KAJIAN KONSENTRASI KOH DAN WAKTU PROSES ESTERIFIKASI …repository.ub.ac.id/149356/1/skripsi.pdf ·...
Transcript of KAJIAN KONSENTRASI KOH DAN WAKTU PROSES ESTERIFIKASI …repository.ub.ac.id/149356/1/skripsi.pdf ·...
i
KAJIAN KONSENTRASI KOH DAN WAKTU PROSES
ESTERIFIKASI PADA PRODUKSI METIL LAURAT DARI
SOAPSTOCK INTI SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKU
SURFAKTAN di PT. SMART Tbk. Surabaya
SKRIPSI
Oleh:
KRISNA BAYU ARIATMOKO
NIM. 0811030115-103
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
i
DAFTAR ISI
HALAMAN DAFTAR ISI……………………………………………………………………… .i DAFTAR TABEL…………………………………………………………………ii DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………...iii DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………iv I. PENDAHULUAN………………………………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………… 1 1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………. 3 1.3 Tujuan Penilitian……………………………………………………. 4 1.4 Manfaat Penelitian…………………………………………………. 4
II. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………... 5
2.1 Minyak Inti Kelapa Sawit………………………………………….. 5 2.2 Soapstock…………………………………………………………… 7 2.3 Surfaktan……………………………………………………………. 9 2.4 Esterifikasi…………………………………………………………... 10 2.5 Basa Kuat…………………………………………………………… 10 2.6 Gas Cromatografi…………………………………………………... 11 2.7 Hipotesis…………………………………………………………….. 11
III. METODE PENELITIAN………………………………………………….. 12
3.1 Waktu dan Tempat………………………………………………… 12
3.2 Alat dan Bahan…………………………………………………….. 12
3.3 Batasan Masalah…………………………………………………… 12
3.4 Prosedur Penelitian………………………………………………… 13
3.5 Rancangan Percobaan……………………………………………. 13
3.6 Pelaksanaan Penelitian……………………………………………. 14
3.7 Pengumpulan Data…………………………………………………. 17
3.8 Pengolahan dan Analisa Data…………………………………….. 17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………..... 18
4.1 Analisa Bahan Baku………………………………….…………….. 18
4.2 Rendemen Metil Laurat……………………………………………. 19
4.3 Perlakuan Terbaik………………………………………………….. 22
4.4 Hasil Samping………………………………………………………. 24
4.5 Potensi Soapstock Inti Sawit……………………………………… 25
V. PENUTUP…………………………………………………………………. 27
5.1 Kesimpulan…………………………………………………………. 27
5.2 Saran………………………………………………………………… 27
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………… 28
LAMPIRAN……………………………………………………………………… 32
i
DAFTAR TABEL
NOMOR ISI HALAMAN 2.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Inti Sawit…………………. …….. 6 2.2 Komposisi Kimiawi dan Fisik Soapstock…………………….. …….. 7 2.3 Analisis Dasar dan Analisis Kimia pada Soapstock………... …….. 8 2.4 Komposisi Asam Lemak, Sakarida, Sterol dan Gliserida dalam
Soapstock…………………………................................................... 8 2.5 Komposisi Acid Oil…………………………………….……….. …….. 8 3.1 Kombinasi Rancangan Penelitian…………………… ……………... 14 4.1 Hasil Proses Pemisahan Soapstock dengan Penambahan
HNO3…………………………………………………………………… 18 4.2 Perbandingan Warna dan pH Bahan Baku…………………. …….. 18 4.3 Rerata Rendemen Metil Laurat pada Berbagai Konsentrasi
KOH…………………………………………………………………….. 19 4.4 Rerata Rendemen Metil Laurat pada Berbagai Waktu
Esterifikasi……………………………………………………………… 20 4.5 Data Proyeksi Bahan Baku Produksi Metil Laurat di Indonesia Tahun 2011…………………………………………………………….. 25
ii
DAFTAR GAMBAR
NOMOR ISI HALAMAN 2.1 Reaksi Asam Lemak Bebas dengan NaOH……………………….. 6 2.2 Reaksi Esterifikasi Asam Karboksilat dengan
Alkohol………………………………………………………….…….. 10 3.1 Diagram Alir Prosedur Penelitian…..………………………… …….. 13 3.2 Diagram Alir Reaksi Esterifikasi………..…………………….. …….. 15 3.3 Diagram Alir Proses Pemurnian……………………………… …….. 16 4.1 Grafik Rerata Rendemen Metil Laurat Berdasarkan
Waktu Proses Esterifikasi dan Konsentrasi Larutan KOH……………………………………………………………… …….. 20 4.2 Diagram Alir Kuantitatif Proses Produksi Metil Laurat…………….. 23
iii
DAFTAR LAMPIRAN
NOMOR ISI HALAMAN
1 Perhitungan Jumlah KOH yang Diperlukan……………….... 32 2 Data Perhitungan Metil Laurat dengan GC………………….. 34 3 Penentuan Ordo dan Penghitungan Tabel Kecepatan Reaksi…………………………………………………………….. 35 4 OPC Pemisahan Soapstock…………………………….. …….. 37 5 OPC Proses Pemisahan Asam Laurat………………… …….. 38 6 Perhitungan Analisa Ragam dan BNT………………… …….. 39
1
I. PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Surfaktan adalah kelompok molekul yang memiliki sifat aktif terhadap
permukaan larutan. Sifat ini disebabkan karena surfaktan memiliki molekul yang
kompleks yaitu gugus hidrofilik dan hidrofobik, sehingga dapat menurunkan
tegangan permukaan pada ruang antara air dan minyak (Bica et al., 1999).
Selain itu menurut Zuhrina dan Tatang (2010) sifat aktif dari surfaktan diperoleh
dari sifat ganda molekulnya. Bagian polar molekulnya dapat bermuatan positif,
negatif ataupun netral, bagian polar mempunyai gugus hidroksil sementara
bagian non polar biasanya merupakan rantai alkil yang panjang.
Surfaktan FAS (Fatty Alcohol Sulfate) adalah salah satu surfaktan jenis
anionik yang diperoleh dari proses hidrogenasi dan sulfonasi terhadap metil
laurat. Menurut Arbianti et al. (2008) metil laurat merupakan salah satu metil
ester yang terdapat dalam produk transesterifikasi minyak nabati. Hampir semua
jenis minyak nabati dapat disintesis menjadi surfaktan, karena kandungan asam
lemak dalam minyak nabati merupakan kelompok senyawa yang efektif sebagai
bahan baku surfaktan (Veter et al., 2002).
Minyak inti sawit merupakan jenis minyak nabati yang mempunyai kandungan
asam lemak cukup tinggi yaitu mengandung asam lemak sekitar 38 – 51 %
(Ketaren, 1986). Penggunaan minyak inti sawit ini tak lepas dari banyaknya
industri pengolahan kelapa sawit di Indonesia. Luas perkebunan kelapa sawit di
Indonesia yang mencapai 7,79 juta Ha (Apkasindo, 2010).
PT. Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk, Surabaya (PT. SMART
Tbk) merupakan salah satu industri pengolahan kelapa sawit yang memiliki
proses pemurnian minyak nabati baik secara fisik maupun kimia. Proses
pemurnian secara kimia di PT. SMART Tbk mengolah rata-rata 500 ton minyak
inti kelapa sawit (palm kernel oil) per hari menjadi minyak goreng dan margarine.
Hal tersebut membuat PT. SMART Tbk memiliki beragam hasil samping dan
limbah yang masih berpotensi untuk dikembangkan menjadi produk dengan nilai
jual, diantaranya soapstock.
Rata-rata persentase soapstock inti sawit yang dihasilkan PT. SMART Tbk
adalah 3% dari kuantitas bahan baku, sehingga didapatkan 14-15 ton soapstock
2
per hari atau 420-450 ton per bulan. Dihasilkannya soapstock dengan jumlah
yang relatif tinggi, akan menimbulkan masalah yang berkaitan dengan
pengelolaan soapstock, sehingga perlu diaplikasikan suatu alternatif pemecahan
yang tepat.
Soapstock merupakan hasil samping dari pohon industri proses produksi
minyak inti sawit. Soapstock dihasilkan pada netralisasi yaitu penambahan
larutan kaustik soda yang kemudian dipisahkan dengan minyak pada proses
prewashing dalam rangkaian proses chemical refining. Soapstock mengandung
garam yodium, asam lemak, fosfatida, air serta kotoran, sehingga soapstock
tidak dapat dimanfaatkan langsung tanpa ada proses treatment sebelumnya.
Proses treatment bertujuan untuk memisahkan kandungan acid water dan acid
oil.
Acid oil yang mengandung asam lemak dari minyak inti sawit tersebut
kemudian dilakukan proses esterifikasi untuk merubah acid oil yang termasuk
dalam asam karboksilat menjadi ester. Menurut Sukiwanto (1988) dalam minyak
inti sawit mengandung 46 – 52 % asam laurat. Dalam proses esterifikasi asam
karboksilat bereaksi dengan methanol dengan adanya asam kuat atau basa kuat
sebagai katalis menghasilkan campuran fatty acid alkyl ester dan H2O (Wright, et
al., 1996).
Temperatur esterifikasi maupun transesterifikasi terjadi mengikuti titik didih
metanol (60-70 oC) (Brackman et al., 1984), disatu sisi temperatur yang lebih
tinggi menyebabkan berkurangnya waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
konversi maksimum (Korus, 2003). Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh
Arbianti dkk (2008), proses isolasi metil laurat dari minyak kelapa (Virgin Coconut
Oil) dilakukan dengan metode transesterifikasi dengan melarutkan katalis dan
reaktan pada trigliserida pada suhu 60-70 oC selama 2 jam dilanjutkan dengan
penyaringan dan pembekuan dan didapatkan perlakuan terbaik dengan
konsentrasi katalis 2% dari berat bahan dengan komposisi methanol : berat
bahan (1:4).
