Anbiyaa: 107)

2

Page 3: Kebijakan+Fiskal+Dan++Upah++Dalam+Islam

Dalam Tafsir Ibnu Katsir, Ibnu Katsir menerangkan bahwa, Allah Ta'ala

mengabarkan bahwa Dia telah menjadikan Muhammad sebagai rahmat bagi semesta

alam- Yaitu, Dia mengutusnya sebagai rahmat untuk kalian semua. Barangsiapa

yang menerima rahmat dan mensyukuri nikmat ini, niscaya dia akan berbahagia

didunia dan di akhirat, sedangkan barangsiapa yang menolak dan menentangnya

niscaya dia akan merugi di dunia dan di akhirat.

Ini menunjukkan bahwa tujuan kebijakan Baitul Mal terhadap pemasukan dan

pengeluaran negara harus selaras dengan menyelamatkan rakyat (Muslim maupun

non-Muslim) dari yang menyebabkan kesengsaraan seperti kemiskinan, hutang yang

tidak dapat dibayar, kelaparan, pengangguran, bencana alam, kebodohan, gejolak

harga (inflasi maupun deflasi) karena ketidakseimbangan pasar, yang secara umum

dapat dikatakan sebagai kebijakan untuk mengeluarkan negara dan masyarakat dari

resesi ataupun depresi ekonomi. Juga kebijakan atas Baitul Mal bertujuan untuk

menciptakan kebahagian bagi setiap rakyatnya dengan melakukan suatu kebijakan

untuk meningkatkan kesejahteraan baik dari sisi kesadaran ruhiyah antara lain

melalui pendidikan, maupun dari sisi kemampuan dan kekayaan materi dengan

mengupayakan suatu perekonomian yang tumbuh, bahkan tumbuh pesat (booming),

tanpa mengabaikan mekanisme distribusi ekonomi yang adil.

Tujuan-tujuan dari kebijakan pengelolaan harta negara tersebut, sudah

dilakukan oleh Daulah Islamiyah yakni sejak Rasulullah bersama para sahabat

mendirikan negara Islam (Islamic State) di Madinah, dan dilanjutkan oleh Khulafaur

Rasyidin, para Khalifah di masa Khilafah Umayyah, Khilafah Abasiyyah, hingga

Khilafah Utsmaniyyah. Jadi kebijakan-kebijakan atas pemasukan dan pengeluaran

harta negara yang disertai dengan tujuan (dampak) yang diinginkan terhadap

perekonomian bukanlah sesuatu hal yang baru di dalam Islam dan ia merupakan

bagian dari Sistem Ekonomi Islam sebagai suatu kewajiban negara. Dengan kata lain

kebijakan fiskal sebagai suatu istilah yang baru, sebenarnya sudah dilakukan sejak

tegaknya negara Islam di Madinah.

C. KEBIJAKAN FISKAL DAN DISTRIBUSI EKONOMI

Secara umum fungsi kebijakan fiskal adalah fungsi alokasi, distribusi dan

stabilisasi perekonomian. Dalam hal alokasi, maka digunakan untuk apa sajakah

sumber-sumber keuangan negara, sedangkan distribusi menyangkut bagaimana

kebijakan negara mengelola pengeluarannya untuk menciptakan mekanisme

3

Page 4: Kebijakan+Fiskal+Dan++Upah++Dalam+Islam

distribusi ekonomi yang adil di masyarakat, dan stabilisasi adalah bagaimana negara

menciptakan perekonomian yang stabil.

Kebijakan fiskal dalam Sistem Ekonomi Kapitalis, hanyalah merupakan suatu

kebutuhan untuk pemulihan ekonomi (economy recovery) akibat krisis dan untuk

menggenjot perekonomian agar dapat mencapai pertumbuhan yang positif sehingga

tumpuan utama kebijakan fiskal Negara Kapitalis adalah pertumbuhan ekonomi

(economic growth). Dalam Sistem Ekonomi Islam, kebijakan fiskal merupakan suatu

kewajiban negara dan menjadi hak rakyat, sehingga kebijakan fiskal bukanlah

semata-mata sebagai suatu kebutuhan untuk perbaikan ekonomi maupun untuk

peningkatan kesejahteraan rakyat. Juga kebijakan fiskal dalam Sistem Ekonomi Islam

tidak bertumpu pada pertumbuhan ekonomi seperti dalam Sistem Ekonomi Kapitalis

tetapi mengacu pada penciptaan mekanisme distribusi ekonomi yang adil, karena

hakikat permasalahan ekonomi yang melanda umat manusia adalah berasal dari

bagaimana distribusi harta di tengah-tengah masyarakat terjadi.

