Kebijakan Perdagangan Amerika Serikat Terkait Kebangkitan ...
Transcript of Kebijakan Perdagangan Amerika Serikat Terkait Kebangkitan ...
Universitas Katolik Parahyangan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional
Terakreditasi A
SK BAN –PT NO: 451/SK/BAN-PT/Akred/S/XI/2014
Kebijakan Perdagangan Amerika Serikat Terkait Kebangkitan
Tiongkok di Kawasan Asia Tenggara
Skripsi
Oleh
Denan Reina Andini Suhradi
2015330046
Bandung
2019
Universitas Katolik Parahyangan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional
Terakreditasi A
SK BAN –PT NO: 451/SK/BAN-PT/Akred/S/XI/2014
Kebijakan Perdagangan Amerika Serikat Terkait Kebangkitan
Tiongkok di Kawasan Asia Tenggara
Skripsi
Oleh
Denan Reina Andini Suhradi
2015330046
Pembimbing
Dr. Aknolt Kristian Pakpahan, S.IP., M.A.
Bandung
2019
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Hubungan Internasional
Tanda Persetujuan Skripsi Nama : Denan Reina Andini Suhradi Nomor Pokok : 2015330046 Judul : Kebijakan Perdagangan Amerika Serikat Terkait Kebangkitan
Tiongkok di Kawasan Asia Tenggara
Telah diuji dalam Ujian Sidang jenjang Sarjana Pada Senin, 14 Januari 2019
Dan dinyatakan LULUS
Tim Penguji Ketua sidang merangkap anggota Dr. A. Irawan Justiniarto H, Drs., M.A. : ________________________
Sekretaris Dr. Aknolt Kristian Pakpahan, S.IP., M.A. : ________________________
Anggota Albert Triwibowo, S.IP., M.A. : ________________________
Mengesahkan, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Dr. Pius Sugeng Prasetyo, M.Si
PERNYATAAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Denan Reina Andini Suhradi
NPM : 2015330046
Program Studi : Ilmu Hubungan Internasional
Judul : Kebijakan Perdagangan Amerika Serikat Terkait Kebangkitan
Tiongkok di Kawasan Asia Tenggara
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini merupakan hasil karya tulis ilmiah sendiri
dan bukanlah merupakan karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
akademik oleh pihak lain. Adapun karya atau pendapat pihak lain yang dikutip,
ditulis sesuai dengan kaidah penulisan ilmiah yang berlaku.
Pernyataan ini saya buat dengan penuh tanggung jawab dan bersedia menerima
konsekuensi apapun sesuai aturan yang berlaku apabila dikemudian hari diketahui
bahwa pernyataan ini tidak benar.
Bandung, 18 Januari 2019
Denan Reina Andini Suhradi
i
ABSTRAK
Nama : Denan Reina Andini Suhradi
NPM : 2015330046
Judul : Kebijakan Perdagangan Amerika Serikat Terkait Kebangkitan
Tiongkok di Kawasan Asia Tenggara
Penelitian ini akan menjelaskan mengenai bagaimana kebijakan perdagangan yang dibentuk oleh Amerika Serikat di kawasan Asia Tenggara sebagai upaya untuk mempertahankan posisinya sebagai negara hegemon di masa pemerintahan Barack Obama. Sebagai negara hegemon, Amerika Serikat memiliki peran penting dalam perekonomian Asia Tenggara yang diterapkan melalui berbagai aktivitas ekonomi, seperti perdagangan dan investasi. Namun, keberadaan Amerika Serikat sebagai negara dengan kekuasaan tertinggi di kawasan Asia Tenggara mulai mengalami perubahan ketika kekuatan Tiongkok mengalami peningkatan hingga diperkirakan dapat menggantikan posisi Amerika Serikat sebagai negara hegemon. Kebangkitan Tiongkok terutama di dalam bidang ekonomi mempengaruhi aktivitas perdagangan yang dilakukan oleh Tiongkok dengan Asia Tenggara. Hal ini dapat dilihat dari perdagangan yang dilakukan antara Tiongkok dan Asia Tenggara memiliki jumlah yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan aktivitas perdagangan Amerika Serikat dengan kawasan tersebut. Teori yang akan digunakan di dalam penelitian ini adalah teori Merkantilisme, teori stabilitas hegemon, serta konsep kepentingan nasional. Penelitian ini menemukan bahwa pada masa pemerintahan Obama, Amerika Serikat membentuk kebijakan perdagangan, diantaranya mendukung dan memperkuat sistem perdagangan berbasis aturan; menjadi mitra dagang yang memiliki komitmen dalam melakukan aktivitas perdagangan; meningkatkan pertumbuhan, menciptakan lapangan kerja, dan inovasi baru; dan menyebarkan American values melalui aktivitas perdagangan. Kata kunci: Kebijakan Perdagangan, Hegemoni, Kepentingan Nasional, Amerika Serikat, Asia Tenggara.
ii
ABSTRACT
Name : Denan Reina Andini Suhradi
NPM : 2015330046
Title : United States’ Trade Policy Related to The Rise of China in
Southeast Asia Region
This research will explain how the United States’ trade policy in the South East Asia region is to maintain its position as the hegemonic state during the governance era of Barrack Obama. As a hegemonic state, the United States plays a very important role toward the economy of South East Asia through various economic activities, such as trade and investment. However, the existence of the United States as the most powerful state in South East Asia has started to change since the power of China rises significantly to the point it is said to be able to replace the United States’ position as the hegemonic state. The rise of China, especially in terms of economy, influences the trade activities conducted between China and South East Asia. This can be seen through the fact that the trade activities number conducted between South East Asia with China is much higher compared to with the United States. The theories used within this research are Mercantilism theory, hegemony stability theory, as well as the concept of national interest. This research found that during the era of Obama, the United States made trade policies such as supporting and strengthening regulation-based trade system; being a committed trade partner; increasing growth, creating job opportunities, and new innovation; and spreading the American values through trade activities.
Keywords: Trade Policy, Hegemony, National Interest, the United States, South
East Asia.
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas kuasa dan
kehendak-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kebijakan
Perdagangan Amerika Serikat di Kawasan Asia Tenggara”. Penyusunan skripsi ini
dibuat untuk memenuhi syarat kelulusan dalam menempuh program sarjana jurusan
Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Katolik Parahyangan Bandung. Penelitian ini membahas mengenai kebijakan
perdagangan Amerika Serikat di kawasan Asia Tenggara sebagai upaya untuk
mempertahankan posisi sebagai aktor hegemoni global terkait kebangkitan
Tiongkok di dalam kawasan tersebut.
Penulis berharap bahwa skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan
kontribusi bagi perkembangan studi hubungan internasional. Penulis menyadari
bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis terbuka
untuk segala kritik maupun saran yang bersifat membangun guna memperbaiki
kekurangan dari penelitian ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr.
Aknolt Kristian Pakpahan, S.IP., M.A., selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing penulis dalam pembuatan penelitian ini.
Bandung, 18 Januari 2019
Denan Reina Andini Suhradi
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Untuk Abi dan Mama, terima kasih atas segala kasih sayang yang selalu
diberikan kepada saya, serta kepercayaan dan dukungan yang diberikan selama ini,
karena dengan dukungan dan kesabaran abi dan mama, saya mampu berada di tahap
proses penyusunan skripsi seperti sekarang ini.
Untuk Kakak dan Ka Iqbal, terima kasih telah memberikan dukungan
tanpa henti seperti abi dan mama. Terima kasih untuk selalu mengingatkan saya
untuk menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga untuk om Abas. Dan bubu,
terima kasih kamu telah menjadi penyemangat saya. Untuk the best family ever,
keluarga besar Sony Sutisna Suhradi dan Wardja Kasmitadiredja, terima kasih atas
dukungannya yang selalu diberikan selama ini.
Kepada Dr. Aknolt Kristian Pakpahan, S.IP., M.A., terima kasih telah
membimbing dan memberi arahan kepada saya selama proses pembuatan skripsi
ini. Terima kasih atas saran dan masukannya yang sangat membantu saya dalam
menyelesaikan penelitian ini.
Shanti An’nur A, terima kasih telah menjadi seorang sahabat dari masa
SMA hingga sekarang dan telah menjadi seseorang yang selalu mengerti keinginan
saya, Sukses skripsinya. Aku tunggu kabar baik dari siding skripsinya ya.
Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Alexandra Larasati P.L,
Jessica Natania, dan Josephine Diva A. Terima kasih sudah menjadi sahabat bagi
saya selama masa perkuliahan di UNPAR. Terima kasih telah memberikan
kesempatan bagi saya untuk menjadi seseorang yang bebas untuk melakukan
apapun tanpa merasa canggung.
v
Untuk teman-teman di UNPAR, Ester, Atha, Kiki, Sthita, Nisa, Livia,
Lea, Hanny, Sarah, Hanna, Salma, Via, dan Indri. Terima kasih karena telah
memberikan pengalaman kuliah yang menyenangkan selama ini. Sukses untuk
skripsinya untuk Sarah dan Salma, dan sukses juga untuk yang skripsi di semester
depan. See you on top, teman-teman!
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ....................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix
DAFTAR GRAFIK ......................................................................................... x
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
1.2. Identifikasi Masalah ........................................................................... 8
1.2.1. Pembatasan Masalah .................................................................. 18
1.2.2. Perumusan Masalah .................................................................... 19
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ........................................................ 19
1.3.1. Tujuan Penelitian ........................................................................ 19
1.3.2. Kegunaan Penelitian ................................................................... 19
1.4. Kajian Literatur ................................................................................... 20
1.5. Kerangka pemikiran ........................................................................... 23
1.6. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ............................................. 28
1.6.1. Metode Penelitian ....................................................................... 28
1.6.2. Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 29
1.7. Sistematika Pembahasan ..................................................................... 29
vii
BAB II POSISI AMERIKA SERIKAT DAN TIONGKOK DALAM
AKTIVITAS PERDAGANGAN DI ASIA TENGGARA .............................. 31
2.1. Aktivitas Perdagangan Amerika Serikat di Asia Tenggara ................ 31
2.1.1. Mitra Dagang Amerika Serikat di Asia Tenggara ...................... 33
2.1.1.1. Indonesia ...................................................................... 36
2.1.1.2. Vietnam ........................................................................ 38
2.1.1.3. Malaysia ....................................................................... 39
2.1.1.4. Laos .............................................................................. 41
2.1.1.5. Singapura ...................................................................... 42
2.1.1.6. ASEAN ......................................................................... 42
2.1.2. Produk Ekspor Amerika Serikat di Asia Tenggara .................... 43
2.2. Aktivitas Perdagangan Tiongkok di Asia Tenggara ........................... 51
2.2.1. Mitra Dagang Tiongkok di Asia Tenggara ................................. 52
2.2.2. Produk Ekspor Tiongkok di Asia Tenggara ............................... 60
BAB III KEBIJAKAN PERDAGANGAN AMERIKA SERIKAT DI
KAWASAN ASIA TENGGARA .................................................................... 66
3.1. Pentingnya Kawasan Asia Tenggara bagi Perekonomian Amerika
Serikat ............................................................................................... 66
3.2. Strategi Rebalancing Amerika Serikat Dalam Aktivitas Perdagangan
antara Amerika Serikat di Asia Tenggara .......................................... 72
3.3. Upaya Amerika Serikat Dalam Mempertahankan Posisi Sebagai
Negara Hegemon melalui Agenda Perdagangan ............................... 80
3.3.1. Mendukung dan Memperkuat Sistem Perdagangan Berbasis
Aturan (Rules-Based Trading System) ........................................ 83
viii
3.3.2. Menjadi Mitra Dagang yang Memiliki Komitmen Dalam
Melakukan Aktivitas Perdagangan .............................................. 84
3.3.3. Meningkatkan Pertumbuhan, Menciptakan Lapangan Kerja,
dan Inovasi Baru ......................................................................... 86
3.3.4. Menyebarkan American Values Melalui Aktivitas
Perdagangan ................................................................................ 86
BAB IV KESIMPULAN ................................................................................. 89
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 93
ix
DAFTAR TABEL
2.1. Aktivitas Perdagangan Amerika Serikat Terhadap Malaysia ............. 40
2.2. Jumlah Produk Ekspor Tiongkok Terhadap Asia Tenggara
Tahun 2015 ......................................................................................... 64
3.1. Aktivitas Perdagangan Amerika Serikat di Asia Pasifik Tahun
2008 dan 2012 .................................................................................... 79
x
DAFTAR GRAFIK
2.1. Total Ekspor Amerika Serikat Pada Masa Pemerintahan
Obama ................................................................................................. 45
2.2. Produk Ekspor Amerika Serikat terhadap Asia Tenggara .................. 50
2.3. Aktivitas Ekspor dan Impor Asia Tenggara Tahun 2015 ................... 57
2.4. Mitra Dagang Tiongkok di Asia Tenggara Tahun 2015 ..................... 58
2.5. Produk Ekspor Asia Tenggara Terhadap Tiongkok Tahun 2015 ....... 59
2.6. Negara Eksportir Di Kawasan Asia Tenggara Tahun 2015 .............. 61
2.7. Ekspor Tiongkok dan Amerika Serikat Terhadap Negara
Kawasan Asia Tenggara Tahun 2011-2013 ....................................... 63
2.8. Produk Ekspor Tiongkok Terhadap Asia Tenggara Tahun 2015 ...... 64
3.1. Total Perdagangan Tiongkok dan Amerika Serikat di Asia
Tenggara ............................................................................................. 82
xi
DAFTAR SINGKATAN
ACFTA ASEAN-China Free Trade Area
ADB Asian Development Bank
ARF ASEAN Regional Forum
AS Amerika Serikat
ASEAN Association of Southeast Asian Nations
E3 Expanded Economic Engagement
FDI Foreign Direct Investment
FTA Free Trade Agreement
GDP Gross Domestic Product
GE General Electric
LPDR Lao People’s Democratic Republic
MEA Masyarakat Ekonomi ASEAN
OECD The Organisation for Economic Co-operation and Development
RCEP Regional Comprehensive Economic Partnership
TAC Treaty of Amity and Cooperation
TIFA Trade and Investment Arrangement
TPP Trans Pacific Partnership
WTO World Trade Organization
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Berakhirnya Perang Dingin menjadi salah satu alasan bagi banyak negara
untuk dapat memperbaiki kondisi negaranya masing-masing ataupun
mempertahankan kekuatan negaranya di dalam dunia internasional. Kerusakan dan
kerugian yang dialami oleh negara-negara yang terlibat di dalam Perang Dingin
menyebabkan masing-masing negara harus memiliki cara agar negaranya dapat
terbebas dari kondisi tersebut. Pada saat itu, Amerika Serikat muncul sebagai satu-
satunya negara yang memiliki kekuatan tertinggi di dunia setelah Uni Soviet
mengalami kehancuran pada tahun 1991, sehingga Amerika Serikat dianggap
sebagai negara hegemon.
Posisi Amerika Serikat sebagai negara hegemon sendiri dimulai pada
saat berakhirnya Perang Dunia II. Pada saat itu, Amerika Serikat muncul sebagai
salah satu negara yang mendominasi kekuasaan di beberapa sektor, yaitu sektor
ekonomi, politik, dan teknologi.1 Namun, Amerika Serikat tidak menjadi satu-
satunya negara yang memiliki kekuatan tertinggi di dunia. Uni Soviet merupakan
negara selanjutnya yang memiliki kekuatan terbesar pada pasca Perang Dunia II.
Hal ini menjadikan Uni Soviet sebagai salah satu negara yang dianggap dapat
menyaingi kekuasaan yang dimiliki oleh Amerika Serikat. Walaupun Uni Soviet
menjadi negara pesaing bagi Amerika Serikat yang pada saat itu mendominasi
1 Salvatore Babones, “American Hegemony is Here to Stay”, The National Interest, 11 Juni 2015, http://nationalinterest.org/feature/american-hegemony-here-stay-13089 (diakses pada 20 Februari 2018)
2
kekuasaan di berbagai sektor, Uni Soviet tidak akan dapat menggantikan kekuasaan
yang dimiliki oleh Amerika Serikat karena kemampuan yang dimiliki oleh Uni
Soviet belum mampu mengalahkan kekuasaan yang dimiliki oleh Amerika Serikat,
bahkan dapat dikatakan bahwa posisi dan kekuatan yang dimiliki oleh Uni Soviet
masih berada di bawah Amerika Serikat, sehingga Amerika Serikat tetap menjadi
negara yang dapat mendominasi kekuasaan pasca Perang Dunia II.2
Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan di benua Asia yang di
dalamnya terdapat beberapa negara yang memiliki kondisi dan potensi yang dapat
menjadi keunggulan ketika melakukan kerja sama di dalam lingkup internasional.
Letak geografis Asia Tenggara yang berbatasan dengan Tiongkok, Samudera
Pasifik, Samudera Hindia, dan anak benua India menjadi lokasi strategis yang dapat
mempengaruhi aktivitas internasional yang di dalamnya termasuk kekuatan serta
kebijakan yang dibentuk oleh suatu negara. Banyaknya jumlah sumber daya alam
yang dihasilkan oleh negara-negara di kawasan Asia Tenggara, serta terbukanya
lahan untuk melakukan aktivitas perekonomian, seperti perdagangan dan investasi,
menjadi tujuan utama bagi negara-negara lain dalam menjalin hubungan kerja sama
dengan kawasan Asia Tenggara, dengan kata lain Asia Tenggara dapat dianggap
sebagai kawasan yang memiliki potensi yang dapat mempengaruhi terciptanya
kerja sama yang saling menguntungkan.3 Menurut The Organisation for Economic
Co-operation and Development (OECD), salah satu organisasi internasional yang
berusaha untuk meningkatkan perekonomian dan standar kehidupan masyarakat
dengan mendorong hubungan kerja sama dan hubungan perdagangan dunia
2 Ibid. 3 Jon Lunn dan Gavin Thompson, Southeast Asia: A Political and Economic Introduction (House of Commons, 2011), 1.
3
menjelaskan bahwa kawasan Asia Tenggara merupakan kawasan yang paling
dinamis dan memiliki potensi yang cukup signifikan dalam sektor ekonomi.4
Beberapa keunggulan yang dimiliki oleh kawasan Asia Tenggara
menjadi poin penting bagi negara-negara lain dalam mempertimbangkan hubungan
kerja sama yang akan dilakukan dengan kawasan tersebut. Gross Domestic Product
(GDP) yang semakin meningkat, sumber daya alam yang melimpah, memiliki jalur
perairan yang menjadi jalur strategis bagi aktivitas perdagangan antar negara, dan
terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan beberapa
keunggulan yang dapat menjadi potensi bagi kawasan Asia Tenggara dalam
menjalin hubungan dengan negara-negara lain.
