Kajian Kritis Feminist Posmodernis dalam Formulasi Aset Mental Organisasi Feminis Religius

download Kajian Kritis Feminist Posmodernis dalam Formulasi Aset Mental Organisasi Feminis Religius

of 8

Transcript of Kajian Kritis Feminist Posmodernis dalam Formulasi Aset Mental Organisasi Feminis Religius

  • 7/21/2019 Kajian Kritis Feminist Posmodernis dalam Formulasi Aset Mental Organisasi Feminis Religius

    1/8

    173

    JRAKJRAKJRAKJRAKJRAK2,12,12,12,12,1

    Jurnal Reviu Akuntansi

    dan Keuangan

    ISSN:2088-0685

    Vol.2 No. 1, April 2012

    Pp 173-180

    Kajian Kritis Feminist Posmodernis

    dalam Formulasi Aset Mental Organisasi Feminis

    Religius

    Suryan WidatiSuryan WidatiSuryan WidatiSuryan WidatiSuryan WidatiJurusan Akuntansi Politeknik Negeri Malang

    Iwan TriyuwonoIwan TriyuwonoIwan TriyuwonoIwan TriyuwonoIwan TriyuwonoEko Ganis SukoharsonoEko Ganis SukoharsonoEko Ganis SukoharsonoEko Ganis SukoharsonoEko Ganis Sukoharsono

    Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis,Universitas Brawijaya, Malang

    Email: [email protected]

    AbstractAbstractAbstractAbstractAbstract

    The aim of this research is to explore the meaning of assets in context of syariah accountingtheory. This research uses critical paradigm as one of methodology in the qualitative method.The exploration is conducted by the board of leader Persyarikatan Aisyiyahas religious organi-zation. It is in line with the purpose in syariah accounting theory to gaining God Consciousnessin the accountant self.

    The results of the research find out different assets meaning. This is compatible with realityhierarchy in Syariah Accounting Theory that claiming not only material but also psychical (men-tal) reality. By participant observation and interview, this research find out some form thatknowing as mental assets. This kind of meaning appear in Aisyiyah board of leader which is

    meant by activator doing religion order, in the form of wish or desire to do Gods order - AmarMaruf Nahi Munkar (AMNM)- which is force Aisyiyah leader to do Altruism social action. Thiskind of assets are expected to be appear to reduce destruction as consequence modern accountingmasculinity that claim asset meaning only as material one.

    Pendahuluan

    Dewan Standar Akuntansi Keuangan (Financial Accounting Standards Board-FASB) mendefinisi aset dalam rerangka konseptual yang terdapat di SFAC (State-ment of Financial Accounting Concepts) No 6, prg 25 sebagai: Assets are probablefuture economic benefits obtained or controlled by a particular entity as a result of

    past transactions or events.Aset dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yangdibuat oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) didefinisikan sebagai sumber dayayang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan darimana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan diperoleh perusahaan(IAI, 2007). Makna aset yang sama disampaikan oleh International AccountingStandards Committee(IASC, 1997), yang mendefinisikan: An assets is resourcecontrolled by the enterprise as a result of past events and from which future eco-nomic benefits are expected to flow to the enterprise.Makna aset yang dikemukakanoleh IAI dalam SAK tersebut pada dasarnya hanyalah terjemahan dari definisiaset menurut IASC, sehingga bisa dikatakan IAI tidak mempunyai definisi aset.

    Sementara itu IASB (2006, 4) memberikan definisi: An assets is a presenteconomic resource to which entity has a present right or other privileged access. An

    asset of an entity has three essential characteristics: (a). There is an economic re-source: (b) The entity has right or other privileged access to the economic resource:(c) The economic resource and the rights or other privileged access both exist at thefinancial statement date. Definisi ini mengidentifikasi aset dari karakteristik yang

  • 7/21/2019 Kajian Kritis Feminist Posmodernis dalam Formulasi Aset Mental Organisasi Feminis Religius

    2/8

    174

    KajianKajianKajianKajianKajianKritisKritisKritisKritisKritis.. ... ... ... ... .

    seharusnya dimiliki oleh aset dalam suatu entitas . Definisi menurut FASB, IAI,IASC, dan IASB di atas masih menimbulkan pertanyaan karena aset dinilaimempunyai sifat dalam hal memberikan manfaat ekonomik (economic benefits)dan bukan sebagai sumber ekonomik (resources).

    IASB (2006, 1) menyatakan dalam kerangka konseptualnya menyatakanperihal aset ini focused on the existence of an asset and NOT on whether it shouldbe recognized (for example, given practicality concerns) or how it should be mea-sured. Akibatnya aset tidak teridentifikasi kecuali perusahaan melaporkannyasebagai pengeluaran kas atau persetujuan pembayaran kas di masa depan dalamrangka kepemilikan aset tersebut. Akibatnya aset mengandung cost. Akuntanbiasanya juga membicarakan aset dalam bingkai kandungannya atas cost, bukandalam istilah aset itu sendiri. Akibatnya ada pengertian bahwa aset adalah costdan cost-nya adalah aset (Samuelson, 1996: 148;Schuetze, 1993: 68).

    Baik istilah aset, harta, kekayaan atau aktiva pada umumnya mengacu padasatu hal yang sama yaitu, komponen dalam laporan keuangan yaitu pos di neracayang menunjukkan sumber daya ekonomi yang dipergunakan perusahaan untukberoperasi. Schuetze (2001, 15) memberikanalternatif definisi aset sebagai: Cash,contractual claims to cash, things that can be exchanged for cash, and derivative

    contracts having a positive value to the holder thereof.. Definisi ini lebih komprehensifdan tidak lagi bersifat abstrak seperti definisi FASB, IAI, dan IASB di atas.

    Definis aset menurut berbagai pihak di atas, baik pada level institusi maupunperorangan, pada dasarnya sama saja dengan definisi aset yang dikemukakan FASB,yaitu definisi yang berangkat dari satu pengertian bahwa akuntansi modern dibentukdengan fokus pada penciptaan laba secara ekonomi atau materi sebesar-besarnya.Sehingga yang diperhatikan akuntan pada definisi aset adalah dalam hal cost-nya(Schuetze, 1993: 68).

    Seorang akuntan seharusnya menghasilkan informasi aset yang tidak hanyadipahami oleh akuntan sendiri tetapi juga harus dipahami oleh orang lain yang belumtentu paham dengan akuntansi. Definisi tersebut juga lebih condong untuk mende-finisikan aset haruslah hal yang nyata (materi) dan bernilai ekonomis (memberikankeuntungan). Disini aset dimaknai berdasarkan tujuan dari kepemilikannya sertaperwujudannya, dimana perwujudan aset itu sendiri tidak lepas dari konstruksi pe-mikiran orang yang membacanya. Pemahaman ini berasal dari konstruksi akuntansimainstream atau akuntansi modern yang cenderung bersifat maskulin (Triyuwono,2009). Lebih lanjut akuntansi modern yang maskulin membentuk profesi akuntansi(akuntan) yang bersifat yang sama, karena dibentuk dari teori-teori filosofis yangjuga bersifat maskulin. Akuntansi yang maskulin menghasilkan nilai-nilai sepertiobyektifitas, materialitas, eksploitaif dan meminggirkan nilai-nilai feminim sepertifeeling, caringdan sharing(Hines, 1992; Komori, 1998; Kamayanti, 2011). Nilaimaskulinitas akuntansi modern dengan pemaknaan aset seperti diatas adalah mate-rialism dan eksploitatif sehingga cenderung menganggap profit secara materi sebagai

    sesuatu yang paling penting (Kamayanti, 2010) sekaligus meminggirkan karakterfeminin.

    Metode

    Penelitian ini merupakan penelitian dalam ranah penelitian kualitatif. Pene-litian kualitatif sebagai penelitian non-mainstream adalah seperti yang digambarkanDenzin & Lincoln (1994, 4) Qualitative research is many things to many people.Qualitative research, as a set of interpretive practices, privileges no single methodol-ogy over any other. As a site of discussion, or discourse, qualitative research is diffi-cult to define clearly. Secara filosofis, metodologi penelitian merupakan bagian dariilmu pengetahuan yang mempelajari bagaimana posedur kerja mencari kebenaran.

    Ukuran kebenaran dibangun dari kenyataan dan fakta filosofis yang dibedakan me-nurut empirik sensual, empirik logik, empirik etis, dan empirik transendental(Muhadjir, 2000).

  • 7/21/2019 Kajian Kritis Feminist Posmodernis dalam Formulasi Aset Mental Organisasi Feminis Religius

    3/8

    175

    JRAKJRAKJRAKJRAKJRAK2,12,12,12,12,1

    TTTTTeori Kritis Feminist Posmodernis sebagai Sudut Pandang Penelitianeori Kritis Feminist Posmodernis sebagai Sudut Pandang Penelitianeori Kritis Feminist Posmodernis sebagai Sudut Pandang Penelitianeori Kritis Feminist Posmodernis sebagai Sudut Pandang Penelitianeori Kritis Feminist Posmodernis sebagai Sudut Pandang Penelitian

    Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan mendasarkan pendekatanpenelitian pada teori kritis. Tujuan penelitian kritis adalah transformasi emansipasidan social empowerment(Guba & Lincoln, 1994). Sudut pandang penelitian ini me-nempatkan etika dan pilihan moral sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari suatupenelitian (Guba & Lincoln, 1994). Teori kritis berangkat dari pemikiran bahwa

    manusia bebas menentukan dirinya lepas dari hegemoni segala sesuatu yang men-dominasi atau suatu ketidakadilan yang muncul di masyarakat. Dominasi itu adalahakuntansi modern dengan karakter maskulin yang menisbikan karakter feminin.Teori kritis melatarbelakangi lahirnya teori feminis. Gerakan Feminis memiliki latarbelakang yang sama. Ingin membebaskan perempuan dari suatu dominasi berdasar-kan prinsip keadilan dan kemanusiaan.

    Coates (1986) menunjukkan bahwa perempuan menggunakan bahasa yangbersifat khas, yang membedakannya dengan bahasa yang digunakan laki-laki. Kenya-taan yang ada di masyarakat adalah masih membedakan peran sosial antara perem-puan dan laki-laki. Perbedaan peran sosial yang berwujud penggunaan bahasa yangberbeda merupakan refleksi dari dua teori perbedaan dan teori dominasi (Coates,1986). Teori inilah yang menekankan pada hierarki hakikat relasi-relasi gender dan

    dominasi pria atas wanita. Perempuan memilih untuk menggunakan bentuk-bentukbahasa tertentu yang berkaitan dengan proses memahami dunia atau menafsirkantanda-tanda yang mengelilingi kita. Santoso (2009) menyatakan kegiatan menafsirkantanda ini sebagai membaca, yang juga dilakukan oleh perempuan atas simbol-simboltertentu yang mereka temui dalam kehidupannya. Intervensi dalam bahasa oleh pe-rempuan ini dapat dilawan feminis dengan menciptakan bahasa dan arti baru ber-dasarkan pengalamannya sendiri. (Kelly, 1994; Cameron, 1998). Kuasa Feminisuntuk memberi nama dan mendefinisikan merupakan hal yang penting untuk menan-tang hubungan sosial yang bersifat menindas.

    Proses Pengumpulan DataProses Pengumpulan DataProses Pengumpulan DataProses Pengumpulan DataProses Pengumpulan Data

    Proses menggali dan mengumpulkan data dari para informan dilakukan denganteknik-teknik yang relevan antara lain peneliti berpartisipasi dalam situs penelitian(participant observation) dan wawancara yang mendalam (indeph interview). Daridata yang terkumpul dibuat kompilasi tematik. Termasuk pada tahap ini penelitiberusaha keras melakukan pemahaman ke dalam alam kesadaran subyek ( contem-plating the content of mind) yang berupa aktivitas-aktivitas mengingati (remember-ing), meresapi (perceiving), dan mengingini (desiring) di mana ketiga jenis aktivitaskesadaran tersebut memiliki keterarahan (directedness)(Creswell, 1998).

    Unit Analisis dan InformanUnit Analisis dan InformanUnit Analisis dan InformanUnit Analisis dan InformanUnit Analisis dan Informan

    Unit analisis penelitian ini adalah pemaknaan aset menurut pengurus. Pemilihaninforman didasarkan beberapa pertimbangan antara lain: senioritas dalam kepengu-

    rusan organisasi/persyarikatan, pemahaman atas sifat dan karakteristik organisasi,dan terakhir, masih berstatus sebagai anggota/pengurus organisasi.

    Hasil dan Pembahasan

    Aset Aisyiyah: Mental yang Melahirkan GerakanAset Aisyiyah: Mental yang Melahirkan GerakanAset Aisyiyah: Mental yang Melahirkan GerakanAset Aisyiyah: Mental yang Melahirkan GerakanAset Aisyiyah: Mental yang Melahirkan Gerakan

    Aset dalam organisasi religius-feminis seperti Aisyiyah, meliputi juga realitasyang lebih luas dari sekedar realitas materi yang Nampak (Widati et al.2011). Asetdalam bentuk materi (tampak) tidak mampu memberikan nilai tambah bagi organisasitanpa didampingi aset dalam dimensi realitas psikis (mental) dan spiritual. AkuntansiSyariah yang mendorong terwujudnya masyarakat dengan nilai-nilai Humanis,

    Emansipatoris, Transendental dan Teleologikal (Triyuwono, 2009) selaras dengantujuan Persyarikatan Aisyiyah, yaitu mewujudkan masyarakat yang berkarakterBaldatun Thoyyibatun wa Robbun Ghafur (Mukaddimah Anggaran Dasar Aisyiyah).

  • 7/21/2019 Kajian Kritis Feminist Posmodernis dalam Formulasi Aset Mental Organisasi Feminis Religius

    4/8

    176

    KajianKajianKajianKajianKajianKritisKritisKritisKritisKritis.. ... ... ... ... .

    Aset dalam bingkai organisasi religius seperti Aisyiyah dimaknai sebagaipenggerak. Sebagai penggerak yang mengarahkan pemiliknya untuk melakukansuatu tindakan dikatakan sebagai aset mental.

    Peneliti: bagimana ibu memaknai aset. utamanya dalam Amal Usaha Aisyiyah?Ibu Umi: aset ya aktiva itu kan? Atau kalau bisa saya artikan aset adalah penggerak.Peneliti: memangnya yang membuat kita bisa berkembang sejauh ini dan bergerakmenjalankan kegiatan, cuma komponen aktiva dalam neraca saja bu? Ada hal lainapa tidak?Ibu Umi: Ya ada, dari sisi keuangan sebenarnya pinjaman itu kan juga penggerakkoperasi.Peneliti: lha pinjaman kan disisi pasiva bu?Ibu Umi: O iya ya...gmana ya, ya memang kenyataannya begitu. Aset itu dalam artisebagai penggerak. Pada intinya, kalau menurut saya, memaknai aset Aisyiyah ituya penggerak bu.. (Ibu Umi Habibah1)

    Mental diartikan sebagai kepribadian yang merupakan kebulatan dinamik yangdimiliki seseorang yang tercermin dalam sikap dan perbuatan atau terlihat dari psi-komotornya (Hawari, 2001: 112). Dalam ilmu psikiatri dan psikoterapi, kata mentalsering digunakan sebagai ganti dari katapersonality (kepribadian) yang berarti bah-

    wa mental adalah semua unsur-unsur jiwa termasuk hati, emosi, sikap (attitude)danperasaan yang dalam keseluruhan dan kebulatannya akan menentukan corak laku,cara menghadapi suatu hal yang menekan perasaan, mengecewakan atau menggem-birakan, menyenangkan dan sebagainya (Hawari, 2001: 112). Jadi mental adalahpendorong seseorang melakukan suatu tindakan nyata dengan motivasi tindakantertentu.

    Mental ini menentukan karakter manusia yang tercermin dalam tindakannya.Mental melahirkan tindakan, dimana tindakan adalah merupakan penampakan palingmudah dilihat dari fenomena jiwa (Samudji, 2010: 94). Aspek mental ini terdapatdalam diri pengurus, anggota, maupun simpatisan. Aspek mental yang melahirkantindakan sosial tertentu yang didasarkan pada niat dan kesadaran perintah Tuhanmelahirkan pemaknaan aset adalah unsur mental yang menggerakkan pengurus untuk

    menjalankan tujuan organisasi.

    Aset kita ini adalah pengajian rutin di tiap ranting (ibu Asmawati R.2).

    Dari pernyataan nara sumber diatas, dapat kita simpulkan esensi aset adalahsuatu penggerak seseorang melakukan suatu tindakan atau kegiatan tertentu yangselaras dengan tujuan organisasi.

    WujudAset Mental: PerintahAmar Maruf nahi Munkardan Altruisme dalam

    Diri Pengurus

    Penggerak yang berupa perintah AllahAmar Maruf nahi Munkar ibarat me-

    kanisme reward and punishmentdari Allah. Secara harfiah, Amar Maruf NahiMunkar(yang berasal dari kataAL- Amru bi l- maruf wa n-nahyu an l-munkar)berarti menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar (Ilyas, 1999).Aisyiyah menjadikan perintah ini sebagai landasan kegiatannya dalam rangka me-laksanakan perintah Tuhan.

    Penggerak berbentuk perintah Tuhan ini tidak akan dapat dilaksanakan tanpaadanya keiklasan hati untuk melakukan hal-hal yang memberikan manfaat bagi oranglain, tanpa harapan imbalan. Niat dari hati yang iklas untuk menolong orang laininilah yang dinamakan sikap altruistik (Samudji, 2010). Altruistik merupakan istilahyang merujuk pada tindakan kebajikan, Altruistik adalah sikap perilaku sosial dariseseorang yang dengan rela mengorbankan sesuatu untuk orang lain tanpamengharapkan imbalan dalam bentuk apapun (Samudji, 2010: 103). Bagi

    1 Ibu Umi Habibah adalah pengurus amal usaha koperasi Bueka Aisyiyah periode 2010-2011.2 Ibu Asmawati R. adalah salah satu pengurus dalam Pimpinan Daerah Aisyiyah kota Malang .

  • 7/21/2019 Kajian Kritis Feminist Posmodernis dalam Formulasi Aset Mental Organisasi Feminis Religius

    5/8

    177

    JRAKJRAKJRAKJRAKJRAK2,12,12,12,12,1

    seseorang yang memiliki perilaku ini, altruistik bersifat menyenangkan. Ada situasipsikologis yang menunjuk adanya kepuasan seseorang jika dapat melakukansesuatu yang membahagiakan orang lain. Wujud nyatanya adalah kegiatan sosialdan bukan semata-mata kegiatan sakral dalam berorganisasi.Akibatnya Aisyiyahlebih sering menyebut dirinya bukan sebagai organisasi atau yayasan tapi sebagaigerakan.

    Permasalahan umat itu sangat luas, tidak pernah berhenti. Satu masalahterselesaikan, datang masalah yang lain. Jadi tidak ada kata berhenti atauberistirahat apabila sudah berniat berjuang di jalan Allah.Makanya Aisyiyah itudikatakan sebagai gerakan. (Ibu Rukmini3).

    Sebagai sebuah gerakan, Aisyiyah lebih mementingkan aksi atau tindakan ber-dasarkan perintah Allah.Oleh sebab itu, aset juga dimaknai sebagai unsur mental da-lam rangka beribadah kepada Allah.

    memang, kalau ditanya aset kita itu apa, ya jawabnya Amal Usaha. Itu yangkelihatan, namun ada bentuk lain yang menurut saya tidak kalah penting, yaitumental kita sebagai pengurus yang memang berniat liLlahi taalauntuk beribadahkepada Allah bentuknya ya menjalankan organisasi Aisyiyah. (ibu Sugiarti4).

    Aisyiyah itu punya yang namanya Amal Usaha.Dapat pula berarti Usaha Amal.Jadikita melakukan usaha-usaha dengan tujuan beramal, menjalankan perintah Allah.(ibu Esty Martina5).

    Atruistik juga muncul akibat pengaruh dari dalam diri.Unsur nilai dalam diriseseorang ini erat kaitannya dengan hati. Nilai lain seperti perasaan, sifat, keyakinan,moralitas, dan jenis kelamin adalah merupakan sejumlah aspek yang dapat mem-pengaruhi perilaku menolong. Aisyiyah yang anggotanya perempuan, sangat erat denganunsur nilai ini.

    ...Sehingga dalam banyak hal itu, di Aisyiyah itu yang jalan adalah hati. Kalau kitabisa menyentuh hati, maka orang itu akan bisa melakukan banyak hal. Ada keunikan

    yang dikembangkan oleh perempuan yang berbeda dengan laki-laki.Sense yang di-kembangkan dalam organisasi perempuan itu berdasarkan hati, sehingga persoalanyang terkait dengan hati itu jalan.Jadi tidak lagi bicara rasio penuh.Jadi hati danrasio jalan sama-sama.Misalnya yg sudah sepuh itu ngajak yang muda gabung diAisyiyah itu juga dengan hati.Jadi karena kita dihargai hati, maka kita ini tak-luk.Tidak ada beban, meski tidak ada uang.Kita ini kemana-mana ya mbayar dewe-dewe, tapi kita ini seneng.Karena pendekatan hati yang bisa menyentuh.Kalau hatiyang bicara apapun jadi bisa.(Ibu Sugiarti).

    Pengaruh situasi dalam bentuk menciptakan suasana yang mengembangkankekeluargaan diantara anggota. Sesuatu yang dikatakan menyentuh hati inilah yangmembuat karakter altruis muncul sebagai ciri akuntansi syariah yang feminin (lihatHines, 1992; Kamayanti, 2010). Dalam organisasi perempuan seperti Aisyiyah. Unsurini adalah karakter feminin yang dimunculkan untuk menggantikan karakter mas-kulin akuntansi modern.

    Makna Aset Mental yang Feminin dalam AisyiyahMakna Aset Mental yang Feminin dalam AisyiyahMakna Aset Mental yang Feminin dalam AisyiyahMakna Aset Mental yang Feminin dalam AisyiyahMakna Aset Mental yang Feminin dalam Aisyiyah

    Akuntansi Syariah lahir dalam rangka menciptakan peradaban yang menjunjungtinggi nilai-nilai kemanusiaan sekaligus nilai-nilai ke-Tuhanan. Banyak mekanismekerja yang telah dipraktikkan dalam mengelola organisasi secara tidak langsungmenunjukkan praktik Akuntansi itu sendiri yang meliputi mekanisme pemberianinformasi dan pertanggungjawaban (lihat Triyuwono, 2009). Yang membedakan

    3 Ibu Rukmini adalah Ketua Pimpinan Daerah Aisyiyah kota malang periode 2005-2010 dan 2010-2015.

    4 Ibu Sugiarti adalah Sekretaris Pimpinan Wilayah Aisyiyah Jawa Timur periode 2005-2010.5 Ibu Esty Martina adalah Ketua Umum Ketua Pimpinan Wilayah Aisyiyah Jawa Timur periode

    2005-2010 dan 2010-2015.

  • 7/21/2019 Kajian Kritis Feminist Posmodernis dalam Formulasi Aset Mental Organisasi Feminis Religius

    6/8

    178

    KajianKajianKajianKajianKajianKritisKritisKritisKritisKritis.. ... ... ... ... .

    dengan organisasi lainnya, unsur mental diakui dalam praktik berorganisasi. Danini tidak nampak pada organisasi bisnis modern yang mengeliminasi unsur men-tal dan hanya fokus pada pencapaian materi seperti efisiensi, cost orientatioanbahkanprofit orientationyang berkarakter maskulin (Hines, 1992).

    Untuk menyeimbangkannya, perlu dimunculkan aset mental yang sarat dengannilai-nilai seperti spiritualism, caringdan altruismn. Tujuannya jelas, agar akuntansitidak hanya memberikan manfaat ekonoms, tetapi juga manfaat sosial, lingkungandan bahkan manfaat spiritual. Nilai feminin inilah yang harus dimunculkan dan bukan-nya dihilangkan dalam praktik akuntansi organisasi. Tabel 2 berikut menyajikankarakter femini yang seharusnya muncul. Dari daftar karakter feminin ini, aset yangdimaknai sebagai penggerak organisasi berwujud unsur mental sebagai ciri alamiperempuan harus dimunculkan dan diakui. Bukan semata hal yang nampak sepertiyang selama ini ada.

    Table 2Table 2Table 2Table 2Table 2: Simbol danAtribut feminindanmaskulin

    Sumber: Hines (1992: 327)

  • 7/21/2019 Kajian Kritis Feminist Posmodernis dalam Formulasi Aset Mental Organisasi Feminis Religius

    7/8

    179

    JRAKJRAKJRAKJRAKJRAK2,12,12,12,12,1

    Karena akuntansi secara umum memberikan informasi dan pandanganhistoris terhadap aktifitas manusia termasuk aktivitas keagamaan dan aktifitassosial (McMillan, 2004; Christensen, 2004; Hardy & Ballis, 2004), yang bertujuanmenciptakan peradaban yang Humanis, Emansipatoris, Transendental, danTeleologikal (Triyuwono, 2009). Peradaban humanis dicirikan, suatu keadaandimana manusia hidup dengan segala sifat fitrahnya. Filosofi ini sesuai dengantujuan dari Islam sebagai pedoman hidup yang ingin membawa manusia pada

    kondisi fitrahnya.Kondisi fitrah ini mendorong manusia melakukan pembebasankaumnya atas sistem dominan yang menindas. Akibatnya terjadi mekanismepembebasan (emansipatoris) yang sekaligus mengembalikan kesadaran ke-Tuhanan (berdimensi transendental). Pembebasan dari dogma materi adalahsegalanya sebagai karakter akuntansi modern yang maskulin (Kamayanti, 2010).Manusia juga didorong untuk menciptakan peradaban yang Rahmatan lilalamin,dan inilah aspek teleologikal. Seorang pengurus Aisyiyah menjadikan setiaptindakannya bernilai ibadah. Inilah dimensi sikap transcendental. PengurusAisyiyah juga melakukan kegiatan sosial kemanusiaan yang berdimensi humanisdan emansipatoris. Terakhir, dengan Amal Usaha sebagai aset ekonominya (Widatiet al., 2011),Aisyiyah tidak terjebak dalam materialisme dan memandang materihanya sebagai sarana. Inilah dimensi teleologikal.

    Penutup

    Aset Akuntansi dalam bingkai persyarikatan Aisyiyah dimaknai sebagai asetmental, yang dimiliki dan digunakan untuk menggerakkan organisasi dalam rangkaberibadah kepada Allah. Aset bukan semata-mata yang Nampak. Tetapi juga unsuremental yang tidak Nampak. Suatu gerakan atau tindakan adalah aspek penampakanjiwa yang dalam ilmu psikologi sosial disebut sebagai mental dengan kandunganaltruism yang kental. Mental ini selaras dengan karakter feminin karena Aisyiyahadalah organisasi perempuan.

    Aset sebagai segala sesuatu untuk beribadah kepada Allah mempunyai dua

    wujud, pertama gerakan menjalankan perintah Allah Amar Maruf nahi Munkardan kedua perilaku altruistik. Aset mental ini menggerakkan pengurus Aisyiyah men-jadi organisasi yang berhasil menjalankan visi dan misinya. Aset mental tidak ber-wujud, dan tidak bisa dipertukarkan seperti halnya aset dalam akuntansi modern.Tetapi keberadaannya dirasakan penting. Untuk itu aset mental ini harus diakuisebagai penggerak Aisyiyah untuk menyebarkan nilai kesadaran ketuhanan ( GodConsciousness)sekaligus menciptakan peradaban yang Rahmatan lilalamin.

    Daftar Pustaka

    Accounting Standard Board (ASB). 2006. Statement of Principles for Financial Re-

    porting.World Standard Setter Meeting. September 2006. page 4.Anthony. R.N. dan V. Govindarajan. 2005. Management Control System. Salemba

    Empat. Jakarta.

    Belkaoui. A. 1980. The Interporfessional Linguistic Communication of AccountingConcepts: an Experiment in Sociolinguistics. Journal of accounting research.18(2): 362-374.

    Booth. P. 1993. Accounting in churches: a research framework and agenda. Ac-counting. Auditing & Accountability Journal. 6 (4): 37-67.

    Cameron. D. 1998. Teori Bahasa Feminis. Pengantar Teori-teori FeminisKontemporer. Jalasutra. 251-275.

    Christensen. M. 2004. Accounting by Words not Number: the Handmaiden of Power

    in the Academy. Critical Perspectives on Accounting.15: 485-512.

  • 7/21/2019 Kajian Kritis Feminist Posmodernis dalam Formulasi Aset Mental Organisasi Feminis Religius

    8/8

    180

    KajianKajianKajianKajianKajianKritisKritisKritisKritisKritis.. ... ... ... ... .

    Coates. J. 1986. Women. Men. and Language: A Sociolinguistic Account of SexDifference in Language. Longman Inc.. New York.

    Connell. R. W. 1995. Masculinities.Oxford: Polity Press.

    Creswell. J.W. 1998.Qualitative Inquiry and Research Design. SAGE Publica-tion.

    Denzin. N.K. dan YS Lincoln. 1994. Handbook of Qualitative Research. Sage

    Publications. Thousand Oaks.Dillard.J.F. 1991. Accounting as a Critical Social Science. Accounting. Auditing

    dan Accountability Journal. 4 (1): 8-28.

    Evans. L. 2004. Language Translation and the Problem of International Account-ing Communication.Accounting. Auditing dan Accountability Journal. 17 (2):210-248.

    Global Justice Update. 2008. Krisis Keuangan Dunia Abad 20. (GJU). Edisi Khusus.November 2008. h. 17.

    Hardy. L. dan H. Ballis. 2004. Does One Size Fit All? The Sacred and SecularDivide Revisited with Insights from Niebuhrs Typology of Social Action. Ac-counting Auditing dan Accountability Journal.18 (2): 238-254.

    Hines. R.D. 1992. Accounting: Filling. the Negative Space.Accounting. Organiza-tion. and Society.17 (3): 313-341.

    Ikatan Akuntans Indonesia. 2007. Standar Akuntansi Keuangan. Salemba Empat.Jakarta.

    Ilyas. Y. 1999. Kuliah Akhlaq. Penerbit LPPI UMY. Yogyakarta.

    Kamayanti. A. I. Triyuwono. G. Irianto. A.D. Mulawarman. 2010. Exploring ThePresence of Beauty Cage in Accounting Education: An Evidence from Indone-sia. Simposium Nasional Akuntansi XIV. Aceh.

    Kelly. L. 1994. Stuck in the Middle.Trouble and Strife 29/30.

    Kirkham. L.M. 1992. Integrating Herstory and History in Accountancy.Accounting.Organization And Society. 17(3/4). 287-297.

    Li. D.H. 1963. The Semantic Aspect of Communication Theory and Accountancy.Journal of Accounting Research.1(1): 102-107.

    Macintosh. N.B. et.al.2000. Accounting as Simulacrum and Hyperreallity: Perspec-tives on Income and Capital. Accounting. Organization And Society. 25: 13-50.

    McMillan. K.P. 2004. Trust and the Virtues: a Solution to The AccountingScandals.Critical Perspectives on Accounting.15: 943-953.

    Muhadjir. N. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Penerbit Rake Sarasin. Yogyakarta.

    Samudji. A. 2010. Psikologi Sosial. Penerbit Jenggala Pustaka Utama. Malang.

    Samuelson. R.A. 1996. The Concept of Assets in Accounting Theory. AccountingHorizons. 10(3): 147-157.

    Santoso. A. 2009. Bahasa Perempuan: Sebuah Potret Ideologi Perjuangan.BumiAksara. Jakarta.

    Schuetze. W.P. 1993. What is an Assets?.American Accounting Association. Account-ing Horizon. 7 (3): 66-70

    Schuetze. W.P. 2001. What are Assets and Liabilities? Where Is True North? (Accoun-ting That my Sister Would Understand).Abacus. 37 (1).

    Triyuwono. I. 2003. Sinergi Oposisi Biner: Formulasi Tujuan Dasar Laporan KeuanganAkuntansi Syariah. Iqtisad journal of Islamic economic. 4 (1) Muharram 1424H. pp. 79-90.

    Triyuwono. I. 2009. Perspektif. Methodology. dan Theory Akuntansi Syariah. Rajawali

    Pers. Jakarta.

    Triyuwono. I. dan M. Asudi. 2001.Akuntansi Syariah: Memformulasikan Konsep

    Laba dalam Konteks Metafora Zakat. Salemba Empat. Jakarta.

    Widati. S.. I. Triyuwono dan E.G. Sukoharsono. 2011. Makna Aset dalam AkuntansiSyariah. Makalah. Disajikan pada International Seminar on Islamic Economic& Business. Banjarmasin. 30 November 2011.