analisis karakteristik dan peningkatan stabilitas campuran aspal ...
KARAKTERISTIK ASPAL PORUS MENGGUNAKAN …konteks.id/p/11-MTR-12.pdf · Konferensi Nasional Teknik...
-
Upload
truongdien -
Category
Documents
-
view
236 -
download
0
Transcript of KARAKTERISTIK ASPAL PORUS MENGGUNAKAN …konteks.id/p/11-MTR-12.pdf · Konferensi Nasional Teknik...
Konferensi Nasional Teknik Sipil 11 Universitas Tarumanagara, 26-27 Oktober 2017
MTR-97
KARAKTERISTIK ASPAL PORUS MENGGUNAKAN RETONA BLEND DENGAN
SURFACE AREA METHOD DALAM PENENTUAN KADAR ASPAL OPTIMUM
Veranita1 dan Bambang Tripoli
2
1Jurusan Teknik Sipil, Universitas Teuku Umar, Jl.Alue Peunyareng Meulaboh, Aceh Barat
Email: [email protected] 2 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Teuku Umar, Jl.Alue Peunyareng Meulaboh, Aceh Barat
Email: [email protected]
ABSTRAK
Aspal porus merupakan campuran beraspal panas antara agregat bergradasi terbuka dengan aspal-
aspal berviskositas tinggi. Aspal porus mengandung persentase agregat kasar yang besar dan agregat
halus yang sedikit sehingga rongga udara menjadi besar. Besarnya rongga udara di dalam campuran
aspal porus mengakibatkan luas permukaan aspal teroksidasi lebih besar sehingga menurunkan
kemampuan bahan pengikat untuk mempertahankan posisi agregat, maka dibutuhkan aspal dengan
daya ikat yang kuat, awet dan berviskositas tinggi. Selama ini aspal berviskositas tinggi dibuat dari
aspal yang dimodifikasi. Salah satu aspal yang dimodifikasi yaitu Retona blend 55. Retona blend 55
merupakan perpaduan antara aspal keras Pen. 60 atau Pen. 80 dengan asbuton semi ekstraksi.
Retona ini berfungsi sebagai aspal dan pengisi rongga dalam campuran beraspal dan diharapkan
dapat mengantisipasi kerusakan dini pada ruas jalan yang melayani beban lalu lintas berat dan
temperatur tinggi. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik
campuran aspal porus menggunakan retona blend. Pada penelitian ini digunakan metode luas
permukaan (surface area method) untuk penentuan kadar aspal optimum. Benda uji untuk penelitian
ini adalah 21 benda uji. Seluruh benda uji dipadatkan 2 x 50 tumbukan. Hasil yang didapat yaitu
KAO sebesar 3,75% dengan nilai stabilitas 272,08 kg, flow 2,53 mm, density 1,92 kg/cm3, VIM
25,37% dan MQ 109,38 kg/mm, durabilitas sebesar 74% dan permeabilitas 0,30 cm/dtk. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai VIM dan permeabilitas lebih tinggi dan durabilitas lebih rendah. Kondisi
campuran beraspal seperti ini memiliki kemampuan dukung lebih rendah namun lebih fleksibel.
Kata kunci: Aspal porus, retona blend 55, kadar aspal optimum
1. PENDAHULUAN
Salah satu jenis perkerasan jalan yang dikembangkan saat ini sebagai lapisan penutup adalah aspal porus. Aspal
porus merupakan campuran beraspal panas antara agregat bergradasi terbuka dengan aspal berviskositas tinggi.
Aspal porus direncanakan untuk mengatasi pengaruh air hujan sehingga permukaan jalan tidak tergenang oleh air.
Campuran aspal porus mengandung persentase agregat kasar yang besar, persentase agregat halus yang kecil,
sehingga menyediakan rongga udara yang besar.
Kadar rongga yang tinggi mengakibatkan permukaan aspal yang teroksidasi lebih besar sehingga menurunkan
kemampuan bahan pengikat untuk mempertahankan posisi agregat, maka dari itu dibutuhkan aspal dengan daya ikat
yang kuat, awet dan berviskositas tinggi. Selama ini aspal berviskositas tinggi dibuat dari aspal yang dimodifikasi.
Salah satu contoh aspal modifikasi yaitu retona blend 55. Retona blend 55 merupakan perpaduan antara aspal keras
Pen.60 atau Pen. 80 dengan asbuton semi ekstraksi. Retona ini berfungsi sebagai aspal dan pengisi rongga dalam
campuran beraspal diharapkan dapat mengantisipasi kerusakan dini pada ruas jalan yang melayani lalu lintas berat
dan temperatur tinggi. Kelemahan dari retona yaitu mempunyai titik penetrasi yang rendah, akibatnya terjadinya
penurunan temperatur pada lapisan campuran sebelum dipadatkan relatif lebih cepat dibandingkan dengan aspal
keras tanpa bahan tambah.
Pada penelitian ini untuk penentuan kadar aspal optimum digunakan metode surface area. Metode Surface area
merupakan salah satu metode yang digunakan secara luas dalam menghitung persentase bitumen di dalam
campuran. Rumus yang dipakai adalah kelompok desain dari Wyoming. Metode ini didasarkan pada luas permukaan
agregat yang diselimuti aspal, akibatnya tidak bisa diperkirakan dengan tepat luas permukaan yang diselimuti aspal.
Maka untuk keperluan praktis luas permukaan tersebut diekivalenkan dengan berat agregat pada tiap fraksi kasar,
halus dan filler. Variasi kuantitas retona blend yang dicampur ke dalam agregat adalah 4,5% sampai 6,5% terhadap
berat total campuran. Pencampuran material benda uji dilakukan dalam dua tahap dengan total benda uji 21 buah.
MTR-98
Tahap pertama yaitu untuk mendapatkan kadar aspal optimum dan tahap kedua yaitu pengujian durabilitas dan
permeabilitas. Berdasarkan metode tersebut ingin diketahui karakteristik campuran aspal porus menggunakan retona
blend 55. Dari hasil penelitian di Laboratorium, didapatkan hasil KAO sebesar 3,75% dengan nilai stabilitas 272,08
kg, flow 2,53 mm, density 1,92 kg/cm3, VIM 25,37% dan MQ 109,38 kg/mm, durabilitas sebesar 74% dan indeks
permeabilitas 0,30 cm/dtk.
Penggunaan retona blend 55 pada metode ini berpengaruh significant (nyata) terhadap karakteristik campuran aspal
porus. Hal ini menunjukkan bahwa nilai VIM dan permeabilitas lebih tinggi dan nilai durabilitas lebih rendah.
