JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM...
Transcript of JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM...
SEJARAH POLITIK ISLAM INDONESIA: STUDI KASUSPARMUSI TAHUN 1967-1971
Sk,"ipsiDiajukan Kcpada Fakultas Adab Dan Humaniora
Untuk Mcmcnuhi Syarat-syarat McncapaiCclar Sarjlina Humaniora
OlehNOVI ANDRIAWAN
102022024378
JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAMFAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UIN SYARIFHIDAYATULLAHJAKARTA1428H12007
SEJARAH POLITIK ISLAM INDONESIA: STUDI KASUSPARMUSI TAHUN
1967-1971
SkripsiDiajukan Kepada Fakultas Adab Dan Humaniom
Untuk Memenuhi Syarat-syaloat MencapaiGelar Saljana Humaniom
OleliNOVIANDRIAWANNIM : 102022024378
OJ bawali Bimbingan
4/~~~
!r. B i Sulistiono M. Hnm
NIP. 150 236 276
JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN [SLAMFAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UIN SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA
1428 H12007 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul "SEJARAH POLITn( ISLAM: INDONESIA :
STUDI lUSUS PARMUSI TAHUN 1967-1971" telah diujllkan dalam sidang
Munaqosah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada
tanggal 8 Maret 2007. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Program Strata I (S]) pada Jurusan Sejacrah Dan Peradaban
Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakairta, 23 Mei 2007
Sidang Munaqosah
Ketua Sidang
I/I~v{l;Drs. H.M.Ma'ruf Misbah, MANIP. 150247010
Sekretaris Merangkap Anggota
~~~.-- .
Drs. UseR Abdul Matm, MA,MANIP. 150288391
Pembimbing
Yr--··~·······
/' ,~r---".';;'-#
,'. "(Ii Sulistiono, M.HumNIP. 150236276
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini,
denganjudul "SEJARAH POLITIK ISLAM INDONESIA: STUDI KASUS PARMUSI TAHUN
1967-1971"
Shalawat serta salam penulis persembahkan ke pangkuan Nabi Muhammad saw,
yang telah menunjukan semua umatnya kepada jalan yang lurus. Demikian juga penulis
haturkan ke hadapan keluarga, sahabat, serta para tabi'in yang senantiasa meneruskan
perjuangan beliau.
Kemudian, seiring dengan penulisan skripsi ini, penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis, baik bantuan moral
maupun material, demi terselesaikannya penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih
terutama penulis sampaikan kepada:
I. Bapak Dr. H. Abdul Khair, MA, selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora
UrN SyarifHidayatullah Jakarta.
2. Bapak Drs. H. M. Ma'ruf Misbah, MA, selaku Ketua Jurusan Sejarah dan
Peradaban Islam.
3. Bapak Drs. Usep Abdul Matin, MA, MA, selaku Sekretaris Jurusan Sejarah
Peradaban Islam
4. Bapak Dr. Budi sulistiono, M.Hum, selaku Pembimbing Skripsi yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis
selama proses penulisan skripsi.
5. Pimpinan dan seluruh staf perpustakaan Adab dan Hurnaniora, dan juga
plmpman dan seluruh staf perpustakaan Utama urN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan bagi penulis untuk
mendapatkan buku-buku yang digunakan sebagai referensi dalam penulisan
skripsi ini.
6. Ayahanda dan ibunda tercinta yang dengan penuh keikhlasan, kasih sayang,
dan kesabaran membimbing dan mendidik penulis dari kecil sampai sekarang.
7. Teman- temanku jurusan SPI angkatan 2002 yang telah rnenciptakan canda
tawa dan yang banyak memberikan kritik dan sarannya sewaktu di kelas:
sahabatku Inshums, Paradise yang selalu menCQba mengerti dan selalu
memberi masukan selama berteman dengan penulis, juga kepada teman
temanku yang lain yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu.
8. kepada teman-teman pemuda Kolexi yang selalu dukung penulis untuk selalu
tetap semangat
Demikian ucapan terima kasih penulis, semoga amal baik bapak-bapak, saudara-saudari,
dan teman-teman yang telah penulis sebutkan di atas di tel;ma oleh Allah SWf. Dan,
semoga skripsi ini dapat berrnanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang
memeriukannya. Amin ya rabbal alamin.
Jakarta, 24 Februari 2007
Penulis
DAFfARISI
Kata Penganta ..
lafta.. lsi ...
~AB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...
B. Rumusan Masalah ...
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .
D. Metode Penelitian ..
E. Survey Pustaka .
F. Sistematika Penulisan .
lAB II : SEKILAS TENTANG SEJARAH PARMUSI
A. Kondisi Sosial Politik Indonesia Menjelang Berdirinya Parmusi ."
B. Sejarah Berdirinya Parmusi . , .
C Biografi tokoh-tokoh yang Terlibat di dalam Sejarah Parmusi
C 1 Fakih Usman '" .. , , .
C2 Lukman Hamn .
C.3 Muhamad Roem .
C4 Muhammad Sjafa'at Mintaredja .
lAB III: MASALAH INTERNAL DI DALAM PARTAI PARMUSI
A. Golongan Pendukung Masyumi ditubuh Parmusi ....
III
5
5
6
8
9
I I
17
27
30
31
34
36
B. Golongan Pro Pemerintah ditubuh Parmusi 40
C. Konfrontasi antara 1. Naro dengan Djamawi Hadikusumo ..
BAB IV: SIKAP PEMERINTAH TERHADAP PARMUSI
A. Sikap Militer terhadap Parmusi pada tahun 1967-1971 .....
B. Sikap Birokrasi Pemerintah Orde Baru terhadap Parmusi
Tahun 1967-1971
C. Sikap politik pemerintah Terhadap Parmusi Tahun 1967-1971 .
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan .
B. Saran-saran ....
LAMPIRAN
DAFfAR PUSTAKA
45
48
53
57
61
63
BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Politik Islam Indonesia yang' dijalankan pemerintah Orde Baru lebih
dikembangkan untuk memobilisasi seluruh kekuatan massa, termasuk umat Islam
yang secara statistik merupakan bagian terbesar masyarakat Indonesia, Wajar jika
suatu pemerintah yang berkuasa berusaha mempertahankan selama mungkin
kekuasaan mereka baik atas nama cita-cita bangsa maupun cita-cita lain, dengan
mengerahkan seluruh potensi masyarakat ke arah usaha tersebut I .
Akan tetapi, wajar jika umat Islam yang keml1dian mendorong mereka l1ntuk
sadar terhadap potensi sosial dan politik yang mereka miliki l1ntuk diarahkan secara
maksimal dalam mencapai dan merealisasikan ide, cita-cita dan gagasan besar dalam
kerangka perjl1angan Islam,
Mengaitkan Agama Islam dengan politik Indonesia merupakan hal yang
sangat esensiaL Karena, sebagai agama yang dominan dalam rnasyarakat, Islam telah
menjadi unsur yang paling berpengaruh dalam bl1daya Indonesia dan merupakan
salah satu unsur terpenting dalam kehidl1pan politik Indonesia2
I Abdul Munir Mulkhan, Runluhnya Milos Palilik Sanlri Siralegi Kehudayaan Dalam Islam,(Yogyakarta: Siperss, 1994), hal .252 Din Syamsudin, Islam Dan Palilik Era Orde /Jar", (Jakarta: Logos, 2001),hal. 21
2
Salah satu partai politik Islam, yaitu Pannusi3 Partai ini berdiri atas dasar
persetujuan pemerintah, untuk bernsaha mencari jalan keluar dengan mengusulkan
dibentuknya partai barn sebagai wadah dan penyalur aspirasi politik umat Islam yang
belum tertampung dalam partai Islam dan golongan politik yang ada. Berdasarkan
usul tersebut, memungkinkan pemerintah memberikan rekomendasi untuk melahirkan
sebuah partai politik Islam yang barn yaitu Pannusi.
Jika kita kembali melihat bagaimana Sejarah berdirinya Pannusi, berawal dari
sikap pemerintah atas penolakan terhadap tuntutan umat Islam agar menggagalkan
pemberontakan PKI pada tahun 1965. Pada waktu itu, semua umat Islam bersama
Militer dan kekuatan sosial lain berhasil menggagalkan pemberontakan tersebut,
namun keduanya berbeda pendapat dala~ rehabilitasi kembali pa.rtai Masyumi 4
Gambaran di atas didasarkan pada pandangan yang menyatakan bahwa
bubamya Masyumi mernpakan bagian dari gerakan politikPKI. Sementara
pemerintah bersama umat Islam telah berhasil menumpas ipemberontakan partai
tersebut. Berdasarkan hal tersebut logika elit Islam dan massa umat menganggap
bahwa rehabilitasi Masyumi adalah suatu konsekuensi logis sikap pemerintah
terhadap bubamya PKI itu sendiri. Namun demikian, temyata logikatidak berlaku
bagi pemerintah khususnya Militer sehingga antusiasme yang tinggiterhadapharapan
rehabilitasi Masyllmi akhimya mengalami kegagalan. Suatlilogika yang dilatar
3 Parlai Muslimin Indonesia, disingkal PMikemudian Parmusi, adalah partai yang didirikan padamasa Orde Barn. Ensiklopcdi Nasional Indonesia (Jakarta: PT. Delta IPamungkas, 2004) jilid-12.hal -207.4 Runluhnya Milos Polilik Santri Slrategi Kebudayaan Dalam Islam, op.cit. hal.28.
3
belakangi oleh kekhwatiran pemerintah' terhadap sikap oposan dan pembangkang
golongan Islam yang terwakili dalam Masyumi yang selama ini telah mengakibatkan
berbagai konflik politik khusunya mengenai dasar Negara yang merugikan dan
menghambat terciptanya Pembangunan Nasional.
Pembentukan Parmusi diharapkan memberikan suatu yang baru bagi politik
Islam, terutama Parmusi yang dipandang mewakili aspirasi politik Islam modernis.
Akan tetapi, apakah keterlibatan pemerintah dalam proses pernbentukan partai baru
tersebut melakukan kegiatan-kegiatan yang merugikan pernerintah sendiri atau
mengambil kebijakan-kebijakan politik yang independen.
Salah satu hal yang mungkin menjadi sebuah pembahasan yang lebih dalam
atas penulisan ini, yaitu berbagai masalah politik yang terjadi eli dalam Parmusi yaitu
terdapat beberapa masalah antara golongan Reformis dengan Akomodasionis di tubuh
Parmusi sendiri yang membuat Parmusi mendapatkan kesulitan dalam berpolitik yang
kemudian banyak menimbulkan konflik diantara pemimpin Parmusi sendiri dan
bahkan dengan pemerintah Orde Baru yang banyak dikendalikan oleh militer.
Keterlibatan pemerintah tersebut, bagaimanapun, rnenimbulkan masalah
internal di dalam Parmusi bagi pendukung rezim Orde Baru, c1iantara anggota partai
Parmusi terjadi sebuah konfrontasi internal. Apakah benar perbedaan talah tampak
bahkan sejak awal, ketika panitia persiapan pembentukan Palfmusi membahas cara
cara yang tepat untuk berunding dengan pemerintah.
4
Akan tetapi, terdapat beberapa tokoh dalam paratai PanTIusi yang terlalu pro
pemerintah dan kehilangan daya intelektual dan keritisisme terhadap pemelintah5.
Ada sebuah unsur politik yang dinginkan oleh pemerintah Orde Barn yaitu sebuah
ideologi yang hendak ditetapkan oleh pemerintah Orde Barn yaitu ideologi Pancasila.
Dalam hal ini, pemerintah Orde Barn ingin dikenal sebagai pemerintah yang
berketuhanan, berprikemanusiaan, berkesatuan nasional, berkerayatan, dan
berkeadilan sosial berdasarkan Pancasila sebagai dasar Negara. Lagi pula,
pemerintah ingin menegaskan bahwa golongan "eks/rim", seperti orang-orang yang
mendambakan Negara Islam, tidak akan ditolelir lagi6
Di kalangan politik Islam Indonesia sendiri khususnya pada masa Orde Barn
terdapat, beberapa masalah mengenai kecendernngan politik atau aliran mengenai
hubungan antara Islam dengan ketatanegaraan7 Dengan demikian pellTIasalahan yang
terdapat di dalam Parmusi, adalah bahwa Pemerintah saat itu memandang politik
Islam PallTIusi bellTIaksud untuk merehabilisasi partai Masyumi yang dipandang
pemerintah sangat bertentangan dengan ideolgi pemerintah Orde Barn. Oleh karena
itu, yang menjadi pertimbangan pemerintah untuk tidak merehabilitasi Masyumi yaitu
menginginkan sebuah Negara yang berideologikan Islam.
5 Kunrowijoyo, Identitas Palitik Umat Islam (Bandung : Penerbir Mizan, 1997) hal. 198(, R. William Liddel, Partisipasi dan Partai polilik Indonesia Pada Awal Orde Baru (Jakarta: Timr.nerjemah Pustaka Vtama Grafiti, 1992) hal. 8
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara (Jakarta: VI Perss, 1993) hal. 1-2
5
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas pada penulisan skripsi ini ialah mengenal
Sejarah politik Islam Indonesia studi kasus Parmusi. Yakni, membahas mengenal
masalah yang terjadi pada lingkungan intern Parmusi, yakni konflik antara golongan
pendukung Masyumi dengan golongan pro pemerintah di tubuh Parmusi, dan sikap
politik pemerintah Orde Baru terhadap Parmusi sekitar tahun 1967-1971.
Mengingat judul di atas, maka skripsi ini akan memfolcuskan kepada sejarah
politik Islam Indonesia studi kasus Parmusi pada tahun 1967-1971. Agar penelitian
ini tidak meluas, maka penulis melakukan pembatasan permasalahan sebagai berikut :
I. Konflik yang terjadi dalam internal Parmusi pada tahun 1967-1971
. 2. Sikap politik Pemerintah Orde Baru terhadap Parmusi pada tahun 1967-1971
Dari sanalah, maka dibuat rumusan masalah dengan pertanyaan sebagai
berikut :
I. Bagaimana konflik yang terjadi dalam internal Parmusi pada tahun 1967
197I?
2. Benarkah Parmusi merupakan sebuah partai yang pro dengan pemerintah
Orde Baru?
C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
I. Mengetahui sejarah politik Islam Indonesia khususnya yang terjadipada Parmusi
seperti konflik intern antara golongan pendukung Masyumi dan golongan yang
6
pro dengan pemerintah di tubuh Parmusi. Dan kemudian mengetahui bagaimana
sikap politik Pemerintah terhadap Parmusi.
2. Memberi kontribusi penulisan mengenai sejarah politik Islam Indonesia
khususnya Parmusi, yang menurut penulis masih sangat minim dibanding kajian
kajian skripsi yang hanya berfokus pada kajian sejarah semat8..
D. Metode Penelitian
Metode penelitian menggunakan pendekatan Historis dan metode deskriptif
yakni dengan menguraikan dan menjelaskan berbagai permasalahan yang didasari
oleh data yang terkumpul. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan sumber
sumber Primer untuk mendapatkan sebuah data yang akurat didapat dari hasil bukti
data seperti hasil laporan Mukhtamar I, data-data Koran seperti Kompas, Sinar
Harapan yang membahas langsung Parmusi, kemudian data-data tersebut
memberikan informasi mengenai data-data sekunde:r yang membahas mengenai
Parmusi untuk membantu penulisan skripsi ini. Dalam penulisan skripsi ini, juga
penulis menggunakan Library Research (penelitian kepustakaan) seperti
Perpustakaan Vtama, Perpustakaan Nasional, Arsip Nasional, Perpustakaan Iman
Jama. Oleh kama itu, penulis mengumpulkan data-data yang diperlukan, baik dari
data primer maupun sekunder.
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi 1m adalah menggunakan
tahap-tahap sebagai berikut :
7
I. Pengumpulan data, di dalam pengumpulan data penulis mencari
sumber-sumber yang terkait dengan pembahasan skripsi ini, baik
sumber primer yaitu berupa bukti data Parmusi kemudian sumber
skunder berupa buku-buku yang membahas mengenai parmusi. Proses
ini dilaksanakan dengan menggunakan metode bahan dokumen.
Metode ini dapat digunakan karena ditemukan :;umber-sumber tertulis
yang memberikan informasi mengenai masalah-masalah yang teljadi
pada partai Parmusi.
2. Klasifikasi data, yaitu data-data yang diperoleh diklasifikasikan
berdasarkan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.
Kemudian dibaca dan dipahami mengenai permasalahan-permasalahan
tersebut.
3. Analisa data, analisa dilakukan secara internal maupun ekstemal,
yakni melalui pembacaan terhadap sumber secara kritis, kemudian
setelah itu dilakukan interpretasi terhadap sumber. Dan dianalisa
secara deskriftif historis yakni menganalisa dengan menggunakan
analisa sejarah.
Adapun teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada buku Pedoman
Penlllisan Skripsi, Tesis dan Disertasi U1N SyarifHidayatll11ah Jakarta.
8
E. Survey Pustaka
Setelah melakukan survey pustaka yang berkaitan dengan pembahasan
mengenai Partai Permusi dan bahkan setelah penulis melakukan sebuah tinjauan
pustaka secara intensif, penulis dapat menemukan buku yang lebih fokus membahas
mengenai Parmusi, oleh karena itu penelitian ini menjadi amat penting untuk dikaji
oleh penulis. Akan tetapi, dapat ditemukan beberapa buku yang mengangkat tema
mengenai permasalahan politik Islam pada masa Orde Baru studi kasus Parmusi
yaitu, antara lain :
Laporan Pimpinan Partai Pal'mllsi Pada Mllk/amar Di Ma/ang, Pada
Tangga/ 2-7 November 1968.
Dalam laporan tersebut memberikan beberapa data mengenai perkembangan
yang te~adi pada Partai Muslimin Indonesia tersebut. Dan dalam laporan Muktamar
tersebut memberikan data yang menyebutkan di dalamnya yaitu mengenai
perkembangan partai mulai dari masalah organisasi, perkernbangan wilayah dan
cabang-cabang, hubungan dengan ormas-ormas pendukung, sidang dewan partai dan
kemudian mengenai keuangan partai.