Amerika Serikat menjadi salah satu negara yang turut menjalin hubungan
kerja sama dengan kawasan Asia Tenggara, salah satunya kerja sama dalam bidang
ekonomi yang di dalamnya termasuk perdagangan dan investasi. Sebagai negara
hegemon, Amerika Serikat memiliki kekuasaan yang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan negara-negara lainnya, begitu pula yang terjadi di dalam kawasan Asia
Tenggara. Keberadaan Amerika Serikat sebagai salah satu negara adidaya di dalam
kawasan Asia Tenggara menyebabkan beberapa negara bergantung pada Amerika
Serikat, terutama di dalam bidang ekonomi. Kawasan Asia Tenggara yang memiliki
populasi lebih dari 500 juta jiwa menyebabkan kawasan tersebut menjadi pasar
yang besar bagi barang dan jasa Amerika Serikat, serta tujuan investasi dan sumber
impor Amerika Serikat.5 Terkait hal tersebut, Asia Tenggara merupakan salah satu
kawasan yang menjadi tujuan bagi kepentingan nasional Amerika Serikat.
4 OECD, “Active with Southeast Asia”, 2017, Perancis, 7. 5 Ibid.
4
Hubungan yang terjalin antara Amerika Serikat dengan Asia Tenggara
mulai mengalami perubahan ketika Barack Obama menjabat sebagai Presiden dari
Amerika Serikat. Hal tersebut terjadi karena sebelumnya Amerika Serikat
memfokuskan kepentingan nasionalnya kepada kawasan Timur Tengah, sehingga
banyak pendapat yang mengatakan bahwa Asia Tenggara bukan menjadi kawasan
yang memberikan pengaruh yang cukup besar bagi Amerika Serikat. Sejak awal
masa pemerintahannya, Obama telah menjadikan kawasan Asia Tenggara menjadi
salah satu fokus utama dalam mencapai kepentingan nasional sebagai upaya untuk
mempertahankan kekuasaan yang dimilikinya. Oleh karena itu, di bawah
pemerintahan Obama, Amerika Serikat berupaya untuk memperbaiki dan
menegaskan keberadaannya di Asia Tenggara, serta berkontribusi dalam
menciptakan perdamaian dan stabilitas di kawasan tersebut.
Di awal masa pemerintahan Obama, hubungan antara Amerika Serikat
dan Asia Tenggara diawali dengan kunjungan ke Jakarta yang dilakukan oleh
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Hillary Clinton. Kunjungan tersebut
melambangkan bahwa Indonesia dan kawasan Asia Tenggara akan menjadi fokus
perhatian Amerika Serikat dalam melakukan kerja sama internasional. Terkait hal
tersebut, kunjungan yang dilakukan Clinton memberikan dampak positif terhadap
pandangan dari kawasan Asia Tenggara. Di dalam kunjungannya, terdapat
beberapa poin penting yang dilakukan sebagai upaya untuk menegaskan
keberadaan Amerika Serikat di Asia Tenggara, yaitu (i) Mengakui Indonesia
sebagai salah satu negara muslim yang menjadi kekuatan regional; (ii)
Menandatangani ASEAN’s Treaty of Amity and Cooperation (TAC) yang
sebelumnya dihindari oleh pemerintah Amerika Serikat; (iii) Memastikan bahwa
5
Amerika Serikat akan selalu menghadiri ASEAN Regional Forum (ARF); dan (iv)
Berusaha untuk lebih bersifat fleksibel terkait Hak Asasi Manusia di Myanmar,
dimana sebelumnya kerja sama Amerika Serikat dengan Asia Tenggara sempat
mengalami hambatan yang disebabkan oleh Myanmar.6
Keberadaan Amerika Serikat di Asia Tenggara telah menunjukkan
bahwa Amerika Serikat memiliki kepentingan di dalam kawasan tersebut, salah
satunya adalah mengembangkan kerja sama ekonomi dengan Asia Tenggara,
sehingga pada masa pemerintahan Obama, kerja sama ekonomi antara Amerika
Serikat dengan Asia Tenggara semakin kuat. Pada tahun 2015, perdagangan dua
arah yang dilakukan antara Amerika Serikat dan Asia Tenggara mencapai lebih dari
200 miliar dolar AS, termasuk ekspor Amerika Serikat terhadap Asia Tenggara
yang mencapai 80 miliar dolar AS, sedangkan perdagangan barang antara keduanya
mengalami peningkatan sebanyak 5%.7 Selama masa pemerintahan Obama,
perdagangan barang yang dilakukan Amerika Serikat dengan Asia Tenggara telah
mengalami peningkatan secara keseluruhan dengan total mencapai 55%.8 Aktivitas
perdagangan barang dan jasa yang dilakukan dengan Asia Tenggara telah mampu
menciptakan lebih dari 500 ribu pekerjaan di Amerika Serikat.9 Terkait aktivitas
perdagangan yang dilakukan, Amerika Serikat membentuk Trans Pacific
Partnership (TPP) pada tahun 2016.
6 Bronson Percival, “Clinton Prelude: What Next with Southeast Asia?”, Pacific Forum CSIS, 25 Februari 2009, https://www.pacforum.org/sites/default/s3fs-public/legacy_files/files/media/csis/pubs/pac0916.pdf (diakses pada 01 Oktober 2018) 7 Jack Myint, “Washington’s Pivot to Southeast Asia Needs Economic Ties”, The Huffington Post, 24 Mei 2016, https://www.huffingtonpost.com/jack-myint/washingtons-pivot-to-southeast-asia_b_10105382.html (diakses pada 01 Oktober 2018) 8 Hang Nguyen, “The Obama Administration and Southeast Asia: Dynamics of a New Engagement”, Indian Journals of Asian Affairs Vol.29, No.1/2 (June-December 2016), 44. 9 “Fact Sheet: Unprecendented U.S.-ASEAN Relations”, The White House, 12 Februari 2016, https://obamawhitehouse.archives.gov/the-press-office/2016/02/12/fact-sheet-unprecedented-us-asean-relations (diakses pada 01 Oktober 2018)
6
TPP merupakan suatu perjanjian yang membahas mengenai standar
perdagangan bebas antara Amerika Serikat dengan negara-negara anggota lainnya,
di mana beberapa negara Asia Tenggara turut bergabung ke dalam TPP, yaitu
Brunei, Malaysia, Singapura, dan Vietnam. Pembentukan TPP merupakan salah
satu pencapaian terbesar Obama terkait keterlibatannya di dalam kawasan Asia,
termasuk di dalamnya kawasan Asia Tenggara. Sebelum pembentukan TPP,
Amerika Serikat membentuk US-ASEAN Expanded Economic Engagement (E3)
pada bulan November 2012. E3 merupakan salah satu program yang dibentuk
dengan tujuan untuk memperluas hubungan perdagangan dan investasi agar dapat
menciptakan lapangan pekerjaan di Amerika Serikat dan negara-negara di kawasan
Asia Tenggara.
Pada masa pemerintahan Obama di tahun 2009 hingga 2014, Amerika
Serikat telah memberikan dana sebesar 6 miliar dolar AS kepada negara-negara di
kawasan Asia Tenggara melalui perusahaan-perusahaan Amerika Serikat yang
berada di kawasan tersebut.10 Selain itu, Amerika Serikat memutuskan untuk
menghapus Kamboja dan Laos dari daftar hitam untuk melakukan perdagangan.11
Penghapusan tersebut dilakukan sebagai upaya agar perusahaan milik Amerika
Serikat dapat memberikan pinjaman dan asuransi kredit ekspor terhadap kawasan
Asia Tenggara.
Kepentingan ekonomi yang dimiliki oleh Amerika Serikat terhadap Asia
Tenggara ditunjukkan melalui semakin meningkatnya investasi Amerika Serikat.
Peningkatan tersebut telah berhasil meningkatkan GDP yang dimiliki Asia
10 Hang Nguyen, “The Obama Administration and Southeast Asia: Dynamics of a New Engagement”, Indian Journals of Asian Affairs Vol.29, No.1/2 (June-December 2016), 44. 11 Ibid.
7
Tenggara dan merubah kelompok masyarakat miskin menjadi masyarakat kelas
menengah. Terkait hal tersebut, kerja sama ekonomi yang dilakukan oleh Amerika
Serikat dan Asia Tenggara diharapkan akan selalu memberikan keuntungan bagi
keduanya, terutama dalam menciptakan lapangan pekerjaan dan kesempatan dalam
menjalankan bisnis di kedua wilayah tersebut.
Banyaknya kerja sama yang dilakukan oleh Amerika Serikat dengan Asia
Tenggara menjadikan kawasan tersebut sebagai salah satu wilayah yang memiliki
peran penting bagi Amerika Serikat, terutama dalam sistem perekonomian yang
dimiliki oleh negara adidaya tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dari jumlah investasi
sebesar 100 miliar dolar AS yang dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap Asia
Tenggara dan investasi tersebut merupakan investasi yang memiliki jumlah yang
lebih besar apabila dibandingkan dengan investasi yang dilakukan oleh Amerika
Serikat terhadap Tiongkok, Hongkong, dan Taiwan.12 Selain itu, Asia Tenggara
merupakan mitra dagang terbesar keempat bagi Amerika Serikat.13 Hal tersebut
menjadi salah satu contoh bahwa kekuasaan yang dimiliki Amerika Serikat
menjadikan negara tersebut sebagai negara yang memiliki dominasi kekuasaan
terbesar di wilayah Asia Tenggara.
