JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939
Transcript of JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939
ISSN : 2442-3939VOL.10NO. 2EDISI MEI 2017
JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH BULUKUMBA
Implementasi Kualitas Pendidikandan Berintegritas di Kabupaten BulukumbaBaharuddin Patangngai
Menuju Sertifikasi Pertanian OrganikJamaluddin Al Afgani
Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen melalui Teknik Batukpada Peserta Didik SMA Negeri 9 Bulukumba
Arafah
Evaluasi Penyelenggaraan Program Pendidikan dan PelatihanAgri Training Camp (ATC) bagi Pelajar Tingkat SLTA di Balai Besar
Pelatihan Pertanian (BBPP) BatangkalukuWulansari Apriani
Ekonomi Idolaku Bersemi Lewat Ekonomi DindingHadmawati
Analisis Pendapatan Usaha Tani dan Pemasaran Telur ItikKelompok Tani Parde’de Desa GentunganKecamatan Bajeng BaratKabupaten Gowa
Rachmat Seno Adji
Penerapan Model Pembelajaran Recall Memory dengan PenggunaanGaple Card Dalam Belajar Ekonomi
Ermiwati
Pemanfaatan Teknik Arusbertambahuntuk Meningkatkan KemampuanGuru dalam Proses Belajar Mengajar di Sekolah
Muhammad Amir
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAHKABUPATEN BULUKUMBASULAWESI SELATAN
JurnalPinisi Research
Vol. 10 No. 2 Hal. 65 – 132 Bulukumba,Mei 2017
ISSN2442-3939
ISSN : 2442-3939VOL.10NO. 2EDISI MEI 2017
JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH BULUKUMBA
Implementasi Kualitas Pendidikandan Berintegritas di Kabupaten BulukumbaBaharuddin Patangngai
Menuju Sertifikasi Pertanian OrganikJamaluddin Al Afgani
Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen melalui Teknik Batukpada Peserta Didik SMA Negeri 9 Bulukumba
Arafah
Evaluasi Penyelenggaraan Program Pendidikan dan PelatihanAgri Training Camp (ATC) bagi Pelajar Tingkat SLTA di Balai Besar
Pelatihan Pertanian (BBPP) BatangkalukuWulansari Apriani
Ekonomi Idolaku Bersemi Lewat Ekonomi DindingHadmawati
Analisis Pendapatan Usaha Tani dan Pemasaran Telur ItikKelompok Tani Parde’de Desa GentunganKecamatan Bajeng BaratKabupaten Gowa
Rachmat Seno Adji
Penerapan Model Pembelajaran Recall Memory dengan PenggunaanGaple Card Dalam Belajar Ekonomi
Ermiwati
Pemanfaatan Teknik Arusbertambahuntuk Meningkatkan KemampuanGuru dalam Proses Belajar Mengajar di Sekolah
Muhammad Amir
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAHKABUPATEN BULUKUMBASULAWESI SELATAN
JurnalPinisi Research
Vol. 10 No. 2 Hal. 65 – 132 Bulukumba,Mei 2017
ISSN2442-3939
ISSN : 2442-3939VOL.10NO. 2EDISI MEI 2017
JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH BULUKUMBA
Implementasi Kualitas Pendidikandan Berintegritas di Kabupaten BulukumbaBaharuddin Patangngai
Menuju Sertifikasi Pertanian OrganikJamaluddin Al Afgani
Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen melalui Teknik Batukpada Peserta Didik SMA Negeri 9 Bulukumba
Arafah
Evaluasi Penyelenggaraan Program Pendidikan dan PelatihanAgri Training Camp (ATC) bagi Pelajar Tingkat SLTA di Balai Besar
Pelatihan Pertanian (BBPP) BatangkalukuWulansari Apriani
Ekonomi Idolaku Bersemi Lewat Ekonomi DindingHadmawati
Analisis Pendapatan Usaha Tani dan Pemasaran Telur ItikKelompok Tani Parde’de Desa GentunganKecamatan Bajeng BaratKabupaten Gowa
Rachmat Seno Adji
Penerapan Model Pembelajaran Recall Memory dengan PenggunaanGaple Card Dalam Belajar Ekonomi
Ermiwati
Pemanfaatan Teknik Arusbertambahuntuk Meningkatkan KemampuanGuru dalam Proses Belajar Mengajar di Sekolah
Muhammad Amir
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAHKABUPATEN BULUKUMBASULAWESI SELATAN
JurnalPinisi Research
Vol. 10 No. 2 Hal. 65 – 132 Bulukumba,Mei 2017
ISSN2442-3939
JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH BULUKUMBA
VOL.10 NO. 2 ISSN: 2442-3939MEI2017
Pelindung : BupatiBulukumba
Pembina : KepalaBadanPenelitiandanPengembangan Daerah KabupatenBulukumba
Penanggungjawab : Hj. A. Ruhaya, S.Pd.
DewanRedaksi : A. RakhmatSyarif, S.E.A. Nurhayati B., S.E.Hj. Nuraeni, S.E., M.Si.Abdul Rajab, SP., M.Si.
PemimpinRedaksi : Dr. Drs. Baharuddin P., SE,M.Si.
Penyunting/Editor : Drs. Abd. Rajab, M.Si.Drs. Rusli Umar, M.Pd.Muh.Jafar, S. Pd, M.Pd.H. Arafah, S. Pd, M.Pd.Jihad Talib,S.Pd.,M.Hum.
Design Grafis&Fotografer : Ani, SP., M.AP.MakrausNursyam, S.ST.
PemimpinSekretariat : Muhammad Yunus, S.Sos.
UrusanAdministrasi : A. Aswan, S.Sos.KedurvianHeryanto
UrusanKeuangan : Hj. NurAeni, S.E.
UrusanSirkulasidanDistribusi : MansurWatiIswati, S.E.Irdana, S.E.
UrusanArtistikdan Multimedia : Abd. Wahid S., S.E.
AlamatSekretariat :BadanPenelitiandanPengembangan Daerah
Jl. Durian No. 2 Bulukumba Sulawesi SelatanTelp. +62413 81102, Faks. +62413 81102
Email :[email protected]
JurnalPinisi Research memuatpemikiranilmiah, hasil-hasilkajianpenelitian, atautinjauankepustakaanbidangpenelitiandanpengembangan yang terbitempat kali dalamsetahun
(Februari, Mei, Agustus, dan November)
Redaksimenerimakaryailmiahatauartikelkajian, gagasan di bidangpenelitiandanpengembangan.Redaksiberhakmenyuntingtulisantanpamengubahmaknasubstansitulisan.
ISSN : 2442-3939
RedaksiJurnalPinisi Research:BadanPenelitiandanPengembangan Daerah (BALITBANGDA)
KabupatenBulukumbaProvinsi Sulawesi SelatanJl. Durian No. 2 Bulukumba 92511
Telepon: +62413 81102, Faks: +62413 81102e-mail: [email protected]
ISSN : 2442-3939
RedaksiJurnalPinisi Research:BadanPenelitiandanPengembangan Daerah (BALITBANGDA)
KabupatenBulukumbaProvinsi Sulawesi SelatanJl. Durian No. 2 Bulukumba 92511
Telepon: +62413 81102, Faks: +62413 81102e-mail: [email protected]
ISSN : 2442-3939
RedaksiJurnalPinisi Research:BadanPenelitiandanPengembangan Daerah (BALITBANGDA)
KabupatenBulukumbaProvinsi Sulawesi SelatanJl. Durian No. 2 Bulukumba 92511
Telepon: +62413 81102, Faks: +62413 81102e-mail: [email protected]
SAMBUTANKEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
DAERAHKABUPATEN BULUKUMBA
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu Alaikum Wr. Wb.
Kami panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga penyusunan Jurnal “PINISI RESEARCH”
dapat diselesaikan terbitan Volume 10 Nomor 2 Edisi Mei 2017 ini, yang
merupakan lanjutan penerbitan Edisi Februari tahun 2017.
Sebagai media yang cukup sederhana, Jurnal“PINISI RESEARCH”senantiasa berbenah
dan memperbaiki tampilannya, baik materi maupun penyajian. Hal itu dilakukan semata-mata
untuk memenuhi harapan para pembaca. Untuk itu, kami dari tim penyusun akan selalu
berusaha berbuat yang terbaik, demi terwujudnya sebuah media baca yang cukup
representatif dalam menghimpun karya anak bangsa. Jurnal“PINISI RESEARCH” yang
bertujuan menghadirkan sebuah media wahana dalam menuangkan kreasi dan kreativitas bagi
para pemangku kepentingan, baik yang bermukim di dalam maupun di luar wilayah
Kabupaten Bulukumba. Suksesnya penerbitan edisi Mei tahun 2017 ini, akan menambah
keyakinan kami untuk terus berkarya dan berinovasi.
Keberhasilan tim penyusun dalam menyelesaikan Jurnal “PINISI RESEARCH” ini,
bukanlah semata-mata atas kemampuan tim penyusun, melainkan atas bantuan, bimbingan,
serta motivasi dari berbagai pihak, yang telah berpartisipasi dalam penerbitan jurnal ini.
Untuk itu, kami menyampaikan terima kasih.
Wabillahi Taupiq Walhidayah,
Wassalamu Alaikum Wr. Wb.
Bulukumba, Mei2017
MUHAMMAD AMRAL, S.E., M.Si.
VOL. 10NO. 2 ISSN : 2442-3939 MEI2017
PENGANTARPEMIMPIN REDAKSI JURNAL PINISI RESEARCH
KABUPATEN BULUKUMBA
Assalamu Alaikum Wr. Wb.
Hadirnya “Jurnal Pinisi Research” yang dikelola oleh Badan Penelitian
dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Kabupaten Bulukumba sebagai
media penyaluran informasi dan sosialisasi hasil-hasil kajian dan
penelitian, serta karya tulis ilmiah menghadirkan wadah yang dapat
memberikan solusi terhadap dinamika yang terjadi di lingkungan
Pemerintah Kabupaten Bulukumba pada khususnya, dunia pendidikan masyarakat atau
komunitas akademik pada umumnya, diharapkan dapat mengagregasi dan mengelaborasi
berbagai potensi baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia dalam berbagai
prespektif, baik sosial, budaya, ekonomi, maupun politik.
Kumpulan tulisan yang secara berkala diterbitkan khususnya pada Jurnal Volume 10
Nomor 2 Edisi Mei 2017 telah melalui proses yang selektif, dirangkum dalam bentuk kajian,
dan diharapkan menjadi bahan yang memperkaya pengetahuan bagi setiap pembaca.
Dalam konteks kali ini, Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda)
akan hadir dengan konfigurasi baru yang fokus pada kajian riset, kajian di bidang pendidikan,
dan kajian di bidang pertanian. Hal yang pasti bahwa kehadiran berbagai media informasi
kelitbangan menjadi kebutuhan penting untuk menunjang hadirnya ragam kegiatan riset atau
kelitbangan yang dilakukan tidak hanya oleh institusi pemerintah daerah tapi di kalangan
lembaga pendidikan dan masyarakat pada umumnya.
Terima kasih atas responnya dan dukungan seluruh pembaca yang budiman atas
eksistensi Jurnal Pinisi Research.
Bulukumba, Mei 2017
Dr. Drs. BAHARUDDIN P., S.E.,M.Si.
VOL. 10NO. 2 ISSN : 2442-3939 MEI2017
PENGANTARPEMIMPIN REDAKSI JURNAL PINISI RESEARCH
KABUPATEN BULUKUMBA
Assalamu Alaikum Wr. Wb.
Hadirnya “Jurnal Pinisi Research” yang dikelola oleh Badan Penelitian
dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Kabupaten Bulukumba sebagai
media penyaluran informasi dan sosialisasi hasil-hasil kajian dan
penelitian, serta karya tulis ilmiah menghadirkan wadah yang dapat
memberikan solusi terhadap dinamika yang terjadi di lingkungan
Pemerintah Kabupaten Bulukumba pada khususnya, dunia pendidikan masyarakat atau
komunitas akademik pada umumnya, diharapkan dapat mengagregasi dan mengelaborasi
berbagai potensi baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia dalam berbagai
prespektif, baik sosial, budaya, ekonomi, maupun politik.
Kumpulan tulisan yang secara berkala diterbitkan khususnya pada Jurnal Volume 10
Nomor 2 Edisi Mei 2017 telah melalui proses yang selektif, dirangkum dalam bentuk kajian,
dan diharapkan menjadi bahan yang memperkaya pengetahuan bagi setiap pembaca.
Dalam konteks kali ini, Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda)
akan hadir dengan konfigurasi baru yang fokus pada kajian riset, kajian di bidang pendidikan,
dan kajian di bidang pertanian. Hal yang pasti bahwa kehadiran berbagai media informasi
kelitbangan menjadi kebutuhan penting untuk menunjang hadirnya ragam kegiatan riset atau
kelitbangan yang dilakukan tidak hanya oleh institusi pemerintah daerah tapi di kalangan
lembaga pendidikan dan masyarakat pada umumnya.
Terima kasih atas responnya dan dukungan seluruh pembaca yang budiman atas
eksistensi Jurnal Pinisi Research.
Bulukumba, Mei 2017
Dr. Drs. BAHARUDDIN P., S.E.,M.Si.
VOL. 10NO. 2 ISSN : 2442-3939 MEI2017
PENGANTARPEMIMPIN REDAKSI JURNAL PINISI RESEARCH
KABUPATEN BULUKUMBA
Assalamu Alaikum Wr. Wb.
Hadirnya “Jurnal Pinisi Research” yang dikelola oleh Badan Penelitian
dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Kabupaten Bulukumba sebagai
media penyaluran informasi dan sosialisasi hasil-hasil kajian dan
penelitian, serta karya tulis ilmiah menghadirkan wadah yang dapat
memberikan solusi terhadap dinamika yang terjadi di lingkungan
Pemerintah Kabupaten Bulukumba pada khususnya, dunia pendidikan masyarakat atau
komunitas akademik pada umumnya, diharapkan dapat mengagregasi dan mengelaborasi
berbagai potensi baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia dalam berbagai
prespektif, baik sosial, budaya, ekonomi, maupun politik.
Kumpulan tulisan yang secara berkala diterbitkan khususnya pada Jurnal Volume 10
Nomor 2 Edisi Mei 2017 telah melalui proses yang selektif, dirangkum dalam bentuk kajian,
dan diharapkan menjadi bahan yang memperkaya pengetahuan bagi setiap pembaca.
Dalam konteks kali ini, Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda)
akan hadir dengan konfigurasi baru yang fokus pada kajian riset, kajian di bidang pendidikan,
dan kajian di bidang pertanian. Hal yang pasti bahwa kehadiran berbagai media informasi
kelitbangan menjadi kebutuhan penting untuk menunjang hadirnya ragam kegiatan riset atau
kelitbangan yang dilakukan tidak hanya oleh institusi pemerintah daerah tapi di kalangan
lembaga pendidikan dan masyarakat pada umumnya.
Terima kasih atas responnya dan dukungan seluruh pembaca yang budiman atas
eksistensi Jurnal Pinisi Research.
Bulukumba, Mei 2017
Dr. Drs. BAHARUDDIN P., S.E.,M.Si.
VOL. 10NO. 2 ISSN : 2442-3939 MEI2017
i
PengantarRedaksiMembangunKemitraan
Profesionalisme
uji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Badan Penelitian dan PengembanganDaerah Kabupaten Bulukumba telah berhasil menerbitkan Jurnal Pinisi Research padaVolume 10 Nomor 2 Edisi Mei 2017. Sebuah upaya yang dilandasi komitmen paraPenulis maupun Dewan Redaksi untuk senantiasa bersama-sama
meningkatkan profesionalisme kelitbangan bidang pemerintahan daerah. Dalam upayamembangun kemitraan profesionalisme, redaksi senantiasa melakukan perluasan komunitasprofesionalisme, intelektual, dengan memberi kesempatan yang seluas-luasnya bagi mereka untukberpartisipasi dalam Jurnal Pinisi Research.
Pada edisi kali ini redaksi menyajikan 8 (delapan) artikel yang membahas tentang :ImplementasiKualitas Pendidikan dan Berintegritas di Kabupaten Bulukumba*), Menuju Sertifikasi PertanianOrganik*), Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen melalui Teknik Batuk pada Peserta DidikSMA Negeri 9 Bulukumba*), Evaluasi Penyelenggaraan Program Pendidikan dan Pelatihan AgriTraining Camp (ATC) bagi Pelajar Tingkat SLTA di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP)Batangkaluku*), Ekonomi Idolaku Bersemi Lewat Ekonomi Dinding*), Analisis PendapatanUsaha Tani dan Pemasaran Telur Itik Kelompok Tani Parde’de Desa Gentungan KecamatanBajeng Barat Kabupaten Gowa*), Penerapan Model Pembelajaran Recall Memory DenganPenggunaan Gaple Card Dalam Belajar Ekonomi*), Pemanfaatan Teknik Arus bertambah untukMeningkatkan Kemampuan Guru dalam Proses Belajar Mengajar di Sekolah*).
Pada bulan Mei tahun 2017, Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah KabupatenBulukumba kembali berinisiatif menerbitkan Jurnal Pinisi Research Volume 10 No. 2 Edisi Mei2017 yang menjadi icon media berkala ilmiah yang mampu mendorong kuriositas parapeneliti/perekayasa.
Selain itu demi terwujudnya para calon peneliti/perekayasa di bidang pemerintahan,pendidikan dan kesehatan yang berkiprah secara profesional, sehingga mempercepat terwujudnyatata kelola pemerintahan yang lebih baik.
Akhir kata, segenap staf redaksi Jurnal Pinisi Research mengucapkan selamat berkaryadan salam sejahtera sukses bahagia selalu.
Salam Redaksi
VOL.10NO.2 ISSN : 2442-3939 MEI2017
ii
Daftar Isi ]
Pengantar Redaksi i
Daftar Isi ii
Implementasi Kualitas Pendidikan dan Berintegritas
di Kabupaten Bulukumba Baharuddin Patangngai
Menuju Sertifikasi Pertanian Organik Jamaluddin Al Afgani
Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen melalui Teknik Batuk pada
Peserta Didik SMA Negeri 9 Bulukumba Arafah
Evaluasi Penyelenggaraan Program Pendidikan dan Pelatihan Agri
Training Camp (ATC) bagi Pelajar Tingkat SLTA di Balai Besar
Pelatihan Pertanian (BBPP) Batangkaluku
Wulansari Apriani
Ekonomi Idolaku Bersemi Lewat Ekonomi Dinding Hadmawati
Analisis Pendapatan Usaha Tani dan Pemasaran Telur Itik Kelompok
Tani Parde’de Desa Gentungan Kecamatan Bajeng Barat
Kabupaten Gowa Rachmat Seno Adji
Penerapan Model Pembelajaran Recall Memory Dengan Penggunaan
Gaple Card Dalam Belajar Ekonomi Ermiwati
Pemanfaatan Teknik Arusbertambah untuk Meningkatkan Kemampuan
Guru dalam Proses Belajar Mengajar di Sekolah Muhammad Amir
i
ii
65 - 76
77 - 86
87 - 94
95 - 106
107 - 114
115 - 122
123 - 128
129 - 132
VOL. 10 NO. 2 ISSN : 2442-3939 MEI 2017
Implementasi Kualitas Pendidikan dan Berintegritas di Kabupaten Bulukumba Baharuddin Patangngai 65
PENDAHULUAN
Sudah merupakan pendapat umum bahwa
kemakmuran suatu bangsa berkaitan erat
dengan kualitas atau mutu pendidikan bangsa
yang bersangkutan. Bahkan lebih spesifik lagi,
bangsa-bangsa yang berhasil mencapai
kemakmuran dan kesejahteraan dewasa ini
adalah bangsa-bangsa yang melaksanakan
pembangunan berdasarkan strategi
pengembangan sumber daya insane. Artinya,
melaksanakan pembangunan nasional dengan
menekankan pada pembangunan pendidikan
guna pengembangan kualitas sumber daya
manusia. Pengembangan sumber daya
manusia, dari aspek pendidikan berarti
IMPLEMENTASI KUALITAS PENDIDIKAN DAN BERINTEGRITAS
DI KABUPATEN BULUKUMBA
Baharuddin Patangngai *)
Bidang Pembangunan Inovasi dan Teknologi, Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah
(Balitbangda) Kabupaten Bulukumba
Email: [email protected],id
Abstrak
Layanan pendidikan penduduk usia 7-12 tahun untuk tingkat Sekolah Dasar telah terlayani tuntas
sesuai APM yang dihasilkan sebesar 100%, tetapi pada jenjang itu memberikan informasi bahwa APK
sebesar 109,05% maka 9,05 % terlayani pendidikan pada jenjang itu bukan umur 7-12 tahun ini
memberi gambaran bahwa butuh akses sekolah pada tingkat umur itu. Selanjutnya jumlah penduduk
13 – 15 tahun mencapai 22.743 jiwa sedang jumlah siswa SMP/MTs/paket B pada umur itu sebanyak
18.224 jiwa sedang jumlah siswa seluruhnya pada jenjang itu sebanyak 21.990 jiwa, maka Angka
Partisipasi Murni (APM) adalah 80,13 %; maka dapat dijelaskan bahwa ada 19,87% belum terlayani
pendidikan pada usia sekolah 13-15 tahun, ini dimungkinkan karena salah satunya akibat putus
sekolah, karena tekanan sosial pada batas kemiskinan jika itu terjadi maka dapat dilakukan
pelaksanaan program Retrival atau memanggil kembali kesekolah dengan bantuan penuntasan hak
dasar masyarakat pada usia tersebut, tetapi jika umur telah melebihi usia jenjang itu maka diarahkan
pada jenjang kesetaraan. Angka Partisi Kasar (APK) 96,73%. Ini memberi gambaran bahwa tingkat
partisipasi bersekolah pada usia 13-15 tahun masih rendah dengan ini membutuhkan percepatan
penuntasan wajib belajar bagi tingkat umur tersebut. Kegagalan pembinaan dalam hal ini nantinya
tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu
diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah
ketidakmerataan tersebut.
Kata Kunci: Kualitas Pendidikan dan Integritas
Abstract *)
The education service of aged 7-12 years old for Elementary School level has been completely
fulfilled according to the APM that produced by 100%, and at that level gives APK 109.05%, 9.05% is
served by education at that level is not age 7-12 year gives an idea of the school's needs at that age.
Furthermore, the number of population 13 - 15 years reached 22,743 people while the number of
students of SMP / MTs / package B at that age as many as 18,224 people the number of students in the
level of 21,990 inhabitants, then Pure Participation Rate (APM) is 80.13%; so it can be explained
there are 19,87% not yet served by education at school age 13-15 year, this is possible because of
wrong due to dropping out of school, because social pressure at poverty limit if that happened then
can be done retrival program or return school with aid Basic society at that age, but if it is age old
level it is directed at the level of equality. Rough Partition Rate (APK) 96.73%. This illustrates the
enrollment rate at the age of 13-15 is still low and therefore requires an accelerated completion of
compulsory education for that age. Failure of coaching in this case will certainly hinder the
development of human resources as a whole. Therefore, appropriate education equality policy and
strategy is needed to overcome the problem of inequality.
Keywords: Quality of Education and Integrity
66 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017
mengembangkan pendidikan baik aspek
kuantitas maupun kualitas. Aspek kuantitas
menekankan pada perluasan sekolah sehingga
penduduk memilki akses untuk bisa
mendapatkan pelayanan pendidikan tanpa
memandang latar belakang kehidupan mereka.
Dari aspek kualitas, pengembangan sumber
daya manusia berarti pendidikan dalam hal ini
kualitas sekolah harus selalu ditingkatkan dari
waktu ke waktu. Kualitas sekolah memiliki
tekanan bahwa lulusan sekolah sebagai
lembaga pendidikan formal memiliki
kemampuan yang relevan dan diperlukan
dalam kehidupannya. Peningkatan mutu pendidikan melalui
standarisasi dan profesionalisasi yang sedang
dilakukan dewasa ini menuntut pemahaman
berbagai pihak terhadap perubahan yang
terjadi dalam berbagai komponen sistem
pendidikan. Perubahan kebijakan pendidikan
dari sentralisasi menjadi desentralisasi telah
menekankan bahwa pengambilan kebijakan
berpindah dari pemerintah pusat (top
government) ke pemerintahan daerah (district
government), yang berpusat di pemerintahan
kota dan Kabupaten. Dengan demikian,
kewenangan-kewenangan penyelenggaraan
pendidikan, khususnya pendidikan dasar
berada di pundak Pemerintah Kota dan
Kabupaten, sehingga implementasinya akan
diwarnai oleh political will pemerintah daerah,
yang dituangkan dalam Peraturan Daerah
(Perda). Dalam hal ini, tentu saja yang paling
menentukan adalah Bupati/Walikota, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan
Kepala Dinas Pendidikan beserta jajarannya.
Oleh karena itu, merekalah yang paling
bertanggungjawab terhadap peningkatan
mutu/kualitas pendidikan di daerahnya,
meskipun tidak selamanya demikian, karena
dalam pelaksanaannya tidak sedikit
penyimpangan dan salah penafsiran terhadap
kebijakan yang digulirkan, sehingga
menimbulkan berbagai kerancuan bahkan
penurunan kualitas.
Dalam konteks otonomi daerah dan
desentralisasi pendidikan, keberhasilan dan
kegagalan pendidikan di sekolah sangat
bergantung pada guru, kepala sekolah dan
pengawas, karena ketiga figur tersebut
merupakan kunci yang menetukan serta
menggerakan berbagai komponen dan dimensi
sekolah yang lain (Mulyasa, 2012). Dalam
posisi tersebut baik buruknya komponen
sekolah yang lain sangat ditentukan oleh
kualitas guru, kepala sekolah, dan pengawas,
tanpa mengurangi arti penting tenaga
pendidikan yang lain. Implementasi
desentralisasi pendidikan menuntut kepala
sekolah dan pengawas untuk mengembangkan
sekolah yang efektif dan produktif, dengan
penuh kemandirian dan akuntabilitas, sesuai
tiga pilar pendidikan nasional yaitu : 1).
Perluasan dan pemerataan akses pendidikan;
2). Peningkatan mutu, relevansi, dan daya
saing pendidikan; 3) Penguatan tata kelelola,
akuntabilitas, dan pencitraan publik
pendidikan.
Pendidikan bangsa Indonesia sekarang
ini sangat memprihatinkan banyak kasus-kasus
yang terjadi di setiap penjuru negeri termasuk
di Kabupaten Bulukumba. Masalah pendidikan
yang ada semakin hari semakin rumit,
bertambah banyak dan komplek. Salah satu
permasalahan pendidikan yang dihadapi adalah
rendahnya mutu pendidikan pada setiap
jenjang dan satuan pendidikan, meskipun
mungkin telah banyak upaya dilakukan untuk
meningkatkan mutu pendidikan nasional,
misalnya kurikulum nasional dan lokal,
peningkatan kompetensi guru melalui
pengadaan buku dan alat pelajaran, pengadaan
dan perbaikan sarana dan prasarana dan
peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun
demikian, berbagai indikator mutu pendidikan
belum menunjukkan peningkatan yang berarti.
Sebagian sekolah, terutama di kota
menunjukkan peningkatan mutu pendidikan
yang cukup menggembirakan, tetapi sebagian
lainnya masih memprihatinkan. Kasus di
Kabupaten Bulukumba Ujian Nasional
Berbasis Komputer (UNBK) tahun 2017,
hanya tiga SMP dan sederajat yang dapat
menjalankan Ujian Nasional Berbasis
Komputer (UNBK) tahun pelajaran 2016/2017
dari 113 sekolah yaitu SMPN 2 Bulukumba,
SMPN 4 Bulukumba, dan MTsN 2 Tanete
yang lainnya masih menggunakan ujian
berbasis kertas (Radar Selatan; rabu, 03-mei-
2017).
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah
diuraikan dapat diperoleh rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apa hakekat dari mutu pendidikan?
2. Faktor-faktor apa yang menjadi penyebab
rendahnya mutu pendidikan di sekolah?
3. Bagaimanakah Model dan strategi
peningkatan mutu pendidikan di sekolah?
4. Apa yang menjadi Tantangan upaya
Peningkatan Mutu pendidikan di sekolah?
Implementasi Kualitas Pendidikan dan Berintegritas di Kabupaten Bulukumba Baharuddin Patangngai 67
PEMBAHASAN
Hakekat Mutu Pendidikan
Secara umum, mutu dapat diartikan
sebagai gambaran dan karakteristik
menyeluruh dari barang dan jasa yang
menunjukkan kemamapuannya dalam
memuaskan kebutuhan yang diharapakan atau
yang tersirat. Dalam konteks pendidikan,
pengertian mutu mencakup input, proses, dan
output pendidikan (Depdiknas, 2001).
Input pendidikan adalah segala sesuatu
yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk
berlangsungnya proses. Sesuatu yang
dimaksud berupa sumber daya dan perangkat
lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu
bagi berlangsungnya proses. Input sumber
daya meliputi sumber daya manusia (kepala
sekolah, guru termasuk guru BP, karyawan dan
siswa) dan sumber daya selebihnya (peralatan,
perlengkapan, uang, bahan dan sebagainya).
Input perangkat lunak meliputi struktur
organisasi sekolah, peraturan perundang-
undangan, deskripsi tugas, rencana dan
program. Input harapan-harapan berupa visi,
misi, tujuan dan sasaran-sasaran yang ingin
dicapai oleh sekolah. Kesiapan input sangat
diperlukan agar proses dapat berlangsung
dengan baik. Oleh karean itu rendahnya mutu
input dapat diukur dari tingkat kesiapan input.
Makin tinggi tingkat kesiapan input, makin
tinggi pula mutu input tersebut.
Proses pendidikan merupakan
berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain.
Sesuatu yang berpengaruh terhadap
berlangsungnya proses tersebut disebut input,
sedang sesuatu hasil dari proses disebut output.
Dalam pendidikan berskala mikro (sekolah),
proses yang dimaksud adalah proses
pengambilan keputusan, proses pengelolaan
kelembagaan, proses pengelolaan program,
proses belajar mengajar, dan proses monitoring
dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses
belajar mengajar memilki tingkat kepentingan
tertinggi dibandingkan dengan proses-proses
lainnya.
Proses dikatakan bermutu tinggi apabila
pengkoordinasian dan penyerasian serta
pemaduan input sekolah (guru, siswa,
kurikulum, uang, peralatan, dan sebagainya)
dilakukan secara harmonis, sehingga mampu
menciptakan situasi pembelajaran yang
menyenangkan (enjoyable learning), mampu
mendorong motivasi dan minat belajar dan
benar-benar mampu memberdayakan peserta
didik. Kata memberdayakan mengandung arti
bahawa peserta didik tidak sekedar menguasai
pengetahuan yang diajarkan oleh gurunya,
tetapi pengetahuan tesebut juga telah menjadi
muatan nurani peserta didik, dihayati,
diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dan
yang lebih penting lagi peserta didik tersebut
mampu belajar cara belajar (mampu
mengembangkan potensi dirinya). Atau
paradigma sekolah diubah tidak hanya tempat
dimana guru mengajar dan tempat siswa
belajar melainkan Learning Schooling “tempat
belajar bersama”
Output pendidikan adalah merupakan
kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah
prestasi sekolah yang dihasilkan dari
proses/perilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat
diukur dari kualitasnya, efektivitasnya,
produktivitasnya, efesiensinya, inovasinya,
kualitas kehidupan kerjanya dan moral
kerjanya. Khusus yang berkaitan dengan mutu
output sekolah, dapat dijelaskan bahwa output
sekolah dikatakan berkualitas atau bermutu
tinggi jika prestasi sekolah, khususnya prestasi
siswa, menunjukkan pencapaian yang tinggi
dalam: (1) prestasi akademik, berupa nilai
ulangan umum, nilai ujian akhir, karya ilmiah,
lomba-lomba akademik; dan (2) prestasi non-
akademik, seperti misalnya IMTAQ, kejujuran,
kesopanan, olahraga, kesenian, keterampilan
dan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler lainnya.
Mutu sekolah dipengaruhi oleh banyak tahapan
kegiatan yang saling berhubungan (proses)
seperti misalnya perencanaaan, pelaksanan,
dan pengawasan.
Hasil pendidik dipandang bermutu jika
mampu melahirkan keunggulan akademik dan
ekstrakurikuler pada peserta didik yang
dinyatakan lulus dari suatu jenjang pendidikan
tertentu. Keunggulan akademik dinyatakan
dengan nilai yang dicapai peserta didik.
Keunggulan ekstrakurikuler dinyatakan dengan
aneka jenis keterampilan yang diperolah siswa
selama mengikuti program ekstrakurikuler.
Faktor Penyebab Rendahnya Mutu
Pendidikan di sekolah
Penyebab rendahnya mutu pendidikan
di Bulukumba pada hakekatnya adalah
akumulasi dari penyebab rendahnya mutu
pendidikan di sekolah yang mengabaikan alat
ukur mutu AKREDITASI yang isinya
mengukur 8 standar pendidikan dan Evaluasi
Diri Sekolah yang mengukur kebutuhan
perioritas kebutuhan sekolah. Berikut ini
dipaparkan secara khusus beberapa masalah
yang menyebabkan rendahnya kualitas
pendidikan di Kabupaten Bulukumba.
68 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017
Rendahnya kualitas sarana fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak
sekali sekolah kita yang gedungnya rusak,
kepemilikan dan penggunaan media belajar
rendah, buku perpustakaan tidak lengkap.
Sementara laboratorium tidak standar,
pemakaian teknologi informasi tidak memadai
dan sebagainya. Rendahnya kualitas sarana
fisik tentu mengakibatkan tidak efektifnya
proses belajar mengajar, kondisi sarana dan
prasarana pendidikan dasar hingga saat ini
masih banyak menuai persoalan. Persolan
ruang kelas yang rusak di lapangan
menimbulkan penderitaan bagi siswa dan guru.
Meskipun pengajuan rehabilitasi kelas rusak
sudah lama diajukan dengan alasan anggaran
daerah dan pusat terbatas.
Rendahnya kualitas guru
Keadaan guru di Bulukumba juga
memprihatinkan disebabkan relevasi
pendidikan . Kebanyakan guru belum memiliki
profesionalisme yang memadai untuk
menjalankan tugasnya sebagaimana disebut
dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu
merencanakan pembelajaran, melaksanakan
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan pembimbingan, melakukan
pelatihan, melakukan penelitian dan
melakukan pengabdian masyarakat.
Walaupun guru dan pengajar bukan
satu-satunya faktor penentu keberhasilan
pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik
sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai
cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan
andil sangat besar pada kualitas pendidikan
yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas
guru di Bulukumba secara keseluruhan
dikatakan rendah hasil Uji Kompetensi Guru
(UKG) yang dilaksanakan secara daring
(online), dengan nilai standar yang ditetapkan
Kemdikbud minimal 70, tetapi hasil UKG di
Bulukumba hanya memproleh skor 40, padahal
guru yang mengikuti UKG adalah guru yang
telah tersertifikasi. UKG dilaksanakan sebagai
pemetaan penguasaan kompetensi guru (
kompetensi pedagogik dan professional) dan
pertimbangan pelaksanaan program pembinaan
dan pengembangan profesi guru dalam bentuk
kegiatan pengembangan keprofesian
berkelanjutan (Asnawin Bloghospot
Bulukumba); Dan diantaranya masih ada yang
mengajar bukan pada bidangnya.
Pada tahun 2015 jumlah guru yang
memenuhi tingkat pendidikan atau ijazah yang
dimiliki dan kompetensi mengajar
dibandingkan dengan jumlah guru yang ada di
Kabupaten Bulukumba yang berijazah S-1/D-
4 sebanyak 5.374 orang dari jumlah guru
6.214 orang. Berdasarkan angka tersebut yang
memenuhi kualifikasi sebesar 86,48%
(Laporan LPPD Kab. Bulukumba 2016); maka
ada 13,52% guru membutuhkan peningkatan
kualifikasi untuk layak mengajar.
Kurangnya pemerataan kesempatan
pendidikan
Kesempatan memperoleh pendidikan
masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar.
Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daeraah
tahun 2016. Mencatat bahwa urusan wajib
Pendidikan bahwa paradigm pembangunan
pendidikan didasarakan pada penyelenggaraan
yang terjangkau dan bermutu dalam rangka
mencerdasakan kehidupan bangsa
sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai lasalah
satu tujuan bernegara. Berdasarkan prinsip
dasar tersebut tujuan pembangunan pendidikan
di Kabupaten Bulukumba menitikberatkan
pada peningkatan kesempatan belajar pada
semua jalur, jenis dan jejang pendidikan secara
adil, demokratis dan tidak deskriminitif serta
menuntaskan program wajib belajar 9
(Sembilan) tahun secara optimal, sekaligus
memprogramkan wajib belajar 12 tahun.
Melalui pendidikan juga diharaapkan
meningkatnya daya saing masyarakat dengan
upaya menghasilkan lulusan yang mandiri,
bermutu, terampil, ahli dan professional,
sehingga memiliki kecakapan hidup yang
dapat membantu dirinya dalam menghadapi
berbagai tantangan dan perubahan baik secara
regional maupun secara global.
Capaian kinerja penyelenggaraan urusan
dasar pendidikan di Kabupaten Bulukumba
tahun 2016 adalah sebagai berikut :
a. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Pengembangan Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD) untuk mempersiapkan
anak untuk memasuki bangku sekolah.
Berdasarkan jumlah penduduk anak usia 4-
6 tahun di Kabupaten Bulukumba sesuai
Statistik Bulukumba dalam angka tahun
2016 sebanyak 22.892 jiwa dengan rincian
Sparugue ( umur 4 tahun : 7.597 jiwa;
umur 5 tahun : 7.629 jiwa; umur 6 tahun :
7.666 jiwa), dan anak yang mendapat
layanan pendidikan pada usia pra sekolah
sebanyak 10.793 jiwa dengan capaian
47,15% artinya 52,85 % penduduk usia dini
belum terlayani secara optimal dan ada
boleh jadi sesuai APK Sekolah Dasar
109.05 %, telah terlayani umur < 7 tahun
Implementasi Kualitas Pendidikan dan Berintegritas di Kabupaten Bulukumba Baharuddin Patangngai 69
sebesar 9,05 % usia PAUD di jenjang
Sekolah Dasar.
b. Angka Partisipasi Murni (APM)
Angka Partisipasi Murni (APM)
menggambarkan tingkat partisipasi
penduduk usia sekolah kelompok usia 7-18
tahun di Kabupaten Bulukumba dengan
formulasi perbandingan antara jumlah
penduduk usia sekolah yang bersekolah
dengan jumlah penduduk usia sekolah pada
semua jenjang pendidikan pada waktu
tertentu. Pada tahun 2016, jumlah penduduk
Kabupaten Bulukumba yang berusia 7-12
tahun sebanyak 46.279 jiwa, sedangkan
siswa yang bersekolah pada usia tersebut
atau jenjang SD/MI/Paket A sebanyak
46.279 jiwa jumlah siswa seluruhnya pada
jenjang itu sebanyak 50.466 jiwa. Dengan
demikian pencapaian APM sebesar 100%
dan APK sebesar 109.05% artinya bahwa
layanan pendidikan penduduk usia 7-12
tahun untuk tingkat Sekolah Dasar telah
terlayani tuntas sesuai APM yang
dihasilkan sebesar 100%, tetapi pada
jenjang itu memberikan informasi bahwa
APK sebesar 109,05% maka 9,05 %
terlayani pendidikan pada jenjang itu
bukan umur 7-12 tahun ini memberi
gambaran bahwa butuh akses sekolah pada
tingkat umur itu. Selanjutnya jumlah
penduduk 13 – 15 tahun mencapai 22.743
jiwa sedang jumlah siswa SMP/MTs/paket
B pada umur itu sebanyak 18.224 jiwa
sedang jumlah siswa seluruhnya pada
jenjang itu sebanyak 21.990 jiwa, maka
Angka Partisipasi Murni (APM) adalah
80,13 %; maka dapat dijelaskan bahwa ada
19,87% belum terlayani pendidikan pada
usia sekolah 13-15 tahun, ini dimungkinkan
karena salah satunya akibat putus sekolah,
karena tekanan sosial pada batas
kemiskinan jika itu terjadi maka dapat
dilakukan pelaksanaan program Retrival
atau memanggil kembali kesekolah dengan
bantuan penuntasan hak dasar masyarakat
pada usia tersebut, tetapi jika umur telah
melebihi usia jenjang itu maka diarahkan
pada jenjang kesetaraan. Angka Partisi
Kasar (APK) 96,73%. Ini memberi
gambaran bahwa tingkat partisipasi
bersekolah pada usia 13-15 tahun masih
rendah dengan ini membutuhkan
percepatan penuntasan wajib belajar bagi
tingkat umur tersebut. Kegagalan
pembinaan dalam hal ini nantinya tentu
akan menghambat pengembangan sumber
daya manusia secara keseluruhan. Oleh
karena itu diperlukan kebijakan dan strategi
pemerataan pendidikan yang tepat untuk
mengatasi masalah ketidakmerataan
tersebut.
c. Angka Putus Sekolah (APS)
Angka Putus Sekolah Kabupaten
Bulukumba untuk jenjang SD/MI 0,03%
yang merupakan hasil perbandingan antara
jumlah siswa yang putus sekolah pada
jenjang SD/MI yang mencapai 14 orang
dengan jumlah siswa yang bersekolah pada
jenjang SD/MI sebanyak 50.466 orang.
Dan untuk jenjang SMP/MTs sejumlah
siswa sebanyak 9 orang putus sekolah dari
jumlah siswa seluruhnya 21.990 orang,
maka APS SMP/MTs sebesar 0,05%
Model dan Strategi Peningkatan Mutu
Pendidikan di Sekolah
Teori dan model peningkatan mutu
pendidikan
Teori merupakan serangkaian konsep,
variabel dan proposisi yang memiliki
keterkaitan kausalitas sehingga merupakan satu
kesatuan yang utuh yang dapat menjelaskan
suatu fenomena. Model merupakan
terminologi yang seringkali dipergunakan
untuk menunjuk teori.
a. Teori Total Quality Management (TQM)
Teori ini menjelaskan bahwa mutu
sekolah mencakup dan menekankan pada
tiga kemampuan, yaitu kemampuan
akademik, kemampuan sosial, dan
kemampuan moral. Menurut teori ini, mutu
sekolah ditentukan oleh tiga variabel, yakni
kultur sekolah, proses belajar mengajar dan
realitas sekolah. Kultur sekolah merupakan
nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, upacara-
upacara, slogan-slogan, dan berbagai
perilaku yang telah lama terbentuk di
sekolah dan diteruskan dari satu angkatan
ke angkatan berikutnya baik secara sadar
maupun tidak. Kultur ini diyajini
mempengaruhi perilaku komponen sekolah,
yaitu guru, kepala sekolah, staf
administrasi, siswa, dan juga orang tua
siswa. Kultur yang kondusif bagi
peningkatan mutu akan mendorong perilaku
warga sekolah kea rah peningkatan mutu
sekolah, sebaliknya kultur sekolah yang
tidak kondusif akan menghambat upaya
menuju peningkatan mutu sekolah.
Kultur sekolah dipengaruhi dua
variabel, yakni variabel pengaruh eksternal
dan realitas sekolah itu sendiri. Pengaruh
70 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017
eksternal dapat berupa kebijakan
pendidikan yang dikeluarkan pemerintah,
perkembangan media massa dan lain
sebagainya. Realitas adalah keadaan dan
kondisi faktual yang ada di sekolah, baik
kondisi fisik seperti gedung dan
fasilitasnya, maupun non fisik seperti;
hubungan antar guru yang tidak harmonis
dan peraturan sekolah yang kelewat kaku.
Realitas sekolah mempengaruhi mutu
sekolah. Sekolah yang memilki peraturan
yang diterima dan dilaksanakan oleh warga
sekolah akan memiliki dampak atas mutu
yang berbeda dengan sekolah yang memliki
peraturan tetapi tidak diterima warga
sekolah.
Kualitas kurikulum dan proses
belajar mengajar merupakan variabel ketiga
yang mempengaruhi mutu sekolah.
Variabel ini merupakan variabel yang
paling dekat dan paling menentukan mutu
lulusan. Kualitas kurikulum dan PBM
memilki hubungan timbal balik dengan
realitas sekolah. Di samping itu juga
dipengaruhi oleh faktor internal sekolah.
Faktor internal adalah aspek kelembagaan
dari sekolah seperti struktur organisasi,
bagaimana pemilihan kepala sekolah,
pengangkatan guru. Faktor internal ini akan
mempengaruhi pandangan dan pengalaman
sekolah. Selain itu, pandangan dan
pengalaman sekolah juga akan di pengaruhi
oleh faktor eksternal.
b. Teori Organizing Business for Excelency
Teori ini dikembangkan oleh Andrew
Tani (2004), yang menekankan pada
keberadaan sistem organisasi yang mampu
merumuskan dengan jelas visi, misi dan
strategi untuk mencapai tujuan yang
optimal. Teori ini menjelaskan bahwa
peningkatan mutu sekolah berawal dari dan
dimulai dari dirumuskannya visi sekolah.
Dalam rumusan visi ini terkandung mutu
sekolah yang diharapakan di masa
mendatang. Visi sebagai gambaran masa
depan dapat dijabarkan dalam wujud yang
lebih konkrit dalam bentik misi. Yakni
suatu statatement yang menyatakan apa
yang akan dilakukan untuk dapat
mewujudkan gamabaran masa depan
menjadi realitas. Konsep misi mengandung
dua aspek, yaitu aspek abstrak dan konrit.
Misi mengandung aspek abstrak dalam
bentuk perlunya kepemimpinan.
Kepemimpinan adalah sesuatu yang tidak
tampak. Kepemimpinan yang hidup di
sekolah akan melahirkan kultur sekolah.
Bagaimana bentuk dan sifat kultur sekolah
sangat dipengaruhi oleh kepemimpinan di
sekolah. Jadi kepemimpinan dan kultur
sekolah merupakan sisi abstrak dari konsep
misi. Gambar dari teori ekselensi dpat
dilihat di bawah ini.
Mutu sekolah merupakan hasil dari
pengaruh langsung proses belajar mengajar.
Seberapa tinggi kualitas proses belajar akan
menunjukkan seberapa tinggi kualitas
sekolah. Kualitas sekolah berawal dari
adanya visi sekolah, yang kemudian
dijabarkan dalam misi sekolah.
Sebagaimana dijelaskan dalam teori
ekselansi organisasi, maka misi
mengandung dua aspek, yaitu aspek abstrak
dan konkrit. Misi mengandung nilai-nilai
seperti menjunjung tinggi kejujuran, kerja
keras, kebersamaan. Pada tahap berikutnya
nilai-nilai itu akan berpengaruh pada
terhadap kultur sekolah. Karena memiliki
nilai-nilai kejujuran maka interkasi antar
warga sekolah didasari pada saling percaya
mempercayai, sehingga suasana sekolah
enak, harmonis dan nyaman. Karena
memiliki nilai kerja keras, maka kultur
sekolah menunjukkan adanya kebiasaan
untuk tidak menunda-nunda pekerjan.
Disisi lain juga, misi juga mengandung
aspek konkrit, yakni berupa strategi dan
program, yang menuntut keberadaan
infrastruktur. Berbeda dengan teori
ekselensi organisasi, pada teori ini baik
aspek abstrak maupun konkrit dari misi
berpengruh langsing terhadap
kepemimpinan. Dalam kaitan ini
kepemimpinan memiliki dua aspek, yaitu
kepemimpinan dengan kemampuan untuk
menggerakkan, menanamkan dan
mempengaruhi aspek abstrak, dan juga
aspek manajerial yang merupakan
kemampuan konrit dalam mengorganisir,
mengeksekusi, memonitor dan mengontrol.
Dua variabel kepemimpinan dan manajerial
inilah yang akan menentukan kualitas
PBM bersama-sama dengan keberadaan
kultur sekolah dan infrastruktur yang
dimilki sekolah. Jadi, pada “Model Empat”
ini kualitas proses belajar mengajar
ditentukan oleh kultur sekolah,
kepemimpinan, manajerial dan infrastruktur
yang ada.
c. Peningkatan Mutu Pendidikan melalui
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
MBS di pandang sebgai alternatif
dari pola umum pengoperasian sekolah
yang selama ini memusatkan wewenang di
Implementasi Kualitas Pendidikan dan Berintegritas di Kabupaten Bulukumba Baharuddin Patangngai 71
kantor pusat dan daerah. MBS adalah
strategi untuk meningkatkan pendidikan
dengna mendelegasikan kewenangan
pengambilan keputusan dari pusat dan
daerah ke tingkat sekolah. Dengan
demikian, MBS pada dasarnya merupakan
system manajemen dimana sekolah
merupakan unit pengambilan keputusan
penting tentang penyelenggaraan
pendidikan secara mandiri. MBS
memberikan kesempatan pengendalian
lebih besar kepada kepala sekolah, guru,
murid dan orang tua atas proses pendidikan
di sekolah mereka.
Dalam pendekatan ini, tanggung
jawab pegambilan keputusan tertentu
mengenai anggaran, kepegawaian dan
kurikulum ditempatkan ditingkat sekolah
dan bukan di tingkat daerah apalagi pusat.
Melaui keterlibatan guru, orang tua dan
anggota masyarakat lainnya dalam
keputusan-keputusan penting, MBS
dipandang dapat menciptakan lingkungan
belajar yang efektif bagi para murid.
Dengan demikian, pada dasrnya MBS
adalah upaya memandirikan sekolah
dengan memberdayakannya. Para
pendukung MBS berpendapat bahwa
prestasi belajar murid lebih mungkin
meningkat jika manajemen pendidikan
dipusatkan di sekolah ketimbang di tingkaat
daerah. Para kepala sekolah cenderung
lebih peka dan sangat mengetahui
kebutuhan murid dan sekolahnya
ketimbang para birokrat di tingkat pusat
dan daeraah. Lebih lanjut dinyatakan bahwa
reformasi pendidikan yang bagus sekalipun
tidak akan berhasil jika para guru yang
harus menerapkannya tidak berperan serta
dalam merencanakannya.
Berdasarkan MBS maka tugas-tugas
manajemen sekolah ditetapkan menurut
karakteristik dan kebutuhan sekolah itu
sendiri. Oleh karena itu, sekolah
mempunyai otonomi dan tanggung jawab
yang lebih besar atas penggunaan sumber
daya sekolahguna memecahkan masalah
sekolah dan menyelenggarakan aktivitas
pendidikan yang efektif demi pekembangan
jangka panjang sekolah. Model MBS yang
diterapkan di Indonesia adalah Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasai Sekolah
(MPMBS). Konsep dasar MPMBS adalah
adanya otonomi dan pengambilan
keputusan partispatif. Artinya MPMBS
memberikan otonomi yang lebih luas
kepada masing-masing sekolah secara
individual dalam menjalankan program
seklahnya dan dalam menyelesaikan
permasalahan yang terjadi.
Sebagai suatu sistem, MPMBS
memiliki komponen-komponen yang saling
terkait secara sistematis satu sama lain,
yaitu contxt, input, process, output, dan
outcome (Depdiknas,2003: 52). Muara dari
semua kegiatan sekolah adalah mutu hasil
belajar siswa. Kemajuan suatu sekolah akan
dilihat dari sejauh mana kualitas hasil
belajar siswanya. Oleh karena itu, indikator
keberhasilan pelaksanaan MPMBS di
sekolah adalah kualitas kinerja siswa atau
kualitas hasil belajar siswa. Hasil belajar
siswa dapat bersifat akademik maupun non-
akademik. Dalam hal ini, sekolah harus
dapat menunjukkan sejauh mana kinerja
siswa ini meningkat (secara kuntitatif dan
kualitatif) setelah program MPBMS
dilakukan. Dalam mengukur keberhasilan
kinerja siswa ini, sekolah hendaknya
memiliki indikator-indikator yang jelas,
diketahui oleh semua pihak, dan dapat
diukur dengan mudah. Selain terdapat
keluaran (output), sekolah juga harus
memiliki kriteria keberhasilan yang jelas
terhadap dampak (outcome) program-
program sekolah terhadap sekolah sendiri,
lulusannya, dan masyarakat.
Setelah berlangsung sejak 1999,
kiranya efektivitas implementasi MPMBS
di sekolah rintisan sudah layak untuk di
evaluasi. Evaluasi efektivitas MPMBS
perlu dilakukan terhadap komponen-
komponen context, input, proses, output,
dan outcome. Evaluasi ini akan menunjukan
tingkat efektivitas dari masing-masing
komponen serta aspek-aspek dari
komponen itu. Berkaitan dengan inilah,
penelitian evaluatif efektivitas MPMBS di
sekolah perlu dilakukan.
Tabel 1. Komponen MPMBS
Komponen
MPMBS. Indikator
Komponen
Kontect
1. Kebijakan dalam bidang
pendidikan
2. Kondisi geografis dan sosial
ekonomi masyarakat
3. Tantangan masa depan bagi
lulusan
4. Aspirasi pendidikan
masyarakat sekitar sekolah
5. Daya dukung masyarakat
terhadap program
pendidikan
Komponen 1. Kebijakan, tujuan, dan
72 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017
Input sasaran mutu.
2. Sumber daya manusia
3. Sumber daya lain(dana,
peralatan, perlengkapan,
bahan)
4. Harapan prestasi tinggi
5. Fokus pada pelanggan
6. Manajemen yang terdiri dari
tugas, rencana, program,
regenerasi.
Komponen
Process
1. Proses belajar mengajar
yang efektif
2. Kepemimpinan sekolah
yang kuat
3. Penciptaan lingkungan
sekolah yang aman dan
tertib
4. Pengelolaan tenaga
pendidikan yang efektif
5. Budaya mutu
6. Kerjasama tim
7. Partisipasi warga sekolah
dan masyarakat
8. Keterbukaan
9. Kemauan untuk berubah
(inovasi)
10. Evaluasi dan perbaikan
11. Responsiv terhadap
kebutuhan
12. Komunikasi yang baik
13. Akuntabilitas
14. Sustainabilitas
Komponen
Produc:
Output
Outcome
1) Hasil belajar yang bersifat
akademik
2) Imam dan taqwa
3) Masalah dan hambatan yang
dihadapi siswa
4) Siswa yang diterima di PT
5) Popularitas Sekolah
6) Gaji/pengasilan Guru
7) Masa tunggu mencarai
pekerjaan
8) Kesesuaian dengan pasar
kerja
Tujuan MBS
Tujuan penerapan MBS adalah untuk
memandirikan atau memberdayakan sekolah
melalui kewenangan/otonomi kepada sekolah
dan mendorong sekolah untuk melakukan
pengambilan keputusan secara partisipatif.
Lebih rincinya MBS bertujuan untuk:
a) Meningkatkan mutu pendidikan melalui
kemandirian dan inisiatif sekolah dalam
mengelola dan memberdayakan sumber
daya yan tersedia.
b) Meningkatkan kepedulian warga sekolah
dan masyarakat dalam penyelenggraan
pendidikan melalui pengambilan
keputusan bersama.
c) Meningkatkan tanggung jawab kepala
sekolah kepada orang tua, masyarakat dan
pemerintah tentang mutu sekolahnya.
d) Meningkatkan kompetensi yang sehat
antar sekolah tentang mutu pendidikan
yang akan dicapai.
Prinsip dan implementasi MBS
a) Fokus pada mutu
b) Bottom up planning dan decision making
c) Mnajemen yang transparan
d) Pemberdayaan masyarakat
e) Peningkatan mutu yang berkelanjutan
Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan di
Sekolah
Strategi merupakan penentuan suatu
tujuan jangka panjang dari suatu lembaga dan
aktivitas yang harus dilakukan guna
mewujudkan tujuan tersebut, disertai alokasi
sumber yang ada sehingga tujuan dapat
diwujudkan secara efektif dan efesien.
Penentuan tujuan dan aktivitas yang dilakukan
bermula dari kondisi saat ini yang ada dan
kondisi yang akan dicapai masa depan sebagai
tujuan. Terdapat tiga perencanaan strategis
yang berkaitan dengan peningkatan mutu
sekolah, yaitu strategi yang menekankan pada
hasil (the output oriented strategy), strategi
yang menekankan pada proses (the process
oriented strategy), dan strategi komprehensif
(the comprehensive strategy).
Strategi yang menekankan pada hasil
bersifat top down, di mana hasil yang akan
dicapai baik kuantitas maupun kualitas telah
ditentukan dari atas, bias dari pemeritah pusat,
pemerintah daerah propinsi, ataupun
pemerintah daerah kabupaten/kota. Kasus di
Indonesia saat ini, hasil yang herus dicapai
telah dirumuskan dalam Standar Kopetensi
Lulusan dan Standar Kompetensi Dasar. untuk
mencapai standar yang telah ditetapkan
pemerintah juga akan menetapkan berbagai
standar yang lain , seperti standar proses,
standar pengelolaan, standar fasilitas, dan
standar tenaga pendidik.
Strategi yang menekankan pada hasil ini
akan sangat efektif karena sasarannya jelas dan
umum, sehingga apabila diikuti dengan
pedoman, pengendalian dan pengorganisasian
yang baik serta kebijakan yang memberikan
dorongan sekaligus ancaman bagi yang
menyimpang, strategi ini akan akan sangat
efesien. Namun, dibalik kebaikan tersebut
Implementasi Kualitas Pendidikan dan Berintegritas di Kabupaten Bulukumba Baharuddin Patangngai 73
strategi ini juaga mengandung sisi kelemahan
yakni akan terjadi kesenjangan yang semakin
besar antara sekolah yang maju dan sekolah
yang terbelakang. Sekolah yang sudah siap
untuk mencapai hasil yang ditentukan akan
dengan mudah mencapainya, sebaliknya
sekolah yang tidak siap sulit untuk mencapai
hasil yang ditentukan dan akan muncul upaya-
upaya yang tidak sehat atau muncul keputus-
asaan.
Untuk Strategi yang menekankan pada
prosesi muncul, tumbuh berkembang dan
digerakkan mulai dari bawah, yakni sekolah
sendiri. Pelaksanaan strategi ini sangat
ditentukan oleh inisiatif dan kemampuan dari
sekolah. Karena sekolah memilki peran yang
sangat menentukan dan sekaligus pengambil
inisiatif, maka akan muncul semangat dan
kekuatan dari sekolah sesuai kondisi dari
masing-masing sekolah. Gerakan untuk
memperkuat diri dengan bekerjasama diantara
sekolah akan lahir yang akan diikuti dengan
munculnya berbagai inovasi dan kreasi dari
bawah. Namun, strategi ini memiliki
kelemahan yaitu arah dan kualitas sekolah
tidak seragam, sehingga sulit untuk melihat
dan meningkatkan kualitas secara nasional.
Layaknya, kalau ada dua pendapat yang
bertolak belakang akan muncul pendapat ke
tiga yang merupakan perpaduan diantaranya.
Demikian pula dalam kaitan dengan strategi,
muncul strategi peningkatan mutu sekolah
yang ketiga yang merupakan kombinasi dari
dua strategi yang sudah ada. Strategi ini disebit
strategi yang komprehensif (the comprehensive
strategy).
Strategi ini menggariskan bahwa hasil
yang akan dicapai sekolah ditentukan secara
nasional, yang diwujudkan dalam dalam
standar nasional. Untuk mencapainya maka
berbagai standar yang berkaitan dengan hasil
juga ditentukan sebagai jaminan hasil akan
dicapai. Maka lahir lah pula standar proses,
standar pengelolaansekolah, standar guru,
kepala sekolah dan pengawas, standar
keuangan, standar isi kurikulum, serta standar
sarana prasarana. Di balik standar yang telah
ditentukan dari atas tersebut, sekolah memiliki
kekuasaan dan otoritas yang besar untuk
mengelola sekolah dalam rangka mencapai
standar hasil di atas. Berdasarkan strategi ini
diperkiarakan akan muncul berbagai inovasi
kegiatan dari sekolah. Bahkan, tidak mustahi
akan muncul kenekaragaman dalam
pengelolaan sekolah. Dengan demikian kondisi
dan kebutuhan lokal terakomodasi dengan
strategi komprehensif. Tujuannya bersifat
nasional tetapi cara mencapainya sesuai
dengan kondisi lokal.
Setiap strategi mengandung kegiatan
yang harus dilaksanakan untuk mewujudkan
tujuan yang telah ditentukan. Kegiatan ini pada
intinya adalah menggerakkan semua
komponen sekolah yang bermuara pada
peningkatan kualitas lulusan. Strategi untuk
meningkatkan mutu mencakup membangun
kapasitas level birokrat, sekolah dan kelas.
Membangun kapasitas level birokrat
Membangun kapasitas (capacity
building) adalah sesuatu yang berkaitan
dengan penciptaan kesempatan bagi siapa saja
untuk mengambil manfaat dari bekerjasama
dalam suatu sistem kerja yang baru (Harris &
Lambert, 2003). Konsep ini menekankan pada
kerja sama sebagai prinsip dalam organisasi
untuk mencapai tujuan bersama yang telah
ditetapkan. Capacity building yang diperlukan
mencakup tiga hal:
a) Pengembangn nilai-nilai atau budaya kerja
yang menjadi jiwa pelaksanaan kegiatan
b) Infrastruktur yang menjadi landasan untuk
melaksanakan kerja
c) Pengembangn tenaga pendidik, khususnya
guru, sebagai inti pelaksana kegiatan yang
harus dilaksanakan.
Membangun kapasitas level birokrat
berarti mengembangkan suasana kerja di
kalangan staf dan pegawai kantor pendidikan
di segala jenjang, yang menenkankan pada
penciptaan kondisi kerja yang didasarkan pada
saling percaya mempercayai untuk dapat
melayani sekolah sebaik mungkin, agar
sekolah dapat mengelola proses belajar
mengajar (PBM) dan meningkatkan mutunya
masing-masing sesuai dengan kondisi dan
situasi yang ada. Variable yang diperluakan
dalam pengembangan kapasitas birokrat
kantoran antara lain visi, skills, incentive,
sumber daya, dan program.
Di bidang infrastruktur, pembangunan
kapasitas pada level birokrat kantoran,
keberadaan operation room mutlak diperlukan.
Pada operation room paling tidak memiliki
peta sekolah dan kualitasnya, peta guru,
jumlah, penyebaran, kesesuaian, dan
kualifikasi pendidikannya dan data yang
senantiasa dimutakhirkan dari tahun ke tahun.
Disamping itu diperlukan juga suatu system,
mekanisme dan dan prosedur pelatihan,
pemilihan , pengangkatan dan pemberhentian
kepala sekolah dan pengawas. Berdasarkan
data dan fakta yang ada pada operation room
74 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017
bias dikembangkan berbagai scenario
peningkatan mutu sekolah, mutu kepala
sekolah, mutu guru, di suatu daerah atau
wilayah. Di samping itu, dalam pembangunan
kapasitas sekolah pada level birokrat kantoran
perlu dikaji dan ditentukan skenario
bagaimana pemberdayaan guru,
pengembangan dan peningkatan kemampuan
guru secara berkesinambungan dilaksanakan.
Dalam peningkatan mutu guru harus
ditekankan pada pemberdayaan dan
pendinamisian KKG, MGMP, dan MKKS.
Dinamisasi ini ditujukan bentuk dua hal, yaitu:
a) meningkatkan interaksi akademik antara
guru dan kepala sekolah, b) untuk
mengembangkan kemampuan di kalangan guru
melalui refleksi secara sistematis atas apa yang
dilakukan dalam proses belajar mengajar.
Dalam aspek pengembangan tenaga
pendidikan ini pula birokrat kantoran harus
mempersiapkan rancangan pengadaan gueu,
baik karena lingkaran proses pensiun sudah
mulai muncul maupun perluasan pelayanan
pendidikan yang semakin lebar, sehingga
penambahan lembaga pendidikan baru tidak
dapat ditunda lagi. Peningkatan kemapuan
profesioanalitas guru yang harus dimiliki oleh
guru ada emapat sasaran, yaitu: 1)
Kemampuan melaksanakan PBM secara
individual, 2) Kemampuan
melaksanakan PBM dan mengembangkan
kurikulum secara berkelompok, 3)
Kemampuan mengorganisir, memimpin,
menjalin, hubungan, dan memecahkan masalah
secara individual dan, 4) Kemampuan untuk
bekerjasama memajukan sekolah.
Membangun kapasitas level sekolah
Membangun kapasitas berarti
membangun kerjasama, membangun trust, dan
membangun kelompok atau masyarakat
sehingga memiliki persepsi yang sama kemana
akan menuju dan dapat bekerjasama untuk
mewujudkan tujuan itu. Membangun kapasitas
diarahkan pada sekolah sebgai suatu system
dan jug alevel kelas sebagai inti dari sekolah.
Secara teoritis dalam membangun kapasaitas
sekolah ada beberapa konsep yang
diidentifikasi oleh Hopkins & Jackson (2002),
yaitu; pertama, dalam membangun kapasitas
sekolah individu memegag peranan penting.
Individu dalam hal ini bias kepala sekolah,
guru ataupun siswa. Kedua, hubungan dan
kaitan kerja diantara individu-individu yang
dirangkum dalam suatu aturan sehingga
mereka dapat bekerja sebagai suatu tim yang
solid. Ketiga , terdapat suatu system dan
meanisme yang mendorong dan memfasilitasi
terjadinya kesatuan kerja dan jaringan kerja
internl yang akan meningkatkan kemampuan
individu dan kauitas kerjasama. Keempat,
keberadaan pemimpin yang mampu
mengembangkan nilai-nilai, kultur, trust,
keutuhan social, dan kebersamaan yang tulus.
Jadi membangun kapaistas mencakup
membangun diri idividu, kelompok dan
organisasi di satu sisi dan membangun
kepemimpinan di sisi lain. Membangun
kapasitas level sekolah mencakup;
mengembangkan visi dan misi,
mengembangkan kepemimpinan dan
manajemen sekolah, mengembangkan kultur
sekolah, mengembangkan a learning school,
dan melibatkan orang tua, alumni dna
masyarakat serta memahami tantangan yang
dihadapi kepala sekolah.
Membangun kapasitas level kelas
Inti dari mutu pendidikan terletak pada
apa yang terjadi diruang kelas. Meningkatkan
mutu sekolah pada intinya berujung pada
peningkatan mutu belajar mengajar di ruang
kelas. Oleh karenanya, membangun kapasitas
sekolah harus membangun kapasitas kelas.
Kapasitas kelas merupakan proses yang
memungkinkan interaksi akademik antara guru
dan siswa, dan antara komponen di sekolah
yang berlangsung secara positif. Interaksi
anatar guru dan siswa merupakan inti dari
kegiatan di sekolah.
Interaksi memiliki dua macam sifat,
yakni: sifat positif dan negatif. Interaksi yang
positif akan melahirkan energy yang positif
yang akan mendukung peningkatan mutu.
Sebaliknya interaksi negatif akan
menghasilkan dampak negatif bagi upaya
penigkatan mutu. Dengan demikian, kepala
sekolah harus melakukan rekayasa agar di
kelas muncul interaksi guru dan siswa yang
bersifat positif.
Beberapa hal ihwal yang berkaitan erata
dengan pembangunan kapaistas level kelas
antara lain; a) memahami hakekat proses
belajar mengajar, b) memahami karakteristik
kerja guru, c) mengembangkan kepemimpinan
pembelajaran, d) meningkatkan kemampuan
mengelola kelas, e) tantangan guru.
Tantangan Peningkatan Mutu Pendidikan
di Sekolah
Di bawah ini akan diuraikan beberapa
tantangan peningkatan kualitas pendidikan di
sekolah secara umum, yaitu:
1. Efektifitas Pendidikan
Implementasi Kualitas Pendidikan dan Berintegritas di Kabupaten Bulukumba Baharuddin Patangngai 75
Efektifitas pendidikan di Indonesia
sangat rendah. Setelah praktisi pendidikan
melakukan penelitian dan survey ke
lapangan, salah satu penyebabnya adalah
tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas
sebelum kegiatan pembelajaran
dilaksanakan. Hal ini menyebabkan
peserta didik dan pendidik tidak tahu
“goal” apa yang akan dihasilkan sehingga
tidak mempunyai gambaran yang jelas
dalam proses pendidikan. Mengajar dan
membelajarkan haruslah dibedakan dalam
proses belajar.
2. Efisiensi pengajaran di sekolah yang
masih bermasalah
Efisien adalah bagaimana
menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan
dengan proses yang lebih ‘murah’. Dalam
proses pendidikan akan jauh lebih baik
jika kita memperhitungkan untuk
memperoleh hasil yang baik tanpa
melupakan proses yang baik pula. Hal-hal
itu jugalah yang kurang jika kita lihat
pendidikan. Kita kurang
mempertimbangkan prosesnya, hanya
bagaimana dapat meraih standar hasil
yang telah disepakati.
Beberapa masalah efisiensi
pengajaran adalah mahalnya biaya
pendidikan, waktu yang digunakan dalam
proses pendidikan, mutu pengajar, sistem
pendidikan dan banyak hal lain yang
menyebabkan kurang efisiennya proses
pendidikan di Indonesia. Yang juga
berpengaruh dalam peningkatan sumber
daya manusia yang lebih baik.
Konsep efisiensi selalu dikaitkan
dengan efektivitas. Efektivitas merupakan
bagian dari konsep efisiensi karena
tingkat efektivitas berkaitan erat dengan
pencapaian tujuan relative terhadap
harganya. Apabila dikaitkan dengan dunia
pendidikan, maka suatu program
pendidikan yang efisien cenderung
ditandai dengan pola penyebaran dan
pendayagunaan sumber-sumber
pendidikan yang sudah ditata secara
efisien. Program pendidikan yang efisien
adalah program yang mampu menciptakan
keseimbangan antara penyediaan dan
kebutuhan akan sumber-sumber
pendidikan sehingga upaya pencapaian
tujuan tidak mengalami hambatan.
3. Standardisasi pendidikan
Seperti yang kita lihat sekarang ini,
standar dan kompetensi dalam pendidikan
formal maupun informal terlihat hanya
keranjingan terhadap standar dan
kompetensi. Kualitas pendidikan diukur
oleh standar dan kompetensi di dalam
berbagai versi, demikian pula sehingga
dibentuk badan-badan baru untuk
melaksanakan standardisasi dan
kompetensi tersebut seperti Badan
Standardisasi Nasional Pendidikan
(BSNP).
Peserta didik terkadang hanya
memikirkan bagaimana agar mencapai
standar pendidikan saja, bukan bagaimana
agar pendidikan yang diambil efektif dan
dapat digunakan. Tidak perduli
bagaimana cara agar memperoleh hasil
atau lebih spesifiknya nilai yang
diperoleh, dan yang terpenting adalah
memenuhi nilai di atas standar saja.
Hal seperti di atas sangat
disayangkan karena berarti pendidikan
seperti kehilangan makna saja karena
terlalu menuntun standar kompetensi. Hal
itu jelas salah satu penyebab rendahnya
mutu pendidikan.
4. Perubahan Sikap dan perilaku birokrasi
pendidikan dari sikap sebagai birokrat
menjadi sikap dan perilaku sebagai
pelayan pendidikan yang masih sulit
dilaksanakan.
5. Alokasi anggaran yang langsung berkaitan
dengan proses belajar mengajar masih
terbatas
6. Tidak meratanya tenaga guru di sekolah-
sekolah akibat distribusi tenaga guru yang
timpang
7. Adanya kesenjangan kualitas pendidikan
antara daerah perkotaan dengan daerah
pedesaan.
Simpulan
1. Masalah pendidikan yang ada semakin
hari semakin rumit, bertambah banyak
dan komplek. Salah satu permasalahan
pendidikan yang dihadapi adalah
rendahnya mutu pendidikan pada setiap
jenjang dan satuan pendidikan. Berbagai
indikator mutu pendidikan belum
menunjukkan peningkatan yang berarti.
Sebagian sekolah, terutama di kota-kota
menunjukkan peningkatan mutu
pendidikan yang cukup menggembirakan,
tetapi sebagian lainnya masih
memprihatinkan.
2. Rendahnya mutu pendidikan di sekolah
desebabkan oleh berbagai factor antara
lain:
a. Rendahnya sarana fisik sekolah
76 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017
b. Rendahnya kualitas guru
d. Kurangnya kesempatan pemerataan
pendidikan
e. Rendahnya relevansi pendidikan
dengan kebutuhan
f. Mahalnya biaya pendidikan.
3. Untuk meningkatkan mutu pendidikan di
sekolah dapat ditempuh berbagai model
manajemen dan strategi peningkatan
mutu antara lain:
a. Teori Total Quality Management
b. Teori Organizing Business For
Excelency
c. Model Peningkatan Mutu Faktor
Empat
d. Peningkatan Mutu Pendidikan melalui
Manajemen Berbasis Sekolah.
Strategi peningkatan mutu
pendidikan di sekolah dapat dilakukan
dengan cara: yaitu strategi yang
menekankan pada hasil (the output
oriented strategy), strategi yang
menekankan pada proses (the process
oriented strategy), dan strategi
komprehensif (the comprehensive
strategy). Dengan mempertimbangkan
pilar tiga pilar pendidikan perluasan
akses dan pemerataan pendidikan;
peningkatan mutu dan relevasi
pendidikan; tata kelola, pencitraan
publik, serta akuntabilitas pendidikan.
4. Upaya peningkatan mutu pendidikan di
sekolah sangat diperlukan dengan prinsip,
memahami perubahan paradigma
pendidikan; memahami dan dapat
menjalankan kebijakan pemerintah;
memahami dan menjalankan kebutuhan
masyarakat.
Saran
1. Disarankan kepada pihak pembuat
kebijakan agar dapat mengubah pola fikir
mereka dalam rangka peningkatan mutu
pendidikan, khusunya dalam hal
komitmen untuk peningkatan mutu
pendidikan itu sendiri.
2. Disarankan juga dalam upaya peningkatan
mutu pendidikan di sekolah, agar mutu
guru yang paling diutamakan.
Sehubungan dengan hal ini maka
disarankan kepada pemerintah agar
senantiasa memberikan fasilits untuk
peningkatan mutu guru yang sudah ada
dan melakukan seleksi ketat terhadap
pengangkatan guru baru.
3. Disarankan kepada kepala sekolah sebagai
pemegang kunci manajemen di sekolah
agar senantiasa menekankan pentingnya
penigkatan mutu pendidikan dalam proses
perencanaan pengembangan sekolah.
4. Evaluasi Diri Sekolah (EDS) untuk
menjawab kebutuhan Akreditasi sekolah
dalam rangka peningkatan mutu
pendidikan
DAFTAR PUSTAKA
Asnawin Aminuddin, 2012, Guru di
Bulukumba Umumnya Tidak
Kompeten, Kabupaten Bulukumba.
bloghospot.co.id /2012/08/ guru - di -
bulukumba - tidak - kompoten.html?=1
diaakses pada hari Rabu, 3 – Mei
2017, jam 13.07
Depdiknas. 2003. Manajemen Peningkatan
Mutu Berbasis Sekolah; Buku 1.
Koonsep Dasar. Jakarta: Depdiknas.
Mulyasa, E. 2003. Manajemen Berbasis
Sekolah: Konsep, strategi, dan
implementasi. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Mulyasa, E. 2012. Manajemen &
Kepemimpinan Kepala Sekolahi.
Jakarta: Bumi Aksara.
Nanang, F. 2000. Manajemen Berbasis
Sekolah; Pemberdayaan sekolah dalam
rangka Peningkatan Mutu dan
Kemandirian Sekolah. Bandung: CV
Andira.
Rivai, V & Murni, S. 2010. Education
Management: Analisis Teori dan
Praktik. Jakarta: Rajawali Pers
Sudarwan, Danim. 2008. Visi Baru Manajemen
Sekolah dari Unit Birokrasi ke
Lembaga Akademik. Jakarta: Bumi
Aksara.
Syaifuddin, M, dkk. 2008. Manajemen
Berbasis Sekolah. Jakarta: Depdiknas.
Syaodih, N, dkk. 2007. Pengendalian Mutu
Pendidikan Sekolah Menengah
(Konsep, Prinsip dan Instrumen).
Bandung: Refika Aditama.
Zamroni. 2007. Meningkatkan Mutu Sekolah,
Teori, Strategi dan Prosedur. Jakarta:
PSAP Muhammadiyah.
Harian Radar Selatan, Hanya Tiga SMP
Laksanakan UNBK, terbit rabu 03 Mei
2017.
Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
(LPPD) tahun 2016, Pemerintah
Kabupaten Bulukumba,2016.
Menuju Sertifikasi Pertanian Organik Jamaluddin Al Afgani 77
PENDAHULUAN
Memasuki abad ke 21, masyarakat dunia
mulai sadar akan bahaya yang ditimbulkan
oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam
proses budidaya pertanian. Masyarakat secara
umum sudah semakin arif dalam memilih
bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan
ramah lingkungan. Kesadaran akan bahaya
yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia
sintetis dalam pertanian menjadikan pertanian
organik menarik perhatian baik di tingkat
produsen maupun konsumen.
Kebanyakan konsumen akan memilih
bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan
ramah lingkungan sehingga mendorong
meningkatnya permintaan produk organik.
Pola hidup sehat yang ramah lingkungan sudah
menjadi trend baru dan telah melembaga
secara internasional yang mensyaratkan
jaminan bahwa produk pertanian harus
beratribut aman dikonsumsi (food savety
atributtes), kandungan nutrisi tinggi
(nutritional atributtes) dan ramah lingkungan
(eco-labelling atributtes). Kondisi inilah yang
membuat masyarakat beralih untuk
MENUJU SERTIFIKASI PERTANIAN ORGANIK
Jamaluddin Al Afgani *)
Kementerian Pertanian, UPT. Balai Besar Pelatihan Pertanian Batangkaluku
Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan
Email: [email protected]
Abstrak
Salah satu agenda pemerintah dalam Nawacita adalah mewujudkan kemandirian ekonomi dengan
menggerakkan sektor strategis ekonomi domestik, dengan sub agenda peningkatan kedaulatan pangan
yang salah satu sasarannya yaitu “1.000 desa pertanian organik” yang sejalan dengan program “go
organik” yang dicanangkan Kementerian Pertanian pada tahun 2010. Organik adalah istilah pelabelan
yang menyatakan bahwa suatu produk telah diproduksi sesuai dengan standar sistem pertanian organik
dan disertifikasi oleh lembaga sertifikasi organik yang telah terakreditasi. Sistem pertanian organik
adalah sistem manajemen produksi yang holistik untuk meningkatkan dan mengembangkan kesehatan
agro-ekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah. Beberapa hal
yang perlu menjadi fokus perhatian dalam pelaksanaan program desa organik adalah : 1) penyiapan
lahan; 2) penyiapan benih tanaman; 3) pemeliharaan kesuburan tanah; 4) Pengendalian OPT; 5)
penyiapan sumber air; 6) pencegahan kontaminasi; 7) Penggunaan sarana produksi; 8) pengelolaan
panen dan pascapanen; dan 9) Dokumentasi atau pencatatan. Jika ke sembilan unsur tersebut sudah
dilaksanakan berdasarkan standar sistem pertanian organik sesuai dengan SNI 6729 tahun 2013, maka
proses sertifikasi akan berjalan dengan lancar.
Kata Kunci: Sertifikasi, Pertanian Organik, Desa Organik
Abstract *)
One of the government's agenda in Nawacita is to achieve economic independence by moving the
strategic sectors of the domestic economy, with sub-agenda of the increase in food sovereignty that
one of its targets is "1,000 villages organic farming" which is in line with the program "go organic"
launched by the Ministry of Agriculture in 2010. organic is a labeling term that states that a product
has been manufactured in accordance with the standards of organic agriculture and certified by an
organic certification body accredited. Organic farming systems is a holistic production management
system to improve and develop the agro-ecosystem health, including biodiversity, biological cycles,
and soil biological activity. Some things to be the focus of attention in the implementation of organic
village program are: 1) preparation of the land; 2) preparation of plant seed; 3) maintenance of soil
fertility; 4) Control of the pest; 5) preparation of water resources; 6) prevention of contamination; 7)
The use of production facilities; 8) harvest and post-harvest management; and 9) documentation or
record keeping. If all nine of these elements have been implemented based on the standards of organic
farming systems in accordance with ISO 6729 in 2013, the certification process will go smoothly.
