KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS

17
1 BAB I KASUS 1. Profil PT Lapindo Brantas, Inc PT Lapindo Brantas, Inc adalah suatu perusahaan yang bergerak di bidang usaha eksplorasi dan produksi migas di Indonesia yang beroperasi melalui skema Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di blok Brantas, Jawa Timur. PT Lapindo Brantas, Inc melakukan eksplorasi secara komersil di 2 wilayah kerja (WK) di darat dan 3 WK lepas pantai dan saat ini total luas WK Blok Brantas secara keseluruhan adalah 3.042km2. PT Lapindo Brantas, Inc. adalah  perusahaan eksplorasi gas dan minyak yang merupakan  joint venture antara PT. Energi Mega Persada Tbk. (50%), PT Medco Energi Tbk. (32%) dan Santos Australia (18%). Sementara komposisi jumlah Penyertaan Saham (  Participating Interest ) perusahaan terdiri dari Lapindo Brantas Inc. (  Bakrie Group) sebagai operator sebesar 50%, PT Prakarsa Brantas sebesar 32% dan Minarak Labuan Co. Ltd (MLC) sebesar 18%. Dari kepemilikan sebelumnya, walaupun perizinan usaha PT Lapindo Brantas, Inc terdaftar berdasarkan hukum negara bagian Delaware di Amerika Serikat, namun saat ini 100% sahamnya dimiliki oleh pengusaha nasional. PT Energi Mega Persada, Tbk sebagai pemegang saham mayoritas dari PT Lapindo Brantas, Inc adalah anak  perusahaan dari Grup Bakrie. Grup Bakrie memiliki 63,53% saham, sisanya dimiliki oleh komisaris PT Energi Mega Persada, Tbk, Rennier A.R Latief sebesar 3,11%, Julianto Benhayudi sebesar 2,18%, dan publik sebesar 31,18%. Chief Executive Officer PT Lapindo Brantas, Inc adalah Nirwan Bakrie, yang merupakan adik kandung dari Aburizal Bakrie. 2. Kasus PT Lapindo Brantas, Inc PT Lapindo Brantas, Inc sangat dikenal secara luas balik dalam maupun luar negeri semenjak peristiwa banjir lumpur panas sidoarjo, atau yang biasa dikenal dengan perisitwa Lumpur Lapindo  yang terjadi pada 29 Mei 2006. Peristiwa Lumpur Lapindo, adalah peristiwa menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran PT Lapindo Brantas di Sumur Banjar Panji 1 (BJP-1) yang

description

Makalah ini menjelaskan secara komprehensif kasus tata kelola perusahaan pada PT Lapindo Brantas, dimana PT Lapindo Brantas diduga melakukan pelanggaran tata kelola perusahaan. Dalam hal ini, penulis mencoba menelusuri pelanggaran apa yang dilakukan oleh PT Lapindo Brantas yang hingga saat ini permasalahan yang terjadi pada perusahaan tersebut belum dapat diselesaikan.

Transcript of KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS

Page 1: KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS

7/17/2019 KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-tata-kelola-pt-lapindo-brantas 1/17

BAB I

KASUS

1. 

Profil PT Lapindo Brantas, Inc

PT Lapindo Brantas, Inc adalah suatu perusahaan yang bergerak di bidang

usaha eksplorasi dan produksi migas di Indonesia yang beroperasi melalui

skema Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di blok Brantas, Jawa Timur.

PT Lapindo Brantas, Inc melakukan eksplorasi secara komersil di 2 wilayah

kerja (WK) di darat dan 3 WK lepas pantai dan saat ini total luas WK Blok

Brantas secara keseluruhan adalah 3.042km2. PT Lapindo Brantas, Inc. adalah

 perusahaan eksplorasi gas dan minyak yang merupakan  joint venture  antara

PT. Energi Mega Persada Tbk. (50%), PT Medco Energi Tbk. (32%) dan

Santos Australia (18%). Sementara komposisi jumlah Penyertaan Saham

( Participating Interest ) perusahaan terdiri dari Lapindo Brantas Inc. ( Bakrie

Group) sebagai operator sebesar 50%, PT Prakarsa Brantas sebesar 32% dan

Minarak Labuan Co. Ltd (MLC) sebesar 18%. Dari kepemilikan sebelumnya,

walaupun perizinan usaha PT Lapindo Brantas, Inc terdaftar berdasarkan

hukum negara bagian Delaware di Amerika Serikat, namun saat ini 100%

sahamnya dimiliki oleh pengusaha nasional. PT Energi Mega Persada, Tbk

sebagai pemegang saham mayoritas dari PT Lapindo Brantas, Inc adalah anak

 perusahaan dari Grup Bakrie. Grup Bakrie memiliki 63,53% saham, sisanya

dimiliki oleh komisaris PT Energi Mega Persada, Tbk, Rennier A.R Latief

sebesar 3,11%, Julianto Benhayudi sebesar 2,18%, dan publik sebesar 31,18%.

