Kajian Ekonomi Regional Jawa Tengah - Bank Indonesia · 2014-05-20 · Segala puji dan syukur...
Transcript of Kajian Ekonomi Regional Jawa Tengah - Bank Indonesia · 2014-05-20 · Segala puji dan syukur...
Kajian Ekonomi
Regional Jawa Tengah
Triwulan I 2014
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah V (Jateng-DIY)Jl. Imam Bardjo SH No.4 SemarangTelp. (024) 8310246, Fax. (024) 8417791http://www.bi.go.id
KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH
Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Tengah dipublikasikan secara triwulanan oleh Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Wilayah V, untuk menganalisis perkembangan ekonomi Jawa Tengah secara komprehensif. Isi
kajian dalam buku ini mencakup perkembangan ekonomi makro, inflasi, moneter, perbankan, sistem
pembayaran, keuangan daerah, dan prospek ekonomi Jawa Tengah. Penerbitan buku ini bertujuan untuk: (1)
melaporkan kondisi perkembangan ekonomi dan keuangan di Jawa Tengah kepada Kantor Pusat Bank Indonesia
sebagai masukan pengambilan kebijakan, dan (2) menyampaikan informasi kepada external stakeholders di
daerah mengenai perkembangan ekonomi dan keuangan terkini.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah V (Jateng-DIY)
Sutikno : Kepala Kantor Perwakilan
Marlison Hakim : Kepala Grup Sistem Pembayaran dan Manajemen Intern
Putra Nusantara S. : Kepala Divisi Akses Keuangan, UMKM, dan Komunitas
Eko Purwanto : Kepala Divisi Sistem Pembayaran
Salinan buku ini dapat diunduh dari laman Bank Indonesia dengan alamat
http://www.bi.go.id
TRIWULAN I TAHUN 2014
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya ”Kajian Ekonomi
Regional Provinsi Jawa Tengah Triwulan I 2014” dapat dipublikasikan. Buku ini menyajikan berbagai informasi
mengenai perkembangan beberapa indikator perekonomian daerah khususnya bidang moneter, perbankan, sistem
pembayaran, dan keuangan daerah, yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank Indonesia
juga sebagai bahan informasi bagi pihak eksternal.
Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan data dan informasi
yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami, hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus
berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai
pihak guna lebih meningkatkan kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi
pihak-pihak yang berkepentingan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya serta kemudahan kepada kita
semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan
pengembangan ekonomi nasional pada umumnya.
KATA PENGANTAR
i
Semarang, Mei 2014KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH V
Ttd
SutiknoDirektur Eksekutif
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Grafik
Daftar Suplemen
Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Jawa Tengah
Ringkasan Umum
1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Umum
1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
2. Perkembangan Inflasi Jawa Tengah
2.1. Inflasi Secara Umum
2.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok
2.2.1. Kelompok Bahan Makanan
2.2.2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau
2.2.3. Kelompok Transpor Komunikasi dan Jasa Keuangan
2.2.4. Kelompok Lainnya
2.3. Disagregasi Inflasi
2.3.1. Kelompok Volatile foods
2.3.2. Kelompok Administered Prices
2.3.3. Kelompok Inti
2.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah
3. Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran
3.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah
3.2. Perkembangan Bank Umum
3.2.1 Perkembangan Jaringan Kantor Bank
3.2.2 Perkembangan Penghimpunan DPK
3.2.3. Penyaluran Kredit/Pembiayaan
3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum
I
iii
v
vii
xi
xiii
1
5
5
5
11
19
19
21
21
23
23
23
24
24
25
25
28
31
31
32
32
32
33
34
35
DAFTAR ISI
daftar isi III
3.3. Perkembangan Perbankan Syariah
3.4. Perkembangan Kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS)
3.5. Perkembangan Perkasan
4. Perkembangan Keuangan Daerah
5. Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah
5.1. Ketenagakerjaan
5.2. Pengangguran
5.3. Nilai Tukar Petani
5.4. Tingkat Kemiskinan
5.5. Indikator Pemerataan Pendapatan
6. Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
6.1. Pertumbuhan Ekonomi
6.2. Inflasi
36
37
38
41
45
45
46
47
48
49
51
51
54
daftar isiiv
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000 menurut Penggunaan
Tahun 2012 –2014 (%)
Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (qtq) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000 menurut Penggunaan
Tahun 2012 – 2014 (%)
Tabel 1.3. Laju Pertumbuhan Tahunan Sektoral PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000 (%)
Tabel 1.4. Laju Pertumbuhan Triwulanan Sektoral PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000 (%)
Tabel 2.1. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Triwulanan di Jawa Tengah
Tabel 2.2. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok
Tabel 2.3 Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw I - Kelompok Bahan Makanan
Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Jawa Tengah
Tabel 3.2. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah
Tabel 3.3. Perputaran Cek dan Bilyet Giro Kosong Provinsi Jawa Tengah
Tabel 4.1. Realisasi APBD Jawa Tengah Triwulan I-2014
Tabel 5.1. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama,
Februari 2013 – Februari 2014 (juta orang)
Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan,
Februari 2013 – Februari 2014 (juta orang)
Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan,Februari 2013–Februari 2014 (jt org)
Tabel 5.4. Garis Kemiskinan, Jumlah Menurut Daerah, 2010-September 2013 (Rupiah)
Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000 menurut Penggunaan
dan Proyeksi Triwulan II 2014 (%)
Tabel 6.2. Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Ekspor Jawa Tengah (%)
5
6
11
11
21
21
22
32
36
37
41
45
46
46
49
52
53
DAFTAR TABEL
daftar tabel v
Grafik 1.1. Perkembangan Indeks Ketepatan Waktu Pembelian (Konsumsi) Barang Tahan Lama
Grafik 1.2. Perkembangan Penjualan Listrik Segmen Rumah Tangga di Jawa Tengah
Grafik 1.3. Pertumbuhan Tahunan Kredit Konsumsi Vs Konsumsi PDRB Tahunan di Jawa Tengah
Grafik 1.4. Survei Tendensi Konsumen
Grafik 1.5. Pertumbuhan Tahunan Impor Konsumsi Vs Konsumsi PDRB Tahunan di Jawa Tengah
Grafik 1.6. Pertumbuhan Giro Pemerintah Vs Konsumsi Pemerintah di Jawa Tengah
Grafik 1.7. Perkembangan Penyaluran Kredit Investasi di Jawa Tengah
Grafik 1.8. Perkembangan Pertumbuhan Impor Barang Modal Vs PMTDB
Grafik 1.9. Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asing di Jawa Tengah
Grafik 1.10. Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri di Jawa Tengah
Grafik 1.11. Perkembangan Nilai Ekspor Luar Negeri Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.12. Perkembangan Volume Ekspor Luar Negeri Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.13. Perkembangan Ekspor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Tujuan
Grafik 1.14. Pangsa Ekspor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Tujuan Triwulan I 2014
Grafik 1.15. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.16. Perkembangan Volume Impor Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.17. Pangsa Negara Asal Impor Jawa Tengah
Grafik 1.18. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal
Grafik 1.19. Sumber Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur PDRB Sektoral Provinsi Jawa Tengah Triwulan I
Tahun 2014 (%)
Grafik 1.20. Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di Jawa Tengah
Grafik 1.21. Perkembangan Produksi Padi di Jawa Tengah
Grafik 1.22. Perkembangan Industri Besar Jawa Tengah
Grafik 1.23. Perkembangan Industri Kecil Jawa Tengah
Grafik 1.24. Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen Bisnis di Jawa Tengah
Grafik 1.25. Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen Industri di Jawa Tengah
Grafik 1.26. Perkembangan Impor Nonmigas Bahan Baku di Jawa Tengah
Grafik 1.27. Perkembangan Impor Nonmigas Barang Modal di Jawa Tengah
Grafik 1.28. Perkembangan Konsumsi Semen di Jawa Tengah
Grafik 1.29. Perkembangan Penyaluran Kredit Konstruksi dan Perumahan di Jawa Tengah
Grafik 1.30. Perkembangan Penjualan Listrik di Jawa Tengah
6
6
7
7
7
7
8
8
8
8
9
9
9
9
10
10
10
10
11
12
12
12
12
13
13
13
13
13
13
14
DAFTAR GRAFIK
daftar grafik vii
Grafik 1.31. Perkembangan Jumlah Pelanggan Listrik di Jawa Tengah
Grafik 1.32. Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 1.33. Perkembangan Keyakinan Konsumen dan Pedagang Eceran
Grafik 1.34. Perkembangan Jumlah Wisatawan Mancanegara di Jawa Tengah
Grafik 1.35. Perkembangan Tingkat Penghunian Kamar Hotel di Jawa Tengah
Grafik 2.1. Perbandingan Inflasi Bulanan Tahun Kalender 2010-2014
Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Tahunan Jawa Tengah dan Nasional
Grafik 2.3. Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa Tengah
Grafik 2.4. Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 2.5. Disagregasi Inflasi Tahunan
Grafik 2.6. Disagregasi Inflasi Bulanan
Grafik 2.7 Perkembangan Harga Komoditas Internasional dan Emas.
Grafik 2.8. Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan Harga
Grafik 2.9. Indeks Ekspektasi Harga Pedagang Eceran
Grafik 2.10. Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 2.11. Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per Kelompok
Grafik 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan Jawa Tengah
Grafik 3.2. Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan Jawa Tengah
Grafik 3.3. Perkembangan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.4. Komposisi DPK Perbankan Umum Triwulan I 2014 di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.5. Perkembangan Kredit Sektor Utama Bank Umum Provinsi Jawa Tengah (Rp Triliun)
Grafik 3.6. Pertumbuhan Kredit Perbankan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.7. Komposisi Kredit Perbankan Triwulan I 2014 di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.8. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum Simpanan Jawa Tengah
Grafik 3.9. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum Pinjaman Jawa Tengah
Grafik 3.10. Perkembangan Suku Bunga Sektor Utama Jawa Tengah
Grafik 3.11. Perkembangan Kredit kepada UMKM
Grafik 3.12. NPL Kredit UMKM
Grafik 3.13. Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasar Penggunaan
Grafik 3.14. NPL Kredit UMKM Berdasar Penggunaan
Grafik 3.15. Perkembangan Perputaran Kliring di Jawa Tengah
14
14
14
15
15
19
20
20
20
26
26
26
27
27
28
28
31
31
33
33
33
34
34
34
34
35
37
37
37
37
37
DAFTAR GRAFIK
DAFTAR GRAFIK
daftar grafikviii
Grafik 3.16. Perkembangan Nilai RTGS Jawa Tengah
Grafik 3.17. Perkembangan Volume RTGS Jawa Tengah
Grafik 3.18. Perkembangan Kegiatan Perkasan di Jawa Tengah 2012-2014
Grafik 3.19. Perkembangan Penarikan Uang Lusuh
Grafik 4.1. Pangsa Belanja Langsung dan Tidak Langsung
Grafik 4.2. Proporsi Realisasi Belanja Tidak Langsung Triwulan I 2014
Grafik 4.3. Proporsi Realisasi Belanja Langsung Tw I-2014
Grafik 4.4. Porsi Belanja Modal pada APBD
Grafik 4.5. Proporsi Realisasi Pendapatan
Grafik 5.1. Indeks Hasil Survei Konsumen Mengenai Kondisi Saat Ini Triwulan I 2014
Grafik 5.2. Indeks Harga yang Diterima, Indeks Harga yang Dibayar dan Nilai Tukar Petani
Grafik 5.3. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun 2010-2013 (ribuan orang)
Grafik 5.4. PDRB Per Kapita
Grafik 5.5. Indeks Gini Ratio
Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
Grafik 6.2. Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha dan Situasi Bisnis Perusahaan
Grafik 6.3. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Mendatang
Grafik 6.4. Perkembangan Ekspektasi Konsumen Mendatang
Grafik 6.5. Proyeksi Inflasi Tahunan Jawa Tengah
Grafik 6.6. Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Konsumen
38
38
39
39
41
42
42
42
42
46
47
48
49
50
52
52
53
53
56
56
DAFTAR GRAFIK
DAFTAR GRAFIK
daftar grafik ix
Suplemen 1. Daya Saing Industri Jawa Tengah, ditengah Pergerakan Nilai Tukar
Suplemen 2. Dampak Banjir di Jawa Tengah
Suplemen 3. Dampak El Nino dan Potensi Produksi Pangan di Jawa Tengah
16
29
57
DAFTAR SUPLEMEN
daftar suplemen xi
A. PDRB & Inflasi
Ekonomi Makro Regional *)
Produk Domestik Regional Bruto (%,yoy)
- Pertanian
- Pertambangan & Penggalian
- Industri Pengolahan
- Listrik, Gas % Air Bersih
- Bangunan
- Perdagangan
- Pengangkutan Dan Komunikasi
- Keuangan, Persewaan & Jasa Usaha
- Jasa - Jasa
Berdasarkan Permintaan
- Konsumsi Rumah Tangga
- Konsumsi Swasta Nirlaba
- Konsumsi Pemerintah
- Investasi
- Eksport
- Import
- Nilai Eksport Non Migas (USD Juta)
- Volume Eksport Non Migas (Ribu Ton)
- Nilai Eksport Non Migas (usd Juta)
- Volume Eksport Non Migas (ribu Ton)
Indeks Harga Konsumen
Provinsi Jawa Tengah
Kota Purwokerto
Kota Surakarta
Kota Semarang
Kota Tegal
INDIKATOR 2012
2012 2013
II III IV I II
Eksport
Import
Kota Kudus
Kota Cilacap
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
Provinsi Jawa Tengah
Kota Purwokerto
Kota Surakarta
Kota Semarang
Kota Tegal
Kota Kudus
Kota Cilacap
III
6.6
1.8
7.7
5.8
5.2
7.6
9.4
8.2
9.7
9.3
4.7
7.9
6.6
6.2
2.3
4.8
1,266
819
1,379
989
129.34
130.43
122.91
131.05
132.12
4.59
4.24
4.40
4.85
3.75
6.0
3.9
8.7
5.6
5.5
7.9
7.8
7.2
10.4
3.4
4.5
6.0
0.1
9.3
10.2
2.8
1,231
500
1,139
746
131.46
132.88
123.44
133.67
134.36
4.49
4.70
3.19
5.09
3.49
6.3
9.3
4.5
3.5
8.5
5.4
7.7
7.6
9.5
7.4
5.0
1.7
-0.4
11.0
8.3
7.9
1,395
679
1,458
1,034
132.13
134.07
124.45
134.29
134.26
4.24
4.73
2.87
4.85
3.09
6.3
3.7
7.4
5.5
6.4
7.0
8.2
7.9
9.4
7.3
5.0
6.2
4.7
8.4
9.5
8.5
5,209
3,190
5,179
3,767
132.13
134.07
124.45
134.29
134.26
4.24
4.73
2.87
4.85
3.09
5.6
0.9
5.2
4.7
9.8
6.1
9.2
7.9
9.9
6.2
5.0
7.1
2.2
5.4
3.7
1.7
1,344
846
1,153
887
135.89
137.39
129.23
138.14
135.76
6.24
6.23
6.20
6.66
4.01
6.2
2.4
5.7
6.5
6.8
6.9
8.3
7.5
9.7
4.7
5.1
7.9
3.8
7.8
8.9
7.4
1,470
838
1,468
1,128
136.38
139.26
129.56
138.48
136.33
5.44
6.77
5.41
5.67
3.19
5.9
3.5
5.5
5.0
9.4
6.9
6.9
8.1
11.3
6.8
5.3
5.9
7.6
8.5
10.5
18.5
1,350
710
1,378
1,037
141.61
143.72
133.41
144.22
142.14
7.72
8.16
8.08
7.89
5.79
5.6
2.0
9.0
7.3
7.7
7.9
5.6
2.9
11.3
2.1
5.0
6.7
8.1
9.5
11.2
10.0
1,494
751
1,555
992
142.68
145.46
134.81
145.29
142.05
7.98
8.50
8.32
8.19
5.80
5.8
2.2
6.3
5.9
8.4
7.0
7.5
6.5
10.6
4.9
5.1
6.9
5.6
7.9
8.6
9.3
5,658
3,144
5,554
4,045
142.68
145.46
134.81
145.29
142.05
7.98
8.50
8.32
8.19
5.80
IV2013
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Berdasarkan Sektor
2014
I
5.4
2.1
5.0
5.9
5.3
7.0
6.1
5.1
11.2
5.1
4.9
11.9
4.8
9.6
9.7
14.1
1,500
741
1,398
871
111.32
111.37
110.11
110.96
108.69
116.87
113.36
7.08
7.30
6.61
6.43
6.07
10.50
9.69
*Mulai tahun 2013, perhitungan IHK menggunakan SBH 2012
TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA TENGAH
TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA TENGAH xiii
TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA TENGAHxiv
INDIKATOR
Perbankan **)
Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun)
- Giro
- Tabungan
- Deposito
Kredit (Rp Triliun)
- Modal Kerja
- Konsumsi
- Investasi
Loan To Deposit Ratio (%)
NPL Gross (%)
Sistem Pembayaran
Transaksi RTGS (Rp Triliun)
- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)
- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)
Transaksi Kliring
- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)
- Rata-rata Harian Volume Transaksi (lembar)
B. Perbankan dan Sistem Pembayaran
*Data Perbankan merupakan data bank umum yang ada di Jawa Tengah (Lokasi Bank Pelapor)
2012 2012
2013
II III IV I II III IV2013
144.61
22.39
71.82
50.41
145.50
81.33
16.26
47.91
100.61
2.64
2,928
1,908
474
14,679
7.39
7.96
0.57
151.63
23.60
76.38
51.65
151.72
81.83
17.89
52.01
100.06
2.59
2,889
2,720
512
14,715
9.40
14.36
4.96
156.14
22.28
84.23
49.64
162.64
86.79
19.55
56.30
104.16
2.21
3,200
2,919
531
15,435
8.02
10.52
2.50
156.14
22.28
84.23
49.64
162.64
86.79
19.55
56.30
104.16
2.21
2,820
1,408
498
14,910
28.49
43.32
14.83
157.32
24.98
80.91
51.43
165.18
87.14
20.44
57.60
104.99
2.38
2,986
2,643
512
15,341
5.17
14.81
9.64
163.07
24.84
82.89
55.35
174.37
91.00
23.39
59.98
106.93
2.46
2,958
2,770
500
14,161
8.67
11.22
2.56
174.46
28.86
87.88
57.71
182.29
94.85
24.82
62.62
104.49
2.42
3,505
2,438
547
14,295
14.17
19.55
5.38
176.24
26.17
89.76
60.32
185.24
95.95
25.80
63.49
105.10
2.40
5,589
3,886
574
14,888
10.00
11.86
1.86
176.24
26.17
89.76
60.32
185.24
95.95
25.80
63.49
105.10
2.40
3,592
2,848
533
14,671
38.00
57.44
19.44
Transaksi Kas Titipan (Rp Triliun)
- Outflow
- Inflow
- Net Outflow
168.74
25.09
85.3
58.34
178.54
93.34
26.91
58.29
54.04
11.95
107.31
2.17
3,455
2,387
413
10590
6.27
15.47
9.20
Kredit UMKM (Rp Triliun)
-Modal Kerja
-Investasi
52.96
11.76
52.96
11.76
51.40
10.90
50.12
10.78
46.08
8.50
44.63
7.97
44.63
7.97
41.98
7.49
42.69
7.54
2014
I
RINGKASANUMUM
Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan I 2014 tumbuh melambat dibanding triwulan sebelumnya.
Ekonomi Jawa Tengah tumbuh melambat dari 5,6% (yoy) di triwulan IV 2013 menjadi 5,4% (yoy) pada triwulan I
2014. Namun, capaian ini masih lebih tinggi dibanding pertumbuhan Nasional 5,2% (yoy).
Faktor pendorong perlambatan ekonomi pada triwulan I 2014 adalah kegiatan ekspor dan konsumsi
yang tumbuh moderat, lebih lambat dibanding triwulan sebelumnya. Perlambatan konsumsi terutama pada
konsumsi pemerintah. Kegiatan konsumsi rumah tangga sedikit melambat sementara konsumsi lembaga non profit
meningkat sehingga konsumsi swasta tumbuh stabil dibanding triwulan sebelumnya. Sementara, investasi tumbuh
cukup mengesankan, baik dalam bentuk investasi bangunan maupun non bangunan. Kondisi tersebut mendorong
pertumbuhan ekonomi yang semakin berimbang. Kesinambungan konsumsi dapat dipenuhi dengan adanya
investasi. Kegiatan ekspor juga tumbuh melambat khususnya ekspor luar negeri.
Dari sisi sektoral, kinerja sektor industri pengolahan yang melambat menjadi sumber utama
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah tidak dapat tumbuh setinggi periode sebelumnya. Industri migas
memberikan tekanan perlambatan yang cukup besar pada periode laporan. Sementara itu, sektor utama ekonomi
Jawa Tengah lainnya, yaitu sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran masih dapat tumbuh baik,
meningkat dibanding triwulan sebelumnya.
Di sisi perkembangan harga, inflasi Jawa Tengah pada triwulan I 2014 menurun. Inflasi tahunan Jawa
Tengah pada triwulan I 2014 menurun dibanding triwulan sebelumnya yaitu dari 7,99% (yoy) menjadi 7,08% (yoy).
Pencapaian inflasi tersebut masih berada di bawah inflasi nasional yang sebesar 7,32% (yoy).
Penurunan inflasi di triwulan I 2014 dipengaruhi oleh koreksi harga yang terjadi pada beberapa
kelompok pangan, terutama komoditas hortikultura. Bencana banjir yang terjadi pada awal tahun berdampak
relatif minimal pada harga-harga. Hal ini tidak terlepas dari upaya pemerintah dalam memitigasi dampak banjir
melalui peran Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Namun demikian penguatan manajemen bencana perlu terus
dilakukan. Di sisi lain, kelompok administered prices cenderung meningkat. terkait kenaikan harga elpiji 12 kg pada
awal tahun 2014, dan pengenaan tarif surcharge angkutan udara. Sementara itu, peningkatan inflasi inti masih
relatif terbatas. Hal ini menggambarkan bahwa permintaan secara agregat mulai meningkat namun terindikasi
masih dapat direspons dengan baik oleh para pelaku usaha. Ekspektasi inflasi relatif masih dapat terjaga dan mampu
meredam lonjakan inflasi inti.
