Isi Metodologi Penelitian (Nida Nabilah Akmal 2011730074)
-
Upload
faza-faishal-iskandar -
Category
Documents
-
view
9 -
download
1
description
Transcript of Isi Metodologi Penelitian (Nida Nabilah Akmal 2011730074)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam 10 tahun terakhir banyak penyakit yang mencuat di masyarakat, antara
lain AIDS, kanker, flu burung, bahkan penyakit Alzheimer. Penyakit Alzheimer yaitu
sejenis penyakit pikun yang umum terjadi pada manusia yang mulai memasuki usia tua.
Secara alamiah, pikun biasanya terjadi pada setiap orang karena penurunan fungsi otak.
Unit Riset Alzheimer Sir James McCusker Australia, yang merupakan suatu
yayasan dan penelitian untuk penyakit Alzheimer mengemukakan bahwa, banyak orang
sehat yang kurang mampu mengingat beberapa macam informasi pada waktu menjadi
tua, tetapi gejala penyakit Demensia tipe Alzheimer tidak sesederhana gejala kelupaan
seperti pada proses penuaan yang normal tersebut. Orang dengan Demensia tipe
Alzheimer akan sukar berkomunikasi, belajar, berpikir, dan mengemukakan pendapat.
Penyakit Demensia tipe Alzheimer dapat merusak sel – sel otak yang mana tidak
ditemukan pada orang tua yang normal.
Penyakit ini merupakan penyakit yang dialami hampir oleh semua umur, sekitar
96% kasus dijumpai setelah berusia 40 tahun ke atas. Selain itu, prevalensi penderita
wanita tiga kali lebih banyak dibandingkan laki-laki.
Penyebab Demensia tipe Alzheimer bermacam–macam, dan masih dalam
penelitian. Usia dan riwayat keluarga diidentifikasi sebagai faktor risiko yang potensial.
Saat ini diketahui 4 obat yang sementara bisa mengurangi gejala penyakit Demensia tipe
Alzheimer, seperti tacrine, doneperzil, rivastigmine, dan galantamine (Erik Tapan, 2005).
Kondisi ini membuat masyarakat mulai berpikir untuk mencari obat alternatif
secara konvensional dibandingkan pengobatan modern. Salah satu tanaman obat yang
berpeluang sebagai pengganti pengobatan kimiawi yang dapat memperlambat datangnya
kunyit yang diracik ke dalam bumbu masak.
Kunyit merupakan salah satu jenis tanaman obat yang memiliki banyak manfaat
antara lain sebagai bumbu masak, pewarna makanan alami, minuman, tekstil, dan
kosmetik. Kunyit sebagai bahan pembuatan makanan khas berkuah kuning atau kari
diyakini dapat menjaga penurunan kemampuan otak, termasuk menghindarkan penyakit
Alzheimer. Hal ini sejalan dengan penelitian kandungan bahan kurkumin bagi kesehatan,
serta memiliki kemampuan ”melawan” Alzheimer (Niesby Sabakingkin, 2002).
1
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada pengaruh mengonsumsi ekstrak kunyit terhadap penyembuhan
penyakit Alzheimer?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan proposal metodologi penelitian ini yaitu Mengetahui
pengaruh mengonsusmi ekstrak kunyit terhadap penyembuhan penyakit Alzheimer.
1.4 Manfaat Penelitian
Untuk Masyarakat
Dengan pemanfaatan maksimal dari ekstrak kunyit diharapkan tidak hanya
sebagai terapi alternatif untuk penyakit Alzheimer, namun juga meningkatkan angka
harapan hidup dan produktifitas kalangan lanjut usia.
Untuk Lembaga Kesehatan dan Pemerintah
Melalui proposal penelitian ini diharapkan mampu menjadikan ekstrak kunyit
sebagai terapi alternatif untuk penyakit Alzheimer, dan dikembangkan secara luas agar
bisa meningkatkan angka harapan hidup dan produktifitas pasien lanjut usia, serta pasien
yang membutuhkan
Untuk Penelitian Lebih Lanjut
Pemanfaatan maksimal dari potensi ekstrak kunyit, sehingga dapat dijadikan batu
pijakan untuk para peneliti sehingga bisa lebih mengembangkannya dalam bentuk yang
lebih baik dan lebih efektif.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Alzheimer
Definisi
Penyakit Alzheimer yaitu sejenis penyakit pikun yang umum terjadi pada
manusia yang mulai memasuki usia tua. Secara alamiah, pikun biasanya terjadi pada
setiap orang karena penurunan fungsi otak
Epidemiologi
Penyakit Alzheimer merupakan penyakit neurodegeneratif yang secara
epidemiologi terbagi 2 kelompok yaitu kelompok yang menderita pada usia kurang 58
tahun disebut sebagai early onset sedangkan kelompok yang menderita pada usia lebih
dari 58 tahun disebut sebagai late onset.
Penyakit Alzheimer dapat timbul pada semua umur, 96% kasus dijumpai setelah
berusia 40 tahun keatas. Schoenburg dan Coleangus (1987) melaporkan insidensi
berdasarkan umur: 4,4/1000.000 pada usia 30-50 tahun, 95,8/100.000 pada usia > 80
tahun. Angka prevalensi penyakit ini per 100.000 populasi sekitar 300 pada kelompok
usia 60-69 tahun, 3200 pada kelompok usia 70-79 tahun, dan 10.800 pada usia 80 tahun.
Diperkirakan pada tahun 2000 terdapat 2 juta penduduk penderita penyakit Alzheimer.
Sedangkan di Indonesia diperkirakan jumlah usia lanjt berkisar, 18,5 juta orang dengan
angka insidensi dan prevalensi penyakit Alzheimer belum diketahui dengan pasti.
Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi wanita lebih banyak tiga kali dibandingkan
laki-laki. Hal ini mungkin refleksi dari usia harapan hidup wanita lebih lama
dibandingkan laki-laki. Dari beberapa penelitian tidak ada perbedaan terhadap jenis
kelamin.
Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternatif penyebab yang telah
dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi
udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament, presdiposisi
heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal,
kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kognitif
dengan penurunan daya ingat secara progresif.
Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam
kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang
3
diakibatkan oleh adanya peningkatan calsium intraseluler, kegagalan metabolisme
energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal yang
non spesifik.
Penyakit Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan
bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor
lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.
Patogenesa
Sejumlah patogenesa penyakit Alzheimer yaitu:
1. Faktor genetik
Beberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus Alzheimer ini
diturunkan melalui gen autosomal dominan. Individu keturunan garis pertama pada
keluarga penderita Alzheimer mempunyai resiko menderita demensia 6 kali lebih
besar dibandingkan kelompok kontrol normal
Pemeriksaan genetika DNA pada penderita Alzheimer dengan familial early
onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21 diregio proximal log arm, sedangkan
pada familial late onset didapatkan kelainan lokus pada kromosom 19. Begitu pula
pada penderita down syndrome mempunyai kelainan gen kromosom 21, setelah
berumur 40 tahun terdapat neurofibrillary tangles (NFT), senile plaque dan penurunan
Marker kolinergik pada jaringan otaknya yang menggambarkan kelainan histopatologi
pada penderita Alzheimer.
Hasil penelitian penyakit Alzheimer terhadap anak kembar menunjukkan 40-
50% adalah monozygote dan 50% adalah dizygote. Keadaan ini mendukung bahwa
faktor genetik berperan dalam penyakit Alzheimer. Pada sporadik non familial (50-
70%), beberapa penderitanya ditemukan kelainan lokus kromosom 6, keadaan ini
menunjukkan bahwa kemungkinan faktor lingkungan menentukan ekspresi genetika
pada Alzheimer.
2. Faktor infeksi
Ada hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada keluarga penderita
Alzheimer yang dilakukan secara immuno blot analisis, ternyata diketemukan adanya
antibodi reaktif. Infeksi virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat
yang bersipat lambat, kronik dan remisi.
3. Faktor lingkungan
4
Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat berperan
dalam patogenesa penyakit Alzheimer. Faktor lingkungan antar alain, aluminium,
silicon, mercury, zinc. Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan
saraf pusat yang ditemukan neurofibrillary tangles (NFT) dan senile plaque
(SPINALIS). Hal tersebut diatas belum dapat dijelaskan secara pasti, apakah
keberadaan aluminum adalah penyebab degenerasi neurosal primer atau sesuatu hal
yang tumpang tindih. Pada penderita Alzheimer, juga ditemukan keadan
ketidakseimbangan merkuri, nitrogen, fosfor, sodium, dengan patogenesa yang belum
jelas.
Ada dugaan bahwa asam amino glutamat akan menyebabkan depolarisasi
melalui reseptor N-methy D-aspartat sehingga kalsium akan masuk ke intraseluler
(Cairan-influks) danmenyebabkan kerusakan metabolisme energi seluler dengan
akibat kerusakan dan kematian neuron.
4. Faktor imunologis
Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita Alzheimer
didapatkan kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alpha
protein, anti trypsin alphamarcoglobuli dan haptoglobuli.
