Kebijakan SKP Edit
description
Transcript of Kebijakan SKP Edit
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAHRSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO
KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTOPROVINSI JAWA TENGAH
NOMOR : 800 / / VI / 2015
TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN TENTANG KESELAMATAN PASIEN
DIREKTUR RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO
PROVINSI JAWA TENGAH
Menimbang : a. Bahwa dalam rangka keselamatan pasien di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto, maka dalam sistem dan tata kelola pasien di rumah sakit perlu ditetapkan sistem dan kebijakan pelayanan tentang keselamatan pasien.
b. Bahwa dalam Penerapan Akreditasi Rumah Sakit Versi 2012 di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Kelompok I Bab I tentang Sasaran Keselamatan Pasien.
c. Bahwa berdasarkan huruf a dan b tersebut di atas, maka perlu diatur dan ditetapkan dengan Keputusan Direktur.
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
2. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
3. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
4. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah dan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 Nomor 8 Seri D Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 14);
5. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 1 Tahun 2009 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 18);
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia , No 1691/ MENKES/PER/ VIII/ 2011, Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit .
7. Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 94 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Provinsi Jawa Tengah (Berita Daerah Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2008 Nomor 94);
8. Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 33 Tahun 2009 tanggal 13 Juli 2009 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah;
9. Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor : 059/76/2008 tentang Penetapan Status Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah ( PPK-BLUD) pada Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Provinsi Jawa Tengah.
MEMUTUSKAN
PERTAMA : Kebijakan Pelayanan Tentang Keselamatan Pasien di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto yang merupakan satu kesatuan tidak terpisahkan dengan Surat Keputusan ini sebagaimana terlampir
KEDUA : Bahwa kebijakan pelayanan tentang keselamatan pasien sebagai pedoman di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
KETIGA : Semua Biaya yang ditimbulkan dengan adanya keputusan ini dibebankan kepada RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
KEEMPAT : Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan kepada yang bersangkutan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab.
Dikeluarkan : di PurwokertoPada tanggal : Juni 2015
Direktur RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo PurwokertoProvinsi Jawa Tengah
HARYADI IBNU JUNAEDI
1. Ketepatan Identi fikasi Pasien
A. Identifikasi pasien
a. Setiap pasien yang dirawat di rumah sakit wajib dipasangkan gelang identitas
pasien.
b. Setiap sampel pemeriksaan penunjang medic, pengambilan sample darah, urin atau
cairan tubuh lainnya pasien yang diperiksa di rumah sakit wajib ditempeli label
identifikasi sampel
c. Identifikasi pasien pada obat dan diit pasien menggunakan label identifikasi obat
dan label identifikasi diit pasien dengan data identitas yang sama seperti gelang
identitas pasien.
a. Identifikasi pasien menggunakan gelang pasien terdiri dari tiga identitas: nama pasien (e
KTP), nomor rekam medik, dan tanggal lahir / umur.
b. Pasien laki-laki memakai gelang warna biru, pasien perempuan memakai gelang warna pink,
sedangkan gelang merah sebagai penanda alergi, gelang kuning penanda risiko jatuh dan
gelang ungu sebagai penanda DNR.
c. Pada gelang identifikasi pasien: Nama pasien harus ditulis lengkap sesuai e-KTP dengan huruf
kapital pada label stiker , bila tidak ada KTP menggunakan kartu identitas lainnya, dan apabila
tidak ada semuanya maka pasien/keluarganya diminta untuk menulis pada formulir identitas
yang disediakan RS dengan huruf kapital pada kotak huruf yang disediakan, nama tidak boleh
disingkat, tak boleh salah tulis walau satu huruf .
d. Identifikasi pasien pada gelang identitas pasien harus di cetak dengan printer jelas terbaca dan
cetakan tidak mudah terhapus. Jika terdapat kejadian printer rusak atau terjadi gangguan
proses percetakan maka penulisan identitas pasien dengan tulisan tangan yang permanent dan
jelas terbaca.
e. Setiap petugas melakukan identifikasi pasien minimal dua dari tiga identitas pasien di atas.
f. Identifikasi dengan cara verbal (menanyakan/mengkonfirmasi nama pasien) dan visual (melihat
gelang pasien). Pada kontak pertama dengan cara verbal dan visual, untuk berikutnya dengan
cara visual.
Lampiran : Surat Keputusan Direktur RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
Nomor : 800 / / VI /2015Tanggal : Juni 2015
g. Semua pasien harus diverifikasi identitas pasien secara benar oleh petugas sebelum dilakukan
pemberian obat, tranfusi/produk darah, pengobatan, prosedur/tindakan medik, prosedur /
tindakan
h. Pasien rawat jalan tidak harus memakai gelang identitas pasien tapi menggunakan identitas
yang terdapat dalam dokumen rekam medik kecuali yang dilanjutkan dengan pemeriksaan
penunjang medik ,tindakan medis sederhana, haemodialisa, endoskopi , radioterapi dan
kemoterapi.
i. Pasien dengan nama sama harus diberi tanda “HATI HATI PASIEN DENGAN NAMA SAMA”
pada rekam medik dan semua formulir permintaan penunjang.
B. Ketepatan identifikasi sampel pemeriksaan penunjang pasien
a. Identifikasi sampel pemeriksaan penunjang pasien menggunakan label, identifikasi sampel
penunjang terdiri dari tiga identitas: nama pasien (e KTP),dan nomor rekam medik,tanggal
pengambilan sampel yang bisa dilihat dalam gelang identitas pasien.
b. Sampel pemeriksaan penunjang pasien dapat berupa darah, cairan tubuh, jaringan tubuh.
c. Identifikasi sampel pemeriksaan pasien pada label sampel pemeriksaan penunjang ditulis
dengan huruf cetak yang tidak mudah terhapus.
d. Setiap sampel pemeriksaan penunjang medic, pengambilan sample darah, urin atau
cairan tubuh lainnya pasien yang diperiksa di rumah sakit wajib ditempeli label
identifikasi sampel
e. Identifikasi pasien pada obat dan diit pasien menggunakan label identifikasi obat
dan label identifikasi diit pasien dengan data identitas yang sama seperti gelang
identitas pasien.
2. Peningkatan Komunikasi yang Efektif
A. MENERIMA PERINTAH LISAN/ LEWAT TELEPON
a. Penerima perintah menulis lengkap perintahnya, membaca ulang dan melakukan
konfirmasi.
b. Tulisan disebut lengkap bila terdiri dari jam/tanggal, isi perintah, nama penerima
perintah dan tanda tangan, nama pemberi perintah dan tanda tangan (1 x 24 jam)
ditulis dalam formulir bukti l komunikasi.
c. Jika dalam waktu 24 jam tidak tercapai maka dilaksanakan secara kurir.
d. Konfirmasi lisan dan via telepon, penerima menulis isi pesan dan membaca isi pesan
dalam formulir komunikasi, kemudian sesaat setelah pemberi perintah mendengar
pembacaan isi pesan yang tertulis secara benar ,langsung menyatakan kebenaran
pembacaan isi pesan secara lisan misal “ya sudah benar” ,kemudian legalitas
perintah dengan memberikan tanda tangan pemberi perintah pada formulir bukti
komunikasi saat kesempatan kunjungan berikutnya .
e. Baca ulang dengan jelas, bila perintah mengandung nama obat LASA, maka nama
obat lasa harus dieja satu persatu hurufnya.
f. Di unit pelayanan harus tersedia daftar obat Look alike sound alike, look alike, dan
sound alike (LASA ) dan daftar singkatan dan simbol yang telah dibakukan.
g. Formulir bukti komunikasi ada kolom keterangan yang dapat dipakai mencatat hal-
hal yang perlu dicatat, misal pemberi perintah tak mau tanda tangan .
