KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG AKIBAT PERUBAHAN …
Transcript of KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG AKIBAT PERUBAHAN …
1
KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG AKIBAT PERUBAHAN
KANDUNGAN KADAR AIR
Oleh :
Ir. A.A. Ketut Ngurah Tjerita, MSc.
NIP. 195312311986021003
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2018
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa /Ida
Sang Hyang Widhi Wasa, karena hanya berkat rahmat-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan penelitian ini dengan judul Karakteristik Tanah Lempung
Akibat Perubahan Kandungan Kadar Air.
Kondisi tanah di-alam ini selalu mengalami perubahan volumetric
pada saat menerima siklus pembasahan dan pengeringan, terutama tanah
lempung . Pada saat siklus pembasahan vori tanah akan berkurang akibat
masuknya air kepori-pori tanah sehingga pada saat kadar air yang maksimum,
akan terjadi perubahan volume maksimum disebut kondisi tanah jenuh air
(saturated), dimana pada saat itu kekuatan tanah lempung hilang.
Penelitian ini bermaksud untuk memberikan gambaran tentang
mekanisme pengaruh siklus pembasahan dan pengeringan yang berakibat
terjadi nya kekuatan tanah lempung menurun/hilang pada saat pembasahan
dan naik / besar pada saat pengeringan yang berpengaruh pada stabilitas
konstruksi bangunan
Saya menyadari masih banyak sekali kekurangan dalam penelitian ini
dan tentunya masih jauh dari kata sempurna, untuk itu saya mengharapkan
saran dan kritik yang sifatnya membangun. Akhir kata saya mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah mendukung saya dalam
menyusun penelitian ini .
Denpasar , September 2018
Penulis
3
KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG
AKIBAT PERUBAHAN KANDUNGAN KADAR AIR
ABSTRAK
Suatu pekerjaan eksperimen dilakukan untuk memperkirakan sifat
volumetric tiga tanah kaolinite, Marl (lempung, gampingan, lanau) dibawah
pengaruh perubahan kandungan kadar air akibat siklus pengeringan-
pembasahan. Pengukuran serentak kadar air dan perubahan volume dan
penggambarannya dalam bidang (e-u-w-sr) yang diberikan, untuk setiap nilai
Uc kondisi material lengkap dan dalam keadaan jenuh, untuk teknik
persiapan yang berbeda. Selain itu, perbandingan antara alur pengeringan-
pembasahan dan alur kompressi-dekompressi oedometrik atau isotrop
menunjukkan ekivalen antara pengaruh kapiler dan tegangan mekanikal.
I. PENDAHULUAN
Masalah yang dijumpai dalam perhitungan kosolidasi menurut teori
koonsolidasi, selalu memberi anggapan bahwa tanah dalam keadaan jenuh
sempurna. Pada kenyataannya tanah tidak selalu jenuh air. Penurunan
formula untuk tanah tidak jenuh air sangatlah kompleks dan sulit, namun
beberapa anggapan dan pendekatan untuk kemudian didekati dengan tanah
jenuh air nampaknya memberikan hubungan sampai pada kondisi batas susut
(shringkage limit) tanah yang bersangkutan. Percobaan experimental dengan
memberikan tekanan mekanik pada cendometer serta membandingkannya
dengan memberikan tekanan kapiler, yang berrarti membandingkan tekanan
dalam keadaan jenuh air dan tidak jenuh air.
Percobaan cedemeter yang secara klasik memberikan perameter indek
kompresi (Cc) ternyata hamper identik dengan parameter indek pengeringan
“Cc” dalam keadan tidak jenuh air.
Menurut Teori Terzaghi, besarnya tegangan efektif adalah ’ = - U;
U angka pori didalam fluida.
Dalam keadaan tidak jenuh sempurna maka ada tarikan air/suction
sehingga besarnya tegangan pori menjadi negative.
