Kajian Ekonomi Regional Jakarta - bi.go.id · perkembangan ekonomi dan perbankan di Jakarta, dengan...
Transcript of Kajian Ekonomi Regional Jakarta - bi.go.id · perkembangan ekonomi dan perbankan di Jakarta, dengan...
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
ii
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Mahakuasa yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional (KER) Jakarta Triwulan IV-2009 ini dapat diselesaikan. Buku KER berisi informasi mengenai perkembangan terkini ekonomi dan perbankan di Jakarta yang di era otonomi daerah keberadaannya dirasakan semakin penting. Tujuan dari penyusunan buku laporan triwulanan ini untuk memenuhi kebutuhan Bank Indonesia dalam mempertajam informasi tentang perekonomian regional khususnya DKI Jakarta, sehingga dapat mendukung formulasi kebijakan moneter Bank Indonesia. Selain itu, juga ditujukan untuk memberikan informasi kepada stakeholder tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di Jakarta, dengan harapan informasi tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi bagi pembuat kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lainnya yang membutuhkan dan memiliki perhatian terhadap perkembangan ekonomi di Jakarta.
Cakupan kajian di dalam buku KER meliputi kajian perkembangan ekonomi, inflasi, perbankan, keuangan daerah, dan outlook perekonomian ke depan. Berdasarkan asesmen pada triwulan IV-2009, secara umum pertumbuhan ekonomi Jakarta meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, hal tersebut terlihat dari beberapa indikator ekonomi telah menunjukkan perbaikan. Kinerja perbankan masih relatif terjaga dan inflasi masih berada pada level yang rendah. Dengan perkembangan tersebut dan tren indikator-indikator ekonomi yang terus mengalami perbaikan, menambah optimisme bahwa pertumbuhan ekonomi Jakarta pada triwulan I-2010 akan terus membaik. Namun masih tingginya ketidakpastian perekonomian global dan berlakunya kesepakatan perdagangan bebas dengan beberapa negara perlu terus diwaspadai agar tidak memberikan tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi Jakarta, sehingga upaya-upaya untuk meminimalisasi dampak tersebut perlu mendapat prioritas.
Kami menyadari bahwa publikasi ini masih belum sempurna. Masih banyak hal yang harus dilakukan untuk menyempurnakan dan meningkatkan kualitas kajian buku ini. Untuk itu masukan dan terutama informasi data terkini, serta kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Selanjutnya, pada kesempatan ini kami juga mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan buku ini.
Jakarta, 5 Februari 2010 BIRO KEBIJAKAN MONETER
Sugeng
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta iii
Daftar Isi
RINGKASAN EKSEKUTIF halaman v
BAB I. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL halaman 1
Sisi Permintaan halaman 2
Sisi Penawaran halaman 8
BOKS I : PENERAPAN ASEAN CHINA FREE TRADE
AGREEMENT (AC-FTA) DAN IMPLIKASINYA KE JAKARTA
halaman 17
BAB II. PERKEMBANGAN INFLASI JAKARTA halaman 21
BOKS II : KECENDERUNGAN PENURUNAN PORSI
PENGELUARAN PANGAN MASYARAKAT JAKARTA DAN
IMPLIKASI TERHADAP INFLASI JAKARTA
halaman 25
BOKS III : PENTINGNYA PERLUASAN TUGAS
PEMANTAUAN HARGA PANGAN MENJADI
TIM PENGENDALIAN INFLASI (TPID)
halaman 27
BAB III. PERKEMBANGAN PERBANKAN halaman 31
Intermediasi Perbankan halaman 31
Risiko Kredit Perbankan halaman 33
Kredit UMKM halaman 34
BAB IV. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN halaman 35
Transaksi RTGS halaman 35
Transaksi Kliring halaman 35
Transaksi Tunai halaman 37
BAB V. KEUANGAN DAERAH halaman 39
Realisasi Belanja APBD 2009 halaman 40
Realisasi Pendapatan APBD 2009 halaman 41
Rencana APBD 2010
halaman 42
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
iv
BAB VI. KESEJAHTERAAN MASYARAKAT halaman 43
Ketenagakerjaan halaman 43
Upah halaman 44
Kemiskinan halaman 45
Indeks Kesengsaraan halaman 45
Indeks Pembangunan Manusia halaman 46
BAB VII. OUTLOOK KONDISI EKONOMI DAN INFLASI halaman 49
Asumsi Dan Skenario Yang Digunakan halaman 49
Pertumbuhan Ekonomi halaman 51
Inflasi halaman 55
Faktor Risiko halaman 55
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta v
Ringkasan Eksekutif
Perekonomian Jakarta pada triwulan IV-2009 diprakirakan akan tumbuh
sebesar 5,2-5,6%(yoy), meningkat dibanding triwulan sebelumnya
(5,1%, yoy). Di sisi permintaan, pendorong optimisme peningkatan
tersebut adalah masih tingginya konsumsi rumah tangga, peningkatan
kinerja ekspor dan investasi. Dari sisi penawaran, sektor utama
diperkirakan akan membaik terutama yang mempunyai berkontribusi
besar (sektor keuangan, industri, PHR dan, bangunan). Secara umum
perkembangan harga-harga di DKI Jakarta masih dalam tren menurun
dan berada pada level yang rendah. Perkembangan hal-hal tersebut
didukung oleh kondisi perbankan Jakarta yang relatif terjaga dan
perkembangan sistem pembayaran yang masih tetap dapat memenuhi
kebutuhan transaksi perekonomian. Selain itu, stimulus fiskal dari APBD
Jakarta hingga akhir tahun 2009 yang membaik, sebagaimana
ditunjukkan oleh realisasi yang meningkat dibanding tahun sebelumnya,
turut membantu pertumbuhan ekonomi Jakarta. Apabila tren
perkembangan perbaikan kondisi tersebut terus berlanjut ditambah
semakin membaiknya kondisi ekonomi global, pertumbuhan ekonomi
Jakarta pada triwulan I-2010 diprakirakan akan terus meningkat menjadi
sebesar 5,3%-5,7% (yoy).
Perkembangan Makro Regional
Perkembangan beberapa indikator utama ekonomi Jakarta
mengindikasikan bahwa perekonomian Jakarta terus membaik
sejak triwulan III-09. Perbaikan ekonomi tersebut terindikasi dari tren
membaiknya indikator penuntun (leading indicator) yang sudah
menunjukkan arah ekspansi sejak triwulan III-2009. Sementara dari
indikator dini (prompt indicator) pun pada triwulan IV-2009, trennya
terus mengalami peningkatan. Faktor pendorong perbaikan tersebut
utamanya adalah berkaitan dengan kegiatan konsumsi dan ekspor,
karena adanya peningkatan daya beli, perbaikan ekonomi domestik, dan
membaiknya perekonomian negara mitra dagang terutama di Asia,
Amerika, dan Eropa. Indikasi perbaikan tersebut tercermin dari
perkembangan beberapa indikator dini untuk konsumsi, ekspor impor,
dan investasi. Perbaikan yang sama terjadi pada sisi penawaran.
Komponen PDRB sisi permintaan menunjukkan konsumsi masih
kuat, investasi dan ekspor meningkat. Konsumsi diprakirakan tetap
kuat, yang diyakini akan tumbuh lebih dari 6%, karena indikator dini
konsumsi dan daya beli masih dalam tren meningkat sejak triwulan III-
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
vi
2009. Investasi menjelang akhir tahun diperkirakan meningkat. Pada
investasi swasta terutama terjadi pada investasi bangunan untuk
penyelesaian target tahun 2009, sementara investasi pemerintah berupa
pembangunan infrastruktur. Komponen ekspor akan membaik seiring
pulihnya kondisi perekonomian global dan akan mendorong ekspor
industri manufaktur. Impor yang masih didominasi oleh impor bahan
baku dengan porsi mencapai 66% dari total impor Jakarta,
menyebabkan impor juga diperkirakan akan tetap tinggi.
Seiring perkembangan permintaan domestik (konsumsi dan
investasi) dan membaiknya permintaan eksternal yang masih
kuat mendorong laju pertumbuhan sektor utama Jakarta.
Konsumsi yang masih kuat ditambah permintaan ekspor menyebabkan
permintaan terhadap sektor industri mulai bertumbuh, sehingga jumlah
barang yang diperdagangkan di dalam negeri pun bertambah (termasuk
barang dari impor), yang kemudian direspons oleh peningkatan sektor
perdagangan, keuangan, dan pengangkutan. Sementara meningkatnya
investasi berkaitan dengan perkembangan sektor bangunan, seiring
penyelesaian proyek infrastruktur Pemda dan swasta untuk mencapai
target tahun 2009.
Perkembangan Inflasi Regional
Pada triwulan IV-2009, perkembangan harga-harga secara umum
di DKI Jakarta masih dalam tren menurun. Meskipun terdapat hari
besar keagamaan (natal), permintaan masyarakat terhadap kebutuhan
barang-barang kebutuhan pokok relatif normal, sehingga inflasi IHK
(indeks harga konsumen) pada triwulan ini menurun dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya (2,63%,yoy), menjadi sebesar 2,34%(yoy).
Selain itu, penurunan tersebut terutama akibat pengaruh faktor
nonfundamental yaitu administered prices terkait turunnya tarif
transportasi dan terjaganya pasokan bahan makanan (volatile foods).
Kemudian secara triwulanan, inflasi triwulan IV-2009 juga mencatat
penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, dari 1,73%
menjadi 0,58%.
Perkembangan Perbankan dan Pasar Keuangan
Secara umum, kondisi perbankan Jakarta pada triwulan IV-2009
relatif terjaga karena resiko kredit tetap terkendali, namun fungsi
intermediasi belum menunjukkan ekspansi sebagaimana tahun
sebelumnya. Terjaganya kondisi perbankan tercermin dari rasio gross
Non Performing Loan (NPL) yang tetap terkendali di bawah 5%.
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta vii
Sementara perkembangan kegiatan intermediasi perbankan belum
menunjukkan tren peningkatan sebagaimana terpantau dari
perkembangan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang masih
melambat menjadi 12,8% (y-o-y), dan kredit yang menurun 0,6% (yoy).
Dari sisi kredit mikro, kecil dan menengah (MKM) penyaluran kredit di
Jakarta masih tertinggi dibanding provinsi lainnya, dan masih
bertumbuh.
Perkembangan Sistem Pembayaran
Perkembangan sistem pembayaran sampai triwulan IV-2009
masih tetap dapat memenuhi kebutuhan transaksi perekonomian.
Transaksi pembayaran non tunai dengan menggunakan sarana BI Real
Time Gross Settlement (RTGS) masih tinggi baik dari sisi volume (21.878
transaksi per hari) maupun nilai (Rp 61,17 triliun per hari). Sementara
pelayanan non tunai lainnya (kliring) juga menunjukkan kinerja membaik
sebagaimana ditunjukkan oleh rendahnya persentase tolakan kliring
(nilai nominal dan volume cek dan BG yang ditolak masing-masing
adalah 0,65% dan 0,31%). Sementara perkembangan kegiatan sistem
pembayaran tunai di wilayah DKI Jakarta relatif stabil dan dapat
memenuhi aktivitas kegiatan ekonomi. Selain itu, kegiatan pemantauan
terhadap uang palsu menunjukkan penurunan persentase temuan uang
palsu.
Perkembangan Keuangan Daerah
Realisasi APBD Pemprov DKI Jakarta tahun 2009 menunjukkan
peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Hal tersebut
tercermin dari penyerapan belanja 2009 APBD DKI Jakarta yang
mencapai 87,2%, lebih tinggi daripada tahun 2008 (81,1%). Demikian
pula realisasi pendapatan daerah yang mencapai 98,9% dari anggaran
yang direncanakan. Faktor yang mendukung meningkatnya realisasi
APBD adalah pengesahan APBD Jakarta 2009 yang lebih awal, serta
beberapa upaya percepatan penyerapan yang ditempuh Pemprov DKI
Jakarta misalnya penetapan dan pemantauan secara berkala target
penyerapan setiap triwulan oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
Kesejahteraan Masyarakat
Tingkat kesejahteraan masyarakat di DKI Jakarta sampai dengan
triwulan IV-2009 diperkirakan mengalami peningkatan. Beberapa
indikator kesejahteraan mengalami perbaikan diantaranya angka
pengangguran di DKI menurun, dari 12,16% pada tahun 2008 menjadi
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
viii
12,15% pada tahun 2009 namun masih lebih tinggi dibandingkan
dengan tingkat pengangguran nasional (7,87%). Persentase tingkat
kemiskinan sedikit mengalami perbaikan, yaitu turun dari 4,3% menjadi
3,6%. Indikator-indikator kesejahteraan lain, seperti indeks
pembangunan manusia meningkat tipis, upah juga meningkat, disertai
penurunan indeks kesengsaraan.
Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi
Indikator ekonomi Jakarta semakin membaik mendorong
optimisme bahwa pertumbuhan ekonomi Jakarta pada triwulan I-
2010 diprakirakan akan terus meningkat menjadi sekitar 5,3%-
5,7% (yoy). Peningkatan tersebut diprakirakan akan ditopang oleh
tingkat konsumsi RT yang masih kuat dan terus membaiknya kinerja
ekspor. Sementara dari sisi sektoral, sektor utama yaitu sektor keuangan,
perdagangan, dan industri diperkirakan masih akan meningkat seiring
dengan perbaikan ekonomi dunia dan domestik.
Sementara itu, inflasi regional Jakarta pada akhir triwulan I-2010
diperkirakan masih terjaga dan masih pada level yang rendah.
Inflasi regional Jakarta pada akhir triwulan I-2010 diperkirakan
masih terjaga dan namun mulai kembali ke pola normalnya. Faktor
pendorong stabilnya inflasi antara lain terjaganya pasokan dan distribusi
bahan makanan dan masih terdapatnya kapasitas produksi yang dapat
ditingkatkan. Namun demikian, pola inflasi akan kembali normal karena
semakin membaiknya konsumsi dan munculnya tekanan pada imported
inflation.
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta 1
BAB I KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
Perekonomian Jakarta pada triwulan IV-2009 diperkirakan akan tumbuh
sebesar 5,2-5,6%(yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya
yaitu sebesar 5,1%(yoy). Di sisi permintaan, konsumsi rumah tangga
masih tinggi, investasi dan ekspor/impor mengalami peningkatan.
Konsumsi rumah tangga diperkirakan masih tetap tinggi karena masih
kuatnya daya beli. Investasi mengalami peningkatan karena optimisme
terhadap kondisi usaha dan bisnis domestik terindikasi mengalami
perbaikan. Kinerja ekspor membaik, seiring pulihnya permintaan global
dari beberapa negara mitra dagang utama. Selanjutnya, dengan
perbaikan ekspor dan permintaan domestik, impor diperkirakan juga
akan membaik. Sementara dari sisi penawaran, perkembangan
permintaan domestik yang masih kuat, peningkatan investasi dan
permintaan eksternal turut mendorong laju pertumbuhan sektor utama
Jakarta. Perbaikan kondisi ekonomi Jakarta tersebut juga dikonfirmasi
oleh jumlah PHK yang tidak mengalami perubahan sejak pertengahan
Juni 2009. Berdasarkan data dari Departemen Tenaga Kerja per posisi
Oktober 2009, tenaga kerja yang di PHK tercatat sebesar 18.009 orang.
1. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Jakarta
Perkembangan leading indicators PDRB mengindikasikan bahwa
perekonomian telah berada dalam siklus ekspansi. Perbaikan
indikator penuntun tersebut karena meningkatnya nilai komponen-
komponen indikator penuntun yang berhubungan dengan kegiatan
konsumsi (survei penjualan eceran dan nilai transfer menggunakan
RTGS), investasi (indeks produksi industri dan impor barang modal) dan
ekspor (nilai tukar riil dan nilai ekspor). Membaiknya perekonomian
negara mitra dagang terutama di Asia, Amerika, dan Eropa, mulai
meningkatkan permintaan komoditas manufaktur dari Jakarta.
Grafik I.1 Leading Indikator PDRB Jakarta
Dilihat dari strukturnya perekonomian Jakarta masih belum
banyak mengalami perubahan. Dari sisi permintaan, pertumbuhan
ekonomi Jakarta utamanya masih ditopang oleh konsumsi, sedangkan
97
98
99
100
101
102
103
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Composit Leading Indicator PDRB Jakarta (leading 3 bulan mulai Oktober 2009)
PDRB Jakarta CLI
fase kontraksi fase kontraksi
Composite indicators:SPE,IPI, impor barang modal,RER,RTGS, total ekspor
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
2
dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi masih didukung oleh sektor
tersier (perdagangan, pengangkutan, keuangan, dan jasa) kemudian
diikuti oleh sektor sekunder dan primer. Sementara terhadap
perekonomian nasional kontribusi Jakarta adalah sekitar 17,0%.
A. SISI PERMINTAAN
Dari sisi permintaan, meningkatnya pertumbuhan PDRB triwulan
IV-2009 diprakirakan bersumber dari kuatnya konsumsi,
peningkatan investasi dan ekspor. Konsumsi diprakirakan masih akan
tumbuh lebih dari 6%. Indikator dini konsumsi dan daya beli masih
dalam tren meningkat. Investasi menjelang akhir tahun diperkirakan
meningkat. Investasi swasta terutama terjadi pada investasi bangunan
untuk penyelesaian target tahun 2009, demikian pula investasi
pemerintah berupa pembangunan infrastruktur. Ekspor membaik seiring
pulihnya kondisi perekonomian global. Ekspor utama Jakarta terutama
ke ASEAN, Amerika, dan Eropa, nilainya terus mengalami peningkatan,
khususnya untuk barang-barang industri manufaktur seperti garment,
peralatan listrik, mesin, dan suku cadang. Seiring dengan meningkatnya
ekspor industri manufaktur, impor juga diperkirakan akan membaik.
Impor masih didominasi oleh impor bahan baku dengan porsi mencapai
66% dari total impor Jakarta.
Tabel I.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan Jakarta (%, y-o-y)
Sumber : BPS, diolah
1. Konsumsi
Pada triwulan IV-2009, konsumsi diprakirakan masih akan tumbuh
tinggi sekitar 6,4-6,8% (yoy), dengan tingkat pertumbuhan yang
relatif sama dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (6,7%).
Tren beberapa indikator dini mengindikasikan stabil, seperti konsumsi
bahan tahan lama (durable goods) yaitu alat rumah tangga, pakaian, dan
bahan konstruksi 1 (grafik I.2), jumlah penjualan mobil/motor baru 2
1 Survei Penjualan Eceran – Bank Indonesia
Konsumsi 7.7 6.1 6.4 6.5 6.7 6.2 6.5 6.7 6.4 - 6.8 6.2 - 6.6
Investasi 8.3 8.6 8.9 8.1 8.5 4.0 4.2 4.2 4.3 - 4.7 4.0 - 4.4
Ekspor 6.4 0.8 0.5 0.7 2.0 0.6 4.4 2.1 3.6 - 4.0 (0.5) - (0.1)
Impor 17.3 12.5 8.5 12.9 12.6 5.9 9.1 7.0 6.8 - 7.2 7.1 - 7.5
Net Ekspor -24.3 -33.8 -29.3 -40.4 -30.7 -22.8 -19.2 -25.9 (16.9) - (16.5) (19.2 ) - (18.8)
P D R B 6.3 6.1 6.1 6.2 6.2 5.2 5.0 5.1 5.2 - 5.6 5.0 - 5.4* angka sementara BPS DKI Jakarta
p proyeksi BI melambat meningkatmeningkat melambat
I
2009
2008II III Proyeksi Tw
IVDKI
2008
I II III IVProyeksi 2009
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta 3
(grafik I.3), maupun pengeluaran yang bersifat rutin seperti makanan
(barang nondurable); serta konsumsi energi (listrik rumah tangga) (grafik
I.4). Sementara tingkat konsumsi yang tetap stabil tinggi didorong
persepsi konsumen3 yang menyatakan bahwa saat ini merupakan saat
yang tepat untuk melakukan pembelian barang tahan lama. Persepsi
konsumen tersebut ditopang oleh optimisme konsumen bahwa kondisi
perekonomian juga terus membaik (grafik I.5), setidaknya bertahan
hingga 6 bulan yang akan datang.