Keywords: Certification, Organic Farming, Organic Village
78 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017
mengkonsumsi produk organik sebagai bahan
pangan yang dianggap bebas dari residu kimia.
Pangan yang sehat dan bergizi tinggi dapat
diperoleh salah satunya dengan menerapkan
sistem pertanian organik. Sistem pertanian
organik adalah sistem manajemen produksi
yang holistik untuk meningkatkan dan
mengembangkan kesehatan agro-ekosistem,
termasuk keragaman hayati, siklus biologi, dan
aktivitas biologi tanah. Pertanian organik
menekankan penerapan praktek-praktek
manajemen yang lebih mengutamakan
penggunaan input dari limbah kegiatan
budidaya di lahan, dengan mempertimbangkan
daya adaptasi terhadap keadaan/kondisi
setempat. Jika memungkinkan hal tersebut
dapat dicapai dengan penggunaan budaya,
metoda biologi dan mekanik, yang tidak
menggunakan bahan sintesis untuk memenuhi
kebutuhan khusus dalam sistem.
Indonesia mempunyai potensi yang cukup
besar untuk bersaing di pasar internasional
walaupun secara bertahap. Hal ini karena
berbagai keunggulan komparatif, antara lain 1)
masih banyak sumberdaya lahan yang dapat
dibuka untuk mengembangkan sistem
pertanian organik, 2) teknologi untuk
mendukung pertanian organik cukup tersedia
seperti pembuatan kompos, tanam tanpa olah
tanah, pestisida hayati, dan lain-lain.
Menyadari peluang tersebut, maka salah
satu agenda pemerintah dalam Nawacita adalah
mewujudkan kemandirian ekonomi dengan
menggerakkan sektor strategis ekonomi
domestik, dengan sub agenda peningkatan
kedaulatan pangan yang salah satu sasarannya
yaitu “1.000 desa pertanian organik” yang
sejalan dengan program “go organik” yang
dicanangkan Kementerian Pertanian pada
tahun 2010. Pengembangan 1.000 desa
pertanian organik membuka peluang yang baik
bagi komitmen jajaran Kementerian Pertanian
untuk memperbaiki lahan kritis dan
menumbuhkan petani mandiri.
Organik adalah istilah pelabelan yang
menyatakan bahwa suatu produk telah
diproduksi sesuai dengan standar sistem
pertanian organik dan disertifikasi oleh
lembaga sertifikasi organik yang telah
terakreditasi. Pertanian organik didasarkan
pada penggunaan bahan input eksternal secara
minimal serta tidak menggunakan pupuk dan
pestisida sintetis. Praktek pertanian organik
tidak dapat menjamin bahwa produk yang
dihasilkan sepenuhnya bebas dari residu karena
adanya polusi lingkungan secara umum seperti
cemaran udara, tanah dan air, namun beberapa
cara dapat digunakan untuk mengurangi polusi
lingkungan. Untuk menjaga integritas produk
pertanian organik, operator, pengolah dan
pedagang pengecer pertanian organik harus
mengacu pada Standar Nasional Indonesia No
6729 tahun 2013. Tujuan utama dari pertanian
organik adalah untuk mengoptimalkan
produktivitas komunitas organisme di tanah,
tumbuhan, hewan dan manusia yang saling
tergantung satu sama lain.
Salah satu kendala yang dihadapi dalam
menerapkan pertanian organik di masayarakat
adalah masih rendahnya pemahaman tentang
konsep pertanian organik. Apalagi, tujuan
akhir dari program 1000 desa organik adalah
tersertifikasinya produk pangan yang dikelola
oleh masyarakat pelaksana program menjadi
produk organik. Oleh karena itu, tulisan ini
akan lebih difokuskan pada pembahasan
prinsip pertanian organik menuju “Sertifikasi
Pertanian Organik”.
PRINSIP-PRINSIP PRODUKSI
PERTANIAN ORGANIK
Pertanian organik merupakan salah satu
dari sekian banyak cara yang dapat mendukung
pelestarian lingkungan. Sistem produksi
pertanian organik didasarkan pada standar
produksi yang spesifik dan teliti dengan tujuan
untuk menciptakan agroekosistem yang
optimal dan lestari berkelanjutan baik secara
sosial, ekologi maupun ekonomi dan etika.
Peristilahan seperti biologi dan ekologis juga
digunakan untuk mendiskripsikan sistem
organik secara lebih jelas. Persyaratan untuk
pertanian yang diproduksi secara organik
berbeda dengan produk pertanian lain,
dimana prosedur produksinya merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari identifikasi
dan pelabelan, serta pengakuan dari produk
organik tersebut.
Sistem pertanian organik adalah sistem
manajemen produksi yang holistik untuk
meningkatkan dan mengembangkan kesehatan
agro-ekosistem, termasuk keragaman hayati,
siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah.
Pertanian organik menekankan penerapan
praktek-praktek manajemen yang lebih
mengutamakan penggunaan input dari limbah
kegiatan budidaya di lahan, dengan
mempertimbangkan daya adaptasi terhadap
keadaan/kondisi setempat. Jika memungkinkan
hal tersebut dapat dicapai dengan penggunaan
budaya, metoda biologi dan mekanik, yang
tidak menggunakan bahan sintesis untuk
memenuhi kebutuhan khusus dalam sistem.
Sistem produksi pertanian organik dirancang
untuk:
Menuju Sertifikasi Pertanian Organik Jamaluddin Al Afgani 79
(a) Mengembangkan keanekaragaman
hayati secara keseluruhan dalam
sistem;
(b) Meningkatkan aktivitas biologi
tanah;
(c) Menjaga kesuburan tanah dalam
jangka panjang;
(d) Mendaur-ulang limbah asal
tumbuhan dan hewan untuk
mengembalikan nutrisi ke dalam
tanah sehingga meminimalkan
penggunaan sumberdaya yang
tidak dapat diperbaharui;
(e) Mengandalkan sumberdaya yang
dapat diperbaharui pada sistem
pertanian yang dikelola secara
lokal;
(f) Meningkatkan penggunaan tanah,
air dan udara secara baik, serta
meminimalkan semua bentuk
polusi yang dihasilkan dari
kegiatan pertanian;
(g) Menangani produk pertanian
dengan penekanan pada cara
pengolahan yang baik pada
seluruh tahapan untuk menjaga
integritas organik dan mutu
produk ; dan
(h) Bisa diterapkan pada suatu lahan
pertanian melalui suatu periode
konversi, yang lamanya
ditentukan oleh faktor spesifik
lokasi seperti sejarah
penggunaan lahan serta jenis
tanaman dan hewan yang akan
diproduksi.
Pangan organik berasal dari suatu lahan
pertanian organik yang menerapkan praktek-
praktek pengelolaan yang bertujuan untuk
memelihara ekosistem dalam mencapai
produktivitas yang berkelanjutan, dan
melakukan pengendalian gulma, hama dan
penyakit, melalui berbagai cara seperti daur
ulang sisa-sisa tumbuhan dan ternak, seleksi
dan pergiliran tanaman, pengelolaan air,
pengolahan lahan dan penanaman serta
penggunaan bahan hayati. Kesuburan tanah
dijaga dan ditingkatkan melalui suatu sistem
yang mengoptimalkan aktivitas biologi tanah
dan keadaan fisik serta mineral tanah yang
bertujuan untuk menyediakan suplai nutrisi
yang seimbang bagi kehidupan tumbuhan dan
ternak serta untuk melindungi sumberdaya
tanah. Produksi harus berkesinambungan
dengan menempatkan daur ulang nutrisi
tumbuhan sebagai bagian penting dari strategi
penyuburan tanah.
Manajemen hama dan penyakit
dilakukan dengan merangsang adanya
hubungan seimbang antara inang dengan
predator, peningkatan populasi serangga yang
menguntungkan, pengendalian biologi dan
kultural serta pembuangan secara mekanis
hama maupun bagian tumbuhan yang
terinfeksi. Dasar dari budidaya ternak secara
organik adalah pengembangan hubungan
secara harmonis antara lahan, tumbuhan dan
ternak, serta memperhatikan kebutuhan
fisiologis dan kebiasaan hidup ternak. Hal ini
dipenuhi melalui kombinasi antara penyediaan
pakan yang ditumbuhkan secara organik yang
berkualitas baik, pengaturan kepadatan
populasi ternak, sistem budidaya ternak yang
sesuai dengan tuntutan kebiasaan hidupnya,
serta cara pengelolaan ternak yang baik yang
dapat mengurangi stress dan berupaya
mendorong kesejahteraan serta kesehatan
ternak, mencegah penyakit dan menghindari
penggunaan obat hewan kelompok sediaan
farmasetikal jenis kemoterapetika (termasuk
antibiotika).
Suatu produk dianggap memenuhi
persyaratan produksi pertanian organik, apabila
dalam pelabelan atau pernyataan
pengakuannya, termasuk iklan atau dokumen
komersil menyatakan bahwa produk atau
komposisi bahannya disebutkan dengan istilah
organik, biodinamik, biologi, ekologi, atau
kata-kata yang bermakna sejenis, yang
memberikan informasi kepada konsumen
bahwa produk atau komposisi bahannya sesuai
dengan persyaratan produksi pertanian organik.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
budidaya organik adalah:
Sejarah Lahan (Masa Konversi)
Lahan yang akan digunakan sebagai
tempat bertani secara organik harus dijelaskan
riwayatnya, kapan terakhir menggunakan
asupan bahan kimia sintetis yang dilarang
dalam pertanianorganik, cara bertani yang
selama ini dilakukan pada lahan tersebut, dan
informasi lainnya.
Pertanian organik memerlukan masa
konversi (peralihan), dimana masa konversi
diperlukan untuk membentuk kesuburan tanah
dalam menunjang sistem pertanian organik.
Selain itu, masa konversi diperlukan agar
petani/pelaku usaha melewati masa
adaptasi/penyesuaian dari bertani secara
konvensional menjadi bertani secara organik.
80 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017
Masa konversi untuk tanaman semusim
minimal dua tahun dan masa konversi untuk
tanaman tahunan minimal tiga tahun.
Jika seluruh lahan tidak dapat dikonversi
secara bersamaan, maka boleh dikerjakan
secara bertahap dengan menerapkan standar
konversi, dimulai pada bagian lahan yang
dikehendaki. Konversi dari pertanian
konvensional kepada pertanian organik harus
efektif menggunakan teknik yang ditetapkan
dalam standar Nasioanl Indonesia 6729. Areal
pada masa konversi dan yang telah dikonversi
menjadi areal organik tidak boleh digunakan
secara bergantian antara metode produksi
pertanian organik dan konvensional.
Otoritas kompeten atau lembaga
sertifikasi dapat memutuskan penambahan atau
pengurangan masa konversi tersebut, tetapi
masa konversi tersebut paling sedikit harus 12
bulan. Jika seluruh lahan tidak dapat
dikonversi secara bersamaan, maka boleh
dikerjakan secara bertahap, namun harus
dibagi dalam beberapa unit sehingga jelas
batasannya.
Penyiapan lahan dengan cara pembakaran
dibatasi. Pembakaran lahan menjadi salah satu
isu penting, sehingga apabila ditemukan
adanya indikasi pembakaran pada lahan yang
sudah menerapkan pertanian organik atau
sedang dalam tahap konversi, maka statusnya
dapat dikembalikan menjadi lahan
konvensional.
Benih
Benih yang digunakan dalam pertanian
organik harus berasal dari tanaman yang
dibudidayakan secara organik, namun jika
benih organik tidak tersedia, maka lembaga
sertifikasi dapat mengizinkan penggunaan
benih yang bukan berasal dari tanaman
organik, teapi bukan benih yang berasal dari
hasil rekayasa genetik atau genetically
modified organism (GMO). Jika benih tersebut
telah berproduksi, maka hasilnya yang sudah
dikelola secara organik dapat dijadikan benih
yang sudah berstatus organik.
Ototritas kompeten pangan organik dapat
menetapkan kriteria untuk membatasi
pengecualian-pengecualian tersebut. Apabila
benih lokal tidak tersedia, dan operator/petani
dapat membuktikannya dan hanya dapat dibeli
di toko pertanian, maka dalam hal ini masih
diperbolehkan dengan syarat membuat
perlakuan khusus untuk menghilangkan bahan
pengawet pada benih tersebut, misalnya
dengan melakukan pencucian terlebih dahulu
sebelum disemai.
Benih hibrida diperbolehkan untuk
digunakan dalam pertanian organik, akan tetapi
hasil dari benih hibrida tidak dapat dijadikan
benih karena salah satu sifat dari benih hibrida
adalah tidak dapat diturunkan atau turunannya
tidak dapat dijadikan benih.
Rekayasa Genetik
Semua produk hasil rekayasa enetik dan
turunannya (benih, pupuk, bahan aditif, dan
lainnya) tidak diperbolehkan dalam pertanian
organik. Kontaminasi produk organik dengan
produk hasil rekayasa genetik dapat
menggugurkan status keorganikan suatu
produk. Budidaya pertanian organik tidak
boleh bersebelahan dengan budidaya pertanian
yang menggunakan hasil rekayasa genetik.
Pengelolaan Tanah
Untuk meningkatkan kesuburan tanah
dalam sistem pertanian organik, maka
beberapa hal yang perlu dilakukan adalah:
Penanaman kacang-kacangan
(leguminoceae), pupuk hijau atau tanaman
berakar dalam melalui program rotasi
tahunan yang sesuai.
Mencampur bahan organik ke dalam
tanah baik dalam bentuk kompos
maupun segar, dari unit produksi yang
sesuai dengan standar SNI.
Untuk aktivasi kompos dapat
mengggunakan mikroorganisme atau
bahan lain yang berbasis tanaman yang
sesuai.
Bahan biodinamik dari stone meal (debu
atau bubuk karang tinggi mineral),
kotoran hewan atau tanaman boleh
digunakan untuk tujuan penyuburan,
pembenahan dan aktivitas biologi tanah.
Sisa-sisa tanaman dan bahan lainnya
harus dikomposkan dengan baik dan
tidak boleh dibakar
Pengendalian Organisme Pengganggu
Tanaman (OPT)
Dalam sistem pertanian organik,
pengendalian Organisme Pengganggu
Tanaman (OPT) memegang peranan yang
sangat penting. Hal ini karena OPT dapat
menurunkan hasil yang signifikan bahwkan
menggagalkan panen. Sementara disisi lain,
penggunaan pestisida sintetis dalam budidaya
organik tidak diijinkan. Oleh karena itu hama,
penyakit dan gulma harus dikendalikan.
Diantara cara yang dapat dilakukan untuk
mengendalikan OPT adalah dengan
Menuju Sertifikasi Pertanian Organik Jamaluddin Al Afgani 81
menggunakan salah satu atau kombinasi dari
cara berikut:
(a) Pemilihan varietas yang sesuai;
(b) Program rotasi/pergiliran tanaman yang
sesuai;
(c) Pengolahan tanah secara mekanik;
(d) Penggunaan tanaman perangkap;
(e) Penggunaan pupuk hijau dan sisa
potongan tanaman;
(f) Pengendalian mekanis seperti
penggunaan perangkap, penghalang,
cahaya dan suara;
(g) Pelestarian dan pemanfaatan musuh
alami (parasit, predator dan patogen
serangga) melalui pelepasan musuh
alami dan penyediaan habitat yang cocok
seperti pembuatan pagar hidup dan
tempat berlindung musuh alami, zona
penyangga ekologi yang menjaga
vegetasi asli untuk pengembangan
populasi musuh alami penyangga
ekologi;
(h) Ekosistem yang beragam. Hal ini akan
bervariasi antar daerah. Sebagai contoh,
zona penyangga untuk mengendalikan
erosi, agroforestry, merotasikan
tanaman dan sebagainya;
(i) Pengendalian gulma dengan pengasapan
(Flame weeding);
(j) Penggembalaan ternak (sesuai dengan
komoditas);
(k) Penyiapan biodinamik dari stone meal,
kotoran ternak atau tanaman;
(l) Penggunaan sterilisasi uap bila rotasi
yang sesuai untuk memperbaharui tanah
tidak dapat dilakukan.
(m) Memanfaatkan mulsa untuk menekan
pertumbuhan gulma dan mencegah
serangan hama yang meletakkan telurnya
pada perakaran, seperti hama lalat buah.
Mulsa yang digunakan dalam pertanian
organik dapat berupa mulsa dari tanaman
pertanian organik. Namun apabila tidak
tersedia dapat digunakan mulsa dari
pertanaman yang bukan berasal dari
pertanian organik, baik berupa tanaman
hidup (living mulch) seperti tumput
Arachis dan sejenisnya, maupun sisa
panen, seperti jerami padi ataupun bagian
tanaman lainnya.
(n) Jika ada kasus yang membahayakan atau
ancaman yang serius terhadap tanaman
di mana tindakan pencegahan di atas
tidak efektif, maka dapat digunakan
bahan lain yang dibolehkan sebagaimana
dicantumkan dalam Tabel 1.
Tabel 1.
Bahan yang dibolehkan dan dilarang
untuk pengendalian OPT
(Sumber : SNI 6729 tahun 2013)
No
Jenis bahan
A Bahan yang dibolehkan
Polisorbat sebagai pengemulsi
1. Pestisida nabati (kecuali nikotin murni)
2. Propolis
3. Minyak tumbuhan dan binatang
4.
Rumput laut, tepung rumput laut/agar-agar, akestrak rumput
laut, garam laut dan air laut
5. Gelatin
6. Lecitin
7. Casein
8. Asam alami / asap cair (wood vinegar)
9. Produk fermentasi dari aspergillus
10. Ekstrak jamur (jamur shitake)
11. Ekstrak Chlorella
12. Teh tembakau (kecuali nikotin murni)
13. Senyawa anorganik (campuran bordeaux,tembakau hidroksida,
tembaga oksiklorida)
14. Campuran burgundy
15. Garam tembaga
16. Belerang (sulfur)
17. Bubuk mineral (stone meal, silikat)
18. Tanah yang kaya diatom (diatomaceous earth)
19. Silikat, clay (bentonit)
20. Natrium silikat
21. Natrium bikarbonat
22. Kalium permanganate
23. Minyak parafin
24. Mikroorganisme (bakteri, virus, jamur) misalnya Bacillus
thuringiensis 25. Karbondioksida dan gas nitrogen
26. Sabun kalium (sabun lembut)
27. Etil alkohol
28. Serangga jantan yang telah disterilisasi
29. Preparat pheromone dan atraktan nabati
30.
Obat-obatan jenis metaldehyde yang berisi penangkal untuk
spesies hewan besar dan sejauh dapat digunakan untuk
perangkap
B Bahan yang dilarang
1
.
Semua pestisida kimia sintetis
2
.
Semua bahan yang berasal dari produk GMO
3
.
Urea
4
.
Kotoran segar baik dari manusia maupun hewan
5. Zat perangsang makan sistesis
6. Asam amino murni
7
.
Anti oksidan sintetik
8
.
Antibiotik
9
.
Hormon sintetis
10. Perangsang tumbuh sintetis
11. Transquillisers sintetis
12 Tepung tulang dan daging
82 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017
Sumber Air
Sumber air yang digunakan dalam
proses budidaya pertanian organik sangat
menentukan status keorganikan produk
pertanian yang dihasilkan. Idealnya, air yang
digunakan untuk pertanian organik adalah air
yang berasal dari mata air pegunungan ataupun
sumber air alami lainnya yang tidak tercemar.
Namun demikian, bukan berarti bahwa
kegiatan bertani organik hanya dapat dilakukan
di kawasan pegunungan yang memiliki air
bersih ataupun di daerah yang memiliki
sumber mata air, akan tetapi kegiatan pertanian
organik juga dapat dilakukan di semua lokasi
sentra-sentra produksi pertanian. Hal ini karena
semangat pertanian organik yang dibangun di
Indonesia adalah untuk memperbaiki
lingkungan serta edukasi kepada petani agar
mengubah tradisi bertaninya dari
menggunakan bahan kimia sintetis menjadi
bertani secara organik yang ramah lingkungan.
Salah satu perlakuan terhadap sumber
air dalam rangka mengurangi kontaminan
adalah dengan membuat kolam/embung
penampungan sebelum dialirkan ke lokasi
pertanian. Beberapa LSO menetapkan bahwa
kolam penampungan luasnya minimal 0,1%
dari luas lahan yang akan diairi dan paling
sedikit 2 m x 2 m dengan kedalaman 60 cm.
Setelah diisi air, kolam tersebut kemudian
ditanami tanaman yang mampu menyerap
logam berat ataupun berbahaya, seperti eceng
gondok atau tanaman lainnya yang mempunyai
sifat sejenis.
Pencegahan Kontaminasi
Sistem pertanian organik mengharusnya
agar proses budidaya dapat memastikan bahwa
produk yang dihasilkan teraga dari kontaminasi
bahan-bahan terlarang. Kontaminasi dapat
terjadi dari alat-alat pertanian yang digunakan,
dan lahan bersebelahan yang masih
konvensional ataupun dari hal lain yang
beresiko menimbulkan kontaminasi. Beberapa
usaha yang dapat dilakukan adalah:
Penggunaan pembatas fisik/barrier
(termasuk buffer zone). Pembatas dapat
berupa tanaman yang tumbuh rapat dengan
ketinggian yang memadai, sehingga dapat
meminimalkan kontaminan yang masuk ke
areal pertanian organik. Pada tahap awal
pembatas fisik berupa plastik, pagar bambu
dan sejenisnya dapat digunakan, namun
harus diikuti oleh penanaman pagar hidup
yang bersifat permanen, karena pembatas
berupa bambu, plastik dan lainnya suatu
saat akan rusak dan menimbulkan
kontaminan yang masuk ke areal organik.
Tidak ada standar baku tentang ukuran
(tinggi, lebar) pembatas ini, namun hal ini
dapat dilihat dari potensi kontaminasi dan
keseriusan dari operator dalam
membuatnya. Buffer zone atau daerah
penyangga adalah areal atau lahan untuk
membatasi dan mencegah atau
meminimalkan masuknya kontaminan ke
lahan organik.
Semua alsintan yang dipakai dalam
pertanian organik sebaiknya khusus dan
tidak digunakan dalam pertanian
konvensional. Jika tidak tersedia alsin
khusus, maka semua alsin bisa digunakan
dengan catatan harus dibersihkan sebelum
digunakan dalam pertanian organik.
Konservasi tanah dan air
Pertanian organik harus memperhatikan
konservasi tanah dan air. Erosi tanah tanah
harus diminimalkan dengan cara-cara
konservasi seperti pengolahan tanah minimal,
penggunaan penutup tanah, penterasan, dan
lainnya. Pembakaran lahan untuk
mempersiapkan lahan organik harus dihindari,
kecuali tidak ada cra lain dikarenakan lokasi
yang terisolir atau sulit dijangkau sehingga
menyulitkan alalt mesin pertanian masuk, sulit
dan mahalnya tenaga kerja, atau sudah
merupakan kearifan lokal di daerah tersebut.
Produk Asal tanaman yang tumbuh secara
alami
Produk ini dapat dianggap menerapkan
sistem budidaya organik apabila :
Produk berasal dari lahan yang jelas
batasannya sehingga dapat dilakukan
tindakan sertifikasi/inspeksi.
Lahan tidak mendapatkan perlakuan dengan
bahan yang dilarang dalam pertanian
organik selama minimal tiga tahun sebelum
pemanenan.
Pemanenan tindak mengganggu stabilitas
habitat alami.
Produk asal dari pengelola/unit usaha yang
melakukan pemanenan atau pengumpulan
produk yang jelas identitasnya dan
mengenal benar lahan asal produk.
Beberapa contoh produk yang tidak
dibudidayakan (will products) antara lain
adalah jamur, buah-buahan, dan beberapa jenis
tanaman lainnya.
Menuju Sertifikasi Pertanian Organik Jamaluddin Al Afgani 83
Sarana Produksi
Sarana produksi untuk menunjang
kegiatan pertanian organik, khususnya pupuk
dan pestisida sebaiknya sudah disertifikasi oleh
Lembaga Sertifikasi Pertanian Organik (LSPO)
yang sudah terakreditasi oleh Komite
Akreditasi Nasional (KAN) dan sudah terdaftar
di Ototritas Kompeten Pertanian Organik
(OKPO). Namun demikian, apabila sarana
produksi tersebut belum disertifikasi oleh
LSPO, maka paling tidak LSPO yang
mensertifikasi mengetahui dan dapat
membuktikan bahwa bahan-bahan yang
digunakan serta proses produksinya sesuai
dengan peraturan dalam sistrm pertanian
organik.
Suatu pupuk ataupun pestisida tidak
dapat mengklaim organik hanya berdasarkan
hasil uji di laboratorium walaupun memenuhi
persyaratan sesuai dengan Permentan No 70
tahun 2011 tentang pupuk orgnaik. Hal ini
karena yang diperkenankan digunakan dalam
kegiatan pertanian organik harus berdasarkan
pada bahan yang digunakan dan proses
produksinya, bukan hasil akhirnya. Pengujian
laboratorium dilakukan hanya jika terdapat
kecurigaan LSPO terhadap penggunaan bahan-
bahan yang dilarang dalam pertania organik.
Panen dan Pascapanen
Sistem pertanian organik mensyaratkan
pengelolaan panen dan pascapanen harus
mampu menjaga integritas produk organik.
Beberapa hal yang tidak boleh digunakan pada
hasil pertanian organik adalah radiasi ion
(ionizing radiation) untuk pengendalian hama,
pengawetan makanan, penghilangan patogen
atau sanitasi. Produk organik harus disimpan
dan diangkut secara hati-hati agar tidak
tercemar atau tercampur dengan produk non
organik.
Pemrosesan hasil produk organik harus
dilakukan secara mekanis, fisik, atau biologis
(seperti fermentasi, pengasapan) serta
meminimalkan penggunaan penggunaan
bahan-bahan tambahan/pembantu kimia.
Bahan kimia sebaiknya dipilih dari bahan
dapat diuraikan oleh mikroorganisme (bio-
degradable materials), atau bahan yang dapat
didaur ulang (recyclable materials).
Sistem Rekaman
Kegiatan pertanian organik tidak hanya
bertumpu pada kegiatan lapangan saja, tetapi
juga harus ditunjang oleh sistem rekaman data
kegiatan dan dokumentasi sistem mutu. Data
atau dokumen harus disimpan sehingga
memungkinkan lembaga sertifikasi merunut
asal, sifat, dan kuantitas semua bahan yang
dibeli, serta penggunaan bahan-bahan tersebut.
Sebaiknya setiap pelaku usaha mengupayakan
adanya catatan kegiatan harian sehingga
memudahkan dalam pemantauan dan
penelusuran kegiatan. Meskipun demikian,
kegiatan ini tentunya tidak bisa dibebankan
kepada petani, tetapi jika kegiatan sertifikasi
dilakukan secara berkelompok, maka kegiatan
pencatatan cukup dilakukan oleh pengurus
kelompok.
SERTIFIKASI PRODUK ORGANIK
Konsep hubungan erat antara konsumen
dengan produsen merupakan praktek yang
sudah ada sejak lama. Tuntutan pasar yang
lebih besar, efisiensi dalam produksi, dan
meningkatnya jarak antara produsen dan
konsumen telah mendorong dikembangkannya
prosedur sertifikasi dan pengawasan eksternal.
Komponen integral dari sertifikasi adalah
inspeksi terhadap sistem manajemen produk
organik. Prosedur sertifikasi operator terutama
didasarkan pada diskripsi tahunan usaha tani
yang disiapkan oleh operator dan disertifikasi
oleh lembaga sertifikasi. Demikian juga pada
tahap pengolahan, standar juga disusun agar
kegiatan dan kondisi tempat pengolahannya
dapat disertifikasi.
Sebagian besar produk pertanian
mengalir menuju konsumen melalui jalur
perdagangan yang telah ada. Untuk
meminimalkan praktek manipulasi di pasar,
diperlukan tindakan khusus untuk menjamin
bahwa perusahaan perdagangan dan
pengolahan dapat diaudit secara efektif.
Regulasi yang mengatur tanggung jawab
semua pihak terkait dalam proses produksi
produk organik diatur lebih lanjut oleh
Otoritas Kompeten Pangan Organik (OKPO).
Sertifikasi merupakan prosedur di mana
lembaga sertifikasi pemerintah, atau lembaga
sertifikasi yang diakui pemerintah,
memberikan jaminan tertulis atau yang setara,
bahwa pangan atau sistem pengawasan pangan
sesuai dengan persyaratan. Apabila diperlukan
sertifikasi pangan juga dapat berdasarkan
suatu rangkaian kegiatan inspeksi yang
mencakup inspeksi terus menerus, audit
sistem jaminan mutu dan pemeriksaan produk
akhirnya.
Sertifikasi produk organik adalah suatu
proses untuk mendapatkan pengakuan secara
tertulis bahwa proses produksi pangan atau
sistem pengawasan pangan sesuai dengan
84 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017
persyaratan sistem pertanian organik yang
diatur dalam SNI 01-6729-2013. Apabila
memenuhi prinsip dan kaidah organik,
produsen atau pengolah akan mendapatkan
sertifikat organik dan berhak mencanytumkan
label organik pada produk yang dihasilkan dan
pada bahan-bahan publikasinya.
Tujuan kegiatan sertifikasi pertanian organik
antara lain adalah:
a. Melindungi konsumen dari manipulasi
dan penipuan yang terjadi di pasar serta
kalim dari produk organik yang tidak
benar;
b. Melindungi produsen dan produk pangan
dari penipuan produk pertanian lain yang
mengaku sebagai produk organik;
c. Memberikan jaminan bahwa seluruh
tahapan produksi, mulai dari penyiapan,
pengolahan, penyimpanan, pengangkutan,
dan pemasaran dapat diperiksa dan sesuai
dengan SNI 6729 tahun 2013.
Agar sertifikasi yang dimaksud terealisasi,
maka setidaknya ada empat pemangku
kepentingan yang terlibat dalam sertifikasi
pertanian organik, yaitu:
a. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan
Hortikultura sebagai Otoritas Kompeten
Pangan Organik (OKPO);
b. Komite Akreditasi Nasional (KAN) yang
bertugas untuk mengakreditasi Lembaga
Sertifikasi Pertanian Organik (LSPO)
c. Lembaga Sertifikasi Pertanian Organik
(LSPO) yang bertugas melakukan proses
sertifikasi.
d. Pelaku usaha organik atau produsen
organik, baik perorangan, kelompok
ataupun gabungan kelompok yang ingin
mendapatkan sertifikat produk organik.
Beberapa hal yang telah oleh Otoritas
Kompeten Pangan Organik (OKPO) terkait
dengan sertifikasi pertanian organik adalah:
a. Operator organik yang menerapkan sistem
pertanian organik pada kegiatan budidaya,
pascapanen, pengolahan, dan pemasaran
harus diinspeksi oleh Lembaga Sertifikasi
Pertanian Organik (LSPO). Penilaian
dilakukan oleh Inspektor Pangan Organik.
b. Operator organik yang memenuhi
persyaratan sistem pertanian organik
dapat diberikan sertifikat organik, dan
berhak menggunakan tulisan dan logo
organik.
c. Lembaga Sertifikasi Pertanian Organik
yang memberikan sertifikasi organik
harus diakreditasi oleh KAN.
d. Lembaga Sertifikasi Pertanian Organik
yang berasal dari luar Indonesia yang
melakukan kegiatan sertifikasi di wilayah
Indonesia untuk produk yang diedarkan di
dalam negeri harus disertifikasi oleh
KAN.
e. Produk pangan hasil pertanian yang
beredar di wilayah negara Republik
Indonesia harus didaftar (Permentan 20
tahun 2010).
f. Operator yang mendapatkan sertifikat
organik secara otomatis terdaftar dan
mendapatkan nomor pendaftaran organik
dari OKPO.
g. Lembaga Sertifikasi Pertanian Organik
yang telah diakreditasi oleh KAN harus
terdaftar di OKPO.
h. Lembaga Sertifikasi Pertanian Organik
yang berasal dari luar Indonesia yang
melakukan sertifikasi di wilayah
Indonesia untuk produk yang diedarkan di
dalam negeri maupun di luar negeri harus
terdaftar di OKPO Indoensia.
i. Lembaga Sertifikasi Pertanian Organik
harus melaporkan hasil kegiatan
sertifikasi setiap tahun kepada OKPO
Indonesia paling lambat 31 Januari tahun
berikutnya.
j. Tata cara pemberian nomor pendaftaran
pertanian organik diatur dan ditetapkan
oleh Ketua OKPO.
k. Operator pertanian organik yang
bersertifikat organik berhak menggunakan
tulisan organik dan Logo Organik
Indonesia pada label dan iklan.
l. Keterangan dan atau pernyataan tentang
organik dalam label harus benar dan tidak
menyesatkan, baik mengenai tulisan,
gambar, atau bentuk apapun lainnya,
sesuai dengan peraturan pemerintah
nomor 69 Tahun 1999 tentnag label dan
iklan pangan.
LEMBAGA SERTIFIKASI ORGANIK
(LSO) DI INDONESIA
Salah satu realisasi dari fungsi OKPO
adalah terbentuknya LSPO. Sampai saat ini
telah terbentuk delapan Lembaga Sertifikasi
Pertanian Organik yang sudah disertifikasi oleh
KAN. Berikut ini adalah daftar Lembaga
Sertifikasi Pertanian Organik yang sudah
disertifikasi oleh KAN.
Menuju Sertifikasi Pertanian Organik Jamaluddin Al Afgani 85
Tabel 2.
Daftar nama Lembaga Sertifikasi Pertanian
Organik di Indonesia
TATA CARA SERTIFIKASI
Setiap Lembaga Sertifikasi memiliki
aturan tersendiri dalam melakukan sertifikasi
pangan organik. Namun meskipun demikian,
secara garis besar tata cara sertifikasi oleh
LSPO dilakukan dengan urutan sebagai
berikut:
a. Operator/Petani/Kelompok Tani
mengajukan permohonan kepada LSPO
agar dilakukan proses sertifikasi terhadap
unit usahanya dengan mengisi formulir
yang telah disiapkan oleh LSPO. Kegiatan
ini biasanya diawali dengan konsultasi
terlebih dahulu dengan LSPO secara non
formal, baik melalui e-mail, telp, surat
ataupun datang langsung ke kantor LSPO.
Selanjutnya bersamaan dengan pengajuan
permohonan kepada LSPO, operator juga
sudah melampirkan kelengkapan
dokumen yang meliputi:
1) Riwayat/sejarah lahan;
2) Peta lahan;
3) Daftar anggota dan struktur organisasi;
4) Catatan produksi;
5) Catatan penjualan/pembelian;
6) SOP Budidaya;
7) Ruang lingkup yang diajukan (sayuran,
padi, perkebunan, dll).
b. LSPO akan melakukan audit kecukupan
terhadap formulir pengajuan, dan apabila
ada kekurangan data, maka akan
diinformasikan kepada pemohon untuk
melengkapinya.
c. Apabila semua dokumen telah lengkap,
maka LSPO membicarakan jadwal
kunjungan dan besarnya biaya yang
diperlukan
d. Apabila jadwal dan biaya telah disepakati,
maka LSPO akan mengirim inspektor ke
pemohon untuk “memotret” atau melihat
keadaan pemohon untuk dicocokkan
dengan SNI pertanian organik.
e. Apabila pada hasil
inspeksi ditemukan
beberapa ketidak
sesuaian (temuan), maka
hal tersebut harus ditulis
dan didokumentasikan
pada lembar
ketidaksesuaian dan
ditandatangani oleh
kedua belah pihak, yang
selanjutnya dilakukan
tindakan koreksi.
Temuan dapat berupa major (kesalahan
besar yang mungkin dapat menggugurkan
keorganikan dan harus segera diperbaiki
dalam waktu dekat), minor (kesalahan
yang perlu diperbaiki dalam kurun waktu
yang ditentukan oleh LSPO) dan observer
(kesalahan kecil yang perlu diperbaiki
pada waktu kunjungan berikutnya/
surveilance).
f. Apabila kegiatan inspeksi telah selesai,
maka LSPO mengadakan rapat melalui
komisi sertifikasi untuk membahas status
keorganikan operator.
g. Hasil keputusan LSPO dapat berupa :
lulus dan dinyatakan organik; konversi
(masa peralihan) dan harus disurvey
kembali pada tahun mendatang dan tidak
lulus/ditolak yang akan segera
disampaikan kepada operator/kelompok
tani/ petani.
PENUTUP
Salah satu indikator kesuksesan program
1000 desa organik adalah tersertifikasinya
masyarakat penerima program oleh Lembaga
Sertifikasi Pertanian Organik (LSPO) yang
telah terakreditasi oleh Komite Akreditasi
Nasional (KAN). Agar proses sertifikasi dapat
berjalan dengan lancar, maka setiap penerima
program desa organik harus menerapakan
prinsip-prinsip pertanian organik.
Pemahaman akan prinsip pertanian
organik oleh operator pertanian organik sangat
menentukan keberhasilan penerapan pertanian
organik. Dengan menerapkan seluruh prinsip-
prinsip pertanian organik, maka proses
sertifikasi akan lebih mudah.
Beberapa hal yang perlu menjadi fokus
perhatian dalam pelaksanaan program desa
organik adalah : 1) penyiapan lahan; 2)
penyiapan benih tanaman; 3) pemeliharaan
kesuburan tanah; 4) Pengendalian OPT; 5)
Kode LPK Nama LSPO Email
LSPO-001-
IDN
LSPO-002-
IDN
LSPO-003-
IDN
LSPO-004-
IDN
LSPO-005-
IDN
LSPO-006-
IDN
LSPO-007-
IDN
LSPO-008-
IDN
Sucofindo (Jakarta)
Mutu Agung Lestari (Jakarta)
Indonesia Organic Farming
Certification (Bogor)
LSPO Sumatera Barat
Lembaga Sertifikasi Organik
Seloliman (Mojokerto)
Biocert (Bogor)
Persada (Yogyakarta)
Sistainable Development
Services (Jember)
86 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017
penyiapan sumber air; 6) pencegahan
kontaminasi; 7) Penggunaan sarana produksi;
8) pengelolaan panen dan pascapanen; dan 9)
Dokumentasi atau pencatatan. Jika ke delapan
unsur tersebut sudah dilaksanakan berdasarkan
standar sistem pertanian organik sesuai dengan
SNI 6729 tahun 2013, maka proses sertifikasi
akan berjalan dengan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat. Ahmad. (2014). Sertifikasi Pertanian
Organik
Kardinan. Agus. (2014) . Prinsip-Prinsip dan
Teknologi Pertanian Organik
Standar Nasional Indonesia (SNI). (2013).
SNI No. 6729-2013 tentang Sistem
Pertanian Organik
Menteri Pertanian Republik Indonesia. (2013).
Permentan No. 64/OT.140/5/2013
tentang Sistem Pertanian Organik
KAN (2006). Pedoman KAN 901-2006 tentang
Parsyaratan Umum Lembaga
Sertifikasi Pangan Organik
Penigkatan Keterampilan Menulis Cerpen Melalui Teknik BATUK
pada Peserta Didik SMA Negeri 9 Bulukumba Arafah 87
PENDAHULUAN
Dalam dunia pendidikan, menulis
merupakan salah satu aspek penting dari empat
aspek pembelajaran bahasa yaitu
mendengarkan, membaca, berbicara dan
menulis. Aspek mendengarkan dan membaca
merupakan aspek reseptif dalam kegiatan
berbahasa, sedangkan berbicara dan menulis
termasuk ke dalam aspek produktif. Dari hasil
mendengarkan dan membaca akan diproduksi
suatu hasil unjuk kerja (psikomotorik) melalui
aspek berbicara dan menulis.
Keterampilan menulis adalah kemampuan
menggunakan bahasa secara tertulis untuk
menyampaikan informasi suatu peristiwa
sehingga timbul komunikasi (Tarigan, 1982:9).
Menurut Gie (2002:3) “mengarang atau menulis
adalah segenap rangkaian kegiatan seseorang
mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya
melalui bahasa tulis kepada masyarakat pembaca
untuk dipahami”. Sedangkan menurut Titik
(2003:22) menulis adalah berekspresi,
menuangkan pikiran dan perasaan,
mengungkapkan pendapat. Dengan demikian,
kompetensi menulis adalah kemampuan atau
kecakapan seseorang berupa segenap rangkaian
kegiatan untuk mengungkapkan gagasan dan
PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS CERPEN MELALUI TEKNIK BATUK
PADA PESERTA DIDIK SMA NEGERI 9 BULUKUMBA
Arafah *)
Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan
Guru SMA Negeri 9 Bulukumba
Email: [email protected]
Abstrak
Menulis adalah merupakan keterampilan berbahasa pembelajaran yang kompleks, karena di dalam
aspek keterampilan menulis sangat berkaitan dengan aspek keterampilan berbahasa lainnya. Menulis
sesungguhnya dalah merupakan pembiasaan dalam mengungkapkan pikiran. Pada prinsipnya semua
orang dapat menulis hanya saja ada yang terlatih dan yang belum terlatih.
Cerpen merupakan karya sastra yang lahir dari kreasi menulis seseorang. Untuk menulis cerpen
sesungguhnya bukan hal yang susah karena tidak ada manusia di dunia ini yang tidak memiliki
pengalaman atau kisah hidup baik yang dialami sendiri maupun yang di dengar dari orang lain. untuk
menulis cerpen memang memerlukan teknik atau cara tertentu. Salah satu teknik yang penulis
perkenalkan lewat tulisan ini adalah teknik “BATUK” . Dengan penerapan teknik ini penulis telah
membuktikan betapa efektifnya dalam meningkatkan baik minat maupun prestasi belajar peserta didik
di sekolah tempat penulis mengabdi, yakni di SMA Negeri 9 Bulukumba. Teknik “BATUK”
sesungguhnya dapat diterapkan pada mata pelajaran apa saja tinggal mengatur dan mendesain
pelaksanaannya yang disesuaikan dengan indicator mata pelajaran yang dicapai.
Kata kunci: Teknik BATUK
Abstract *)
Writing is a complex language learning skill, because in the aspect of writing skills is closely related
to other aspects of language skills. Writing is actually a habituation in expressing the mind. In
principle everyone can write only that there are trained and untrained.
Short story is a literary work that was born from one's writing creations. To write a short story is
actually not a difficult thing because no human being in this world who has no experience or story of
life either experienced alone or who heard from others. To write a short story does require a certain
technique or way. One of the techniques that the author introduced through this paper is the technique
"CUBE". With the application of this technique the author has proven how effective in improving both
interest and learning achievement of students in the school where the author served, namely in SMA
Negeri 9 Bulukumba. The "CUBE" technique can actually be applied to any subject just organize and
design the implementation that is tailored to the subject indicator achieved.
Keywords: CUBE technique
88 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017
menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada
masyarakat pembaca.
Kompetensi menulis cerpen sebagai
salah satu dari aspek berbahasa harus dipelajari
oleh peserta didik SMA. Dalam KTSP, hal ini
secara tegas dinyatakan dalam Standar Isi yang
dituangkan ke dalam Standar Kompetensi butir
16. Mengungkapkan pengalaman diri sendiri
dan orang lain ke dalam cerpen. Standar
Kompetensi ini terurai menjadi Kompetensi
Dasar ke 16.1 yaitu Menulis karangan
berdasarkan kehidupan diri sendiri dalam
cerpen (pelaku, peristiwa, latar) dan
Kompetensi Dasar ke 16.2 yaitu Menulis
karangan berdasarkan pengalaman orang lain
dalam cerpen (pelaku, peristiwa, latar).
Kompetensi Dasar ini diperuntukkan bagi
peserta didik kelas XI pada semester 2.
Selain itu, tertuang juga dalam Standar
Kompetensi butir 8. Mengungkapkan
pendapat, informasi, dan pengalaman dalam
bentuk resensi dan cerpen. Standar Kompetensi
ini terurai menjadi Kompetensi Dasar 8.2 yaiu
Menulis cerpen berdasarkan kehidupan orang
lain (pelaku, peristiwa, dan latar). Kompetensi
Dasar ini diperuntukkan bagi peserta didik
kelas XII semester 5.
Pada Kurikulum 2013, semua materi
Bahasa Indonesia harus menghasilkan produk
dalam bentuk tulisan. Karena penerapan
Kompetensi Inti 3 yang menekankan pada
ranah kognitif harus berpasangan dengan
Kompetensi Inti 4 yang menekankan pada
ranah keterampilan. Boleh dikatakan
Kurikulum 2013 menekankan pada pencapaian
keterampilan berbahasa yang berupa menulis.
Harapannya peserta didik terbiasa
mengungkapkan pikiran dan idenya dalam
bentuk tulisan, baik itu tulisan ilmiah maupun
sastra. Sehingga budaya menulis dapat
terwujud. Oleh karena itu, sebagai seorang
guru harus mencari teknik-teknik pembelajaran
menulis yang mampu meningkatkan
kompetensi menulis peserta didik.
Tujuan pembelajaran Kompetensi
Menulis Cerpen adalah agar peserta didik
dapat mengekspresikan pikiran, perasaan, dan
pengalaman sendiri maupun orang lain melalui
kegiatan menulis kreatif (dalam hal ini menulis
cerpen). Agar tujuan pembelajaran menulis
kreatif ini tercapai, idealnya pembelajaran
menulis cerpen dirancang dan dilaksanakan
untuk menumbuhkan kebiasaan berpikir
produktif dengan lebih banyak memberi
kesempatan dan pengalaman belajar kepada
peserta didik melalui kegiatan yang bersifat
apresiatif, rekreatif, ekspresif dan unjuk
kinerja. Tetapi pada kenyataannya, selalu
muncul beberapa hambatan untuk menulis.
Hambatan pertama berasal dari peserta
didik karena sebagian besar peserta didik tidak
berminat pada kompetensi menulis, terutama
sastra. Hambatan tersebut dikarenakan mindset
peserta didik bahwa menulis cerpen sulit.
Kesulitan peserta didik rata-rata dalam
merangkai kata, kurangnya perbendaharaan
kata, diksi yang terbatas, kekurangpahaman
unsur-unsur cerpen. Selain itu, dari sisi
imajinasi (karena sastra merupakan proses
menulis kreatif) peserta didik juga mengalami
kesulitan untuk mendapatkan sumber ide,
stagnan dalam mengembangkan ide. Kalaupun
memilih pengalaman sebagai sumber ide,
peserta didik terjebak pada format laporan
perjalanan. Hal ini disebabkan kekurangpekaan
peserta didik untuk melihat sekelilingnya
bahwa pada dasarnya ide itu ada di hadapan
peserta didik.
Proses pembelajaran pada satuan
pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi
aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik.
Pemilihan teknik pembelajaran yang
tepat dan variatif diharapkan akan mampu
mengurangi kebosanan peserta didik sehingga
terjadi perubahan perilaku menjadi lebih
positif. Pemilihan contoh cerpen yang lebih
kontekstual dengan kehidupan dan
perkembangan peserta didik, sepertinya lebih
mengena di hati peserta didik. Oleh karena itu,
akan lebih menarik bagi peserta didik bila guru
memberikan contoh cerpen yang ditulis secara
langsung dengan mengikutsertakan peserta
didik dalam proses penulisan.
Berpijak dari kenyataan tersebut, maka
dalam tulisan ini akan memaparkan bagaimana
usaha guru untuk menyelesaikan permasalahan
yang menyangkut peningkatan kompetensi
menulis cerpen bagi peserta didik dalam
pembelajaran Kompetensi Menulis Cerpen.
Hal ini menarik untuk dilakukan. Teknik
pembelajaran yang penulis tawarkan adalah
teknik pembelajaran BATUK (Baca, Analisis,
Tirukan, Unjuk Kreasi) untuk meningkatkan
Kompetensi menulis cerpen bagi peserta didik
di SMA N 9 Bulukumba.
Teknik pembelajaran BATUK (Baca,
Analisis, Tirukan, Unjuk Kreasi) sudah
diterapkan sejak tahun 2012. Pada
pelaksanaaannya, peserta didik memanfaatkan
pengalaman pribadinya untuk memodifikasi
Penigkatan Keterampilan Menulis Cerpen Melalui Teknik BATUK
pada Peserta Didik SMA Negeri 9 Bulukumba Arafah 89
cerpen master. Atau peserta didik
memanfaatkan pengalaman orang lain atau
kearifan lokal di daerahnya untuk
memodifikasi cerpen master. Dan harapannya,
peserta didik dapat membuat cerpen dengan
ide dan imajinasi sendiri, sehingga tahap unjuk
kreasi dapat tercapai.
Paparan di atas dapat memberikan
gambaran penerapan teknik pembelajaran
BATUK (Baca, Analisis, Tirukan, Unjuk
Kreasi). Teknik pembelajaran tersebut
diharapkan dapat mengatasi masalah-masalah
di atas.
PEMECAHAN MASALAH
Menulis cerpen adalah proses kreatif
yang memerlukan proses berpikir yang berliku.
Butuh ketekunan dan pantang putus asa untuk
selalu berlatih dan berlatih terus, sampai
menghasilkan satu karya. Sehingga
memerlukan motivasi yang terus-menerus.
Motivasi ini seharusnya merupakan gabungan
yang harmonis antara motivasi dari dalam dan
luar. Artinya, ada dorongan dari diri peserta
didik sendiri untuk mulai tertarik dan berminat
untuk menyukai materi menulis cerpen. Dari
guru selalu memberikan ruang dan kondisi
yang kondusif untuk terciptanya sebuah ide
kreatif. Dapat diibaratkan seperti gayung
bersambut. Baik peserta didik maupun guru
mempunyai tujuan yang sama, yaitu mencapai
ketuntasan pembelajaran kompetensi menulis
cerpen.
Hasil belajar merupakan indikator
tercapainya suatu tujuan pembelajaran. Dalam
pembelajaran menulis cerpen, pencapaian hasil
belajar yang bersifat kognitif menjadi dasar
yang kuat untuk mencapai hasil belajar yang
bersifat produk. Artinya pencapaian akhir dari
kompetensi menulis cerpen adalah
keberhasilan seorang peserta didik untuk
menghasilkan satu karya atau lebih yang
berupa cerpen, berdasarkan pengalaman
pribadi dan orang lain.
Pencapaian ini sekaligus memberi
gambaran pencapaian ranah kogitif dan afektif.
Artinya bila peserta didik telah berhasil
mencipta karya, maka secara konsep dan teori
tentang cerpen dan proses kreatif sudah
dikuasai. Proses kreatif membutuhkan motivasi
dan ketertarikan peserta didik terhadap cerpen,
baik secara apresiatif maupun daya cipta.
Hakikat Kompetensi Menulis Cerpen
Hakikat cerpen adalah fiksi yang pendek
terdiri dari 10.000 – 20.000 kata atau bahkan
kurang dari itu. Ada cerpen yang terdiri dari
5.000 kata. Di Indonesia, cerita pendek rata-
rata terdiri dari 10 halaman, maksimal. Cerpen
mengutamakan penulisan yang hemat kata.
Cerita harus tuntas karena itu harus sangat
selektif dalam pemilihan kata dan
pembentukan kalimat, agar masalah/konflik di
dalamnya dapat diatasi oleh penulisnya
sekaligus pada saat itu. (Titik dalam Soenardi
(ed), 2003:38,54). Secara umum, cerpen
diartikan sebagai cerita yang habis dibaca
sekali duduk. Artinya dalam sekali membaca,
pembaca langsung dapat memahami isi dan
alur cerita. Ini dikarenakan masalah yang
diungkapkan tunggal dengan alur yang
sederhana dan memusat pada satu tokoh saja.
Secara singkat dapat didefinisikan
cerpen adalah cerita fiksi atau cerita rekaan
yang relatif pendek dengan penceritaan yang
memadat dan memusat pada satu peristiwa
atau masalah dan/atau pada satu tokoh dengan
kesan tunggal, dengan alur cerita tidak bertele-
tele, sehingga masalah yang timbul dapat
selesai atau dianggap selesai.Untuk dapat
menulis cerpen, harus lebih dulu memahami
apa arti menulis dan fiksi serta mengenal
unsure-unsur sebuah cerita. Sebuah cerita
pendek memiliki unsure-unsur yang saling
mengikat, membentuk kebersamaan dalam
penyajiannya. Menurut Kenney (Nuryatin,
2009:92) menyatakan bahwa unsur pembangun
cerpen meliputi plot/alur, penokohan, latar,
pusat pengisahan, gaya dan nada, struktur dan
teknik, tema.
Menurut Korrie Layun Rampan dalam
Titik W.S. (2003:90) sebuah cerita akan
menjadi menarik jika semua elemen kisah
dibina secara seimbang di dalam struktur yang
isi-mengisi sehingga tidak ada bagian yang
terasa kurang atau terasa berlebihan.
Pembelajaran Kompetensi Menulis Cerpen
dengan Teknik “BATUK”
Proses belajar mengajar merupakan
proses yang mengandung serangkaian
perbuatan guru dan peserta didik atas dasar
hubungan timbal balik yang berlangsung dalam
situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.
Menurut Usman dalam Yuniasih (2009:105)
interaksi atau hubungan timbal balik antara
guru dan peserta didik itu merupakan syarat
utama bagi berlangsungnya proses belajar
mengajar. Dalam proses belajar mengajar, guru
bukan lagi sebagai satu-satunya
narasumber. Pembelajaran yang baik adalah
pembelajaran yang berdasar pada proses belajar
dari berbagai sumber, baik dari guru maupun
peserta didik.
90 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017
Seorang guru harus bijak dalam
menentukan strategi, memilih metode,
menerapkan teknik pembelajaran serta selalu
berinovasi dalam menciptakan teknik
pembelajaran. Hal itu harus dilakukan sebagai
salah satu wujud dari bentuk profesionalitas
seorang guru. Dengan berlaku bijak dalam
menjalankan profesinya maka peserta didik
akan mudah menerima informasi maupun
pembelajaran yang disampaikan oleh guru.
Peserta didik tidak mempunyai rasa jenuh
ataupun bosan dalam mengikuti proses
pembelajaran. Guru yang kreatif akan
mendorong peserta didik untuk berlaku kreatif
pula.
Salah satu teknik pembelajaran yang
mampu merangsang kreativitas peserta didik
dalam mengembangkan kompetensi menulis
cerpen adalah pembelajaran dengan teknik
“BATUK”. Teknik ini merupkan hasil
pengembangan teknik Copy of Master yang
pernah diterapkan oleh Ismail Marahimin dalam
bukunya “Menulis secara Populer”. Teknik ini
awalnya berasal dari teknik melukis. Pada
zaman dahulu orang yang ingin menjadi pelukis
akan diberi sebuah lukisan yang sudah jadi dan
baik, biasanya yang dilukis oleh ahlinya.
Lukisan itu harus ditiru semirip mungkin,
sampai seseorang tersebut mampu melukis
berdasarkan bentuk yang khas dan sesuai
dengan kepribadiannya (Marahimin, 1994:11).
Pembelajaran menulis cerpen dengan
teknik “BATUK” adalah pembelajaran menulis
cerpen dengan menggunakan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Baca. Peserta didik membaca intensif
contoh cerpen teknik yang disiapkan
fasilitator.
2. Analisis. Peserta didik mencermati dan
mengamati contoh cerpen teknik kemudian
menganalisis bagian-bagian dari cerpen,
terutama yang berhubungan dengan pilihan
kata, susunan unsure-unsur intrinsi, alur,
masalah.
3. Tirukan. Peserta didik menirukan susunan
cerita dalam cerpen yang dijadikan teknik
dengan mengganti tokoh, masalah, latar
cerita sesuai dengan pengalaman sendiri
maupun orang lain.
4. Unjuk kreasi. Peserta didik mencoba
menulis cerpen baru sesuai dengan
pengalaman sendiri ataupun pengalaman
orang lain.
5. Proses pembelajaran dilaksanakan atas dasar
pendekatan Keterampilan Proses dengan
menghubungkan pengalaman peserta didik
atau pengalaman orang lain yang diserap
peserta didik untuk diangkat sebagai tema
atau permasalahan dalam menyusun cerpen.
6. Penilaian dalam pembelajaran menulis
cerpen ini tidak semata-mata menilai
pengetahuan dan pemahaman konsep (ranah
kognitif) saja melainkan aspek
psikomotorik dan sikap (ranah afektif) juga
tidak lepas dari penilaian. Adapun media
yang digunakan dalam teknik pembelajaran
ini adalah cerpen yang dijadikan master.
METODOLOGI PENELITIAN
1. Setting dan Subjek Penelitian
Teknik pembelajaran BATUK ini
sudah dilakukan selama tiga tahun, yaitu
dari tahun pelajaran 2012/2013 s.d.
2014/2015 di SMA Negeri 1 9 Bulukumba
tempat penulis aktif sebagai guru mata
pelajaran Bahasa Indonesia.
Subjek penelitian adalah peserta didik
kelas X, XI dan kelas XII. Kelas X berkaitan
dengan KD 16.1 dan 16.2. Kelas XII dengan
KD 8.2 tentang menulis cerpen.
2. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Motivasi dan Hasil Belajar Peserta didik
Rendahnya motivasi peserta didik
terhadap pembelajaran menulis cerpen pada
kondisi awal dikumpulkan dengan teknik
dokumentasi. Alatnya berupa dokumen
catatan tentang motivasi belajar peserta
didik kelas X. Ketertarikan peserta didik
terhadap pembelajaran menulis cerpen
dikumpulkan menggunakan teknik
observasi, dengan lembar observasi sebagai
alatnya.
Untuk produk ranah psikomotorik,
alatnya berupa portofolio hasil unjuk kreasi
peserta didik yang berupa cerpen bersumber
pada pengalaman pribadi. Termasuk di
dalamnya ranah kognitif pada tahap analisis
dan tirukan cerpen master.
HAMBATAN PELAKSANAAN DAN
PENGEMBANGAN TEKNIK
PEMBELAJARAN BATUK
Pemilihan teknik pembelajaran yang
tepat memang tidak luput dari hambatan. Ada
beberapa hambatan yang ditemui penulis
ketika menerapkan teknik pembelajaran
BATUK. Hambatan-hambatan yang ditemui
penulis adalah sebagai berikut:
1. Pemilihan cerpen master
Cerpen master yang dipilih harus sesuai
dengan lingkungan dan tingkat pemahaman
peserta didik. Selain memenuhi kriteria
Penigkatan Keterampilan Menulis Cerpen Melalui Teknik BATUK
pada Peserta Didik SMA Negeri 9 Bulukumba Arafah 91
contoh cerpen yang lengkap, tetapi juga
mudah ditiru baik dari segi pilihan kata
maupun pilihan masalahnya. Diusahakan
masalah yang diangkat adalah masalah
yang sering dihadapi peserta didik, tetapi
dapat diungkapkan dengan gaya bahasa dan
alur yang menarik.
2. Penulis cerpen
Cerpen yang dipilih sebagai master
harapannya ditulis oleh peserta didik juga.
Sehingga ada motivasi dari peserta didik
bahwa temannya saja bisa mengapa saya
tidak. Pertanyaan itu dapat memotivasi
peserta didik untuk mau mencoba menulis
cerpen. Lebih diutamakan lagi penulis
cerpen tersebut dikenal oleh peserta didik.
Apakah dari teman sendiri, kakak kelas,
atau guru yang mereka kenal. Karena bila
mereka mengambil cerpen master dari
penulis-penulis yang sudah mapan, secara
otomatis kualitasnya sudah baik.
Ditakutkan justru timbul kurang percaya
diri dari peserta didik untuk mulai menulis,
terutama bagi pemula.
3. Untuk peserta didik yang sudah terbiasa
menulis, mereka merasa langkah-langkah
dalam BATUK terlalu bertele-tele. Hanya
saja, teknik ini memang diperuntukkan
untuk penulis pemula.
PENGEMBANGAN LEBIH LANJUT
Teknik BATUK awalnya penulis
terapkan pada pembelajaran menulis cerpen
tahun 2011/2012. Teknik ini penulis terapkan
dalam penelitian tindakan kelas pada kelas X.2
dengan berbagai pertimbangan. Ternyata teknik
ini dapat meningkatkan motivasi dan hasil
belajar peserta didik untuk kompetensi menulis
cerpen. Hasil yang demikian mendorong
penulis terus menerapkan teknik BATUK untuk
kompetensi menulis cerpen.
Pada kenyataannya, kegiatan menulis
merupakan kompetensi yang wajib ada dalam
pembelajaran bahasa Indonesia. Oleh karena
itu, penulis mencoba menerapkan teknik
BATUK untuk kompetensi menulis sastra
lainnya, seperti puisi modern dan lama, menulis
cerita rakyat. Kemudian merambah pada
kompetensi menulis artikel dan berita. Khusus
untuk karya tulis ilmiah, penulis menekankan
pada sistematika penulisan dan inti setiap
bagiannya. Sedangkan bila kita mengambil satu
atau beberapa pernyataan dan data harus
menggunakan teknik kutipan atau catatan kaki
yang benar. Hal ini untuk menghindari praktik
plagiat.
Ketika penulis presentasikan teknik
pembelajaran BATUK ke rekan-rekan sekolah
dan MGMP, ada beberapa guru mapel di
sekolah bahasa Indonesia dan maple lainnya
yang tertarik untuk menerapkan teknik BATUK
pada pembelajarannya. Hal ini menjadi bukti
bahwa teknik BATUK dapat diintegrasikan
pada kegiatan menulis sebagai produk peserta
didik, baik itu sastra maupun ilmiah populer.
HASIL YANG DICAPAI
Setelah menggunakan teknik BATUK
untuk kompetensi menulis cerpen, seperti yang
telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka
hasil yang diperoleh akan dipaparkan sebagai
berikut.
Deskripsi Motivasi Belajar Peserta didik
Hasil Pengamatan Motivasi Peserta didik
Peserta didik yang tidak memperhatikan
guru dan melakukan kegiatan lain seperti
bergurau, corat-coret, izin ke belakang masih
tinggi yaitu mencapai 69%. Termasuk kurang
berpartisipasi dalam pembelajaran dan pasif
serta malas bertanya juga tinggi. Hasilnya
mereka tidak dapat menyelesaikan tugasnya
tepat waktu. Dari hasil di atas dapat disimpulkan
bahwa membutuhkan suatu tindakan untuk
memperbaiki motivasi belajar peserta didik.
Terjadi peningkatan motivasi belajar peserta
didik setelah menerapkan teknik BATUK yang
mencapai 90%.
No Aspek pengamatan Kondisi
awal
Kondisi
Akhir
1
Memperhatikan dan
merespon dengan antusias
(bertanya, menanggapi, dan
membuat catatan)
32% 90%
2
Berpartisipasi secara aktif
dalam kegiatan
pembelajaran
30% 79%
3 Senang terhadap
pembelajaran 50% 100%
4
Aktif menjawab dan
bertanya jika mengalami
kesulitan
33% 95%
5 Menyelesaikan tugas tepat
waktu 34% 100%
92 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017
Deskripsi Hasil Belajar Peserta didik
Hasil Belajar Peserta didik
Kompetensi Menulis Cerpen
Dari hasil belajar di atas untuk kondisi
awal masih ada 12 anak yang belum tuntas dari
32 peserta didik, nilainya masih di bawah KKM.
Artinya daya serap hanya 62,5%. Simpulannya,
untuk kompetensi menulis perlu dilakukan
sebuah tindakan untuk memperbaiki
pembelajaran dan hasil belajar peserta didik.
Dari nilai peserta didik di tabel atas dapat
dipaparkan bahwa pada kondisi awal dari 32
peserta didik yang mengikuti pembelajaran,
sebanyak 32 peserta didik dinyatakan tuntas dan
0 peserta didik dinyatakan tidak tuntas. Dari
nilai peserta didik di tabel atas dapat dipaparkan
bahwa pada kondisi akhir dari 32 peserta didik
yang mengikuti pembelajaran, semua peserta
didik dinyatakan tuntas 100%.
Dari hasil nilai di atas dapat disimpulkan
bahwa semua peserta didik tuntas pada
kompetensi menulis cerpen setelah menerapkan
teknik pembelajaran BATUK. Walaupun ada
beberapa peserta didik yang hanya standar
KKM saja. Pencapaian hasil rata-rata juga
mengalami kenaikan dari kondisi awal hanya
70,4 naik menjadi 90,7 setelah menerapkan
teknik BATUK.
Hasil Pencapaian Aspek Cerpen
Dari paparan di atas dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar dan aspek penulisan peserta
didik untuk kompetensi menulis cerpen
berdasarkan pengalaman sendiri hanya 74%.
Hasil analisis yang penulis lakukan masih
banyak aspek yang perlu ditingkatkan. Termasuk
fungsi cerpen master dan tahap analisis dan
tirukan. Sedangkan untuk menulis cerpen
berdasarkan pengalaman orang lain atau kearifan
lokal dengan menerapkan
BATUK, terjadi
peningkatan hasil belajar
untuk pencapaian aspek
cerpen.
Simpulan Dari hasil penelitian tersebut dapat
disimpulkan penerapan teknik belajar BATUK
(Baca, Analisis, Tirukan, Unjuk Kreasi) dapat
meningkatkan motivasi dan hasil belajar peserta
didik menulis cerpen, baik bersumber dari
pengalaman pribadi maupun pengalaman orang
lain. Hal ini dibuktikan terjadi perubahan
motivasi belajar dari kondisi awal hanya 36% ke
meningkat menjadi 93%. Hal ini menunjukkan
perubahan keaktivan dan ketertarikan peserta
didik terhadap kompetensi menulis, khususnya
menulis cerpen.
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, A. Chaedar dan Senny Suzanna
Alwasilah. 2008. Pokoknya Menulis :
Cara Baru Menulis dengan metode
Kolaborasi. Bandung : PT Kiblat Buku
Utama.
Asrori, Mohammad. 2007. Psikologi
Pembelajaran. Bandung : CV Wacana
Prima.
Aqib, Zainal. 2009. Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) untuk Guru SMP, SMA, SMK.
Zaenal Aqib, M. Maftuh, Sujak,
Kawentar. Cetakan 1. Bandung :
Yrama Widya.
Doyin, Mukh (ed). 2009. Cara
(Pengalaman) Saya
Mengajar Sastra. Semarang :
Bandungan Institute.
Keraf, Gorys. 2004. Diksi dan
Gaya Bahasa. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama.
Haling, Abdul. 2006. Belajar
dan pembelajaran. Makassar:
Badan Penerbit UNM.
Marahimin, Ismail. 1994. Menulis secara
Populer. Jakarta : Pustaka Raya.
Nuryatin, Agus. 2009. Tujuh Tahap
Pembelajaran Menulis Cerpen
Berbasis Pengalaman dengan
No Pembelajaran
Hasil Belajar Peserta didik
Rata-
Rata Tuntas Persentase Belum Persentase
1 Kondisi Awal 60,4 20 62.5% 12 37,5%
2 Kondisi Akhir 90,7 32 100% 0 0%
No Aspek Indikator I II
1
Kelengkapan
aspek formal
cerpen
a. Judul 77 83
b. Nama Pengarang 92 98
c. Dialog 75 80
d. Narasi 77 83
2
Kelengkapan
unsur intrinsik
cerpen
e. Fakta cerita 78 81
f. Sarana cerita 76 81
g. Pengembangan tema 72 77
3
Keterpaduan
unsur/struktur
cerpen
h. Kaidah plot 77 82
i. Dimensi tokoh 74 79
j. Dimensi latar 74 77
4
Kesesuaian
penggunaan
bahasa cerpen
k. Kaidah EYD 73 75
l. Keajekan penulisan 74 77
m. Ragam bahasa 74 74
Penigkatan Keterampilan Menulis Cerpen Melalui Teknik BATUK
pada Peserta Didik SMA Negeri 9 Bulukumba Arafah 93
Pendekatan Kontekstual. Semarang :
Bandungan Institute.
Pranoto, Naning. 2009. Penulisan Kreatif
untuk Anak : Kiat Dahsyat bagi Orang
Tua dan Guru Memandu Anak
Menulis. Solo : Tiga Serangkai.
Rampan, Korrie Layun. 2003. Dasar-Dasar
Penulisan Cerita Anak-Anak.
Yogyakarta : Penerbit Pinkbooks,
Pusbuk, Taman Melati.
Rasyid, Harun dan mansur. 2007. Penilaian
Hasil Belajar. Bandung : CV Wacana
Prima.
Sardiman. 2006. Interaksi dan Motivasi
Belajar mengajar. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Sumardjo, Jakob. 2007. Catatan Kecil tentang
Menulis Cerpen. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Suyadi. 2011. Panduan Penelitian Tindakan
Kelas : Buku Wajib bagi Para
Pendidik. Yogyakarta : DIVA Press.
Titik W.S. 2003. Penulisan Kreatif.
Yogyakarta : Penerbit Pinkbooks,
Pusbuk, Taman Melati.
Yuniasih. 2009. Peningkatan Kompetensi
Menulis Puisi Melalui Teknik
Pembelajaran “Simpan Pinjam” pada
Peserta didik Kelas X-1 SMAN 2
Kendal. Jurnal Penelitian. Vol.
Semarang : HPBI Jawa Tengah &
Bandungan Institute.
94 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017
Evaluasi Penyelenggaraan Program Pendidikan dan Pelatihan Agri Training Camp (ATC) Bagi Pelajar
Tingkat SLTA di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Batangkaluku Wulansari Apriani 95
EVALUASI PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN AGRI
TRAINING CAMP (ATC) BAGI PELAJAR TINGKAT SLTA DI BALAI BESAR
PELATIHAN PERTANIAN (BBPP) BATANGKALUKU
Wulansari Apriani *)
Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan
Staf Pengajar SMKN 2 Somba Opu Gowa
Email: [email protected]
Abstrak
Dewasa ini, minat generasi muda untuk terlibat dalam bidang pertanian sangat rendah, padahal
pertanian memiliki peranan yang sangat strategis dalam mendukung pembangunan nasional. Studi ini
akan mendeskripsikan tentang pandangan dan minat peserta Diklat sebagai representasi dari generasi
muda terhadap pertanian. Studi ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Studi ini
menemukan bahwa penyebab rendahnya minat generasi muda terhadap pertanian adalah karena
pertanian masih dianggap belum menjanjikan buat masa depan generasi muda. Selain itu keterbatasan
informasi terkait peluang-peluang di bidang pertanian juga menjadi salah factor rendahnya minat
generasi muda untuk terlibat di bidang pertanian. Setelah mengikuti Diklat Agre Training Camp
(ATC), 65% Peserta Diklat berpandangan bahwa pertanian menjanjikan buat masa depan generasi
muda, 81,7% menyatakan berminat terhadap Jurusan pertanian, dan 89,9% menyatakan berminat
mengembangkan dunia pertanian meskipun tidak memilih Jurusan Pertanian. Dari sisi input program,
83,3% peserta Didik masuk dalam peringkat 10 besar, akan tetapi 80% tidak aktif dalam kegiatan
ekstrakurikuler. Semua fasilitator sudah memenuhi seluruh persyaratan untuk menjadi fasilitator,
sedangkan panitia penyelenggara 30% masih harus mengikuti Diklat Training Of Cource (TOC).
Aspek sarana prasarana masuk dalam kategori sangat memenuhi persyaratan sebagai tempat
pelaksanaan Diklat. Proses penyelenggaraan Diklat secara umum berjalan dengan baik, dan setiap
komponen yang terlibat dalam proses penyelenggaraan dapat melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya dengan baik. Dari aspek produk peserta Diklat berpandangan bahwa Diklat ATC sangat
bermanfaat dan mampu merubah cara pandang terhadap dunia pertanian.
Kata kunci: Diklat, Generasi muda, Pertanian
Abstract *)
Today, interest in young people to engage in agriculture is very low, whereas agriculture has a
strategic role in supporting national development. This study will describe about the views and
interests of participants Training as a representation of the younger generation to farm. This study
uses quantitative and qualitative approaches. The study found that the cause of the low interest of the
younger generation of agriculture is because agriculture is still considered not promising for the
future of the younger generation. In addition to lack of information related opportunities in
agriculture is also one factor of low interest of young people to engage in agriculture. After following
Agre Training Training Camp (ATC), 65% Workshop Participants argued that agricultural promise
for future generations, 81.7% expressed interest in the Department of agriculture, and 89.9%
expressed interest in developing world agriculture although not pick Department of Agriculture. From
the input side of the program, 83.3% of participants Educate entry in the top 10, but 80% are not
active in extracurricular activities. All facilitators have fulfilled all the requirements to become a
facilitator, while the organizers 30% still have to follow the Training Training Of Cource (TOC).
Aspects of infrastructure into the category of highly qualifies as a place of training. Training the
implementation process generally went well, and every component involved in the implementation
process can perform their duties and responsibilities well. From the aspect of product training
participants argued that ATC training is very useful and is able to change the perspective of
agriculture.
Keywords: Training, the young generation, Agriculture
96 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017
PENDAHULUAN
Sejalan dengan pesatnya laju
pembangunan, jumlah penduduk Indonesia dari
tahun ke tahun juga mengalami peningkatan
yang cukup berarti. Hal ini berarti bahwa
kebutuhan akan pangan semakin hari juga
semakin meningkat. Akhir-akhir ini
kecenderungan generasi muda untuk terlibat
secara langsung dalam dunia pertanian
semakin menurun. Beberapa indicatornya
adalah terjadinya urbanisasi di kalangan
generasi muda, menurunnya minat calon
mahasiswa untuk memilih jurusan pertanian,
serta rata-rata usia petani yang banyak terlibat
dalam proses budidaya pertanian adalah di atas
45 tahun.
Upaya meningkatkan kompetensi
sumberdaya manusia pertanian (SDM)
pertanian melalui pendidikan dan pelatihan di
bidang manajemen, kepemimpinan,
kewirausahaan dan teknis agribisnis
merupakan salah satu solusi untuk
memecahkan permasalahan yang dihadapi saat
ini, yaitu menurunnya minat generasi muda di
bidang pertanian. UPT Badan Penyuluhan dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pertanian berperan penting dalam
meningkatkan kapasitas sumber daya manusia
pertanian melalui pelatihan guna mengatasi
permasalahan di atas. Melalui SK
No.20/Permentan/OT.140/II/2007 tertanggal
19 Pebruari 2007, Balai Besar Pelatihan
Pertanian Batangkaluku memiliki tugas pokok
melaksanakan dan mengembangkan teknik
pelatihan teknis, fungsional dan kewirausahaan
di bidang pertanian bagi aparatur dan non
aparatur.
Salah satu Program Pendidikan dan
Pelatihan (Diklat) bagi non aparatur adalah
dengan digulirkannya Diklat Agri Training
Camp (ATC) bagi pelajar tingkat SLTP dan
SLTA di seluruh Balai Besar Pelatihan
Pertanian yang ada di Indonesia dan salah satu
diantaranya adalah Balai Besar Pelatihan
Pertanian Batangkaluku. Salah satu hal penting
untuk diketahui seiring dengan penurunan
minat generasi muda terhadap dunia pertanian
adalah pandangan generasi muda terhadap
dunia pertanian. Diantara asumsi yang
berkembang adalah terjadinya penurunan
minat generasi muda terhadap pertanian, salah
satunya diakibatkan oleh pandangan generasi
muda yang kurang positif terhadap dunia
pertanian. Dengan demikian, maka sangat
penting untuk mengetahui pandangan generasi
muda terhadap dunia pertanian. Generasi muda
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
siswa-siswi yang menjadi peserta Diklat ATC
tahun 2014.
Penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh deskripsi tentang
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
ATC bagi pelajar tingkat SLTA tahun 2014 di
Balai Besar Pelatihan Pertanian Batangkaluku,
sedangkan secara khusus penelitian ini
bertujuan untuk (1) Memperoleh gambaran
tentang pandangan dan minat peserta Diklat
terhadap dunia pertanian sebelum dan setelah
mengikuti Diklat ATC; (2) Memperoleh
gambaran tentang karakteristik Peserta,
Fasilitator, Panitia Penyelenggara dan sarana
dan prasarana Diklat ATC; (3) Memperoleh
gambaran tentang proses pelaksanaan Diklat
ATC; (4) Memperoleh gambaran tentang
tanggapan peserta Diklat terhadap Diklat ATC;
dan (5) Memperoleh gambaran tentang
manfaat Diklat ATC terhadap peserta Diklat.
Menurut Arikunto (2004:1) evaluasi
adalah kegiatan untuk mengumpulkan
informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang
selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk
menentukan alternative yang tepat dalam
mengambil sebuah keputusan. Sedangkan
Edwind Wandt dan Brown dalam Sudijono
(2007:1) mengemukakan bahwa “Evaluation
refer to the act or process to determining the
value of something”. Dari kutipan tersebut
diperoleh pengertian bahwa istilah evaluasi itu
mengandung pengertian sebagai suatu tindakan
atau suatu proses untuk menentukan nilai dari
sesuatu.
Sedangkan Stufflebeam dalam Worthen
dan Sanders (1973: 129) menyatakan bahwa
“Evaluation is the process of delineating,
obtaining, and providing useful information for
judging decision alternatives”. Dari kutipan
tersebut diperoleh pengertian bahwa evaluasi
adalah proses menggambarkan, memperoleh
dan menyediakan informasi yang bermanfaat
untuk menilai alternatif-alternatif keputusan.
Definisi evaluasi Stufflebeam mengandung
pengertian sebagai berikut: (1) Proses, adalah
sebuah aktivitas tertentu, berkelanjutan dan
bersifat siklis yang menggabungkan banyak
metode dan melibatkan sejumlah tahapan; (2)
Menggambarkan, yakni memfokuskan
kebutuhan-kebutuhan informasi yang akan
dipenuhi oleh evaluasi dengan melakukan
spesifikasi, pendefinisian dan penegasan; (3)
Memperoleh, yakni mengadakan informasi
melalui proses pengumpulan,
pengorganisasian, penganalisaan, dan dengan
menggunakan metode formal seperti statistik
dan pengukuran; (4) Menyediakan, yakni
memadukan informasi secara bersama-sama ke
Evaluasi Penyelenggaraan Program Pendidikan dan Pelatihan Agri Training Camp (ATC) Bagi Pelajar
Tingkat SLTA di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Batangkaluku Wulansari Apriani 97
dalam sistem atau subsistem dengan
menggunakan cara yang terbaik untuk
memenuhi kebutuhan atau tujuan evaluasi; (5)
Bermanfaat, yakni tepat dalam menentukan
kriteria awal yang disusun melalui interaksi
antara evaluator dan kliennya; (6) Informasi,
yakni data deskriptif atau interpretatif tentang
sesuatu (baik yang bersifat nyata maupun tidak
nyata) dan hubungannya; (7) Menilai, yakni
menentukan bobot berdasarkan kerangka nilai
yang spesifik, kriteria, dan informasi yang
menghubungkan kriteria dengan sesuatu yang
dinilai; (8) Alternatif-alternatif keputusan,
yakni serangkaian jawaban yang dapat dipilih
terhadap pertanyaan keputusan yang telah
ditentukan.
Secara umum istilah “program” dapat
diartikan sebagai “rencana”. Arikunto (2004:3)
mengemukakan bahwa istilah program jika
langsung dikaitkan dengan evaluasi maka
program didefinisikan sebagai suatu unit atau
kegiatan yang merupakan realisasi atau
implementasi dari suatu kebijakan,
berlangsung dalam proses yang
berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu
organisasi yag melibatkan sekelompok orang.
Ralph Tyler dalam Robert, et al.
(1983:25) mengatakan bahwa “evaluation as
the process of determining to what extent the
educational objectives are actually being
realized”. Kalimat tersebut dapat diartikan
bahwa evaluasi program adalah suatu proses
untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan
sudah dapat terealisasikan. Sedangkan definisi
yang lebih diterima oleh masyarakat luas
dikemukakan oleh Stufflebeam dan Cronbach
dalam Arikunto (2004:4) bahwa evaluasi
program adalah upaya menyediakan
informasi untuk disampaikan kepada
pengambil keputusan. Dari definisi tersebut
dapat disimpulkan bahwa evaluator hanyalah
sebagai penyedia informasi yang selanjutnya
hasil dari evaluasi program tersebut diberikan
kepada pengambil keputusan untuk kemudian
dibuat menjadi sebuah kebijakan.
Menurut Arikunto (2004: 13) evaluasi
program diarahkan pada perolehan
rekomendasi sehingga tujuan evaluasi program
tidak boleh terlepas dari tujuan program yang
akan dievaluasi. Keduanya saling terkait
karena tujuan program itu merupakan dasar
untuk merumuskan tujuan evaluasi program.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa tujuan
evaluasi program harus dirumuskan dengan
titik tolak tujuan program yang akan
dievaluasi.
Stufflebeam (1985: 151) menyatakan
bahwa “The most important purpose of
evaluation is not to prove, but to improve“.
Kalimat ini menjelaskan bahwa tujuan evaluasi
adalah untuk meningkatkan, bukan untuk
membuktikan.
Pernyataan ‘meningkatkan’ mengandung
makna bahwa penilaian harus dilakukan
berkaitan dengan sesuatu yang memberikan
manfaat atau nilai. Dengan kata lain, seperti
yang dikemukan oleh Wirawan (2011:9)
bahwa istilah evaluasi berhubungan secara
khusus dengan pertanyaan tentang kualitas
(merit) dan manfaat (wort): “seberapa baik
buruknya atau tinggi rendahnya kualitas atau
kinerja program yang dievaluasi dan seberapa
tinggi atau rendahnya manfaat program dalam
kaitan dengan suatu tujuan atau standar
tertentu.
Menurut Arikunto (2004:13) ada dua
macam tujuan evaluasi, yaitu tujuan umum dan
tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan pada
program secara keseluruhan, sedangkan tujuan
khusus diarahkan pada masing-masing
komponen. Agar dapat melakukan tugasnya
maka seorang evaluator program dituntut untuk
mampu mengenali komponen-komponen
program.
Dari berbagai pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa tujuan evaluasi program
adalah untuk memperoleh informasi yang
tepat, terkini dan objektif berkaitan dengan
penyelenggaraan sebuah program. Informasi
yang digali dapat berupa input, proses, atau
produk dari sebuah program. Arikunto
(2004:8) mengemukakan bahwa ada empat
kemungkinan kebijakan yang dapat dilakukan
berdasarkan hasil dalam pelaksanaan sebuah
program keputusan yaitu:
1. Menghentikan program, karena dipandang
bahwa program tersebut tidak ada
manfaatnya, atau tidak dapat terlaksana
sebagaimana diharpkan;
2. Merivisi program, karena ada bagian-
bagian yang kurang sesuai dengan harapan
(terdapat kesalahan tetapi hanya sedikit);
3. Melanjutkan program, karena pelaksanaan
program menunjukkan bahwa segala
sesuatu sudah berjalan sesuai dengan
harapan dan memberikan hasil yang
bermanfaat;
4. Menyebarluaskan program (melaksanakan
program di tempat-tempat lain atau
mengulangi lagi program di lain waktu),
karena program tersebut berhasil dengan
baik, maka sangatbaik jika dilaksanakan
lagi di tempat dan waktu yang lain.
98 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017
Metode penelitian
Jenis penelitian ini dikategorikan
sebagai penelitian evaluasi. Penelitian ini
bertujuan mengumpulkan informasi yang dapat
digunakan untuk pengambilan keputusan lebih
lanjut guna memperbaiki dan meningkatkan
kualitas penyelenggaraan Program pendidikan
dan pelatihan ATC di masa yang akan datang.
Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan
ketersediaan informasi yang akurat dan
menyeluruh dari berbagai komponen yang ada
dalam penyelenggaraan program pendidikan
dan pelatihan ATC tersebut, sehingga model
evaluasi yang cocok digunakan dalam
penelitian evaluasi ini adalah model evaluasi
Context-Input-Process-Product (CIPP) dari
Daniel L Stuflebeam.
Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif
dengan didukung pendekatan kualitatif.
Pendekatan kuantitatif digunakan untuk
mendapatkan hasil evaluasi yang mendalam
dan komprehensif. Pendekatan ini digunakan
untuk menangani data-data yang bersifat
kuantitatif (angka). Dengan pendekatan
tersebut diharapkan dapat diperoleh
pemahaman dan penafsiran yang lebih
menyeluruh mengenai Program Diklat ATC.
Pendekatan kualitatif digunakan dengan
didasarkan pertimbangan bahwa penelitian ini
merupakan proses kajian terhadap perilaku
atau aktivitas para pelaku yang terlibat dalam
Program Diklat ATC.
Menurut Patton (1991:5) keuntungan
pendekatan kuantitatif adalah dapat mengukur
reaksi atas banyak orang ke dalam seperangkat
pertanyaan yang terbatas, kemudian
memfasilitasi perbandingan dan menghitung
secara statistik atas agregrasi data.
Fokus evaluasi ditujukan untuk lebih
mempertajam deskripsi obyek evaluasi yang
dilakukan berdasarkan tahapan evaluasi
Context-Input-Process-Product. Berikut ini
adalah uraian fokus evaluasi sesuai tahapan
Context-Input-Process-Product:
Pertama, fokus evaluasi context ditujukan
untuk mendeskripsikan pandangan minat
generasi muda terhadap dunia pertanian secara
nyata.
Kedua, fokus evaluasi input ditujukan untuk
mendeskripsikan karakteristik peserta Diklat,
fasilitator, penyelenggara, kurikulum
pembelajaran, serta sarana dan prasarana.
Deskripsi karakteristik peserta Diklat akan
berfokus pada jenjang sekolah tingkat SLTA,
prestasi belajar, dan keaktifan dalam
organisasi. Deskripsi karakteristik fasilitator
akan difokuskan kepada pengalaman
mengikuti Diklat, Pengalaman Mengajar,
pengetahuan tentang metode dan strategi
pembelajaran partisipatif dan teknik
memotivasi peserta Diklat, penguasaan
keterampilan menggunakan teknologi media
pembelajaran, serta komitmen terhadap tugas
dan kewajibannya sebagai fasilitator. Deskripsi
karakteristik penyelenggara akan berfokus
pada pengalaman mengikuti Diklat,
pengalaman menjadi pengelola Diklat,
kemampuan memberikan pelayanan prima
sesuai dengan indikator penyelenggaraan
Diklat yang telah ditetapkan. Deskripsi
karakteristik kurikulum pembelajaran akan
difokuskan pada tujuan, materi, strategi
pembelajaran, dan sistem penilaian. Deskripsi
tentang sarana dan prasarana akan berfokus
pada tempat belajar, perlengkapan belajar dan
bahan belajar.
Ketiga, fokus Evaluasi process ditujukan untuk
mengungkapkan proses pelayanan
penyelenggara terhadap peserta Diklat, proses
pembelajaran dan penilaian hasil pembelajaran.
Deskripsi proses pelayanan penyelenggara
akan berfokus pada aktivitas penyelenggara
dalam melayani peserta Diklat, Deskripsi
proses pembelajaran akan berfokus pada
aktivitas peserta Diklat, aktivitas fasilitator,
serta aktivitas penyelenggara. Dan keempat
fokus Evaluasi product ditujukan untuk menilai
hasil yang dicapai oleh peserta Diklat setelah
mengikuti program pendidikan dan pelatihan
ATC.
Hasil Penelitian
Rendahnya minat generasi muda
khususnya calon mahasiswa untuk memilih
jurusan pertanian saat melanjutkan ke
Pendidikan Tinggi menjadi sebuah tanda tanya
besar pada bangsa yang dikenal sebagai
Negara agraris. Pandangan generasi muda yang
menganggap dunia pertanian sebagai suatu
yang kotor, penuh dengan lumpur, cangkul,
sabit, rumput, miskin dan keterbelakangan
perlu segera dirubah. Beberapa Negara maju
bahkan menjadikan sektor pertanian sebagai
unggulan dalam memacu pertumbuhan
ekonominya.
Demikian pula halnya dengan bangsa
Indonesia, disadari ataupun tidak oleh generasi
muda, peranan pertanian tetap penting dalam
pembangunan ekonomi nasional. Hasil analisis
data menunjukkan bahwa mayoritas generasi
muda masih menganggap pertanian belum
menjajikan masa depan yang lebih baik.
Meskipun mereka tetap memandang bahwa
Evaluasi Penyelenggaraan Program Pendidikan dan Pelatihan Agri Training Camp (ATC) Bagi Pelajar
Tingkat SLTA di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Batangkaluku Wulansari Apriani 99
pertanian memegang peranan yang penting
dalam pembangunan ekonomi nasional. Hal ini
dibuktikan dengan pilihan responden yang
memilih kecenderungan setuju sebanyak 40
orang atau 66% dan sangat setuju sebanyak 11
orang atau 18,3% bahwa pertanian memiliki
peranan yang penting dalam menopang
pembangunan ekonomi nasional. Hal ini tentu
dimaklumi mengingat mayoritas penduduk
negeri ini masih menjadikan nasi sebagai
makanan utama dalam memenuhi kebutuhan
karbohidratnya. Artinya, apabila terjadi
kelangkaan beras, maka negeri ini akan
mengalami ketidakstabilan secara ekonomi.
Meskipun memiliki peranan yang sangat
penting dalam menopang pembangunan
ekonomi nasional, mayoritas generasi muda
tetap beranggapan bahwa pertanian belum
menjanjikan bagi masa depan generasi muda.
Pandangan ini tentu ada benarnya jika melihat
kondisi kehidupan petani secara umum.
Dimana mayoritas petani yang ada di republik
ini masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Hasil pengumpulan data menunjukkan bahwa
sebanyak 43 orang atau 71,7% responden
memilih kecenderungan tersebut dan hanya 17
orang atau 28,3% yang beranggapan bahwa
pertanian tetap menjanjikan bagi masa depan
generasi muda.
Kondisi eknomi petani secara umum
memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap
cara pandang generasi muda pada dunia
pertanian. Dan hal inilah yang akan membuat
generasi muda lebih tertarik untuk bekerja di
sektor non pertanian. Hasil pengumpulan data
menunjukkan bahwa tingkat kecenderungan
responden adalah 46 orang atau 76,7%
memiliki kecenderungan tanggapan bahwa
generasi muda lebih tertarik bekerja pada
bidang non pertanian. Padahal jika ditelaah
lebih mendalam, maka diketahui bahwa
sesungguhnya pertanian memiliki peluang
yang besar. Ada banyak factor yang membuat
generasi muda tidak tertarik bekerja pada
sektor pertanian, diantaranya adalah masih
tingginya anggapan bahwa pertanian identik
dengan lumpur, kotor, dan kumuh. Padahal
bekerja pada sektor pertanian bukan berarti
harus turun ke sawah bermandikan lumpur,
atau harus berpakaian compang camping
sehingga nampak serba kumuh.
Saat ini adalah era modern, era
mekanisasi, era dimana mesin-mesin pertanian
memegang peranan yang dominan dalam
proses budidaya pertanian, sehingga bekerja
pada sektor pertanian sebagai praktisi
sangatlah mudah. Bahkan saat ini sudah sering
kita dengar bahwa banyak petani yang bisa
memperoleh penghasilan puluhan bahkan
ratusan juta rupiah dalam sekali musim tanam.
Mereka adalah para pemilik teknologi, mereka
adalah orang yang mampu memanfaatkan
peluang dengan mengambil keuntungan
melalui pemanfaatan teknologi pertanian
dalam proses budidaya, pascapanen dan
pengolahan hasil pertanian.
Dengan demikian persepsi bahwa
pertanian identik dengan lumpur tidaklah
benar. Meskipun demikian fakta yang ada
menunjukkan bahwa dari 60 responden yang
menjadi objek penelitian memiliki
kecenderungan pandangan yaitu 42 responden
atau 70% memiliki kecenderungan pandangan
bahwa pertanian identik dengan lumpur, kotor,
dan kumuh, dan hanya 18 responden atau 30%
yang memiliki kecenderungan tanggapan
bahwa pertanian tidak identik dengan lumpur,
kotor, dan kumuh.
Persepsi yang negative terhadap
pertanian di kalangan generasi muda ternyata
tidak berbanding lurus dengan persepsi
terhadap penampilan petani. Ini tentunya satu
hal yang positif, karena bisaanya generasi
muda sangat perhatian terhadap penampilan.
Hasil pengumpulan data menunjukkan bahwa
terdapat 48 responden atau 80% memiliki
kecenderungan tanggapan bahwa orang yang
bekerja di bidang pertanian tetap memiliki
penampilan yang menarik, sedangkan 12
responden atau 20% memiliki kecenderungan
tanggapan bahwa bahwa orang yang bekerja di
bidang pertanian memiliki penampilan yang
kurang menarik. Artinya jika patokan minat
adalah penampilan, maka sudah dimungkinkan
di masa yang akan datang banyak generasi
muda yang terjun de dalam dunia pertanian.
Salah satu harapan besar bangsa ini
adalah generasi muda yang akan menjadi
pelanjut pembangunan. Kualitas sebuah bangsa
sangat dipengaruhi oleh kualitas generasi muda
yang mereka miliki. Bahkan sejarah
perjuangan bangsa pun sangat identik dengan
generasi muda. Mengelola pertanian bukan
hanya membutuhkan modal fisik tanpa
ditunjang dengan pendidikan yang memadai.
Pengalaman bangsa ini sudah jelas, bahwa
mayoritas petani di negeri ini hidup di bawah
garis kemiskinan karena rata-rata tingkat
pendidikan yang kurang memadai. Bangsa
yang besar adalah bangsa yang memiliki
sumber daya manusia yang berkualitas.
Indonesia sebagai Negara agraris, sudah
semestinya memiliki fokus perhatian terhadap
pembangunan kualitas sumberdaya manusia
(SDM) yang akan terlibat pada sector
pertanian. Pandangan terkait pentingnya
100 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017
kualitas SDM dalam pembangunan pertanian
juga diaminkan oleh para generasi muda. Hasil
analisis data menunjukkan bahwa dari 60
responden, sebanyak 56 orang atau 93,3%
yang memiliki kecenderungan tanggapan
bahwa pertanian akan menjanjikan secara
ekonomi jika dikelola oleh SDM professional.
Pandangan tentang pertanian akan
menjanjikan secara ekonomi jika dikelola oleh
SDM professional tentu sangat
menggembirakan, karena ada sebuah kesadaran
bahwa untuk terlibat dalam dunia pertanian
secara serius tetap harus mempersiapkan diri
dengan bekal pendidikan yang memadai, baik
formal maupun informal. Pendidikan secara
formal tentu sudah dipahami oleh masyarakat
umum bahwa harus ditempuh melalui sekolah
mulai dari tingkat Pendidikan Dasar sampai ke
Perguruan Tinggi. Tapi mempelajari pertanian
melalui pendidikan non formal masih sangat
jarang di pahami oleh masyarakat, padahal
Kementerian Pertanian sudah menyiapkan
sarananya melalui Unit Pelaksana Teknis
(UPT) Diklat yang berada di bawah naungan
Badan Penyuluhan dan Pengembangan
Sumberdaya Manusia Pertanian (BPSDMP)
ataupun melalui Pusat Pelatihan Pertanian
Perdesaan Swadaya (P4S) yang dikelola oleh
petani dengan jenis kegiatan Diklat atau
magang.
Simpulan akhir dari penelitian ini
ditinjau dari aspek pandangan generasi muda
terhadap dunia pertanian sebelum mengikuti
Diklat ATC adalah sebanyak 39,79% memiliki
kecenderungan pandangan yang negative dan
60,21% memiliki kecenderungan pandangan
yang positif. Meskipun pandangan positif lebih
besar, tetapi aspek-aspek yang menjadi kunci
keterlibatan secara langsung dalam dunia
pertanian masih memiliki pandangan negative
yang lebih besar, yaitu persepsi tentang
“pertanian identik dengan lumpur” yang masih
mencapai angka 70%.
Kondisi yang berkembang di masyarakat
bahwa saat ini mayoritas yang banyak terlibat
secara langsung dalam dunia pertanian adalah
orang yang sudah berusia 45 tahun ke atas. Hal
ini menunjukkan bahwa mayoritas generasi
muda sudah tidak tertarik untuk bekerja di
bidang pertanian. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa 73,3% responden
menyatakan kecenderungan tidak tertarik
bekerja pada bidang pertanian dan sebanyak
23,7% responden menyatakan kecenderungan
tertarik menjadikan dunia pertanian sebagai
pekerjaan utama. Hal ini tentu
memprihatinkan, karena kebutuhan akan
pangan setiap tahun semakin tinggi, sehingga
keterlibatan generasi muda yang berkualitas
untuk memajukan pertanian sangat dibutuhkan.
Hasil akhir dari penelitian pada aspek
minat generasi muda terhadap pertanian
sebelum mengikuti Diklat ATC adalah
sebanyak 55,23 memiliki kecenderungan tidak
berminat dan 44,7% memiliki kecenderungan
minat yang positif. Hal ini menunjukkan
bahwa minat generasi muda terhadap dunia
pertanian masih rendah.
Proses kegiatan pembelajaran
merupakan kegiatan inti dalam pelaksanaan
Diklat ATC. Kegiatan evaluasi proses
pembelajaran meliputi aktivitas peserta Diklat,
aktivitas fasilitator, dan aktivitas panitia
penyelenggara. Aktivitas peserta Diklat yang
menjadi domain evaluasi adalah tingkat
kehadiran setiap Peserta Diklat lebih dari 90%;
keaktifan peserta Diklat dalam mengemukakan
pendapat, ide atau pertanyaan dan komunikasi
yang timbal balik antara peserta Diklat dengan
fasilitator.
Evaluasi aktivitas panitia penyelenggara
Diklat meliputi aspek penyiapan daftar hadir
peserta, penyiapan dan pendistribusian bahan
belajar, penyiapan bahan praktek dan
koordinasi dengan fasilitator untuk kelancaran
proses pembelajaran.
Pada aspek penyiapan daftar hadir
peserta saat proses pembelajaran, hasil
penelitian menunjukkan bahwa 100%
responden menjawab dengan kecenderungan
bahwa panitia penyelenggara menyiapkan
daftar hadir saat proses pembelajaran.
Sedangkan pada aspek penyiapan dan
pendistribusian bahan belajar saat proses
pembelajaran, hasil penelitian menunjukkan
bahwa 100% responden menjawab dengan
kecenderungan bahwa panitia penyelenggara
menyiapkan dan mendistribusikan bahan
belajar.
Pada aspek penyiapan bahan praktek,
hasil penelitian menunjukkan bahwa 100%
responden menjawab dengan kecenderungan
bahwa panitia penyelenggara menyiapkan
bahan prektek saat proses pembelajaran
praktek. Sedangkan pada aspek kordinasi
dengan fasilitator, hasil penelitian
menunjukkan bahwa 100% responden
menjawab dengan kecenderungan bahwa
panitia penyelenggara melakukan koordinasi
dengan fasilitator untuk kelancaran proses
pembelajaran.
Pada keseluruhan aspek yang dievaluasi
dapat disimpulkan bahwa 100% responden
menjawab dengan kecenderungan bahwa
panitia penyelenggara melakukan kegiatan
dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa staf
Evaluasi Penyelenggaraan Program Pendidikan dan Pelatihan Agri Training Camp (ATC) Bagi Pelajar
Tingkat SLTA di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Batangkaluku Wulansari Apriani 101
BBPP Batangkaluku sudah masuk dalam
standard yang dipersyaratkan untuk menjadi
panitia dalam kegiatan Diklat.
Pandangan peserta Diklat terhadap dunia
pertanian setelah mengikuti Diklat ATC adalah
sebanyak 16,26% memiliki kecenderungan
pandangan yang negative dan 84,74%
memiliki kecenderungan pandangan yang
positif terhadap dunia pertanian. Sedangkan
data pandangan peserta Diklat terhadap dunia
pertanian sebelum mengikuti Diklat ATC
adalah sebanyak 60,21% memiliki
kecenderungan pandangan yang negative dan
39,79% memiliki kecenderungan pandangan
yang positif terhadap dunia pertanian. Hal ini
menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan
cara pandang atau persepsi terhadap dunia
pertanian kea rah yang positif sebesar 17,53%.
Dari sisi ketertarikan terhadap jurusan
pertanian jika kelak melanjutkan di Perguruan
Tinggi, data menunjukkan bahwa 18,3%
responden menyatakan kecenderungan tidak
tertarik terhadap jurusan pertanian jika kelak
melanjutkan di Perguruan Tinggi dan sebanyak
81,7% responden menyatakan kecenderungan
tertarik terhadap jurusan pertanian jika kelak
melanjutkan di Perguruan Tinggi.
Dari sisi harapan mengembangkan dunia
pertanian, data menunjukkan bahwa 10,10%
responden menyatakan kecenderungan tidak
tertarik mengembangkan dunia pertanian dan
sebanyak 89,9% responden menyatakan
kecenderungan tertarik mengembangkan dunia
pertanian sekalipun tidak kuliah di jurusan
pertanian. Dari sisi ketertarikan untuk bekerja
pada bidang pertanian, data menunjukkan
bahwa 23,3% responden menyatakan
kecenderungan tidak tertarik bekerja pada
bidang pertanian dan sebanyak 76,7%
responden menyatakan kecenderungan tertarik
menjadikan dunia pertanian sebagai pekerjaan
utama. Selain itu juga diketahui bahwa data
minat peserta Diklat terhadap dunia pertanian
setelah mengikuti Diklat ATC adalah sebanyak
19,19 memiliki kecenderungan tidak berminat
terhadap dunia pertanian dan 80,81% memiliki
kecenderungan berminat terhadap dunia
pertanian. Sedangkan data minat sebelum
mengikuti diklat ATC diketahui sebanyak
55,23% memiliki kecenderungan tidak
berminat terhadap dunia pertanian dan 44,7%
memiliki kecenderungan berminat terhadap
dunia pertanian.
Evaluasi pandangan peserta Diklat
terhadap Diklat ATC meliputi urgensi Diklat
ATC dalam memahami dunia pertanian,
jumlah peserta, manfaat Diklat ATC, waktu
pelaksanaan, kemitraan pelaksanaan, dan
efektivitas Diklat. Hasil penelitian tentang
pentingnya Diklat ATC bagi generasi muda
dalam memahami dunia pertanian
menunjukkan bahwa 100% responden
memiliki kecenderungan bahwa Diklat ATC
sangat penting bagi generasi muda dalam
memahami dunia pertanian. Hal ini lebih jelas
lagi bila melihat hasil pilihan responden yang
pada kecenderungan sangat setuju yang
mencapai 81,7%.
Pada aspek jumlah peserta, hasil
penelitian menunjukkan bahwa 98,3%
responden memiliki kecenderungan bahwa
peserta Diklat ATC perlu ditingkatkan
jumahnya agar lebih banyak generasi muda
yang memahami dunia pertanian dan 1,7%
responden memiliki kecenderungan bahwa
peserta Diklat ATC tidak perlu ditingkatkan
jumahnya. Pada aspek manfaat Diklat ATC,
hasil penelitian menunjukkan bahwa 98,3%
responden memiliki kecenderungan bahwa
Diklat ATC sangat bermanfaat bagi generasi
muda dan 1,7% responden memiliki
kecenderungan bahwa Diklat ATC sangat
bermanfaat bagi generasi muda.
Pada aspek waktu pelaksanaan Diklat
ATC, hasil penelitian menunjukkan bahwa
91,7% responden memiliki kecenderungan
bahwa waktu pelaksanaan Diklat ATC
sebaiknya ditambah dan 8,3% responden
memiliki kecenderungan bahwa waktu
pelaksanaan Diklat ATC tidak perlu ditambah.
Pada aspek kemitraan dan sharing
pembiayaan, hasil penelitian menunjukkan
bahwa 98,3% responden memiliki
kecenderungan bahwa Sebaiknya
penyelenggara Diklat ATC bekerjasama
dengan Dinas Pendidikan Provinsi atau
Kabupaten dalam hal pembiayaan sehingga
jumlah peserta bisa ditingkatkan dan 1,7%
responden memiliki kecenderungan bahwa
penyelenggara Diklat ATC tidak perlu
bekerjasama dengan Dinas Pendidikan
Provinsi atau Kabupaten dalam hal
pembiayaan.
Pada aspek efektivitas diklat ATC dalam
mengubah cara pandang generasi muda
terhadap dunia pertanian, hasil penelitian
menunjukkan bahwa 98,3% responden
memiliki kecenderungan bahwa Diklat ATC
sangat efektif dalam mengubah cara pandang
generasi muda terhadap dunia pertanian dan
1,7% responden memiliki kecenderungan
bahwa Diklat ATC tidak efektif dalam
mengubah cara pandang generasi muda
terhadap dunia pertanian.
Pada aspek ilmu yang diterima saat
pelaksanaan diklat ATC, hasil penelitian
102 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017
menunjukkan bahwa 96,6% responden
memiliki kecenderungan bahwa Diklat ATC
banyak memberikan ilmu pengetahunan yang
tidak diperoleh di bangku sekolah.dan 3,4%
responden memiliki kecenderungan tidak
sepakat dengan pernyataan tersebut. Pada
keseluruhan aspek pandangan peserta Diklat
terhadap Diklat ATC yang dievaluasi dapat
disimpulkan bahwa 97,4% responden
menjawab dengan kecenderungan pandangan
yang positif dan 2,6% responden dengan
kecenderungan pandangan yang negative.
Dengan demikian maka penting untuk
dipertimbangkan oleh semua elemen yang
terkait agar ikut berpartisipasi dalam
pelaksanaan Diklat ATC di masa yang datang,
sehingga beberapa aspek yang perlu
ditingkatkan seperti jumlah peserta, aspek
kemitraan dan sharing pembiayaan dapat
direalisasikan.
Dari keseluruhan tanggapan peserta
terhadap diklat ATC dapat disimpulkan bahwa
Diklat ATC sangat penting bagi benerasi muda
dalam mengubah cara pandang dan minat
terhadap dunia pertanian.
Evaluasi manfaat Diklat ATC terhadap
peserta meliputi pemahaman terhadap dunia
pertanian, keterampilan yang diperoleh setelah
mengikuti Diklat ATC. Pada aspek
pemahaman terhadap dunia pertanian, hasil
penelitian menunjukkan bahwa 98,3%
responden memiliki kecenderungan lebih
memahami dunia pertanian setelah mengikuti
Diklat dan 1,7% responden memiliki
kecenderungan tidak memahami dunia
pertanian meskipun telah mengikuti Diklat
ATC. Pada aspek pemahaman terhadap
peluang yang ada pada bidang pertanian, hasil
penelitian menunjukkan bahwa 100%
responden memiliki kecenderungan memahami
bahwa banyak peluang yang menjanjikan di
bidang pertanian setelah mengikuti Diklat
ATC.
Pada aspek keterampilan teknis bidang
pertanian, 98,3% responden memiliki
kecenderungan bahwa mereka memiliki
tambahan keterampilan teknis budidaya
pertanian setelah mengikuti diklat ATC dan
1,7% responden memiliki kecenderungan
bahwa mereka tidak memiliki tambahan
keterampilan teknis budidaya pertanian
meskipun telah mengikuti diklat ATC. Pada
aspek pemahaman tentang perbanyakan
tanaman dengan cara okulas, 98,3% responden
memiliki kecenderungan bahwa mereka
memahami cara perbanyakan tanaman dengan
cara okulasi setelah mengikuti Diklat ATC dan
1,7% responden memiliki kecenderungan
bahwa mereka tidak memahami cara
perbanyakan tanaman dengan cara okulasi
meskipun telah mengikuti diklat ATC.
Pada aspek keterampilan teknis bidang
pertanian, 98,3% responden memiliki
kecenderungan bahwa mereka dapat
melakukan perbanyakan tanaman dengan cara
okulasi setelah mengikuti Diklat ATC dan
1,7% responden memiliki kecenderungan
bahwa mereka tidak melakukan cara
perbanyakan tanaman dengan cara okulasi
meskipun telah mengikuti diklat ATC. Pada
aspek pemahaman tentang cara membuat
pupuk orgnik, 100% responden memiliki
kecenderungan bahwa mereka memahami cara
membuat pupuk organic setelah mengikuti
diklat ATC.
Pada aspek keterampilan tentang cara
membuat pupuk orgnik, 100% responden
memiliki kecenderungan bahwa mereka
mampu membuat pupuk organic setelah
mengikuti diklat ATC. Pada aspek pemahaman
terhadap budidaya buah naga, 98,3%
responden memiliki kecenderungan bahwa
mereka memahami cara budidaya buah naga
setelah mengikuti diklat ATC. dan 1,7%
responden memiliki kecenderungan bahwa
mereka memahami cara budidaya buah naga
meskipun telah mengikuti diklat ATC. Pada
aspek pemahaman terhadap budidaya jamur
tiram, 100% responden memiliki
kecenderungan bahwa mereka memahami cara
budidaya jamur tiram setelah mengikuti diklat
ATC. Pada aspek pemahaman tentang cara
membuat keripik jamur tiram, 100% responden
memiliki kecenderungan bahwa mereka
memahami cara membuat keripik budidaya
jamur tiram setelah mengikuti diklat ATC.
Pada aspek keterampilan tentang cara
membuat keripik jamur tiram, 100% responden
memiliki kecenderungan bahwa mereka
mampu membuat keripik budidaya jamur tiram
setelah mengikuti diklat ATC. Pada aspek
pemahaman tentang cara mengolah kotoran
ternak menjadi biogas, 100% responden
memiliki kecenderungan bahwa mereka
memahami cara mengolah kotoran ternak
menjadi biogas setelah mengikuti diklat ATC.
Pada aspek pemahaman tentang cara budidaya
sayuran secara organik, 100% responden
memiliki kecenderungan bahwa mereka
memahami budidaya sayuran secara organik
setelah mengikuti diklat ATC.
Pada aspek pemahaman tentang cara
mengoperasikan mesin tractor, 96.7%
responden memiliki kecenderungan bahwa
mereka memahami cara mengoperasikan mesin
tractor setelah mengikuti diklat ATC. dan 3,3%
Evaluasi Penyelenggaraan Program Pendidikan dan Pelatihan Agri Training Camp (ATC) Bagi Pelajar
Tingkat SLTA di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Batangkaluku Wulansari Apriani 103
responden memiliki kecenderungan bahwa
mereka tidak memahami cara mengoperasikan
mesin tractor meskipun telah mengikuti diklat
ATC.
Pada aspek keterampilan teknis tentang
cara mengoperasikan mesin tractor, 95%
responden memiliki kecenderungan bahwa
mereka tidak mampu mengoperasikan mesin
tractor meskipun telah mengikuti diklat ATC.
Dan 5% responden memiliki kecenderungan
bahwa mereka tidak mampu mengoperasikan
mesin tractor meskipun telah mengikuti diklat
ATC. Pada keseluruhan aspek produk Diklat
ATC yang dievaluasi dapat disimpulkan bahwa
98,89% responden menjawab dengan
kecenderungan yang positif dan 1,11%
responden dengan kecenderungan yang
negative.
Dari keseluruhan tanggapan peserta
terhadap manfaat diklat ATC dapat
disimpulkan bahwa Diklat ATC sangat
bermanfaat bagi peserta Diklat khususnya
dalam merubah pandangat dan minat peserta
Diklat terhadap pertanian. Selain itu Diklat
ATC juga efektif dalam membekali
keterampilan teknis pertanian peserta Diklat.
Dengan demikian, maka kegiatan Diklat ATC
perlu terus dikembangkan oleh pihak pelaksana
kegiatan dalam rangka terus berperan aktif
dalam meningkatkan minat generasi muda
terhadap pertanian.
Salah satu tugas dan fungsi BBPP
Batangkaluku sebagai lembaga pemerintah
adalah memaksimalkan segala pemanfaatan
sumberdaya dalam meningkatkan kualitas dan
kuantitas sumberdaya manusia pertanian, baik
aparatur maupun non aparatur. Maka sejalan
dengan hal tersebut, maka sudah semestinya
kegiatan Diklat ATC yang dianggap mampu
memberikan kontribusi positif dalam rangka
meningkatkan minat generasi muda untuk
terlibat dalam dunia pertanian yang saat ini
kondisinya sangat memprihatinkan.
Sejalan dengan beberapa alas an yang
diungkapkan oleh peserta Diklat terkait hal-hal
yang menyebabkan mereka tidak tertarik
terhadap dunia pertanian adalah karena
pertanian masih dianggap belum menjanjikan
secara ekonomi bagi masa depan generasi
muda. Hal ini tentunya tidak terlepas dari
kondisi kehidupan petani yang ada saat ini, di
mana mayoritas masyarakat yang berprofesi
sebagai petani memilih tingkat penghidupan
yang kurang layak dari sisi ekonomi. Kondisi
ini tentu sangat memprihatinkan, karena posisi
petani yang sangat strategis dalam mendukung
keberhasilan pembangunan nasional.
Hampir seluruh kalangan masyarakat
Indonesia, bahkan masyarakat internasional
sangat menyadari pentingnya ketahanan
pangan. Dan elemen masyarakat yang menjadi
garda terdepan dalam mensukseskan ketahanan
pangan adalah petani. Oleh karena itu,
pemerintah sudah semestinya memberikan
regulasi yang lebih berpihak kepada
peningkatan kesejahteraan masyarakat petani
dalam rangka lebih meningkatkan minat
generasi muda terhadap pertanian.
Simpulan
Secara umum peserta Diklat sebelum
mengikuti Diklat ATC memiliki
kecenderungan pandangan bahwa dunia
pertanian belum menjanjikan buat masa depan
generasi muda. Tetapi setelah mengikuti Diklat
ATC mereka sudah berpandangan bahwa
pertanian menjanjikan buat masa depan
generasi muda.
Minat generasi muda terhadap dunia
pertanian secara umum masih rendah
khususnya pada aspek memilih jurusan
pertanian saat melanjutkan pendidikan ke
Perguruan Tinggi dan mengembangkan
pertanian sekalipun tidak memilih jurusan
pertanian dan bekerja secara professional di
bidang pertanian. Tetapi setelah mengikuti
Diklat ATC, terjadi perubahan minat kearah
yang lebih baik, baik pada aspek memilih
Jurusan Pertanian saat melanjutkan ke
Perguruan Tinggi maupun pada aspek
keinginan mengembangkan bidang pertanian
sekalipun kelak tidak kuliah di Jurusan
Pertanian.
Karakteristik Peserta Diklat secara
umum telah memenuhi kriteria karena berasal
dari 10 sekolah yang tersebar di 7
kabupaten/kota dan mayoritas peserta masuk
dalam peringkat 10 besar. Kecuali pada aspek
keaktifan dalam kegiatan ekstrakurikuler di
sekolah, data menunjukkan bahwa rata-rata
peserta Diklat tidak aktif dalam kegiatan
ekstrakurikuler sekolah, padahal ini merupakan
salah satu persyaratan yang diminta oleh
penyelenggara.
Karakteristik Fasilitator telah memenuhi
kriteria yang dipersyaratkan untuk menjadi
seorang fasilitator, seperti tingkat pendidikan,
pengalaman mengikuti Diklat, pengalaman
mengajar dan pemahaman terhadap program
diklat.
Karakteristik Panitia Penyelenggara
secara umum telah memenuhi kriteria yang
dipersyaratkan untuk menjadi seorang panitia,
mulai dari tingkat pendidikan, pengalaman
menjadi panitia dan pemahaman terhadap
104 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017
program Diklat. Hanya satu aspek yang belum
terpenuhi secara maksimal, yaitu masih
terdapat 30 % panitia yang belum memiliki
sertifikat Diklat Training of Course (TOC).
Aktivitas peserta diklat dalam proses
pembelajaran secara umum berada dalam
kategori baik, baik dari aspek kehadiran,
keaktifan maupun kerja kelompok.
Aktivitas fasilitator dalam proses
pembelajaran secara umum berada dalam
kategori baik mulai dari kegiatan dinamika
kelompok sampai dengan pemberian evaluasi
akhir. Metode yang banyak digunakan adalah
ceramah, tanya jawab dan praktek dengan
komposisi 20% teori dan 80% praktek,
Aktivitas Panitia penyelenggara dalam
proses pembelajaran secara umum berada
dalam kategori baik mulai dari proses registrasi
peserta sampai penutupan kegiatan Diklat.
Tanggapan peserta Diklat terhadap
Diklat ATC sangat positif, mereka
menganggap bahwa kegiatan yang
dilaksanakan selama Diklat berlangsung telah
memberikan banyak manfaat, mulai dari
budidaya pertanian, pengolahan limbah
pertanian, pengolahan hasil pertanian,
membuat analisa usaha sampai dengan
pemasaran hasil.
Tanggapan peserta Diklat terhadap dunia
Pertanian setelah mengikuti Diklat ATC sangat
positif, mereka menganggap bahwa ternyata
dunia pertanian memiliki banyak peluang yang
selama ini tidak terpikirkan.
Manfaat Diklat ATC terhadap peserta
Diklat adalah peserta Diklat bisa memiliki
keterampilan teknis dalam budidaya pertanian,
keterampilan dalam membuat pupuk organic,
keterampilan dalam mengoperasikan mesin
traktor, keterampilan dalam membuat keripik
jamur dan keterampilan teknis dalam budidaya
jamur tiram dan buah naga. Selain itu peserta
juga memiliki teman dan sahabat baru yang
berasal dari kabupaten kota yang berbeda.
Saran
Sebaiknya Diklat ATC dilaksanakan
secara kontinyu. Hal ini penting mengingat
manfaat yang dirasakan oleh peserta Diklat
terkait Diklat ATC dan di sisi lain adanya
wacana dari pihak BBPP Batangkaluku untuk
tidak lagi melaksanakan Diklat ATC di masa
yang akan datang.
Pelaksanaan Diklat ATC di masa yang
akan datang sebaiknya BBPP Batangkaluku
melakukan kerjasama dengan pihak
Kementerian Pendidikan Nasional melalui
Dinas Pendidikan Propinsi atau Dinas
Pendidikan Kabupaten Kota dalam hal
pembiayaan kegiatan. Hal ini dilakukan agar
jumlah peserta Diklat dapat ditingkatkan
sehingga semakin banyak generasi muda yang
berminat mengembangkan dunia pertanian.
DAFTAR PUSTAKA
Agung, I Gusti Ngurah. (2004). Manajemen
Penulisan Skripsi, Tesis, dan
Disertasi. Jakarta. PT RajaGrafindo
Perkasa.
Anonym (2010). Standar Operasional
Prosedur Pelaksanaan Diklat. Balai
Besar Pelatihan Pertanian
Batangkaluku.
Anonym (2011). Laporan Penyelenggaraan
Agri Training Camp (ATC) Tahun
2011. Balai Besar Pelatihan Pertanian
Batangkaluku.
Anonym (2009). Buletin Pa’biritta Media
Informasi dan Komunikasi
Pendidikan. Makassar. LPMP
Sulawesi Selatan.
Arikunto, Suharsimi & Safruddin. (2004).
Evaluasi Program Pendidikan,
Pedoman Teoritis Praktis Bagi
Praktisi Pendidikan. Jakarta: PT
Bumi Aksara.
BPPSDMP Kemtan. (2007). Pedoman
Penyelenggaraan Agri Training
Camp (ATC). Pusat Pelatihan
Pertanian. Jakarta
Brinkerhoff, Robert O, et al. (1983). Program
Evaluation, A practitioners Guide for
Trainers & Educators. Boston The
Hague Dordrecht Lancaster. Kluwer-
Nijhoff Publishing
Hasbi, Muhammad. (2006) Evaluasi
Penyelenggaraan Program
Pendidikan Berorientasi Kecakapan
Hidup dalam Bidang Pendidikan
Luar Sekolah. Tesis Magister, tidak
diterbitkan, Universitas Negeri
Yogyakarta, Yogyakarta.
Purwanto, Suparman. (1999). Evaluasi
Program Diklat. Jakarta: Penerbit
STIA-LAN Press.
Stufflebeam, Daniel L., & Shinkfield, Anthony
J. (1985). Systematic evaluation : a
self-instructional guide to theory and
practice. Boston: Kluwer-Nijhoff
Publishing.
Evaluasi Penyelenggaraan Program Pendidikan dan Pelatihan Agri Training Camp (ATC) Bagi Pelajar
Tingkat SLTA di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Batangkaluku Wulansari Apriani 105
Stufflebeam, Daniel L., & Shinkfield, Anthony
J. (2007). Evaluation Theory, Models,
& Aplications.Jhon Wiley & Sons,
Inc.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian
Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung.
Penerbit Alfabeta.
Sukardi. (2008). Evaluasi Pendidikan, Prinsip
dan Operasionalnya. Yogyakarta. PT
Bumi Aksara.
Uno, Hamzah B. & Mohamad, Nurdin. (2011).
Belajar dengan Pendekatan
PAILKEM. Jakarta. PT Bumi Aksara.
Weiss, Carol H. (1972). Evaluation research.
New Jersey: Prentice Hall Inc.
Wirawan. (2011). Evaluasi Teori, Model,
Standar, Aplikasi, dan Profesi.
Jakarta. PT RajaGrafindo Perkasa.
Worthen, Blaine R. & Sanders, James R.
(1973). Educational Evaluation: Theory and
Practice. New York: Longman Inc.
106 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017
Ekonomi Idolaku Bersemi Lewat Ekonomi Dinding Hadmawati 107
EKONOMI IDOLAKU BERSEMI LEWAT EKONOMI DINDING
Hadmawati *)
Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan
Guru SMA Negeri 9 Bulukumba
Email: [email protected]
Abstrak
Pelajaran ekonomi merupakan pelajaran yang wajib dipahami oleh peserta didik khususnya yang
memilih peminatan IPS. Dalam kurikulum 2013 semua mata pelajaran berpotensi untuk dijadikan
sebagai pilihan bagi peserta didik dalam bentuk lintas minat. dalam ilmu ekonomi secara umum
banyak membicarakan tentang bagaimana fungsi dan peranan perekonomian dalam membangun
peradaban bangsa. Manusia sebgai mahluk sosial tentunya memerlukan interaksi, salah satu bentuk
interaksi yang banyak dilakukan oleh masyarakat adalah di bidang perekonomian.
Dalam pendidikan formal materi ini disajikan mulai sejak kelas X sampai kelas XII bagi mereka yang
memilih peminatan IPS, tetapi dengan Kurikulum 2013 yang saat ini sedang digulirkan oleh pemerinta
kepada sekolah sasaran sebagai bentuk perhatian dalam meningkatkan mutu dan karakter peserta
didik. Dalam mengajarkan mata pelajaran ekonomi perlu strategi yang tepat agar tujuan pembelajaran
dapat tercapai dengan baik. salah satu upaya yang penulis terapkan dalam tulisan ini adalah
memanfaatkan majalah dinding yang ada di sekolah yang selanjutnya diberi nama ekoding atau
ekonomi dinding.
Melalui kegiatan ini menarik bagi peserta didik dibuktikan dengan antusias mereka dalam mengikuti
perkembangan informasi yang berkaitan dengan mata pelajaran ekonomi dalam bentuk kegiatan “info
ekonomi”. kegiatan ini juga dilengkapi quis dan beberapa aktivitas lainnya yang kesemuanya
bertujuan untuk memotivasi dan meningkatkan aktivitas belajar kreatif bagi peserta didik.
Kata kunci: Teknik pembelajaran ekoding (ekonomi dinding).
Abstract *)
Economic lesson is a lesson that must be understood by the students especially who choose IPS
specialization. In the 2013 curriculum all subjects have the potential to serve as an option for learners
in cross-interest form. In economics in general a lot of talk about how the function and role of the
economy in building civilization of the nation. Humans sebgai social beings of course require
interaction, one form of interaction is mostly done by the community is in the field of economy.
In formal education this material is presented starting from class X to class XII for those who choose
IPS specialization, but with Curriculum 2013 which is currently being rolled out by the government to
target schools as a form of attention in improving the quality and character of learners. In teaching
economic subjects need the right strategy for the purpose of learning can be achieved well. One of the
efforts that writers apply in this paper is to use the wall magazine in the school which is then given the
name ekoding or economic wall.
Through this activity of interest to learners is evidenced by their enthusiasm in following the
development of information relating to economic subjects in the form of "economic info" activities.
This activity also features quis and some other activities which all aim to motivate and enhance the
creative learning activities for learners.
Keywords: Ecoding learning technique (economic wall).
108 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017
PENDAHULUAN
Sudah menjadi ketetapan bahwa pada
setiap jenjang pendidikan formal setiap
peserta didik wajib mengikuti pembelajaran
sampai tuntas. Peserta didik mengalami
kesulitan belajar yang dilatarbelakangi oleh
berbagai faktor, antara lain lingkungan,
social, serta lembaga pendidikan yang
ditempati peserta didik sehingga peserta didik
menjadi malas, tidak disiplin, dan tidak
antusias mengikuti pelajaran dan berdampak
pada prestasi belajar yang rendah. Seperti
halnya di SMA Negeri 9 Bulukumba karena
latar belakang input peserta didik yang sangat
heterogen sehingga karakter serta kemampuan
akademik peserta didiknya juga sangat
beragam, disamping itu pada pergantian jam
pelajaran yang berpotensi terjadi “loss time”
terlebih bagi peserta didik yang kurang
antusias mengikuti pelajaran selanjutnya.
Ketika guru belum sampai di kelas peserta
didik sudah meninggalkan kelas dengan
berbagai alasan.
Dari kondisi di atas peran gurulah yang
paling dominan untuk menjawab tantangan
tersebut, guru diharapkan bukan hanya
sekadar penguasan materi dengan performa
yang tinggi namun juga piawai melakukan
berbagai pendekatan, metode, cara serta siasat
yang mumpuni untuk mengantar peserta didik
menguasai materi ajarnya sebagai
tanggungjawab profesionalismenya sebagai
seorang pendidik. Inilah yang mengilhami
penulis untuk mengkaji berbagai pendekatan
sehingga menjatuhkan pilihannya kepada
“Ekonomi Dinding” tentu dilatarbelakangi
berbagai pendekatan yang lain sebelumnya
dan akhirnya lewat “Ekonomi Dinding”
masalah yang timbul setiap saat dapat penulis
atasi.
Masalah-masalah seperti di atas yang
kerap kali dihadapi oleh rekan rekan guru
yang penulis pandang merupakan hal yang
sangat esensial untuk dicarikan pemecahan
masalah karena dapat berdampak pada hasil
belajar peserta didik yang tertunya dapat
berakibat pada out cam peserta didik itu
sendiri dan juga reputasi lembaga atau sekolah
yang melakukan proses tersebut.
Persoalan seperti tersebut di atas jika
dibiarkan berlarut-larut maka akan
menimbulkan dampak yang dapat merugikan
serta berakibat buruk baik pada proses
terlebih-lebih lagi hasil belajar khususnya
mata pelajaran Ekonomi. Sebelum metode
Ekonomi dinding ini digunakan ada asumsi
dan opini yang berkembang pada diri peserta
didik yakni rasa benci terhadap pelajaran
Ekonomi, pelajaran Ekonomi membosankan,
dan berbagai asumsi serupa yang pada
umumnya menunjukkan ketidak tertarikan
pada mata pelajaran tersebut.
Berangkat dari asumsi tersebut di atas,
yang sebenarnya secara langsung penulis
dapatkan dari beberapa pernyataan peserta
didik ketika mereka berbincang-bincang
dengan temannya pada saat istrahat. Selain
itu, penulis secara sengaja mencari informasi
pada diri peserta didik mengenai tanggapan
mereka terhadap mata pelajaran Ekonomi.
Dengan demikian maka penulis beranggapan
bahwa ada hal yang perlu diluruskan
mengenai pemikiran peserta didik terhadap
mata pelajaran Ekonomi. Dengan dasar itulah
Ekonomi dinding ini mulai penulis terapkan
dan dikembangkan secara perlahan-lahan
dengan mengacu pada tujuan pembelajaran
yang diinginkan.
Dari permasalahan yang penulis hadapi
di SMA Negeri 9 Bulukumba, sebelumnya
telah dilakukan berbagai pendekatan, strategis
serta cara, diantaranya pemberian sangsi bagi
peserta didik yang terlambat masuk saat
perpindahan kelas dilakukan, remedial khusus
setelah pulang sekolah bagi peserta didik yang
belum memenuhi KKM pemberian tugas
tambahan dan berbagai cara lainnya.
Pendekatan yang penulis lakukan belum
membuahkan hasil yang harapkan, namun
penulis senantiasa berinovasi dan bertukar
informasi dan pengalaman dengan guru
lainnya. Penulis mencoba berinovasi yang pada
akhirnya menemukan ”Ekonomi Dinding”
yang menjadi solusi yang jitu, sederhana,
inovatif juga ekonomis tapi lestari, dengan
sedikit meluangkan waktu dari sebelumnya.
PEMILIHAN STRATEGI PEMECAHAN
MASALAH
Dalam kegiatan belajar mengajar
merupakan hal yang wajar jika terdapat
masalah yang ditemukan baik pada saat
perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi.
Demikian pula halnya dengan mata pelajaran
Ekonomi yang memerlukan analisa dan
perhitungan sehingga lebih komleks. Dalam
memahami sebuah mata pelajaran tertentu
dapat dilihat dari berbagai asumsi antara lain
minat peserta didik sebagaimana yang
dikemukakan oleh Frymeir (dalam Rahim,
2008:28) mengidentifikasi enam faktor yang
memengaruhi perkembangan minat anak.
Faktor-faktor itu adalah sebagai berikut:
Ekonomi Idolaku Bersemi Lewat Ekonomi Dinding Hadmawati 109
1) Pengalaman sebelumnya; peserta didik
tidak akan mengembangkan minatnya
terhadap sesuatu jika mereka belum
pernah mengalaminya.
2) Konsepsinya tentang diri; peserta didik
akan menolak informasi yang dirasa
mengancamnya, sebaliknya peserta didik
akan menerima jika informasi itu
dipandang berguna dan membantu
meningkatkan sendirinya.
3) Nilai-nilai; minat peserta didik timbul jika
sebuah mata pelajaran disajikan oleh yang
berwibawa.
4) Mata pelajaran yang bermakna; informasi
yang mudah dipahami oleh anak akan
menarik minat mereka
5) Tingkat keterlibatan tekanan; jika peserta
didik merasa dirinya mempunyai beberapa
tingkatan pilihan dan kurang tekanan,
minat membaca mereka mungkin akan
lebih tinggi.
6) Kompleksitasan materi pelajaran; peserta
didik yang lebih mampu secara intelektual
dan fleksibel secara psikologis lebih
tertarik kepada hal yang lebih kompleks.
Ekonomi Dinding adalah wadah kreatif
dan inovatif yang dihadirkan oleh penulis
selaku guru Ekonomi di SMA Negeri 9
Bulukumba yang diharapkan untuk memancing
peserta didik sehingga timbul rasa cinta
terhadap mata pelajaran Ekonomi, pandangan
peserta didik yang selama ini melihat pelajaran
Ekonomi adalah momok bagi hampir semua
peserta didik dapat berubah menjadi
menyenangi dan bahkan mencintai.
Persepsi yang tertanam pada diri peserta
didik disebabkan oleh banyak hal seperti yang
telah penulis uraikan di atas, akan berubah
dengan sendirinya apabila seorang guru dengan
sabar dan penuh kreativitas menganalisa serta
meyakinkan peserta didik bahwa apa yang
mereka pikirkan itu tidak benar. Peserta didik
diperkenalkan secara sederhana dan
menyenangkan mengenai persoalan ekonomi
dengan cara dan metode yang menyenangkan
lewat ekonomi dinding.
Dalam wadah ekonomi dinding ini
dipandang oleh penulis dapat meminimalkan
masalah-masalah yang dihadapi oleh setiap
peserta didik terhadap mata pelajaran ekonomi
diantaranya, tidak tertariknya peserta didik
terhadap mata pelajaran ekonomi desebabkan
kurangnya pemahaman peserta didik terhadap
peran ekonomi terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan dan kemajuan suatu negara. Oleh
karena itu, dengan menyajikan informasi-
informasi terkini mengenai persoalan ekonomi
lewat media ”ekonomi dinding” ini dapat
menumbunhkan ketertarikan peserta didik
untuk mempelajari ekonomi lebih serius.
Hal tersebut sejalan dengan apa yang
dikemukakan oleh Eanes (dalam Rahim,
2008:24) menyarankan berbagai kegiatan yang
bisa memotivasi peserta didik dalam belajar.
Kegiatan yang dimaksud mencakup sebagai
berikut:
1) Menekankan kebersamaan dan kebaruan
(novelty)
2) Membuat isi pelajaran relevan dan
bermakna melalui kontroversi.
3) Mengajar dengan fokus antarmata
pelajaran
4) Membantu peserta didik memprediksi dan
melatih mereka membuat sendiri
pertanyaan tentang yang dipelajarinya.
5) Memberikan wewenang kepada peserta
didik dengan memberikan pilihan-pilihan
6) Memberikan pengalaman belajar yang
sukses dan menyenangkan
7) Memberikan kesempatan belajar mandiri
8) Memberikan umpan balik yang positif
sesegera mungkin
9) Meningkatkan tingkat perhatian
10) Meningkatkan keterlibatan peserta didik
dalam belajar.
Guru seharusnya terus-menerus
mengingatkan dirinya sendiri bahwa
kebersamaan sebenarnya bumbu kehidupan,
khususnya dalam kelas. Adakalanya beberapa
peserta didik di kelas membutuhkan
keberagaman. Oleh karena itu, peserta didik
yang senang dengan kegiatan yang rutin dan
menolak membuat perubahan-perubahan bisa
bosan mendapatkan hal yang sudah usang
berulang kali. Dengan menggunakan berbagai
strategi dan kegiatan bisa menjadi cara yang
mudah dan efektif untuk memotivasi peserta
didik.
Gagasan membuat pelajaran relevan dan
bermakna untuk kehidupan peserta didik itu
sendiri tidak perlu dilaksanakan terlalu
berlebihan. Guru bisa saja mendemostrasikan
hubungan topik pelajaran dengan segala
sesuatu tentang peserta didik, namun yang
labih penting ialah untuk selalu memotivasi
peserta didik. Dalam ekonomi dinding ini,
peserta didik dieksplorasi dengan kontroversi.
Sajikan isu kontroversi dengan segera pada
awal pelajaran, kemudian berikan kesempatan
kepada peserta didik menaggapinya dan
mengemukakan pendapatnya tentang isu
tersebut. Selanjutnya peserta didik diminta
untuk berbagi pengalaman atau pengetahuan
mereka sebelumnya, yang mengarahkan
110 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017
mereka pada pendapat mereka sendiri. Biarkan
peserta didik mengemukakan sudut pandang
mereka yang berlawanan dari peserta didik
lain. Dengan demikian, peserta didik akan
terlibat secara aktif. Setelah peserta didik
memusatkan perhatian mereka, jelaskan
dengan cermat bagaimana topik hari itu
berhubungan terhadap isu yang sedang
didiskusikan.
Dengan berdasar pada hal tersebut
penulis meramu cara belajar yang sederhana
dan menyenangkan dengan memanfaatkan
mading atau majalah dinding yang selanjutnya
penulis beri nama Ekonomi dinding. Lewat
Ekonomi dinding gairah dan semangat belajar
peserta didik semakin meningkat demikian
pula hasil belajar yang memuaskan.
STRATEGI PEMECAHAN MASALAH
Untuk menjadi professional, seorang
guru dituntut memiliki lima hal, yakni:
Pertama, guru mempunyai komitmen pada
peserta didik dan proses belajarnya. Ini berarti
bahwa komitmen tertinggi guru adalah kepada
kepentingan peserta didiknya.
Kedua, guru menguasai secara mendalam
bahan/mata pelajaran yang diajarkan serta cara
mengajarkannya kepada peserta didik. Bagi
guru, hal ini merupakan dua hal yang tidak
dapat dipisahkan.
Ketiga, guru bertanggung jawab memantau
hasil belajar peserta didik melalui berbagai
teknik evaluasi, mulai cara pengamatan dalam
perilaku peserta didik sampai tes hasil belajar.
Keempat, guru mampu berpikir sistematis
tentang apa yang dilakukannya, dan belajar
dari pengalamannya. Artinya, harus selalu ada
waktu untuk guru guna mengadakan refleksi
dan koreksi terhadap apa yang telah
dilakukannya. Untuk bisa belajar dari
pengalaman, ia harus tahu mana yang benar
dan salah, serta baik dan buruk dampaknya
yang ditimbulkan proses belajar peserta didik.
Kelima guru seyogyanya merupakan bagian
dari masyarakat belajar dalam lingkungan
profesinya, misalnya PGRI dan organisasi
profesi lainnya (Supriadi, 1999:98).
Peran seorang guru mengantarkan
peserta didik menjadi pembelajar adalah guru
harus bertindak sebagai ”facilitation”
memfasilitasi untuk mempermuda setiap
peserta didik memahami materi yang
diampuhnya, disamping itu guru harus
bertindak sebagai ”championing” memiliki
persepsi dan pernyataan positif serta
mendorong dan memotivasi setiap peserta
didik untuk belajar sungguh sungguh dari
materi yang diampuhnya, disamping itu guru
harus selalul memposisikan dirinya sebagai
”Inspiring” memberikan inspirasi atau
gambaran yang mendorong setiap peserta didik
untuk mempelajari materi yang diampuhnya.
Untuk memecahkan persoalan yang ada
dalam mata pelajaran Ekonomi di SMA Negeri
9 Bulukumba penulis melakukan beberapa
langkah kongkrit, sistematis, berencana, dan
edukatif (ekonomi dinding). Dalam penerapan
Ekonomi dinding dilakukan dengan empat
tahap yang bersinergi antara satu dengan yang
lainya. Keempat tahap tersebut yang dimaksud
adalah:
Info Ekonomi
Info yang dimaksud disini adalah setiap
saat saya selalu membuat tulisan berupa
informasi tentang ekonomi yang menarik untuk
dibaca para peserta didik. Dalam info ekonomi
dilengkapi dengan gambar serta cara kerjanya
dengan memberikan contoh yang kongrit
dalam kehidupan sehari-hari.
Info ekonomi bertujuan untuk menarik
perhatian pesrta didik memahami secara
mendasar filosofi ilmu ekonomi, dengan
harapan menumbuhkan rasa cinta kepada
peserta didik terhadap mata pelajaran ekonomi.
Dalam info ekonomi ini ditampilkan semenarik
mungkin yang sifatnya bisa mempengaruhi
atau memancing siapa saja yang melintas di
“ekonomi dinding” tersebut untuk
membacanya. Dengan membaca ekonomi
dinding, maka secara tidak langsung telah
mendapatkan informasi tentang pelajaran
ekonomi. Pada bagian bawa info ekonomi
penulis memberikan catatan yakni Sampaikan
kepada yang lain kalau ternyata ekonomi itu
Asyik.
Kuis Ekonomi
Cara lain yang juga dihadirkan penulis
lewat media ekonomi dinding adalah quiz
ekonomi yang pertanyaan-pertanyaannya
diambil dari materi yang berhubungan dengan
materi yang dibahas di kelas sehingga
diharapkan peserta didik akan semakin
cenderung bersungguh sungguh mempelajari
materi tersebut.
Kuisi ekonomi yang dimaksudkan
adalah berupa pertanyaan tentang materi
pelajaran yang telah diajarkan dalam beberapa
pertemuan yang sekaligus berfungsi sebagai
evaluasi. Soal dibuat berdasarkan tujuan yang
Ekonomi Idolaku Bersemi Lewat Ekonomi Dinding Hadmawati 111
ingin dicapai dengan menyesuaikan materi
yang telah diajarkan kepada peserta didik.
Bentuk soal disesuikan dengan jenis evaluasi
kadang berbentuk esai, pilihan ganda,
menjohkan dan yang lainnya tergantung
kesesuain materi yang akan dievaluasi.
The best student
The best studen merupakan langkah
ketiga dalam penerapan ekonomi dinding di
SMA Negeri 9 Bulukumba Provinsi Sulawesi
Selatan. Pada tahap ini penulis memeriksa hasil
pekerjaan peserta didik dan dan yang
memperoleh nilai paling tinggi dipajang di
”ekonomi dinding”. Dengan cara ini, ada
motivasi yang terbangun dari mereka untuk
mendapatkan nilai yang terbaik. Ada
kebanggan tersendiri bagi peserta didik ketika
mereka diberi selamat kepada teman-
temannya. Bahkan, salah satu bukti bahwa hal
atau kegiatan ini sangat dinantikan oleh peserta
didik apabila saya terlambat memasang nilai
mereka di ekonomi dinding ada rasa penasaran
dan tidak segan menagi kepada saya kapan
hasil evaluasinya di ekonomi dindingkan.
Kenyataan ini merupakan bukti nyata bahwa
ekonomi dinding sangat menarik untuk
diterapkan dan sudah terbukti meningkatkan
motivasi dan hasil belajar peserta didik di
SMA Negeri 9 Bulukumba.
Untuk lebih menambah semangat dan
motivasi belajar peserta didik saya
mengapresiasi peserta didik yang mendapatkan
nilai terbaik pada kegiatan tersebut. Demikian
pula dengan peserta didik lain diberi penguatan
bahwa mereka semua masih berkesempatan
yang sama untuk menjadi yang terbaik pada
kegiatan selanjutnya atau pada materi yang lain
dan tidak perlu berkecil hati tetapi sebaliknya
berusaha dengan lebih giat untuk menjadi yang
terbaik.
Pada kegiatan ini terjadi kompetisi yang
sifatnya edukatif dan hal ini tentunya menjadi
salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam
kegiatan proses belajar-mengajar dalam mata
pelajaran apapun. Bahkan tidak jarang ketika
ada momen tertentu mengumumkan nama
peserta didik yang mendapatkan nilai terbaik
pada saat upacara bendera atau menjelang
pelaksanaan ibadah salat bagi peserta didik
muslim. Hal ini dilakukan sebagai bentuk
reinforcemen skill dalam pembelajaran
ekonomi di SMA Negeri 9 Bulukumba
Provinsi Sulawesi Selatan.
Kenali aku (memajang gambar yang
berkaitan dengan ekonomi).
Untuk lebih menunjang keberhasilan
ekonomi dinding penulis juga
memperkenalkan sejumlah gambar yang terkait
dengan materi yang dibahas pada kegiatan
belajar-mengajar yang bertujuan agar peserta
didik semakin memahami dan mengenali
materi yang dimaksud seperti gambat kartu
ATM, cek, dan alat pembayaran tunai lainnya.
Dalam sesi kenali aku yang dipajang
adalah benda asli jika memungkinkan untuk
dipajang. Tetapi jika tidak memungkinkan
maka penulis cukup memajang gambar atau
maket dari benda yang dimaksud yang
dilengkapi dengan keterangan gambar.
HASIL YANG DICAPAI
Penerapan ekonomi dinding di SMA
Negeri 9 Bulukumba telah membawa
perubahan pada paradigma berpikir peserta
didik. Asumsi yang selama ini tertanap pada
peserta didik bahwa ekonomi itu susah berubah
menjadi ekonomi itu mudah dan
menyenangkan. Motivasi peserta didik juga
semakin meningkat seiring dengan prestasi
yang dicapai dalam mata pelajaran ekonomi.
Sebelum penerapan ekonomi dinding
kehadiran peserta didik hanya sekitar 90-98%
setiap pertemuan selalu ada peserta didik yang
mangkir dari pelajaran dengan berbagai alasan,
namun dengan ekonomi dinding kini telah
mencapai 100% bahkan mereka aktif mencari
informasi diberbagai sumber mengenai
pelajaran ekonomi. Kenyataan ini tentunya
merupakan bukti nyata yang dapat
dibanggakan dan dikembangkan untuk masa
yang akan datang.
Prestasi peserta didik secara terpadu
tampak jelas baik apektif, maupun kognitif.
Saat ekonomi dinding diterapkan di SMA
Negeri 9 Bulukumba semua peserta didik
memperoleh nilai di atas KKM (Kriteria
Ketuntasan Minimal) yang telah ditetapkan
sebelumnya berdasarkan tiga aspek
diantaranya kesukaran materi, kemampuan
peserta didik, dan daya dukung.
Antusias peserta didik terhadap ekonomi
dinding sangat tinggi karena mereka sudah
aktif dalam berbagai hal dan menganggap
bahwa ekonomi dinding itu sebuah kebutuhan.
Tidak ada lagi keterpaksaan karena sekadar
ikut belajar tetapi benar-benar karena rasa
ingin tahu yang tinggi.
Sebuah usaha yang sungguh–sungguh
dan maksimal akan menghasilkan buah yang
baik dan tentu berdampak pada peningkatan
prestasi peserta didik SMA Negeri 9
Bulukumba terkhusus mata pelajaran ekonomi,
112 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017
Meski hanya sebuah wadah sederhana berupa
ekonomi dinding ternyata memberikan
pengaruh yang luar bisa terhadap sikap dan
perilaku setiap peserta didik terhadap mata
pelajaran ekonomi sehingga dapat dilihat dan
dirasakan hasilnya sungguh luar biasa seperti
berikut:
a. Peserta didik semakin hari semakin tertarik
dengan belajar ekonomi berkat suguhan
tulisan atau artikel lewat info ekonomi
b. Ekonomi menjadi perbincangan di berbagai
kesempatan terhadap peserta didik baik di
kantin maupun saat berada di tempat lain
dengan antusias ingin berpartisipasi dalam
menjawab quiz ekonomi
c. Ada pola sikap yang nyata terhadap diri
peserta didik terhadap antusiasme peserta
didik saat menghadapi tes atau evaluasi
karena tidak hanya sekedar hendak
memperoleh nilai baik tetapi semuanya ada
keinginan kuat hendak keluar sebagai
peserta hasil tes atau ulangan terbaik
dengan harapan keluar sebagai pemenang
pada media ”The Best Student” hal ini juga
menekan tingkat kerja sama peserta didik
saat tes atau ulangan.
d. Setiap peserta didik semakin mengenali
sejumlah informasi penting masalah
ekonomi lewat pajangan sejumlah benda
atau gambar yang diganti setiap saat.
Hal yang penulis lakukan ini dipandang
cukup inovatif karena selama ini pemanfaatan
majalah dinding untuk informasi umum dapat
menyedot perhatian setiap peserta didik namun
tidak pernah guru menangkap moment ini dan
tidak terpikir untuk mencoba memanfaatkan
pada mata pelajaran yang diampuhnya, setelah
penulis mencoba untuk melakukannya ternyata
hasilnya sungguh luarbiasa dan mengundang
perhatian setiap peserta didik.
Dari hasil dan berbagai pengalaman
yang diperoleh peserta didik tersebut lewat
media ekonomi dinding merupakan
pengalaman yang tak terlupakan mengingat
setiap moment-moment tersebut memiliki
makna tersendiri oleh setiap peserta didik,
misalnya bagaimana perjuangannya sehingga
dapat menjuarai quiz yang penulis hadirkan
lewat ekonomi dinding tersebut dan atau
bagaimana bangganya seorang peserta didik
jika hasil pekerjaan ulangannya menjadi
terbaik dan dipajang di wadah ekonomi
dinding dan dibaca oleh setiap peserta didik
yang lain. Hasil yang diperoleh yang luar biasa
tersebut menjadi sangat efisien karena guru
cukup menjadi ”Pacilitation, Championing dan
Inspiring’’ dan peserta didiklah yang lebih
banyak berusaha, disamping ekonomis karena
hanya bermodalkan kreativitas menghadirkan
media ekonomi dinding-nya sedangkan
materinya sama sekali tidak membutuhkan
biaya.
KENDALA YANG DIHADAPI DALAM
PENERAPAN STRATEGI
Setiap perubahan pasti akan
menimbulkan tantangan serta riak–riak yang
dapat bermuara pada frustrasi jika tidak
dikelola secara cermat dan berterima. Pada
dasarnya setiap orang dalam hidupnya
menginginkan perubahan kearah yang lebih
baik. Demikian pula juga seorang guru
senantiasa mengharapkan peserta didiknya
berprestasi namun terkadang niat baik tersebut
tertutupi oleh ”zona nyaman” yang
menimbulkan rasa malas sehingga guru bekerja
apa adanya.
Kondidsi di atas juga awalnya terjadi
pada diri penulis selaku guru ekonomi di SMA
Negeri 9 Bulukumba. Kondisi ini sangat
dirasakan ketika di lingkungan kerja tidak ada
tantangan dari pimpinan sekolah belum lagi
sebahagian guru-guru yang lain merasa cukup
dengan penyajian yang selama ini dilakukan
sehingga tidak berusaha memunculkan
kreativitas untuk mengantar setiap peserta
didik meraih prestasi terbaiknya terkhusus
pada mata pelajaran yang menjadi
tanggungjawabnya.
SIMPULAN
Pada SMA Negeri 9 Bulukumba dengan
majalah dinding yang representatif sehingga
sangat memungkinkan penulis untuk
mengembangkan ide dan kreativitas melalui
ekonomi dinding. Bahkan kegiatan ini setelah
penulis lakukan dan dikembangkan secara
bertahap peserta didik benar-benar bisa
mendapatkan referensi yang bermakna dan
menarik. Kondisi ini menjadi sebuah wahana
tersendiri bagi penulis untuk senantiasa
berkreasi dan berinovasi dalam pembelajaran
khususnya mata pelajaran Ekonomi yang
penulis ajarkan sesuai dengan latar belakang
pendidikan yang penulis miliki.
Ekonomi dinding sangat berpotensi
besar untuk dikembangkan dengan membuat
program yang terencana dan melengkapi
sarana dan prasarana yang dibutuhkan
sehingga prosesnya semakin menarik dan
bermanfaat. Sumber belajar bukan hanya guru
atau buku, melainkan lingkungan dan
sekitarnya dapat dijadikan referensi positif bagi
peserta didik.
Ekonomi Idolaku Bersemi Lewat Ekonomi Dinding Hadmawati 113
Peserta didik menyenangi hal-hal yang
baru sehingga sangat berpotensi besar jika
ekonomi dinding ini dikembangkan dengan
sentuhan teknologi seperti mendesain ekonomi
dinding dalam bentuk yang menarik layaknya
iklan-iklan yang sudah memanfaatkan
teknologi moderen ibarat sedang menonton
televisi atau layar lebar.
Apabila hal tersebut dapat diwujudkan
maka penulis sangat berkeyakinan ekonomi
akan menjadi pelajaran yang disenangi, dicintai
bahkan akan menjadi mata pelajaran yang
dibanggakan oleh peserta didik. Selain itu,
kesan mendalam akan tertanam pada peserta
didik serta menjadi media penyambung lida
bahawa ekonomi itu asik dan menyenangkan.
Berdasarkan hasil pengalaman penulis dapat
menyimpulkan bahwa:
1. Dengan Info ekonomi melalui ekonomi
dinding peserta didik dapat menumbuhkan
ketertarikan menekuni ekonomi lebih
lanjut sehingga muncul kesungguhan
dalam mengikuti proses KBM ekonomi di
kelas.
2. Dengan quiz ekonomi melalui media
ekonomi dinding peserta didik semakin
semangat mempelajari ekonomi terbukti
banyaknya peserta didik yang
memasukkan jawaban dari quiz ekonomi
tersebut.
3. Dengan dipajangnya “The Best Student”
lewat wadah ekonomi dinding peserta
didik semakin bersungguh-sungguh saat
dilakukan evaluasi serta budaya nyontek
juga semakin terkikis karena setiap
peserta didik berusaha selalu menjadi
“The Best Student” dan menjadi
kebanggaan tersendiri jika pekerjaan hasil
ulangannya terpajang di ekonomi dinding
tersebut.
4. Dengan memajam beragam gambar
ekonomi lewat kenali aku melalui
ekonomi dinding peserta didik semakin
tumbuh rasa penasaran ingin mengetahui
dan mengenali lebih jauh setiap alat yang
dipajang sehingga forsi Ekonomi saat
peserta didik membuka internet juga
mendapatkan bagian akibat adanya rasa
penasaran ingin mengenali lebih jauh
mengenai gambar yang dipajang.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. 2001. Manajemen Peningkatan
Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta:
Depdiknas.
Depdiknas. 2010. Supervisi Akademik; Materi
Pelatihan Penguatan Kemampuan
Kepala Sekolah; Jakarta: Depdiknas.
Mulyasa, E., 2003. Kurikulum Berbasis
Kompetensi: Konsep, Karakteristik,
dan Implementasi. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Sapari, Achmad. 2002. Pemahaman Guru
Terhadap Inovasi Pendidikan.
Artikel. Jakarta: Kompas (16 Agustus
2002).
Usman, Moh. Uzer. 1994. Menjadi Guru
Profesional. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Wahidin; 13 Faktor untuk menjadi Kepala
Sekolah Yang Efektif, 2008
114 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017
Analisis Pendapatan Usaha Tani dan Pemasaran Telur Itik Kelompok Tani Parde’de
Desa Gentungan Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa Rachmat Seno Adji 115
PENDAHULUAN
Indonesia dikenal salah satu negara
agraris yang di dukung oleh dua musim yaitu
musim penghujan dan musim kemarau, maka
cocoklah untuk usaha pertanian. Itik salah satu
komoditi di bidang peternak yang merupakan
bagian dari pertanian, dimana ternak itik yaitu
ternak yang membutuhkan air untuk hidupnya.
Maka tak mengherankan bila usaha ternak itik
sangat cocok untuk dibudidayakan di negeri
ini. Apalagi ternak itik sebagai ternak yang
mudah untuk dipelihara karena tidak terlalu
menuntut terhadap perlakukan yang berlebih
dan tahan terhadap penyakit.
Selain dari kesesuaian dan kemudahan
pemeliharaan ternak itik, ada hal yang lebih
penting ialah adanya permintaan telur dan
daging itik yang terus mengalami peningkatan.
Kebutuhan ini tidak lepas oleh meningkatnya
pengetahuan konsumen terhadap nilai gizi
produk itik seperti telur itik. Tabel 1.
Tabel 1.
Kandungan Nutrisi Telur Itik dalam 100 gram
ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI DAN PEMASARAN TELUR ITIK KELOMPOK
TANI PARDE’DE DESA GENTUNGAN KECAMATAN BAJENG BARAT
KABUPATEN GOWA
Rachmat Seno Adji *)
Widyaiswara Balai Besar Pelatihan Pertanian Batangkaluku
Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan
Email: [email protected]
Abstrak
Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar pendapatan yang diterima kelompoktani
Pparde’de, mengetahui saluran pemasaran, margin serta efisiensi pemasaran. Pengkajian ini
dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan Febuari 2017, bertempat pada kelompoktani
Parde’de Desa Gentungan Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa. Berdasarkan jumlah responden yang
berjumlah 15 orang peternak dan 3 pedagang pengumpul, maka semua pelaku menjadi responden
pengkajian. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa penerimaan usaha itik sebesar 111.700.000 dan
rata-rata pendapatan kelompok sebesar 40.731.000. Pada hasil pemasaran menunjukkan bahwa saluran
pemasaran telur itik di kelompoktani parde’de melalui satu saluran yaitu : petani pedagang
pengumpul; pedagang pengumpul pedagang pengecer. Hasil analisis margin pemasaran ditingkat
pedagang pengumpul pedagang pengecer besarannya 16,67 dan pedagang pengecer konsumen
sebesar 18%.
Kata Kunci: Pendapatan dan Pemasaran Telur Itik, Kelompoktani Parde’de Desa Gentungan Gowa
Abstract *)
This study aims to determine how much revenue received KELOMPOKTANI Pparde'de, knowing the
marketing channels, margin and marketing efficiency. The assessment was conducted in January to
February 2017, held at the Desa Gentungan kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa. Based on the
respondents amounted to 15 farmers and 3 traders, which going to be source of information. The
assessment showed that “itik” business income amounted to 111.700.000 and the average income of
the group amounted to 40.731.000. In marketing results show that the marketing channels of duck
eggs in KELOMPOKTANI Parde'de through one channel, namely: farmers traders; traders
retailers. The results of the analysis of the marketing margin level traders magnitude retailer
16.67 and retailer customers by 18%.
Keywords: Revenue and Marketing Duck Eggs, kelompoktani Parde'de Gentungan village Gowa
No Kandungan Unsur Prosentasi Kandungan
1 Energi 189 kkal
2 Protein 13,1 gr
3 Lemak 14,1 gr
4 Karbohidrat 0,8 gr
5 Kalsium 56 mg
6 Fosfor 175 mg
7 Zat Besi 3 mg
8 Vitamin A 1230 IU
9 Vitamin B1 0,18 mg
10 Vitamin C 0 mg
116 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017
Sumber Informasi Gizi: Berbagai
Publikasi Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia serta Sumber lain.
Kelebihan gizi telur itik, mendorong
banyaknya konsumen yang berminat untuk
mengkonsumsi telur itik baik dikonsumsi
secara langsung maupun sebagai bahan kue.
Meningkatnya peminat penggunaan telur itik
menjadi dasar para peternak memilih itik
sebagai komoditi dalam berusahatani, sehingga
tidaklah mengherankan peternakan itik mulai
mengalami perkembangan dari tahun ketahun.
Desa Bantimurung yang terletak di Kabupaten
Maros juga tidak ketinggalan para petaninya
mulai menggeluti akan ternak itik sebagai
usahatani dalam meningkatkan pendapatan
keluarga. Pilihan yang dilakukan oleh petani
bukan asal hanya memilih atau menetapkan,
tetapi didasarkan banyak hal seperti
bantimurung sebagai daerah yang cukup
didukung oleeh sumber air, letak lokasi yang
strategis karena tidak jauh dari kota
metropolitan Makassar dan daerah tersebut
juga merupakan daerah pertanian sehingga
didukungan oleh kebutuhan pakan yang cukup.
Dari keadaan tersebut, maka tak
mengherankan bila pertumbuhan ternak itik di
propinsi Sulawesi Selatan terus mengalami
peningkatan dari tahu ketahun. Pertumbuhan
populasi ternak itik ini berpengaruh terhadap
jumlah produksi telur seperti tertera pada
tabel 2.
Tabel 2.
Produksi Telur Itik Propinsi Sulawesi Selatan
Tahun 2011 – 2015
Sumber Data Statistik
Tabel diatas menunjukkan produksi telur
itik dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan sejalan dengan peningkatan
konsumen terhadap permintaan telur itik. Dari
data tersebut menunjukkan betapa potensinya
kegiatan usaha ternak itik khususnya
kebutuhan telur itik yang terus meningkat.
Kondisi tersebut menunjukkan adanya peluang
usaha dalam budidaya itik petelur dalam
memenuhi kebutuhan telur itik masyarakat
Sulawesi Selatan.
Berdasarkan perkembangan populasi itik
yang terus mengalami peningkatan tidak
seirama dengan tingkat pendapatan peternak
itik. Kondisi ini tidak lepas dari pola
pemasaran produk telur itik yang begitu
panjang serta harga telur itik yang berfluktuasi
serta penetapan harga dilakukan secara sepihak
oleh para pedagang telur. Rendahnya harga
telur itik tidak lepas panjangnya mata rantai
pemasaran telur itik menyebabkan margin
pendapatan petani menjadi rendah.
Berdasarkan kondisi yang ada, maka
perlu dilakukan suatu pengkajian secara
mendalam tentang kurangnya margin
pendapatan peternak itik telur. Dalam
pengkajian ini pengkaji ingin melihat
sejauhmana panjang rantai pasar serta besarnya
margin pendapatan masing-masing saluran
pemasaran. Berkaiatan dengan hal tersebut
maka pengkaji akan melakukan kajian tentang
“Analisis Pendapatan Usaha Itik Petelur dan
Saluran Pemasaran Pada Kelompoktani
Parde’de Desa Gentungan Kecamatan Bajeng
Barat Kabupaten Gowa.
Rumusan Masalah
Ternak itik sebagai ternak unggas yang
mempunyai kemampuan dalam menghasilkan
telur dan daging cukup tinggi dan mempunyai
daya adaptasi yang tinggi sehingga tidak
mengherankan bila ternak itik ini menjadi
pilihan para peternak. Pada pemeliharaan
ternak itik ini masih dilakukan secara
sederhana dan diusahakan secara tradisional
dengan jumlah yang tidak begitu besar
menyebabkan usaha ini masih sebatas usaha
sampingan.
Dalam usaha sampingan berpengaruh
terhadap margin pendapatan yang diperoleh
oleh peternak dimana terkait dengan harga jual
produk (telur) yang berkisar Rp 1,250/butir
cukup jauh dari bedanya
dengan harga ditingkat
konsumen yang mencapai
Rp 1.800/butir. Hal ini
menyebabkan margin
yang diterima oleh peternak menjadi rendah,
sehingga perumusan masalah yang perlu dikaji
dalam pengkajian ini adalah :
1. Berapa besar tingkat pendapatan peternak
itik petelur di daerah pengkajian dan faktor-
faktor apa yang mempengaruhinya?
2. Bagaimana bentuk pemasaran, saluran
pemasaran telur itik dari peternak sampai
konsumen di daerah pengkajian?
3. Apakah sistem pemasaran, saluran
pemasaran mulai dari produsen kepada
konsumen akhir pada setiap lembaga sudah
efisien?
No Jenis
Produk
Produksi/Tahun
2011 2012 2013 2014 2015
1. Telur 17.262 22.808 23.990 27.298 28.007
2. Daging
Analisis Pendapatan Usaha Tani dan Pemasaran Telur Itik Kelompok Tani Parde’de
Desa Gentungan Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa Rachmat Seno Adji 117
Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian diatas maka
pengkajian ini diharapkan bertujuan untuk :
1. Mengetahui pendapatan peternak peternak
itik petelur di daerah pengkajian dan faktor-
faktor apa yang mempengaruhinya?
2. Mengetahui bentuk pemasaran, saluran
pemasaran telur itik dari peternak sampai
konsumen di daerah pengkajian?
3. Menganalisis sistem pemasaran, saluran
pemasaran mulai dari produsen kepada
konsumen akhir pada setiap lembaga sudah
efisien?
Manfaat Pengkajian
Pengkajian yang dilaksanakan diharapkan
dapat memberikan :
1. Sebagai bahan informasi dan bahan
pertimbangan bagi pihak dalam mengambil
keputusan untuk melakukan kegiatan
beternak itik petelur
2. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang
ingin mengetahui saluran pemasaran telur
itik di Kelompoktani Parde’de Desa
Gentungan Kecamatan Bajeng Barat
Kabupaten Gowa.
3. Sebagai bahan informasi bagi pelaku dalam
memilih saluran pemasaran serta menjadi
bahan pertimbangan bagi pengambilan
keputusan dalam menentukan kebijakan
yang berkenaan dengan pemasaran telir itik.
METODOLAGI PENELITIAN
1.1. Waktu dan Tempat
Pengkajian ini dilaksanakan selama
tiga bulan dari bulan januari sampai
dengan bulan Maret 2017. Adapun
Jadwal pelaksanaan pengkajian tertera
dalam lampiran 1. Lokasi pengambilan
data dilakukan pada kelompok tani
Kelompoktani Parde’de Desa Gentungan
Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten
Gowa.
1.2. Jenis dan Sumber Data Penelitian
Data yang digunakan dalam
pengkajian ini berupa data primer dan
data skunder baik yang bersifat kualitatif
maupun kuantitatif. Data primer adalah
data yang diperoleh dari hasil
pengamatan (observasi) dan wawancara
langsung dilapangan dengan pelaku
lembaga-lembaga pemasaran seperti
petani, pedaganng pengumpul, pedagang
pengecer, suplier dan konsumen telur
itik. Kegiatan wawancara dilakukan
dalam usaha mengetahui kondisi dan
kegiatan yang dilakukan petani sampai
ketingkat pemasaran.
Sedangkan data skunder diperoleh
dari laporan atau catatan setiap petani,
dinas Pertanian dan Peternakan
Kabupaten Maros, BPS, artikel dan
literatur yang relevan dengan tujuan
kajian.
1.3. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh petani peternak itik petelur pada
kelompoktani Kelompoktani Parde’de
Desa Gentungan Kecamatan Bajeng
Barat Kabupaten Gowa dengan populasi
itik 500 ekor.
1.4. Analisa Data
Analisa data yang digunakan untuk
mengetahui pendapatan usaha ternak itik
petelur di Kelompoktani Parde’de Desa
Gentungan Kecamatan Bajeng Barat
Kabupaten Gowa dengan analisis
deskriptif. Adapun rumus biaya dan
pendapatan sebagai berikut (Hastuti dan
Rahim, 2007) :
1. Pendapatan
I = TR-TC
Keterangan :
I = Income
(Pendapatan usahatani itik)
TR = Total Revenue
(Total penerimaan)
TC = Total Cost
(Total biaya)
2. Total Penerimaan :
TR = P x Q – (TFC-TVC) Keterangan :
P = Price (Harga)
Q = Quantitas (Jumlah)
TFC = Total Fixed cost
(Total biaya tetap)
TVC = Total Variabel Cost
(Total biaya variabel).
3. Efisiensi Usaha
Untuk mengetahui efisiensi usahatani
digunakan rumus :
R/C Ratio = TR
TC Dengan kriteria keputusan sebagai
berikut :
Jika R/C Ratio > 1, maka usahatani
buah naga efisien atau layak untuk
diusahakan.
Jika R/C Ratio ≤ 1, maka usahatani
buah naga tidak efisien atau tidak
layak untuk diusahakan.
118 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017
4. Saluran Pemasaran
Dalam mengetahui saluran
pemasaran dianalisis dengan
menggunakan analisis deskriptif
yaitu dengan menelususri saluran
pemasaran telur itik dari tingkat
produsen ke tingkat konsumen.
5. Efisiensi Pemasaran
Untuk mengetahui efisiensi
pemasaran digunakan indikator:
margin pemasaran, distribusi
keuntungan, share harga, dan volume
penjualan.
a. Margin Pemasaran Margin
pemasaran dapat dihitung dengan
rumus:
MP = Pr-Pf
Keterangan :
MP = Margin Pemasaran
Pr = Harga konsumen akhir
Pf = Harga dari produsen
b. Distribusi Keuntungan
Besarnya distribusi keuntungan
tiap saluran pemasaran dapat
diukur dengan rumus :
DK = ((π/C) terendah)
((π/C) tertinggi)
Keterangan :
DK = Distribusi keuntungan
π = Keuntungan pemasaran
C = Biaya pemasaran
Kriteria keputusan :
Jika DK ≥ 0,5 berarti distribusi
keuntungan antar lembaga
pemasaran adil.
Jika DK < 0,5 berarti distribusi
keuntungan antar lembaga
pemasaran tidak adil.
c. Share Harga
Besarnya share harga yang
diterima petani/produsen (%)
dan harga eceran yang dapat
dihitung dengan menggunakan
rumus :
Sp = Pf x 100%
Pr Keterangan :
Sp = Bagian harga yang
diterima produsen
Pf = Harga ditingkat produsen
Pr = Harga ditingkat
konsumen
Kriteria keputusan :
Jika X > 60% berarti pemasaran telur
itik adil.
Jika X < 60% berarti pemasaran telur
itik tidak adil.
d. Volume Penjualan
Besarnya penjualan dapat dilihat
dari jumlah produksi telur itik yang
dijual produsen maupun lembaga
pemasaran yang dinyatakan dalam
kilogram/butir.
6. Kendala Usahatani
Dalam mengetahui kendala usahatani
dan pemasaran telur itik dianalisis secara
deskriptif dengan cara mengidentifikasi
setiap kendala usahatani telur itik yang
ditemukan pada saat penelitian
berdasarkan data yang diperoleh setelah
ditabulasi terlebih dahulu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pendapatan Usaha Analisis pendapatan dalam penelitian ini
digunakan untuk mengetahui besarnya
pendapatan yang diperoleh petani responden
pada usaha peternakan itik Kelompoktani
Parde’de Desa Gentungan Kecamatan Bajeng
Barat Kabupaten Gowa. Untuk mengetahui
besarnya pendapatan yang diperoleh petani
responden, maka perlu diketahui terlebih
dahulu besarnya tingkat penerimaan yang
diperoleh serta biaya-biaya yang dikeluarkan
dalam melakukan suatu usaha peternakan itik
tersebut.
Pendapatan merupakan bagian yang
sangat penting dalam keberlangsungan usaha
pembuatan garam bagi petani responden.
Pendapatan usaha peternakan itik
Kelompoktani Parde’de Desa Gentungan
Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa.
Penerimaan merupakan total nilai yang
diperoleh dari hasil kali antara jumlah produksi
dengan harga jual yang berlaku ditingkat
petani. Jadi, besar kecilnya penerimaan
ditentukan oleh besar kecilnya produksi dan
harga jual (Daniel, 2002).
Rata-rata produksi telur itik yang
dihasilkan petani responden usaha peternakan
itik di Kelompoktani Parde’de Desa Gentungan
Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa
selama satu kali produksi berbeda-beda
berdasarkan luas lahan yang diusahakan. Biaya
produksi adalah jumlah dari biaya tetap dan
biaya variabel, dimana setiap kegiatan usaha
peternakan itik tidak pernah terlepas dari biaya
Analisis Pendapatan Usaha Tani dan Pemasaran Telur Itik Kelompok Tani Parde’de
Desa Gentungan Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa Rachmat Seno Adji 119
untuk mengelola usaha pemeliharaan itik agar
memperoleh hasil yang diharapkan.
Biaya tetap adalah biaya yang tidak
berpengaruh pada volume produksi, misalnya
pajak lahan. Biaya variabel adalah biaya yang
besar kecilnya di pengaruhi oleh besarnya
volume produksi, misalnya tenaga kerja. Pada
usaha ternak itik pendapatan/keuntungan
petani berasal dari selisih penerimaan
dikurangi biaya usaha (Rp 117.700.000 - Rp
76.969.000) yang nilainya sebesar Rp
40.731.000 sedang R/C ratio sebagai alat untuk
menghitung besarnya keuntungan usaha dan
merupakan hasil pembagian penerimaan dibagi
biaya usaha yang dikalikan 100 % , dengan
hasi 1,45 %
Tingkat pembagian margin pendapatan
dalam pemasaran telur itik dilakukan dengan
melakukan tingkatan tersebut maka dapat
ditentukan R/C ratio besarnya dengan tingkat
keuntungan besarannya. Pada tingkat
pendapatan peternak itik dengan jumlah ternak
500 ekor diperoleh rata-rata total penerimaan
sebesar Rp 111.700.000 dengan rata-rata total
biaya Rp 76.360.000, maka rata-rata
pendapatan Rp 34.731.000 pada Kelompoktani
Parde’de Desa Gentungan Kecamatan Bajeng
Barat Kabupaten Gowa.
Saluran Pemasaran Pemasaran merupakan sebagai proses
yang mengakibatkan aliran produk suatu
sistem dari produsen ke konsumen. Saluran
pemasaran terdiri dari sekelompok individu
atau lembaga yang mempunyai hak
kepemilikan atas barang-barang yang
dipasarkan dan membantu dalam penyampaian
hak kepemilikan tersebut dari produsen ke
konsumen. Dalam proses pengaliran atau
pergerakan barang dari tangan produsen
sampai ke tangan konsumen terdapat banyak
kegiatan-kegiatan yang saling bekerjasama
(Antara, 2012).
Lembaga pemasaran telur itik di
Kelompoktani Parde’de Desa Gentungan
Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa
adalah individu yang menyelenggarakan
pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditinya
dari produsen ke konsumen akhir serta
mempunyai hubungan dengan individu
lainnya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan,
maka lembaga pemasaran yang terlibat di
Kelompoktani Parde’de Desa Gentungan
Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa
dalam menyalurkan komoditi telur itik dari
produsen ke konsumen terdiri dari:
1. Pedagang Pengumpul
Pedagang pengumpul merupakan
pedagang yang membeli telur itik langsung
dari petani di Kelompoktani Parde’de Desa
Gentungan Kecamatan Bajeng Barat
Kabupaten Gowa. sebagai produsen. Hasil
pembelian tersebut dikumpulkan dan dijual
kembali kepada konsum.
Kelompoktani Parde’de Desa
Gentungan Kecamatan Bajeng Barat
Kabupaten Gowa. hanya terdapat satu
saluran pemasaran telur itik yang meliputi
petani ke pedagang pengumpul, dan
konsumen akhir.
2. Pedagang Pengecer
Pedagang pengecer merupakan
pedagang yang membeli telur dari
pedagang besar, pengumpul atau langsung
dari peternak yang kemudian disalurkan
kepada konsumen.
Pedagang pengecer umumnya tersebar
di berbagai tempat mulai dari lokasi
peternakan itik, kota kecamatan/kabupaten
sampai kota kota Makassar.
Margin Pemasaran
Margin pemasaran garam adalah selisih
harga yang dibayarkan petani atau produsen
garam dengan harga yang dibayarkan oleh
konsumen. Dari hasil analisis margin
dimaksudkan untuk mengetahui biaya pada
lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran
pemasaran dalam proses produksi jual beli
telurbitik. Harga yang dibayar konsumen akhir
merupakan harga di tingkat pedagang
pengumpul. Perhitungan margin pemasaran
digunakan untuk mengetahui aliran biaya
pemasaran pada lembaga yang terlibat dalam
proses pemasaran (Bagus, 2011).
Dari hasil analisis margin dimaksudkan
untuk mengetahui penyebaran biaya pada
lembaga pemasaran yang terlibat pada saluran
pemasaran dalam proses produksi jual beli
telur itik. Untuk menghitung margin
pemasaran pada saluran pemasaran telur itik
digunakan rumus sebagai berikut:
a) Harga Penjualan Pedagang Pengumpul
ke Konsumen – Harga Pembelian
ditingkat Petani
MP1 = Pr– Pf
= Rp 1.500/butir – Rp 1.250/butir
= Rp 250
b) Harga Penjualan Pedagang Pengumpul
ke Konsumen – Harga Pembelian
ditingkat Petani
MP2 = Pr - Pf
= Rp 1.800/butir – Rp 1.500/butir
= Rp 300
120 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017
c) Margin Total = M1 + M2
= Rp 250 + Rp 300
= Rp 550
Saluran pemasaran telur itik
Kelompoktani Parde’de Desa
Gentungan Kecamatan Bajeng Barat
Kabupaten Gowa, harga jual ditingkat
petani sebesar Rp 1250 dan harga jual
pedagang pengumpul ke pedagang
pengecer sebesar Rp 1500, sehingga
margin yang diterima pedagang
pengumpul sebesar Rp 300. Sedang
biaya pemasaran ditingkat pedagang
pengumpul sebesar Rp 110/butir,
sehingga profit margin yang diterima
ditingkat pedagang pengumpul (Rp 250
– Rp 110 = Rp 140/butir). Selanjutnya
harga pembelian pedagang peengecer
sebesar Rp 1500 dan harga jual pada
tingkat konsumen sebesar Rp 1800,
sehingga profit margin yang diterima
pedagang pengecer sebesar Rp
300/butir. Sedang biaya pemasaran
ditingkat pedagang pengecer sebesar Rp
80/butir, sehingga profit yang diterima
pedagang pengecer sebesar (Rp 300 –
Rp 80 = Rp 220/butir).
Margin pemasaran telur itik adalah
selisih harga yang dibayarkan petani
atau produsen dengan harga yang
dibayarkan konsumen. Dari analisis
margin untuk mengetahui penyebaran
biaya setiap lembaga pemasaran dalam
kegiatan jual beli telur itik. Harga yang
dibayar konsumen adalah harga
ditingkat pengecer. Margin pemasaran
digunakan untuk mengetahui aliran
biaya pemasaran pada setiap lembaga
yang terlibat dalam proses pemasaran
(Bagus, 2011)
Efesiensi Tataniaga Efisienai pemasaran diukur berdasarkan
pada perbandingan dua harga dalam persamaan
nilai presentasi (%), maka besar efisiensi
pemasaran, makin besar bagaia yang diterima
petani (Sisfahyuni, dkk, 2008). Untuk
mengetahui efisiensi pemasaran telur itik di
Kelompoktani Parde’de Desa Gentungan
Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa
pada saluran pemasaran digunakan rumus
sebagai berikut :
a. Saluran pemasaran Petani Pedagang
Pengumpul
Sp = Pf/Pr x 100 %
= (250 / 1.250) x 100 %
= 16,67 %
b. Saluran pemasaran Pedagang pengumpul
Pedagang Pengecer
Sp = Pf/Pr x 100 %
= (300 / 1.800) x 100 %
= 17,997 % = 18 %
Berdasarkan data tentang share harga
menunjukkan ni;ai besaran 16,67pada tingkat
pengumpul dan tingkat pedagang pengecer
sebesar 18%, dimana nilai ini lebih kecil dari
60 % maka nilai pemasaran ini tidak adil.
Sedang Sudiyono (2004), mengatakan
rendahnya efisiensi system pemasaran
ditunjukkan dari tingginya biaya pemasaran.
Secara konseptual, system pemasaran dapat
dianggap efisien apabila memenuhi
persyaratan antara lain mampu menyampaikan
hasil dari petani produsen kepada konsumen
dengan biaya murah, dan mampu mengadakan
pembagian keuntungan secara adil pada
keseluruhan harga yang dibayarkan oleh
konsumen akhir kepada pihak yang ikut serta
dalam kegiatan pemasaran. Dari hasil
perhitungan menunjukkan Sp lebih kecil dari
60,
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian terhadap
Usaha Peternakan itik Kelompoktani Parde’de
Desa Gentungan Kecamatan Bajeng Barat
Kabupaten Gowa memberikan beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Pendapatan rata-rata yang diperoleh petani
usaha ternak itik di Kelompoktani
Parde’de Desa Gentungan Kecamatan
Bajeng Barat Kabupaten Gowa. dari yang
diusahakan dalam peternakan itik produksi
sebesar Rp 111.700.000
2. Pedagang pengumpul membeli telur itik
dengan petani mulai dari harga Rp
1.200/butir sampai Rp 1300/butir,
3. Saluran Pemasaran telur itik di
Kelompoktani Parde’de Desa Gentungan
Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten
Gowa. terdiridari 1 saluran, yaitu : Petani
ke Pedagang Pengumpul ke Konsumen,
4. Hasil perhitungan bahwa total margin
pemasaran di Desa Gentungan Kecamatan
Bajeng Barat Kabupaten Gowa. pada
saluran pemasarannya adalah sebesar Rp
550
5. Hasil perhitungan efisiensi pemasaran
menunjukkan bahwa pemasaran
Kelompoktani Parde’de Desa Gentungan
Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten
Gowa. di tingkat petani → pedagang
pengumpul sebesar 100% dan di tingkat
Analisis Pendapatan Usaha Tani dan Pemasaran Telur Itik Kelompok Tani Parde’de
Desa Gentungan Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa Rachmat Seno Adji 121
pedagang pengumpul → konsumen sebesar
16,67dan 18%.
SARAN Melalui penelitian ini, penulis berharap
pemerintah perlu menetapkan harga telur itik
sehingga tidak merugikan kedua belah pihak
karena harga yang diterima petani terkadang
tidak sesuai dengan yang diinginkan petani
dalam menjalankan usahanya sehingga petani
dapat meningkatkan pendapatannya dan
memiliki keberlanjutan yang pada akhirnya
dapat meningkatkan posisi tawar petani.
DAFTAR PUSTAKA
Agustian, A. Setiajie, I. 2008. Analisis
Perkembangan Harga dan Rantai
Pemasaran Komoditas Cabai Merah di
Provinsi Jawa Barat. Pusat analisis social
ekonomi dan kebijakan pertanian
Departemen Pertanian.
Antara, M. 2012. Agribisnis dan
Penerapannya dalam Penelitian. Edukasi
Mitra Grafika. Palu.
Bagus, N. G. 2011. Analisis Pendapatan dan
Pemasaran Usahatani Cabai Merah
Keriting Di Desa Sidera Kecamatan Sigi
Biromaru Kabupaten Sigi. Skripsi Jurusan
Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Tadulako. Palu.
Daniel M. 2002. Pengantar Ekonomi
Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta.
http://www.organisasi.org/1970/01/isi-
kandungan-gizi-telur-bebek-komposisi-
nutrisi-bahan-makanan.html
Sisfahyuni, Ludin, Taufik dan M.R. Yantu,
2008. Efisiensi Tataniaga Komoditi
Kakao Biji Asal Kabupaten Parigi
Moutong Propinsi Sulawesi Tengah. J.
Agribisnis 9 (3) : 150 –159.
Sudiyono, A. 2004. Pemasaran Pertanian.
Universitas Muhammadiyah Malang
Press. Malang.
Widodo. S. dan Ihsannudin. 2010. Pengelolaan
Sumberdaya Lahan Guna Pencapaian
Swasembada Garam Nasional. Prosiding.
Seminar Nasional Reformasi Pertanian
Terintegrasi Menuju Kedaulatan Pangan.
Surabaya.
122 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017
Penerapan Model Pembelajaran Recall Memory dengan Penggunaan
Gaple Card dalam Belajar Ekonomi Ermiwati 123
PENDAHULUAN
Revolusi di bidang Pendidikan ditandai
dengan adanya pergeseran paradigma belajar.
Paradigma tradisional percaya bahwa belajar
yang baik adalah penuh disiplin, patuh, guru
sebagai satu-satunya sumber ilmu. Sementara
itu nampak bahwa hasil dari proses
pembelajaran semacam itu menciptakan siswa
dan guru monoton, statis dan oleh karena itu
saat ini guru sebagai pengelola kegiatan
pembelajaran dituntut hendaknya lebih
mengacu kepada pembelajaran aktif, inovatif,
kreatif, efektif, efisien, menyenangkan dan
bermakna bagi siswa. Maka guru harus
memilih metode dan teknik pembelajaran yang
dapat menghindarkan keadaan DDCH (Duduk
Dengar Catat dan Hapal), penggunaan media
pembelajaran merupakan alat bantu yang dapat
mempermudah proses penerimaan materi
pelajaran yang disampaikan pendidik dan
sudah barang tentu akan mempermudah
pencapaian keberhasilan tujuan pembelajaran
dikarenakan peserta didik akan lebih
termotivasi dalam mempelajari materi bahasan.
Pada saat tiba kegiatan ulangan, baik itu
ulangan harian dan ulangan umum
(semesteran), siswa dituntut untuk menguasai
banyak materi sekaligus, kadang-kadang dapat
membuat anak terbebani merasa tertekan yang
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN RECALL MEMORY DENGAN PENGGUNAAN
GAPLE CARD DALAM BELAJAR EKONOMI
Ermiwati *)
Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan
Guru SMA Negeri 7 Bulukumba
Email: [email protected]
Abstrak
Dalam membicarakan kajin proses belajar-mengajar khususnya teknik, metode, strategi dan model pembelajaran sering diartikan tumpang tindih karena definisi yang sulit untuk dibedakan. Meskipun demikian, keempat istilah tersebut pada dasarnya memiliki perbedaan yang mendasar dalam penerapannya. Dalam kajian ini dibicarakan tentang metode recall memory. Pendekatan memori adalah suatu model pembelajaran yang secara khusus berupaya memusatkan diri dalam mengembangkan kemampuan mengingat dan menghafal pada diri subjek belajar, tujuannya untuk meningkatkan daya ingat bagi subyek belajar. Metode recall memory diterapkan dengan menggunakan media Gaple Card atau yang lasim disebut kartu domino. Pemakaian Gaple Card ini prinsipnya sama dengan permainan kartu gaple (Domino) yang berjumlah 28 kartu.Kegiatan pemakaian Gaple Card ini dapat dilakukan diluar ruangan seperti taman sekolah, dilapangan atau ditempat-tempat terbuka lainnya. Hanya saja, gaple yang dimaksud dalam tulisan ini tidak sama dengan gaple yang sering ditemukan di mana-mana sebagai alat bermain bagi anak-anak hingga dewasa. Gaple ini dirancang khusus sesuai dengan kebutuhan pembelajaran ekonomi di jenjang SMA. dengan menggunakan metode recall memory dengan media gaple ternyata hasil belajar dan aktivitas belajar ekonomi mengalami peningkatan yang signifikan.
kata kunci: Metode recall memory dengan media Gaple Card
Abstract *)
In discussing the process of teaching and learning, especially techniques, methods, strategies and learning models are often interpreted as overlapping because the definitions are difficult to distinguish. Nevertheless, these four terms basically have a fundamental difference in its application. In this study talked about the method of recall memory. The memory approach is a learning model that specifically attempts to focus on developing the ability to remember and memorize on the subject of learning, the goal is to improve the memory for the subject of learning. The recall memory method is applied by using Gaple Card or lasim media called dominoes. The use of Gaple Card is in principle the same as the game gaple card (Domino) which amounted to 28 cards. Activities Gaple Card usage can be done outside the room like a school park, field or other open places. However, the gaple in this paper is not the same as the gaple that is often found everywhere as a playground for children to adulthood. Gaple is specially designed in accordance with the needs of economic learning in SMA. By using the method of memory recall with gaple media turns out the learning and learning activities of the economy experienced a significant increase.
Keywords: Recall memory method with Gaple Card media
124 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017
akhirnya dampaknya hasil ulangan dan
semesteran jatuh atau kurang memuaskan dan
dibawah KKM.
Upaya dari guru sendiri dalam rangka
merecall memory mereka dari waktu ke waktu,
guru terjebak dengan kegiatan yang itu-itu saja,
kebanyakan yang dilakukannya yaitu dengan
jalan membahas soal, dan walaupun ada
pengayaan metodenya masih konvensional,
dengan pendekatan ceramah dan
mengharapkan siswa menjadi pendengar tanpa
banyak melakukan aktivitas yang melibatkan
dirinya dalam proses pembelajaran.
METODE RECALL MEMORY
Pendekatan memori adalah suatu model
pembelajaran yang secara khusus berupaya
memusatkan diri dalam mengembangkan
kemampuan mengingat dan menghafal pada
diri subjek belajar, tujuannya untuk
meningkatkan daya ingat bagi subyek belajar
(Joyce and vocil dalam Sudjana, 1989). Dalam
pembelajaran Memory menekankan pada
upaya memperkuat dorongan internal subyek
belajar untuk memahami, menggali dan
penguasaan konsep, siswa dituntut untuk
bertanggung jawab pada diri sendiri, bahwa
dalam kurun waktu tertentu. Setelah proses
pembelajaran, siswa harus Merecall Memory
konsep-konsep yang sudah mereka terima.
Pembelajaran Recall Memory dilandasi
oleh pandangan Konektionisme yang
menyatakan bahwa pembentukan hubungan
antara stimulus dan respon akan terjadi suatu
hubungan yang erat kalau sering dilatih. Berkat
latihan yang terus menerus, hubungan antara
stimulus dan respon itu akan menjadi terbiasa,
Modul PTBK 2004:20. Guru selain
memberikan pengetahuan juga harus
mengupayakan suatu proses pembelajaran
yang menyenangkan, sehingga siswa merasa
terespon dan mau melibatkan dirinya di dalam
proses pembelajaran. Berhasil tidaknya suatu
proses faktor dari dalamlah yang
mempengaruhi, karena jika semula sudah
tertarik maka guru akan dengan mudah untuk
belajar bersama.
MEDIA GAPLE CARD
Alat peraga Gaple Card termasuk alat
peraga dua dimensi, artinya alat yang
mempunyai ukuran panjang dan lebar (Nana
Sudjana, 1999:101). Agar penggunaan alat
peraga tersebut dapat mencapai hasil yang
baik, maka perlu memperhatikan sejumlah
prinsip tertentu (Sudjana, 1997) yaitu :
1. Menentukan jenis alat peraga yang tepat
artinya sebaiknya guru memiliki terlebih
dahulu alat peraga manakah yang sesuai
dengan tujuan dan bahan pelajaran yang
hendak diajarkan.
2. Menetapkan atau memperhitungkan subjek
dengan tepat, artinya perlu diperhitungkan
apakah penggunaan alat peraga itu sesuai
dengan tingkat kematangan/kemampuan
anak didik.
3. Menyajikan alat peraga dengan tepat,
artinya teknik dan metode penggunaan alat
peraga dalam pengajaran disesuaikan
dengan tujuan bahwa metode, waktu dan
sarana yang ada
4. Menempatkan atau memperlihatkan alat
peraga pada waktu, tempat dan situasi yang
tepat, artinya kapan dan situasi apapun
dapat menggunakan alat peraga, tentu saja
tidak setiap saat atau selama proses belajar
mengajar terus menerus memperlihatkan
atau menyajikan sesuatu dengan alat
peraga.
Penggunaan Gaple Card (alat peraga) ada
enam tahapan yaitu :
1. Menetapkan tujuan mengajar.
2. Persiapan guru, memilih dan menetapkan
alat peraga.
3. Persiapan kelas, siswa atau kelas harus
mempunyai persiapan. Mereka harus
dimotivasi agar dapat menilai,
menganalisis, menghayati pembelajarannya
dengan alat peraga.
4. Langkah penyajian pembelajaran dan
peragaan.
5. Langkah kegiatan belajar pada tahap ini
siswa dalam pemakaian alat peraga dapat
dilakukan di dalam kelas atau di luar kelas.
6. Langkah evaluasi, sejauh mana alat peraga
sebagai alat pembelajaran dapat menunjang
keberasilan proses pembelajaran.
Pemakaian Gaple Card ini prinsipnya
sama dengan permainan kartu gaple (Domino)
yang berjumlah 28 kartu.Kegiatan pemakaian
Gaple Card ini dapat dilakukan diluar ruangan
seperti taman sekolah, dilapangan atau
ditempat-tempat terbuka lainnya. Pemakaian
kartu Domino ini dipakai karena kartu ini
sangat akrab dengan keseharian mereka yang
berada di lingkungan Kumis (Kumuh dan
Miskin) pada waktu penulis observasi ke
lingkungan mereka penulis sering menemukan
Penerapan Model Pembelajaran Recall Memory dengan Penggunaan
Gaple Card dalam Belajar Ekonomi Ermiwati 125
sekelompok orang yang bermain kartu domino
yang kelihatannya sangat menyenangkan,
semakin kartu itu dibanting semakin puaslah
mereka.
Penulis berfikir mungkin anak-anak pun
demikian mereka sebenarnya ingin mencoba
tetapi karena imej selama ini kartu domino itu
digunakan utuk hal-hal yang negatif semisal
berjudi sehingga biasanya para orang tua tidak
memperbolehkan anak-anaknya bermain kartu
Domino. Penulis ingin memberikan nuansa
yang baru pada mereka bahwa dengan kartu
Domino dapat dipakai untuk pembelajaran
siswa, sehingga yang tadinya merupakan
permainan yang tabu bagi mereka berubah
menjadi permainan yang sarat dengan
pembelajaran dan dapat dilakukan dimana saja,
kapan saja, dan tentunya menyenangkan dan
mengasyikkan.
KELEBIHAN METODE RECALL
MEMORY DENGAN PENGGUNAAN
GAPLE CARD
Kelebihan metode ini baru dapat kita
rasakan saat kita mempraktekkannya sesuai
dengan aturan main yang ditetapkan.
Kelebihan itu antara lain :
( 1 ) Bagi Guru
Guru hanya sebagai fasilitator
Dapat mempermudah pengelolaan
kelas
Dapat menilai kemampuan anak
Dapat mendeteksi kelas mana yang
lamban dan kelas mana yang cepat
menyelesaikan pertanyaan (kelas
akselerasi)
( 2 ) Bagi Siswa
Digunakan sebagai latihan (Trial
and error) dalam menjawab soal
ulangan
Dapat mengetahui potensi diri pada
kelasnya (self assesment)
Meningkatnya monifasi belajar
siswa
Meningkatkan atensi dan
konsentrasi siswa (bisa terjebak
pada kesalahan yang sama yang
dilakukan oleh orang lain)
Dapat mengembangkan sikap
kontrol penelitian
( 3 ) Situasi dan kondisi belajar mengajar
Dapat menciptakan situasi belajar
yang child centered
Meningkatkan situasi pembelajaran
dua arah
Terlaksana situasi pembelajaran
yang menyenangkan
PENDAPAT SISWA TENTANG METODE
RECALL MEMORY DENGAN MEDIA
GAPLE CARD
Tabel diatas menunjukan bahwa
sebagian besar anak yakni 83% anak suka
pelajaran ekonomi dengan metode Recall
Memory dengan media Gaple Card dan hanya
17% anak yang kurang senang.
LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Model pembelajaran Recall Memory
dengan permainan Gaple Card dapat
meningkatkan mutu pembelajaran, karena
menurut Rochman Natawijaya dalam Buku
Materi Pelatihan Terintegrasi Pengetahuan
Sosial (Hal 29) faktor keberhasilan dalam
melaksanakan proses pembelajaran
dipengaruhi antara lain:
1) Diri siswa sendiri sebagai pelaku utama
dalam proses pembelajaran.
2) Diri guru sebagai pengelola proses belajar
mengajar dengan segala keunikannya.
NO PERTANYAAN
JAWABAN
Ya Tidak
1 Apakah kamu tertarik
mempelajari materi
Uang, Bank dan Lembaga
Keuangan Bukan Bank
dengan menggunakan
metode Recall Memory
dengan media Gaple Card
87,5% 12,5%
2 Apakah belajar ekonomi
dengan metode Recall
Memory dengan media
Gaple Card dapat
memenuhi kebutuhan
yang kamu harapkan
75% 25%
3 Apakah belajar ekonomi
dengan menggunakan
metode Recall Memory
dengan media Gaple Card
dapat menumbuhkan rasa
percaya diri bahwa kamu
punya kemampuan
85% 15%
4 Apakah kamu mendapat
kepuasan saat belajar
ekonomi dengan
menggunakan metode
Recall Memory dengan
media Gaple Card
85% 15%
126 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017
3) Tujuan pembelajaran yang menjadi sasaran
kecapaian dari proses pembelajaran.
4) Bahan pengajaran sebagai penunjang
pokok bagi tercapainya tujuan
5) Pemudahan untuk mencapai sumber bahan
pengajaran.
6) Suasana sekitar pada waktu belajar.
Disamping itu juga dipengaruhi oleh
bagaimana guru mengelola peserta didik dalam
bentuk interaksi belajar mengajar yang
diciptakan. Da1am bentuk interaksi atau
hubungan timbal balik antara siswa dengan
guru dan antar sesama siswa dalam proses
pembelajaran. Pengertian interaksi
mengandung unsur saling memberi dan
menerima. Belajar bagi siswa berarti suatu
perubahan sikap dan tingkah laku setelah
terjadi interaksi dengan sumber belajar,
sedangkan mengajar bagi guru adalah
menciptakan situasi yang mampu merangsang
siswa untuk belajar. Hal ini tidak harus berupa
transformasi dari guru kepada siswa.
Guna meningkatkan kreativitas siswa,
maka penulis mencoba untuk menggunakan
metode permainan Gaple Card ini diharapkan
dengan permainan ini siswa tidak merasa
terbebani oleh aturan yang ada mereka akan
terlihat gesit, menyenangkan, bersemangat dan
penuh gairah. Siswa bahkan akan sering
meninggalkan tempat duduk mereka, bergerak
dengan laluasa dan berfikir keras (moving
about and thinking aloud) menurut Melvin L.
Silberman dalam bukunya Active Learning
(Hal 10).
Hasil Pengamatan Kelas
Tabel perubahan sikap pemakaian
metode konvensional lama dan model
pembelajaran Recall Memory dengan Gaple
Card.
Pencapaian Hasil Belajar
Setelah model pembelajaran Recall
Memory dengan Gaple Card dilaksanakan
kemudian dievaluasi untuk melihat pencapaian
hasil belajar dan dibandingkan dengan
pencapaian hasil belajar siswa. terdapat
perbedaan yang signifikan seperti pada tabel
berikut. Tabel perbedaan unsur pencapaian
hasil belajar siswa kelas IX Is 1 SMAN 7
Bulukumba yang penulis jadikan subjek dalam
penelitian (pembelajaran Recall Memory)
dengan (konvensional)
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan rata-rata nilai tes dan
ketuntasan belajar antar model pembelajaran
Recall Memory dalam penggunaan Gaple Card
dengan model pembelajaran konvensional. Hal
ini membuktikan bahwa penggunaan model
pembelajaran Recall Memory dengan
penggunaan Gaple Card cukup handal dalam
meningkatkan hasil belajar siswa.
KESIMPULAN
Berdasarkan analisa data yang
ditampilkan dalam penelitian tindakan kelas ini
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
a. Penerapan model pembelajaran dengan
menggunakan metode Recall Memory
dengan Gaple Card dapat meningkatkan
hasil belajar jika dilaksanakan secara
optimal.
b. Keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar
mengajar dengan menggunakan metode ini
sangat besar, sehingga dapat membantu
dan memotivasi belajar mereka baik
disekolah maupun diluar sekolah.
c. Sebagian siswa menguasai materi
pelajaran secara tuntas dan tidak ada
unsur paksaan sebab apabila ingin
memenangkan permainan, maka mau
tidak mau mereka harus menguasai
materi, sedangkan siswa dengan jiwa
mudanya ia akan sekuat tenaga untuk
memenangkan permainan.
d. Bagi siswa, model atau metode ini
dapat mengukur kemampuan dirinya
dikelas (Self assesment)
e. Penerapan metode ini juga dapat
mengurangi kejenuhan anak dalam
mengikuti pelajaran ekonomi.
Sikap Memakai Metode
Konvensional
Sikap Sesudah Memakai
Model Recall
Memory Dengan Gaple
Card
Siswa
1. Jemu (kurang bergairah)
2. Pasif
3. Cenderang menyepelekan
4. Tidak ada kerja sama
5. Terbebani
6. Tidak terlibat
Guru
1. Motivasi kurang
2. Tidak ada tantangan
3. Guru Centris
4. Tidak ada interaksi
Siswa
1. Semangat tinggi
2. Aktif
3. Perhatian penuh
4. Rileks
5. Bekerja sama
6. Terlibat penuh
Guru
1. Motivasi tinggi
2. Antusias
3. Sebagai fasilitator
4. Ada interaksi
No. Unsur Pencapaian Hasil
Belajar Konvensional
Recall
Memory
1.
2.
Rata-rata nilai tes
Prosentase ketuntasan belajar
61,44
57,90 %
70,13
94,74 %
Penerapan Model Pembelajaran Recall Memory dengan Penggunaan
Gaple Card dalam Belajar Ekonomi Ermiwati 127
DAFTAR PUSTAKA
Melvin L.Silberman, 2004, Active Learning,
101 Cara Belajar Siswa Aktif, Nusa
Media, Bandung.
Suroso, 2004, Pengetahuan Sosial Ekonomi,
PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri,
Solo.
Suyanto, Nurhadi, 2004, EKONOMI Ekonomi,
PT. Erlangga, Gelora Aksara Pratama,
Jakarta.
M.Nur Rochman dan Tim, 2004, Materi
Pelatihan Terintegrasi Pengetahuan
Sosial, Departemen Pendidkan
Nasional, Jakarta.
M. Purwanto, Ngalim. 1991, Prinsip-Prinsip
dan Teknik Evaluasi Pengajaran, PT.
Remaja Rosda Karya, Bandung.
Sudjana,Nana. 1987, Dasar-Dasar Proses
Belajar Mengajar, Sinar Baru,
Bandung.
128 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017
Pemanfaatan Teknik Arusbertambah untuk Meningkatkan Kemampuan
Guru dalam Proses Belajar Mengajar di Sekolah Muhammad Amir 129
PENDAHULUAN
Permasalahan pendidikan khususnya di
Kabupaten Bulukumba pada saat ini masih
seputar perencanaan dan kegiatan proses
belajar-mengajar di kelas. Dengan adanya
permasalahan yang dimaksud, maka
membutuhkan solusi yang tepat, Oleh karena
itu, selaku pengawas perlu menangani
persoalan pendidikan tersebut dengan
melibatkan seluruh komponen. Permasalahan
tersebut salahsatunya bersumber dari guru dan
peserta didik sebagai orang yang terlibat
langsung, Indikasi ada ‘sesuatu’ yang kurang
tepat di dalam komponen pendidikan untuk
segera dibenahi, yaitu diduga kualitas guru
sebagai orang paling bertanggungjawab
terhadap masalah ini banyak menyimpan
persoalan ibarat api di dalam sekam.
Kondisi tersebut dapat dibuktikan
melalui hasil supervisi penulis ke sekolah-
sekolah yang merupakan wilayah kerja penulis
dan menemukan banyak guru yang tidak/belum
melaksanakan kegiatan belajar mengajar
seperti yang diamanatkan dalam kurikulum,
kalaupun membuat hanya bersifat rutinitas
sebatas melaksanakan beban dan
tanggungjawab sebagai seorang guru. Hal ini
tentu akan berimbas terhadap hasil pencapaian
dan penguasaan materi siswa yang pada
gilirannya nanti berkaitan erat dangan kualitas
pendidikan, seperti yang diamanatkan dalam
Permendiknas No. 22 tentang standar isi dan
No. 23 tahun 2006 tentang kompetensi
kelulusan yang di dalamnya ditegaskan agar
guru mempedomani peraturan tersebut.
Sesuai dengan tupoksinya seorang
pengawas memiliki tugas kepengawasan
meliputi :
1) Inspecting (mensupervisi)
2) Advising (member advis atau saran
maupun nasehat)
3) Monitoring (memantau)
4) Reporting (melaporkan hasil-hasil
kepengawasan)
5) Coordinating (mengkoordinir)
PEMANFAATAN TEKNIK ARUSBERTAMBAH UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR DI SEKOLAH
Muhammad Amir *)
Dinas Pendidikan Kabupaten Bulukumba
Pengawas SD Bulukumba
Email: [email protected]
Abstrak
Tulisan ini bersifat Kualitatif Deskriptif Analitik dengan tujuan untuk memaparkan pengalaman
penulis ketika masih menjadi guru di SD. Berdasarkan pengalaman yang telah penulis alami,
menunjukan bahwa seorang guru mesti kreatif untuk menemukan pola-pola pengajaran baik ketika
bertatapmuka, dengan model dan pendekatan pengajaran, maupun secara administrasi membantu
tugas-tugas seorang guru. Salah satu bentuk kreatifitas tersebut adalah merancang dan membuat
pemetaan materi pelajaran, yang di dalamnya tercantum hal-hal prinsip yang harus ada dalam kegiatan
belajar mengajar misal, materi pelajaran, nama peserta didik, nilai siswa, dan seterusnya, sehingga
tujuan akhir dari belajar mengajar akan tercapai sesuai harapan kita semua.
Kata kunci: Teknik arusbertambah
Abstract *)
This paper is Qualitative Descriptive Analytic with the aim to describe the author's experience while
still a teacher in elementary. Based on the experience that the author has experienced, it shows that a
teacher must be creative to find good teaching patterns when facing, with teaching models and
approaches, as well as administratively assisting the tasks of a teacher. One form of creativity is to
design and create a mapping of subject matter, in which listed the principles that must exist in
teaching and learning activities such as subject matter, the name of the students, the value of students,
and so on, so that the ultimate goal of learning to teach will Achieved as expected of us all.
Keywords: Current technique adds
130 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017
Sedangkan Kompetensi seorang pengawas adalah seperangkat kemampuan yang meliputi pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai yang harus dikuasai dan ditampilkan oleh pengawas sekolah dalam melaksanakan pengawasan akademik dan pengawasan manajerial pada sekolah-sekolah binaannya
Menyikapi permasalahan ini penulis sebagai salah satu komponen yang merasa ikut bertanggungjawab berupaya memberikan alternatif solusinya dengan memberikan pengalaman terbaik ketika masih menjadi guru, bersentuhan langsung dengan peserta didik, dan diimplementasikan kepada guru yang merupakan mitra penulis di sekolah, yaitu membuat teknik/model administrasi guru yang praktis dan sederhana ,sehingga guru sangat terbantu ketika melaksanakan kegiatan pembelajaran, khususnya pembelajaran berbasis masalah, dan dapat dipergunakan ke bentuk pembelajaran lainnya.
Beranjak dari persoalan ini penulis tertarik untuk menuangkan pengalaman penulis tersebut ke dalam bentuk jurnal ilmiah tentang administasi guru yang sederhana, lengkap, praktis dan memiliki nilai tambah karena tidak semua guru membuat model administrasi yang akan penulis paparkan pada bagian berikutnya.
ARUSBERTAMBAH DAN KEMAMPUAN
GURU
Arusbertambah merupakan akronim
yang penulis gunakan dalam tulisan ini, yang
bermakna A (administrasi), ru (guru), S
(sederhana/ simpel), ber (bernilai), dan tambah
(kelebihan/kreatifitas). Jadi Arusbertambah
menurut penulis adalah Administrasi guru yang
bentuknya praktis, sederhana dan simpel,
memiliki nilai kreativitas bagi pembuatnya
dan sepatutnya mendapat apresiasi.
Kemampuan guru dalam kegiatan
belajar mengajar (KBM) adalah guru dapat
membuat perangkat pembelajaran (administrasi
guru), melaksanakan kegiatan pembelajaran,
dan melakukan evaluasi (penilaian kelas) dan tindaklanjut setelah dilaksanakannya proses KBM, berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, Kurikulum dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional serta Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Guru, (2013:4).
Secara umum guru, khususnya mitra penulis dalam melaksanakan kegiatan belajar-mengajar kurang memiliki kreativitas maupun upaya yang paling gampang untuk menyampaikan materi pelajaran yang diajarkan, indikasinya dapat diketahui bahwa, mereka memiliki pola seragam dalam hal administrasi guru/perangkat pembelajaran, artinya perangkat pengajaran didapat dari sumber yang nyaris sama. Sumber tersebut diperoleh melalui penataran, pendidikan dan pelatihan, media massa atau sumber-sumber lainnya, mereka terima seutuhnya tanpa diutak-atik, Sementara di sisi lain” sumber” tersebut jika diaplikasikan dalam situasi tertentu kurang cocok sehingga akan memperoleh hasil kurang optimal, faktor inilah membuat pendidikan jalan di tempat.
Beranjak dari pemikiran inilah penulis berinisiatif untuk menuangkan ide-ide tersebut dan mengimplementasikan pada guru sebagai mitra di sekolah. Ide yang dimaksud ialah guru membuat Arusbertambah, yakni guru membuat dan memiliki administrasi guru sebagai pedoman dalam mengajar yang bentuknya refresentasi, praktis, mudah dipahami dan diterapkan namun tetap merujuk pada kurikulum dan silabus, sehingga guru sangat terbantu dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran sekaligus guru tersebut memiliki kreativitas yang patut memperoleh apresiasi.
Lembaran Arusbertambah ini memuat hal-hal prinsip dan pasti akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran, misalnya nama siswa, materi yang akan diajarkan, pertemuan keberapa akan/telah dilaksanakan, penilaian kelas (Kognitif, Psikomotor, Afektif), Standar Kompetensi/ Kompetensi Dasar ke berapa, remedial dan pengayaan, serta tindaklanjut yang harus dilakukan yakni:
DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BULUKUMBA
Nama sekolah
ADMINISTARI GURU PELAJARAN ………………………….
KELAS……................…. SEMESTER …………………. TAHUN AJARAN………………..
NO NAMA
SISWA
MATERI
PELAJARAN
PERT.
KE
REKAPITULASI NILAI
TDLJT SK...KD.. SK...KD.. SK...KD.. Mod/ Pend.
RMD PGYN
K P A K P A K P A
Format dapat disesuiakan dengan situasi dan kondisi
Sistematika Arusbertambah
Pemanfaatan Teknik Arusbertambah untuk Meningkatkan Kemampuan
Guru dalam Proses Belajar Mengajar di Sekolah Muhammad Amir 131
Format arusbertambah ini berisikan No
urut, Nama-nama siswa, Materi Pelajaran
(memuat materi pelajaran yang akan diajarkan
guru dengan mempedomani kurikulum/sliabus
mata pelajaran), Rekapitulasi Penilaian
(berisikan Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar ke berapa yang akan dan
telah dilaksanakan, dan jenis penilaian
kognitif, psikomotor dan afektif.
Model/Pendekatan yang digunakan dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran,
Remidial dan pengayaan (tinggal
menandai/menconteng nama-nama siswa yang
mengikuti remedial dan pengayaan),
Tindaklanjut (merupakan tindakan yang akan
diambil guru terhadap hasil-hasil belajar
siswa), KKM permatapelajaran perjenjang.
Jadi di dalam format arusbertambah ini
seorang guru akan sangat terbantu ketika
melaksanakan pembelajaran, karena semua
hal-hal prinsip secara administrasi yang mesti
ada pada seorang guru ketika melaksanakan
kegiatan pembelajaran di kelas terwakili di
dalam lembaran ini. Dan yang terpenting
adalah dengan bentuknya yang praktis, dan
sederhana merupakan arsip terotentik dan
paling objektif ketika timbul permasalahan,
misalnya saat ada pihak-pihak yang komplain
akan hasil belajar siswa, atau terjadi musibah
sekolah terbakar maka format ini tidak akan
hilang sebab dipegang oleh guru yang
bersangkutan.
Disamping itu juga melalui lembaran
ini secara tersirat membantu kepala sekolah
untuk menilai kinerja guru, sebab ketika kepala
sekolah menandatangani lembaran ini dapat
langsung menanyakan bukti fisik hal-hal
yang termuat dalam Arusbertambah tersebut.
HASIL ARUS BERTAMBAH
Dari beberapa kali pembinaan yang telah
dilakukan, dengan mengecek administrasi guru
pada sekolah mitra penulis yakni wilaya satu
Ujungbulu, dapatlah diperoleh hasil sebagai
berikut :
KENDALA YANG DIALAMI
Dalam perjalanannya untuk
merealisasikan arusbertambah kendala yang di
jumpai penulis pertama belum meratanya
pengopresaian dan penguasaan komputer yang
dikuasai guru, kedua belum adanya jaringan
internet ke sekolah, namun hal itu dapat
tertutupi oleh motivasi, kemauan untuk
mendapat predikat guru kreatif, sehingga
harapan penulis tercapai meskipun belum
seluruhnya membuatnya. Sebab kata kuncinya
ialah kemauan dan penguasaan komputer.
SIMPULAN
Dari apa yang telah dijelaskan pada
bagian terdahulu dapatlah diambil kesimpulan,
bahwa teknik Arusbertambah dapat membantu
tugas-tugas seorang guru, karena modelnya
yang singkat, padat, jelas dan lengkap. serta
dapat dipergunakan oleh seluruh jenjang dan
mata pelajaran. Namun perlu diingat dalam
pembuatan Arusbertambah ini haruslah tetap
berpedoman pada silabus dan kurikulum, yang
terpenting model ini sifatnya tidaklak kaku,
sesuai kebutuhan dan hanyalah untuk
membantu meringankan tugas-tugas guru yang
sangat banyak secara administrasi..
Sudah sepatutnyalah seorang guru
kreatif untuk terus mengasah kompetensinya,
sehingga tercipta suasana belajar kondusif dan
menyenangkan, sehingga tujuan pendidikan
yang kita harapkan bukanlah hanya sebatas
angan-angan.
No Hasil Deskripsi
1 Kinerja Guru
semakin baik
1) Guru membuat
Arusbertambah
2) Pola mengajar guru lebih
baik karena tidak monoton
3) Motivasi guru untuk
membuat perangkat
pembelajaran semakin
baik, karena untuk
membuat Arusbertambah
harus, membaca,
memahami silabus dan
kurikulum
2
Sikap guru
terhadap
pengawas lebih
Terbuka
Guru mengemukakan
permasalahan di dalam
melaksanakan kegiatan
pembelajaran
132 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017
DAFTAR PUSTAKA
Depdikbud, 2013. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Permen nomor 22 tahun 2016.
Permen nomor 23 tahun 2016.
Permen nomor 24 tahun 2016.
Dr. Drs. Baharuddin
Patangngai., SE, M. Si.
Lahir Bulukumba pada
tanggal 10 nopember 1967,
pendidikan SDN. 10 Ela-
Ela Tahun 1980, SMPN 2
Bulukumba 1983, SMAN 1
Bulukumba 1986, S1 Kimia
(IKIP UP), S1 Ekonomi
(STIE W.Bakti), S2
Magister Manajemen
(UMI-Makassar), S3 Doktor Ilmu Manajemen
Ekonomi (UMI Makassar). Bekerja sebagai staf
pegawai Badan Penelitian, Pengembangan,
Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Bulukumba
Jabatan Kepala Bidang Litbang. Terlibat dibeberapa
penelitian dan pengkajian ke Litbangan Daerah,
sebagai pemerakarsa terbitan Jurnal Pinisi Research
BP3K dan sebagai dosen di beberapa Perguruan
Tinggi di Bulukumba (Akper, STKIP
Muhammadiyah, STAI Algazali) telah menulis kajian
di berbagai terbitan jurnal antara lain:
1. Work Stress : Tinjauan Teoritis & Pengaruhnya
Terhadap Kinerja Individu Organisasi
2. Korelasi NEM SLTP dengan Prestasi belejar di
Kabupaten Bulukumba
3. Analisis Peningkatan Kinerja Pegawai Dinas
Pemukiman dan Prasarana Daerah Kabupaten
Sinjai
4. Human Resources Dalam Manajemen
Perubahan Paradigma Keunggulan Kompetitif
Daerah
5. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah,
Motivasi kerja, Kemampuan Terhadap Kualitas
Kekaryaan Guru Sekolah Dasar di Kabupaten
Bulukumba
6. Analisis Sumber Daya Demografi Kabupaten
Bulukumba dalam Meningkatkan Pembangunan
Berbasis Potensi Lokal
7. Upaya Bank Syari’ah Mendorong Tumbuhnya
Sektor Riil di Kabupaten Bulukumba
8. Pola Pemanfaatan Anggaran Berbasis Akrual di
Tingkat Satuan Pendidikan di Kabupaten
Bulukumba
9. Potensi Ekowisata dalam Kawasan Kebun Raya Kahayya Kabupaten Bulukumba
Dan pernah mengikuti pelatihan antara lain : Pelatihan yang diikuti : • Latihan Kepemimpinan IV oleh Badan Diklat
Prop. Sulawesi Selatan 2004 • Pendidikan Latihan Kepemimpinan III (Diklatpim
III pola baru angk.II tahun 2014 Kemdagri) • Pelatihan Perbendaharaan dan Perpajakan
Depdiknas 2006 • Pelatihan Pengembagan dan Analisis Kurikulum
Nasional Depdiknas 2004 • Pelatihan Modelin Pembelajaran Depdiknas 2004 • Pelatihan Pembuatan Renstra Unit Kerja
Depdiknas • Pelatihan Pembuatan Lakip Unit Kerja Depdiknas • Pelatihan Pemodelan data SIMPEG Depdiknas • Pelatihan ICT dan TV Education Dikmenjur
Depdiknas • Pelatihan KTSP Melalui BSNP Depdiknas 2006 • Pelatihan pembuatan Rencana Pengembangan
Pendidikan Kabuapten (RPDK) Se Indonesia 2009.
• Trainer Word Bank Operational Budgeting School by programing sucses study pundamental education 9 years of Indonesian 2009
• Training and Advocation PUG Round Table and Discussion Education Planning Budgeting Program Depdiknas 2009
• Pelatihan Peningkatan Kompotensi Teknis Sumber Daya Manusia Fungsional Pendataan Pendidikan dari PSP Balitbang Depdiknas 2009
• Pelatihan Peningkatan Kemampuan Penyusunan Profil Pendidikan Tahun 2009 Depdiknas Setjend Biro Perencanaan dan Kerja sama Luar Negeri (KLN) Jakarta
• Better Education Through Reformed Management and Universal Teacher Upgrading (BERMUTU) PSP-Balitbang- Depdiknas 2009
• Pelatihan pengelolaan pendataan pendidikan dan ICT, Pusat Statistik Pendidikan, Balitbang Kemendiknas 2010
• Training From The American People USAID for Improving Public Services Performance 2011
Biodata Penulis
VOL. 10 NO. 2 ISSN : 2442-3939 MEI 2017
Jamaluddin Al Afgani,
ST., M.PT. Lahir pada tanggal 1 Mei
1977 di Solonga Kabupaten
Takalar Provinsi Sulawesi
Selatan. Menyelesaikan
pendidikan S1 di Univeristas
Negeri Yogykakarta Jurusan
Pendidikan Teknik Elektro
tahun 2001 dan S2 di
Universitas Gadjah Mada Jurusan Mekanisasi
Pertanian tahun 2004. Sejak tahun 2008 sampai
sekarang bekerja di Kementerian Pertanian, UPT.
Balai Besar Pelatihan Pertanian Batangkaluku sebagai
Widyaiswara dengan Spesialisasi Pengolahan Limbah
Pertanian dan Pupuk Organik. Di BBPP
Batangkaluku, penulis diamanahi sebagai
Penanggungjawab Unit Pembelajaran Pengolahan
Limbah Pertanian dan Pupuk Organik. Beberapa
pengalaman diklat yang pernah diikuti adalah Diklat
pengolahan limbah ternak menjadi biogas di PT.
Swen Inovasi Transfer Bogor; Magang Pengolahan
Limbah Pertanian dan Pupuk Organik di Balai
Penelitian Lingkugan Pertanian Pati, Jawa Tengah;
Diklat Inspektor Pertanian Organik di Indonesia
Organik Certification (INOFICE) Bogor; Bimbingan
Teknik Asesor Pertanian Organik di Bogor; Magang
Pembuatan pupuk organik dan Pestisida Nabati di
Brebes Jawa Tengah; Training Course on Awareness
ISO 9001:2008 & ISO 14001:2004 sebagai auditor
ISO Lingkungan. Selain pengalaman Diklat, beberapa
pengalaman sebagai narasumber kegiatan adalah 1)
Narasumber bimbingan teknis pengolahan limbah
pertanian dan pembuatan pupuk organik di Kab.
Sinjai; 2) Narasumber bimbingan teknis pengolahan
limbah pertanian dan pembuatan pupuk organik di
Kab. Soppeng; 3) Narasumber bimbingan teknis
pengolahan limbah pertanian dan pembuatan pupuk
organik di Kab. Mamuju Tengah; sebagai narasumber
bimbingan teknis pengolahan limbah pertanian dan
pembuatan pupuk organik di Privinsi Maluku Utara;
4). Narasumber bimbingan teknis pengolahan limbah
pertanian dan pembuatan pupuk organik di Kab.
Luwu Utara; 5) Narasumber bimbingan teknis
Penerapan Program Desa Organik di Provinsi
Sulawesi Selatan. Sejak tahun 20016 sampai sekarang
penulis menjadi Sekretaris Tim Teknis Program Desa
Organik Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi Selatan.
Selain itu saat ini penulis juga diamanahi sebagai
konsultan pengembangan pertanian organik di
Celebes Techno Park dan sebagai Asesor Pertanian
Organik di Kementerian Pertanian.
H. Arafah, S. Pd., M. Pd.
Lahir pada tanggal 11
Desember 1976 di Kabupaten
Bulukumba Provinsi
Sulawesi Selatan. Anak
pertama dari empat
bersaudara, pasangan H.
Muh. Ali Mahmud dan Hj.
St. Manuara. Pendidikan
formal yang ditempuh adalah
tamat Sekolah Dasar (SD) pada tahun 1989, Sekolah
Menengah Pertama (SMP) Tahun 1992, Sekolah
Menengah Atas (SMA) Tahun 1995, dan melanjutkan
studi pada STKIP Muhammadiyah Bulukmba dan
meraih gelar Sarjana Pendidikan (S1) pada Tahun
2000 Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Selanjutnya memperoleh gelar Magister Pendidikan
(M.Pd.) pada program pascasarjana UNM Makassar
pada program studi pendidikan bahasa Indonesia pada
tahun 2004.
Saat ini penulis berprofesi sebagai PNS
(guru) di lingkup dinas pendidikan pemuda dan
olahraga Kabupaten Bulukumba dan ditugaskan pada
SMA Negeri 9 Bulukumba mengajar mata pelajaran
bahasa dan sastra Indonesia. Selain sebagai seorang
guru penulis juga berprofesi sebagai dosen luar biasa
pada perguruan tinggi yang ada di Kabupaten
Bulukumba.
Selama menjadi guru penulis telah menunjukkan
berbagai prestasi baik di tingkat kabupaten, lokal,
maupun nasional diantaranya panelis penulisan media
pembelajaran tingkat nasional di Bogor tahun 2010,
best practice guru tingkat nasional 2011 di Bandung,
2012 di Bandung, dan 2013 di Bogor. Selain itu,
penulis juga terpanggil menjadi peserta kongres
bahasa Indonesia ke X di Jakarta. Demikian pula
dengan berbagai pelatihan dan workshop kebahasaan
serta kependidikan di Jakarta. Tahun 2014 penulis
menjadi peserta Simposium Internasional Bahasa,
Sastra, dan Budaya yang diikuti beberapa Negara
diantaranya Austalia, Sudan, dan Amerika, Iran,
Portugal dll. Peserta Konferensi Guru ambassador
pada pembelajaran e-learning Quipper School 2015 di
Jakarta. Panelis inobel 2016.Saat ini penulis menjabat
sebagai ketua MGMP Bahasa Indonesia SMA/MA se
Kabupaten Bulukumba.
Wulansari Apriani, S.Pd.,
M.Pd. Lahir 02 April 1977 di
Ciwidey, Kab. Bandung,
Provinsi Jawa Barat.
Menyelesaikan pendidikan
S1 di Univeristas Pendidikan
Indonesia (UPI) Bandung
Program Studi Pendidikan
Teknik Elektro tahun 2002
dan S2 di Universitas Negeri Makassar Program Studi
Penelitian dan Evaluasi Pendidikan tahun 2014. Sejak
tahun 2009 Bekerja sebagai Guru di SMKN 2
Kendari. Sejak tahun 2015 sampai sekarang bekerja di
SMKN 2 Somba Opu sebagai tenaga pengajar di
Program Studi Outomotif. Selain sebagai staf
pengajar, penulis juga aktif pada beberapa kegiatan
seminar khususnya yang terkait dengan parenting.
Diantara hasil karya penulis yang sudah diterbitkan
adalah Buku Antologi “Bangga Menjadi Ibu” yang
diterbitkan oleh BiTREAD Bandung, dan buku Solo
yang sedang siap Terbit “Melukis Pelangi Bersama
Delapan Bintang”.
Hadmawati, S.Pd., M.Si. Lahir pada tanggal 10 Maret
1980 di Kabupaten
Bulukumba Provinsi
Sulawesi Selatan. Anak
bungsu dari delapan
bersaudara, pasangan Alm H.
Badering dan Hj. Boddong.
Pendidikan formal yang
ditempuh adalah tamat
Sekolah Dasar (SD) pada tahun 1992 Sekolah
Menengah Pertama (SMP) Tahun 1995, Sekolah
Menengah Atas (SMA) Tahun 1998, dan melanjutkan
studi pada Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
IKIP Ujung Pandang (sekarang UNM Makassar) pada
jurusan pendidikan ekonomi akuntansi dan meraih
gelar Sarjana Pendidikan (S1) pada Tahun 2003.
Selanjutnya memperoleh gelar Magister Sains (M.Si.)
pada program pascasarjana UIT Makassar pada
program studi administrasi Negara pada tahun 2010.
Saat ini penulis berprofesi sebagai PNS (guru)
di lingkup dinas pendidikan provinsi Sulawesi Selatan
dan ditugaskan pada SMA Negeri 9 Bulukumba
mengajar mata pelajaran ekonomi. Selama menjadi
guru penulis telah menjadi panelis best practice guru
tingkat nasional 2014 di Jakarta.
Ir. Racmat Seno Adji,
MM. Lahir di Banyumas 7 Juli
1959, adalah pejabat
fungsional (widyaiswara) di
Balai Besar Pelatihan
Pertanian (BBPP)
Batangkaluku. Gelar sarjana
di peroleh dari Fakultas
Peternakan Universitas,
Jenderal Soedirman (UNSOED) Purwokerto, jurusan
Produksi Ternak, tahun 1986. Sedang gelar Magister
Managemen (MM) diperoleh dari Universitas Muslim
Indonesia Makassar, program study Pemasaran tahun
2005.
Dra. Hj. Ermiwati Lahir pada tanggal 27 Maret
1967 di Kabupaten Selayar
Provinsi Sulawesi Selatan
anak bungsu dari dua
bersaudara pasangan
almarhum Baso Jumpandang
dan Barakiah. pendidikan
formal telah yang ditempuh
adalah tamat Srekolah Dasar
(SD pada tahun 1980. Sekolah Menegah Pertama
(SMP) 1983. melanjutkan pendidikan di IKIP Ujung
Pandang sekarang UNM Makassar pada jurusan
pendidikan koperasi dan meraih gelar S1 pada tahun
1991. sejak tahun 1996 penulis diangkat menjadi
pegawai negeri sipil (PNS) oleh dinas pendidikan dan
ditempatkan pada SMA Negeri 1 Gangking sekarang
mengalami perubahan namenklatur menjadi SMA
Negeri 7 Bulukumba. Penulis adalah anggota aktif
MGMP mata pelajaran ekonomi tingkat SMA
Kabupaten Bulukumba.
Drs. Muhammad Amir
T, M.Si. Lahir pada Tanggal 24
Oktober 1964 di Bulukumba
Provinsi Sulawesi Selatan.
Anak pertama dari 6
bersaudara, dari pasangan
Tare dan Hj.Rupi.
Pendidikan formal yang
pernah dilalui yaitu SD
Negeri 21 Seppang
Tahun 1979, SMP 3 Ujungloe Tahun 1982, SPG
Bulukumba Tahun 1985, S1 STKIP Muhammadiyah
Bulukumba tahun 1991, S2 STIA YAPPANN Jakarta
tahun 2005.
Penulis terangkat menjadi CPNS sejak tahun 1986
pada SDN 171 Loka Kec.Ujungulu dan pada tahun
1996 di Mutasi ke SDN 221 Tanah Kongkong
Kec.Ujungbulu masih sebagai Guru dan pada tahun
2003 di Mutasi menjadi Kepala SDN 1 Terang-
Terang selama 5 tahun kemudian di Mutasi kembali
ke SDN 221 Tanah Kongkong sebagai Kepala
Sekolah, dan terakhir tahun 2013 di mutasi sebagai
Pengawas Sekolah Dasar di Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kab.Bulukumba dengan pangkat/Gol:
Pembina TK.I/IVb.
Sejak penulis diangkat jadi PNS sebagai Guru Kelas
telah mengikuti berbagai jenis diklat fungsional
sebagai berikut :Diklat SD Binaan (1990),Diklat Guru
SD Bidang studi Matematika dan IPA(1990)Diklat
SPP CBSA(1990),Diklat Perpustakaan(1992),Diklat
Guru Kelas 1-3 Bid.Studi Matematika(1993),Diklat
Pelatih PMR (1993),Diklat PKLH (1994),Diklat Guru
Bina SMP Terbuka(1995),Diklat KTI (1997), Diklat
Bahasa Inggris guru Kelas Unggulan
(1997,1998,2002,2003) dan sebagai Kepala Sekolah
yaitu Diklat Kepala Sekolah,Diklat KTSP SD
(2007),Penulis soal US SD/MI (2008-sekarang)Diklat
Implementasi Kur 2013 (2013),sedangkan untuk
Pengawas Diklat yang pernah diikuti yaitu Diklat
pelatih dan penilai Kinerja Guru(2011),Bintek E
Pembelajaran SD (2013-& 2014),Diklat Penguatan
Penagawas (2014),Diklat Instruktur Kabupaten Kur
2013 (2016),Bintek Tim Penilai Angka Kredit
Pengawas (2016),Pelatihan Pemetaan Mutu
Pendidikan (2016),Pelatihan Asesor SD/MI(2016).
Penghargaan yang pernah diterima yaitu sebagai Guru
Teladan Terbaik 1 Tingkat Kabupaten sekaligus
mewakili Kabupaten ke Tingkat Propinsi
(1996),Kepala Sekolah Berprestasi Terbaik 1 Tingkat
Kabupaten (2009) dan mewakili di Tingkat Propinsi
dan Telah menerima Tanda kehormatan Satyalancana
Karya Satya XX tahun dari Presiden tahun 2017, saat
ini penulis aktif di Kelompok Kerja Pengawas
Sekolah dan APSI Kab.Bulukumba dengan membina
6 Sekolah Dasar dengan jumlah Guru 97 orang.
PEDOMAN PENULISANJURNAL PINISI RESEARCH
1. Artikel ditulis dengan bahasa Indonesia atau bahasa inggris dalam bidang kajian pemerintahandaerah.
2. Substansi artikel diharapkan sejalan dengan panduan penulisan karya ilmiah yang diterbitkan olehBadan Penelitian dan Pengembangan Daerah Kabupaten Bulukumba.http://[email protected]
3. Artikel ditulis dengan kaidah tata bahasa Inggris ataupun bahasa Indonesia yang baku, baik, danbenar.
4. Sistematika PenulisanSistematika penjengjangan atau peringkat judul artikel dan bagian-bagiannya dilakukan dengan caraberikut :(1) Judul ditulis dengan huruf besar semua, di bagian tengah atas pada halaman pertama(2) Sub Bab Peringkat 1 ditulis dengan huruf pertama besar semua di tengah/center(3) Sub Bab Peringkat 2 ditulis dengan huruf besar-kecil rata tepi kiri@ Sistematika artikel hasil penelitian adalah : judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); nama
dan alamat institusi, alamat e-mail penulis, abstrak (maksimun 150 kata) yang berisi tujuan,metode, dan hasil penelitian; kata kunci (4-5 kata kunci); pendahuluan (tanpa ada subjudul)yang berisi latar belakang, sedikit tinjauan pustaka, dan tujuan penelitian; metode; hasilpenelitian dan pembahasan; simpulan; daftar rujukan (hanya memuat sumber-sumber yangdirujuk).
JUDUL (ringkas dan lugas; maksimal 14 kata, hindari kata “analisis”, “studi”, “pengaruh”)Penulis 11 danPenulis 22
1 Nama instansi/lembaga Penulis 1Alamat lengkap instansi penulis, nomor telepon instansi penulis2 Nama instansi/lembaga Penulis 2Alamat lengkap instansi penulis, nomor telepon instansi penulis(Jika nama instansi penulis 1 dan 2 sama, cukup ditulis satu saja)E-mail penulis 1 dan 2:
Abstract: Abstract in English (125-150 words)Keywords: 4 – 5 words/phrase
Abstrak: Abstrak dalam bahasa Indonesia (125-150 kata)Kata kunci: 4 – 5 kata/frase
PENDAHULUAN(Berisi latar belakang, sekilas tinjauan pustaka, dan tujuan penelitian, yang dimasukkan dalamparagraf-paragraf bukan dalam benutk subbab)
VOL.10 NO. 2 ISSN : 2442-3939 MEI 2017
METODE PENELITIANSubbab…HASIL DAN PEMBAHASAN(Hasil adalah gambaran lokus, pembahasan adalah analisis dan interpretasi)Subbab…
SIMPULAN(Simpulan adalah hasil dari pembahasan yang menjawab permasalahan peneliti)
DAFTAR PUSTAKA@ Sistematika artikel hasil pemikiran adalah: judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); dan
alamat instansi, alamat e-mail penulis, abstrak (maksimun 150 kata); kata-kata kunci (4-5 katakunci); pendahuluan (tanpa ada subjudul) yang berisi latar belakang dan tujuan atau ruanglingkup tulisan; bahasa utama (dapat dibagi ke dalam beberapa sub-judul); simpulan; daftarrujukan (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk).
JUDUL
Penulis
Nama instansi/lembaga penulisAlamat lengkap instansi penulis, nomor telepon instansi penulisE-mail penulis
Abstract: Abstrack in English (125-150 words)Keywords: 4 – 5 words / phrase
Abstrak: Abstrak dalam bahasa Indonesia (125-150 kata)
PENDAHULUANPEMBAHASANSIMPULANDAFTAR PUSTAKA
5. Artikel diketik pada kertas ukuran A4 berkualitas baik. Dibuat sesingkat mungkin sesuai dengansubyek dan metode penelitian (bila naskah tersebut ringkasan penelitian), biasanya 20-25 halamandengan spasi satu, untuk kutipan paragraf langsung diindent (tidak termasuk daftar pustaka).
6. Abstrak, ditulis satu paragraf sebelum isi naskah. Abstrak dalam bentuk bahasa yaitu bahasaIndonesia dan bahasa Inggris. Abstrak tidak memuat uraian matematis, dan mencakup esensi utuhpenelitian, metode dan pentingnya temuan dan saran atau kontribusi penelitian.
7. a. Penulisan numbering kalimat pendek diintegrasikan dalam paragraf, contohnya:Tujuan dilakukan penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui apakah CSR berpengaruhpositif terhadap nilai perusahaan, (2) Untuk mengetahui apakah persentase kepemilikanmanajemen berperan sebagai variabel moderating dalam hubungan antara CSR dengannilai perusahaan, dan (3) Untuk mengetahui apakah tipe industri berperan sebagai variabelmoderating dalam hubungan antara CSR dengan nilai perusahaan?
b. Penulisan bullet juga diintegrasikan dengan dalam paragraf dengan menggunakan tanda komapada antar kata/kalimat tanpa bullet.
8. Tabel dan gambar, untuk tabel dan gambar (grafik) sebagai lampiran dicantumkan pada halamansesudah teks. Sedangkan tabel atau gambar baik di dalam naskah maupun bukan harus diberi nomorurut.a. Tabel atau gambar harus disertai judul. Judul table diletakkan di atas tabel sedangkan judul
gambar diletakkan di bawah gambar.b. Sumber acuan tabel atau gambar dicantumkan di bawah tabel atau gambar.
c. Garis tabel yang dimunculkan hanya pada bagian header dan garis bagian paling bawah tabelsedangkan untuk garis-garis vertikal pemisah kolom tidak dimunculkan.
d. Tabel atau gambar bisa diedit dan dalam warna hitam putih yang refresentatif.
9. Cara penulisan rumus, Persamaan-persamaan yang digunakan disusun pada baris terpisah dan diberinomor secara berurutan dalam parentheses (justify) dan diletakkan pada margin kanan sejajar denganbaris tersebut. Contoh:wt = f (yt, kt, wt-1)
10. Keterangan rumus ditulis dalam satu paragraf tanpa menggunakan symbol sama dengan (=) masing-masing keterangan notasi rumus dipisahkan dengan koma. Contoh:
Dimana w adalah upah nominal, yt adalah produktivitas pekerja, kt adalah intensitasmodal, wt-1 adalah tingkat upah periodes ebelumnya
11. Perujukan sumber acuan di dalam teks (body teks) dengan menggunakan nama akhir dan tahun.Kemudian bila merujuk pada halaman tertentu, penyebutan halaman setelah penyebutan tahun dengandipisah titik dua.Untuk karya terjemahan dilakukan dengan cara menyebutkan nam apengarangaslinya.Contoh: Buiter (2007:459) berpendapat bahwa….. Nuraeni dan Daryoky (1997) menunjukkan adanya….. Yunus dkk (2007) berkesimpulan bahwa….. Untuk meningkatkan perekonomian daerah….. (Rizky, Mentari, dan Dhirga Bramurti, 2009) Indah (2009) berpendapat bahwa…..
12. Setiap kutipan harus diikuti sumbernya (lihat poin no. 11) dan dicantumkan juga dalam daftarpustaka. Contoh:Di dalam paragraf isi (Body Text) ada kutipan:
Buiter (2007:459) berpendapat bahwa…..Maka sumber kutipan tersebut wajib dicantumkan/disebutkan di dalam daftar pustaka:
Buiter, W. H. 2007. The Fiscal Theory of Price Level: A Critique, Economic Journal, 112(127) : 459
13. Sedapat mungkin pustaka-pustaka yang dijadikan rujukan adalah pustaka yang diterbitkan 10tahun terakhir dan diutamakan lebih banyak dari Jurnal Ilmiah (50 persen). Penulis disarankanuntuk merujuk artikel-artikel pada Jurnal-jurnal yang sudah terakreditasi.
14. Unsur yang ditulis dalam daftar pustak secara berturut-turut meliputi: (1) nama akhir pengarang,nama awal, nama tengah, tanpa gelar akademik. (2) tahun penerbitan.(3) judul buku termasuksubjudul. (4) tempat penerbitan, (5) nama penerbit.Contoh cara penulisan:a. Format rujukan dari buku: Nama pengarang. (tahun). Judul Buku. Edisi Kota penerbit: Nama
Penerbit.Jika penerbit sebagai editor tunggal, ditulis (Ed.) di belakang namanya. Ditulis (Eds.) jikaeditornya lebih dari satu orang. Kemudian bila pengarang lebih dari 3 orang, dituliskan namapengarang pertama dan yang lain disingkat “dkk” (pengarang domestik) atau “et.al” (pengarangasing)
Enders, W. 2004. Applied Econometric Time Series. Second edition. New York: John Wiley &Son.Purnomo, Didit (Ed.) 2005. The Role of Macroeconomic Factors in Growth. Surakarta:Penerbit Muhammadiyah University Press
b. Format rujukan dari artikel dalam buku ditulis: Nama Editor (Ed.), (tahun) judultulisan/keterangan, Judul Buku..hlm atau pp. kota penerbit: nama penerbit.
Daryoky (Ed.). 2005. Concept of Fiscal Decentralization and Worldwide Overview (hlm.12-25).Bulukumba: Penerbit Muhammadiyah University Press.
c. Format rujukan dari artikel dalam jurnal/majalah/Koran: Nama pengarang (tahun). Judultulisan/karangan. Nama jurnal/majalah/Koran. Volume (nomor): halaman. Jika rujukan Korantanpa penulis, nama koran ditulis di awal
Yunus, MC. 2002. The Dilemma of Fiscal Federalism: Grants and Fiscal Performance aroundthe world. Amerirican Economic jurnal. 46 (3) : 670. Nashville: American EconomicAssociation.
Tridian. 2008. Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah sebagai Pelaksana DesentralisasiFiskal Efek. Warta Ekonomi. Vol. 4,. Agustus : 46-48
Harwanto, S. 2007, 13 November, Desentralisasi Fiskal dan Pembangunan Ekonomi, HarianRadar Bulukumba, hlm,7.
Harian Makassar. 2009, 1 April, Hubungan Keuangan Pusat - Daerah di Indonesia hlm, 4.
15. Referensi Online yang dianjurkan dalam penggunaan bahasa Indonesia:a. Glosarium kata baku dari Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia:
http://pusatbahasa.diknas.go.id/glosarium/b. Kamus Besar Bahasa Indonesia dari Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik
Indonesia: http://pusatbahasa.depdiknas.go.id/kbbi/c. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD):
http://pusatbahasa.depdiknas.go.id/lamanv4/sites/default/files/EJD-KKP-PBN-BID.PENGEMBANGAN.pdf
Pengiriman Artikel1. Atikel dikirim sebanyak 2 eksemplar hardcopy, dan softcopy berupa file. File bisa dikirim melalui e-
mail [email protected] atau dalam media cd.2. Artikel yang dikirim wajib dilampiri biodata ringkas pendidikan termasuk catatan riwayat karya-
karya ilmiah sebelumnya yang pernah dipublikasikan, institusi dan alamatnya, nomor telepon kontakatau e-mail penulis.
3. Penulis yang menyerahkan artikelnya harus menjamin bahwa naskah yang diajukan tidak melanggarhak cipta, belum dipublikasikan atau telah diterima untuk dipublikasikan oleh jurnal lainnya.
4. Kepastian naskah dimuat atau tidak, akan diberitahukan secara tertulis atau melalui telepon. Artikelyang tidak dimuat tidak akan dikembalikan.
Alamat Jurnal Pinisi Research:Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (BALITBANGDA)Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi SelatanJl. Durian No. 2 BulukumbaTelepon/Faks: +62413 81102 / +62413 81102e-mail: [email protected]