Industri perbankan di Jawa Tengah pada triwulan I 2014 masih tumbuh cukup baik. Dana pihak ketiga di
Jawa Tengah tumbuh meningkat sementara aset perbankan dan kredit yang disalurkan masih tumbuh cukup tinggi
meski melambat dibanding triwulan sebelumnya. Secara tahunan pada triwulan I 2014, total aset, dana pihak ketiga
(DPK), dan kredit masing-masing tumbuh 14,89% (yoy), 15,29% (yoy), dan 16,45% (yoy). Seiring dengan
pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan DPK maka menyebabkan Loan to Deposit Ratio (LDR) turut
meningkat pada triwulan laporan. Kualitas kredit yang disalurkan masih dapat dijaga jauh di bawah level indikatif
lima persen. Kinerja perbankan yang masih cukup baik tersebut memberikan nilai tambah pada pertumbuhan
ekonomi sektor keuangan, yang pada triwulan I 2014 mampu tumbuh 11,2% (yoy).
ringkasan umum 1
Melambatnya perekonomian Jawa Tengah triwulan I 2014 dibarengi dengan persentase realisasi belanja daerah
dan pendapatan triwulan I 2014 lebih rendah dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Sesuai
siklusnya, realisasi belanja daerah pada triwulan I masih terbatas. Realisasi belanja daerah pada APBD triwulan I 2014
tercatat sebesar 13,11% dari anggaran atau lebih rendah dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar
14,72%. Sejalan dengan ini persentase realisasi pendapatan daerah triwulan I 2014 juga tercatat lebih rendah
dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Kondisi kesejahteraan masyarakat membaik. Angka pengangguran pada Februari 2014 menunjukkan
penurunan. Secara tahunan maupun dibanding Agustus 2013, jumlah penduduk usia produktif yang menganggur
menurun. Masih meningkatnya pertumbuhan ekonomi daerah meski secara terbatas diduga sebagai indikasi masih
terserapnya angkatan kerja daerah. Hal ini sejalan dengan hasil Survei Konsumen yang menunjukkan ketersediaan
lapangan kerja dalam tren meningkat. Namun di sisi lain, kualitas penduduk yang bekerja belum mengalami
perbaikan. Penyerapan tenaga kerja sebagian besar masih didominasi oleh penduduk yang berpendidikan rendah
(SD ke bawah).
Ke depan, ekonomi Jawa Tengah diperkirakan meningkat pada triwulan II 2014 dibanding triwulan
sebelumnya. Perkembangan berbagai indikator ekonomi terakhir mengindikasikan ekonomi Jawa Tengah tumbuh
meningkat pada triwulan II 2014, sebesar 5,8% (yoy).
Masih kuatnya keyakinan konsumen dan ekspektasi pelaku usaha yang diindikasikan meningkat
menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi ke depan. Berdasar survei kegiatan dunia usaha pengusaha
memperkirakan kondisi situasi bisnis perusahaan dan kegiatan dunia usaha lebih baik dibanding triwulan
sebelumnya. Optimisme pelaku usaha juga didasari masih terjaganya kepercayaan konsumen dalam memandang
perekonomian di tahun 2014. Konsumsi diperkirakan naik pada triwulan II 2014, sementara investasi diperkirakan
tetap tumbuh tinggi meski tidak setinggi sebelumnya. Ekspor diperkirakan naik dibarengi dengan masih tingginya
impor, sejalan dengan tingginya ketergantungan bahan baku impor. Membaiknya perekonomian negara tujuan
utama ekspor menjadi penopang pertumbuhan ekspor. Secara sektoral perbaikan sektor industri pengolahan dan
naiknya kinerja sektor perdagangan, hotel, dan restoran diperkirakan menjadi pendorong perekonomian Jawa
Tengah triwulan II 2014.
Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada 2014 diperkirakan tetap tumbuh tinggi.
Ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2014 diperkirakan 5,8% - 6,3% (yoy), dengan kecenderungan bias ke bawah. Hal
ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan termoderasi di tahun 2014. Bank Indonesia
memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2014 pada kisaran 5,1 – 5,5%. Pertumbuhan
ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2014 yang masih diatas pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut ditopang oleh
masih kuatnya konsumsi dan investasi yang tumbuh meningkat. Sementara ekspor diperkirakan membaik yang
dibarengi dengan peningkatan impor yang lebih tajam.
ringkasan umum2
Dari sisi sektoral, perekonomian tahun 2014 didukung oleh membaiknya kinerja sektor perdagangan,
hotel, dan restoran sejalan dengan naiknya kinerja sektor industri pengolahan. Di sisi lain, sektor pertanian
tumbuh tidak setinggi tahun 2013 terkait produksi tanaman bahan makanan khususnya padi yang diperkirakan
tidak bisa setinggi tahun sebelumnya.
Di sisi perkembangan harga, inflasi tahunan Jawa Tengah di triwulan II 2014 diperkirakan meningkat
dibanding triwulan sebelumnya. Pada triwulan II tahun 2014, inflasi IHK Jawa Tengah diperkirakan sebesar 7,4%
(yoy). Sumber inflasi diperkirakan terkait pengaruh musiman diperkirakan mendorong inflasi lebih tinggi di triwulan
berikutnya. Adanya pengaruh libur sekolah dan tahun ajaran baru di bulan Juni dapat mendorong inflasi triwulanan.
Faktor musiman bulan Ramadhan di akhir Juni tahun ini juga menjadi sumber inflasi.
Untuk keseluruhan tahun 2014, inflasi diperkirakan akan menurun dibanding tahun sebelumnya. Dengan
mempertimbangkan sisi pasokan yang lebih baik, inflasi tahun 2014 diperkirakan dapat lebih rendah. Dengan
hilangnya pengaruh kenaikan harga BBM di tahun 2013, inflasi diperkirakan kembali ke pola normal. Inflasi Jawa
Tengah diperkirakan berada pada kisaran atas 4,5% - 5,5%
ringkasan umum 3
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO
REGIONAL
BABI
Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan I 2014 tumbuh melambat dibanding triwulan sebelumnya.
Ekonomi Jawa Tengah tumbuh melambat dari 5,6% (yoy) menjadi 5,4% (yoy) pada triwulan I 2014. Namun, capaian
ini masih lebih tinggi dibanding pertumbuhan Nasional 5,2% (yoy). Sementara secara triwulanan tumbuh 6,0%
(qtq) atau lebih rendah dibanding rata-rata lima tahun terakhir pertumbuhan triwulanan pada triwulan I sebesar
6,5%.
Faktor pendorong perlambatan ekonomi pada triwulan I 2014 adalah kegiatan ekspor dan konsumsi
yang tumbuh moderat, lebih lambat dibanding triwulan sebelumnya. Perlambatan konsumsi terutama pada
konsumsi pemerintah. Kegiatan konsumsi rumah tangga sedikit melambat sementara konsumsi lembaga non profit
meningkat sehingga konsumsi swasta tumbuh stabil dibanding triwulan sebelumnya. Sementara investasi tumbuh
cukup mengesankan, baik dalam bentuk investasi bangunan maupun non bangunan. Kondisi tersebut mendorong
pertumbuhan ekonomi yang semakin berimbang. Kesinambungan konsumsi dapat dipenuhi dengan adanya
investasi. Kegiatan ekspor juga tumbuh melambat khususnya ekspor luar negeri. Dari sisi sektoral, kinerja sektor
industri pengolahan yang melambat menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah tidak dapat
tumbuh setinggi periode sebelumnya. Sementara itu, sektor utama ekonomi Jawa Tengah lainnya, yaitu sektor
pertanian dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran masih dapat tumbuh baik, meningkat dibanding triwulan
sebelumnya.
Perlambatan ekonomi pada triwulan I 2014 berasal dari sektor industri pengolahan khususnya pengolahan migas.
Sementara itu, kenaikan sektor perdagangan, hotel, dan restoran serta sektor pertanian menjadi penahan
perlambatan ekonomi.
Dari sisi penggunaan melemahnya konsumsi akibat konsumsi pemerintah, mendorong perlambatan di triwulan I
2014. Ekspor juga tumbuh melambat dibarengi dengan kenaikan impor. Masih naiknya investasi menjadi
penopang perekonomian di sisi permintaan
1 Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Umum1.1
Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan I tahun 2014 yang dikeluaran BPS Provinsi Jawa Tengah. Apabila terdapat perbedaan angka pertumbuhan tahunan yang tertera pada BRS periode saat ini dengan perhitungan ADHK rilis periode ini dengan periode sebelumnya, yang menjadi acuan dalam penulisan KER adalah angka PDRB ADHK berdasar BRS pada saat periode laporan. Hal ini dimungkinkan mengingat besaran PDRB tahun 2013 dan 2012 masih bersifat sementara.
1.
Perekonomian triwulan I 2014 melambat, didorong menurunnya kinerja industri pengolahan
Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan1.2
PENGGUNAAN 2012*
I II
III IV2012*
I* II*
2013
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000menurut Penggunaan Tahun 2012 –2014 (%)
Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba
Konsumsi Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap Bruto
Ekspor Barang dan Jasa
Impor Barang dan Jasa
III**
PDRB
*Angka Sementara **Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
5.3
5.9
7.6
8.5
10.5
18.5
5.9
IV*5.0
6.7
8.1
9.5
11.2
10.0
5.6
2013
4.5
6.0
0.1
9.3
10.2
2.8
6.0
5.0
1.7
-0.4
11.0
8.3
7.9
6.3
5.0
6.2
4.7
8.4
9.5
8.5
6.3
5.0
7.1
2.2
5.4
3.7
1.7
5.6
5.1
7.9
3.8
7.8
8.9
7.4
6.2
5.1
6.9
5.6
7.9
8.6
9.3
5.8
5.8
9.5
15.2
6.8
18.5
20.5
6.5
4.7
7.9
6.6
6.2
2.3
4.8
6.6
4.9
11.9
4.8
9.6
9.7
14.1
5.4
I**
2014
Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional 5
Konsumsi rumah tangga masih tumbuh pada level yang moderat, dengan kecenderungan yang
melambat. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2014 tetap terjaga pada level 4,9% (yoy), sedikit
melambat dibanding triwulan sebelumnya 5,0% (yoy). Masih kuatnya konsumsi rumah tangga didukung oleh
beberapa indikator diantaranya konsumen yang masih optimis dalam memandang perekonomian dengan tingkat
konsumsi beberapa komoditi makanan dan nonmakanan serta ketepatan waktu pembelian barang tahan lama yang
meningkat (Grafik 1.1). Indikator lain yang memperlihatkan masih kuatnya konsumsi rumah tangga adalah naiknya
pertumbuhan tahunan penjualan listrik segmen rumah tangga di triwulan I 2014 (Grafik 1.2). Sementara itu,
beberapa indikator yang menunjukkan perlambatan konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2014 diantaranya
indeks pendapatan rumah tangga kini dari hasil Survei Tendensi Konsumen di Jawa Tengah yang cenderung
menurun (Grafik 1.4), dan pertumbuhan kredit konsumsi yang melambat cukup tajam (Grafik 1.3). Kondisi tersebut
didukung pula oleh turunnya impor barang konsumsi dari luar negeri (Grafik 1.5).
Kegiatan terkait Pemilu kembali mendorong konsumsi swasta nirlaba pada triwulan I 2014. Konsumsi
swasta nirlaba naik tajam dari 6,7% (yoy) menjadi 11,9% (yoy). Penyelenggaraan pemilihan umum legislatif (Pileg)
memberikan dorongan pada konsumsi swasta nirlaba. Secara triwulanan konsumsi swasta nirlaba naik tajam
sebesar 6,9% (qtq) bahkan lebih tinggi dibanding tahun 2009 pada saat penyelenggaraan Pemilu. Pada triwulan I
2009, konsumsi swasta nirlaba hanya tumbuh 1,3% (qtq).
PENGGUNAAN2012*
I II
III IV I* II*
2013
Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (qtq) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000menurut Penggunaan Tahun 2012 – 2014 (%)
Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba
Konsumsi Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap Bruto
Ekspor Barang dan Jasa
Impor Barang dan Jasa
III**
PDRB
*Angka Sementara **Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0.8
-3.2
-16.9
0.8
5.7
-0.6
6.9
0.9
0.9
7.1
2.9
0.4
5.0
1.3
2.2
3.1
0.5
3.6
0.2
-6.7
1.5
1.0
1.1
11.4
3.3
1.8
10.8
-3.3
0.8
1.9
-14.7
-4.3
1.1
-6.4
6.2
1.0
1.6
8.7
5.3
5.4
10.9
1.8
2.4
1.2
4.2
4.3
1.7
3.0
1.3
IV**0.7
1.8
11.9
4.2
2.5
2.8
-3.6
2014
I**0.7
6.9
-17.3
-4.2
-0.2
-2.9
6.0
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia dan BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
125
120
115
110
105
100
95
90
85
20132012 I II III IV I II III
2011 I II III IV
Ketepatan Waktu pembelian barang tahan lama
Tingkat konsumsi beberapa komoditi makanan dan bukan makanan
IV
Penjualan Listrik Pertumbuhan tahunan - RHS
Sumber : PT PLN Distribusi Jateng dan DIY
Perkembangan Penjualan ListrikSegmen Rumah Tangga di Jawa Tengah
Grafik 1.2
JUTA KwH PERSEN YOY
Grafik 1.1 Perkembangan Indeks Ketepatan WaktuPembelian (Konsumsi) Barang Tahan Lama
INDEKS
2014 I
OPTIMIS
PESIMIS
2013
2.6002.4002.2002.0001.8001.6001.4001.2001.000
800600400200
20132012
I II III IV I II III
15
10
5
0
-5
-10
-15IV
2014
I
Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional6
Sesuai polanya, konsumsi pemerintah melambat cukup dalam pada triwulan I 2014. Konsumsi pemerintah
tumbuh 4,8% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,1% (yoy). Hal ini
tercermin dari naiknya giro sektor pemerintah di perbankan, menunjukkan minimnya penyairan di triwulan I 2014.
Secara triwulanan konsumsi pemerintah terkontraksi sebesar 17,3% (qtq) atau lebih besar dibanding periode yang
sama tahun sebelumnya.
Investasi naik, meneruskan tren kenaikan dari tahun 2013. Investasi yang dicerminkan dari PMTB naik tipis dari
9,5% (yoy) pada triwulan IV menjadi 9,6% (yoy). Investasi non-bangunan naik pada triwulan I 2014, sementara
investasi bangunan terindikasi tetap tumbuh tinggi. Kenaikan investasi non-bangunan tercermin dari kenaikan nilai
impor barang modal (Grafik 1.8). Hasil survei terhadap kondisi dunia usaha di Jawa Tengah mengindikasikan
investasi masih tinggi khususnya di subsektor industri tekstil. Investasi dilakukan sejalan dengan masih terjaganya
optimisme pelaku usaha dalam melihat perekonomian ke depan. Penyaluran kredit investasi juga masih tinggi pada
triwulan I 2014 (Grafik 1.7). Kinerja sektor konstruksi yang mencerminkan investasi bangunan, tercatat tumbuh
tinggi pada triwulan I 2014 sebesar 7,0% (yoy).
Sumber : Bank Indonesia dan BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Survei Tendensi KonsumenGrafik 1.4
125
120
115
110
105
100
20132012
I II III IV I II III
2011
III IV IV
Pendapatan RT Kini Pengaruh Inflasi terhadap konsumsi
INDEKS
Grafik 1.3 Pertumbuhan Tahunan Kredit Konsumsi VsKonsumsi PDRB Tahunan di Jawa Tengah
Sumber : Bank Indonesia dan BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
28
26
24
22
20
18
16
14
12
10
20132012 I II III IV I II III
2011 I II III IV
Kredit Konsumsi Konsumsi PRDB (-1) - RHS
7,5
7
6,5
6
5,5
5
4,5IV
2014I
PERSEN YOY PERSEN YOY
2014
I
16
14
12
10
8
6
4
2
0
-2
50
40
30
20
10
-
(10)
(20)I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013
Sumber : Bank Indonesia dan BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Pertumbuhan Giro PemerintahVs Konsumsi Pemerintah di Jawa Tengah
Grafik 1.6
Konsumsi Pemda - RHS Giro Sektor Pemerintahan
PERSEN YOYPERSEN YOY
Sumber : Bank Indonesia dan BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Pertumbuhan Tahunan Impor KonsumsiVs Konsumsi PDRB Tahunan di Jawa Tengah
Grafik 1.5
Vol Import Konsumsi PRDB Konsumsi - RHS
PERSEN YOY400
350
300
250
200
150
100
50
0
-50
-100
I II III IV
2008 2009 2010 2011 2012 2013
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
8
7,5
7
6,5
6
5,5
5
4,5
4
IV
PERSEN YOY
2014
I I
2014
Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional 7
Realisasi penanaman modal mengkonfirmasi tetap tingginya kegiatan investasi di Jawa Tengah. Dilihat
dari realisasi penanaman modal, kenaikan investasi pada periode laporan didorong oleh realisasi penanaman modal
dalam negeri (PMDN). Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) realisasi investasi dalam
bentuk PMDN di triwulan I 2014 tercatat sebanyak 74 proyek dengan nilai sebesar Rp8.088 miliar (Grafik 1.10). Naik
cukup besar dibanding triwulan sebelumnya, baik nilai maupun jumlah proyek. Sementara itu penanaman modal
asing (PMA) di triwulan I 2014 juga tercatat cukup tinggi yaitu 60 proyek dengan nilai US$128 juta (Grafik 1.9).
Perdagangan Jawa Tengah pada triwulan I 2014 masih tercatat surplus. Net ekspor masih tercatat positif
meski tidak sebesar periode sebelumnya atau periode yang sama tahun sebelumnya. Kegiatan ekspor melambat
namun dibarengi dengan naiknya impor. Melambatnya ekspor utamanya dari ekspor luar negeri sementara ekspor
antar daerah stabil. Di sisi lain, impor baik luar negeri maupun antar daerah naik.
Ekspor pada triwulan I 2014 tetap dapat tumbuh tinggi, meski tidak setinggi triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan ekspor pada triwulan I 2014 tercatat 9,7% (yoy) atau melambat dari sebelumnya yang tumbuh 11,2%
(yoy). Melemahnya ekspor akibat melambatnya ekspor luar negeri yang setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh
sangat tinggi. Sementara ekspor antar daerah stabil di kisaran yang cukup tinggi.
Sumber : Bank Indonesia dan BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan PertumbuhanImpor Barang Modal Vs PMTDB
Grafik 1.8
Import barang Modal - yoy PMTDB - RHS Impor Barang Modal - qtq
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Perkembangan PenyaluranKredit Investasi di Jawa Tengah
Grafik 1.7
Kredit Investasi PMTB - RHS
60
55
50
45
40
35
30
25I II III IV
2011 2012 2013
I II III IV I II III IV
12
11
10
9
8
7
6
5
4
PERSEN YOY PERSEN YOY
2014
I
600
500
400
300
200
100
0
-1
-200
2008 2009 2010 2011 2012 2013
12
11
10
9
8
7
6
5
4
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
PERSEN PERSEN
2014
I
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah
Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asing di Jawa Tengah
Grafik 1.9
Proyek PMA Investasi PMA - RHS
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0I II III IV
2011 2012 2013
I II III IV I II III IV
300
250
200
150
100
50
0
JUMLAH PROYEK JUTA US$
2014
I
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah
Perkembangan RealisasiPenanaman Modal Dalam Negeri di Jawa Tengah
Grafik 1.10
Proyek PMDN Investasi PMDN - RHS
20132012
I II III IV I II III
12.000
10.000
8.000
6.000
4.000
2.000
0
80
70
60
50
40
30
20
10
0IV
2014
I
Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional8
Pada periode laporan volume ekspor nonmigas luar negeri melambat, sementara dari sisi nilai masih
naik. Pada periode laporan volume ekspor (Grafik 1.12) turun dari 10,57% (yoy) menjadi -12,40% (yoy). Volume
ekspor perabotan tercatat melambat pada periode berjalan. Pertumbuhan tahunan volume ekspor perabotan pada
triwulan I 2014 tercatat -0,16% (yoy) setelah pada periode sebelumnya tumbuh 0,55% (yoy). Hal ini sejalan dengan
cukup dalamnya perlambatan pertumbuhan industri barang kayu. Sementara itu, volume ekspor tekstil dan produk
tekstil (TPT) masih tercatat naik. Komoditas pakaian, benang tenun, dan kain tekstil masih tercatat naik, sejalan
dengan cukup baiknya kinerja industri pengolahan tekstil dan alas kaki.
Dilihat dari negara tujuannya ekspor ke hampir semua negara tujuan utama mengalami perlambatan,
hanya ekspor ke Eropa yang tetap tumbuh naik. Volume ekspor ke Eropa naik dari 15,06% (yoy) di triwulan IV
2013 menjadi 18,33% (yoy). Sementara itu, volume ekspor ke Amerika Serikat yang merupakan negara tujuan
terbesar ekspor Jawa Tengah turun 14,70% (yoy) setelah tumbuh 2,21% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Lebih jauh
lagi, nilai ekspor Jawa Tengah ke Amerika Serikat pada periode laporan juga tercatat melambat dari 7,13% (yoy) di
triwulan I 2014 menjadi 5,89% (yoy).
Sumber : Bank Indonesia
Perkembangan Nilai EksporProvinsi Jawa Tengah
Grafik 1.11
Nilai Pertumbuhan Tahunan - RHS
Sumber : Bank Indonesia
Perkembangan Volume EksporLuar Negeri Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.12
Volume Pertumbuhan Tahunan - RHS
1.600
1.500
1.400
1.300
1.200
1.200
1.000
900I II III
2011 2012 2013
IV I II III IV I II
40
30
20
10
0
-10
-20
-30
-40III IV
JUTA USD PERSEN
2014
I
1.400
1.200
1.000
800
600
400
200
0I II III
2011 2012
IV I II III IV I II
300
250
200
150
100
50
0
-50
-100
2013
III IV
RIBU TON PERSEN
I
2014
Sumber : Bank Indonesia
Perkembangan Ekspor ProvinsiJawa Tengah Berdasarkan Negara Tujuan
Grafik 1.13
Lainnya
Perancis
Jepang
Italia
Belanda
USA
Belgia
UK
KorSel
Jerman
RRC
1600
1400
1200
1000
800
600
400
200
0III IVI II III IVI II
2012 2013
JUTA USD
USA 25%
MALAYSIA 3%
BELANDA 2%
LAINNYA39%
HONGKONG 3%JEPANG9%
RRC 11%
KOREA SELATAN 4%PERANCIS 1%
JERMAN 6%
BELGIA 2%
ITALIA 2%
Sumber : Bank Indonesia
Pangsa Ekspor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Tujuan Triwulan I 2014
Grafik 1.14
I
2014
Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional 9
Pertumbuhan impor pada triwulan I 2014 naik baik antar daerah maupun luar negeri. Baik nilai maupun
volume impor Jawa Tengah pada periode laporan mengalami peningkatan dibanding periode sebelumnya. Nilai
impor Jawa Tengah non migas (Grafik 1.15) naik dari 6,71% (yoy) di triwulan IV 2013 menjadi 21,30% (yoy).
Sementara itu meski volume impor masih turun 1,87% (yoy), namun tidak sebesar periode sebelumnya yang turun
4,04% (yoy). Berdasar kelompoknya kenaikan volume terbesar terjadi pada kelompok barang modal. Pertumbuhan
tahunan volume impor kelompok barang modal tercatat 15,73% (yoy) setelah sebelumnya tercatat -2,96% (yoy).
Sementara impor bahan baku tercatat -2,30% (yoy) lebih baik dibanding sebelumnya yang tercatat -4,69% (yoy). Di
sisi lain, impor barang konsumsi meneruskan tren penurunannya.
Impor untuk industri TPT naik. Berdasar SITC (Standard International Trade Classification) 2 digit, komoditas yang
berkontribusi besar terhadap naiknya impor adalah dari kelompok mesin khususnya mesin industri khusus. Mesin ini
biasanya digunakan untuk industri TPT. Selanjutnya impor bahan baku TPT khususnya serat tekstil mengalami
kenaikan tajam. Sementara di sisi lain, impor benang tenun, kain tekstil tumbuh melambat.
Berdasar negara asal, pertumbuhan impor dari hampir semua negara importir utama naik (Grafik 1.18). Impor dari
Tiongkok meski masih tercatat turun 4,57% (yoy) namun penurunannya tidak sebesar periode sebelumnya turun
13,96% (yoy). Impor dari Eropa naik menjadi 113% (yoy) sementara impor dari Amerika Serikat masih tercatat tinggi
sebesar 24,36% (yoy).
Sumber : Bank Indonesia
Nilai Pertumbuhan Tahunan - RHS
Perkembangan Nilai ImporProvinsi Jawa Tengah
Grafik 1.15
Volume Import Pertumbuhan Tahunan - RHS
Perkembangan Volume ImporProvinsi Jawa Tengah
Grafik 1.16
1.800
1.600
1.400
1.200
1.000
800
600
400
200
0I II III
2011 2012 2013
IV I II III IV I II
40
30
20
10
0
-10
-20III IV
JUTA USD PERSEN
IV
2014
1.200
1.000
800
600
400
200
0I II III
2011 2012 2013
IV I II III IV I II III IV
JUTA USD PERSEN
IV
2014
706050403020100-10-20-30-40
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
Perkembangan Nilai ImporProvinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal
Grafik 1.18
LAINNYA RRC EROPA AUSTRALIA ASEAN USA
TIONGKOK41%
USA7%
ASEAN9%
AUSTRALIA6%
EROPA10%
Sumber : Bank Indonesia
Pangsa Negara Asal Impor Jawa TengahGrafik 1.17
LAINNYA27%
1800
1600
1400
1200
1000
800
600
400
200
0 III IVI II III IVI II
2012 2013
JUTA USD
I
2014
Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional10
Pelemahan perekonomian pada triwulan I 2014 utamanya akibat melambatnya sektor industri
pengolahan. Di sisi lain membaiknya kinerja sektor perdagangan, hotel, dan restoran serta naiknya pertumbuhan
sektor pertanian menjadi penopang pertumbuhan ekonomi di triwulan I 2014. (Tabel 1.3).
Dilihat dari struktur ekonomi Jawa Tengah, output pada triwulan I 2014 masih didominasi oleh tiga
sektor utama, yaitu sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR), serta sektor
pertanian. (Grafik 1.19). Meski sektor industri pengolahan tumbuh melambat di triwulan I 2014, namun tetap
menjadi sektor penyumbang terbesar pertumbuhan tahunan. Sektor kedua yang terbesar menyumbang
pertumbuhan tahunan Jawa Tengah pada periode laporan adalah sektor PHR diikuti sektor pertanian.
Perkembangan Ekonomi Sisi SEKTORAL1.3
Pertanian
Pertambangan Dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik,gas Dan Air Bersih
Bangunan
Perdagangan,hotel & Restoran
Pengangkutan Dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan & Js. Pers
PDRB
LAPANGAN USAHA2012*
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Jasa-jasa
II
III IV*2012*
I* II*
2013
Tabel 1.3. Laju Pertumbuhan Tahunan Sektoral PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000 (%)
III** IV**1.8
7.7
5.8
5.2
7.6
9.4
8.2
9.7
9.3
6.6
3.9
8.7
5.6
5.5
7.9
7.8
7.2
10.4
3.4
6.0
9.3
4.5
3.5
8.5
5.4
7.7
7.6
9.5
7.4
6.3
3.7
7.4
5.5
6.4
7.0
8.2
7.9
9.4
7.3
6.3
0.9
5.2
4.7
9.8
6.1
9.2
7.9
9.9
6.2
5.6
2.4
5.7
6.5
6.8
6.9
8.3
7.5
9.7
4.7
6.2
3.5
5.5
5.0
9.4
6.9
6.9
8.1
11.3
6.8
5.9
2.0
9.0
7.3
7.7
7.9
5.6
2.9
11.3
2.1
5.6
2013*
2.2
6.3
5.9
8.4
7.0
7.5
6.5
10.6
4.9
5.8
2013
I**2.1
5.0
5.9
5.3
7.0
6.1
5.1
11.2
5.1
5.4
Pertanian 49.1 -3.5 -0.2 -23.8 37.6 -2.1
Pertambangan Dan Penggalian 3.8
0.5
-0.6
-1.0
-0.2
0.6
1.8
0.0
6.9
Industri Pengolahan
Listrik,gas Dan Air Bersih
Bangunan
Perdagangan,hotel & Restoran
Pengangkutan Dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan & Js. Pers
PDRB
LAPANGAN USAHA2012
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Jasa-jasa
I II
III IV* I* II*
2013
Tabel 1.4. Laju Pertumbuhan Triwulanan Sektoral PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000 (%)
4.3
1.2
4.0
1.6
4.0
2.7
4.8
2.4
1.3
1.3
2.4
0.5
3.3
2.0
1.5
1.5
-0.1
1.5
-4.8
-0.6
4.5
1.4
1.8
2.7
1.2
5.1
-3.3
4.5
1.7
0.6
-0.4
1.2
0.9
2.2
-1.2
6.2
4.9
2.9
1.1
2.4
3.1
2.3
4.6
1.0
1.8
0.9
1.1
0.9
2.9
3.3
0.7
2.1
2.7
1.9
1.3
III**-24.9
-1.6
1.5
2.9
2.4
0.6
-2.3
1.1
0.4
-3.6
IV**
2014
37.7
0.7
0.4
-1.6
-1.2
1.6
3.0
2.1
1.7
6.0
I**
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Sumber Pangsa
0.5
1.4
1.9
0.4
10.2
22.3
32.6
17.8
Sumber Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur PDRB SektoralProvinsi Jawa Tengah Tahun 2013 (%)
Grafik 1.19
Jasa-jasa
Keuangan, Persewaan & Jasa Persh.
Pengangkutan Dan Komunikasi
Perdagangan, Hotel & Restoran
Konstruksi
Listrik, Gas Dan Air Bersih
Industri Pengolahan
Pertambangan Dan Penggalian
Pertanian
Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional 11
Sektor pertanian tumbuh meningkat. Pertumbuhan tahunan pertanian naik tipis dari 2,0% (yoy) pada triwulan
IV 2013 menjadi 2,1% (yoy). Secara triwulanan, sektor pertanian tumbuh 37,7% (qtq) atau lebih rendah dibanding
rata-rata lima tahun terakhir sebesar 43,7%. Kenaikan utamanya didorong subsektor tanaman bahan makanan.
Penanganan banjir yang relatif baik dapat meminimalkan dampak gagal panen. Selain itu, luas lahan yang terkena
banjir hanya 4%. Tanam ulang sudah dilakukan dan berjalan cukup baik. Subsektor lain yang tumbuh meningkat
adalah subsektor perternakan. Sementara, subsektor lainnya tumbuh melambat. Bahkan subsektor kehutanan
pertumbuhannya turun.
Kinerja sektor industri pengolahan melambat dibanding triwulan sebelumnya, utamanya akibat
perlambatan industri migas. Sektor industri pengolahan melambat cukup dalam dari 7,3% (yoy) di triwulan IV 2013
menjadi 5,9% (yoy). Hal ini sejalan dengan kinerja industri pengolahan di Jawa yang melambat, khususnya di Jawa
Barat dan Banten. Kinerja industri migas turun sehingga menarik ke bawah pertumbuhan sektor industri
pengolahan. Sejalan dengan ini, industri pengolahan non migas sedikit melambat meski masih tumbuh tinggi.
Kinerja industri pengolahan nonmigas tumbuh sedikit melambat, meski demikian capaian tersebut masih
tergolong tinggi. Baik industri menengah dan besar serta industri mikro dan kecil sama-sama tumbuh melambat.
Industri baik di Jawa Tengah maupun Indonesia berdasar survei industri besar serta survei industri kecil terindikasi
tumbuh melambat (Grafik 1.22 dan Grafik 1.23).Dilihat dari subsektornya, subsektor industri barang kayu
melambat cukup dalam sejalan dengan turunnya ekspor kayu olahan. Subsektor industri tekstil dan alas kaki sedikit
melambat pada periode berjalan.
Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah
Panen
Perkembangan Luas Tanamdan Panen Padi di Jawa Tengah
Grafik 1.20
Tanam
Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah
Produksi - RHS
Perkembangan Produksi Padidi Jawa Tengah
Grafik 1.21
Luas Panen
2009 2010 2011 2012 2013
1.860
1.840
1.820
1.800
1.780
1.760
1.740
1.720
1.700
1.680
1.660
10.400
10.200
10.000
9.800
9.600
9.400
9.200
9.000
8.800
Ribu Ton
RIBU HEKTAR RIBU TON400.000
350.000
300.000
250.000
200.000
150.000
100.000
50.000
01 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2012 2013
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
HEKTAR
1 2 3
2014
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Industri Kecil Jawa TengahGrafik 1.23
Pertumbuhan Jateng TahunanPertumbuhan Jateng Triwulan
Pertumbuhan Indo Triwulan
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Industri Besar Jawa TengahGrafik 1.22
I II III IV
2011 2012
15
10
5
0
-5
-10
III IV I II
2013
III VI
Pertumbuhan Jateng TahunanPertumbuhan Jateng Triwulan
Pertumbuhan Indo Triwulan Pertumbuhan Indo Tahunan
2014
VI
III IV
2012
25
20
15
10
5
0
-5
-10
I II
2013
I II III IV
2014
I
Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional12
Di sisi lain, ekspor TPT masih naik pada periode laporan. Sementara itu industri makanan dan minuman olahan dapat
tumbuh pada level yang tinggi sama dengan triwulan sebelumnya. Dari sisi penggunaan energi, konsumsi listrik
masih naik tipis (Grafik 1.25). Pertumbuhan impor bahan baku dan barang modal pada triwulan I 2014 juga masih
menunjukkan peningkatan (Grafik 1.26 dan Grafik 1.27).
Kinerja sektor bangunan tumbuh melambat meski masih pada level yang tinggi. Sektor bangunan tumbuh
tinggi sebesar 7,0% (yoy) namun melambat dibanding triwulan sebelumnya 7,9% (yoy). Secara triwulanan, sektor
bangunan terkontraksi 1,2% (qtq). Perlambatan ini juga terkonfirmasi dari pertumbuhan tahunan konsumsi semen
di Jawa Tengah yang melambat dibanding triwulan sebelumnya (Grafik 1.28).
Sumber : PLN (Persero) Distribusi Wil. Jateng&DIY diolah
600
400
200
0III IV
2012
I II
15
10
5
0
-5
-10
-15
-20III IVI II
2013
Bisnis Pertumbuhan Tahunan - RHS
Perkembangan Konsumsi ListrikSegmen Bisnis di Jawa Tengah
Grafik 1.24
JUTA KwH PERSEN YOY
Sumber : PLN (Persero) Distribusi Wil. Jateng&DIY, diolah
1.800
1.600
1.400
1.200
1.000
800
600
400
200
0III IV
2012 2013
I II
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0III II II
Industri Pertumbuhan Tahunan - RHS
Perkembangan Konsumsi ListrikSegmen Industri di Jawa Tengah
Grafik 1.25
JUTA KwH PERSEN YOY
I
2014
IV
2014
Sumber : Bank Indonesia
Kredit Sektor INdustri Pertumbuhan Tahunan - RHS
Perkembangan ImporNonmigas Bahan Baku di Jawa Tengah
Grafik 1.27
Import Bahan Baku yoy
Perkembangan ImporNonmigas Bahan Baku di Jawa Tengah
Grafik 1.26
1.000
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0
70
60
50
40
30
20
10
0
JUTA USD PERSEN YOY
III IVI II III IVI II III IVI II I 2011 2012 2013 2014
100
80
60
40
20
0
-20
-40
-60
-80
-100
JUTA USD PERSEN YOY
III IVI II III IVI II III IVI II I 2011 2012 2013 2014
140
120
100
80
60
40
20
0
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
Konsumsi Semen Pertumbuhan Tahunan - RHS
Perkembangan Konsumsi Semendi Jawa Tengah
Grafik 1.28
Sumber : Bank Indonesia
Sektor bangunan Pertumbuhan Tahunan - RHS
Perkembangan Penyaluran Kredit Konstruksidan Perumahan di Jawa Tengah
Grafik 1.29
4.5
4.0
3.5
3.0
2.5
2.0III IV
2012
I II
2013
I II
70
60
50
40
30
20
10III IV
TRILIUN RP PERSEN YOY2.200
2.000
1.800
1.600
1.400
1.200
1.000
800I II III IV
2010 2011 2012 2013
I II III IV I II III IV I II
30
25
20
15
10
5
0
-5
-10
-15
-20III IV
RIBU TON PERSEN YOY
2014
I
Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional 13
Kinerja sektor Listrik, Gas dan Air Bersih (LGA) menurun pada triwulan I 2014. Pertumbuhan sektor LGA
melambat dari 7,7% (yoy) menjadi 5,3% (yoy). Berdasarkan subsektornya, subsektor listrik melambat sementara
subsektor air bersih tumbuh meningkat.
Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) mulai naik pada triwulan I 2014. Setelah mengalami tren
perlambatan sejak awal tahun 2013, sektor PHR mulai naik pada periode laporan. Sektor PHR naik dari 5,6% (yoy)
pada triwulan IV 2013 menjadi 6,1% (yoy). Sementara itu secara triwulanan kinerja sektor PHR tercatat sebesar
1,6% (qtq) atau lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan tahunan pada semua
subsektor mengalami peningkatan. Meningkatnya subsektor perdagangan besar dan eceran sejalan dengan masih
kuatnya konsumsi rumah tangga (Grafik 1.33). Selain itu indeks penjualan eceran juga naik di triwulan I 2014.
Sektor pengangkutan dan komunikasi mengalami peningkatan yang cukup tajam. Sektor pengangkutan
dan komunikasi tumbuh sebesar 5,1% (yoy), setelah sebelumnya hanya tumbuh 2,9% (yoy). Peningkatan utamanya
ditopang dari subsektor komunikasi khususnya pos dan telekomunikasi, hal ini sejalan dengan penyelenggaraan
Pileg 2014. Sementara subsektor pengangkutan melambat tipis.
Sumber : PT. PLN Distribusi Jateng dan DIY, diolah
Penjualan Listrik Pertumbuhan Tahunan - RHS
Perkembangan Penjualan Listrikdi Jawa Tengah
Grafik 1.30
Sumber : PT. PLN Distribusi Jateng dan DIY, diolah
2013
Perkembangan Jumlah Pelanggan Listrik di Jawa Tengah
Grafik 1.31
Pemerintah Industri Bisnis Rumah Tangga Sosial
30
25
20
15
10
5
0I II III IV
JUTA PELANGGAN1.6002.4002.2002.0001.8001.6001.4001.2001.000
800600400200
0III IV
2012
I II
2013
I II
15
10
5
0
-5
-10
-15III I
JUTA KwH PERSEN YOY
IV
2014
I
2014
Sumber : Bank Indonesia, diolah
200
180
160
140
120
100
80I II III
2011 2012 2013
IV I II III IV I
OPTIMIS
PESIMIS
II III IV
Indeks Riil Penjualan Eceran
Perkembangan KeyakinanKonsumen dan Pedagang Eceran
Grafik 1.33
IKK ITK
2014
IV
Sumber : Bank INdonesia, diolah
PHR - *RDB
Perkembangan Kegiatan Dunia UsahaGrafik 1.32
Kegiatan Usaha - RHS
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0 I II III IV
12
10
8
6
4
2
0
-2
-4
-6
-8
-10
2008 2009 2010 2011 2012 2013
SBTPERSEN YOY
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2014
Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional14
INDEKS
Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sedikit melambat pada triwulan I 2014. Sektor ini tumbuh
sebesar 11,2% (yoy) pada triwulan I 2014 atau sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh
11,3% (yoy). Perlambatan yang cukup besar terjadi pada subsektor sewa bangunan. Sementara subsektor bank,
lembaga keuangan tanpa bank, jasa penunjang keuangan, serta jasa perusahaan masih naik dengan level bervariasi.
Sektor jasa-jasa mengalami peningkatan yang sangat tajam. Sektor jasa-jasa pada triwulan IV 2014 tumbuh
2,14% (yoy), naik menjadi 5,1% (yoy) di triwulan I 2014. Kenaikan terjadi baik di subsektor pemerintahan umum
dan swasta.
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Bintang 1Bintang 2
TOTAL Bintang 3Bintang 4
Bintang 5
75
70
65
60
55
50
45
40
35
30I II III
2011 2012 2013
IV I II III IV I II III IV
Perkembangan Tingkat PenghunianKamar Hotel di Jawa Tengah
Grafik 1.35
Jumlah Wisman Pertumbuhan Tahunan - RHS
Perkembangan JumlahWisatawan Mancanegara di Jawa Tengah
Grafik 1.34
9
8
7
6
5
4
3
2I II III
80
60
40
20
0
-20
-40
-60
-80
2011 2012 2013
IV I II III IV I II III IV
RIBU ORANG INDEKS
I
20142014
I
Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional 15
PERSEN
Suplemen 1. Daya Saing Industri Jawa Tengah, ditengah Pergerakan Nilai Tukar
Indeks kompetitif global Indonesia berdasar Global Competitiveness Report 2013–2014, naik ke peringkat ke-38 di
tahun 2013 yang sebelumnya berada pada peringkat 50 di tahun 2012. Secara umum daya saing Indonesia sangat
dipengaruhi oleh daya saing Jawa. Jawa secara khusus memiliki daya saing yang paling tinggi di Indonesia khususnya
di bidang industri. Daya saing Jawa pada beberapa aspek di atas Nasional meski masih terbatas. Kondisi infrastruktur
(jalan dan elektrifikasi) di Jawa dengan indeks pembangunan manusia juga relatif baik dibanding daerah lain.
Namun demikian, ketergantungan teknologi, human capital, dan kapabilitas industrial masih belum memadai
(Berdasar kajian Transformasi Perekonomian Indonesia yang disusun oleh BI).
Daya saing industri di Jawa masih cukup bersaing di tengah pergerakan nilai tukar. Kondisi ini didukung oleh daya
saing komoditas unggulan yang cukup baik dengan Revealed Competitive Advantage (RCA) diatas 1. RCA di atas 1
dapat menggambarkan bahwa komoditas tersebut memiliki daya saing yang tinggi (kompetitif) di pasar global.
Sementara untuk Jawa Tengah, komoditas yang memiliki RCA >1 diantaranya tekstil dan produk tekstil (TPT) serta
kayu olahan. Berdasarkan hasil survei pada pelaku industri, mayoritas pelaku usaha menyatakan bahwa dalam
kondisi ekonomi global saat ini yg belum menunjukkan perbaikan yg signifikan, pelemahan nilai tukar tidak
berdampak secara signifikan terhadap kinerja ekspor. Pada tabel 2. dapat dilihat dampak kinerja komoditas
unggulan Jawa Tengah akibat adanya depresiasi. Lebih lanjut, dengan ketergantungan impor yg masih tinggi,
respon pelaku usaha terkait perkembangan nilai tukar dapat berupa kenaikan harga atau penyesuaian margin
keuntungan sesuai dengan karakteristik industrinya. Sementara, apresiasi Rupiah yang terjadi belum mempengaruhi
kinerja ekspor pelaku usaha. Pada grafik 2 dan 3 terlihat bahwa, ekspor manufaktur Jawa Tengah lebih banyak
dipengaruhi oleh permintaan global.
Sumber : The Global Competitiveness Report 2013–2014,Wold Economic Forum, 2013
NEGARA
SWISS
SINGAPURA
FINLANDIA
JERMAN
-------------------
MALAYSIA
-------------------
TIONGKOK
-------------------
THAILAND
INDONESIA
5,67
5,61
5,54
5,51
5,03
4,84
4,54
4,53
1
2
3
3
24
29
37
38
INDEKS
Tabel 1. Indeks Kompetitif Global 2013
Sumber : Transformasi Perekonomian Indo, BI, 2013
Daya Saing JawaGrafik 1
JAWA INDONESIA JABAGBAR
JAWA INDONESIA JABAGBAR
KETERGANTUNGANTEKNOLOGI
KAPABILITASINDUSTRIALHUMAN CAPITAL
INDEKSPEMBANGUNAN
MANUSIA
INSFRATUKTUR(JALAN)
INSFRATUKTUR(ELEKTRIFIKASI)
JAWA INDONESIA JABAGBAR
KETERGANTUNGANTEKNOLOGI
KAPABILITASINDUSTRIAL
HUMAN CAPITAL
INDEKSPEMBANGUNAN
MANUSIA
INSFRATUKTUR(ELEKTRIFIKASI)
INSFRATUKTUR(JALAN)
INSFRATUKTUR(JALAN)
INSFRATUKTUR(ELEKTRIFIKASI)
KETERGANTUNGANTEKNOLOGI
KAPABILITASINDUSTRIAL
HUMANCAPITAL
INDEKSPEMBANGUNAN
MANUSIA
Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional16
Di sisi lain, industri pengolahan di Jawa dan khususnya Jawa Tengah masih menghadapi beberapa permasalahan
struktural untuk meningkatkan kinerjanya, yaitu terkait aspek input, produktivitas, dan biaya, aspek pemasaran, dan
aspek insentif.
Di aspek yg pertama, permasalahan struktural industri di Jawa terkait tingkat ketergantungan bahan baku pada
impor luar negeri yang cukup besar sebagaimana terlihat pada grafik 4. Selain itu, kondisi infrastruktur, SDM, dan
Research and Development, baik secara kualitas maupun kuantitas masih menjadi kendala.
Pada aspek yg kedua yaitu permasalahan pemasaran (Tabel 2) terdapat beberapa permasalahan yang mendasar.
Permasalahan terkait dgn penurunan daya saing dan struktur industri yg mayoritas masuk kategori berteknologi
rendah dan berbasis sumber daya alam (Grafik 5). Pada aspek insentif, insentif yang telah disediakan oleh
pemerintah belum berjalan dengan baik. Pembiayaan perbankan juga masih terbatas yaitu masih sekitar 35%.
TPT
Kayu olahan
Mamin olahan
Sumber : Survei pelaku usaha
Tabel 2. Pengaruh Perubahan Nilai Tukar
PENJUALAN BIAYA PERUBAHANHARGA
MARGINKEUNTUNGAN
Berpengaruh
Berpengaruh
Tidak
Berpengaruh
Tidak
Berpengaruh
Tidak
Berpengaruh
Tidak
Stabil
Stabil
Turun
60
40
20
0
-20
-40
IMF dan Bank Indonesia, diolah
Volume Manufaktur Jateng Vs Permintaan Dunia Grafik 2
Vol Manuf Jateng Vol Impor Int - RHS
PERSEN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2
2012 2013 2014
60
40
20
0
-20
-40
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Volume Manufaktur Jateng Vs Nilai TukarGrafik 3
Nilai Tukar - RHS Vol Manuf Jateng
MTM PERSEN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2
2012 2013 2014
8
6
4
2
0
-2
-4
MTM PERSEN15
10
5
0
-5
-10
-15
Sumber : BPS, survei industri manufaktur
Tingkat Ketergantungan ImporGrafik 4
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Kelompok Komoditas Ekspor JatengGrafik 5
High Technology ExportMedium Technology Export
TEMBAKAU
FURNITURE
BARANG KAYU
MINUMAN
MAKANAN
TEKSTIL
PAKAIAN JADI
5.3
8.6
11.4
18.5
27.4
30.78
40.62011 2012 2013
7.000
6.000
5.000
4.000
3.000
2.000
1.000
0
JUTA USD
Low Technology ExportResources Based Export
Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional 17
INPUT, PRODUKTIVITAS & BIAYA
Keterangan Import Bahan Baku & Mesin
Kurangnya infrastruktur
Kualitas dan produktifitas SDM yang belum sesuai kebutuhan
Rendahnya R & D dan Inovasi
PEMASARAN
Turunnya RCA dan pertumbuhan komoditas unggulan
Mayoritas Ekspor masih bernilai tambah rendah
Kurangnya sertifikasi standarisasi
Quality dan sustainibality margin
Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional18
Tabel 3. Permasalahan Input, Produktivitasdan Biaya Industri di Jawa
Tabel 4. Permasalahan Pemasaran Industri di Jawa
PERKEMBANGANINFLASI
JAWA TENGAH
BABII
Inflasi daerah di triwulan laporan mengalami penurunan karena terjaganya pasokan. Kondisi tersebut tercermin
pada inflasi kelompok bahan makanan yang menurun cukup signifikan.
Berdasarkan disagregasi inflasi, peningkatan inflasi karena administered prices. Kondisi inflasi volatile foods
membaik dan inti stabil.Kenaikan inflasi utamanya didorong dari kelompok adminitered prices
inflasi secara umum2.1
2Inflasi Jawa Tengah pada triwulan I 2014 menurun. Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan I 2014 menurun
dibanding triwulan sebelumnya yaitu dari 7,99% (yoy) menjadi 7,08% (yoy). Pencapaian inflasi tersebut masih
berada di bawah inflasi nasional yang sebesar 7,32% (yoy) (Grafik 2.2).
Secara triwulanan, inflasi di triwulan ini meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Inflasi triwulanan
Jawa Tengah meningkat dari 0,76% (qtq) menjadi 1,58% (qtq). Meski inflasi ini berada di atas inflasi nasional namun
dibanding periode yang sama tahun sebelumnya inflasi di triwulan laporan tercatat lebih rendah. Rendahnya
pencapaian inflasi triwulanan di periode laporan disebabkan terjaganya pasokan bahan pangan. Masuknya masa
panen padi diikuti dengan relatif tidak adanya hambatan impor hortikultura menyebabkan inflasi terjaga. Sumber
inflasi terutama dari kenaikan harga elpiji 12 kg dan dampak banjir awal tahun.
Secara bulanan, pola inflasi bulanan selama triwulan I 2014 berada dalam tren menurun. Setelah inflasi
relatif rendah pada bulan Desember, inflasi meningkat di awal tahun 2014. Peningkatan tersebut didorong oleh
inflasi dari komoditas bahan bakar rumah tangga karena kenaikan elpiji 12 kg. Pada bulan Februari, inflasi mulai
menurun meski tertahan karena pengaruh banjir. Selanjutnya inflasi kembali menurun di bulan Maret karena
pasokan dan distribusi yang cukup lancar (grafik 2.4.).
Pola kenaikan inflasi triwulanan pada triwulan I 2014 terjadi merata di seluruh kota di Jawa Tengah yang
disurvei oleh BPS. Kenaikan inflasi triwulanan tertinggi terjadi di Kota Tegal diikuti Kota Surakarta. Dilihat dari
disparitas antar kota, pola inflasi kota-kota di Jawa Tengah memiliki disparitas yang cukup besar. Inflasi triwulanan
tertinggi terjadi di Kota Kudus sebesar 2,21%, sementara terendah di Kota Purwokerto 0,41%. Adapun inflasi
tahunan tertinggi juga di Kota Kudus sebesar 10,50% dan terendah di Kota Tegal 6,07%.
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
Perbandingan Inflasi bulanan Tahun Kalender 2011-2014Grafik 2.1
201420122011 2013
Pada tahun 2014, BPS mengubah tahun dasar penghitungan inflasi dengan SBH 2012. Untuk itu dalam mengolah penghitungan inflasi, Bank Indonesia melakukan penyesuaian tahun dasar berdasarkan pendekatan perubahan inflasi bulanan.
2.
Bab 2. Perkembangan inflasi jawa tengah 19
Pasokan bahan pangan relatif terjaga. Pasokan komoditas pangan di triwulan laporan diiringi dengan
permintaan yang relatif stabil mendorong inflasi di triwulan ini relatif lebih terjaga. Pasokan pangan terpenuhi
sejalan dengan mulai masuknya masa panen di beberapa sentra produksi.
Berdasarkan disagregasi inflasi, tekanan inflasi berasal dari faktor non-fundamental. Tekanan inflasi dari
faktor non-fundamental terutama dari komponen administered prices3 yang meningkat cukup tinggi terutama
dari kenaikan harga elpiji 12 kg di awal tahun. Selain itu, inflasi inti juga meningkat meski dalam level moderat
karena adanya penyesuaian upah tukang seiring naiknya Upah Minimum Provinsi (UMP). Faktor-faktor tersebut
menjadi pendorong naiknya inflasi di triwulan ini.
Inflasi komponen volatile foods4 melanjutkan tren penurunan. Penurunan inflasi di komponen ini cukup
signifikan dibanding triwulan sebelumnya maupun dilbandingkan dengan triwulan I tahun 2013. Ketersediaan
pasokan pangan yang cukup diiringi dengan minimnya hambatan impor hortikultura ditengarai sebagai penopang
rendahnya inflasi.
Inflasi core5 (inti) cenderung menunjukkan adanya tekanan meski dalam level yang moderat. Inflasi inti
meningkat seiring dengan adanya penyesuaian harga jual beberapa produk yang dilakukan produsen di awal tahun.
Selain itu, kenaikan beberapa harga bahan bangunan turut memberi andil dalam kenaikan harga di komponen inti
tersebut. Sehingga di triwulan ini, inflasi inti meningkat dari 4,51% (yoy) di triwulan IV 2013 menjadi 4,83% (yoy) di
triwulan I 2014.
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Perkembangan Inflasi TahunanJawa Tengah dan Nasional
Grafik 2.2
Jateng (yoy)
Jateng (qtq)
Nas (yoy)
Nas (qtq)
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
-1
8,4
I II III
2011 2012 2013
IV I II III IV I II III IV
6,24
5,90
7,32
7,08
2,85
2,43
1,58
1,51
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
5
4
3
2
1
0
-1
I II III
2011 2012 2013
IV I II III IV I II III IV
Perkembangan Inflasi TriwulananProvinsi Jawa Tengah
Grafik 2.3
Jateng (yoy)
Purwokerto Surakarta Semarang Tegal
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa TengahGrafik 2.4
I
2014
PERSENPERSEN
2014
I
9
8
7
6
5
4
3
26 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
Pasca panen
Ekspektasi InflasiMulai Naik
Curah HujanTinggi
BBM Naik
4.6 4.6 5.1 4.7 4.2 4.2 4.9 5.5 6.2 5.8 5.1 5.44.5
0,7 0.7 1.1 (0 0.1 (0. 0.4 1.1 0.8 0.9 (0, (0, 1,0
yoy
mtm
2012 2013
7 8
8.2
3,4
8,3
1,1
7,7
(0,
1 2 3 4 5
2,5 3.0 3,5 4.4 4.0
0,4 0,3 0,2 0,1 0,4
4,0
3,5
3,0
2,5
2,0
1,5
1,0
0,5
0
(0,5)
(1,0)
9 10 11 12
7,8
0,2
8,1
0,3
7.9
0,3
BBM PERSENPERSEN
1 2 3
Kenaikan TTL tahapakhir 2013
7,9
1,0
7.5
0,3
7.0
0,2
2014
Administered prices merupakan komponen barang yang harganya diatur atau ditetapkan oleh Pemerintah.Komponen volatile foods merupakan kelompok barang-barang yang harganya cenderung bergejolak. Komponen volatile foods didominasi oleh komoditas pangan.Core inflation (inflasi inti) merupakan komponen barang yang harganya cenderung dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Secara teoretis, kebijakan moneter ditujukan untuk mengendalikan inflasi inti.
3.4.
5.
Bab 2. Perkembangan inflasi jawa tengah20
Pada triwulan I 2014 inflasi Jawa Tengah berada dibawah inflasi nasional yang tercatat mencapai 7,32%
(yoy). Inflasi tahunan nasional menurun dari 8,38% (yoy) pada triwulan IV 2013 menjadi 7,32% (yoy).
Komoditas penyumbang inflasi pada triwulan I 2014 terutama dari kelompok bahan makanan (volatile
foods). Lima komoditas penyumbang inflasi terbesar Jawa Tengah secara bulanan pada triwulan I 2014 adalah dari
komoditas di kelompok bahan makanan. Meski demikian, terdapat pula komoditas dari kelompok lainnya yaitu
bahan bakar rumah tangga dan tukang bukan mandor. Kedua komoditas ini memberi sumbangan inflasi terkait
dengan kenaikan harga elpiji 12 kg dan adanya penyesuaian upah tukang mengikuti kenaikan UMP (Tabel 2.1).
Berdasarkan kelompok barang dan jasa, penurunan inflasi terjadi di kelompok bahan makanan.
Dibanding dengan triwulan sebelumnya, pada triwulan I 2014 kelompok bahan makanan mengalami penurunan
inflasi yang cukup signifikan diikuti kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan. Sementara kelompok
lainnya tercatat mengalami inflasi yang meningkat (Tabel 2.2). Kondisi menurunnya inflasi di kelompok bahan
makanan menggambarkan stabilitas pasokan pangan yang cukup baik di triwulan laporan.
2.2.1. Kelompok Bahan MakananInflasi kelompok bahan makanan menurun cukup signifikan. Pada triwulan laporan, inflasi kelompok bahan
makanan menurun dari 12,54% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 7,17% (yoy). Dibanding periode yang
sama tahun sebelumnya, inflasi di kelompok ini juga tercatat lebih rendah. Sebagian besar subkelompok mengalami
penurunan terutama terjadi pada subkelompok bumbu-bumbuan dan subkelompok daging dan hasil-hasilnya. Di
sisi lain, subkelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya, sebagai kelompok memiliki bobot yang besar dalam
penghitungan inflasi, masih mengalami kenaikan inflasi (Tabel 2.3). Dengan penurunan inflasi di kelompok bahan
makanan ini, maka inflasi secara keseluruhan turut menurun.
Tabel 2.1. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di Jawa Tengah (%)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
No. Komoditas Andil
Tukang Bukang Mandor
Bahan Bakar Rumah Tangga
Beras
Telur Ayam Ras
Cabai Merah
0,14
0,12
0,09
0,09
0,08
1
2
3
4
5
JANUARI
No. Komoditas Andil
Beras
Cabai Rawit
Tukang Bukan Mandor
Nasi Dengan Lauk
Minyak Goreng
0,35
0,33
0,21
0,12
0,11
1
2
3
4
5
FEBRUARI
No. Komoditas Andil
Bawang Putih
Bawang Merah
Kangkung
Beras
Minyak Goreng
0,04
0,04
0,04
0,03
0,03
1
2
3
4
5
MARET
INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK2.2
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN
KOMODITAS
I II III IV I II
3.45
5.14
3.52
2.35
5.01
2.37
4.35
1.88
4.58
8.20
5.02
3.00
3.41
1.95
4.47
2.04
4.50
7.15
5.92
2.96
2.46
2.00
3.82
2.65
4.24
5.60
5.84
3.09
3.04
2.11
3.56
3.06
6.25
12.86
6.54
3.90
2.56
2.44
3.69
2.22
5.44
9.78
5.43
3.27
0.89
2.15
3.67
5.35
2012 2013
Tabel 2.2. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
III
7,72
12,80
6,90
4,64
1,61
2,33
1,84
12,70
IV
7,99
12,54
7,60
5,20
-0,01
2,48
2,52
13,27
I
2014
7,08
7,17
8,04
6,14
2,75
2,94
2,95
13,04
Bab 2. Perkembangan inflasi jawa tengah 21
Subkelompok bumbu-bumbuan di triwulan laporan menurun setelah di triwulan sebelumnya
mengalami inflasi tinggi. Di triwulan laporan inflasi subkelompok bumbu-bumbuan tercatat mengalami deflasi
sebesar 25,87%, setelah mengalami inflasi 31,36% (yoy) di triwulan sebelumnya. Rendahnya inflasi bumbu-
bumbuan di triwulan ini dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya disebabkan pasokan relatif memadai.
Selain itu, impor hortikultura relatif lancar dibandingkan tahun sebelumnya yang mengalami hambatan. Pasokan
impor cukup penting untuk diperhatikan mengingat siklus panen hortikultura yang tidak terjadi sepanjang tahun.
Impor dibutuhkan untuk mencukupi pasokan saat musim tanam berlangsung.
Ditengah masa tanam yang juga terganggu banjir, komoditas beras memberikan sumbangan inflasi.
Dilihat dari komoditas penyumbang inflasi, beras memberikan sumbangan inflasi di tiap bulan pada triwulan I
2014. Meski demikian, tekanan inflasinya tidak sebesar tahun sebelumnya. Kondisi tersebut lebih disebabkan oleh
distribusi yang sempat terganggu di awal tahun karena adanya dampak banjir. Pada akhir triwulan I 2014, inflasi
beras berkurang sumbangannya karena relatif membaiknya distribusi serta pasokan yang sudah meningkat sejalan
masuknya panen di beberapa sentra produksi padi. Di triwulan I 2014, sektor Pertanian tumbuh cukup baik. Secara
triwulanan tumbuh 37,7%, atau 2,1% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Berdasarkan data Dinas
Pertanian Provinsi Jawa Tengah, prognosa produksi beras di triwulan I 2014 sebesar 3,17 juta ton sedangkan target
produksi tahun 2014 sebesar 10,275 juta ton.
Sementara itu, harga beras yang relatif terkendali dipengaruhi adanya percepatan penyaluran beras raskin dan stok
beras Bulog yang cukup baik. Pemerintah mempercepat penyaluran beras raskin di Februari dan Maret 2014 untuk
mengatasi dampak banjir. Sedangkan stok beras yang dikelola Bulog Jawa Tengah juga mencukupi dimana stok
beras yang dimiliki dapat mencukupi kebutuhan daerah hingga 5 bulan ke depan.
Subkelompok ikan segar memberi tekanan pada inflasi. Inflasi pada subkelompok ini mengalami kenaikan
baik dibanding triwulan sebelumnya maupun terhadap periode yang sama tahun sebelumnya. Inflasi di triwulan I
2014 sebesar 17,12% (yoy) naik dari 12,78% (yoy) di triwulan sebelumnya maupun dari 9,15% (yoy) di triwulan I
2013. Terganggunya pasokan akibat cuaca buruk di awal tahun ditengarai sebagai penyebab kenaikan inflasi di
kelompok ini.
Bab 2. Perkembangan inflasi jawa tengah22
Tabel 2.3. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw I - Kelompok Bahan Makanan
BAHAN MAKANAN
KOMODITAS
I II III IV I II
2012 2013
5,14 8,20 7,15 9,785,60 12,86
III
12,80
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
IV
12,54
yoy
7,17 2.51
2014
SAYUR-SAYURAN
LEMAK DAN MINYAK
IKAN SEGAR
KACANG - KACANGAN
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN & HASILNYA
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
BUAH–BUAHAN
IKAN DIAWETKAN
TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA
BAHAN MAKANAN LAINNYA
BUMBU - BUMBUAN
13,49
8,29
3,58
3,40
16,45
4,48
5,06
5,85
3,63
7,53
-26,95
6,93
6,23
6,99
4,27
13,75
9,17
4,92
6,02
3,59
5,77
7,11
10,93
3,45
6,73
17,39
5,00
8,70
7,29
7,47
3,44
1,23
11,60
4,57
-3,94
9,90
17,43
3,50
7,12
11,51
8,92
5,07
-0,12
2,28
7,20
-9,83
9,15
14,51
2,46
11,54
16,79
6,00
2,60
2,28
103,12
17,49
-0,67
10,11
13,12
4,47
10,26
12,01
5,72
8,26
3,31
26,63
17,04
6,45
12,43
10,59
5,95
19,31
10,32
5,17
7,58
3,33
44,71
26,39
26,90
12,78
11,63
5,25
11,22
11,79
5,67
5,09
5,63
31,36
25,17
25,10
17,12
14,42
10,69
8,81
8,55
7,91
7,22
5,43
-25,87
6.33
4.38
3.74
0.91
4.79
0.38
0.35
4.03
1.17
1.50
-1.61
qtq
Subkelompok telur, susu dan hasilnya juga mengalami kenaikan inflasi di triwulan laporan. Inflasi
meningkat dari 5,09% (yoy) di triwulan IV 2013 menjadi 7,22% (yoy) di triwulan laporan. Sementara pada triwulan I
2013, inflasi di subkelompok ini hanya sebesar 2,60% (yoy). Salah satu penyebab kenaikan inflasi adalah kenaikan
harga telur ayam ras. Harga telur ayam ras meningkat sejalan dengan kurangnya pasokan akibat cuaca kurang baik.
2.2.2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & TembakauKelompok makanan jadi mengalami kenaikan inflasi yang lebih tinggi. Inflasi kelompok ini pada triwulan
laporan sebesar 8,04% (yoy), meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 7,61% (yoy). Adapun
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, inflasi kelompok makanan jadi juga meningkat dari 6,54%
(yoy) pada triwulan I 2013. Kenaikan inflasi di kelompok ini terutama terjadi di subkelompok makanan jadi serta
subkelompok tembakau dan minuman beralkohol. Kenaikan inflasi di kelompok ini terutama karena adanya
penyesuaian harga yang dilakukan paska kenaikan elpiji 12 kg. Adanya kenaikan elpiji sebesar Rp1.000/kg
ditengarai mendorong produsen makanan melakukan penyesuaian harga produknya karena naiknya biaya
produksi. Selain itu, mulai 1 Januari 2014, pemerintah daerah mulai melakukan pengenaan pajak cukai rokok
sebesar 10% dari tarif cukai rokok. Peraturan pajak daerah yang baru ini mendorong produsen untuk menaikkan
harga jual rokok. Sehingga berujung pada naiknya inflasi di subkelompok tembakau.
2.2.3. Kelompok Transpor Komunikasi dan Jasa KeuanganInflasi di kelompok ini tercatat lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya. Meski demikian, inflasi
kelompok ini masih mencatat inflasi tertinggi dibanding kelompok lainnya. Pada triwulan laporan, inflasi kelompok
ini sedikit menurun menjadi 13,04% (yoy) dari level 13,27% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Sementara di triwulan I
tahun 2013, inflasi kelompok ini tercatat sebesar 2,22% (yoy). Inflasi pada kelompok inti antara lain disumbang oleh
kenaikan tarif angkutan udara dan penyesuaian harga mobil. Kenaikan tarif angkutan udara disebabkan pengenaan
surcharge tarif angkutan udara. Sementara itu, adanya penyesuaian harga mobil oleh agen tunggal pemegang
merek (ATPM) mendorong kenaikan inflasi pada komoditas tersebut.
2.2.4. Kelompok LainnyaPada triwulan I 2014, inflasi kelompok perumahan, listrik dan air meningkat. Inflasi kelompok ini pada
triwulan laporan sebesar 6,14% (yoy), meningkat dibanding triwulan sebelumnya maupun terhadap periode yang
sama tahun sebelumnya. Kenaikan kelompok ini terutama didorong oleh adanya kenaikan pada komoditas bahan
bakar rumah tangga. Kenaikan tersebut didorong naiknya harga elpiji 12 kg pada awal Januari 2014. Kenaikan
harga tersebut tidak hanya menekan inflasi di elpiji 12 kg namun juga memengaruhi inflasi di elpiji 3 kg. Hal tersebut
disebabkan adanya kecenderungan perpindahan (migrasi) konsumen. Di sisi lain, pasokan dan distribusi elpiji 3 kg
kurang lancar sehingga mendorong adanya kenaikan harga yang lebih tinggi.
Kelompok Sandang pada triwulan laporan juga mengalami kenaikan inflasi. Inflasi meningkat dari -0,01%
(yoy) di triwulan IV 2013 menjadi 2,75% (yoy). Sementara di periode yang sama tahun 2013, inflasi kelompok ini
sebesar 2,56% (yoy). Naiknya inflasi di kelompok ini terutama didorong oleh inflasi di subkelompok barang pribadi
dan sandang lain yang meningkat dari -7,87% (yoy) di triwulan sebelumnya menjadi 1,14% (yoy) di triwulan I 2014.
Bab 2. Perkembangan inflasi jawa tengah 23
Faktor non-fundamental menjadi pendorong penurunan inflasi di triwulan laporan, terutama dari
menurunnya volatile foods. Ketersediaan pasokan menjadi kunci membaiknya inflasi di kelompok ini. Sementara
inflasi di kelompok administered prices meningkat karena pengaruh kenaikan harga elpiji 12 kg. Adapun tekanan
dari faktor fundamental (inflasi inti) juga meningkat meski dalam level terbatas.
Inflasi volatile foods lebih rendah dibandingkan rata-rata historis. Inflasi volatile foods pada triwulan laporan
tercatat sebesar 7,38% (yoy), lebih rendah dibandingkan rata-rata pada periode yang sama dalam 5 tahun terakhir
yang sebesar 8,40% (yoy). Sementara inflasi kelompok inti dan administered prices pada triwulan laporan masing-
masing sebesar 4,83% (yoy) dan 14,99% (yoy), tercatat lebih tinggi dari rata-rata historisnya, yang masing-masing
sebesar 3,91% (yoy) dan 4,44% (yoy) (Grafik 2.6).
2.3.1. Kelompok Volatile foodsInflasi volatile foods menurun signifikan di triwulan laporan. Dibandingkan triwulan sebelumnya, inflasi
kelompok ini menurun dari 13,76% (yoy) menjadi 7,38% (yoy). Sementara inflasi di kelompok ini pada periode yang
sama tahun sebelumnya sebesar 13,07% (yoy). Adapun inflasi triwulanan kelompok ini sebesar 2,51% (qtq),
dimana terjadi peningkatan dibanding triwulan sebelumnya.
Tercukupinya pasokan menopang rendahnya inflasi di kelompok ini. Pasokan bahan pangan terutama
produk hortikultura dan beras yang memadai menjadi pendorong turunnya inflasi. Sebagaimana dijelaskan
sebelumnya, pasokan beras cukup memadai di triwulan laporan. Namun beras sempat mengalami inflasi
dikarenakan pengaruh banjir yang mengganggu kelancaran distribusi. Kecukupan beras di triwulan laporan terlihat
dari stok beras yang dikelola Bulog Jawa Tengah yang mencukupi. Sementara itu hambatan impor yang sempat
menjadi kendala kecukupan pasokan hortikultura di tahun sebelumnya, relatif tidak terjadi di tahun ini. Sehingga
kestabilan pasokan dapat lebih terjamin dan dapat meminimalkan inflasi di kelompok volatile foods.