Kondisi campuran beraspal seperti ini memiliki kemampuan dukung lebih rendah namun lebih fleksibel. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar retona blend 55 akan terjadi peningkatan nilai stabilitas dan durabilitas
sedangkan indeks permeabilitas dan kadar rongga (VIM) terus menurun.
Campuran beraspal panas yang menggunakan retona blend 55 lebih diutamakan untuk melapisi ruas jalan dengan
temperatur perkerasan beraspal yang tinggi untuk melayani berbagai konstruksi jalan. Karakteristik retona blend
secara umum telah memenuhi persyaratan pada spesifikasi jalan dan jembatan (Anonim, 2008), seperti disajikan
pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Karakteristik retona blend 55
No Sifat-sifat fisis aspal Syarat
1. Berat jenis (250C) ≥ 1,0
2. Penetrasi (250C; 5 detik; 0,1 mm) 40-55
3. Daktilitas (250C; 5 cm/detik) ≥ 50 cm
4. Titik lembek;oC 550C-560C
5. Titik nyala;oC Min.225
6. Kelarutan dalam Trichlor Ethylen; % berat Min 90
7. Penurunan berat (dengan TFOT); % berat Maks.2
8. Penetrasi setelah penurunan berat; % asli Min. 55
9. Daktilitas setelah penurunan berat;% asli Min.50
Agregat sebagai bahan utama beton aspal harus terdiri dari gradasi yaitu susunan ukuran butir dari yang kasar
sampai halus. Sukirman (1993) menyebutkan bahwa, secara umum gradasi agregat dibedakan atas gradasi seragam
(uniform), gradasi buruk (poorly graded), dan gradasi baik (well graded). Gradasi buruk banyak tipenya seperti
gradasi senjang (gap graded) atau disebut juga gradasi terbuka (open graded) yang digunakan sebagai gradasi
untuk aspal porus. Agregat bergradasi terbuka , komposisi antara fraksi kasar dan halus pada beberapa negara juga
bervariasi. Salah satu gradasi agregat untuk aspal porus menurut Australian Asphalt Pavement Association (Anonim,
1997), sebagaimana disajikan pada Tabel 2 berikut:
Tabel 2. Tipikal nilai tengah gradasi agregat aspal porus lolos saringan
Diameter saringan
(mm)
Diameter agregat maksimum Toleransi
10 mm 14 mm 20 mm
26.5 - - 100 -
19 - 100 95 +3
13.2 100 95 55 +3
9.5 90 50 30 +3
6.7 40 27 20 +3
4.75 30 11 10 +5
2.36 12 9 8 +5
1.18 8 8 6 +5
0.6 6 6.5 4 +5
0.3 5 5.5 3 +3
0.15 4 4.5 3 +3
0.075 3.5 3.5 2 +1
Kadar aspal 5.5 – 6.5 5.0 – 6.0 4.5 – 5.5 -
Sukirman (1993) menginformasikan bahwa bahan utama campuran beton aspal adalah agregat, yaitu antara 85% -
95% dari berat total campuran. Sebagai bahan untuk konstruksi jalan agregat disyaratkan memiliki sifat – sifat fisis
seperti disajikan pada Tabel 3 berikut :
MTR-99
Tabel 3. Persyaratan sifat fisis agregat untuk lapis permukaan
No Sifat-sifat fisis agregat Syarat
1. Berat jenis (250C) Min. 2,5
2. Penyerapan Mak. 3%
3. Kekerasan (impact) Mak. 25%
4. Keausan (abrasion) Mak. 30%
5. Pelapukan Mak. 12%
6. Kelekatan terhadap aspal Min. 95%
7. Kepipihan dan kelonjongan Mak. 25%
Aspal porus dirancang sebagai lapisan permukaan jalan raya yang melayani lalu lintas ringan sampai sedang. Tujuan
tersebut dicapai bila aspal porus memiliki sifat – sifat stabilitas, durabilitas, flexsibilitas, skid resistance,
permeabilitas dan workabilitas. Sifat – sifat tersebut menurut Diana (2004) dicerminkan oleh karakteristik campuran
yaitu density, stability, flow, voids in mix, Marshall quotient dan permeability. Spesifikasi campuran aspal porus
yang dikutip dari Australian Asphalt Pavement Association (Aninim, 1997) disajikan pada Tabel 4 berikut:
Tabel 4. Spesifikasi aspal porus
No Kriteria perencanaan Nilai
1. Cantabro loss (%) Mak. 20
2. Asphalt flow down; (%) Mak 0,3
3. Stabilitas Marshall ; (kg) Min. 500
4. Kelelehan Plastis ; (mm) 2 – 6
5. Kadar Rongga Udara; (%) 10 – 28
6. Kekakuan Marshall; (kg/mm) Mak. 400
2. METODE PENELITIAN
Metode dan tahapan-tahapan penelitian meliputi pengadaan dan pemeriksaan sifat – sifat fisis material, perencanaan
campuran, pembuatan dan pengujian benda uji.
Pengadaan dan pengujian material
Dalam penelitian ini agregat yang digunakan adalah agregat yang berasal dari alat pemecah batu milik PT. Perapen
Prima Mandiri di Seulimum Aceh Besar. Gradasi mengikuti gradasi untuk aspal porus menurut Australian Asphalt
Pavement Association (Anonim, 1997). Aspal yang dipakai adalah retona blend 55 produksi PT. Olah Bumi Mandiri.
Sebelum digunakan, agregat dan aspal diperiksa sifat – sifat fisisnya, guna menentukan apakah kedua bahan tersebut
dapat digunakan.
Pembuatan dan pengujian benda uji
Perencanaan campuran dilakukan berdasarkan hasil gradasi yang telah ditentukan. Pencampuran material benda uji
dilakukan dalam dua tahap dengan total benda uji sebanyak 21 benda uji. Benda uji yang direncanakan adalah 15
benda uji dengan 5 variasi kadar retona, tiap variasinya dibuat 3 benda uji.