1. Pos pemasukan dan pengeluaran negara Islam (daulah Islamiyah)

Abdul Qadim Zallum dalam bukunya al-Amwal fi Daulah al-Khilafah, membagi

sumber-sumber pendapatan negara dalam 3 kelompok yaitu :

1. Bagian Fai dan Kharaj; meliputi harta yang tergolong fai bagi seluruh kaum

Musliminin dan pajak (dlaribah) terhadap kaum Musliminin sebagai kewajiban

mereka ketika negara mengalami krisis keuangan sehingga tidak mampu

membiayai belanja negara terutama yang berifat wajib. Kelompok ini terdiri atas:

a. ghanimah, mencakup ghanimah, anfal, fai, dan khumus.

b. kharaj.

c. status tanah, mencakup tanah-tanah yang ditaklukkan secara paksa (uswah),

tanah ‘usyriyah, as shawafi, dan tanah-tanah yang dimiliki oleh negara,

tanah-tanah milik umum dan tanah-tanah yang dipagar dan dikuasai negara.

d. jizyah.

e. fai, yang meliputi data-data pemasukan dari (harta) as shawafi, ‘usyur, 1/5

harta rikaz dan barang tambang, tanah yang dijual atau disewakan, harta as

shawafi dan harta waris yang tidak ada pewarisnya.

f. pajak (dlaribah)

2. Bagian Pemilikan Umum; harta dari kepemilikan umum ini adalah milik seluruh

kaum Musliminin, sedangkan negara berfungsi mewakili ummat dalam mengelola

harta jenis kepemilikan umum ini, untuk kemudian digunakan bagi kemaslahatan

kaum Musliminin dan seluruh warga negara (termasuk non muslim). An-Nabhani

4

Page 5: Kebijakan+Fiskal+Dan++Upah++Dalam+Islam

dan Abdul Qadim Zallum menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan

kepemilikan umum itu adalah:

a. Fasilitas/ Sarana umum yang jika tidak ada pada suatu negeri/ komunitas

akan menyebabkan banyak orang bersengketa untuk mencarinya, seperti air,

padang rumput, jalan-jalan umum.

b. Barang tambang yang jumlahnya tak terbatas (sangat besar), seperti

tambang minyak dan gas bumi, emas dan logam mulia lainnya, timah, besi,

uranium, batu bara, dan lain-lainnya.

c. Sumber daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki

individu, seperti laut, sungai, danau.

3. Bagian Shadaqah; bagian ini menyimpan harta-harta zakat yang wajib beserta

catatannya. Kelompok ini berdasarkan jenis harta zakat, yaitu:

a. zakat (harta) uang dan perdagangan.

b. zakat pertanian dan buah-buahan.

c. zakat (ternak) unta, sapi, dan kambing.

Kemudian untuk pengeluaran (belanja) negara, Abdul Qadim Zallum

mengelompokkannya menjadi 8 bagian yang meliputi pembiayaan bagian-bagian

Baitul Mal itu sendiri, seksi-seksinya, dan biro-biro.

1. Seksi dar al Khilafah, yang terdiri dari:

a. Kantor Khilafah.

b. Kantor Penasihat (Mustasyaarin)

c. Kantor Mu’awin Tafwidl.

d. Kantor Mu’awin Tanfidz.

2. Seksi Mashalih ad Daulah, yang terdiri dari:

a. Biro Amir Jihad.

b. Biro para Wali (gubernur)

c. Biro para Qadli.

d. Biro Mashalih ad Daulah, seksi-seksi dan biro-biro lain, serta fasilitas umum.

3. Seksi Santunan; seksi ini bertugas memberikan santunan kepada yang berhak

menerimanya, seperti orang-orang fakir, miskin, yang dalam keadaan

membutuhkan, yang berhutang, yang sedang dalam perjalanan, para petani, para

pemilik industri, dan lain-lain yang menurut Khalifah mendatangkan

kemaslahatan bagi kaum Muslimin serta layak diberi subsidi.

4. Seksi Jihad, meliputi:

5

Page 6: Kebijakan+Fiskal+Dan++Upah++Dalam+Islam

a. Biro pasukan, yang mengurus pengadaan, pembentukan, penyiapan dan

pelatihan pasukan.

b. Biro persenjataan (amunisi).

c. Biro industri militer.

5. Seksi Penyimpanan Harta Zakat; bagian ini menyalurkan zakat kepada hanya 8

golongan yang berhak menerima zakat, selama masih ada harta zakat yang di

dalam Baitul Mal, dan jika tidak terdapat lagi harta zakat di dalam Baitul Mal

maka seksi ini tidak dibiayai.

6. Seksi Penyimpanan Harta Pemilikan Umum.

7. Seksi Urusan Darurat/ Bencana Alam (ath Thawaari).

8. Seksi Anggaran Belanja Negara (al Muwazanah al Ammah), Pengendali Umum (al

Muhasabah al Ammah), dan Badan Pengawas (al Muraqabah).

2. Kebijakan fiskal dari sisi penerimaan negara

Dalam perekonomian Kapitalis, sumber utama penerimaan negara berupa

pajak dan hutang. Di luar kedua sumber utama penerimaan negara tersebut, negara

juga memperoleh pendapatannya dari restribusi (pungutan/ semacam pajak yang

berlaku di tingkat daerah), keuntungan BUMN, denda-denda dan perampasan yang

dijalankan pemerintah, pencetakan uang, dan hadiah (hibah).

Hal tersebut berbeda dengan kebijakan fiskal dari sisi penerimaan Baitul Mal.

Pertama dilihat dari pos Bagian Fai dan Kharaj. Dalam bagian ini, sebagian seksi-

seksi penerimaan Baitul Mal berhubungan langsung dengan dakwah dan jihad.

