Jurnal Tht

23
JOURNAL READING Inflamasi Jalan Nafas pada Rhinosinusitis Kronis dengan Polip Hidung dan Asma: Konsep United Airway Semakin Didukung Disusun Oleh: Boris 1101000706 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER (THT-KL) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN 2016 Saya yang bertanda tangan dibawah ini, telah menyerahkan hardcopy dan softcopy makalah ilmiah kepada dr. Agustina Veronika Nama Full Power Soft Copy Tanda

Transcript of Jurnal Tht

Page 1: Jurnal Tht

JOURNAL READING

Inflamasi Jalan Nafas pada Rhinosinusitis Kronis dengan Polip Hidung dan Asma:

Konsep United Airway Semakin Didukung

Disusun Oleh:

Boris

1101000706

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK

BEDAH KEPALA LEHER (THT-KL)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

2016

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, telah menyerahkan hardcopy dan

softcopy makalah ilmiah kepada dr. Agustina Veronika

Nama Full Text Power Point Soft Copy Tanda Tangan

Boris

Yang menerima, Telah disetujui,

April 2016 April 2016

(dr. Agustina Veronika) (dr. Agustina Veronika)

Page 2: Jurnal Tht

Inflamasi Jalan Nafas pada Rhinosinusitis Kronis dengan Polip Hidung dan

Asma: Konsep United Airway Semakin Didukung

Kåre Håkansson, Claus Bachert, Lars Konge, Simon Francis Thomsen, AndersElm Pedersen, Steen Seier Poulsen, Tomas Martin-Bertelsen, Ole Winther,Vibeke Backer, Christian von Buchwald

Abstrak

Latar Belakang: Sudah diketahui bahwa pasien dengan rinosinusitis kronis

dengan polip hidung (CRSwNP) seringkali memiliki riwayat asma.

Tujuan: Kami bertujuan untuk menguji dua hipotesis: (i) Inflamasi jalan nafas

atas dan bawah pada CRSwNP adalah satu, sesuai dengan konsep jalan nafas yang

menyatu; dan (ii) Inflamasi bronkus terjadi pada seua pasien CRSwNP tanpa

melihat status asma secara klinis.

Metode: Kami mengumpulkan hasil biopsi dari polip hidung, konka inferior, dan

bronkus dari 27 pasien CRSwNP dan 6 pasien kontrol. Semua pasien diperiksakan

apakah memiliki penyakit jalan nafas bawah sesuai pedoman internasional.

Sitokin inflamasi diperiksa dengan memeriksa kadar Th1/Th2, termasuk 14

kemokin dan sitokin; Konsentrasi jaringan dinormalkan berdasarkan konsentasi

protein total. Sitokin dan tanda inflamasi lainnya dibandingkan antara lokasi

biopsi dan antara pasien dengan kontrol.

Hasil: Kami menemukan konsentrasi sitokin Th2 yang lebih tinggi pada polip

hidung dibandingkan dengan biopsi konka inferior dan bronkus. Selain itu,

penanda inflamasi pada polip hidung dan biopsi bronkus berhubungan secara

signifikan (p<0,01). Dari Th2 yang diukur, IL-3 meningkat secara signifikan pada

biopsi bronkus pasien CRSwNP dengan asma, namun tidak signifikan pada

penderita yang tidak memiliki asma.

Kesimpulan: Hasil penelitian kami mendukung konsep jalan nafas yang

menyatu; akan tetapi, kami tidak menemukan bukti inflamasi bronkus yang

bersifat subklinis pada pasien CRSwNP tanpa asma. Penelitian ini adalah yang

Page 3: Jurnal Tht

pertama untuk menunjukkan bahwa polip hidung berperan penting pada inflamasi

jalan nafas, bukan hanya sebagai fenomena sekunder.

PENDAHULUAN

Telah dilaporkan bahwa 20-60% pasien dengan CRSwNP juga menderita

asma. Namun, mekanisme terjadinya CRSwNP masih belum diketahui secara

pasti; dan juga tidak diketahui mengapa begitu banyak pasien CRSwNP juga

menderita asma. Diperkirakan bahwa penanda inflamasi adalah sama pada seluruh

jalan nafas pada pasien CRSwNP dengan asma. Namun, sebelum penelitian ini,

bukti terhadap dugaan ini jarang ditemukan dan lebih banyak didapatkan dari

penelitian independen terhadap jalan nafas atas pada pasien rinosinusitis kronis

(CRS) dan jalan nafas bawah pada pasien asma.

