Kebijakan Peningkatan Daya Saing Indonesia
-
Upload
alek-sander -
Category
Documents
-
view
224 -
download
3
Transcript of Kebijakan Peningkatan Daya Saing Indonesia
KEBIJAKAN PENINGKATAN DAYA SAING INDONESIA MELALUI PENGUATAN SISTEM INOVASI
AlkadriPusat Pengkajian Kebijakan Peningkatan Daya Saing, BPPT
PENGANTAR
Tidak dapat dipungkiri lagi, intensitas persaingan antarnegara yang
semakin tinggi telah menjadi ciri utama dinamika perekonomian global pada abad
ke-21 ini. Eksistensi sebuah negara menjadi sangat ditentukan oleh kemampuan
negara itu menciptakan basis-basis keunggulan kompetitif secara berkelanjutan.
Kemampuan sumber daya manusia serta kemajuan inovasi dan teknologi pun
menjadi kunci sukses dalam peningkatan daya saing suatu negara.
Daya saing antarnegara di level internasional telah dikaji oleh berbagai
institusi, baik secara menyeluruh maupun fokus pada sektor atau bidang tertentu.
Berbagai institusi tersebut di antaranya adalah World Economic Forum (WEF),
World Bank (WB), United Nations Conference on Trade and Development
(UNCTAD), United Nations Industrial Development Organization (UNIDO), United
Nations Development Programme (UNDP), Institute for Management
Development (IMD) dan lain-lain.
Daya saing yang disusun oleh WEF adalah berupa Indeks Daya Saing
Global (Global Competitiveness Index atau GCI) yang menggunakan 12 pilar
untuk mengukur daya saing suatu negara. WEF juga menyusun Indeks Daya
Saing Pariwisata dan Perjalanan (Travel and Tourism Competitiveness Index atau
TTCI), Indeks Daya Tarik Investasi Swasta di Bidang Infrastruktur (Infrastructure
Private Investment Attractiveness Index), Indeks Teknologi Informasi Global
(Global Information Technology Index atau GITI) dan Indeks Kesenjangan Gender
Global (Global Gender Gap Index).
Selanjutnya, UNCTAD menyusun indeks kapabilitas inovasi (Innovation
Capability Index atau UNICI). UNICI ini fokus pada dua aspek, yakni aktivitas
inovasi sebagai indeks aktivitas teknologi (Technological Activity Index) dan
ketersediaan ketrampilan untuk inovasi sebagai indeks kapital manusia (Human 1
Capital Index). Adapun UNIDO mengukur indeks kinerja daya saing industri,
khususnya daya saing industri manufaktur. Bentuk lainnya adalah indeks
pencapaian teknologi (Technology Achievement Index atau TAI) yang disusun
oleh UNDP, dengan penekanan pada teknologi informasi dan komunikasi
(information and communication technology). UNDP juga menyusun indeks
pembangunan sumberdaya manusia (Human Development Index atau HDI).
Sedangkan World Bank menyusun indikator kemudahan berbisnis (Doing
Business atau DB), untuk melihat kondusivitas lingkungan bisnis bagi pengusaha.
Kemudian, IMD mengupas daya saing berbagai negara secara komprehensif yang
disajikan dalam World Competitiveness Yearbook (WCY).
Dari berbagai pengukuran daya saing di atas, umumnya posisi Indonesia
relatif tertinggal oleh beberapa negara tetangga di kawasan Asia Pasifik (Tabel 1).
Tabel 1. Perbandingan Ranking Daya Saing Indonesia dan Beberapa Negara di Kawasan Asia Pasifik
Negara
WEF (GCI)
WEF (Capacity
Innovation)
WEF (High-tech
Exports)
UNDP (Human Development
Index)
UNDP (Technology Achievement
Index)
WB (Doing
Business)
142 negara 138 negara 138 negara 187 negara 67 negara 183
negara2011-12 2010-11 2010-11 2011 2001 2011
Indonesia 46 30 40 124 56 126Malaysia 21 25 5 61 28 23Singapura 2 17 4 26 - 1Thailand 39 56 11 103 35 16Filipina 75 80 1 112 41 134Vietnam 65 32 58 128 - 90Brunei Darussalam 28 83 106 33 - 86
Korea 24 18 7 15 5 15Jepang 9 2 14 12 4 20Cina 26 21 6 101 40 87Hong Kong 11 49 26 13 - 2Taiwan 13 14 3 - - 24India 56 33 38 134 57 139Pakistan 118 58 75 145 61 96Banglades 108 115 86 146 - 118Sri Lanka 52 41 84 97 58 98Australia 20 23 61 2 8 11Selandia Baru 25 28 63 5 14 3Sumber : Dikutip dari Laporan WEF, World Bank, UNDP.
POSISI DAYA SAING INDONESIA VERSI WORLD ECONOMIC FORUM
2
Rilis terbaru indeks daya saing global (GCI) tahun 2011-2012 yang
dikeluarkan oleh WEF menempatkan Indonesia pada posisi ke-46 dengan skor
4,38, yang berarti menurun dua level dibandingkan tahun 2010, tetapi masih jauh
lebih baik dibandingkan tahun 2008 dimana Indonesia berada pada ranking ke-55.
Meskipun menempati urutan ke-46 pada tahun 2011, Indonesia tetap menjadi
salah satu negara berkinerja terbaik di kawasan Asia mengungguli India, Vietnam
dan Filipina, akan tetapi masih di bawah Malaysia, Cina dan Thailand.
Tabel 2. Perkembangan Ranking Daya Saing Indonesia dalam GCI, 2008-2011
PillarRanking Score
2008 2009 2010 2011 2008 2009 2010 2011Overall 55 54 44 46 4,25 4,26 4,43 4,38Pillar 1 Institutions 68 58 61 71 3,89 4,00 3,98 3,81Pillar 2 Infrastructure 86 84 82 76 2,95 3,20 3,56 3,77Pillar 3 Macroeconomic stability 72 52 35 23 4,91 4,82 5,15 5,66Pillar 4 Health and primary education 87 82 62 64 5,26 5,20 5,78 5,74Pillar 5 Higher education and training 71 69 66 69 3,88 3,91 4,18 4,16Pillar 6 Goods market efficiency 37 41 49 67 4,67 4,49 4,35 4,23Pillar 7 Labor market efficiency 43 75 84 94 4,59 4,30 4,23 4,06Pillar 8 Financial market sophistication 57 61 62 69 4,48 4,30 4,23 4,06
Pilar 9 Technological readiness 88 88 91 94 3,02 3,20 3,25 3,33Pillar 10 Marker size 17 16 15 15 5,11 5,21 5,21 5,22Pillar 11 Business sophistication 39 40 37 45 4,55 4,49 4,40 4,22Pillar 12 Innovation 47 39 36 36 3,42 3,57 3,71 3,59Sumber : Dikutip dari Laporan WEF, beberapa edisi.
Menurunnya ranking Indonesia pada tahun 2011 ini terutama disebabkan
merosotnya kinerja sebagian besar pilar daya saing (perhatikan Tabel 2). Dari 12
pilar daya saing yang dijadikan ukuran oleh WEF, Indonesia mengalami
penurunan pada 8 pilar, yakni pilar institusi (dari urutan ke-61 tahun 2010 menjadi
ranking ke-71 tahun 2011), pilar kesehatan dan pendidikan dasar (dari 62 ke 64),
pilar pendidikan tinggi dan pelatihan (dari 66 ke 69), pilar efisiensi pasar barang
(dari 49 ke 67), pilar efisiensi pasar tenaga kerja (dari 84 ke 94), pilar kecanggihan
pasar keuangan (dari 62 ke 69), pilar kesiapan teknologi (dari 91 ke 94) dan pilar
kecanggihan bisnis (dari 37 ke 45). Sementara itu, dua pilar menggoreskan
peningkatan posisi, yaitu pilar infrastruktur dari 82 ke 76 serta pilar stabilitas
ekonomimakro dari 35 ke 23. Sedangkan dua pilar lainnya tidak mengalami
3
perubahan ranking, dimana pilar ukuran pasar masih berada pada urutan ke-15
dan pilar inovasi tetap pada posisi ke-36.
Dengan posisi seperti di atas, WEF memasukkan Indonesia ke dalam
kategori efficiency-driven economy, bersama dengan 28 negara lainnya. Di
antaranya Cina, Malaysia dan Thailand. Dibandingkan dengan tahun 2008,
Indonesia telah mengalami transformasi tahapan pembangunan dari semula
factor-driven economy pada tahun 2008 menjadi economy in transition from factor-
driven economy to efficiency-driven economy pada tahun 2009 dan 2010.
Memasuki tahun 2011, tahapan pembangunan Indonesia bertransformasi lagi
menjadi efficiency-driven economy (perhatikan Gambar 1).
Gambar 1. Transformasi Tahapan Pembangunan Indonesia Menurut GCI, 2008-2011
4
20092008
2010 2011
Memprhatikan kecenderungan transformasi di atas, maka peluang
Indonesia untuk mencapai tahapan innovation-driven economy dalam beberapa
tahun ke depan masih sangat terbuka. Sebagaimana diamanatkan dalam
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025
dan kemudian dipertegas melalui Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), pada tahun 2005 nanti tahapan
pembangunan Indonesia direncanakan sudah berada pada kategori innovation-
driven economy.
Gambar 2. Transformasi Pembangunan Indonesia Menurut Amanat RPJPN 2005-2025
Untuk mencapai tahapan innovation-driven economy, maka Indonesia
harus terus memperkuat pilar kecanggihan bisnis dan pilar inovasi. Dengan lain
perkataan, Indonesia membutuhkan kebijakan peningkatan daya saing nasional
melalui penguatan sistem inovasi.
5
Daya Saing Pilar Kecanggihan Bisnis
Di dalam pilar kecanggihan bisnis, dalam beberapa tahun terakhir ranking
daya saing Indonesia memperlihatkan kecenderungan melemah. Apabila pada
tahun 2008 Indonesia mampu menduduki posisi ke-39 dari 134 negara (dengan
skor 4,5) dan kemudian meningkat menjadi urutan ke-37 dari 139 negara (skor
4,4) pada tahun 2010, maka memasuki tahun 2011 posisi Indonesia merosot
cukup signifikan ke urutan ke-45 dari 142 negara (skor 4,2).
Tabel 3. Perkembangan Ranking Daya Saing Indonesia dalam GCI untuk Pilar Kecanggihan Bisnis, 2008-2011
Pillar and Variables
Ranking Score2008 2009 2010 2011 2008 2009 2010 2011134
negara133
negara139
negara142
negaraPillar 11 Business Sophistication 39 40 37 45 4,5 4,5 4,4 4,2
11.01 Local supplier quantity 50 50 43 57 5,0 (4,7)
5,0 (4,7)
5,0 (4,7)
4,9 (4,7)
11.02 Local supplier quality 57 58 61 68 4,8 (4,6)
4,7 (4,6)
4,6 (4,5)
4,5 (4,5)
11.03 State of cluster development 18 24 24 33 4,6
(3,6)4,5
(3,6)3,6
(4,5)4,2
(3,6)11.04 Nature of competitive advantage 38 34 33 41 3,9
(3,7)4,0
(3,6)4,1
(3,6)3,9
(3,6)
11.05 Value chain breadth 36 35 26 29 4,2 (3,8)
4,2 (3,7)
4,4 (3,7)
4,4 (3,7)
11.06 Control of international distribution 35 39 33 43 4,5
(4,1)4,4
(4,1)4,4
(4,0)4,3
(4,0)11.07 Production process sophistication 72 60 52 56 3,5
(3,8)3,7
(3,8)4,0
(3,9)3,9
(3,8)
11.08 Extent of marketing 55 56 56 61 4,7 (4,4)
4,4 (4,2)
4,4 (4,1)
4,2 (4,1)
11.09 Willingness to delegate authority 28 26 32 56 4,7
(4,1)4,5
(3,8)4,1
(3,7)3,8
(3,7)Sumber : Dikutip dari Laporan WEF, beberapa edisi.
Melemahnya daya saing kecanggihan bisnis di atas terutama disebabkan
oleh merosotnya daya saing Indonesia dalam tujuh dari sembilan variabel
kecanggihan bisnis (perhatikan Tabel 3). Ketujuh variabel tersebut adalah
kuantitas pasokan lokal, kualitas pasokan lokal, pengembangan klaster oleh
negara, daya saing sumber daya alam, pengawasan terhadap distribusi
internasional, perluasan pasar dan pendelegasian dari pemerintah kepada swasta.
Menguatnya daya saing variabel keluasan rantai nilai dan variabel
kecanggihan proses produksi dalam waktu yang bersamaan ternyata belum
6
mampu menahan laju penurunan daya saing pilar kecanggihan bisnis secara
kesuluruhan.
Sepanjang kurun waktu 2008-2011, skor yang diraih Indonesia untuk
semua variabel dalam pilar kecanggihan bisnis melebihi skor rata-rata, kecuali
variabel pengembangan klaster oleh pemerintah (2010) serta variabel
kecanggihan proses produksi (2008 dan 2009).
Daya Saing Pilar Inovasi
Berbeda dengan pilar keanggihan bisnis, posisi daya saing Indonesia untuk
pilar inovasi memperlihatkan tren yang semakin meningkat dalam beberapa tahun
terakhir. Jika pada tahun 2008 daya saing inovasi Indonesia masih menduduki
posisi ke-47 dengan skor 3,42, maka memasuki tahun 2011 (dan juga 2010)
Indonesia sudah mampu mendongkrak posisinya ke urutan ke-36 dengan skor
3,59 (simak Tabel 4).
Tabel 4. Perkembangan Ranking Daya Saing Indonesia dalam GCI untuk Pilar Inovasi, 2008-2011
Pillar and VariablesRanking Score
2008 2009 2010 2011 2008 2009 2010 2011134
negara133
negara139
negara142
negaraPillar 12 Innovation 47 39 36 36 3,42 3,57 3,71 3,59
12.01 Capacity of innovation 53 44 30 30 3,3 (3,4)
3,4 (3,3)
3,7 (3,2)
3,8 (3,2)
12.02 Quality of scientific research institutions 39 43 44 55 4,4
(4,0)4,2
(3,9)4,2
(3,8)3,9
(3,7)12.03 Company spending on R&D 34 28 26 31 3,8
(3,4)3,8
(3,3)4,0
(3,2)3,7
(3,2)12.04 University-industry collaboration in R&D 54 43 38 41 3,5
(3,4)3,8
(3,6)4,2
(3,7)4,1
(3,7)12.05 Government procurement of advanced technology product 87 34 30 34 3,4
(3,6)4,1
(3,6)4,2
(3,7)4,1
(3,6)12.06 Availability of scientists and engineers 31 31 31 45 4,9
(4,2)4,7
(4,1)4,7
(4,1)4,4
(4,1)12.07 Utility patents per million population 84 87 89 86 0,0 0,0 0,0 0,0
Sumber : Dikutip dari Laporan WEF, beberapa edisi.
Ada empat dari tujuh variabel yang menjadi sumber penguatan daya saing
pilar inovasi, yakni variabel kapasitas inovasi (dari level ke-53 tahun 2008 menjadi
urutan ke-30 tahun 2011), variabel pengeluaran swasta untuk R&D (dari nomor 34
menjadi posisi ke-31, bahkan sempat menduduki ranking ke-26 pada tahun 2010),
7
variabel kolaborasi perguruan tinggi-industri dalam R&D (dari nomor 54 tahun
2008 menjadi urutan ke-38 tahun 2010 dan menurun ke level 41 tahun 2011) serta
variabel belanja pemerintah terhadap produk teknologi tinggi (dari ranking ke-87
tahun 2008 menjadi urutan ke-34 tahun 2011, padahal sebelumnya sempat
menduduki posisi ke-30 tahun 2010).
Kecuali utilitas paten, secara keseluruhan variabel dalam pilar inovasi
memiliki skor di atas skor rata-rata selama periode 2008-2011. Hanya pada tahun
2008 skor yang diraih berada di bawah skor rata-rata, yakni variabel kapasitas
inovasi dan variabel belanja pemerintah untuk produk teknologi tinggi.
Daya Saing Innovation-driven Economy
Merujuk kepada perkembangan posisi daya saing kedua pilar di atas, yakni
pilar kecanggihan bisnis dan pilar inovasi, maka untuk menuju innovation-driven
economy Indonesia sudah berada jalur yang cukup baik. Hal ini diindikasikan oleh
terus meningkatnya posisi Indonesia dalam subindex innovation and sophistication
factors dari semula urutan ke-45 tahun 2008 menjadi ranking ke-41 tahun 2011.
