KAJIAN PEMBANGUNAN JEMAAT TERHADAP ......koinonia dan marturia. Gereja Masehi Injili di Timor...
Transcript of KAJIAN PEMBANGUNAN JEMAAT TERHADAP ......koinonia dan marturia. Gereja Masehi Injili di Timor...
i
KAJIAN PEMBANGUNAN JEMAAT TERHADAP PARTISIPASI
WARGA GMIT LIKWATANG DALAM PELAYANAN
Oleh
Inger Gloria Manimoy
712015033
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada program studi : Ilmu Teologi, Fakultas Teologi
Guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar sarjana sains teologi
FAKULTAS TEOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2019
ii
iii
iv
v
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus atas kasih sayang-Nya selama penulis menjalani
perkuliahan di UKSW Salatiga. Bisa mencapai titik ini semua karena kasih Tuhan. Kasih
Tuhan juga dibuktikan lewat kehadiran orang-orang terkasih dalam hidup. Karena itu penulis
patut berterima kasih kepada
1. Kedua orang tua, bapak Soleman Manimoy dan mama Yulkarya Pulek serta adik
terkasih Monika Manimoy yang telah menjadi keluarga yang menghadirkan kasih
Tuhan dan dari mereka saya belajar bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan saya
sendiri.
2. Universitas Kristen Satya Wacana yang telah menerima saya untuk belajar dan
menciptakan suasana yang mendukung setiap proses pembelajaran. Fakultas Teologi
UKSW yang telah mewadahi dengan segala hal yang diberikan. Terima kasih juga
kepada seluruh staff Tata Usaha, mama Ningsi, Ibu Budi, kaka Diane, mas Eko dan
mas Adi yang tidak bosan-bosannya memberikan bantuan. Tuhan senantiasa
memberkati.
3. Pdt. Dr. Ebenhaezer I. Nuban Timo sebagai pembimbing yang telah memotivasi,
mengarahkan bahkan mendoakan penulis dalam proses penyelesian tugas akhir.
4. Pdt. Dr. Rama Tullus Pilakoannu sebagai dosen wali study dan ayah selama empat
tahun penulis berkuliah. Terima kasih juga untuk anggota Tulus Family yang telah
menciptakan suasana kekeluargaan.
5. Sahabat terkasih Filda Rosiana Lakumani yang telah menjadi saudara dalam segala
situasi dan menjadi dokter pribadi selama empat tahun.
6. Sahabat-sahabat tersayang bacot family: Agriyan, Filda, Fitri, Dessy, Marlon, Angel,
Viyan, Rano, Lena. Tanpa mereka empat tahun tidak seindah yang dirasakan saat ini.
7. Keluarga Teologi 2015 yang memberikan penulis suasana rumah selama berkuliah.
Terkhusus teman-teman seperjuangan yang selalu membantu dan memotivasi:
Belandina Yiwa, Jellyan Awang, Elestina Tubulau, Sri Atacay, Akwila Ibu, Dimitri
Bawole, Charolin Laukamang.
8. GKI Salatiga yang memberikan banyak keluarga dan pengalaman yang mendukung
penulis menulis judul Tugas Akhir ini.
9. Terima Kasih kepada Pdt. Olivianus Kause yang mendukung penulis mengangkat
judul TA ini serta memberikan gambaran, motivasi dan pencerahan tentang
pembangunan jemaat.
vii
10. Seluruh satuan majelis dan jemaat wilayah Likwatang yang telah menjadi tempat
penelitian dan mendukung penulis dalam proses pengambilan data. Terima kasih
kepada Ibu Pdt. Serliance Damih S.Th, bapak Paulus Manima, bapak Arnolus Lema,
Ibu Mery Maoni, Mama Sofia Lema, bapak Aser Tung Selly yang telah memberikan
informasi dan data kepada penulis sebagai hasil penelitian.
11. Saudara Resky Selan yang selalu memotivasi dan setia mendengar seluruh keluh kesa
penulis selama proses penulisan tugas akhir. Terima kasih juga buat keluarga Selan di
Soe yang memberikan semangat lewat doa dan kiriman ayat Alkitab saat penulis
merasa takut mengahadapi ujian proposal dan penulisan TA.
12. Sahabat Sonya Afurai, Elsi Lema, Gita Maisina, usi Janu, usi Novi, mama Rut, dan
masih banyak orang baik yang Tuhan hadirkan dalam hidup. Tuhan kiranya
memberkati kita semua.
Penulis
viii
DAFTAR ISI
COVER ................................................................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................ ii
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ................................................................................ iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES ..................................................................... iv
PERNYATAAN BEBAS ROYALTI DAN PUBLIKASI ................................................ v
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ vi
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... viii
MOTTO ................................................................................................................................ ix
ABSTRAK ............................................................................................................................ x
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 3
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................................4
1.5 Metode Penelitian .............................................................................................. 4
2. Teori Pembangunan Jemaat ................................................................................... 5
2.1 Iklim .................................................................................................................... 6
2.2 Kepemimpinan ................................................................................................... 8
2.3 Struktur .............................................................................................................. 9
2.4 Tujuan ............................................................................................................... 12
2.5 Identitas...............................................................................................................12
3. Partisipasi Warga Gmit Likwatang dalam Pelayanan..........................................14
3.1 Gambaran Tempat Penelitian ......................................................................... 14
3.2 Pemahaman Bergereja dan Persembahan ..................................................... 15
3.3 Kepemimpianan dan Administrasi ................................................................. 16
3.4 Pastoral ...............................................................................................................17
3.5 Partisipasi dalam Pelayanan............................................................................ 18
4. Kajian Pembangunan Jemaat terhadap Partisipasi Warga GMIT Likwatang dalam
Pelayanan
4.1 Penyebab Kurangnya Partisipasi Jemaat dalam Pelayanan ........................ 20
5. Penutup......................................................................................................................24
5.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 24
5.2 Saran ................................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................26
ix
Motto:
-I’m nothing without God-
“Barangsiapa yang percaya kepada Dia
tidak akan dipermalukan (Roma 10:11b)”
x
ABSTRAK
Gereja hidup dan berkarya di tengah dunia dengan segala perubahan yang terjadi setiap saat.
Perubahan-perubahan tersebut dapat menjadi peluang yang digunakan dengan bijaksana
untuk mewartakan kasih Yesus. Akan tetapi perubahan-perubahan itu juga dapat menjadi
tantangan tersendiri yang harus di hadapi gereja. Gereja yang hidup dan berkarya harus dapat
melakukan hal-hal yang sekiranya menjawab apa yang menjadi tugas panggilan gereja.
Dalam perjalanannya gereja mengahadapi tantangan yang datang bukan saja dari luar tetapi
dari dalam dirinya sendiri. Jemaat wilayah Likwatang menggumuli persoalan kurangnya
partisipasi jemaat dalam pelayanan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori
pembangunan jemaat untuk melihat permasalahan yang terjadi. Teori pembangunan jemaat
yang digunakan bukan saja menggambarkan gereja dengan segala persoalan dan gereja yang
diidealkan tetapi memberikan kontribusi apa yang harus dan tidak harus dilakukan oleh
gereja dalam mencapai yang diidealkan bersama. Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif dengan pengumpulan data berupa wawancara. Penyebab enggannya warga jemaat
Likwatang berpartisipasi dalam pelayanan sangat beragam dan tugas gereja adalah merangkul
keberagaman itu dengan segala keberadaan untuk membangun gereja ke arah yang lebih baik.
Gereja adalah milik Tuhan sehingga Tuhan tidak akan meninggalkan umat-Nya dalam upaya
pembangunan jemaat.
Kata kunci: Jemaat Likwatang, pembangunan jemaat, partisipasi dalam pelayanan,
kepemimpinan.
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam era globalisasi saat ini, gereja dituntut untuk melakukan hal-hal yang sekiranya
dapat memberikan kontribusi positif dalam kehidupan sosial masyarakat. Siapa gereja yang
dimaksud? seperti sebuah lagu sekolah minggu yang sering dinyanyikan:
“Aku gereja kau pun gereja, kita sama-sama gereja
Dan pengikut Yesus di seluruh dunia, kita sama-sama gereja.
Gereja bukanlah gedungnya dan bukan pula menaranya:
Bukalah pintunya lihat di dalamnya,
Gereja adalah orangnya”
Sangat jelas bahwa gereja yang dimaksud adalah orang-orang yang ada di dalamnya,
gereja adalah umat. Karena gereja berada dalam dunia yang terus berkembang maka
pemimpin gereja dan warga jemaat harus terus berusaha memperbaharui diri dengan
melakukan hal-hal seperti yang dicantumkan dalam tugas panggilan gereja yaitu diakonia,
koinonia dan marturia. Gereja Masehi Injili di Timor sendiri mempunyai lima tugas
panggilan GMIT yakni diakonia, koinonia, marturia, liturgia dan oikonomia. Setiap jemaat
GMIT harus mampu menerapkan panca tugas GMIT. Tetapi dalam pelaksanaannya gereja
mengalami berbagai hambatan yang datang baik dari pimpinan-pimpinan gereja maupun dari
warga jemaat. Dalam tulisan ini penulis ingin menganalisis beberapa hal berhubungan dengan
kendala yang dialami gereja dalam proses pelayanan khususnya partisipasi warga jemaat
dalam pelayanan.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori pembangunan jemaat. Pembangunan
jemaat memiliki arti yang sangat luas. Menurut Van Hooijdonk secara teologis kata
pembangunan sendiri mempunyai skala arti yang luas seperti pertumbuhan dan
perkembangan dengan maksud jemaat dapat bertumbuh dan berkembang menuju visi yang
lebih luas dan mendalam serta adanya keterbukaan (jemaat tidak eksklusif), pendalaman
secara spiritual yang artinya pendalaman spiritualitas jemaat bukan spiritualitas pribadi,
pembaharuan yang mencakup gerakan dan perubahan ke arah masa depan artinya jemaat
tidak pasif dan ketinggalan. Jemaat perlu belajar dari situasi dan kondisi perkembangan. Cita-
cita artinya jemaat dilihat sebagai cita-cita secara teologis sedangkan pembangunan adalah
upaya mendekatkan cita-cita itu dan mewujudkannya. Jemaat mempunyai arti persekutuan
orang beriman. Dari pengertian ini maka menurut Hooijdonk pembangunan jemaat adalah
2
intervensi sistematis dan metodis dalam tanduk-tanduk jemaat beriman setempat.
Pembangunan jemaat menolong jemaat beriman lokal untuk - dengan bertanggung jawab
penuh berkembang menuju persekutuan iman yang mengantarai keadilan dan kasih Allah dan
yang terbuka terhadap masalah manusia dan masa kini1.
Pembangunan jemaat menawarkan beragam usaha yang dapat dilakukan oleh gereja
dalam menangani hambatan-hambatan dalam pelayanan dan menyediakan program yang
menginspirasikan harapan2. Pembangunan jemaat berarti pembangunan umat sehingga
program-program yang dibuat melibatkan umat sebagai pemain utama3. Sehingga dalam
pelaksanaannya diharapkan gereja mampu melihat setiap peluang yang ada dan dikelolah
menjadi program yang menginspirasi dan menjadi berkat. Menurut pemahaman GMIT,
pembangunan jemaat adalah salah satu upaya memperlengkapi anggota jemaat dalam
melaksanakan amanat kerasulan sehingga harus dilakukan secara terencana, sistematis,
terbuka, holistik dan terfokus pada tugas pemuridan4. Pembangunan jemaat juga berkaitan
erat dengan iman dan spiritualitas sehingga Tuhan harus dijadikan pusat dalam pembangunan
jemaat. Terkadang kenyataan dalam organisasi gereja bukan Tuhan yang dijadikan pusat
tetapi kepentingan diri sendiri, untung dan rugi dalam memberi diri untuk melayani. Teori
pembangunan jemaat akan melihat secara holistik dan memberikan kontribusi yang harus dan
tidak harus dilakukan dalam pelayanan bergereja.
Dalam penelitian ini penulis memilih jemaat GMIT wilayah Likwatang sebagai objek
pengamatan. Alasan penulis memilih jemaat wilayah Likwatang karena jemaat wilayah ini
memiliki tiga mata jemaat yaitu jemaat Lus Likwatang, Zoar Likwatang dan Koinonia
Dapitau. Masing-masing memiliki pergumulan dalam pelayanan yang tidak terlalu berbeda
jauh satu dengan yang lainnya. Pergumulan pelayanan yang dialami warga jemaat kurang
memberikan perhatian dalam pelayanan. Di jemaat Lus Likwatang partisipasi warga jemaat
dalam ibadah minggu masih sangat kurang. Warga jemaat lebih senang bekerja di rumah atau
di tempat kerja dibandingkan harus berangkat ke gereja. Selain itu dalam beberapa kasus
warga jemaat sering menolak penatua, diaken atau petugas ibadah saat hendak melaksanakan
1 Hooijdonk Van, batu-batu yang hidup pengantar ke dalam pembangunan jemaat,
(Kanisius.Yogyakarta.1996).30-31. 2Kessel, R. 6 Tempayan Air, Pokok-pokok Pembangunan jemaat, (Kanisius.Yogyakarta.1997).1.
3Sutanto Timotius, 3 dimensi keesahan gereja dalam pembangunan jemaat, (BPK Gunung
Mulia.Jakarta.2008).32. 4 Mejlis Sinode Gmit, Tata Gereja Gereja Masehi Injili di Timor (Majelis Sinode Gmit
Kupang.2010).31.
3
ibadah rumah tangga, PA maupun ibadah kunci usbu. Alasan penolakan ini sangat beragam
sehingga penulis merasa ingin melihat lebih dalam lagi.
Menurut beberapa tokoh jemaat, ada faktor yang mempengaruhi permasalahan dalam
pelayanan seperti faktor ekonomi warga jemaat, selain itu warga jemaat merasa masih
memiliki beban-beban pribadi sehingga enggan untuk pergi ke gereja maupun melakukan
pelayanan-pelayanan. Ada warga jemaat yang tidak mau pergi ke gereja karena takut jika
khotbah di gereja mengungkit hal-hal pribadi mereka dan melarang mereka melakukan hal-
hal yang sudah menjadi kebiasaan mereka5. Tetapi dari pihak yang berbeda mengatakan
penyebab warga jemaat enggan berpartisipasi karena majelis kurang aktif dalam
memperhatikan jemaat6. Menurut mereka majelis seharusnya mempunyai fungsi yang besar
dalam menjalankan lima tugas panggilan GMIT khususnya diakonia. Dari sini terbaca dua
kubu dengan pendapat masing-masing dan menarik untuk diteliti. Besar harapan setelah
mengetahui faktor penyebab permasalahan ini, gereja maupun warga jemaat dapat
menjadikan sebagai evaluasi diri dan dapat dilakukan untuk memperbaharui diri dan
berproses ke arah yang lebih baik. Sehingga dalam melaksanakan panca panggilan GMIT,
gereja menjadi lebih maksimal dan hasil yang didapatkan dapat dirasakan oleh seluruh warga
jemaat tidak hanya sebatas wacana tetapi lebih kepada aksi nyata sehingga nama Tuhan
semakin dipermuliakan.
Dari latar belakang yang digambarkan maka dirumuskan masalah yang akan dikaji lebih
dalam yaitu:
• Apa saja faktor yang memengaruhi kurangnya partisipasi warga jemaat
Likwatang dalam melaksanakan pelayanan bergereja?
• Apa pemahaman majelis dan warga jemaat Likwatang tentang kehidupan
bergereja?
Berdasarkan rumusan masalah yang sudah disampaikan maka tujuan dari penelitian ini
adalah
• Untuk mengetahui dan mendeskripsikan faktor yang memengaruhi kurangnya
partisipasi warga jemaat dalam melaksanakan pelayanan
5 SM (52 tahun) wawancara, 12 agustus 2018. 6DP (50 tahun) wawancara, 20 agustus 2018.
4
• Mendeskripsikan dan menganalisa pemahaman majelis jemaat dan warga
jemaat tentang kehidupan bergereja.
Dengan demikian manfaat dari penelitian ini diharapkan mampu
• digunakan dalam bidang pelayanan bergereja khususnya jemaat wilayah
Likwatang dalam menghadapi persoalan pelayanan bergereja.
• memberikan bekal bagi penulis sendiri ketika menghadapi permasalahan yang
sama dan bagaimana cara mengolahnya.
• menjadi acuan bagi peneliti selanjutnya dalam menyikapi permasalahan
pelayanan bergereja.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi subjek penelitian yang
berkaitan dengan yang akan diteliti baik itu lembaga, organisasi, individu dan lainnya. Dalam
penelitian ini yang akan menjadi subjek adalah warga jemaat wilayah Likwatang dalam
berbagai kalangan. Warga jemaat yang akan diteliti mencakup beberapa majelis jemaat,
beberapa tokoh jemaat, beberapa jemaat biasa dan pendeta setempat. Sebuah penelitian
dibutuhkan lokasi yang akan diteliti. Penelitian ini akan dilaksanakan di jemaat wilayah
Likwatang yang terletak di desa Likwatang, klasis Alor Tengah Utara, kabupaten Alor-Nusa
Tenggara Timur. Alasan penulis memilih tempat ini menjadi lokasi penelitian karena
1. Jemaat ini sudah sejak lama bergumul dengan masalah pelayanan
2. Penulis sering mendengar keluhan dari jemaat kepada gereja dan sebaliknya
3. Belum pernah ada penelitian sebelumnya dijemaat ini sehingga penulis
mempunyai harapan agar tulisan ini dapat memacu semangat anak muda
Likwatang untuk mulai memperhatikan masalah-masalah setempat.
4. Penulis merupakan warga jemaat setempat sehingga mempunyai kerinduan
untuk meneliti dan dapat ikut berkontribusi dalam pelayanan bergereja.
Selanjutnya ada dua jenis data penelitian yaitu kuantitatif yang terkait erat dengan
perhitungan, angka dan stattistik. Sedangkan metode kualitatif berkaitan erat dengan
menghimpun dan menganalisa data-data naratif dengan kata berupa gagasan, sikap dan
5
sebagainya yang diperoleh dengan naskah kuisioner, tabulasi ataupun wawancara7. Dalam
penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif. Dalam metode kualitatif penulis akan
menggambarkan permasalahan dengan cara melakukan wawancara langsung dengan
beberapa narasumber untuk mendapatkan hasil yang dapat dianalisa. Narasumber yang akan
diwawancarai adalah pendeta setempat, beberapa orang majelis jemaat, beberapa orang tokoh
jemaat dan beberapa orang jemaat biasa.
Adapun Sistematika dalam penulisan ini terbagi menjadi lima bagian yaitu:
1. Bagian pertama penjelasan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.
2. Bagian kedua menjelaskan Landasaran teori yang berkaitan dengan partisipasi jemaat
dalam pelayanan dengan menggunakan teori pembangunan jemaat.
3. Bagian ketiga, hasil penelitian.
4. Bagian keempat berisi analisa hasil penelitian dan teori pembangunan jemaat.
5. Sedangkan bagian kelima adalah kesimpulan dan saran.
Pembangunan Jemaat Terhadap Partisipasi dalam Pelayanan
“Jikalau bukan Tuhan yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang
membangunnya” (Mazmur 127:1).
Gereja hidup dan berkarya di dunia sering diibaratkan seperti perahu yang sedang
berlayar. Perahu yang membawa dan menyelamatkan umat beriman dari maut yang kekal8.
Menghadapi era dewasa ini gereja berhadapan dengan hal-hal yang bukan saja datang dari
luar tetapi juga dari dalam tubuh gereja sendiri. Hal-hal tersebut dapat menjadi penyakit bagi
gereja untuk menjalankan fungsi yang semestinya. Bahkan jemaat enggan untuk
berpartisipasi dalam pelayanan. Apa yang sebenarnya terjadi dengan gereja dan apa yang
harus dilakukan agar gereja dapat mencapai yang diidealkan bersama?
Dalam tulisan ini penulis menggunakan teori pembangunan jemaat dari Jan Hendriks.
Pembangunan jemaat berusaha menemukan cara berpikir dan bertindak fungsional untuk
7Young Rebecca dan Adiprasetya Joas, Panduan penulisan karya tulis akademis untuk makalah,
skripsi, tesis dan disertasi, (Unit publikasi dan informasi Sekolah Tinggi Teologi Jakarta.Jakarta).13.
8 Y.B. Mangunwijaya. Gereja Diaspora (Kanisius.Yogyakarta.1999).148.
6
menaggapi masalah yang dialami gereja dewasa ini9. Jan Hendriks menyarankan sebuah
metode lima faktor menuju jemaat vital dan menarik. Kata vital yang dimaksud artinya penuh
daya hidup serta kreatifitas sedangkan vitalisasi artinya proses menjadikan jemaat berdaya,
hidup, kreatif10. Maka jemaat yang vital dan menarik adalah jemaat yang penuh dengan daya
hidup, kretifitas dan menarik. Setiap gereja pasti punya impian akan jemaat yang vital dan
menarik tetapi apakah mungkin? Apakah bisa mencapai jemaat seperti itu? Kadang gereja
terjebak dalam situasi-situasi pesimis seperti ini. Ada dua hal yang perlu dijadikan pedoman
dalam membangun jemaat menuju jemaat yang vital dan memberikan pemahaman sebelum
mempelajari pembangunan jemaat11. Pertama pembangunan jemaat bukan karya manusia
tetapi karya Allah. “Jikalau bukan Tuhan yang membangun rumah sia-sialah tukang-tukang
bekerja”. Gereja itu milik Tuhan. Tuhan yang menghendaki pembangunan jemaat sehingga
Tuhan tidak mungkin membiarkan begitu saja. Tetapi masalahnya kadang gereja terlalu
apatis dan merasa tidak mampu melakukannya. Percaya diawal tetapi kemudian hilang
kepercayaan itu. Muhlen menamakan “atheisme praksis”. Hal inilah yang perlu kita
singkirkan dari kehidupan akal budi dalam pembangunan jemaat. Masalah yang kedua timbul
pemikiran bahwa hanya Yesus yang dapat melakukan pembangunan jemaat. Kita manusia
tidak layak jadi tidak perlu bermimpi untuk bisa melaksanakannya. Menanggapi hal ini,
Veenholf menggambarkan manusia mempunyai peran kooperatif Allah artinya manusia dan
Allah saling bekerja sama. I Korintus 3:9 mengatakan bahwa “Kami adalah kawan sekerja
Allah”. Kita adalah kooperatif dan kawan sekerja Allah.
Dalam pembangunan jemaat tidak dapat luput dari masalah-masalah yang ada dalam
jemaat itu sendiri. Misalnya masalah kepemimpinan, otoritas, konflik dan lain sebagainya.
Hal itu wajar akan ditemui tetapi jangan itu menjadi halangan untuk menghambat
pembangunan jemaat apalagi berhenti. Menurut Jan Hendriks ada lima faktor yang
mempengaruhi vitalisasi jemaat antara lain iklim, kepemimpinan, struktur, tujuan, tugas , dan
konsepsi identitas. Kelima faktor ini tidak muncul begitu saja. Gereja hidup dalam
masyarakat sehingga fakta-fakta sosial yang ada dalam masyarakat tidak menutup
kemungkinan juga bagi gereja.
9 Ferd. Heselaars Hartono. Enam Tempayan Air,(Kanisius.Yogyakarta.1997).5. 10 Jan Hendriks. Jemaat Vital dan Menarik,(Kanisius.Yogyakarta.2002).17. 11 Hendriks, Jemaat Vital, 22-25
7
Iklim
Menurut kamus besar bahasa Indonesia iklim bisa diartikan suasana atau keadaan.
Bowers dan Franklin merumuskan iklim sebagai keseluruhan prosedur dan tata cara
pergaulan yang khas bagi organisasi (1997,18)12. Iklim dalam konteks gereja sebagai
kombinasi faktor-faktor yang menentukan bagaimana merasakannya sebagai bagian gereja13.
Iklim sangat penting dalam suatu organisasi karena mempengaruhi dan menentukan apakah
orang berpartisipasi dengan senang dan efektif. Organisasi menyadari bahwa manusia
merupakan milik yang paling penting dan berharga dalam organisasi dan tidak hanya
menyadari tetapi bertindak sesuai dengan penyadaran itu. Manusia yang dimaksud oleh
organisasi bukan hanya yang disebut sebagai kaum elit atau yang punya peran memimpin
melainkan manusia biasa, anggota jemaat. Sehingga iklim yang baik adalah bukan bicara
mengenai pendapat pemimpin organisasi tetapi apakah manusia biasa dalam praktek sehari-
hari mengalami bahwa kehadiran, sumbangan, dan kemampuan mereka dihargai14. Hasil
yang diperoleh harus tergantung dari anggota biasa karena merekalah yang paling
mengetahui tantangan-tantangan apa yang dihadapi organisasi dan apa yang harus dilakukan
dalam merespon tantangan-tantangan itu15. Pertanyaannya lalu apa tugas dari pemimpin?
Pemimpin bertugas mendengarkan anggota dan bersedia menolong mereka menjalankan
pekerjaan. Tugas seperti ini membutuhkan pemimpin yang mau terbuka dan sistem organisasi
yang menggunakan komunikasi dari bawah ke atas.
Iklim yang positif tidak hanya berbicara mengenai pentingnya pemahaman dan perlakuan
manusia sebagai subjek tetapi juga tentang prosedur-prosedur yang mengatur manusia
bergaul. Menurut kamus besar bahasa Indonesia prosedur artinya metode langkah demi
langkah secara pasti dalam memecahkan suatu masalah. Prosedur-prosedur itu dapat di
rincihkan menjadi empat bagian yaitu:
Proses Komunikasi
Proses komunikasi yang dimaksudkan harus benar-benar menjangkau, relevan dan
terarah. Informasi yang baik bukan saja arahan dari atas ke bawah tetapi juga
harus dari bawah ke atas.
Pengambilan keputusan
12Hendirks, Jemat Vital, 49. 13 Jims Stevens dan Ron Jenson. Dinamika Pertumbuhan Gereja (Malang.Yayasan Penerbit Gandum
Mas), 130. 14Hendirks. Jemat Vital.50-51. 15Hendirks. Jemat Vital.52.
8
Pengambilan keputusan adalah usaha bersama oleh semua orang yang
berkepentingan sehingga tidak hanya dilakukan oleh pihak-pihak tertentu saja.
Perumusan Tujuan
Perumusan tujuan yang baik dan sesuai dengan iklim yang positif adalah bukan
pimpinan merumuskan tujuan baru kemudian menjabarkannya tetapi yang
ditentukan oleh organisasi yang didalamnya mencakup semua anggota.
Pengaruh anggota biasa
Bagi iklim yang baik perlu dipertanyakan apakah semua anggota bisa merasakan
mereka ikut berpengaruh terhadap jalannya organisasi atau tidak sehingga mereka
juga dapat terlibat dalam setiap konsekuensi yang terjadi.
Kepemimpinan Yang Menggairahkan
Gaya dan cara dalam memimpin sangat berdampak pada vitalisasi jemaat. Ada
kepemimpinan yang dimaksudkan sebagai fungsi. Kepemimpinan sebagai fungsi artinya
kepemimpinan tidak hanya dijalankan oleh orang yang telah diangkat untuknya tetapi kepada
orang yang menolong kelompok menjernihkan tujuan, mempunyai kharisma untuk menjaga
suasana baik, mempunyai kreativitas menemukan jalan untuk mencapai tujuan.
Pertanyaannya adalah pemimpin harus bagaimana sehingga yang dipimpin merasa
digairahkan untuk berpartisipasi dalam pelayanan?
Kepemimpinan seharusnya tidak lepas dari melayani. Sehingga kepemimpinan yang
menggairahkan adalah pemimpin yang melayani bukan yang bersifat hanya memerintah.
Pemimpin yang menggairahkan adalah yang mampu menjalankan tanggung jawab
kepemimpinannya dengan melihat manusia terkhususnya jemaat sebagai subjek sehingga
mampu memberikan ruang kepada orang lain untuk memanfaatkan kapasitas mereka. Orang
akan ingin bekerja dengan baik jika mereka senang dengan pekerjaan itu dan mengerti apa
yang mereka kerjakan. Sebagai pemimpin tugasnya adalah menolong mereka memahami apa
yang mereka lakukan sehingga perlu adanya komunikasi yang baik. Komunikasi yang baik
hanya akan terjadi apabila pemimpin menganggap mereka sebagai orang yang mempunyai
informasi berharga, dapat bekerja sama dan intinya menganggap mereka sebagai subjek.
Karena itu pemimpin diharapkan mudah dapat didekati, penuh kesabaran, menaruh perhatian
maka lebih banyak bertanya daripada bercerita, sungguh mempergunakan informasi. Sifat
keterbukaan juga sangat penting karena itu pemimpin harus menghargai setiap perbedaan
yang ada sehingga pemimpin juga harus memperlihatkan sifat terima kasih atas kritik.
9
Menurut Mangunwijaya seorang pemimpin tidak saja pandai memimpin rapat tetapi yang
glenak-glenik bergerak di bawah16.
Dengan demikian apa artinya pemimpin dalam suatu jemaat? jika sebagai jabatan
maka jabatan kepemimpinan itu harus dimaknai sebagai kharisma diantara kharisma-
kharisma. Karena semua orang dianugerahkan kharisma dari Tuhan maka kharisma yang satu
tidak lebih dari kharisma yang lain. Jika memimpin adalah sebuah kharisma maka hakekat
memimpin adalah melayani bukan memerintah. Pemimpin adalah pelayan seperti teladan
Yesus Kristus yang datang bukan untuk dilayani tetapi untuk melayani.
Pemimpin adalah pelayan maka tugasnya adalah memelihara jemaat supaya dekat
dengan identitasnya. Pemimpin perlu menekankan keprihatinan “apakah jemaat merupakan
persekutuan dalam mana keterkaitan dengan Tuhan dan satu sama lain sungguh-sungguh
diwujudkan bersama? apakah jemaat menyadari penugasannya bagi dunia?” Menurut Firet
memimpin dalam gereja merupakan kegiatan pastoral17. Yesus tidak menugaskan Petrus
untuk memimpin gereja tetapi menugaskannya sampai tiga kali untuk menggembalakan
domba-Nya (Yohanes 21:15-17). Dalam metafor gembala, memimpin dalam arti memberikan
perhatian penuh hati-hati dan cinta, bertemu dan dicairkan menjadi kesatuan. Kritiknya ialah
“domba-domba tidak kamu gembalakan; yang lemah tidak kamu kuatkan; yang sakit tidak
kamu obati; yang luka tidak kamu balut; yang tersesat tidak kamu bawa pulang; yang hilang
tidak kamu cari” (Yehezkiel 34:3-4).
Struktur: Relasi antar Individu dan kelompok
Struktur yang dimaksudkan disini adalah keseluruhan relasi dan hubungan antara
orang yang memegang posisi-posisi organisatoris formal dan informal, yang institusional dan
yang kurang institusional (Lammers 1983, 435)18. Struktur yang dimaksud bukan saja yang
terdapat dalam buku-buku, bagan struktur, peraturan, tata gereja dan sebagainya. Struktur
yang dimaksud juga mencakup patokan relasi yang dibedakan beberapa aspek berikut:
Relasi-relasi antara anggota-anggota individu dalam organisasi
Pieper membedakan tiga macam relasi yaitu:
Gameinschaft. Dalam relasi ini anggota mengutamakan apa yang dimiliki
bersama sedangkan yang menjadi kepentingan pribadi dinomor duakan. Relasi
16Mangunwijaya, Gereja Diaspora, 80. 17Hendirks. Jemat Vital, 84. 18Hendirks. Jemat Vital, 92.
10
ini memiliki pedoman-pedoman yaitu keterbukaan (tidak ada rahasia satu
sama lain namun keterbukaan itu hanya mencakup milik bersama).
Pengorbanan (kerelaan untuk mendahului yang dimiliki bersama atas
kepentingan pribadi); Kelangsungan (relasi yang membutuhkan kontak
langsung).
Gesellschaft. Relasi ini didasarkan kepentingan diri. Tetapi relasi ini juga
mengiakan kepentingan, nilai dan martabat orang lain yang ikut dalam relasi
itu. Contohnya relasi pasar yang mana pembeli dan penjual terarah pada
kepentingan sendiri namun tetap menerima yang lain sebagai subjek. Relasi
ini juga memiliki aturan main yang dinyatakan lewat distansi/jarak yang
membawa kontak yang tidak langsung dan bahasa formal; penekanan
kepentingan sendiri tanpa menyangkal kepentingan orang lain.
Organization. Relasi ini difokuskan pada tujuan bersama, menerima fakta
bahwa setiap manusia berbeda dan mempunyai kemampuan masing-masing.
Aturan main dari relasi ini adalah relasi anatar orang seperti relasi antar
pejabat; perhatian terarah pada tujuan bersama yang ditentukan oleh
sumbangan masing-masing orang terhadap tujuan bersama.
Dalam prakteknya tiga macam relasi ini dibolehkan namun harus berjalan bersamaan.
Jika salah satu relasi dimutlakkan maka kenyataan sosial menjadi tidak stabil.
Sikap organisasi terhadap individu juga berpengaruh besar terhadap partisipasi. Heitink
(1983.452 ss) menggambarkannya dalam sebuah ilustrasi tentang pentingnya kunjungan
organisasi terhadap individu dan cara kunjungan itu diadakan. Dari penelitian yang
dilakukannya banyak orang menghargai kunjungan atas nama gereja. Perhatian jemaat
terhadap individu dalam kunjungan rumah mempunyai pengaruh positif terhadap keterlibatan
dalam jemaat. Boonstra merumuskan pentingnya kunjungan rumah karena:
1. Kunjungan rumah dapat bersifat positif untuk mereka yang dikunjungi karena
mereka merasa ada perhatian yang sungguh-sungguh bagi mereka
2. Pengalaman negatif dengan gereja dapat dibicarakan, pandangan yang kabur
tentang gereja dapat diperjelas sehingga gereja yang kurang tampil boleh dapat
tampil lagi
3. Kunjungan membuka kesempatan untuk membicarakan iman dalam suasana
pribadi.
11
4. Kunjungan rumah juga memberi dampak positif bagi yang mengunjungi karena
mendapat banyak pengalaman berharga
5. Bagi jemaat keseluruhan pastorat kunjungan dapat subur juga karena kunjungan
itu membuka kemungkinan melihat jemaat lewat mata anggota marginal yang
menemukan hal manakah yang merupakan kendala bagi partisipasi orang lain.
Karena justru orang yang tidak berpastisipasi yang dapat melihat kekurangan
dengan lebih tajam.
6. Kepemimpinann mendapat kesempatan berpikir tidak hanya bertolak dari peserta
aktual tetapi juga peserta potensial.
Konklusinya bahwa perkunjungan rumah berpengaruh pisitif terhadap vitalisasi jemaat. Perlu
ditekankan bahwa meningkatkan vitalisasi jemaat bukan tujuan perkunjungan rumah tetapi
perkunjungan berefek terhadap vitalitas.
Relasi antara kelompok-kelompok dalam organisasi
Untuk mencapai jemaat yang vital, terdapat empat ciri yang penting bagi struktur
organisasi yaitu:
Sederhana, artinya bahwa struktur organisasi harus jelas untuk siapa saja yang
ada hubungan dengannya.
Desentralisasi, gagasan bahwa siapapun yang menjalankan rencana harus
terlibat juga dalam pembuatan rencana
Komunikasi tinggi, maksudnya adalah komunikasi yang luas, informal,
terbuka. Adanya relasi yang baik dan harmonis.
Datar, artinya tidak ada lapisan dalam struktur. Jarak antara pimpinan dan
anggota bukanlah jarak yang jauh sehingga memudahkan komunikasi yang
baik.
Dalam kehidupan bergereja sendiri ada dua model struktur gereja yang sering
digunakan yaitu model klasik dan model kelompok kerja. Dalam model klasik kita umumnya
mengenal tiga jabatan didalamnya yaitu pendeta, penatua dan diakon. Struktur model klasik
ini dilandaskan pada sistem. Aspek pastoral, pewartaan dan diakonot menjadi fungsi yang
penting dalam model ini. Struktur ini datar sehingga menciptakan suasana pemimpin dan
anggota mempunyai relasi yang dekat. Selain itu model kelompok kerja yang didalamnya
bukan saja dewan gereja yang melaksanakan berbagai hal-hal penting seluruh jemaat
12
mempunyai tanggung jawab itu. Jemaat adalah pembawa maksud dan tujuan gereja sehingga
tugas dewan gereja adalah untuk mengkoordinir. Lalu model yang ketiga adalah struktur
model karismatis. Ciri-ciri dari model karismatis adalah Ada ruang-ruang bergerak bagi grup-
grup dan aliran-aliran, kesatuan ditekankan, rapat (rundingan) jemaat berfungsi sebagai organ
kebijakan pusat, dewan gereja mengarahkan diri secara khusus kepada finalisasi. Dengan
demikian diharapkan struktur model karismatis dapat menjawab pergumulan menuju
vitalisasi jemaat ketika dua model sebelumnya dirasa belum menjawab.
Tujuan yang menggairahkan dan Tugas yang menarik
Setiap organisasi pasti mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Dengan demikian tujuan
harus jelas, konkret, bersama dan menggairahkan. Fakta yang sering terjadi adalah tujuan dari
organisasi kadang ditukar dari tujuan yang seharusnya berubah menjadi tujuan lainnya.
Anggota tidak mengetahui bahwa organisasinya sedang mengejar tujuan lain sehingga
dengan memudarnya tujuan yang seharusnya dapat berakibat terhadap vitalisasi jemaat. Hal
ini juga dapat mempengaruhi partisipasi jemaat karena untuk berpartisipasi perlu adanya
tujuan yang jelas. Sebuah organisasi juga perlu menciptakan tujuan bersama. Yang dimaksud
dengan tujuan bersama menurut William G. Ouchi ialah harus mempraktekkan pengambilan
keputusan bersama19. Pengambilan keputusan bersama sangat penting dalam vitalitas jemaat
dan jemaat mendukungnya karena mereka tahu apa yang harus mereka capai dan mereka
terlibat dalam pengambilan keputusan itu. Jemaat akan senang berpartisipasi karena tujuan
yang diambil bukan hanya merupakan tujuan organisasi tapi juga merupakan tujuan mereka
sendiri.
Sebagai gereja tentu memiliki tujuan yang ingin dicapai dan harus memenuhi syarat.
Sehingga ada tugas-tugas yang harus dilakukan oleh jemaat. Tugas-tugas itu harus memenuhi
syarat dan Jan Hendriks meringkasnya dalam beberapa pertanyaan berikut: Apakah tugas
menarik? Apakah tugas terjangkau? Apakah ada hubungan antara tugas dan masalah rill?
Apakah tugas merupakan konsekuensi dari maksud gereja? Apakah karya dihargai?
Konsepsi Identitas yang menggairahkan
Setiap organisasi mempunyai identitas. Organisasi dengan identitas yang jelas akan
mempengaruhi vitalitas jemaat20. Menurut Jan Hendriks identitas adalah kekhasan dari suatu
organisasi. Identitas yang khas itulah yang akan membedakannya dari organisasi yang lain.
19Hendirks, Jemaat Vital 152. 20Hendirks, Jemat Vital,172.
13
Selain itu identitas juga artinya definisi organisasi tertentu. Dengan identitas itu organisasi
dapat mengungkapkan siapa mereka? apa misi mereka dalam kultur masyarakat.
Dalam kenyataannya gereja melihat dirinya sebagai sebuah paguyuban iman yang
mengakui Kristus. Paguyuban itu ada di dunia dan mempunyai tugas memberitakan injil dari
Allah kepada semua manusia21. Tetapi bagaimana jemaat dapat memberikan kesaksian
tentang injil dan perintah Allah kalau mereka sendiri tidak mengerti apa yang mereka Imani.