Kemudian dalam laporan terasebut juga mernberikan informasi mengenaI
pokok-pokok kebijaksanaan partai mengenai pembentukan !cabinet pembangunan.
Dalam hal ini penulis menjadikan arsip laporan pimpinan partai yang diketuai oleh
Dzarnawi Hadikusumo dengan wakil Lukrnan Harun.
9
Solihin Salam, Sejarah Partai Muslimin Indonesia, Jakarala: Yayasan
Kesejahleraan dan Pembendaharaan Islam, 1968.
Buku ini ditulis oleh Solihin Salam, yaitu dalam bukunya menggambarkan
sejarah Parmusi. Bagai mana proses berdirinya Parmusi dengan masalah-masalah
yang terjadi dengan Partai Masyumi tersebut. Kemudian dalam buku ini pula terdapat
bagaiman Masyumi dalam rehabilitasi kembali yang kemudian ada sebuah
pertentangan atau tidak disetujui oleh pemerintah Orde Barn.
Di dalam buku tersebut juga, membicarakan mengenai pemerintahan Orde
Barn yang tidak menginginkan kembali mantan-mantan tokoh Masyumi didalam
partai barn yang disetujui oleh Pemerintah Yaitu Parmusi.
Demikian penulis melakukan sebtiah survey pustaka untuk menjadi sebuah
patokan penulisan yang membahas mengenai parati politik yang lahir pada awal Orde
Barn, yang kemudian banyak yang harus dikaji oleh penulis di dalam partai Parmusi
tersebut.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan, penulis menyusul1 skripsi ini dengan
sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab, dimana masing-masing bab terdiri
dari beberapa sub-bab. Adapun perinciannya sebagai berikut :
10
BAB I. Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah yang berkaitan
dengan judul skripsi ini, kemudian rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,
metode penelitian, survey pustaka, yang kemudian sistematika penulisan.
BAB II. Dalam bab ini penulis mencoba untuk mengurankan Kondisi Sosial
Politik Indonesia Menjelang Berdirinya Parrnusi, sejarah berdr.rinya Parmusi dan
yang terakhir dalam bab ini yaitu membahas tentang biografi tokoh-tokoh yang
Terlibat di dalam sejarah Parmusi.
BAB III. Dalam bab ini menguraikan masalah internal di dalam partai
Parmusi yang terdiri dari sub-bab yang membahas Golongan pendukung Masyumi di
tubuh Parmusi, ·golongan pro pemerintah di tubuh Parmusi. Dan yang terakhir pada
sub bab III ini adalah Konfrontasi antara J. Naro dengan Djarnawi Hadikusumo.
BAB IV. Untuk mendalami masalah Partai Parmusi yang merupakan inti dari
skripsi ini, dalam bab ini penulis menguraikan permasalah;m mengenai sikap
Pemerinh terhadap Parrnusi. Di sini di uraikan mengenai SiblP Militer terhadap
Parmusi tahun 1967-1971, Sikap Birokrasi pemerintah terhadap Parmusi tahun 1967
1971, dan pada sub terakhir pada bab IV adalah Sikap politik Pemerintah Orde Baru
Terhadap Parrnusi Tahun 1967-1971.
BAB V. Selain berisi kesimpulan dari uraian-uraian pada bab-bab
sebelumnya, bab ini juga memuat saran-saran yang berkaitan dengan gagasan umum
dalam skripsi ini.
BABII
SEKILAS TENTANG SEJARAH PARMUSI
A. Kondisi Sosial Politik Indonesia Menjelang Berdirinya Parmusi
Berbicara bagaimana kondisi sosial politik Indonesia menjelang berdirinya
Parmusi tidak lepas dari bagaimana kondisi sosial politik Masyumi. Karena
berdirinya Parmusi berawal dari proses rehabilitasi kembali Masyumi yang telah
dibubarkan oleh pemerintah Soekamo, karena Masyumi dipandang sebagai organisasi
yang menginginkan sebuah dasar Negara yang berdasarkan Islam dan hal tersebut
bertentangan dengan pemerintah.
Kondisi tersebut berawal ketika berdirinya partai Masyumi di Yogyakarta
pada tanggal 7-8 November 1945, sebagai respons umat Islam terhadap imbauan
pemerintah melalui pengumuman 3 Oktober 1945, yang mengajak rakyat untuk
mendirikan partai. Imbauan yang ditandatangani wakil Presiden Mohammad Hatta
tersebut diulangi lagi pada tanggal 3 Novenber 1945. kemudi~U1, Berdirilah partai
Masyumi yang diputuskan dalam kongres Muslimin Indonesia di Madrasah
Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta. Kongres tersebut juga mengikrarkan :
Pertama, Masyumi adalah satu-satunya partai politik Islam di Indonesia. Kedua,
bahwa Masyumilah yang akan memperjuangkan nasib umat Islam Indonesia. Tidak
mengakui keberadaan partai Islam lain. I
I Syaifullah, Gerakan PolilikMllhammadiyah Da/am Mas.wmi, (Jakarata: Grafiti, 1997), hal 141142.
12
Pendukung Masyumi selain organisasi politik seperti PSI!, juga dua organisasi
kemasyarakatan terbesar di Indonesia yaitu Muhammadiyah da.n NU Pendukung
lainnya adalah Perikatan Umat Islam dan Persatuan Umat Isla.m yang pada tahun
1951 keduanya memfusikan diri menjadi Persatuan Umat Islam (PUI) Indonesia.
Perkembangan pesat anggota istimewa Masyumi ditandai dengan masuknya
organisasi-organisasi Islam, antara lain Persatuan Islam (Per"is) Bandung pada
tahun 1948; Persatuan Ulama seluruh Aceh (pUSA) pada tahun 1949; Al-Irsyad pada
1950; AI-Jami'iah Al-Washiliyah dan AI:lttihadiyah Sumatra Utara sesudah tahun
1949; Mathla'ul Anwar, Banten dan Nahdlatul Wathan, Lombok 2
Dilihat dari komposisi personal yang terlibat dalam kepengurusan Masyumi,
tampak sekali bahwa partai ini melibatkan seluruh fungsionaris Islam pasca
kemerdekaan. Kepengurusan dalam Majlis Syuro di ketuai oleh Hasyim Asy'ari
(wakil dari kalangan Tradisionalis), sementara wakil-wakilnya adalah Wahid Hasyim
(anaknya sendiri), Agus Salim (PSII), Djamil Djambek (wakil dan golongan reformis
dari Sumatra Utara) dan lain-lain. Sedangkan pengurus besar dikEltuai oleh Sukiman,
Abikusno Tjokrosujoso, dan kemudian melibatkan M. Natsir, Mohammad Roem, dan
juga Kartosuwirjo (pemimpin pemberontakan Darul Islam).'
Sebagaimana dijelaskan mengenai penolakan atas dasar Negara Islam (Islam
sebagai dasar dan ideologi Negara), setelah umat Islam berjuang bahu membahu
meninggalkan perbedaan paham keagamaan antar mereka, terutama antara kalangan
'Deliar Nocr, Pmtai Islalll Di Pentas Nmional, (Jakarata : Grllfiti PefS, 1987). Hal. 48.3 Faehri Ali, Bahtiar Ffend;, Mel'Qlllhah .Ialan Ram Islam Indonesia Maw Orde Ram. (Bnndung:Miznn, 1986). Hal. 85.
13
tradisionalis dan modern is. Kerjasama yang tercermin dalam Badan Penyelidik
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), dan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI), kemudian dilanjutkan dalam kongres Umat Islam di
Yogyakarat, pada permulaan memang memperlihatkan suatu bentuk persatuan umat
yang dirindukan. Dalam kongres Yogyakarta telah tercapai kesepakatan bahwa
Masyumi merupakan satu-satunya partai umat Islam. Namun dalam
perkembangannya, baik dalam teon maupun praktek, kesepakatan itu tidak bertahan
lama. Artinya benih-benih persatuan, yang mulai mereka rajuk kembali, tidak
mengesankan adannya bangunan kokoh persatuan. Alasan perpecahan yang
mengancam persatuan umat ini, pada' umumnya, tidak sulit ditemukan. Syafi'I
Ma'anf melihat bahwa secara umum perpecahan datang karena mekanisme
penjatahan kedudukan. Atau peran politik tidak berjalan baik, dalam pengertian tidak
berjalan baik yaitu tidak memuaskan masing-msing pihak yang membentuk fusi
dalam Masyumi 4
Perpecahan yang diawali PSII dan kemudian NU merupakan indikasi yang
baik untuk menjelaskan alasan Syafi'i Ma'arif di alas. Namun demikian,
kemungkinan adanya faktor lain yang menyebabkan , atau bahkan mempercepat
munculnya perpecehan bukan tidak ada faksionalisme tradisonalis- modemis, yang
pada gilirannya membentuk watak keagamaan tertentu pada masing-masing pihak
dan bukan mustahil berperan dalam perpecahan umat Islam ketika itu. Secara
sederhana, kalangan tradisionalis, karena latar belakang pendidikan mereka, dipahami
'Syafi'i Ma'arif,Islam DaliMasalah Kellegamall (Jakarta: LP3ES, 1984), hal. 114-116.
14
sebagai suatu kelompok yang buta politik dalam pengertian s,mgat luas. Artinya,
mereka dianggap hanya mampu berpikir tentang persoalan-persoalan keagamaan
mumi, sementara kalangan modemis, karena latar belakang pendidikan modem yang
mereka terima dianggap sebagai kalangan yang hanya sedikit memiliki pengetahuan
keislaman, namun mempunyai kemampuan-kemampuan lebih untuk berbicara
tentang persoalan-persoalan politik kenegaraan 5
Asumsi terakhir ini, jika dapat dibenarkan, maka benih-benih perpecahan
sesungguhnya merupakan implikasi alokasi peran yang telah dirancang sebelumnya.
Misalnya, kalangan tradisionalis menduduki kubu Majlis Syuro, yang sering kali
hanya bergelut dengan persoalan-persoalan keagamaan mumi, sehingga, kurang
mendapatkan peran politiknya, seperti kalangan modemis menduduki kubu pengurus
Eksekutif, yang sehari-hari menjalankan kepengurusan Masyumi 6
Tidak lagi bergabungnya PSI! (1947) dan NU (1952) dalam Masyumi
tampaknya memang harus dijelaskan melalui pendekatan sebagaimana yang telah
disebutkan di atas, terutama menyangkut urusan alokasi peran politik antara berbagai
kekuatan yang "terfusikan" dalam Masyumi. Untuk kasus PSII, Soemarso
Soemarsono melihat bahwa hal itu disebabkan oleh tak kunjung datangnya
kesempatan bagi PSII untuk duduk dalam kabinet. 7 Namun demikian, persoalan ini
tidak begitu mempengaruhi peIjalanan Masyumi, karena kecilnya kekuatan PSII itu
'Op.cil, hal. 86.6 Op cil, hal. 87.1 Soemarso soemursono (cd), Afoeltammad Roem 70 Tahun; Pejuang-Penmding. (Jakarta: Bulan13inlang, 1978), hal. 68
15
sendiri. Akan tetapi, di sisi lain, hal ini rnerupakan awal lernahnya kekuatan Islam
dalam diri partai Masyumi.
Melemahnya Masyumi sebagai kekuatan politik Islam leblh terasa lagi setelah
NU mengikrarkan diri keluar dan partai Masyurni. Hal ini disebabkan NU
mempunyat rnassa sangat besar, terutaina di Jawa Tengah, Jawa Timur dan
Kalimantan Selatan. Sejak itu (1952) NU mengubah dinnya dari Jami'iyah sebuah
organisasi sosial keagamaan, menjadi partai politik. Kebesaran massa NU tersebut
dibuktikan pada pemilu 1955, dimana NU muncul sebagai partai terbesar nomor tiga
setelah PNI dan Masyumi dengan meraih 18,4 persen suara dari keseluruhan jurnlah
'1 'peserta peml u.
Perpecahan politik Islam, sebagaimana telah disebutkan, tampaknya tidak
mengubah onentasi perjuangan sebagai umat Islam untuk tetap memperjuangkan
gagasan Negara Islam. Di dalam berbagai sidang Dewan Kon~;tituante, khususnya
Masyumi, tetap menyuarakan ide-ide Negara Islam. Sernentara itu, masa Demokrasi
Liberal yang ditandai dengan jatuh bangunnya sebuah kabinet, baik oleh alasan-
alasan politis sekuler maupun politis keagamaan, telah mendorong Presiden Soekamo
untuk mernbubarkan Konstituante. Memalui dekrit Presiden 5 Juli 1959, Dewan
Konstituante di bubarkan, dan Presiden rnendekritkan berlakunya kernbali UUD
1945. Dengan dekrit tesebut, otomatis persoalan Piagarn Jakart, terungkit kembali.
Untuk itu, presiden rnernutuskan bahwa Piagarn Jakarta rnernpunyai hubungan
kesejarahan kasus dengan Undang-Undang Dasar (UUD), dianggap sebagai suatu
8 Fachn Ali, Op cit, hal. 88.
16
bagian integral dari UUD itu sendiri. Pengekuan semacam ini, terhadap Piagam
Jakarta dapat diartikan sebagai indikasi adanya posisi khusus yang dimiliki Umat
Islam. Dan tampaknya umat Islam, baik dikarnakan oleh problematika intern yang
mereka hadapi, seperti konflik-konflik keagamaan, konsepsi politik yang tidak begitu
jelas dan lain sebagainya, yang membuat mereka tidak begitu tanggap dalam
mempergunakan kemunculan pengakuan terhadap Piagam Jakarta yang keduakalinya
itu9
Sementara itu Soekarno, sejak memberlakukan sistem Demokrasi Terpimpin,
justru membenkan keluasan lebih besar kepada Partai Komunis Indonesia (PKI)
untuk bergerak dan menguasai panggung politik Nasional. Hal ini mendatangkan
implikasi cukup senus terhadap seluruh aspek kebijakan pemerinlah yang mempunyai
relevansi dengan kehidupan keagarnaan umat Islam. Berbagai aSlimsi tentang
kebijaksanaan Soekarno yang demikian ini boleh saja mllncul, misalnya, bahwa hal
itu disebabkan oleh kekhwatiran kemllngkinan munculnya Islam sebagai kekuatan
politik yang mendominasi panggung politik nasional atau oleh keinginan Soekarno
untuk tetap mempertahankan konsepsi Nasakomnya.
Kebijakan lain Soekamo yang dinilai sangat merugikan Islam adalah
keputusannya llntuk membubarkan Masyllmi yang pemah bekerjasama dengan Partai
Sosialis Indonesia (PSI) untuk membuat Demokrasi Tandingan yang diben nama
Liga Demokrasi, karena keterlibatan sebagian pemimpinnya dalam pemberontakan
'Ibid.
17
PRRI. 10 Dengan dibubarkannya Masyumi pada bulan Agustus 1960 itu, NU yang
telah menjadi partai politik dan keluar dari keanggotaannya sebagai salah satu partai
pendukung Masyumi, tampil sebagai wakil politik Islam.
Data perjuangan umat Islam yang terentang di atas ini, sesungguhnya ingin
menggambarkan pergolakan pemikiran dan perjuangan politik umat Islam. Pada
priode itu, terutama pada priode menjelang kemerdekaan dan pada masa Demokrasi
Liberaal, perhatian sebagian besar pemimpin umat Islam terpusatkan pada persoalan-
persoalan Islam dan hubungannya dengan pembangunan poliitik-ideologi. Yang
berkembang ketika itu, misalnya, konsepsi bahwa Islam itu adalah dinlln wa dalilah
(agama sekaligus terlibat dalam persoalan.,persoalan kenegaraan); Islam itu meliputi
kehidupan dzmya wa al-akhirah dan lain sebagainya. 11
B. Sejarah Berdidnya Parmusi
Untuk melacak sejarah berdirinya Partai Muslimin Indonesia (Pannus i) maka
perlu melihat lembali kepada pembentukan Badan Koordina.di Amal Muslimin
(BKAM) yang berdiri pada bulan Desember 1965, yang keanggotaannya terdiri dari
kelompok sosial dan kelompok pendidikan Islam, yang mana dari mereka dahulunya
adalah anggota Masyumi. Berdirinya Badan Kooordinasi Amal Muslimin awalnya
mempunyai dua tujuan. Per/ama, tujuan yang bersifat sosial budaya, kedlla, bertujuan
untuk memperbaiki politik pemerintah Soekamo. Akan tetapi, pada awal tahun 1966
'0 Ibid, hal. 89.II Ibid, hal. 90.
18
tujuan tersebut berubah menjadi sebuah tujuan untuk memlllihkan nama baik
MasyumiII
Pada tahun yang sarna, proses rehabilitasi Masyumi telah dipertimbangkan
oleh para wakil Badan Koordinasi Amal MlIslimin dan mantan wakil Presiden
Moehammad Hatta yang telah mengetahui akan terbentuknya sebuah Partai Muslmin
baru. Kemudian pada bulan Oktober 1966 pertimbangan untuk membentuk partai
MlIslimin baru di setujui oleh wakil Presiden Moehammad Hatta. Akan tetapi, dua
bulan kemudian pada bulan Desember pemyataan Angkatan Bersenjata diikuti oleh
ucapan Soeharto dari kebijakan pemerintah mengenai Badan Koordinasi Amal
Muslimin· s'ebagai kebutuhan' akan adanya badan Koordina,;i organisasi untuk
menyediakan partai baru sebagai wadah politik. Selanjutnya, pada akhir bulan Maret
1967, Prawoto menyatakan banyak kesalah pahaman dengan pihak Soeharto sebagai
sebab kegagalan rehabilitasi Masyumi13
Hal tersebut dikarnakan oleh angkatan tua Golongan Modernis, terutama yang
pernah menjadi tokoh-tokoh dalam kepengurusan Masyumi, yang lebih menekankan
repolitisasi Islam sebagai upaya menumbuhkan kekuatan politik. Caranya adalah
dengan mendesak pemerintah Orde Baru untuk merehabilitasi Masyumi, sesudah
partai ini dibubarkan dan dinyatakan sebagai partai terlarang oleh rezim Soekamo,
karena Masyumi dipandang oleh pemerintah sebagai organisasi atau partai yang
menginginkan sebuah dasar negara yang berdasarkan Islam dan hal tersebut
12 Ward, K.E, l1,e Foundanon Oj17,e Partai Mlulimin l"daresia. New York, Shoticst Asia Program CornellUniversity IlachlL 1970. hal. 23.13 Ibid, haL 24.
19
bertentangan dengan pemerintah. Oleh karena itu, rehabilitasi Mlsyumi ini diajukan
sebagai syarat pemberian dukungan terhadap peml~rintah Orde Baru, dengan
pertimbangan bahwa mereka telah memberikan andil dalam me1negakan demokrasi
serta melawan komunisme pada masa Orde Lama. Sementara :tlu, kelompok yang
lebih muda atau mereka yang mendukung akan pemerintahan Orde Baru yang berada
di luar kepengurusan Masyumi, cenderung untuk mempetjuangkan rehabilitasi
material. Dengan kata lain, mereka yang pro dengan pemerintah berpendapat, tidak
merasa perlu untuk menghidupkan partai lama yang sudah dilarang, tetapi yang lebih
penting adalah dapat ikut serta kegiatan politik Orde Baru.14
Namun demikian, usaha-usaha merehabilitasi Masyumi tersebut pada masa
awal Orde Baru Itu tampaknya terus bergulir dan bahkan mendapat dukungan kuat
dari para simpatisannya. Bahkan ketika para pemimpin Masyumi masih dalam
penjara, sejumlah fungsionaris Masyumi yang tidak ditahan telah terlihat dalam
usaha-usaha untuk merehabilitasi partai tersebut. Usaha ini cukup membawa hasil, di
antaranya dengan berdirinya Badan Kordinasi Amal Muslimin (BKAM), yang
mempersatukan 16 organisasi Islam seperti, Muhammadiyah, Al-Irsyad, Persatuan
Umat Islam, Alumni HMl, Djamiatul Al-wasliyah dU, delngan tujuan pokok
merehabilitasi Masyumi. Puncak dari proses rehabilitasi tersebUit ketika diadakannya
acara lasyakur yang di selenggarakan di Masjid Agung AI-Azhar, kebayoran Baru,
Jakarta Selatan, tanggal 15 Agustus 1966. Acara syukuran yang dihadiri sekitar
50.000 orang.
\., M. Syafi'i Anwar, Pemikiran Don Aksi Is/am Indonesia, (Jakarta: Paramadina, 1995), h. 25-26
20
Adapun tokoh-tokoh yang hadir dan berbicara dalam acam syukuran itu antara
lain adalah Sjafruddin Prawiranegara, Assaat, Prawoto Mangkusasmito, Mohammad
Roem, Kasman Singodimedjo, Hamka,' dan Muhammad Natsir. Upaya untuk
merehabilitasi Masyumi secara eksplisit baru dikemukakan oleh prawoto pada acara
silaturrahmi keluarga besar Bulan Bintang'di Jakarta tanggal 24 Oktober 1966. dalam
acara tersebut Prawoto mengatakan:
,,' berbicara di muka saudara-saudara sekalian pada malam han ini, ingin saya
pergunakan untuk memberi keterangan tentang usaha yang sedang dijalankan
oleh beberapa ternan dan saya, untuk memperjuangkan supaya alat perjuangail
kita bisa dipergunakan kembali seperti sediakala, Yang saya maksudkan ialah
usaha yang sekarang lazim dinamakan usaha "Rehabilitasi Masyumi"
... Rehabilitasi itu mempunyai taraf yang bertingkat, ibarat pohon yang tumbuh.
Di dalam pertumbuhannya ini ada Yang membantu, ada pula yang menghalangi.
Yang membantu temyata tiap hari tambah banyak. Dan organisasi Islam yang
tadinya ada 14, jumlah pendukungnya itu sekarang sudah meningkat dengan
adanya keputusan HMI Dulunya HMI tidak menyongkong rehabilitasi, tetapi
didalam kongresnya di Solo diputuskan menyongkongkan rehabilitasi.. 15
15 Prawoto Mangkusasmito, Alam Pikiran Dan Jejak Peljuangan, SU::'1..man S.U. Bayasut(Surabaya: Documenta, 1972) hal. 202-2003.
21
Dukungan yang luas berbagai lapisan umat muneul terhaclap partai baru yaitu
Parmusi. suatu dukungan yang didasarkan pandangan bahwa Parmusi
diidentifikasikan sebagai kelanjutan Masyumi. Namun sikap pemerintah terhadap
tokoh-tokoh Masyumi yang ditolak untuk duduk sebagai pimpinan partai Parmusi
tersebut beranggapan bahwa mereka merupakan bibit konflik baru umat dengan
penguasa Orde Baru.
Akan tetapi, para delegasi dari Badan Koordinasi Amal Muslimin akhimya
memutuskan untuk membentuk suatu panitia guna menyiapkan k'elahiran suatu partai
yang menjadi wadah aspirasi politik masyarakat Islam, yang telah menjadi eita-eita
politik umat Islam saat itu.
Untuk mendirikan sebuah organisasi, maka dibutuhkan sebuah panitia
penyelenggara pembentukan yang disebut sebagai Panitia l'ujuh. Panitia tujuh
tersebut memiliki anggota inti. Yakni ketuanya seorang tokoh Masyumi yaitu Faqih
Usman, wakil ketua Anwar HaIjono, Sekretaris Agus Sudono dan anggota yang
lainnya adalah Syamsurizal, Hasan Basri, Muttaqin, Marzuki Jatim. Dan untuk
anggota yang lainnya terdaftar sebagai anggota biasa.
Pada tangal 15 September 1966, diajukan suatu draf nama panitia tujuh untuk
melaksanakan negosiasi dengan Presiden untuk proses rehabilitasi Masyumi. Namun,
tidak menemukan persetujuan pemerintah.Kemudian dilanjutkan kembali drafnama
nama panitia tujuh tersebut kembali bemegosiasi pada tanggal 13 Oktober 1966. Draf
nama-nama Panitia l'ujuh tersebut
22
. 16yaltu :
15 September
Fakih Usman (Masyumi)
A.D Sjahrudin (Masyumi)
Anwar Harjono (Masyumi)
Djamawi H (Muhammadiyah)
Hasan Basri (Masyumi)
EZ Muttaqien (Masyumi)
M. Sulaeman (Muhammadiyah)
Chadijah Razak (Wanita Islam)
Hasbillah (Muhammadiyah)
Lukman Harun (Muhammadiyah)
Umaruddin (?)
Ketua Urnurn
Fakih Usman (Muhammadiyah)
Anwar Harjono (Masyumi)
H..M Sanusi (Muhammadiyah)
A.D Sjahrudin (Masyumi)
Hasan Basri (MasyuPli)
Agus S (Gasbiindo)
Djamawi H (Muhammadiyah)
E.Z Muttaqie:n (Masyumi)
Sekretaris Umum
M. Sulaeman (Muhammadiyah)
Skretaris
Umaruddin (?)
Chadijah Razak (Wanita Islam)
Lukrnan Harun (Muhammadiyah)
Hasbillah (Muhammadiyah)
Maizir Achmadyns (KBIM)
16 Solihin Salam, Sejarah Pmtai Ail/slim ill Indonesia, (Jakarala: Yayasan KesejahleraandanPembendaharaan Islam, 1968), hal. 71-73.
Anggota
Afandi Ridwan (Persatuan Umat Islam)
Agus Sudono (Gasbiindo)
Aisyah Amini (HSBI)
A. Djuwaeni (Masyumi)
Amelz (Masyumi)
AW.Sujiso (Masyumi)
Daris Tamin (Muhammadiyah)
Djamaluddin (Masyumi)
E. Sar'an (Persatuan Islam)
Faisal (AI-Irsyad)
Ismail Hasan (Alumni HMI)
Wasliyah)
Maftuch Jusuf (Muhammadiyah)
Maizir Achmadyns (KBIM)
H. M. Sanusi (Muhammadiyah)
Buchori (?)
SjarifUsman (Porbiisi)
Omar Tusin (SNII)
Uwes Abubakar (Mathl'aul Anwar)
23
Afandi Ridwan (Persatuan Umat
Islam)
Aisyah Amini (HSBI)
A. Djuwaeni (Masyumi)
Amelz (Masyumi)
A.W.Sujiso (Masyumi)
Djamaluddin (Masyumi)
Djazman (Muhammadiyah)
E. Sar'an (Persatuan Islam)
Faisal (AI-Irsyad)17
Ismail'Hasan (Alumni HMl)
O. K. Azis (Djarniatul AI-
Omar Tusin (SNII)
Rohana Ahmad (Muhammadiyah)
Buchori (?)
SjarifUsman (P'orbisi)
Uwes Abubakar (Malhl'aul Anwar)
Setelah itu lahirlah Partai muslimin baru yaitu Partai Muslimin Indonesia
disingkat PM! yang kemudian berubah menjadi Parmusi, merupakan sebuah partai
Islam yang dibentuk pada masa pemerintahan Orde Baru. Paltai ini berdiri pada
17 AI-Irsyad yang didirikan pada langgal I 1 Agustus 1915.
24
tanggal 7 April 1967 oleh para anggota Badan Koordinasi Amal Muslimin (BKAM)
yang dibentuk untuk menampung kegiatan pendukung partai Masyumi. 1K
Kemudian setelah terbentuknya partai Parmusi dengan panitia tujuhnya. Pada
tanggal II Mai 1967 para Panitia Tujuh berkumpul untuk mendiskusikan masalah
yang berkaitan dengan kepemimpinan partai, program dan konstitusinya 19
Partai ini dibentuk sebagai usaha membangun kembali sebuah partai Islam
baru semacam Masyumi yang telah di bubarkan. Ketua umum pertama Parmusi
adalah Djamawi Hadikusuma beliau merupakan salah seorang tokoh
Muhammadyah?O Dalam hal ini, bahwa Djarnawi sebagai pemimpin Partai Muslimin
Indonesia yang ditetapkan oleh Panitia Tujuh pada tanggal 16 Februari 1968.
Kemudian pada kepemimpinan Djarnawi ini mempunyai draf anggota-anggota di
dalamnya, draf tersebut yaitu sebagai berikut:
Ketuaumum
$ekretaris umum
: Djarnawi Hadikusuma (Muhammadiyah)
: Agus Sudono (Gasbindo)
H.M.Sanusi (Muhammadiyah)
J.Naro (Djamiatul Al-washliyah)
Daud Badarudin (KBIM)
Ckadijah Razak (Wanita Islam)
Oemar Tusin (SNII)
: Lukman Harun (Muhammadiyah)
18 Abdul Munir Mulkhan, op.cit. hal. 24.19 K.E. Ward, The Foundation O/The Partai Musliminlndonesia,(Ncw York, Shoticst AsiaProgram Cornell University Itacha, 1970) hal 29-30.20 Ensiklopcdi Nasional Indonesia (Jakarta: PT. Delta Pamungkas, 2004) .Iilid-12. h -207
Skretaris
Anggota
: Amura (HSBI)
Imran Kadir (AI-Ittihadiyah)
Siregar Pahu (Djamiatul al-washliyah)
Anwar Bey (Persatuan Umat Islam)
Said Suncar (Mathl'aul Anwar)
M. Sjariki (Nadlatul Wathan)
Rafilus Ishak (Porbisi)
Darussamin (?)
: Daris Tamin (Muhammadiyah)
Djazman (Muhammadiyah)
Rohana Ahmad (Muhammadiyah)
OX Azis (Djamiatul Al-washliyah)
Ibrahim Usman (Gasbiindo)
Maizir Achmadyns (KBIM)
Mrs. Latjuba (Wanita Islam)
Afandi Ridwan (Persatuan Umat Islam)
Aisyah Aminy (HSBI)
Fraisal (Al-Irsyad)
Uwes Abubakar (Mathl'aul Anwar)
Ichsanuddin (Porbiisi)
Abdul Karim (Persatuan Islam Tionghua Indonesia)
Saleh Suaidy (Masbi)
Muhammad Said (Nadlatul Wathan)
Hasbullah (Muhammadiyah)
Gazal (AI- Ittihadiyah)21
25
21 Organisasi yang hcrasal dari Sumatra Utara yang bcrdiri puda tahun 194.9.
26
Ismail Hasan Metarem (HMI Alumni)
Alala (HMI Alumni)
Setelah kepemimpinan Djamawi dengan Lukman Harun, tidak lama setelah
pembentukan Parmusi, kemudian diadakan Muktamar Parmusi pertama di Malang
Pada November 1968, yang menghasilkan struktur pimpinan baru dengan ketua
umum Muhammad Roem, seorang Tokoh Masyumi, dan Sekretaris Jenderal
Hasbullah, dari Muhammadyah22
Akan tetapi, kepemimpinan bekas tokoh Masyumi temyata masih merupakan
obsesi yang terus dihidupkan dalam tubuh Parmusi. para anggota dan pendukung
diberbagai daerah yang menjadi pengurus cabang Parmusi, temyata masih terus
menginginkan tampilnya bekas tokoh Masyumi dalam puncak k,epemimpinan partai.
Walaupun pemerintah sudah memberikan sinyal untuk tidak membenarkan, usaha-
usaha untuk menampilkan kembali bekas tokoh Masyumi terus dilakukan. Mereka
mengambil sikap tidak menentang pemerintah, tetapi pada saat yang sarna tidak
menginginkan adanya Parmusi tanpa spirit Masyumi.
Tetapi, oleh karena kaum muslimin masih tetap ingin memunculkan para
bekas pimpinan Masyumi seperti yang terlihat pada kongres Muhammadyah di
Yogyakarta tahun 1968, hubungan Parmusi dengan pemerintah menjadi dingin.
Kemudian kepemimpinan ini di tolak oleh pemerintah dan menimbulkan kuderta oleh
22 Djarnawi Hadikusumo, Laporan Pimpinan Partai Pannusi Pada A1ulaamar Di Alalang, PadaTanggal2-7 November 1968.
27
John Naro dan Imran Kadir. Akhirnya berdasarkan surat keputusan Presiden no.
77170 ditetapkan Mintaredja sebagai ketua Umum.
C. Biografi Tokoh-Tokoh Yang Terlibat di Dalam Sejarah Parmusi
C.l Fakih Usman
Fakih Usman dilahirkan pada 2 Maret 1904 di Gersik Tepatnya di jalan
Kemuteran yang sekarang telah diganti dengan namanya sendiri, yakni jalan Fakih
Usman. Lingkungan keluarga Fakih Usman adalah perpaduan santri dan pedagang.
Ibunya adalah anak seorang ulama. Sedangkan ayahnya, Usman Iskandar, adalah
seorang pedagang. Sebagai keluarga ulama, ayali-ibunya simgat memperhatikan
pendidikan agamanya. Karena itu, Fakih Usman kecil sudah dapat membaca al-Quran
dan dasar-dasar agama dari orang tuanya. Dari usia 10-14 tahun (atau sekitar tahun
1914-1918), ia melanjutkan pelajaran ke beberapa pesantren yang ada di sekitar
Gersik. 23
Kemudian pada 1918-1922, ia belajar ke pesantren yang berada diluar Gersik.
Di antaranya, ke pondok pesantren Maskumambang di kecamatall Bungah, kabupaten
Gersik, yang sekarang telah menjadi pesantren modem Muhamrnadiyah. Pendidikan
pesantren Fakih Usman hanya di daerah-daerah Gersik. la tidak melanjutkan ke
pesantren-pesantren besar yang ada di luar Jawa. Hal itu barangkali karena orang
tuanya tidak memimpikan anaknya untuk menjadi ulama atau kiyai besar model jawa
23 Azumardi Azrn, Umam (cd.) Menteri-Menteri Agama Ri Biografl Sosial-Politik. (Jakarata:PPIM, 1998), hal. I 18-1 19.
28
Timur. Karena ayahnya adalah sebagai pedagang kayu dan pengusaha galangan kapal
yang banyak mempercayakan usahanya kepada Fakih Usman, pad.ahal ia mempunyai
tiga kakak dan seorang adik.
Pada saat Fakih Usman aktif dalam dunia dagang dan tekun belajar secara
otodidak, sekitar 1920-an dan I930-an, di Surabaya, seperti juga di Jakarta dan
Bandung, dinamika pergerakan kebangsaan tengah berkembang, baik dikalangan
nasionalis sekuler maupun nasionalis Muslim.
Organisasi- organisasi seperti Budi Utomo (1908), Serikat Dagang Islam
(1911), kemudian Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyahnya (1912), dan lalu NU
yang didirikan pada tanggal 30 Januari 1926, dan organisasi- organisas i tersebut
kemudian merupakan basis keanggotaannya. Muhammadiyah Surabaya terus
memperluas kegiatannya ke kota Gersik, yang saat itu masih menjadi bagian
Surabaya. Fakih Usman adalah salah seorang yang pertama menyambut kedatangan
Muhammadiyah di Gersik. Sejak 192224 Pada 1925, Fakih Usman muda
dipercayakan menjadi ketua Group Muhammadiyah Gersik. Ia pun semakin terlibat
dalam wacana keagamaan Muhammadiyah yang lebih berorientasi pembaharuan
berdasarkan al-Quran dan al-Hadits dan berorientasi sosial. Dengan demikian Fakih
Usman bisa dengan mudah menyesuaikan diri dengan pergerakan di Surabaya.
Fakih Usman sebagai tokoh umat Islam Surabaya dan pemah menduduki
kepengurusan MIAI (Majelis Islam A'ia Indonesia) beliau turut hadir dalam
Mukhtamar Islam Indonesia di Yogyakarata pada tanggak 8 November 1945. Bahkan
24 EllsikJopedi Islanl! di Indonesia, Jilid I, hal 273.
29
ia diangkat menjadi anggota plmpman pusat Masyumi bersama Moh.Natsir, Mr.
Mohamad Roem. Kemudian pada tanggal 6 September 1950 Fakih Usman menjadi
Jurisdiksi Kementrian Agama Pada Kabinet Halim pada Priode kepemimpinan
Sukamo, di bawah kepemimpinannya yang terbatas pada wilayah Republik Indonesia
yang berpusat di Yogyakarta. Meski demikian, posisi kementrian ini sangat penting
karena ia mewarisi kementrian agama yang didirikan pada 1946.
Kemudian pada masa Orde Baru Fakih Usman dengan para tokoh Masyumi
yang menginginkan kembali rehabilisasi partai Masyumi tersebut, pada tanggal 15
september 1966, beliau menjadi salah satu ketua Umum Panitia Tujuh sebagai usaha
untuk merehabilisasi partai Masyumi, aka!! tetapi proses rehabilisasi ini ditolak oleh
pemerintah Orde Baru. Oleh karena itu, Fakih Usman banyak terlibat dalam proses
Rehabilitasi kembali Partai Masyumi yang kemudian menjadi salah satu partai baru
yaitu Parmus i.
Dalam hal ini Fakih Usman sangat berperan aktif atas berdirinya Parmusi.
yang dapat diterima keberadaannya dengan syarat bahwa diclalam kepengurusan
Parmusi tidak terdapat tokoh-tokoh mantan Masyumi.
C.2 Lukman Harun
Lukman Harun dilahirkan pada tanggal 6 Mai 1934 di Limbanang,
Minangkabau Sumatra Barat. Ayahanda Lukman Harun adalah Haji Harun yang
waktu mudanya bemama Zaid, dilahirkan di Jorong Kampung Dalam. Ayahanda
Lukman dibesarkan dalam keluarga dengan latar belakang agama Islam yang teguh
30
dan faa!. Keluarga ayahnya dari keluarga petani tulen, mereka hidup dari hasil kebun
dan sawah.
Pada tahun 1947 Lukman menamatkan "Sekolah Sambungan", yakni Sekolah
Rakyat (SR), dan masuk SMP Muhammadiyah di Payakumbuh. Lukaman Harun
dibesarkan dari lingkungan keluarga besar Muhamadiyah. Kakak sayalah yang
memperkenalkan Muhammadiyah kepada saya dengan cara memlbawa saya ke acara-
acara yang diadakan Muhammadiya. 25
Lukman Harun menjabat sebagai sekretaris umum mendampingi Djamawi
Hadikusumo pada tahun 1968 di dalam partai Parmusi. Beliau aktif sebagai politisi
Islam yang berasal dari Muhammadiyah, bersama rekan-rekannya'dia berkecimpung
dalam partai baru yang pada waktu itu untuk partai Islam yang didirikanpada awal
Orde Baru untuk menampung segala aspirasi masyrakat Islam pac1a waktu itu.
Lukman harun Juga terlibat pada proses rehabilitasi Masyumi, hal tersebut
terlihat ketika terjadi sebuah konfrontasi J. Noro dan rekan rekannya dengan
djamawi dan Lukman Harun di dalam kepemimpinan Parmusi. Dalam hal ini,
Lukman Harun yang didukung oleh para tokoh-tokoh Muhammadiyah dan para
mantan tokoh Masyumi tidak di setuju di dalam kepemimpinannya pada masa Orde
25 Ibid. hal. 23.26 M. Syafi'i Anwar, Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia, (Jakarta: Paramadina, 1995) eet.!,hal.35.
31
C.3 Mohamad Roem
Muhamad Roem dilahirkan dari latar belang keluarga yang biasa. Beliau
tinggal di rumah yang terbuat dari kayu dengan tiga buhungan atap di Desa
Klewongan Parakan Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Di tempat itulah
Muhamad Roem di lahirkan. Rumah tersebut tentunya dikenal oleh masyarakat
setempat, sebab rumah lurah (kepala desa) Klewongan Dulkamen Djojosasmito,
adalah ayah Muhamad Roem.
Mohamad Roem dilahirkan pada hari Sabtu, tanggal 16 Mai 1908, masa muda
Muhamad Roem menunjukan suatu perjalanan yang dinamis bagi seorang pemuda
desa di jamannya. Isteri beliau adalah Ibu Pudjotomo, salah seora.ng tokoh organisasi
wanita Muslimat, dan Muhamad Roem mempunyai dua orang anak yang tertua
bemama Roemoso roem yang lahir pada tanggal 30 November 1933, di Jakarta dan
kemudian anak yang kedua adalah Rumiesa Roem dan dilahirkan pada tanggal 26
Mai 1939 pada hari Sabtu 27
Muhammad Roem adalah salah satu anggota Masyumi, beliau tercantum
dalam kepengurusan Masyumi pertama pada tahun 1945 menjabat sebagai anggota.
Dari 24 pengurus besar Masyumi, II adalah perwakilan dari Muhammadiyah
termasuk di dalamnya adalah Muhammad Roem. Dan pada kepengurusan masyumi
yang ke dua pada tahub 1949, yang tetap masih bertahan dari 24 menjadi 14 salah
satunya adalah Muhammad Roem yang tetap masih bertahan menjadi pengurus besar
Masyumi. Dan pada kepengurusan Masyumi yang ketiga pada tahun 1951
21 Ibid. hal. 2.
Muhammad Roem menjabat sebagai wakil ketua
32
dua, dan perwakilan
Muhammadiyah yang masih bertahan sampai kepengurusan terakhir Masyumi salah
satunya adalah Muhammad Roem 28
Tidak lama setelah pembentukan Parmusi, diadakan Muktamar Parmusi Pada
November 1968 yang menghasilkan struktur pimpinan baru dengan ketua umum
Muhammad Roem, seorang Tokoh Masyumi, dan Sekretaris Jenderal Hasbullah, dari
Muhammadyah. 29 Dengan struktur kepengurusan sebagai berikut :
Ketua Umum
Ketua
Sekretaris Umum
Sekretaris
Anggota
: Muhammad Roem (Masyumi)
: Anwar Harjono (Masyumi)
Hasan Basri (Masyumi)
Djamawi Hadikusumo (Muhammadiyah)
Omar Tusin (7)
: Hasbullah (Muhammadiyah)
: Lukman Harun (Muhammadiyah)
M.Sulaeman (Muhammadiyah)
: Aisyah Aminy (HSBI)
Abdul Mukti (Muhammadiyah)
Alala (HMI alumni)
A.R. Baswaden (Masyumi)
'" Deliar Noer, Partai Islam, hal, 102·103.29 Djamawi Hadiku~'Umo. Laporan Pimpinan Porta; Pontius; Pada .A-luktamar Di Malang, PadaTanggnl2·7 November 1968.
33
Chadijah Razak (Wan ita Islam)
Djamaludin (Masyumi)
Gusti Abdul Muis (Masyumi)
Ismail Hasan Metareum (HMI alumni)
Mrs. Latjuba (Wanita Islam)
Maizir Achmadyns (KBIM)
Misbach (Masyumi)
Andi Mapasala (Gasbiindo)
Sanusi (Muhammadiyah)
Rohana Ahmad (Muhammadiyah)
Siregar Pahu (Djamiatul Al-washliyah)
SyarifUsman (Masyumi)
Mrs. Sunarjo Mangunpuspito (Masyumi)30
Dan dalam catatan kehidupannya Muhamad Roem pemah menjadi ketua
umum sebuah partai yaitu Parmusi. beliau terpilih menjadi ketua umum parmusi pada
tahun 1968 pada Mukhtamar pertama Partai Muslimin Indonesia. akan tetapi campur
tangan pemerintah yang tidak menghendaki mantan tokoh Masyu.mi berkecimpung di
dunia politik maka dengan keputusan soeharto pada waktu mukhtamar pertama yang
diadakan Parmusi, tidak disetujui oleh pemerintah Orde Bam. Mtlka, sebagai gantinya
Djamawi menggantikan Posisi Muhammad Roem sebagai ketua Partai. Dan oleh
kama itu, dalam skripsi ini Muhamad Roem menjadi salah satu tokoh Parmusi yang
ikut serta dalam politik Orde Barn.
30 Ward, K.E, The Foundation OJThe Pm·ta; M~slimin Indonesia, New York, Sholicst Asia ProgramCornell University Hacha, I970.hal,52-53 .
34
CA. Muhammad Sjafaat Mintaredja
Mintaredja adalah putra dari ayah bemama Muhammad Syafei atau biasa
disebut Edeng. Behau dilahirkan di Desa Lebak pasar Bogor pada Tanggal 17
Februari 1921. Madrasah AI-Chariyah yang didirikan ayahnya menjadi tempat
memmpa pendidikan dasar dibidang keagamaan, serta membiasakan kehidupan
bersosial. Mintaredja dididik sebagai mana anak-anak asuhan lainnya, tanpa
keistimewaan, dia juga mendapat kewajiban untuk ilut mengumpulkan setakar dua
takar beras dan giliran menjaga warung koperasi yang sedianya untuk kepentingan
. sosial.
Ayahnya berjiwa ortodok dalam bidang agama, tetapi juga berpikiran modem.
Beliau diajar oleh seorang kiay yang terkenal pada waktu itu di Bogor, Cianjur dan
Kuningan, dan juga memasuki kepanduang Bangsa Indonesia. Sejak kecil telah
tertanam dalam jiwanya bagaimana berorganisasi dan bersosial.
Pada masa mudanya memasuku "Indonesia Mudan dan pada masa mahasiswa
ikut mendirikan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), bahkan pada tahun 194711950
menjadi ketua umum HMI. Dan beliau terlibat dalam perjuangan bersenjata
menghadapi tentara Jepang dan Belanda. Beliau adalah sarjana hukum yang melalui
pendidikan di Universitas Gajah Mada (Jogyakarata), Universitas Leiden (negri
Belanda) dan Universitas Indonesia (Jakarata), pernah menjadi hakim, kemudian
bekerja di Sekretariat pemilu Jogyakarata, Institut Devisen (Jakarata) serta pernah
pula menjadi pengusaha swasta.
35
Jenjang kariernya menanjak terus sewaktu sarJana beliau terpanggil untuk
memrmpm Perusahaan Bangunan Negara pada tahun 1962 sambiI menjadi asisten
menteri sosial, pada tahun 1968 menjadi menteri Negara dan pada bulan September
1971 beliau diangkat menjadi mentri sosia!. Hal tersebut dikarenakan beliau aktif
dalam organisasi sosisal dan perguruan tinggi Muhammadiyah, mengambil peran
penting dalam Paratai Muslimin Indonesia dan Partai Persatuan P,~mbangunan.31
JI Dikutif dari biograti bakunyu Mintaredja yang beIjudul, Kehidupan BeI7l1nah Tallgga dan NaikHaji, (Jakarta: Tunas Jaya, 1976).
36
BABUI
MASALAH INTERNAL 01 OALAM PARTAI PARMUSI
A, Golongan Pendukung Masyumi Oi Tubuh Pal'musi
Pada awalnya, sejarah para pendukung Masyumi yang berada di tubuh
Parmusi, dilakukan oleh kelompok muslim Indonesia, timbul akibat pengaruh
gerakan Pan-Islamisme Jamaluddin AI-Afgani (1839-1897), yang merupakan
perwujudan Reformasi pemikiran politik Islam, dalam usaha mempersatukan umat
Islam di seluruh dunia, yang kemudian mendapatkan kerangka ideology dan teologi.'
Dengan mengemukakan pendapat bahwa ajaran-ajaran Islam sepenuhnya
sesual dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan zaman. Kendatipun masing-
masing bergerak pada berbagai bidang kehidupan umat, para tokoh reformis Islam
tersebut mendorong umat Islam untuk melakukan penelaahan ulang serta menjelaskan
kembali doktrin-doktrin Islam dalam bahaS3 dan rumusan yang dapat diterima oleh
pemikiran-pemikiran modern. Hal ini dikarnakan Islam merupakan satu-satunya
agama yang meletakan akal pada posisi c~kup Baik2 Dan menganjurkan penerapan
temuan-temuan ilmiah. Demikian pula, menurut mereka, AI-Quran dan Sunah
merupakan satu-satunya rujukan yang mampu memberikan dasar doctrinal atau
legitimasi seluruh tindakan kehidupan umat Islam.
I Fachri Ali, Bahliar Efcndi, Merambah Ja/anBalU Is/am Indonesia Masa Orde Bani, (Bandung :Mizan, I986).haJ. 63.2 Nabi pernaJl brsabda : "lidal< ada agama bagi orang yang tidak berakal" begilu pula al-quransaral al<an ungkapan "ufala la' qilun" dan lain scbagainya.
37
Semangat dan isi pemikiran Islam Indonesia ini pada mulanya mendapatkan
perhatian dari umat Islam di daerah perkotaan. Secara geografis dan cultural,
masyarakat kelas kota lebih cepat berhadapan dengan pengaruh luar dari pada
masyarakat desa. Dengan mengikuti alam reformasi yang sedang berkembang di awal
abad kesembilan belas, mereka menempatkan diri sebagai kelompok Islam.
Munculnya berbagai organisasi yang dikelola oleh kelompok reformis Islam, seperti :
Al-Irsyad, Jamiatul Khaer, Muhammadiyah, Serikat Dagang Islam (SOl) yang
kemudian menjadi Serikat Islam (SI), dan berbagai lembaga pendidikan modem
lainnya, menunjukan betapa kuatnya pengaruh tokoh Reformis Islam yang di pelopori
oleh Al-Afgani dan lain,sebagainya3
Kemudian awal dari gerakan reformis pemikiran Islam d\, Indonesia terjadi di
awal abad ke-19, terutama di Sumatra Barat dan Jawa, pada umumnya berkisar pada
dimensi gerakan pendidikan sosial dan gerakan politik. Salah seorang gerakan
Reformis di Sumatra Barat yang mula-mula mengenalkan lembaga pendidikan Islam
dan sistem modem adalah Zaenuddin Labai AI-Junusi, dengan membuka sekolah
guru Diniyah (1915) yang mengenalkan sebuah penggabungan kurikulum yang
berbasis umum dengan kurikulum yang berbasis agama Islam4 Sementara itu, di
Jawa, sebelum lahimya organisasi Muhammadiyah, kelompok Islam yang pertama
kali muncul dan paling menentukan pada waktu itu, adalah organisasi pendidikan
3 Op cit, hal. 64.'Deliar Noer, Gerakan Modem Islam Di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3ES, 1982), hal. 4146.
38
yang dikelola oleh masyarakat Arab Indonesia, yaitu : Jamiatul Khaer yang berdiri
pada tanggal 17 Juli 1905 di Jakarta.
Pentingnya kehadiran Jamiatul Khaer, yang kemudia ditemskan oleh AI
Irsyad (1915), bagi dunia pendidikan Islam di Indonesia, terletak pada kenyataan
bahwa al-Irsyad adalah yang memulai membentuk sebuah organisasi modem dalam
masyarakat Islam Indonesias
Berbeda dengan yang dihadapi oleh kalangan Islam di Sumatra Barat,
tantangan yang dihadapi golongan Refonnis di Jawa lebih lcepada menghadapi
tradisionalisme Islam di Jawa yang relatif lebih berat Hal ini disebabkan oleh
dalamnya pengaruh nilai-nilai Hindu-Budha serta nilai lainnya yang ada pada
masyaralcat Islam Jawa ketika itu. Kenyataan akan Islam kurang mumi inilah yang
dihadapi Ahmad Dahlan yang mendirikan organisasi Muhammadiyah (1912) di
Yogyakarta.dalam hal ini, untuk melawan tradisionalisme Islam, Muhammadiyah
tidak menggunakan cam-cara otoriter melainkan menggunakan pendekatan lebih
rasionalistik.
Kemudian organisasi-organisasi yang mempelopori s(~buah pembaharuan
Islam tersebut melakukan Fusi atau menggabungkan diri kepada sebuah organisasi
Islam yaitu Masyumi melalui Kongres Umat Islam yang diselenggarakan di
Yogyakarata sebagai upaya memperjuangkan politik umat Islam.
Dalam hal ini, golongan pendukung Masyumi di tubuh Pannusi di pelopori
oleh para tokoh mantan Masyumi yang menginginkan kembali r'3habilitasi Masyumi.
'Fachri Ali, Op cil, hal. 70-85.
39
Dalam hal ini, Golongan pendukung dari partai Muslimin-Masyumi lebih mendukung
mengenai Piagam Jakarta yang menghendaki pengakuan Negara dan kemungkinan
pelaksanaan hukum Islam. Seperti pada tahun 1959, tuntutan ideologi mereka
menjadi semakin intensif karena menghadapi rintangan politik dari pemerintah.
Apakah persetujuan pemerintah akan ikut sertanya tokoh-tokoh Masyumi dalam
Partai Muslimin Indonesia (Parmusi) akan mencairan tuntutan ideologis pendukung
Masyumi di dalam perdebatan-perdebatan mengenai Piagam Jakarta itu, masih
menjadi tanda tanya. Dengan tidak diizinkannya Partai Parmusi untuk berkembang
kearah ini, maka pertanyaan ini menjadi suatu pertanyaan Akademis. Namun
ketegasan Militer untuk "menjinakan" Partai Parmusi didasarkan atas penilaian
bahwa suatu modemisme Islam yang dipolitikan dengan gigih yang merupakan citra
Masyumi akan dengan sendirinya mengisyaratkan suatu perhatian ideologis yang
jauh melampaui dunia simbolis pada umumnya.
Golongan pendukung Masyumi yang berpendapat bahwa kelemahan politik
Islam hanya disebabkan oleh rintangan ekstmal dan tidak mencerminkasn semua
kekuatan Islam di dalam masyarakat yang sesungguhnya. Perbedaan antara
kelemahan politik Islam dan kecenderungan para pemimpin Islam untuk menilai
terlalu tinggi semua kekuatan dan sosial mereka, memperh(~bat dimensi politik
perjuangan umat Islam. Menjelang tahun 1971, kesemua hal ini membantu
memperkuat persepsi politik sebagai perjuangan yang tak henti-hetinya, ideologi
sebagai tuntutan imperatif, "PeIj uangan Islam" sebagai persaingan politik yang
40
menentukan, kekuasaan politik sekuler sebagai kekuasaan yang hanya setengah sah,
dan umat Islam sebagai konsep politik yang ekslusif".
Bahwa kebijakan pendukung Masyumi bersifat pragmatis dan realis apabila
kebanyakan tujuan dan tuntutan politik yang penting dari partai--parati Islam sudah
tercapai. Tetapi, karena perkiraan para pemimpin Islam yang berlebihan terhadap
kekuatan sosial Islam yang sebenarnya, maka kegagalan dalam mencapai tujuan-
tujuan politik ditimpakan kepada komplotan-komplotan minoritas anti-Islam yang
berkedudukan baik dibanding pada status Islam sendiri yang minoritas.
B. Golongan Pro Pemerintah Di Tubuh Parmusi
Tumbuhnya Golongan yang pro pemerintah di tubuh PamlUsi berawal ketika
runtuhnya Orde Lama dan bangkitnya Orde Baru yang merupakan persoalan yang
amat penting bagi bangsa Indonesia. Sebagaimana diketahui, lahirnya Orde Baru
melahirkan dampak pisikologis yang amat kuat dikalangan "kaum menengah kota"
yang umumnya mereka yang terdidik secara Barat, di kalangan umat Islam dan para
Mahasiswa. Secara sederhana, dampak pisikologis ini ditandai oleh timbulnya rasa
optimisme yang meluap-Iuap akan kebebasan dan Demokrasi yang selama ini, di
masa Demokrasi Terpimpin, ditekan oleh mitos revolusi 7
Optimisme tersebut kemudian diikuti oleh "penghancuran". halusnya,
pengbapusan orientasi pemikiran lampau tentang masalah sosial politik dan ekonomi
6 Ahmad Ibrahim, Islam Di Asia Tellggara Perkemhallgall KO/1/emporer, (Jukarata: LP3ES, 1990),hal.75-76.77 Faehri Ali, Op ci~ hal. 93.
41
yang berkembang di masa Orde Lama. Dalam pandangan pendukung Orde Baru,
orientasi pemikiran sosial-politik elit pemimpin Orde Lama terlalu bersifat Ideologis
dan politis'" Sementara persoalan-persoalan praktis secara langsung bisa mengatasi
masalah-masalah kebutuhan dasar rakyat banyak tidak diprioritaskan.
Menurut para pendukung Orde Baru, eara berpikir Orde Lama ini harns
dibayar mahal oleh bangsa Indonesia. Tetjadi berbagai kerisis politik sejak zaman
Demokrasi Parlementer, atau juga disebut Demokrasi Liberal, sampai zaman
Demokrasi Terpimpin Dalam hal ini, telah menyebabkan berbagai persoalan
pembangunan sebagai mana dihayati dewasa ini terbengkalai. Karena itu, para
pendukung Orde Baru berusaha menciptakan Counter ideas (pemikiran-pemikiran
tandingan). Dari sinilah muncul sebuah ide "Pragmatisme",9 "de-ideologisasi", de-
politisasi". Ide-ide positif yang lahir dari para pendukung Orde Baru adalah "Program
Oriented", "Pembangunan Oriented", dan lain sebagainya. Semua selogan yang
bersifat negasi dan positif ini merupakan respon terhadap ide-ide lampau, sekaligus
juga sebagai alat untuk membenarkan kehadiran Orde Baru.
Di atas telah dijelaskan bagaimana pemerintah Orcte Baru berusaha
melakukan restrukturisasi umum, terutama yang menyangkut bidang pembangunan
ekonomi dan sosial politik. Pergolakan-pergolakan ideologi-politik Orde Lama, yang
8 Tcntang pola dan jalan pcmikiran Orde Lama. Lihat AlbCI1 wijaya, Budaya polilik dallfembanglillall ekallomi, (Jakarta: LP3ES, 1982), hal.l-I O.
Sualu ide yang, secara konscptual sebenamya tidakjelas. Tapi, arti "pragmatisme" biasdilacakpada keccnderungan para pendukung Orde Barn untuk segera mclaksanakarl "pembangunan" danpenekanan kuat pada "peJtumbuhan ekonomi" dan "industrialisusi". Dulam beberapu hul,scbennmyn, mereka merindukan suntu "Modernisasi" bcsar-besaran di tingk.nt nasional yangmencakup berbngai aspek social-ekonomi, politik·budaya dan leknologi.
42
pada akhimya seringkali menciptakan ketidak setabilan kl~hidupan nasional,
diusahakan benar oleh Orde Baru agar tidak berulang kembali. Untuk itu, Trilogi
pembangunan yang dicanangkan berkisar tentang stabilitas nasional, pertumbuhan
ekonomi dan pemerataan.
Latar belakang pemerintah Orde· Baru, yang didukung sepenuhnya oleh
Angkatan Besenjata, untuk mengambil kebijaksanaan perlunya pembangunan
ekonomi dan restrukturisasi kehidupan politik Nasional, tak pelak merupakan upaya
keluar dari situasi lama (Orde Lama) yang ditandai dengan kerisls ekonomi berlarut-
larut serta pembanunan nasional yang tersendat-sendat; inflasi yang tinggi dan
stabilitas nasional yang tidak pemah mantap. Karenanya, 'penempatan pembangunan
ekonomi dan stabilitas politik Nasional, sebagaimana tampak dalam rumusan Trilogi
pembangunan di atas merupakan langkah wajar. 10
Sementara itu kedatangan pemerintah Orde Baru, yang berarti jatuhnya
kekuasaan Orde Lama, di sambut gembira oleh pemimpin politik Islam. Sebab,
besamaan dengan munculnya Orde Baru terkandung harapan kemungkinan
kembalinya Islam dalam panggung politik nasional, terutama harapan untuk
tampilnya kembali partai politik Islam Masyumi yang oleh penguasa Orde Lama di
bubarkan. Namun, harapan itu tidak pemah menjadi kenyataan. Sebab, diluar dugaan
partai Masyumi tidak direhabilitasi. 11
10 Op cit, hal. 94.11 Op cit, hal. 94.
43
Sebagai gantinya, Partai Muslimin Indonesia (parmusi) didirikan, tetapi
dengan kontrol cukup ketat oleh pemerintah. Oleh karena itu, di tubuh Parmusi
sendiri terdapat golongan yang pro dengan pemerintah yang didukung oleh Angkatan
Bersenjata dengan tidak diijinkannya mantan tokoh Masyumi berada di dalam Partai
Muslimin Indonesia. 12
Kemudian para golongan yang pro dengan pemrintah yang dalam hal ini yaitu
1. Naro dan kawan-kawan yang berpikiran menyangkut kepada rekonstruksi partai
berlangsung setelah hak kekuasaan telah diperoleh dan kemudian para pemimpin bisa
mengambil tempat sah mereka. Mereka lebih mengutamakan apa yang teIjadi di
dalam partai demi kepentingandunia. Yang mengunginkan sebuah kekuasan di dalam
politik.
Kemudian strategi pemerintah adalah mendorong golongan yang pro dengan
pemerintah dari Partai Muslimin sambi I merintangi golongan pendukung Masyumi
yang berada di tubuh Parmusi. Untuk tujuan ini, kudeta kedalam Partai Muslimin
yang digerakan Oleh Militer pada bulan Oktober 1970 menghasilkan kepemimpinan
H. M. S. Mintaredja, yang menganjurkan penyesuaian diri pada penguasa sekuler dan
pergeseran perhatian agama dari yang besifut politis menjadi bersifat pribadi.
Penyesuaian ini telah dilakukan dengan mudah sekali oleh pimpinan golongan
pro pemerintah dari Partai Parmusi, sebagai kelompok··kelompok yang justru sedang
memlmpm. Golongan yang pro pemerintah dari Partai Parmusi, yang paling luwes
12 Samson, " religion belief and political aclion in Indonesian islamic modernism", dalam R.William Liddle (cd), political participation in modem Indonesian, (New baven : 1972), hal 118.
44
dalam pendirian ideologisnya, selalu berada pada posisi defensif dalam perdebatan di
dalam Partai. Persepsinya mengenai politik sebagai pencapaian kepentingan-
kepentingan sosial dan ekonomi teI1entu, bukannya sebagai pernyataan tuntutan
agama. Karena, para anggota yang propemrintah berada di pihak defensive, maka
berkurangnya intensitas ideologis tetap tak terwujud 13 Bagi golongan yang pro
dengan pemerintah di dalam Partai Muslimin yang didukung militer, terliat pada
hasil-hasil pemilihan umum pada tahun 1971 itu mernbenarkan apa yang telah lama
mereka pikirkan, yaitu mengurangi luasnya tujuan politik Islam
*Termasuk 100 kursl pengangkatan
Tabel pemilihan umum 1971 14
PEMILlH % KURSI %GOLKAR 34.348.673 62.80 336* 730,
NU 10.213.650 18.67 58 12.69
PNI 3.793.650 6.94 20 4.2
Parmusi 2.930.746 5.36 24 5.2
PSll 1.308.237 2.39 10 2.1
Parkindo 733.359 134 7 1.5
Partai Katolik 603.740 1.10 3 0.6
Perti 381.309 0.70 2 0.4
IPKI 338.403 0.62 - -
Murba 48.126 0.09 - -
..._.~...
l.1 Ibid. hal.78 .'" Sumber: Masashi Nishira. Golkar and Indonesian Elcclion of 1971, Monograf Series No.56.Cornel Modem Indonesia Project. (!taeha: 1972). Akan tetapi. diamsil dlari bukunya DinSyamsudin yang berjudu!. Islam f)aa I'olilik Fro Orde lJam. Jakarta: Logos. 200 I.ha!. 4 I.
45
C. Konfrontasi antara J. Nam dengan Djarnawi Hadikusumo
Konfrontasi anatar 1. Naro dengan Djarnawi Hadi Kusllmo ketika parmusi
sudah mendapatkan pengesahan dati pemerintah, kemudian para pendukung Parmusi
selanjutnya bergerak untuk membangun dukungan massa, Namun, dalam sususnan
komposisi pengurusan Parmusi, ternyata muneul ketidak kesepakatan antara
pendukung Masyumi dan pimpinan Muhammadiyah yang waktu itu mendukung
posisi yang dominan dalam hirarki. Dalam konflik internal ini, militer tampaknya
lebih bisa menerima tampilnya tokoh-tokoh Muhammadiyah untuk memimpin
Parmusi, Itu terbukti ketika Djarnawi dan Lukman Harun sebagai ketua dan sekretatis
Jendral Parmusi, Kepemimpinan mereka dianggap sementara sampai dengan adanya
penyempurnaan lewat Kongres yang direneanakan berlangsung bulan November
1968. 15 Penunjukan Djarnawi dan Lukman tersebut ternyata belum memuaskan para
pendukung Parmusi yang berasal dari "Keluarga Bulan Bintang", Sebab dalam
beberapa bulan hingga menjelang pelaksanaan kongres, desak-desakan agar Parmusi
dipimpin oleh para mantan tokoh Masyllmi masih kuat. Keinginan ini akhirnya
memang terlaksana ketika kongres memilih Moehammad Roem sebagai ketua,
walaupun akhirnya, seperi telah diuraikan sebelumnya, pemerintah tidak menyetujui
keputusan kongrestersebut. Timbul pertikaian yang serius dalam tubuh partai antara
mereka yang pro dan kontra keputusan pemerintahI6
1.' Djamawi Hadikusumo, Lapomn Pimpinan Partai PannuS! Pada Muklanlar Di Ma1ang, PadaTanggal2-7 November 1968.16 M. Syafi'i Anwar, Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia, (Jakarta: Parumadina, 1995) oct.!,hal,36,
46
Dalam suasana seperti ilu, munculah 1.Naro dan 1mran Khadir yang secara
liba-tiba mengecam duet kepemimpinan Djamawi dan Lukman Harun yang dianggap
tidak akrab dengan pemerintah. Djarnawi dan Lukman Harun akhirnya memecat 1.
Naro dengan [mran Khadir. Di luar dugaan banyak pihak, 1.Naro dan [mran Khadir
kemudian berbalik memecat Djamawi dan Lukman Harun dari kepemimpinan Partai.
Keadaan ini menyebabkan turuntangannya pemerintah dengan menggantikan
pimpinan lama Parmusi oleh H.M.S. Mintaredja. Keputusan pemerintah ini jelas
mengecewakan, bukan hanya para pendukung kepemimpinan Djamawi dan Lukman
Harun, tetapi juga para pendukkung partai itu dari "Keluarga Bel.an Bintang". Tetapi
b~berapa tokoh Parmusi lainnya seperti agus sudono dari Gasbindo, J. Naro dari AI-
Wasliyah, serta H.M. Sanusi dan Mintaredja justru bersikap Akomodatif dan
mendukung keputusan pemerintah untuk "menyelamatkan" perpecahan dalam tubuh
Parmusi. 17
Tindakan Naro, Imran Kadir, dan kawan kawan ini mendapat reaksi keras dari
pimpinan Parmusi baik dipusat maupun di daerah-daerah, tennasuk ormas-ormas
pendukllng Parmllsi. Kemudian, pada 10 November 1970 pemerintah melailli SK No.
7711970 menetapkan pimpinan pusat Parmusi yang bam, yaitu s,ebagai ketua umum
adalah H.M.S. Mintareja, SHIH
Keadaan seperti itu berlangsung hingga menjelang dilaksanakannya pemilihan
umum pertama dalam Orde Baru. Dan ketika Djamawi sedang menyusun sebuah
17 Ibid, hill 36.18 Bedu Amang. "Vmal Akan Memutuskan", dalam Lukman Hanm Do/am Litas Sejarah DanPolitik. (Jmcarnln: yaynsan Luknman Harun, 20(0) hnl-239
47
konsep mengenai pengelompokan partai-partai Islam berbentuk "Konfederasi
kepemimpinan" yang pada waktu itu terdiri dari dewan pimpinan, sekretariat dan
Badan Pemikir di DPR-GR, yang menggabungkan fraksi-fraksi Islarn. 19
'9 Lihatlcbih lanjut baea Kompas, Rabu II Maret 1970.
48
BABIV
SIKAP PEMERINTAH TERHADAP PARMUSI
A, Sikap Militer Terhadap Pa,'musi Tahun 1967-1971
Sejumlah pengamat menyimpulkan bahwa sikap pemerintah Orde Barn
terhadap geliat politik Islam, didasarkan atas latar belakang budaya militeristik para
elitnya yang kebanyakan berlatar belakang ABRI. Sebagian besar dari mereka
berasal dari kelompok abangan dan priyai (Aristokrat dan birokrat Jawa), kemudian
sikap pemerintah tersebut juga didukung oleh para intelektual sekuler dan non-
muslim yang amat mengkhawatirkan gerak politik Islam. Sebagaimana penguasa
kolonial dan rezim Soekamo. Pemerintah Orde Barn juga mengkhwatirkan akan
teljadinya dominasi politik Islam dan kemampuannya mengerahkan gerakan massa,
yang dalam waktu singkat dapat bergerak melawan mereka1.
Keterlibatan militer dalam politik bukanlah hal yang barn dalam sejarah
politik Indonesia, karena sejak pembentukan Tentara Nasional Indonesia (fNl)pada
saat revolusi kemerdekaan, militer telah memainkan peran politik, disamping
perannya dalam pertahanan dan keamanan. Peran-peran itu kemudian dikenal sebagai
Owi Fungsi ABRl. 2
Oleh karena itu, militer memperoleh kekuasaan dan mernpakan suatu tujuan
di dalam kehidupan politik Orde Barn. Oi samping itu juga militer mempertahankan
I Dewi Fortuna Anwar, "Ka'bah dan Gamda: Dilcma 13agi Islam di Indonesia", dal3l11 Prisma, N.4, April 1984.2 AIfian, Pemikiron dan Pembohan Po!ilik di Indonesia, (Jakarata: Gramedia, 1983), hal. 50.
49
kekuasaan yang sudah dipunyai untuk digunakan sebagai pusat kegiatan penting.
Pada masa Orde Baru mereka berperan sebagai aktor utama di arena perpolitikan
Indonesia. Oleh karena itu, mil iter terus menjaga kelangsungan p,eranannya di bawah
simbol-simbol program pembangunan Orde Baru yang sedang dalam proses.
Kemunculan militer dipanggung politik, sosial dan ekonomi Negara-negara
berkembang, berpangkal kepada lemahnya pihak sipil untuk mengendalikan kesemua
unsur-unsur kehidupan masyarakat. Politisi sipil yang dengan relatif cepat
dihadapkan kepada segala masalah seperti penyusunan undang-undang yang sesuai
sistem politik, yang sarna sekali lepas dan kekuasaan asing, mengorganisir
masyarakat yang relatiftergesa-gesa berhadapan dengan modemisasi,masih mencoba
model-model yang mungkin dipergunakan untuk melayani tuntutan-tuntutan
masyarakatnya sendiri'.
Gejala kelemahan tersebut di atas lahir di dalam berbagai bentuk, misalnya
relatif mudahnya timbul perpecahan di dalam partai politik, untuk itu perlu
pertimbangan dikalangan pemimpin militer Orde Barn, untuk pertimbangan yang
agak sederhana pemimpin-pemimpin tersebut, yaitu membentuk partai baru, dalam
hak ini koalisi yang menunjang suatu pemenntah cepat sekali pecah oleh adanya
keterlibatan militer.
Seperti pada awal rehabilitasi Masyumi mengalami hambatan senus karena
ada keberatan dari kalangan militer Orde'Baru. Keberatan itu makin tampak setelah
) Arhi San it., Sis/em PaUtik Indonesia Kesetabilan,Peta KeA..'uasaan Dan Pembangunan, (Jakarata:Rajawali, 2003) hal- 49-50
50
pada tanggal 12 Desember 1966, muneul " Pemyataan Desember ABRl" yang
diarahkan kepada Soekamo untuk mencegah kegiatannya lebih lanjut. Namun
pernyataan itu juga menekankan bahwa militer akan mengambil tindakan tegas
terhadap siapa pun, dari pihak manapun, dan golongan apa pun yang menyimpang
dari paneasila dan UUD 1945 seperti yang telah dilakukan oleh pemberontakan partai
Komunis di Madiun, Darul Islam dan Masyumi-Partai Sosialis Indonesia'
Misalnya pada keputusan Mukhtamar I Parmusi (1968) yaitu atas terpilihnya
Mohammad Roem sebagai ketua umum partai Parmusi, itu bukanlah dibuat secara
tergesa-gesa, tetapi melalui pertimbangan yang matang dari hasil Musyawarah
, komando. para pemimpin dan panglima ABRI. Soeharto sendiri dalam forum
musyawarah itu diyakini oleh para pengamat dihadapkan pada pilihan antara
memenuhi keinginan para pendukung Parmusi dan sikap militer. Akan tetapi militer
temyata lebih kuat pengaruhnya. Para pemimpin Parmusi hasil Kongres Malang itu
kemudian kembali ke Jakarata, dan kembali menegaskan pendirian bahwa mereka
tidak bermaksud melakukan konfrontasi dengan pemerintah. Mereka juga
menyatakan bahwa pada dasamya kedua belah pihak mempunyai kepentingan dan
tujuan yang sama untuk menjaga persatuan nasional. Tetapi sikap mil iter temyata
lain. Dalam sebuah laporan intem yang diberi judul "tentang Hasil Muktamar
Parmusi" militer justru berpendirian bahwa, "Tokoh-tokoh Masyumi tidak akan
• Prawoto Mangkusasmito,op.cit. hal. 210-213.
51
tinggal diam dan akan terus menyusun kekuatan melalui cabang-cabang Parmusi di
daerah.'
Dengan demikian menurut laporan para elit militer, massa Islam akan tetap
dikuasai para man tan tokoh Masyumi tersebut. Laporan itu juga menyatakan tokoh
tokoh Masyumi berusaha meyakinkan umat Islam, bahwa sikap militer terhadap
Parmusi secara keseluruhan bertentangan dengan Islam. Parmusi sendiri, menurut
kalangan elit militer tidak ingin berkonfrontasi dengan pemerintah. Tetapi, lanjut
laporan tersebut "beberapa kelompok ekstrim bekas Masyumi boleh jadi berusaha
mendiskriditkan pemerintah dan Angkatan Bersenjata."
Dua tahun setelah. Muktamar Parmusi di Malang yaitu pada tahun 1970,
belum tampak tanda-tanda adanya perubahan sikap militer terhadap Islam.
Kecurigaan terhadap para mantan tokoh Masyumi dan kelompok-kelompok Islam
yang mempunyai afinitas dengan mereka tetap berlanjut. S,~benamya, sesudah
penolakan Soeharto untuk memberikan penyelesaian terhadap para mantan tokoh
Masyumi itu, sudah ada usaha-usaha untuk mempertemukan kedua belah pihak. Para
mantan tokoh Masyumi seperti Roem, P'rawoto, dan Natsir telah bertemu dengan
sejumlah tokoh militer yang mempunyai hubungan dekat dengan Jendral Soeharto,
yakni Alamsjah, Yoga Sugama, dan Sudjono Humardani. Mereka berharap, melalui
pertemuan-pertemuan itu, Soeharto akan lunak hatinya. Tetapi sampai menjelang
pemilihan umum 1971, Soeharto tetap pada pendiriannya tidak mengijinkan para
mantan tokoh Masyumi muncul dalam pentas politik.
'M. Syafi 'r Anwar,op.cit. hal. 32.
52
Persoalan yang muncul ialah mengapa sikap militer begitu keras menentang
kembalinya para mantan tokoh Masyumi dalam percaturan politik. Dalam analisa
Allan Samson, munculnya ketidak percayaan golongan militer itu erat kaitannya
dengan faktor-faktor historis dan cultural. Menurut Samson, para perwira militer yang
ikut mengendalikan kekuasaan pada mas.a awal Orde Baru umumnya mempunyai
ikatan yang kuat pada tradisi Jawa. Seperti apa yang tergambar pada Islam yang hadir
di Jawa pada abad ke-15, dalam peIjalanannya kemudian dipandang sebagai ancaman
serius bagi integritas budaya Jawa. Ini karena Islam dilihat mempunyai watak yang
ekslusif dan agresif dalam mengembangkan pengaruhnya. Pada masa awal Orde
Baru, para perwira militer yang dekat dengan presiden Soe.harto dan menjadi
penasehatnya serta memegang jabatan yang berpengaruh, berasal dari divisi
Diponogoro dan Brawijaya. Dan menu rut para pengamat mereka itu adalah para
penguasa pusal.
Selain itu, kepemimpinan militer pusat dipersatukan oleh isu persatuan
nasional, yang dimotivasi oleh keunggulan posisinya sewaktu revolusi kemerdekaan.
Militer mendefinisikan peranannya sebagai pengawal bangsa dan cita-cita
revolusioner.
Oleh karena itu, demi stabilitas nasional, rezlm militer memilih untuk
menolak setiap bentuk politik kerakyatan (civic politics). Bentuk yang dimaksud
ialah, politik kerakyatan dengan rivalitas ideologi dalam Orde Lama yang dipandang
telah menghalangi pemerintah melaksanakan pembangunan bangsa, yang kemudian
diikuti oleh sebagian ormas atau partai pada masa Orde Baru. Pe:nolakan mil iter atas
53
prinsip "supremasi sipil" dapat dilihat mempunyai dua arah yang saling berkaitan.
Pertama, lewat kebijakan itu militer dapat mengakumulasi kekua>aan; kedua, militer
dengan demikian akan mengurangi kekuatan dua kelompok politisi sipil yang kuat,
yakni kelompok nasionalis dan Islam modernis,6
B. Sikap Birokrasi Pemerintah O.'de Baru TCI'hadap Parmusi Tahun 1967-1971
Salah satu persoalan besar yang dihadapi oleh pemerintah Orde Baru ketika
mulai memegang tampuk kekuasaan, adalah mengatasi birokrasi yang tidak
bertanggung jawab dan kekuasaan otoriter warisan rezim lama, yang dianggap telah
membawa ke.merosotan parah bagi ekonomi rakyat. Untuk itu, pemerintah Orde Baru
disamping bertekad melaksanakan reforrnasi ekonomi sec:ara radikal, juga
mengusahakan terlaksananya program pemerintah di seluruh wilayah Negara agar
berfungsi efektif dan fungsional serta tidak diselewengkan oleh aparat birokrasi, Agar
rezim barn itu bisa berfungsi, terutama dalam menangani program modernisasi,
diperlukan suatu birokrasi yang efektif dan tanggap terhadap kehendak pucuk
pimpinan eksekutiC
Karenanya, pemerintah Orde Baru kemudian berusaha menggunakan birokrasi
sebagai primum mobile atau penggerak utama program modernisasi dan
pembangunan, Untuk itu diupayakan langkah-Iangkah kearah reformasi birokrasi
dengan jalan, (1) mengalihkan wewenang pemerintah ketingkat: birokrasi yang leih
6 Din Syamsudin, Is/am Dall Politik Era Orde'Bal1l, (Jakarta: Logos, 200 I).h. 39-40.'Mochlar Mas'oed, Ekollomi Dall Stl1lkn,r Politik: Orde Bam 1966-1971 (Jakarta: LP3ES, 1986),hal. 150.
54
tinggi, yakni pemusatan proses pembuatan kebijakan pemerintah, (2) membuat
birokrasi efektif dan tanggap pada pemerintah pimpinan pusat; (3) memperluas
wewenang pemerintah dan mengendalikan pemerintah di dalam mengendalikan
daerah-daerah. Ketiga langkah tersebut diikuti dengan proses pembuatan kebijakan
pemerintah yang penting. Kemudian menempatkan para teknokrat sipil dan perwira
mil iter yang berorientasi reformasi dan bisa diawasi dalam jabatan-jabatan birokrasi.
Selanjutnya menempatkan orang yang bisa dikendalikan dari Jakarta dalam jabatan
jabatan penting di pemerintahan daerah, baik sebagai gubl~mur atau bupati.
Kebanyakan yang ditempatkan di daerah ini adalah para perwira ABRI8
Dengan langkah-Iangkah dan kebijakan seperti itu, terciptalah birokrasi Orde
Barn yang kuat dan berporos pada eretnya hubungan militer dengan sipil. Dalam
rangka melaksanakan pembangunan serta mewujudkan pemerinr.ah yang stabil dan
kuat, birokrasi Orde Barn kemudian melebarkan fungsinya dengan menjadi mesin
politik yang tangguh dalam merekayasa kehidupan sosial-politik masyarakat. Sebab
di samping menjadi alat administrasi pemerintah, birokrasi di bawah pemerintah
Soeharto telah berkembang menjadi wadah kekuasaan untuk mernpertahankan slatus
quo maupun melaksanakan suksesi terencana di antara jaringan kekuasaan yang
mengitarinya.
Menurut Emmerson, ada tiga upaya yang dilakuakan oleh Soeharto untuk
membangun birokrasi yang kuat itu. Perlama, Soeharto mampu mengontrol jaringan
pemerintah yang amat besar. Ia membersihkan ribuan orang yang terlibat dalam
'Ibid, hal. 174-175.
55
kegiatan Partai Komunis . kedua, Soeharto membuat semua aparatnya lebih loyal.
Perwira-perwira direkrut untuk memperkuat jajaran birokrasi dengan cara komando
mil iter. Departemen-departemen yang tidak fungsional di masa k€:jayaan partai-partai
politik diisi dengan pejabat-pejabat sipil yang mudah diatur secara terpusat. Partai-
partai politik, kaum buruh, petani dan kelompok-kelompok mahasiswa yang
diperkirakan bisa menjadi kekuatan altematif terhadap birokrasi dilarang, dilebur,
atau diganti dengan Iembaga-Iembaga resmi yang keanggotaannya diatur secara
otomatis. Ketiga, Presiden Soeharto menjadikan birokrasi lebih aktif. Pendapatan dari
pajak terus meningkat, dan secara proposional digunakan untuk pembiyaan
pembangunan. Untuk meningkatkan kineljanya, pegawai negeri dinaikan gajinya.
Belajar dari kegagalan Orde Lama yang sangat mengutamakan orientasi
ideologi bagi pembangunan, birokrasi Orde Baru menempuh pendekatan yang
orientasi pada program. Ketidak setabilan politik yang menyebabkan kehancuran
ekonomi di masa rezim Orde Lama, dianggap sebagai dampak dari pertentangan
ideologis yang lahir dari kebijakan "politik sebagai panglima." Akibatnya semua
aspek non-politik, seperti pembangunan ekonomi, industrialisasi, atau pemenuhan
kebutuhan dasar rakyat terabaikan 9
Seperti sulitnya proses birokrasi untuk merehabilisasi Masyumi yang
kemudian menjadi sebuah partai baru Parmusi (1967-1971 ) yacng melalui banyak
permasalahan. Akan tetapi, birokrasi pemerintah didasari atas adanya sebuah unsur
9 Fachl}' Ali dan Bahliar Effendi, Merambah Jolon Bmulslam: Rekonsm/ksi Pemikiran IslamIndinesia Masa Orde Bam, (Bandung: Mizan, 1962) hal-294.
56
politik yang dinginkan oleh pemerintah Orde Bam yaitu sebuah ideologi yang utama
yang ditetapkan oleh pemerintah Orde Baru yaitu ideologi pancasila. Dalam hal ini,
pemerintah Orde Bam ingin dikenal sebagai pemerintah yang berketuhanan,
berprikemanusiaan, berkesatuan nasional, berkerayatan, dan berkeadilan sosial
berdasarkan Pancasila sebagai dasar Negara. Lagi pula, pemerintah mgm
menegaskan bahwa golongan yang menentang akan p(~merintah Orde Baru, seperti
orang-orang yang mendambakan Negara Islam, tidak akan ditolelir lagi tO
Di kalangan birokrat Indonesia sendiri khususnya pada masa Orde Baru
terdapat beberapa masalah mengenai kecenderungan politik atlu aliran mengenai
hubungan antara Islam dengan ketatanegaraan". Dengan demikian' permasalahan
yang terdapat di dalam Parmusi sendiri adalah bahwa Pemerintah Orde Baru
memandang politik Islam Parmusi bermaksud untuk merehabilisasi partai Masyumi
yang dipandang pemerintah sangat bertentangan dengan ideolgi pemerintah Orde
Bam. Oleh karena itu, yang menjadi pertimbangan pemeirintah untuk tidak
merehabilitasi Masyumi yaitu menginginkan sebuah Negara yang berideologikan
Islam.
Oleh karena itu, kelahiran Parmusi (1967-1971) dn pentas Birokrasi
pemerintah menghambat stabilitas politik. Maka dengan itu, pemerintah tidak
mengijinkan para tokoh Masyumi untuk terlibat dalam politik pada masa kekuasaan
10 R. William Liddel, Parlisipasi dan Pal1ai po/itik Indonesia Pada Awa/ Orde Bam ( Jakarta;Tim penetjcmah Pustaka Vtama Grafiti, 1992) hal. 8" Munawir Sjadzali, f.</am dan Tala Negam (Jakarta: VI PCfSS, 1993) hal. 1-2
57
Orde Baru. Karena pemerintah menganggap eks-Masyumi adalah sebuah partai yang
lebih menginginkan ideologi Islam sebagai dasar Negara, Oleh kama itu, didalam
birokrasi pemerintah Orde Baru banyak dipersulit dalam proses birokrasinya.
Untuk itu pemerintah Orde Baru berusaha meyakinkan rakyat dan para
pendukungnya, bahwa masa depan Indonesia haruslah bebas dari politik yang
didasarkan pada ideologi. Konflik ideologi dianggap sebagai warisan masa lalu yang
harus disingkirkan. Sebagai gantinya, aparat birokrasi dan intelektual yang
mendukung Orde Baru mengajukan argument tentang perlunya pembentukan suatu
masyarakat yang bebas dari konflik ideologis dan memprioriwskan pembangunan
ekonomi yang "Berorientasi keluar".
C. Sikap Politik Pemel"intah Tel'hadap Pannusi Tahon 1967-1971
Agenda politik rezim Orde Baru mencakup depolitisasi Islam, Proyek ini
didasarkan pada anggapan bahwa Islam yang kuat secara politik akan menjadi
hambatan bagi modemisasi. Ada beberapa orang dikalangan elit pemerintah yang
kecewa dengan kualitas dan kemampuan para pemimpin Islam tradisional. Lepas dari
masalah phobia Islam tertentu di antara kebanyakan anggota kelompok yang
berkuasa yang secara kebetulan terdiri dari para intelektual sE~kuler (ElitMiliter,
Sosial dan kristen), pandangan demikian mengandung logika politiknya sendiri, yaklli
bahwa dengan mendepolitisasi Islam mereka akan mempertahankankekuasaandan
melindungi kepentingan-kepentingan mereka.
58
Oengan mempertimbangkan asumsi tersebut orang dapat melihat dimensi
politik tertentu dari "Ideologi" modemisasi atau pembangunan yang dijalankan oleh
rezim Orde Baru. Penerangan "Ideologi" ini merupakan keputusan strategis yang
sekurang-kurangnya mempunyai dua impIikasi politik. Pertama, rezim Orde Baru
akan mempunyai suatu basis ideologi yang kuat yang menyentuh kebutuhan pokok
rakyat sehingga rakyat akan memberikan dukungan dan berpartisipasi dalam politik.
Kedua, dukungan politik dan partisipasi rakyat pada gilirannya akan
mempertahankan kontinuitas proses pembangunan dan kekuasaan rezim Orde Baru.
Interaksi dinamis antara partisipasi politik dan pelembagaan politik kemudian
diharapkan teIjadi melalui rekayasa politik, termasuk depolitisasi Islam, bisa
diimplementasikan l2.
Oalam hal Inl Parmusi (1967-1971) dijadikan sebagal alat politik
pembangunan otoritarianisme militer, dengan mengatasnamakan stabilitas nasional
telah membatasi partisipasi politik di satu pihak, dan dipihak lain para pemimpin
partai-partai politik sipil Islam tidak mampll mendapatkan dukungan dari massa
untuk memperkuat kekuasaan dan pengaruh. Ketidak mampuan para elit politik Islam
itu, terlihat jelas ketika mereka cenderung mencari dukllngan dari elit yang berkuasa
untuk mengamankan posisi mereka sendiri di dalam partai yang mereka pimpin dari
pada berusaha menaikan posisi melalui dukungan para pengikutnya.
12 Din Syamsudin, Islam DOll Palilik Era Orde Bam, (Jakarta: Logos, 2001) h- 63
59
Rekayasa politik yang dijalankan oleh pemerintah ini mengambil bentuk
pelembagaan melalui pembatasan sejumlah parta politik, mempertahankan konsep
massa mengambang, mengontrol setiap agen politik, termasuk intelektual, kaum
muda, mahasiswa, dan media massa. Ini dikonsepsikan oleh pemerintah sebagai satu
keniscayaan, karena stabilitas politik akan menjamin pelaksanaan ideologi yang
diterapkan pemerintah yaitu pembangunan dengan menekankan pada pembangunan
ekonomi.
Meskipun demikian, pemerintah Orde Baru tampaknya menyadari tidak
mungkin sarna sekali mengabaikan Islam sebagai kekuatan politik yang rill.
Persoalannya ialahbagaimana mengeliminasi kekuatan politik itu sehingga tidak
muneul sebagai kekuatan yang menonjol dan berpengaruh dalarn pereaturan politik
seeara nasional. Apalagi keingina bagi adanya partai Islam juga mendapatkan
dukungan yang kuat dari ormas-ormas Islam yang ada pada waktu itu. Karena itu
ditempuh strategi untuk di satu pihak mengakomodasi keinginan seperti itu, tatapi di
lain pihak tetap dapat melakukan control yang efektif terhadap kekuatan politik
Islam.
Dengan demikian, pada tanggal 20 Pebruari 1968, Presiden Soeharto akhimya
melegalisir berdirinya Partai Muslimin Indonesia (Parmusi). berdirinya Parmusi ini
mendapat dukungan penuh dari para anggota dan simpatisan Masyumi, meskipun
dalam kepengurusan partai tersebut tak satupun bekas tokoh partai tersebut diikut
sertakan. Kondisi seperti ini akhirnya diterima oleh para pengorganisir Parmusi
60
dengan perhitungan bahwa hal itu akan bersifat sementara, dan semangat Masyumi
akan tetap memberi motivasi kepada Parmusi. 13
Sesudah mendapatkan pengesahan, para penclukung parmusi selanjutnya
bergerak membangun dukungan massa. Namun dalam hal susunan komposisi
pengurus Parmusi, temyata muncul ketidak sepakatan anatara eks pendukung
Masyumi dan pimpinan Muhammadiyah yang waktu itu menduduki posisi yang
dominan dalam hirarki.
Kemudian, dengan lahirnya Parmusi dengan memperoleh tempat kembali
sesuai dengan hak-hak umat Islam pada .waktu itu. Dengan berdirinya partai baru
tersebut, akan memenuhi harapan-harapan pemerintah. bagi umat Islam. Yaitu
Pertama, membangun kembali image sebagai Partai yang cocok bagi umat Islam
yang dahulunya tidak mempunyai partai. Kedua, sebagai partai baru yang
menampilkan dirinya sebagai unsur penting buat bangsa dan Nega.ra. 14
" Ibid, hal. 64.14 Lihallebih lanjut baca Kampas, kamis 22 Fcbruari 1968.
BABV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sejarah politik Islam yang terjadi pada Parmusi, terutama sejarah politik
Islam pada masa Orde Baru, merupakan sebuah fenomena politik Islam yang banyak
menimbulkan beberapa masalah di dalamnya. Masalah yang terjadi dikalangan politik
Islam sendiri terutama masalah yang terjadi di dalam atau luar dari Parmusi.
Masalah yang terjadi ketika pertama kali berawal dati sikap pemerintah
sebelum berubah ditunjukan oleh kasus penolakan yang terjadi pada masyarakat
Indonesia, peristiwa tersebut setelah gagalnya pemberontakan G.30.SfPKI tahun
1965. Pada waktu itu semua umat Islam bersama ABRl dan kekuatan sosial lain
berhasil menggagalkan pemberontakan tersebut, namun keduanya berbeda pendapat
mengenai rehabilitasi partai yang di bubarkan oleh Sukamo yaitu Masyumi.
Tuntutan masyarakat Muslim di atas didasarkan pada pandangan yang
menyatakan bahwa bubamya Masyumi !l!erupakan bagian dari gerakan politik PKl.
Sementara pemerintah bersama umat Islam telah berhasil menumpas pemberontakan
partai tersebut. Berdasarkan hal tersebut logika elit Islam dan massa umat
menganggap bahwa rehabilitasi Masyumi adalah suatu kons'ekuensi logis sikap
pemerintah terhadap bubamya PKI itu sendiri.
Kemudian masalah pada sikap elit birokrat khuswmya Militer dalam
menghadapi prilaku politik berbagai segmen masyarakat merupakan penjabaran
62
konsep umum pemerintah terhadap Islam sebagai agama dan kondisi Obyektif umat
yang fregmentatif yang menjelaskan pergolakan politik Islam pada masa awal Orde
Bam.
Masalah juga terjadi pada kepemimpinan yang terjadi pada Parmusi yaitu
sebagian besar pemimpinnya terpilih dari orang-orang Masyumi yang dalam hal ini
Militer beranggapan bahwa Masyumi adalah sebuah partai yang bermasalah,
menginginkan sebuah pemberontakan. Maka komposisi pengurus partai tersebut tidak
diterima oleh pemerintah Orde Bam. Akan tetapi, keterlibatan para pengikut
Masyumi mendukung partai baru yaitu Parmusi, mereka bemnggapan dengan
mendukung paratai baru ini akan menjadi kelanjutan dariparatai Masyumi.
Pemerintah juga menerima partai baru ini, tetapi tidak mengizinkan para mantan
pimpinan Masyumi untuk memegang posisi ketua dalam organisasi ini. Sikap ini
bermula dari pemyataan kepemimpinan ABRI tanggal 5 Mai 1966 dan beberapa
pemyataan serupa yang menekankan penolakan militer terhadap kemungkinan
berkembangnya sifat radikal dalam kehidupan politik Indonesia.
Kemudian masalah tetjadi pada intem Parmusi antara 1. Nato dengan
Djamawi, yaitu ketika 1. Naro dan kawan kawan antara lain adalah telah terjadi
penyimpangan pada strategi partai, pimpinan partai telan membawa partai kedalam
oposisi melawan pemerintah dan telah menimbulkan sebuah pertentangan diantara
keduanya. Masalahpun terjadi di dalam Parmusi yang terdapat pada dua golongan di
dalamnya, yaitu Golongan Reformis adalah mereka yang rnenekankan pada
permintaan untuk rehabilisasi Masyumi, yaitu adalah keadilan yang harus
63
dilaksanakan kepada pemimpin yang terdahulu. Kemudian golongan Akomodasionis
berpendapat bahwa paling utama dari Amal Muslimin adalah seblJah perwakilan dari
Orde Baru, dan berpendapat bahwa wadah politik harus ditemukan secara cepat
mungkin, bahwa wadah politik mencakup semua harapan dari anggota Masyumi.
Masalah selanjut yaitu dengan militer yang ternyata lebih kuat pengaruhnya.
Dengan demikian menurut pemikiran para elit militer, massa Islam akan tetap
dikuasai para mantan tokoh Masyumi tersebut Laporan itu juga menyatakan tokoh
tokoh Masyumi berusaha meyakinkan umat Islam, bahwa sikap militer terhadap
Parmusi secara keseluruhan bertentangan dengan Islam.
Parmusi dijadikan sebagai alat· politik pembangunan otoritarianisme militer,
dengan mengatasnamakan stabilitas nasional telah membatasi partisipasi politik di
satu pihak, dan dipihak lain para pemimpin partai-partai politik sipil tidak mampu
mendapatkan dukungan dari massa untuk memperkuat kekuasaan dan pengaruh.
B. Saran-samn
Ketika membahas sejarah politik Islam khususnya politik Islam Parmusi,
maka dalam pembahasannya tidak luput dari masalah-masalah yang terjadi pada
Parmusi baik masalah yang teljadi di dalam Parmusi maupun masalah yang terjadi
dengan pemerintah. Oleh karena itu. masalah-masalah yang terjadi di dalam Parmusi
membuat partai ini berdiri tidak begitu lama pada masa pemerintahan Orde Baru.
Hal ini merupakan masalah yang besar dan sulit bagi Parmusi dari awal
berdirinya lalu melakukan fusi dengan beberapa partai. Masalah yang terjadi ini
64
merupakan sebuah peIjalanan partai yang rumit butuh sebuah penelitian yang akurat
dan konsisten mengenai masalah-masalah yang teIjadi didalam Parmusi. Oleh karena
itu. Para peneliti Parmusi selanjutnya harus lebih akurat dalam pencarian data
mengenai Partai Muslimin Indonesia ini.
Maka, bagi para pengkaji Parmusi dalam bidang politik Islam Indonesia,
seyogyanya harus lebih teliti dan berhati-hati dalam membedakcm masalah-masalah
yang terjadi pada Partai Parmusi ini. Sebab masalah yang teIjadi dikaitkan dengan
beberapa masalah didalamnya. Oleh karena itu para pengkaji Parmusi selanjutnya
harus lebih fokus dan bisa membedakan masalah-masalah yang terjadi didalam
Parmusi.
Lampiran 1
LAPORAN PIMP.INAN PARTAI
"PARTAI MUSLIMIN INDONESIA"
PADA
MUKHTAMAR KE-I PARTAI MUSLIMIN
Tanggall sId 7 November 1968
Di
MALANG
Untuk memudahkan pengikutnya, maka laporan ini kami susun sebagai berikut :
I. Perkembangan Partai.
a. Masalah Organisasi
b. Perkembangan wilayah
c. Kunjungan ke daerah-daerah
d. Media komunikasi
e. Dewan pertimbangan Partai
f. Konsolidasi keluarga Bulan Bintang
g. Hubungan dengan Ormas-ormas penduktmg
h. Sidang dewan partai
I. Keuangan
II. Pokok-pokok kebijaksanaa Partai.
a. Pembangunan Kabinet Pembangunan
b. D.P.R.G.R - M.P.R.S - D.P.R.D
c. Sekber Golkar
d. Ekonomi dan keuangan
e. Hubungan luar negeri
III. Masalah-masalah yang perlu diperhatikan.
a. Kerjasama dengan pemerintah
b. Kerjasama dengan golongan islam
c. Toleransi Agama
d. Piagam Jakarta
e. Pengkikisan sisa-sisa Gestapu/ PKI
PENUTUP
Wasalam
Djakarata, 27 Oktober 19684 Sja'ban 1388
Pimpinan Partai
Partai Muslimin Indonesia
t.t.d t.t.d
H. Djamawi Hadikusumo
Ketua Umum
Drs. Lukman Harun
Sekretaris Umum
DjRk, 10 Marc:t (1{(}mfl(l·~).
Parta! Mllslimin sudah mempl10jni k~II\""Jl plluLk.'l;lns.:m pI'!ng'elOmPOltl~11 Va-eta! -pl11'tftiISll\,m-;.., Demi-klan diut~rakan
oleh ket~a um'lmnja. Djarnawi Hadikocsof'ma kepada"Kom,pns" St':lf\~ll ~Ia.nlt.
Dirnmuskan deng"an .!o\lllglcat,pengelompoku.n itu aka.n bel'
r bentuk kottfedern-8i p1?npi'?IUn: l'l\ol'tai2 Islam jRng bersangkut'
an, masing2 : NH, Pn-rtai Mus!irnin, PSII d~n P<!rti. Susunannja sbh : piinpinan tprting~
gi berada ditangan DewanPimpillun P11.sn.t, jang- lerdir!dnl'i ke-tuf\2 kp.e'mpat vartait,f;b. Kl'tun masing2 p:tl·tni dupat mengetuai d~wftn set-iM'libe-rllalltian, Sf'."Jn8_i ctenganwflktu jang ditentu'k<\n.
Dibawah Dewan PimpinanIlda, Se1.Tda'ri(lt. jang It'rdiridan para S(>kr('laris Djendc·ral kPempat partn.L Disan)·ping Sekretn-riat masih adaBmio-n P"milM.1', terdiri darlpara sardjana dan ulama, jgbera.sal dari. tingk'lUlgan pa.r.....tat maupun tidak. Sf>dRn-gkfl:ndllembaga~lembag·n. porwakilan nkfln dtwu<1jlld-kan "Ga.bttttg11-». jra.ksi Islam"'. Mf'Skipnn
Lampirall II
KONSEP PARTAI MUSLlMIN
Peug,e!umpokan PartaFlslam Ser-b tk"K f d .. hi'" "Ien q on ,eerast rdupman I* TERDIRI DAR 1 DEWAN P1MPINAN;'-SE~RETARIAT& IBAOAN PEMIKIR * 01 DPR·GR: GABUNGAN FRAKSI21ISLAM " .
sfI)qURng' diantRl'f\ frllbi pRJ'!tai..pn.rlai J~'llaln ell DPJ{ njuf;fl:.sudaIh sering ul'ke-rdjas:unfl~rfl.t: n{l,mUn .d~ng-an lcrhen.(lWts.unllJ. ke tw,!. VlI \{It!. !H);
)kan Partoi? Islam Ber)nfedera<;i Pimpinan"M6UNGA~ DARI JlAL. I)
Pllrlfdpaling
Permcn·12.Menj:-nt!V\lnIY rn:lsalnh I~.. r
rr.C'n.l~ j:lnt:' l1\i1.dh t,Nnp hn.ngat Scknnill)r \ai. r.jill'h.\\\'\
mengutarakll.n. bahwa menu·n'~ pernilabw r"rt~dnju PNmen~12 tltlnlc rt.t1a status hukumnja, l'll'b;'lln\lmnnA tprt1<tnt1.Ull dal:llli \I~1l1 tc~"i.l~i
Ishak Morn Jg djlllrA. dltnndata.lgan~ o\(>.hnnt'g'ol:12 rn.rt..-l.lMu~lIm\n di DPR
Menurut Djarnawl,Muslimin ada1.ah jang
Gllhtumkpp..~a dS2D:tl:l;<1 pemilihan umum {tu
nanti, keempRt p{\ff&l" 'tAb da'pat menggabungk,~,. .fl,l;luasill>.. jang <llp...ro1~h"'.11lIllJ;R~2partal, 8eh1np:gn 'tld.o.J( a1cimada. sunrn jllng terbuang \l(lr·tjumn. R,'hnllknjn . M1QITlP{).\t:.Islam akan mendapat tambn.hnn wnldl dl1embllga perwl1kn·JIll. B"plimfllHI f"nf'ntllfln hll·Illl ~\lltrJt2 .'lIsa nng dlgflbungknn ltll dn-J)ll.t iHllltjl\rflKnnb<lrMl.l1\;l ni',)llt.hlf\ Djarnllwl.
Ketlkll dlll1nja, hllgatmano..ka.h prospl'k 1I0sl1 ppmillhnnumt;m nnnH, apakflh d.lumlahkP..9I'.luruhan wakll plirtnt2 dlDPR akan kalah ban~lt de·ngan diumlah wakH2 Golkardan ABRI, Djamawll.1 bel'·pendapat, bahwa d,tumlah W!Lkl1 galong-An notltlk maslhnknn l(>blh banjalt.
Tetanj In. menambahkfll'l. bahw:~ sediklt sokaU kemunzklnan"in nkan to>rbentll'k f:Olonl!M'onrtai2 oroslsl (fonnl!) donnartnl2 Prm. "In~. Inl dlsC!hllbkan kl1re\1 m.(5 mengatur adnn,111 Kf'b. t rr~ldlm
alil, bllkannja par~tntef.
LlIndll.<mn mnslQ\"-.rab unmt< mufnknf 8np~ dl·g2Utt.
Opos\.<ll jang akan tllrdjadlndllJah opoalsl Insldentll, tBr~
gantung dl\.r1 pprmll!lllahan~
nin.. Untuk men~hlndarkl\ll t",rd.1adlnja -produk2 jtl.nS!: ltUrangmemuaskan olltmtbagn.-lembaga perwakllan, Partat M1181t~'mtn bprpendn:pat retlll dlg8Jl~tlnfa llU'ldasan "mtl.'ljawarahIlntuk mutn.kll.t" d('lt'lgan landasan jang It!hlh dn:pnt mendja.~min dlhA.,,-llkAnnia produk jang1('bih mn.nta:p dan reprtoBPnta.tit. Malumon.1s tantu endjll dengan l'It9tlm pemungutanltQarn.
Dltan'a., Ilpakah da.aa.t·azaslnj~. Partal MUslimtn ..,erset'llame1A.ksnnnkan pe-ngop.lompokan.Djarnowi menegagkan. bahWll. hal itu semM dgn azasadfarnn Islam. jaknl aga.ru~at Islam bersatu. DtS9.m~
ping ftu. dll'andang dart 8udutpoiitlk, pnt1latuan dlantllraum:tt Islam dalam rangka persalulln na810nal sa.ng-atlahmer.guntungltan.
Dlpllndanj( drlrl aegi prllkUfl
Struklllr dllJam plmplnHllru.sal ltu akan dltllrnplum pula pada. pimpina.n ditln~ht2i:'ln~ Jehih hH.Wl~h. TI1[M 'plmplnnn gllbungnn" Itu tcrutamallntllk nlp-nlb... likan plmplnandalam hnl2 tertentu. Mtsn.1nj~.~;\Ji;, dalam mMalcli llnrln.ng'~
pl'rl,awinnn.ChUEUS sehubunga.n dengan
neinksnnnnn pemlllhnn umum,Djltrnnwl mengatakAn, bahwa pengl'lompokan lt1J untukmenghindarkan agar "kampanja d1o.ngan klBruh" (sasar-aug~r) dan BekllUgu.s "untukmf':.mheri semRngat".
SO!'tTlll, jgdengan
lldl\mpln-gi~tarls. rna)arU:isam!nl!o.ndjutnja
pR.ra angItu HankInk an le-
semula.,kan terwuI pen\lh",
traltsirna akan
dan dibe
Lampirall III
OJARNAWl HAOIKUSUMO.Stkdi~!\ PMI
MwdiminJ(p]Jwlu ParlaiI I
. I '"j,iHfi\\.;ali~ :;ed<ll1~ hel";\llg.';~lr'
Jl( OIJeSI(1 :1~lg:-;ur nlt·l1\1I~.U~idl\all. gaia-hi'
\
dlJpIlJ~-l. Jill,g lollll .. t ". JII,t'hC'l:I!aOlch: GOl'naw:tll iVluhamad k: atau lidal.; Kila 1>1::11 11lendJi't
di SWllU IlIlSUI' pe\l1hanlll dalallllwda!, :~tll"h \.~ll"U:~h 1l11'IIIl' proses pemhangU.lltlll. fap~ kil,'trUl. he/,Hill .....'I.i'l ;-;~:-.II.t\<I.il1:l.a tl \ diuga bls<l llH.ndl'HII. pf'l:ghum'sebnllkilll IU.~it <:,;(.;-6";' ~~~;tl1l., \11" hat IIrdam pr(),,('s IlU· 1m ad<~l<ll~ncr'rn:1 rb''I;';!I1 h:lll lH'huk:! pt:' Uiri ,bng \Olk l~rl'li1kkilll \l;l11ngenlaIL'pl'rd,lllll1gutl <lta~ tl,l' I nUlsing2 i-;'UI, .wi. li\,;l.1: [\;~~., "ilsal' progrwn pembanglILl<\ll ekC! \ tUll.n ~o5iologlS tn;\lllt I,lta her'110nll··. N;lil\;l" i,.lg,"1.1,lll:q111'~.. !I-:tll. tak pl'duli dn l '! !';f'!o,l1f\o\{L:tntang<ll1 ll!\lUk 'll'llg;-Ha.si. S,;lg \ Il.gamn .mana kltrl (J:bC;-'dl"iL':'naSi ekollol11i hlta h:trl lnl, hU'1 Bagn..:,m'lI1apun. kau\ "pemba:kunl;lh ta.,l1tallg;!I: I,U:!4 dlllll,I'l \Ilgunall . tel~h .dlsiogank:lll, Iii pIhikill' s(>IIi\l"~1 obJcl';t:t. l3 n.dnli.ll1 pengertlannj:\ Jatlg bella)' ,,(la1ah.sonl mold hidup ]\'ia dcwasa \111, sesuatu jang bart! bagl mH'i.ldl'a
1,;1l kitn. K:uel1a sifatnja .lang,hnru ttU, ia dhlKIl ll1Cl1Ullf\lt si- '['kap~ \J,HU dalam hidup I,!rilrerlcpa~ dad soal bahwa pl'(!I'sip2 Islam :'l.taupuL\ Krii'lcll £Ii·
Kelu~ I MI
Harapan2
~
1 I .MAKIN IwS,Jf KC::'C'lnpillHl1 un
[uk p;lrtisipa~i h:lgi umrnal Islam da1,lln Hlllsaluh:! ~I\a dewa \
1 • . sa ini, makin baik haillja. DariACHIRNJA keputusan lang sinilah kit'a hartls rneniambul
definitif tental'lg Partai Muslimi~ Jahlrnia Partal Mllslimin 11l(\OllCllldonesia diberikan kepada kl- sia. Tak ada SUiltu u~aha PCIlItao 5udah wadjar. djika dengan bflngullRn eli Indonesia ,ian:; h:lsClldil'inja harap<'11l2 banj~k d~' knl lh'rhil'i,j lallpa mengadja\;tUl1tpahkiln kepada .partlll polr ul11m:n' hl,un kiw.. Pada hemalUk baru ini. sebagal suatu par saja, kell.iata<ln lsb, seharusnj"tai iang ~etjara objektif dlbutuh tidak d:tanggapi sf'bagai ,l;Uallikail: unatl, menjusun sua,tu kon SUll1bel' kcbangga:.lll llmmnt [~;:.telaSI ke~uatan2 masJaraka~ Jam semat3-mUtfJ. taj1i d.illg'\sf:t!ara \eh;h l'cpresentatif dan sumber pC'l"t:ll'ggu"gf'lwdjawab.~~\1f?'hm1n,la_ Tak bisa dilngka Sllllggllh hc.:i;I'U S:k,lp .:allg:1 o!ch siaprij,ull, bnhwa ~a mengangg:lp, banw,l ki.lr":ll(l Ii'I1WK 51>k,d: ha~:an nari masJa lam :\(1:11:1h m~l.1rrnln~ tnak;,J";l,kat kita 'ang sebelutnllja a6~k hak-haknja ~adl;l Ft:l~ h,tnl;-' 'l'
:cl'!ij.;;:h. ki;,i - dengan lahirnJl.I hih b:mi:lk. l:-t-"pa 1l1el)~aklllPl\lI l.~b. -- nW;"l1j,c r o;eh tel1l b,J!1\':;' diug:l d.lus:ru kl\n~O\(ll\')id.t kembali sesuai dengctll hak:l kc\\'adjib'1ll2 d:ln I;Ulg,gU;';.:dirl11lcrd~a. O:ch sehab ilulah, pa wah"l:l 1111l'U') \e});h hl· .....,r. T:d:,ill hcmiil snja. l<1hir'lja PMI me t~~rh:d:i; /;:\'1 oleh s:11,1 !k',IO;1
nl;1<l~:;W b\~l;ta l~cmhira. lil;d'::11 '.I"'.',-lnjJ. sC'nrlfl;l" d;lk;'Killi lll<tsalahnJil. ;ld<'llah: do. U1ll1l1"1i bl,\lll lllC-,llihd. ,,'.I:1! .
patkah partai ba·ru tsb· Illcmenu hrlmbat,w J)dei pemh:ll:gull"II,!hi hi'lrapiln2 jang ditumpukall Seallc!,I;llj,1 dCll1ikiJll, kita "iphn' 1!;cpadClnja? Harapao pertanw" g'.l; h.all!!.sa h<l:1ja ,bi,-;<! l1lellj:{<.tr;.\!1 1\'I'lY,Ai:,tP .,;-,t:II.11IL.t~a bel'sif~1t b,lpaling tidak PMI a~~n de~g~Jl kepacl:l .,tl::Jtu l)l'o~es hllllllh.dlrl fl.1. gnlollgan2 agama di Indosegera. membangun Image -OJ3 sp,j;,r:l pt~r1aha·Il'lah<ln. Ilh;ia, sebag;,i .,ua:ll bilgiflll dad':;)cbagai pan<ti jang tiotjok ha l1iJsinrakat tnlnsisi kila, ma:J;.:i ban.\ak 1111ll11at Islam jang sc Dj'\.;;l ldtn :nelH'l'gu!\ del1ijall' ~al, IllUU ditlhHUl ,;;l\uk mengguhf>lumll:a tidak berpartai atlHl h;~l: ll'l'lml,;.\ j·:t:1ja\itjlll:. kilil 11,1 nakall sikap2 hanl djll~a.
sud<lh iid,'1k bel'partai lagi. Ha r: ill~. ,"<\:1!,l 'ieknli s:llah un:uk KehrlTl.ia!"an oari K![a, jangr'.pan kedua. pRrtai baru tsb di sel.!'l!'" l-',illllp<.Llig 1ll';lIj;mpull.;all melljatlariscj)('.lluhnja ~\lw,]\ ke·s3.mp:ng memhilligun "image". bGhwR il"1'11.-1.\ Islam dllll.'geri ini pcrluan lerhndap .<;ikap2 banl11;0 sl'hi'lgni alte-nlUt.i,f lain baW dCllga:, ",'''(Iillnia Ill"l'Iip:lkai' illl d.i:kn p~mbal1g11llal1 harus oiUr:'lrr:" , l ... iril11 dcwas:\ ini. diug(l hamhiltij" h.I~:1 'i1l.ilU 1lsaha pt'1l\ 1 mulni. OIt'll klirP.l1flld::l bc.radail:{;ln,dnggup ..nrl1ampilkan di h.ln.!.'lI'l:l11 >\;\'<11'1<1; ~~,""i;I' ,~(' i ',I:dan' "';1.1 l1 1t! ,ct:c~?tom:_ Di!'>fltullnld ... l helgal U'~Slll' penting bu nll:11t,lra :ru IlIllJl1il1 bLlI!1 d, j,11 ~.h:lJ.:. kll;l {l!tarlk 01('11 urgen',It b'''ngsa leila d:lbm. mel1dw I dl\OJ"<';I;1 ,Jf.':lg:1I1 <;l':H.l:rit1.ia lidllk I .,;2 Z;'l11Wn illi dilain fiha.~ ki.tr\\',ab masa'ah2 pnkokllJil dewaSJ .1:-:1" :·"L:I"U[.';1!:;t'· '~'~'hl'1l1 <h:"l')I I d:lar:k ulvh ~.ng.l(un:?a" \(1\.1 ;g.ini,)"l';:ll pembal1gunall." II)f'Ld';":Il':l'ln !Wlllf.,jl tlgllll;: 11. ~ belum nH:'l1.t'HIllrl ul'g,ell1>i2 :al
h.o.,., pemhangun3n sudah . . ,., ';;:nl h~ll1m meng'Juuakan si-Sr.j.:i:\;l 1.:\111:1 dj;lfli s!0,llan, se'l 1'1,'1 ...,.j\lU.l, b"lk Li.liO .llUll . ~,'ip2 1):uu jang seSU/li untilkb,ng/::" It:rl.;adr.'ig 1'.:lapull IUPd ~,,;:, ;;.1. ..::', :,Ih·f' d.,. :-':,'hlp (\;1 I llH:ll,clinwA.:'h tlrgen~i2 itu,.h:lh'Y;;1 >:';b d·p,.'1'·<;u{lkan dc' Inm ~\H1fU mas.1aral.;;:1t ;ang be' I Kalau bolch saja memberij.ni·'I~an kat~ Illl 111~lllpllU~ai imp:~ lur.! 1"~1 nWlllhtJll':;,,1 :lin .. ::t :::w dirj, ~;'1.iH.kinl p<1rtai.Musli}.;;\:->:2 j;lIl:} tN:1mat ruwet, Apa Inlunv.i'.,d:1pi ~~h:.I·'I~·I·<~ 'In': min Indfl-'e~:;j pllll \,1'.;: 'r:rlepnsL'~;i rl.i'k!l diing:lt, bah~a achir2 1ll:l:1 i::l, K~la ad,d,lli <lllggOla2 dnri tJ:Ch{"f""'; t1di. scpc-rti. d,iu IInl l-:etJUI'lgatln ~dt\h tunbul tcr' Sll:tt~l !Ilj'-:oJMak(lt traoslsi, rna· (tl-6Jt&AMB_ K£: HAL, IIJ KOL, 1.:J)a •• ..-..-.. __.,"_
HiARAPAN2 KEPADA ............iU'NOAN 10AR,1 HAL " Islam Jg baru untuk temp mefl1
I pertahankan idcntitasnJa dan sodB. k~tan2 sos:1A:1 poll kalifP.JS merupalmn pelopor hagi" -J~,~:~l~8lb.; sementara kim pentJL1'ltaan sikap2 baru dima-l :':btihw,p, pemimpln.2nJa slarakat ,kitH. Barangkali lnilnhakAn: kd>utuhAn untlUk hnrapan kitn. padn Partai Musil
rbal\anlt ,bebumpa .ik4p min: indonesia ': tetap tan.p.a \<eIt:apun taPu bAhwa~' bllangan identitasnja. dan sereo"",jarakatIndonesla 'Jll: ink itengan itu merupakan unsur,~ aAa'langbe penring dalam proses pemhahadar tentnng kebutuhan ruan _ BU'atu kebutuhan zamant \lldJ. ',ChU!l\jlln;fa hag! Wa jang tak hisa dihindafLMWlIln11D \IOdonesl~ hal Namun dengan <:femlkian n"n rJl~tuPaikan ~~oalBD d:ak sebarusnia. d}ika PartaiL1k. .ka.reD4\ la bersaugkUi Muslknin Indonesia lantas dla"'ll'I!.',' '" pr~lp2 Islam, ',48.n ril lenllah, terhadap d;chotoml<l~ '.epagian: l>e&iu' jangdlfeb9tki\n iliatas. la ber-
I : '~J'lI\\?'tlnd?nejoi. hil<lapen ·deng~n sebagO.n besnrl1lil..I!4.dranSlsl Inl. ' ',' anggotal··rt1asj~rakat IndoneSial ,JdtA m~~tja :karj.a, jang m~SJh,'transiBional !nL Ia I~Rus1i·jang :terkenal, .;Sitl berhadapan del1ga~l ::.ehJnlpunia·...dan.djika· kita k& kelompol<2 sosiologis jang tidakIn kemhali; k1,t.da2 Ham· semuanja rela !nl:::::lggalkan:to bisa melihat bagaiman8 sikap2rlJa jang: l.am;'!.. la berha' I2 Islam mt:Vupakan Sen- ,dapan,dengan S':·~l1\l~i. '!ll, bu).;.an Il-Utuk.mela'N.a.Q sistem ni· dalam pen~el't;al: bermusuhau,na, melawa4 tradislooal1s tapi dalam, pengt-ni'l:l sebagai I:g kaltu Jang benVlldjud &llatu kOlldlSI ob,ickd. Dalam'ndat. P'nin.sip2 Islam tela-h' dichOtomi il-u, hanls~;uh :(1 diSe~" .._~ndd.b~aJ~: k~arah ret ktmlbllli kepallgku<lll sikap2IlnJ4 ·sikAp2 <baru dJni.~ ~ama .:jg be-rsifat kon~ervatif,~. ,jang,'b6rsangkutan, 'ataukah )a biga mellgadjak aug&ntohdiata..s, rasanJa. t1. gota2 inasjarnkatn;a unttlk maramat 8ulit bagl zenerasJ diu!
Pada hemat saja, seoogai bekal untuk mellgatasi dichotomiitu pertama2 harus ditimbulkall
: Sou'atu "commitment" kepadaI p-embangunan dalam diri kitaI rnasing2. Suatu ,.commitment"
kc-arah pembaharunn. Kita 8Uoah mempurijai K,H. AchmaoDahlan. h:ita sudah banJak bela'
Idjar dari Mohammad Abduhdan IUsu! bes.r lqbnl. TokohI tokoh ini adalah tOkoh2 ,jangberani 'untuk bila perlu bersifatkontroversifil terhadap masjara'ktltm,erektt sendiri. Adalaha.gnk'Tjienjedd,hkan, djika de.llganmempe\a4Jan Iqbal. misa!ri]n.kita'hanja makin menina·bobokknit dIrt sendiri, ranja memud;4nilidji, diri sendlrJ terus-menerus'dan .. tidak mendap'atkan 1l11amuntuk'terani berHkir bebas:dan
Ima~.ju·, u.ntu1< mendjadi kreatitsetiap .kn·U.(II _
Lampiran IV
DAFTAR I'USTAKA
• Alfian, Pemikiran dan Perubahan Polilik di Indonesia, Jakarata: Gramedia, 1983.
• Ali, Faehry dan Effendi, Bahtiar, Merambah lalan Baru Islam: Rekonslruksi
Pemikiran Islam Indinesia Masa Orde Baru, Bandung: Mizan, 1962.
• Ali, Saimima, Iqbal Abdurrauf, "Analisa Kekuatan Politik Di Indonesia,"
Kumpulan Arlikel Prisma, No.1, Jakarta:LP3ES, 1985.
• Amang, Bedu, "Urnat Akan Memutuskan", dalam Lukman Harun Dalam Lilas
Sejarah Dan Polilik, Jakarata: yayasan Lukaman Hamn, 2000.
• Anwar, Dewi Fortuna, "Ka'bah dan Garuda: Dilema Bagi Islam di Indonesia",
dalam Prisma, N. 4, April 1984.
• Anwar, Syafi'i, M, Pemikiran Dan Aksi Islam Indonesia, Jakarta: Paramadina,
1995.
• Azumardi Azra, Umam (ed.) Menleri-Menteri Agama Ri Biograji Sos/al-Polilik,
Jakarata: PPIM, 1998.
•
•
•
•
Boland, BJ, Pergumulan Islam Di Indonesia, terjemahan Saafroedin Bahar, eet.
Pertama, Jakarta: Grafiti Press, 1985.
Chaidar,Al, Pemilu 1999 perlarungan ideology partai-parlai islam versus parlai
parlai sekuler, Jakarta: Daml Falah, 1999.
Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jakarta: PT. Delta Pamungkas, 2004 jilid-I.
Hadikusumo, Djamawi, Laporan Pimp/nan Parlai Parmusi Pada Muklamar Di
Malang, Pada Tanggal 2-7 November 1968.
• Haryono, Anwar, (Panitian penulisan) ,Mohamad Roem 70 Tahun Pejuang
Perundingan, Jakarata: Bulan Bintang, 1978.
• Kuntowijoyo, Identitas Politik Umat Islam, Bandung: Penerbit Mizan, 1997.
• Liddle, William,R, Partisipasi dan Partai politik Indonesia Pada Awal Orde Bani
,Jakarta: Tim penerjemah Pustaka Utama Grafiti, 1992.
• ----------------------, "Models of Indonesian Politics," (Makalah disajikan dalam
suatu seminar di Monash University, 1997), dikutip oleh Richard Robinson dalam
"Culture, Politics and economy in the political history of the new order,"
Indonesia, 31 (1981).
• Mangkusasmito, Prawoto, Alam Pikiran Dan Jejak Peljuangan, Susunan S.U.
Bayasut, Surabaya: Documenta, 1972.
• Mas'oed, Mochtar, Ekonomi Dan Struktur Politik: Orde Ba!'u 1966-1971 Jakarta:
LP3ES, 1986.
•
•
•
•
•
Mulkhan, Abdul Munir, Runtuhnya Mitos Politik Sant!'i Strategi Kebudayaan
Dalam Islam, Yogyakarta: Siperss, 1994.
Raharjo, Dawam, M, "Basis Sosia1 Pemikiran Islam Di Indonesia Sejak Orde
Bam," Prisma, No.3, Tahun XX, Maret 1991.
Sjadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara, Jakarta: UI Perss, 1993.
Solihin Salam, Sejarah Partai Muslimin Indonesia, Jakarata: Yayasan
Kesejahteraan dan Pembendaharaan Islam, 1968.
Syamsudin ,Din, Islam Dan Politik Era Orde Baru, Jakarta: Logos, 200 I.
• Ward, K.E, The 1'{J1Indalion Of The I'arlai Muslimin Indonesia. New York,
Shotiest Asia Program Cornell University ltacha, 1970.
Data-data:
•
•
•
Djarnawi Hadikusumo, Laporan Pimpinan Partai Parmusi Pada Muktamar Di
Malang, Pada Tanggal 2-7 November 1968.
Lihat lebih lanjut baca Kompas, kamis 22 Februari 1968.
Lihat lebih lanjut baca kompas, Rabu II Maret 1970.