Namun, dominasi kekuasaan yang dimiliki oleh Amerika Serikat di
kawasan Asia Tenggara mulai mengalami perubahan ketika Tiongkok mulai gencar
untuk melakukan lebih banyak kerja sama dengan Asia Tenggara. Dengan adanya
Tiongkok yang dapat dianggap sebagai negara pesaing Amerika Serikat yang cukup
12 Tommy Koh, “The United States and Southeast Asia”, http://lkyspp2.nus.edu.sg/wp-content/uploads/2013/04/pa_tk_United-States-and-Southeast-Asia_2008.pdf (diakses pada 20 Februari 2018) 13 “Association of Southeast Asian Nations (ASEAN)”, Office of the United States Trade Representative, https://ustr.gov/countries-regions/southeast-asia-pacific/association-southeast-asian-nations-asean (diakses pada 01 20 Februari 2018)
8
kuat menjadikan Amerika Serikat berusaha untuk tetap mempertahankan posisinya
sebagai aktor ekonomi global di kawasan Asia Tenggara. Baik Amerika Serikat
maupun Tiongkok berusaha untuk terus menarik perhatian kawasan Asia Tenggara
dengan melakukan berbagai tindakan yang mampu meningkatkan hubungan kerja
sama dengan Asia Tenggara. Salah satu hal yang dilakukan oleh Amerika Serikat
dan Tiongkok adalah membuat perjanjian dagang dengan beberapa negara di
kawasan Asia Tenggara. Amerika Serikat memiliki perjanjian dagang dengan salah
satu negara di kawasan Asia Tenggara, yaitu Singapura, namun Tiongkok memiliki
perjanjian dagang dengan seluruh negara-negara yang berada di kawasan Asia
Tenggara.14 Hal tersebut menunjukkan bahwa kerja sama yang dilakukan oleh
Tiongkok memiliki kemampuan untuk menggantikan dominasi kekuasaan yang
dimiliki oleh Amerika Serikat. Oleh karena itu, di bawah kepemimpinan Barack
Obama, Amerika Serikat membentuk beberapa kebijakan perdagangan yang
digunakan untuk memperkuat hubungan dagang antara Amerika Serikat dengan
negara-negara lainnya, termasuk kawasan Asia Tenggara.
1.2. Identifikasi Masalah
Di masa lampau, hubungan antara Tiongkok dan Asia Tenggara tidak
dalam kondisi yang baik yang disebabkan oleh beberapa hal, seperti adanya
dukungan yang diberikan oleh Tiongkok ketika terjadi pemberontakan yang
dilakukan oleh kelompok komunis selama Perang Dingin, keterlibatan militer
Tiongkok ketika Vietnam melakukan serangan kepada Kamboja pada tahun 1979,
14 GAO, Southeast Asia: Trends in U.S. and Chinese Economic Engagement (United States Accountability Office, 2015), 2.
9
dan adanya klaim yang dilakukan oleh Tiongkok terhadap Laut China Selatan yang
menyebabkan munculnya ketegangan antara Tiongkok dengan kawasan Asia
Tenggara.15
Klaim terhadap Laut China Selatan yang dilakukan oleh Tiongkok dapat
menjadi tantangan bagi keberadaan Tiongkok di dalam kawasan Asia Tenggara.
Klaim yang dilakukan oleh Tiongkok atas Laut China Selatan akan sangat
mempengaruhi persepsi masing-masing negara di kawasan Asia Tenggara terhadap
Tiongkok. Persepsi masing-masing negara terhadap Tiongkok dibentuk oleh
beberapa faktor, seperti perbedaan kekuatan yang dimiliki oleh kawasan Asia
Tenggara dan Tiongkok, adanya klaim yang dilakukan oleh Tiongkok terhadap
Laut China Selatan, dan kapabilitas kekuatan Tiongkok yang semakin meningkat.16
Laut China Selatan merupakan salah satu wilayah perairan yang
memiliki peran penting dalam aktivitas perdagangan internasional dan menjadi
salah satu jalur laut internasional dengan aktivitas terpadat di setiap pelabuhan yang
ada di wilayah tersebut.17 Selain itu, kekayaan laut yang terdapat di Laut China
Selatan, seperti minyak dan gas alam, menyebabkan beberapa negara bergantung
pada wilayah tersebut. Adanya sumber daya alam yang terdapat di Laut China
Selatan menyebabkan terjadinya konflik yang melibatkan beberapa negara ASEAN
dengan Tiongkok dengan tujuan untuk mengklaim wilayah perairan Laut China
Selatan. Di dalam konflik tersebut, Tiongkok mengklaim sebanyak 95 persen
wilayah Laut China Selatan dan sangat mengandalkan wilayah perairan tersebut
15 Thomas Lum, Wayne M. Morrison, dan Bruce Vaughn, “China’s “Soft Power” in Southeast Asia”, (CRS Report for Congress, 2008), 2. 16 Richard Sokolsky, Angel Rabasa, dan C. Richard Neu, “The Role of Southeast Asia in U.S. Strategy Toward China” (Santa Monica: Rand Corporation, 2001), 29. 17 “The South China Sea – Introduction”, South China Sea, http://www.southchinasea.org/introduction/ (diakses pada 5 Oktober 2018)
10
sebagai pemasok utama dari impor minyak mentah yang dilakukan oleh
Tiongkok.18 Klaim yang dilakukan oleh Tiongkok terhadap Laut China Selatan
didorong oleh kepentingan Tiongkok terhadap Laut China Selatan yang dibagi
menjadi tiga, yaitu kepentingan ekonomi dan hak atas penangkapan ikan serta
penggalian sumber daya minyak dan gas ; kedaulatan yang terdapat di dalam
wilayah perairan tersebut ; dan berusaha untuk menciptakan hubungan yang
strategis dengan negara-negara yang berada di sekitar wilayah Laut China
Selatan.19
Buruknya hubungan yang terjalin antara Tiongkok dengan Asia
Tenggara juga mempengaruhi kerja sama perdagangan yang melibatkan keduanya.
Hubungan perdagangan yang dilakukan sering kali didasarkan pada pembayaran
upeti, sehingga walaupun hubungan tersebut bersifat politis, namun transaksi
ekonomi yang dilakukan di dalamnya memiliki jumlah yang lebih besar jika
dibandingkan dengan keuntungan politik yang diperoleh kedua negara tersebut.
Selain itu, hubungan antara kedua wilayah tersebut semakin tidak stabil ketika Asia
Tenggara diharuskan untuk memilih menjadi aliansi Tiongkok dan Rusia atau
Amerika Serikat.20
Hubungan antara Tiongkok dengan Asia Tenggara mulai mengalami
perubahan ketika hubungan antara Tiongkok dengan Rusia memburuk.
Memburuknya hubungan yang terjalin antara Tiongkok dengan Rusia
18 Pete Cabus, “Konflik dan Diplomasi di Laut”, Voice of America, https://projects.voanews.com/south-china-sea/indonesian/ (diakses pada 7 Oktober 2018) 19 Yan Xuetong, “Strategic Challenges for China’s Rise”, Center for Global Policy, 23 Februari 2017, https://carnegietsinghua.org/2017/02/23/strategic-challenges-for-china-s-rise-pub-71208 (diakses pada 7 Oktober 2018) 20 Wan-Ping Tai dan Jenn-Jaw Soong, “Trade Relations Between China and Southeast Asia”, The Chinese Economy, vol.47, no.3, Mei-Juni 2014, 23.
11
menyebabkan terjadinya perubahan di dalam dunia internasional karena Tiongkok
memutuskan untuk menerapkan strategi diplomatik yang digunakan sebagai salah
satu upaya untuk bergabung dengan Amerika Serikat melawan Rusia.21 Namun, hal
ini tidak menjadikan hubungan antara Tiongkok dengan kawasan Asia Tenggara
membaik. Hal tersebut terjadi karena selama Perang Dingin, adanya “China threat”
dan pengaruh politik Tiongkok yang menyebar ke seluruh dunia memunculkan
kekhawatiran dan ketidakpercayaan negara-negara di kawasan Asia Tenggara
terhadap keberadaan Tiongkok. Setelah Perang Dingin berakhir, kekuatan
Tiongkok di dunia internasional mulai mengalami peningkatan, terutama ketika
Tiongkok mengimplementasi suatu kebijakan yang bernama “Reform and
Opening-Up Policy” pada tahun 1978.22 Kebijakan tersebut membuat
perekonomian Tiongkok dapat menyamakan kedudukan dengan negara-negara
lain. Selain itu, hubungan luar negeri Tiongkok yang sebelumnya hanya dengan
negara dunia ketiga dan negara-negara di kawasan Afrika mengalami perubahan,
yaitu semakin banyaknya hubungan kerja sama luar negeri dalam bidang ekonomi
yang dilakukan oleh Tiongkok, salah satunya adalah terjalinnya kerja sama
ekonomi antara Tiongkok dengan beberapa negara di kawasan Asia Tenggara.