Beberapa subkelompok pada kelompok volatile foods masih mengalami inflasi. Selain subkelompok padi-
padian, tercatat dua subkelompok lainnya yang mengalami inflasi di triwulan laporan yaitu subkelompok ikan segar
serta subkelompok telur, susu dan hasilnya. Inflasi di subkelompok ikan segar meningkat dari 12,78% (yoy) di
triwulan IV 2013 menjadi 17,12% (yoy) di triwulan laporan, begitu juga bila dibandingkan dengan periode yang
sama tahun sebelumnya. Kenaikan inflasi ini disebabkan cuaca yang kurang baik di bulan Februari 2014 sehingga
nelayan tidak dapat melaut. Musim hujan yang berintensitas tinggi juga mendorong kenaikan harga telur karena
produksi umumnya berkurang saat musim tersebut. Inflasi di subkelompok telur, susu dan hasilnya sebesar 7,22%
(yoy), meningkat baik dibandingkan triwulan sebelumnya maupun dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya.
DISAGREGASI INFLASI2.3
Bab 2. Perkembangan inflasi jawa tengah24
Stabilisasi pasokan menjadi kunci pengendalian inflasi. Pasokan pangan yang mencukupi di triwulan laporan
merupakan poin penting rendahnya inflasi daerah. Kondisi ini dapat menjadi pembelajaran penting (lesson learned)
bahwa ketersediaan pasokan antar waktu (kontinuitas) menjadi kunci menjaga stabilitas inflasi khususnya di
kelompok ini. Pemantauan musim panen dan tanam sangat penting dilakukan. Di saat musim panen, pemerintah
perlu menahan impor barang dan melakukan upaya penyimpanan stok dengan melengkapi peralatan yang
dibutuhkan seperti cold storage. Di sisi lain, saat petani memasuki musim tanam, pencukupan kebutuhan
masyarakat melalui impor barang menjadi jawaban. Melalui pemantauan ini maka inflasi diharapkan dapat lebih
terjaga.
Penguatan manajemen bencana perlu terus dilakukan. Triwulan I 2014 diwarnai dengan terjadinya berbagai
bencana alam yang memengaruhi inflasi daerah. Bencana tersebut adalah banjir yang terjadi di bulan Februari serta
letusan Gunung Kelud pada bulan Maret. Dampak dari banjir cukup memengaruhi pencapaian inflasi di Kota Kudus.
Kudus sebagai kota yang baru ditetapkan sebagai sampel perhitungan inflasi triwulan I 2014 mengalami inflasi yang
cukup tinggi yaitu sebesar 10,50% (yoy) dan menjadi kota dengan inflasi tertinggi di Provinsi Jawa Tengah. Tingginya
inflasi di daerah tersebut tidak terlepas dari tidak lancarnya distribusi pasokan terutama beras dan BBM ke daerah
tersebut. Sehingga inflasi komoditas tersebut meningkat cukup tinggi. Ke depan diperlukan adanya cadangan
pangan di beberapa daerah untuk mengantisipasi bila terjadi gangguan akibat bencana di suatu daerah.
Harapannya, cadangan pangan yang mencukupi dapat memitigasi inflasi bila terjadi bencana.
2.3.2. Kelompok Administered PricesTekanan inflasi dari faktor non-fundamental lainnya, yaitu inflasi kelompok administered prices, tercatat
meningkat cukup tinggi. Pada triwulan I 2014, inflasi kelompok administered prices meningkat menjadi sebesar
14,99% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang sebesar 12,57% (yoy). Sumbangan inflasi kelompok ini juga tercatat
cukup tinggi di triwulan ini, namun inflasi triwulanan relatif stabil.
Inflasi pada kelompok administered prices didorong oleh kenaikan elpiji 12 kg. Kenaikan harga elpiji 12 kg sebesar
Rp1.000/kg yang diputuskan Pertamina pada awal Januari 2014 mendorong kenaikan inflasi kelompok ini.
Sumbangan inflasi atas kenaikan harga ini diperkirakan sebesar 0,12%. Kondisi ini terlihat dari sumbangan inflasi
pada bulan Januari 2014 dimana komoditas bahan bakar rumah memberi sumbangan sebesar 0,12%. Selain itu,
adanya penetapan pajak atas cukai rokok oleh pemerintah daerah serta surcharge tarif pesawat udara turut
memberi tekanan pada inflasi daerah.
2.3.3. Kelompok IntiInflasi dari kelompok inti yang menggambarkan tekanan inflasi yang bersifat fundamental meningkat
meski masih terkendali. Pada triwulan I 2014, inflasi kelompok inti sedikit meningkat dari 4,51% (yoy) di triwulan
sebelumnya menjadi 4,83% (yoy) di triwulan laporan. Inflasi di triwulan tersebut juga meningkat dibandingkan
triwulan I 2013 yang sebesar 4,03% (yoy). Meski demikian, inflasi inti masih cukup terkendali dan berada di bawah
5% (yoy). Hal ini menggambarkan bahwa permintaan secara agregat mulai meningkat namun terindikasi masih
dapat direspons dengan baik oleh para pelaku usaha. Ekspektasi inflasi relatif masih dapat terjaga dan mampu
meredam lonjakan inflasi inti. Hasil survei menunjukkan indeks ekspektasi harga yang relatif stabil baik dari sisi
konsumen maupun dunia usaha (Grafik 2.9).
Bab 2. Perkembangan inflasi jawa tengah 25
Sementara itu, dampak depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat diperkirakan terbatas.
Sumbangan inflasi inti terhadap inflasi triwulanan meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Sumbangan atau andil kelompok core (inti) pada inflasi triwulanan per triwulan I 2014 sebesar 3,05% (yoy),
meningkat dari 2,85% (yoy) di triwulan sebelumnya. Sumbangan inflasi kelompok core terhadap inflasi umum pada
triwulan laporan tertinggi dibandingkan sumbangan inflasi dari kelompok administered prices maupun volatile
foods yang masing–masing tercatat sebesar 2,70% (yoy) dan 1,38% (yoy). Adapun dilihat dari inflasi triwulanan,
inflasi inti juga memberikan andil yang cukup besar yaitu sebesar 0,80% (qtq) diikuti kelompok volatile foods dan
administered prices.
Faktor Eksternal : Nilai Tukar dan Imported Inflation
Tekanan inflasi dari faktor eksternal mulai mempengaruhi inflasi di triwulan laporan meski dampaknya
tidak signifikan. Tekanan imported inflation diperkirakan masih minimal sejalan dengan masih stabilnya
perkembangan harga komoditas internasional. Namun demikian, kenaikan harga CPO mempengaruhi harga
komoditas minyak goreng. Sementara itu, harga mobil mengalami kenaikan di triwulan ini sejalan dengan depresiasi
Rupiah di tahun sebelumnya. Secara rata-rata, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS melemah 1,08%, sementara
secara point-to-point melemah 4,83%. Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS (kurs tengah Bank Indonesia) pada
akhir bulan Maret 2014 relatif stabil. Nilai tukar Rupiah pada akhir triwulan I 2014 sebesar Rp11.671,00, sementara
triwulan sebelumnya berada di kisaran Rp11.461,00. Depresiasi nilai tukar Rupiah akan direspons dengan kenaikan
inflasi pada kelompok inti, melalui jalur impor barang/bahan baku/bahan penolong.
Disagregasi Inflasi TahunanGrafik 2.5 Disagregasi Inflasi BulananGrafik 2.6
0,16
0,14
0,12
0,10
0,08
0,06
0,04
0,02
0I II III
2011 2012 2013
IV I II III IV I II III IV
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PERSEN YOY
Core Adm PriceVF
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Core Adm PriceVF
2014
I
8.0
6.0
4.0
2.0
0.0
-2.0
-4.0
(0,02)
(0,04)
12 1 2 3 4 5 6
2012 2013
7 8 9 10 11 12
PERSEN MTM
1 2 3
Sumber : Bloomberg
Perkembangan Harga Komoditas Internasional dan EmasGrafik 2.7
1400
1200
1000
800
600
400
200
01 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2011 2012
7 8 9
1800
1700
1600
1500
1400
1300
120010 11 12 1 2 3 4 5 6
2013
7 8 9 10 11 12
US$/MT TON
Beras ($/mt) CPO ($/Metric Ton) Emas ($/oz) - RHS
1 2 3
2014
Bab 2. Perkembangan inflasi jawa tengah26
US$/OZ
Output GapTekanan inflasi dari sisi permintaan diperkirakan tidak terlalu besar. Tekanan permintaan di triwulan laporan
secara umum masih dapat direspon dari sisi penawaran.
Sementara dari sisi penawaran, permintaan tersebut diindikasikan masih dapat dipenuhi sejalan dengan cukup
lancarnya distribusi barang. Kondisi ini terlihat dari relatif stabilnya data arus barang yang tercatat di Dinas
Perhubungan Provinsi Jawa Tengah. Selain itu, utilitas kapasitas masih belum optimal sehingga masih mampu untuk
merespons kenaikan permintaan musiman tersebut. Dengan perkembangan tersebut, tekanan dari output gap
dapat dinyatakan relatif minimal.
Ekspektasi InflasiEkspektasi inflasi cenderung stabil di triwulan laporan. Kondisi pasokan yang cepat pulih paska bencana banjir
dan kenaikan harga elpiji mendorong stabilnya ekspektasi masyarakat hingga akhir triwulan. Membaiknya pasokan
dan distribusi bahan pokok yang relatif stabil mendorong pembentukan ekspektasi di triwulan laporan. Kondisi
tersebut tercermin dari hasil survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia.
Ekspektasi kenaikan harga konsumen relatif stabil. Konsumen berpendapat bahwa harga secara umum dalam
3 dan 6 bulan mendatang relatif stabil. Kondisi tersebut terkonfirmasi dari hasil Survei Konsumen di Provinsi Jawa
Tengah. Rata-rata indeks ekpektasi harga 3 bulan yang akan datang di triwulan laporan sebesar 180,8. Sementara
nilai rata-rata indeks ekspektasi harga 6 bulan yang akan datang sebesar 185,4. Adapun secara spasial, indeks di
Kota Tegal dan Purwokerto terlihat mengalami tren meningkat (grafik 2.8).
Sementara itu dari sisi pedagang, terlihat bahwa ekspektasi inflasi menurun di triwulan laporan.
Kalangan pedagang retail memperkirakan harga akan mengalami penurunan paska bulan Desember. Relatif
kurangnya tekanan dari faktor musiman diperkirakan sebagai pendorong adanya penurunan harga (Grafik 2.9).
Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia
Indeks Ekspektasi Konsumenterhadap Kenaikan Harga
Grafik 2.8
SEMARANG PURWOKERTO SOLO TEGAL
Sumber : Survei Pedagang Eceran, Bank Indonesia
Indeks Ekspektasi Pedagang EceranGrafik 2.9
Ekspektasi Harga 6 bulan yad Ekspektasi Harga 3 bulan yad
185,00
175,00
165,00
155,00
145,00
200,0
190,0
180,0
170,0
160,0
150,01 12 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2012
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2013
INDEKS
1 2 3
2014
10 11 121 2 3 4 5 6
2013
7 8 9
INDEKS
1 2 3
2014
Bab 2. Perkembangan inflasi jawa tengah 27
Tren penurunan inflasi terjadi di sebagian besar kota yang disurvei oleh BPS di Jawa Tengah. Penurunan
terbesar terjadi di Kota Semarang, yaitu dari 8,19% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 6,43% (yoy) pada
triwulan I 2014. Dari seluruh kota yang disurvei BPS, hanya Tegal yang mengalami kenaikan inflasi yaitu dari 5,80%
(yoy) menjadi 6,07% (yoy). Mulai tahun 2013, BPS menambah jumlah kota yang disurvei dari 4 menjadi 6 kota
dengan menambah kota Cilacap dan Kudus. Inflasi di kedua kota tersebut pada triwulan I 2014 masing-masing
sebesar 9,69% (yoy) dan 10,50% (yoy)(Grafik 2.10).
Berdasarkan kelompok barang dan jasa, kelompok transportasi mengalami inflasi tertinggi di seluruh
kota perhitungan inflasi di Jawa Tengah. Inflasi kelompok ini yang tertinggi terjadi di Cilacap dan Kudus masing-
masing sebesar 15,38% (yoy) dan 14,35% (yoy). Inflasi di kedua kota tersebut berada di atas inflasi kelompok
transpor Jawa Tengah yang sebesar 13,04% (yoy). Inflasi di kedua kota tersebut tercatat mengalami inflasi yang lebih
tinggi dari inflasi Jawa Tengah di hampir seluruh kelompok (Grafik 2.11).
Dengan perkembangan tersebut, inflasi tahunan tertinggi terjadi di Kota Kudus. Inflasi di Kota Kudus
mencapai 10,50% (yoy) disusul oleh inflasi Kota Cilacap sebesar 9,69% (yoy). Adapun kota lainnya yang mengalami
inflasi di atas Jawa Tengah adalah Purwokerto dengan inflasi sebesar 7,30% (yoy).
INFLASI KOTA-KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH2.4
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Inflasi Kota di Provinsi Jawa TengahGrafik 2.10
12
10
8
6
4
2
0
2012 2013
PERSEN YOY
2014
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per KelompokGrafik 2.11
Purwokerto Surakarta Semarang Tegal Jateng
18,00
16,00
14,00
12,00
10,00
8,00
6,00
4,00
2,00
-
(2,00)Bahan
MakananMakanan Jadi Perumahan Kesehatan Pendidikan TransporSandang
Cilacap Kudus
Bab 2. Perkembangan inflasi jawa tengah28
PERSEN YOY
Pada bulan Januari hingga Februari 2014, sebagian daerah Jawa Tengah terutama pesisir pantai utara mengalami
banjir yang cukup parah terjadi sejak minggu III Januari 2014. Banjir tersebut bahkan sempat memutuskan jalur
distribusi ke/dari Kota Kudus dan sekitarnya sehingga menyebabkan pasokan ke/dari kota-kota tersebut menjadi
berhenti.
Sebagai daerah sentra produksi padi, banjir di daerah pantai utara tersebut menyebabkan lahan pertanian terendam
banjir. Data menunjukkan bahwa lahan padi yang terendam sebesar 41.132 ha, dan 11.930 ha diantaranya Puso.
Daerah lahan yang terendam terutama di Jepara, Pati, dan Demak. Sementara untuk hortikultura, lahan palawija
yang terendam seluas 571 ha, jagung seluas 310 ha di Kendal dan Boyolali, kedelai 141 ha di Kendal dan Boyolali
serta bawang merah seluas 120 ha di Kendal dan Brebes. Namun untuk semua komoditas hortikultura tersebut tidak
ada yang terkena puso. Sedangkan luas areal tambak yang terkena banjir sebesar 14.783 hektar dengan perkiraan
kerugian Rp113.9 miliar. Daerah yang terkena di Kudus, Pati, Pekalongan, Batang, dan Pemalang.
Dampak banjir tersebut diperkirakan menyebabkan kerugian di sektor pertanian sebesar Rp516 miliar dan
pengalaman historis menunjukkan luas lahan yang terendam tersebut merupakan yang terluas dalam lima tahun
terakhir. Sebelumnya, pada tahun 2009, banjir menyebabkan 28.097 ha lahan padi terendam.
Dari sisi distribusi barang, banjir menyebabkan 18.54% jalan provinsi rusak dengan kerusakan terbesar di wilayah
Semarang, Magelang, dan Cilacap. Jalan Provinsi yang rusak tersebut menyebabkan kerugian sekitar Rp113 miliar,
sementara dana perbaikan tersedia Rp75 miliar. Upaya perbaikan juga tidak dapat dilakukan dengan sebera
mengingat hujan masih turun hingga akhir Februari 2014. Saat banjir tersebut juga sempat memutuskan jalur
transportasi antara Semarang-Kudus, Jepara, dan Pati serta ruas yang menghubungkan Kendal - Batang - Kota
Pekalongan - Kabupaten Pekalongan dan Pemalang. Banjir juga menyebabkan bertambahnya waktu tempuh
melalui Pantura berkisar 3-4 jam akibat jalan rusak. Akibat rusaknya jalan dan sempat terputusnya jalan, terjadi
pengalihan ke jalur Selatan baik bagi untuk jalan maupun perlintasan kereta api. Pengalihan jalan ini menambah
waktu tempuh 4-5 jam.
Banjir yang terjadi tersebut cukup memengaruhi inflasi daerah, terlihat dari tingginya inflasi di bulan Januari. Meski
sepenuhnya tidak disebabkan oleh dampak banjir, pada bulan tersebut terjadi inflasi sebesar 1% (mtm). Dimana
inflasi bulan tersebut juga disebabkan oleh dampak kenaikan elpiji 12 kg. Selanjutnya inflasi di bulan Februari 2014
terbilang masih cukup tinggi yaitu sebesar 0,33% (mtm). Adapun dampak terhadap inflasi yang cukup besar
dirasakan di Kota Kudus dimana inflasi di daerah tersebut mencapai 12,20% (yoy). Sebagai kota yang baru di survei
BPS serta sempat terputus jalur distribusinya akibat banjir, inflasi terjadi cukup signifikan di daerah tersebut.
Kelompok bahan makanan mengalami inflasi tertinggi dengan inflasi mencapai 20,70% (yoy).
Melihat dari fenomena dampak banjir tersebut, maka kedepan perlu diperhatikan adanya manajemen
pasokan dan cadangan pangan yang baik di tiap daerah. Kondisi ini diperlukan untuk menyangga
tingginya permintaan dan kurangnya pasokan saat terjadi bencana. Sehingga inflasi di daerah yang
terkena bencana dapat lebih terjaga.
Suplemen 2Dampak Banjir di Jawa Tengah
Bab 2. Perkembangan inflasi jawa tengah 29
PERKEMBANGANPERBANKAN DAN
SISTEM PEMBAYARAN
BABIII
Industri perbankan di Jawa Tengah pada triwulan I -2014 masih tumbuh cukup baik.
Meski tumbuh cukup baik jika dibandingkan dengan periode (triwulan) sebelumnya, kinerja perbankan di Jawa
tengah mengalami perlambatan pada Tw I 2014. Indikator utama perbankan yaitu aset, dan kredit
menunjukkan perlambatan sementara DPK masih mengalami sedikit peningkatan.
Perbankan syariah mengalami peningkatan aset namun DPK dan pembiayaan yang dilakukan mengalami
perlambatan pertumbuhan.
Kegiatan sistem pembayaran mampu memberikan dukungan pada kelancaran transaksi ekonomi di Jawa
Tengah.
9
KONDISI UMUM PERBANKAN JAWA TENGAH3.1
Industri perbankan di Jawa Tengah pada Triwulan I 2014 masih tumbuh cukup baik (Grafik 3.2),
terkonfirmasi dari beberapa indikator utama kinerja perbankan di Jawa Tengah. Secara tahunan pada triwulan ini
total aset dan kredit tumbuh melambat dibanding Triwulan IV 2013. Sementara itu DPK masih mampu tumbuh tipis.
Seiring dengan pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan DPK maka menyebabkan Loan to Deposit Ratio
(LDR) turut meningkat pada triwulan laporan. Sementara itu, kualitas kredit yang disalurkan masih dapat dijaga jauh
di bawah level indikatif lima persen. Kinerja perbankan yang masih cukup baik tersebut memberikan nilai tambah
pada pertumbuhan ekonomi sektor keuangan, yang pada Triwulan I-2014 mampu tumbuh 11,2% (yoy).
Aset tumbuh melambat, dari 15,39% (yoy) menjadi 14,89% (yoy). Total aset bank umum tercatat sebesar
Rp230,30 miliar.
Penghimpunan DPK bank umum meningkat dari 15,24% (yoy) menjadi 15,29% (yoy). Dilihat dari jenis
simpanannya, sumber perlambatan berasal dari giro dan tabungan sementara deposito menunjukkan pertumbuhan
yang menguat.
Kredit melambat pada periode laporan. Kredit bank umum melambat dari 16,98% (yoy) menjadi 16,45% (yoy).
Dari jenis kreditnya, perlambatan bersumber dari kredit konsumsi sementara komponen kredit berdasar jenis
penggunaan lainnya yaitu kredit modal kerja dan kredit investasi masih menunjukkan peningkatan.
Indikator perbankan berdasar lokasi bank 9.
Sumber : Bank Indonesia
Perkembangan IndikatorPerbankan Jawa Tengah
Grafik 3.1
Asset KreditDPK LDR-RHS
Sumber : Bank Indonesia
Pertumbuhan Tahunan IndikatorPerbankan Jawa Tengah
Grafik 3.2
Asset Kredit DPK
250
200
150
100
50
0III IV
2012
I II
2013
I II III
108
106
104
102
100
98
96
94
92
TRILIUN RP PERSEN
IIV
2014
30
15
0III IV
2012
I II
2013
I II III
PERSEN YOY
IV
2014
I
Bab 3. Perkembangan perbankan dan sistem pembayaran 31
3.2.1 Perkembangan Jaringan Kantor BankPerkembangan jaringan kantor bank umum di Jawa Tengah naik dibanding triwulan sebelumnya (Tabel
3.1). Meskipun pada triwulan ini kenaikan hanya terjadi pada kantor kas sejumlah 5 unit pada kelompok Bank
Pemerintah Daerah sehingga total kantor kas di Jawa Tengah yaitu 583 unit. Selebihnya pada kelompok bank lain
tidak mengalami penambahan jumlah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
3.2.2 Perkembangan Penghimpunan DPKPeningkatan suku bunga simpanan tidak seiring dengan pertumbuhan DPK. Keseluruhan komponen suku
bungan simpanan mengalami peningkatan terkecuali tabungan, sementara kenaikan DPK hanya terjadi pada
deposito. Dilihat dari golongan nasabahnya, terjadi perlambatan drastis pada kelompok pemerintah daerah yang
melambat dari 13,58% (yoy) di Triwulan IV-2013 menjadi 2,17% (yoy). Di sisi lain terjadi penguatan pertumbuhan
pada kelompok swasta dari 16,86% (yoy) menjadi 19,82% (yoy). Sementara itu, dilihat dari penggunaannya,
kenaikan terbesar terjadi pada deposito yang naik dari 21,99% (yoy) menjadi 28,95% (yoy). Giro swasta mengalami
perlambatan dari 6,52% (yoy) menjadi 0,45% (yoy). Perlambatan juga terjadi pada tabungan dari 13,99% (yoy)
menjadi 12,04%. Berdasarkan pangsa masing-masing komponen DPK, simpanan dalam bentuk tabungan
tetap tercatat memiliki pangsa terbesar yaitu sebesar 49%. Sementara itu, simpanan deposito dan giro
masing-masing memiliki pangsa sebesar 35% dan 16% (Grafik 3.4). Tidak terjadi shifting di sepanjang lima tahun
terakhir mengenai proporsi bentuk simpanan ini.
