Isi Kunjungan Rumah
-
Upload
silvia-vamella -
Category
Documents
-
view
53 -
download
1
description
Transcript of Isi Kunjungan Rumah
Bab I
Pendahuluan
Munculnya penyakit yang meresahkan masyarakat sangat erat kaitannya dengan aktivitas
yang dilakukan oleh masyarakat itu sendiri. Untuk mewujudkan keadaan sehat, banyak upaya
yang harus dilaksanakan, diantaranya adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Secara
umum pelayanan kesehatan dibagi 2 yaitu pelayanan kesehatan personal atau pelayanan
kedokteran dan pelayanan kesehatan masyarakat. Pelayanan kedokteran keluarga adalah
termasuk dalam pelayanan kedokteran dimana pelayanan dokter keluarga ini memiliki
karakteristik tertentu dengan sasaran utamanya adalah keluarga. Kesehatan merupakan hasil
interaksi berbagai faktor. Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempunyai peran
mempengaruhi kesehatan serta berkaitan erat dengan host (pejamu) dan agent (penyebab
penularan).1
Dalam Epidemiologi pengertian penyebab timbulnya penyakit adalah suatu proses
interaksi antara: Pejamu (host), Penyebab (agent), dan Lingkungan (environment). Segitiga
epidemiologi (John Gordon) menggambarkan relasi tiga komponen penyebab penyakit seperti
pejamu, agent dan lingkungan.2
Gambar 1. Segi tiga Epidemiologi John Gordon
1
Dalam menjelaskan hubungan antara faktor sosial dan kesehatan, kesehatan dalam hal ini
akan merujuk pada satu pengertian mengenai kesehatan. Menurut Blum “kesehatan manusia
terdiri dari tiga unsur yang saling berinteraksi dan saling terkait secara hirarkis, yaitu apa yang
dinamakannya kesehatan somatik yang ditandai berlangsungnya fungsi fisiologi dan integrasi
anatomi, kesehatan psikis yang mengacu pada berbagai kemampuan seperti kemampuan
mengetahui, mengamati, menyadari, dan menanggapi keadaan sehat somatiknya sendiri; dan
kesehatan sosial yang mengacu pada kesesuaian perilaku individu dengan anggota lain dalam
keluarganya, dengan keluarganya, dan dengan sistem sosial. Blum menggambarkannya sebagai
hubungan antara 4 faktor yaitu keturunan, lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan.2
Gambar 2. Kerangka Blum mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi status kesehatan
Di Indonesia, hipertensi merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan oleh
dokter yang bekerja pada pelayanan kesehatan primer karena angka prevalensinya yang tinggi
dan akibat jangka panjang yang ditimbulkannya. Hal tersebut berkaitan dengan gejala yang
berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit jantung koroner untuk
pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung.3
Jumlah pasien yang terdaftar dalam Internal Medicine Section of the Emergency
Department pada tahun 1996 adalah 14.209 orang. Dimana 1634 orang adalah kasus emergensi-
urgensi, 449 pasien termasuk kriteria krisis hipertensi menurut Joint National Committee dan
memiliki tekanan darah diastolik lebih dari 120 mmHg.3
2
Bab 2
Laporan Kasus Hasil Kunjungan Rumah
Puskesmas : Kecamatan Jatisari
Nomor register :
Tanggal kunjungan : 5 Desember 2011
I. Identitas Pasien :
Nama : Tn. A
Umur : 62 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SD
Alamat : Kp. Sukasari, Desa Situdam, RT 08/04, Karawang
II. Riwayat Biologis Keluarga :
Keadaan kesehatan sekarang : Cukup
Kebersihan perorangan : Cukup
Penyakit yang sering diderita : Pusing, leher kaku,tidak bisa tidur
Penyakit keturunan : Tidak ada
Penyakit kronis/menular : Tidak ada
Kecacatan anggota keluarga : Tidak ada
Pola makan : Sedang
Jumlah anggota keluarga : 5 orang
3
III. Psikologis Keluarga :
Kebiasaan buruk : Tidur larut malam
Pengambilan keputusan : Keluarga
Ketergantungan obat : Tidak ada
Tempat mencari pelayanan
kesehatan : