Karya Tulis Negeri Naku
-
Upload
vio-muskitta -
Category
Documents
-
view
425 -
download
33
description
Transcript of Karya Tulis Negeri Naku
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ribuan budaya yang telah diwariskan oleh nenek moyang bangsa kita sejak
masa lampau hingga masa kini, diyakini telah menjadi faktor penentu
terbentuknya kepribadian bangsa Indonesia. Kepribadian suatu bangsa tidak
dibentuk dari unsur-unsur masa ini saja, tetapi mulai terbentuk dari masa-masa
yang telah lewat, dan berkembang dari masa kemasa sejalan dengan sikap hidup
yang dianut oleh bangsa itu.
Masa Kini adalah akibat dari perkembangan masa lalu, sedangkan masa
depan akan berkembang berdasarkan usaha-usaha masa kini. Oleh karena itu nilai-
nilai kehidupan di masa lalu harus kita gali untuk menegakan martabat kita
sekarang demi pembangunan masa depan ( Soekmono, 1982 dalam kapata
Arkeologi Mei 2007 ).
Pengetahuan tentang unsur kebudayaan masa lampau yang megah dan
agung akan dapat meningkatkan pula kebanggaan bangsa yang bersangkutan
sebagai pewaris budaya itu sendiri.
Maluku sebagai salah satu bagian dari wilayah Nusantara yang berbentuk
kepulauan menyimpan berbagai tinggalan Arkeologi yang cukup banyak dan
menarik serta tersebar pada seluruh kawasan di Maluku.
Maluku yang dikenal sebagai tanah raja-raja berasal dari kata AL-MULK,
menjadikan Maluku sebagai surga rempah-rempah bagi bangsa barat untuk datang
dan berusaha menguasai negeri ini yang diawali dengan 3 misi, diantaranya Gold,
Glory, dan Gospel. Mereka tersebar hampir di seluruh pelosok negeri ini, dan
menjadikan kota Ambon sebagai ibukota Maluku, yang dalam bahasa daerah
berarti Embun dari kata “ Nusa Yapono” ( Pattikayhatu.J.A.2009)
Kota Ambon terletak dijazirah Leitimur dan memajang melalui pesisir teluk
Ambon bagian luar dan memiliki negeri-negeri yang masih kuat dengan
kehidupan adat- istiadatnya, salah satunya yaitu negeri Naku.
1
Negeri Naku terletak pada daerah pegunungan di Jazirah Leitimur ini
menyimpan kekayaan sumber daya Arkeologi yang menarik dan kaya akan nilai
yang telah diwariskan oleh para leluhur di negeri ini.
Nilai-nilai yang ada dalam setiap tinggalan tersebut sangat penting untuk
memperkuat karakter dan pengembangan jati diri kehidupan bermasyarakat di
negeri ini. Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata
Nomor: PM.17/PR.001/MKP/2010 tertanggal 26 Januari 2010 tentang Rencana
Strategis Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Tahun 2010 – 2014, bahwa Di
dalam Buku II RPJMN tahun 2010 -2014, khususnya Bab II : Sosial Budaya dan
Kehidupan Beragama, pembangunan bidang kebudayaan diprioritaskan pada
penguatan jati diri bangsa dan pelestarian budaya yang dilakukan melalui empat
fokus prioritas. Pertama, penguatan jati diri dan karakter bangsa yang
berbasis pada keragaman budaya, dengan meningkatkan: (a) pembangunan
karakter dan pekerti bangsa yang dilandasi oleh nilai-nilai kearifan lokal; (b)
pemahaman tentang kesejarahan dan wawasan kebangsaan; (c) pelestarian,
pengembangan dan aktualisasi nilai dan tradisi dalam rangka memperkaya dan
memperkokoh khasanah budaya bangsa.
Untuk itulah maka pengembangan Tinggalan-tinggalan Arkeologi ini harus
tetap diperhatikan untuk memperkuat kehidupan berbangsa dan bernegara di
negeri ini.
Maka dari latar belakang inilah kami selaku penulis termotivasi untuk
membuat penulisan dengan judul : “ Tinggalan Arkeologi Negeri Naku Sebagai
Akses Penguatan Karakter Dan Jati Diri Bangsa “.
1.2. Masalah
Setelah tim kami melakukan penelitian di Negeri Naku, maka permasalahan
yang kami angkat dalam penulisan ini adalah :
“Bagaimanakah Tinggalan Arkeologi di Negeri Naku Dapat Menjadi
Akses Penguatan Karakter dan Jati Diri Bangsa “.
2
1.3. Tujuan dan Manfaat
1.3.1. Tujuan
Tujuan yang dapat kami simpulkan, sebagai berikut :
Memperkenalkan kembali peninggalan arkeologi yang ada di negeri Naku
yang dapat menjadi akses penguatan karakter dan jati diri bangsa.
Mengembalikan pemahaman masyarakat secara umum bahwa peningalan
arkeologi sangat bermanfaat untuk peningkatan karakter dan jati diri
bangsa.
Meningkatkan kesadaran masyarakat terlebih khusus generasi muda akan
pentingnya nilai-nilai tinggalan arkeologi yang dapat memperkuat karakter
dan jati diri anak negeri khususnya di Maluku.
1.3.2. Manfaat
Manfaat yang dapat kami simpulkan, sebagai berikut :
Meningkatkan kesadaran masyarakat negeri Naku tentang pentingnya
nilai-nilai karakter yang terkandung dalam peninggalan arkeologi.