B. MENERIMA PERINTAH TERTULIS
a. Penerima perintah menerima perintah tertulis di dokumen rekam medik dan
membaca ulang dan melakukan konfirmasi.
b. Perintah disebut lengkap bila terdiri dari jam/tanggal, isi perintah, nama penerima
perintah dan tanda tangan, nama pemberi perintah dan tanda tangan ditulis di
dokumen rekam medik tersebut.
c. Penerima melakukan konfirmasi perintah tertulis dengan membaca isi pesan di
dokumen rekam medik , kemudian sesaat setelah pemberi perintah mendengar
pembacaan isi pesan yang tertulis secara benar langsung membubuhkan paraf dan
nama terang penerima perintah di rekam medik .
d. Baca ulang dengan jelas, bila perintah tertulis mengandung nama obat LASA, maka
nama obat lasa harus dieja satu persatu hurufnya.
e. Di unit pelayanan harus tersedia daftar obat Look alike sound alike, look alike, dan
sound alike (LASA ) dan daftar singkatan dan simbol yang telah dibakukan.
C. PELAPORAN HASIL PEMERIKSAAN DAN KONDISI PASIEN KRITIS
a. Apabila ditemukan nilai-nilai ekstrim pemeriksaan penunjang medis, ( daftar nilai-
nilai ekstrim tersedia di counter laboratorium ) yang berpotensi mengancam
keselamatan pasien harus segera dikomunikasikan oleh petugas penunjang medis
ke DPJP.dan pengirim pemeriksaan penunjang SECARA LISAN DAN atau
TERTULIS
b. Apabila ditemukan perubahan kondisi pasien yang berpotensi mengancam
keselamatan pasien maka harus segera dilaporkan ke DPJP dengan cara SBAR
(Situation,Background Assessment Rekonfirmasi) secara lisan dan atau tertulis.
3. PENINGKATAN KEAMANAN OBAT YANG PERLU DIWASPADAI
A. Pengelolaan
a. Rumah Sakit memiliki daftar obat high alert, (Obat LASA,obat sitostatika,obat narkotika)
dan Elektrolit Konsentrat, serta panduan penata laksanaan obat high alert
b. Setiap staf klinis terkait harus tahu penata laksanaan obat high alert
c. Obat high alert ,dan elektrolit konsetrat harus disimpan terpisah dan dalam lemari terkunci,
akses terbatas, diberi label (stiker) yang jelas .
d. Instruksi lisan obat high alert hanya boleh dalam keadaan emergensi, atau nama obat harus
di eja perhuruf
B. PENYIMPANAN OBAT HIGH ALERT ,dan ELEKTROLIT KONSENTRAT DI INSTALASI
FARMASI
a. Tempelkan stiker pada obat high alert atau elektrolit konsentrat tinggi pada setiap
kemasannya. Stiker warna merah untuk obat High Alert , warna hitam untuk obat narkotik,
warna ungu untuk obat sitostatika, dan warna kuning untuk elektrolit konsentrat.
b. Beri stiker high alert pada setiap ampul obat high alert yang akan diserahkan kepada
perawat
c. Pisahkan obat high alert dengan obat lain dalam kontainer khusus
d. Sebelum perawat memberikan obat high alert cek kepada perawat lain untuk memastikan
tak ada salah pasien dan salah dosis (double check)
e. Obat high alert dalam infus: cek selalu kecepatan dan ketepatan pompa infus, tempel stiker
label, nama obat pada botol infus. Dan di isi dengan catatan sesuai ketentuan
f. Elektrolit konsentrat selain disimpan di instalasi farmasi , juga disimpan di depo farmasi IGD
,kamar operasi, dan ICU .
g. Simpan obat sitostatika secara terpisah dari obat lainnya, disimpan di depo farmasi
onkologi.
