Kajian Teori Museum Film Nasional di Jakarta
description
Transcript of Kajian Teori Museum Film Nasional di Jakarta
-
REVISI
METODOLOGI PENELITIAN ARSITEKTUR
KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
MUSEUM FILM NASIONAL DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR METAFORA
KOMBINASI DI JAKARTA
Yunisa Zahrah
I0212088
PRODI ARSITEKTUR
JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi mengenai kajian serta penjelasan mengenai teori-teori yang
berhubungan dengan objek rancang bangun yaitu Museum Film Nasional beserta
presedennya dan pemahaman mengenai pendekatan objek rancang bangun, yaitu
Arsitektur Metafora Kombinasi. Tujuan dari pemberian penjelasan ini adalah untuk
mengkaji mengenai teori-teori mengenai objek rancang bangun dan pendekatannya
agar lebih mendalaminya, menyamakan pemikiran mengenai penulis dan pembaca
mengenai hal yang akan dibahas, mempelajari dan menarik kesimpulan akan
kelebihan dan kekurangan dari preseden, yang terakhir adalah untuk menghindari
duplikasi karya objek rancang bangun.
A. Museum
1. Pemahaman Museum
Bangunan museum adalah wadah objek serta wadah kegiatan. Sebagai
wadah objek, baik dalam ruang koleksi maupun ruang pamer, bangunan harus
dapat berperan sebagai pelindung yang menjaga keutuhan dan keselamatan dari
objek. Sebagai wadah kegiatan, museum mewadahi manusia yang memerlukan
kenyamanan dan fasilitas untuk melakukan kegiatan. Umumnya, kegiatan di
museum terdiri atas administrasi, kegiatan konservasi, kegiatan penelitian, serta
kegiatan pameran. Namun, tidak tertutup kemungkinan museum
menyelenggarakan kegiatan lain dalam rangka publikasi atau pengumpulan dana
untuk menunjang kegiatan museum.
Selain berkait dengan internal museum, keberadaan bangunan juga dapat
berpengaruh kepada kawasan. Bangunan museum dapat merupakan ikon bagi
kawasan, menjadi salah satu fasilitas publik yang dapat dimanfaatkan untuk
kegiatan komunitas, juga akan merangsang perbaikan infrastruktur kota
sebagaimana layaknya objek dan daya tarik wisata lain.
Jasper Visser (The Museum of the Future) menulis hal menarik berkait
dengan bangunan museum. Menurutnya, bangunan museum hendaknya a)
-
merangsang penemuan dan pembelajaran, b) teleporter ke dunia lain, c) aksesibel
dan terlihat aksesibel, dan d) memungkinkan beragam penggunaan.
Bangunan museum hendaknya merangsang penemuan dan pembelajaran
dengan ruang yang tidak membosankan, semi-chaotic dan terbuka, serta setiap
sudut menantang untuk bertualang. Dalam kaitan dengan museum sebagai bagian
dari kota, bangunan hendaknya menjadi semacam teleporter yang akan
membawa pengunjung ke dunia lain. Bangunan digunakan untuk memindah
pengunjung dari kesibukan kota ke tempat lain yang sama sekali berbeda. Ia
mencontohkan ban berjalan yang sangat panjang di Ruhrmuseum Essen, Jerman,
yang membawa pengunjung ke dunia lain.
Bangunan juga harus aksesibel dan terlihat aksesibel. Beberapa bangunan
museum seakan menyatakan coba datang jika berani!. Bangunan terasa berjarak
dari kesibukan kota dan dari orang-orang yang mungkin akan mendekati. Fasilitas
publik (amenitas) juga tidak terlihat jelas pada bangunan tipe ini. Sebagai contoh
adalah bangunan museum terkenal, yaitu Guggenheim Bilbao. Kompleks ini terasa
angkuh di pinggir sungai di Bilbao, Spanyol, dan orang kelihatannya lebih suka
menikmati dengan melihat dari kejauhan.
Bangunan museum juga memungkinkan beragam penggunaan di luar
pameran. Diskusi, workshop, pameran khusus, bahkan makan dapat difasilitasi
oleh museum. Fasilitas itu tidak berada pada tempat-tempat yang inferior di
museum seperti menyelip di ruang sempit, tetapi merupakan bagian penting yang
terpadu dari museum.
Contoh bangunan yang cukup berhasil untuk mewadahi berbagai aktivitas
dan kepentingan adalah Centre Pompidou, Paris. Di bangunan ini setidaknya
terdapat museum of modern art, film center, music archive, library, restaurant,
bar, store. Jika tidak akan mengunjungi pameran atau restoran, publik dapat
menggunakan halaman luas di depan bangunan, juga teras pandang di atap
bangunan.
Beberapa pengertian kata museum adalah sebagai berikut:
a. Asal kata museum seperti yang disebutkan pada kamus Oxford adalah
"Mousa" yang artinya lebih ke arah ruang atau tempat penyimpanan, sehingga
-
museum dikenal sebagai tempat menyimpan benda-benda seni dan
pengetahuan.
b. Selain itu, beberapa pihak lain berpendapat bahwa kata "museum" berasal dari
bahasa Yunani "muze" yang berarti sembilan dewi bersaudara di Yunani Kuno,
yaitu
Melpomene (tragedi)
Terpsishre (tari/irama)
Urania (alam/arsitektur)
Calliopse (pertukangan/skill)
Cliro (ingatan/sejarah)
Thalia (komedia)
Erotis (kasa/cinta)
Polynea (kebijaksanaan/wisdom)
Enterpe (musik)
Dari kedua arti asli kata dapat dimengerti bahwa pengertian pertama
bersifat pasif dan pengertian kedua bersifat keterlibatan yang aktif terhadap
subyek (budaya dan ilmu pengetahuan). (Robi Sularto S., "Bentuk Bentuk
Arsitektur Lokal dan Perspektif Adaptasinya dalam Penentuan Desain Museum
Masa Kini", Prasarana untuk Seminar Arsitektur dan Tata Pameran useum,
Cibulan, 2-6 November 1975, hal 1).
c. Museum dalam pengertian modern adalah suatu lembaga yang secara aktif
melakukan tugasnya didalam menerangkan kehidupan manusia dan alam
sekitarnya. (Parker, A.C., "A Manual for History Museum", New York, 1945, hal
3)
d. Museum menurut Ensiklopedia Amerika adalah suatu lembaga yang melayani
tiga fungsi utamanya yaitu mengumpulkan, emmelihara, dan memamerkan
objek-objek baik spesimen dari alam, yang berhubungan dengan geologi,
astronomi, atau biologi, atau hasil karya manusia dalam sejarah, kesenian, atau
ilmu pengetahuan. ("The Encyclopedia Americana", Americana Corporation,
New York, 1969, hal 619).
-
e. Menurut International Council of Museum- UNESCO adalah setiap badan atau
lembaga yang tetap, diusahakan untuk kepentingan umum, dengan tujuan
untuk memelihara, menyelidiki dan memperbanyak pada umumnya,
khususnya memamerkan kepada khalayak ramai guna penikmatan dan
pendidikan, kumpulan-kumpulan objek dan barang-barang berharga bagi
kebudayaan, koleksi barang-barang berkesenian, sejarah, ilmiah dan teknologi,
kebun raya binatang dan akuarium. Perpustakaan umum dan lembaga-lembaga
arsip untuk umum yang mempunyai ruangan pameran yang tetap akan
dianggap sebagai museum pula. (Unesco, Pasal 11 Anggaran Dasar
International Council of Museum (I.C.O.M)
f. Museum adalah lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan dan
pemanfaatan benda-benda bukti materiil hasil budaya manusia serta alam dan
lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan
budaya bangsa. (Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 1995)
2. Perkembangan Museum
Kata museum berasal dari kat Yunani tersebut, yang berarti kumpulan
sembilan dewi-dewi sebagai pelambang ilmu pengetahuan dan kesenian. Sejalan
dengan perkembangan peradaban maka gedung yang digunakan dalam kegiatan
pencarian ilmu dan kesenian disebut Musseion. Di musseion inilah para ahli pikir
pada jaman Yunani itu bekerja, karena itu pada masa ini museum lebih dikenal
sebagai tempat penyelidikan dan pendidikan filsafat dalam lingkup ilmu dan
kesenian.
Di dalam perkembangan selanjutnya, museum menjadi tempat untuk
menghimpun benda-benda dan alat-alat penyelidikan ilmu dan penikmat seni
termasuk juga barang-barang aneh yang dianggap ajaib. (Sutaarga, 1973:3)
Ketika memasuki jaman Renaissance, ilmu pengetahuan di Eropa Barat
berkembang dengan pesat, terutama di kalangan bangsawan dan kaum gerejani.
Diantara mereka timbul minat untuk mempelajari berbagai macam ilmu dan
kesenian, bahkan ketika pelayaran laut mengalami jamaan keemasan, mereka
mulai berlomba-lomba mengumpulkan berbagai macam benda-benda dari
seberang samudra dan benua-benua baru. Pada saat itu museum berperan
-
sebagai tempat perbendaharaan pengetahuan bagi Eropa Barat. Pada mulanya
museum ini bersifat tertutup karena hanya diperlukan bagi golongan tertentu dan
kerabat dekat saja, karena tujuan utamanya adalah sebagai sarana penunjang
prestise pemiliknya. Baru pada saat Perang Dunia II, museum llebih bersifat
obejected oriented dalam arti kegiatan museum di titi beratkan pada benda
koleksi sebagai hasil pengumpulan dan pengolahan, sedangkan pemakainya tetap
terbatas pada golongan intelektual dan bangsawan saja.
Peranan museum benar-benar mengalami perubahan setelah Revolusi
Perancis yang mencetuskan semangat demokrasi, telah mengakibatkan pula
pendemokralisasi ilmu dan seni. Mulai saat inilah museum lebih berorientasi
publik dan memiliki penekanan pada faktor edukatif.