PERKEMBANGAN BANK UMUM3.2
Jumlah Kantor Bank Umum
Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Jawa Tengah
KETERANGAN
I II III IV I II
2012 2013
Bank Pemerintah
Kantor Pusat
Kantor Cabang
Kantor Cabang Pembantu 1)
Kantor Kas
Bank Pemerintah Daerah
Kantor Pusat
Kantor Cabang
Kantor Cabang Pembantu
Kantor Kas
2,149
0
79
1,853
217
248
1
40
93
114
2,159
0
79
1,857
223
250
1
40
93
116
2,174
0
79
1,875
220
252
1
41
93
117
2,184
0
79
1,881
224
256
1
41
95
119
2,201
0
80
1,897
224
273
1
41
103
128
2,156
0
80
1,855
221
276
1
41
104
130
Bank Asing dan Bank Campuran
Kantor Pusat
Kantor Cabang
Kantor Cabang Pembantu
Kantor Kas
20
0
16
4
0
21
0
16
4
1
21
0
16
4
1
21
0
16
4
1
21
0
16
4
1
21
0
16
4
1
Bank Swasta Nasional
Kantor Pusat
Kantor Cabang
Kantor Cabang Pembantu
Kantor Kas
964
1
166
682
115
1,070
1
168
774
127
1,168
1
171
855
141
1,167
1
171
850
145
1,181
1
180
864
136
1,179
1
181
865
132
III
2,185
0
80
1,855
250
278
1
42
105
130
1,192
1
184
872
135
20
0
15
4
1
IV
2,258
0
80
1,872
306
282
1
42
106
133
1,192
1
185
868
138
22
0
15
6
1
Bank Conventional
Jumlah Bank Umum
jumlah Bank (Kantor Pusat)
51
2
51
2
51
2
51
2
51
2
51
2
51
2
51
2
I
0
80
1,872
306
287
1
42
106
138
1,192
1
185
868
138
22
0
15
6
1
51
2
Sumber : Bank Indonnesia
2014
3,381 3,500 3,615 3,628 3,676 3,632 3,675 3,754 3,759
Bab 3. Perkembangan perbankan dan sistem pembayaran32
2,258
3.2.3. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Laju pertumbuhan kredit/pembiayaan tercatat mengalami perlambatan seiring dengan perlambatan
yang terjadi pada DPK. Kredit melambat dari 16,98% (yoy) menjadi 16,45% (yoy). Pertumbuhan kredit baik pada
kelompok pemerintah maupun swasta mengalami perlambatan pertumbuhan.
Pangsa terbesar penyaluran kredit pada kelompok bank umum masih diberikan pada sektor
perdagangan besar dan eceran yaitu 34,53% dilanjutkan dengan industri pengolahan 16,47%.
Kredit investasi masih tumbuh cukup tinggi meskipun mengalami perlambatan. Pertumbuhan kredit pada
Triwulan I-2014 masih cukup baik yang didukung oleh suku bunga pinjaman yang hanya mengalami sedikit
kenaikan. Kredit berdasarkan kategori jenis penggunaan mengalami kondisi yang beragam. Kredit investasi tetap
tumbuh paling tinggi dibanding kredit lain. Sementara itu kredit modal kerja tumbuh meningkat dari 14,34% (yoy)
menjadi 15,46% (yoy). Sementara kredit investasi tumbuh meningkat dari 34,16% (yoy) menjadi 34,64% (yoy),
sedangkan kredit konsumsi melambat dari 14,73% menjadi 11,05% (yoy) (Grafik 3.6).
Berdasarkan jenis penggunaan, komposisi penyaluran kredit pada Triwulan I-2014 masih didominasi oleh
kredit modal kerja yakni sebesar 52%, kemudian diikuti kredit konsumsi yakni sebesar 33%, dan kredit investasi
dengan pangsa sebesar 15% (Grafik 3.7).
Sumber : Bank Indonesia
Komposisi DPK Perbankan UmumTriwulan I 2014 di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.4
TABUNGAN49%
GIRO16%
DEPOSITO35%
Sumber : Bank Indonesia
Perkembangan DPK Perbankan Umumdi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.3
TabunganDeposito Pertumbuhan Giro
Giro Pertumbuhan TabunganPertumbuhan Deposito
100
80
60
40
20
0I II III IV
30
20
10
0
TRILIUN RP
2012 2013 2014
I II III IV I
Sumber : Bank Indonesia
Perkembangan Kredit Sektor Utama Bank Umum Provinsi Jawa Tengah (Rp Triliun)Grafik 3.5
60
40
20
0MAR
RP TRILIUN
JUN SEP DES MAR JUN SEP DES MAR
2012 2013 2014
30
20
10
0
PERSEN YOY
Kredit Sektor Pertanian Kredit Sektor Industri Kredit Sektor PHR Pertumbuhan Kredit Sektor Industri -RHS Pertumbuhan Kredit Sektor pertanian -RHS Pertumbuhan Kredit Sektor PHR
Bab 3. Perkembangan perbankan dan sistem pembayaran 33
3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum Perkembangan suku bunga bank umum konvensional berupa suku bunga simpanan mengalami
peningkatan terkecuali suku bunga tabungan. Sementara untuk suku bungan pinjaman keseluruhan
komponen menunjukkan peningkatan. Kenaikan suku bunga simpanan terbesar adalah deposito di mana suku
bunga deposito meningkat dari 6,89% menjadi 7,20%. Berdasarkan waktunya, hampir semua suku bunga deposito
naik baik jangka pendek maupun panjang. Penurunan suku bunga hanya terjadi pada suku bunga deposito bertenor
kurang dari 18 bulan. Rata-rata suku bunga deposito pada Triwulan 1-2014 adalah sebesar 7,14%, suku bunga
deposito lebih rendah daripada angka rata-rata tersebut dijumpai pada deposit bertenor 12 bulan, 18 bulan, dan 24
bulan. Suku bunga tabungan mengalami penurunan dari 1,99% menjadi 1,92%. Sementara itu, suku bunga giro
juga mengalami peningkatan dari 2,23% menjadi 2,73%.
Apabila kredit ditinjau berdasarkan penggunaan, maka secara keseluruhan suku bunga pinjaman mengalami
peningkatan pada triwulan ini. Suku bunga kredit berdasar penggunaan secara umum meningkat dari 12,91% pada
triwulan IV-2013 menjadi 12,99% pada triwulan laporan. Sementara itu Kredit Modal Kerja mengalami peningkatan
dari 12,93% menjadi 13,03%. Demikian pula halnya dengan Kredit Investasi yang meningkat dari 12,78% menjadi
12,89% pada triwulan I-2014 ini. Kredit Konsumsi mengalami peningkatan dari 12,92% menjadi 12,97% pada
triwulan laporan.
Kredit KonsumsiKredit Modal Kerja KI yoy - RHS
Kredit Investasi KMK yoy - RHSKK yoy - RHS
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0I II III
2011 2012 2013
IV I II III IV I II
60
50
40
30
20
10
0III IV*
KONSUMSI33%
INVESTASI15%
MODAL KERJA52%
Sumber : Bank Indonesia
Komposisi Kredit PerbankanTriwulan I 2014 di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.7
Sumber : Bank Indonesia
Pertumbuhan Kredit Perbankandi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.6
TRILIUN RP
Sumber : Bank Indonesia
Perkembangan Suku BungaBank Umum Simpanan Jawa Tengah
Grafik 3.8
Giro Tabungan Deposito - RHS Modal Kerja Investasi Jenis Penggunaan
Sumber : Bank Indonesia
Perkembangan Suku BungaBank Umum Pinjaman Jawa Tengah
Grafik 3.9
4
2
0III IV
2012
I II
2013
I II III IV
PERSEN
I
2014
III IV
2011
I II
8
6
4
2
0
PERSEN 16
13
10III IV
2012
I II
2013
I II III IV
PERSEN
I
2014
III IV
2011
I II
Konsumsi
Bab 3. Perkembangan perbankan dan sistem pembayaran34
Berdasarkan sektor utama di Jawa Tengah, hanya suku bunga kredit pada Sektor Pertanian yang mengalami
penurunan dari triwulan IV-2013. Suku bunga kredit Sektor Pertanian menurun dari 14,19% menjadi 14,06%.
Sementara itu suku bunga pada sektor utama lainnya yaitu Sektor Industri dan Sektor PHR mengalami peningkatan.
Pada triwulan I-2014 suku bunga kredit Sektor Industri meningkat dari 11,02% menjadi 11,19%. Sedangkan pada
Sektor PHR suku bunga kredit meningkat dari 13,60% menjadi 13,65%.
3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank UmumNon Performing Loan (NPL) kredit yang disalurkan perbankan Jawa Tengah dapat dipertahankan pada
level yang rendah, yang mengindikasikan kualitas kredit dapat dijaga dengan baik. Tingkat NPL gross perbankan
Jawa Tengah pada Triwulan I-2014 sebesar 2,17% sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
sebesar 1,98%.
Kredit berdasarkan penggunaan, meskipun dalam tren meningkat dari triwulan lalu memiliki NPL gross
pada semua komponen pembentuknya berada di bawah batas atas sebesar 5%. Semua kredit berdasar jenis
penggunaan mengalami peningkatan NPL dengan nilai tertinggi berada pada jenis Kredit Modal Kerja yaitu sebesar
2,72% pada triwulan ini. NPL Kredit Konsumsi tercatat yang paling rendah yaitu 1,13%, sedangkan NPL Kredit
Investasi 2,52% Pengamatan berdasar sektoral NPL sektor utama ekonomi Jawa Tengah tercatat masih berada di bawah
batas atas. NPL sektor utama ekonomi Jawa Tengah memiliki NPL yang stabil berada di bawah level indikatif. Pada
Triwulan I-2014 NPL Kredit Sektor PHR tercatat tertinggi yaitu sebesar 3,12% dan Industri Pengolahan sebesar
2,53%. NPL kredit kepada Sektor Pertanian mencapai level terendah pada triwulan ini yaitu sebesar 2,16%.
Sumber : Bank Indonesia
Perkembangan Suku Bunga Sektor Utama Jawa TengahGrafik 3.10
19
14
9MAR
PERSEN
JUN SEP DES
2011
Pertumbuhan Kredit Sektor Pertaniain Jateng Pertumbuhan Kredit Sektor Industri Jateng Pertumbuhan Kredit Sektor PHR Jateng
MAR JUN SEP DES
2012
MAR JUN SEP DES
2013
MAR JUN SEP DES
2013
MAR
2014
Bab 3. Perkembangan perbankan dan sistem pembayaran 35
Perkembangan industri syariah pada Triwulan I-2014 di Jawa Tengah menunjukkan kinerja yang cukup
baik dengan mencatatkan pertumbuhan yang tinggi. Perbankan syariah mengalami pertumbuhan aset
sebesar 53,83% dari sebelumnya pada Triwulan IV-2013 yang tumbuh sebesar 28,01%. Namun pada DPK industri
perbankan syariah mengalami perlambatan dari triwulan sebelumnya yakni sebesar 32,89% menjadi 21,12% (yoy).
Pembiayaan yang dilakukan oleh Perbankan Syariah mengalami perlambatan dibanding triwulan sebelumnya. Pada
Triwulan I-2014 ini pertumbuhan pembiayaan melambat menjadi sebesar 27,39% (yoy) dari sebelumnya sebesar
27,39% (yoy). Sementara itu angka Financing to Deposit Ratio (FDR) pada triwulan ini mengalami peningkatan
menjadi sebesar 129% setelah triwulan sebelumnya hanya sebesar 117%.
Meskipun berkinerja baik namun dilihat berdasarkan jumlah jaringan kantor baik bank umum syariah dan unit usaha
syariah (UUS) belum terjadi peningkatan dibanding triwulan sebelumnya. Demikian pula dengan jumlah jaringan
kantor BPR syariah yang masih stagnan dari triwulan IV-2013.
Peran perbankan dalam pembiayaan UMKM di Jawa Tengah pada Triwulan I-2014 mengalami
perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan ini pertumbuhan tahunan yang berhasil
dicatatkan yaitu sebesar 20,91% (yoy) setelah pada periode sebelumnya mampu mencatatkan pertumbuhan
sebesar 23,07%. Risiko yang dihadapi kredit kepada sektor UMKM meskipun mengalami peningkatan namun masih
terjaga pada batas aman yang dipersyaratkan yaitu sebesar 5%. NPL kredit UMKM di Jawa Tengah pada periode
laporan yaitu sebesar 3,33%, meningkat dari sebelumnya yang sebesar 3,09%. Apabila dilihat berdasarkan
penggunaannya kredit kepada Sektor UMKM mayoritas berupa Kredit Modal Kerja. Pada triwulan laporan Kredit
Modal Kerja tersebut mengalami perlambatan pertumbuhan dari 18,67% (yoy) menjadi 17,28% (yoy). Sementara
itu Kredit Investasi tetap mampu tumbuh di level yang tinggi. Meskipun demikian pada triwulan ini Kredit Investasi
pada Sektor UMKM juga mengalami perlambatan yaitu menjadi sebesar 40,55% (yoy) dari sebelumnya 47,67%
(yoy).
Tabel 3.2. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah
Sumber : Bank Indonnesia
KETERANGAN
I II III IV I II
2012 2013
Bank Syariah
Bank Umum
Jumlah Bank
Jumlah Kantor
Unit Usaha Syariah
Jumlah Kantor
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah
Jumlah Bank
Jumlah Kantor
7
139
45
45
23
23
7
147
47
47
23
23
8
152
49
49
23
23
8
156
49
49
23
23
8
158
51
51
23
23
9
160
59
59
24
24
III
9
165
61
61
24
24
IV
9
167
62
62
24
24
I
2014
9
167
62
62
24
24
Perkembangan PERBANKAN SYARIAH3.3
Bab 3. Perkembangan perbankan dan sistem pembayaran36
Kegiatan kliring pada triwulan I 2014 menurun dibandingkan triwulan sebelumnya, baik dari sisi nominal
maupun jumlah warkat. Jumlah warkat yang dikliringkan pada periode laporan tercatat sebanyak 635.373 lembar
dengan nominal sebesar Rp 24,77 triliun (Grafik 3.15). Sementara itu pada Triwulan IV-2013 perputaran warkat
adalah sebanyak 609.708 lembar dengan nominal kliring adalah sebesar Rp 25,31 triliun.
Sumber : Bank Indoneisa
NPL Kredit UMKMBerdasar Penggunaan
Grafik 3.14
5
3
2
0III IV
2012 2013
I II III II II
PERSEN
IV
2014
Sumber : Bank Indoneisa
Perkembangan Kredit kepada UMKMGrafik 3.11
70
60
50
40
30
20
10
0III IV
2012 2013
I II III II II
Kredit UMKM Pertumbuhan Kredit UMKM - RHS
RP TRILIUN PERSEN YOY
IV
2014
30
25
20
15
10
5
0
Sumber : Bank Indoneisa
NPL Kredit UMKMGrafik 3.12
2,5
2
1,5
1
0,5
0III IV
2012 2013
I II III II II
Kredit UMKM Pertumbuhan Kredit UMKM - RHS
RP TRILIUN
IV
2014
4,50%
3,00%
1,50%
0,00%
Sumber : Bank Indoneisa
Perkembangan Kredit kepada UMKMBerdasar Penggunaan
Grafik 3.13
60
40
20
0III IV
2012 2013
I II III II II
Kredit Modal Kerja Pada Sektor UMKMKredit Investasi Pada Sektor UMKM
Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Pada Sektor UMKMPertumbuhan Investasi Pada Sektor UMKM
RP TRILIUN PERSEN
IV
2014
60
40
20
0
NPL Kredit Modal Kerja UMKM NPL Kredil Investasi UMKM
Perkembangan Kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS)3.4
Sumber : Bank Indonesia
PerkembanganPerputaran Kliring di Jawa Tengah
Grafik 3.15
Kliring Nominal Kliring Warkat - RHS
60
40
20
0III IV
2012
I II
2013
I II
14.000
1.200
1.000
800
600
400
200
0III IV
TRILIUN RP RIBU LEMBAR
I
2014
Tabel 3.3. Perputaran Cek dan Bilyet Giro KosongProvinsi Jawa Tengah
Sumber : Bank Indonnesia
WILAYAH WARKAT
PURWOKERTO
SEMARANG
SOLO
TEGAL
YOGYAKARTA
JAWA TENGAH
943
8,008
2,556
1,000
948
13,455
49,446
242,704
68,688
37,729
43,230
441,796
NOMINAL (Rp Juta)
Tw 1 - 2014 Tw 1 - 2014
Bab 3. Perkembangan perbankan dan sistem pembayaran 37
PERSEN
Peredaran cek dan bilyet giro kosong meningkat (Tabel 3.3). Cek dan bilyet giro (BG) kosong yang dikliringkan
pada triwulan laporan tercatat sebanyak 14.134 lembar dengan nominal sebesar Rp 0,46 triliun. Dibandingkan
dengan periode yang sama tahun sebelumnya, nominal cek/BG kosong tumbuh sebesar 17,46% (yoy) atau naik
cukup tajam dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 11,82% (yoy).
Transaksi RTGS yang terjadi pada Trwulan I-2014 mengalami penurunan baik secara volume transaksi maupun nilai
transaksi dibandingkan dengan Triwulan IV-2013 (Grafik 3.16 dan 3.17). Secara volume, transaksi RTGS yang
semula mampu tumbuh positif sebesar 4,58% (qtoq) pada triwulan ini turun sebesar 12,23% (qtoq), dengan
penurunan volume terbesar dicatat oleh transaksi RTGS dari Jawa Tengah yakni sebesar 13,69% (qtoq). Sementara
itu dari sisi nilai, transaksi RTGS juga mengalami penurunan sebesar 11,68% (qtoq) setelah sebelumnya mampu
mencatatkan angka pertumbuhan positif sebesar 4,65% (qtoq). Penurunan nilai transaksi RTGS terbesar dijumpai
pada RTGS ke Jawa Tengah yaitu sebesar 23,05% (qtoq) memburuk dari Triwulan IV-2013 yang sudah mencatatkan
pertumbuhan negatif sebesar 0,49% (qtoq).
Pada Triwulan I-2014, Jawa Tengah sama halnya dengan tahun lalu mengalami net inflow uang tunai. Inflow yang
terjadi adalah sebesar Rp 15,47 triliun meningkat dibanding triwulan sebelumnya yaitu sebesar Rp 12,65 triliun atau
meningkat sebesar 22,34% (qtoq). Sementara itu outflow yang terjadi pada triwulan laporan yaitu sebesar Rp 6,27
triliun menurun dari triwulan IV-2013 yang sebesar Rp 9,21 triliun atau menurun sebesar 31,92% (qtoq). Dengan
kondisi tersebut, netflow yang terjadi mengalami peningkatan dari triwulan sebelumnya yaitu sebesar Rp 3,44 triliun
menjadi Rp 9,20 triliun atau meningkat sebesar 167,62% (qtoq).
Penyediaan uang dalam jumlah yang cukup dan kondisi yang layak edar menjadi tugas Bank Indonesia. Dalam
rangka memenuhi tugas tersebut Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah V melakukan penarikan uang lusuh.
Pada Triwulan I-2014 uang lusuh yang ditarik menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dilihat
berdasarkan proporsinya terhadap inflow, pada triwulan laporan persentase penarikan uang lusuh terhadap inflow
adalah sebesar 59,69%. Angka ini relatif stabil dibanding triwulan IV-2013 yang sebesar 59,64% (Grafik 3.19).
RTGS dari Jateng RTGS antar Jateng RTGS ke Jateng
Sumber : Bank Indonesia
Perkembangan Nilai RTGS Jawa TengahGrafik 3.16
200
150
100
50
0III IV
2012
I II
2013
I II III IV
MILIAR RP
I
2014
RTGS dari Jateng RTGS antar Jateng RTGS ke Jateng
Sumber : Bank Indonesia
Perkembangan Volume RTGS Jawa TengahGrafik 3.17
200
150
100
50
0III IV
2012
I II
2013
I II III IV
LEMBAR
I
2014
Perkembangan Perkasan3.5
Bab 3. Perkembangan perbankan dan sistem pembayaran38
Penemuan uang palsu di Jawa Tengah pada Triwulan I-2014 sebanyak 5.475 lembar. Apabila ditinjau berdasarkan
lokasi maka temuan uang palsu terbanyak dijumpai di Kota Semarang (3.458 lembar) dan terkecil di Kota
Purwokerto (427 lembar).
Kegiatan sistem pembayaran bereperan besar dalam memberikan dukungan pada kelancaran transaksi ekonomi di
Jawa Tengah. Kegiatan tersebut dalam bentuk tunai maupun nontunai pada Triwulan I 2014 menunjukkan kinerja
yang baik. Hal ini mengindikasikan bahwa masih cukup maraknya kegiatan ekonomi di Jawa Tengah
Sumber : Bank Indonesia
Perkembangan Kegiatan Perkasandi Jawa Tengah 2012-2014
Grafik 3.18
INFLOW OUTFLOW NET-INFLOW
8
6
4
2
0
90
60
30
0
Sumber : Bank Indonesia
Perkembangan Penarikan Uang LusuhGrafik 3.19
20
15
10
5
0
TRILIUN RP
2012 2013
I II III IV I II III IV
2014
I
2012 2013
I II III IV I II III IV
2014
I
PTTB PERSENTASE TERHADAP INFLOW - RHS
TRILIUN RP PERSEN
Bab 3. Perkembangan perbankan dan sistem pembayaran 39
PERKEMBANGANKEUANGAN
DAERAH
BABIV
Sesuai siklikalitas APBD secara umum realisasi belanja daerah dan pendapatan daerah di triwulan I 2014 masih rendah.
Sejalan dengan melambatnya perekonomian Jawa Tengah pada triwulan I 2014, persentase realisasi
pendapatan dan belanja daerah pada periode laporan tidak sebesar periode yang sama tahun sebelumnya
Sesuai dengan siklikalitas realiasasi belanja pemerintah baik pusat maupun daerah yang relatif masih
rendah pada triwulan pertama, perkembangan keuangan daerah Provinsi Jawa Tengah pada data realisasi APBD
Triwulan I-2014 menunjukkan telah terjadi penyerapan pendapatan sebesar Rp 3,26 triliun (13%) dan belanja Rp
1,84 triliun (24%) terhadap APBD 2014 (Tabel 4.1).
Pengamatan pada 4 titik tahun anggaran, tampak bahwa alokasi pada Belanja Tidak Langsung
mendominasi anggaran belanja. Pada triwulan laporan alokasi Belanja Tidak Langsung mencapai 78,94%
sementara Belanja Langsung 21,06%. Pada triwulan ini terjadi peningkatan realisasi alokasi Belanja Tidak Langsung
baik terhadap anggaran tahun 2014 sendiri maupun terhadap data historis 2012-2013 yang rata-ratanya hanya
mencapai 72,39%. Sementara itu pada realisasi Belanja Langsung, alokasi pada triwulan laporan lebih rendah dari
rata-rata realisasi alokasi anggaran 2012-2014 yang sebesar 27,61% (Grafik 4.1).
Apabila ditinjau lebih mendalam pada alokasi Belanja Tidak Langsung mayoritas berupa Belanja Hibah yang
mencapai hingga 46,07% diikuti Belanja Bagi Hasil Kab/Kota sebesar 30,62%, dan Belanja Pegawai 23,13% (Grafik
4.2). Sementara itu alokasi belanja langsung didominasi oleh Belanja Barang dan Jasa sebesar 65,24%, kemudian
Belanja Modal 21,76%, dan Belanja Pegawai 13,00%. (Grafik 4.3)
Tabel 4.1. Realisasi APBD Jawa Tengah Triwulan I-2014
URAIAN
APBD 2014Rp. MILIAR % Terhadap Anggaran
Pendapatan
Belanja
Penerimaan Pembiayaan
Pengeluaran Pembiayaan
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah-Data Sementara , diolah
13,737
13,997
400
40
3,256
1,835
0,17
0,00
24
13
0,06
0
Realisasi
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Pangsa Belanja Langsung dan Tidak LangsungGrafik 4.1
TIDAK LANGSUNG LANGSUNG
2012 2013 2014 Tw I - 2014
74.4672.44 70.28
78.94
25.54 27.56
29.72
21.06
Bab 4. perkembangan keuangan daerah 41
Sebagai wujud pencanangan tahun 2014 sebagai tahun infrastruktur oleh Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah, terlihat pada alokasi Belanja Modal sebagai proksi belanja infrastruktur yang mengalami
peningkatan. Pada APBD 2014 alokasi Belanja Modal menjadi 10,30% terhadap total belanja yaitu sebesar Rp
1.442 miliar dari sebelumnya pada APBD 2013 hanya sebesar 7,71% dari total anggaran atau sebesar 1.055 miliar.
Pada APBD 2012 alokasi belanja tersebut hanya sebesar 5,45% dari total anggaran atau sebesar 650 miliar.
Peningkatan alokasi belanja modal dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan yang signifikan. Meskipun
demikian pengalokasian Belanja Modal tersebut pada data realisasi triwulan I-2014 relatif masih rendah yakni
sebesar 4,58% dari total anggaran atau sebesar Rp 84 miliar. (Grafik 4.4)
Sementara itu dari sisi pendapatan daerah, masih didominasi oleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar 61,13%,
diikuti Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah sebesar 20,40%, dan Dana Perimbangan 18,47%. (Grafik 4.5) Untuk
PAD sendiri komponen terbesarnya berupa Pajak Daerah yang mencapai sebesar 87,60%. Sedangkan komponen
pada Dana Perimbangan hanya Dana Alokasi Umum yang sudah tercatat angka realisasinya pada Triwulan 1-2014.
Sementara itu realisasi komponen terbesar pada pos Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah yaitu berupa Dana
Penyesuaian dan Otonomi Khusus yakni sebesar 99,97%.
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Proporsi Realisasi Belanja Tidak LangsungTriwulan I 2014
Grafik 4.2
49%
35%
23%
BELANJA PEGAWAI BELANJA HIBAH BELANJA BAGI HASIL KEPADA KAB / KOTA
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Proporsi Realisasi Belanja LangsungTriwulan I 2014
Grafik 4.3
65%
22%
13%
BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG DAN JASA BELANJA MODAL
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Porsi Belanja Modal pada APBD Grafik 4.4
Porsi Belanja Modal Terhadap Total Belanja
2012 2013 2014 Tw I - 2014
5,45
7,71
10,30
4,58
12
8
4
0
PERSEN
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Proporsi Realisasi PendapatanGrafik 4.5
61%
20%
19%
PAD DANA PERIMBANGAN LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
Bab 4. perkembangan keuangan daerah42
Dilihat perkembangan secara tahunan realisasi pada Triwulan I-2014, penyerapan anggaran baik belanja tidak
langsung maupun langsung mengalami pertumbuhan negatif. Namun demikian beberapa komponen pada pos
belanja tersebut telah menunjukkan perkembangan positif. Pada pos belanja tidak langsung komponen yang sudah
menunjukkan perkembangan positif yaitu belanja pegawai sebesar 3,32% (yoy), Belanja Bantuan Keuangan kepada
Kabupaten/Kota 92,92% (yoy).Sementara itu pada pos belanja langsung, komponen yang telah menunjukkan
lonjakan tajam yaitu Belanja Modal sebesar 300,22% (yoy).
Bab 4. perkembangan keuangan daerah 43
PERKEMBANGANKETENAGAKERJAAN
DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
BABV
Terdapat kenaikan jumlah usia produktif yang bekerja pada Februari tahun 2014. Dibandingkan dengan
bulan Februari maupun Agustus tahun sebelumnya, terdapat peningkatan jumlah penduduk yang bekerja di Jawa
Tengah. Peningkatan jumlah penduduk yang bekerja tersebut sebesar 290 ribu orang dibanding bulan Agustus
2013. Pada tabel 5.1 di bawah terlihat bahwa penduduk usia produktif yang bekerja di bulan Februari 2014
berjumlah 16,75juta orang. Jika dilihat persektor, maka peningkatan tertinggi jumlah penduduk yang bekerja
adalah di sektor konstruksi dan industri. Peningkatan tersebut masing-masing sebesar 340 ribu orang dan 210 ribu
orang.Masih meningkatnya pertumbuhan perekonomian di sektor tersebut menjadi pendorong bertambahnya
jumlah pekerja.
Pekerja masih terkonsentrasi di sektor ekonomi utama daerah. Sektor-sektor ekonomi utama Jawa Tengah
masih menjadi sentra lapangan pekerjaan utama dari penduduk. Penduduk yang bekerja di sektor pertanian,
industri dan perdagangan mencapai 73% dari penduduk yang bekerja di Februari 2014. Persentase penduduk yang
bekerja di sektor tersebut masing-masing 31%, 20% dan 22%.
Konsentrasi jumlah penduduk bekerja terutama untuk sektor informal. Kegiatan formal terdiri dari mereka
yang berstatus berusaha dibantu buruh tetap dan buruh/karyawan. Sementara kelompok kegiatan informal
umumnya adalah mereka yang berstatus di luar itu. Jumlah pekerja informal dalam perekonomian mencapai 62%.
Jumlah ini menurun dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 66%. Meningkatnya jumah
buruh/karyawan/pegawai di bulan Februari yang cukup signifikan hingga 590 ribu orang, menyebabkan
menurunnya jumlah pekerja informal.
Kesejahteraan terindikasi masih baik
Angka pengangguran terbuka mengalami penurunan.
Pendapatan petani mengalami penurunan yang diindikasikan oleh turunnya Nilai Tukar Petani.
12
KETENAGAKERJAAN5.1
*) Lapangan pekerjaan utama/sektor lainnya terdiri dari Sektor Pertambangan, Listrik, Gas dan Air.Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Tabel 5.1. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang BekerjaMenurut Lapangan Pekerjaan Utama, Februari 2013 – Februari 2014 (juta orang)
URAIAN 2013
Pertanian
Industri
Konstruksi
Perdagangan
Transportasi, Pergudangan & Komunikasi
Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan
Jasa Kemasyarakatan, Sosial & Perorangan
Lainnya
TOTAL
AgustusFebruari
4,84
3,23
1,22
3,64
0,54
0,30
2,10
0,10
15,97
4,93
3,05
0,95
3,59
0,60
0,31
2,45
0,09
15,97
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
5,19
3,31
1,31
3,72
0,55
0,36
2,15
0,16
16,75
Februari
2014
Pada rilis Februari, BPS mengubah penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan sehingga turut mengubah data sebelumnya12.
Bab 5. perkembangan ketenagakerjaan daerah dan kesejahteraan 45
Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang BekerjaMenurut Status Pekerjaan, Februari 2013 – Februari 2014 (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
URAIAN 2014
Berusaha Sendiri
Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap
Berusaha Dibantu Buruh Tetap
Buruh/Karyawan/Pegawai
Pekerja Bebas
Pekerja Keluarga/Tak Dibayar
TOTAL
Februari AgustusFebruari
2,82
2,93
0,62
5,74
2,29
2,36
16,75
2,81
2,93
0,57
5,43
2,48
2,29
16,50
2,66
3,34
0,54
5,15
2,02
2,76
16,47
2013
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Angka pengangguran pada Februari 2014 menunjukkan penurunan. Secara tahunan maupun dibanding Agustus
2013, jumlah penduduk usia produktif yang menganggur menurun. Masih meningkatnya pertumbuhan ekonomi
daerah meski secara terbatas diduga sebagai indikasi masih terserapnya angkatan kerja daerah. Selain itu terlihat
pula peningkatan jumlah angkatan kerja yang diiringi dengan peningkatan penduduk yang bekerja. Sedangkan
jumlah bukan angkatan kerja mengalami penurunan. Kondisi ini menggambarkan adanya penyerapan tenaga kerja
yang cukup besar sehingga mendorong penduduk yang bukan angkatan kerja beraih untuk kembali bekerja.
Kualitas penduduk yang bekerja belum mengalami perbaikan. Penyerapan tenaga kerja sebagian besar masih
didominasi oleh penduduk yang berpendidikan rendah (SD ke bawah), dengan porsi 54,5%. Sementara pekerja
yang berpendidikan tinggi hanya mencakup 6,5%. Sedangkan sisanya merupakan pekerja berpendidikan
menengah. Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya maupun terhadap periode Agustus 2013,
komposisi ini tidak mengalami perubahan yang signifikan.
Pengangguran5.2
Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan,Februari 2013 – Februari 2014 (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
URAIAN 2014
Angkatan Kerja
Bekerja
Pengangguran
Bukan Angkatan Kerja
Tk. Partisipasi Angkatan Kerja (%)
Tk. Pengangguran Terbuka (%)
Februari Agustus Februari
17,47
16,50
0,96
7,32
70,48
5,51
17,52
16,47
1,05
7,36
70,43
6,01
17,72
16,75
0,97
7,26
70,93
5,45
2013
1.
2.
3.
4.
160
140
120
100
80
60
40
20
01 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2013
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia
Indeks Hasil Survei Konsumen Mengenai Kondisi Saat Ini Triwulan I 2014
Grafik 5.1.
Penghasilan saat iniKetersediaan lapangan kerja
Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama
INDEKS
1 2 3
2014
Triwulan I
Bab 5. perkembangan ketenagakerjaan daerah dan kesejahteraan46
Hasil Survei Konsumen menunjukkan ketersediaan lapangan kerja dalam tren meningkat. Sejalan dengan
data pengangguran yang dirilis BPS untuk bulan Februari 2014yang menunjukkan peningkatan, ekspektasi
masyarakat juga menunjukkan kondisi yang baik. Hal ini diindikasikan dari hasil Survei Konsumen di Provinsi Jawa
Tengah periode triwulan I tahun 2014. Dari grafik di atas terlihat bahwa kenaikan indeks terjadi sejak bulan Oktober.
Indeks di bulan tersebut menunjukkan nilai sebesar 73,10 dan kemudian meningkat menjadi 102,60 pada bulan
Maret 2014, berada di atas level optimis.
NTP di triwulan laporan menurun. Nilai Tukar Petani (NTP) dapat dijadikan sebagai indikator pengukur
kemampuan tukar produk pertanian dengan barang dan jasa yang diperlukan petani untuk konsumsi rumah
tangganya dan untuk keperluan dalam memproduksi produk pertanian. Rata-rata NTP pada triwulan I 2014turun
sebesar 1,1%yaitu dari rata-rata 101,87 pada triwulan sebelumnya menjadi 100,78 (Grafik 5.2). Kenaikan tersebut
menggambarkan adanya penurunan pendapatan petani di tengah meningkatnya perekonomian di sektor pertanian
pada triwulan laporan.
Kenaikan biaya yang dibayar petani lebih besar dibanding penerimaan. Kondisi tersebut menyebabkan NTP
menurun di triwulan laporan. Rata-rataindeks harga yang dibayar petani naik dari rata-rata sebesar 110,11 atau
tumbuh 1,7% dibanding rata-rata triwulan sebelumnya. Sementara indeks harga yang diterima petani sebesar
110,97 atau tumbuh 0,61% dari rata-rata triwulan sebelumnya yang sebesar 110,30. Kondisi ini secara umum
menggambarkan adanya sedikit penurunan kesejahteraan di kalangan petani.Berdasarkan data BPS, sektor
pertanian masih menjadi sektor dengan jumlah pekerja yang terbesar yaitu sebesar 5,19 juta orang atau 31% dari
jumlah penduduk bekerja. Sehingga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat melalui peningkatan
kesejahteraan petani.
13
Nilai Tukar Petani5.3
120
115
110
105
100
95
901 2 3 4 5 6 7 8 10 11 129
2013
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Indeks Harga yang diterima,Indeks Harga yang dibayar dan Nilai Tukar Petani
Grafik 5.2.
Indeks Harga Diterima PetaniIndeks Harga Dibayar Petani
INDEKS
NTP (RHS)
104
102
100
98
96
94
92
901 2 3
2014
Pada Desember 2013, BPS melakukan perubahan tahun dasar NTP. Untuk itu NTP dalam laporan ini disesuaikan dengan menggunakan pendekatan perubahan per bulan.
13.
Bab 5. perkembangan ketenagakerjaan daerah dan kesejahteraan 47
INDEKS
Angka kemiskinan menurun. Data terakhir BPS menunjukkan adanya perbaikan jumlah kemiskinan di bulan
September 2013. Tingkat kemiskinan di bulan tersebut sebesar 4.705 ribu jiwa atau 14,44% dari jumlah penduduk
Jawa Tengah, dan menurun dibanding bulan Maret 2013 yang sebesar 4.733 ribu jiwa. Sementara secara
persentase, jumlah penduduk miskintersebut menurun 0,59% dibanding bulan Maret 2013 atau menurun 0,03%
dibanding bulan yang sama tahun 2012.
Penurunan kemiskinan terutama terjadi di daerah perkotaan. Dibandingkan tahun sebelumnya, jumlah
penduduk miskin di perkotaan menurun sebesar 0,04% atau menurun 2,12% dibandingkan Maret 2013.
Sementara di pedesaan, secara tahunan penduduk miskin menurun sebesar 0,03%. Sebaliknya bila dibandingkan
bulan Maret 2013, angka kemiskinan di desa terlihat meningkat. Jumlah penduduk miskin di perkotaan pada
September 2013 mencapai 1.871 ribu jiwa. Sedangkan di pedesaan mencapai 2.834 ribu jiwa atau memiliki porsi
60% dari total penduduk miskin di Jawa Tengah.
Garis Kemiskinan terus mengalami peningkatan. Dalam enam bulan terakhir, garis kemiskinan kota dan desa
meningkat 7,26%dari Rp244.161 per kapita/bulan menjadi Rp261.881 per kapita/bulan. BPS mendefinisikan garis
kemiskinan sebagai nilai pengeluaran kebutuhan minimum yang harus dikeluarkan oleh satu orang. Apabila rata-
rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah garis kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin. Kenaikan
garis kemiskinan dapat mempengaruhi angka kemiskinan karena secara langsung meningkatkan ambang nilai
kemiskinan.
Berdasarkan pembagian kelompok kemiskinan antara perkotaan dan pedesaan, garis kemiskinan di perkotaan
dalam periode yang sama tercatat mengalami peningkatan sebesar 5,34% dari Rp254.801 per kapita/bulan menjadi
Rp268.397 per kapita/bulan. Sementara itu, garis kemiskinan di daerah pedesaan mengalami kenaikan sebesar
9,00%, dari Rp235.202 per kapita/bulan menjadi Rp256.368 per kapita/bulan. Lebih tingginya kenaikan garis
kemiskinan di desa ini diperkirakan menjadi salah satu pendorong masih tingginya jumlah kemiskinan di pedesaan.
Tingkat Kemiskinan5.4
Sumber : Data BPS Pusat, www.bps.go.id, diolah
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun 2010-2013(ribuan orang)
Grafik 5.3.
Kota DesaKota+Desa
6000
5000
4000
3000
2000
1000
-2010 2011 Mar - 2012 Sep - 2012 Mar - 2013 Sep - 2013
RIBU ORANG
Bab 5. perkembangan ketenagakerjaan daerah dan kesejahteraan48
Survei Konsumen (SK) yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah Vjuga dapat digunakan untuk
melihat indikator kesejahteraan masyarakat. Indikator tersebut adalah penghasilan masyarakat dan pembelian
barang tahan lama.
Penghasilan masyarakat dalam tren meningkat meningkat. Dari sisi penghasilan, indeks hasil survei
menunjukkan nilai yang relatif meningkatbaik dibanding periode tahun sebelumnya maupun terhadap triwulan
sebelumnya. Pada Maret 2014, nilai indeks penghasilan saat ini sebesar 130,4, adapun periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar 121,3. Sedangkan pada bulan Desember 2013 sebesar 123,5.Peningkatan aktivitas ekonomi
serta penyesuaian upah di tahun 2014 diperkirakan mempengaruhi penghasilan masyarakat.
Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama meningkat.Sejalan dengan membaiknya penghasilan,
masyarakat juga memandang triwulan ini merupakan periode yang cukup baik untuk melakukan pembelian barang
tahan lama. Indeks atas indikator ini meningkat dari 109,8di Desember 2013 menjadi 122,1 pada Maret 2014.
Sementara dibandingkan antar periode yang sama antar tahun, indeks relatif stabil. Selain membaiknya
penghasilan, menurunnya inflasi juga menjadi pendorong membaiknya ekspektasi masyarakat tersebut. Sehingga
pemenuhan konsumsi primer dapat lebih tercukupi dan kemudian masyarakat dapat memenuhi kebutuhan
sekundernya.
PDRB Per Kapita meningkat. PDRB per kapita diperoleh dari pembagian nilai PDRB atas dasar harga berlaku
dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Pada tahun 2013, angka PDRB per kapita menunjukkan peningkatan
sebesar 11,2% dibanding tahun sebelumnya. Pada tahun 2012, PDRB per kapita sebesar Rp16.863.000 kemudian
meningkat menjadi Rp18.751.300 pada tahun 2013.
40.000
35.000
30.000
25.000
20.000
15.000
10.000
5.000
02011 20132012
Sumber : BPS Jawa Tengah, diolah
PDRB Per KapitaGrafik 5.4.
Jawa Tengah Indonesia
Indikator Pemerataan Pendapatan5.5
Tabel 5.4. Garis Kemiskinan, Jumlah Menurut Daerah, 2010-September 2013 (Rupiah)
Sumber : BPS Jawa Tengah
GARIS KEMISKINAN
Kota
Desa
Kota & Desa
2010 2011 Sept 2012Mar 2012
205.606
179.982
192.435
222.430
198.814
209.611
234.799
211.823
222.327
245.817
223.622
233.769
1.
2.
3.
Sept 2013Mar 2013
254.801
235.202
244.161
268.397
256.368
261.881
Bab 5. perkembangan ketenagakerjaan daerah dan kesejahteraan 49
RIBU RP
Indeks Gini masih dibawah indeks nasional. Indeks gini merupakan ukuran untuk melihat ketimpangan pendapatan
masyarakat. Semakin rendah nilai gini ratio menunjukkan ketimpangan yang rendah. Ketimpangan yang rendah
ditunjukkan dengan angka yang lebih kecil dari 0,3. Untuk Provinsi Jawa Tengah, meski PDRB terus meningkat
namun tren gini ratio dalam lima tahun menunjukkan adanya peningkatan. Pada tahun 2009, indeks daerah sebesar
0,32 dan meningkat menjadi 0,387 pada tahun 2013. Meski demikian, indeks gini ratio daerah masih lebih rendah
dibandingkan nasional yang pada tahun 2013 mencapai 0,413.
Sumber : BPS Jawa Tengah, diolah
Indeks Gini RatioGrafik 5.5.
0,60
0,50
0,40
0,30
0,20
0,10
0,002009 20112010 20132012
Jawa Tengah Indonesia
Bab 5. perkembangan ketenagakerjaan daerah dan kesejahteraan50
INDEKS
OUTLOOKPERTUMBUHANEKONOMI DAN
INFLASI DAERAH
BABVI
Perbaikan perekonomian Jawa Tengah diperkirakan terus berlanjut, dengan pertumbuhan ekonomi yang membaik dan inflasi yang menurun di akhir tahun
Pertumbuhan ekonomi triwulan II 2014 diperkirakan naik, didukung oleh pemulihan ekspor dan masih kuatnya
konsumsi. Sementara secara sektoral, kinerja industri pengolahan membaik setelah pada triwulan sebelumnya
melambat.
Inflasi triwulan II 2014 diperkirakan meningkat didorong oleh adanya faktor musiman. Namun setelah itu
diperkirakan akan mereda di akhir tahun.
Ekonomi Jawa Tengah diperkirakan naik pada triwulan II 2014 dibanding triwulan sebelumnya.
Perkembangan berbagai indikator ekonomi terakhir mengindikasikan ekonomi Jawa Tengah tumbuh membaik
pada triwulan II 2014. Pada triwulan II 2014, perekonomian Jawa Tengah tumbuh sebesar 5,8% (yoy). Secara
triwulanan (qtq), output diperkirakan sebesar 2,3%(Grafik 6.1) atau lebih tinggi dibanding lima tahun terakhir
1,6%.
Masih kuatnya keyakinan konsumen dan ekspektasi pelaku usaha yang diindikasikan meningkat
menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi ke depan. Berdasar survei kegiatan dunia usaha pengusaha
memperkirakan kondisi situasi bisnis perusahaan dan kegiatan dunia usaha lebih baik dibanding triwulan
sebelumnya (Tabel 6.4). Optimisme pelaku usaha juga didasari masih terjaganya kepercayaan konsumen dalam
memandang perekonomian di tahun 2014. Konsumsi diperkirakan naik pada triwulan I 2014, sementara investasi
diperkirakan tetap tumbuh tinggi meski tidak setinggi sebelumnya. Ekspor diperkirakan naik dibarengi dengan
masih tingginya impor, sejalan dengan tingginya ketergantungan bahan baku impor. Membaiknya perekonomian
negara tujuan utama ekspor menjadi penopang pertumbuhan ekspor. Secara sektoral perbaikan sektor industri
pengolahan dan naiknya kinerja sektor perdagangan, hotel, dan restoran diperkirakan menjadi pendorong
perekonomian Jawa Tengah triwulan II 2014.
Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada 2014 diperkirakan tetap tumbuh tinggi.
Ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2014 diperkirakan 5,8% - 6,3% (yoy), dengan kecenderungan bias ke bawah. Hal
ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan termoderasi di tahun 2014. Bank Indonesia
memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2014 pada kisaran 5,1 – 5,5%. Pertumbuhan
ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2014 yang masih diatas pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut ditopang oleh
masih kuatnya konsumsi dan investasi yang tumbuh meningkat. Sementara ekspor diperkirakan membaik yang
dibarengi dengan peningkatan impor yang lebih tajam. Dari sisi sektoral, perekonomian tahun 2014 didukung oleh
membaiknya kinerja sektor perdagangan, hotel, dan restoran sejalan dengan naiknya kinerja sektor industri
pengolahan. Di sisi lain, sektor pertanian tumbuh tidak setinggi tahun 2013 terkait produksi tanaman bahan
makanan khususnya padi yang diperkirakan tidak bisa setinggi tahun sebelumnya.
Pertumbuhan Ekonomi6.1
Bab 6. outlook pertumbuhan ekonomi dan inflasi daerah 51
Kinerja permintaan domestik diperkirakan masih menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi
Jawa Tengah. Konsumsi diperkirakan naik dan investasi diperkirakan tumbuh tetap tinggi meski melambat. Net
ekspor diperkirakan naik, didorong oleh ekspor yang naik (Tabel 6.1).
Hasil survei mengkonfirmasi konsumsi rumah tangga cenderung tumbuh menguat pada triwulan II 2014.
Hal ini antara lain terindikasi dari beberapa hasil survei terakhir seperti Survei Penjualan Eceran dan hasil survei pada
beberapa pelaku usaha perdagangan besar dan eceran. Hasil SPE mengindikasikan penjualan eceran pada triwulan II
2014 diperkirakan tetap tinggi. Likert scale15 ekspektasi penjualan pedagang besar dan eceran juga menunjukkan
peningkatan. Survei Tendensi Konsumen di Jawa Tengah memperlihatkan kenaikan optimisme konsumen yang
terdiri dari pendapatan mendatang dan rencana pembelian barang tahan lama, rekreasi, dan pesta hajatan.
Penyelenggaraan Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2014 diperkirakan akan meningkatkan konsumsi rumah
tangga.
Konsumsi lembaga nirlaba diperkirakan naik secara signifikan terkait Pemilu. Berdasar data historis,
konsumsi lembaga nirlaba cenderung meningkat pada saat Pemilu. Seperti pada periode sebelumnya, konsumsi
swasta nirlaba naik tajam didorong penyelenggaraan Pileg 2014.
* Proyeksi Bank IndonesiaSumber : BPS, estimasi BI
Proyeksi Pertumbuhan EkonomiJawa Tengah
Grafik 6.1
Nominalqtq-RHS
yoy RHSqtq_sa-RHS
62
60
58
56
54
52
50
2012 2013
8
6
4
2
0
-2
-4I II III IV I II III IV pI II
2014
MILIAR RP PERSEN
Kegiatan Dunia UsahaSituasi Bisnis Perusahaan
Sumber : Bank Indonesia
Perkiraan Kegiatan Dunia Usahadan Situasi Bisnis Perusahaan
Grafik 6.2
60
50
40
30
20
10
0III IV
2012 2013
I II III IV I
2014
II*
Likert scale merupakan angka hasil survei pada pelaku usaha.Semakin tinggi semakin bagus. 15.
PENGGUNAANI* II*
2013
Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000menurut Penggunaan dan Proyeksi Triwulan II 2014 (%)
Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba
Konsumsi Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap Bruto
Ekspor Barang dan Jasa
Impor Barang dan Jasa
III**5.1
7.9
3.8
7.8
8.9
7.4
PDRB
*Angka Sementara **Angka Sangat Sementara pProyeksi Bank IndonesiaSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
**IV5.3
5.9
7.6
8.5
10.5
18.5
2013
5.0
6.7
8.1
9.5
11.2
10.0
5.1
6.9
5.6
7.9
8.6
9.3
4.9
11.9
4.8
9.6
9.7
14.1
I5.0
7.1
2.2
5.4
3.7
1.7
5.6 6.2 5.9 5.6 5.8 5.4
2013
5.4
16.6
4.8
9.0
10.4
13.2
5.8
IIp
Bab 6. outlook pertumbuhan ekonomi dan inflasi daerah52
SBT
125
120
115
110
105
100
95
III IV
2011 2012
I II III IV II
2013
III I IV I
2014
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Perkembangan Indeks TendensiKonsumen Mendatang
Grafik 6.3
Pendapatan RT mendatangRencana Pembelian Barang Tahan Lama, Rekreasi, dan PP HajatanITK Mendatang
150
140
130
120
110
100
90
80
70
I II III
2011 2012 2013
IV I II III IV I II
OPTIMIS
PESIMIS
Penghasilan Saat ini Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama
Ketersediaan Lapangan Kerja
III IV
Sumber : Bank Indonesia
Perkembangan EkspektasiKonsumen Mendatang
Grafik 6.4
II
I
2014
Konsumsi pemerintah diperkirakan stabil. Pertumbuhan konsumsi pemerintah pada triwulan II 2014
diperkirakan stabil dibandingkan dengan periode sebelumnya. Namun dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya diperkirakan lebih tinggi, terkait dengan rencana realisasi anggaran di awal tahun. Investasi tetap tumbuh pada kisaran yang tinggi pada triwulan II 2014. Hasil survei dan liaison
mengindikasikan pelaku usaha tetap melakukan investasi namun pada triwulan II tidak setinggi triwulan
sebelumnya. Kredit investasi diperkirakan masih tumbuh setidaknya sama seperti periode sebelumnya.
Pada triwulan II 2014 diperkirakan ekspor luar negeri naik, seiring dengan pemulihan perekonomian dunia.
Perkembangan ekonomi dunia diperkirakan membaik didorong oleh kondisi negara maju, khususnya AS dan Eropa,
yang semakin baik, di tengah kondisi negara berkembang yang masih cenderung menurun. Indikator perekonomian
AS dan Eropa terus menunjukkan perbaikan Sebaliknya, perlambatan ekonomi terjadi di Tiongkok dan Jepang
berdasar IMF WEO April (Tabel 6.2). Hal ini menjadi faktor penahan kinerja ekspor Jawa Tengah, mengingat cukup
besar ekspor ke Tiongkok dan Jepang. Sementara itu ditengah kondisi pergerakan nilai tukar saat ini, pelaku usaha
melihat daya saing komoditas unggulan Jawa Tengah masih cukup baik (lihat suplemen 1). Pelaku usaha optimis
ekspor pada keseluruan tahun 2014 masih dapat lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya.
Pertumbuhan dari sisi sektoral, berasal dari perbaikan sektor industri pengolahan yang dibarengi
dengan berlanjutnya kenaikan sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Di sisi lain, sektor pertanian
diperkirakan tumbuh melambat dibanding triwulan II 2014.
NEGARAPangsaEksporJateng*
Tabel 6.2. Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Ekspor Jawa Tengah (%)
Amerika Serikat
Jepang
Cina
Zona Euro
Volume perdagangan dunia
*Pangsa ekspor tahun 2000-2013Sumber : IMF World Economic Outlook (WEO) Update April 2014
2012 2013 2014 2014 2015
Proyeksi Perbedaan dariWEO Januari'14
1.
2.
3.
4.
5.
25.77
7.54
5.24
21.13
2.8
1.4
7.7
-0.7
2.8
1.9
1.5
7.7
-0.5
3.0
2.8
1.4
7.5
1.2
4.3
0.0
-0.3
0.0
0.1
-0.1
0.0
0.0
0.0
0.1
0.1
NO.2015
3.0
1.0
7.3
1.5
5.3
Pertumbuhan Ekonomi
Bab 6. outlook pertumbuhan ekonomi dan inflasi daerah 53
INDEKS
INDEKS
Sektor pertanian diperkirakan melambat secara tahunan dibandingkan tahun sebelumnya. Banjir yang
cukup parah di awal tahun tidak berdampak signifikan pada pergeseran musim panen seperti yang diperkirakan
sebelumnya. Pada triwulan II 2014, sektor pertanian diperkirakan melambat sesuai dengan siklus produksi padi yang
puncak panennya di triwulan I. Secara keseluruhan tahun, berbagai permasalahan struktural seperti alih fungsi
lahan, menurunnya jumlah rumah tangga petani, dan permasalahan produktivitas menyebabkan produksi sektor
Pertanian diperkirakan hanya tumbuh terbatas. Lebih lanjut, meski potensi El Nino oleh beberapa institusi
diperkirakan terjadi dengan intensitas lemah hingga moderat pada pertengahan tahun 2014, perlunya langkah-
langkah kebijakan yang terkoordinasi di daerah salah satunya melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) untuk
menjamin kesinambungan produksi, meliputi langkah antisipatif yang terintegrasi. Infrastruktur irigasi sangat
penting untuk disiapkan.
Pada triwulan II 2014, industri pengolahan diperkirakan naik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Kinerja industri pengolahan didorong oleh industri migas, setelah sebelumnya di triwulan I 2014 melambat cukup
dalam. Sementara itu, industri non migas yang sebelumnya sedikit melambat pada triwulan II 2014 diperkirakan juga
akan naik. Industri pengolahan TPT diperkirakan naik seiring degan naiknya impor bahan baku. Sementara industri
pengolahan makanan dan minuman diperkirakan akan naik dalam rangka menghadapi lonjakan permintaan
Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Secara umum, beberapa faktor yang masih mendorong kinerja sektor industri
pengolahan diantaranya meningkatnya volume perdagangan dunia di tahun 2014 dan penambahan kapasitas dari
investasi yang telah dilakukan pada tahun sebelumnya. Sementara itu, faktor yang dapat menurunkan kinerja
industri pengolahan diantaranya kenaikan biaya energi (TTL).
Kinerja sektor PHR diperkirakan terus naik di triwulan II 2014. Beberapa prompt indicator yang mendukung
diantaranya (i) ekspektasi penjualan pedagang eceran, (ii) ekspektasi situasi bisnis perusahaan pelaku usaha PHR,
dan (iii) ekspektasi konsumen dalam memandang perekonomian ke depan. Penyelenggaraan Pemilu tahun 2014,
diperkirakan turut meningkatkan ekspektasi pelaku usaha dan konsumen di Jawa Tengah.
Di sisi perkembangan harga, inflasi tahunan Jawa Tengah di triwulan II 2014 diperkirakan meningkat
dibanding triwulan sebelumnya. Tekanan inflasi pada triwulan II 2014 diperkirakan relatif normal. Sumber inflasi
diperkirakan terkait pengaruh musiman diperkirakan mendorong inflasi lebih tinggi di triwulan berikutnya. Adanya
pengaruh libur sekolah dan tahun ajaran baru di bulan Juni dapat mendorong inflasi triwulanan. Faktor musiman
bulan Ramadhan di akhir Juni tahun ini juga menjadi sumber inflasi. Dampak faktor musiman tersebut diperkirakan
relatif normal. Kondisi tersebut juga didukung oleh pasokan pangan diperkirakan memadai sejalan dengan musim
panen yang masih berlangsung di triwulan II. Sementara itu, tambahan inflasi diperkirakan terkait dengan pada
kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif listrik industri yang diperkirakan dapat mendorong inflasi melalui
penyesuaian harga yang dilakukan kalangan pelaku usaha.
inflasi6.2
Bab 6. outlook pertumbuhan ekonomi dan inflasi daerah54
Di awal triwulan II 2014, inflasi bulanan periode April 201417 menurun. Secara bulanan, di bulan tersebut
tercatat mengalami deflasi 0,12% (mtm), lebih rendah dari rata-rata inflasi bulanan April dalam kurun waktu 5
tahun terakhir, yaitu deflasi sebesar 0,09%. Namun, masih lebih rendah dari deflasi periode yang sama tahun 2013
yang mencapai 0,18%. Sehingga secara tahunan, inflasi Jawa Tengah di April 2014 sedikit meningkat dari 7,08%
(yoy) pada triwulan I 2014 menjadi 7,15%(yoy).
Berdasarkan kelompok barang dan jasa, penurunan terendah inflasi bulanan terjadi pada kelompok
bahan makanan yaitu dari -0,10% pada bulan sebelumnya menjadi -1,63% (mtm) dengan sumbangan terhadap
inflasi bulanan mencapai -0,33%. Sementara itu, inflasi terendah terjadi pada kelompok sandang dengan inflasi
sebesar 0,08% (mtm). Adapun kelompok yang memberi sumbangan inflasi tertinggi di bulan tersebut adalah
kelompok makanan jadi dan kelompok perumahan, masing-masing memberi sumbangan inflasi sebesar 0,06%
(mtm).
Masih terjaganya pasokan menyebabkan inflasi volatile food (VF) menurun. Di bulan April 2014, inflasi
bulanan komponen ini menurun dari 1,38% menjadi 1,33%. Komoditas yang memberi sumbangan deflasi adalah
dari beras, cabe merah, cabe rawit, dan bawang merah. Sebagaimana yang disampaikan sebelumnya, masuknya
musim panen menjadi faktor menurunnya harga komoditas pangan.Terlebih dengan dukungan stok beras Bulog
yang cukup memadai dapat menopang menurunnya harga beras. Dengan perkembangan tersebut inflasi tahunan
kelompok volatile foods mencapai 7,10% (yoy) dari 7,38% (yoy) pada triwulan I 2014.
Secara bulanan kelompok administered prices mengalami kenaikan dari 0,35% di bulan Maret 2014 menjadi
0,48% di April 2014. Kenaikan tarif angkutan udara ditengarai sebagai pendorong utama naiknya inflasi di
kelompok ini. Adanya libur nasional di bulan April menjadi penyebab naiknya permintaan akan angkutan udara.
Selain itu, penerapan pajak cukai rokok juga masih berpengaruh di kelompok ini, terlihat dari kenaikan harga rokok
kretek. Kondisi ini terjadi karena kemungkinan produsen menaikkan harga rokok secara bertahap. Selain itu
kenaikan inflasi di kelompok ini juga dipengaruhi oleh dinamika harga elpiji, dimana penyebabnya karena distribusi
pasokan yang kurang baik. Sumbangan komoditas bahan bakar rumah tangga di bulan April tercatat sebesar
0,01%.
Inflasi bulanan komponen inti menurun. Harga-harga barang kelompok core (inflasi inti) di bulan April 2014
menurun yaitu dari 0,34% menjadi sebesar0,19% (mtm). Berkurangnya tekanan inflasi di kelompok ini karena
relatif stabilnya kenaikan komoditas di komponen inflasi inti. Adanya penyesuaian harga-harga terutama komoditas
bahan bangunan yang terjadi di triwulan I 2014, terlihat mulai menurun di awal triwulan II. Dengan perkembangan
tersebut inflasi tahunan kelompok inti mencapai 4,95% (yoy) dari 4,83% (yoy) pada triwulan I 2014.
Ekspektasi inflasi masyarakat dalam tren meningkat terkait rencana kenaikan elpiji dan faktor musiman.
Berdasarkan hasil Survei Konsumen, tren ekspektasi konsumen dalam 3 dan 6 bulan ke depan mengalami kenaikan.
Sejalan dengan proyeksi inflasi Bank Indonesia, masyarakat juga memperkirakan inflasi di triwulan II akan
mengalami peningkatan. Faktor musiman menjadi pendorong kenaikan inflasi tersebut.
Mulai bulan Januari 2014, BPS mengubah dasar perhitungan SBH dari SBH 2007 menjadi SBH 2012. Perubahan tersebut mengubah jumlah kota sampel, komoditas dan bobot komoditasnya. Sehubungan dengan terbatasnya data yang dimiliki, maka analisis yang digunakan menggunakan data perubahan bulanan yang telah dimiliki sebelumnya.
17.
Bab 6. outlook pertumbuhan ekonomi dan inflasi daerah 55
Dari sisi kesenjangan output, beberapa prompt indicator mengindikasikan bahwa tekanan inflasi dari sisi
permintaan relatif terkendali pada bulan ini, karena tidak adanya faktor musiman yang dapat mendorong
permintaan masyarakat.
Ke depan, inflasi bulanan Mei dan Juni 2014 diperkirakan meningkat. Inflasi diperkirakan meningkat sejalan
dengan adanya beberapa faktor musiman sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Adanya hari libur
nasional yang cukup banyak di bulan Mei diperkirakan dapat turut mendorong kenaikan permintaan masyarakat
sehingga dapat mempengaruhi pencapaian inflasi daerah.
Faktor yang diperkirakan akan mengurangi tekanan inflasi, antara lain kecukupan pasokan pangan.
Seiring dengan mulainya masa panen di beberapa sentra produksi pangan, pasokan pangan daerah diperkirakan
dapat tercukupi. Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah memperkirakan produksi pertanian di triwulan ini dapat
sesuai dengan prognosanya. Sejalan dengan itu, stok beras di BULOG masih terjaga dan mampu untuk memenuhi
kebutuhan beras Jawa Tengah hingga ± 5 bulan mendatang.
Faktor risiko utama yang dihadapi di triwulan II adalah kenaikan tarif listrik industri. Kenaikan tarif listrik
sebagaimana yang telah diputuskan pemerintah dapat memengaruhi pencapaian inflasi daerah. Meski kenaikan
harga produk dari pelaku usaha kemungkinan tidak disesuaikan segera namun perlu diperhatikan besaran kenaikan
tersebut. Potensi inflasi lebih tinggi akan terjadi jika pelaku usaha tidak menaikkan harga jual dengan kisaran sama
dengan kenaikan biaya produksi akibat naiknya tarif listrik tersebut.
Dengan perkembangan tersebut, pada triwulan II tahun 2014, inflasi IHK Jawa Tengah diperkirakan
berada pada kisaran 7,4% (yoy).
Untuk keseluruhan tahun 2014, inflasi diperkirakan akan menurun dibanding tahun sebelumnya. Dengan
mempertimbangkan sisi pasokan yang lebih baik, inflasi tahun 2014 diperkirakan dapat lebih rendah. Dengan
hilangnya pengaruh kenaikan harga BBM di tahun 2013, inflasi diperkirakan kembali ke pola normal. Inflasi Jawa
Tengah diperkirakan berada pada kisaran atas 4,5% - 5,5%.
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia
Proyeksi Inflasi Tahunan Jawa TengahGrafik 6.5
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia Wilayah V
Ekspektasi Harga KonsumenGrafik 6.6
Ekspektasi harga dalam 3 bulan yang akan datangEkspektasi harga dalam 6 bulan yang akan datang
2012 2013
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0I II III IV I II III IV I
2014
II
200.00
195.00
190.00
185.00
180.00
175.00
170.00
165.00
160.00
Jan
Feb
Mar
Apr
il
Mei
Juni Juli
Agu
st
Sept
Nov Okt
Nov Des Jan
Feb
Mar
Apr
il
Mei
Juni Juli
Agu
st
Sept
Okt
Nov Des
2012 2013
Jan
Feb
Mar
Bab 6. outlook pertumbuhan ekonomi dan inflasi daerah56
Berdasarkan informasi BMKG, musim kemarau di Jawa Tengah pada tahun 2014 diperkirakan normal. Hasil
pengamatan BMKG menunjukkan bahwa suhu permukaan air laut di Samudera Pasifik dalam kondisi relatif dingin
(suhu 0,51 hingga 0,59 pada bulan Januari 2014). Kondisi tersebut menggambarkan bahwa kondisi El Nino masih
cukup rendah. HasiI perkiraan beberapa Badan MeteoroIogi di dunia juga menunjukkan terjadinya pengaruh EI Nino
cukup Iemah.Sebagai informasi, anomaIi iklim di Indonesia dipengaruhi oIeh EI Nino/La Nina dan DipoIe Mode.
ApabiIa suhu Iaut di sekitar Samudera Pasifik meningkat maka terjadi EI Nino dan biIa sebaIiknya maka terjadi La
Nina. DipoIe Mode adaIah fenomena suhu Iaut di daerah timur pantai Afrika. BiIa terjadi DipoIe Mode maka ikIim
Indonesia akan kemarau panjang karena adanya pergerakan uap air dari Indonesia ke pantai Afrika tersebut.
Menurut data anomaIi suhu muka Iaut dari tahun 1982 terIihat pada tahun 1997 suhu muka Iaut di Pasifik
meningkat signifikan dan diikuti adanya pengaruh DipoIe Mode. Sehingga pada tahun tersebut ikIim Indonesia
mengaIami anomaIi yang signifikan. Meski tidak setinggi tahun 1997, tahun 2006 ikIim di Indonesia juga diwarnai
oIeh pengaruh EI Nino. Suhu permukaan Iaut di Pasifik maupun Samudera Hindia mengaIami peningkatan sehingga
mendorong adanya kemarau cukup panjang di Indonesia.
PRODUKSI PANGANMenurut Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah, EI Nino Iemah diperkirakan tidak terIaIu memengaruhi target
produksi pangan daerah. Pada tahun 2014, target produksi padi daerah mencapai 10,275 juta ton, bawang merah
429 ribu ton dan cabe merah 123 ribu ton. Dibanding tahun sebeIumnya target produksi tersebut mengaIami
peningkatan meski tidak terIaIu signifikan dimana target produksi padi meningkat 1,5% dibanding target tahun
sebeIumnya.
Pada tahun 2006 dimana terjadi EI Nino, produksi padi Jawa Tengah masih menunjukkan adanya peningkatan yang
cukup besar. Produksi meningkat dari 8,42 juta ton di tahun 2005 menjadi 8,73 juta ton atau meningkat 3,62%.
Kondisi ini menggambarkan dampak EI Nino cukup minimaI memengaruhi produksi pertanian. Meihat dari kondisi
tersebut serta perkiraan EI Nino yang Iemah maka Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah memperkirakan produksi
pangan di tahun 2014 tidak terIaIu terpengaruh dan masih sesuai dengan target.
Suplemen 3Dampak El Nino dan Potensi Produksi Pangan di Jawa Tengah
Grafik 1. Data Anomali Suhu Muka Laut
PERIODE ELNINO
AMJ 1982 - MJJ 1983
JAS 1986 - JJA 1988
AMJ 1991 - JJA 1992
AMJ 1994 - FMA 1995
AMJ 1997 - AMJ 1998
AMJ 2002 - FMA 2003
MJJ 2004 - JFM 2005
JAS 2006 - DJF 2006/07
JJA 2009 - MAM 2010
Januari 2014
31 Januari 2014
Pasifik Tengah(El Nino/La Nian)
+ 2.20
+ 1.88
+ 1.56
+ 2.73
+ 3.22
+ 0.96
+ 0.19
+ 1.59
+ 0.08
- 0.08
+ 0.33
+ 2.3
+ 1.6
+ 1.8
+ 1.3
+ 2.7 s/d + 3.2
+ 1.5
+ 0.9
+ 1.1
+ 1.6
- 0.51
- 0.55
- 0.60
- 0.05
- 0.23
- 0.52
- 0.25
0.17
- 0.06
- 0.25
+ 0.55
+ 0.18
- 0.21
Anomali0Suhu Muka Laut ( C)
PerariranIndonesia
Samudra Hindia(Dipolc Mode)
PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU DI JAWA TENGAH TAHUN 2014(Sumber : Stasiun Klimatologi Semarang)
81.5 % Normal (N)
0.0 % Atas Normal (AN)
18.5 % Bawah Normal (BN)
Paling Awal : April Dasarian II
Paling Akhir : Juni Dasarian III
CURAH HUJAN MUSIM KEMARAU 2014 BERADA PADA KISARAN
NORMAL
INDIKASI
Grafik 2. Prakiraan Kemarau
Sumber: BMKG Provinsi Jawa Tengah Sumber: BMKG Provinsi Jawa Tengah
Bab 6. outlook pertumbuhan ekonomi dan inflasi daerah 57
RISIKO INFLASI PANGANRisiko infIasi kedepan dari bahan pangan diperkirakan minimaI karena produksi pangan masih sesuai dengan target.
Terdapat dua potensi infIasi yang dihadapi yaitu adanya banjir di awaI tahun serta perubahan ikIim. Banjir di awaI
tahun menyebabkan terjadinya puso di beberapa Iahan produktif khususnya di sepanjang Pantai Utara Jawa Tengah.
Menurut data Dinas Pertanian Jawa Tengah, Iahan yang terkena puso tidak terIaIu signifikan yaitu hanya sebesar 4%.
Namun Iahan tersebut segera menjadi perhatian Dinas Pertanian dan teIah diIakukan penanaman kembaIi. Hingga
saat ini proses bantuan benih teIah diIakukan dan diberikan ke 13 kabupaten yang terdampak banjir sebanyak 873,7
ribu kg. Dengan jadwaI tanam antara Februari hingga ApriI maka masa panen diperkirakan hanya akan mundur
pada kisaran 1 2 dasarian.
SeIain itu, data kecukupan pangan daerah masih menunjukkan kondisi yang optimaI. Stok BuIog Divre Jawa Tengah
hingga Maret 2014 menunjukkan stok mencapai 189,9 ribu ton atau mencukupi hingga 5 buIan kedepan.
Sementara itu produksi hortikuItura diperkirakan juga tidak terpengaruh dampak banjir serta perubahan ikIim yang
minimaI. Hambatan impor hortikuItura yang terjadi di tahun 2013 juga tidak terjadi
Bab 6. outlook pertumbuhan ekonomi dan inflasi daerah58