K3 RS Bedah, Laparoskopi, dan SOP
-
Upload
catkakipediaowner -
Category
Documents
-
view
271 -
download
15
description
Transcript of K3 RS Bedah, Laparoskopi, dan SOP
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
1
BAB I
PENDAHULUAN
Sumber daya manusia kesehatan merupakan aset penting dan
terbesar dalam menentukan kualitas pelayanan kesehatan, untuk
mendukung dan mewujudkan pelayanan kesehatan yang bermutu tinggi,
maka kapasitas tenaga kesehatan perlu terus ditingkakan. Langkah-langkah
startegi, taktis dan aplikatif diperlukan agar tenaga kesehatan yang
berkontribusi dalam memberikan pelayanan di Rumah Sakit dapat berperan
dan siap bersaing di tatanan dunia kesehatan regional, nasional dan global.
Peningkatan kinerja pelayanan kesehatan telah menjadi tema utama
di seluruh dunia. Dengan tema ini, organisasi pelayanan kesehatan dan
kelompok profesional kesehatan sebagai pemberi pelayanan harus
menampilkan akontabilitas sosial mereka dalam memberikan pelayanan
yang mutakhir kepada konsumen yang berdasarkan standar
profesionalisme, sehingga diharapkan dapat mnemenuhi harapan
masyarakat. Sebagai konsekuensinya peningkatan kinerja memerlukan
persyaratan yang diterapkan dalam melaksanakan pekerjaan yang
berdasarkan standar tertulis.
Dalam pelayanan keperawatan dan kebidanan, standar sangat
membantu perawat dan bidan untuk mencapai asuhan yang berkualitas,
sehingga perawat dan bidan harus berpikir realistis tentang pentingnya
evaluasi sistematis terhadap semua aspek asuhan yang berkualitas tinggi.
Namun keberhasilan dalam mengimplemetasikan standar sangat tergantung
pada individu perawat atau bidan itu sendiri, usaha bersama dari semua
staf dalam suatu organisasi , disamping partisipasi dari seluruh anggota
profesi.
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
2
Berdasarkan hasil riset tahap I bulan Otober 2000 – Maret 2001 yang
dilaksanakan oleh Tim Konsultan WHO Temuan permasalahan diperoleh
melalui penelitian di DKI Jakarta, Sumut, Sulut dan Kaltim tahun 2001 oleh
WHO dan Direktorat Keperawatan Depkes salah satu hasilnya adalah belum
dikembangkannya secara optimal kelengkapan standar dan SOP untuk
dijadikan pedoman dalam pelaksanaan tugas.
Dalam menjalankan operasional perusahaan, peran pegawai memiliki
kedudukan dan fungsi yang sangat signifikan. Oleh karena itu diperlukan
standar-standar operasi prosedur sebagai acuan kerja secara sungguh-
sungguh untuk menjadi sumber daya manusia yang profesional, handal
sehingga dapat mewujudkan visi dan misi perusahaan.
A. Pengertian SOP
1. Suatu standar/pedoman tertulis yang dipergunakan untuk
mendorong dan menggerakkan suatu kelompok untuk
mencapai tujuan organisasi.
2. SOP merupakan tatacara atau tahapan yang dibakukan dan
yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja
tertentu.
B. Tujuan SOP
1. Agar petugas/pegawai menjaga konsistensi dan tingkat
kinerja petugas/pegawai atau tim dalam organisasi atau unit
kerja.
2. Agar mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap
posisi dalam organisasi
3. Memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari
petugas/pegawai terkait.
4. Melindungi organisasi/unit kerja dan petugas/pegawai dari
malpraktek atau kesalahan administrasi lainnya.
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
3
5. Untuk menghindari kegagalan/kesalahan, keraguan, duplikasi
dan inefisiensi
C. Fungsi SOP
1. Memperlancar tugas petugas/pegawai atau tim/unit kerja.
2. Sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan.
3. Mengetahui dengan jelas hambatan-hambatannya dan mudah
dilacak.
4. Mengarahkan petugas/pegawai untuk sama-sama disiplin
dalam bekerja.
5. Sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan rutin.
D. Standar Operasional Prosedur (SOP)
Persiapan menyiapkan pasien dan alat untuk tindakan pembedahan
akut.
Standar operasional prosedur (SOP) persiapan menyiapkan pasien
dan alat untuk tindakan pembedahan akut
• Alat
o Alat pencukur rambut dan gunting rambut
o Bengkok
o Sabun
o Waslap
o Handuk
o Alat kesehatan dan obat-obatan sesuai program dokter dan
jenis tindakan pembedahan
o Baju khusus
o Formulir
o Izin operasi
o Permintaan darah ke PMI bila diperlukan
o Pemeriksaan penunjang
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
4
• Pasien
o Pasien/keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang
akan dilakukan
o Extra mandi bila kotor
o Dipuasakan sesuai kasus
o Cukur daerah yang akan diopaerasi
o Pasang NGT, kateter sesuai program
o Pasien/keluarga menyetujui dan menandatangani surat izin
operasi
• Lingkungan
o Tenang
• Petugas
E. PERSIAPAN DAN PERAWATAN SEBELUM DAN SESUDAH
OPERASI
1. Persiapan Mental
Pasien yang akan dioperasi biasanya menjadi agak gelisah
dan takut. Perasaan gelisah dan takut kadang-kadang tidak
Nampak jelas. Tapi kadang-kadang pula, kecemasan itu terlihat
dalam bentuk lain. Pasien yang gelisah dan takut sering
bertanya terus menerus dan berulang-ulang, walaupun
pertanyaannya telah dijawab. Ia tidak mau berbicara dan
memperhatikan keadaan sekitarnya, tetapi berusaha
mengalihkan perhatianya pada buku. Atau sebaliknya, ia
bergerak terus-menerus dan tidak bisa tidur.
Perawat mempunyai tugas untuk menjelaskan apa yang akan
dihadapi pasien jika ia akan dioperasi. Pasien sebaiknya diberi
tahu bahwa selama dioperasi ia tidak akan merasa sakit karena
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
5
ahli bius akan selalu menemaninya dan berusaha agar selama
operasi berlangsung, penderita tidak akan merasa apa-apa.
Perawat harus mau mendengarkan semua keluhan dan sekaligus
memperhatikan semua keperluan pribadi pasien. Perlu
menjelaskan kepada pasien bahwa semua operasi besar
memerlukan transfuse darah untuk mengganti darah yang hilang
selama operasi dan transfuse darah bukanlah berarti keadaan
pasien sangat gawat. Perlu dijelaskan juga besok pagi pasien
akan dibawa ke kamar operasi dan diletakkan di meja operasi,
yang berada tepat dibawah lampu yang sangata terang, agar
dokter bedah dapat melihat segala sesuatu dengan jelas. Beri
tahu pula bahwa sebelum operasi dimulai, pasien akan di
anestesi umum, lumbal, atau local.
2. Persiapan Fisik
Makanan
Pasien yang akan dioperasi diberi makanan yang berkadar
lemak rendah, tetapi tinggi karbohidrat, protein, vitamin, dan
kalori. Pasien yang kadar protein darahnya rendah, biasanya
akan mengalami syok bila dibius dan dioperasi.
Untuk mempertahankan masuknya makanan didalam tubuh
sampai saat operasi tiba dan segera setelah operasi, pasien
perlu diberi makan secara parental atau sering juga disebut
diinfus. Ini perlu dilakukan karena sewaktu pasien dibawa ke
kamar bedah, perutnya dalam keadaan kosong. Keadaan perut
kosong diperlukan bila operasi dilakukan dengan pembiusan
umum memakai gas yang diisap. Gas yang dipakai bisa
merangsang batuk, sehingga pasien bisa tercekik dan muntah.
Muntahan isi lambung ini bisa masuk ke paru-paru. Tercekik isi
lambung (aspirasi) ini dapat menyebabkan kematian di meja
operasi.
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
6
Pasien harus puasa 12-18 jam sebelum operasi dimulai. Jika
operasi dilakukakn secara darurat dan pasien tak sempat puasa
terlebih dahulu, harus diusahakan agar pasien dapat
memuntahkan isi perutnya. Pasien yang dipuasakan selama 18
jam akan mengalami dehidrasi bila tak diberi cairan dan
makanan secara parenteral. Untuk itu, turutilah perintah ahli
bedah, infus apa yang harus diberikan.
Lavemen/Klisma
Klisma dilakukan untuk mengosongkan usus besar agar tidak
mengeluarkan fese di meja operasi.
Kebersihan Mulut
Mulut harus dibersihkan dan gigi disikat untuk mencegah
terjadinya infeksi terutama bagi paru-paru dan kelenjar ludah.
Gigi palsu yang bisa dilepaskan harus dilepas dan disimpan.
Mandi
Sebelum dioperasi, pasien harus mandi atau dimandikan.
Kuku disikat dan cat kuku harus dibuang agar ahli bius dapat
melihat perubahan warna kuku dengan jelas.
Rambut harus dicuci dengan sampo karena setelah dioperasi,
pasien berada dalam kesakitan sehingga tidak dapat mencuci
rambut dalam beberapa hari.
Pasien dalam keadaan syok, yang akan dioperasi darurat
tidak boleh dimandikan atau dicuci rambutnya.
Daerah yang Akan Dioperasi
Tempat dan daerah yang harus dicukur tergantung dari jenis
operasi yang akan dilakukan. Pada operasi laparatomi atau
histerektomi yang akan membuka dinding perut, kulit perut harus
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
7
dibersihkan. Bulu kemaluan dan bulu kulit perut dicukur bersih.
Pada operasi dikepala, diusahakan mencukur rambut seperlunya
dan alis mata tidak boleh dicukur karena tumbuhnya lama.
Rambut yang tidak dicukur, dicuci dengan sampo dan antisepti.
Pusar harus dibersihkan dengan kapas yang dicelupkan
kedalam bensin untuk melarutkan lemak di dalamnya.
Istirahat dan Tidur
Malam sebelum dioperasi, diusahakan agar pasien dapat
istirahat dan tidur nyenyak. Perasaan nyeri dapat mengganggu
tidur pasien. Bila perlu, diberi satu tablet parasetamol dan
pasien yang tidak bisa tidur diberi satu tablet luminal.
Sebelum Masuk Kamar Bedah
Persiapan fisik pada hari operasi, seperti biasa harus diambil
catatan suhu, tensi, nadi, dan pernapasan. Bila suhunya
meningkat, perawat harus melaporkan kepada dokter melalui
kepala bangsal. Sewaktu mengukur suhu, perhatikan pula apakah
pasien kedinginan, sakit perut, atau sesak napas. Operasi yang
bukan darurat, bila ada demam, penyakit tenggorokan, atau
sedang haid, biasanya ditunda oleh ahli bedah atau ahli anestesi.
Pasien yang akan dioperasi harus dibawa tepat pada
waktunya. Jangan dibawa ke kamar tunggu terlalu cepat, sebab
terlalu lama menunggu tibanya waktu operasi, akan
menyebabkan pasien gelisah dan takut.
Pagi-pagi pasien disuruh mandi. Rambut diikat dan rambut
wanita yang panjang dikuncir dan diperiksa apakah ada kutunya.
Tidak boleh pakai jepit rambut. Setelah rambut dirapihkan,
ditutup dengan kain bersih atau topi bedah. Baju pasien diganti
dengan baju khusus operasi. Barang berharga seperti uang, jam
tangan, cincin, giwang, gelang, dan anting-anting harus
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
8
dilepaskan dan disimpan dengan baik atau diserahkan kepada
keluarga.
Sebelum dibawa ke kamar bedah, pasien disuruh buang air
kecil (kencing) agar tidak membasahi meja operasi atau tersayat
kandung kencing nya sewaktu membuka dinding perut. Bila
pasien tidak bisa kencing karena ketakutan, maka perlu dikateter.
Sebelum pembiusan dimulai, gigi palsu dilepaskan agar tidak
tertelan. Kacamata harus dibuka sebelum operasi dimulai.
Premedikasi
Premedikasi yang sering dipakai ialah morfin-atropin yaitu 10
mg morfin 1/4 mg atropine. Morfin gunanya untuk mengurangi
perasaan sakit, sedangkan atropin mengurangi sekresi dari
mulut dan saluran pernapasan. Kerugian morfin ialah
menyebabkan mual, muntah dan menghilangkan nafsu makan.
Suntikan morfin-atropin biasanya diberikan 30 menit sebelum
operasi dimulai. Obat premediksi lain adalah BDP (antimuntah)
21/2 mg, petidin atau valium(penenang). Sehabis suntikan
premediksi, biasanya pasien merasakan pusing, sehingga
sewaktu dibawa ke kamar bedah ada kemungkinan terbentur
dinding gang (koridor). Oleh karena itu, harus dijaga.
Pencatatan Sebelum Operasi
Semua tindakan penting yang dilakukan pada pasien harus
dicatat, misalnya sudah dilakukan lavemen pukul berapa, jumlah
kencingnya berapa mililiter. Premedikasi obat apa dan pukul
berapa diberikan. Catat jugan bila penderita mempunyai gigi
palsu dan lain-lain yang dianggap perlu.
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
9
Persiapan di Kamar Bedah
Pasien yang dating dari bangsal operasi, sebaiknya dibawa
langsung ke kamar bius dan disambut ramah dengan menyebut
nama pasien, sehingga pasien merasa diperhatikan secara
khusus.
Kamar tunggu pasien sebelum dioperasi haruslah tenang dan
tidak boleh terdengar suara-suara dentingan instrument, alat
bedah, atau percakapan pasien lain yang bersifat menakutkan.
Bila memungkinkan, dikamar tunggu pasien dimainkan muik
yang berirama tenang.
Air muka perawat yang bekerja dikamar bedah hendaklah
cerah. Jangan dibuat sikap yang tegang atau menyeramkan
walaupun mengetahui operasi yang dilakukan itu berbahaya.
Sedapat mungkin, dikamar tunggu selalu ada seorang perawat
yang menjaga pasien-pasien.
Bila ada sesuatu yang mau dibicarakan dengan pasien,
lakukanlah dengan tenang dan perlahan agar pasien lain tidak
mendengarnya.
3. Persiapan Instrumen
Jenis instrument yang akan digunakan tergantung jenis
operasi yang akan dilakukan. Di rumah sakit besar yang banyak
melakukan operasi terdapat beberapa kamar operasi.
Alat-alat bedah yang dipakai dibungkus dengan kain dan
disterilkan dalam bungkusan, misalnya untuk laparatomi, untuk
seksioseria, untuk operasi mata, atau operasi mastoid mempunyai
bungkusan tersendiri yang telah diberi nama tiap bungkusannya.
Penyediaan jenis benang dan kat gut disesuaikan pula dengan jenis
operasi.
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
10
Baju steril untuk dokter bedah dan pembantunya harus sudah
siap di meja tersendiri. Juga disiapkan cairan antiseptik untuk
membersihkan kulit yang akan disayat.
Instrument dasar yang diperlukan pada semua operasi adalah
sebagai berikut:
1. Tangkai pisau (scalpel) dengan pisau yang dapat
ditukar…………………………………………………………………………………………. 1 buah
2. Pengait luka Langenbeck………………………………………………………. 2 buah
3. Pengait luka Tritsch, tumpul, lebar……………………………………… 2 buah
4. Pengait luka Middledorpf, 2 besar 2 kecil…………………………… 4 buah
5. Pengait luka Trakea dari Luer, dubbel……………………………….. 2 buah
6. Pengait luka, bergigi tajam satu…………………………………….……… 2 buah
7. Pengait luka: 2 bergigi enam, 2 bergigi empat,
tajam……………………………………………………………………………………………… 4 buah
8. Speculum dinding perut Doyen
(Buikwandspeculum)………………………….…………………….……………… 1 buah
9. Pipa penghisap……………………………………………………………………..…. 1 set
10. Pinset sirurgis…………………………………………………………………………… 2 buah
11. Pinset anatomis biasa……………………………………………………………… 4 buah
12. Pinset anatomis 20 cm……………………………………………………………. 1 buah
13. Blad sonde Myrten…………………………………………………………………… 1 buah
14. Sleuf sonde………………………………………………………………………………… 1 buah
15. Sonde berpentol dua……………………………………………………………….. 1 buah
16. Krod sonde Kocher………………………………………………………………….. 1 buah
17. Sendok tajam Volkman……………………………………………………………. 1 buah
18. Spatel………………………………………………………………………………………….. 1 buah
19. Jarum bertangkai kiri dan
kanan (OnderbindingsnaldeenDeschamps)……................... 2 buah
20. Korentang……………………………………………………………………………….…. 1 buah
21. Gunting Matzenbaum 18 cm, gunting krod sonde daro
shoemaker, mayo Bengkok, mayo lurus,
(untuk jahitan)………………………………………………….……………………….. 5 buah
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
11
22. Peniti……………………………………………………………………….………………….. 4 buah
23. Penjepit nadi dari Kocher, tanpa gigi (Arterieklem)…….…… 2 buah
24. Penjepit kain dari Backhaus………………………………….………………. 4 buah
25. Klem peritoneum Schindler…………………………………………………….. 4 buah
26. Pengantar jam (Naald Voerder) dari Mathieu dan
Hegar-Ochsner………………………………………………………………………….. 3 buah
27. Kotak berisi jarum-jarum………………………………………………………… 1 buah
28. Penjepit nadi Kocher…………………………………………….…………………. 6 buah
29. Penjepit nadi bengkok dari Dandy………………….…………………… 6 buah
30. Penjepit nadi halus dengan gigi………………………..…………………. 4 buah
31. Penjepit kasa penghisap darah (depper)……...…………………… 3 buah
32. Mangkok kecil dari logam………………………………………………………. 3 buah
Selain alat-alat tersebut diatas, pada operasi khusus masih
beberapa alat tambahan.
Gambar 1. Gunting Diseksi Mayo
Gambar 2. Gunting diseksi Metzenbaum
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
12
Gambar 3. Gunting aff hecting/Stitch scissors
Gambar 4. Gunting kassa/Bandage scissors
Gambar 5. Klem arteri/mosquito/pean bengkok
Gambar 6. Klem vena/pean lurus
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
13
Gambar 7. Needle holder (naald voeder)
Gambar 8. Mathieu needle holder
Gambar 9. Ring forceps/sponge forceps
Gambar 10. Pinset anatomis/ dressing forceps
Gambar 11. Pinset sirurgis/ tissue forceps
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
14
Gambar 12. Adson dressing forceps
Gambar 13. Adson tissue forceps
Gambar 14. Macam-macam pisau
Gambar 15. Scalpel handle
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
15
Gambar 16. Towl forceps
Gambar 17. Neerbeken/bengkok
Gambar 18. Wound retractor /hak
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
16
Gambar 19. Senn retractor
Gambar 20. Gillies retractor
Gambar 21. DesMarres Lip retractor
Gambar 22. Kuret
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
17
Gambar 23. Trokar
Gambar 24. Koorntang (korentang) dan wadahnya
Pengenalan Instrumen Dasar Bedah Minor
Dokter umum merupakan profesi kedokteran yang melingkupi
skala yang cukup luas dan meliputi semua sistem dalam tubuh
manusia, sehingga hanya menyentuh area superfisial dalam proses
pengobatan. Meskipun demikian, peran dari dokter umum itu
sendiri cukup penting oleh karena menduduki posisi primer dalam
pelayanan kesehatan di masyarakat, itulah sebabnya seorang
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
18
dokter umum harus memiliki pengetahuan serta skill tindakan yang
memadai sesuai dengan kompetensinya secara keseluruhan. Salah
satu skill yang paling penting dikuasai dalam praktek keseharian
adalah bedah minor. Hal ini dikarenakan jumlah kasus yang
memerlukan tindakan ini cukup tinggi di masyarakat. Pengalaman
penulis mendapatkan bahwa dari 10 pasien yang datang berobat
terdapat 3 kasus yang memerlukan prosedur tindakan ini.
Umumnya komplikasi dari kasus ini tidak begitu banyak, namun jika
tidak ditangani secara tepat dapat berakhir ke kematian khususnya
untuk kasus dengan perdarahan yang cukup besar atau kasus
disinfeksi yang tidak sempurna.
Dalam sebuah artikel yang dipublikasikan oleh British Medical
Association (BMA), menyebutkan bahwa di Inggris, prosedur
tindakan bedah minor telah sering dilakukan oleh dokter umum dan
cukup populer di kalangan pasien serta memiliki biaya yang cukup
tinggi. Berdasarkan Health Authority (1990), dokter umum telah
memiliki kewenangan untuk melakukan bedah minor dan
mendapatkan pembayaran dari tindakan ini. Bahkan pada tahun
2004, dokter umum di Inggris dapat meningkatkan dan memperluas
kompetensi tindakan bedah minornya dengan cara membayar
komisi kepada Pengatur Penambahan Pelayananan (Directed
Enhance Service-DES). Di Indonesia, cakupan pelayanan bedah
minor yang dapat dilakukan oleh seorang dokter umum cukup
beragam, mulai dari tindakan hecting luka terbuka, insisi, eksisi,
ekstraksi, kauterisasi dan lain sebagainya. Umumnya tindakan ini
dilakukan dengan anastesi lokal dengan tehnik anastesi yang
sesuai dengan kasus yang dihadapi.
Pelaksanaan prosedur bedah minor mengharuskan seorang
dokter umum mengetahui beberapa pengetahuan dasar mengenai
tindakan ini. Pengetahuan dasar tersebut berupa instrumen bedah
minor, bahan serta tehnik disinfeksi dan tehnik menjahit jaringan.
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
19
Artikel ini hanya berbatas pada pengenalan instrumen bedah minor
dasar yang merupakan pengetahuan pertama yang harus dimiliki
oleh seorang dokter dalam melakukan tindakan ini. Untuk
pengetahuan lainnya akan dijelaskan dalam artikel yang berbeda.
Instrumen dasar bedah minor terbagi atas empat berdasarkan
fungsi, yakni instrumen dengan fungsi memotong (pisau scalpel +
pegangan dan beragam jenis gunting), instrumen dengan fungsi
menggenggam (pinset anatomi, pinset cirrhurgis dan klem jaringan),
instrumen dengan fungsi menghentikan perdarahan (klem arteri
lurus dan klem mosquito), serta instrumen dengan fungsi menjahit
(needle holder,benang bedah, dan needle).
Gambar 25. Instrumen Dasar Bedah Minor
Kesemua intrumen tersebut akan dijelaskan secara detail sebagai
berikut:
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
20
Instrumen Dengan Fungsi Memotong
1. Pisau Scalpel + Pegangan
Scalpel merupakan mata pisau kecil yang digunakan
bersama pegangannya. Alat ini bermanfaat dalam menginsisi
kulit dan memotong jaringan secara tajam. Selain itu, alat ini
juga berguna untuk mengangkat jaringan/benda asing dari
bagian dalam kulit. Setiap pisau scalpel memiliki dua ujung
yang berbeda, yang satu berujung tajam sebagai bagian
pemotong dan yang lainnya berujung tumpul berlubang
sebagai tempat menempelnya pegangan scalpel. Cara
pemasangannya: pegang area tumpul pisau dengan needle-
holder dan hubungkan lubang pada area tersebut pada lidah
pegangan sampai terkunci (terdengar bunyi). Cara
pelepasan: pegang ujung pisau dengan needle-holder dan
lepaskan dari lidah pegangan, kemudian buang di tempat
sampah. Pegangan scalpel yang sering digunakan adalah
yang berukuran 3 yang dapat digunakan bersama pisau
scalpel dalam ukuran beragam. Sedangkan pisau scalpel
yang sering digunakan adalah yang berukuran no.15. Ukuran
no.11 digunakan untuk insisi abses dan hematoma perianal.
Pegangan scalpel digunakan seperti pulpen dengan
kontrol maksimal pada waktu pemotongan dilakukan. Dalam
praktek keseharian, pegangan scalpel biasanya diabaikan
sehingga hanya memakai pisau scalpel. Hal ini bisa diterima
dengan pertimbangan pisaunya masih dalam keadaan steril
(paket baru) dan harus digunakan dengan pengontrolan
yang baik agar tidak menimbulkan kerusakan jaringan
sewaktu memotong.
2. Gunting
Pada dasarnya gunting mengkombinasikan antara aksi
mengiris dan mencukur. Mencukur membutuhkan aksi
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
21
tekanan halus yang saling bertentangan antara ibu jari dan
anak jari lainnya. Gerakan mencukur ini biasanya dilakukan
oleh tangan dominan yang bersifat tidak disadari dan
berdasarkan insting. Sebaiknya gunakan ibu jari dan jari
manis pada kedua lubang gunting. Hal ini akan
menyebabkan jari telunjuk menyokong instrumen pada
waktu memotong sehingga kita dapat memotong dengan
tepat. Selain itu, penggunaan ibu jari dan jari telunjuk pada
lubang gunting biasanya pengontrolannya berkurang. Jenis-
jenis gunting berdasarkan objek kerjanya, yakni gunting
jaringan (bedah), gunting benang, gunting perban dan
gunting iris.
a. Gunting Jaringan (bedah)
Gunting jaringan (bedah) terdiri atas dua bentuk.
Pertama, berbentuk ujung tumpul dan berbentuk ujung
bengkok. Gunting dengan ujung tumpul digunakan
untuk membentuk bidang jaringan atau jaringan yang
lembut, yang juga dapat dipotong secara tajam.
Gunting dengan ujung bengkok dibuat oleh ahli pada
logam datar dengan cermat. Pemotongan dengan
gunting ini dilakukan pada kasus lipoma atau kista.
Biasanya dilakukan dengan cara mengusuri garis
batas lesi dengan gunting. Harus dipastikan kalau
pemotongan dilakukan jangan melewati batas lesi
karena dapat menyebabkan kerusakan.
b. Gunting Benang (dressing scissors)
Gunting benang didesain untuk menggunting
benang. Gunting ini berbentuk lurus dan berujung
tajam. Gunakan hanya untuk menggunting benang,
tidak untuk jaringan. Gunting ini juga digunakan saat
mengangkat benang pada luka yang sudah kering
dengan tehnik selipan dan sebaiknya pemotongan
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
22
benang menggunakan bagian ujung gunting. Hati-hati
dalam pemotongan jahitan. Jika ujung gunting menonjol
keluar jahitan, terdapat resiko memotong struktur
lainnya.
c. Gunting Perban
Gunting perban merupakan gunting berujung sudut
dengan ujung yang tumpul. Gunting ini memiliki kepala
kecil pada ujungnya yang bermanfaat untuk
memudahkan dalam memotong perban. Jenis gunting ini
terdiri atas knowles dan lister. Bagian dasar gunting ini
lebih panjang dan digunakan sangat mudah dalam
pemotongan perban. Ujung tumpulnya didesain untuk
mencegah kecelakaan saat remove perban dilakukan.
Selain untuk membentuk dan memotong perban sesaat
sebelum menutup luka, gunting ini juga aman
digunakan untuk memotong perban saat perban telah
ditempatkan di atas luka. (wikipedia)
d. Gunting Iris
Gunting iris merupakan gunting dengan ujung yang
tajam dan berukuran kecil sekitar 3-4 inchi. Biasanya
digunakan dalam pembedahan ophtalmicus khususnya
iris. Dalam bedah minor, gunting iris digunakan untuk
memotong benang oleh karena ujungnya yang cukup
kecil untuk menyelip saat remove benang dilakukan.
(dictionary online)
Instrumen Dengan Fungsi Menggenggam
3. Pinset Anatomi
Pinset Anatomi memiliki ujung tumpul halus. Secara
umum, pinset digunakan oleh ibu jari dan dua atau tiga anak
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
23
jari lainnya dalam satu tangan. Tekanan pegas muncul saat
jari-jari tersebut saling menekan ke arah yang berlawanan
dan menghasilkan kemampuan menggenggam. Alat ini dapat
menggenggam objek atau jaringan kecil dengan cepat dan
mudah, serta memindahkan dan mengeluarkan jaringan
dengan tekanan yang beragam. Pinset Anatomi ini juga
digunakan saat jahitan dilakukan, berupa eksplorasi
jaringan dan membentuk pola jahitan tanpa melibatkan jari.
(wikipedia)
4. Pinset Chirurgis
Pinset Chirurgis biasanya memiliki susunan gigi 1x2 (dua
gigi pada satu bidang). Pinset bergigi ini digunakan pada
jaringan; harus dengan perhitungan tepat, oleh karena dapat
merusak jaringan jika dibandingkan dengan pinset anatomi
(dapat digunakan dengan genggaman halus). Alat ini
memiliki fungsi yang sama dengan pinset anatomi yakni
untuk membentuk pola jahitan, meremove jahitan, dan fungsi-
fungsi lainnya.(wikipedia)
5. Klem Jaringan
Klem jaringan berbentuk seperti penjepit dengan dua
pegas yang saling berhubungan pada ujung kakinya. Ukuran
dan bentuk alat ini bervariasi, ada yang panjang dan
adapula yang pendek serta ada yang bergigi dan ada yang
tidak. Alat ini bermanfaat untuk memegang jaringan dengan
tepat. Biasanya dipegang oleh tangan dominan, sedangkan
tangan yang lain melakukan pemotongan, atau menjahit.
Cara pemegangannya: klem dipegang dalam keadaan
relaks seperti memegang pulpen dengan posisi di tengah
tangan. Banyak orang yang memegang klem ini dengan
salah, yang memaksa lengan dalam posisi pronasi penuh
dan menyebabkan tangan menjadi tegang. Dalam
penggunaannya, hati-hati merusak jaringan. Pegang klem
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
24
selembut mungkin, usahakan genggam jaringan sedalam
batas yang seharusnya. Klem jaringan bergigi memiliki gigi
kecil pada ujungnya yang digunakan untuk memegang
jaringan dengan kuat dan dengan pengontrolan yang akurat.
Hati-hati, kekikukan pada saat menggunakan alat ini dapat
merusak jaringan. Kemudian, klem tidak bergigi juga memiliki
resiko merusak jaringan jika jepitan dibiarkan terlalu lama,
karena klem ini memiliki tekanan yang kuat dalam
menggenggam jaringan.
Instrumen Dengan Fungsi Menghentikan Perdarahan
6. Klem Arteri
Pada prinsipnya, klem arteri bermanfaat untuk
menghentikan perdarahan pembuluh darah kecil dan
menggenggam jaringan lainnya dengan tepat tanpa
menimbulkan kerusakan yang tidak dibutuhkan. Secara
umum, klem arteri dan needle-holder memiliki bentuk yang
sama. Perbedaannya pada struktur jepitan (gambar 2),
dimana klem arteri, struktur jepitannya berupa galur paralel
pada permukaannya dan ukuran panjang pola jepitannya
sampai handle agak lebih panjang dibanding needle-holder.
Alat ini juga tersedia dalam dua bentuk yakni bentuk lurus
dan bengkok (mosquito). Namun, bentuk bengkok (mosquito)
lebih cocok digunakan pada bedah minor.
Cara penggunaan: klem arteri memiliki ratchet pada
handlenya. Ratchet inilah yang menyebabkan posisi klem
arteri dalam keadaan terututup (terkunci). Ratchet umumnya
memiliki tiga derajat, dimana pada saat penutupan jangan
langsung menggunakan derajat akhir karena akan mengikat
secara otomatis dan sulit untuk dilepaskan. Pelepasan klem
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
25
dilakukan dengan cara pertama harus ditekan ke dalam
handlenya, kemudian dipisahkan handlenya sambil membuka
keduanya. Sebaiknya gunakan ibu jari dan jari manis karena
hal ini akan menyebabkan jari telunjuk mendukung
instrumen bekerja sehingga dapat memposisikan jepitan
dengan tepat.
Jepitan klem arteri berbentuk halus dengan galur lintang
paralel yang membentuk chanel lingkaran saat instrumen
ditutup. Jepitan ini berukuran relatif panjang terhadap
handled yang memungkinkan genggaman jaringan lebih
halus tanpa pengrusakan. Jepitan dengan ujung bengkok
(mosquito) berfungsi untuk membantu pengikatan pembuluh
darah. Jangan menggunakan klem ini untuk menjahit, oleh
karena struktur jepitannya tidak mendukung dalam
memegang needle.
Instrumen Dengan Fungsi Menjahit
7. Needle Holder
Needle holder bermanfaat untuk memegang needle saat
insersi jahitan dilakukan. Secara keseluruhan antara needle
holder dan klem arteri berbentuk sama. Handled dan ujung
jepitannya bisa berbentuk lurus ataupun bengkok. Namun,
yang paling penting adalah perbedaan pada struktur
jepitannya (gambar 2). Struktur jepitan needle holder
berbentuk criss-cross di permukaannya dan memiliki ukuran
handled yang lebih panjang dari jepitannya, untuk tahanan
yang kuat dalam menggenggam needle. Oleh karena itu,
jangan menggenggam jaringan dengan needle holder karena
akan menyebabkan kerusakan jaringan secara serius.
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
26
Cara penggunaan: cara menutup dan melepas sama
dengan metode ratchet yang telah dipaparkan pada
penggunaan klem arteri di atas. Needle digenggam pada
jarak 2/3 dari ujung berlubang needle, dan berada pada
ujung jepitan needle-holder. Hal ini akan memudahkan
tusukan jaringan pada saat jahitan dilakukan. Selain itu,
pemegangan needle pada area dekat dengan engsel needle
holder akan menyebabkan needle menekuk. Kemudian,
belokkan needle sedikit ke arah depan pada jepitan
instrumen karena akan disesuaikan dengan arah alami
tangan ketika insersi dilakukan dan tangan akan terasa lebih
nyaman. Kegagalan dalam membelokkan needle ini juga akan
menyebabkan needle menekuk.
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
27
Tehnik menjahit: jaga jari manis dan ibu jari menetap
pada lubang handle saat menjahit dilakukan yang membatasi
pergerakan tangan dan lengan. Pegang needle holder
dengan telapak tangan akan memberikan pengontrolan yang
baik. Secara konstan, jangan mengeluarkan jari dari lubang
handled karena dapat merusak ritme menjahit.
Pertimbangkan pergunakan ibu jari pada lubang handled
yang menetap, namun manipulasi lubang lainnya dengan jari
manis dan kelingking.
Gambar 26. Perbedaan Struktur Jepitan Antara Klem Jaringan, Klem arteri
dan Needle Holder
8. Benang Bedah
Benang bedah dapat bersifat absorbable dan non-
absorbable. Benang yang absorbable biasanya digunakan
untuk jaringan lapisan dalam, mengikat pembuluh darah dan
kadang digunakan pada bedah minor. Benang non-
absorbable biasanya digunakan untuk jaringan tertentu dan
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
28
harus diremove. Selain itu, benang bedah ada juga yang
bersifat alami dan sintetis. Benang tersebut dapat berupa
monofilamen (Ethilon atau prolene) atau jalinan (black silk).
Umumnya luka pada bedah minor ditutup dengan
menggunakan benang non-absorbable. Namun, jahitan
subkutikuler harus menggunakan jenis benang yang
absorbable.
Black silk adalah benang jalinan non-absorbable alami
yang paling banyak digunakan. Meskipun demikian, benang
ini dapat menimbulkan reaksi jaringan, dan menghasilkan
luka yang agak besar. Jenis benang ini harus dihindari,
karena saat ini telah banyak benang sintetis alternatif yang
memberikan hasil yang lebih baik. Luka pada kulit kepala
yang berbatas merupakan pengecualian, oleh karena
penggunaan jenis benang ini lebih memuaskan.
Benang non-abosrbable sintetis terdiri atas prolene dan
ethilon (nama dagang). Benang ini berbentuk monofilamen
yang merupakan benang terbaik. Jenis benang ini cukup
halus dan luwes dan menghasilkan sedikit reaksi jaringan.
Namun, jenis benang ini lebih sulit diikat dari silk sehingga
sering menyebabkan jahitan terbuka. Masalah ini dapat
diselesaikan dengan menggunakan tehnik khusus seperti
menggulung benang saat jahitan dilakukan atau mengikat
benang dengan menambah lilitan. Prolene (monofilamen
polypropylene) dapat meningkatkan keamanan jahitan dan
lebih mudah diremove dibandingkan dengan Ethilon
(monofilamen polyamide).
Catgut merupakan contoh terbaik dalam kelompok
benang absorbable alami. Jenis benang ini merupakan
monofilamen biologi yang dibuat dari usus domba dan sapi.
Terdapat dua macam catgut, plain catgut dan chromic catgut.
Plain catgut memiliki kekuatan selama 7-10 hari. Sedangkan
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
29
chromic catgut memiliki kekuatan selama 28 hari. Namun,
kedua jenis benang ini dapat menghasilkan reaksi jaringan.
Benang absorbable sintetis terdiri atas vicryl
(polygactin) dan Dexon (polyclycalic acid) yang merupakan
benang multifilamen. Benang ini berukuran lebih panjang
dari catgut dan memiliki sedikit reaksi jaringan. Penggunaan
utamanya adalah untuk jahitan subkutikuler yang tidak perlu
diremove. Selain itu, juga dapat digunakan untuk jahitan
dalam pada penutupan luka dan mengikat pembuluh darah
(hemostasis).
Terdapat dua sistem dalam mengatur penebalan benang,
yakni dengan sistem metrik dan sistem tradisional.
Penomoran sistem metrik sesuai dengan diameter benang
dalam per-sepuluh milimeter. Misalnya, benang dengan
ukuran 2 berarti memiliki diameter 0.2 mm. Sistem tradisional
kurang rasional namun banyak yang menggunakannya.
Ketebalan benang disebutkan menggunakan nilai nol
misalnya 3/0, 4/0, 6/0 dan seterusnya. Paling besar nilainya,
ketebalannya semakin kecil. 6/0 merupakan nomor dengan
diameter paling halus yang tebalnya seperti rambut,
digunakan pada wajah dan anak-anak. 3/0 adalah ukuran
yang paling tebal yang biasa digunakan pada sebagian
besar bedah minor. Khususnya untuk kulit yang keras (kulit
bahu). 4/0 merupakan nilai pertengahan yang juga sering
digunakan.
Dalam suatu paket jahitan, terdapat semua informasi
mengenai benang dan needlenya secara lengkap di cover
paketnya. Setiap paket jahitan memiliki dua bagian luar,
pertama yang terbuat dari kertas kuat yang mengikat pada
cover transaparan. Paket jahitan ini dijamin dalam keadaan
steril sampai covernya terbuka. Oleh karena itu, saat
membuka paket, simpan ke dalam wadah steril. Bagian kedua
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
30
yakni amplop yang terbuat dari kertas perak yang dibasahi
pada satu sisinya. Basahan ini memudahkan paket jahitan
dipisahkan dari kertas tersebut. Kemudian dengan
menggunakan needle-holder, angkat needle tersebut dari
lilitannya dan luruskan secara hati-hati. Kemudian, gunakan
untuk tindakan penjahitan.
Rekomendasi bahan jahitan yang dapat digunakan
adalah monofilamen prolene atau Ethilon 1,5 metrik
(4/0) untuk jahitan interuptus pada semua
bagian. Monofilamen prolene atau ethilon 2 metrik (3/0) untuk
jahitan subkutikuler non-absorbable. Juga dapat digunakan
untuk jahitan interuptus pada kulit yang keras misalnya
pada bahu. Vicryl 2 metrik (3/0) digunakan pada jahitan
subkutikuler yang absorbable dan jahitan dalam
hemostasis. Vicryl 1,5 metrik (4/0) digunakan untuk jahitan
subkutikuler jaringan halus atau jahitan dalam. Prolene atau
Ethilon 0,7 (6/0) untuk jahitan halus pada muka dan pada
anak-anak.
9. Needle bedah
Saat ini bentuk needle bedah yang digunakan oleh
sebagian besar orang adalah jenis atraumatik yang terdiri
atas sebuah lubang pada ujungnya yang merupakan tempat
insersi benang. Benang akan mengikuti jalur needle tanpa
menimbulkan kerusakan jaringan (trauma). Pada needle
model lama memiliki mata dan loop pada benangnya
sehingga dapat menimbulkan trauma. Needle memiliki bagian
dasar yang sama, meskipun bentuknya beragam. Setiap
bagian memiliki ujung, yakni bagian body dan bagian lubang
tempat insersi benang. Sebagian besar needle berbentuk
kurva dengan ukuran ¼, 5/8, ½ dan 3/8 lingkaran. Hal ini
menyebabkan needle memiliki range untuk bertemu dengan
jahitan lainnya yang dibutuhkan. Ada juga bentuk needle
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
31
yang lurus namun jarang digunakan pada bedah minor.
Needle yang berbentuk setengah lingkaran datar digunakan
untuk memudahkan penggunaannya dengan needle holder.
4. Perawatan Sesudah Operasi
Sesudah pasien dioperasi, harus diusahakan keadaan pasien
pulih kembali seperti semula. Selesai dioperasi, pasien harus segera
diangkat dan dipindahkan ke “recovery room”. Sewaktu mengangkat
pasien, harus diperhatikan luka operasi.
Pasien yang dioperasi leher nya, harus dijaga agara kepala dan
badan diangkat serentak, sehingga ridak merenggangkan luka
jahitan. Pada operasi ginjal diusahakan agar tidak mengangkat dari
sisi jahitan luka.
Harus pula diingat bahwa memindahkan pasien dari sikap
litotomia menjadi sikap horizontal, dari sikap miring ke terlentang,
dari tengkurap ke terlentang dapat menimbulkan hipotensi, sehingga
perubahan sikap yang lama harus dilakukan secara perlahan-lahan
dan hati-hati.
Memindahkan pasien dari kamar bedah merupakan tanggung
jawab ahli bius dibantu oleh perawat bedah. Rumah sakit yang
mempunyai ICU (Intensive Care Unit) akan merawat pasien yang
membutuhkan perawatan khusus di ICU. Pasien pasca bedah yang
telah keluar dari “recovery room”, tetapi masih memerlukan
perawatan khusus lebih lanjut, dapat dimasukkan ke ICU. Semua alat
yang diperlukan harus berada di ICU, misalnya tabung oksigen,
laringoskopi, trakheostomi set, kateter, pompa penyedot, tensimeter,
stetoskop, standar infus set, plasma ekspander, peralatan cardiac
arrest, defibrillator, turniket, obat-obatan yang perlu untuk
mengatasi keadaan darurat.
Tempat tidur pasien dalam “recovery room” harus mudah
dipindahkan, enak, dan aman dipakai.
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
32
Seorang perawat dikamar bedah wajib mengetahui operasi apa
yang akan dilakukan pasien, mengetahui kesulitan apa yang terjadi
selama operasi, dan apakah ada tanda-tanda keganasan. Perawat
perlu mengetahui keadaan pasien sebelum dan pada saat operasi,
serta komplikasi apa yang timbul selama operasi.
5. Ruang Pemulihan
“Recovery room” adalah suatu ruangan yang terletak didekat
kamar bedah, dekat dengan perawat bedah, ahli anestesia dan ahli
bedah sendiri, sehingga bila timbul keadaan gawat pasca bedah,
pasien segera dapat diberikan pertolongan.
Selama belum sadar betul, pasien dibiarkan tetap tinggal di
“recovery room”. Pasien sehabis operasi, harus diberikan perawatan
sebaik-baiknya dan dirawat oleh perawat yang ahli dan
berpengalaman.
Ruang pemulihan hendaknya diatur agar selalu bersih, tenang,
dan alat-alat yang tidak berguna disingkirkan. Sebaiknya semua alat
yang diperlukan harus berada di “recovery room”. Peredaran udara
harus lancar dan suhu kamar harus sejuk. Di daerah panas dipasang
AC.
Bila pengaruh obat bius sudah tidak berbahaya lagi, tekanan
darah sudah bagus dan mantap, pernapasan lancar dan kesadaran
sudah cukup, barulah pasien dipindahkan ke kamar semula.
6. Perawatan Pasien Pasca Bedah
Untuk mengurangi perasaan sakit, dapat diberi suntikan
analgesik sesuai dengan perintah dokter. Jelaskan pada pasien
bahwa sakit luka akan berkurang setelah 24 jam. Untuk mengurangi
perasaan nyeri, lakukanlah usaha sebagai berikut:
1. Ubah sikap.
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
33
Beri tambahan bantal dan ganjallah pinggang pasien dengan
bantal.
2. Napas dalam-dalam.
Untuk mencegah komplikasi paru-paru akibat pembiusan,
suruhlah pasien menarik napas dalam-dalam. Bila pasien
merasakan ada lendir yang menyumbat tenggorokannya,
suruhlah ia batuk agar lendir dapat keluar.
3. Cuci muka dan tangan pasien.
Mencuci muka dan tangan pasien akan menyejukan
perasaan pasien yang baru dioperasi.
4. Basahi bibir.
Bila pasien belum diizinkan minum, basahilah bibir pasien
denga kapas basah.
5. Gosok pinggang pasien dengan alkohol atau odokolonye
(eau de cologne).
Pinggang dan tungkai bila diolesi dengan alcohol atau
odokolonye akan terasa enak.
6. Bila pasien sudah flatus, berilah minum sesendok air putih.
7. Buang air kecil.
Pada umunya operasi di daerah perut and operasi
kebidanan, setelah 8-10 jam pasien disuruh buang air kecil
sendiri. Usahakan agar pasien buang air kecil sendiri. Bila
perlu, siram dengan air dingin, kompres hangat, atau
mengubah sikap tidur pasien. Seandainya semua usaha itu
gagal dan pasien sudah merasa kesakitan karena kandung
kemihnya penuh, barulah dilakukan kateterisasi urin. Semua
air seni yang keluar harus diukur jumlahnya.
8. Buang air besar.
Setiap buang air besar haru dicatat. Bila pasien tidak buang
air besar selama dua hari, perlu dilakukan klisma dengan
gliserin hangat. Jangan diberi obat pencuci perut, terutama
pada pasien pascalaparatomi.
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
34
9. Sikap tidur pasien
Sikap tidur pasien perlu diperhatikan agar tidak terjadi
komplikasi: paru-paru yang tidak dapat berkembang dengan
baik dapat menimbulkan pneumonia; pantat yang tidak
bergera-gerak dapat menimbulkan decubitus karena
peredaran darah terganggu. Semuanya itu dapat
memperlambat penyembuhan operasi.
7. Perawatan Luka Operasi
Luka perlu ditutup dengan kasa steril, sehingga sisa darah dapat
diserap oleh kasa tadi. Dengan menutup luka itu kita mencegah
terjadinya kontaminasi (kemasukan kuman), tersenggol, dan memberi
kepercayaan kepada pasien bahwa luka nya diperhatikan oleh
perawat.
Sehabis operasi, luka yang timbul langsung ditutup dengan kasa
steril selagi di kamar bedah dan biasanya tidak perlu diganti sampai
diangkat jahitanya, kecuali bila terjadi pendarahan sampai darahnya
menembus ke atas kasa, barulah diganti kasa steril, atau bila ada
perintah khusus dari dokter nya. Sewaktu mengganti kasa lama
dengan yang baru, perhatikan betul agar dikerjakan secara asepsis
supaya tidak terjadi infeksi. Mengganti perban sebaiknya dilakukan
sebelum jam kunjungan keluarga. Bila ada gordyn itu. Pada pasien
yang lukanya berbau, membersihkan dan mengganti perban
sebaiknya dilakukan dikamar balut agar teman sekamarnya tidak
terganggu.
Jahitan luka biasanya dibuka setengahnya pada hari kelima dan
sisanya dibuka pada hari keenam dan ketujuh, kecuali bila ada
perintah lain dari dokternya.
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
35
Plester harus dilepaskan sejajar dengan kulit, jangan diangkat
tegak lurus agar pasien tidak merasa sakit.
Gambar 27. Cara melepaskan plester
Dapat pula dipakai cairan pelepas plester, misalnya bensin
iodin, dan cairan gas semprot. Plester dan kasa lama diangkat
dengan pinset (tidak usah steril) lalu dibuang ke dalam kantong
untuk dibakar supaya tidak terjadi penularan kuman.
Perlengkapan untuk mengganti perban terdiri dari: pinset,
plester, cairan pelepas plester, cairan antiseptik, bengkok, kantong
untuk membuang kasa dan plester kotor.
Bila setelah tiba waktunya membuka jahitan, bersihkanlah luka
dan kulit sekitarnya dengan antiseptik, peganglah ujung benang
dengan pinset anatomis steril, lalu guntinglah benang itu tepat di
bawah ikatan, sehingga barang yang berada diluar tidak masuk ke
dalam luka sewaktu benang diangkat.
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
36
8. Anestesi
Anestesi atau pembiusan merupakan pembantu operasi yang
sangat karena tanpa anestesi tidaklah mungkin dilakukan
pembedahan. Obat yang dipakai merupakan zat kimia untuk menekan
pekerjaan jaringan saraf secara sentral, memblok atau bekerja pada
ujung saraf.
Ada dua macam jenis anestesi, yaitu anestesi umum dan anestesi
local (setempat). Anestesi lokal dibedakan lagi menurut tempat
diberikan obat anestesi, yaitu anestesi spinal, epirudal,
paravertebral, blok cabang saraf, infiltrasi, dan permukaan kulit
(topical).
Setiap anestesi harus memenuhi dua syarat, yaitu
menghilangkan reflex dan melemaskan otot, sedangkan pada bius
umum diperlukan pula untuk menghilangkan kesadaran.
a. Anestesi Umum
Obat untuk anestesi umum ada yang berupa gas dan ada
pula yang berupa cairan. Cara pemberian obat bius dapat
dilakukan melalui tiga cara, yaitu melalui isapan gas obat
bius, menyuntikkan cairan obat bius, dan memasukkan obat
bius kedalam rectum.
Anestesi umum menyebabkan mati rasa karena obat ini
masuk ke jaringan otak dengan tekanan setempat yang
tinggi. Selama masa induksi harus diberi cukup banyak obat
bius karena sebagian obat bius beredar pula didalam darah
dan tinggal didalam jaringan tubuh. Setelah semua jaringan
badan terisi dan jenuh dengan obat bius, barulah pemberian
obat bius diperkecil agar keadaan pembiusan dapat
dipertahankan.
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
37
Tahapan Pembiusan
Kedalamanan anestesi umum dibagi dalam empat
stadium, yaitu stadium I, II, III, dan IV, sedangkan stadium III
dibagi empat plein (plane).
Stadium I atau Stadium Analgesia
Stadium ini tercapai pada saat pasien menghirup
obat bius. Saat ini pasien merasa pusing seakan-akan
melayang, telinga merasa berdenging, dan bising.
Kesadaran pasien masih ada, tetapi tidak dapat berbuat
apa-apa, merasa seakan-akan semua badan lumpuh.
Pasien menjadi sangat perasa terhadap suara, suara
bisikan terdengar sebagai teriakan yang menggaum.
Karena itu, petugas dikamar tidak boleh berbicara
sewaktu pasien berada dalam stadium I.
Tanda-tanda stadium I: ukuran pupil masih seperti
biasa, refleks pupil masih kuat, pernapasannya tidak
teratur, nadi tidak teratur sedangkan tekanan darah tidak
berubah, seperti biasa.
Bila obat bius diteruskan pemberiannya, pasien
masuk ke stadium II.
Stadium II atau Stadium Delirium
Pada stadium ini pasien berontak, ia berusaha
melepaskan kap bius, berteriak, berbicara, menyanyi,
ketawa, atau menangis. Keadaan berontak ini dapat
dicegah bila sebelum pembiusan dimulai, sudah
diberikan pengertian dan diminta pada paisen agar
menghirup obat bius sedalam-dalamnya dan bila
mencium bau yang tidak enak, jangan berontak.
Pada stadium ini ahli bius harus selalu didampingi
perawat agar dapat menahan pasien bila ia berontak.
Operasi belum boleh dimulai. Ukuran pupil seperti biasa
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
38
atau agak membesar, refleks pupil kuat, pernapasannya
tidak teratur, nadi tidak teratur dan cepat, tekanan darah
meninggi. Pemberian obat selanjutnya menyebabkan
pasien masuk ke dalam stadium III.
Stadium III atau Stadium Pembedahan
Pada stadium ini telah tercapai mati rasa sempurna.
Semua refleks permukaan telah hilang, tetapi refleks vital
seperti denyut jantung dan pernapasan seperti biasa.
Ukuran pupil mulai mengecil, tidak bergerak bila diberi
cahaya dan refleks bola mata tidak ada walaupun bulu
mata atau kornea mata disentuh. Pernapasan teratur dan
dalam. Denyut nadi agak lambat, tetapi mantap dan
tekanan darah normal. Stadium III ini Karena cukup lebar
dibagi lagi menjadi empat substadium atau tingkatan
yang disebut plein (plane).
Plein 1.
Tanda-tandanya: tegangan otot masih tetap biasa, sifat
pernapasan adalah pernapasan dada lebih besar dari
pernapasan perut, bola mata masih bergerak bila bulu
matanya disentuh atau diberi sinar lampu. Bila
pembiusan bertambah terus, maka pasien masuk ke
plein 2.
Plein 2.
Tanda-tandanya: tegangan otot menghilang dan bola
mata tidak bereaksi lagi terhadap sentuhan dan
cahaya, refleks pupil juga hilang, sifat pernapasan
adalah pernapasan dada sama dengan pernapasan
perut. Bila pembiusan ini bertambah terus, maka pasien
masuk ke plein 3.
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
39
Plein 3.
Pada saat ini pernapasan tetap teratur tetapi dalam,
seakan-akan sedang tidur sangat nyenyak. Sifat
pernapasan adalah pernapasan perut lebih besar
daripada pernapasan dada karena otot-otot sela iga
telah kehilangan tegangan. Ukuran pupil membesar
sedikit, refleks kornea menghilang, nadi agak cepat dan
tekanan darah agak menurun. Operasi besar dilakukan
dalam plein 3 sebab semua refleks telah hilang dan
otot-otot sudah melemas. Pemberian obat bius mulai
dikurangi dan diberikan sekedar untuk
mempertahankan stadium III plein 3 saja. Bila
pembiusan ini ditambah lagi, maka pasien masuk
kedalam plein 4.
Plein 4.
Tanda-tandanya: semua otot dan semua refleks hilang,
termasuk otot sekat dada (diafragma), sehingga
pernapasan perut mulai terganggu and terlihat
inspirasi cepat dan tersendat-sendat, sedangkan
ekspirasi diperpanjang.
Stadium IV atau Stadium Keracunan
Pusat pernapasan terletak dibatang otak (medula
oblongata) menjadi lumpuh, sehingga pernapasan
berhenti sama sekali. Bila pembiusan segera tidak
dihentikan dan dibuat napas buatan, jantung pun akan
segera berhenti, disusul dengan kematian.
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
40
Cara Pemberian Anestesi
Anestesi Isap
Obat yang dipakai adalah berupa cairan yang mudah
menguap.
Ada empat cara pemberian bius isap:
1. Open drop atau dengan cara meneteskan cairan bius kea
tap kap atau masker. Masker pembius ditutupkan pada
muka pasien. Diatas masker itu terdapat lubang yang
ditutupi dengan berlapis-lapis kain kasa. Obat bius
diteteskan di atas lapisan kain kasa lalu bercampur
dengan udara yang mengandung oksigen dan diisap
oleh pasien.
2. Cara insulfasi (insufflation technique), yaitu dengan
peniupan gas bius dan udara ke dalam hidung.
Campuran gas dengan udara/oksigen ditiupkan melalui
pipa, sehingga masuk kedalam kerongkongan lalu ke
trakea dan paru-paru.
3. Cara semi tertutup (semi closed method), yaitu dengan
cara campuran gas bius dan oksigen diisap dari kap
(masker) yang berhubungan dengan balon pernapasan.
Udara yang keluar dari paru-paru dibuang melalui klep
yang ada diatas kap. Sedangkan klep lain yang berada
didepan balon pernapasan menjaga agar udara dari
paru-paru tidak masung kedalam tabung gas bius
maupun tabung oksigen.
4. Cara tertutup (close method), yaitu udara yang keluar
dari paru-paru (udara bekas bernapas) diisap kembali,
setelah melalui filter yang mengandung garam kapur
untuk menangkap karbon oksida. Cara ini pun
memerlukan oksigen.
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
41
Obat-obat Bius Isap
Nitrogen Oksida (N20)
N2O dikenal juga sebagai gas ketawa atau dalam bahasa
inggris sebagai “gas”. Sifat N2O, tidak merangsang, tidak
mudah terbakar, berbau manis, mempunyai daya bius ringan,
sehingga hanya dapat sampai pada stadium III plein 1.
Eter
Eter adlah etil eter, merupakan cairan yang mudah menguap,
mudah terbakar, dan daya biusnya kuat sekali. Uap eter lebih
kuat daripada udara, pedas merangsang dan menimbulkan
batuk bila disedot. Eter sangat baik untuk operasi besar,
keamanannya cukup terjamin dan harganya cukup murah.
Kerugiannya adalah masa induksi lama, karena sifat nya
yang pedas merangsang dan jaringan badan menyerap eter
cukup banyak. Eter lebih banyak diserap jaringan lemak,
maka dari itu, orang gemuk lebih lama masa induksinya.
Untuk menyadarkan kembali pasien yang dioperasi dengan
anestesi eter memerlukan waktu yang cukup lama karena
semua eter yang berada di jaringan harus keluar semua.
Klor Etil
Klor etil sangat mudah menguap, mudah terbakar, baunya
sedap, sehingga enak dan cepat diisap, mengakibatkan masa
induksi yang pendek.
Klor etil hanya dipakai untuk induksi, untuk mempersingkat
stadium I dan II, kemudian disambung dengan etil. Klor etil
biasanya dipakai dengan cara open drop. Klor etil dipakai
juga untuk insisi bisul.
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
42
Floutane (Halotane)
Floutane adalah obat bius isap yang terkuat pada saat ini,
tidak mudah terbakar, dan tidak merangsang.
Trilene
Nama kimia nya triklor etina, tidak berwarna dan cairannya
berat. Dipakai dengan cara open door atau semi closed.
Masa induksinya lambat, hamper sama dengan eter. Trilena
tidak merangsang, tetapi menyebabkan banyak pengeluaran
ludah dan lendir. Trilena dipakai hanya untuk
menghilangkan perasaan dan tidak dipakai pada operasi
besar karena berbahaya. Sering dipakai untuk melakukan
kuret pada wanita abortus.
Anestesi Rektum
Tribrometanol (Avertin)
Avertin adalah golongan alkohol, tidak larut dalam air, tetapi
larut dalam amilena hidrat, sejenis alkohol juga. Avertin
yang berupa cairan itu dimasukkan kedalam rectum dan
dalam waktu 5 menit pasien menjadi tidak sadar, tetapi belum
dapat dilakukan operasi, karena refleks-refleks masih ada,
maka dari itu avertin dipakai hanya sebagai induksi
pembiusan dan harus disambung dengan obat bius atau
anestesi blok saraf. Avertin dipakai pula untuk mengatasi
kejang-kejang seperti yang terjadi pada tetanus dan rabies.
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
43
Anestesi Suntikan Melalui Vena
Anestesi umum dapat juga ditimbulkan melalui suntikan.
Obat yang dipakai biasanya tergolong barbiturate yang
bekerja sangat cepat yaitu sodium pentotal (tiopental).
Pentotal bila disuntikan ke dalam vena dalam waktu 30 detik
saja sudah menimbulkan keadaan bius. Masa induksinya
hamper tidak terasa, jadi tidak nampak stadium I dan II,
seakan-akan masuk stadium III. Kerugiannya adalah keadaan
bius yang ditimbulkan hanya sebentar saja, sehingga
operasi yang memerlukan waktu lama, biasanya disambung
dengan pembiusan isap (eter) atau anestesi spinal/lumbal.
b. Anestesi Regionsal
Bila keadaan pasien tidak memungkinkan dilakukan anestesi
umum, maka dilakukan anestesi regional. Anestesi regional
dapat dilakukan melalui:
1. Anestesi lumbal, yaitu dengan menyuntik obat anestesi
melalui fungsi lumbal ke dalam rongga subaraknoid,
obat yang akan masuk itu mematirasakan akar saraf
yang keluar dari sumsum tulang belakang.
2. Anestesi peridural, yaitu obat dimasukkan melalui
pungsi lumbal, tetapi jarum suntik dimasukkan sampai
kerongga peridural saja.
3. Anestesi blok, yaitu obat langsung disuntikkan ke
sekitar saraf atau ke pangkal saraf.
4. Anestesi infiltrasi, yaitu dengan menyuntikan obat
anestesi langsung ke ujung-ujung saraf dibawah kulit.
5. Anestesi topikal, yaitu dengan mengoleskan atau
menyemprotkan obat anestesi ke permukaan kulit atau
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
44
selaput lendir, sehingga ujung-ujung saraf dibawahnya
menjadi mati rasa.
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
45
BAB II K3 PENUNJANG MEDIK RUMAH
SAKIT BEDAH
A. MANAJEMEN KESELAMATAN KESEHATAN KERJA (K3) DI RUMAH
SAKIT
Pengantar
Pelayanan rumah sakit sebagai industri jasa merupakan
bentuk upaya pelayanan kesehatan yang bersifat sosio ekonomi,
yaitu suatu usaha yang bersifat social namun diusahakan agar biasa
memperoleh surplus dengan cara pengelolaan yang
professional. Rumah sakit merupakan institusi yang kompleks dan
sifat organisasi nya majemuk, maka perlu pole manajemen yang jelas
dan majemuk
Survei nasional di 2.600 rumah sakit di USA rata-rata tiap
rumah sakit 68 karyawan cedera dan 6 orang sakit (NIOSH 1974-
1976). Laporan NIOSH 1985 terdapat 159 zat yang bersifat iritan untuk
kulit dan mata, serta 135 bahan kimia carcinogen, teratogenic,
mutagenic yang dipergunakan di rumah sakit Califorbia Departement
of Industrial Relations menuliskan rata – rata kecelakaan di rumah
sakit 16,.8 hari kerja yang hilang per 100 karyawan karena
kecelakaan. Karyawan yang sering mengalami cedera antara lain :
perawat, karyawan dapur, pemeliharaan alat, laundry, clening
service dan teknisi.
Resiko bahaya dalam kegiatan rumah sakit dalam aspek
kesehatan kerja berasal dari sarana kegiatan di poliklinik,
laboratorium, kamar roentgen dan sebagainya. Dalam GBHN 1993,
ditegaskan bahwa perlindungan tenaga kerja meliputi hak
keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), serta jaminan social tenaga
kerja yang mencakup jaminan hari tua, jaminan pemeliharaan
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
46
kesehatan, jaminan terhadap kematian, serta syarat-syarat kerja
klainnya. Amanat GBHN ini menuntut dukungan dan komitmen untuk
perwujudnya melalui penerapan K3.
Upaya K3 sendiri sudah diperkenalkan dengan mengacu pada
peraturan perundangan yang diterbitkan sebagai landasannya.
Disamping UU No. 1/1970 tentang keselamatan kerja, upaya K3 telah
dimantapkan dengan UU No. 23/1992 tentang kesehatan yang
eksplisif mengatur kesehatan kerja.
Dalam perundangan tersebut ditegaskan bahwa setiap tempat
kerja wajib diselengarakan upaya keselamatan dan kesehatan Hal itu
juga mengatur sanksi hukum bila terjadi pelangaran terhadap
ketentuan tersebut. UU No. 23/ 1992 tentang kesehatan yang
menyatakan bahwa tempat kerja wajib menyelengarakan upaya
kesehatan kerja apabila tempat kerja tersebut memiliki resiko bahaya
kesehatan yaitu mudah terjangkitnya penyakit atau mempunyai
paling sedikit 10 karyawan. Rumah sakit wajib menerapkan Upaya
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit(K3RS) Upaya
tersebut mendesak mengingat beberapa perkembangan.
Perkembangan tersebut antara lain dengan meningkatnya
pendayagunaan obat atau alayt dengan resiko bahaya kesehatan
tertentu untuk tindakan diagnosa, terapi maupun rehabilitasi
kesehatan. Bahkan masuknya IPTEK cangih menuntut tenaga kerja
ahli dan terampil. Hal ini tidak dapat dipenuhi dengan resiko terjadi
kecelakaan kerja.
Program Ocuppational Safety Health and Environment
(OSHE) bertujuan melindungi karyawan, pimpinan, dan masyarakat
dari kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja,
menjaga agar alat dan bahan yang dipergunakan dalam proses
kegiatan yang hasilnya dapat dipakai dan dimanfaatkan secara
benar, efisien dan produktif. Upaya OSHE sangat besar peranannya
dalam meningkatkan produktivitas terutama mencegah segala bentuk
kerugian akibat accident. Masalah penyebab kecelakaan yang paling
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
47
besar yaitu manusia karena kurang pengetahuan dan keterampilan,
kurangnya kesadaran direksi dan karyawan melaksanakan K3.
Penyebab lain adalah kondisi lingkungan seperti dari mesin,
peralatan, pesawat dan sebagainya.
Berikut adalah APD (Alat Pelindung Diri) dokter secara
umum dan yang paling standar haruslah memakai sarung tangan
steril, penutup (masker), pakaian steril, serta penutup rambut.
Gambar 28. Pakaian Dokter Bedah
1. Resiko Bahaya Potensial Di Rumah Sakit
Penyakit akibat kerja di sarana kesehatan umumnya
berhubungan dengan berbagai factor bioplogi (kuman
pathogen; pyogenic, col;li, bacilli, staphylococci yang
umumnya berasal dari pasien). Begitu besar resiko yang
dihadapi apabila masalah sanitasi, lingkungan kurang
diperhatikan.Hari p[erawatan pasien meningkat 5-10 hari.
Tenaga medis RS mempunyai resiko terkena infeksi 2-3 kali
lebih besar daripada yang berpraktek pribadi. Kerugian akibat
penambahan hari perawat dan pengobatan dapat mencapai 2
milyar US, Kerugian begitu besr untuk rumah sakit
Indo0nesia, dimana kondisi sanitasi dan K3RS yang umumnya
masih begitu buruk
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
48
Gambar 29. Personal Protective Equipment
Faktor kimia (bahan kimia dan obat-obatan, antibiotic,
cyostatika, narkotik dan lain2 pemaparan dengan dosis kecil
namun terus-menerus sperti antiseptic pada kulit dan gas
anestesi pada hati). Bagian pemeliharaan se dengan solvent,
asbes, listrik. Karyawan dagian cleaning service terpanjan
deterjen, disefektan. Teknisi Radiologi potrensial terpanjan
radiasi dari sinar x dan radioaktif isotop DLL.
Rumah sakit merupakan penghasil sampah medis dan
klinis terbesar, yang kemungkinan mengandung
mikroorganisme pathogen, parasit bahan kimia beracun
danparasit. Hal oini dapat membahayakan dan menimbulkan
gangguan kesehatan baik pada petugas, pasien maupun
pengunjung rumah sakit. Pengelolaan yang tidak baik dapat
menjadi sumber pencemaran terhadap lingkungan yang pada
akhir mengangu kesehatan masyarakat.
Peraturan pemerintah Ri No 19/1994 menetapkan bahwa
limbah dalam kegiatan RS dan laboratorium termasuk dalam
limbah V3 dan sumber spesifik dari limbah diberi kode
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
49
D227. Sesuai dengan peraturan Permenkes No. 986
Menkes/Per/XI/1992, tanggal 14 bovember tentang persyaratab
kesehatan lingkungan rumah sakit.
2. Pengendalian Penyakit Dan Kecelakaan Akibat Kerja Di
Rumah Sakit Atau Sarana Kesehatan
Tahapan pencegahan Penyakit Akibat Kerja (PAK) Dan
Kecelakaan Akibat Kerja (KAK), yakni pencegahan primer,
meliputi pengenalan Hazard (potensi bahaya), pengendalian
panjanan yang terdiri dari monitoring kerja dan biologi,
pengendalian pekerja yang rentan pengendalian teknik,
administrasi. Pencegahan sekunder meliputi screening
penyakit, pemeriksaan kesehatan berkakla, pemeriksaan bagi
pekerja yang beroptensi.
Pelayanan kesehatan kerja meliputi tahapan pencegahan
tersier meliputi upaya disability limitation dan rehabilitasi.
Gambar 30. PPE Patient Room
Dengan kata lain pengendalian PAK dan KAK di RS
meliputi :
1. Legislatif kontrol seperti peraturan perundangan,
persyaratan-persyaratan teknis dan lain-lain.
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
50
2. Administratif kontrol seperti seleksi karyawan,
pengaturan jam kerja dan lain-lain.
3. Engenering Kontrol seperti substusi/isolasi/perbaikan
system dan lain-lain.
4. Medical Kontrol.
3. Dasar Hukum Manajemen Keselamatan Kerja Di Rumah Sakit
Beberapa standar hukum yang digunakan sebagai landasan ;
1. Undang-undang No. 14/1969 tentang Ketentuan Pokok
tenaga kerja
2. Undang-undang No. 1/1970 tentang Keselamatan Kerja
3. Undang-undang No. 23/1992 tentang Kesehatan.
4. Permenkes RI No 986/92 dan kep Dirjen PPM dan PLP
No HK.00.06.6.598 tentang kesehatan Lingkungan Rs
5. Permenkes RI No 472 / menkes/ par/v/96 tentang
pengamanan bahan berbahaya bagi kesehatan
6. SK Menkes No. 351/Menkes/SK/III/2003 tanggal 17 Maret
2003 tentang komite kesehatan dan Keselamatan Kerja
Sektor Kesehatan.
7. SKB No. 147 A/Yanmed/Insmed/II/1992 Kep.44/BW/92
tentang pelaksanaan.
4. Pelaksanaan Manajemen K3 Rumah Sakit
Pelaksanaan menejemen Hiperkes dan K3 RS berupaya
meminimalisasi kerugian yang timbul akibat PAK dan KAK,
perlindungan tenaga serta pemenuhan peraturan
perundangan K3 yang berlaku. Fungsi perencanaan dalam
menejemen Hiperkes dan K3 RS , merupakan bagian integral
dari perncanaan menejamen perusahaan secara menyeluruh ,
yang dilandasi oleh komitmen tertulis atau kesepakatan
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
51
menejemen puncak. Fungsi pengawasan atau pengendalian
didalam menejemen Hiperkes dan K3 RS merupakan fungsi
untuk mengetahui sejauh mana pekerja dan pengawas atau
penyella mematuhi kebijakan K3RS yang telah di tetapkan
oleh pimpinan serta dijadikan dasar.
B. INSTALASI BEDAH SENTRAL
INSTALASI BEDAH SENTRAL
Desain Fisik
Untuk mendesain suatu Instalasi Bedah Sentral, diperlukan persyaratan-
persyaratan medis, sarana, prasarana, pelayanan, ketenagaan dan
peralatan yang ketat mengacu pada: Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang “PERSYARATAN
KESEHATAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT” dan “PEDOMAN
PENYELENGGARAAN PELAYANAN RUMAH SAKIT”
oleh Dirjen Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan tahun 2008
Secara umum, persyaratan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
Konsep dasar dalam membuat Lay-Out kamar bedah adalah:
1. Terdiri dari ruang operasi untuk tindakan bedah elektif dan cito.
2. Lingkungan yang aman dan tenang, tidak terganggu oleh kebisingan
dari luar.
3. Mempunyai akses yang mudah dicapai, baik dari ruang rawat inap
maupun rawat jalan dan dari ruangan-ruangan khusus seperti: Instalasi
Gawat Darurat, I.C.U dan I.C.C.U.
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
52
4. Alur/pintu masuk keluar staff medis (dokter, perawat, mahasiswa
kedokteran) dan non-medis (administrasi, pekarya) terpisah dari
alur/pintu masuk keluar pasien.
5. Alur/jalan masuk barang-barang steril terpisah dari jalan keluar
barang-barang/pakaian kotor.
6. Tersedia “Spoelhock” (kamar cuci bilas) alat-alat dan instrument bekas
operasi dengan saluran pembuangan yang terpisah dengan saluran
pembuangan air kotor.
7. Kamar-kamar operasi harus dipisahkan menjadi:
a) Daerah/Area Bebas
Adalah area diluar bangunan Instalasi Bedah Sentral tempat
pengunjung/pasien berlalu-lalang, termasuk koridor-koridor Rumah
Sakit.
b) Daerah/Area Semi Steril
Daerah transisi dari koridor Rumah Sakit ke kamar operasi dan
juga merupakan area penerimaan pasien yang akan dilakukan
operasi dimana staf/personil kamar operasi harus sudah
menggunakan pakaian khusus.
Daerah bebas dan daerah semi steril dibatasi dengan garis
berwarna hijau yang dapat terlihat jelas dan tidak mudah hilang atau
terhapus.
c) Daerah/Area Steril
Adalah area dimana prosedur steril sudah diperlakukan bagi
staf/personil yang akan melakukan tindakan operasi, seperti
memakai pakaian khusus dan sarung tangan yang steril, topi dan
masker.
Daerah semi steril dan daerah steril dibatasi oleh oleh garis
berwarna merah yang tidak mudah hilang atau terhapus.
8. Ukuran kamar operasi minimal 6x6 m2, tinggi minimal 3 meter, lebar
pintu minimal 1,2 m dengan tinggi minimal 2,1 m. 1/3 bagian pintu harus
dari kaca tembus pandang. Untuk kamar operasi khusus, luas ruangan
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
53
dapat disesuaikan dengan banyaknya peralatan dan jumlah personil
yang terlibat didalamnya.
Syarat-syarat kamar operasi yang sesuai standar pelayanan medis
yang ditetapkan adalah sebagai berikut:
a) Pintu kamar operasi harus selalu tertutup selama operasi, bisa
dengan sistem manual atau sistem elektrik secara “auto closed”.
b) Ventilasi harus terkontrol melalui filter mikroorganisme 2 layer
dengan filter terakhir berupa“High Efficiency Particulate Air (HEPA)
Filter” dan terpisah dari ruangan lainnya. Outlet pendingin ruangan
minimal 2 meter dari lantai dan aliran udara bersih yang masuk
kedalam kamar operasi melalui alat yang disebut “Ultraclean
Laminar Airflow” sehingga tidak terjadi akumulasi gas anestesi.
c) Tidak dibenarkan adanya hubungan langsung kamar operasi dengan
udara luar, harus ada ruang antara.
d) Perawatan sistem ventilasi di kamar operasi harus terjadwal dan
secara rutin dibersihkan, atau diganti baru jika sudah tidak
memenuhi syarat.
e) Tekanan positif dalam kamar operasi yang harus lebih tinggi dari
koridor,minimal lebih tinggi 0,10 mBar dengan frekuensi pertukaran
udara sebesar 20-25 kali per jam dengan udara yang masuk melalui
lubang di langit-langit dan udara dikeluarkan melalui bagian bawah
dinding dekat lantai.
f) Pengaturan suhu kamar operasi dengan system AC sentral, suhu
ideal antara 19-24 derajat celcius dengan kelembaban 45-60 % dan
harus dijaga kestabilannya. Jika menggunakan bahan anestesi yang
mudah terbakar, maka kelembaban maksimum adalah 50 %.
g) Tingkat kebisingan maksimal 45 dB.
h) Pencahayaan yang cukup,untuk kamar operasi 300-500 Lux dan
untuk meja operasi adalah10.000-20.000 Lux.
i) Lampu operasi terpasang kokoh dan seimbang pada gelagar
(gantungan) dengan profil baja double INP 20, tinggi yang sesuai,
cahaya sejuk, tidak panas dan tidak menimbulkan bayangan.
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
54
j) Penerangan alam dapat menggunakan jendela mati yang tidak
tembus pandang tapi tembus cahaya dengan ketinggian 2 meter dari
lantai.
k) Lantai,dinding dan langit-langit sebaiknya dari bahan yang kuat,
aman, kedap air dan tidak licin, seperti vinyl dengan sudut-sudut
yang berbentuk konus/lengkung sehingga mudah dibersihkan dan
tidak ada kotoran yang tersembunyi.
l) Harus ada jendela kaca mati tembus pandang di dinding ruang
operasi yang menghadap padascrub room tempat ahli bedah
mencuci tangan.
m) Setiap 2 kamar operasi dilayani oleh 1 scrub room.
9. Pemasangan gas medis secara sentral diusahakan melalui bawah lantai
atau di atas langit-langit.
10. Disediakan pintu keluar tersendiri untuk jenazah dan bahan kotor yang
tidak terlihat oleh pasien dan pengunjung.
11. Ruang administrasi.
� Penjadwalan tindakan operasi.
� Pendataan pasien yang akan dilakukan tindakan operasi.
� Pencatatan bahan/alat kesehatan yang dipegunakan selama operasi.
� Laporan ke bagian keuangan mengenai jumlah yang harus dibayar.
� Laporan bulanan mengenai seluruh kegiatan kamar operasi.
12. Ruang penerimaan pasien.
� Serah terima pasien antara perawat ruangan dan perawat kamar
operasi.
� Cek kelengkapan/identifikasi pasien, apakah sesuai dengan jadwal
operasi, termasuk hasil-hasil pemeriksaan penunjang seperti:
laboratorium, x-ray, USG/CT-scan dan izin operasi/informed
concern.
� Pasien diganti dengan pakaian kamar operasi.
13. Ruang tunggu.
Merupakan ruang tunggu bagi keluarga pasien yang sedang melakukan
tindakan operasi, dilengkapi dengan sarana informasi dan komunikasi
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
55
antara perawat/dokter kamar operasi dengan keluarga pasien mengenai
kelangsungan tindakan operasi dan keadaan-keadaan tertentu mengenai
kondisi pasien yang sedang di operasi. Juga disediakan sarana hiburan
berupa televisi, musik dan bahan bacaan seperti surat kabar dan
majalah.
14. Ruang rapat dan kepustakaan.
Untuk effisiensi ruangan dengan “space” yang terbatas, dapat di
multifungsikan sebagai ruang istirahat/ruang tunggu dokter sebelum
dan sesudah melaksanakan tindakan operasi atau menunggu jadwal
operasi berikutnya. Di ruangan ini, selain disediakan meja rapat yang
disesuaikan dengan jumlah staf yang ada dan rak/lemari buku, juga sofa
untuk istirahat dokter dan “pantry” sederhana untuk memenuhi
kebutuhan dokter dalam hal makanan dan minuman.
15. Ruang kepala Instalasi.
Ukuran minimal 3x4 m2 yang dilengkapi dengan meja tulis, rak berkas
surat-surat penting dan sofa tamu. Ruangan ini selain untuk kegiatan
kepala instalasi, juga dipergunakan untuk ruang rapat terbatas dan
ruang menerima tamu.
16. Ruang istirahat dokter/perawat.
Merupakan 2 ruang terpisah dengan “pantry” diantaranya. Dilengkapi
dengan sofa untuk istirahat yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah
dokter atau perawat yang berdinas tiap “shift”. Sebaiknya juga
disediakan kamar jaga untuk perawat “in-call” yang dinas “shift” malam
hari untuk beristirahat jika tidak ada operasi “cito”.
17. Ruang mahasiswa kedokteran.
Ukuran disesuaikan dengan jumlah mahasiswa kedokteran yang sedang
melakukan kepaniteraan pada saat yang bersamaan, dilengkapi dengan
meja panjang dan kursi dengan jumlah yang sesuai, white board danin-
focus screen untuk presentasi.
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
56
18. Ruang ganti baju dokter/perawat pria dan wanita.
Dilengkapi dengan lemari locker untuk penyimpanan pakaian dan
barang-barang pribadi lainnya tapi bukan barang berharga, juga toilet
yang dilengkapi kamar mandi.
19. Ruang pemulihan (Recovery Room).
Merupakan ruang pengawasan dan pemulihan setelah pasien
menjalankan tindakan operasi, dilengkapi dengan tirai
pemisah (screen) antar pasien, monitor tanda-tanda vital, D.C
shock, wall-outlet oksigen danlemari obat-obatan/infus untuk keadaan
darurat. Jumlah monitor dan wall-outlet oksigen disesuaikan
dengan jumlah kamar operasi dan jumlah operasi yang ada. Sebaiknya,
tiap pasien yang dalam proses pengawasan dan pemulihan dilengkapi
dengan 1 monitor dan 1 wall-outlet oksigen.
20. Ruang penyimpanan instrumen steril.
� Merupakan ruang/tempat penyimpanan set instrument yang telah di
sterilisasi.
� Dilengkapi dengan rak-rak stainless.
� Pengatur suhu dan kelembaban.
� Pintu ruangan harus selalu dalam keadaan tertutup.
� Set-set instrument yang tersusun dalam rak tidak boleh terkena sinar
matahari langsung atau jika ada jendela yang berhubungan dengan
ruang terbuka, sebaiknya ditutup dengan tirai yang kedap cahaya
dan panas.
� JIka dalam waktu 1 minggu set tersebut belum dipergunakan,
sebaiknya dilakukan pensterilan ulang.
21. Ruang set alat dan penyimpanan instrument.
Setelah dilakukan tindakan operasi, alat-alat dan instrument yang
dipakai, direndam dalam cairan antiseptic sebelum dicuci dan
dibersihkan dari sisa-sisa darah dan jaringan. Setelah bersih dan
kering, alat/instrument tersebut di set ulang diruangan ini sebelum
dikirim ke unit sterilisasi sentral (CSSD). Alat/instrument yang belum
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
57
terpakai, disimpan dalam lemari kaca yang terkunci sesuai dengan
jenisnya untuk memudahkan pencarian jika suatu saat dibutuhkan.
22. Ruang penyimpanan barang kamar operasi.
Merupakan gudang tempat penyimpanan barang yang terpisah tapi
mempunyai akses langsung ke kamar operasi. Barang-barang tersebut
adalah sebagai sarana pendukung kegiatan kamar operasi seperti :
Brankar, tromol instrument/kassa, bantal dan barang-barang lain yang
berhubungan dengan kegiatan operasional kamar operasi. Ruang ini
dilengkapi dengan rak stainless steel yang berjarak dari lantai,
dilengkapi dengan ventilasi yang baik dan pencahayaan yang cukup.
23. Ruang obat/infus/alkes.
� Tempat penyimpanan obat-obatan, infus, alkes dan alat-alat yang
diperlukan yang berhubungan dengan tindakan operasi.
� Dilengkapi dengan system ventilasi yang baik dengan pengatur suhu
dan kelembaban.
� Rak-rak penyimpanan terbuat dari stainless steel yang berjarak dari
langit-langit dan lantai.
� Kulkas untuk tempat penyimpanan obat suntik atau obat lainnya
yang memerlukan suhu tertentu.
� Lemari kaca aluminium dengan kunci untuk tempat penyimpanan
obat golongan narkotik.
24. Ruang oksigen dan gas medis.
Cadangan tabung Oksigen dan sentralisasi gas medis (N2O) untuk kamar
operasi.
25. Ruang compressor suction.
Minimal 2 unit compressor yang dipakai bergantian untuk kamar
operasi, I.C.U dan I.C.C.U, kapasitasnya disesuaikan dengan kebutuhan.
26. Supply Air bersih.
Sumber air dari PAM yang yang telah memenuhi syarat baku mutu air
bersih, khusus untuk kamar operasi harus meliwati proses filtrasi dan
khusus untuk air cuci tangan operasi harus melalui “water sterilization
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
58
unit” dengan UV (Ultra Violet) sebelum dialirkan ke keran-keran khusus
cuci tangan.
C. ANTISEPSIS DAN ASEPSIS
Ilmu bedah baru mulai dikenal di Eropa pada abad ke-19,
orang belum mengetahui adanya mikroorganisme (kuman, virus,
riketsia, spora, jamur, dan sebagainya) yang dapat menyebabkan
infeksi. Oleh karena itu, cara bekerja secara asepsis dan antisepsis
pun belum dikenal, sehingga hamper setiap luka bedah mengalami
infeksi dan pernanahan.
Mikroorganisme baru dikenal setelah Louis Pasteur pada
tahun 1857 menemukan adanya kegiatan mikroorganisme pada
proses peragian. Ia menyimpulkan bahwa proses pembusukan
disebabkan oleh adanya mikroorganisme. Proses pembusukan pada
luka bedah dapat dicegah dengan cara mencegah masuknya
mikroorganisme ke dalam luka bedah. Mikroorganisme ini, menurut
Pasteur, dapat dibunuh dengan cara pemanasan.
Seorang ahli bedah dari Inggris, Joseph Lister, pada tahun
1867 mencoba mencegah terjadinya pembusukan dan pernanahan
dengan cara mematikan organisme dengan asam karbol. Caranya
adalah, sebelum melakukan pembedahan, tangan ahli bedah dan
pembantunya serta alat-alat bedah dicuci dengan asam karbol.
Pada saat itulah baru diketahui bahwa infeksi luka bedah
dapat dicegah bila kulit dan alat-alat dipakai untuk melakukan
pembedahan harus dibersihkan lebih dulu dengan larutan pembunuh
kuman (disinfektans) dengan cara asepsis dan antisepsis Lister.
Sekarang asam karbol sebagai larutan pembunuh kuman sudah tidak
dipakai lagi karena dapat merusk jaringan luka bedah itu sendiri,
Ada dua macam asepsis yaitu asepsis medis dan asepsis
bedah. Asepsis medis adalah suatu cara untuk membatasi jumlah
pertumbuhan dan penyebaran mikroorganisme, sedangkan asepsis
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
59
bedah adalah segala usaha untuk membunuh semua mikroorganisme
termasuk sporanya dengan cara mekanis dan atau termis pada saat
pembedahan dimulai. Membersihkan dan mengganti perban pada
luka bedah harus dilakukan secara asepsis bedah sehingga
mikroorganisme tidak dapat masuk ke dalam luka dan tidak terjadi
infeksi.
Antisepsis adalah segala usaha untuk membunuh semua
mikroorganisme dengan bahan kimia. Dalam tindakan antisepsis,
dikenal pemakaian bahan-bahan kimia seperti asam karbol, iodin
tingtur 3-5%, alkohol 70%, larutan lisol, larutan sublimat 1%., kalium
permangat 1:10.000, hibiscrub, savlon, hibitane, dettol, resiguard,
betadin, phisoHex, dan sebagainya. Jadi, segala usaha untuk
memperoleh keadaan suci hama atau steril sebelum operasi adalah
tindakan asepsis atau antisepsis. Zat yang dapat mencegah
pertumbuhan mikroorganisme tanpa perlu memusnahkannya disebut
zat antiseptik. Sedangkan zat yang dapat membunuh mikroorganisme
disebut germisida atau bakterisida.
1. Infeksi
Tidak semua mikroorganisme dapat menyebabkan
penyakit, demikian pula tidak semua sama ganasnya
(virulensinya). Ada lima golongan mikroorganisme yang
dapat mengakibatkan penyakit yaitu kuman (bakteri), jamur,
protozoa, virus, dan riketsia. Infeksi hanya terjadi bila
mikroorganisme yang ganas (patogen) masuk kedalam
badan.
Pada saat ini, di rumah sakit besar sering terjadi
infeksi kuman nosokomial. Infeksi nosokomial adalah
infeksi yang terjadi karena pasien dirawat di rumah sakit.
Infeksi nosocomial sulit dicegah maupun diobati.
Timbulnya pun secara mendadak karena biasanya kuman
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
60
yang ada di rumah sakit sudah kebal antibiotika dan lebih
ganas.
2. Sterilisasi
Dalam ilmu bedah, sterilisasi berarti memusnahkan
semua mikroorganisme beserta sporanya, sedangkan
desinfeksi berarti memusnahkan semua mikroorganisme
yang tidak mempunyai spora, misalnya kuman-kuman.
Desinfeksi biasanya dilakukan pada pakaian, alat-alat
linen, tempat tidur, alat buang air kecil dan besar, dan
sebagainya.
a. Sterilisasi Termis (Panas)
Sterilisasi panas dipakai untuk mensterilkan
alat-alat bedah, pakaian, dan kain-kain operasi.
Sebelum dilakukan sterilisasi panas ini, alat-alat
bedah dan perlengkapan dari kain harus dicuci
dahulu hingga bersih. Sterilisais panas dapat
dilakukan dengan memakai udara kering, uap air, atau
uap panas.
Otoklaf adalah salah satu alat yang dipakai
dalam sterilisasi panas ini.
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
61
b. Otoklaf
Otoklaf adalah suatu bejana yang dapat ditutup
mati, yang diisi dengan uap panas dengan tekanan
tinggi. Suhu didalamnya dapat mencapai 1150C hingga
1250C dan tekanan uap nya mencapai 2 hingga 4 atm.
Uap yang bersuhu dan bertekanan tinggi itu akan
membunuh semua kuman beserta spora yang ada.
Gambar 31. Otoklaf
Cara memakai otoklaf:
Sebelum peralatan dimasukkan kedalam otoklaf,
perlu diperhatikan bahwa:
- Semua peralatan harus dicuci bersih dan
dikeringkan.
- Semua alat tenun harus dilipat sedemikian rupa
agar mudah membukanya, yaitu diusahakan agar
pinggir alat tenun berada dipinggir lipatan.
- Susunan alat-alat tenun diatur agar yang dipakai
terlebih dahulu berada diatas.
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
62
- Alat tenun untuk keperluan satu operasi dibungkus
menjadi satu, teteapi perlu dijaga agar ukuran
bungkusannya tetap dapat masuk dengan mudah
kedalam otoklaf.
- Setelah peralatan yang akan disterilkan
dimasukkan kedalam otoklaf, otoklaf ditutup rapat-
rapat dengan mengunci semua skrupnya.
- Jika listrik dinyalakan, klep yang ada pada otoklaf
akan mengeluarkan udara secara otomatis.
- Setelah suhu mencapai 1120C-1250C dan tekanan uap
telah mencapai 1-4 atm., barulah dihitung lamanya
pemanasan yang dilakukan, biasanya 30-60 menit.
Sesudah itu listrik dimatikan dan klep dibuka untuk
menurunkan tekanan dan suhu di dalam otoklaf.
c. Sterilisasi dengan Menggunakan Air Panas
Untuk mensterilkan alat bedah dapat dengan
cara merebus. Cara ini dipakai untul alat-alat operasi
kecil dan bila otoklaf tidak ada.
Merebus hanya mematikan kuman tetapi tidak
untuk membunuh spora karena untuk membunuh
spora diperlukan paling sedikit 30 menit setelah air
mendidih terus-menerus.
d. Sterilisasi dengan Api
Peralatan bedah dapat pula disterilkan melalui
nyala api, terutama bila hendak dilakukan
pembedahan kecil dengan cepat. Caranya: Alat-alat
bedah dimasukkan ke dalam baskom lalu dituangi
spiritus bakar secukupnya (5-10ml) kemudian dibakar
lalu diangkat.
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
63
e. Sterilisasi dengan Udara Panas
Beberapa alat bedah tidak dapat disterilkan
dalam otoklaf maupun direbus, misalnya minyak,
vaselin, dan talk, maka dipakailah sterilisator kering.
Strerilisator ini prinsipnya sama dengan oven, tempat
orang membakar kue dan roti. Alat-alat disterilkan
dengan membunuh kumannya melalui udara panas.
Bahan-bahan yang hendak disterilkan dimasukkan
kedalam sterilisator kering, bila suhunya mencapai
suhu 1600C ditahan selama 1 jam atau pada suhu 1200C
selama 4 jam.
f. Sterilisasi dengan Sinar Ultra Violet
Sinar ultra violet sering dipakai untuk
mensterilkan kamar bedah. Akan tetapi perlu diingat
bahwa sinar ultra violet tidak dapat menembus butir
air karena sinar itu dipantulkan. Oleh karena itu,
sebelumnya, ruangan harus dipel sampai kering. Bila
menyinari secara terus menerus, sinar ultra violet
dapat merusak kulit dan mata.
g. Sterilisasi dengan Zat Kimia (Desinfektan)
Zat Kimia yang dapat Dipakai adalah:
1. Uap formalin.
Tablet formalin dimasukkan ke dalam tempat
yang hendak disterilkan.
2. Larutan Sublimat 1/1000 .
3. Larutan hibitane 5% .
Dipakai untuk menyimpan alat-alat steril dan
untuk menyikat atau mencuci tangan ahli bedah
dan pembantunya serta membersihkan kulit
sebelum dioperasi.
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
64
4. Larutan savlon.
Dipakai untuk alat-alat rumah sakit, menyimpan
alat-alat steril, membersihkan kulit sebelum
dioperasi, membersihkan luka sayat dan luka
bakar.
5. PhisoHex.
Larutan phisoHex digunakan untuk mencuci
tangan ahli bedah dan pembantunya,
membersihkan kulit pasien yang akan dioperasi.
6. Resiguard.
Sebagai antiseptik dan desinfektans.
7. Betadin.
Dipakai untuk desinfeksi kulit dan luka bedah.
Hal-hal yang Dapat Mempengaruhi Daya Kerja
Desinfektan
1. Kebersihan.
Adanya darah, nanah, minyak, dan kotoran
dapat melemahkan daya kerja desinfektans.
2. Kepekatan.
Makin pekat larutan yang dipakai makin kuat
daya kerjanya, kecuali alcohol, yang terkuat
adalah yang berkonsentrasi 70%. Akan tetapi,
beberapa bahan dapat merusak jaringan pada
konsentrasi yang tinggi.
3. Waktu.
Beberapa kuman sudah mati setelah 30 menit
berada dalam desinfektans, tetapi ada pula yang
baru mati setelah beberapa jam atau beberapa
hari.
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
65
4. Jenis jasad dan renik.
Ada jasad renik yang mudah sekali dibunuh, ada
pula yang sulit. Jasad renik yang sulit dibunuh
adalah: virus hepatitis, basil TBC, dan basil yang
berspora.
5. Suhu.
Suhu yang tinggi lebih mudah membunuh jasad
renik, tapi biasanya desinfektans dpakai pada
suhu kamar.
h. Mensterilkan Sarung Tangan
Sarung tangan dapat disterilkan dengan uap
formalin atau dengan otoklaf. Sebelum sarung
tangan disterilkan, terlebih dahulu harus
dibersihkan dengan jalan mencuci dengan air dan
sabun. Sarung tangan yang terkena nanah, setelah
dicuci bersih, dibersihkan lagi dengan lisol 0,5%
atau larutan betadin (1 gelas air ditambah 1 sendok
teh betadin). Setelah dibilas dengan air bersih,
dikeringkan dan diperiksa apakah ada yang bocor
atau tidak. Yang bocor dipisahkan. Sarung tangan
yang bersih itu dikeringkan dengan kain bersih,
baik luar maupun dalamnya. Setelah kering, bagian
luar dan dalam diberi talk, dilipat, dan dimasukkan
sepasang (kiri dan kanan) ke dalam kantong sarung
tangan, dengan terlebih dahulu diberi ukuran dan
dimasukkan pula tambahan talk yang dibungkus
dengan kasa kecil.
Bila hendak memakai uap formalin, sarung
tangan yang telah siap, dimasukkan ke dalam
tromol atau toples, lalu dimasukkan beberapa
tablet formalin. Sarung tangan baru suci hama
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
66
(steril) setelah terkena uap formalin paling sedikit
24 jam. Sebaiknya disediakan beberapa buah
toples atau tromol agar selalu ada sarung tangan
yang steril. Sarung tangan dapat pula dimasukkan
ke dalam otoklaf untuk disterilkan. Sarung tangan
yang baru keluar dari otoklaf, talknya menjadi
basah sehingga memerlukan beberapa waktu untuk
mengeringkan talk itu.
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
67
BAB III LAPAROSKOPI
A. TEKNIK LAPAROSKOPI
Operasi dengan menggunakan cahaya laser sering dianggap
sebagai suatu teknologi yang sangat ajaib dan dahsyat, semua
penyakit ditafsirkan akan bisa disembuhkan dengan laser, padahal
dalam kenyataan tidak semuanya demikian.
Laser adalah singkatan dari Light Amplification by Stimulated
Emission of Radiation. Walau prinsip dasar sudah diketemukan oleh
Albert Einstein tahun 1917 namun baru tahun 1960 Theodore H.
Maiman berhasil menciptakan Laser pertama di dunia. Laser
sebenarnya sudah digunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti
pada video, printer, foto copy, potong/las baja, dll.
Laser ini adalah sinar yang memiliki cirri-ciri:
1. Koheren (terpencar dalam satu phase yang sama baik
dalam waktu dan ruang)
2. Monokromatik (terdiri dari panjang gelombang tunggal)
3. Kolimasi (sejajar)
Dengan kemampuan optoelektrik sinar Laser menjadi mudah
diatur untuk mencapai suatu ketepatan yang akurat. Namun demikian
alat yang memancarkan berkas sinar yang sangat kuat dan koheren
ini mempunyai potensi yang bisa mengakibatkan kerusakan pada
mata dan kulit yang permanen.
Sedangkan operasi dengan teknologi luka sayatan kecil (MIS:
Minimally Invasive Surgery), sama sekali tidak menggunakan
teknologi laser, teknologi yang digunakan antara lain disebut
Laparoscopy yaitu cara membuat luka sayat kecil untuk
memasukkan kamera ke dalam rongga perut, sehingga dengan
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
68
tuntunan kamera tersebut kita dapat melihat organ dalam perut yang
akan menjadi target.
Tentunya cara kerjanya harus dibantu dengan alat lain yang
juga dimasukkan ke dalam rongga perut dibawah tuntunan kamera
tersebut.
“Laparoscopy” berasal dari kata Lapara yaitu bagian dari
badan mulai iga paling bawah sampai dengan panggul dan Skopein
yaitu melihat/memeriksa. Teknologi Laparoscopy ini bisa digunakan
untuk melakukan pengobatan dan juga untuk melakukan diagnose
terhadap suatu penyakit yang belum jelas.
Teknik ini di Indonesia mulai dikembangkan sekitar tahun
1992, mengingat harga dari alat tersebut cukup mahal, maka di
Surakarta teknologi ini baru mulai dikembangkan pada akhir tahun
1995.
Keuntungan
1. Luka operasi yang kecil berkisar 3-10 mm.
2. Medan penglihatan diperbesar 20 kali, tentunya hal ini lebih
membantu ahli bedah dalam melakukan tindakan.
3. Secara kosmetik bekas luka operasi sangat berbeda bermakna
dibandingkan dengan luka operasi pasca bedah
konvensional. Luka bedah laparoscopy berukuran 3 mm
sampai dengan ukuran 10 mm akan hilang atau tersembunyi
kecuali pasien mempunyai bakat keloid (pertumbuhan
jaringan parut yang berlebihan).
4. Karena rasa nyeri setelah pembedahan hanya minimal maka
penggunaan obat-obatan dapat diminimalisasi serta masa
pulih setelah pembedahan jauh lebih cepat dan masa rawat di
rumah sakit menjadi lebih pendek sehingga pasien bisa
kembali beraktivitas normal lebih cepat.
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
69
Banyaknya keuntungan yang diperoleh pasien dengan teknik
bedah laparoscopy menyebabkan teknik ini lebih diminati dan
bersahabat kepada pasien. Saat ini hamper seluruh Negara di dunia
melakukan semua tindakan yang bisa dilakukan dengan teknologi
misal: operasi usus buntu, batu kandung empedu, hernia (ketedun /
turun berok), perlengketan usus, kelainan di usus besar/halus,
beberapa kelainan pada hati, pankreas, lambung, dan operasi
kandungan.
