ISLAM DI KESULTANAN SAMBAS KALIMANTAN BARAT 1600 … · i ISLAM DI KESULTANAN SAMBAS KALIMANTAN...
Transcript of ISLAM DI KESULTANAN SAMBAS KALIMANTAN BARAT 1600 … · i ISLAM DI KESULTANAN SAMBAS KALIMANTAN...
i
ISLAM DI KESULTANAN SAMBAS KALIMANTAN BARAT
1600 – 1732
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra
Program Studi Sejarah
Disusun Oleh :
Mario Inirgo Oki Menes Belo
094314001
PROGRAM STUDI SEJARAH
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SKRIPSI
ISLAM DI KESULTANAN SAMBAS KALIMANTAN BARAT
1600-1732
Oleh:
Mario Inirgo Oki Menes Belo
NIM.094314001
Telah Disetujui Oleh :
Drs. Silverio R. . Aji Sampumo, M. Hum
11
Yogyakarta, 28 September 2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SKRIPSI
ISLAM DI KESULTANAN SAMBAS KALIMANTAN BARAT
1600-1732
Oleh:
Mario Inirgo Oki Menes Belo
NIM.094314001
Dipertahankan di depan panitia penguji Program Studi Sejarah dan dinyatakan
diterima pada tanggal: 13 September 2016
Susunan Dewan .Penguji
Drs. Silverio R. L. Aji Sampurno, M. Hum
........ 'CZ .
&-~~
.Ketua
Sekretaris
Anggota
Anggota
Nama
Drs. Rh. Hery Santosa, M. Hum
Dr. Lucia Juningsih, M. Hum
Dr. Yerry Wirawan
Yogyakarta, 28 September 2016Fakultas Sastra
.llnJ\\1tlrsitas Sanata Dharmaekan
Subagyo, M. Hum
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk :
Tuhan Yesus Kristus, yang senantiasa menyertai setiap langkah dan
memberikan kekuatan kepadaku disaat aku menyapanya dalam doa.
Berkat rahmat anugerah dan kasih setia-Nya lah aku bisa menyelesaikan
skripsi ini. Terimakasih Tuhan rasa syukur aku haturkan pada-Mu.
Kedua orang tuaku : Kornelius Kolik dan Anastasia Ambonia yang selalu
setia mendukung dan tidak henti-hentinya mendoakan perjalananku.
Terimakasih Bapak dan Ibu.
Kakakku Yosefina Meaty dan suami yang selalu mendukung dan
menyemangati agar menjadi lebih baik dan menginspirasi.
Adikku, Paul Gety yang terus mengingatkan dan mendukung untuk saling
berbagi demi kelancaran studi.
Teman-teman Sejarah angkatan 2009, Adul, Amor, Ayunda, Dheas, Maxi,
Silvi, Yulia, angkatan 2008, 2010, 2011, serta para angkatan junior
Sejarah yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas semangat dan
kerjasama kalian semua.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
Teman-teman senior maupun junior Forum Bujang Dare Kayong
Kabupaten Ketapang (BEDAYONG) yang selama ini menjadi keluarga di
Yogyakarta serta selalu mendukung dan mengajarkan untuk menjadi
pribadi yang memiliki integritas tinggi.
Teman-teman kost “520” dan Gang Ketapang: Onom, Farid, Jech Albert,
Anggai, Uwel, Aa boerjo, serta teman-teman kost lainnya yang telah
banyak memberikan dukungan dan kenangan tak terlupakan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
MOTTO
“Hidup adalah suatu perjuangan yang harus kita lalui dengan penuh rasa
tanggungjawab dan senyuman”
“Jadilah dirimu sendiri; Jadikanlah dirimu sendiri sangat dibutuhkan dalam
pekerjaanmu dan lihatlah hasilnya betapa cepat kau terdorong kepekerjaan yang
lebih baik.”
-Napoleon Hill-
“Tidak semua yang kita hadapi dapat diubah, tetapi tidak ada yang dapat diubah
sebelum dihadapi”
-James Baldwin-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi ini adalah karya saya sendiri
dan belum pernah saya ajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar kesatjanaan
di Perguruan Tinggi. Skripsi ini tidak memuat hasil karya orang lain kecuali
bagian - bagian tertentu yang dijadikan sumber dengan tetap memuat catatan
kaki.
Penulis akan bertanggungjawab penuh atas kebenaran - kebenaran data
dan fakta berdasarkan sumber - sumber yang diperoleh dalam penuiisan skripsi
Yogyakar1a, 28 Se tember 2016P I
enes Bela
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Mario Inirgo Oki Menes Belo
Nomor Mahasiswa : 094314001
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karyai lmiah saya yang berjudul:
ISLAM DI KESULTANAN SAMBAS KALIMANTAN BARAT 1600-1732
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan kedalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangka1an
data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya
maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis.
Demikian penyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 28 September 2016
i Menes Belo)
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRAK
Penulisan Skripsi ini dengan judul : “Islam di Kesultanan Sambas
Kalimantan Barat 1600 –1732”, bertujuan mendeskripsikan serta menjelaskan
bagaimana proses awal lahirnya Islam dalam Kesultanan Sambas Kalimantan
Barat. Pada dasarnya semua agama yang berhasil masuk ke Sambas melalui
proses yang panjang, namun yang diterima dengan sangat baik dan mudah ialah
agama Islam. Berkembangnya Islam dengan sangat baik tidak terlepas dari adanya
peran serta para pedagang yang dapat berintegrasi dengan kebudayaan lokal dan
adanya pernikahan campuran dengan kaum bangsawan maupun masyarakat lokal,
sehingga dari sinilah kemudian terjadi proses integrasi dan akulturasi.
Proses tumbuh berkembangnya dan pengaruh agama Islam di Kesultanan
Sambas dijelaskan dengan mendeskripsikan dan menganalisanya sesuai dengan
teori yang digunakan. Teori yang digunakan dalam menganalisis peristiwa ini
ialah dengan menggunakan teori Integrasi dan Akulturasi, sedangkan metode
historis dan metode deskriptif merupakan metode yang digunakan untuk proses
pengumpulan data melalui studi pustaka dan wawancara kemudian dianalisis,
serta ditulis kembali berdasarkan data-data dan fakta-fakta yang telah diperoleh
dari hasil analisis sumber.
Hasil penelitian dalam karya ilmiah yang berjudul Islam di Kesultanan
Sambas Kalimantan Barat 1600 – 1732 ini adalah dengan masuknya Islam ke
Sambas tidak begitu saja merubah tatanan nilai kebudayaan yang ada di dalam
masyarakat. Tradisi masyarakat lokal tetap bertahan hingga saat ini. Masuknya
Islam dengan membawa budaya baru, tidak serta-merta merusak budaya lama,
namun dengan masuknya Islam memberikan perkembangan budaya yang beragam
dalam sejarah kebudayaan masyarakat Sambas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
ABSTRACT
Writing this thesis with the title: "Islam in the Sultanate of Sambas, West
Kalimantan 1600 -1732", aims to describe and explain how the process of
inception of Islam in the Sultanate of Sambas, West Kalimantan. Basically all
religions that made it into Sambas through a long process, but received very well
and is easy to Islam. The development of Islam very well not be separated from
the role of traders that can integrate with the local culture and the existence of
mixed marriages with the nobility and the local community, so from here then
there is a process of integration and acculturation.
The process of development and the growing influence of Islam in the
Sultanate of Sambas explained by describing and analyzing them in accordance
with the theory used. The theory used in analyzing these events is to use the
theory of integration and acculturation, while the method of historical and
descriptive method is the method used for the process of data collection through
literature and interviews and analyzed, as well as re-written based on data and
facts that have been obtained from the analysis of the source.
Research results in scientific work titled Islam in the Sultanate of Sambas,
West Kalimantan 1600 - 1732 is the introduction of Islam to Sambas do not just
change the order of cultural values that exist in society. Local tradition has
survived to the present. The entry of Islam to bring a new culture, not necessarily
damage the old culture, but with the entry of Islam provides a diverse cultural
developments in the cultural history of society Sambas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat kehidupan yang selalu diberikan, kekuatan serta cinta kasih-Nya, penulis
berhasil mewujudkan impian dan cita-cita sesuai target dengan berhasil
menyelesaikan Skripsi berjudul : Islam di Kesultanan Sambas Kalimantan Barat
1600 –1732.
Penulisan skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat
untukmemperoleh gelar Sarjana Sastra Program Studi Sejarah Fakultas Sastra
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah memberikan sumbangan waktu, tenaga, bimbingan, nasehat dan
dorongan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat selesai. Untuk itu pada
kesempatan ini penulis dengan penuh kerendahan hati ingin mengucapkan banyak
terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. P. Ari Subagyo, M. Hum. selaku Dekan Fakultas Sastra
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
2. Ibu Dr. Lucia Juningsih, M. Hum. selaku Ketua Program Studi Sejarah
Universitas Sanata Dharma.
3. Bapak Drs. Hb. Hery Santosa, M. Hum. selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang selalu sabar membantu dan meluangkan waktu dalam
membantu proses pembelajaran hingga terselesainya skripsi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
4. Bapak Drs. Silverio R. L. Aji Sampurno, M. Hum. selaku Dosen
Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran
untuk memberikan bimbingan serta masukan yang sangat berharga dengan
penuh perhatian dan kesabaran sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini.
5. Segenap dosen-dosen Sejarah, Pak Sandiwan Suharso, Pak H. Purwanto,
Pak Manu, Romo Baskara, Pak Yeri, dan Mas Heri serta Mas Doni
karyawan sekretariat Sejarah yang telah memberikan bekal pengetahuan
dan bantuannya kepada penulis selama ini.
6. Bapak dan Ibuku tercinta Kornelius Kolik dan Anastasia Ambonia yang
telah memberikan kesempatan, kepercayaan, dukungan, doa, kasih,
semangat dan pengorbanan yang tak terhingga kepada penulis sehingga
pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
7. Kakakku tersayang Yosefina Meaty & keluarga serta adikku Paul Gety
yang telah memberikan dukungan, semangat dan doanya. Aku bangga
memliki saudara seperti kalian.
8. Perpustakaan Daerah Kalimantan Barat, yang telah memberikan bahan,
referensi dalam penulisan skripsi ini.
9. Istana Alwatzikhoebillah Kesultanan Sambas, yang memberikan bahan
serta dokumentasi dalam penulisan skripsi ini.
10. Pangeran Ratu Muhammad Tarhan bin Pangeran Ratu Winata Kesuma
sebagai Pewaris Kepala Rumah Tangga Istana Kesultanan Sambas, yang
telah membantu dalam memberikan ijin penelitian bagi penulis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11. Semua pihak yang telah mendukung dan membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini, yang tidak bisa disebutkan satu persatu,
terimakasih banyak atas bantuannya.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas budi baik tersebut dengan
penuh berkelimpahan. Penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi para
pembaca dan dapat juga sebagai bahan bacaan untuk penelitian selanjutnya.
Akhir kata penulis terbuka atas semua kritik dan saran membangun yang
nantinya akan semakin mengembangkan kearah yang lebih baik dalam
penyempurnaan karya ini.
Yogyakarta, 28 September 2016.
Xlll
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………....……………………………..… i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………………… ii
HALAMAN PERSETUJUAN DEWAN PENGUJI …………………...………. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .………..………………………………..…….. iv
HALAMAN MOTTO ………….…………………………………………...…... vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA …………………..……………..……. vii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ………… viii
ABSTRAK ............................................................................................................ ix
ABSTRACT ........................................................................................................... x
KATA PENGANTAR .......................................................................................... xi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………..………………… 1
A. Latar Belakang …………………………………………...……..……. 1
B. Identifikasi Masalah ……………………………………..…...………. 6
C. Rumusan Masalah …………………………….………………...……. 8
D. Tujuan Penelitian ………………………………………………..…… 9
E. Manfaat Penelitian ……………………………….…...……….……… 9
F. Kajian Pustaka …………………………..………………...………… 10
G. Landasan Teori ………………………………..…………………….. 13
H. Metode Penelitian …………………………………......…………….. 18
1. Metode Historis ………………………………...……...…….. 18
2. Metode Deskriptif ………………………………...…………. 19
3. Pengumpulan Data ………………………………….…..…… 20
I. Sistematika Penulisan …………………….………………..………… 21
BAB II SAMBAS SEBELUM ISLAM MASUK ……………..………..…….. 22
A. Gambaran Umum ………………………………………………..….. 22
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
1. Sambas ………………………...……………………..……… 26
2. Lingkungan dan Masyarakat Sambas ………………...….….. 28
3. Agama yang ada di Sambas …………………….….…..……. 30
B. Letak Wilayah Kesultanan Sambas …………………………....……. 30
C. Pemerintahan Sebelum Masuknya Islam di Sambas …………..……. 32
1. Masa Pemerintahan Ratu Anom Kesuma Yuda …………….. 38
2. Perkembangan Islam Masa Raden Sulaiman ………………... 42
BAB III SAMBAS SETELAH ISLAM MASUK ………………........………. 47
A. Kesultanan Sambas …………………………………..…..…………. 47
B. Struktur Pemerintahan Kesultanan Sambas ………………...….…….
54
C. Pemerintahan Sultan Sambas Setelah Sultan Muhammad Syafiuddin I
……………………………………………………………………..... 58
a. Raden Bima Bergelar Sultan Muhammad Tajuddin (1668-1708)
………………………………..…………………………….... 59
b. Raden Mulia (Melia) Bergelar Sultan Umar Akamuddin I (1708-
1732) …………………………..……………………..…..… 61
c. Raden Bungsu Bergelar Sultan Abubakar Kamaluddin (1731-
1762)
………………………………..…………………………….. 62
d. Raden Jamak Bergelar Sultan Umar Akamuddin II (1762-1793)
………………………………………..…………………….. 63
e. Raden Gayung Bergelar Sultan Muda Achmad Tajuddin (1786-
1793) ………………………………………..………...……. 65
f. Raden Menteri (Raden Janggut) Bergelar Sultan Abubakar
Tajuddin I (1793-1815) ………………………..……...…….. 65
g. Pangeran Anom Bergelar Sultan Muhammad Ali Syafiuddin I
(1815-1828) …...………………………………………..….. 69
h. Raden Samba’ Bergelar Sultan Usman Kamaluddin (1828-1830)
………………………………………………………..….…. 72
i. Raden Semar Bergelar Sultan Umar Akamuddin III (1830-1846)
……………………………………………………..……….. 74
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
j. Raden Ishak Bergelar Sultan Abubakar Tajuddin II (1846-1855)
……………………………………………………………… 75
k. Raden Toko’ Bergelar Sultan Umar Kamaluddin (1855-1866)
…………………………………………………....………… 78
l. Raden Afifuddin Bergelar Sultan Muhammad Syafiuddin II
(1866-1922) ………………………………………..….…… 80
m. Raden Muhammad Ariadiningrat Bergelar Sultan Muhammad
Ali Syafiuddin II (1922-1926) ………………...……....…… 83
n. Raden Mulia Ibrahim Bergelar Sultan Muhammad Ibrahim
Syafiuddin (1931-1943) …………………..…………….….. 85
D. Hadirnya Pemukiman Baru ……………………………...…..……… 90
1. Pemukiman Dayak ………………………………………..…. 90
2. Pemukiman Melayu ………………………………..……..…. 92
3. Pemukiman Tionghoa ……..…………………..……..……… 94
4. Rumah Lanting (Terapung) Sambas …………………....…… 96
E. Berdirinya Masjid Jami’ di Kesultanan Sambas ………..……..……. 97
F. Adat Istiadat dan Kesenian Tradisional Sambas …………………… 99
1. Tari Jepin Lembut ………………………………….……….. 99
2. Tepung Tawar ……………………………………..…..…… 102
BAB IV PENUTUP …………………………………………..…..….………. 105
DAFTAR PUSTAKA ………………………………….………..…………… 109
LAMPIRAN …………………………………………………..………..…….. 111
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kalimantan merupakan pulau terbesar kedua di Indonesia setelah Papua,
dengan memiliki penduduk lokal yang biasa disebut dengan Dayak. Penyebaran
suku Dayak di Kalimantan tersebar di berbagai daerah seperti di Serawak,
Malaysia, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan
Kalimantan Barat dengan keanekaragaman bahasa dan pola hidup. Dayak
merupakan penduduk asli yang mendiami pulau Kalimantan. Dahulu kebanyakan
orang Dayak mendiami daerah pedalaman yang masih memiliki jumlah hutan
yang masih lebat serta di sepanjang tepi aliran sungai-sungai besar. Dalam
kehidupan mereka, sungai merupakan hal yang sangat penting untuk menunjang
kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, sungai digunakan untuk jalur transportasi
antar satu desa ke desa yang lainnya. Sebagian besar orang Dayak bekerja sebagai
petani dan berburu.
Nama Dayak1 pertama kali diperkenalkan oleh orang Eropa untuk
masyarakat asli yang mendiami pulau Kalimantan. Pertama-tama sebutan ini tidak
diterima dengan baik oleh masyarakat suku Dayak Kalimantan tersebut karena
memiliki arti tidak baik, yang berarti jorok, kotor, dan terbelakang. Bahkan oleh
orang-orang Eropa mendefinisikan Dayak sebagai manusia pedalaman, non-
muslim, primitif, tidak memiliki peradaban, namun karena sering digunakan dan
1 Alloy, dkk, Mozaik Dayak – Keberagaman Subsuku dan Bahasa Dayak di Kalimantan
Barat. Pontianak: Institut Dayakologi, 2008, h.10.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
mulai terbiasa dengan sebutan itu maka makna katanya menjadi masyarakat yang
beradab, suku asli yang belum tersentuh syiar Islam dan sebuah identitas
masyarakat asli Kalimantan. Kata Dayak sendiri tidaklah muncul begitu saja.
Banyak istilah yang digunakan dalam pengucapannya, seperti Daya, Dyak,
Dadjak, dan Dayak yang memunculkan perdebatan banyak pihak. Beranjak dari
perdebatan mengenai penyebutan untuk masyarakat asli Kalimantan kemudian
dibentuklah Institut Dayakologi pada tahun 1992 yang memprakarsai sebuah
pertemuan di Pontianak. Hasil dari pertemuan yang dilakukan ini disepakati
bahwa sebutan untuk masyarakat asli Kalimantan adalah Dayak.
Dalam tatanan kehidupan orang Dayak masih menjunjung tinggi adat-
istiadat dan nilai-nilai religi. Nilai religi yang mereka yakini merupakan sebuah
kepercayaan yang sudah ada secara turun-temurun yakni animisme, percaya
kepada roh nenek moyang. Selain itu, orang Dayak juga menghormati dan
menjaga segenap hutan, air, tanah, dan binatang yang menunjang kehidupan
sehari-hari mereka. Oleh karena itu, orang Dayak sangat menjunjung tinggi adat
istiadat yang telah mereka terima secara turun-temurun dari nenek moyang
mereka yang banyak diterima secara lisan. Dengan melaksanakan adat-istiadat
tersebut, mereka meyakini bahwa itu merupakan salah satu cara untuk
menghormati dan melestarikan kebudayaan yang sudah ada terhadap rahmat yang
telah mereka terima dari Duata2. Pada dasarnya tidaklah mudah bagi suku Dayak
untuk menerima budaya asing dalam tatanan kehidupan mereka sehari-hari.
Dalam menerimanya harus berinteraksi dan berintegrasi, karena hal ini akan
2 Duata adalah sebutan untuk Tuhan oleh suku Dayak Simpang, Kecamatan Simpang Hulu,
Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
berdampak terhadap berubahnya tatanan adat-istiadat yang berlaku di kalangan
masyarakat yang sudah berkembang sudah lama. Hal ini sudah dilakukan oleh
agama Hindu ketika mulai berkembang di wilayah Sambas.
Seiring dengan berjalannya waktu, kebiasaan yang sering dilakukan oleh
orang Dayak mulai berubah secara perlahan dengan hadirnya para pendatang dari
luar seperti Melayu, Bugis, dan Cina. Kebanyakan dari pendatang ini adalah para
pedagang yang ingin menjual dan membeli hasil alam. Dengan hadirnya para
pendatang ini di tengah-tengah orang Dayak, keberadaan mereka mulai merasa
terancam. Akibatnya mereka yang semula tinggal di daerah pantai dan di tepi
aliran sungai-sungai besar secara perlahan mulai pindah ke bagian hulu sungai.
Proses perpindahan ini dikarenakan orang Dayak tidak dapat bersaing dengan para
pendatang yang terlalu terbuka, sedangkan orang Dayak sendiri cenderung untuk
menutup diri pada dunia luar.
Pada dasarnya kebudayaan bukan sesuatu yang statis, melainkan bisa
mengalami perubahan yang bersifat dinamis. Kebudayaan yang berubah ini
dikarenakan adanya proses masuknya berbagai macam kebudayaan asing, seperti
dari daerah yang berbeda, suku dan ras berbeda, yang masuk ke dalam lingkaran
suku Dayak yang berkaitan erat dengan semakin berkembang dan masuknya
agama di Nusantara. Hal ini berdasarkan ketika agama Hindu yang berasal dari
India mulai masuk dan berinteraksi dengan budaya lokal membuat semakin
berkembang dan diterima dengan baik juga oleh masyarakat lokal. Dengan tahap
masuk dan berkembang yang hampir sama, agama Islam yang berasal dari Arab
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
mulai diterima di masyarakat lokal dan berhasil menggantikannya secara
perlahan.
Hadir dan masuknya agama Islam di Nusantara tidak dalam waktu
bersamaan, begitu juga dengan masuk dan berkembangnya agama Islam ke
daerah-daerah Kerajaan yang pada waktu itu masih dikuasai oleh Kerajaan Hindu-
Budha yang memiliki politik dan sosial budaya yang berbeda dengan Islam.
Masuk dan tersebarnya agama Islam di Nusantara hingga saat ini belum diketahui
secara pasti oleh para sejarawan. Dalam buku Sejarah Masuk dan Berkembangnya
Islam di Indonesia, mengatakan bahwa masuknya Islam sudah ada sejak abad
pertama Hidriyah (abad ke-7 dan ke-8 Masehi). Penyebaran agama Islam banyak
dilakukan oleh orang-orang Arab yang datang dengan tujuan utama adalah untuk
melakukan perdagangan dan sekaligus menyebarkan agama Islam. Wilayah yang
pertama kali disinggahi oleh para pedagang Arab di wilayah Nusantara adalah
pesisir Sumatera. Beranjak dari proses perdagangan di pesisir Sumatera inilah
kemudian awal mula munculnya kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam. Hal ini
tidak terlepas karena adanya proses inkulturasi yang dilakukan oleh para
pedagang Arab melalui perdagangan dan pernikahan dengan pribumi yang
kebanyakan non-muslim. Berdasarkan proses ini melahirkan kerajaan-kerajaan
bercorak Islam yang semakin berkembang. Diperkirakan pada abad ke-13 M,
kerajaan yang pertama kali bercorak Islam di Nusantara adalah Samudra Pasai,
pesisir timur laut Aceh, dan Kabupaten Lhok Seumawe atau Aceh Utara3.
3 Sartono Kartodirdjo, dkk, Editor, Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1975, h. 2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
Jauh sebelum agama Islam masuk dan berkembang di Kalimantan Barat,
tepatnya di Sambas, Islam sudah berkembang di daerah Kalimantan bagian lain
seperti Banjarmasin. Agama Islam dibawa oleh para pedagang dari Arab yang
kemudian diperkenalkan lagi oleh para pedagang dari Banjarmasin dan Brunei
Darussalam. Agama Islam masuk di Kalimantan Barat sekitar abad ke-15 Masehi
melalui kegiatan perdagangan. Daerah yang pertama kali bersentuhan dengan
agama Islam adalah Pontianak pada tahun 1741, Matan pada tahun 1743, dan
Mempawah pada tahun 1750. Berdasarkan perkembangan agama Islam yang
terjadi di Kalimantan Barat, turut berdiri juga Kesultanan Pontianak pada tanggal
23 Oktober 1771 Miladiah (14 Rajab 1185 H) dengan raja yang bernama Sultan
Syarif Abdurahman Al Qadrie. Dengan semakin berkembangnya agama Islam di
Kesultanan Pontianak, semakin memudahkan terjadinya proses Islamisasi
terhadap daerah-daerah pedalaman yang memiliki akses ke Kesultanan Pontianak
dan berada di daerah aliran sungai Kapuas. Proses ini banyak dilakukan oleh para
pedagang dari Banjarmasin dan Brunei Darussalam yang datang dengan tujuan
untuk berdagang. Kebanyakan dari para pedagang ini melakukan perjalanan
melalui aliran sungai Kapuas dengan menggunakan motor klotok4, yang pada saat
itu merupakan satu-satunya alat transportasi yang bisa digunakan untuk
menyusuri daerah-daerah pedalaman.
Agama Islam pertama kali masuk ke Sambas dibawa oleh para pedagang
dari Arab, Banjarmasin dan Brunei Darussalam yang datang dengan tujuan
berdagang. Para pedagang masuk ke Sambas dimulai sejak abad ke-14 M yang
4 Motor Klotok adalah kapal berukuran sedang yang disesuaikan dengan lebar aliran sungai
dan sudah menggunakan mesin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
pada waktu itu masih berada dalam kekuasaan kerajaan Hindu. Dengan
melakukan proses perdagangan dan hidup cukup lama di Sambas, para pedagang
ini mendapat izin dari raja untuk menetap. Penyebaran agama Islam bermula dari
lingkungan kerajaan, seperti melakukan pernikahan campuran yang kemudian
diikuti oleh raja. Dengan memeluk agama Islam, banyak dari para penduduk yang
ikut memeluk agama Islam karena terpengaruh dari kekuasaan raja. Kebanyakan
yang ikut memeluk agama Islam adalah para pribumi yang berada di sekitar
kerajaan dan berada di daerah aliran lalu lintas perdagangan sungai. Namun ada
juga yang tidak masuk agama Islam dengan melakukan perpindahan ke daerah
pedalaman atau ke wilayah lain khususnya suku Dayak yang sebagian menolak
agama Islam.
B. Identifikasi Masalah
Agama Islam masuk dan berkembang di Nusantara dibawa oleh para
pedagang dari Arab dan Gujarat pada abad ke-7 dan ke-8 M melalui Selat Malaka
yang pada saat itu menjadi jalur utama perdagangan internasional. Dengan
melakukan proses perdagangan yang berkepanjangan memungkinkan terjadinya
kontak budaya antara budaya lokal dengan budaya asing, serta adanya pernikahan
campuran dengan para penduduk wanita pribumi yang berkontribusi besar
terhadap berkembangnya penyebaran agama Islam.
Jauh sebelum agama Islam masuk dan berkembang di wilayah Nusantara
dan menyebar ke pelosok-pelosok daerah, kepercayaan asli yaitu animisme sudah
tumbuh dan berkembang yang kemudian diikuti dengan masuknya agama Hindu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
Dengan masuknya agama Hindu di Nusantara tidak secara langsung dapat
merubah tatanan hidup masyarakatnya. Hal ini dilalui dengan mengalami proses
yang panjang oleh para pedagang dari India dalam berinteraksi dengan budaya
lokal5. Dengan semakin berkembangnya agama Hindu ke daerah pelosok
Nusantara, khususnya Kalimantan Timur berdampak terhadap daerah lainnya,
seperti di Kalimantan Barat. Di Kalimantan Barat sendiri dengan adanya
inkulturasi antara agama Hindu dengan kepercayaan asli berpengaruh terhadap
kehidupan masyarakat lokal, yakni suku Dayak. Adanya inkulturasi antara
kebudayaan asli dengan kebudayaan Hindu sangat kuat dan diterima dengan baik.
Pengaruh agama Hindu di Sambas cukup kuat ketika Kerajaan Majapahit semakin
berjaya setelah menguasai hampir seluruh wilayah Nusantara. Hal ini semakin
kuat karena Majapahit juga mengirim keturunan dan keluarga raja dengan
prajuritnya ke daerah yang dikuasai dengan mengembangkan agama dan
kebudayaan Hindu. Namun pengaruh Hindu di Sambas tidak berlangsung lama
karena runtuhnya Majapahit dan Sambas sudah berada di bawah Kerajaan Johor
yang merupakan kerajaan bercorak Islam.
Setelah agama Islam masuk dan berkembang di Sambas, berdampak
terhadap tradisi dan budaya yang berbeda dengan Hindu maupun dengan budaya
suku Dayak. Hal ini didasarkan pada ajaran agama Islam di dalam Al - Quran
yang tidak diperbolehkannya memakan makanan tertentu, seperti mengharamkan
untuk memakan daging babi dan anjing. Pelarangan ini dilakukan karena babi
merupakan binatang yang menjijikkan dan tidak layak untuk dimakan, maka dari
5 Stephen K. Sanderson, Sosiologi Makro: Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas Sosial.
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, h. 517.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
itu daging babi secara khusus dihinakan di dalam Al - Quran. Selain itu, di dalam
ajaran agama Islam terdapat konsep tauhid. Konsep ini merupakan konsep yang
sangat sentral dan memiliki arti bahwa Allah adalah pusat dari segala sesuatu,
oleh karena itu manusia harus mengabdikan diri sepenuhnya kepada Allah6. Tidak
dibenarkan kepada mereka untuk menyembah benda apapun di dunia ini.
Berdasarkan perbedaan yang cukup mencolok antara agama Hindu dengan agama
Islam inilah menuai banyak pertentangan, khususnya dari penduduk asli yakni
suku Dayak yang tidak semuanya menerima kedua agama tersebut.
Penyebaran agama Islam melalui jalur sungai Kapuas dan melalui jalur
perdagangan internasional, Malaka. Para pedagang dari Arab dan Gujarat
melewati arus sungai serta masuk dari bagian utara Kalimantan untuk berdagang
dan menyebarkan agama Islam. Masuk dan menyebarnya agama Islam melalui
jalur sungai sangat berpengaruh pada waktu itu, karena jalur darat tidak
mendukung untuk melakukan perjalanan ke daerah pedalaman.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi permasalahan di atas, hal-hal yang dapat dikaji adalah
sebagai berikut:
1. Apa yang melatarbelakangi masuknya Islam di Sambas, Kalimantan Barat ?
2. Bagaimana dinamika di Sambas sebelum Islam masuk ?
3. Bagaimana peran dan pengaruh setelah Islam masuk di Sambas ?
6 Kuntowijoyo, Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi. Bandung: Mizan. 1991, h. 228.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
D. Tujuan Penelitian
Dengan hadirnya penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan latar
belakang dan pemahaman mengenai proses Islamisasi yang terjadi di banyak
daerah-daerah Indonesia, khususnya yang berada di Sambas. Selama ini dalam
melakukan penelitian, masih sedikit para sejarawan dan orang lokal yang tertarik
mengupas lebih dalam mengenai sejarah masuknya agama Islam di Kesultanan
Sambas. Dengan hadirnya tulisan mengenai Islam di Kesultanan Sambas
Kalimantan Barat 1600 - 1732, dapat memberi informasi mengenai kebudayaan
yang ada di Sambas.
Hadirnya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa yang
melatarbelakangi terjadinya proses integrasi budaya asing dengan budaya lokal,
baik sebelum atau sesudah masuknya Islam di wilayah Sambas. Selain itu, melalui
tulisan ini bisa melestarikan historiografi sejarah Islam yang ada di Indonesia,
termasuk yang ada di Sambas, Kalimantan Barat.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu
pengetahuan sejarah kebudayaan tentang masuk dan berkembangnya Islam di
Kesultanan Sambas yang berguna untuk menambah koleksi sejarah nasional.
Dengan hadirnya penelitian ini besar harapan agar dapat memantik semangat
kebangkitan historiografi sejarah kebudayaan lokal terhadap sejarah nasional bagi
sejarawan dan para akademisi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Dalam penulisan ini diharapkan bisa untuk menjelaskan sejarah masuknya
agama Islam di Sambas. Agama Islam yang tumbuh dan berkembang di
Kalimantan Barat, khususnya Sambas tidak hadir dengan sendirinya. Melainkan
melalui sebuah proses yang sangat panjang dan berliku-liku, bahkan hingga
berabad-abad terjadinya proses Islamisasi di Sambas. Selain itu, dengan hadirnya
tulisan ini dapat menambah pengetahuan sejarawan-sejarawan mengenai
perkembangan Islam di Kalimantan Barat. Pada para pelajar diharapkan dapat
membantu pengetahuan dalam sejarah perkembangan Islam di nusantara, serta
menambah buku perpustakaan daerah Kalimantan Barat.
F. Kajian Pustaka
Karya ilmiah yang berjudul Islam di Kesultanan Sambas Kalimantan Barat
1600 – 1732, merupakan sebuah karya mengenai sejarah kebudayaan Sambas
yang jarang ditulis oleh para sejarawan. Hal ini didasari karena terbatasnya data
dan informasi yang digunakan sebagai penunjang penulisan sejarah lokal. Padahal
banyak sejarawan yang menulis karya ilmiah hanya berpatokan pada data pustaka.
Oleh karena itu, perlu dilakukannya penelitian langsung agar data-data dan
informasi yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan serta menjadi acuan
dalam penulisan karya ilmiah ini. Sumber-sumber yang dimiliki sejauh ini masih
terbatas dan belum lengkap sesuai dengan pemikiran dalam Islam di Kesultanan
Sambas Kalimantan Barat 1600 - 1732.
Dari keterbatasan itu, masih terdapat beberapa buku yang pernah menulis
mengenai sejarah kebudayaan Kalimantan dan terdapat juga yang membahas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
mengenai Sambas. Namun, secara keseluruhan beberapa buku tersebut hanya
menceritakan gambaran umum perkembangan Islam di Kalimantan Barat,
khususnya mengenai masuknya agama Islam di Sambas.
Buku tersebut antara lain Kabupaten Sambas - Sejarah Kesultanan dan
Pemerintah Daerah yang diterbitkan oleh Dinas Pariwisata PEMDA Kabupaten
Sambas dan disusun oleh Drs. Ansar Rahman, dkk. Dalam buku ini pada bagian
pertama berbicara mengenai Kesultanan Sambas. Bagian pertama ini dibagi dalam
empat Bab, di mana Bab I dan II membahas mengenai sejarah purba negeri
Sambas yang menjalin hubungan dengan Brunei, Serawak, dan Sukadana.
Sedangkan Bab III dan IV membahas mengenai masa kejayaan Kesultanan
Sambas yang dimulai dari Sultan pertama hingga Sultan ke-15. Pada bagian kedua
berbicara mengenai perjuangan rakyat Sambas melawan penjajah. Bagian kedua
buku ini dibagi dalam dua Bab, di mana Bab V dan VI membahas mengenai
perjuangan rakyat Sambas dalam menghadapi masa penjajahan Belanda, masa
pendudukan Jepang hingga mempertahankan kemerdekaan sewaktu melawan
Belanda atau NICA pada tahun 1945-1950. Pada bagian ketiga berbicara
mengenai Pemerintahan Daerah Kesultanan Sambas. Bagian ketiga buku ini
dibagi dalam tiga Bab, di mana pada Bab VII, VIII, dan IX membahas mengenai
pertumbuhan dan perkembangan Pemerintah Kabupaten Sambas dari tahun 1950-
2001.
Dalam buku ini data-data yang tersedia hanya sebatas pada ungkapan
sejarah dalam perkembangan kerajaan, Kesultanan, dan pemerintah daerah.
Banyak tulisan yang telah diterbitkan mengenai Sambas, namun masih dirasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
tidak begitu lengkap untuk menjelaskan dengan lebih rinci mengenai sejarah
Sambas. Selain itu, masih banyak dokumen dan catatan mengenai sejarah Sambas
tidak bisa dicantumkan semua dan tidak lengkap di dalam buku ini. Meskipun
demikian terdapat juga data-data yang cukup membantu dalam penulisan
mengenai Islam di Kesultanan Sambas Kalimantan Barat 1600 - 1732.
Buku lain yang digunakan ialah Borneo Bagian Barat - Geografis, Statistis,
Historis 1856 jilid 2 yang ditulis oleh P. J. Veth. Buku ini dibagi dalam tiga
bagian buku. Bagian pertama adalah buku IV yang membahas mengenai
pemulihan dan organisasi kekuasaan Belanda yang terjadi pada tahun 1818-1823.
Bagian kedua adalah buku V yang berbicara mengenai orang-orang Dayak dan
hubungan-hubungan kekuasaan Belanda dengan daerah-daerah hulu (negara-
negara hulu). Pada bagian ini banyak membahas mengenai agama, kebiasaan
orang Dayak dan hubungan mereka dengan Melayu. Setelah itu terdapat
kekuasaan-kekuasaan Belanda di tanah hulu Kapuas dalam mengembangkan
organisasi dan pengetahuan mengenai Borneo. Pada bagian buku VI berbicara
mengenai kurun waktu kelalaian. Dalam bagian ini membahas mengenai Matan
dan Sukadana, Mempawah, Tayan, Sambas, Brunei, Landak, Kubu, dan lain-lain.
Selain itu, terdapat juga pengaruh Singapura dan Serawak, kesulitan menghadapi
orang-orang Cina, kedatangan Komisaris Perancis dan pendeta-pendeta Amerika
di Pantai Barat Borneo.
Dalam buku ini tidak terlalu membahas mengenai sejarah masuknya agama
Islam di Sambas dengan rinci. Selain itu, bahasa yang digunakan cukup sulit
dipahami karena hasil terjemahan yang kurang baik. Meskipun demikian, buku ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
cukup membantu dalam memperoleh penambahan data yang berhubungan dengan
Kesultanan Sambas.
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil keputusan bahwa penelitian karya
ilmiah Islam di Kesultanan Sambas Kalimantan Barat 1600 - 1732 berbeda
dengan karya ilmiah lainnya. Dalam penulisan ini ingin menjelaskan bagaimana
proses Islamisasi bisa terjadi melalui teori integrasi yang kemudian menghasilkan
proses akulturasi budaya lokal dengan budaya asing. Melalui penelitian ini bisa
diketahui bahwa proses masuknya Islam di Sambas berlangsung cukup lama.
G. Landasan Teori
Perubahan dalam suatu masyarakat sedikit banyak akan dipengaruhi oleh
masuknya kebudayaan asing. Perubahan merupakan sebuah simbol kehidupan
yang tidak berhenti di dunia sehingga semua yang ada akan terkena hukum
perubahan, baik yang bergerak linier terbentuk karena adanya variabel terikat
dengan variabel bebas hubungan maupun yang bergerak secara sirkular terbentuk
karena adanya gerakan yang dilakukan bersifat sementara. Perubahan yang terjadi
ini akan memasuki semua ruang kehidupan manusia di dalam segala sisinya,
seperti yang berhubungan dengan persoalan ekonomi, politik, sosial, maupun
budaya.
Dalam buku yang berjudul “Integrasi Nasional: Teori, Masalah, dan
Strategi” karangan Saafroedin Bahar dan A. B. Tangdililing dijelaskan dengan
gamblang bahwa integrasi merupakan suatu proses sehingga faktor-faktor yang di
tekankan bukan hanya fak-faktor yang mempengaruhi proses integrasi saja,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
melainkan juga (bahkan terutama) bagaimana faktor-faktor yang ada dalam
masyarakat itu menentukan proses tersebut. Tujuan bukanlah unsur yang dilihat
dalam prosesnya, melainkan bagaimana prosesnya berlangsung. Faktor-faktor
yang mempengaruhi dan menentukan itu bisa berada dalam berbagai segi
kehidupan yang dimiliki manusia7.
Hal ini kemudian diperkuat dalam Islam dan Masalah Integrasi dipaparkan
oleh A. Rahman Zainuddin yang menjelaskan integrasi berasal dari bahasa Latin
integer berarti keseluruhan. Integrasi merupakan bagian-bagian, unsur-unsur,
faktor-faktor, atau perincian-perincian yang telah digabungkan dalam bentuk yang
demikian intimnya sehingga menimbulkan suatu keseluruhan yang sempurna.
Biasanya menunjukkan adanya suatu pembauran dan penggabungan yang
menyeluruh dari hal-hal yang khusus sehingga masing-masing telah kehilangan
jati diri yang khas. Integrasi dapat dikaji dari segi tujuan, konsensus, atau budaya
politik. Selain itu, dianggap sebagai suatu proses dan bukan sebagai suatu yang
konstan. Agama dan ideologi hanyalah salah satu aspek saja dari proses integrasi,
namun ia dapat menjadi aspek yang kuat dan menentukan8.
Akulturasi, dalam bahasa Inggris disebut acculturation atau culture contact,
memiliki arti yang cukup banyak di kalangan antropolog. Berdasarkan
pemahaman yang cukup banyak itu, dapat disimpulkan bahwa akulturasi
merupakan sebuah konsep mengenai proses sosial yang timbul bila suatu
kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur dari
7 Saafroedin Bahar, A. B. Tangdililing, Integrasi Nasional: Teori, Masalah dan Strategi.
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1996, h. 6.
8 Ibid., h. 97.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa yang menyebabkan unsur- unsur
dari kebudayaan asing tersebut secara perlahan akan diterima dan diterapkan ke
dalam kebudayaan masyarakat setempat tanpa menyebabkan hilangnya
kepribadian dari kebudayaan itu sendiri9.
Dalam sebuah buku yang berjudul Manusia Dalam Kebudayaan dan
Masyarakat: Pandangan Antropologi dan Sosiologi yang ditulis Eko A.
Meinarno, Bambang Widianto, dan Rizki Halida, akulturasi dalam
perkembangannya merupakan pertukaran fitur-fitur kebudayaan yang terjadi
karena adanya kontak langsung antara beberapa kelompok manusia dengan
kebudayaan yang berbeda dan secara perlahan kebudayaan tersebut dapat diterima
dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menjadikan kebudayaan asli
sebuah kelompok tersebut hilang. Berkembangnya proses akulturasi ini tidak
terlepas dari adanya agen-agen akulturasi. Agen-agen akulturasi ini di masa lalu
dikenal dengan sebutan penjajah, penyiar agama, dan pedagang10.
Dalam buku Dadang Supardan, Pengantar Ilmu Sosial – Sebuah Kajian
Pendekatan Struktural, R. Linton memaparkan bahwa proses akulturasi menjadi
sangat penting dalam pembelajaran ilmu-ilmu sosial maupun studi sosial.
Percepatan budaya inti (cover culture) dengan budaya lahiriah (overt culture)
merupakan hal yang berbeda Perubahan budaya inti berjalan lebih lambat bila
dibandingkan dengan budaya lahiriah. Oleh karena itu, budaya lahiriah dapat
dilihat berupa bentuk fisik, seperti pakaian, rumah, dan gaya hidup yang dapat
9 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru, 1986, h. 248.
10 Eko A. Meinarno, dkk, Manusia Dalam Kebudayaan dan Masyarakat: Pandangan
Antropologi dan Sosiologi. Jakarta: Salemba Humanika, 2011, h. 246.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
berubah lebih cepat bila dibandingkan dengan perubahan budaya inti yang berupa
sistem keyakinan, sistem nilai budaya, adat istiadat yang sudah dipelajari sejak
masih kecil berjalan dengan lambat11.
Proses akulturasi sebenarnya sudah ada sejak lama dalam sejarah
kebudayaan manusia. Namun, akulturasi yang bersifat khusus baru muncul ketika
kebudayaan-kebudayaan bangsa Eropa mulai menyebar ke seluruh penjuru dunia
dengan adanya pengaruh terhadap masyarakat suku bangsa yang berada di daratan
Afrika, Asia, Oseania, dan Amerika12.
Berdasarkan pemahaman di atas, masuknya agama Islam di Sambas dapat
ditulis dengan menggunakan teori integrasi yang akan menghasilkan terjadinya
proses akulturasi budaya apabila kebudayaan asing tersebut saling berintegrasi
dengan kebudayaan lokal. Proses akulturasi yang terjadi di Sambas berlangsung
dalam rentang waktu yang cukup panjang. Hal ini didasari oleh perbedaan budaya
antara tradisi masyarakat lokal, suku Dayak dengan agama Islam yang sangat
berbeda dan pada akhirnya bisa melangsungkan proses akulturasi antara dua
kebudayaan yang berbeda tersebut. Selain itu, berdasarkan pemahaman ini banyak
para saudagar Muslim yang melakukan perdagangan berhasil menarik minat dan
simpati masyarakat Sambas untuk memeluk agama Islam, walaupun pada saat itu
masyarakat masih memeluk agama Hindu.
Agama Islam masuk ke Sambas dimulai sejak abad ke-14 M dan mulai
menarik minat di kalangan kerajaan pada tahun 1601 M dengan didirikannya
11 Dadang Supardan, Pengantar Ilmu Sosial – Sebuah Kajian Pendekatan Struktural.
Jakarta: Bumi Aksara, 2009, h. 206.
12 Ibid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
kerajaan Islam Sambas oleh Raden Sulaiman di bawah koloni Kerajaan Johor13.
Barulah pada tanggal 9 Juli 1631, di Lubuk Madung, Raden Sulaiman dinobatkan
oleh rakyat Sambas menjadi penguasa pertama dengan gelar Sultan Muhammad
Syafiuddin I. Hal ini juga merupakan sebuah peralihan kekuasaan dari Kerajaan
Ratu Sepudak yang menganut Hindu beralih ke Kesultanan Sambas dengan
menganut Islam. Berdasarkan catatan historis, maka dapat diketahui bahwa agama
Islam masuk ke Kesultanan Sambas dimulai pada tahun 1600-an. Tumbuh dan
berkembangnya agama Islam ditandai dengan adanya penggunaan batu nisan pada
makam dan munculnya pemukiman-pemukiman baru seperti pemukiman Melayu.
Pemukiman Melayu merupakan tempat tinggal masyarakat Dayak yang telah
memeluk agama Islam dan mereka memiliki konsep yang berbeda dengan
pemukiman suku Dayak.
Berkembangnya agama Islam ditandai dengan berdirinya Kesultanan di
Sambas. Sebelum masuknya agama Islam, kesultanan ini merupakan sebuah
kerajaan Hindu yang dipimpin dengan gelar Ratu (Raja). Setelah agama Islam
masuk dan tumbuh dengan memiliki peranan yang besar, proses berkembangnya
agama Islam ditandai dengan didirikannya Kesultanan Sambas. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa agama Islam masuk ke Sambas melalui tiga tahapan
yakni: masuk pada abad ke-14 M, tumbuh pada tahun 1600, dan berkembang pada
tahun 1631.
13 Syafaruddin Usman, MHD, Sambas – Merajut Kisah Menenun Sejarah. Sambas:
Pemerintah Kabupaten Sambas, 2010, h. 17.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
H. Metode Penelitian
Islam di Kesultanan Sambas Kalimantan Barat 1600 - 1732, merupakan
gambaran umum yang ingin dijelaskan dalam tulisan karya ilmiah ini. Sejauh ini
belum diketahui secara pasti apa yang melatarbelakangi peran dan perkembangan
agama Islam di Sambas. Berdasarkan hal inilah penelitian dilakukan agar
diketahui secara pasti apa yang menyebabkan berkembang dan memiliki peranan
yang besar di Sambas.
Penelitian ini dilakukan di Kesultanan Sambas. Selain itu, penelitian ini
memiliki nilai orisinalitas tersendiri, dikarenakan penelitian difokuskan pada
sejarah peran dan perkembangan Islam di Sambas. Penelitian ini hanya akan
membatasi ruang lingkup Sambas saja, dengan harapan agar hasil karya ini
menjadi lebih tajam dalam penjelasannya. Masuk dan berkembangnya Islam di
Sambas memiliki peranan yang tinggi terhadap penyebaran agama dan memiliki
nilai historis yang tinggi. Berikut ini metode penelitian yang digunakan untuk
mempermudah proses tulisan, di antaranya adalah sebagai berikut:
Metode Historis
Metode historis merupakan salah satu dari jenis metode penelitian. Metode
historis bertujuan untuk merekonstruksi masa lalu secara sistematis dan obyektif
dengan mengumpulkan, menilai, memverifikasi dan mensintesiskan bukti untuk
menetapkan fakta dan mencapai konklusi yang dapat dipertahankan, seringkali
dalam hubungan hipotesis tertentu. Dengan metode historis, seorang ilmuwan
sosial peneliti historis yaitu orang yang mengajukan pertanyaan terbuka mengenai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
peristiwa masa lalu dan menjawabnya dengan fakta terpilih yang disusun dalam
bentuk paradigma penjelasan.
Dengan demikian, penelitian dengan metode historis merupakan penelitian
yang kritis terhadap keadaan-keadaan, perkembangan, serta pengalaman di masa
lampau dan menimbang secara teliti dan hati-hati terhadap validitas dari sumber-
sumber sejarah serta interpretasi dari sumber-sumber keterangan tersebut14.
Metode Deskriptif
Metode deskriptid merupakan salah satu jenis metode penelitian. Metode
penelitian deskriptif bertujuan untuk mengumpulkan informasi actual secara rinci
yang melukiskan gejala yang ada, mengidentifikasi masalah atau memeriksa
kondisi dan praktek-praktek yang berlaku, membuat perbandingan atau evaluasi
dan menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang
sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan
keputusan pada waktu yang akan datang.
Dengan demikian metode penelitian deskriptif ini digunakan untuk
melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang
tertentu, dalam hal ini bidang secara aktual dan cermat. Metode deskriptif bukan
hanya menjabarkan (analitis), akan tetapi juga memadukan. Bukan saja
melakukan klasisfikasi, tetapi juga organisasi. Metode penelitian deskriptif pada
14 http://www.pengertianpakar.com/ ”Pengertian Metode Penelitian, Jenis dan Contohnya”
dalam M. Iqbal Hasan, 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya.
Penerbit Ghalia: Jakarta. (DMCA.com). Diunduh pada tanggal 14 September 2016.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
hakikatnya adalah mencari teori, bukan menguji teori. Metode ini menitikberatkan
pada observasi dan suasana alamiah15.
• Pengumpulan Data
Dalam setiap penulisan karya ilmiah, seorang sejarawan tidak bisa lepas dari
yang namanya data dan fakta sejarah. Perlu adanya sebuah penelitian agar proses
pengumpulan data baik berupa data primer ataupun sekunder. Beberapa metode
yang sering dilakukan untuk mempermudah proses pengumpulan data, di
antaranya adalah dengan menggunakan studi wawancara dan studi pustaka.
Wawancara dilakukan terhadap nara sumber yang mengerti mengenai proses
masuk dan berkembangnya Islam di Kesultanan Sambas, seperti keluarga
Kesultanan yang hingga kini masih berdomisili di Sambas dan menjadi penjaga
Istana Kesultanan Sambas. Studi ini dilakukan dengan harapan bisa mendapatkan
data-data primer.
Studi Pustaka adalah segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk
menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan atau
sedang diteliti. Informasi itu dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan
penelitian, karangan-karangan ilmiah, tesis dan disertasi, peraturan-peraturan,
ketetapan-ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia, dan sumber-sumber tertulis baik
tercetak maupun elektronik lain. Dengan melakukan studi pustaka, peneliti dapat
memanfaatkan semua informasi dan pemikiran-pemikiran yang relevan dengan
penelitiannya. Untuk melakukan studi pustaka, perpustakaan merupakan suatu
tempat yang tepat guna memperoleh bahan-bahan dan informasi yang relevan
15 Ibid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
untuk dikumpulkan, dibaca dan dikaji, dicatat dan dimanfaatkan16. Metode lain
yang dapat menunjang penulisan adalah dengan adanya data dokumentasi berupa
foto, naskah, arsip akan digunakan untuk menyelesaikan penulisan.
I. Sistematika Penulisan
Dalam mempermudah pemahaman mengenai hasil penelitian skripsi ini,
maka akan dijelaskan beberapa bagian sub-sub bab yang isinya sebagai berikut:
Bab I akan menjelaskan mengenai latar belakang, identifikasi masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, landasan
teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II pada bagian ini akan menjelaskan mengenai Sambas Sebelum Islam
Masuk.
Bab III pada bagian ini akan menjelaskan mengenai Sambas Sesudah Islam
Masuk.
Bab IV merupakan penutup dari bagian skripsi ini. Bab ini akan
menjelaskan mengenai kesimpulan dari semua pertanyaan yang telah disampaikan
pada bab-bab sebelumnya.
16 https://april04thiem.wordpress.com/2010/11/12/Studi-Kepustakaan. Diunduh pada
tanggal 1 Juni 2015.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
BAB II
SAMBAS SEBELUM ISLAM MASUK
A. Gambaran Umum
Daerah Sambas sudah sejak lama dikenal seperti sekarang. Hal ini terbukti
dengan disebutkannya nama Sambas pada masa kekuasaan Kerajaan Majapahit
dibawah kekuasaan Raja Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada di dalam
buku Negara Kertagama yang ditulis oleh Empu Prapanca pada tahun 1365. Di
dalam Pupuh XII di sebutkan bahwa:
Lwas dengan Samudra serta Lamuri Batam, Lampung dan juga Barus
itulah terutama negara Melayu yang t’lah tunduk. Negara-negara dipulau
Tanjungpura: Kapuas-Katingan, Sampit, Kota Lingga, Kota Waringin,
Sambas, dan Lawai17.
Selain itu, dalam catatan Kerajaan Majapahit dan kronik-kronik Cina tertulis
mengenai sejarah purba Sambas, disebutkan juga bahwa Sambas sudah ada sejajar
dengan kerajaan-kerajaan di Kalimantan, Jawa, Sumatera, Malaka, Brunei dan
Kekaisaran Cina pada abad ke-13 M dan ke-14 M18. Meskipun demikian dalam
catatan Negara Kertagama, Pupuh XIII, disebutkan bahwa pada masa kejayaan
Kerajaan Majapahit telah menguasai seluruh wilayah Nusantara, termasuk
Kerajaan Sambas di pulau Kalimantan. Selain menguasai kerajaan-kerajaan yang
telah ditaklukkan, Kerajaan Majapahit juga mengirimkan keturunan dan keluarga
raja beserta prajuritnya sambil mengembangkan agama dan kebudayaan Hindu-
17 Ansar Rahman, dkk, Kabupaten Sambas – Sejarah Kesultanan dan Pemerintah Daerah.
Pontianak: Taurus-Semar Karya, 2001, h. 9.
18 Ibid., h.12.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Budha. Namun, tidak banyak ditemukan peninggalan-peninggalan para raja
zaman itu karena memang sulit untuk dibuat dan mudah hancur oleh air dan
lumpur. Arca yang ditemukan di Sambas terbuat dari emas, dengan memiliki 9
arca agama Hindu-Budha yang tersimpan di British Museum London19.
Pada masa kekuasaan Majapahit, para prajurit dan keturunan raja hidup
membaur dengan masyarakat asli yang kemudian membentuk sebuah kerajaan
yang kuat dengan ratunya berasal dari hasil perkawinan dengan masyarakat asli
tersebut. Setelah berkuasa cukup lama, ratu kerajaan meninggal dunia yang
kemudian di gantikan oleh Tang Nunggal dengan berhasil menyingkirkan putra
mahkota. Dengan memerintah kerajaan dengan kekuasaan yang kejam, bengis,
dan tidak berperikemanusiaan. Bahkan anak-anaknya, Bujang Nadi dan Dare
Nandung dikubur hidup-hidup di bukit Sebedang karena berniat kawin20. Hukum
karma berlaku pada kekuasaannya, Tang Nunggal akhirnya meninggal dalam
keadaan yang mengenaskan. Setelah meninggalnya raja Tang Nunggal, kini
Putera Mahkota yang tersingkir muncul dan mengambil alih kendali
pemerintahan. Dari raja inilah kemudian yang menurunkan raja-raja Sambas
berikutnya sampai kepada Ratu Sepudak21.
Jauh sebelum Tang Nunggal sampai ke Ratu Sepudak berkuasa, pada tahun
1364 di bawah kekuasaan Raja Cananegara datang menggunakan kapal yang
berisi prajurit Majapahit dalam jumlah besar dibawa ke Sambas dan mendarat di
19 Ibid., h.13.
20 Kisah Bujang Nadi dan Dare Nandung menjadi kisah sastra rakyat Sambas.
21 Ansar Rahman, dkk, op. cit., h. 14.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Pangkalan Jawi22. Setelah berhasil mendarat, para prajurit Majapahit ini hidup
membaur dengan masyarakat yang kemudian mendorong berdirinya kekuasaan
keturunan Raja Majapahit yang berpusat di Paloh. Hal ini tidak berlangsung lama,
karena pada tahun yang sama Patih Gajah Mada meninggal dan membuat banyak
keturunan Majapahit berpindah ke daerah lain. Daerah tempat mereka berpindah
yakni Brunei, Mempawah, Tanjungpura, Landak, Sanggau, Sintang, Sukadana
dan kerajaan kecil lainnya di Kalimantan Barat23. Oleh karena pengaruh yang
cukup kuat, pusat pemerintahan Kerajaan Majapahit tidak bertahan lama. Pada
abad Ke-15 M pusat kerajaan berpindah dari Paloh ke Kota Lama di daerah Benua
Bantanan-Tempapar, Kecamatan Teluk Keramat. Di daerah inilah kemudian
cikal-bakal berkembangnya Kesultanan Sambas yang diwarisi oleh Kerajaan
Hindu dalam pemerintahan Ratu Sepudak hingga menjadi kerajaan Islam. Ratu
Sepudak merupakan seorang Ratu yang cukup banyak mengukir sejarah
perkembangan Sambas di daerah Kota Lama. Selain itu, Raja (Ratu) terakhir
dalam pemerintahan Kerajaan Hindu di Kota Lama, Sambas. Perkembangan pada
masa pemerintahan Ratu Sepudak tidak banyak hal-hal yang dapat diketahui. Hal
ini dikarenakan kurangnya catatan sejarah yang mengisahkan kejayaan
pemerintah Ratu Sepudak.
Ratu Sepudak dan saudaranya Timbung Paseban berkuasa sejak tahun 1550
di Kota Lama. Namun, setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit, pada tahun 1570
kerajaan Sambas di Kota Lama berada dibawah Kerajaan Johor yang telah
22 Ibid., h. 15.
23 Ibid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
menganut Islam. Di bawah Kerajaan Johor, sultan-sultan di daerah pantai barat
Kalimantan seperti Brunei, Serawak, Sambas, Mempawah, Sukadana/Matan, ikut
serta menganut Islam, termasuk orang-orang di Kesultanan Sambas24.
Pada tahun 1596, Belanda berhasil menguasai Batavia dan pada tahun 1604
berkunjung ke Kerajaan Matan untuk membuka hubungan dagang. Dari Matan
VOC mendapat informasi mengenai kerajaan yang ada di pantai Barat
Kalimantan. Pada tahun 1609, VOC datang ke Kota Lama yang merupakan pusat
Kerajaan Sambas. Mengetahui Sambas kaya akan hasil hutan dan emas, VOC
mengikat perjanjian dengan Ratu Sepudak. Dibawah Kerajaan Johor, Ratu
Sepudak melakukan perjanjian dagang dengan Oppenkoopman Samuel Bloemaert
wakil dari VOC. Perjanjian dagang itu dilaksanakan pada tanggal 1 Oktober 1609,
sekaligus mengikat Kerajaan Sukadana dan Landak25.
Pada awal masa berdirinya Kerajaan Sambas, Raden Muchsin Panji Anom
Pangeran Tumenggung Jaya Kesuma menyebutkan di dalam lembaran kitab
sejarah Kerajaan Sambas disebutkan bahwa raja-raja di Kerajaan Sambas berasal-
usul dari pancaran negeri tiga serangkai yakni Brunei, Sukadana, dan Sambas di
masa pemerintahan Majapahit. Artinya nama Sambas dapat diartikan sebagai tiga
serangkai sejarah Kerajaan Sambas yang merupakan keturunan Ratu Sepudak dari
Majapahit, Raja Tengah dari Brunei, dan Sultan Sukadana atau Matan Sultan
Muhammad Syafiuddin. Nama Sambas berasal dari kata Sambat yang artinya
bersambung menjadi satu yang dikaitkan dengan keadaan sungai Sambas Kecil
24 Ibid.
25 Ibid., h. 15-16.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
dan sungai Sambas Besar yang saling menghubungkan bandar dan desa menjadi
satu. Dengan kata lain, Sambas berasal dari kata Sambat yang dapat diartikan
berangkai, bersambung menjadi satu rangkaian sungai yakni sungai Sambas
Kecil, Subah, dan Teberau26.
1. Sambas
Sambas merupakan salah satu daerah tingkat II di bagian paling utara
Provinsi Kalimantan Barat dengan total luas 6. 395,70 km2, terletak diantara
1°23" Lintang Utara dan 108°39" Bujur Timur. Secara administratif, batas
wilayah Sambas bagian Utara: Sarawak, Malaysia Timur, Selatan: Kota
Singkawang, Barat: Selat Karimata, Laut Cina Selatan, dan Timur: Kabupaten
Bengkayang27. Pada tahun 2011 jumlah populasi penduduk Sambas sebanyak
501.149 jiwa dengan kepadatan penduduk 78,36 jiwa/km2. Memiliki luas 4,36%
dari luas Provinsi Kalimantan Barat, Sambas memiliki 19 kecamatan, yakni
Sambas, Selakau, Pemangkat, Tebas, Jawai, Teluk Keramat, Sejangkung, Paloh,
Subah, Sajingan Besar, Galing, Tekarang, Semparuk, Jawai Selatan, Sebawi,
Sajad, Tangaran, Selakau Timur, Salatiga, dan dibagi menjadi 183 desa28.
Masyarakat yang mendiami wilayah Sambas terdiri dari suku Melayu,
Dayak, Tionghoa, Banjar, Jawa, Batak, dan Minangkabau. Sebagian besar
penduduk Sambas adalah orang-orang Melayu yang tinggal di wilayah kota dan
26 Ibid., h. 11.
27 Kabupaten Sambas Dalam Angka. Sambas Regency in Figures 2007, h. 3.
28 https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten Sambas. Diunduh pada tanggal 25 September
2015.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
berbaur dengan para pendatang lain seperti Tionghoa, Banjar, Jawa, Batak, dan
Minangkabau. Sementara orang-orang Dayak kebanyakan tinggal di daerah
pedalaman dan sedikit yang menetap di kota Sambas.
Sambas merupakan wilayah yang mengalami pertumbuhan penduduk
cukup pesat dari tahun ke tahunnya. Pada tahun 1915, Sambas memiliki penduduk
sebanyak 123.000 jiwa, dengan rincian terdiri dari 100 orang Eropa, 26.000 orang
Dayak, 67.000 orang Melayu, Jawa, Bugis, 30.000 orang Cina, dan 270 orang
Arab dan Timur asing lainnya dan pertumbuhan penduduk akan semakin
meningkat setiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat perbandingan jumlah penduduk
yang mendiami Sambas pada tahun 2011 dan kepadatan penduduk sekitar 78,36
jiwa/km² atau 2.724 jiwa per desa. Penyebaran penduduk di Kabupaten Sambas
tidak merata antar kecamatan yang satu dengan yang lainnya29.
Tabel 1.1 Kepadatan Penduduk & Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Sambas
No Kecamatan Jumlah
Penduduk
(Jiwa)
Luas Wilayah
(Km²)
Kepadatan
Penduduk
(Jiwa/km²)
Laju
Pertumbuhan
Penduduk (%)
1 Kecamatan Selakau 30.387 129,51 235 1,05
2 Kecamatan Selakau Timur 10.423 162,99 64 2,19
3 Kecamatan Pemangkat 44.783 111,00 403 0,44
4 Kecamatan Semparuk 24.026 90,15 267 1,10
5 Kecamatan Salatiga 14.752 82,75 178 0,55
6 Kecamatan Tebas 64.200 395,64 162 0,92
7 Kecamatan Tekarang 13.524 83,16 163 1,74
8 Kecamatan Sambas 45.993 246,66 186 2,25
9 Kecamatan Subah 17.525 644,55 27 -0,01
10 Kecamatan Sebawi 15.820 161,45 98 1,42
11 Kecamatan Sajad 9.985 94,94 105 0,49
29 https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten Sambas. Diunduh pada tanggal 25 September
2015.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
26
66
80%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
0-14 15-64 65
Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok
Umur
0-14 15-64 65
12 Kecamatan Jawai 35.089 193,99 181 0,13
13 Kecamatan Jawai Selatan 17.601 93,51 188 -0,33
14 Kecamatan Teluk Keramat 58.723 554,53 106 0,08
15 Kecamatan Galing 19.674 333,00 59 0,11
16 Kecamatan Tangaran 21.517 186,67 115 3,50
17 Kecamatan Sejangkung 22.836 291,26 78 2,32
18 Kecamatan Sajingan Besar 10.177 1.391,2 7 3,34
19 Kecamatan Paloh 24.144 1.148,84 21 0,93
Total 501.149 6.395,70 78 1,01
Tabel 1.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur tahun 2013.
2. Lingkungan dan Masyarakat Sambas
Sambas mayoritas didiami oleh suku Melayu. Sedangkan untuk suku Dayak
dan suku pendatang lainnya hanya sebagian kecil. Dengan demikian, bisa
dikatakan mayoritas yang mendiami daerah perkotaan dan daerah kerajaan adalah
suku Melayu. Sementara itu, bagi orang-orang Dayak tidak ada yang tinggal di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
lingkungan kerajaan, bahkan mereka yang tinggal di perkotaan hanya sedikit.
Mayoritas penduduk Dayak banyak tinggal di daerah pedalaman dan di daerah
perbatasan dengan Kabupaten-kabupaten lainnya, seperti di daerah perbatasan
dengan Bengkayang, Singkawang, dan Serawak. Sementara itu bagi suku
Tionghoa kebanyakan mereka tinggal di daerah Pemangkat dan di daerah
perbatasan dengan Singkawang. Bagi suku Banjar, Jawa, Batak, dan
Minangkabau kebanyakan dari mereka menyebar di setiap kecamatan yang ada di
Sambas.
Asal-usul nama Sambas tidak terlepas dari adanya pengaruh Hindu yang
dibawa oleh keluarga dan para prajurit Kerajaan Majapahit. Di dalam kitab
Negara Kertagama, lebih tepatnya Pupuh XII di sebutkan bahwa;
Lwas dengan Samudra serta Lamuri Batam, Lampung dan juga Barus
itulah terutama negara Melayu yang t’lah tunduk. Negara - negara di
pulau Tanjungpura: Kapuas - Katingan, Sampit, Kota Lingga, Kota
Waringin, Sambas, dan Lawai.
Selain itu, letak wilayah kerajaan Sambas dinilai sangat strategis karena berada di
antara pertemuan muara sungai Sambas Kecil, Subah, dan Teberau30 dan
berbatasan langsung dengan laut Natuna. Dengan demikian dapat dipahami jika
letak kerajaan Sambas sangatlah strategis. Selain dilalui oleh tiga pertemuan arus
sungai Sambas Kecil, Subah, dan Teberau, wilayah Sambas juga menjadi jalur
perdagangan antar kerajaan yang ada di Kalimantan, serta menjadi jalur
perdagangan internasional.
30 Ansar Rahman, dkk, Kabupaten Sambas – Sejarah Kesultanan dan Pemerintah Daerah.
Pontianak: Taurus-Semar Karya, 2001, h.11.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
3. Agama yang ada di Sambas
Agama yang hingga sekarang diakui oleh pemerintah Sambas ada empat
yakni, Islam, Katolik, Protestan, dan Khong Hu Cu. Meskipun sudah tidak diakui
oleh pemerintah sebagai suatu agama, kepercayaan lokal atau biasa disebut
dengan religio naturalisme tetap hidup dan berkembang dalam suatu masyarakat
modern sekarang ini yang kemudian menjadikan kepercayaan ini sebagai salah
satu wujud kearifan lokal yang perlu dilestarikan.
Jauh sebelum agama Islam menjadi agama mayoritas di Sambas
berkembang, agama Hindu memiliki peran yang cukup besar dalam kehidupan
kerajaan pada saat itu. Banyak dari para penduduk lokal yang menganut agama
Hindu, karena dianggap tidak bertentangan dengan kepercayaan lokal. Bahkan
banyak peninggalan sejarah Hindu yang hingga sekarang masih tetap
dipertahankan, seperti kain tenun Sambas yang kemudian mendapat penghargaan
dari UNESCO31.
B. Letak Wilayah Kesultanan Sambas
Wilayah Kesultanan Sambas saat ini terletak di ibukota Sambas, tepatnya di
antara pertemuan tiga anak sungai yakni, sungai Sambas Kecil, sungai Sungai
Subah, dan sungai Teberau. Istana Kesultanan Sambas berada di daerah Muara
Ulakan, sekarang di Desa Dalam Kaum, Kecamatan Sambas, Kabupaten Sambas,
Provinsi Kalimantan Barat. Saat ini wilayah tempat Kesultanan Sambas lebih
dikenal dengan masyarakat Melayu Sambas. Melayu Sambas merupakan
31 Ibid., h. 11.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
etnoreligius Muslim yang berbudaya Melayu, berbahasa Melayu dan menempati
sebagian besar wilayah Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kota
Singkawang dan sebagian kecil Kabupaten Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat.
Secara linguistik Melayu Sambas merupakan bagian dari rumpun Suku Dayak,
khususnya Dayak Melayik yang dituturkan oleh tiga suku Dayak, yaitu suku
Dayak Meratus/Bukit (Banjar arkhais yang digolongkan bahasa Melayu), Dayak
Iban dan Dayak Kendayan (Kanayatn)32.
Jauh sebelum menetap di Muara Ulakan, ibukota pemerintahan Sambas
yang dimulai dari masa pemerintahan Kerajaan Hindu hingga berubah menjadi
Kesultanan Sambas telah berpindah-pindah pusat pemerintahan. Berawal dari
daerah Paloh pada masa pemerintahan Raja Cananegara, kemudian berpindah lagi
ke daerah Kota Lama pada masa pemerintahan Raja Tang Nunggal, berlanjut
hingga masa pemerintahan Ratu Sepudak dan Ratu Anom Kesuma Yuda. Dari
Kota Lama pusat pemerintahan sempat berpindah tidak begitu lama di daerah
Kota Bandir, dimana di tempat ini dijadikan pusat pemerintahan setelah Ratu
Anom Kesuma Yuda menyerahkan negara dan pemerintahan kepada Raden
Sulaiman.
Selama tiga setengah tahun Kota Bandir dijadikan ibukota, kemudian pusat
pemerintahan berpindah ke daerah Lubuk Madung, yang kemudian menjadi cikal-
bakal berdirinya Kesultanan Sambas dengan Sultan pertama ialah Raden
Sulaiman dengan gelar Sultan Muhammad Syafiuddin I. Oleh karena dirasa
kurang baik dan cocok untuk dibangun Istana dan Kesultanan, pusat pemerintahan
32 https://id.wikipedia.org/wiki/Suku-Sambas. Diunduh pada tanggal 29 September 2015.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
kemudian dipindahkan lagi di daerah Muara Ulakan pada masa pemerintahan
Raden Bima, Sultan Muhammad Tajuddin, Sultan Sambas kedua.
Istana Kesultanan Sambas hingga saat ini telah mengalami perbaikan yang
cukup besar. Bentuk bangunan sekarang ini berbeda dengan bangunan Keraton
jaman dulu. Hal ini dibuktikan ketika pada tanggal 3 September 1931, pada masa
pemerintahan Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Syafiuddin, mendirikan
bangunan model baru yang terletak di bekas bangunan lama yang telah
dirobohkan. Kemudian pada tahun 1985, melalui Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Provinsi Kalimantan Barat, pemerintah melakukan pemugaran
terhadap Keraton Sambas33.
C. Pemerintahan Sebelum Masuknya Islam di Sambas
Jauh sebelum Islam masuk dan berkembang di daerah Sambas, Hindu
merupakan agama yang sudah masuk dan berkembang terlebih dahulu. Hindu
merupakan cikal-bakal berdirinya sebuah kerajaan yang bercorak Hindu di
Sambas, sebelum kemudian digantikan menjadi Kerajaan Islam seiring dengan
masuk dan berkembangnya Islam di Sambas.
Awal mula berdirinya kerajaan Sambas tidak terlepas dari adanya campur
tangan dari Kerajaan Majapahit. Seperti yang telah diketahui, pada abad ke-13 M
Kerajaan Majapahit datang dengan para prajurit dan keluarga Kerajaan ke Sambas
berhasil mendirikan sebuah Kerajaan yang pertama di daerah Paloh. Dari Paloh,
pusat Kerajaan Sambas di pindahkan ke Kota Lama di daerah Teluk Keramat.
33 Ansar Rahman, dkk, Kabupaten Sambas, h. 85-86.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Tidak berselang lama, pusat kerajaan kemudian berpindah ke Kota Bangun di
daerah sungai Sambas Besar. Setelah bertahan beberapa waktu, pusat kerajaan
kemudian berpindah lagi ke Kota Bandir dan terakhir pusat Kerajaan Sambas
berpindah ke daerah Lubuk Madung34. Setelah pada masa Sultan Sambas ke-2,
Sultan Muhammad Tajuddin berkuasa, pusat Kesultanan Sambas dibangun di
Muara Ulakan, di pertemuan tiga sungai yakni sungai Sambas Kecil, sungai
Subah, dan Sungai Teberau.
Pada periode awal berdirinya Kerajaan Sambas, negeri Sambas sering
disebut dengan “Negeri Kebenaran” yang masa itu dikuasai oleh raja-raja dari
keturunan Majapahit. Raja yang terakhir berkuasa di Kerajaan Sambas ialah Ratu
Sepudak dan Ratu Anom Kesuma Yuda selama periode tahun 1300-1631. Pada
periode awal Kerajaan Sambas Raja-raja yang berkuasa disebut dengan Ratu dan
kekuasaannya disebut kerajaan35. Penyebaran Hindu di daerah Sambas tidak
diketahui dengan pasti, yang jelas penyebarannya dilakukan dengan jalan damai
oleh para prajurit dan keluarga Kerajaan Majapahit dengan cara berbaur dengan
masyarakat lokal.
Masuknya agama Islam di daerah Sambas hampir sama dengan proses
masuknya agama Hindu yang belum diketahui dengan pasti. Berdasarkan sumber
sejarah yang ada, mulai masuknya agama Islam di Sambas terjadi pada abad ke-
14 M yang dilakukan oleh para pedagang dari Arab, Gujarat, Brunei, dan Banjar
yang sudah menganut agama Islam. Namun, pada masa ini agama Islam belum
34 Ibid., hal. 7.
35 Catatan mengenai istilah Raja pada periode awal kerajaan Sambas, hal. 7.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
menyebar secara luas di kalangan keluarga kerajaan maupun masyarakat lokal.
Barulah pada tahun 1600, agama Islam mulai berkembang di daerah Kerajaan
Sambas seiring dengan berakhirnya Kerajaan Majapahit dan Sambas berada di
bawah naungan Kerajaan Johor yang telah menganut Islam. Bila mengacu pada
teori integrasi, maka dapat dipastikan bahwa agama Islam sudah masuk ke daerah
Sambas jauh sebelumnya. Hal ini berdasarkan pada pemahaman kalau agama
yang merupakan hal baru dapat berkembang dan diterima masyarakat apabila
terlebih dahulu berintegrasi dengan budaya lokal.
Masuk dan semakin berkembangnya Islam di Sambas dimulai ketika
kedatangan Raja Tengah di Kota Bangun. Raja Tengah adalah seorang Raja
Serawak yang selama 40 tahun tinggal di daerah Sukadana/Matan dan Sambas.
Raja Tengah yang pernah tinggal di Sukadana menikah dengan adik Sultan
Matan, Sultan Muhammad Syafiuddin yakni Ratu Surya Kesuma yang dikaruniai
seorang anak bernama Raden Sulaiman. Raden Sulaiman kemudian menjadi cikal
bakal pendiri Kesultanan Sambas dengan gelar Sultan Muhammad Syafiuddin I
yang berkuasa dari tahun 1631-1668 merupakan Sultan pertama Sambas36.
Raden Sulaiman yang bergelar Sultan Muhammad Syafiuddin I merupakan
Sultan pertama yang memeluk Islam dan membuat Islam semakin berkembang di
Sambas. Hal ini dibuktikan dengan diikuti oleh keluarga besar maupun kerabat
Kesultanan. Oleh karena melihat dan terdorong keluarga Kesultanan yang
memeluk Islam, banyak rakyat yang berada di sekitar daerah dan di bawah
pemerintahan Kesultanan ikut serta memeluk Islam. Selain itu, terdapat juga
36 Ansar Rahman, dkk, op. cit., h. 12.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
masyarakat yang sudah memeluk Islam jauh sebelum Sultan dan keluarga
Kesultanan memeluk Islam. Masyarakat ini kebanyakan memeluk Islam karena
sudah menikah dan hidup berbaur dengan para pedagang dari Arab, Gujarat,
Brunei, dan Banjar. Meskipun demikian, terdapat juga beberapa rakyat yang
menolak masuknya Islam. Adanya aksi penolakan ini dikarenakan terdapat aturan
Islam yang mereka anggap bertentangan dengan tradisi yang telah dijalani jauh
sebelum agama-agama luar mulai masuk dan berkembang di daerah Sambas.
Berkembangnya Islam di daerah Sambas sangat mempengaruhi
perkembangan Islam di daerah lainnya. Saat Islam mulai masuk di daerah
Sambas, Kerajaan Hindu masih berkuasa dan masih di perintah oleh seorang Ratu
dengan gelar Ratu Sepudak. Ratu Sepudak merupakan keturunan Majapahit
terakhir yang berkuasa sebelum menyerahkan kerajaan kepada Raja Tengah. Raja
Tengah merupakan anak dari Sultan Brunei, Sultan Muhammad Hasan (1582-
1598) yang dikeluarkan dari negeri Brunei oleh abangnya Sultan Abdul Jalilul
Akbar karena perebutan kekuasaan ke daerah Serawak dengan ditemani seribu
orang Sakai (hulubalang, prajurit yang berasal dari suku Kedayan dan pulau
Bunut). Selain para Sakai, Raja Tengah juga ditemani oleh orang-orang pembesar
dan pemuda-pemuda yang akan menjadi pejabat penting, serta yang sudah
menikah berangkat beserta keluarga mereka37. Para pengikut Raja Tengah ini
kemudian menjadi cikal bakal dari orang Melayu di Serawak dan membaur
dengan orang Melayu dari keturunan Abang Gulam38.
37 Ibid., h. 28-29.
38Abang Gulam adalah seorang pedagang Melayu dari Minangkabau, Sumatera Barat
yang bermukim di Kampung Beladin, Saribas, ibid., h. 29.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Setelah sampai di daerah Serawak, hal yang pertama dibangun adalah
istana, lapau (balai pertemuan), bangunan pemerintahan dan rumah-rumah
pengikutnya di luar istana. Kemudian Raja Tengah melantik para pengiringnya
menjadi pembesar negara untuk menjalankan roda pemerintahan hingga tahun
1841. Beranjak dari sinilah, petualangan Raja Tengah berlanjut ke daerah Johor
hingga ke daerah Matan Sukadana. Di Sukadana, di bawah kekuasaan
Panembahan Giri Mustika yang kemudian bergelar Sultan Muhammad
Syafiuddin, Raja Tengah banyak belajar dan memperdalam pengetahuan ilmu
Islam kepada Syech Syamsuddin dan telah memeluk Islam. Oleh karena memiliki
perilaku yang baik dan disukai oleh rakyatnya, Sultan Muhammad Syafiuddin
menikahkan adiknya Ratu Surya Kesuma dengan Raja Tengah. Dari pernikahan
itu, mereka dikaruniai lima orang anak dengan nama Raden Sulaiman, Raden
Badaruddin, Raden Abdulwahab, Raden Rasymi Putri dan Raden Ratnawati39.
Berada cukup lama di Sukadana, Raja Tengah bersama istrinya meminta izin
untuk tinggal di daerah Sambas. Jauh sebelum tinggal di Sukadana, Raja Tengah
sering mendengar jika Sambas dengan rajanya Ratu Sepudak merupakan negeri
yang kaya akan emas dan Kota Lama merupakan bandar yang ramai dikunjungi
para pedagang.
Atas izin dari Sultan Muhammad Syafiuddin, rombongan Raja Tengah
menggunakan 40 buah kapal yang telah dipersenjatai berlayar menyusuri pantai
utara yang kemudian masuk ke sungai Sambas Besar dan berhenti di suatu tempat
yang bernama Kota Bangun. Tidak lama setelah Raja Tengah tiba di Sambas,
39 Ibid., h. 30-32.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Ratu Sepudak wafat. Di Kota Bangun inilah mereka membangun sebuah
perkampungan karena tidak jauh dengan ibukota Kerajaan Sambas, Kota Lama.
Selain itu, di Kota Bangun juga dijadikan tempat untuk mengembangkan Islam
yang kemudian banyak menarik rakyat untuk menganut Islam dalam waktu
singkat. Oleh karena memiliki hubungan yang baik dan menetap sudah cukup
lama, Raja Tengah kemudian meminangkan anaknya Raden Sulaiman dengan
Puteri Mas Ayu Bungsu, anak kedua Ratu Sepudak yang dikabulkan oleh Ratu
Anom Kesuma Yuda. Setelah disetujui, maka digelarlah pernikahan yang
menggunakan istiadat raja-raja. Selesai melangsungkan acara pernikahan anaknya,
sambil beristirahat Raja Tengah ada keinginan untuk pergi berlayar ke Serawak40.
Dengan meninggalnya Ratu Sepudak, berdasarkan wasiatnya Pangeran
Prabu Kencana dinobatkan menjadi Ratu dengan gelar Ratu Anom Kesuma Yuda.
Hal ini terjadi dikarenakan Ratu Sepudak mempunyai dua orang anak yang sulung
bernama Putri Mas Ayu Anom yang dinikahkan dengan keponakannya yang
bernama Pangeran Prabu Kencana yang ditetapkan sebagai pewaris tahta. Putri
Ratu Sepudak lainnya, Puteri Mas Ayu Bungsu dinikahkan dengan Raden
Sulaiman41.
Setelah satu tahun pernikahan, Raden Sulaiman dikaruniai seorang anak
laki-laki dengan nama Raden Bima. Oleh karena rasa kepercayaan terhadap adik
40 Ibid., h. 32-33.
41 Ibid., h. 34.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
iparnya, Pangeran Aria Mangkurat42, Ratu Anom Kesuma Yuda mengangkatnya
menjadi Wazir I, sedangkan Raden Sulaiman diangkat menjadi Wazir II. Sebagai
Wazir I, Pangeran Mangkurat bertugas untuk mengurus perbendaharaan negara
serta mewakili Ratu apabila sedang melakukan kegiatan bepergian. Sedangkan,
Raden Sulaiman yang dijadikan Wazir II bertugas untuk mengurus hal-hal yang
berhubungan dengan urusan luar dan dalam negeri. Dalam melaksanakan
tugasnya, Raden Sulaiman dibantu oleh dua orang bersaudara yakni, Kyai Dipa
Sari yang merupakan Penghulu Sungai Sekumba dan Kyai Satia Bakti yang
merupakan Penghulu Sungai Sahe43.
Tradisi yang terjadi di Sambas apabila telah melaksanakan pelantikan para
menteri dan pejabat kerajaan, mereka diharuskan untuk bersumpah setia kepada
Ratu. Bentuk sumpah setia mereka ialah bersedia menggoreskan leher dengan
keris pusaka, kemudian rendaman dari air keris akan dipercikkan kepada goresan
tersebut. Makna dari adanya proses sumpah setia ini adalah agar tidak ada yang
bertindak durhaka dan tidak setia44.
1. Masa Pemerintahan Ratu Anom Kesuma Yuda
Ratu Anom Kesuma Yuda merupakan penerus tahta Kerajaan Sambas
setelah wafatnya Ratu Sepudak dan tetap mempertahankan pusat pemerintahan di
Kota Lama. Pada masa pemerintahannya, keluarga Kerajaan Sambas masih
42 Pangeran Aria Mangkurat adalah keponakan dari Ratu Sepudak, adik dari Ratu Anom
Kesuma Yuda, anak dari Pangeran Condong Paseban, saudara sekandung Ratu Sepudak, ibid.,
h.34. 43 Ansar Rahman, dkk., op. cit., h. 39.
44 Ibid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
menganut Hindu yang tetap menggunakan tata cara pemerintahan Kerajaan
Hindu. Selain itu, pada saat pemerintahan Ratu Anom Kesuma Yuda ajaran Islam
semakin berkembang di Kerajaan Sambas. Hal ini dibuktikan dengan mulai
masuk dan berkembangnya Islam di keluarga kerajaan yang dilakukan oleh Raden
Sulaiman dan menyebar sampai ke masyarakat.
Dalam masa pemerintahan Ratu Anom Kesuma Yuda tidak sepenuhnya
berjalan dengan baik. Hal ini terjadi karena adanya pertikaian antara Raden
Sulaiman dengan Pangeran Aria Mangkurat yang dilatarbelakangi oleh rasa iri
hati dari Pangeran Aria Mangkurat dalam melayani dan menghadapi rakyat.
Dalam melayani dan menghadapi rakyat, Raden Sulaiman lebih diunggulkan
karena dipatuhi dan dicintai oleh rakyat. Selain itu, dalam mengembangkan ajaran
Islam, Raden Sulaiman sangat giat bahkan semakin banyak rakyat yang menganut
Islam. Berbanding terbalik dengan Pangeran Aria Mangkurat yang mulai tidak
dihormati oleh rakyat45.
Faktor lain yang semakin membuat pertikaian antara Raden Sulaiman dan
Pangeran Aria Mangkurat meningkat adalah ketika Ratu Anom Kesuma Yuda
mengantar upeti berupa emas urai jamur dan kerang ke Johor bersama dengan
Petinggi Tambelan menerima surat yang berisi pengaduan fitnah dari Pangeran
Aria Mangkurat. Isi surat ini ialah tersiar kabar kalau Raden Sulaiman sedang
bersiap-siap untuk merebut kedudukan Ratu Sambas. Hal ini kemudian ditanggapi
dengan bijaksana oleh Ratu Anom Kesuma Yuda. Selain itu, yang membuat
keadaan semakin Buruk adalah dengan tidak ditanggapi dengan serius fitnah dan
45 Ibid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
hasutan oleh Ratu, membuat Pangeran Aria Mangkurat membunuh Kyai Satia
Bakti yang merupakan bawahan dari Raden Sulaiman karena dianggap telah
berkhianat dan mempengaruhi Ratu Anom Kesuma Yuda. Mendengar hal itu,
Raden Sulaiman beserta Kyai Dipa Sari menghadap Ratu Anom Kesuma Yuda
untuk melaporkan sekaligus meminta tindakan Ratu Anom Kesuma Yuda bagi
penyelesaian peristiwa ini46.
Setelah cukup lama peristiwa itu berlangsung, tanpa adanya penyelesaian
dan tindakan dari Ratu, menyebabkan kebencian rakyat kepada Pangeran Aria
Mangkurat semakin bertambah. Selain itu, dukungan dan simpati dari rakyat
terhadap Ratu Anom Kesuma Yuda juga semakin berkurang. Hal ini kemudian
mempengaruhi hubungan Ratu Anom Kesuma Yuda dan Pangeran Aria
Mangkurat dengan Raden Sulaiman tidak baik. Raden Sulaiman beserta anak dan
istri yang disertai Kyai Dipa Sari meninggalkan Kota Lama dan berlayar ke
daerah Kota Bangun47. Berita hijrahnya Raden Sulaiman di dengar oleh Petinggi
Nagur, Petinggi Bantilan, dan Petinggi Segerunding. Demi keutuhan kerajaan,
mereka bertiga menghadap Raden Sulaiman meminta untuk kembali ke Kota
Lama. Namun, usaha yang dilakukan mereka bertiga hanya sia-sia. Meskipun
berhasil menghubungi dan menyampaikan keadaan Raden Sulaiman kepada Ratu,
akan tetapi Ratu menitahkan mereka untuk menghadap Pangeran Aria Mangkurat
yang kemudian membuat mereka dihina karena dianggap membela orang yang
berdurhaka.
46 Ibid., h. 40.
47 Ibid., h. 41.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Sekembalinya mereka, Raden Sulaiman beserta rombongan telah
meninggalkan Kota Bangun dan pergi mengarah ke Sungai Subah, yang kemudian
menetap di Kota Bandir. Di sinilah, Raden Sulaiman mendirikan pemukiman dan
berkembang menjadi sebuah negeri. Hal ini kemudian mendorong rakyat yang
berada di Kota Lama sebagian besar ikut pindah ke Kota Bandir. Di Kota Bandir,
masyarakat hidup aman dan tenteram di bawah kepemimpinan Raden Sulaiman.
Melihat hal ini, Ratu Anom Kesuma Yuda ingin pindah juga dari Kota Lama
dengan mempersiapkan 70 buah perahu beserta menteri, hulubalang, dan rakyat
yang masih setia pindah ke Balai Pinang yang terletak di di Sungai Barangan,
anak Sungai Selakau. Sebelum sampai di Balai Pinang, para Petinggi Nagur,
Petinggi Bantilan dan Petinggi Segerunding meminta Ratu Anom Kesuma Yuda
untuk dipertemukan dengan keluarga Raden Sulaiman48. Hal ini dilakukan di Kota
Bangun dengan merencanakan untuk saling bermaaf-maafan sekaligus
menyerahkan kekuasaan Sambas sebagai pengganti Kota Lama kepada Raden
Sulaiman. Setelah disepakati bersama, titah yang telah diberikan Ratu Anom
Kesuma Yuda dilaksanakan oleh para Petinggi Nagur, Bantilan, dan Segerunding.
Pertemuan ini kemudian berhasil dilaksanakan. Ratu Anom Kesuma Yuda dengan
para pengikutnya maupun keluarga Raden Sulaiman berpadu dalam keharuan,
mereka saling menangis dan berpelukan49.
Pada kesempatan ini, Ratu Anom Kesuma Yuda mengakui dan merestui
berdirinya Kota Bandir dan merelakan rakyat yang telah berpindah ke kota ini.
Selain itu, Ratu Anom Kesuma Yuda juga menyerahkan pemerintahan dan negeri
48 Ibid., h. 42.
49 Ibid., h. 42.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Sambas kepada Raden Sulaiman dan istri. Dengan rasa hormat, Ratu Anom
Kesuma Yuda memberi nasihat kepada Raden Sulaiman dan memberikan dua
pasang meriang beserta dua pasang Lela dengan amunisinya. Setelah selesai
melakukan serah terima, Raden Sulaiman dan istrinya Mas Ayu Bungsu
berpamitan pulang ke Kota Bandar. Ratu Anom Kesuma Yuda dan istrinya Mas
Ayu Anom berpamitan sekaligus melanjutkan perjalanan ke arah muara sungai
Selakau dan berhenti di muara sungai Barangan. Di tempat inilah Ratu Anom
Kesuma Yuda membangun istana, rumah, benteng (kubu), dan parit-parit yang
kemudian daerah ini diberi nama negeri Balai Pinang. Di Balai Pinang ini, Ratu
Anom Kesuma Yuda dan istrinya, bersama Pangeran Aria Mangkurat, serta para
pengikutnya menghabiskan sisa hidup50.
2. Perkembangan Islam Masa Raden Sulaiman
Setelah mendapatkan negeri dan pemerintahan Sambas melalui upacara
serah terima yang dilakukan oleh Ratu Anom Kesuma Yuda, Raden Sulaiman
kemudian pindah dari Kota Bandir ke daerah Lubuk Madung. Di daerah Lubuk
Madung inilah pada tanggal 9 Juli 1631, Raden Sulaiman dinobatkan sebagai
Sultan Sambas dengan gelar Sultan Muhammad Syafiuddin I. Lubuk Madung
merupakan suatu daerah di sebelah hulu sungai Teberau, anak sungai dari sungai
Sambas Kecil simpang kanan yang di bagian hilirnya terdapat sebuah desa yang
bernama Lubuk Lega. Selain itu, saudara-saudaranya seperti Raden Badaruddin
50 Ibid., h. 42-43.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
diangkat menjadi Pangeran Bendahara Seri Maharaja, serta Raden Abdulwahab
diangkat menjadi Pangeran Tumenggung Jaya Kesuma51.
Masa pemerintahan Sultan Muhammad Syafiuddin I berlangsung cukup
lama. Ia memerintahkan roda pemerintahan dengan sangat baik dan teratur
membuat masyarakat hidup sejahtera serta tidak ada lagi sengketa keluarga karena
pusat pemerintahan telah menjadi satu. Perkembangan Islam pada masa
pemerintahan Sultan Muhammad Syafiuddin I juga mengalami perkembangan
yang cukup cepat. Hal ini kemudian diteruskan oleh anaknya, Raden Bima dengan
gelar Sultan Muhammad Tajuddin yang membuat pengaruh Islam sangat
menonjol dan berkembang dengan pesat di Kesultanan Sambas.
Sebagai bentuk silaturahmi, Sultan Muhammad Syafiuddin I mengirim putra
sulungnya, Raden Bima ke Matan untuk menjumpai kerabat dari pihak ibunya.
Kedatangan Raden Bima ke Matan disambut langsung oleh Sultan Muhammad
Zainuddin dengan melakukan upacara penyambutan secara besar-besaran yang
diikuti oleh para Menteri, hulubalang, dan semua lapisan masyarakat Kesultanan
Matan. Acara penyambutan ini dilaksanakan di istana Kesultanan Matan dengan
menampilkan berbagai macam kesenian selama tujuh hari dan tujuh malam.
Perayaan puncaknya ialah dilakukan upacara pernikahan antara Raden Bima
dengan Puteri Indra Kesuma, adik bungsu dari Sultan Muhammad Zainuddin.
Setelah setahun lebih tinggal di Matan, Raden Bima dikaruniai seorang putra yang
diberi nama Raden Melia, sekaligus meminta izin dan restu untuk kembali ke
Sambas. Mendapat izin dan restu dari Sultan Muhammad Zainuddin, Raden Bima
51 Ibid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
beserta anak dan istri kembali ke Sambas. Mendengar hal ini, Sultan Muhammad
Syafiuddin I beserta rakyatnya menyambut dengan mengelu-elukan mereka,
kemudian menabur beras kuning serta di tepung tawari, sebagaimana adat
kesultanan Sambas52.
Berada tidak lama di Sambas, Raden Bima dititahkan oleh Sultan
Muhammad Syafiuddin I untuk mengunjungi keluarganya di Brunei. Berangkat
menggunakan tiga buah perahu, Raden Bima berangkat mengunjungi Sultan
Brunei di daerah Kelaka. Melihat hal itu, Sultan Muhyiddin menyambut Raden
Bima dengan Upacara Perarakan di Pasir Perarakan daerah Ujung Sapoh, Kuala
Brunei, sekaligus menobatkan Raden Bima menjadi Sultan dengan gelar Sultan
Anom di istana Sultan Brunei. Dengan dilantiknya Raden Bima menjadi Sultan
Anom, Sultan Brunei memberikan hadiah alat-alat kebesaran kerajaan (regalia)53
berupa payung ubur-ubur, payung keemasan, tombak canggah, tombak bertatah
emas, keris, tempat dian, puan keemasan, gendang nobat, nekara, gong kromong,
serunai nafiri, dan gambang yang lengkap dengan para pemainnya54.
Setelah mendapat persetujuan dari Sultan Muhyiddin, Raden Bima meminta
diri untuk kembali ke Sambas. Selain alat-alat kebesaran kerajaan yang diperoleh
dari Sultan Muhyiddin, terdapat alat-alat kebesaran kerajaan yang diwariskan oleh
Ratu Sepudak yang terdiri dari sebuah meriam kecil berbentuk pendek gemuk
yang tidak memiliki buntut dengan nama Raden Mas, sebuah meriam kecil lagi
52 Ibid., h. 44.
53 Regalia adalah alat-alat kebesaran kerajaan yang diberikan sebagai hadiah dan acap kali
dijadikan pusaka kerajaan. Alat-alat ini hanya digunakan dalam upacara yang dianggap penting.
54 Ansar Rahman, dkk, op. cit., h. 45.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
yang tidak memiliki buntut dengan nama Raden Kajang, dan sebuah meriam kecil
berbentuk panjang bernama Raden Sambir. Benda-benda kebesaran kerajaan ini
merupakan pusaka kesultanan dan hanya dikeluarkan bila ada upacara penting.
Setibanya Raden Bima di Sambas yang telah dinobatkan oleh Sultan
Muhyiddin dengan gelar Sultan Anom, dengan persetujuan Wazir, para Menteri,
dan Panglima Hulubalang, Raden Bima diangkat menjadi Sultan Sambas dengan
gelar Sultan Muhammad Tajuddin yang merupakan Sultan Sambas ke-2. Sultan
Muhammad Syafiuddin I yang telah menyerahkan jabatannya kepada anaknya,
Sultan Muhammad Tajuddin, dilantik menjadi Yang Dipertuan Kesultanan
Sambas. Dengan pemerintahan yang baru, Sultan Muhammad Tajuddin dengan
menganut Islam yang sangat taat dan memiliki gagasan-gagasan baru memadukan
keduanya untuk memajukan Kesultanan Sambas55. Ia berpendapat untuk
memindahkan ibukota pusat pemerintahan yang pada waktu itu dirasa kurang
cocok untuk mendirikan sebuah Istana dan Kesultanan. Setelah melakukan
perundingan dengan ayahnya, Yang Dipertuan Kesultanan Sambas, Wazir, dan
para Menteri, ibukota Sambas dipindahkan dari Lubuk Madung ke Muara Ulakan,
yakni di pertemuan tiga anak sungai, sungai Sambas Kecil, sungai Subah, dan
sungai Teberau56.
Setelah menyerahkan pemerintahan Kesultanan Sambas kepada Raden Bima
dan semakin bertambah tua, Sultan Muhammad Syafiuddin I, dengan gelar
55 Ibid., h. 46.
56 Ibid., h. 46-47.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
terakhir Yang Dipertuan Kesultanan Sambas wafat pada 10 Muharam 1080 H,
bertepatan pada hari Jumat tanggal 9 Juni 166957.
57 Ibid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
BAB III
SAMBAS SESUDAH ISLAM MASUK
A. Kesultanan Sambas
Masuk dan berkembangnya Islam di Sambas tidak terlepas dari adanya
peran penting para agen akulturasi yakni para pedagang dari Arab, Gujarat,
Brunei, dan Banjar yang telah menganut Islam membawa Islam masuk baik
melalui jalur laut maupun jalur darat dengan cara berdagang serta adanya
pernikahan campuran baik dengan masyarakat lokal maupun kaum bangsawan
kerajaan. Selain itu, pengaruh dari Raja Tengah yang melakukan pengembangan
ajaran Islam di Sambas semakin membuat Islam diterima dengan baik oleh
masyarakat. Hal ini terjadi dikarenakan baik para pedagang maupun Raja Tengah
melakukan proses integrasi yang kemudian menghasilkan akulturasi dengan
masyarakat Sambas. Puncaknya Ratu Anom Kesuma Yuda yang merupakan raja
terakhir kerajaan Hindu Sambas menyerahkan pemerintahan dan negeri Sambas
kepada Raden Sulaiman dan istri58.
Proses masuknya Islam di Sambas tidak berbeda jauh dengan terjadinya
proses masuknya Hindu. Islam mulai masuk ke Sambas pada abad ke-14 M,
kemudian tumbuh dan berkembang pada tahun 1600. Masuknya Hindu maupun
Islam di Sambas dapat diterima oleh masyarakat Sambas dikarenakan keduanya
mau melakukan proses integrasi terlebih dahulu dengan budaya masyarakat
Sambas. Terlepas dari proses itu, terdapat anggapan jika budaya lokal yang masih
58 Ansar Rahman, dkk, Kabupaten Sambas – Sejarah Kesultanan dan Pemerintah Daerah.
Pontianak: Taurus-Semar Karya, 2001, h. 42-43.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
dipegang teguh oleh suku Dayak dan masyarakat Hindu sulit berintegrasi dengan
Islam. Seiring berjalannya waktu, anggapan tersebut hilang setelah Islam semakin
berkembang dan menjadi pedoman bagi berjalannya proses pemerintahan dari
Kesultanan Sambas. Dengan adanya proses integrasi dan akulturasi yang
dilakukan oleh Islam, secara perlahan masyarakat Sambas mulai memeluk Islam
dan meninggalkan tradisi Hindu. Selain itu, masyarakat suku Dayak secara
perlahan mulai bisa menerima Islam dalam lingkungan masyarakat mereka yang
sangat berbeda.
Islam masuk ke Sambas pada mulanya tidak langsung diterima oleh
masyarakat. Diperlukan kurun waktu yang cukup lama agar dapat diterima oleh
masyarakat hingga menjadi sebuah Kesultanan. Apalagi pada waktu itu Sambas
masih dalam bentuk sebuah Kerajaan Hindu yang dipimpin oleh seorang Ratu.
Islam mulai masuk dan berkembang di daerah Kerajaan setelah Raja Tengah yang
berasal dari Brunei menikah dengan adik dari Sultan Matan yang kemudian
tinggal di Sambas59. Perkembangan Islam di Sambas semakin luas setelah anak
dari Raja Tengah, yakni Raden Sulaiman dengan gelar Sultan Muhammad
Syafiuddin I, Sultan Sambas pertama ikut mengajarkan ajaran Islam kepada
segenap keluarga dan kerabat Kesultanan Sambas. Dari langkah inilah, kemudian
mulai banyak masyarakat ikut tertarik dan Islam semakin berkembang di Sambas.
Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Syafiuddin I terdapat banyak
perubahan dalam struktur pemerintahan Kesultanan, dimana pada masa ini
merupakan tahap awal dari penggunaan sistem birokrasi Islam di Kesultanan
59 Ibid., h. 32.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Sambas. Setelah secara resmi menjabat sebagai Sultan di Sambas, Sultan
Muhammad Syafiuddin I semakin menggiatkan pengembangan ajaran Islam.
Selain itu, dalam pemerintahannya, Sultan Muhammad Syafiuddin I telah
menetapkan tata cara pemilihan Sultan, yakni:
1. Pengganti Sultan selanjutnya ditunjuk atau berasal dari keturunan Sultan
yang sedang bertahta, kemudian dipilih oleh kaum kerabat istana.
2. Setelah dipilih dan ditetapkan, kemudian diumumkan ke seluruh negeri
supaya diakui sebagai Sultan yang baru.
Setelah itu, setiap akan menobatkan seorang Sultan, akan diangkat juga para
Wazir beserta menteri-menteri. Dalam melaksanakan tugasnya, terdapat falsafah
rakyat Sambas yakni, aur bergantung ke tebing, tebing bergantung ke aur.
Artinya Sultan untuk rakyat dan rakyat untuk Sultan60. Sifat-sifat asli ini dalam
perjalanan Kesultanan dan adat istiadat Sambas telah dilakukan secara turun-
temurun. Selain itu, dalam upacara penobatan Sultan, Wazir, Menteri, Pangeran,
acara perkawinan dan kematian benda pusaka digunakan dengan ketentuan:
a. Pada acara pelantikan Sultan dilengkapi dengan payung kuning, tombak
canggah sebanyak 12 buah. Sedangkan pada acara perkawinan dan
kematian dilengkapi dengan payung kuning dan tombak canggah
sebanyak 8 buah.
b. Pada acara pelantikan Wazir, Menteri, dan Pangeran dilengkapi dengan
payung kuning, tombak canggah sebanyak 8 buah. Sedangkan pada acara
perkawinan atau kematian dilengkapi dengan 6 buah tombak canggah.
60 Ibid., h. 46.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
c. Pada acara pelantikan Uray menjadi Raden dilengkapi dengan payung
kuning, tombak canggah sebanyak 4 buah. Sedangkan pada acara
pernikahan atau kematian 2 buah tombak canggah61.
Tata cara yang telah dilakukan oleh Sultan Muhammad Syafiuddin I di atas
merupakan salah satu wujud untuk melestarikan historiografi dan menata
Kesultanan Sambas. Dengan hadirnya Sultan Muhammad Syafiuddin I sebagai
Sultan pertama Sambas, sistem atau tatanan pemerintahan yang pada awalnya
menggunakan sistem Hindu kini menjadi sistem pemerintahan Islam. Pada masa
pemerintahan Sultan Muhammad Syafiuddin I menjadi titik balik dari berjayanya
Kesultanan Sambas. Hal ini ditandai dengan didirikannya sebuah kota dan sarana
untuk mengajarkan Islam di Kota Bandir, sebelum pada akhirnya dipindahkan
oleh Sultan Muhammad Tajuddin ke Muara Ulakan.
Sultan Muhammad Syafiuddin I merupakan raja pertama di Kerajaan Islam
Sambas yang menggunakan gelar Sultan. Gelar ini kemudian diteruskan sampai
Sultan Sambas ke-15. Sultan Muhammad Syafiuddin I merupakan orang yang
pertama menerapkan tata pemerintahan yang berlandaskan Islam di Kesultanan
Sambas. Meskipun pada pemerintahan Sultan Muhammad Tajuddin, Kesultanan
Sambas semakin mengalami kemajuan baik dalam hal ekonomi maupun agama.
Di mana disetiap desa didirikan surau dan tempat pengajian untuk memperdalam
Islam.
Pada awal masa pemerintahan Sultan Muhammad Syafiuddin I tidak
diketahui secara pasti apakah pernah mendirikan sebuah masjid di sekitar
61 Ibid., h. 46.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Kesultanan yang pada waktu itu masih berada di daerah Lubuk Madung, atau
hanya menganjurkan kepada masyarakat untuk mendirikan masjid dan surau.
Namun, pada proses penyebaran Islam di Sambas pada akhir abad ke-16 M yang
terletak di Kota Bangun telah didirikan sebuah masjid oleh ulama dari
Semenanjung dan Sumatera. Barulah pada masa pemerintahan Sultan Muhammad
Tajuddin, Sultan Umar Akamuddin I, dan Sultan Muhammad Syafiuddin II
diketahui bahwa mereka telah mendirikan masjid dan semakin mengembangkan
ajaran-ajaran Islam di Kesultanan Sambas.
Para Sultan Sambas yang dimulai dari Sultan Muhammad Syafiuddin I
sampai wafatnya Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Syafiuddin, selama 312 tahun
telah mengembangkan Islam. Selain mendirikan Istana Kesultanan, para Sultan
juga mendirikan masjid dan menganjurkan kepada masyarakat untuk membangun
surau dan masjid di setiap perkampungan. Masjid Sambas pertama diperkirakan
didirikan pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Tajuddin dengan bentuk
yang sederhana. Masjid ini memiliki mimbar antik untuk seorang khatib
berkhotbah yang terbuat dari kayu berwarna merah dengan ukiran berwarna emas
diberikan oleh para pelaut dan pedagang yang berasal dari Palembang. Di dalam
masjid terdapat sebuah bandi atau bejana keramik yang digunakan untuk
menampung air untuk wudhu hadiah dari Sultan Brunei, Sultan Muhyiddin
kepada Sultan Muhammad Tajuddin atas pelantikannya sebagai Sultan Anom62.
Kemudian di bagian luar atas migrab masjid tergantung ayat suci Al-Quran yang
berbunyi: “Innama Yagmuru Masajidillahu Man Ammana Billah Wal Yaumil
62 Ibid., h. 88.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Akhir”. Hanya orang-orang yang memakmurkan masjid Allah adalah orang-orang
yang beriman dengan Allah dan hari yang akhir.
Sementara itu, pada masa pemerintahan Sultan Umar Akamuddin I yang
disebut oleh rakyat Sambas sebagai Marhum Adil karena memerintah dengan adil,
mendirikan sebuah masjid baru untuk menggantikan masjid yang lama. Nama
masjid ini ialah Kamasallaita yang merupakan masjid kedua yang pernah
dibangun di Kesultanan Sambas. Dalam pemerintahan Sultan ke-13, Sultan
Muhammad Syafiuddin II, turut dibangun sebuah masjid besar dengan nama
masjid Jami’. Masjid ini merupakan masjid ketiga yang dibangun di kota Sambas
dan salah satu masjid tertua di Kalimantan Barat.
Bangunan masjid yang megah dan bersejarah ini memiliki arti dan simbolik
dari Sultan Muhammad Syafiuddin II beserta Sultan yang memerintah di
Kesultanan Sambas. Jumlah tiang tengah bagian tengah dalam masjid Jami’
berjumlah delapan batang yang memiliki makna pendirinya ialah Sultan ke-8 atau
Sultan ke-14 garis keturunan Kesultanan Sambas. Atap masjid memiliki tiga
tingkat. Selain itu, masjid Jami’ memiliki tiga pendopo untuk masuk, yakni
pendopo serambi bagian utara, selatan, dan timur. Masjid Jami’ memiliki
arsitektur yang unik karena masjid berlantai dua, dan didalamnya memiliki
bundaran artistik dari bahan kayu belian, serta terdapat sebuah mimbar khotbah
kecil di bagian depan masjid. Modal dan bahan utama untuk mendirikan masjid
Jami’ ini berasal dari rumah kediaman keluarga Sultan Umar Akamuddin III yang
berada di Tanjung Rengas63. Sultan Muhammad Syafiuddin II dikenal sebagai
63 Ibid., h. 87.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
pendongkrak perkembangan perekonomian di Kesultanan Sambas melalui
kemajuan pembangunan, pendidikan dan agama.
Dalam masa pemerintahannya, meskipun tidak banyak melakukan
perubahan yang sangat signifikan dalam hal pembangunan di Kesultanan Sambas,
Sultan Muhammad Syafiuddin I dikenal dan dicintai oleh masyarakat sebagai
seorang Sultan yang baik dan bijaksana serta taat beragama. Bagi Sultan
Muhammad Syafiuddin I dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang Sultan
selalu berpegang teguh pada falsafah rakyat Sambas, yakni aur bergantung ke
tebing, tebing bergantung ke aur. Sultan untuk rakyat, dan rakyat untuk Sultan.
Saat memerintah di Kesultanan Sambas, Sultan Muhammad Syafiuddin I dibantu
oleh Wazir, Menteri-menteri, dan pejabat Kesultanan yang cukup cakap dalam
bertugas. Wazir yang ditunjuk untuk membantu pemerintahan Sultan Muhammad
Syafiuddin I ialah saudaranya sendiri Raden Badaruddin diangkat menjadi
Pangeran Bendahara Seri Maharaja dan Raden Abdulwahab diangkat menjadi
Pangeran Tumenggung Jaya Kesuma64. Berkat bantuan para perangkat pemerintah
Kesultanan yang telah dipimpinnya, tidak susah untuk mengembangkan dan
mengislamkan para pendatang, orang-orang suku Dayak beserta para pengikut
Sultan Muhammad Syafiuddin I yang berada dan tinggal di sekitar wilayah
Kesultanan Sambas.
Proses untuk melakukan Islamisasi di Sambas sudah dilakukan pada tahun
1600, yang dilakukan oleh Raja Tengah, ayah dari Sultan Muhammad Syafiuddin
I. Berkat belajar dan memperdalam Islam melalui kitab suci Al-Quran di
64 Ibid., h. 43.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Kesultanan Matan dengan Syech Syamsuddin utusan dari Raja Mekah65.
Pendalaman mengenai ajaran Islam ini terus diturunkan kepada anak-anak dan
para pengikutnya. Hal ini merupakan modal yang besar bagi Sultan Muhammad
Syafiuddin I untuk terus memperdalam, mengembangkan dan mengajarkan ajaran
Islam di wilayah Kesultanan Sambas.
Pada masa pemerintahannya, Sultan Muhammad Syafiuddin I menikah
dengan Puteri Mas Ayu Bungsu, putri kedua dari Ratu Sepudak, Raja dari
pemerintahan Kerajaan Hindu Sambas. Dari pernikahannya dengan Puteri Mas
Ayu Bungsu, Sultan Muhammad Syafiuddin I dikaruniai seorang anak laki-laki
yang kemudian menjadi putra mahkota penggantinya, yakni Raden Bima yang
bergelar Sultan Muhammad Tajuddin.
B. Struktur Pemerintahan Kesultanan Sambas
Sambas dari dahulu menjadi Kerajaan yang kuat semenjak masa
pemerintahan Hindu dan semakin bertambah maju serta kuat setelah masuknya
pengaruh Islam hingga menjadi Kesultanan. Seperti yang telah disampaikan pada
Bab sebelumnya, masuknya Islam di Sambas terjadi pada abad ke-14 M. Islam
semakin berkembang hingga ke wilayah Kerajaan terjadi pada tahun 1600, yang
kemudian menjadi cikal-bakal lahirnya Kesultanan Sambas. Dalam struktur
pemerintahan yang dimulai pada masa Kerajaan Hindu hingga pada masa
Kesultanan Sambas terdapat sebutan yakni Ratu, Raden, Sultan, dan Yang
Dipertuan. Gelar Ratu atau Raja yang digunakan pada masa pemerintahan Ratu
65 Ibid., h. 31.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Sepudak di bawah pengaruh Hindu. Raden digunakan setelah pengaruh Islam
semakin diterima di Sambas dan digunakan oleh Raja Tengah pada waktu itu
untuk nama anak-anaknya dan pewaris mahkota. Gelar Sultan digunakan pada
masa pemerintahan Sultan Muhammad Syafiuddin I hingga Sultan ke-15 di bawah
pengaruh Islam. Dan sebutan Yang Dipertuan merupakan sebutan untuk
menghormati para Sultan yang setelah turun dari tahtanya.
Dalam suatu pemerintahan, seorang Sultan dibantu oleh abdi-dalem
kerajaan yang terdiri dari Wazir, Menteri-menteri, dan para pembesar Kerajaan
atau Kesultanan. Para abdi-dalem ini juga dalam membantu di dalam
pemerintahan menggunakan gelar bangsawan tertentu seperti Raden atau
Pangeran. Untuk mengangkat seorang Wazir, hanya seorang Sultan saja yang
berhak untuk menentukan siapa yang berhak menjadi Wazir. Syarat utama untuk
ditunjuk dan dipilih oleh Sultan untuk menjadi seorang Wazir ialah harus
keturunan bangsawan Kesultanan. Biasanya yang diangkat menjadi seorang Wazir
adalah saudara dari Sultan itu sendiri. Selain itu, syarat lain yang harus dimiliki
oleh seorang Wazir ialah memiliki kesetiaan kepada Sultan dan dapat
bertanggungjawab terhadap tugas-tugas yang telah dititahkan Sultan. Seorang
Wazir tidak boleh berkhianat kepada Sultan serta wajib mematuhi semua perintah
yang diberikan kepadanya. Setelah dirasa memiliki persyaratan tersebut, seorang
calon Wazir diangkat dengan melakukan pengucapan sumpah setia kepada Sultan
dan Kesultanannya66.
66 Ibid., h. 39.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Dalam masa pemerintahannya, Sultan Muhammad Syafiuddin I mempunyai
dua orang Wazir yang bernama Pangeran Bendahara Seri Maharaja dan Pangeran
Tumenggung Jaya Kesuma. Selain mempunyai dua orang Wazir, Sultan
Muhammad Syafiuddin I juga memiliki dua orang Menteri yang bernama Kyai
Dipa Sari dan Kyai Satia Bakti67. Pangeran Bendahara Seri Maharaja dan
Pangeran Tumenggung Jaya Kesuma merupakan Wazir pertama di Kesultanan
Sambas. Mereka berdua merupakan saudara kandung dari Sultan Muhammad
Syafiuddin I dengan nama asli Raden Badaruddin dan Raden Abdulwahab68.
Sebagai seorang Wazir mereka berdua memiliki kekuasaan yang tidak kalah
penting dengan Sultan, dan memiliki kekuasaan untuk memerintahkan para
Menteri yang berada di bawahnya. Bahkan, di saat Sultan melakukan perjalanan
ke luar wilayah baik untuk urusan pribadi maupun Kesultanan, kendali
pemerintahan diserahkan kepada seorang Wazir.
Hal yang cukup berbeda ketika menentukan pengangkatan seorang Menteri.
Ada kalanya dalam menunjuk seorang Menteri tidak harus berasal dari kalangan
Kesultanan atau bangsawan saja, tetapi dapat juga yang berasal dari rakyat biasa
dan pemuka agama yang tentunya memiliki jejak rekam yang baik, cakap dan
mampu mengemban tugas seorang Menteri Kesultanan. Pemilihan seorang
Menteri tidak serta-merta diputuskan oleh Sultan sendiri, melainkan mendapat
saran dari seorang Wazir siapa yang layak dan sesuai menjadi Menteri-menteri
Kesultanan. Menteri-menteri yang telah diangkat oleh Sultan tersebut harus
mengikuti perintah yang dari Wazir. Selain itu, tugas para Menteri juga
67 Ibid., h. 39-43.
68 Ibid., h. 43.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
melakukan perintah Wazir yang telah dititahkan oleh Sultan yang berhubungan
dengan urusan pemerintahan Kesultanan, seperti urusan agama, adat istiadat,
kerusuhan dalam negeri, menahan dan menyerang balik serangan musuh. Secara
hukum, para Menteri-menteri berada langsung di bawah perintah seorang Wazir.
Berikut ini tugas utama dari seorang Wazir:
a. Pada saat Sultan melakukan suatu pertemuan musyawarah untuk
mengatur urusan Kesultanan, Wazir wajib hadir. Keduanya harus sepakat
mengenai urusan-urusan tertentu. Jika wazir tidak sependapat mengenai
masalah dalam musyawarah tersebut, Sultan akan menundanya dan
mengadakan musyawarah lagi sampai kedua belah pihak benar-benar
sepakat. Sultan tidak bisa memutuskan dan bertindak sepihak tanpa
adanya persetujuan dari Wazir. Hal ini dilakukan karena Wazir
merupakan pelaksana harian yang bertugas menjalankan apa yang
menjadi keputusan bersama dengan Sultan.
b. Sultan menyerahkan tanggung jawab urusan Kesultanan kepada Wazir.
Wazir diharuskan mengatur negeri, memelihara kehidupan rakyat dan
meningkatkan kemakmuran rakyat.
c. Sewaktu Sultan melakukan perjalanan ke luar baik untuk urusan pribadi
maupun Kesultanan, Wazir harus tetap berada di pusat pemerintahan
untuk menjaga keamanan Istana dan keamanan Kesultanan69.
Penghasilan seorang Wazir diperoleh terbanyak kedua setelah Sultan.
Penghasilan ini diperoleh dari pungutan-pungutan pajak para pendatang yang
69 Ibid., .h. 39.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
berdagang dan hidup menetap di wilayah Kesultanan Sambas. Dengan letak
wilayah yang sangat strategis, Kesultanan Sambas menjadi jalur transportasi air
yang banyak disinggahi oleh para pedagang lokal maupun para pedagang asing
untuk melakukan transaksi perdagangan sekaligus melakukan penyebaran Islam.
Setiap motor klotok70 pedagang melintas dan singgah di wilayah Kesultanan
diharuskan untuk membayar pajak kepada Kesultanan Sambas.
Selain diangkatnya struktur pemerintahan yang menjadi perangkat
Kesultanan di bawah Wazir, Menteri-menteri yang mengurus urusan pemerintah
sehari-hari dan urusan agama, diangkat juga pejabat-pejabat Kesultanan yang
mengurus masyarakat lokal seperti orang-orang Melayu dan Dayak maupun para
pendatang. Dalam memperoleh penghasilan antara Wazir, Menteri-menteri, dan
pejabat-pejabat Kesultanan berbeda-beda. Kekuasaan dan privilese menentukan
besar kecilnya penghasilan yang diperoleh.
C. Pemerintahan Sultan Sambas Setelah Sultan Muhammad Syafiuddin I
Sultan Muhammad Syafiuddin I merupakan Sultan pertama di Kesultanan
Sambas yang mulai menerapkan dan mengembangkan sistem Islam di dalam
lingkungan Kesultanan. Seiring berjalannya waktu, sistem pemerintahan yang
semula masih menggunakan sistem Kerajaan Hindu secara perlahan sudah mulai
ditinggalkan. Pemerintahan Sultan Muhammad Syafiuddin I merupakan pembuka
lembaran baru bagi perkembangan Islam di Kesultanan Sambas yang semakin
berkembang pesat. Bersama dengan Wazir, Menteri-menteri, dan pejabat
70 Motor klotok adalah kapal yang berukuran sedang disesuaikan dengan lebar aliran sungai
dan sudah menggunakan mesin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Kesultanan, Sultan secara bertahap terus mengembangkan ajaran Islam dengan
melakukan penulisan dan mendirikan masjid dan surau untuk masyarakat. Dalam
masa pemerintahannya, Sultan Muhammad Syafiuddin I memerintah dengan baik,
dan bahkan dicintai oleh masyarakat.
a. Raden Bima Bergelar Sultan Muhammad Tajuddin (1668-1708)
Semakin berkembangnya Islam di Kesultanan Sambas tidak terlepas dari
adanya peran yang sangat besar dari Sultan Muhammad Syafiuddin I. Hal ini terus
berlanjut hingga Sultan Muhammad Syafiuddin I yang terakhir bergelar Yang
Dipertuan Kesultanan Sambas wafat pada 10 Muharam 1080 H, hari Jumat
bersamaan dengan 9 Juni 166971. Dengan ini, tahta Kesultanan diserahkan kepada
anaknya, Raden Bima, sekaligus meneruskan semangat ayahanda untuk tetap
mengembangkan ajaran Islam di Kesultanan Sambas.
Raden Bima dilantik menggantikan ayahnya, Sultan Muhammad Syafiuddin
I, oleh Wazir, para Menteri, dan Panglima Hulubalang menjadi Sultan Sambas
dengan gelar Sultan Muhammad Tajuddin. Sultan Muhammad Tajuddin
merupakan Sultan kedua Sambas setelah masa Islam semakin berkembang. Sultan
Muhammad Tajuddin memerintah di Kesultanan Sambas selama 40 tahun. Selama
memerintah, Sultan Muhammad Tajuddin dibantu oleh Wazir yang bernama
Raden Ahmad yang bergelar Pangeran Bendahara Seri Maharaja, putra dari Raden
Abdulwahab, selain itu dibantu juga oleh Menteri, dan Pejabat Kesultanan. Sultan
71 Ibid., h. 47.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Muhammad Tajuddin juga penganut Islam yang sangat taat72. Dengan gagasan-
gagasan yang cemerlang, beliau juga yang telah memindahkan pusat Kesultanan
Sambas dari Lubuk Madung ke Muara Ulakan hingga sekarang.
Pada masa pemerintahannya, Sultan Muhammad Tajuddin sangat arif dan
bijaksana. Di Simpang Muara Ulakan, tempat Istana Kesultanan dijadikan pusat
pengembangan Islam. Di setiap desa didirikan bangunan surau dan tempat
pengajian yang dijadikan tempat untuk memperdalam Islam. Pembangunan
tempat beribadat di setiap desa ini dilakukan karena jumlah penganut Islam
semakin bertambah serta ajaran Islam mulai diterima di wilayah pedalaman-
pedalaman Kesultanan Sambas.
Semakin berkembangnya penyebaran Islam membuat pemerintahan Sultan
Muhammad Tajuddin dari tahun ke tahun semakin bertambah maju dan makmur
baik dalam jalur perdagangan yang semakin ramai, hasil pertanian dan
pertambangan emas. Hal ini kemudian membuat para saudagar, dan kaum pelaut
berdatangan ke Kesultanan Sambas, sambil menjual belikan barang-barang
dagangan mereka. Demikian juga dengan hubungan dengan Kesultanan Brunei
dan Kesultanan Matan, semakin erat dengan cara memberikan dan
memperkenalkan hasil barang-barang kesenian masing-masing sebagai tanda
kaum kerabat73.
Sultan Muhammad Tajuddin memiliki seorang istri yang bernama Puteri
Indra Kesuma, yang berasal dari Kesultanan Matan, adik bungsu dari Sultan
72 Ibid., h. 46-47.
73 Ibid., h. 47.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Muhammad Zainuddin. Dari pernikahan ini, Sultan Muhammad Tajuddin
dikaruniai beberapa orang anak yakni Raden Mulia (Melia) sebagai Putra
Mahkota, Raden Tengah, Raden Jenab, Raden Rasmi, Raden Ratna Kumala, dan
Raden Fatima. Memimpin Kesultanan Sambas dengan aman, makmur, dan adil,
Sultan Muhammad Tajuddin wafat dalam usia tua. Raden Bima yang bergelar
Sultan Muhammad Tajuddin wafat pada hari Jumat 1 Syafar 1120 H, bertepatan
dengan 22 April 170874.
b. Raden Mulia (Melia) Bergelar Sultan Umar Akamuddin I (1708-1732)
Setelah Sultan Muhammad Tajuddin wafat, menurut adat istiadat di
Kesultanan Sambas pengganti biasanya diangkat berdasarkan persetujuan
keluarga Sultan beserta para Menteri. Berdasarkan persetujuan tersebut,
dinobatkanlah Raden Melia sebagai Sultan ke-3 dengan gelar Sultan Umar
Akamuddin I.
Pada masa pemerintahannya, Sultan Umar Akamuddin I dikenal sangat adil
dan bijaksana, sehingga oleh rakyat Sambas disebut dengan “Marhum Adil”. Hal
ini didasarkan bahwa sebagai seorang Sultan ia memegang teguh dasar ajaran
Islam yang sejati dan berperikemanusiaan, tidak sewenang-wenang dalam
melaksanakan tugas dalam pemerintahan Kesultanan. Selain itu, sebagai bentuk
seorang muslim yang teguh, Sultan Umar Akamuddin I mendirikan sebuah masjid
baru untuk menggantikan masjid yang lama di Desa Dalam Kaum, dan diberi
nama masjid “Kamasallaita”.
74 Ibid., h. 48.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Selama pemerintahannya, Sultan Umar Akamuddin I memiliki seorang istri
yang bernama Utin Kemala yang berasal dari Kerajaan Landak dikaruniai
beberapa orang anak, yakni Raden Dinga, Raden Timba, dan Raden Bungsu yang
menjadi Putera Mahkota. Sultan Umar Akamuddin memerintah di Kesultanan
Sambas selama 24 tahun. Dalam pemerintahan yang sangat adil dan bijaksana,
Sultan Umar Akamuddin I wafat pada hari Jumat 2 Rabiul Awal 1145 H,
bertepatan dengan tanggal 24 Agustus 173275.
c. Raden Bungsu Bergelar Sultan Abubakar Kamaluddin (1731-1762)
Setelah Sultan Umar Akamuddin I wafat, menurut adat istiadat di
Kesultanan Sambas pengganti biasanya diangkat berdasarkan persetujuan
keluarga Sultan beserta para menteri. Berdasarkan persetujuan tersebut,
dinobatkanlah Raden Bungsu sebagai Sultan ke-4 dengan gelar Sultan Abubakar
Kamaluddin. Pemerintahan yang dilangsungkan oleh Sultan Abubakar
Kamaluddin di Kesultanan Sambas selama 30 tahun. Selama periode
pemerintahannya, Sultan Abubakar Kamaluddin hanya dapat melanjutkan dan
melaksanakan kegiatan pemerintahan yang telah dirintis oleh Sultan sebelumnya.
Hal ini dikarenakan sewaktu diangkat menjadi Sultan ia sudah uzur (sakit).
Sultan Abubakar Kamaluddin memiliki seorang istri yang bernama Ratu
Agung Surya Kusuma binti Opu Daeng Kamasi’. Dari pernikahan ini, Sultan
Abubakar Kamaluddin dikaruniai beberapa orang anak, yakni Raden Jama’
(Jamak) sebagai Putera Mahkota, Raden Ikram, Raden Lasum, Raden Inuk, Raden
75 Ibid., h. 48.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Fatima, dan Pangeran Muda Sulungi (Pangeran Jaya Kesuma). Sultan Abubakar
Kamaluddin wafat pada hari Senin 8 Rajab 1175, bertepatan dengan tanggal 3
Februari 176276.
d. Raden Jamak Bergelar Sultan Umar Akamuddin II (1762-1793)
Setelah Sultan Abubakar Kamaluddin wafat, menurut adat istiadat di
Kesultanan Sambas pengganti biasanya diangkat berdasarkan persetujuan
keluarga Sultan beserta para Menteri. Berdasarkan persetujuan tersebut,
dinobatkanlah Raden Jamak sebagai sultan ke-5 dengan gelar Sultan Umar
Akamuddin II. Pemerintahan Sultan Umar Akamuddin II di Kesultanan Sambas
berlangsung selama 33 tahun.
Pada masa pemerintahan Sultan Umar Akamuddin II mendatangkan orang-
orang Cina secara besar-besaran di Sambas. Selain itu, Sambas juga dibuka
menjadi daerah perkumpulan orang-orang Cina pada abad ke-18. Barang tambang
seperti emas telah banyak diketahui di daerah perbukitan sebelah Timur dan
Tenggara Sambas. Selama dua puluh tahun orang-orang Cina di Kesultanan
Sambas menjadi ribuan serta melakukan kontrak dengan Sultan untuk membuka
tambang emas. Untuk menanggulangi hal ini, Sultan Umar Akamuddin II
mengangkat orang-orang Dayak untuk mengawasi kongsi Cina77.
Pada masa pemerintahan Sultan Umar Akamuddin II, timbul dua peristiwa
genting yang terjadi di Kesultanan Sambas, yakni:
76 Ibid., h. 49.
77 Arena Wati, Syair ‘’Perang Cina di Montrado’’. University Kebangsaan Malaysia, 1989,
h. 41 dan Sejarah Indonesia. Karunia: Jakarta, Universitas Terbuka, 1986, h. 129.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Pada tahun 1770 kongsi Cina dari daerah Lara, Lumar, dan Monterado
melakukan perlawanan terhadap Kesultanan Sambas.
Pada tahun 1778 terjadi sengketa tapal batas antara Kesultanan Sambas
dengan Kerajaan Mempawah.
Namun, kedua peristiwa ini kemudian dapat diselesaikan dengan cara
musyawarah mufakat oleh masing-masing pihak78.
Sultan Umar Akamuddin II mempunyai banyak istri, permaisuri yang
pertama yang bergelar Ratu Sultan dan dikaruniai seorang putra yang bernama
Raden Achmad (Raden Gayung). Permaisuri kedua yang bergelar Mas Sultan
binti Pangeran Mangku bin Pangeran Tamba’ Raja yang berasal dari keturunan
raja-raja di negeri Landak, dikaruniai dua anak laki-laki yang bernama Raden
Mantri dan Raden Samba’. Dengan permaisuri ketiga yang bergelar Mas Ayu
dikaruniai dua anak laki-laki yang bernama Raden Pasu dan Raden Semar. Pada
hari Rabu, 12 Rabiul Awal 1200 H, bertepatan pada tanggal 13 Januari 1786,
Sultan Umar Akamuddin II telah menyatakan berhenti dan menyerahkan
kekuasaannya kepada puteranya Raden Gayung untuk memerintah di Kesultanan
Sambas79.
78 Ansar Rahman, dkk, Kabupaten Sambas, h. 50-51.
79 Ibid., h. 51.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
e. Raden Gayung Bergelar Sultan Muda Achmad Tajuddin (1786-1793)
Setelah Sultan Umar Akamuddin II mundur dari pemerintahan pada 13
Januari 1786, Kesultanan Sambas menyerahkan sekaligus menobatkan putranya
Raden Gayung menjadi Sultan ke-6 dengan gelar Sultan Muda Achmad
Tajuddin80. Sultan Muda Achmad Tajuddin memerintah di Kesultanan Sambas
selama tujuh tahun. Dalam masa pemerintahannya yang tidak lama, Sultan Muda
Achmad Tajuddin tidak banyak melakukan perubahan yang berguna bagi
Kesultanan. Hal ini dikarenakan Sultan Muda Achmad Tajuddin menderita sakit
keras yang menyebabkan ia meninggal pada hari Ahad, 15 Ramadhan 1207 H,
bertepatan dengan tanggal 23 April 1793 dan disebut dengan Marhum Gayung.
Selama masa pemerintahannya, Sultan Muda Achmad Tajuddin mempunyai
seorang istri yang bernama Syarifah Aminah binti Syarif Muhammad Alaydrus.
Dalam pernikahan ini, Sultan Muda Achmad Tajuddin tidak dikaruniai keturunan.
Oleh karena itu tahta Kesultanan Sambas digantikan oleh adiknya Raden Menteri
atau Raden Janggut81.
f. Raden Menteri (Raden Janggut) Bergelar Sultan Abubakar Tajuddin I
(1793-1815)
Setelah Sultan Muda Achmad Tajuddin wafat, karena tidak memiliki
keturunan disepakati bahwa adiknya Raden Menteri dinobatkan sebagai Sultan
ke-7 dengan gelar Sultan Abubakar Tajuddin I pada hari Selasa, 11 Zulqaidah
1216 H. Sultan Abubakar Tajuddin I memerintah di Kesultanan Sambas
80 Ibid., h. 52.
81 Ibid., h. 52.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
berlangsung selama 22 tahun. Pada saat yang bersamaan, diangkat juga seorang
Wazir yang bernama Raden Pasu (Pangeran Anom) dengan gelar Pangeran
Bendahara Seri Maharaja.
Pada masa pemerintahannya, Sultan Abubakar Tajuddin I mengalami
peristiwa-peristiwa penting, yakni: pertama, Kesultanan Sambas diserang oleh
Kerajaan Siak Inderapura di bawah pimpinan Raja Ismail. Pasukan Kerajaan Siak
dapat dipukul mundur oleh pasukan Kesultanan Sambas yang dipimpin oleh
Pangeran Anom. Dua tahun berselang terjadi penyerangan lagi yang dipimpin
langsung oleh Sultan Siak yang bernama Said Ali Bin Usman, namun
penyerangan ini dapat dikalahkan. Penyerangan datang dari angkatan perang yang
ketiga dibawah pimpinan Said Mustafa dan Permaisurinya yang dibantu pasukan
dari Aceh di bawah pimpinan Teuku Sambo.
Dalam pertempuran itu, Permaisuri dari Siak ini dapat dikalahkan dan gugur
di tangan Pangeran Anom. Dengan kekalahan pemimpin mereka, banyak dari
pengikut Kerajaan Siak melarikan diri mengikuti rajanya, tetapi banyak juga yang
menyerah dan mengabdikan diri kepada Kesultanan Sambas. Seorang Panglima
Siak yang memimpin pasukan dari Aceh, Teuku Sambo ditangkap dan pada
akhirnya turut mengabdikan dirinya kepada Kesultanan Sambas82.
Kedua, pemberontakan Kongsi Emas Cina yang bermula antara Kongsi Tay
Kong yang mengerjakan tambang emas di daerah Lumar dan Monterado
berselisih dengan Kongsi Sam Thioe Keo yang mengerjakan tambang emas di
Pemangkat. Penyebabnya ialah Kongsi Sam Thioe Keo mengerjakan tambang
82 Urai Riza Fahmi, dkk, Selayang Pandang Kerajaan Islam Sambas. Sambas: Istana
Alwatzikhoebillah, 2003, h. 25.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
emas di wilayah Kongsi Tay Kong. Pada akhirnya perselisihan ini dimenangkan
oleh Kongsi Tay Kong. Dengan modal kemenangan ini, Kongsi Tay Kong merasa
pasukannya hebat dan berani untuk melawan Sultan Abubakar Tajuddin I. Mereka
ingin melepaskan diri dari kewajiban membayar upeti kepada Kerajaan Sambas.
Mendengar hal ini, Sultan Abubakar Tajuddin I melalui pasukan yang dipimpin
Pangeran Anom dan dibantu oleh Kongsi Sam Thioe Keo melawan Kongsi Tay
Kong. Pertempuran ini meluas hingga ke lembah sungai Singkawang, dan tepat di
sekitar Singkawang Pangeran Anom berhasil mengalahkan perlawanan Kongsi
Tay Kong dengan berhasil menduduki kubu pertahanan mereka. Dalam
pertempuran ini, salah seorang Panglima Kesultanan Sambas, Teuku Sambo
gugur saat memperebutkan Monterado83.
Ketiga, pada tanggal 24 Juli 1812, Kesultanan Sambas diserang oleh tentara
Kerajaan Inggris. Pasukan ini sudah berada di Kuala Sungai Sambas untuk
membalas menyerang Kesultanan Sambas karena Pangeran Anom pernah
merampok dan menenggelamkan kapal Kerajaan Inggris84. Melihat hal ini, Sultan
Abubakar Tajuddin I segera mempersiapkan panglima-panglima dan bala
pasukannya untuk menghadapi Kerajaan Inggris. Dalam pertempuran itu, pasukan
Kerajaan Inggris yang dibantu oleh masyarakat yang berkhianat berhasil masuk ke
sungai Sambas Besar hingga ke sungai Sambas Kecil yang sebagian besar
pasukan Kesultanan Sambas dan berhasil menduduki pertahanan Kesultanan
Sambas.
83 Ibid., h. 25
84 Ibid., h. 26.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Puncaknya pada tahun 1813 di atas kubu pertahanan Kesultanan Sambas
dinaikkan bendera putih sebagai tanda menyerah. Dari pertempuran ini banyak
prajurit dan panglima-panglima, termasuk Pangeran Muda gugur dalam
mempertahankan Kesultanan Sambas. Sultan Abubakar Tajuddin I beserta
keluarganya melarikan diri ke hulu Sungai Subah, daerah hutan gunung Senujuh.
