Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1
-
Upload
arinta-purwi-suharti -
Category
Documents
-
view
223 -
download
0
Transcript of Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1
-
7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1
1/24
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Pepaya (Carica papaya Linn.)
Pepaya berasal dari Amerika Tengah dan Mexico Selatan. Namun, pepaya dibudidayakan
di negara-negara dengan iklim tropis, di mana Indonesia merupakan salah satunya (Tyler,
1993).
Pepaya dapat tumbuh pada ketinggian 1-1000 m di atas permukaan laut (Eisai, 1986;Lembaga Biologi Nasional, 1977). Habitat pepaya yang paling baik adalah pada tanah
subur dengan pengairan yang baik yang mempunyai banyak kandungan humus (Lembaga
Biologi Nasional, 1977).
1.1.1 Taksonomi Pepaya (Carica PapayaLinn.)
Pepaya termasuk dalam dunia Plantae, divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae,
kelas Dicotyledonae, bangsa Cistales, suku Caricaceae, marga Carica, jenis Carica papaya
Linn. ( Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2000).
1.1.2 Kandungan Kimia Daun Pepaya (Carica papaya Linn.)
Daun pepaya mengandung -karoten (116-514 ppm), 4 % papain, 0,07 % karpain,
polifenol, asam organik, dan terpenoid (2) (3) (Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, 2000).
Papain merupakan enzim proteolitik (pemutus ikatan protein). Dilihat dari strukturnya,
papain merupakan rantai peptida tunggal yang terdiri dari 212 residu asam amino yang
terlipat menjadi dua bagian, dengan bobot molekul 23.406 Da dan mempunyai satu gugus -
SH. Papain mempunyai rentang pH yang lebar (4,0-8,0) , dengan pH optimum antara 6,0-
(2) Felter H.V. and J.U. Lloyd, 1898, Carica Papaya, Kings American Dispensatory [Serial Online],
http://www.henriettesherbal.com/eclectic/kings/ carica.html. [18 Oktober 2006].
(3) Jozef, F., 2005, The Chemical Anthropology of Antimicrobial Plants, Skadi.net [Serial Online],http://forum.skadi.net/showthread.php?p=353823[7 Oktober 2006].
2
-
7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1
2/24
3
7,0. Papain bekerja optimum pada suhu 50-60 oC (4). Papain akan terdegradasi pada suhu
lebih tinggi dari 60 oC(4).
Papain mempunyai kemampuan exfoliating, yang bekerja pada kelenjar sebaseus (tempat
sebum diproduksi), yaitu mengangkat sel kulit mati dan membantu pertumbuhan sel kulit
baru, sehingga kulit wajah akan tampak lebih bersih, putih, dan bersinar.
Karpain (suatu alkaloid) dan terpenoid yang terkandung dalam pepaya mempunyai efek
antimikroba dan efek antiprotozoa (3)(Cowan, 1999). Osato et al., menemukan bahwa getah
dari lateks pepaya bersifat bakteriostatik terhadapB. subtilis, Enterobacter cloacae, E. coli,
Salmonella typhi, Staphylococcus aureus, danProteus vulgaris(3).
Gambar 1.1 Struktur karpain
1.2 Kulit
Kulit merupakan struktur pelindung tubuh yang sempurna terhadap pengaruh luar, baik
pengaruh fisik maupun pengaruh kimia dan merupakan membran barrierfisiologik yang
penting, karena ia mampu menahan penetrasi bahan gas, cair maupun padat baik yang
berasal dari lingkungan tubuh maupun dari komponen mikroorganisme. Meskipun kulit
relatif permeabel terhadap senyawa-senyawa kimia, namun dalam keadaan tertentu
kulit dapat ditembus oleh senyawa obat atau bahan berbahaya yang dapat menimbulkan
(4) Purnomo, Y., 2006, Optimasi Penambahan Crude Papain dan Suhu Inkubasi pada Proses Pembuatan Virgin CoconutOil, Kimi@net, LIPI, [Serial Online],http://www.kimianet.lipi.go.id/utama.cgi?bacaforum&berita& 1136515852&3[5 Oktober2006].
-
7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1
3/24
4
efek terapetik atau efek toksik, baik yang bersifat setempat (lokal) maupun sistemik
(Aiache, 1993).
Penilaian aktivitas farmakologi sediaan topikal menunjukkan pentingnya bahan
pembawa dalam proses pelepasan dan absorpsi zat aktif. Selain itu terbukti pula bahwa
pemilihan bahan pembawa yang tepat dapat meningkatkan aksi zat aktif, baik lama aksi
maupun intensitasnya (Aiache, 1993).
Pemahaman tentang anatomi dan fisiologi kulit serta faktor-faktor fisiko-kimia dan pato-
fisiologi yang mempengaruhi permeabilitas kulit sangat diperlukan, sehingga dapat
dirancang bentuk sediaan yang sesuai dengan tujuan pemakaian yang dikehendaki.
2.2.1Anatomi Fisiologi Kulit
Kulit merupakan jaringan perlindungan yang lentur dan elastis, menutupi seluruh
permukaan tubuh dan merupakan 5% berat tubuh (Aiache, 1993). Kulit menerima
dari peredaran darah dalam tubuh (Chien, 1992; Chien, 1987). Dengan ketebalan hanya
beberapa milimeter (2,97 0,28 mm), kulit memisahkan organ vital dengan lingkungan
luar. Kulit berperan sebagai pelindung (protective barrier) dari serangan fisika, kimia,
atau mikrobiologi. Kulit sangat berperan pada pengaturan suhu tubuh (thermostat),
regulasi tekanan darah, melindungi tubuh dari penetrasi sinar ultraviolet, mendeteksi
adanya rangsangan dari luar serta untuk mengeluarkan kotoran (Aiache, 1993; Chien,
1992).
