Jurnal Pupuk Cair
-
Upload
andi-setiawan -
Category
Documents
-
view
84 -
download
0
description
Transcript of Jurnal Pupuk Cair
1
APLIKASI PUPUK CAIR HASIL FERMENTASI KOTORAN PADAT
KAMBING TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SAWI (Brassica
juncea ) SEBAGAI PENGEMBANGAN MATERI MATA KULIAH
FISIOLOGI TUMBUHAN
SKRIPSI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat
Sarjana S-1
Program Studi Pendidikan Biologi
Disusun Oleh :
AGUS SUPARDI
A 420 070 096
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
TAHUN 2011
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penggunaan pupuk di dunia terus meningkat sesuai dengan
pertambahan luas areal pertanian, pertambahan penduduk, kenaikan tingkat
intensifikasi serta makin beragamnya penggunaan pupuk sebagai usaha
peningkatan hasil pertanian. Para ahli lingkungan hidup khawatir dengan
pemakaian pupuk kimia akan menambah tingkat polusi tanah akhirnya
berpengaruh terhadap kesehatan manusia (Lingga dan Marsono, 2000).
Penggunaan pupuk kimia secara berkelanjutan menyebabkan
pengerasan tanah. Kerasnya tanah disebabkan oleh penumpukan sisa atau
residu pupuk kimia, yang berakibat tanah sulit terurai. Sifat bahan kimia
adalah relatif lebih sulit terurai atau hancur dibandingkan dengan bahan
organik. Semakin kerasnya tanah dapat mengakibatkan :
1. Tanaman semakin sulit menyerap unsur hara.
2. Penggunaan konsentrasi pupuk lebih tinggi untuk mendapat hasil sama
dengan hasil panen sebelumnya.
3. Proses penyebaran perakaran dan aerasi (pernafasan) akar terganggu
berakibat akar tidak dapat berfungsi optimal dan pada gilirannya akan
menurunkan kemampuan produksi tanaman tersebut (Notohadiprawiro,
2006).
2
2
Masalah lain yang perlu diperhatikan dalam penggunaan pupuk kimia
di Indonesia adalah adanya indikasi proses pemiskinan atau pengurangan
kandungan 10 jenis unsur hara meliputi sebagian unsur hara makro yaitu N, P
dan K (3 unsur) serta unsur hara mikro yaitu Fe, Na, Mo, Cu, Mg, S dan Ca (7
unsur). Seperti diketahui saat ini dari sekian banyak unsure yang ada di alam,
semua jenis tanaman membutuhkan mutlak (harus tersedia/tidak boleh tidak)
13 macam unsur hara untuk keperluan proses pertumbuhan dan
perkembangannya, sering dikenal dengan nama unsur hara essensial
(Hardjowigeno, 1997).
Berdasarkan hal tersebut makin berkembang alasan untuk mengurangi
penggunaan pupuk kimia. Salah satu solusi dari pengurangan pupuk kimia
adalah melakukan pembudidayaan tanaman dengan sistem pertanian organik.
Pada sistem ini diharapkan tanaman dapat hidup tanpa ada masukan dari luar
sehingga dalam kehidupan tanaman terdapat suatu siklus hidup tertutup
(Budianta, 2004).
Salah satu jenis pupuk organik adalah pupuk kandang. Menurut
Syekhfani (2000) bahwa pupuk kandang memiliki sifat yang alami dan tidak
merusak tanah, menyediakan unsur makro (nitrogen, fosfor, kalium, kalsium,
dan belerang) dan mikro (besi, seng, boron, kobalt, dan molibdenium). Selain
itu pupuk kandang berfungsi untuk meningkatkan daya menahan air, aktivitas
mikrobiologi tanah, nilai kapasitas tukar kation dan memperbaiki struktur
tanah. Menurut Setiawan (2002) pengaruh pemberian pupuk kandang secara
tidak langsung memudahkan tanah untuk menyerap air.
3
3
Kotoran padat kambing merupakan salah satu jenis kotoran hewan
yang pemanfaatanya belum begitu maksimal. Masyarakat biasanya langsung
menggunakan kotoran padat kambing sebagai pupuk untuk tanaman tanpa
melalui pengolahan terlebih dahulu, sehingga tanaman yang dipupuk dengan
kotoran padat kambing tidak dapat tumbuh dengan maksimal karena kotoran
padat kambing memiliki tekstur yang cukup keras dan lama diuraikan oleh
tanah, selain itu pupuk padat kotoran kambing juga tidak dapat digunakan
langsung karena dapat menimbulkan polusi tanah. Salah satu alternatif
pengolahan kotoran padat kambing adalah dengan dibuat sebagai pupuk cair.
Sampai saat ini belum begitu banyak pemanfaatan kotoran padat untuk
diolah menjadi pupuk cair, padahal dengan diolah menjadi pupuk cair kotoran
padat tersebut akan dapat disimpan dalam waktu yang lama dan lebih efesien.
Selain itu dengan diolah menjadi pupuk cair akan mengurangi keluarnya unsur
hara dari kotoran padat hewan sehingga masih mengandung unsur hara yang
tinggi bila dimanfaatkan sebagai pupuk.
Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar wilayahnya
terdiri atas lahan pertanian. Dengan adanya lahan pertanian yang melimpah ini
maka banyak rakyat Indonesia yang memilih mencari penghasilan dengan
jalan bercocok tanam, disamping karena keberadaan lahan pertanian yang luas
juga karena dengan bercocok tanam merupakan salah satu cara untuk
memperoleh penghasilan dengan waktu yang cukup pendek.
Tanaman sawi merupakan salah satu jenis sayuran daun umumnya
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Sawi hijau sangat berpotensi sebagai
4
4
penyedia unsur unsur mineral penting dibutuhkan oleh tubuh karena nilai
gizinya tinggi. Tanaman sawi kaya akan sumber vitamin A, sehingga berdaya
guna dalam upaya mengatasi masalah kekurangan vitamin A atau penyakit
rabun ayam sampai kini menjadi masalah di kalangan anak balita
(Margiyanto, 2007).
Pertumbuhan tanaman sawi dipengaruhi oleh jenis pupuk yang
digunakan, petani biasa menggunakan pupuk cair kimia untuk mendapatkan
pertumbuhan yang maksimal dan cepat, tetapi efek dari penggunaan pupuk
kimia ini adalah pada kesehatan sehingga diperlukan pupuk yang sesuai dan
tidak memiliki efek bagi kesehatan, salah satu alternatif tersebut adalah
dengan menggunakan pupuk organik.
Penelitian tentang pengaruh pemberian pupuk terhadap pertumbuhan
tanaman sawi cukup banyak dilakukan seperti penelitian yang dilakukan oleh
Kelik Wijaya (2010), yang meneliti konsentrasi dan frekuensi pemberian
pupuk organik cair hasil perombakan anaerob limbah makanan terhadap
pertumbuhan tanaman sawi yang menghasilkan bahwa penambahan pupuk
organik cair tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman berupa tinggi
tanaman dan jumlah daun. Dalam penelitian Yoga Maulana (2010), bahwa
interaksi antar pemberian pupuk N dan pupuk organik berpengaruh terhadap
serapan tanaman sawi menunjukkan adanya perbedaan diantara kedua pupuk
tersebut.
Diera yang semakin maju dan dituntut untuk memiliki kompetensi
yang mumpuni seorang calon pendidik diharapkan dapat memiliki kualifikasi
5
5
sebagai seorang pendidik juga dituntut untuk mampu mengembangan materi
ajar sesuai dengan perkembangan jaman, sehingga nantinya dapat
memberikan inovasi dalam pembelajaran. Selain itu sebagai calon pendidik
juga harus mampu mengaplikasikan apa yang diperolehnya dari perkuliahan
dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu pengembangan materi ajar
sangat diperlukan untuk memberikan bekal kepada calon pendidik.
Dari uraian permasalahan diatas maka peneliti mengajukan judul “
Aplikasi Pupuk Cair Hasil Fermentasi Kotoran Padat Kambing Terhadap
Pertumbuhan Tanaman Sawi (Brassica juncea) sebagai Pengembangan Materi
Mata Kuliah Fisiologi Tumbuhan.
B. Pembatasan Masalah
Berdasarkan berbagai masalah yang ada harus dibuat pembatasan
masalah supaya permasalahan yang akan dibahas tidak melebar. Oleh karena
itu, peneliti membahas masalah sebagai berikut :
1. Obyek penelitian adalah tanaman sawi (Brassica juncea).
2. Subjek penelitian adalah pupuk cair hasil fermentasi secara semi aerob
kotoran padat kambing tanpa ditambah bahan lain (kontrol), ditambah
limbah buah dan daun mimba dengan konsentrasi pemberian 20%, 30%
dan 40%.
3. Parameter dalam penelitian ini adalah pertumbuhan tanaman sawi meliputi
; tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, dan biomassa.
6
6
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengaruh pupuk cair hasil fermentasi kotoran padat
kambing dengan penambahan limbah buah dan daun mimba terhadap
pertumbuhan tanaman sawi (Brassica juncea)?
2. Bagaimanakah pengaruh konsentrasi pupuk cair hasil fermentasi kotoran
padat kambing terhadap pertumbuhan tanaman sawi (Brassica juncea).?
3. Bagaimanakah pengaruh interaksi antara konsentrasi dan pemberian
limbah buah dan daun mimba terhadap pertumbuhan tanaman sawi.?
D. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh pemberian pupuk cair hasil fermentasi kotoran padat
kambing dengan penambahan limbah buah dan daun mimba terhadap
pertumbuhan tanaman sawi (Brassica juncea l.).
2. Mengetahui pengaruh konsentrasi pemberian yang berbeda terhadap
pertumbuhan tanaman sawi (Brassica juncea l.).
3. Mengetahui pengaruh interaksi antara pupuk cair dengan penambahan
limbah buah dan daun mimba dengan konsentrasi pemberian yang berbeda
terhadap pertumbuhan tanaman sawi.
7
7
E. Manfaat Penelitian
Dengan dilaksanakan penelitian ini diharapkan mampu memberikan
manfaat diantaranya:
1. Memberikan informasi pada masyarakat bahwa pupuk kotoran padat
kambing dapat diolah menjadi pupuk cair dengan cara difermentasi.
2. Menambah pengetahuan bagi peneliti dan masyarakat tentang budidaya
tanaman sawi dengan menggunakan pupuk cair hasil fermentasi dari
kotoran padat kambing.
3. Dapat menembah wawasan tentang pemanfaatan kotoran padat hewan
khususnya kotoran padat kambing.
4. Sebagai pengembangan mata kuliah fisiologi tumbuhan khususnya
kemampuan praktikum.
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pupuk Cair
Pupuk merupakan bahan yang mengandung sejumlah nutrisi yang
diperlukan bagi tanaman. Pemupukan adalah upaya pemberian nutrisi
kepada tanaman guna menunjang kelangsungan hidupnya. Pupuk dapat
dibuat dari bahan organik ataupun anorganik. Pemberian pupuk perlu
memperhatikan kebutuhan tumbuhan, agar tumbuhan tidak mendapat terlalu
banyak zat makanan atau terlalu sedikit karena dapat membahayakan
tumbuhan. Pupuk dapat diberikan lewat tanah ataupun disemprotkan ke
daun. Sejak zaman purba sampai saat ini pupuk organik diketahui banyak
dimanfaatkan sebagai pupuk dalam sistem usahatani (Sutejo, 2002).
Menurut Sutiyoso (2003) pupuk cair adalah pupuk yang berbentuk
cairan, dibuat dengan cara melarutkan kotoran ternak, daun jenis kacang-
kacang dan rumput jenis tertentu ke dalam air.
Menurut Purwowidodo (1992) bahwa pupuk organik cair mengandung
unsur kalium yang berperan penting dalam setiap proses metabolism
tanaman, yaitu dalam sintesis asam amino dan protein dari ion-ion
ammonium serta berperan dalam memelihara tekanan turgor dengan baik
sehingga memungkinkan lancarnya proses-proses metabolisme dan
menjamin kesinambungan pemanjangan sel.
9
9
Menurut Salisbury & Ross (1995) bahwa pupuk organik cair selain
mengandung nitrogen yang menyusun dari semua protein, asam nukleat dan
klorofil juga mengandung unsur hara mikro antara lain unsur Mn, Zn, Fe, S,
B, Ca dan Mg. Unsur hara mikro tersebut berperan sebagai katalisator dalam
proses sintesis protein dan pembentukan klorofil.
Pupuk organik cair adalah jenis pupuk berbentuk cair tidak padat
mudah sekali larut pada tanah dan membawa unsur-unsur penting untuk
pertumbuhan tanaman. Pupuk organik cair mempunyai banyak kelebihan
diantaranya, pupuk tersebut mengandung zat tertentu seperti
mikroorganisme jarang terdapat dalam pupuk organik padat dalam bentuk
kering. Pupuk organik cair apabila dicampur dengan pupuk organik padat,
dapat mengaktifkan unsur hara dalam pupuk organic padat (Syefani dan
Lilia, 2003).
2. Fermentasi
Fermentasi berasal dari bahasa latin, ferfece yang artinya mendidihkan,
yaitu berdasarkan ilmu kimia terbentuk gas-gas dari suatu cairan kimia
yang pengertianya berbeda dengan air mendidih. Gas yang terbentuk
tersebut diantaranya karbondioksida (CO2). Fermentasi terbagi dua tipe
berdasarkan kebutuhan akan oksigen yaitu tipe aerobic dan anaerobik. Tipe
aerobik adalah fermentasi yang pada prosesnya memerlukan oksigen.
Semua organisme untuk hidupnya memerlukan sumber energy yang
diperoleh dari hasil metabolism bahan pangan, dimana organisme itu
10
10
berada. Sedangkan tipe anaerobik adalah fermentasi yang pada prosesnya
tidak memerlukan oksigen. Beberapa mikroorganisme dapat mencerna
energi tanpa adanya oksigen. Jadi hanya sebagian bahan energi itu dipecah,
yang dihasilakan adalah sebagian dari energy, karbondioksida dan air,
termasuk sejumlah asam laktat, asam asetat, etanol, asan volatile, alcohol
dan ester (Anonim 2010)
Menurut Supardi (1999), proses fermentasi yang melibatkan
kemampuan mikroba sesuai dengan kondisi proses dan hasilnya terbagi
kedalam dua bentuk :
a. Fermentasi alkoholis, kalau hasilnya didapatkan alcohol, misalnya
pada pembuatan ber, anggur, tuak, brem, sider dan sebagainya.
b. Fermentasi non alkoholis, kalau hasilnya tidak didapatkan senyawa
alcohol, tetapi terbentuk asam organic, vitamin, asam amino dan
sebagainya.
Menurut Gumbiro (1997), hasil fermentasi dipengaruhi oleh
teknologi yang dipakai. Pemilihan mikroorganisme biasanya didasarkan
pada jenis karbohidrat yang digunakan sebagai medium. Misalnya untuk
memproduksi alkohol dari pati dan gula digunakan S. cerevisie dan
kadang-kadang digunakan untuk bahan-bahan laktosa dari whey (air yang
digunakan setelah susu dibuat keju) menggunakan candida
pseudotropicalis. Seleksi tersebut bertujuan agar didapatkan
mikroorganisme yang mampu dibutuhkan dengan cepat dan mempunyai
11
11
toleransi terhadap konsentrasi gula yang tinggi mampu menghasilkn
alkohol dalam jumlah banyak dan tahan terhadap alkohol tersebut.
Menurut Riadi (2007), fermentasi adalah proses produksi energi
dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum,
fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi,
terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai
respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron
eksterna.
3. Kotoran Padat Kambing
Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002), pupuk kandang
mempunyai beberapa manfaat dari penggunaannya pada tanaman. Pupuk
kandang dapat menyediakan unsur hara makro (N, P, K) dan Mikro ( Ca,
Mg, S, Na, Fe, Cu, Mo ). Daya ikat ionnya tinggi sehingga akan
mengefektifkan penggunaan pupuk anorganik dengan meminimalkan
kehilangan pupuk anorganik akibat penguapan atau tercuci oleh hujan.
Selain itu, penggunaan pupuk kandang dapat mendukung pertumbuhan
tanaman karena struktur tanah sebagai media tumbuh tanaman dapat
diperbaiki.
Menurut Sarief (1995) Pupuk kandang merupakan pupuk yang
berasal dari campuran kotoran ternak dan urine serta sisa-sisa makanan
yang tidak dihabiskan dan umumnya berasal dari ternak sapi, ayam,
kerbau, kuda babi dan kambing.
12
12
4. Pertumbuhan
Menurut Suwasono (2001), pertumbuhan adalah suatu perubahan
yang terjadi pada suatu dimensi tertentu dan juga dapat dinyatakan secara
abstrak hidup atau ada. Pertumbuhan juga dapat dimaksudkan sebagai
perubahan searah dalam ukuran, bentuk dan jumlah.
Menurut Lakitan (1996), bahwa pertumbuhan merupakan proses
kehidupan tanaman yang mengakibatkan perubahan ukuran tanaman.
Pada tanaman, pengertian perkembangbiakan atau tingkat struktur
kehidupan. Pertumbuhan yang sebenarnya adalah konsep yang universal
dalam bidang biologi dan merupakan resultan fisisk dan proses fisiologis
yang berinteraksi dalam tubuh tanaman bersama factor luar.
Menurut Yulianti (2009) Pertumbuhan (Growth) adalah dapat
diartikan sebagai perubahan secara kuantitatif selama siklus hidup
tanaman yang bersifat tak terbalikkan (Irreversible). Bertambah besar
ataupun bertambah berat tanaman atau bagian tanaman akibat adanya
penambahan unsur-unsur struktural yang baru. Peningkatan ukuran
tanaman yang tidak akan kembali sebagai akibat pembelahan dan
pembesaran sel. Misalnya, dalam ukuran sel, jaringan, organ
perkembangan (Development) diartikan sebagai : Proses perubahan secara
kualitatif atau mengikuti pertumbuhan tanaman/bagian-bagiannya.Proses
hidup yang terjadi di dalam tanaman yang meliputi pertumbuhan,
diferensiasi sel, dan morfogenesis. Misalnya, perubahan dari fase
vegetatif ke generatif.
13
13
Pertumbuhan merupakan proses yang sangat terkoordinir.
Pertumbuhan suatu bagian biasanya dapat menggambarkan pertumbuhan
pada bagian tanaman yang lain. Pengukuran pertumbuhan harus
menggambarkan adanya penambahan yang tidak dapat balik misalnya
pengukuran pertambahan panjang batang dan panjang daun
(Anggarwulan dan Solichatun, 2001).
5. Tanaman Sawi
Sawi (Brassica juncea L.) merupakan tanaman semusim yang
berdaun lonjong, halus, tidak berbulu, dan tidak berkrop. Sawi dapat di
tanam di dataran tinggi maupun di dataran rendah. Akan tetapi, umumnya
sawi diusahakan di dataran rendah, yaitu di pekarangan, di ladang, atau di
sawah. Sawi termasuk tanaman sayuran yang tahan terhadap hujan.
Sehingga ia dapat ditanam di sepanjang tahun, asalkan pada saat musim
kemarau disediakan air yang cukup untuk penyiraman. Keadaan tanah
yang dikehendaki adalah tanah gembur, banyak mengandung humus, dan
drainase baik dengan derajat keasaman (pH) 6-7 (Anonim, 2005).
Menurut Haryanto (2003), klasifikasi dari tanaman sawi adalah
sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Class : Dicotyledonae
Ordo : Rhoeadales (Brassicales)
14
14
Famili : crucifera (Brasscaceae)
Genus : brassica
Spesies : Brassica juncea
Menurut Rahayu (2003) secara umum tanaman sawi mempunyai
daun lonjong, halus, tidak berbulu, dan tidak berkrop. Petani di Indonesia
mengenal tiga macam sawi yang biasa dibudidayakan yaitu sawi putih,
sawi hijau, dan sawi huma.
Menurut Rukmana (1994), tanaman sawi memiliki ciri-ciri
morfologi system perakaran tanaman memiliki akar tunggang dan
bercabang-cabang, akar yang bentuknya bulat panjang menyebar
kesemua arah pada kedalaman 30-50 cm. batang sawi pendek dan beruas-
ruas berfungsi sebagai alat pembentuk dan penopang daun.
B. Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian dalam penelitian ini adalah pemanfaatan kotoran
padat kambing sebagai pupuk cair yaitu dengan cara difermentasi secara semi
aerob untuk mempercepat pengomposan dan efisiensi penggunaan. Fermentasi
kotoran padat kambing dilakukan dengan tiga taraf perlakuan yang berbeda
yaitu tanpa ditambahkan bahan lain sebagai kontrol, ditambahkan limbah buah,
ditambahkan daun mimba kemudian diujikan pada tanaman sawi dengan tiga
konsetrasi yang berbeda-beda, masing-masing dilakukan dengan empat kali
ulangan, sehingga menghasilkan 24 satuan percobaan. Adapun skemanya
adalah sebagai berikut :
15
15
Gambar 2.1 Skema kerangka pemikiran
Kotoran Padat Kambing
digiling dan dicampur dengan
masing-masing campuran
(perbandingan 1:3)
1. Tanpa ditambah bahan lain
(sebagai control (C0).
2. Ditambah Limbah Buah
(C1)
3. Ditambah daun mimba (C2)
Difermentasi secara
aerob dalam drum/ember
± 7-8 hari
Padat
(Kompos Padat)
Pengamatan dan analisis pengaruh yang terjadi
1. Pertumbuhan : tinggi tanaman, jumlah daun, dan luas
daun.
2. Biomassa tanaman
Tanaman Sawi
Disaring
Cair
(Pupuk Cair)
Permasalahan :
1. Kelangkaan pupuk
anorganik dan kebutuhan
semakin meningkat.
2. Kotoran padat kambing
belum termanfaatkan
secara maksimal.
3. Calon pendidik dituntut
untut mampu
mengembangankan materi
ajar dan soft skill
Fermentasi kotoran padat
kambing sebagai pupuk
cair dan pengembangan
materi kuliah fisiologi
tumbuhan.
Konsentrasi 20% Konsentrasi 30%
Konsentrasi 40%
16
16
C. Hipotesis
H0 : Tidak ada pengaruh pemberian pupuk cair hasil fermentasi kotoran
padat kambing dengan perlakuan yang berbeda dan konsentrasi yang
berbeda terhadap petumbuhan tanaman sawi (Brassica juncea l.).
H1 : Ada pengaruh pemberian pupuk cair hasil fermentasi kotoran padat
kambing dengan perlakuan yang berbeda dan konsentrasi yang berbeda
terhadap petumbuhan tanaman sawi (Brassica juncea l.).
17
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Greenhouse Pendidikan
Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Surakarta untuk fermentasi pupuk dan aplikasi pupuk cair
hasil fermentasi terhadap tanaman sawi.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai dengan
bulan Juli 2011.
