Jual Beli Dan Riba
-
Upload
andi-guns-smith -
Category
Documents
-
view
33 -
download
3
description
Transcript of Jual Beli Dan Riba
JUAL BELI DAN RIBA
Nama : Freda Rizky Saputra
Nim : 2014150136
UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN
JAWA TENGAH DI WONOSOBO
2015
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat taufik serta hidayahnya
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah pendidikan agama islam semester
4 tanpa halangan suatu apapun.
Makalah ini sengaja dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah pendidikan agama islam
yang pada kesempatan kali ini mengambil sebuah judul “JUAL BELI DAN RIBA” dengan
tujuan sebagai sumber bacaan dan belajar yang dapat digunakan untuk memperdalam
pemahaman dari materi ini selain itu yang diharapkan mampu memberikan sedikit manfaat
bagi kami semua.
Namun kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................1
DAFTAR ISI.................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................................3
B. Rumusan masalah..............................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A. .Pengertian Jual BeliB. Hukum Jual Beli
C. Rukun dan Syarat-syarat Jual Beli
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................................7
B. Daftar pustaka....................................................................................................8
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Fiqih menurut pengertian (istilah) adalah segala hukum syara’ yang diambil dari kitab
Allah SWT dan Muhamad SAW. Dengan jalan itjihat berdasarkan hasil penelitian yang
mendalam. Didalan ilmu fiqih ini juga membahas bagaimana peraturan kehidupan menurut
hukum islam bahkan sampai ketahap keberhasilan pun dijelaskan oleh ilmu fiqih ini secara
mendalam.
Dalam ilmu fiqih juga mejelaskan tentang pengertian Riba dan Jual Beli secara
terperinci atau mendalam melalui panduan Al-Quran. Sabda nabi bahkan pendapat ulama
agar bisa tercapainya suatu kesepakatan dan keputusan yang benar dan lurus sejalan dengan
ajaran Al-Quran dan syariat islam.
Terkadang kita sebagai manusia menilai bahwa hukum fiqih itu semuanya mudah
termasuk didalamnya Riba kita tidak tau bahwa hal-hal yang sekecil inilah yang selalu
membuat kita menjadi tersesat apabila kita tidak mengetahuinya secara terperinci, maka
terjadilah penyimpangan–penyimpangan yang bertentangan dengan ajaran islam.
Jual beli dalam bahasa Arab terdiri dari dua kata yang mengandung makna
berlawanan yaitu Al Bai’ yang artinya jual dan Asy Syira’a yang artinya Beli. Menurut istilah
hukum Syara, jual beli adalah penukaran harta (dalam pengertian luas) atas dasar saling rela
atau tukar menukar suatu benda (barang) yang dilakukan antara dua pihak dengan
kesepakatan (akad) tertentu atas dasar suka sama suka.
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang di bahas dalam makalah
ini terinci sebagai berikut :
1. Pengertian jual beli
2. Pengertian riba
3. Syarat-syarat jual beli
4. Macam-macam jual beli
5. Macam-macam riba
BAB II
PEMBAHASAN
A. Jual Beli
1.Pengertian Jual Beli
Perdagangan atau jual beli menurut bahasa berarti al-Bai’, al-Tijarah, dan al-Mubadalah .
sebagaimana firman Allah Swt.yang Artinya: “Mereka mengharapkan tijarah (perdagangan)
yang tidak akan rugi”. (Q.S. Fathir :29)
Jual beli dalam bahasa Arab terdiri dari dua kata yang mengandung makna berlawanan
yaitu Al- Bai’ yang artinya jual dan Asy Syira’a yang artinya beli. Dengan demikian, jual beli
adalah penukaran harta (dalam pengertian luas) atas dasar saling rela atau tukar menukar
suatu benda (barang) yang dilakukan antara dua pihak dengan kesepakatan (akad) tertentu
atas dasar suka sama suka.
Beberapa ulama mendefinisikan jual beli sebagai berikut;
a. Menurut ulama hanafiyah, Jual beli adalah saling menukarkan harta dangan harta
melalui cara tertentu. Atau tukar menukar sesuatu yang diingini dengan yang sepadan
melalui cara tertentu yang bermanfaat.
b. Menurut Said Sabiq, jual beli adalah saling menukar harta dengan harta atas dasar
suka sama suka.
c. Menurut Imam An-Nawawi, jual beli adalah saling menukar harta dengan harta dalam
bentuk pemindahan kepemilikan.
d. Menurut Syafi’iyah, Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang
dengan jalan melepaskan hak milik yang satu kepada yang lain atas dasar saling
merelakan.
Dari keseluruhan uraian diatas, dapat disimpulan bahwasanya jual beli adalah suatu
hubungan dengan adanya si penjual dan pembeli yang mana diantara keduanya ada saling
kerelaan, dengan kontek tanpa ada suatu paksaan, kemudian dilakukan ijab dan Kabul dengan
segala persyaratannya, maka dengan demikian sahlah jual beli tersebut.
1. Hukum Jual Beli
Syariat Islam mengatur berbagai aspek kehidupan di antaranya adalah masalah jual beli.
Agar pelaksanaan jual beli atau perdagangan tidak menimbulkan keresahan dan tipu menipu,
Islam mengeluarkan hukum sejak Nabi diutus oleh Allah Swt untuk membawa risalah-Nya.
Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat Al Baqaarah ayat 275 yang Artinya:
“Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”
Hadits Nabi Saw yang Artinya :
“Dari Rifa’ah bin Rafi sesungguhnya Nabi Saw pernah ditanya, pekerjaan apakah
yang paling baik, Rasulullah menjawab : seseorang yang bekerja dengan tangannya sendiri
dan tiap-tiap jual beli yang mabrur (dengan cara halal dan baik).
Memperhatikan ayat dan hadits tersebut dapat diambil pengertian bahwa jual beli,
berdagang atau membuka jenis-jenis usaha produksi di bidang ekonomi, dibenarkan bahkan
dianjurkan dalam Islam. Syariat Islam menggariskan beberapa hukum jual beli yaitu :
· Mubah, artinya jual beli itu boleh, ini merupakan hukum asal dari jual beli,
· Sunnah, yaitu jual beli yang dilakukan terhadap orang yang sangat membutuhkan barang
yang diperjualbelikan itu,
· Wajib, yaitu menjual harta peninggalan orang tuanya untuk melunasi hutang-hutangnya
ketika masih hidup,
· Haram, yaitu jual beli yang didalamnya terdapat unsur-unsur yang melanggar dari syariat
Islam, misalnya : Penipuan, mengicuh dan lain sebagainya.
1. Rukun dan Syarat-syarat Jual Beli
a. Rukun Jual Beli
Penjual dan pembeli
Syaratnya adalah :
1. Berakal, agar dia tidak terkecoh. Orang yang gila atau bodoh tidak sah jual
belinya.
2. Dengan kehendak sendiri (bukan dipaksa).
3. Tidak mubazir (pomboros), sebab harta orang yang mubazir itu ditangan walinya.
4. Balig (berumur 15 tahun keatas/dewasa). Anak kecil tidak sah jual belinya.
Adapun anak-anak yang sudah mengerti tetapi belum sampai umur dewasa, menurut
sebagian pendapat para ulama, mereka diperbolehkan berjual beli barang-barang yang
kecil-kecil, karena kalau tidak diperbolehkan, sudah tentu menjadi kesulitan dan
kesukaran, sedangkan agama Islam sekali-kali tidak akan menetapkan peraturan yang
mendatangkan kesulitan kepada pemeluknya.
Uang dan benda yang dibeli
Syaratnya yaitu :
1. Suci. Barang najis tidak sah dijual dan tidak boleh dijadikan uang untuk dibelikan,
seperti kulit binatang atau bangkai yang belum disamak.
2. Ada manfaatnya. Tidak boleh menjual sesuatu yang tidak ada manfaatnya.
Dilarang pula mengambil tukarannya karena hal itu termasuk dalam arti menyia-
nyiakan (memboroskan) harta yang terlarang dalam Kitab Suci.
3. Barang itu dapat diserahkan. Tidak sah menjual sesuatu barang yang tidak dapat
diserahkan kepada yang membeli, misalnya ikan dalam laut, barang rampasan yang
masih berada di tangan yang merampasnya, barang yang sedang di jaminkan, sebab
itu mengandung tipu daya (kecohan).
4. Barang tersebut merupakan kepunyaan si penjual, kepunyaan yang diwakilinya,
atau yang mengusahakan.
5. Barang tersebut diketahui oleh si penjual dan si pembeli, zat, bentuk, kadar
(ukuran), dan sifat-sifatnya jelas sehingga antara keduanya tidak akan terjadi kecoh-
mengecoh. Yang wajib diketahui zatnya- kalau barang itu tertentu- ialah kadarnya,
umpamanya sukatan atau timbangannya. Kalau barang itu bercampur dengan yang
lain, umpamanya segantang beras atau sekilo gula, cukup melihat sebagian barang,
asal yang lainnya sama dengan contoh yang dilihat itu, dan cukup melihat kulitnya
kalau sekiranya kulit itu dipecah bakal rusak, yang dimaksud adalah tempurung,
umpamanya. Begitu juga sesuatu yang telah dimaklumi menurut kebiasaan seperti
bawang yang masih didalam tanah walaupun keadaan barang boleh jadi lebih ada
lebih kurangnya serta bakal merugikan salah satu pembeli atau penjual, tetapi hanya
sedikit. Keadaan yang sedikit itu dimaafkan karena kemaslahatan untuk memudahkan
kelancaran pekerjaan.
Lafadh ijab dan qabul
Ijab adalah perkataan penjual, umpamanya, “Saya jual barang ini sekian”.
Qabul adalah ucapan si pembeli, “Saya terima (saya beli) dengan harga sekian.”
Keterangannya yaitu ayat yang mengatakan bahwa jual beli itu suka sama suka, dan
juga sabda Rasulullah saw. dibawah ini:
“Sesungguhnya jual beli itu hanya sah jika suka sama suka.”
Sedangkan suka sama suka itu tidak dapat diketahui dengan jelas kecuali dengan
perkataan, karena perasaan suka itu bergantung pada hati masing-masing. Ini
pendapat kebanyakan ulama. Tetapi Nawawi, Mutawali, Bagayi, dan beberapa ulama
yang lain berpendapat bahwa lafadh itu tidak menjadi rukun, hanya menurut adat
kebiasaan saja. Apabila telah menurut adat telah berlaku bahwa hal yang seperti itu
sudah dipandang sebagai jual beli, itu saja sudah cukup karena tidak ada suatu dalil
yang jelas untuk mewajibkan lafadh.
Menurut ulama yang mewajibkan lafadh, lafadh itu diwajibkan memenuhi beberapa
syarat :
1. Keadaan ijab dan qabul berhubungan. Artinya, salah satu dari keduanya pantas
menjadi jawaban dari yang lain dan belum berselang lama.
2. Makna keduanya hendaklah mufakat (sama) walaupun Lafadh keduanya berlainan.
3. Kedunya tidak disangkutkan dengan urusan yang lain, seperti katanya, “Kalau saya
jadi pergi, saya jual barang ini sekian.”
4. Tidak berwaktu seperti sebulan atau setahun, tidak sah. Apabila rukun atau syaratnya
kurang jual beli dianggap tidak sah.
b. Syarat-syarat jual-beli
Adapun syarat-syarat jual beli sesuai dengan rukun jual beli yang dikemukakan diatas
adalah sebagai berikut :
a. Syarat orang yang berakad
Para aqid haruslah yang mampu melakukan perjanjian jual beli,yaitu:
1. Berakal dan baligh, yaitu orang yang berakal dan telah mumayyiz(telah mamp
membedakan mana hal yang baik atau buruk). Apabila jual beli dilakukan oleh anak kecil
yang belum baligh atau mumayyizharuslah mendapatkan izin dari walinya.
