KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan,...

113
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I website : www.bi.go.id email : [email protected] 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Transcript of KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan,...

Page 1: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

TRIWULAN I

website : www.bi.go.id email : [email protected]

2015

KAJIAN EKONOMI DAN

KEUANGAN REGIONAL

Page 2: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

VISI BANK INDONESIA :

kredibel dan terbaik di regional

melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian

inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

MISI BANK INDONESIA :

1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi

kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi

yang berkualitas;

2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien

serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk

mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi

pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional;

3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang

berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan

stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan

akses dan kepentingan nasional;

4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia

yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta

melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka

NILAI-NILAI STRATEGIS ORGANISASI BANK INDONESIA :

-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan pegawai

untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Trust and Integrity,

Professionalism, Excellence, Public Interest, dan Coordination and Teamwork

Page 3: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kata Pengantar

iii

BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

terbitan rutin triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan

perbankan di Provinsi Riau. Terbitan kali ini memberikan gambaran perkembangan

ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau pada triwulan IV 2014 dengan penekanan

kajian pada kondisi ekonomi makro regional (PDRB dan Keuangan Daerah), Inflasi,

Perbankan dan Sistem Pembayaran, Ketenagakerjaan dan Prakiraan Perkembangan

Ekonomi Daerah pada triwulan I 2015. Analisis dilakukan berdasarkan data laporan

bulanan bank umum, data ekspor-impor yang diolah oleh Kantor Pusat Bank

Indonesia, data PDRB dan inflasi yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS)

Provinsi Riau, serta data dari instansi/lembaga terkait lainnya.

Tujuan dari penyusunan buku KEKR ini adalah untuk memberikan informasi kepada

stakeholders tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau,

dengan harapan kajian tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber

referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak

lain yang membutuhkan.

Kami menyadari masih banyak hal yang harus dilakukan untuk menyempurnakan

buku ini. Oleh karena itu kritik, saran, dukungan penyediaan data dan informasi

sangat diharapkan.

Pekanbaru, 20 Mei 2015

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau

Mahdi Muhammad Direktur

KATA PENGANTAR

Page 4: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kata Pengantar

iv

duduk di rumah memegang amanah

duduk di tanah memegang petuah

duduk di kampung menjadi payung

duduk di banjar bertunjuk ajar

duduk di ladang tenggang menenggang

duduk di negeri tahukan diri

duduk di dusun ia penyantun

duduk beramai elok perangai

apa tanda Melayu bertuah,

tahu berguru pada yang sudah

tahu berbuat pada yang ada

tahu memandang jauh ke muka

apa tanda Melayu terbilang,

dada lapang pandangan panjang

Page 5: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Daftar Isi

iv

HALAMAN

Kata Pengantar ..................................................................................................... iii

Daftar Isi ............................................................................................................... iv

Daftar Tabel ......................................................................................................... vii

Daftar Grafik ........................................................................................................ ix

Daftar Gambar...................................................................................................... xiii

Tabel Indikator Ekonomi Terpilih............................................................................ xiv

RINGKASAN EKSEKUTIF ........................................................................................ 1

BAB 1. KONDISI EKONOMI MAKRO REGIONAL .............................................. 8

1.

2.

Kondisi Umum...........................................................................

PDRB Sisi Penggunaan...............................................................

8

9

2.1. Konsumsi ..................................................................... 10

2.2 Investasi ....................................................................... 12

2.3 Ekspor dan Impor ......................................................... 14

2.3.1. Ekspor ................................................................

2.3.2. Impor .................................................................

14

17

3. PDRB Sektoral ........................................................................... 18

3.1. Sektor Pertanian ........................................................... 19

3.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian .......................... 20

3.3. Sektor Industri Pengolahan ........................................... 21

3.4. Sektor Perdagangan, Besar dan Eceran, dan Reparasi

Mobil dan Sepeda Motor..................................

22

3.5. Sektor Konstruksi.......................................................... 24

Boks 1 Dampak Depresiasi Nilai Tukar Rupiah Terhadap Kinerja

Perekonomian Daerah

Boks 2 Identifikasi Permasalahan Investasi (Growth Diagnostic) di

Provinsi Riau

DAFTAR ISI

Page 6: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Daftar Isi

v

HALAMAN

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH ................................................... 26

1. Kondisi Umum........................................................................... 26

2. Perkembangan Inflasi Tahunan (yoy)

2.1. Inflasi Kota.........................................................................

2.1.1. Inflasi Kota Pekanbaru..............................................

2.1.2. Inflasi Kota Dumai....................................................

2.1.3. Inflasi Kota Tembilahan............................................

2.2. Disagregasi Inflasi...............................................................

2.2.1.Inflasi Inti (Core)........................................................

2.2.2. Inflasi Volatile Foods.................................................

2.2.3. Inflasi Administered Price..........................................

27

31

31

32

33

34

35

36

37

Boks 3. Perkembangan Program Kedaulatan Pangan di Provinsi Riau

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DAERAH 39

1. Kondisi Umum........................................................................... 39

2. 40

2.1. Perkembangan .................................... 41

2.1.1. Perkembangan Jaringan Kantor ...................... 41

2.1.2. Perkembangan Aset ............................................. 41

2.1.3. .................................... 42

2.1.3.1. Perkembangan Penyaluran Kredit........... 42

2.1.3.2. Konsentrasi Kredit ................................. 43

46

2.1.3.4. Kelonggaran Tarik (Undisbursed Loan) 48

49

51

2.1.5. Perkembangan Loan to Deposit Ratio 53

54

2.1.6.1. Spread 54

2.2. Perbankan Syariah ......................................................... 55

2.3 56

Page 7: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Daftar Isi

vi

HALAMAN

3.Perkembangan Transaksi Pembayaran............................................. 58

3.1. .................................................... 58

3.2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai....................... 58

3.2.1. Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow-Outflow).... 58

59

60

61

3.3. 61

3.3.2. Real Time Gross Settlement 62

BAB 4 KONDISI KEUANGAN DAERAH ........................................................... 64

1. Kondisi Umum .......................................................................... 68

2. Realisasi APBD 2013.................................................................. 65

2.1. Realisasi Pendapatan..................................................... 65

2.2. Realisasi Belanja............................................................. 67

BAB 5 Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah ............................ 69

1. ....... 69

2. Ketenagakerjaan... ....... 70

BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN 75

1. ....... 75

2. Perkiraan Inflasi...... ................ 77

Daftar Istilah xvii

Page 8: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Daftar Isi

vii

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 9: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Tabel

vii

HALAMAN

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy) ............................. 10

Tabel 1.2. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas

Riau (Ribu Ton) ................................................................................ 14

Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral (yoy,%) .............................. 18

Tabel 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan Riau

(dalam Rp Juta) ................................................................................ 40

Tabel 3.2. Perkembangan Jaringan Kantor Bank Umum di

Riau Triwulan I 2015 ......................................................................... 41

Tabel 3.3. Posisi Kredit Bank Umum Di Provinsi Riau

(dalam Rp juta) ................................................................................ 42

Tabel 3.4. Kredit Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau

(Rp juta) .......................................................................................... 44

Tabel 3.5. Distribusi Penyaluran Kredit Lokasi

Proyek Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau (Rp juta) ................. 45

Tabel 3.6. Perkembangan Kredit UMKM di Provinsi Riau (Rp juta) ...................... 47

Tabel 3.7. NPLs Kredit UMKM di Provinsi Riau Tw IV 2014

Menurut Sektor Ekonomi .................................................................. 47

Tabel 3.8. Sebaran Kredit UMKM menurut Sektor Ekonomi

(Rp juta) .......................................................................................... 48

Tabel 3.9. Sebaran Kredit UMKM menurut Jenis Penggunaan

(Rp juta) .......................................................................................... 48

Tabel 3.10. NPLs Per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau .......................................... 50

Tabel 3.11. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Riau ............................ 50

DAFTAR TABEL

Page 10: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Tabel

viii

Tabel 3.12. Perkembangan DPK di Provinsi Riau (Rp miliar) ................................. 51

Tabel 3.13. Perkembangan DPK di Provinsi Riau Menurut

Kepemilikan (Rp juta) ...................................................................... 52

Tabel 3.14. Penghimpunan DPK Berdasarkan Kota/Kabupaten

di Provinsi Riau ................................................................................ 53

Tabel 3.15. Indikator Kinerja Utama Perbankan Syariah di

Provinsi Riau (Rp juta) ..................................................................... 55

Tabel 3.16. Indikator Kinerja Utama BPR/S di Provinsi Riau

(dalam Rp juta) ............................................................................... 58

Tabel 3.17. Perkembangan Nilai BI-RTGS di Provinsi Riau

Triwulan IV 2014 dan Triwulan I 2015 (dalam Rp miliar) ................... 64

Tabel 3.18. Perkembangan Volume Warkat BI-RTGS di Riau Triwulan

IV 2014 dan Triwulan I 2015 ............................................................ 64

Tabel 4.1. Ringkasan Realisasi APBD Riau Tahun 2014 dan 2015 ....................... 65

Tabel 4.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Riau

Triwulan I 2014 dan Triwulan I 2015 (Rp miliar) ............................... 66

Tabel 4.3. Ringkasan Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Riau Triwulan I 2015 66

Tabel 4.4. Realisasi Belanja Daerah Provinsi Riau

Triwulan I 2014 danTriwulan I 2015 (Rp miliar) ................................ 67

Tabel 4.5. Realisasi Belanja Daerah Provinsi Riau Triwulan I 2015 ...................... 68

Tabel 5.1. Penduduk Usia Kerja Menurut Kegiatan Utama (Jiwa) ....................... 71

Tabel 6.1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Aktual dan

Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II 2015 ............................. 76

Tabel 6.2. Perkembangan Inflasi Aktual dan Prakiraan

Inflasi Riau Triwulan II 2015 .............................................................. 77

Page 11: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Grafik

ix

HALAMAN

Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional Secara Tahunan (yoy,%) ... 9

Grafik 1.2. Perkembangan Indeks Pengeluaran Saat Ini Dibandingkan Tiga

Bulan yang Lalu ............................................................................... 11

Grafik 1.3. Perkembangan Indeks Konsumsi Barang-Barang Kebutuhan Tahan

Lama ............................................................................................... 11

Grafik 1.4. Perkembangan Kredit Durable Goods ............................................... 11

Grafik 1.5. Perkembangan Kredit Perumahan .................................................... 11

Grafik 1.6. Perkembangan Kredit Multiguna ...................................................... 12

Grafik 1.7. Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor ...................................... 12

Grafik 1.8. Pergerakan Indeks Keyakinan Konsumen Riau 2011-2015 ............... 12

Grafik 1.9. Realisasi Belanja Pemerintah Daerah 2011-2015 Provinsi Riau .......... 12

Grafik 1.10. Perkembangan Nilai Realisasi PMA dan PMDN di Provinsi Riau ........ 13

Grafik 1.11. Perkembangan Jumlah proyek PMA dan PMDN di Provinsi Riau ...... 13

Grafik 1.12. Perkembangan Realisasi Investasi di Riau ......................................... 13

Grafik 1.13. Perkembangan PMI Tiongkok ......................................................... 15

Grafik 1.14. Perkembangan Volume Ekspor CPO dan Turunan Riau .................... 15

Grafik 1.15. Perkembangan Volume Ekspor Pulp and Paper Riau ...................... 15

Grafik 1.16. Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau ................................ 16

Grafik 1.17. Perkembangan Volume Ekspor Karet Olahan Riau ........................... 16

Grafik 1.18. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau

Menurut Wilayah Tujuan ................................................................. 16

Grafik 1.19. Perkembangan Volume Impor Barang Modal di Provinsi Riau .......... 17

Grafik 1.20. Perkembangan Impor Barang Konsumsi ......................................... 17

Grafik 1.21. Perkembangan Volume Impor Barang Intermedier ......................... 18

Grafik 1.22. Perkembangan Impor Non Migas Riau ............................................ 18

Grafik 1.23. Perkembangan Usaha Sektor Pertanian, Perkebunan,

dan Peternakan ............................................................................. 19

DAFTAR GRAFIK

Page 12: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Grafik

x

Grafik 1.24. Pertumbuhan Kapasitas Produksi Terpakai Sektor Pertanian ............ 19

Grafik 1.25. Perkembangan Volume Lifting Minyak Bumi di Provinsi Riau ........... 20

Grafik 1.26. Perkembangan Konsumsi CPO Dunia ............................................ 21

Grafik 1.27. Perkembangan KapasitasTerpakai Indutri Pengolahan .................... 21

Grafik 1.28. Perkembangan Harga TBS Domestik dan CPO Global ..................... 22

Grafik 1.29. Perkembangan Ekspor CPO dan Turunan Provinsi Riau ................... 22

Grafik 1.30. Realisasi Perkembangan Kegiatan Usaha Sektor Perdagangan

di Riau ............................................................................................ 23

Grafik 1.31. Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan di Riau ......................... 23

Grafik 1.32. Perkembangan Indeks Penjualan Riil ............................................... 23

Grafik 1.33. Perkembangan Kredit Perdagangan Besar dan Eceran Makanan,

Minuman dan Tembakau di Riau .................................................... 24

Grafik 1.34. Perkembangan Kredit Perdagangan Kelapa dan Kelapa Sawit ......... 24

Grafik 1.35. Konsumsi Semen Riau .................................................................... 24

Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi di Riau dan Nasional (yoy) ............................. 28

Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi di Ketiga Kota di Riau (yoy) ........................... 28

Grafik 2.3. Inflasi dan Sumbangan KelompokBarang

dan Jasa yang di Survey (yoy) ......................................................... 29

Gr afik 2.4. Perkembangan Inflasi Riau Nasional secara Triwulanan (qtq) ........... 29

Grafik 2.5. Historis Inflasi selama Tw I di Provinsi Riau (qtq) ............................. 30

Grafik 2.6. Inflasi dan Kontribusi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa

yang di Survei Tw I 2015 di Riau (qtq) 31

Grafik 2.7. Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru dan Rata-rata

Historis Tw I (2011-2015) ............................................................... 32

Grafik 2.8. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa

di Kota Pekanbaru Tw I 2015 ......................................................... 32

Grafik 2.9 Perkembangan Inflasi Kota Dumai dan Rata-rata

Historis Tw I (2011-2015) ............................................................... 33

Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan

Jasa di Kota Dumai Tw I 2015 ........................................................ 33

Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota Tembilahan .......................................... 34

Grafik 2.12. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota

Tembilahan Tw I 2015 .................................................................... 34

Grafik 2.13. Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (yoy) .......................................... 35

Page 13: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Grafik

xi

Grafik 2.14. Perkembangan Inflasi Inti (core) di Riau (yoy) ................................ 36

Grafik 2.15. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD .......................... 36

Grafik 2.16. Perkembangan Harga Emas Dunia ................................................. 36

Grafik 2.17. Perkembangan Inflasi Tradables Goods

dan Non Tradable Goods (yoy) ...................................................... 36

Grafik 2.18. Perkembangan Inflasi Volatile Food di Riau (yoy) ............................. 37

Grafik 2.19. Perkembangan Harga Komoditas Beras dan

37

Grafik 2.20. Perkembangan inflasi Administered Price 38

Grafik 3.1. Perkembangan Aset Bank Umum di Provinsi Riau .......................... 41

Grafik 3.2. Perkembangan Pangsa Aset Bank Umum Menurut Kelompok ....... 41

Grafik 3.3. Perkembangan Pangsa Kredit Menurut Jenis Penggunaan (%) ........ 44

Grafik 3.4. Pertumbuhan Penyaluran Kredit Menurut Jenis Penggunaan (qtq) . 44

Grafik 3.5. Pertumbuhan Penyaluran Kredit Menurut Jenis Penggunaan (yoy) . 44

Grafik 3.6. Perkembangan Jumlah Rekening Kredit Perbankan ........................ 46

Grafik 3.7. Perkembangan Undisbursed Loan Bank umum di Riau .................... 49

Grafik 3.8. Perkembangan NPL Gross di Provinsi Riau ..................................... 49

Grafik 3.9. Perkembangan Jumlah Rekening Dana .......................................... 52

Grafik 3.10. Perkembangan LDR Di Provinsi Riau .............................................. 54

Grafik 3.11. Perkembangan Suku Bunga Rata-Rata Tertimbang Kredit

dan Deposito 3 Bulan .................................................................... 55

Grafik 3.12. Perkembangan Inflow dan Outflow ............................................... 59

Grafik 3.13. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang

Dimusnahkan Terhadap Inflow di Provinsi Riau .............................. 60

Grafik 3.14. Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Provinsi Riau . 61

Grafik 3.15. Perkembangan Transaksi Kliring di Provinsi Riau ............................ 62

Grafik 5.1. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Feb-2015 ............................. 71

Grafik 5.2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Feb-2015 ...................... 71

Grafik 5.3. Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Kerja Utama di Riau ... 72

Grafik 5.4. Status Pekerjaan Utama ................................................................ 73

Grafik 5.5. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Tingkat

Pengangguran Terbuka (%) ........................................................... 74

Grafik 5.6. Jumlah Jam Kerja per Minggu ........................................................ 74

Grafik 5.7. Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan .......................................... 74

Page 14: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Grafik

xii

Grafik 5.8. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Tingkat Pendidikan yang

Ditamatkan .................................................................................... 75

Grafik 5.9. Perkembangan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja ....................... 75

Grafik 6.1. Perkembangan Indeks Perkiraan Pengeluaran Dibandingkan

3 Bulan yang Mendatang ................................................................ 78

Grafik 6.2. Perkembangan Harga Minyak WTI .................................................. 78

Page 15: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Gambar

xiii

HALAMAN

Gambar 2.1. Inflasi Riau dan Nasional Tw I 2015 dibandingkan dengan

Historisnya (yoy).....................................

27

DAFTAR GAMBAR

Page 16: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Tabel Indikator

xv

2015

Tw I Tw II Tw III Tw IV I

Indeks Harga Konsumen*) :

- Provinsi Riau 111.51 112.42 115.00 119.90 118.39

- Kota Pekanbaru 111.13 111.89 114.51 119.56 117.98

- Kota Dumai 111.27 112.62 115.02 119.60 118.50

- Kota Tembilahan 116.05 117.61 120.11 124.06 122.58

Laju Inflasi Tahunan (yoy, %) :

- Provinsi Riau 7.75 6.59 5.81 8.65 6.17

- Kota Pekanbaru 7.38 6.17 5.50 8.53 6.16

- Kota Dumai 7.26 6.78 5.88 8.53 6.50

- Kota Tembilahan 12.59 10.64 8.91 10.06 5.63

Pertumbuhan PDRB (yoy %, dengan migas) 3.93 2.90 2.67 1.05 (0.18)

Nilai Ekspor Non Migas (Juta USD) 2,988.85 2,833.27 3,075.96 3,162.66 2,596.67

Volume Ekspor Non Migas (ribu Ton) 4,442.86 4,119.36 4,548.42 5,196.40 4,348.07

Nilai Impor Non Migas (Juta USD) 407.21 351.21 380.77 299.12 303.88

Volume Impor Non Migas (ribu Ton) 542.25 585.34 602.44 686.66 723.75

INDIKATOR 2015

(dalam Rp juta) Tw I Tw II Tw III Tw IV I

Bank Umum

Total Aset 73,201,701 82,036,875 86,572,336 85,652,213 90,534,888

DPK 54,466,287 60,795,211 63,383,834 64,143,197 66,525,297

- Giro 12,556,764 16,863,613 14,828,129 13,723,591 15,108,109

- Tabungan 27,363,917 26,936,859 27,586,835 29,478,220 27,139,376

- Deposito 14,545,606 16,994,736 20,968,870 20,941,386 24,277,812

Kredit - berdasarkan lokasi proyek 67,020,254 72,391,925 71,441,476 74,731,969 74,812,059

LDR - Lokasi Proyek (%) 123.05 119.08 112.71 116.51 112.46

Kredit 48,487,679 50,668,252 50,978,867 52,283,437 52,401,716

- Modal Kerja 14,871,302 15,620,041 15,971,702 16,318,273 16,078,784

- Investasi 15,482,142 16,292,777 16,080,635 16,621,249 16,716,814

- Konsumsi 18,134,236 18,755,434 18,926,530 19,343,915 19,606,118

- LDR (%) 89.02 83.34 80.43 81.51 78.77

- NPL (%) 3.32 3.54 3.57 3.46 3.64

Kredit UMKM 18,094,921 19,753,458 19,687,770 20,032,690 19,809,940

- Mikro 4,424,699 5,210,241 4,940,401 5,402,536 5,461,112

- Kecil 7,030,433 7,279,402 7,669,811 7,531,647 7,439,193

- Menengah 6,639,789 7,263,815 7,077,558 7,098,507 6,909,635

NPL MKM (%) 5.12 5.82 5.99 5.49 6.20

BPR

Total Aset 1,102,376 1,091,313 1,106,417 1,160,162 1,189,489

DPK 748,775 744,336 770,216 809,748 847,560

- Tabungan (RpMiliar) 336,569 345,835 352,030 356,075 364,632

- Deposito (Rp ) 412,206 398,502 418,186 453,673 482,929

Kredit - berdasarkan lokasi proyek 762,700 782,561 815,127 836,111 864,307

Rasio NPL 15.47 15.78 15.56 13.75 14.45

LDR 101.86 105.14 105.83 103.26 101.98

B. PERBANKAN

2014

2014

A. INFLASI DAN PDRB

INDIKATOR

TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH

Page 17: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Tabel Indikator

xvi

C. SISTEM PEMBAYARAN

2015

I II III IV I

247,524 2,250,641 2,610,379 3,154,898 (164,116)

1,884,781 1,135,202 2,330,869 721,361 1,798,608

2,132,305 3,385,843 4,941,248 3,876,259 1,634,492

Pemusnahan Uang (Jutaan lembar/keping) 380,769 317,520 196,336 249,464 185,727

Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) 73,538 97,703 90,461 104,120 98,879

Volume Transaksi RTGS (lembar) 47,244 48,670 48,509 52,078 31,327

Rata-rata Harian Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) 1,226 1,656 1,413 1,578 1,595

Rata-rata Harian Volume Transaksi RTGS (lembar) 787 825 758 789 505

Nominal Tolakan Cek/BG Kosong 199,841 251,359 189,004 182,239 102,583

Volume Tolakan Cek/BG Kosong 5,522 6,931 5,737 5,415 3,343

Rata-rata Harian Nominal Cek/BG Kosong 3,331 4,260 3,150 2,988 1,655

Rata-rata Harian Cek/BG Kosong 60 59 60 61 62

2014

Inflow

Outflow

Posisi Kas Gabungan

INDIKATOR

TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH

Page 18: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

1

I. GAMBARAN UMUM

Perekonomian Riau pada triwulan I 2015 mengalami penurunan dibandingkan

triwulan IV 2014 dan triwulan I 2014. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau pada

triwulan I 2015 tercatat mengalami kontraksi sebesar 0,18% (yoy), dan 3,83%

(qtq). Menurunnya kinerja sektor pertambangan dan penggalian, serta sektor

industri pengolahan mendorong kontraksi pertumbuhan ekonomi dari sisi sektoral.

Di sisi lain, masih tumbuhnya konsumsi rumah tangga menjadi penahan penurunan

perekonomian dari sisi penggunaan.

RINGKASAN EKSEKUTIF

Page 19: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

2

Penurunan ekonomi Riau pada triwulan I 2015 utamanya disebabkan oleh

penurunan kinerja sektor pertambangan dan sektor penggalian dan sektor

industri pengolahan. Sementara sektor perdagangan besar dan eceran dan

reparasi mobil dan sepeda motor dan sektor konstruksi tercatat mengalami

perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, sektor pertanian,

kehutanan, dan perikanan tercatat mengalami peningkatan dibandingkan

triwulan sebelumnya.

Dari sisi penggunaan, penurunan kinerja ekonomi utamanya disebabkan oleh

penurunan ekspor dan perlambatan pada konsumsi. Pelemahan ekonomi

global dan harga komoditas internasional diperkirakan menjadi penyebab

terkontraksinya ekspor luar negeri Riau pada triwulan laporan.

II. ASSESMEN MAKROEKONOMI REGIONAL

Pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan I 2015 masih didorong oleh

pertumbuhan konsumsi rumah tangga meskipun tercatat mengalami

perlambatan dibandingkan triwulan IV 2014. Pertumbuhan konsumsi

rumah tangga Provinsi Riau pada triwulan I 2015 tercatat melambat

dibandingkan triwulan IV 2014, yakni dari 8,59% (yoy) menjadi 6,00%

(yoy). Perkembangan investasi (PMTB) di Riau pada triwulan I 2015 tercatat

mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari

0,52% (yoy) menjadi 1,33% (yoy). Peningkatan investasi yang diiringi

dengan peningkatan konsumsi pemerintah tidak dapat mengimbangi

kinerja net ekspor yang memburuk sehingga perekonomian terkontraksi

pada triwulan laporan. Penurunan kinerja impor namun diikuti dengan

penurunan ekspor yang cukup dalam mengakibatkan kinerja net ekspor

menurun dibandingkan triwulan sebelumnya.

Dari sisi sektoral, penurunan terjadi pada sektor pertambangan dan

penggalian dan sektor industri pengolahan. Sementara sektor perdagangan

besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor mengalami

perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, peningkatan

kinerja sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan diperkirakan menahan

laju penurunan perekonomian Riau pada triwulan I 2015. Pertumbuhan

sektor pertanian Riau pada triwulan laporan mengalami peningkatan yaitu

Pertumbuhan ekonomi Riau di triwulan VI 2014 mengalami penurunan.

Motor penggerak ekonomi Riau pada triwulan I 2015 masih berasal dari

konsumsi.

Secara sektoral, perlambatan ekonomi utamanya disumbang oleh sektor pertambangan dan sektor industri pengolahan.

Penurunan pertumbuhan ekonomi didorong oleh penurunan kinerja sektor pertambangan dan sektor indystri pengolahan..

Page 20: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

3

dari 5,3% (yoy) menjadi 7,42% (yoy). Di sisi lain, kinerja sektor

pertambangan dan sektor pengolahan Riau pada triwulan I 2015 masing-

masing tercatat mengalami kontraksi sebesar 9,02% (yoy) dan 0,54%

(yoy).