Reformasi kebangkitan Tiongkok dimulai pada tahun 1979 dan sistem
ekonomi yang dimiliki oleh Tiongkok telah mengalami perubahan. Sebelum
Tiongkok mengalami reformasi, semua sistem perekonomian yang dijalankan oleh
Tiongkok berada di bawah kendali pemerintah. Semua hal yang berkaitan dengan
aktivitas perekonomian, seperti penetapan target produksi, penetapan harga
21 Ibid, 23-24. 22 Ibid.
12
penjualan, dan pengalokasian sumber daya di beberapa sektor perekonomian akan
dikendalikan oleh negara.23 Akibatnya, pada tahun 1978 sebagian besar produksi
yang dilakukan oleh sektor industri hanya boleh dilakukan sesuai dengan target
awal yang telah direncanakan dan dikontrol oleh pemerintah, dan pemerintah
Tiongkok melarang masuknya perusahaan investasi asing dan perusahaan swasta
ke dalam negara mereka. Selain itu, pemerintah Tiongkok melarang terjadinya
aktivitas perdagangan dengan negara lain, sehingga perdagangan luar negeri hanya
boleh dilakukan apabila pasar dalam negeri tidak mampu untuk memproduksi suatu
barang. Pemerintah Tiongkok berargumen bahwa keputusan yang telah diambil
oleh pemerintah bertujuan agar aktivitas dari pasar dalam negeri tidak bergantung
pada perusahaan asing, sehingga pasar dalam negeri dapat menjalankan roda
perekonomian secara mandiri.24
Krisis finansial yang terjadi pada tahun 1997-1998 di kawasan Asia
menjadi titik awal dari perubahan hubungan antara Tiongkok dengan Asia
Tenggara menjadi lebih baik. Ketika nilai mata uang di kawasan Asia mengalami
depresiasi, termasuk negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang juga terkena
krisis finansial Asia, Tiongkok memberikan bantuan finansial kepada negara-
negara di dalam kawasan tersebut untuk membantu meringankan dampak yang
ditimbulkan dari krisis finansial yang terjadi. Tindakan yang dilakukan oleh
Tiongkok terkait bantuan yang diberikan kepada negara-negara di kawasan Asia
Tenggara menjadikan Tiongkok sebagai salah satu negara yang memiliki peran
23 Wayne M. Morrison, “China’s Economic Rise: History, Trends, Challenges, and Implications for the United States”, (Congressional Research Sevice, 2018), 2. 24 Ibid.
13
penting di dalam perekonomian regional dan menjadikan hubungan yang terjalin
antara Tiongkok dengan Asia Tenggara semakin berkembang.
Selain itu, kontribusi Tiongkok di dalam Perjanjian Bangkok pada tahun
2001 menjadi faktor lain yang menyebabkan hubungan antara kedua wilayah
tersebut menjadi lebih meningkat. Perjanjian Bangkok terdiri dari seperangkat
peraturan perdagangan antar negara-negara berkembang dengan mengurangi tarif
pada produk tertentu. Keterlibatan Tiongkok telah diakui oleh negara-negara
anggota dari Perjanjian Bangkok bahwa Tiongkok memiliki peran penting dalam
menjalankan perjanjian tersebut.25
Aktivitas ekonomi Tiongkok di dalam kawasan Asia Tenggara
mengalami perubahan yang cukup signifikan. Kerja sama ekonomi Tiongkok
dengan Asia Tenggara semakin meningkat. Tiongkok mampu menarik perhatian
dunia melalui usahanya untuk mencapai posisi tertinggi di dalam dunia
internasional, salah satunya adalah perekonomian Tiongkok yang mengalami
peningkatan, dan kondisi politik serta ekonomi yang stabil di dalam negaranya.
Kerja sama ekonomi yang dilakukan oleh Tiongkok di kawasan Asia Tenggara
tidak hanya memberikan keuntungan bagi perekonomian Tiongkok, namun kerja
sama ekonomi tersebut juga digunakan oleh Tiongkok untuk mengurangi
kekhawatiran yang timbul di beberapa negara di kawasan Asia Tenggara yang
menilai bahwa keberadaan Tiongkok di dalam kawasan tersebut dapat menjadi
ancaman bagi masing-masing negara.
Upaya pendekatan yang dilakukan oleh Tiongkok tidak terlepas dari
kebijakan-kebijakan yang dibentuk oleh negara tersebut terhadap kawasan Asia
25 United Nations, “Bulletin on Asia Pacific Perspectives”, 2003, New York, 55.
14
Tenggara. Di dalam kunjungannya ke Asia Tenggara, Presiden Hu Jintao
mengatakan bahwa kebijakan Tiongkok terhadap Asia Tenggara akan mencakup
tiga hal, yaitu Tiongkok akan menjadi negara tetangga yang baik, stabil, dan
memiliki perekonomian yang baik bagi kawasan Asia Tenggara.26
Perubahan ekonomi yang dimiliki Tiongkok sehingga menjadikan
negara tersebut sebagai kekuatan ekonomi global merupakan perubahan ekonomi
terpenting yang terjadi selama beberapa dekade terakhir. Perubahan yang dialami
oleh Tiongkok tidak hanya ditunjukkan pada tingkat pertumbuhan ekonomi yang
semakin meningkat, namun perubahan tersebut juga dapat dilihat dari bidang
politik dan geopolitik yang dimiliki oleh Tiongkok.27
Kebangkitan Tiongkok yang terjadi memberikan dampak yang cukup
signifikan bagi tatanan internasional. Keinginan Tiongkok untuk dapat menduduki
posisi sebagai aktor penguasa tertinggi di dalam sistem internasional menyebabkan
Tiongkok berusaha untuk memperluas pengaruhnya kepada negara-negara lain,
khususnya negara-negara yang diharapkan dapat menjadikan Tiongkok sebagai
negara prioritas ketika negara-negara tersebut melakukan hubungan kerja sama,
baik dalam sektor ekonomi, politik, maupun militer. Terkait hal tersebut, Tiongkok
tidak hanya berusaha untuk melakukan kerja sama dengan negara-negara maju,
namun Tiongkok juga turut menyebarkan pengaruhnya kepada negara-negara
berkembang melalui berbagai kerja sama yang dilakukan. Hal ini terjadi karena
negara berkembang sering kali memiliki kondisi yang belum stabil di dalam
beberapa hal dan membutuhkan negara lain dengan tujuan untuk dapat
26 Wan-Ping Tai dan Jenn-Jaw Soong, “Trade Relations Between China and Southeast Asia”, The Chinese Economy, vol.47, no.3, Mei-Juni 2014, 26. 27 Jane Golley dan Ligang Song, “Rising China: Global Challenges and Opportunities” (Canberra: ANU E Press, 2011), 1.
15
meningkatkan kondisi negaranya menjadi lebih baik, sehingga Tiongkok melihat
hal tersebut sebagai salah satu peluang yang dapat digunakan untuk dapat
menyebarkan pengaruhnya melalui berbagai hubungan kerja sama yang dilakukan.
Kebangkitan Tiongkok dalam beberapa sektor seperti sektor ekonomi
dan militer memberikan dampak kepada kawasan Asia Tenggara. Sebagai salah
satu kawasan yang paling dinamis dan memiliki potensi yang cukup signifikan di
dalam bidang ekonomi, Asia Tenggara menjadi salah satu kawasan yang dijadikan
sebagai mitra kerja sama oleh berbagai negara. Sebagai kawasan yang terdiri dari
negara-negara berkembang membuat Asia Tenggara memiliki beberapa kondisi
yang memerlukan bantuan dari negara lain karena terbatasnya kemampuan dari
masing-masing negara yang terdapat di kawasan tersebut. Keterbatasan yang
dimiliki oleh negara-negara di kawasan Asia Tenggara ini dapat dijadikan sebagai
peluang bagi Tiongkok untuk dapat memperluas kekuasaan yang dimiliki dengan
tujuan agar Tiongkok dapat menggantikan posisi Amerika Serikat yang menjadi
satu-satunya negara yang memiliki pengaruh terbesar di dalam kawasan tersebut.
Kondisi pertama yang dapat dijadikan peluang bagi Tiongkok adalah
pembangunan infrastruktur di kawasan Asia Tenggara. Pembangunan infrastruktur
merupakan salah satu hal yang perlu dilakukan oleh negara-negara di kawasan Asia
Tenggara. Menurut Asian Development Bank (ADB), masing-masing negara yang
berada di kawasan Asia perlu untuk melakukan investasi sebesar 22,6 triliun dolar
AS dan akan meningkat hingga mencapai 26 triliun dolar AS ketika terjadi
perubahan iklim hingga tahun 2030.28 Besarnya jumlah yang perlu dikeluarkan oleh
28 “Asia Infrastructure Needs Exceed $1,7 Trillion Per Year, Double Previous Estimates”, Asian Development Bank, 28 Februari 2017, https://www.adb.org/news/asia-infrastructure-needs-exceed-17-trillion-year-double-previous-estimates (diakses pada 3 Oktober 2018)
16
masing-masing negara di dalam kawasan tersebut tentunya membutuhkan investasi
dari berbagai negara agar pembangunan infrastruktur di kawasan Asia Tenggara
tetap dapat dilakukan. Terkait hal tersebut, Tiongkok menilai bahwa besarnya biaya
yang dibutuhkan oleh kawasan Asia Tenggara dapat menjadi peluang bagi negara
tersebut untuk melakukan perluasan kekuasaan melalui berbagai investasi yang
dilakukan oleh Tiongkok serta mengambil alih kepemilikan saham dari perusahaan-
perusahaan yang terdapat di dalam kawasan tersebut.