4
Tingkat besarnya tegangan pori negative ini menurut hukum
LAPLACE, bertalian erat dengan tegangan permukaan air yang dipengaruhi
oleh besarnya jari-jari butiran material. Semakin kecil jari-jari butiran, maka
semakin besar efek kapilaritasnya.
Para ahli pertanian juga mempelajari pengaruh kapilaritas dalam
kaitannya dengan kekuatan hisap tanah, yang didefinisikan dengan PF.
PF = log S = log Uc
S = kolom air dalam cm yang mampu dihisap
Uc = Ua – Uw
Beberapa riset tentang tanah tidak jenuh air oleh para ahli geoteknik
dan agronomi dimulai oleh : CRONEY 1960, COLEMAN 1961,
VERBRUGGE 1974, TESSIER 1979, DANIEL 1983, yang diikuti dengan
membandingkan percobaan cedometer sebagai tekanan mekanik oleh
JENNINGS 1960, BLIGHT 1966, BISHOP 1963, BORDEN 1969,
FREDLUND 1977, sehingga BISHOP memberikan persamaan tegangan
efektif menjadi :
’ = ( - Ua) + X Uc
dan oleh Mohr-Coulomb, diekspresikan sebagai :
= C’ + ( - Va) tg ’ + (Uc) tg b
Percobaan yang dilakukan disini merupakan pendekatan dalam
penelitian terhadap bahan kaolonite, lanau, dan marls (lempung gampingan)
pada saat menerima siklus pengeringan (drainage) dan pembasahan
(humidification) dengan menempatkan material, ke dalam alat percobaan.
II. BAHAN DAN HASIL PERCOBAAN
II.1 Peralatan Yang Digunakan serta Bahan Percobaan.
5
Percobaan yang dilakukan pada tanah tidak jenuh air yaitu dengan
melakukan pengurangan tekanan air, Uw atau menaikkan tekanan udara, Ua.
Cara pertana yang dapat dilakukan pada alat tensiometer dimana air dalam
keadaan ditarik dibandingkan udara, dalam tekanan atmosfir. Namun cara ini
hanya sampai tekanan + 10 KPa.
Contoh dimasukkan ke dalam desikator dengan garam basah di dalamnya
seperti pada tabel berikut dibawah ini :
Cairan Basah Dari Tekanan Kapiler
CUSO4, 5Hzo 1,6 Mpa
ZnSO4, 7Hzo 12,6 Mpa
Kcl, 22,4 Mpa
NaCl, 22,1 Mpa
Na NO2, 60,3 Mpa
Ca Clz, HzO 58, 5 Mpa
HzSO4 (dzi, 81) 398,1 Mpa
Cara kedua dengan memberikan tekanan udara sehingga memberikan
tekanan Uc, dengan memperhatikan kemampuan membrane dalam menahan
tekanan udara sehingga hanya sejumlah air tertentu saja yang dapat keluar.
Untuk membrame kaca kasar dapat mencapai tekanan 20 KPa dan dengan
membrame “Cellulisique Visking” dapat mencapai 1.500 KPa. Untuk tekanan
kapiler > 1500 KPa dipakai cara yang ketiga, yaitu dengan menempatkan
contoh pada desikator dengan kelembaban tertentu yang karena adanya
cairan garam basah didalamnya, sehingga uap kelembahan tersebut membawa
tekanan yang dapat diekspresikan menurut hukum KELVIN.
KT ln P’ / P – 2.A.M / R
M = masa molekuoler
= berat isi
A = tegangan tarik
K = konstanta BOLTSZMANN
T = temperature
6
P & P = tekanan uap liquit, masing-masing untuk di atas permukaan datar
dan diatas permukaan bulat dengan jari-jari R
II. 2 Persiapan Contoh Terganggu
Contoh yang terganggu disxediakan berupa pasta dengan kadar air
awal 1,2 s/d 1,5 kali dari batas cairnya. Untuk tanah kaolinite dikonsolidasi
melalui pengeringan sebagian di dalam tabung sampai harga Uc = 1500 KPa
atau melalui batas maksimum denga memaksiumumkan kedalam oven sampai
dengan nilai Uc = 1000 KPa.
III. HASIL DAN DISKUSI
III. 1 Perbandingan Percobaan Pengeringan dan Pembasahan dan
Kompressi Oedometer.
Kurva 1 dan 2 dalam grafik menunjukkan pengeringan dan
pembasahan digambar dalam skala angka pori dan logaritma tegangan kapiler
Uc, dan dilain pihak kompresi dan dikompresi tekanan oedometer dan
tekanan isotrop terhadap contoh kaolinite dan lempung gampingan fungsi
tegangan rata-rata.
P = (2’ + 23
’ ) / 3
Dalam tes oedometer tegangan ’3 = Ko ’
1 dihitung setelah harga Ko’
diukur, untuk lempung gampingan terkonsolidasi normal Ka = 0,3 dan untuk
kaolinite dengan menggunakan rumus JAKY Ko = 0,5. Kondisi awal kedua
bahan tersebut adalah sama artinya kadar air 1,2 – 1,5 batas cair.
Dapat dinyatakan bahwa pada kondisi jenuh kurva pengeringan dan
pembasahan mempunyai alur yang sama pada kurva oedometer dan isotrop
melebihi tekanan prakonsolidasi atau batas elastis, kurva menunjukkan linier
yang menandakan suatu kondisi tidak reversible dimana dapat ditentukan
indek pengeringan. Dalam kondisi elastic didefinisikan sebagai indek
pembasahan. Untuk kedua bahan tanah tersebut garisnya selaluo parallel,
sehingga indek yang koresponden sama.
Untuk tegangan yang sama diberikan, angka pori pada oedometer
terletak lebih kecil atau sama dengan angka pori pengeringan, sedangkan
untuk tekanan isotrop memberikan nilai lebih besar.
7
Pada kondisi dimana contoh dalam kondisi jenuh air, kenaikkan
tegangan maupun kenaikkan tekanan kapiler menunjukkan penurunan angka
pori yang sama, sehingga jika melihat teori BISHOP yang menyatakan
tekanan efektif tergantung dari tekanan air pori atau tekanan kapilernya, serta
pengaruhnya terhadap perubahan volume, yaitu dengan menyatakan x = 1
untuk tanah jenuh sempurna Sr = 1000x.
LANAU LEMPUNG
GAMPINGAN KAOLINNITE
Dolomitet Kaolinite
Calcite 48-68% 100%
Mineral Anhydrite + Gipa
19-22%
Lempung 16-
21%
Granulometri
< 80 m 98% 90 – 95% 100 %
< 2 13% 5 – 10% 75%
D60 / D10 27 4 11
Limit Atterberg
WL 27% 34 – 36% 20%
WP 20% 21-24% 30%
IP 7% 13% 31%
Specific gravity 2,70 2,75 2,65
- Kaolinite yang digunakan merupakan tepung yang kemudian dibuat pasta.
- Lempung gampingan (Marls) yang tersementasi sangat kuat pada kondisi
aslinya digunakan dalam keadaan sudah terganggu maupun tidak
terganggu.
- Lanau yang cukup plastis.
8
Gambar 1. Perbandingan pengeringan – pembasahan (m) dan alur kompressi
dan dekompressi oedometer (A) atau tekanan isotrop (e) untuk kaolinit jenuh
sempurna
Gambar 2 Perbandingan antara pengeringan-pembasahan (m) dan alur
kompresi-dejinioressu iedineter (A) untuk lempung gampingan jenuh
sempurna.
III.2 Pengaruh Keadaan Asli Tanah
9
Ketiga contoh tanah dipresentasikan seperti gambar 3, 4, 5. Keadaan
asli tanah terganggu dalam bentuk pasta jenuh dengan kadar air 1,2-1,5 kali
batas cair. Setelah itu melewati masa pengeringan dan kemudian
pembasahan. Harus dicatat bahwa perubahan volume sangat dipengaruhi oleh
tekanan kapiler. Juga terlihat tidak ada kurva histeristis untuk angka pori
fungsi kadar air dan derajad saturasi fungsi kadar air, namun histerit is terjadi
pada kurva hubungan antara angka pori (e) dan derajat saturasi (sr) fungsi
dari tekanan kapiler. Hal ini menunjukkan bahwa pada kondisi awal,
hubungan antara angka pori dan kadar air tidak tergantung pada alur
pengeringan dan pembasahan berikutnya, tekanan kapiler tertentu tanah
masih dalam keadaan jenuh. Kenyataan menunjukkan pada saat pengeringan,
bahwa pada tekanan kapiler 26 KPa untuk lanau, 500 KPa untuk lempung
gampingan dan 900 KPa untuk kaolinite sebagai titik dimana udara masuk
dalam tanah.
Ketiga tanah menunjukkan kurva yang identik namun pada interval
tekanan pori tertentu besarnya angka pori berlainan. Sebagai contoh untuk
tanah lanau, angka pori (e) bervariasi 0,8 – 0,6 lempung gamping 0,9 pada
saat tekanan kapiler melampaui batas dari 0,1 KPa s/d 12000 MPa.
Hasil tersebut dapat dijelaskan dengan sebuah model kapiler yang
kaku, ditempatkank secara tegak. Seandainya tinggi contoh relative lebih
tinggi dibandingkan tarikan kapiler terhadap air, maka niveau air akan
terstabilisasi pada ketinggian tertentu menurut hukum JURIN.
Hmax = 2A cos / u r
u = berat isi air
Jika Hmax lebih tinggi dari H contoh, maka akan terjadi proses saturasi dan
keseimbangan terjadi melalui pengaturan sudut kontak yang besarnya
sehingga :
Uc = u H = 2A cos / r
Oleh karena itulah, kenaikkan tegangan kapiler tidak langsung secara cxepat
mengubah proses ketidak jenuhan contoh tanah namun yang pertama-tama
terjadi variasi sudut kontak, a dan sebelum air berpindah. Kenyataan sujdut
keseimbangan statis terletak antara dua harga yaitu min dan max
10
berhubungan pada relative beberapa phase satu ke yang lain. Dengan
melakukan pengeringan, perpindahan air terjadi pada saat tekanan kapiler
lebih besar dari ;
(Uc)max = 2 A Cos min / r
Pada pembasahan, perpindahan air dapat terjadi jika ;
(Uc)min = 2 A Cos max / r
Dapat diamati dari model elementer tersebut di atas, bahwa adanya
kondisi tekanan kapiler dimana contoh tetap jenuh, kondisi ini yang
tergantung interaksi solid liquid ukuran pori, dan hubungan antara tekanan
kapiler dan kejenuhan yang menunjukkan adanya histeritis.
III.3 Pengaruh Ketergantungan Tanah Lempung Gampingan.
Percobaan pengeringan dan pembasahan telah dilaksanakan terhadap
lempung gampingan belum terganggu dengan kadar air awal 6,2%. Hasil
percobaan terlihat pada gambar 5 bersamaan waktu dengan hasil terhadap
contoh terganggu dengan Wi = 40%.
Dalam segala tekanan kapiler, menunjukkan bahwa angka pori tanah
tak terganggu berada dibawah tanah terganggu pada Uc=105 KPa. Variasi
angka pori tak terganggu e = 0,22 sedangkan tanah terganggu e = 0,56.
Perbedaan ini diakibatkan adanya ikatan yang cukup kuat dan kondisi awal
yang sangat padat.
Perbandingan terhadap batas susut menunjukkan bahwa pengaruh
gangguan tanah memberikan batas susut yang berbeda. Untuk tanah
terganggu batas susut tercapai pada kadar air 17%, sedangkan untuk tanah tak
terganggu batas susut hanya sebesar 4%.
Dalam pengamatan menunjukkan bahwa derajat saturasi 100% masih
dapat dipertahankan pada tekanan kapiler 30% MPa untuk tanah tak
terganggu sedangkan untuk tanah terganggu hanya pada tekanan kapiler 400
KPa.
11
Gambar 3. Gambaran global dari pengeringan (s) pembasahan () siklus pada
kaolinite Wi = 1,5W1
Gambar 4. Gambaran global dari pengeringan € alur pada lanau
STERREBEEK (W1 = 1,2 W1)
12
Gambar 5. Gambaran Global pengeringan (m) pembasahan € siklus terganggu
(Wi = 1,2 WL) dan pengeringan sebagian () pembasahan (v) alur pada
lempung gampingan tak terganggu (Wi = 6,2%)
Gambar 6. Hubungan angka pori dan tekanan kapiler serta angka pori fungsi
kadar air pada alur pengeringan Lempung Gampingan WL= 34% WP= 21%
IV. KESIMPULAN
13
Percobaan yang disampaikan dalam makalah ini memberikan
pengertian global keadaan tanah pada saat menerima siklus pengeringan dan
pembasahan.
Dalam proses pembasahan dan pengeringan dapat diamati kondisi
derajat saturasinya dan sekaligus batas susutnya. Kondisi tanah awal dalam
keadaan telah terganggu maupun belum terganggu menunjukkan perubahan
angka pori yang berbeda pada saat menerima tekanan pori yang sama.
Percobaan pengeringan dan pembasahan dibandingkan dengan
percobaan tekanan mekanik dengan oedometer kompresi dan dekompresi
menunjukkan equivalen, indek kompresinya pada saat tanah jatuh. Perubahan
volumenya hanya tergantung tegangan efektif ’ = - Uw. Dimana hal ini
menunjukkan bahwa unsur dan Uw yang berperan dalam perubahan
volume.
Acknowledgment
Terima kasih diucapkan kepada M.BIAREZ, M. FLEUREAU yang memberi
kesempatan untuk menggunakan laboratorium dalam riset ini di Ecole
Centrale Paris.
DAFTAR PUSTAKA
14
Andre S. (1977), Proprietes hidrauliques et mecaniques des sols non satures
Revue Francaise de Geotechnique No.2 pp 51-78
Bishop A.W dan Blight G.E (1963), Some Aspects of Effectives Stress in
Saturated and Unsaturated Soils, geotechnique, val 13. Pp.177-197
Croney D dan Coleman J.D. (1960), Pore Pressure and suction in Soil
Conference on Pore Pressure and suction in soil (British Nasional/Soc,
of soil Mechanics), Butterworth, London pp.31-37.
Fredlund D.G dan Morgenstern N.R (1977), Stress state variables for
unsaturated soils. Journal of the Geotechnical Division, Proceedings
of the ASCE, Vol 103. GT.5 pp. 447-465
Soepandji Budi (1986), Contribution a “t” etude des propieetes mecaniques
des marnes et argiles soumises a’des fortes pression. These presentee
a Ecole Centrale de Paris, sountenue le 27 juin 1986. Pour obtenir le
grade de docteur.
Tessier D dan Berruer J. (1979), Utilisation de la microscopie electronique a
balayage dans l’etude des sols. Sience du sol, bulletin de-1’A.F.E.S,
no.1 pp.67-82.
Wignyodarsono S.L. (1985) Etude de laction des Surfactante surles
proprieties hidrauliques et mecaniques des Argiles These presentee a’
l’Ecole Centrale de Paris, soutenue le 2 juilet 1985 pour obtenir le
grade de Docteur0-Ingenieur.
15
16