Secara mikroskopis, kulit merupakan organ multilayer yang terbentuk dari beberapa
lapisan histologis (Aiache, 1993; Chien, 1992; Chien, 1987),yaitu: (dari luar ke dalam)
a) Lapisan epidermis
Dibagi menjadi 5 lapisan, di mana lapisan terluar merupakan lapisan yang paling
banyak menerima kontak dari lingkungan luar (Gambar 1.2).
b) Lapisan dermis
Lapisan ini tersusun atas pembuluh darah dan pembuluh getah bening.
c) Hipodermis
Pada lapisan ini terdapat ujung-ujung syaraf dan lapisan jaringan di bawah kulit
yang berlemak.
-
7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1
4/24
5
Gambar 1.2 Penampang kulit manusia
Kulit mempunyai aneksa, kelenjar keringat dan kelenjar sebum (glandula sebaceous)
yang berasal dari lapisan hipodermis atau dermis dan bermuara pada permukaan dan
membentuk daerah yang tidak berkesinambungan pada epidermis (Gambar 1.3).
Lapisan-lapisan pada kulit manusia :
a) Epidermis
Epidermis merupakan lapisan epitel, tebal rata-rata 200 m, dengan sel-sel yang
berdiferensiasi bertahap dari bagian yang lebih dalam menuju ke permukaan dengan
proses keratinisasi. Epidermis dibedakan atas 2 bagian (seperti terlihat pada gambar
1.3 ), yaitu lapisan malfigi yang hidup, menempel pada dermis = viable epidermis=
living epidermis dan lapisan tanduk yang tersusun atas sekumpulan sel-sel matiyang mengalami keratinisasi.
-
7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1
5/24
6
Gambar 1.3 Lapisan malfigi dan lapisan tanduk
Bagian dari epidermis :
1. Sel Malfigi
Lapisan dasar atau stratum germinativum tersusun atas deretan sel unik berbentuk
kubus dengan sisi 6 m yang saling berhimpitan satu dengan lainnya dan terletak di
atas membran basal, terpisah dari dermis oleh epidermis. Lapisan sel-sel ini
merupakan pusat kegiatan metabolik yang mengendalikan pembelahan sel dan
pembentukan sel-sel sub junction lainnya.
Selama perubahan, sel-sel malfigi membuat tiga elemen spesifik yaitu: tonofibril,
granul keratohialin, dan senyawa lipida (lembaran Odland). Tonofibril merupakan
benang protein yang miskin ikatan sulfida, tergabung membentuk serabut dengan
diameter sekitar 100 . Sebagian serabut tersebut melekat pada dinding sel pada
bagian desmosom, yang lainnya bebas dalam sitoplasma. Granul keratohialin
merupakan protein amorf yang kaya akan ikatan sulfida. Sedangkan, granul lipida/
lembaran Odland lebih kecil dibandingkan dengan sel-sel yang menyusun
keratohialin. Lembaran tersebut dipenuhi oleh lipida yang tersusun atas lapisan
rangkap 2 (dua) dengan ketebalan 20 .
Secara skematik sel malfigi dan berbagai perubahan kimia senyawa penyusunannya
dapat dilihat pada gambar 1.4
-
7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1
6/24
7
Gambar 1.4 Struktur sel malfigi dan perubahan kimia bahan penyusunnya
Epidermis terdiri dari beberapa desmosom yang diselubungi oleh semen
glukosaminoglikan. Ikatan antar sel ditentukan oleh desmosoma yang tampak
sebagai membran rangkap dan tebal serta saling berhadapan.
Pada akhir diferensiasi sel mukus malfigi yang berlendir, lembaran Odland bergeser
menuju perifer dan mengosongkan isinya melalui eksositosis dalam ruang seluler
yang berisi lembaran lipida, yang sejajar dengan membran. Pada tahap ini terbentukbarrier difusi terhadap air dan senyawa-senyawa yang larut dalam air (Aiache,
1993).
2. Lapisan Tanduk (stratum corneum)
Lima persen (5 %) dari sel tanduk (stratum corneum) merupakan elemen pelindung
yang paling efisien. Membran tersebut tahan terhadap bahan reduktor keratolitik,
sebagian besar protease, senyawa-senyawa alkali dan senyawa-senyawa asam.
Ketahanan ini tidak hanya disebabkan oleh adanya jembatan disulfida, tetapi juga oleh
ikatan kovalen antar molekul yang belum banyak diketahui. Serat keratin yang
menyusun 50% lapisan tanduk, dan bersifat inert. Serat keratin tersebut dilindungi oleh
senyawa amorf berdaya tahan tinggi dan sangat kaya akan ikatan disulfida, senyawa
tersebut hanya dapat dirusak oleh bahan reduktor, basa dan asam pekat (Aiache, 1993).
Senyawa larut dalam air (urea, asam organik, asam amino) yang terdapat pada bagian
dalam sel tanduk mempunyai sifat higroskopis sedemikian rupa, sehingga sel tersebut
-
7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1
7/24
8
mampu menahan air dari keringat atau lingkungan luar. Pembasahan terjadi perlahan
secara osmosis melalui lipida interseluler. Air mutlak diperlukan untuk menjaga sifat
mekanik lapisan tanduk. Pada keadaan normal ia mengandung air 10-20% (Aiache,
1993).