Dalam jemaat identitas individual ditentukan oleh indentitas dari kelompok atau
komunitasnya sehingga sangat penting bagi adanya kejelasan tentang identitas gereja atau
komunitas iman itu. Jika yang terjadi adalah ketidakjelasan dan ketidakpastian dari identitas
gereja maka yang timbul adalah gereja menjadi hilang ciri khasnya, partisipasi berkurang22.
Sehingga menjadi gereja yang hilang arah dan tidak mempunyai daya tarik lagi.
Salah satu masalah identitas yang mucul adalah tentang pluralitas dalam konsepsi
identitas. Situasi plural dalam gereja artinya bahwa gereja berhadapan dengan konsep yang
berlawanan, anggota yang masing-masing bertindak seturut kehendak mereka. Dalam jemaat
tidak luput dari konflik tentang identitas maka pemimpin harus mempunyai keterampilan
dalam resolusi konflik. Karena kelompok-kelompok yang berkonflik cenderung
memaksimalkan yang dapat memisahkan dan meminimalkan yang dapat menyatukan atau
mengikat.
Identitas merupakan prinsip yang berlaku untuk segala masa dan pada segala
tempat23. Identitas harus mampu membangun jemaat sehingga tidak saja mengisi kebaktian-
kebaktian dengan liturgi dan khotba tetapi juga menolong orang beriman untuk saling
menceriterakan atau membagikan suka duka kehidupannya. Di era globalisasi saat ini gereja
berhadapan dengan berbagai hal yang sekiranya menjadi menghambat untuk dapat menuju
vitalitas jemaat misalnya:
Sekularisasi yang muncul sehingga banyak orang yang mulai bertanya tentang makna
segalanya
Individualism yang juga menjadi kebiasaan bagi masyarakat era modern.
Tantangan dalam masyarakat dalam segala aspek perjuangan yang harus dilakukan.
Misalnya berjuang melawan ketidaksetaraan gender, kemiskinan, SARA dan semua
itu harus dilihat dengan ketelitian.
21Hendirks, Jemat Vital,178. 22Hendirks, Jemat Vital,179. 23Hendirks, Jemat Vital, 183.
14
Berhadapan dengan segala hal yang terjadi maka gereja harus teliti dalam menyikapinya.
Kenyataan yang tidak dapat dihindari bahwa gereja diperhadapkan dengan dua pertanyaan
berikut:
Siapa kita sebenarnya? Bonhoeffer mengatakan bahwa harus beriman sedemikian
rupa sehingga kita dengan hidup kita dapat bergantung padanya
Apa yang dalam masyarakat ini menjadi misi kita? Apakah kita dapat menolong
orang lain untuk menemukan makna tadi? Apakah kita dapat mengaktualisasikan inti
keberadaan sebagai jemaat ditengah masyarakat di jaman modern ini?
Jan Hendriks mengatakan bahwa akan terjadi vitalitas jika masing-masing jemaat
mengungkapkan dua pertanyaan itu. Sehingga menemukan konsepsi yang dapat
menggairahkan jemaat untuk berpartisipasi dan terus terbuka dengan penuh kesadaran.
Gambaran Tempat Penelitian
Gmit wilayah Likwatang terletak di desa Likwatang, kecamatan Alor Tengah Utara,
kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur. Jemaat ini termasuk dalam klasis Alor Tengah Utara
dan memiliki tiga mata jemaat yaitu Lus, Zoar dan Koinonia Dapitau. Jarak tempu antara
mata jemaat Lus dan Zoar satu kilo meter. Sedangkan jarak dua mata jemaat ini dengan mata
jemaat Koinonia Dapitau sekitar dua belas kilo meter. Jarak tempuh ini turut mempengaruhi
kualitas pelayanan dari majelis wilayah. Mayoritas jemaat di wilayah ini berprofesi sebagai
petani sedangkan minoritas sebagian sebagai guru, perawat, nelayan, tukang ojek dan
wiraswasta.
Jemaat wilayah Likwatang dahulu merupakan kesatuan dalam Wilayah Pelayanan
Lembur Barat yang mencakup delapan mata jemaat. Wilayah ini dimekarkan menjadi tiga
wilayah pelayanan yaitu Gerbang Indah yang mencakup tiga mata jemaat, Lulangkang yang
mencakup dua mata jemaat dan Likwatang yang mencakup tiga mata jemaat. Pemekaran
pada tahun 2006 oleh Pendeta Mesak Lonasali. Majelis wilayah yang melayani pada periode
saat ini (2014-2019) berjumlah delapan orang yaitu empat orang badan pengurus harian dan
empat orang anggota majelis wilayah. Saat ini yang memimpin sebagai ketua majelis wilayah
Likwatang adalah Pdt. Serliance Sri Damih S.Th. Sedangkan yang menjadi sekretaris
wilayah adalah Pnt. Aser Tung Sely dan bendahara wilayah Pnt. Yuliana Maoni. Pdt. Damih
sudah melayani selama dua periode di jemaat wilayah ini. Tugas dari majelis wilayah adalah
menjangkau dan melaksanakan pelayanan di tiga mata jemaat ini serta mempertanggung
jawabkan pelayanan yang sudah dilaksanakan. Pergumulan dari tiga mata jemaat ini tidak
15
berbeda jauh satu dengan lainnya. Salah satu yang menjadi perhatian bersama adalah
mengenai partisipasi jemaat dalam pelayanan yang semakin kurang. Dari data lapangan
penulis menemukan beberapa faktor yang menjadi penyebab kurangnya partisipasi jemaat
Likwatang dalam pelayanan yang akan diuraikan dalam tulisan ini.
Pemahaman Bergereja dan Persembahan
Kehidupan bergereja yang vital dan menarik menjadi idaman setiap orang. Setiap
orang bertindak sesuai apa yang dipahaminya demikian pula dengan kehidupan bergereja.
Umat bergereja merupakan sekumpulan orang yang memiliki pandangan atau keyakinan
sama kepada sesuatu yang mempunyai kuasa yang daripada-Nya disembah dan diagungkan
dalam seluruh kehidupannya secara kolektif sepanjang masa24. Kehidupan bergereja juga bisa
diartikan selalu melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan gereja baik secara fisik maupun non
fisik melalui organisasi kategorial dan fungsional pada tingkat rayon maupun jemaat secara
individu maupun kolektif dengan beriman kepada Tuhan Yesus Sang pemilik Kehidupan25.
Sedangkan menurut Pdt. Setempat kehidupan bergereja adalah salah satu perintah Tuhan
sekaligus bukti iman karena bergereja juga berarti bersekutu dan bersatu bersama Tuhan dan
orang percaya26. Jemaat Likwatang memaknai kehidupan bergereja yang vital dan menarik
tetapi yang digambarkan dalam pemahaman mereka mengenai kehidupan bergereja belum
sepenuhnya dilaksanakan.
Tidak hanya dalam kebaktian hari minggu di gereja yang membutuhkan perhatian
bersama tetapi juga ibadah rumah tangga yang dilaksanakan setiap hari selasa, kamis dan
ibadah kunci usbu setiap hari sabtu. Ibadah yang dilaksanakan di setiap rumah tangga ini juga
mendapat hambatan. Jemaat yang menolak petugas yang hendak memimpin ibadah. Alasan
penolakan sangat beragam. Ada jemaat yang tidak dapat menerima petugas ibadah karena
mereka tidak mempunyai uang untuk diberikan sebagai persembahan27. Selain itu ada jemaat
yang masih memfokuskan diri pada kelemahan pelayan dan kehidupan pribadi pelayan yang
dianggap kurang dan tidak pantas untuk menyampaikan firman28. Kendala yang dialami
majelis dalam pelayanan menjadi pergumulan bersama. Majelis jemaat telah memberikan
inisiatif kepada jemaat yang tidak mau dilaksanakan ibadah di rumahnya karena uang kolekte
dengan mengatakan bahwa persembahan tidak hanya berupa uang tapi bisa juga dengan
24 Soleman (penatua) wawancara, 06 juni 2019. 25 Mispa Lema (penatua) wawancara, 04 juni 2019. 26Serliance Damih (pendeta wilayah) wawancara, 6 juni 2019. 27Aser Tung Sely (majelis wilayah) wawancara, 4 juni 2019. 28Paulus Manima (penatua) wawancara, 5 juni 2019.
16
natura seperti ubi, jagung, pisang dan lainnya. Sejauh ini usaha itu cukup membantu karena
ada jemaat yang dapat memberikan hasil kebun mereka sebagai kolekte tetapi masih ada
jemaat yang enggan karena gengsi dan sebagainya29.
Sebagai masyarakat yang hidup di tengah perubahan dunia, jemaat juga
menginginkan adanya perubahan. Banyak hal yang dapat dilakukan sebagai bukti perubahan
salah satunya dalam hal penataan ruang ibadah. Jemaat merasa bosan dengan suasana ruang
ibadah yang begitu-begitu saja. Jemaat merasa bahwa setidaknya persembahan yang sudah
diberikan selama ini memberikan suatu bukti nyata yang dapat dilihat bahwa ternyata
pemberian mereka bermanfaat dan ada buktinya30. Tidak hanya itu transparansi keuangan
jemaat harus dilakukan sehingga tidak ada hal-hal negatif yang timbul dalam pembicaraan
jemaat. Gereja harus mempunyai inisiatif untuk melakukan perubahan. Mulai dari hal-hal
sederhana yang dapat dilihat oleh jemaat seperti penataan ruang ibadah. Jika jemaat melihat
bahwa ada perubahan mereka akan semakin semangat untuk berpartisipasi31. Dari hal-hal
sederhana yang terjadi ini ternyata persembahan menjadi salah satu faktor penyebab
kurangnya partisipasi jemaat dalam pelayanan.
Kepemimpinan dan Administrasi
Hal-hal yang dianggap biasa saja ternyata turut mempengaruhi partisipasi warga
jemaat dalam pelayanan. Sebagai yang dipercayakan Tuhan untuk memimpin warga jemaat
maka pemimpin harus mempunyai kualitas diri yang baik sehingga jemaat dapat meneladani
dengan baik. Tidak jarang majelis jemaat menganggap bahwa mereka hanya majelis yang
tidak terlalu punya kekuatan yang besar dalam pelayanan sehingga mereka bebas melakukan
apa saja yang pada akhirnya menghilangkan kepercayaan jemaat. Dengan hilangnya
kepercayaan jemaat kepada yang memimpin dan melayani mereka maka turut mempengaruhi
partisipasi mereka dalam pelayanan32. Majelis jemaat sebagai pemimpin harus mempunyai
spiritualitas diri yang baik sehingga dapat menjadi teladan bagi warga jemaat33
Sebagai pemimpin jemaat harus merangkul jemaat dalam segala perbedaan dan
keberadaan34. Pemimpin jemaat harus selalu siap dalam segala kemungkinan untuk tetap setia
29Aser Tung Sely (majelis wilayah) wawancara, 4 juni 2019. 30Mispa Lema (majelis jemaat) wawancara, 4 juni 2019. 31Mispa Lema (majelis jemaat) wawancara, 4 juni 2019. 32Mery Karmating (tokoh jemaat) wawancara, 3 juni 2019. 33 EF (tokoh jemaat) wawancara, 9 juni 2019. 34 Mery Karmating (tokoh jemaat) wawancara, 3 juni 2019.
17
melayani35. Tidak saja faktor kepemimpinan yang dapat mempengaruhi partisipasi jemaat
dalam pelayanan tetapi juga faktor pengelolaan administrasi. Sistem pengelolaan administrasi
di jemaat ini belum sepenuhnya dikatakan layak. Hal-hal sederhana seperti pendataan ulang
tahun jemaat dan lainnya belum dilaksanakan sehingga gereja tidak punya data tentang warga
jemaatnya dan menentukan apa yang harus dilakukan36. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa faktor kepemimpinan dan administrasi turut mempengaruhi partisipasi jemaat
Likwatang dalam pelayanan.
Pastoral
Meskipun kita telah ada dalam era yang modern tetapi banyak dari jemaat kita yang
masih terikat dengan kekuatan supranatural. Mereka percaya kepada hal-hal yang bertolak
belakang dengan iman kepada Yesus. Hal ini tentu saja mempengaruhi partisipasi mereka
dalam pelayanan karena ketika mereka terikat dengan kekuatan supratarural seperti ilmu
hitam maka dengan sendirinya mereka tidak mempunyai kerinduan sedikitpun kepada
Tuhan37. Dalam kegiatan fisik mereka akan ikut berpartisipasi tetapi dalam ibadah mereka
enggan untuk bergabung. Keterikatan mereka dengan ilmu hitam membuat mereka ingat
kepada Tuhan hanya saat mereka ada dalam masalah atau diperhadapkan dengan tantangan
hidup. Jika ada masalah yang terjadi seperti sakit yang tidak kunjung sembuh maka mereka
memanggil majelis jemaat untuk menyelesaikannya. Biasanya jemaat yang bersangkutan
akan mengakui semua kesalahan yang telah diperbuatnya dan mau bertobat. Tetapi fakta
yang terjadi, pertobatan itu hanya sementara. Ketika mereka mengalami kesembuhan,
kepulihan maka mereka akan kembali kepada kehidupan lama. Hal ini menjadi pergumulan
bersama dan tanggung jawab gereja untuk hadir dan merangkul. Pada tahun-tahun silam
warga jemaat yang terikat dengan kekuatan supra natural bertobat dan aktif dalam pelayanan.
Hal itu terjadi karena sosok pemimpin yang setiap hari berkunjung walaupun hanya sekedar
bertamu dan tertawa bersama38. Bercermin dari pengalaman iman tersebut kegiatan pastoral
merupakan hal yang sangat penting.
Situasi mengharuskan gereja untuk terus berjuang menghadapi segala tantangan baik
internal maupun eksternal. Meskipun yang dihadapi gereja bukanlah hal yang mudah tetapi
dengan keyakinan kita percaya bahwa suatu saat nanti jemaat dapat menyadari keberadaan
35 Aser Tung Sely (majelis wilayah) wawancara, 4 juni 2019. 36 Soleman (penatua) wawancara, 8 juni 2019. 37Arnolus Lema (tokoh jemaat) wawancara, 4 juni 2019. 38Paulus Manima (penatua) wawancara, 5 juni 2019.
18
mereka di dunia ini dan lebih sadar bahwa hidup yang ada di dunia ini hanya sementara
sehingga semakin terus melayani Tuhan39. Jemaat yang masih ada dalam ikatan dengan ilmu
hitam mengetahui dan meyakini bahwa hanya Yesus satu-satunya jalan keselamatan. Mereka
meyakini sehingga bukan berarti mereka tidak bisa kembali ke gereja. Jemaat seperti ini perlu
ditangani secara khusus. Kita hanya dapat melawan kuasa jahat itu dengan terus bergumul
kepada Tuhan. Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan karena itu terus bergumul, berdoa dan
jemaat itu sendiri harus mempunyai komitmen untuk mau bertobat dan berbalik kepada
Tuhan40.
Banyak hal yang dibicarakan dan disepakati dalam persidangan harus dilaksanakan
untuk menjawab kebutuhan jemaat. Kebiasaan pada umumnya hanya berbicara tetapi tidak
melakukan. Seperti halnya pastoral yang sudah dibicarakan dalam persidangkan dan hal itu
belum efektif dijalankan dengan baik. Padahal dengan adanya perkunjungan pastoral dari
pendeta dan majelis jemaat akan membuat jemaat merasa bahwa mereka diperhatikan dan apa
yang menjadi pergumulan dapat didengarkan41. Belasan bahkan puluhan tahun yang lalu
partisipasi jemaat sangat baik. Bahkan jemaat yang paling malas ke gereja menjadi aktif
melayani. Pemuda-pemudi aktif dalam pelayanan fisik maupun non fiisk. Tetapi itu semua
dapat terjadi lagi kalau ada sosok yang dapat menggerakkan seperti dahulu42. Zaman
sekarang semua orang telah menjadi pintar sehingga tidak ada yang mau diatur dan kalaupun
diatur akan sangat susah. Pemuda adalah masa depan gereja, pemuda adalah aset gereja yang
diharapkan dapat meneruskan pelayanan yang ada. Semoga pemuda-pemudi jemaat kita
dapat terpanggil memberikan masa muda mereka untuk melayani Tuhan karena pemuda
adalah masa depan gereja. Mungkin belum terwujud saat ini tetapi suatu saat nanti jemaat
Likwatang akan mengalami pertumbuhan, perubahan dan kemajuan ke arah yang lebih baik
sesuai dengan waktu Tuhan43. Jemaat dapat mengungkapkan apa yang menjadi isi hati
mereka kepada gereja tetapi mereka mengetahui cara yang harus dilakukan. Dengan demikian
kegiatan pastoral seperti perkunjungan rumah sangat penting untuk mendengar suara hati
jemaat44.
39 Sofia Lema (tokoh jemaat) wawancara, 4 juni 2019. 40 Arnolus Lema (tokoh jemaat) wawancara, 4 juni 2019. 41 Sofia Mauko (tokoh jemaat) wawancara, 4 juni 2019. 42 Paulus Manima (penatua) wawancara, 5 juni 2019. 43 Serliance Damih (pendeta wilayah) wawancara, 6 juni 2019. 44 Sofia Mauko (tokoh jemaat) wawancara, 4 juni 2019.
19
Partisipasi Dalam Pelayanan
Partisipasi warga jemaat dalam pelayanan dipengaruhi oleh berbagai faktor baik itu
faktor eksternal maupun internal. Jemaat wilayah Likwatang mempunyai pergumulain sendiri
mengenai kurangnya partisipasi warga jemaat dalam pelayanan. Banyak warga jemaat lebih
senang melakukan aktifitas di rumah dibandingkan harus pergi beribadah di gereja. Selagi
semua aktifitas berjalan dengan baik maka gereja seolah dilupakan45. Tetapi apabila jemaat
diperhadapkan dengan bencana, masalah atau pergumulan hidup maka mereka akan mencari
Tuhan dan datang beribadah sehingga partisipasi dalam ibadah meningkat46. Jika masalah
atau pergumulan telah berlalu maka mereka akan kembali lagi dalam kebiasaan lama. Tidak
hanya itu, partisipasi jemaat dalam ibadah dilihat juga dari siapa yang memimpin ibadah atau
membawakan firman. Masih ada jemaat yang malas ke gereja karena khotba yang dibawakan
terlalu lama sehingga mereka harus melihat dulu siapa pelayan yang memimpin ibadah
karena turut mempengaruhi kehadiran jemaat47.
Salah satu kebiasaan warga jemaat Likwatang dalam pelayanan adalah mereka akan
aktif berpartisipasi dalam pelayanan jika mereka memiliki jabatan dalam gereja. Ketika
mereka selesai mengemban tugas atau jabatan tersebut maka mereka akan malas
berpartisipasi dalam pelayanan. Banyak warga jemaat yang pada periode sebelumnya
menjadi penatua, diaken, dan lainnya tetapi saat ini menjadi seperti jemaat yang tidak
mengenal gereja dan pelayanannya. Bahkan seorang majelis jemaat pernah mengatakan
“kami yang saat ini aktif dalam pelayanan itu juga karena kami adalah majelis”. Warga
jemaat Likwatang jika diberikan tanggung jawab dalam hal mengemban jabatan tertentu
maka mereka senang berpartisipasi tetapi jika tidak memiliki tanggung jawab dalam gereja
maka mereka enggan untuk berpartisipasi.
Dari penelitian yang dilakukan ada berbagai pendapat yang dikemukakan baik dari
warga jemaat maupun majelis jemaat dan pendeta. Berdasarkan pendapat-penadapat tersebut
dan teori yang telah dipelajari, penulis merumuskan dalam dua poin sebagai analisa penyebab
kurangnya partisipasi jemaat Likwatang dalam pelayanan.
45Paulus Manima (majelis jemaat) wawancara, 5 juni 2019. 46Arnolus Lema (tokoh jemaat) wawancara, 4 juni 2019. 47Mery Karmating (tokoh jemaat) wawancara, 3 juni 2019.
20
Penyebab Kurangnya Partisipasi Jemaat dalam Pelayanan
Poin pertama berkaitan dengan warga jemaat sehingga langkah awal yang harus
dipahami adalah jemaat belum memiliki pemahaman pentingnya melayani sebagai ungkapan
syukur. Melayani hanya dipahami sebagai “jika kita melayani maka Tuhan akan berbuat baik
kepada kita, jika kita hadir dalam ibadah di gereja maka Tuhan akan melepaskan kita dari
masalah”. Kesadaran tentang konsep melayani ini harus disampaikan kepada warga jemaat.
Menurut Jan Hendriks, iklim sangat penting dalam suatu organisasi karena mempengaruhi
dan menentukan apakah orang berpartisipasi dengan senang dan efektif. Gereja menyadari
bahwa manusia merupakan milik yang paling penting dan berharga dalam gereja dan tidak
hanya menyadari tetapi bertindak sesuai dengan penyadaran itu48. Jemaat yang kurang
berpartisipasi dalam pelayanan atau yang hadir dalam ibadah karena ada yang ingin dicapai
bisa saja belum memahami arti kasih Allah yang sebenarnya. Gereja mempunyai tugas untuk
hadir dan memberikan pemahaman kepada warga jemaat yang masih mempunyai pemikiran
demikian. Seperti yang tercantum dalam lima tugas panggilan GMIT yaitu diakonia,
koinonia, marturia, liturgia dan oikonomia. Jika yang terjadi adalah ketidakjelasan dan
ketidakpastian dari identitas gereja maka yang timbul adalah gereja menjadi hilang ciri
khasnya, partisipasi berkurang49. Gereja tidak saja hadir dan memberikan pemahaman kepada
warga jemaat tetapi membantu mereka untuk menemukan identitas mereka yang sebenarnya.
Identitas bahwa mereka merupakan bagian dari gereja dan menumbuhkan rasa bahwa mereka
juga dibutuhkan dalam pelayanan serta mempunyai peran yang besar terhadap masa depan
gereja.
Pemimpin perlu menekankan keprihatinan “apakah jemaat merupakan persekutuan
dalam mana keterkaitan dengan Tuhan dan satu sama lain sungguh-sungguh diwujudkan
bersama? apakah jemaat menyadari penugasannya bagi dunia?” Menurut Firet memimpin
dalam gereja merupakan kegiatan pastoral50. Apabila jemaat mempunyai pemahaman yang
baik tentang melayani adalah sebuah ungkapan syukur maka mereka dapat memberikan diri
dengan sukacita dalam pelayanan. Tidak perlu dipaksa mereka akan senang berpartisipasi.
Hal ini turut berpengaruh dalam masalah jemaat tentang penolakan petugas ibadah dalam
memimpin ibadah rumah tangga. Jemaat menolak petugas ibadah dengan alasan tidak
mempunyai uang untuk persembahan dan masih melihat kesalahan dan kekurangan dari
48 Hendriks, Jemaat Vital, 48. 49 Hendirks. Jemat Vital 179. 50 Hendirks. Jemat Vital.84
21
pemimpin ibadah. Jika jemaat mempunyai pemahaman bahwa melayani adalah bentuk
ungkapan syukur maka masalah uang persembahan dapat dimaknai dalam hal yang berbeda.
Seperti yang disampaikan oleh salah satu tokoh jemaat bahwa umumnya jemaat yang sering
menolak petugas ibadah adalah mereka yang berasal dari keluarga yang tidak mempunyai
kerelaan hati dalam memberi baik itu dalam lingkup bermasyarakat maupun bergereja51.
Alasan tidak mempunyai uang untuk diberikan sebagai persembahan hanyalah membalikan
fakta bahwa mereka sedang sibuk dan tidak ingin dilaksanakan ibadah di rumah mereka. Jika
saja jemaat benar-benar memahami keberadaan diri mereka bahwa hidup mereka adalah
persembahan yang hidup sehingga harus disyukuri dan bahwa Tuhan tidak menuntut harus
diberikan uang sebanyak mungkin. Sebagaimana firman-Nya mengatakan bahwa Tuhan
melihat hati sehingga kerelaan hati dalam menjalankan ibadah itulah yang paling penting
bukan berapa banyak uang yang diberikan sebagai persembahan. Selain itu pandangan warga
jemaat yang melihat kekurangan dan kelemahan dari pemimpin ibadah membuktikan bahwa
mereka tidak berfokus pada firman yang disampaikan, artinya kerinduan untuk datang pada
Tuhan dan mensyukuri segala yang telah Tuhan berikan belum dimiliki.
Ada tiga model relasi yang di tawarkan oleh Pieper yaitu Gemeinschaft, dalam relasi
ini anggota mengutamakan apa yang dimiliki bersama sedangkan yang menjadi kepentingan
pribadi dinomor duakan. Relasi ini memiliki pedoman-pedoman yaitu keterbukaan (tidak ada
rahasia satu sama lain namun keterbukaan itu hanya mencakup milik bersama). Relasi
berikutnya adalah Gesellschaft. Relasi ini didasarkan kepentingan diri. Tetapi relasi ini juga
mengiakan kepentingan, nilai dan martabat orang lain yang ikut dalam relasi itu. Penekanan
kepentingan sendiri tanpa menyangkal kepentingan orang lain. Dan relasi Organization yang
difokuskan pada tujuan bersama, menerima fakta bahwa setiap manusia berbeda dan
mempunyai kemampuan masing-masing. Aturan main dari relasi ini adalah relasi antar orang
seperti relasi antar pejabat yang mana perhatian terarah pada tujuan bersama yang ditentukan
oleh sumbangan masing-masing orang terhadap tujuan bersama52. Ketiga tipe relasi ini perlu
dimiliki warga jemaat dalam menyikapi pelayanan sesuai dengan konteks masing-masing.
Dari data lapangan yang diperoleh warga jemaat dan majelis belum mempunyai relasi yang
baik. Relasi buruk tersebutlah yang mempengaruhi jemaat menolak dan tidak menerima
petugas ibadah di rumah mereka. Jika relasi organization diterapkan dengan baik bahwa yang
diperhatikan adalah tujuan bersama yaitu bersyukur dan melayani Tuhan bukan kekuarangan
51Arnolus Lema (tokoh jemaat) wawancara, 03 juni 2019. 52Hendriks, jemaat vital, 101.
22
dan kelemahan masing-masing. Kemudian kondisi jemaat berkaitan dengan transparansi
keuangan dan pengelolaan administrasi gereja perlu menerapkan tipe relasi Gameinschaft dan
organization. Hal ini perlu dilakukan untuk menjaga keseimbangan dalam pelayanan
bergereja.
Menurut Jan Hendriks gaya dan cara dalam memimpin sangat berdampak pada
vitalisasi jemaat. Ada kepemimpinan yang dimaksudkan sebagai fungsi. Kepemimpinan
sebagai fungsi artinya kepemimpinan tidak hanya dijalankan oleh orang yang telah diangkat
untuknya tetapi kepada orang yang menolong kelompok menjernihkan tujuan, yang
mempunyai kharisma untuk menjaga suasana baik, mempunyai kreativitas untuk menemukan
jalan untuk mencapai tujuan53.
Poin kedua berkaitan dengan pimpinan gereja sehingga yang harus dipahami tentang
kurangnya partisipasi warga GMIT Likwatang dalam pelayanan adalah pemahaman dari
majelis jemaat tentang siapa mereka dan apa yang harus mereka lakukan. Jan Hendriks
mengungkapkan “Orang akan ingin bekerja dengan baik jika mereka senang dengan
pekerjaan itu dan mengerti apa yang mereka kerjakan”54. Hal ini berarti majelis jemaat yang
termasuk kepemimpinan sebagai fungsi perlu memiliki pemahaman apa yang harus dan tidak
harus mereka lakukan. Sebelum memulai pelayanan majelis jemaat GMIT Likwatang
diberikan pembekalan tentang tugas mereka baik sebagai penatua maupun diaken. Tetapi
dalam proses pelayanan tidak dilaksanakan evaluasi untuk meninjau hal-hal apa yang harus
dan tidak harus dilakukan dalam pelayanan. Sebagai gereja tentu memiliki tujuan yang ingin
dicapai dan harus memenuhi syarat. Sehingga ada tugas-tugas yang harus dilakukan. Tugas-
tugas itu harus memenuhi syarat dan Jan Hendriks meringkasnya dalam beberapa pertanyaan
berikut: Apakah tugas menarik? Apakah tugas terjangkau? Apakah ada hubungan antara
tugas dan masalah rill? Apakah tugas merupakan konsekuensi dari maksud gereja? Apakah
karya dihargai?55 Pertanyaan-pertanyaan ini perlu diajukan dalam evalusiasi pelayanan dan
bagaimanapun dalam sebuah organisasi evaluasi program atau kegiatan perlu dilakukan. Hal
ini untuk meninjau apa yang harus dan tidak harus dilakukan dalam pelayanan selanjutnya.
Hal kedua yang perlu diperhatikan oleh majelis berkaitan dengan jemaat yang tidak
berpartisipasi karena masih terikat dengan kekuatan supranatural atau masih terlibat dalam
ilmu hitam. Hal ini menjadi tanggung jawab semua pihak tetapi keterlibatan pemimpin gereja
untuk menanggapi sangat penting. Hal seperti ini tidak bisa hanya dibiarkan begitu saja. Jika
53 Hendriks, jemaat vital, 47. 54 Hendriks, jemaat Vital, 150. 55 Hendriks, jemaat vital, 170-171.
23
memang benar-benar menginginkan adanya perubahan dalam pelayanan jemaat maka
pemimpin harus bekerja keras. Dahulu beberapa jemaat yang terikat dengan kekuatan
supranatural bertobat dan aktif dalam pelayanan bahkan memberikan kesaksian dalam ibadah
lewat puji-pujian. Hal itu terjadi karena pendekatan dari pemimpin. Pemimpin harus ingat
bahwa ia memegang tanggung jawab gembala seperti yang dikatakan dalam Yohanes 21:15-
1756. Tanggung jawab itu harus dimaknai dengan baik bahwa ada domba yang tersesat dan
harus dicari untuk kembali kepada kawanan yang lain. Maksudnya adalah Tuhan
mempercayakan jemaatnya karena itu kepercayaan dari Tuhan harus dimaknai sebagai
sesuatu yang kelak akan dipertanggung jawabkan kepada Tuhan.
Dari hal-hal yang disampaikan disini ada satu yang sangat penting yaitu kegiatan
pastoral. Kegiatan pastoral yang dimaksudkan bukan harus bersifat formal yang
diprogramkan tetapi berupa perkunjungan kecil-kecilan hanya untuk sekedar bertamu yang
dilakukan oleh pemimpin gereja. Hal ini menjadi kerinduan dari warga jemaat Likwatang.
Kehadiran sosok pemimpin ditengah kehidupan mereka, yang peduli dengan mereka,
mengenal mereka tidak saja saat mereka hadir di gereja tetapi dalam pergumulan kehidupan
sehari-hari menjadi pergumulan warga jemaat. Hal ini tentunya harus menjadi refleksi bagi
pemimpin gereja sejauh mana mereka menjangkau jemaat dalam segala keberadaannya.
Sikap organisasi terhadap individu juga berpengaruh besar terhadap partisipasi. Perhatian
jemaat terhadap individu dalam kunjungan rumah mempunyai pengaruh positif terhadap
keterlibatan dalam jemaat. Boonstra merumuskan pentingnya kunjungan rumah karena
Kunjungan rumah bersifat positif untuk mereka yang dikunjungi karena mereka merasa ada
perhatian yang sungguh-sungguh bagi mereka dan pengalaman negatif dengan gereja dapat
dibicarakan, pandangan yang kabur tentang gereja dapat diperjelas sehingga gereja yang
kurang tampil boleh dapat tampil lagi. Selanjutnya Kunjungan membuka kesempatan untuk
membicarakan iman dalam suasana pribadi. Kunjungan rumah juga memberi dampak positif
bagi yang mengunjungi karena mendapat banyak pengalaman berharga. Kunjungan itu
membuka kemungkinan melihat jemaat lewat mata anggota marginal yang menemukan hal
manakah yang merupakan kendala bagi partisipasi orang lain. Karena justru orang yang tidak
berpastisipasi yang dapat melihat kekurangan dengan lebih tajam. Kepemimpinann mendapat
kesempatan berpikir tidak hanya bertolak dari peserta aktual tetapi juga peserta potensial57.
56 Hendriks, jemaat vital, 85. 57Hendriks, jemaat vital, 107-108.
24
Gereja perlu memperhatikan hal ini bahwa perkunjungan rumah bukan sesuatu hal formal
yang harus mengikuti perintah sidang. Perkunjungan rumah dapat dilakukan hanya untuk
sekedar memberikan selamat ulang tahun bagi jemaat yang berulang tahun, atau turut
bersedih dengan jemaat yang sedang dirawat di rumah karena sakit. Tetapi bagaimana
mengetahui ulang tahun jemaat kalau data jemaat tidak tersedia. Karena itu pengelolaan
administrasi menjadi sesuatu hal yang penting dilakukan.
Masalah besar dalam pembangunan jemaat adalah menganggap bahwa masalah
terlalu berat untuk dihadapi. Umat bergereja adalah milik kepunyaan Tuhan. Tuhan tidak
akan membiarkan para pemimpin gereja berjalan sendiri dan tidak akan membiarkan usaha
yang mereka lakukan untuk kebaikan menjadi gagal. Warga jemaat sendiri mempunyai
keyakinan bahwa suatu saat nanti jemaat wilayah Likwatang dapat berubah ke arah yang
lebih baik. Suatu saat nanti jemaat yang tidak aktif dalam pelayanan akan berkontribusi
dengan sukacita. Jika warga jemaat telah menaruh keyakinan demikian maka sebagai
pemimpin gereja harus termotivasi untuk melaksanakan pembangunan jemaat demi
kemuliaan nama Tuhan.
Kesimpulan
Dari data lapangan, teori dan analisa penulis menyimpulkan bahwa untuk
meningkatkan partispasi jemaat dalam pelayanan tidak hanya usaha salah satu pihak
melainkan kedua pihak. Pihak-pihak yang dimaksud adalah warga jemaat dan pemimpin
gereja. Kerja sama yang baik dapat mempengaruhi partisipasi dalam pelayanan. Pemimpin
gereja sebagai penggerak perlu merangkul jemaat dalam segala keberadaannya. Gereja hidup
dan berkembang sehingga perubahan sangat diperlukan. Tugas bagi gereja adalah mampu
beradaptasi dengan perkembangan global tetapi juga mampu menyaring yang bermanfaat
untuk pembangunan jemaat.
Warga jemaat sebagai umat bergereja perlu memahami identitas dirinya. Pemahaman
umat bergereja yang sudah dimaknai perlu diwujud nyatakan dalam praktek kehidupan
bergereja. Hal ini tentu membutuhkan perhatian penuh warga jemaat sebagai umat yang
dipanggil untuk menyadari identitasnya dan bersikap sesuai penyadaraan itu. Perlu dimaknai
bahwa hidup adalah kesempatan untuk melayani dan menjadi berkat sehingga kesempatan
harus di fungsikan sebaik mungkin selagi masih diperkenankan Tuhan untuk hidup di dunia.
Perkunjungan Pastoral merupakan hal yang sangat penting. Dari perkunjungan ini
gereja akan mengetahui dan mendengar serta merasakan apa yang selama ini dirasakan oleh
25
warga jemaatnya. Perasaan kagum, kecewa, syukur dan marah dari warga jemaat kepada
gereja tidak lagi menjadi sebuah kepahitan yang dipendam sendiri tetapi dapat didiskusikan
bersama untuk mencari jalan keluar yang terbaik. Salah satu yang dapat membantu hal ini
dapat terjadi adalah jika pengelolaan administrasi dalam gereja berjalan dengan baik. Sistem
organisasi dan administrasi berperan penting dalam mengatur hal tersebut sehingga
dibutuhkan sumber daya manusia yang baik untuk mengelolanya. Jika administrasi dikelola
dengan baik dapat memberikan sumbangan positif dalam meningkatkan partisipasi warga
jemaat karena jemaat senang dengan hal-hal yang baru dan kreatif.
Saran:
Kepada gereja:
Gereja perlu melakukan perkunjungan rumah kepada warga jemaat sebagai salah
satu tugas dan kewajiban. Perkunjungan rumah juga harus dimaknai sebagai salah
satu bentuk pastoral. Yesus terlebih dahulu telah memberi teladan waktu ia
berkunjung ke rumah Zakheus. Jika Yesus telah melakukan maka gereja perlu
melanjutkan. Perkunjungan rumah tidak harus terikat dengan sebuah sistem yang
mengatur tetapi lebih kepada relasi yang terjalin dengan kasih dan rasa memiliki.
Gereja perlu memperhatikan pengelolaan administrasi dan keuangan yang ada
sehingga dapat berfungsi dengan baik. Transparansi keuangan perlu terus
ditunjukan kepada jemaat sehingga antara majelis dan jemaat tercipta rasa percaya
dan tidak menimbulkan kecurigaan yang merugikan kedua pihak. Sumber daya
manusia dalam pengelolaan administrasi dan keuangan gereja juga menjadi hal
yang perlu diperhatikan bersama.
Setiap pemimpin kategorial lebih kreatif dan inovatif dalam membuat program
sehingga program tersebut dapat menjawab apa yang menjadi kebutuhan jemaat
sesuai perkembangan jaman. Jemaat merasa tertaris dan senang berpartisipasi
dalam kegiatan yang kreatif dan menarik. Gereja tidak saja terus memperhatikan
sistem organisasinya tetapi mengusahakan hal-hal yang dapat menciptakan rasa
senang dalam warga jemaat untuk berpatisipasi dalam pelayanan.
26
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Chang, W. 2014. Metodologi Penulisan Ilmiah. Erlangga
Gibbs, Eddie. 2010. Kepemimpinan gereja masa mendatang : membentuk dan memperbarui
kepemimpinan yang mampu bertahan dalam zaman yang berubah. Jakarta, Gunung Mulia.
Hendriks, Jan. 2002. Jemaat Vital dan Menarik. Yogyakarta, Kanisius.
Hooijdonk,V. 1996. Batu-batu yang hidup, Pengantar ke dalam Pembangunan Jemaat.
Yogyakarta, Kanisius
Kessel, R. 1997. Enam Tempayan Air, Pokok-pokok Pembangunan Jemaat. Yogyakarta,
Kanisius.
Majelis Sinode Gereja Masehi Injili di Timor. Tata Gereja Masehi injili di Timor.
Mangunwijaya, Y.B. 1999. Gereja Diaspora, Yogyakarta, Kanisius
Steven, Jim dan Jenson, Ron. 1981. Dinamika Pertumbuhan Gereja. Malang. Yayasan
Penerbit Gandum Mas.
Suntanto, T. 2008. Tiga dimensi Ke Esahan Pembangunan Jemaat. Jakarta, Gunung Mulia.
Young, R dan Adiprasetya J. Panduan penulisan karya tulis akademis untuk makalah,
skripsi, tesis dan disertasi. Jakarta, Unit publikasi dan informasi Sekolah Tinggi Teologi
Jakarta.
Skripsi dan Jurnal
Hetharie, Izaac. 1990. Suatu Analisa tentang Motivasi Memberi Persembahan. Skripsi.
Salatiga. Universitas Kristen Satya Wacana.
Karinda, Samuel. 1991. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Tingkat kehadiran Warga
Terhadap kebaktian Minggu. Skripsi. Salatiga. Universitas Kristen Satya Wacana.
Kantohe, Angelly Christisya. (2017). Menemukan Makna Ibadah: Pemahaman Warga Jemaat
GPIB “Sola Fide” Muara Badak terhadap Makna Ibadah.
http://repository.uksw.edu/handle/12345678 9/13465.
Ludji, Irene. (2009). Ekklesiologi dan Konsep Pelayanan Holistik. Theologia : Jurnal
Teologi Interdisipliner. http://repository.uksw.edu/handle/123456789/3289.
Tampake, T.(2009). Ecclesia via contemplativa vs ecclesia via active. Theologia : Jurnal
Teologi Interdisipliner. http://repository.uksw.edu/handle/123456789/3261.