Daulah Khilafah yang menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia dan jika berhasil

melakukan penaklukan (futuhat) baik di negeri-negeri Islam yang sebelumnya berada

dalam kekuasaan bangsa-bangsa kafir, maupun di negeri-negeri bangsa kafir itu

sendiri, maka akan banyak pemasukan Baitul Mal dari anfal atau ghanimah, fa’i, dan

khumus. Jadi semakin Islam disebarkan ke seluruh penjuru dunia melalui dakwah dan

jihad semakin banyak harta pemasukan bagi Baitul Mal dari harta rampasan perang.

Pemasukan lainnya adalah kharaj (the land tax). Kharaj merupakan hak kaum

Muslimin atas tanah yang diperoleh (dan menjadi bagian dari ghanimah) dari orang-

orang kafir, baik melalui peperangan maupun melalui perjanjian damai. Setiap

penduduk (Muslim dan non Muslim) yang memanfaatkan tanah kharaj diwajibkan

membayar kharaj kepada negara. Nilai kharaj yang diambil oleh negara atas tanah

tersebut dihitung berdasarkan kandungan tanahnya dengan memperhatikan kondisi

lingkungan tanah tersebut. Sedangkan terhadap negeri yang penduduknya masuk

Islam seperti Indonesia, atau tanah yang statusnya bukan tanah kharaj, maka kharaj

6

Page 7: Kebijakan+Fiskal+Dan++Upah++Dalam+Islam

tidak berlaku, karena tanah tersebut merupakan tanah ’usyuriyah yang wajib

dikeluarkan zakatnya.

Pemasukan lainnya adalah jizyah (the head tax). Jizyah merupakan hak Allah

yang diberikan kepada kaum Muslimin dari orang-orang kafir sebagai tanda

tunduknya mereka kepada Islam. Jizyah masih terkait dengan hasil dakwah dan jihad

kaum Muslimin dalam Daulah Khilafah. Pihak yang wajib membayar jizyah adalah

para ahli kitab yaitu orang-orang Yahudi dan Nasrani dan yang bukan ahli kitab

seperti orang-orang Majusi, Hindu, Budha dan Komunis yang telah menjadi warga

negara Islam. Jizyah diambil dari orang-orang kafir laki-laki, telah baligh dan berakal

sehat. Jizyah tidak wajib atas wanita, anak-anak dan orang gila. Jizyah akan berhenti

dipungut oleh negara jika orang kafir tersebut telah masuk Islam. Juga jizyah tidak

wajib jika orang kafir yang bersangkutan tidak mempunyai kemampuan

membayarnya karena kefakiran atau kemiskinannya.

Sumber penerimaan lainnya dalam bagian ini adalah ’Usyur. ’Usyur dipungut

terhadap pedagang penduduk kafir harby atas barang dagangan mereka yang

melewati perbatasan negara. Tindakan ini dilakukan sebagai perlakuan setara karena

negara mereka telah melakukan pungutan (cukai) atas pedagang Muslim yang

melewati perbatasan negara mereka. ’Usyur juga dipungut terhadap pedagang kafir

dzimmi yang melewati perbatasan, disebabkan adanya perjanjian damai antara

kaum Muslimin dengan mereka yang salah satu poinnya menyebutkan tentang

’usyur ini, tetapi jika ’usyur tidak disebutkan dalam perjanjian damai maka tidak

boleh mengambil ’usyur dari pedagang kafir dzimmi. Jadi ’Usyur dipungut karena

adanya sebab-sebab syara’. Sedangkan jika tidak ada sebab-sebab seperti di atas,

maka pungutan terhadap perdagangan lintas negara (cukai) hukumnya haram,

sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Uqbah bin ’Amir, Nabi

SAW bersabda:

”Tidak akan masuk surga orang yang memungut bea cukai (pajak)”

Selain itu, jika negara mengalami suatu kondisi sehingga Baitul Mal tidak

mampu membiayai kewajiban-kewajibannya, maka kewajiban ini beralih kepada

kaum Muslimin. Dengan kondisi seperti ini, negara berhak memungut pajak

(dlaribah/ taxes) terhadap kaum Muslimin.

7

Page 8: Kebijakan+Fiskal+Dan++Upah++Dalam+Islam

”Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang

miskin yang tidak mendapat bagian” (QS. Adz-Dzariyaat: 19)

Pajak ini hanya dikenakan terhadap kaum Muslimin, dan tidak boleh terhadap

warga negara non Muslim. Pengenaan pajak dilakukan dari sisa nafkah (setelah

dikurangi kebutuhan hidup), dan harta orang-orang kaya yaitu dari sisa pemenuhan

kebutuhan primer dan sekundernya yang ma’ruf. Jumlah pajak yang dipungut secara

makro harus ekuivalen dengan jumlah kebutuhan Baitul Mal yang dipergunakan

untuk memenuhi kewajiban-kewajiban Baitul Mal, sehingga pajak tidak boleh

dipungut melebihi kebutuhan sebagaimana mestinya. Kemudian jika kebutuhan

Baitul Mal telah terpenuhi dan Baitul Mal sudah mampu memenuhi kewajiban-

kewajibannya dari sumber-sumber penerimaan rutin, maka pungutan pajak harus

dihentikan.

Negara juga mendapatkan penerimaan dari 1/5 harta rikaz, harta warisan

yang tidak ada lagi ahli warisnya, harta tidak sah yang dimiliki pejabat negara dan

harta orang murtad.