Lipida yang terdapat dalam lapisan tanduk (stratum corneum) merupakan 7-9% dari
berat jaringan keseluruhan dan terutama terdiri atas asam lemak bebas atau esternya,
fosfolipida, skualen dan kolesterol. Berbagai kandungan tersebut dapat teremulsikan
dengan air.
Sel-sel tanduk berbentuk poliedrik dan lempeng , ukuran rata-rata adalah 25 - 0,5 ,
bertumpuk satu di atas lainnya dan saling menutup. Jumlah lapisan sel pada lapisantanduk (stratum corneum) tidak sama, rata-rata 20 - 30 sel pada sebagian besar bagian
tubuh manusia. Sel-sel yang lebih dalam keadaannya lebih kompak dan terikat dengan
kuat satu dengan lainnya (stratum corneum conjunctum); pada permukaan ia terlepas
dan luruh (stratum corneumdisjunctum).
Stratum corneum terdiri dari beberapa lapisan yang kompak (compacted). Sel-sel
tersebut tidak aktif secara fisiologis dan diperbaharui secara berkesinambungan,
biasanya terjadi setiap dua minggu pada manusia dewasa normal. Regenerasi sel ini
terjadi melalui mitosis pada lapisan basal dari epidermis, di mana lapisan ini
disebut sebagai lapisanpoliferative / germinal (Chien, 1992; Chien, 1987).
Permukaan kulit manusia rata-rata mnengandung 10-70 rambut folikel dan 200-250
kelenjar keringat per 1 cm2kulit (Chien, 1992; Chien, 1987).
Keratin terakumulasi pada saat diferensiasi epidermis dan bertindak sebagai komponen
utama dari stratum corneum. Kuku dan rambut akan tumbuh pada lapisan epidermis
ini. Pada diferensiasi epidermis awal, sel didominasi dengan keratin dengan bobot
molekul rendah, di mana kemudian berubah menjadi polipeptida dengan bobot molekul
yang lebih tinggi. Polipeptida keratin disintesis sebagai pasangan asam-basa.
Komponen ini distabilkan oleh pembentukan jembatan disulfida dan tidak bisa
dilarutkan jika tidak ada reduktor.
-
7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1
8/24
9
b) Dermis dan Hipodermis
Dermis merupakan jaringan penyangga berserat dengan ketebalan rata-rata 3 - 5 mm,
peranan utamanya adalah sebagai pemberi nutrisi pada epidermis. Berdasarkan
tinjauan kualitatif dan susunan ruang serabut kolagen dan elastin, dermis terdiri atas
dua lapisan anatomik, yaitu lapisan papiler jaringan kendur yang terletak tepat di
bawah epidermis dan lapisan retikuler pada bagian dalam yang merupakan jaringan
penyangga yang padat.
Anyaman pembuluh darah dan pembuluh getah bening terletak pada daerah papiler
dengan kedalaman 100 - 200 m. Hipodermis dan jaringan penyangga kendur,
mengandung sejumlah kelenjar lemak dan juga mengandung glomerulus kelenjar
keringat.
c) Aneksa Kulit (Aiache, 1993)
Aneksa kulit (gambar 1.5) terdiri atas sistem pilosebaseus dan kelenjar sudoripori.
Setiap bulu rambut membentuk saluran epidermis yang masuk ke dalam dermis dan
selanjutnya membentuk selubung luar bulu rambut tersebut. Bagian yang paling dalam,
tertanam oleh akar pada sebuah papila dari jaringan penyangga dermik yang
mempunyai banyak pembuluh darah. Selubung epitel bagian dalam mengelilingirambut mulai dari akarnya sampai di tempat yang berhubungan dengan kelenjar
sebaseus.
Gambar 1.5 Aneksa kulit
-
7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1
9/24
10
Pada umumnya kelenjar sebaseus menempel pada folikel rambut, kecuali pada
beberapa daerah yang berbulu jarang dan terletak pada jarak sekitar 500 m dari
permukaan kulit.
2.2.2 Permeasi melalui Kulit
Aplikasi sediaan kosmetik gel digunakan untuk efek lokal, yaitu penetrasi zat aktif hanya
terbatas sampai ke dalam lapisan tanduk (stratum corneum), folikel rambut, kelenjar
sebaseus, kelenjar keringat, dan dermis. Namun, syarat dari mekanisme tersebut ialah
obat tersebut harus dapat menembus membran barrier(penetrasi stratum corneum).
Absorpsi secara sistemik suatu sediaan kosmetik juga dapat memberikan efek yang
tidak dikehendaki dan dapat mendorong timbulnya toksisitas perkutan (Aiache, 1993).
Pada pengobatan setempat sering diperlukan penetrasi zat aktif ke dalam struktur kulit
yang lebih dalam, sehingga konsentrasi dalam jaringan yang terletak di bawah daerah
pemakaian harus cukup tinggi untuk mendapatkan efek yang dikehendaki (Aiache, 1993).
Pada tahun 1853, ditemukan bahwa lapisan kulit tidak mempunyai permeabilitas yang
sama. Epidermis kurang permeabel jika dibandingkan dengan dermis. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa stratum corneum bertindak sebagai skin permeation barrier (Chien,
1992).
Absorpsi perkutan merupakan gabungan fenomena penetrasi suatu senyawa dari
lingkungan luar ke bagian kulit sebelah dalam dan fenomena absorpsi dari struktur kulit
ke dalam peredaran darah atau getah bening. Istilah "perkutan" menunjukkan bahwa
penetrasi terjadi pada lapisan epidermis dan absorpsi dapat terjadi pada lapisan
epidermis yang berbeda (Aiache, 1993; Chien, 1987).
Penetrasi melintasi stratum corneum dapat terjadi melalui penetrasi transepidermal dan
penetrasi transappendageal / trans appendageal route(rute melalui folikel rambut). Rute
penetrasi transepidermalpada kulit dibagi menjadi dua,yaitu inter cellular routedan trans
cellular route(5).
(5)
Anonim. Transdermal Drug Delivery. http://faculty.mercer.edu/banga ak/pha326/Transdermal%20handout%20rev%2006%20-%206%20per%20page.pdf [26 May 2006].
-
7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1
10/24
11
Pada kulit normal, jalur penetrasi obat umumnya melalui epidermis (transepidermal)
dibandingkan penetrasi melalui folikel rambut maupun melewati kelenjar keringat
(transappendageal). Jumlah obat yang terpenetrasi melalui jalur transepidermal
berdasarkan luas permukaan pengolesan dan tebal membran. Kulit merupakan organ yang
bersifat aktif secara metabolik dan kemungkinan dapat merubah obat setelah penggunaan
secara topikal. Biotransformasi yang terjadi ini dapat berperan sebagai faktor penentu
kecepatan (rate limiting step) pada proses absorpsi perkutan (Swarbrick and Boylan,
1995).
a) Penetrasi transepidermal
Sebagian besar penetrasi zat adalah melalui kontak dengan lapisan stratum corneum. Jalur
penetrasi melalui stratum corneum ini dapat dibedakan menjadi jalur transeluler dan
interseluler.
Gambar 1.6 Jalur penetrasi transepidermal
Prinsip masuknya penetran ke dalam stratum corneum adalah koefisien partisi dari
penetran. Obat yang bersifat hidrofilik akan berpartisi melalui jalur transelular, sedangkan
obat yang lipofilik akan masuk ke dalam stratum corneum melalui rute interselular.
Sebagian besar difusan berpenetrasi ke dalam stratum corneum melalui kedua rute
tersebut, hanya beberapa obat yang bersifat larut lemak berpartisi dalam corneocyt yang
-
7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1
11/24
12
mengandung residu lemak. Jalur interseluler yang berliku dapat berperan sebagai rute
utama permeasi obat dan penghalang utama dari sebagian besar penetrasi obat (Swarbrick
and Boylan, 1995).
Permeasi melalui rute transepidermalmerupakan proses yang kompleks dengan berbagai
penghalang yang harus dilalui. Obat harus dapat berpartisi keluar dari pembawa menuju
stratum corneum sebelum dapat berdifusi melalui epidermis dan dermis di mana obat
tersebut dapat dibawa melalui sirkulasi darah.
b) Penetrasitransappendageal
Penetrasi melalui rute transappendageal adalah penetrasi melalui kelenjar-kelenjar dan
folikel yang ada pada kulit. Setiap satu cm2kulit manusia terdapat 10 folikel rambut, 15
kelenjar minyak, dan 100 kelenjar keringat yang dapat dilalui oleh obat. Rute
transappendageal ini sangat berarti bagi ion-ion dan molekul dengan ukuran yang besar
yang berpermeasi lambat melalui stratum corneum(Swarbrick and Boylan, 1995).
Rute transappendageal ini dapat menghasilkan difusi yang lebih cepat segera setelah
penggunaan obat karena dapat menghilangkan waktu yang diperlukan oleh obat untuk
melintasi stratum corneum. Difusi melalui rute transappendageal ini dapat terjadi dalam
waktu lima menit dari pemakaian obat.
Gambar 1.7 Jalur penetrasitransappendageal
-
7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1
12/24
13
Fenomena dari absorpsi perkutan (atau permeasi kulit) dapat dijelaskan melalui beberapa
langkah, yaitu Penetrant molecule menempel pada permukaan kulit (permukaan stratum
corneum) kemudian molekul tersebut terpenetrasi (menembus) permukaan stratum
corneum. Selanjutnya, molekul tersebut akan mengalami difusi melalui viable epidermis
dan akhirnya tiba padapapillary layerdari dermis (drug uptake) dan menimbulkan efek
lokal (tidak terjadi absorpsi) (Chien, 1992).
Stratum corneumbertindak sebagai membran difusi pasif. Tidak ada transport aktif yang
terjadi pada mekanisme permeasi kulit ini (Chien, 1992).
1.3
Jerawat
Jerawat terjadi karena penyumbatan pada pilosebaseus dan peradangan yang dipicu oleh
bakteri Propionibacterium acnes, Staphylococcus epidermidis, dan Staphylococcus aureus.
Jerawat yang terjadi karena penyumbatan pada pilosebaseus biasa disebabkan oleh
tumpukan sebum pada infundibulum rambut yang dipicu oleh sekresi kelenjar sebaseus
yang hiperaktif dan hiperkeratosis pada infundibulum rambut. Tumpukan sebum ini juga
dapat memicu pertumbuhan bakteri jerawat yang menyebabkan peradangan, di sini jerawat
dapat dikatakan sebagai penyakit (Mitsui, 1997 ; Goodman and Gilman, 2001).
Proses terjadinya jerawat diawali dengan tertutupnya folikel sebaseus oleh sel kulit mati
sehingga menyebabkan terjadi akumulasi sebum. Sebum yang terakumulasi kemudian
menjadi sumber nutrisi bagi pertumbuhan Propionibacterium acnes.Bakteri ini kemudian
menghasilkan metabolit yang memicu terjadinya inflamasi. Sedangkan, Staphylococcus
epidermidis dapat menimbulkan infeksi sekunder pada jerawat, infeksi akan bertambah
parah jika jerawat sudah bernanah (Wertz and Michniak, 2000; Harry, 1973; Caroline,2006).
-
7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1
13/24
14
Gambar 1.8 Skema terjadinya jerawat (Mitsui, 1997)
Jerawat yang disebabkan oleh penyumbatan pada pilosebaseus disebut sebagai komedo.
Komedo adalah nama ilmiah dari pori-pori yang tersumbat oleh sebum yang memadat, bisa
terbuka atau tertutup. Komedo yang terbuka disebut juga sebagai blackhead, terlihat
seperti pori-pori yang membesar dan menghitam. Komedo yang tertutup, atau whitehead,
memiliki kulit yang tumbuh di atas pori-pori yang tersumbat; makanya terlihat sepertitonjolan putih kecil-kecil di bawah kulit. Jerawat jenis komedo ini disebabkan oleh sel-sel
kulit mati dan kelenjar minyak yang berlebihan pada kulit.
Blackheads dapat dihilangkan dengan plester pore strips (seperti Biore pore
pack), Scrub yang mengandung BHA/AHA, asam salisilat. Untuk whitehead, dapat
-
7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1
14/24
15
dihilangkan dengan pemakaian obat jerawat yang mengandung salicylic-acid (6) (Harry,
1962; Caroline, 2006).
1.3.1 Penyebab Terjadinya Jerawat
Ada tiga penyebab utama terjadinya jerawat (Mitsui, 1997).
a) Sekresi Kelenjar Sebaseus yang Hiperaktif
Pada kulit bagian dermis terdapat kelenjar sebaseus yang memproduksi lipida. Lipida yang
dihasilkan disalurkan ke permukaan kulit lewat pembuluh sebaseus dan bermuara pada
pori kulit. Kelenjar sebaseus yang hiperaktif menyebabkan produksi lipida berlebihan
sehingga kadar lipida pada kulit tinggi, sehingga mengakibatkan kulit berminyak.
Jika produksi lipida tidak diimbangi oleh pengeluaran yang sepadan maka akan terjadi
penimbunan dan menyebabkan pori tersumbat. Sebum yang mampat akan memicu
terjadinya inflamasi dan terbentuk jerawat.
Aktivitas kelenjar sebaseus dipacu oleh hormon testoteron, sehingga pada usia pubertas
(10-16 tahun) akan banyak timbul jerawat pada muka, dada, punggung, sedangkan pada
wanita, produksi lipida dari kelenjar sebaseus dipacu oleh hormon luteinizing yang
meningkat saat menjelang menstruasi.
b) Hiperkeratosis pada Infundibulum Rambut
Hiperkeratosis mudah terjadi pada infundibulum folikel rambut, yang menyebabkan sel
tanduk menjadi tebal dan menyumbat folikel rambut, serta membentuk komedo.
Jika folikel rambut pori tersumbat/menyempit maka sebum tidak bisa keluar secara normal,
akibatnya akan merangsang pertumbuhan bakteri jerawat yang menyebabkan peradangan.
Selain itu, adanya pengaruh sinar UV dapat menyebabkan jerawat bertambah parah, karena
adanya sinar matahari merangsang terjadinya keratinisasi. Jerawat juga bisa disebabkan
oleh muka yang kotor yang mengakibatkan pori-pori tersumbat.
c) Efek dari Bakteri
Kelebihan sekresi dan hiperkeratosis pada infundibulum rambut menyebabkan
terakumulasinya sebum. Sebum ini yang mengundang banyak timbulnya bakteri jerawat.
(6) InStyle, 2001, Jerawat Oh Jerawat, dunia-ibu.com[Serial Online], http://www.dunia-ibu.org/html/jerawat.html[5 Oktober2006].
-
7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1
15/24
16
Enzim lipase yang dihasilkan dari bakteri tersebut menguraikan trigliserida pada sebum
menjadi asam lemak bebas, yang menyebabkan inflamasi dan akhirnya terbentuk jerawat.
Ketiga faktor di atas dapat menyebabkan jerawat secara terpisah, tetapi ketiganya juga
dapat saling mempengaruhi untuk membentuk jerawat. Selain itu, masih ada faktor lain
yang dapat menyebabkan jerawat bertambah buruk, antara lain faktor genetik, makanan,
kerja berlebih, dan stress (Mitsui, 1997).
1.3.2 Prinsip pengobatan jerawat
Prinsip pengobatan jerawat dibagi menjadi empat mekanisme (Mitsui, 1997; Caroline,
2006). Prinsip pengobatan jerawat :
a.
Meningkatkan proses regenerasi kulit melalui pengelupasan kulit agar tidak terjadi
sumbatan pada permukaan kulit. Pengelupasan kulit dapat dilakukan dengan
menggunakan zat-zat kimia yang bersifat keratolitik, contohnya asam salisilat,
belerang.
b. Mengurangi produksi kelenjar sebaseus.
Produksi sebum pada kelenjar sebaseus dapat dikurangi dengan konsumsi obat-obat
anti androgen, contohnya isotretionin.
c.
Menghambat pertumbuhan bakteri pada kulit, terutama Propionibacterium acnes dan
Staphylococcus epidermidis dalam kelenjar sebaseus. Pertumbuhan bakteri di kulit
dapat diatasi dengan penggunaan antimikroba, baik secara topikal maupun secara
sistemik. Contoh antimikroba yang digunakan adalah antibiotik klindamisin dan
tetrasiklin.
d. Mengurangi radang
Radang dapat diatasi dengan penggunaan obat antiinflamasi yang dapat dikonsumsi
langsung atau dapat diinjeksi langsung pada jerawat.
-
7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1
16/24
17
1.4 Bakteri Jerawat
Bakteri penyebab jerawat umumnya adalah Propionibacterium acnes dan Staphylococcus
epidermidis.
1.4.1 Staphylococcus epidermidis
Staphylococcusadalah sel gram positif berbentuk bulat, biasanya tersusun dalam rangkaian
tak beraturan seperti anggur dan menghasilkan enzim katalase. Biakan bakteri ini tumbuh
optimum pada suhu 37 oC selama 18 jam (Jawetz, E. et al.,1996).
Staphylococcus epidermidis membentuk koloni berwarna abu-abu sampai putih,
merupakan bakteri non-patogen, bersifat koagulasa negatif, dan memfermentasi glukosa.
S.epidermidisdapat bersifat aerob dan anaerob fakultatif (Jawetz, E. et al.,1996).
S. epidermidismerupakan flora normal pada kulit. Infeksi lokal Staphylococcus muncul
sebagai suatu jerawat, infeksi folikel rambut, peradangan atau abses di infundibulum
ranbut. Biasanya peradangan berlangsung hebat, terlokalisasi, dan nyeri, yang mengalami
pernanahan sentral dan sembuh dengan cepat apabila nanah dikeluarkan (Jawetz, E. et
al.,1996; Wistreich and Lechtman, 1973).
1.4.2 Propionibacterium acnes
Propionibacterium acnes (P. acnes) merupakan suatu bakteri gram positif, anaerob
fakultatif, tumbuh di pori yang kecil, dan bertumbuh relatif lambat (inkubasi 72 jam).
Pertumbuhan optimum terjadi pada suhu 30-37 oC. Koloni bakteri ini pada media agar
berwarna kuning muda sampai merah muda dan memiliki bentuk yang khas (Caroline,
2006).
P. acnes merupakan bakteri penyebab jerawat (acne vulgaris). P. acneshidup berkoloni
pada kelenjar pilosebaceous (pada asam lemak) dari kulit manusia (pori-pori) dan folikel(7). Bakteri ini melepaskan lipase untuk mencerna kelebihan sebum (skin oil). Kombinasi
dari produk digestive (asam lemak) dan antigen bakteri menstimulasi inflamasi lokal yang
muncul pada folikel rambut. Kemudian, lesi akan membentuk permukaan menjadi bentuk
pustule (whitehead)(7).
(7) Brannan, C. 1998. Propionibacteria acnes. [email protected] [Serial Online].http://web.umr.edu/~microbio/BIO221_1998/P_acnes.html[18 Oktober 2006].
-
7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1
17/24
18
1.5 Gel
Gel merupakan sediaan semi padat, berbentuk suspensi partikel koloid yang terdispersi
dalam pelarut cair. Dengan adanya air, gel akan membentuk struktur 3 dimensi melalui
ikatan sambung silang (cross linked) dan akan menjerat air. Jumlah air yang banyak dalam
gel akan menghidrasi stratum corneum,sehingga terjadi perubahan permeabilitas, stratum
corneummenjadi lebih permeabel terhadap zat aktif yang dapat meningkatkan permeasi
zat aktif. Gel berpenampilan transparan (Banker, 1990) dan tidak berminyak serta
digunakan secara eksternal.
1.5.1 Sifat dan Karakteristik Gel
Sifat gel sangat khas. Sifat dan karakteristik gel yang khas (Zatz and Kusla, 1989) :
1. Swelling
Gel dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat mengabsorpsi larutan
yang mengakibatkan terjadi pertambahan volume. Pelarut akan berpenetrasi di antara
matriks gel dan terjadi interaksi antara pelarut dengan gel.
2. Sineresis
Sineresis adalah suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam masa gel
dan akibatnya akan keluar air yang terjerat dari dalam gel, disebabkan oleh
penyimpanan gel dalam waktu lama dan terjadi fluktuasi suhu pada penyimpanan gel.
Cairan yang terjerat akan keluar dan berada di atas permukaan gel. Mekanisme
terjadinya kontraksi berhubungan dengan fase relaksasi akibat tekanan elastis pada saat
terbentuknya gel. Adanya perubahan pada ketegaran gel akan mengakibatkan jarak
antara matriks berubah, sehingga memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan.
Sineresis dapat terjadi pada hidrogel maupun organogel.
3. Efek suhu
Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui penurunan
temperatur, tetapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah pemanasan sampai suhu
tertentu. Contohnya metil selulosa dan HPMC, terlarut dan membentuk gel pada air
dingin. Sedangkan, karagenan membentuk gel pada suhu 80 oC. Fenomena
pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan disebut
thermogelation.
-
7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1
18/24
19
4. Efek elektrolit
Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel hidrofilik, karena
ion akan berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap pelarut yang ada danterbentuk garam koloid yang larut. Contohnya, gel Na-alginat akan segera mengeras
dengan adanya sejumlah konsentrasi ion kalsium yang disebabkan karena terjadinya
pengendapan parsial dari alginat sebagai kalsium alginat yang tidak larut.
5. Rheologi
Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang terflokulasi
memberikan sifat aliran pseudoplastis yang khas, dan menunjukkan jalan aliran non
Newton yang dikarakterisasi oleh penurunan viskositas dan peningkatan laju aliran.
1.5.2 Penggolongan Gel
Penggolongan gel berdasarkan bentuk struktur gel (Swarbrick and Boyland, 1992) :
a. Kumparan acak
Struktur gel dibentuk oleh komponen pembentuk gel golongan polimer sintetik dan
derivate selulosa. Mekanisme pembentukan gel disebabkan adanya interaksi antara
polimer-pelarut atau terjadi penggabungan antara molekul polimer yang menyebabkan
jarak antar partikel menjadi kecil dan terbentuk ikatan silang antar molekul yang
jumlahnya makin lama makin banyak. Ikatan silang antar molekul akan mengurangi
mobilitas pelarut dan terbentuk massa gel. Penambahan jumlah polimer berikutnya
akan menaikkan sifat viskoelatisitas dan ketegaran massa gel.
b. Heliks
Struktur gel dibentuk oleh komponen pembentuk gel golongan gom xanthan dan
polisakarida dengan bentuk struktur gel lebih teratur akibat adanya jalinan antara dua
rantai polimer.
c. Batang
disebut juga struktur gel model egg box yang terjadi ikatan silang antara polimer
dengan kation divalen. Contoh yang spesifik adalah kalsium alginat.
d. Bangunan kartu
Struktur gel yang terbentuk dari partikel koloid terjadi akibat penggabungan antara
muatan positif dari koloid dengan muatan negatif dari permukaan datar partikel koloid.
-
7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1
19/24
20
(c)(a)
(d)
(b)
Gambar 1. 9 Bentuk struktur gel (Tarini, 1992)
(a.)Kumparan acak (b.) Heliks (c.)Batang (d.) Bangunan kartu
Untuk sediaan farmasi pembawa gel yang digunakan pada umumnya yang berbentuk
kumparan acak dengan mekanisme terjadi interaksi antar polimer. Ada 3 macam sifat
pelarut dalam struktur gel: pelarut yang bergerak bebas, pelarut yang terikat akibat adanya
ikatan hidrogen dan pelarut yang terjerat di dalam jaringan struktur gel. Berdasarkan ketiga
sifat tersebut, maka pembentukan gel tergantung dari konsentrasi polimer dan afinitas
pelarut terhadap pelarut. Pelarut yang biasa digunakan adalah air (hidrogel) dan pelarut
organik (organogel).
1.5.3 Keunggulan Gel
Keunggulan gel pada formulasi sediaan antijerawat :
1. Waktu kontak lama
Kulit mempunyai barrieryang cukup tebal, sehingga dibutuhkan waktu yang cukup
lama untuk zat aktif dapat berpenetrasi.
2. Kadar air dalam gel tinggi
Jumlah air yang banyak dalam gel akan menghidrasi stratum corneum sehingga terjadi
perubahan permeabilitas stratum corneummenjadi lebih permeabel terhadap zat aktif
yang dapat meningkatkan permeasi zat aktif.
3. Resiko timbulnya peradangan ditekan
-
7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1
20/24
21
Kandungan air yang banyak pada gel dapat mengurangi resiko peradangan lebih lanjut
akibat menumpuknya lipida pada pori-pori, karena lipida tersebut merupakan makanan
bakteri jerawat.
1.6 Preformulasi Bahan Pembantu
Bahan Pembantu pembuatan gel antara lain Karbopol, Hidroksipropil Metilselulosa
(HPMC),Hydroksypropyl Cellulose Low Viscosity (HPC-LV), trietanolamin (TEA), metil
paraben, fenoksi etanol, propilen glikol, natrium metabisulfit, dan disodium EDTA.
1.6.1 Hydroxypropyl Metil Cellulose (HPMC)
Berbentuk serbuk halus / granul yang berwarna putih agak kekuningan sampai putih, tidak
berasa dan berbau. HPMC termasuk bahan yang stabil meskipun bersifat higroskopis
setelah dikeringkan. Bahan ini larut dalam air dingin dan membentuk larutan koloid yang
kental. HPMC praktis tidak larut dalam etanol (95 %), tetapi larut dalam campuran air-
alkohol, di mana komposisi alkohol tidak boleh lebih dari 50 % b/b. Nilai pH untuk larutan
1 % b/v HPMC berkisar 5,5 - 8. HPMC dipakai secara luas dalam industri farmasi untuk
pembuatan sediaan oral dan topikal. Larutan HPMC stabil pada pH 3-11. Peningkatan
temperatur akan menyebabkan penurunan viskositas. HPMC membentuk transformasi sol-
gel yang reversible melalui pemanasan. Larutan HPMC dalam air yang disimpan dalam
jangka waktu lama sebaiknya diberi pengawet. Bahan ini tidak tercampur dengan beberapa
zat oksidator (Wade, 2003; Rowe et al., 2006).
Gambar 1.10 Struktur HPMC
1.6.2
Karbopol 934
-
7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1
21/24
22
Merupakan serbuk putih, bersifat asam, higroskopis, dengan bau khas. Karbopol
merupakan polimer asam akrilat yang mempunyai ikatan sambung silang (cross-linked)
dengan polyalkenyl ether atau divinyl glykol. Karbopol dapat larut dalam air dan setelah
dinetralkan dapat larut dalam etanol 95 % dan gliserin. Dispersi 1 % b/v Karbopol dalam
air mempunyai pH yang berkisar antara 2,5-3,0. Karbopol larut dalam air membentuk
koloid bersifat asam dengan viskositas rendah dan setelah dinetralkan viskositasnya
meningkat. Karbopol membentuk gel pada konsentrasi 0,5-2 % (Wade, 2003).
Sebelum dinetralkan dengan basa, Karbopol harus didispersikan dengan merata di dalam
air dan dihindari terbentuknya gumpalan yang tidak larut. Zat yang dapat digunakan untuk
menetralkan Karbopol antara lain asam amino, KOH, natrium bikarbonat, NaOH, TEA.
Viskositas paling maksimum terjadi pada pH 6-11, viskositas menurun pada pH < 3 dan >
12. Sebaiknya Karbopol disimpan dalam wadah tertutup rapat di tempat sejuk, kering, dan
resisten terhadap zat korosif (Wade, 2003).
Gambar 1.11 Struktur Karbopol
1.6.3 Hydroxypropyl Cellulose Low Viscosity (HPC-LV)
HPC-LV merupakan serbuk putih hingga agak kekuningan dengan bau khas dan bersifat
higroskopis. Kelarutan HPC-LV adalah satu bagian dalam 2,5 bagian etanol (95%) dansatu bagian dalam 2 bagian air (< 38 oC). HPC-LV tidak larut dalam air panas dan
mengendap pada suhu 40-45 oC. Nilai pH untuk larutan 1 % b/v HPC-LV berkisar 5 8,5.
HPC-LV dipakai secara luas dalam industri farmasi untuk pembuatan sediaan oral dan
topikal. Larutan HPC-LV stabil pada pH 6-8 (Rowe et al., 2006).
-
7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1
22/24
23
Gambar 1.12 Struktur HPC-LV
1.6.4 Trietanolamin (TEA)
Trietanolamin (TEA) merupakan cairan kental jernih, tidak berwarna hingga kuning pucat
dengan sedikit bau amonia. TEA biasa digunakan sebagai pengemulsi dan pembuatsuasana basa. Bahan ini dapat mengalami perubahan warna menjadi coklat akibat paparan
dengan udara dan cahaya. TEA sebaiknya disimpan dalam wadah kedap udara yang
terlindung dari cahaya di tempat yang sejuk dan kering (Wade, 2003).
1.6.5 Metil Paraben
Metil paraben berupa serbuk kristalin putih dan hampir tidak berbau. Metil paraben
merupakan pengawet antimikroba yang banyak digunakan dalam kosmetik, produkmakanan, dan formulasi farmasetika. Konsentrasi metil paraben yang dapat digunakan
untuk sediaan topikal adalah 0,02-0,3 % b/v. Metil paraben mempunyai aktivitas
antimikroba pada pH 4-8 dan stabil pada rentang pH tersebut selama empat tahun. Metil
paraben lebih efektif terhadap jamur daripada bakteri dan lebih efektif terhadap bakteri
gram positif daripada gram negatif. Kelarutan metil paraben adalah satu bagian dalam tiga
bagian etanol 95 %, satu bagian dalam lima bagian propilen glikol, dan satu bagian dalam
400 bagian air. Metil paraben harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, sejuk, dan
kering (Rowe et al., 2006).
Gambar 1.13 Struktur metil paraben
-
7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1
23/24
24
1.6.6 Fenoksi etanol
Fenoksi etanol merupakan cairan kental tidak berwarna dengan bau khas. Fenoksi etanol
digunakan sebagai pengawet antimikroba dan disinfektan. Fenoksi etanol efektif pada
rentang pH yang lebar dan efektif terutama terhadap bakteri gram negatif. Pada kosmetik
formulasi topikal, fenoksi etanol digunakan dengan konsentrasi 0,5-1 %. Fenoksi etanol
dapat bercampur dengan air ( 1 dalam 43), etanol, gliserin. Nilai pH untuk larutan 1 % b/v
fenoksi etanol adalah 6. Aktivitas fenoksi etanol meningkat jika digunakan bersama
paraben (Rowe et al., 2006).
Gambar 1.14 Struktur fenoksi etanol
1.6.7 Propilen glikol
Propilen glikol merupakan cairan kental jernih, tidak berwarna, dan sedikit bau khas.
Propilen glikolterutamadigunakan sebagai humectan, tetapi dapat juga digunakan sebagai
pengawet antimikroba dan disinfektan, di mana aktivitas antiseptiknya mirip dengan etanol
dan aktivitas terhadap jamur mirip dengan gliserin. Sebagai pengawet antimikroba
digunakan dengan konsentrasi 15-30 % pada sediaan semisolid. Propilen glikol dapat
bercampur dengan air, etanol (95 %), dan gliserin. Propilen glikol dapat melarutkan
kortikosteroid, fenol, sulfa, barbiturat, vitamin (A,D), dan kebanyakan alkaloid (Rowe et
al., 2006).
Gambar 1.15 Struktur propilen glikol
1.6.8 Natrium metabisulfit
-
7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1
24/24
25
Natrium metabisulfit (Na2S2O5) merupakan kristal prisma tidak berwarna atau serbuk
kristalin putih dan mempunyai bau khas sulfur dioksida. Natrium metabisulfit digunakan
sebagai antioksidan dengan konsentrasi 0,01-0,1 % b/v untuk formulasi sediaan topikal.
Nilai pH untuk larutan 5 % b/v adalah 3,5-5. Natrium metabisulfit agak larut dalam etanol
(95%) dan larut dalam air (1 bagian dalam 1,9 bagian air) (Rowe et al., 2006).
1.6.9 Disodium EDTA
Disodium Etilendiamine tetraasetat (disodium EDTA) merupakan serbuk kristalin putih,
tidak berbau, dan mempunyai rasa agak asam. Disodium EDTA digunakan sebagai
khelating agent dengan konsentrasi 0,005 0,1 % b/v untuk sediaan topikal. Disodium
EDTA di sini berfungsi untuk mencegah oksidasi (yang dikatalisis oleh ion logam). Nilai
pH disodium EDTA untuk larutan 1 % b/v dalam karbon dioksida bebas air adalah 4,3-4,7.
(Rowe et al., 2006).
Gambar 1.16 Struktur disodium EDTA (C10H14N2Na2O8. 2 H2O)