III. ASSESMEN INFLASI

Perkembangan inflasi Provinsi Riau pada triwulan I 2015 berada pada level

lebih rendah dari perkiraan sebelumnya. Tekanan inflasi Riau pada triwulan

I 2015 (yoy)1 mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Penurunan tekanan inflasi bersumber dari kelompok

administered prices akibat penurunan harga BBM yang terjadi dua kali

pada bulan Januari 2015 yang lalu. Namun demikian, inflasi Riau pada

triwulan laporan masih berada di atas sasaran inflasi nasional tahun 2015

yang ditetapkan sebesar 4%±1% (yoy). Secara tahunan, penurunan inflasi

Riau disebabkan oleh menurunnya tekanan dari kelompok administered

price, akibat penurunan harga BBM bersubsidi2 yang terjadi pada bulan

Januari 2014, diikuti oleh penyesuaian tarif angkutan udara dan angkutan

antar kota. Selain itu, penurunan harga LPG 12 Kg pada Januari 2015 lalu

juga mendorong penurunan inflasi kelompok administered price. Selain itu,

perkembangan inflasi pada kelompok volatile food juga memberikan

kontribusi penurunan tingkat inflasi.

Bila dilihat dari kota yang disurvei di Provinsi Riau, inflasi tertinggi masih

terjadi di Kota Dumai yaitu mencapai 6,50% (yoy), diikuti oleh Kota

Pekanbaru dan Kota Tembilahan masing-masing-masing 6,16% dan

5,63% (yoy). Tekanan inflasi pada ketiga kota tersebut menunjukkan

penurunan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pencapaian

inflasi tersebut juga menunjukkan disparitas inflasi antar ketiga kota

(terutama Tembilahan dengan Pekanbaru dan Dumai) relatif mengecil.

1 yoy (year on year) atau inflasi tahunan merupakan perbandingan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan laporan dengan IHK di bulan yang sama tahun sebelumnya 2 Sejalan menurunnya harga minyak dunia, 1 Januari 2015 Pemerintah Pusat menurunkan harga BBM bersubsidi yaitu premium turun menjadi Rp7.600,- dan solar Rp7.250,-. Penurunan harga BBM berlanjut pada 19 Januari 2015, harga BBM premium turun menjadi Rp6.600,- (luar Jawa), Rp6.700,- (jawa & Madura), dan Rp7.000,- (Bali). Solar turun menjadi Rp6.400,- dan harga LPG 12 Kg menjadi Rp129.000,-

Faktor utama penyebab menurunnya inflasi Riau pada triwulan I 2015 didominasi oleh penurunan

harga BBM.

Kota Pekanbaru tercatat mengalami inflasi sebesar 6,16% (yoy), Kota Dumai sebesar 6,50% (yoy), dan Kota Tembilahan sebesar 5,63% (yoy).

Page 21: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

4

IV. ASSESMEN KEUANGAN

Perbankan

Kinerja perbankan Riau pada triwulan laporan relatif lebih baik bila

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini dapat terlihat dari

pertumbuhan aset perbankan Riau yang mencapai Rp91,72 triliun atau

meningkat dari 11,43% (yoy) menjadi 23,44% (yoy). Sejalan dengan

pertumbuhan aset, kredit perbankan Riau juga tumbuh membaik

dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 7,31% (yoy) menjadi 8,15%

(yoy). Posisi kredit perbankan Riau pada triwulan I mencapai Rp 53,26 triliun.

Namun, kredit yang disalurkan oleh perbankan Riau tercatat lebih tinggi bila

dilihat berdasarkan lokasi proyek, yaitu mencapai Rp 74,81 triliun atau

tumbuh 9,46% (yoy). Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan Riau juga tumbuh

lebih tinggi yaitu sebesar 22,02% (yoy) dari 15,53% (yoy) pada triwulan

sebelumnya.

Pada triwulan I 2015, LDR perbankan Riau tercatat menurun yaitu dari

81,78% menjadi 79,06%. Begitu pula dengan LDR berdasarkan lokasi

proyek yang juga tercatat mengalami penurunan dari 115,08% menjadi

111,04%. Sementara itu, kualitas kredit yang disalurkan relatif menurun

yaitu sebesar 3,82%, meski demikian masih berada dalam batas aman yang

ditetapkan.

Total kredit yang disalurkan kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

(UMKM) oleh bank umum di Provinsi Riau mencapai Rp19,80 triliun pada

triwulan I 2015, melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari

15,50% (yoy) menjadi 12,46% (yoy). Porsi kredit yang diserap UMKM dari

total kredit yang diberikan bank umum di Provinsi Riau juga mengalami

penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 38,32% menjadi

37,80. Sementara, perkembangan kualitas kredit UMKM perlu mendapat

perhatian karena NPL tercatat meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya yaitu dari 5,49% menjadi 6,20%, dan berada di atas batas

wajar yang ditentukan BI yaitu sebesar 5%.

Penyaluran kredit kepada UMKM tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya

Kegiatan usaha perbankan Riau cenderung membaik tercermin dari peningkatan pertumbuhan aset, DPK dan kredit

Intermediasi perbankan mengalami penurunan disertai dengan menurunnya kualitas kredit

Page 22: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

5

Kinerja perbankan syariah pada triwulan I 2015 di Provinsi Riau menunjukkan

penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan aset, dan dana

masih menunjukkan arah negatif dibandingkan periode yang sama pada

tahun lalu, namun pembiayaan masih tercatat tumbuh positif serta sedikit

meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.

Secara umum, kegiatan usaha BPR/S pada triwulan laporan juga

menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Kondisi ini tercermin dari

pertumbuhan yang meningkat baik dari sisi aset, dana, maupun jumlah

kredit yang disalurkan oleh perbankan syariah dibandingkan dengan

triwulan IV 2014. Jumlah BPR/S yang beroperasi di Provinsi Riau tidak

mengalami perubahan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu sebanyak

35 BPR/S.

Keuangan Daerah

Total alokasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau

pada tahun 2015 secara umum meningkat dibandingkan tahun 2014.

Meskipun demikian, realisasi anggaran APBD pada triwulan I-2015 masih

relatif minim, terutama pada komponen belanja daerah. Realisasi anggaran

pendapatan Provinsi Riau pada triwulan I-2015 mencapai 19,72% atau

sebesar Rp1,72 triliun. Sementara, realisasi anggaran belanjanya tercatat

lebih rendah, yaitu sebesar Rp488,76 miliar atau sekitar 4,57% dari total

anggaran yang dialokasikan.

Realisasi anggaran pendapatan Riau pada triwulan I-2015 mencapai

19,72% atau sebesar Rp1,72 triliun. Realisasi pendapatan hingga triwulan I

2015 meningkat signifikan dibandingkan triwulan I 2014 yang mencapai

Rp195,07 miliar. Sementara itu, realisasi anggaran belanja Provinsi Riau

pada triwulan I-2015 tercatat sebesar Rp487,76 miliar atau sebesar 4,57%

dari total anggaran yang dialokasikan.

Realisasi alokasi APBD daerah hingga triwulan I 2015 masih relatif minim namun meningkat dibandingkan periode yang sama pada tahun

sebelumnya

Page 23: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

6

V. PROSPEK

Perekonomian Daerah

Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan II-2015 secara umum

diperkirakan relatif meningkat dibandingkan triwulan I-2015. Pertumbuhan

ekonomi Riau secara tahunan diperkirakan berada pada kisaran -0,1-0,5%

(yoy). Sumber pertumbuhan dari sisi penggunaan diperkirakan masih

berasal dari konsumsi domestik, sementara perbaikan kinerja sektor utama

diperkirakan akan mendorong pertumbuhan perekonomian Riau pada

triwulan II 2015.

Ditinjau dari sisi penggunaan, motor penggerak pertumbuhan diperkirakan

masih ditopang oleh permintaan domestik terutama konsumsi rumah

tangga, meskipun pertumbuhannya diperkirakan melambat. Konsumsi

pemerintah diperkirakan akan relatif meningkat, terkait dengan mulai

terealisasinya APBD. Selain itu, perkembangan investasi diperkirakan relatif

stabil dibandingkan triwulan sebelumnya. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor

diperkirakan mulai membaik sejalan dengan mulai membaiknya harga

komoditas global yang ditandai dengan perkembangan harga minyak

dunia yang mulai meningkat pada awal triwulan II 2015.

Sementara itu, kinerja sektor pertanian diperkirakan masih relatif stabil

dibandingkan triwulan I 2015. Faktor pendorong pertumbuhan

diperkirakan berasal dari subsektor perkebunan sawit. Beberapa contact

liaison Bank Indonesia menyatakan bertambahnya produksi tanaman

menghasilkan hasil replanting yang dilakukan sekitar tahun 2010-2011 (4

tahun yang lalu). Selanjutnya, perkembangan sektor industri pengolahan

diperkirakan akan relatif meningkat sehubungan dengan meningkatnya

pasokan bahan baku yang tercermin dari peningkatan kinerja sektor

pertanian pada triwulan I 2015.

Prospek perekonomian Riau pada triwulan II 2015 diperkirakan relatif meningkat yakni berada pada kisaran -

0,1%-0,5% (yoy).

Page 24: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

7

Inflasi

Inflasi Riau pada triwulan mendatang diperkirakan akan cenderung

meningkat, yaitu berada pada kisaran 7,2-7,8% (yoy). Sedangkan secara

triwulanan, inflasi diperkirakan berkisar 1,8-2,3% (qtq). Inflasi Riau pada

triwulan II 2015 diperkirakan masih akan berasal dari inflasi administered

price dan inflasi volatile foods. Inflasi kelompok administered price

utamanya diperkirakan akibat peningkatan harga BBM seiring dengan

meningkatnya harga minyak internasional. Selain itu, kenaikan tarif dasar

listrik dan LPG 12 kg diperkirakan juga akan memberikan dampak terhadap

tekanan inflasi Riau selama triwulan ke depan. Selanjutnya, peningkatan

inflasi volatile foods diperkirakan bersumber dari kenaikan harga bahan

makanan menyambut Ramadhan dan Hari Raya Besar Keagamaan. Selain

itu, kenaikan biaya distribusi bahan makanan terkait kenaikan harga BBM

diperkirakan juga akan memberikan tekanan yang berarti pada inflasi

kelompok volatile food.

Proyeksi inflasi pada triwulan II 2015 diperkirakan mencapai 7,2%-7,8% (yoy)

Page 25: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

8

1. KONDISI UMUM

Perekonomian Riau pada triwulan I 2015 mengalami penurunan dibandingkan

triwulan IV 2014 dan triwulan I 2014. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau pada

triwulan I 2015 tercatat mengalami kontraksi sebesar 0,18% (yoy), dan 3,83%

(qtq). Menurunnya kinerja sektor pertambangan dan penggalian, serta sektor

industri pengolahan mendorong kontraksi pertumbuhan ekonomi dari sisi sektoral.

Di sisi lain, masih tumbuhnya konsumsi rumah tangga menjadi penahan penurunan

perekonomian dari sisi penggunaan.

Bab 1 KONDISI EKONOMI

MAKRO REGIONAL

Page 26: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

9

Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional Secara Tahunan (yoy,%)

Sumber: BPS

Penurunan ekonomi Riau pada triwulan I 2015 utamanya disebabkan oleh

penurunan kinerja sektor pertambangan dan sektor penggalian dan sektor industri

pengolahan. Sementara sektor perdagangan besar dan eceran dan reparasi mobil

dan sepeda motor dan sektor konstruksi tercatat mengalami perlambatan

dibandingkan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, sektor pertanian, kehutanan, dan

perikanan tercatat mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.

Penurunan kinerja sektor pertambangan dan penggalian terkait dengan semakin

menurunnya produktivitas sumur minyak existing. Sementara itu, penurunan

kinerja industri pengolahan didorong oleh perlambatan kinerja industri pengolahan

non migas dan penurunan industri pengolahan migas.

Dari sisi penggunaan, penurunan kinerja ekonomi utamanya disebabkan oleh

penurunan ekspor dan perlambatan pada konsumsi. Pelemahan ekonomi global

dan harga komoditas internasional diperkirakan menjadi penyebab terkontraksinya

ekspor luar negeri Riau pada triwulan laporan. Sementara itu, tingkat inflasi yang

relatif masih tinggi pada awal tahun, dan penurunan pendapatan masyarakat

terkait penurunan harga komoditas menjadi penyebab perlambatan konsumsi pada

triwulan I 2015. Di sisi lain, pertumbuhan investasi tercatat meningkat meskipun

masih terbatas.

2. PDRB SISI PENGGUNAAN

Pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan I 2015 masih didorong oleh

pertumbuhan konsumsi rumah tangga meskipun tercatat mengalami perlambatan

dibandingkan triwulan IV 2014. Peningkatan investasi yang diiringi dengan

Page 27: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

10

peningkatan konsumsi pemerintah tidak dapat mengimbangi kinerja net ekspor

yang memburuk sehingga perekonomian terkontraksi pada triwulan laporan.

Penurunan kinerja impor namun diikuti dengan penurunan ekspor yang cukup

dalam mengakibatkan kinerja net ekspor menurun dibandingkan triwulan

sebelumnya.

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy)

2.1. Konsumsi

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga Provinsi Riau pada triwulan I 2015 tercatat

melambat dibandingkan triwulan IV 2014, yakni dari 8,59% (yoy) menjadi 6,00%

(yoy). Melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan akibat

belum membaiknya tingkat pendapatan masyarakat seiring dengan pergerakan

harga komoditas unggulan Riau di pasar internasional yang masih cenderung

rendah. Perlambatan konsumsi rumah tangga terkonfimasi dengan hasil Survei

Konsumen Bank Indonesia terkait perkembangan Indeks Pengeluaran Saat Ini

Dibandingkan Tiga Bulan yang Lalu yang cenderung menurun dibandingkan posisi

akhir tahun 2014 (Grafik 1.2).

Kategori Tw I 2014* Tw II 2014* Tw III 2014* Tw IV 2014* Tw I 2015*Sumber Pertumbuhan

Tw I 2015 (%)

Konsumsi RT 6.46 6.72 7.11 8.59 6.00 1.90

Konsumsi LNPRT 19.81 20.10 12.88 10.22 (0.07) -

Konsumsi Pemerintah (1.68) (3.24) (5.91) (3.25) 1.16 0.04

PMTB 2.57 2.36 1.09 0.52 1.33 0.39

Ekspor Luar Negeri 45.11 41.89 (5.65) (37.93) (32.70) (19.26)

Impor Luar Negeri 3.60 (10.22) 0.99 (37.94) (84.16) (0.37)

PDRB 3.93 2.90 2.67 1.05 (0.18) (0.18)

Sumber: BPS, diolah

Ket: *) Data sangat sementara

Page 28: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

11

Grafik 1.2. Perkembangan Indeks Pengeluaran

Saat ini Dibandingkan Tiga Bulan yang Lalu

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

Grafik 1.3. Perkembangan Indeks Konsumsi

Barang-Barang Kebutuhan Tahan Lama

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

Meskipun demikian, masih kuatnya pertumbuhan konsumsi tercermin dari kegiatan

konsumsi yang dibiayai melalui kredit perbankan, khususnya untuk kredit

perumahan, kredit kendaraan bermotor dan kredit durable goods. Peningkatan

konsumsi durable goods juga terkonfirmasi melalui Indeks Konsumsi Barang-Barang

Kebutuhan Tahan Lama yang meningkat dari 105 pada Desember 2014 menjadi

108,7 pada Maret 2015 (Grafik 1.3). Di sisi lain, penyaluran kredit multiguna

mengalami perlambatan, sehingga diperkirakan menjadi penahan laju

pertumbuhan konsumsi rumah tangga.

Berbeda dengan konsumsi rumah tangga, perkembangan konsumsi Lembaga Non

Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) mengalami penurunan sebesar 0,07%

(yoy). Sementara itu, perkembangan konsumsi pemerintah tercatat mengalami

peningkatan sebesar 1,16% (yoy). Kondisi ini diperkirakan akibat realisasi Anggaran

Grafik 1.4. Perkembangan Kredit Durable

Goods

Grafik 1.5. Perkembangan Kredit

Perumahan

Page 29: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

12

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)1 yang cenderung membaik di awal tahun

2015 meskipun masih belum optimal dibandingkan periode yang sama di tahun-

tahun sebelumnya. Hal ini tercermin dari peningkatan realisasi anggaran belanja

pemerintah pada awal tahun 2015 dibandingkan awal tahun 2014 (Grafik 1.7).

2.2. Investasi (PMTB)

Perkembangan investasi (PMTB) di Riau pada triwulan I 2015 tercatat mengalami

peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 0,52% (yoy) menjadi

1,33% (yoy). Kondisi ini diindikasikan oleh meningkatnya pertumbuhan jumlah

proyek PMA dan PMDN di Provinsi Riau pada triwulan I 2015 meskipun secara nilai

mengalami penurunan. Pada triwulan I 2015 jumlah proyek yang dilaksanakan di

Riau mencapai 93 proyek atau tumbuh 97,87% (yoy). Sementara total nilai

1 Penjelasan terkait APBD dapat dilihat pada BAB 4 buku kajian ini

Grafik 1.6. Perkembangan Kredit Multiguna

Grafik 1.7. Perkembangan Kredit

Kendaraan Bermotor

Grafik 1.8. Pergerakan Indeks Keyakinan

Konsumen Riau 2011-2015

Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia

Grafik 1.9. Realisasi Belanja Pemerintah

Daerah 2011-2015 Provinsi Riau

Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau

Page 30: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

13

investasi pada triwulan I 2015 di Riau mencapai Rp2,28 triliun atau mengalami

kontraksi sebesar 70,53% (yoy).

Peningkatan investasi di Riau pada triwulan laporan juga diindikasikan oleh hasil

Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh Bank Indonesia dimana

realisasi investasi pada triwulan I 2015 mengalami peningkatan dibandingkan

triwulan IV 2014, yaitu dari kontraksi 18,10% menjadi tumbuh sebesar 1,83%.

Sementara itu, berdasarkan informasi dari contact liaison Bank Indonesia pada

triwulan I 2015 investasi cenderung relatif stabil dimana secara umum investasi

hanya berupa maintenance dan mayoritas bukan berupa investasi bangunan.

Grafik 1.10. Perkembangan Nilai Realisasi PMA dan PMDN di Provinsi Riau

Grafik 1.11. Perkembangan Jumlah proyek PMA dan PMDN di Provinsi Riau

Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal

Grafik 1.12. Perkembangan Realisasi Investasi di Riau

Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)

Page 31: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

14

2.3. Ekspor dan Impor

2.3.1. Ekspor

Perkembangan ekspor luar negeri Provinsi Riau pada triwulan I 2015 masih

mengalami penurunan namun cenderung membaik yaitu dari kontraksi sebesar

37,93% (yoy) pada triwulan IV 2014 menjadi kontraksi sebesar 32,70% (yoy).

Penurunan ekspor Riau pada triwulan laporan berasal dari penurunan ekspor migas

dan ekspor non migas. Kinerja ekspor migas Riau diperkirakan mengalami

penurunan seiring dengan menurunnya kinerja sektor pertambangan dan

penggalian pada triwulan laporan. Sementara itu, penurunan pertumbuhan ekspor

luar negeri non migas Riau pada triwulan laporan diperkirakan akibat masih belum

pulihnya permintaan negara tujuan utama ekspor Riau dan perekonomian global

ditengah penguatan nilai mata uang Amerika Serikat.

Tabel 1.2. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (Ribu Ton)

Berdasarkan komoditasnya, penurunan ekspor non migas Riau pada triwulan

laporan didorong oleh penurunan ekspor batubara dan karet. Penurunan ekspor

batubara disebabkan oleh ijin ekspor pelaku usaha batubara dikeluarkan pada

pertengahan triwulan laporan sehingga kegiatan ekspor baru dapat dilaksanakan

sejak pertengahan triwulan I 2015. Sementara penurunan ekspor karet

diperkirakan akibat masih belum membaiknya permintaan dari Tiongkok sebagai

negara tujuan ekspor utama karet Riau. Belum membaiknya permintaan dari

Tiongkok disebabkan oleh pelemahan investasi dan perkembangan industri

manufaktur yang masih berada dalam tren melambat di negara tersebut.

Page 32: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

15

Grafik 1.13. Perkembangan PMI Tiongkok

Sumber: RED Bank Indonesia, April 2015

Di sisi lain, perkembangan ekspor CPO dan turunannya tercatat mengalami

perlambatan pada triwulan I 2015 dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan

didorong oleh penurunan ekpor produk turunan CPO yang disebabkan oleh

penurunan produksi oleh pengusaha karena faktor harga yang masih rendah.

Perkembangan harga CPO internasional yang belum kembali normal menyebabkan

pengusaha cenderung menahan produksi produk turunan dari CPO. Sementara itu,

ekspor pulp dan kertas pada triwulan laporan mengalami peningkatan disebabkan

oleh supply bahan baku yang kembali normal setelah terkendala pada triwulan

sebelumnya.

Grafik 1.14. Perkembangan Volume Ekspor CPO dan Turunan Riau

Grafik 1.15. Perkembangan Volume Ekspor Pulp and Paper Riau

Page 33: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

16

Grafik 1.16. Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau

Grafik 1.17. Perkembangan Volume Ekspor Karet Olahan Riau

Berdasarkan negara tujuan ekspornya, penurunan volume ekspor utamanya berasal

dari penurunan ekspor ke Tiongkok, India, dan ASEAN. Pada triwulan I 2015,

volume ekspor ke Tiongkok, India, dan ASEAN masing-masing tercatat sebesar 681

ribu ton, 510 ribu ton, dan 580 ribu ton, atau tercatat mengalami kontraksi sebesar

29,39% (yoy), 14,68% (yoy), dan 16,03% (yoy). Sementara ekspor ke MEE masih

mengalami peningkatan sebesar 3,39% (yoy) namun cenderung menurun

dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 21,98% (qtq).

Grafik 1.18. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Wilayah Tujuan

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

Penurunan ekspor ke Tiongkok, India, dan ASEAN didorong oleh pelemahan

perekonomian global yang berdampak terhadap penurunan permintaan ekspor

komoditas utama Riau. Selain itu, pelemahan harga CPO dan karet internasional

sebagai dampak dari pelemahan harga minyak dunia dan ketersediaan barang

substitusi diperkirakan juga mempengaruhi penurunan ekspor Riau pada triwulan

laporan.

786 762 1.078 1.034

678 759 766 1.024 965 780 869 942

681

511 481

787 675

835 818 635

920 598

538 651

990

510

783 733

842 922

851 662 814

920

691 651

547

518

580

734 563

600 901

644 585 658

609

573

432 589

759

592

1.343

1.257

1.433 1.457

1.830

1.657 1.558

1.667

1.617

1.710

2.610 1.988

1.985

-

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015

Lainnya

MEE

ASEAN

India

Tiongkok

1.667

Page 34: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

17

2.3.2. Impor

Perkembangan impor Riau pada triwulan I 2015 menunjukkan penurunan yang

siginifikan yakni dari kontraksi 37,94% (yoy) pada triwulan IV 2014 menjadi

kontraksi sebesar 84,16% (yoy). Sumber penurunan impor luar negeri Provinsi Riau

pada triwulan laporan diperkirakan merupakan penurunan impor migas. Sementara

kinerja impor non migas Riau pada triwulan laporan mengalami peningkatan, yang

didorong oleh peningkatan komponen impor barang intermedier.

Grafik 1.19. Perkembangan Volume Impor Barang Modal di Provinsi Riau

Grafik 1.20. Perkembangan Impor Barang Konsumsi

Pada triwulan I 2015, impor barang intermedier Riau tercatat tumbuh sebesar

30,27% (yoy), meningkat signifikan dibandingkan triwulan IV 2014 yang tercatat

tumbuh sebesar 2,36% (yoy). Komposisi impor barang intermedier sebagian besar

didominasi untuk pasokan industri seperti bahan makanan setengah jadi, dan

bahan baku industri. Di sisi lain, pertumbuhan impor barang konsumsi dan barang

modal pada triwulan I 2015 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan

sebelumnya. Meskipun pangsa kedua komponen impor tersebut tidak begitu besar,

namun perlambatan impor kedua komponen tersebut diperkirakan menjadi

penahan laju pertumbuhan impor non migas pada triwulan laporan.

Page 35: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

18

Grafik 1.21. Perkembangan Volume Impor Barang Intermedier

Grafik 1.22. Perkembangan Impor Non Migas Riau

3. PDRB SEKTORAL

Kinerja sektor utama perekonomian Provinsi Riau pada triwulan I 2015 secara

umum menunjukkan penurunan. Hal ini tercermin dari pertumbuhan dua sektor

utama yang tercatat menurun dibandingkan triwulan sebelumnya dan triwulan

yang sama pada tahun sebelumnya. Penurunan terjadi pada sektor pertambangan

dan penggalian dan sektor industri pengolahan. Sementara sektor perdagangan

besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor mengalami perlambatan

dibandingkan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, peningkatan kinerja sektor

pertanian, kehutanan, dan perikanan diperkirakan menahan laju penurunan

perekonomian Riau pada triwulan I 2015.

Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy,%)

Uraian Tw I 2014* Tw II 2014* Tw III 2014* Tw IV 2014* Tw I 2015*Sumber

Pertumbahan (%)

Pertanian, Kehutanan, dan

Perikanan 8.7 7.5 4.5 5.3 7.42 1.66

Pertambangan dan Penggalian (4.1) (6.0) (5.4) (6.4) (9.02) (2.46)

Industri Pengolahan 6.8 6.6 6.8 2.4 (0.54) (0.15)

Pengadaan Listrik dan Gas (0.6) 1.1 4.9 18.9 12.90 0.01

Pengadaan Air, Pengolahan

Sampah,

Limbah, dan Daur Ulang

2.3 0.3 1.4 0.2 (2.90) 0.00

Konstruksi (LHS) 10.4 9.3 7.6 6.8 4.59 0.33

Perdagangan Besar dan Eceran,

dan Reparasi Mobil dan Sepeda

Motor

4.6 2.5 4.6 1.3 0.81 0.07

Transportasi dan Pergudangan 8.0 8.5 7.5 7.9 4.29 0.03

Penyediaan Akomodasi dan

Makan

Minum

3.8 9.2 10.3 4.6 1.08 0.00

Informasi dan Komunikasi 3.7 4.7 7.3 6.8 8.88 0.07

Jasa Keuanga dan Asuransi 3.5 4.8 3.8 6.7 4.45 0.04

Real Estate 5.2 5.8 6.2 4.2 7.04 0.06

Jasa Perusahaan 11.3 14.7 11.7 13.6 6.98 0.00

Administrasi Pemerintahan,

Pertahanan

dan Jaminan Sosial Wajib

4.4 (2.7) (0.1) 4.5 1.38 0.02

Jasa Pendidikan 3.7 1.0 6.2 7.2 14.94 0.07

Jasa Kesehatan dan Kegiatan

Sosial 10.7 10.7 8.0 4.8 12.81 0.02

Jasa lainnya 12.6 12.1 11.3 8.8 8.41 0.03

3.9 2.9 2.7 1.0 (0.18) (0.18)

Sumber: BPS, diolah

Keterangan: *) Data sangat sementara

PDRB

Page 36: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

19

3.1. Sektor Pertanian

Pertumbuhan sektor pertanian Riau pada triwulan laporan mengalami peningkatan

yaitu dari 5,3% (yoy) menjadi 7,42% (yoy). Peningkatan diperkirakan bersumber

dari meningkatnya produksi sub sektor tanaman pertanian yaitu tanaman bahan

makanan (TABAMA) selama triwulan laporan. Sementara produksi subsektor

perkebunan kelapa sawit yang mendominasi sektor pertanian diperkirakan tidak

mengalami perubahan yang berarti dibandingkan triwulan sebelumnya. Selain itu,

kinerja subsektor kehutanan diperkirakan juga mengalami peningkatan yang berarti

terkait dengan adanya perbaikan produksi hutan di awal tahun 2015. Peningkatan

kinerja sektor pertanian juga diindikasi oleh peningkatan kapasitas produksi

terpakai sektor pertanian dari 88,20% pada triwulan sebelumnya menjadi 92,11%.

Peningkatan kapasitas produksi terpakai pada triwulan I ditengarai oleh

peningkatan produksi subsektor pertanian tanaman pangan secara hampir

menyeluruh di Sumatera. Selain itu, hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)

Bank Indonesia terkait perkembangan usaha sektor pertanian, kehutanan, dan

perikanan di triwulan I 2015 juga menunjukkan peningkatan yaitu dari 1,78%

menjadi 2,29%.

Grafik 1.23. Perkembangan Usaha Sektor Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan

Grafik 1.24. Perkembangan Kapasitas Produksi Terpakai Sektor Pertanian

Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia

Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia

Page 37: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

20

3.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian

Kinerja sektor pertambangan Riau

pada triwulan I 2015 tercatat

mengalami kontraksi sebesar 9,02%

(yoy), menurun dibandingkan tahun

sebelumnya yang tercatat mengalami

kontraksi sebesar 4,1% (yoy) dan

dibandingkan triwulan IV 2014 yang

tercatat mengalami kontraksi sebesar

6,4% (yoy). Kontraksi pada sektor

pertambangan utamanya didorong

oleh kontraksi pada subsektor

pertambangan miyak bumi. Kondisi

ini disebabkan karena kinerja lifting

minyak bumi di Riau yang semakin menurun akibat penurunan produktivitas sumur

minyak yang sudah tua dan minimnya penemuan sumber cadangan minyak baru

yang produktif di Provinsi Riau. Beberapa perusahaan pertambangan minyak

berusaha menekan penurunan laju produksi melalui penggunaan alat-alat drilling

berteknologi tinggi, seperti injeksi uap dan menggunakan bahan-bahan kimia

seperti injeksi kuman serta bahan kimia lainnya agar dapat mengambil sisa-sisa

minyak bumi. Selain keterbatasan sumber cadangan minyak baru, perusahaan

minyak juga dihadapkan pada permasalahan perijinan antara lain meliputi ijin

eksploitasi, ijin pengembangan sumur dan fasilitas produksi, serta ijin lingkungan

(AMDAL) termasuk terkait pembuangan limbah, dimana terjadi tumpang tindih

antara peraturan beberapa pihak berwenang.

Di sisi lain, kinerja pertambangan batu bara mengalami peningkatan dibandingkan

triwulan sebelumnya, meskipun masih melambat dibandingkan dengan periode

yang sama pada tahun sebelumnya. Kondisi ini didorong oleh mulai normalnya

aktivitas usaha pertambangan batubara di Riau seiring dengan perpanjangan ijin

usaha yang telah diterima.

Grafik 1.25. Perkembangan Volume Lifting Minyak Bumi di Provinsi Riau

Sumber : http://lifting.migas.esdm.go.id

Page 38: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

21

3.3. Sektor Industri Pengolahan

Kinerja sektor industri pengolahan dengan migas pada triwulan I 2015 tercatat

mengalami kontraksi sebesar 0,54% (yoy), menurun dibandingkan triwulan IV

2014 yang tercatat tumbuh sebesar 2,4% (yoy). Penurunan diperkirakan terjadi

pada industri pengolahan migas, sementara industri pengolahan non migas

diperkirakan melambat. Penurunan pada industri pengolahan migas disebabkan

oleh lifting minyak bumi yang mengalami kontraksi lebih dalam dibandingkan

triwulan sebelumnya.

Di sisi lain, perlambatan industri pengolahan non migas didorong oleh perlambatan

kinerja industri pengolahan dari sektor perkebunan seperti CPO dan karet akibat

level harga komoditas yang masih rendah. Penurunan harga karet didorong oleh

penumpukan stok di Tiongkok dan meningkatnya produksi karet global dengan

masuknya produsen baru seperti Vietnam, Laos dan Kamboja. Selain itu, masih

belum membaiknya harga minyak internasional juga mempengaruhi pelemahan

harga karet internasional.

Sementara itu, pergerakan harga CPO pada triwulan I 2015 masih belum membaik

dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya (Grafik 1.28). Rendahnya

harga CPO membuat pengusaha cenderung menahan produksi turunan CPO. Hal

ini dikonfirmasi oleh penurunan ekspor komoditas turunan CPO ditengah

peningkatan ekspor CPO dibandingkan triwulan IV 2014 (Grafik 1.29). Secara

Grafik 1.26. Perkembangan Konsumsi CPO Dunia

Sumber : Sumber: USDA

Grafik 1.27. Perkembangan Kapasitas Terpakai Indutri Pengolahan

Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia

Page 39: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

22

total, pelemahan harga komoditas juga didorong oleh menurunnya permintaan

CPO dunia yang tercermin dari penurunan konsumsi CPO pada triwulan I 2015

dibandingkan triwulan IV 2014 (Grafik 1.26).

Melambatnya pertumbuhan sektor industri pengolahan terkonfirmasi oleh

penurunan kapasitas terpakai sektor industri pengolahan hasil SKDU yang

dilakukan oleh Bank Indonesia. Berdasarkan informasi dari contact liaison Bank

Indonesia, dengan tingkat utilisasi yang menurun, perusahaan berusaha

mengoptimalkan kapasitas (full capacity) pabrik yang berproduksi. Prospek industri

pengolahan ke depan diperkirakan mulai membaik pada semester II 2015, namun

secara keseluruhan tahun 2015 kinerja industri pengolahan diperkirakan masih

lebih rendah dibandingkan tahun 2014.

3.4. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil

dan Sepeda Motor

Kinerja sektor perdagangan besar dan eceran, serta reparasi mobil dan sepeda

motor pada triwulan I 2015 tercatat mengalami perlambatan dibandingkan

triwulan sebelumnya, yaitu dari 1,3% (yoy) menjadi 0,81% (yoy). Perlambatan juga

dikonfirmasi oleh hasil survei kegiatan dunia usaha (SKDU) yang dilakukan oleh

Bank Indonesia dimana realisasi perkembangan kegiatan usaha sektor perdagangan

pada triwulan I 2015 mengalami kontraksi lebih dalam dibandingkan triwulan

sebelumnya. Penurunan ekspor diperkirakan juga berkontribusi dalam mendorong

perlambatan kinerja sektor perdagangan pada triwulan laporan.

Grafik 1.28. Perkembangan Harga TBS Domestik dan CPO Global

Sumber : Bloomberg, Dinas Perkebunan Riau

Grafik 1.29. Perkembangan Ekspor CPO dan Turunan Provinsi Riau

Page 40: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

23

Perlambatan pertumbuhan sektor perdagangan juga dikonfirmasi oleh hasil Survei

Penjualan Eceran Bank Indonesia, dimana Indeks Penjualan Riil pada triwulan I 2015

tercatat turun dibandingkan triwulan IV 2014, yaitu dari 111,33 menjadi 96,40.

Indeks Penjualan Riil terendah terdapat pada perdagangan eceran makanan,

minuman, dana tembakau, dan perdagangan eceran barang budaya dan rekreasi.

Hal ini diperkirakan terkait dengan peningkatan harga BBM selama triwulan I 2015

dan minimnya event pada awal tahun sehingga kegiatan usaha sektor masih minim

.

Dilihat secara subsektor, perlambatan pertumbuhan sektor perdagangan juga

diindikasikan oleh melambatnya pertumbuhan penyaluran kredit berdasarkan lokasi

bank di Provinsi Riau pada triwulan I 2015. Perlambatan tersebut didorong oleh

masih berlanjutnya kontraksi penyaluran kredit pada subsektor perdagangan besar

dan eceran makanan, minuman, dan tembakau. Pada triwulan I 2015, jumlah

kredit yang disalurkan ke subsektor perdagangan besar dan eceran makanan,

Grafik.1.30. Realisasi Perkembangan Kegiatan Usaha Sektor Perdagangan di Riau

Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha

Grafik.1.31. Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan di Riau

Grafik.1.32. Perkembangan Indek Penjualan Riil

Sumber: Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia

Page 41: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

24

minuman dan tembakau mencapai Rp2,35 triliun atau turun sebesar 15,72% (yoy).

Selain itu, penyaluran kredit ke subsektor perdagangan kelapa dan kelapa sawit

juga mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan

penyaluran kredit terhadap sektor perdagangan kelapa dan kelapa sawit pada

triwulan I 2015 tercatat sebesar 12,98% (yoy) atau melambat dibandingkan

triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 14,63% (yoy).

3.5. Sektor Konstruksi

Kinerja sektor konstruksi pada

triwulan I 2015 tercatat melambat

dibandingkan triwulan IV 2014.

Pertumbuhan sektor konstruksi di

Riau mencapai 4,59% (yoy), lebih

rendah dibandingkan dengan

pertumbuhan triwulan sebelumnya

yang tercatat sebesar 6,8% (yoy).

Perlambatan pertumbuhan

konstruksi pada triwulan laporan diindikasikan dengan penurunan konsumsi semen

yaitu dari 529 ribu ton pada triwulan IV 2014 menjadi 352 ribu ton pada triwulan I

2015. Secara tahunan pertumbuhan konsumsi semen di Riau tercatat mengalami

kontraksi sebesar 8,26% (yoy) setelah tumbuh sebesar 5,71% (yoy) pada triwulan

sebelumnya. Perlambatan sektor konstruksi diperkirakan juga akibat masih belum

Grafik.1.33. Perkembangan Kredit Perdagangan Besar dan Eceran Makanan, Minuman dan

Tembakau di Riau

Ket: MK= Modal Kerja, I=Investasi

Grafik.1.34. Perkembangan Kredit Perdagangan Kelapa dan Kelapa Sawit

Ket: MK= Modal Kerja, I=Investasi

Grafik 1.35. Konsumsi Semen Riau

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia

Page 42: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

25

optimalnya realisasi proyek-proyek pemerintah setempat terkait masih minimnya

realisasi belanja modal di awal tahun. Selain itu, minimnya event nasional maupun

internasional di Riau, pengetatan aturan uang muka, dan peningkatan suku bunga

kredit menjadi penahan tumbuhnya sektor konstruksi terutama untuk konstruksi

property residential pada triwulan laporan.

Page 43: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

DAMPAK DEPRESIASI NILAI TUKAR RUPIAH

TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN DAERAH

Kajian ini memberikan gambaran singkat mengenai perkembangan salah satu sektor

unggulan Provinsi Riau yaitu sektor perkebunan (kelapa sawit dan karet) serta industri

pengolahan (hilirisasi) hasil perkebunan tersebut pada triwulan I sampai dengan awal

triwulan II tahun 2015. Kinerja tersebut kemudian dikaitkan dengan depresiasi nilai

tukar Rupiah, bagaimana berdampak pada kinerja perusahaan dan langkah strategis

apa saja yang telah diambil perusahaan dalam merespon kondisi depresiasi nilai tukar

Rupiah tersebut.

Provinsi Riau telah memiliki produk hilir karet dalam bentuk Standard Indonesian

Rubber (SIR) 20, SIR 10, dan SIR 5. Sedangkan produk hilir kelapa sawit yang telah

dihasilkan, antara lain adalah Crude Palm Oil, Palm Kernel Oil, Biodiesel, Stearin, Olein,

Fatty Acid, Crude Glycerine dan Refinery lainnya. Sebagian besar dari produk hasil

pengolahan karet dan kelapa sawit ini masih dalam bentuk bahan baku bagi industri

berikutnya (barang antara), bukan merupakan barang jadi/jasa yang siap dikonsumsi

konsumen, kecuali biodiesel. Perusahaan yang bergerak di subsektor industri

pengolahan karet menginformasikan bahwa hasil produksi ini di kirim ke importir

melalui trader yang berada di Singapura, dengan negara ekspor tujuan antara lain,

Tiongkok, India, Jepang, Filipina, Korea Selatan, Vietnam, Taiwan, Turki, Australia,

Afrika Selatan, Amerika Serikat, Argentina, Brazil, Mexico, Kanada, serta beberapa

negara di benua Eropa seperti Spanyol, Belgia, Jerman, Slovenia, Perancis, Inggris, dan

Polandia. Sedangkan hasil produk hilir kelapa sawit sebagian besar di ekspor ke induk

perusahaan yang berkedudukan di Malaysia untuk diolah menjadi produk olahan

lainnnya, namun demikian tidak sedikit dari perusahaan yang melakukan ekspor ke

negara Tiongkok, India, Rusia, Pakistan, dan Bangladesh.

Grafik B1.1 Share Negara Tujuan Ekspor

CPO Riau Tahun 2014

Grafik B1.2 Share Negara Tujuan Ekspor

Karet Riau Tahun 2014

AFRIKA, 14.0%

AMERIKA, 5.8%

ASEAN, 7.3%

INDIA, 25.9%

JEPANG, 0.8%

PAKISTAN, 8.4%

CHINA, 7.2%

ARAB, 0.6%KORSEL, 0.2%

ASIA LAIN, 7.2%

EROPA, 22.6% AFRIKA, 6.7%

AMERIKA, 34.9%

ASEAN, 0.1%

INDIA, 2.0%

JEPANG, 18.8%

CHINA, 9.5%

TAIWAN, 1.0%

ASIA LAIN, 7.8%

EROPA, 19.1%

Boks 1

Page 44: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

Seluruh contact liaison Bank Indonesia Provinsi Riau di triwulan I dan awal triwulan II

2015 menginformasikan bahwa bahan baku yang digunakan 100% berasal dari dalam

negeri dan dibeli dalam bentuk rupiah sehingga impor content relatif tidak ada. Apabila

dilihat komposisi pengeluaran perusahaan (expenditure), biaya bahan baku merupakan

komponen terbesar biaya produksi dengan persentase sekitar 74%, disusul biaya

gaji/upah sebagai proporsi biaya terbesar kedua sekitar 18% dan biaya energi dengan

proporsi sekitar 7%. Terkait penggunaan rupiah, perusahaan menginformasikan bahwa

seluruh biaya/pengeluaran perusahaan dibayarkan dalam rupiah. Selain itu, seluruh

transaksi penjualan domestik yang mayoritas ditujukan kepada grup maupun

perusahaan lain yang berlokasi di wilayah Sumatera menggunakan rupiah, sedangkan

penjualan ekspor produk menggunakan USD.

Perusahaan pada triwulan I dan II tahun 2015 menyatakan bahwa penjualan di

subsektor pengolahan karet, perkebunan dan pengolahan kelapa sawit melambat jika

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada subsektor perkebunan

kelapa sawit, melambatnya penjualan disebabkan oleh turunnya produksi akibat cuaca

ekstrim yang mengakibatkan banjir, replanting dan musim trek yang terjadi pada akhir

tahun 2014, serangan hama genoderma yang menyebabkan matinya pohon sawit,

serta aksi pencurian TBS yang mengakibatkan berkurangnya hasil kebun inti

perusahaan. Sementara itu, melambatnya kinerja penjualan di industri pengolahan

karet dan kelapa sawit disebabkan oleh turunnya harga komoditas internasional akibat

oversupply karet dan minyak nabati dunia seperti soybean dan sunflower yang disertai

dengan semakin tipisnya perbedaan harga antara produk CPO dengan minyak nabati

tersebut sehingga tidak sedikit dari importir lebih memilih soybean atau sunflower

dibandingkan CPO (kondisi diperburuk dengan isu kesehatan dan isu lingkungan kelapa

sawit).

Perlambatan penjualan secara langsung berdampak terhadap penurunan nilai

penjualan. Namun tekanan nilai penjualan yang lebih dalam tertahan oleh depresiasi

rupiah walaupun tidak signifikan. Fluktuasi nilai tukar dinilai relatif tidak berpengaruh

signifikan dan sebagian besar perusahaan menyatakan lebih memilih pergerakan nilai

tukar yang stabil. Adapun nilai tukar rupiah terhadap USD yang dinilai kondusif adalah

berada di kisaran Rp.10.000/USD, dengan level nilai tukar yang dianggap dapat

mengganggu usaha diatas level Rp.15.000/USD. Untuk mensiasati fluktuasi nilai tukar

perusahaan menetapkan harga berdasarkan kontrak forward sebagai upaya untuk

lindung nilai. Disamping itu, dalam menghadapi perlambatan kinerja perusahaan

Page 45: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

mengupayakan untuk melakukan efisiensi dengan mengurangi jumlah jam lembur

karyawan, optimalisasi utilisasi atau mengoperasikan pabrik full capacity dan

menggunakan sumber energi alternatif dengan cangkang kelapa sawit yang ramah

lingkungan dan 3 kali lipat lebih efisien dibandingkan genset berbahan bakar solar.

Perusahaan yang bergerak di industri pengolahan karet memperkirakan bahwa kinerja

penjualan pada triwulan II-2015 dan sampai dengan akhir tahun 2015 akan relatif sama

atau belum menunjukkan perbaikan yang signifikan seiring dengan harga karet yang

masih terus melemah. Perusahaan berharap agar pemerintah dapat memberikan solusi

terkait hal ini, namun berdasarkan hasil Focus Group Discussion dengan Dinas

Perindustrian dan Perdagangan di Provinsi Riau, pemerintah telah berupaya mensiasati

harga karet yang terus melemah dengan membangun pasar lelang dan resi gudang

namun sampai saat ini upaya tersebut belum berhasil karena tidak adanya sinkronisasi

dan keseriusan dari pemerintah daerah. Sedangkan terkait dengan pemanfaatan hasil

karet alam lokal, Dinas Perkebunan Provinsi Riau menyatakan belum ada tindak lanjut

terkait hal tersebut.

Sementara itu, perusahaan yang bergerak di subsektor industri pengolahan kelapa

sawit menginformasikan bahwa menurunnya harga CPO tidak mendorong perusahaan

untuk mengalihkan produksi ke jenis produk olahan lainnya. Namun demikian,

ditengah melambatnya penjualan perusahaan di subsektor industri pengolahan kelapa

sawit mengeluhkan peraturan dana pungutan khusus sebesar USD.50/ton untuk

produk CPO dan USD.30/ton untuk produk turunannya karena dinilai membebani

perusahaan dengan semakin besarnya biaya yang harus dikeluarkan. Sedangkan terkait

dengan mandatori pencampuran 15% biodiesel ke dalam bahan bakar relatif tidak

berpengaruh, terlebih lagi tender yang diadakan Pertamina seringkali dimenangkan

oleh salah satu grup penghasil biodiesel. Disisi lain, perusahaan di subsektor

perkebunan dan pengolahan kelapa sawit optimis kinerja penjualan sampai dengan

akhir tahun 2015 akan mulai membaik seiring dengan meningkatnya produksi Tandan

Buah Segar (TBS) karena mulai panennya kebun replanting dan membaiknya harga CPO

sejalan dengan meningkatnya permintaan di pasar internasional.

Page 46: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

IDENTIFIKASI PERMASALAHAN INVESTASI

(GROWTH DIAGNOSTIC) DI PROVINSI RIAU

Provinsi Riau merupakan provinsi yang memiliki PDRB terbesar kelima nasional sehingga

berpotensi besar untuk menjadi daerah tujuan investasi utama di luar Jawa. Tahun

2014 diperkirakan investasi (PMA dan PMDN) di Provinsi Riau melampaui target Badan

Koordinasi Penanaman Modal Nasional yaitu diatas Rp.18 Triliun dan berada di

peringkat ke-7 nasional. Tingginya realisasi investasi didukung oleh beberapa faktor

antara lain lokasi geografis yang strategis, kondisi sumber daya alam, akses pembiayaan

yang memadai, ketersediaan tenaga kerja, kondisi keamanan yang kondusif dan

stabilitas ekonomi makro. Namun demikian, peluang untuk mengoptimalkan investasi

dan pertumbuhan ekonomi Riau yang lebih tinggi terhambat oleh masalah infrastruktur

seperti infrastruktur jalan yang relatif buruk, kapasitas pelabuhan yang tidak memadai

dan pasokan listrik yang tidak memenuhi kebutuhan industri. Disamping itu, belum

kondusifnya peraturan perpajakan, rumitnya perizinan usaha, tingginya tingkat

konsentrasi produk dan tingginya indeks persepsi korupsi turut menjadi kendala utama

berkembangnya iklim investasi di Provinsi Riau. Kajian ini secara singkat memberikan

gambaran awal analisis faktor pendukung dan penghambat investasi di Provinsi Riau.

B2.1 Analisis Kondisi Bisnis (Business Environment Analysis)

Salah satu hambatan dalam menciptakan lingkungan bisnis di Provinsi Riau dapat

dipengaruhi oleh masalah pertumbuhan keuangan inklusif dan kurangnya kesempatan

kerja bagi individu yang disebabkan terbatasnya permintaan terhadap tenaga tenaga.

Hal tersebut dapat didorong oleh kurangnya investasi swasta yang terkendala oleh

beberapa hal antara lain adalah akses, supply, dan biaya pengembalian kegiatan

ekonomi.

B2.2.1 Akses terhadap Pembiayaan

Rasio alokasi kredit terhadap PDRB di Provinsi Riau tercatat sebesar 11,03%, lebih

rendah dibandingkan rata-rata nasional yang tercatat sebesar 43,81%. Rasio ini juga

lebih rendah dibandingkan dengan beberapa provinsi lain yang memiliki karakteristik

ekonomi yang sama dengan Provinsi Riau seperti Sumut 36,79%, Sumsel 32,63%, dan

Kaltim 23,74% (Grafik B2.6). Berdasarkan hasil survei dan liaison Kantor Perwakilan

Bank Indonesia Provinsi Riau, rendahnya rasio bukan disebabkan oleh kurangnya supply

kredit perbankan melainkan sebagian besar perusahaan berskala menengah ke atas

memperoleh pembiayaan dari internal perusahaan, baik dari kantor pusat maupun laba

ditahan. Hal ini mengindikasikan bahwa akses pembiayaan bukan menjadi faktor utama

penentu pertumbuhan di Provinsi Riau.

Boks 2

Page 47: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

Dari sisi biaya investasi di Provinsi Riau (yang ditunjukkan oleh suku bunga kredit

investasi) pada tahun 2014 tercatat sebesar 13,13%, lebih tinggi dibandingkan nasional

10,61% dan beberapa provinsi lain seperti Sumut dan Kaltim yang masing-masing

tercatat 11,25% dan 10,54%, namun biaya investasi ini relatif masih kompetitif dan

lebih rendah jika dibandingkan Sumsel 3,39%. Perbedaan tingkat suku bunga ini dapat

disebabkan oleh perbedaan tingkat inflasi dan biaya operasional perbankan. Tidak

terdapat korelasi antara suku bunga dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau. Hal ini

mencerminkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi belum responsif terhadap perubahan

suku bunga sehingga biaya modal/investasi bukan merupakan kendala yang mengikat

terhadap pertumbuhan di Riau.

Dari sisi intermediasi, indikator kinerja perbankan di Riau (Grafik B2.8 dan B2.9)

menunjukkan tingkat LDR yang relatif tinggi, NPL yang rendah, dan rasio jumlah bank

terhadap penduduk yang cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa perbankan

melaksanakan fungsinya sebagai lembaga intermediasi dengan baik sehingga tidak

menjadi kendala terhadap peningkatan pertumbuhan di Provinsi Riau. Kredit perbankan

di Provinsi Riau lebih banyak disalurkan ke sektor jasa. Lebih rendahnya penyaluran

Grafik B2.6.

Rasio Kredit terhadap PDRB (%)

Sumber: Bank Indonesia, 2014

Grafik B2.7.

Proporsi Kredit Produktif (%)

Sumber: Bank Indonesia, 2014

36.79

11.03

32.63

23.74

43.81

- 20 40 60

Sumut

Riau

Sumsel

Kaltim

Nasional

50

55

60

65

70

75

80

2010 2011 2012 2013 2014

Sumut Riau Sumsel Kaltim Nas

Grafik B2.8 Loan to Deposit Ratio Sumber: Bank Indonesia, 2014

Grafik B2.9 Non Performing Loan

2011 2012 2013 2014

80%

83%

88%

82%

79%

85%

90%92%

LDR Riau Nasional

-

5

10

15

20

25

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Sumut Riau Sumsel Kaltim Nasional

Page 48: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

kredit ke sektor unggulan di Provinsi Riau dikarenakan sebagian besar perusahaan

memperoleh pembiayaan dari internal perusahaan.

B2.2.2 Tingkat Pengembalian (Return to Economic Activity)

Rendahnya investasi swasta juga dapat disebabkan oleh rendahnya tingkat

pengembalian dalam kegiatan ekonomi. Pengembalian sosial dapat mempengaruhi

biaya dan supply sumber daya manusia, infrastruktur, dan faktor pendukung lainnya

yang dapat menyebabkan pengembalian sosial dengan tingkat produktifitas yang

rendah dan meningkatkan biaya bisnis sehingga mengurangi insentif bagi pengusaha

untuk berinvestasi.

Tingkat pengangguran dengan pendidikan SMA di Provinsi Riau saat ini tercatat sebesar

45,17%. Supply tenaga kerja dengan keterampilan menengah ini berpotensi meningkat

seiring dengan tren kenaikan rasio Angka Partisipasi Sekolah (APS) baik untuk SMP,

SMA dan Perguruan Tinggi selama 3 tahun terakhir. Biaya mempekerjakan pekerja di

Provinsi Riau relatif lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata biaya tenaga kerja

nasional dan beberapa provinsi lainnya. Hal ini terlihat dari Grafik B2.10 yang

menunjukkan upah median Riau pada tahun 2014 lebih tinggi dibandingkan nasional

dan provinsi lain seperti Sumut dan Sumsel. Demikian juga dengan Upah Minimum

Regional (UMR) tahun 2014 di Riau yang juga tercatat lebih tinggi dibandingkan UMR

nasional, Sumut dan Sumsel. Disamping itu, tingkat perbedaan upah antara tenaga

kerja berpendidikan SMA dan Perguruan tinggi relatif kecil yaitu 50,24% untuk yang

berpendidikan diploma atau sarjana ke atas serta 36,01% dan 27,34% untuk yang

berpendidikan SMA dan SMP. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar

perusahaan membayarkan upah yang lebih tinggi sebanding dengan keterampilan

seorang pekerja dan pasar tenaga kerja di Riau yang masih jauh dari jenuh.

