KATA SAMBUTAN KEPALA BADAN KEAHLIAN DPR...
Transcript of KATA SAMBUTAN KEPALA BADAN KEAHLIAN DPR...
i
KATA SAMBUTAN KEPALA BADAN KEAHLIAN DPR RI
uji syukur kita panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha
Esa atas segala rahmat-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan Ringkasan dan Telaahan Hasil
Pemeriksaan BPK RI Semester II Tahun 2016 yang
disusun oleh Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan
Negara Badan Keahlian DPR RI ini.
Kehadiran Badan Keahlian DPR RI sebagai supporting
system Dewan di bidang keahlian pada umumnya dan Pusat Kajian
Akuntabilitas Keuangan Negara pada khususnya dapat mendukung
kelancaran pelaksanaan 3 (tiga) fungsi DPR RI dan wewenangnya dalam
mewujudkan akuntabilitas keuangan negara. Akuntabilitas adalah evaluasi
terhadap proses pelaksanaan kegiatan/kinerja organisasi untuk dapat
dipertanggungjawabkan sekaligus sebagai umpan balik bagi pimpinan
organisasi/institusi untuk dapat meningkatkan kinerja dan target/ output yang
ditetapkan oleh organisasi/ institusi tersebut. Dengan harapan akuntabilitas
dapat mendorong terciptanya kinerja yang optimal.
Dokumen yang kami beri judul “Ringkasan dan Telahaan Terhadap Hasil
Pemeriksaan BPK Semester II Tahun 2016”, merupakan satu diantara hasil
ringkasan dan telaahan yang disusun oleh Badan Keahlian DPR RI yang
dapat dijadikan bahan referensi, masukan awal bagi Alat Kelengkapan
Dewan dalam menjalankan 3 (tiga) fungsinya: fungsi legislasi, fungsi
anggaran dan fungsi pengawasan, yang tentunya akan ditindaklanjuti oleh
DPR melalui Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat.
Kami menyadari bahwa dokumen ini masih banyak memiliki kekurangan,
untuk itu saran dan masukan serta kritik konstruktif sebagai perbaikan isi
dan struktur penyajian sangat kami harapkan. Agar dapat menghasilkan
ringkasan dan telaahan yang lebih baik di masa depan.
Akhir kata, Kami mengucapkan terima kasih atas perhatian dan kerjasama
semua pihak.
P
ii
KATA PENGANTAR KEPALA PKAKN
uji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusunan dan
penyajian buku Ringkasan dan Telaahan terhadap Hasil Pemeriksaan
BPK RI Semester II Tahun 2016, yang disusun oleh Pusat Kajian
Akuntabilitas Keuangan Negara (PKAKN) Badan Keahlian DPR RI sebagai
supporting system dalam memberikan dukungan keahlian kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, ini dapat terselesaikan.
Hasil Pemeriksaan BPK RI Semester II Tahun 2016 yang telah disampaikan
dalam Rapat Paripurna DPR RI Tanggal 6 April 2017, merupakan Laporan
Hasil Pemeriksaan (LHP) atas 604 objek pemeriksaan pada pemerintah
pusat, pemerintah daerah dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), serta
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan badan lainnya. Hasil pemeriksaan
setiap pengelola anggaran dikelompokkan berdasarkan jenis pemeriksaan
yang meliputi Pemeriksaan Keuangan dilakukan dalam rangka memberikan
pendapat/opini atas kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam
laporan keuangan. Pemeriksaan Kinerja bertujuan untuk menilai aspek
ekonomis, efisiensi, dan efektivitas. PDTT bertujuan memberikan simpulan
atas suatu hal yang diperiksa.
Ringkasan dan Telaahan ini dapat dijadikan awal bagi komisi-komisi DPR
RI untuk melakukan pendalaman atas kinerja mitra kerja dalam
melaksanakan program-program prioritas pembangunan nasional mulai dari
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang dilakukan secara transparan dan
akuntabel untuk dapat memberikan manfaat pada kesejahteraan rakyat, serta
dapat melengkapi sudut pandang atas kualitas Opini BPK dan rekomendasi
BPK terhadap kinerja sektor publik.
Semoga buku Ringkasan dan Telaahan ini dapat dimanfaatkan oleh komisi-
komisi DPR RI sebagai fungsi pengawasan dalam Rapat-Rapat Kerja, Rapat
Dengar Pendapat dan pada saat kunjungan kerja komisi maupun kunjungan
kerja perorangan dalam menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK dengan
melakukan pembahasan sesuai dengan kewenangannya.
P
iii
DAFTAR ISI
1. Kata Sambutan Kepala Badan Keahlian DPR RI……………………i
2. Pengantar Kepala PKAKN………………………………………….ii
3. Daftar Isi……………………………………………………………iii
4. Ringkasan Kementerian/Lembaga…………………………………..1
5. Telaahan Kementerian
5.1. Kementerian Kesehatan
5.1.1. Telaahan terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan Dengan Tujuan
Tertentu atas pengelolaan dan pertanggungjawaban belanja
penyelenggaraan kesehatan Haji semeseter I Tahun 2016 pada
Kementerian Kesehatan dan intansi terkait lainnya di Jakarta,
Surabaya, Medan dan Arab Saudi……....................................... 3
5.1.1.1 Gambaran Umum ........................................................... 3
5.1.1.2 Tabel Temuan ................................................................ 3
5.1.1.3 Hasil Telaahan
1. Perjanjian Pengadaan Katering Petugas PPIH (Panitia
Penyelenggara Ibadah Haji) Kesehatan dan Jemaah Haji
Sakit Tidak Memadai ................................................... 5
2. Mekanisme Pertanggungjawaban atas Belanja
Transportasi dan Akomodasi Masing-masing sebesar
Rp29.354.391.876,00 dan Rp19.337.458.672,00 belum
diatur dalam perjanjian kerjasama antar Kementrian
Kesehatan (dhi. Puskes Haji) dengan Kementrian
Agama dan Kementrian Luar Negeri ........................... 7
3. Terdapat Perencanaan Yang Tidak Memadai Pada
Pengadaan Obat dan Perbekalan Kesehatan dan
Embarkasi Haji Tahun 2016 ........................................ 9
iv
5.2 Kementerian Ketenagakerjaan
5.2.1. Telaahan terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan Dengan
Tujuan Tertentu atas pengelolaan dan pertanggungjawaban
pendapatan dan belanja tahun 2015 s.d. Semester I Tahun
2016 pada Sekretariat Jenderal dan Direktorat Jenderal
Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan perluasan
kesempatan kerja pada Kementerian Ketenagakerjaan ..... 11
5.2.1.1 Gambaran Umum ................................................. 11
5.2.1.2 Tabel Temuan ...................................................... 11
5.2.1.3 Hasil Telaahan
1. Kelebihan pembayaran kegiatan perjalanan dinas
tidak sesuai ketentuan sebesar Rp334,35 Juta dan
pemborosan pembayaran paket fullboard luar
kota sebesar Rp80,27 Juta ............................... 14
2. Terdapat kelebihan pembayaran pelaksanaan
pekerjaan renovasi gudang sebesar Rp14,84 juta
dan kekurangan volume pekerjaan sebesar
Rp99,27 Juta .................................................... 16
3. Terdapat potensi 91 perusahaan yang
mempekerjakan tenaga kerja asing belum
memiliki IMTA ............................................... 18
4. Pembayaran honor pengelola keuangan dan
honor output kegiatan tidak sesuai dengan
Peraturan Menteri Keuangan Tentang Standar
Biaya Masukan ................................................ 20
5.3 BNP2TKI
5.3.1 Telaahan terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan Kinerja atas
pengelolaan penempatan dan perlindungan tenaga kerja
Indonesia (TKI) program Government to Government (G to
G) tahun 2014 s.d. Semester I Tahun 2016 di Jakarta,
Tokyo dan Seoul pada Kementerian Ketenagakerjaan ..... 22
5.3.1.1 Gambaran Umum ................................................. 22
5.3.1.2 Tabel Temuan ....................................................... 23
5.3.1.3 Hasil Telaahan
1. SOTK Kemnaker dan BNP2TKI belum
sepenuhnya jelas dan dilaksanakan oleh pejabat
dan/atau pegawai yang berwenang ................. 25
v
2. Kemnaker belum menetapkan peraturan menteri
mengenai asuransi TKI yang ditempatkan oleh
Pemerintah ...................................................... 27
3. Sistem informasi penempatan dan perlindungan
TKI belum sepenuhnya terintegrasi dan belum
mampu menyediakan data dan informasi yang
akurat dan lengkap .......................................... 28
4. Program asuransi yang diselenggarakan oleh
konsorsium asuransi tidak efektif dalam
memberikan manfaat kepada calon TKI dan
TKI................................................................... 30
5. Struktur biaya yang disusun oleh Kemnaker
belum diperbaharui dan tidak efektif .............. 31
6. Penyusunan kontrak kerja TKI dengan negara
penempatan Korea Selatan belum melindungi
kepentingan TKI secara optimal ..................... 34
7. Perwakilan RI di Jepang dan Korea Selatan
masih perlu meningkatkan pembinaan dan
pengawasan TKI program G To G .................. 36
8. Identifikasi dan pendataan kepulangan TKI
belum dilaksanakan secara optimal dan data
kepulangan TKI belum secara efektif
dimanfaatkan untuk pemberdayaan TKI ......... 38
5.4 BKKBN
5.4.1 Telaahan Terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan Kinerja atas
pengelolaan data dan informasi Kependudukan, Keluarga
Berencana, Dan Pembangunan Keluarga Tahun 2015 – 2016
Pada Badan Kependudukan Dan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) Dan Instansi Terkait Lainnya Di
Jakarta, Jawa Tengah Dan Jawa Timur ............................. 40
5.4.1.1 Gambaran Umum ................................................. 40
5.4.1.2 Tabel Temuan ....................................................... 40
5.4.1.3 Hasil Telaahan
1. Kebijakan dan strategi penguatan data dan
informasi KKBPK yang disusun oleh
pemerintah ...................................................... 42
vi
2. Pengelolaan data dan informasi KKBPK ....... 44
3. Monitoring dan evaluasi pengelolaan data dan
informasi KKBPK .......................................... 45
1
RINGKASAN HASIL PEMERIKSAAN BPK SEMESTER II
TAHUN 2016
TERHADAP MITRA KERJA KOMISI IX
No Kementerian/
Lembaga
Kinerja Pemeriksaan Dengan
Tujuan Tertentu (PDTT) Jumlah
Temuan
Simpulan
Pemeriksaan
Jumlah
Temuan Nilai (Rp)
1 Kementerian
Kesehatan - - 8 48.883.399.196
2 Kementerian
Ketenagakerjaan - - 22 7.662.190.000
3 BNP2TKI 16 Belum
sepenuhnya
efektif
- -
4 BKKBN 15 Tidak
efektif - -
5 Kementerian
Kesehatan:
Penyelenggaraan
program Jaminan
Kesehatan Nasional
(JKN) Tahun 2015
s.d. Semester I
Tahun 2016, pada :
- - - -
Rumah Sakit Umum
Pusat (RSUP)
Persahabatan
6
Belum
sepenuhnya
efektif
RSUP DR. Wahidin
Sudirohusodo 20
Belum
sepenuhnya
efektif
RSUP Dr. Sardjito
20
Belum
sepenuhnya
efektif
2
No Kementerian/
Lembaga
Kinerja Pemeriksaan Dengan
Tujuan Tertentu (PDTT) Jumlah
Temuan
Simpulan
Pemeriksaan
Jumlah
Temuan Nilai (Rp)
RSUP Sanglah
6
Belum
sepenuhnya
efektif
RSUP Dr.
Mohammad Hoesin
6
Belum
sepenuhnya
efektif
RSUP Dr. Hasan
Sadikin
6
Belum
sepenuhnya
efektif
RSUP Dr. H. Adam
Malik
6
Belum
sepenuhnya
efektif
3
TELAAHAN TERHADAP LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN
DENGAN TUJUAN TERTENTU ATAS PENGELOLAAN DAN
PERTANGGUNGJAWABAN BELANJA PENYELENGGARAAN
KESEHATAN HAJI SEMESETER I TAHUN 2016
PADA KEMENTERIAN KESEHATAN
DAN INTANSI TERKAIT LAINNYA DI JAKARTA, SURABAYA,
MEDAN
DAN ARAB SAUDI
GAMBARAN UMUM
Pemeriksaan ini bertujuan menilai apakah pelaksanaan kegiatan pengadaan
barang dan jasa pada entitas yang diperiksa telah didukung dengan sistem
pengendalian intern yang memadai, dan menilai apakah pelaksanaan kegiatan
pengadaan barang dan jasa pada entitas yang diperiksa telah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, mulai dari penganggaran, pelaksanaan sampai
pertanggungjawaban serta menguji apakah aset-aset hasil pengadaan telah
dikelola sesuai ketentuan dan telah dimanfaatkan sesuai tujuannya.
Entitas yang diperiksa adalah Kementerian Kesehatan, yakni pada Satker
Pusat Kesehatan Haji, Ditjen Keparmasian dan Alat Kesehatan dan Instansi
terkait lainnya di Jakarta, Surabaya, Medan, dan Arab Saudi. Adapun Satker
di daerah yang disampling yaitu, Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan,
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Kantor Kesehatan Pelabuhan
Kelas I Surabaya dan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.
BPK melakukan pemeriksaan terhadap pelaksanaan dan pertanggungjawaban
Belanja terkait penyelenggaran pelayanan kesehatan haji yang mencakup
kegiatan pengadaan barang dan jasa MAK 52 dan MAK 53 Semester I Tahun
Anggaran 2016 (s.d Oktober 2016). Pemeriksaan yang dilakukan sifatnya
eksaminasi terhadap Belanja Barang dan Belanja Modal.
Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya permasalahan-permasalahan sebagai
berikut:
NO TEMUAN
1 Perjanjian pengadaan katering petugas PPIH (Panitia Penyelenggara Ibadah
Haji) kesehatan dan jemaah haji sakit tidak memadai
4
NO TEMUAN
2 Pengembangan Siskohatkes (Sistem Komputerisasi Haji Terpadu Kesehatan)
Gen 3 tahun 2016 belum memadai
3 Pengadaan alat kesehatan penunjang operasional pelayanan kesehatan klinik
kesehatan Haji Indonesia di Arab Saudi belum dimanfaatkan
4
Mekanisme pertanggungjawaban atas belanja transportasi dan akomodasi
masing-masing sebesar Rp29.354.391.876,00 dan Rp19.337.458.672,00 belum
diatur dalam perjanjian kerjasama antar Kementrian Kesehatan (dhi. Puskes
Haji) dengan Kementrian Agama dan Kementrian Luar Negeri
5
Kemahalan harga sebesar Rp149.484.758,00 dan kelebihan pembayaran
sebesar Rp42.063.890,00 atas paket pekerjaan jasa lainnya pengadaan
transportasi dan airport tax PPIH tahun 1437 H/ 2016M
6 Pembayaran uang makan kepada tenaga kesehatan Haji Indonesia tahun 2016
Tidak Sesuai ketentuan
7
Kegiatan pengadaan barang dan jasa 2016 Pusat Kesehatan Haji di klinik
kesehatan haji indonesia tidak memiliki dasar hukum untuk pelaksanaan
perikatan/perjanjian di Luar Negeri
8 Terdapat perencanaan yang tidak memadai pada pengadaan obat dan
perbekalan kesehatan dan embarkasi Haji Tahun 2016
Temuan yang dibahas lebih lanjut kami batasi pada temuan-temuan yang
dinilai oleh BPK RI mempunyai nilai signifikan dan perlu mendapat
perhatian. Berdasarkan kriteria tsb, temuan yang akan kami bahas lebih lanjut
adalah temuan nomor 1, 4 dan 8.
5
1. Perjanjian Pengadaan Katering Petugas PPIH (Panitia Penyelenggara
Ibadah Haji) Kesehatan dan Jemaah Haji Sakit Tidak Memadai
Penjelasan
Dari hasil pemeriksaan tim BPK RI diketahui:
a. Kontrak pengadaan katering jamaah haji sakit tidak
sesuai standar asupan gizi
b. Realisasi pembayaran makanan jemaah sakit tidak
berdasarkan realisasi jumlah jamaah yang sakit
c. Terdapat kelebihan bayar sebesar Rp724.691,35
karena adanya perbedaan kurs
Kepatuhan
Peraturan
Perundang-
undangan
Hal tersebut tidak sesuai dengan:
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 35 tahun
2011 dan Peraturan presiden nomor 70 tahun 2012 pada
Pasal 21 ayat (2) huruf c dan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2013
Tentang Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit
lampiran no. IV pada tujuan Pelayanan Gizi Rawat Inap
yang menyatakan bahwa: “Memberikan pelayanan gizi
kepada pasien rawat inap agar memperoleh asupan
makanan yang sesuai kondisi kesehatannya dalam
upaya mempercepat proses penyembuhan,
mempertahankan, dan meningkatkan status gizi.”
Akibat
Hal tersebut mengakibatkan :
a. Tidak terjaminnya asupan makanan yang sesuai
dengan kondisi penyakit jemaah Haji;
b. Pantry klinik tidak dapat digunakan secara optimal
pada KKHI Madinah;
c. Tidak terpenuhinya standar bagi gizi jemaah haji
sakit;
d. Terdapat kekurangan setoran
kelebihan pembayaran sebesar
Rp724.691,35
6
Saran
Berdasarkan temuan diatas, maka Komisi IX DPR RI
perlu mengingatkan Menteri Kesehatan melalui Kepala
Pusat Kesehatan Haji untuk menindaklanjuti
rekomendasi BPK, dengan:
a. Memberikan teguran tertulis kepada PPK KKHI
Arab Saudi atas ketidak cermatannya dalam
mencantumkan kewajiban, pemenuhan kebutuhan
standar gizi serta dalam penyusunan isi kontrak
penyediaan makanan untuk Jemaah Haji;
b. Memperhitungkan biaya sewa penggunaan pantry
pada KKHI Madinah yang digunakan memasak
perusahaan penyedia katering;
c. Memberikan teguran tertulis sesuai ketentuan
kepada Bendahara Pengeluaran Pusat Kesehatan
Haji atas ketidakcermatan dalam melakukan
penyetoran kelebihan pembayaran untuk
selanjutnya menyetorakan kekurangan penyetoran
pengembalian belanja ke Kas Negara sebesar
Rp724.691,35
7
4. Mekanisme pertanggungjawaban atas belanja transportasi dan
akomodasi masing-masing sebesar Rp29.354.391.876,00 dan
Rp19.337.458.672,00 belum diatur dalam perjanjian kerjasama antar
Kementrian Kesehatan (dhi. Puskes Haji) dengan Kementrian Agama
dan Kementrian Luar Negeri
Penjelasan
Pemeriksaan atas dokumen pertanggungjawaban belanja
akomodasi dan transportasi bagi TKHI diketahui untuk
tahun anggaran 2016, Pusat Kesehatan haji telah
merealisasikan belanja sebesar Rp29.354.391.876,00
untuk belanja transportasi dan sebesar
Rp19.337.458.672,00 untuk belanja akomodasi,
sehingga total belanja yang direalisaikan untuk TKHI
sebesar Rp48.691.850.548,00 Konfirmasi dengan
Subbag Keuangan Pusat Kesehatan Haji diketahui
pembayaran belanja tersebut dilakukan melalui
mekanisme TUP sebanyak dua kali TUP.