Sistem Ekonomi Kapitalis tidak memiliki sumber penerimaan dari pemilikan

umum karena sistem ini hanya mengakui dua macam kepemilikan, yaitu pemilikan

individu (private proverty) dan pemilikan negara (state proverty). Sistem ini juga

menempatkan kebebasan individu dalam hal kepemilikan selama diperoleh dengan

cara-cara yang sah menurut hukum Kapitalisme.

Pengakuan Islam akan kepemilikan umum (Al Milkiyyah al Ammah/ collective

proverty) selain kepemilikan individu dan kepemilikan negara, didasarkan pada dalil

syara’ berikut:

Dari Abu Khurasyi dari sebagian sahabat Nabi SAW, Rasulullah bersabda:

”Kaum Muslimin itu berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput dan api”

“Tidak ada penguasaan (atas harta milik umum) kecuali bagi Allah dan Rasulnya.”

Sumber penerimaan Baitul Mal dari Bagian Pemilikan Umum yang mempunyai

potensi sangat besar dalam membiayai pengeluaran Baitul Mal adalah dari barang

tambang dan sumber daya alam. Negeri-negeri Islam yang sebagian besar terletak di

bagian Selatan bumi ini telah dianugerahi Allah SWT dengan kekayaan alam yang

8

Page 9: Kebijakan+Fiskal+Dan++Upah++Dalam+Islam

sangat melimpah. Anugerah ini merupakan suatu potensi yang sangat besar untuk

meningkatkan kesejahteraan rakyat dan kekuatan negara.

Sumber pemasukan Baitul Mal berikutnya adalah Bagian Shadaqah. Bagian ini

meliputi, pertama; zakat ternak unta, sapi dan kambing. Kedua; zakat tanaman (hasil

pertanian) dan buah-buahan. Ketiga; zakat nuqud/mata uang (emas dan perak), dan

keempat; zakat atas keuntungan dari perdagangan.

Zakat merupakan suatu kewajiban kaum Muslimin dan salah satu pilar dari

rukun Islam. Seorang Muslim yang membayar zakat merupakan implimentasi (ibadah

ritual) hubungannya dengan Allah SWT seperti halnya seorang Muslim yang

melaksanakan kewajiban shalat, puasa dan ibadah haji.

”Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’ lah beserta orang-orang yang

ruku.” (QS. Al-Baqarah: 43)

Tugas negara adalah memungut zakat dari kaum Muslimin dan

mengumpulkannya di Baitul Mal pada pos Bagian Shadaqah, kemudian

menyalurkannya sesuai ketentuan syara’. Jika wajib zakat menolak membayar zakat,

maka negara berhak memaksanya agar memenuhi kewajibannya.

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan

dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka, sesungguhnya do’a kamu

itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha

Mengetahui” (QS. At-Taubah: 103)

Zakat tetap dipungut oleh negara selama masih ada orang yang wajib zakat,

dan tidak akan dihentikan kewajiban ini meskipun harta zakat yang terkumpul di

Baitul Mal melimpah sedangkan orang yang berhak menerimanya tidak terdapat lagi

di dalam negeri. Jadi fungsi negara dalam mengelola zakat semata-mata karena

9

Page 10: Kebijakan+Fiskal+Dan++Upah++Dalam+Islam

implimentasi ibadah ritual kaum Muslimin terhadap Allah SWT, bukan karena alasan

ekonomi.

3. Kebijakan fiskal dan distribusi ekonomi dari sisi pengeluaran negara

Setiap pos pemasukan di dalam Baitul Mal mempunyai mekanisme masing-

masing untuk dikeluarkan atau dibelanjakan oleh negara, sehingga akan mempunyai

variasi dampak positif terhadap perekonomian negara dan masyarakat.

Pos penerimaan Baitul Mal dari Bagian Fai dan Kharaj harus dikeluarkan

negara untuk pos pengeluaran dar al Khilafah, Mashalih ad Daulah, Santunan, Jihad,

Urusan Darurat/ Bencana Alam (ath Thawaari), dan Anggaran Belanja Negara (al

Muwazanah al Ammah), Pengendali Umum (al Muhasabah al Ammah), dan Badan

Pengawas (al Muraqabah). Kemudian pos penerimaan dari Bagian Pemilikan Umum

harus dikeluarkan untuk Jihad, Penyimpanan Pemilikan Umum dani Urusan Darurat/

Bencana Alam. Sedangkan pos penerimaan dari Bagian Shadaqah harus dikeluarkan

hanya untuk Penyimpanan Harta Zakat dan Jihad.

Di dalam Sistem Ekonomi Kapitalis tidak mengenal mekanisme pemasukan

dan pengeluaran keuangan dan harta negara seperti yang ada pada Baitul Mal.

Setiap sumber pemasukan APBN (budget of state) tidak ada pengaturan harus

dikeluarkan untuk anggaran apa saja, sebaliknya setiap sumber pemasukan

penggunaannya terserah kepada pemerintah dalam membiayai belanja negara dari

besaran anggaran yang sudah disetujui parlemen (DPR). Dilihat dari sisi ini saja

sudah muncul kerancuan penggunaan keuangan negara dalam hal alokasi anggaran.

