repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1136/1/BAB I_V.docx · Web viewSuhu yang optimum untuk...
Transcript of repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1136/1/BAB I_V.docx · Web viewSuhu yang optimum untuk...
1
I.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan Serukan ( Osteochilus sp ) merupakan salah satu ika yang air tawar
yang terdapat di Aceh Barat (Aceh). Ikan ini adalah salah satu spesies liar dari
family cyprinidae,hingga saat ini ikan serukan masih ditangkap di alam ( Sungai ),
dan belum masuk ke lingkungan budidaya. Ketersediaan benih sebagai unsur yang
mutlak dalam budidaya. Usaha budidaya tidak cukup bila hanya mengandalkan
benih secara alami, karena bersifat musiman seperti ikan serukan ( Osteochilus
sp ) yang ditemukan hanya pada awal musim hujan. Penyediaan benih tidak hanya
dalam jumlah yang cukup dan terus-menerus, tetapi diperlukan mutu yang baik
serta tepat sasaran.
Sejalan dengan perkembangan teknologi diberbagai bidang ilmu termasuk
bidang perikanan, budidaya ikan sedang mengarah ke berbagai budidaya intensif.
Intensifikasi di bidang perikanan menuntut adanya ketersediaan benih dalam
jumlah dan mutu yang memadai secara kontinyu. Kontinyuitas ketersediaan benih
tersebut membutuhkan kegiatan pembenihan yang intensif pula. Pembenihan yang
intensif membutuhkan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu,
penggalian ilmu pengetahuan dan teknologi adalah kegiatan praktikum di
lapangan bagi mahasiswa perikanan. Pemijahan dapat dilakukan dengan cara
alami atau buatan. Pemijahan alami dimaksudkan pemijahan yang dilakukan
secara alami antara jantan dan betina di dalam media pemijahan. Sedangkan
pemijahan buatan dilakukan di luar media pemijahan, biasanya dilakukan dengan
bantuan manusia atau dengan stripping ( pemijahan ). Saat ini, telah dijual
dipasaran hormon gonadotropin yang dibuat dari ekstrak kelenjar hipofisa, ikan
2
salmon dengan nama dagang ovaprim produksi Syndel Co, Vancoaver, Canada.
Adanya keberhasilan penemuan ekstrak hormon tersebut dapat memacu terjadinya
peningkatan proses pemijahan. Sehingga, dalam usaha kegiatan pemijahan ikan
akan memberikan dan meningkatkan hasil benih ikan yang berkualitas.
Telah banyak dilakukan upaya untuk meningkatkan produksi benih dengan
cara yang lebih maju seperti menggunakan ovaprim. Ovaprim telah terbukti
sukses dalam merangsang pemijahan ikan dari family cyprinidae
( Mas,tawes,koi,mas koky ).
3
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka identifikasi masalah yang dapat diambil
yaitu:
1. Hormon ovaprim adalah jenis hormon yang paling umum atau popular
digunakan untuk merangsang pemijahan ikan air tawar.
2. Ovaprim memiliki respon yang berbeda terhadap spesies ikan air
tawar,termasuk ikan serukan.
3. Ikan serukan adalah salah satu ikan dari family cyprinidae,yang masih liar
atau belum dibudidayakan saat ini.
4. Perlunya dicobakan penyuntikan ovaprim dengan dosis yang berbeda
untuk melihat daya rangsang atau ovulasi.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Penulis mengetahui waktu ovulasi ikan serukan setelah disuntik hormon
yang berbeda.
2. Untuk mengetahui dosis yang baik.
3. Utuk mengetahui angka ovulasi ( Ovulation Rate ).
1.4 Manfaat Penelitian
1. Penulis mengetahui waktu ovulasi ikan serukan setelah disuntik
menggunakan hormon yang berbeda.
2. Penulis mengetahui dosis yang optimal untuk ikan serukan.
3. Penulis mengetahui angka ovulasi ( Ovulation Rate ).
4
II.TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan Ciri-ciri Ikan Serukan (Ostheochilussp)
Ikan Serukan yang terletak pada gambar 1 merupakan ikan air tawar yang
termasuk famili cyprinidae. Menurut Retno (2002) klasifikasi ikan serukan adalah
sebagai berikut :Kelas :Pisces,Ordo : Ostariophysi,Sub-
ordo :Cyprinoidea,Famili :Cyprinidae,Sub-famili : Cyprininae,Genus :
Ostheochilus,Species : Ostheochilus hasselti cuvier and valenciennes,
(Ostheochilus sp ).
Gambar 1.Ikan Serukan (Ostheochilus sp)
Ciri – ciri ikan serukan adalah badan memanjang dan pipih ke samping
(compress ) memiliki panjang baku 2,5–3,0 kali tinggi badan, mulut dapat
disembulkan dengan bibir berkerut, sungut ada dua pasang dan permukaan sirip
punggung terletak di permukaan sirip dada. Menurut siripnya warna ikan serukan
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ikan serukan yang berwarna coklat kehitaman
dan coklat kehijauan pada punggungnya, terang dibagian perut dan ikan serukan
dengan punggung merah ( Hardjamulia 1980 dalam Retno 2002 ).
Ikan serukan merupakan jenis ikan sungai atau perairan tawar yang
bentuknya mirip ikan mas, tawes, dan karper, hanya perbedaannya lebih kecil,
badannya memanjang, dan sirip punggungnya lebih panjang. Pada kedua sudut
5
mulutnya terdapat dua pasang sungut peraba.Ukuran yang dipelihara di kolam
biasanya hanya sekitar 25 cm dengan berat lebih kurang 150 gram.Di perairan
bebas dapat mencapai 32 cm.
2.2 Habitat Ikan Serukan
Ikan serukan ( Osteochilus sp ) merupakan ikan endemik ( asli ) Indonesia
yang hidup di sungai – sungai dan rawa – rawa. Di habitat tersebut mudah
ditumbuhi pakan alami dari kelompok peryphyton seperti cyanophyceae,
chlorophyceae yang berfungsi sebagai sumber makanan penting bagi
invertebrata,berudu, dan ikan. Peryphyton juga berfungsi sebagai indikator
penting dariair, dan mampu menghilangkan polutan padat dan terlarut serta
mampu mengurangi kekeruhan. Peryphyton memiliki respon yang cepat terhadap
perubahan kualitas air. Selain peryphyton di sungai dan rawa-rawa ditumbuhi
dengan ceratophyllum atau tanaman hornwort yang sering mengambang di bawah
permukaan air dan bereproduksi dalam jumlah besar, yang mana berfungsi untuk
melindungi ikan yang sedang bertelur, serta mampu memproduksi oksigen tinggi,
biasanya tanaman hornwort ini digunakan di akuarium air tawar.
Ikan serukan hidup di lingkungan air tawar dengan kisaran kandungan
oksigen terlarut yang cukup yaitu 5-8 mg/L ( Cholik et al.2005 ). Di daerah tropis
umumnya ikan serukan dipelihara dengan baik pada daerah dengan ketinggian
150 –m dari permukaan laut, tapi ketinggian optimumnya 800 m dari permukaan
laut. Ikan serukan akan melakukan pemijahan pada kondisi oksigen berkisar
antara 5-6 mg/L, karbondioksida bebas yang optimum untuk kelangsungan hidup
ikan yaitu ≤ 1 ppm ( Willoughby 1999 ). Suhu yang optimum untuk kelangsungan
hidup ikan serukan berkisar antara 18 - 28°C ( Asmawi 1983 ) dan untuk pH
6
berkisar antara6 - 8,6 ppm, serta kandungan ammonia yang disarankan adalah <
0,5 mg/L( Susanto 2001 ) .
2.3 Kebiasaan Makan Ikan Serukan
Makanan ikan serukan yaitu detritus dan jasad penempel peryphyton
seperti ganggang (chlorophyceae, cyanophyceae), cyanobacteria, mikroba
heterotrofik,dan detritus yang melekat dan terendam pada permukaan air. Pada
stadia larva dan benih, ikan serukan memakan fitoplankton dan zooplankton atau
jenis alga ber-selsatu seperti diatom dan ganggang yang termasuk ke dalam kelas
cyanophyceae dan chlorophyceae yang mengandung klorofil a dan klorofil b dan
protein ( Syandri 2004; Cholik et al. 2005 ), Sedangkan ikan serukan dewasa
memakan tumbuh-tumbuhan air seperti chlorophyceae, characeae,
ceratophyllaceae, polygonaceae ( Susanto 2001 ).