B. PERKEMBANGAN BEDAH LAPAROSKOPI
Bedah Laparoscopy suatu prosedur operatif dengan cara
pendekatan invasive minimal saraf dengan teknologi tinggi. Rancang
bangun dan rekayasa terus dilakukan pada perlengkapan dan
peralatan bedah ini untuk kemudahan melakukan prosedur maupun
kenyamanan dan keamanan pasien yaitu dengan diciptakannya
robot asisten yang dapat diaktifkan dengan suara operator telah
menjadi kenyataan.
Yang sekarang sedang dikembangkan adalah tindakan yang
dilakukan oleh ahli bedah yang tidak berada disisi pasien, di luar
atau jauh dari kamar operasi dikenal dengan sebutan “Telepresence
Surgery/Robotic Surgery”.
Beberapa penyakit yang bisa dilakukan dengan teknologi
Laparoscopy:
1. Appendicitis (infeksi usus buntu)
Adalah suatu peradangan appendik (usus buntu) yang
disebabkan oleh sumbatan/kotoran yang terperangkap di
dalamnya (fecalith) sehingga flora normal yang berada di
dalam rongga usus tersebut mulai menginfeksi jaringan
sekitarnya.
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
70
Dalam kondisi ini pasien dapat mengeluh mual, muntah, rasa
tidak enak di ulu hati, nyeri perut di bagian perut kanan
bawah, demam ringan.
2. Cholelithiasis
Adalah peradangan dari dinding kandung empedu,
disebabkan oleh adanya batu didalam kandung empedu,
peradangan ini akan menjadi kronis bila tidak dilakukan
tindakan pengobatan dan akan menyebabkan penebalan
dinding kandung empedu.
Penderita biasanya datang dengan keluhan dyspepsia (mirip
sakit maag), yaitu perut kembung, sakit pada ulu hati yang
menjalar ke punggung, banyak sendawa dan banyak buang
angin.
3. Hernia
Hernia atau yang sering disebut dengan ketedun atau turun
berok adalah penonjolan isi rongga perut (usus, jaringan
penyangga usus atau ovarium).
Ini terjadi akibat melemahnya otot dinding rongga perut atau
merupakan kelainan bawaan dimana ada saluran (processus
tunica vaginalis) yang menuju ke kantung buah zakar tetap
terbuka (patent) yang seharusnya saluran tersebut menutup
spontan waktu bayi lahir (isi dari hernia tersebut yang paling
sering adalah usus), sehingga usus tersebut melorot turun
mendesak ke bawah daerah lipat paha, bahkan kantung buah
zakar.
Gejala yang ditimbulkan adalah timbulnya benjolan di lipat
paha atau kantung buah zakar yang semula hilang timbul dan
suatu saat kemungkinan akan menetap bahkan terjepit.
Operasi laparoskopi, juga disebut “operasi minimal invasif
(MIS)”, bandaid operasi, operasi lubang kunci adalah teknik bedah
modern di mana operasi di perut dilakukan melalui sayatan kecil
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
71
(biasanya 0.5-1.5 cm) dibandingkan dengan sayatan yang lebih besar
yang diperlukan dalam prosedur bedah tradisional.
Operasi lubang kunci menggunakan gambar yang
ditampilkan pada monitor TV untuk perbesaran elemen bedah.
Operasi laparoskopi termasuk operasi dalam rongga perut
atau panggul, sedangkan lubang kunci operasi yang dilakukan pada
rongga toraks atau dada disebut operasi thoracoscopic. Bedah
laparoskopi dan thoracoscopic termasuk bidang yang lebih luas
endoskopi.
Ada sejumlah keuntungan untuk pasien dengan operasi
laparoskopi versus prosedur terbuka. Ini termasuk nyeri berkurang
akibat sayatan lebih kecil dan pendarahan, dan waktu pemulihan
lebih pendek.
Elemen kunci dalam operasi laparoskopi adalah
penggunaan laparoskopi. Ada dua jenis: (1) lensa sistem batang
teleskopik, yang biasanya dihubungkan ke kamera video (chip
tunggal atau tiga chip), atau (2) laparoskop digital dimana perangkat
charge-coupled ditempatkan di akhir laparoskop, menghilangkan
sistem lensa batang.
Juga terlampir adalah sistem kabel serat optik terhubung ke
sumber 'dingin' cahaya (halogen atau xenon), untuk menerangi
bidang operasi, dimasukkan melalui 5 mm atau 10 mm atau kanula
trocar untuk melihat bidang operasi.
Perut biasanya insufflated, atau dasarnya meledak seperti
balon, dengan gas karbon dioksida.
Ini mengangkat dinding perut di atas organ-organ internal
seperti sebuah kubah untuk menciptakan ruang kerja dan melihat.
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
72
CO 2 digunakan karena itu adalah umum bagi tubuh manusia dan
dapat diserap oleh jaringan dan dihapus oleh sistem pernapasan.
Hal ini juga tidak mudah terbakar, yang penting karena
perangkat electrosurgical yang umum digunakan dalam prosedur
laparoskopi.
C. BEDAH LAPAROSKOPI
Bedah laparoscopy adalah teknik pembedahan yang
menggunakan alat laparoscopy set dengan keuntungan luka sayat
yang kecil dan penyembuhan relatif cepat. Alat bedah itu telah
banyak digunakan di berbagai rumah sakit di tanah air, termasuk
Rumah Sakit Awal Bross Batam yang terus melakukan
pengembangan untuk lebih memberdayakan alat ini terhadap
kemungkinan pembedahan atas berbagai penyakit bedah, seperti
operasi hernia, varicocele, kelenjar gondok dan lainnya.
Dr. L. Ingrid Sitawidjaja yang merupakan Asst Business and
Development Manager Rumah Sakit Awal Bross Batam menjelaskan,
teknologi pembedahan untuk mengobati pasien terus mengalami
perkembangan dan saat ini ada yang dikenal dengan pembedahan
Laparoscopy.
Laparoskopi adalah teknik bedah invasive minimal yang
menggunakan gas untuk insulfasi melalui peritoneum dan alat-alat
lain melalui insisi minimal dengan acuan kamera video.
“Perkembangan teknologi telah mengantarkan dunia
kedokteran, khususnya bedah, kepada efektivitas dan efisiensi.
Teknik bedah minimal invasif laparoskopi, misalnya, menjadi
alternatif dari bedah konvensional,” katanya.
Dengan teknik pembedahan Laparoscopy, proses
pembedahan tidak perlu dengan melakukan sayatan yang panjang
seperti yang dilakukan dalam teknik pembedahan konvensional.
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
73
Sayatan dalam pembedahan Laparoscopy dibuat sangat minimal
karena proses penyembuhan di dalam tubuh menggunakan alat
tertentu yang bisa dipantau secara langsung di kamera. Dengan
demikian, banyak keuntungan yang diperoleh pasien dengan
pembedahan itu, antara lain, hospitalisasi yang singkat, nyeri
minimal, biaya murah dan mengurangi ileus.
Laparoscopy awalnya di lakukan untuk bedah digestif atau
bedah bagian perut dan saluran pencernaan, namun kasus penyakit
yang paling sering ditangani dengan teknik itu justru bukan penyakit
saluran pencernaan melainkan cholecystectomy atau pengangkatan
kantong empedu dan appendectomy atau pengangkatan usus buntu
yang meradang.
Bedah laparoskopi juga bisa diterapkan untuk kasus
perlengketan usus, tumor usus, obesitas, hernia, dan kelenjar getah
bening. Rumah Sakit Awal Bross Batam juga sudah bisa menangani
pasien pembesaran kelenjar gondok yang penanganannya dengan
laparoscopy, dan untuk penanganagan penyakit tersebut sudah ada
dokter ahli yakni Dr. Nina Irawati Sp,B.
Menurut Dr Nina Irawati Sp,B. “Pembesaran kelenjar gondok
(gondokan) atau yang dalam bahasa medis dikenal sebagai struma
merupakan kelainan yang sering ditemukan pada lingkungan di
sekitar kita.”
Biasanya akan ditemui dalam bentuk benjolan di leher depan
atau lehernya terlihat lebih besar. Normalnya kelenjar gondok ini
memang tidak terlihat secara kasat mata. Berbagai perubahan pada
pembesaran kelenjar gondok dapat terjadi, baik yang jinak maupun
ganas.
Pembesaran kelenjar gondok bisa diakibatkan oleh berbagai
macam hal seperti kista, infeksi, koloid akibat kekurangan yodium,
hormonal, dan tumor baik jinak maupun ganas (kanker gondok).
Saat pasien datang, dokter akan menanyakan riwayat medis,
misalnya sejak kapan benjolan tersebut, apakah terasa nyeri atau
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
74
merasa demam/flu sebelumnya serta ada tidaknya tanda-tanda
toksik seperti berdebar-debar, berkeringat banyak, cepat lelah,
menstruasi terganggu, insomnia, dan rambut rontok. Keluhan lain
yang biasa ditanyakan dokter Anda adalah apakah terdapat
gangguan suara yang menjadi serak, sulit menelan, dan mudah
sesak. Ditanyakan pula adakah orang lain di sekitar lingkungan
Anda yang juga menderita penyakit yang sama. Dari hasil
penelusuran ini, dokter berusaha menyimpulkan dugaan apakah
pasien kemungkinan menderita kelainan bersifat jinak atau ganas.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik dengan melalui
perabaan. Biasanya pada perabaan akan adanya benjolan di depan
leher depan. Dalam perabaan, benjolan dapat terasa kenyal atau
keras. Terkadang dapat juga ditemui adanya pembesaran kelenjar
getah benig leher atau luka di atas benjolan. Pada pembesaran
akibat infeksi biasanya terdapat gejala nyeri.
Status fungsi kelenjar gondok diperiksa dengan menganalisa
kadar hormon gondok dalam darah (T3,T4,TSH). Pasien yang
mengalami peningkatan kadar hormon ini umumnya harus diobati
dengan medikamentosa terlebih dahulu sebelum dilakukan tindakan
operasi.
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu
penegakkan diagnosis, yaitu dengan USG dan Scan tiroid. Modalitas
lain seperti MRI dan CT-scan tidak dianjurkan karena tidak
membantu penegakan diagnosis dan harganya sangat mahal.
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
75
D. BEBERAPA OPERASI YANG MENGGUNAKAN TEKNIK
LAPAROSKOPI
Berikut beberapa operasi yang menggunakan teknik laparoskopi:
1. Operasi Laparoskopi ‘Hernia Inguinalis’
Gambar 32. Penempatan Trokar Operasi Laparoskopi Hernia
Gambar 32. Memperlihatkan penempatan trokar untuk operasi
laparoskopi hernia inguinalis kanan. Kamera diletakkan pada
umbilikus dalam port 10 mm dan trokar 12 mm diletakkan pada
ketinggian umbilikus di linea midklavikularis di samping hernia.
Hal ini dikerjakan dengan hati-hati untuk menghindari cedera
pembuuh darah epigastrika.
Selanjutnya sebuah trokar 5 mm diletakkan tidak lebih rendah
dari garis umbilikus secara langsung di atas kolon dekstra dan
trokar 5 mm yang terrakhir diletakkan di kuadran kiri bawah.
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
76
Penempatan trokar alternatif mencakup hanya 3 trokar, sebuah
trokar 10 mm di umbilikus dan 2 trokar 12 mm masing-masing di
samping umbilikus.pemasangan trokar ni dilkaukan secara
cermat cukup jauh dari area inguinal untuk memberikan
visualisasi yang memadai tanpa bidang yang “padat”. Operasi
laparoskopik repair hernia memerlukan pengetahuan yang rinci
tentang anatomi intra-ambdomen daerah ini.
Gambar 33. Hernia Inguinalis
Gambar 33. Ilustrasi ini menunjukkan hernia inguinalis kanan
dan anatomi yang mencakup pembuluh darah epigastrika
inferior yang berjalan ke superior pada dinding abdomen
anterior. Kemampuan memaparkan ligamentum Cooper
memegang peranan penting. Plika umbilikalis media
diperlihatkan tetapi di luar bidang sebagian besar repair
anatomik. Vasa diferens dan bundel neurovaskular liaka
berjalan melalui hernia inguinalis indirek dan perlu dihindari
selama repair. Nervus kutaneus femoralis lateral juga dapat
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
77
mengalami trauma dan perlu dihindari bilamana mesh distaples
di tempat.
Gambar 34. Pembedahan Operasi Laparoskopi Hernia Inguinalis
Gambar 34. Peritoneum pada anulus inguinalis internus diinsisi.
Hal ini memungkinkan pemotongan kantong dan menghasilkan
moilisasi peritoneum sehingga mesh dapat diletakkan di
belakang peritoneum. Hal ini dikerjakan secara cermat agar
hanya peritoneum yang diinsisi. Segera setelah kantong
dipotong dan direduksi , diseksi tumpul digunakan untuk
memobilisasi peritoneum. Tindakan ini dikerjakan dengan hati-
hati utnnuk menghindari pembuluh darah epigastrika dan
diseksi tumpul biasanya memaparkan ligamnetum Cooper
dengan mudah. Peritoneum dimobilisasi ke supperior hingga
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
78
fasia transfersalis, ke lateral hingga krista iliaka anterior
superior, ke medial hingga ke tuberkulum pubik, dan ke inferior
hingga vasa diferens.
Gambar 35. Pemasangan Mesh Operasi Laparoskopi Hernia Inguinalis
Gambar 35. Selembar mesh polypropylene 5 x 7 cm selanjutnya
diletakkan melalui trokar 12 mm dan difiksasi dengan stales
hernia. Staples hernia digunakan untuk memfikassi mesh dengan
tuberkulum pubik, fasia transfersalis dan ke lateral dengan krista
iiaka anterior superior. Tindakan staples ini dikerjakan dengan
hati-hati untuk menghindari pemasangan staples di aerah bundel
neurovaskular iliaka atau nervus kutaneus femoralis lateral.
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
79
Gambar 36. Penutupan Operasi Pasca Bedah
Gambar 36. Segera setelah mesh dipasang di tempat,
peritoneeum ditutupkaan di atasnya untuk reoeritonealisasi
tempat tersebut.
Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Bedah, Standar Operasional Prosedur, Prosedur
Surgey (Pembedahan), dan Laparoskopi.
80