Kadar aspal optimum yang diperoleh akan digunakan pada pencampuran benda uji tahap kedua untuk pengujian
permeabilitas dan durabilitas sebanyak 6 benda uji. Untuk permeabilitas dibuat 3 benda uji untuk 1 KAO yang
didapat dari metode surface area method. Begitu juga untuk durabilitas, dibuat 3 benda uji untuk 1 kadar aspal
optimum. Rekapitulasi untuk jumlah benda uji keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Rekapitulasi rancangan jumlah benda uji keseluruhan
SAM Pada kadar aspal optimum
Benda uji untuk uji Marshall Benda uji durabilitas Benda uji permeabilitas
15 3 3
Total benda uji 21
MTR-100
Uji durabilitas
Pengujian ini dilakukan setelah kadar aspal optimum campuran didapat. Prosedur pengujian dilakukan sesuai
dengan percobaan Marshall, perbedaannya adalah pada percobaan Marshall normal perendaman dilakukan selama
30 menit pada suhu 60oC sedangkan untuk stabilitas rendaman membutuhkan waktu perendaman 24 jam pada suhu
yang sama.
Hasil soaked stability memenuhi syarat apabila ≥ 75% dari stabillitas normal. Perbandingan stabilitas rendaman dan
stabilitas normal disebut indek stabilitas sisa, jika indek stabilitas sisa ≥ 75% disebut durabel/awet, Anonim (1986).
Benda uji yang digunakan sebanyak 3 benda uji untuk 1 KAO pada metode surface area method.
Uji permeabilitas
Uji permeabilitas benda uji aspal porus didasarkan pada lamanya pelolosan vertikal air setinggi 5 cm di atas benda
uji jenuh, seperti pada Gambar 1. berikut ini :
Gambar 1. Peralatan pengujian permeabilitas
Koefisien permeabilitas (K) dapat diperoleh dari persamaan :
d
d
t
dK
5log3.2 (1)
Dengan K = koefisien permeabilitas (cm/dt), d = tebal benda uji, t = waktu pengaliran air (detik)
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian yang disajikan adalah hasil pemeriksaan dan hasil-hasil pengujian serta grafik-grafik yang
menyatakan hubungan antara variasi kadar retona dengan karakteristik campuran aspal porus.
Hasil pemeriksaan sifat-sifat fisis material
Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap sifat – sifat fisis agregat memberikan informasi bahwa agregat tersebut
memenuhi spesifikasi yang disyaratkan sehingga dapat digunakan.Sifat-sifat fisis retona tidak diperiksa lagi karena
adanya keterbatasan alat untuk ekstraksi dan bahan yang sangat mahal, sehingga diambil karakteristik retona blend
yang sudah ada, yaitu berdasarkan spesifikasi Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum.
Evaluasi hasil kadar aspal optimum
Setelah grafik hubungan antara kadar retona dengan parameter Marshall diperoleh dan dievaluasi, maka didapat
suatu range kadar aspal yang memenuhi parameter Marshall sesuai spesifikasi yang disyaratkan untuk campuran
bergradasi terbuka. Kadar aspal optimum pada metode Surface Area Method didapatkan kadar aspal optimum 3,75%
dengan nilai stabilitas 272,08 kg, flow 2,53 mm, density 1,92 kg/cm3, VIM 25,37% dan MQ 109,38 kg/mm.
5 cm
Mold kosong
Air
Mold benda uji
Penyangga
Benda uji
MTR-101
Karakteristik campuran aspal porus pada kadar aspal optimum
Setelah grafik hubungan antara kadar retona dengan parameter Marshall diperoleh dan dievaluasi, maka didapat
suatu range kadar aspal yang memenuhi parameter Marshall sesuai spesifikasi yang disyaratkan untuk campuran
bergradasi terbuka. Dari grafik penentuan kadar aspal optimum yang terlihat pada Lampiran A Gambar A.4.3 dan
Gambar A.4.4 terlihat bahwa kadar aspal optimum pada metode Surface Area Method didapatkan kadar aspal
optimum 3,75% dengan nilai stabilitas 272,08 kg, flow 2,53 mm, density 1,92 kg/cm3, VIM 25,37% dan MQ 109,38
kg/mm.
Karakteristik campuran aspal porus dengan menggunakan retona blend 55 dengan metode luas permukaan dalam
penentuan kadar aspal optimum dapat disajikan selengkapnya pada Tabel 6 berikut ini :
Tabel 6. Rekapitulasi hasil pengujian
Metode KAO
Stabilitas Flow Density VIM MQ Durabilitas Permeabilitas
Min. 500 kg 2-6mm Min. 2
kg/cm3
10-25% Mak.400 >75% 0.187 – 0,844
cm/dt
SAM 3,75% 272,08 2,53 1,92 25,37 109,38 74% 0,3
SAM = surface area method
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa nilai stabilitas dari metode surface area tidak memenuhi persyaratan
untuk campuran aspal porus yang disyaratkan oleh Australian Asphalt Pavement Association, Anonim (1997) yaitu
min. 500 kg. Diduga hal ini disebabkan oleh lamanya waktu pengadukan yang dilakukan di laboratorium secara
manual dan kemungkinan lebih dari 30 detik sehingga ikatan antara retona dan agregat kurang baik. Begitu juga
sewaktu pemadatan mungkin terlalu lama. Menurut Anonim (2008), lamanya waktu pengadukan ±30 detik dan suhu
pencampuran yang menggunakan retona yaitu 1600C. Di lapangan, di Asphalt Mixing Plant (AMP) digunakan alat-
alat tambahan agar pencampuran berjalan lebih cepat
Nilai density pada metode surface area method memenuhi yaitu 1,92 kg/cm3. Penentuan kepadatan (density) ini
hanya cocok untuk benda uji yang padat dengan permukaan yang mulus/halus karena didasarkan pada berat air yang
dipindahkan oleh benda uji, tetapi untuk aspal porus yang mempunyai keadaan rongga besar (10 – 25%), hasilnya
banyak yang tidak memenuhi spesifikasi. Hal ini diduga karena adanya udara yang terperangkap dalam aspal porus
walaupun benda uji telah diselimuti oleh lilin/paraffin. Pada Tabel 3.1 di atas menunjukkan bahwa pada kadar aspal
optimum tertinggi diperoleh nilai density yang lebih besar yang mengkibatkan rongga udara dalam campuran aspal
porus semakin kecil.
Pada metode surface area method diperoleh nilai flow yaitu 2,53 mm. Di lapangan, nilai flow yang tinggi
berdampak kurang baik, karena bila dilalui lalu lintas berat yang bergerak lambat dan temperatur tinggi
mengakibatkan terjadinya deformasi. Bila terjadi deformasi maka campuran beraspal akan rusak sebelum umur
pelayanan.
Nilai flow tinggi dipengaruhi oleh kadar retona yang tinggi dalam campuran, seperti terlihat pada Tabel 3.1 di atas,
hal ini diduga karena retona mempunyai titik penetrasi yang rendah (40-500C), artinya aspal ini cepat mencair dan
kalau didinginkan lebih lama keras dibandingkan dengan aspal pen. 60/70 tanpa bahan tambah. Maka semakin
banyak persen retona yang terkandung dalam campuran, nilai flow (kelelehan)nya akan semakin tinggi. Semakin
tinggi kadar retona mengakibatkan nilai flow naik.
Penurunan nilai VIM pada setiap persentase kadar retona sangat kecil. Penurunan nilai VIM yang relatif kecil
disebabkan karena adanya peningkatan persentase aspal retona dalam campuran, dimana aspal akan mengisi rongga
dalam campuran sehingga memperkecil nilai VIM.
VIM merupakan salah satu properties penting dalam desain campuran aspal porus, jenis konstruksi ini direncanakan
khusus supaya sesudah penghamparan dan pemadatan di lapangan, campuran masih mempunyai rongga udara
berkisar antara 15 – 25% sehingga jenis konstruksi ini memiliki sifat permeabilitas yang baik. Nilai VIM pada
semua variasi kadar retona masih memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Australian Asphalt Pavement Association,
Anonim (1997) yaitu 10 – 25 %.
Karakteristik campuran beraspal pada metode surface area method diperoleh nilai Marshall quotient yaitu 109,38.
Semakin tinggi kadar retona mengakibatkan nilai Marshall quotient semakin turun. Nilai Marshall quotient ini
dipengaruhi oleh nilai stabilitas dan flow dalam campuran, dimana nilai MQ diperoleh dari hasil bagi antara
stabilitas dengan flow. Marshall quotient berkorelasi negatif dengan nilai flow, penurunan nilai flow mengakibatkan
MTR-102
nilai Marshall quotient meningkat. Nilai Marshall quotient pada semua variasi kadar retona memenuhi batas yang
disyaratkan oleh Australian Asphalt Pavement Association, Anonim (1997) yaitu mak. 400.
Nilai durabilitas pada metode surface area method yaitu lebih tinggi (74%) namun masuk ke dalam batas yang
disyaratkan yaitu ≥ 75% dari stabilitas normal. Perbandingan antara stabilitas rendaman dan stabilitas normal
disebut indek stabilitas sisa, jika indek stabilitas sisa ≥ 75% disebut awet/durable, Anonim (2004). Peningkatan
nilai durabilitas ini disebabkan oleh penurunan kadar rongga di dalam campuran beraspal. Pada dasarnya, penurunan
kadar rongga disebabkan oleh perubahan gradasi campuran aspal porus, terutama peningkatan fraksi halus yang
terkandung di dalam retona blend. Adanya fraksi halus di dalam retona merupakan penyebab utama peningkatan
nilai stabilitas, durabilitas dan penurunan permeabilitas.
Besarnya persen kadar retona pada metode surface area method menyebabkan sifat permeabilitas semakin menurun,
dengan kata lain kecepatan aliran air dari permukaan ke bawah semakin lambat. Kecepatan pengaliran air ini sangat
dipengaruhi oleh banyaknya rongga menerus yang ada dalam campuran. Peningkatan koefisien permeabilitas ini
disebabkan oleh terbentuknya rongga menerus dalam campuran yang menyebabkan pengaliran air dari permukaan
secara vertical ke bawah menjadi lebih cepat. Hal ini juga mengindikasi bahwa permeabilitas campuran sangat
ditentukan oleh banyaknya rongga menerus (rongga efektif) dalam campuran. Penelitian menunjukkan jumlah
rongga menerus berkisar antara 80 – 90% dari nilai VIM.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap karakteristik campuran aspal porus, maka dapat
disimpulkan :
1. Penggunaan retona blend 55 pada metode ini berpengaruh significant (nyata) terhadap karakteristik campuran
aspal porus. Pada metode surface area method didapat kadar aspal optimum sebesar 3,75% Hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar retona blend 55 akan terjadi peningkatan nilai stabilitas dan
durabilitas sedangkan indeks permeabilitas dan kadar rongga (VIM) terus menurun.
2. Nilai stabilitas tidak memenuhi spesifikasi campuran aspal porus yang disyaratkan. Hal ini diperkirakan karena
lamanya waktu pengadukan yang dilakukan kemungkinan lebih dari 30 detik sehingga ikatan antara retona dan
agregat kurang baik. Menurut Anonim (2008), lamanya waktu pengadukan ± 30 detik dan suhu pencampuran
1600C. Di lapangan, dipakai alat-alat tambahan pada AMP (Asphalt Mixing Plant) agar pencampuran berjalan
lebih cepat.
3. Pada metode surface area method menghasilkan nilai VIM dan permeabilitas lebih tinggi dan durabilitas lebih
rendah. Kondisi campuran beraspal seperti ini memiliki kemampuan dukung lebih rendah, namun lebih
fleksibel.
4. Permeabilitas dalam penelitian ini hanya melihat aliran air arah vertikal, diharapkan pada penelitian selanjutnya
dapat diperhitungkan juga arah horizontal sesuai dengan kemiringan permukaan beton aspal.
5. Diperlukan pada penelitian selanjutnya untuk penentuan KAO campuran dapat dicoba dengan menggunakan
metode yang lain sehingga dapat menghasilkan karakteristik yang lebih baik dan lebih sesuai digunakan untuk
campuran aspal porus.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (1986). Manual Pemeriksaan Bahan Jalan. No. 01/MN/MB/1976, Departemen Pekerjaan Umum dan
Tenaga Listrik, Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta.
Anonim, 1997, Open Graded Asphalt Design Guide, Austraian Asphalt Pavement Association. Austalia.
Anonim. (2004). Pedoman Pekerjaan Campuran Beraspal Panas. Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen PU,
Jakarta.
Anonim. (2008). Petunjuk Penggunaan Aspal Retona Blend 55 dalam Campuran Beraspal Panas, Direktorat
Jenderal Bina Marga, Departemen PU, Jakarta.
Diana. (1995). Aspal Porus. Fakultas Teknik, UNILA, Bandar Lampung.
Diana. (2004). Studi Rongga Menerus dan Kinerja Permeabilitas Perkerasan Aspal Porus Lapisan Ganda., Jurnal
Transportasi, FSTPT, Vol 4, No.2, Bandung.