Lebih lanjut diketahui dokumen pendukung realisasi
atas belanja biaya transportasi TKHI hanya berupa Surat
dari Direktur Pengelolaan Dana Haji nomor B-
3837/Dt.II.IV.2/KU.00/2016 tanggal 28 Juni 2016
perihal biaya penerbangan petugas kloter (TKHI) Tahun
1437 H/2016 M yang isinya meminta kepada Puskes
Haji agar mentransfer dana biaya penerbangan TKHI
sebesar Rp29.354.391.876,00. Atas surat tersebut Pusat
Kesehatan haji melakukan pembayaran secara transfer
tunai melalui bendahara pengeluaran Puskes Haji ke dua
rekening milik Menteri Agama c.q Dirjen PHU.
8
Kepatuhan
Peraturan
Perundang-
undangan
Hal tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Pemerintah nomor 45 Tahun 2013 tentang
Tata Cara pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara, Pasal 68, dan Penjelasan pasal 68
ayat (2) meyebutkan Yang dimaksud dengan “dalam
hal tertentu” adalah kegiatan yang karena sifatnya
harus dilakukan pembayaran terlebih dahulu, antara
lain pemberian uang muka kerja, sewa menyewa,
jasa asuransi, dan/atau pengambil alih risiko, dan
kontrak penyelenggaraan beasiswa.
b. PMK No. 190 /PMK.05/2012 tentang tata cara
pembayaran dalam rangka pelaksanaan anggaran
pendapatan dan belanja negara, pasal 29 Ayat (1)
dan Ayat (2).
Akibat Hal tersebut mengakibatkan adanya potensi kelebihan
bayar atas biaya transportasi dan akomodasi bagi TKHI.
Saran
Berdasarkan temuan diatas, maka Komisi IX DPR RI
perlu mengingatkan Menteri Kesehatan melalui Kepala
Pusat Kesehatan Haji untuk menindaklanjuti
rekomendasi BPK, agar berkoordinasi dengan
Kementerian Agama cq Dirjen PHU dan Kementrian
Luar Negeri cq Konsulat Jenderal Indonesia di Jeddah
untuk membuat perjanjian atau kesepakatan terkait
teknis pelaksanaan pembayaran biaya trasnportasi dan
akomodasi bagi TKHI.
9
8. Terdapat perencanaan yang tidak memadai pada pengadaan obat dan
perbekalan kesehatan dan embarkasi haji tahun 2016
Penjelasan
Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa Perencanaan
Pengadaan Obat emergency yang dilakukan di Arab Saudi
belum memadai. Seharusnya pembelian perbekalan jenis
obat/alkes yang tahun-tahun sebelumnya telah dilakukan
sudah dapat diidentifikasi dan dimasukan dalam
perencanaan penyediaan obat dan perbekalan kesehatan
haji tahun berikutnya (Tahun 2016) sehingga diadakan di
Indonesia. Sehingga petugas perbekalan kesehatan yang
ditempatkan di Arab Saudi dapat lebih fokus menjalankan
tupoksinya dalam melayani permintaan obat dan
perbekalan kesehatan, mengingat beban kerja yang berat
dalam rangka melayani kebutuhan para jamaah haji.
Kepatuhan
Peraturan
Perundang-
undangan
Hal tersebut tidak sesuai dengan Permenkes. RI No.
58/2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah
Sakit pada lampiran Bab II No. 2 Terkait Perencanaan
Kebutuhan yang menyatakan bahwa : “Perencanaan
kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah
dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan hasil kegiatan
pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat
jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Perencanaan
dilakukan untuk menghindari kekosongan Obat dengan
menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan
dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara
lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi
dan epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang
tersedia.”
Akibat
Hal tersebut mengakibatkan belum terjaminnya
ketersediaan kebutuhan obat dan alat perbekalan kesehatan
jamaah haji Indonesia.
10
Saran
Berdasarkan temuan diatas, maka Komisi IX DPR RI perlu
mengingatkan Menteri Kesehatan melalui Direktur
Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan untuk
menindaklanjuti rekomendasi BPK, agar memerintahkan
Direktur Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan untuk lebih meningkatkan koordinasi dengan
Pusat Kesehatan Haji dalam membuat rencana kebutuhan
obat dan alat perbekalan kesehatan haji.
11
TELAAHAN TERHADAP LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN
DENGAN TUJUAN TERTENTU (PDTT) ATAS PENGELOLAAN DAN
PERTANGGUNGJAWABAN PENDAPATAN DAN BELANJA TAHUN
2015 S.D. SEMESTER I TAHUN 2016 PADA SEKRETARIAT
JENDERAL DAN DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN
PENEMPATAN TENAGA KERJA DAN PERLUASAN KESEMPATAN
KERJA
PADA KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN
GAMBARAN UMUM
Pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) ini bertujuan untuk memberikan
simpulan atas kesesuaian kriteria dengan pengelolaan dan
pertanggungjawaban Pendapatan dan Belanja Tahun 2015 s.d. Semester I
Tahun 2016 pada Sekretariat Jenderal dan Ditjen Binapentadan PKK
Kemnaker, yang meliputi Penerimaan Negara telah dipungut, disetor dan
dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan
pengelolaan dan pertanggungjawaban belanja barang dan belanja modal telah
sesuai dengan ketentuan/peraturan perundang-undang yang berlaku.
Lingkup pemeriksaan meliputi kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan terkait pengelolaan dan pertanggungjawaban pendapatan dan
belanja Tahun 2015 s.d. Semester I Tahun 2016 pada Sekretariat Jenderal dan
Ditjen Binapenta dan PKK Kemnaker di Jakarta dan Bali serta Atase
Ketenagakerjaan Perwakiian RI di Riyadh, Doha, Kuala Lumpur, dan Bandar
Seri Begawan.
Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya permasalahan-permasalahan sebagai
berikut:
NO TEMUAN
Temuan Pemeriksaan pada Sekretariat Jenderal
1 PNBP atas sewa BMN terlambat disetorkan ke kas Negara sebesar Rp277 Juta
2
Terdapat potensi kurang pungut PNBP pada Sekretariat Jenderal Kemnaker
sebesar Rp2,96 Miliar dan potensi pengenaan denda atas pemanfaatan BMN
Rp89,56 Juta
12
NO TEMUAN
3
Sistem daftar hadir elektronik Kementerian Ketenagakerjaan belum mencakup
seluruh pegawai dan belum sepenuhnya berfungsi untuk pengendalian
pelaksanaan kegiatan dan pembayaran
4 Kelebihan pembayaran uang saku rapat dalam kantor tidak sesuai ketentuan
sebesar Rp41,29 Juta
5
Kelebihan pembayaran kegiatan perjalanan dinas tidak sesuai ketentuan sebesar
Rp334,35 Juta dan pemborosan pembayaran paket fullboard luar kota sebesar
Rp80,27 Juta
6
Kegiatan pengembangan sistem aplikasi pelaporan tidak sesuai ketentuan
pengadaan barang/jasa dan tidak dapat diyakini kewajarannya sebesar Rp90
Juta
7 Terdapat kelebihan pembayaran pelaksanaan pekerjaan renovasi gudang
sebesar Rp14,84 juta dan kekurangan volume pekerjaan sebesar Rp99,27 Juta
8 Kelebihan pembayaran sebesar Rp54,78 Juta dan kekurangan volume sebesar
Rp6,57 Juta pada pusat pendidikan dan pelatihan pegawai
Temuan Pemeriksaan pada Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan
Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja
9 Pengelolaan database dan penatausahaan penerimaan PNPB IMTA belum
optimal
10 Terdapat potensi 91 perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja asing belum
memiliki IMTA
11 Pembayaran honor pengelola keuangan dan honor output kegiatan tidak sesuai
dengan Peraturan Menteri Keuangan Tentang Standar Biaya Masukan
12
Realisasi honorarium pengelola IPK Online dana dekonsentrasi pada Ditjen
Binapenta dan PKK tidak mengacu pada Standar Biaya Masukan menimbulkan
pemborosan sebesar Rp3,53 Miliar
13 Pembayaran honorarium panitia kegiatan melebihi Standar Biaya Masukan
14 Pembayaran uang transport dan uang saku rapat dalam kantor tidak sesuai
Standar Biaya Masukan
15 Pembayaran Uang Saku Rapat dan Honorarium Kegiatan Dana Dekonsentrasi
Tidak Sesuai Standar Biaya Masukan Sebesar Rp18,85 Juta
16 Pembayaran uang harian perjalanan dinas rapat di luar kantor luar kota tidak
sesuai pmk tentang perjalanan dinas
17 Pembayaran biaya perjalanan dinas jabatan biasa tidak sesuai Standar Biaya
Masukan
18 Pembayaran ganda belanja lembur dan belanja perjalanan dinas tidak layak
dibayarkan sebesar Rp45,67 Juta
13
NO TEMUAN
19 Pertanggungjawaban belanja perjalanan dinas jabatan biasa tidak sesuai
kondisi sebenarnya
20 Kekurangan volume pekerjaan konstruksi di balai besar pengembangan pasar
kerja dan perluasan kesempatan kerja tahun 2016 sebesar Rp18,74 Juta
Temuan Pemeriksaan pada Atase/Staf Teknis Tenaga Kerja pada
Perwakilan RI di Luar Negeri
21 Pertanggungjawaban TUP dan penyetoran sisa TUP ke kas Negara pada
Atase/Staf teknis tenaga kerja di Perwakiian RI belum sesuai ketentuan
22
Pengelolaan dan penatausahaan BMN pada fungsi ketenagakerjaan belum tertib
dan tidak tercatat dalam konsolidasi laporan keuangan Ditjen Bina Pentadan
PKK
Temuan yang dibahas lebih lanjut kami batasi pada temuan-temuan yang
dinilai oleh BPK RI mempunyai nilai signifikan dan perlu mendapat
perhatian. Berdasarkan kriteria tsb, temuan yang akan kami bahas lebih lanjut
adalah temuan nomor 5, 7, 10 dan 11.
14
5. Kelebihan pembayaran kegiatan perjalanan dinas tidak sesuai
ketentuan sebesar Rp334,35 Juta dan pemborosan pembayaran paket
fullboard luar kota sebesar Rp80,27 Juta
Penjelasan
Dari hasil pemeriksaan tim BPK RI diketahui:
a. Kelebihan pembayaran uang harian perjalanan dinas luar
negeri sebesar Rp10.360.130,40
b. Kelebihan pembayaran perjalanan dinas tidak
sebenarnya sebesar Rp320.514.100,00
c. Pertanggungjawaban perjalanan dinas rangkap senilai
Rp3.480.000,00
d. Pemborosan pembayaran paket full board luar kota
sebesar Rp80.270.000,00
Kepatuhan
Peraturan
Perundang-
undangan
Hal tersebut tidak sesuai dengan:
a. PP Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Pasal 13 yang menyatakan bahwa PPK bertanggung
jawab atas kebenaran materiil dan akibat yang timbul
dari penggunaan bukti mengenai hak tagih kepada
Negara.
b. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
113/PMK.05/2012 tentang Perjalanan Dinas Dalam
Negeri bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan
Pegawai Tidak Tetap.
c. Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor Per-
22/PB/2013 tentang ketentuan lebih lanjut pelaksanaan
dinas dalam negeri bagi pejabat negara, pegawai negeri
dan pegawai tidak tetap.
d. PMK Nomor 164/PMK.05/2015 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Perjalanan Dinas Luar Negeri.
e. Penjelasan PMK Nomor 65/PMK.02/2015 tentang
Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2016 poin 22.
Akibat
Permasalahan tersebut mengakibatkan kelebihan
pembayaran perjalanan dinas jabatan luar negeri dan dalam
negeri sebesar Rp334.354.230,40 (Rpl0.360.130,40 +
Rp320.514.100,00 + Rp3.480.000,00) dan pemborosan
pembayaran paket fullboard luar kota sebesar
Rp80.270.000,00.
15
Saran
Berdasarkan temuan diatas, maka Komisi IX DPR RI perlu
mengingatkan Menteri Ketenagakerjaan untuk
menindaklanjuti rekomendasi BPK, agar menginstruksikan
masing-masing KPA pada Biro Umum, Biro Perencanaan,
Biro Kerjasama Luar Negeri, Biro Organisasi dan
Kepegawaian, dan Pusdiklat Pegawai untuk menarik
kelebihan pembayaran perjalanan dinas yang tidak sesuai
ketentuan kepada masing-masing pelaksana sebesar
Rp328.242.230,40 dan disetorkan ke Kas Negara serta
menyampaikan bukti setor tersebut kepada BPK, serta
memberi sanksi kepada masing-masing pelaksana
perjalanan dinas, PPK dan Bendahara Pengeluaran.
16
7. Terdapat kelebihan pembayaran pelaksanaan pekerjaan renovasi
gudang sebesar Rp14,84 juta dan kekurangan volume pekerjaan
sebesar Rp99,27 Juta
Penjelasan
Hasil pemeriksaan lebih lanjut terhadap dokumen sumber
berupa surat perjanjian (kontrak), rincian anggaran biaya
(RAB), shop drawing dan pemeriksaan fisik yang
tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan Fisik Nomor
01/BAP/PDTT16-KEMENNAKER/2016 tanggal 15
September 2016 yang dilaksanakan bersama-sama dengan
PPK, rekanan pelaksana, konsultan pengawas diketahui
bahwa terdapat perbedaan diameter besi ulir diameter 13'
dan 12' dengan ukuran yang seharusnya sehingga
berdasarkan kebutuhan besi per m3 beton pada shop
drawing dibandingkan dengan RAB terdapat selisih
perhitungan pembesian terpasang senilai Rp14.841.900,00
dan kurang volume pekerjaan sebesar Rp99.275.600,00,-
Hasil konfirmasi lebih lanjut pelaksana diketahui bahwa
perbedaan ukuran tersebut karena besi yang diperoleh dari
satu toko dan tidak melakukan pengecekan ulang atas
ukuran besi yang dibeli tersebut.
Kepatuhan
Peraturan
Perundang-
undangan
Hal tersebut tidak sesuai dengan:
a. Perpres Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan
Keempat atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
b. Surat Perjanjian Kerja (Kontrak) Nomor: SP.
07/UM/PPK/RT/V/2015 tanggal 25 Mei 2016 yang
mengatur hak dan kewajiban antara PPK dan Penyedia
Barang/Jasa.
Akibat
a. Hasil pekerjaan tidak dapat dimanfaatkan sesuai dengan
rencana waktu yang ditetapkan.
b. Kerugian negara atas kelebihan bayar dan kekurangan
volume sebesar Rpl 14.117.500,00 (Rp14.841.900,00 +
Rp99.275.600,00).
17
Saran
Berdasarkan temuan diatas, maka Komisi IX DPR RI
perlu mengingatkan Menteri Ketenagakerjaan untuk
menindaklanjuti rekomendasi BPK, agar
menginstruksikan:
a. Kepala Biro Umum agar memberikan sanksi kepada
PPK yang tidak melakukan tugas dan tanggungjawab
pelaksanaan kegiatan pengadaan barang/jasa sesuai
ketentuan.
b. Kepala Biro Umum agar memberikan teguran kepada
Rekanan Pelaksana dan Konsultan Pengawas yang
tidak melaksanakan pekerjaan sesuai kontrak.
c. Memberi sanksi sesuai ketentuan kepada Kepala Biro
Umum untuk melaksanakan fungsi pengawasan
pelaksanaan kegiatan pengadaan barang/jasa secara
optimal.
18
10. Terdapat potensi 91 perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja
asing belum memiliki IMTA
Penjelasan
Dari hasil pemeriksaan tim BPK RI diketahui:
a. Hasil konfirmasi atas laporan pengawasan yang
dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
(Disnakertrans) Provinsi DKI Jakarta diketahui bahwa
terdapat empat perusahaan pengguna TKA yang
terindikasi belum memiliki IMTA atas 13 TKA yang
bekerja di perusahaannya selama Tahun 2016
b. Hasil konfirmasi lebih lanjut kepada perusahaan
pengelola tiga kawasan industri yaitu pada PT. Jakarta
Industrial Estate Pulogadung (JIEP), PT. Jababeka, Tbk,
dan PT. Megapolis Manunggal Industrial Development
(MM 2100) Cibitung diketahui terdapat perusahaan
yang mempekerjakan TKA. Namun demikian,
rekonsiliasi terhadap database pada sistem aplikasi
IMTA dari Direktorat PPTKA menunjukkan bahwa
masing-masing perusahaan sebagaimana tersebut dalam
hasil konfirmasi tidak tercatat/terdaftar pada database
sistem aplikasi IMTA. Selain perusahaan, nama
presiden direktur maupun jajaran direksi juga tidak
tercatat dalam database sistem aplikasi IMTA. Ke-87
perusahaan penggunan TKA yang tidak tercatat pada
aplikasi database sistem aplikasi IMTA
Kepatuhan
Peraturan
Perundang-
undangan
Hal tersebut tidak sesuai dengan Permenaker Nomor 35
Tahun 2015 tentang Perubahan atas Permenaker Nomor 16
Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja
Asing Pasal 37 Ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap
pemberi kerja TKA wajib memiliki IMTA yang diterbitkan
oleh Direktur.
Akibat
Permasalahan tersebut mengakibatkan timbulnya potensi
kekurangan PNBP DKPTKA IMTA dari 91 (4 + 87)
perusahan pengguna TKA yang tidak diterima oleh negara.
19
Saran
Berdasarkan temuan diatas, maka Komisi IX DPR RI perlu
mengingatkan Menteri Ketenagakerjaan untuk
menindaklanjuti rekomendasi BPK, agar menginstruksikan
Direktur PPTKA untuk melakukan klarifikasi kepada 91
perusahaan penggunan TKA yang terindikasi tidak
memenuhi kewajiban kelengkapan IMTA; agar segera
melakukan koordinasi dengan tim pengawas
ketenagakerjaan pada Kemnaker untuk melakukan fungsi
pengawasan terhadap perusahaan pengguna IMTA, dan
pengawasan TKA dengan Ditjen Imigrasi Kementerian
Hukum dan HAM secara berkala.