Grafik B2.10.

Upah Median (dlm ribu rupiah)

Sumber: Sakernas, 2013

Grafik B2.11

Perbedaan Upah

Sumber: Sakernas, 2013

1.075

1.400

1.025

1.525

994

- 200 400 600 800 1.000 1.200 1.400 1.600 1.800

Sumut

Riau

Sumsel

Kaltim

Indonesia

21,29 27,34

22,88

31,45 35,56

32,70 36,01 37,84 38,91

49,11 54,87

50,24

58,71

47,47

64,68

-

10

20

30

40

50

60

70

Sumut Riau Sumsel Kaltim Indonesia

%

SMA vs Pendidikan Lebih Rendah SMA ke atas vs lebih rendah DIV S1 vs lebih rendah

Page 49: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

Di bidang infrastruktur, kondisi fasilitas yang buruk menjadi salah satu hambatan utama

dalam peningkatan investasi. Hal tersebut dikonfirmasi oleh hasil survei Komite

Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) dan Asia Foundation 2007 (World

Bank, 2011), sebagian besar perusahaan mengindentifikasi bahwa infrastruktur yang

buruk merupakan kendala utama operasionalnya. Di bidang kelistrikan, berdasarkan

data Susenas 2013 sebagaimana yang ditunjukkan Grafik B2.12, Provinsi Riau memiliki

rasio elektrifikasi yang lebih rendah dibandingkan nasional yang tercatat sebesar

80,51% dan provinsi lain seperti Sumut 87,62% dan Kaltim 80,45%. Demikian juga

dengan persentase supply air bersih dan sanitasi yang layak di Riau masing-masing

tercatat 60,36% dan 63,44%, lebih rendah dibandingkan Sumut dan Kaltim.

Sementara itu, sebagian besar kualitas jalan (Grafik B2.13) di Provinsi Riau tergolong

baik (49,92%) dan sedang (39,19%) namun lebih rendah jika dibandingkan nasional

dan provinsi Sumsel dan Kaltim yang memiliki kualitas jalan tergolong baik lebih tinggi.

Hal lain yang dinilai cukup menghambat investasi lainnya adalah prosedur perizinan dan

tingkat persepsi korupsi yang kurang baik (Grafik B2.14 dan Tabel B2.1).

Grafik B2.12 Akses Infrastruktur Utama

Sumber: Susenas, 2013

Grafik B2.13 Kualitas Jalan

Sumber: Bina Marga, 2013

87.6

77.670.9

80.5 80.5

60.7 60.4

50.2

71.0

57.8

61.9 63.451.7

75.9

60.9

0

20

40

60

80

100

Sumut Riau Sumsel Kaltim Indonesia

% Rasio Elektrifikasi Air Bersih Sanitasi

26.2

49.9

63.159.5

50.849.9

39.2

31.0

25.4

38.4

13.2

5.44.3

8.36.5

10.6

5.51.7

6.84.3

0

10

20

30

40

50

60

70

Sumut Riau Sumsel Kaltim Indonesia

% Baik Sedang Rusak ringan Rusak Berat

Tabel B2.1 Peringkat Perizinan Usaha

Grafik B2.14

Peringkat Perizinan Usaha

Sumber : Survei of Doing Business, 2013

19

11

16

6

3

15

7

3

18

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

Medan Palembang Pekanbaru

Starting a Business Dealing with Construction Permits Registering Property

Indicator Medan Palembang Pekanbaru

Starting a Business

Procedures (number) 11 10 10

Time (days) 39 34 29

Cost (% of income per capita) 21.2 19 26.5

Dealing with Construction Permits

Procedures (number) 7 9 10

Time (days) 71 57 83

Cost (% of income per capita) 46.6 46.6 46.6

Registry Prpperty

Procedures (number) 6 6 6

Time (days) 37 21 29

Cost (% of income per capita) 10.9 10.9 10.9

Page 50: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

B2.2 Analisis Ketenagakerjaan

Rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) dapat menjadi salah satu kendala

mendasar produkfitas tenaga kerja. Peningkatan kapasitas SDM dapat memberikan

kesempatan bagi masyarakat miskin untuk mengakses peluang ekonomi yang lebih

luas. Sebaliknya kapasitas SDM yang rendah dapat menghambat kesempatan tenaga

kerja dalam memanfaatkan pertumbuhan. Pada dasarnya kapasitas SDM tergantung

pada pencapaian atau akses terhadap pendidikan dan kesehatan.

Jika dilihat dari tingkat pendidikan tenaga kerja, 39,25% angkatan kerja di Provinsi Riau

berpendidikan SD atau lebih rendah, 29,96% berpendidikan SMU/SMK, 20,77%

berpendidikan SMP, dan 6,64% tenaga kerja sudah berpendidikan Sarjana (Grafik

B2.15). Jika dibandingkan dengan rata-rata tingkat pendidikan tenaga kerja nasional,

jumlah tenaga kerja yang berpendidikan Sarjana di Riau tercatat lebih tinggi sehingga

mencerminkan tingkat pendidikan tenaga kerja di Riau sudah cukup baik. Disamping

itu, kelompok tenaga kerja yang berusia lebih muda umumnya memiliki pendidikan

yang lebih tinggi. Hal ini terlihat dari Grafik B2.16 yang menggambarkan data tenaga

kerja per kelompok umur dan tingkat pendidikan yang menunjukkan bahwa mereka

yang berumur 30 tahun ke bawah adalah segmen yang paling terdidik sehingga

berpotensi memiliki keterampilan yang lebih baik

Relatif berpendidikannya tenaga kerja di Provinsi Riau juga diindikasikan oleh indikator

tingkat pengembalian pendidikan yang mencerminkan bahwa upah yang dinikmati

pekerja yang berpendidikan tinggi dan rendah. Tingkat pengembalian pendidikan yang

tinggi menunjukkan bahwa perusahaan harus membayarkan upah yang lebih tinggi

untuk mempekerjakan seorang pekerja terampil.

Dimensi lain yang penting dalam pekerjaan adalah kesehatan. Dalam beberapa tahun

terakhir, tingkat kesehatan di Provinsi Riau menunjukkan perkembangan yang cukup

baik. Hal ini terlihat dari data Angka Harapan Hidup di Provinsi Riau yang terus

meningkat dari 69,8% pada tahun 2004 menjadi 71,6% tahun 2012. Demikian juga

Grafik B2.15 Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja (%)

Sumber: Sakernas, 2013

Grafik B2.16 Tenaga Kerja Per Kelompok Umur dan

Tingkat Pendidikan

34.6

39.2

50.0

35.0

46.9

24.2

20.8

18.1

17.6

18.8

32.6

30.0

23.0

35.4

25.0

2.7

3.4

2.5

3.3

2.8

5.9

6.6

6.4

8.7

6.5

0 20 40 60 80 100

Sumut

Riau

Sumsel

Kaltim

Indonesia

SD or lower SMP SMU/SMK DI - DIII Universitas

29.3

34.7

46.7

69.4

79.1

24.2

23.7

16.1

9.7

12.1

35.7

31.6

26.9

13.2

7.5

4.3

3.1

3.2

1.9

0.0

6.5

7.0

7.1

5.8

1.3

0% 20% 40% 60% 80% 100%

<30

30-40

41-50

51-60

>60

Usia <SD SMP SMA D1-D3 Sarjana

Page 51: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

dengan angka kematian bayi dan balita yang mengalami penurunan. Peningkatan

indikator kesehatan ini salah satunya dilatarbelakangi oleh ekspansi fasilitas kesehatan

di Provinsi Riau dari 1.138 unit pada tahun 2009 menjadi 1.334 unit pada tahun 2013.

B2.3 Kesimpulan Permasalahan Investasi di Provinsi Riau

1. Akses pembiayaan tidak menjadi kendala bagi investasi swasta di Provinsi Riau.

Rasio kredit terhadap PDRB yang lebih rendah dibandingkan rata-rata nasional dan

beberapa provinsi lainnya bukan disebabkan oleh kurangnya supply kredit

perbankan melainkan sebagian besar perusahaan berskala menengah ke atas

memperoleh pembiayaan dari internal perusahaan

2. Indikator LDR yang relatif tinggi dan NPL yang rendah serta banyaknya jumlah bank

menunjukkan bahwa perbankan melaksanakan fungsinya sebagai lembaga

intermediasi dengan baik.

3. Akses terhadap pendidikan di Provinsi Riau cukup baik dengan tingkat ketersediaan

sumber daya manusia dengan tingkat pendidikan dan tingkat upah yang lebih

tinggi dibandingkan rata-rata nasional dan beberapa provinsi lainnya. Kualitas SDM

juga didukung oleh semakin baiknya fasilitas kesehatan di Provinsi Riau selama

beberapa tahun terakhir. Berdasarkan hal tersebut, kualitas sumber daya bukan

menjadi kendala utama Provinsi Riau.

4. Kondisi infrastruktur diduga menjadi kendala utama untuk pertumbuhan investasi

yang lebih tinggi di Provinsi Riau. Dalam kegiatan usaha, infrastruktur jalan

kabupaten/kota dan provinsi yang buruk menjadi faktor pendorong utama biaya

transportasi yang tinggi dan menyebabkan tingkat pengembalian investasi yang

lebih rendah. Disamping kapasitas pelabuhan dan pasokan listrik yang tidak

memadai juga menjadi masalah serius bagi sektor swasta di Provinsi Riau.

5. Hal lain yang dinilai cukup menghambat investasi lainnya adalah prosedur perizinan

dan tingkat persepsi korupsi. Rumit dan mahalnya prosedur perizinan dan

pendaftaran perusahaan menghambat kemampuan perusahaan untuk tumbuh,

sedangkan tingginya persepsi korupsi di Riau menyebabkan peningkatan biaya

dalam melakukan bisnis serta meningkatkan risiko tindakan sewenang-wenang

oleh birokrat yang dapat merugikan sektor usaha

Page 52: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

26

1. KONDISI UMUM

Perkembangan inflasi Provinsi Riau pada triwulan I 2015 berada pada level lebih

rendah dari perkiraan sebelumnya. Tekanan inflasi Riau pada triwulan I 2015 (yoy)1

mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan

tekanan inflasi bersumber dari kelompok administered prices akibat penurunan

BBM bersubsidi yang terjadi dua kali pada bulan Januari 2015 yang lalu. Namun

demikian, inflasi Riau pada triwulan laporan masih berada di atas sasaran inflasi

nasional tahun 2015 yang ditetapkan sebesar 4%±1% (yoy).

1 yoy (year on year) atau inflasi tahunan merupakan perbandingan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan laporan dengan IHK di bulan yang sama tahun sebelumnya

PERKEMBANGAN

INFLASI DAERAH

Bab 2

Page 53: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

27

2. PERKEMBANGAN INFLASI PROVINSI RIAU

Inflasi Riau pada triwulan I 2015 (yoy) tercatat sebesar 6,17%, menurun

dibandingkan posisi akhir tahun 2014 (triwulan IV 2014) yang mencapai 8,65%.

Kondisi ini sejalan dengan perkembangan inflasi nasional yang juga menunjukkan

penurunan dari 8,36% pada triwulan IV 2014 menjadi 6,38% pada triwulan I

2015. Namun demikian, bila dibandingkan dengan rata-rata historisnya 5 tahun

terakhir 2010-2014, inflasi Riau pada triwulan I 2015 masih tercatat lebih tinggi.

Dengan perkembangan tersebut, inflasi Riau pada triwulan I 2015 masih berada di

luar sasaran inflasi nasional tahun 2015 yang ditetapkan sebesar 4% ± 1%.

Gambar 2.1. Inflasi Riau dan Nasional Tw I 2015 dibandingkan dengan Historisnya (yoy)

Sumber : BPS, diolah

Secara tahunan, penurunan inflasi Riau disebabkan oleh menurunnya tekanan dari

kelompok administered price, akibat penurunan harga BBM2 yang terjadi pada

bulan Januari 2014, diikuti oleh penyesuaian tarif angkutan udara dan angkutan

antar kota. Selain itu, penurunan harga LPG 12 Kg pada Januari 2015 lalu juga

mendorong penurunan inflasi kelompok administered price. Selain itu,

perkembangan inflasi pada kelompok volatile food juga memberikan kontribusi

penurunan tingkat inflasi, yang bersumber dari penurunan harga komoditas beras

dan cabe merah seiring dengan meningkatnya pasokan akibat panen raya di

beberapa sentra produksi di Sumatera Barat dan Jawa. Sementara itu, inflasi core

(inti) pada triwulan laporan relatif sedikit menurun ditengah masih kuatnya tekanan

2 Sejalan menurunnya harga minyak dunia, 1 Januari 2015 Pemerintah Pusat menurunkan harga BBM bersubsidi yaitu premium turun menjadi Rp7.600,- dan solar Rp7.250,-. Penurunan harga BBM berlanjut pada 19 Januari 2015, harga BBM premium turun menjadi Rp6.600,- (luar Jawa), Rp6.700,- (jawa & Madura), dan Rp7.000,- (Bali). Solar turun menjadi Rp6.400,- dan harga LPG 12 Kg menjadi Rp129.000,-

8,366,38 5,45

Tw IV Tw I Rata-rata Tw I

2014 2015 2010 - 2014

Nasional

8,656,17 5,43

Tw IV Tw I Rata-rata Tw I

2014 2015 2010 - 2014

Riau

Page 54: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

28

eksternal juga menjadi faktor yang menjaga rendahnya tekanan inflasi Riau pada

triwulan I 2015. Faktor penahan menurunnya laju inflasi inti didorong oleh

meningkatnya harga sewa rumah dan beberapa bahan bangunan, serta

peningkatan beberapa produk makanan jadi seperti air kemasan, nasi dengan lauk,

dan kue basah. Beberapa produk makanan jadi masih menyesuaikan harga sebagai

respon peningkatan harga BBM pada akhir tahun 2014, namun ketika terjadi

penurunan harga BBM tidak langsung diikuti dengan penurunan harga (terjadi

kekakuan harga).

Bila dilihat dari kota yang disurvei di Provinsi Riau, inflasi tertinggi masih terjadi di

Kota Dumai yaitu mencapai 6,50% (yoy), diikuti oleh Kota Pekanbaru dan Kota

Tembilahan masing-masing-masing 6,16% dan 5,63% (yoy). Tekanan inflasi pada

ketiga kota tersebut menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Pencapaian inflasi tersebut juga menunjukkan disparitas inflasi antar

ketiga kota (terutama Tembilahan dengan Pekanbaru dan Dumai) relatif mengecil.

Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi di Riau dan

Nasional (yoy)

Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Ketiga Kota

di Riau (yoy)

Sumber : BPS, diolah

Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa yang disurvei di Provinsi Riau,

sumber pelambatan inflasi secara tahunan pada triwulan I 2015 terutama berasal

dari penurunan tekanan inflasi kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi,

dan kelompok transportasi komunikasi, yaitu masing-masing menyumbang sebesar

1,46%, 1,83%, dan 0,84% terhadap inflasi Riau. Penurunan inflasi terjadi pada

sebagian besar kelompok inflasi, kecuali kelompok perumahan dan kelompok

kesehatan yang mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Inflasi

0

2

4

6

8

10

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2010 2011 2012 2013 2014 2015

% (yoy) Nasional Riau Sumatera

6,16 6,50

5,63

0

2

4

6

8

10

12

14

I II III IV I

2014 2015

% (yoy)Pekanbaru Dumai

Tembilahan Riau

Page 55: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

29

tertinggi pada triwulan laporan dialami oleh kelompok makanan jadi yaitu 9,00%

(yoy), diikuti perumahan dan kelompok bahan makanan masing-masing 6,78% dan

6,07% (yoy). Sebaliknya, inflasi terendah dialami oleh kelompok pendidikan,

rekreasi dan olahraga dan kelompok sandang yaitu sebesar 2,63% (yoy) dan

3,65% (yoy.

Grafik 2.3. Inflasi dan Sumbangan Kelompok Barang dan Jasa (yoy)

Perkembangan inflasi Riau secara triwulanan menunjukkan tren menurun bila

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari 4,26% (qtq) menjadi -1,25%

(qtq). Angka inflasi Riau pada triwulanan laporan juga lebih rendah dan berbeda

arah jika dibandingkan dengan rata-rata historisnya dalam kurun waktu 5 (lima)

tahun terakhir yang tercatat sebesar 1,17% (qtq).

Grafik 2.4. Perkembangan Inflasi Riau Nasional secara Triwulanan (qtq)

Sumber : BPS, diolah

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

0

2

4

6

8

10

12

14

Bahan

Makanan

Makanan

Jadi

Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan,

Rekreasi

Transportasi

Komunikasi

% Kontribusi% (yoy) % (yoy) Tw IV 2014 % (yoy) Tw I 2015

Kont.Tw IV 2014 Kont.Tw I 2015

-2

-1

0

1

2

3

4

5

I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015

% qtq Pekanbaru Dumai Tembilahan Nasional Riau

Page 56: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

30

Menurunnya tekanan inflasi Riau pada triwulan laporan tidak terlepas dari

menurunnya harga-harga pada sub kelompok padi-padian dan sub kelompok

bumbu-bumbuan pada kelompok bahan makanan, dan sub kelompok transportasi

pada kelompok transportasi dan komunikasi. Dilihat dari komoditasnya, maka

penurunan inflasi utamanya bersumber dari penurunan harga beras, cabe merah,

bensin, solar dan tarif angkutan udara. Selain itu, langkah-langkah yang ditempuh

TPID di Riau dalam melakukan pengelolaan ekspektasi harga terutama

meminimalisir dampak kenaikan harga BBM, juga mampu meredam inflasi Riau.

Sinergi antar lembaga/instansi untuk menjaga distribusi dan kecukupan stok

menjadi salah satu kunci utama terjaganya ekspektasi masyarakat di Provinsi Riau.

Grafik 2.5. Historis Inflasi selama Tw I di Provinsi Riau (qtq)

Sumber : BPS, diolah

Namun demikian, peningkatan harga sewa rumah dari kelompok penurunan dan

sebagian komoditas sandang secara umum menjadi faktor yang menahan

penurunan inflasi pada triwulan laporan.

Berdasarkan kota yang disurvei di Provinsi Riau, maka deflasi terbesar terjadi di Kota

Pekanbaru yaitu mencapai -1,32% (qtq), berbeda arah dengan triwulan

sebelumnya yang mengalami inflasi 4,41% (qtq) dan rata-rata inflasi triwulan I

2010-2014 yang sebesar 1,35% (qtq). Sementara itu Kota Tembilahan dan Kota

Dumai tercatat masing-masing deflasi sebesar -1,19% (qtq) dan -0,92% (qtq), juga

berbeda arah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar

3,29% dan 3,98% (qtq). Secara umum, perkembangan inflasi ketiga kota yang

disurvei secara triwulanan pada triwulan laporan tercatat berbeda arah atau lebih

rendah dibandingkan dengan rata-rata historisnya (2010-2014).

1.381.17 1.35

0.19

2.94

-0.44

-1.25 -1.32-0.92

-1.19

-2.5

-1.5

-0.5

0.5

1.5

2.5

3.5

Nasional Riau Pekanbaru Dumai Tembilahan

% (qtq) Historis 2010-2014 Tw I-2015

Page 57: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

31

Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa yang disurvei, maka deflasi

terjadi pada kelompok transpor komunikasi dan kelompok bahan makanan masing-

masing sebesar -6,24% dan -3,18% (qtq). Kelompok tersebut memberikan andil

pada deflasi triwulan laporan yaitu mencapai -0,99% dan -0,77%. Sementara itu,

kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau, serta kelompok

perumahan masing-masing tercatat mengalami inflasi sebesar 1,35% dan 1,12%

(qtq), masing-masing memberikan andil inflasi sebesar 0,27% dan 0,25%.

Grafik 2.6. Inflasi dan Kontribusi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Tw I 2015 di Riau (qtq)

Sumber : BPS, diolah

2.1. Inflasi Kota

2.1.1. Inflasi Kota Pekanbaru

Pada triwulan I 2015, Kota Pekanbaru mengalami Inflasi sebesar 6,16% (yoy),

menurun dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai 8,53% (yoy). Penurunan

tekanan inflasi terjadi pada seluruh kelompok disagregasinya. Penurunan inflasi

utamanya berasal dari penurunan harga BBM bersubsidi (penurunan harga bensin

dan solar) pada bulan Januari 2015. Selain itu, penurunan harga BBM juga direspon

dengan penurunan tarif angkutan udara dan angkutan antar kota pada bulan

Januari dan Februari. Sementara itu dari kelompok bahan makanan, membaiknya

pasokan beras dan beberapa komoditas sayur, buah dan bumbu-bumbuan turut

mendorong penurunan laju inflasi pada triwulan laporan.

-1.5

-1.0

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

12

Bahan

Makanan

Makanan

Jadi

Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan,

Rekreasi

Transportasi

Komunikasi

% Kontribusi% (qtq) % (qtq) Tw IV 2014 % (qtq) Tw I 2015

Kont.Tw IV 2014 Kont.Tw I 2015

Page 58: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

32

Di sisi lain, meningkatnya harga sewa dan kontrak rumah pada kelompok

perumahan, kenaikan harga emas perhiasan dari kelompok sandang pada awal

tahun, dan beberapa komoditas makanan jadi menjadi faktor yang menahan

penurunan laju inflasi di triwulan I 2015 .

Dilihat berdasarkan kelompok barang jasa yang disurvei, inflasi tertinggi dialami

oleh kelompok makanan jadi (8,64%, yoy) dan kelompok bahan makanan (6,76%,

yoy), meskipun menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat

mengalami inflasi masing-masing sebesar 10,88% dan 9,79% (yoy). Selanjutnya,

diikuti oleh inflasi pada kelompok perumahan sebesar 6,36% dan menjadi satu-

satunya kelompok komoditas yang mengalami peningkatan dibandingkan triwulan

sebelumnya (5,65%, yoy). Inflasi pada ketiga kelompok barang dan jasa ini tercatat

memberikan kontribusi tertinggi terhadap inflasi Pekanbaru pada triwulan laporan.

Sebaliknya, inflasi terendah dialami oleh kelompok pendidikan (2,10%,yoy) dan

kelompok sandang (3,17%,yoy) yang memberikan kontribusi terendah pada

triwulan laporan. Kedua kelompok tersebut juga tercatat mengalami penurunan

dibandingkan triwulan sebelumnya (2,17% dan 3,63%, yoy).

Grafik 2.7 Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru dan Rata-rata Historis Tw I (2011-

2015)

Sumber : BPS, diolah

Grafik 2.8. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Pekanbaru Tw I

2015

2.1.2. Inflasi Kota Dumai

Sejalan dengan perkembangan inflasi kota Pekanbaru, inflasi kota Dumai juga

mengalami penurunan dari 8,53% (yoy) menjadi 6,50%(yoy). Penurunan tekanan

inflasi kota Dumai didorong oleh penurunan inflasi kelompok transportasi dan

komunikasi yang berasal dari penurunan harga BBM (solar dan bensin) pada awal

-2

-1

0

1

2

3

4

5

0

2

4

6

8

10

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014 2015

% (qtq)% (yoy)Inflasi Triwulanan

Inflasi Tahunan

Rata-rata Inflasi yoy Tw I (2010-2014)

6.76

8.64

6.36

3.17

5.40

2.10

5.64

0.0

0.4

0.8

1.2

1.6

2.0

0

4

8

12

BahanMakanan

MakananJadi

Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan,Rekreasi

Transport &Kom

% kontribusi% (yoy) % (yoy) Tw I 2015 Kont.Tw I 2015

Page 59: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

33

tahun, serta penurunan inflasi kelompok bahan makanan yang berasal dari

penurunan harga bumbu-bumbuan, buah dan sayur (cabe merah, tomat buah,

dan jeruk). Kondisi tersebut disebabkan oleh meningkatnya pasokan dan terjadinya

penurunan harga komoditas tersebut di daerah sentra produksi yang memasok ke

Kota Dumai.

Di sisi lain, kelompok yang menahan laju inflasi terutama berasal dari kelompok

makanan jadi yang mengalami inflasi sebesar 11,34% (yoy), meningkat cukup

tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami inflasi sebesar

9,23% (yoy). Kenaikan dipicu oleh meningkatnya harga air kemasan, rokok kretek,

dan rokok kretek filter. Selain itu, kelompok perumahan juga menjadi faktor yang

menahan penurunan laju inflasi di Kota Dumai. Kelompok perumahan mengalami

inflasi 8,27% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya 7,66% (yoy)

yang bersumber dari peningkatan biaya sewa rumah dan tarif tukang bukan

mandor.

Grafik 2.9. Perkembangan Inflasi Kota Dumai dan Rata-rata Historis Tw I (2011-2015)

Sumber : BPS, diolah

Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2015

Sumber : BPS, diolah

2.1.3. Inflasi Kota Tembilahan

Inflasi yang terjadi di Kota Tembilahan tercatat sebagai inflasi terendah di Provinsi

Riau yaitu mencapai 5,63% (yoy) pada triwulan I 2015. Searah dengan dua kota

lainnya, tekanan inflasi Kota Tembilahan pada triwulan laporan mengalami

peniurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Berdasarkan kelompoknya, maka

penurunan dialami oleh kelompok transportasi dan komunikasi, serta kelompok

bahan makanan, masing-masing turun dari 10,97% dan 9,09% (yoy) di triwulan IV

2014 menjadi 4,13% dan 4,47% (yoy) di triwulan I 2015. Di sisi lain peningkatan

-2

-1

0

1

2

3

4

5

0

2

4

6

8

10

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014 2015

% (qtq)% (yoy)Inflasi Triwulanan

Inflasi Tahunan

Rata-rata Inflasi yoy Tw I (2010-2014)

4.47

11.34

8.27

6.05

2.653.64

4.13

0.0

0.4

0.8

1.2

1.6

2.0

2.4

0

4

8

12

BahanMakanan

MakananJadi

Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan,Rekreasi

Transport &Kom

% kontribusi% (yoy) % (yoy) Tw I 2015 Kont.Tw I 2015

Page 60: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

34

laju inflasi terjadi pada kelompok makanan jadi dan kelompok perumahan, masing-

masing meningkat dari 9,23% dan 7,66% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi

11,34% dan 8,27% (yoy) di triwulan I 2015.

Dilihat berdasarkan subkelompok, penyumbang deflasi pada kelompok bahan

makanan utamanya berasal dari subkelompok bumbu-bumbuan (cabe merah, cabe

rawit dan bawang merah), daging segar dan hasil-hasilnya (daging ayam ras), serta

sebagian buah dan sayur (jeruk, ketimun, tomat sayur). Sementara deflasi

kelompok transportasi, dan komunikasi berasal dari penurunan harga bensin, solar

dan angkutan antar kota.

Sebaliknya, faktor yang menahan penurunan laju inflasi Kota Tembilahan pada

triwulan I 2015 terutama berasal dari peningkatan inflasi kelompok makanan jadi

yang berasal dari peningkatan harga rokok kretek, rokok kretek filter dan ikan

bakar. Selain itu peningkatan inflasi juga terjadi pada kelompok perumahan yang

berasal dari peningkatan harga beberapa bahan bangunan terutama papan,

semen, seng, pasir, biaya kontrak rumah, serta upah pembantu rumah tangga.

Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota Tembilahan

Sumber : BPS, diolah

Grafik 2.12. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Tembilahan Tw I 2015

Sumber : BPS, diolah

2.2. Disagregasi Inflasi3 (yoy)

Penurunan tekanan inflasi Riau pada triwulan laporan, utamanya didorong oleh

menurunnya tekanan dari kelompok administered price, yang berasal dari

penurunan harga BBM bersubsidi pada bulan Januari 2015. Selain itu, penurunan

tekanan inflasi juga terjadi pada kelompok volatile food (kelompok makanan

3 Disagregasi dilakukan dengan pendekatan subkelompok

-1.5-1.0-0.50.00.51.01.52.02.53.03.54.0

0

2

4

6

8

10

12

14

I II III IV I

2014 2015

% (qtq)% (yoy) Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan

2.53

8.42 8.34

3.823.00

6.78

3.85

0.0

0.4

0.8

1.2

1.6

2.0

2.4

0

4

8

12

BahanMakanan

MakananJadi

Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan,Rekreasi

Transport &Kom

% kontribusi% (yoy) % (yoy) Tw I 2015 Kont.Tw I 2015

Page 61: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

35

bergejolak) yang dipicu oleh penurunan harga bahan makanan seperti beras dan

cabe merah karena meningkatnya pasokan. Sementara, tekanan inflasi kelompok

core (inti) sedikit menurun disebabkan oleh penurunan harga sebagian besar

komoditas makanan jadi sebagai dampak penurunan BBM bersubsidi. Namun

terdapat faktor penahan penurunan laju inflasi inti diantaranya peningkatan harga

kelompok perumahan akibat meningkatnya harga sewa rumah (di ketiga kota) dan

harga beberapa bahan bangunan (terutama di Tembilahan).

Grafik 2.13. Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (yoy

2.2.1. Inflasi Inti (Core)

Laju inflasi inti pada triwulan I 2015 sedikit mengalami penurunan dibandingkan

triwulan IV 2014 karena dampak penurunan harga BBM bersubsidi. Selain itu,

masih berlanjutnya penurunan harga emas global yang ditransmisikan ke harga

emas perhiasan domestik mendorong laju penurunan inflasi inti pada triwulan

laporan. Kondisi ini tercermin dari mulai menurunnya inflasi tradables goods4 pada

triwulan laporan. Begitu halnya inflasi kelompok non tradable goods5 yang menjadi

faktor yang mendorong penurunan inflasi inti Riau pada triwulan laporan.

Jika dilihat berdasarkan kota yang disurvei, maka inflasi inti tertinggi terjadi di Kota

Dumai. Inflasi inti yang terjadi di kota ini tercatat cukup tinggi dibandingkan 2 (dua)

kota lainnya, dan menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan

4 Tradable goods merupakan barang atau jasa yang dapat diperjualbelikan di lokasi yang berbeda atau berjarak dari lokasi dimana barang atau jasa tersebut dihasilkan 5 Non tradable goods merupakan barang atau jasa yang tidak dapat diperjualbelikan di lokasi yang berbeda atau berjarak dari lokasi dimana barang atau jasa tersebut dihasilkan

-5

0

5

10

15

20

25

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3

2011 2012 2013 2014 2015

(% yoy) CPI Core Volatile Food Administered

Page 62: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

36

sebelumnya. Sebaliknya, inflasi inti di Kota Pekanbaru dan Kota Tembilahan

cenderung mengalami penurunan.

Sementara itu faktor yang menahan penurunan inflasi inti di Riau adalah

peningkatan kelompok perumahan yang berasal dari peningkatan harga sewa

rumah, kontrak rumah, dan tarif tukang bukan mandor. Selain itu juga terjadi

peningkatan beberapa komoditas kelompok makanan jadi diantaranya harga air

kemasan, kue basah, nasi dengan lauk, dan gula pasir.

Grafik 2.14. Perkembangan Inflasi Inti (core) di Riau (yoy)

Sumber : BPS, diolah

Grafik 2.15. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 2.16. Perkembangan Harga Emas Dunia

Sumber : Bloomberg, diolah

Grafik 2.17. Perkembangan Inflasi Tradables Goods dan Non Tradable Goods (yoy)

Sumber : BPS, diolah

2.2.2. Inflasi Volatile Food

Perkembangan harga kelompok volatile food pada periode laporan mengalami

penurunan yang cukup signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Menurunnya tekanan inflasi volatile food tersebut didorong oleh deflasi yang

terjadi pada kelompok bahan makanan, terutama berasal dari subkelompok padi-

padian dan subkelompok bumbu-bumbuan. Komoditas utama penyumbang deflasi

0

2

4

6

8

10

I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015

% (yoy) Pekanbaru Dumai Tembilahan RIAU

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

0

400

800

1200

1600

2000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

(% yoy)($/OZ) Harga Emas ($/OZ) g (yoy, RHS)

0

2

4

6

8

10

12

1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1

2010 2011 2012 2013 2014 2015

% (yoy)Tradeable Non Tradeable

Page 63: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

37

dari kedua kelompok tersebut ialah beras dan cabe merah. Untuk komoditas beras

faktor pendorong deflasi selain disebabkan oleh meningkatnya pasokan karena

memasuki panen raya padi, juga diperkirakan karena penyaluran beras miskin

(raskin) oleh Bulog pada triwulan I telah mencapai 71% (9700 ton) dari pagu raskin

di wilayah Riau cukup efektif dalam menekan harga beras. Sementara itu

penurunan harga cabe merah disebabkan oleh anjloknya harga cabe di daerah

penghasil Sumatera Barat dan Jawa akibat melimpahnya pasokan. Selain itu,

penurunan harga pada beberapa jenis sayuran dan buah-buahan juga mendorong

penurunan inflasi pada kelompok volatile food. Namun demikian, penurunan

tekanan inflasi kelompok volatile food tertahan oleh kenaikan harga beberapa

komoditas antara lain bawang merah, daging ayam ras, dan daging sapi karena

terbatasnya pasokan komoditas tersebut di pasar.

Penurunan tekanan inflasi volatile food terjadi pada seluruh kota yang disurvei di

provinsi Riau dengan penurunan terbesar terjadi di Kota Tembilahan

Grafik 2.18. Perkembangan Inflasi Volatile Food di Riau (yoy)

Grafik 2.19. Perkembangan Harga Komoditas Beras dan Cabe Merah di Kota Pekanbaru

Sumber : BPS, diolah

Sumber: Survei Pemantauan Harga Bank Indonesia

2.2.3. Inflasi Administered Prices

Inflasi kelompok administered prices Riau pada triwulan laporan kembali

mengalami penurunan setelah mengalami peningkatan cukup tinggi pada triwulan

sebelumnya. Jika dilihat dari kota yang disurvei, maka penurunan inflasi

administered price terjadi pada semua kota yang disurvei di Provinsi Riau. Inflasi

-8

-4

0

4

8

12

16

20

24

28

I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015

% (yoy) Pekanbaru Dumai Tembilahan RIAU

7,000

8,000

9,000

10,000

11,000

12,000

13,000

14,000

-

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

70,000

80,000

90,000

5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3

2013 2014 2015

Cabe Merah (LHS) Beras (RHS)

Page 64: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

38

administered price tertinggi dialami oleh Kota Pekanbaru, diikuti oleh Kota

Tembilahan dan Kota Dumai.

Penurunan tekanan inflasi pada kelompok administered price disebabkan oleh

penurunan harga BBM bersubsidi yang terjadi 2 kali pada bulan Januari yang lalu.

Penurunan ini terjadi pada komoditas bensin dan solar. Penurunan tersebut juga

berdampak terhadap penyesuaian tarif angkutan, terutama tarif angkutan udara

dan tarif angkutan antar kota. Selain itu, penurunan harga LPG juga mendorong

penurunan inflasi kelompok administered price.

Grafik 2.20. Perkembangan Inflasi Administered Price (yoy)

Sumber : BPS, diolah

0

4

8

12

16

20

24

28

I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015

% (yoy) Pekanbaru Dumai Tembilahan RIAU

Page 65: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

PERKEMBANGAN PROGRAM KEDAULATAN

PANGAN DI PROVINSI RIAU

Boks ini berisi uraian singkat terkait kondisi pangan di provinsi Riau, termasuk melihat

kesiapan dan komitmen pemerintah daerah untuk meningkatkan produksi pangan lokal

dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan, serta merespon program Kedaulatan

Pangan sebagai salah satu fokus prioritas pembangunan pemerintah pusat.

Peningkatan produksi pangan lokal dapat dikembangkan melalui beberapa program

diantaranya pengembangan infrastruktur pertanian, peningkatan sarana produksi

pertanian, peningkatan keterampilan dan manajemen tenaga di sektor pertanian,

maupun program perbaikan tata niaga/pemasaran produk pertanian.

Berdasarkan hasil Focus Group Discussion dengan beberapa Satuan Kerja Perangkat

Daerah (SKPD) di provinsi Riau diperoleh informasi bahwa sebagian besar produksi

komoditas pangan utama tahun 2013 dan 2014 di provinsi Riau tercatat mengalami

defisit seperti beras (-369.548 ton dan -267.401 ton), jagung (-21.563 ton dan -24.601

ton), kedelai (-22.290 ton dan -21.801 ton), kacang tanah (-11.008 ton dan -8.770

ton), kacang hijau (-13.469 ton dan -12.969 ton), ubi jalar (-726 ton dan -438 ton),

telur (-38.882 ton dan -39.656 ton), ikan (-21.579 ton dan 18.605 ton), buah-buahan

(-109 ton di 2014) dan sayur-sayuran (-88.793 ton di 2014). Meski demikian, defisit

sebagian besar komoditas ini terus mengalami perbaikan dalam kurun waktu 3 tahun

terakhir. Untuk menutup defisit dalam pemenuhan kebutuhan tersebut, sebagian besar

pasokan pangan didatangkan dari daerah lain, terutama dari provinsi Sumatera Barat,

Sumatera Utara, dan Jawa. Namun untuk menjaga kesinambungan pasokan dan

mengurangi tingkat ketergantungan secara jangka menengah dan panjang, pemerintah

Provinsi Riau terus berupaya meningkatkan produksi komoditas pangan, terutama

PAJALE (komoditas Padi, Jagung dan Kedelai) dengan sasaran produksi tahun 2019

masing-masing mencapai 709.230 ton, 58.662 ton, dan 8.654 ton. Adapun prognosa

kebutuhan komoditas pangan tahun 2015 dan peningkatan surplus defisit pangan

tahun 2014-2015 dapat dilihat pada tabel B3.1 dan grafik B3.1.

Adapun komoditas pangan yang tercatat mengalami surplus antara lain adalah ubi

kayu, daging dan sagu. Pemerintah saat ini mengarahkan surplus ubi kayu untuk dapat

diolah menjadi berbagai makanan olahan sehingga dapat bernilai tambah dan dapat

meningkatkan pendapatan masyarakat. Untuk komoditas daging, kondisi surplus

mayoritas berasal dari daging ayam, sedangkan daging sapi masih terjadi defisit dan

Boks 3

Page 66: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

harus dipenuhi dengan memasok daging sapi dari provinsi Lampung dan Sumatera

Barat. Sementara itu, sagu sebagai salah satu bahan pangan yang saat ini sedang

gencar dikembangkan oleh pemerintah, saat ini mulai dilakukan optimalisasi

pemanfaatannya sebagai komoditas substitusi beras. Sentra produksi sagu di provinsi

Riau berada di kabupaten Kepulauan Meranti. Meski demikian tantangan dalam

pengembangan sagu saat ini adalah tingkat konsumsi sagu yang sangat kecil bahkan

hanya 2% dari total produksi sehingga kelebihan produksi lebih banyak di kirim ke

Cirebon untuk selanjutnya di ekspor ke Malaysia.

Tabel B3.1 Prognosa Kebutuhan Pangan Tahun 2015

Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan, Badan Ketahanan Pangan Prov.Riau

Grafik B3.1 Surplus Defisit Pangan Riau Tahun 2014-2015

Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan, Badan Ketahanan Pangan Prov.Riau

Dalam rangka peningkatan produksi pertanian terutama padi, jagung, kedelai di tahun

2015, Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Riau melakukan pembangunan

infrastruktur pertanian seperti pembangunan jaringan baru dan rehabilitasi irigasi rusak

No Komoditas Produksi Konsumsi Surplus/Defisit

1 Beras 452,320 665,659 (213,339)

2 Jagung 28,730 39,018 (10,288)

3 Kedelai 4,044 23,473 (19,429)

4 Kacang Tanah 1,580 12,653 (11,073)

5 Kacang Hijau 1,787 13,614 (11,827)

6 Ubi Kayu 112,158 78,600 33,558

7 Ubi Jalar 9,312 9,468 (156)

8 Daging 38,400 55,560 (17,160)

9 Telur 5,136 46,906 (41,770)

10 Ikan 185,073 171,933 13,140

(300,000) (250,000) (200,000) (150,000) (100,000) (50,000) - 50,000

Beras

Jagung

Kedelai

Kacang Tanah

Kacang Hijau

Ubi Kayu

Ubi Jalar

Daging

Telur

IkanSurplus Defisit Prognosa 2015

Surplus Defisit 2014

Page 67: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

di 3 juta Ha lahan, penyediaan sarana dan prasarana pertanian (benih, pupuk, pestisida

dan alat mesin pertanian), dan pembangunan terminal agribisnis. Sebagai informasi,

pembangunan jaringan irigasi ini menitikberatkan pada refocussing seluas 10.350 Ha

dengan anggaran Rp.22,2 Miliar dan APBN-P untuk lahan seluas 21.800 Ha dengan

anggaran Rp.144,16 Miliar (termasuk alokasi dana untuk pengembangan optimalisasi

lahan, System of Rice Intensification dan jaringan irigasi). Disisi lain, penyediaan sarana

dan prasarana tersebut diberikan pemerintah dalam bentuk bantuan pupuk dan benih

(padi dan jagung) di lokasi pengembangan jaringan irigasi dan pengembangan jagung

sebesar Rp.23,14 Miliar, optimalisasi lahan pertanian untuk perluasan areal tanam

kedelai dan jagung, serta bantuan alat dan mesin pertanian pra pertanian seperti

traktor roda 2, traktor roda 4, pompa air, rice transplanter dengan anggaran APBN-P

Rp.5,26 Miliar dan bantuan alat dan mesin pengolahan pasca pertanian seperti Rice

Milling Unit (RMU), combine harvester, dryer, corn seller dan power threser, serta

pengawalan/pendampingan dari TNI, penyuluh dan mahasiwa.

Selain fokus pada pengembangan tanaman padi, jagung, kedelai, program kedaulatan

pangan pemerintah pusat juga fokus mencari solusi untuk mengatasi tingginya tingkat

inflasi yang disumbangkan oleh komoditas bumbu-bumbuan yaitu cabe merah dan

bawang merah. Provinsi Riau pada tahun 2015 mendapatkan dropping dana APBN

murni untuk pengembangan 30 Ha tanaman cabe di Dumai. Selanjutnya dalam APBN

Perubahan, provinsi Riau mendapatkan tambahan anggaran untuk pengembangan 52

Ha tanaman cabe merah dan 30 Ha bawang merah. Diharapkan dengan program

tersebut dapat meningkatkan pasokan cabe merah dan bawang merah di Riau yang

sebelumnya banyak dipasok dari daerah Sumatera Barat dan Jawa.

Tabel B3.2 Pengembangan Tanaman Cabe Merah dan Bawang Merah di Provinsi Riau

Anggaran APBN Perubahan Anggaran APBD Provinsi

Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Prov.Riau

Dalam upaya pengembangan ini, pemerintah daerah menghadapi sejumlah kendala

seperti banyaknya petani yang mendadak muncul ketika adanya pemberian bantuan

sosial sehingga Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Riau harus berhati-hati dalam

menseleksi/pemilihan petani yang akan diberikan bantuan tersebut, disamping masih

Cabe Merah Bawang Merah

Siak 14 Ha Kampar 20 Ha

Rokan Hilir 13 Ha Pekanbaru 10 Ha

Pekanbaru 13 Ha Total 30 Ha

Bengkalis 12 Ha

Total 52 Ha

Page 68: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

rendahnya kualitas sumber daya petani dalam penerapan teknologi dan manajemen di

bidang pertanian. Namun demikian, pemerintah terus berupaya melalui survei ke

lapangan untuk memastikan bahwa bantuan sosial tersebut diberikan kepada orang

yang tepat. Selain itu permasalahan pada pengembangan cabe merah dan bawang

merah, mayoritas luas lahan petani di provinsi Riau yang hanya sekitar 1000 s.d. 2000

meter persegi menghadapi kendala mekanisme ketentuan pengembangan pada lahan

minimal 0,5 Ha. Ke depannya Dinas Pertanian dan Peternakan berencana menyusun

masterplan pengembangan tanaman hortikultura di provinsi Riau termasuk

mengantisipasi masuknya komoditas pada saat pemberlakuan Masyarakat Ekonomi

Asean pada akhir tahun 2015.

Terkait dengan mata rantai pemasaran untuk produk pangan padi, jagung dan kedelai

sebagian besar langsung dijual petani ke konsumen akhir sehingga margin keuntungan

terbesar diperoleh petani. Hal ini dikarenakan sebagian besar produksi petani di Provinsi

Riau baru dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Sementara itu,

distribusi untuk komoditas sayur-sayuran, cabe dan bawang petani sebagian besar

dilakukan melalui pengumpul sebelum ke konsumen akhir yang dalam hal ini

pengumpul adalah pihak yang memperoleh margin terbesar. Sedangkan komoditas

buah-buahan sebagian besar langsung dijual petani ke pengecer untuk selanjutnya di

jual ke konsumen akhir. Dengan demikian, margin keuntungan terbesar diperoleh oleh

pengecer.

Untuk meningkatkan efisiensi pemasaran/tata niaga produk pangan unggulan,

pemerintah sejak tahun 2002 sudah membentuk grand design proyek terminal

agribisnis di Dumai, namun belum berjalan efektif di bawah pengelolaan BUMD kota

Dumai. Disamping itu, pada tahun 2014 Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi

Riau berencana untuk membuat resi gudang melalui sosialisasi ke kabupaten/kota di

Provinsi Riau. Namun hal ini terkendala dari sisi pemahaman daerah terhadap

pentingnya resi gudang yang masih rendah sehingga sampai saat ini belum ada resi

gudang yang terealisasi di Provinsi Riau karena masyarakat menilai bahwa resi gudang

tersebut tidak dapat memberikan keuntungan apapun, kalaupun resi gudang tersebut

sudah dibentuk mereka khawatir terhadap pasar yang akan membeli hasil produksinya.

Hingga saat ini, Provinsi Riau belum memiliki pasar induk, gudang agribisnis dan sistem

resi gudang.

Page 69: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

Adapun program-program yang tahun 2015 ini dicanangkan oleh pemerintah

pusat/daerah dalam menjaga kesinambungan pasokan pangan antara lain adalah

mengoptimalkan pemanfaatan sagu, optimalisasi lahan dan penyediaan sarana dan

prasarana pertanian (benih, pupuk, pestisida dan alat mesin pertanian), program upaya

khusus untuk mendukung percepatan swasembada padi, jagung dan kedelai, alih

fungsi lahan non produktif ke produktif, diversifikasi pangan, rumah pangan mandiri

serta pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi.

Page 70: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

39

1. Kondisi Umum

Perkembangan perbankan Provinsi Riau pada triwulan I 2015 relatif lebih baik

dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara tahunan, pertumbuhan baik aset, dana,

maupun kredit tumbuh lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Namun kualitas

kredit yang disalurkan oleh bank umum maupun BPR mengalami penurunan dan

perlu mendapat perhatian serius.

Bab 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN

DAN SISTEM PEMBAYARAN

DAERAH

Page 71: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

40

2. Perkembangan Perbankan Riau

Kinerja perbankan Riau pada triwulan laporan relatif lebih baik bila dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya. Hal ini dapat terlihat dari pertumbuhan aset perbankan

Riau yang mencapai Rp91,72 triliun atau meningkat dari 11,43% (yoy) menjadi

23,44% (yoy). Peningkatan aset perbankan utamanya didorong oleh peningkatan

aset bank umum dari 11,44% pada triwulan sebelumnya menjadi 23,68% pada

triwulan laporan.

Sejalan dengan pertumbuhan aset, kredit perbankan Riau juga tumbuh membaik

dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 7,31% (yoy) menjadi 8,15% (yoy).

Posisi kredit perbankan Riau pada triwulan I mencapai Rp 53,26 triliun. Namun, kredit

yang disalurkan oleh perbankan Riau tercatat lebih tinggi bila dilihat berdasarkan

lokasi proyek, yaitu mencapai Rp 74,81 triliun atau tumbuh 9,46% (yoy). Dana Pihak

Ketiga (DPK) perbankan Riau juga tumbuh lebih tinggi yaitu sebesar 22,02% (yoy)

dari 15,53% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Nilai DPK perbankan Riau saat ini

mencapai Rp 67,37 triliun.

Tabel 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan Riau (dalam Rp Juta)

Pertumbuhan dana yang meningkat lebih besar secara triwulanan dibandingkan

pertumbuhan kredit menyebabkan penurunan LDR perbankan Riau yaitu dari

2015

IV I 2012 2013 Tw IV-2014 Tw I-2015

Aset (Rp Juta) 73,387,482 77,905,799 86,812,375 91,724,376 20.96 6.16 11.43 23.44

- Bank Umum 72,349,212 76,861,876 85,652,213 90,534,888 21.08 6.24 11.44 23.68

- BPR/S 1,038,271 1,043,922 1,160,162 1,189,489 12.81 0.54 11.13 7.90

Kredit (Rp Juta) 44,152,190 49,499,140 53,119,547 53,266,023 20.30 12.11 7.31 8.15

- Bank Umum 43,443,660 48,745,468 52,283,437 52,401,716 20.40 12.20 7.26 8.07

- BPR/S 708,530 753,672 836,111 864,307 14.73 6.37 10.94 13.32

Kredit Lokasi Proyek (Rp Juta) 60,029,878 67,004,851 74,750,319 74,812,059 17.50 11.62 11.56 9.46

Kredit UMKM (Rp Juta) 15,630,199 17,614,783 20,032,690 19,809,940 16.38 12.70 13.73 9.48

Dana Pihak Ketiga (Rp Juta) 52,937,080 56,223,913 64,952,945 67,372,858 23.04 6.21 15.53 22.02

- Bank Umum 52,242,540 55,523,886 64,143,197 66,525,297 21.31 6.28 15.52 22.14

- BPR/S 694,541 700,027 809,748 847,560 19.8 0.8 15.67 13.19

LDR 83.41% 88.04% 81.78% 79.06%

LDR (lokasi proyek) 113.40% 119.18% 115.08% 111.04%

NPL 3.05% 3.25% 3.39% 3.82%

20132012Indikator2014 (yoy,%)

Page 72: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

41

Tabel 3.2. Perkembangan Jaringan Kantor Bank Umum di Riau Triwulan I 2015

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Provinsi Riau

2015

Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I

1. Jumlah Bank 48 48 49 49 49

- Pemerintah 9 9 9 9 9

- Swasta 28 28 29 29 29

- Asing 0 0 0 0 0

- Syariah 5 5 5 5 5

- Unit Usaha Syariah 6 6 6 6 6

2. Kantor Pusat 1 1 1 1 1

Keterangan2014

81,78% menjadi 79,06%. Begitu halnya dengan memperhitungkan kredit

berdasarkan lokasi proyek, LDR perbankan Riau juga tercatat mengalami penurunan

dari 115,08% menjadi 111,04%. Sementara itu, kualitas kredit yang disalurkan

relatif menurun yaitu sebesar 3,82%, meski demikian masih berada dalam batas

aman yang ditetapkan.

2.1. Perkembangan Bank Umum

2.1.1. Perkembangan Jaringan Kantor

Jumlah Bank Umum yang beroperasi di

Provinsi Riau pada triwulan I 2015 tidak

mengalami perubahan dibandingkan

triwulan sebelumnya yaitu tercatat

sebanyak 49 Bank. Jumlah jaringan

kantor bank umum yang ada di Provinsi

Riau terdiri dari 94 Kantor Kas, 90

Kantor Cabang, 469 Kantor Cabang

Pembantu.

2.1.2. Perkembangan Aset

Aset bank umum di Provinsi Riau tercatat sebesar Rp 90,53 triliun pada triwulan I

2015, tumbuh 23,68% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan IV 2014 yang

tumbuh sebesar 11,44% (yoy). Pertumbuhan aset bank umum didorong oleh

pertumbuhan dana yang dihimpun. Jika dilihat secara triwulanan aset bank umum

juga mengalami ekspansi sebesar 5,70% (qtq).

Grafik 3.1. Perkembangan Aset Bank Umum di Provinsi Riau

Grafik 3.2. Perkembangan Pangsa Aset Bank Umum Menurut Kelompok

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

0

20

40

60

80

100

I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015

g (%)(Rp Trilyun) Aset g(yoy) g(qtq)

72.91

27.09

0

20

40

60

80

100

I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015

share (%) Aset Swasta Aset Pemerintah

Page 73: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

42

Berdasarkan kepemilikannya, maka pertumbuhan aset bank umum pada triwulan

laporan utamanya didorong oleh pertumbuhan aset bank milik pemerintah yaitu

sebesar 34,81% (yoy) sehingga menjadi Rp66,01 triliun. Sementara pertumbuhan

aset bank milik swasta hanya meningkat sebesar 1,19% (yoy), sehingga jumlahnya

mencapai Rp24,53 triliun. Pangsa aset bank umum pemerintah masih tetap

mendominasi dengan share 72,91%, meningkat dibandingkan aset triwulan

sebelumnya.

2.1.3. Kredit

2.1.3.1. Perkembangan Penyaluran Kredit

Kredit yang disalurkan oleh bank umum di Provinsi Riau pada triwulan I 2015

tercatat sebesar Rp52,40 triliun. Jumlah ini tumbuh sebesar 8,07% (yoy),

meningkat jika dibandingkan triwulan IV 2014 yang tumbuh sebesar 7,26% (yoy)

Peningkatan penyaluran kredit pada triwulan I 2015 terjadi pada bank milik

pemerintah yaitu sebesar 10,97 (yoy) dari 7,81% (yoy) di triwulan sebelumnya.

Sedangkan pada bank swasta, pertumbuhan penyaluran kredit justru melambat

dari 6,27% (yoy) menjadi 3,02% (yoy).

Tabel 3.3. Posisi Kredit Bank Umum Di Provinsi Riau (dalam Rp juta)

Berdasarkan valutanya penyaluran kredit masih didominasi oleh mata uang rupiah

yaitu mencapai Rp51,25 triliun, tumbuh 8,51% (yoy) meningkat dari triwulan

sebelumnya (7,98% yoy). Disisi lain, penyaluran kredit dalam mata uang asing

mengalami penurunan sebesar 8,55% (yoy), namun tidak sedalam triwulan

sebelumnya yang tercatat mengalami kontraksi sebesar 16,22% (yoy).

2015

I II III IV I yoy (%) qtq (%)

A. Kelompok Bank

1. Bank Pemerintah 30,819,077 32,527,892 32,798,861 33,681,037 34,200,055 10.97 1.54

2. Bank Swasta 17,668,602 18,140,360 18,180,006 18,602,399 18,201,661 3.02 -2.15

B. V a l u t a

1. Rupiah 47,233,118 49,421,211 50,009,977 51,138,174 51,254,470 8.51 0.23

2. Valas 1,254,562 1,247,042 968,890 1,145,263 1,147,246 -8.55 0.17

T o t a l 48,487,679 50,668,252 50,978,867 52,283,437 52,401,716 8.07 0.23

2014Keterangan

Pertumbuhan Tw I-2015

Page 74: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

43

2.1.3.2. Konsentrasi Kredit

Penyerapan kredit di Provinsi Riau pada triwulan I 2015 masih didominasi oleh

sektor pertanian dan sektor perdagangan yang memiliki pangsa masing-masing

sebesar 21,84% dan 21,38% dengan nilai kredit masing-masing sebesar Rp 11,44

triliun dan Rp 11,20 triliun. Tingginya penyerapan kredit pada sektor tersebut tidak

terlepas dari masih prospektifnya sektor tersebut di Provinsi Riau. Penyaluran kredit

kepada sektor pertanian didominasi oleh subsektor perkebunan kelapa sawit

dengan pangsa 89,60% dari total kredit sektor pertanian atau sebesar Rp. 10,21

triliun. Sedangkan sektor perdagangan didominasi oleh subsektor perdagangan

eceran makanan, minuman dan tembakau dengan pangsa 23,84% dari total kredit

sektor perdagangan atau sebesar Rp 2,33 triliun. Penyaluran kredit kepada sektor

pertanian meningkat dari 14,46% (yoy) pada triwulan IV 2014 menjadi 16,56%

(yoy) pada triwulan I 2015. Berbeda halnya dengan sektor perdagangan yang

melambat dari 3,46% (yoy) menjadi 3,11% (yoy).

Pertumbuhan tertinggi penyaluran kredit pada triwulan I 2015 disumbang oleh

sektor pertambangan yang tercatat tumbuh hingga 44,81% (yoy), meningkat dari

triwulan lalu yang sebesar 30,50% (yoy). Meskipun pertumbuhan pada kredit

sektor pertambangan cukup tinggi namun pangsa kredit pertambangan terhadap

total kredit hanya sebesar 0,75% sehingga andil terhadap pertumbuhan kredit

tidak terlalu besar.

Tabel 3.4. Kredit Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau (Rp juta)

Berdasarkan jenis penggunaannya, penyaluran kredit pada triwulan I 2015

sebagian besar disalurkan kepada sektor produktif yaitu mencapai Rp 32,79 triliun.

2015

I II III IV I Pangsa yoy (%) qtq (%)

1 Pertanian 9,820,296 10,823,881 11,075,019 11,385,094 11,447,005 21.84 16.56 0.54

2 Pertambangan 270,954 256,616 276,562 383,474 392,375 0.75 44.81 2.32

3 Perindustrian 1,659,574 1,956,207 1,884,810 2,031,930 2,142,324 4.09 29.09 5.43

4 Listrik, Gas dan Air 100,188 103,645 92,112 119,840 112,945 0.22 12.73 (5.75)

5 Konstruksi 1,423,983 1,546,524 1,820,045 1,781,803 1,757,464 3.35 23.42 (1.37)

6 Perdag., Resto. & Hotel 10,865,881 11,303,853 11,210,445 11,214,203 11,204,048 21.38 3.11 (0.09)

7 Pengangkutan, Pergud. 1,486,913 1,595,725 1,572,840 1,589,686 1,616,884 3.09 8.74 1.71

8 Jasa-jasa 4,720,005 4,191,082 4,040,417 4,297,705 4,078,975 7.78 (13.58) (5.09)

9 Lain-lain 18,139,884 18,890,718 19,006,617 19,479,702 19,649,697 37.50 8.32 0.87

48,487,679 50,668,252 50,978,867 52,283,437 52,401,716 100.00 8.07 0.23

Tw I-20152014

Jumlah

No. Sektor Ekonomi

Page 75: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

44

Sementara penyaluran pada kredit konsumsi sebesar Rp 19,60 triliun. Komponen

kredit produktif terdiri dari kredit modal kerja dan kredit investasi yang masing-

masing memiliki pangsa sebesar 30,68% dan 31,90% dari total kredit yang

disalurkan.

Grafik 3.3.Perkembangan Pangsa Kredit Menurut Jenis Penggunaan (%)

Pertumbuhan kredit modal kerja mengalami peningkatan dibandingkan triwulan

sebelumnya yaitu dari 5,87% (yoy) menjadi 8,12% (yoy). Peningkatan kinerja

tersebut didorong oleh meningkatnya penyaluran kredit modal kerja ke sektor

pertanian (share 20,1% terhadap kredit modal kerja) yang mampu tumbuh

32,73% (yoy) atau mencapai Rp. 3,22 triliun. Begitu pula kredit konsumsi juga

tercatat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 7,77% (yoy)

menjadi 8,12% (yoy).

Grafik 3.4. Pertumbuhan Penyaluran Kredit Menurut Jenis Penggunaan (qtq)

Grafik 3.5. Pertumbuhan Penyaluran Kredit Menurut Jenis Penggunaan (yoy)

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Modal Kerja Investasi Konsumsi

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015

qtq

,%

Modal Kerja (qtq) Investasi (qtq)

Konsumsi (qtq) Total

0

5

10

15

20

25

30

35

40

I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015

yoy,

%

Modal Kerja (yoy) Investasi (yoy)

Konsumsi (yoy) Total

Page 76: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

45

Di sisi lain, pertumbuhan kredit investasi menunjukkan pelambatan dari 8,05%

(yoy) menjadi 7,97% (yoy). Pelambatan kinerja disebabkan oleh penurunan kinerja

kredit investasi yang disalurkan ke sektor real estate, usaha persewaan dan jasa

perusahaan (share 9,6% terhadap kredit investasi) yang mengalami penurunan

19,34% (yoy) pada triwulan laporan.

Realisasi kredit berdasarkan lokasi proyek di Provinsi Riau pada triwulan I 2015

tumbuh melambat dibandingkan periode sebelumnya yaitu dari 11,56% (yoy) pada

triwulan IV 2014 menjadi 9,46% (yoy) pada triwulan laporan. Berdasarkan

wilayahnya, penyerapan kredit paling besar masih terpusat di Kota Pekanbaru yaitu

mencapai Rp28,63 triliun, diikuti oleh Kabupaten Kampar yang mencatatkan

serapan kredit hingga Rp8,79 triliun. Penyaluran kredit di Kota Pekanbaru tumbuh

melambat dari 8,44% (yoy) triwulan lalu menjadi 7,30% (yoy). Begitu juga

penyaluran kredit di Kabupaten Kampar tumbuh 7,50% (yoy), melambat

dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 10,98% (yoy). Dilihat dari

pertumbuhannya, penyaluran kredit di Kabupaten Indragiri Hilir mengalami

peningkatan yang signifikan hingga mencapai 236% (yoy) yang utamanya berasal

dari sektor pertanian. Di sisi lain, penyaluran kredit di Kota Dumai kembali

menunjukkan kontraksi yang lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu

sebesar 40,31% (yoy) akibat melambatnya penyaluran kredit sektor perdagangan.

Tabel 3.5. Distribusi Penyaluran Kredit Lokasi Proyek Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau (Rp juta)

2015

I II III IV I yoy (%) qtq (%)

1 Pekanbaru 26,689,919 28,093,643 28,195,566 28,809,752 28,637,162 7.30 5.26

2 Bengkalis 3,907,869 3,940,077 3,948,510 4,017,021 4,008,714 2.58 0.82

3 Dumai 8,369,689 6,718,538 4,978,693 4,991,989 4,996,136 (40.31) (19.73)

4 Indragiri Hilir 2,504,825 6,203,822 6,117,345 8,258,084 8,433,952 236.71 147.67

5 Indragiri Hulu 3,738,485 3,952,540 4,052,045 4,174,278 4,153,406 11.10 5.73

6 Rokan Hulu 3,585,956 3,755,770 3,778,742 3,781,278 3,817,179 6.45 4.74

7 Rokan Hilir 2,632,303 2,688,980 2,655,536 2,709,162 2,805,318 6.57 2.15

8 Kampar 8,177,678 8,586,824 8,589,498 8,841,360 8,790,882 7.50 5.00

9 Pelalawan 3,300,407 3,576,188 3,423,064 2,697,431 2,670,068 (19.10) 8.36

10 Siak 3,057,817 3,242,017 3,260,219 3,851,490 3,854,435 26.05 6.02

11 Meranti 303,975 339,516 362,373 373,667 380,160 25.06 11.69

12 Kuantan Singingi 2,079,317 2,146,744 2,250,883 2,244,807 2,264,646 8.91 3.24

68,348,240 73,244,661 71,612,474 74,750,319 74,812,059 9.46 7.16 Jumlah

No Kab./KotaPertumbuhan Tw I-20152014

Page 77: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

46

Total rekening kredit pada bank umum di triwulan I 2015 berjumlah 518.494

rekening, meningkat 5.906 rekening dibandingkan periode sebelumnya. Kenaikan

jumlah rekening berasal dari kategori debitur UMKM yang tumbuh sebesar 2,24%

(qtq) dibandingkan periode sebelumnya atau menjadi 263.156 rekening.

Sementara kredit non UMKM tumbuh 0,05% (qtq) menjadi 255.338 rekening.

Grafik 3.6.Perkembangan Jumlah Rekening Kredit Perbankan

2.1.3.3. Penyaluran Kredit UMKM

Total kredit yang disalurkan kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

oleh bank umum di Provinsi Riau mencapai Rp19,80 triliun pada triwulan I 2015,

melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 15,50% (yoy) menjadi

12,46% (yoy). Porsi kredit yang diserap UMKM dari total kredit yang diberikan

bank umum di Provinsi Riau juga mengalami penurunan dibandingkan triwulan

sebelumnya yaitu dari 38,32% menjadi 37,80%. Penyaluran kredit skala usaha

mikro memiliki pertumbuhan tertinggi pada triwulan I 2015 yaitu sebesar 26,47%

(yoy). Di sisi lain, perkembangan kredit skala usaha kecil yang memiliki pangsa

terbesar kredit UMKM Riau (37,55%) pada triwulan I 2015 tercatat melambat

dibandingkan triwulan sebelumnya.

Sementara, perkembangan kualitas kredit UMKM perlu mendapat perhatian karena

NPL tercatat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 5,49%

menjadi 6,20%, dan berada di atas batas wajar yang ditentukan BI yaitu sebesar

5%. NPL tertinggi pada Kredit UMKM berada pada sektor konstruksi yaitu sebesar

11,03% yang diikuti oleh sektor real estate sebesar 9,41% dan sektor

perdagangan sebesar 7,32%.

-

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

700,000

800,000

900,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014 2015

Total Rekening Kredit Total Rekening Kredit UMKM

Page 78: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

47

Tabel 3.6. Perkembangan Kredit UMKM di Provinsi Riau (Rp juta)

Ket : Kriteria UMKM mengikuti UU No.20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

Tabel 3.7. NPLs Kredit UMKM di Provinsi Riau Tw I 2015 Menurut Sektor Ekonomi

Dilihat secara sektoral, penyerapan kredit UMKM masih didominasi oleh sektor

perdagangan, hotel dan restoran dengan pangsa mencapai 42,69% dari total

kredit UMKM. Selanjutnya sektor pertanian juga menyerap kredit UMKM dalam

jumlah yang besar yaitu sebesar Rp6,57 triliun (pangsa 33,61%) pada triwulan I

2015 dengan porsi terbesar adalah kredit subsektor perkebunan kelapa sawit. Baik

kredit UMKM di sektor perdagangan maupun sektor pertanian mengalami

ekspansi, masing-masing tumbuh sebesar 0,89% dan 20,21% (yoy).

Porsi kredit yang diberikan kepada UMKM paling besar diserap dalam bentuk kredit

modal kerja yaitu mencapai Rp11,53 triliun (pangsa 58,21%). Sementara jumlah

kredit UMKM yang disalurkan dalam bentuk kredit investasi pada triwulan I 2015

mencapai Rp8,27 triliun (pangsa 41,79%). Penyerapan kredit modal kerja memiliki

pertumbuhan yang melambat dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari

2015

I II III IV I yoy (%) qtq (%)

Mikro 4,424,699 5,210,241 4,940,401 5,402,536 5,461,112 23.42 1.08 27.57

Kecil 7,030,433 7,279,402 7,669,811 7,531,647 7,439,193 5.81 (1.23) 37.55

Menengah 6,639,789 7,263,815 7,077,558 7,098,507 6,909,635 4.06 (2.66) 34.88

Kredit MKM 18,094,921 19,753,458 19,687,770 20,032,690 19,809,940 9.48 (1.11) 100.00

NPL MKM 5.13% 5.82% 5.99% 5.49% 6.20%

Total Kredit 48,487,679 50,668,252 50,978,867 52,283,437 52,401,716

(% terhadap Total Kredit) 37.32% 38.99% 38.62% 38.32% 37.80%

Skala UsahaPangsa (%) TwI-

2015

Pertumbuhan Tw I-20152014

Sektor Ekonomi NPL % Sektor Ekonomi NPL %

- Pertanian 4.44% - Perantara Keuangan 1.24%

- Perikanan 2.26% - Real Estate 9.41%

- Pertambangan 3.93% - Administrasi Pemerintahan 0.00%

- Industri 4.29% - Jasa Pendidikan 7.75%

- Listrik, gas dan air 1.77% - Jasa Kesehatan 4.14%

- Konstruksi 11.03% - Jasa Kemasyarakatan 4.92%

- Perdagangan 7.32% - Jasa Perorangan 5.04%

- Penyediaan Akomodasi 3.96% - Badan Internasional 0.00%

- Transportasi 6.11%

6.19%Total

Page 79: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

48

14,50% (yoy) menjadi 10,20% (yoy). Begitu pula, penyaluran kredit investasi

tumbuh melambat dari 12,64% menjadi 8,49% (yoy). Secara umum, pertumbuhan

kredit UMKM tercatat lebih tinggi dari pertumbuhan kredit perbankan secara

umum.

Tabel 3.8. Sebaran Kredit UMKM menurut Sektor Ekonomi (Rp juta)

Tabel 3.9. Sebaran Kredit UMKM menurut Jenis Penggunaan (Rp juta)

2.1.3.4. Kelonggaran Tarik (Undisbursed Loan)

Jumlah kredit yang belum dicairkan atau Undisbursed Loan triwulan I 2015

mencapai Rp4,71 triliun meningkat sebesar 4,7% (yoy). Porsi Undisbursed Loan di

Provinsi Riau mencapai 8,98% dari total kredit yang diberikan bank umum Provinsi

Riau. Pertumbuhan Undisbursed Loan bank umum di Provinsi Riau milik pemerintah

tercatat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu tumbuh menjadi

35,96% (yoy). Sebaliknya pertumbuhan Undisbursed Loan bank swasta mengalami

kontraksi 1,62% (yoy). Pangsa terbesar Undisbursed Loan masih berada di bank

milik swasta sebesar 59,61% pada triwulan laporan.

2015

I II III IV I yoy qtq

1 Pertanian 5,538,770 6,137,287 6,351,038 6,589,237 6,657,992 20.21 1.04 33.61

2 Pertambangan 102,663 95,482 103,340 127,905 157,750 53.66 23.33 0.80

3 Perindustrian 306,847 330,424 349,239 393,370 465,766 51.79 18.40 2.35

4 Listrik, Gas dan Air 99,833 103,551 85,721 112,589 107,196 7.38 (4.79) 0.54

5 Konstruksi 862,249 1,076,985 1,121,439 1,137,332 1,059,670 22.90 (6.83) 5.35

6 Perdag., Resto. & Hotel 8,381,922 8,740,109 8,614,234 8,638,755 8,456,302 0.89 (2.11) 42.69

7 Pengangkutan, Pergud. 862,778 954,817 789,588 748,616 718,668 (16.70) (4.00) 3.63

8 Jasa-jasa 1,934,210 2,189,297 2,208,914 2,198,666 2,165,580 11.96 (1.50) 10.93

9 Lain-lain 5,649 125,506 64,256 86,221 21,016 272.06 (75.63) 0.11

18,094,921 19,753,458 19,687,770 20,032,690 19,809,940 9.48 (1.11) 100.00

Pangsa Tw I-

2015 (%)

growth Tw I 2015 (%)2014

Jumlah

No. Sektor Ekonomi

2015

I II III IV I yoy qtq

Investasi 7,631,556 8,307,849 8,083,107 8,228,757 8,279,143 8.49 0.61

Modal Kerja 10,463,366 11,445,609 11,604,663 11,803,933 11,530,797 10.20 (2.31)

Kredit UMKM 18,094,921 19,753,458 19,687,770 20,032,690 19,809,940 9.48 (1.11)

Total Kredit Perbankan 48,487,679 50,668,252 50,978,867 52,283,437 52,401,716 8.07 0.23

Keterangangrowth Tw I-20152014

Page 80: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

49

Grafik 3.7. Perkembangan Undisbursed Loan Bank Umum di Riau

2.1.3.5. Risiko Kredit

NPLs kredit bank umum pada periode pelaporan menunjukkan peningkatan

dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 3,23% menjadi 3,65%. Tingkat NPL

kredit bank umum yang meningkat menunjukkan penurunan kualitas kredit yang

disalurkan bank umum di Provinsi Riau dalam kurun waktu 3 bulan terakhir.

Grafik 3.8. Perkembangan NPL Gross di Provinsi Riau

Dilihat dari sektor ekonominya, NPL tertinggi masih dialami oleh sektor konstruksi

yaitu sebesar 9,37%, meningkat dibandingkan triwulan IV 2014 yang sebesar

7,64%. Tingginya NPL pada sektor konstruksi utamanya didorong oleh kredit

bermasalah pada sektor konstruksi yang berasal dari subsektor penyiapan lahan

dan konstruksi perumahan sederhana di Kota Pekanbaru.

Beberapa sektor lain yang memiliki NPL cukup tinggi pada periode laporan ini

adalah sektor perdagangan sebesar 5,93% dan sektor pengangkutan sebesar

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015

Pemerintah 1.88 1.67 1.62 1.41 1.32 1.31 1.62 1.38 1.64 1.52 1.87 1.88 1.90

Swasta 2.01 1.96 2.24 2.34 2.44 2.69 3.12 2.94 2.85 3.07 3.21 3.16 2.80

Total 3.89 3.63 3.86 3.75 3.76 4.01 4.74 4.32 4.49 4.60 5.08 5.04 4.71

Rp T

riliu

n

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

4.00

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015

%Rp miliar

Kurang Lancar Diragukan Macet NPLs (kanan)

Page 81: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

50

5,08%. Pada kedua sektor tersebut angka NPL juga tercatat menunjukkan

peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.

Tabel 3.10. NPLs Per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau

Berdasarkan Kab/Kota, Kabupaten Indragiri Hilir tercatat memiliki NPL tertinggi

yaitu 9,21%, dan menunjukkan tren yang cenderung meningkat dalam kurun

waktu tiga tahun terakhir. Secara sektoral, NPL di Kabupaten Indragiri Hilir berasal

dari sektor perdagangan yang didominasi oleh subsektor perdagangan eceran

berbagai macam barang yang didominasi makanan, minuman dan tembakau.

Tabel 3.11. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Riau

Selanjutnya, NPL yang cukup tinggi juga dialami Kabupaten Rokan Hilir yang

tercatat sebesar 4,92%, namun membaik dibandingkan periode sebelumnya. NPL

juga didorong oleh Sektor Perdagangan besar dan Eceran yang didominasi oleh

2015

Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV I

1 Pertanian 2.73% 2.78% 3.08% 2.66% 2.82% 2.65% 2.53% 2.34% 2.67%

2 Pertambangan 0.60% 0.42% 0.32% 0.36% 1.71% 1.68% 2.24% 1.56% 1.74%

3 Perindustrian 1.09% 1.10% 1.09% 0.64% 0.74% 0.76% 0.77% 0.66% 0.95%

4 Listrik 0.54% 0.20% 0.26% 0.16% 0.17% 1.54% 1.57% 1.43% 1.68%

5 Konstruksi 7.91% 6.61% 6.00% 5.95% 6.54% 7.94% 7.27% 7.64% 9.37%

6 Perdagangan 4.33% 4.31% 4.78% 4.33% 4.90% 5.47% 5.82% 5.36% 5.93%

7 Pengangkutan 0.52% 1.87% 2.48% 2.97% 3.21% 2.83% 3.23% 3.02% 5.08%

8 Jasa Dunia Usaha 2.51% 2.59% 3.91% 3.66% 4.85% 4.46% 4.61% 4.14% 0.16%

9 Jasa Sosial Masy. 4.65% 4.80% 5.48% 4.44% 3.94% 4.47% 4.56% 4.18% 3.74%

10 Lain-lain 2.94% 2.75% 2.80% 2.32% 2.57% 2.70% 2.61% 2.24% 2.51%

3.21% 3.19% 3.48% 3.06% 3.32% 3.54% 3.57% 3.23% 3.64%Total

No. Sektor Ekonomi2013 2014

2015

I II III IV I

Kota Pekanbaru 2.92% 2.95% 3.22% 3.35% 3.43% 3.17% 3.58%

Kota Dumai 2.25% 2.95% 3.10% 4.06% 4.26% 3.53% 3.54%

Kab. Bengkalis 3.68% 3.04% 3.47% 4.26% 4.22% 3.77% 4.05%

Kab. Indragiri Hulu 3.24% 5.49% 5.64% 5.41% 5.57% 4.33% 4.78%

Kab. Indragiri Hilir 6.09% 7.86% 8.54% 8.93% 9.50% 9.03% 9.21%

Kab. Kampar 1.60% 1.40% 2.06% 2.25% 2.10% 1.80% 2.16%

Kab. Rokan Hulu 2.23% 1.81% 2.35% 3.16% 3.13% 2.78% 4.24%

Kab. Rokan Hilir 6.73% 5.94% 6.38% 6.59% 6.07% 4.92% 5.91%

Kab. Pelalawan 0.55% 1.27% 1.28% 1.52% 1.24% 0.99% 1.16%

Kab. Siak 1.43% 1.38% 1.39% 1.60% 1.54% 1.57% 1.79%

Kab. Kuantan Singingi 1.11% 2.58% 2.27% 2.05% 1.84% 1.68% 1.97%

Kab. Kep. Meranti 1.52% 1.63% 1.68% 2.44% 1.92% 1.42% 1.67%

JUMLAH 2.89% 3,06% 3,32% 3.54% 3.57% 3.23% 3.64%

Lokasi 2012 20132014

Page 82: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

51

subsektor perdagangan eceran berbagai macam barang yang didominasi makanan,

minuman dan tembakau (porsi 76,24% terhadap total kredit bermasalah di sektor

perdagangan besar dan eceran.

2.1.4. Dana Pihak Ketiga

Dana Pihak Ketiga (DPK) bank umum di provinsi Riau pada triwulan I 2015 tercatat

tumbuh sebesar 22,14% (yoy) menjadi Rp66,52 triliun, meningkat jika

dibandingkan triwulan IV yang tumbuh sebesar 15,52 % (yoy). Komponen DPK

yang memiliki pangsa terbesar adalah tabungan yaitu sebesar 43,52% yang

kemudian diikuti dengan deposito dan giro yang memiliki pangsa masing-masing

sebesar 33,08% dan 21,40%. Komponen giro dan deposito tumbuh meningkat

pada triwulan I 2015 masing-masing sebesar 20,32% (yoy) dan 66,91% (yoy),

sedangkan komponen tabungan menurun sebesar -0,82% (yoy). Demikian hal nya

secara triwulanan, komponen giro dan deposito masing-masing tumbuh 10,09%

dan 15,93% (qtq), sementara tabungan turun sebesar -7,93% (qtq).

Tabel 3.12. Perkembangan DPK di Provinsi Riau (Rp miliar)

Berdasarkan kepemilikannya, peningkatan dalam pertumbuhan DPK secara

triwulanan didorong oleh peningkatan dana milik pemerintah sebesar 48,46%

(qtq). Peningkatan ini disumbang utamanya oleh peningkatan dana milik

pemerintah daerah yang memiliki pangsa 85,90% dari total dana milik pemerintah.

Dana milik pemerintah daerah pada triwulan I 2015 mengalami peningkatan

sebesar 53,92% (qtq), sehingga secara tahunan meningkat 107,82% (yoy).

Sementara itu, dana milik sektor swasta juga mengalami peningkatan sebesar

9,44% (yoy), meskipun secara triwulanan turun -13,09% (qtq). Peningkatan dana

milik sektor swasta secara tahunan didorong oleh kenaikan dana milik perusahaan

2015

I II III IV I yoy qtq

1 Giro 12,557 16,864 14,828 13,724 15,108 20.32 10.09

2 Tabungan 27,364 26,937 27,587 29,478 27,139 (0.82) (7.93)

3 Deposito 14,546 16,995 20,969 20,941 24,278 66.91 15.93

a. s.d 3 bln 11,081 13,519 17,344 16,841 19,606 76.93 16.42

b. > 3-6 bln 1,925 1,552 1,566 1,692 1,958 1.68 15.74

c. > 6-12 bln 1,139 1,692 1,827 1,878 2,178 91.18 15.94

d. > 12 bln 400 232 232 531 537 34.11 1.09

54,466 60,795 63,384 64,143 66,525 22.14 3.71

No Komponen DPK2014 growth (%) Tw I 2015

Total DPK

Page 83: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

52

swasta sebagai pangsa sebesar yaitu tumbuh 3,47% (yoy), meskipun secara

triwulanan juga terkontraksi 19,29% (qtq). Dana milik perorangan tumbuh

melambat dibandingkan periode sebelumnya yaitu mencapai 8,60% (yoy) dan

secara triwulanan terkontraksi 3,76% (qtq).

Tabel 3.13. Perkembangan DPK di Provinsi Riau Menurut Kepemilikan (Rp juta)

Total rekening dana bank umum Provinsi Riau pada triwulan I 2015 mencapai

3.619.661 rekening, turun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat

berjumlah 3.685.168. Jumlah rekening dana tumbuh sebesar 1,16% (yoy),

melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 6,67% (yoy). Dilihat

dari pertumbuhannya, pembukaan rekening deposito memiliki pertumbuhan

tertinggi yaitu sebesar 11,84% (yoy), diikuti dengan tabungan sebesar 1,03% (yoy)

dan giro sebesar 0,11% (yoy).

Grafik 3.9. Perkembangan Jumlah Rekening Dana

2015

IV I II III IV I yoy qtq

7,345,905 8,093,251 14,316,253 15,444,957 10,845,951 16,102,437 98.96 48.46

1 Pemerintah Pusat 272,111 389,211 362,380 349,443 245,328 290,756 -25.30 18.52

2 Pemerintah Daerah 6,115,631 6,655,970 12,084,807 13,093,248 8,986,882 13,832,473 107.82 53.92

3 Badan/ Lembaga Pemerintah 58,409 109,858 96,784 112,106 55,851 106,136 -3.39 90.03

4 Badan Usaha Milik Negara 780,138 780,654 1,723,426 1,837,297 1,485,439 1,820,197 133.16 22.54

5 Badan Usaha Milik Daerah 119,616 157,558 48,857 52,863 72,451 52,875 -66.44 -27.02

8,863,838 7,398,097 7,361,210 7,170,852 9,316,202 8,096,382 9.44 -13.09

6 Perusahaan Asuransi 112,587 114,652 100,800 103,120 118,861 121,993 6.40 2.63

7 Perusahaan Swasta 7,797,562 6,428,695 6,483,030 6,251,271 8,241,175 6,651,692 3.47 -19.29

8 Yayasan dan Badan Sosial 769,038 671,376 606,358 650,475 767,233 793,043 18.12 3.36

9 Koperasi 172,191 169,698 166,776 162,624 185,980 214,265 26.26 15.21

# Lainnya 12,459 13,676 4,246 3,362 2,953 315,389 2206 10580

39,314,143 38,974,939 39,117,748 40,768,025 43,980,711 42,326,478 8.60 -3.76

55,523,886 54,466,287 60,795,211 63,383,834 64,142,864 66,525,296 22.14 3.71

g TW I 20152013 2014

Jumlah

Sektor Swasta

Sektor Pemerintah

Perorangan

No Kepemilikan

IV I II III IV I

2014 2015

Giro 62,101 63,878 62,582 62,585 63073 63,950

Tabungan 3,346,947 3,467,061 3,461,021 3,502,269 3571323 3,502,732

Deposito 45,413 47,369 46,811 48,191 50772 52,979

Total 3,454,461 3,578,308 3,570,414 3,613,045 3,685,168 3,619,661

-

500,000

1,000,000

1,500,000

2,000,000

2,500,000

3,000,000

3,500,000

4,000,000

Page 84: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

53

Berdasarkan Kota/Kabupaten, Kota Pekanbaru masih merupakan daerah yang

menyerap DPK terbesar pada triwulan I 2015 yaitu sebesar Rp 41,36 triliun atau

62,18% dari total DPK di Propinsi Riau. Pertumbuhan DPK Kota Pekanbaru juga

tercatat tumbuh tinggi yaitu sebesar 19,58% (yoy) atau meningkat jika

dibandingkan triwulan IV 2014 yang tumbuh 1,08% (yoy). Jika dilihat secara

triwulanan DPK Kota Pekanbaru mengalami kontraksi sebesar 18,32% (qtq).

Adapun pertumbuhan yang meningkat dari DPK Provinsi Riau juga didorong oleh

pertumbuhan DPK di Dumai (sebagai pangsa DPK terbesar kedua) yang tumbuh

13,10% (yoy).

Tabel 3.14. Penghimpunan DPK Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Riau

2.1.5. Perkembangan Loan to Deposit Ratio (LDR)

Loan to Deposit Ratio (LDR) bank umum di Provinsi Riau pada triwulan laporan

tercatat mengalami penurunan dari 81,78% pada triwulan IV 2014 menjadi

80,07%. Penurunan LDR tersebut disebabkan oleh peningkatan pertumbuhan dana

yang lebih besar (22,14%, yoy) daripada pertumbuhan penyaluran kredit (8,07%,

yoy) pada triwulan I 2015. Sejalan dengan hal tersebut LDR berdasarkan lokasi

proyek juga mengalami penurunan dibandingkan periode sebelumnya yaitu dari

115,06% pada triwulan IV 2014 menjadi 112,46%. Namun demikian, LDR

berdasarkan lokasi proyek di Provinsi Riau lebih tinggi dibanding angka LDR

nasional yang tercatat sebesar 88,45%.

2015

I II III IV I IV-2014 I-2015 IV-2014 I-2015

1 Pekanbaru 34,593,620 37,838,302 39,478,858 34,962,196 41,366,789 1.08 19.58 54.51 62.18

2 Bengkalis 3,999,920 4,871,172 4,918,565 6,729,011 4,741,458 56.99 18.54 10.49 7.13

3 Dumai 4,650,967 4,732,253 4,910,925 4,038,655 5,260,390 (17.68) 13.10 6.30 7.91

4 Indragiri Hilir 2,171,498 2,202,073 2,153,477 2,562,969 2,354,272 28.56 8.42 4.00 3.54

5 Indragiri Hulu 2,033,563 2,210,084 2,298,624 2,436,551 2,141,188 13.14 5.29 3.80 3.22

6 Kampar 1,086,369 1,427,954 1,374,764 2,063,726 1,832,431 48.13 68.67 3.22 2.75

7 Rokan Hulu 744,830 904,385 888,629 1,634,629 977,002 145.88 31.17 2.55 1.47

8 Rokan Hilir 1,206,136 1,649,956 1,867,377 2,942,892 2,269,859 124.92 88.19 4.59 3.41

9 Kuantan Singingi 897,188 1,088,802 1,091,527 1,249,041 1,135,601 36.50 26.57 1.95 1.71

10 Meranti 640,059 747,813 868,088 717,435 918,377 (3.45) 43.48 1.12 1.38

11 Siak 1,399,299 1,892,753 2,110,305 2,729,403 2,128,043 81.24 52.08 4.26 3.20

12 Pelalawan 1,042,836 1,229,665 1,422,696 2,076,579 1,399,886 95.01 34.24 3.24 2.10

54,466,285 60,795,211 63,383,834 64,143,087 66,525,297 15.52 22.14 100.00 100.00

Pangsa% (yoy)2014No.

Jumlah

Kab./Kota

Page 85: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

54

Grafik 3.10. Perkembangan LDR Di Provinsi Riau

Ket : LDR

1 = LDR berdasarkan kredit lokasi proyek

*) Data s.d. Agustus 2014

2.1.6. Profitabilitas

2.1.6.1. Spread Bunga

Suku bunga rata-rata tertimbang kredit bank umum di Provinsi Riau pada triwulan I

2015 sedikit mengalami peningkatan, sementara suku bunga dana relative stabil

pada triwulan laporan. Suku bunga tertimbang kredit bank umum meningkat tipis

yaitu sebesar 3 bps menjadi13,31%, sedangkan untuk suku bunga tertimbang

dana dengan acuan suku bunga deposito 3 bulan tetap 8,43% pada triwulan

laporan. Terdapatnya peningkatan suku bunga kredit dengan suku bunga dana

yang relatif stabil pada triwulan I 2015 menyebabkan margin yang diterima

perbankan sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari level

4,85% menjadi 4,88%.

Relatif stabilnya suku bunga dana maupun sedikit meningkatnya suku bunga kredit

pada triwulan I 2014 mengindikasikan kebijakan Bank Indonesia yang menurunkan

BI rate dari 7,75% menjadi 7,50% masih belum direspon oleh perbankan di

provinsi Riau.

Tw I 13 Tw II 13 Tw III 13 Tw IV 13 Tw I 14 Tw II 14 Tw III 14 Tw IV14 Tw I 15

LDR 83.60% 83.14% 83.60% 87.79% 89.02% 83.34% 80.43% 81.78% 80.07%

LDR1*) 115.00% 113.68% 114.99% 120.12% 123.05% 119.08% 112.71% 115.06% 112.46%

Nasional* 85.94% 88.38% 89.92% 90.61% 91.39% 91.15% 91.35% 91.98% 88.45%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

Page 86: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

55

Grafik 3.11. Perkembangan Suku Bunga Rata-Rata Tertimbang Kredit dan Deposito3 Bulan

2.2. Perbankan Syariah

Kinerja perbankan syariah pada triwulan I 2015 di Provinsi Riau menunjukkan

penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan aset, dan dana masih

menunjukkan arah negatif dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu, namun

pembiayaan masih tercatat tumbuh positif serta sedikit meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya. Pada triwulan I 2015 aset perbankan syariah terkontraksi

5,51% (yoy) sehingga menjadi Rp 4,62 triliun. Share asset bank umum syariah

terhadap aset perbankan secara keseluruhan pada triwulan I 2015 di Provinsi Riau

adalah sebesar 5,04%, turun jika dibandingkan dengan kondisi triwulan sebelumnya

yang mencapai 5,63%.

Tabel 3.15. Indikator Kinerja Utama Perbankan Syariah di Provinsi Riau (Rp juta)

Penurunan aset didorong oleh penurunan dana yang dihimpun sebesar -10,80%

(yoy) sehingga jumlahnya menjadi Rp3,40 triliun. Di sisi lain pembiayaan syariah

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

16.00

18.00

20.00

%

Margin Kredit Deposito 3 bulan BI rate

2015

IV I II III IV I yoy qtq

1 Jumlah Bank 13 13 13 13 13 13

2 Aset 5,112,961 5,118,736 5,150,121 5,133,283 4,891,004 4,621,408 -9.72 -5.51

3 DPK 3,705,550 3,819,126 3,751,134 3,600,116 3,493,835 3,406,751 -10.80 -2.49

4 Pembiayaan 3,347,598 3,324,491 3,411,590 3,437,477 3,466,839 3,446,914 3.68 -0.57

5 NPF 4.01% 4.76% 5.25% 5.04% 4.70% 5.51%

6 FDR 90.34% 87.03% 90.95% 95.48% 99.23% 101.18%

No. Keterangan2013 growth (%)2014

Page 87: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

56

hanya mencatatkan pertumbuhan sebesar 3,68% (yoy), sedikit meningkat

dibandingkan triwulan lalu yang sebesat 3,56% (yoy). Penurunan dana yang

dihimpun yang diikuti dengan peningkatan kredit menyebabkan FDR meningkat

dibandingkan triwulan sebelumnya dari 99,23%menjadi 101,18%. Namun kualitas

pembiayaan menunjukkan penurunan kinerja yang dilihat dari NPF yang meningkat

pada triwulan laporan dan berada pada level yang mengkhawatirkan.

Berdasarkan penggunaannya, pembiayaan konsumsi masih memiliki pangsa tertinggi

dibandingkan jenis kredit penggunaan lain yaitu mencapai 48,22% dari total kredit

yang disalurkan perbankan syariah. Pembiayaan konsumsi pada triwulan I 2015

tumbuh 13,61% hingga mencapai Rp 1,65 triliun. Sementara itu sektor produktif

yang terdiri dari modal kerja dan investasi memiliki pangsa masing-masing sebesar

23,63% dan 28,15% dari total kredit perbankan syariah. Dari sisi pertumbuhannya,

kredit modal kerja di triwulan I mengalami kontraksi 9,10% (yoy) atau mencapai Rp

810,13 miliar, sementara kredit investasi tumbuh rendah 0,47% (yoy) atau mencapai

Rp 965,19 miliar.

Peningkatan penyaluran pembiayaan secara sektoral didorong oleh sektor konstruksi,

sektor perdagangan, hotel, dan restoran dan sektor pertanian, masing-masing

tercatat tumbuh 46,22% (yoy), 37,68% (yoy), dan 16,03% (yoy). Ketiga sektor

tersebut masih menjadi sektor dengan pangsa terbesar pada pembiayaan oleh

perbankan syariah masing-masing memiliki pangsa 7,78%, 11,43%, dan 12,52%

pada triwulan laporan.

2.3. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR/S)

Secara umum, kegiatan usaha BPR/S pada triwulan laporan juga menunjukkan

perkembangan yang cukup baik. Kondisi ini tercermin dari pertumbuhan yang

meningkat baik dari sisi aset, dana, maupun jumlah kredit yang disalurkan oleh

perbankan syariah dibandingkan dengan triwulan IV 2014. Jumlah BPR/S yang

beroperasi di Provinsi Riau tidak mengalami perubahan dibandingkan triwulan

sebelumnya, yaitu sebanyak 35 BPR/S.

Pada triwulan laporan, aset BPR/S tercatat tumbuh meningkat dari 7,84% (yoy)

pada triwulan sebelumnya menjadi 7,90% (yoy). Peningkatan pertumbuhan aset

didorong oleh adanya peningkatan pada pertumbuhan dana yang dihimpun yaitu

dari 12,26% (yoy) menjadi 13,32% (yoy). DPK yang dihimpun BPR/S pada triwulan I

Page 88: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

57

2015 mencapai Rp847,56 miliar. Peningkatan pada penghimpunan DPK ini tidak

terlepas dari pertumbuhan tabungan yang saat ini nilainya telah mencapai Rp

364,63 miliar atau tumbuh dari 6,28% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 8,34%

(yoy) di triwulan laporan. Di sisi lain, pertumbuhan deposito justru melambat

dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 17,45% (yoy) menjadi 17,16% (yoy)

atau menjadi sebesar Rp 482,92 miliar.

Jumlah kredit yang disalurkan mencapai Rp 864,30 miliar atau tumbuh 13,32%

(yoy) dan 3,37% (qtq), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh

sebesar 11,35% (yoy). Berdasarkan sektoral, peningkatan penyaluran kredit BPR/S

pada triwulan laporan utamanya utamanya disumbang oleh sektor pertanian yang

tumbuh sebesar 14,99% (yoy). Sektor tersebut menyerap kredit dengan pangsa

terbesar sebesar 30,60%, disusul oleh sektor perdagangan yang memiliki pangsa

23,87% dari total kredit BPR/S pada triwulan I 2015.

Peningkatan jumlah dana yang lebih besar dibandingkan dengan peningkatan

jumlah kredit yang disalurkan secara triwulanan mengakibatkan terjadinya

penurunan nilai LDR dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 103,26%

menjadi 101,98%. Kualitas kredit yang disalurkan juga tercatat mengalami

penurunan, terindikasi dari peningkatan NPL BPR/S yaitu dari 13,75% menjadi

14,45%. NPLs BPR/S masih berada di atas batas kewajaran yang ditetapkan oleh

Bank Indonesia (5%) sehingga masih perlu menjadi perhatian bagi pihak bank.

Page 89: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

58

Tabel 3.16. Indikator Kinerja Utama BPR/S di Provinsi Riau (dalam Rp juta)

3. Perkembangan Transaksi Pembayaran

3.1. Kondisi Umum

Perkembangan transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau pada triwulan I 2015

mengalami net inflow, tidak jauh berbeda dengan triwulan yang sam apada tahun

sebelumnya. Hal ini utamanya didorong oleh penurunan outflow dan peningkatan

inflow. Menurunnya outflow Riau pada triwulan laporan diperkirakan karena masih

minimnya realisasi anggaran di awal tahun. Sementara itu, transaksi pembayaran

non tunai, baik melalui kliring maupun Real Time Gross Settlement (RTGS) pada

triwulan I 2015 juga mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya

seiring dengan menurunnya perekonomian Riau pada triwulan laporan.

3.2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai

3.2.1. Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow Outflow)

Pada triwulan laporan, terjadi peningkatan pada sisi inflow dari Rp721 miliar

menjadi Rp1,79 triliun atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar

149,34% (qtq). Sementara itu sesuai dengan historisnya, jumlah outflow pada

triwulan I-2015 mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu

2015

I II I I I IV I yoy qtq

1. Jumlah BPR/S 35 35 35 35 35

2. Asset 1,102,376 1,091,313 1,106,417 1,160,162 1,189,489 7.90 2.53

3. DPK 748,775 744,336 770,216 809,748 847,560 13.19 4.67

- Tabungan 336,569 345,835 352,030 356,075 364,632 8.34 2.40

- Depos ito 412,206 398,502 418,186 453,673 482,929 17.16 6.45

4. Kredit 762,700 782,561 815,127 836,111 864,307 13.32 3.37

5. NPL (nominal) 117,983 123,460 126,863 114,927 124,872

5. LDR 101.86% 105.14% 105.83% 103.26% 101.98%

6. NPLs 15.47% 15.78% 15.56% 13.75% 14.45%

growth (%)Keterangan

2014

Page 90: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

59

dari Rp3,88 triliun menjadi Rp1,63 triliun atau turun 57.83% (qtq). Penurunan pada

jumlah outflow merupakan kondisi musiman setelah pada triwulan sebelumnya

terjadi permintaan yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pada

hari besar keagamaan dan tahun baru. Tingginya peningkatan inflow pada triwulan

laporan telah mendorong terjadinya net inflow sebesar Rp164,12 miliar. Relatif

meningkatnya jumlah inflow dalam kurun waktu 1 (satu) triwulanan diperkirakan

karena minimnya realisasi APBD dan melambatnya konsumi rumah tangga di Riau

pada triwulan I 2015.

Grafik 3.12. Perkembangan Inflow dan Outflow

3.2.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar

Penyediaan uang kartal layak edar merupakan salah satu tugas Bank Indonesia.

Sehubungan dengan hal tersebut, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau

secara berkala melakukan kegiatan penghimpunan dan pemusnahan Uang Tidak

Layak Edar (UTLE) dari masyarakat dan setoran bank di Provinsi Riau. Upaya ini

dilakukan Bank Indonesia untuk memastikan ketersediaan uang layak edar (fit for

circulation) di tengah-tengah masyarakat.

Pemusnahan UTLE pada triwulan I-2105 menurun dibandingkan periode

sebelumnya. UTLE yang dimusnahkan pada periode tersebut sebanyak Rp185,73

miliar, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar

Rp249,46 miliar. Rasio UTLE terhadap arus uang masuk juga mengalami penurunan

karena banyaknya inflow pada triwulan laporan dan menurunnya jumlah UTLE.

Menurunnya jumlah UTLE yang dimusnahkan diperkirakan karena inflow pada

Page 91: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

60

triwulan IV 2014 tercatat cukup rendah sehingga UTLE yang diterima juga tidak

begitu besar.

Grafik 3.13. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang Dimusnahkan

Terhadap Inflow di Provinsi Riau

3.2.3. Uang Rupiah Tidak Asli

Dalam upaya meningkatkan awareness masyarakat dalam mengidentifikasi keaslian

uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau secara rutin

melakukan sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat

termasuk kalangan perbankan melalui penerapan prinsip 3D (Dilihat, Diraba,

Diterawang). Dengan adanya sosialisasi ciri keaslian uang rupiah, masyarakat

diharapkan terhindar dari penyebaran uang rupiah tidak asli.

Pada triwulan I 2015, penemuan uang rupiah tidak asli di Provinsi Riau mengalami

peningkatan dibandingkan periode sebelumnya. Pada triwulan laporan terdapat

penemuan 123 lembar uang palsu yang terdiri dari 75 lembar menyerupai pecahan

Rp 100.000, 43 lembar menyerupai pecahan Rp 50.000, 3 lembar menyerupai

pecahan Rp 20.000, dan 2 lembar menyerupai pecahan Rp5.000. Penemuan

tersebut berdasarkan atas permintaan klarifikasi dari perbankan dan masyarakat

serta setoran dari bank ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau.

Page 92: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

61

Grafik 3.14. Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Provinsi Riau

3.3. PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI

Transaksi pembayaran non-tunai di Provinsi Riau pada triwulan I-2015 mengalami

penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan transaksi non tunai di

Provinsi Riau pada awal tahun sesuai dengan pola triwulanannya, dimana pada

triwulan I realisasi anggaran masih minim dan tidak terdapat event besar yang

berpotensi untuk mendorong peningkatan transaksi non tunai.

3.3.1. Transaksi Kliring

Transaksi pembayaran dengan kliring pada triwulan I 2015 tercatat menurun baik

dari segi nominal transaksi maupun jumlah warkat yang digunakan. Nilai transaksi

kliring pada triwulan I 2015 tercatat sebesar Rp7,88 triliun dengan volume transaksi

mencapai 254.005 lembar, menurun dibandingkan dengan triwulan IV 2014 yang

nilainya tercatat sebesar Rp8,44 triliun dengan volume transaksi 274.715 lembar.

Meskipun terdapat penurunan nominal transaksi, namun nilai rata-rata transaksi

per warkat tercatat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari Rp

30,72 juta menjadi sebesar Rp31,03 juta per warkat.

Page 93: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

62

Grafik 3.15. Perkembangan Transaksi Kliring di Provinsi Riau

3.3.2. Real Time Gross Settlement (RTGS)

Transaksi RTGS pada triwulan I 2015 di Provinsi Riau mencapai Rp98,88 triliun,

menurun sebesar 5,03% (qtq) dari triwulan IV 2014 yang tercatat sebesar

Rp104,12 triliun. Seiring dengan penurunan nilai transaksi, penggunaan warkat

untuk transaksi RTGS juga ikut mengalami penurunan sebesar 39,85% (qtq)

menjadi 31.327 warkat. Penurunan nilai transaksi RTGS yang lebih rendah dari total

volume transaksi RTGS, rasio transaksi RTGS pada triwulan laporan menunjukkan

peningkatan dari Rp2 miliar per warkat menjadi Rp 3,16 miliar per warkat.

Kota Pekanbaru masih merupakan kota dengan transaksi RTGS tertinggi di Provinsi

Riau yaitu sebesar Rp 79,79 triliun, atau mencapai 80,69% dari keseluruhan

transaksi RTGS di Provinsi Riau. Tingginya aktifitas RTGS di Kota Pekanbaru

mengindikasikan bahwa pusat kegiatan bisnis di Provinsi Riau belum bergeser dari

Kota Pekanbaru. Selain di Kota Pekanbaru, jumlah transaksi RTGS di Kota Dumai

juga relatif tinggi, yaitu mencapai Rp1,6 triliun atau sebesar 1,62% dari total

transaksi RTGS di Riau. Hal ini sejalan dengan banyaknya perusahaan berskala besar

di kota tersebut dan telah banyak menggunakan transaksi non tunai.

Kabupaten Kuantan Singingi dan Rokan Hulu merupakan dua daerah dengan

aktifitas RTGS terendah di Provinsi Riau. Daerah Kuantan Singingi mencatatkan

transaksi RTGS sebesar Rp4 miliar dengan volume sebanyak 9 warkat. Sementara

Kabupaten Rokan Hulu hanya mencatatkan transaksi RTGS sebesar Rp12 miliar

Page 94: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

63

sepanjang triwulan I 2015 dengan jumlah warkat hanya sebanyak 47 lembar.

Masih belum optimalnya kegiatan non tunai dan kegiatan perekonomian di daerah

tersebut mengakibatkan jumlah transaksi tidak setingggi kabupaten/kota lainnya.

Tabel 3.17. Perkembangan Nilai BI-RTGS di Provinsi Riau Triwulan IV 2014 dan Triwulan

I 2015 (dalam Rp miliar)

Tabel 3.18. Perkembangan Volume Warkat BI-RTGS di Riau Triwulan IV 2014 dan

Triwulan I 2015

Page 95: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah

64

1. Kondisi Umum

Total alokasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau pada

tahun 2015 secara umum meningkat dibandingkan tahun 2014. Meskipun

demikian, realisasi anggaran APBD pada triwulan I-2015 masih relatif minim,

terutama pada komponen belanja daerah. Realisasi anggaran pendapatan Provinsi

Riau pada triwulan I-2015 mencapai 19,72% atau sebesar Rp1,72 triliun.

Sementara, realisasi anggaran belanjanya tercatat lebih rendah, yaitu sebesar

Rp488,76 miliar atau sekitar 4,57% dari total anggaran yang dialokasikan.

Bab 4 KONDISI KEUANGAN

DAERAH

Page 96: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah

65

2. Realisasi APBD 2015

Alokasi anggaran pendapatan pada tahun 2015 mencapai Rp8,72 triliun, lebih

tinggi dari alokasi pendapatan pada tahun 2014 yang mencapai Rp7,12 triliun atau

naik 22,38%. Sementara itu, pada sisi pengeluaran, alokasi anggaran belanja

mengalami peningkatan yakni dari Rp8,28 triliun pada tahun 2014 menjadi

Rp10,68 triliun pada tahun 2015. Jumlah realisasi APBD hingga triwulan I 2015

juga tercatat mengalami peningkatan dibandingkan triwulan I 2014. Berdasarkan

alokasi APBD yang dianggarkan, pada tahun 2015 APBD Provinsi Riau diperkirakan

akan mengalami defisit sebesar Rp1,96 triliun, meningkat dibandingkan tahun

2014 yang mengalami defisit sebesar Rp132,52 miliar. Defisit tersebut rencananya

akan dibiayai melalui Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) tahun anggaran

sebelumnya.

Tabel 4.1. Ringkasan Realisasi APBD Riau Tahun 2014 dan 2015

Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau

Optimalisasi realisasi APBD Provinsi Riau, sesuai pola musimannya, baru akan

terlaksana mulai semester ke dua setiap tahunnya. Hal ini utamanya berlaku untuk

belanja modal yang mayoritas memerlukan proses pengadaan dalam realisasi

pencairan dananya. Total alokasi belanja modal yang dianggarkan pemerintah

Provinsi Riau pada tahun 2015 mencapai 27,15% dari total alokasi belanja daerah

yang dianggarkan.

2.1. Realisasi Pendapatan

Realisasi anggaran pendapatan Riau pada triwulan I-2015 mencapai 19,72% atau

sebesar Rp1,72 triliun. Realisasi pendapatan hingga triwulan I 2015 meningkat

signifikan dibandingkan triwulan I 2014 yang mencapai Rp195,07 miliar. Secara

spesifik, komponen pendapatan dengan realisasi terbesar ialah komponen Dana

Alokasi

Anggaran Nilai Realisasi Realisasi (%)

Alokasi

Anggaran

Nilai

RealisasiRealisasi (%)

Pendapatan 7,400.62 195.07 2.64 8,721.57 1,719.83 19.72

Belanja 8,276.75 327.59 3.96 10,683.97 487.76 4.57

Surplus / Defisit (876.13) (132.52) (1,962.40) 1,232.07

*) Revisi Data

UraianTw I 2014*) Tw I 2015

Page 97: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah

66

Perimbangan yang terealisasi sebesar Rp888,03 miliar atau sebesar 21,16% dari

total yang dianggarkan. Sementara itu, pendapatan asli daerah terealisasi sebesar

Rp614,52 miliar atau sebesar 16,81% dari total yang dianggarkan.

Tabel 4.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Riau Triwulan I-2014 dan

Triwulan I 2015 (Rp miliar)

Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau

Komponen yang menyumbang realisasi terbesar pada dana perimbangan ialah

dana bagi hasil sumber daya alam yang terealisasi sebesar 16,52% dari total yang

dianggarkan atau mencapai Rp479,72 miliar. Sementara itu, peningkatan realisasi

pendapatan asli daerah utamanya didorong oleh realisasi pajak daerah sebesar

Rp577,32 miliar atau mencapai 19,74% dari total yang dianggarkan.

Tabel 4.3. Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Riau Triwulan I-2015

Sumber: Biro Perekonomian Provinsi Riau

Alokasi

Anggaran Nilai Realisasi Realisasi (%)

Alokasi

Anggaran

Nilai

RealisasiRealisasi (%)

Pendapatan Asli Daerah 2,946.91 195.07 6.62 3,656.36 614.52 16.81

Dana Perimbangan 3,805.27 0.00 0.00 4,196.34 888.03 21.16

Lain-Lain Pendapatan Yang Sah 648.44 0.00 0.00 868.88 217.28 25.01

Pendapatan 7,400.62 195.07 2.64 8,721.57 1,719.83 19.72

*) Revisi Data

UraianTw I 2014*) Tw I 2015

Komponen Anggaran (Dalam Rp Miliar) Anggaran Realisasi Hingga

31 Maret 2015% Realisasi

Pendapatan Daerah

1. Pendapatan Asli Daerah 3,656 615 16.81%

-Pendapatan Pajak Daerah 2,925 577 19.74%

-Pendapatan Retribusi Daerah 24 5 21.85%

-Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang

Dipisahkan 209 - 0.00%

-Lain-lain pendapatan yang Sah 499 32 6.39%

2. Pendapatan Dana Perimbangan 4,196 888 21.16%

-Pendapatan Dana Bagi Hasil Pajak 560 190 33.99%

-Pendapatan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam 2,903 480 16.52%

-Pendapatan Dana Alokasi Umum 654 218 33.33%

-Pendapatan Dana Alokasi Khusus 79 - 0.00%

3. Lain-lain Pendapatan yang Sah 869 217 25.01%

-Hibah - - 0.00%

-Dana Darurat - - 0.00%

-Dana Bagi Hasil Pajak dari provinsi dan Pemda Lainnya - - 0.00%

-Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 869 217 25.01%

-Bantuan Keuangan dari Provinsi dan Pemda lainnya - - 0.00%

-Lain-lain pendapatan yang Sah - - 0.00%

Page 98: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah

67

2.2. Realisasi Belanja

Realisasi anggaran belanja Provinsi Riau pada triwulan I-2015 tercatat sebesar

Rp487,76 miliar atau sebesar 4,57% dari total anggaran yang dialokasikan.

Realisasi belanja tertinggi berasal dari realisasi belanja tidak langsung yaitu sebesar

Rp418,06 miliar atau 9,50% dari total alokasi yang dianggarkan tahun 2015.

Realisasi belanja tidak langsung utamanya bersumber dari belanja hibah dan

pegawai yang tercatat masing-masing terealisasi sebesar 20,29% dan 14,32%

terhadap alokasinya.

Tabel 4.4. Ringkasan Realisasi Belanja Daerah Provinsi Riau Triwulan I-2014 danTriwulan

I 2015 (Rp miliar)

Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau

Selanjutnya, realisasi biaya langsung pada triwulan I 2015 tercatat sebesar Rp6,28

triliun atau mencapai 1,11%, meningkat dibandingkan periode yang sama pada

tahun sebelumnya yang hanya terealisasi sebesar 0,62%. Peningkatan realisasi

belanja langsung utamanya didorong oleh realisasi komponen belanja barang dan

jasa, dan belanja pegawai, yaitu masing-masing mencapai Rp47,93 miliar dan

Rp21,32 miliar atau terealisasi sebesar 1,54% dan 7,82% dari total yang

dianggarkan.

Sementara itu, belanja modal yang secara umum memberikan multiplier effect

terhadap perekonomian realisasinya lebih rendah dibandingkan komponen belanja

langsung lainnya. Total realisasi belanja modal hingga Maret 2015 tercatat sebesar

Rp439,37 juta atau sebesar 0,02% dari total yang dianggarkan. Kondisi ini

diperkirakan terkait dengan perubahan Struktur Organisasi dan Tata Kelola (SOTK)

pemerintahan Provinsi Riau pada awal tahun 2015. Selain itu, keterlambatan

evaluasi anggaran Provinsi Riau di Kemendagri dan belum dilantiknya pejabat yang

berwenang, dalam hal ini khususnya pejabat setingkat Eselon II, hingga akhir

triwulan laporan mengakibatkan pencairan APBD tidak begitu optimal. Dari hasil

Alokasi

Anggaran Nilai Realisasi Realisasi (%)

Alokasi

Anggaran

Nilai

RealisasiRealisasi (%)

Belanja Tidak Langsung 4,133.45 298.52 7.22 4,402.19 418.06 9.50

Belanja Langsung 4,714.84 29.07 0.62 6,281.78 69.70 1.11

Belanja 8,848.30 327.59 3.70 10,683.97 487.76 4.57

*) Revisi Data

Uraian

Tw I 2014*) Tw I 2015

Page 99: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah

68

rapat evaluasi pelaksanaan penyerapan program pembangunan dalam rangka

percepatan penyerapan realisasi APBD 2015, diperoleh hasil dari 7.030 paket

pengerjaan yang dianggarkan, baru ada sekitar 432 paket (senilai Rp. 1,6 triliun)

yang masuk dalam proses lelang di Unit Pelayanan Pengadaan (ULP) sampai dengan

akhir kuartal pertama 2015. Selain itu dilakukan inventarisir program bermasalah

untuk untuk dapat segera dicari solusi permasalahannya.

Tabel 4.5. Realisasi Belanja Daerah Provinsi Riau Triwulan I-2015

Komponen Anggaran (Dalam Rp Miliar) Anggaran Realisasi Hingga

31 Maret 2015% Realisasi

Belanja Daerah

1. Belanja Tidak Langsung 4,402 418 9.50%

-Belanja Pegawai 1,123 161 14.32%

-Belanja Bunga - - 0.00%

-Belanja Subsidi - - 0.00%

-Belanja Hibah 1,071 217 20.29%

-Belanja Bantuan Sosial 7 - 0.00%

-Belanja Bagi Hasil kepada Provinsi/Kab/Kota 1,159 - 0.00%

-Belanja Bantuan Keuangan 1,032 40 3.88%

-Belanja Tidak Terduga 10 - 0.00%

2. Belanja Langsung 6,282 70 1.11%

-Belanja Pegawai 273 21 7.82%

-Belanja Barang dan Jasa 3,108 48 1.54%

-Belanja Modal 2,901 0 0.02%

Page 100: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah

70

1. Kondisi Umum

Perkembangan ketenagakerjaan di Provinsi Riau pada awal tahun 20151

menunjukkan kondisi yang kurang menggembirakan bila dibandingkan dengan

periode sebelumnya. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan Tingkat

Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Riau yaitu dari 4,99% di tahun 2014 menjadi

6,72% di tahun 2015. Kondisi ketenagakerjaan Riau juga tidak begitu baik

dibandingkan dengan kondisi ketenagkerjaan nasional dan provinsi lainnya di

Sumatera. Meningkatnya TPT Riau pada triwulan laporan didorong oleh

menurunnya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK).

1 Data Release BPS Provinsi Riau Februari 2015

Bab 5

PERKEMBANGAN

KETENAGAKERJAAN DAERAH

MONETER, PERBANKAN

Page 101: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah

71

2. Ketenagakerjaan

Grafik 5.1. Tingkat Pengangguran

Terbuka (TPT) Feb-2015

Sumber: BPS

Grafik 5.2. Tingkat Partisipasi Angkatan

Kerja (TPAK) Feb-2015

Sumber: BPS

Kondisi ketenagakerjaan Provinsi Riau pada awal tahun 2015 tidak begitu baik.

Angka Tingkat Pengangguran terbuka (TPT) Riau pada Februari 2015 tercatat

sebesar 6,72%, lebih tinggi dibandingkan TPT nasional yang tercatat sebesar

5,81% dan merupakan provinsi ke-3 di Sumatera dengan TPT tertinggi. Sementara

angka Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Riau mencapai 64,22%,

merupakan TPAK terendah di Sumatera dan juga lebih rendah dibandingkan TPAK

nasional yang mencapai 69,50%.

Jumlah penduduk angkatan kerja di Provinsi Riau pada awal tahun 2015 tercatat

sebanyak 2.974.014 jiwa atau meningkat 6,17% dari tahun 20142. Dari jumlah

tersebut, sebanyak 93,28% bekerja atau mencapai 2.695.247 jiwa dan jumlah

tersebut mengalami peningkatan sebesar 4,24% dibandingkan tahun 2014. Jumlah

pengangguran angkatan kerja juga mengalami peningkatan, yaitu dari 139.838

jiwa pada tahun 2014 menjadi 199.769 jiwa pada tahun 2015. Hal ini

menyebabkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Provinsi Riau mengalami

penurunan, yaitu dari 66,88% menjadi 64,22%.

2 Data Release BPS Provinsi Riau Februari 2014

Page 102: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah

72

Tabel 5.1. Penduduk Usia Kerja Menurut Kegiatan Utama (Jiwa)

Sumber : BPS Provinsi Riau

Berdasarkan sektor ekonomi, penyerapan tenaga kerja masih didominasi oleh

sektor pertanian yaitu mencapai 46,09% dari total tenaga kerja, diikuti oleh sektor

jasa kemasyarakatan dan sektor perdagangan dengan penyerapan tenaga kerja

masing-masing mencapai 19,85% dan 16,04%. Penyerapan tenaga kerja pada

sektor pertanian tercatat meningkat dibandingkan periode yang sama pada tahun

sebelumnya, yaitu dari 42,41% menjadi 46,09%. Di sisi lain, penyerapan tenaga

kerja pada sektor perdagangan mengalami penurunan, yaitu dari 20,50% menjadi

16,04%.

Grafik 5.3. Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Riau (%)

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

Feb-13 Feb-14 Feb-15 ∆

Bekerja 2,712,245 2,661,327 2,774,245 112,918

Pengangguran 116,963 139,838 199,769 59,931

Total Angkatan Kerja 2,829,198 2,801,165 2,974,014 172,849

Bukan Angkatan Kerja 1,253,330 1,386,897 1,345,780 (41,117)

Pekerja Tidak Penuh 1078180 924840 1018883 94,043

Setengah Penganggur 239955 210749 263123 52,374

Paruh Waktu 839225 714091 755760 41,669

69.30 66.88 64.22 (2.66)

4.13 4.99 6.72 1.73 TPT (%)

Kegiatan Utama

TPAK (%)

Page 103: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah

73

Sebagian besar penduduk bekerja di provinsi Riau memiliki status pekerjaan sebagai

buruh/karyawan yaitu sebesar 44,15%. Angka ini cenderung meningkat

dibandingkan tahun 2014 yang tercatat sebesar 41,84%. Peningkatan penduduk

yang bekerja sebagai buruh diperkirakan akibat peningkatan lapangan pekerjaan

utama di sektor lembaga keuangan, dan sektor jasa kemasyarakatan. Sedangkan

penduduk yang bekerja dengan berusaha sendiri menurun dari 20,90% di tahun

2014 menjadi 18,63% di tahun 2015 seiring dengan lapangan pekerjaan utama di

sektor perdagangan yang relatif menurun dari 20,50% menjadi 16,04%.

Sementara peningkatan penduduk yang bekerja sebagai petani bebas di pertanian

tercatat meningkat dari 3,73% menjadi 5,68% seiring dengan meningkatnya

lapangan pekerjaan utama di sektor ini.

Grafik 5.4. Status Pekerjaan Utama

Sumber : BPS Provinsi Riau

Peningkatan jumlah penganggur yang lebih besar dibandingkan peningkatan

jumlah tenaga kerja menyebabkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada awal

tahun 2015 mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama pada tahun

sebelumnya. TPT Riau pada triwulan I 2015 mencapai 6,72%, meningkat dari

4,99% pada periode yang sama pada tahun sebelumnya. Peningkatan tingkat

pengangguran tersebut diduga berkaitan dengan penurunan kinerja perekonomian

dan perlambatan investasi pada tahun 2014 sehingga pembentukan lapangan kerja

baru di awal tahun sangat minim.

Page 104: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah

74

Grafik 5.5. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Tingkat Pengangguran (%)

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

Dilihat dari jumlah jam kerja per hari nya, mayoritas tenaga kerja di Riau

menghabiskan waktu jam kerjanya selama 03 dan lebih dari 35 jam seminggu,

yaitu sebanyak 63,27%. Pekerja dengan waktu kerja lebih dari 35 jam seminggu

merupakan pekerja penuh, sementara pekerja dengan waktu kerja kurang dari 35

jam seminggu merupakan pekerja tidak penuh. Dengan demikian, mayoritas

angkatan kerja yang bekerja di Riau pada Februari 2015 merupakan pegawai

penuh. Hal ini sesuai dengan jumlah status pekerja terbesar di Riau yang berprofesi

sebagai buruh/karyawan/pegawai. Pekerja tidak penuh di Riau diperkirakan

didominasi oleh pekerja yang berprofesi sebagai wirausaha, pekerja keluarga, dan

buruh bebas.

Grafik 5.6. Jumlah Jam Kerja per Minggu

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

Grafik 5.7. Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

3 Termasuk penduduk yang sementara tidak bekerja

Page 105: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah

75

Tingkat pendidikan tertinggi

yang ditamatkan oleh tenaga

kerja di Riau mayoritas

merupakan tamatan SMP ke

bawah, yaitu mencapai 76,1 juta

jiwa atau sebesar 58,58%.

Kondisi ini tidak jauh berbeda

dengan tahun sebelumnya yang

mencapai 57,71% dari total

angkatan kerja yang bekerja.

Pekerja dengan tingkat

pendidikan diploma dan universitas hanya mencapai 11,15%, sementara pekerja yang

menamatkan tingkat pendidikan SMA dan SMK mencapai 30,27%. Dengan demikian,

dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan tenaga kerja di Riau masih tergolong

rendah. Berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan, Tingkat Pengangguran

Terbuka (TPT) terbesar berada pada kelompok penduduk dengan tingkat

pendidikan Diploma, dan Universitas, yaitu mencapai 28,88%. Sementara itu, TPT

dengan tingkat pendidikan SMA dan SMK mencapai 21,86%. Kondisi ini

menunjukkan bahwa lapangan kerja yang tersedia di Provinsi Riau belum optimal

dalam menyerap tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

Ke depannya, perkembangan

ketenagakerjaan di Riau

diperkirakan membaik. Hal ini

tercermin dari perkembangan

Indeks Ketersediaan Lapangan

Kerja yang cenderung

meningkat pada triwulan I

2015, yaitu dari 98 pada

triwulan IV 2014 menjadi

106,55. Peningkatan lapangan

kerja tersebut diperkirakan terkasit dengan mulai teralisasinya rencana investasi

pada tahun 2015.

Grafik 5.8. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

Grafik 5.9. Perkembangan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja

Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia

Page 106: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

77

1. PROSPEK MAKROREGIONAL

Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan II-2015 secara umum diperkirakan

relatif meningkat dibandingkan triwulan I-2015. Pertumbuhan ekonomi Riau secara

tahunan diperkirakan berada pada kisaran -0,1-0,5% (yoy). Sumber pertumbuhan

dari sisi penggunaan diperkirakan masih berasal dari konsumsi domestik, sementara

perbaikan kinerja sektor utama diperkirakan akan mendorong pertumbuhan

perekonomian Riau pada triwulan II 2015.

PROSPEK PEREKONOMIAN

DAERAH

Bab 6

Page 107: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

78

Tabel 6.1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Aktual dan Prakiraan Pertumbuhan

Ekonomi Triwulan II-2015 (Dalam %)

Ditinjau dari sisi penggunaan, motor penggerak pertumbuhan diperkirakan masih

ditopang oleh permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga, meskipun

pertumbuhannya diperkirakan melambat. Kondisi ini sejalan dengan

perkembangan indeks perkiraan pengeluaran dibandingkan 3 bulan yang akan

datang yang cenderung melambat berdasarkan hasil survei konsumen Bank

Indonesia. Konsumsi pemerintah diperkirakan akan relatif meningkat, terkait

dengan mulai terealisasinya APBD. Selain itu, perkembangan investasi diperkirakan

relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor

diperkirakan mulai membaik sejalan dengan mulai membaiknya harga komoditas

global yang ditandai dengan perkembangan harga minyak dunia yang mulai

meningkat pada awal triwulan II 2015. Meskipun demikian, perbaikan ekonomi

global yang masih terbatas diperkirakan masih akan menjadi penahan laju

peningkatan kinerja ekspor luar negeri Riau pada triwulan mendatang.

Grafik 6.1. Perkembangan Indeks Perkiraan

Pengeluaran Dibandingkan 3 Bulan yang Datang

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

Grafik 6.2. Perkembangan Harga Minyak WTI

Sumber: Bloomberg

I II III IV I II (p)

Total 2,49 3,93 2,90 2,67 1,05 2,62 -0,18 -0.1-0.5

Sumber: BPS Riau

Ket: *) Data sangat sementara, (p) Proyeksi Bank Indonesia

Komponen 2013*2014*

2014*2015*

Page 108: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

79

Sementara itu, kinerja sektor pertanian diperkirakan masih relatif stabil

dibandingkan triwulan I 2015. Faktor pendorong pertumbuhan diperkirakan

berasal dari subsektor perkebunan sawit. Beberapa contact liaison Bank Indonesia

menyatakan bertambahnya produksi tanaman menghasilkan hasil replanting yang

dilakukan sekitar tahun 2010-2011 (4 tahun yang lalu). Selanjutnya, perkembangan

sektor industri pengolahan diperkirakan akan relatif meningkat sehubungan

dengan meningkatnya pasokan bahan baku yang tercermin dari peningkatan

kinerja sektor pertanian pada triwulan I 2015.

Meskipun demikian, terdapat risiko yang berpotensi membawa pertumbuhan

ekonomi Riau menyentuh batas bawah proyeksi (downside risks). Kondisi ini

utamanya terkait dengan kondisi sumur minyak yang tidak produktif yang

diperkirakan berpotensi mengakibatkan kontraksi yang lebih dalam pada sektor

pertambangan migas. Di sisi lain, salah satu faktor yang berpotensi membawa

pertumbuhan menyentuh batas atas (upside risks) adalah potensi pemulihan kinerja

industri pengolahan sehubungan dengan mulai meningkatnya harga komoditas

internasional yang diperkirakan akan memberikan sentimen positif terhadap

beberapa perusahaan eksportir di Riau.

2. PERKIRAAN INFLASI

Tabel 6.2. Perkembangan Inflasi Aktual dan Prakiraan Inflasi Riau Triwulan I 2015

Inflasi Riau pada triwulan mendatang diperkirakan akan cenderung meningkat,

yaitu berada pada kisaran 7,2-7,8% (yoy). Sedangkan secara triwulanan, inflasi

diperkirakan berkisar 1,8-2,3% (qtq). Inflasi Riau pada triwulan II 2015 diperkirakan

masih akan berasal dari inflasi administered price dan inflasi volatile foods. Inflasi

kelompok administered price utamanya diperkirakan akibat peningkatan harga

BBM seiring dengan meningkatnya harga minyak internasional. Selain itu, kenaikan

tarif dasar listrik dan LPG 12 kg diperkirakan juga akan memberikan dampak

I II III IV I II (p)

yoy,% 8,79 7,76 6,60 5,82 8,65 6,17 7,2-7,8

qtq,% 1,67 1,05 0,81 1,03 4,26 -1,26 1,8-2,3

Sumber: BPS Riau

Ket: (p) Proyeksi Bank Indonesia

Inflasi 20132014 2015

Page 109: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

80

terhadap tekanan inflasi Riau selama triwulan ke depan. Selanjutnya, peningkatan

inflasi volatile foods diperkirakan bersumber dari kenaikan harga bahan makanan

menyambut Ramadhan dan Hari Raya Besar Keagamaan. Selain itu, kenaikan biaya

distribusi bahan makanan terkait kenaikan harga BBM diperkirakan juga akan

memberikan tekanan yang berarti pada inflasi kelompok volatile food.

Namun terdapat, beberapa faktor yang diidentifikasi berpotensi membawa inflasi

melewati batas atas kisaran proyeksi (downside risk) antara lain, (i) nilai tukar

rupiah yang masih terdepresiasi mengingat perbaikan kondisi perekonomian global

yang masih terbatas sehingga akan mendorong peningkatan inflasi pada barang-

barang impor, (ii) rencana pemerintah menaikkan HET LPG 3 kg, dan (iii) anomali

cuaca dan bencana alam yang berpotensi meningkatkan inflasi bahan makanan.

Sementara itu, terdapat beberapa faktor yang berpotensi membawa inflasi ke batas

bawah (upside risks) proyeksi. Pada tingkat regional, solusi dini (pre-emptive

solution) TPID yang dihasilkan melalui koordinasi dengan berbagai instansi terkait

dalam menjaga ekspektasi diperkirakan dapat mengurangi permasalahan informasi

pasokan yang asimetris terutama di tingkat konsumen. Kemudian, pada tingkat

nasional, masih berlanjutnya koordinasi kebijakan yang bersifat counter cyclical

dalam menstabilkan tekanan terhadap nilai Rupiah diperkirakan dapat membantu

mengurangi tekanan inflasi barang impor.

Page 110: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Istilah

xvii

Aktiva Produktif

Adalah penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan

tujuan menghasilkan penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran

kredit, penempatan pada antar bank, penanaman pada Sertifikat Bank

Indonesia (SBI), dan surat-surat berharga lainnya.

Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)

Adalah pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan

risiko dari masing-masing aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin

kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada pemerintah

mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang

diberikan kepada perorangan.

Kualitas Kredit

Adalah penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan

kelancaran pembayaran bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5

kualitas yaitu Lancar, Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar,

Diragukan dan Macet.

Capital Adequacy Ratio (CAR)

Adalah rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva

Tertimbang Menurut Resiko (ATMR).

Dana Pihak Ketiga (DPK)

Adalah dana yang diterima perbankan dari masyarakat, yang berupa giro,

tabungan atau deposito.

DAFTAR ISTILAH

Page 111: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Istilah

xviii

Financing to Deposit Ratio (FDR)

Adalah rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap

dana yang diterima. Konsep ini sama dengan konsep LDR pada bank umum

konvensional.

Inflasi

Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent).

Inflasi Administered Price

Inflasi yang terjadi pergerakan harga barang-barang yang termasuk dalam

kelompok barang yang harganya diatur oleh pemerintah (misalnya bahan

bakar).

Inflasi Inti

Inflasi yang terjadi karena adanya gap penawaran aggregat and permintaan

agregrat dalam perekonomian, serta kenaikan harga barang impor dan

ekspektasi masyarakat.

Inflasi Volatile Food

Inflasi yang terjadi karena pergerakan harga barang-barang yang termasuk

dalam kelompok barang yang harganya bergerak sangat volatile (misalnya

beras).

Kliring

Adalah pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta

kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang

perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.

Kliring Debet

Adalah kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan

penyampaian fisik warkat debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada

penyelenggaran kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau bank yang

memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal)

Page 112: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Istilah

xix

dan hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit

kerja yang menangani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan

secara nasional.

Kliring Kredit

Adalah kegiatan kliring untuk transfer kredit antar bank yang dikirim langsung

oleh bank peserta ke Sistem Sentral Kliring di KP Bank Indonesia tanpa

menyampaikan fisik warkat (paperless).

Loan to Deposit Ratio (LDR)

Adalah rasio antara jumlah kredit yang disalurkan terhadap dana yang

diterima (giro, tabungan dan deposito).

Net Interest Income (NII)

Adalah antara pendapatan bunga dikurangi dengan beban bunga.

Non Core Deposit (NCD)

Adalah dana masyarakat yang sensitif terhadap pergerakan suku bunga.

Dalam laporan ini, NCD diasumsikan terdiri dari 30% giro, 30% tabungan dan

10% deposito berjangka waktu 1-3 bulan.

Non Performing Loans/Financing (NLPs/Ls)

Adalah kredit/pembiayaan yang termasuk dalam kualitas Kurang Lancar,

Diragukan dan Macet

Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP)

Adalah suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin

timbul dari tidak tertagihnya kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP

ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin besar

PPAP yang dibentuk. Misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang

Lancar adalah 15% dari jumlah kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi

agunan), sedangkan untuk kredit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah

100% dari total kredit macet (setelah dikurangi agunan).

Page 113: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Istilah

xx

Rasio Non Performing Loans/Financing (NPLs/Fs)

Adalah rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total

kredit/pembiayaan. Rasio ini juga sering disebut rasio NPLs/Fs gross. Semakin

rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank ysb.

Rasio Non Performing Loans (NPLs) Net

Adalah rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan

Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP), terhadap total kredit

Sistem Bank Indonesia Real Time Settlement (BI RTGS)

Adalah proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan

seketika (real time) dengan mendebet maupun mengkredit rekening peserta

pada saat bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan

pembayaran.

Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI)

Adalah sistem kliring Bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan kliring

kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

Adalah persentase jumlah angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

Adalah persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja.