Jihad Islam Ekonomi: Praktik Wirausaha Islam di Indonesia
Transcript of Jihad Islam Ekonomi: Praktik Wirausaha Islam di Indonesia
Jihad Islam Ekonomi: Praktik Wirausaha Islam di Indonesia
Ganggas Wibisono
Mahasiswa Program Sarjana Departemen Sosiologi
Abstrak
Gerakan dan ekspresi keislaman di Indonesia selalu dinamis mengikuti perubahan struktur sosial
yang menyertainya. Dari era kemerdekaan hingga reformasi, agen-agen Islam selalu merevisi
gerakan keislaman yang sesuai dengan kebutuhan umat. Menariknya, agen Islam era reformasi
termasuk juga pengusaha muslim. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang
mengeksplorasi bagaimana makna wirausaha Islam bagi para agennya, disertai dengan proses
sosial yang melahirkan makna tersebut dan bagaimana makna tersebut mampu membentuk
praksis sosial sehari-hari. Menggunakan teori strukturasi, penelitian ini menemukan bahwa
wirausaha Islam dimaknai sebagai jihad ekonomi Islam. Jihad ekonomi Islam itu memiliki tiga
tujuan utama. Pertama, sebagai sarana mobilitas vertikal. Kedua, sebagai upaya pencapaian
keadilan ekonomi. Ketiga, sebagai upaya rekonstruksi keislaman modern di Indonesia.
Ketiganya terjadi dalam perubahan sifat struktur negara yang memungkinkan dan
memberdayakan Islam di era reformasi.
Islamic Economy Jihad: Islamic Entrepreneurship Practice in Indonesia
Abstract
Movement and expression of Islam in Indonesia always dynamically follow the changes in the
social structure that accompanies it. From independence to the reformation era, the agents of
Islam have always revise the Islamic movement in accordance with the needs of the ummah.
Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014
Interestingly, Islamic agents in the reformation era includes Moslem entrepreneurs. This study
used a qualitative approach to explore how the meaning of Islamic entrepreneurship for agents,
accompanied by a social process that gave birth to the meaning and how that meaning is capable
of forming everyday social praxis. Using structuration theory, the research found that Islamic
entrepreneurship interpreted as Islamic economy jihad. Islamic economy jihad has three main
objectives. First, as a means of vertical mobility. Second, as an effort to achieve economic
justice. Third, as a way to reconstruct modern Islam in Indonesia. All three occurred in the
changing nature of state structures that enabling and empower Islam in reformation era.
Keywords: Sociology of Religion; Islamic Entrepreneurship; Structuration; Moslem Entrepreneur; Moslem Agents
Pendahuluan
Berkembangnya wacana rejeki, bisnis dan wirausaha berbasis Islam di Indonesia
menunjukkan gejala tentang gerakan dan ekspresi keislaman yang baru. Buku, seminar maupun
training yang berkaitan dengan wacana tersebut begitu laris di pasaran (Fealy 2008). Larisnya
wacana ini menarik mengingat wajah Islam di Indonesia yang begitu berwarna, mulai dari aliran
hingga kepentingannya. Bagaimana ini bisa terjadi?
Wacana mengenai rejeki, bisnis dan wirausaha dalam Muslim ini dapat diistilahkan
dengan wirausaha Islam (Islamic entrepreneurship). Wacana ini mampu merajai ruang publik
Muslim Indonesia kontemporer meskipun usianya yang tergolong muda.1 Di Indonesia, wacana
ini sering dikonstruksikan oleh pengusaha Muslim melalui beragam media. Pengusaha Muslim
ini dengan kreatif menunjukkan adanya kesesuaian Islam dengan kapitalisme modern. Merujuk
pada pemikiran salah satu pengusaha Muslim yang juga agen Islamic entrepreneurship
Indonesia, Ippho Santosa (2011), berbisnis merupakan kewajaran bagi Muslim Indonesia karena
1 Wacana wirausaha Islam tidak begitu berkembang pada era Orde Baru. Pada era reformasi dengan berkembangnya teknologi dan informasi, wacana ini berkembang pesat. Hal ini ditunjukkan dengan larisnya buku-buku dengan tema Islamic entrepreneurship yang berhasil menjadi national best-seller di penerbitan besar di Indonesia. Islamic entrepreneurship juga merajai ruang publik lainnya dengan seminar-seminar mengenai kesuksesan dan rejeki dalam ajaran Islam. (Sumber: situs resmi Gramedia, www.gramediaonline.com dan situs resmi salah satu pengusaha muslim)
Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014
sudah diperlihatkan oleh pendiri dua organisasi besar Islam di Indonesia (NU dan
Muhammadiyah) yang menjadi orang kaya.2
Pengusaha Muslim tersebut adalah figur-figur yang telah menjadi ‘guru’, menjadi figur
sentral, bagi jamaah dan pengikutnya.3 Ippho Santosa dan Tim Khalifah contohnya, memiliki
pengikut, baik secara langsung maupun online, pasif maupun aktif, yang banyak dan sangat
berpengaruh terhadap tumbuhnya Islamic entrepreneurship dalam masyarakat Islam Indonesia.
Hal ini terbukti ampuh dengan banyaknya pengikutnya, yang sadar maupun tidak, turut
mengembangkan Islamic entrepreneurship di Indonesia.4
Melihat perkembangan kajian, wacana Islamic entrepreneurship sudah pernah dilihat
dalam dua perspektif. Pertama, kajian yang melihatnya dari perspektif normatif. Dari perspektif
normatif, dijelaskan bahwa Islam memiliki nilai-nilai yang mendorong wirausaha (Noruzi 2011).5
Kedua, kajian yang melihat dari perspektif sosiologis (Adas 2003, Kayed 2006, Ozcan dan
Turunc 2011). Perspektif sosiologis melihat bahwa lahirnya semangat Islamic entrepreneurship
tidak semata normatif; ia lahir dari perubahan-perubahan struktural dalam ranah politik dan
ekonomi yang menyertai perubahan wacana Islamisasi oleh agen-agen Islam (dalam hal ini
politisi dan pengusaha Muslim). Dalam konteks Turki misalnya, Adas telah menjelaskan bahwa
wacana Islamic entrepreneurship lahir di Turki yang tertekan struktur kapitalisme modern yang
melibatkan berbagai proses (lokal, nasional dan transnasional) dan bersinggungan langsung
dengan kehidupan sehari-hari Muslim di Turki.6 Ambisi pengusaha Muslim - dengan identitas,
budaya dan politik yang berbeda dengan pengusaha sekuler – untuk memperbaiki kehidupan
Muslim di Turki sangat mempengaruhi lahirnya wacana Islamic entrepreneurship. Tiga tahun
setelah Adas mengkaji Islamic entrepreneurship di Turki, Kayed menjelaskan Islamic
2 NU dan Muhammadiyah merupakan dua organisasi Islam besar di Indonesia. Dari pemahaman tersebut, dapat dikatakan bahwa bisnis dan menjadi kaya seharusnya menjadi jalan hidup muslim Indonesia, setidaknya bagi pengikut NU dan Muhammadiyah. 3 Dalam perkembangan informasi, terdapat banyak kelompok pengusaha Muslim yang giat menyebarkan semangat Islamic entrepreneurship. Selain Yusuf Mansyur dan Ippho Santosa, dapat disebut nama-nama seperti Jaya Setiabudi dan Jamil Azzaini yang cukup berperan. Yusuf Mansyur dan Ippho Santosa dianggap dominan karena ketokohan (Yusuf Mansyur memiliki basis jamaah yang besar sementara Ippho Santosa menjadi 24 tokoh kebanggaan Indonesia), pengaruh dan jaringannya yang lebih besar. 4 370.000-an follower twitter (@ipphoright) serta 200.000-an likes di laman Facebook resmi Ippho Santosa dan Tim Khalifah. Dengan kemungkinan terus bertambah besar. 5 Noruzi (2011) menjelaskan nilai-nilai dasar Islam seperti individu sebagai khalifah dan bisnis sebagai bagian dari ibadah memberikan legitimasi kepada Muslim sebagai pengusaha. 6 Proses lokal berupa berkembangnya pengusaha Muslim pada level provinsi, proses nasional berupa program penyertaan agama dalam sistem politik Turki/religious adjusment program dan proses transnasional berupa lahirnya Bank Islami Internasional serta jaringan Islam internasional.
Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014
entrepreneurship dalam fokus dan wilayah yang berbeda. Kayed menjelaskan bahwa Islamic
entrepreneurship dapat menjadi sebuah model pembangunan alternatif. Menurutnya, Islam
memiliki pandangan tersendiri mengenai pembangunan yang berbeda dengan pandangan Barat
dan memiliki peluang mewujudkan sistem ekonomi Islam di masa mendatang, dengan prasyarat
institusi dan lingkungan yang supportif.7 Keduanya melihat gejala yang sama dengan
menggunakan teori modernisasi.
Dalam konteks yang lebih spesifik, wacana Islamic entrepreneurship di Indonesia belum
dibahas secara komprehensif. Namun, terdapat kajian Fealy (2008) yang dapat memberikan
kontribusi kajian. Fealy (2008) telah menjelaskan adanya pengusaha Muslim di Indonesia yang
mengajarkan keterkaitan antara Islam dan kekayaan.8 Hanya saja, ia menjelaskan pengusaha
Muslim tersebut dalam kaitannya dengan konteks sosial yang lebih luas yaitu Islam pasar di
Indonesia. Ia melihat para aktor Islam dalam konteks pertukaran antara agama dengan ekonomi,
bagaimana simbol-simbol agama menjadi laris untuk diperdagangkan. Adapun bagaimana
pemaknaan aktor Islam terhadap Islamic entrepreneurship, ia tidak banyak membahasnya. Hal ini
mengakibatkan pembahasan yang berat sebelah: Aktor Islam tersebut terlihat hanya sebagai
pengusaha budaya/agama, tanpa melihat lebih jauh bagaimana aktor tersebut memiliki makna dan
tujuannya.
Terilhami dari berbagai kajian di atas, penelitian ini ingin mengisi kekosongan
pembahasan dalam melihat makna Islamic entrepreneurship. Hal ini semata untuk mencari tahu
lebih lanjut bagaimana makna Islamic entrepreneurship bagi para aktornya, bagaimana bentuk
hubungan sosial yang melahirkan makna tersebut, sehingga nantinya makna tersebut mampu
membentuk praksis sosial sehari-hari para aktornya. Dengan begitu, pembahasan akan
menghasilkan substansi yang sama sekali berbeda dengan pembahasan sebelumnya, yang terlalu
menekankan bahasan pada analisa makro – strukturalis.
Patut dipahami bahwa wacana Islamic entrepreneurship di Indonesia berbeda dengan di
Turki, Arab Saudi, dan Malaysia. Tiga kajian itu telah menunjukkan bahwa Islamic
entrepreneurship di negara tersebut bersifat ideologis – politis. Lalu, bagaimana sifat Islamic
entrepreneurship yang baru bertumbuh di Indonesia? Sejauh ini, Islamic entrepreneurship di
7 Kayed menjelaskan bahwa perbedaan pembangunan dan modernisasi Islam dengan Barat terletak pada penekanan Islam pada sisi spiritual dan ekonomi sementara pembangunan ala Barat amat menekankan ekonomi yang dapat dihitung (kuantitatif). 8 Pengusaha yang Fealy maksudkan adalah Aa Gym (Multi-level marketing) dan Yusuf Mansyur (seminar menjadi kaya).
Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014
Indonesia dikatakan masih bersifat ekonomis, yaitu sebatas komoditas yang diperdagangkan
(Fealy, 2008). Perbedaan ini menarik untuk dibahas karena menunjukkan karakteristik dan
ekspresi keislaman yang berbeda di ruang publik Muslim Indonesia dibandingkan di negara lain.
Sebagai landasan, Fealy (2008) telah menunjukkan bagaimana Muslim Indonesia,
terutama kelas menengah perkotaannya, mengalami globalisasi, modernisasi dan urbanisasi yang
mengakibatkan tergoncangnya identitas keagamaan mereka. Mereka memilih untuk bisa tetap
Islami di tengah kehidupan modern yang sibuk dengan cara mengonsumsi agama secara pribadi.
Kondisi inilah yang memungkinkan terbentuknya pasar Islam, dengan berbagai aktornya,
termasuk pengusaha Islam dengan ‘produk’ Islaminya.
Masalahnya, cara pandang seperti itu telah menisbiskan analisa terhadap pemaknaan dan
pandangan para aktor Islam, dalam hal ini pengusaha Islam, yang menyebarkan gagasannya
melalui ruang publik yang baru berkembang. Bisa ditebak, ‘kacamata’ seperti ini menghasilkan
analisa dan kesimpulan yang berat sebelah. Tindakan pengusaha Islam tersebut hanya dilihat
dalam konteks pertukaran antara simbol-simbol keagamaan dengan ekonomi sehingga mereka
seakan-akan terlihat sebagai Muslim yang oportunis dan tidak memiliki motif keagamaan yang
luhur.
Disinilah penelitian ini ingin berkontribusi mengisi pembahasan mengenai Islamic
entrepreneurship yang timpang. Penelitian ini ingin mencari tahu bagaimana proses strukturasi
makna Islamic entrepreneurship, yaitu bentuk hubungan sosial yang melahirkan makna Islamic
entrepreneurship untuk kemudian mencari tahu bagaimana pengaruh makna tersebut pada praksis
sosial sehari-hari Islamic entrepreneurship. Dalam konteks Indonesia, penelitian ini ingin
membahas bagaimana perubahan sosial yang terjadi juga menyertai perubahan gerakan
keislamannya, yang pada gilirannya direspons para agen Islam di tiap zaman untuk
memperjuangkan Islam yang relevan untuk umat.
Tinjauan Pustaka
Terdapat beberapa kajian yang relevan untuk membantu memahami bagaimana sifat
wirausaha Islam di berbagai wilayah. Wirausaha Islam bersifat ideologis di Turki (Adas, 2003),
moderat di Arab Saudi (Kayed, 2006) dan kultural di Malaysia (Sloane, 1998). Di Indonesia,
kajian yang kontributif dilakukan oleh Fealy (2008) tentang Islam pasar di Indonesia. Dengan
menggunakan metode kualitatif, content analysist dan observasi, ia menunjukkan Islam Indonesia
Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014
mengalami komodifikasi yang menjadikannya dekat dengan bisnis, sedekat gusi dan gigi. Islam
dikonsumsi masyarakat sebagai suatu penanda identitas. Konsumsi Islam begitu tingginya hingga
menimbulkan ruang bagi pengusaha-pengusaha Islam (ustadz, pelatih spiritual dan berbagai
pebisnis yang menggunakan simbol Islam lain) untuk menjadikan diri/produknya sebagai
komoditas Islami.
Hanya saja, dalam upayanya memahami ekspresi keislaman Muslim Indonesia
kontemporer, ia hanya berfokus pada gejala struktural. Dengan fokus seperti itu, tidak terlihat
sedikitpun bagaimana konsumsi keagamaan yang dilakukan muslim Indonesia, juga dengan
pengusaha Islam yang menurutnya memperdagangkan Islam, memiliki makna dan tujuannya
sendiri terhadap gerakan keislaman yang mereka salurkan melalui praksis sosial sehari-hari
mereka. Adalah tugas penelitian ini untuk mengisi kekosongan kajian tersebut sehingga mampu
melihat bagaimana makna agen Islam tersebut. Dengan begitu, wirausaha Islam bukanlah sekedar
komoditas melainkan sebagai jihad Islam ekonomi dalam dunia yang kapitalistis.
Metode Penelitian
Metode penelitian ini adalah kualitatif. Informan dalam penelitian ini terdiri dari satu
orang informan utama dan dua orang informan pendukung. Pemilihan ketiga informan ini
berdasarkan perbedaan kategoris masing-masing informan yang relevan untuk penelitian, yaitu
tokoh/elit dan anggotanya. Informan utama adalah Muhaimin Iqbal (Pengusaha Muslim, Founder
Center for Islamic Entrepreneurship Development & Start-Up Center). Sedangkan informan
pendukung adalah Andreas Senjaya (CEO Badr Interactive, perusahaan pembuat aplikasi Islam)
dan Nuha Uswati (Direktur Khalifah Group, Pendidikan Islamic entrepreneurship).
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan wawancara semi terstruktur
yang diperkuat dengan studi literatur. Studi literatur dilakukan terhadap buku wirausaha Islam
Ippho Santosa yang menjadi mega-bestseller di penerbit besar di Indonesia. Validasi data
dipastikan dengan cara triangulasi data dengan melakukan studi terhadap dokumen yang relevan
terhadap isu yang diteliti (Neumann, 2003).
Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014
Kerangka Teori/Konsep
Karena fokusnya untuk menjelaskan praktik sosial dalam proses dualitas struktur – agen,
penelitian ini menggunakan teori strukturasi Anthony Giddens (1984). Pemikiran Giddens ini
dianggap memadai untuk menjelaskan bagaimana makna Islamic entrepreneurship dilahirkan
karena kemampuannya menjelaskan gejala empirik dengan mengaitkannya dengan relasi sosial
para aktor dalam ruang dan waktu yang spesifik. Teori strukturasi melihat struktur sebagai bagian
yang riil, transformatif dan mediasional, bukan eksternal, tidak terlihat dan bersifat memaksa,
sebagaimana tradisi strukturalis melihatnya (Turner, 1998: 493). Teori strukturasi juga tidak
menempatkan agen memiliki maknanya sendiri sebagaimana dalam tradisi interaksionis. Agen
bukanlah manusia bebas yang ahistoris dan asosial. Agen selalu terikat dalam interaksi yang
melibatkan ruang dan waktu yang spesifik, dalam pedoman yang dihasilkan dari kebiasaan
maupun sumberdaya yang berada pada level struktural (Turner, 1998: 492).
Selain itu, hal yang lebih penting adalah kemampuan teori strukturasi menjelaskan praktik
sosial di level interaksional. Teori strukturasi mengemukakan bahwa gejala sosial terjadi dalam
proses dualitas struktur –agen. Proses dualitas tersebut terjadi dalam “praktik sosial yang
berulang dan terpola dalam lintas ruang dan waktu.” (Giddens, 1984: 2). Dualitas terletak dalam
fakta bahwa suatu ‘struktur pedoman’, yang menjadi prinsip praktik-praktik di berbagai tempat
dan waktu tersebut, merupakan hasil perulangan berbagai tindakan. Sebaliknya, skemata itu juga
menjadi sarana bagi praktik sosial. Itulah mengapa, struktur dalam teori strukturasi bersifat
mengekang (constraining) sekaligus memungkinkan (enabling).
Struktur dalam strukturasi terdiri dari kebiasaan dan sumberdaya yang didayagunakan
aktor untuk mengorganisasi interaksi sosial dalam ruang dan waktu. Dalam waktu yang sama,
penggunaan aktor terhadap kebiasaan dan sumberdaya tersebut juga menghasilkan dua
kemungkinan terhadap struktur, yaitu reproduksi atau transformasi terhadap struktur itu sendiri
(Turner, 1998: 494). Disinilah letak relevansi strukturasi dalam melihat kemampuan agen
melakukan praktik sosial sehari-harinya.
Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014
Temuan dan Analisis
Perubahan Kesadaran Agen: Dari Kapitalisme ke Syariah Islam
Muhaimin Iqbal adalah salah satu ikon wirausaha Islam di Indonesia. Ia adalah seorang
pengusaha muslim yang bergerak di bidang keuangan, peternakan, makanan, dan sosial. Ia juga
pendiri Center for Islamic entrepreneurship Development (CIED) yang kemudian berganti nama
menjadi Start-Up Center9. Ia begitu aktif menyemarakkan semangat Islamic entrepreneurship
dengan gagasan-gagasan ekonomi Islamnya.
Pengalamannya selama puluhan tahun di dunia keuangan mengantarkannya pada
kesadaran akan kebenaran syari’ah islam dalam bidang ekonomi. Ia menganggap bahwa sistem
kapitalisme merupakan sistem ekonomi yang berbasis riba (ribawi) sehingga telah merugikan
umat Islam. Menurutnya, sistem ekonomi syariah-lah, yang berdasarkan ajaran Islam, yang
mampu menjadi solusi atas berbagai masalah umat, termasuk masalah kemiskinan dan
kesenjangan sosial.10
Usaha pertamanya adalah jual beli dinar dengan mendirikan Gerai Dinar yang sudah
mulai dirintisnya sejak tahun 2007. Untuk media sosialisasi dinar, Iqbal membuat situs yang
dikhususkan untuk edukasi dan jual beli dinar (geraidinar.com).11 Dinar dipilih bukan semata-
mata karena alasan bisnis. Lebih dari itu ia ingin memasyarakatkan alat tukar yang adil dan
memiliki ketahanan nilai. Ia juga memproduksi madu dan menjualnya dengan nama Rumah
Madu.12 Madu ia pilih karena khasiatnya yang sudah dijamin oleh al-Qur’an maupun sunnah
Rasulullah SAW. Tak lama kemudian Iqbal mendirikan lembaga pelatihan wirausaha yang ia beri
nama Pesantren Wirausaha Daarul Muttaqiin. Bersama alumni Pesantren Wirausaha inilah Iqbal
mendirikan kawasan pertanian dan peternakan kambing di daerah Jonggol, Bogor, yang ia beri
nama Jonggol Farm13.
Menurut Iqbal, pemilihan kedua produk di atas berdasarkan analisanya terhadap ayat-ayat
al-Qur’an. Karena itulah ia senantiasa menekankan kepada para pengusaha muda untuk memulai
9Berdasarkan wawancara dengan Muhaimin Iqbal, 8 April 2014, Pukul 16.52. 10 Berdasarkan wawancara dengan Muhaimin Iqbal, 8 April 2014, Pukul 16.52. 11 Website itu beralamat di www.geraidinar.com 12 Berdasarkanwebsite rumah madu di www.rumahmadu.com 13 Berdasarkan website bisnis informan di www.geraidinar.com
Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014
usahanya dengan merenungi (tadabur) ayat-ayat al-Qur’an.14 Ia banyak mengedukasi pemuda
muslim untuk sering-sering kembali kepada Al-Quran dan hadits karena disanalah banyak solusi
kehidupan, yang sayangnya jarang ditengok karena lebih percaya dengan ilmu pengetahuan
modern.
Dakwah Wirausaha Islam di Sekolah dan Internet
Andreas Senjaya adalah Chief Operating Officer (CEO) Badr Interactive, perusahaan
yang menjadi anggota Startup Center yang diasuh oleh Iqbal. Badr Interactive terletak di Jalan
Juanda, Depok. Badr Interactive banyak melayani pembuatan aplikasi-aplikasi Islam. Urban
Qurban misalnya, merupakan upaya Badr Interactive agar menyemarakkan semangat Qurban
bagi warga perkotaan. Pengarusutamaan Islam dalam aplikasi yang mobile adalah upaya Badr
Interactive untuk menunjukkan bahwa Islam selalu mampu memberikan kebermanfaatan bagi
kehidupan muslim yang semakin modern. Ketika ditanya mengapa memasukkan nilai Islam
dalam aplikasi mobile, ia menjawab lugas dengan menyatakan bahwa masa depan itu mobile (the
future is mobile).15
Menurutnya, pemuda muslim yang idealis adalah pemuda yang mampu menguasai sektor
ekonomi strategis yang selama ini dikuasai oleh orang-orang yang berseberangan dengan
kepentingan Islam. Hal ini disebabkan kemampuan muslim menguasai aset ekonomis akan
ma/mpu memberdayakan dan menguatkan posisi umat muslim itu sendiri. Ia lalu menyesalkan
kultur dan pola pikir anti wirausaha yang masih saja menghinggapi pemikiran muslim
kontemporer. Ia mencontohkan teladan dari Rasulullah Muhammad yang memberdayakan
ekonomi saat pertama kali hijrah ke Madinah.16 Teladan tersebut menunjukkan pentingnya
menyejahterakan diri sendiri dan masyarakat.
Apabila Senjaya adalah agen yang bergerak di bidang teknologi, Uswati bergerak di
bidang pendidikan. Ia adalah Direktur Khalifah Group yang didirikan Ippho Santosa. Ia
menaungi berbagai tim di Khalifah Group, seperti Daycare Khalifah, TK Khalifah, dan Perguruan
Tinggi Umar Usman. Kesemuanya bergerak di bidang pendidikan kewirausahaan dengan
penyertaan nilai-nilai Islami. Menurutnya, penanaman nilai wirausaha seharusnya ditanamkan
sejak dini merujuk pada kemampuan Rasulullah Muhammad SAW menghasilkan uang sejak
14 Berdasarkan website pribadi informan di www.muhaiminiqbal.blogspot.com. 15 Berdasarkan wawancara dengan Andreas Senjaya, 14 April 2014 pukul 18.35 WIB 16 ibid
Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014
umur enam tahun.17 Ia menjadikan Rasulullah sebagai teladan siswa agar mau berwirausaha
sedari kecil.
Memahami Makna dan Tujuan Wirausaha Islam Indonesia
Bagian ini akan menjelaskan bagaimana makna wirausaha Islam bagi para agennya. Ini
dilakukan semata-mata untuk mencari tahu bagaimana proses lahirnya pengusaha muslim dengan
wacana wirausaha Islamnya yang merupakan gejala yang baru terjadi di era reformasi. Mereka
melihat perlunya suatu gerakan Islam yang berbasis ekonomi di saat pergerakan Islam politik di
Indonesia semakin mandek. Mereka juga memilih perjuangan di ranah ekonomi karena belum
banyak agen Islam yang dengan serius memperhatikan permasalahan ini.
Muhaimin Iqbal dan Ippho Santosa misalnya, memaknai Islamic entrepreneurship
sebagai jalur perjuangan ekonomi berbasis syariah. Dengan kata lain, mereka melakukan jihad
ekonomi Islam. Dalam memaknainya sebagai jihad ekonomi Islam inilah, mereka ingin mencapai
beberapa tujuan. Pertama, jihad ekonomi Islam sebagai sarana mobilitas vertikal umat. Kedua,
sebagai sarana keadilan ekonomi. Dan yang ketiga, sebagai sarana rekonstruksi keislaman
modern.
Pertama, sebagai sarana mobilitas vertikal umat, Iqbal melihat bahwa masalah ekonomi
merupakan masalah yang amat mendasar yang perlu diselesaikan umat terlebih dahulu. Untuk itu,
ia menganjurkan jalur wirausaha, khususnya beternak, yang juga merupakan pekerjaan dan harta
terbaik umat, untuk dapat dimasuki oleh muslim. Pekerjaan dan harta terbaik ini merupakan
sarana mobilitas vertikal umat. Beternak adalah aktivitas yang berkah dan berlimpah.18
Pemaknaan ini lahir dari pembacaannya terhadap hadits yang mengatakan: “Hampir saja harta
muslim yang terbaik adalah kambing yang digembala di puncak gunung dan tempat jatuhnya
hujan. Dengan membawa agamanya dia lari dari beberapa fitnah (kemungkaran atau
peperangan sesama muslim)” (H.R. Bukhari).19
Selain pembacaannya terhadap hadits, pemaknaan itu juga dipengaruhi oleh kondisi
struktural masyarakat Indonesia, khususnya muslim, yang mengalami kekurangan konsumsi
17 Berdasarkan wawancara dengan Nuha Uswati, 15 April 2014 18 Iqbal memberikan nama bisnis peternakannya dengan Bank Kambing (Lambbank). Bank Kambing terletak di Desa Singajaya, Jonggol, Bogor sehingga wilayahnya dinamakan Jonggol Farm. Ia dan mitra bisnis melakukan inovasi dengan membentuk sistem jual beli di Bank Kambing yang memudahkan siapa saja yang ingin bertransaksi, persis seperti bank konvensional. Lebih lengkap lihat situs resmi Bank Kambing di www.lambbank.com. 19 Berdasarkan tulisannya berjudul “Digaji dengan Kambing, Mau?” di www.geraidinar.com
Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014
daging justru di tengah alam Indonesia yang berlimpah ruah. Menurutnya, kekurangan konsumsi
daging akan membuat generasi muslim semakin melemah. Sudah seharusnya muslim sadar akan
kondisi kekurangan gizi ini.
Dalam memaknai Islamic entrepreneurship sebagai sarana mobilitas vertikal umat, ia
tidak hanya berhenti pada gagasan pentingnya beternak dan wirausaha. Seperti terlihat dari
pergolakan pemikiran di situsnya, ia juga memberikan solusi keuangan berupa dinar–dirham,
bukan uang kertas, apalagi uang digital (bitcoin) yang tidak memiliki basis penjaminnya (uang
fiat). Dalam suatu wawancara, ia mengaku sangat geram dengan sistem ribawi ala kapitalisme.20
Menurutnya, sistem ribawi ini harus segara dihapuskan dengan sistem keuangan syariah.
Selain menganjurkan beternak dan dinar-dirham, pemaknaan Islamic entrepreneurship
Iqbal terlihat dari diberikannya pendidikan Islamic entrepreneurship di Startup Center. Iqbal
mengaku lebih suka memberikan pelatihan dan bimbingan wirausaha dibandingkan seminar besar
yang komersil. Menurutnya, perubahan sikap yang dialami peserta seminar wirausaha hanya
bersifat sementara (temporary).21 Ia lebih puas dengan adanya tindakan langsung peserta
didiknya, yaitu membuka usaha, begitu selesai ia berikan pelatihan.
“(Islam)…bukan suatu keharusan tetapi suatu kebutuhan. Jadi, kalau diharuskan seolah-olah dipaksakan. Tetapi suatu kebutuhan, bedanya adalah kebutuhan kita ummat ini butuh rakyat ini butuh. …Karena tanpa solusi Islam, tanpa petunjuk, kita udah tahun 59 tahun merdeka sekarang, dengan bumi begitu makmur tapi kita makan daging aja nggak cukup, iya kan? Ya kita butuh mindset yang berbeda. Nah siapa lagi yang menawarkan kalau bukan petunjuk? Kalau kita ber-exercise lagi menawarkan konsep baru tidak ada dasarnya, rakyat eksperimen lagi. Kita harus kembali ke petunjuk karena petunjuk itu kebenarannya hakiki, lintas waktu. Jadi ga usah eksperimen lagi, tinggal kita jalani betul-betul. Dan itu janji Allah. Barang siapa berpegang pada Islam tidak akan bersedih, tidak akan.” - Wawancara dengan Muhaimin Iqbal, pengusaha muslim, 8 April 2014 pukul 16.49 WIB
Islamic entrepreneurship sebagai sarana mobilitas vertikal tersebut juga dimiliki Ippho
Santosa. Ia dalam buku-bukunya mengaku ingin menjadikan Islamic entrepreneurship sebagai
sarana mobilitas vertikal umat (Santosa, 2010). Untuk mewujudkan idenya itu, ia berfokus pada
jalur pendidikan yang tersampaikan dalam bentuk tulisan dan buku. Ide itu berkutat mengenai
kekayaan dan rezeki dalam Islam (Santosa, 2010; Santosa, 2011; Santosa, 2012; Santosa, 2013).
Sebenarnya, yang ia lakukan dalam tulisan-tulisannya adalah mendidik dengan cara
20 Berdasarkan wawancara dengan Muhaimin Iqbal, 8 April 2014 pukul 16.49 WIB 21 ibid
Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014
merekonstruksi pemahaman umum (common sense) muslim kontemporer, terutama makna
kekayaan, wirausaha dan beramal dalam Islam. Ini ia lakukan sebagai pembangkit semangat
berwirausaha muslim agar mampu melakukan mobilitas vertikal dan merebut sumberdaya
ekonomi yang dikuasai non-muslim. Pada titik ini, pemaknaan Islamic entrepreneurship-nya
mirip dengan Iqbal: sarana mobilitas vertikal umat.
“Lantas, manakah dalil-dalil yang menganjurkan untuk kaya? Inilah beberapa pesan Nabi: Allah SWT lebih menyukai muslim yang kuat iman dan nafkahnya daripada muslim yang lemah. …Sebaik-baiknya harta adalah harta yang dimiliki orang yang saleh”. …Kekayaan tidak membawa mudharat bagi orang-orang yang bertakwa kepada Allah SWT.” – Buku 7 Keajaiban Rezeki, halaman 79.
Santosa seringkali membeberkan arti penting kaya dalam muslim. Ia seringkali
mencontohkan tokoh besar Islam seperti Nabi Muhammad SAW, keluarganya, dan sahabatnya
adalah orang yang kaya raya. Hanya saja, mereka tetap menjalani hidup sederhana (zuhud).
Bahkan, dua pendiri organisasi Islam terbesar di Indonesia, Ahmad Dahlan (Muhammadiyah) dan
Hasyim Ashari (Nahdlatul Ulama) merupakan orang yang kaya raya. Ia lebih lanjut menjelaskan
bahwa Tuhan bersifat Maha Kaya sehingga muslim harus mengikutinya (Santosa, 2011). Dari
situ ia mengambil kesimpulan bahwa tidak ada alasan bagi muslim untuk tidak menjadi kaya.
Selain Iqbal dan Santosa, Uswati juga melihat Islamic entrepreneurship sebagai suatu
kebutuhan bagi muslim yang ingin melakukan mobilitas vertikal. Untuk itulah, dibutuhkan
pendidikan yang berfokus pada Islamic entrepreneurship. Ia menyesalkan selama ini pendidikan
TK di Indonesia belum ada yang berdasarkan kewirausahaan Islam.22 Padahal, wirausaha
merupakan jalan bagi siapapun yang ingin mewujudkan kualitas hidup yang lebih baik, terutama
dalam segi keuangan. Dari dasar itulah, ia ingin mewujudkan anak-anak yang memiliki cita-cita
besar sebagai entrepreneur moslem dengan keteladanan Nabi Muhammad SAW melalui TK
Khalifah.
Kedua, sebagai sarana pewujudan keadilan ekonomi umat. Islamic entrepreneurship tidak
berhenti pada upaya mencapai kekayaan/mobilitas vertikal saja. Ia juga mencakup bagaimana
upaya mencapai keadilan ekonomi umat. Inilah yang ditekankan betul oleh Iqbal, terutama
mengingat kondisi ekonomi umat yang terpuruk di Indonesia. Meskipun secara populasi
terbanyak, muslim terbelakang secara ekonomi. Dengan kata lain, telah terjadi ketimpangan
ekonomi di Indonesia yang tidak hanya berbasiskan kelas tetapi juga agama. 22 Berdasarkan wawancara dengan Nuha Uswati, 15 April 2014
Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014
Iqbal melihat upaya mencapai keadilan ekonomi umat dilakukan dengan menerapkan
Islamic entrepreneurship dalam bisnis sehari-hari. Yang ia maksudkan adalah bisnis yang
berdasarkan nilai-nilai Islam, khususnya keadilan. Ini karena di dalam Islam, bisnis tidak hanya
bermakna untung rugi tetapi juga surga dan neraka.23 Dalam melaksanakan bisnis, pengusaha
harus tunduk pada tata aturan Islam, mulai dari cara mendapatkan hingga penggunaan hartanya.
Pengusaha dalam aturan Islam harus membagikan hartanya kepada yang berhak, yaitu kaum
miskin dan anak yatim. Disinilah relevansi ide-ide Islamic entrepreneurship dalam mengatasi
permasalahan keadilan ekonomi: Islamic entrepreneurship mampu membentuk pengusaha yang
sadar akan tanggung jawab sosial dari hartanya. Dengan kata lain, Islamic entrepreneurship
mampu menciptakan borjuis ‘saleh’.
Ketiga, sebagai sarana rekonstruksi keislaman modern, Islamic entrepreneurship hadir
dalam konteks keislaman Indonesia yang berfokus pada ranah politik. Sepanjang ekspresi
keislaman di Indonesia, wacana Islam ekonomi begitu jarang dieskternalisasikan agen-agen
Islamnya. Nampaknya, ini berkaitan erat dengan kondisi sosio – politik saat itu yang
mengharuskan agen Islam bergerak di ranah politik (Latif, 2012). Baru pada era reformasi, di
tengah beragamnya ekspresi keislaman muslim kontemporer, ekspresi keislaman Islam ekonomi
berupa Islamic entrepreneurship dieksternalisasikan gagasannya, dan mendapatkan tempat
tersendiri dalam gerakan keislaman di Indonesia (Fealy, 2008).
Di bagian ini, yang terpenting adalah memahami mengapa agen memaknai Islamic
entrepreneurship sebagaimana adanya sekarang? Mengapa pemaknaan Islamic entrepreneurship
melahirkan bentuk yang apolitis? Mengapa Islamic entrepreneurship mereka belum bersifat
ideologis, sebagaimana terjadi di Turki, misalnya. Hal ini penting untuk mengetahui gugus
makna terdalam agen Islamic entrepreneurship di Indonesia.
Iqbal dan Santosa, yang memaknai Islamic entrepreneurship sebagai jihad ekonomi untuk
mencapai tujuan mobilitas vertikal dan keadilan ekonomi umat, berasal dari golongan pengusaha
yang tidak berurusan langsung dengan ide-ide Islam politik atau ideologis di Indonesia. Mereka,
dan kelompok pengusaha muslim lainnya, hidup dan menghidupi tata aturan dan kebiasaan
(rules) seorang pengusaha, yang banyak berurusan dengan bahasa dan logika ekonomi seperti
keuangan, produktivitas dan efektivitas. Karena ingin menghidupi perekonomian syariah, mereka
menghidupi tata aturan ekonomi berdasarkan norma ekonomi Islam. Aturan dan kebiasaan (rules)
23 Berdasarkan wawancara dengan Muhaimin Iqbal, 8 April 2014 pukul 16.49 WIB
Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014
mereka berbeda dengan intelektual - politisi Islam maupun pengusaha sekuler, misalnya. Selain
berbicara dan menghidupi bahasa ekonomi riil, mereka juga tidak terseret ke dalam arus politik,
sebagaimana yang dilakukan beberapa intelektual Islam kontemporer.
Dapat dikatakan, meskipun untuk sementara waktu, bahwa golongan pengusaha muslim
ini netral dari afiliasi politik dan ideologis. Ini karena mereka tidak merasakan ‘feel for the game’
di ranah politik. Sebaliknya, mereka amat menguasai ranah ekonomi, khususnya ekonomi
syariah. Dengan kalimat yang lebih sederhana, pengusaha muslim ini hendak mengenalkan
jargon “Islam ekonomi, yes! Islam politik, no!” kepada muslim kontemporer.
Perubahan pemaknaan Iqbal terhadap sistem ekonomi, dari kapitalisme sekuler ke
ekonomi syariah (jihad), merupakan gejala yang tidak langsung terbentuk begitu saja. Pertama,
Iqbal sebagai agen memiliki kemampuan diskursif (discursive consciousness) untuk melihat
bagaimana sistem perekonomian di Indonesia yang sekuler telah merugikan umat. Setelah
mengetahui hal tersebut, ia lalu melakukan praktik wirausaha Islam secara berulang untuk
menunjukkan kebenaran pemaknaannya tersebut. Pada tahap ini dan setelahnya, Iqbal telah
melakukan pembiasaan dari praktik berulang (habituasi) Islamic entrepreneurship sehingga
wacana tersebut telah menjadi begitu praktis dan tidak dipertanyakan lagi (practical
consciousness). Hingga sekarang, ia, mitra dan pengikut wacananya telah melakukan praksis
sosial Islamic entrepreneurship yang berasal dari perubahan makna, yaitu kapitalisme ke syariah,
hingga Islamic entrepreneurship telah menjadi practical consciousness bagi komunitas di
sekeliling pengusaha muslim.
Wirausaha Islam Indonesia dan Kondisi Sosio Historis Yang Melahirkannya
Iqbal, dalam bukunya “Ayo Berdagang!”(2008) menyatakan bahwa Belanda yang telah
menjajah Indonesia lebih dari 350 tahun memiliki andil besar tercerabutnya spirit dan aktivitas
dagang di kalangan muslim pribumi. Mereka mengondisikan agar pribumi berprofesi sebagai
pegawai. Sementara, sektor perdagangan diserahkan kepada kelompok minoritas China dan Arab.
Kenyataan ini mengakibatkan profesi pegawai dipersepsikan lebih terhormat oleh sebagian besar
pribumi dibanding dengan profesi pedagang hingga saat ini. Dengan kata lain, ia hendak berkata
bahwa muslim kontemporer mengidap mentalitas post-kolonial yang akut.
Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014
Pernyataan Iqbal di atas patut dilihat dari pergerakan Islam di Indonesia. Sejauh ini,
pergerakan Islam ekonomi, khususnya Islamic entrepreneurship, masih pada tahap awal
pembentukannya di Indonesia. Ia belum terdengar saat Indonesia belum merdeka, baru saja
merdeka, maupun saat orde baru. Islam saat orde baru misalnya, lebih bercorak intelektual -
birokratis sifatnya dibandingkan ekonomi.24 Pada era reformasi dengan kemajuan teknologi dan
informasi, barulah Islam yang ekonomi - kultural sifatnya bisa lahir.
Hal ini bisa dilacak dari genealogi pergerakan Islam di Indonesia yang dinamis, yang
berubah-ubah mengikuti kondisi rezim yang berkuasa. Pergerakan Islam dan respons
intelegensianya selalu berubah-ubah mengikuti perubahan sosial di masyarakat Indonesia (Latif,
2012). Pada konteks pasca kemerdekaan dan Orde Baru saja, gerakan Islam memiliki wajah yang
amat berbeda. Saat Indonesia baru saja merdeka, terdapat gerakan Islam yang amat politis dengan
keinginan membentuk Indonesia menjadi negara Islam. Pemikiran dan gerakan yang dipelopori
pemikiran Natsir ini menginginkan Indonesia didirikan atas dasar hukum dan syariat Islam. Ide
ini kemudian gagal karena marjinalisasi politik Islam saat Orde Baru yang hanya menerima
maksim developmentalism dan Pancasila. Praktis, wacana Islam politis tidak dapat hadir dalam
wacana dominan bernegara sehingga intelektual Islam Orde Baru memilih merekonstruksi
gerakan Islam, dari radikal - konservatif menuju moderat, akomodasionis dan liberal (Barton,
1999; Latif, 2012).
Karena secara struktural negara pada orde baru amat dominan mengurusi pembangunan,
tidak banyak ide-ide pembangunan alternatif yang dilakukan masyarakat saat itu. Negara
menjadikan Islam sekedar agama pengetahuan untuk hidup sehari-hari, yang berfokus pada
persoalan-persoalan keilmuan dan ibadah dalam Islam (ibadah mahdhoh). Keadaan ini berubah
total ketika orde reformasi dengan kemajuan teknologi dan informasinya, telah melahirkan
formasi sosial pengusaha muslim yang berjihad di ranah ekonomi umat. Meskipun terdapat kritik
menjadikan agama sekedar komoditas (Fealy, 2008), nyatanya jihad ekonomi mereka lebih luas
dari sekedar jual-beli agama.
24 Mengenai bagaimana wajah Islam Indonesia saat orde baru yang dipenuhi dengan pemikiran intelektualnya, lihat Barton (1999) dan Latif (2012).
Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014
Tabel 4.3: Genealogi Gerakan Islam di Indonesia
Momentum Sejarah Kondisi Struktural Respons Gerakan Islam
Pra-Kemerdekaan Mengekang: Kebijakan
Diskriminatif Kolonial Belanda
Islam Ekonomi – Politis:
Serikat Dagang Islam
(SDI)
Pasca Kemerdekaan Mengekang: Anomie Politik Islam Politis: Negara
Islam
Orde Baru Mengekang: Marjinalisasi Islam
Politik
Islam Politis - Intelektual:
Moderat, Liberal dan
Modernis
Orde Reformasi Memberdayakan: Kemajuan
informasi dan teknologi;
Komoditisasi Islam;
Tersebarnya Otoritas Keislaman
Islam Ekonomi: Islamic
Entrepreneurship
Sumber: Latif (2012), Fealy (2008) dengan beberapa perubahan.
Teori strukturasi melihat bagaimana gejala empiris, seperti praksis keislaman sehari-hari,
dipengaruhi oleh struktur sosial. Dengan menggunakan kacamata strukturasinya, makna dan
gerakan keislaman yang berubah-ubah tersebut akan terlihat sebagai upaya para agen untuk
menyelaraskan makna dan gerakan keislaman agar sesuai dengan kondisi aktual struktur
sosialnya. Artinya, agen muslim memahami bahwa struktur sosial dapat bersifat mengekang
(constraining) atau memberdayakan (enabling) pergerakan Islam sehingga mereka dapat memilih
mana gerakan yang tepat bagi kepentingan mereka. Makna dan tujuan gerakan keislaman
bukanlah hal yang agen dapatkan dari langit (ahistoris), ia terbentuk dari kesadaran diskursif
(discursive consciousness) para agen terhadap struktur sosialnya, yaitu struktur signifikasi,
dominasi dan legitimasi, yang spesifik ruang dan waktunya.
Dari pemikiran itu, akan terbaca bahwa agen/intelektual Islam di Indonesia adalah
manusia yang refleksif dengan kemampuan mereka merekonstruksi dan memobilisasi gerakan
keislaman pada tiap masa, yang berbeda corak pemerintahan dan masyarakatnya. Apabila agen
pembaharu Islam dalam Orde Baru adalah intelektual Islam dengan struktur yang mengekang,
Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014
agen pembaharu dalam masa reformasi bukan saja sekedar intelektual Islam.25Agen pembaharu
Islam justru lahir dari rahim ekonomi, bukan politik, dengan pengusaha yang sadar akan
kepentingan aktual umat. Agen-agen Islam inilah yang memahami bagaimana perubahan
struktur, dari mengekang ke memberdayakan, dapat dimanfaatkan untuk pergerakan Islam yang
relevan.
Lantas, struktur seperti apa yang mampu membentuk dan menjadikan pengusaha muslim
sebagai agen Islam? Dari sudut pandang strukturasi, kelahiran agen pembaharu Islam yang terdiri
dari pengusaha tersebut adalah buah dari struktur memberdayakan (enabling) yang baru
didapatkan muslim pada era reformasi. Secara historis, dari zaman pra-kemerdekaan hingga Orde
Baru, struktur negara bersifat mengekang (constraining) pergerakan Islam (Latif, 2012).
Perubahan struktural yang terjadi pada tahun 1998 memiliki dampak yang signifikan pada
gerakan keislaman. Baru pada orde reformasi-lah struktur bersifat memberdayakan (enabling)
pergerakan Islam untuk meluas. Ini dapat dilihat dari munculnya beragam wajah Islam pada era
reformasi, dari masing-masing kutub ideologisnya.
Praksis Sosial Wirausaha Islam Indonesia
Praksis sosial Islamic entrepreneurship di Indonesia beragam bentuk dan cakupannya.
Namun, dapat dikatakan terdapat tiga kategori umum yang menonjol dalam Islamic
entrepreneurship di Indonesia. Ketiganya adalah praksis sosial Islamic entrepreneurship di ranah
bisnis, edukasi, dan komunitas. Meskipun di kenyataannya ketiganya kadang berbenturan,
ketiganya dapat memetakan dengan tepat bagaimana praksis sosial Islamic entrepreneurship di
Indonesia berjalan.
Pertama, di ranah bisnis, Islamic entrepreneurship bergerak dengan mengutamakan nilai-
nilai Islam yang ketat. Meskipun tetap mendapatkan keuntungan seperti bisnis lainnya, bisnis
dalam Islamic entrepreneurship menjunjung tinggi syariah dalam aktivitasnya. Bisnis Iqbal
misalnya, hampir kesemuanya merupakan bisnis berdasarkan Islamic entrepreneurship. Beberapa
bisnis pribadinya, mulai dari Bank Kambing hingga Rumah Madu, terinspirasi dari ayat-ayat
25Memang, tetap ada intelektual Islam yang terus berupaya mengkontekstualisasikan ajaran Islam ke dalam kenyataan sosial di Indonesia. Hanya saja, wacana mereka berputar-putar pada wacana ‘horizontal’, yaitu liberalisme, sekularisme dan modernisme. Mereka jarang sekali, bahkan bisa dikatakan tidak pernah, membahas persoalan vertikal/kelas dalam muslim kontemporer.
Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014
Quran yang ia renungi maknanya (tadabbur). Begitu pun bisnis sosialnya yang berbentuk Bazaar
Madinah yang terinspirasi dari pasar di era Rasulullah. Selain Iqbal, Santosa juga memiliki bisnis
yang berbasis syariah seperti TK Khalifah sampai Perguruan Tinggi Umar Usman. Bisnis, bagi
pengusaha muslim, tidak dapat dipisahkan sedikit pun dari ajaran Islam. Bisnis bagi mereka
bukan hanya perkara untung-rugi, sebagaimana kapitalis Barat melihatnya, tetapi juga surga-
neraka.
Kedua, di ranah edukasi, Iqbal dan Santosa juga menempatkan Islamic entrepreneurship
sebagai tema utama gerakan keislamannya. Buku-buku yang mereka terbitkan banyak membahas
Islamic entrepreneurship. Iqbal misalnya, telah menerbitkan buku Ayo Berdagang! (2008),
Kambing Putih Bukan Kambing Hitam (2011) dan Inspiring One (2012) yang kesemuanya
berbicara tentang Islamic entrepreneurship. Buku-buku sejenis juga diterbitkan Santosa dengan
beberapa buku best-sellernya seperti 7 Keajaiban Rezeki (2010), Percepatan Rezeki dalam 40
Hari (2011), Hanya 2 Menit (2012) dan Moslem Millionaire (2013). Dapat dikatakan, buku-buku
tersebut mengubah fokus keislaman muslim kontemporer agar bergerak di ranah ekonomi
dibandingkan terlalu berfokus pada ranah politik–ideologis sebagaimana yang terjadi di era
sebelumnya.
Selain melalui buku, edukasi Islamic entrepreneurship juga dilangsungkan melalui
seminar – training dan sekolah yang didirikan pengusaha muslim tersebut. Seminar Islamic
entrepreneurship-nya Santosa yang berjudul 7 Keajaiban Rezeki misalnya, telah menjadi seminar
terbesar se-Indonesia pada tahun 2011 (Santosa, 2011). Selain seminar, Santosa juga mendirikan
TK Khalifah dan Perguruan Tinggi Umar Usman. Keduanya sama-sama berfokus pada edukasi
Islamic entrepreneurship bagi muslim kontemporer.
Pemaknaan Iqbal terhadap Islamic entrepreneurship-nya telah mendorongnya untuk
memobilisasikan sumberdaya ekonominya untuk membentuk praksis sosial Islamic
entrepreneurship. Mobilisasi sumberdaya ekonomi ini lalu pada gilirannya memobilisasi orang
(politik) untuk bergerak bersama-sama memakmurkan pasar syariah. Mobilisasi keduanya,
ekonomi dan politik, membentuk praktik sosial sehari-hari umat, seperti jual beli secara syariah.
Belum berhenti di bisnis sosial dan pribadi, Iqbal juga memutuskan untuk mengedukasi pemuda
muslim melalui Islamic entrepreneurship-nya. Buku, sharing, dan bimbingan mengenai bisnis
selalu ia lakukan untuk mengembangkan semangat berwirausaha umat.
Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014
Hal yang penting untuk diketahui adalah bagaimana akumulasi kekayaan (resources)
yang dimiliki Iqbal dan Santosa telah memampukan mereka untuk terus melakukan praksis sosial
Islamic entrepreneurship. Artinya, praksis sosial Islamic entrepreneurship memerlukan
kesinambungan dari kapasitas sumberdaya yang dimiliki oleh agen. Praktik Islamic
entrepreneurship tidak akan bertahan lama apabila tidak menguntungkan atau tidak menambah
kekayaan mereka. Disinilah, bagaimana sumberdaya (resources) agen bekerja dalam
memampukan praksis sosial sehari-hari Islamic entrepreneurship.
Kesimpulan
Setelah memberikan bagaimana pemaknaan para agen Islam baru tersebut, terlihat
bagaimana wirausaha Islam di Indonesia bukan sekedar komoditas tanpa nilai dan tujuan, yang
kebetulan, sedang laris-larisnya. Wacana wirausaha Islam di Indonesia adalah jihad ekonomi
Islam melawan sistem kapitalisme yang telah merugikan posisi objektif umat muslim di
Indonesia. Struktur yang memberdayakan Islam (enabling) dengan sumberdaya dan tata
aturannya juga telah memungkinkan para agen untuk melakukan praksis sosialnya. Praktik sosial
sehari-hari agen di level interaksional juga telah menunjukkan bagaimana nilai-nilai Islam begitu
metodologis, bukan sekedar ideologis. Dengan kata lain, wirausaha Islam Indonesia merupakan
upaya counter-hegemony terhadap kapitalisme yang serius.
Meskipun begitu, wacana wirausaha Islam di Indonesia cenderung apolitis. Ini terlihat
dari para agennya yang tidak terlihat memiliki afiliasi politis – ideologis tertentu sehingga
menyebabkan sifatnya yang inklusif. Nampaknya, ini diakibatkan tujuannya yang membuatnya
sebisa mungkin mendapatkan sebanyak-banyaknya pengikut (jamaah). Patut dinantikan di masa
yang akan datang, bagaimana sifat wirausaha Islam di Indonesia. Akankah ia berubah bentuk
menjadi ideologis sebagaimana yang terjadi di Turki? Atau, ia sekedar menjadi komoditas sehari-
hari sebagaimana yang telah terjadi? Nampaknya, jawaban atas pertanyaan ini amat bergantung
pada bagaimana relasi antara struktur – agen dalam demokrasi Indonesia yang semakin
memberdayakan Islam. Bagaimanapun, wirausaha Islam Indonesia akan tetap menjadi suatu
bentuk wacana pemberdayaan akar rumput yang riil.
Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014
Daftar Pustaka
Buku: Barton, Greg. 1999. Gagasan Islam Liberal di Indonesia: Pemikiran Neo-Modernisme
Nurcholish Madjid, Djohan Effendi, Ahmad Wahib dan Abdurrahman Wahid. Jakarta: Pustaka Antara.
Fealy, Greg dan Sally White (ed). 2008. Expressing Islam: Religious Life and Politics in Indonesia. Singapore: ISEAS Publications.
Giddens, Anthony. 1984. The Constitution of Society: Outline of Theory of Structuration. Cambridge: Polity Press.
Latif, Yudi. 2005. Intelegensia Muslim dan Kuasa: Genealogi Intelegensia Muslim Indonesia Abad ke-20. Bandung: Mizan.
Neuman, W. L. 2003. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approach. Boston: Pearson Education.
Santosa, Ippho. 2011. Percepatan Rezeki Dalam 40 Hari Dengan Otak Kanan. Jakarta: Gramedia.
Santosa, Ippho. 2010. 7 Keajaiban Rezeki: Rezeki Bertambah, Nasib Berubah, dalam 99 Hari dengan Otak Kanan. Jakarta: Gramedia.
Santosa, Ippho. 2012. Hanya 2 Menit: Anda Bisa Tahu Potensi Rezeki Anda. Jakarta: Gramedia. Santosa, Ippho. 2013. Moslem Millionaire: Menguasai Cinta dan Harta dalam 365 Hari. Jakarta:
Gramedia.
Jurnal: Noruzi, Reza,E.M.B.A., PhD. 2011. A quick look on islamic entrepreneurship. Interdisciplinary
Journal of Contemporary Research in Business, 2(10), 478-484. Diakses darihttp://search.proquest.com/docview/857667362?accountid=17242.
Tesis/Disertasi:
Adas, E. B. 2003. Profit and the prophet: Culture and politics of islamic entrepreneurs in turkey. (Order No. 3086001, University of Illinois at Urbana-Champaign). ProQuest Dissertations and Theses, , 202-202 p. Diakses darihttp://search.proquest.com/docview/305332630?accountid=17242.(305332630).
Kayed, R. 2006. Islamic entrepreneurship: A Case Study of Kingdom of Saudi Arabia. Disertasi
Doktoral. Massey University. Diakses dari http://hdl.handle.net/10179/1491.
Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014