20
11. Pembayaran honor pengelola keuangan dan honor output kegiatan
tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Tentang Standar
Biaya Masukan
Penjelasan
Dari hasil pemeriksaan tim BPK RI diketahui:
a. Kelebihan jumlah personil staf pengelola keuangan
b. Kelebihan tarif honor pengelola output kegiatan
c. Kelebihan tarif honor dan pembayaran honor ganda Tim
Penatausahaan Barang Milik Negara (BMN)
d. Kelebihan pembayaran honor Tim Pengelola Sistem
Akuntansi Instansi (SAI)
e. Kelebihan pembayaran honorarium Tim Admin Pusat
Kegiatan Informasi Pasar Kerja (IPK)
Kepatuhan
Peraturan
Perundang-
undangan
Hal tersebut tidak sesuai dengan:
a. PP Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara
b. PMK Nomor 71/PMK.02/2013 tentang Pedoman
Standar Biaya, Standar Struktur Biaya, dan Indeksasi
Dalam Penyusunan Rencana Kerja Dan Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga Pasal 8
c. PMK Nomor 65/PMK.02/2015 tentang Standar Biaya
Masukan Tahun Anggaran 2016
d. PMK Nomor 143/PMK.02/2015 tentang Petunjuk
Penyusunan Dan Penelahaan Rencana Kerja dan
Anggaran Kementerian Negara/Lembaga Dan
Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
21
Akibat
a. Pemborosan sebesar Rp493.240.000,00
(Rp439.240.000,00 + Rp12.000.000,00 +
Rp42.000.000,00);
b. Kelebihan pembayaran honor ganda sebesar
Rp12.000.000,00 pada petugas BMN setingkat eselon II
lainnya;
c. Kelebihan pembayaran honor sebesar Rp124.980.000,00
(Rp27.500.000,00 + Rp7.620.000,00 + Rp2.250.000,00
+ Rp4.200.000,00 + Rp59.550.000,00 +
Rp23.860.000,00) atas kelebihan tariff honor pada SPK,
Pejabat Penguji Tagihan, Pejabat Pengadaan,
Pejabat/Panitia Penerima Hasil Pekerjaan, Tim
Penatausahaan BMN, Tim Pengelola SAI dan Tim
Admin Pusat IPK online.
Saran
Berdasarkan temuan diatas, maka Komisi IX DPR RI perlu
mengingatkan Menteri Ketenagakerjaan untuk
menindaklanjuti rekomendasi BPK, agar memberikan
sanksi sesuai ketentuan kepada KPA dan Pejabat
Penandatangan SPM, dan Memerintahkan PPK melakukan
pengujian dan menandatangani surat bukti mengenai hak
tagih kepada negara atas belanja honor pengelola keuangan
dan honor output pelaksana kegiatan sesuai ketentuan dan
menarik kelebihan pembayaran honor sebesar
Rp124.980.000,00 setelah dipotong pajak dan kelebihan
pembayaran honor ganda sebesar Rp12.000.000,00 setelah
dipotong pajak, dan selanjutnya menyetorkan ke Kas
Negara dan bukti setor disampaikan ke BPK.
22
TELAAHAN TERHADAP LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN
KINERJA ATAS PENGELOLAAN PENEMPATAN DAN
PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) PROGRAM
GOVERNMENT TO GOVERNMENT (G TO G) TAHUN 2014 S.D.
SEMESTER I TAHUN 2016 DI JAKARTA, TOKYO DAN SEOUL
PADA KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN
GAMBARAN UMUM
BPK telah melakukan pemeriksaan kinerja atas Pengelolaan Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Program Government to
Government (G to G) pada Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Badan
Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI), dan instansi terkait
lainnya Tahun 2014 s.d. Semester I 2016. Pemeriksaan kinerja ini dilakukan
karena Pemerintah berupaya mengubah proporsi TKI formal menjadi lebih
besar daripada TKI informal, diantaranya melalui Program G to G. Upaya
penempatan dan perlindungan TKI ini mempengaruhi kelanjutan kerja sama
dengan negara tujuan dan keberhasilan program penempatan TKI formal oleh
Pemerintah. BPK berkepentingan untuk memberikan masukan kepada
Pemerintah dalam rangka mendukung kebijakan tersebut.
Pemeriksaan kinerja ini bertujuan untuk menilai efektivitas pengelolaan
penempatan dan perlindungan TKI Program G to G Tahun 2014 s.d. Semester
I 2016. Lingkup pemeriksaan mencakup penataan lembaga dan pola hubungan
antar kementerian/lembaga, peraturan dan kebijakan, dan sistem informasi
yang mendukung program ini. Selain itu, pemeriksaan juga ditujukan terhadap
pelaksanaan dan pengendalian kegiatan pada pra, masa, dan purna
penempatan TKI Program G to G. Kegiatan pada tahapan pra penempatan
mencakup pengenaan biaya penempatan, pembebanan asuransi, dan
pembuatan kontrak kerja TKI.
Kegiatan pada tahapan masa penempatan mencakup upaya pembinaan dan
pengawasan TKI serta pembelaan atas pemenuhan hak-hak TKI. Sedangkan
kegiatan pada tahapan purna penempatan mencakup identifikasi dan
pendataan TKI, proses pemulangan TKI, dan penanganan TKI bermasalah.
Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya permasalahan-permasalahan sebagai
berikut:
23
NO TEMUAN
DUKUNGAN KELEMBAGAAN, KEBIJAKAN/PERATURAN, DAN
SISTEM INFORMASI
1 SOTK Kemnaker dan BNP2TKI belum sepenuhnya jelas dan dilaksanakan
oleh pejabat dan/atau pegawai yang berwenang
2 Batas kewenangan yang tidak jelas antara Kemnaker dengan BNP2TKI
mengganggu hubungan kerja dan efektivitas pengelolaan program
3 Pola hubungan antar instansi telah ditetapkan namun belum diterapkan secara
efektif
4 Kemnaker belum menetapkan peraturan menteri mengenai asuransi TKI yang
ditempatkan oleh pemerintah
5
Biaya penempatan dan perlindungan calon TKI program G to G Korea Selatan
yang diatur Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP
17/MEN/II/2011 tidak relevan dengan peraturan/kondisi termutakhir
6 Juknis dan SOP penempatan TKI oleh pemerintah belum mengatur tahapan dan
jangka waktu antar tahapan secara jelas
7
MoU antara Kemnaker RI dengan Kementerian Tenaga Kerja dan buruh Korea
Selatan belum memberikan perlindungan yang optimal kepada TKI program G
to G pada sektor perikanan
8
Sistem informasi penempatan dan perlindungan TKI belum sepenuhnya
terintegrasi dan belum mampu menyediakan data dan informasi yang akurat
dan lengkap
PENGENAAN BIAYA PENEMPATAN, PEMBEBANAN ASURANSI,
DAN PEMBUATAN KONTRAK KERJA TKI PADA PRA
PENEMPATAN
9 Program asuransi yang diselenggarakan oleh konsorsium asuransi tidak efektif
dalam memberikan manfaat kepada calon TKI dan TKI
10 Struktur biaya yang disusun oleh Kemnaker belum diperbaharui dan tidak
efektif
11 Penyusunan kontrak kerja TKI dengan negara penempatan Korea Selatan
belum melindungi kepentingan TKI secara optimal
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN TKI SERTA PEMBELAAN ATAS
PEMENUHAN HAK-HAK TKI PADA MASA PENEMPATAN
12 Perwakilan RI di Jepang dan Korea Selatan masih perlu meningkatkan
pembinaan dan pengawasan TKI program G To G
13 Perwakilan RI di Jepang dan Korea Selatan masih perlu meningkatkan
pembelaan atas pemenuhan hak-hak TKI program G to G
IDENTIFIKASI DAN PENDATAAN TKI, PROSES PEMULANGAN
TKI, DAN PENANGANAN TKI BERMASALAH PADA PURNA
24
NO TEMUAN
PENEMPATAN
14
Identifikasi dan pendataan kepulangan TKI belum dilaksanakan secara optimal
dan data kepulangan TKI belum secara efektif dimanfaatkan untuk
pemberdayaan TKI
15 Proses pemulangan TKI belum dilaksanakan dan dikoordinasikan secara efektif
16 Penanganan TKI bermasalah belum dilaksanakan dan dimonitor serta
dievaluasi secara optimal
Temuan yang dibahas lebih lanjut kami batasi pada temuan-temuan yang
dinilai oleh BPK RI mempunyai nilai signifikan dan perlu mendapat
perhatian. Berdasarkan kriteria tsb, temuan yang akan kami bahas lebih lanjut
adalah temuan nomor 1, 4, 8, 9, 10, 11, 12 dan 14.
25
1. SOTK Kemnaker dan BNP2TKI belum sepenuhnya jelas dan
dilaksanakan oleh pejabat dan/atau pegawai yang berwenang
Penjelasan
Hasil analisis atas SOTK dari Kemnaker dan BNP2TKI
dalam hubungannya dengan peraturan diatasnya dan
implementasinya menunjukkan hal-hal sebagai berikut.
a. Ketidaksinkronan uraian tupoksi antar jenjang organisasi
di BNP2TKI dalam Peraturan Kepala (Perka) BNP2TKI
Nomor 10 Tahun 2012
b. Direktorat Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Luar Negeri (Dit. PPTKLN) Kemnaker belum
melaksanakan beberapa tupoksi terkaitpenempatan TKI
Program G to G
c. Dit. PPP pada BNP2TKI menjalankan tugasnya tidak
berdasarkan SOTK yang telah ditetapkan melalui Perka
BNP2TKI No.10 Tahun 2012
Kepatuhan
Peraturan
Perundang-
undangan
Hal tersebut tidak sesuai dengan:
a. UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Penempatan dan
Perlindungan TKI di Luar Negeri Pasal 95 ayat (1)
b. Perpres Nomor 18 Tahun 2015 tentang Kemnaker Pasal
13
c. Perpres Nomor 81 Tahun 2006 tentang BNP2TKI Pasal
2 ayat (1), Pasal 12, Pasal 15, dan Pasal 18.
d. Permenaker Nomor 13 Tahun 2015 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kemnaker Pasal 255, Pasal 316, dan
Pasal 317.
e. Perka BNP2TKI Nomor 10 Tahun 2012 tentang
Organisasi dan Tata Kerja BNP2TKI Pasal 3, Pasal 74
s.d. Pasal 264.
f. Kriteria Pemeriksaan Nomor 1.1.1 yang menyatakan
bahwa “SOTK jelas dan dilaksanakan oleh pejabat
dan/atau pegawai yang berwenang”.