B. Variabel penelitian
1. Variabel bebas (Independent Variabel) : Pupuk cair hasil fermentasi
kotoran padat kambing secara semi aerob.
2. Variabel terikat (Dependent variable) : Pertumbuhan tanaman sawi
(tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun dan biomassa).
18
18
C. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat Pembuatan Pupuk Cair
Alat yang digunakan dalam pembuatan pupuk cair adalah ember
plastik volume 10 liter, gilingan pupuk, kain penyaring, alat pengaduk,
timbangan, plastik penutup,
2. Alat Penanaman Sawi
Plastik polibag, cangkul, semprotan tanaman/sprayer,
3. Bahan Pembuatan Pupuk Cair
Kotoran padat kambing sebanyak 24kg, air bersih secukupnya, limbah
buah 2kg, daun mimba 2kg, EM-4.
4. Bahan Penanaman Sawi
Tanah, arang sekam, pupuk cair hasil fermentasi kotoran padat kambing,
air.
D. Pelaksanaan Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini dilakukan dengan tiga tahapan, tahap-
tahap tersebut adalah sebagai berikut :
1. Tahap pertama : Pembuatan pupuk cair dari kotoran padat kambing
a. Mempersiapkan ember plastik sebanyak 3 buah dengan volume 10 liter
b. Menimbang kotoran padat kambing seberat 18kg kemudian digiling
sampai lembut dan di ayak.
c. Menyiapkan limbah buah sebanyak 2kg dan daun mimba sebanyak 2kg
kemudian digiling sampai lembut.
19
19
d. Mencampur kotoran padat kambing dengan limbah buah dan daun
mimba, masing-masing dengan perbandingan 1 : 3.
e. Mencampur campuran diatas dengan air dengan perbandingan 1 : 1
untuk campuran kotoran kambing limbah buah dan perbandingan 1 : 2
untuk campuran kotoran kambing daun mimba
f. Mengaduk kurang lebih selama 10-15 menit dengan pengaduk kayu pada
masing-masing campuran yang telah dimasukkan kedalam ember
plastik.
g. Mengukur pH dan suhu awal dari campuran yang telah dimasukkan
dalm ember plastik.
h. Campuran bahan yang telah dimasukan kedalam ember plastik di
inkubasi selama 14 hari dengan diotutupi plastik berlubang
i. Setelah 14 hari campuaran kotoran hewan tadi dipisahkan antara yang
cair dengan yang padat dengan menggunakan kain saringan.
j. Bagian yang padat digunakan untuk kompos padat dan yang cair
digunakan sebagai pupuk cair.
2. Tahap kedua : Pembibitan tanaman sawi.
a. Membeli benih sawi.
b. Pembibitan.
Pembibitan dilakukan menggunakan wadah pembibitan dengan ukuran
yaitu lebar 20 cm dan panjangnya 30 cm, tinggi 10 cm. Media yang
digunakan adalah campuran tanah, arang sekam, dan pupuk kandang
20
20
dengan perbandingan 1: 1: 1 kemudian didiamkan selama 1 minggu.
Cara melakukan pembibitan ialah sebagai berikut : benih ditabur pada
media yang telah dipersiapkan, lalu ditutupi tanah setebal 1 - 2 cm, lalu
dilakukan penyiraman air dengan sprayer, kemudian diamati 3 - 5 hari
benih akan tumbuh. Setelah berumur 2-3 minggu sejak disemaikan atau
sampai berdaun 3-4 helai tanaman sawi siap dipindahkan kedalam
polibag.
3. Tahap ketiga : Pelaksanaan Percobaan
a. Menyiapkan pupuk cair hasil fermentasi yang telah diuji kandunganya
dengan konsentrasi yang berbeda-beda, yaitu 20%, 30%, dan 40%.
b. Menyiapkan media tanam dalam plastic polibag ukuran 30 x 20 cm.
media tanam yang digunakan terdiri dari campuran tanah, pupuk kompos
dan pasir.
c. Menyiapkan tanaman sawi yang berumur 2-3 minggu atau berdaun 4-5
helai sebanyak 30 buah yang telah disortir dan ditimbang berat awalnya.
d. Menanam tanaman sawi dalam polibag.
e. Melakukan pemeliharaan dengan cara disiram setiap pagi dan sore
dengan air.
f. Melakukan pemupukan dengan pupuk cair hasil fermentasi setiap satu
minggu satu kali.
g. Melakukan pengamatan setiap dua minggu satu kali sampai berumur 10
minggu.
21
21
Tabel 3.1 Pengamatan tinggi tanaman sawi (cm)
Perlakuan Minggu
0 2 4 6 8 10
C0K1
C0K2
C0K3
C1K1
C1K2
C1K3
C2K1
C2K2
C2K3
Total
Tabel 3.2 Pengamatan jumlah daun tanaman sawi
Perlakuan Minggu
0 2 4 6 8 10
C0K1
C0K2
C0K3
C1K1
C1K2
C1K3
C2K1
C2K2
C2K3
Total
Tabel 3.3 Pengamatan luas daun tanaman sawi
Perlakuan Minggu
0 1 2 3 4 5
C0K1
C0K2
C0K3
C1K1
C1K2
C1K3
C2K1
C2K2
C2K3
Total
22
22
Tabel 3.4 Pengamatan biomassa tanamans sawi (gram)
Perlakuan Ulangan
Jumlah Rerata 1 2 3 4
C0K1
C0K2
C0K3
C1K1
C1K2
C1K3
C2K1
C2K2
C2K3
E. Rancangan Percobaan
Dalam penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan Rancangan
Acak Lengkap Pola faktorial yaitu dengan dua faktor. Faktor I adalah
Penambahan bahan lain dalam pembuatan pupuk cair. Faktor II adalah
konsentrasi pemberian pupuk cair. Adapun taraf perlakuan adalah sebagai
berikut :
Faktor I : Pupuk Cair hasil fermentasi
C0 : Kotoran kambing yang difermentasi tanpa ditambahkan bahan lain
(sebagai control)
C1 : Kotoran kambing yang difermentasi dengan ditambahkan limbah
buah.
C2 : Kotoran kambing yang difermentasi dengan ditambahkan limbah
daun mimba.
23
23
Faktor II : Konsentrasi pemberian .
K1 : Konsentrasi 20%.
K2 : Konsentrasi 30%.
K3 : Konsentrasi 40%
Adapun kombinasi perlakuanya adalah sebagai berikut :
Tabel 3.5 kombinasi perlakuan pupuk cair dengan konsentrasi
Perlakuan Kombinasi
Pupuk Cair Konsentrasi
C0
C1
C2
K1
K2
K3
K1
K2
K3
K1
K2
K3
C0K1
C0K2
C0K3
C1K1
C1K2
C1K3
C2K1
C2K2
C2K3
Keterangan kombinasi :
C0K1 : Pupuk cair yang diofermentasi tanpa ditambahkan bahan lain
dengan konsentrasi 20% sebagai control.
C0K2 : Pupuk cair yang diofermentasi tanpa ditambahkan bahan lain
dengan konsentrasi 30% sebagai control.
C0K3 : Pupuk cair yang diofermentasi tanpa ditambahkan bahan lain
dengan konsentrasi 40% sebagai control.
C1K1 : Pupuk cair yang difermentasi dengan ditambahkan limbah buah
dengan konsentrasi pemberian 20%
C1K2 : Pupuk cair yang difermentasi dengan ditambahkan limbah buah
dengan konsentrasi pemberian 30%
24
24
C1K3 : Pupuk cair yang difermentasi dengan ditambahkan limbah buah
dengan konsentrasi pemberian 40%
C2K1 : Pupuk cair yang difermentasi dengan ditambahkan daun mimba
dengan konsentrasi pemberian 20%
C2K2 : Pupuk cair yang difermentasi dengan ditambahkan daun mimba
dengan konsentrasi pemberian 30%
C2K3 : Pupuk cair yang difermentasi dengan ditambahkan daun mimba
dengan konsentrasi pemberian 40%
Dari 6 perlakuan dan 3 kontrol diatas masing-masing diberi 4 ulangan
penelitian ini menggunakan 24 satuan percobaan dengan 3 kontrol.
F. Teknik Pengumpulan Data
1. Eksperimen
yaitu melakukan eksperimen dengan membuat pupuk cair dari kotoran
padat hewan kemudian melakukan pengujian kandungan haranya setelah
itu diujicobakan terhadap tanaman sawi dan mengamati pengaruh yang
ditimbulkan dari hal tersebut.
2. Observasi
Yaitu melakukan observasi terhadap bahan-bahan yang diperlukan dalam
penelitian seperti kotoran padat kambing, limbah buah, daun mimba, dan
bahan lainya.
25
25
3. Dokumentasi
Yaitu metode pengamatan dengan cara mendokumentasikan penelitian
dari awal sampai akhir dengan foto atau kamera digital.
4. Telaah Kepustakaan
Yaitu mengkaji literature-literatur, penelitian-penelitian yang sebelumnya
yang relevan dengan penelitian dan jurnal-jurnal yang relevan.
G. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis
Varian (Anava) dua jalur dengan taraf nyata 0,05 untuk menentukan perbedaan
masing-masing perlakuan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Menghitung jumlah kuadrat
a. Menghitung faktor korelasi (FK)
FK = n
T
2
b. Menghitung jumlah kuadrat total (JKT)
JKT = FKT
2
c. Menghitung jumlah kuadrat perlakuan (JKP)
JKp = FKr
AB
2
d. Menghitung jumlah kuadrat variabel A (JKA)
JKA = FKAr
A
.
2
26
26
e. Menghitung jumlah kuadrat variabel (JKB)
JKB = FKBr
B
.
2
f. Menghitung jumlah kuadrat interaksi variabel (JKAB)
JKAB = JKP – JKA – JKB
g. Menghitung jumlah kuadrat galat (JKG)
JKG = JKP – JKA – JKB – JKAB
2. Menghitung jumlah derajad bebas (db)
a. Menghitung dbP (Perlakuan)
dbP = A.B – 1
b. Menghitung dbA (Dosis)
dbA = A – 1
c. Menghitung dbB (Waktu)
dbB = B – 1
d. Menghitung dbT (Total)
dbT = N – 1
e. Menghitung dbAB (Interaksi)
dbAB = dbA x dbB
f. Menghitung dbG (Galat)
dbG = dbT – dbA – dbB – dbAB
3. Menghitung kuadrat tengah (KT)
a. Menghitung kuadrat tengah perlakuan (KTP)
KTP = P
P
db
JK
27
27
b. Menghitung kuadrat tengah variabel A (KTA) Dosis
KTA= A
A
db
JK
c. Menghitung kuadrat tengah variabel B (KTB) Waktu
KTB = B
B
db
JK
d. Menghitung kuadrat intraksi variabel A dan B (KTAB)
KTAB = AB
AB
db
JK
e. Menghitung kuadrat tengah galat (KTG)
KTG = G
G
db
JK
4. Menghitung F hitung
a. Menghitung F hitung variabel perlakuan FhitP
FhitP = G
P
KT
KT
b. Menghitung F hitung variabel perlakuan FhitA
FhitA = G
A
KT
KT
c. Menghitung F hitung variabel perlakuan FhitB
FhitB = G
B
KT
KT
d. Menghitung F hitung variabel perlakuan FhitAB
FhitAB = G
AB
KT
KT
28
28
Untuk selanjutnya dari masing – masing harga F hitung diperoleh,
dikonsultasikan dengan harga F pada tabel sehingga besaran bebas F
adalah (k – 1) (n – k) dan pada taraf nyata = 0,05. Bila F hitung ternyata
lebih besar dari F tabel maka hasilnya signifikan atau ada pengaruh, jika F
hitung lebih kecil dari F tabel maka hasilnya tidak signifikan atau tidak
ada pengaruh. Jika ada pengaruh atau signifikan maka dilanjutkan dengan
anlisis lanjut.
Menurut Hanafiah (1994), ada dasar dalam menentukan uji lanjut.
a. Jika KK (Koefisien Keragaman) 10 – >20%, uji lanjut yang digunakan
sebaiknya uji Duncan’s (DMRT).
b. Jika KK (Koefisien Keragaman) 5 – 10%, uji lanjut yang digunakan
sebaiknya Uji Beda Nyata Terkecil (BNT).
c. Jika KK (Koefisien Keragaman) < 5% uji lanjut yang digunakan
sebaiknya Uji Beda Nyata Jujur (BNJ).
Setelah dilakukan uji anava dua jalur menunjukkan perbedaan yang
nyata, maka dilakukan uji lanjut untuk melihatkan perlakuan masing-
masing yang berbeda.
29
29
Tabel 3.6 Analisis sidik ragam
Untuk menguji atau membedakan antar perlakuan sehingga dapat
diketahui dari perlakuan mana yang paling berpengaruh dugunakan uji
Ducan’s Multiple range Test dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Menyusun rata-rata data perlakuan menurut rangkingnya.
b. Menghitung Standar error (Sx)
=
c. Mencari P pada table Ducan’s
Dicari pada tabel Duncan taraf signifikansi 5%
d. Menentukan Beda Jarak Nyata Duncan’s (BNJD)
SSD = R(P : u : dp : d) SY
e. Membandingkan setiap perbedaan rata-rata perlakuan dengan
BNJDnya masing-masing.
S K D B J K K T F H F Tabel
0.05 0.01
A (a-1) JK A JK A/(a-1)=A A/G
B (b-1) JK B JK B/(b-1)=B B/G
AB (a-1)(b-1) JK AB JKAB/(a-1)(b-1)=AB AB/G
Galat ab(u-1) JK G JK G/kp(u-1)=G
Total (abu – 1) JK T
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
Aplikasi Pupuk cair dari kotoran padat kambing terhadap pertumbuhan
tanaman sawi
1. Tinggi Tanaman
Data pengamatan tinggi tanaman dari minggu ke-0 (awal)
sampai dengan minggu ke-10 beserta analisis datanya (anava dua jalur)
dapat dilihat pada lampiran 1-5. Berikut ini adalah rerata
perkembangan tinggi tanaman dari minggu ke-0(awal) tanam sampai
minggu ke-10 :
Tabel 4.1. Rerata Tinggi Tanaman dari umur 0 minggu (awal) sampai
dengan umur 10 minggu setelah tanam.
Perlakuan Rerata Tinggi Tanaman dalam cm Rerata
total 0 2 4 6 8 10
C0K1 7,20 9,08 11,05 13,35 18,08 23,58 13,72
C0K2 7,20 9,00** 10,28 13,08 17,70 22,58** 13,31
C0K3 7,20 8,70 10,55** 12,83** 17,38** 22,78 13,24**
C1K1 7,23 10,18* 13,45* 16,68* 23,90* 28,05* 16,58*
C1K2 7,20 9,45 11,60 14,68 22,20 25,75 15,15
C1K3 7,23 9,25 11,25 14,00 20,48 24,28 14,42
C2K1 7,20 9,00** 11,05 14,13 20,58 24,08 14,34
C2K2 7,23 9,25 10,95 14,03 21,00 25,00 14,58
C2K3 7,23 9,23 11,05 14,13 19,75 23,55 14,16
Keterangan : * Tanaman yang paling tinggi ** Tanaman paling rendah
Hasil penelitian diatas menunjukan bahwa pada minggu ke-2
tanaman yang paling tinggi adalah pada perlakuan C1K1 dengan rerata
31
31
tinggi tanaman 10,18 cm dan tanaman yang paling rendah adalah pada
perlakuan C0K2 dan perlakuan C2K1 dengan rerata 9,00 cm. Pada
minggu ke-4 tanaman yang paling tinggi adalah pada perlakuan C1K1
dengan rerata tinggi tanaman 13,45 cm dan tanaman yang paling
rendah adalah pada perlakuan C0K3 dengan rerata tinggi tanaman
10,55 cm. Pada minggu ke-6 tanaman yang paling tinggi adalah pada
perlakuan C1K1 dengan rerata tinggi tanaman 16,68 cm dan tanaman
yang paling rendah adalah pada perlakuan C0K3 dengan rerata tinggi
tanaman 12,83 cm. Pada minggu ke-8 tanaman yang paling tinggi
adalah pada perlakuan C1K1 dengan rerata tinggi tanaman 23,90 cm
dan tanaman yang paling rendah adalah pada perlakuan C0K3 dengan
rerata tinggi tanaman 17,38 cm. Pada minggu ke-10 tanaman yang
paling tinggi adalah pada perlakuan C1K1 dengan rerata tinggi
tanaman 28,05 cm dan tanaman yang paling rendah adalah pada
perlakuan C0K2 dengan rerata tinggi tanaman 22,85 cm. Secara
keseluruhan tanaman yang paling tinggi adalah perlakuan C1K1
(Pupuk cair dengan campuran limbah buah, konsentrasi pemberian
20%) dengan rerata 16,58 cm dan tanaman paling rendah adalah pada
perlakuan C0K3 (Pupuk cair tanpa penambahan campuran bahan lain,
konsentrasi pemberian 40%) dengan rerata tinggi tanaman 13,24 cm.
Perkembangan tinggi tanaman dari minggu ke-2 sampai minggu ke-10
dapat dilihat pada grafik pertambahan tinggi tanaman berikut ini :
32
32
Gambar 4.1 Grafik rerata tinggi tanaman dari minggu ke-0 (awal)
sampai minggu ke-10.
Dari gambar 4.1 diatas dapat diketahui bahwa tanaman yang
paling tinggi dari minggu ke-2 (awal penanaman) sampai dengan
minggu ke-10 setelah tanaman adalah pada perlakuan C1K1 yaitu
pupuk cair dengan campuran limbah buah dengan konsentrsai
pemberian 20% sedangkan tanaman yang terendah adalah pada
perlakuan C0K3 yaitu pupuk cair tanpa ditambahkan campuran dengan
konsentrasi pemberian 40%.
2. Jumlah daun
Data hasil pengamatan jumlah daun dari minggu ke-0 (awal)
sampai minggu ke-10 beserta analisis datanya dapat dilihat pada
lampiran 6-10. Berikut ini adalah rerata jumlah daun dari minggu ke-0
sampai dengan minggu ke-10 :
0
5
10
15
20
25
30
M-0 M-2 M-4 M-6 M-8 M-10
Rer
ata
tin
gg
i ta
na
ma
n
Minggu
Grafik tinggi tanaman
CoK1
CoK12
C0K3
C1K1
C1K2
C1K3
C2K1
C2K2
C2K3
33
33
Tabel 4.2 Rerata Jumlah Daun dari awal penanaman sampai minggu
ke- 10 setelah tanam.
Perlakuan Minggu Rerata
Total 0(awal) 2 4 6 8 10
C0K1 3 4,50** 6,25 7,00** 8,50 9,25 6,417
C0K2 3 4,75 6,00** 7,00** 8,00** 8,75 6,250**
C0K3 3 4,75 6,25 7,25 8,00 8,50** 6,292
C1K1 3 5,50* 7,25* 7,50* 9,00* 9,50* 6,958*
C1K2 3 5,50* 6,75 7,25 8,25 9,00 6,625
C1K3 3 5,50* 6,75 7,25 8,50 9,00 6,667
C2K1 3 5,25 6,75 7,25 8,00** 9,00 6,542
C2K2 3 5,25 7,00 7,25 8,25 9,00 6,625
C2K3 3 5,50* 6,75 7,00** 8,00** 8,50** 6,458
Keterangan : * tanaman dengan jumlah daun paling banyak
** tanaman dengan jumlah banyak paling sedikit
Hasil penelitian pada pengamatan jumlah daun diatas
menunjukkan bahwa pada minggu ke-2 tanaman yang memiliki jumlah
daun paling banyak adalah pada perlakuan C1K1, C1K2, C1K3, dan
C2K3 dengan rerata jumah daun sebanyak 5,5 helai dan tanaman yang
memiliki jumah daun paling sedikit adalah pada perlakuan C0K1
dengan rerata jumlah daun 4,5 helai. Pada minggu ke-4 tanaman yang
memiliki jumlah daun paling banyak adalah pada perlakuan C1K1
dengan rerata jumlah daun 7,25 helai dan tanaman yang memiliki
jumlah daun paling sedikit adalah pada perlakuan C0K2 dengan rerata
jumah daun 6,0 helai. Pada minggu ke-6 tanaman yang memiliki
jumlah daun paling banyak adalah pada perlakuan C1K1 dengan rerata
jumlah daun sebanyak 7,5 helai dan tanaman yang memiliki jumlah
daun paling sedikit adalah pada perlakuan C0K1, C0K2 dan C2K3
34
34
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
M-0 M-2 M-4 M-6 M-8 M-10
Re
rata
Ju
mla
h D
aun
Minggu
Grafik Jumlah Daun
CoK1
CoK12
C0K3
C1K1
C1K2
C1K3
C2K1
C2K2
C2K3
dengan jumlah daun sebanyak 7,00 helai. Pada minggu ke-8 tanaman
yang memiliki jumlah daun paling banyak adalah pada perlakuan
C1K1 dengan rerata jumlah daun sebanyak 9,00 helai dan tanaman
yang memiliki jumlah daun paling sedikit adalah pada perlakuan
C0K2, C2K1, dan C2K3 dengan rerata jumlah daun sebanyak 8,00
helai. Pada minggu ke-10 tanaman yang memiliki jumlah daun paling
banyak adalah pada perlakuan C1K1 dengan rerata jumlah daun
sebanyak 9,50 helai dan tanaman yang memiliki jumlah daun paing
sedikit adalah pada perlakuan C0K3 dan C2K3 dengan rerata jumlah
daun sebanyak 8,5 helai. Secara keseluruhan tanaman dengan rerata
jumlah daun terbanyak adalah pada perlakuan C1K1 yaitu 6,95 helai
dan tanaman dengan rerata jumlah daun paling sedikit adalah pada
perlakuan C0K2 yaitu 6,25 helai. Perkembangan jumlah daun tanaman
dari minggu ke-0 (awal penanaman) sampai dengan minggu ke-10
dapat dilihat pada grafik berikut ini :
Gambar 4.2 Grafik rerata pertambahan jumlah daun tanaman sawi dari
minggu ke-0 (awal) sampai dengan minggu ke-10
35
35
Dari gambar 4.2 diatas dapat diketahui bahwa tanaman dengan
jumlah daun terbanyak dari minggu ke-2 sampai dengan minggu ke-10
adalah pada perlakuan C1K1 yaitu pupuk cair yang ditambah limbah
buah dengan konsentrasi pemberian 20%, sedangkan tanaman dengan
jumlah daun paling sedikit adalah pada perlakuan C0K2 yaitu pupuk
cair tanpa penambahan bahan lain dengan kosentraasi pemberian 30%.
3. Luas daun
Data hasil pengamatan jumlah daun dari minggu ke-0 (awal)
sampai minggu ke-10 beserta analisis datanya dapat dilihat pada
lampiran 11-15. Berikut ini adalah rerata luas daun dari minggu ke-0
(awal) sampai dengan minggu ke-10 :
Tabel 4.3 Rerata Luas daun dari awal penanaman sampai dengan
minggu ke- 10
Perlakuan Luas Daun (cm2)
Rerata
Total 0(awal) 2 4 6 8 10
C0K1 1,53 14,5** 27,81 31,36 43,69 86,18 34,178
C0K2 1,53 15,26 26,93 31,55 43,76 82,45 33,580
C0K3 1,55 15,83 26,63** 30,76** 43,36** 81,00** 33,188**
C1K1 1,58 18,56* 29,98* 33,43* 46,68* 89,43* 36,610*
C1K2 1,55 17,53 29,22 32,53 44,6 84,43 34,977
C1K3 1,6 16,49 28,03 32,1 44,8 84,50 34,587
C2K1 1,58 16,03 26,92 31,19 43,6 84,63 33,992
C2K2 1,55 16,42 28,42 32,33 44,37 85,40 34,748
C2K3 1,58 15,8 28,46 32,44 44,53 81,60 34,068
Keterangan : * tanaman dengan luas daun terbesar
** tanaman dengan luas daun terkecil
36
36
Hasil penelitian pada pengamatan luas daun tanaman diatas
menunjukkan bahwa pada minggu ke-2 tanaman yang memiliki luas
daun terbesar adalah perlakuan C1K1 dengan rerata luas daun 18,56
cm2 dan tanaman yang memiliki luas daun terkecil adalah perlakuan
C0K1 dengan rerata luas daun 14,5 cm2. Pada minggu ke-4 tanaman
dengan luas daun terbesar adalah perlakuan C1K1 dengan rerata luas
daun 29,98 cm2 dan tanaman dengan luas daun terkecil adalah pada
perlakuan C0K3 dengan rerata luas daun 26,63 cm2. Pada minggu ke-6
tanaman dengan luas daun terbesar adalah pada perlakuan C1K1
dengan rerata luas daun 33,43 cm2 dan tanaman dengan luas daun
terkecil adalah pada perlakuan C0K3 dengan rerata luas daun 30,76
cm2. Pada minggu ke-8 tanaman dengan luas daun terbesar adalah pada
perlakuan C1K1 dengan rerata luas daun 46,68 cm2 dan tanaman
dengan luas terkecil adalah pada perlakuan C0K3 dengan rerata luas
daun 43,36 cm2. Pada minggu ke-10 tanaman dengan luas daun
terbesar adalah pada perlakuan C1K1 dengan rerata luas daun 89,43
cm2 dan tanaman dengan luas daun terkecil adalah pada perlakuan
C0K3 dengan rerata luas daun 81,00 cm2. Secara keseluruhan tanaman
dengan luas daun terbesar adalah pada perlakuan C1K1 dengan rerata
36,610 cm2 dan tanaman dengan luas daun terkecil adalah pada
perlakuan C0K3 dengan rerata 33,188 cm2. Perkembangan luas daun
tanaman dari minggu ke-0 (awal penanaman) sampai dengan minggu
ke-10 dapat dilihat pa grafik berikut ini :
37
37
Gambar 4.3 grafik rerata pertambahan luas daun tanaman sawi dari
minggu ke-0 (awal) sampai dengan minggu ke-10
Dari gambar 4.3 diatas dapat diketahui bahwa tanaman dengan
luas daun terbesar adalah pada perlakuan C1K1 yaitu pupuk cair yang
ditambah limbah buah dengan konsentrasi pemberian 20% sedangkan
tanaman dengan luas daun terkecil adalah pada perlakuan C0K3 yaitu
pupuk cair yang tidak ditambah bahan lain dengan konsentrasi
pemberian 40%.
4. Biomassa
Data hasil pengamatan biomassa tanaman beserta analisis datanya
dapat dilihat pada lampiran 16. Berikut ini adalah biomassa dari
masing-masing perlakuan dan ulanganya :
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
M-0 M-2 M-4 M-6 M-8 M-10
Re
rata
Axis Title
Grafik pertambahan luas daun
CoK1
CoK12
C0K3
C1K1
C1K2
C1K3
C2K1
C2K2
C2K3
38
38
Table 4.4 Rerata biomassa tanaman pada minggu ke-10.
Perlakuan Ulangan
Jumlah Rerata 1 2 3 4
C0K1 0,092 0,092 0,082 0,126 0,392 0,098
C0K2 0,082 0,064 0,112 0,082 0,34 0,085
C0K3 0,124 0,032 0,124 0,094 0,374 0,094
C1K1 0,098 0,124 0,166 0,102 0,49 0,123*
C1K2 0,064 0,042 0,142 0,096 0,344 0,086
C1K3 0,082 0,068 0,098 0,112 0,36 0,090
C2K1 0,124 0,092 0,126 0,064 0,406 0,102
C2K2 0,022 0,087 0,074 0,098 0,281 0,070
C2K3 0,046 0,02 0,114 0,064 0,244 0,061**
Keterangan : * tanaman dengan biomassa terberat
** tanaman dengan biomassa teringan
Hasil penelitian pada pengamatan biomassa tanaman diatas
didapatkan dari perhitungan selisih antara berat kering tanaman pada
akhir tanam dengan berat berat basah diawal tanam. Dari data diatas
tanaman dengan biomasa terberat adalah pada perlakuan C1K1 dengan
rerata 0,123 g dan tanaman dengan biomassa terkecil adalah pada
perlakuan C2K3 dengan rerata 0,061 g. Adapun perkembangan
biomassa tanaman dapat dilihat pada grafik berikut ini :
39
39
Gambar 4.4 rerata biomassa (berat kering akhir-berat basah) tanaman
pada akhir penanaman
Dari gambar 4.4 diatas dapat diketahui bahwa tanaman dengan
biomassa terbesar adalah pada perlakuan C1K1 yaitu pupuk cair yang
ditambahkan limbah buah dengan konsentrasi pemberian 20%
sedangkan tanaman dengan biomasa terkecil adalah pada perlakuan
C2K3 yaitu pupuk cair yang ditambkan daun mimba dengan
konsentrasi pemberian 40%.
B. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
statistik sederhana untuk mendekripsikan data dan Anava Dua Jalur untuk
mengetahui pengaruh dari masing-masing perlakuan, kemudian
dilanjutkan dengan uji lanjut jika perlakuan menunjukkan adanya
0
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
0.14
Biomassa
Re
rata
bio
mas
sa t
anam
an
Minggu awal - minggu akhir
Grafik Biomassa
C0K1
C0K2
C0K3
C1K1
C1K2
C1K3
C2K1
C2K2
C2K3
40
40
pengaruh, hal ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan pengaruh antar
perlakuan, adapun hasilnya adalah sebagai berikut :
1. Uji Anava dua jalur pada Tinggi tanaman
a. Minggu ke-2
Tabel 4.5 Hasil Uji Anava Dua Jalur Tinggi tanaman pada
minggu ke-2
Sumber
Keragaman Db JK KT F hitung
F tabel
5 % Keputusan
1. Perlakuan
A. Campuran
B. Konsentrasi
AB. Interaksi
8
2
2
4
5,41
3,046
0,746
1,596
0,676
1,523
0,384
0,399
1,667
3,779*
0,953
0,99
2,71
3,354
3,354
2,728
H1 ditolak
2. Galat 27 10,89 0,403 - -
Total 35 16,3 - - -
Dari tabel 4.5 diatas menunjukkan bahwa F hitung
Campuran > F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 3,77 >
3,354 artinya signifikan atau campuran pupuk memberikan
pengaruh pada tinggi tanaman. F hitung konsentrasi pemberian
< F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 0,953 < 3,354
artinya tidak signifikan atau konsentrasi pemberian tidak
berpengaruh terhadap tinggi tanaman. F hitung interaksi < F
tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 0,99 < 2,728 artinya
tidak signifikan atau interaksi campuran dan konsentrasi
pemberian tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman pada
minggu ke-2, karena perlakuan tidak menunjukan adanya
pengaruh terhadap tinggi tanaman pada minggu ke-2 maka
tidak dilakukan uji lanjut.
41
41
b. Minggu ke- 4
Tabel 4.6 Hasil Uji Anava Dua Jalur Tinggi tanaman pada
minggu ke-4
Sumber
Keragaman Db JK KT F hitung
F tabel
5 % Keputusan
1. Perlakuan
A. Campuran
B. konsentrasi
AB. Interaksi
8
2
2
4
26,45
14,01
6,54
5,9
3,306
7,01
3,27
1,48
13,549
28,729*
13,402*
6,066*
2,71
3,354
3,354
2,728
H1
diterima
2. Galat 27 6,58 0,244 -
Total 35 33,03 -
Keterangan * Berbeda secara nyata pada taraf signifikansi 5 %
Dari tabel 4.6 diatas menunjukkan bahwa F hitung
Campuran > F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 28,729 >
3,354 artinya signifikan atau campuran pupuk memberikan
pengaruh pada tinggi tanaman. F hitung konsentrasi > F tabel
pada taraf signifikansi 5%, yaitu 13,402 > 3,354 artinya
signifikan atau konsentrasi pemberian berpengaruh terhadap
tinggi tanaman. F hitung interaksi > F tabel pada taraf
signifikansi 5%, yaitu 6,066 > 2,728 artinya signifikan atau
interaksi campuran dan konsentrasi pemberian berpengaruh
terhadap tinggi tanaman pada minggu ke-4, dari hasil
perhitungan anava diatas perlakuan interaksi campuran pupuk
dan konsentrasi pemberian menunjukkan adanya pengaruh,
maka dilanjutkan dengan uji lanjut duncan untuk mengetahui
perberdaan antar perlakuan.
42
42
c. Minggu ke- 7
Tabel 4.7 Hasil Uji Anava Dua Jalur Tinggi tanaman pada
minggu ke-6
Sumber
Keragaman Db JK KT F hitung
F tabel
5 % Keputusan
1. Perlakuan
A. Campuran
B. Konsentrasi
AB. Interaksi
8
2
2
4
40,87
24,81
7,36
8,7
5,11
12,41
3,68
2,18
30,058*
73*
21,647*
12,824*
2,71
3,354
3,354
2,728
H1
diterima
2. Galat 27 4,62 0,17 -
Total 35 45,49 -
Keterangan * Berbeda secara nyata pada taraf signifikansi 5 %
Dari tabel 4.7 diatas menunjukkan bahwa F hitung
Campuran > F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 28,729 >
3,354 artinya signifikan atau campuran pupuk memberikan
pengaruh pada tinggi tanaman. F hitung konsentrasi pemberian
> F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 13,402 > 3,354
artinya signifikan atau konsentrasi pemberian berpengaruh
terhadap tinggi tanaman. F hitung interaksi > F tabel pada taraf
signifikansi 5%, yaitu 12,824 > 2,728 artinya signifikan atau
interaksi campuran dan konsentrasi pemberian berpengaruh
terhadap tinggi tanaman pada minggu ke-6, dari hasil
perhitungan anava diatas perlakuan interaksi campuran pupuk
dan konsentrasi pemberian menunjukkan adanya pengaruh,
maka dilanjutkan dengan uji lanjut duncan untuk mengetahui
perberdaan antar perlakuan.
43
43
d. Minggu ke- 8
Tabel 4.8 Hasil Uji Anava Dua Jalur Tinggi tanaman pada
minggu ke-8
Sumber
Keragaman Db JK KT F hitung
F tabel
5 % Keputusan
1. Perlakuan
A. Campuran
B. Konsentrasi
AB. Interaksi
8
2
2
4
149,73
122,055
16,94
10,74
18,72
61,02
8,47
2,69
11,916
38,846*
5,391*
1,712
2,71
3,354
3,354
2,728
H1 ditolak
2. Galat 27 42,42 1,571 -
Total 35 192,15 -
Keterangan * Berbeda secara nyata pada taraf signifikansi 5 %
Dari tabel 4.8 diatas menunjukkan bahwa F hitung
Campuran > F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 38,846 >
3,354 artinya signifikan atau campuran pupuk memberikan
pengaruh pada tinggi tanaman. F hitung konsentrasi pemberian
> F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 5,391 > 3,354
artinya signifikan atau konsentrasi pemberian berpengaruh
terhadap tinggi tanaman. F hitung interaksi < F tabel pada taraf
signifikansi 5%, yaitu 1,712 < 2,728 artinya tidak signifikan
atau interaksi campuran dan konsentrasi pemberian tidak
berpengaruh terhadap tinggi tanaman pada minggu ke-8, karena
perlakuan tidak menunjukan adanya pengaruh terhadap tinggi
tanaman pada minggu ke-8 maka tidak dilakukan uji lanjut.
44
44
e. Minggu ke-10
Tabel 4.9 Hasil Uji Anava Dua Jalur Tinggi tanaman pada
minggu ke-10
Keterangan * Berbeda secara nyata pada taraf signifikansi 5 %
Dari tabel 4.9 diatas menunjukkan bahwa F hitung
Campuran > F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 12,867 >
3,354 artinya signifikan atau campuran pupuk memberikan
pengaruh pada tinggi tanaman. F hitung konsentrasi pemberian
> F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 3,996 > 3,354
artinya signifikan atau konsentrasi pemberian berpengaruh
terhadap tinggi tanaman. F hitung interaksi < F tabel pada taraf
signifikansi 5%, yaitu 2,068 < 2,728 artinya tidak signifikan
atau interaksi campuran dan konsentrasi pemberian tidak
berpengaruh terhadap tinggi tanaman pada minggu ke-10,
karena perlakuan tidak menunjukan adanya pengaruh terhadap
tinggi tanaman pada minggu ke-10 maka tidak dilakukan uji
lanjut.
Sumber
Keragaman Db JK KT F hitung
F tabel
5 % Keputusan
1. Perlakuan
A. Campuran
B. konsentrasi
AB. Interaksi
8
2
2
4
91,97
56,434
17,397
18,139
11,496
28,217
8,699
4,535
5,242
12,867*
3,996*
2,068
2,71
3,354
3,354
2,728
H1 ditolak
2. Galat 27 59,22 2,193 -
Total 35 151,19 -
45
45
2. Uji Anava dua jalur pada Luas Daun
a. Minggu ke-2
Tabel 4.10 Hasil Uji Anava Dua Jalur luas daun tanaman pada
minggu ke-2
Sumber
Keragaman Db JK KT F hitung
F tabel
5 % Keputusan
1. Perlakuan
A. Campuran
B. konsentrasi
AB. Interaksi
8
2
2
4
46,04
33,12
0,97
11,95
5,76
16,56
0,49
2,99
4,683
13,463*
0,394
2,429
2,71
3,354
3,354
2,728
H1 ditolak
2. Galat 27 33,21 1,23 -
Total 35 79,25 -
Keterangan * Berbeda secara nyata pada taraf signifikansi 5 %
Dari tabel 4.10 diatas menunjukkan bahwa F hitung
Campuran > F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 13,463 >
3,354 artinya signifikan atau campuran pupuk memberikan
pengaruh pada luas daun tanaman. F hitung konsentrasi
pemberian < F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 0,394 <
3,354 artinya tidak signifikan atau konsentrasi pemberian tidak
berpengaruh terhadap luas daun tanaman. F hitung interaksi < F
tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 2,429 < 2,728 artinya
tidak signifikan atau interaksi campuran dan konsentrasi
pemberian tidak berpengaruh terhadap luas daun tanaman pada
minggu ke-2, karena perlakuan tidak menunjukan adanya
pengaruh terhadap tinggi tanaman pada minggu ke-2 maka
tidak dilakukan uji lanjut.
46
46
b. Minggu ke- 4
Tabel 4.11 Hasil Uji Anava Dua Jalur luas daun tanaman pada
minggu ke-4
Sumber
Keragaman Db JK KT F hitung
F tabel
5 % Keputusan
1. Perlakuan
A. Campuran
B. Konsentrasi
AB. Interaksi
8
2
2
4
40,03
2,05
23,14
14,84
5,004
1,025
11,57
3,71
7,018
1,438
16,228*
5,204*
2,71
3,354
3,354
2,728
H1
diterima
2. Galat 27 19,25 0,713 -
Total 35 59,28 -
Keterangan * Berbeda secara nyata pada taraf signifikansi 5 %
Dari tabel 4.11 diatas menunjukkan bahwa F hitung
Campuran < F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 1,438 <
3,354 artinya tidak signifikan atau campuran pupuk tidak
memberikan pengaruh pada luas daun tanaman. F hitung
konsentrasi pemberian > F tabel pada taraf signifikansi 5%,
yaitu 16,228 > 3,354 artinya signifikan atau konsentrasi
pemberian berpengaruh terhadap luas daun tanaman. F hitung
interaksi > F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 5,204 >
2,728 artinya signifikan atau interaksi campuran dan
konsentrasi pemberian berpengaruh terhadap luas daun
tanaman pada minggu ke-4, karena perlakuan menunjukan
adanya pengaruh terhadap luas daun tanaman maka dilakukan
uji lanjut Duncan untuk mengetahui perbedaan dari masing-
masing perlakuan.
47
47
c. Minggu ke- 6
Tabel 4.12 Hasil Uji Anava Dua Jalur luas daun tanaman pada
minggu ke-6
Sumber
Keragaman Db JK KT F hitung
F tabel
5 % Keputusan
1. Perlakuan
A. Campuran
B. konsentrasi
AB. Interaksi
8
2
2
4
21,73
12,83
0,86
8,04
2,176
6,415
0,43
2,01
3,491
8,224*
0,553
2,583
2,71
3,354
3,354
2,728
H1 ditolak
2. Galat 27 21,01 0,778 -
Total 35 42,74 - -
Keterangan * Berbeda secara nyata pada taraf signifikansi 5 %
Dari tabel 4.12 diatas menunjukkan bahwa F hitung
Campuran > F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 8,224 >
3,354 artinya signifikan atau campuran pupuk memberikan
pengaruh pada luas daun tanaman. F hitung konsentrasi
pemberian < F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 0,553 <
3,354 artinya tidak signifikan atau konsentrasi pemberian tidak
berpengaruh terhadap luas daun tanaman. F hitung interaksi < F
tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 2,583 < 2,728 artinya
tidak signifikan atau interaksi campuran dan konsentrasi
pemberian tidak berpengaruh terhadap luas daun tanaman pada
minggu ke-6, karena perlakuan tidak menunjukan adanya
pengaruh terhadap luas daun tanaman pada minggu ke-6 maka
tidak dilakukan uji lanjut.
48
48
d. Minggu ke- 8
Tabel 4.13 Hasil Uji Anava Dua Jalur luas daun tanaman pada
minggu ke-8
Sumber
Keragaman Db JK KT F hitung
F tabel
5 % Keputusan
1. Perlakuan
A. Campuran
B. konsentrasi
AB. Interaksi
8
2
2
4
32,062
19,181
1,404
11,477
4,008
9,591
0,702
2,869
1,697
4,061*
0,297
1,215
2,71
3,354
3,354
2,728
H1 ditolak
2. Galat 27 63,763 2,363 -
Total 35 96,24 -
Keterangan * Berbeda secara nyata pada taraf signifikansi 5 %
Dari tabel 4.13 diatas menunjukkan bahwa F hitung
Campuran > F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 4,061 >
3,354 artinya signifikan atau campuran pupuk memberikan
pengaruh pada luas daun tanaman. F hitung konsentrasi
pemberian < F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 0,297 <
3,354 artinya tidak signifikan atau konsentrasi pemberian tidak
berpengaruh terhadap luas daun tanaman. F hitung interaksi < F
tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 01,215 < 2,728 artinya
tidak signifikan atau interaksi campuran dan konsentrasi
pemberian tidak berpengaruh terhadap luas daun tanaman pada
minggu ke-8, karena perlakuan tidak menunjukan adanya
pengaruh terhadap luas daun tanaman pada minggu ke-8 maka
tidak dilakukan uji lanjut.
49
49
e. Minggu ke-10
Tabel 4.14 Hasil Uji Anava Dua Jalur luas daun tanaman pada
minggu ke-10
Sumber
Keragaman Db JK KT F hitung
F tabel
5 % Keputusan
1. Perlakuan
A. Campuran
B. konsentrasi
AB. Interaksi
8
2
2
4
210,62
55,71
116,56
38,35
26,33
27,86
58,28
9,59
2,381
2,519
5,27*
0,867
2,71
3,354
3,354
2,728
H1 ditolak
2. Galat 27 298,6 11,06 -
Total 35 509,22 -
Keterangan * Berbeda secara nyata pada taraf signifikansi 5 %
Dari tabel 4.14 diatas menunjukkan bahwa F hitung
Campuran > F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 2,519 <
3,354 artinya tidak signifikan atau campuran pupuk tidak
memberikan pengaruh pada luas daun tanaman. F hitung
konsentrasi pemberian > F tabel pada taraf signifikansi 5%,
yaitu 5,27 > 3,354 artinya signifikan atau konsentrasi
pemberian berpengaruh terhadap luas daun tanaman. F hitung
interaksi < F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 0,867 <
2,728 artinya tidak signifikan atau interaksi campuran dan
konsentrasi pemberian tidak berpengaruh terhadap luas daun
tanaman pada minggu ke-10, karena perlakuan tidak
menunjukan adanya pengaruh terhadap luas daun tanaman pada
minggu ke-10 maka tidak dilakukan uji lanjut.
50
50
3. Uji Anava dua jalur pada Jumlah Daun
a. Minggu ke-2
Tabel 4.15 Hasil Uji Anava Dua Jalur jumlah daun tanaman
pada minggu ke-2
Sumber
Keragaman Db JK KT F hitung
F tabel
5 % Keputusan
1. Perlakuan
A. Campuran
B. Konsentrasi
AB. Interaksi
8
2
2
4
5
4,67
0,17
0,16
0,625
2,335
0,085
0,04
2,111
7,889*
0,287
0,135
2,71
3,354
3,354
2,728
H0 diterima
2. Galat 27 8 0,296 -
Total 35 13 - -
Keterangan * Berbeda secara nyata pada taraf signifikansi 5 %
Dari tabel 4.15 diatas menunjukkan bahwa F hitung
Campuran > F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 7,889 >
3,354 artinya signifikan atau campuran pupuk memberikan
pengaruh pada jumlah daun tanaman. F hitung konsentrasi
pemberian < F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 0,287 <
3,354 artinya tidak signifikan atau konsentrasi pemberian tidak
berpengaruh terhadap jumlah daun tanaman. F hitung interaksi
< F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 0,135 < 2,728
artinya tidak signifikan atau interaksi campuran dan
konsentrasi pemberian tidak berpengaruh terhadap jumlah daun
tanaman pada minggu ke-2, karena perlakuan tidak
menunjukan adanya pengaruh terhadap jumlah daun tanaman
pada minggu ke-2 maka tidak dilakukan uji lanjut.
51
51
b. Minggu ke- 4
Tabel 4.16 Hasil Uji Anava Dua Jalur jumlah daun tanaman
pada minggu ke-4
Sumber
Keragaman Db JK KT F hitung
F tabel
5 % Keputusan
1. Perlakuan
A. Campuran
B. Konsentrasi
AB. Interaksi
8
2
2
4
5,06
4,06
0,23
0,77
0,632
2,030
0,113
0,193
3,253*
10,440*
0,583
0,990
2,71
3,354
3,354
2,728
H1 ditolak
2. Galat 27 5,25 0,19
Total 35 10,31
Keterangan * Berbeda secara nyata pada taraf signifikansi 5 %
Dari tabel 4.16 diatas menunjukkan bahwa F hitung
Campuran > F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 10,440 >
3,354 artinya signifikan atau campuran pupuk memberikan
pengaruh pada jumlah daun tanaman. F hitung konsentrasi
pemberian < F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 0,583 <
3,354 artinya tidak signifikan atau konsentrasi pemberian tidak
berpengaruh terhadap jumlah daun tanaman. F hitung interaksi
< F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 0,99 < 2,728 artinya
tidak signifikan atau interaksi campuran dan konsentrasi
pemberian tidak berpengaruh terhadap jumlah daun tanaman
pada minggu ke-4, karena perlakuan tidak menunjukan adanya
pengaruh terhadap luas daun tanaman pada minggu ke-4 maka
tidak dilakukan uji lanjut.
52
52
c. Minggu ke- 6
Tabel 4.17 Hasil Uji Anava Dua Jalur jumlah daun tanaman
pada minggu ke-6
Sumber
Keragaman Db JK KT F hitung
F tabel
5 % Keputusan
1. Perlakuan
A. Campuran
B. Konsentrasi
AB. Interaksi
8
2
2
4
0,89
0,39
0,057
0,44
0,111
0,195
0,028
0,111
0,632
1,108
0,161
0,630
2,71
3,354
3,354
2,728
H1 ditolak
2. Galat 27 4,75 0,176
Total 35 5,64
Keterangan * Berbeda secara nyata pada taraf signifikansi 5 %
Dari tabel 4.17 diatas menunjukkan bahwa F hitung
Campuran < F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 1,108 <
3,354 artinya tidak signifikan atau campuran pupuk tidak
memberikan pengaruh pada jumlah daun tanaman. F hitung
konsentrasi pemberian < F tabel pada taraf signifikansi 5%,
yaitu 0,161 < 3,354 artinya tidak signifikan atau konsentrasi
pemberian tidak berpengaruh terhadap jumlah daun tanaman. F
hitung interaksi < F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu
0,630 < 2,728 artinya tidak signifikan atau interaksi campuran
dan konsentrasi pemberian tidak berpengaruh terhadap jumlah
daun tanaman pada minggu ke-6, karena perlakuan tidak
menunjukan adanya pengaruh terhadap jumlah daun tanaman
pada minggu ke-6 maka tidak dilakukan uji lanjut.
53
53
d. Minggu ke- 8
Tabel 4.18 Hasil Uji Anava Dua Jalur jumlah daun tanaman
pada minggu ke-8
Sumber
Keragaman Db JK KT F hitung
F tabel
5 % Keputusan
1. Perlakuan
A. Campuran
B.Konsentrasi
AB. Interaksi
2. Galat
8
2
2
4
27
3,72
1,72
0,89
1,113
11,5
0,465
0,860
0,443
0,278
1,092
2,019
1,041
0,653
2,71
3,354
3,354
2,728
H1 ditolak
0,426
Total 35 15,22
Keterangan * Berbeda secara nyata pada taraf signifikansi 5 %
Dari tabel 4.18 diatas menunjukkan bahwa F hitung
Campuran > F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 2,019 <
3,354 artinya tidak signifikan atau campuran pupuk tidak
memberikan pengaruh pada jumlah daun tanaman. F hitung
konsentrasi pemberian < F tabel pada taraf signifikansi 5%,
yaitu 1,041 < 3,354 artinya tidak signifikan atau konsentrasi
pemberian tidak berpengaruh terhadap jumlah daun tanaman. F
hitung interaksi < F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu
0,653 < 2,728 artinya tidak signifikan atau interaksi campuran
dan konsentrasi pemberian tidak berpengaruh terhadap jumlah
daun tanaman pada minggu ke-8, karena perlakuan tidak
menunjukan adanya pengaruh terhadap jumlah daun tanaman
pada minggu ke-8 maka tidak dilakukan uji lanjut.
54
54
e. Minggu ke-10
Tabel 4.19 Hasil Uji Anava Dua Jalur jumlah daun tanaman
pada minggu ke-10
Sumber
Keragaman Db JK KT
F
hitung
F tabel
5 % Keputusan
1. Perlakuan
A. Campuran
B. konsentrasi
AB. Interaksi
8
2
2
4
3,39
0,89
2,06
0,44
0,424
0,445
1,028
0,11
15,220
2,670
6,170*
0,665
2,71
3,354
3,354
2,728
H1 ditolak
2. Galat 27 4,5 0,167
Total 35 7,89
Keterangan * Berbeda secara nyata pada taraf signifikansi 5 %
Dari tabel 4.19 diatas menunjukkan bahwa F hitung
Campuran < F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 2,670 <
3,354 artinya tidak signifikan atau campuran pupuk tidak
memberikan pengaruh pada jumlah daun tanaman. F hitung
konsentrasi pemberian > F tabel pada taraf signifikansi 5%,
yaitu 6,170 > 3,354 artinya signifikan atau konsentrasi
pemberian berpengaruh terhadap jumlah daun tanaman. F
hitung interaksi < F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu
0,665 < 2,728 artinya tidak signifikan atau interaksi campuran
dan konsentrasi pemberian tidak berpengaruh terhadap tinggi
tanaman pada minggu ke-10, karena perlakuan tidak
menunjukan adanya pengaruh terhadap jumlah daun tanaman
pada minggu ke-10 maka tidak dilakukan uji lanjut.
55
55
4. Uji Anava dua jalur pada Biomassa
Tabel 4.20 Hasil Uji Anava Dua biomassa tanaman pada akhir
penanaman.
Sumber
Keragaman Db JK KT
F
hitung
F tabel
5 % Keputusan
1. Perlakuan
A. Campuran
B. konsentrasi
AB. Interaksi
2. Galat
8
2
2
4
0,001
0,003
0,006
0,001
0,028
0,000125
0,0015
0,003
0,00025
0,0010307
0,121
1,455
2,911
0,243
-
2,71
3,354
3,354
2,728
H1 ditolak
27 -
Total 35 0,038 - -
Keterangan * Berbeda secara nyata pada taraf signifikansi 5 %
Dari tabel 4.20 diatas menunjukkan bahwa F hitung
Campuran < F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 1,455 < 3,354
artinya tidak signifikan atau campuran pupuk memberikan
pengaruh pada biomassa tanaman. F hitung konsentrasi pemberian
< F tabel pada taraf signifikansi 5%, yaitu 2,911 < 3,354 artinya
tidak signifikan atau konsentrasi pemberian tidak berpengaruh
terhadap biomassa tanaman. F hitung interaksi < F tabel pada taraf
signifikansi 5%, yaitu 0,243 < 2,728 artinya tidak signifikan atau
interaksi campuran dan konsentrasi pemberian tidak berpengaruh
terhadap biomassa tanaman pada akhir penanaman, karena
perlakuan tidak menunjukan adanya pengaruh terhadap biomassa
tanaman maka tidak dilakukan uji lanjut.
56
56
C. Pembahasan
1. Pertumbuhan tanaman sawi
a. Tinggi tanaman
Dari hasil analisis data pengaruh perlakuan terhadap tinggi
tanaman pada masing-masing minggu menunjukkan bahwa pada
minggu ke-2 belum menunjukkan adanya pengaruh yang nyata
terhadap tinggi tanaman, hal ini dikarenakan pada minggu ke-2
tanaman masih beradaptasi terhadap media tanam, sehingga
pengaruh perlakuan belum tampak secara nyata. Pada minggu ke-4
perlakuan menunjukkan adanya pengaruh nyata terhadap tinggi
tanaman, perlakuan yang menunjukkan pengaruh yang nyata
(paling baik) adalah pada perlakuan C1K1 yaitu pupuk cair hasil
fermentasi kotoran padat kambing dengan penambahan limbah
buah dengan konsentrasi pemberian 20%, hal ini menunjukkan
bahwa penambahan limbah buah memberikan pengaruh yang
paling baik jika dibandingkan dengan penambahan daun mimba
dan tanpa penambahan. Pada minggu ke-6 perlakuan yang
menunjukkan pengaruh yang paling nyata (paling baik) adalah
pada perlakuan C1K1 yaitu pupuk cair dengan penambahan limbah
buah dengan konsentrasi pemberian 20%, hal ini menunjukkan
bahwa penambahan limbah buah memberikan pengaruh yang baik
terhadap tinggi tanaman pada minggu ke-6, selain itu konsentrasi
pemberian yang terbaik adalah 20%. Pada minggu ke-8 masing-
57
57
masing perlakuan tidak menunjukkan pengaruh yang nyata hal ini
disebabkan karena ketidak sesuaian antara kebutuhan tanaman sawi
dengan pupuk yang diberikan. Pada minggu ke-10 masing-masing
perlakuan tidak menunjukkan pengaruh yang nyata, hal ini
disebabkan kebutuhan tanaman dengan pemberian pupuk tidak
seimbang sehingga tidak menunjukkan pengaruh yang nyata.
Adanya perbedaan perlakuan antara pupuk cair dari
penambahan limbah nuah dan daun mimba karena secara fungsi
limbah buah akan menambah kandungan atau kualitas pupuk cair
yang dihasilkan sedangkan daun mimba akan membarikan
pengaruh sebagai insektida alami, sehingga perlakuan dengan
penambahan limbah buah memberikan hasil yang lebih baik jika
dibandingkan dengan perlakuan penambahan limbah buah.
Menurut Hanolo (1997), unsur hara nitrogen pada pupuk organik
cair memacu tanaman sawi dalam pembentukan asam-asam amino
menjadi protein. Protein yang terbentuk digunakan untuk
membentuk hormon pertumbuhan, yakni hormon auksin, giberelin,
dan sitokinin.
Hormon auksin mempengaruhi sintesis protein-protein
struktural untuk menyempurnakan struktur dinding sel kembali
seperti semula setelah mengalami peregangan/pembentangan.
Hormon giberelin merangsang pertumbuhan tinggi 39 tanaman.
Hormon sitokinin berperan dalam pembelahan sel pada ujung
58
58
batang. Ketiga hormon tersebut saling berperan dalam menunjang
pertambahan tinggi tanaman dan adanya unsur hara kalium yang
berfungsi sebagai aktivator enzim menyebabkan reaksi biosintesis
hormon maupun protein lain dapat berlangsung cepat sehingga
tanaman sawi dapat tumbuh tinggi. (Tjionger, 2006).
Pertambahan tinggi tanaman tidak hanya dipengaruhi oleh
unsur nitrogen. Unsur lain yang berperan dalam proses
pertambahan tinggi tanaman diantaranya adalah fosfor (P), seng
(Zn), besi (Fe) dan mangan (Mn). Menurut Pranata (2004), fosfor
(P) merupakan bagian esensial dari berbagai gula fosfat berperan
dalam reaksi-reaksi gelap fotosintesis dan respirasi. Seng (Zn),
berperan dalam pembentukan klorofil dan pencegahan kerusakan
molekul klorofil. Mangan (Mn), merupakan aktivator dari berbagai
enzim dan meupakan komponen struktural dari sistem membran
kloroplas. Keseluruhan unsur yang diserap tanaman saling
mempengaruhi satu sama lain sehingga pupuk organik cair yang
diberikan dapat mendukung pertumbuhan tinggi tanaman sawi.
Tinggi tanaman merupakan parameter pertumbuhan yang
sering diamati karena dapat menunjukan pengaruh lingkungan atau
perlakuan yang diberikan (Sitompul dan Guritno, 1995).
b. Jumlah daun
Pengamatan terhadap pengaruh masing-masing perlakuan
terhadap jumlah daun tanaman dari minggu ke-2 sampai dengan
59
59
minggu ke-10 tidak semuanya menunjukkan pengaruh yang nyata,
hanya pada minggu ke-4 yang terlihat adanya pengaruh yang nyata
yaitu pada perlakuan C1K1, hal ini menunjukkan bahwa perlakuan
C1K1 memberikan pengaruh yang paling baik jika dibandingkan
dengan yang lainya. Pemberian pupuk cair dengan berbagai
campuran dan konsentrasi yang berbeda tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun tanaman sawi. Dalam
proses pembentukan organ vegetatif daun, tanaman membutuhkan
unsur hara nitrogen dalam jumlah banyak. Tanaman yang hanya
dipanen daunnya seperti kubis, selada, sawi kangkung dan bayam
membutuhkan unsur nitrogen tinggi. Tanaman-tanaman tersebut
lebih difokuskan pada pembentukan daunnya, sehingga fase
vegetatif dari tanaman tersebut dirangsang untuk lebih dominan.
Pupuk organik cair yang digunakan mempunyai nilai
nitrogen tinggi sehingga sangat sesuai untuk memacu proses
pembentukan daun tanaman sawi, karena nitrogen merupakan
unsur hara membentuk asam amino dan protein sebagai bahan
dasar tanaman dalam menyusun daun (Haryanto, 2002). Dari hasil
tersebut dapat diketahui bahwa perlakuan frekuensi pemberian
pupuk yang berbeda menyebabkan hasil produksi jumlah daun
yang berbeda pula dan frekuensi yang tepat akan mempercepat laju
pembentukan daun. Menurut Suwandi dan Nurtika (1997), pupuk
organik cair akan mempercepat pembentukan daun jika
60
60
diaplikasikan dalam konsentrasi rendah namun dengan pemberian
secara rutin. Pupuk organik cair akan memberikan hasil budidaya
tanaman yang rendah apabila diberikan dengan konsentrasi tinggi
namun beberapa kali pemupukan dalam masa tanam.
c. Luas daun
Selain jumlah daun, untuk mengetahui pertumbuhan suatu
tanaman juga dilihat dari variabel luas daunnya yang juga
merupakan komponen pertumbuhan yang penting. Parameter luas
daun ini dapat memberi gambaran tentang proses dan laju
fotosintesis pada suatu tanaman, yang pada akhirnya berkaitan
dengan pembentukan biomassa tanaman. Dari penelitian
didapatkan bahwa perlakuan yang terbaik yang menunjukkan
adanya pengaruh yang terbaik adalah pada perlakuan C1K1 yaitu
pupuk cair hasil perombakan semi aerob kotoran padat kambing
dengan konsentrasi pemberian 20%. Penambahan limbah buah
lebih berpengaruh terhadap pertambahan luas daun jika
dibandingkan dengan perlakuan lainya, menunjukkan bahwa
limbah buah dapat menabah kualitas pupuk organic yang
dihasilkan, selain itu konsentrasi yang sesuai untuk pertambahan
luas daun adalah 20% jika dibandingakan dengan konsentrasi yang
lainya. Menurut Ratna (2002), Peningkatan luas daun merupakan
upaya tanaman dalam mengefisiensikan penangkapan energi
61
61
cahaya untuk fotosintesis secara normal pada kondisi intensitas
cahaya rendah.
Menurut Humadi (2007), tanaman mempunyai batas
tertentu terhadap konsentrasi unsur hara. Terhambatnya
pertumbuhan daun disebabkan karena penimbunan zat hara oleh
daun menyebabkan air daun terserap menuju timbunan unsur hara
sehingga daun rusak seperti terbakar.
d. Biomassa
Dari hasil analisis data biomassa tanaman menunjukkan
bahwa tidak ada perlakuan yang memberikan pengaruh terhadap
biomassa tanaman, hal ini menunjukkan bahwa pupuk cair hasil
fermentasi kotoran padat kambing dengan berbagai campuran dan
konsentrasi yang berbeda tidak berpengaruh terhadap biomassa
tanaman. Biomassa tanaman dipengaruhi juga oleh jumlah daun
tanaman, semakin banyak jumlah daun tanaman maka akan
semakin berat juga biomassa tanaman. Biomassa tanaman
merupakan selisih perhitungan dari bobot kering tanaman setelah
dipanen dengan berat basah diawal tanam, sehingga biomassa
tanaman menunjukkan pengaruh perlakuan terhadap kualitas
tanaman yang dihasilkan setelah perlakuan.
62
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis data dan pembahasan dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Ada pengaruh pemberian pupuk organik cair terhadap tinggi tanaman pada
minggu ke-4 dan ke-6, tetapi pada minggu ke-2, minggu ke-8 dan minggu
ke-10 tidak menunjukkan adanya pengaruh.
2. Ada pengaruh pemberian pupuk organik cair terhadap luas daun pada
minggu ke-4, tetapi pada minggu ke-2, minggu ke-6, minggu ke-8, dan
minggu ke-10 tidak menunjukkan adanya pengaruh.
3. Pemberian pupuk organik cair tidak berpengaruh terhadap jumlah daun
dan biomassa tanaman sawi.
B. SARAN
1. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya digunakan konsentrasi pemberian
yang berbeda agar dapat memberikan pengaruh yang signifikan.
2. Sebaiknya pupuk yang diberikan semakin bertambah seiring dengan
pertambahan umur tanaman agar kebutuhan tanaman tercukupi.
3. Perlu ketelitian dan kehati-hatian dalam mendeskrispsikan hasil
pengamatan dan analisis data agar tidak terjadi kesalahan dalam
mengambil kesimpulan.
63
DAFTAR PUSTAKA
Anggarwulan, E. dan Solichatun. 2001. Fisiologi Tumbuhan. Surakarta : Jurusan
Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNS.
Anonim. 2005. Sawi. http://www.iptek.net.id/ind/teknologi_pangan/index.
Diakses tanggal 01 Desember 2010 pukul 20.45 WIB
. 2008. Fermentasi. http://www.pikiranrakyat.com. Diakses tanggal 03
Desember 2010 pukul 20.35 WIB.
Budianta, E. 2004. Organik Terpadu. Majalah Trubus 413: 144. Jakarta : Yayasan
Sosial Tani Membangun.
Gumbiro, Said. 1997. Bioindustri Penerapan Teknologi Fermentasi. Jakarta :
Mediatama sarana Perkasa Supardi, Imam dan Sukomarto. 1999.
Mikrobiologi dalam pengolahan dan keamanan pangan. Bandung : PT.
Alumni.
Hanolo, W. 1997. Tanggapan tanaman selada dan sawi terhadap dosis dan cara
pemberian pupuk cair stimulan. Jurnal Agrotropika 1.
Haryanto, Eko. 2003. Sawi dan Selada. Jakarta : Penebar Swadaya.
Haryanto, T. Suhartini dan E.Rahayu. 2002. Tanaman Sawi dan Selada. Depok :
Penebar Swadaya.
Hardjowigeno, S. 1997. Ilmu Tanah. Jakarta : Mediyatama Sarana Perkasa.
Lakitan, Benyamin. 1996. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.
Lingga, P. dan Marsono. 2000. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta : Penebar
Swadaya.
Margiyanto, E. 2007. Hortikultura. Bantul : Cahaya Tani.
Maulana, Yoga Nugraha. 2010. Kajian Penggunaan Pupuk Organik dan Jenis
Pupuk N terhadap kadar N tanah, serapan N dan Hasil Tanaman sawi
64
(Brassica juncea l.) Pada Tanah Litosol Gemolong. Skripsi : Jurusan Ilmu
Tanah Fakultas Pertanian Universitas Negeri Sebelas Maret.
Notohadiprawiro, Soeprapto, dan E. Susilowati. 2006. Pengelolaan Kesuburan
Tanah dan Peningkatan Efisiensi Pemupukan. Yogyakarta : Ilmu Tanah
UGM.
Pranata, A.S. 2004. Pupuk Organik Cair Aplikasi dan Manfaatnya. Jakarta :
Agromedia Pustaka.
Porwowidodo, 1992. Telaah Kesuburan Tanah. Bandung : Penerbit Angkasa.
Rahayu, Estu. 2003. Bertanam Sayuran Sawi. Jakarta :Penebar Swadaya.
Ratna, D.I. 2002. Pengaruh Kombinasi Konsentrasi Pupuk Hayati Dengan Pupuk
Organik Cair Terhadap Kualitas Dan Kuantias Hasil Tanaman Teh
(Camellia Sinensis (L.) O.Kuntze) Klon Gambung 4. Ilmu Pertanian.
Riadi, Lieke. 2007. Teknologi Fermentasi. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Roesmarkam, A. dan N. W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah.
Yogyakarta : Kanisius.
Rukmana, R. 1994. Bertanam Petsai dan Sawi. Yogyakarta : Kanisius.
Salisbury, Frank. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 2. Bandung : ITB Press.
Sarief, E.S. 1995. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian.
Bandung : Pustaka Buana.
Setiawan, Ade Iwan. 2002. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Jakarta : Penebar
Swadaya.
Setyamidjaja, Djoehana. 1986. Pupuk dan Pemupukan. Jakarta : CV. Simplex.
Sitompul, S. M. dan Guritno, B. 1995. Analisa Pertumbuhan Tanaman.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Sutejo, M.M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta : Rineka Cipta.
Sutiyoso, Yos. 2003. Meramu Pupuk Hidroponik Tanaman Buah, Sayuran dan
Hias. Jakarta : Penebar Swadaya.
Suwandi dan N, Nurtika, 1997. Pengaruh pupuk cair biokimia “Sari Humus” pada
65
tanaman kubis. Buletin Penelitian Hortikultura 15(20): 213-218.
Suwasono, Hedi. 2001. Ensiklopedi Tanaman : Suatu Kajian Kuantitatif
Pertumbuhan Tanaman. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Syekhfani. 2000. Arti penting bahan organik bagi kesuburan tanah. Jurnal
Penelitian Pupuk Organik.
Syefani dan A. Lilia. 2003. Pelatihan Pertanian Organik. Malang : Fakultas
Pertanian Unibraw.
Tjionger, M. 2006. Pentingnya Menjaga Keseimbangan Unsur Hara Makro dan
Mikro untuk Tanaman, Makasar
Wijaya, Kelik. 2010. Pengaruh Konsentrasi dan Frekuensi Pemberian Pupuk
Organik Cair Hasil Perombakan Anaerob Limbah Makanan Terhadap
Pertumbuhan Tanaman Sawi (Brassica juncea l.). Skripsi : Jurusan
Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Sebelas Maret.
Yulianti, Ninit. 2009. Pengertian Pertumbuhan.
http://ninityulianita.wordpress.com/2009/09/11/pengertian-pertumbuhan/.
Diakses hari Selasa 09 November 2010. Pukul 20.15.
66
Yang direvisi setelah ujian.
1. Redaksional tahap pelaksanaan penelitian Halaman. 18-20
2. Perbaikan kesimpulan. Halaman 62.