2. Atas kehendak para aqid, yaitu tidak adanya paksaan yang dapat menimbulkan tidak
adanya kerelaan.
3. Islam, yaitu para aqid adalah orang-orang muslim, namun pada masa sekarang ini,
sangat sulit membatasi diri dari hal tersebut karena semakin kompleksnya segala macam
kebutuhan sesuai dengan perubahan zaman.
4. Pembeli bukanlah musuh, karena mampu menjadikan penipuan dalam jual beli.
Syarat yang terkaid dengan shighat (ijab qabul)
1) Berhadap-hadapan, yaitu shighat antara orang yang bertransaksi harus sesuai dengan
orang yang dituju, namun tidak harus dalam suatu majlis, jadi memungkinkan untuk
menggunakan media penghubung lain.
2) Ditujukan kepada seluruh badan yang akad.
3) Qabul diucapkan oleh orang yang dituju dalam ijab atau perwakilannya.
4) Adanya kejelasan barang, ukuran, dan harga.
5) Adanya niat atau maksud jual beli.
6) Ijab qabul tidak terpisah oleh waktu yang terlalu lama, sehingga menggambarkan
adanya penolakan dari salah satu pihak.
7) Kejelasan antara ijab dan qabul yang berkaitan dengan segala sesuatu yang menyangkut
jual beli tersebut sehingga mampu terhindar darigharar.
Syarat pada ma’qud alaih
1) Bersih, yaitu barang bukanlah termasuk barang najis atau haram.
2) Bermanfaat, yaitu barang yang mempunyai kegunaan dan faidah bagi aqid.
3) Sebagai hak milik atau atas perwakilan, sehingga barang yang sifatnya belum dimiliki
oleh seseorang tidak boleh diperjual belikan. Seperti menjual belikan ikan di laut atau emas
di dalam tanah.
4) Adanya kejelasan baik di dalam hitungan, timbangan, takaran, atau kualitasnya. Hal
tersebut dilakukan untuk menghindari adanya gharardan adanya supaya saling kepercayaan
pada masing-masing akid.
5) Barang yang di akadkan telah diketahui keberadaannya oleh aqid, baik dalam majlis
akad ataupun tidak.
4. Macam-macam jual beli
Jual beli ditinjau dari segi hukumnya dibagi menjadi dua macam yaitu :
a. Jual beli yang sahih
Apabila jual-beli itu disyariatkan, memenuhi rukun atau syarat yang di tentukan,
barang itu bukan milik orang lain, dan tidak terkait dengan khiyar lagi, maka jual beli itu
sahih dan mengikat kedua belah pihak. Umpamanya, seseorang membeli suatu barang.
Seluruh rukun dan syarat jual-beli telah terpenuhi. Barang itu juga telah diperiksa oleh
pembeli dan tidak ada cacat, dan tidak ada rusak. Uang yang sudah diserahkan dan barangpun
sudah diterima dan tidak ada lagi khiyar.
b. Jual beli yang tidak sahih (batil)
Apabila pada jual-beli itu salah satu atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi, atau jual
beli itu pada dasarnya dan sifatnya tidak di syariatkan, maka jual beli itu batil. Umpamanya,
jual beli yang dilakukan oleh orang gila, atau barang-barang yang di jual itu barang-barang
yang di haramkan syara (bangkai, darah, babi dan khamar).
Ditinjau dari segi benda yang yang dijadikan objek jual beli dapat dikemukakan pendapat
imam Taqiyuddin bahwa jual beli dibagai menjadi tujuh bentuk :
a. Jual beli benda yang kelihatan. Maksudnya adalah pada waktu melakukan akad jual
beli benda atau barang yang diperjualbelikan ada didepan penjual dan pembeli, seperti
membeli beras dipasar dan boleh dilakukan.
b. Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam janji. Sama dengan jual beli salam
(pesanan), ataupun yang dilakukan secara tidak tunai (kontan). Maksudnya ialah perjanjian
sesuatu yang penyarahan barang-barangnya ditangguhkan hingga masa tertentu.
Dalam salam berlaku semua syarat jual beli dan syarat-syarat tambahannya ialah :
a. Ketika melakukan akad salam disebutkan sifat-sifatnya yang mungkin dijangkau oleh
pembeli, baik berupa barang yang dapat ditakar, ditimbang maupun diukur.
b. Dalam akad harus disebutkan segala sesuatu yang bias mempertinggi dan memperendah
harga barang itu.
c. Barang yang akan diserahkan hendaknya barang-barang yang biasa didapat dipasar.
Harga hendaknya dipegang ditempat akad berlangsung.
5. Jual Beli yang dilarang dan batal hukumnya
a. Barang yang dihukumkan najis oleh agama seperti anjing, babi, berhala, bangkai dan
khamar,
b. Jual beli sperma (mani) hewan, seperti mengawinkan seekor domba jantan dengan
betina,
c. Jual beli anak binatang yang masih berada dalam perut induknya,
d. Jual beli dengan mukhadharah yaitu menjual buah-buahan yang belum pantas untuk
dipanen,
e. Jual beli dengan munabadzah yaitu jual beli secara lempar-melempar,
f. Jual beli gharar yaitu jual beli yang samar sehingga kemungkinan adanya penipuan,
contoh : penjualan ikan yang masih dikolam,
g. Larangan menjual makanan sehingga dua kali ditakar, hal ini menunjukkan kurang
saling mempercayainya antara penjual dan pembeli.
6. Hikmah Jual Beli
Allah mensyari’atkan jual beli sebagai penberian keluangan dan keleluasaan dari-
NYA untuk hamba-hamba-NYA, yang membawa hikmah bagi manusia diantaranya:
a. Jual beli dapat menata struktur kehidupan ekonomi masyarakat yang menghargai hak
milik orang lain.
b. Penjual dan pembeli dapat memenuhi kebutuhannya atas dasar kerelaan.
c. Dapat menjauhkan diri dari memakan atau memiliki barang yang haram atau secara
bathil.
d. Penjual dan pembeli sama-sama mendapat rizki Allah.
e. Menumbuhkan ketentraman dan kebahagiaan.
B. Riba’
1. Pengertian Riba
Riba berarti bertambahnya harta, riba menurut syaria’at dalam Al Qur’an Allah
berfirman:
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orank yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka
yang demikian itu disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama
dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Al-
Baqarah:275)
Selain itu Dia juga berfirman:
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan riba dan menyuburkan sedekah”. (Al-
Baqarah:276)
Selanjutnya Dia berfirman:
“Dan tinggalkannya sisa riba(yang belum dipungut) jika kalian orang-orang yang beriman.
Jika kalian tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan
Rasul-Nya akan memerangi kalian.” (Al-Baqarah:278-279).
2. Hukum Riba
Riba hukumnya haram dan Allah melarang untuk memakan barang riba. Allah SWT
berfirman yang artinya: “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”(QS.
Al-Baqarah : 275).
Dan Allah berfirman yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu
mendapat keberuntungan.” (QS. Ali Imran : 130).
Sebab-sebab diharamkan riba yaitu sebagai berikut:
a. Karena allah dan rasulnya melarang atau mengharamkannya.
b. Karena riba menghendaki pengambilan harta orang lain denga tidak ada imbangannya.
c. Dengan melakukan riba,orang tersebut menjadi malas berusaha yang sah menurut
syara’.jika riba sudah mendarah daging pada seseorang,orang tersebut lebih suka beternak
uang karna ternak uang akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar daripada dagang dan
dikerjakan tidak dengan susah payah.
d. Riba menyebabkan putusnya perbuatan baik terhadap sesama manusia dengan cara
utang piutang atau menghilangkan faedah utang piutang sehingga riba lebih cenderung
memeras orang miskin dari pada menolong orang miskin.
3. Macam-macam Riba
Menurut pendapat sebagian ulama riba itu ada empat macam:
a. Riba Fadhli
Yaitu tukar-menukar suatu barang yang sama jenisnya tapi tidak sama ukurannya/takarannya.
Contoh: Seseorang menukarkan seekor kambing dengan kambing lain yang lebih besar,
kelebihannya disebut riba fadhli.
b. Riba Qardhi
Yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan.
Contoh: Pinjam uang Rp. 10.000,- waktu mengembalikan minta tambahan menjadi RP.
12.000,- Maka yang Rp. 2000,- termasuk riba qordhi.
c. Riba Yad
Yaitu berpisah dari tempat aqad jual-beli sebelum serah terima.
Contoh: Seseorang membeli barang, setelah dibayar si penjual langsung pergi padahal barang
belum diketahui jumlah dan ukurannya.
d. Riba Nasiah
Yaitu tukar menukar suatu barang, yang pembayarannya disyaratkan lebih oleh penjual.
Contoh: Beli radio Rp. 50.000,- (jika kontan) menjadi Rp. 60.000,- (jika hutang) (yang Rp.
10.000,- termasuk riba nasi’ah).
4. Sikap Muslim Terhadap Riba
Secara hukum riba diharamkan sedangkan jual beli di haruskan. Didalam riba hanya
untuk mencari keberuntungan belaka, sementara jual beli keuntungan didapat dari hasil laba
barang yang dijual, dan kerugian bisa terjadi jika mengalami penurunan harga barang atau
bangkrut. Jual beli di syari’atkan, riba tidak di syari’atkan.
Berdasarkan firman Allah dan Hadits Rasulullah Saw di atas, kita umat Islam wajib
berusaha meninggalkan riba, karena tegas hukumnya haram dan bahkan Rasulullah Saw
mengutuk dan melaknati pamakan riba.
Perlu dijelaskan bahwa apabila kita meminjamkan uang, kemudian si peminjam
mengembalikan atau membayar hutang itu lebih dari pinjamannya atau kemauannya sendiri
dengan ikhlas, tidak disyaratkan ketika aqad, maka kelebihan itu tidak termasuk riba dan
tidak dinamakan riba, bahkan hukumnya sunnah. Dengan keterangan dan contoh-contoh yang
diuraikan tadi, jelas bahwa riba itu menyulitkan orang lain. Oleh sebab itu, Islam sangat
melarang memakan riba dan mencari nafkah dengan riba.
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
Dari keseluruhan uraian diatas, dapat disimpulan bahwasanya jual beli adalah suatu
hubungan dengan adanya si penjual dan pembeli yang mana diantara keduanya ada saling
kerelaan, dengan kontek tanpa ada suatu paksaan, kemudian dilakukan ijab dan Kabul dengan
segala persyaratannya, maka dengan demikian sahlah jual beli tersebut.
Hukum jual beli ada 4 yaitu, mubah, sunnah,wajib dan haram. Sedangkan syarat jual beli
yaitu : berakal, dengan kehendak sendiri( tidak dipaksa ), tidak mubazir( boros ) dan balig
( berumur 15 tahun keatas/dewasa ).
. Riba hukumnya haram dan Allah melarang untuk memakan barang riba. Allah SWT
berfirman yang artinya: “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”(QS.
Al-Baqarah : 275). Riba dilarang karena riba menghendaki pengambilan harta orang lain
denga tidak ada imbangannya.
Menurut pendapat sebagian ulama riba itu ada empat macam, yaitu: riba fadhli,
qardhi, yad dan riba nasiah.
Demikian uraian tentang jual beli dan riba yang dapat kami sampaikan , kurang
lebihnya kami mohon maaf.
Wassallamu’alaikum wr,wb
DAFTAR PUSTAKA
Rachmat Syafei, Fqih Muamalah ,(Bandung: pustaka setia, 2006), 91
Masyhuri, dkk., Teori Ekonomi dalam Islam, Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005.
Abdul Hadi, Abu Sura'i, Bunga Bank dalam Islam, alih Bahasa M. Thalib, Surabaya: Al-Ukhlas, 1993
Lubis, Suhrawardi K, Hukum ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2004