Aspek politik dari kebijakan fiskal yang dilakukan oleh khalifah adalah dalam

rangka mengurusi dan melayani umat. Kemudian dilihat dari bagaimana Islam

memecahkan problematika ekonomi, maka berdasarkan kajian fakta permasalahan

ekonomi secara mendalam terungkap bahwa hakikat permasalahan ekonomi terletak

pada bagaimana distribusi harta dan jasa di tengah-tengah masyarakat sehingga titik

berat pemecahan permasalahan ekonomi adalah bagaimana menciptakan suatu

mekanisme distribusi ekonomi yang adil. Allah SWT mengingatkan kita tentang

betapa sangat urgennya masalah distribusi harta ini dalam firman-Nya:

10

Page 11: Kebijakan+Fiskal+Dan++Upah++Dalam+Islam

”Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta

benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul,

kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam

perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di

antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang

dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah.

Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (QS. Al-Hasyr: 7)

Asbabun Nuzul(Fai’ ialah harta rampasan perang yang diperoleh dari musuh tanpa melalui pertempuran.

Pembagiannya berlainan dengan pembagian ghanimah. Sedangkan ghanimah harta rampasan yang diperoleh dari musuh setelah terjadi pertempuran. Pembagian fai’ sebagai yang tersebut pada ayat ke-7 di surat al-Hasyr. Sedang pembagian ghanimah tersebut pada ayat ke-41 surat al-Anfaal.)

Dalam firman-Nya, Allah menjelaskan makna al-fai’ (harta rampasan),

bagaimana sifatnya dan apa hukum ketetapannya. Al-Fai’ adalah semua harta yang

diambil dari orang kafir tanpa pertempuran seperti harta benda milik Bani Nadhir ini.

Oleh karena itulah Allah SWT memberikan harta yang mereka tinggalkan itu

untuk Rasul-Nya saw. Dan oleh karenanya Rasulullah saw membagi-bagikannya

sesuka hati beliau. Beliau pun menyalurkannya kepada kaum muslimin untuk

berbagai jalan kebaikan dan kemaslahatan yang Allah sebutkan pada ayat-ayat

berikutnya. Itulah cara pengalokasian dan pendistribusian harta fai’.

(Shahih Tafsir Ibnu Katsir, JIlid 9, Hal. 16, Pustaka Ibnu Katsir:2006)

Imam Ahamd telah meriwayatkan dari ‘Umar r.a., ia berkata, “Harta benda Bani

Nadhir termasuk harta rampasan yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya tanpa

sebuah penyerbuan dengan mengerahkan kuda ataupun unta, maka harta itu khusus

untuk Rasulullah. Beliau gunakan sebagai nafkah untuk satu tahun-dalam satu

kesempatan ia berkata: untuk makanan pokok keluarganya selama setahun- dan

11

Page 12: Kebijakan+Fiskal+Dan++Upah++Dalam+Islam

sisanya beliau gunakan untuk kuda dan peralatan jihad dijalan Allah. [Ahmad (I/25)]

(Shahih Tafsir Ibnu Katsir, JIlid 9, Hal. 16, Pustaka Ibnu Katsir:2006)

Mengenai ayat:

“Supaya harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya saja

diantara kamu.”

Yakni, Kami jadikan pengaturan distribusi harta fai’ tersebut sedemikian rupa,

agar harta itu tidak hanya dimonopoli oleh orang-orang kaya, lalu mereka

mempergunakannya untuk melampiaskan hawa nafsu dan keinginan mereka saja

tanpa memperhatikan orang-orang fakir.

(Shahih Tafsir Ibnu Katsir, JIlid 9, Hal. 19, Pustaka Ibnu Katsir:2006)

Mengenai ayat:

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang

dilarangnya bagimu tinggalkanlah.”

Yakni, walau bagaimanapun perintah beliau maka laksanakanlah dan walau

bagaimanapun larangan beliau maka jauhkanlah, karena beiau pasti memerintahkan

yang baik dan melarang yang buruk.

Juga tercantum dalam ash-Shahiihain, dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah

saw telah bersabda:

“Apabila saya telah memerintahkan sesuatu kepada kalian maka lakukanlah

semampu kalian, dan apa yang saya larang maka hindarilah.”

(Shahih Tafsir Ibnu Katsir, JIlid 9, Hal. 20-21, Pustaka Ibnu Katsir:2006)

Mengenai ayat:

“Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-

Nya.”

Yakni, bertakwalah dalam melaksanakan perintah-perintah-Nya dan dalam

menghindari larangan-larangan-Nya karena hukuman-Nya sangat keras bagi orang

yang melanggar larangan-Nya.

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang

alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan

batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang

12

Page 13: Kebijakan+Fiskal+Dan++Upah++Dalam+Islam

yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka

beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,”

(QS. At-Taubah: 34)

Juga dalam hadits Nabi SAW:

”Jika pada suatu pagi di suatu kampung terdapat seseorang yang kelaparan, maka

Allah berlepas diri dari mereka.”