Akibat
Permasalahan tersebut mengakibatkan pelaksanaan
penempatan TKI program G to G tidak ada yang
memonitor sehingga tingkat keberhasilan program tersebut
sulit diukur.
26
Saran
Berdasarkan temuan diatas, maka Komisi IX DPR RI perlu
mengingatkan Menteri Ketenagakerjaan dan Kepala
BNP2TKI untuk menindaklanjuti rekomendasi BPK, agar
melakukan koordinasi dalam menyempurnakan tugas dan
fungsi dalam SOTK agar selaras dengan kebutuhan
organisasi dan peraturan yang lebih tinggi.
27
4. Kemnaker belum menetapkan peraturan menteri mengenai asuransi
TKI yang ditempatkan oleh Pemerintah
Penjelasan
Dari hasil pemeriksaan tim BPK RI diketahui Pemerintah
telah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4
Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penempatan
Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri oleh Pemerintah.
Dalam PP tersebut pada Pasal 18 ayat (2) mengamanatkan
adanya peraturan turunan berupa Peraturan Menteri
mengenai asuransi bagi TKI yang ditempatkan oleh
Pemerintah. Namun sampai saat ini, Peraturan Menteri
tentang Asuransi TKI yang ditempatkan oleh Pemerintah
belum diterbitkan. Berdasarkan konfirmasi kepada
Kemnaker, Peraturan Menteri tersebut masih dalam proses
penyusunan.
Kepatuhan
Peraturan
Perundang-
undangan
Hal tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2013 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Penempatan Tenaga Kerja
Indonesia di Luar Negeri oleh Pemerintah, Pasal 18
ayat (2)
b. Kriteria pemeriksaan kinerja Nomor 1.2.1 yang
menyatakan bahwa “Peraturan/kebijakan yang ada
lengkap mengatur seluruh aturan teknis yang
diamanatkan peraturan yang lebih tinggi”.
Akibat
Permasalahan tersebut mengakibatkan pengenaan biaya
asuransi kepada TKI Program G to G kurang memiliki
kekuatan hukum.
Saran
Berdasarkan temuan diatas, maka Komisi IX DPR RI
perlu mengingatkan Menteri Ketenagakerjaan untuk
menindaklanjuti rekomendasi BPK, agar segera
menetapkan Peraturan Menteri mengenai asuransi TKI
yang ditempatkan oleh Pemerintah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
28
8. Sistem informasi penempatan dan perlindungan TKI belum
sepenuhnya terintegrasi dan belum mampu menyediakan data dan
informasi yang akurat dan lengkap
Penjelasan
Hasil pemeriksaan BPK menunjukkan bahwa kegiatan
penempatan dan perlindungan TKI program G to G belum
sepenuhnya didukung sistem informasi yang memadai
dengan uraian sebagai berikut.
a. Sistem informasi penempatan dan perlindungan TKI
belum sepenuhnya terintegrasi dengan sistem-sistem
penyedia data terkait yang dimiliki entitas lain
b. Sistem informasi belum sepenuhnya mampu
menghasilkan data dan informasi yang akurat, konsisten
antar laporan, dan dimutakhirkan secara periodik.
c. Sistem informasi mencakup seluruh proses/tahapan
penempatan dan perlindungan TKI, namun keluaran data
dan informasi belum sepenuhnya dapat diandalkan
Kepatuhan
Peraturan
Perundang-
undangan
Hal tersebut tidak sesuai dengan:
a. UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan
Perlindungan TKI di Luar Negeri
b. Permenakertrans Nomor 14 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar
Negeri Pasal 53
c. Permenakertrans Nomor 22 Tahun 2014 tentang
Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar
Negeri Pasal 53
d. Kriteria Pemeriksaan Kinerja Pengelolaan Penempatan
dan Perlindungan TKI Program G to G
Akibat
Hal tersebut mengakibatkan :
a. Data TKI G to G belum dapat dimanfaatkan secara
optimal untuk perlindungan TKI G to G yang
bermasalah baik di dalam negeri maupun di Negara
penempatan.
b. Penanganan TKI bermasalah secara parsial oleh masing-
masing sistem/instansi mengakibatkan tindakan
penyelesaian masalah TKI menjadi tidak komprehensif.
29
Saran
Berdasarkan temuan diatas, maka Komisi IX DPR RI perlu
mengingatkan Kepala BNP2TKI untuk menindaklanjuti
rekomendasi BPK dengan membuat mekanisme
pemerolehan dan pemutakhiran data TKI dengan
mengoptimalkan sistem informasi yang ada serta
mekanisme rekonsiliasi data TKI antar unit kerja di
BNP2TKI dan instansi terkait lainnya sehingga membentuk
single database TKI yang diantaranya memuat TKI yang
berangkat, TKI yang bekerja di luar negeri, TKI yang
pulang ke tanah air, dan TKI bermasalah, termasuk
mengupayakan perluasan integrasi SISKOTKLN dengan
sistem-sistem informasi instansi lain.
30
9. Program asuransi yang diselenggarakan oleh konsorsium asuransi
tidak efektif dalam memberikan manfaat kepada calon TKI dan TKI
Penjelasan
Hasil pemeriksaan terhadap pembebanan asuransi
penempatan TKI Program G to G menunjukkan hal-hal
sebagai berikut.
a. Nilai premi asuransi yang harus dibayar Calon TKI telah
ditetapkan oleh Menteri Ketenagakerjaan
b. Kemnaker belum melakukan evaluasi secara memadai
atas besaran premi dan jenis risiko tertanggung
c. Nilai premi asuransi masa penempatan TKI ke Korea
Selatan tidak sesuai dengan masa kerja dalam perjanjian
kerja dan jangka waktu pada polis induk
d. TKI dapat mencairkan klaim asuransi yang diajukan
Kepatuhan
Peraturan
Perundang-
undangan
Hal tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor
Per.07/Men/V/2010 tentang Asuransi Tenaga Kerja
Indonesia, dan Kriteria Pemeriksaan Kinerja Pengelolaan
Penempatan dan Perlindungan TKI Program G to G
Akibat
Hal tersebut mengakibatkan :
a. TKI dengan negara penempatan Korea Selatan yang
tidak memperpanjang kontrak kerja membayarkan
premi asuransi melebihi jangka waktu kerja.
b. Calon TKI yang gagal berangkat ke negara penempatan
tidak mendapatkan hak pertanggungan sesuai dengan
polis.
Saran
Berdasarkan temuan diatas, maka Komisi IX DPR RI perlu
mengingatkan Menteri Ketenagakerjaan dan Kepala
BNP2TKI untuk menindaklanjuti rekomendasi BPK, agar:
a. Mengevaluasi besaran premi dan masa tertanggung
asuransi agar sesuai dengan kontrak kerja dan asuransi
yang diikuti oleh TKI pada negara penempatan.
b. Mengawasi pembayaran asuransi sehingga TKI
menerima sesuai dengan haknya.
c. Mengevaluasi pelaksanaan dan pembayaran klaim gagal
berangkat kepada calon TKI.
31
10. Struktur biaya yang disusun oleh Kemnaker belum diperbaharui dan
tidak efektif
Penjelasan
Analisis lebih lanjut atas pelaksanaan dan penetapan
besaran per komponen biaya yang dapat dibebankan kepada
calon TKI masih memperlihatkan beberapa permasalahan
sebagai berikut.
a. Peraturan yang menetapkan biaya yang dapat
dibebankan kepada Calon TKI tidak efektif dan tidak
disusun secara konsisten
b. Penetapan besaran komponen biaya yang dapat
dibebankan kepada Calon TKI belum dimutakhirkan
c. Belum terdapat standar pemeriksaan psikologi sebagai
dasar pembentukan tarif pemeriksaan psikologi
d. Pelaksanaan pembebanan biaya penempatan tidak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku
e. Kemnaker dan BNP2TKI belum memiliki pengendalian
yang memastikan biaya yang dikenakan pada Calon TKI
tidak melebihi ketentuan yang berlaku
32
Kepatuhan
Peraturan
Perundang-
undangan
Hal tersebut tidak sesuai dengan:
a. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
di Luar Negeri
b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19
Tahun 2007 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Lampiran
Angka I Nomor 6
c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10
Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Lampiran
Angka I
d. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 26 Tahun 2015 tentang Tarif Pemeriksaan
Kesehatan Calon Tenaga Kerja Indonesia, Lampiran
Huruf A yang menyatakan bahwa “tarif pemeriksaan
kesehatan Calon Tenaga Kerja Indonesia adalah sebesar
Rp670.000,00”.
e. Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2011 tentang
Pemeriksaan Kesehatan dan Psikologi
f. Surat Presiden HRD-K Nomor EPST- 202 tanggal 9
Maret 2011 kepada BNP2TKI mengenai “penyesuaian
biaya ujian EPS-TOPIK dari US$17 menjadi
US$24.00”.
g. Kriteria Pemeriksaan Kinerja
Akibat
Permasalahan tersebut mengakibatkan potensi Calon TKI
dibebani biaya yang tidak seharusnya dan terdapat biaya
tiket yang tidak seharusnya dibebankan kepada TKI
minimal sebesar Rp3.611.126.311,65.