Selanjutnya, aktivitas perekonomian yang dilakukan dan modal yang
dimiliki oleh Tiongkok menjadi kelebihan bagi negara tersebut apabila
dibandingkan dengan kondisi perekonomian kawasan Asia Tenggara. Hal ini terjadi
karena di dalam persaingan pasar yang terdapat di Asia Tenggara relatif berimbang,
sehingga kondisi tersebut tidak memunculkan aktor atau pihak yang menjadi
penguasa tunggal di dalam aktivitas perekonomian kawasan tersebut. Kondisi
tersebut dapat menjadi peluang bagi Tiongkok untuk menjadi negara yang dapat
menguasai pangsa pasar di Asia Tenggara. Apabila Tiongkok memulai aktivitas
perekonomiannya di Asia Tenggara, maka dengan tingkat perekonomian dan modal
yang dimiliki oleh Tiongkok akan menjadikan negara tersebut sebagai aktor tunggal
yang menguasai pasar di kawasan Asia Tenggara.
Diaspora Tiongkok atau Chinese Diaspora yang terdapat di kawasan
Asia Tenggara menjadi peluang tersendiri bagi Tiongkok untuk melakukan
aktivitas ekonomi di kawasan tersebut. Diaspora Tiongkok adalah kelompok
persebaran warga negara Tiongkok yang memilih tinggal di negara lain, seperti
kawasan Asia Tenggara, Australia, Amerika Utara, dan Selandia Baru dengan
tujuan untuk memperbaiki kualitas kehidupan mereka yang kemudian diharapkan
17
dapat memperbaiki perekonomian Tiongkok. Di kawasan Asia Tenggara,
penyebaran warga negara Tiongkok diperkirakan mencapai 30 juta jiwa atau lebih.
Sebesar 7 juta jiwa berada di Thailand dan merupakan 12 persen dari jumlah
populasi Thailand ; 7,5 juta jiwa berada di Indonesia ; 6 juta jiwa berada di Malaysia
; 2,7 juta jiwa berada di Singapura ; dan sisanya tersebar di beberapa negara lain.29
Diaspora Tiongkok dapat menyebabkan penyebaran kebudayaan Tiongkok menjadi
lebih mudah. Selain itu, penyebaran kelompok ini dapat memberikan dampak
terhadap aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh Tiongkok karena dengan adanya
diaspora Tiongkok, maka akan memberikan kemudahan bagi Tiongkok untuk
mencari persamaan budaya, komunikasi, dan pola bisnis yang digunakan. Adanya
persamaan budaya tentunya mempermudah Tiongkok karena dapat menimbulkan
rasa kedekatan dalam melakukan aktivitas perekonomian dengan negara tujuan.
Sebagian besar etnis Tiongkok yang terdapat di kawasan Asia Tenggara merupakan
kelompok yang memiliki kekayaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan warga
negara lokal yang dapat dilihat dari perusahaan-perusahaan besar yang terdapat di
dalam kawasan Asia Tenggara dimiliki oleh orang Tiongkok.30
Saat ini, Tiongkok merupakan negara adidaya kedua setelah Amerika
Serikat yang memiliki peran penting dalam perekonomian Asia Tenggara. Kuatnya
Tiongkok dalam bidang ekonomi menjadi ancaman bagi posisi Amerika Serikat di
dalam dunia internasional, karena Tiongkok memiliki kemungkinan untuk dapat
menggantikan posisi negara hegemon Amerika Serikat. Selain itu, perekonomian
Tiongkok yang semakin kuat menyebabkan hubungan kerja sama ekonomi yang
29 Derek J. Mitchell et.al., “Chinese Soft Power and Its Implications for the United States” (Washington D.C: Center for Strategic and International Studies, 2009), 84. 30 Nazira B. Boldurukova, “Potency of the Chinese Diaspora”, Procedia – Social and Behavioral Sciences, Vol 143 (2014): 577
18
terjalin antara Tiongkok dengan Asia Tenggara semakin meningkat, termasuk
aktivitas perdagangan yang melibatkan kedua wilayah tersebut. Perdagangan yang
dilakukan oleh Tiongkok dengan Asia Tenggara memiliki jumlah yang jauh lebih
besar jika dibandingkan dengan jumlah perdagangan Amerika Serikat dengan Asia
Tenggara. Selain itu, beberapa negara telah mengalihkan tujuan ekspor dari masing-
masing negara menuju Tiongkok.31 Hal tersebut menunjukkan bahwa
perekonomian yang dimiliki oleh Tiongkok dapat memimpin ekonomi regional
Asia Tenggara.
Amerika Serikat sebagai negara hegemon memiliki kekhawatiran bahwa
Tiongkok dapat menggantikan posisi Amerika Serikat sebagai negara yang
memiliki kekuasaan terbesar di dalam dunia internasional, terutama di dalam
aktivitas perdagangan yang menjadi salah satu penggerak dalam aktivitas ekonomi
yang dilakukannya dengan Asia Tenggara. Terkait hal tersebut, Amerika Serikat di
bawah kepemimpinan Obama membentuk beberapa kebijakan perdagangan
sebagai salah satu upaya untuk mempertahankan posisinya sebagai negara hegemon
di kawasan Asia Tenggara.
1.2.1. Pembatasan Masalah
Penelitian ini menggunakan data yang akan difokuskan pada kebijakan
perdagangan yang digunakan oleh Amerika Serikat dalam mempertahankan
posisinya sebagai aktor ekonomi global di kawasan Asia Tenggara. Selain itu,
penelitian ini akan membahas mengenai kebangkitan Tiongkok sebagai mitra kerja
31 Kensuke Tanaka, “China’s Ties with Southeast Asia: From Green Shoots to Sustained Recovery”, (OECD Research Brief, 2010), 1.
19
sama di Asia Tenggara yang berpotensi untuk menggantikan dominasi kekuasaan
Amerika Serikat. Pembahasan dari penelitian ini hanya akan terfokus pada masa
pemerintahan Barack Obama dari tahun 2009 hingga tahun 2017. Periode ini dipilih
karena pada masa pemerintahan Obama, Amerika Serikat menjadikan kawasan
Asia, termasuk kawasan Asia Tenggara sebagai fokus utama dalam melakukan
kerja sama.
1.2.2. Perumusan Masalah
Bagaimana kebijakan perdagangan yang dilakukan oleh Amerika Serikat
dalam mempertahankan posisinya sebagai aktor ekonomi global terkait
kebangkitan Tiongkok di kawasan Asia Tenggara?
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kebijakan
perdagangan yang dilakukan oleh Amerika Serikat dalam mempertahankan
posisinya sebagai aktor ekonomi global terkait kemunculan kekuatan
perekonomian Tiongkok di kawasan Asia Tenggara pada masa pemerintahan
Barack Obama, yaitu tahun 2009 hingga tahun 2017.
1.3.2. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini disusun agar dapat memberikan penjelasan dan menambah
informasi mengenai kebijakan perdagangan yang dilakukan oleh Amerika Serikat
20
agar dapat mempertahankan dominasi kekuasaannya di kawasan Asia Tenggara
sebagai aktor ekonomi global yang menjadi salah satu upaya dalam menghadapi
kemunculan kekuatan perekonomian Tiongkok pada masa pemerintahan Barack
Obama.
Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
para peneliti dan penstudi Ilmu Hubungan Internasional agar dapat memberikan
pemahaman terkait tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Amerika Serikat sebagai
negara hegemon agar dapat mempertahankan kekuasaannya di kawasan Asia
Tenggara.
1.4. Kajian Literatur
Di dalam penelitian ini, sejak awal masa pemerintahan Barack Obama,
hubungan kerja sama antara kawasan Asia Tenggara dengan Amerika Serikat telah
mengalami peningkatan. Menurut Mohamed Kamal dan Khalid Hashim
Mohammed di dalam tulisannya yang berjudul “Obama and Transformation
Strategy from the Middle East to the Asia Pacific Region” menjelaskan mengenai
orientasi dan fokus Amerika Serikat dalam melakukan kerja sama mengalami
perubahan, yaitu dari Timur Tengah berubah menjadi ke kawasan Asia dan
Australia. Kerja sama yang dilakukan oleh Amerika Serikat dengan Asia tidak
hanya melibatkan Asia Tenggara dan Asia Timur, namun juga akan melibatkan
negara-negara yang berada di kawasan Asia Barat. Perubahan orientasi dari Timur
Tengah menjadi ke kawasan Asia disebabkan karena kawasan Asia dan Australia
merupakan kawasan yang mencakup 50% dari pertumbuhan ekonomi internasional,
sehingga Amerika Serikat menganggap bahwa Asia dan Australia dapat menjadi
21
kawasan yang dapat menguntungkan Amerika, khususnya dalam bidang
ekonomi.32
Berbeda dengan literatur pertama yang membahas adanya perubahan
orientasi kerja sama Amerika Serikat, literatur kedua yang ditulis oleh Prashanth
Parameswaran di dalam tulisannya yang berjudul “The Power of Balance:
Advancing US-ASEAN Relations under the Second Obama Administration”
menjelaskan bahwa Amerika Serikat berada satu level di belakang negara-negara
besar yang melakukan kerja sama dengan Asia Tenggara, seperti Tiongkok, Korea
Selatan, Jepang, India, dan Australia.33 Ketertinggalan yang dialami oleh Amerika
Serikat ini disebabkan karena negara-negara besar tersebut telah memiliki
perjanjian mengenai perdagangan bebas atau yang disebut sebagai free trade
agreements dengan negara-negara di Asia Tenggara ditandai dengan
dikeluarkannya Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). RCEP
yang dikeluarkan melibatkan negara-negara ASEAN dengan Australia, Tiongkok,
India, Jepang, Korea Selatan, dan Selandia Baru, namun tidak melibatkan Amerika
Serikat di dalamnya.
Sedangkan menurut Wan-Ping Tai dan Jenn-Jaw Soong di dalam
tulisannya yang berjudul “Trade Relations Between China and Southeast Asia”
menjelaskan bahwa adanya kemunculan Tiongkok di dalam aktivitas perekonomian
kawasan Asia Tenggara tidak memiliki intensi untuk dapat menggantikan dominasi
kekuasaan yang dimiliki oleh Amerika Serikat. Tujuan utama yang dimiliki oleh
32 Mohamed Kamal dan Khalid Hashim Mohammed, 2017, “Obama and Transformation Strategy from the Middle East to the Asia-Pacific Region,” Asian Sosial Science May 2017 vol.13, No. 6, 50. 33 Prashanth Parameswaran, 2013, “The Power of Balance: Advancing US-ASEAN Relations under the Second Obama Administration,” The Fletcher Forum of World Affairs vol.37:I (Winter 2013), 4.
22
Tiongkok adalah untuk mengurangi ancaman yang dirasakan oleh Asia Tenggara
terkait kemunculan perekonomian Tiongkok di dunia global. Di dalam tulisan ini
menjelaskan pula bahwa adanya ASEAN Free Trade Area merupakan salah satu
strategi yang dapat digunakan oleh Tiongkok untuk melakukan hubungan kerja
sama dengan Asia Tenggara, khususnya kerja sama dalam hal perdagangan.34
Berdasarkan penjelasan di atas, tiga literatur yang telah dijelaskan dapat
digunakan sebagai literatur pendukung di dalam penelitian ini. Namun, ketiga
literatur tersebut memiliki fokus yang berbeda dengan fokus penelitian di dalam
penelitian ini. Literatur pertama menjelaskan bahwa adanya perubahan orientasi
kerja sama yang dilakukan oleh Amerika Serikat, yaitu dari Timur Tengah menjadi
ke kawasan Asia dan Australia. Literatur kedua lebih menekankan pada
ketertinggalan yang dialami oleh Amerika Serikat, karena adanya perjanjian
mengenai perdagangan bebas yang melibatkan negara-negara ASEAN dengan
beberapa negara besar, seperti Tiongkok dan Jepang, namun perjanjian ini tidak
melibatkan Amerika Serikat. Literatur terakhir menjelaskan bahwa tujuan yang
dimiliki oleh Tiongkok terkait kebangkitan ekonominya tidak memiliki intensi
untuk menggantikan dominasi kekuasaan yang dimiliki oleh negara-negara dengan
kekuatan besar, seperti Amerika Serikat. Penjelasan singkat di atas menunjukkan
bahwa masing-masing literatur belum membahas hal yang menjadi fokus dari
penelitian ini, yaitu kebijakan perdagangan Amerika Serikat dalam
mempertahankan posisinya sebagai aktor ekonomi global di kawasan Asia
Tenggara pada masa pemerintahan Barack Obama.
34 Wan-Ping Tai dan Jenn-Jaw Soong, 2014, “Trade Relations Between Cina and Southeast Asia”, The Chinese Economy May-June 2014 vol.47, No. 3, 36.
23
1.5. Kerangka Pemikiran
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori Merkantilisme untuk
menjelaskan bagaimana kawasan Asia Tenggara menjadi arena persaingan antara
Amerika Serikat dan Tiongkok untuk mendapatkan status hegemoninya.
Merkantilisme merupakan teori yang muncul dari kelompok elit politik yang
menganggap bahwa aktivitas ekonomi harus dijadikan sebagai salah satu tujuan
utama untuk membangun negara yang kuat. Hal tersebut menunjukkan bawa
ekonomi merupakan sebuah alat politik dan menjadi dasar bagi kekuatan politik.
Menurut Robert Jackson dan Georg Sorensen, merkantilisme melihat
perekonomian internasional sebagai suatu arena konflik persaingan antara
kepentingan nasional negara yang saling bertentangan daripada sebagai sebuah
arena atau wilayah untuk melakukan kerja sama dan saling menguntungkan satu
sama lain, berbeda dengan kelompok liberalis yang menganggap bahwa
perekonomian internasional merupakan sarana bagi negara-negara untuk
melakukan kerja sama dengan tujuan memberikan keuntungan bagi pihak-pihak
yang terlibat di dalam kerja sama tersebut.35 Selain itu, kaum merkantilis
menganggap bahwa kekuatan ekonomi dan kekuatan politik-militer bersifat saling
melengkapi, karena kekuatan ekonomi dapat mendorong perkembangan politik dan
militer, sedangkan politik dan militer dapat meningkatkan perekonomian suatu
negara.36 Jackson dan Sorensen juga menjelaskan bahwa merkantilisme memiliki
35 Robert Jackson dan Georg Sorensen, “Introduction to International Relations: Theories and Approaches”, 5th ed (United Kingdom: Oxford University Press, 2013), 163. 36 Ibid.
24
situasi yang selalu konfliktual karena persaingan ekonomi yang terjadi antar negara
bersifat zero-sum game. Hal tersebut terjadi karena ketika suatu negara
mendapatkan keuntungan dari persaingan yang dilakukan, maka negara lain harus
menerima kekalahan dari persaingan tersebut.37 Persaingan yang terjadi seringkali
berkaitan dengan keinginan masing-masing negara untuk mempertahankan posisi
atau kekuasaan yang dimiliki.
Selanjutnya, teori kedua yang akan diaplikasikan di dalam penelitian ini
adalah teori stabilitas hegemon yang berasal dari beberapa pendapat tokoh.
Menurut Robert O. Keohane, tatanan dalam politik dunia akan diciptakan oleh
penguasa tunggal yang paling dominan.38 Selain itu, Keohane menjelaskan jika
dilihat dari ruang lingkup ekonomi politik dunia, maka yang dimaksud dengan
hegemoni adalah aktor tunggal yang memiliki kekuasaan dominan dalam hal
sumber daya.39 Kekuatan hegemon tersebut harus memiliki kontrol atas bahan baku
yang tersedia, kontrol atas sumber modal, kontrol atas pasar, dan memiliki
keunggulan dalam produksi barang-barang yang bernilai tinggi.40
Selain Keohane, Theodore H. Cohn menjadi tokoh lain yang turut
mengemukakan pendapatnya mengenai teori stabilitas hegemon. Menurut Cohn,
sistem perekonomian internasional yang terbuka dan stabil akan terbentuk ketika
terdapat satu negara yang memiliki kekuasaan paling dominan atau sebagai
hegemoni tunggal yang memiliki dua karakteristik, yaitu memiliki sumber daya
yang besar sehingga mampu untuk menjadi pemimpin, dan mampu untuk
37 Ibid, 162. 38 Robert O. Keohane, “After Hegemony: Cooperation and Discord in the World Political Economy” (New Jersey: Princeton University Press, 1984), 31. 39 Ibid. 40 Ibid, 32.
25
menciptakan kebijakan yang digunakan untuk menciptakan dan memelihara tatanan
ekonomi liberal.41 Kemudian, Robert O’Brien dan Marc Williams menjelaskan
bahwa negara hegemon memiliki tanggung jawab untuk menciptakan dan menjaga
sistem ekonomi liberal.42 Hal ini terjadi karena sistem ekonomi yang terbuka hanya
akan terjadi ketika terdapat satu negara yang memiliki kekuasaan yang paling
dominan jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Dari penjelasan yang
dikemukakan oleh tokoh-tokoh di atas, dapat dikatakan bahwa teori stabilitas
hegemon ini menganggap bahwa apabila terdapat satu kekuatan hegemon di dalam
suatu kawasan, maka kondisi wilayah tersebut akan stabil, serta negara hegemon
berkewajiban untuk menciptakan dan menjaga sistem ekonomi yang bersifat
liberal. Stabilitas suatu kawasan sangat diperlukan untuk menciptakan
kesejahteraan di dalam kawasan tersebut.
Di dalam penelitian ini, penulis menggunakan konsep kebijakan luar
negeri yang dikemukakan oleh Robert Jackson dan Georg Sorensen, dan
Christopher Hill. Selain itu, penelitian ini juga akan menggunakan konsep
kebijakan luar negeri ekonomi (economic foreign policy) yang dikemukakan oleh
Pawel Bozyk. Menurut Robert Jackson dan Georg Sorensen, kebijakan luar negeri
merupakan suatu konsep yang di dalamnya mengatur hubungan dan aktivitas
eksternal dari negara-bangsa yang membedakannya dengan kebijakan dalam negeri
suatu negara, serta melibatkan hal-hal yang berkaitan dengan terbentuknya
hubungan internasional antar negara, seperti tujuan yang ingin dicapai, strategi
41 Theodore H. Cohn, “Global Political Economy: Theory and Practices”, 2nd ed (Amerika Serikat: Addison Wesley Longman, Inc, 2003), 77. 42 Robert O’Brien dan Marc Williams, “Global Political Economy”, 3rd ed (New York: Palgrave Macmillan, 2010), 124.