Sukirman, S. (1993). Perkerasan Lentur Jalan Raya. Penerbit Nova, Bandung.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 11 Universitas Tarumanagara, 26-27 Oktober 2017
MTR-103
REKAYASA BAHAN DASAR PANEL BALOK STRUKTUR PAPAN SEMEN
PRACETAK LIMBAH PARTIKEL SERUTAN BAMBU MENGGUNAKAN
TULANGAN BAMBU
Putu Ariawan1 dan I Gusti Lanang Bagus Eratodi
2
1Program Studi Teknik Sipil, Universitas Pendidikan Nasional Denpasar, Jl.Bedugul no. 39 Denpasar
Email: [email protected] 2Program Studi Teknik Sipil, Universitas Pendidikan Nasional Denpasar, Jl.Bedugul no. 39 Denpasar
Email: [email protected]
ABSTRAK
Panel pracetak belakangan ini banyak dikembangkan untuk rumah sederhana tahan gempa, berupa
balok dan kolom sebagai fungsi struktur. Rekayasa bahan ini untuk aplikasi rumah sistem knock
down, sehingga memudahkan pemasangan menjadi struktur bangunan. Kebutuhan bahan bangunan
renewable dan ringan meningkat sangat pesat dan banyak mengarah pada bahan komposit. Solusi
yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah menerapkan bahan komposit semen dengan limbah
serutan bambu sebagai panel pracetak bertulangan bambu sehingga diperoleh bahan bangunan
fungsi struktur yang ringan, ramah lingkungan dan pelaksanaan konstruksinya cepat. Dimensi panel
balok struktur adalah 15×15×75 cm, 15×15×120 cm dan 15×15×165 cm, menggunakan serutan
bambu limbah mesin serut bambu petung dan 5 komposisi campuran semen:pasir:serutan bambu
yaitu 1:3:0; 1:2,25:0,75; 1:1,5:1,5; 1:0,75:2,25: 1:0:3. Panel balok diproduksi menggunakan tekanan
kempa 1-2 MPa. Uji tekan untuk memperoleh perilaku mekanika kuat tekan dan modulus elastisitas
tekan papan semen komposit ini di uji menggunakan beban monotonik terpusat dengan kontrol
beban 6 mm/menit. Hasilnya, berat jenis rata-rata antara 1.258,39 kg/m3 sampai dengan 1.445,91
kg/m3. Kuat tekan dan modulus elastisitas rata-rata masing-masing terbesar pada komposisi serutan
bambu 25% sebesar 13,38 MPa dan 13.814,01 MPa, beban tekan maksimum lebih kecil rata-rata
4,98% dari papan semen komposit normal. Prosentase optimal panel balok ini pada 25-50% dengan
masing-masing perbedaan nilai kuat tekan dan modulus elastisitas rata-rata sebesar 81,1 MPa
sampai dengan 84,3 MPa dan 13.289,64 MPa sampai dengan 13.814,01 MPa. Kinerja bahan panel
balok struktur papan semen masuk kriteria bahan panel pracetak.
Kata kunci: komposit, papan semen, panel pracetak dan perkerasan jalan.
1. PENDAHULUAN
Panel pracetak belakangan ini banyak dikembangkan untuk rumah sederhana tahan gempa. Panel pracetak berupa
balok atau kolom sebagai fungsi struktur merupakan rekayasa untuk membuat rumah sistem knock down, dibuat
untuk memudahkan pemasangan menjadi struktur bangunan. Suluch, M. dkk 2014 telah melakukan uji panel balok
yang dikembangan untuk membuat rumah sistem panel. Panel balok ini dapat berfungsi sebagai balok maupun
kolom. Panel balok ini dibuat pracetak untuk memudahkan pemasangan menjadi suatu bangunan. Untuk
menghubungkan panel balok ini agar mampu berfungsi sebagai balok maupun kolom yang diinginkan dihubungkan
dengan 4 (empat) buah baut dengan diameter 10 mm. Adapun sistem struktur yang digunakan adalah struktur rangka
dengan dinding pengisi. Dinding pengisi atau penel dindingnya dapat dibuat dari batu bata, bata ringan atau bata
dari bahan lainnya yang tingkat kekuatannya setara.
Kebutuhan bahan bangunan yang renewable dan ringan meningkat pesat. Rekayasa bahan yang menunjang
kebutuhan tersebut banyak mengarah pada bahan komposit. Upaya pengembangan rekayasa penanggulangan
masalah tersebut dewasa ini adalah mengganti dengan bahan nonrenewable dan beton alami yang mulai marak
dikembangkan di masyarakat. Seiring kayu semakin sulit diperoleh dan harga semakin mahal akibat luas kawasan
hutan Indonesia cenderung semakin berkurang, maka berbagai upaya telah dilakukan, diantaranya efisiensi
pemanfaatan bahan baku, peningkatan rendemen, peningkatan diversifikasi produk, peningkatan masa pakai kayu,
pemanfaatan lesser known species, pemanfaatan limbah (kayu) baik limbah yang berasal dari permanen hasil
hutan/pertanian maupun dari industri pengolahan kayu, pemanfaatan jenis-jenis kayu bermutu rendah maupun kayu
berdiameter kecil (Syafi’i, 1999). Dewasa ini bahan bangunan dari kayu dan besi (logam) relatif lebih mahal
dibandingkan bahan beton. Beton mempunyai keunggulan dari sisi keawetan dan kekuatan, namun mempunyai
kelemahan dari berat dan kelenturan (daktilitas) bahan. Bahan bangunan lain dengan bahan dasar semen juga sudah
cukup banyak diaplikasikan pada komponen bangunan seperti : panel dinding, eternit, listplank, dan sebagainya.
MTR-104
Namun demikian sifat getas beton yang mudah retak/patah merupakan kelemahan tersendiri. Eternit, panel papan,
list plank, dan sebagainya merupakan bahan dengan dasar semen yang umumnya disebut papan semen. Sebagai
upaya menciptakan produk papan semen komposit olahan telah banyak dilakukan dengan memanfaatkan limbah
seperti : serbuk gergaji, kertas, kardus, sampah daun, potongan kain, sabut kelapa, serat ijuk, dan sebagainya.
Pemanfaatan limbah serutan bambu petung sebagai bahan papan semen telah banyak dilakukan, diantaranya oleh
Kelanawati (2006), Kumoro (2008), Krisnamutra (2012), dan Ardianisa (2013). Bambu yang mempunyai
keunggulan masa panen yang cepat sekitar 3 – 5 tahun (Morisco, 2006). Jumlah produksi bambu juga tinggi yaitu
sekitar 109,2 ton/ha/tahun (Dransfield dan Wijaya, 1995). Penggunaan bambu pada komponen bangunan
diantarannya bambu laminasi dan sebagainya menimbulkan sejumlah limbah serbuk, partikel, dan serutan sekitar
14,6 – 33,5% (rata-rata 19,1%) (Kasmudjo, 2005). Sehingga solusi yang mungkin untuk mengatasi segala
kelemahan dan mempertahankan/meningkatan keunggulan adalah dengan menciptakan kusen dari bahan
papan/balok semen komposit partikel/serat kayu/bambu. Balok semen komposit lebih tahan air, lebih awet,
kembang susut lebih kecil, lebih tahan pelapukan/keropos dibandingkan dengan kayu, disamping itu lebih ringan,
lebih mudah dikerjakan dibandingkan dengan kusen beton.
2. PERMASALAHAN DAN TUJUAN PENELITIAN
Rekayasa papan semen limbah partikel serutan bambu dibuat panel balok struktur pracetak menggunakan tulangan
beton. Panel balok struktur balok pracetak menggunakan bahan ini diharapkan sebagai panel balok struktur pracetak
yang ringan, kuat, ramah lingkungan dan proses konstruksi yang cepat. Panel balok struktur pracetak berupa
segmen-segmen yang dapat digabungkan menjadi struktur yang utuh dengan alat sambung baut. Perilaku mekanika
panel balok struktur pracetak dan perilaku sambungan panel balok ini akan diteliti pada tahun pertama dan
selanjutnya pada tahun kedua panel balok struktur diaplikasikan pada rangka struktur dinding dan non dinding diuji
terhadap ketahanan gempa.
a. Mendayagunakan rekayasa papan semen komposit limbah serutan bambu petung yang berkualitas dan murah
yang dapat berkembang di masyarakat, serta dapat memberikan nilai tambah (value added) bahan limbah
tersebut sekaligus membantu mengatasi masalah lingkungan.
b. Mengetahui perilaku mekanika pemakaian papan semen komposit limbah serutan bambu petung pada panel
struktur pracetak terhadap kualitas semen komposit, sehingga didapatkan komposisi campuran partikel bambu
yang paling baik dan optimal (optimum) sebagai bahan penyusun balok semen komposit.
c. Mengetahui perilaku mekanika bahan struktur papan semen komposit yang diterapkan pada panel balok struktur
pracetak menggunakan tulangan bambu.
3. TINJAUAN PUSTAKA
Papan semen
Kelanawati (2006) meneliti pengaruh lama perendaman partikel kulit bambu petung dan kadar semen terhadap sifat
papan semen. Lama perendaman adalah 1 hari dan 2 hari dengan variasi kadar semen dan partikel bambu adalah 4 :
1 dan 5 : 1. Papan semen dibuat dengan semen (PC) Gresik dan bahan katalisator menggunakan Ca(OH)2. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa interaksi lama perendaman dan kadar semen memberikan pengaruh nyata terhadap
penyerapan air. Lama perendaman tidak memberikan pengaruh nyata, sedangkan kadar semen memberikan
pengaruh nyata terhadap kadar air, kerapatan, penyerapan air, modulus elastisitas (MOE) dan kuat lentur (MOR).
Nilai MOR yang dihasilkan memenuhi standar DIN 1101. Kumoro (2008) meneliti pengaruh susu perendaman dan
jumlah semen terhadap karakteristik papan semen bambu petung. Variasi suhu adalah tanpa direndam, 300C, 600C,
dan 900C serta jumlah perekat semen 2,5 dan 3,5 kali berat partikel bambu. Lama perendaman partikel bambu
adalah 2 jam. Katalisator digunakan CaCl2 sebanyak 3% dari berat semen. Hasil penelitian menunjukkan nilai
penyerapan air semakin kecil nilainya seiring dengan meningkatknya suhu perendaman. Kualitas papan semen yang
terbaik adalah dengan suhu perendaman 900C. Berdasarkan standar kualitas papan semen yang diteliti, nilai
kerapatan dan pengurangan tebal sesuai DIN 1101 dan nilai kadar air dan kerapatan papan semen sudah sesuai
dengan standar FAO.
Krisnamutra (2012) meneliti pengaruh ukuran partikel pada lapisan core dan kadar semen pada papan semen limbah
serutan bambu petung. Papan semen dibuat denganmenggunakan katalis CaCl2, kadar semen terhadap partikel
dipakai 2 : 1; 3 : 1; dan 4 : 1, dan ukuran partikel adalah lolos saringan 1 cm, tertahan 0,5 cm dan tertahan 1 cm.
Hasil penelitian kadar semen berpengaruh sangat nyata pada kadar air, penyerapan air, MOR, dan MOE. Semakin
tinggi kadar semen semakin rendah nilai kadar air dan penyerapan, namun nilai MOR dan MOE semakin tinggi.
Ukuran partikel berpengaruh nyata terhadap kadar air, semakin kecil ukuran partikel maka semakin kecil nilai kadar
air papan semen. Ardianisa (2013) meneliti pengaruh jenis katalis dan ukuran partikel yang dipakai pada papan
semen. Katalis digunakan dua macam yaitu MgCl2 dan CaCl2. Ukuran partikel dipakai 3 variasi, yaitu : lolos
MTR-105
saringan 1cm x 1cm dan tertahan 0,5cm x 0,5cm; lolos 0,5cm x 0,5cm tertahan 0,2cm x 0,2cm; dan lolos 0,2cm
x0,2cm tertahan 0,1cm x 0,1cm. Hasil penelitian menunjukkan interaksi antara macam katalis dan ukuran partikel
berpengaruh terhadap pengurangan tebal. Pengurangan tebal terendah adalah pada papan semen dengan katalis
CaCl2 dan partikel 0,2cm x 0,2cm. Penggunaan katalis CaCl2 memberikan nilai MOE lebih tinggi dibandingkan
katalis MgCl2. Untuk faktor ukuran partikel, semakin kecil ukuran pertikel akan meningkatkan nilai kerapatan,
MOR, MOE dan menurunkan nilai kadar air, penyerapan, pengembangan tebal. Papan semen yang dihasilkan
memenuhi DIN 1101 dan FAO (1996).
Panel pracetak
Konstruksi beton pracetak telah mengalami perkembangan yang sangat pesat di dunia, termasuk di Indonesia dalam
dekade terakhir ini, karena sistem ini mempunyai banyak keunggulan dibanding sistem konvensional. Khusus di
bidang gedung bertingkat medium seperti Rumah Susun Sederhana, Sistem Pracetak telah terbukti dapat
mendukung pembangunan rumah susun dan rumah sederhana yang berkualitas, cepat dan ekonomis tampak pada
Tabel 2. Sinergi antara pemerintah, perguruan tinggi, peneliti, penemu, lembaga penelitian, dan industri pada bidang
ini telah menghasilkan puluhan sistem bangunan baru hasil karya putra-putra bangsa yang telah dipatenkan dan
diterapkan secara aktif (Nurjaman, dkk., 2010).
Secara umum sistem struktur komponen beton pracetak dapat digolongkan sebagai berikut (Nurjaman, dkk., 2010):
1. Sistem struktur komponen pracetak sebagian, dimana kekakuan sistem tidak terlalu dipengaruhi oleh pemutusan
komponenisasi, misalnya pracetak pelat, dinding di mana pemutusan dilakukan tidak pada balok dan
kolom/bukan pada titik kumpul.
2. Sistem pracetak penuh, dalam sistem ini kolom dan balok serta pelat dipracetak dan disambung, sehingga
membentuk suatu bangunan yang monolit.
Pada dasarnya penerapan sistem pracetak penuh akan lebih mengoptimalkan manfaat dari aspek fabrikasi pracetak
dengan catatan bahwa segala aspek kekuatan (strength), kekakuan, layanan (serviceability) dan ekonomi
dimasukkan dalam proses perencanaan.
Klasifikasi dan Standarisasi Papan Semen Komposit
Standar papan semen komposit dapat dimasukkan dalam katagori industri dan layak sebagai komponen bangunan
berdasarkan sifatr fisika dan mekanika, menurut beberapa acuan yaitu : DIN 1101, SNI-2104-1991-a, FAO, dan
Bison disajikan dalam Tabel 1 dan 2.
Tabel 1. Standar papan semen menurut DIN 1101, SNI-2104-1991-a
Tebal
(mm)
Berat
(kg/m2)
Kerapatan
(kg/m3)
Kekuatan
Lentur
(kg/cm2)
Penyusutan tebal akibat
tekanan 3 kg/cm2 (%)
15 8,5 570 17 7,5
25 11,5 460 10 15
35 14,5 415 7 17
50 19,5 390 5 18
Sumber : Kasmudjo (2001) dan Prayitno (1995)
Tabel 2. Standar papan semen menurut FAO (1996)
Sifat Fisika dan Mekanika Nilai Satuan
Kadar air 16 – 50 %
Kerapatan 0,40 – 0,80 g/cm3
Absorsi air 20 – 75 %
Pengembangan tebal 5 – 15 %
Modulus Elastisitas (MOE) 7000 – 14000 kg/cm2
Tegangan Lentur (MOR) 100 – 500 kg/cm2
Sumber : Kumoro (2008)
4. METODE PENELITIAN
Penelitian ini melakukan uji kuat tekan bahan papan semen komposit serutan bambu. Spesifikasi benda uji papan
semen adalah jumlah semen sebanyak 3 kali berat bahan (serat + partikel), kadar katalis (CaCl2) adalah 3% berat
semen, lama perendaman bahan (serat & partikel) selama 1 hari pada suhu 900C.
MTR-106
Tahapan pembuatan panel balok pracetak papan semen komposit serutan bambu adalah sebagai berikut :
a. Persiapan limbah serutan bambu
b. Perendaman serutan bambu dengan suhu sampai 900C, kemudian didiamkan selama 24 jam.
c. Pengeringan bahan serat dan partikel pada sinar matahari, hingga kadar air 10 – 14%.
d. Penimbangan serutan sesuai dengan kerapatan yang ditentukan (0,9 g/cm3).
f. Pencampuran dengan katalisator
g. Pencampuran dengan semen portlan (PC)
h. Pembuatan cetakan (mat) dilakukan di atas pelat besi.
i. Cetakan lembaran campuran dikempa dingin (cold press) dengan tekanan sekitar 3,5 MPa, lalu baut klem
kempa dikencangkan dan dibiarkan selama 48 jam.
j. Klem dibuka setelah 48 jam dan papan semen dikondisikan lebih dari 28 hari.
Tahap pembuatan benda uji dilakukan pemotongan balok komposit semen serutan limbah bambu aren menurut
spesifikasi JIS A 5908 (2003) dan ASTM D 143 – 94 untuk mendapatkan sampel uji sifat físika dan sifat mekanika.
Selanjutnya dilakukan uji mekanika bahan panel balok pracetak papan semen komposit partikel serutan bambu
menggunakan tulangan bambu. Sifat mekanik yang diuji adalah uji tekan untuk mendapatkan kuat tekan (σc) dan
modulus elastistas (E). Panel balok pracetak akan dibuat 3 tipe panel yaitu tipe A (15x15x75 cm), tipe B
(15x15x150) cm dan tipe C (15x15x165 cm) seperti tampak pada Gambar 1. dibawah ini.
(a)
(b) (c)
Gambar 1. Tipe panel balok struktur pracetak papan semen komposit:
(a) Tipe A: 15x15x75 cm, (b) Tipe B: 15x15x150 cm dan (c) Tipe C: 15x15x165 cm
Perhitungan kuat tekan (σc) dan nilai modulus elastisitas (E) menggunakan persamaan 1, 2 dan 3 dibawah ini:
A
Pcc (1)
'cE (2)
oL
L (3)
dengan σc = kuat tekan (MPa), Pc = gaya tekan maksimum (N), A = luas tampang (mm2), σc’ = kuat tekan pada saat
beban 40% dari Pc (MPa), ɛ = regangan, ΔL = selisih perpendekan benda uji saat beban 40% dari Pc dengan panjang
awal (mm) dan Lo = panjang awal benda uji (mm).