Chief Executive Officer PT Lapindo Brantas, Inc adalah Nirwan Bakrie, yang

merupakan adik kandung dari Aburizal Bakrie.

2.  Kasus PT Lapindo Brantas, Inc

PT Lapindo Brantas, Inc sangat dikenal secara luas balik dalam maupun luar

negeri semenjak peristiwa banjir lumpur panas sidoarjo, atau yang biasa

dikenal dengan perisitwa “Lumpur Lapindo” yang terjadi pada 29 Mei 2006.

Peristiwa Lumpur Lapindo, adalah peristiwa menyemburnya lumpur panas di

lokasi pengeboran PT Lapindo Brantas di Sumur Banjar Panji 1 (BJP-1) yang

Page 2: KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS

7/17/2019 KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-tata-kelola-pt-lapindo-brantas 2/17

terletak di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong,

Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia. Semburan lumpur yang berbahaya

ini sampai sekarang masih berlanjut dan belum dapat di tutup, atau bahkan

untuk diberhentikan. Semburan lumpur lapindo ini merupakan suatu peristiwa

yang sangat memilukan dan merugikan banyak pihak. Oleh karena peristiwa

ini, menyebabkan tutupnya tidak kurang dari 10 pabrik, merendam lebih dari

100 hektar lahan produktif dan pemukiman penduduk yang pada akhirnya

memaksa para penduduk setempat untuk mengungsi ke tempat yang lebih

aman agar tidak terendam lumpur panas tersebut. Selain itu lumpur panas di

Sidoarjo tersebut mengganggu jadwal perjalanan kereta api dan akses

transportasi jalan tol Surabaya-Gempol yang harus ditutup. Semburan atas

lumpur panas ini mengakibatkan kerugian yang sangat besar hingga tidak dapat

diperkirakan atas kerugian ekonomi dan lingkungannya. Di sisi lain, pengrajin

kulit di daerah Tanggulangin terpaksa untuk gulung tikar dan mengakibatkan

kerugian serta pengangguran yang meningkat. Lumpur panas yang tersembur

tersebut juga berbahaya bagi kesehatan masyarakat karena dapat menyebabkan

infeksi saluran pernapasan, iritasi kulit dan kanker, menyebabkan sel darah

merah pecah (hemolisis), jantung berdebar (cardiac aritmia), dan gangguan

ginjal. Ringkasnya, Selain perusakan lingkungan dan gangguan kesehatan,

dampak sosial banjir lumpur tidak bisa dipandang remeh. Kasus ini tidak

menunjukkan perbaikan kondisi, ketidakpastian penyelesaian, dan tekanan

 psikis yang bertubi-tubi, dan krisis sosial mulai mengemuka.

3.  Penyebab Terjadinya Peristiwa Lumpur Lapindo

Pada awalnya, PT Lapindo Brantas Inc sebagai operator blok brantas telahmenunjuk PT Medici Citra Nusa untuk melaksanakan pekerjaan pemboran

eksplorasi Sumur BJP-1. PT Medici Citra Nusa sebagai kontraktor utama

 bertanggungjawab terhadap semua pekerjaan yang terkait dengan eksplorasi

sumur seperti cementing , mudlodging , penyediaan peralatan pemboran,

maupun pekerjaan terkait lainnya. Pemboran dimulai pada tanggal 8 Maret

2006 dan terus berlangsung hingga tanggal 29 Mei 2006. Akhirnya, pada

tanggal 29 Mei 2006 muncul erupsi lumpur panas ketika pemboran Sumur

Page 3: KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS

7/17/2019 KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-tata-kelola-pt-lapindo-brantas 3/17

BJP-1 belum selesai. Atas kemunculan erupsi lumpur panas tersebut, PT

Lapindo Brantas, Inc bersembunyi dibalik gempa tektonik di Yogyakarta yang

terjadi pada hari yang sama dimana erupsi lumpur panas tersebut menyembur

keluar dari tanah. Namun atas beberapa ahli yang didatangkan dalam

 pemeriksaan masalah ini, mereka mengatakan bahwa tidak ada hubungannya

antara gempa tektonik di Yogyakarta dengan Surabaya. Setelah diselidiki, hal

yang menjadi penyebab adanya semburan lumpur panas tersebut adalah PT

Lapindo Brantas, Inc sebagai operator dan PT Medici Citra Nusa dianggap

kurang teliti dalam melakukan pengeboran sumur dan terlalu menyepelekan

 baik kinerja maupun dampak yang mungkin dapat diterima atas pengeboran

yang dilakukannya. Kurang teliti dan menyepelekannya pengeboran tersebut

dilihat atas ketidaksesuaian rancangan pengeboran dengan kenyataan. Awalnya

rancangan pengeboran adalah sumur akan dibor dengan kedalaman 8500 kaki

(2590 meter) untuk bisa mencapai batu gamping. Lalu sumur tersebut dipasang

casing   yang bervariasi sesuai dengan kedalaman sebelum mencapai batu

gamping. Casing merupakan suatu pipa baja yang berfungsi untuk mencegah

gugurnya dinding sumur, menutup zona bertekanan abnormal,  zona lost   dan

sebagainya. Awalnya, PT Lapindo sudah memasang casing   30 inci pada

kedalaman 150 kaki, 20 inci pada 1195 kaki, 16 inci pada 2385 kaki dan 13-3/8

inci pada 3580 kaki. Namun setelah mengebor lebih dalam lagi, mereka tidak

melanjutkan untuk memasang casing . Mereka berencana akan memasang

casing   lagi setelah mencapai/menyentuh titik batu gamping. Selama

 pengeboran tersebut, lumpur yang bertekanan tinggi sudah mulai menerobos,

namun PT Lapindo masih bisa mengatasi dengan pompa lumpur dari PT

Medici. Dan setelah kedalam 9297 kaki, akhirnya mata bor menyentuh batugamping. Kemudian, sumur menembus satu zona bertekanan tinggi yang

menyebabkan kick , yaitu masuknya fluida formasi tersebut ke dalam sumur.

ketika bor akan diangkat untuk mengganti rangkaian, tiba-tiba bor macet

sehingga gas tidak bisa keluar dari melalui saluran  fire pit   dalam rangkaian

 pipa bor dan menekan ke samping. Oleh karena itu, gas mencari celah dan

keluar melalui permukaan tanah yang merekah di permukaan rawa. Pada

akhirnya, bor dipotong dan operasi pengeboran dihentikan serta perangkap

Page 4: KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS

7/17/2019 KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-tata-kelola-pt-lapindo-brantas 4/17

BOP ( Blow Out Proventer ) ditutup. Selanjutnya, Lapindo diduga memiliki

motivasi untuk melakukan biaya penghematan karena kelalaian dalam

 pemasangan casing   dan pengeboran vertikal. Pengeboran vertikal jauh lebih

menghemat biaya, begitu juga dengan tidak dipasangnya casing. Indikasi

 pengiritan lain juga terlihat dengan terbatasnya persediaan lumpur sebagai

 pelumas dan pemberat dalam pengelolaan tekanan dasar sumur untuk

menghindari loss, kick,  dan blowout . Atas kasus ini, Direktur Eksplorasi

Lapindo Imam Agustino dan Direktur PT Medici Citra Yeni Namawi

ditetapkan menjadi tersangka karena keduanya telah lalai memasang casing  

sehingga terjadi underground blowout  yang sulit dikendalikan.

Page 5: KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS

7/17/2019 KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-tata-kelola-pt-lapindo-brantas 5/17

BAB II

PEMBAHASAN

2. 

Pelanggaran PT Lapindo Brantas, Inc Terkait Tata Kelola Perusahaan

Dalam tata kelola perusahaan, perusahaan yang mempraktikan tata kelola

 perusahaan yang baik akan menjadi kunci sukses perusahaan untuk tumbuh

menguntungkan dalam jangka panjang, sedangkan perusahaan yang tidak

menerapkan tata kelola perusahaan yang baik dapat memiliki kegagalan dalam

usahanya.

2.1. 

Pelanggaran Prinsip-Prinsip OECDDalam hal tata kelola perusahaan, terdapat prinsip-prinsip OECD 2004,

yang menjadi acuan masyarakat internasional dalam pengembangan

corporate governance. Prinsip-Prinsip OECD yang dilanggar oleh PT

Lapindo Brantas, Inc adalah sebagai berikut: 

1.  Prinsip IV: Peranan Stakeholder  dalam Corporate Governance  

Dalam prinsip ini, OECD berfokus pada  stakeholder  atau pemangku

kepentingan perusahaan (masyarakat, pemerintah, karyawan, investor,

kreditur, pemasok, dan lain-lain). Prinsip ini terdiri atas 6 sub prinsip.

PT Lapindo Brantas, Inc melanggar sub prinsip A  dimana

 perusahaan tidak menghormati peraturan perundang-undangan yang

melindungi para pemangku kepentingan, dimana dalam hal ini

melanggar UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU No. 22 Tahun 2001 Tentang

Minyak dan Gas Bumi. Selain itu, PT Lapindo Brantas, Inc juga

melanggar Sub prinsip D  dimana dalam subprinsip tersebut

disebutkan bahwa  stakeholder   seharusnya memiliki akses atas

informasi yang relevan, cukup, dan dapat diandalkan secara tepat

waktu dan teratur. Namun, PT Lapindo Brantas, Inc tidak

memberikan akses untuk mengetahui informasi yang relevan atas

kegiatan operasi perusahaan yang tidak berjalan sesuai dengan standar

operasi pengeboran. 

Page 6: KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS

7/17/2019 KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-tata-kelola-pt-lapindo-brantas 6/17

2.  Prinsip VI: Tanggung Jawab Dewan Komisaris dan Direksi

Prinsip yang diuraikan menjadi enam subprinsip ini menyatakan

 bahwa kerangka tata kelola perusahaan harus memastikan pedoman

strategis perusahaan, monitoring yang efektif terhadap manajemen

oleh dewan, serta akuntabilitas dewan terhadap perusahaan dan

 pemegang saham.Menurut prinsip ini, tanggung jawab dewan yang

utama adalah memonitor kinerja manajerial dan mencapai tingkat

imbal balik yang memadai bagi pemegang saham. Selain itu,

tanggung jawab lain yang tidak kalah penting adalah memastikan

 bahwa perusahaan selalu mematuhi ketentuan peraturan yang berlaku.

Dewan juga harus mencegah timbulnya benturan kepentingan dan

menyeimbangkan berbagai kepentingan di perusahaan. Atas dasar

tersebut, PT Lapindo Brantas Inc melakukan pelanggaran pada sub

prinsip A  dimana dalam sub prinsip ini disebutkan bahwa anggota

dewan harus bertindak berdasarkan informasi yang jelas, dengan

itikad yang baik, berdasarkan due diligence  dan kehati-hatian, serta

demi kepentingan perusahaan dan pemegang saham. Berdasarkan

subprinsip tersebut direksi PT Lapindo Brantas tidak bertindak sesuai

dengan sub prinsip tersebut, dimana terdapat upaya untuk melakukan

 penghematan yang dilihat dari t idak dipasangnya casing , pengeboran

yang vertikal, dan persediaan lumpur yang terbatas. Selain itu, PT

Lapindo Brantas melanggar sub prinsip C  dimana dewan direksi

tidak menetapkan standar etika yang tinggi dan memperhatikan

kepentingan para pemangku kepentingan dengan mengabaikan

sejumlah peringatan yang diberikan dari PT Medco dan ahli-ahlidalam pengeboran tersebut yang menemukan lapisan lempung

 bergerak labil, dan apabila ditembus secara vertikal sudah diprediksi

akan adanya risiko ledakan lumpur panas. Namun, hal ini diabaikan

oleh PT Lapindo Brantas Inc. Selanjutnya, PT Lapindo Brantas, Inc

melanggar sub prinsip D dimana dewan direksi dan komisaris tidak

menjalankan fungsi-fungsi utamanya. Fungsi-Fungsi utama yang

dilanggar komisaris adalah kurangnya memonitor penerapan dan

Page 7: KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS

7/17/2019 KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-tata-kelola-pt-lapindo-brantas 7/17

kinerja perusahaan, serta tidak adanya kebijakan mengenai risiko.

Selain itu, komisaris tidak mengawasi kebijakan direksi dalam

menjalankan perseroan. Kemudian, dewan komisaris tidak memonitor

dan mengelola potensi benturan kepentingan dari manajemen dan

tidak mengawasi proses keterbukaan dan transparansi.

2.2. Pelanggaran Tata Kelola Perusahaan Berdasakan KNKG

Berdasarkan Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia

yang dikeluarkan oleh KNKG, PT Lapindo Brantas, Inc melanggar asas-

asas Good Corporate Governance sebagai berikut:

1.  Transparansi

PT Lapindo Brantas, Inc dinilai tidak menyediakan informasi yang

material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami

oleh pemangku kepentingan. Selain itu, perusahaan juga tidak

mengambil inisiatif untuk mengungkapkan hal penting dalam kasus ini

yaitu tidak melanjutkan pemasangan casing saat melakukan

 pengeboran.

2. 

Akuntabilitas

Dalam hal ini, PT Lapindo Brantas, Inc tidak dapat

mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar.

Dan jelas tidak memperdulikan kepentingan bagi para pemegang

saham dan pemangku kepentingan lain. Dikarenakan tidak adanya

akuntabilitas, maka tidak tercipta kinerja yang berkesinambungan.

3.  Responsibilitas

PT Lapindo Brantas, Inc tidak mematuhi peraturan perundang-

undangan dan tidak melaksanakan tanggung jawab kepada masyarakat

dan lingkungan karena tidak berpegang dengan prinsip kehati-hatian

dan memastikan kepatuhannya terhadap peraturan perundang-

undangan. Selain itu, perusahaan juga tidak menjalankan tanggung

 jawab sosial dengan baik.

4. 

Independensi

PT Lapindo Brantas, Inc tidak dikelola secara independen, terpengaruh

atas suatu kepentingan tertentu, dan memiliki benturan kepentingan

Page 8: KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS

7/17/2019 KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-tata-kelola-pt-lapindo-brantas 8/17

dimana dapat terlihat adanya kinerja buruk dari perusahaan yang

merugikan para pemegang saham.

2.3. Pelanggaran Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan

2.3.1.  Pelanggaran UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan

Terbatas

Dalam hal ini, PT Lapindo Brantas, Inc melanggar pasal-pasal

sebagai berikut:

1. 