Namun perannya di tengah-tengah masyarakat di era demokrasi dewasa
ini perlu diperluas hingga memberikan refleksi kepada tujuan yang bersifat
demokratis pula, yakni pemerataan pemberian kemudahan bagi penyebarluasan
pengetahuan tentang berbagai kemajuan cabang ilmu dan penikmat dan
pengkhayat berbagai cabang kesenian. (Sutaarga, 1990:67)
Pergeseran orientasi museum pada dewasa ini lebih ke arah publik dan
formal. Perbedaan museum tradisional dengan museum modern antara lain:
MUSEUM TRADISIONAL MUSEUM MODERN
Object Oriented
Experiment Oriented
Historic
Contemporary
Research
Informal Education
Artifact of Intrinsic Value Constructed exhibits of a
parcipatory
Hand off Hand On
-
3. Fungsi Museum
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1995: dalam
Pedoman Museum Indoneisa,2008.
Museum memiliki tugas menyimpan, merawat, mengamankan dan
memanfaatkan koleksi museum berupa benda cagar budaya. Dengan demikian
museum memiliki dua fungsi besar yaitu :
a. Sebagai tempat pelestarian, museum harus melaksanakan kegiatan sebagai
berikut :
Penyimpanan, yang meliputi pengumpulan benda untuk menjadi koleksi,
pencatatan koleksi, sistem penomoran dan penataan koleksi.
Perawatan, yang meliputi kegiatan mencegah dan menanggulangi
kerusakan koleksi.
Pengamanan, yang meliputi kegiatan perlindungan untuk menjaga koleksi
dari gangguan atau kerusakan oleh faktor alam dan ulah manusia.
b. Sebagai sumber informasi, museum melaksanakan kegiatan pemanfaatan
melalui penelitian dan penyajian.
Penelitian dilakukan untuk mengembangkan kebudayaan nasional, ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Penyajian harus tetap memperhatikan aspek pelestarian dan
pengamanannya.
Sementara menurut ICOM, museum memiliki beberapa fungsi, antara lain:
Mengumpulkan dan pengaman warisan alam dan kebudayaan
Dokumentasi dan penelitian ilmiah
Konservasi dan preservasi
Penyebaran dan peemrataan ilmu untuk umum
Pengenalan dan penghayatan kesenian
Visualisasi warisan baik hasil alam dan budaya
Cermin pertumbuhan peradaban umat manusia
Pembangkit rasa bertakwa dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
-
4. Aktivitas yang Diwadahi
Berdasarkan fungsi-fungsi dari Museum di atas, berikut dapat dijelaskan
aktivitas-aktivitas yang dapat diwadahi pada objek terebut, yaitu:
a. Kegiatan Utama, merupakan kegiatan komunikasi visual antara karya
seni rupa (objek) dengan pengunjung (subyek)
b. Kegiatan Pengunjung: kegiatan perpustakaan, merupakan kegiatan
pencarian informasi mengenai karya dan pengetahuan tentang seni rupa
(objek) melalui kegiatan baca dan audiovisual.
c. Kegiatan Pengelola, merupakan kegiatan yang bersifat pengelolaan,
kegiatan administrasi, kegiatan ekonomi, dan kegiatan kerumahtanggan.
d. Kegiatan yang bersifat Konservasi dan Preservasi, kegiatan pengadaan
koleksi, perawatan dan perlindungan objek (karya seni rupa).
e. Kegiatan Service, kegiatan mekanikal elektrikal, keamanan, service, dan
pemeliharaan.
5. Ruang yang Terbentuk
Berdasarkan aktivitas-aktivitas utama yang akan diwadahi, maka ruang utama
yang terbentuk adalah sebagai berikut:
a. Museum
Kata Museum berasal dari bahasa Yunani kuno Museion yang berarti
rumah dari sembilan dewi Yunani (Mouse) yang menguasai seni murni ilmu
pengetahuan. Pengertian Museum menurut ICOM(International Council of
Museum) pasal tiga dan empat yang berbunyi Museum adalah suatu
lembaga yang bersifat tetap dan memberikan pelayanan terhadap
kepentingan masyarakat dan kemajuannya terbuka untuk umum tidak
bertujuan semata-mata mencari keuntungan untuk mengumpulkan,
memelihara, meneliti, dan memamerkan benda-benda yang merupakan
tanda bukti evolusi alam dan manusia untuk tujuan studi, pendidikan, dan
rekreasi.
Unsur pelaku kegiatan bangunan museum adalah sebagai berikut:
Pengunjung
Berdasarkan kelompoknya:
-
Kelompok Umum / Pengunjung Biasa
Datang ke museum dengan motivasi rekreasi
Waktu yang dibutuhkan tidak terlalu lama
Motivasi untuk mengetahui seluk beluk karya seni rupa yang
dipamerkan
Datang ke museum biasanya sendiri atau rombongan atau
organisasi
Kelompok Pelajar/ Mahasiswa
Datang untuk menambah pengetahuan untuk mencari data
penulisan
Datang ke museum dengan motivasi dan tujuan yang jelas
Waktu yang dibutuhkan relatif lama.
Kelompok Para Ahli, Peneliti, dan Seniman
Biasanya sudah sering datang ke museum
Datang untuk penelitian / mendapatkan informasi yang
diperlukan untuk mengadakan perbandingan dan mengukur
tingkat kreativitas mereka
Datang untuk menambah pengetahuan untuk mencari dan
penulisan.
Kelompok Turis/ Wisatawan, terbagi menjadi dua yaitu turis
asing dan turis domestik.
Biasanya datang untuk menikmati karya seni rupa yang
dipamerkan dan tujuannya berekreasi.
Berdasarkan jenisnya:
Pengunjung serius
Ada motivasi dan tujuan / orientasi yang jelas
Waktu yang di butuhkan biasanya relatif lama
Pengunjung adalah pelajar/mahasiswa
Pengunjung Biasa
Bersifat rekreatif dan komunikatif
Waktu biasanya tidak terlalu lama
Masyarakat umum atau wisatawan
-
b. Perpustakaan
Menurut Lasa (2005: 147) ditinjau dari segi bangunan perpustakaan
merupakan suatu organisasi yang memiliki sub-sub sistem yang memiliki
fungsi yang berbeda. Oleh karena itu, dalam perencanaan gedung dan ruang
perpustakaan perlu memperhatikan fungsi tiap ruang, unsur-unsur
keharmonisan dan keindahan, baik dari segi interior maupun eksterior. Ruang
yang tertata baik akan memberikan kepuasan kepada pemakainya (pegawai
perpustakaan dan pengguna perpustakaan)
Dalam merancang sebuah gedung perpustakaan perlu diperhatikan
elemen-elemen desain yang penting untuk diperhatikan yaitu : pintu masuk
yang baik, jalan temu atau sistem penandaan yang baik, titik layanan, tempat
duduk, pencahayaan, pewarnaan, rak atau penyimpanan, keamanan, alat
peraga dan pameran serta infrastruktur teknologi informasi yang digunakan
sebagaimana Schmid yang dikutip Maryuli (2005: 5-6).
Gedung perpustakaan sebagai pusat informasi bagi pemakai perlu
memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan aktivitas pemakai sebagai
berikut:
Pemecahan sebaik mungkin menyangkut kebutuhan unit informasi,
Kemudahan akses bagi pemakai,
Ruang kerja yang cukup dan terencana bagi staf dan pemakai,
Mempertimbangkan kebutuhan di masa yang akan datang,
Menghindari perlengkapan yang tidak perlu,
Fasilitas teknis yang cukup seperti penerangan, suhu, sarana
komunikasi (Sulistyo-Basuki, 1993: 115).
c. Workshop
Workshop merupakan tempat kerja dimana tenaga kerja melakukan
kegiatan teknis dengan alat-alat kerja. Disini, ruang workshop yang dimaksud
adalah sebuah ruang dimana pengunjung dapat melihat secara langsung dari
proses pembuatan karya seni pada museum atau penjelasan-penjelasan atau
simulasi mengenai proses pembuatan karya seni.
d. Kafe
-
Kafe adalah suatu tempat yang mempunyai karakteristik gabungan dari
bar dengan rumah makan atau restoran, tetapi dalam hal ini kafe banyak
menyediakan minuman ringan seperti teh atau kopi dan juga makanan ringan
tetapi ada juga sebagian kafe yang menyediakan minuman beralkohol.
(wikipedia.com/cafe)
Pada kafe, analisa antropometri adalah untuk menentukan keergonomisa
perabot termasuk didalamnya meja untuk makan dan kursi, juga jarak antar
meja makan dan space untuk pelayanan.
Jarak minimal area pelayanan pada meja makan adalah 91,4 cm, lebar
meja makan minimum 45,7 cm dan maksimal 61 cm, area duduknya adalah
30,5 hingga 45,7 cm. Tinggi meja makan sesuai ergonomik adalah 106,7 cm
sesuai dengan kursi makan dengan tinggi minimum 76,2 cm dan maksimal
78,7 cm.
e. Ruang Pengelola
Pengelola adalah pihak yang bertanggung jawab dan bertugas mengelola
museum yang dikoordinir oleh seorang direktur sebagai pimpinan museum.
Dalam menjalankan tugasnya, direktur ini dibantu oleh tenaga ahli sebagai
staff pengelola. Pembagian bagian-bagian pengelola disesuaikan dengan
kebutuhan pada pengelolaan karya seni di museum.
6. Jenis-Jenis Museum
Museum yang terdapat di Indonesia dapat dibedakan melaui beberapa
jenis klasifikasi (Ayo Kita Mengenal Museum ; 2009), yakni sebagai berikut :
a. Jenis museum berdasarkan koleksi yang dimiliki, yaitu terdapat dua jenis :
Museum Umum, museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan bukti
material manusia dan atau lingkungannya yang berkaitan dengan berbagai
cabang seni, disiplin ilmu dan teknologi.
Museum Khusus, museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan bukti
material manusia atau lingkungannya yang berkaitan dengan satu cabang
seni, satu cabang ilmu atau satu cabang teknologi.
b. Jenis museum berdasarkan kedudukannya, terdapat tiga jenis :
-
Museum Nasional, museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan benda
yang berasal, mewakili dan berkaitan dengan bukti material manusia dan
atau lingkungannya dari seluruh wilayah Indonesia yang bernilai nasional.
Museum Propinsi, museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan benda
yang berasal, mewakili dan berkaitan dengan bukti material manusia dan
atau lingkungannya dari wilayah propinsi dimana museum berada.
Museum Lokal, museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan benda yang
berasal, mewakili dan berkaitan dengan bukti material manusia dan atau
lingkungannya dari wilayah kabupaten atau kotamadya dimana museum
tersebut berada.
Menurut ICOM, museum dapat diklasifikasikan dalam enam kategori,
yaitu:
Art Museum (Museum Seni)
Archeology and History Museum (Museum Sejarah dan Arkeologi)
Ethnographical Museum (Museum Nasional)
Natural History Museum (Museum Ilmu Alam)
Science and Technology Museum (Museum IPTEK)
Specialized Museum (Museum Khusus)
Menurut penyelenggaraannya, museum dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
Museum Pemerintah, yaitu museum yang diselenggarakan dan dikelola
oleh pemerintah baik pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
Museum Swasta, yaitu museum yang didirikan dan diselenggarakan oleh
perseorangan.
7. Kecenderungan Bentuk Museum
Kecenderungan arsitektur museum dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu
menggunakan bangunan berbentuk seperti kuil klasik Eropa, menggunakan
bangunan historis atau cagar budaya, serta menggunakan bangunan baru yang
atraktif.
-
a. Kuil
Pada masa perkembangan museum secara masif pada sekitar abad ke-18,
terdapat kecenderungan arsitektur museum mengambil bentuk seperti kuil
Yunani/Romawi, dengan portiko khas di bagian akses masuk. Tiang-tiang besar
menyangga arsitraf dan timpanon segitiga. Kecenderungan ini boleh jadi karena
merupakan gaya bangunan yang sedang trend pada saat itu sebagai bangunan
formal, akan tetapi dapat juga karena museum awalnya adalah bagian dari kuil
tempat meletakkan benda-benda untuk dewi-dewi kesenian.
Museum dengan arsitektur semacam ini antara lain adalah British Museum
di London. Di Indonesia, Museum Nasional atau Museum Gajah di Jakarta juga
menggunakan bangunan neo-klasik yang secara khusus disebut sebagai Indische
Empire Style.
Tidak hanya itu, di Mojokerto, Jawa Timur, Maclaine Pont mendesain
museum untuk menyimpan arca dan berbagai temuan purbakala dengan gaya
kuil, yaitu candi gaya Jawa Timur. Pintu gerbang dengan gaya Klasik Indonesia
memberi akses kepada bangunan kecil dari museum, yang koleksi di dalamnya
ditata seperti candi: arca utama diletakkan di bagian tengah, berbagai arca lain
ditata di sekelilingnya lengkap dengan beberapa relief dari masa Klasik Indonesia.
Gambar. Museum di Mojokerto karya Maclaine Pont. Fasad menampakkan ciri candi Jawa Timur.
Sumber: Foto koleksi Tropenmuseum.
b. Bangunan Bersejarah
Setidaknya di Indonesia terdapat kecenderungan untuk menggunakan
bangunan bersejarah sebagai museum. Misalnya adalah Museum Joang 45 di
Kramat Raya Jakarta dan Museum Benteng Vredeburg di Yogyakarta. Beberapa isu
-
dapat dikaitkan dengan penggunaan bangunan bersejarah, antara laina dalah
konservasi dan makna.
Dari sisi konservasi, terdapat 1964 International Charter for the
Conservation and Restoration of Monuments and Sites yang dikenal sebagai The
Venice Charter, dari Unesco. Sementara itu, di Indonesia terdapat Undang-
Undang Cagar Budaya tahun 2010. Piagam dan peraturan tersebut melandasi arah
penggunaan atau pengembangan bangunan cagar budaya, termasuk di dalamnya
adalah penggunaan sebagai museum.
Do not let us deceive ourselves it is impossible, as impossible as to raise
the dead, to restore anything that has ever been great or beautiful in
architecture That spirit which is given only by the hand and eye of the workman
can never be recalled And as for direct and simple copying, it is palpably
impossible. What copying can there be of surfaces that have been worn half an
inch down? The whole finish of the work was in the half inch that is gone.
John Ruskin, 1849. The Lamp of Memory
Salah satu kasus yang menarik untuk dipelajari adalah restorasi Neues
Museum di Berlin. Bangunan ini hancur pada Perang Dunia II. Setelah melalui
perdebatan panjang (yang juga menghasilkan status Warisan Dunia bagi
Museumsinsel, yaitu lokasi tempat Neues Museum berada), akhirnya David
Chipperfield (arsitek) dan Jullian Harrap (konservator) merestorasi bangunan
antara tahun 1997-2009. Akan tetapi mereka tidak melakukan dengan
mengembalikan ke kondisi sebelum rusak. Berbagai bagian bangunan tersisa
dibiarkan berdiri dan struktur-struktur baru digunakan untuk menggenapi yang
hilang. Chipperfield menyatakan bahwa:
This is a complete reconstruction, and we took the original building very
much into account. It was important for us to not destroy any of the remaining
original fragments.
-
Menurutnya, arsitektur juga bagian dari cara kita bercerita. Dia ingin
memberikan kesempatan kepada sejarah untuk mengekspresikan dirinya dengan
memperlihatkan jejak dari Perang Dunia II dalam konteks baru.
Architecture is a method of storytelling, and making new versions of
something that once existed is against his principles.
c. Bangunan khusus untuk museum
Banyak bangunan yang sengaja dibuat untuk museum. Umumnya bangunan-
bangunan tersebut menggunakan gaya yang trend pada masa itu, atau justru
menggunaan unsur-unsur lama. Museum Nasional Jakarta manggunakan
bangunan yang khusus dibuat, juga Museum Sonobudoyo di Yogyakarta. Museum
Sonobudoyo mengunakan gaya rumah jawa, meski pada masa tersebut juga
berkembang bangunan-bangunan modern a la Barat.
d. Monumen & Memorial
Setelah Perang Dunia banyak monumen yang juga digunakan sebagai
museum. Di Indonesia terdapat Monumen Nasional yang menyimpan diorama
dan pernah menyimpan bendera pusaka, Monumen Yogya Kembali yang
menyimpan juga berbagai benda asli dan replika berkait dengan peristiwa Yogya
Kembali.
Bangunan monumen biasanya tidak berbentuk gedung, melainkan tugu dan
sebangsanya, sementara memorial sering melibatkan gedung, meskipun
keduanya tidak mutlak berbentuk demikian.
e. Bangunan Modern & Postmodern
Bangunan (Super) Modern menjadi trend arsitektur museum pada saat ini. Di
Indonesia terdapat antara lain Museum Tsunami Aceh karya M. Ridwan Kamil.
Beberapa arsitek ternama dunia yang merancang berbagai bangunan museum
antara lain adalah Frank Llyod Wright (Solomo R. Guggenheim, N.Y.C., 1959),
Daniel Libeskind (Denver Art Museum, 2006, dan Jdisches Museum, Berlin,
2001), Rem Koolhaas (Ruhrmuseum, Essen, 2010; Seoul National University
Museum of Art, 2005), Frank Gehry (Weisman Art Museum, Minneapolis, 1993,
dan The Guggenheim Museum Bilbao, Spanyol, 1997), I.M. Pei (Louvres Pyramid,
1989 dan Deutsches History Museum, Berlin 2003), serta Renzo Piano (Centre
Pompidou, Paris, 1977).
-
Gambar Centre Pompidou Sumber: http://sektiadi.staff.ugm.ac.id/2014/06/arsitektur-museum/
Larry Flynn (2002) mengemukakan adanya tujuh trend dalam perancangan
museum saat ini (atau tepatnya sekitar lima belas tahun yang lalu ).
Menurutnya, sekarang berkembang 1) Museum structure as artwork and
attractor, 2) Greater emphasis on retail space and restaurants, 3) Grand halls for
hosting events, 4) Flexible gallery space for travelling exhibits, 5) More outdoor art
and landscaping, 6) Hardwiring for technology, dan 7) Parking as a top priority.
8. Persyaratan Ruang Museum
Persyaratan ruang disni dititikberatkan pada ruang pamer sebagai fungsi
utama dari museum. Beberapa persyaratan teknis ruang pamer adalah sebagai
berikut:
a. Pencahayaan dan Penghawaan
Menurut Imelda Akmal dalam bukunya yang berjudul Lighting,
Penerangan memegang peranan penting dalam desain bangunan, baik dari segi
fungsi maupun estetika. Penerangan yang terencana dengan baik dan saksama
dapat menampilkan kelebihan desain arsitektur dan interior sekaligus
menciptakan keindahan atmosfer ruang.
Menurut Arthur Rosenblat dalam buku berjudul Building Type Basics for
Museums, tujuan dari arsitektural dan tampilan pencahayaan adalah
menyediakan sebuah keadaan yang mempertemukan baik antara kebutuhan
visual pengunjung museum dan kebutuhan konservasi dari koleksi.
-
Dalam buku ini, pencahayaan sebaiknya:
Membantu untuk membentuk konteks dan gaya dari bangunan
romantis dengan memperindah detail-detail penting arsitektural sementara
mencari untuk memperoleh sebuah respon emosional dari pengunjung.
Mengenali bahwa sebuah ruang bertujuan untuk dilihat sebagai
sesuatu yang agung atau romantis melibatkan sebuah pendekatan berbeda dari
satu desain sebagai efisien atau modern.
Sumber-sumber cahaya-cahaya yang bergabung untuk warna-warna
mereka dan kemampuan untuk menyoroti objek dan permukaan-permukaan, dan
sumber-sumber cahaya yang berpendar agar tahan lama dan efisien.
Kebutuhan dan sistem pencahayaan akan berbeda menyesuaikan fungsi
ruang dan jenis display. Sebagai contoh, sebuah museum sejarah alam mungkin
hanya perlu distribusi umum minimal sementara pada kasus eksibisi diberikan
pencahayaan pada display. Pada ruang eksterior, pencahayaan ruang luar dapat
digunakan untuk mendramatisir dan memperlihatkan tampilan museum.