Heyman (1984), melaporkan terdapat hubungan bermakna dan meningkat dari
penderita Alzheimer dengan penderita tiroid. Tiroid Hashimoto merupakan penyakit
inflamasi kronik yang sering didapatkan pada wanita muda karena peranan faktor
immunitas
5. Faktor trauma
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit Alzheimer
dengan trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita demensia
pugilistik, dimana pada otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles.
6. Faktor neurotransmiter
Perubahan neurotransmitter pada jaringan otak penderita Alzheimer
mempunyai peranan yang sangat penting seperti:
a. Asetilkolin
Barties et al (1982) mengadakan penelitian terhadap aktivitas spesifik
neurotransmiter dgncara biopsi sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada
penderita Alzheimer didapatkan penurunan aktivitas kolinasetil transferase,
asetikolinesterase dan transport kolin serta penurunan biosintesa asetilkolin.
5
Adanya defisit presinaptik dan postsynaptik kolinergik ini bersifat simetris pada
korteks frontalis, temporallis superior, nukleus basalis, hipokampus.
Kelainan neurottansmiter asetilkoline merupakan kelainan yang selalu ada
dibandingkan jenis neurottansmiter lainnyapd penyakit Alzheimer, dimana pada
jaringan otak/biopsinya selalu didapatkan kehilangan cholinergik Marker. Pada
penelitian dengan pemberian scopolamin pada orang normal, akan menyebabkan
berkurang atau hilangnya daya ingat. Hal ini sangat mendukung hipotesa
kolinergik sebagai patogenesa penyakit Alzheimer
b. Noradrenalin
Kadar metabolisme norepinefrin dan dopimin didapatkan menurun pada
jaringan otak penderita Alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal lokus
seruleus yang merupakan tempat yang utama noradrenalin pada korteks serebri,
berkorelasi dengan defisit kortikal noradrenergik.
Bowen et al(1988), melaporkan hasil biopsi dan otopsi jaringan otak
penderita Alzheimer menunjukkan adanya defisit noradrenalin pada presinaptik
neokorteks. Palmer et al(1987), Reinikanen (1988), melaporkan konsentrasi
noradrenalin menurun baik pada post dan ante-mortem penderita Alzheimer.
c. Dopamin
Sparks et al (1988), melakukan pengukuran terhadap aktivitas
neurottansmiter regio hipothalamus, dimana tidak adanya gangguan perubahan
aktivitas dopamin pada penderita Alzheimer. Hasil ini masih kontroversial,
kemungkinan disebabkan karena potongan histopatologi regio hipothalamus setia
penelitian berbeda-beda.
d. Serotonin
Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5 hidroxi-
indolacetil acid pada biopsi korteks serebri penderita Alzheimer. Penurunan juga
didapatkan pada nukleus basalis dari meynert. Penurunan serotonin pada subregio
hipotalamus sangat bervariasi, pengurangan maksimal pada anterior hipotalamus
sedangkan pada posterior peraventrikuler hipotalamus berkurang sangat minimal.
Perubahan kortikal serotonergik ini berhubungan dengan hilangnya neuron-neuron
dan diisi oleh formasi NFT pada nukleus rephe dorsalis.
e. MAO (Monoamine Oksidase)
Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter mono amine.
Aktivitas normal MAO terbagi 2 kelompok yaitu MAO A untuk deaminasi
6
serotonin, norepineprin dan sebagian kecil dopamin, sedangkan MAO B untuk
deaminasi terutama dopamin. Pada penderita Alzheimer, didapatkan peningkatan
MAO A pada hipothalamus dan frontais sedangkan MAO B meningkat pada
daerah temporal dan menurun pada nukleus basalis dari meynert.
