Jur Fasciola Sp

download Jur Fasciola Sp

of 6

Transcript of Jur Fasciola Sp

  • 7/21/2019 Jur Fasciola Sp

    1/6

    KEJADIAN INFEKSI CACING HATI(Fasciola spp) PADA SAPI POTONG

    DI KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2011

    Ari Puspita Dewi*, Eni Fatiyah*danEdy Sumarwanta**

    *Medik Veteriner pada Laboratorium Parasitologi Balai Besar Veteriner Wates Jogjakarta

    **Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Kebumen

    ABSTRAK

    Fasciolosis atau infeksi cacing hati merupakan penyakit pada ternak yang disebabkan olehcacing daun (trematoda) genus Fasciola spp., seperti Fasciola hepatica dan Fasciola

    gigantica. Di Indonesia, fasciolosis pada ternak disebabkan oleh F. giganticadan kejadiannyalebih sering pada sapi dan kerbau daripada domba atau kambing dengan sebaran yang luasterutama di lahan-lahan basah. Untuk memonitor infeksi cacing Fasciola spp. pada sapipotong di Kabupaten Kebumen, telah dilakukan pengambilan sampel feses sebanyak empatkali yaitu pada bulan Maret, April, Juli dan Nopember 2011. Sampel diambil dari seluruhkecamatan yang ada di Kabupaten Kebumen dengan jumlah sampel dari tiap kecamatanberbeda-beda tergantung pada populasi sapi potong yang ada di tiap kecamatan. Sampelfeses dilakukan pemeriksaan terhadap cacing Fasciola spp. dengan uji sedimentasi diLaboratorium rujukan (Balai Besar Veteriner Wates Jogjakarta dan Laboratorium KesehatanHewan Tipe B Purwokerto). Jumlah sampel feses yang diambil sebanyak 671 sampel. Hasilpemeriksaan menunjukkan bahwa rata-rata persentase kasus positif Fasciolosis diKabupaten Kebumen pada tahun 2011 adalah 62,74%.

    PENDAHULUAN

    Gangguan penyakit pada ternak merupa-kan salah satu hambatan yang dihadapidalam pengembangan peternakan. Pe-ningkatan produksi dan reproduksi akanoptimal, bila secara simultan disertai pe-nyediaan pakan yang memadai dan pe-ngendalian penyakit yang efektif. Diantarasekian banyak penyakit hewan di Indone-sia, penyakit parasit masih kurang men-dapat perhatian dari para peternak. Peny-akit parasit biasanya tidak mengakibatkankematian ternak, namun menyebabkan ke-rugianyang sangat besar berupa penuru-nan berat badan dan daya produktivitashewan. Diantara penyakit parasit yang sa-ngat merugikan adalah penyakit yang di-sebabkan oleh cacing hati Fasciola spp.,yang dikenal dengan nama distomatosis,fascioliasis atau fasciolosis (Mukhlis,1985). Pada umumnya F. hepaticaditemu-kan di negara empat musim atau subtropisseperti Amerika Selatan, Amerika Utara,Eropa, Afrika Selatan, Rusia, Australia danNew Zealand. Fasciola gigantica umum-nya ditemukan di negara tropis dan sub-tropis, seperti India, Indonesia, Jepang, Fi-

    lipina, Malaysia, dan Kamboja (Martindah,dkk., 2005).

    Fasiolosis akibat F. gigantica merupakanpenyakit penting pada ternak di daerahtropis seperti Afrika, subkontinen India danAsia Tenggara. Di Indonesia, fasciolosispada ternak disebabkan oleh F. giganticadan kejadiannya lebih sering pada sapidan kerbau daripada domba atau kambingdengan sebaran yang luas terutama dilahan-lahan basah (Martindah, dkk.,2005). Durr (1998) mencatat bahwa diAsia Tenggara parasit ini pertama kali di-laporkan oleh Faust pada tahun 1920 diFilipina dan oleh Purvis pada tahun 1931di Malaya.

    Penyakit ini menimbulkan banyak kekha-watiran, karena distribusi dari kedua inangdefinitif cacing sangat luas dan mencakupmamalia herbivora, termasuk manusia dandalam siklus hidupnya termasuk siput airtawar sebagai hospes perantara parasit.Baru-baru ini, tercatat bahwa kerugian diseluruh dunia pada produktivitas ternak

    karena fasciolosis diperkirakan lebih dariUS $ 3,2 miliar per tahun. Selain itu, fas-ciolosissekarang dikenal sebagai penyakit

  • 7/21/2019 Jur Fasciola Sp

    2/6

    yang dapat menular pada manusia. Orga-nisasi Kesehatan Dunia (WHO) mem-perkirakan bahwa 2,4 juta orang terinfeksi

    oleh Fasciola spp., dan 180 juta orangberada pada risiko tinggi terkena infeksi(Purwono, 2010).

    Cacing dewasa terlokalisir hidup dalamsaluran atau kandung empedu. Pada sapi,prevalensi penyakit ini di beberapa daerahdi Indonesia, seperti di Jawa Barat men-capai 90% (Suhardono, 1997) dan di Dae-rah Istimewa Jogjakarta kasus kejadian-nya antara 40-90% (Estuningsih, dkk.,2004), sedangkan prevalensi penyakit fas-ciolosis pada domba belum banyak dike-tahui. Penyakit ini sangat merugikan kare-na dapat menyebabkan penurunan bobothidup, penurunan produksi, pengafkiranorgan tubuh terutama hati, bahkan dapatmenyebabkan kematian. Di Indonesia, se-cara ekonomi kerugiannya dapat menca-pai Rp. 513,6 milyar/tahun (Anonymous,1990). Dari berbagai hewan ruminansiayang ada di Indonesia dilaporkan bahwadomba ekor tipis merupakan domba yangresisten terhadap infeksi fasciolosis dandaya resistensi tersebut dapat diturunkansecara genetik (Wiedosari dan Copeman,1990).

    Program pengendalian penyakit parasit,termasuk fasciolosis, akan efektif apabiladirancang berdasarkan informasi akurattentang kejadian penyakit serta faktor-faktor resiko yang mempengaruhinya.Oleh karena itu, pemeriksaan parasit padasapi potong ini bertujuan untuk menge-tahui kejadian tingkat infeksi cacing hatipada sapi potong di Kabupaten Kebumen.Sehingga dapat dibuat rencana penangan-an secara baik dan berkelanjutan.

    MATERI DAN METODESebagai bahan pemeriksaan digunakansampel feses sapi potong. Pengambilansampel dilakukan sebanyak 4 (empat) kaliyaitu pada bulan Maret, April, Juli danNopember 2011. Untuk pengambilan padabulan Maret dan Juli 2011, sampel diambildari seluruh kecamatan yang ada di Kabu-paten Kebumen dengan jumlah sampeltiap kecamatan berbeda tergantung jum-lah populasi sapi potong yang ada di se-tiap kecamatan. Sedangkan pengambilan

    sampel pada bulan April dan Nopember2011, sampel feses hanya diambil padasalah satu kecamatan di Kabupaten Kebu-

    men. Pengujian sampel feses untuk peme-riksaan terhadap adanya telur cacingFasciola spp. dilakukan di Laboratoriumrujukan (Balai Besar Veteriner Wates Jog-jakarta dan Laboratorium Kesehatan He-wan Tipe B Purwokerto) dengan metodesedimentasi.

    Adapun cara kerja metode sedimentasiadalah sebagai berikut :

    1. Ambil feses segar 3 gram, taruh dalamgelas sampel, di tambah air 50 ml, ke-mudian diaduk dengan batang penga-

    duk hingga feses hancur.2. Saring suspensi dengan saringan 200

    mikromili, tampung larutan dalam ta-bung kerucut dan tambahkan air secu-kupnya hingga penuh.

    3. Diamkan selama 5 menit, kemudiancairan bagian atas dibuang dan sisa-kan filtrat kurang lebih 10 ml.

    4. Tambahkan air pada filtrat dalam ta-bung kerucut hingga penuh, diamkanselama 5 menit, kemudian dibuang lagicairan bagian atas dan disisakan 5 ml.

    5. Tuang filtrat kedalam cawan petri dantambahkan dua tetes methylene blue1%.

    6. Periksa dibawah mikroskop stereo. Te-lur cacing Fasciola spp. akan tampakberwarna kuning keemasan.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Uji sedimentasi pada pemeriksaan spesi-men feses sapi adalah untuk menemukantelur cacing Kelas Trematoda, sedangkanuntuk penelitian ini lebih diarahkan pada

    pemeriksaan Fasciola spp. Jumlah kese-luruhan sampel feses sapi potong yang di-ambil untuk dilakukan pemeriksaan parasitcacing Fasciola spp. sebanyak 671 sam-pel.

    Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwarata-rata persentase kasus positif kejadianFasciolosis pada sapi potong di Kabu-paten Kebumen pada tahun 2011 adalahsebesar 62,74% seperti rincian padaTabel 1.

  • 7/21/2019 Jur Fasciola Sp

    3/6

    Gambar 1. Siklus hidup Fasciola spp.(http://www.dpp.cdc.gov/dpdx)

    Tabel 1. PERSENTASE KASUS POSITIF INFEKSI FASCIOLA SPP.PADA SAPI POTONG

    DI KAB. KEBUMEN TAHUN 2011

    NoBulan Pengambilan

    SampelJumlahSampel

    SampelPositif

    Fasciola spp.

    Persentase KasusPositif (%)

    1 2 3 4 5

    1 Maret 2011 260 172 66,15

    2 Nopember 2011

    MusimBasah 58 32 55,17

    64,15

    3 April 2011 54 30 55,56

    4 Juli 2011

    MusimKering 299 187 62,54

    61,47

    Total 671 421 62,74

    Tingginya angka persentase kasus positifinfeksi Fasciola spp. pada sapi potong diKabupaten Kebumen (62,74%) menunjuk-kan bahwa sebagian besar sapi potongyang ada di Kabupaten ini terinfeksi olehcacing hati. Hal ini sangat berkaitan eratdengan pola pemeliharaan sapi, dimanasapi yang dipelihara kebanyakan masih digembalakan pada pagi hari. Selain itu sapiyang dikandangkan diberi makan hijauanyang diperoleh dari rumput yang ditanamatau tumbuh liar disekitar sawah atau

    sungai, dan pemotongannya biasanyasampai pada pangkal rumput. Metacer-cariaberada didalam air atau menempel dibawah batang padi, rumput dan tumbuh-tumbuhan lain yang berada disekitar su-ngai. Apabila sapi minum dan makan ta-naman tersebut maka sapi akan terinfeksilarva Fasciola spp.

    Walaupun dari hasil penghitungan analisischi kudrat, tidak menunjukan adanya per-

    bedaan yang signifikan ( = 0,05) antarainfeksi cacing Fasciola spp. pada musimbasah dan musim kering, tetapi kecende-rungan lebih tingginya angka persentasekasus positif pada musim basah, masihmendukung pendapat bahwa pada saatmusim basah sapi potong yang menderitafasciolosis lebih banyak bila dibandingkanpada saat musim kering. Dengan kata laindapat dikatakan bahwa pada musim ba-sah mempunyai peluang yang lebih besarterhadap epidemiologi penyakit bila diban-

    dingkan pada saat musim kering.Kejadian fasciolosispada ternak ruminan-sia berkaitan dengan daur hidup cacingFasciola spp.Ternak terinfeksi karena me-makan hijauan yang mengandung meta-serkaria (larva infektif cacing hati). Sekitar16 minggu kemudian cacing tumbuh men-jadi dewasa dan tinggal di saluran empe-du. Daur hidup Fasciola spp.diperlihatkanpada Gambar 1.

  • 7/21/2019 Jur Fasciola Sp

    4/6

    Cacing dewasa memproduksi telur dan

    keluar bersama feses. Pada kondisi yang

    cocok telur cacing menetas dan menge-

    luarkan mirasidium. Telur cacing F. Hepa-

    tica akan menetas dalam 9-12 hari pada

    suhu 26C, sedangkan telur cacing F. gi-

    gantica akan menetas dalam 14-17 hari

    pada suhu 28C. Mirasidium memiliki cilia

    (rambut getar) dan aktif berenang untuk

    mencari induk semang antara yang sesu-

    ai, yaitu siput Lymnaea sp., yang kemudi-

    an akan menembus ke dalam tubuh siput.

    Dalam waktu 24 jam di dalam tubuh siput,

    mirasidium akan berubah menjadi sporo-

    kista dan 8 hari kemudian akan berkem-

    bang menjadi redia ; 1 sporokista tumbuh

    menjadi 1-6 redia. Redia kemudian siap

    keluar dari siput, menjadi serkaria yang di-

    lengkapi ekor untuk berenang, dan akan

    menempel pada benda yang terendam air

    seperti jerami, rumput atau tumbuhan air

    lainnya (Martindah, dkk., 2005).

    Gambar 2. Telur cacing Fasciola spp.(Jansen Animal Health-2006)

    Tidak lama kemudian serkaria melepas-

    kan ekornya dan membentuk kista yang

    disebut metaserkaria. Metaserkaria ini

    merupakan bentuk infektif cacing Fasciola

    spp. Bila metaserkaria termakan oleh

    ternak, di dalam usus akan keluar dari kis-

    ta menembus dinding usus menuju ke

    hati. Dalam waktu sekitar 16 minggu akan

    tumbuh menjadi dewasa dan mulai mem-

    produksi telur. Cacing Fasciola spp. dapat

    hidup sekitar satu tahun di dalam tubuh

    ternak. Cacing ini akan memakan jaringan

    hati dan darah pada saat masih muda,

    dan makanan utama setelah dewasa ada-

    lah darah. Pada pemeriksaan hati sapi di

    rumah potong hewan, luas kerusakan hati

    tergantung pada hebatnya infeksi dan la-

    manya hewan sakit. Pada infeksi yang

    parah terlihat adanya perubahan berupa

    pembengkakan yang berair dan penyum-

    batan saluran empedu, jaringan hati me-

    ngeras karena terbentuk jaringan parut

    (cirrhosis) dan hati mengecil (atrophi)

    (Martindah, dkk., 2005).

    Pencegahan yang efektif terhadap penul-

    aran infeksi Fasciola spp. sulit dilakukan

    karena sulit untuk menghindarkan ternak

    dari sawah atau daerah basah yang meru-

    pakan habitat siput. Pengendalian fascio-

    losis pada ternak ruminansia pada prin-

    sipnya memutus daur hidup cacing. Se-

    cara umum, strategi pengendalian fas-ciolosis didasarkan pada musim (peng-

    hujan/basah dan kemarau/kering). Pada

    musim penghujan, populasi siput menca-

    pai puncaknya dan tingkat pencemaran

    metaserkaria sangat tinggi, pada saat itu

    pula petani sibuk mempersiapkan lahan

    dalam musim tanam. Untuk itu, diperlukan

    tindakan-tindakan pencegahan terhadap

    infeksi dan atau menekan serendah mung-

    kin terjadinya pencemaran lingkungan,

    antara lain dengan cara :

  • 7/21/2019 Jur Fasciola Sp

    5/6

    1. Limbah kandang hanya digunakan se-

    bagai pupuk pada tanaman padi apa-

    bila sudah dikomposkan terlebih dahu-

    lu, sehingga telur Fasciola sudah mati.

    2. Pengambilan jerami dari sawah seba-

    gai pakan ternak dilakukan dengan

    pemotongan sedikit di atas tinggi gale-

    ngan air atau 1-1,5 jengkal dari tanah.

    3. Jerami dijemur selama 2-3 hari bertu-

    rut-turut di bawah sinar matahari dan

    dibolak-balik selama penjemuran se-

    belum diberikan untuk pakan.

    4. Penyisiran jerami agar daun padi yang

    kering terlepas untuk mengurangi pen-cemaran metaserkaria.

    5. Tidak melakukan penggembalaan ter-nak di daerah berair atau yang terce-mar oleh metaserkaria cacing hati, se-perti di sawah sekitar kandang ternakatau dekat pemukiman.

    6. Mengandangkan sapi dan itik secarabersebelahan sehingga kotorannyatercampur saat kandang dibersihkan(pengendalian secara biologis).

    7. Gabungan dari cara-cara tersebut di

    atas (Martindah, dkk., 2005).

    Pencegahan penyakit dapat dilakukan de-

    ngan obat cacing (flukisida) yang diberikan

    setiap 2 - 3 bulan sekali. Flukisida mempu-

    nyai kemampuan yang berbeda-beda da-

    lam membunuh cacing hati, ada yang

    mampu membunuh cacing dewasa saja

    (nitroxynil dan albendazole), cacing muda

    hingga dewasa (clorsulonivermectin), dan

    segala umur cacing (trichlabendazole).

    Dalam membunuh cacing hati, khusus al-

    bendazolememerlukan dosis dua kali lipat

    (15mg/kg bobot badan), sedangkan untuk

    flukisida lainnya dapat diberikan sesuai

    dosis yang dianjurkan (Martindah, dkk.,

    2005). Oleh karena itu, yang perlu diper-

    hatikan dan dipertimbangkan dalam memi-

    lih flukisida adalah : harga, waktu pembe-

    rian, target umur cacing yang akan dibu-

    nuh dan daya bunuh flukisida tersebut.

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Derajat persentase kasus positif infeksicacing hati (Fasciola spp.) di KabupatenKebumen pada tahun 2011 cukup tinggi(62,74%), hal ini diduga berkaitan denganmusim, manajemen, sanitasi dan pendidi-kan peternak.

    Berdasarkan hasil pemeriksaan laborato-rium disarankan kepada peternakan rakyatdi Kabupaten Kebumen untuk lebih mem-perhatikan manajemen peternakan. Ter-

    nak sapi potong yang lebih berisiko untukterinfeksi Fasciola spp., agar lebih diper-hatikan kesehatannya dengan cara dilaku-kan pemeriksaan feses secara teratur un-tuk mengontrol kesehatan ternak terhadapinfeksi parasit.

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonymous. 1990. Data Ekonomi Akibat Penyakit. Direktorat Jendral Peternakan. Jakarta.

    Anonymous. 2006.Fasciolosis. http://www.dpp.cdc.gov/dpdx. Diunduh 15 Januari 2012.

    Durr, P.A. 1998. Application of Epidemiological Modelling for The Control of TropicalFasciolosis in Southeast Asia. A Consultant Report for ACIAR Project AS1/96/160.James Cook University, Townsville, Queensland.

    Estuningsih, S.E., Adiwinata G., Widjajanti S., dan Piedrafita D. 2004. PengembanganTeknik Diagnosa Fasciolosis Pada Sapi Dengan Antibody Monoclonal DalamCapture ELISA Untuk Deteksi Antigen. Seminar Nasional Parasitologi danToksikologi Veteriner. Bogor, 20-21 April 2004 .

    Martindah E., Widjajanti S., Estuningsih S.E., dan Suhardono. 2005. MeningkatkanKesadaran dan Kepedulian Masyarakat Terhadap Fasciolosis Sebagai Penyakit

    Infeksius. Wartazoa Vol. 15. http://www.petemakan.litbang.deptan.go.id. Diunduhtanggal 15 Januari 2012.

  • 7/21/2019 Jur Fasciola Sp

    6/6

    Muchlis A. 1985. Identitas Cacing Hati (Fasciola sp.) dan Daur Hidupnya di Indonesia.Thesis Ph.D. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

    Purwono. 2010. Fasciolosis. http://www.pur07_vet.wordpress.com. Diunduh tanggal 15Januari 2012.

    Suhardono. 1997.Epidemiology and Control of Fasciolosis by Fasciola gigantica in OngoleCattle in West Java. Thesis Ph.D. James Cook University of North Queensland,Australia.

    Wiedosari, E. and D.B. Copeman. 1990. High Resistance to Experimental Infection WithFasciola gigantica in Javanese thin-tailed sheep. Vet. Parasitol. Vol 37. Hal 101-111.

    ----- =o0o= -----