Bahkan pada tahun 2010 Indonesia sempat menempati nomor 37 dari 139 negara
(lihat Tabel 5).
Tabel 5. Perkembangan Ranking Daya Saing Indonesia dalam GCI untuk Subindex Innovation and Sophistication Factors, 2008-2011
Subindex and PillarRanking Score
2008 2009 2010 2011 2008 2009 2010 2011Subindex Innovation and Sophistication Factors 45 40 37 41 3,98 4,03 4,06 3,90
Pillar 11 Business Sophistication 39 40 37 45 4,55 4,49 4,40 4,22Pillar 12 Innovation 47 39 36 36 3,42 3,57 3,71 3,59Sumber : Dikutip dari Laporan WEF, beberapa edisi.
Menurunnya posisi daya saing Indonesia dalam subindex innovation and
sophistication factors selama periode 2011-2011 di atas memberikan peringatan
bahwa untuk menuju transformasi pembangunan ke tahapan innovation-driven
economy Indonesia harus menata kembali dan meningkatkan lagi kebijakan
pembangunannya pada basis-basis kecanggihan bisnis dan inovasi. Salah satu
upaya yang dapat ditempuh adalah penerapan kebijakan penguatan sistem
inovasi, baik di level nasional secara keseluruhan maupun di level regional,
sektoral dan tematik secara khusus.8
KEBIJAKAN PENGUATAN SISTEM INOVASI
Untuk meningkatkan kembali daya saing Indonesia di ranah internasional,
maka kebijakan penguatan sistem inovasi dapat menjadi jawabannya (simak
Gambar 3). Kebijakan penguatan sistem inovasi merupakan wahana utama untuk
meningkatkan daya saing dan kohesi sosial dalam mewujudkan masyarakat yang
sejahtera, adil, maju mandiri dan beradab berbasis innovation-driven economy
sebagaimana diamanatkan dalam RPJPN 2005-2025.
Gambar 3. Kerangka Umum Penguatan Sistem Inovasi untuk Transformasi Pembangunan Indonesia Menuju Innovation-driven Economy 2025
Untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, maju mandiri dan
beradab berbasis innovation-driven economy pada tahun 2025, ada enam misi
yang diemban, yaitu :
1. Membangun lingkungan atau kerangka dasar sistem inovasi yang
kondusif.
2. Membangun kapasitas inovatif institusi iptek dan daya absorpsi
industri.
9
3. Membangun interaksi iptek-industri.
4. Membangun budaya inovasi.
5. Membangun koherensi dan keterpaduan fokus tematik.
6. Membangun kemampuan dalam menyelaraskan tantangan global.
Ada lima strategi utama berikut kebijakan-kebijakannya yang harus diusung
untuk merealisasikan innovation-driven economy pada tahun 2025, yakni :
1. Pengembangan pilar-pilar sistem inovasi nasional.
Pengembangan pilar-pilar sistem inovasi merupakan prasyarat dasar
yang perlu mendapatkan prioritas dalam menerapkan sistem inovasi
nasional. Pilar-pilar sistem inovasi ini menyangkut sumber daya
manusia, infrastruktur, kelembagaan, dokumen perencanaan,
pengembangan kerja sama dan lain-lain.
Fokus kebijakan yang terkait dengan pengembangan pilar-pilar sistem
inovasi antara lain adalah sebagai berikut :10
a. Tata kelola penguatan sistem inovasi nasional.
a.1. Kelembagaan penguatan sistem inovasi nasional.
a.2. Dokumen strategis penguatan sistem inovasi nasional.
b. Penguatan infrastruktur khusus sistem inovasi nasional, terutama
yang berhubungan dengan peningkatan perlindungan dan
pemanfaatan HKI, perpajakan, pengembangan infrastruktur dasar
bagi sistem inovasi seperti taman iptek, laboratorium khusus
berstandar internasional, teknologi informasi dan komunikasi (ICT),
serta pendanaan aktivitas inovasi.
c. Pengembangan kemampuan sumber daya manusia yang
menguasai iptek secara bertahap dari labor intensive menuju skilled
labor intensive dan kemudian human capital intensive berbasis
inovasi.
d. Pengembangan kerja sama internasional yang mendorong
pemahaman dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
pemanfaatan berbagai best practices yang sudah dikembangkan di
berbagai negara.
