Isi Refrat
-
Upload
atep-lutpia-pahlepi -
Category
Documents
-
view
218 -
download
6
Transcript of Isi Refrat
BAB I
PENDAHULUAN
Ruptur vesica urinaria merupakan rupturnya vesica urinaria oleh karena
trauma pada pelvis. Trauma ini paling sering terjadi pada pasien dengan riwayat
kecelakaan lalu lintas. Rupture vesica urinaria dapat menyebabkan terjadinya
ekstravasasi padaintraperitoneal ataupun intraperitoneal. Jika terjadi ekstravasasi
intra peritoneal, hal yang akan terjadi adalah radang peritoneum dan bisa
menyebabkan terjadinya peradangan organ-organ lainnya terutama organ yang
terdapat pada rongga peritoneum seperti liver, spleen, bagian awal duodenum,
colon sigmoid, colon tranversus, yeyunum, ileum, rectum superior. Peradangan
pada organ-organ tersebut dapat membahayakan nyawa penderita apabila tidak
ditangani secara cepat. Ekstravasasi ekstraperitoneal dapat menyebabkan
terjadinya peradangan yang hebat pada bagian pelvis yang mengalami kerusakan
atau fraktur apabila terjadi ekstravasasi urin.
Dari seluruh angka kejadian traumaurogenital, trauma buli-buli diperkirakan
hanya 2% besarnya, hal ini bisa dinyatakan sebagai suatu kejadian yang jarang
namun berakibat fatal bagi penderita apabila tidak ditangani secara cepat.
Komplikasi pada cedera buli-buli ekstraperitoneal, ekstravasasi urin ke
rongaa pelvis yang dibiarkan dalam waktu lama dapat menyebabkan infeksi dan
abses pelvis yang lebih berat lagi adalah robekan buli-buli intraperitoneal. Jika
tidak segera dilakukan operasi, dapat menimbulkan peritonitis akibat dari
akstravasisi urine pada rongga intra peritoneum. Kedua keadaan ini dapat
menyebabkan sepsis yang dapat mengancam jiwa.Kadang-kadang dapat pula
terjadi penyulit berupa gangguan miksi, yaitu frekuensi dan urgensi yang biasanya
akan sembuh selama 2 bulan (Sjamsuhidayat, 2004).
Pasien yang datang biasanya dengan pireksia, nyeri abdomen bagian bawah,
distensi abdomen, disuria, atau oliguri, hematuria serta tiba-tiba mengalami gagal
ginjal akut. Dalam diagnosis ruptur vesika urinari memerlukan adanya nyeri
abdomen bagian bawah, hematuria, gagal ginjal akut serta azotaemia pada diri
pasien. Pengamatan klinis yang cermat terhadap tanda dan gejala ditambah dengan
sistogram dan laparoskopi merupakan gold standard dalam diagnosis dan terapi
1
pada ruptur vesika urinaria. Selama laparoskopi, retrograde cystourethrogram
sangat berguna dalam menentukan lokasi vesika urinari yang ruptur. Apabila
pasien tidak segera ditangani maka ruptur ekstraperitoneum dapat menimbulkan
terjadinya ekstravasasi urin ke rongga pelvis yang dapat memicu timbulnya
infeksi. Bila ruptur intraperitoneum makan dapat menimbulkan terjadinya
ekstravasasi urin pada rongga intraperitoneum yang memicu timbulnya peritonitis.
Kedua komplikasi tersebut dapat menyebabkan terjadinya sepsis yang mengancam
jiwa. Penyakit ini memiliki angka kejadian yang jarang. Akan tetapi, penyakit ini
berpotensi fatal dengan angka kematian mencapai lebih dari 80% (Saleem, 2009 ;
Purnomo, 2011 ; Ahmed, 2009).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Ruptur vesica urinaria atau trauma pelvis (buli-buli) adalah trauma yang
sering disebabkan oleh ruda paksa dari luar dan sering didapatkan bersama
fraktur pelvis. Fraktur macam ini dapat menyebabkan kontusio atau ruptur
kandung kemih. Pada kontusio buli-bulihanya terjadi memar pada buli-buli
dengan hematuria tanpa ekstravasasi urine. Trauma kandung kemih terbanyak
karena kecelakaan lalu lintas yang disebabkan fragmen patah tulang pelvis
(90%) yang mencederai buli-buli. Trauma tumpul menyebabkan rupture buli-
buli terutama bila vesica urinaria penuh atau terdapat kelainan patologik
seperti tuberculosis, tumor, atau obstruksi sehingga trauma kecil sudah
menyebabkan rupture. Ruptur buli-buli dapat juga terjadi secara spontan, hal
ini biasanya terjadi jika sebelumnya terdapat kelainan pada dinding vesica
urinaria (Sjamsuhidayat, 2004).
Fraktur tulang pelvis terjadi robekan pars membranasea karena prostat
dengan uretra prostatika tertarik ke kranial bersama fragmen fraktur,
sedangkan uretra membranasea terikat diafragmaurogenital. Bila buli-buli
yang penuh dengan urine mengalami trauma, maka akan terjadi peningkatan
tekanan intra vesikel yang dapat menyebabkan contosio buli-buli/buli- buli
pecah. Keadaan ini dapat menyebabkan ruptura intraperitoneal. Ruptur
kandung kemih intraperitoneal dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsang
peritonium termasuk defans muskuler dan sindrom ileus paralitik Angka
kejadian trauma pada buli-buli diperkirakan 2% dari seluruh kejadian pada
trauma urogenital (Sjamsuhidayat, 2004).
B. Epidemiologi
Dari seluruh angka kejadian traumaurogenital, trauma buli-buli
diperkirakan hanya 2% besarnya, hal ini bisa dinyatakan sebagai suatu
kejadian yang jarang namun berakibat fatal bagi penderita apabila tidak
ditangani secara cepat.
3
C. Klasifikasi
Berdasarkan dari letak rupturnya dapat dibagi menjadi dua yaitu :
a. Ektraperitoneal Ruptur Vesiva Urinaria
Kebanyakan vesica urinaria pecah ekstraperitoneal dapat dikelola
dengan aman dengan drainase kateter sederhana (yaitu, uretra atau
suprapubik). Biarkan kateter dalam selama 7-10 hari dan kemudian
mendapatkan sebuah cystogram. Sekitar 85% dari waktu, laserasi yang
disegel dan kateter akan dihapus untuk percobaan berkemih (Purnomo,
2011).
Hampir semua cedera kandung kemih ekstraperitoneal sembuh dalam 3
minggu. Jika pasien dibawa ke ruang operasi untuk cedera yang
berhubungan, pecah ekstraperitoneal dapat diperbaiki bersamaan jika
pasien stabil (Purnomo, 2011).
Kandung kemih dengan ekstravasasi ekstraperitoneal yang luas sering
diperbaiki melalui pembedahan. Intervensi bedah dini mengurangi rawat
rumah sakit dalam waktu lama dan komplikasi potensial, sementara juga
untuk mempromosikan pemulihan awal (Purnomo, 2011).
b. Intraperitoneal kandung kemih pecah/ Intraperitoneal rupture vesica
urinaria
Kebanyakan, pecah kandung kemih intraperitoneal memerlukan
eksplorasi bedah. Cedera ini tidak sembuh dengan kateterisasi
berkepanjangan saja. Urine mengambil jalur yang paling resistensi dan
terus bocor ke rongga perut. Hal ini menyebabkan asites kemih, perut
kembung, dan gangguan elektrolit (Purnomo, 2011).
Pembedahan mengeksplorasi semua luka tembak di perut bagian
bawah. Karena sifat dari cedera visceral terkait, pasien harus segera
dibawa dengan kecepatan tinggi trauma rudal ke ruang operasi, di mana
luka kandung kemih dapat diperbaiki bersamaan dengan cedera visceral
lainnya (Purnomo, 2011).
Stabilisasi luka ke daerah suprapubik melibatkan kandung kemih
yang harus dikelola selektif. Pembedahan memperbaiki cedera
4
intraperitoneal yang jelas, dan mengelola cedera ekstraperitoneal kecil
dengan drainase kateter (Purnomo, 2011).
D. Tanda dan Gejala
a. Anamnesis (Purnomo, 2003)
1. Keluhan utama :
Nyeri di daerah supra simphysis
Kencing darah atau bercampur darah
Tidak keluar kencing dan atau tidak ingin kencing
Keadaan umum : gelisah, cemas
2. Pemeriksaan Fisik
Tekanan darah : meningkat
Denyut nadi : meningkat
Respirasi rate : meningkat
3. Riwayat trauma
Instrumentasi di daerah urethra buli – buli
b. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi (Purnomo, 2003):
Adanya jejas di daerah symphysis atau pelvis
Kwalitas urin yang keluar ( hematuria)
Abdomen distended bagian bawah(supra symphisis)
2. Palpasi (Purnomo, 2003):
Nyeri tekan di supra symphisis / abdomen bawah
Abdomen tegang ( peritonismus )
Buli – buli tidak teraba( kosong)
Terdapat infiltrat urin di daerah prevesikal
3. Perkusi : nyeri ketok supra symphisis
4. RT : prostat melayang/ tidak teraba ditempat
5
c. Patofisiologi
Kasus rupture vesica urinaria jarang terjadi. Hal ini disebabkan
karena posisi anatomis dari vesica urinaria yang apabila tidak terdistensi
maksimal berada di belakang tulang pelvis (ekstraperitoneal), sehingga
dapat terlindungi. Namun apabila buli-buli (vesica urinaria) terdistensi
dengan maksimal, posisi buli-buli dapat menjadi lebih superior bahkan
mungkin sampai ke cavum abdomen (intraperitoneal) yaitu setinggi 8-10
cm di belakang symphisis pubis. Oleh karena itu rupture vesica urinaria
tergantung dari derajat distensinya (Tanagho &McAninch, 2008).
Kebanyakan kasus rupture pada vesica urinaria yang terjadi
ekstraperitoneal, terjadi karena kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan
patahnya tulang pelvis sehingga vesica urinaria cedera. Trauma tumpul
dapat. mengakibatkan rupture buli-buli terutama apabila kandung kemih
penuh atau terdapat kelainan patelegik sepetrti tuberculosis, tumor atau
obstruksi sehingga menyebabkan rupture. Selain itu rupture vesicae dapat
juga disebabkan karena trauma tajam yang jarang terjadi karena luka tusuk
maupun luka akibat tembakan (Tanagho &McAninch, 2008).
Fraktur pada tulang panggul juga dapat menimbulkan kontusio atau
rupture kandung kemih, pada kontusio buli-buli hanya terjadi memar pada
6
dinding buli-buli dengan hematuria tanpa eksravasasi urin. Rupture
kandung kemih ekstraperitoneal biasanya akibat tertusuk fragmen fraktur
tulang pelvis pada dinding depan kandung kemih yang penuh. Pada
kejadian ini terjadi ekstravasasi urin dari rongga perivesikal (Tanagho
&McAninch, 2008).
E. Diagnosis
Penegakan diagnosis untuk ruptur vesika urinaria (Davey, 2006) yaitu :
a. Anamnesis
Ketika dilakukan anamnesis, pasien biasanya mengeluhkan adanya nyeri
di daerah suprapubic. Dengan keluhan penyerta seperti keluarnya darah
saat buang air kecil, anuria atau sulit kencing, dan bila ditelusuri akan
terdapat riwayat trauma pada penderita.
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik inspeksi, akan ditemukan beberapa hal yang
menunjukan adanya perlukaan (jejas) di daerah pelvis, dan adanya distensi
abdomen bagian bawah (supra symphisis). Pada palpasi akan ditemukan
adanya abdomen yang tegang, kosongnya buli-buli/hilangnya kandung
kemih dan juga nyeri tekan pada abdomen bawah. Pada saat melakukan
perkusi akan ditemukan nyeri ketok kostovertebrae.
c. Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan darah, akan ditemukannya penurunan hematokrit yang
menunjukan adanya kehilangan darah periode akut. Pada pemeriksaan
radiologi akan ditemukan gambaran fraktur pada pelvis. Pemeriksaan
cystography akan menunjukan adanya gambaran ekstravasasi di
ekstraperitoneal ataupun intra peritoneal, hal ini nantinya akan membantu
dalam menentukan letak ruptur dan bagaimana penatalaksanaannya.
Diagnosis dari ruptur vesica urinaria ini dapat ditegakan bila terdapat
kemiripan/kesamaan tanda dan gejala serta gambaran seperti diatas.
7
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah (kadar hematokrit)
Pemeriksaan darah rutin pada pasien ruptur vesika urinaria akan
menunjukan adanya penurunan hematokrit. Kadar normal hematokrit pada
anak adalah 33-38%, pada pria dewasa 40-48%, dan bagi wanita dewasa
adalah 37-43%. Pada kasus ruptur vesika urinaria akan terjadi penurunan
nilai hematokrit yang drastis, hal ini dikarenakan adanya peristiwa
kehilangan darah akut (kehilangan darah secara mendadak, misalnya pada
kecelakaan). Penurunan hematokrit juga digunakan untuk mendiagnosis
anemia, leukimia, gagal ginjal kronik, malnutrisi, kekurangan vitamin B
dan C, kehamilan, ulkus peptikum. Sebaliknya, peningkatan hematokrit
biasanya terjadi pada pasien dengan dehidrasi, diare berat, eklampsia, efek
pembedahan, luka bakar, dan lain-lain (Sacher, 2004).
b. Pemeriksaan radiologi (Foto rontgen)
Pemeriksaan menggunakan foto rontgen ini dilakukan pada bagian
pelvis. Hal ini ditujukan untuk mengetahui apakah ada fraktur tulang
pelvis atau tidak. Dalam kasus ruptur vesika urinaria, kebanyakan kasus ini
disebabkan karena adanya fraktur tulang pelvis. Gambaran foto tulang
pelvis yang normal, tidak akan menunjukan adanya retakan atau patahan di
tulang pelvis (Patel, 2005).
c. Pencitraan (Cystography)
Pemeriksaan cystography atau lebih dikenal dengan sistogram
biasanya digunakan untuk memeriksa adanya ruptur vesika urinaria dan
tumor vesika urinaria. Pemeriksaan ini dilakukan dengan memberi kontras
ke dalam vesika urinaria kemudian dibuat beberapa foto. Pada kasus ruptur
vesika urinaria, pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat ada tidaknya
ruptur vesika urinaria dan lokasi ruptur, baik intraperitoneal maupun ekstra
peritoneal. Foto pada ruptur vesika urinaria ekstraperitoneal akan
menunjukan adanya gambaran ekstravasasi seperti nyala api di daerah
perivesikal, sedangkan pada intra peritoneal terlihat kontras masuk ke
dalam rongga abdomen (Patel, 2005).
8
d. Pemeriksaan urin
Pemeriksaan unrin pada kasus ruptur vesika urinaria ditujukan untuk
mengetahui ada tidaknya darah dalam urin. Adanya darah dalam urin
(hematuria) menunjukan bahwa adanya ruptur vesika urinaria, sedangkan
bila ternyata tidak terdapat darah pada urin maka tidak terdapat ruptur
vesika urinaria (Sacher, 2004).
G. Penatalaksanaan
1. Medikametosa
a. Hentikan syok
b. Hentikan perdarahan
c. Bila ditemukan fraktur tulang punggung disertai ruftur intra peritoneal
dilakukan operasi sectio alta yang dilanjutkan dengan laparatomi.
d. Pasang kateter sederhana 7-10 hari untuk ruptur ekstraperitoneum
e. Pembedahan
Teknik operasi :
1) Posisi terlentang
2) Desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik.
3) Lapangan pembedahan dipersempit dengan linen steril.
4) Dengan pembiusan umum.
5) Insisi kulit midline ± 10 cm, lapis demi lapis dan rawat perdarahan
6) M. rektum abdominis dipisahkan pada linea alba (tengah-tengah)
7) Lemak prevesikal disisihkan kearah kranial sehingga buli-buli
terlihat keseluruhannya dengan jelas.
8) Periksa dengan teliti seluruh dinding buli-buli, tentukan letak,
jumlah, ukuran dan bentuk robekannya :
a) Bila bentuk robekan tidak teratur, perlu dilakukan debridement
pada tepi-tepinya.
b) Bila letak robekan di intraperitoneal, maka dilakukan repair
trans peritoneal
9) Pasang DK 16F per urethra sebelum dilakukan penjahitan buli-
buli, dan pastikan DK masuk di dalam buli (balon kateter jangan
9
dikembangkan dulu, agar tidak tertusuk sewaktu menjahit buli)
pada kasus – kasus ruptura yang berat atau pertimbangan lain perlu
di pasang kateter sistostomi nomor 22 atau 24.
10) Jahit robekan buli 2 lapis, yaitu :
a) Jahit mukosa-muskulari buli dengan plain cutgut 3-0 secara
jelujur biasa
b) Jahit mukosa-muskularis dengan dexon 4-0, satu-satu
11) Kembangkan balon kateter dengan larutan garam fisiologis ± 10cc
12) Lakukan test buli-buli, untuk mengecek jahitan buli (bocor atau
tidak)
13) Cuci lapangan operasi dengan larutan garam fisiologis sampai
bersih
14) Pasang drain redon perivesikal (di cavum Retzii) dan fiksasi
dengan silk 1-0 di kulit
15) Tutup lapangan operasi lapis demi lapis
a) Dekatkan M. rektus abdominis dengan chromic 2-0 satu-satu
b) Jahit lemak subkutan dengan plain cat-gut 3-0 satu-satu
c) Jahit kulit dengan silk 3-0 satu-satu
Komplikasi operasi
Komplikasi pasca bedah ialah perdarahan dan infeksi luka operasi.
Perawatan Pascabedah
1) Lepas kateter pada hari ke 7
2) Lepas drain redon setelah lepas kateter dan produksinya < 20 cc
dalam 2 hari berturut-turut.
3) Pelepasan benang jahitan keseluruhan 10 hari pasca operasi
f. Antibiotik spektrum luas untuk mencegah terjadinya infeksi
a. Non Medikametosa
1. Istirahat tirah baring
2. Diet makanan
3. Menyarankan pasien kembali beraktivitas normal dalam waktu 4-6
minggu.
10
2. Prognosis
Apabila ruptur pada vesica urinaria segera dioperasi maka penyakit ini
akan segera membaik dan tidak terjadi komplikasi yang membahayakan.
Namun. Jika tidak segera dioperasi maka pada robekan buli-buli
intraperitoneal dapat menimbulkan peritonitis akibat dari ekstravasasi urine
pada rongga peritoneum. Keadaan tersebut dapat menyebabkan sepsis yang
dapat mengancam jiwa (Purnomo, 2008)
3. Komplikasi
a. Peritonitis
Merupakan inflamasi rongga peritoneal dapat berupa primer atau
sekunder, akut atau kronis dan diakibatkan oleh kontaminasi kapasitas
peritoneal oleh bakteri atau kimia. Primer tidak berhubungan dengan
gangguan usus dasar (contoh: sirosis dengan asites, sistem urinarius ) dan
sekunder inflamasi dari saluran GI, ovarium atau uterus, cedera traumatik
atau kontaminasi bedah ( Doenges, 2007).
b. Fistula
Merupakan saluran tidak normal yang menghubungkan organ-organ
bagian dalam tubuh yang secara normal tidak berhubungan, atau
menghubungkan organ-organ bagian dalam dengan permukaan tubuh
bagian luar ( Martin, 2005).
c. Pyelonephritis ( infeksi ginjal)
Merupakan jenis infeksi saluran urin spesifik yang umumnya dimulai
dari uretra atau kendung kemih dan menjalar ke ginjal ( Purwadianto,
2000)
d. Sepsis
Merupakan kondisi medis yang berpotensi berbahaya atau
mengancam nyawa, yang ditemukan dalam hubungan dengan infeksi yang
diketahui atau dicurigai (biasanya namun tidak terbatas pada bakteri-
bakteri) yang tanda-tanda dan gejala-gejalanya memenuhi paling sedikit
dua dari kriteria-kriteria berikut dari sindrom respon peradangan sistemik
atau systemic inflammatory response syndrome (SIRS):
11
1. Denyut jantung yang meningkat (tachycardia) >90 detak per menit
waktu istirahat
2. Temperatur tubuh tinggi (>100.4F atau 38C) atau rendah (<96.8F
atauor 36C)
3. Kecepatan pernapasan yang meningkat dari >20 napas per menit atau
PaCO2 (tekanan parsial dari karbondioksida dalam arteri darah) <32
mm Hg
4. Jumlah sel darah putih yang abnormal (>12000 sel/µL atau <4000
sel/µL atau >10% bands [tipe yang belum matang dari sel darah putih]
(Carpenito, 2009)
12
BAB III
PEMBAHASAN
Pada saat ini penatalaksanaan pada ruptur vesika urinari dilakukan dengan
sistogram dan laparoskopi yang merupakan gold standard dalam diagnosis dan
terapi ruptur vesika urinari. Sistogram merupakan pemeriksaan radiologi kandung
kemih, setelah kandung kemih diisi oleh suatu medium kontras melalui kateter.
Sedangkan laparoskopi merupakan suatu instrumen untuk melihat rongga
peritoneum, struktur rongga pelvik dan dapat juga dipakai untuk tindakan operatif.
Sistogram sangat berguna selama laparoskopi untuk mengetahui lokasi atau
bagian vesika urinari yang mengalami ruptur. Bersamaan dengan hal tersebut,
laparoskopi dilakukan untuk menjahit bagian vesika urinari yang ruptur. Selain
sistogram, dapat juga digunakan Sistouretrogram. Sistouretrogram merupakan
suatu pemeriksaan radiografik kandung kemih dan uretra (Saleem, 2009 ;
Brooker, 2008 ; Hadibroto, 2007).
Saat ini laparoskopi lebih banyak dilakukan dibandingkan dengan
laparotomi (Pembedahan perut sampai dengan membuka selaput perut) dan
sistotomi (insisi ke dalam kandung kemih melalui dinding abdomen). Terdapat
beberapa kelebihan dari laparoskopi bila dibandingkan dengan laparotomi dan
sistotomi. Kelebihan laparoskopi operatif pada umumnya adalah penyembuhan
luka operasi lebih cepat, waktu perawatan lebih pendek, nyeri akibat operasi lebih
cepat hilang, parut luka operasi lebih kecil, cedera kandung kemih, dan
perdarahan post-operatif lebih jarang terjadi. Sedangkan kekurangan yang paling
tampak adalah masalah biaya, dimana laparoskopi memerlukan biaya yang lebih
besar (Hadibroto, 2007).
Terdapat beberapa harapan dalam penatalaksanaan kasus ini. Harapan
tersebut diantaranya adalah untuk lebih mempercepat dalam mendiagnosis
terjadinya ruptur vesika urinari dengan tepat sehingga penatalaksanaan lebih lanjut
dapat diberikan secepat mungkin. Dengan penatalaksanaan yang lebih cepat
dilakukan maka diharapkan dapat menekan terjadinya komplikasi seperti
peritonitis dan sepsis, serta diharapkan pula dapat menurunkan potensi angka
kematian dari rruptur vesika urinari. Selain itu, diharapkan pula penatalaksanaan
13
yang dilakukan dapat meminimalisir bahkan tidak memberikan efek negatif pada
diri pasien sesudahnya.
Berikut ini langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menangani apabila
terjadi rupture vesica urinaria :
a. Atasi syok dan perdarahan.
b. Istirahat baring sampai hematuri hilang.
c. Bila ditemukan fraktur tulang punggung disertai ruftur vesicaurinaria intra
peritoneal dilakukan operasi sectio alta yang dilanjutkan dengan laparatomi.
14
BAB IV
KESIMPULAN
b. Ruptur vesica urinaria atau trauma pelvis (buli-buli) adalah trauma yang sering
disebabkan oleh ruda paksa dari luar dan sering didapatkan bersama fraktur
pelvis.
c. Ruptur vesica urinaria terjadi tergantung dari derajat distensinya. Kebanyakan
kasus rupture pada vesica urinaria yang terjadi ekstraperitoneal
d. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada rupture vesica urinaria
adalah pemeriksaan darah (kadar hematokrit), pemeriksaan radiologi (Foto
rontgen), pencitraan (Cystography), dan pemeriksaan urin.
e. Untuk meneggakan diagnosis dari ruptur vesica urinaria yaitu terdapat riwayat
trauma pada pasien, terdapat gambaran radiologi berupa fraktur tulang pelvis,
terdapat nyeri suprapubik dan kekakuan otot abdomen, kencing bercampur
darah atau hematuria, terdapat gambaran ekstravasasi pada pencitraan
sistogram.
f. Prognosis ruptur vesica urinaria baik apabila segera dilakukan operasi tetapi
apabila tidak segera dilakukan operasi dapat menyebabkan peritonitis.
g. Komplikasi yang dapat timbul akibat ruptur vesica urinaria yaitu peritonitis,
fistula, pyelonefritis, dan sepsis.
h. Penatalaksanaan pada ruptur vesika urinari dilakukan dengan sistogram dan
laparoskopi yang merupakan gold standard dalam diagnosis dan terapi ruptur
vesika urinari.
15
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, Jamil., Ismail H Mallick dan Syed Muzaffar Ahmad. 2009. Rupture of urinary bladder: a case report and review of literature. Cases Journal. 2:7004.
Brooker, Chris. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda. 2009. Diagnosis Keperwatan Aplikasi pada Praktik Klinis. EGC: Jakarta
Davey, Patrick. 2006. At a Glance MEDICINE. Surabaya: Penerbit Erlangga. 440 hal.
Doenges, Marilyn E. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta
Hadibroto, Budi R. 2008. Laparoskopi Operatif. Available at http://repository.usu.ac.id. Diakses tanggal 12 September 2012.
Hatch DA. 2007. Normal and Abnormal Development of the Bladder. Avaliable at
http://www.meddean.luc.edu. Diakses tanggal 13 September 2012
Martin, Susan. 2005. Standar Perawatan Pasien, Edisi 5. EGC : Jakarta
Patel, Pradip R. 2007. Lecture Notes: Radiologi edisi dua. Surabaya: Penerbit Erlangga. 315 hal.
Purnomo, Basuki B. 2011. Dasar-dasar Urologi. Jakarta : Sagung Seto.
Purwadianto, Agus. 2000. Kedaruratan Medik. Binarupa Aksara: Jakarta
R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong.2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC
Sacher, Ronald A. 2004. Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium edisi 11. Jakarta: EGC. 705 hal.
Sagalowsky AI, Peters PC. Menyarankan pasien kembali beraktivitas normal dalam waktu 4-6 minggu.. Genitourinary trauma. In: Walsh PC, et al, eds. Campbell's Urology. 7th ed. Philadelphia, Pa: WBS; 1998:3104-8.
Saleem M A., Mahmoud AM., Gopinath BR. 2009. Spontaneous urinary bladder rupture: a rare differential for lower abdominal pain in a female patient. Singapore Med J. 50(12) : e410.
16