Jurnal Sinau: Ilmu Pendidikan dan Humaniora Vol. 6 No. 2 ...
Transcript of Jurnal Sinau: Ilmu Pendidikan dan Humaniora Vol. 6 No. 2 ...
Jurnal Sinau: Ilmu Pendidikan dan Humaniora Vol. 6 No. 2 (2020)
1
Dinamika Nahdlatul Ulama di Tasikmalaya tahun 1926-1961
Budi Sujati
Pendidikan Sejarah STKIP Pangeran Dharma Kusuma Segeran Indramayu [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang dinamika Nahdlatul Ulama di Tasikmalaya pada tahun 1926-1961. Penelitian ini dipandang menarik karena berdirinya Nahdlatul Ulama di Tasikmalaya merupakan tantangan dan respon dari Bupati RAA Wirataoeningrat mendirikan perkumpulan Guru Agama (PGA) yang anggotanya senantiasa mendukung kebijakan-kebijakan pemerintah sehingga mereka yang tidak sependapat dan tidak sepaham dengan visi dan misi perkumpulan itu membentuk sepakat mendirikan Nahdlatul Ulama hingga Nahdlatul Ulama di Tasiklamaya mengalami dinamika sebelum dan sesudah pemilu 1955 yang pada akhirnya pada 1961 banyak warga Nahdliyin Tasikmalaya banyak terlibat dalam roda pemerintahan sehingga eksis sampai sekarang. Penelitian ini menggunakan penelitian sejarah dengan metode heuristik, kritik, interpetasi dan historiografi. Oleh karena itu, sumber data untuk penelitian ini adalah dokumen-dokumen sejarah yang menyangkut jiwa zamannya: arsip, majalah, buku, wawancara dan sebagainya. Berdasarkan hasil penelitian, Nahdlatul Ulama berdiri di Tasikmalaya secara legal formal pada 1928 dan mengalami kemajuan pada rentang waktu 1955 dikarenakan peran kyai/ ajengan yang sangat besar.
Kata Kunci: kyai, Nahdlatul Ulama, Tasikmalaya.
Abstract
This study aims to explain the dynamics of Nahdlatul Ulama in Tasikmalaya in 1926-1961. This research is considered interesting because the establishment of Nahdlatul Ulama in Tasikmalaya is a challenge and response from the RAA Regent Wirataoeningrat establishing the Association of Religious Teachers (PGA) whose members always support government policies so that those who disagree and disagree with the vision and mission of the association form an agreement to establish Nahdlatul Ulama to Nahdlatul Ulama in Tasiklamaya experienced dynamics before and after the 1955 elections which in the end in 1961 many Nahdliyin Tasikmalaya residents were heavily involved in the governmental wheel so that they exist until now. This study uses historical research with heuristic methods, criticism, interpretation and historiography. Therefore, the data source for this research are historical documents concerning the soul of the era: archives, magazines, books, interviews and so on. Based on the results of the study, Nahdlatul Ulama was officially established in Tasikmalaya in 1928 and progressed in the period of 1955 due to the role of the clerics / ajengan.
Keywords: Clerics, Nahdlatul Ulama, Tasikmalaya.
Jurnal Sinau: Ilmu Pendidikan dan Humaniora Vol. 6 No. 2 (2020)
2
Pendahuluan
Membahas NU di Tasikmalaya tidak bisa dipisahkan dengan berdirinya NU di
Surabaya, dan menyebar pertamakali di wilayah Jawa Barat (Tatar Sunda). Salah satunya
NU pertamakali berdiri pada 16 Rajab 1344 H/ 31 Januari 1926 di kampung Kertopaten
Jalan Bubutan VI/ 2 Surabaya. Dengan tujuan berlakunya ajaran agama Islam yang
menganut paham Ahlussunah Waljamaah dan menganut salah satu madzhab dari empat
madzhab yaitu Imam Syafi’i, Imam Hambali, Imam Malik dan Abu Hanifah.1 Sedangkan di
Jawa Barat, NU sudah berkembang secara legal formal dengan ditandai adanya perwakilan
dari KH. Abdul Halim Leuwimunding yang merupakan satu-satunya kyai yang menghadiri
pembentukan NU di Surabaya pada 1926.
Selain itu, wilayah Jawa Barat merupakan salah satu provinsi terbesar dengan
jumlah penduduknya di Indonesia, yang mayoritas penduduknya menganut agama Islam
tak terkecuali di wilayah Priangan Timur.2 Hal itu terbukti dengan banyaknya bangunan
masjid dan surau baik di kota-kota ataupun di desa-desa. Boleh dikatakan bahwa Islam
benar-benar merupakan sikap hidup orang-orang dari masyarakatnya. Di daerah ini
banyak sekali didirikan pesantren-pesantren yang merupakan pusat pendidikan agama
Islam sebagai salah satu basis utama pendidikan selain sebagai perlawanan terhadap
penjajahan Belanda di wilayah priangan.
Keberadaan lembaga pendidikan Islam salah satunya pesantren merupakan salah
satu faktor berkembangnya Nahdlatul Ulama di wilayah Priangan terutama di
Tasikmalaya. Daerah ini merupakan salah satu basis NU di wilayah Priangan Timur
sehingga dapat dikatakan bahwa masyarakat Jawa Barat yang dikenal bersuku Sunda yang
salah satunya di Tasikmalaya sedangkan untuk wilayah Pantura diwakili oleh Cirebon
menjadi dominan dalam mengembangkan tradisi NU. Hal ini bisa dibuktikan tatkala pada
Kongres NU ke-3 di Surabaya pada 1928 diputuskan untuk menyebarkan organisasi ini ke
berbagai pulau Jawa dan Madura khususnya di wilayah Jawa Barat. Untuk wilayah Jawa
Barat upaya mendirikan cabang-cabang NU diberikan kepada KH. Bisri Syansuri, dan KH.
Abdul Halim Leuwimunding, kyai tersebut relatif dapat melaksanakan amanah Kongres
1 Budi Sujati, Ajid Thohir, Sejarah Perkembangan Nahdlatul Ulama di Jawa Barat, (Brebes:
Rahmadina Publishing, 2020), 1. 2 Nama Priangan atau Parahiyangan, dalam bahasa Belanda juga disebut Preanger, adalah
wilayah bergunung-gunung di Jawa Barat di mana kebudayaan Sunda merupakan kebudayaan yang dominan di wilayah tersebut.
Jurnal Sinau: Ilmu Pendidikan dan Humaniora Vol. 6 No. 2 (2020)
3
yang terlihat dari 13 utusan cabang yang ada di Jawa Barat. Pada perhelatan ini muncul
beberapa kyai muda dari Tasikmalaya salah satunya adalah KH. Ruhiyat dari Cipasung.
Tulisan ini berusaha menjelaskan sejarah perkembangan Nahdlatul Ulama di
Tasikmalaya dilihat dari dominasi sejarah maka pendekatannya menggunakan
pendekatan historis.3 Hal ini sangat penting karena dengan pendekatan tersebut akan
ditemukan suatu peristiwa dari awal hingga akhir dari pembatasan tulisan tersebut.
Dalam hal ini Nahdlatul Ulama di Tasikmalaya merupakan salah satu daerah yang unik
dimana jika dilihat dari wilayah sangat jauh dengan Cirebon yang juga merupakan salah
satu basis NU di Jawa Barat tetapi mendapati hati masyarakat Priangan yang notaben
wilayah Priangan adalah basis dari Sarikat Islam yang kemudian bertransformasi menjadi
Partai Masyumi yang menjadi saingan Partai NU. Untuk membatasi pembahasan ini, unsur
temporal dalam tulisan ini adalah pada saat Bupati RAA Wiratananoeningrat membuat
kebijakan perkumpulan guru agama yang mendukung kebijakan –kebijakan pemerintah
Hindia Belanda di Tasikmalaya yang terjadi pada 1928 hingga tahun 1961 dimana banyak
kader-kader NU yang menjadi abdi negara yang mana menjadi kebanggan tersendiri
bahwa warga Nahdliyin di Tasikmalaya merupakan tokoh/ masyarakat yang menjadi
penggerak di daerahnya masing-masing.
Hasil dan Pembahasan
Latar Belakang Berdirinya NU di Tasikmalaya
Munculnya NU di Tasikmalaya tidak terlepas dari kebijakan Bupati Tasikmalaya
RAA. Wiratanoeningrat yang membentuk perkumpulan ulama untuk mendukung
kebijakan-kebijakan Bupati dalam mendapatkan supremasi umat Islam Tasikmalaya.4
Dengan membentuk suatu Perkumpulan Guru Agama (PGA) pada 15 Juni 1926 yang
tokoh-tokohnya antara lain: KH. Soedjai5 dari pesantren Kudang yang sekarang menjadi
3 Nyoman Kutha Ratna, Metodologi Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora
pada umumnya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 293. 4 Lahir pada 19 Februari 1878. RAA. Wiratanoeningrat merupakan anak Bupati Sukapura
(Sekarang Tasikmalaya) sebelumnya yaitu Tumenggung Aria Prawira Adiningrat. Ia wafat pada 5 Mei 1937. Penyebutan nama Tasikmalaya muncul untuk pertama kali diketahui setelah Gunung Galunggung meletus pada 1822, sehingga wilayah Sukapura berubah menjadi Tasik (Danau atau Laut), dan Malaya dari ma (layah) bermakna ngalayah (bertebaran) atau deretan gunung di Pantai Malabar (India). Tasikmalaya mengandung arti Keusik ngalayah, artinya banyak pasir dimana-mana. Lihat: Aam Amaliyah Rahmat, Peranan Bupati RAA Wiratanuningrat dalam Pembangunan Kabupaten Tasikmalaya 1908-1937, (Bandung: Jurnal Patanjala Vol. 9 No. 3, September 2017), 346.
5 Lahir di Rancapeundey Singaparna, Tasikmalaya pada 14 Sya’ban 1270 H/ 11 Mei 1860 M. semasa hidupnya beliau pernah menjadi anggota Konstituante RI periode 9 November 1956 s/d 5 Juli 1959 M dari Fraksi Partai Masyumi dengan nomor anggota 261. Lihat:
Jurnal Sinau: Ilmu Pendidikan dan Humaniora Vol. 6 No. 2 (2020)
4
Kudang Pesantren, KH. Zarkasi dari Jajaway, KH. Fahroeddin dari Cikalang dan KH. M.
Pachroerodji dari Sukalaya harapannya masyarakat bisa patuh terhadap kebijakan-
kebijakan yang dikeluarkan oleh Bupati, karena pada kepemimpinan RAA.
Wiratanoeningrat campur tangan Belanda sangat besar. Respon dari ajengan-ajengan
diluar pembentukan PGA dari Bupati Tasikmalaya kurang setuju karena menurutnya
perkumpulan PGA yang dibentuk oleh RAA. Wiratanoeningrat terlihat mendukung
pemerintah Kolonial Belanda di Tasikmalaya. Salah satu contohnya adalah kebijakan
bupati RAA. Wiratanoeningrat yang mewajibkan setiap masjid Jamie yang ada di
Tasikmalaya pada saat kegiatan khutbah Jum’at harus mendoakan khusus kepada Bupati
yang tergabung dalam perkumpulan guru agama tersebut.
Diluar kyai/ajengan yang tidak sependapat dengan pembentukan Perhimpunan
Guru Agama (PGA) yang dibentuk oleh Bupati RAA. Wiratanoeningrat dengan menyebut
bahwa perkumpulan tersebut disebut Idhar (Idharu Bai’atil Muluk Wal Umaro’) yang
artinya Jelas-Jelas menyatakan sumpah setia kepada raja dan Penguasa (Idhar sekarang
semacam Majlis Ulama Indonesia). Maka kyai-kyai atau ajengan yang tidak suka berbau
unsur-unsur politik berinisiatif untuk melakukan konsolidasi pertama membentuk
perkumpulan kyai/ ajengan pesantren di Tasikmalaya yang tergabung dalam kelompok
pesantren. Perkembangan selanjutnya karena banyak kyai/ ajengan yang memiliki
pesantren atau pernah menjadi santri dan kurang setuju dengan kebijakan Bupati RAA.
Wiratanoeningrat membentuk PGA. Maka cikal bakal berkembangnya organisasi NU di
Tasikmalaya mudah mendapat hati di masyarakat karena secara kultural antara NU
dengan pesantren sangat erat hubungannya di Tasikmalaya dan sebagian ulama-ulama
dan masyarakat tersebut sangat membenci keberadaan Kolonial Belanda di Tasikmalaya
yang melihat bahwa bupati RAA. Wiratanoeningrat dalam sebagian kebijakannya
mendapat pengaruh dari Belanda.
Dua tahun kemudian, disepakatilah organisasi yang menjadi lawan dari bentukan
pemerintahan RAA. Wiratanoeningrat yaitu Nahdlatul Ulama yang memiliki jaringan-
jaringan pesantren kuat dan sangat antipati terhadap kolonial Belanda. Sehingga bisa
dikatakan bahwa NU Masuk di Tasikmalaya pada 1928, secara organisatoris yang
membawa NU di Tasikmalaya adalah KH. Fadhil dari Cikotok Parigi (sekarang masuk
wilayah kabupaten Ciamis). KH. Fadhil menetap di Nagarawangi (kota Tasikmalaya bagian
Selatan sekarang). KH. Fadhil bertemu dengan KH. Oenoeng Qolyubi dari Madewangi
Tamansari lalu bertemu dengan KH. Ahmad Sobandi dari Cilenga Leuwisari dan akhirnya
www.konstituante.net./kh. Muhammad Sudjai.com. diakses pada 14 Oktober 2019 pukul 19:00 WIB.
Jurnal Sinau: Ilmu Pendidikan dan Humaniora Vol. 6 No. 2 (2020)
5
bergabunglah KH. Zainal Mustafa dari Singaparna, Ajengan Yahya dari Madewangi,
Ajengan Syamsudin, Ajengan Ruhiyat dan lain-lain. Lalu terbentuklah KH. Fadhil sebagai
Rois Syuriyah dan KH. Ahmad Sobandi sebagai Ketua Tanfidziyah dalam kepengurusan NU
cabang Tasikmalaya tahun 1928 tetapi kepengurusannya masih belum stabil karena
intervensi Belanda yang tidak menyetujui adanya perkumpulan ulama di Tasikmalaya.6
Di sisi lain dengan bergabungnya Raden Soetisna Sendjaja7 seorang aktifis
Paguyuban Pasundan, Ketua umum GAPRI (Gerakan anti Pemecahan RI), Wakil Kepala
Jawatan Agama negara Pasundan (Januari 1949-Desember 1949), Kepala Kantor Urusan
Agama Provinsi Jawa Barat (1950-Juni 1951), aktifis Paguyuban Pasundan, guru HIS
(Hollandsch Inlandsche School), dan Guru MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs).
Memiliki andil yang besar dalam meyebarkan dan mengembangkan organisasi NU di
Tasikmalaya. Bergabungnya Soetisna Sendjaja dengan NU karena beliau bertemu dengan
KH. Otong Hoelaemi8 seorang aktifis NU yang memiliki kedalaman ilmu agama Islam. Maka
6 Informasi pembentukan Nahdlatul Ulama di Tasikmalaya diperoleh berdasarkan Sejarah
Lisan (Oral History) dari KH. A.E. Bunyamin yang mendengar informasi dari KH. Atjeng Putera yang juga mendapatkan informasi dari KH. Oenoeng Qolyubi dari Madewangi Tamansari, Tasikmalaya, bahwa NU berdiri di Tasikmalaya pada 1928 M. Wawancara dengan KH. Drs. A.E. Bunyamin, M.Pd.I (usia 80 Tahun), Ketua IPNU cabang Kab. Tasikmalaya periode 1968-1977, Wakil Sekretaris Partai NU Kab. Tasikmalaya periode 1969-1973, Ketua Tanfidziyah PCNU Kab. Tasikmalaya periode 1995-2000 dan Mustasyar PCNU Kota Tasikmalaya periode 2008-2013. Wawancara pada 3 September 2019 Pukul 09:00 WIB.
7 Nama lengkapnya Moehammad Soekarna Soetisna Sendjaja Lahir di Wanaraja, Garut, pada 27 Oktober tahun 1890 M. Sebagai tokoh NU, ia juga dikenal sebagai tokoh pers di Jawa Barat. Ia adalah Pemimpin Redaksi Majalah al-Mawa’idz; Pangrodjong Nahdlatoel ‘Oelama yang diterbitkan oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Tasikmalaya pada bulan Agustus 1933, ia juga salah seorang tokoh pergerakan di Paguyuban Pasundan di Bandung. Keaktifan beliau di NU Tasikmalaya berakhir sejak 1953 Raden Soetisna Sendjaja keluar dari Partai NU dan menjadi anggota Partai Gerakan Pilihan Sunda dengan terpilih menjadi anggota konstituante periode 9 November 1956 s/d 5 Juli 1959. Ketika Soetisna Senjaja memutuskan untuk berhenti dari NU, maka kepengurusannnya diteruskan oleh KH. Otong Hoelaemi serta mulai dilakukan regenerasi dengan yang muda-muda. Menurut keterangan dari anaknya bahwa putranya ada 14 orang dari 2 atau 3 istri. sebagian ada di Bandung dan sebagian ada di Tasikmalaya. Ia wafat di Bandung pada 11 Desember tahun 1961. Wawancara dengan KH. Drs. A.E. Bunyamin, M.Pd.I (umur 80 Tahun), Ketua IPNU cabang Kab. Tasikmalaya periode 1968-1977, Wakil Sekretaris Partai NU Kab. Tasikmalaya periode 1969-1973, Ketua Tanfidziyah PCNU Kab. Tasikmalaya periode 1995-2000 dan Mustasyar PCNU Kota Tasikmalaya periode 2008-2013. Wawancara pada 3 September 2019 Pukul 09:00 WIB. Lihat juga: https://konstituante.net/moehammad soekarna soetisna sendjaja.com. diakses pada 14 Oktober 2019 pukul 20:00 WIB.
8 Lahir di Beber, Cirebon pada 20 November 1911 M. Ia pindah ke Tasikmalaya dan mulai menjadi guru sekolah Agama di Seladarma Tasikmalaya pada 1930-1932, Guru Agama di HIS dan Kweek School Pasundan yang juga mendapat bantuan subsidi pada 1932-1942, Guru Agama pesantren Tjikalong Tasikmalaya pada 1942-1949, Anggota dan Badan Pekerdja K.N.I Kabupaten Tasikmalaya merangkap Guru Agama pada 1945-1949, “Kommis” kepala bagian urusan agama kabupaten Tasikmalaya pada 1949-1950, Penghulu pada Kantor Urusan Agama (KUA) Kabupaten Tasikmalaya, Acting Kepala kantor Urusan Agama (KUA) Tasikmalaya pada 1951, dan anggota Konstituante Republik Indonesia pada 9 November 1956 s/d 5 Juli 1959. Ia wafat di Cikalang Kota
Jurnal Sinau: Ilmu Pendidikan dan Humaniora Vol. 6 No. 2 (2020)
6
dengan kedekatan tersebutlah karena Soetisna Sendjaja ingin belajar mengaji maka lama-
kelamaan tertarik menjadi anggota NU. Kepada KH. Otong Hoelaemi karena dikenal
sebagai guru agama Islam yang privat mengaji di berbagai daerah di Tasikmalaya akhirnya
KH. Otong Hoelaemi diangkat menjadi guru HIS agar bisa bertemu setiap hari dan
memiliki kesempatan untuk belajar mengaji yang pada waktu itu menurut riwayat,
Soetisna Sendjaja masih kosong dalam hal ilmu agamanya karena kondisi lingkungannya
yang tidak mendukung.
Setelah NU terbentuk, Pada tahun 1932 NU Tasikmalaya mengadakan rapat
konsolidasi HIS Pasunda II di Jajawai jalan Dewi Sartika (waktu itu Pasunda I di Kebon
Tiwu). Diputuskan dalam rapat tersebut yang menjadi pengurusnya yaitu KH. Ahmad
Sobandi dari Cilenga sebagai Rois Syuriyah dan Soetisna Sendjaja sebagai Ketua
Tanfidziyah. Ia menerima jabatan tersebut dengan syarat yang menjadi Sekretarisnya KH.
Otong Hoelaemi. Permintaan tersebut dapat dipenuhi dan diputuskan pula Wakil Ketua H.
Masduki dan Wakil Sekretaris Tabi’i. dan dibawah kepemimpinan Soetisna Sendjaja
dengan keintelektualnya dan KH. Hoelaemi berjiwa ulamanya menjadikan NU di
Tasikmalaya mempunyai pamor dan disegani.
Pada bulan Agustus 1933 NU Cabang Tasikmalaya menerbitkan majalah mingguan
yang bernama Al-Mawaidz dengan pemimpin redaksinya Soetisna Sendjaja. Dengan
disokong media dakwah ini yang pada akhirnya masyarakat dengan sendirinya bergabung
dengan NU.9
Tasikmalaya tahun 1990. Lihat: Daftar Anggota Konstituante Republik Indonesia periode 9 November 1956 s/d 05 Juli 1959.
9 A.E. Bunyamin, Nahdlatul Ulama di tengah-tengah Perjuangan Bangsa Indonesia: Awal
Berdirinya NU di Tasikmalaya, (Tasikmalaya, STAINU Kota Tasikmalaya, 2013), 40-41.
Jurnal Sinau: Ilmu Pendidikan dan Humaniora Vol. 6 No. 2 (2020)
7
Salah satu sampul Majalah Al-Mawaidz yang menjadi kebanggaan warga NU
Tasikmalaya
(Sumber: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia)
Perhelatan Kegiatan NU yang dihadiri cabang Tasikmalaya
Selama masa awal NU eksis di wilayah Priangan, beberapa agenda atau kegiatan
NU dilaksanakan diantaranya; Diadakan kegiatan “Pasamoan Openbaar Nahdlatoel Oelama
Tasikmalaja” Pada 1932.10 Adapun tokoh yang menghadiri kegiatan tersebut ajengan
Dahlan Tjitjaroelang, KH. Ruhiyat Cipasung, kyai Koentet (Otong Hoelaemi), vice Voorzitter
Juragan H.A Masdoeki.11 Dua tahun berikutnya terjadi kegiatan “Openbare vergadering
(pertemuan publik) Nahdlatul Ulama di Tjitjalengka pada hari minggu 15 Juli 1934 yang
dihadiri wakil cabang NU dari Tasikmalaya dengan tokohnya: Soetisna Sendjaja, KH.
Ruhiyat, KH. Otong Hoelaemi, dan H. Nu’man.12 Dengan bergabungnya kyai/ ajengan yang
memiliki pengaruh di daerahnya masing-masing di Tasikmalaya menjadikan warga
Tasikmalaya lebih mudah bergabung dengan NU dibanding dengan Masyumi ataupun
Persis karena faktor kyai/ ajengan yang menjadi panutan masyarakat banyak yang
bergabung dengan NU walaupun daerah ini adalah menjadi basis DII/TII Jawa Barat
bersama kabupaten Garut. 13
10 Madjallah Al-Mawaidz No. 18. Tahoen ka-1 bulan April 1933. 293. 11 Madjallah Al-Mawaidz No. 18. Tahoen ka-1 bulan April 1933. 294-295. 12 Madjallah Al-Mawaidz No. 38. Tahoen ka-2 bulan Juli 1934, 483. 13 Choirul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan NU, (Surabaya: PT. Duta Aksara Mulia,
2010), 171.
Jurnal Sinau: Ilmu Pendidikan dan Humaniora Vol. 6 No. 2 (2020)
8
Pada perhelatan Congres NU ke-11 yang diadakan di Banjarmasin tahun 1936
cabang Tasikmalaya mengutus KH. Muhammad Dachlan14 (Tanfidziyah), dan KH.
Ruhiyat.15 Sedangkan Congres NU yang ke-12 di Malang 1937 cabang Tasikmalaya
mengutus KH. Fadhil.
Soetisna Sendjaja salah satu tokoh perintis NU di Tasikmalaya dan pemimpin redaksi Majalah Al-Mawaidz yang diterbitkan Pengurus cabang Tasikmalaya tahun 1933
( Sumber: Konstituante. Net)
Sedangkan untuk kegiatan wilayah/ konsul, Pada akhir 1937 diselenggarakan
konferensi daerah NU bagian Jawa Barat Pasundan di Bandung dalam rangka konsolidasi
cabang-cabang NU wilayah Jawa Barat, NU cabang Tasikmalaya mengutus KH. Fadhil
sebagai perwakilan dalam kegiatan tersebut. Sedangkan pada tahun berikutnya NU
mengadakan congres ke-13 yang diselenggarakan di Menes Banten pada 1938, cabang
Tasikmalaya mengirimkan utusan antara lain: KH. Fadhil, KH. Ruhiyat, KH. Zainal Mustafa,
KH. Moenir sebagai perwakilan dari bagian syuriyah. KH. Dachlan, Ahmad Sjoedja’i, dan
Otong Hoelaemi dari tanfidziyahnya.16 kegiatan congres NU ke-14 yang diadakan di
14 Lahir di Tasikmalaya pada 2 November 1905. Selama hidupnya ia pernah bekerja di
berbagai bidang diantaranya: Guru Agama di pesantren Tjitjarulang Singaparna Tasikmalaya (1917-1946), Anggota DPRDS Kabupaten Tasikmalaya (1946-1947), Anggota DPRDS kota Bandung (1950-1956), Propagandis Kantor Urusan Agama Provinsi Jawa Barat (1951-1953), kepala bagian Kepenghuluan kantor Urusan Agama kota Besar Bandung (1953-1956), dan Anggota Konstituante RI (9 November 1956-5 Juli 1959). Sedangkan dalam organisasi, ia mulai masuk NU tahun 1931 dan pernah menduduki jabatan penting NU diantaranya: Wakil Ketua NU cabang Tasikmalaya tahun 1935, wakil Konsul PBNU daerah Priangan Jawa Barat tahun 1938, Ketua Masyumi Kabupaten Tasikmalaya merangkap Konsul NU daerah Priangan, ketua NU cabang Bandung merangkap Komisaris NU daerah Priangan tahun 1950, dan bagian Syuriyah PB wilayah Jawa Barat tahun 1955-1956. Lihat: Daftar Anggota Konstituante Republik Indonesia Fraksi Nahdlatul Ulama periode 1956-1959.
15 Madjallah Berita Nahdlatoel-Oelama No. 18-19 Tahoen ke-5. 1 Agustus 1936. 6. 16Verslag Congres Nahdlatoel Oelama jang Ke-XIII Kota Menes Bantam 11/12 – 16/17 Juni
1938. 144.
Jurnal Sinau: Ilmu Pendidikan dan Humaniora Vol. 6 No. 2 (2020)
9
Magelang 1939 utusan dari Tasikmalaya mengirimkan: KH. Ruhiyat, HM. Moesthofa, H.
Qoeljoebi, H. Misbah (syuriyah). KH. M. Dachlan, Coelm (tanfidziyah) Mh. Amien Badjoeri
(A.N.O).17 Sedangkan acara Congres ke-15 yang diadakan di Surabaya pada 1940 cabang
Tasikmalaya mengirim utusan diantaranya: K. Ahmad Djangi, KH. Moeh. Soebandi, KH.
Zainoeddin, KH. Burhan bagian syuriyah. KH. Dachlan, H. Sanoesi dari Tanfidziyahnya.18
Problematika yang dihadapi pada saat NU mulai berkembang di Tasikmalaya, salah
satunya keadaan NU dan Masyumi sedang kurang harmonis khususnya di tingkat pusat,
maka Pada tahun 1950 kunjungan menteri Agama RI KH. Wahid Hasyim dari NU ke
Tasikmalaya dengan tujuan mengkonsolidasikan kembali NU cabang Tasikmalaya dan
meminta dukungan kepada kyai/ ajengan Tasikmalaya dalam rangka ketika NU
memisahkan dari Partai Masyumi pada 1952 agar kyai/ ajengan yang pada waktu itu
masih bergabung dengan Masyumi untuk bisa bergabung dengan Partai NU karena pada
waktu itu kekuatan Masyumi di Tasikmalaya sangat diperhitungkan dan Tasikmalaya
menjadi salah satu markas DI/TII dibawah pimpinan S.M Kartosoewiryo.
Kunjungan Menteri Agama di pondok pesantren Cipasung Tasikmalaya. Nampak berdiri dari sebelah kiri KH. Otong Hoelaemi, KH Masjkur, A. Achsin, Soetisna Sendjaja, KH Wahid Hasyim,
KH. Ruhiyat dan Ajengan Suryana. (Sumber: Dokumentasi Pondok Pesantren Cipasung Tasikmalaya)
Selain itu, diadakannya pemilu pertama di Indonesia pada 29 September 1955 di
wilayah Jawa Barat, terjadi perebutan suara umat Islam antara partai Masyumi dan Partai
NU sangat menarik. Berbagai cara, dan langkah ditempuh untuk merebut simpati umat
Islam. Sebelum terjadi pemungutan suara, ketika masa kampanye Pemilihan Umum
17Verslag Congres Nahdlatoel Oelama jang ke-14 di kota Magelang, 1/2 - 6/7 1939. 11. 18 Verslag Kongres N.O yang ke-15 di Kota Surabaya 9 Februari 1940. 15.
Jurnal Sinau: Ilmu Pendidikan dan Humaniora Vol. 6 No. 2 (2020)
10
(Pemilu) pertama dimulai, menurut KH. A.E. Bunyamin Partai Masyumi dan PKI dalam
merebut suara masyarakat Tasikmalaya gaya kampanye Masyumi dan PKI sangat keras
dengan saling menyerang satu sama lain terutama Isa Anshary19 dari partai Masyumi
ketika melakukan kampanye di Tasikmalaya yang menyebut lawan politiknya PKI dengan
sebutan Partai Kafir Indonesia begitu pun PKI yang menyebut Partai Masyumi sebagai
pemberontak (bughat) sehingga kampanye seperti itu dapat menarik perhatian
masyarakat Tasikmalaya pada umumnya dan masyarakat umat Islam pada khususnya
yang dikenal militan. Sedangkan partai NU dalam merebut simpati masyarakat
Tasikmalaya gaya kampanye-Nya tidak sekasar dan vokal seperti Masyumi dan PKI
sehingga masyarakat lebih mudah mengenal partai Masyumi dan PKI. Pada akhirnya
karena kyai/ ajengan terutama yang tinggal di kampung-kampung masih belum
mengetahui adanya Partai NU. Walaupun begitu hasilnya cukup menggembirakan, Partai
NU mendapatkan perolehan suara terbesar kedua berdasarkan hasil perolehan partai NU
di wilayah Jawa Barat pada pemilu 29 September 1955.20 Dengan demikian, Partai NU
cabang Tasikmalaya mengalami perkembangannya hebat sejak berdiri 1952 hingga
pemilu pertama 1955. Jadi NU pada waktu itu basis-basisnya hanya terbatas disekitar
wilayah Kota saja tetapi hasilnya sedikit menggembirakan.21
Salah satu kegiatan rapat umum yang dilakukan oleh Partai NU cabang
Tasikmalaya di Manonjaya pada hari Minggu, 20 Maret 1955 dalam rangka kampanye
Partai NU di Alun-Alun Manonjaya Tasikmalaya untuk menarik suara umat Islam di
Tasikmalaya dalam memilih Partai NU. Berikut ini pernyatannya:
19 Lahir di Manindjau Sumatera Tengah, sekarang kabupaten Agam Sumatera Barat pada 1
Juli 1916. Di usia 16 tahun, setelah menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Agama, Isa Anshary merantau ke Bandung untuk mengikuti berbagai kursus ilmu pengetahuan umum. Di Bandung pula, ia memperluas cakrawala keislamannya dalam Jam'iyyah Persis hingga menjadi Ketua Umum Persis. Tampilnya Isa Anshary sebagai pucuk pimpinan Persis dimulai pada 1940, ketika ia menjadi anggota Hoofdbestuur (Pimpinan Pusat) Persis. Tahun 1948, ia melakukan reorganisasi Persis yang mengalami kevakuman sejak masa pendudukan Jepang dan Perang Kemerdekaan. Tahun 1953 hingga 1960, ia terpilih menjadi Ketua Umum Pusat Pimpinan Persis. Selain itu ia berhasil menjadi ketua Umum Partai Masjumi Wilayah Djawa Barat (5 tahun lamanya) dan menjadi anggota Konstituante RI periode 9 November 1956 s/d 5 Juli 1959. Isa Anshary wafat di Bandung pada 11 Desember 1969. Lihat: Daftar-Daftar Anggota Konstituante RI 1956 s/d 1959.
20 Partai NU cabang Tasikmalaya memperoleh 79.754 suara dibawah cabang Cirebon dengan perolehan 105.317 suara. Walaupun demikian, dengan perolehan suara tersebut Partai NU di Jawa Barat berada di posisi ke empat dibawah Masyumi, PNI, dan PKI. Lihat. Data Informasi Arsip NU 1948-1979, Daftar hasil Pemilihan Umum 1955 Partai NU wilayah Jawa Barat. Jakarta: ANRI. 2309.
21 Tokoh NU waktu itu di Tasikmalaya yang mengikuti pemilihan umum dari Partai NU antara lain: KH. Lukmanul Hakim, Ending Suryana, Zarkasih, Ahmad Junaedi waktu itu. KH. Bunyamin sering mengikuti kampanye Masyumi dan NU, pada waktu itu KH. Bunyamin belum memiliki pilihan apakah memilih NU atau Masyumi Bahkan waktu pemilu beliau belum terdaftar tetapi temannya mendapat undangan mencoblos dipakai oleh KH. Bunyamin dua kali yang satu mencoblos Masyumi dan satunya mencoblos NU tahun 1955.
Jurnal Sinau: Ilmu Pendidikan dan Humaniora Vol. 6 No. 2 (2020)
11
“Hatur Uninga rehna dina dinten Minggu ping 20 Maret 1955, Tjabang Nahdlatul Ulama Tasikmalaya, bade ngajakeun rapat umum, tempatna di Alun-Alun Manondjaja ngawitan tabuh 9.00 endjing-endjing. Anu bade sasauranana dina eta rapat diantawisna: (1). Pengurus Besar N.U. ti Djakarta, (2). Pengurus N.U. ti wilayah Djawa Barat, (3). Adjengan Alit (Badru) ti Bandung. Soal-soal anu bade dipedar teu kinten pentingna anu ngeunaan Pemilihan Umum sareng perdjoangan umat Islam kiwari. Perlu dideugdeug ku saumumna kaum Muslim sareng Muslimat, terutami Achli Sunnah Wal-Djamaah”. 22
Kemudian setelah 4 tahun Partai NU berjalan, diadakanlah muktamar ke-22 yang
diselenggarakan di Jakarta pada 1959 dengan dihadiri oleh ratusan dari berbagai wilayah
dan cabang, cabang Tasikmalaya mengirim utusannya yaitu: KH. Burhan, dan KH.
Affandi.23
Fhoto Foto penulis dengan KH. Drs. A.E. Bunyamin, M.Pd.I dikediamannya di jalan Panyingkiran I No. 4 RT/RW 01/01 Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Dengan keberhasilan memperoleh suara terbanyak kedua di Jawa Barat,24 maka
antusiasme warga Nahdliyin Tasikmalaya sangat tinggi. Salah satunya laporan dari
pemerintah kabupaten Tasikmalaya untuk mempermudah pemerintah daerah mendata
daftar anggota-anggota Pegawai Negeri Sipil di lingkungan kabupaten Tasikmalaya, maka
tiap-tiap Partai yang ada di wilayah kabupaten Tasikmalaya harus mengirimkan daftar
22 Data Informasi Arsip NU 1948-1979, Rapat Umum Nahdlatul Ulama di Manondjaja 20
Maret 1955. Jakarta: ANRI. 950. 23 Buku kenang-kenangan Mu’tamar ke-XXII Partai NU di Djakarta 13 s/d 18 Desember
1959. 9 24 Berdasarkan jumlah suara yang didapat oleh partai NU di daerah pemilihan umum untuk
DPR/ Konstituante tahun 1955 Partai NU cabang Tasikmalaya mendapatkan suara 79.754 dibawah Cirebon yang mendapatkan suara 105.317. Lihat: Budi Sujati, Ajid Thohir, Sejarah Perkembangan Nahdlatul Ulama di Jawa Barat, (Brebes: Rahmadina Publishing, 2020), 291.
Jurnal Sinau: Ilmu Pendidikan dan Humaniora Vol. 6 No. 2 (2020)
12
nama-nama yang PNS yang tergabung dalam partai. Maka Partai NU membuat informasi
mengenai anggota-anggota atau kader-kader Partai NU cabang Tasikmalaya yang
berpartisipasi menjadi abdi negara. Hal itu menjadi bukti bahwa kontribusi warga
Nahdliyin Tasikmalaya dalam membangun dan mengabdikan untuk kepentingan negara
sangat terhadap tinggi (loyal), berdasarkan catatan tahun 1961 banyak anggota-anggota
NU cabang Tasikmalaya yang berkecimpung dalam kegiatan pemerintahan daerah di
Tasikmalaya. Hal ini membuktikan bahwa sumber daya manusia (SDM) warga Nahdliyin
khususnya di Tasikmalaya sangat maju (kompetitif) dan bisa bersaing karena ada 71
anggota NU Tasikmalaya yang menjadi pegawai negeri Sipil (PNS) diantaranya ada yang
menjadi Camat, Kepala Kantor Urusan Agama, Kepala Praktek Tata Usaha Tingkat I,
Mandor Jalan, Pegawai Damri, Guru Teknik, Guru Agama dan lain-lain. Kemampuan warga
Nahdliyin di Tasikmalaya yang memiliki kapasitas dan kapabilitas dalam memegang
jabatan-jabatan penting dan strategis tersebut saat itu. Pada saat itu yang menjadi ketua
NU cabang Tasikmalaya adalah KH. Otong Hoelaemi sebagai ketua (Tanfidziyah) dan
Achmad Djunaedi sebagai penulis.25
Berikut ini dilampirkan daftar anggota NU yang menjadi Pegawai Negeri Sipil
(PNS) berdasarkan laporan pengurus Nahdlatul Ulama cabang Tasikmalaya pada 6
Februari 1961.
No No Tjab. Nama Pekerdjaan Golongan
P.G.P.N. 55
1 27 Jahja I D.N.M B/II
2 49 Usman Toha Guru PGA C2/II
3 553 A. Ma’ruf D.N.M B2/II
4 554 E.Z. Arifin Guru Agama C2/II
5 556 Oto Sarbeni Prak. Tata Usaha Tk. I C2/III
6 558 Sjahrudin Pesuruh S.R.N A2/II
7 559 Abdul Madjid Guru Agama C2/II
25 Data Informasi Arsip NU 1948-1979, Daftar Anggota N.U jang menjadi Pegawai Negeri.
Jakarta: ANRI. 1849.
Jurnal Sinau: Ilmu Pendidikan dan Humaniora Vol. 6 No. 2 (2020)
13
8 608 O. Badrudin Guru Agama C2/II
9 618 Surjamah S.R.N (Guru Agama) CC2/II
10 668 Suwarni S.R.N (Guru Agama) CC2/II
11 675 Maman P.U.P B2/III
12 874 KH. Hoelaemi Kepala Kantor Ur. Agama B2/III
13 875 Ach. Djunaedi Prak. Tata Usaha Kuak. C2/II
14 876 Undang Bastaman Dj. Tata Usaha. Tingkat. I B2/III
15 881 Djumali D.T.U B2/II
16 941 Didi D.T.U B2/II
17 942 Amat Slamet Peng. Tata Usaha K.U.A D2/II
18 943 Kusman Pesuruh K.U.A A2/II
19 945 Surdi Pesuruh S.G.B A2/II
20 946 Djenal Guru S.R.N CC2/II
21 947 Ena Pesuruh S.G.B A2/II
22 1048 Haeruman Guru S.R.N CC2/II
23 1094 Endin Guru S.R.N CC2/II
24 1122 Mustari D.T.U S.G.B B2/II
25 1140 Pulung Pesuruh K.U.A A2/II
26 1141 Aep Saefuddin D.T.U B2/II
27 1150 Misbah Guru P.G.A DD2/II
28 1158 Sardja D.T.U B2/II
29 1160 Moh. Lukman D.N.M B2/II
Jurnal Sinau: Ilmu Pendidikan dan Humaniora Vol. 6 No. 2 (2020)
14
30 1185 UU Maumunah Guru P.G.A DD2/II
31 1556 Hasan Guru S.R.N CC2/II
32 1754 Tabroni Kepala S.R.N D2/II
33 1760 R.E. Sodikin D.N.M Kepala C2/II
34 1761 Moh. Endun D.N.M Kepala C2/II
35 1762 Toha Toto D.N.M Kepala B2/II
36 1763 Toha Hardja Prak. Urusan Agama C2/II
37 1764 Toha Pesuruh K.U.A A2/II
38 1765 Uha D.N.M B2/I
39 1868 Abdullah Ma’mun D.N.M Kepala C2/II
40 1870 M.I.A Sahrowadi Peng.Tata Usaha Tingkat I D2/III
41 1871 M.K Pradjadipura Kepala S.R.N D2/II
42 1872 Akbar Mansur Guru Agama C2/II
43 1873 Didi D.T.U B2/II
44 1877 M.H. Bulkin Naib Kepala D2/ II
45 1878 Moh. Mustopa D.N.M Kepala C2/II
46 1879 Moh. Junus Ada C2/II
47 1881 Engkos Guru P.G.A D2/II
48 1882 Idro Tjamat E2/II
49 1883 Abas Pesuruh A2/III
50 1935 Andarukmana Guru S.R.N CC2/II
51 1942 Hasbullah Ada CC2/II
Jurnal Sinau: Ilmu Pendidikan dan Humaniora Vol. 6 No. 2 (2020)
15
52 1959 H.Z. Muttaqin Ada C2/II
53 2009 H. Winatadisastra Kepala S.R.N D2/III
54 2470 M.H. Sukri D.N.M. Kepala C2/II
55 2471 Manap Mandor Djalan B2/II
56 3346 Ues Pegawai Damri B2/II
57 3347 Iri D.T.U B2/II
58 3358 Hasjim Prak. Tata Usaha C2/II
59 3431 Nji E. Surtini Guru S.R.N CC2/II
60 3432 Muharam Guru S.M.P B2/III
61 3433 Endin D.T.U. Tingkat I B2/III
62 3435 O. Holisoh Guru S.R.N CC2/II
63 3581 U. Abdullah Ketua P.A D2/III
64 3615 Mansur Parman Guru S.R.N CC2/II
65 3888 Z. Romli Guru Agama C2/II
66 4020 R.E. Misbah Pegawai P.U.K D2/III
67 4050 Lukmanulhakim Guru S.R.N CC2/II
68 4370 Muhtar Guru Teknik DD2/II
69 4451 M. Ruka’i Guru S.R.N CC2/II
70 4452 Abdulhamid Pegawai K.U.A A2/II
71 5283 O. Somantri Pend. Djasmani C2/II
Berdasarkan data diatas, proses yang dialami oleh NU cabang Tasikmalaya yang
mengalami kemajuan yang sangat pesat tidaklah diraih dengan hasil yang mudah butuh
Jurnal Sinau: Ilmu Pendidikan dan Humaniora Vol. 6 No. 2 (2020)
16
proses yang melatarbelakanginya. Salah satunya karena di Tasikmalaya ketika
bersinggungan dengan Partai Masyumi secara langsung, para tokoh kyai/ ajengan
memiliki strategi tersendiri untuk menarik minat masyarakat Islam untuk terus
bergabung dengan NU sehingga sampai tahun 1961 sudah banyak warga NU Tasikmalaya
yang aktif berpartisipasi menjadi pegawai negara.
Hal tersebut salah satunya menjadi suatu keberhasilan NU di Tasikmalaya dalam
menghidupkan ruh dan nilai-nilai amaliah Ahlussunah Waljamaah selayaknya patut
menjadi role model bagi cabang-cabang NU khususnya di wilayah Priangan yang lain agar
ghiroh NU melalui ajaran-ajaran Islam yang sudah ada sejak zaman Walisongo dapat
dilestarikan dan dipertahankan oleh generasi yang sekarang maupun yang akan datang
agar sejarah menurut Ibnu Khaldun dalam Muqadimahnya dikatakan sebagai “Ibrah” bisa
menjadi guru bagi umat manusia agar bisa mengambil pelajaran bagaimana manusia
bertindak.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tulisan ini, dapat disimpulkan bahwa berkembangnya
NU di wilayah Priangan Timur salah satunya di Tasikmalaya tidak terlepas dari tantangan
dan respon (challenge and response) yang pada tahun 1926-1927 pihak pemerintah
Tasikmalaya mendirikan Perkumpulan Guru Agama (PGA) yang komposisinya mereka
yang setia dan patuh kepada penguasa. Sehingga para kyai/ ajengan yang tidak
seperkumpulan tersebut berusaha mendirikan perkumpulan baru yang menolak yang
pada akhirnya terpilihlah NU sebagai wadah pemersatu karena memiliki visi dan misi
yang sama yakni menolak intervensi penjajah terhadap agama dan melawan penjajahan
Belanda.
Organisasi NU di Tasikmalaya mengalami kemajuan yang sangat pesat hal tersebut
tidak bisa terlepas dari sosok sentral kyai/ ajengan. Hal ini bisa dibuktikan dengan
bergabungnya kyai/ ajengan yang memiliki pengaruh di kediamannya masing-masing
diantaranya adalah KH. Fadhil dari Cikotok Parigi yang pada berikutnya mengembangkan
NU di Ciamis, KH. Oenang Qolyubi dari Madewangi Tamansari, KH. Zainal Mustafa dari
Singaparna, KH. Sobandi dari Cilenga Singaparna, KH. Otong Hoelaimi dari Beber Cirebon
yang hijrah ke Tasikmalaya, dan Soetisna Sendjaja seorang aktifis paguyuban Pasundan.
Problematika dan dinamika yang dihadapi oleh NU di Tasikmalaya dikarenakan
wilayah tersebut merupakan salah satu basis Darul Islam (DI) Indonesia pimpinan SM.
Jurnal Sinau: Ilmu Pendidikan dan Humaniora Vol. 6 No. 2 (2020)
17
Kartosoewiryo maka banyak sekali tekanan dan intimidasi khususnya kepada kyai/
ajengan untuk bergabung dengan DI dan umumnya pada masyarakat pada pesta
demokrasi Indonesia yang pertama untuk memilih Partai Masyumi. Alhasil perolehan
suara partai NU di Tasikmalaya masih dibawah perolehan Partai Masyumi, namun
demikian untuk partai NU di tingkat Jawa Barat memperoleh suarat terbanyak kedua
dibawah Cirebon. Selain itu, dengan usaha yang sungguh-sungguh dari kyai/ ajengan
dalam mengenalkan NU melalui paham Ahlussunah Waljamaah-Nya maka partisipasi
warga Nahdliyin Tasiklamalaya dalam menjalankan pemerintahan sangat tinggi dengan
dibuktikannya warga Nahdliyin Tasikmalaya menjadi abdi negara.
Daftar Pustaka
Dokumen
Data Informasi Arsip NU 1948-1979. Rapat Umum Nahdlatul Ulama di Manondjaja 20
Maret 1955. No. Inventaris 587. Jakarta: ANRI.
. Daftar Anggota N.U jang menjadi Pegawai Negeri. No. Inventaris 1849.
Jakarta: ANRI.
. Daftar hasil Pemilihan Umum 1955 Partai NU wilayah Jawa Barat. No.
Inventaris 2309. Jakarta: ANRI.
Madjallah Al-Mawaidz No. 18. Tahoen ka-1 bulan April 1933.
Madjallah Al-Mawaidz No. 38. Tahoen ka-2 bulan Juli 1934
Madjallah Berita Nahdlatoel-Oelama No. 18-19 Tahoen ke-5. 1 Agustus 1936
Verslag Congres Nahdlatoel Oelama jang Ke-XIII Kota Menes Bantam 11/12 – 16/17 Juni
1938.
Verslag Congres Nahdlatoel Oelama jang ke-14 di kota Magelang, 1/2 - 6/7 1939.
Verslag Kongres N.O yang ke-15 di Kota Surabaya 9 Februari 1940.
Jurnal
Rahmat, Aam Amaliah. (2017). Peranan Bupati RAA Wiratanuningrat dalam Pembangunan
Kabupaten Tasikmalaya 1908-1937. Bandung: Jurnal Patanjala Vol. 9 No. 3,
September.
Jurnal Sinau: Ilmu Pendidikan dan Humaniora Vol. 6 No. 2 (2020)
18
Buku
Anam, Choirul. (2010). Pertumbuhan dan Perkembangan NU. Surabaya: PT. Duta Aksara
Mulia.
Sujati, Budi. Thohir, Ajid. (2020). Sejarah Perkembangan Nahdlatul Ulama di Jawa Barat.
Brebes: Rahmadina Publishing.
Buku kenang-kenangan Mu’tamar ke-XXII Partai NU di Djakarta 13 s/d 18 Desember 1959
Kutha Ratna, Nyoman. (2010). Metodologi Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu Sosial
Humaniora pada umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bunyamin, A.E. (2013). Nahdlatul Ulama di tengah-tengah Perjuangan Bangsa Indonesia:
Awal Berdirinya NU di Tasikmalaya. Tasikmalaya, STAINU Kota Tasikmalaya.
Website
www.konstituante.net. (2019). /kh. Muhammad Sudjai.com. diakses pada 14 Oktober
pukul 19:00 WIB.
Wawancara
Bunyamin, AE. (2019). (usia 80 Tahun), Ketua IPNU cabang Kab. Tasikmalaya periode 1968-
1977, Wakil Sekretaris Partai NU Kab. Tasikmalaya periode 1969-1973, Ketua
Tanfidziyah PCNU Kab. Tasikmalaya periode 1995-2000 dan Mustasyar PCNU Kota
Tasikmalaya periode 2008-2013.