MTR-107
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji tekan telah dilakukan pada benda uji dengan berat jenis terendah sebesar 1.258 kg/m3 pada benda uji Panel
pracetak Bambu dengan kadar 100% Serutan Bambu (PB-100-SB) dengan kadar dan maksimum 1.445,40 kg/m3
pada benda uji Panel pracetak Bambu dengan kadar 25% Serutan Bambu (PB-100-SB). kandungan Kemampuan
bahan panel pracetak papan semen komposit serutan bambu menahan beban tekan sekitar 44,50 kN sampai dengan
84,3 kN. Tampak persentase serutan bambu berpengaruh pada berat jenis panel pracetak. Semakin tinggi kandungan
serutan bambu semakin tinggi berat jenisnya, namun semakin rendah gaya, kuat tekan dan modulus elastisitas
tekannya. Hasil lengkap uji tekan dapat dilihat pada Tabel 3. Pada penelitian ini dibuat pula benda uji bahan panel
balok pracetak papan semen tanpa serutan bambu (PB-0) dengan komposisi 1:3:0 (semen:pasir:serutan bambu)
Tabel 3. Hasil uji tekan bahan dasar panel balok pracetak
No Kode Berat Gaya Kuat Tekan Modulus Elastitas
Jenis (kN) (MPa) (MPa)
1 PB-25-SB 1.445,91 84,30 13,380 13.814,01
2 PB-50-SB 1.323,78 81,10 12,785 13.289,64
3 PB-75-SB 1.312,57 65,30 10,260 10.700,53
4 PB-100-SB 1.258,39 44,50 7,063 7.262,34
5 PB-0 1.385,40 112,50 17,855 18.939,39
Kuat tekan dan modulus elastisitas rata-rata masing-masing terbesar pada komposisi serutan bambu 25% sebesar
13,38 MPa dan 13.814,01 MPa, lebih kecil 4,98% dari papan semen komposit normal (1:3:0). Komposisi serutan
bambu 100% memiliki kuat tekan dan modulus elastisitas tekan rata-rata terkecil masing-masing dengan nilai 7,06
MPa dan 13.814,01 MPa. Beban tekan maksimum lebih kecil rata-rata 9,59% dari papan semen komposit normal,
hal ini menunjukkan penggunaan serutan bambu menurunkan nilai kuat tekan kurang dari 10% dari tanpa serutan
bambu. Perilaku mekanika uji tekan melalui hubungan beban-perpendekan masing-masing variasi benda uji dapat
dilihat pada Gambar 2. Model grafik perilaku mekanika tekan tidak jauh berbeda antara bahan menggunakan serutan
bambu dan tanpa serutan bambu. Pola kerusakan dapat dilihat pada Gambar 3. Semakin banyak kandungan serutan
bambu maka pola kerusakannya acak.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Beb
an
(k
N)
Perpendekan (mm)
PB-25-SB-1
PB-25-SB-2
PB-25-SB-3
0
20
40
60
80
100
120
0 1 2 3 4 5 6 7
Beb
an
(k
N)
Perpendekan (mm)
PB-50-SB-1
PB-50-SB-2
PB-50-SB-2
(a) (b)
0
10
20
30
40
50
60
70
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Beb
an
(k
N)
Perpendekan (mm)
PB-75-SB-1
PB-75-SB-2
PB-75-SB-3
0
20
40
60
80
100
120
140
0 1 2 3 4 5 6 7
Beb
an
kN
Perpendekan (mm)
PB-0-1
PB-0-2
PB-0-3
(c) (d)
Gambar 2. Hubungan beban-lendutan benda uji dengan komposisi serutan bambu:
(a) 25%, (b) 50%, (c) 75% dan (d) 0%
MTR-108
(a) (b)
Gambar 3. Pola kerusakan benda uji dengan komposisi serutan bambu:
(a) 25%, dan (b) 75%
6. KESIMPULAN
Uji eksperimen bahan panel balok papan semen komposit serutan bambu menarik kesimpulan, sebagai berikut:
1. Berat jenis rata-rata antara 1.258,39 kg/m3 sampai dengan 1.445,91 kg/m3,
2. Kuat tekan dan modulus elastisitas rata-rata masing-masing terbesar pada komposisi serutan bambu 25% sebesar
13,38 MPa dan 13.814,01 MPa, gaya tekan maksimum lebih kecil rata-rata 4,98% dari papan semen komposit
normal.
3. Kuat tekan dan modulus elastisitas rata-rata masing-masing terkecil pada komposisi serutan bambu 100%
sebesar 7,06 MPa dan 7.262,34 MPa, gaya tekan maksimum lebih kecil rata-rata 9,59% dari papan semen
komposit normal.
4. Prosentase optimal panel balok ini pada 25-50% dengan masing-masing perbedaan nilai kuat tekan dan modulus
elastisitas rata-rata sebesar 81,1 MPa sampai dengan 84,3 MPa dan 13.289,64 MPa sampai dengan 13.814,01
MPa.
5. Kinerja bahan dasar panel balok struktur papan semen masuk kriteria bahan panel pracetak.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada Direktorat Riset dan Pengabdian pada Masyarakat (DRPM), Direktorat
Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti pada Tahun 2017 melalui dana Hibah Penelitian
Produk Terapan Tahun ke-1 dari 2 tahun rencana. Dana hibah penelitian ini sangat bermanfaat dalam melanjutkan
roadmap penelitian kami dibidang rekayasa bahan bangunan sipil, publikasi ini merupakan salah satu target luaran
dari hibah penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ardianisa, 2013. Pengaruh Macam Katalis dan Ukuran Partikel Terhadap Sifat Papan Semen Limbah Bambu
Petung. Skripsi, Fakultas Kehutanan, UGM Yogyakarta.
Dransfield dan Widjaja, E.A., 1995. Plant Resources of South-East Asia. Volume ke-7, Bamboos, Prosea, Bogor.
Kasmudjo, 2001. Pengantar Teknologi Hasil Hutan Bagian V Papan Tiruan Lain, Yayasan Pembina, Fakultas
Kehutanan UGM. Yogyakarta.
Kelanawati, 2006. Pengaruh Lama Perendaman Partikel Kulit Bambu dan Kadar Semen Terhadapa Sifat Papan
Semen Kulit Bambu Petung. Skripsi, Fakultas Kehutanan, UGM Yogyakarta.
MTR-109
Kumoro, 2008. Pengaruh Suhu Perendaman dan Jumlah Perekat Semen Terhadap Sifat Papan Semen Partikel
Serutan Bambu Petung. Skripsi, Fakultas Kehutanan, UGM Yogyakarta.
Krisnamutra, 2012. Pengaruh Ukuran Partikel Pada Lapisan Core dan Kadar Semen Terhadap Sifat Papan Semen
Limbah Serutan Bambu Petung. Skripsi, Fakultas Kehutanan, UGM Yogyakarta.
Nurjaman, dkk. 2010. Perilaku Aktual Bangunan Gedung dengan Sistem Pracetak Terhadap Gempa Kuat. Seminar
dan Pameran HAKI - Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia.
Prayitno, T.A., 1995. Teknologi Papan Majemuk. Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Suluch, M. dan Maulanie, E., 2014, Uji Lentur Pada Panel Balok Pracetak, Prosiding ATPW 2014, Program Studi
Diploma Teknik Sipil FTSP ITS, Surabaya
Syafi’i, W., 1998. Pentingnya Penelitian Sifat-sifat Dasar Kayu Dalam Rangka Peningkatan Efisiensi Pemanfaatan
Sumber Daya Hutan. Seminar Nasional I, Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI). Fakultas
Kehutanan, IPB, Bogor.
MTR-110