Dari kelompok famili ciprinidae ikan serukan termasuk ikan yang tahan
terhadap serangan penyakit, diduga dengan kebiasaan makan ikan serukan
termasuk kedalam kelompok omnivora dimana pakan yang dikonsumsi
didominasi dengan pakan alami dari kelompok ganggang yang mudah tumbuh di
perairan, yang disinyalir banyak mengandung antibodi. Dengan mayoritas
makanannya berupa peryphyton dan tumbuhan yang menempel di jaring apung.
( Jangkaru 1989 ).
2.4 Reproduksi Ikan Serukan
Reproduksi adalah kemampuan individu untuk menghasilkan keturunan
sebagai upaya untuk melestarikan jenis atau kelompoknya. Ikan memiliki
reproduksi yang berbeda-beda tergantung pada jenis, tingkah laku dan habitatnya.
Sebagian ikan memiliki jumlah telur banyak, namun ukuran telur tersebut relatif
kecil dan sintasannya rendah. Sebaliknya ikan yang memiliki telur yang sedikit
7
mempunyai ukuran telur yang besar. Reproduksi ikan dikontrol oleh kelenjar
pituitari yaitu kelenjar hipotalamus, hipofisis dan gonad yang dipengaruhi oleh
adanya pengaruh dari lingkungan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi
reproduksi diantaranya yaitu temperatur, cahaya, dan cuaca. Ikan serukan betina
dapat mulai dipijahkan dari umur satu hingga satu setengah tahun dengan berat
badan sekitar 100 g. Ikan jantan sudah mulai dipijahkan sekitar umur delapan
bulan.Induk betina dapat dipijahkan setiap tiga dan empat bulan sekali. Ikan
jantan dan betina dapat dibedakan dengan cara memijit bagian perut ke arah anus.
Ikan jantan akan mengeluarkan cairan putih susu dari lubang genitalnya,
sedangkan betina tidak. Induk betina yang sudah matang telur dapat dicirikan
dengan perutnya yang relatif membesar dan lunak bila diraba, serta dari lubang
genital keluar cairan jernih kekuningan bila perut perlahan-lahan ke arah
anus.Induk yang dipijahkan diberok dahulu selama tiga sampai tujuh
hari.Pemberokan jantan dan betina sebaiknya pada kolam yang terpisah (
Sumantadinata 1983 ).
Kematangan gonad ikan pada umumnya adalah tahapan pada saat
perkembangan gonad sebelum memijah. Selama proses reproduksi, sebagian
energi dipakai untuk perkembangan gonad. Bobot ikan akan mencapai maksimum
sesaat ikan akan memijah kemudian akan menurun dengan cepat selama proses
pemijahan berlangsung sampai selesai. Pertambahan bobot gonad ikan betina pada
saat stadium matang gonad dapat mencapai 10-25% dari bobot tubuh, dan pada
ikan jantan 5-10 %. Lebih lanjut dikemukakan bahwa semakin bertambahnya
tingkat kematangan gonad, telur yang ada dalam gonad akan semakin besar (
Effendie 1997 ). Pendapat ini diperkuat oleh Chinabut et al. (1991) bahwa
kematangan gonad ikan dicirikan dengan perkembangan diameter rata-rata telur
8
dan pola distribusi ukuran telurnya. Tingkat kematangan gonad ikan betina secara
morfologi dan histologi adalah sebagai berikut :
a. Tingkat I : Ovari masih kecil dan seperti benang, warna ovari merah
muda,memanjang di rongga perut. Secara histologi didominasi oleh oogonia
berukuran 7.5-12.5 μm, dan inti sel besar.
b. Tingkat II : Ukuran ovarium bertambah besar, warna ovari berubah menjadi
coklat muda, butiran telur belum terlihat. Secara histologi, Oogonia menjadi
oosit, ukuran 200-250 μm membentuk kantung kuning telur. Sitoplasma
berwarna ungu.
c. Tingkat III : Ukuran ovari relative besar dan mengisi hampir seperti garongga
perut. Butiran-butiran telur telihat jelas dan berwarna kuning muda.Secara
histologi luben berisi telur.Ukuran oosit 750-1125 μm.Inti mulai tampak.
d. Tingkat IV : Gonad mengisi penuh rongga perut, semakin pejal dan warna
butiran telur kuning tua. Butiran telur besarnya hampir sama dan mudah
dipisahkan. Kantung tubulus seminifer agak lunak. Secara histologi inti
terlihat jelas dan sebaran kuning telur mendominasi oosit. Ukuran oosit1300-
1500 μm.
2.5 Kinerja Reproduksi
Kinerja reproduksi merupakan suatu proses yang berkelanjutan pada ikan
akibat adanya rangsangan dari luar ataupun dari dalam tubuh ikan itu sendiri.
Rangsangan tersebut dapat berupa rangsangan hormonal ataupun rangsangan
lingkungan. Rangsangan hormonal yang terjadi pada induk ikan betina berbeda
dengan induk jantan. Pada induk betina, rangsangan hormonal ditujukan untuk
pembentukan telur dan pematangannya, sedangkan pada ikan jantan rangsangan
tersebut untuk pembentukan sperma ( Dodi,2009 ).
9
Perkembangan gonad pada ikan membutuhkan hormon gonadotropin yang
dilepaskan oleh kelenjar pituitari yang kemudian terbawa aliran darah masuk
kegonad. Gonadotropin kemudian masuk ke sel teka, menstimulasi terbentuknya
testosteron yang kemudian akan masuk ke sel granulosa untuk dirubah oleh enzim
aromatase menjadi estradiol 17β. Hormon estradiol 17β kemudian masuk kedalam
hati melalui aliran darah dan merangsang hati untuk mensintesis vitelogenin yang
akan dialirkan lewat darah menuju gonad untuk diserap oleh oosit sehingga
penyerapan vitelogenin ini desertai dengan perkembangan diameter telur
(Sumantri 2006 Dalam Dodi 2009 ).
2.6 Manipulasi Hormon dalam Maturasi
Pakan secara intensif. Menurut Subagja et al ( 2006 ) peranan pakan induk
memberikan dampak/ hasil terhadap jumlah indukan yang matang gonad, hal ini
sesuai pendapat yang dikemukakan oleh Watanabe ( 1998 ), kualitas dan kuantitas
pakan yang diberikan kepada induk ikan penting untuk keberhasilan
pematangan,pemijahan dan kualitas telur. Peranan pakan buatan yang diberikan
pada induk dengan kadar protein 42% dengan ransum harian sebanyak 2% dari
bobot biomassa diberikan 2 kali yakni pagi dan sore hari ( Djajasewaka et al
2005).
Pada umumnya hormon yang digunakan untuk merangsang ikan agar
memijah atau matang gonad adalah hormon alami ( kelenjar hipofisa ) dan
hormon buatan. Hormon alami diperoleh dari kelenjar hipofisa ikan, kelenjar
hipofisa ini terdiri dari 4 bagian yang masing-masing memiliki nama yang
berbeda, adapun urut-urutan bagian dari kelenjar hipofisa ini dari depan
kebelakang adalah pars tubelaris, pars anterior, pars intermedius, dan neurophysis.
Pars anterior mempunyai peranan penting bagi pembiakan karena menghasilkan
10
hormon gonadotropin yang berkerja merangsang kematangan gonad
(Susanto,1996 ). Hormon buatan yang sering digunakan untuk merangsang ikan
adalah LHRH-a atau HCG ( misal Ovaprim dan Pregnyl ). LHRH-a bisa di jual
dalam bentuk serbuk dan kemasan ampul ( botol kecil ), sedangkan ovaprim dijual
dalam bentuk cairan dengan kemasan botol, biasanya setiap botol berisi 10 ml.
( Ghufran,dan Khordi,2005 ).
Gonadotropin adalah hormon berbahan baku protein yang dihasilkan oleh
hipofisa. Hormon ini memanipulasi gonad sehingga bisa matang dan berovulasi.
Hormon gonadotropin bisa berbentuk ekstrak kelenjar hipofisa ikan dan
gonadotropin mamalia ( seperti HCG = Human Chorionic Gonadotropin, LH =
Luteinizing Hormone, FSH = Folicle Stimulating Hormone, dan PMSG =
Pregnant Mare Serum Gonadotropin ). LHRH (Luteinizing Hormone Realizing
Hormone ) merupakan hormon dari golongan protein yang dihasilkan oleh
hipotalamus. Hormon steroid pernah dicoba untuk merangsang ovulasi dan
pemijahan tapi hasilnya belum memuaskan. Percobaan ini menggunakan hormon
steroid yang masih terbatas pada lele Arfika ( Clarias gariepenus ) serta lele India
( Heteropneustes fossis ) ( Effendi,2004 ). Penyuntikan dengan kelenjar hipofisa
dapat dilakukan dengan berbagai dosis tergantung tingkat kematangan gonadnya.
Dosis hormon hipofisa terlihat dari perbandingan berat ikan donor dengan ikan
resipien mulai 1:1, 2:1, atau 3:1, sedangkan pemakaian ovaprim secara standar 0,5
ml/kg berat induk, akan tetapi terkadang digunakan dosis yang lebih rendah
seperti 0,2 atau 0,3 ml/kg induk, tergantung jenis ikan, tingkat kematangan gonad
dan faktor-faktor lainnya.
Manipulasi hormon untuk kegiatan pemijahan dapat dilakukan dengan dua
pendekatan yaitu, pendekatan hipofisa dan hipotalamus. Pendekatan hipofisa
11
berperan untuk memacu ovulasi dan pemijahan, sedangkan pendekatan
hipotalamus berperan memacu vitelogenesis pada awal perkembangan gonad
sampai fase dorman dan merangsang pemijahan. Pada kegiatan pemijahan,
pendekatan hipofisa dilakukan pada induk ikan sudah matang gonad.
2.7 Hormon Ovaprim
Hormon merupakan suatu senyawa yang ekskresikan oleh kelenjar
endokrin, dimana kelenjar endokrin adalah kelenjar buntu yang tidak memiliki
saluran ( Zairin, 2002 ). Kelenjar endokrin pada ikan menurut Lagler et al.( 1962 )
dalam Gusrina ( 2008 ) terdapat beberapa organ antara lain adalah pituitari,
pineal, thymus, jaringan ginjal, jaringan kromaffin, interregnal tissue, corpuscles
of stannus, thyroid, ultibranchial, pancreatic islets, intestinal tissue, intestitial
tissue of gonads dan urohypophysis.
Hormon juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas
pada ikan. Dosis hormon yang diberikan sangat erat kaitannya dengan efisiensi
dan selanjutnya akan mempengaruhi nilai ekonomis jika pemberian hormon
dosisnya terlalu rendah maka akan menyebabkan proses sex reversal yang
berlangsung kurang sempurna ( Zairin, 2002 ).
Ovaprim adalah campuran analog salmon GnRH dan Anti dopamine
dinyatakan bahwa setiap 1 mL ovaprim mengandung 20 mg sGnRH-a ( D-Arg6-
Trp7, Lcu8,Prog-NET ) – LHRH dan 10 mg Anti dopamine. Ovaprim juga
berperan dalam memacu terjadinya ovulasi. Pada proses pematangan gonad
GnRH analog yang terkandung di dalamnya berperan merangsang hipofisa untuk
melepaskan gonadotropin. Sedangkan sekresi gonadotropin akan dihambat oleh
dopamine. Bila dopamine dihalangi dengan antagonisnya maka peran dopamine
akan terhenti, sehingga sekresi gonadotropin akan meningkat ( Gusrina, 2008 ).
12
Osman et al ( 2012 ) melaporkan,bahwa penggunaan ovaprim dengan
dosis 0,4ml/kg menghasilkan angka ovulasi (%) sebesar 87 % ,ini lebih tinggi dari
penggunaan dosis 0,5ml/kg yang menghasilkan angka ovulasi sebesar 75 % , yang
dicobakan pada ikan Labeo rohita ( Cyprinidae ).
Sinjal ( 2014 ) melaporkan,bahwa penyuntikan ovaprim pada lele dumbo
( Clarias gariepinus ) didapatkan dosis yang terbaik adalah 0,3 ml/kg terdapat
ovulasi (Latensi waktu mijah) dibandingkan dengan control,dan perlakuan lain 0,6
ml/kg,0,9 ml/kg.
Novianto ( 2004 ) melaporkan,bahwa penyuntikan hormone ovaprim-C
pada ikan sumatera ( Puntius tetrazona ) didapatkan dosis yang terbaik adalah 0,7
ml/kg terhadapa ovulasi dibandingkan dengan perlakuan lain 0,3 ml/kg,0,6ml/kg.
2.8 Penyuntikan Induk
Menurut Sutisna dan Sutarmanto ( 1995 ), teknik penyuntikan dengan arah
jarum suntik membuat sudut 60° dari ekor bagian belakang dan jarum dimasukkan
sedalam kurang lebih 1,5 cm. Hal ini ditunjukkan supaya ovaprim benar – benar
masuk ke bagian organ target. Pada saat dilakukan penyuntikan sebaiknya ikan
dibungkus dengan jaring agar tidak lepas. Pada ikan yang lebih besar biasanya
penyuntikkan dilakukan lebih dari satu orang, yakni orang pertama memegang
ekor dan kepala, sedangkan orang yang lainnya menyuntikkan hormon ovaprim.
Santoso ( 1997 ) menambahkan penyuntikan disarankan mengarah ke bagian
depan (arah kepala) ikan, agar tidak mengenai organ bagian pencernaan dan
tulang ikan. Apabila mengenai organ tersebut maka proses penyuntikkan tidak
akan memacu kelenjar hipofisa untuk mengeluarkan hormon GnRH dalam proses
pemijahan ( tidak terjadinya proses pemijahan ).
13
Teknik penyuntikan hormon pada ikan ada 3 yaitu intra muscular
( penyuntikan kedalam otot ), intra peritorial ( penyuntikan pada rongga perut ),
dan intra cranial ( penyuntikan di kepala ) ( Susanto, 1999 ). Dari ketiga teknik
penyuntikkan yang paling umum dan mudah dilakukan adalah intra muscular,
karena pada bagian ini tidak merusak organ yang penting bagi ikan dalam
melakukan proses metabolisme seperti biasanya dan tingkat keberhasilan lebih
tinggi dibandingkan dengan lainnya. Menurut Muhammad et al ( 2001 ) secara
intra muscular yaitu pada 5 sisik ke belakang dan 2 sisik ke bawah bagian sirip
punggung ikan.
14
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Maret 2015
bertempat di hatchery Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Teuku
Umar, Meulaboh,Kabupaten Aceh Barat ( Percobaan I ), dan di UPR Meunasah
Krueng ( Percobaan II ).
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1. Alat
Tabel 1 : Alat yang digunakan dalam penelitian
No Nama Alat Kegunaan
1 Syringe / spuit untuk menyuntik ikan percobaan ( Serukan )
2 Kain lap untuk menutup kepala ikan serukan
3 Jam untuk mengamati waktu terjadinya ovulasi
( Jam ).
4 Instalasi aerasi untuk memasuk oksigen ke dalam air
5 Skop net untuk memindahkan/menangkap ikan.
6 Alat Tulis mencatat semua data yang diperoleh selama
penelitian
7 Kamera untuk mendokumentasikan rangkaian
kegiatan pada penelitian
15
3.2.2.Bahan
Tabel 2 : Bahan yang digunakan dalam penelitian
No Nama Bahan Kegunaan
1 Ikan Serukan Sebagai ikan uji ( ± 50 gram ) yang didapat
Dari Pante ceureumen
2 Tissu Untuk pembersih
3 Hormon Ovaprim Untuk merangsang ovulasi ikan serukan
4 Pakan buatan/pellet Untuk pakan selama pemeliharaan
3.3 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian terdiri dari, Persiapan alat dan bahan, Seleksi
Induk,dan Penyuntikan.
3.3.1 Persiapan Alat dan Bahan
Persiapan alat dan bahan penelitian merupakan tahapan pertama yang akan
dilakukan dalam penelitian ini. Kegiatan yang dilakukan meliputi penyediaan alat
dan bahan yang dibutuhkan selama penelitian.
3.3.2 Seleksi Induk
Seleksi induk adalah kegiatan yang bertujuan untuk memilih induk yang
siap untuk disuntik. Ikan yang sehat menjadi syarat utama agar dapat dipijahkan,
artinya ikan harus bebas dari penyakit dan tidak cacat. Cara menentukan induk
ikan dapat dipijahkan adalah dengan melihat ciri pada tubuh, tanda induk betina
ikan serukan yang matang gonad adalah perut gendut, gerakan lamban dan lubang
kelamin agak mengembang berwarna kemerahan. Sedangkan tanda induk jantan
16
ikan serukan dan ikan mas yang sudah matang gonad adalah gerakan lincah, dan
bercahaya, lubang kelamin membengkak berwarna kemerahan, dan alat kelamin
mengeluarkan cairan putih pekat ( sperma ) ketika dilakukan pemijatan dari sirip
ventral ( sitip perut ) menuju genital ikan. Penentuan calon indukan dilakukan
seleksi berulang-ulang sehingga didapatkan induk yang benar-benar prima.
3.3.3 Penyuntikan Ikan Serukan
Penyuntikan hormon dilakukan dengan teknik satu kali secara
intramuscular, yaitu penyuntikan pada bagian otot punggung ikan serukan. Selang
waktu antara penyuntikan dengan ovulasi adalah 12-20 jam, untuk itu pada selang
waktu tersebut perlu dilakukan pemeriksaan untuk memastikan apakah terjadi
ovulasi atau tidak pada indukan yang dipijahkan. Induk ikan serukan yang ovulasi
akan mengeluarkan telur, secara alami dan terlihat pada akuarium telur yang telah
dikeluarkan.
Induk yang sudah siap atau matang kelamin,Selanjutnya akan dilakukan
penyuntikan sesuai dengan dosis perlakuan yaitu :
K = Kontrol (Tanpa Perlakuan)
P1 = Dosis 0,3 mL/kg
P2 = Dosis 0,4 mL/kg
P3 = Dosis 0,5 mL/kg
17
3.4 Pengamatan
1. Waktu terjadinya ovulasi ( Jam ) dilakukan pengamatan telur waktu
terjadinya ovulasi pertama kali sampai dengan selesai.
3.5 Rancangan Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL).Rancangan acak lengkapyang digunakan terdiri dari 3 Perlakuan 1 Kontrol
dengan masing-masing 3 kali ulangan.
Rumus Rancangan Acak Lengkap ( RAL ) yang digunakan adalah sebagai
berikut :
Yij = µ + Pi ∑ ij
Dimana :
Yij : Pengamatan perlakuan ke-I dan ulangan ke-j
µ : Rataan Umum
Pi : Pengaruh perlakuan ke-i
∑ij : Galat perlakuan ke-I dan ulangan ke-j
Dari hasil percobaan yang dilakukan dengan 4 taraf perlakuan dengan
masing-masing 3 kali ulangan,maka dapat ditabulasikan data sebagai berikut :
Tabel 3.Tabulasi Data dan Ulangan Rancangan Acak Lengkap
Ulangan (i)Perlakuan (j)
TotalP1 P2 P3 P4
1 P11 P21 P31 P41
2 P12 P22 P32 P42
18
3 P13 P23 P33 P43
Total P1.. P2.. P3.. P4.. P…
Rata-rata P1/n P2/n P3/n P4/n P…/(i.j)
3.6 Parameter Uji
1. Ovulation Rate (%) = Total ikan yang berovulasi x 100 Total ikan yang disuntik
3.7 Analisis Data
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan gambar dan data
yang di peroleh selanjutnya dianalisis secara ragam dengan menggunakan
analysis Of Varience ( ANOVA ).Jika terdapat perbedaan yang nyata akan
dilakukan uji lanjut BNT.