Gejala Klnik
Awitan dari perubahan mental penderita Alzheimer sangat perlahan-lahan,
sehingga pasien dan keluarganya tidak mengetahui secara pasti kapan penyakit ini mulai
muncul. Terdapat beberapa stadium perkembangan penyakit Alzheimer yaitu:
a. Stadium I (lama penyakit 1-3 tahun)
1. Memory: new learning defective, remote recall mildly impaired
2. Visuospatial skills: topographic disorientation, poor complex contructions
3. Language: poor woordlist generation, anomia
4. Personality: indifference,occasional irritability
5. Psychiatry feature: sadness, or delution in some
6. Motor system: normal
7. EEG: normal
8. CT/MRI: normal
9. PET/SPECT: bilateral posterior hypometabolism/hyperfusion
b. Stadium II (lama penyakit 3-10 tahun)
1. Memory: recent and remote recall more severely impaired
2. Visuospatial skills: spatial disorientation, poor contructions
3. Language: fluent aphasia
4. Calculation: acalculation
5. Personality: indifference, irritability
6. Psychiatry feature: delution in some
7. Motor system: restlessness, pacing
8. EEG: slow background rhythm
9. CT/MRI: normal or ventricular and sulcal enlargeent
10. PET/SPECT: bilateral parietal and frontal hypometabolism/hyperfusion
c. Stadium III (lama penyakit 8-12 tahun)
1. Intelectual function: severely deteriorated
2. Motor system: limb rigidity and flexion poeture
3. Sphincter control: urinary and fecal
4. EEG: diffusely slow
7
5. CT/MRI: ventricular and sulcal enlargeent
6. PET/SPECT: bilateral parietal and frontal hypometabolism/hyperfusion
Kriteria Diagnosa
Terdapat beberapa kriteria untuk diagnosa klinis penyakit Alzheimer yaitu:
1. Kriteria diagnosis tersangka penyakit Alzheimer terdiri dari:
Demensia ditegakkan dengan pemeriksaan klinik dan pemeriksaan status mini mental
atau beberapa pemeriksaan serupa, serta dikonfirmasikan dengan tes neuropsikologik
o Didapatkan gangguan defisit fungsi kognisi >2
o Tidak ada gangguan tingkat kesadaran
o Awitan antara umur 40-90 tahun, atau sering >65 tahun
o Tidak ada kelainan sistematik atau penyakit otak lainnya
2. Diagnosis tersangka penyakit Alzheimer ditunjang oleh:
o Perburukan progresif fungsi kognisi spesifik seperti berbahasa, ketrampilan
motorik, dan persepsi
o ADL terganggu dan perubahan pola tingkah laku
o Adanya riwayat keluarga, khususnya kalau dikonfirmasikan dengan
neuropatologi
o Pada gambaran EEG memberikan gambaran normal atau perubahan non
spesifik seperti peningkatan aktivitas gelombang lambat
o Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan atropu serebri
3. Gambaran lain tersangka diagnosa penyakit Alzheimer setelah dikeluarkan penyebab
demensia lainnya terdiri dari:
o Gejala yang berhubungan dengan depresi, insomnia, inkontinentia, delusi,
halusinasi emosi, kelainan seksual, berat badan menurun
o Kelainan neurologi lain pada beberapa pasien, khususnya penyakit pada
stadium lanjut dan termasuk tanda-tanda motorik seperti peningkatan tonus
otot, mioklonus atau gangguan berjalan
o Terdapat bangkitan pada stadium lanjut
4. Gambaran diagnosa tersangka penyakit Alzheimer yang tidak jelas terdiri dari:
o Awitan mendadak
o Diketemukan gejala neurologik fokal seperti hemiparese, hipestesia, defisit
lapang pandang dan gangguan koordinasi
o Terdapat bangkitan atau gangguan berjalan pada saat awitan
8
5. Diagnosa klinik kemungkinan penyakit Alzheimer adalah:
o Sindroma demensia, tidak ada gejala neurologik lain, gejala psikiatri atau
kelainan sistemik yang menyebabkan demensia
o Adanya kelainan sistemik sekunder atau kelainan otak yang menyebabkan
demensia, defisit kognisi berat secara gradual progresif yang diidentifikasi
tidak ada penyebab lainnya
6. Kriteria diagnosa pasti penyakit Alzheimer adalah gabungan dri kriteria klinik
tersangka penyakit Alzheimer dab didapatkan gambaran histopatologi dari biopsi atau
otopsi.
Pemeriksaan Penunjang
1. Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi
neuropatologi. Secara umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris, sering kali
berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr). Beberapa penelitian mengungkapkan
atropi lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior frontal, sedangkan korteks
oksipital, korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh (Jerins 1937).
Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit Alzheimer terdiri dari:
a. Neurofibrillary tangles (NFT)
Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-filamen
abnormal yang berisi protein neurofilamen, ubiquine, epitoque. NFT ini juga
terdapat pada neokorteks, hipokampus, amigdala, substansia alba, lokus seruleus,
dorsal raphe dari inti batang otak. NFT selain didapatkan pada penyakit
Alzheimer, juga ditemukan pada otak manula, down syndrome, parkinson, SSPE,
sindroma ektrapiramidal, supranuklear palsy. Densitas NFT berkolerasi dengan
beratnya demensia.
b. Senile plaque (SP)
Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending
yang berisi filamen-filamen abnormal, serat amiloid ektraseluler, astrosit,
mikroglia. Amloid prekusor protein yang terdapat pada SP sangat berhubungan
dengan kromosom 21. Senile plaque ini terutama terdapat pada neokorteks,
amygdala, hipokampus, korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks
motorik primer, korteks somatosensorik, korteks visual, dan auditorik.
9
Senile plaque ini juga terdapat pada jaringan perifer. Perry (1987)
mengatakan densitas Senile plaque berhubungan dengan penurunan kolinergik.
Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plaque) merupakan gambaran
karakteristik untuk penderita penyakit Alzheimer.
c. Degenerasi neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada
penyakit Alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama
didapatkan pada neuron piramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan
pada hipokampus, amigdala, nukleus batang otak termasuk lokus serulues, raphe
nukleus dan substanasia nigra.
Kematian sel neuron kolinergik terutama pada nukleus basalis dari
meynert, dan sel noradrenergik terutama pada lokus seruleus serta sel serotogenik
pada nukleus raphe dorsalis, nukleus tegmentum dorsalis. Telah ditemukan faktor
pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi
eksperimental binatang dan ini merupakan harapan dalam pengobatan penyakit
Alzheimer.
d. Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat
menggeser nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan
jumlah NFT dan SP , perubahan ini sering didapatkan pada korteks
temporomedial, amygdala dan insula. Tidak pernah ditemukan pada korteks
frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan batang otak.
e. Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada
enterhinal, gyrus cingulate, korteks insula, dan amygdala. Sejumlah kecil pada
korteks frontalis, temporal, parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama
dengan immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body batang otak pada
gambaran histopatologi penyakit parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body
merupakan variant dari penyakit Alzheimer.
2. Pemeriksaan neuropsikologik
Penyakit Alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi pemeriksaan
neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi
kognitif umum danmengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi. Tes psikologis ini
juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang
10
berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan
pengertian berbahasa. Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi
diagnostik yang penting karena:
a. Adanya defisit kognisi yang berhubungan dgndemensia awal yang dapat diketahui
bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.
b. Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif memungkinkan untuk
membedakan kelainan kognitif pada global demensia dengan defisit selektif yang
diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolik, dan gangguan psikiatri
c. Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh
demensia karena berbagai penyebab.
The Consortium to establish a Registry for Alzheimer Disease (CERALD)
menyajikan suatu prosedur penilaian neuropsikologis dengan mempergunakan alat
batrey yang bermanifestasi gangguan fungsi kognitif, dimana pemeriksaannya terdiri
dari:
a. Verbal fluency animal category
b. Modified boston naming tes
c. mini mental state
d. Word list memory
e. Constructional praxis
f. Word list recall
g. Word list recognition
Tes ini memakan waktu 30-40 menit dan <20-30 menit pada kontrol
3. CT Scan dan MRI
Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat
kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem.
Pemeriksaan ini berperan dalam menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab
demensia lainnya selain Alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi
kortikal menyeluruh danpembesaran ventrikel keduanya merupakan gambaran marker
dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini. Tetapi gambaran ini juga didapatkan
pada demensia lainnya seperti multiinfark, parkinson, binswanger sehingga kita sukar
untuk membedakan dengan penyakit Alzheimer.
Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan
beratnya gejala klinik danhasil pemeriksaan status mini mental. Pada MRI ditemukan
peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior
11
horn pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal.
Selain didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah
subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna
basalis dan fissura sylvii.
Seab et al, menyatakan MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari
penyakit Alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi)
dari hipokampus.
4. EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada
penyakit Alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis
yang non spesifik
5. PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita Alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah,
metabolisme O2, dan glukosa didaerah serebral. Up take I.123 sangat menurun pada
regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi danselalu
dan sesuai dengan hasil observasi penelitian neuropatologi
6. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)
Aktivitas I. 123 terendah pada refio parieral penderita Alzheimer. Kelainan ini
berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua
pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.
7. Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita Alzheimer.
Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab
penyakitdemensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor,
BSE, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skreening antibody
yang dilakukan secara selektif.
2.2 Kunyit
Kandungan Kunyit
Senyawakimiautama yang terkandung di
dalamekstrakkunyitadalahminyakatsiridankurkumin.
kurkuminoidmengandungsenyawakurkumindanturunannya (berwarnakuning) yang
meliputidesmetoksi-kurkumindanbidesmetoksikurku-min. Selainituekstrak kunyit
jugamengandungsenyawalemak, protein, kalsiun, fosfordanbesi.
12
Manfaat Tanaman
Di daerah Jawa, kunyit banyak digunakan sebagai ramuan jamu karena berkhasiat
menyejukkan, membersihkan, mengeringkan, menghilangkan gatal, dan menyembuhkan
kesemutan. Manfaat utama tanaman kunyit, yaitu: sebagai bahan obat tradisional, bahan
baku industri jamu dan kosmetik, bahan bumbu masak, peternakan dll. Disamping itu
rimpang tanaman kunyit itu juga bermanfaat sebagai anti inflamasi, anti oksidan, anti
mikroba, pencegah kanker, anti tumor, dan menurunkan kadar lemak darah dan
kolesterol, serta sebagai pembersih darah.
2.3 Pengaruh mengonsumsi ekstrak kunyit terhadap penyembuhan penyakit Alzheimer
Pengobatan alternatif untuk Penyakit Alzheimer adalah penggunaan kunyit.
Menurut penelitian yang dilakukan dengan metode studi pustaka, kunyit memiliki zat
aktif yang disebut sebagai curcumin, yang akan mendorong kerja enzim hemeoxygenase
(HO-1), yang berperan dalam melawan molekul ”radikal bebas” penyebab kerusakan sel.
Kemungkinan, proses tersebutlah yang dapat mengurangi gejala-gejala yang timbul pada
penyakit Alzheimer.
13
BAB III
KERANGKA TEORI
3.1 Skema Kerangka Teori
3.2 Hipotesis
Konsumsi ekstrak kunyit berpengaruh terhadap penyembuhan penyakit
Alzheimer.
3.3 Operasionalisasi Hipotesis
1. Variabel Bebas: Mengonsumsi ekstrak kunyit
Definisi operasional: mengonsumsi ekstrak kunyit yang diekstrak dalam 1 gelas air
sebanyak 3 kali dalam 1 minggu selama 3 bulan
Level of Measurement: Nominal(mengonsumsi ekstrak kunyit atau tidak
mengonsumsi ekstrak kunyit)
2. Variabel Tergantung: Pengobatan Penyakit Alzheimer
Definisi operasional: berkurangnya tanda dan gejala setelah dilakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Level of Measurement: Ordinal (berkurang atau tidak)
3. Variabel Luar: Usia
Definisi operasional: Usia responden terhitung sejak berusia 40 tahun
Level of Measurement: Ratio (sesuai range usia dari pasien)
4. Variabel Luar: Jenis kelamin
Definisi operasional: petanda gender seseorang
Level of Measurement: Nominal
(Wanita atau Pria)
14
Variabel BebasMengonsumsi ekstrak
kunyit
Variabel TergantungPengobatan Penyakit
Alzheimer
Variabel Luar Usia Jenis Kelamin
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
RancanganEksperimental
Rancangan penelitian ini berbasis studi eksperimental menggunakan metode
Rancangan Acak dengan cara percobaan klinik kepada subyek penelitian yang dipilih
secara acak menjadi tiga kelompok untuk dilakukan tiga perlakuan. kelompok pertama
diberikanekstrak kunyit, kelompok kedua diberikan ekstrak kunyit dan obat kimiawi, dan
kelompok ketiga sebagai kelompok kontrol hanya diberikan obat kimiawi saja sesuai
dosis yang dianjurkan, kemudian dilakukan observasi dan evaluasi kepada sampel yang
dipilih terhadap perubahan gejala klinis berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang.
4.2 Skema Rancangan Penelitian
r = o – x – o
o – o
4.3 Subjek Penelitian
Diambil dari kelompok masyarakat di Rumah Sakit dari usia 40-60 tahun.
Subjek diambil secara random sebanyak 30 orang. Dibagi secara random menjadi 3
kelompok yaitu 10 orang menjadikelompokperlakuan 1 (diberikan ekstrak kunyit), 10
orang menjadi kelompok perlakuan 2 (diberikan ekstrak kunyit dan obat-obatan
kimiawi), dan 10 orang lagi menjadi kontrol (hanya diberikan obat-obatan kimiawi).
4.4 Cara Pengumpulan Data
• Pra – Konsumsi
Dilakukananamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang kepada pasien
mengenai tanda dan gejala yang dirasakan.
• Pasca – Konsumsi
Dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang kepada pasien
apakah ada pengurangan gejala setelah mengonsumsi ekstrak kunyit.
15
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Tabel Hasil Penelitian
Data Subjek Perlakuan 1 Pra-konsumsi
Nama Jenis
kelamin
Usia Frekuensi minum
ekstrak kunyit/minggu
Skor berdasarkan
alur diagnostik
A Laki-laki 45 3 kali 8
B Perempua
n
50 - 6
C Laki-laki 48 2 kali 4
D Laki-laki 49 - 7
E Perempua
n
52 1 kali 6
F Perempua
n
51 - 5
G Laki-laki 50 - 4
H Laki-laki 45 3 kali 5
I Perempua
n
54 - 4
J Laki-laki 46 - 7
Data Subjek Perlakuan 2 Pra-Konsumsi
Nama Jenis
kelamin
Usia Frekuensi minum
ekstrak kunyit/minggu
Skor berdasarkan
alur diagnostik
U Laki-laki 47 - 8
V Perempua
n
56 - 4
W Laki-laki 48 3 kali 5
X Laki-laki 49 - 6
Y Perempua 51 2 kali 7
16
n
Z Perempua
n
57 - 6
AA Laki-laki 58 - 6
AB Laki-laki 42 1 kali 5
AC Perempua
n
54 - 4
AD Laki-laki 44 - 3
Data Subjek Kontrol
Nama Jenis
kelamin
Usia Frekuensi minum
ekstrak kunyit/minggu
Skor berdasarkan
alur diagnostik
K Laki-laki 49 - 7
L Perempua
n
50 - 4
M Laki-laki 47 - 5
N Laki-laki 49 - 6
O Perempua
n
55 - 6
P Perempua
n
52 - 5
Q Laki-laki 53 - 7
R Laki-laki 45 - 5
S Perempua
n
50 - 8
T Perempua
n
51 - 5
Data Subjek Perlakuan 1 Pasca-konsumsi
Nama Jenis
kelamin
Usia Frekuensi minum
ekstrak kunyit/minggu
Skor berdasarkan
alur diagnostik
A Laki-laki 45 3 kali 6
B Perempua 50 3 kali 5
17
n
C Laki-laki 48 3 kali 4
D Laki-laki 49 3 kali 5
E Perempua
n
52 3 kali 2
F Perempua
n
51 3 kali 3
G Laki-laki 50 3 kali 3
H Laki-laki 45 3 kali 3
I Perempua
n
54 3 kali 2
J Laki-laki 46 - 6
Data Subjek Perlakuan 2 Pasca-Konsumsi
Nama Jenis
kelamin
Usia Frekuensi minum
ekstrak kunyit/minggu
Skor berdasarkan
alur diagnostik
U Laki-laki 47 - 4
V Perempua
n
56 - 3
W Laki-laki 48 3 kali 2
X Laki-laki 49 - 3
Y Perempua
n
51 2 kali 4
Z Perempua
n
57 - 2
AA Laki-laki 58 - 3
AB Laki-laki 42 1 kali 4
AC Perempua
n
54 - 3
AD Laki-laki 44 - 2
18
Data Subjek Kontrol
Nama Jenis
kelamin
Usia Frekuensi minum
ekstrak kunyit/minggu
Skor berdasarkan
alur diagnostik
K Laki-laki 49 - 6
L Perempua
n
50 - 3
M Laki-laki 47 - 5
N Laki-laki 49 - 5
O Perempua
n
55 - 6
P Perempua
n
52 - 5
Q Laki-laki 53 - 6
R Laki-laki 45 - 4
S Perempua
n
50 - 7
T Perempua
n
51 - 5
5.2 Uji Statistik Penelitian
Rumus yang digunakan untuk mengetahui apakah ada pengaruh mengonsumsi
ekstrak kunyit terhadap perubahan gejala yang bermakna antara kelompok perlakuan
1, 2, dan 3 (kontrol) adalah menggunakan rumus Anova.
Deviasi
Deviasi
Perlakuan 1
Deviasi
Perlakuan 2
Deviasi Perlakuan
3 (Kontrol)
2 4 1
1 1 1
0 3 0
2 3 1
4 3 0
19
2 4 0
1 3 1
2 1 1
2 1 1
1 1 0
Dik: n1 = 10 n2 = 10 n3 = 10
x1 = 1,7 x2 = 1,26 x3 = 0,6
s1 = 1,06 s2 = 2,4 s3 = 0,52
x (grand mean)= (n1.x1) + (n2.x2) + (n3.x3)
n1+n2+n3
= (10.1,7) + (10.1,26) + (10.0,6)
10+10+10
= 1,57
df = n1 + n2 + n3 - 3 = 27
1. Ho = Tidak ada perbedaan skor gejala pada Penyakit Alzheimer berdasarkan alur
diagnostik pada kelompok perlakuan 1, kelompok perlakuan 2, dan kelompok perlakuan
3.
Ha = Ada perbedaan skor gejala pada Penyakit Alzheimer berdasarkan alur diagnostik
pada kelompok perlakuan 1, kelompok perlakuan 2, dan kelompok perlakuan 3.
2. S2b = 8,23
S2w= 0,95
F = Sb 2 = 8,66
Pv < 0,005
3. Uji Hipotesis
Pv< α (Ho ditolak)
4. Kesimpulan:
Ada perbedaan yang signifikan skor gejala pada Penyakit Alzheimer berdasarkan alur
diagnostik pada kelompok perlakuan 1, kelompok perlakuan 2, dan kelompok perlakuan
3.
5.3 Analisis
20
Hasil perhitungan menghasilkan nilai P < 0,005 yang lebih kecil daripada nilai
alpha (0,05) maka dapat diputuskan Ho ditolak. Jadi, dengan menggunakan alpha 5 % dapat
disimpulkan bahwa secara statistik ada perbedaan yang signifikan skor gejala berdasarkan
alur diagnostik pada ketiga perlakuan, minimal 1 pasang kelompok berbeda. Kelompok
perlakuan 2 menunjukkan perbedaan selisih skor gejala yang paling besar daripada kelompok
perlakuan 1 dan kontrol.
Jadi, ekstrak kunyit berpengaruh terhadap perubahan gejala pada sampel secara
signifikan menghasilkan perubahan gejala berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang sebelum dan sesudah perlakuan. Hasil perbedaan yang paling
besar ditunjukkan oleh kelompok 2, yaitu dengan pemberian ekstrak kunyit dan obat-obatan
kimiawi. Oleh karena itu, kombinasi ekstrak kunyit dan obat-obatan kimiawi dapat menjadi
terapi alternatif yang paling efektif untuk Penyakit Alzheimer.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Pada terapi Demensia tipe Alzheimer ringan sampai sedang dapat digunakan
rivastigmin, karena rivastigmin tidak melibatkan fungsi sitokrom P-450 pada proses
metabolismenya, sehingga tidak berinteraksi dengan obat-obat lain yang menggunakan
fungsi sistem sitokrom P-450 dalam proses metabolisme, selain itu, rivastigmin juga tidak
21
meningkatkan serum alanine aminotransferase dan tidak menyebabkan reaksi
hepatotoksik, rivastigmin juga mempunyai kelebihan, yaitu berperan sebagai
butyrylcholineesterase inhibitor.
Sebagai obat alternatif, dapat digunakan kunyit. Kunyit memiliki zat aktif yang
disebut sebagai curcumin, yang akan mendorong kerja enzim hemeoxygenase (HO-1),
yang berperan dalam melawan molekul ”radikal bebas” penyebab kerusakan sel.
Kemungkinan, proses tersebutlah yang dapat mengurangi gejala-gejala yang timbul pada
penyakit Alzheimer.
Berdasarkan hasil statistik, ekstrak kunyit berpengaruh terhadap perubahan gejala
pada sampel secara signifikan menghasilkan perubahan gejala berdasarkan hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang sebelum dan sesudah
perlakuan. Hasil perbedaan yang paling besar ditunjukkan oleh kelompok 2, yaitu
dengan pemberian ekstrak kunyit dan obat-obatan kimiawi. Oleh karena itu, kombinasi
ekstrak kunyit dan obat-obatan kimiawi dapat menjadi terapi alternatif yang paling
efektif untuk Penyakit Alzheimer.
6.2 Saran
1. Sebagai usaha preventif progresivitas penyakit Alzheimer, maka sebaiknya
masyarakat dan klinisi mengenali gejala-gejala yang dapat terjadi, sehingga dapat
diberikan terapi yang sesuai.
2. Konsumsi kunyit yang sering terdapat pada makanan sehari-hari diduga mengurangi
progresivitas penyakit Alzheimer. Disarankan penderita mengkonsumsi kunyit
mengingat mudahnya penggunaan kunyit dan zat aktif yang terdapat di dalam kunyit
ditemukan pada makanan sehari-hari, seperti sup kari. Kunyit juga tidak beracun,
dengan kata lain, kunyit tidak memiliki efek samping.
3. Para peneliti sebaiknya memperhatikan proses-proses yang menyebabkan kerusakan
pada neuron, sehingga obat-obat yang digunakan pada terapi Demensia tipe
Alzheimer dapat lebih terfokus pada faktor penyebab atau etiologi, maupun pada
proses penghambatan atau inhibisi (remming) dari berkembangnya penyakit, selain
itu, perlu juga diupayakan terapi terhadap kelainan neurotransmitter lain yang
menyertai penyakit Alzheimer.
22
DAFTAR PUSTAKA
Sabri, Luknis & Hastono, Sutanto Priyo. 2013. Statistik Kesehatan. Jakarta: Rajawali Pers.
Nugroho, Nurfina A. 1998. Manfaat dan prospek pengembangan kunyit. Ungaran:Trubus
Agriwidya. 86 hal.
Soedibyo, BRA Mooryati. 1998. Alam sumber kesehatan, manfaat dan kegunaan: kunyit.
Cet.1. Jakarta: Balai Pustaka: 230-231.
Fratiglioni L. Clinical diagnosis of alzheimer disease and other dementia in population
survey. Arc.Neurol. 1992(49):927-932
23
McKhan Guy et al. Clinical diagnosis of alzheimer disease. Report of the NINCDSADRDA
Work group neurology, Neurology 1984(34):939-943
24