Kerusakan akibat cahaya bersifat kumulaltif dan tidak terhindarkan. Energi
cahaya mempercepat kerusakan. Energi ini dapat menaikkan suhu permukaan
benda dan dengan demikian menciptakan iklim-mikro dengan berbagai tingkat
kelembaban relatif dan reaktivitas kimia. Pencahayaan dapat menyebabkan
koleksi memudar, gelap, dan mempercepat penuaan.
Cahaya yang terlihat adalah kombinaso dari berkas cahaya merah, jingga,
kuning, hijau, biru, dan ungu. Panjang gelombang cahaya ini adalah kisaran biru
hingga akhir dari spektrum ultraviolet memiliki energi lebih dan dapat llebih
merusak objek.
Karena tidak satupun sinar ultraviolet (UV) atau inframerah (IR) yang bolej
mempengaruhi tampilan, keduanyaharus dihilangkan sepenuhnya dari area
pameran, area penyimpanan koleksi, dan area penanganan. Dua sumber utama
sinar UV adalah sinar matahari (pencahayaan alami) dan lampu (pencahayaa
buatan).
-
Pencahayaan Alami
Untuk tipologi fungsi museum, pencahayaan dan penghawaan merupakan
aspek teknis utama yang perlu diperhatikan untuk membantu memperlambat
proses pelapukan dari koleksi. Untuk museum dengan koleksi utama kelembaban
yang disarankan adalah 50% (RH) dengan suhu 24C-26C. Intensitas cahaya yang
disarankan sebesar 50 lux dengan meminimalisir radiasi ultra violet. Beberapa
ketentuan dan contoh penggunaan cahaya alami pada museum adalah sebagai
berikut:
Gambar. Ruang Peragaan dan Pencahayaan yang baik berdasarkan percobaan di Boston.
Sumber: Data Arsitek
Gambar. Ruang yang Memiliki Pencahayaan Ideal dengan Pencahayaan dari Dua Sisi, dikembangkan oleh D. Hurst Seager.
Sumber: Data Arsitek
-
Gambar. Teknik Pencahayaan Alami Sumber: Time Saver Standard
Perancang museum yang paling profesional lebih menghargai penyajian dan
pelestarian koleksi mereka diatas segala manfaat arsitektural pencahayaan alami yang
melimpah pada area koleksi. Terlalu banyak cahaya dan panjang gelombang tertentu
mampu menyebabkan kerusakan yang nyata pada koleksi-koleksi yang tidak tergantikan.
Pencahayaan Buatan
Pencahayaan buatan lebih baik dari pada pencahayaan alami agar tidak merusak,
cahaya buatan harus tetap dimodifikasi pada iluminasi (tingkat keterangan cahaya)
tertentu, untuk mengurangi radiasi sinar ultraviolet.
Ruang Material Tingkatan Cahaya (FC)
Pameran (sangat sensitif) Benda-benda dari kertas, hasil print, kain, kulit,
berwarna
5-1-
Pameran (sensitif) Lukisan cat minyak, dan tempera, kayu
15-20
Pameran (kurang sensitif) Kaca, batu, keramik, logam 30-50
Penyimpanan Barang Koleksi
5
Penanganan Barang Koleksi 20-50
Gambar. Tingkat Cahaya Ruang Museum Sumber: Tugas Akhir Museum Budaya di Pontianak
Ruang pameran biasanya memiliki susunan track lighting berkualitas tinggi yang
fleksibel. Tata letak akhir harus mempertimbangkan lokasi dinding non permanen. Tata
letak track lighting harus mengakomodasi letak dinding permanen dan dinding non
permanen:
-
Sudut yang diukur mulai dari titik di dinding dan 5-kaki 4-inci di atas lantai
(yang merupakan rata-rata eye-level untuk orang dewasa) harus antara 45 dan
75 (ke atas) dari bidang horizontal ke posisi lampu.
Untuk dinding permanen, sudut yang ideal bisanya antara 65-75.
Semakin sensitif material koleksi, semakin sedikit pencahayaan yang perlu
disediakan.
Gambar. Teknik Pencahayaan Buatan pda Ruang Pamer Sumber: Time Saver Standard
b. Ergonomi dan Tata Letak
Untuk memudahkan pengunjung dalam melihat, menikmati, dan
mengapresiasi koleksi, maka perletakan peraga atau koleksi menjadi sangat
penting. Berikut standar-standar perletakan koleksi di ruang pamer museum:
-
Gambar. Standar Peletakan Koleksi Sumber: Data Arsitek
Gambar. Standar Peletakan Koleksi Sumber: Data Arsitek
Untuk pameran dengan pencahayaan dari samping, tinggi tempat
gantungan yang baik antara 30 dan 60, dengan tinggi ruang 6,7 meter dan tinggi
ambang 2130 untuk lukisan atau 3400-3650 untuk meletakkan patung. Sedangkan
ketentuan luasan yang dibutuhkan untuk beberapa macam koleksi antara lain,
lukisan 3-5m luas dinding, patung 6-10 m luas dinding, dan 1 m ruang lemari
kabinet untuk koleksi berupa kepingan per keping 400 keping.
-
c. Jalur Sirkulasi di Dalam Ruang Pamer
Jalur sirkulasi di dalam ruang paemr terutama harus mendukung
penyampaian infomasi, membantu pengunjung memahami dan berapresiasi
terhadap esensi pameran. Penentuan jalur sirkulasi nantinya akan bergantung
pada runtutan cerita yang ingin disampaikan dalam pameran dan pencapaian
yang ingin disampaikan untuk dirasakan pengunjung. Berikut beberapa contoh
jalur sirkulasi yang digunakan untuk membantu pembentukan sequence dan alur
informasi yang ingin disampaikan:
Gambar. Pilihan Jalur Sirkulasi pada Ruang Pamer Sumber: Data Arsitek
d. Standar Visual Objek Pamer
Galeri dan ruang pameran harus merupakan sebuah lingkungan visual
yang murni, tanpa kekacauan visual (termostat, alat pengukur suhu/kelembaban,
alat pemadam kebakaran, akses panel, signage, dll). Bahan permukaan display
tidak boleh dapat teridentifikasi (secara pola atau tekstur). Permukaannya harus
dapat dengan mudah di cat, sehingga warna dapat diatur menyesuaikan setiap
pameran.
Dinding display dengan tinggi minimal 12 kaki diperlukan sebagian besar
galeri museum seni baru, namun museum yang didedikasikan untuk seni
kontemporer harus memiliki langit-langit lebih tinggi, 20 kaki adalah ketinggian
yang cukup fleksibel.
-
Gambar. Pilihan Jalur Sirkulasi pada Ruang Pamer Sumber: Time Saver Standard
e. Persyaratan Ruang
Ruang untuk memperagakan hasil karya seni, benda-benda budaya dan
ilmu pengetahuan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Benar-benar terlindung dari pengrusakan, pencurian, kebakaran,
kelembaban, kekeringan, cahaya matahri langsung, dan debu.
Setiap peragaan harus mendapat pencahayaan yang baik (untuk kedua
bidang tersebut) ; biasanya dengan membagi ruang sesuai dengan
koleksi yang ada menurut :
Benda koleksi untuk studi (mis : mengukir, menggambar)
diletakkan dalam kantong kantongnya dan disimpan di dalam
lemari (dilengkapi laci-laci) kira-kira berukuran dalam 800 dan
tinggi 1600.
Benda koleksi untuk pajangan mis : lukisan, lukisan dinding,
patung, keramik, furniture. ( Sumber: Ernst Neufert, hlm. 135).
9. Persyaratan Elemen pendukung Museum Lainnya
a. Temperatur/Kelembaman
Kondisi tempat yang terlalu kering atau telalu lembab dapat berpengaruh
buruk dan merusak benda koleksi. Oleh karena itu, beberapa benda koleksi harus
diperhitungkan dan dijaga kelembamannya, bahkan perlu juga diperhitungkan
intensitas panas yang ditimbulkan dari pencahayaan buatan (lighting). Suhu dan
kelembaban yang optimum tidak hanya diterapkan pada ruang pamer saja,
-
melainkan juga pada ruang storage (penyimpanan koleksi) dan ruang konservasi.
(New Metric Hand Book, Museum and Galleries)
b. Penghawaan
Museum yang baik sebaiknya tetap menerapkan penghawaan alami.
Perwujudannya biasa melalui perletakkan jendela (croo ventilation). Sedangkan
untuk tujuan pemeliharaan objek benda pameran, sebaiknya menggunakan AC
karena dapat mengatur temperatur dan kelembaban yang diinginkan. L ini
tentunya tergantung oleh bahan objek pameran tersebut, apakah peka terhadap
kelembaban atau tidak. (Smita J. Baxi Vinod p. Dwivedi, modern museum,
Organization and partice in India, New Delhi, Abinar publications, hal 34)
c. Akustik
Akustik bervariasi pada setiap museum. Akustik pada tiap ruang haruslah
nyaman bagi perorangan maupun kelompok. Sangat penting bagi pembimbing tur
agar dapat didengar oleh kelompoknya tanpa mengganggu pengunjung lainnya.
Beberapa ruangan untuk fungsi tertentu seperti ruang pertemuan, orientasi,
auditorium (atau teater) harus dirancang oleh ahlinya.
Ruang lainnya, seperti area sirkulasi utama dan ruang pameran
memerlukan penataan akustik tertentu untuk mencegahnya menjadi terlalu
hidup sehingga emrusak pengalaman yang ingin diciptakan museum.
d. Keamanan
Operasi museum harus dibuat aman seluruhnya, bukan hanya oleh sistem
para penjaga aktif dan sistem elektronik, tetapi juga oleh rancangan dan tata letak
yang sesuai. Semua aspek dari museum harus di rancang untuk menjaga
keamanan koleksi. Koleksi harus dilindungi dari kerusakan , pencurian, dan
penyalahgunaan. Ini berlaku bagi pengunjung, staf penanganan, dan staf
keamanan.
Museum hanya boleh memiliki satu pintu masuk umum dan biasanya pintu
masuk staf yang terpisah (meskipun hal ini tergantung pada ukuran museum).
Prioritasnya adalah koleksi keamanan, yang berbeda dari standar keamanan
gedung-gedung pada umumnya.
Lima zona keamanan yang harus dipikirkan:
Zona 1: Keamanan Tertinggi Penyimpanan Koleksi
-
Zona 2: Kemanan Tinggi Koleksi tanpa akses publik
Zona 3: Keamanan Tinggi Koleksi dengan akses publik
Zona 4: Aman Tanpa koleksi/akses pubik
Zona 5: Aman Akses publik yanpa koleksi
Rancangan arsitektur harus menyediakan sebuah organisasi yang
menggabungkan zona-zona keamanan ini dan operasi yang efisien. Berbagai
aspek dari desain bangunan dan konstruksi juga terlibat dalam memuaskan
kebutuhan keamanan. Ini termasuk desain HVAC, pintu, dan perangkat keras,
konstruksu dinding, konstruksi atap dan skylight.
e. Sistem Elektrikal
Sumber tenaga listrik dalam site mengandalkan sumber tenaga PLN dan
sebagai cadangan adalah generator set.
f. Sistem Keamanan dan Bahaya Kebakaran
Sistem keamanan untuk tindakan kejahatan dan pencurian pada museum
yaitu penempatan kamera pengawas/CCTV, sedangkan untuk bahaya kebakaran
menggunakan sprinkler system, smoke and heat detector.
Fire Protection
Pelestarian dan pengelolaan koleksi museum dari bahaya api memerlukan
sistem deteksi kebakaran dan sistem penekanan yang memanfaatkan alat deteksi
peringatan dini untuk perlindungan yang maksimal. Perlindungan dan pelestarian
tersebut sangat penting untuk misi museum.
Sistem ini harus diintegrasikan dengan sistem keamanan untuk
melaporkan alarm serta kondisi yang dapat menyebabkan alarm pada waktunya
untuk tindakan korektif oleh staf terlatih. Perlindungan paling efektif adalah
proteksikebakaran otomatis (sprinkler) di seluruh sistem. Namun, banyak
profesional museum yang tidak menggunakan sistem seperti itu, karena takut
kerusakan akibat air yang disebabkan oleh mesin digerakkan, kebocoran, dan
alarm palsu.
g. Sistem Plumbing/Perpipaan
Sistem plumbing/perpipaan, termasuk letak arsitektural toilet, harus
menghindari kerusakan koleksi yang disebabkan oleh kebocoran dan penguapan,
-
Semua sistem perpipaan harus diarahkan naik dan mengalir melalui dan di
atas koridor layanan atau daerah non-koleksi saja. Tidak boleh ada pipa saluran air
apapun, dan drainase atap harus dialihkan melalui atau di atas area yang
mengandung koleksi atau area pameran. Tidak boleh ada pipa saluran air atau
drainase perpipaan di setiap tempat penyimpanan koleksi.
10. Sistem Struktur
Pemilihan sistem struktur menyesuaikan dengan tuntutan bentuk,
kebutuhan ruang dan persyaratan yang ada, yaitu:
Sistem berperan sebagai pendukung beban bangunan, baik beban mati
maupun hidup
Memenuhi persyaratan kekuatan, keawetan dan persyaratan teknis
lainnya
Menguntungkan baik ditinjau dari segi perancangan, pelaksanaan dan
perawatan.
11. Kesimpulan:
a. Objek Rancang Bangun (ORB) sesuai dengan fungsi museum menurut PP
No. 19 tahun 1995: dalam Pedoman Museum Indonesia, 2008, yaitu:
sebagai tempat pelestarian dan sebagai sumber informasi.
b. Objek Rancang Bangun (ORB) sesuai dengan fungsi museum menurut
ICOM, yaitu: sebagai Pengumpul dan pengaman warisan alam dan
kebudayaan, Dokumentasi dan penelitian ilmiah, Konservasi dan
preservasi, Penyebaran dan peemrataan ilmu untuk umum, Pengenalan
dan penghayatan kesenian, Visualisasi warisan, Cermin pertumbuhan
peradaban umat manusia, dan Pembangkit rasa bertakwa dan bersyukur.
c. Aktivitas yang diwadahi antara lain:
Kegiatan komunikasi visual dengan karya yang dipamerkan
Kegiatan perpustakaan
Kegiatan sharing (seminar, talkshow, dll)
Kegiatan pengelola
-
Kegiatan bersifat konservasi dan preservasi
Kegiatan servis.
d. Ruang-ruang utama pada ORB adalah:
Museum
Workshop
Perpustakaan
Kafe
Ruang pengelola.
e. ORB tergolong pada jenis museum sebagai berikut:
Berdasarkan koleksi tergolong museum khusus
Berdasarkan kedudukan tergolong museum nasional
Menurut ICOM tergolong museum seni, museum nasional, dan
museum khusus
Menurut penyelenggaranya tergolong museum pemerintah
f. Bentuk museum memiliki kecenderungan pada bentuk museum modern.
g. Ruang-ruang pada obyek rancang bangun disesuaikan dengan standar-
standar internasional yang disesuaikan dengan bentuk massa, yaitu dalam
segi: pencahayaan dan penghawaan, ergonomi dan tataletak, jalur sirkulasi
ruang pamer, standar visual objek pamer, temperatur/kelembaban ruang,
akustik ruang, sistem struktur, dan sistem utilitas.
B. Film Nasional
1. Pemahaman Film Nasional
Berikut merupakan beberapa pengertian dari kata film, yaitu:
a. Selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang
akan dibuat potret) atau untuk tempat gambar positif (yang akan dimainkan di
bioskop). (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1999)
b. Berkenaan atau berasal dari bangsa sendiri. (Tim Penyusun Kamus Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1999)
c. Pengertian umum film adalah jalinan pita gambar yang kemudian bergerak
dan diproyeksikan, karenanya makan disebut gambar hidup atau motion picture.
-
Film erat kaitannya dengan kehidupan manusia baik sebagai produk kebudayaan,
media komunikasi pembangunan, alat pengutara seni, maupun sebagai sarana
pembina generasi muda.(Laporan Penelitian, Pengamatan, Perkembangan Priduksi
Film Nasional, Proyek Penelitian dan Pengembangan Penerangan Departemen
Penerangan - Republik Indonesia, Jakarta, 1980-1981.)
d. Film adalah sebuah karya seni budaya yang merupakan suatu pranata sosial
dan media komunikasi massa yang dibuat berdasar atas kaidah sinematografi dengan
atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan. (UU Nomor 33 Tahun 2009 Tentang
Perfilman)
e. Film adalah suatu alat untuk menyampaikan berbagai pesan kepada khalayak
umum melalui media cerita. Film juga diartikan sebagai media ekspresi artistik bagi
para seniman dan insan perfilman untuk mengungkapkan gagasan dan ide cerita
yang dimilikinya. (Wibowo)
f. Sinematografi (dari bahasa Yunani: kinema - "gerakan" dan graphein -
"merekam") adalah pengaturan pencahayaan dan kamera ketika merekam gambar
fotografis untuk suatu sinema.
g. Tiga elemen penting yang mempengaruhi dalam pembuatan film :
o Gambar
o Gaya
o Cahaya
2. Film Nasional
Film erat kaitannya dengan kehidupan manusia baik sebagai produk
kebudayaan, media komunikasi pembangunan, alat pengutara seni, maupun sebagai
sarana pembina generasi muda.
Menurut Laporan Penelitian, Pengamatan, Perkembangan Produksi Film
Nasional, Proyek Penelitian dan Pengembangan Penerangan Departemen
Penerangan Republik Indonesia tahun 1980-1981, Film sebagai produk kebudayaan
berarti nilai-nilai kebudayaan bangsa Indonesia, baik berupa hasil cipta, rasa, dan
karsa serta karya ternyata masih belum banyak digali dan ditampilkan oleh film-film
kita.
-
Film-film yang banyak diproduksi kebanyakan menyampaikan aspek pesan
tentang keindahan, kesuburan, kekayaan alam Indonesia. Sedangkan aspek lainnya
seperti kesenian daerah, adat istiadat, belum banyak dibuat. Padahal dari aspek
inilah banyak digali ide tema cerita dilm sehingga perannya sebagai produk
kebudayaan lebih terasa.
Film sebagai media komunikasi pembangunan berarti keikutsertaan film-film kita
dalam menyebarluaskan informasi tentang kegiatan pembangunan fisik dan hasil-
hasil yang dicakup cukup menonjol, namun demikian pesan kultural edukatif yang
menyangkut bidang mental dan spiritual masih perlu ditingkatkan.
Film sebagai alat pengutara seni berarti suatu karya film dianggap baik dalam hal
pengutara seni bila mengumpuljan nilai baik dari segi tekni pengambila gambarnya,
penyutradaraannya, pemaduan gambar dan suara, penggarapan alur cerita, editting,
dan penampilan pemainnya.
Film sebagai sarana pembinaan generasi muda berarti suatu produksi film yang
menyampaikan pesan-pesan yang spesifik kepada generasi muda, dalam hal ini
produksi film kita sudah cukup baik, namun masih perlu ditingkatkan.
3. Sejarah Film Nasional
Perfilman Indonesia memiliki sejarah yang panjang dan sempat menjadi raja di
negara sendiri pada tahun 1980-an, ketika film Indonesia merajai bioskop-bioskop
lokal. Film-film yang terkenal pada saat itu antara lain, Catatan si Boy, Blok M dan
masih banyak film lain. Bintang-bintang muda yang terkenal pada saat itu antara lain
Onky Alexander, Meriam Bellina, Lydia Kandou, Nike Ardilla, Paramitha Rusady, Desy
Ratnasari.
-
Gambar. Poster Film Kugadaikan Cintaku (kiri), Poster Film Blok M (kanan) Sumber: http://id.wikipedia.org/
Gambar. Artis-artis Indonesia: Onky Alexander (kiri), Meriam Bellina (tengah), Lydia Kandou (kanan)
Sumber: http://id.wikipedia.org/
Gambar. Artis-artis Indonesia: Paramitha Rusady (kiri), Desy Ratnasari (tengah), Nike Ardilla(kanan)
Sumber: http://id.wikipedia.org/
Pada tahun-tahun itu acara Festival Film Indonesia masih diadakan tiap tahun
untuk memberikan penghargaan kepada insan film Indonesia pada saat itu. Tetapi
karena satu dan lain hal perfilman Indonesia semakin jeblok pada tahun 90-an yang
membuat hampir semua film Indonesia berkutat dalam tema-tema yang khusus
-
orang dewasa. Pada saat itu film Indonesia sudah tidak menjadi tuan rumah lagi di
negara sendiri. Film-film dari Hollywood dan Hong Kong telah merebut posisi
tersebut.
Hal tersebut berlangsung sampai pada awal abad baru, muncul film Petualangan
Sherina yang diperankan oleh Sherina Munaf, penyanyi cilik penuh bakat Indonesia.
Film ini sebenarnya adalah film musikal yang diperuntukkan kepada anak-anak. Riri
Riza dan Mira Lesmana yang berada di belakang layar berhasil membuat film ini
menjadi tonggak kebangkitan kembali perfilman Indonesia. Antrian panjang di
bioskop selama sebulan lebih menandakan kesuksesan film secara komersil.
Gambar. Poster Film Petualangan Sherina Sumber: http://id.wikipedia.org/
Gambar. Aktris Sherina Munaf Sumber: http://id.wikipedia.org/
-
Gambar. Produser Petualangan Sherina: Riri Reza (Kiri), Mira Lesmana (Kanan Sumber: http://id.wikipedia.org/
Setelah itu muncul film film lain yang lain dengan segmen yang berbeda-beda
yang juga sukses secara komersil, misalnya film Jelangkung yang merupakan tonggak
tren film horor remaja yang juga bertengger di bioskop di Indonesia untuk waktu
yang cukup lama. Selain itu masih ada film Ada Apa dengan Cinta? yang
mengorbitkan sosok Dian Sastrowardoyo dan Nicholas Saputra ke kancah perfilman
yang merupakan film romance remaja. Sejak saat itu berbagai film dengan tema
serupa yang dengan film Petualangan Sherina (film oleh Joshua, Tina Toon), yang
mirip dengan Jelangkung (Di Sini Ada Setan, Tusuk Jelangkung), dan juga romance
remaja seperti Biarkan Bintang Menari, Eiffel I'm in Love. Ada juga beberapa film
dengan tema yang agak berbeda seperti Arisan! oleh Nia Dinata.
Gambar. Poster Film Jelangkung Sumber: http://id.wikipedia.org/
-
Gambar. Poster Ada Apa dengan Cinta Sumber: http://id.wikipedia.org/
Gambar. Poster Film Eiffel Im in Love Sumber: http://id.wikipedia.org/
Selain film-film komersil itu juga ada banyak film film nonkomersil yang berhasil
memenangkan penghargaan di mana-mana yang berjudul Pasir Berbisik yang
menampilkan Dian Sastrowardoyo dengan Christine Hakim dan Didi Petet. Selain dari
itu ada juga film yang dimainkan oleh Christine Hakim seperti Daun di Atas Bantal
yang menceritakan tentang kehidupan anak jalanan. Tersebut juga film-film Garin
Nugroho yang lainnya, seperti Aku Ingin Menciummu Sekali Saja, juga ada film
Marsinah yang penuh kontroversi karena diangkat dari kisah nyata. Selain itu juga
ada film film seperti Beth, Novel tanpa huruf R, Kwaliteit 2 yang turut serta
meramaikan kembali kebangkitan film Indonesia. Festival Film Indonesia juga
kembali diadakan pada tahun 2004 setelah vakum selama 12 tahun.
-
Gambar. Poster Film Pasir Berbisik
Sumber: http://id.wikipedia.org/
Gambar. Poster Film Daun di Atas Bantal (kiri), Poster Film Marsinah (Kanan) Sumber: http://id.wikipedia.org/
Gambar. Poster Film Beth (kiri), Poster Film Novel tanpa Huruf R (Kanan) Sumber: http://id.wikipedia.org/
-
Saat ini dapat dikatakan dunia perfilman Indonesia tengah menggeliat bangun.
Masyarakat Indonesia mulai mengganggap film Indonesia sebagai sebuah pilihan di
samping film-film Hollywood. Walaupun variasi genre filmnya masih sangat terbatas,
tetapi arah menuju ke sana telah terlihat.
4. Genre Film
Genre film adalah bentuk, kategori atau klasifikasi tertentu dari beberapa film
yang memiliki kesamaan bentuk, latar, tema, suasana dan lainnya.
Beberapa genre film utama:
- Aksi: Jenis film yang mengandung banyak gerakan dinamis para aktor dan aktris
dalam sebagian besar adegan film, seperti halnya adegan baku tembak, perkelahian,
kejar mengejar, ledakan, perang dan lainnya.
- Petualangan: Jenis film yang menitik beratkan pada sebuah alur petualangan yang
sarat akan teka teki dan tantangan dalam berbagai adegan film.
- Komedi: Jenis film yang dipenuhi oleh adegan komedi dan lelucon sebagai benang
merah alur cerita film.
- Kriminal: Crime adalah Jenis film yang menampilkan skenario kejahatan kriminal
sebagai inti dari keseluruhan film.
- Drama: Drama adalah Jenis film yang mengandung sebuah alur yang memiliki
sebuah tema tertentu seperti halnya percintaan, kehidupan, sosial, dan lainnya
- Sejarah: Jenis film yang mengandung cerita masa lalu sesuai dengan kejadian dan
peristiwa yang telah menjadi sebuah sejarah.
- Biografi: Jenis film yang mengulas sejarah, perjalanan hidup atau karir seorang
tokoh, ras dan kebudayaan ataupun kelompok.
- Fantasi: Jenis film yang penuh dengan imajinasi dan fantasy.
- Horor: Jenis film yang berisi tentang kejadian mistis dan berhubungan dengan
kejadian-kejadian yang menyeramkan dan menakutkan sebagai nyawa dari film
tersebut.
- Musikal: Jenis film yang berkaitan dengan musik.
- Sains fiksi: Jenis film fantasi imajinasi pengetahuan khususnya yang bersifat exact
yang dikembangkan untuk mendapatkan dasar pembuatan alur film yang
menitikberatkan pada penelitian dan penemuan-penemuan teknologi.
- Perang: Jenis film yang sesuai dengan kategorinya yaitu memiliki inti cerita dan latar
belakang peperangan.
-
- Dokumenter: Jenis film yang berisi tentang kejadian dan peristiwa yang terjadi
secara nyata.
- Thriller: Jenis film yang penuh dengan aksi menegangkan dan mendebarkan dan
biasanya tipe alur ceritanya biasanya berupa para jagoan yang berpacu dengan
waktu, penuh aksi menantang, dan mendapatkan berbagai bantuan yang kebetulan
sangat dibutuhkan yang harus menggagalkan rencana-rencana kejam para penjahat
yang lebih kuat dan lebih lengkap persenjataannya.
5. Production House Indonesia
Berikut merupakan daftar Production House yang cukup ternama dan menghasilkan
film-film terkenal di Indonesia:
AVICOM
BOLA DUNIA
DIWANGKARA CITRA
SUARA/ELANG
PERKASA FILM
Indika Era Mandiri
INTERCINE FILM
KARNOS FILM
LENZA FILM
MD PRODUCTION
MILES PRODUCTION
Millenium Visitama
FILM
MULTIVISION PLUS
RAPI Film
PEARSON TV
PERSARI Film
Prima Entertainment
Ruko Green Garden
SINEMART
SORAYA INTERCINE
FILM
STARVISION
REVO FILMS
PT Hadi Cinema Putra
MD ENTERTAINMENT
NET FILMS
SINEMART & LENZA
FILM
RAPI FILMS
SORAYA INTERCINE
FILMS (SIF)
PRIMA
ENTERTAIMENT
INDIKA
ENTERTAINMENT
MILES PRODUCTIONS
AVANT GARDE
PRODUCTIONS
PT GMM FILMS
INDONESIA
PT VISI LINTAS FILM
KARNOS FILM
JELITA VISINDO
PT GENTA BUANA
PARAMITA
-
PT SHANDHIKA WIDYA
CINEMA
REC PRODUCTION
PT REKA CITA
PRODUKSI
SENATAMA
ENTERTAINMENT
6. Sutradara Indonesia
Indonesia mempunyai banyak sekali sutradara film yang cukup berpengalaman
dan ahli, namun berikut merupakan nama-nama sutradara terbaik Indonesia dimana
karya-karyanya banyak diminati dan digemari dan memberi value yang baik kepada
penonton:
- Riri Reza, karyanya antara lain: Petualangan Sherina, Gie, Untuk Rena, Ada
Apa dengan Cinta (produser, 3 Hari Untuk Selamanya, dll.
- Mira Lesmana, karyanya antara lain: Eliana-Eliana, Petualangan Sherina, Ada
Apa dengan Cinta (produser), Soe Hok Gie, dan lain lain.
- Deddy Mizwar, karyanya antara lain: Mat Angin, SANG Pengembara, Lorong
Waktu, Kiamat Sudah Dekat, dll.
- Diman Djayadiningrat, karyanya antara lain:Tusuk Jalangkung, Bangsal 13, 30
Hari Mencari Cinta, Catatan Akhir Sekolah, dll
- Rudianto, karyanya antara lain: Ada Apa dengan Cinta, Bintang Jatuh, Garuda
di Dadaku 2, dll
- Rizal Mantovani, karyanya antara lain: 5 cm, Kuntilanak 1,2,3 , Jatuh Cinta
Lagi, dll.
- Rano Karno, karyanya antara lain:Si Doel Anak Sekolahan, dll.
- Hanung Bramantyo, karyanya antara lain: Perempuan Berkalung Sorban,
Tanda Tanya, Cinta tapi Beda, AyatAyat Cinta, Lentera Nerah, dll.
7. Kesimpulan:
Pada ORB, akan ditampilkan perjalanan perfilman nasional, diperlihatkan
poster-poster jaman dahulu hingga sekarang, diperlihatkan alur ceritanya.
Disajikan arsip-arsip film dan buku-buku perfilman yang dapat dinikmati di
perpustakaan.
-
Diberi informasi mengenai aktris, aktor, sutradara, dan berbagai tokoh-tokoh
perfilman Indonesia.
Diperlihatkan film-film Indonesia berdasarkan genre dan tahunnya.
C. Pendekatan Metafora Kombinasi
1. Pengertian Tema
Tema adalah suatu pendekatan atau sudut pandang untuk menyelesaikan
permasalahan, yang kita harus mengetahui betul judul dari latar belakang yang kita
kemukakan harus memiliki keterikatan logis yang jelas.Berhubungan dengan
keterkaitan judul, latar belakang, dan Tema Saya menganalogikan suatu Judul lagu
Punk hari ini yang di bawakan oleh Band Superman Is Dead yang bertema anti Life
Style atau gaya hidup yang berlebihan, dan dalam penyelesaian masalahnya
bagaimana Band tersebut membawa, menceritakan, dan menyajikan semenarik
mungkin sehingga si pendengar tertarik oleh syair yang dibawakan.
2. Pengertian Metafora
Bahasa merupakan salah satu cara manusia untuk saling dapat berkomunikasi
antara satu dengan yang lainnya. Denagn bahasa pula manusia mampu berfikir
secara abstark terhadap objek- objek yang nyata dengan cara objekobjek tersebut
ditransformasikan dengan symbol_symbol abstrak. Kenyataannya manusia berfikir
tentang objek tersebut tidak berada pada saat kegiatan berfikir tersebut dilakukan.
Metafora merupakan bagian dari bahasa yang digunakan oleh manusia untuk
menjelaskan sesuatau melalui perbandingan atau suatu persamaan / kemiripan.
3. Pengertian Arsitektur Metafora
Menurut Aristotle, metafora adalah memberi nama pada sesuatu yang menjadi
milik sesuatu yang lain, pemindahan dari genus menjadi spesies, atau dari spesies
menjadi genus, atau dari spesies menjadi spesies atau pada dasar analogi... bahwa
dari analogi terdapat empat istilah yang sangat berhubungan, yaitu yang kedua (B)
menuju yang pertama (A) sebagaimana yang keempat (D) menuju yang ketiga (C),
untuk itu kemudian secara metafora meletakkan D sebagai pengganti B dan B
sebagai pengganti D. Aristotle juga mengatakan, Metafora memberi gaya,
-
kejernihan, daya tarik dan berbeda dari yang lain: dan ini bukanlah hal yang
penggunaannya bisa diajarkan oleh satu orang ke orang yang lain. Dimana
Aristoteles memberikan dua pengertian terhadap metafora:
Benda contoh: toko makanan yang sekilas mirip donut, merupakan aplikasi
dari metafora sebagai benda. Dengan adanya toko makanan, orang ingat
donut.
Kegiatan metafora sebagai kegiatan, inilah oleh Abel dijabarkan lebih jauh
ke dalam arsitektur. (Abel, 1997)
Dari definisi yang telah dipaparkan oleh Aristotle tersebut, bisa disimpulkan
bahwa metafora adalah pendefinisian sesuatu dengan sesuatu yang lain atau bisa
juga dikatakan sebagai bentuk perumpamaan. Arsitektur Metafora adalah
mengidentifikasikan suatu bangunan arsitektural dengan pengandaian sesuatu yang
abstrak sehingga setiap pengamat akan mempunyai persepsi masing-masing sesuai
dengan persepsi yang timbul pada saat pertama kali melihat bangunan tersebut.
Melalui metafora, imajinasi perancang bisa diuji dan dikembangkan. Mereka yang
memiliki daya imajinasi yang tinggi tidak akan mengalami kesulitan dalam
menggunakanmetafora, bahkan metafora akan semakin memperluas dan
memperdalam daya imajinasi mereka. (Antoniades, 1990)
Charles Jencks ( The Language of Post Moderen Architecture hal 40 )
Dalam bukunya The Language Of Post Modern Architecture ( awal tahun
1970-an ), Charles Jenck menyoba mengaitkan antara bahasa dengan arsitektur,
anatara lain dengan metafora.
Dalam Arsitektur, metafora adalah kiasan atau ungkapan bentuk yang
diwujudkan pad bangunan sehingga akan menimbulkan bebagai persepsi dari yang
melihatnya.
Masyarakat dapat mempunyai pandangan tertentu terhadap bentuk
bangunan yang dilihat dan diamatinya, entah trhadap bentuk keseluruhan atau
hanya sebagian dari bentuk tersebut.
( People invariby see on building in tern of another, or interm of similar object, in
short as a metaphor )
(Keanekaragaman dalam melihat suatu bangunan sebagai ssuatau yang lain atau
mirip dengan suatu objek, di sebut metafora)
-
Paul- Alan Johnson ( Paul Alan Johnson, The History of Architcture hal 428 ):
( Metaphor is technique of transferring or transporting a name or description to
semething as if it were that thing but clearly not )
( Metafora adalah tehnik mmindahkan gambaran kepda sesuatu hal, seakan-akan
benar tetapi sbenarnya bukan )
Menurut Geoffrey Broadbent :
( Transfring figure of speech in wich a name or descriptive term is transferred to
some object, diferen from but analogous to, that is properly applicable )
( Memindahkan gambaran kepada suatu bject yang berbeda tetapi analog )
Robert Ventury:
Metafora yang menimbulkan persepsi yang semestinya merupakan tanda
secara arsitektural dari suatu bangunan secara komunikasi.
Menurut Anthony C Antoniades (Poetic of Architcture hal 30) terdapat tiga
kategori Metafora, yaitu :
Intangible Metaphors (Metafora tidak nyata)
Metafora yang dipakai berangkat dari konsep, ide, hakekat anusia
atau dari nilai-nilai seperti Individualisme, Naturalisme, Komunitas, Tradisi,
dan Kebudayaan.
Tangible Metaphors ( Metafora Nyata)
Metafora yang berangkat dari hal-hal yang visual serta spesifikasi atau
karakter tertentu dari suatu benda seperti rumah sebagai puri.
Combined Metaphors
Merupakan gabungan Intangible Metaphors dan Tangible Metaphors
dengan membandingkan objek fisual dengan yang lain mempunyai
persamaan nilai atau konsep, dimana bentuk visual nya dapat dipakai sebagai
acuan kreatifitas perancangnya.
Keberhasilan penerapan Metafora pada Arsitektur dinilai dari tingkat
kesamaran dalam menggali sumber inspirasi suatu bangunan, semakin
tersamar, dan menimbulkan persepsi yang lain maka semakin tersamar dan
menimbulkan pertsepsi yang lain maka semakin berhasil metaforanya.
-
4. Kegunaan Dari Penerapan Metafora
Mempengaruhi pengertian orang terhadap suatu objek yang kemudian
dianggap belum atau suatu hal yang tidak dapat dimengerti.
Dapat menimbulkan interpretasi-interpretasi yang lain dari orang yang
mengamatinya.
Menyebabkan pengamat memandang suatu objek dari karya Arsitektural dari
sudut pandang yang lain.
Dapat menghasilkan karya Arsitektur yang ekspresif.
5. Bangunan dengan Arsitektur Metafora
Arsitektur yang berdasarkan prinsip-prinsip Metafora:
Mencoba atau berusaha memindahkan keterangan dari suatu subjek ke
subjek lain.
Mencoba atau berusaha untuk melihat suatu subjek seakan-akan sesuatu hal
yang lain.
Mengganti fokus penelitian atau penyelidikan area konsentrasi atau
penyelidikan lainnya (dengan harapan jika dibandingkan atau melebihi
perluasan kita dapat menjelaskan subjek yang sedang dipikirkan dengan
cara baru).
Contoh-contoh museum dan beberapa bangunan dengan fungsi lain yang
menggunakan Arsitektur Metafora adalah
a. Metafora Abstrak (Intangible Metaphor)
Nagoya City Art Museum
Nagoya City Art Museum karya Kisho Kurokawa yang membawa unsur
sejarah dan budaya di dalamnya. Kisho Kurakawa mengangkat konsep
simbiosis dalam karya-karyanya. Kisho Kurakawa mencoba membawa
elemen sejarah dan budaya pada engawa (tempat peralihan sebagai ruang
antara pada bangunan: antara masa lalu dan masa depan). Konsep ini
diterapkan pada salah satu karya Kisho Kurakawa yaitu Nagoya City Art
Museum. Sejarah dan budaya adalah sesuatu obyek yang abstrak dan tidak
-
dapat dibndakan (intangible). Oleh karena itu, karya Kisho Kurokawa ini
tergolong pada metafora abstrak.
Gambar Nagoya City Art Museum Sumber: universes-in-universe.org
New Louvre Museum
New Louvre Museum di Abu Dhabi yang dirancang oleh Jean Nouvel. Ia
melakukan pendekatan metafora yang mengibaratkan museum seperti
ruang di dalam hutan. Secara eksterior museum ini tidka terlihat seperti
hutan, akan tetapi bila masuk ke dalamnya ruang yang tercipta di dalamnya
sangat puitis. Skylight yang dirancang memasukkan sinar mataharialami
menembus ruangan dan memberikan kesan seperti di dalam hutan. Ini
memberikan terobosan baru dalam perancangan museum. Dimana bila
sebelumnya, penekanan museum lebih ditekankan pada aspek sirkulasi
ataupun penataan barang yang akan di display, Jean Nouvel membuat
sebuah terobosan baru dengan menciptakan ruang yang metaforis dan
puitis agar tercipta suasana yang khusyuk dalam menikmati kunjungan di
dalam museum.
Gambar Eksterior New Louvre Museum di Abu Dhabi
-
Sumber: http://www.archdaily.com/
Gambar View Interior New Louvre Museum di Abu Dhabi Sumber: http://www.archdaily.com/
b. Metafora Konkrit (tangible metaphor)
Sydney Opera House
Selain dapat dikategorikan berdasarkan kiasan obyeknya, sebuah karya
arsitektur bisa memiliki multi-interpretasi bahasa merafora bagi yang
melihatnya. Sydney Opera House dirancang oleh Jorn Utzon, seorang arsitek
kelahiran Denmark.
Bangunan ini menimbulkan banyak metafora baik dari kalangan
profesional maupun masyarakat umum. Seperti diantaranya dikatakan
seperti : Kura-kura bercinta, kepakan sayap burung, Kerang maupun kapal
yang sedang berlayar. Jorn sendiri mengumpamakan sebagai buah jeruk
yang dipotong dan disusun berdiri.
Gambar Sydney Opera House Sumber: http://kk.mercubuana.ac.id/elearning/
Stasiun TGV
-
Stasiun TGV yang terletak di Lyon, Perancis, adalah salah satu contoh
karya arsitektur yang menggunakan gaya bahasa metafora konkrit karena
menggunakan kiasan obyek benda nyata (tangible). Stasiun TGV ini
dirancang oleh Santiago Calatrava, seornag arsitek kelahiran spanyol.
Melalui pendekatan tektonika struktur, Santiago Calatrava merancang
Stasiun TGV dengan konsep seekor burung. Bentuk Stasiun TGV ini didesain
menyerupai seekor burung. Bagian depan bangunan ini runcing seperti
bentuk paruh burung. Dan sisi-sisi bangunannya pun dirancang menyerupai
bentuk sayap burung.
Gambar Stasiun TGV di Lyons, Paris Sumber: www.girinarasoma.com
Nagakin Capsule Building
Bangunan ini terdiri dari susunan unit rumah tinggal berbentuk kubus
dengan jendela berbentuk lingkaran. Unit- unit tersebut dipegan oleh inti
bangunan sebagai konstruksi utama. Bagi masyarakat jepang bentuk unit
rumah tersebut serupa dengan bentuk sangkar burung dan bukan seperti
bentuk rumah tinggal. Tetapi bagi masyarakat eropa bentuk unit rumah
tersebut serupa dengan bentuk mesin cuci. Sehingga bagi mereka
bangunan tersebut merupakan tumpukan mesin cuci.
-
Gambar Nagakin Capsule Building Sumber: http://kk.mercubuana.ac.id/elearning/
Roncham Chapel oleh Lee Corbizier
Sebuah bangunan Gereja dengan penampilan secar visual majemuk dan
imajinatif sehingga bentuknya dapat terlihat menyerupai kapal laut, atau
seperti tangan yang sedang berdoa.
Gambar Roncham Chapel Sumber: http://kk.mercubuana.ac.id/elearning/
c. Metafora Kombinasi (Combine Metaphor)
Museum Tsunami
Museum Tsunami berada di Nangroe Aceh Darussalam. Konsep
besarnya adalah Rumoh Aceh as a escape hill. Museum ini merupakan
karya dari Ridwan Kamil. Ia mengibaratkan museum sebagai rumah pangung
yang dapat menyelamatkan diri para penduduk Aceh bila sewaktu-waktu
terjadi tsunami. Di dalamnya juga menceritakan dan mengajak kita untuk
merasakan suasana saat tsunami terjadi. Di awali dengan pintu masuk yang
menekan perasaan pengunjung dengan luasan yang sempit dan di
dindingnya terdapat air yang mengalir (water wall) seolah-olah pengunjung
-
dibawa masuk ke dalam dasar laut yang amat dalam. Lalu masuk ke dalam
galeri pertama yang memuat data-data tentang tsunami. Ruangan ini
terletak di bawah reflecting pool dari public park yang dimiliki oleh museum
Tsunami ini. Ruangan ini memberikan kesan suram dimana pengunjung
seakan akan berada benar-benar di dasar laut. Dengan penggunaan langit-
langit kaca membuat cahaya temaram dari atas yaitu reflecting tadi
menambah kesan dramatis pada ruang ini. Pada perjalanan terakhir
dihadapkan pada ruangan yang menampilkan nama-nama korban tsunami
yang ditulis pada dinding yang berbentuk silinder yang menjulang ke atas.
Pada puncaknya terdapat kaligrafi Allah yang berpendar dan ini ditujukan
untuk menambah kesan sakral. Ini bermakna bahwa akhir perjalanan
manusia berada pada tangan Tuhan dan tidak ada yang dapat menghindar
dari kematian.
Gambar Museum Tsunami Sumber: www.thejakartapost.com
Museum Fruit, Yamanasi, Jepang
Pada museum of Fruit, perancag mentransfer sifat-sifat dan bentuk dari
bibit dan buah-buahan serta tumbuh-tumbuhan yang lain. Itsuko Hazegawa
berusaha menampilkan metafora dari kekuatan serta perbedaan buah-
buahan, sebuah landscape purba yang tersembunyi dalam jiwa manusia. Dia
menggunakan bentuk bibit-bibit yang berbeda yang disebar ke tanah dalam
penampilan keseluruhan kompleks bangunannya, termasuk dalam
menemukan bentuk denah dari tiga massa utama. Sisi inilah yang
merupakan kategori tangible metaphor. Sedangkan kategori intangible
metaphor tampak pada gambaran sebuah bibityang kemudian tumbuh
menjadi pohon yang besar yang ditampilkannya ke dalam salah satu massa
yaitu fruit plaza. Kemudian dia menampilkan kenangan akan matahari tropis
-
di mana bibit berkecambah pada green house. Dia juga menggambarkan
dunia gen buah-buahan ke dalam rancangan exhibiton hall. Kekuatan bibit
digambarkan dalam workshop, cerita buah-buahan tampak pada museum,
sementara kekayaan hubungan budaya dan sejarah antara manusia dan
buah bisa disimbolkan dengan cara menyebarkan lahan bibit dan menjadi
makmur dalam lingkungan tertentu serta pencampurannya bisa dilihat
sebagai merafora hidup berdampingan dengan damai pada daerah yang
bermacam-macam di dunia, simbiosis manusia dan binatang, dan
pemeliharaan alam. Tampilan keseluruhan bangunan merupakan new age
village.
Gambar Museum of Fruits di Jepang
dengan Unsur bibit buah sebagai Unsur Konkrit
Sumber: www.flickriver.com
6. Kesimpulan:
a. Obyek Rancang Bangun menggunakan pendekatan arsitektur metafora
kombinasi (combined metaphors). Combined Metaphors merupakan
gabungan Intangible Metaphors dan Tangible Metaphors dengan
membandingkan objek fisual dengan yang lain mempunyai persamaan nilai
atau konsep, dimana bentuk visual nya dapat dipakai sebagai acuan
kreatifitas perancangnya.
b. Prinsip arsitektur metafora antara lain:
memindahkan keterangan dari suatu subjek ke subjek lain.
melihat suatu subjek seakan-akan sesuatu hal yang lain.
-
mengganti fokus penelitian atau penyelidikan area konsentrasi atau
penyelidikan lainnya (dengan harapan jika dibandingkan atau melebihi
perluasan kita dapat menjelaskan subjek yang sedang dipikirkan dengan
cara baru).
c. Penerapan arsitektur metafora kombinasi pada ORB adalah sebagai berikut:
Unsur abstrak: pada bangunan ini adalah alur cerita (dan unsur-unsur
pembentuknya) dalam film yang akan dijadikan sebagai karakter ruang-
ruang pada bangunan.
Unsur konkrit: bentuk roll film yang keberadaannya sebagai unsur yang
sangat penting dalam pembuatan film menjadi unsur konkrit yang
dianggap dapat merefleksikan kata "film" dalam penerapan desain
bangunan Museum Film Nasional ini (terlihat dari shape atau bentuk luar
bangunan).
-
DAFTAR PUSTAKA
Rosenblatt, Arthur. Building Type Basics for Museums. Canada: John Willey & Sons,
Inc, 2001.
Akmal, Imelda. Lighting. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2006.
De Chiara, Yoseph. Time Saver Standards for Building Types. New York : Mc. Graw.
HillBook Company.
Neufert, Ernst. 1993. Data Arsitek Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Neufert, Ernest. 1992. Data Arsitek Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Adler, David, Metric Handbook Planning and Design Data Second Edition, London:
Architectural Press.
Sleeper, Harold R. 1955. Building Planning and Design Standard. John Wiley and
Sons, New York.
http://belajaritutiadaakhir.blogspot.com/2011/08/museum-di-indonesia.html
(Dikases pada 26 Maret 2015 pukul 23.00)
http://svl.petra.ac.id/catalog/ (Dikases pada 01 Maret 2015 pukul 21.00)
http://sektiadi.staff.ugm.ac.id/2014/06/arsitektur-museum/ (Dikases pada 26 Maret
2015 pukul 08.00)
http://kk.mercubuana.ac.id/elearning/ (Dikases pada 26 Maret 2015 pukul 09.00)
http://abarchitects.blogspot.com/2013/10/metafora-dalam-arsitektur.html (Dikases
pada 26 Mei 2015 pukul 19.00)
http://www.archdaily.com/ (Dikases pada 25 Mei 2015 pukul 19.02)
http://bpipi.kemenperin.go.id/ (Dikases pada 25 Mei 2015 pukul 19.10)
http://eprints.undip.ac.id/ (Dikases pada 25 Mei 2015 pukul 20.00)
http://core.ac.uk/download/ (Dikases pada 25 Mei 2015 pukul 20:30)
http://etd.repository.ugm.ac.id/ (Dikases pada 25 Mei 2015 pukul 20.33)
http://e-journal.uajy.ac.id/ (Dikases pada 25 Mei 2015 pukul 21.00)
http://repository.usu.ac.id/ (Dikases pada 26 Mei 2015 pukul 21.05)
http://belajaritutiadaakhir.blogspot.com/ (Dikases pada 26 Mei 2015 pukul 19.00)
http://namafilm.blogspot.com/2014/07/macam-genre-film.html (Dikases pada 27
Mei 2015 pukul 05.00)
-
http://id.wikipedia.org/ (Dikases pada 27 Mei 2015 pukul 08.00)
http://moviezone.heck.in/mengenal-jenis-jenis-genre-film.xhtml (Dikases pada 27
Mei 2015 pukul 09.00)