Isi Makalah KMB Lanjut II

16
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Human Immunodeviciency Virus (HIV) yang telah menginfeksi manusia dengan cara merusak pertahanan tubuh dan daya tahan tubuh penderitanya banyak mendatangkan masalah bagi klien. Salah satu masalah yang dapat muncul pada klien HIV+ antara lain adalah kecemasan. Menurut Sewell, et al. (2000) kecemasan pada klien HIV+ berkisar 1-12%. Manifestasi klinis yang dapat muncul seperti ada perasaan terkekang, khawatir, tidak dapat beristirahat, dll. Kecemasan yang muncul pada klien dengan HIV+ dapat disebabkan oleh banyak faktor. Perubahan fisik, psikososial, ekonomi, lamanya perawatan, cepatnya perjalanan penyakit, adanya stigma masyarakat terhadap HIV AIDS, dan penggunaan terapi ARV jangka panjang serta masih banyak lagi faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan kecemasan yang tinggi pada klien. Tingkat kecemasan yang tinggi pada klien dengan HIV+ tentunya dapat berdampak pada keberhasilan terapi yang dijalankan oleh klien. Ketidakpatuhan klien pada terapi ARV umumnya terjadi pada klien dengan gangguan kecemasan (Tucker et al., 2003; Turner et al., 2003). Kecemasan juga dapat meningkatkan rasa nyeri pada klien dengan HIV+ (Tsao et al., 2004) dan mempercepat perkembangan dari penyakit klien (Laserman et al., 2003). 1

Transcript of Isi Makalah KMB Lanjut II

Page 1: Isi Makalah KMB Lanjut II

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Human Immunodeviciency Virus (HIV) yang telah menginfeksi manusia

dengan cara merusak pertahanan tubuh dan daya tahan tubuh penderitanya banyak

mendatangkan masalah bagi klien. Salah satu masalah yang dapat muncul pada klien

HIV+ antara lain adalah kecemasan. Menurut Sewell, et al. (2000) kecemasan pada

klien HIV+ berkisar 1-12%. Manifestasi klinis yang dapat muncul seperti ada

perasaan terkekang, khawatir, tidak dapat beristirahat, dll.

Kecemasan yang muncul pada klien dengan HIV+ dapat disebabkan oleh

banyak faktor. Perubahan fisik, psikososial, ekonomi, lamanya perawatan, cepatnya

perjalanan penyakit, adanya stigma masyarakat terhadap HIV AIDS, dan penggunaan

terapi ARV jangka panjang serta masih banyak lagi faktor-faktor lain yang dapat

menyebabkan kecemasan yang tinggi pada klien.

Tingkat kecemasan yang tinggi pada klien dengan HIV+ tentunya dapat

berdampak pada keberhasilan terapi yang dijalankan oleh klien. Ketidakpatuhan klien

pada terapi ARV umumnya terjadi pada klien dengan gangguan kecemasan (Tucker et

al., 2003; Turner et al., 2003). Kecemasan juga dapat meningkatkan rasa nyeri pada

klien dengan HIV+ (Tsao et al., 2004) dan mempercepat perkembangan dari penyakit

klien (Laserman et al., 2003).

Peningkatan pengetahuan klien tentang strategi mengatasi kecemasan sangat

berperan besar dalam menentukan keberhasilan terapi. Beberapa penelitian telah

dilakukan oleh para peneliti untuk mengetahui strategi mengatasi kecemasan pada

klien dengan HIV+. Seperti penelitian yang dilakukan oleh F. Patrick Robinson, dkk.

Salah satu cara untuk mengatasi kecemasan yang bersifat non farmakologi adalah

dengan menggunakan terapi komplementer yaitu dengan terapi meditasi. Berdasarkan

hasil dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa tindakan penurun stress dengan

terapi pikiran (meditasi) ternyata dapat meningkatkan imunitas tubuh klien.

Peran perawat, terutama peran dari seorang perawat spesialis Keperawatan

Medikal Bedah (KMB) di klinik sangat penting dalam menentukan keberhasilan

terapi. Tindakan keperawatan seorang perawat spesialis pada tatanan klinis tidak

hanya berfokus untuk mengatasi masalah-masalah fisik, tapi bersifat komprehensif

yaitu mengatasi masalah bio-psiko-sosio-spiritual klien. Oleh karena itu penting bagi

1

Page 2: Isi Makalah KMB Lanjut II

perawat untuk dapat menurunkan tingkat kecemasan klien agar kualitas hidup klien

dapat meningkat.

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Mahasiswa diharapkan mampu menganalisis peran perawat spesialis KMB dalam

menurunkan tingkat kecemasan pada klien dengan HIV+ dengan menggunakan

meditasi sebagai salah satu terapi komplementer.

2. Tujuan Khusus

Mahasiswa diharapkan mampu :

a. Menganalisis terapi meditasi yang dapat digunakan pada klien dengan HIV+

sebagai salah satu terapi komplementer untuk mengatasi kecemasan.

b. Menelaah beberapa hasil penelitian terkait terapi meditasi untuk menurunkan

tingkat kecemasan pada klien dengan HIV+.

c. Menganalisis penggunaan hasil penelitian pada aplikasi klinis di Indonesia.

d. Menganalisis peran perawat spesialis KMB dalam menurunkan tingkat

kecemasan klien HIV+ dengan menggunakan terapi meditasi.

2

Page 3: Isi Makalah KMB Lanjut II

BAB II

TINJAUAN TEORI DAN JURNAL KEPERAWATAN

A. TINJAUAN TEORI

Kecemasan adalah respon alami dan peringatan pada tubuh manusia yang

memerlukan proses adaptasi. Kecemasan dapat menjadi gangguan patologis bila

berlebihan dan tak terkendali. Kecemasan berperan penting terhadap perkembangan

penyakit bagi klien dengan HIV+ yaitu dapat mempercepat terjadinya replikasi virus

dan menekan respon imun klien (Robinson et al,. 2000)

Gejala dan gangguan kecemasan terjadi karena adanya gangguan pada sistem

saraf pusat (SSP). Manifestasi fisik dan emosional muncul akibat aktivasi dari saraf

simpatik. Kelenjar adrenal akan mengeluarkan hormon-hormon seperti epinefrin,

norepinefrin, mineralokortikoid dan glukokortikoid yang menyebabkan terjadinya

takikardia, kontraksi miokardial, peningkatan metabolisme tubuh, retensi air dan

vasokontriksi perifer. Hormon-hormon neuroendokrine yang dikeluarkan oleh SSP

dan jaringan endokrin dapat menghambat atau menstimulasi fungsi leukosit. Stresor

yang kuat yang dialami oleh seseorang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada

aktivitas otonom dan perbedaan yang tajam pada sintesis neurohormon dan

neuropeptida. Respon tersebut dapat mengawali terjadinya perlemahan, peningkatan

atau bahkan berakhirnya respon imun (Watkins, 1997). Hubungan antara system

neuroendokrin, system saraf pusat dan otonom dengan system imun disebut juga

psikoneuroimunologi.

Beberapa penelitian menyatakan gangguan fungsi imun seseorang yang

disebabkan karena stress, dapat dibuktikan dengan menurunnya jumlah leukosit,

gangguan respon imun, dan menurunnya sel natural killer (Andersen et al., 1998;

Constantino, Secula, Rabin, & Stone, 2000; Glaser & Kiecolt-Glaser, 1997; Pike et

al., 1997; Robinson, Matthews, & Witek-Janusek, 2000).

Tindakan non farmakologis yang dapat dilakukan perawat untuk menurunkan

tingkat kecemasan klien adalah dengan menggunakan terapi komplementer. Salah

satu terapi yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan intervensi pikiran-

tubuh (Mind-Body Interventions) yaitu dengan terapi meditasi. Menurut Black and

Hawks (2008) terapi meditasi adalah terapi konsentrasi mental atau refleksi untuk

menciptakan perasaan damai dan santai. Klien diminta untuk membuang pikiran-

3

Page 4: Isi Makalah KMB Lanjut II

pikiran mengenai keduniaan dan hal-hal yang tidak berhubungan dengan tujuan

meningkatkan pikiran pada level yang berbeda.

2 kategori terapi meditasi menurut Black and Hawks (2008), yaitu :

1. Transcendental meditation, penekanan pada konsentrasi pikiran.

2. Vipassana, penekanan pada kesadaran.

Manfaat terapi ini bagi klien dengan HIV+ adalah tumbuhnya perasaan rileks

yang dalam yang dapat menurunkan tekanan darah dan nadi serta menurunkan

hormon-hormon yang dapat meningkatkan kecemasan/stres. Disamping itu

penggunaan terapi ini sangat aman dilakukan oleh klien karena tidak membahayakan,

tidak memasukan zat-zat apapun ke dalam tubuh, tidak ada efek samping dan

tentunya tidak ada kontraindikasi dengan penggunaan terapi ARV yang sedang

dijalankan oleh klien.

B. TINJAUAN JURNAL KEPERAWATAN

Beberapa hasil penelusuran terhadap jurnal keperawatan terkait terapi meditasi

yang dapat digunakan untuk menurunkan tingkat kecemasan pada klien HIV+ antara

lain adalah penelitian yang dilakukan oleh Kemppainen, dkk (2006) dengan judul

“Strategies for Self-Management of HIV-Related Anxiety”. Pada penelitian yang

dilakukan oleh Kemppainen, dkk, terhadap 502 orang responden dengan HIV+ yang

mengalami kecemasan yang diambil dari beberapa negara (Norwegia, Taiwan, dan

Amerika Serikat), didapatkan hasil yaitu : strategi penanganan nyeri yang dirasakan

cukup efektif antara lain dengan berdoa dengan nilai 8,10 (skala 1-10), diikuti dengan

meditasi (7,37), latihan (7,32), penggunaan teknik relaksasi (7,22), memasak (6,98)

dan berjalan (6,90).

Penelitian yang dilakukan oleh F. Patrick Robinson, dkk (2003) dengan

judul “Psycho-Endocrine-Immune Response to Mindfullness-Based Stress Reduction

in Individuals Infected with the Himan Immunodefisiency Virus : A Quasi

Experimental Study” dilakukan pada 46 orang responden. Program meditasi pada

penelitian ini dilakukan secara terprogram dalam waktu 8 minggu dengan rencana

kegitan yang telah terarah setiap minggunya. Adapun kegiatan yang dilakukan oleh

klien seperti penjelasan tentang terapi yang akan dijalankan, struktur program, tujuan

dan harapan, meditasi, olah tubuh, yoga, diskusi dll. Dari penelitian ini diperoleh hasil

bahwa tindakan penurun stress dengan terapi pikiran (meditasi) dapat meningkatkan

imunitas klien yang dapat diketahui dari meningkatnya jumlah dan aktivitas dari sel

4

Page 5: Isi Makalah KMB Lanjut II

natural killer pada kelompok klien HIV+ yang mendapat intervensi dibandingkan

yang tidak mendapat intervensi.

Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Michael P. Collins, dkk (2005)

dengan judul The Effects of Meditation and Visual Imagery on an Immune System

Disorder : Dermatomyositis” yang dilakukan selama 294 hari pada klien dengan

gangguan sistem imun dermatomiositis, didapatkan hasil bahwa terapi meditasi yang

dikombinasi dengan visual imageri dapat mempengaruhi fungsi sistem imun klien,

yaitu dengan meningkatkan jumlah sel T dan sel natural-killer (NK) pada klien HIV+.

Setelah melakukan intervensi meditasi dan visual imageri klien mengalami

penyembuhan secara spontan, tanpa pengobatan. Rasa nyeri dan kemerahan pada kulit

klien yang semula ada menjadi berkurang.

5

Page 6: Isi Makalah KMB Lanjut II

BAB III

PEMBAHASAN

A. APLIKASI KLINIK DI INDONESIA

Perawat berperan untuk memberikan asuhan keperawatan yang bersifat

komprehensif pada klien. Oleh karena itu, perhatian perawat tidak hanya berfokus

pada perubahan-perubahan fisik yang ada pada klien, namun juga berfokus pada

aspek etik dan juga psikososial klien. Mengingat penting dan eratnya hubungan antara

pengaruh aspek psikososial dan aspek fisik, maka intervensi psikososial merupakan

intervensi yang tidak dapat diabaikan oleh perawat, bahkan oleh perawat yang berada

pada tatanan klinis.

Intervensi keperawatan yang bertujuan untuk mengurangi kecemasan

(psikososial) dianggap dapat mempertahankan imunitas dan dapat memperlambat

proses penyakit klien. Intervensi yang dilakukan akan dapat mencapai hal tersebut

dengan cara mengarahkan neuroendokrin ke arah yang lebih kondusif sehingga dapat

meningkatkan respon kekebalan tubuh yang optimal.

Terapi meditasi sebagai salah satu dari sekian banyak terapi komplementer

yang ada, merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan oleh perawat. Dengan

memfokuskan perhatian, pikiran, emosi, sensasi dan persepsi secara rutin maka klien

dapat merasakan ketenangan, kedamaian, Tentunya hal ini dapat menyebabkan

kestabilan pada hormon tubuh sehingga kecemasan dapat berkurang / dihindari.

Pada beberapa nergara di luar negeri, terapi meditasi merupakan terapi

komplementer yang sudah umum digunakan sebagai salah satu cara untuk

menurunkan kecemasan pada klien HIV+. Terapi ini umumnya dilakukan secara

berkelompok dan dapat juga dilakukan secara perorangan dengan dibantu oleh

fasilitator yang memandu pelaksanaan terapi dan dilakukan secara rutin setiap hari.

Berbeda dengan di Indonesia, terapi meditasi merupakan tindakan yang

hampir tidak pernah disentuh oleh perawat, terutama pada tatanan klinis. Terapi untuk

menurunkan kecemasan umumnya adalah dengan dengan menggunakan teknik umum

seperti teknik relaksasi napas dalam, visual imageri yang dilakukan secara tidak

teratur dan kurang mendapatkan evaluasi yang cukup baik dari perawat. Hal ini pada

umumnya disebabkan terlalu banyaknya tindakan yang harus dilakukan oleh perawat

untuk mengatasi masalah-masalah fisik klien dibandingkan untuk mengatasi masalah

psikososial klien.

6

Page 7: Isi Makalah KMB Lanjut II

Berdasarkan telaah teori dan hasil jurnal keperawatan di dunia yang sudah ada,

terapi meditasi dapat dinyatakan sebagai salah satu terapi yang cukup efektif untuk

meningkatkan kekebalan tubuh klien, termasuk pada klien dengan HIV+. Kecemasan

yang tinggi yang dapat menstimulus terjadinya penyakit dapat di hambat dengan

memberikan ketenangan dan kenyamanan pada klien serta keyakinan bahwa klien

dapat sembuh. Dengan adanya rasa tenang dan damai serta keyakinan bahwa setiap

penyakit dapat disembuhkan, maka hal ini dapat menghambat stimulus hormon-

hormon yang dapat meningkatkan kecemasan / stress.

B. ANALISIS SWOT

Kesenjangan yang selama ini terjadi antara teori dengan praktek yang terjadi

di Indonesia terkait dengan pelaksanaan terapi meditasi pada klien dengan HIV+ akan

diuraikan dalam analisis SWOT berikut ini :

1. Strengthen (S)

Terapi ini dapat dilakukan secara umum oleh semua perawat dan klien tanpa

membedakan jenis agama tertentu. Siapapun dapat melakukannya dengan

panduan / arahan dari perawat yang terlatih. Di samping itu tindakan ini mudah

untuk dilakukan, biaya relatif murah, aman dilakukan, dan tidak membahayakan

klien. Tindakan ini pun dapat dilakukan di atas tempat tidur klien.

2. Weakness (W)

Terapi meditasi membutuhkan tempat yang kondusif yaitu tempat yang nyaman,

tenang, tidak berisik untuk meningkatkan konsentrasi klien. Apabila klien

ditempatkan diruang bangsal, mungkin tindakan ini sedikit sulit dilakukan karena

ketenangan mungkin sulit untuk diperoleh. Disamping itu kesulitan lain yang

mungkin akan ditemui dalam pelaksanaan tindakan ini adalah jumlah perawat

yang kurang memadai sehingga kurangnya waktu bertemu dengan klien. Kurang

pengetahuan perawat tentang terapi meditasi dan kurang sadarnya perawat

terhadap intervensi psikososial juga dapat menjadi kendala dalam pelaksanaan

tindakan ini.

3. Opportunity (O)

Yang menjadi peluang tindakan ini dapat dilakukan oleh perawat di rumah sakit

adalah karena tindakan ini sebenarnya tidak membutuhkan waktu yang lama.

Hanya dibutuhkan waktu antara 15-30 menit bagi klien untuk mengkonsentrasikan

pikirannya secara rutin setiap hari.

7

Page 8: Isi Makalah KMB Lanjut II

4. Threaten (T)

Yang dapat menjadi ancaman pelaksanaan tindakan ini di rumah sakit antara lain

adalah stigma perawat terhadap klien HIV+ dan adanya persepsi bahwa masalah

fisik lebih utama untuk diatasi dibandingkan masalah psikososial.

C. PERAN PERAWAT SPESIALIS DI INDONESIA

Peran perawat spesialis dalam aplikasi klinis sesuai dengan kerumitan

intervensi dan kesiapan perawat pada umumnya pada tindakan menurunkan

kecemasan pada klien HIV+ dengan menggunakan terapi meditasi akan coba

diuraikan dalam 5 peran utama perawat spesialis, antara lain :

1. Ahli

Sebagai perawat spesialis KMB maka peran yang dapat dilakukan antara lain

mengkaji masalah klien secara holistik termasuk didalamnya adalah masalah

psikososial klien. Perawat menggali faktor apa saja yang menjadi sumber

kecemasan klien. Perawat kemudian menegakkan diagnosa keperawatan dan

memutuskan apakah klien membutuhkan terapi meditasi untuk mengatasi

permasalahannya. Perawat membuat dan mengembangkan Standar Operasional

Prosedur (SOP) yang efektif dan melakukan intervensi sesuai dengan kebutuhan

klien yang kompleks sesuai bidang keahliannya. Selain itu perawat juga

menjelaskan kepada perawat lain bagaimana intervensi yang akan dilakukan pada

klien dan sekaligus bertanggung jawab pada kualitas perawatan yang diberikan

kepada klien.

Adapun SOP terapi meditasi yang dapat diterapkan pada tatanan klinis adalah

sebagai berikut :

a. Intervensi terapi meditasi dapat dilakukan di tempat tidur klien sendiri dengan

suasana ruangan yang tenang dan nyaman.

b. Perawat memandu klien dalam melakukan intervensi ini.

c. Minta klien untuk konsentrasi, membuang pikiran-pikiran mengenai

keduniaan dan hal-hal yang tidak berhubungan dengan tujuan terapi. Minta

klien untuk menenangkan perasaannya dan merilekskan badannya sambil

mengatur pernapasannya secara teratur.

d. Intervensi dilakukan dalam waktu 15-30 menit secara teratur setiap hari.

e. Evauasi perasaan klien setiap kali intervensi dilakukan.

8

Page 9: Isi Makalah KMB Lanjut II

2. Pendidik

Sebagai seorang pendidik, perawat spesialis dapat memberikan pendidikan

kesehatan (dalam hal ini difokuskan kepada terapi meditasi) tidak hanya kepada

klien, tapi juga kepada keluarga, teman sejawat, dan masyarakat umum.

Pendidikan kesehatan dapat difokuskan kepada apa saja yang dapat mengurangi

kecemasan klien terhadap penyakitnya sehingga diharapkan klien dapat memiliki

pandangan positif terhadap dirinya yang mana hal ini dapat berdampak positif

terhadap proses perjalanan pernyakit klien.

3. Kolaborator

Sebagai seorang kolaborator, perawat spesialis dapat bekerjasama dengan tim

disiplin ilmu lain seperti dokter, ahli gizi, pekerja social, terapi fisik dan ahli jiwa

untuk ketika menghadapi masalah klien yang kompleks dan dilemma.

4. Pemimpin

Sebagai seorang pemimpin, perawat spesialis harus senantiasa melakukan

perubahan yang konstan dan konsisten agar kualitas asuhan keperawatan semakin

baik lagi.

5. Peneliti

Sebagai seorang peneliti, perawat spesialis dapat terus melakukan telaah riset

untuk meningkatan kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien.

Selain itu perawat juga melakukan penelitian akan keefektifan dari terapi meditasi

yang dilakukan kepada klien dengan selalu membuat pertanyaan-pertanyaan

penelitian dan terus mengembangkannya menjadi terapi yang dapat diterima

dengan baik oleh klien dengan hasil yang lebih baik lagi.

9

Page 10: Isi Makalah KMB Lanjut II

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Untuk mengurangi tingkat kecemasan yang terjadi pada klien dengan HIV+

maka terapi meditasi sebagai salah satu dari terapi komplementer dapat dijadikan

sebagai alternatif intervensi yang dilakukan oleh perawat. Terapi meditasi dapat

dilakukan oleh perawat tidak hanya pada tatanan komunitas secara kelompok, tapi

juga dapat dilakukan pada tatanan rumah sakit secara perorangan.

Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa terapi ini dapat dilakukan pada

klien dengan HIV+ disamping terapi lainnya karena memiliki beberapa keuntungan

seperti keamanan terapi, biaya yang rendah dan kemudahan dalam melakukan

tindakan. Disamping itu terapi ini juga dinyatakan efektif untuk mengurangi

kecemasan pada klien dengan HIV+ yang mana penurunan tingkat kecemasan ini

dapat berdampak pada stabilisasi neuroendokrin hormon yang pada akhirnya dapat

berdampak pada penurunan progresifitas penyakit klien. Dengan demikian diharapkan

kualitas hidup klien dengan HIV+ dapat meningkat.

B. SARAN

Terapi meditasi merupakan suatu intervensi yang masih sangat jarang

dilakukan di Indonesia. Oleh karenanya dibutuhkan sosialisasi kepada perawat akan

pentingnya tindakan ini untuk menurunkan kecemasan klien terutama pada klien

dengan HIV+ dan dibutuhkan pelatihan mengenai SOP pelaksanaan intervensi ini.

Walaupun intervensi ini lebih baik dilakukan dalam skala besar, namun sangat tidak

menutup kemungkinan intervensi ini dilakukan secara perorangan pada tatanan klinis

di rumah sakit. Dengan adanya kesadaran bahwa intervensi keperawatan harus

bersifat holistic bio-psiko-sosio-spiritual maka diharapkan masalah-masalah

psikososial yang umumnya dihadapi oleh klien HIV+ dapat berkurang.

10