2. Penguatan sistem inovasi pada klaster-klaster industri nasional untuk
mendukung pengembangan koridor ekonomi.
Pengembangan 6 (enam) koridor ekonomi Indonesia harus diiringi
dengan strategi penguatan sistem inovasi pada klaster-klaster industri
nasional sebagai centre of excellence dalam rangka mendukung
peningkatan kemampuan berinovasi untuk meningkatkan daya saing
nasional.
Strategi penguatan sistem inovasi pada klaster-klaster industri nasional
yang mendukung pengembangan koridor ekonomi ini membutuhkan
kebijakan-kebijakan yang terkait dengan :
a. Tata kelola penguatan klaster industri nasional dalam kerangka
sistem inovasi.
b. Penetapan klaster-klaster industri prioritas nasional.
11
3. Penguatan sistem inovasi daerah.
Strategi penguatan sistem inovasi daerah ditujukan untuk mendorong
dan memberdayakan masyarakat, pelaku usaha dan pemerintah
daerah yang sudah memiliki inisiatif untuk menumbuhkembangkan
potensi inovasi pada beberapa produk dan program unggulan wilayah,
misalnya :
Pengembangan Kawasan Inovasi Agroindustri di Gresik (Provinsi
Jawa Timur).
Pengembangan kawasan industri inovasi produk-produk hilir yang
terintegrasi untuk pengembangan kelapa sawit, kakao dan
perikanan.
Pengembangan Kawasan Inovasi Energi berbasis nonrenewable
dan renewable energy di Provinsi Kalimantan Timur.
Strategi penguatan sistem inovasi daerah membutuhkan kebijakan-
kebijakan berikut :
a. Tata kelola penguatan sistem inovasi daerah.
a.1. Kelembagaan penguatan sistem inovasi daerah.
a.2. Dokumen strategis penguatan sistem inovasi daerah.
b. Penetapan klaster industri prioritas daerah.
4. Penguatan jaringan sistem inovasi.
Keberhasilan penguatan jaringan sistem inovasi tergantung pada
upaya cerdas dan efektif para aktor inovasi dalam berkolaborasi, baik
dari unsur lembaga iptek dan perguruan tinggi, dunia usaha maupun
pemerintahan.
Pemerintah sebagai regulator, fasilitator dan katalisator dapat berperan
dalam penguatan sistem inovasi melalui pemberian :
Insentif fiskal kepada dunia usaha (swasta, BUMN/BUMD) yang
melakukan inovasi. Insentif fiskal dapat pula diberikan kepada
12
perusahan asing yang menggunakan teknologi dalam negeri atau
mentransfer teknologi dari luar negeri ke Indonesia.
Dana penelitian kepada pelaku inovasi dengan syarat bahwa (a)
produk inovasi sesuai dengan kebutuhan industri, (b) produk
inovasi sudah terbukti dapat meningkatkan produktivitas industri
yang bersangkutan. Kedua persyaratan ini menjadi penting bagi
pengembangan inovasi secara nasional.
Dunia usaha selaku pengguna hasil invensi dapat berperan dalam
penguatan sistem inovasi sebagai penggerak utama inovasi dengan
memberikan informasi state of the art kebutuhan invensi teknologi yang
memiliki nilai pasar yang baik. Sedangkan lembaga iptek dan
perguruan tinggi bisa mengambil peran dalam penguatan sistem
inovasi sebagai penghasil produk invensi.
Adapun kebijakan-kebijakan yang dapat ditempuh dalam strategi
penguatan jaringan sistem inovasi antara lain berkaitan dengan hal-hal
berikut :
a. Tata kelola jaringan sistem inovasi, terutama berupa kebijakan
penguatan interaksi antaraktor dalam sistem inovasi melalui tata
kelola kelembagaan, standar dan pedoman, serta mekanisme
pengelolaan interaksi.
13
b. Manajemen pengetahuan, terutama berupa kebijakan pengelolaan
sumber daya manusia, organisasi, teknologi dan budaya
pembelajaran dalam rangka meningkatkan kapasitas inovatif aktor-
aktor yang terlibat dalam jaringan sistem inovasi
c. Penguatan infrastruktur jaringan sistem inovasi untuk mendukung
peningkatan interaksi dan aliran pengetahuan antaraktor dalam
kerangka jaringan sistem inovasi. Misalnya melalui e-development
dan science and technology park.