Di luar Cina, CRSwNP adalah penyakit eosinofilik yang ditandai dengan

sitokin Th2 seperti IL-5, IL-13, dan eotaksin. Polip hidung pada pasien asma,

dibandingkan dengan yang tidak menderita asma memiliki tingkat inflamasi

eosinofilik yang lebih besar. Selain itu, konsentrasi IL-5, IL-9, eotaksin, eosinofil,

dan limfosit dijumpai lebih tinggi pada biopsi bronkus dan hasil cucian bronkus

pada pasien CRSwNP dengan asma atau pasien dengan airway

hyperresponsiveness (AHR) dibandingkan pada asien CRSwNP tanpa asma atau

AHR. Sampai sekarang, hanya ada satu penelitian yang membandingkan

inflamasi pada hidung dan bronkus pada pasien CRSwNP yang sama. Ragab et al.

membandingkan sitologi hidung dan hasil cucian bronkus pada pasien CRS dan

tidak menemukan adanya hubungan; akan tetapi, pasien CRS dengan dan tanpa

polip hidung dimasukkan ke dalam penelitian. Ediger et al. memeriksa biopsi

polip, konka inferior, dan bronkus menggunakan imunohistokimia pada pasien

CRSwNP dengan asma, AHR, dan pasien yang tidak memiliki penyakit saluran

nafas bawah. Hanya perbedaan kecil yang ditemukan antar kelompok – mungkin

karena pasien asma yang non dependen terhadap steroid dimasukkan ke dalam

penelitian – dan yang lebih penting, tidak ada pemeriksaan perbandingan antara

biopsi hidung dan bronkus yang diperiksa. Tidak ada satupun dari penelitian di

Page 4: Jurnal Tht

atas memasukkan biopsi bronkus dan sampai sekarang, tidak ada penelitian yang

membandingkan penanda inflamasi pada biopsi jalan nafas atas da bawah pada

populasi pasien CRSwNP yang sama.

Kami menduga bahwa (i) inflamasi jalan nafas atas dan bawah pada pasien

CRSwNP menunjukkan penanda inflamasi yang sama, yang mengindikasikan

mekanisme patogenesis yang sama. Kami kemudian menduga bahwa (ii)

inflamasi bronkus dijumpai pada semua pasien CRSwNP tanpa melihat status

asma secara klinis.

Tabel 1. Demografi kelompok biopsiCRSwNP + asma

n=18

CRSwNP – asma

n=9

Kontrol

n=6

Usia (Median) 46 (25-70) 55 (27-68) 35 (22-54)

Jenis kelamin (Laki-laki) 67 67 83

Atopi % 44 33 0

Steroid inhalasi % 61 0 0

Samter’s triad 17 0 0

CRSwNP = Rinosinusitis kronis dengan polip hidung

BAHAN DAN METODE

DESAIN

Pasien yang memenuhi kriteria European Position Paper on Rhinosinusitis

and Nasal Polyps (EPOS) untuk CRSwNP dan bersedia untuk berpartisipasi

dikumpulkan dari Juni 2011- Januari 2013 pada Departemen Otorinolaringologi,

Bedah Kepala dan Leher dan Audiologi, Rigshopitalet. Semua pasien tinggal di

atau sekitar Kopenhagen dan dilakukan functional endoscopic sinus surgery

(FESS); pasien dimasukkan tanpa melihat riwayat operasi sebelumnya. Semua

pasien diterapi sesuai dengan pedoman EPOS dengan steroid nasal dan irigasi

salin selama lebih dari 3 bulan tanpa perbaikan. Steroid nasal topikal, bukan

steroid inhalasi, dihentikan empat minggu sebelum operasi. Kelompok kontrol

Page 5: Jurnal Tht

meliputi pasien non asma yang dilakukan operasi septum hidung dan atau reduksi

konka. Penyakit jalan nafas bawah diklasifikasikan berdasarkan pedoman Global

Initiative for Asthma (GINA) dan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung

Disease (GOLD). Untuk detil mengenai pemeriksaan klinis, Anda dapat melihat

publikasi sebelumnya oleh Håkansson et al.

Kriteria eksklusi adalah: umur di bawah 18 tahu atau di atas 80 tahun;

steroid sistemik selama 3 bulan sebelum diinklusikan; kelainan psikiatri yang

berat; hamil atau sedang menyusui; imunodefisiensi; menderita PPOK;

sarkoidosis; sistik fibrosis; diskenia siliar primer; vaskulitis sistemik; penyakit

kardiovaskular yang tidak stabil; diabetes yang tidak terkontrol; forced expiratory

volume pada detik pertama (FEV1) <0,5 liter; trombositopenia atau INR >1,5.

Etika penelitian. Penelitian ini dilakukan sesuai dengan Deklarasi

Helsinki dan telah disetujui oleh Komite Etik Kopenhagen (H-B02008-106);

berkas persetujuan untuk menjadi partisipan penelitian telah diterima dari setiap

individu.

Biopsi dan BAL. Kami menerima biopsi polip hidung, konka inferior dan

bronkus dari 27 pasien CRSwNP dan kontrol.Biopsi konka inferior tidak dapat

dilakukan pada 7 pasien CRSwNP. Semua pasien dan kontrol adalah orang Eropa

atau Asia Barat. Untuk karakteristik pasien, lihat Tabel 1.

Pada saat dilakukan FEES, Biopsi hidung (polip dan konka inferior)

dilakukan secara endoskopik. Punch biopsy dari bronkus diambil >2cm posterior

dari ujung anteriornya. Setelah itu, bronkoskopi dilakukan dan 6-8 biopsi diambil

dari subkarina pada lobus inferior kanan sesuai pedoman. Biopsi diambil dan

dimasukkan ke dalam nitrogen cair dan disimpan dalam suhu -80ºC sampai

mengalami homogenisasi. Biopsi besar dipotong menjadi potongan kecil untuk

menjaga lapisan superfisial.

Biopsi dihomogenisasi menggunakan Tissuelyser LT. Sampel didinginkan

terlebih dahulu di dalam nitrogen cair selama kurang lebih 30 menit dan

dihomogenisasi tanpa buffer lisis. Satu ml 0,9% NaCl + Protease inhibitor per 0,1

g jaringan ditambahkan setelah dihomogenisasi. Jaringan disentrifugasi pada

kecepatan 3000 rpm selama 10 menit pada suhu 4ºC.

Page 6: Jurnal Tht

STATISTIK

Pada pasien CRSwNP di luar Cina, IL-5 adalah sitokin yang khas pada CRSwNP;

karena itu, Spearman’s rho digunakan untuk mengidentifikasi sitokin yang

berhubungan dengan IL-5 pada polip hidung. Sitokin ini digunakan setelah

analisis kelompok dengan menggunakan tes Kruskal-Wallis. Sepasang tes

Wilcoxon Signed Rank digunakan untuk membandingkan kadar sitokin pada

tingkat jalan nafas yang berbeda. Selain itu, untuk meningkatkan perbandingan

dengan penelitian sebelumnya, Spearman’s rho digunakan untuk analisis kedua

untuk melihat hubungan sitokin di antara lokasi biopsi (polip hidung vs bronkus).

HASIL

Data demografis dilaporkan pada Tabel 1. Pada polip hidung, IL-5 berhubungan

dengan sitokin Th2 lainnya; eotaksin, MCP-1, MCP-4, TARC, IL-4, dan IL-13.

Analisis univariat sitokin-sitokin ini gagal menunjukkan inflamasi bronkus pada

pasien CRSwNP tanpa asma (Tabel 2); akan tetapi, pada pasien dengan asma, IL-

13 yang meningkat menunjukkan inflamasi bronkus pada biopsi. Konsentrasi

sitokin Th2 yang semakin tinggi dijumpai pada derajat asma yang semakin berat.

(Gambar 1).

Tabel 2. Perbandingan sitokin pada pasien CRSwNP dengan/tanpa asma dan

kontrol.

Biopsi

bronkus

(pg/ml)

CRSwNP +

asma

CRSwNP +

asma

Kontrol p

n=18 n=9 n=6

Eotaksin 603 (114-1828) 535 (143-1086) 479 (174-719) 0,47

MCP-1 278 (88-2151) 341 (301-906) 258 (148-1234) 0,55

MCP-4 281 (80-3999) 289 (72-1316) 193 (66-256) 0,27

Page 7: Jurnal Tht

TARC 47 (13-830) 45 (0-136) 22 (11-52) 0,06

IL-13 7 (0-1108) 0 (0-54) 1 (0-347) 0,04

IL-4 0 (0-5) 0 (0-0) 0,03 (0-0,32) 0,11

IL-5 0,18 (0-41) 0 (0-6) 0 (0-0,43) 0,13

Setelah normalisasi berat jaringan dan konsentrasi protein total, kami

menemukan konsentrasi Th2 yang lebih tinggi secara signifikan pada biopsi polip

hidung dibandingkan dengan biopsi bronkus; akan tetapi, konsentrasi sitokin Th2

yang lebih rendah dijumpai pada konka inferior (Gambar 2b). Kebanyakan sitokin

lainnya (sebagian besar Th1) tidak berbeda secara signifikan antara polip hidung

dan biopsi bronkus kecuali IP-10 yang berkurang secara signifikan di polip

hidung.

Saat dilakukan analisis univariat, hanya IL-4 yang berhubungan secara

signifikan terhadap polip hidung dan biopsi bronkus.

DISKUSI

Ini adalah penelitian pertama yang memeriksa secara bersamaan sitokin

inflamasi dari jalan nafas atas dan bawah pada pasien CRSwNP yang sama; selain

itu, ini adalah penelitian pertama yang membandingkan inflamasi bronkus pada

pasien CRSwNP dengan kontrol. Pada pasien CRSwNP, kami menemukan

konsentrasi sitokin Th2 yang lebih tinggi pada polip hidung dibandingkan dengan

biopsi bronkus dan konka inferior dan hubungan yang kuat antara penanda

inflamasi jalan nafas atas dan bawah. Tidak ada sitokin yang diukur yang lebih

tinggi secara signifikan pada bronkus pasien CRSwNP kecuali IL-13 pada pasien

CRSwNP dengan asma. Jika dilihat secara bersamaan, penemuan ini

menunjukkan bahwa proses inflamasi yang sama di sepanjang jalan nafas pada

pasien CRSwNP dan polip hidung mungkin saja berperan penting terhadap

Page 8: Jurnal Tht

inflamasi tersebut. Penemuan kami tidak dapat memastikan adanya inflamasi

bronkus subklinis pada pasien CRSwNP tanpa asma.

MEMBANDINGKAN INFLAMASI SEPANJANG JALAN NAFAS

Telah diduga bahwa asma terjadi pada penyakit alergi saat inflamasi jalan

nafas atas cukup ekspresif. Penelitian telah menunjukkan hubungan positif antara

asma dan derajat inflamasi polip hidung, yang menjelaskan mengapa asma lebih

buruk pada pasien CRSwNP. Selain itu, inflamasi bronkus yang lebih berat

terlihat pada pasien CRSwNP dengan asma dibandingkan dengan yang tidak

menderita asma. Akan tetapi, satu penelitian yang didasarkan pada

imunohistokimia tidak memastikan hubungan tersebut; penelitian ini justru

melaporkan bahwa inflamasi jalan nafas lebih kuat pada polip hidung, kemudian

melemah ke arah bronkus pada pasien CRSwNP. Sejalan dengan peneliaitn

tersebut, kami menemukan konsentrasi sitokin Th2 yang lebih tinggi pada polip

hidung dibandingkan dengan biopsi bronkus dan konka inferior pada pasien

CRSwNP.

Penelitian kami menunjukkan bahwa polip hidung dapat menjadi

penyebab utama inflamasi jalan nafas pada pasien CRSwNP denga asma. Akan

tetapi, penurunan respon inflamasi bronkus dan konka inferior juga dapat terjadi

akibat mekanisme protektif di luar polip hidung yang masih diduga- sebuah

mekanisme yang juga menjelaskan mengapa polip hidung biasanya tidak dijumpai

pada konka inferior dan bronkus. Kami juga menemukan hubungan antara kadar

sitokin inflamasi yang meningkat dengan derajat asma.

Tabel 3. Hubungan sitokin pada polip hidung dan biopsi bronkus

Sitokin Spearman’s rho P

Eotaksin 0,11 0,6

MCP-1 0,22 0,26

MCP-4 0,37 0,06

Page 9: Jurnal Tht

TARC 0,30 0,12

IL-13 0,30 0,12

IL-4 0,40 0,04

IL-5 0,17 0,40

Gambar 1. Sitokin inflamasi pada biopsi bronkus (MCP-4, IL-5, IL-13, dan

TARC) pada pasien CRSwNP dan kontrol, diurutkan berdasarkan derajat

asma.

Page 10: Jurnal Tht

Gambar 2. Konsentrasi Th1 dan Th2 pada polip hidung, konka inferior, dan

bronkus pada pasien CRSwNP.

Page 11: Jurnal Tht

HUBUNGAN ANTARA PENANDA INFLAMASI

Kami membandingkan biopsi dari 3 tingkat jalan nafas: polip hidung, konka

inferior, dan bronkus. Kami berasumsi bahwa inflamasi dapat dibandingkan

antara lokasi biopsi karena seluruh jalan nafas dilapisi oleh sel epitel

pseudostratified; akan tetapi, struktur organ terletak tepat di bawah lapisan ini

seperti kelenjar, struktur pembuluh darah, dan otot polos. Kami memperhatikan

hal ini sehingga lapisan superfisial sampel biopsi kami pertahankan dan struktur

organ kami buang, sehingga sel inflamasi berhasil kami pertahankan pada lapisan

superfisial.

Telah diduga sebelumnya bahwa penanda inflamasi yang sama berada di

sepanjang jalan nafas pada pasien CRSwNP dengan asma. Akan tetapi, sebelum

penelitian ini, bukti terhadap dugaan ini sangat jarang dijumpai dan hanya

terdapat bukti dari penelitian independen tentang jalan nafas atas pada pasien CRS

dan jalan nafas bawah pada pasien asma. Hanya Ragab et al. yang

membandingkan inflamasi jalan nafas atas dan bawah pada pasien yang sama- dan

gagal menunjukkan adanya hubungan. Saat kami menggunakan metode statistik

yang sama dengan Ragab et al. kami tidak menjumpai adanya hubungan antara

sitokin secara tersendiri (Tabel 3.). Namun pada saat menggunakan analisis

permutasi yang memungkinkan kami untuk menganalisis hubungan sitokin Th1

dan Th2, kami menemukan hubungan yang signifikan. Ini menunjukkan adanya

hubungan yang kuat antara polip hidung dengan inflamasi bronkus. Hubungan

yang lain juga dijumpai antara biopsi konka inferior dan bronkus, baik pada

pasien maupun pada kontrol. Ini menunjukkan bahwa pada jalan nafas yang tidak

mengalami inflamasi, penanda inflamasi adalah sama di sepanjang jalan nafas.

Karena inflamasi pada polip hidung diakibatkan oleh Th2, hubungan kuat di

penelitian ini juga menunjukkan inflamasi bronkus pada pasien CRSwNP juga

diakibatkan oleh Th2 walaupun tidak signifikan.

Page 12: Jurnal Tht

MEMBANDINGKAN INFLAMASI ANTAR KELOMPOK

Inflamasi jalan nafas atas dan bawah yang subklinis telah dijumpai pada

penyakit jalan nafas alergi. Menyambung informasi tersebut, kami menduga

bahwa semua pasien CRSwNP memiliki inflamasi bronkus tanpa melihat status

asma. Akan tetapi, kami tidak dapat memastikan inflamasi subklinis dari biopsi

bronkus pada pasien CRSwNP tanpa asma. Bahkan pada pasien CRSwNP dengan

asma, inflamasi bronkus tidak jelas dan dikarakteristikkan dengan konsentrasi IL-

13 yang lebih tinggi.

KETERBATASAN

Kami menemukan konsentrasi sitokin Th2 yang lebih rendah pada biopsi

bronkus jika dibandingkan dengan polip hidung. Ini dapat dijelaskan karena

steroid inhalasi tetap dilanjutkan untuk 60% pasien CRSwNP, sementara steroid

topikal hidung dihentikan 4 minggu sebelum operasi; selain itu, mungkin juga

terjadi karena inklusi pasien CRSwNP dengan dan tanpa asma ke dalam

penelitian. Analisis menjumpai bahwa 5/7 sitokin Th2 lebih tinggi secara

signifikan pada polip hidung dibandingkan dengan bronkus pada pasien CRSwNP

yang tidak menggunakan steroid inhalasi. Sitokin bronkus tidak tergantung pada

steroid inhalasi pada pasien CRSwNP dengan asma.