”Tidak beriman pada-Ku, tidak beriman pada-Ku, orang yang tidur dalam keadaan

kenyang, sementara ia tahu tetangganya kelaparan.” (Hadits Qudsi)

Karena itu, kebijakan fiskal di dalam Islam didasari oleh suatu politik ekonomi

(as siyasatu al iqtishadi) yang bertujuan mencapai distribusi ekonomi yang adil,

sebagaimana yang dikemukakan Abdurrahman Al Maliki, yaitu menjamin pemenuhan

kebutuhan-kebutuhan primer (al-hajat al-asasiyah/ basic needs) perindividu secara

menyeluruh, dan membantu tiap-tiap individu di antara mereka dalam memenuhi

kebutuhan-kebutuhan sekunder dan tersiernya (al-hajat al-kamaliyah) sesuai kadar

kemampuannya.

Jaminan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan primer ini meliputi; pertama,

jaminan kebutuhan-kebutuhan primer bagi tiap-tiap individu dan kedua, jaminan

kebutuhan-kebutuhan primer bagi rakyat secara keseluruhan.

Jaminan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan primer katagori pertama adalah

jaminan akan sandang, pangan dan papan dan merupakan jaminan secara langsung

terhadap setiap individu yang mempunyai penghasilan tetapi tidak mencukupi untuk

memberikan nafkah kebutuhan-kebutuhan pokok terhadap diri dan keluarganya,

atau terhadap setiap individu yang tidak memiliki kemampuan untuk memberikan

nafkah kebutuhan pokok terhadap diri dan keluarganya. Kebijakan ini termasuk

kebijakan transfer payment karena negara memberikan secara cuma-cuma harta

berupa uang atau barang kepada seseorang. Sedangkan pembiayaan pemenuhan

kebutuhan primer katagori pertama ini oleh negara dianggarkan pada Seksi

Santunan.

Jaminan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan primer katagori kedua meliputi

keamanan, pendidikan dan kesehatan. Tiga perkara ini, merupakan unsur penting

bagi perekonomian. Keamanan berfungsi melindungi dan mengayomi aktivitas

perekonomian masyarakat sehingga kegiatan ekonomi menjadi lancar. Pendidikan

merupakan pilar yang melahirkan sumber daya manusia yang sangat dibutuhkan

13

Page 14: Kebijakan+Fiskal+Dan++Upah++Dalam+Islam

untuk melakukan pembangunan fasilitas-fasilitas negara dan fasilitas-fasilitas umum

yang dibutuhkan rakyat termasuk yang dibutuhkan bagi aktifitas perekonomian,

untuk membangun sistem pertanian, industri (termasuk industri senjata),

perdagangan dan jasa yang tangguh, berkualitas dan efisien. Kesehatan merupakan

unsur yang sangat mempengaruhi kinerja seseorang bagi ekonomi dirinya dan

keluarganya, bagi syirkah tempat dia bekerja, bagi perekonomian masyarakat dan

negara.

Dalam menjamin keamanan di dalam negeri, dilakukan dengan cara

menegakkan syariat yang berkaitan dengan sanksi terhadap orang yang melanggar

dan memperkosa hak-hak asasi manusia. Sedangkan jaminan keamanan dari

ancaman musuh di luar negeri dilakukan dengan menegakkan jihad. Pembiayaan

terhadap jaminan keamanan ini terletak pada anggaran belanja negara Mashalih ad-

Daulah dan Jihad.

Negara menjamin pendidikan dari tenaga pengajar (guru/dosen), tempat

pendidikan dan berbagai fasilitas yang dibutuhkan untuk penyelenggaraannya.

Jaminan akan pendidikan ini juga termasuk jaminan hidup yang layak bagi para guru.

Pembiayaan anggaran pendidikan ini terdapat pada Seksi Mashalih ad-Daulah.

Dari aspek kesehatan, negara berkewajiban menyediakan dokter, obat-

obatan, rumah sakit dan tempat pelayanan kesehatan lainnya, serta berbagai sarana

kesehatan, termasuk riset di bidang kesehatan. Pelayanan kesehatan ini diberikan

secara cuma-cuma (gratis) kepada seluruh masyarakat sehingga negaralah (Baitul

Mal) yang menanggung seluruh biaya kesehatan ini bukan masyarakat. Anggaran

yang menangani pembiayaan kesehatan terdapat pada Seksi Mashalih ad-Daulah.

Pemenuhan atas tiga kebutuhan primer katagori kedua ini bersifat

menyeluruh, artinya seluruh rakyat apakah orang miskin atau kaya, dari keluarga

pengusaha atau bukan, pria atau wanita, tua atau muda, kulit hitam atau putih,

Muslim atau non Muslim, memiliki hak yang sama untuk mendapatkan jaminan

keamanan, pendidikan dan pelayanan kesehatan secara gratis.

Karena perkara pemenuhan kebutuhan primer ini menjadi sasaran utama

kebijakan fiskal dibandingkan anggaran yang lainnya, maka khalifah tidak boleh

melalaikan anggarannya di dalam Baitul Mal, sebab ia merupakan suatu kewajiban

yang harus dilaksanakan negara dan merupakan hak setiap individu yang tidak

mampu memenuhi kebutuhannya akan pangan, sandang dan papan. Juga hak

seluruh rakyat untuk mendapatkan jaminan keamanan, pendidikan dan pelayan

kesehatan secara gratis. Bahkan jika Baitul Mal tidak mampu lagi membiayai

anggaran ini, sedangkan perkara ini merupakan kewajiban negara terlepas apakah

ada harta di dalam Baitul Mal ataukah tidak, maka kewajiban untuk membiayai

14

Page 15: Kebijakan+Fiskal+Dan++Upah++Dalam+Islam

anggaran perkara tersebut beralih kepada kaum Muslimin, yakni dengan berhaknya

negara memungut pajak (dlaribah) terhadap kaum Muslimin yang mempunyai

kelebihan harta.