Dalam penelitian lain tentang isolasi metil laurat yang dilakukan oleh Mitterank
(2006), dimana metode yang digunakan yaitu transesterifikasi. Reaksi
transesterifikasi dilakukan untuk menghasilkan metil ester minyak kelapa, dimana
trigliserida diubah menjadi gliserol dan metil ester dan asam-asam lemak dengan
pengaruh katalis natrium hidroksida. Metil ester lalu dipisahkan dengan
menggunakan distilasi untuk mendapatkan fraksi metil lauratnya. Dalam
3
penilitian Mitterank (2006) diperoleh perlakuan optimal pada suhu 600C selama 2
jam dengan konsentrasi NaOH 2% dari berat bahan namun menggunakan
methanol dengan perbandingan methanol : minyak kelapa (1:6).
Selain suhu, waktu dan jumlah katalis, proses transesterifikasi maupun
esterifikasi juga dipengaruhi oleh kecepatan pengadukan. Proses akan
berlangsung lebih cepat bila kecepatan pengadukan dipercepat karena akan
meningkatkan pergerakan molekul dan menyebabkan terjadinya tumbukan,
proses tersebut pada awalnya terjadi difusi asam lemak dan selanjutnya akan
terbentuk metil ester (Hui, 1996). Penggunaan katalis dalam reaksi esterifikasi
perlu diperhatikan, penggunaan asam kuat atau basa kuat sama-sama dapat
digunakan sebagai katalis, namun penggunaan katalis basa kuat lebih baik,
karena penggunaan basa kuat seperti NaOH dan KOH umumnya berlangsung
lebih cepat daripada dengan katalis asam kuat namun pemakaian katalis basa
hanya berlangsung sempurna bila minyak dalam kondisi netral dan tanpa air
(Freedman et al., 1986).
Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa suhu, waktu, jumlah katalis
dan kecepatan pengadukan dapat mempengaruhi optimasi proses esterifikasi.
Namun untuk suhu sebelumnya telah ada ketetapan bahwa suhu yang dipakai
pada proses transesterifikasi maupun esterifikasi yang paling optimal yaitu pada
suhu 60–70oC sedangkan untuk kecepatan pengadukan menggunakan
kecepatan yang konstan, sehingga dalam penelitian ini akan mengkaji tentang
waktu serta jumlah konsentrasi katalis yang dibutuhkan selama proses
esterifikasi agar menghasilkan kandungan metil laurat yang paling tinggi.
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat ditentukan rumusan masalahnya
untuk penelitian ini yaitu:
a. Berapakah konsentrasi KOH yang paling tepat untuk menghasilkan metil
laurat yang paling tinggi ?
b. Berapakah waktu proses esterifikasi yang tepat untuk menghasilkan metil
laurat yang paling tinggi ?
c. Berapakah jumlah potensi soapstock yang ada di Indonesia yang dapat
digunakan sebagai bahan baku produksi metil laurat?
4
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
a. Mengetahui berapa konsentrasi KOH dan jumlah waktu proses esterifikasi
yang dibutuhkan untuk menghasilkan metil laurat yang paling tinggi.
b. Mengetahui berapa jumlah potensi soapstock yang dapat dihasilkan oleh
perkebunan kelapa sawit nasional setiap tahunnya sebagai bahan baku
produksi metil laurat.
1.4 Manfaat Penelitian
Data-data yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi pembaca umum dan perusahaan dalam memberikan informasi
terkait jumlah konsentrasi KOH dan lama waktu proses esterifikasi yang tepat,
dalam proses produksi metil laurat yang dapat menghasilkan metil laurat
tertinggi.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Minyak Inti Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ) adalah tanaman berkeping
satu yang termasuk dalam famili palmae. Menurut Nurhaida (2004), secara garis
besar buah kelapa sawit terdiri dari serabut buah (Pericarp) dan inti (Kernel).
Serabut buah kelapa sawit terdiri dari tiga lapis yaitu lapisan luar atau kulit buah
yang disebut pericarp, lapisan kedua disebut mesocarp dan lapisan paling dalam
disebut endocarp. Inti kelapa sawit terdiri dari lapisan kulit biji (testa), endosperm
dan embrio. Mesocarp mengandung kadar minyak rata-rata sebanyak 56%, inti
(Kernel) mengandung minyak sebesar 44%, dan lapisan endocarp tidak
mengandung minyak.
Minyak inti sawit (Palm Kernel Oil) merupakan salah satu jenis dari minyak
kelapa sawit yang dihasilkan dari inti kelapa sawit (Ketaren, 1986). Palm Kernel
Oil (PKO) atau minyak inti sawit didapatkan dari pengolahan biji buah dari pohon
kelapa sawit (Elaies guineensis). Minyak inti sawit memiliki kesamaan
penggunaan dengan minyak kelapa dikarenakan komposisi yang dimiliki antara
minyak inti sawit dengan minyak kelapa sama (Pantzaris dan Ahmad, 2004;
Purseglove, 1975).
2.1.1 Komposisi Minyak Inti Kelapa Sawit
Minyak inti sawit atau palm kernel oil merupakan jenis minyak yang memiliki
kemiripan dengan minyak kelapa. Warna dari minyak inti sawit mendekati
kategori tanpa warna atau pucat. Minyak ini berbentuk padatan pada suhu ruang
(Purseglove, 1975). Menurut Dart (1985) Titik lebur dari minyak inti sawit adalah
25°-30°C. Iodine value dari minyak inti sawit masuk kedalam kategori rendah,
dalam skala antara 14-33 (Hartley, 1967; Itoh et al, 1973; Bernardini, 1984).
Minyak inti sawit dapat dikategorikan dalam kualitas baik jika asam lemak
bebasnya rendah (sekitar 4,75%) (Cornelius, 1965). Komposisi sterol dalam
minyak inti sawit menyerupai minyak kelapa sawit yaitu sekitar 300 ppm, β-
sitosterol (70%) merupakan komponen utama dengan komposisi kecil dari
stigmasterol (11%), campesterol (9%), dan avenasterol, serta komposisi dari
kolesterol yang kecil (3%). Komposisi asam lemak dalam minyak inti sawit atau
palm kernel oil antara lain:
6
Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Inti Sawit
Asam lemak Kandungan (%)
Caprylic 3-4 Capric 3-7 Lauric 46-52
Myristic 15-17 Palmitic 6-9 Stearic 1-3 Oleic 13-19
Linoleic 0,5-2,0
Sumber: Godin dan Spensley (1971).
2.1.2 Proses Netralisasi Minyak Inti Kelapa Sawit
Netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari
minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa
atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (soapstock). Terdapat
beberapa metode netralisasi, diantaranya menggunakan kaustik soda (NaOH),
kalium hidroksida (KOH), atau netralisasi minyak dalam bentuk miscella.
Netralisasi dengan kaustik soda banyak dilakukan dalam skala industri, karena
lebih murah dan efisien dibandingkan dengan cara netralisasi lainnya. Selain itu,
penggunaan kaustik soda membantu dalam mengurangi zat warna dan kotoran
yang berupa getah atau lendir dalam minyak (Ketaren, 1986).
Reaksi antara asam lemak bebas dengan NaOH dapat dilihat dalam gambar
2.1 berikut:
Sumber: Kataren (1986)
Gambar 2.1 Reaksi asam lemak bebas dengan NaOH
Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan zat warna dan kotoran
seperti fosfatida dan protein, dengan cara membentuk emulsi. Sabun atau emulsi
yang terbentuk dapat dipisahkan dengan cara sentrifugasi. Netralisasi dengan
kaustik soda dapat menghilangkan fosfatida, protein, resin dan suspensi dalam
minyak yang tidak dapat dihilangkan dengan proses pemisahan gum dengan
7
cara hidrasi dan dibantu proses pemisahan sabun secara mekanis. Netralisasi
dengan kaustik soda akan menyabunkan sejumlah trigliserida. Molekul mono dan
digliserida lebih mudah bereaksi dengan persenyawaan alkali (Ketaren, 1986).
2.2 Soapstock
Salah satu kelemahan dalam proses netralisasi secara kimia adalah
soapstock yang dihasilkan (Woerfel, 1983). Menurut Ketaren (1986) Soapstock
dihasilkan karena asam lemak bebas direaksikan dengan basa sehingga
membentuk sabun. Soapstock didapatkan dari sekitar 6% berat bahan dari
minyak kasar selama proses pemurnian. Nilai yang dimiliki soapstock adalah
1/10 dari harga dasar minyak kasar (Park et al., 2008). Jumlah minyak netral
dalam soapstock dipengaruhi oleh tingkat keenceran larutan kaustik soda.
Semakin encer larutan kaustik soda, maka semakin besar tendensi larutan sabun
untuk membentuk emulsi dengan trigliserida (Ketaren, 1986). Berikut merupakan
komposisi kimiawi dan fisik dari soapstock (Red dan Ilagan, 1978):
Tabel 2.2 Komposisi Kimiawi dan Fisik Soapstock
Analisa Soapstock (%)
Komposisi Kedelai Biji kapas
Kelapa Inti sawit
Kelapa sawit
Air 57,3 58,6 66,8 57,8 66,4
Minyak Netral 14,6 13,0 17,4 26,2 8,4
Asam lemak bebas 1,46 0,94 0,55 0,24 1,25
Bahan tidak tersaponifikasi
1,1 1,4 0,85 0,38 0,2
Sabun 14,2 17,5 14,4 14,2 23,8
Fosfatida 11,34 8,56 0 0 0
Fosfor 0,797 0,383 0,160 0,001 0
Total asam lemak 23,7 27,6 27,3 38,1 21,9
pH 9,5 9,5 9,2 9,2 10,8
Sumber: Red dan Ilagen (1978).
Soapstock memiliki kandungan utama berupa garam sodium yang berasal
dari asam lemak yang dinetralisasi (Hamm, 2000). Dengan kandungan air
mencapai 44,2%, kandungan lain seperti asam lemak bebas (46,1%), fosfatida,
trigliserida, pigmen dan sejumlah kecil komposisi non-polar (9,7%) (Park et al.,
2008). Berikut merupakan analisis dasar dan analisis kimia pada soapstock serta
komposisi asam lemak, sakarida, sterol dan gliserida dalam soapstock (Haas et
al., 2001):
8
Tabel 2.3 Analisis Dasar dan Analisis Kimia pada Soapstock
Kandungan Biji Kapas Saff Flower
Volatiles (%) 46 - 66 55-65
Elemen (%) Nitrogen 0,49 – 0,64 0,77 – 0,99
Fosfor 0,53 – 0,64 0,90 – 0,98 Asam Lemak dan
Minyak (%) Total Asam 50 - 55 50 – 63
Minyak Netral 15 - 22 11 – 15 Gossypol (%) 1,6 – 2,2 -
aPerhitungan menggunakan metode AOCS Sumber: Haas (2005).
Tabel 2.4 Komposisi Asam Lemak, Sakarida, Sterol dan Gliserida dalam Soapstock
Kandungan Biji Kapasa Saff Flowera
Asam Lemakb Jenuh 20,9 12,1
Tidak jenuh 40,7 50,3
Sakaridac Sukrosa - 1,9
Oligosakarida 0,8 1,2 Sterold β – Sitosterol 2,9 2,0
Gliserida
Mono Gliserida 1,8 1,3
Di Giserida 2,6 1,5
Gliserida 11,5 10,5
Sumber: Haas (2005).
Keterangan:
a unit dalam persentase
b asam lemak jenuh termasuk didalamnya myristic, palmitic, stearic, dan arachidic
acids. Asam lemak tidak jenuh termasuk didalamnya palmitoleic, oleic, dan asam
linoleat.
c oligosakarida termasuk raffinose dan stachyose.
d β-sitosterol termasuk didalamnya campesterol dan stigmasterol (merupakan
sterol-sterol minoritas).
2.2.1 Acid Oil
Proses pemisahan soapstock menghasilkan fraksi yang secara umum
berwarna gelap yang disebut sebagai acid oil (Echim et al., 2009). Menurut Park
et al. (2008), komposisi acid oil antara lain:
Tabel 2.5 Komposisi Acid Oil
FFA (%) Kandungan Air (%)
Kandungan Asam (%)
Tidak Terdeteksi (%)
54,9 1,4 42,6 1,1
Sumber: Park et al. (2008).
9
Asam lemak bebas merupakan senyawa yang termasuk dalam asam
karboksilat. Asam lemak bebas dihasilkan dari pemecahan ikatan ester
trigliserida, yang apabila kadarnya lebih dari 0,2% dapat mengakibatkan
ketengikan (Ketaren, 1986).
2.2.2 Sifat Fungsional Acid Oil
Kandungan acid oil yang terkandung dalam Soapstock dapat dikonversi
menjadi sabun (Moulay dan Zenimi, 2005). Acid oil merupakan salah satu
sumber lemak yang potensial karena ketersediaan yang selalu ada di negara-
negara pengolah minyak nabati dunia (Park et al., 2008). Acid oil telah digunakan
sebagai sumber lemak (Todd dan Morren, 1965) dan sumber nutrisi pada
makanan ternak, khususnya pada ternak unggas (Daniel, 1997).
Kebutuhan industri kosmetik, tekstil dan industri baja akan metil ester,
menjadikan acid oil memiliki potensi untuk dikembangkan, hal ini disebabkan
melalui reaksi esterifikasi, acid oil dapat dikonversi menjadi metil ester (Haas et
al., 2001). Acid oil juga dapat digunakan sebagai pelapis yang baik pada jalanan
baru guna mengurangi debu (Echim et al., 2009).
2.3 Surfaktan
Permintaan surfaktan di dunia internasional cukup besar. Pada tahun 2004,
permintaan surfaktan sebesar 11,82 juta ton pertahun dan pertumbuhan
permintaan surfaktan rata-rata naik 3% pertahun (Anonimous, 2008).
Biosurfaktan paling banyak digunakan pada produk-produk yang langsung
berhubungan dengan manusia seperti kosmetika, obat-obatan dan makanan,
selain itu ada juga yang digunakan pada pengolahan limbah untuk
mengendalikan lingkungan. Syarat agar surfaktan dapat digunakan untuk produk
pangan yaitu bahwa surfaktan tersebut mempunyai nilai Hydrophyle Lypophyle
Balance (HLB) antara 2-16, tidak beracun, serta tidak menimbulkan iritasi.
Penggunaan surfaktan ini bertujuan untuk meningkatkan kestabilan emulsi
dengan cara menurunkan tegangan antarmuka, antara fasa minyak dan fasa air.
Surfaktan dipergunakan baik berbentuk emulsi minyak dalam air maupun
berbentuk emulsi air dalam minyak. Menurut Arbianti et al. (2008) Surfaktan FAS
adalah salah satu surfaktan jenis anionik yang diperoleh dari proses hidrogenasi
dan sulfonasi terhadap metil laurat. Metil laurat merupakan salah satu metil ester
yang terdapat dalam produk esterifikasi minyak nabati.
10
2.4 Esterifikasi
Esterifikasi adalah istilah umum yang digunakan untuk menjabarkan reaksi
organik dari ester yang ditransformasi menjadi bahan lain melalui interchange
dari alkoksi. Proses esterifikasi minyak nabati merupakan proses pemutusan
secara kimiawi molekul asam karboksilat dengan bantuan alkohol atau methanol
sebagai reaktan menjadi metil atau etil ester dan gliserol sebagai produk
sampingnya (Arbianti et al., 2008). Menurut Wright et al. (1994) Dalam
esterifikasi asam karboksilat bereaksi dengan alkohol atau metanol dan
tambahan asam kuat atau basa kuat sebagai katalisnya untuk menghasilkan
campuran fatty acid alkyl ester dan H2O. Reaksi esterifikasi antara minyak atau
lemak alami dengan methanol dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut:
Gambar 2.2 Gambar Reaksi Esterifikasi Asam Karboksilat dengan Alkohol
Kemurnian reaktan terutama kandungan air dan kandungan asam lemak
bebas (FFA) juga mempengaruhi factor keberlangsungan esterifikasi
(Schuchardt et al., 1998). Proses esterifikasi berikut bertujuan untuk mengisolasi
metil laurat yang terkandung dalam acid oil inti sawit. Persamaan isolasi dengan
pemurnian yaitu merupakan usaha untuk memisahkan senyawa yang bercampur
sehingga mendapatkan senyawa yang bersifat tunggal sedangkan perbedaanya
yaitu isolasi masih menyisakan pelarut dalam jumlah sedikit dalam bahannya
sedangkan pemurnian tidak (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2011).
2.5 Basa Kuat
Basa kuat dalam aplikasi proses esterifikasi berfungsi sebagai katalis, karena
dalam mempercepat pengaturan kesetimbangan untuk memperoleh ester yang
tinggi maka digunakan metanol dan katalis berupa basa kuat (Renita, 2006).
Basa kuat merupakan jenis senyawa sederhana yang dapat melepas sebuah
proton (kation hydrogen H+) dari sebuah molekul asam sangat lemah di dalam
reaksi asam-basa. Contoh paling umum dari basa kuat adalah hidroksida dari
logam alkali dan logam alkali tanah seperti NaOH dan KOH (Keenan, 1992).
Senyawa basa kuat yang digunakan dalam proses reaksi berikut adalah
kalium hidroksida (KOH). Kalium hidroksida terbentuk dari oksida basa kalium
11
yang dilarutkan dalam air. KOH mempunyai titik lebur 360oC dan titik didih
1320oC. KOH digunakan di berbagai macam bidang industri, kebanyakan
digunakan Sebagai fotografi dan litografi, membuat sabun cair, mengabsorpsi
karbon dioksida, menghilangkan cat pernis, pewarna kain, dan tinta cetak.
Pemilihan KOH dalam penelitian ini karena selain mudah untuk ditemukan bahan
tersebut juga lebih murah dibandingkan dengan senyawa basa kuat yang lain.
2.6 Gas Chromatography
Asam lemak merupakan kelompok bahan alam yang sangat kompleks untuk
dilakukan analisa langsung. Sampai saat ini belum ada satu metode yang
sederhana untuk mengidentifikasikan asam lemak. Gas cromatografi merupakan
salah satu metode yang dapat dipakai untuk melakukan analisa asam lemak
pada minyak dalam bentuk metil esternya (Winarno, 2002). Analisa asam lemak
menggunakan gas chromatograpy diperlukan beberapa teknik yang dapat
menampilkan pemisahan metil ester penyusun minyak dalam kolom kromatografi
dengan baik,senyawa metil ester dari asam lemak suatu minyak mempunyai
perbedaan titik didih yang kecil sehingga pemisahan beberapa metil ester pada
suhu yang konstan akan mengalami kesulitan. Oleh sebab itu diperlukan teknik
suhu terprogram untuk analisis metil ester asam lemak dari minyak (Hendayana
et al., 1994).
Untuk menentukan jenis dan komposisi asam lemak yang terkandung dalam
VCO dapat dilakukan dengan proses esterifikasi yang menghasilkan metil ester,
kemudian diikuti dengan fraksinasi. Fraksinasi ini bisa dilakukan dengan cara
kromatografi gas,kromatografi lapis tipis atau menggunakan spektrofotometer
dengan sinar inframerah (Winarno 2002). Kromatografi gas merupakan metode
pemisahan suatu campuran menjadi komponen-komponen berdasarkan interaksi
tersebut yaitu fase gerak dan fase diam. Fase gerak berupa gas yang stabil
sedangkan fase diam bisa zat padat (GSC = Gas Solid Chromatography), atau
zat cair (GLC = Gas Liquid Chromatography).
2.7 Hipotesis
Diduga jumlah konsentrasi serta waktu proses mempunyai interaksi yang
dapat meningkatkan hasil dari esterifikasi acid oil (asam karboksilat) menjadi
metil laurat.
12
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2012 sampai dengan bulan
Oktober 2012. Proses esterifikasi dilakukan di Laboratorium Bioindustri dan
Laboratorium Teknologi Agrokimia, Jurusan Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, serta di Laboratorium Sentral Ilmu Hayati (LSIH)
Universitas Brawijaya, Malang. Analisa kandungan metil laurat menggunakan
metode GC (Gas Chromatography) di Laboratorium Unit Layanan Pengujian
(ULP) Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Surabaya.
3.2 Alat dan Bahan
a. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam proses esterifikasi ini meliputi gelas ukur,
timbangan, beaker glass, mini hot plate, magnetic stirrer. labu reaksi, corong
pemisah, kertas saring, termometer, water bath, lemari asam.
b. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan meliputi acid oil inti sawit hasil pemisahan dari
soapstock, KOH teknis dengan kadar 50%, methanol 96%, H2SO4 teknis dengan
kadar 40%, Na2SO4, Aquades
3.3 Batasan Masalah
a. Bahan yang digunakan merupakan minyak inti sawit yang telah dipisahkan
dari soapstocknya.
b. Katalis yang digunakan adalah basa kuat jenis KOH teknis dengan kadar 50%.
c. Pelarut yang digunakan adalah methanol 96%.
d. Waktu proses esterifikasi yang digunakan adalah 2 dan 3 jam serta suhu yang
digunakan adalah 60 oC.
e. Analisa yang dilakukan hanya menguji kandungan metil laurat yang terdapat
dalam bahan dengan menggunakan metode GC.
f. Kontrol yang digunakan pada penelitian ini yaitu konsentrasi KOH yang
dibutuhkan serta waktu proses esterifikasi.
13
3.4 Prosedur Penelitian
Gambar 3.1 Diagram Alir Prosedur Penelitian
3.5 Rancangan Percobaan
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menjelaskan adanya
pengaruh beberapa konsentrasi KOH serta waktu proses esterifikasi terhadap
jumlah metil laurat yang dihasilkan. Penelitian ini menggunakan Rancangan
Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor yaitu konsentrasi KOH dan waktu proses
esterifikasi. Faktor konsentrasi KOH terdiri dari tiga level yaitu 1,9%, 2,5% dan
3,1%, pemilihan jumlah konsentrasi tersebut berdasarkan jumlah perhitungan
berat mol KOH dan volume soapstock. Penghitungan KOH yang diperlukan
terdapat pada Lampiran 1. sedangkan waktu proses dilakukan selama 2 dan 3
jam. Setiap perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak dua kali ulangan
Perhitungan potensi bahan baku dari perlakuan terbaik
Mulai
Identifikasi Masalah
Studi Pustaka
Penelitian Pendahuluan
Penentuan Hipotesis
Penentuan Metode Rancangan Percobaan, Pelaksanaan dan Pengumpulan Data
Pengolahan dan Analisis Data
Kesimpulan
Selesai
Pemilihan perlakuan terbaik
14
sehingga diperoleh 12 satuan percobaan. Rancangan Dua Variabel tersebut
disajikan pada Tabel 3.1
Faktor I : Konsentrasi KOH % (C)
C1 : KOH dengan Konsentrasi 1,9% (b/v)
C2 : KOH dengan Konsentrasi 2,5% (b/v)
C3 : KOH dengan Konsentrasi 3,1% (b/v)
Faktor II : Waktu proses esterifikasi (T)
T1 : Waktu Proses Esterifikasi 2 Jam
T2 : Waktu Proses Esterifikasi 3 Jam
Tabel 3.1 Kombinasi Rancangan Penelitian
Konsentrasi KOH (C)
Waktu Esterifikasi
(T)
Ulangan
1 2
C1 C2 C3
T1 C1T11 C2T11 C3T11
C1T12 C2T12 C3T12
C1 C2 C3
T2 C1T21 C2T21 C3T21
C1T22 C2T22
C3T22
Sumber: Data Primer Diolah (2013)
Keterangan:
C1T1 : Konsentrasi KOH 1,9%, waktu proses esterifikasi 2 jam
C2T1 : Konsentrasi KOH 2,5%, waktu proses esterifikasi 2 jam
C3T1 : Konsentrasi KOH 3,1%, waktu proses esterifikasi 2 jam
C1T2 : Konsentrasi KOH 1,9%, waktu proses esterifikasi 3 jam
C2T2 : Konsentrasi KOH 2,5%, waktu proses esterifikasi 3 jam
C3T2 : Konsentrasi KOH 3,1%, waktu proses esterifikasi 3 jam
3.6 Pelaksanaan Penelitian
3.6.1 Persiapan Bahan
Bahan baku didapatkan dari bagian Batch Chemical Refining (BCR) dari PT.
SMART Tbk. Surabaya. Bahan baku atau yang disebut soapstock merupakan
hasil samping dari pengolahan PKO atau minyak inti sawit. Soapstock
mengandung garam yodium, asam lemak, fosfatida, air serta kotoran (Ketaren,
1986), sehingga soapstock tidak dapat dimanfaatkan langsung tanpa ada proses
treatment sebelumnya. Proses treatment bertujuan untuk memisahkan
kandungan acid water dan acid oil. Proses pemisahan yang dapat dilakukan
15
salah satunya adalah dengan menambahkan bahan dengan sifat Asam kuat
seperti HNO3, HCL, atau H2SO4. Setelah terpisah antara acid oil dan acid water,
acid oil dipisahkan dengan menggunakan corong pemisah untuk selanjutnya
dilakukan proses esterifikasi yang bertujuan untuk memperoleh kandungan asam
laurat yang terkandung didalamnya. Proses pemisahan soapstock inti sawit
dapat dilihat pada Lampiran 4. Proses esterifikasi menggunakan katalis berupa
methanol dan KOH, methanol yang digunakan adalah methanol teknis 96%.
KOH yang digunakan adalah KOH teknis dengan kadar 50%.
3.6.2 Esterifikasi
Proses esterifikasi menggunakan suhu 60 – 70 oC, Karena menurut Brackman
(1984) suhu dalam proses esterifikasi mengikuti suhu didih methanol yaitu pada
suhu 64,7 oC. Gambar dari diagram alir proses esterifikasi dapat dilihat pada
Gambar 3.2 :
Sumber: Arbianti et al. (2008)
Gambar 3.2 Diagram Alir Reaksi Esterifikasi
Berdasarkan Gambar 3.2 dapat dilihat bahan baku (Acid Oil) terlebih dahulu
dipanaskan dengan menggunakan hot plate sampai mencapai suhu 60o C.
Setelah itu ditambahkan katalis yang telah disiapkan diawal sesuai dengan
masing-masing variabel konsentrasi. Terakhir setelah semua bahan tercampur
16
masukan bahan kedalam waterbath sheaker yang telah diatur suhu serta
kecepatan rotasi permenitnya (rpm) sampai menghasilkan produk berupa ester
dan residu sisa katalis yang terlarut didalamnya. Proses produksi metil laurat dari
soapstock inti sawit dapat dilihat pada Lampiran 5.
3.6.3 Pemurnian
Bahan setengah jadi masih perlu dimurnikan agar katalis yang digunakan
untuk membantu reaksi dapat dinetralkan. Bahan-bahan yang digunakan dalam
pemurnian yaitu H2SO4, Aquades, Na2SO4, dan kertas saring. H2SO4 digunakan
untuk menetralkan kandungan KOH yang terlarut, Aquades digunakan untuk
melarutkan kotoran serta impurities dalam bahan, Na2SO4 digunakan untuk
menyerap sisa kandungan air dalam bahan, dan kertas saring digunakan untuk
menyaring Na2SO4 dari bahan. Setelah dilakukan pemurnian bahan dibekukan
selama 8-10 jam untuk memisahkan kandungan metil lauratnya, karena metil
laurat mempunyai titik lebur 5 oC. Diagram alir proses pemurnian dapat dilihat
dalam Gambar 3.3
Sumber: Arbianti et al. (2008)
Gambar 3.3 Diagram Alir Proses Pemurnian Metil Laurat
17
3.7 Pengumpulan Data
Pengumpulan data meliputi analisa kandungan metil laurat tertinggi yang
dihasilkan dari beberapa perlakuan dan analisa penghitungan dilakukan dengan
menggunakan metode GC (Gas Chromatography) (Winarno, 2002). Perhitungan
kadar rendemen metil laurat yang dihasilkan dihitung dengan menggunakan
analisa GC (Gas Chromatography) yang dapat dilihat pada Lampiran 2.
3.8 Pengolahan dan Analisa Data
Hasil rendemen kandungan metil laurat yang telah diperoleh kemudian
dianalisa kuantitatif. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan analisa
ragam atau ANOVA (Analysis of Variant) dengan selang kepercayaan α=0,05,
apabila dari analisa ragam antar perlakuan tidak terdapat interaksi secara
langsung maka dilanjutkan dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil).
18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisa Bahan Baku (Soapstock)
Pada pengujian karakteristik bahan baku (Soapstock inti sawit) meliputi
pengujian nilai pH dan warna. Pengujian nilai pH juga merupakan indikator
pembanding antara pH dari soapstock dan pH dari acid oil untuk mengetahui
tingkat kemampuan dari emulsi untuk mengikat antara minyak dan air dalam
soapstock (Red dan Ilagan, 1978). Sebelum dilakukan proses esterifikasi untuk
mendapatkan metil ester, dilakukan proses pemisahan soapstock.
Proses pemisahan soapstock inti sawit merupakan proses yang bertujuan
untuk mendapatkan kembali minyak netral dan asam lemak bebas yang terikat
oleh emulsi dengan air dan sludge (protein, getah dan fosfatida) dengan
menggunakan asam kuat (Woerfel, 1983). Pada penelitian ini digunakan asam
nitrat (HNO3) sebagai pereaksi yang akan memisahkan antara minyak dan air
pada soapstock inti sawit. Proses pemisahan soapstock inti sawit dipengaruhi
oleh kandungan getah pada bahan baku, menurut Ketaren (1986) dimana
semakin tinggi kandungan getah maka partikel emulsi yang terbentuk akan
semakin besar. Hasil proses pemisahan soapstock disajikan dalam Tabel 4.1
Tabel 4.1 Hasil Proses Pemisahan Soapstock dengan Penambahan HNO3
Bahan Kandungan (%)
Acid Oil Emulsifier Acid Water
9,3 7,4 83,3
Pada proses pemisahan dihasilkan 3 lapisan pada bahan baku setelah melalui
proses penambahan asam nitrat (HNO3) sebesar 8,3% v/b dari berat total bahan
baku (Soapstock). Lapisan teratas merupakan acid oil (9,3% dari berat bahan),
lapisan tengah merupakan emulsifier (7,4% dari berat bahan), dan lapisan
terbawah merupakan acid water (83,3% dari berat bahan). Perbedaan karakter
fisik dan kimia antara soapstock dan acid oil disajikan dalam Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Perbandingan Warna dan pH Bahan Baku
Bahan Baku pH Warna
Soapstock Acid Oil
12,34 5,29
Keruh Kecoklatan Jernih Kecolatan
19
Berdasarkan Tabel 4.2 terjadi penurunan pH mencapai 43% dari pH awal
yaitu pH dari soapstock sebesar 12,34 menjadi 5,29 yaitu pH dari acid oil.
Penurunan nilai pH ini disebabkan karena penambahan larutan yang bersifat
asam yaitu HNO3 sehingga membuat soapstock berpisah antara acid oil dan acid
water. Penambahan HNO3 bertujuan untuk memutuskan rantai ikatan Na pada
soapstock dan menggantinya dengan ikatan H+ (Woerfel, 1983). Pemutusan
rantai tersebut memungkinkan terjadinya perpisahan antara keduannya (acid oil
dan acid water).
4.2 Rendemen Metil Laurat
Berdasarkan hasil analisa keragaman menunjukkan bahwa volume
penambahan konsentrasi KOH berpengaruh nyata pada (α=0,05) terhadap
prosentase rendemen metil laurat yang dihasilkan, begitu juga lama proses
esterifikasi juga berpengaruh nyata pada (α=0,05) terhadap presentase
rendemen laurat yang dihasilkan. Interaksi antara kedua faktor tersebut tidak
menunjukkan berbeda nyata sehingga pembahasan dilakukan untuk setiap
variabel. Persentase rerata rendemen metil laurat pada tiap perlakuan dapat
dilihat pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4.
Tabel 4.3 Rerata Rendemen Metil Laurat pada Berbagai Konsentrasi KOH
Konsentrasi KOH (%) b/v Rendemen Metil Laurat (%)
Notasi BNT 5%
1,9 2,5 3,1
41,36 41,93 43,3
a b c
2,572
Keterangan: Notasi yang sama menunjukan tidak beda nyata (α=0,05)
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui rerata rendemen metil laurat yang
dihasilkan melalui beda perlakuan penambahan konsentrasi KOH sebesar 1,9%;
2,5%; 3,1% adalah 41,36%; 41,93%; 43,3%. Dalam uji BNT (α=0,05) diketahui
bahwa variasi penambahan konsentrasi KOH berpengaruh nyata terhadap
rendemen metil laurat yang dihasilkan. Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa
penambahan konsentrasi KOH berbanding lurus dengan metil laurat yang
dihasilkan yang berarti semakin tinggi konsentrasi KOH yang ditambahkan maka
akan menghasilkan metil laurat yang semakin tinggi pula dan dalam uji BNT
tersebut perlakuan terbaik terdapat pada penambahan 3,1%.
20
Tabel 4.4 Rerata Rendemen Metil Laurat pada Berbagai Waktu Esterifikasi
Waktu Esterifikasi (jam)
Rendemen Laurat (%) Notasi BNT 5%
2 3
44,51 39,85
a b
2,572
Keterangan: Notasi yang sama menunjukan tidak beda nyata (α=0,05)
Dari Tabel 4.4 diketahui bahwa berdasarkan waktu esterifikasi 2 jam dan 3
jam mempunyai rerata rendemen metil laurat sebesar 44,51% dan 39,85%.
Dalam uji BNT (α=0,05) diketahui bahwa perbedaan waktu proses esterifikasi
mempunyai pengaruh nyata terhadap rendemen metil laurat yang dihasilkan.
Berdasarkan data tersebut menunjukan hubungan antara lama waktu esterifikasi
dan rendemen laurat yang dihasilkan berbanding terbalik karena semakin lama
waktu proses esterifikasi menghasilkan rendemen metil laurat yang lebih sedikit
sehingga perlakuan terbaik berdasarkan waktu proses adalah waktu proses
esterifikasi selama 2 jam.Tabel perhitungan analysis of varians dan uji BNT
dapat dilihat pada Lampiran 7. Grafik rerata rendemen metil laurat berdasarkan
waktu proses esterifikasi dan konsentrasi penambahan larutan KOH dapat dilihat
pada Gambar 4.1
Gambar 4.1 Grafik Rerata Rendemen Metil Laurat Berdasarkan Waktu Proses
Esterifikasi dan Konsentrasi Larutan KOH.
Dari Gambar 4.1 dapat diketahui dari 2 kali ulangan proses esterifikasi
menyatakan bahwa rata-rata jumlah kuantitas dari rendemen metil laurat
21
meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah konsentrasi KOH yang diberikan
pada masing-masing sampel. Gambar 4.1 diatas menunjukan grafik yang
meningkat dengan garis linier yang menunjukan bahwa reaksi tersebut berada
dalam orde 1, penghitungan orde reaksi dan tabel percepatan reaksi terdapat
pada Lampiran 3. Variasi penambahan konsentrasi KOH yang diberikan pada
masing-masing sampel membuat laju reaksi semakin cepat sehingga
pembentukan produk metil ester juga semakin cepat. Marash et al. (2001)
menyatakan bahwa katalis yang berlebih untuk mencapai kesetimbangan
bergerak ke arah kanan, yang berarti mencapai titik terbaik sehingga apabila
reaksi yang dilakukan dalam waktu yang sama dengan katalis (methanol dan
KOH) yang lebih banyak akan menghasilkan produk metil laurat yang lebih
banyak pula.
Penambahan konsentrasi KOH terdiri dari tiga level yaitu 1,9%; 2,5% dan
3,1% dari berat bahan. Berdasarkan waktu proses esterifikasi 2 jam
menghasilkan rendemen metil laurat sejumlah 43,9%, 44,3%, 45,7%. Waktu
proses esterifikasi 2 jam berdasarkan Gambar 4.1 dapat diketahui mempunyai
nilai R2 (R square) sebesar 0,906. Hal ini berarti jumlah konsentrasi KOH dan
waktu proses esterifikasi 2 jam mempunyai pengaruh sebesar 90,6% terhadap
rendemen metil laurat yang dihasilkan, sedangkan waktu proses esterifikasi 3
jam menghasilkan rendemen metil laurat sejumlah 39,1%; 39,6% dan 41%.
Waktu proses esterifikasi 3 jam berdasarkan Gambar 4.1 dapat diketahui
mempunyai nilai R2 (R square) sebesar 0,930, yang berarti pengaruh dua
variabel kontrol yaitu jumlah konsentrasi dan waktu proses esterifikasi
mempunyai pengaruh sebesar 93% terhadap rendemen metil laurat yang
dihasilkan.
Terjadinya penurunan kuantitas rendemen metil laurat pada waktu proses
esterifikasi 3 jam daripada proses esterifikasi 2 jam disebabkan karena ester
yang terbentuk kembali menjadi asam lemak karena terhidrolisi oleh air karena
waktu proses yang terlalu lama. Arbianti et al. (2008) menyatakan bahwa jumlah
kuantitas produk yang dihasilkan akan menurun bila waktu proses telah
mencapai titik terbaik. Hal ini disebabkan karena setelah melewati waktu proses
esterifikasi terbaik tidak ada katalis yang direaksikan, sedangkan ester yang
telah terbentuk akan kembali terhidrolisis oleh air dan membentuk asam lemak
sehingga menyebabkan waktu proses 3 jam mempunyai jumlah kuantitas metil
laurat yang lebih sedikit dibanding waktu proses 2 jam. Sumardjo (2006)
22
menyatakan bahwa reaksi hidrolisis merupakan reaksi antara ester dengan air
yang menghasilkan asam serta methanol atau sebaliknya. Dengan pendapat
tersebut menguatkan bahwa kandungan sisa air mempengaruhi jalannya reaksi.
Air ini selain berasal dari methanol yang tidak murni (96% volume), juga
terbentuk dari reaksi antara methanol dengan KOH pada saat preparasi katalis
(Hardjono dan Pranowo, 2009).
4.3 Perlakuan Terbaik
Pemilihan perlakuan terbaik dilakukan dengan menggunakan perbandingan
antara produk yang dihasilkan dari tiap perlakuan dengan dasar parameter yang
telah ditentukan. Terdapat dua grafik yang menggambarkan kondisi selama
proses esterifikasi metil laurat dari acid oil minyak inti sawit ini. Gambar 4.1
menunjukan proses esterifikasi metil laurat yang menggunakan waktu 2 jam
dengan penambahan konsentrasi KOH sebesar 3,1% merupakan perlakuan
terbaik dengan menghasilkan rerata rendemen metil laurat sebesar 45,7%. Pada
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Arbianti et al. (2008), diperoleh
perlakuan terbaik dengan penambahan katalis 2% dari berat bahan dan waktu
proses 2 jam dengan jumlah laurat yang dihasilkan mencapai 55,61%.
Perbedaan hasil yang didapat dari penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya dikarenakan terdapat beberapa perbedaan faktor yaitu bahan baku
yang digunakan dan tingkat kemurnian bahan baku. Pada penelitian sebelumnya
bahan baku yang digunakan adalah minyak kelapa murni atau VCO (Virgin
Coconut Oil) dengan tingkat kemurnian yang baik. Kataren (1986) menjelaskan
bahwa VCO mempunyai kandungan laurat antara 44-52% dari berat bahan.
Dalam penelitian ini bahan yang digunakan merupakan hasil dari pemisahan
soapstock minyak inti kelapa sawit. Kandungan laurat pada minyak inti kelapa
sawit sebesar 46-52% (Ketaren, 1986). Soapstock yang digunakan pada
penelitian ini adalah hasil samping yang telah mengalami proses penyaringan
sehingga mempengaruhi kandungan asam lemak bebas dan menurunkan
kandungan laurat yang ada didalamnya.
Diagram alir kuantitatif diperoleh berdasarkan perlakuan terbaik dari
penelitian ini. Diagram alir tersebut berisikan proses serta bahan-bahan yang
digunakan dalam menghasilkan metil laurat sebesar 47% atau 42,49 mL melalui
proses esterifikasi. Proses esterifikasi dalam penelitian ini selain menghasilkan
metil laurat juga menghasilkan metil ester lain dengan presentase sejumlah
23
53,3% atau 47,48 mL. Diagram alir kuantitatif pada penelitian ini dapat dilihat
pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Diagram Alir Kuantitatif Proses Produksi Metil Laurat dari
Soapstock Minyak Inti Kelapa Sawit
24
Dalam Gambar 4.2 terdapat sebuah grafik yang menggambarkan
keadaan selama proses esterifikasi. Grafik tersebut mnggambarkan keadaan
waktu proses esterifikasi yang menghasilkan metil laurat tertinggi. Penggunaan
bahan baku berupa asam karboksilat hasil pemisahan soapstock minyak inti
kelapa sawit dengan penambahan HNO3. Bahan baku yang digunakan
merupakan asam karboksilat dengan kandungan ALB (Asam Lemak Bebas)
sebesar 47% dan kandungan minyak netral sebesar 53%. Proses esterifikasi
dilakukan setelah semua bahan pembantu reaksi telah di campurkan, reaksi
esterifikasi dilakukan selama 2 jam. Reaksi esterifikasi menghasilkan metil laurat
sebesar 47,7% atau sebesar 42,49 ml, dan metil ester lain sebesar 53,3% atau
sebesar 47,48 ml. metil ester sebesar 53,3% tersebut berupa beberapa metil
yaitu Caprylic, Capric, Merystic, Palmitic, Stearic, Oleic, dan Linoleic.
4.4 Hasil Samping
Hasil samping proses esterifikasi berupa air dan residu sisa yang digunakan
untuk mencuci hasil dari esterifikasi. Penambahan air ini 30% dari berat bahan
sehingga dapat diketahui apabila terdapat 6 kali proses dengan 2 kali
pengulangan maka 0,36 liter merupakan air limbah. Proses tersebut merupakan
proses prewash. Prewash adalah penambahan sejumlah air dengan suhu tinggi
yang bertujuan untuk membersihkan minyak dari sejumlah bahan yang tidak
diinginkan (Ketaren, 1986). Residu yang mengandung garam netral merupakan
hasil samping dari proses penetralan katalis KOH dengan melakukan
penambahan larutan asam kuat jenis H2SO4 dengan jumlah 10% dari berat
bahan, yang bertujuan agar ion OH- milik KOH dapat bereaksi dengan ion H+
milik H2SO4 sehingga membentuk campuran yang bersifat netral. Proses
netralisasi adalah proses reaksi yang dilakukan apabila ion H+ bereaksi dengan
ion OH- yang akan membentuk air sebagai salah satu hasil reaksinya (Sumardjo,
2006). Setelah proses penambahan air pada bahan akan terbentuk dua lapisan.
Terbentuknya dua lapisan ini dikarenakan perbedaan massa jenis dari air dan
ester, air mempunyai massa jenis 1 gr/cm3 sedangkan ester mempunyai massa
jenis 0,927 gr/cm3 (Kusnawati, 2010). Massa jenis ester yang lebih kecil daripada
air membuat posisi ester berada diatas lapisan air. Proses pemisahan antara air
dan ester menggunakan corong pemisah.
Hasil samping lain yaitu ampas yang mengandung Na2SO4 dan sedikit air.
Penambahan Na2SO4 bertujuan untuk mengikat sisa air yang masih tersisa
25
dalam ester setelah proses pemisahan menggunakan corong pemisah. Menurut
Burns (1995) Na2SO4 mempunyai sifat yaitu larut dalam air sehingga dengan
pemberian terkontrol dapat mengikat air dalam jumlah kecil dalam suatu larutan
selain air. Penambahan Na2SO4 yaitu sejumlah 10% dari berat bahan pada
masing-masing sampel. Berdasarkan penambahan tersebut maka hasil samping
Na2SO4 mencapai 120 gr, yang berasal dari penambahan 10 gr pada masing-
masing sampel dan terdapat 6 sampel dengan 2 kali pengulangan. Setelah
proses pencampuran Na2SO4, proses berikutnya yaitu pemisahan dari ester
dengan cara penyaringan dengan menggunakan kertas saring.
4.5 Potensi Soapstock Inti Sawit
Soapstock selama ini hanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan
sabun. Sabun yang memiliki nilai ekonomis rendah karena kualitas dari
soapstock sebagai bahan baku utama yang mempunyai banyak kandungan di
dalamnya tidak sebanding apabila hanya diolah sebagai bahan baku pembuatan
sabun sehingga perlu dilakukan proses lanjutan atau proses treatment guna
mendapatkan nilai ekonomis yang lebih tinggi. Proses treatment yang dimaksud
adalah pemisahan minyak murni yang masih tercampur dalam soapstock dengan
menggunakan penambahan senyawa yang bersifat asam seperti HNO3 atau
H2SO4 (Ketaren, 1986).
Tabel 4.5 Data Proyeksi Bahan Baku Produksi Metil Laurat di Indonesia Tahun 2011.
No Uraian Volume (Ton/Tahun)
1 2 3
PKO Soapstock
Acid Oil
3.317.800a
99.534 – 199.068b
9.256,7 – 18.513,4c
Ketangan:
(a): Total volume Produksi PKO (Palm Kernel Oil) dari perkebunan kelapa sawit
Indonesia dalam satu tahun yang diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik)
Indonesia tahun 2011.
(b): Nilai diperoleh dari persentase hasil samping produksi minyak inti kelapa
sawit menurut Park et al. (2008) sebesar 3 – 6 % yang dikalikan dengan
volume total produksi PKO Indonesia.
(c): Nilai diperoleh dari persentase perlakuan terbaik penelitian sebelumnya
menurut Cristianto (2013) sebesar 9,3% yang dikalikan dengan volume total
soapstock yang dihasilkan dalam produksi PKO Indonesia.
26
Berdasarkan Tabel 4.5 menurut data BPS (Badan Pusat Statistik) Indonesia
tahun 2011 mencatat jumlah produksi minyak inti kelapa sawit Indonesia
mencapai 3.317.800 ton dan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan
meningkatnya jumlah permintaan dari konsumen. Total jumlah minyak inti kelapa
sawit yang dihasilkan tersebut merupakan akumulasi dari beberapa perkebunan
kelapa sawit yang dimiliki oleh produsen minyak yang ada di Indonesia dan salah
satunya adalah PT SMART Tbk Surabaya. Jumlah minyak inti kelapa sawit yang
diproduksi tersebut memungkinkan adanya peningkatan hasil samping maupun
limbah produksi. Beberapa limbah yang dihasilkan seperti cangkang atau kulit inti
sawit dan serat, blotong, serta mempunyai hasil samping berupa soapstock.
Rendemen soapstock yang dihasilkan sebesar 3 – 6% dari total berat minyak inti
kelapa sawit yang diproduksi (Park et al., 2008). Berdasarkan jumlah produksi
minyak inti kelapa sawit nasional dapat diketahui setiap tahun akan didapatkan
hasil soapstock sebesar 99.534 – 199.068 ton. Dalam penelitian ini diperoleh
rendemen minyak (acid oil) yang terlarut dalam soapstock yang mampu
dipisahkan sebesar 9,3% sehingga apabila diterapkan pada kapasitas soapstock
nasional akan diperoleh acid oil rata-rata 9.256,7 – 18.513,4 ton per tahun.
Berdasarkan perlakuan terbaik pada penelitian ini yaitu rendemen metil laurat
sebesar 45,7% sehingga apabila diterapkan pada skala yang lebih besar akan
menghasilkan 4.230,3 – 8.460,7 ton metil laurat. Penggunaan bahan baku
sebanyak itu akan sangat potensial apabila produksi surfaktan menggunakan
bahan baku metil laurat. Hal ini dikarenakan permintaan akan surfaktan sangat
tinggi mencapai 11,82 juta ton pertahun (Anonimous, 2008).
27
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan yaitu hasil terbaik dari
penelitian diperoleh pada perlakuan waktu proses esterifikasi 2 jam dengan
konsentrasi larutan KOH 3,1% dengan kadar rendemen metil laurat mencapai
45,7%.
Potensi metil maurat dari soapstock minyak inti kelapa sawit yang mampu
dihasilkan berdasarkan jumlah produksi minyak inti kelapa sawit Indonesia
sebesar 3.317.800 Ton per tahun adalah sebesar 8.460,7 ton per tahun.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diberikan beberapa saran
sebagai berikut:
1. Perlu adanya penelitian lanjutan dalam proses pembuatan surfaktan dari
bahan baku metil laurat dari soapstock inti sawit sehingga memudahkan
pelaku industri bila ingin menerapkan penelitian ini.
2. Penelitian ini masih dalam skala laboratorium sehingga perlu penelitian
lanjutan dalam skala ganda untuk mengetahui biaya kebutuhan bahan baku
dan biaya utilitas.
3. Perlu adanya penelitian mengenai penanganan hasil samping (acid water dan
ampas dari Na2SO4) yang ditimbulkan pada proses produksi metil laurat dari
soapstock inti sawit.
28
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2008. Surfaktan Sebagai Bahan Pembersih Ramah Lingkungan. Diakses tanggal 25 Juni 2012 <http://www.kapanlagi.com>
Apkasindo. 2010. Luas Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia Terbaru. diakses
tanggal 25 Juni 2012 <http://www.apkasindo.or.id>
Arbianti, Tania, S. U., dan Astri, N. 2008, Isolasi Metil Laurat Dari Minyak
Kelapa Sebagai Bahan Baku Surfaktan Fatty Alcohol Sulfate (FAS), Jurnal Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia Vol. 12, No. 2; 61-64
Bernardini, E. 1984. Oils and Fats Refining Vol. II. B. E. Oil Publishing House.
Rome Bica, F. C., Fleck, L. C., dan Marco, A.Z.A. 1999. Production of Biosurfactant
by Hydrocarbon Degrading Rhodococcus Rubber and rhodococculus Erythopilis. Journal Science Food Agriculture, 18:53-64
Badan Pusat Statistik Indonesia. 2011. Hasil Produksi Perkebunan Besar
Indonesia 2011. Diakses tanggal 20 Januari 2013 <http://www.bps.go.id> Brackman, J. Knaut, P., dan Wallscheid. 1984. Oleochemical. Dussel dorf.
German Burns. R. A. 1995. Fundamental of Chemistry, 2nd ed., Practice Hall. New
Jersey Cornelius, J. A. 1965. Some Technical Aspects Influencing The Quality of
Palm Kernel. Journal Science Food Agriculture, 17:57-61 Cristianto, E. B. 2013. Pemanfaatan asam nitrat (HNO3) sebagai pemisahan
soapstock di PT. SMART Tbk. Surabaya. Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang
Daniels, S. R. 1997. Soapstock Utilization: An Environment-Agricultural
Breakthrough. Agrotech, Inc. Sherman. Texas. USA Dart, R. K., Dede, E. B dan Offem, J. O. 1985. Fungal Damage To Palm Kernel
Oil. Food Chemistry. Elsevier journal volume 18(2):113-119
29
Echim, C., Verhe, R dan Steven, C. 2009. Valorization of Side Stream Product Obtained During Refining Of Vegetable Oils. Diakses pada tanggan 16 Mei 2012 <http://www.sustoil.org>
Freedman, B., Pryed, E. H., Mounts. T. L. 1984. Variables Affecting the Yields of Fatty Esters From Transester Field Vegetables Oil. Oil Chem. SOC
Freedman, B., Royden, O., Butterfield, Everett, H. dan Pryde. 1986,
Transesterification Kinetics of Soybean Oil. An, Oil Chem. SOC Godin, V. J. dan Spensley, P.C. 1971. Crop Production Digest No. 1. Tropical
Product Institute.London Haas, M. J., Scott, K. M., Alleman, T. L dan McCormick, R. L. 2001. Engine
Performance of Biodiesel Fuel Prepared from Soybean Soapstocks: A High Quality Renewable Fuel Produced from a Waste Feedstock. Energy Fuels. American Chemical Society. 15: 1207-1212
Haas, M. J. 2005. Improving the Economics Of Biodisel Production
Throught the Use Of Low Value Lipids As Feedstock; Vegetables Oil Soapstock. Fuel Process Technol. 86, 1087-1096.
Hamm, W dan Hamilton, R. J. 2000. Edible Oil Processing. Shieffield
Academic Press. London. England Hardjono, S., dan Pranowo D. 2009. Sintesis Senyawa Organik. Erlangga.
Jakarta Hartley, C. W. S. 1967. The Palm Oil. Longman. London. England. Hendayana, S., Kadarohman, A., Sumarna, A. A., dan Supriana, A. 1994. Kimia
Analitik Instrumen. IKIP Semarang Press. Semarang. Hui, Y. H. 1996. Baile’s Industrial Oil and Fat Product. Vol 1, Sed, PP, 46-53,
Jhon Wiley and Sons, New York Itoh, T., Tamura, T., dan Matsumoto, T. 1973. Sterol Composition Of 19
Vegetable Oils. Journal American Oil Chemistry Society, 50:122-25 Keenan, C. W. 1992. Kimia Untuk Universitas Jilid 2. Erlangga. Jakarta Kemendiknas RI. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka.
Jakarta Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit
Universitas Indonesia. Jakarta
30
Kusnawati. 2010. Sintesis Metil Ester Melalui Reaksi Transesterifikasi dari Minyak Goreng Bekas dengan Methanol Berkatalis KOH. Diakses pada 2 Januari
<http://library.um.ac.id> Moulay, S., dan Zenimi, A. 2005. Acid Oil-Based Liquid Soap. Journal of
Surfactant and Detergent, 8 (2): 169-174 Marash, R., Gubler, K., dan Yogi. 2001. Fats and Oil Industry Overview
Chemical Handbook. Menlo Park. California Mitterank. 2006. Isolasi Asam Laurat dari Minyak Kelapa Dengan Metode
Pemisahan Destillasi. Pengaruh Rasio Mol Reaktan dan Konsentrasi Katalis pada Reaksi Transesterifikasi Minyak Kelapa. Diakses pada 2 Januari 2013
<http://lontar.ui.ac.id> Nurhaida. 2004. Minyak Buah Kelapa Sawit. USU Press. Medan Pantzaris, T. P dan Ahmad, M. J. 2004. Palm Kernel Oil: Palm Oil Processing
Technology Report. Res. Institute of Malaysia. Malaysia Park, J.Y., Kim, D.K., Wang, Z. M., Lee, J.P., Park, S. C dan Lee, J. S. 2008.
Production of Biodiesel from Soapstock Using An Ion Exchange Resin Catalyst. Korean Journal of Chemical Engineering, 25(6): 1350-1354
Purseglove, J. W. 1975. Tropical Crops: Monocotyledons. English Language
Book Society and Longman. London Red, J. F. P dan Ilagan, J. B. 1978. Fatty Acid Recovery From Soapstock.
United States Patent No. 4.118. 407 Renita, M. 2006. Transesterifikasi Minyak Nabati. USU. Medan Schuchardt, U., Sercheli, R., Vargas, R., dan Matheus. 1998.
Transesterification Of Vegetable Oil. Journal Braz, Chem Society (1): 199-210
Sukiwanto. 1988. Minyak Nabati Sebagai Bahan Baku Biofuel. UPI. Jakarta Sumardjo, D. 2006. Pengantar Kimia: Buku panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan Program Strata 1 Fakultas Bioeksakta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Todd, D. B., dan Morren, J. E. 1965. Continuous Soapstock Acidulation.
Journal of American Oil Chemistry Society Vol. 42: 172A Veter, J., Kablitz, B. Wilde, C., Franke, P., Mehta, N., and Camlotra, S. S. 2002.
Matrix Assisted Laser Desorption Ionization Time of Flight Mass Spectrometry of Lipoptide Biosurfactant In Whole Cell and Culture Filtrate of Bacilus Subtilis C-1 Isolated From Petroleum Slude, J. Appl. Environ. Microbiol 68: 6210-6219
31
Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Woerfel, J. B. 1983. Alternatives for Processing Soapstock. Journal Of
American Oil Chemistry Society vol. 60: 262A Wright, E. L., Hinsnow, G., dan Bennett, C. L. 1996. The Astrophysical
Journal Letters. University Of Chicago. 158: L53-L55 Zuhrina, I., dan Tatang, H. S. 2010. Transesterifikasi CPO Menjadi Metil Ester.
Thesis. ITB. Bandungp
32
Lampiran 1. Perhitungan Jumlah KOH yang Diperlukan
Berdasarkan penelitian sebelumnya tentang isolasi metil laurat dari minyak
kelapa yang dilakukan oleh Arbiati dkk (2008) dan Mitterank (2006), yang
menggunakan 2 gr NaOH kedalam 100 gr minyak kelapa. Diketahui mol NaOH
yang digunakan yaitu 0,05 mol dengan berat molekul 40 gr/mol, dengan
perhitungan sebagai berikut:
Berat molekul NaOH : 40 gr/mol
Mol NaOH : massa / berat molekul
: 2 gr / 40 gr/mol
: 0,05 mol
Penelitian ini menggunakan basa kuat jenis lain yaitu KOH (90%) yang akan
digunakan sebagai katalis guna mereaksikan transesterifikasi pada acid oil hasil
dari pemisahan soapstock. Untuk mendapatkan nilai 0,05 mol NaOH
menggunakan KOH maka terlebih dahulu mol dari KOH yang dibutuhkan
disamakan. Persamaan yang digunakan untuk mendapatkan jumlah mol KOH
yaitu sebagai berikut:
Berat molekul KOH adalah 56,11 gr/mol
Mol KOH : M / berat molekul
0,05 mol : M / 56,11 gr/mol
M gr : 0,05 mol x 56,11 gr/mol
M gr : 2,8055 gr
Nilai ρ dari soapstock inti sawit PT. SMART Tbk. Surabaya adalah 0,9096 g/mol.
Nilai tersebut diperoleh dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut:
Berat beaker glass kosong : 43,931 gr
Berat beaker glass + (soapstock inti sawit 20 mL) : 62,123 gr
ρ (gr/mol) : massa / volum
: (62,123 – 43,931) gr / 20 gr
: 0,9096 g/mL 0,910 g/mL
ρ (gr/mol) : massa / volum
0,910 gr/mol : 100 gr / V
V : 100 gr / 0,910 gr/mol
V : 109,89 mL (0,109 L)
Berdasarkan hasil persamaan mol dari KOH yang diperlukan, maka dapat
diketahui berapa kebutuhan KOH yang diperlukan sebagai katalis dalam isolasi
33
metil laurat tersebut. Berikut perhitungan persentase penambahan KOH pada
100 gr acid oil hasil pemisahan soapstock yang digunakan :
interval mol KOH
a. 0,0625 mol KOH : 3,506 gr
Persentase KOH yang digunakan : massa KOH / Vol. larutan x 100%
: 3,506 gr / 109,89 mL x 100%
: 3,1%
b. 0,05 mol KOH : 2,805 gr
Persentase KOH yang digunakan : massa KOH / Vol. larutan x 100%
: 2,805 gr / 109,89 mL x 100%
: 2,55 %
c. O,0375 mol KOH : 2,104 gr
Persentase KOH yang digunakan : massa KOH / Vol. larutan x 100%
: 2,104 gr / 109,89 mL x 100%
: 1,91%
Konsentrasi KOH yang digunakan
a. [C1] = 0,0625 x 50%
= 0,031 mol KOH
= n/v
= 0,031 / 0,109 L
= 0,28 M
b. [C2] = 0,05 x 50%
= 0,025 mol KOH
= n/v
= 0,025 / 0,109 L
= 0,22 M
c. [C3] = 0,0375 x 50%
= 0,018 mol KOH
= n/v
= 0,018 / 0,109 L
= 0,17 M
34
Lampiran 2. Data Perhitungan Metil Laurat dengan GC (Gas Cromatografi)
35
Lampiran 3. Penentuan Ordo dan Pengitungan Tabel Percepatan Reaksi
A. Penentuan Ordo Reaksi
Tabel Hasil Pengamatan
Aspek yang ditinjau
Kosentrasi Waktu
KOH
0,019 0,025 0,031
Metil Laurat 43,9 44,3 45,7 2 jam
39,1 39,6 41,0 3 jam
Terdapat 3 level penambahan Mol KOH yang digunakan untuk mereaksikan
Acid Oil yang telah dipisahkan dari soapstock untuk menghasilkan metil laurat
yaitu 0,17 M; 0,22 M ; dan 0,28 M. Penentuan nilai ordo reaksi menggunakan
persamaan:
r = k [A]m [B]n
Untuk Ordo pada reaksi 2 jam KOH = m
∆ [KOH]m = ∆ [V]
( [KOH3] / [KOH2] )m = ( [0,457] / [0,443] )
( [0,28] / [0,22] )m = (1,03)
(1,27)m = 1,03
m = 0,81
Berdasarkan perhitungan tersebut menunjukan bahwa m mempunyai nilai 0,81
yang berarti laju reaksi berada dalam ordo 1 (m = 1).
B. Penentuan Kecepatan Reaksi
Kecepatan Reaksi Terhadap Waktu Esterifikasi 2 jam
r = k [C]m …(1)
r = ∆C / ∆t ….(2)
= (44.3 – 43,9)/2
= 0,2 M/Jam
Harga Tetapan Kecepatan Reaksi
mensubstitusi harga m,r, dan salah satu kosentrasi dengan menggunakan
persamaan (1)
r = k Cm
0,2 = k [44,3]1
k = 0,2 / 44,3
= 0,0045
Berdasarkan perhitungan tersebut dapat d ketahui persamaan kecepatan reaksi
untuk waktu 2 jam adalah r = 0,0045 [C]1
36
Kecepatan Reaksi Terhadap Waktu Esterifikasi 3 jam
r = k [C]m …(1)
r = ∆C / ∆t ….(2)
= (39.6 – 39.1)/3
= 0,16 M/Jam
Harga Tetapan Kecepatan Reaksi
mensubstitusi harga m,r, dan salah satu kosentrasi dengan menggunakan
persamaan (1)
r = k Cm
0,16 = k [39,6]1
k = 0,16 / 39,6
= 0,004
Berdasarkan perhitungan tersebut dapat diketahui persamaan kecepatan reaksi
untuk waktu 3 jam adalah r = 0,004 [C]1
Perhitungan Kecepatan Reaksi
a. Kecepatan Reaksi pada Esterifikasi 2 Jam
r = 0,0045 [43,9]1
= 0,197 Mol/L second
r = 0,0045 [44,3]1
= 0,199 Mol/L second
r = 0,0045 [45,7]1
= 0,205 Mol/L second
b. Kecepatan Reaksi pada Esterifikasi 3 Jam
r = 0,004 [39,1]1
= 0,156 Mol/L second
r = 0,004 [39,6]1
= 0,158 Mol/L second
r = 0,004 [41]1
= 0,164 Mol/L second
C. Tabel Kecepatan Reaksi
[C] % KOH [C] % Metil Laurat Kecepatan Reaksi (Mol/L second)
[T] 2 Jam [T] 3 Jam [T] 2 Jam [T] 3 Jam
1,9 43,9 39,1 0,197 0,156 2,5 44,3 39,6 0,199 0,158 3,1 45,7 41 0,205 0,164
37
Lampiran 4. Operation Proces Chart Pemisahan Soapstock
Nama Objek : Produksi Acid Oil dari Soapstock Inti Sawit Nomor Peta : 01 Dipetakan Oleh : Krisna Bayu A. Tanggal Pemetaan : 30 September 2012
38
Lampiran 5. OPC Proses Pemisahan Metil Laurat
Nama Objek : Produksi Metil Laurat dari Soapstock Inti Sawit Nomor peta : 02 Dipetakan Oleh : Krisna Bayu A Tanggal Pemetaan : 30 September 2012
39
Lampiran 6. Perhitungan Analisa Ragam
Tabel 6.1 Rendemen Metil laurat
Perlakuan Ulangan
Total Rerata 1 2
C1T1 45,1 42,7 87,8 43,9
C2T1 45,7 42,9 88,6 44,3
C3T1 47,7 43,6 91,3 45,65
C1T2 42,9 35,2 78,1 39,05
C2T2 43,5 35,6 79,1 39,55
C3T2 44,2 37,7 81,9 40,95
Total 269,1 237,7 506,8 253,4
rata-rata 44,85 39,616667 Sumber: Data Primer Diolah (2013)
Tabel 6.2 Tabel 2 Arah Total Kadar Metil Laurat
Perlakuan T1 T2 Total rerata
C1 87,8 78,1 165,9 82,95
C2 88,6 79,1 167,7 83,85
C3 91,3 81,9 173,2 86,6
total 267,7 239,1 506,8 Rerata 89,23333 79,7
Sumber: Data Primer Diolah (2013)
Tabel 6.3 Analisys Of Varians
SUMBER VARIASI
db JK RK Fhit Ftabel 0,05
Notasi
Ulangan 1 82,163333 82,16333 27,35738 6,61 *
Perlakuan 5 75,406667 15,08133 5,021532 5,05 tn
C 2 7,2316667 3,615833 1,20394 5,79 tn
T 1 68,163333 68,16333 22,69589 6,61 *
C x T 2 0,0116667 0,005833 0,001942 5,79 tn
Error 5 15,016667 3,003333 Total 11 172,58667
Sumber: Data Primer Diolah (2013) Keterangan: tn(tidak nyata) ; *(beda nyata)
40
Tabel 6.4 Uji BNT Terhadap Konsentrasi KOH
82,95 83,85 86,6 KTG BNT 0,05
82,95 0 tn *
3,003333 2,572428 83,85
0 *
86,6
0
Notasi a b c
Perlakuan C1 C2 C3 Sumber: Data Primer Diolah (2013)
Notasi yg sama menunjukan tidak berbeda nyata (a=0,05)
Tabel 6.5 Uji BNT Terhadap Waktu Proses Esterifikasi
89,233 79,7 KTG BNT 0,05
89,233 0 tn
3,003333 2,572428 79,7 0
notasi a b
perlakuan T1 T2
Sumber: Data Primer Diolah (2013) Notasi yg sama menunjukan tidak berbeda nyata (a=0,05)