Kami menyimpulkan bahwa konsentrasi sitokin Th2 yang lebih tinggi di

polip hidung dibandingkan dengan bagian jalan nafas yang lain dan hubungan

yang kuat antara inflamasi jalan nafas atas dan bawah; akan tetapi, kami tidak

dapat memastikan adanya inflamasi bronkus subklinis pada pasien CRSwNP

tanpa asma. Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa inflamasi yang sama

timbul pada sepanjang jalan nafas pada pasien CRSwNP dan kemungkinan polip

hidung berperan dalam inflamasi tersebut.

Page 13: Jurnal Tht

REFERENSI

1. Larsen K. The clinical relationship of nasal polyps to asthma. Allergy

Asthma Proc; 17(5):243–9. PMID: 8922143

2. Zhang N, Van Zele T, Perez-Novo C, Van Bruaene N., Holtappels G,

DeRuyck N, et al. Different types of T-effector cells orchestrate mucosal

inflammation in chronic sinus disease. J Allergy Clin Immunol;

122(5):961–8. doi: 10.1016/j.jaci.2008.07.008 PMID: 18804271

3. Klossek JM, Neukirch F, Pribil C, Jankowski R, Serrano E, Chanal I, et al.

Prevalence of nasal polyposis in France: a cross-sectional, case-control

study. Allergy; 60(2):233–7. PMID: 15647046

4. Granstrom G, Jacobsson E, Jeppsson PH. Influence of allergy, asthma and

hypertension on nasal polyposis. Acta Otolaryngol Suppl; 492:22–7.

PMID: 1632246

5. Bachert C, Zhang N. Chronic rhinosinusitis and asthma: novel

understanding of the role of IgE 'above atopy'. J Intern Med; 272(2):133–

43. doi: 10.1111/j.1365-2796.2012.02559.x PMID: 22640264

6. Ardehali MM, Amali A, Bakhshaee M, Madani Z, Amiri M. The

comparison of histopathological characteristics of polyps in asthmatic and

nonasthmatic patients. Otolaryngol Head Neck Surg; 140(5):748– 51. doi:

10.1016/j.otohns.2009.01.027 PMID: 19393423

7. Bateman ND, Shahi A, Feeley KM, Woolford TJ. Activated eosinophils in

nasal polyps: a comparison of asthmatic and non-asthmatic patients. Clin

Otolaryngol; 30(3):221–5. PMID: 16111416

8. Dhong HJ, Kim HY, Cho DY. Histopathologic characteristics of chronic

sinusitis with bronchial asthma. Acta Otolaryngol; 125(2):169–76. PMID:

15880948

9. Haruna S, Nakanishi M, Otori N, Moriyama H. Histopathological features

of nasal polyps with asthma association: an immunohistochemical study.

Am J Rhinol; 18(3):165–72. PMID: 15283491

10. Bachert C, Zhang N, Holtappels G, De Lobel L., van Cauwenberge P., Liu

S, et al. Presence of IL-5 protein and IgE antibodies to staphylococcal

Page 14: Jurnal Tht

enterotoxins in nasal polyps is associated with comorbid asthma. J Allergy

Clin Immunol; 126(5):962–8, 968. doi: 10.1016/j.jaci.2010.07.007 PMID:

20810157

11. Tsicopoulos A, Shimbara A, de Nadai P., Aldewachi O, Lamblin C,

Lassalle P, et al. Involvement of IL-9 in the bronchial phenotype of

patients with nasal polyposis. J Allergy Clin Immunol; 113(3):462–9.

12. Lamblin C, Bolard F, Gosset P, Tsicopoulos A, Perez T, Darras J, et al.

Bronchial interleukin-5 andeotaxin expression in nasal polyposis.

Relationship with (a)symptomatic bronchial hyperresponsiveness. Am J

Respir Crit Care Med; 163(5):1226–32. PMID: 11316663

13. Lamblin C, Gosset P, Salez F, Vandezande LM, Perez T, Darras J, et al.

Eosinophilic airway inflammationin nasal polyposis. J Allergy Clin

Immunol; 104(1):85–92. PMID: 10400844

14. Ragab A, Clement P, Vincken W. Correlation between the cytology of the

nasal middle meatus and BAL in chronic rhinosinusitis. Rhinology;

43(1):11–7. PMID: 15844496

15. Ediger D, Sin BA, Heper A, Anadolu Y, Misirligil Z. Airway

inflammation in nasal polyposis: immunopathological aspects of relation

to asthma. Clin Exp Allergy; 35(3):319–26. PMID: 15784110

16. Fokkens WJ, Lund VJ, Mullol J, Bachert C, Alobid I, Baroody F, et al.

European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2012. Rhinol

Suppl; (23: ):3–298. PMID: 22764607

17. Fabbri L, Pauwels RA, Hurd SS. Global Strategy for the Diagnosis,

Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease:

GOLD Executive Summary updated 2003. COPD; 1(1):105– 41. PMID:

16997745

18. Bateman ED, Hurd SS, Barnes PJ, Bousquet J, Drazen JM, FitzGerald M,

et al. Global strategy for asthma management and prevention: GINA

executive summary. Eur Respir J; 31(1):143–78. doi:

10.1183/09031936.00138707 PMID: 18166595

Page 15: Jurnal Tht

19. Håkansson K, Thomsen SF, Konge L, Mortensen J, Backer V, von

Buchwald C. A comparative and descriptive study of asthma in chronic

rhinosinusitis with nasal polyps. American Journal of Rhinology &

Allergy; 28(5):383–7.

20. British Thoracic Society Bronchoscopy Guidelines Committee. British

Thoracic Society guidelines on diagnostic flexible bronchoscopy. Thorax;

56 Suppl 1:i1–21. PMID: 11158709

21. Good PI. Permutation, Parametric, and Bootstrap Tests of Hypotheses

(Springer Series in Statistics). Springer; 2005.

22. Team R. R Development Core Team 2013. R: A Language and

Environment for Statistical Computing.

23. Togias A. Rhinitis and asthma: evidence for respiratory system

integration. J Allergy Clin Immunol; 111 (6):1171–83. PMID: 12789212

24. Staikuniene J, Vaitkus S, Japertiene LM, Ryskiene S. Association of

chronic rhinosinusitis with nasal polyps and asthma: clinical and

radiological features, allergy and inflammation markers. Medicina

(Kaunas); 44(4):257–65. PMID: 18469501

25. Han DH, Kim SW, Cho SH, Kim DY, Lee CH, Kim SS, et al. Predictors

of bronchial hyperresponsivenessin chronic rhinosinusitis with nasal

polyp. Allergy; 64(1):118–22. doi: 10.1111/j.1398-9995.2008.01841.x

PMID: 19120071

26. Larsen K, Tos M. A long-term follow-up study of nasal polyp patients

after simple polypectomies. Eur Arch Otorhinolaryngol; 254 Suppl 1:S85–

S88. PMID: 9065636

27. Larsen K, Tos M. Clinical course of patients with primary nasal polyps.

Acta Otolaryngol; 114(5):556–9. PMID: 7825441

28. Braunstahl GJ, FokkensW. Nasal involvement in allergic asthma. Allergy;

58(12):1235–43. PMID: 14616096

29. Bachert C, Gevaert P, Holtappels G, Cuvelier C, van Cauwenberge P.

Nasal polyposis: from cytokines to growth. Am J Rhinol; 14(5):279–90.

PMID: 11068652

Page 16: Jurnal Tht

30. Kanai N, Denburg J, Jordana M, Dolovich J. Nasal polyp inflammation.

Effect of topical nasal steroid. Am J Respir Crit Care Med; 150(4):1094–

100. PMID: 7921442

31. Wallwork B, Coman W, Feron F, Mackay-Sim A, Cervin A.

Clarithromycin and prednisolone inhibit cytokine production in chronic

rhinosinusitis. Laryngoscope; 112(10):1827–30. PMID: 12368623

32. Snijdewint FG, Kapsenberg ML, Wauben-Penris PJ, Bos JD.

Corticosteroids class-dependently inhibit in vitro Th1- and Th2-type

cytokine production. Immunopharmacology; 29(2):93–101. PMID:

7775161