JURUSAN SIYASAH JINAYAH FAKULTAS SYARI’AH...
Transcript of JURUSAN SIYASAH JINAYAH FAKULTAS SYARI’AH...
1
UPAYA PENDAMPINGAN HUKUM TERHADAP KORBAN
TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL (Studi Kasus di LRC-KJHAM Semarang Periode Nopember 2003-Juni 2004)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1
Dalam Ilmu Syari’ah
s
Oleh :
SUKOCO
NIM : 2100172
JURUSAN SIYASAH JINAYAH FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2005
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dari data yang dimonitoring oleh LRC-KJHAM Semarang mengenai
kekerasan yang berbasis gender, di Jawa Tengah khususnya di Semarang,
terungkap bahwa kasus kekerasan seksual merupakan kasus yang perlu
mendapatkan perhatian. Sementara itu, masih banyak orang yang tidak peduli
terhadap kekerasan yang berbasis gender tersebut, khususnya kekerasan
seksual. Mereka masih menganggap bahwa kekerasan seksual tersebut
merupakan sesuatu yang biasa dialami oleh seseorang terutama perempuan.
Sebenarnya kasus kekerasan seksual merupakan kasus yang sangat
sering terjadi di masyarakat. Hal ini di lihat dalam beberapa contoh kasus
kekerasan seksual tersebut di media massa ataupun majalah, seperti :
Ini peringatan terhadap perempuan Indonesia agar selalu berhati-hati. Kajian yang dilakukan oleh LSM Kalyana Mitra menunjukan bahwa lima perempuan menjadi korban pemerkosaan di Indonesia setiap satu jam. Menurut koordinator JPPA Dr. Agnes Widanti, pemerkosaan dan kekerasan terhadap perempuan tidak hanya terjadi pada situasi aman tetapi juga situasi konflik. “Dalam kondisi konflik, perempuan lebih rentan menjadi korban kekerasan,” katanya. Dia juga mengemukakan jumlah dalam tragedy Mei 1998 adalah pemerkosaan dan pelecehan seksual 117 orang, pemerkosaan dan penganiayaan 26 orang, pemerkosaan dan pembakaran 9 orang. Dari 152 korban, 20 di antaranya meninggal. Sedangkan 132 orang lainnya kini hidup dalam kondisi yang memprihatikan dengan keadaan fisik dan psikologi yang berat. 1
Untuk Periode Nopember 2003 - Juni 2004 saja, di LRC-KJHAM
Semarang telah memonitoring kasus kekerasan seksual, seperti : perkosaan
sebanyak 105 kasus, 127 korban, 152 pelaku dan untuk pelecehan seksual
sebanyak 3 kasus, 3 korban dan 3 pelaku kekerasan seksual. Data tersebut
1 Agnes Widanti, “Satu Jam Lima Perempuan Diperkosa”, dalam Suara Merdeka,
Semarang, 15 Mei 2004, hlm.19.
3
terliput oleh media massa.2 Maksudnya adalah data tersebut dimonitoring dari
kasus yang masuk di LRC-KJHAM Semarang dan beberapa macam surat
kabar, seperti : Suara Merdeka, Jawa Pos - Radar Semarang, Kompas,
Wawasan dan Solopos. Hal ini menunjukkan bahwa kasus kekerasan seksual
khususnya di Semarang sangatlah tinggi dan diperlukan suatu penanganan
yang serius.
Fenomena terjadinya kasus kekerasan seksual tidak hanya terjadi di
Jawa Tengah khususnya di Semarang, diluar Jawa pun (Medan) terhadap
kasus kekerasan seksual, jumlahnya sangatlah tinggi, sebagai contoh laporan
penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan
Universitas Gajah Mada.3 Dari penelitian tersebut diperoleh keterangan bahwa
dari sifat relasi antara pelaku dan korban, lebih dari 51% pelaku berskala
ringan baik yang terjadi di desa atau di kota, tidak dikenal oleh korban. Untuk
kekerasan seksual yang berskala berat, di desa sebesar 93,1 % pelaku adalah
teman atau pacar korban dan di kota sebasar 75 %.
Contoh kasus tersebut hanya berdasarkan pada jumlah kuantitatifnya
saja. Secara kualitatif kasus kekerasan seksual juga sangat perlu untuk
mendapatkan perhatian yang sangat serius. Seperti halnya contoh berikut :
Kasus pencabulan yang menimpa 6 siswi MI hingga kini masih menjadi pembicaran hangat di Tegal. Karena bagaimana mungkin seorang guru yang seharusnya menjadi teladan malah menjadi tersangka pencabulan. Menurut ketua WCC, Hamidah Abdurrahman, yang menjadi titik perhatian masyarakat sekarang dalam kasus itu bagaimana aparat hukum menuntaskan kasus tersebut. Persoalannya dengan melihat subyek korban yang merupakan anak perempuan dibawah umur dan lebih dari satu. Menurut dia juga, jeratan hukum terhadap pelaku tidak bisa sekedar menggunakan KUHP. Ada ketentuan hukum yang lebih spesifik yag mengatur perlindungan anak, yakni UU No 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak. 4
2 Data Kasus Kekerasan Berbasis Gender Di Jawa Tengah Tahun 1999-2003, Divisi
Monitoring LRC-KJHAM, Semarang . 3 Ria Manurung, et.al., Kekerasan Terhadap Perempuan Pada Masyarakat Multi Etnik,
Yogyakarta: Kerjasama PSKK-UGM dan Ford Foundation, Edisi Ke-1, 2002, hlm..74. 4 Hamidah Abdurrahman, “Pelaku Pencabulan Harus Dijerat Hukum”, dalam Suara
Merdeka,,12 Mei 2004, hlm.25.
4
Gambaran diatas merupakan contoh satu jenis kekerasan seksual
(perkosaan). Disamping itu,, terdapat pula kasus kekerasan seksual yang
lainnya yaitu : incest, marital rape, dating rape,5 dan lain sebagainya.
Sampai saat ini, penulis masih melihat fakta-fakta yang muncul
mengenai kasus tersebut sehingga mengakibatkan makin semaraknya tindak
pidana tersebut :6 Hal ini dapat ditemukan dalam masalah sebagai berikut :
1. Kekerasan seksual (perkosaan), dapat juga terjadi pada masa damai seperti
dalam sebuah ikatan perkawinan.
2. Kekerasan seksual tidak hanya dilakukan semata-mata untuk pemuas nafsu
melainkan dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan atau teror.
3. Kekerasan seksual dapat juga terjadi pada tempat kerja.
Dalam pemahaman mengenai kekerasan seksual, undang-undang kita
juga kurang adil dalam memberikan penanganan dan pemahaman tentang
tindak pidana kekerasan seksual. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan pasal
285 KUHP. Ancaman hukuman maksimal 12 tahun hanya jadi sederetan kata-
kata didalam KUHP, karena rata-rata hakim menjatuhkan pidana kepada
pemerkosa berkisar 5 bulan sampai 2 tahun penjara .7 Didalam KUHAP juga
kurang memberikan perhatian terhadap korban kejahatan khususnya korban
kekerasan seksual sebagai pihak yang paling dirugikan, yang juga
membutuhkan jaminan perlindungan terhadap hak-hak yang telah dilanggar.
Seringkali terjadi, keterlibatan korban dalam sistem peradilan pidana hanya
menambah rasa takut yang berkepanjangan, tidak berdaya dan kecewa karena
tidak diberikan perlindungan yang cukup.
Sebagaimana diketahui bahwa KUHP merupakan produk hukum
kolonial Belanda yang banyak dipengaruhi oleh aliran pemikiran modern
sekuler. Sebagai bukti, zina tidak dipandang sebagai kejahatan kecuali apabila
5 Incest adalah kekerasan seksual yang dilakukan oleh anggota keluarga, atau orang yang
telah dianggap sebagai anggota keluarga Maritale rape adalah perkosaan yang dilakukan oleh suami terhadap isterinya Dating rape adalah perkosaan yang dilakukan oleh pacar. Lihat, Elli Nur Hayati Panduan Untuk Pendamping Perempuan Korban Kekerasan ( Konseling Berwawasan Gender ), Yogyakarta : Rifka An-Nisa, Cet.ke-I, 2000, hlm.36.
6 Ibid, hlm.34. 7 Soetandio Wignjosoebroto, et.al., Perempuan Dalam Wacana Perkosaan, Yogyakarta :
PKBI, Cet.Ke-1, 1997, hlm.197.
5
akibat-akibatnya dan cara melakukannya dipandang berbahaya, seperti
menggunakan kekerasan, perbuatan cabul dan lain sebagainya. Karena itu,
menurut KUHP, seorang pria yang belum kawin yang melakukan hubungan
seks dengan seorang wanita yang belum kawin tidaklah bisa dituntut sebagai
tindak pidana, apabila keduanya telah dewasa dan suka sama suka (Pasal 284
ayat 1 dan 2 KUHP). Ketentuan semacam ini jelas sangat bertentangan dengan
nilai-nilai yang tercantum dalam hukum Islam.8
Dalam hukum pidana Islam tidaklah demikian, semua pelaku zina baik
itu pria ataupun wanita, sudah kawin ataupun belum kawin dapat dikenai
hukuman. Karena Islam tidak memandang zina itu hanya sebagai klacht delict
(hanya bias dituntut atas pengaduan yang bersangkutan), akan tetapi
dipandangnya sebagai perbuatan dosa besar yang harus ditindak tanpa harus
menunggu pengaduan dari yang bersangkutan.9 Sebab zina mengandung
bahaya besar bagi pelakunya sendiri dan juga bagi masyarakat, seperti
pencemaran kelamin dan pencampuran nasab, penularan penyakit kelamin,
keretakan keluarga dan teraniayanya anak-anak yang tidak berdosa.10
Melihat kerugian yang harus diderita oleh korban kekerasan seksual
tersebut, yang pada akhirnya juga akan merugikan masyarakat pada umumnya,
kasus kekerasan seksual seperti perkosaan, harus menjadi perhatian kita
semua. Seseorang yang mengalami korban kejahatan tersebut sangat
menderita tekanan, baik lahir ataupun batin. Dan tidak jarang, si korban
tersebut ada pula yang mengalami pembunuhan atau penganiyaan oleh si
pelaku.
Persoalan kejahatan dengan modus kekerasan itu kemudian menjadi
problem yang serius yang dihadapi oleh hampir setiap negara di muka bumi
ini. Berbagai diskusi, seminar dan sarasehan serta pertemuan-pertemuan
ilmiah dilaksanakan untuk mencari solusi yang dinilai tepat mengenai
8 Masyfuk Zuhdi, Masail Diniyah Ijtima’iyah, Jakarta : Haji Masagung, Cet.Ke-1, 1994,
hlm.79. 9 Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah : Kapita Selekta Hukum Islam, Jakarta : PT. Toko
Gunung Agung, Cet.Ke-10, 1997, hlm.36. 10 Ali Ahmad al-Jurjawi, Hikmah al-Tasyri’ Wa Falsafatuhu, Juz I, Bairut Libanon ::
Dar al-Fikr, 1994, hlm.186-190.
6
kejahatan yang sering terjadi dan meresahkan masyarakat. Dalam hal sosial
keseharian, masalah kekerasan dikaitkan dengan kasus kriminalitas yang
cenderung semakin keras dan brutal. Pencurian, perampasan dan perkosaan
yang disertai dengan kekerasan disamping pembunuhan dalam berbagai
bentuk yang sadis, menambah daftar agenda perbincangan soal kekerasan.
Di antara manusia Indonesia yang rawan menjadi korban kekerasan
adalah kaum perempuan. Manusia yang menjadi korban kejahatan itu sama
artinya dengan dirampas hak-hak azasinya. Beragam persoalan sensitif yang
mengisi agenda pembahasan itu seperti, gugatan terhadap praktek diskriminasi
gender, hak-hak dibidang reproduksi, hak untuk mendapatkan kepastian
hukum dan diadvokasi dari bahaya (ancaman ) kekerasan seksual (sexual
violence ) serta pelecehan seksual ( sexual harrassement ).11
Dalam ajaran agama Islam juga sangat melarang adanya kekerasan
terhadap perempuan. Seperti halnya Allah Swt. sangat mengecam tindakan
kekerasan seksual (perkosaan) yang dilakukan terhadap perempuan. Pijakan
atas larangan melakukan tindakan tersebut adalah firman Allah Swt. yang
berbunyi : æ
ÇðáíöÈóÓ óÁÇóÓóæ ðÉóÔöÍÇóÝ óäÇóß )٣٢: اال سراء .(
Artinya : Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.12 ( Q.S. al-Isra’ 32 )
Larangan dalam ayat di atas menunjukkan suatu peringatan yang keras.
Peringatan ini berkaitan dengan keharaman perbuatan zina atau masalah
seksualitas. Sebelum sampai pada jenis perbuatan yang sebenarnya, Allah
Swt. sudah melarangnya. Baru dalam tahap bentuk “berdekatan” dengan
11 Ria Manurung, et.al., Op.Cit, hlm.7. 12 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Juz I – 30,
Semarang : PT. Kumudasmoro Grafindo, 1994, hlm.429.
7
perbuatan tersebut, atau berhubungan dengan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi dan menjebak seseorang kedalam perbuatan keji13 itu, Allah
Swt. sudah melarangnya dengan keras.
Dalam hukum Islam itu sendiri, masalah kekerasan seksual seperti
perkosaan dapat dianggap sebagai perbuatan zina. Istilah zina dalam hukum
Islam diartikan dalam pengertian yang umum. Hukum Islam tidak
membedakan antara perzinaan dan incest serta prostitusi. Segala persetubuhan
antara seorang laki-laki dan perempuan yang dilakukan diluar pernikahan
yang sah adalah zina. Siapa saja yang melakukan persetubuhan diluar
pernikahan yang sah adalah zina.14
Disamping itu, adanya unsur suka sama suka sangat mendasari
terjadinya tindakan perzinaan tersebut. Namun adanya unsur paksaan dan
kekerasan dalam unsur perbuatan zina kurang diperhatikan. Padahal secara
substansi materiilnya, unsur paksaan dan kekerasan yang menjadi tolak ukur
kekerasan seksual (perkosaan) juga mengandung unsur perzinaan, yaitu suatu
jenis persetubuhan diluar perkawinan yang sah, dengan catatan perbuatan itu
tidak didasari suka sama suka melainkan dengan paksaan dan kekerasan.
Faktor paksaan dan kekerasan itulah yang harus dijadikan acuan bahwa
perbuatan itu melebihi zina. Upaya-upaya inilah yang menempatkan
pelakunya berlaku sangat dominan dalam mewujudkan terjadinya tindak
kejahatan kekerasan seksual tersebut.
Kekerasan seksual seringkali menimbulkan sikap keputusasaan dan
penurunan mental pada diri korban. Dalam kondisi semacam ini, banyak
13 Makna fahisyah diartikan sebagai suatu perbuatan dosa besar, karena zina termasuk
perbuatan keji dan juga akan membawa kekacauan keturunan. Disamping itu, Allah Swt.melarang untuk melakukan, mendekati, dan berinteraksi dengan hal-hal yang dapat menimbulkan atau menyeret kepada perbuatan keji (zina) tersebut. Dan perbuatan keji (zina) tersebut merupakan perilaku dan jalan yang terburuk. Dahlan Idhamy menambahkan pula, bahwa kata fahisyah diartikan sebagai kejelekan dari segi pandangan akal yang sehat, dan wa sa a sabila ditinjau kejelekannya dari segi pandangan syara’ dan adat. Lihat, Imam Abi al-Fida al-Hafidz Ibn Katsir al-Dimsyaqi, Tafsir al-Qur’an al-Adhim, Juz III, Bairut : Maktabah an-Nur al-Ilmiyah, Cet.Ke-1, 1992, hlm.38., dan lihat pula dalam, Dahlan Idhamy, Karakteristik Hukum Islam, Surabaya : al-Ikhlas, Cet.Ke-1, 1994, hlm.26.
14 Mengutip pendapat P.Hutagalung, dalam Abdul Wahid dan Muhammad Irfan Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual (Advokasi Atas Hak Azasi Perempuan), Bandung : PT.Rifeka Aditama, Cet.ke-1, 2001, hlm.124.
8
sekali korban yang enggan melaporkan peristiwa tersebut ke pihak yang
berwajib ataupun menuntut ganti kerugian kepada si pelaku tersebut. Tindakan
korban yang memilih tidak melaporkan kasus yang dialaminya itu dapat
dipahami karena dimata mereka kalaupun mencoba menuntut keadilan, belum
tentu hukum akan memihaknya. Bahkan, tidak jarang mereka terpaksa
mengalami kembali kekerasan seksual ( perkosaan ) baru yang tak kalah
sadisnya.15
Dari uraian diatas, dalam hukum Islam belum ada pembicaraan tentang
perlakuan khusus pada korban kekerasan seksual. Namun konsep keadilan
yang diajarkan oleh Islam dalam menyelesaikan permasalahan kejahatan
tersebut hanya terletak pada hukuman bagi pelaku kejahatan. Sedangkan ganti
rugi bagi korban belum banyak disinggung. Hal inilah yang menjadi persoalan
dalam penegakan hukum Islam. Untuk itu, disamping pelaku mendapatkan
hukuman yang setimpal, korban harus mendapatkan ganti rugi.
Penanganan yuridis kasus kekerasan seksual mengalami hambatan-
hambatan, menyangkut rumusan delik dalam pasal-pasal yang belum jelas,
pembuktian dalam hukum acaranya, dan sifatnya yang sebagian besar
merupakan delik aduan. Sebab utamanya adalah pengaturan KUHP yang
seringkali tidak relevan lagi dengan perubahan dan perkembangan masyarakat,
terutama jika dihubungkan dengan upaya penberdayaan kaum perempuan.
Disamping itu, secara viktimologis, hukum pidana belum mengakomodasi
perlindungan korban secara memadai dalam kasus kekerasan seksual, yang
menjadi korban cenderung kaum wanita.
Dengan demikian, upaya pembaharuan hukum pidana perlu dilakukan,
termasuk tindak pidana kekerasan seksual. Sehingga, KUHP mendatang harus
dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan baru, khususnya
perkembangan internasional yang sudah disepakati masyarakat beradab.
Disamping itu, keberadaan tindakan pendampingan hukum melalui suatu
lembaga hukum perlu dikembangkan, guna sebagai proses penyadaran dan
advokasi bagi korban akibat dari ketidakadilan gender.
15 Elly Nur Hayati, Op.Cit, hlm.45.
9
B. Perumusan Masalah
Pembahasan dalam skripsi ini, akan dibatasi pada permasalahan-
permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah bentuk tindak pidana kekerasan seksual di LRC-KJHAM
Semarang ?
2. Bagaimanakah upaya pendampingan hukum terhadap korban tindak
pidana kekerasan seksual yang diberikan oleh LRC-KJHAM menurut
hukum Islam ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana bentuk tindak pidana kekerasan seksual di
LRC-KJHAM Semarang.
2. Untuk mengetahui bagaimana upaya pendampingan hukum terhadap
korban tindak pidana kekerasan seksual yang diberikan oleh LRC-KJHAM
menurut hukum Islam.
D. Tinjauan Pustaka
Pada dasarnya urgensi dari adanya tinjauan pustaka adalah sebagai
bahan auto-critic terhadap penelitian yang ada, baik mengenai kelebihan
maupun kekurangannya, sekaligus sebagai bahan komparatif terhadap kajian
terdahulu. Di samping itu, tinjauan pustaka juga mempunyai andil besar dalam
rangka memperoleh informasi secukupnya tentang teori-teori yang ada
kaitannya dengan judul yang digunakan untuk memperoleh landasan teori.
Harus diakui bahwa penulisan dan penelitian tentang pendampingan
hukum terhadap korban kekerasan seksual sedikit banyak telah dilakukan.
Namun penulisan dan penelitian tersebut masih belum banyak memfokuskan
pada usaha penyadaran terhadap masyarakat akan arti pentingnya sebuah
pemahaman dan pendidikan tentang hukum. Oleh karena itu, dengan
10
penelitian ini sedikit banyak akan memberikan kontribusi dan warna terhadap
literatur yang sudah ada.
Penulis mengawali kajian dalam penelitian ini berangkat dari konsepsi
penanganan terhadap korban kekerasan seksual yang berisi tentang cara
pendampingan dan penanganan korban kekerasan seksual serta makin
maraknya jumlah kasus kekerasan seksual baik yang terjadi secara nyata di
masyarakat ataupun yang banyak diliput oleh media massa, sehingga perlu
diadakan upaya penanganan yang serius. Untuk itu secara lebih jelasnya,
penulisan dan penelitian yang dimaksud akan diuraikan sebagai berikut :
Pertama, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual
(Advokasi Atas Hak Azasi Perempuan), karya Drs. Abdul Wahid, S.H, M.A,
dan Drs. Muhammad Irfan, S.H, M.Pd, menjelaskan bahwa : perempuan
sangat rentan terjadinya tindakan kekerasan seksual. Dalam konteks kultur,
perempuan hanya menjadi obyek yang sangat parah dan tragis akibat hak-hak
azasinya dilanggar atau diinjak-injak oleh laki-laki. Dalam buku tersebut juga
berusaha mengupas kembali emosi dan komitmen untuk mempedulikan kaum
perempuan yang sedang berada dalam tataran ketidakberdayaan. Disamping
itu, buku tersebut berusaha menunjukkan dan mengulang-ulang sejumlah
kasus kekerasan seksual atau kejahatan kesusilaan yang menimpa kaum
perempuan serta tujuan daripada hukum Positif dan hukum Islam dalam
memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual khususnya
masalah perkosaan. 16
Kedua, Panduan Untuk Pendamping Perempuan Korban Kekerasan,
Konseling Berwawasan Gender, karya Elli Nur Hayati, menjelaskan bahwa :
betapa pentingnya pendampingan terhadap korban kekerasan seksual (dalam
hal ini korban perkosaan), karena seorang korban kekerasan seksual
mengalami kondisi yang sangat menyakitkan dibandingkan dengan korban
kekerasan yang lain. Untuk itu, kehadiran seorang pendamping hukum
16 Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Op.Cit. , hlm.16.
11
sangatlah dibutuhkan. Buku ini juga menjelaskan tentang bagaimana cara
mendampingi korban kekerasan khususnya korban perkosaan.17
Ketiga, Kekerasan Terhadap Perempuan, Menghadang Langkah
Perempuan karya Zohra Andi Baso (et.al.), merupakan buku hasil penelitian
dari kerjasama PSKK-UGM dan Ford Foundation yang dilakukan di Sulawesi
Selatan menjelaskan mengenai gambaran profil kekerasan terhadap
perempuan disektor publik yang memuat kekerasan seksual dan kekerasan non
seksual baik itu yang terjadi di desa maupun di kota.18
Berdasarkan tinjauan pustaka diatas, tampaknya belum ada
pembicaraan secara khusus perihal kekerasan seksual dengan penanganan,
baik itu secara langsung dilakukan terhadap korban maupun pemberian ganti
rugi kepada korban melalui upaya pidana. Yang membedakan penelitian ini
adalah juga berkaitan dengan obyek (daerah) penelitian. Sehingga peneliti
yakin bahwa penelitian ini layak untuk diteliti.
E. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan (field research),
yang bertujuan untuk mengetahui dan melihat secara langsung bentuk
kekerasan seksual di LRC-KJHAM Semarang dan pendampingan hukum
terhadap korban kekerasan seksual oleh LRC-KJHAM Semarang.
Kemudian bagaimana hukum pidana Indonesia dan hukum Islam dalam
menyikapi kasus tersebut, yang ditemukan dalam studi kepustakaan.
2. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Oleh
karena itu, ciri khasnya terletak pada tujuan untuk mendeskripsikan
keutuhan kasus dengan memahami makna dan gejala. Dengan kata lain,
pendekatan tersebut sebagai strategi dan teknik penelitian yang digunakan
untuk memahami masyarakat, masalah atau gejala dalam masyarakat
17 Elli Nur Hayati, Op.Cit,hlm.56. 18 Zohra Andi Baso, et.al., Kekerasan Terhadap Perempuan, Menghadang Langkah
Perempuan, Yogyakarta : kerjasama PSKK-UGM dan Ford Foundation, Edisi Ke-1, 2002, hlm.1.
12
dengan mengumpulkan sebanyak mungkin fakta detail dan mendalam.
Data yang disalinkan dalam bentuk verbal bukan dalam bentuk angka.19
Pendekatan lain yang digunakan yaitu pendekatan sosio-legal20dan
yuridis normatif, yaitu memahami bagaimana proses hukum yang telah
melahirkan suatu peraturan yakni KUHP bisa mengayomi masalah
kekerasan seksual. Pendekatan ini dimaksudkan untuk mengungkap fakta
dan data bahwa kasus kekerasan seksual tidaklah selinear dengan makna
yang tertuang dalam KUHP, akan tetapi realitasnya adalah berbeda.
Disamping itu, untuk menganalisa dan memberikan jawaban untuk
mengefektifkan bekerjanya seluruh struktur institusional hukum.
3. Sumber Data
Sumber data21 merupakan langkah untuk mencapai penelitian yang
valid, dan reliable. Sehingga diperlukan sumber-sumber data yang sesuai
dan bisa dipercaya kebenarannya, serta digunakan metode yang tepat.22
Dalam penelitian ini, sumber data yang penulis gunakan adalah sebagai
berikut:
a. Data Primer
Sumber data primer dari penelitian ini adalah mitra LRC-
KJHAM Semarang.
b. Data Sekunder
Sedangkan data sekunder dari penelitian ini adalah buku-buku
yang berkaitan dengan masalah pendampingan hukum mengenai
kekerasan seksual. Dan juga peraturan perundang-undangan.
19 Burhan Ashshofa, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : PT. Rineka Cipta, Cet.Ke-3,
2001, hlm.20. 20 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum : Suatu Pengantar, Edisi Ke-1,
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, Cet.Ke-5, 2003, hlm.75. 21 P.Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Jakarta : PT. Rineka
Cipta, Cet.Ke-1, 1991, hlm.87-88. 22 Sutrisno Hadi, Metodologi Research I, Yogyakarta : ANDI OFFSET, 1989. hlm.67.
13
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu metode yang digunakan dengan cara
mencari data mengenai hal-hal yang berupa catatan harian, transkip,
buku-buku, majalah, dokumen, dan sebagainya.23
Metode ini meliputi : data base, data klien, kertas posisi,
kronologis kasus, dan buku-buku yang berhubungan dengan masalah
kekerasan seksual.
b. Wawancara (Interview)
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si
penanya dengan responden dengan menggunakan alat yang dinamakan
panduan wawancara (interview guide).24
Wawancara ini meliputi : wawancara dengan koselor LSM
pendamping, untuk mendapatkan keterangan yang lebih lengkap
tentang gambaran nyata tentang kekerasan seksual, keadaan psikologi
korban dan perkembangannya serta hasil dari bentuk pendampingan
hukum yang diberikan kepada korban.
c. Observasi
Observasi25 ini digunakan untuk mengetahui situasi terakhir
korban setelah mereka mengalami tindakan kekerasan seksual serta
akibat yang menimpa si korban setelah mengalami kekerasan seksual.
5. Analisis Data
Metode analisis adalah jalan yang dipakai untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan ilmiah dengan penelitian terhadap obyek yang diteliti, atau
cara penanganan terhadap suatu obyek ilmiah tertentu dengan jalan
memilih antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain, untuk
23 Mohammad Nazir, Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1988, hlm.126. 24 Ibid, hlm.234. 25 Adalah studi yang dilakukan secara sengaja, sistematis, mengenai fenomena social
dengan gejala-gejala psikhis untuk kemudian dilakukan pencatatan dan pengamatan. Lihat, P.Joko Subagyo, Op.Cit., hlm.63.
14
memperoleh kejelasan mengenai halnya.26 Adapun dalam analisis data
tersebut menggunakan pola berfikir, yaitu :
1. Cara Berfikir Induktif-Deduktif
Cara berfikir induktif adalah cara berfikir yang berangkat dari
fakta-fakta yang khusus, peristiwa yang konkret kemudian ditarik
suatu generalisasi yang bersifat umum.27 Cara berfikir ini digunakan
untuk mengorganisasikan fakta-fakta hasil pengamatan tentang
peristiwa kekerasan seksual, penyebab atau modus operandi serta
pemecahan dalam menyelesaikan dan menanggulangi tindak pidana
kekerasan seksual. Cara berfikir deduktif adalah pola berfikir yang
berangkat dari pengetahuan yang bersifat umum kemudian ditarik
suatu generalisasi yang bersifat khusus.28 Cara tersebut digunakan
untuk menyimpulkan hubungan yang sebelumnya tidak tampak
berdasarkan hubungan yang sudah ada. Pola berfikir induktif-deduktif,
juga dimaksudkan supaya aktivitas dan cara berfikir di dalam
memecahkan dan menemukan jawaban suatu masalah menjadi lebih
terandalkan, baik melahirkan pengetahuan yang terpercaya maupun
meningkatkan arus maju akumulasi pengetahuan manusia tentang
dunia alam dan social.29
2. Cara Berfikir Komparatif
Adalah cara berfikir yang membandingkan kesamaan
pandangan group atau Negara terhadap kasus, orang, peristiwa atau
ide-ide.30 Pola tersebut penulis gunakan untuk membandingkan antara
instrument-instrumen yang terkait antara pikiran yang lain, untuk
mendapatkan gambaran yang deskriptif tentang suatu pemikiran yang
26 Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 1996,
hlm.59. 27 Sutrisno Hadi, Op.Cit., hlm.42. 28 Ibid, hlm.36. 29 Sanapiah Faisal, Format Penelitian Sosial, Edisi Ke-1, Jakarta : PT.Raja Grafindo
Persada, Cet.Ke-1, 1999, hlm.9. 30 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : Rineka
Cipta, 1998, hlm.209.
15
akhirnya dapat diketahui secara sebenarnya diantara beberapa
pandangan.
Disamping itu, dalam metode analisi ini juga menggunakan
pendekatan deskriptif analitik, yaitu mendeskripsikan data yang
dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka, data yang
mungkin dari naskah, wawancara, catatan lapangan, dokumen dan
sebagainya tersebut dideskripsikan sehingga dapat memberikan kejelasan
terhadap kenyataan atau realitas.31
Analisis ini penulis gunakan untuk mendeskripsikan tentang fakta yang
sebenarnya mengenai data kasus kekerasan seksual di LRC-KJHAM
Semarang kemudian menganalisanya kedalam konsep yang ada didalam
KUHP dan hukum Islam dengan metode bagaimana kebijakan yang
seharusnya diberikan kepada pelaku guna mendapatkan konsep hukum
yang ideal tentang pengaturan tindak pidana kekerasan seksual dan
penanganan terhadap korban kekerasan seksual yang ditemukan dalam
studi kepustakaan. Pendekatan ini juga digunakan untuk memberikan
solusi dan penyelesaian terhadap permasalahan dengan memperhatikan
sebab-sebab terjadinya kasus kekerasan seksual berdasarkan data di LRC-
KJHAM Semarang.
F. Sistematika Penulisan
Untuk kemudahan pemahaman dan penelaahan pokok masalah yang
dibahas, maka penulis akan menyusun sistematika skripsi sebagai berikut :
1. Bagian muka
Bagian ini meliputi : halaman judul, halaman nota pembimbing, halaman
pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, halaman kata
pengantar dan halaman daftar isi.
2. Bagian isi
Bagian ini meliputi :
31 Sudarto, Op.Cit., hlm.66.
16
Bab I : Pendahuluan
Bab pendahuluan ini memuat : latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka,
metodologi penelitian dan sistematika penulisan skripsi.
Bab II : Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Bab ini meliputi : kekerasan seksual, terdiri dari : pengertian
kekerasan seksual, macam-macam kekerasan seksual, faktor-
faktor terjadinya kekerasan seksual, karakteristik kekerasan
seksual, modus operandi kekerasan seksual; dan pandangan
hukum Islam tentang kekerasan seksual
Bab III : Kasus Kekerasan Seksual Di LRC-KJHAM Semarang.
Bab ini memuat : profil Lembaga LRC-KJHAM Semarang;
bentuk kasus kekerasan seksual di LRC-KJHAM Semarang ,
pendampingan kasus kekerasan seksual di LRC-KJHAM
Semarang, serta kekerasan seksual dalam KUHP dan
mekanisme peradilan pidana dalam rangka penanggulangan
tindak pidana kekerasan seksual, serta hambatan hukum pidana
dalam menanggulangi kekerasan seksual.
Bab IV : Upaya Pendampingan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana
Kekerasan Seksual Yang Diberikan Oleh LRC-KJHAM.
Bab ini meliputi : analisa bentuk tindak pidana kekerasan
seksual di LRC-KJHAM Semarang, analisa upaya
pendampingan hukum terhadap korban tindak pidana kekerasan
seksual yang diberikan oleh LRC-KJHAM menurut hukum
Islam.
Bab V : Penutup.
Bab ini berisi : kesimpulan, saran-saran, dan penutup.
3. Bagian akhir.
Bagian ini berisi : daftar pustaka, lampiran-lampiran, dan daftar riwayat
pendidikan penulis.