Kajian Pre-Fire Plan di Stasiun Pengumpul Utama SPU-3 KSO ...
Transcript of Kajian Pre-Fire Plan di Stasiun Pengumpul Utama SPU-3 KSO ...
Kajian Pre-Fire Plan di Stasiun Pengumpul Utama SPU-3 KSO PT Pertamina EP – PT Benakat Barat Petroleum Dengan Pemodelan
Kebakaran Pyrosim
Mahmud Anshory, Adrianus Pangaribuan, Fatma Lestari
Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia E-mail : [email protected], [email protected]
Abstrak
Industri minyak bumi dan gas dihadapkan pada risiko besar (high risk) terkait dengan kecelakaan yang berhubungan dengan kebakaran dan ledakan pada fasilitas produksi, salah satunya pada tangki produksinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi bahaya dan besar estimasi kebakaran yang mungkin terjadi pada tangki produksi di Stasiun Pengumpul Utama SPU-3 KSO PT Pertamina EP – PT Benakat Barat Petroleum menggunakan simulasi pyrosim fire modelling. Hasil penelitian menunjukkan tangki berisiko mengalami kebakaran dengan skenario unobstructed full liquid surface fire dengan bentuk pool fire. Laju pelepasan kalor yang dihasilkan sebesar 91.919,05 kW, dengan durasi kebakaran 48,19 jam, dan ketinggian api 13,48 meter. Radiasi terbesar adalah 20,43 kw/m2. Pemodelan pyrosim menunjukkan kisaran suhu 450o C dimana dengan kondisi tersebut hampir dipastikan terjadi kebakaran katastropik dengan 100% makhluk hidup mati dalam waktu satu menit dan cidera parah dalam waktu 10 detik. Kata kunci: kebakaran; laju pelepasan kalor; durasi kebakaran; radiasi; pyrosim; kebutuhan air; kebutuhan foam
Pre-Fire Plan Assessment in Main Gathering Station SPU-3 KSO PT Pertamina EP - PT
Benakat Barat Petroleum with Pyrosim Fire Modelling
Abstract
Oil and gas industry faced high risk hazardous associated with accident-related fires and explosions in production facilities, such as in production tank. This study aims to determine the potential fire hazards and estimates fire accident that may occur in a production tank at Main Gatherring Station SPU-3 KSO PT Pertamina EP - PT Benakat Barat Petroleum using pyrosim fire modelling. The results showed the tank at risk of fire accident with “unobstructed full liquid surface fire” scenario with pool fire form. Fire may produce heat release rate at 91.919,05 kW, with the burning duration reached 48.19 hours, and a height of 13.48 meters fire. The biggest radiation is 20,43 kW/m2. Pyrosim fire modeling show 450o C for temperature range. In that condition is almost certainly be catastrophic fire with 100% living things die in one minute and serious injuries within 10 seconds. Key words: fire; heat release rate; burning duration; incident radiation; pyrosim; water need; foam need
Kajian pre-fire…, Mahmud Anshory, FKM UI, 2014
1. Pendahuluan
Kebakaran dan ledakan merupakan bahaya besar yang dapat terjadi dalam suatu
proses industri. Kebakaran dapat mengakibatkan kecelakaan yang lebih serius dibandingkan
dengan ledakan, namun ledakan dapat mengakibatkan kematian dan kerugian yan lebih besar.
Kebakaran besar seringkali berhubungan dengan ledakan, dimana kebakaran dapat
disebabkan oleh ledakan, atau kebakaran yang menyebabkan ledakan (Less, 1996).
Dalam bidang industri migas kebakaran boleh jadi menjadi kejadian atau hal besar
yang paling ditakuti. Hal tersebut karena angka resiko yang melekat pada setiap kejadiaannya
yang besar dan tingkat konsekuensinya yang sangat besar. Konsekuensi ini menyangkut pada
banyak aspek, mulai dari materi, asset, citra perusahaan, sampai pada kehilangan jiwa.
Minyak bumi merupakan bahan yang mudah terbakar dan meledak karena mempunyai flash
point yang relative rendah, sehingga perlu diperlakukan khusus penanganannya. Kebakaran
ledakan dan pencemaran lingkungan dapat menyebabkan kerugian bisnis dan kehidupan yang
serius dan tidak dapat diprediksi berkaitan dengan industri hidrokarbon (Nolan, 1996).
Statistik kecelakaan pada sektor minyak dan gas bumi (migas) terbagi menjadi
kecelakaan kegiatan usaha hulu dan hilir. Data kecelakaan pada kegiatan hulu Migas pada
tahun 2009 - 2013 mencatat bahwa terjadi kasus kematian sebanyak 44 kejadian. Pada
kegiatan usaha hilir Migas, kejadian kecelakaan yang mengakibatkan fataliti (kematian)
berjumlah 12 kejadian (Tampubolon, 2012). Dari sejumlah data tersebut jumlah kecelakaan
kebakaran merupakan salah satu yang mengakibatkan kerugian terbesar.
Berdasarkan data yang tercatat di Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi dalam
kurun waktu 2006-2010 mengenai angka kebakaran yang terjadi pada industri minyak bumi
dan gas tercatat sebanyak 36 kali kejadian. Dari jumlah kebakaran tersebut, 16 kejadian
diketahui terjadi di kegiatan hulu dan 20 kali di kegiatan hilir. Kebakaran ini juga telah
menyebabkan korban jiwa sebanyak 7 orang, luka bakar berat 4 orang, luka bakar sedang 3
orang, dan luka bakar ringan sebanyak 9 orang. Selain itu kerugian material diperkirakan
mencapai ratusan milyar rupiah (Tampubolon, 2012). Data kecelakaan ini menunjukkan
bahwa kinerja bidang keselamatan kerja pada industri minyak bumi dan gas masih perlu
peningkatan.
Salah satu kasus kebakaran yang ada di Indonesia adalah kebakaran tangki
penyimpanan bahan bakar minyak premium di Depot Plumpang tahun 2009. Selain
mengakibatkan satu orang korban meninggal, kebakaran ini telah menimbulkan kerugian
sampai puluhan milyar rupiah. Kejadian serupa juga terjadi di Kilang Minyak Pertamina RU
IV Cilacap Jawa Tengah pada April 2011. Pada kejadian tersebut, tiga tangki terbakar dan
Kajian pre-fire…, Mahmud Anshory, FKM UI, 2014
sangat sulit dipadamkan hingga lebih dari 1x24 jam. Tangki yang terbakar adalah tangki
penyimpanan minyak ringan HOMC (High Octane Mogas Component) yaitu cairan untuk
meningkatkan nilai oktan pada premium. Kejadian terbaru yang terjadi di tahun 2014 ini
adalah kebakaran yang terjadi di kilang minyak Pertamina, Dumai, Riau, pada Senin, 17
Februari 2014. Kasus kebakaran ini walaupun tidak menimbulkan korban jiwa, namun
menimbulkan kerugian secara materill yang tidak sedikit. Selain itu, kasus kebakaran ini juga
menimbulkan kepanikan di kalangan warga yang menimbulkan ketidakstabilan pada
masyarakat.
Tangki T-2 merupakan salah satu tangki pengumpulan yang dimiliki oleh KSO PT
Pertamina EP - PT Benakat Barat Petroleum. Minyak mentah atau crude oil adalah salah satu
bahan kimia yang mudah terbakar. Dalam NFPA hazard classification, crude oil memiliki
flammability dengan koefisien 3 (flammable liquid). Oleh karena itu, potensi bahaya
kebakaran harus diperhatikan mengingat adanya cairan yang mudah terbakar dalam jumlah
yang besar dalam tangki tersebut. Besarnya potensi bahaya kebakaran yang ada pada tangki
penyimpanan minyak mentah tersebut, membutuhkan suatu upaya komprehensif dalam usaha
pengendaliannya.
2. Metodologi Penelitian
Desain penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian secara
kuantitatif dilakukan untuk mengestimasi besar kebakaran dan menghitung kebutuhan dan
kemampuan pemenuhan air bagi upaya pemadaman. Penelitian secara deskritif dilakukan
dengan menggunakan fire modelling menggunakan perangkat lunak pyrosim. Penelitian ini
dilakukan pada tangki T-2 di Stasiun Pengumpul Utama SPU-3 KSO Pertamina EP - Benakat
Barat Petroleum, Field Blok Benakat Barat, Kecamatan Pendopo, Kabupaten Muara Enim,
Provinsi Sumatra Selatan pada bulan Maret 2014. Pengumpulan data yang dilakukan peneliti
dalam penelitian ini adalah dengan pengumpulan data primer dan sekunder. Analisis data
dilakukan dengan bantuan Perangkat Excel dari US Nuclear Regulatory Commission
berdasarkan pada SFPE Handbook of Fire Protection Engineering. Perangkat lunak pyrosim
fire modelling digunakan untuk melihat gambaran kebakaran dapat terjadi dan grafik
hubungan antara heat release rate dengan waktu, burning rate, dan temperatur di sekitar
tangki. Keterbatasan penelitian ini adalah peneliti tidak mempertimbangkan philosophy
design dari sistem proteksi yang ada, sehingga penelitian dilakukan berdasarkan kondisi
lapangan yang ada. Peneliti juga tidak menghitung besarnya ledakan yang terjadi pada saat
Kajian pre-fire…, Mahmud Anshory, FKM UI, 2014
awal terjadinya kebakaran. Skenario kebakaran yang dilakukan adalah pada saat tangki sudah
terbakar (setelah terjadi ledakan awal).
3. Tinjauan Teoritis
Fixed roof tank merupakan tangki baja vertikal berbentuk silinder dengan atap tetap
di atasnya. Atapnya didesain untuk mencegah akumulasi air dan menyebabkan adanya ruang
uap antara permukaan cairan dengan atap bagian atasnya. Jika terjadi penyalaan dan uap yang
terdapat di antara bahan bakar atau cairan dengan atap mencapai titik nyalanya atau terdapat
flammable range maka ledakan uap bahan bakar di udara tidak dapat dihindarai. Ini lah yang
dapat menyebabkan kebakaran dalam bentuk pool fire. Apabila terdapat tekanan berlebih
pada bagian internal tangki karena kebakaran dan ledakan, atap tangki akan lepas dari badan
tangki dan terlempar ke atas (un-obstructed full surface fire) (Shelley, 2012).
Pre-Incident Plan adalah sebuah dokumen yang dikumpulkan dengan cara
mengumpulkan seluruh data dan bersifat detail. Data tersebut digunakan oleh tim tanggap
darurat untuk menentukan sumber daya dan tindakan yang diperlukan untuk mengantisispasi
keadaan darurat/ emergency pada fasilitas atau area tertentu (NFPA 1620 edisi 2003) subbabd
3.3.20.4). Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan ketika mengkaji potensi bahaya yang
dapat mengakibatkan kondisi atau keadaan daurat adalah:
a. Konstruksi
b. Karakteristik penduduk stempat
c. Sistem proteksi
d. Kemampuan tim tanggap darurat
e. Ketersediaan pertolongan pertama
f. Ketersediaan air
Skenario kebakaran dibutuhkan untuk mensetting simulasi kebakaran yang akan
dilakukan. Sebelum menentukan suatu skenario, harus ditentukan terlebih dahulu tujuan dan
ruang lingkup perencanaan yang akan menjadi fokus pre-incident plan dalah hal ini yang
menjadi pre-fire planning. Mengestimasi besar kebakaran dilakukan dengan melalui
perhitungan manual menggunakan panduan dari SFPE, Handbook of Fire Protection
Engineering, dalam hal ini peneliti menggunakan bantuan perangkat excel yang disusun oleh
United State Nuclear Regulatory Commision. Dalam menghitung besar estimasi kebakaran,
beberapa yang perlu diperhitungkan adalah pool fire heat release, pool fire flame height, pool
fire burning duration, dan pool fire thermal radiant flux.
Kajian pre-fire…, Mahmud Anshory, FKM UI, 2014
Kebutuhan media pemadam mencakup kebutuhan air pemadam untuk pembentukan
foam, foam concentrate, dan kebutuhan air pendingin. Dalam perhitungan estimasi ini,
perhitungan dilakukan dengan berpedoman pada standar NFPA 11 Standard for Low-
Medium-and High Expansion Foam, dan NFPA 15 Standard for Water Spray Fixed System
for Fire Protection. Pyrosim fire modelling adalah sebuah perangkat lunak yang dapat
digunakan sebagai media pemodelan berbagai jenis kebakaran maupun pengembangan
kejadian yang berhubungan dengan penjalaran api dan asap. Output file yang diperoleh dapat
disesuaikan dengan kebutuhan, misalnya output simulasi video kebakaran dalam bentuk 3D,
maupun grafik hubungan HRR, burning rate, CO, ataupun temperatur dengan waktu. Dalam
melihat ouput, kita dapat menggunakan program smoke view sebagai peangkat pelengkap
untuk melihat pesebaran api, asap, maupun suhu.
4. Hasil Penelitian
4.1 Karakteristik Tangki, Bahan Tersimpan, dan Lingkungan
Pada Stasiun Pengumpul Utama SPU-3 terdapat tiga tangki produksi yang berfungsi
sebagai penampungan crude oil, dan satu buah tangki tes dengan semuanya berjenis fixed
cone roof tank. Peneliti mengambil obyek penelitian pada tangki T-2 karena terletak di tengah
dan merupakan tangki terbesar sehingga berisiko besar apabila terjadi kebakaran yang dapat
membuat efek domino terhadap tangki lain dan fasilitas produksi yang ada di sekitarnya.
Gambar 1 Layout Tangki Penyimpanan di SPU-3
Data karakteristik tangki yaitu diameter, tinggi, dan jarak antar tangki diperlukan
untuk menghitung besar estimasi kebakaran dan penghitungan jumlah kebutuhan media
pemadam dalam bentuk foam solution dan kebutuhan air sebagai media pendingin tangki.
Berikut adalah data karakteristik tangki penyimpan di Stasiun Pengumpul Utama SPU-3:
Nama Tangki Produk Ukuran (D x T)
T-‐3 T-‐4 T-‐2 T-‐1
Kajian pre-fire…, Mahmud Anshory, FKM UI, 2014
Meter
T-1 Crude oil 9,064 x 7,328
T-2 Crude oil 9,058 x 7,3
T-3 Crude oil 9,059 x 4,917
T-4 Crude oil (tangki test) 5,1 x 4,2
Tabel 1 Data diameter dan tinggi tangki penyimpanan crude oil (Sumber: Data Tera Tangki SPU-3)
Nama Tangki Terhadap Tangki
Timbun
Jarak (Meter)
T-2
T-1 3,5
T-3 11,8
T-4 4,8
Tabel 2 Data jarak antar tangki penyimpanan crude oil
Data kondisi lingkungan diambil melalui metode pengambilan data sekunder dan
primer. Pengambilan data sekunder kondisi lingkungan diambil dari data teknik pengukuran
ambien. Pengambilan data primer dilakukan melalui observasi secara langsung dilapangan
dan wawancara tidak terstruktur. Berikut adalah data lingkungan yang didapatkan:
Keterangan Keterangan
Kondisi Cuaca
Suhu udara : 34,5o C
Data berasal dari
pengukuran udara
ambien bulanan dan
pengamatan yang
dilakukan selama
pengambilan data
berlangsung
Kelembaban: 48,8
Kecepatan angin: 30 km/jam
Arah angin: barat daya
Kondisi
Lingkungan lain
• Kondisi rumput sekitar
tangki yang kering
• Tumpahan air bercampur
minyak dari tangki test
• Adanya rembesan crude
oil pada dasar tangki
Tabel 3 Data lingkungan di SPU-3
Kajian pre-fire…, Mahmud Anshory, FKM UI, 2014
Pada area Stasiun Pengumpul Utama SPU-3 terdapat tiga tangki produksi yang
memiliki kandungan dengan jenis yang sama, yaitu minyak mentah (crude oil). Berdasarkan
hasil laporan laboratorium teknik, berikut adalah karakteristik dari crude oil di Stasiun
Pengumpul Utama SPU-3 KSO Pertamina EP –Benakat Barat Petroleum.
Tabel 4 Identifikasi karakteristik crude oil
4.2 Penilaian Sarana Penanggulangan Kebakaran
Penilaian sarana penanggulangan kebakaran penting dilakukan sebagai upaya
penilaian existing control sehingga dapat dilakukan perekomendasian dan adanya tindakan
perbaikan sesuai standar yang berlaku. Berikut adalah hasil dari penilaian sarana
penanggulangan kebakaran yang ada di SPU-3,
Objek Pengamatan Kondisi Lapangan Foam Sistem • Tidak terdapat foam system untuk memproteksi
tangki penyimpanan minyak mentah • Terdapat satu buah portabel foam chamber
namun tidak siap pakai. • Terdapat foam concentrate untuk penggunaan
foam chamber namun tidak siap pakai. Pompa pemadam • Terdapat satu buah pompa pemadam fix
dengan kapasitas pompa (pump flow) 115 gpm • Terdapat satu buah pompa pemadam portabel
dengan kapasitas pompa 650 gpm. Hydrant • Terdapat sistem hydrant yang terhubung
dengan pompa dan sumber air. • Terdapat sembilan buah hydrant pillar di
No. Parameter Satuan Besaran Sumber
1. Titik tuang (pour point) oF 100
MSDS Crude Oil
2. Titik sambar (flash
point)
oF 69
3. Titik didih oF 100-1000
4. Spesific grafity - 0,86
5. Kadar air % Vol 1,5
6. Kadar sedimen dan air % Vol 1,5
7. Kadar belerang % Berat 0,15
Kajian pre-fire…, Mahmud Anshory, FKM UI, 2014
sekitar tanki penyimpanan. • Beberapa jaringan pipa hydrant pillar bocor
dan terputus. Hose box cabinet • Hose box cabinet dalam kondisi kosong dan
kurang terawat, sehingga beberapa telah berkarat.
• Nozzle dan selang disimpan digudang lain yang berjarak sekitar 200 meter dari hose box cabinet.
Cooling Sistem • Tidak terdapat cooling sistem pada tangki penyimpanan minyak mentah
• Pada semua tangki terdapat fix water spray, namun sudah tidak berfungsi karena terputusnya saluran pemipaan
Fire Monitor • Tidak terdapat fire monitor di area SPU-3 Sumber Air • Terdapat sumber air (kolam) dengan kapasitas
260.000 liter (68.684,73 US gallons) • Sumber air lain adalah kolam rawa dengan
jarak sekitar 300 meter Tabel 5 Identifikasi lapangan sistem penanggulangan kebakaran di SPU-3
4.3 Perhitungan Estimasi Besar Kebakaran
Mengestimasi besaran kebakaran yang terjadi dilakukan dengan melakukan
perhitungan, yaitu pada heat release rate, flame height, burning duration, dan radiant heat
flux incident. Dalam perhitungan peneliti menggunakan bantuan perangkat lunak Excel dari
US Nuclear Regulatory Commission. Berikut adalah nilai dari parameter inputnya:
Parameter Input Nilai Input
Fuel spill volume 119.247,79 gallon
Fuel spill area 693,30 ft2
Mass burning rate of fuel 0,0035 km/m2-sec
Effective heat of combuistion 42.600 kj/kg
Fuel density 855 kg/m3
Empirical constant 2,8 m-1
Ambient air temperature 94,10 F
Gravitational acceleration 9,81 m/sec2
Ambient air density 1,15 kg/m3
Tabel 6 Input Parameter
Kajian pre-fire…, Mahmud Anshory, FKM UI, 2014
Dari perhitungan yang dilakukan menggunakan perangkat perhitungan excel,
didapatkan hasilnya dalah sebagai berikut:
a. Heat release rate atau laju pelepasan panas yang terjadi adalah 91919,05 kW atau
senilai 87122,71 Btu/sec.
b. Burning duration atau waktu terbakar yang terjadi untuk 100%, 75%, dan 30% volume
berturut-turut adalah 48,19 jam, 37,26 jam, dan 14,07 jam.
c. Dari perhitungan tersebut diketahui tinggi api kebakaran pada tangki T-2 adalah 13,48
meter atau 44,24 kaki.
d. Insiden radiasi panas atau radiant heat flux incident berturut-turut adalah:
q’’T2-T1 = 20,43 kW/m2 atau senilai dengan 1,80 Btu/ft2-sec
q’’T2-T3 = 4,94 kW/m2 atau senilai dengan 0,44 Btu/ft2-sec
q’’T2-T4 = 15,14 kW/m2 atau senilai dengan 1,33 Btu/ft2-sec
4.4 Kebutuhan Media Pemadam
Perhitungan kebutuhan media pemadam dalam penanggulangan kebakaran
mencakup kebutuhan foam concentrate, air pembentuk foam solution untuk pemadaman, dan
kebutuhan air untuk pendingan tangki terbakar dan sekitarnya. Berikut adalah
perhitungannya:
a. Kebutuhan foam concentrate tangki T-2
Qfoam = luas permukaan tangki x foam minimum application rate x minimum
discharge time x 3%
= 64,41 x 6,5 x 65 x 3%
= 816,40 liter
b. Kebutuhan air pembentukan foam solution tangki T-2
Qair = luas permukaan tangki x foam minimum application rate x 97%
= 64,41 x 6,5 x 97%
= 406,10 liter/ menit = 107,25 gpm
Perhitungan kebutuhan foam hose stream digunakan dalam pemadaman tumpahan
minyak yang mungkin terjadi di sekitar tangki yang terbakar. Total minimum foam solution
pada foam hose stream tangki T-2 adalah
1×189 !!"#
×10 !"#$% = 1890 !"#$% = 500 !"##$%. Jadi jumlah foam concentrate yang
dibutuhkan adalah 3%×1890 !"#$% = 56,7 !"#$% = 15 !"##$%. Jumlah air yang dibutuhkan
adalah 97%×1×189 !/!"# = 183,33 !"#$%/!"#$% = 48,5 !"#.
Kajian pre-fire…, Mahmud Anshory, FKM UI, 2014
Kebutuhan air pendingin pada tangki dihitung berdasarkan luas permukaan tangki
dikalikan dengan application rate nya. Application rate untuk water spray sebagai control of
burning adalah 12,2 L/min/m2 (NFPA 15, subbab 7.3.3). Dengan demikian, perhitungan
kebutuhan air pendingin pada masing-masing tangki adalah sebagai berikut,
!!!! = !"#$ !"#$%& !1×!"#$%&'$() !"#$
Sehingga hasil perhitungan untuk kebutuhan air pendingin pada tiap tangki berurutan dari T-1
sampai T-4 adalah 672,05 !"#, 669,15 !"#, 450,68 !"#, 216,62 !"#.
4.5 Pemodelan Dengan Pyrosim
Skenario yang digunakan dalam pemodelan kebakaran dengan pyrosim fire
modelling adalah berdasarkan kondisi nyata di lapangan. Dalam simulasi, kebakaran di
simulasikan terjadi pada tangki T-2, pada dimensi tangki yang sebenarnya. Tinggi, diameter,
dan jarak antar tangki disesuikan dengan kondisi lapangan sebenarnya.
Gambar 2 Ruang skenario kebakaran
Pada masing-masing tangki dipasangakan termokopel (THCP-T1; THCP-T2; THCP-
T3; THCP-T4), untuk mengetahui besarnya temperatur radiasi pada lokasi tersebut, termasuk
pada tangki yang terbakar. Parameter lain yang dimasukan dalam simulasi pemodelan adalah
parameter lingkungan yaitu suhu lingkungan, kecepatan angin, kelembaban, dan arah angin.
Ruang yang menjadi simulasi kebakaran dibuat terbuka tanpa batasan atas, dan samping
karena peneliti ini benar-benar membuat kondisi tangki mendekati aslinya, yaitu tidak ada
batasan aliran oksigen dari lingkungan (kondisi ruang terbuka).
Hasil pemodelan kebakaran menggunakan pyrosim fire modelling menghasilkan
gambaran kebakaran dalam bentuk video 3D dan grafik. Grafik pengeluaran panas dan waktu,
burning rate, dan grafik hubungan temperatur dan waktu adalah beberapa grafik yang dapat
diinterpretasikan. Berikut adalah gambaran pemodelan kebakaran menggunakan pyrosim fire
modelling dengan memasukkan parameter lingkungan yang dapat mempengaruhi terjadinya
kebakaran.
Kajian pre-fire…, Mahmud Anshory, FKM UI, 2014
Gambar 3 Pemodelan kebakaran dengan Pyrosim
Gambar 4 Grafik HRR dan termokopel
Grafik HRR di atas menggambarkan keluaran HRR dari awal mula terjadinya
kebakaran hingga kebakaran konstan. Pada masing-masing termokopel tangki menunjukkan
awal suhu yang diterima adalah 34,5o C yang merupakan suhu lingkungan. Selanjutnya suhu
bergerak naik sesuai dengan tingkat penerimaan panas yang diterima dengan faktor-faktor
pendukungnya yaitu jarak tangki, arah angin dan kecepatannya. Tangki T-1 hanya berjarak
3,5 m dengan tangki T-2, dengan angin berkecepatan 8,3 m/s ke arah tangki T-1 membuat
kondisi tangki T-1 mendapatkan panas yang sangat besar. Selanjutnya suhu naik drastis ke
besaran 550o C, yaitu suhu tertinggi dalam pemodelan ini lalu suhu menurun ke kondisi
konstan ke kisaran 350o C.
Termokopel pada tangki T-3 mencatat penerimaan suhu pada kisaran konstan 130o
C. Hal ini karena tangki T-3 merupakan tangki terjauh dari tangki T-2. Selanjutnya, pada
Kajian pre-fire…, Mahmud Anshory, FKM UI, 2014
termokopel tangki T-4 yang merupakan tangki test crude oil, besaran suhu yang diterima
fluktuatif karena dipengaruhi oleh nyala api tangki T-2 yang terpengaruh oleh angin. Besaran
suhu yang diterima oleh termokopel tangki T-4 adalah pada kisaran 150o C – 210o C.
5. Pembahasan
5.1 Estimasi Besar Kebakaran
Perhitungan laju pelepasan panas menunjukkan laju pelepasan panas yang dihasilkan
adalah 91919,05 kW (87122,71 Btu/sec). Tinggi api kebakaran adalah 13,48 meter dari
ketinggian bahan bakar yang terbakar. Perhitungan heat release rate dan ketinggian api pada
volume yang berbeda baik tidak menunjukkan perbedaan besaran hasil perhitungan.
Perhitungan burning duration atau waktu terbakar yang terjadi untuk 100% volume adalah
48,19 jam. Hasil perhitungan memperlihatkan durasi kebakaran dapat mencapai waktu dua
hari. Melihat hal ini, menjadi lebih baik apabila tangki penyimpanan diisi dengan volume
yang tidak terlalu banyak untuk selanjutnya dikirim menggunakan pompa.
Besar radiasi panas yang diterima berturut turut oleh tangki T-1, T-3 dan T-4 adalah
20,43 kW/m2, 4,94 kW/m2, dan 15,14 kW/m2. Berdasarkan tabel parameter dampak (SFPE,
2002, hal 5-186), tingkat radiasi 4,94 kW/m2 dapat menyebabkan cidera jika tereksposure
lebih dari 20 detik. Sedangkan tingkat radiasi 15,14 kW/m2 dapat menyebabkan penyalaan
pada kayu dan melelehkan peralatan yang terbuat dari plastik dan besar radiasi 20,43 kw/m2,
hampir dipastikan 100% makhluk hidup yang berada di area tersebut mati dalam kisaran
waktu 1 menit, dan cidera parah dalam waktu hanya 10 detik.
Formula perhitungan manual insiden radiasi (q" = QXr/4πR2) juga dapat menentukan
jarak paparan radiasi berdasarkan besaran radiasi yang diberikan. Berikut ini adalah tabel
kriteria dampak dibandingkan jarak paparan radiasi (SFPE, 2002, hal 5-186) yang disebabkan
oleh kebakaran tangki T-2 adalah sebagai berikut:
Incident flux Damage to equiptment Exposure to people Distance
37,5 Damage to process equiptment
100% lethality in 1 min, 1% lethality in 10 s
5,92 m
25,0 Minimum energy to ignite wood at idenfnitely long exposure without a flame
100% lethality in 1 min, significant injury in 10s
7,26 m
12,5 Minimum energy to ignite wood with a flame, melts
plastic tubing
1% lethality in 1 min, first degree burn in 10 s
10,26 m
Kajian pre-fire…, Mahmud Anshory, FKM UI, 2014
Tabel 7 Paparan radiasi panas dan efek lingkungan
Perhitungan jarak juga dapat digunakan dalam penentuan threat zone terkait
penentuan area berbahaya dan aman dalam upaya pemadaman dan evakuasi pekerja.
Penentuan threat zone berdasarkan pendekatan perbandingan diameter tangki dengan
lingkungan sekitar. Berikut ini adalah peta threat zone berdasarkan besar insiden radiasi dan
jarak dengan tangki terbakar:
Lingkaran Besar Radiasi Jarak (m) Keadaan
1 > 37,5 kW/m2 < 5,92 Sangat berbahaya, katastropik
2 > 25 kW/m2 < 7,26 Sangat berbahaya, katastropik
3 > 12,5 kW/m2 < 10,26 Sangat berbahaya, katastropik
4 > 4 kW/m2 < 18,14 Berbahaya, tidak katastropik
5 1,6 – 4 kW/m2 18,14 -
28,69
Berbahaya, harus memakai
pelindung, khusus kru
pemadam
6 < 1,6 kW/m2 > 28,69 Tidak berbahaya Tabel 8 Tabel bahaya radiasi panas
Peta threat zone tersebut menunjukkan tangki sekitar berada pada jarak yang
berbahaya. Dapat terjadi penyalaan peralatan maupun auto ignition pada vapor crude oil.
Pada jarak tersebut juga terdapat fasilitas produksi lain yang perlu dilindungi yaitu pipa
manifold, yaitu pipa yang membawa minyak mentah dari sumur yang di dalamnya masih
bercampur dengan berbagai macam senyawa termasuk gas yang mudah terbakar apabila
terdapat sumber panas. Ruang operator, ruang pompa dan diesel, dan powerplant masih
berada pada jarak yang aman dari pengaruh kebakaran. Ruang operator, ruang pompa dan
diesel, dan powerplant akan menjadi tidak aman bila tangki T-1 sudah terbakar.
4 Causes pain if duration is longer than 20 s, but blistering is unlikely
18,14 m
1,6 Cause no discomfort for long exposure
28,69 m
Kajian pre-fire…, Mahmud Anshory, FKM UI, 2014
Gambar 7.1 Peta threat zone akibat kebakaran
Keterangan:
: hydrant pillar
: fire screen
Hydrant pillar dan fire screen cukup aman dari radiasi panas (lingkaran 5).
Ketahanan manusia terhadap panas adalah pada tingkat 4 kW/m2 yaitu pada jarak 18,14
meter, artinya itu adalah jarak aman untuk kru pemadam kebakaran bekerja. Dengan jarak
18,14 meter kru pemadam bekerja memadamkan api dalam durasi minimal 65 menit adalah
durasi yang cukup lama. Lamanya durasi pajanan panas menyebabkan perlu pemakaian alat
pelindung diri berupa baju pelindung panas dan helm, agar panas yang terpajan tidak
langsung mengenai tubuh pemadam. Diperlukan pengetesan lebih lanjut apakah pada jarak
tersebut laju air dari nozzle dapat mencapai target sasaran dengan tepat.
1 2 3 4 5 6
Kajian pre-fire…, Mahmud Anshory, FKM UI, 2014
Dari peta threat zone tersebut dapat disimpulkan bahwa area aman untuk upaya
evakuasi pekerja dalam hal ini sebagai titik kumpul (mustering point) adalah pada area
lingkaran enam atau di luarnya yaitu pada jarak lebih dari 30 meter. Titik berkumpul dapat
ditempatkan di belakang ruang operator dan di samping kolam penampungan air, yaitu
mendekati pintu akses keluar SPU-3. Sosialisasi dan pemberian tanda mustering point perlu
dilakukan sebagai upaya mempermudah pencarian dalam keadaan darurat kebakaran.
5.2 Pemenuhan Media Pemadam
Dari perhitungan sebelumnya apabila dijumlahkan jumlah kebutuhan air yang
diperlukan adalah 2164 gpm (8191,63 lpm). Kebutuhan foam concentrate yang dibutuhkan
adalah 873,10 liter. Dibutuhkan minimal waktu 65 menit dalam penanggulangannya, sehingga
total air yang dibutuhkan adalah 532.455,95 liter. Di lapangan hanya dua jenis pompa yang
dapat berfungsi yaitu electric fire pump (115 gpm) dan portabel fire pump (650 gpm).
Terdapat tujuh buah hydrant pillar di sekitar tangki dengan flow rate output pada kisaran 75
gpm. Jadi perbandingan kebutuhan air pemadaman dengan kemampuan pemasokan air dari
pompa adalah sebagai berikut:
!"#$#%&$' !"#$%& !"# !"#$ !"#!$ = 7×75 !"# + 650 !"#
= 1.175 !"#
!"#$, !"#"$%&"$ !"#$#%&$' !"#$%& !"# !"!#!ℎ =1.1752.164,25×100%
= 54,29%
Perlu diberikan solusi agar kekurangan suplai air dapat terselesaiakan. Selain itu,
apabila dianalogikan pompa pemadam sudah sesuai dengan standar yang diperlukan, maka
persedian air yang ada juga perlu diperhatikan. Berikut adalah perhitungan kebutuhan air
pemadam di SPU-3,
Persediaan Air SPU-3
Kecukupan Pemadaman
Kebutuhan Total Air
Kebutuhan Air
Tambahan
260.000 liter
260.0008191,63 =
= 31,74 !"#$%
31,7465 ×100%
= 48,83%
8191,63×65= 532.455,95 !"#$%
272.455,95 liter
Kajian pre-fire…, Mahmud Anshory, FKM UI, 2014
Tabel 8 Perhitungan kebutuhan air
Perhitungan menunjukkan persediaan air hanya cukup memadamkan api selama 35
menit atau 48,83% dari proses pemadaman dan masih ada sisa waktu pemadaman 33 menit
dari waktu minimal yang direkomendasikan. Pertimbangan hal tersebut, perlu dicarikan solusi
dalam upaya penambahan jumlah persedian air sebanyak 272.455,95 liter agar proses
pemadaman dapat dilanjutkan.
Persediaan foam concentrate adalah hanya ada sekitar 50 gallon. Kemampuan suplai
foam concentrate yang ada berdasar perhitungan adalah:
!"#$#%&$' !"#"$%ℎ!" =!"#$%ℎ !"#$ !"#$"%&'!"#$%ℎ !"#$%$ℎ!" !"#$×100%
=50
230,62×100% = 21,68%
Persediaan foam concentrate yang hanya 50 gallon ternyata hanya bisa mencukupi
untuk 21,68% pemadaman saja. Dibutuhkan setidaknya 180,62 gallon foam concentrate lagi
agar proses pemadaman dapat berjalan selama 65 menit sesuai waktu minimal yang
disyaratkan dalam pemadaman kebakaran crude oil.
5.3 Pemodelan Kebakaran Pyrosim
Diketahui suhu vapor crude oil untuk terjadi auto ignition adalah pada kisaran 200o
C (MSDS Crude Oil). Dengan diketahuinya suhu yang memapar tangki sekitarnya adalah
350o C dan 210o C maka dapat dipastikan tangki sekitar tangki T-2 yang terbakar, vapor
crude oil nya akan mengalami auto ignition. Apabila tangki T-1 dan T-4 sudah terbakar, maka
ada kemungkinan juga tangki T-3 untuk terbakar.
Auto ignition dapat menyebabkan kebakaran katastropik melibatkan tangki
sekitarnya dalam waktu yang sangat cepat. Oleh karena itu, perlu perhitungan respon time
melalui fire drill agar dapat menentukan perencanaan pemadaman selanjutnya. Re-design atau
re-build tangki mungkin dapat menjadi solusi terbaik, namun membutuhkan biaya yang
sangat besar. Sarana proteksi kebakaran adalah salah satu elemen terpenting lain yang dapat
mencegah terjadinya kebakaran katastropik. Melengkapi sarana pemadam dan
penanggulangan kebakaran dengan cara penyediaan alat-alat baru maupun memperbaiki
sarana yang sudah ada akan membantu mengurangi risiko kebakaran katastropik.
6 Kesimpulan
Kajian pre-fire…, Mahmud Anshory, FKM UI, 2014
Kondisi fisik tangki T-2 yang berjenis fixed roof tank sudah menua menyebabkan
keroposnya material tangki beresiko apabila mengalami kebakaran maka terjadi dengan
skenario unobstructed full liquid surface fire dengan bentuk kebakarannya pool fire. Laju
produksi kalor kebakaran yang adalah 91.919,05 kW atau 87.122,71 Btu/sec dengan durasi
kebakaran yang mencapai 48,19 jam. Ketinggian api kebakaran adalah 13,48 m / 44,24 kaki
dari tinggi volume yang terbakar. Radiasi panas terhadap target penerima tertinggi adalah
pada tangki T-1 yaitu 20,43 kW/m2 (hampir dipastikan 100% makhluk hidup di area tersebut
mati dalam kisaran waktu 1 menit, dan cidera parah dalam waktu hanya 10 detik.
Total kebutuhan foam pemadam selama 65 menit adalah 873,1 liter dengan
kebutuhan air pemadam dan pendingin selama 65 menit adalah 2164,25 gpm (532.455,95
liter). Jumlah foam yang tersedia tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pemadaman api
(21,68% dari kebutuhan). Fasilitas pompa yang tersedia tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan suplai air (54,29% dari kebutuhan). Jumlah air yang tersedia juga tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan air pemadam dan pendinginan tangki yang terbakar (48,83% -
31,74 menit).
Sudah ada kebijakan manajemen terkait K3 dan Kesiapan Tanggap Darurat, tim
TKTD, pembagian peran dan tanggung jawab, kerjasama dengan instansi lain, namun perlu
peningkatan dalam aplikasinya di lapangan (fire drill). Pyrosim fire modelling menunjukkan
temperatur pada tangki yang terbakar berkisar pada 500o C. Pada tangki terdekat, yaitu tangki
T-1, dan T-4 temperatur menunjukkan suhu berkisar 450o C dan 210o C. Temperatur yang
tinggi di sekitar tangki nenyebabkan vapor crude oil dapat mencapai auto ignition dan terjadi
kebakaran katastropik melibatkan tangki-tangki sekitarnya.
Saran
1. Mengadakan fire risk asssessment dan meningkatkan maintenance berkala pada tangki-
tangki produksi untuk mengetahui kondisi tangki, sebagai penilaian bahaya dan risiko
kebakaran terkini.
2. Melakukan perbaikan sistem proteksi yang sudah ada, seperti rembesan pada dasar tangki
dan bundwall yang berlubang, memperbaiki pipa hydrant yang bocor.
3. Melengkapi sarana penanggulangan kebakaran yang belum ada yaitu:
a. Pemasangan detektor suhu tetap, sehingga dapat mendeteksi awal penyalaan api/
kebakaran.
Kajian pre-fire…, Mahmud Anshory, FKM UI, 2014
b. Pemasangan fix water spray pada tangki-tangki produksi.
5. Hose box cabinet digunakan sebagaimana mestinya sebagai tempat penyimpanan
perlengkapan sarana pemadaman api.
6. Menerapkan instruksi kerja dan SOP ketat di lapangan.
7. Berdasar perhitungan, jarak aman pemadaman adalah 18,14 m (4 kW-dengan pakaian
pelindung), sehingga perlu pengetesan apakah output nozzle dapat mencapai target
pemadaman.
8. Perlu dilakukan perhitungan kebutuhan perlindungan untuk fasilitas produksi dari bahaya
kebakaran, seperti pipa manifold yang berjarak cukup dekat, atau fasilitas produksi
lainnya.
9. Melaksanakan fire drill dengan berbagai skenario dan melibatkan pekerja lain dengan
standar waktu 8-10 menit (sebelum flash over).
10. Perlu dilakukan perhitungan kebutuhan perlindungan untuk fasilitas produksi dari
bahaya kebakaran katastropik melibatkan tangki sekitar.
11. Memperbaiki dan melengkapi sarana penanggulangan kebakaran dapat dengan cara:
a. Foam
- Memperbaiki foam chamber yang ada sehingga menjadi siap pakai.
- Memasang fixed foam sistem di area sekitar tangki.
- Menambah jumlah foam concentrate.
b. Pompa
- Menambah/ mengganti pompa elektrik dengan kapasitas 1500 gpm (standar
NFPA) mencukupi kebutuhan.
- Menyediakan fire pump truck dengan kapasitas mecapai 1500 gpm sebagai
persiapan keadaan darurat.
c. Air
- Memperbesar penampungan air sehingga minimal dapat menampung 532.455,95
liter.
- Membuat saluran ke sumber air terkdekat (rawa) dengan saluran pemipaan.
- Bekerjasama dengan Damkar/ BNPB saat keadaan tanggap darurat kebakaran saat
melakukan fire drill.
Kajian pre-fire…, Mahmud Anshory, FKM UI, 2014
Daftar Referensi
1. Api Recommended Practice 2001. Fire Protection in Refineries. American Petroleum
Industry (2011 edition).
2. Center For Chemical Process Safety. (2000). Guidelines for Chemical Process
Quantitative Risk Analysis 2nd Edition. New York, American Institute of Chemical
Engineers.
3. Chatris, J.M, et al. (2001). Experimental Study of Burning Rate in Hidrocarbon Pool
Fires. Centre d’Estudis del Risc Tecnologis (CERTEC). Barcelona, Catalonia, Spain.
4. Chen, bin et al. (2011). Initial Fuel Temperatur Effects on Burning Rate of Pool Fire.
University of Science and Technology of China, Hefei, China.
5. Excel Equation for Hydrocarbon Fire. (2005). United State Nuclear Regulatory
Commission.
6. Fay, J.A. (2006). Model of Large Pool Fires. Journal of Hazardous Materials
Department of Mechanical Engineering, Massachusetts Institute of Technology,
Cambridge.
7. Gong, Hong, et al. (2011). Study of Fire Fighting Sistem to Extenguish Full Surface Fire
of Large Scale Floating Roof Tanks. Jounal of Engineering Prodia.
www.sciencedirect.com.
8. Lin, Cheng-Chung et al. (2005). A study of Storage Tank. Journal of Loss Prevention in
The Process Industry.
9. National Fire Protection Association. (2002). SFPE, Handbook of Fire Protection
Engineering Third Edition. Quincy, Massachusetts, National Fire Protection Association
Inc.
10. NFPA 11. Standard for Low-, Medium-, and High Expansion Foam (2005 edition).
11. NFPA 15. Standard for Water Spray Fixed Sistem for Fire Protection (2001 edition).
12. NFPA 20. Standard for The Installation of Stationary Pumps for Fire Protection (2003
edition).
13. NFPA 25. Standard for the Inspection, Testing, and Maintenance of Water-Based Fire
Protection Sistems (2002 edition)
14. NFPA 20. Flammable and Combustible Liquid Code (2008 edition)
15. NFPA 1620. Pre-Incident Planning (2003 Edition)
16. Nolan, Denis, P.E. (1996). Handbook of Fire and Explosion Protection Engineering
Principles for Oil, Gas, Chemical, and Related Facilities. Noyes Publications, New
Jersey, USA.
Kajian pre-fire…, Mahmud Anshory, FKM UI, 2014
17. Syarat-Syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan. Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per-04/MEN/1980
18. Ramli, Soehatman. (2010). Petunjuk Praktis Manajemen Kebakaran. Dian Rakyat,
Jakarta.
19. Shelley, Craih H. (2012). Storage Tank Fires: Is Your Department Prepared? Fire
Engineering-Penwell.
20. Tampubolon, Maruli C. (2012). Analisis Akar Penyebab Kecelakaan Kebakaran Pada
Industri Minyak dan Gas Bumi Dengan Menggunakan Metode TapRoot di Indonesia
Tahun 2006-2010. Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta.
21. Wang, Daqing et al. (2013). Fuzzy Fault Tree Analysis for Fire and Explosion of Crude
Oil Tanks. Journal of School of Petroleum Engineering, Southwest Petroleum University,
Chengdu, China.
22. Wendi, Michael C. (2003). Fundamental of Heat Transfer Theory and Application.
Stanford, California, (USA).
Kajian pre-fire…, Mahmud Anshory, FKM UI, 2014