Pasal 74

Dalam pasal ini, diatur tentang tanggung jawab sosial dan

lingkungan perusahaan. PT Lapindo Brantas, Inc melanggar

 pasal ini dikarenakan tidak menjalankan tanggung jawab sosial

dan lingkungan dengan baik sehingga harus diberikan sanksi

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang terkait.

2.  Pasal 92

Berdasarkan pasal ini, seharusnya PT Lapindo Brantas, Inc

menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan

 perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan tertentu.

Direksi PT Lapindo Brantas, Inc juga seharusnya menjalankan

kepengurusan sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat

dan tidak menyimpang dari aturan demi kepentingan pribadi

maupun pihak lainnya.

3.  Pasal 97

Atas kelalaiannya, Direksi PT Lapindo Brantas, Inc melanggar

 pasal 97. Direksi dianggap tidak bertanggung jawab atas

kepengurusan Perseroan, tidak dilaksanakan dengan itikad baik

dan penuh tanggung jawab. Dalam hal ini, Direksi PT Lapindo

Brantas, Inc diwajibkan untuk bertanggung jawab penuh secara

 pribadi atas kerugian Perseroan dikarenakan kelalaiannya

dalam mengerjakan tugas.

Page 9: KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS

7/17/2019 KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-tata-kelola-pt-lapindo-brantas 9/17

4. 

Pasal 108

Komisaris PT Lapindo Brantas, Inc dinilai kurang melakukan

 pengawasan dan kebijakan pengurusannya kepada direksi, serta

memberikan nasihat kepada direksi sehingga kasus ini terjadi.

2.3.2.  Pelanggaran Berdasarkan UU No. 8 Tahun 1995 Tentang

Pasar Modal

Dalam peraturan di UU PM, PT Lapindo Brantas, Inc melanggar

Pasal 15, dimana pelanggaran yang dilakukan pada pasal ini adalah

PT Lapindo Brantas, Inc tidak menerapkan prinsip tata kelola

 perusahaan yang baik, tidak melaksanakan tanggung jawab sosial

 perusahaan, tidak menghormati tradisi budaya sekitar lokasi

kegiatan usaha penanaman modal, dan tidak mematuhi ketentuan

 perundangang-undangan.

2.3.3.  Pelanggaran Berdasarkan UU No. 22 Tahun 2001 Tentang

Minyak dan Gas Bumi

Undang-undang ini mengatur bahwa minyak dan gas bumi

memiliki peranan penting dalam perekonomian sehingga

 pengelolaannya harus dapat secara maksimal memberikan

kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, serta memberikan nilai

tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional yang

meningkat dan berkelanjutan. Pada undang-undang ini, PT Lapindo

Brantas, Inc melanggar pasal-pasal sebagai berikut:

1.  Pasal 3

PT Lapindo Brantas, Inc tidak memiliki tujuan yang sesuai

dalam penyelenggaraan kegiatan usaha migasnya, dimana tidakdapat menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian

usaha Eksplorasi dan Eksploitasi secara berdaya guna, berhasil

guna, berdaya saing tinggi, dan berkelanjutan melalui

mekanisme yang terbuka dan transparan (ayat a). Selain itu, PT

Lapindo Brantas, Inc tidak menjamin adanya efisiensi dan

efektivitas tersedianya Gas Bumi untuk kebutuhan dalam

negerti karena banyak gas bumi yang seharusnya dapat diolah

Page 10: KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS

7/17/2019 KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-tata-kelola-pt-lapindo-brantas 10/17

10 

menjadi terbuang atas terjadinya peristiwa lumpur lapindo

tersebut (ayat c). Selanjutnya, PT Lapindo Brantas, Inc juga

tidak dapat menjaga kelestarian lingungan hidup dengan

 perusakan lingkungan yang sangat besar.

2.  Pasal 40

Dalam pasal ini disebutkan bahwa, Badan Usaha harus

menjamin standar dan mutu yang berlaku sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta

menerapkan kaidah keteknikan yang baik. PT Lapindo Brantas,

Inc tidak menjamin standar dan mutunya yang berlaku dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak

menerapkan kaidah keteknikan yang baik, dimana ia tidak

memasang casing , melakukan pengeboran secara vertikal

 padahal sudah ada peringatan, dan tidak memiliki lumpur berat

yang cukup untuk mengatasi masalah apabila terjadi blowout  

(ayat 1). Kemudian, PT Lapindo Brantas, Inc juga tidak

melakukan pengelolaan lingkungan hidup karena tidak adanya

upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran, serta

 pemulihan atas kerusakan lingkungan hidup hingga saat ini

(ayat 2 dan 3), dan tidak adanya transparansi dalam

melaksanakan kegiatan (ayat 4). Selain itu, PT Lapindo

Brantas, Inc juga tidak bertanggung jawab dalam

mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat (ayat 5).

3.  Pasal 42

PT Lapindo Brantas, Inc melanggar pasal ini atas kurangnya pengawasan pada penerapan kaidah keteknikan yang baik,

 pengelolaan lingkungan hidup, pengembangan lingkungan dan

masyarakat setempat, kegiatan-kegiatan yang menyangkut

kepentingan umum.

Page 11: KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS

7/17/2019 KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-tata-kelola-pt-lapindo-brantas 11/17

11 

2.3.4.  Pelanggaran Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009 Tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Pasal-pasal yang dilanggar oleh PT Lapindo Brantas, Inc atas

undang-undang ini diantara lain adalah:

1.  Pasal 47

PT Lapindo Brantas, Inc tidak melakukan analisis risiko

lingkungan hidup yang meliputi pengkajian risiko, pengelolaan

risiko, dan komunikasi risiko atas adanya risiko ledakan

lumpur panas yang terjadi dalam pengeboran tersebut.

2. 

Pasal 53

Dalam pelanggaran pasal ini, PT Lapindo Brantas, Inc tidak

melakukan penanggulangan hingga saat ini atas peristiwa

lumpur lapindo tersebut.

3.  Pasal 54

Belum adanya pemulihan fungsi lingkungan hidup seperti

 pemberhentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur

 pencemar yang dilakukan oleh PT Lapindo Brantas hingga saat

ini.

4. 

Pasal 68

PT Lapindo Brantas, Inc melanggar pasal ini atas tidak

menjaga keberlangsungan fungsi hidup.

2.3.5.  Pelanggaran Berdasarkan Peraturan Bapepam-LK IX.I.6

Dalam kasus ini, Anggota Direksi tidak mengungkapkan fakta yang

material, dimana hal ini menyesatkan mengenai keadaan PT

Lapindo Brantas, Inc yang sebenarnya. Perusahaan tidakmengungkapkan sistem kinerjanya yang tidak menggunakan casing  

dengan motivasi menghemat biaya dan berusaha menutupi adanya

kelalaian dengan bersembunyi di balik gempa yang terjadi di

Yogyakarta pada hari yang sama. Seharusnya, pihak direksi PT

Lapindo Brantas, Inc melakukan ganti rugi baik secara sendiri-

sendiri maupun secara tanggung renteng atas kerugian yang

menimpa pihak lain.

Page 12: KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS

7/17/2019 KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-tata-kelola-pt-lapindo-brantas 12/17

12 

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3. 

Kesimpulan

Kasus pada PT Lapindo Brantas, Inc sangatlah merugikan berbagai pihak

karena menanggung kerugian yang sangat besar, dampak sosial dan ekonomi

yang ikut ditanggung oleh masyarakat setempat, kerugian negara, serta

ekosistem lingkungan yang memiliki kerusakan yang sangat hebat. Sampai saat

ini, permasalahan di Sidoarjo atas lumpur panas ini belum menemukan titik

temu. Hal ini, seperti yang telah disebutkan sebelumnya adalah karena tidak

adanya tanggung jawab pada Dewan Direksi maupun Dewan Komisaris.

Dewan Direksi dianggap memiliki benturan kepentingan dan berusaha untuk

meminimalisasi biaya untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya

demi mendapatkan remunerasi yang besar atas proyek pengeboran tersebut.

Hal ini terlihat dari adanya casing yang tidak dipasang saat melakukan

 pengeboran. Apabila dalam proses pengeboran menembus zona tekanan tinggi

dan tekanan dari pengeboran tersebut tidak mampu menahan tekanan dari zona

tersebut, maka akan terjadi kick   atau merembesnya fluida formasi (minyak,

gas, atau air) dari dalam tanah masuk ke dalam lubang yang di bor. Ketika

fluida formasi terakumulasi dan tidak ada casing, maka blowout yang

seharusnya hanya menghancurkan rig saja akan lebih parah karena fluida

formasi tersebut mencari celah atau retakan lain agar dapat mengeluarkan

tekanan fluida formasi yang berasal dari dalam bumi tersebut, sehingga seperti

yang dapat kita saksikan hal ini menyebabkan erupsi akan lumpur panas pada

kasus ini. Lumpur berat untuk menanggulangi masalah apabila terjadi blowoutkurang cukup untuk mengatasi masalah tersebut dan pengeboran karena

masalah minimalisasi biaya. Selain itu pengeboran juga dilakukan secara

vertikal untuk memimalisasi biaya, padahal sebelumnya ahli-ahli dalam

 pengeboran tersebut menemukan adanya lapisan lempung bergerak dan labil,

yang apabila ditembus secara vertikal sudah diprediksi akan adanya risiko

ledakan lumpur panas. Atas segala ketidakpedulian PT Lapindo Brantas, Inc

mulai dari para ahli yang memperingatkan hingga PT Medco yang

Page 13: KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS

7/17/2019 KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-tata-kelola-pt-lapindo-brantas 13/17

13 

memperingatkan mengenai casing , pada akhirnya PT Lapindo Brantas, Inc

mengalami kerugian yang sangat parah bagi perusahaan maupun berbagai

 pihak hingga tidak dapat diukur kembali besarnya kerugian yang diderita.

Selain itu PT Lapindo Brantas, Inc juga melanggar beberapa peraturan

 perundang-undangan negara Indonesia seperti UU No.40 Tahun 2007

Perseroan Terbatas, UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, UU No. 22

Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, dan UU No. 32 Tahun 2009

Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selanjutnya,

 peraturan yang dilanggar dalam hal ini adalah Peraturan Bapepam-LK IX.I.6

tentang Direksi dan Komisaris Emiten dan Perusahaan Publik. Dari sisi tata

kelola perusahaan, yaitu berdasarkan prinsip-prinsip OECD yang menjadi

acuan masyarakat internasional dalam pengembangan tata kelola perusahaan

yang baik, PT Lapindo Brantas, Inc telah melanggar Prinsip IV tentang

Peranan Stakeholder dalam Corporate Governance pada sub prinsip A dan D,

dan melanggar Prinsip VI tentang Tanggung Jawab Dewan Komisaris dan

Direksi pada sub prinsip A, C, dan D. Selain itu berdasarkan asas-asas pada

 pedoman umum tata kelola perusahaan yang baik di Indonesia yang

dikeluarkan oleh KNKG, PT Lapindo Brantas, Inc melanggar asas

transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, dan independensi.

4.  Saran

Demi tidak terjadinya kasus serupa, maka perlu untuk mempraktikan tata

kelola perusahaan yang baik. Tata kelola perusahaan merupakan salah satu cara

untuk memacu kinerja finansial dan operasional pada perusahaan, serta

meningkatkan kepercayaan pada investor dan para pemangku kepentingan.

Dengan adanya tata kelola perusahaan yang baik, maka perusahaan dapat

tumbuh menguntungkan dalam jangka panjang dan dapat memenangkan

 persaingan global. Berdasarkan kasus diatas, terdapat beberapa peraturan

 perundang-undangan di Indonesia yang melindungi para pemangku

kepentingan dan dapat digunakan untuk menanggulangi apabila terjadi masalah

seperti ini kembali. Terkait dengan masalah pelanggaran pada Prinsip IV

OECD, para pemangku kepentingan ( stakeholder ) memiliki kesempatan untuk

menuntut secara efektif atas hak-hak yang dilanggar seperti pada UU No. 32

Page 14: KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS

7/17/2019 KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-tata-kelola-pt-lapindo-brantas 14/17

14 

Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam

undang-undang tersebut dijelaskan pada pasal 70 bahwa masyarakat memiliki

hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam

 perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (ayat 1), Selain itu, peran

masyarakat dapat berupa pengawasan sosial, pemberian saran, pendapat, usul,

keberatan, pengaduan, dan/atau penyampaian informasi dan/atau laporan (ayat

2). Dalam undang-undang tersebut juga dijelaskan pada pasal 91 bahwa,

masyarakat berhak untuk mengajukan gugatan apabila mengalami kerugian

akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, sehingga diharapkan

akan tercipta lingkungan hidup yang baik. Selain itu, seharusnya karyawan

dapat mengkomunikasikan kepedulian mereka terhadap praktik ilegal atau

tidak etis kepada dewan komisaris seperti diciptakannya suatu prosedur dan

 perlindungan bagi komplain (whistle blower ) yang dilakukan oleh karyawan

 perusahaan baik secara personal maupun melalui badan yang mewakilinya dan

 pihak lain diluar perusahaan yang memiliki kepedulian terhadap praktik tidak

etis dan ilegal sehingga apabila terjadi kasus yang menyimpang seperti casing  

yang tidak dipasang maka karyawan yang mengetahui dapat segera diadukan

ke Dewan Komisaris untuk ditindaklanjuti. Pelanggaran yang dapat dilaporkan

melalui sistem whistleblowing   mencakup pelanggaran perundang-undangan,

kode etik perusahaan, prinsip akuntansi yang berlaku umum, kebijakan

 prosedur operasional perusahaan, ataupun tindakan kecurangan lainnya.

Pengungkapan atas pelanggaran ini umumnya dilakukan secara rahasia. Di

Indonesia, terdapat UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Sanksi dan

Korban yang dapat dijadikan acuan untuk menyusun mekanisme

whistleblowing . Direksi dan Dewan Komisaris merupakan unsur penting bagiimplementasi prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Mekanisme

check and balance yang jelas dan efektif harus diterapkan untuk menghindari

 potensi benturan kepentingan serta memastikan bahwa keputusan yang dibuat

adalah untuk kepentingan perusahaan. Mengenai penyimpangan atas Prinsip IV

OECD yaitu tentang tanggung jawab Dewan Komisaris dan Dewan Direksi,

sebaiknya kandidat anggota dewan dan komisaris dikualifikasi dengan baik.

Dalam hal tersebut, perlu adanya ketersediaan informasi yang cukup tentang

Page 15: KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS

7/17/2019 KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-tata-kelola-pt-lapindo-brantas 15/17

15 

kandidat sehingga dapat diyakinkan bahwa hanya kandidat yang memiliki

kualifikasi tertentu yang akan dipilih. Meskipun dalam praktiknya para

 pemegang saham tidak memiliki informasi yang rinci tentang kualifikasi dan

 pengalaman dari kandidat anggota Dewan Komisaris dan Direksi sebelum

 pelaksanaan RUPS yang akan memilih kandidat tersebut, diharapkan untuk

kedepannya terdapat ketentuan yang disempurnakan tentang kualifikasi

kandidat anggota Dewan Komisaris dan Direksi agar dapat menampung

dinamika perkembangan di bidang tata kelola dan meningkatkan kerja Emiten

dan Perusahaan Publik. Kemudian, Peningkatan pengetahuan dan pemahaman

tentang fiduciary duties kepada anggota Dewan Komisaris dan Direksi Emiten

dan Perusahaan Publik sangat perlu dilakukan agar tugas dan tanggungjawab

kepada pemegang saham publik dapat dilaksanakan dengan baik. Untuk

mencapai tujuan tersebut, perlu adanya kebijakan perusahaan yang mendorong

anggota Dewan Komisaris dan Direksi Emiten dan Perusahaan Publik untuk

mengikuti pendidikan dan pelatihan secara terusmenerus yang memungkinkan

anggota Dewan Komisaris dan Direksi untuk melaksanakan  fiduciary

dutiesnya  dengan baik. Selain itu, perlu diaturnya hal-hal yang mengatur

tentang rangkap jabatan anggota Dewan Komisaris dan Direksi Emiten dan

Perusahaan Publik agar Dewan Komisaris, dan Direksi fokus dan akuntabel

dalam menjalankan  fiduciaries duties. Yang terakhir adalah, Kinerja Dewan

Komisaris dan anggotanya perlu dievaluasi secara reguler sebagai bentuk

akuntabilitas pelaksanaan tugas dan acuan perbaikan ke depan. Dengan hal-hal

yang telah disebutkan tersebut maka diharapkan kasus PT Lapindo Brantas, Inc

tidak terulang kembali dan kedepannya dapat tercipta tata kelola perusahaan

yang baik dengan adanya peningkatan kinerja perekonomian dan pertumbuhanekonomi yang berkesinambungan, serta mampu melindungi kepentingan

konsumen dan masyarakat.

Page 16: KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS

7/17/2019 KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-tata-kelola-pt-lapindo-brantas 16/17

16 

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. (2004). Peraturan Nomor

 IX.I.6 : Direksi danKomisaris Emiten dan Perusahaan Publik .Jakarta :

Author. 

Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. (2006). Studi Penerapan

 Prinsip-Prinsip OECD 2004 dalam Peraturan Bapepam Mengenai

Corporate Governance. Jakarta: Author.

Republik Indonesia. (1995). Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar

 Modal .Jakarta : Author.

Republik Indonesia. (2007). Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang

 Perseroan Terbatas.Jakarta : Author.

Republik Indonesia. (2001). Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 Tentang

 Minyak dan Gas Bumi.Jakarta : Author.

Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang

 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.Jakarta : Author.

Corporate Governance Task Force. (2013). Roadmap Tata Kelola Perusahaan

 Indonesia. Jakarta : Author.

Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD).(2004).

OECD Principles of Corporate Governance.

Akbar, Ali Azhar. (2007). Konspirasi di Balik Lumpur Lapindo : Dari Aktor

 Hingga Strategi Kotor . Yogyakarta: Percetakan Galangpress.

Page 17: KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS

7/17/2019 KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-tata-kelola-pt-lapindo-brantas 17/17

17 

Brantas, Inc, PT Lapindo. (2014). “Profil PT Lapindo Brantas, Inc”.

http://lapindo-brantas.co.id/id/about/profile/ (diakses pada 2 Desember

2014)

Wibisono, Yusuf. (2006, 11 Oktober). “Tragedi Lumpur Lapindo”.

https://agorsiloku.wordpress.com/2006/10/11/tragedi-lumpur-lapindo/ 

(diakses pada 2 Desember 2014)

Pertiwi, Kharisma Dharma. (2013). “Penyebab dan Dampak Lumpur Lapindo di

Porong Sidoarjo Jawa Timur ”.

http://catatanrisma.blogspot.com/2013/09/penyebab-dan-dampak-lumpur-

lapindo-di_5903.html (diakses pada 2 Desember 2014)

Wibiakso, Sunu Dipta. (2013). “Pertanggungjawaban Pidana PT Lapindo Brantas

Dalam Tindak Pidana Lingkungan”.

https://www.academia.edu/3626552/PERTANGGUNGJAWABAN_PIDA

 NA_PT_LAPINDO_BRANTAS_MUKLISIN_  (diakses pada 2 Desember

2014)

Bayoe. (2009, 9 Agustus). “Dasar Teori Casing”.

http://drilltech.blogspot.com/2009/08/dasar-teori-casing.html (diakses

 pada 1 Desember 2014)