Dengan satu langkah kebijakan fiskal dalam penjaminan kebutuhan primer di

atas, maka negara telah membangun suatu infrastruktur ekonomi dan dengan itu

terbentuklah suatu karakteristik struktur perekonomian sehingga negara telah

membuka satu pintu distribusi ekonomi yang adil, karena orang-orang yang kurang

memiliki kemampuan dari sisi ekonomi disantuni oleh negara dengan penjaminan

pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokoknya. Juga setiap orang mendapatkan hak

yang sama dalam keamanan akan hartanya, akan usahanya (pertanian, industri dan

perdagangan, jasa, dan lain-lain), jiwanya dan keluarganya. Hak yang sama akan

pendidikan, sehingga semua orang pada hakikatnya memiliki kesempatan yang sama

untuk memperoleh ilmu dan keahlian (skill). Dengan ilmu dan keahlian inilah modal

dasar bagi seseorang mencari nafkah bagi diri dan keluarganya, serta untuk

meningkatkan kekayaannya.

Baitul Mal masih memiliki dua instrumen dari dua sumber pemasukan negara

untuk semakin mempertajam distribusi harta di tengah-tengah masyarakat. Yaitu

instrumen Penyimpanan Harta Kepemilikan Umum dan instrumen Penyimpanan

Harta Zakat.

Harta yang termasuk kepemilikan umum merupakan harta milik umat

sehingga umat berhak mendapatkan manfaat dari harta milik umum dan tidak

seorangpun yang berhak menguasai harta milik umum tersebut. Dalam

memanfaatkan harta milik umum ada yang bisa dimanfaatkan secara langsung oleh

umat seperti air, padang rumput, api, jalan-jalan umum, laut, sungai, danau dan

terusan yang besar, dan ada juga yang tidak mudah memanfaatkannya secara

langsung seperti minyak bumi, gas, dan barang-barang tambang. Untuk dapat

memanfaatkannya, aset milik umum tersebut harus dieksplorasi dan diolah dengan

usaha yang keras dan biaya yang besar. Maka pihak yang wajib untuk mengelola

kepemilikan seperti ini adalah negara selaku wakil umat.

Pendapatan yang diperoleh dari eksplorasi dan produksi (pengolahan) atas

harta milik umum tersebut digunakan untuk menutupi seluruh biaya operasional

pengelolaannya serta dibelanjakan untuk kepentingan umat sebagai bagian dari

kebijakan ekonomi negara. Pembelanjaan dari harta milik umum ini dianggarkan

dalam pos pengeluaran Penyimpanan Harta Pemilikan Umum.

Pada sisi kebijakan negara atas pemanfaatan hasil pengelolaan harta milik

umum untuk kepentingan umat inilah diatur mengenai mekanisme distribusi

ekonomi. Kebijakan ekonomi negara ini dilakukan berdasarkan aspek strategis dari

15

Page 16: Kebijakan+Fiskal+Dan++Upah++Dalam+Islam

sisi sosial ekonomi masyarakat dan keuangan negara. Bisa saja khalifah melakukan

kebijakan membagikan harta milik umum seperti air ledeng, listrik, BBM, gas elpiji

secara gratis (transfer payment) ke tempat-tempat tinggal ataupun tempat usaha

masyarakat, atau menjualnya dengan harga yang murah (subsidi) atau dengan harga

pasar. Dengan harta milik umum ini pula negara melakukan transfer payment

terhadap penduduk yang mengalami musibah atau bencana alam dan dialokasikan

dalam anggaran Urusan Darurat/ Bencana Alam.

Perkembangan zaman dari sisi sains dan teknologi, luasnya wilayah dan

besarnya jumlah penduduk serta ancaman dari luar negeri berpotensi besar

menambah beban keuangan negara sehingga bisa jadi sumber-sumber penerimaan

negara dari pos penerimaan Bagian Fai dan Kharaj tidak mencukupi untuk menutupi

seluruh kewajiban-kewajiban Baitul Mal. Untuk menutupi kekurangan anggaran ini,

sebelum khalifah melakukan kebijakan penarikan pajak atas kaum Muslimin, maka

negara boleh menutupinya dari penerimaan harta milik umum sehingga jika

mencukupi belanja negara, penarikan pajak tidak boleh dilakukan.

Dengan mengambil kebijakan ini, pos penerimaan dari Bagian Pemilikan

Umum sebagian digunakan untuk membiayai pos pengeluaran lainnya seperti pos

Dar al-Khilafah, Mashalih ad-Daulah, Santunan, dan Jihad. Dari penerimaan harta

pemilikan umum, negara dapat membelanjakannya untuk membangun fasilitas-

fasilitas umum yang dianggarkan dalam Seksi Mashalih ad-Daulah dan membantu

perekonomian masyarakat dalam bentuk subsidi ataupun pinjaman modal di sektor

pertanian, perkebunan, perikanan, kehutanan, industri, perdagangan dan jasa yang

dianggarkan dalam Seksi Santunan.