Grafik I. 2 Survei Penjualan Eceran
Grafik I. 3 Perkembangan Pendaftaran Mobil/Motor Baru
Grafik I. 4 Konsumsi Energi Rumah Tangga
Grafik I. 5 Indeks Keyakinan Konsumen Saat Ini
Tetap tingginya konsumsi masyarakat didukung oleh pembiayaan
kredit konsumsi dari bank4 maupun nonbank. Pembiayaan kredit
konsumsi baik yang berasal dari bank maupun nonbank (pegadaian)
mulai mengalami ekspansi (tumbuh lebih tinggi). Kredit konsumsi (riil)
bank tumbuh sebesar 16,7% (per November 2009) meningkat
dibandingkan triwulan III-09 (13,6%) dan kredit pegadaian tumbuh
72,9% dibanding triwulan III-09 (62,4%). Kredit pegadaian menjadi
salah satu pilihan pembiayaan bagi masyarakat menengah ke bawah,
dengan porsi sekitar 12,3% dibandingkan dengan kredit bank.
2 Data dari Dinas Pelayanan Pajak, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
3 Survei Konsumen – Bank Indonesia
4 Masyarakat yang menggunakan pembiayaan konsumsi yang berasal dari bank sekitar 30%, sebagian besar pembiayaan menggunakan dana
sendiri (84,4%) (Hasil Quick Survei UMKM, Juni 2009)
‐100
‐50
0
50
100
150
200
250
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2007 2008 2009
%, yoy Survei Penjualan Eceran
g.Indeks Alat RT g.Bahan konstruksi g.Pakaian g.Makanan
‐60
‐40
‐20
0
20
40
60
80
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2007 2008 2009
%, yoy
g.Pendaftaran Motor Baru g.Pendaftaran Mobil Baru
Sumber: Dinas Pelayanan Pajak Jakarta
‐10
‐5
0
5
10
15
20
25
30
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
% Konsumsi Listrik Rumah Tangga
2007 2008 2009 Linear (2009)
Sumber : PLNdan Pertamina, diolah
60
70
80
90
100
110
120
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Indeks Survei Konsumen‐Kondisi Saat Ini
2006 2007 2008 2009
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
4
Grafik I.6 Perkembangan Kredit Konsumsi
(Lokasi Proyek)
Grafik I.7 Perkembangan Pembiayaan
Pegadaian
Masih tingginya konsumsi terutama didorong oleh masih kuatnya
daya beli masyarakat. Masyarakat Jakarta yang tergolong menengah
ke atas (profesional) tidak terkena dampak krisis global 5 , bahkan
penghasilannya masih meningkat 3-17% (tabel I.2). Sementara daya beli
kelompok menengah ke bawah secara umum akan meningkat dengan
ditetapkannya UMR tahun 2010 sebesar Rp 1.118.009,00 dan tidak
bertambahnya jumlah PHK (per 16 Oktober tetap sejumlah 18.009
orang).
Tabel I.2 Kenaikan Gaji Profesional
Grafik I.8 Kinerja PT Mitra Adiperkasa
2. Investasi
Investasi diprakirakan tumbuh meningkat 4,3-4,7% (yoy),
dibandingkan triwulan sebelumnya (4,2%). Indikator investasi
nonbangunan seperti impor barang modal dan pendaftaran alat berat
menunjukkan ada sedikit perbaikan (grafik I.9), demikian pula investasi
bangunan (konsumsi semen, grafik I.10). Berdasarkan survei lembaga
riset dan konsultan properti Cushman Wakefield, pada triwulan IV-09
perkembangan pasokan properti di Jakarta meningkat. Properti yang
selesai pembangunannya antara lain Pusat Grosir Senen Jaya,
apartemen (jual) mendapat tambahan 496 unit yang selesai (kumulatif
menjadi 74.974 unit), kantor (sewa) ada tambahan Menara Bidakara 2
(23.000 m2, kumulatif menjadi 3,93 juta m2).
5 hasil Survei Ipsos (Februari 2009)
‐5
0
5
10
15
20
25
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
2007 2008 2009
%
g.kredit kons riil (mtm) g.kredit kons riil (yoy)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0.0
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
14.0
16.0
I2008
II III IV I2009
II III IV*
%, yoyRp triliun
Penyaluran Kredit g.Penyaluran Kredit (rhs)
* data sementara
Tahun FMCGTele‐
komunikasiTI Farmasi Bank Asuransi Logistik
2009 3 ‐ 10 % 0 ‐ 9% 6 ‐ 9% 7 ‐ 1 0% 6 ‐ 10% 9 ‐ 13% 7 ‐ 10%
2008 9 ‐ 10% 10 ‐ 12% 8 ‐ 10% 8 ‐ 11% 9 ‐ 12% 11 ‐ 15% 9 ‐12%
2007 10 ‐ 12% 12 ‐ 17% 9 ‐ 11% 8 ‐ 12% 10 ‐ 15% 8 ‐ 12% 9 ‐ 12%
Sumber : Riset BTI Consultants, Mei 2009
‐100
‐50
0
50
100
150
200
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
I II III IV I II III IV I II III
2007 2008 2009
%, yoy%,yoy
total sales net income
Perusahaan MAPI
Sumber : BEJ dan Laporan Keuangan Perusahaan (diolah)
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta 5
Grafik I.9 Perkembangan Impor Barang Modal dan Pendaftaran Alat Berat Baru
Grafik I.10 Konsumsi Semen
Grafik I.11 Pembiayaan Investasi
Indikator pembiayaan investasi mengindikasikan peningkatan.
Pembiayaan investasi yang berasal dari dana perbankan yang berlokasi di
Jakarta hanya menunjukkan tren peningkatan tipis menjadi 1,6% (riil, y-
o-y), dibandingkan triwulan sebelumnya (-1,8%). Pembiayaan nonbank
juga meningkat dengan adanya IPO saham dan obligasi pada triwulan
IV-2009 masing-masing untuk 7 emiten obligasi senilai Rp 8,8 triliun,
dan 6 emiten saham senilai Rp 3,1 triliun.
Optimisme terhadap kondisi usaha dan bisnis domestik mulai
tumbuh. Investasi asing untuk investasi jangka panjang dalam bentuk
foreign direct investment (FDI) hingga September 2009 mencapai
USD5,23 miliar, dan investasi domestik mencapai Rp 9,15 triliun.
Optimisme pengusaha kondisi bisnis di dalam negeri membaik, terutama
terkait dengan peningkatan pesanan dalam negeri dan stabilnya harga
jual (grafik I.12). Perkembangan tersebut mendorong pesanan barang
masukan (input) mengalami peningkatan. Situasi usaha (intern
perusahaan) perkembangannya pun cukup baik, sehingga tidak
menyebabkan terjadinya pertambahan jumlah PHK. Pengusaha memiliki
ekspektasi bahwa situasi usaha akan semakin membaik, dan ke depan
diperkirakan masih akan ada penambahan jumlah karyawan (grafik I.13).
‐100
‐50
0
50
100
150
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2006 2007 2008
%, yoy
Pick Up,Truk,Alat Berat,Truk Tanki[baru] Nilai Impor Brg Modal
‐60
‐40
‐20
0
20
40
60
80
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2007 2008 2009
%
g.Kons Semen Jkt(m‐t‐m) g.Kons Semen Jkt(y‐o‐y)
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
18000
20000
‐20
‐15
‐10
‐5
0
5
10
15
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2007 2008 2009
%
Total IPO (Rp miliar) ‐ rhs g.kredit inv riil (yoy)
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
6
Grafik I.12 Ekspektasi Kegiatan Bisnis
Grafik I.13 Kegiatan Usaha
3. Kegiatan Ekspor-Impor6
Kegiatan ekspor-impor di Jakarta pada triwulan IV-2009 masih
menunjukkan angka net ekspor yang negatif, yaitu berkurang
dari negatif 25,9% menjadi sekitar negatif 16,5% s.d. 16,9%.
Negatif net ekspor yang semakin kecil tersebut menunjukkan kegiatan
ekspor yang mulai ada perbaikan dengan akselerasi sedikit lebih tinggi
dibandingkan impor. Ekspor secara keseluruhan akan lebih baik, karena
ekspor barang menunjukkan adanya tren peningkatan. Impor tumbuh
lebih tinggi, seiring meningkatnya permintaan barang impor bahan baku
untuk pasokan industri pengolahan yang khususnya untuk memenuhi
permintaan domestik.
Grafik I.14 Komposisi Ekspor Jakarta
Perkembangan ekspor pada triwulan laporan diperkirakan akan
meningkat sekitar 3,6 – 4,0% dibandingkan triwulan sebelumnya
(2,1%, yoy). Ekspor barang yang meningkat seiring tumbuhnya
perekonomian negara mitra dagang di Asia, Amerika Serikat, dan Eropa
berupa barang manufaktur, diantaranya pakaian jadi, mesin/mekanik,
peralatan listrik, suku cadang/aksesoris, dan plastik (grafik I.16).
Sementara ekspor jasa, sebagaimana ditunjukkan oleh lama menginap
turis asing diperkirakan relatif stabil (grafik I.15).
6 Konsep ekspor-impor dalam PDRB, ekspor-impor termasuk kegiatan ekspor-impor domestik (perdagangan antara daerah dan atau antar pulau)
(grafik I.14)
70
80
90
100
110
120
130
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4*
2007 2008 2009
Indeks
Perkiraan ITB Order DN Riil Order LN RiilHarga Jual Riil Order Brg. Input Riil
*) angka perkiraanSumber : BPS, diolah
‐10
0
10
20
30
40
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1‐p
2007 2008 2009 2010
Indeks SBT Sumber : SKDU Jakarta
Jumlah karyawan Ekspektasi jumlah karyawanEkspektasi Kegiatan Dunia Usaha Situasi Kegiatan Dunia Usaha
Komposisi Ekspor Jakarta
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Luar negeri (36,7%)
Domestik(63,3%)
Jasa(70,0%)
Barang(30,0%)
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta 7
Grafik I.15 Indikator Ekspor Jasa Grafik I.16 Pertumbuhan Nilai Ekspor Komponen Utama Manufaktur Jakarta
Impor Jakarta diprakirakan tumbuh pada kisaran 6,8-7,2%,
meningkat tipis dibanding triwulan III-2009 (7,0%). Peningkatan
impor, berasal dari bahan baku dan barang konsumsi. Porsi terbesar
impor (80%) adalah bahan baku, sehingga pertumbuhannya tergantung
permintaan sektor industri manufaktur. Kapasitas produksi sektor
industri (makanan, logam, dan alat angkut) menunjukkan tren
meningkat (grafik I.21) yang ditengarai berdampak kepada perbaikan
pertumbuhan impor. Impor bahan baku utama yang terpantau membaik
seperti besi/baja, mesin/mekanik, dan suku cadang terutama karena
mulai tumbuhnya permintaan industri otomotif. Permintaan akan mobil
dan motor mulai menunjukkan tren meningkat. Peningkatan yang sama
terjadi pada barang kebutuhan industri lainnya seperti kimia organik,
bahan plastik, dan peralatan listrik (grafik I.18). Sementara barang
konsumsi, juga mengalami peningkatan permintaan, yang terkonfirmasi
dari hasil penjualan barang eceran untuk makanan yang juga terpantau
tumbuh tinggi.
Grafik I.17 Perkembangan Arus Perdagangan di Terminal Konvensional Tj. Priok
Grafik I. 18 Perkembangan Volume Impor Jakarta
2.00
3.00
4.00
I II III IV I II III IV I II III IV
2007 2008 2009
hari Rata‐rata Lama Menghinap Tamu Asing
‐60
‐40
‐20
0
20
40
60
80
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2007 2008 2009
%, yoy
Pakaian Jadi Bahan plastik Peralatan listrik Sabun mandi dan cuci
‐0.06
‐0.04
‐0.02
0.00
0.02
0.04
0.06
0.08
0.10
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3
2006 2007 2008 2009
%, yoy
g.Bongkar Antar Pulau g.Muat Antar Pulau g.Ekspor g.Impor
Sumber : Pelindo II (diolah)
‐100‐50050
100150200250300350400
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
2007 2008 2009
%, yoy
Besi/baja Peralatan listrik Bahan plastikKimia Organik Suku cadang & aksesori Kendaraan bermotorBubur kertas & kertas Makanan olahan lain
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
8
B. SISI PENAWARAN
Perkembangan permintaan domestik (konsumsi) yang masih kuat,
peningkatan investasi, dan membaiknya permintaan eksternal
yang masih kuat turut mendorong laju pertumbuhan sektor
utama Jakarta. Sektor utama yang memberi sumbangan besar dalam
struktur perekonomian Jakarta antara lain adalah keuangan,
perdagangan, industri, pengangkutan/komunikasi, dan bangunan.
Konsumsi yang masih kuat ditambah permintaan ekspor menyebabkan
permintaan terhadap sektor industri mulai bertumbuh, sehingga jumlah
barang yang diperdagangkan di dalam negeri pun bertambah (termasuk
barang dari impor), yang kemudian direspons oleh peningkatan sektor
perdagangan, keuangan, dan pengangkutan. Sementara meningkatnya
investasi berkaitan dengan perkembangan sektor bangunan, seiring
penyelesaian proyek infrastruktur pemda dan swasta untuk mencapai
target tahun 2009. Tabel I.3 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran Jakarta (%, y-o-y)
Sumber : BPS, diolah
1. Industri
Pada triwulan IV-2009, sektor industri tumbuh terbatas dalam
kisaran 0,1% s.d. 0,5%, dibandingkan triwulan sebelumnya
(-0,3%). Perbaikan pertumbuhan sektor industri terindikasi pada tren
peningkatan penggunaan energi (listrik) (grafik I.19) dan indeks produksi
industri (grafik I.20). Penggunaan kapasitas produksi industri, terutama
makanan, logam, dan alat angkutan mulai terjadi peningkatan (grafik
I.21).
Pertanian 1.4 -0.3 0.7 1.4 0.8 1.4 1.3 3.1 2.0 - 2.4 0.1 - 0.5
Pertambangan 1.5 0.1 -0.3 0.0 1.3 0.4 3.5 4.8 0.5 - 0.9 2.9 - 3.3
Industri 4.1 3.8 3.9 3.6 4.0 1.7 0.1 -0.3 0.1 - 0.5 0.6 - 1.0
Listrik 6.8 7.0 5.6 5.9 6.3 6.2 4.8 5.1 5.0 - 5.4 5.1 - 6.5
Bangunan 7.5 7.6 7.8 7.8 7.8 6.3 6.5 6.6 6.6 - 7.0 6.3 - 6.7
Perdagangan 6.9 6.3 6.1 5.7 6.3 3.9 4.3 5.1 5.0 - 5.4 4.1 - 4.5
Pengangkutan 15.0 14.8 15.0 15.0 15.0 15.6 15.2 15.4 15.2 - 15.6 15.2 - 15.6
Keuangan 4.1 4.2 4.2 4.8 4.0 4.3 4.0 3.6 4.0 - 4.4 4.0 - 4.4
Jasa-jasa 6.3 6.1 6.0 5.9 6.0 5.5 5.9 6.2 6.1 - 6.5 5.6 - 6.0
PDRB 6.3 6.1 6.1 6.2 6.2 5.2 5.0 5.1 5.2 - 5.6 5.0 - 5.4* angka sementara BPS DKI Jakarta
p proyeksi BI melambat meningkatmeningkat melambat
DKI I II III IV Proyeksi 2009Proyeksi Tw IV
2008
I
2009
2008 II III
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta 9
Grafik I. 19 Konsumsi Energi Industri Grafik I. 20 Indeks Produksi Industri
Grafik I. 21 Penggunaan Kapasitas Produksi
Tabel I.4 Perkembangan Jumlah PHK
Pertumbuhan industri yang terbatas diikuti oleh masih rendahnya
pembiayaan perbankan untuk sektor industri. Perkembangan
pembiayaan perbankan di sektor industri justru turun sekitar 19,8%
(yoy). Namun demikian diperkirakan kredit pada sektor industri akan
mengalami peningkatan, karena tren pertumbuhan pertumbuhan bulan
November mencapai 1,6% (mtm) dibandingkan bulan Oktober (0,7%)
(grafik I.22). Hal lain yang perlu diperbaiki oleh pembiayaan sektor kredit
adalah kinerja kredit yang masih dibawah batas yang diperkenankan
(NPL >5%).
Grafik I. 22 Kredit Sektor Industri
Namun demikian ada optimisme bahwa pertumbuhan sektor
industri akan membaik yang berasal dari permintaan domestik
yang tetap kuat dan perbaikan pertumbuhan ekonomi global.
‐40
‐30
‐20
‐10
0
10
20
30
40
50
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2007 2008 2009
%
g.Kons Listrik Industri (mtm) g.Kons Listrik Industri (yoy)
Sumber : PLN, diolah
‐10
‐8
‐6
‐4
‐2
0
2
4
6
8
‐4
‐2
0
2
4
6
8
10
12
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
2007 2008 2009
%%
Sumber : CEIC, diolah
g.Industrial Production Index(yoy) g.Industrial Production Index(mtm) ‐ rhs
50
60
70
80
90
100
I II III IV I II III IV*
2008 2009
Rincian Utilisasi Kapasitas (%)
Makanan, minuman dan tembakau Kimia dan barang dari karet
Alat angkutan, mesin dan peralatannya Total Industri Pengolahan
* data sementara
Tanggal Jumlah Selisih
11‐Dec‐08 14,268 14,268
06‐Feb‐09 15,550 1,282
13‐Mar‐09 16,650 1,100
24‐Apr‐09 17,150 500
22‐May‐09 17,150 ‐
05‐Jun‐09 17,705 555
12‐Jun‐09 18,009 304
26‐Jun‐09 18,009 ‐
10‐Jul‐09 18,009 ‐
24‐Jul‐09 18,009 ‐
21‐Aug‐09 18,009 ‐
26‐Jul‐09 18,009 ‐
11‐Sep‐09 18,009 ‐
16‐Oct‐09 18,009 ‐
Sumber : Depnakertrans
Perkembangan PHK DKI Jakarta
‐12
‐10
‐8
‐6
‐4
‐2
0
2
4
6
‐30
‐20
‐10
0
10
20
30
40
50
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
2007 2008 2009
%%
g.kredit Industri Riil (yoy) g.kredit Industri Riil (mtm) ‐ rhs
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
10
Kuatnya permintaan domestik tercermin dari hasil survei tendensi bisnis
(BPS) (grafik I.12) yang menyatakan permintaan dalam negeri riil
meningkat dengan harga jual yang stabil. Situasi kegiatan usaha hasil
suvei Bank Indonesia (grafik I.13) menyatakan bahwa perbaikan kegiatan
perekonomian akan memacu pengusaha untuk menambah jumlah
karyawannya. Sampai dengan triwulan IV-09 memang perkembangan
pertambahan jumlah PHK telah terhenti (per 16 Oktober 2009). Secara
lebih spesifik, permintaan industri otomotif (mesin) di dalam negeri
(penjualan mobil/motor), alat berat, dan penjualan makanan lebih tinggi
dibanding triwulan sebelumnya. Seiring dengan peningkatan permintaan
tersebut, industri melakukan penambahan produksi sehingga kapasitas
produksinya meningkat.
2. Pengangkutan dan Komunikasi
Sektor pengangkutan dan komunikasi tetap tumbuh tinggi
(15,2% - 15,6%) dan relatif stabil dibandingkan dengan triwulan
III-2009 (15,4%). Subsektor komunikasi diperkirakan masih menjadi
kontributor utama terhadap masih tingginya pertumbuhan sektor ini.
Trafik percakapan telepon seluler masih cukup tinggi. XL mencatatkan
trafik percakapan suara 755 juta call per hari, sementara trafik SMS
sebesar 320 juta SMS, dan data 3,8 terabyte. Pada saat hari Natal terjadi
lonjakan sekitar 10 persen. Indosat mencatat pemakaian kapasitas 774
juta menit kanal suara, sedangkan kapasitas SMS mencapai 492 juta sms
per hari. Pada saat Natal dan Tahun baru kira-kira terjadi lonjakan 123,6
persen. Sementara telkomsel terjadi lonjakan hampir 2 kali lipat dari
normal 380 juta SMS/hari. Sementara dari subsektor transportasi, jumlah
penumpang transportasi dalam kota (kereta Jabodetabek (grafik I.24)
dan bus trans Jakarta (grafik I.25)) mengalami peningkatan masing-
masing 7% dan 12,6%. Demikian pula moda transportasi antar
daerah/negara (pesawat udara) yang melalui bandara Sukarno Hatta
(grafik I.26) terjadi peningkatan sekitar 25% terutama untuk
penerbangan internasional.
Grafik I.23 Perkembangan Telepon Seluler
Grafik I.24 Jumlah Penumpang KA Jabodetabek
0
10
20
30
40
50
60
0
10
20
30
40
50
60
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3
2007 2008 2009
%Jutaan orang
Sumber : CEIC dan Pers ReleaseCellular (telkomsel + Indosat+ProXL) (data perkiraan)g.Pelanggan Cellular Jabodetabek (yoy) ‐ rhs
‐15
‐10
‐5
0
5
10
15
20
25
‐10
‐5
0
5
10
15
20
25
30
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2007 2008 2009
%%
g.Pnpg KA Jabodetabek (yoy) g.Pnpg KA Jabodetabek (mtm)
Sumber : BPS, diolah
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta 11
Grafik I. 25 Perkembangan Jumlah Penumpang Bus Trans jakarta
Grafik I. 26 Perkembangan Jumlah Penumpang Udara di Bandara Soekarno
Hatta
Pembiayaan perbankan terhadap sektor transportasi/komunikasi
masih tinggi disertai dengan kinerja kredit yang membaik. Posisi
kredit yang disalurkan perbankan pada sektor ini per posisi bulan
November 2009 tercatat sebesar Rp 52,2 triliun, naik 11,6% (y-o-y).
Peningkatan kredit ini diikuti dengan peningkatan kinerja kredit yang
semakin baik (NPLs sebesar 2,6%).
Stabilnya pertumbuhan sektor ini diperkirakan karena jumlah
pelanggan transportasi/komunikasi sudah cukup tinggi dan
terjadi pergeseran pada penggunaan jasa komunikasi. Jumlah
pelanggan seluler di Jakarta mulai stagnan (grafik I.23) sekitar 53 juta
orang (dihitung dari pangsa pelanggan telepon seluler Jabodetabek yang
sekitar 30-40% dari 134 juta pelanggan nasional). Namun demikian,
berdasarkan lembaga riset Frost & Sullivan, di Indonesia terjadi
pergeseran penggunaan dari basic telephony (suara dan SMS) menjadi
Value Added Servicess (VAS) yang membutuhkan akses data. Survei
lembaga tersebut menunjukkan bahwa 46 persen responden mengakses
internet setiap hari (hasil survei 2007 hanya 27 persen). Dari sisi
pendapatan, broadband internet Telkom (posisi triwulan III-2009)
menghasilkan pendapatan sekitar Rp 1.850 miliar atau meningkat
signifikan 91,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Sementara operator XL menyatakan pendapatan jasa data naik 12
persen (kontribusi dari jasa data naik dari 26 persen menjadi 27,8
persen). Dari subsektor transportasi, jumlah penumpang bus trans
Jakarta rata-rata mencapai 7 juta orang per bulan dengan tren yang
stabil sejak awal 2008.
3. Bangunan
Sektor bangunan pada triwulan IV-2009 tumbuh sebesar 6,6-
7,0%, meningkat tipis dibandingkan dengan pertumbuhan
triwulan III-2009 (6,6%). Peningkatan pertumbuhan sektor bangunan
diperkirakan bersumber dari pembangunan properti oleh swasta
‐20
‐10
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2007 2008 2009
%
g.jumlah penumpang(yoy) g.jumlah penumpang(mtm)
Sumber : transjakartabusway.com
‐20
‐10
0
10
20
30
40
50
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
2007 2008 2009
%, yoy
g.Penumpang Soekarno Hatta Total g.Domestik g.Internasional
Sumber : BPS, diolah
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
12
maupun pemerintah. Pembangunan properti oleh swasta terjadi pada
semua kelompok properti (retail, perkantoran, industri, apartemen jual
dan sewa). Tambahan pasokan properti di Jakarta misalnya Pusat Grosir
Senen Jaya Jakarta Pusat (retail); Menara Bidakara 2 (perkantoran),
Gardenia Boulevard (apartemen jual); Kempinski Private Residences,
Aston Marina, dan Pejaten Suites (apartemen sewa) (tabel I.5).
Sementara untuk properti residensial, terjadi tren peningkatan untuk
semua tipe (kecil, menengah, dan besar) (grafik I.27). Sementara
pembangunan oleh pemerintah berupa kelanjutan Banjir Kanal Timur
yang telah tembus ke Marunda dan perbaikan di beberapa ruas jalan.
Grafik I.27 Hasil Survei Properti Residensial
Grafik I.28 Kredit Sektor Konstruksi
Tabel I.5 Perkembangan Pasokan Properti
Perkembangan pembiayaan perbankan sektor bangunan
cenderung meningkat. Kredit perbankan untuk semua unit (KPR/KPA
tipe <70, KPR/KPS >70, dan ruko/rukan) mulai Oktober 2009 mulai ada
peningkatan. Untuk apartemen jual ada sekitar 1.011 unit baru yang
selesai terbangun pada triwulan ini. Dari sisi kinerja kredit, risiko kredit
(NPLs) sektor bangunan trennya membaik (3,5%).
Tabel I.6 Perkembangan Permintaan Properti
‐
500
1,000
1,500
2,000
2,500
TW IV‐2008 TW I‐2009 II‐2009 III‐2009 IV‐2009
Unit TerjualPerkembangan Penjualan Properti Residensial
(Survei Properti DSM ‐ BI)
TOTAL TIPE KECIL TIPE MENENGAH TIPE BESAR
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2008 2009
%, y‐o‐y
Konsumsi ‐ KPR/KPA s.d. Tipe 70 Konsumsi ‐ KPR/KPS di atas Tipe 70
Konsumsi ‐ Ruko/Rukan Kredit Konstruksi
2008Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
Retail
Supply (cumulative supply, m2) 2,980,400 3,080,100 3,206,100 3,192,100 3,374,700 3,396,800Office
Supply (cumulative supply , m2) 3,700,000 3,700,000 3,810,000 3,810,000 3,910,000 3,930,000IndustrialSupply (cumulative supply , Ha) 7,820 7,820 7,877 7,877 7,877 7,877Condominium for SaleSupply (cumulative supply , unit) 68,177 68,514 70,614 72,435 73,963 74,974Apartment RentalSupply (cumulative supply ) na 31,147 37,638 38,108 39,346 39,715Sumber : Cushman Wakefield, diolah
meningkat
menurun
2009
Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4RetailDemand (occupancy rate ) 77.80% 77.40% 76.90% 77.90% 75.10% 75.90%OfficeDemand (occupancy rate ) 86.02% 87.10% 84.70% 85.20% 83.90% 84.30%IndustrialDemand (cumulative sale ) 71.60% 71.90% 72.20% 72.40% 72.70% 73.10%Condominium for SaleDemand (cumulative sales rate ) 94.16% 94.30% 94.10% 93.80% 94.10% 94.00%Apartment RentalDemand (occupancy rate ) 70.91% 70.00% 62.41% 61.46% 62.60% 62.90%Sumber : Cushman Wakefield, diolah
meningkat
menurun
2008 2009
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta 13
Perkembangan bangunan didorong oleh perbaikan
perekonomian. Optimisme bahwa akan terjadi perbaikan ekonomi
mendorong permintaan masyarakat terhadap produk properti. Aktivitas
leasing mengalami peningkatan, dimana tingkat hunian properti
perkantoran naik dari 83,9% menjadi 84,3%, tingkat hunian apartemen
sewa naik sedikit dari 62,4% menjadi 62,9%, dan tingkat hunian sewa
di retail naik dari 75,1% menjadi 75,9%. Untuk properti hunian milik,
hanya tingkat penjualan di industri yang terlihat meningkat. Apartemen
jual kumulatif penjualan memang masih menurun, akan tetapi
permintaan pre-sales untuk kalangan menengah ke bawah rusunami
(rumah susun sederhana milik) masih meningkat sekitar 0,1%.
4. Perdagangan, Hotel dan Restoran
Sektor perdagangan hotel dan restoran (PHR) pada triwulan IV-
2009 tumbuh sebesar 5,0-5,4% (y-o-y), sedikit meningkat
dibandingkan dengan triwulan III-2009 (5,1%). Peningkatan tersebut
tercermin dari beberapa prompt indikator, seperti indeks penjualan
eceran, konsumsi listrik sektor bisnis (grafik I.29) dan arus barang di
Tanjung Priok (grafik I.31) yang meningkat. Demikian pula indikator
untuk hotel, seperti jumlah wisman dan tingkat hunian (grafik I.30).
Grafik I.29 Konsumsi Listrik Sektor Bisnis
dan Survei Penjualan Eceran Grafik I.30 Jumlah Wisman dan Tingkat
Hunian
Grafik I.31 Arus Barang melalui Kereta dan Pelabuhan
Perkembangan pembiayaan perbankan ke sektor ini secara umum
masih terbatas. Posisi kredit lokasi proyek yang disalurkan di sektor ini
masih tumbuh terbatas dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada
posisi akhir November 2009, jumlah kredit yang disalurkan mencapai Rp
‐60
‐40
‐20
0
20
40
60
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
2007 2008 2009
%, yoy%, y‐o‐y
g.Kons Listrik Bisnis (yoy) g.SPE (rhs)
Sumber : PLN dan SPE‐BI, diolah
30
35
40
45
50
55
60
1
1.4
1.8
2.2
2.6
3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2008 2009
%hari Indikator Sub Sektor Hotel
Rata‐rata lama menghinap tamu (hari) Hotel Occupancy Rate (rhs)
‐40
‐20
0
20
40
60
80
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2008 2009
%
g.Brg Kereta (yoy) g.Brg Tnjg. Priok (yoy)
Sumber : BPS, diolah
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
14
77,2 triliun, turun menjadi 2% (y-o-y) dari sebelumnya tumbuh sebesar
7,8%. Meskipun terjadi penurunan jumlah kredit yang disalurkan,
namun kualitas kreditnya masih cukup baik sebagaimana yang
ditunjukkan oleh NPL yang berada >5%.
Pertumbuhan sub sektor perdagangan didorong pengeluaran
konsumsi yang masih bertumbuh dan adanya perayaan hari
keagamaan. Adanya perayaan Natal 2009 dan Tahun Baru 2010,
sebagian besar mal di Jabodetabek menggelar program diskon. Asosiasi
Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyatakan adanya program turut
tersebut turut mendorong penjualan ritel modern naik sekitar 5-10%
untuk produk makanan dan minuman (mamin) dan sekitar 15% untuk
produk fesyen. Gabungan Perusahaan Makanan dan Minuman Indonesia
(Gapmmi) juga menyatakan bahwa penjualan makanan dan minuman
hingga akhir 2009 diperkirakan naik 10% dibandingkan omzet 2008
mencapai Rp 505 triliun.
5. Keuangan, Persewaan dan Jasa
Pada triwulan laporan, sektor keuangan, persewaan dan jasa
tumbuh 4,0%-4,4%, sedikit meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya (3,6%). Dampak krisis keuangan global secara langsung
diperkirakan hanya sedikit berdampak pada sub sektor keuangan, antara
lain karena rendahnya portofolio instrumen keuangan asing bermasalah
yang dimiliki lembaga keuangan domestik. Untuk transaksi di pasar
modal, perkembangan nilai dan transaksi saham yang diperdagangkan
terus mengalami peningkatan (grafik I.32). Bahkan ada penambahan IPO
saham dari 6 emiten saham senilai Rp 3,1 triliun.
Grafik I. 32 Perkembangan Transaksi Saham
Subsektor persewaan dan jasa keuangan diperkirakan meningkat.
Tingkat hunian (occupancy rate) persewaan retail, gedung perkantoran,
dan apartemen naik lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
(grafik I.33). Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang mulai
membaik, perusahaan multinasional mulai mencari akomodasi bagi
‐100
‐50
0
50
100
150
200
250
300
350
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2007 2008 2009
%, yoy
Frekuensi Saham Diperdagangkan Nilai Saham Diperdagangkan
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta 15
ekspatriat untuk tahun depan, sebagaimana tercermin dari naiknya
tingkat hunian aparetemen sewa.
Grafik I.33 Tingkat Hunian Perkantoran
6. Listrik, Gas dan Air Bersih
Sektor listrik diperkirakan tumbuh 5,0-5,4%% (y-o-y), relatif stabil
dibandingkan triwulan sebelumnya (5,0%). Daya PLN yang semula
hanya sekitar tiga kali 90 megawatt, mulai Oktober 2009 akan
bertambah daya dua kali 240 megawatt karena pembangkit Muara
Karang mulai memasok listrik ke Jakarta dengan tambahan dua gas
turbin. Perbaikan pasokan tersebut meningkatkan konsumsi listrik total
(grafik I.34), dan mendorong peningkatan pendapatan di sektor listrik.
Grafik I.34 Pendapatan dan Konsumsi Listrik DKI Jakarta
Perkembangan pembiayaan perbankan dan kinerja kredit kepada
sektor ini relatif baik. Pertumbuhan kredit di sektor ini masih cukup
tinggi (14,8%) dengan posisi kredit per November 2009 Rp 12,1 triliun.
Kualitas kredit di sektor listrik relatif baik dengan NPLs yang rendah.
7. Sektor Jasa-Jasa
Sektor jasa-jasa tumbuh diperkirakan terjadi peningkatan menjadi
6,1-6,5%, dibandingkan triwulan sebelumnya (6,2%).
Meningkatnya sektor jasa antara lain disebabkan konsumsi rumah
tangga yang masih cukup kuat. Pengeluaran konsumsi salah satunya
untuk leisure (hiburan). Leisure pada beberapa libur panjang di triwulan
IV yang dimanfaatkan untuk mengunjungi tempat wisata seperti Kebun
Binatang Ragunan, Ancol, Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dan lain-
60%
62%
64%
66%
68%
70%
72%
74%
76%
78%
80%
82%
84%
86%
88%
Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2008 2009
Retail Cushman Office Cushman Apartment Cushman(rhs)
‐10
‐5
0
5
10
15
20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2007 2008 2009
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20%, yoy%, yoy
g.Pendapatan PLN g.Konsumsi Listrik Total(rhs)
Sumber : PLN, diolah
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
16
lain. Pengunjung Ancol misalnya kira-kira naik 18% dibandingkan tahun
lalu. Sementara hiburan yang berupa live music, setidaknya terdapat 1
grup musik asing, 1 grup musik domestik, dan 2 festival musik di Jakarta
pada triwulan IV-2009 7.
Grafik I. 35 Kredit Lokasi Proyek Sektor Jasa
Di sisi pembiayaan, kredit sektor jasa masih tumbuh tinggi
dengan risiko kredit yang membaik. Posisi kredit di sektor ini hingga
November 2009 mencapai Rp 128,4 triliun atau tumbuh sekitar 16,4 %
(y-o-y) (grafik I.35). Kualitas kredit sektor ini relatif baik, dengan NPLs
kredit selalu terjaga yaitu dibawah 5%.
7 Sumber : Jakartaconcerts.com
‐20
‐15
‐10
‐5
0
5
10
15
‐10
‐5
0
5
10
15
20
25
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
2007 2008 2009
%%
g.Kredit Jasa‐jasa Riil (yoy) g.kredit jasa riil (mtm) ‐ rhs
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta 17
BOKS – I
Penerapan ASEAN China Free Trade Agreement (AC-FTA) dan
Implikasinya Ke Jakarta
Kerjasama ASEAN-China telah dimulai sejak tahun 2002 dengan
tujuan kerjasama pengembangan ekonomi kedua kawasan. AC-
FTA dimulai dengan penandatanganan kerangka persetujuan
Comprehensive Economic Cooperation oleh Kepala negara ASEAN dan
China di Pnom Penh, Vietnam pada 4 November 2002. Kesepakatan AC-
FTA bertujuan untuk membentuk perdagangan melalui kesepakatan
penurunan tarif bea masuk komoditas perdagangan antara ASEAN dan
China secara bertahap sampai dengan berlakunya perdagangan bebas.
Guna mengimplementasikan kesepakatan AC-FTA, Pemerintah Indonesia
telah meratifikasi kerangka persetujuan AC-FTA melalui Kepres
No.48/2004 (15 Juni 2004). Hingga saat ini setidaknya telah dikeluarkan
2 SK Menteri Keuangan (SK Menkeu No.355/KMK/01/2004 dan SK
Menkeu No.356/KMK/01/2004) dan 5 Peraturan Menteri Keuangan
untuk mengatur tarif bea masuk barang (terakhir Permenkeu No.
235/PMK.011/2008) (tabel A-1).
Tabel A-1. Kondisi Sekarang (berdasarkan Permenkeu No. 235/PMK.011/2008)
Keterangan: A = Pertanian G = Hasil Hutan & Perkebunan M = Aneka B = Kelautan & Perikanan H = Kimia Hulu N = Alat Angkut C = Energi & Sumber Daya Mineral I = Kimia Hilir O = Elektronika D = Pengawasan Obat & Makanan J = Logam P = Maritim E = Kehutanan K = Mesin Q = Kerajinan F = Makanan & Minuman L = Tekstil & Produk Tekstil
Berdasarkan AC-FTA, terdapat bea masuk barang dari 8.910
barang8 yang akan diturunkan secara bertahap (tabel A-2). Pada
tahap awal, pembebasan bea masuk dilakukan pada sekitar 25,58% dari
total jumlah barang, dan pada tahun 2010 akan dibebaskan hingga
83,61% dari keseluruhan barang. Ditahap awal (Early Harvest Program),
Pembebasan bea masuk terutama dilakukan atas barang dari sektor
pertanian.
8 Sesuai nomor Harmonized System 10 digit
A B C D E F G H I J K L M N O P Q
1 EHP 1 343 182 20 545
2 EHP 2 2 35 1 1 9 48
3 NT – I 185 9 186 123 114 411 299 749 405 764 1,245 838 302 166 723 49 114 6,682Normal Track1 : bea masuknya mulai diturunkan/dihapuskan sejak tanggal 20 Juli 2005 dan akan menjadi 0% pada 01 Januari 2010
4 NT – II 1 6 3 19 16 14 117 66 14 107 41 48 6 16 474Normal Track2 : bea masuknya akan diturunkan/dihapuskan menjadi 0% pada tahun 2012
5 ST 1 4 15 85 152 119 13 73 22 128 23 7 642Sensitive Track : penurunan/penghapusan tarif bea masuknya hingga 0% ‐ 20% akan dilakukan pada tahun 2012 s/d 2017, dan 0% ‐ 5% tahun 2018
6 HST 20 4 4 15 2 206 251Highly Sensitive Track : penurunan/penghapusan tarif bea masuknya hingga menjadi 0% ‐ 50% dilakukan mulai pada tahun 2015
Keterangan
Early Harvest Programme) : bea masuknya telah diturunkan/dihapuskan menjadi 0% sejak tanggal 01 Januari 2004 s/d 01 Januari 2006
No. Kategori
Sektor IndustriJml Per Kategori
Pos Tarif
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
18
Tabel A-2. Struktur Tarif AC-FTA
Sumber: Kemendag, 2010
Berdasarkan jenis barang yang diimpor dari China dan ASEAN,
sebagian besar berupa bahan baku. Dari keseluruhan impor dari
China yang berupa bahan baku sekitar 62%, sementara impor ASEAN
yang berupa bahan baku sekitar 60%. Bahan baku yang diimpor berupa
bahan setengah jadi (processed) berupa makanan olahan, plastik, kimia
organik, besi baja, kapas, produk tekstil dan lainnya; serta aksesoris
transportasi berupa mesin, elektronik, besi baja, dan kain penutup jok.
Perkembangan impor bahan baku dari China dan ASEAN mengalami
peningkatan paska penerapan AC-FTA (grafik A-1 dan A-2).
Grafik A-1. Perkembangan Impor dari ASEAN Berdasarkan BEC
Grafik A-2. Perkembangan Impor dari
China Berdasarkan BEC
Dampak penerapan AC-FTA, porsi impor Jakarta dari China dan
ASEAN semakin meningkat (grafik A-3). Sejak Oktober 2005,
terdapat kecenderungan kenaikan impor oleh Jakarta terhadap
komoditas buah-buahan dari China, dengan proporsi impor buah-
buahan Jakarta dari China sekitar 51% terhadap impor buah dari semua
negara. Barang utama lainnya yang banyak diimpor Jakarta dari China
berupa mesin aplikasi (porsi 20% dari total impor mesin aplikasi dari
semua negara) dan elektonik (porsi 40% dari total impor elektronik dari
semua negara), dan produk tekstil (porsi 10-60% dari total impor
elektronik dari semua negara). Sementara dari ASEAN berupa mesin
aplikasi (porsi 22% dari total impor mesin aplikasi dari semua negara),
JUMLAH POS TARIF
PERSENTASEJUMLAH POS
TARIFPERSENTASE
JUMLAH POS TARIF
PERSENTASEJUMLAH POS
TARIFPERSENTASE
JUMLAH POS TARIF
PERSENTASEJUMLAH POS
TARIFPERSENTASE
JUMLAH POS TARIF
PERSENTASEJUMLAH POS
TARIFPERSENTASE
0% 2857 25.58% 2864 25.63% 2639 30.22% 2639 30.20% 5709 65.34% 7306 83.61% 7306 83.61% 7778 89.01%
5% 3893 34.85% 3888 34.80% 3218 36.85% 3219 36.84% 2219 25.39% 622 7.12% 622 7.12% 150 1.72%
7.5% 86 0.98% 85 0.97% 33 0.38% 33 0.38% 33 0.38% 33 0.38%
8% 1850 21.19% 1866 21.36% 3 0.03% 3 0.03% 3 0.03% 3 0.03%
10% 1702 15.24% 1702 15.23% 131 1.50% 131 1.50% 95 1.09% 95 1.09% 95 1.09% 95 1.09%
12% 90 1.03% 90 1.03% 0 0.00% 0 0.00% 0 0.00% 0 0.00%
12.5% 18 0.16% 18 0.16% 48 0.55% 48 0.55% 48 0.55% 48 0.55% 48 0.55% 48 0.55%
15% 1537 13.76% 1537 13.76% 315 3.61% 304 3.48% 278 3.18% 278 3.18% 278 3.18% 278 3.18%
20% 269 2.41% 269 2.41% 126 1.44% 123 1.41% 123 1.41% 123 1.41% 123 1.41% 123 1.41%
25% 318 2.85% 318 2.85% 20 0.23% 20 0.23% 19 0.22% 19 0.22% 19 0.22% 19 0.22%
30% 39 0.35% 39 0.35% 39 0.45% 39 0.45% 39 0.45% 39 0.45% 39 0.45% 39 0.45%
>30% : 538 4.82% 538 4.82% 170 1.95% 173 1.98% 172 1.97% 172 1.97% 172 1.97% 172 1.97%
TOTAL 11171 100.00% 11173 100.00% 8732 100.00% 8737 100.00% 8738 100.00% 8738 100.00% 8738 100.00% 8738 100.00%
BEA MASUK RATA‐RATA
2012
2.92% 2.92% 2.65%9.57% 9.49% 6.38% 6.38% 3.83%
TAHUNTARIF BEA MASUK
20102009 2008200720062005 2011
0
100
200
300
400
500
600
1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Jutaan USD
Impor dari ASEAN
Konsumsi Bahan Baku Modal
penerapan AC‐FTA
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Jutaan USD
Impor dari China
Konsumsi Bahan Baku Modal
penerapan AC‐FTA
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta 19
kendaraan bermotor (porsi 38% dari total impor kendaraan bermotor
dari semua negara), dan produk tekstil (porsi 5-50% dari total impor
elektronik dari semua negara). Bea masuk untuk produk pertanian
sebagian sudah bebas sejak tahun 2004 dan hampir semuanya bebas
pada 2010. Sementara produk tekstil, mesin, dan elektronika akan bebas
bertahap mulai 2010 hingga 2018 (tabel A-1).
Grafik A-3. Porsi Impor dari ASEAN dan China
Grafik A-4. Perkembangan Impor dari ASEAN Berdasarkan SITC
Grafik A-5. Perkembangan Impor dari China Berdasarkan SITC
Meningkatnya impor produk China dan Asean menjadi
kekhawatiran terhadap eksistensi sektor UMKM. Berdasarkan
statistik BPS, jumlah usaha kecil dan rumah tangga semakin berkurang
(grafik A-5). Berdasarkan Subdin Koperasi Usaha Kecil Menengah dan
Perdagangan beberapa kendala yang dihadapi UMKM diantaranya tidak
memiliki akses ke luar negeri dan kurangnya promosi ke luar negeri
sehingga masih minimnya jumlah UKM yang mengirim produknya ke
luar negeri; masih minimnya anggaran yang dimiliki para perajin UKM;
dan pengerjaan masih manual.
Grafik A-6. Perkembangan Jumlah Industri
Sumber : BPS (2009), diolah
44.03 40.5139.87
39.69 38.09 37.31 32.10 31.32 32.93 31.97
10.07 12.56 13.42 17.08 17.46 19.2320.76 21.91 20.84 20.25
6.05 6.54 8.66 9.54 11.39 11.74 14.58 15.61 16.57 18.75
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
C. R.R.C ASEAN OTHER ASIA EUROPE AUSTRALIA AMERICA AFRICA
01002003004005006007008009001,000
0102030405060708090
100
13 57 91113 57 91113 57 911135 79111 35 79111 35 79111 35 79111 35 79111 35 7911
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
juta USDjuta USDImpor dari ASEAN
Pertanian Pertambangan Industri (rhs)
penerapan AC‐FTA
0
100
200
300
400
500
600
700
800
0
10
20
30
40
50
60
135 79111 3 57 91113 57 9111 35 79111 35 791113 57 91113 5 79111 35 79111 3 57 911
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
juta USDjuta USDImpor dari China
Pertanian Pertambangan Industri (rhs)
penerapan AC‐FTA
71,301 77,205
78,621 69,352 66,178
819,520 834,327
1,127,596 1,117,911 1,087,489
‐
200,000
400,000
600,000
800,000
1,000,000
1,200,000
‐
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
80,000
90,000
2004 2005 2006 2007 2008*
Besar dan Medium Kecil Rumah Tangga
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
20
Pemerintah akan menerapkan kebijakan tarif dan nontarif untuk
mengantisipasi dampak negatif AC-FTA. Kebijakan tarif diantaranya
penundaan beberapa sektor yang diperkirakan dapat menggangu
industri nasional. Sebanyak 228 pos tarif diusulkan akan ditunda
penerapannya, antara lain:
1. Sebanyak 146 pos tarif Normal Track 1 (NT 1) yang harus 0% pada
2010 diusulkan menjadi Normal Track 2 (NT 2) atau menjadi 0%
pada tahun 2012.
2. Sebanyak 60 pos tarif Normal Track 1 (NT 1) yang harus 0% pada
tahun 2010 diusulkan menjadi sensitive list (SL) atau 0%-5% pada
tahun 2018.
3. Sebanyak 22 pos tarif yang sudah 0% dalam AC-FTA 2009 dinaikan
menjadi 5% dan dimasukan dalam katagori sensitive list (SL) atau
0%-5% pada tahun 2018.
Sementara kebijakan non-tarif yang akan dimaksimalkan antara lain :
1. Produk yang beredar wajib:
• Menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI)
• Menggunakan label halal
• Menggunakan label berbahasa Indonesia
2. Pengetatan pengawasan impor produk manufaktur di enam
pelabuhan besar (Pengetatan izin importir terdaftar + Pemberdayaan
kinerja Bea dan Cukai)
3. Penanganan Unfair Trade : Anti Dumping, Safeguard
4. Harmonisasi tarif, terutama bagi produk yang bahan bakunya masih
masuk dalam HSL (high sensivity list) seperti gula, beras, jagung, dan
kedelai. Harmonisasi tarif agar bea masuk impor barang jadi lebih
besar dari bahan baku (gula vs permen)
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta 21
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI JAKARTA
Pada triwulan IV-2009, perkembangan harga-harga secara umum di DKI
Jakarta masih dalam tren menurun. Inflasi IHK (indeks harga konsumen)
pada triwulan ini tercatat sebesar 2,34%(yoy), menurun dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya sebesar 2,63%(yoy). Penurunan tersebut
terutama akibat pengaruh faktor nonfundamental yaitu administered
prices terkait turunnya tarif transportasi dan terjaganya pasokan bahan
makanan (volatile foods). Demikian pula, secara triwulanan, inflasi
triwulan IV-2009 mencatat penurunan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya, dari 1,73% menjadi 0,58%. Penurunan tersebut terkait
normalnya permintaan yang masyarakat meskipun terdapat hari besar
keagamaan (natal).
Secara umum, tekanan inflasi tahunan pada triwulan IV-2009
masih relatif rendah. Pada akhir triwulan laporan, laju inflasi secara
tahunan “year on year” (triwulan IV-2009 terhadap triwulan IV-2008)
tercatat sebesar 2,34 % (yoy). Rendahnya tekanan inflasi tersebut
terutama disumbang oleh deflasi yang terjadi pada kelompok
transportasi yang tercatat sebesar -3,87% (yoy) dan rendahnya inflasi
pada kelompok perumahan yang tercatat sebesar 0,28% (yoy). Bobot
inflasi kedua kelompok tersebut di Jakarta relatif besar, yaitu secara
keseluruhan mencapai 46,9%, sehingga mampu memberikan
sumbangan yang signifikan terhadap rendahnya inflasi Jakarta. Jika
dilihat lebih rinci, deflasi pada kelompok transport berasal dari turunnya
ongkos transportasi sebesar -6,9% (yoy), sedangkan rendahnya inflasi
pada kelompok perumahan berasal dari deflasi yang terjadi pada bahan
bakar rumah tangga (-4,4%, yoy). Pergerakan harga pada kedua
komoditas tersebut sangat dipengaruhi oleh penetapan harga BBM dan
tarif angkutan yang ditentukan oleh Pemerintah, dimana pada saat ini
tidak terdapat penyesuaian di keduanya.
Grafik II.1 Perkembangan Inflasi Grafik II.2 Kontribusi Inflasi
0.72 1.01
0.21
0.25
0.19
0.07
0.66
0.82
0.36
0.98
‐0.24
0.86
1.86
0.29
0.82
0.79
1.51
1.94
1.26
0.24
1.02
0.42
0.34
0.11
‐0.24
‐0.22
0.33
‐0.15
0.17
0.13 0.36
0.45
0.91
0.12
‐0.05
0.51
‐4
0
4
8
12
16
‐1
0
1
2
3
4
5
6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2007 2008 2009
%, m‐t‐m %, y‐o‐yInflasi Jakarta
MTM
yoy (rhs)
panen
panen
lebaranlebaran
kenaikan harga internasional
panen
harga BBM bersubsidi rata2 meningkat 28,7%
dampak 2nd round kenaikan harga BBM
Des : 1st round effectJan&Feb:1st+2nd round effect penurunan BBM
2,34
2.34
0.73
1.29
0.08
0.51
0.20
0.19
‐0.76
0.58
‐0.11
0.43
0.02
0.24
0.02
0.01
‐0.06
‐1 ‐0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5
SHARE : IHK
Bhn Makanan
Mknn jadi
Permhn
Pakaian
Kesehatan
Penddkn
Transports
100.00
14.21
15.13
27.13
9.59
4.73
9.48
19.74 %Kontribusi Inflasi
qtq
yoy
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
22
Tabel II.1 Perkembangan Inflasi Jakarta
Grafik II.3 Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang (y-o-y)
Grafik II.4 Inflasi Berdasarkan Kelompok
Barang (q-t-q)
Tabel II.2 Harga BBM di Jakarta
Inflasi pada kelompok bahan makanan dan kelompok makanan
jadi juga menunjukkan perlambatan yang disebabkan oleh
kecukupan pasokan barang. Laju inflasi pada kelompok bahan
makanan dan makanan jadi masing-masing mencapai 5,17% dan
8,55% (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
(6,60% dan 9,02%). Turunnya laju inflasi kedua kelompok turut
memberikan sumbangan terhadap melambatnya inflasi Jakarta,
mengingat bobot keduanya secara keseluruhan mencapai 29,3%.
Perkembangan harga makanan yang sedikit menurun salah satunya
disebabkan oleh kecukupan pasokan. Upaya beberapa instansi di Jakarta
dalam menjaga pasokan dan distribusi melalui Tim Ketahanan Pangan
turut memberikan andil terhadap kesediaan pasokan disamping masih
terjadinya produksi pangan di sentra produksi, seperti Jawa Barat dan
Jawa Tengah. Namun yang perlu diwaspadai adalah level inflasi bahan
makanan dan makanan jadi yang masih berada di atas inflasi umum.
qtq yoy qtq yoy qtq yoy qtq yoy qtq yoy
IHK 0.87 11.11 ‐0.13 6.98 0.15 3.45 1.73 2.63 0.58 2.34
Bahan Makanan 0.58 15.48 1.22 10.71 0.27 6.75 5.67 6.60 ‐0.77 5.17
Makanan jadi 3.31 12.91 2.30 9.51 0.87 7.74 2.31 9.02 2.87 8.55
Perumahan 1.58 14.84 ‐0.08 9.91 1.05 6.29 0.09 1.78 0.09 0.28
Pakaian 3.33 8.56 3.97 8.06 1.54 4.87 0.44 6.11 2.55 5.31
Kesehatan 1.09 7.31 0.30 4.09 0.91 6.04 0.39 4.76 0.47 4.13
Pendidikan 0.07 5.56 0.00 2.96 0.00 2.45 1.99 1.97 0.06 1.96
Transportasi ‐2.76 6.20 ‐5.70 ‐0.16 ‐3.85 ‐7.15 1.36 ‐6.23 ‐0.30 ‐3.87
Tw IV
Inflasi Jakarta2009
Kelompok BarangTw I Tw II Tw III
2008Tw IV
‐5
0
5
10
15
20
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2007 2008 2009
Jakarta (y‐o‐y,%)
Bhn Makanan Mknn jadi Perumahan Pakaian
Kesehatan Pendidikan Transportasi Umum
Sumber : BPS, diolah
‐6
‐4
‐2
0
2
4
6
8
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2007 2008 2009
Jakarta %(q‐t‐q)
Bhn Makanan Mknn jadi Perumahan PakaianKesehatan Pendidikan Transportasi Umum
Sumber : BPS, diolah
Tw I 09 Tw II 09 Tw III 09 Tw IV 09 Tw III - IV 09 Tw IV 08 - IV 09
Minyak Solar 4,500 4,500 4,500 4,500 0.0 -6.3
Premium 4,500 4,500 4,500 4,500 0.0 -10.0
Minyak Tanah 5,681 5,681 5,681 5,681 0.0 -11.2
Pertamax Plus 6,300 6,600 7,000 6,800 -2.9 -0.7
Pertamax 5,600 6,000 6,400 6,300 -1.6 -3.1
Pertamax Dex 5,800 6,550 6,850 7,100 3.6 -12.3Sumber : Pertamina, diolah
Perubahan YoY (%)Jenis
Harga (Rp) Perubahan QtQ (%)
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta 23
Kelompok bahan makanan didominasi oleh produk pertanian yang
sifatnya musiman mudah busuk sehingga sulit disimpan dalam jangka
panjang sehingga harganya berfluktuasi mengikuti pola musimannya.
Sebagai contoh, untuk kelompok bahan makanan, komoditi yang inflasi
tahunannya masih tinggi adalah bumbu-bumbuan (22,5%, yoy) dan
padi-padian (8,5%, yoy). Sementara dari kelompok makanan jadi adalah
minuman tidak beralkohol (10,9%, yoy), yang menggunakan bahan
baku gula pasir. Harga bahan baku gula internasional yang bergerak naik
cukup tajam dan permintaan domestik yang meningkat sehubungan
dengan pengaruh musiman natal dan liburan panjang, menyebabkan
harga gula domestik ikut terdorong naik.
Grafik II.5 Harga Beras Eceran dan
Pasokan Beras di PIB
Grafik II.6 Perkembangan Rata-rata
Pasokan dan Harga Sayur
Grafik II.7 Perkembangan Rata-rata
Pasokan dan Harga Buah
Grafik II.8 Perkembangan Rata-rata
Harga Bumbu-bumbuan
Secara triwulan, inflasi juga lebih rendah daripada triwulan
sebelumnya karena permintaan masyarakat pada masa liburan
akhir tahun relatif tidak sekuat pada masa liburan Hari Raya pada
triwulan III. Pada triwulan laporan inflasi tercatat sebesar 0,58% (qtq),
lebih rendah dari triwulan sebelumnya (1,73%, qtq). Inflasi yang lebih
rendah tersebut, karena permintaan masyarakat relatif normal
dibandingkan periode sebelumnya. Peningkatan inflasi hanya terjadi
pada kelompok makanan jadi dan pakaian. Inflasi makanan jadi
meningkat pada komoditi tembakau dan minuman beralkohol (7,2%,
qtq). Sementara pada kelompok pakaian terutama pada barang pribadi
dan sandang lain (4,8%, qtq) karena harga emas yang masih meningkat,
mengikuti tingginya permintaan dan harga internasional.
4800
5000
5200
5400
5600
5800
6000
6200
6400
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2007 2008 2009
Ton Rp
Pasokan Harian Harga Beras Rata‐rata Eceran Psr. Jaya (rhs)
0
5000
10000
15000
20000
25000
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2007 2008 2009
Rp/kgribu ton
Pasokan Sayur Rata‐rata Harga Sayur (rhs)
Sumber : Tim Ketahanan Pangan Jakarta
5000
6000
7000
8000
9000
10000
11000
12000
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2007 2008 2009
Rp/kgribu ton
Pasokan Buah Rata‐rata Harga Buah (rhs)
Sumber : Tim Ketahanan Pangan Jakarta
2000
7000
12000
17000
22000
27000
32000
37000
42000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2006 2007 2008 2009
Rp/kg
Cabe merah keriting Cabe merah TW Cabe rawit merahCabe rawit hijau Bawang merah
Sumber : Tim KetahananPangan Jakarta
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
24
Grafik II.9 Perkembangan Harga Sembako
Grafik II.10 Perkembangan Harga Sembako Lainnya
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112
2006 2007 2008 2009
Rp/kg
Gula pasir Minyak goreng curah Tepung terigu
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
80000
2000
7000
12000
17000
22000
27000
32000
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112
2006 2007 2008 2009
Rp/kgRp/kg
Ayam Boiler/Potong (rhs) Telur ayam ras Daging Sapi Murni (rhs)
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta 25
BOKS – II
Kecenderungan Penurunan Porsi Pengeluaran Pangan Masyarakat
Jakarta dan Implikasi terhadap Inflasi Jakarta
Inflasi yang terjadi di Indonesia bersumber dari pergerakan harga
komoditas pada tujuh kelompok utama. Pengelompokan itu terdiri
dari kelompok bahan makanan, makanan jadi, perumahan, pakaian,
kesehatan, pendidikan, dan transportasi. Setiap lima tahun sekali
dilakukan survei biaya hidup (SBH) untuk mengetahui besarnya
pengeluaran (nilai konsumsi) dari tujuh kelompok inflasi tersebut di kota-
kota yang mewakili pengeluaran masing-masing daerah. Terakhir, SBH
dilakukan pada tahun 2007 terhadap 774 komoditas, di 66 kota. Di
Jakarta, SBH 2007 dilakukan terhadap 441 komoditas yang dikonsumsi
oleh masyarakat.
Grafik B-1. Perubahan Bobot Nilai Konsumsi Jakarta
Grafik B-2. Ranking 40 Besar Berdasarkan Bobot Komoditi
Bobot pangan dalam nilai konsumsi masyarakat Jakarta semakin
mengecil. Dibandingkan dengan SBH sebelumnya (SBH 2002), porsi
bobot konsumsi pangan (kelompok bahan makanan dan makanan jadi)
pada SBH 2007 turun sebesar 7,85% menjadi sebesar 29,33%
dibandingkan kelompok nonmakanan (70,67%) (grafik B-1). Hal ini
berarti, pengeluaran masyarakat untuk konsumsi non pangan semakin
membesar. Bahkan urutan komoditi terbesar berdasarkan bobot inflasi
didominasi oleh komoditas nonpangan (grafik B-2). Sehingga upaya
untuk menjaga harga komoditas nonpangan agar tetap stabil menjadi
semakin penting.
Perkembangan inflasi bulanan (mtm) di Jakarta menunjukkan
bahwa terdapat penambahan komoditas yang rata-rata
pergerakan harganya lebih tinggi dari rata-rata harga umum9.
Penambahan komoditas yang rata-rata harganya lebih tinggi tersebut
terjadi pada kelompok pangan maupun nonpangan (tabel B-1). Hampir
semua komoditas pada kelompok pangan perkembangan harganya 9 Perbandingan antara rata-rata harga bulanan selama 2002-2007 dengan 2008-2009
Komoditi nonpangan
Komoditi pangan 20.5416.64
30.29
6.254.25
6.93
15.1014.21 15.13
27.13
9.59
4.73
9.48
19.74
0510152025303540
BAHAN
MAK
ANAN
MAK
ANAN
JADI, MINUMAN
, RO
KOK & TEM
BAKA
U
PERU
MAH
AN,AIR,LISTRIK,GAS
&
BAHAN
BAK
AR
SANDAN
G
KESEHATAN
PENDIDIKAN
, REKREASI DAN
OLAH
RAGA
TRAN
SPOR,KO
MUNIKAS
I DAN
JASA
KEUAN
GAN
%
Thn dasar 2002 Thn Dasar 2007
PanganNonpangan
0
1
2
3
4
5
6
7
8%
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
26
melebihi nilai rata-rata harga umum. Sementara pada komoditas
nonpangan, rata-rata harga yang lebih tinggi dari rata-rata harga umum
terjadi pada subkelompok bahan bakar, penerangan dan air; barang
pribadi dan sandang lain; perawatan jasmani dan kosmetika; pendidikan.
Rata-rata harga pada beberapa komoditas tersebut yang lebih tinggi dari
harga umum menunjukkan bahwa pergerakan komoditas tersebut tidak
searah (konvergen) dengan perkembangan harga umum yang
disebabkan adanya faktor kejutan (shock). Pada subkelompok bahan
bakar, penerangan dan air sangat dipengaruhi oleh kebijakan penetapan
tarif. Sementara pada kelompok nonpangan lainnya dan kelompok
pangan, meningkatnya harga disebabkan oleh ketersediaan pasokan
khususnya pada saat terjadi lonjakan permintaan atau menurunnya
produksi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka upaya yang
dilakukan untuk menjaga pasokan perlu dilakukan agar fluktuasi harga
dapat terjaga dan menjaga ekspektasi masyarakat yang normal terhadap
harga.
Tabel B-1. Rata-rata Perkembangan Inflasi Bulanan
Inflasi Bulanan (2008‐2009)
Rata-rata Inflasi Bulanan (%) Rata-rata Inflasi Bulanan (%)UMUM 0.52 0.46BAHAN MAKANAN 0.69 0.84Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 1.05 0.64Daging dan Hasil-hasilnya 0.59 1.32Ikan Segar 0.38 0.92Ikan Diawetkan 0.41 0.90Telur, Susu dan Hasil-hasilnya 0.61 0.92Sayur-sayuran 0.87 0.63Kacang - kacangan 0.92 1.31Buah - buahan 0.53 0.63Bumbu - bumbuan 0.99 1.12Lemak dan Minyak 0.73 0.71Bahan Makanan Lainnya 0.42 0.34MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU 0.47 0.64Makanan Jadi 0.48 0.65Minuman yang Tidak Beralkohol 0.40 0.50Tembakau dan Minuman Beralkohol 0.50 0.76PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BAHAN BAKAR 0.57 0.55Biaya Tempat Tinggal 0.52 0.28Bahan Bakar, Penerangan dan Air 0.93 1.67Perlengkapan Rumahtangga 0.13 0.10Penyelenggaraan Rumahtangga 0.50 0.36SANDANG 0.47 0.60Sandang Laki-laki 0.38 0.42Sandang Wanita 0.21 0.14Sandang Anak-anak 0.27 0.16Barang Pribadi dan Sandang Lain 0.93 1.02KESEHATAN 0.35 0.40Jasa Kesehatan 0.33 0.36Obat-obatan 0.36 0.43Jasa Perawatan Jasmani 0.18 0.08Perawatan Jasmani dan Kosmetika 0.39 0.53PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA 0.57 0.37Pendidikan 1.00 0.78Kursus-kursus / Pelatihan 0.09 0.00Perlengkapan / Peralatan Pendidikan 0.11 0.06Rekreasi 0.02 0.21Olahraga 0.11 0.03TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN 0.34 -0.11Transpor 0.25 -0.06Komunikasi Dan Pengiriman 0.53 -0.43Sarana dan Penunjang Transpor 0.44 0.29Jasa Keuangan 0.52 0.26
Keterangan : < inflasi umum> inflasi umum
KELOMPOK INFLASIInflasi Bulanan (2002‐2007)
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta 27
BOKS - III
Pentingnya Perluasan Tugas Pemantauan Harga Pangan menjadi
Tim Pengendalian Inflasi (TPID)
Peranan Jakarta terhadap pembentukan inflasi nasional relatif
besar. Hal tersebut disebabkan, pertama, kota Jakarta memiliki bobot
inflasi terhadap nasional yang terbesar. Berdasarkan Survei Biaya Hidup
(SBH)10 2002 bobot Jakarta 27,7%, sedangkan pada SBH 2007 bobot
Jakarta menurun menjadi 22,5%. Namun, kota sekitar Jakarta, yaitu
Bekasi, Bogor, Depok, dan Tangerang telah menjadi kota yang disurvei
pada SBH 2007, sehingga secara keseluruhan wilayah Jabodetabek
bobotnya menjadi 37,65%. Kedua, pergerakan inflasi Jakarta
mencerminkan pergerakan inflasi nasional mengingat pergerakan inflasi
Jakarta dengan nasional secara rata-rata tidak menunjukkan perbedaan
signifikan. Namun demikian, menurut pola historisnya, rata-rata inflasi
Jakarta masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional. Kenaikan inflasi
nasional tidak selalu diikuti dengan kenaikan inflasi di Jakarta, dan
sebaliknya apabila terjadi penurunan inflasi, maka inflasi kota Jakarta
turun lebih tajam dibandingkan inflasi nasional. Sementara pergerakan
inflasi wilayah Bodetabek (grafik C-3) untuk kota Bekasi dan Depok
relatif berada di bawah rata-rata inflasi nasional, sementara untuk kota
Tangerang dan Bogor berada di atas rata-rata inflasi nasional.
Grafik C-1. Perkembangan Bobot Kota Inflasi Jakarta
Grafik C-2. Perkembangan Inflasi Jakarta Dibandingkan Nasional
10 SBH dilakukan oleh Badan Pusat Statistik sebagai base penghitungan Inflasi
Jakarta27.7%
Jabar8.3%
Banten2.2%
Jateng DIY8.7%Jatim
12.7%Balnustra3.6%
Sumatera22.6%
Kali‐Sulampua14.2%
Bobot Kota (SBH 2002)
Jakarta22.5%
Bekasi5.3%
Tangerang3.9%
Depok3.8%
Bogor2.2%
Jabar (minus Bekasi, Depok, Bogor)7.4%
Banten (minus
Tangerang)1.4%
Jateng DIY6.9%
Jatim10.9%
Balnustra3.0%
Sumatera18.9%
Kali‐Sulampua13.8%
Bobot Kota (SBH 2007)
‐0.5
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
0
2
4
6
8
10
12
14
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2007 2008 2009
%, mtm%, yoyInflasi Jakarta v.s. Nasional
nasional (rhs) (rerata=0.55) jakarta (rhs) (rerata=0.49)
nasional (rerata=7.02) jakarta (rerata=6.51)
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
28
Grafik C-3. Perkembangan Inflasi Bodetabek Dibandingkan Nasional
Upaya pengendalian harga di Jakarta telah dilakukan, namun
masih terbatas pada kelompok pangan. Untuk memantau pasokan,
distribusi dan harga kebutuhan pokok pangan dan bahan penting di
Jakarta Pemprov DKI Jakarta telah membentuk Tim Ketahanan Pangan
(Focus Group Discussion Pengendalian Harga Jakarta) pada tahun 2002
berdasarkan KepGub No.154/2002. Tim Ketahanan Pangan identik
dengan TPID yang terdiri dari Biro Perekonomian dan instansi teknis
lainnya, termasuk Bank Indonesia tergabung ke dalam keanggotaan tim
tersebut. Kegiatan Tim adalah melakukan pemantauan, dimana masing-
masing anggota melaporkan perkembangan harga dan pasokan barang.
Selanjutnya hasil pemantauan dianalisis dan merekomendasikan kepada
Gubernur langkah-langkah yang perlu dilakukan diantaranya inspeksi
pemantauan harga pangan di pasar, melakukan operasi pasar terhadap
barang tertentu, dan lainnya (grafik C-4).
Tabel C-1. Perbandingan Anggota FGD Jakarta Dibandingkan TPID Lainnya
0
2
4
6
8
10
12
14
16
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2008 2009
%, yoy
Nasional Bekasi Depok Bogor Tangerang
‐1.5
‐1
‐0.5
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2008 2009
%, mtm
Nasional Bekasi Depok Bogor Tangerang
Pekanbaru Bandung Semarang Surabaya Yogyakarta Makasar ManadoBiro Perekonomian v v v v vDinas Peternakan v v v vDinas Perindustrian & Perdagangan v v v v v v v vDinas Pertanian v v v v v v vBPS v v v v vKoord. Pasar Induk Tradisional v vPasar Induk Beras vPasar Induk Sayur vPasar Induk Daging vBulog v v v v v v vBalai Besar Karantina Tj. Priok vBappedaprov v v v v v vDinas Perhubungan v v v v v vKepolisian Daerah v v vAsosiasi Pengusaha vKadin vISEI vDLLAJ vPertamina v v vStaf ahli gubernur vStaf ahli DPRD vDinas Pertambangan dan Energi vTelkom vPLN v
Anggota TPIDPusat
(Jakarta)Kantor Bank Indonesia
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta 29
-4
-2
0
2
4
6
8
10
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
19
90
19
91
19
92
19
93
19
94
19
95
19
96
19
97
20
00
20
01
20
02
20
03
20
04
20
05
20
06
20
07
20
08
20
09
%, mtm%, yoy
yoy Jakarta mtm Jakarta (rhs)
sebelum
sesudah
Independent Samples Test
4.669 .032 .583 214 .561 .1447 .24846 -.34500 .63447
.599 213.856 .550 .1447 .24174 -.33177 .62124
Equal variances
assumed
Equal variances
not assumed
MTMFOOD
F Sig.
Levene's Test for
Equality of Variances
t df Sig. (2-tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference Lower Upper
95% Confidence
Interval of the
Difference
t-test for Equality of Means
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
30
Ke depan, upaya pengendalian inflasi di Jakarta dan wilayah
Jabodetabek perlu dikembangkan dengan memperluas cakupan
pengendalian inflasi di Jakarta dan membentuk Tim Pengendalian
di kota-kota penyangga Jakarta. Perluasan cakupan pengendalian
inflasi di Jakarta mencakup penguatan Tim Ketahanan Pangan menjadi
Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dimana cakupan barang yang
dikendalikan tidak hanya mencakup komoditas pangan, karena porsi
komoditas bukan pangan di Jakarta dalam pembentukan inflasi Jakarta
lebih besar. Di samping itu, pembentukan TPID akan menjadi sarana
legitimasi terhadap upaya-upaya pengendalian inflasi di Jakarta, seperti
operasi pasar. Sementara itu, pembentukan TPID di kota-kota penyangga
Jakarta perlu dilakukan mengingat keterkaitan distribusi barang antara
Jakarta dan kota-kota tersebut sangat erat dan saling mendukung.
Gangguan distribusi yang terjadi di Jakarta diperkirakan akan berdampak
terhadap harga barang di kota penyangga.
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta 31
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN
Secara umum, kondisi perbankan Jakarta pada triwulan IV-2009 belum
menunjukkan ekspansi sebagaimana tahun sebelumnya, sedangkan
resiko kredit tetap terkendali. Perkembangan kegiatan intermediasi
perbankan belum menunjukkan tren peningkatan sebagaimana
terpantau dari perkembangan rasio LDR (loan to deposit ratio), karena
komponen Dana Pihak Ketiga (DPK) yang masih melambat menjadi
12,8% (y-o-y), dan kredit yang menurun 0,6% (yoy). Sementara itu, rasio
gross Non Performing Loan (NPL) tetap terkendali di bawah 5%. Dari sisi
kredit mikro, kecil dan menengah (MKM) penyaluran kredit di Jakarta
masih tertinggi dibanding provinsi lainnya, dan masih bertumbuh.
Tabel III.1 Beberapa Indikator Perbankan Jakarta
A. INTERMEDIASI PERBANKAN
Kegiatan intermediasi perbankan yang tercermin dalam loan to
deposit ratio (LDR) berdasarkan lokasi bank dan proyek di Jakarta
masih dalam tren penurunan. LDR hingga November 2009 sebesar
72,3% lebih rendah dibandingkan triwulan III-2009 (73,7%). Tren
penurunan tersebut terjadi sejak triwulan IV-2008 dan belum mengalami
pembalikan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah pertumbuhan
kredit yang belum mengalami ekspansi dibandingkan sepanjang tahun
2008, terutama untuk kredit yang bernilai besar.
Grafik III.1 Perbandingan LDR Kredit Lokasi Bank dengan Lokasi Proyek
1 2 3 4 1 2 3 4*
DPK Rp Miliar 717,000.7 765,022.5 785,919.1 868,802.7 880,839.2 899,351.3 923,962.8 948,886.9
Pertumbuhan (%, y‐o‐y) 15.7 15.8 15.2 15.6 21.7 17.6 17.6 12.8
Kredit Lokasi Bank Rp Miliar 524,871.4 577,897.6 633,266.8 674,870.4 665,407.9 666,946.3 680,692.7 685,860.4
Pertumbuhan (%, y‐o‐y) 32.5 34.8 40.5 33.0 26.8 15.4 7.5 (0.6)
Kredit Lokasi Proyek Rp Miliar 374,904.6 408,253.9 450,225.6 483,947.8 476,032.0 476,533.0 494,529.2 498,773.7
Pertumbuhan (%, y‐o‐y) 30.4 31.7 38.5 33.8 27.0 16.7 9.8 1.6
Kredit UMKM Rp Miliar 114,323.4 123,843.4 135,739.1 137,231.6 133,817.4 143,407.7 148,208.5 153,326.6
Pertumbuhan (%, y‐o‐y) 18.0 24.5 30.3 19.0 17.1 15.8 9.2 11.2
LDR Lokasi Bank (%) 73.2 75.5 80.6 77.7 75.5 74.2 73.7 72.3
LDR Lokasi Proyek (%) 52.3 53.4 57.3 55.7 54.0 53.0 53.5 52.6
NPL (%) 3.9 3.8 3.6 3.8 4.5 4.5 4.5 4.3
*) s.d. November 2009
Uraian2008 2009
60
65
70
75
80
85
40
45
50
55
60
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
2007 2008 2009
%
Lokasi Proyek Lokasi Bank(rhs)
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
32
1. Penghimpunan Dana Masyarakat
Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) oleh perbankan di Jakarta
sampai dengan November 2009 masih bertumbuh, meskipun
pertumbuhannya belum setinggi 2008. Secara tahunan,
penghimpunan DPK hingga November 2009 tumbuh 9,4% (yoy),
menurun dibandingkan triwulan III-2009 yang tumbuh 17,6% (yoy),
dengan posisi sebesar Rp 920,4 triliun. Berdasarkan komponen, sumber
penurunan DPK adalah deposito dengan porsi 55,6%, yang turun ke
6,3% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya (10,1%; yoy). Sementara
secara kepemilikan, perkembangan DPK perseorangan yang memiliki
porsi 48,1% masih menurun menjadi 17,9% dibandingkan triwulan III-
2009 (26,3%).
Grafik III.2 Perkembangan Komponen DPK
Grafik III. 3 Perkembangan Kepemilikan DPK
2. Penyaluran Kredit
Perkembangan kredit selama triwulan IV-2009 masih belum
secepat pertumbuhan tahun sebelumnya. Kecenderungan tersebut
terjadi pada kredit lokasi bank di Jakarta maupun lokasi proyek di
Jakarta. Berdasarkan bank lokasi penyalur, kredit pada triwulan IV-2009
(per November) sebesar Rp 685,9 triliun, hanya sedikit meningkat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp 680,7
triliun. Sementara dilihat dari pertumbuhannya, kredit pada triwulan IV-
2009 turun sebesar 0,6% (yoy), dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,5%(yoy). Dilihat dari sisi
penggunaannya, pada triwulan IV-2009, penurunan pertumbuhan
terjadi pada kredit modal kerja menjadi sekitar Rp 343,4 triliun (turun
11,2%; yoy). Demikian pula untuk kredit investasi masih melambat
menjadi Rp 185,7 triliun (11,5%, yoy). Namun untuk kredit konsumsi
telah mengalami ekspansi 14,6% (yoy) terutama untuk KPR diatas tipe
70, ruko/rukan, dan konsumsi lainnya. Secara sektoral, outstanding
kredit pada bulan November 2009 menunjukkan bahwa pertumbuhan
posisi kredit yang terkait modal kerja dan investasi memang masih
melambat bahkan turun. Perlambatan terjadi pada kredit sektor
0
5
10
15
20
25
30
35
40
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2007 2008 2009
%, y‐o‐yJakarta
Deposito Giro Tabungan
0
5
10
15
20
25
30
35
‐60
‐40
‐20
0
20
40
60
80
100
120
140
5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2008 2009
%, yoy%, yoy
Pemerintah Daerah BU Bukan Keuangan Milik Negara
Perseorangan (rhs) BU Bukan‐Keuangan Milik Swasta (rhs)
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta 33
perdagangan, pengangkutan, pertanian, dan listrik. Bahkan kredit di
sektor industri dan jasa dunia usaha masih menurun. Namun demikian,
untuk sektor yang terkait dengan konsumsi, yaitu sektor lain-lain
memang ada peningkatan, yaitu dari 12,7% di triwulan III-2009 menjadi
14,6% hingga November 2009. Namun demikian, kredit untuk usaha
kecil (UMKM) sudah ada tren meningkat.
Tabel III.2 Perkembangan Kredit Berdasarkan Jenis Usaha
Tabel III.3 Perkembangan Kredit Berdasarkan Sektoral
B. RISIKO KREDIT PERBANKAN
Sampai dengan triwulan IV-2009 (posisi November 2009), risiko
kredit perbankan masih relatif terjaga di bawah 5%. Sampai
dengan posisi akhir November 2009, risiko kredit yang tercermin pada
NPLs gross bank yang turun dari 4,5% menjadi 4,3%. Turunnya NPL
tersebut, karena kondisi perekonomian yang mulai membaik diiringi
perkembangan pertambahan PHK sektor industri yang terhenti.
1 2 3 4 1 2 3 4*
Kredit Modal Kerja
Level Rp Miliar 292,566.2 320,941.5 349,619.3 369,636.3 359,444.3 349,090.4 340,665.7 343,354.8
Pertumbuhan (%, y‐o‐y) 32.5 34.4 40.5 28.4 22.9 8.8 (2.6) (11.2)
Pertumbuhan (%, q‐t‐q) 1.6 9.7 8.9 5.7 (2.8) (2.9) (2.4) (1.3)
Kredit Investasi
Level Rp Miliar 121,668.8 135,612.6 149,670.5 167,464.9 171,053.2 174,797.8 180,740.3 185,698.1
Pertumbuhan (%, y‐o‐y) 32.2 35.7 41.8 45.6 40.6 28.9 20.8 11.5
Pertumbuhan (%, q‐t‐q) 5.8 11.5 10.4 11.9 2.1 2.2 3.4 0.8
Kredit Konsumsi
Level Rp Miliar 110,636.4 121,343.5 133,977.0 137,769.1 134,910.5 143,058.1 151,010.1 156,807.5
Pertumbuhan (%, y‐o‐y) 32.8 34.8 39.1 31.7 21.9 17.9 12.7 14.6
Pertumbuhan (%, q‐t‐q) 5.8 9.7 10.4 2.8 (2.1) 6.0 5.6 5.6
*) s.d. November 2009
Uraian2008 2009
1 2 3 4 1 2 3 4*
Kredit Industri
Level Rp Miliar 126,665.5 137,048.7 147,097.6 163,826.0 161,473.1 144,837.9 135,315.8 138,586.3
Pertumbuhan (%, y‐o‐y) 11.5 19.7 28.1 35.5 27.5 5.7 (8.0) (19.8)
Pertumbuhan (%, q‐t‐q) 4.8 8.2 7.3 11.4 (1.4) (10.3) (6.6) (4.0)
Kredit Lain‐Lain
Level Rp Miliar 110,675.0 121,416.3 134,065.8 137,854.0 134,991.3 143,129.6 151,082.6 156,873.9
Pertumbuhan (%, y‐o‐y) 32.8 34.8 39.1 31.8 22.0 17.9 12.7 14.6
Pertumbuhan (%, q‐t‐q) 5.8 9.7 10.4 2.8 (2.1) 6.0 5.6 5.6
Kredit Jasa DU
Level Rp Miliar 83,161.6 92,435.7 104,543.4 112,023.4 106,882.8 104,178.2 105,872.1 106,345.9
Pertumbuhan (%, y‐o‐y) 42.5 42.5 50.0 42.4 28.5 12.7 1.3 (5.7)
Pertumbuhan (%, q‐t‐q) 5.7 11.2 13.1 7.2 (4.6) (2.5) 1.6 1.3
Kredit Perdagangan
Level Rp Miliar 78,320.6 89,387.7 91,900.2 92,500.0 93,633.4 99,792.5 97,129.9 98,262.0
Pertumbuhan (%, y‐o‐y) 28.1 31.5 23.0 9.0 19.6 11.6 5.7 1.7
Pertumbuhan (%, q‐t‐q) (7.7) 14.1 2.8 0.7 1.2 6.6 (2.7) 0.5
Kredit Pengangkutan
Level Rp Miliar 32,646.6 37,771.0 45,629.6 50,185.8 49,081.8 48,986.9 55,574.3 56,009.0
Pertumbuhan (%, y‐o‐y) 73.6 78.6 110.2 73.5 50.3 29.7 21.8 11.6
Pertumbuhan (%, q‐t‐q) 12.9 15.7 20.8 10.0 (2.2) (0.2) 13.4 3.7
Kredit Konstruksi
Level Rp Miliar 26,594.0 30,216.2 34,049.3 34,471.3 35,128.3 35,576.1 35,413.0 35,892.0
Pertumbuhan (%, y‐o‐y) 38.7 42.0 36.2 31.7 32.1 17.7 4.0 (1.6)
Pertumbuhan (%, q‐t‐q) 1.6 13.6 12.7 1.2 1.9 1.3 (0.5) 2.7
Kredit Pertanian
Level Rp Miliar 25,399.1 27,367.6 28,175.0 30,680.1 31,975.4 37,806.8 33,871.9 34,536.4
Pertumbuhan (%, y‐o‐y) 41.3 34.2 34.0 23.7 25.9 38.1 20.2 10.7
Pertumbuhan (%, q‐t‐q) 2.4 7.8 3.0 8.9 4.2 18.2 (10.4) (2.2)
Kredit Pertambangan
Level Rp Miliar 25,479.1 25,979.9 27,186.4 27,953.2 25,631.0 24,018.1 28,884.0 30,144.1
Pertumbuhan (%, y‐o‐y) 88.3 52.4 85.3 18.2 0.6 (7.6) 6.2 11.7
Pertumbuhan (%, q‐t‐q) 7.7 2.0 4.6 2.8 (8.3) (6.3) 20.3 0.1
Kredit Listrik, Air, Gas
Level Rp Miliar 9,137.6 9,268.2 12,816.0 17,255.5 18,377.6 20,299.6 21,765.5 21,225.6
Pertumbuhan (%, y‐o‐y) 72.9 55.9 83.3 145.9 101.1 119.0 69.8 21.8
Pertumbuhan (%, q‐t‐q) 30.2 1.4 38.3 34.6 6.5 10.5 7.2 (5.4)
*) s.d. November 2009
Uraian2008 2009
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
34
Sehingga di kredit industri, terjadi penurunan nominal NPL sektor
industri pengolahan dari Rp 14,9 triliun menjadi Rp 10,2 triliun.
Grafik III.4 NPLs Jenis Penggunaan
Grafik III.5 NPLs Sektor Ekonomi Utama
C. KREDIT UMKM (LOKASI PROYEK)
Perkembangan kredit mikro, kecil dan menengah (MKM) Bank di
Jakarta masih menunjukkan pertumbuhan yang membaik. Hingga
November 2009 kredit MKM di Jakarta telah tumbuh 11,7% (ytd), dan
secara tahunan posisi kredit MKM meningkat 11,2% (yoy) menjadi Rp
153,3 triliun. Secara nominal, posisi kredit MKM 11 di Jakarta masih
tertinggi dibandingkan dengan provinsi lain, disusul provinsi Jawa Barat,
Jawa Timur, dan Jawa Tengah.
Tabel III.4 Perkembangan Kredit UMKM
11 Termasuk kredit MKM oleh BPR, BPRS dan Bank Syariah namun tidak termasuk kartu kredit
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
2007 2008 2009
%
Konsumsi Modal Kerja Investasi
batas NPL
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2007 2008 2009
%
Konstruksi Peng., Pergd., dan Kom. Industri Pengolahan Perdg, Rest, dan Hotel
batas NPL
(Miliar Rp)
Tw I Tw II Tw III Nov Pertumbuhan Pertumbuhan2009 2009 2009 2009 Nov 08 ‐ Nov 09 Des 08 ‐ Nov 09
1. DKI Jakarta 133,817.4 143,407.7 148,208.5 153,326.6 20.3% 11.2% 11.7%
2. Jawa Barat 103,425.1 108,727.3 112,633.3 115,170.2 15.3% 13.8% 12.8%
3. Jawa Timur 78,499.4 81,425.3 84,395.0 87,610.1 11.6% 14.4% 13.3%
4. Jawa Tengah 63,833.5 66,878.3 69,527.1 71,220.9 9.4% 13.7% 12.4%
5. Sumatera Utara 34,552.2 36,292.4 38,236.4 39,693.5 5.3% 14.2% 15.1%
6. Banten 29,148.9 29,274.3 30,117.3 30,971.4 4.1% 5.2% 3.6%
7. Sulawesi Selatan 22,834.2 24,210.9 24,949.4 26,083.7 3.5% 16.7% 16.4%
8. Riau 17,380.7 18,449.0 19,455.5 20,116.2 2.7% 17.9% 18.2%
9. Bali 16,765.7 17,582.3 18,351.3 18,832.0 2.5% 17.2% 15.5%
10. Sumatera Selatan 14,745.1 16,153.6 17,152.0 18,147.6 2.4% 26.8% 27.0%
Total 10 Propinsi 515,002.2 542,401.1 563,025.9 581,172.3 77.1% 13.4% 13.0%
Propinsi Lainnya 148,794.8 158,935.4 167,229.4 172,759.5 18.7% 18.3%
Total Kredit MKM Nasional 663,797.0 701,336.6 730,255.3 753,931.7 14.6% 14.2%
Baki Debet Pangsa
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta 35
BAB IV PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
Perkembangan sistem pembayaran sampai triwulan IV-2009 masih tetap
dapat memenuhi kebutuhan transaksi perekonomian. Transaksi
pembayaran nontunai dengan menggunakan sarana BI Real Time Gross
Settlement (RTGS) masih tinggi baik dari sisi volume maupun nilai.
Sementara pelayanan nontunai lainnya (kliring) juga menunjukkan
kinerja membaik sebagaimana ditunjukkan oleh rendahnya persentase
tolakan kliring. Sementara perkembangan kegiatan sistem pembayaran
tunai di wilayah DKI Jakarta relatif stabil dan dapat memenuhi aktivitas
kegiatan ekonomi. Selain itu, kegiatan pemantauan terhadap uang palsu
menunjukkan penurunan persentase temuan uang palsu.
A. TRANSAKSI RTGS
Rata-rata volume maupun nilai transaksi dengan menggunakan
sarana RTGS tetap tinggi (Tabel IV.1). Nilai transaksi RTGS dalam
triwulan laporan kira-kira mencapai Rp 61,17 triliun per hari dan dari sisi
volume sebanyak 21.878 transaksi per hari. Disamping itu, penggunaan
RTGS masih mendominasi pembayaran nontunai yang nilai nominalnya
mencapai lebih dari 95% dari total nilai transaksi nontunai, karena
mampu melayani transaksi keuangan bernilai besar dan bersifat
mendesak (urgent) antara lain seperti transaksi di Pasar Uang AntarBank
(PUAB), transaksi di bursa saham, transaksi pemerintah, transaksi valuta
asing (valas). Pengguna sistem RTGS paling banyak dilakukan oleh
nasabah bank untuk jumlah transaksi dari luar Jakarta ke Jakarta.
Tabel IV.1 Transaksi RTGS Harian
B. TRANSAKSI KLIRING
Penyelesaian rata-rata harian transaksi melalui kliring di Jakarta
pada triwulan IV 2009 meningkat (Tabel IV.2). Rata-rata harian nilai
nominal transaksi kliring di triwulan laporan Rp 3,52 triliun, sedikit
meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Rp 2,63 triliun).
Demikian pula rata-rata harian jumlah warkat kliring naik menjadi
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
RTGS (Rp Miliar) 77,568 93,101 95,038 97,597 106,742 83,953 82,046 65,490 59,093 72,102 66,591 61,165
Dari Jakarta 42,669 51,755 53,560 54,358 59,795 47,093 47,594 39,080 35,302 42,783 38,780 35,914
ke Jakarta(f‐t) 17,399 20,803 21,123 21,472 23,358 18,120 17,434 13,637 11,985 15,320 12,876 11,529
ke Luar Jakarta(f) 25,270 30,952 32,437 32,886 36,437 28,973 30,160 25,443 23,316 27,463 25,904 24,385
Ke Jakarta 34,899 41,346 41,478 43,239 46,947 36,860 34,452 26,409 23,791 29,320 27,811 25,251
dari Luar Jakarta(t) 34,899 41,346 41,478 43,239 46,947 36,860 34,452 26,409 23,791 29,320 27,811 25,251
RTGS (Volume) 18,251 20,412 21,278 23,696 25,170 22,797 20,761 20,854 18,947 20,396 20,652 21,878
Dari Jakarta 9,180 10,259 10,635 11,963 12,180 11,071 11,678 11,914 10,606 11,502 11,519 12,678
ke Jakarta(f‐t) 3,299 3,676 3,742 4,115 4,155 3,656 3,667 3,708 3,215 3,470 3,046 3,594
ke Luar Jakarta(f) 5,881 6,582 6,893 7,848 8,025 7,414 8,011 8,206 7,391 8,032 8,473 9,084
Ke Jakarta 9,072 10,153 10,643 11,733 12,990 11,727 9,083 8,940 8,341 8,895 9,133 9,200
dari Luar Jakarta(t) 9,072 10,153 10,643 11,733 12,990 11,727 9,083 8,940 8,341 8,895 9,133 9,200
2007 2008 2009
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
36
218.399 warkat dibandingkan triwulan sebelumnya 188.912 warkat.
Peningkatan ini juga dikonfirmasi dengan perkembangan jumlah giro di
Jakarta dibanding triwulan sebelumnya juga meningkat, dari 9,5% (yoy)
ke 11,6% (yoy). Faktor yang mempengaruhi peningkatan nilai maupun
jumlah warkat transaksi tersebut antara lain karena meningkatnya
transfer dengan nominal yang kecil, sehingga memilih menggunakan
kliring dibanding RTGS. Tabel IV.2 Rata-rata Harian Transaksi Kliring
Kualitas kliring di Jakarta pada triwulan III 2009 relatif baik (Tabel
IV. 3). Persentase rata-rata harian tolakan kliring terhadap total rata-rata
harian kliring, baik dari sisi jumlah warkat maupun nilai transaksi relatif
rendah. Persentase rata-rata harian nilai nominal dan volume cek dan BG
yang ditolak masing-masing adalah 0,65% dan 0,31%. Terkait dengan
upaya untuk meningkatkan kualitas kliring, Bank Indonesia
memberlakukan penerbitan daftar hitam nasional penarik cek dan atau
bilyet giro kosong.
Tabel IV.3 Tolakan Kliring
VolumeNominal
(miliar rupiah)1 158,162 2,105 2 189,459 2,759 3 196,663 2,998 4 198,518 3,095 1 198,919 3,174 2 217,356 3,499 3 225,148 3,648 4 213,995 3,510 1 190,947 2,994 2 187,848 2,538 3 188,912 2,628 4 218,399 3,520
2008
2009
Triwulan
2007
Nominal (juta Rupiah)
Volume (lembar)
Nominal (juta Rupiah)
Volume (lembar)
Nominal(%)
Volume(%)
1 14,193 642 2,105,110 158,162 0.67 0.41
2 12,368 605 2,759,094 189,459 0.45 0.32
3 14,479 480 2,998,294 196,663 0.48 0.24
4 12,926 537 3,094,510 198,518 0.42 0.27
1 14,943 514 3,173,572 198,919 0.47 0.26
2 15,424 513 3,498,543 217,356 0.44 0.24
3 20,185 587 3,647,637 225,148 0.55 0.26
4 20,233 677 3,510,452 213,995 0.58 0.32
1 19,249 625 2,993,592 190,947 0.64 0.33
2 20,226 606 2,538,039 187,848 0.80 0.32
3 20,655 712 3,310,022 216,357 0.62 0.33
4 22,947 683 3,520,222 218,399 0.65 0.31
2009
2008
2007
Kliring Total
Triwulan
PersentasePenarikan Cek/BG Kosong
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta 37
C. TRANSAKSI TUNAI
Kegiatan sistem pembayaran tunai di wilayah DKI Jakarta relatif
stabil dan dapat memenuhi aktivitas kegiatan ekonomi. Seiring
dengan peningkatan aktivitas ekonomi, maka penggunaan uang tunai
masih meningkat baik dilihat dari arus outflow maupun inflow. Dilihat
dari sisi outflow, hingga triwulan ketiga 2009 arus outflow masih
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, karena pengaruh hari
raya keagamaan (Idul Fitri) dan meningkatnya aktivitas ekonomi di
Jakarta. Dari sisi inflow, setoran yang dilakukan bank meningkat antara
lain bersumber dari jumlah uang tidak layak edar yang disetorkan ke
Bank Indonesia. Disamping sudah dapat memenuhi kebutuhan ekonomi
masyarakat, kualitas dari sistem pembayaran tunai juga mengalami
perbaikan sebagaimana ditunjukkan oleh penurunan persentase temuan
bilyet uang palsu. Persentase penurunan temuan bilyet uang palsu
hingga triwulan ketiga 2009 (s.d. Agustus 2009) mencapai 87,8%
dibanding temuan pada triwulan sebelumnya (28,9%).
Grafik IV.1 Rata-rata Harian Arus Uang Tunai BI Jakarta
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3*
2006 2007 2008 2009
Rp Milliar/hari
Inflow Outflow
* data sementara
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta 39
BAB V KEUANGAN DAERAH
Realisasi APBD Pemprov DKI Jakarta tahun 2009 menunjukkan
peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Hal tersebut tercermin
dari penyerapan belanja 2009 APBD DKI Jakarta yang mencapai 87,2%,
lebih tinggi daripada tahun 2008 (81,1%). Demikian pula realisasi
pendapatan daerah yang mencapai 98,9% dari anggaran yang
direncanakan. Faktor yang mendukung meningkatnya realisasi APBD
adalah pengesahan APBD Jakarta 2009 yang lebih awal, serta beberapa
upaya percepatan penyerapan yang ditempuh Pemprov DKI Jakarta
misalnya penetapan dan pemantauan secara berkala target penyerapan
setiap triwulan oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
APBD tahun 2009 DKI Jakarta yang disetujui lebih tinggi
dibandingkan dengan APBD tahun 2008 dan Perda penetapannya
dikeluarkan lebih awal. Pada pos pendapatan anggaran meningkat Rp
871,58 miliar, dan pos belanja meningkat Rp 3,07 triliun. Pada sisi
belanja, yang menjadi penting adalah peningkatan pada komponen
belanja modal Rp 1,57 triliun atau sekitar 30,8% dari tahun 2008.
Komponen belanja modal terutama untuk belanja infrastruktur publik
yang diharapkan memiliki dampak multiplier yang besar terhadap
perekonomian Jakarta. Sementara dari sisi pendapatan, kemampuan
keuangan daerah DKI Jakarta cukup besar dengan proporsi pendapatan
asli daerah (PAD) hampir mencapai 52% dari total pendapatan. Menurut
Peraturan Menteri Keuangan No.174/PMK.07/2009, tentang Peta
Kapasitas Fiskal Daerah, DKI Jakarta termasuk dalam kategori indeks
kapasitas fiskal12 yang sangat tinggi (7,9325). Persetujuan APBD DKI
Jakarta tahun 2009 sudah dilakukan berdasarkan Perda No.1/2009
tanggal 8 Januari 2009, lebih cepat dibandingkan tahun 2008 (Perda No.
2/2008 tanggal 18 Maret 2008). Lebih cepatnya persetujuan APBD 2009
akan memberikan andil terhadap tingginya tingkat realisasi APBD.
12 Rumus penghitungan kapsitas fiskal:
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
40
Grafik V.1 Proporsi PAD dan Dana Perimbangan dalam Penerimaan Daerah
Grafik V.2 Proporsi Belanja Pegawai dan Belanja
Modal dalam Belanja Daerah
Tabel V.1 APBD DKI Jakarta dan Realisasi (Miliar Rupiah)
A. Realisasi Belanja APBD 2009
Realisasi belanja APBD 2009 menunjukkan kinerja yang lebih baik
mencapai Rp 20,57 triliun (87,2%). Tingkat realisasi belanja tertinggi
berupa belanja pegawai dengan daya serap mencapai 92,2% (Rp 7,72
triliun). Tingginya penyerapan belanja pegawai menjadi salah satu
pendorong masih kuatnya pengeluaran konsumsi di Jakarta. Di sisi lain,
belanja yang terkait dengan infrastruktur, yaitu belanja modal terserap
Rp5,36 triliun (80,2%) ditambah dengan belanja barang dan jasa yang
mencapai Rp 7,12 triliun (88,3%). Penyerapan kedua belanja tersebut
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
2005 2006 2007 2008 2009
Proporsi Pendapatan
Dana Perimbangan Pendapatan Asli DaerahSumber : Badan Pengelola Keuangan Daerah
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
2005 2006 2007 2008 2009
Proporsi Belanja
Belanja Modal Belanja Administrasi dan OpsSumber : Badan Pengelola Keuangan Daerah
Uraian (Rp Miliar) Anggaran 2008 Realisasi 2008 % Anggaran 2009 Realisasi 2009 %
PENDAPATAN
Pendapatan Asli Daerah 10,381.5 10,010.5 96.4 10,363.4 10,548.4 101.8
Pajak Daerah 8,484.3 8,500.4 100.2 9,397.0 8,548.4 91.0
Retribusi Daerah 363.6 383.0 105.3 384.6 415.1 107.9
Laba Perusahaan Milik Daerah 171.0 160.6 93.9 180.0 180.7 100.4
Lain‐Lain Pendapatan 1,362.7 966.4 70.9 1,172.9 1,404.1 119.7
Dana Perimbangan 8,523.9 6,143.1 72.1 9,008.4 8,611.9 95.6
Bagi Hasil Pajak 8,523.9 6,113.1 71.7 9,008.40 8,611.9 95.6
Lain‐Lain Penerimaan Yang Sah 126.4 33.4 26.4 ‐ 4.8
Total Pendapatan Daerah 19,031.9 16,186.9 85.1 19,371.8 19,165.0 98.9
BELANJA
Belanja Tidak Langsung 6,392.1 6,215.5 97.2 6,831.3 6,250.9 91.5
Belanja Pegawai 5,695.0 5,684.9 99.8 6,354.3 5,877.0 92.5
Belanja Bunga 15.3 15.0 97.8 9.9 9.9 100.0
Belanja Hibah 200.0 ‐ ‐ 339.0 305.3 90.1
Belanja Bantuan Sosial 433.0 330.9 76.4 70.7 58.0 82.1
Belanja Bantuan Keuangan 0.7 0.6 88.3
Belanja Tidak Terduga 48.8 8.1 16.6 56.7 ‐ ‐
Belanja Langsung 14,131.2 10,421.7 73.7 16,763.6 14,321.9 85.4
Belanja Pegawai 2,339.8 2,104.5 89.9 2,017.7 1,839.5 91.2
Belanja Barang Dan Jasa 6,684.0 5,447.3 81.5 8,064.6 7,120.9 88.3
Belanja Modal 5,107.4 2,869.9 56.2 6,681.3 5,361.5 80.2
Total Belanja Daerah 20,523.3 16,637.2 81.1 23,594.9 20,572.8 87.2 Sumber : Badan Pengelola Keuangan Daerah, data tahun 2009 dalam bentuk unaudited
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta 41
terkait erat dengan pembangunan infrastruktur yang diharapkan dapat
mendorong aktivitas perekonomian Jakarta.
Penyerapan APBD oleh sebagian besar satuan kerja perangkat
daerah (SKPD) telah tinggi. Hal tersebut terkait target Pemprov DKI
supaya 10 satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dengan alokasi dana
APBD 2009 terbesar untuk menyerap anggaran minimal 87%. Target
pada 10 SKPD tersebut hampir seluruhnya dapat tercapai. Bahkan secara
keseluruhan, jika dihitung jumlah SKPD yang penyerapannya lebih dari
87%, ada sekitar 503 SKPD. Hal yang mendukung tingginya pencapaian
tersebut karena mulai akhir triwulan III-2009 banyak kegiatan yang
sudah ditender dan dimulai kegiatannya.
Tabel V.2 Tingkat Penyerapan Anggaran oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
B. Realisasi Pendapatan APBD 2009
Realisasi APBD 2009 dari sisi pendapatan mengalami peningkatan.
Realisasi pendapatan menjadi sebesar Rp 19,17 triliun (98,9%)
meningkat dibandingkan tahun 2008 yang hanya sekitar Rp 16,19 triliun
(85,1%). Peningkatan realisasi pendapatan bersumber dari kenaikan
pendapatan asli daerah (PAD) dan dana perimbangan secara signifikan.
Bahkan komponen PAD, realisasinya melebihi dari target yang
dianggarkan. Hal tersebut tidak terlepas dari upaya Pemprov untuk
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pajak hotel,
restoran, parkir, dan tempat hiburan melalui upaya optimalisasi obyek
pajak. Di sisi lain, dalam upaya meningkatkan target pajak dan kualitas
pelayanan maka Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah menyiapkan
sistem online pajak dimana penerapan pajak online tersebut diperkirakan
dapat direalisasikan pada awal tahun 2010. Sementara untuk
meningkatkan perolehan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pemda
melakukan Pekan Panutan Pajak Bumi dan Bangunan 2009, untuk
meningkatkan kesadaran wajib pajak membayar pajak lebih awal. Selain
itu, Pemprov akan menambah gerai pajak di sejumlah pusat
perbelanjaan modern, menyusul keberhasilan tiga unit gerai pajak yang
sudah beroperasi sejak awal triwulan II-2009.
KATEGORI> 0% s.d <= 15% : 0 SKPD> 16% s.d <= 30% : 1 SKPD> 31% s.d <= 50% : 6 SKPD> 51% s.d <= 87% : 198 SKPD> 87% s.d <= 100% : 503 SKPDTOTAL 708 SKPD
JUMLAH
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
42
C. Rencana APBD 2010
APBD Jakarta tahun 2010 akan mengalami peningkatan. Dari sisi
Pendapatan Daerah tahun 2010 direncanakan sebesar Rp 22,17 triliun
atau mengalami peningkatan 14,46 persen dibandingkan dengan
pendapatan daerah tahun 2009 sebesar Rp 19,37 triliun. Rencana
pendapatan daerah tersebut diharapkan berasal dari Pendapatan Asli
Daerah (PAD) Rp 11,82 triliun (yang terdiri dari Pajak Daerah Rp 9,85
triliun, Retribusi Daerah Rp 436,82 miliar, Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daerah Yang Dipisahkan Rp 212,84 miliar, dan Lain-lain PAD Yang Sah
sebesar Rp 1,32 triliun), Dana Perimbangan Rp 10,30 triliun dan Lain-lain
Pendapatan Daerah Yang Sah Rp 41,00 miliar. Sementara Belanja
Daerah tahun 2010 direncanakan mencapai Rp 23,91 triliun yang
dialokasikan untuk membiayai Belanja Pegawai sebesar Rp 7,46 triliun,
Telepon Air Listrik dan Internet (TALI) Rp 308,81 miliar, Belanja Wajib
Lainnya Rp 1,21 triliun, Belanja Program Dedicated Rp 7,53 triliun, dan
Belanja Program SKPD/UKPD Rp7,38 triliun.
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta 43
BAB VI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Beberapa indikator kesejahteraan masyarakat di DKI Jakarta sampai
dengan triwulan IV-2009 mengalami perbaikan. Angka pengangguran di
DKI menurun, dari 12,16% pada tahun 2008 menjadi 12,15% pada
tahun 2009 namun masih lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat
pengangguran nasional (7,87%). Persentase tingkat kemiskinan sedikit
mengalami perbaikan, yaitu turun dari 4,3% menjadi 3,6%. Indikator-
indikator kesejahteraan lain, seperti indeks pembangunan manusia
meningkat tipis, upah juga meningkat, disertai penurunan indeks
kesengsaraan.
A. KETENAGAKERJAAN
Berdasarkan data Agustus 2009, terjadi penurunan jumlah
angkatan kerja, jumlah orang yang bekerja, dan jumlah
pengangguran di DKI Jakarta, namun disertai pula dengan
penurunan tingkat pengangguran terbuka (Grafik VI.1). Pada
posisi Agustus 2009 penyerapan tenaga kerja turun, dari 4,19 juta
orang 13 menjadi 4,12 juta orang namun demikian diikuti dengan
penurunan jumlah angkatan kerja (menjadi 4,69 juta orang dari 4,77
juta orang) dan pengangguran (menjadi 569,34 ribu orang dari 580,51
ribu orang). Sehingga perkembangan hal-hal tersebut menyebabkan
tingkat pengangguran terbuka hanya turun tipis, dari 12,16% menjadi
12,15%.
Grafik V.1 Angkatan Kerja dan Penduduk Bekerja
Grafik V.2 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Tingkat pengangguran di Jakarta masih lebih tinggi dibandingkan
penurunan tingkat pengangguran nasional. Tingkat pengangguran
nasional turun menjadi 7,87% (Agustus 2009) dibandingkan posisi
Agustus 2008 (8,39%) (Grafik VI.2). Masih tingginya tingkat
pengangguran di Jakarta antara lain disebabkan oleh : (1) karakteristik
perekonomian di Jakarta yang didominasi oleh sektor-sektor ekonomi
13 posisi Agustus 2008
400
450
500
550
600
650
700
3,000
3,400
3,800
4,200
4,600
5,000
Agt 05 Agt 06 Agt 07 Agt 08 Agt 09
ribuan orangribuan orang
Angkatan Kerja Bekerja Pengangguran (rhs)
Agt 05 Agust 06 Agust 07 Agt 08 Agt 09
NASIONAL 11.24 10.28 9.11 8.39 7.87
DKI Jakarta 15.77 11.40 12.59 12.16 12.15
Jawa Barat 15.53 14.59 13.08 12.08 10.96
Jawa Tengah 9.54 8.02 7.70 7.35 7.33
DI Yogyakarta 7.59 6.31 6.08 5.38 6.00
Jawa Timur 8.51 8.19 6.79 6.42 5.08
Banten 16.59 18.91 15.78 15.18 14.97
4
6
8
10
12
14
16
18
20
%TPT
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
44
yang padat modal dan teknologi sehingga penyerapan tenaga kerjanya
terbatas, (2) terdapat kelompok masyarakat Jakarta yang tidak memiliki
pekerjaan, namun memiliki dan mengelola asset yang mampu
menghasilkan uang (pasar saham, usaha persewaan rumah, dan lainnya),
(3) perkembangan lapangan kerja formal tumbuh terbatas padahal rata-
rata struktur tenaga kerja 60%-nya merupakan tenaga kerja formal, (4)
masih tingginya migrasi dan urbanisasi dari daerah lain.
Tabel VI. 1 Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Utama
Tabel VI.2 Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Status Pekerjaan
B. UPAH
Upah yang diterima tenaga kerja pada di awal tahun meningkat,
namun demikian peningkatan upah terutama lebih dirasakan oleh
pekerja pada level menengah ke atas (profesional) karena base
salary-nya relatif sudah tinggi. Survei BTI Consultant (Tabel I.9)
menunjukkan bahwa kenaikan gaji profesional sekitar 3-13%. Pada
golongan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, kenaikan
gaji UMP 2010 menjadi Rp 1.118.009 (4,5%). Kemudian dari sisi APBD,
anggaran untuk gaji pegawai meningkat 17,4% menjadi sekitar Rp 7,46
triliun.
Grafik VI. 3 Perkembangan UMP
C. KEMISKINAN
Agt 07 Agt 08 Agt 09 Agt 07 Agt 08 Agt 09 Agt 07 Agt 08 Agt 09
Primer 28.22 33.16 42.24 0.73 0.79 1.03 (11.68) 17.51 27.37
Sekunder 887.74 867.36 870.44 23.10 20.69 21.14 21.35 (2.30) 0.36
Tersier 2,926.98 3,291.45 3,205.71 76.17 78.52 77.84 5.73 12.45 (2.60)
Total 3,842.94 4,191.97 4,118.39 100.00 100.00 100.00 8.81 9.08 (1.76)
Sumber : BPS, diolah
Lapangan Jumlah Tenaga Kerja (ribuan) Share (%) Pertumbuhan (%)
Agt 07 Agt 08 Agt 09 Agt 07 Agt 08 Agt 09 Agt 07 Agt 08 Agt 09
Formal
1. Berusaha dibantu buruh tetap 171.15 177.73 172.96 4.45 4.24 4.20 (9.40) 3.84 (2.68)
2. Buruh/karyawan 2,319.90 2,393.29 2,377.26 60.37 57.09 57.72 4.81 3.16 (0.67)
Informal
1. Berusaha sendiri 841.22 950.31 980.62 21.89 22.67 23.81 15.84 12.97 3.19
2. Berusaha dibantu buruh tidak tetap 233.40 376.58 307.50 6.07 8.98 7.47 40.91 61.35 (18.34)
3. Pekerja bebas 95.66 80.22 84.54 2.49 1.91 2.05 (2.05) (16.14) 5.39
4. Pekerja tidak dibayar 181.61 213.85 195.51 4.73 5.10 4.75 29.84 17.75 (8.58)
Total 3,842.94 4,191.98 4,118.39 100.00 100.00 100.00 8.81 9.08 (1.76)
Pertumbuhan (%)Share (%)Jumlah Tenaga Kerja (ribuan)
Sumber : BPS
Status Pekerjaan (ribuan)
819,100
900,560
972,605
1,069,865 1,118,009
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
600,000
700,000
800,000
900,000
1,000,000
1,100,000
1,200,000
2006 2007 2008 2009 2010
UMP (Rp) ‐ sisi kiri Kenaikan UMP (%) Inflasi Tahun Sebelumnya (%)
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta 45
Persentase penduduk miskin di Jakarta menurun, dan lebih
rendah dibandingkan dengan presentase jumlah penduduk miskin
nasional (Grafik V. 3.). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Jakarta,
pada tahun 2009 persentase penduduk miskin di DKI Jakarta hanya
3,6% dari total jumlah penduduk DKI Jakarta, turun dibandingkan
penduduk miskin 2008 (4,3%). Penurunan ini searah dengan penurunan
jumlah penduduk miskin nasional yang turun menjadi sebesar 32,53 juta
(14,15%, Maret 2009). dibandingkan dengan penduduk miskin pada
bulan Maret 2008 yang berjumlah 34,96 juta (15,42%). Faktor utama
yang menyebabkan tingkat kemiskinan menurun adalah perekonomian
yang membaik. Selain itu juga dipengaruhi oleh upaya pemerintah untuk
mengurangi kemiskinan (pro poor) melalui pelaksanaan program-
program yang terkait dengan jaring pengaman sosial, seperti pemberian
beras rakyat miskin (raskin), Bantuan Langsung Tunai (BLT) penyaluran
kredit yang diarahkan pada usaha kecil (KUR), Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri dan lain-lain.
Upaya lain untuk menjaga agar kemiskinan tidak melonjak adalah
pentingnya awareness semua pihak untuk menjaga level harga
makanan. Melalui Tim Ketahanan Pangan selain memantau harga
pangan, apabila terjadi gejolak harga akan dilakukan operasi pasar.
Selain berfungsi untuk menjaga kestabilan harga, operasi pasar ditujukan
daya beli masyarakat miskin. Struktur pengeluaran masyarakat miskin
untuk makan lebih besar dibandingkan masyarakat kaya.
Grafik VI.4 Angka Penduduk Miskin
Grafik VI.5 Indeks Kesengsaraan
D. INDEKS KESENGSARAAN
Dipengaruhi oleh tingkat inflasi yang cukup rendah, angka indeks
kesengsaraan di Jakarta turun (Grafik V.5). Indeks kesengsaraan
yang dihitung dengan cara menjumlahkan persentase tingkat
pengangguran terbuka dengan tingkat inflasi pertama kali dikenalkan
oleh Arthur Okun. Indeks ini mengasumsikan bahwa tingkat
pengangguran yang tinggi dan tingkat inflasi yang memburuk akan
2007 2008 2009
DKI Jakarta 4.6 4.3 3.6
Jawa 15.9 13.6 12.5
Sumatera 15.7 14.4 13.2
Bali dan NT 19.7 18.5 17.1
Kalimantan 10.1 8.9 7.3
Sulawesi 19.3 17.6 16.7
Maluku/Papua 30.8 28.3 28.0
Nasional 16.6 15.4 14.2
0
5
10
15
20
25
30
%
Angka Kemiskinan
18.3 18.4 19.1
18.6
20.2
22.4
23.5 23.3
19.7
15.4 14.8 14.5
15.6 14.9
16.1 15.7
17.3
21.2 20.6
19.5
16.1
11.8
10.7 10.7
10
12
14
16
18
20
22
24
26
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2007 2008 2009
Indeks Kesengsaraan
Jakarta NasionalSumber : BPS, diolah
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
46
menciptakan biaya sosial dan ekonomi suatu negara. Berdasarkan
indikator indeks kesengsaraan, kondisi kesejahteraan masyarakat pada
triwulan IV 2009 sejalan dengan laju inflasi yang cukup rendah
diperkirakan meningkat (indeks turun dari 14,8 menjadi 14,5).
E. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
Angka indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia
menunjukkan perbaikan, walaupun belum terlalu signifikan. IPM
merupakan gabungan dari nilai yang menunjukkan tingkat kemiskinan,
kemampuan baca tulis, pendidikan, harapan hidup, dan faktor-faktor
lainnya di sebuah negara atau wilayah administratif tertentu14 (Grafik V.
5 – 6). Terdapat tiga kriteria IPM, yaitu IPM tinggi dengan angka indeks
di atas 0,800, IPM sedang dengan batas angka IPM 0,500 – 0,799, dan
IPM rendah dengan nilai di bawah 0,500. Indeks ini dapat digunakan
untuk membandingkan human development antara satu negara dengan
negara lainnya ataupun membandingkan human development antara
satu provinsi ataupun kota dengan provinsi ataupun lain di dalam satu
wilayah negara. Angka IPM Indonesia dan kebanyakan provinsi di
Indonesia pada saat ini masuk dalam kategori IPM sedang. Laporan
Pembangunan Manusia United Nations Development Programme (UNDP)
Tahun 2009 menyebutkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Indonesia naik tipis dari 0,728 tahun 2007 menjadi 0,734 pada 2009.
Indonesia ranking ke 111 dari 182 negara yang terdata, masih berada di
bawah negara-negara tetangga seperti Malaysia (66), Singapura (23),
Filipina (105), Thailand (87) dan bahkan Sri Lanka (102).
Grafik VI. 6 IPM Provinsi DKI Jakarta
Provinsi DKI Jakarta, IPM-nya menunjukkan adanya perbaikan,
walaupun masih tetap dalam kategori sedang. Data terakhir
menunjukkan bahwa IPM Provinsi Jakarta lebih baik dibandingkan
14 Indeks ini dikembangkan pada tahun 1990 oleh ekonom Pakistan Mahbub ul Haq, dan telah digunakan sejak tahun 1993 oleh UNDP pada
laporan tahunannya. Nilai IPM menunjukkan pencapaian rata-rata pada sebuah negara dalam tiga dimensi dasar pembangunan manusia, yakni: 1.
Usia yang panjang dan sehat, yang diukur dengan angka harapan hidup, 2. Pendidikan, yang diukur dengan dengan tingkat baca tulis dengan
pembobotan dua per tiga; serta angka partisipasi kasar dengan pembobotan satu per tiga, 3. Standar hidup yang layak, yang diukur dengan
produk domestik bruto (PDB) per kapita pada paritas daya beli dalam mata uang Dollar AS.
76.176.2
76.476.5
75
75.5
76
76.5
77
2005 2006 2007 2008
Indeks Pembangunan Manusia
Sumber : LPJ Gubernur DKI Jakarta
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta 47
dengan IPM Provinsi Banten dan juga IPM Provinsi lain di Indonesia. IPM
Provinsi DKI Jakarta meningkat tipis dari 0,764 pada tahun 2007
menjadi 0,765 pada tahun 2008. Dengan memperhatikan
perkembangan angka harapan hidup, indeks pendidikan dan indeks
daya beli, maka pada tahun 2009, IPM DKI Jakarta diperkirakan
membaik. Hal ini searah dengan perekonomian yang telah bertumbuh
dan meningkatnya alokasi belanja untuk jaring pengaman sosial
mengalami perbaikan.
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta 49
BAB VII OUTLOOK KONDISI EKONOMI DAN INFLASI
Seiring dengan semakin membaiknya beberapa indikator ekonomi utama
Jakarta dan kondisi ekonomi global, pertumbuhan ekonomi Jakarta pada
triwulan I-2010 diprakirakan akan terus membaik dan tumbuh sebesar
5,3%-5,7% (yoy). Peningkatan tersebut diprakirakan akan ditopang oleh
tingkat konsumsi RT yang masih kuat dan terus membaiknya kinerja
ekspor. Sementara dari sisi sektoral, sektor utama yaitu sektor keuangan,
perdagangan, dan industri diperkirakan masih akan meningkat seiring
dengan perbaikan ekonomi dunia dan domestik. Sementara itu, inflasi
regional Jakarta pada akhir triwulan I-2010 diperkirakan masih terjaga
dan masih pada level yang rendah.
A. ASUMSI DAN SKENARIO YANG DIGUNAKAN
Kondisi Perekonomian Internasional dan Domestik
Pertumbuhan ekonomi dunia pada 2010 diperkirakan sudah
positif mencapai 3,9%. Hasil proyeksi pertumbuhan World Economic
Outlook (WEO) 2010 yang dikeluarkan oleh IMF per Januari 2010 (3,9%)
menunjukkan angka yang lebih tinggi dibandingkan hasil proyeksi yang
diterbitkan pada Oktober 2009 (3,1%). Pertumbuhan yang paling tinggi
adalah di negara-negara emerging market Asia, terutama China, India,
dan ASEAN-5 (Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam).
Sementara di negara maju, ekonomi mulai bertumbuh. Hampir semua
negara di Amerika dan Eropa menunjukkan pertumbuhan yang positif.