33
Saran
Berdasarkan temuan diatas, maka Komisi IX DPR RI perlu
mengingatkan kepada:
a. Menteri Ketenagakerjaan dan Kepala BNP2TKI secara
bersama-sama membuat mekanisme pengendalian atas
pelaksanaan pembebanan biaya penempatan TKI yang
memastikan TKI tidak dibebani biaya penempatan lebih
besar daripada seharusnya.
b. Menteri Ketenagakerjaan agar segera merevisi
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor KEP 17/MEN/II/2011 sesuai dengan
ketentuan/kondisi termutakhir dan menyusun standar
pemeriksaan psikologi bagi TKI.
c. Inspektur BNP2TKI agar menelusuri bukti
pertanggungjawaban selisih biaya tiket yang dibebankan
kepada TKI dengan biaya tiket riil Tahun 2014 s.d.
2016 dan apabila terdapat penyimpangan agar
ditindaklanjuti dengan pengembalian kepada TKI sesuai
haknya dan diproses sesuai ketentuan yang berlaku.
34
11. Penyusunan kontrak kerja TKI dengan negara penempatan Korea
Selatan belum melindungi kepentingan TKI secara optimal
Penjelasan
Hasil pemeriksaan terhadap dokumen kontrak kerja dan
permintaan keterangan menunjukkan permasalahan sebagai
berikut.
a. Format dan isi kontrak kerja dan perpanjangannya
belum direviu secara memadai sebelum disetujui oleh
BNP2TKI
b. BNP2TKI belum melakukan evaluasi dampak kontrak
kerja terhadap perlindungan TKI untuk perbaikan
kontrak kerja kedepan
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa kondisi tersebut
masih berulang dimana kontrak kerja belum dapat merinci
jabatan dan rincian jenis pekerjaan yang akan dilaksanakan
oleh TKI. Direktorat PPP BNP2TKI menyatakan bahwa
SLC merupakan kontrak kerja yang telah distandarisasi
oleh pemerintah Korea Selatan untuk tenaga kerja asing
yang ingin bekerja di Korea Selatan. Format kontrak dan
seluruh klausul kontrak identik dan tidak bisa dibuat
berbeda ataupun dinegosiasikan dengan negara pengirim
tenaga kerja.
Kepatuhan
Peraturan
Perundang-
undangan
Hal tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4
Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penempatan
TKI di Luar Negeri oleh Pemerintah pada pasal 20, ayat
(1)
b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2013 tentang Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia di Luar Negeri pada pasal 31
c. Kriteria Pemeriksaan Kinerja
Akibat
Hal tersebut mengakibatkan :
a. TKI berpotensi mendapatkan pekerjaan tidak sesuai
harapan dan berpeluang berpindah kerja secara ilegal.
b. Kuota penempatan TKI program G to G ke Korea
Selatan menjadi berkurang.
35
Saran
Berdasarkan temuan diatas, maka Komisi IX DPR RI perlu
mengingatkan Kepala BNP2TKI untuk menindaklanjuti
rekomendasi BPK, agar:
a. Mendokumentasikan hasil reviu atas SLC.
b. Melakukan sosialisasi kepada calon TKI mengenai
informasi yang tercantum dalam SLC dan kondisi
pekerjaan sebelum calon TKI menyetujui SLC.
c. Mengupayakan perbaikan SLC sehingga memuat rincian
jabatan dan jenis pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh
TKI.
36
12. Perwakilan RI di Jepang dan Korea Selatan masih perlu
meningkatkan pembinaan dan pengawasan TKI program G To G
Penjelasan
Dalam rangka pemberian perlindungan selama masa
penempatan TKI di luar negeri, Perwakilan RI baik di
Korea Selatan maupun Jepang melakukan pembinaan dan
pengawasan pada masa penempatan TKI di luar
negeri.Hasil pemeriksaan terhadap pembinaan dan
pengawasan TKI program G to G di Korea Selatan dan
Jepang menunjukkan hal-hal sebagai berikut.
a. Pelaksanaan pendataan TKI program G to G yang
bekerja di Jepang dan Korea Selatan belum optimal
b. Mekanisme baku atas kegiatan pembinaan dan
pengawasan TKI programG to G di Jepang dan Korea
Selatan belum memadai
c. Pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengawasan TKI
program G to G di Jepang dan Korea Selatan belum
optimal
Kepatuhan
Peraturan
Perundang-
undangan
Hal tersebut tidak sesuai dengan:
a. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
di Luar Negeri
b. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2013 tentang
Perlindungan TKI di Luar Negeri Pasal 32
c. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2013 tentang Tata
Cara Pelaksanaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia
di Luar Negeri oleh Pemerintah Pasal 28
d. Kriteria Pemeriksaan Kinerja Pengelolaan Penempatan
dan Perlindungan TKI Program G to G
37
Akibat
Hal tersebut mengakibatkan :
a. Pemantauan TKI yang bekerja di Jepang menjadi tidak
optimal dan kepentingan TKI yang bekerja di luar
negeri tidak terlindungi secara memadai.
b. Perwakilan RI di Seoul belum dapat menggunakan data
keberadaan TKI secara maksimal dalam perencanaan
program pembinaan dan pengawasan TKI yang rutin
dilakukan.
c. Data kepulangan TKI yang dapat digunakan sebagai
masukan program pemberdayaan TKI purna masih
sangat terbatas.
d. Kemnaker dan BNP2TKI belum memiliki data
keberadaan TKI secara akurat dalam rangka tupoksinya
sebagai regulator maupun pelaksana program G to G.
Saran
Berdasarkan temuan diatas, maka Komisi IX DPR RI perlu
mengingatkan Menteri Ketenagakerjaan dan Kepala
BNP2TKI untuk menindaklanjuti rekomendasi BPK, agar
secara bersama-sama maupun sendiri sesuai dengan
kewenangan masing-masing untuk berkoordinasi dengan
Perwakilan RI di Jepang dan Korea Selatan untuk:
a. Menyepakati mekanisme baku dalam mendata
kedatangan, keberadaan, dan kepulangan TKI, termasuk
mengupayakan sosialisasi yang intensif terkait
kewajiban dalam melaporkan kedatangan dan
kepulangan TKI serta mengupayakan tindakan alternatif
untuk memperoleh data keberadaan dan kepulangan TKI.
b. Menyepakati pola pengembangan sistem informasi TKI
yang terintegrasi sehingga terbangun database TKI yang
akurat dan lengkap.
c. Membangun mekanisme koordinasi dan monev dengan
staf teknis ketenagakerjaan/pejabat yang ditunjuk
Perwakilan RI dalam melakukan pembinaan dan
pengawasan TKI.
38
14. Identifikasi dan pendataan kepulangan TKI belum dilaksanakan
secara optimal dan data kepulangan TKI belum secara efektif
dimanfaatkan untuk pemberdayaan TKI
Penjelasan
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa kegiatan pendataan
kepulangan dan pemberdayaan TKI Program G to G tidak
optimal, antara lain :
a. Mekanisme baku proses identifikasi dan kepulangan
TKI belum ditetapkan
b. Data Kepulangan TKI keluaran dari integrasi aplikasi
SISKOTKLN dengan SIMKIM tidak akurat dan tidak
dipublikasikan BNP2TKI
c. Identifikasi dan pendataan kepulangan TKI belum
dilaksanakan sesuai ketentuan
d. Hasil pendataan kepulangan TKI belum dimanfaatkan
untuk penanganan TKI bermasalah dan pemberdayaan
TKI purna secara optimal
e. Identifikasi dan pendataan kepulangan TKI belum
dikoordinasikan dengan pihak-pihak terkait secara
efektif
Kepatuhan
Peraturan
Perundang-
undangan
Hal tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Tata Cara Kepulangan
TKI secara Mandiri
b. Peraturan Kepala BNP2TKI Nomor 4 tahun 2014 tentang
Tugas, Fungsi, dan Uraian Tugas BNP2TKI.
c. Nota Kesepahaman antara Kepala BNP2TKI dengan
Menteri Hukum dan HAM Nomor B.156/KA/VIII/2013
tanggal 23 Agustus 2013 tentang Kerjasama Integrasi
Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian dengan
SISKOTKLN dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dalam
rangka Penempatan dan Perlindungan TKI.
d. Kriteria Pemeriksaan Kinerja
Akibat
Hal tersebut mengakibatkan :
a. Potensi TKI purna program G to G yang
hilang/bermasalah tidak dapat diketahui secara pasti.
b. Data kepulangan TKI program G to G belum dapat
dimanfaatkan secara optimal untuk perlindungan dan
pemberdayaan TKI program G to G.
39
Saran
Berdasarkan temuan diatas, maka Komisi IX DPR RI perlu
mengingatkan Kepala BNP2TKI untuk menindaklanjuti
rekomendasi BPK, agar:
a. Menyusun SOP dan Juknis mengenai mekanisme baku
kegiatan pendataan kepulangan TKI.
b. Melakukan rekonsiliasi data keluaran dari berbagai
sistem informasi yang tersedia, diantaranya aplikasi
SISKOTKLN, SIMKIM, dan SIPENDAKI sehingga
diperoleh single data untuk dipublikasikan.
40
TELAAHAN TERHADAP LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN
KINERJA ATAS PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI
KEPENDUDUKAN, KELUARGA BERENCANA, DAN
PEMBANGUNAN KELUARGA TAHUN 2015 – 2016 PADA BADAN
KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL
(BKKBN) DAN INSTANSI TERKAIT LAINNYA DI JAKARTA, JAWA
TENGAH DAN JAWA TIMUR
GAMBARAN UMUM
Tujuan pemeriksaan untuk menilai efektivitas pengelolaan data dan informasi
KKBPK. Sasaran pemeriksaan mencakup kebijakan dan strategi secara
menyeluruh dan terintegrasi terkait penguatan data dan informasi KKBPK
yang disusun pemerintah, pelaksanaan pengelolaan data dan informasi
KKBPK oleh BKKBN serta monitoring dan evaluasi pengelolaan KKBPK.
Entitas yang diperiksa adalah Badan Kependudukan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) dan instansi terkait lainnya.