Oleh karena kelelahan dalam pelariannya dan sakit dalam usia yang tua, Sultan
Abubakar Tajuddin I wafat pada Kamis malam, 20 Ramadhan 1229 H. Sultan
Abubakar Tajuddin kemudian di bawa ke Istana untuk dikebumikan85.
Selama masa pemerintahannya, Sultan Abubakar Tajuddin I memiliki
banyak istri. Istri pertama dengan Utin Kencana binti Dato’ Pangeran Aria
dikaruniai seorang anak laki-laki bernama Raden Atung, istri kedua bernama Utin
Chandra Sari binti Opu Daeng Menambun dikaruniai anak bernama Raden Biru.
Istri ketiga bernama Daeng Samir binti Daeng Gembira dikaruniai seorang anak
bernama Raden Fatimah, dan istri yang keempat bernama Daeng Usul binti Daeng
Kelalak dikaruniai seorang anak bernama Pangeran Muda Aminah. Atas mufakat
keluarga Istana diangkatlah Raden Atung menjadi Putera Mahkota dengan gelar
Sultan Muda Achmad. Namun harapan dari Sultan Abubakar Tajuddin I tidak
terwujud, karena Raden Atung terlebih dahulu meninggal. Oleh karena tidak
memiliki pewaris laki-laki, berdasarkan musyawarah kerabat Istana diputuskanlah
Raden Pasu (Pangeran Anom) sebagai Sultan Muda86.
85 Ibid., h. 26-27.
86 Ansar Rahman, dkk, Kabupaten Sambas, h. 53.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
g. Pangeran Anom Bergelar Sultan Muhammad Ali Syafiuddin I (1815-
1828)
Sesuai dengan amanat dari Sultan Abubakar Tajuddin I, maka keluarga
Kesultanan dan masyarakat Sambas menobatkan Raden Pasu (Pangeran Anom)
menjadi Sultan ke-8 dengan gelar Sultan Muhammad Ali Syafiuddin I pada hari
Sabtu, 1 Muharam 1231 H87. Sultan Muhammad Ali Syafiuddin I memerintah di
Kesultanan Sambas berlangsung selama 13 tahun. Turut dilantik juga seorang
Wazir yang merupakan saudara Sultan yakni Raden Samba’ dengan gelar
Pangeran Bendahara Seri Maharaja dan Raden Semar dengan gelar Pangeran
Tumenggung Jaya Kesuma. Masa muda dihabiskan oleh Sultan Muhammad Ali
Syafiuddin I untuk bergaul dengan masyarakat pelaut. Selain itu, Sultan
Muhammad Ali Syafiuddin I dikenal sebagai pelaut yang ulung, bijaksana,
tangkas, gagah berani, dan siap mengorbankan diri demi keamanan dan
kemakmuran Kesultanan Sambas88.
Pada masa pemerintahannya, Sultan Muhammad Ali Syafiuddin I
menjalankan politik dan taktik peperangan serta membuka pintu Kuala Sambas
untuk kemajuan ekonomi rakyat agar semakin berkembang. Selain itu, perbatasan
Kesultanan Sambas semakin meluas, ramai, dan makmur. Sultan Muhammad Ali
Syafiuddin I berpendapat, bahwa seorang yang hendak menjadi pemimpin negeri
haruslah meninjau keluar negeri untuk belajar melihat keadaan di negeri orang,
87 Urai Riza Fahmi, dkk, op. cit., h. 27.
88 Ansar Rahman, dkk, op. cit., h. 55.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
jangan seperti katak dalam tempurung. Hal ini dikemukakan karena Sultan lebih
senang berada di laut.
Sebelum dinobatkan sebagai Sultan Muhammad Ali Syafiuddin I, terlebih
dahulu Pangeran Anom dijadikan Pemimpin Panglima di Kesultanan Sambas.
Dengan menggunakan kapal perangnya Keruis dan Fenes, Pangeran Anom
melakukan pelayaran ke Banjarmasin untuk terlibat perang dengan bajak laut
karena telah membunuh Imam Sambas yang bernama Datuk Imam Yakub pada
masa pemerintahan Sultan Umar Akamuddin II. Serangan ini berhasil memukul
mundur bajak laut Banjarmasin hingga ke hulu sungai Barito89. Dalam perjalanan
pulang, ia menyerang sebuah kapal dagang Kerajaan Inggris dan berhasil
mengalahkan dan merampas barang-barang dagangan. Perjalanan dilanjutkan
terus menyusuri kuala Mempawah sehingga terjadi kontak senjata dengan
pasukan Kerajaan Mempawah.
Dari Mempawah kemudian melanjutkan pelayarannya menyusuri sungai
Kapuas hendak menyerang Kesultanan Pontianak. Namun, keinginan untuk
menyerang tidak mendapat perlawanan dari pasukan Sultan Pontianak, malah
sebaliknya mereka disambut dengan upacara adat Kesultanan yang pada akhirnya
disepakati sebuah perjanjian untuk tidak saling menyerang antara Kesultanan
Sambas dengan Kesultanan Pontianak90.
Setelah dinobatkan sebagai Sultan, pada tahun 1816 dalam usahanya untuk
meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat, Sultan melakukan
89 Ibid., h. 56.
90 Ibid., h. 56.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
perjanjian persahabatan dan perdagangan dengan pemerintah Inggris di Batavia.
Hal ini kemudian membuat Kesultanan perlu mengatur kembali pasukan untuk
menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat dari ancaman para Kongsi-kongsi
pertambangan emas orang Cina di Kesultanan Sambas.
Pada tanggal 3 Februari 1819, Sultan Muhammad Ali Syafiuddin I mengikat
kontrak persahabatan dan perdagangan dengan Commissaris Belanda Mayor
Naphuis91. Sultan Muhammad Ali Syafiuddin I merupakan Sultan pertama yang
mengikat kontrak dengan pemerintah Hindia Belanda yang kemudian mendirikan
loji. Pada tanggal 23 September 1819 kontrak pertama diperbaiki oleh R.J. Rusler,
Commissaris Pemerintah Hindia Belanda di Borneo dan Goodman, Asisten
Residen di Sambas92. Pada tanggal 11 Mei 1920 melalui J.M. Tobias memperbaiki
lagi beberapa pasal dalam kontrak, seperti menetapkan gaji Sultan Muhammad
Ali Syafiuddin I. Selain meningkatkan keamanan dan kesejahteraan
masyarakatnya, Sultan Muhammad Ali Syafiuddin I juga terus mengembangkan
ajaran Islam. Hal ini dibuktikan pada tahun 1823 Sultan Muhammad Ali
Syafiuddin I mendirikan masjid Jami’ disebelah kanan Istana dan mendirikan
beberapa buah surau di dalam kota.
Pada masa pemerintahannya, Sultan mulai membangun institusi keagamaan
Islam di Istana dengan melantik H. Nuruddin Mustafa sebagai imam Kesultanan.
Tugas imam adalah setiap hari datang ke istana untuk memberikan pengajaran
91 Ibid., h. 64
92 Ibid., h. 65.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
agama terutama pengajian Al-Quran dan sembahyang kepada kerabat Sultan93.
Dengan demikian, perkembangan Islam yang dilakukan di istana selanjutnya
dijadikan sebuah lembaga pendidikan di kalangan elit penguasa, selain masjid.
Selain itu, Sultan memerintahkan kepada masyarakatnya untuk lebih
meningkatkan pengetahuan Islam dan melaksanakannya dengan baik.
Selama masa pemerintahannya, Sultan Muhammad Ali Syafiuddin I
memiliki beberapa orang istri yang pertama dengan Mamnawah bergelar Datuk
Utin dikaruniai anak laki-laki bernama Pangeran Muda, istri kedua Urai Pira’ binti
Datuk Raja Tua Ikram bergelar Sulthan Istri Baginda dikaruniai tiga orang anak
bernama Raden Ishak, Urai Kemala, dan Urai Ruai. Istri ketiga Mas Parbu
Baginda dikaruniai seorang anak bernama Raden Kencana, istri keempat Baginda
dikaruniai anak bernama Urai Siti Wati94. Dalam masa kejayaan, kemajuan,
kemakmuran, dan rasa aman, Sultan Muhammad Ali Syafiuddin I wafat pada hari
Senin 2 Muharam 1244, bertepatan dengan tanggal 16 Juli 1828 dan disebut
dengan Marhum Anom95.
h. Raden Samba’ Bergelar Sultan Usman Kamaluddin (1828-1830)
Setelah Sultan Muhammad Ali Syafiuddin I wafat, puteranya Raden Ishak
yang bergelar Pangeran Ratu Nata Kesuma masih kecil. Berdasarkan hal itu,
93 Machrus Effendy. Penghancuran PGRS-Paraku di Kalimantan Barat. Pontianak. 1995.
h. 20.
94 Urai Riza Fahmi, dkk, op. cit., h. 28.
95 Ansar Rahman, dkk, op. cit., h. 64-65.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
diadakan musyawarah kerabat Istana memutuskan untuk menobatkan Raden
Samba’ sebagai Sultan ke-9 dengan gelar Sultan Usman Kamaluddin pada hari
Senin, 2 Muharam 1244 H. Pelantikan ini juga berdasarkan persetujuan dari
Majelis Wali (Voogdy Raad) yang dibentuk pada tanggal 29 November 1928 dan
disahkan oleh Pemerintah Belanda berupa Besluit Gubernur Jenderal pada tanggal
8 Mei 1829. Majelis Wali ini terdiri dari Asisten Residen Belanda di Sambas
sebagai penasihat, Sultan Usman Kamaluddin sebagai ketua, Raden Semar dan
Raden Tajud sebagai anggota96. Hal ini bertujuan untuk menunggu Raden Ishak
berumur dua puluh tahun dan siap untuk memimpin Kesultanan Sambas.
Sultan Usman Kamaluddin memerintah di Kesultanan Sambas
berlangsung selama 3 tahun. Dalam masa pemerintahannya tidak banyak
perubahan yang terjadi di dalam Kesultanan Sambas. Sultan hanya meneruskan
apa yang telah dibangun dan rencanakan oleh Sultan Muhammad Ali Syafiuddin
I. Selama pemerintahannya, Sultan Usman Kamaluddin memiliki seorang istri
bernama Ratu Sultan yang dikaruniai 10 orang anak yakni Urai Lisyah, Pangeran
Jaya Ali bergelar Pangeran Jaya Kesuma, Urai Tijah, Urai Maimunah, Urai
Kalsum, Urau Musa bergelar Pangeran Kesuma Indera, Urai Halimah, Urai
Samah, Urai Siti, dan Urai Sa’a97. Pada tahun 1830, Sultan Usman Kamaluddin
menyerahkan kekuasaannya kepada Raden Semar, dan diberi gelar Yang
Dipertuan. Sultan Usman Kamaluddin meninggal pada hari Kamis, 7 Ramadhan
96 Urai Riza Fahmi, dkk, op.cit., h. 29.
97 Ibid., h. 29.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
1274 H, bertepatan dengan tanggal 9 Februari 1832 dan setelah wafat disebut
Marhum Usman98.
i. Raden Semar Bergelar Sultan Umar Akamuddin III (1830-1846)
Raden Semar yang merupakan seorang Wazir dinobatkan menjadi Sultan
ke-10 dengan gelar Sultan Umar Akamuddin III menggantikan Raden Samba’
pada tanggal 5 Maret 183199. Sultan Umar Akamuddin III memerintah di
Kesultanan Sambas berlangsung selama 16 tahun. Sultan Umar Akamuddin III
adalah seorang Sultan yang rendah hati, dekat dengan rakyat, kesatria,
berpengetahuan luas, dan berpengalaman luas yang diperoleh dari luar negeri
Sambas.
Pada masa pemerintahannya terdapat perselisihan di dalam keluarga Istana
antara Pangeran Jaya Kesuma dengan Pangeran Ratu Nata Kesuma. Perselisihan
ini dikarenakan keputusan Sultan menghentikan pemberian upeti dari Kongsi Cina
di daerah Lara, Lumar, dan Bengkayang kepada Pangeran Jaya Kesuma dan
dialihkan kepada Pangeran Ratu Nata Kesuma. Sudah berulangkali Sultan
berupaya untuk menyelesaikan perselisihan ini dengan jalan damai, namun pada
akhirnya sia-sia. Sultan Umar Akamuddin III kemudian memutuskan untuk
mengasingkan Pangeran Jaya Kesuma ke Betawi. Keputusan ini dibuat untuk
menjaga ketertiban dan keamanan Kesultanan Sambas. Selain itu, adik Pangeran
Jaya Kesuma, Pangeran Kesuma Indera turut diasingkan oleh Sultan Umar
98 Ansar Rahman, dkk, op. cit., h. 68.
99 Urai Riza Fahmi, dkk, op.cit., h. 29.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Akamuddin III ke pulau Banda Naire karena menghasut Kongsi Cina di Lara,
Lumar, dan Bengkayang100. Setelah sekian lama menderita sakit, pada akhir tahun
1874 Pangeran Jaya Kesuma Negara wafat dan dimakamkan di Kampung Angke,
Batavia.
Selama pemerintahannya, Sultan Umar Akamuddin III memiliki beberapa
orang istri pertama Haji Bonda dan dikaruniai seorang anak bernama Raden
Toko’, istri kedua Enci’ Baso’ dikaruniai seorang anak bernama Raden Tajud
(Raden Goreng), dan istri ketiga Enci’ Mahwa dikaruniai seorang anak bernama
Raden Aria. Dalam pemerintahannya Sultan Umar Akamuddin III mengangkat
Raden Ishak (Kelukuk) sebagai Sultan Muda. Saudaranya Raden Ruai bergelar
Pangeran Tumenggung Jaya Kesuma dan dua orang puteranya Raden Toko’ dan
Raden Tajud diangkat sebagai Pangeran Ratu Mangku Negara dan Pangeran
Bendahara Sri Maharaja. Pada tanggal 22 Desember 1846, Sultan Umar
Akamuddin III wafat dan kemudian disebut dengan Marhum Tengah101.
j. Raden Ishak Bergelar Sultan Abubakar Tajuddin II (1846-1855)
Setelah Sultan Umar Akamuddin III wafat, pewaris tahta diberikan kepada
Raden Ishak yang dinobatkan sebagai Sultan Sambas ke-11 dengan gelar Sultan
Abubakar Tajuddin II pada tanggal 23 Desember 1846 karena resmi menerima
pusaka negeri dan singgasana Kesultanan Sambas102. Sultan kemudian diikat
kontrak oleh Residen Borneo Barat, Arnoldus Laurens Weddik, dan disahkan
100 Ansar Rahman, dkk, op. cit., h. 68.
101 Ibid., h. 69-70.
102 Ibid., h. 71.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
pada tanggal 9 Januari 1849 oleh Gubernur Jenderal Rochussen. Sultan Abubakar
Tajuddin II memerintah di Kesultanan Sambas berlangsung selama 9 tahun.
Pada masa pemerintahan Sultan Abubakar Tajuddin II terdapat dua
peristiwa yang terjadi di Kesultanan Sambas. Pertama, adanya pemberontakan
Kongsi Cina di Siminis dan Sebawi. Kongsi ini beranggotakan kongsi Thai Kong,
Sam Tio Kiu, Mang Kit Tu, dan Lo Fong yang berkedudukan di Mandor.
Pemberontakan ini bertujuan agar Sultan tidak ikut campur dalam pertambangan
emas. Penyerangan yang dilakukan Kesultanan Sambas membawa korban yang
banyak karena pertahanan Kongsi Cina ini memanjang hingga ke Pemangkat.
Dengan suasana Kesultanan mulai kacau, Sultan Abubakar Tajuddin II yang
bermufakat dengan Wazir, Menteri-menteri, dan para Kiai memutuskan untuk
meminta bantuan keamanan dari pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun 1850,
Gubernur Jenderal Rochussen mengirim pasukan yang dipimpin oleh Overste
Sorg. Perlawanan Kongsi Cina berhasil ditumpaskan, dan mereka dipaksa untuk
membuat perdamaian untuk tidak melakukan kegiatan apapun yang menentang
Sultan103.
Dalam pertempuran itu, Overste Sorg Komandan pasukan Belanda gugur
dan dimakamkan di atas bukit Penibungan, Pemangkat. Namun, pada tahun 1853
pemberontakan dari Kongsi Cina terhadap Sultan dilakukan lagi di seluruh
wilayah Kesultanan Sambas. Pada tahun 1854, melalui pasukan pemerintah
Belanda yang dipimpin Overste Andressen berhasil menumpaskan pemberontakan
Kongsi Cina yang berkedudukan di Semanis, Sebawi, Pemangkat, Sebangkau,
103 Ibid., h. 71-76.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Selakau, Singkawang, Monterado, Lumar, Lara, Bengkayang, dan Mandor.
Pimpinan mereka ditangkap dan dijatuhi hukuman yang berat, sebagian dari
mereka melarikan diri ke Serawak104.
Kedua, setelah beberapa bulan sejak Sultan Abubakar Tajuddin II
memutuskan untuk berangkat ke Jawa, dan menetap di Kampung Bojong Meron,
Kota Cianjur, timbul perselisihan antara kelompok seberang yang dipimpin Raden
Toko’ dengan gelar Pangeran Ratu Mangku Negara dengan kelompok pedalaman
Raden Ishak bergelar Sultan Abubakar Tajuddin II. Akibat peristiwa tersebut, dua
orang Pangeran dari kelompok pedalaman diasingkan, yaitu Raden Hamid
bergelar Pangeran Laksamana diasingkan ke Bengkulu dan Pangeran Puspa
Indera diasingkan ke pulau Ternate105.
Selama masa pemerintahannya, Sultan Abubakar Tajuddin II memiliki
beberapa orang istri. Istri pertama Ratu Sabar yang dikaruniai dua orang putra
bernama Raden Afifuddin (Putera Mahkota) dan Raden Syarifuddin. Istri kedua
Mas Siti dikaruniai seorang putri bernama Urai Siti Madinah, dan istri ketiga
Raden Ayu dikaruniai 10 orang anak bernama Raden Abdul Muthalib bergelar
Pangeran Muda Nata Kesuma, Raden Abdul Manaf, Raden Nilawati, Raden Siti
Ruminah, Raden Dernoh, Raden Usman bergelar Pangeran Paku Negara, Raden
Muhammad Ali, Raden Muhammad Tajuddin, Raden Kuntan, dan Raden Baiduri.
Saat diasingkan ke Pulau Jawa, anak Sultan Abubakar Tajuddin II, Raden
104 Ibid., h. 71-76.
105 Ibid., h. 71-76.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Afifuddin masih kecil, untuk menggantikannya diangkatlah Raden Toko’ untuk
meneruskan tahta Kesultanan Sambas106.
k. Raden Toko’ Bergelar Sultan Umar Kamaluddin (1855-1866)
Sultan Abubakar Tajuddin II beserta keluarganya diasingkan ke Cianjur dan
disebut Marhum Cianjur, maka Raden Toko’ dinobatkan sebagai Sultan ke-12
dengan gelar Sultan Umar Kamaluddin pada 10 Mei 1855107. Sultan Umar
Kamaluddin memimpin di Kesultanan Sambas berlangsung selama 11 tahun.
Selama itu, Sultan Umar Kamaluddin memerintah Kesultanan Sambas sebagai
Wakil Sultan sampai Putera Mahkota Raden Afifuddin dewasa.
Pada masa pemerintahan Sultan Umar Kamaluddin hanya meneruskan
segala rencana dan tetap memajukan Kesultanan Sambas. Puncaknya ketika
Sultan Muda diangkat oleh Sultan menjadi wakil Pangeran Bendahara Sri Maha
Raja. Dalam menjalankan tugasnya, Sultan Muda selalu bersikap arif, bijaksana,
dan berperilaku sederhana. Dengan persetujuan Sultan Umar Kamaluddin,
Pangeran Tumenggung Jaya Kesuma dan Ratu Sabar, dinikahkanlah Siti Halijah
(Urai Khalijah) binti Raden Toko’ dengan Sultan Muda (Raden Afifuddin).
Pernikahan ini tidak diberitahukan kepada Yang Dipertuan Abubakar Tajuddin
yang masih berada di Cianjur. Dari pernikahan ini telah menghilangkan segala
106 Urai Riza Fahmi, dkk, Selayang Pandang, h. 31-34.
107 Ibid., h. 34.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
perselisihan di Kesultanan Sambas antara kelompok seberang dengan kelompok
pedalaman108.
Selama pemerintahannya, Sultan Umar Kamaluddin memiliki empat orang
istri yakni Raden Kencana, Urai Tikus, Enci’ Umi’, dan Hajah Zakiah. Dari
pernikahannya ini dikaruniai 11 orang anak bernama Urai Aminah, Urai Midah,
Urai Khalijah (Permaisuri Ydt. Sultan Muhammad Syafiuddin II), Raden
Muhammad Tarahan, Urai Muhammad Bashar, Urai Kimbak, Urai Kandar, Urai
Seri Gading, Urai Putri, Urai Jumuh, dan Urai Gani. Pada akhir masa
pemerintahannya, Sultan Umar Kamaluddin mendapat anugerah dari Pemerintah
Hindia Belanda berupa Medali Emas Besar (Groote Golden Medaille) sebagai
tanda setia, berbakti, berjasa selama menjadi Sultan Sambas. Medali ini berantai
emas yang sambung menyambung sebanyak 24 keping, berat 6 tahil, 2 emas. Pada
24 Rabiul Awal 1283 H, bertepatan pada tanggal 6 Agustus 1866, Sultan Umar
Kamaluddin digantikan oleh Raden Afifuddin. Setelah menyerahkan
pemerintahan Kesultanan Sambas, Sultan Umar Kamaluddin diangkat sebagai
Yang Dipertuan. Pada tanggal 12 November 1877, Sultan Umar Kamaluddin
wafat, dan dikenal dengan sebutan Marhum Seberang, Marhum Tanjung, dan
Marhum Bintang109.
108 Ansar Rahman, dkk, op. cit., h. 77-78.
109 Urai Riza Fahmi, dkk, op. cit., h. 36-37.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
l. Raden Afifuddin Bergelar Sultan Muhammad Syafiuddin II (1866-
1922)
Penobatan Raden Afifuddin menjadi Sultan Sambas ke-13 yang bergelar
Sultan Muhammad Syafiuddin II dinobatkan pada tanggal 6 Agustus 1866,
menggantikan Sultan Umar Kamaluddin110. Upacara penobatan dilaksanakan
dengan sangat meriah yang dihadiri oleh Controleur, tamu dari Belanda dan
Indonesia, para Wazir dan Menteri, Kepala Distrik, Datuk Kaya, Kiai, Imam
Khatib dan diiringi dengan 11 kali meriam diletuskan. Dalam penobatan ini juga
Asisten Residen membacakan Surat Keputusan Pengangkatan Sultan Muda
menjadi Sultan Sambas111. Selain itu, Sultan juga menanda tangani Kontrak
Panjang dengan pemerintah Hindia Belanda. Sultan Muhammad Syafiuddin II
memerintah di Kesultanan Sambas berlangsung selama 56 tahun. Sultan
Muhammad Syafiuddin II merupakan pendongkrak kemajuan pembangunan,
pendidikan dan agama di Kesultanan Sambas.
Pada masa pemerintahannya, Sultan Muhammad Syafiuddin II mendirikan
Istana baru diatas tanah bekas Istana lama. Istana baru ini terdiri dari beberapa
balai yakni Balai Kencana (Paseban Agung), Balai Sunting, dan Balai Ranjang. Di
bagian belakang didirikan sebuah bangunan bernama Panca Puanda yang
digunakan untuk pelaminan pengantin. Selain itu, turut dibangun juga sebuah
masjid Jami’ dan beberapa terusan seperti terusan Kartiasa, Sebangkau, Sintali,
110 Ibid., h. 36.
111 Ansar Rahman, dkk, op. cit., h. 78a.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Semangau, Sagu, dan parit kampung Sabu112. Dengan dibangunnya terusan
tersebut semakin memperlancar transportasi ke daerah lain, serta semakin
membuat masyarakat bergairah untuk berladang, berkebun tebu, gambir, dan
karet. Pada tahun 1872 atas prakarsa Raden Sulaiman Panji Anom yang bergelar
Pangeran Cakra Negara perkembangan ajaran Islam, hukum Islam dan hukum
adat Sambas semakin ditingkatkan. Pada bulan September 1903 didirikan sebuah
sekolah “Bumi Putera” kelas dua yang diberikan kepada masyarakat untuk
mendapat kesempatan mengenyam pendidikan.
Sultan Muhammad Syafiuddin II berpendapat bahwa pengajaran adalah
ilmu dasar segala kemajuan. Pada tahun 1910 dibangun sebuah sekolah Byzondere
School yang berubah menjadi Hollands Inlansche School (HIS) pada tahun 1915.
Sebagai bentuk untuk mengembangkan ajaran Islam bagi masyarakat, Sultan
Muhammad Syafiuddin II dengan menggunakan uang pribadinya mendirikan
sekolah agama yakni Madrasah al-Sultaniyah yang pembinaannya dipercayakan
kepada Haji Fauzi Imran. Pada awalnya kurikulum madrasah ini masih terbatas
pada pendidikan Islam. Para peserta didiknya hanya dari kalangan Kesultanan dan
aktivitas pembelajaran masih di dalam istana. Namun setelah adanya pembauran
dan keinginan untuk membuat madrasah ini menjadi semakin baik, madrasah
mulai dikelola dengan memasukan kurikulum pendidikan barat di samping
pendidikan Islam, agar dapat bersaing dengan sekolah-sekolah milik kolonial
Belanda. Pada akhirnya madrasah al-Sultaniyah ini kemudian diganti namanya
menjadi Tarbiatoel Islam. Pada tahun 1918-1922, Sultan Muhammad Syafiuddin
112 Ibid., h. 78c.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
II meminta kepada rakyatnya untuk membangun jalan raya yang dimulai dari
Sambas-Pemangkat-Singkawang-Bengkayang. Ikut dibangun juga tempat untuk
berdarmawisata di Sebedang113.
Pada tanggal 20 September 1912 datang Regeerings Commisaris pulau
Borneo, W. Feyling untuk mengikat kontrak politik dengan Sultan Muhammad
Syafiuddin II. Berdasarkan keputusan kontrak politik, Kesultanan Sambas
menjadi sebuah Landschap. Sultan berhak menentukan hak dan kewajiban
penduduk pribumi, orang-orang Eropa dan Timur Asing dalam wilayahnya114.
Penduduk pribumi tunduk terhadap kuasa dan hukum Sultan (Hukum Adat),
sedangkan orang-orang Eropa dan Timur Asing tunduk pada hukum Barat
(Belanda).
Sultan Muhammad Syafiuddin II dikenal oleh rakyatnya sebagai Sultan
yang memperhatikan perkembangan daerah dan rakyat, menggunakan budi bahasa
yang lemah lembut, ramah-tamah, dan tidak membedakan antara anak dagang
dengan rakyat. Oleh karena itu, Ratu Wilhelmina menganugerahi bintang
Commander in de Orde van Oranye Nassau kepada Sultan Muhammad
Syafiuddin II, sebagai rasa hormat atas kebijaksanaan dan kesetia-kawanan dalam
menjalankan kewajiban sebagai seorang Sultan yang membawa kemajuan di
Kesultanan Sambas. Pada tanggal 31 Juli 1920, Gubernur Jenderal W.Y.P. Graaf
van Limburg Stirum menyerahkan beberapa cindera mata berupa talam perak115.
113 Ibid., h. 78c.
114 Ibid., h. 78d.
115 Ibid., h. 78d.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Selama masa pemerintahannya, Sultan Muhammad Syafiuddin II memilliki
dua orang istri. Istri pertama Urai Khalijah (Raden Siti Chatijah) dikaruniai tiga
orang anak bernama Raden Achmad, Raden Sandi Paraja Diningrat, Raden
Muhammad Thayib. Istri kedua Enci’ Nauyah (Enci’ Nana’) dikaruniai seorang
putra bernama Raden Muhammad Ariadiningrat (Pangeran Paku Negara). Sebagai
bentuk penghormatan terhadap kejayaan dan Kesultanan Sambas, Sultan
Muhammad Syafiuddin II menuliskan “Silsilah Sambas”, Sejarah Asal Usul
Kesultanan Sambas sejak dari keturunan Sultan Brunei, Sultan Tengah,
Muhammad Syafiuddin I, dan Sultan Muhammad Tajuddin. Sultan Muhammad
Syafiuddin II meletakkan jabatannya sekaligus diangkat sebagai Yang Dipertuan
Muhammad Syafiuddin II pada 4 Desember 1922. Pada tanggal 12 Syafar 1343 H,
bertepatan dengan tanggal 12 September 1924, Sultan Muhammad Syafiuddin II
wafat116.
m. Raden Muhammad Ariadiningrat Bergelar Sultan Muhammad Ali
Syafiuddin II (1922-1926)
Setelah Sultan Muhammad Syafiuddin II menyerahkan kekuasaannya
karena sudah lanjut usia, maka puteranya Raden Muhammad Ariadiningrat
dinobatkan menjadi Sultan Sambas ke-14 bergelar Sultan Muhammad Ali
Syafiuddin II pada 14 Rabiul Akhir 1341 H, bertepatan dengan tanggal 4
Desember 1922. Disepanjang rumah para Pangeran, Menteri, Imam, Khatib,
Datuk Kyai, Datuk-datuk Kaya, pegawai-pegawai, dan kota Sambas dihiasi dan
116 Ibid., h. 78a-78d.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
dikibarkan bendera Kesultanan. Dalam upacara pelantikan juga dihadiri para tamu
dari Controleur Sambas, Asisten Residen, Datu Kyai Beraja Wangsa bersama istri
dan pegawainya dari Onderafdeeling Pemangkat, Singkawang, Bengkayang,
Sambas, tokoh-tokoh masyarakat, tokoh masyarakat Dayak dan Tionghoa117.
Setelah itu Pangeran Bendahara, Pangeran Laksamana, dan para Demang
membacakan Surat Baiah (Jaminul Ikhlas) bersumpah dengan ikhlas di hadapan
Sultan, kemudian disusul dengan para hadirin menjunjung ke bawah duli pada
saat Sultan duduk di atas singgasana118.
Sultan Muhammad Ali Syafiuddin II memerintah di Kesultanan Sambas
berlangsung selama 4 tahun. Saat pelantikan, Belanda mengikat kontrak politik
(Korte Verklaring) dengan Sultan. Pada masa pemerintahannya, Sultan
Muhammad Ali Syafiuddin II selalu bekerja keras untuk melanjutkan pekerjaan-
pekerjaan yang telah dirintis ayahnya Sultan Muhammad Syafiuddin II. Selain itu,
pada tahun 1923 Sultan meminta kepada rakyatnya untuk bergotong-royong untuk
membuat terusan Segerunding, Kota Bangun, Sapu’, dan terusan Ketapang.
Kesultanan Sambas dan rakyatnya semakin maju, makmur, aman dan tenteram.
Penghasilan melimpah seperti getah (karet), kopra, lada, gambir, sagu, pinang,
damar dan rotan119.
Selama menjabat, Sultan Muhammad Ali Syafiuddin II memiliki dua orang
istri, pertama Enci’ Maimunah binti Saunan dikaruniai seorang putra bernama
117 Ibid., h. 78f.
118 Urutan tata-cara adat Kesultanan Sambas yang dilakukan pada saat acara kebesaran
adat Kesultanan Sambas.
119 Ibid., h. 78g.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Raden Abdulmuthalib (Raden Rapot). Istri kedua Raden Zohra dikaruniai tujuh
orang anak bernama Raden Munziri Ariadiningrat, Raden Madinah, Raden
Fatimah Ariadiningrat, Raden Aisyah Ariadiningrat, Raden Laminah
Ariadiningrat, Raden Abubakar Ariadiningrat, Raden Izah Ariadiningrat. Setelah
hampir setahun menderita sakit, pada 1 Rabiul Akhir 1345 H, bertepatan pada
tanggal 9 Oktober 1926 secara mendadak Sultan Muhammad Ali Syafiuddin II
wafat pada usia 54 tahun di Istana Pedalaman120.
n. Raden Mulia Ibrahim Bergelar Sultan Muhammad Ibrahim Syafiuddin
(1931-1943)
Sewaktu Sultan Muhammad Ali Syafiuddin II meninggal secara mendadak
belum diangkat pengganti Sultan karena Raden Mulia Ibrahim masih muda. Maka
sejak tanggal 10 Oktober 1926 dibentuklah Majelis Kesultanan yang bertugas
melaksanakan tugas-tugas Sultan Sambas sampai pada tanggal 2 Mei 1931121.
Majelis Kesultanan terdiri dari:
Controleur Sambas Van Dar Velden sebagai Ketua.
Pangeran Bendahara Sri Maharaja dan Pangeran Laksamana sebagai
anggota.
Demang Kota Sambas, Raden Tachmid Panji Anom sebagai penasihat.
Pada masa mudanya Raden Mulia Ibrahim pernah mengenyam pendidikan
di Serang, Banten, sekolah OSVIA (Opleiding School Voor Inlandsche
120 Ibid., h. 78e-78h.
121 Ibid., h. 78h.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Ambtenaar) hingga tingkat tiga. Kemudian ia diminta pulang ke Sambas oleh
Sultan Muhammad Syafiuddin II untuk bekerja di Kantor Wakil Sultan di
Singkawang yang dipimpin oleh Raden Haji Umar Junid. Raden Mulia Ibrahim
dipindahkan di Kantor Wakil Sultan di Bengkayang yang dipimpin oleh Raden
Ja’coeb Adiwijaya, dan dipindahkan lagi di Kantor Panembahan Ketapang-Matan
di bawah pimpinan Gusti Muhammad Saunan. Pada tanggal 2 Mei 1931, Raden
Mulia Ibrahim dinobatkan sebagai Sultan Sambas ke-15 dengan gelar Sultan
Muhammad Ibrahim Syafiuddin.
Sultan Muhammad Ibrahim Syafiuddin memerintah di Kesultanan Sambas
berlangsung selama 12 tahun. Sebelum dinobatkan, pada tanggal 1 Mei 1931
Belanda mengikat kontrak politik dengan Sultan Mulia Ibrahim Syafiuddin.
Dengan adanya kontrak politik ini, kekuasaan Sultan menjadi terbatas. Sultan
diberi kekuasaan oleh pemerintah Hindia Belanda antara lain untuk melaksanakan
hukum Islam dan hukum adat.
Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Ibrahim Syafiuddin,
pembangunan Kesultanan Sambas di bidang pendidikan dan pengajaran tidak
banyak mengalami kemajuan, karena pada tahun 1931-1933 situasi negeri Sambas
mengalami masa krisis. Sekolah-sekolah seperti Voolkschool (Sekolah Rakyat),
Vervolgsschool (Sekolah Sambungan), Standaardschool (pengganti H.I.S), dan
Madrasah al-Sultaniyah mengalami kemunduran122. Dengan semakin
membaiknya situasi, pada tahun 1933-1935, Sultan Muhammad Ibrahim
Syafiuddin mendirikan Istana baru di atas Istana lama. Di bagian depan Istana
122 Ibid.,h. 78i.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
dibangun Gapura bertingkat, dua buah pendopo untuk tamu, pertunjukkan seni
dan lain-lain. Di sebelah kiri dan kanan dibangun pavilyun untuk tamu dari luar
dan untuk Kantor Pribadi Sultan. Sedangkan di bagian belakang pavilyun
digunakan untuk menyimpan barang-barang khazanah Kesultanan Sambas.
Pada tanggal 19 April 1936 atas inisiatif dari Maharaja Imam Haji
Muhammad Basyiuni Imran, Raden Muchsin Panji Anom, Raden Abubakar Panji
Anom, dan Daeng Muhammad Harun dibentuklah perkumpulan dengan nama
“Tarbiatoel Islam” yang sebelumnya bernama al-Sultaniyah dengan motto:
Bangsa Indonesia tidak akan dapat maju kalau tidak memiliki perguruan
bangsanya sendiri123. Dalam pergerakannya Tarbiatoel Islam tetap mengorganisir
kembali perguruan al-Sultaniyah dengan mendirikan sekolah (Schakel School).
Selain itu, mereka membuka sebuah sekolah di Sambas dan dua sekolah agama
masing-masing di Singkawang dan Pemangkat.
Pada tahun 1936, turut dibentuk juga Peradilan Khusus untuk golongan
pribumi di Kesultanan Sambas, yakni124:
Pengadilan Negeri yang sebelumnya disebut Landraad diganti namanya
menjadi Pengadilan Balai Kanon. Diketuai oleh Sultan sekaligus Hakim
Tunggal, dibantu seorang Paniter, dan penasihat seorang pejabat
pemerintah Belanda dan pemuka Islam (Maharaja Imam). Penuntut
umum adalah Mantri Polisi dengan hukuman berlandaskan pada KUHP
(Kitab Undang-undang Hukum Pidana) dan peraturan lainnya yang
123 Ibid., h. 78i.
124 Ibid., h. 78i.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
ancaman hukuman di atas enam bulan. Keputusan Balai Kanon harus
diperkuat Landraad di Singkawang.
Pengadilan Setempat sebelumnya disebut Magistraat diganti namanya
menjadi Balai Raja. Ketua adalah seorang Demang sebagai Hakim
Tunggal. Dibantu oleh seorang Panitera dan penuntut umum ditunjuk
Mantri Polisi dengan hukuman berlandaskan pada KUHP dan peraturan
lainnya yang ancaman hukumannya di bawah enam bulan. Keputusan
Balai Raja harus diperkuat oleh Kepala Pemerintahan Setempat
(Controleur).
Pengadilan Adat diganti namanya menjadi Pengadilan Balai Bidai. Ketua
Pengadilan adalah Ketua Adat, Kepala Benua, Kepala Kampung.
Anggota terdiri dari pemuka kampung seperti Lebai dan Penghulu.
Pelaksanaan hukum berlandaskan pada hukum adat setempat berupa
denda, ganti rugi, dan paling ringan adalah membayar kasal langir atau
membayar biaya tepung tawar.
Sebelum adanya campur tangan dari pemerintah Belanda, Pengadilan Agama di
Kesultanan Sambas secara turun-temurun melaksanakan hukumannya
berpedoman pada hukum Qisas menurut Islam. Misalnya membunuh dihukum
bunuh, berzinah dikenakan hukum rezam125.
Selama pemerintahannya, Sultan Muhammad Ibrahim Syafiuddin memiliki
dua orang istri. Istri pertama Raden Siti binti Pangeran Sri Maharaja Muhammad
Thaiyib dikaruniai tujuh orang anak bernama Raden Berti, Raden Maryam, Raden
125 Ibid., h. 78j.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Muhammad Taufik, Raden Gunawan, Raden Anisah, Raden Fatimah, dan Raden
Asmara. Istri kedua Raden Iyah dari Jawa Barat tidak dikaruniai keturunan. Sultan
Muhammad Ibrahim Syafiuddin meninggal bersama dengan Pangeran Sri
Maharaja Muhammad Thaiyib setelah ditangkap oleh tentara Jepang pada tahun
1943 di Mandor. Pada tanggal 25 Maret 1945 - 18 Oktober 1945, oleh pemerintah
Jepang dibentuklah Majelis Kesultanan (Zitirijo Hiyogi Kai) untuk melaksanakan
pemerintahan di Kesultanan Sambas yang terdiri dari:
Kenkarikan yang berkedudukan di Singkawang dijadikan Penasihat.
Demang Kota Sambas, Raden Muhammad Siradj sebagai Ketua.
Raden Ismail dan Raden Hasan sebagai anggota.
Setelah Jepang menyerah kepada sekutu pada Agustus 1945, pada tanggal
20 Februari 1946 Gubernur Jenderal Belanda DR. H.J. van Mook melalui
perantara Sultan Hamid II membentuk dan melantik sebuah Majelis Kesultanan
Sambas yang terdiri dari:
Raden Muchsin Panji Anom bergelar Pangeran Tumenggung Jaya
Kesuma sebagai Ketua.
Raden Hasnan bergelar Pangeran Laksamana dan Urai Udin bergelar
Pangeran Paku Negara sebagai anggota.
Haji Muhammad Basyiuni Maharaja Imam Sambas sebagai penasihat.
Raden Abubakar Panji Anom bergelar Pangeran Amar Diraja
menggantikan Urai Udin yang diangkat menjadi Demang126.
126 Ibid., h. 78j-k.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Setelah Sultan Muhammad Ibrahim Syafiuddin wafat, hingga tahun 1946
belum ditentukan pengganti di Kesultanan Sambas. Hal ini dikarenakan Pangeran
Ratu Raden Muhammad Taufik masih kecil, sedangkan Pangeran Kesuma Indra
(Raden Abubakar Ariadiningrat) sedang ikut bertempur melawan Belanda di
daerah Priangan, Jawa Barat127.
D. Hadirnya Pemukiman Baru
Wilayah pemukiman Kesultanan Sambas dapat dibagi menjadi tiga bagian,
yakni daerah ibu kota Sambas dan sekitarnya berada pada daerah aliran sungai
Sambas Kecil, daerah aliran sungai Subah dan sekitarnya, serta daerah aliran
sungai Teberau dan sekitarnya. Mayoritas pemukiman masyarakat Melayu berada
di daerah ibu kota Kesultanan. Selain itu, daerah yang berada di sekitar ibu kota
Kesultanan juga ditempati oleh para pendatang dari luar daerah Sambas, seperti
Jawa, Bugis, Batak, dan lain-lainnya yang telah lama menetap. Sedangkan bagi
pemukiman orang-orang Dayak dan Tionghoa kebanyakan tinggal di daerah
seperti Pemangkat, perbatasan kota Singkawang, perbatasan dengan Sarawak-
Malaysia, dan perbatasan Kabupaten Bengkayang.
1. Pemukiman Dayak
Masuk dan berkembangnya Islam di Kesultanan Sambas merupakan suatu
proses akulturasi budaya yang berbeda dan dapat diterima karena adanya
komunikasi yang terjalin dengan baik antara orang yang membawa budaya baru
127 Ibid., h. 78k.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
dengan masyarakat asli setempat. Sebelum Islam jauh berkembang di Sambas,
wilayah ini telah dihuni oleh masyarakat asli Kalimantan yakni suku Dayak.
Kehidupan orang Dayak pada saat Islam belum masuk masih sangat tradisional
dan masih bergantung pada alam. Cara mereka bergantung dengan alam yakni
menyesuaikan diri mereka terhadap lingkungan sekitar, salah satunya dengan
mendirikan pemukiman.
Pada dasarnya pola pemukiman suku Dayak di Kalimantan Barat hampir
sama antara yang satu dengan yang lainnya, hanya saja istilahnya yang berbeda.
Letak pemukiman biasanya berada dan menghadap ke sungai yang arah
pendiriannya disejajarkan dengan arah sungai. Tempat pemukiman orang Dayak
biasanya disebut dengan Rumah Betang atau Rumah Panjang. Di dalam rumah
Betang dapat menampung hingga puluhan kepala keluarga dan semua aktivitas
bisa dilakukan di dalam rumah Betang. Rumah panjang berbentuk persegi empat
panjang yang memanjang dari sebelah kiri ke kanan. Bagian atap rumah
berbentuk atap lipat yang menggunakan bahan dari kayu belian disusun sirap128
dan ada juga yang menggunakan atap daun rumbia (daun sagu). Bentuk tiang
pada rumah panjang pada umumnya berbentuk persegi empat dan ada juga yang
berbentuk bulat dengan menggunakan bahan dasar dari kayu belian. Sedangkan
bentuk lantai dari rumah panjang adalah bertingkat.
Di dalam rumah panjang di bagi menjadi dua bagian, pertama bagian
dalam rumah yang memiliki tiga kamar tidur beserta dapur. Selain itu, di bagian
dalam rumah terdapat kamar untuk keluarga yang baru menikah ataupun yang
128 Sirap atau Atap sirap adalah kepingan papan tipis-tipis, biasanya dibuat dari kayu besi
atau kayu ulin yang dipakai untuk atap atau dinding rumah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
sudah memiliki anak. Kedua, bagian luar rumah atau bagian rumah yang tidak
berdinding terletak di bagian muka rumah. Di bagian ini terdapat tempat tidur
berupa balai-balai untuk tempat tidur para anak laki-laki yang belum menikah,
duda, dan para tamu pria. Di ruangan ini juga biasanya digunakan untuk
mengadakan acara musyawarah orang-orang tua, pesta pernikahan, tempat makan
bersama baik untuk menjamu tamu maupun para penghuni rumah, acara minum
tuak setelah bekerja gotong-royong menanam padi di ladang, dan acara-acara adat
lainnya. Selain itu, pada waktu siang hari balai ini digunakan oleh kaum wanita
untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari.
Di bagian atap rumah biasanya dibuat sebuah ruangan yang digunakan
untuk menyimpan tikar, bahan-bahan keperluan rumah, dan tempat tidur anak
bujang. Di bagian paling ujung rumah panjang, di buat sebuah teras rumah dari
lantai papan yang tidak memiliki atap. Bagian teras ini biasa digunakan untuk
menjemur padi, menjemur pakaian, dan keperluan sehari-hari lainnya. Sedangkan
pada bagian bawah dan daerah sekitar rumah panjang biasa digunakan untuk
bercocok tanam, beternak hewan seperti babi dan ayam129.
2. Pemukiman Melayu
Masuk dan berkembangnya Islam di Kesultanan Sambas secara tidak
langsung membawa dampak yang besar terhadap pola pemukiman
masyarakatnya. Bila pada masa Islam belum masuk di pemukiman orang Dayak
dengan rumah Betang sebagai identitas diri, setelah Islam masuk di tengah-tengah
129 Soenarpo, dkk, Arsitektur Tradisional Daerah Kalimantan Barat. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1986, h. 175-180.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
kehidupan orang Dayak pada akhirnya melahirkan sebutan bagi para pedagang
muslim dan keturunan mereka, serta orang Dayak yang telah memeluk Islam
yakni orang Melayu. Orang Melayu merupakan orang asing yang datang ke
wilayah Kalimantan Barat, termasuk ke wilayah Sambas yang melakukan
perdagangan dan menetap di Sambas. Para pedagang ini berasal dari Arab,
Banjarmasin, dan Brunei yang telah menganut Islam. Setelah menetap cukup lama
di Sambas, para pedagang ini kemudian menikah dengan masyarakat lokal yakni
orang-orang Dayak. Berdasarkan hal ini, dapat disimpulkan bahwa orang-orang
Melayu generasi kedua berasal dari pernikahan campuran antara orang Dayak
dengan orang Melayu. Selain itu, orang Melayu juga dapat berasal dari orang
Dayak yang telah menganut Islam, namun tetap mempertahankan adat-istiadat
mereka.
Setelah Islam masuk dan berkembang, semakin banyak masyarakat Sambas
yang tertarik dan menganut Islam. Hal ini kemudian membuat pola pembangunan
dan kehidupan masyarakat mengalami perubahan, seperti mendirikan pemukiman.
Pemukiman atau tempat tinggal orang Melayu sudah tidak menggunakan rumah
Betang, melainkan mendirikan rumah yang terbuat dari kayu berbentuk sederhana
dan sudah dalam keadaan disusun dan diatur rapi serta saling berdekatan satu
dengan yang lainnya. Tempat tinggal mereka terpusat di sekitar wilayah ibu kota
Kesultanan Sambas dan sudah memiliki gang-gang kecil di antara rumah. Dalam
suatu perkampungan Melayu dipimpin oleh seorang kepala kampung.
Bangunan rumah dibangun berdasarkan jumlah keluarga yang dimiliki.
Masing-masing keluarga memiliki satu buah rumah untuk ditempati yang setiap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
rumahnya memiliki dua sampai tiga kamar. Kerangka dinding berbentuk empat
persegi panjang yang tegak lurus dan terbuat dari papan kayu seperti meranti atau
mabang. Selain menggunakan papan, dinding rumah juga terbuat dari kulit kayu.
Lantai rumah berbentuk empat persegi panjang yang terbuat dari papan kayu
belian (kayu besi) dan mabang130. Sedangkan atap rumah terdiri dari susunan sirap
yang terbuat dari kayu belian atau kayu mabang. Selain atap sirap, terdapat juga
yang menggunakan atap daun yang terbuat dari daun rumbia (daun sagu) yang
disusun dalam bentuk anyaman sebagian131.
3. Pemukiman Tionghoa
Pada abad ke-18 M, orang-orang Cina sudah datang ke wilayah Kalimantan
Barat. Pada saat yang bersamaan, Sambas dibuka menjadi daerah perkumpulan
orang-orang Cina. Kedatangan orang-orang Cina diawali dengan adanya
permintaan secara besar-besaran oleh Sultan ke-5 Sambas yang bergelar Sultan
Umar Akamuddin II untuk mempekerjakan mereka sebagai kuli di pertambangan
emas sebelah Timur dan Tenggara Sambas. Para pekerja ini berasal dari Pesisir
Selatan Cina yang terdiri dari dua kelompok yakni etnis Teochiu dan Hakka132.
Setelah berada di Sambas para pekerja yang berasal dari dua etnis ini
kemudian mendirikan kongsi Cina yang bekerja di daerah Lara, Lumar,
130 Ibid., h. 51-53.
131 Ibid., h. 51-53.
132 Nico Andasputra dan Stepanus Djuweng, Manusia Dayak (Orang Kecil Yang
Terperangkap Modernisasi). Institut Dayakologi, 1996, h. 17-18.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Monterado, dan Pemangkat. Selain bekerja sebagai kuli, mereka juga memiliki
keterampilan lain seperti bercocok tanam yang lebih efisien.
Pada saat Sultan Umar Akamuddin II mendatangkan para pekerja kuli dan
pedagang dari Cina, kebanyakan adalah laki-laki. Setelah menetap dan bekerja
cukup lama, para pekerja dan pedagang ini menikah dengan masyarakat lokal baik
masyarakat Dayak maupun Melayu. Mereka mendirikan pemukiman sendiri yang
berada terpisah dengan pemukiman orang-orang Dayak dan Melayu. Saat ini
sebagian besar pemukiman orang-orang Cina di Sambas terdapat di Pemangkat
dan sebagian kecil berada di daerah perkotaan Sambas, serta populasi terbesar
berada di kota Singkawang.
Di wilayah Kesultanan Sambas, orang-orang Cina mendirikan pemukiman
yang terpisah dari pemukiman Dayak dan Melayu. Hal ini dikarenakan mereka
merasa tidak cocok dalam urusan perdagangan dan menghindar dari adanya
kontak fisik dengan orang Melayu. Dalam urusan perdagangan orang-orang Cina
berhasil mengalahkan dominasi para pedagang Melayu yang kemudian
menyebabkan terjadinya kesenjangan sosial dan ekonomi di antara masyarakat
Cina, Melayu dan Dayak. Selain itu, dalam hal mendirikan bangunan orang-orang
Cina memadukan bangunan khas Cina dengan bangunan rumah Betang. Namun
kemudian mereka membuatnya lebih teratur dengan menambahkan jendela dan
tempat untuk berdoa. Seiring dengan berjalannya waktu, kemudian banyak
didirikan Klenteng yang digunakan untuk mereka berdoa dan bangunan rumah
orang-orang Cina berubah bentuk kemudian biasa disebut dengan ruko.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
4. Rumah Lanting (Terapung) Sambas
Semakin berkembangnya Islam di wilayah Kesultanan Sambas, bukan hanya
berdampak terhadap pola kehidupan masyarakat saja, tetapi terhadap pola
pembangunan rumah yang berbasis kearifan lokal. Pembangunan yang
berlandaskan pada sikap, pandangan, dan kemampuan suatu komunitas di dalam
mengelola lingkungan rohani dan jasmaninya, yang memberikan kepada
komunitas itu daya tahan dan daya tumbuh di dalam wilayah dimana komunitas
itu berada133. Hal ini secara tidak langsung kemudian mempengaruhi hadirnya
arsitektur baru seperti di pemukiman Dayak, Melayu, dan Tionghoa yang
kehidupan dekat dengan sungai. Bukan hanya hadirnya arsitektur yang telah
disebutkan diatas, namun hadir juga satu pola arsitektur yang sudah lama ada,
yakni rumah lanting atau rumah terapung yang merupakan rumah khas
masyarakat di Sambas, Kalimantan Barat.
Rumah Lanting atau rumah terapung merupakan rumah dan perkampungan
yang berada di tepian sungai Sambas yang biasa dihuni oleh satu kepala keluarga
atau lebih. Rumah ini bisa berpindah-pindah tempat dimana sebagian
penghuninya mengandalkan sungai untuk memenuhi kehidupan sehari-harinya.
Rumah lanting terbuat dari kayu yang tahan terhadap air serta cuaca dalam jangka
waktu panjang. Jenis kayu yang umumnya digunakan adalah kayu ulin atau kayu
damar. Alat atau bahan yang digunakan untuk mengapungkan rumah adalah kayu
bulat yang diletakkan di bagian bawah bangunan. Agar tidak hanyut terbawa arus
133 Agus Maladi Irianto, 2009, Mahasiswa dan Kearifan Lokal, artikel online:
http://staff.undip.ac.id/
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
air, rumah lanting ini ditambatkan pada tonggak atau pohon di tepi sungai dengan
panjang tali pengikat disesuaikan dengan pasang dan surut air sungai134.
Keberadaan rumah lanting di Sambas dimulai sudah sejak lama sekitar abad
ke-18 M yang semula hanya dihuni oleh orang-orang Cina. Rumah lanting selain
digunakan untuk tempat tinggal, namun digunakan oleh orang-orang Cina untuk
tujuan transaksi perdagangan. Seiring dengan berjalannya waktu dan semakin
berkembangnya zaman, hingga kini rumah lanting juga banyak digunakan oleh
suku Melayu. Hingga saat ini keberadaan rumah lanting masih bisa dijumpai di
Sambas, namun jumlahnya sudah mulai sedikit.
E. Berdirinya Masjid Jami’ di Kesultanan Sambas
Semakin berkembangnya Islam di wilayah Kesultanan Sambas tidak terlepas
dari peran para Sultan yang berkuasa untuk terus melakukan penyebaran ajaran
Islam. Setiap Sultan yang berkuasa mempunyai cara penyebaran Islam yang
berbeda satu dengan lainnya agar banyak masyarakat memeluk Islam dan
mendirikan fasilitas keagamaan berupa bangunan masjid. Pembangunan masjid
dilakukan melalui dua pemerintahan yang berbeda dan biaya pembangunan
diambil dari sumbangan masyarakat sekitar Kesultanan serta menggunakan dana
pribadi Sultan. Masjid Jamik yang ada di Sambas terdapat dua bangunan, pertama
didirikan oleh Sultan Muhammad Ali Syafiuddin I dan masjid Jamik kedua
didirikan oleh Sultan Muhammad Syafiuddin II.
134 https://www.google.co.id/Rumah-Lanting -Sambas - Teknologi Rumah
Terapung/Lanting. Diunduh tanggal 24 Oktober 2015.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
Pembangunan pertama dilakukan pada masa pemerintahan Sultan
Muhammad Ali Syafiuddin I atau Pangeran Anom dengan mendirikan sebuah
masjid yang diberi nama masjid Jami’ atau masjid Jami’ Pangeran Anom. Masjid
Jami’ didirikan di sebelah kanan Istana Kesultanan dengan ukuran bangunan yang
tidak terlalu besar. Dalam pembangunannya, dana yang digunakan menggunakan
uang Kesultanan serta adanya sumbangan dari masyarakat di sekitar Kesultanan
yang telah memeluk Islam135.
Pembangunan kedua dilakukan setelah Islam semakin berkembang dengan
pesat dan mayoritas masyarakat Sambas menganut Islam. Oleh karena semakin
berjayanya Islam di Kesultanan Sambas, Sultan Muhammad Syafiuddin II
mendirikan sebuah masjid berukuran besar yang diberi nama masjid Jamik.
Masjid Jamik merupakan masjid ketiga di kota Sambas dan merupakan salah satu
masjid tertua di Kalimantan Barat. Dalam catatan sejarah Sambas, masjid Jamik
merupakan masjid terbesar di kota Sambas dan menjadi masjid induk bagi semua
masjid yang ada di kota Sambas.
Masjid Jamik yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan ke-13 ini
hingga sekarang masih mempertahankan bentuk asli bangunannya. Jumlah tiang
tengah bagian tengah dalam masjid Jamik berjumlah delapan batang dan atap
masjid memiliki tiga tingkat. Selain itu, masjid Jamik memiliki tiga pendopo
untuk masuk, yakni pendopo serambi bagian utara, selatan, dan timur. Masjid
Jamik memiliki arsitektur yang unik karena masjid berlantai dua, dan di dalamnya
135 Urai Fahmi Riza, dkk, Selayang Pandang Kerajaan Islam Sambas. Sambas: Istana
Alwatzikhoebillah, 2003, h. 28.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
memiliki bundaran artistik dari bahan kayu belian, serta terdapat sebuah mimbar
khotbah kecil di bagian depan masjid136.
F. Adat Istiadat dan Kesenian Tradisional Sambas
Masuk dan berkembangnya Islam di wilayah Kesultanan Sambas berdampak
sangat besar terhadap perubahan tatanan kehidupan dan kearifan lokal yang
dimiliki oleh masyarakat Sambas. Masyarakat lebih menghargai alam dan
menyerahkan nilai-nilai kehidupan pada ajaran Islam yang bergantung kepada
Allah. Dengan semakin berkembangnya Islam di Kesultanan Sambas, membuat
masyarakat tidak begitu saja melupakan adat-istiadat yang sudah ada. Masyarakat
semakin kreatif untuk terus mengembangkan dan melaksanakan tradisi yang
dilakukan secara turun-temurun. Kesultanan Sambas dilihat dari segi kebudayaan
memiliki beragam jenis adat-istiadat dan kesenian tradisional yang hingga
sekarang masih berkembang di tengah-tengah kehidupan masyarakat di wilayah
Kesultanan Sambas. Terdapat beberapa bentuk adat-istiadat dan kesenian
tradisional yang terus-menerus dilaksanakan di wilayah Kesultanan Sambas
hingga sekarang.
1. Tari Jepin Lembut
Tari Jepin merupakan salah satu dari lima kesenian yang hingga saat ini
masih sering dipentaskan oleh masyarakat Kalimantan Barat. Keempat kesenian
lainnya adalah Tanjidor, Tari Dayak, Tari Sambas, dan Barongsai. Tari Jepin
136 Ansar Rahman, dkk, Kabupaten Sambas – Sejarah Kesultanan dan Pemerintah Daerah.
Pontianak: Taurus-Semar Karya, 2001, h. 87.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu Jepin tradisional dan Jepin modern
(kreasi baru). Tari Jepin tradisional masih bisa dibagi lagi menjadi empat jenis,
yaitu Jepin Massal, Jepin Tali, Jepin Tembung, dan Jepin Langkah atau Lembut.
Sementara itu, Jepin kreasi modern memiliki kreasi yang sangat beragam.
Tari Jepin Lembut merupakan tari tradisional Melayu yang berasal dari
daerah Sambas dan berkembang di daerah Kalimantan Barat. Tarian ini
ditampilkan oleh dua orang laki-laki penari yang menggunakan busana khusus
terdiri dari tiga unsur. Tiga unsur yang digunakan yaitu baju teluk belanga yang
terbuat dari kain satin atau kain yang mengkilat, kain tenun Sambas yang dipakai
hingga lutut, dan kopiah berwarna hitam. Kedua penari ini diiringi oleh musik
yang dihasilkan dari tiga jenis alat musik, yaitu sebuah gambus, dua buah
ketipung (beruas), dan sebuah gendang panjang. Ketiga alat musik ini dimainkan
oleh tiga orang pemain musik tanpa henti dari awal hingga selesainya seluruh
gerakan tari. Lantunan syair-syair Islami mengiringi gerak tari dan alunan musik.
Syair-syair Islami yang dilantunkan berisi puji-pujian kepada Allah, Nabi
Muhammad SAW, dan kewajiban atau larangan menurut ajaran Islam. Selain itu,
syair-syair Islami yang mengiringi pementasan tari Jepin Lembut merupakan
bagian penting dalam koreografi tari secara keseluruhan. Dengan adanya syair-
syair tersebut, tari Jepin Lembut tidak hanya berfungsi sebagai seni hiburan
semata-mata, melainkan juga melaksanakan fungsi sebagai media pendidikan
agama Islam bagi masyarakat.
Tari Jepin Lembut muncul setelah Kerajaan Sambas mendapat pengaruh dari
ajaran Islam dan kemudian merubah Kerajaan menjadi Kesultanan Sambas. Pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
awalnya, tari Jepin Lembut berfungsi sebagai media dakwah yang digunakan
untuk mengislamkan keluarga Kerajaan Sambas. Tari ini semula hanya dimainkan
oleh keluarga kerajaan untuk menyemarakkan acara-acara seperti pernikahan,
khitanan, atau upacara potong rambut pada saat kelahiran anak. Namun, tari ini
lambat laun mulai dipentaskan oleh masyarakat umum seiring penyebaran Islam
yang semakin luas137.
Dalam pelaksanaannya, tari Jepin sendiri terdiri dari tiga gerakan umum,
yakni berdiri, membungkuk, dan jongkok. Posisi berdiri mencakup gerakan saat
akan memulai tari yang dilanjutkan dengan langkah maju mundur. Posisi
membungkuk dilakukan pada saat melangkah maju yang dilanjutkan dengan
gerakan serong kiri dan kanan lalu mundur dan berbalik. Posisi jongkok
mencakup gerakan tahtim (penutup) yang dilakukan pada saat tarian akan selesai.
Sedangkan untuk tari Jepin Lembut memiliki empat ragam gerak, yaitu nyiur
melambai, mandayung, simpul pakis (simpul paku), dan tahtim.
Dalam setiap pementasannya, masyarakat Sambas meyakini bahwa tari
Jepin Lembut mengandung nilai-nilai budaya seperti nilai-nilai pendidikan agama,
hiburan, pelestarian budaya, seni, dan olahraga. Hingga saat ini, tari Jepin Lembut
kerap kali di pentaskan baik acara di daerah Sambas maupun acara yang
diselenggarakan oleh pemerintah Provinsi Kalimantan Barat. Hal ini merupakan
salah satu bentuk hiburan bagi masyarakat dan bentuk pelestarian budaya agar
tetap lestari dan berkembang138.
137 Yusuf Efendi, “Tari Jepin Lembut”, dalam A. Muin Ikram, Deskripsi tari Jepin daerah
Kalimantan Barat. Kalimantan Barat: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek
Pembinaan Kesenian, 1989/1990. 138 Ibid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
2. Tepung Tawar
Adat Tepung Tawar merupakan salah satu bentuk tradisi yang kerap kali
masih dilaksanakan oleh masyarakat Melayu Sambas. Dalam perkembangannya,
pelaksanaan upacara acara Tepung Tawar ini sudah ada dan semakin berkembang
seiring dengan semakin berkembang pesatnya ajaran Islam yang disebarkan oleh
para Mubaliq di sekitar wilayah Kesultanan Sambas. Acara Tepung Tawar bukan
hanya berkembang dan dilaksanakan oleh masyarakat Melayu Sambas, tetapi
menyebar ke daerah-daerah di Kalimantan Barat lainnya seperti daerah Melayu
Pontianak, Mempawah, Ngabang, Ketapang, Sintang, Sanggau dan Kapuas Hulu.
Secara harfiah kata Tepung Tawar terdiri dari dua kata yakni Tepung dan
Tawar yang memiliki arti tepung yang rasanya tawar dan tidak terasa asin. Hal ini
didasarkan pada bahan kelengkapan pembuatannya yang terdiri dari tepung beras.
Namun, dalam bahasa Melayu Sambas kata Tawar bisa berarti Jampi atau Mantra.
Tepung Tawar adalah tepung beras yang dicampur dengan air dan daun setawar
yang digunakan untuk menjampi139. Dalam pelaksanaannya oleh masyarakat
Melayu Sambas dilakukan dalam berbagai kegiatan yang berlandaskan pada
siklus kehidupan manusia. Acara Tepung Tawar dilakukan pada saat acara
perkawinan, seorang ibu yang melahirkan anak pertama, sebuah keluarga
mendapat musibah meninggal dunia, sebuah keluarga menempati rumah baru,
anak laki-laki yang di khitan, serta kejadian atau peristiwa penting dalam
masyarakat Melayu Sambas. Maksud dan fungsi mengadakan acara Tepung
Tawar ini adalah untuk memohon keselamatan dan terhindar dari sesuatu yang
139 Kamus Besar Bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Jakarta:
Balai Pustaka, Cetakan Kedua, 1989.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
tidak diinginkan, serta semua rangkaian acara ini di tunjukkan kepada Allah. Pada
akhir dari acara Tepung Tawar senantiasa dipanjatkan doa selamat oleh tokoh dan
tua-tua kampung.
Acara Tepung Tawar dilakukan oleh para tetua kampung atau keluarga tua
terdekat yang biasa disebut dengan “Tukang Pappas” yang pelaksanaannya
disebut dengan “Mappas”. Tukang Pappas biasanya berjumlah ganjil antara 3, 5,
dan 7 orang yang telah ditentukan dan diatur berdasarkan adat yang sudah ada.
Bila tukang papas berjumlah lima orang maka dapat dibagi menjadi tiga laki-laki
dan dua perempuan, sedangkan bila dilakukan oleh tujuh orang maka dapat dibagi
lima laki-laki dan dua perempuan atau tiga perempuan dan empat laki-laki. Dalam
pelaksanaan acara Tepung Tawar dilengkapi dengan perlengkapan ritual yang
terdiri dari:
a. Satu buah mangkok putih tempat tepung beras yang telah di hancurkan
dengan air tolak bala, yaitu segelas air putih yang di bacakan doa tolak
bala. Selain untuk menghancurkan tepung beras, air tawar tolak bala
digunakan juga untuk diminum atau untuk disiramkan di kepala yang
ditepung tawari.
b. Beberapa helai daun lenjuang ungu, daun mentibar (disebut daun ntibar),
dan beberapa helai daun ribu-ribu.
c. Sebentuk cincin emas atau perak, terutama pada tepung tawar mandi
belulus pengantin. Cincin tersebut diikatkan pada anyaman daun kelapa
muda.
d. Beras kuning secukupnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
e. Sebuah talam kecil tempat meletakkan mangkok.
Setelah semua perlengkapan ritual acara Tepung Tawar lengkap, maka para
tukang papas mulai melaksanakan ritual yang telah diminta oleh tuan rumah,
seperti pelaksanaan adat perkawinan dimana Tepung Tawar dilakukan terhadap
kedua pengantin pada hari ketiga setelah hari pesta perkawinan. Setelah Tepung
Tawar dilaksanakan, dilanjutkan dengan acara adat “mandi belulus” dan acara
“balik tikar”140.
140 M. Natsir, “adat-tepung-tawar-melayu-Sambas”, dalam A. Muin Ikram, Adat Istiadat
Perkawinan Melayu Sambas. Naskah. Sambas : MABM Sambas, 2004.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
BAB IV
PENUTUP
Sambas merupakan salah satu Kabupaten yang ada di wilayah Kalimantan
Barat dan berbatasan langsung dengan wilayah Sarawak, Malaysia. Sambas
merupakan wilayah yang strategis baik dalam jalur transportasi laut maupun jalur
transportasi darat. Jalur transportasi laut dinilai strategis dikarenakan wilayah
Sambas berbatas langsung dengan Selat Karimata dan Laut Cina Selatan yang
sejak zaman kerajaan banyak para pedagang maupun pihak kerajaan daerah lain
menjadikannya sebagai pintu masuk. Masuk dan berkembangnya Islam di Sambas
dilatarbelakangi oleh adanya aktivitas perdagangan hasil bumi yang dilakukan
oleh para pedagang yang berasal dari Arab, Gujarat, Brunei, dan Banjar yang telah
menganut Islam baik dengan masyarakat lokal maupun dengan kalangan
bangsawan kerajaan. Penyebaran dilakukan melalui jalur sungai laut dan yakni
melalui Selat Karimata dan Laut Cina Selatan yang merupakan jalur perdagangan
internasional, sedangkan jalur darat melalui Sarawak, Singkawang, Bengkayang,
Mempawah, dan Pontianak. Setelah melakukan proses perdagangan, penyebaran
Islam di Sambas dilatarbelakangi adanya pernikahan campuran antara para
pedagang muslim dengan masyarakat Sambas atau dengan kalangan bangsawan.
Jauh sebelum Islam masuk dan berkembang di wilayah Sambas, khususnya
kerajaan Sambas, animisme merupakan kepercayaan asli yang sudah tumbuh dan
berkembang dan kemudian diikuti dengan masuknya Hindu. Sebelum masuknya
Islam di Sambas, Hindu merupakan agama berkembang yang dibawa oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
keturunan Kerajaan Majapahit pada saat menaklukkan kerajaan-kerajaan di
Nusantara. Pada kekuasaan Majapahit para prajurit dan keturunan raja hidup
membaur dengan masyarakat asli yang kemudian membentuk sebuah kerajaan
yang kuat. Kerajaan Hindu Sambas diperintah oleh keturunan Kerajaan Majapahit
yang dimulai pemerintahan Raja Cananegara, Tang Nunggal, Ratu Sepudak, dan
Ratu Anom Kesuma Yuda. Seiring dengan runtuhnya Kerajaan Majapahit pada
tahun 1570 Kerajaan Sambas yang berada di Kota Lama secara perlahan mulai
runtuh dan Sambas berada di bawah kekuasaan Kerajaan Johor yang telah
menganut Islam. Pada masa pemerintahan Kerajaan Sambas, raja terakhir yang
berkuasa adalah Ratu Anom Kesuma Yuda yang kemudian menyerahkan
kekuasaannya kepada Raden Sulaiman.
Masuknya Islam di daerah Sambas jauh sebelum abad Ke-14 M. Pada masa
ini, Islam belum menyebar dan diterima secara luas di kalangan bangsawan
maupun masyarakat lokal karena masih berada dibawah kekuasaan Kerajaan
Majapahit. Pada tahun 1600, barulah Islam di Sambas mulai berkembang dalam
wilayah Kerajaan Sambas. Mulai berkembangnya Islam di Sambas ketika
kedatangan Raja Tengah dan istrinya Ratu Surya Kesuma beserta anak-anak
mereka, yakni Raden Sulaiman, Raden Badaruddin, Raden Abdulwahab, Raden
Rasymi, dan Raden Ratnawati di Kota Bangun. Di Kota Bangun, perkembangan
dan pengajaran Islam semakin berkembang dan menarik minat banyak masyarakat
untuk menganut Islam. Memiliki hubungan yang baik dengan Ratu Anom
Kesuma Yuda, Raja Tengah meminangkan anaknya, Raden Sulaiman dengan
Puteri Mas Ayu Bungsu. Dari pernikahan inilah, Islam semakin diterima dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
berkembang di kalangan kerajaan. Pada tahun 1631, Raden Sulaiman diangkat
menjadi raja dan merupakan cikal bakal pendiri Kesultanan Sambas dengan gelar
Sultan Muhammad Syafiuddin I, merupakan Sultan pertama Sambas. Setelah
menjadi Kesultanan Sambas, Islam semakin berkembang dan menjadi agama
mayoritas baik di lingkungan Kesultanan maupun masyarakat. Masyarakat yang
tidak menerima Islam, khususnya orang Dayak dan Tionghoa secara perlahan
pindah dan tinggal di daerah luar kota Sambas, yakni daerah perbatasan dengan
Singkawang, Bengkayang, dan Sarawak. Perkembangan Islam yang telah dirintis
dan dibangun oleh Sultan Muhammad Syafiuddin I dengan sangat baik, kemudian
dilanjutkan oleh para Sultan, mulai dari Sultan Muhammad Tajuddin sampai
Sultan Muhammad Ibrahim Syafiuddin, dan hingga sekarang oleh Pangeran Ratu
H. Winata Kusuma.
Setelah Islam masuk dan semakin berkembang di Kesultanan Sambas yang
dimulai pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Syafiuddin I, menandai
bahwa peran dan pengaruh Islam sangatlah besar. Islam menjadi kepercayaan dan
pedoman utama dalam kehidupan masyarakat yang ada di wilayah Kesultanan
Sambas. Hal ini ditandai dengan semakin banyak masyarakat lokal yang
menerima dan menganut Islam. Masyarakat mendapatkan pelajaran agama
melalui pengajian ayat-ayat suci Al-Quran di masjid dan surau-surau.
Didirikannya sekolah rakyat atau madrasah oleh Kesultanan yang merupakan
sarana pendidikan untuk masyarakat dengan menerapkan kurikulum pendidikan
barat disamping pendidikan Islam agar terbebas dari buta huruf. Dibangunnya
jalan dan terusan untuk memperlancar sarana transportasi di darat maupun laut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
agar masyarakat semakin mudah untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
dan meningkatkan roda perekonomian melalui para pedagang atau saudagar yang
datang ke-Kesultanan Sambas. Selain itu, membuat masyarakat tidak begitu saja
melupakan adat-istiadat dan kesenian tradisional yang sudah ada. Mereka tetap
mempertahankan dan melestarikan tradisi yang sudah dilakukan secara turun
temurun. Adat-istiadat seperti Tepung Tawar yang dilakukan dalam berbagai
kegiatan yang berlandaskan pada siklus kehidupan manusia. Kesenian tradisional
seperti Tari Jepin Lembut yang merupakan tari tradisional Melayu berasal dari
Sambas dalam pementasannya diyakini mengandung nilai-nilai budaya seperti
nilai-nilai agama, hiburan, pelestarian seni dan budaya, serta olahraga. Tari Jepin
Lembut kerap kali dipentaskan baik acara di daerah Sambas maupun acara di luar
daerah. Hal lain yang mempengaruhi masyarakat adalah dengan belajar menenun
kain dan hingga sekarang tradisi ini tetap dilakukan oleh masyarakat Sambas.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masuk dan berkembangnya
Islam di Kesultanan Sambas Kalimantan Barat tidak serta-merta merubah semua
tradisi, adat-istiadat dan tatanan masyarakat yang sudah ada. Melainkan adanya
percampuran antara budaya yang sudah ada dengan budaya yang baru dan
membuat kebudayaan di Sambas semakin berkembang dan beragam. Dengan
adanya proses integrasi dan akulturasi yang terjadi di Kesultanan Sambas, Islam
di Sambas merupakan Islam Abangan. Artinya Islam yang menerapkan syariat
Islam dengan baik, tetapi tetap melaksanakan dan mempertahankan kebudayaan
asli masyarakat lokal dengan baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
DAFTAR PUSTAKA
Referensi Buku:
Alloy, dkk. 2008. Mozaik Dayak – Keberagaman Subsuku dan Bahasa Dayak di
Kalimantan Barat. Pontianak: Institut Dayakologi.
Andasputra, Nico dan Stepanus Djuweng. 1996. Manusia Dayak (Orang Kecil
Yang Terperangkap Modernisasi). Institut Dayakologi.
Ansar Rahman, dkk. 2001. Kabupaten Sambas – Sejarah Kesultanan dan
Pemerintah Daerah. Pontianak: Taurus-Semar Karya.
Arena Wati. 1986. Sejarah Indonesia. Jakarta: Karunia, Universitas Terbuka.
Arena Wati. 1989. Syair ‘’Perang Cina di Montrado’’. University Kebangsaan
Malaysia.
Bahar, Saafroedin, A. B. Tangdililing. 1996. Integrasi Nasional: Teori, Masalah
dan Strategi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Dadang Supardan. 2009. Pengantar Ilmu Sosial – Sebuah Kajian Pendekatan
Struktural. Jakarta: Bumi Aksara.
Eko A Meinarno, dkk. 2011. Manusia Dalam Kebudayaan dan Masyarakat:
Pandangan Antropologi dan Sosiologi. Jakarta: Salemba Humanika.
Fahmi, Urai Riza, dkk. 2003. Selayang Pandang Kerajaan Islam Sambas.
Sambas: Istana Alwatzikhoebillah.
Irianto, Agus Maladi, 2009, Mahasiswa dan Kearifan Lokal, artikel online:
http://staff.undip.ac.id/.
Kabupaten Sambas Dalam Angka. Sambas Regency in Figures 2007.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan & Kebudayaan. Balai
Pustaka, Cetakan Kedua, 1989.
Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.
K. Sanderson, Stephen. 2000. Sosiologi Makro: Sebuah Pendekatan Terhadap
Realitas Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Kuntowijoyo. 1991. Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi. Bandung: Mizan.
Lontaan, J. U. 1975. Sejarah Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat.
Penerbit: Pemda Tingkat I Kalbar Edisi I.
Machrus Effendy. 1995. Penghancuran PGRS-Paraku di Kalimantan Barat.
Pontianak.
M. Natsir, “adat-tepung-tawar-melayu-Sambas”, dalam A. Muin Ikram. 2004.
Adat Istiadat Perkawinan Melayu Sambas. Naskah. Sambas : MABM
Sambas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
Sartono Kartodirdjo, dkk. Editor. 1975. Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Soenarpo, dkk. 1986. Arsitektur Tradisional Daerah Kalimantan Barat. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Syafaruddin Usman. 2010. Sambas – Merajut Kisah Menenun Sejarah. Sambas:
Pemerintah Kabupaten Sambas.
Veth, P. J. 2012. Borneo Bagian Barat - Geografis, Statistis, Historis 1856 Jilid 2.
Pontianak: Institut Dayakologi.
Yusuf Efendi. “Tari Jepin Lembut”, dalam A. Muin Ikram. 1989/1990. Deskripsi
Tari Jepin Daerah Kalimantan Barat. Kalimantan Barat: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Pembinaan Kesenian.
Referensi Internet:
https://id.wikipedia.org/wiki/Integrasi. Diunduh pada tanggal 1 Juni 2015.
https://april04thiem.wordpress.com/2010/11/12/Studi-Kepustakaan. Diunduh
pada tanggal 1 Juni 2015.
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten-Sambas. Diunduh pada tanggal 25
September 2015.
https://id.wikipedia.org/wiki/Suku-Sambas. Diunduh pada tanggal 29 September
2015.
https://Melayuonline.com/Ind/libraries/Sambas. Diunduh pada tanggal 29
September 2015.
https://www.google.co.id/Rumah-Lanting-Sambas - Teknologi Rumah
Terapung/Lanting. Diunduh tanggal 24 Oktober 2015.
http://www.Sambas.go.id/. Diunduh pada tanggal 24 Oktober 2015.
http://www.pengertianpakar.com/”Pengertian Metode Penelitian, Jenis dan
Contohnya” dalam M. Iqbal Hasan, 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi
Penelitian dan Aplikasinya. Penerbit Ghalia: Jakarta. (DMCA.com).
Diunduh pada tanggal 14 September 2016.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
LAMPIRAN:
Gambar 1. Kalimantan Barat
(Sumber: https://www.google.com/peta-Kalimantan-Barat)
Gambar 2. Kabupaten Sambas
(Sumber: https://www.google.com/peta-Kabupaten-Sambas)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
Gambar 3. Istana Kesultanan Sambas - Alwatziekhoebillah
(Sumber: https://www.google.com/Kesultanan-Sambas)
Gambar 4. Masjid Jamik Sultan Muhammad Syafiuddin II
(Sumber: https://www.google.com/Masjid-Jamik-Kesultanan-Sambas)
Gambar 5. Lambang dan Bendera Kesultanan Sambas
(Sumber: https://www.google.com/Lambang-Kesultanan-Sambas)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
Gambar 6. Komplek Pemakan Kesultanan Sambas
(Sumber: https://www.google.com/Makam-makam-Sultan-di-Kesultanan-
Sambas)
(Sumber: https://www.google.com/Makam-makam-Sultan-di-Kesultanan-
Sambas)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
Gambar 7. Komplek Kesultanan Sambas di Muara Ulakan (Sungai Sambas Kecil,
Subah, dan Teberau)
(Sumber: https://www.google.com/Kesultanan-Sambas)
Gambar 8. Muara Ulakan Tempo Dulu
(Sumber: https://www.google.com/COLLECTIE-TROPENMUSEUM-Gezicht-
op-Sambas-West-Borneo/Kesultanan-Sambas)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
Gambar 9. Kesultanan Sambas setelah Islamisasi
(Sumber: https://www.google.com/wikimapia.org/Kesultanan-Sambas)
Gambar 10. Peninggalan Kerajaan Hindu Sambas
(Sumber: https://www.google.com/Kesultanan-Sambas)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
Gambar 11. Motor Klotok dan Perahu Sampan
(Sumber: https://www.google.com/Motor-Air-Klotok/ COLLECTIE-
TROPENMUSEUM-Gezicht-op-Sambas-West-Borneo)
(Sumber: https://www.google.com/Motor-Air-Klotok/ COLLECTIE-
TROPENMUSEUM-Gezicht-op-Sambas-West-Borneo)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
(Sumber: https://www.google.com/Motor-Air-Klotok/ COLLECTIE-
TROPENMUSEUM-Gezicht-op-Sambas-West-Borneo)
(Sumber: https://www.google.com/Motor-Air-Klotok/ COLLECTIE-
TROPENMUSEUM-Gezicht-op-Sambas-West-Borneo)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
Gambar 12. Proses Pembuatan Kain Tenun Sambas
(Sumber: https://www.google.com/Kain-Tenun-Sambas)
Gambar 13. Tugu Terpikat Terigas
(Sumber: koleksi pribadi)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
Gambar 14. Rumah Lanting Sambas
(Sumber: https://www.google.com/Rumah-Lanting-Sambas//rumah-lanting_oleh
Mulawardi Sutanto_klinik fotografi KOMPAS)
(Sumber: https://www.google.com/Rumah-Lanting-Sambas//rumah-lanting_oleh
Mulawardi Sutanto_klinik fotografi KOMPAS)
Gambar 15. Tari Jepin Lembut Sambas
(Sumber: https://www.google.com/Tari-Jepin-Lembut-Sambas)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
Gambar 16. Acara Tepung Tawar dan Perlengkapannya
(Sumber: https://www.google.com/Tepung-Tawar-Sambas)
(Sumber: https://www.google.com/Tepung-Tawar-Sambas)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI