Kajian Ekosistem Di Telaga Dieng2
-
Upload
risnauli-kurnia-arshanthi -
Category
Documents
-
view
625 -
download
8
Transcript of Kajian Ekosistem Di Telaga Dieng2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nama Dieng berasal dari bahasa Sunda Kuno "Di" yang berarti "tempat" atau
"gunung" dan "Hyang" yang bermakna (Dewa). Dengan demikian, Dieng berarti
daerah pegunungan tempat para dewa dan dewi bersemayam. Nama Dieng berasal
dari Bahasa Sunda karena diperkirakan sebelum tahun 600 daerah itu didiami oleh
Suku Sunda dan bukan Suku Jawa. Dieng adalah sebuah kawasan di daerah dataran
tinggi di perbatasan antara Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo, Jawa
Tengah. Desa Dieng terbagi menjadi Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten
Banjarnegara dan Dieng Wetan, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo
(Wikipedia, 2009). Kawasan ini terletak sekitar 26 km di sebelah Utara ibukota
Kabupaten Wonosobo, dengan ketinggian mencapai 6000 kaki atau 2.093 m di atas
permukaan laut. Suhu di Dieng sejuk mendekati dingin. Temperatur berkisar 15—
20°C di siang hari dan 10°C di malam hari. Bahkan, suhu udara terkadang dapat
mencapai 0°C di pagi hari, terutama antara Juli-Agustus.
Beberapa peninggalan budaya dan alam di Dieng telah dijadikan sebagai
obyek wisata dan dikelola bersama oleh dua kabupaten, yaitu Banjarnegara dan
Wonosobo. Diantara obyek wisata tersebut adalah Telaga Warna, sebuah telaga yang
sering memunculkan nuansa warna merah, hijau, biru, putih, dan lembayung, Telaga
Pengilon, Telaga Merdada. Telaga adalah semacam danau yang kecil dimana sinar
matahari bahkan dapat mencapai dasarnya. Telaga sering juga sekaligus dipakai
sebagai nama administratif daerah yang bersangkuthan.
Telaga tersebut memiliki warna yang dipengaruhi oleh beberapa faktor biotik
dan abiotik. Faktor-faktor tersebut sangat berhubungan dengan ekosistem di Dieng.
Ekosistem menurut Undang-undang Lingkungan Hidup (UULH), 1982 adalah
tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup
yang saling mempengaruhi (Irwan, 1992).
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk:
1. Mengetahui kondisi fisik dan kimia Telaga Warna dan Telaga Pengilon di Dieng.
2. Menganalisis dan mengkaji ekosistem Telaga Warna dan Telaga Pengilon di
Dieng untuk budidaya perikanan.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Telaga
Pada dasarnya, telaga atau danau adalah badan air yang terus ada untuk
jangka waktu lama dimana partikel-partikel yang mengendap di dalamnya dapat
dimanfaatkan oleh komunitas produsen primer yaitu fitoplankton untuk
berfotosintesis.Fitoplankton-fitoplankton tersebut berkumpul menjadi sebuah siklus
materi yang kemudian menjadi sumber makanan bagi biota-biota di telaga.
Fotosintesis dapat berlangsung juga karena adanya sebuah aliran energi yang berasal
dari sinar matahari, kedua hal ini saling berkaitan erat sehingga berpengaruh
terhadap kelangsungan hidup biotanya.
Telaga adalah semacam danau yang kecil dimana sinar matahari bahkan
dapat mencapai dasarnya. Telaga sering juga sekaligus dipakai sebagai nama
administratif daerah yang bersangkuthan. Dieng adalah wilayah vulkanik aktif dan
dapat dikatakan merupakan gunung api raksasa. Kawah-kawah kepundan banyak
dijumpai di sana. Selain kawah, terdapat pula danau-danau vulkanik yang berisi air
bercampur belerang sehingga memiliki warna khas kuning kehijauan. Danau adalah
cekungan besar di permukaan bumi yang digenangi oleh air bisa tawar ataupun asin
yang seluruh cekungan tersebut dikelilingi oleh daratan. Danau vulkanik yaitu danau
yang terbentuk akibat aktivitas vulkanisme/gunung berapi (Bambang Utoyo dalam
http://id.wikipedia.org/wiki/telaga).
2.2 Pengertian Ekosistem
Ekosistem yang terdapat di wilayah telaga warna di pegunungan Dieng
merupakan interaksi dari faktor abiotik dan biotik di sekitar telaga, di antaranya
faktor biotik yaitu tumbuhan reparian vegetasion atau tumbuhan tepi, plankton,
beberapa jenis serangga, lumut, ulat, cacing, burung, namun sangat jarang di
temukan adanya ikan di wilayah telaga. Selain itu faktor abioti yang mendukung
interaksi adalah faktor abiotik seperti pH air, kecerahan, dan semua faktor fisik dan
kimia pada yang saling berhubungan dengan ekosistem telaga. Ekosistem adalah
tatanan kesatuan secara menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang
mempengaruhi(Undang-undang Lingkungan Hidup (UULH),1982 dalam Irwan,
1992).
Budidaya dapat dilakukan dengan melihat kelimpahan plankton di tempat
yang akan dibudidayakan. Istilah plankton adalah suatu istilah umum. Kemampuan
berenang organisme-organisme planktonik demikian lemah sehingga mereka sama
sekali dikuasai oleh gerakan-gerakan air. Plankton dapat dibagi menjadi dua
golongan, yaitu: fitoplankton terdiri dari tumbuhan laut yang bebas melayang dan
hanyut dalam laut serta mampu berfotosintesis, dan zooplankton ialah hewan-hewan
laut yang planktonik.
2.3 Parameter fisik kimia
2.3.1 Temperatur
Suhu merupakan factor yang sangat pentin dalam kehidupan perairan dan
merupakan faktor pembatas utama perairan, (Odum, 1971). Suhu yang masih dapat
ditolerir organism akuatik berkisar 20-30°C. Hewan invertebrate air masih tahan
hidup pada suhu diatas 30°C, Limnaidae umumnya lebih tahan pada temperature
diatas 30°C (Welch, 1952).
2.3.2 Potensial Hidrogen (pH)
Toleransi organism terhadap pH bervariasi dan dipengaruhi oleh beberapa
factor, seperti misalnya aktivitas fotosintesa dan biologi, suhu, oksigen terlarut,
alkalinitas, adanya anion dan kation, jenis dan stadia organisme. Jenis-jenis Celeptera
merupakan taksa yang mampu hidup pada tempat yang mempunyai kisaran pH yang
lebar (Hawkes, 1979).
2.3.3 Oksigen terlarut
Oksigen terlarut adalah gas oksigen yang terlarut dalam air. Lebih lajut
Sugiharto (1987), menyatakan bahwa oksigen terlarut adalah banyaknya oksigen
yang terkandung di dalam air dan diukur dalam satuan milligram per liter. Kelarutan
oksigen di dalam air dipengaruhi oleh temperatur, tekanan parsial gas-gas yang ada
di udara atau di permukaan air dan kadar garam (Syawal dan Yustiawati, 2003).
Kondisi O2 terlarut yang rendah dalam perairan, dapat mengakibatkan stres
fisiologik pada biota akuatik, sehingga meningkatkan aktivitas respirasi, sedangkan
kondisi O2 terlarut dalam perairan tinggi, menyebabkan ion-ion logam bebas yang
terlarut dalam air akan lebih banyak terbentuk (Connel & Miller, 1995). Lebih lanjut
Effendi (2003), menyatakan bahwa semakin rendah kandungan O2 terlarut maka
toksisitasnya (daya racun) semakin tinggi. Menurut PP No. 82 (2001), kehidupan
ikan dapat berhasil apabila kandungan oksigen terlarutnya lebih dari 3 mg/L.
2.3.4 Konduktivitas
Konduktivitas adalah jumlah total ion yang terlarut dalam air. Konduktivitas
yang melebihi atau diatas 400 μmhos makhluk hidup atau organisme yang hidup
diperairan akan strees dan akan mati (Ewuise, 1990).
2.3.5 Salinitas
Salinitas dinayatakan dalam satuan gr/kg atau ppt, salinitas perairan tawar
biasanya kurang dari 0,5%o, salinitas perairan payau 0,5-30%o dan salinitas perairan
laut 30-40%o. Nilai salinitas pada perairan pesisir sangat dipengaruhi oleh masukan
air tawar dari sungai.
2.3.6 Letak geografis
Letak geografis berhubungan dengan kemiringan tempat (elevasi),
kemiringan tempat mempengaruhi jenis budidaya dari masing-masing ketinggian
tempat. Ketinggian tempat yang cocok untuk pembudidayaan ikan adalah minimal
500 dpl ( Allan, 1995).
2.3.7 Plankton
Plankton adalah jasad renik yang hidupnya melayang-layang dalam perairan,
tidak bergerak atau bergerak sedikit dan pergerakannya dipengaruhi oleh arus air
(Odum, 1971). Plankton terdiri dari makhluk yang hidupnya sebagai hewan
(zooplankton) dan sebagai tumbuhan (fitoplankton). Plankton dalam suatu perairan,
berperan sebagai pakan alami bagi organisme akuatik diatasnya. Keberadaan
plankton juga dapat dijadikan sebagai indikator kesuburan suatu perairan.
Plankton di perairan juga digunakan sebagai petunjuk baik buruknya kondisi
lingkungan, yang dapat dilihat dari keragaman jenis dan kelimpahannya. Keragaman
jenis merupakan suatu karakteristik tingkatan komunitas organisme biologisnya, dan
dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitas, sedangkan kelimpahan
diartikan sebagai jumlah individu plankton per satuan volume (Odum, 1971).
Perairan dikatakan mempunyai kesuburan yang baik, apabila keragaman jenisnya
tinggi dan kelimpahan jenisnya rendah. Sebaliknya perairan dikatakan kurang subur,
apabila keragaman jenisnya rendah dan kelimpahannya tinggi. Keragaman jenis dan
kelimpahan plankton sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik dan kimia perairan.
2.3.8 Bentik
Benthos adalah Organisme yang hidup dipermukaan atau didalam substrat
perairan baik yang hidup pada batu, pasir, lumpur dan kerikil ataupun sampah yang
ada di suatu perairan. Benthos dapat digunakan sebagai pakan alami ikan di suatu
komunitas perairan menempati urutan ke dua dan ke tiga dalam rantai makanan
(Barus, 2003).
BAB IIIMATERI DAN METODE
3.1. Materi
3.1.1. Alat
Alat yang digunakan pada praktikum Kajian Ekosistem Telaga di Dieng
Untuk Budidaya adalah termometer, kertas pH, botol film, plankton net no.25, label,
konduktivitimeter, gelas ukur, labu erlenmeyer, eikman grap, lup, botol Neril,
mikroskop biokuler, objek glass, over glass,pinset, nampan, saringan, pipet tetes,
ember, alat tulis, dan buku identifikasi.
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum Kajian Ekosistem Telaga di Dieng
Untuk Budidaya adalah air dari Telaga di Dieng yang terkandung plankton dan
bentik, formalin 4% yang digunakan untuk mengawetkan spesimen sehingga dapat
dengan mudah diidentifikasi, aquades, MnSO4, KOH KI, H2SO4, Amilum, dan
NaSO4.
3.2. Metode
3.2.1. Pengukuran faktor fisika dan kimia
1. Temperatur
Pengukuran temperatur yaitu dengan mencelupkan sebagian dari
termometer kedalam air, dilakukan di tiga titik.
2. Potensial Hidrogen
Potensial Hidrogen dari telaga diukur dengan mencocokan warna kertas
pH meter yang telah dicelupkan kedalam air.
3. Oksigen Terlarut (DO)
Sampel air diambil dengan menenggelamkan botol neril secara hati-hati
kedalam perairan agar tidak ada gelembung udara yang terbawa masuk.
Ditambahkan larutan 1 ml MnSO4 dan larutan 1 ml KOH-KI. Lalu botol
dikocok dengan membolak-balikkan botol sampai terbentuk endapan
berwarna coklat. Ditambahkan 1 ml H2SO4 dan dikocok sampai endapan
larut dan berwarna kuning. Larutan diambil sebanyak 100 ml dan
dimasukkan kedalam tabung Erlenmeyer kemudian ditambahkan
indikator amilum sebanyak 10 tetes. Larutan dititrasi dengan Na2S2O3
0.025 N. Kemudian titrasi dihentikan saat larutan berubah menjadi jernih.
4. Kondutivitas dan Salinitas
Pengukuran konduktivitas sama dengan salinitas yaitu dengan
menyelupkan alat yang digunakan kedalam air. Sedangkan, pengukuran
kadar salinitas yaitu dengan mencelupkan salinitimeter kedalaman air
pada telaga.
5. Letak Geografis
Letak geografis didiskripsikan dengan melihat kondisi sekitar. Letak
berdasarkan lintang, bujur, dan kemiringan ditentukan dengan
menggunakan GPS.
6. Plankton
Pengambilan sampel plankton dilakukan dengan menggunakan plankton
net no.25, perlakuan yang diberikan pada plankton net berupa
memasukkan air sebanyak 20 kali ember, dengan bobot ember 10 liter
dan menggunakan botol film sebagai wadah untuk menampung plankton
yang masuk kedalam plankton net tersebut.
7. Pengambilan sampel makrobentos dilakukan dengan menggunakan
eikman grab. Penggunaan tersebut yaitu menahan kedua luasan bukaan
dengan tali, lalu masukan kedalam perairan telaga hingga mencapai dasar
dan menutup luasan dengan menarik bandul secara tegak lurus.
3.3. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 5 – 6 November 2009, di Telaga
Warna dan Telaga Pengilon, Dieng.
3.4. Analisi Data
3.4.1. Oksigen Terlarut
Keterangan :
DO = Kelarutan Oksigen
p = Oksigen yang diambil
q = Konstanta ( 0,025 )
3.4.2. Indeks keragaman Shannon-Wienner
Keterangan :
H’ = Keragaman
ni = Jumlah spesies
N = Jumlah total spesies
3.4.3. Kelimpahan Makroinvertebrata Bentik
Kelimpahan =
Keterangan :
∑ ni = Jumlah spesies
A = Luas penampang Eikman Grap = 8 m2
s = Jumlah pengambilan transek = 3
3.4.4. Kelimpahan Plankton
Kelimpahan = N x F
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Faktor Fisik Kimia di Telaga Warna
Parameter Waktu18:00 21:00 24:00:00 3:00 5:00
Ketinggian Tempat (mDPAL)
2070 2070 2070 2070 2070
Letak lintang (º) 7-12-917 7-12-919 7-12-917 7-12-919 7-12-893
Letak bujur (º) 109-54-819 109-54-819 109-54-819 109-54-819 109-54-831
Temperatur (ºC) 20.2 19 18 16 17
Salinitas (ppt) 1.1 1 1.1 1.1 1.1
Potensial Hidrogen 2 2 2 3 2
Konduktifitas (µmhos/cm)
2219 1668 2074 2160 2201
Oksigen terlarut (ppm)
tt Tt Tt Tt Tt
Tabel 2. Faktor Fisik Kimia di Telaga Pengilon
Parameter Waktu18:00 21:00 24:00:00 3:00 5:00
Ketinggian Tempat (mDPAL)
2070 2070 2070 2070 2070
Letak lintang (º) 7-12-917 7-12-919 7-12-919 7-12-919 7-12-919
Letak bujur (º) 109-54-819 109-54-819 109-54-819 109-54-819 109-54-819
Temperatur (ºC) 22 22 21.4 21.4 21.2
Salinitas (ppt) 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
Potensial Hidrogen 8 8 7 7 8
Konduktifitas (µmhos/cm)
169.4 161.1 169.8 169.1 167.5
Oksigen terlarut (ppm)
9.4 9.6 10 8.6 9
Tabel 3. Hasil perhitungan keragaman dan kelimpahan Plankton
Nilai Telaga warna Telaga pengilon
Keragaman 1,098612 10,9927Kelimpahan 72,06 2810,34
4.2 Pembahasan
4.2.1 Temperatur
Berdasarkan hasil pengukuran suhu di Telaga Dieng didapat:
Gambar 1. Grafik temperatur di Telaga Pengilon dan Telaga Warna.
Hasil pengukuran temperatur air di Telaga warna adalah 20,2⁰C pada pukul
06.00 PM, 19⁰C pada pukul 09.00 PM, 18⁰C pada pukul 11.30 PM, 16⁰C pada pukul
03.00 AM, 17⁰C pada pukul 05.00 AM dan di Telaga Pengilon adalah 22⁰C pada
pukul 06.00 PM, 22⁰C pada pukul 09.00 PM, 21,4⁰C pada pukul 11.30 PM, 21,4⁰C
pada pukul 03.00 AM, 21,2⁰C pada pukul 05.00 AM. Peningkatan dan penurunan
temperatur air yang melampaui batas toleransi dapat menyebabkan kematian pada
biota akuatik. Menurut Nastiti et al. (2003), kriteria baku mutu temperatur air yang
mendukung untuk kelangsungan hidup biota akuatik yaitu berkisar antara 20 - 320C.
Berdasarkan kriteria temperatur hidup biota akuatik, temperatur di Telaga Pengilon
mendukung untuk budidaya ikan, sedangkan di telaga warna kurang mendukung.
4.2.2 Potensial hidrogen (pH)
Gambar 2. Grafik pH di Telaga Pengilon dan Telaga Warna.
Hasil dari pengukuran pH di Telaga Warna adalah 2, 2, 2, 3, 2 dan di Telaga
Pengilon adalah 8, 8, 7, 7, 8. Hal ini menunjukan bahwa perairan di telaga warna pH-
nya bersifat sangat asam dan di Telaga Pengilon pH-nya netral dan basa lemah.
Menurut PP No. 82 (2001), kisaran nilai pH air yang ideal bagi habitat biota akuatik
adalah 6 - 9. Berdasarkan kriteria tersebut perairan di Telaga Pengilon mendukung
untuk budidaya ikan dan Telaga Warna tidak mendukung.
4.2.3 Oksigen terlarut
Gambar 3. Grafik O2 terlarut di Telaga Pengilon.
Hasil pengukuran Oksigen terlarut di Telaga Pengilon adalah 9,4 ppm, 9,6
ppm, 10 ppm, 8,6 ppm, 9 ppm dan di Telaga Warna tidak tereduksi. Kandungan O2
terlarut yang rendah dalam perairan dapat mengakibatkan stres fisiologik pada biota
perairan, sehingga meningkatkan aktivitas respirasi, sedangkan kandungan O2
terlarut yang tinggi dalam perairan dapat mengakibatkan ion - ion logam bebas yang
terlarut dalam air akan lebih banyak terbentuk (Connel & Miller, 1995). Menurut PP
No. 82 (2001), kandungan oksigen terlarut yang ideal bagi habitat biota akuatik
adalah > 3 mg/L. Berdasarkan kriteria tersebut bahwa kandungan O2 di Telaga
Pengilon mendukung untuk habitat pakan ikan (plankton) dan ikan.
4.2.4 Konduktivitas
Gambar 4. Grafik Konduktivitas di Telaga Pengilon dan Telaga Warna.
Konduktivitas adalah jumlah total ion yang terlarut dalam air. Hasil
pengukuran konduktivitas di Telaga warna sebesar 2219 pada pukul 06.00
PM, 1668 pada pukul 09.00 PM, 2074 pada pukul 11.30 PM, 2160
pada pukul 03.00 AM, 2201 pada pukul 05.00 AM dan di Telaga
Pengilon sebesar 169,4 pada pukul 06.00 PM, 161,1 pada pukul
09.00 PM, 169,8 pada pukul 11.30 PM, 169,1 pada pukul 03.00 AM,
167,5 pada pukul 05.00 AM. Konduktivitas dibawah 400 kelimpahan
spesiesnya tinggi, sedangkan diatas 400 rendah, berdasarkan data diatas
dapat disimpulkan bahwa di Telaga Pengilon kelimpahan spesiesnya tinggi dan
konduktivitas perairannya mendukung untuk budidaya ikan, sedangkan Telaga
Warna rendah.
4.2.5 Plankton
Hasil perhitungan keragaman dan kelimpahan di Telaga Warna sebesar
1,098612 dan 72,06 sedangkan di Telaga Pengilon keragaman dan kelimpahannya
sebesar 10,9927 dan 2810,34. Keragaman dan kelimpahan plankton terbesar terdapat
pada Telaga Warna, hal ini disebabkan kondisi lingkungan yang bagus seperti
misalnya temperatur untuk habitat dari plankton (pakan ikan alami). Menurut Nastiti
et al. (2003), kriteria baku mutu temperatur air yang mendukung untuk kelangsungan
hidup biota akuatik yaitu berkisar antara 20 - 320C.
4.2.6 Letak Geografis
Dilihat dari hasil pengukuran lintang selatan dan bujur timur Telaga Warna
dan Telaga Pengilon hampir sama dan tidak jauh berbeda pada setiap jam yang sudah
ditentukan pada praktikum. Kemiringan tempat (elevasi) mempengaruhi jenis
budidaya dari masing-masing ketinggian tempat. Pada hasil yang didapat pada pukul
21.00 bahwa pada Telaga Warna memiliki kemiringan tempat sebesar 2070 dpl dan
Telaga Pengilon sebesar 2070 dpl. Ketinggian tempat yang cocok untuk
pembudidayaan ikan adalah minimal 500 dpl (Allan, 1995). Berdasarkan kriteria
tersebut dapat disimpulkan bahwa letak geografis yang dimiliki sangat cocok untuk
untuk di budidayakan.
4.2.7 Salinitas
Hasil pengukuran salinitas di Telaga Warna sebesar 1,1 ppt pada pukul 06.00
PM, 1 ppt pada pukul 09.00, 1,1 ppt pada pukul 11.30 PM, 1,1 ppt pada pukul 03.00
AM, 1,1 ppt pada pukul 05.00 AM dan di Telaga Pengilon dari pukul 06.00 PM-
05.00 AM sebesar 0,1 ppt. Untuk ikan air tawar standar baku salinitasnya berbeda-
beda, jadi salinitas disini tidak begitu berpengaruh untuk pembudidayaan ikan.
V. KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahsan dapat disimpulkan bahwa:
1. Telaga warna tidak cocok untuk budidaya karena dari hasil yang diperoleh
dari praktikum pengukuran faktor fisika kimia yang disesuaikan dengan
referensi tidak sesuai untuk pembudidayaan ikan. Temperatur yang terlalu
rendah, pH yang terlalu asam, tidak adanya oksigen terlarut, nilai
konduktifitas yang terlalu tinggi, keragaman dan kelimpahan
makroinvertebrata yang tidak terlalu besar, serta salinitas yang sangat lemah.
2. Telaga Pengilon layak untuk budidaya karena dari hasil yang diperoleh dari
praktikum pengukuran faktor fisika kimia yang disesuaikan dengan referensi
sesuai untuk daerah sebagai pembudidayaan ikan. Temperatur yang sesuai
untuk organisme air (ikan) hidup, pH yang netral, terdapatnya oksigen
terlarut, nilai konduktifita yang rendah sehingga memungkinkan ikan untuk
hidap, keragaman dan kelimpahan makroinvertebrata yang besar, tetapi
salinitas rendah.
5.2 Saran
Sebaiknya tempat praktikum ekologi perairan diganti karena suhu tempat
praktikum terlalu ekstrim untuk praktikan.
DAFTAR PUSTAKA
Allan, JD. 1995. Stream Ecology: Structure and Function of Running Waters. London: Chapman and Hall
Bambang Utoyo dalam http://id.wikipedia.org/wiki/telaga.
Barus, 2003. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia, Jakarta. 459 hal.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan. Kanisius, Yogyakarta.
Ewuise,y.j.1990. Pengantar Ekologi Tropika.Bandung: ITB.
Hawkes, H.A. 1979. Invertebrates indicators of river water Quality. In James, A. And L. Evison, Ed. Biologycal Indicators of Water Quality. John Wiley and sons, Toronto.
Irwan, zoer’aini. 1992. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem Komunitas dan Lingkungan. Bandung : Bumi Aksara.
Nastiti, A. S, Krismono & A. S. Samita. 2003. Penilaian Ulang Lima Lokasi Suaka Perikanan di Danau Toba Berdasarkan Kualitas Air dan Parameter Perikanan Lainnya. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Edisi Sumberdaya dan Penangkapan, Vol 9, No. 3: 1-11.
Odum, E. P. 1971. Fundamental of Ecology. WB. Sounder. Co. Philadelphia
Peraturan Pemerintah No. 82. 2001. Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran. Sekretariat Negara Republik Indonesia, Jakarta.
Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengolahan Air Limbah. UI-Press, Jakarta.
Syawal, M. S. dan Yustiawati. 2003. Kajian Pencemaran Merkuri Akibat Pengelolaan Bijih Emas di Sungai Cikaniki sub DAS Cisadane. Jurnal Limnologi. Bogor.
Welch, P. S. 1952. Limnology. Mc Graw-Hil Book Company. New York, Toronto.
LAMPIRAN
Telaga Warna
Keragaman plankton
SpesiesJumlah Pi lnpi pi.lnpi H'
Hymenomonas roseola stein 1 0,333333333-
1,09861 -0,36620,36620
4
Euphausia superba 1 0,333333-
1,09861 -0,36620,36620
4
Lemnadia lenticularis 1 0,333333-
1,09861 -0,36620,36620
4
Total 3 0,999999333-
3,29584-
1,098611,09861
2Indeks dominansi : X = ∑ni/AxS = 3/0.9X3=1.1Kelimpahan = F x N
= 24,02 x 3= 72,06
Telaga Pengilon
No GeneraUlangan
N Kelimpahan1 2 3
1 Lumunites sp 2 10 3 15 / 3 = 5 1452 Labidocera couba - 2 5 7 / 3 = 2,33 683 Euphausia superba - 1 - 1/ 3 = 0,33 104 Diatoma vulgame 3 - 2 5 / 3 = 1,667 495 Sohroederia setigera Demm 10 3 3 16 / 3 = 5,33 1556 Synura uvella Ehrbg 1 - - 1 / 3 = 0,33 107 C. Fimbriatus 2 - - 2 / 3 = 0,667 198 Nitzschia vermicularis 3 - 1 4 / 3 = 1,33 399 Helosira salina 2 2 - 4 / 3 = 1,33 3910 Bacillaria paradoxa - - 3 3 / 3 =1 2911 Lucifer intermedius - 1 - 1 / 3 = 0,33 1012 Synopia ultramarina 2 2 6 10 / 3 = 3,33 9713 Pyrrocypris nataus 1 3 - 4 / 3 = 1,33 3914 Cyclotella operculata - 2 - 2 / 3 = 0,667 1915 Eucalanus suberassus - - 1 1 / 3 = 0,33 1016 Dudorina wallichii Turner 1 - - 1 / 3 = 0,33 1017 90N. Curvula - 1 - 1 / 3 = 0,33 10
18 Bosmina longilostris - 1 - 1 / 3 = 0,33 1019 Selenastrum sp - 1 - 1 / 3 = 0,33 1020 Candona candida - 1 - 1 / 3 = 0,33 1021 Characium longicens Hab - - 3 3 / 3 =1 2922 Nitzschia closterium 2 2 2 6 / 3 =2 5823 Amphiphora ornats - 1 - 1 / 3 = 0,33 1024 Cyclops fuscus 1 - - 1 / 3 = 0,33 1025 Pseudeuphausia latilerons 1 - - 1 / 3 = 0,33 1026 Pterodina patina - - 1 1 / 3 = 0,33 1027 Planktoniella sol 1 - 1 2 / 3 = 0,667 1928 Euchaeta concinna 2 2 - 4 / 3 = 1,33 3929 Giganto cypris - 1 - 1 / 3 = 0,33 1030 Pleurotaenium ucidulatum - 1 - 1 / 3 = 0,33 1031 Cypris stadium - - 1 1 / 3 = 0,33 1032 Selenastrum sp - 2 - 2 / 3 = 0,667 1933 Syndera acus - 1 - 1 / 3 = 0,33 1034 Globigerina bulloides 1 - - 1 / 3 = 0,33 1035 Alona rectangula 1 - - 1 / 3 = 0,33 1036 Canthocamptus 1 - - 1 / 3 = 0,33 1037 Chlooramoeba hateromorpha - - 1 1 / 3 = 0,33 1038 Arcella sp - 1 - 1 / 3 = 0,33 1039 Tetramastrix apoliensis - 1 - 1 / 3 = 0,33 1040 Cystodinium - 1 - 1 / 3 = 0,33 1041 Sunotia ehrenbergii 1 - - 1 / 3 = 0,33 1042 Diaphanosoma brachyura - - 1 1 / 3 = 0,33 1043 Asterionella formosa 1 - - 1 / 3 = 0,33 1044 Hemisinella parve - - 1 1 / 3 = 0,33 10
F = Q1 x V1 X 1 x 1Q2 V2 P W
= 324 mm2 x 25 x 1 x 11,11279 0,05 30 200
= 24,02Kelimpahan = F x N
= 24,02 x 117= 2810,34
H’ =
= [ ( 145 ln 145 ) + ( 68 ln 68 ) + ( 49 ln 49 ) + ( 155 ln 155 ) + ( 97 ln 97 ) +
117 117 117 117 117 117 117 117 117 117
( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) +
117 117 117 117 117 117 117 117 117 117 117 117
- ∑ ni ln niN N
( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) +
117 117 117 117 117 117 117 117 117 117 117 117
(10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) +
117 117 117 117 117 117 117 117 117 117 117 117
( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) +
117 117 117 117 117 117 117 117 117 117 117 117
( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) + ( 29 ln 29 ) + ( 58 ln 58 ) +
117 117 117 117 117 117 117 117 117 117 117 117
( 39 ln 39 ) + ( 19 ln 19 ) + ( 19 ln 19 ) + ( 19 ln 19 ) + ( 19 ln 19 ) ] 117 117 117 117 117 117 117 117 117 117
= - [( 0,2143 ) + ( - 0,3154 ) + ( - 0,3645 ) + ( 0,3725 ) + ( - 0,1554 ) + ( - 5,8856 ) +
(- 0,6916 ) + (- 0,3478 ) + (- 1,4648 ) + (- 1,1808 )]
= 10,9927
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGANEKOLOGI PERAIRAN
KAJIAN EKOSISTEM TELAGA DI DIENG UNTUK BUDIDAYA
Oleh:
Taufik Furqan H1K008017
JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNIKUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2009
LAPORAN PRAKTIKUMEKOLOGI PERAIRAN
KAJIAN EKOSISTEM TELAGA WARNA DANTELAGA PENGILON DI DIENG UNTUK BUDIDAYA
Oleh
Nama : Taufik FurqanNIM : H1K008017TTL : Jakarta, 13 April 1990Alamat : Citayam-Bogor, Jawa Barat
Laporan ini Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian ResponsiPraktikum Ekologi Perairan Di Jurusan Perikanan dan Kelautan
Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Jenderal SoedirmanPurwokerto
Menerima dan disyahkan
Pada tanggal Desember 2009
Penulis Assisten
Taufik Furqan Teguh Eko Wahyono
DAFTAR ISI
halamanLembar Pengesahan ……………………………………………………………Daftar isi ……………………………………………………………………BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………
1.1 Latar Belakang ……………………………………………1.2 Tujuan ……………………………………………
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………BAB III. MATERI DAN METODE ……………………………………BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………BAB V. KESIMPULAN ……………………………………………DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………LAMPIRAN ……………………………………………………………