Sehingga dari berbagai indikator makro ekonomi global tersebut, terlihat
optimisme pemulihan ekonomi global yang semakin menguat.
Tabel VII.1. Perkembangan Proyeksi Pertumbuhan Global
Perekonomian Indonesia pada triwulan I-2010 diprakirakan
menunjukkan peningkatan pertumbuhan. Pertumbuhan ekonomi
tersebut didukung oleh membaiknya ekspor dan stabilnya konsumsi
rumah tangga. Faktor utama yang mempengaruhi perbaikan ekspor
adalah akselerasi pemulihan ekonomi dan volume perdagangan dunia.
Volume perdagangan dunia diprakirakan telah mencapai titik terendah
pada triwulan I-2009 yang pada gilirannya berdampak positif terhadap
tren pemulihan ekspor Indonesia sejak Maret 2009. Di sisi domestik,
2007 2008 2009 2010 2009 2010Output Dunia 5.2 3.0 ‐0.8 3.9 0.3 0.8
Negara Maju 2.7 0.5 ‐3.2 2.1 0.2 0.8
Negara Berkembang 8.3 6.1 2.1 6.0 0.4 0.9
Volume Perdagangan Dunia 7.3 0.8 ‐12.5 5.8 ‐0.6 3.3
Sumber : World Economic Outlook, Januari 2010
Proyeksi Selisih Dengan Perkiraan Oktober 2009YoY (%)
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
50
konsumsi rumah tangga relatif stabil, meskipun tidak setinggi angka
triwulan I-2009 selama periode Pemilu. Stabilnya konsumsi rumah
tangga didorong oleh income effect dari perbaikan ekspor, rendahnya
inflasi, dan terjaganya tingkat keyakinan konsumen rumah tangga
terhadap kinerja perekonomian domestik. Di sisi penawaran, pemulihan
pertumbuhan diprakirakan terjadi di semua sektor, terutama sektor
industri pengolahan. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi tahun
2010 diperkirakan akan berada di kisaran 5,0-5,5%, dan tahun 2011
diperkirakan berada di kisaran 5,5-6,0%.
Skenario Kebijakan Fiskal
Pengesahan APBD DKI Jakarta 2010 yang lebih awal akan
mengoptimalkan penyerapan anggaran 2010 sehingga dapat
menstimulus ekonomi Jakarta lebih besar. APBD DKI Jakarta untuk
tahun 2010 telah ditetapkan oleh rapat paripurna DPRD Jakarta pada 30
November 2009, hampir sama dibandingkan dengan penetapan APBD
2009 yang juga ditetapkan pada bulan 27 November 2008. Dengan
penetapan yang lebih awal tersebut, APBD 2009 ternyata realisasinya
dapat lebih tinggi (APBD 2009 87,2% sementara APBD 2008 82,7%
karena baru ditetapkan 18 Januari 2008). Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) DKI Tahun 2010 ditetapkan sebesar Rp 24,67
triliun, meningkat sebesar Rp 710 miliar dari APBD DKI Tahun 2009.
Total APBD DKI tersebut terdiri atas pendapatan daerah sebesar Rp
22,17 triliun, belanja daerah sebesar Rp 24,41 triliun, dan pembiayaan
sebesar Rp 2,24 triliun. Dari total belanja daerah, komponen terbesar
yaitu belanja dedicated program sebesar Rp 7,53 triliun yang merupakan
30,55 persen dari total APBD, dan terjadi kenaikan sebesar Rp 1,50
triliun. Dedicated program merupakan implementasi dari RPJPMD
Provinsi DKI Jakarta 2007-2012, yang terkait dengan pekerjaan umum
dan kesejahteraan rakyat.
Pemerintah Daerah DKI Jakarta telah mengalokasikan dana APBD
bagi pengembangan UMKM. Sumbangan UMKM terhadap
perekonomian sebesar 56,1% dengan penyerapan tenaga kerja sebesar
97,3% (data BPS tahun 2007). Untuk sektor UMKM, Pemprov
menganggarkan dana bergulir yang diambil dari APBD 2010 sebesar Rp 52,45 miliar berupa Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Kelurahan (PEMK) sebagai pengganti Program Pemberdayaan
Masyarakat Kelurahan (PPMK). Alokasi dana tersebut terutama
diperuntuk bagi 88 Koperasi Jasa Keuangan (KJK) di lima wilayah
kotamadya dan satu kabupaten administratif di DKI Jakarta. Selain itu,
seiring penerapan AC-FTA, UMKM diharapkan dapat meningkatkan daya
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta 51
saing untuk menghadapi serbuan produk China dan ASEAN (lihat boks
I).
B. PERTUMBUHAN EKONOMI
1. SISI PERMINTAAN
Perkembangan ekonomi internasional dan domestik yang
membaik mendorong pertumbuhan ekonomi Jakarta pada
triwulan I–2010 akan semakin membaik dibandingkan triwulan
IV–2009 dalam kisaran 5,3-5,7%. Peningkatan pertumbuhan ekonomi
terutama dipengaruhi kuatnya konsumsi dan perbaikan ekspor.
Konsumsi masih kuat karena adanya peningkatan daya beli. Ekspor DKI
Jakarta diprakirakan akan membaik dengan membaiknya kondisi
ekonomi negara berkembang Asia terutama ASEAN, Cina dan India
(pangsa nilai ekspor Jakarta ke Asia sebesar 78%). Namun demikian,
perkembangan impor juga akan meningkat sejalan dengan perbaikan
ekspor dan bertambahnya komoditas yang dibebaskan bea masuknya
seiring penerapan ASEAN China Free Trade Agreement (AC-FTA) (lihat
boks I). Sementara investasi pada awal tahun diperkirakan masih tumbuh
terbatas.
Tabel VII. 1 Pertumbuhan Ekonomi dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jakarta
Konsumsi diproyeksikan akan kuat dengan laju pertumbuhan
sekitar 6,4-6,8%(yoy). Optimisme tetap kuatnya konsumsi masyarakat
pada satu triwulan ke depan seiring dengan tren beberapa indikator dini.
Indikator penjualan beberapa barang tahan lama (yang sering digunakan
sebagai indikator utama untuk konsumsi) menunjukkan tren
pertumbuhan yang menaik. Ekspektasi masyarakat Jakarta terhadap
penghasilan, ketersediaan tenaga kerja, dan kondisi ekonomi 6 bulan
akan datang juga masih menunjukkan optimisme masyarakat (grafik
VII.1). Selain itu, kegiatan great sale dalam rangka tahun baru, bazaar,
2010
Konsumsi 7.7 6.1 6.4 6.5 6.7 6.2 6.5 6.7 6.4 - 6.8 6.2 - 6.6 6.4 - 6.8
Investasi 8.3 8.6 8.9 8.1 8.5 4.0 4.2 4.2 4.3 - 4.7 4.0 - 4.4 4.3 - 4.7
Ekspor 6.4 0.8 0.5 0.7 2.0 0.6 4.4 2.1 3.6 - 4.0 2.5 - 2.9 3.9-4.3
Impor 17.3 12.5 8.5 12.9 12.6 5.9 9.1 7.0 6.8 - 7.2 7.1 - 7.5 6.9-7.3
Net Ekspor -24.3 -33.8 -29.3 -40.4 -30.7 -22.8 -19.2 -25.9 (16.9) - (16.5) (19.2 ) - (18.8) (16.5)-(16.1)
P D R B 6.3 6.1 6.1 6.2 6.2 5.2 5.0 5.1 5.2 - 5.6 5.0 - 5.4 5.3 - 5.7* angka sementara BPS DKI Jakarta
p proyeksi BI meningkat melambatmelambat meningkat
III Proyeksi Tw IVI
2009
2008II
Proyeksi 2009DKI
2008
I II III IV Proyeksi Tw I
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
52
dan expo juga masih akan digelar sepanjang triwulan I-2010 yang akan
memicu peningkatan konsumsi.
Grafik VI.1 Ekspektasi Konsumen 6 Bulan Ke Depan (SK-BI)
Investasi diproyeksikan tumbuh terbatas, dengan laju
pertumbuhan 4,3-4,7%. Tren kebutuhan untuk ekspansi usaha
sebagaimana tercermin dari data konsumsi semen, konsumsi listrik
industri, dan impor barang modal relatif stabil. Ekspektasi kegiatan dunia
usaha 6 bulan mendatang relatif sama baiknya dengan periode
sebelumnya (grafik menunjukkan perkembangan yang mendatar) (grafik
VII.2) namun masih terdapat optimisme terhadap kegiatan bisnis (terlihat
dari jawaban atas kondisi keuangan, ekspektasi jumlah tenaga kerja,
ekspektasi harga yang menyatakan lebih baik). Stimulus fiskal
infrastruktur Pemerintah Daerah diperkirakan akan lebih optimal
realisasinya seiring dengan penetapan APBD 2010 yang lebih awal pada
November 2009 oleh rapat paripurna.
Grafik VI.2 Ekspektasi Situasi Bisnis dan Kegiatan Dunia Usaha (SKDU-BI)
Ekspor dan impor pada triwulan I–2009 diproyeksikan meningkat,
dengan laju pertumbuhan masing-masing 3,9-4,3% dan 6,9-7,3%.
Ekspor komoditi Jakarta terutama kepada negara ASEAN, Amerika dan
Eropa. Permintaan dari negara tersebut diperkirakan semakin meningkat
seiring perekonomian mereka yang mulai bertumbuh. Dengan demikian,
ekspor dari Jakarta diproyeksikan akan meningkat, dimana sebagian
besar ekspor adalah produk industri manufaktur (sekitar 89%). Di sisi
impor kenaikan permintaan bahan baku industri dan konsumsi Jakarta
yang masih kuat, maka impor pada triwulan I-2010 diperkirakan juga
tumbuh meningkat. Namun demikian, seiring penerapan ASEAN China
40
60
80
100
120
140
160
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2007 2008 2009
Indeks Survei Konsumen‐Ekspektasi Konsumen
Ekspektasi penghasilan 6 bulan yad Ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yad
Kondisi ekonomi 6 bulan yad (rhs)
‐15
‐10
‐5
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1‐p
2006 2007 2008 2009 2010
Indeks SBT
Ekspektasi Situasi Bisnis Ekspektasi Kegiatan Dunia Usaha
Sumber : SKDU‐BI
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta 53
Free Trade Agreement (AC-FTA) perlu diwaspadai penurunan kinerja
ekspor barang sektor industri pengolahan. Akan tetapi perkembangan
impor diperkirakan akan meningkat sejalan dengan bertambahnya
komoditas yang dibebaskan bea masuknya (lihat boks I).
2. SISI PENAWARAN
Di sisi penawaran, dengan tumbuhnya beberapa komponen PDRB
pengeluaran, akan saling berkaitan dengan pertumbuhan
komponen PDRB sektoral. Dengan masih kuatnya konsumsi, sektor
perdagangan, pengangkutan, industri, dan keuangan diperkirakan masih
tumbuh meningkat. Sementara itu, investasi yang tumbuh terbatas
terkait dengan terbatasnya penambahan properti (sektor bangunan) dan
penggunaan barang modal lainnya (investasi mesin industri, listrik,
transportasi/komunikasi dan lain-lain). Kinerja sektor industri manufaktur
membaik seiring perkiraan membaiknya ekspor dan impor.
Tabel VII.2. Pertumbuhan Ekonomi dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi
Sektor Industri
Pertumbuhan di sektor industri diproyeksikan sedikit meningkat
dengan perkiraan laju pertumbuhan sebesar 0,2 – 0,6%. Sektor
industri diperkirakan akan terus membaik seiring dengan membaiknya
permintaan ekspor dan tetap tingginya konsumsi domestik. Produk
industri yang diekspor berupa mesin transportasi (porsinya 13%), tekstil
(porsinya 11%), dan mesin (porsinya 9%). Permintaan atas kendaraan
bermotor untuk commercial car, passenger car (grafik I.3) maupun alat
rumah tangga (grafik I.2) masih dalam tren meningkat. Hal ini juga
dikonfirmasi oleh hasil Liaison ke industri manufaktur otomotif bahwa
mereka yakin akan ada peningkatan penjualan domestik pada tahun
2010.
2010
Pertanian 1.4 -0.3 0.7 1.4 0.8 1.4 1.3 3.1 2.0 - 2.4 1.8 - 2.2 1.8-2.2
Pertambangan 1.5 0.1 -0.3 0.0 1.3 0.4 3.5 4.8 3.2 - 3.4 2.9 - 3.3 0.1-0.5
Industri 4.1 3.8 3.9 3.6 4.0 1.7 0.1 -0.3 0.1 - 0.5 0.6 - 1.0 0.2-0.6
Listrik 6.8 7.0 5.6 5.9 6.3 6.2 4.8 5.1 5.0 - 5.4 5.1 - 6.5 6.4-6.8
Bangunan 7.5 7.6 7.8 7.8 7.8 6.3 6.5 6.6 6.6 - 7.0 6.3 - 6.7 6.6 - 7.0
Perdagangan 6.9 6.3 6.1 5.7 6.3 3.9 4.3 5.1 5.0 - 5.4 4.1 - 4.5 5.5-5.9
Pengangkutan 15.0 14.8 15.0 15.0 15.0 15.6 15.2 15.4 15.2 - 15.6 15.2 - 15.6 15.2-15.6
Keuangan 4.1 4.2 4.2 4.8 4.0 4.3 4.0 3.6 4.0 - 4.4 4.0 - 4.4 4.4-4.8
Jasa-jasa 6.3 6.1 6.0 5.9 6.0 5.5 5.9 6.2 6.1 - 6.5 5.6 - 6.0 6.1 - 6.5
PDRB 6.3 6.1 6.1 6.2 6.2 5.2 5.0 5.1 5.2 - 5.6 5.0 - 5.4 5.3 - 5.7* angka sementara BPS DKI Jakarta
p proyeksi BI meningkat melambatmelambat meningkat
Proyeksi Tw IV
2008
I
2009
2008 II III Proyeksi 2009DKI I II III IV Proyeksi Tw I
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
54
Sektor Bangunan
Sektor bangunan diproyeksikan akan stabil dibandingkan dengan
pertumbuhan periode sebelumnya yaitu 6,6–7,0%. Pembangunan
swasta untuk menambah pasokan properti apartemen, retail untuk
disewakan dan dijual masih menyelesaikan target yang belum tercapai.
Sementara itu, beberapa proyek infrastruktur yang akan terus
berlangsung, karena merupakan program dedicated multi years
(menggunakan APBD selama beberapa tahun), diantaranya Banjir Kanal
Timur; lanjutan pembebasan lahan untuk pembangunan jalan tol JORR
W2; rehabilitasi infrastruktur, misalnya pengerukan sungai dan perbaikan
jalan rusak; dan pembangunan 10 tower rusunawa (rumah susun
sederhana sewa) yang mulai tahap tender dan diprakirakan akhir
triwulan I 2010 mulai pengerjaan fisik.
Grafik VII.3 Prospek Properti Apartemen Grafik VII.4 Prospek Properti Perdagangan
Sektor Perdagangan
Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran diproyeksikan tumbuh
meningkat 5,5-5,9%. Subsektor perdagangan masih meningkat
dengan tren indeks survei penjualan eceran yang terus meningkat (grafik
I.2). Di subsektor hotel dan restoran, terdapat optimisme kuatnya daya
beli masyarakat serta perbaikan perekonomian global, yang akan
mendorong wisatawan domestik dan asing datang ke Jakarta. Selain itu,
program Enjoy Jakarta yang dilakukan Pemprov Jakarta yang
menyediakan kemudahan bagi pelancong untuk mengakses hotel dan
restoran di Jakarta beserta jadwal kegiatan hiburan telah mendorong
peningkatan wisatawan masuk.
Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
Sektor pengangkutan diproyeksikan tetap tumbuh tinggi dalam
kisaran 15,2%-15,6%. Pertumbuhan sektor ini masih optimis
meningkat yang berasal antara lain dari membaiknya infrastruktur
subsektor transportasi dalam kota misalnya bus trans Jakarta dan kereta
api komuter. Sementara pada subsektor komunikasi, pelanggan seluler
diperkirakan masih akan meningkat, namun akan terjadi pergeseran dari
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta 55
layanan standard (suara dan pesan) ke layanan data (internet) (Sharing
Vision).
Grafik VII.5 Proyeksi Pelanggan Seluler
Sektor Keuangan dan Persewaan
Sektor keuangan dan persewaan diproyeksikan tumbuh
meningkat pada kisaran 4,1%-4,5%. Seiring dengan prakiraan
membaiknya perekonomian domestik dan global, maka kegiatan di bank
dan lembaga keuangan bukan bank (LKBB) melalui penyaluran kredit
akan meningkat, sedangkan aktivitas pasar saham akan semakin tinggi
seiring dengan optimisme ekonomi ke depan. Optimisme bahwa
ekonomi akan tumbuh lebih baik juga akan diikuti dengan kegiatan
sewa untuk ruang kantor (grafik VII.6).
Grafik VII.6 Prospek Properti Perkantoran
C. INFLASI
Inflasi regional Jakarta pada akhir triwulan I-2010 diperkirakan
masih terjaga dan namun mulai kembali ke pola normalnya. Faktor
pendorong stabilnya inflasi antara lain terjaganya pasokan dan distribusi
bahan makanan dan masih terdapatnya kapasitas produksi yang dapat
ditingkatkan. Namun demikian, pola inflasi akan kembali normal karena
semakin membaiknya konsumsi dan munculnya tekanan pada imported
inflation. Namun demikian, seiring penerapan AC-FTA, sejalan dengan
peningkatan impor dari China khususnya produk bahan makanan,
sandang, dan elektronik, diperkirakan akan menurunkan inflasi pada
kelompok bahan makanan dan perlengkapan rumah tangga (traded
non-food) (Boks - I).
167.7
184.4
199.1
206206
160
170
180
190
200
210
2010 2011 2012 2013 2014
Proyeksi Pelanggan Seluler Indonesia 2010‐2014
Sumber: Sharing Vision
Triwulan IV-2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
56
D. FAKTOR RISIKO
Meskipun terdapat optimisme bahwa perekonomian Jakarta akan
membaik pada satu triwulan ke depan namun terdapat beberapa
risiko yang dapat membawa proyeksi mengarah ke batas bawah.
Dari sisi eksternal, masih tingginya faktor ketidakpastian ekonomi global
dikhawatirkan akan dapat berpengaruh pada perekonomian Indonesia,
misalnya risiko tingkat pengangguran yang masih tinggi dan neraca
rumah tangga yang masih lemah di negara-negara maju. Apabila
perekonomian global kembali memburuk maka hal tersebut dapat
berdampak negatif kepada perekonomian Indonesia, terutama melalui
ekspor. Dan dari sisi penawaran, seiring penerapan AC-FTA, ada potensi
penurunan kinerja sektor industri antara lain industri tekstil, alas kaki,
mainan, elektronik, besi baja, dan fiber sintetik (Boks – I).
Di sisi internal, terdapat beberapa faktor risiko yang dapat
membawa inflasi dapat lebih tinggi dari yang diprakirakan.
Pertama kebijakan harga administered secara nasional terkait dengan
rencana Pemerintah untuk menaikkan harga TDL dan elpiji 12 kg yang
direncanakan dilakukan secara bertahap. Rencana kenaikan TDL terkait
dengan masih besarnya selisih antara biaya produksi listrik dengan harga
jualnya serta masih relatif besarnya subsidi yang diberikan Pemerintah,
sedangkan kenaikan elpiji dipicu oleh masih besarnya perbedaan antara
harga jual LPG dengan harga keekonomiannya. Kedua, kebijakan Pemda
untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) melalui kenaikan tarif
dan retribusi daerah diperkirakan berpotensi meningkatkan harga
barang. Ketiga, gangguan alam seperti potensi dampak El Nino serta
potensi dampak gempa terhadap daerah pertanian, yang mengganggu
pasokan pangan ke Jakarta. Hal ini karena struktur perdagangan DKI
Jakarta masih disokong oleh daerah lain, misalnya beras dimana
pasokannya lebih dari 77 % berasal dari daerah Jawa Barat dan 16%
dari Jawa Tengah.