JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS...
Transcript of JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS...
PERAN ORANG TUA DAN TOKOH MASYARAKAT
DALAM PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA
PADA REMAJA DI DUSUN CIKANANGA CIPAKU CIAMIS
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh :
ASEP SUNANDAR
NIM : 104052001972
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H / 2009 M
PERAN ORANG TUA DAN TOKOH MASYARAKAT
DALAM PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA
PADA ANAK USIA REMAJA DI DUSUN CIKANANGA
CIPAKU CIAMIS
Oleh :
ASEP SUNANDAR
NIM : 104052001972
Pembimbing,
Dra. Hj. Elidar Husein, MA
NIP.
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2009 M /1430 H
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul “PERAN ORANG TUA DAN TOKOH
MASYARAKAT DALAM PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA
PADA REMAJA DI DUSUN CIKANANGA CIPAKU CIAMIS” disusun oleh Asep
Sunandar telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi
UIN (Universitas Islam Negeri) Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Rabu, tanggal 3
juni 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Sosial Islam (S.Sos.I) pada Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
Jakarta, 19 Juni 2009
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Sekertaris Merangkap Anggota,
Dr. H. Arief Subhan, M.A. Dra. Nasichah, M.A.
NIP. 19660110 199303 1 004 NIP. 19671126 199603 2 001
Penguji I Penguji II
Drs. M. Luthfi, M.A. Nurul Hidayati, S.Ag., M.Pd.
NIP. 19671005 199403 1 006 NIP. 19690322 199603 2 001
Pembimbing
Dra. Hj. Elidar Hussein, MA.
NIP. 19451125 197106 2 001
ABSTRAK
ASEP SUNANDAR : PERAN ORANG TUA DAN TOKOH MASYARAKAT
DALAM PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA REMAJA
DI DUSUN CIKANANGA CIPAKU CIAMIS
Aspek yang sangat penting yang paling bersentuhan dengan remaja adalah
lingkungan keluarga dalam hal ini adalah peran orang tua dan tokoh masyarakat. Maka
dari latarbelakang masalah diatas dirumuskan permasalahan yang akan di cari
jawabannya dalam penelitian ini yaitu : Bagaimana Peran Orang Tua dan Tokoh
Masyarakat Dalam Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Pada Remaja Di Dusun
Cikananga Cipaku Ciamis?
Penelitian ini menggunakan waktu selama 60 hari yaitu dari tanggal 1 Januari
2009 sampai dengan tanggal 01 Maret 2009. Penelitian ini mengambil lokasi di Dusun
Cikananga yang meliputi; (RT 03, RT 04, RT 05, RT 06, RT 07), RW 03. Desa
Selamanik Kecamatan Cipaku Kabupaten Ciamis Jawa Barat dengan jumlah populasi
920 orang dengan sampel penelitian sebanyak 120 orang. Metode penelitian
menggunakan desain studi kasus dengan metode deskripsi analisis dengan pendekatan
data kuantitatif.
Penelitian ini menggunakan satu variabel yaitu bagaimana peran orang tua dan
tokoh masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaja di Dusun
Cikananga Cipaku Ciamis. Dalam penyelesaian menganalisa data kuesioner penulis
menggunakan fasilitas SPSS for window versi 15 dan menggunakan metode Artificial
Neuron Network (ANN) alat analisis ini dipakai dengan metode teknologi manusia
dimana proses informasi kompleks dan kecerdasan mesin yang digunakan sebagai
upaya penyederhanaan model biologikal untuk menguji hipotesis pada setiap
permasalahan.
Dari hasil analisis data yang didapat dari responden melalui angket yang di
bagikan untuk menjawab perumusan masalah bagaimana Peran Orang Tua dan Tokoh
Masyarakat Dalam Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Pada Remaja di Dusun
Cikananga Cipaku Ciamis, diketahui hasil pengolahan data output berada pada angka
0,6856. Nilai tersebut berada pada interval ketiga yang memiliki arti bahwa telah
terjadi peran cukup baik orang tua dan tokoh masyarakat dalam pencegahan
penyalahgunaan narkoba pada remaja di Dusun Cikananga Cipaku Ciamis.
KATA PENGANTAR
بسم هللا الرحمن الر حيم
Puji dan syukur hanya untuk ALLAH SWT karena dengan segala inayah dan
ridha-Nya Penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dalam rangka memenuhi
persyaratan mencapai gelar Sarjana Sosial Islam pada Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada penerang bagi kehidupan
yaitu Nabi Muhammad Saw, beserta keluarga, para sahabat dan umatnya sampai akhir
zaman.
Suka cita menyelimuti hati penulis seiring dengan selesainya skripsi ini. Hal
tersebut tidak lain atas dorongan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karenanya penulis
mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada yang terhormat :
1. Dr. Murodi MA, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Drs. M. Lutfi MA, selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam serta
Dra. Nasichah MA, selaku Sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
3. Dra. Hj. Elidar Husein, MA, selaku pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dengan penuh ketekunan, kesabaran dan perhatian.
4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah
mewariskan ilmunya kepada penulis.
5. Pimpinan dan staff Perpustakaan Pusat dan Perpustakaan Fakultas Dakwah dan
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk pengumpulan bahan dalam pembuatan skripsi
ini.
6. Orang tua yang terhormat dan di banggakan Ayahanda H. Fu’ad Nur Shaleh dan
Ibunda Hj Uum kulsum, yang telah memberikan arti hidup, do’a yang tiada
putus-putusnya, serta kasih sayang yang tiada terkira, sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi.
7. Seluruh keluarga yang telah memberikan semangat dan do’a atas selesainya
skripsi ini.
8. Kepala Dusun Cikananga, yang telah membantu penulis dalam penelitian ini.
9. Kakak senior yang di banggakan, Asep Nurwanda SHI (K Uef), Ahmad
Muawam S.Sos.I, Taufik Aziz, Nurjamil SHI, Pedrik Haryanto SEI.
10. Sahabat-sahabat, saudara seperjuangan Syamsuluddin S.Sos.I, Ramdhani
Miftah, Atep Misbahudin SHI, Apep, Ade Husni M, Irfan Hilmi, Omen, Ajat
Sudrajat, Adang Somantri, terima kasih atas segala bantuan dan motivasinya.
Semoga kebersamaan kita dapat dilanjutkan dalam mengawal pembangunan
daerah tercinta (Tatar Galuh Ciamis).
11. Teman-teman seperjuangan khususnya jurusan Bimbingan dan Penyuluhan
Islam angkatan 2004.
12. Rekan-rekan keluarga besar mahasiswa Ciamis (Galuh Jaya), serta kawan-
kawan Ponpes Al-Qur’an Cijantung Ciamis. Dan semua pihak yang tidak dapat
penulis sebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam proses penulisan
skripsi ini hingga selesai.
Atas semuanya itu, penulis hanya dapat memanjatkan do’a kepada Allah SWT
semoga amal baiknya diterima dan mendapatkan balasan yang setimpal, Amiin.
Terakhir penulis berharap semoga kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
sendiri dan pembaca pada umumnya.
Jakarta, 17 Mei 2009
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ………………………......………........ 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah………….................................... 3
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……............………….........….... 4
D. Metodologi Penelitian…….................…………………….......... 4
E. Sistematika Penulisan ……......................…………………........ 8
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Peran ....................................................... .................................... 9
1. Pengertian …………..........................……………………...... 9
2. Jenis-Jenis Peran………………................................………... 11
3. Peran Orang Tua …......................................……………….... 11
4. Peran Tokoh Masyarakat ………..........…………………....... 16
B. Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba......................................... 18
1. Pengertian .................. ............................................................ 18
2. Faktor yang Mempengaruhi Penyalahgunaan Narkoba ......... 19
3. Model Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba......................... 21
C. Remaja ......................................................................................... 31
1. Pengertian ................................................................................ 31
2. Kebutuhan Remaja .................................................................. 34
3. Problematika Remaja .............................................................. 37
BAB III. GAMBARAN UMUM REMAJA DUSUN CIKANANGA
A. Gambaran Umum Dusun Cikananga …………………............... 44
B. Gambaran Orang Tua Remaja Dusun Cikananga ……............... 44
C. Gambaran Tokoh Masyarakat Dusun Cikananga ………............ 48
D. Gambaran Remaja Dusun Cikananga ………………….............. 51
BAB IV. HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data ……………………………................................. 54
B. Analisa Data Peran Orang Tua dan Tokoh Masyarakat Dalam
Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Pada Remaja di Dusun
Cikananga Cipaku Ciamis........................................................... 56
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………............... 68
B. Saran ……………………………………………………............ 68
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….. 70
LAMPIRAN.............................................................................................................. 73
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penyalahgunaan NAZA dari tahun ketahun semakin bertambah. Angka resmi
menyebutkan jumlah penyalahguna (penderita/pasien) sebesar 0,065% dari jumlah
penduduk 200 juta jiwa atau sama dengan 130.000 orang (BAKOLAK INPRES 6/71
1995). Tentunya penelitian ini berbeda pada tahun 2007 ini dan dipastikan semakin
meningkat1.
Penelitian yang dilakukan Prof. Dadang Hawari, menyebutkan bahwa angka
sebenarnya adalah 10 kali lipat dari angka resmi. Fenomena NAZA merupakan
fenomena gunung es (ice berg), artinya yang tampak dipermukaan lebih kecil
dibandingkan dengan yang tidak tampak. Dengan demikian sesuai dengan data statistik
diatas, maka sesungguhnya penyelahgunaan NAZA adalah 130.000 x 10 = 1,3 juta
orang2.
Dari hasil penelitian selanjutnya Dadang Hawari menyebutkan bahwa perkiraan
biaya yang dikeluarkan untuk mengkonsumsi narkoba adalah antara Rp 100.000
samapai Rp. 300.000 perhari perorang. Atau dengan kata lain total biaya yang
dibelanjakan untuk mengkonsumsi NAZA sebesar antara Rp. 130 miliar sampai Rp 390
miliar perhari3.
Kehawatiran dan rasa iba yang tinggi menghadapi problem yang satu ini, karena
data yang terhimpun penyakit ini kebanyakan menimpa generasi penerus harapan
1 Dadang Hawari Psikiater, Terapi Detoksifikasi Rehabilitasi Pasien Naza., (Jakarta, UI Press
2004), hal 2 2 Ibid, h 3 3 Ibid h 3
bangsa. Hal ini semestiya menjadi perhatian serius bagi para orang tua, guru, konselor,
masyarakat, penegak hukum dan pemerintah, untuk dapat mencegah, mengobati dan
memutus mata rantai perdagangan narkoba yang sangat menggiurkan itu.
Remaja adalah kata mengandung aneka makna dan kesan. Ada orang berkata
bahwa remaja merupakan kelompok yang biasa saja, tiada beda dengan kelompok
manusia yang lain. Sementara pihak lain menganggap bahwa remaja adalah kelompok
orang-orang yang sering menyusahkan orang-orang tua. Pada pihak lainnya lagi,
menganggap bahwa remaja sebagai potensi manusia yang perlu diarahkan dan digali
baik dari keilmuan, keterampilan, bermasyarakat bahkan dalam memilih pasangan
pernikahan.
Remaja Dusun Cikananga memiliki permasalahan sosial-kemasyarakatan yang
berkaitan dengan pemahaman ilmu agama, cara bergaul, pemilihan lapangan kerja, pola
pikir, dan permasalahan kemasyarakatan lainnya. Hal ini tentunya banyak
dilatarbelakangi oleh letak geograpis yang berdekatan dengan daerah perkotaan di kota
Ciamis setidaknya mempengaruhi pola kehidupan remaja baik sikap maupun pikiran
tekait dengan berbagai persoalan kemasyarakatan.
Permasalahan ini muncul sebagai akibat dari kondisi keluarga dalam hal ini peran
orang tua remaja di Dusun Cikananga dengan latar belakang keilmuan yang masih
rendah, sekitar 60% hanya dapat menyelelsaikan pendidikan dasar (SD), Maka dapat
diasumsikan bahwa pemahaman terhadap remaja yang telah bersentuhan dengan dunia
modern akan terjadi ketimpangan. Selain hal itu, kondisi ekonomi keluarga secara
umum masih tergolong ekonomi menengah ke bawah yang berakibat pada rendahnya
tingkat pendidikan remaja dan tingginya tingkat pengangguran serta diikuti oleh arus
urbanisasi yang berakibat pada timbulnya permasalahan-permasalahan budaya
perkotaan seperti banyaknya terjadi penyimpangan penyalahgunaan narkoba.
Dari permasalahan di atas, khusus terkait dengan permasalahan penyalahgunaan
narkoba tentunya tidak dapat diselesaikan oleh satu elemen masyarakat saja, diperlukan
penanganan secara komprehensip dan mendasar dari mulai pihak orang tua, keluarga,
lingkungan pergaulan, lingkungan masyarakat, tokoh agama, tokoh pendidikan,
pemerintah dan penegak hukum perlu bekerjasama dalam menyelesaikan permasalahan
ini.
Dari berbagai aspek di atas, aspek yang sangat penting yang paling bersentuhan
dengan remaja adalah lingkungan keluarga dalam hal ini adalah peran orang tua dan
tokoh masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaja di Dusun
Cikananga. Dengan demikian, sebagai bukti tanggung jawab moral penulis sebagai
warga dan putera daerah di Dusun Cikananga maka penulis tertarik untuk meneliti
sebuat tema skripsi diatas dengan sebuah judul ”Peran Orang Tua dan Tokoh
Masyarakat Dalam Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Pada Remaja di Dusun
Cikananga Cipaku Ciamis”.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa batas kajian dalam penelitian ini adalah
terkait dengan analisis Peran Orang Tua dan Tokoh Masyarakat Dalam Pencegahan
Penyalahgunaan Narkoba Pada Remaja di Dusun Cikananga Cipaku Ciamis. Maka
dalam penelitian ini dibatasi untuk meneliti terhadap Peran Orang Tua dan Tokoh
Masyarakat Dalam Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Pada Remaja di Dusun
Cikananga Cipaku Ciamis.
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka perumusan masalah dalam skripsi ini
adalah Bagaimana Peran Bimbingan Orang Tua dan Tokoh Masyarakat Dalam
Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Pada Remaja di Dusun Cikananga Cipaku
Ciamis?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini sebagai pembuktian secara ilmiah bagaimana Peran Orang
Tua dan Tokoh Masyarakat Dalam Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Pada Remaja
di Dusun Cikananga Cipaku Ciamis?
2. Manfaat Penelitian
Dengan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian, rujukan bagi para
praktisi yang mempunyai kepentingan dalam bidang bimbingan remaja; para guru
agama, tokoh masyarakat, para orang tua khususnya di Dusun Cikananga Cipaku
Ciamis, bahwa pentingnya peran bimbingan rang tua dan dalam pencegahan
penyalahgunaan narkoba pada remaja di Dusun Cikananga Cipaku Ciamis.
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Dalam karya ilmiah ini menggunakan desain studi kasus dengan metode deskripsi
analisis dengan pendekatan data kuantitatif. Penelitian ini menggunakan satu variabel
yaitu bagaimana peran orang tua dan tokoh masyarakat dalam pencegahan
penyalahgunaan narkoba pada remaja di Dusun Cikananga Cipaku Ciamis.
Tabel 1
Operasional Variabel
Variabel Sub Variabel Indikator
Peran Orang Tua
dan Tokoh
Masyarakat
Dalam
Pencegahan
Penyalahgunaan
Narkoba Pada
Remaja
1. Komunikasi Efektif
2. Mengembangkan
Norma Positif dalam
Keluarga
3. Kenyamanan dalam
Keluarga
4. Menjadikan Teladan
dalam Keluarga
5. Mengajarkan Pola
Hidup Sehat dan kreatif
6. Memberikan
Pendidikan Terhadap
Bahaya Narkoba
7. Menjaga Kondisi
Lingkungan yang
Kondusif
8. Memberikan
Penyuluhan Bahaya
Narkoba Untuk Remaja
9. Bimbingan Kegiatan
Keremajaan
10. Adanya Peraturan dan
Hukuman bagi
Penyalahggnaan
Narkoba
1. Mendengarkan keluhan
anak
2. Adanya Norma dan
aturan dalam Keluarga
3. Mengatasi Masalah
Keluarga
4. Orang Tua Sebagai
Teladan
5. Mendukung Kegiatan
Anak Sehat dan Kreatif
6. Mengembangkan
Kemampuan Anak
Menolak Narkoba
7. Memperhatikan Pesta
Masyarakat yang
mengundang pemakaian
Narkoba
8. Seminar dan Penyuluhan
Narkoba
9. Kegiatan Karang Taruna
dan Pengajian Remaja
10. Adanya peraturan dan
hukuman terhadap
pelaku pengguna
Narkoba
2. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini menggunakan waktu selama 60 hari, yaitu dari tanggal 1 Januari
2009 sampai dengan tanggal 01 Maret 2009. Penelitian ini mengambil lokasi di Dusun
Cikananga yang meliputi; (RT 03, RT 04, RT 05, RT 06, RT 07), RW 03 Desa
Selamanik Kecamatan Cipaku Kabupaten Ciamis Jawa Barat.
3. Populasi dan Sampel
Populasi adalah jumlah keseluruhan unit analisa yang cirinya diduga memiliki
kesamaan. Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah seluruh orang tua dan
tokoh masyarakat dusun Cikananga yang meliputi; (RT 03, RT 04, RT 05, RT 06, RT
07), RW 03 Desa Selamanik Kecamatan Cipaku Kabupaten Ciamis Jawa Barat, dengan
jumlah populasi 920 orang.
Untuk memudahkan pengambilan sampel, peneliti menggunakan kerangka sampel
(frame sampling) yang dipilih secara acak adalah sebanyak 120 masyarakat di Dusun
Cikananga.
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, digunakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan
kuisioner tertutup dalam bentuk multipel choice item sebagai data primer untuk orang
tua dan tokoh masyarakat.
5. Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan skala likert dengan ketentuan
untuk jawaban pernyataan positif dari skor empat ke bawah dan penilaian sebaliknya
untuk pernyataan negatif. Adapun nilai positif diberikan skor sebagaimana berikut :
a. Sangat Baik (SB) di beri skor 5
b. Baik (B) di beri skor 4
c. Cukup Baik (CB)di beri skor 3
d. Kurang Baik(KB) di beri skor 2
e. Tidak Baik (TB) di beri skor 1
Dari data angket tersebut lalu dilakukan analisis untuk membuat sebuah
kesimpulan bagaimana peran orang tua dan tokoh masyarakat dalam pencegahan
penyalahgunaan narkoba pada remaja di Dusun Cikananga Cipaku Ciamis. Teknik
untuk menganalisis data–data yang sudah diperoleh dari data kuisioner yang telah
terkumpul akan diseleksi, entri data dengan cara mengelompokan, memberi skor dan
mendeskripsikan serta menarik kesimpulan.
Dalam penyelesaian menganalisa data kuesioner penulis akan menggunakan
fasilitas SPSS for window versi 15 dan menggunakan metode Artificial Neuron
Network (ANN)4. Alat analisis ini dipakai dengan metode teknologi manusia dimana
proses informasi kompleks dan kecerdasan mesin yang digunakan sebagai upaya
penyederhanaan model biologikal untuk menguji hipotesis pada setiap permasalahan.
6. Teknik Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini peneliti menggunakan teknik penulisan yang
didasarkan pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi” yang
diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2007.
E. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan sistematika sebagai
berikut :
4 Murasa Sarkani Putra, Analisis Data melalui SPSS. (Jakarta, Jakarta Pers) hal 37
BAB I Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian,
dan sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan Teori; Peran Orang Tua Dan Tokoh Masyarakat; Pengertian, Jenis-
Jenis Peran, Peran Orang Tua, Peran Tokoh Masyarakat. Pencegahan
Penyalahgunaan Narkoba; Pengertian, Faktor yang Mempengaruhi
Penyalahgunaan Narkoba, Metode Pencegahan, Penyalahgunaan Narkoba.
Remaja; Pengertian, Kebutuhan Remaja, Problematika Remaja.
BAB III Gambaran umum Dusun Cikananga, gambaran orang tua Dusun
Cikananga, gambaran remaja Dusun Cikananga, metode pencegahan
penyalahgunaan Narkoba remaja di Dusun Cikananga.
BAB IV Deskripsi Data, Analisa Data Peran Orang Tua dan Tokoh Masyarakat
Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Remaja di Dusun Cikananga Cipaku
Ciamis.
BAB V Penutup yang terdiri dari kesimpulan hasil analisa data dan saran saran.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Peran
1. Pengertian Peran
Dalam proses interaksi manusia dengan manusia lain akan tercipta apa yang
dinamakan peranan sebagai sebuah harapan manusia satu terhadap manusia lainnya
dalam berprilaku. Tentu saja setiap manusia pasti mempunyai peranan dan berbeda
peranannya tergantung dengan kedudukan dalam sosial masyarakatnya masing-masing.
Oleh karena itu berbicara mengenai peranan, tentu tidak terlepas dari pembicaraan
mengenai kedudukan (status), walaupun keduanya berbeda tetapi saling berhubungan
dengan yang lainnya, seperti dua sisi mata uang yang berbeda tetapi akan menentukan
nilai bagi mata uang tersebut, itu semua karena peranan merupakan aspek dinamis dari
kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai
dengan kedudukannya berarti dia menjalankan suatu peranan.
Peran berarti “mengambil bagian atau turut aktif dalam suatu kegiatan”.5
Sedangkan peranan berarti tindakan yang dilakukan seseorang atau sesuatu yang
terutama dalam terjadinya sesuatu hal atau peristiwa.
Pendapat Grass Massam dan A.W. Mc. Eachen yang di kutip oleh David Barry
mendefinisikan peranan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada
individu yang menempati kedudukan sosial tertentu.6 Harapan-harapan tersebut masih
menurut David Barry, merupakan hubungan dari norma-norma sosial. Oleh karena itu
dapat dikatakan bahwa peranan itu ditentukan oleh norma-norma di dalam masyarakat,
5 A.Arifn,, Kamus Ilmiah Indonesia Populer, (Bandung, Rajawali Press 2004) cet. Ke-4 6 N. Grass W. S, Masson and A. W. Mc. Eachen, Exploration Role Analysis, di kutip oleh David
Barry, Pokok-pokok pikiran dalam sosiologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), Cet. Ke-3, h.99
artinya seseorang diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan oleh
masyarakat di dalam pekerjaannya dan dalam pekerjaan lainnya.
Selanjutnya menurut Abu Ahmadi dalam buku “Psikologi Sosialnya
menerangkan bahwa”, peranan adalah suatu pengharapan manusia terhadap caranya
individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan status dan fungsi
sosialnya.7 Ini mengartikan bahwa setiap orang menginginkan seseorang menyesuaikan
sikap dan tingkah laku sesuai dengan statusnya serta menjalankan hak dan
kewajibannya.
Teori peran (Role Theory) adalah teori yang merupakan perpaduan berbagai
teori, orientasi maupun disiplin ilmu.8 Dalam teorinya, Biddle dan Thomas membagi
peristilahan dalam teori peran dalam empat golongan, yaitu istilah-istilah yang
menyangkut :
a. Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial
b. Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut
c. Kedudukan orang-orang dalam perilaku
d. Kaitan antara orang dan perilaku.
Selanjutnya, masih menurut Biddle dan Thomas, ada lima istilah tentang
perilaku dalam kaitannya dengan peran, yakni ; expectation (harapan), Norm (norma),
performance (wujud perilaku), evaluation (penilaian), atau sanction (sangsi).
2. Jenis-jenis Perana
a. Role Position adalah kedudukan sosial yang sekaligus menjadikan status atau
kedudukan dan berhubungan dengan tinggi rendahnya posisi orang tersebut
dalam struktur sosial tertentu.
7 Abu Ahmadi, Psikologi Sosial (Jakarta: Rineka Cipta, 1991)., h. 114 8 Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2003), Cet. Ke-8, h. 214
b. Role Behaviour adalah cara seseorang memainkan peranannya.
c. Role Perception adalah bagaimana seseorang memandang peranan sosialnya
serta bagaimana ia harus bertindak dan berbuat atas dasar pandangannya
tersebut.
d. Role Expectation adalah peranan seseorang terhadap peranan yang
dimainkannya bagi sebagian besar warga masyarakat. 9
3. Peran Orang Tua
Fakta berbicara bahwa tidak semua orang tua mampu menciptakan kebahagiaan
bagi semua keluarganya. Banyak keluarga mengalami problema-problema tertentu,
salah satunya ketidakharmonisan hubungan keluarga. Banyak keluarga berantakan yang
ditandai oleh relasi orang tua yang tidak harmonis dan matinya komunikasi antara
mereka.
Ketidakharmonisan yang terus berlanjut sering berakibat perceraian. Kalau pun
keluarga ini tetap dipertahankan, maka yang ada sebetulnya adalah sebuah rumah
tangga yang tidak akrab dimana anggota keluarga tidak merasa betah. Akhirnya orang
tua sering minggat dari rumah atau pergi sampai larut malam.
Berhadapan dengan situasi demikian, remaja merasa bimbang, bingung dan
ketiadaan pegangan dalam hidupnya. Kebimbangan mereka semakin diperparah oleh
sikap orang tua yang mengkambinghitamkan mereka. Lebih parah lagi kalau sikap ini
lahir dari watak orang tua yang otoriter dan feodalistik. Remaja akhirnya menjadi takut
dan mencari sendiri pegangan hidupnya.
Dalam pencaharian inilah mereka akhirnya terjerumus ke dalam narkotika. Para
remaja sesuai dengan umurnya, suka bergaul dengan kelompoknya. Tidak mustahil
9 A. Sutarmadi dan Al Tirmidzi “Peranan dalam Pengembangan Hadits dan Fiqih (Ciputat:
Logos Wacana Ilmu, 1998)., h. 27
mereka menceburkan diri ke dalam kelompok narkotika. Lebih lagi kalau anak merasa
orang tua di rumah sangat tidak bersahabat.
Faktor ketidakharmonisan keluarga punya relasi saling mempengaruhi yang
sangat kuat dengan kenyataan biologis-psikologis kodrati remaja sebagai manusia.
Dikatakan bahwa usia remaja adalah usia serba tidak pasti, penuh gejolak. Remaja, di
satu pihak, ingin melepaskan diri dari pengaruh orangtua. Namun di lain pihak ia belum
sepenuhnya berdiri sendiri. Maka jika orang tua tidak bisa bertindak untuk dapat
dipercayai sekaligus mengayomi, maka remaja akan mencari tempat sandaran lain
berupa kelompok para remaja, yang tidak tertutup kemungkinan telah terlibat narkotika
karena umur remaja adalah umur pase bertanya dan mencari tahu.
Dengan demikian peran orang tua menjadi hal penting dalam upaya pencegahan
penyalahgunaan narkoba. Adapun indikator peran orang tua dalam upaya pencegahan
penyalahgunaan narkoba seperti telah dituliskan oleh lidia Harlina dalam bukunya
Pencegahan dan Penyalahgunaan Narkoba, seperti dijelaskan dibawah ini.
a. Komunikasi Efektif
Perlunya orang tua berkomunikasi secara efektif adalah “dalam sikap dialog,
pemecahan masalah dengan cara ‘tidak kalah-tidak menang’, tidak banyak memberi
ceramah atau nasihat, mendengarkan secara aktif, mau peduli dan berempati”10.
Mendengarkan secara aktif menunjukan kasih sayang dan perhatian orang tua
kepada anak. Sikap orang tua yang menyebabkan anak berhenti atau menolak
mencurahkan isi hatinya menghakimi atau menuduh, merasa benar sediri, terlalu banyak
memberi nasihat atau ceramah, seolah-olah mengetahui semua jawaban, menganggap
10 Martono, Lydia Harlina, Pencegahan dan Penyalahgunaan Narkoba. (Jakarta; Balai h
enteng persoalan anak dan perlu mengindari kata-kata negatif dan menggunakan kalimat
terbuka yang membantu pembicaraan.
Remaja yang menyalahgunakan narkoba memiliki citra diri yang rendah/negatif.
Remaja dengan citra diri positif lebih mudah menolak tawaran narkoba. Orang tua
dibutuhkan untuk membantu peningkatan percaya diri anak dengan memberi pujian dan
dorongan untuk hal-hal kecil atau sepele yang dilakukannya.
Memberikan anak tanggung jawab yang dapat membangun kepercayaan dirinya,
sesuai kemampuan dirinya. Dengan memberi tugas yang harus dikerjakannya setiap hari
dirumah membersihkan kamar tidur, menyapu ruangan, mencuci. Perlihatkan pada
anak, bahwa ia dikasihi, dengan sikap, tindakan dan perkataan, kasih itu tidak boleh
dibuat-buat, tetapi murni dan tulus.
b. Mengembangkan Nilai Positif Pada Anak
Mengembangkan nilai positif pada anak, yaitu “sejak dini ajarkan anak
membedakan yang baik dan buruk, yang benar dan salah”11. Hal itu memungkinkan
anak berani mengambil keputusan atas dorongan hati nuraninya, bukan karena tekanan
atau bujukan teman. Dengan menunjukan sikap tulus, jujur tidak munafik, terbuka, mau
mengakui kesalahan, meminta maaf, serta tekad orangtua untuk memperbaiki diri.
c. Membengun Kenyamanan dalam Keluarga
Masalah keluarga menjadi masalah terbesar yang utama dalam awal
penyalahgunaan narkoba, keadaan koflik suami-istri berlarut-larut, akan menyebabkan
anak dapat merasakan suasana ketegangan dengan orang tua. “Dengan menciptakan
11 Martono, Lydia Harlina, Pencegahan dan Penyalahgunaan Narkoba. (Jakarta; Balai Pustaka)
hal. 17
suasana damai antara suami isteri anak akan lebih terarah dan merasa nyaman. Jika
perlu, dapat minta pertolongan/kosultasi tenaga profesi/ahli, atau orang yang dapat
dipercayai”12.
d. Menjadikan Orang Tua Sebagai Teladan dalam Keluarga
Orang tua wajib meletakkan dasar perkembangan kepribadian yang kokoh bagi
anak, ”dengan keteladanan, memiliki norma yang jelas tentang baik/buruk dan
benar/salah, tidak banyak menuntut dan membimbing anak dengan kasih sayang dan
kepedulian”.13
Berhenti merokok, minum minuman beralkohol, atau memakai narkoba. dapat
dilakukan dengan membuang semua peralatan dan persediaan rokok atau minuman
beralkohol dan tentunya memperlihatkan kemampuan orang tua berkata tidak terhadap
hal-hal yang bertentangan dengan hati nurani.
Tidak menggunakan cara kekerasan (tindakan, kata-kata) pada anak atau orang
lain. Dengan cara menghormati hak-hak anak dan orang lain dan memperlakukan
anak/orang lain dengan adil dan bijaksana. Dan hal yang tidak kalah pentingnya adalah
dengan hidup secara tertib dan teratur..
e. Mendukung Kegiatan Anak Yang Sehat dan Kreatif
Mendukung kegiatan anak yang sehat dan kreatif yaitu ”kegiatan anak di
Sekolah, berolahraga, menyalurkan hobi, bermain musik, dan keterampilan anak lainnya
sesuai dengan keinginan anak. dan tidak menuntut prestasi atau harus menang secara
berlebihan”.14
12 Ibid, h 18 13 Ibid, h 19 14 Ibid, h 20
Dengan melibatkan diri dalam kegiatan anak, anak akan menghargai saat orang
tua melibatkan diri dalam kegiatan anak tetapi tidak terlalu banyak ikut campur dalam
keputusan yang diambil anak.
f. Pendidikan Terhadap Bahaya Narkoba
Kesepakatan tentang norma dan peraturan perlu dijadikan landasan dalam
menjalin hubungan berkeluarga dan bermasyarkat. Hal ini disebabkan pada dasarnya
anak menginginkan kehidupan yang teratur. Anak akan belajar bertanggung jawab jika
ditetapkan aturan bagi perilaku dan kegiatannya sehari-hari, dan tentunya ketetapan ini
disepakati secara bersama-sama secara adil dan tuliskan perturan-peraturan itu dengan
singkat dan jelas.
Mengembangkan kemampuan anak untuk menolak menggunakan narkoba
dengan cara memberitahu anak mengenai haknya melakukan sesuatu yang cocok bagi
dirinya. Jika ada teman yang memaksa atau membujuk, ia berhak menolaknya. Memberi
bimbingan anak mencari kawan sejati yang tidak menjerumuskannya, dan mencari
peluang untuk mengajarkan pada anak mengenai bahaya narkoba dengan menggunakan
nalar sehat.
Dalam poin ini orang tua tidak dibenarkan menggunakan cara menakut-nakuti
atau memberi nasihat. ”Ajarkan anak menolak tawaran memakai narkoba. Ketahui
jadwal kegiatan anak, dan siapa kawan-kawannya”.15 Akan tetapi tidak pula bertindak
seperti polisi dirumah. Menjadikan hubungan orang tua dan anak sebagai hubungan
persahabatan dan mejadi sahabat terbaik bagi anak. Dan memberikan pengajaran secara
standar perilaku benar/salah dan baik/buruk serta menunjukkan keteladanan dalam
15 Ibid, h 25
standar perilaku tersebut:menjadi contoh yang baik bagi anak dan tidak memakai
narkoba
4. Peran Tokoh Masyarakat
Menciptakan lingkungan yang kondusif bagi bekas pengguna agar mereka tidak
terjerat untuk kembali sebagai pengguna narkoba. Selain pencegahan yang telah
disebutkan, maka wahana yang paling berpotensi untuk dapat menghindari
penyalahgunaan narkoba adalah dari kondisi lingkungan keluarga.
Melalui penerapan delapan fungsi keluarga secara benar, dan yang dilaksanakan dalam
kehidupan sehari-hari kiranya akan dapat menimbulkan kenyamanan dalam keluarga
yang pada akhirnya akan menghindarkan penghuninya dari perbuatan tercela ( salah
satunya adalah menjadi pecandu narkoba).
a. Bimbingan Kegiatan Kemasyarakatan
Remaja dengan kondisi psikologis yang memiliki kecenderungan untuk mencoba
dan berkreasi tentunya harus diarahkan dengan berbagai kegiatan kemasyarakatan
seperti kegiatan karang taruna, kegiatan bakti sosial dan berbagai kegiatan
kemasyarakatan lainnya.
b. Menjaga Lingkungan Kondusif
Kecenderungan masyarakat yang terbuka memiliki konsekweansi datangnya
berbagai permasalahan lingkungan, pertama maaalah lingkungan terjadi karena
keterlibatan kelompok remaja dalam mencari eksisistensi dirinya. Menjaga lingkungan
dari pengaruh negatif dapat dilakukan dengan cara bersama dan mengawasi berbagai
permasalahan masyarakat dan mengikutsertakan peran remaja dalam penyelesaiannya
contohnya membuat sistem keamanan ketika ada acara pesta lingkungan atau kegitan-
kegiatan lainnya.
c. Memberikan Penyuluhan Bahaya Narkoba
Pengetahuan terhadap damapak dan akibat dari penyalahgunaan narkoba
merupakan awal dari pencegahan penyalahgunaan narkoba. Dengan memberikan
pemahaman melewati berbagai penyuluhan diharapkan remaja akan lebih resfek
terhadap bahaya narkoba dan mau untuk menyampaikannya pada teman-temannya dan
terjauh untuk mencoba narkoba, diantara pemahaman bahaya narkoba adalah
pengenalan terkait dengan kerusakan keluarga, paranoid, gangguan jiwa, penyakit
menular HIV/AIDS dan akabat lainnya.
d. Norma da Hukuman bagi Penyalahgunaan Narkoba
Kesetabilan dalam lingkungan merupakan kunci pokok dalam upaya pencegahan
penyalahgunaan narkoba, dengan demikian diperlukan peran serta dari elemen
masyarakat khususnya peran tokoh masyarakat baik ketua lingkungan, RT/RW, tokoh
pemuka agama dan ketua remaja untuk membuat peraturan atau norma untuk memberi
batasan dan memberikan hukuman/sangsi sosial terhadap pelaku penyalahgunaan
narkoba.
B. Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba
1. Pengertian
Sebelum menjelaskan pengertian pencegahan penyalahgunaan narkoba, maka
sebelumnya penulis menjelaskan pengertian narkoba. Menurut undang-undang republik
Indonesia nomor 22 tahun 1997, tentang narkotika;
”Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam
golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini atau yang
kemudian ditetapkan dengan keputusan Menteri Kesehatan”16
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa narkoba atau napza adalah
obat/bahan/zat, yang bukan tergolong makanan. Jika diminum, diisap, dihirup, ditelan
atau disuntikan, berpengaruh terutama pada otak (susunan saraf pusat), dan sering
menyebabkan ketergantungan. Akibatnya, kerja otak berubah (meningkat atau
menurun). demikian pula fungsi vital organ tubuh lain (jantung, peredaran darah,
pernapasan, dan lain-lain).
Dengan demikian pengertian pencegahan penyalahgunaan narkoba adalah upaya
yang dilakukan terhadap faktor-faktor yang berpengaruh atau penyebab, baik secara
langsung maupun tidak langsung, agar seseorang atau sekelompok masyarakat
mengubah keyakinan, sikap dan perilakunya sehingga tidak memakai narkoba atau
berhenti memakai narkoba.
2. Faktor yang Mempengaruhi Penyalahgunaan Narkoba
Menurut Dadang Hawari penyebab penyalahgunaan narkoba ini biasanya berasal
dari faktor individu, faktor sosial budaya dan juga dari faktor lainnya. Tapi yang paling
utama terjadinya penyalahgunaan narkoba tentu karena banyak tersedia di mana-mana
baik di pemukiman, di rumah sekolah, kampus, di jalanan, di warung-warung kecil dan
lain sebagainya, meskipun ini dengan cara ilegal dan sembunyi-sembunyi. Di antara
faktor yang mempengaruhi narkoba dapat dijelaskan sebagai berikut 17:
a. Faktor Individu
16 Muhammad Zaki, Konsep Islam Dalam Memerangi Naza, (Jakarta; Insan Press, 2001) h 88
17 Dadang Hawari, Penyalahgunaan Dan Ketergantungan Naza , ( Jakarta; UI Press, 2004)
hal 17-57
Dari faktor Individu ini sangat dominan terjadi dari aspek kepribadian, yaitu yang
menyangkut pada: tingkah laku anti sosial seperti; kepribadian ingin melanggar, sifat
memberontak, melawan apa saja yang berbau otoritas, menolak nilai-nilai yang
tradisional, mudah kecewa dan sifat tidak sabar.
Kecemasan dan depresi, ini banyak terjadi pada orang yang tidak dapat
menyelesaikan kesulitan hidupnya sehingga timbul depresi dan akan berakibat pada
penyalahgunaan narkoba. Pengetahuan yang kurang tentang napza akan mengakibatkan
orang berfikir negatif terhadap penggunaanya, sehingga akan mengakibatkan
penyalahgunaan narkoba.
Keterampilan berkomunikasi dengan teman sebaya sangat berpengaruh pada
penyalahgunaan narkoba. Pada Orang/anak yang kurang trampil berkomunikasi juga
akan menyebabkan tidak dapat menolak/menghindar jika ada orang yang menawarkan
untuk mencoba sesuatu (narkoba), sehingga akan mengakibatkan pada penyalahgunaan
narkoba
b. Faktor Sosial
Dari faktor sosial budaya antara lain berasal dari kondisi keluarga. Hubungan
keluarga yang kurang harmonis sehingga akan menyebabkan kurang nyamannya
kondisi di dalam rumah. ada pula dari pengaruh teman kelompok sebaya yaitu
keinginan untuk mencoba biasanya datang dari pengaruh teman, disamping rasa takut
seseorang/anak untuk tidak diterima dalam kelompoknya akan menyebabkan
orang/anak mencari kompensasi ke penyalahgunaan narkoba.
Faktor sosial juga dapat dipengaruhi dari kondisi di sekolah, seperti kurang
ketatnya peraturan sekolah tentang tata tertib penggunaan narkoba, sistem kontrol yang
kurang ketat akan menyebabkan orang/anak mencari kompensasi ke penyalahgunaan
narkoba.
c. Faktor Lain
Ada tahap-tahap dari penyalahgunaan narkoba yaitu akan diawali dari tahap; coba-
coba, rekreasi, situasional dan akhirnya sampai pada tahap ketergantungan, dan dampak
dari penyalahgunaan narkoba ini bukan hanya pada kondisi fisik dan kondisi psikologik
saja tetapi juga berdampak besar pada kondisi sosial-ekonomi.
Dari faktor lain yang mempengaruhi penyalahgunaan Narkoba yaitu berasal dari
promosi iklan yang berlebihan atau kurang jelas tentang khasiat suatu obat, akan
menyebabkan orang/anak mencari kompensasi ke penyalahgunaan narkoba.
C. Model Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba
Upaya yang paling baik dalam menanggulangi penyalahgunaan narkoba tentunya
adalah melalui upaya pencegahan yang dilakukan kepada manusia sebagai calon
pengguna dan pengadaan narkoba serta pemasarannya. Menurut Lydia Harlina Martono
pencegahan yang dapat dilakukan antara lain melalui langkah langkah di bawah ini 18:
1. Pencegahan Primer (Primary Prevention )
Pencegahan ini dilakukan kepada orang yang belum mengenal narkoba serta
komponen masyarakat yang berpotensi dapat mencegah penyalahgunaan narkoba
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam upaya pencegahan ini antara lain: penyuluhan
tentang bahaya narkoba penerangan melalui berbagai media tentang bahaya narkoba
pendidikan tentang pengetahuan narkoba dan bahayanya.
2. Pencegahan Sekunder (Secondary Prevention)
18 Martono, Lydia Harlina, Pencegahan dan Penyalahgunaan Narkoba. (Jakarta; Balai hal. 17
Pencegahan ini dilakukan “kepada orang yang sedang coba-coba
menyalahgunakan narkoba serta komponen masyarakat yang berpotensi dapat
membantu agar berhenti dari penyalahgunaan narkoba”.19 Kegitan-kegiatan yang
dilakukan dalam upaya pencegahan ini antara lain Deteksi dini anak yang
menyalahgunaan narkoba Konseling Bimbingan sosial melalui kunjungan rumah
penerangan dan pendidikan pengembangan individu (life skills) antara lain tentang
keterampilan berkomunikasi, keterampilan menolak tekanan orang lain dan
keterampilan mengambil keputusan dengan baik.
3. Pencegahan Tertier (Tertiary Prevention )
Pencegahan ini dilakukan ”kepada orang yang sedang menggunakan narkoba dan
yang pernah/mantan pengguna narkoba, serta komponen masyarakat yang berpotensi
dapat membantu agar berhenti dari penyalahgunaan narkoba dan membantu bekas
korban naroba untuk dapat menghindari”20. Kegitan-kegiatan yang dilakukan dalam
upaya pencegahan ini antara lain konseling dan bimbingan sosial kepada pengguna dan
keluarga serta kelompok lingkungannya.
Sehubungan dengan interaksi faktor narkoba, individu, dan lingkungan sebagai
penyebab penyalahgunaan narkoba seperti yang telah diuraikan, ada 4 model
penanggulangan yang terdapat di dunia dan upaya pencegahannya21. Setiap model
mempunyai strategi atau cara pendekatan, sesuai disiplin ilmu dari setiap model.
1. Model Moral-Legal
19 Ibid. h 77-80 20 Ibid h. 81-83 21 Ibid. h 57
Penganut model tradisional/konvensional ini adalah “para penegak hukum,
tokoh agama, dan kaum moralis”. Di sini narkoba dianggap sebagai penyebab masalah.
Obat/zat digolongkan pada berbahaya dan tidak berbahaya. Obat berbahaya adalah obat
yang membahayakan kehidupan manusia, berbahaya atau tidak aman, dan
penggunaannya bertentangan secara sosial dan legal. Oleh karena itu, pengedar/penjual
dan penggunanya secara moral (sosial) dan legal adalah pelaku kejahatan yang harus
dihukum dan dijauhkan dari lingkungan sosialnya.
Ahli farmakologi memandang penggunaan narkoba dari sudut ilmiah-objektif,
bebas dari pengaruh nilai dan subjektivitas. Artinya, pengaruh penggunaan narkoba
terhadap tubuh ditentukan oleh faktor-faktor, seperti, dosis, cara pakai, frekuensi
pemakaian, dan kondisi tubuh pemakai, terlepas dari hal-hal yang bersifat subjektif dan
dari nilai baik buruknya. Di lain pihak, masyarakat lebih cenderung melihat
penyalahgunaan narkoba dari perasaan subjektif dan nilai-nilai moral-legal. Oleh karena
itu, upayanya sering diwarnai oleh hal-hal yang bersifat emosional dan subjektif.
Tujuan utama penanggulangan adalah bagaimana menjauhkan narkoba dari
penggunaannya oleh masyarakat narkoba adalah unsur aktif, sedangkan masyarakat
adalah korban yang harus dilindungi dengan pengaturan moral, sosial dan legal.
Pencegahan dilakukan dengan pengawasan ketat peredaran narkoba, meningkatkan
harga jual, ancaman hukuman berat dan peringatan keras tentang bahayanya.
Diharapkan kepada masyarakat agar waspada terhadap bahayanya.
Model ini dahulu menjadi bobot terbesar cara penanggulangan di banyak negara.
Saat inipun berlaku pada negara yang penegakan hukumnya menjadi tolak ukur, seperti
Singapura dan Malaysia. Indonesia mengikuti upaya yang dilakukan Negara yang
menerapkan model moral-legal tersebut, tetapi penegakan hukumnya masih sangat
lemah.
2. Model Medik dan Kesehatan Masyarakat
Ahli kedokteran dan kesehatan menganggap penyalahgunaan narkoba
merupakan penyakit menular yang berbahaya sehingga penanggulangannya pun harus
mengikuti cara pemberantasan penyakit menular, seperti malaria. Model narkoba-
individu-lingkungan tidak ubahnya model kesehatan masyarakat dalam memberantas
penyakit menular seperti malaria, dengan model segitiga agent-host-environment.
Sama halnya dengan model pertama, model ini masih menganggap narkoba
sebagai penyebab masalah. Namun, narkoba di sini diartikan sebagai penyebab
ketergantungan, bukan suatu hal yang berbahaya, seperti diartikan pada model pertama.
Oleh karena itu, yang dimaksud narkoba adalah semua obat/bahan/zat yang dapat
menyebabkan pengaruh ketergantungan atau adiktif (zat adiktif), disebut NAPZA,
termasuk alkohol, nikotin, dan kafein.
Penanggulangannya tidak jauh berbeda dengan model pertama. hanya di sini,
narkoba tidak dilihat sebagai unsur yang berbahaya dan melanggar hukum, tetapi
sebagai penyebab suatu penyakit. Individu pun digolongkan sebagai rawan atau tidak
rawan.
Indonesia pun menganut model ini, misalnya, penyalahguna ditolong hanya
secara medik; pengawasan terhadap penggunaan dan peredaran narkoba, dan informasi
mengenai narkoba sebagai penyabab ketergantungan. Upaya pencegahan di tunjukan
pada sekelompok masyarakat dari bahaya ‘ditularkan’ oleh pecandu, identifikasi dan
pertolongan pada kelompok yang beresiko tinggi, serta penerangan. Informasi bahaya
narkoba dilakukan seperti halnya kampanye anti rokok.
3. Model Psikososial
Model psikososial menempatkan individu sebagai unsur yang aktif dalam rumus
narkoba individu lingkungan. Penanggulangannya ditujukan pada faktor perilaku
individu. Disebut model psikososial, karena perilaku seseorang bergantung pada
dinamika dengan lingkungannya, baik dari segi perkembangan dan pendidikannya
maupun dalam berinteraksi dengan lingkungannya (dinamika kelompok).
Model psikososial tidak melihat penyalahgunaan narkoba sebagai masalah
narkoba, tetapi masalah manusia, “It is not a problem of drugs, but it is a problem of
people”, sehingga dapat dikategorikan sebagai salah satu perilaku adiktif yang lebih
luas, seperti adiksi terhadap seks, uang, kekuasaan, belanja, pekerjaan, dan lain-lain,
yang merupakan gaya hidup hedonistis (senang mencari kenikmatan) pada masyarakat
modern. perilaku ini disebut perilaku adiktif sebagai perilaku kompulsif. Jadi, sumber
masalah adalah diri sendiri, bukan pada narkoba atau penggunaannya.
Pencegahan pada model ini ditujukan pada perbaikan kondisi pendidikan atau
lingkungan psikososialnya, seperti keluarga, sekolah dan masyarakat. Pemberian
informasi tentang narkoba dengan cara menakut-nakuti (horror technique atau scare
tactis) sangat tidak dianjurkan.
4. Model Sosial-Budaya
Model ini menekankan pentingnya lingkungan dan konteks sosial-budaya.
Contoh, merokok adalah perilaku norma yang dapat diterima oleh sebagian besar orang
dewasa. Pemakaian ganja, pada beberapa daerah atau negara dianggap wajar. Namun,
penyalahgunaan narkoba lain dikatakan sebagai perilaku yang menyimpang atau ‘tidak
normal’. Artinya, menyimpang dari norma sosial-budaya yang berlaku, yang
variabelnya ditentukan oleh kultur atau subkultur yang sangat kompleks.
Pandangan sosial budaya melihat perilaku menyimpang tersebut sebagai produk
yang kurang menguntungkan dari sistem sosial tertentu. Konformitas, kompetisi,
prestasi, dan produktivitas berpengaruh ganda terhadap seseorang karena dapat
merugikan atau menguntungkan.
Sasaran penanggulangan pada model ini adalah perbaikan kondisi sosial
ekonomi dan lingkungan masyarakat. Industrialisasi, urbanisasi, kurangnya kesempatan
kerja, dan sebagainya, menjadi perhatian utama. Oleh karena itu, lembaga-lembaga,
terutama pendidikan, perlu dimodifikasi menjadi lebih manusiawi; pelayanan kesehatan
dan sosial ditujukan bagi kepentingan klien/konsumen; pengembangan potensi
masyarakat pada setiap kelompok umur; perluasan kesempatan kerja, dan sebagainya.
5. Model Pendekatan Komprehenshif
Setiap model memperlihatkan pandangan yang berbeda dan menganjurkan saran
yang berbeda pula untuk mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan narkoba. jika
lebih menitikberatkan pada “bagaimana menghindarkan narkoba dari penggunaannya
oleh masyarakat”.22 Undang-undang dan penegakan hukum memegang peran terbesar.
Jika masalahnya lebih ditujukan kepada upaya ‘menghindarkan manusia dari
penggunaan narkoba’ maka profesi di bidang perbaikan perilaku memegang peranan
utama. Jika masalahnya adalah ‘bagaimana menciptakan lingkungan agar narkoba tidak
disalah-gunakan’, masyarakat dan lembaga-lembaga terkait perlu dilibatkan.
Penulis sadari bahwa masalah penyalahgunaan narkoba sangat kompleks. Tidak
mungkin masalah itu didekati hanya dari satu sisi saja. Oleh karena itu, agar upaya
penanggulangannya efektif dan efisien, perlu dilakukan secara bersama-sama. Inilah
22 Ibid, h. 90-91
makna pendekatan menyeluruh atau komprehenshif. Semua pihak mengambil bagian
masing-masing sesuai dengan kompetensi dan bidang tugasnya.
Di berbagai negara maju, tampak ada kecenderungan pendekatan kepada model
psikososial dan sosial-budaya. Dengan pengalaman puluhan tahun dan biaya sangat
besar, mereka melakukan upaya model tradisional, yaitu model moral-legal, tetapi
hasilnya tidak memuaskan. “Negara-negara yang telah menghabiskan biaya besar setiap
tahunnya untuk pemberantasan pengedaran gelap narkoba, ternyata hanya berhasil
menekan tingkat peredarannya sebesar 4% saja”23. Oleh karena itu, sekarang banyak
negara beralih kepada model-model lain, dengan mengadakan riset mengenai
programnya serta efektivitas dan efesiensinya.
Pola pencegahan penyalahgunaan/ketergantungan NAZA dapat dilihat dari dua
aspek yaitu upaya supply reduction dan demand reduction; dengan pendekatan security
approach dan welfare approach. Yang dimaksud dengan supply reduction adalah
upaya-upaya untuk mengurangi sebanyak mungkin pengadaan dan peredaran NAZA.
Termasuk upaya ini misalnya pemberantasan penyelundupan dan razia terhadap
peredaran NAZA; dan kepada mereka yang terlibat dikenakan sanksi hukum yang
maksimal, bahkan kalau perlu sampai pada hukuman mati. Upaya supply reduction ini
dilakukan oleh aparat penegak hukum dan instansi yang terkait dengan pendekatan
security approach yaitu pendekatan keamanan.
Yang dimaksud dengan demand reduction adalah upaya-upaya untuk
mengurangi sebanyak mungkin permintaan atau kebutuhan terhadap NAZA oleh para
penyalahgunaan. Upaya demand reduction ini dilakukan oleh kalangan kedokteran dan
kesehatan maupun masyarakat serta instansi yang terkait. Upaya ini dilaksanakan
23 Dadang Hawari, Penyalahgunaan Dan Ketergantungan Naza (Narkotika, Alcohol, Dan Zat
Adiktif), ( Jakarta; Ui Press, 2004) h 17
dengan pendekatan welfare approach yaitu pendekatan kesejahteraan; misalnya
memberikan penyuluhan kepada masyarakat, terapi dan rehabilitasi terhadap para
penyalahguna/ketergantungan NAZA.
Upaya pencegahan dapat dilakukan apabila diketehui pola penyebaran dan
penularan “penyakit NAZA”. Pencegahan atau prevensi terbagi dalam 3 bagian yaitu :
a. Prevensi primer, adalah pencegahan agar orang yang sehat tidak terlibat
penyalahgunaan/ketergantungan NAZA.
b. Prevensi sekunder, adalah terapi (pengobatan) terhadap mereka yang terlibat
penyalahgunaan/ketergantungan NAZA (pasien).
c. Prevensi tersier, adalah rehabilitasi bagi penyalahguna/ketergantungan
NAZA setelah memperoleh terapi.
Untuk dapat melakukan pencegahan, pemberantasan serta penanggulangan
penyalahgunaan/ketergantungan NAZA secara terpadu, maka pola pemberantasan
malaria dapat dijadikan model.
Dalam kaitannya dengan analogi di atas, maka parasit malaria dapat disamakan
dengan NAZA, nyamuk malaria dapat disamakan dengan pengedar NAZA, sarang
nyamuk malaria dapat disamakan dengan tempat-tempat yang rawan seperti diskotik
dan tempat-tempat hiburan malam yang sejenis. Sementara itu penderita penyakit
malaria (pasien) dapat disamakan dengan penyalahguna/ketergantungan NAZA yang
merupakan korban atau penderita (pasien).
Penderita penyakit malaria (pasien) perlu pengobatan dan perawatan, sementara
penderita (pasien) NAZA perlu juga terapi (pengobatan dan perawatan) dan rehabilitasi
dengan prinsip berobat dan bertobat. Mengapa selain berobat juga harus berobat,
alasannya adalah bahwa NAZA ini haram hukumnya dari segi agama dan Undang-
Undang.
Parasit malaria dimusnahkan dengan obat anti malaria, sementara NAZA itu
sendiri juga perlu dimusnahkan dengan cara misalnya dibakar dan dihancurkan
sedemikian rupa sehingga tidak dapat digunakan lagi. Nyamuk malaria juga
dimusnahkan misalnya dengan semprotan insektisida (obat anti nyamuk) sehingga tidak
lagi dimungkinkan penularan penyakit malaria tersebut dari satu orang ke orang lain.
Pola pemberantasan NAZA dengan analogi pola pemberantasan malaria tersebut
diatas bila dilaksanakan dengan baik dan terpadu maka upaya-upaya supply reduction
dengan pendekatan security approach dan upaya-upaya demand reduction dengan
pendekatan welfare approach dapat diterapkan.
Dari penelitian yang telah dilakukan Dadang Hawari, permasalahan
penyalahgunaan/ketergantungan NAZA sudah sedemikian kompleks sehingga dapat
merupakan ancaman dari sudut pandang mikro (keluarga) maupun makro (masyarakat,
bangsa dan negara) yang pada gilirannya membahayakan ketahanan nasional. Oleh
karena itu rekomendasi berikut ini yang disampaikan Dadang Hawari perlu mendapat
perhatian pemerintah dan masyarakat secara sungguh-sungguh, yaitu antara lain:
1. UU Narkotika dan UU Psikotrapika yang sudah ada perlu direvisi, dan
dilengkapi dengan PP-nya. UU dan PP tentang alkohol (minuman keras)
belum ada padahal RUU alkohol sudah pernah diajukan sejak tahun 1985.
Keppres (1995) tentang Alkohol yang ada tidak relevan dan bertentangan
dengan WHO, demikian pula halnya dengan Keppres Rokok.
2. Kasus-kasus internal affair yang terjadi dan melibatkan oknum aparat
perlu ditindaklanjuti dan diselesaikan sesuai dengan hukum yang berlaku.
Hal ini berhubungan dengan national security. Ibaratnya kalau hendak
menyapu lantai yang kotor tentunya memakai sapu yang bersih bukan yang
kotor pula.
3. Perlunya dibentuk institusi khusus di bidang
penanggulangan/pemberantasan NAZA yang berwibawa dan disegani
langsung di bawah Presiden, semacam DEA (Drugs Enforcement Agency)
di Amerika Serikat.
4. Bila ada Indonesian Corruption Watch, maka perlu ada Indonesian Druga
and Alcohol Watch yang merupakan LSM yang dapat memberikan tekanan
kepada pemerintah.
5. Anggaran operasional dan kesejahteraan dari aparat kepolisian hendaknya
ditingkatkan dan disesuaikan. Hal ini dimaksudkan untuk memperkecil
terjadinya “kolusi”.
6. Meningkatkan kesadaran aparat kejaksaan dan kehakiman untuk
memberikan sanksi maksimal terhadap pidana NAZA, kalau perlu dangan
hukuman mati.
7. Memberdayakan potensi masyarakat untuk secara swakarsa, swadaya,
swasembada dan swadana memerangi NAZA dilingkungannya masing-
masing untuk menciptakan lingkungan bebas NAZA (Drug Free
Environment); mulai dari RT, RW, Kelurahan dan seterusnya. Sistem
Keamanan Lingkungan (Siskamling) yang sekarang ini perlu diperluas
cakupannya antara lain mencegah/menanggulangi peredaran NAZA di
lingkungannya masing-masing.
8. Perlu pendidikan dan penyuluhan sejak dini mulai dari rumah,
sekolah/kampus, tempat kerja dan di masyarakat bahwa NAZA haram
hukumnya baik dari segi agama maupun dari segi UU.
9. Ada 3 kategori penyalahguna/ketergantungan NAZA :
a. sebagai pasien, yang perlu mendapat terapi dan rehabilitasi dan
bukannya hukuman.
b. sebagai korban, yang perlu mendapat terapi dan rehabilitasi dan
bukannya hukuman.
c. sebagai pemakai sekaligus pengedar, perlu mendapat terapi,
rehabilitasi dan dilanjutkan dengan proses hukum (hukuman)24.
Upaya pencegahan dalam arti prevensi primer dapat diupayakan di rumah, di
sekolah/kampus, di tempat kerja dan di lingkungan sosial/masyarakat. Prevensi primer
dalam bentuk penyuluhan bahaya penyalahgunaan/ketergantungan NAZA perlu secara
intensif, berkesinambungan dan konsisten dilaksanakan kepada mereka yang masih
sehat (belum terlibat penyalahgunaan/ketergantungan NAZA).
Dari pengamatan diketahui bahwa mereka yang semula sehat kemudian terlibat
penyalahgunaan/ketergantungan NAZA itu disebabkan karena ketidak-tahuannya
terhadap bahaya NAZA (ignorancy) dan kurangnya sosialisasi di bidang hukum dan
perundang-undangan yang berkaitan dengan bahaya NAZA.
24 Dadang Hawari,, Terapi Detoksifikasi Rehabilitasi (Pesantren) Mutakhir
(System Terpadu) Pasien Naza,( Jakarta; UI press, 2004) h 15
C.Remaja
1. Pengertian
Remaja dalam bahasa yang lain disebut “puberta” yang berarti usia menjadi
orang. sedangkan dalam bahasa Inggris disebut “puberty” atau “pubertei” dalam bahasa
Belanda.
Bagi sebagian besar orang yang baru berangkat dewasa bahkan yang sudah
melewati usia dewasa, remaja adalah waktu yang paling berkesan dalam hidup mereka.
Kenangan terhadap saat remaja merupakan kenangan yang tidak mudah dilupakan,
sebaik atau seburuk apapun saat itu.
Sementara banyak orang tua yang memiliki anak berusia remaja merasakan
bahwa usia remaja adalah waktu yang sulit. Banyak konflik yang dihadapi oleh orang
tua dan remaja itu sendiri. Banyak orang tua yang tetap menganggap anak remaja
mereka masih perlu dilindungi dengan ketat sebab di mata orang tua para anak remaja
mereka masih belum siap menghadapi tantangan dunia orang dewasa.
Sebaliknya, bagi para remaja, tuntutan internal membawa mereka pada
keinginan untuk mencari jati diri yang mandiri dari pengaruh orang tua. Keduanya
memiliki kesamaan, yaitu bahwa remaja adalah waktu yang kritis sebelum menjalani
hidup sebagai orang dewasa. Mengapa para remaja seringkali merasa tidak dimengerti
dan tidak diterima oleh lingkungan sekitarnya
Semua kata tersebut memiliki arti menunjukan suatu masa dalam pertumbuhan dari
anak-anak menuju kedewasaan, pada masa ini dalam segala segi dia sedang mengalami
kegoncangan dan ketidakpastian.
Menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat, masa remaja adalah “masa yang penuh
kegoncangan jiwa, masa yang berada dalam peralihan atau berada di atas jembatan
goyang yang menghubungkan masa anak-anak dengan masa dewasa yang matang dan
berdiri sendiri25.
Dra. Melli Sri Sulastri Rifa’i mengemukakan pendapatnya tentang pengertian
remaja, yakni :
“pemuda yang berada pada masa perkembangan yang dengan masa dalam
kehidupan manusia dimana seseorang sudah tidak dapat dikatakan anak kecil
lagi adolesensia (masa remaja menuju kedewasaaan) masa ini merupakan taraf
perkembangan, tapi belum juga disebut orang dewasa taraf perkembangan ini
pada umumnya disebut masa pancaroba adalah masa peralihan dari masa anak-
anak menuju kearah kedewasaan”26.
Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang
batasannya usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu
dianggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau
batasan untuk pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir
usia 15 tahun tetapi kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun.
Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah (atau sedang) mengalami
pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah siap
menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap menghadapi dunia nyata orang dewasa,
meski di saat yang sama ia juga bukan anak-anak lagi. Berbeda dengan balita yang
perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir tidak memiliki pola
perkembangan yang pasti.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas, kiranya tidak tergesa-gesa jika
disimpulkan bahwa secara teoritis dan empiris dari segi psikologis, “rentangan usia
remaja berada dalam usia 12 tahun sampai 21 tahun bagi wanita, dan 13 tahun sampai
22 tahun bagi pria. Jika dibagi atas remaja awal dan remaja akhir, maka remaja awal
25Prof. Dr Zakiah Daradjat., Peranan Agama dalam Kesehatan Mental ( Jakarta: Gramedia, 2002.
Cet ke 1) h. 17 26 Darwis. Psikologis Pernikahan dan Anak. (Jakarta; Cendikia Centra Muslim.2003) h 37
berada dalam usia 12/13 tahun sampai 17/18 tahun, dan remaja akhir dalam rentangan
usia 17/18 tahun sampai 21/22 tahun”27. Sedangkan periode sebelum masa remaja ini
disebut sebagai “ambang pintu masa remaja” atau sering disebut sebagai “periode
pubertas;” pubertas jelas berbeda dengan masa remaja, meskipun ber tumpang-tindih
dengan masa remaja awal.
Dalam perkembangannya seringkali mereka menjadi bingung karena kadang-
kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu mereka dituntut untuk
bersikap mandiri dan dewasa. Memang banyak perubahan pada diri seseorang sebagai
tanda keremajaan, namun seringkali perubahan itu hanya merupakan suatu tanda-tanda
fisik dan bukan sebagai pengesahan akan keremajaan seseorang.
Namun satu hal yang pasti, konflik yang dihadapi oleh remaja semakin
kompleks seiring dengan perubahan pada berbagai dimensi kehidupan dalam diri
mereka. Untuk dapat memahami remaja, maka perlu dilihat berdasarkan perubahan pada
dimensi-dimensi tersebut.
2. Kebutuhan Remaja
Kebutuhan remaja secara umum, sama saja dengan kebutuhan yang dimiliki oleh
kelompok orang dalam masa mana pun dia berbeda. remaja juga memiliki kebutuhan
primer. Yang pisiologis misalnya: makan, minum, tidur, dan lain-lain; atau yang umum
misalnya kebutuhan akan keaktipan, kebutuhan menyelidiki dan mengetahui sesuatu.
Remaja juga memiliki kebutuhan sekunder yaitu kebutuhan akan dihargai, kebutuhan
akan pujian, kebutuhan akan kedudukan, kebutuhan menghasilkan sesuatu, dan
27Andi Mappiare, Psikologi Remaja. ( Surabaya; Usaha Nasional,1982) h 27
semacamnya. Demikian pula sehubungan dengan pembagian kebutuhan atas tinjauan
dari segi-segi lain ;segi pisik, psikis, sosial dan religius.
Para ahli sepakat tentang adanya kebutuhan yang khas bagi remaja. kebutuhan
itu bersangkutan dengan psikologis-sosiologis yang mendorong remaja untuk
bertingkah laku yang juga khas. Akan tetapi, apa bentuk kebutuhan-kebutuhan yang
khas itu, dan diantaranya kebutuhan nama yang terkuat bagi remaja, rupa-rupanya
belum ada kesepakatan para ahli. Sesuai dengan penekanannya masing-masing.
Kalau dititik-beratkan pada kebutuhan yang bersangkutan dengan pribadi;
psikologis-sosiologis remaja, agaknya perangkat kebutuhan yang pernah dicatat oleh
Garrison, relevan untuk dijadikan pencerminan. Garrison pernah mencatat 7 kebutuhan
khas remaja sebagai berikut :
(1). Kebutuhan akan kasih sayang, terlihat adanya sejak masa yang lebih muda
dan menunjukkan berbagai cara perwujudan selama masa remaja.
(2). Kebutuhan akan keikutsertaan dan diterima dalam kelompok merupakan
hal yang sangat penting, sejak remaja “melepaskan diri” dari keterikatan
keluarga dan berusaha memantapkan hubungan-hubungan dengan teman
lawan jenis.
(3). Kebutuhan untuk berdiri sendiri yang dimulai sejak usia lebih muda
(remaja awal), menjadi sangat penting selama masa remaja; manakala
remaja dituntut untuk membuat berbagai pilihan dan mengambil
keputusan.
(4). Kebutuhan untuk berprestasi menjadi sangat penting dan pasti seirama
dengan pertumbuhannya secara individual mengarah pada kematangan
atau kedewasaan.
(5). Kebutuhan akan pengakuan dari orang lain sangat penting, sejak mereka
bergantung dalam hubungan teman sebaya dan penerimaan teman sebaya.
(6). Kebutuhan untuk dihargai dirasakannya berdasarkan pandangan atau
ukurannya sendiri yang menurutnya pantas bagi dirinya (sesuai dengan
kenyataan), dan menjadi bertambah penting seirama dengan pertambahan
kematangan.
(7). Kebutuhan memperoleh falsafah hidup yang utuh terutama Nampak
dengan bertambahnya kematangan (kedewasaan). Untuk mendapatkan
ketetapan dan kepastian, remaja memerlukan beberapa petunjuk yang akan
memberikannya dasar dan ukuran dalam membuat keputusan-keputusan.
Falsafah hidup-lah yang berperanan untuk itu28.
28 ibid, h 55
Perlu dicatat bahwa kebutuhan-kebutuhan tersebut di atas tidak berlaku bagi
seluruh remaja, karena kebutuhan khususnya terdiri dari berbagai tingkat intensitas.
Intensitas masing-masing kebutuhan dibatasi oleh berbagai faktor, antara lain faktor
individual, faktor individual, faktor sosial, kultural dan faktor religius (termasuk nilai-
nilai).
Bagi remaja Indonesia, agaknya terdiri dari 2 kelompok kebutuhan pribadi;
psikologis-sosiologis, kalau ditinjau dari segi terhadap siapa tuntutan pemenuhan
kebutuhan tersebut. Kelompok kebutuhan tersebut adalah : “pertama; kebutuhan-
kebutuhan yang menuntut pemenuhannya dari kelompok teman sebaya atau “peer-
group.” kedua; kebutuhan-kebutuhan yang menuntut pemenuhan dari orang tua remaja
itu sendiri”29.
Kelompok kebutuhan yang menuntut pemenuhannya dari “peer-group” dapat
diterapkan apa yang dijadikan model konsep oleh palmer, yang diadaptasikan, sehingga
nampak sebagai beriakut kebutuhan untuk diterima oleh “peer-group,” dan kebutuhan
menghindari penolakan “peer-group.”
Dalam proses kerjanya, kedua kebutuhan yang simultan ini, bekerja pula
didalamnya (adanya) kebutuhan masih sayang, kebutuhan keikut-sertaan, kebutuhan
untuk berdiri sendiri, kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan pengakuan dan kebutuhan
untuk dihargai. Sedangkan falsafah, nilai-nilai, lebih merupakan sesuatu tugas
perkembangan remaja. Remaja haruslah memiliki falsafah hidup, nilai-nilai yang dapat
dijadikannya pedoman dalam gerak dan arah perbuatannya.
29 ibid h 72
Kelompok kebutuhan yang menuntut pemenuhannya dari orang tua remaja
Indonesia, lebih menonjol kebutuhan-kebutuhan :pengakuan sebagai orang yang mampu
untuk menjadi dewasa. Perhatian dan kasih-sayang. Kedua kelompok kebutuhan
tersebut di atas, secara bersama-sama menuntut pemenuhannya dengan mewujudkan
diri dalam berbagai perilaku remaja yang unik itu.
Wujud-wujud tingkah-laku sebagai pernyataan kebutuhan yang menonjol
kiranya cukup jelas diuraikan oleh palmer di muka. Hanya perlu diingat bahwa :
(1). Banyak kebutuhan-kebutuhan yang dapat melahirkan wujud-wujud
perbuatan yang sama.
(2). Banyak wujud-wujud perbuatan yang dilahirkan oleh kebutuhan-
kebutuhan yang sama.
(3). Kebutuhan-kebutuhan itu saling berkaitan satu sama lain30.
Pemenuhan kebutuhan pribadi ; psikologis-sosiologis sama pentingnya dengan
pemenuhan kebutuhan biologis. Statemen itu dapat diterima, jika diakui asumsi bahwa
manusia merupakan satu kesatuan pisis-psikis yang tidak dapat dipisah-pisahkan,
walaupun dapat dibedakan.
Kalau pemenuhan kebutuhan biologis; kebutuhan makan, minum, bernafas, dan
sebagainya, penting sebab tak terpenuhinya kebutuhan itu mengakibatkan kematian,
maka pemenuhan kebutuhan psikologis dan sosiologis memang tidak menyebabkan
kematian. Akan tetapi, tidak terpenuhinya kebutuhan psikilogis-sosiologis dapat
menyebabkan hilangnya keinginan untuk hidup ; dan akan mempercepat kematian.
Jika kebutuhan-kebutuhan psikologis dan sosiologis dapat dipenuhi secara
memadai, maka mendatangkan keseimbangan dan keutuhan integrasi pribadi; individu
yang bersangkutan dapat merasa gembira, harmonis, dan menjadi orang yang produktif,
30 ibid, h 77
yang dengan demikian seseorang dapat bekerja secara gembira dalam kepentingan
masyarakat dan kepentingan diri sendiri.
Sebaliknya, jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, maka tidak ada kepuasan
dalam hidup seseorang, dia dapat frustasi, serta terhalang dan terlambatnya
pertumbuhan serta perkembangan sikap positip terhadap lingkungan masyarakat dan
dirinya; sehingga menjadi orang yang merasa tidak berarti dalam hidup.
3. Problematika Remaja
Mengenal remaja dan apa problema yang dihadapinya adalah suatu keharusan bagi
orang tua. Dengan bekal pengetahuan ini orang tua dapat membimbing anaknya
menataki masa-masa krisis tersebut dengan mulus. Hal ini sangat dirasakan oleh semua
karena di bahu remaja masa kini terletak tanggung jawab moral sebagai generasi
penerus, menggantikan generasi yang ada saat ini.
Mereka inilah yang kelak berperan menjadi sumber daya manusia yang tangguh
dan berkualitas, menjadi aset nasional dan tumpuan harapan bangsa dalam kompetisi
global, yang tentunya kian hiruk pikuk di abad ke XXI. Terkait dengan problematika
anak usia remaja Andi Mappiare mengungkapkan dalam beberapa faktor sebagai
berikut31 :
a. Faktor Internal
1. Reaksi Frustasi Diri
Dengan semakin pesatnya usaha pembangunan, modernisasi yang berakibat pada
banyaknya anak remaja yang tidak mampu menyesuaikan diri terhadap berbagai
perubahan sosial itu. Mereka lalu mengalami banyak kejutan, frustasi, ketegangan batin
dan bahkan sampai kepada gangguan jiwa.
31 Ibid. h 87
2. Gangguan Pengamatan dan Tanggapan Pada Remaja
Adanya gangguan pengamatan dan tanggapan di atas sangat mengganggu daya
adaptasi dan perkembangan pribadi anak yang sehat. Gangguan pengamatan dan
tanggapan itu, antara lain : halusinasi, ilusi dan gambaran semua.
Tanggapan anak tidak merupakan pencerminan realitas lingkungan yang nyata,
tetapi berupa pengolahan batin yang keliru, sehingga timbul interpretasi dan pengertian
yang salah. Sebabnya ialah semua itu diwarnai harapan yang terlalu muluk, dan
kecemasan yang berlebihan.
3. Gangguan Berfikir dan Intelegensi Pada Diri Remaja
Berfikir mutlak perlu bagi kemampuan orientasi yang sehat dan adaptasi yang
wajar terhadap tuntutan lingkungan. Berpikir juga penting bagi upaya pemecahan
kesulitan dan permasalahan hidup sehari-hari. Jika anak remaja tidak mampu
mengoreksi pikiran-pikirannya yang salah dan tidak sesuai dengan realita yang ada,
maka pikirannya terganggu.
4. Gangguan Perasaan Pada Remaja
Perasaan memberikan nilai pada situasi kehidupan dan menentukan sekali besar
kecilnya kebahagiaan serta rasa kepuasan. Perasaan bergandengan dengan pemuasan
terhadap harapan, keinginan dan kebutuhan manusia. Jika semua tadi terpuaskan, orang
merasa senang dan bahagia. Gangguan-gangguan fungsi perasaan itu antara lain:
1). Inkontinensi emosional ialah tidak terkendalinya perasaan yang meledak-
ledak, tidak bisa dikekang. Labilitas emosional ialah suasana hati yang
terus menerus berganti-ganti dan tidak tetap. Sehingga anak remaja akan
cepat marah, gelisah, tidak tenang dan sebagainya.
2). Ketidak pekaan dan mempunyai perasaan biasa disebabkan oleh sejak
kecil anak tidak pernah diperkenalkan dengan kasih sayang, kelembutan,
kebaikan dan perhatian. Kecemasan merupakan bentuk “ketakutan” pada
hal-hal yang tidak jelas, tidak riil, dan dirasakan sebagai ancaman yang
tidak bisa dihindari32.
b. Faktor Eksternal (Luar)
Selain faktor dari dalam ada juga faktor yang datang dari luar anak tersebut,
antara lain :
a. Keluarga
Tidak diragukan bahwa keluarga memegang peranan penting dalam
pembentukan pribadi remaja dan menentukan masa depannya. Mayoritas remaja yang
terlibat dalam kenakalan atau melakukan tindak kekerasan biasanya berasal dari
keluarga yang berantakan, keluarga yang tidak harmonis di mana pertengkaran ayah dan
ibu menjadi santapan sehari-hari remaja.
Bapak yang otoriter, pemabuk, suka menyiksa anak, atau ibu yang acuh tak
acuh, ibu yang lemah kepribadian dalam arti kata tidak tegas menghadapi remaja,
kemiskinan yang membelit keluarga, kurangnya nilai-nilai agama yang diamalkan
semuanya menjadi faktor yang mendorong remaja melakukan tindak kekerasan dan
kenakalan.
Struktur keluarga anak nakal pada umumnya menunjukkan beberapa
kelemahan/cacat di pihak ibu, antara lain ialah sebagai berikut:
1) Ibu ini tidak hangat, tidak mencintai anak-anaknya, bahkan sering
membenci dan menolak anak laki-lakinya, sama sekali tidak acuh
terhadap kebutuhan anaknya.
2) Ibu kurang mempunyai kesadaran mengenai fungsi kewanitaan dan
keibuannya; mereka lebih banyak memiliki sifat ke jantan-jantanan.
3) Reaksi terhadap kehidupan anak-anaknya tidak adekuat, tidak cocok,
tidak harmonis. Mereka tidak sanggup memenuhi kebutuhan anak-
anaknya, baik yang fisik maupun yang psikis sifatnya.
4) Kehidupan perasaan ibu-ibu tadi tidak mantap, tidak konsisten, sangat
mudah berubah dalam pendiriannya, tidak pernah konsekuen, dan tidak
bertanggung jawab secara moral33.
32 Ibid. h 107-136 33 Nasarudin Latif,. Ilmu Perkawinan-Problematika Seputar Keluarga dan Rumah Tangga,
(Jakarta; Pustaka Hidayah 2001) h 223
Selain itu, ada juga beberapa faktor yang datang dari keluarga, antara lain :
1) Rumah tangga berantakan. Bila rumah tangga terus menerus dipenuhi
konflik yang serius, menjadi retak, dan akhirnya mengalami perceraian,
maka mulailah serentetan kesulitan bagi semua anggota keluarga,
terutama anak-anak. Pecahlah harmonis dalam keluarga, dan anak
menjadi sangat bingung, dan merasakan ketidakpastian emosional.
Dengan rasa cemas, marah dan risau anak mengikuti pertengkaran
antara ayah dengan ibu. Mereka tidak tahu harus memihak kepada
siapa. Batin anak menjadi sangat tertekan, sangat menderita, dan
merasa malu akibat ulah orang tua mereka. Ada perasaan ikut bersalah
dan berdosa, serta merasa malu terhadap lingkungan.
2) Perlindungan-lebih dari orang tua. Bila orang tua terlalu banyak
melindungi dan memanjakan anak-anaknya, dan menghindarkan
mereka dari berbagai kesulitan atau ujian hidup yang kecil, anak-anak
pasti menjadi rapuh dan tidak akan pernah sanggup belajar mandiri.
Mereka akan selalu bergantung pada bantuan - orang tua, merasa
cemas dan bimbang ragu selalu; aspirasi dan harga-dirinya tidak bisa
tumbuh berkembang. Kepercayaan dirinya menjadi hilang.
3) Penolakan orang tua. Ada pasangan suami-istri yang tidak pernah bisa
memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu. Mereka ingin terus
melanjutkan kebiasaan hidup yang lama, bersenang-senang sendiri
seperti sebelum kawin. Mereka tidak mau memikirkan konsekuensi dan
tanggung jawab selaku orang dewasa dan orang tua. Anak-anaknya
sendiri ditolak, dianggap sebagai beban, sebagai hambatan dalam
meniti karir mereka. Anak mereka anggap cuma menghalang-halangi
kebebasan bahkan cuma merepotkan saja.
4) Pengaruh buruk dari orang tua. Tingkah-laku kriminal, a-susila (suka
main perempuan, korup, senang berjudi, sering mabuk-mabukan,
kebiasaan minum dan menghisap rokok berganja, bertingkah
sewenang-wenang, dan sebagainya) dari orang tua atau salah seorang
anggota keluarga bisa memberikan pengaruh menular atau infeksius
kepada anak. Anak jadi ikut-ikutan kriminal dan a-susila, atau menjadi
anti-sosial. Dengan begitu kebiasaan buruk orang tua mengkondisionir
tingkah-laku dan sikap hidup anak-anaknya34
b. Lingkungan Sekolah yang Tidak Menguntungkan
Sekolah sampai waktu sekarang masih banyak berfungsi sebagai "sekolah
dengar" daripada memberikan kesempatan luas untuk membangun aktivitas, kreativitas
dan inventivitas anak. Dengan demikian sekolah tidak membangun dinamisme anak,
dan tidak merangsang kegairahan belajar anak. Selanjutnya, berjam-jam lamanya setiap
34 Ahmad Mubarok, Konseling Agama Teori dan Kasus.( Jakarta; Rena Pariwara, 2005) h 227
hari anak-anak harus melakukan kegiatan yang tertekan, duduk, dan pasif
mendengarkan, sehingga mereka menjadi jemu, jengkel dan apatis.
Di kelas, anak-anak-terutama para remajanya sering mengalami frustasi dan
tekanan batin, merasa seperti dihukum atau terbelenggu oleh peraturan yang "tidak
adil". Di satu pihak pada dirinya anak ada dorongan naluriah untuk bergiat, aktif
dinamis, banyak bergerak dan berbuat; tetapi di pihak lain anak dikekang ketat oleh
disiplin mati di sekolah serta sistem regimentasi dan sistem sekolah-dengar.
Ada pula guru yang kurang simpatik, sedikit memiliki dedikasi pada profesi, dan
tidak menguasai didaktik-metodik mengajar. Tidak jarang profesi guru/dosen
dikomersialkan, dan pengajar hanya berkepentingan dengan pengoperan materi ajaran
belaka. Perkembangan kepribadian anak sama sekali tidak diperhatikan oleh guru, sebab
mereka lebih berkepentingan dengan masalah mengajar atau mengoperkan informasi
belaka.
c. Media
Televisi, video, film dan sebagainya nampaknya ikut berperan merusak mental
remaja, padahal mayoritas ibu-ibu yang sibuk menyuruh anaknya menonton televisi
sebagai upaya menghindari tuntutan anak yang tak ada habisnya. Anak yang
sering menonton film-film keras lebih terlibat dalam tindak kekerasan ketika remaja
dibandingkan dengan teman-temannya yang jarang menonton film sejenis.
d. Pengaruh pergaulan
Di usia remaja, anak mulai meluaskan pergaulan sosialnya dengan teman-tema
sebayanya. Remaja mulai betah berbicara berjam jam melalui telefon. Topik
pembicaraan biasanya seputar pelajaran, film. Hubungan sosial di masa remaja ini
dinilai positif karena bisa mengembangkan orientasi remaja memperluas visi pandang
dan wawasan serta menambah informasi, bahkan dari hubungan sosial ini remaja
menyerap nilai-nilai sosial yang ada di sekelilingnya.
Semua faktor ini menjadi penyokong dalam pembentukan kepribadiannya dan
menambah rasa percaya diri karena pengaruh pergaulan yang begitu besar pada diri
remaja, maka hubungan remaja dengan teman sebayanya menentukan kualitas remaja
itu. Kalau ini disadari oleh remaja, maka dengan sadar remaja akan menyeleksi teman
pergaulannya.
BAB III
GAMBARAN UMUM REMAJA DUSUN CIKANANGA
A. Gambaran Umum Dusun Cikananga
1. Letak Geografis
Dusun Cikananga merupakan salah satu dari 4 dusun yang terletak di Desa
Selamanik, Kecamatan Cipaku, Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat. Luas Dusun
Cikananga kurang-lebih 140.000 m2, dengan jumlah penduduk 1020 jiwa. wilayahnya
berbentuk daratan tinggi yang membentang ke arah utara.
Sementara itu, di perbukitan timur dan selatan dusun Cikananga rakyat
mengusahakan perkebunan yang menghasilkan mangga, mentimun, kapol, coklat, pete,
dan lain-lain. Di samping itu, ditanam pula berbagai tanaman palawija, seperti jagung,
kacang tanah, dan lain-lain.
Secara geografis dusun cikananga berbatasan dengan dua dusun, yaitu sebelah
selatan berbatasan dengan dusun selamanik dan sebelah barat berbatasan dengan dusun
ciongka Dalam peta Kabupaten Ciamis, dusun Cikananga terletak di sebelah utara
Kabupaten Ciamis.
B. Gambaran Orang Tua Remaja Dusun Cikananga
1. Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian
Pada umumnya penduduk dusun Cikananga merupakan masyarakat petani yang
menggantungkan nasib hidupnya dari hasil-hasil pertanian. Sebagaimana penduduk
Kabupaten Ciamis pada umumnya, yang merupakan penduduk yang sering
dihubungkan dengan kehidupan pertanian dan perkebunan, masyarakat dusun
Cikananga pun tidak bisa dipisahkan dari masyarakat Ciamis pada umumnya itu,
mereka lebih banyak di area pertanian daripada di tempat-tempat lain.
Dari data yang diperoleh di kantor kepala dusun setempat, penduduk Dusun
Cikananga pada tahun 2008 berjumlah 1040 jiwa. Dari jiwa 1040 tersebut mata
pencaharian yang dominan bagi warga Dusun Cikananga ialah bertani atau berladang,
hal tersebut mengingat wilayah di dusun tersebut yang subur dan sepanjang tahun curah
hujannya cukup tinggi. Sesuai dengan keadaan alam yang demikian, maka penduduk
lebih cenderung untuk bertani. Oleh sebab itu sepanjang pinggir sungai terhampar
sawah-sawah yang luas, sementara di perbukitan terhampar pula kebun-kebun yang
dipenuhi oleh tanaman-tanaman perkebunan.
Upaya penggarapan lahan pertanian yang luas itu biasanya dikerjakan secara
bersama-sama, dimana pemilik lahan memberikan upah kepada beberapa orang untuk
menyelesaikan penggarapan lahan tersebut, hingga ditanami. Dengan sistem kerja
seperti demikianlah lahan-lahan pertanian luas dapat digarap. Akan tetapi, keadaan
demikian kemudian berubah dengan semakin majunya teknologi pertanian. Dewasa ini,
lahan-lahan pertanian sudah banyak yang digarap dengan mesin pembajak tanah.
Meskipun mayoritas penduduk Dusun Cikananga bermata pencaharian petani,
tidak sedikit pula warga yang memilih mata pencaharian lain, seperti berdagang, buruh
bangunan, menjadi pegawai, baik di instansi pemarintah ataupun swasta. Memang yang
menekuni profesi-profesi yang disebutkan tadi tidak sebanyak yang bekerja pada sektor
pertanian.
Data statistik dusun Cikananga menunjukan bahwa dari 1040 penduduk, warga
yang berpropesi sebagai petani berjumlah 325 orang, pedagang 135 jiwa, pegawai
swasta orang 355, pegawai negeri 25 orang, anak-anak, buruh dan sector-sektor lain,
seperti tukang ojek dan buruh pabrik sebanyak 200 orang. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat dari data tabel dibawah ini :
Tabel 8
Rincian Kepala Keluarga Berdasarkan Pekerjaan
NO PEKERJAAN F PROSENTASE
1 Petani 525 50
2 Pedagang 135 12
3 Pegawai Swasta 155 15
4 Pegawai Negeri 25 3
5 Buruh Anak-anak dan
Pengangguran 200 20
TOTAL 1040 100
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa wilayah Dusun Cikananga merupakan
wilayah agraris, dan pertanian telah menjadi mata pencaharian penduduk. Namun,
sejalan dengan perubahan sosial yang terjadi dewasa ini, muncul suatu keengganan para
pemuda untuk bekerja di lahan-lahan pertanian, mereka kurang berminat untuk hidup
sebagai petani, terutama yang telah mengecap pendidikan formal minimal tamatan SMP
atau sederajat.
Karena bagi kaum muda tersebut terutama yang lulus sekolah tahun 1995 ke
atas, mereka lebih memilih bekerja di kota perantauan. Mulai tahun 1995 banyak
pemuda Dusun setempat mengadu nasib ke kota Bandung, Bogor, Jakarta, biasanya bagi
mereka yang tamatan SLTA bekerja di perusahaan-perusahaan atau pabrik-pabrik
seperti pabrik tekstil atau sepatu. Namun, bagi mereka yang hanya tamatan SMP atau
bahkan hanya mengecap pendidikan yang lebih rendah dari itu biasanya bekerja sebagai
buruh pabrik kerupuk, bekerja di bengkel las, buruh banggunan, atau menjadi tukang
ojek.
2. Keadaan Pendidikan
Dunia pendidikan di Dusun Cikananga khususnya dan umumnya di Kabupaten
Ciamis berkembang pesat pada semua jenjang, mulai tingkat dasar sampai perguruan
tinggi. Pada pertengahan tahun 1990-an telah banyak putra-putri Dusun Cikananga yang
melanjutkan pendidikannya ke perguruan-perguruan tinggi, namun pada masa ini
favoritnya masih terbatas pada perguruan tinggi yang ruang lingkupnya masih di
Kabupaten Ciamis, yang berada dekat dengan kampung halamannya seperti perguruan-
perguruan tinggi yang berada di Propinsi Jawa Barat.
Namun pada pertengahan tahun 1990-an tepatnya pada tahun 1998 hingga
sekarang telah banyak putra-putri Dusun Cikananga khususnya dan Kabupaten Ciamis
umumnya melanjutkan studinya ke perguruan-perguruan tinggi di luar Propinsi Jawa
Barat seperti ke Jakarta, dan Yogyakarta. Hal ini juga mengingat terjadinya peningkatan
ekonomi hingga mampu untuk menyekolahkan putera-puteri mereka hingga ke jenjang
yang lebih tinggi.
Dari pemerintah Dusun setempat diperoleh data rincian penduduk berdasarkan
strata pendidikan tahun 2005, yaitu: tamatan SD dan sederajat berjumlah 660 orang,
SLTP dan sederajat berjumlah 420 orang, SLTA dan sederajat berjumlah 320 orang, dan
tamatan perguruan tinggi berjumlah 99 orang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari
tabel dibawah ini :
Tabel 9
Rincian Penduduk Berdasarkan Strata Pendidikan
NO STRATA PENDIDIKAN F PROSENTASE
1 Lulusan SD / sederajat 460 45
2 Lulusan SLTP / sederajat 230 23
3 Lulusan SLTA / sederajat 120 10
4 Lulusan Perguruan Tinggi 99 9
5 Anak anak 131 13
TOTAL 1040 100
Di samping itu, perkembangan lembaga pendidikan sendiri di Cikananga cukup
menggembirakan. Di sini terdapat sebuah SD Negeri, sebuah Madrasah Ibtidaiyah.
C. Gambaran Tokoh Masyarakat Dusun Cikananga
1. Tokoh Masyarakat
Kebudayaan suatu bangsa atau suku bangsa dipengaruhi oleh beberapa Faktor,
seperti faktor geografis, keturunan, kepercayaan, mata pencaharian, sosial, ekonomi,
politik, pemerintahan, komunikasi, dan lain sebagainya. Apabila faktor-faktor tersebut
dihadapkan kepada Dusun Cikananga, maka akan kelihatan adanya saling
mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Ambil contoh geografis dan komunikasi.
Sebagaimana telah dipaparkan di atas, bahwa Dusun Cikananga merupakan
daerah agraris yang terletak di Kecamatan Cipaku, Kabupaten Ciamis, yang mana
Kabupaten ini dikelilingi atau dipagari oleh areal perbukitan yang berlapis-lapis dan
pegunungan yang tinggi. Pada mulanya dusun-dusun yang ada dalam lingkup
Kabupaten Ciamis menjadi tertutup dan terisolir dari daerah sekitarnya. Hal ini
mengakibatkan kebudayaannya timbul secara alamiah.
2. Tokoh Agama
Sejak dilahirkan, manusia hidup di suatu lingkungan tertentu yang menjadi
wadah bagi kehidupannya. Lingkungan tersebut termasuk kondisi dan benda yang
mengitari manusia dan mempengaruhi seluruh kehidupan manusia. Dengan begitu,
dapatlah dikatakan bahwa lingkungan tersebut merupakan segala sesuatu yang ada di
sekeliling manusia, baik yang bersifat material dan juga yang hidup maupun yang tidak
hidup. Semua itu mempengaruhi kehidupan manusia dan dipengaruhi oleh manusia.
Suatu kelompok manusia atau masyarakat biasanya terikat oleh berbagai sistem,
adat-istiadat, ritus, dan hukuman yang bersifat khas. Kelompok masyarakat tersebut
hidup bersama-sama di suatu wilayah tertentu dan sama-sama berbagi iklim, musim,
dan makanan yang relatif sama.
Menurut data pemerintah Dusun setempat, seluruh penduduk Dusun Cikananga
memeluk agama islam, hal itulah yang menyebabkan saling mempengaruhinya antara
adat istiadat dan agama islam yang dipeluk oleh masyarakat. Sebagaimana yang telah
disebutkan di atas bahwa suatu masyarakat terkait oleh berbagai sistem, adat istiadat,
ritus dan hukum yang bersifat khas. Hal tersebut juga berlaku bagi masyarakat di usun
Cikananga. Masyarakat di Dusun Cikananga masih memegang tradisi dengan kuat,
sehingga nuansa agamis masih sangat berpengaruh bagi kehidupan sehari-hari karena
tradisi yang ada dalam masyarakat di sana banyak dipengaruhi oleh agama Islam.
Nuansa keagamaan yang kental juga terlihat dari banyaknya masyarakat yang
ikut serta dalam majlis ta’lim. Di Dusun Cikananga setidaknya terdapat lima buah
majlis ta’lim yang selalu ramai diikuti oleh masyarakat, baik pemuda maupun orang-
orang tua. Pengajian majlis ta’lim yang diikuti oleh bapak-bapak biasanya diadakan
seminggu sekali dan dilaksanakan di masjid ataupun di mushalla.
Masyarakat Dusun Cikananga juga mempunyai antusias yang cukup besar dalam
hal perayaan peringatan hari-hari besar agama islam seperti Maulid Nabi ataupun Isra’
Mi’raj. Hal tersebut terbukti dengan selalu ramainya masyarakat yang hadir dalam acara
tersebut. Dalam kedua acara tersebut terdapat suatu hal yang menarik, yaitu sebelum
acara ceramah keagamaan biasanya selalu diisi dengan penampilan anak-anak
pengajian, seperti, pidato, pembacaan Sholawat Nabi, pembacaan ayat-ayat Al-Qur’an,
dan hafalan do’a-do’a. Kegiatan ini biasa disebut dengan Imtihan.
Aktivitas keagamaan lain yang juga masih banyak dilakukan yaitu acara tahlil
yang biasa dilakukan sebelum shalat jum’at. Masyarakat dusun cikananga biasa datang
ke mesjid lebih awal, mungkin sekitar setengah hingga satu jam sebelum masuk waktu
sholat Jum’at, dan waktu itu biasa digunakan untuk membaca tahlil bersama-sama
hingga masuk sholat Jum’at. Jadi dapat dikatakan bahwa masyarakat Dusun Cikananga
merupakan masyarakat yang agamis, karena masih memegang tradisi atau adat istiadat
yang notabene banyak dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Islam.
D. Gambaran Remaja Dusun Cikananga
1. Gambaran Umum
Remaja di wilayah Dusun Cikananga berjumlah kurang lebih 193 orang,
Karakteristik dan mata pencaharian remaja Dusun Cikananga cukup beragam, ada yang
bermata pencaharian sebagai pedagang, wiraswasta, tukang ojek, buruh bangunan,
buruh di bengkel las, dan lain-lain.
Tabel 10
Data Remaja di Dusun Cikanang
NO REMAJA JUMLAH
1 Laki-laki 116
2 Perempuan 77
JUMLAH 193
3. Mata Pencaharian
Kebanyakan para remaja di Dusun Cikananga lebih senang mencari uang untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya daripada harus melanjutkan pendidikan. Pekerjaan yang
biasa dilakukan oleh remaja Dusun Cikananga adalah sebagai pedagang, wiraswasta,
tukang ojek, buruh bangunan, dan buruh di bengkel las.
Selain itu, ada juga sebagian remaja yang lebih senang berkumpul dengan
teman-temannya di tempat-tempat ramai seperti pertigaan jalan raya. Berikut ini peneliti
akan tampilkan tabel mata pencaharian remaja Dusun Cikananga.
Tabel 11
Mata Pencaharian Remaja Dusun Cikananga
NO PEKERJAAN F PROSENTASE
1 Petani 55 28
2 Pedagang 35 18
3 Pegawai Swasta 15 8
4 Pegawai Negeri 5 3
5 Buruh Anak-anak dan
Pengangguran 83 43
TOTAL 193 100
Dari tabel di atas terlihat jelas bahwa mata pencaharian kebanyakan remaja
Dusun Cikananga adalah sebagai buruh bangunan atau pabrik dan sebagiannya lagi
bekerja sebagai wiraswasta, pedagang, dan tukang ojek. Selanjutnya adalah tabel
tentang jenjang pendidikan remaja Dusun Cikananga.
Tabel 12
Jenjang Pendidikan Remaja Dusun Cikananga
NO Strata Pendidikan Jumlah PROSENTASE
1 SLTP 80 41
2 SLTA 75 39
3 Perguruan Tinggi 25 13
4 Putus Sekolah 15 7
TOTAL 193 100
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa begitu kecilnya minat remaja untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, inilah yang mengakibatkan
kurangnya ilmu pengetahuan yang dimiliki remaja dan ini juga yang mengakibatkan
sebagian remaja mencari jalan pintas untuk mendapatkan penghasilan yang dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
3. Kondisi Keberagamaan Remaja
Kondisi remaja beragama di Dusun Cikananga ini cukup religius, ini terlihat dari
acara-acara pengajian yang diselenggarakan remaja setempat. remaja di wilayah ini
masih aktif mengikuti acara-acara keagamaan seperti merayakan hari-hari besar Islam,
misalnya: peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw, Isra Mi’raj Nabi Muhammad Saw,
dan hari-hari besar lainnya.
Namun sayangnya dalam kondisi remaja beragama yang seperti itu, ternyata
masih terdapat remaja yang melakukan penyalahgunaan narkoba, Baik dari mulai
pemakai sampai mengedarkan. Karena disana ada istilah ibadah jalan maksiat juga
jalan. perilaku lain yang sering dilakukan oleh remaja yaitu berjudi. Ini dilakukan
dengan bermain kartu.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
1. Deskripsi Data Responden
Dalam profil responden ini penulis mencoba membagi kedalam dua tabel, yakni
jenis kelamin dan umur responden. Dari data ini akan diperoleh gambaran tentang
responden.
Tabel 13
Gambaran mengenai jenis kelamin responden
N = 120
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Laki-laki 48 40.0 40.0 40.0
Perempuan 72 60.0 60.0 100.0
Total 120 100.0 100.0
Sumber:diolah dari data lapangan tahun 200935
Gambaran mengenai jenis kelamin responden
Perempuan
Laki-laki
Menurut tabel di atas dapat diketahui bahwa 60% dari responden adalah
perempuan dan 40% dari responden adalah laki-laki. Maka dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar dari responden adalah perempuan karena laki-laki di Dusun Cikangan
kebanyakan merantau keluar kota.
35. Data Buku Besar Dusun Cikananga Cipaku Ciamis Per-Januari 2009
40%
60%
N = 120
Tabel 14
Gambaran mengenai umur responden
N = 120
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 20 - 30 2 1.7 1.7 95.0
31 - 40 112 93.3 93.3 93.3
41 - 50 6 5.0 5.0 100.0
Total 120 100.0 100.0
Tabel diatas menunjukan gambaran tentang umur responden, yaitu 93,3%
responden berusia antara 31 sampai 40 tahun, 5% berusia antara 41 sampai 50 tahun dan
1,7% berusia antara 20 sampai 30 tahun. Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan
bahwa mayoritas dari responden berumur antara 31 sampai 40 tahun, yaitu umur 13 dan
14 tahun.
Gambaran Usia Responden
41 - 50
31 - 40
11 - 20
tahun 5 % tahun 1.7 %
tahun 93.3%
N = 120
B. Analisa Data Peran Orang Tua dan Tokoh Masyarakat Dalam Pencegahan
Penyalahgunaan Narkoba Pada Remaja di Dusun Cikananga Cipaku Ciamis.
Pernyataan yang menyangkut tentang Peran Orang Tua dan Tokoh Masyarakat
Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Pada Remaja di Dusun Cikananga Cipaku
Ciamis. Memuat pada 10 indikator yang dapatkan dari 120 responden yaitu sebagai
berikut:
Tabel 15
Komunikasi Efektif Orang Tua Terhadap Anak
N = 120
Frequency Percent Mean
Valid Sangat Baik 13 10.8
3.17
Baik 36 30.0
Cukup Baik 39 32.5
Tidak Baik 22 18.3
Sangat Tidak
Baik 10 8.3
Total 120 100.0
Dari tabel frekuensi diatas, dapat gambaran tentang komunikasi efrektif orang
tua terhadap anak, yaitu 32,5% responden menyatakan cukup baik dalam melakukan
komunikasi efektif, 30% menyatakan baik atau melakukan komunikasi efektif orang tua
terhadap remaja, 18,3% menyatakan tidak baik atau tidak melakukan komunikasi efektif
dengan anak usia remaja, 10,8% menyatakan sangat baik atau selalu berkomunikasi
efektif dengan anak usia remaja dan 8,3% menyatakan sangat tidak baik atau sama
sekali tidak melakukan komunikasi efektif dengan remaja.
Tabel diatas menunjukan mean pada angka 3,17 atau berada pada skala 3
(netral) yang artinya rata-rata responden menyatakan cukup baik dalam melaksanakan
komunikasi efektif dengan remaja. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian
besar responden dalam melakukan komunikasi dengan remaja cukup baik.
Tabel 16
Peran Orang Tua dalam Mengembangkan Norma Positif di Keluarga
N = 120
Frequency Percent Mean
Valid Sangat Baik 1 .8
3.38
Baik 8 6.7
Cukup Baik 64 53.3
Tidak Baik 38 31.7
Sangat Tidak
Baik 9 7.5
Total 120 100.0
Dari tabel frekuensi diatas, dapat gambaran tentang peran orang tua dalam
membangun norma positif dalam kekuarga. Konsep ini menunjukan 53,3% responden
menyatakan cukup baik dalam mengembangkan norma positif dalam keluarga, 31,7%
menyatakan baik atau mengembangkan norma positif dalam keluarga , 7.5% sangat baik
atau selalu mengembangkan norma positif dalam keluarga, 6,7% tidak baik atau tidak
mengembangkan norma positif dalam keluarga dan 0,8% responden menyatakan sangat
tidak baik atau sangat belum pernah mengembangkan norma positif dalam keluarga.
Berdasarkan tabel diatas, didapat angka mean 3,38 atau berada pada skala 3
(netral) yang artinya sebagian besar responden menyatakan cukup baik dan hal ini
dapat disimpulkan bahwa rata-rata responden cukup baik mengembangkan norma
positif dalam keluarga.
Tabel 17
Peran Orang Tua dalam Membangun Kenyamanan di Keluarga
N = 120
Frequency Percent Mean
Valid Sangat Tidak Baik 1 .8
3.53
Tidak Baik 7 5.8
Cukup Baik 53 44.2
Baik 45 37.5
Sangat Baik 14 11.7
Total 120 100.0
Dari tabel diatas menunjukan informasi tentang membangun kenyamanan dalam
keluarga yaitu 44,2% menyatakan cukup baik membangun kenyamanan dalam
keluarga, 37,5% menyatakan baik dalam membangun kenyamanan dalam keluarga,
11,7% menyatakan sangat baik dalam membangun kenyamanan dalam keluarga dan
5,8% menyatakan tidak baik dalam membangun kenyamanan dalam keluarga dan 0,8%
menyatakan sangat tidak setuju/ sangat tidak baik dalam membangun kenyamanan di
keluarga.
Deskriptif statistik menunjukan mean berada pada angka 3,53 atau mendekati
angka 4 yang artinya rata-rata dari responden menyatakan baik dalam mengusahakan
untuk membangun kenyamanan dalam keluarga. Dari sini dapat disimpulkan bahwa
responden memiliki kecenderungan peran baik membangun kenyamanan dalam
keluarga.
Tabel 18
Peran Orang Tua Menjadi Teladan dalam Keluarga
N = 120
Frequency Percent Mean
Valid Sangat Baik 1 .8 3.38
Baik 8 6.7
Cukup Baik 64 53.3
Tidak Baik 38 31.7
Sangat Tidak
Baik 9 7.5
Total 120 100.0
Dari tabel diatas menujukan informasi bahwa orang tua dalam menjadikan
teladan dalam keluarga menunjukan 53,3% responden menyatakan cukup baik dalam
memberikan teladan dalam keluarga, 31,7% menyatakan baik telah membrerikan
teladan dalam keluarga, 7.5% sangat baik memberikan teladan dalam keluarga, 6,7%
tidak baik dan 0,8% responden menyatakan sangat tidak baik dalam memberikan
teladan dalam keluarga.
Berdasarkan tabel diatas, didapat angka mean 3,38 atau berada pada skala 3
(netral) yang artinya sebagian besar responden menyatakan cukup baik dalam
memberikan teladan dalam keluarga dan hal ini dapat disimpulkan bahwa rata-rata
responden cukup baik dalam membrikan teladan dalam keluarga.
Tabel 19
Peran Orang Tua Mengajarkan Pola Hidup Sehat
N = 120
Frequency Percent Mean
Valid Sangat Baik 13 10.8 3.17
Baik 36 30.0
Cukup Baik 39 32.5
Tidak Baik 22 18.3
Sangat Tidak
Baik 10 8.3
Total 120 100.0
Dari tabel frekuensi diatas, dapat gambaran tentang dukungan orang tua
terhadap anak dalam pola hidup sehat, yaitu 32,5% responden menyatakan cukup baik
dalam melakukan dukungan terhadap anak dalam pola hidup sehat, 30% menyatakan
baik atau mendukungan terhadap anak dalam pola hidup sehat, 18,3% menyatakan tidak
baik dalam mendukung anak dalam pola hidup sehat, 10,8% menyatakan sangat baik
dalam memberikan dukungan pada anak usia remaja dan 8,3% menyatakan sangat tidak
baik dalam mendukung pola hidup sehat pada anak usia remaja.
Tabel diatas menunjukan mean pada angka 3,17 atau berada pada skala 3
(netral) yang artinya rata-rata responden menyatakan cukup baik dalam memberi
dukungan terhadap anak dalam pola hidup sehat dengan anak usia remaja. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden menyatakan cukup baik
dalam memberi dukungan dalam mengajarkan pola hidup sehat.
Tabel 20
Peran Orang Tua dalam Memberikan Pendidikan Terhadap Bahaya Narkoba
N = 120
Frequency Percent Mean
Valid Sangat Tidak
Baik 1 0.8
3.78 Tidak Baik 8 6.7
Cukup Baik 34 28.3
Baik 51 42.5
Sangat Baik 26 21.7
Total 120 100.0
Dari tabel diatas didapat informasi bahwa peran orang tua dalam memberikan
pendidikan terhadap bahaya Narkoba, 42,5% responden menyatakan baik, 28,3%
menyatakan cukup baik, 21,7% menyatakan sangat baik dan 0,8% responden
menyatakan sangat tidak baik.
Untuk memperkuat pernyataan diatas, menurut data statistik mean menunjukan
pada angka 3,78 atau mendekati pada skala 4, artinya sebagian besar responden
menyatakan telah berperan baik dalam memberikan pendidikan terhadap bahaya
Narkoba
Tabel 21
Peran Tokoh Masyarakat dalam Menjaga Lingkungan yang Kondusif
N = 120
Frequency Percent Mean
Valid Sangat Tidak
Baik 2 1.7
3.91
Tidak Baik 2 1.7
Cukup Baik 29 24.2
Baik 59 49.2
Sangat Baik 28 23.3
Total 120 100.0
Dari tabel diatas didapat informasi bahwa tokoh masyarakat memberikan
perlindungan dalam menjaga lingkungan yang kondusif, 49,2% responden menyatakan
baik, 24,2% menyatakan cukup baik, 23,3% menyatakan sangat baik, 1,7% responden
menyatakan tidak baik dan 1,7% menyatakan sangat tidak baik.
Tabel deskriptif statistik menunjukan mean berada pada angka 3,91 atau
mendekati pada angka 4 (setuju) artinya rata-rata dari responden menyatakan baik
terhadap pernyataan bahwa tokoh masyarakat memberikan perlindungan dalam menjaga
lingkungan yang kondusif. Dan dari data statistik tersebut dapat disimpulkan bahwa
rata-rata responden menyatakan bahwa tokoh masyarakat memberikan perlindungan
dalam menjaga lingkungan yang kondusif.
Tabel 22
Kegiatan Bimbingan Kegiatan Kemasyarakatan Untuk Remaja
N = 120
Frequency Percent Mean
Valid Sangat Baik 1 .8
3.72
Tidak Baik 4 3.3
Cukup baik 44 36.7
Baik 49 40.8
Sangat Tidak Baik 22 18.3
Total 120 100.0
Dari data tabel frekuensi diatas dapat informasi mengenai kegiatan bimbingan
kemasyarakatan untuk remaja, 40,8% responden menyatakan setuju, 36,7% menyatakan
netral, 3,3% dan 0,8% responden menyatakan sangat tidak setuju. Menurut data
frekuensi tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden menyatakan
setuju bahwa kegiatan bimbingan kemasyarakatan untuk remaja berlangsung baik.
Tabel deskriptif statistik menunjukan mean berada pada angka 3,72 atau
mendekati pada angka 4 (setuju) artinya rata-rata dari responden menyatakan terhadap
peran baik tokoh masyarakat dalam memberikan pembinaan kegiatan bimbingan
kemasyarakatan untuk remaja. Dan dari data statistik tersebut dapat disimpulkan bahwa
rata-rata responden merasakan peran baik tokoh masyarakat dalam memberikan
pembinaan kegiatan bimbingan kemasyarakatan untuk remaja.
Tabel 24
Memberikan Penyuluhan Bahaya Narkoba Untuk Remaja
N = 120
Frequency Percent Mean
Valid Sangat Tidak
Baik 1 .8
3.40
Tidak Baik 8 6.7
Cukup Baik 63 52.5
Baik 38 31.7
Sangat Baik 10 8.3
Total 120 100.0
Dari tabel diatas dapat diketahui informasi bahwa peran tokoh masyarakat dalam
memberikan penyuluhan bahaya narkoba untuk remaja, 52,5% responden menyatakan
cukup baik, 31,7% menyatakan baik, 8,3% menyatakan sangat baik, 6,7% menyatakan
tidak baik dan 0,8% menyatakan sangat tidak baik.
Berdasarkan tabel statistik diatas, didapat angka mean 3,40 atau berada pada
skala 3 (netral) yang artinya rata-rata responden menyatakan cukup baik terhadap peran
tokoh masyarakat dalam memberikan penyuluhan bahaya Narkoba untuk remaja dan
berdasarkan hal itu dapat disimpulkan bahwa rata-rata responden menilai peran tokoh
masyarakat cukup baik dalam memberikan penyuluhan bahaya narkoba untuk remaja.
Tabel 25
Adanya Peraturan dan Sangsi Sosial
Bagi Penyalahgunaan Narkoba
N = 120
Frequency Percent Mean
Valid Sangat Baik 1 .8
3.38
Baik 8 6.7
Cukup Baik 64 53.3
Tidak Baik 38 31.7
Sangat Tidak
Baik 9 7.5
Total 120 100.0
Dari data tabel frekuensi diatas didapat informasi mengenai peran tokoh
masyarakat dalam menciptakan peraturan dan sangsi sosial bagi penyalahgunaan
Narkoba. 53,3% responden menyatakan netral, 31,7% menyatakan setuju, 7.5% sangat
setuju, 6,7% tidak setuju dan 0,8% responden menyatakan sangat tidak setuju.
Berdasarkan tabel diatas, didapat angka mean 3,38 atau berada pada skala 3
(netral) yang artinya sebagian besar responden menyatakan cukup baik atas peran tokoh
masyarakat dalam menciptakan peraturan dan sangsi sosial bagi penyalahgunaan
narkoba. Hal ini dapat disimpulkan bahwa peran tokoh masyarakat dalam menciptakan
peraturan dan sangsi sosial bagi penyalahgunaan narkoba cukup baik.
3. Analisa Penilaian
Untuk mengetahui kualitas persepsi responden maka dilakukan analisa
penilaian, analisa disini menggunakan alat analisis Antificial Neuron Network (ANN)36
alat analisis ini dipakai dengan metode teknologi manusia dimana proses informasi
kompleks dan kecerdasan mesin yang digunakan sebagai upaya penyederhanaan model
biological untuk menguji hipotesis tentang pemrosesan informasi setiap permasalahan.
Rumus untuk ANN ini adalah:
Y = ∑ Xi . Wi
Y T = ( 1 / ( 1 + e – y ) )
Keterangan :
Y = Output Wi = Bobot
Xi = Skor e = Konstanta
36 Murasa Sarkaniputra, “Bina Rohani: ada pada Kuadran Mana Saya?” Makalah Bina Rohani,
(Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum, 2006), h. 7
Untuk selanjutnya setiap isi dari pilar diberikan skor tiap-tiap kelas. Penilaian
skor untuk responden ditentukan sebagai berikut:
Sangat baik (SB) diberi skor > 0.90
Baik (B) diberi skor 0.71 – 0.89
Sedang (S) diberi skor 0.51 – 0.70
Rendah (R) diberi skor 0.31 – 0.50
Sangat rendah (SR) diberi skor 0.1 – 0.30
Untuk selanjutnya diberikan pembobotan pada setiap pilar dengan ketentuan
yakni disesuaikan dengan banyaknya pertanyaan pada pilar tersebut sehingga total
bobot pada setiap pilar ≤ 1 yakni pembobotan disini memiliki nilai tertinggi 0,3 sedang
memiliki nilai 0,2 dan pembobotan yang terendah adalah 0,1.
Untuk penilaian kualitas persepsi ditentukan sebagai berikut:
Sangat baik (SB) diberi skor > 0.90
Baik (B) diberi skor 0.70 – 0.89
Cukup baik (C) diberi skor 0.50 – 0.69
Kurang baik (KB) diberi skor 0.30 – 0.49
Tidak Baik (TB) diberi skor 0.00 – 0.29
Jika digambarkan dalam jarak interval sebagai berikut:
0 0.29 0.49 0.69 0.89 1
Tabel 26
Peran Orang Tua dan Tokoh Masyarakat Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba
Pada Remaja di Dusun Cikananga Cipaku Ciamis
No Pernyataan Scoring (Xi) Bobot (Wi) Output (Y)
1 Komunikasi Efektif 0.70 0.1 0.07
2
Mengembangkan Norma Positif
dalam keluarga
0.70 0.1 0.07
3 Kenyamanan dalam Keluarga 0.90 0.1 0.09
4
Orang Tua Menjadi Teladan
bagi Keluarganya
0.70 0.1 0.07
5 Mendukung Pola Hidup Sehat 0.70 0.1 0.07
6
Bimbingan tehadap Bahaya
Narkoba
0.90 0.1 0.09
7
Adanya Bimbingan Kegiatan
Keremajaan
0.90 0.1 0.09
8
Menjaga Kondisi Lingkungan
yang Kondusif
0.90 0.1 0.09
9
Memberikan Penyuluhan
Bahaya Narkoba pada Remaja
0.70 0.1 0.07
10
Adanya Peraturan dan Sangsi
Sosial bagi Penyalahgunaan
Narkoba
0.70 0.1 0.07
11 Total ∑Xi = 7.8 ∑ Wi = 1
∑ Xi . Wi =
0.78
Kemudian menentukan output transformasi YT = ( 1 / ( 1 + e – y ) )
= ( 1 / ( 1 + e- 0,78 ) )
= 0,6856
Dari hasil penghitungan di atas, output berada pada angka 0,6856 jika
digambarkan maka sebagai berikut:
0 0.29 0.49 0.5617 0.69 0.89 1
Dari interpretasi di atas dapat diketahui bahwa peran orang tua dan tokoh
masyarakat pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaja di Dusun Cikananga
Cipaku Ciamis dinilai cukup baik.
CukupBaik
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Dari hasil analisis data yang didapat dari responden melalui angket yang di
bagikan untuk menjawab perumusan masalah bagaimana Peran Orang Tua dan Tokoh
Masyarakat Dalam Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Pada Remaja di Dusun
Cikananga Cipaku Ciamis, diketahui hasil pengolahan data output berada pada angka
0,6856. Nilai tersebut berada pada interval ketiga yang memiliki arti bahwa telah
terjadi peran cukup baik orang tua dan tokoh masyarakat dalam upaya pencegahan
penyalahgunaan narkoba pada remaja di Dusun Cikananga Cipaku Ciamis. Dari
kesimpulan tersebut maka dengan demikian hipotesa a diterima.
Hasil diatas memiliki data pendukung bahwa hasil pengamatan peneliti selama
berada di derah tersebut menunjukan bahwa di Dusun Cikananga secara umum
memiliki lingkungan yang cukup kondusif. Hal ini didasari pada rendahnya tingkat
kenakalan remaja dan rendahnya tingkat perceraian dalam keluarga.
B. Saran
1. Untuk orang tua yang memiliki anak usia remaja di Dusun Cikananga agar lebih
memperhatikan kembali perkembangan anak secara baik dan benar supaya dapat
terhindar dari ancaman penyalahgunaan narkoba. dengan demikian anak akan
berkembang sesuai dengan tugas perkembangannya dalam menjadikan generasi
penerus yang berguna bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan agama.
2. Untuk tokoh masyarakat agar lebih memperhatikan pola pembinaan dan
memberikan kontrol sosial bagi anak usia remaja dalam mengembangkan minat
dan bakat serta memberikan kenyamanan lingkungan dan memberi sangsi sosial
bagi penyalahgunaan narkoba diharapkan penyebaran narkoba dapat ditahan
dengan usaha tersebut.
68
DAFTAR PUSTAKA
Algifari, Abu. Remaja dan Cinta. Bandung; Mujahid Pres.2004.
Arifin, H.M. Teori Konseling Umum dan Agama, Jakarta; Golden Terayon Press, 2003,
Cet ke-1.
Bakran, Hamdani. Konseling dan Psikoterapi Islam. Jakarta; Pelajar Pustaka, 2005.
Baraja, Abu Bakar, Psikologi Konseling dan Teknik Konseling, Studia Press, 2003.
Bisri, Cik Hasan. Penuntun Penyusunan Rencana Penelitian dan Penulisan Skripsi.
Jakarta; Grapindo Rosada, 2001.
Boenisch, Ed. Menggapai Keseimbangan Hidup. Jakarta; Gramedia. 2004.
Daradjat, Zakiah Prof. Dr. Islam dan Kesehatan Mental, Jakarta: Gramedia, 2002. Cet
ke 1
_________, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental. Gunung Agung, Jakarta 1995.
Darwis. Psikologis Pernikahan dan Anak. Jakarta; Cendikia Centra Muslim.2003.
Hamid, Abdul Wahid. Islam Cara Hidup Alamiah. Yogyakarta; Lajuardi Press, 2001.
Hawari, Dadang, Terapi Detoksifikasi Rehabilitasi (pesantren) Mutakhir (system
terpadu) Pasien Naza, Jakarta; UI press, 2004.
---------------, Penyalahgunaan dan Ketergantungan Naza (narkotika, alcohol, dan zat
adiktif), Jakarta; UI press, 2004.
Latif, Nasarudin. Ilmu Perkawinan-Problematika Seputar Keluarga dan Rumah
Tangga, Jakarta; Pustaka Hidayah 2001.
M. Al Jamal, Ibrahim, Penyakit-Penyakit Hati, Bandung; Pustaka Pelajar, 2005.
Martono, Lydia Harlina, Pencegahan dan Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta; Balai
Pustaka, 2006.
Mappiare, Andi. Peranan Agama dalam Kesehatan Mental. Jakarta; Gunung Agung,
1995.
_____________, Psikologi Remaja. Surabaya; Usaha Nasional,1982.
Mubarok, Achmad. Psikologi Keluarga. Jakarta; Rena Pariwara, 2005.
_____________, Konseling Agama Teori dan Kasus. Jakarta; Rena Pariwara, 2005.
Muhiddin, Asep. Dakwah dalam Perspektif Al-Qur’an. Bandung; Pustaka Setia. 2002.
Najati, M. Usman, Jiwa Manusia dalam Sorotan Al-Qur’an. Jakarta; Penerbit Cendikia,
2001.
Nasuhi, Hamid. Dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Jakarta; Ceqda UIN Jakarta,
2007.
Nawawi, Hadari, Metode Penilitan Bidang Sosial, Yogyakarta; Gajah Mada, 2000, Cet
ke-8.
Partanto, Pius A, Kamus Ilmiah Populer Surabaya; Arkola, 1994.
Razak, Nasrudin, Dienul Islam, Bandung; Almaarif, 1989.
Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan Bandung; Remaja Rosdakarya, 2004. Cet Ke-1.
Zaki, Muhammad, Konsep Islam dalam Memerangi Naza, Jakarta; Insan Press,
2001.
KUISIONER
A. Pengantar :
1. Pilihlah daftar pernyataan dibawah ini. Dengan kriteria pilihan; Sangat Baik(SB), Baik (B), Cukup Baik(CB), Tidak Baik (TB), Sangat Tidak Baik (STB).
2. Tandai pernyataan anda dengan memberi tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang tersedia! 3. Kerahasiaan identitas anda dijamin 4. Saya ucapkan terima kasih atas kesedian dan bantuannya. Semoga Allah SWT membalasnya,
Amin..
B. Profil
Nama : ………………… Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan
Usia : …… TH Pendidikan : ………………………..
C. Daftar pernyataan:
No Pernyataan SB B CB T
B
ST
B
1 Dalam keluarga, Saya selalau mendengarkan keluhan
anak-anak.
2 Dalam keluarga saya ada peraturan-peraturan dalam
rumah
3 Dalam keluarga saya dapat meminimalkan konflik
dalam keluarga
4 Orang tua memberikan teladan, dengan tidak
Menggunakan Narkoba
5 Dalam keluarga dibudayakan Makanan sehat dan
Olah raga
6 Saya Memberitahukan Anak tentang bahaya Narkoba
dan melarang anak menggunakan Narkoba
7 Saya mendukung Kegiatan Karang Taruna dan
Pengajian Remaja
8 Memberikan perhatian terhadap Pesta-pesta
Masyarakat yang mengundang pemakaian Narkoba
9 Di kampung saya banyak mengikuti Seminar dan
Penyuluhan Narkoba
10 Di kampung saya Ada peraturan dan sangsi terhadap
pelaku pengguna Narkoba
Lampiran
Tabel Deskriptif Statistik berdasarkan hasil SPSS for Windows
1. Menggambarkan Peran Orang Tua dan Tokoh Masyarakat dalam
Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Komunikasi Efektif 120 2 5 3.17 .686
Valid N (listwise) 120
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Mengembangkan Norma Positif dalam Keluarga
120 3 5 3.38 .739
Valid N (listwise) 120
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Kenyamanan dalam Keluarga 120 2 5 3.53 .722
Valid N (listwise) 120
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Menjadi Teladan dalam Keluarga 120 3 5 3.38 .600
Valid N (listwise) 120
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Mengajarkan Pola Hidup Sehat 120 1 5 3.17 .787
Valid N (listwise) 120
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Pendidikan Terhadap Bahaya Narkoba dalam Keluarga
120 3 5 3.78 .648
Valid N (listwise) 120
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Menjaga Kondisi Lingkungan yang kondusif
120 1 5 3.91 1.110
Valid N (listwise) 120
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Memberikan Penyuluhan Narkoba untuk Remaja
120 1 5 3.72 .758
Valid N (listwise) 120
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Bimbingan Kegiatan Kemasyarakatan
120 2 5 3.40 .788
Valid N (listwise) 120
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Adanya peraturan dan hukuman bagi penyalahgunaan Narkoba
120 1 5 3.38 .893
Valid N (listwise) 120
DAFTAR PUSTAKA
Algifari, Abu. Remaja dan Cinta. Bandung; Mujahid Pres.2004.
Arifin, H.M. Teori Konseling Umum dan Agama, Jakarta; Golden Terayon Press, 2003,
Cet ke-1.
Bakran, Hamdani. Konseling dan Psikoterapi Islam. Jakarta; Pelajar Pustaka, 2005.
Baraja, Abu Bakar, Psikologi Konseling dan Teknik Konseling, Studia Press, 2003.
Bisri, Cik Hasan. Penuntun Penyusunan Rencana Penelitian dan Penulisan Skripsi.
Jakarta; Grapindo Rosada, 2001.
Boenisch, Ed. Menggapai Keseimbangan Hidup. Jakarta; Gramedia. 2004.
Daradjat, Zakiah Prof. Dr. Islam dan Kesehatan Mental, Jakarta: Gramedia, 2002. Cet
ke 1
_________, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental. Gunung Agung, Jakarta 1995.
Darwis. Psikologis Pernikahan dan Anak. Jakarta; Cendikia Centra Muslim.2003.
Hamid, Abdul Wahid. Islam Cara Hidup Alamiah. Yogyakarta; Lajuardi Press, 2001.
Hawari, Dadang, Terapi Detoksifikasi Rehabilitasi (pesantren) Mutakhir (system
terpadu) Pasien Naza, Jakarta; UI press, 2004.
---------------, Penyalahgunaan dan Ketergantungan Naza (narkotika, alcohol, dan zat
adiktif), Jakarta; UI press, 2004.
Latif, Nasarudin. Ilmu Perkawinan-Problematika Seputar Keluarga dan Rumah
Tangga, Jakarta; Pustaka Hidayah 2001.
M. Al Jamal, Ibrahim, Penyakit-Penyakit Hati, Bandung; Pustaka Pelajar, 2005.
Martono, Lydia Harlina, Pencegahan dan Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta; Balai
Pustaka, 2006.
Mappiare, Andi. Peranan Agama dalam Kesehatan Mental. Jakarta; Gunung Agung,
1995.
_____________, Psikologi Remaja. Surabaya; Usaha Nasional,1982.
Mubarok, Achmad. Psikologi Keluarga. Jakarta; Rena Pariwara, 2005.
_____________, Konseling Agama Teori dan Kasus. Jakarta; Rena Pariwara, 2005.
Muhiddin, Asep. Dakwah dalam Perspektif Al-Qur’an. Bandung; Pustaka Setia. 2002.
Najati, M. Usman, Jiwa Manusia dalam Sorotan Al-Qur’an. Jakarta; Penerbit Cendikia,
2001.
Nasuhi, Hamid. Dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Jakarta; Ceqda UIN Jakarta,
2007.
Nawawi, Hadari, Metode Penilitan Bidang Sosial, Yogyakarta; Gajah Mada, 2000, Cet
ke-8.
Partanto, Pius A, Kamus Ilmiah Populer Surabaya; Arkola, 1994.
Razak, Nasrudin, Dienul Islam, Bandung; Almaarif, 1989.
Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan Bandung; Remaja Rosdakarya, 2004. Cet Ke-1.
Zaki, Muhammad, Konsep Islam dalam Memerangi Naza, Jakarta; Insan Press,
2001.
KUISIONER
A. Pengantar :
1. Pilihlah daftar pernyataan dibawah ini. Dengan kriteria pilihan; Sangat Baik(SB), Baik (B), Cukup Baik(CB), Tidak Baik (TB), Sangat Tidak Baik (STB).
2. Tandai pernyataan anda dengan memberi tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang tersedia! 3. Kerahasiaan identitas anda dijamin 4. Saya ucapkan terima kasih atas kesedian dan bantuannya. Semoga Allah SWT membalasnya,
Amin..
B. Profil
Nama : ………………… Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan
Usia : …… TH Pendidikan : ………………………..
C. Daftar pernyataan:
No Pernyataan SB B CB T
B
ST
B
1 Dalam keluarga, Saya selalau mendengarkan keluhan
anak-anak.
2 Dalam keluarga saya ada peraturan-peraturan dalam
rumah
3 Dalam keluarga saya dapat meminimalkan konflik
dalam keluarga
4 Orang tua memberikan teladan, dengan tidak
Menggunakan Narkoba
5 Dalam keluarga dibudayakan Makanan sehat dan
Olah raga
6 Saya Memberitahukan Anak tentang bahaya Narkoba
dan melarang anak menggunakan Narkoba
7 Saya mendukung Kegiatan Karang Taruna dan
Pengajian Remaja
8 Memberikan perhatian terhadap Pesta-pesta
Masyarakat yang mengundang pemakaian Narkoba
9 Di kampung saya banyak mengikuti Seminar dan
Penyuluhan Narkoba
10 Di kampung saya Ada peraturan dan sangsi terhadap
pelaku pengguna Narkoba