Isi Perioperatif Aritmia
-
Upload
arya-suarsa -
Category
Documents
-
view
176 -
download
3
Transcript of Isi Perioperatif Aritmia
BAB I
PENDAHULUAN
Keberhasilan pembangunan ternyata diikuti pula dengan pergeseran pola
penyakit yang ada di masyarakat. Pola penyakit yang semula didominasi
penyakit-penyakit menular dan infeksi mulai digeser oleh penyakit-penyakit
degeneratif, termasuk penyakit jantung1. Jantung merupakan organ yang berfungsi
dalam sistem sirkulasi darah, pekerjaan jantung adalah memompa darah
keseluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolisme pada setiap saat baik
istirahat, bekerja maupun menghadapi beban. Hal ini dilakukan dengan baik bila
kemampuan otot jantung untuk memompa baik, sistem katub serta pemompaan
baik. Bila ditemukan ketidaknormalan pada salah satu di atas maka
mempengaruhi efisiensi pemompaan dan kemungkinan dapat menyebabknan
kegagalan memompa1,2.
Berdasarkan data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), penyakit jantung
memiliki persentasi mencapai 29% dalam kasus kematian di dunia5. Prevalensi
penyakit kardiovaskular yang meningkat setiap tahun menjadi masalah utama di
negara berkembang dan negara maju1. Berdasarkan data Global Burden of Disease
tahun 2000, 50% dari penyakit kardiovaskular disebabkan oleh hipertensi. Aritmia
adalah kelainan pada jantung yang berupa gangguan pada frekuensi,
ketidakteraturan, tempat asal denyut atau konduksi impuls listrik pada jantung2.
Aritmia merupakan penyakit yang berbahaya, sehingga memerlukan pengobatan
yang segera dan terapi yang teratur untuk mencegah kondisi yang lebih buruk.
Salah satu diagnosis aritmia yang paling popular digunakan adalah dengan
Electrocardiograph (ECG)1.
Perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase
pengalaman pembedahan, yaitu fase praoperatif, fase intraoperatif dan fase post
operatif2. Masing- masing fase dimulai pada waktu tertentu dan berakhir pada
waktu tertentu pula dengan urutan peristiwa yang membentuk pengalaman
bedah. Aritmia perioperatif merupakan salah satu dari komplikasi perioperatif
yang seringkali terjadi pada pasien yang sedang menjalani baik pembedahan non
1
Arjawa/0802005114
kardiak ataupun pembedahan kardiak dan membutuhkan penanganan yang segera
pada kebanyakan kasus3.
Kemunculan aritmia telah dilaporkan muncul pada 70,2 % pasien yang
menjalani anaesthesia umum untuk berbagai prosedur operasi4. Insiden aritmia
bervariasi pada pasien yang menjalani operasi kardiak maupun yang non kardiak
berdasarkan modalitas monitoringnya. Angka insidennya berfluktuasi dari 16,3 %
hingga 61,7 % dengan monitoring EKG intermiten dan 89 % dengan monitoring
holter kontinyu. Pada pasien yang menjalani pembedahan jantung, angka insiden
aritmia mencapai lebih dari 90 %4
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Jantung
Jantung merupakan organ utama dalam sistem kardiovaskuler. Jantung
dibentuk oleh organ- organ muscular, apex dan basis cordis, atrium kanan
dan kiri serta ventrikel kanan dan kiri. Ukuran jantung panjangnya kira-
kira12 cm, lebar 8-9 cm serta tebal kira-kira 6 cm. Berat jantung sekitar 7-
15 ons atau 200 sampai 425 gram dan sedikit lebih besar dari kepalan
tangan5.
Posisi jantung terletak diantar kedua paru dan berada ditengah tengah dada,
bertumpu pada diaphragma thoracis dan berada kira-kira 5 cm diatas
prosesus xiphoideus. Pada tepi kanan cranial berada pada tepi cranialis pars
cartilaginis costa III dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Pada tepi kanan
caudal berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa VI dextra, 1 cm dari
tepi lateral sternum. Tepi kiri cranial jantung berada pada tepi caudalpars
cartilaginis costa II sinistra di tepi lateral sternum, tepi kiri caudal berada
pada ruang intercostalis 5, kira-kira 9 cm di kiri linea medioclavicularis.
Selaput yang membungkus jantung disebut perikardium dimana terdiri
antara lapisan fibrosa dan serosa, dalam cavum pericardii berisi 50 cc
yang berfungsi sebagai pelumas agar tidak ada gesekan antara
perikardium dan epikardium. Epikardium adalah lapisan paling luar dari
jantung, lapisan berikutnya adalah lapisan miokardium dimana lapisan ini
adalah lapisan yang paling tebal. Lapisan terakhir adalah lapisan
endokardium5.
Ada 4 ruangan dalam jantung dimana dua dari ruang itu disebut atrium dan
sisanya adalah ventrikel. Kedua atrium merupakan ruang dengan dinding otot
yang tipis karena rendahnya tekanan yang ditimbulkan oleh atrium.
Sebaliknya ventrikel mempunyai dinding otot yang tebal terutama ventrikel
kiri yang mempunyai lapisan tiga kali lebih tebal dari ventrikel kanan. Kedua
3
atrium dipisahkan oleh sekat antar atrium (septum interatriorum), sementara
kedua ventrikel dipisahkan oleh sekat antar ventrikel (septum inter-
ventrikulorum). Atrium dan ventrikel pada masing-masing sisi jantung
berhubungan satu sama lain melalui suatu penghubung yang disebut
orifisium atrioventrikuler. Orifisium ini dapat terbuka atau tertutup oleh
suatu katup atrioventrikuler (katup AV). Katup AV sebelah kiri disebut katup
bikuspid (katup mitral) sedangkan katup AV sebelah kanan disebut katup
trikuspid5,6.
Gb1. Bagian – bagian jantung6
2.2. Fisiologi Jantung
2.2.1. Sistem induksi jantung
Aktifitas kontraksi jantung untuk memompa darah keseluruh tubuh selalu
didahului oleh aktifitas listrik6. Aktifitas listrik ini dimulai pada nodus
sinoatrial (nodus SA) yang terletak pada celah antara vena cava superior dan
atrium kanan. Pada nodus SA mengawali gelombang depolarisasi secara
spontan sehingga menyebabkan timbulnya potensial aksi yang disebarkan
melalui sel-sel otot atrium, nodus atrioventrikuler (nodus AV), berkas His,
serabut Purkinje dan akhirnya ke seluruh otot ventrikel7.
4
Gb 2. Sistem Induksi jantung7
2.2.2 Siklus Jantung
Siklus jantung mencakup periode dari akhir kontraksi (sistole) dan relaksasi
(diastole) jantung sampai akhir sistole dan diastole berikutnya. Kontraksi
jantung mengakibatkan perubahan tekanan dan volume darah dalam jantung
dan pembuluh utama yang mengatur pembukaan dan penutupan katup
jantung serta aliran darah yang melalui ruang-ruang dan masuk ke arteri.
Peristiwa mekanik dalam siklus jantung5 :
1. Selama masa diastole (relaksasi), tekanan dalam atrium dan ventrikel
sama-sama rendah, tetapi tekanan atrium lebih besar dari tekanan
ventrikel.
Atrium secara pasif terus – menerus menerima darah dari vena (vena
cava superior dan inferior, vena pulmonar).
Darah mengalir dari atrium menuju ventrikel melalui katup A-V yang
terbuka.
Tekanan ventrikular mulai meningkat saat ventrikel mengembang
untuk menerima darah yang masuk.
Katup semilunar aorta dan pulmonar menutup karena tekanan dalam
pembuluh-pembuluh lebih besar daripada tekanan dalam ventrikel.
Sekitar 70% pengisian ventrikular berlangsung sebelum sistole atrial.
2. Akhir diastole ventrikular, nodus S-A melepas impuls, atrium berkontraksi
dan peningkatan tekanan dalam atrium mendorong tambahan darah
sebanyak 30% ke dalam ventrikel.
3. Sistole ventrikular. Aktivitas listrik menjalar ke ventrikel yang mulai
berkontraksi. Tekanan dalam ventrikel meningkat dengan cepat dan
mendorong katup A-V untuk segera menutup.
4. Ejeksi darah ventrikular ke dalam arteri
Tidak semua darah ventrikular dikeluarkan saat kontraksi. Volume
sistolik akhir darah yang tersisa pada akhir sistole adalah sekitar 50 ml
5
Isi sekuncup (70 ml) adalah perbedaan volume diastole akhir (120 ml)
dan volume sistole akhir (50 ml)
5. Diastole ventricular
Ventrikel berepolarisasi dan berhenti berkontraksi. Tekanan dalam
ventrikel menurun tiba-tiba sampai di bawah tekanan aorta dan trunkus
pulmonary, sehingga katup semilunar menutup (bunyi jantung kedua).
Adanya peningkatan tekanan aorta singkat akibat penutupan katup
semilunar aorta.
Ventrikel kembali menjadi rongga tertutup dalam periode relaksasi
isovolumetrik karena katup masuk dan katup keluar menutup. Jika
tekanan dalam ventrikel menurun tajam dari 100 mmHg sampai
mendekati nol, jauh di bawah tekanan atrium, katup A-V membuka dan
siklus jantung dimulai kembali
2.3. EKG
2.3.1 Pengertian
Elektrokardiograf (ECG) adalah peralatan kedokteran yang digunakan
untuk mengukur aktivitas elektris dari jantung dengan mengukur perbedaan
biopotensial pada jantung yang diukur dari bagian luar tubuh. Sinyal
elektrokardiogram merupakan sinyal ac dengan bandwith antara 0.05 Hz
sampai 100Hz7. Sinyal ECG normal terdiri atas sebuah gelombang P,
gelombang QRS komplek, gelombang T dan kadang-kadang muncul
gelombang U5.
2.3.2 Lead EKG
1. Lead bipolar : merekam perbedaan potensial dari 2 elektrode
Lead I : merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan
tangan kiri (LA) yang mana tangan kanan bermuatan (-) dan tangan
kiri bermuatan (+)
6
Lead II : merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan
kaki kiri (LF) yang mana tangan kanan bermuatan (-) dan kaki kiri
bermuatan (+)
Lead III : merekam beda potensial antara tangan kiri (LA) dengan kaki
kiri (LF) yang mana tangan kiri bermuatan (-) dan kaki kiri bermuatan
(+)
2. Lead unipolar : merekam beda potensial lebih dari 2 elektrode. Dibagi 2
yaitu lead unipolar ekstremitas dan lead unipolar prekordial
Lead unipolar ekstremitas
Lead aVR : merekam beda potensial pada tangan kanan (RA) dengan
tangan kiri dan kaki kiri yang mana tangan kanan bermuatan (+)
Lead aVL : merekam beda potensial pada tangan kiri (LA) dengan
tangan kanan dan kaki kiri yang mana tangan kiri bermuatan (+)
Lead aVF : merekam beda potensial pada kaki kiri (LF) dengan tangan
kanan dan tangan kiri yang mana kaki kiri bermuatan (+)
Lead unipolar prekordial : merekam beda potensial lead di dada dengan
ketiga lead ekstremitas. Yaitu V1 s/d V6
Gb 3. Pemasangan lead dasar
Lead I, aVL, V5, V6 menunjukkan bagian lateral jantung, Lead II, III, aVF
menunjukkan bagian inferior jantung. Lead V1 s/d V4 menunjukkan bagian
anterior jantung. Lead aVR hanya sebagai petunjuk apakah pemasangan EKG
sudah benar. Sumbu listrik jantung atau aksis jantung dapat diketahui dari
bidang frontal dan horisontal. Bidang frontal diketahui dengan melihat lead I
dan aVF sedangkan bidang horisontal dengan melihat lead-lead prekordial
7
terutama V3 dan V4. Normal aksis jantung frontal berkisar -30 s/d +110
derajat.Deviasi aksis ke kiri antara -30 s/d -90 derajat, deviasi ke kanan antara
+110 s/d -180 derajat.
2.3.3 Pembacaan EKG
Tidak seluruh bagian rekaman EKG memiliki arti klinis dalam penafsirannya.
Hanya bagian – bagian tertentu yang dipakai sebagai dasar penentuan suatu
kondisi jantung. Kurva EKG menggambarkan proses listrik yang terjadi di
atrium dan ventrikel. Proses listrik terdiri dari8,9 :
Depolarisasi atrium (tampak dari gelombang P)
Repolarisasi atrium (tidak tampak di EKG karena bersamaan dengan
depolarisasi ventrikel)
Depolarisasi ventrikel (tampak dari kompleks QRS)
Repolarisasi ventrikel (tampak dari segmen ST)
Kurva EKG normal terdiri dari gelombang P,Q,R,S dan T kadang-kadang
tampak gelombang U.
Gb 4. Bagian – bagian EKG
Gelombang P memiliki nilai normal : Lebar ≤ 0,12 detik, tinggi ≤ 0,3 mV,
selalu (+) di lead II dan selalu (-) di lead aVR. Interval PR diukur dari
permulaan gelombang P sampai permulaan gelombang QRS dan nilai normal
berkisar 0,12-0,20 detik. Gelombang QRS (kompleks QRS) memiliki nilai
normal : lebar 0,04 - 0,12 detik, tinggi tergantung lead. Gelombang Q : yang
merupakan defleksi negatif pertama gelombang QRS memiliki nilai normal :
8
lebar < 0,04 detik, dalam < 1/3 gelombang R, jika dalamnya > 1/3 tinggi
gelombang R berarti Q patologis. Gelombang R adalah defleksi positif
pertama pada gelombang QRS. Umumnya di Lead aVR, V1 dan V2,
gelombang S terlihat lebih dalam, dilead V4, V5 dan V6 makin menghilang
atau berkurang dalamnya9.
Gelombang T merupakan gambaran proses repolirisasi Ventrikel. Umumnya
gelombang T positif, di hampir semua lead kecuali di aVR. Gelombang U
Adalah defleksi positif setelah gelombang T dan sebelum gelombang P
berikutnya. Penyebabnya timbulnya gelombang U masih belum diketahui,
namun diduga timbul akibat repolarisasi lambat sistem konduksi
Interventrikuler. Interval PR diukur dari permulaan gelombang P sampai
permulaan gelombang QRS. Nilai normal berkisar antara 0,12 – 0,20 detik ini
merupakan waktu yang dibutuhkan untuk depolarisasi Atrium dan jalannya
implus melalui berkas His sampai permulaan depolarisasi ventrikuler.
Segmen ST diukur dari akhir gelombang QRS sampai permulaan gelombang
T. segmen ini normalnya isoelektris, tetapi pada lead prekkordial dapat
berpariasi dari – 0,5 sampai +2mm. segmen ST yang naik diatas garis
isoelektris disebut ST elevasi dan yang turun dibawah garis isoelektris disebut
ST depresi
Kertas EKG merupakan kertas grafik yang terdiri dari garis horisontal dan
vertikal berbentuk bujur sangkar dengan jarak 1 mm. Garis yang lebih tebal
(kotak besar) terdapat pada setiap 5 mm. Garis horizontal menggambarkan
waktu (detik) yang mana 1 mm (1 kotak kecil) = 0,04 detik, 5 mm (1 kotak
besar) = 0,20 detik. Garis vertical menggambarkan voltase yang mana 1 mm
(1 kotak kecil) = 0,1 mV.
2.3.4 Penentuan frekuensi dan irama jantung
Cara menentukan frekwensi melalui gambaran EKG dapat dilakukan dengan
3 cara yaitu :
a. 300 dibagi jumlah kotak besar antara R – R’
b. 1500 dibagi jumlah kotak kecil antara R – R’
c. Ambil EKG strip sepanjang 6 detik, hitung jumlah gelombang QRS dalam
6 detik tersebut kemudian dikalikan 10
9
Dalam menentukan irama jantung urutan yang harus ditentukan adalah
sebagai berikut :
- Tentukan apakah denyut jantung berirama teratur atau tidak
- Tentukan berapa frekwensi jantung (HR)
- Tentukan gelombang P ada/tidak dan normal/tidak
- Tentukan interval PR normal atau tidak
- Tentukan gelombang QRS normal atau tidak
Irama EKG yang normal impuls (sumber listrik) berasal dari Nodus SA, maka
iramanya disebut dengan irama sinus (sinus rhytm). Kriteria irama sinus
adalah :
- Irama yang teratur
- Frekwensi jantung (HR) 60 – 100 x/menit
- Gelombang P normal, setiap gelombang P selalu diikuti gel QRS, T
- Gelombang QRS normal (0,06 – <0,12 detik)
- PR interval normal (0,12-0,20 detik)
2.4. Aritmia
Aritmia merupakan suatu keadaan abnormalitas dari kecepatan denyut
jantung (rate), irama (rhythm) atau konduksi (conduction) yang dapat
berakibat lethal (sudden cardiac death) atau simptomatik2,10.
Beberapa kondisi atau penyakit yang dapat menyebabkan aritmia adalah :
Peradangan jantung seperti demam reumatik, peradangan miokard
(miokarditis karena infeksi).
Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri
koroner) misalnya iskemia miokard, infark miokard.
Intoksikasi obat antara lain oleh digitalis, quinidin, dan obat-obat anti
aritmia lainnya.
Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia).
Gangguan pada pengaturan susunan saraf otonom
Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.
Gangguan metabolic (asidosis, alkalosis).
Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme).
10
Gagal jantung.
Kardiomiopati atau tumor jantung.
Penyakit degeneratif (fibrosis system konduksi jantung).
Pembagian aritmia11 :
2.5. Tipe – Tipe Aritmia12
2.5.1 Bradikardia sinus
Pola EKG bradikardia sinus adalah sebagai berikut :
· Frekuensi : 40 sampai 60 denyut per menit
· Gelombang P : mendahului setiap kompleks QRS; interval PR normal
· Kompleks QRS : biasanya normal
· Hantaran : biasanya normal
· Irama: reguler
Semua karakteristik bradikardi sinus sama dengan irama sinus normal,
kecuali frekuensinya. Bila frekuensi jantung yang lambat mengakibatkan
perubahan hemodinamika yang bermakna, sehingga menimbulkan sinkop
(pingsan), angina, atau disritmia ektopik, maka penatalaksanaan ditujukan
untuk meningkatkan frekuensi jantung. Bila penurunan frekuensi jantung
diakibatkan oleh stimulasi vagal (stimulasi saraf vagul) seperti jongkok saat
buang air besar atau buang air kecil, penatalaksanaan harus diusahakan
11
untuk mencegah stimulasi vagal lebih lanjut. Obat pilihan untuk menangani
bradikardia adalah atropine.
Gb 5. Tampilan EKG sinus bradikardia11
2.5.2 Blok AV Derajat Satu
Penyekat AV derajat satu biasanya berhubungan dengan penyakit jantung
organic atau mungkin disebabkan oleh efek digitalis. Hal ini biasanya
terlihat pada pasien dengan infark miokard dinding inferior jantung.
Karakteristik :
· Frekwensi : Bervariasi, biasanya 60 sampai 100 denyut per menit.
· Gelombang P : Mendahului setiap kompleks QRS. Interval PR berdurasi
lebih besar dari 0, 20 detik.
· Kompleks QRS : Mengikuti setiap gelombang P, biasanya normal.
· Hantaran : Hantaran menjadi lambat, biasanya di setiap tempat antara
jaringan penyambung dan jaringan purkinje, menghasilkan interval PR
yang panjang. Hantaran ventrikel biasanya normal.
· Irama : Biasanya regular.
Disritmia ini penting karena dapat mengakibatkan hambatan jantung yang
lebih serius. Merupakan tanda bahaya. Maka pasien harus dipantau ketat
untuk setiap tahap lanjut penyekat jantung.
2.5.12 Blok AV Derajat Dua
Gb. 6. Tampilan EKG Blok AV derajat I10
2.5.3 Blok AV Derajat Dua
Penyekat AV derajat dua juga disebabkan oleh penyakit jantung organic,
infark miokard atau intoksikasi digitalis. Bentuk penyekat ini menghasilkan
penurunan frekwensi jantung dan biasanya penurunan curah jantung.
Karakteristik :
12
· Frekwensi : 30 sampai 55 denyut per menit. Frekwensi atrium dapat lebih
cepat dua , tiga atau empat kali disbanding frekwensi ventrikel.
· Gelombang P : Terdapat dua, tiga atau empat gelombang untuk setiap
kompleks QRS. Interval PR yang dihantarkan biasanya berdurasi
normal.
· Kompleks QRS : Biasanya normal.
· Hantaran : Satu atau dua impuls tidak dihantarkan ke ventrikel.
· Irama : Biasanya lambat dan regular.
Penanganan diarahkan untuk meningkatkan frekwensi jantung guna
mempertahankan curah jantung normal. Intoksikasi digitalis harus ditangani.
Gb 7. Gambaran EKG Blok AV derajat II tipe Wenckebach11
Gb 8. Gambaran EKG Blok AV derajat II Mobitz tipe 211
2.5.4 Blok AV Derajat Tiga
Blok AV derajat tiga (penyekat jantung lengkap) juga berhubungan dengan
penyakit jantung organic, intoksikasi digitalis dan MI. frekwensi jantung
berkurang drastic, mengakibatkan penurunan perfusi ke organ vital, seprti
otak, jantung, ginjal, paru dan kulit.
Karakteristik :
· Asal : Impuls berasal dari nodus SA, tetapi tidak dihantarkan ke serat
purkinje. Mereka disekat secara lengkap. Maka setiap irama yang
lolos dari daerah penyambung atau ventrikel akan mengambil alih
pacemaker.
· Frekwensi : frekwensi atrium 60 sampai 100 denyut per menit, frekwensi
ventrikel 40 sampai 60 denyut per menit bila irama yang lolos berasal
13
dari daerah penyambung, 20 sampai 40 denyut permenit bila irama
yang lolos berasal dari ventrikel.
· Gelombang P : Gelombang P yang berasal dari nodus SA terlihat regular
sepanjang irama, namun tidak ada hubungan dengan kompleks QRS.
· Kompleks QRS : Bila lolosnya irama berasal dari daerah penyambung ,
maka kompleks QRS mempunyai konfigurasi supraventrikuler yang
normal, tetapi tidak berhubungan dengan gelombang P. kompleks
QRS terjadi secara regular. Bila irama yang lolos berasal dari
ventrikel, kompleks QRS berdurasi 0, 10 detik lebih lama dan
baisanya lebar dan landai. Kompleks QRS tersebut mempunyai
konfigurasi seperti kompleks QRS pada PVC.
· Hantaran : Nodus SA melepaskan impuls dan gelombang P dapat dilihat.
Namun mereka disekat dan tidak dihantarkan ke ventrikel. Irama yang
lolos dari daerah penyambung biasnaya dihantarkan secara normal ke
ventrikel. Irama yang lolos dari ventrikel bersifat ektopik dengan
konfigurasi yang menyimpang.
Irama : Biasanya lambat tetapi regular.
Gb 9. Gambaran EKG Blok AV derajat III11
Penanganan diarahkan untuk meningkatkan perfusi ke organ vital.
Penggunaan pace maker temporer sangat dianjurkan. Mungkin perlu
dipasang pace maker permanent bila blok bersifat menetap.
2.5.5 Takikardia sinus
Pola EKG takikardia sinus adalah sebagai berikut :
- Frekuensi : 100 sampai 180 denyut permenit.
- Gelombang P : Mendahului setiap kompleks QRS, dapat tenggelam dalam
gelombang T yang mendahuluinya; interval PR normal.
- Kompleks QRS : Biasanya mempunyai durasi normal.
14
- Hantaran : Biasanya normal.
- Irama : Reguler.
Semua aspek takikardia sinus sama dengan irama sinus normal kecuali
frekeunsinya. Tekanan sinus karotis, yang dilakukan pada salah satu sisi
leher, mungkin efektif memperlambat frekuensi untuk sementara, sehingga
dapat membantu menyingkirkan disritmia lainnya. Begitu frekuensi
jantung meningkat, maka waktu pengisian diastolic menurun,
mengakibatkan penurunan curah jantung dan kemudian timbul gejala
sinkop dan tekanan darah rendah. Bila frekwensi tetap tinggi dan jantung
tidak mampu mengkompensasi dengan menurunkan pengisian ventrikel,
pasien dapat mengalami edema paru akut.
Gb 10. Gambaran EKG sinus takikardia11
2.5.6 Kontraksi prematur atrium
Karakteristik :
· Frekwensi : 60 sampai 100 denyut per menit.
·Gelombang P : Biasanya mempunyai konfigurasi yang berbeda dengan
gelombang P yang berasal dari nodus SA.
· Kompleks QRS : Bisa normal, menyimpang atai tidak ada.
· Hantaran : Biasanya normal.
· Irama : Gelombang P akan terjadi lebih awal dalam siklus dan biasanya
tidak akan mempunyai jeda kompensasi yang lengkap.
Gb 11. Gambaran EKG Kontraksi prematur atrium11
15
Kontraksi atrium prematur sering terlihat pada jantung normal. Pasien
biasanya mengatakan berdebar-debar. Berkurangnya denyut nadi (perbedaan
antara frekwensi denyut nadi dan denyut apeksi) bisa terjadi. Bila terjadi
PAC sering (lebih dari 6 per menit) atau terjadi selama repolarisasi atrium,
dapat mengakibatkan disritmia serius seperti fibrilasi atrium.
2.5.7 Takikardia Atrium Paroksimal
Adalah takikardia atrium yang ditandai dengan awitan mendadak dan
penghentian mendadak. Dapat dicetuskan oleh emosi, tembakau, kafein,
kelelahan, pengobatan simpatomimetik atau alcohol. Takikardia atrium
paroksimal biasanya tidak berhubungan dengan penyakit jantung organic.
Frekwensi yang sangat tinggi dapat menyebabkan angina akibat penurunan
pengisian arteri koroner. Curah jantung akan menurun dan dapat terjadi
gagal jantung.
Karakteristik :
· Frekwensi : 150 sampai 250 denyut per menit.
· Gelombang P : Ektopik dan mengalami distorsi dibanding gelombang P
normal; dapat ditemukan pada awal gelombang T; interval PR memendek
(Kurang dari 0, 12 detik).
· Kompleks QR : Biasanya normal, tetapi dapat mengalami distorsi apabila
terjadi penyimpangan hantaran.
· Hantaran : Biasanya normal.
· Irama : Reguler.
2.5.8 Fluter atrium
Terjadi bila ada titik focus di atrium yang menangkap irama jantung dan
membuat impuls antara 250 sampai 400 kali permenit. Karakter penting
pada disritmia ini adalah terjadinya penyekat tetapi terhadap nodus AV,
yang mencegah penghantaran beberapa impuls. Penghantaran impuls
melalui jantung sebenarnya masih normal, sehingga kompleks QRS tak
terpengaruh. Tanda penting dari disritmia tipe ini adalah adanya hantaran
16
1:1 impuls atrium yang dilepaskan 250 – 400 kali permenit yang akan
mengakibatkan fibrilasi ventrikel, suatu disritmia yang mengancam nyawa.
Karakteristik :
· Frekwensi : frekwensi atrium antara 250 sampai 400 kali denyut per menit.
· Irama : Reguler atau ireguler, tergantung jenis penyekatnya (misalnya 2:1,
3:1 atau kombinasinya).
· Gelombang P : Tidak ada, melainkan diganti oleh pola gigi gergaji yang
dihasilkan oleh focus di atrium yang melepaskan impuls dengan
cepat. Gelombang ini disebut sebagai gelombang F.
· Kompleks QRS : Konfigurasinya normal dan waktu hantarannya juga
normal.
· Gelombang T : Ada namun bisa tertutup oleh gelombang flutter.
Penanganan yang sesuai sampai saat ini untuk flutter atrium adalah sediaan
digitalis. Obat ini akan menguatkan penyekat nodus AV, sehingga
memperlambat frekwensinya. Quinidin juga dapat diberikan untuk menekan
tempat atrium ektopik.penggunaan digitalis bersama dengan quinidin
biasanya bisa merubah disritmia ini menjadi irama sinus. Terapi medis lain
yang berguna adalah penyekat kanal kalsium dan penyekat beta adrenergic.
Bila terapi medis tidak berhasil, fluter atrium sering berespons terhadap
kardioversi listrik.
Gb 12. Gambaran EKG Flutter atrium12
2.5.9 Fibrilasi atrium
Karakteristik :
· Frekwensi : frekwensi atrium antara 350 sampai 600 denyut permenit;
respons ventrikuler biasanya 120 sampai 200 denyut per menit.
17
· Gelombang P : tidak terdapat gelombang P yang jelas; tampak indulasi
yang ireguler, dinamakan gelombang fibrilasi atau gelombang F,
interval PR tidak dapat diukur.
· Kompleks QRS : Biasanya normal .
· Hantaran : Biasanya normal melalui ventrikel. Ditandai oleh respons
ventrikuler ireguler, karena nodus AV tidak berespon terhadap
frekwensi atrium yang cepat, maka impuls yang dihantarkan
menyebabkan ventrikel berespon ireguler.
· Irama : ireguler dan biasanya cepat, kecuali bila terkontrol. Ireguleritas
irama diakibatkan oleh perbedaan hantaran pada nodus AV.
Obat pilihan untuk menangani fibrilasi atrium sama dengan yang digunakan
pada penatalaksanaan PAT, preparat digitalis digunakan untuk
memperlambat frekwensi jantung dan antidisritmia seperti quinidin
digunakan untuk menekan disritmia tersebut.
Gb 13. Gambaran EKG fibrilasi atrium12
2.5.10 Kontraksi Prematur Ventrikel
Kontraksi ventrikel premature (PVC) terjadi akibat peningkatan otomatisasi
sel otot ventrikel. PVC bisa disebabkan oleh toksisitas digitalis, hipoksia,
hipokalemia, demam, asidosis, latihan, atau peningkatan sirkulasi
katekolamin. PVC jarang terjadi dan tidak serius. Biasanya pasien merasa
berdebar-debar teapi tidak ada keluhan lain. Namun, demikian perhatian
terletak pada kenyataan bahwa kontraksi premature ini dapat menyebabkan
disritmia ventrikel yang lebih serius. Gelombang T memperlihatkan periode
di mana jantung lebih berespons terhadap setiap denyut dan tereksitasi
secara disritmik. Karakteristik :
· Frekwensi : 60 sampai 100 denyut per menit.
· Gelombang P : Tidak akan muncul karena impuls berasal dari ventrikel.
18
· Kompleks QRS : Biasanya lebar dan aneh, berdurasi lebih dari 0, 10 detik.
Mungkin berasal dari satu focus yang sama dalam ventrikel; atau
mungkin memiliki berbagai bentuk konfigurasi bila terjadi dari multi
focus di ventrikel.
· Hantaran : Terkadang retrograde melalui jaringan penyambung dan atrium.
· Irama : Ireguler bila terjadi denyut premature.
Untuk mengurangi iritabilitas ventrikel, harus ditentukan penyebabnya dan
bila mungkin, dikoreksi. Obat anti disritmia dapat dipergunakan untuk
pengobatan segera atau jangka panjang. Obat yang biasanya dipakai pada
penatalaksanaan akut adalah lidokain, prokainamid, atau quinidin mungkin
efektif untuk terapi jangka panjang.
Gb 14. Gambaran EKG kontraksi prematur ventrikel12
2.5.11 Bigemini Ventrikel / Ventrikel ekstrasistole
Bigemini ventrikel biasanya diakibatkan oleh intoksikasi digitalis, penyakit
artei koroner, MI akut, dan CHF. Istilah bigemini mengacu pada kondisi
dimana setiap denyut adalah prematur. Karakteristik :
· Frekwensi : Dapat terjadi pada semua frekwensi jantung, tetapi biasanya
kurang dari 90 denyut per menit.
· Gelombang P : Seperti yang diterangkan pada PVC; dapat tersembunyi
dalam kompleks QRS.
· Kompleks QRS : Setiap denyut adalah PVC dengan kompleks QRS yang
lebar dan aneh dan terdapat jeda kompensasi lengkap.
· Hantaran : Denyut sinus dihantarkan dari nodus sinus secara normal,
namun PVC yang mulai berselang seling pada ventrikel akan
mengakibatkan hantaran retrograde ke jaringan penyambung dan
atrium.
· Irama : Ireguler.
19
Bila terjadi denyut ektopik pada setiap denyut ketiga maka disebut
trigemini, tiap denyut keempat, quadrigemini. Penanganan bigemini
ventrikel adalah sama dengan PVC karena penyebab yang sering mendasari
adalah intoksikasi digitalis, sehingga penyebab ini harus disingkirkan atau
diobati bila ada. Bigemini ventrikel akibat intoksikasi digitalis diobati
dengan fenitoin (dilantin).
Gb 15. Gambaran EKG Bigemini13
Gb 16. Gambaran EKG Trigemini13
2.5.12 Takikardia Ventrikel
Disritmia ini disebabkan oleh peningkatan iritabilitas miokard, seperti PVC.
Penyakit ini biasanya berhubungan dengan penyakit arteri koroner dan
terjadi sebelum fibrilasi ventrikel. Takikardia ventrikel sangat berbahaya
dan harus dianggap sebagai keadaan gawat darurat. Pasien biasanya sadar
akan adanya irama cepat ini dan sangat cemas. Irama ventrikuler yang
dipercepat dan takikardia ventrikel mempunyai karakteristik :
· Frekwensi : 150 sampai 200 denyut per menit.
· Gelombang P : Biasanya tenggelam dalam kompleks QRS; bila terlihat,
tidak selalu mempunyai pola yang sesuai dengan QRS. Kontraksi
ventrikel tidak berhubungan dengan kontraksi atrium.
20
· Kompleks QRS : Mempunyai konfigurasi yang sama dengan PVC, dengan
gelombang T terbalik. Denyut ventrikel dapat bergabung dengan QRS
normal, menghasilkan denyut gabungan.
· Hantaran : Berasal dari ventrikel, dengan kemungkinan hantaran
retrograde ke jaringan penyambung dan atrium.
· Irama : Biasanya regular, tetapi dapat juga terjadi takiakrdia ventrikel
ireguler.
Terapi yang akan diberikan dtentukan oleh dapat atau tidaknya pasien
bertoleransi terhadap irama yang cepat ini. Penyebab iritabilitas miokard
harus dicari dan dikoreksi segera. Obat antidisritmia dapat digunakan.
Kardioversi perlu dilakukan bila terdapat tanda-tanda penurunan curah
jantung.
Gb 17. Gambaran EKG Takikardia Ventrikel11
2.5.13 Fibrilasi Ventrikel
Fibrilasi ventrikel adalah denyutan ventrikel yang cepat dan tak efektif.
Pada disritmia ini denyut jatung tidak terdengar dan tidak teraba, dan tidak
ada respirasi. Polanya sangat ireguler dan dapat dibedakan dengan disritmia
tipe lainnya. Karena tidak ada koordinasi antivitas jantung, maka dapat
terjadi henti jantung dan kematian bila fibrilasi ventrikel tidak segera
dikoreksi. Karakteristik :
· Frekwensi : Cepat, tak terkoordinasi dan tak efektif.
· Gelombang P : Tidak terlihat.
· Kompleks QRS : Cepat, undulasi ireguler tanpa pola yang khas
(multifokal). Ventrikel hanya memiliki gerakan yang bergetar.
· Hantaran : Banyak focus di ventrikel yang melepaskan impuls pada saat
yang sama mengakibatkan hantaran tidak terjadi; tidak terjadi
kontraksi ventrikel.
21
· Irama : Sangat ireguler dan tidak terkordinasi, tanpa pola yang khusus.
\
Gb 18. Gambaran EKG fibrilasi ventrikel13
2.5.14 Torsades de Pointes
Pada EKG, tampilan torsades de pointes memiliki karakteristik berupa
kompleks iregular yang tajam dan cepat yang secara berkelanjutan berubah
dari kenaikan ke kanan ke posisi yang berkebalikan. Antara setiap
takhikardia, EKG menunjukkan QT interval yang memanjang
Gb 19. Gambaran EKG Torsades de Pointes13
Disamping tipe – tipe aritmia diatas, aritmia juga meliputi tipe henti jantung
lain seperti :
2.5.15 Asistole Ventrikel
Pada asistole ventrikel tidak akan terjadi kompleks QRS. Tidak ada denyut
jantung, denyut nadi dan pernapasan. Tanpa penatalaksanaan segera,
asistole ventrikel sangat fatal. Karakteristik :
· Frekwensi : tidak ada.
· Gelombang P : Mungkin ada, tetapi tidak dapat dihantarkan ke nodus AV
dan ventrikel.
· Kompleks QRS : Tidak ada.
· Hantaran : Kemungkinan, hanya melalui atrium.
· Irama : Tidak ada.
Resusitasi jantung paru (CPR) perlu dilakukan agar pasien tetap hidup.
Untuk menurunkan stimulasi vagal, berikan atropine secara intravena.
Efinefrin (intrakardiak) harus diberikan secara berulang dengan interval
setiap lima menit. Natrium bikarbonat diberikan secara intravena.
22
Gb 20. Gambaran EKG Asistole Ventrikel13
2.5.16 Pulseless Electrical Activity (PEA)
Merupakan kondisi henti jantung dimana ritme jantung terlihat pada EKG
tapi tidak menimbulkan nadi atau detak jantung
Gb 21. Gambaran EKG PEA11
2.6 Penanganan Aritmia Perioperatif
Aritmia pada pasien selama proses perioperatif dapat disebabkan oleh tiga hal
yaitu11,13 :
1. Faktor yang berkaitan dengan pasien
a. Pasien dengan gangguan jantung yang telah diketahui memiliki angka
insiden aritmia selama anestesia yang yang lebih tinggi dibandingkan
pasien tanpa gangguan jantung sebelumnya. Aritmia umumnya lebih
fatal pada pasien dengan gangguan jantung
b. Penyakit sistem saraf pusat. Pasien dengan penyakit intrakranial
terutama pendarahan subarakhnoid akan menunjukkan EKG abnormal
seperti perubahan di interval QT, gelombang Q, perubahan segmen ST
dan kemunculan gelombang U
c. Umur tua. Atrial fibrilasi post operatif merupakan komplikasi yang
seringkali muncul pada pasien lanjut usia yang menjalani pembedahan
thorak. Penuaan menyebabkan perubahan degeneratif pada anatomi
atrial dan juga diikuti perubahan relatif pada fisiologis jantung
2. Faktor yang berkaitan dengan proses anesthesia
23
a. Intubasi trakea. Merupakan salah satu penyebab paling sering dari
aritmia selama proses induksi yang sering diasosiasikan dengan
gangguan hemodinamik
b. Anesthesia umum. Halothane atau enflurane menyebabkan aritmia,
kemungkinan disebabkan oleh mekanisme reenterant
c. Anesthesia lokal. Anesthesia regional yang diikuti dengan blok
neuraxial sentral dihubungkan dengan dominasi sistem parasimpatik
dapat menyebabkan bradiaritmia
d. Ketidakseimbangan elektrolit dan abnormalitas gas darah. Hiperkarbia,
hipoksemia atau ketidakseimbangan elektrolit menimbulkan aritmia
akibat proses mekanisme reenterant atau mengubah fase depolarisasi
dari fiber penghubung. Hipokalemia atau hiperkalemia juga
menyebabkan aritmia
e. Kanulasi vena sentral. Stimulasi dari refleks sinus karotis mungkin dapat
disebabkan oleh tekanan dari jari selama proses kanulasi vena jugularis
sebagai akibat dari masuknya kateter vena sentral ke atrium kanan yang
dapat menyebabkan aritmia.
3. Faktor yang berkaitan dengan proses pembedahan
a. Operasi jantung. Aritmia bisa dilihat segera setelah proses pelepasan
kross klem ketika miokardia pulih dari gangguan iskemia dan
memunculkan ritme sinus normal. Tindakan bedah seperti retraksi
jantung selama operasi dengan jantung berdetak, kanulasi vena atau
penjahitan pada atrium bisa menimbulkan aritmia
b. Operasi tanpa pembedahan jantung. Stimulasi vagal pada peritoneum
atau penekanan langsung pada nervus vagus selama pembedahan arteri
karotis dapat menyebabkan bradikardia atau blok AV
2.6.1 Penanganan Preoperatif
Penilaian preoperatif pasien dengan aritmia mencakup14 :
Ada tidaknya aritmia yang diderita dan jenis aritmia yang muncul
Pendekatan medikal yang digunakan untuk mengatasi aritmia yang timbul
selama ini
24
Penilaian status gizi dan status volume cairan pasien
Ada tidaknya gangguan penyerta lainnya
Semua data-data di atas bisa didapat dengan melakukan anamnesis
riwayat perjalanan penyakitnya, pemeriksaan fisik, tes laboratorium rutin dan
prosedur.Penilaian status volume cairan tubuh adalah menyangkut apakah
status hidrasi yang dinilai merupakan yang sebenarnya ataukah suatu relatif
hipovolemia (berkaitan dengan penggunaan diuretikadan vasodilator).
Disamping itu penggunaan diuretika yang rutin, sering menyebabkan
hipokalemia dan hipomagnesemia yang dapat menyebabkan peningkatan
resiko aritmia. EKG dan x-ray toraks sangat diperlukan untuk mengevaluasi
jantung.Untuk evaluasi ginjal, urinalisis, serum kreatinin dan BUN
sebaiknya diperiksa untuk memperkirakan seberapa tingkat kerusakan
parenkim ginjal. Jika ditemukan ternyata gagal ginjal kronis, maka adanya
hiperkalemia dan peningkatan volume plasma perlu diperhatikan.
2.6.2 Penanganan Intraoperatif
Penanganan intraoperatif umum meliputi11,12 :
- Pemberian ventilasi dan oksigenisasi yang adekuat
- Pemantauan pembiusan
- Pengukuran PaO2, PaCO2, asam basa, elektrolit dan temperatur yang
optimum
- Reevaluasi riwayat penyakit
- Persiapan obat – obatan anti aritmia
- Persiapan obat – obatan anti iskemia
- Persiapan pacing dan DC shock
25
Penanganan intraoperatif pasien dengan bradikardia :
Gb 22. Algoritma penanganan pasien bradikardia intraoperatif11
26
Penanganan intraoperatif pasien dengan takikardia :
27
Gb 23. Algoritma penanganan pasien dengan takikardia11
Penanganan Pasien dengan henti jantung :
Gb 24. Algoritma penanganan pasien dengan henti jantung13
2.6.4 Penanganan Postoperatif
28
Pasien diharapkan sadar segera sesudah operasi dan dilakukan pemantauan
tanda – tanda vital di ruang pemulihan. Obat – obatan antiaritma dan
defribilator hendaknya dipersiapkan juga.
BAB III
RINGKASAN
Berdasarkan data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), penyakit jantung
memiliki persentasi mencapai 29% dalam kasus kematian di dunia5. Prevalensi
penyakit kardiovaskular yang meningkat setiap tahun menjadi masalah utama di
negara berkembang dan negara maju. Aritmia merupakan suatu keadaan
abnormalitas dari kecepatan denyut jantung (rate), irama (rhythm) atau konduksi
(conduction) yang dapat berakibat lethal (sudden cardiac death) atau
simptomatik. Aritmia perioperatif merupakan salah satu dari komplikasi
perioperatif yang seringkali terjadi pada pasien yang sedang menjalani baik
pembedahan non kardiak ataupun pembedahan kardiak dan membutuhkan
penanganan yang segera pada kebanyakan kasus.
Secara umum aritmia dibagi menjadi dua garis besar yaitu bradiaritmia dan
takikaritmia. Bradiaritmia dibagi menjadi sinus bradikardia dan berbagai tipe blok
jantung. Sedangkan takiaritmia dibagi menjadi sinus takikardia, atrial prematur
beat, atrial takikardia, atrial flutter, atrial fibrilasi, ventrikular ekstrasistole,
ventrikular takikardia, ventrikular fibrilasi dan torsades de pointes. Selain itu juga
terdapat henti jantung berupa ventrikular asistole dan PEA. Penilaian preoperatif
pasien dengan aritmia mencakup ada tidaknya aritmia yang diderita dan jenis
aritmia yang muncul, pendekatan medikal yang digunakan untuk mengatasi
aritmia yang timbul selama ini, penilaian status gizi dan status volume cairan
pasien dan ada tidaknya gangguan penyerta lainnya.
Penanganan intraoperatif meliputi pemberian ventilasi dan oksigenisasi
yang adekuat, pemantauan pembiusan, pengukuran PaO2, PaCO2, asam basa,
elektrolit dan temperatur yang optimum, reevaluasi riwayat penyakit, persiapan
obat – obatan anti aritmia, persiapan obat – obatan anti iskemia dan persiapan
29
pacing dan DC shock. Sedangkan penanganan intraoperatif khusus bergantung
pada tipe aritmia yang muncul selama dilakukan operasi.
Daftar Pustaka
1. Mulyanto, Riba. Gangguan Kardiovaskular di Bangsal Cempaka RSUD
Sukoharja. 2010. Available from : www.
etd.eprints.ums.ac.id/13332/3/BAB_I.pdf [accesed 20 Mei 2012]
2. Ismail, Ahmad dkk. Aritmia Gangguan Pembentukan di Penghubung dan
Ventrikel. 2010. Available from :
http://www.scribd.com/doc/42720204/makalah-aritmia-cantik [accesed 20
Mei 2012]
3. Rikwan, Muhammad. Asuhan Keperawatan Perioperatif. 2008. Available
from : www.indonesia.digitaljournals.org/index.php/karidn/article/.../307/306
[accesed 20 Mei 2012]
4. Pornswan Ngamprasertwong, The THAI Anesthesia Incident Monitoring
Study (Thai AIMS): Perioperative Arrhythmia. 2007. Available from :
www.mat.or.th/Vol92_No.3_342_5751.pdf [accesed 20 Mei 2012]
5. Trisnohadi dkk. Asuhan Keperawatan Pencabutan Sheath Pada Pasien Post
Kateterisasi Jantung. UPN. 2008. Available from :
www.etd.eprints.upn.ac.id/1894/1/J220060014.pdf [accesed 20 Mei 2012]
6. UPT LIPI. Organ Sistem Peredaran Darah dan Organ Sistem Ekskresi. 2009.
Available from : www.bit.lipi.go.id/sistem_organ [accesed 20 Mei 2012]
7. Iswantro, Andi. Perancangan Sistem Pendeteksi Aritmia Menggunakan Neural
Network. 2011. Available from : www.digilib.its.ac.id/public/ITS-
Undergraduate-13134-Paper.pdf [accesed 20 Mei 2012]
8. Marfianti, Erlina. Interpretasi Elektrokardiografi. FK UII. 2010. Available
from : http://dokter-medis.blogspot.com/2009/07/elektrokardiografi-ekg.pdf
[accesed 20 Mei 2012]
30
9. Arifin, Meida. Elektrokardiografi. 2012. Available from : http://dokter-
medis.blogspot.com/2012/01/elektrokardiografi.pdf [accesed 20 Mei 2012]
10. Hardiono. Tatalaksana Aritmia Perioperatif, Identifikasi Aritmia Maligna,
Terapi Listrik Pada Jantung. 2010. Available from :
www.euroviane.net/index.php?option=com_docman. [accesed 20 Mei 2012]
11. N. Dua , V.P. Kumra. Management of PerioperativeArrhythmias. IJA. 2007.
Available from : www.medind.nic.in/iad/t07/i4/iadt07i4p310.pdf [accesed
20 Mei 2012]
12. Asriani, Dewi dkk. Aritmia. 2010. Available from :
http://www.scribd.com/doc/44501673/ARITMIA pdf [accesed 20 Mei 2012]
13. Nawar, Mostapha. Perioperative Arrhytmia. Available from :
www.alexaic.com/alexaicfiles/009001.pdf [accesed 20 Mei 2012]
14. ACC/AHA 2007 Guidelines on Perioperative Cardiovascular Evaluation and
Care for Noncardiac Surgery. 2007. Available from :
http://www.nhlbi.nih.gov/guidelin/jnc7full.pdf. [Akses: 20 Mei 2012]
31