Hasil pemeriksaan menunjukkan terdapat beberapa area signifikan dalam
pengelolaan data dan informasi yang membutuhkan perbaikan, yaitu:
NO TEMUAN
1 KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGUATAN DATA DAN INFORMASI
KKBPK YANG DISUSUN OLEH PEMERINTAH
Pemerintah belum mempunyai kebijakan pengelolaan data yang terintegrasi
dan terpadu antar Kementerian/Lembaga yang memadai
PP No. 87 Tahun 2014 sebagai acuan pelaksanaan penguatan data dan
informasi kependudukan dan KB belum dilengkapi dengan aturan pelaksanaan
melalui Peraturan Kepala BKKBN
Pemerintah telah menetapkan kebijakan penguatan data dan informasi
kependudukan dan KB jangka menengah dan jangka panjang
Grand Design Pembangunan Kependudukan (GDPK) dan regulasi terkait perlu
penyelarasan dengan perkembangan peraturan perundang-undangan
Target dan strategi-strategi pencapaian target penguatan data dan informasi
kependudukan dan KB untuk jangka panjang, menengah, dan tahunan secara
nasional telah ditetapkan
2 PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI KKBPK
BKKBN belum sepenuhnya mengimplementasikan kebijakan nasional dan
strategi penguatan data dan informasi kependudukan dan KB
41
NO TEMUAN
Pendataan keluarga Tahun 2015 belum didukung peraturan-peraturan teknis
yang memadai
Pengelolaan data dan informasi KKBPK belum sepenuhnya didukung dengan
sumber daya yang memadai
Pelaksanaan pengumpulan data belum sepenuhnya sesuai dengan panduan
Pengolahan data hasil pendataan keluarga Tahun 2015 belum sepenuhnya
dilaksanakan sesuai pedoman yang ditetapkan
Laporan pendataan keluarga Tahun 2015 tidak tepat waktu
Data dan informasi hasil kegiatan pendataan keluarga belum dapat
dimanfaatkan
3 MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN DATA DAN
INFORMASI KKBPK
BKKBN telah memiliki pedoman dalam melakukan monitoring dan evaluasi
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi belum dilakukan secara memadai
Hasil monitoring dan evaluasi belum dijadikan masukan untuk perbaikan
Temuan yang dibahas lebih lanjut kami batasi pada temuan-temuan yang
dinilai oleh BPK RI mempunyai nilai signifikan dan perlu mendapat
perhatian. Berdasarkan kriteria tsb, temuan yang akan kami bahas lebih lanjut
adalah temuan nomor 1, 2 dan 3.
42
1. Kebijakan dan strategi penguatan data dan informasi KKBPK yang
disusun oleh Pemerintah
Penjelasan
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan ini BPK
mengungkapkan hal-hal yang perlu ditingkatkan dalam
penguatan data dan informasi KKBPK, yaitu :
a. Pemerintah Belum Mempunyai Kebijakan dan Strategi
Pengelolaan Data yang Terintegrasi dan Terpadu Antar
Kementerian/Lembaga yang Memadai
b. Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2014 sebagai
acuan pelaksanaan penguatan data dan informasi
kependudukan dan KB belum dilengkapi dengan aturan
pelaksanaan melalui Peraturan Kepala BKKBN
c. Pemerintah telah Menetapkan Kebijakan Penguatan Data
dan Informasi Kependudukan dan KB Jangka Menengah
dan Jangka Panjang Grand Design Pembangunan
Kependudukan (GDPK) dan Regulasi Terkait Perlu
Penyelarasan dengan Perkembangan Peraturan
Perundangan
d. Target dan strategi-strategi pencapaian target penguatan
data dan informasi kependudukan dan KB untuk jangka
panjang, menengah, dan tahunan secara nasional telah
ditetapkan
Kepatuhan
Peraturan
Perundang-
undangan
Kondisi ini belum sesuai dengan Better Management
Practices poin 1 yang menyatakan bahwa Pemerintah telah
menyusun kebijakan dan strategi secara menyeluruh dan
terintegrasi terkait penguatan dan informasi KKBPK
43
Akibat
Hal tersebut mengakibatkan :
a. Terjadi pemborosan keuangan negara akibat tumpang
tindih pelaksanaan pendataan khususnya pendataan
keluarga miskin dan variabel tentang informasi KB pada
PBDT yang dilakukan oleh BPS dan Pendataan Keluarga
yang dilakukan oleh BKKBN.
b. Pelaksanaan Sistem Informasi Keluarga tidak terarah
dan terpadu;
c. Grand Design Pembangunan Kependudukan belum
termanfaatkan secara optimal sebagai pedoman dan
kebijakan untuk mewujudkan target pembangunan
kependudukan.
Saran
Berdasarkan temuan diatas, maka Komisi IX DPR RI perlu
mengingatkan Kepala BKKBN untuk menindaklanjuti
rekomendasi BPK agar berkoordinasi dengan instansi
terkait untuk:
a. Menetapkan kebijakan dan strategi serta
menyempurnakan kebijakan terkait penguatan data dan
informasi Kependudukan dan KB yang terpadu dan
terintegrasi;
b. Segera menetapkan Peraturan tentang Sistem Informasi
Keluarga dan amanat peraturan lainnya sesuai Peraturan
Pemerintah Nomor 87 Tahun 2014;
c. Menyelaraskan GDPK dengan RPJMN Tahun 2015-
2019 dan peraturan-peraturan terkait dibidangnya.
44
2. Pengelolaan data dan informasi KKBPK
Penjelasan
Hasil pemeriksaan BPK berdasarkan sub kriteria ini
menunjukkan bahwa pelaksanaan pengelolaan data dan
informasi KKBPK tidak memadai, dengan pertimbangan
bahwa: (1) BKKBN belum sepenuhnya
mengimplementasikan kebijakan nasional dan strategi
penguatan data dan informasi Kependudukan dan KB; (2)
Pendataan Keluarga Tahun 2015 belum didukung
peraturan-peraturan teknis yang memadai; (3) Pengelolaan
data dan informasi KKBPK belum sepenuhnya didukung
dengan sumber daya yang memadai; (4) Pelaksanaan
kegiatan pendataan KKBPK belum sepenuhnya sesuai
dengan pedoman yang ditetapkan; (5) Pengolahan data
belum dilaksanakan sesuai dengan pedoman yang
ditetapkan; (6) Pelaporan tidak dilakukan sesuai dengan
pedoman; (7) Data dan informasi KKBPK belum dapat
dimanfaatkan.
Kepatuhan
Peraturan
Perundang-
undangan
Hal tersebut tidak sesuai dengan:
a. PP No. 87 Tahun 2014 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga
Berencana, dan Sistem Informasi Keluarga
b. Better Management Practices poin 2.1 yang
menyatakan bahwa “BKKBN telah
mengimplementasikan kebijakan nasional dan strategi
penguatan data dan informasi kependudukan dan KB”.
Akibat
Hal ini mengakibatkan pelaksanaan pengumpulan data dan
informasi keluarga sebagai bagian dari Sistem Informasi
Keluarga belum terarah.
Saran
Berdasarkan temuan diatas, maka Komisi IX DPR RI
perlu mengingatkan Kepala BKKBN untuk
menindaklanjuti rekomendasi BPK agar menetapkan
aturan dan membuat pedoman Sistem Informasi Keluarga.
45
3. Monitoring dan evaluasi pengelolaan data dan informasi KKBPK
Penjelasan
Hasil pemeriksaan BPK berdasarkan sub kriteria ini
menunjukkan bahwa monitoring dan evaluasi pengolahan
data dan informasi belum sepenuhnya memadai, dengan
pertimbangan bahwa: (1) telah ada memiliki pedoman
dalam melaksanakan monitoring dan evaluasi pengolahan
data dan informasi KKBPK; (2) Pelaksanaan Monitoring
dan Evaluasi Belum Dilakukan secara Memadai; dan (3)
hasil monitoring dan evaluasi belum sepenuhnya dijadikan
masukan untuk perbaikan.
Kepatuhan
Peraturan
Perundang-
undangan
Kondisi ini tidak sesuai dengan Better Management
Practices poin 3 yang menyatakan bahwa “BKKBN telah
melakukan monitoring dan evaluasi pengelolaan data dan
informasi KKBPK secara memadai”, poin 3.2 yang
menyatakan bahwa “Pelaksanaan monitoring dan evaluasi
sesuai pedoman” dan poin 3.3 yang menyatakan bahwa
““Hasil monitoring dan evaluasi telah dijadikan masukan
untuk perbaikan”.
Sehingga berdasarkan perbandingan antara kondisi dengan
Better Management Practices diatas dapat disimpulkan
bahwa monitoring dan evaluasi pengelolaan data dan
informasi KKBPK belum sepenuhnya dilakukan secara
memadai.
Akibat
Hal tersebut mengakibatkan hasil monitoring dan evaluasi
tidak memberikan manfaat secara optimal untuk
perbaikan pelaksanaan kegiatan sehingga capaian sasaran
program yang tepat, akurat, relevan belum dapat
dipastikan kesesuaiannya dengan kondisi saat ini.
46
Saran
Berdasarkan temuan diatas, maka Komisi IX DPR RI
perlu mengingatkan Kepala BKKBN untuk
menindaklanjuti rekomendasi BPK agar:
a. Melakukan perencanaan anggaran dan SDM kegiatan
PK secara optimal sehingga pelaksanaan monev dapat
dilaksanakan dengan baik;
b. Meningkatkan kompetensi pelaksana monitoring
dengan melakukan pelatihan;
c. Mengoptimalkan pelaksanaan monev untuk
memberikan masukan yang berkualitas bagi perbaikan
pelaksanaan PK.