5. Penguatan teknoprener.
Strategi penguatan teknoprener ditujukan untuk melahirkan IKM/UKM
berbasis inovasi dalam berbagai bidang strategis yang mampu
mengoptimalkan interaksi dan pemanfaatan sumber daya perguruan
tinggi, lembaga litbang dan dunia usaha, sehingga dapat menghasilkan
berbagai produk inovatif.
Strategi penguatan teknoprener memerlukan berbagai kebijakan yang
terkait dengan hal-hal berikut :
a. Penguatan kerangka umum teknoprener yang kondusif untuk
menciptakan para wirausahawan baru berbasis teknologi.
b. Pengembangan infrastruktur khusus teknoprener, seperti sarana
pendidikan khusus teknoprener, lembaga intermediasi (pusat
inovasi UMKM, inkubator teknologi, inkubator bisnis) serta sarana
pembiayaan berisiko.
c. Penguatan budaya inovasi melalui pendidikan kewirausahaan
berbasis teknologi sedini mungkin, peningkatan kompetensi para
pengajar kewirausahaan berbasis teknologi, peningkatan apresiasi,
pengembangan teknologi masyarakat (kearifan lokal) serta
perlindungan HKI.
PENUTUP
Untuk meningkatkan kembali daya saing Indonesia di ranah internasional,
maka perlu dilakukan transformasi pembangunan dari tahapan efficiency-driven
14
economy kepada tahapan innovation-driven economy melalui penguatan sistem
inovasi. Proses transformasi seperti ini memerlukan input pendanaan penelitian
dan pengembangan sebesar 1-3 persen dari PDB, yang berasal dari pemerintah
maupun dunia usaha.
Pelaksanaan transformasi pembangunan melalui penguatan sistem inovasi
dapat dilakukan melalui tujuh langkah perbaikan ekosistem inovasi, sedangkan
prosesnya dilakukan dengan menggunakan empat wahana percepatan
pertumbuhan ekonomi sebagai model penguatan aktor-aktor inovasi yang dikawal
secara ketat. Ketujuh langkah perbaikan ekosistem inovasi tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Perbaikan sistem insentif dan regulasi yang mendukung inovasi dan
budaya penggunaan produk dalam negeri.
2. Peningkatan kualitas dan fleksibilitas perpindahan sumber daya
manusia.
3. Pembangunan pusat-pusat inovasi untuk mendukung indusri/usaha
mikro, kecil dan menengah.
4. Pembangunan klaster inovasi daerah.
5. Perbaikan sistem remunerasi peneliti.
6. Revitalisasi infrastruktur penelitian dan pengembangan.
7. Perbaikan sistem dan manajemen pendanaan riset yang mendukung
inovasi.
Sedangkan empat wahana percepatan pertumbuhan ekonomi sebagai
model penguatan aktor-aktor inovasi terdiri dari :
1. Industri kebutuhan dasar (pangan, obat-obatan, energi dan air bersih).
2. Industri kreatif (berbasis budaya dan digital content).
3. Industri berbasis daya dukung daerah berstandar internasional seperti
taman iptek dan taman industri.
4. Industri strategis (pertahanan, transportasi, informasi dan komunikasi).
15
Melalui tujuh langkah perbaikan ekosistem dan empat wahana percepatan
pertumbuhan ekonomi di atas, maka diharapkan innovation-driven economy akan
dapat tercapai pada tahun 2025, yang ditandai oleh :
1. Meningkatnya jumlah HaKI dari penelitian dan industri yang langsung
berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi.
2. Meningkatnya infrastruktur taman iptek dan taman industri berstandar
internasional.
3. Tercapainya swasembada pangan, obat-obatan, energi dan air bersih
yang berkesinambungan.
4. Meningkatnya ekspor produk industri kreatif menjadi dua kali lipat
dibandingkan saat ini.
5. Meningkatnya jumlah produk-produk unggulan dan nilai tambah
industri dari berbagai daerah.
6. Tercapainya swasembada produk dan sistem industri pertahanan,
transportasi, serta informasi dan komunikasi (ICT).
7. Terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan,
kemakmuran yang merata dan kekokohan NKRI.
strengthening the innovation system to increase the competitiveness of Indonesia
16