26
yang digunakan, ruang lingkup, perjanjian yang dibentuk, dan lain sebagainya.43
Selain itu, kebijakan luar negeri merupakan tujuan dan langkah-langkah yang akan
digunakan untuk menetapkan keputusan dan tindakan yang akan dilakukan oleh
suatu negara terhadap negara lain. Menurut Christopher Hill, kebijakan luar negeri
merupakan keseluruhan dari hubungan eksternal yang dilakukan oleh aktor
independen, terutama negara, dalam hubungan internasional.44 Salah satu gagasan
utama yang terdapat di dalam kebijakan luar negeri adalah aktivitas politik yang
dilakukan oleh suatu negara, dimana negara tersebut melakukan suatu tindakan
serta mengeluarkan pernyataan dan nilai-nilai yang berkaitan dengan bagaimana
cara yang dilakukan oleh negara untuk mencapai tujuan utamanya dan
keinginannya untuk dapat membentuk dunia luar.45
Sementara itu, konsep kebijakan ekonomi luar negeri yang dikemukakan
oleh Pawel Bozyk dijelaskan bahwa kebijakan ekonomi luar negeri akan sangat
berhubungan dengan kemampuan suatu negara untuk membuat keputusan di dalam
hubungan ekonomi dengan negara lain. Bozyk menjelaskan bahwa kekuasaan suatu
negara akan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, salah satunya adalah
model ekonomi yang dilakukan.46 Selain itu, kebijakan ekonomi luar negeri harus
bersifat empat hal, yaitu berperan aktif dimana kebijakan ekonomi luar negeri
dijadikan sebagai dasar bagi suatu negara untuk melakukan hubungan ekonomi
dengan negara lain dan dapat memberi batasan pada kegiatan ekonomi yang
43 Robert Jackson dan Georg Sorensen, “Introduction to International Relations: Theories and Approaches”, 5th ed (United Kingdom: Oxford University Press, 2013), 252. 44 Christopher Hill, “The Changing Politics of Foreign Policy” (New York: Palgrave Macmillan, 2003), 3. 45 Ibid, 4. 46 Pawel Bozyk, “Globalization and the Transformation of Foreign Economic Policy” (Inggris: Ashgate, 2006), 9.
27
merugikan negara, kebijakan ekonomi luar negeri dapat menyeimbangkan
keuntungan dan kerugian yang didapatkan oleh suatu negara dari aktivitas ekonomi
luar negeri yang dilakukan, kebijakan ekonomi luar negeri dibentuk berdasarkan
keseimbangan antara manfaat ekonomi, sosial, dan politik, serta kebijakan ekonomi
luar negeri harus mencakup hubungan ekonomi dengan negara lain maupun
hubungan ekonomi internal suatu negara.47
Pada penelitian ini, konsep national interest menjadi salah satu konsep
yang digunakan dalam menjelaskan hubungan kerja sama antara Amerika Serikat
dan Tiongkok dengan Asia Tenggara. Menurut Robert J. Art dalam bukunya yang
berjudul “A Grand Strategy for America” menjelaskan bahwa konsep national
interest dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu vital interest, highly important,
dan important interest. Vital interest merupakan kepentingan yang bersifat paling
penting untuk dicapai karena akan memberikan kerugian kepada negara apabila
tidak dipenuhi kepentingan tersebut, highly important merupakan kepentingan yang
bersifat sangat penting untuk dicapai karena akan memberikan keuntungan dan
tidak akan memberikan kerugian bagi negara apabila kepentingan tersebut dapat
dipenuhi maupun tidak, dan important interest merupakan kepentingan yang tidak
akan memberikan kerugian yang cukup besar apabila tidak dapat dipenuhi namun
dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi bagi negara.48 Kepentingan nasional
menjadi salah satu faktor yang digunakan oleh masing-masing negara untuk
memperoleh keuntungan dan menjadikan negara tersebut memiliki kekuasaan yang
lebih besar. Hal ini berkaitan dengan tujuan dari kepentingan nasional yang
47 Ibid, 9-10. 48 Robert J.Art, “A Grand Strategy for America” (New York : Cornell University Press, 2003), 45-46
28
merupakan salah satu upaya bagi suatu negara untuk mencapai posisi hegemon di
dalam dunia internasional. Negara yang berada di posisi hegemon dapat
menerapkan kekuasaan yang dimilikinya kepada negara lain dengan cara
meyakinkan, membujuk, ataupun memaksa negara tersebut untuk dapat melakukan
sesuai dengan apa yang telah diputuskan oleh negara yang berkuasa.49
Menurut Alexander Wendt, national interest menjadi salah satu faktor
yang mempengaruhi kekuasaan di dalam politik internasional selain power. Wendt
menjelaskan bahwa power didefinisikan sebagai kemampuan militer suatu negara,
sedangkan national interest didefinisikan sebagai keinginan suatu negara untuk
mencapai kekuasaan, keamanan, ataupun wealth.50 Sementara itu, Kenneth N.
Waltz menjelaskan bahwa national interest merupakan dasar dari tujuan dalam
kebijakan luar negeri, dimana national interest berperan untuk mengarahkan kapan
negara diharuskan untuk mengambil keputusan dan bagaimana langkah-langkah
yang harus dilakukan oleh negara tersebut untuk mencapai kepentingan
nasionalnya.51
1.6. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
1.6.1. Metode Penelitian
Di dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan metode penelitian
kualitatif dengan jenis penelitian deskripsi. Metode penelitian kualitatif merupakan
49 John Agnew, “Hegemony: The New Shape of Global Power” (Philadelphia: Temple Univesity Press, 2005), 2. 50 Alexander Wendt, “Social Theory of International Politics” (Australia: Cambridge University Press, 1999), 92. 51 Kenneth N. Waltz, “Theory of International Politics” (Filipina: Addison-Wesley Publishing Company, 1979), 134.
29
metode yang menggunakan data non-numerik dalam pengumpulan data dan teknis
dalam menganalisis data-data yang telah didapatkan. Tujuan dari metode kualitatif
adalah untuk memahami dan menafsirkan berbagai tindakan yang berasal dari data-
data yang telah dikumpulkan sebelumnya dalam bentuk kata-kata ataupun
gambar.52 Metode penelitian kualitatif diantaranya wawancara, penelitian berbasis
internet, dan penelitian berbasis dokumen atau arsip.53
1.6.2. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini akan menggunakan teknik pengumpulan data berupa
pengumpulan data sekunder. Teknik pengumpulan data sekunder merupakan
pengumpulan data yang menggunakan data-data yang diperoleh secara tidak
langsung dari lapangan, seperti dokumen, jurnal, buku, internet, hasil penelitian
terdahulu, sehingga data-data yang digunakan merupakan data-data yang telah
tersedia sebelumnya.54
1.7. Sistematika Pembahasan
Pada bagian ini, penulis akan menjelaskan sistematika yang digunakan
di dalam penulisan penelitian ini. Bab I akan membahas mengenai pendahuluan
yang di dalamnya mencakup beberapa sub-bab, diantaranya latar belakang
penelitian, identifikasi masalah yang kemudian akan dibagi menjadi pembatasan
dan perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kajian literatur, kerangka
52 Umar Suryadi Bakry, “Metode Penelitian Hubungan Internasional” (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016), 18. 53 Ibid, 65-66. 54 Kun Maryati dan Juju Suryawati, “Sosiologi”, (Esis), 110.
30
pemikiran, serta metode dan teknik pengumpulan data yang digunakan di dalam
penulisan penelitian ini.
Kemudian, pembahasan akan dilanjutkan di dalam bab II yang akan
menjelaskan mengenai posisi Amerika Serikat dan Tiongkok dalam aktivitas
perdagangan di kawasan Asia Tenggara. Di dalam bab ini, penulis membagi
menjadi dua sub bab yang berbeda. Sub bab pertama, penulis akan menjelaskan
mengenai aktivitas perdagangan Amerika Serikat di Asia Tenggara, yang di
dalamnya turut menjelaskan mengenai mitra dagang Amerika Serikat dan produk
ekspor Amerika Serikat ke Asia Tenggara. Sedangkan di dalam sub bab kedua,
penulis akan membahas mengenai aktivitas perdagangan Tiongkok dengan Asia
Tenggara dengan struktur sub bab yang sama dengan sub bab pertama.
Selanjutnya, bab III akan membahas mengenai kebijakan perdagangan
Amerika Serikat di kawasan Asia Tenggara. Terdapat tiga hal yang akan dijelaskan
di dalam bab ini, yaitu pentingnya Kawasan Asia Tenggara bagi perekonomian
Amerika Serikat, strategi rebalancing Amerika Serikat dalam aktivitas
perdagangan antara Amerika Serikat di Asia Tenggara, dan upaya Amerika Serikat
dalam mempertahankan posisi sebagai negara hegemon melalui agenda
perdagangan.
Terakhir, bab IV akan membahas mengenai kesimpulan dari seluruh
penulisan penelitian yang dilakukan.