Instrumen terakhir Baitul Mal yang berfungsi pula dalam menciptakan

mekanisme distribusi ekonomi adalah zakat. Akan tetapi zakat tidak murni sebagai

kebijakan ekonomi. Zakat semata-mata merupakan implimentasi ibadah ritual

seorang Muslim kepada Tuhannya yang mempunyai dampak sosial ekonomi di

masyarakat.

Penyaluran harta zakat dari anggaran Penyimpanan Harta Zakat harus

dilakukan hanya terhadap 8 golongan yang disebutkan dalam firman Allah SWT:

16

Page 17: Kebijakan+Fiskal+Dan++Upah++Dalam+Islam

”Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang

miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk

(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk

mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan

Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah: 60)

Asbabun Nuzul

Setelah sebelumnya Allah SWT mengungkapkan bantahan-bantahan kaum

munafik kepada Nabi saw dan celaan mereka terhadap Beliau dalam pendistribusian

zakat, kemudian Allah SWT menjelaskan bahwa sesungguhnya Dia-lah yang

membagikannya, menjelaskan hukumnya dan menyelesaikan masalahnya. Dia tidak

menyerahkan urusan pembagiannya kepada siapapun selain-Nya. Allah SWT

membagikannya kepada mereka yang telah ditentukan. Kaum fakir didahulukan dari

golongan lain dalam ayat ini, sebab merekalah yang paling membutuhkan dibanding

yang lain, menurut pendapat yang cukup terkenal. Selain itu karena kebutuhan

mereka yang sangat. Hal ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a., Mujahid, al-Hasan al-

Bashri dan Ibnu Zaid. (Shahih Tafsir Ibnu Katsir, JIlid 4, Hal. 237, Pustaka Ibnu

Katsir:2006)

Karena itu, menurut Abdul Qadim Zallum, zakat tidak boleh dikeluarkan di luar

delapan golongan tersebut sehingga tidak boleh harta zakat digunakan misalnya

untuk membangun sarana-sarana umum, digunakan untuk kebijakan ekonomi.

D. UPAH DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Upah artinya mengambil manfaat tenaga orang lain dengan jalan memberi

ganti menurut syarat-syarat tertentu (Idris Ahmad : 1986). Kebijakan fiskal dalam

Sistem Ekonomi Islam tidak bertumpu pada pertumbuhan ekonomi seperti dalam

Sistem Ekonomi Kapitalis tetapi mengacu pada penciptaan mekanisme distribusi

ekonomi yang adil.

17

Page 18: Kebijakan+Fiskal+Dan++Upah++Dalam+Islam

”Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut

kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan

(hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil,

maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika

mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada

mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan

baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan

(anak itu) untuknya.” (QS At-Thalaq : 6).

Selanjutntya dalam surat Al-Anfal ayat 27 Allah menegaskan

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul

(Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang

dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS Al-Anfal : 27).

Asbabun NuzulDalam Shahiih al-Bukhari dan Muslim disebutkan kisah Hathib bin Abi Balta’ah, ketika ia

menulis surat kepada orang-orang Quraisy, menginformasikan kepada mereka rencana yang akan dilakukan Rasulullah saw terhadap mereka di tahun Fathu Makkah (pembebasan kota Makkah). Allah memberitahukan hal ini kepada Rasul-Nya. Maka Beliau pun mengutus utusan untuk menyusul orang yang membawa surat itu, sekaligus untuk membawanya kembali ke Madinah. Hathib pun diminta untuk dihadirkan, dan ia mengakui apa yang diperbuatnya. ‘Umar bin Khaththab bangkit seraya berkata: “Wahai Rasulullah, izinkanlah saya memenggal lehernya, sebab ia telah mengkhianati Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman! Rasulullah saw bersabda:“Biarkanlah ia. Sesungguhnya ia telah ikut menghadiri perang Badar, dan engkau tidak tahu. Semoga Allah telah melihat dan mengetahui keadaan orang-orang yang ikut perang Badar.”

Ali bin Abi Thalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata: “Amanat adalah amal-amal perbuatan yang diamanatkan oleh Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya, berupa amal-amal yang wajib.Abdurrahman bin Zaid berkata: “Allah melarang mereka berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang munafik.(Shahih Tafsir Ibnu Katsir, JIlid 4, Hal. 52-53, Pustaka Ibnu Katsir:2006)

18

Page 19: Kebijakan+Fiskal+Dan++Upah++Dalam+Islam

Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah yang mengatakan Nabi Saw bersabda

:

“Allah SWT berfirman: ‘Tiga orang yang Aku musuhi pada hari kiamat nanti, adalah

orang yang telah memberikan karena Aku, lalu berkhianat; dan orang yang membeli

barang pilihan, lalu ia makan kelebihan harganya; serta orang yang mengontrak

pekerja kemudian pekerja tersebut menunaikan transaksinya sedangkan upahnya

tidak diberikan.”

Dari Ibnu Mas’ud, Nabi Saw bersabda :

“Apabila salah seorang diantara kalian, mengontrak (tenaga) seorang ajir (“pekerja”),

maka hendaklah diberitahu tentang upahnya.

19