Melestarikan peninggalan arkeologi negeri naku dalam membangun
karakter bangsa
1.4. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan yaitu studi kepustakaan dengan mengumpulkan
sumber tertulis dan informasi serta literatur yang telah tersedia. Penyelesaian
karya tulis ini melalui beberapa tahap, yaitu :
Tahap I (Persiapan)
- Membentuk tim siswa penulisan karya tulis arkeologi
- Menentukan negeri yang dituju
- Merumuskan masalah dan menentukan judul
Tahap II (Pelaksanaan)
- Melakukan observasi ke negeri Naku
- Mengumpulkan data dalam hal ini literatur dan wawancara
Tahap III (Analisis dan Penulisan)
3
BAB II
PROLOG NEGERI NAKU
2.1. Sejarah Negeri Naku
Negeri Naku mulai terbentuk pada awal abad ke-14, dan merupakan salah
satu negeri yang tertua di Jazirah Leitimor. Menurut narasumber penduduk Negeri
Naku berasal dari Pulau Jawa, Buton dan Halmahera. Pendatang pertama Negeri
Naku adalah Bori yang merupakan keturunan Ali dari pulau Jawa dan Pika
Kumbang yang berasal dari Ureng.
Negeri Naku berasal dari kata “NANAKU” atau “NANAHU” yang berarti
suatu tanda atau bukti yang memudahkan orang untuk menentukan posisi suatu
tempat dan kedudukan suatu wilayah tertinggi dari arah laut atau menandai bunyi
dentuman yang menggema keras dari suatu benda sebagai sumber berkat dari
lautan.
Tempat yang ditandai sebagai bukit yang tertinggi di wilayah Negeri Naku
adalah “HAULALUTU” yang artinya Batu Tempat Bertelut. Ini juga merupakan
sasaran utama pendatang yang kedua di Negeri Naku yaitu Pattileuw bersama
saudara-saudaranya membangun tempat tinggal. Soa Pessi dan Soa Patti secara
bersama-sama dan gotong royong perusa dimana mereka menetap ini menjadi
sebuah Aman atau negeri dan di beri nama “Naku Aman Dua” yang artinya
“Nanaku tempat diam dua soa”.
Dalam kehidupan adat Negeri Naku terdapat 3 Soa yang masing-masing
memiliki satu batu teung yang merupakan bukti kedatangan mereka di negeri
Naku, antara lain :
1. Soa Pessi dengan Teung Souwasa
Siri Lahui
Soa ini mempunyai pancaran mata
rumah yang berdiam didalamnya
mata rumah Tutulepi.
4
Gambar. 1Batu Teon Soa Pessi
2. Soa Patti dengan Teung Halalutu Palemahu.
Soa ini mempunyai pancaran mata rumah
yang berdiam didalamnya mata rumah Sou
Mahu.
3. Soa Huwae dengan Teung Toma Hua
Soulisa
Soa ini mempunyai mata rumah yang
bernama Riripelei.
Dari ketiga Soa tersebut, salah satu (Soa Huwae) sudah tidak lagi menempati
Negeri Naku. Ini dikarenakan terjadinya perpindahan tempat tinggal.
Di negeri ini juga terdapat tempat yang dikhususkan bagi anggota-anggota
clan untuk berkumpul yakni :
1. Baileuw Negeri, yaitu sebagai tempat pertemuan dan tempat memutuskan
setiap masalah yang ada dan juga berfungsi sebagai Kantor Negeri Naku.
2. Rumah Kapitan, yaitu sebagai tempat pertemuan atau tempat untuk
membuat ritual adat mula-mula.
Lambang Negeri Naku terdiri dari :
1. Warna Merah melambangkan keberanian dan kepahlawanan warga Negeri
Naku sebagai suatu respons terhadap berbagai ancaman yang datang dari
luar.
2. Warna Hijau melambangkan pohon beringin yang merupakan tanda
perlindungan terhadap Negeri Naku, selain itu juga pohon beringin ini
sebagai lambing potensi alam yang melimpah di Negeri Naku.
3. Warna Kuning melambangkan buah pala yang sudah siap dipanen.
4. Segitiga Putih melambangkan Ketulusan Hati.
5
Gambar. 3Batu Teon Soa Huwae
Gambar. 2Batu Teon Soa Patty
5. Tongkat Komando melambangkan kepemimpinan di Negeri Naku
dipimpin oleh Soa Patty.
6. Panah dan Keris melambangkan Kapitan Soa Huwae
7. Tombak melambangkan Kapitan Soa Pessi.
2.2. Sistem Pemerintahan Negeri Naku
Pada tahun 1549 Negeri Naku mulai membentuk sistem pemerintahannya.
Sistem ini dilambangkan dengan “Setir Kapal” yang artinya Pemerintahan
harus dijalankan secara bijak dan arif, dalam menghadapi setiap
permasalahan yang ada.
Sistem pemerintahan yang ada di negeri Naku dapat di lihat dari dua sisi,
antara lain :
2.2.1.Sistem Pemerintahan Adat
Sistem Pemerintahan di Naku sangat dipengaruhi oleh beberapa masa
penting, yakni masa pra masuknya pengaruh luar, seperti penguasaan
jaman kerajaan-kerajaan besar, kemudian masa ketika telah masuknya
pengaruh dari luar serta masa dimana sistem Ketatanegaraan Indonesia
berlangsung.
Negeri Naku mengalami dua masa penting yang mempengaruhi bentuk
pemerintahan negerinya. Masing-masing adalah jaman di mana
gelombang pendatang berlangsung, dan jaman pemerintahan Negara
Indonesia yang mempraktekkan Undang-Undang sistem pemerintahan
Desa dan Daerah.
6
Gambar. 4Lambang Negeri Naku
Gambar. 5Lambang Negeri Naku di
Baileuw Negeri
Sistem pemerintahan negeri adat di Naku di atur serta di pimpin oleh Latu
atau raja dan di bantu oleh sejumlah perangkat struktur lainnya, yaitu :
1. Raja atau Patti
2. Badan Saniri Negeri
3. Marinyo
4. Kewang
5. Kepala-Kepala Soa
6. Kapitan
7. Tuan Tanah
Gambar. 6Struktur Pemerintahan Adat Negeri Naku
2.2.2.Sistem Pemerintahan yang didasarkan pada Undang-Undang No 5
tahun 1974 tentang Sistem Pemerintahan Desa
Strutur pemerintahan adat negeri Naku sebagaimana digambarkan dalam
bagan di atas, selanjutnya mengalami perubahan seiiring kewajiban
implementasi Undang-Undang Nomor 32. Guna memperlihatkan adanya
perbedaan bentuk antara system pemerintahan adat dengan system
7
pemerintahan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 yang diteruskan
hingga Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Sistem
Pemerintahan Otonomi Daerah, maka berikut ini disajikan pula bagan
system pemerintahan desa di Naku (setidaknya sampai sebelum
diberlakukannya perda Negeri yang dikeluarkan oleh pemerintah Kota
Ambon).
Jumlah aparatur pemerintah desa di Naku, adalah antara lain :
1. Satu Orang Kepala Desa
2. Satu Orang Sekretaris Desa
3. Satu Orang Ketua BPD ditambah 8 orang anggota
4. Satu Orang KAUR Pemerintahan ditambah 5 orang anggota
5. Satu Orang KAUR Pembangunan ditambah 3 orang anggota
6. Satu Orang KAUR Umum
7. Satu Orang KAUR KESRA ditambah 2 orang anggota
8. Dua Orang Kepala Dusun
Gambar 7. Struktur Pemerintahan Negeri Naku Menurut UU No.5/1979 dan UU No 32/2004
8
2.3. Keadaan Geografis
Naku merupakan salah satu negeri yang terletak di daerah pegunungan
Jazirah Leitimur, tepatnya di Bagian Selatan pulau Ambon.
Secara geografis, luas wilayah Negeri Naku adalah sebesar 8 Km2. Luas
wilayah Negeri Naku terbagi atas :
1. Tanah pemukiman seluas 6 Ha
2. Tanah pertanian seluas 793 Ha
3. Tanah perkebunan seluas 972 Ha
4. Tanah pekuburan seluas 3 Ha
5. Tanah yang masih belum diolah seluas 3.846 Ha
Berdasarkan letak geografis, Negeri Naku berbatasan dengan :
1. Di sebelah Timur berbatasan dengan Negeri Kilang
2. Di sebelah Barat berbatasan dengan Dusun Mahia Negeri Urimesing
3. Di sebelah Utara berbatasan dengan Negeri Hatalai
4. Di sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Banda
2.4. Keadaan Penduduk
Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor Negeri Naku tahun 2011,
penduduk Negeri Naku berjumlah 691 jiwa dengan rincian sebagai berikut :
Berdasarkan Jenis Kelamin
- Laki-laki : 339 jiwa
- Wanita : 352 jiwa
Dari data di atas terlihat bahwa jumlah masyarakat Naku tidak terlalu banyak,
dan hampir sebagian besar penduduk Negeri Naku telah menetap di Kota
Ambon.
2.5. Keadaan Sosial dan Ekonomi
2.5.1.Keadaan Sosial
Kehidupan sosial masyarakat Negeri Naku berlangsung cukup baik, hal
ini ditandai bukan hanya oleh situasi negeri yang cukup aman di tinjau
dari aspek keamanan lingkungan, tetapi kehidupan kerukunan
9
masyarakat juga diperkaya oleh bentuk-bentuk hubungan kekerabatan
dan kerja sama di kalangan masyarakat yang cukup erat.
2.5.2. Keadaan Ekonomi
Kehidupan ekonomi masyarakat Negeri Naku tidak dapat dilepaskan dari
ketersediaan sumber kehidupan ekonominya, yaitu alam berupa hutan
dan laut.
Ada 2 sumber kehidupan ekonomi masyarakat Negeri Naku, yaitu :
1. Sumber Kehidupan Ekonomi di Darat atau Hutan.
Negeri Naku, memiliki andalan kehidupan ekonomi di darat atau hutan
berupa tanaman pohon buah-buahan, pohon rempah-rempah, maupun
umbi-umbian. Untuk pohon buah-buahan antara lain ada salak, durian,
rambutan, kecapi, lansat, duku, kakukasng (jenis buah yang serumpun
dengan lansat dan duku), jambu merah (merah muda bergaris-garis
putih), dan salah satu komoditi buah-buahan yang merupakan produk asli
Negeri Naku yaitu buah Leci (Lacin). Buah-buahan ini berbuah menurut
musim panen masing-masing jenis, dan biasanya terjadi secara tahunan.
Meski musim panen terjadi secara berbeda, tetapi masing-masing varietas
memiliki waktu berbuah dan panen yang tidak sama periodenya.
Sehingga sepanjang waktu ada saja buah yang bisa di panen untuk di
komsumsi ataupun di jual. Selain pohon buah-buahan, ada juga komoditi
lainnya, yaitu Cengkih dan Pala yang dibudi daya selama ratusan tahun.
Tabel 01: Luas Areal, Luas Panen, Hasil Produksi dan Rata-rata Produksi
‘Ubi Kayu’ di Negeri Naku
No.Luas Areal
(Ha)
Luas Panen
(Ha)
Produksi
(Ton)
Rata-Rata
Produksi
(Ton/Ha)
1 6,00 12,00 207,00 17,25
10
Tabel 02: Luas Areal, Luas Panen, Hasil Produksi dan Rata-rata Produksi
‘Ubi Jalar’ di Negeri Naku
No.Luas Areal
(Ha)
Luas Panen
(Ha)
Produksi
(Ton)
Rata-Rata
Produksi
(Ton/Ha)
1 2,00 2,00 34,50 17,25
Tabel 03 : Luas Areal, Luas Panen, Hasil Produksi dan Rata-rata Produksi
‘Kacang Tanah’ di Negeri Naku
No.Luas Areal
(Ha)
Luas Panen
(Ha)
Produksi
(Ton)
Rata-Rata
Produksi
(Ton/Ha)
1 0,25 0,50 0,56 1,30
Tabel 04 : Luas Areal, Luas Panen, Hasil Produksi dan Rata-rata Produksi
‘Jagung’ di Negeri Naku
No.Luas Areal
(Ha)
Luas Panen
(Ha)
Produksi
(Ton)
Rata-Rata
Produksi
(Ton/Ha)
1 1,00 1,00 1,50 1,50
2. Sumber Kehidupan Ekonomi di Laut.
Selain mata pencaharian di darat yaitu bakabong (berkebun) yang biasa
disebut oleh orang Ambon, ada juga mata pencaharian lain dari penduduk
Negeri Naku yaitu di Laut. Untuk melaut, masyarakat melakukannya
dengan sarana perahu dan jaring. Awalnya, masyarakat melaut dengan
cara tradisional yakni cara “Panggayo” yakni gaya dorong yang
memungkinkan perahu dapat maju ke depan, sementara bagian tengah
hingga ujung atas kayu tersebut di potong seukuran genggaman tangan
nelayan, dengan ujung atas sedikit lebih lebar dari tengah. Teknologi
sederhana dan tradisional ini, belakangan mulai diganti fungsinya dengan
11
motor tempel (sering disebut dengan ketinting). Berkaitan dengan hasil
penangkapan ikan dari laut, ada sistem pembagian hasil tangkapan yang
diatur di antara nelayan. Pembagian ini sangat memperhitungkan peran
pembagian kerja dan pemilikan sarana seperti pemilik perahu, pemilik
jaring tangkap maupun pemilik bagan yang biasanya berbentuk
organisasi. Ada presentasi tertentu yang disepakati di kalangan para
nelayan, sehingga penjualan hasil tangkapan juga dibagi dengan
presentasi yang sama.
2.6. Keadaan Budaya Masyarakat Negeri Naku
Kebudayaan sehari-hari masyarakat Naku ditandai oleh berbagai bentuk,
mulai dari pemeliharaan pranata-pranata adat, situs-situs kebudayaan hingga
aktivitas masyarakat.
Di Negeri Naku setidaknya ada terdapat tiga bangunan penting yang
mencirikan eksistensi kebudayaan masyakarat. Ketiga bangunan tersebut adalah
Baileuw (Baeleo), Rumah Raja serta Rumah Kapitan atau Rumah Tua. Khusus
untuk rumah Kapitan (Rumah Tua), telah ditetapkan oleh Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Provinsi Maluku sebagai bangunan yang masuk dalam kategori
Cagar Budaya. Penetapan ini berimplikasi pada pembiayaan perawatannya oleh
Pemerintah Provinsi Maluku.
Naku sangat terkenal dalam hal memainkan alat musik “Tifa dan
Totobuang”. Jenis musik ini terdiri dari dua jenis alat musik pukul. Musik Tifa
dan Totobuang biasanya digunakan pada acara penting atau perayaan di negeri
12
Gambar. 8Nelayan yang sedang memperbaiki Jaring
Gambar. 9Perahu yang digunakan untuk melaut
Naku. Selain alat musik Tifa dan Totobuang ada juga Tari Lenso, dan Tari
Cakalele yang melukiskan sejarah peperangan oleh para Kapitan dan masyarakat
negeri Naku di waktu lampau.
Selain bangunan, alat musik dan tarian adat, ada juga pola-pola perilaku
hidup yang mencerminkan eksistensi kebudayaan yang dipraktekkan sejak lama
secara turun temurun di Naku, misalnya dalam hal perkawinan. Dalam
perkawinan, dikenal kawin masuk dan kawin keluar. Kawin masuk adalah
perkawinan yang terjadi antara perempuan yang bukan anak asli Negeri Naku
dengan laki-laki asli Negeri Naku. Pernikahan ini dimulai dengan prosesi masuk
minta yang dilakukan keluarga laki-laki. Sesudah itu baru pernikahan dilangsukan
dengan suatu acara adat dan acara agama dalam hal ini gereja. Jika yang kawin
adalah anak perempuan asli Negeri Naku maka itu dikenal dengan istilah kawin
keluar.
2.7. Potensi Tinggalan Arkeologi Negeri Naku.
Arkeologi adalah ilmu yang mempelajari sistem kebudayaan manusia masa
lalu melalui kajian sistematis atas dasar data bendawi yang ditinggalkan. Kajian
sistematis meliputi penemuan dokumentasi analisis dan interpretasi berupa artefak
(budaya bendawi seperti kapak, batu dan bangunan) dan ekofak (benda
lingkungan seperti batuan, rupa muka bumi dan fosil) maupun fitur/artefaktur
yang tidak dapat dilepaskan dari tempatnya (situs arkeologi).
Selaras dengan pengertian arkeologi, maka penulisan kami mengkaji tentang
tinggalan-tinggalan sebelum masa penjajahan dan setelah masa penjajahan bangsa
Portugis dan Belanda. Tinggalan tersebut dibagi dalam dua kurun waktu, yaitu
sebelum penjajahan dan setelah masa penjajahan Portugis dan Belanda.
Beberapa Peninggalan sebelum masa Penjajahan bangsa Eropa yang masih
ada sampai sekarang, yaitu :
1. Rumah Tua atau Rumah Kapitan (Soa Pessy)
2. Tempat Sirih Soa Pessi
3. Perigi Wai Lili Lesi laka Putih Soa Patty
4. Batu Saniri
13
5. Batu Teon
6. Batu Tempat Makan Anjing
7. Batu Tempayang
8. 4 buah Tombak
9. 2 buah Kapseti (Topi Perang) untuk Kapitan dan Malesi
10. 2 buah Salawaku (Perisai)
11. 1 buah Parang
12. 1 buah Kompor (Tungku)
13. 1 buah Kapak
14. 1 buah Kuli Bia
15. 1 buah Kendi (ceret) yang berisi air
16. 1 buah Piring Makan
17. Tali Kain
18. Jimat (Pakatang)
Beberapa Tinggalan dari Jaman Portugis dan Belanda, yang masih ada
sampai sekarang yaitu :
1. Rumah Raja
2. Baileuw Negeri Naku
3. Lampu Gantung
4. Meja Rias Marmer
5. Meja Marmer
6. Peralatan Makan
7. Piring Tujuh Susun (piring tua)
8. Gelas Sloki berwarna
9. Baki
10. Kunci Rumah Raja
11. Tegel Rumah Raja
Dari hasil observasi yang dilakukan, dapat diperoleh informasi bahwa
sumber daya arkeologi yang ada di Negeri Naku bisa dijadikan referensi yang
menunjang karya tulis yang kami buat, karena di Negeri itu terdapat banyak
peninggalan-peninggalan bersejarah. Selain itu, walaupun para pelaku sejarah
14
telah tiada, namun riwayat benda-benda tersebut tetap dijadikan warisan kepada
anak cucu Negeri Naku dan mengandung nilai bagi pengembangan jati diri
bangsa.
15
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Nilai Yang Terkandung Dalam Tinggalan Arkeologi Di Negeri Naku
Pengetahuan tentang unsur kebudayaan yang megah dan agung, dapat
meningkatkan kebanggaan suatu bangsa sebagai pewaris kebudayaan tersebut,
serta yang dikaitkan dengan keagungan masa lampau. Tinggalan arkeologi
merupakan unsur kebudayaan yang memiliki nilai sejarah dan diwariskan menjadi
sumber daya budaya yang unik serta menjadi modal dalam menguatkan karakter
dan jati diri bangsa. Salah satunya terdapat di Negeri Naku yang merupakan aset
bagi pembangunan karakter dan jati diri masyarakat setempat. Banyak nilai
kehidupan yang dapat digali dari setiap benda-benda tinggalan arkeologi tersebut,
diantaranya :
1. Nilai Persatuan
Yang dapat tercermin dalam tinggalan :
Rumah Tua
Salah satu bangunan yang memiliki arti penting bagi kehidupan
masyarakat Negeri Naku adalah
Rumah Tua atau Rumah Kapitan.
Rumah ini telah berdiri sejak abad ke-
14 dan berusia sekitar 600 tahun.
Rumah tua Negeri Naku saat ini telah
melewati tahap renovasi yang
dilakukan oleh Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi
Maluku karena dianggap sebagai
salah satu bangunan yang masuk
kategori cagar budaya.
Yang unik dari rumah tua ini adalah bentuknya yang menyerupai limas
dengan daun pintunya yang merupakan daun ganda, dilengkapi beberapa
16
Gambar. 10Rumah Tua / Rumah Kapitan
kamar didalamnya serta sebuah lemari untuk menyimpan perlengkapan
Tuan Bori (Kapitan) dan Malessi. Perlengkapan itu antara lain :
1. Tombak
Ada tiga buah tombak di dalam rumah tua atau rumah kapitan, dimana
tombak yang besar adalah milik Kapitan dan yang satu milik Malessi
(Panglima atau Pengawal Kapitan). Sedangkan yang satunya lagi
disimpan di rumah tua sebagai cadangan.
2. Salawaku
Salawaku digunakan sebagai penangkis serangan pedang lawan.
3. Parang
Parang digunakan dalam perang untuk melawan musuh
4. Tempat Bakar Dupa/Kemenyaan (Kompor)
Digunakan pada saat Kapitan, Malessi dan bala tentara akan berperang.
Sebelum pergi berperang, mereka melakukan upacara ritual persiapan
perang dengan mandi dan menggunakan minyak pada tubuh. Selama
mereka berperang, dupa tidak boleh mati.
5. Ceret tempat air minum
Digunakan oleh Malessi dalam mempersiapkan air bila Kapitan dan
bala tentara kehausan.
6. Tahuri atau Asahuri (Kulibia)
Digunakan dalam ritual dengan keyakinan memanggil para leluhur dan
sebagai kode atau tanda keadaan negeri pada saat perang atau
melakukan ritual adat.
7. Topi yang terbuat dari baja untuk Kapitan dan Malesi (Panglima)
Digunakan oleh Kapitan dan Malessi dalam berperang yang di atasnya
terdapat bulu ayam putih yang melambangkan kesucian dan kebenaran
dalam mempertahankan negeri.
Selain itu, rumah tua ini biasanya digunakan sebagai tempat tinggal
kapitan dan tempat untuk berkumpul dalam melakukan ritual adat.
Tinggalan arkeologi ini memberi pelajaran tentang pentingnya nilai
Persatuan agar masyarakat Maluku terlebih khusus generasi muda negeri
17
ini lebih mementingkan kepentingan bersama dibanding kepentingan
pribadi untuk bersatu manggurebe maju dalam menyelesaikan berbagai
masalah yang dihadapi oleh negeri ini .
2. Nilai Kekeluargaan
Nilai yang terkandung dapat dilihat dalam tinggalan :
Tempat Sirih
Masyarakat Maluku memiliki kebiasaan makan sirih pinang yang
dilakukan hingga saat ini. Sirih pinang diletakan di sebuah wadah yang
disebut Tampa Sirih digunakan dalam setiap upacara adat. Tempat sirih
ini juga dimiliki oleh masyarakat Negeri Naku yang dimanfaatkan untuk
meletakan sirih pinang serta memakan sirih pinang tersebut secara
bersama-sama. Dari situlah timbul nilai kekeluargaan yang telah
diwariskan oleh para leluhur di negeri ini..
Tempat sirih di Negeri Naku terdiri atas dua, yaitu :
a. Tempat sirih yang berada di rumah raja
b. Tempat sirih milik Soa Pessi yang berada rumah tua
18
Gambar. 11Tempat Sirih Di Rumah Raja
Gambar. 12Tempat Sirih Soa Pessi
Tinggalan arkeologi ini mengandung arti tentang hubungan persaudaraan
dan kekerabatan atau kekeluargaan yang baik dan dapat dijadikan sebagai
instrumen perekat dalam membangun hubungan kehidupan orang basudara
di negeri yang tercinta ini seperti falsafah hidup orang basudara yang
terkenal “ Potong di Kuku rasa di Daging” atau “ Ale rasa beta rasa “.
Sehingga tercipta suatu kehidupan yang tentram, damai dan harmonis
dalam kehidupan masyarakat di Negeri Naku.
3. Nilai Musyawarah dan Mufakat
Batu Saniri
Tinggalan arkeologi yang menggambarkan nilai musyawarah dan mufakat
adalah batu saniri. Sesuai
dengan namanya “Saniri”
yang berarti pertemuan
maka, batu saniri ini
digunakan sebagai tempat
pertemuan untuk musyawarah
oleh para leluhur seiring
terbentuknya sistem
pemerintahan di Negeri Naku.
Nilai ini telah dijalankan oleh para leluhur dari dulu, dan diharapkan nilai
ini dapat terus dilestarikan serta diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,
sebagai upaya penyelesaian setiap permasalahan yang terjadi dalam
masyarakat. Terkhususnya, generasi muda negeri ini.
19
Gambar. 13 Batu Saniri
4. Nilai Hukum dan Pemerintahan
Tinggalan yang tercermin adalah :
Baileuw
Baileuw adalah salah satu bangunan adat di daerah Maluku yang menjadi
khasana budaya orang Maluku, tentunya mempunyai arti dan makna
tersendiri bagi masyarakat setempat. Salah satunya adalah Baileuw Negeri
Naku. Saat ini, Baileuw Negeri Naku telah berumur 134 tahun. Nama
Baileuw ini sebenarnya ada, namun tidak boleh diberitakan bagi
masyarakat secara umum karena dianggap memiliki kekuatan magis.
Baileuw selain digunakan sebagai kantor pemerintahan, juga sebagai
tempat untuk musyawarah dan tempat menyelesaikan masalah
menggantikan batu saniri. Dari tinggalan ini masyarakat dapat belajar
tentang bagaimana menjalankan Hukum dan Pemerintahan yang adil serta
bijaksana sesuai dengan kehendak Tuhan. Yang tergambar pada sebuah
symbol “Setir Kapal” yang berada di Baeleuw Negeri Naku, serta sebuah
kutipan Firman Tuhan, yang terdapat dalam Filipi 4 : 13, yang berbunyi
“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi
kekuatan kepadaku”. Sistem pemerintahan dan hukum ini telah
dijalankan oleh para leluhur sejak dulu kala, terutama pada saat masuknya
Injil di Maluku terlebih khusus di Negeri Naku.
20
Gambar. 14 Baeleuw Negeri Naku
5. Nilai Komunikasi
Tifa dan Tahuri
Alat tradisional lainnya yang menjadi tinggalan Negeri Naku adalah TIFA
dan TAHURI. Yang mempunyai kegunaan bagi masyarakat dan
pemerintah sebagai alat komunikasi.
a. Tifa terbuat dari Kulit Kambing yang berumur 134 tahun, hampir sama
dengan umur Baileuw.
Biasanya, tifa digunakan
untuk mengumpulkan
masyarakat Naku dalam
suatu pertemuan,
mengumumkan suatu hal
penting, maupun untuk
sesuatu yang bersifat
darurat.
b. Sedangkan Tahuri biasanya
digunakan dalam acara ritual untuk
memanggil para leluhur dan
sebagai kode atau tanda keadaan
Negeri pada saat perang atau
melakukan ritual adat.
Dari tinggalan arkeologi tersebut dapat diambil pelajaran bahwa
komunikasi yang baik sangat penting dalam kehidupan sehari-hari untuk
berinteraksi secara individu maupun antar masyarakat, agar terjadi
kerjasama, keserasian, dan mencegah konflik dalam lingkungan
masyarakat, sehingga maksud dan tujuan yang ingin dicapai dapat
terwujud dengan baik.
21
Gambar. 15 Tifa
Gambar. 16Tahuri (Kulibia)
3.2. Tinggalan Arkeologi Di Negeri Naku Sebagai Akses Penguatan Karakter
Dan Jati Diri Bangsa.
Perkembangan zaman yang sudah semakin maju memberikan dampak
positif dan negatif bagi pembentukan karakter seluruh lapisan masyarakat.
Khususnya bagi generasi muda yang masih labil dan cepat terpengaruh
bahkan sulit menemukan akses penguatan karakter dan jati diri bangsa . Ada
istilah anak muda diambil dari kata “mudah” artinya yang mudah
dipengaruhi, mudah ditipu dan mudah untuk dipermainkan. Semua itu
tercermin dari arus globalisasi yang begitu cepat merasuk ke dalam
masyarakat terutama di kalangan generasi muda, hingga membuat banyak
anak-anak muda kehilangan kepribadian bahkan jati dirinya sendiri.
Sampai sekarang dalam pembentukan karakter bangsa aspek spiritualisme
masih diabaikan. Kondisi ini menyebabkan pembangunan karakter berbangsa
dan Negara seperti kehilangan orientasi dan jati diri. Padahal spiritualisme
memiliki kontribusi besar dalam pembentukan karakter keIndonesiaan yang
tangguh.
Demikian diungkapkan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi
Universitas Negeri Yogyakarta (FISE UNY) Sardiman, AM. M.Pd, Kamis
(18/8) berkait seminar nasional di Ruang Ki Hajar Dewantara FISE UNY,
Seminar bertema “Membangun Spiritualisme Dalam Rangka Penguatan
Jati Diri Dan Karakter Bangsa’’.
Untuk menemukan akses penguatan karakter serta jati diri bangsa dibutuhkan
peran serta generasi muda yang mampu mengaplikasikan peninggalan-
peninggalan arkeologi kedalam kehidupan mereka. Bukan sekedar mengikuti
arus global tetapi menoleh kembali ke belakang mengenai sumber-sumber
peninggalan leluhur kita yang masih ada hingga kini. Maka perlu adanya
kesadaran di dalam diri kita masing-masing untuk menyikapi hal itu dengan
baik.
Untuk sadar saja memang harus belajar sehingga bisa menemukan akar
masalah untuk dicarikan solusinya. Tidak mudah untuk menyadarinya dan
membutuhkan perjuangan yang serius dan panjang.
22
Tingalan arkeologi di Negeri Naku dapat dijadikan akses penguatan karakter
dan jati diri bangsa terkhusus anak negeri naku, penguatan karakter ini dapat
dilihat dari benda-benda tinggalan arkeologi di Negeri Naku yang telah dapat
diketahui memiliki berbagai makna dan nilai kehidupan manusia masa lalu
sehingga dikatakan sangat bermanfaat bagi pengetahuan, ideologi dan
akademi. Sedangkan dari sudut terapannya berbagai peninggalan arkeologi
tersebut dapat dijadikan modal dasar untuk kegiatan pariwisata, sehingga
dapat dikatakan memiliki manfaat ekonomi. Oleh karena itulah dikatakan
bahwa jati diri bangsa ditentukan oleh identitas budaya yang ditunjang oleh
kesadaran sejarah. Istilah identitas atau jati diri merupakan konsep
subjektifitas yang terkait erat secara utama pada personafikasi diri seseorang,
kelompok sosial, atau suatu bangsa. Identitas anak negeri Maluku menuju
pada inti keuniversalan dan keabadian yang dimilikinya dari semua realitas
yang ada. Identitas diri anak negeri tersebut, secara substantif, membentuk
apa yang namanya jati diri yang tidak lain adalah produksi spesifik dari
kebudayaannya yang bersifat kontekstual dan menyejarah. Bertanya tentang
identitas atau jati diri anak Negeri Naku berarti bertanya tentang bagaimana
anak negeri Naku dapat mempertahankan nilai-nilai budaya di Negeri Naku
yang nampak dari tingalan arkeologi yang ada.
3.3. Hasil Yang Diharapkan
Sejalan dengan tujuan penulisan yang kami lakukan maka ada beberapa hal
penting yang menjadi harapan kami kedepannya sehubungan dengan
pembangunan Negeri Naku.
Pemerintah Daerah dan dinas terkait diharapkan dapat mengembangkan
benda-benda arkeologi di Negeri Naku sebagai akses penguatan
karakter dan jati diri generasi muda.
Kesadaran masyarakat untuk menjaga dan melestarikan peninggalan-
peninggalan tersebut.
23
3.4. Cara Pencapaian Hasil
Ada beberapa tahapan yang kami lakukan dalam proses pencapaian hasil,
diantaranya bekerja sama dengan pemerintah dan masyarakat setempat dalam
menggalih informasi tentang Negeri Naku dan Tinggalannya. Tinggalan
arkeologi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai daya tarik utama bagi
wisatawan dan secara tidak langsung dapat membuka lapangan pekerjaan
bagi masyarakat setempat, sebagai pemandu wisata dalam memperkenalkan
tinggalan arkeologi. Disamping itu tinggalan arkeologi dapat dijadikan
sebagai sarana dalam penguatan karakter dan jati diri bangsa serta motivasi
dalam peningkatan pendidikan masyarakat.
24
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang kami lakukan maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Naku merupakan salah satu Negeri yang kaya akan tinggalan-tinggalan
arkeologi, yang tidak hanya sekedar menunjukan sebuah konsistensi
budaya yang bersifat partikular dan berdiri sendiri tetapi saling menopang,
saling menyapa dan saling menghidupkan (sinteis sipolar) dalam sebuah
bangunan kebudayaan yang kokoh dan memperkaya khazanah budaya
anak negeri.
2. Tinggalan arkeologi di Negeri Naku memiliki nilai-nilai yang dapat
dijadikan sebagai Akses Penguatan Karakter dan Jati Diri dari Generasi
Muda seperti Nilai Kekeluargaan, Nilai Persatuan, Musyawarah dan
Mufakat, Hukum dan Pemerintahan serta nilai Komunikasi.
3. Tinggalan Arkeologi di Negeri Naku dapat menjadi akses penguatan
Karakter dan Identitas Jati bagi generasi Muda di Maluku.
4. Belum adanya perhatian khusus dari Pemerintah Kota dan Dinas terkait
terhadap benda-benda tersebut.
4.2. Saran
1. Pemerintah Kota dan Dinas diharapkan dapat memperhatikan tinggalan-
tinggalan arkeologi yang ada di Negeri Naku.
2. Perlu adanya kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai-nilai arkeologi
yang terkandung dalam tinggalan-tinggalan tersebut.
3. Perlunya sosialisasi kepada masyarakat mengenai tinggalan-tinggalan
arkeologi yang ada pada Negeri Naku.
4. Kiranya makin jelas pewarisan budaya dalam konteks kebudayaan
khususnya di Negeri Naku yang bertujuan untuk menumbuhkan integritas
diri, kematangan eksistensi, kesegaran jiwa, inovasi budaya, konsistensi
jatih diri dan keluhuran hidup anak Negeri Naku di dalam sebuah fondasi
eksistensi yang kokoh.
25
GLOSARIUM
1. Adat : Aturan yang lazim di turut atau dilakukan sejak dahulu kala
2. Aktualisasi : Benar-benar ada (terjadi)
3. Al-Mulk : Tanah raja-raja
4. Artefak : Benda-benda yang sederhana yang menimbulkan kecakapan
kerja manusia (terutama pada zaman dulu yang ditemukan melalui
penggalian arkeologi)
5. Baileuw : tempat musyawarah
6. Bendawi :
7. Cakalele : Tarian yang melambangkan sejarah peperangan
8. Ekofak :
9. Eksistensi : Ada atau keberadaan
10. Falsafah : Anggapan, gagasan dan sikap batin yang umum yang
dimiliki oleh orang atau masyarakat
11. Gold : kekayaan
12. Gospel : agama
13. Glory : kejayaan
14. Haulalutu : tempat bertelut
15. Ideologi : kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat
yang memeberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup
16. Inovasi : pemasukan atau pengenalan hal-hal baru atau pembaharuan
17. Jazirah : tanah yang menganjur ke laut seakan-akan merupakan pulau
atau semenanjung
18. Kapitan : panglima perang
19. Kapseti : topi perang
20. Kearifan : kebijaksanaa, kecendekian
21. Ketinting : perahu yang menggunakan mesin
22. Keuniversalan : umum (berlaku untuk semua orang atau untuk seluruh
dunia)
26
23. Kewang : polisi adat
24. Khasanah : barang-barang milik, harta benda, kekayaan
25. Konstitensi : ketetapan dan kemantapan atau pertahanan suatu material
terhadap perubahan bentuk atau perpecahan
26. Kontekstual : bagian suatu uraian atau kalimat yang mendukung atau
menambah kejelasan makna
27. Kontribusi : sumbangan
28. Malessi : pengawal atau wakil dari panglima
29. Marinyo : pesuruh atau informan
30. Menyejarah :
31. Nanahu atau Nanaku : tempat yang dipandang dari jauh
32. Nusa Yapono : pulau yang tertutup oleh embun
33. Pakatang : jimat
34. Panggayo : mengayuh perahu
35. Partikular : system yang mengutamakan kepentingan pribadi diatas
kepentingan umum
36. Pati : raja atau perwira tinggi
37. Personafikasi :
38. Salawaku : perisai
39. Saniri : struktur pemerintahan negeri
40. Sloki : gelas minum yang kecil
41. Soa : perwakilan marga
42. Spiritualisme : aliran filsafat yang mengutamakan kerohanian atau ia
menumpahkan perhatian kepada ilmu-ilmu gaib seperti mistik.
43. Subjektifitas :
44. Substantif :
45. Tahuri atau Asahuri : kuli bia
46. Tampa sirih : tempat menaruh sirih
47. Teung : mata rumah
48. Tifa : alat musik pukul
49. Totobuang : alat musik pukul
27
DAFTAR PUSTAKA
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan RI Jakarta, Perum Balai Pusta, Jakarta.1988.
Liliwery, A. 2003. Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya.
LKiS, Yogyakarta.
Nugroho, Alois. A. 1990. Manusia dan Kebudayaan. Jakarta, Gramedia.
Pasalbessy Hendry Nofry - Negeri Naku ( Dalam konteks Etnografi).
2010.
Pattikayhattu, J.A, Kapata Arkeologi Mutiara Arkrologi Peranan Sumber
daya Budaya bagi pembangunan daerah Maluku, Edisi Khusus, Mei
2007.
Pattikayhattu, J.A, Sekilas Sejarah Kota Ambon dan Provinsi Maluku,
PT.Citra Adi Paramita, Jogjakarta, 2008.
Watloly Aholiab, Bangkitnya Mesin Eksistensi Anak Negeri Maluku
Baru, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2005.
Jay/Sarihttp://www.uny.ac.id/berita/fise/seminar-nasional-fise-uny-–-
skh-kr-bahas-spiritualisme-penguatan-jati-diri.
Organisasi.Org/Pentingnya-Komunikasi-Dalam-Kehidupan-Sehari-
Hari-Pengertian-Arti-Definisi-Manfaat-Dan-Masalah.
28