h. Simpan Obat Narkotika secara terpisah dalam lemari terkunci double, setiap pengeluaran
harus diketahui oleh pena,nggung jawabnya dan dicatat, setiap ganti sif harus tercatat
dalam buku serah terima lengkap dengan jumlahnya dan di tanda tangani
4. KEPASTIAN TEPAT LOKASI, TEPAT PROSEDUR, TEPAT PASIEN OPERASI OPERASI
A. Penandaan Lokasi Operasi
a. Penandaan dilakukan pada kasus termasuk sisi (laterality), multipel struktur (jari tangan,
jari kaki, lesi), atau multipel level (tulang belakang)
b. Perlu melibatkan pasien
c. Tak mudah luntur terkena air/alkohol / betadine
d. Mudah dikenali
e. Digunakan secara konsisten di RS
f. dibuat oleh operator /orang yang akan melakukan tindakan,
g. Dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat
sampai saat akan disayat
h. Di ruang persiapan tindakan operasi saat pasien masih sadar, operator melakukan
penandaan pada semua kasus termasuk sisi (laterality), multipel struktur (jari tangan,
jari kaki, lesi), atau multipel level (tulang belakang) dengan menggunakan spidol
permanen warna hitam dengan bentuk centang (V) dan digunakan secara konsisten di
RS
i. Penandaan lokasi operasi operator melibatkan pasien dengan cara mengisi form yang
ditentukan, kecuali pada pasien yang tidak sadar atau anak bisa diwakilkan keluarga
yang terdekat.
B. Verivikasi Pra Operatif
a. Perawat sirkuler melakukan verifikasi tentang identitas, inform consent, adanya alergi,
tindakan profilaksis, ,penandaan lokasi operasi, persiapan dan prosedur tindakan
menggunakan surgical safety check-list (WHO 2009).
b. Perawat sirkuler memastikan bahwa semua dokumen, foto, hasil pemeriksaan
penunjang yang relevan tersedia, diberi label dan dipampang dg baik .
c. Perawat sirkuler memastikan bahwa semua tenaga medis dan paramedis siap
melaksanakan tugas sesuai perannya .
d. Perawat instrumen melakukan verifikasi ketersediaan peralatan tindakan medis
dan/atau implant 2 yg dibutuhkan
e. Pelaksanaan Time out dipimpin oleh perawat anestesi sesaat sebelum tindakan
operasi dimulai. Apabila terjadi kekeliruan atau ketidaksiapan tindakan medis operasi
segera dilakukan koreksi sampai kondisi pasien siap dilakukan operasi.
f. Pada setiap tindakan medik operasi yang beresiko kehilangan darah > 500 ml maka
harus disiapkan persediaan darah yang sesuai minimal 500 ml
C. Verivikasi Pasca Operasi
a. Setiap pasien sesaat setelah operasi dilakukan chek list pasca operasi (...) oleh perawat
sirkuler tentang :
1. -Kondisi pasien oleh anestesi
2. -keutuhan / jumlah sarana , prasarana dan instrumen
3. -speciment
4. -tindakan medis operatif (prosedur tindakan).
b. Persiapan memindahkan pasien ke recovery room dengan diawali doa bersama
5. PENGURANGAN INFEKSI TERKAIT PELAYANAN KESEHATAN
b. RS menerapkan hand hygiene secara efektif dengan 6 langkah dan five –moment dari WHO
c. Cuci tangan bedah dilakukan untuk tindakan pembedahan sesuai prosedur
6. PENGURANGAN RESIKO PASIEN JATUH
a. Rumah sakit menerapkan proses assessment awal atas pasien terhadap resiko jatuh dan
melakukan assessment ulang pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau
pengobatan dan lain-lain.
b. Penilaian resiko jatuh pada pasien anak menggunakan skala/skoring HUMPTY DUMPTY,
pada pasien dewasa menggunakan scoring MORSE, dan pada geriatri menggunakan
scoring ONTARIO MIDIFIED STRATIFY-SYDNEY.
c. Rumah Sakit harus menyediakan sarana prasarana untuk mengurangi kejadian resiko jatuh.
d. Setiap fakta / kejadian / insiden yang ada dalam kegiatan Keselamatan Pasien di Unit kerja
wajib dilaporkan secara obyektif dan anonim, dengan menggunakan format laporan yang
tersedia.
e. Oleh Sub Komite Keselamatan Pasien, setiap laporan kejadian / insiden pada program Kese-
lamatan Pasien yang diterima wajib di rekapitulasi dan dianalisis menggunakan kajian yang
baku untuk ditetapkan faktor faktor penyebab kejadian / insiden tersebut.
f. Faktor faktor penyebab kejadian / insiden dilakukan prioritas dan mapping untuk dicarikan
solusinya, sesuai derajat kegawatannya.
g. Hasil kajian berupa rekomendasi kepada Direktur untuk mendapatkan keputusan ek-
sekusinya, sehingga insiden dapat teratasi dan dapat dicegah untuk tidak terulang kembali.
Dikeluarkan : di PurwokertoPada tanggal : Juni 2015
Direktur RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo PurwokertoProvinsi Jawa Tengah
HARYADI IBNU JUNAEDI
Kebijakan Pelayanan Tentang Keselamatan Pasien Menurut Depkes
KEBIJAKAN TENTANG HAK PASIEN:
Kebijakan Umum :
Pasien dan keluarganya berhak mendapat informasi tentang rencana dan hasil pelayanan, termasuk
KTD.
Kebijakan Operasional:
1. Staf Medis Fungsional diberikan kewenangan untuk menetapkan dokter penanggung jawab
pelayanan (DPJP) untuk pasien yang sedang dirawat, disesuaikan dengan kompetensi dan kondisi
utama kasus penyakit yang sedang diderita pasien saat itu.
2. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) bila dirasa perlu, dapat melakukan rujukan ( me-
limpahkan tanggungjawab) kasus kepada dokter kain yang lebih tepat, atau konsultasi (meminta pen-
dapat ) kasus ke dokter lain yang dianggap lebih tahu/paham.
3. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan wajib membuat rencana pelayanan kesehatan secara lengkap,
yang meliputi curatif, rehabilitatif, promotif dan preventif, yang tertuang dalam dokumen rekam
medis.
4. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) bila dirasa perlu, dapat melakukan kolaborasi ( beker-
jasama ) dengan tenaga profesi kesehatan lain yang lebih kompeten, dalam membuat rencana
pelayanan kesehatan untuk pasien yang sedang dirawat.
5. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dalam membuat rencana pelayanan kesehatan wajib
memperhatikan kebutuhan pasien, kompetensi tenaga profesi yang ada, Kelayakan sumber daya
yang dimiliki oleh RS, dan kesinambungan pelayanan kesehatan pasien tersebut.
6. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan wajib menyampaikan penjelasan secara jelas dan benar kepada
pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan kesehatan, pengobatan, tindakan medis dan
prosedurnya, termasuk kemungkinan terjadinya efek samping dan KTD, sebelum membuat informed
concent.
7. Dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan kepada pasien, DPJP dapat dibantu oleh tenaga profesi ke-
sehatan yang lain yang berkompeten. Tetapi tetap dibawah kendali atau ytanggung jawab DPJP.
8. Pembuatan Informed Concent wajib disaksikan oleh saksi dari pihak pasien dan saksi dari pihak
DPJP, dan dijadikan dokumen legal yang merupakan bagian dari rekam medis,
KEBIJAKAN TENTANG MENDIDIK PASIEN DAN KELUARGA:
Kebijakan Umum :
Rumah Sakit menetapkan sistem mendidik pasien dan keluarganya selama pasien dirawat di rumah
sakit, agar mengetahui hak dan kewajibannya.
Kebijakan Operasional:
1. Setiap pasien yang akan dirawat di rumah sakit, perawat penanggung jawab pasien wajib mem-
berikan pendidikan / penyuluhan dengan sabar dan menggunakan metode komunikasi yang efektif,
kepada pasien dan keluarganya, tentang: hak-hak dan tanggung jawab pasien dan keluarganya se-
lama dirawat di rumah sakit, hal hal yang perlu diketahuiselama dirawat di rumah sakit, instruksi-2
yang harus dikerjakan, peraturan peraturan RS yang harus dihormati, perasaan tenggang rasa yang
perlu dijaga selama di rumah sakit dll.
2. Bukti bahwa pasien dan keluarganya telah diberikan penyuluhan / pendidikan secara jelas dan dapat
menerima dalah ditanda tanganinya lembar pendidikan / penyuluhan pasien yang telah disediakan
oleh RS.
3. Setiap ruang tunggu di setiap Unit Kerja dipaparkan Hak dan Kewajiban Pasien dan Peraturan RS
yang penting diketahui pasien dan keluarganya, dengan alat peraga Banner.
4. Setiap Unit Kerja Pelayanan di RS wajib disediakan ruangan untuk konsultasi pasien / keluarga
pasien yang representatif.
5. Setiap karyawan RS wajib memberikan informasi / penjelasan secara jelas, lengkap dan jujur, ter-
hadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pasien keluarganya, sesuai kewenangan dan kompe-
tensi yang dimiliki karyawan.
KEBIJAKAN TENTANG KESELAMATAN PASIEN DAN KESINAMBUNGAN PELAYANAN
Kebijakan Umum :
Rumah Sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga pelayanan dan
antar unit kerja pelayanan.
Kebijakan Operasional :
1. Kesinambungan pelayanan kesehatan pasien harus tercermin dalam rencana pelayanan kesehatan yang
dibuat oleh Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP), dalam bentuk Clinical Pathway yang terekam
dalam dokumen rekam medis pasien.
2. Dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan kepada pasien, bila dipandang perlu Dokter Penanggung Jawab
Pelayanan (DPJP) dapat berkolaborasi dengan tenaga profesi kesehatan yang lain yang berkompeten,
dengan cara konsultasi (minta pendapat tanpa alih tanggung jawab) atau merujuk (melimpahkan tang-
gung jawab ) pasien kepada dokter lain yang lebih tepat / sesuai dengan kasus utama penyakit yang
diderita saat itu.
3. Dalam rencana pelayanan pasien apabila terjadi alih kelola pasien antar tenaga profesi atau antar unit
pelayanan, wajib dibuat berita acara serah terima yang ditandatangani oleh dua belah pihak, yang berisi
informasi informasi penting tentang kesehatan pasien.
KEBIJAKAN TENTANG PENGGUNAAN METODE METODE PENINGKATAN KINERJA
UNTUK MELAKUKAN EVALUASI DAN PROGRAM PENINGKATAN KESELAMATAN
PASIEN
Kebijakan Umum :
Rumah Sakit wajib menrancang proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan
mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data dan menganalisis secara intensif KTD, dan melakukan
upaya perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
Kebijakan Operasional
1. Setiap Unit Kerja di Rumah Sakit wajib membuat / menetapkan perencanaan yang baik tentang penye-
lenggaraan keselamatan pasien di Unit Kerja masing masing mengacu pada visi dan misi RS, dengan
menstandarisasi input, proses dan out put yang diperluksn untuk dapat terselenggaranya program pasien
safety di Unit Kerjanya.
2. Setiap Unit Kerja wajib menetapkan indikator target yang terukur dari setiap kegiatan di Unit Kerja.
3. Setiap akhir bulan Unit Kerja melaporkan pencapaian target-target kegiatan baik dari aspek mutu
pelayanan, keselamatan pelayanan, administrasi pelayanan, pendapatan keuangan, ke Atasannya, dengan
menggunakan format format laporan yang sudah dibakukan.
4. Setiap laporan direkapitulasi dan dianalisis oleh Atasannya, untuk menentukan faktor-faktor penyebab
dari Keberhasilan / Ketidak berhasilan pencapaian target kegiatan tersebut oleh Atasannya
5. Hasil kajian dari Atasan langsung berupa suatu rekomendasi kepada Direktur untuk upaya upaya penye-
lesaian masalah atau pencapaian target indikator kegiatan atau pencegahan kejadian yang tidak di-
inginkan, agar dikemudian hari indikator kegiatan dapat mencapai target.
KEBIJAKAN TENTANG PERAN KEPEMIMPINAN DALAM MENINGKATKAN
KESELAMATAN PASIEN
Kebijakan Umum :
Rumah Sakit wajib mendorong dan menjamin implementasi Program Keselamatan Pasien di Rumah Sakit,
melalui penerapan “ Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit” di masing-masing Unit
Kerja .
Kebijakan Operasional
1. Direktur menetapkan strategi “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit” wajib diim-
plementasikan di masing-masing Unit Kerja.
2. Direktur menetapkan sistem pelaporan kejadian tidak diharapkan dalam Program Keselatan wajib di-
laksanakan oleh Sub Komite Keselamatan Pasien sesuai kebijakan dan prosedur yang berlaku.
3. Setiap solusi permasalahan atau kejadian yang terjadi pada program Pasien Safety, harus didasarkan
pada analisis data secara bersama antar unit kerja yang terkait dengan permasalahan / kejadian tersebut,
dibawah koordinasi Sub Komite Keselamatan Pasien.
4. Direktur mendukung terpenuhinya sumberdaya yang diperlukan dalam pelaksanaan program kesela-
matan pasien di masing masing Unit Kerja.
5. Program Keselamatan Pasien di Rumah Sakit secara berkala dimonitor dan dievaluasi efektifitasnya oleh
Bagian Mutu dan Kerjasama RS, untuk dilaporkan kepada Direktur.
KEBIJAKAN TENTANG MENDIDIK STAF TENTANG KESELAMATAN PASIEN
Kebijakan Umum :
Setiap karyawan RS wajib terpapar Program Keselamatan Pasien di Rumah Sakit, melalui kegiatan
pendidikan dan pelatihan, atau orientasi yang diselenggarakan oleh Bagian Diklat RS.
Kebijakan Operasional
1. Setiap karyawan baru di RS sebelum memulai melaksanakan tugasnya di Unit Kerja Baru di RS wajib
mengikuti masa orientasi tentang Program Keselamatan Pasien di RS.
2. Setiap karyawan RS dalam melaksanakan tugas pelayanan di RS wajib memperhatikan hal hal yang
berkaitan dengan keselamatan pasien.
3. Setiap kejadian yang tidak diharapkan dalam pelayanan wajib dilaporkan secara anonim dengan meng-
gunakan format laporan yang telah ditetapkan.
4. Kegiatan dalam Program Keselamatan Pasien di RS dapat diintegrasikan dengan kegiatan pelayanan
rumah sakit yang berlangsung, dalam upaya untuk membudayakan keselamatan pasien kepada setiap
karyawan.
KEBIJAKAN TENTANG KOMUNIKASI DALAM PROGRAM KESELAMATAN PASIEN
Kebijakan Umum :
Rumah Sakit wajib menetapkan sistem komunikasi data dalam program keselamatan pasien di RS.
Kebijakan Operasional
1. Setiap fakta / kejadian / insiden yang ada dalam kegiatan Keselamatan Pasien di Unit kerja wajib dila -
porkan secara obyektif dan anonim, dengan menggunkan format laporan yang tersedia.
2. Oleh Sub Komite Keselamatan Pasien, setiap laporan kejadian / insiden pada program Keselamatan
Pasien yang diterima wajib di rekapitulasi dan dianalisis menggunakan kajian yang baku untuk ditetap-
kan faktor faktor penyebab kejadian / insieden tersebut.
3. Faktor faktor penyebab kejadian / insiden dilakukan prioritas dan mapping untuk dicarikan solusinya,
sesuai derajat kegawatannya.
4. Hasil kajian berupa rekomendasi rekomendasi kepada Direktur untuk mendapatkan keputusan ek-
sekusinya, sehingga insiden dapat teratasi dan dapat dicegah untuk tidak terulang kembali.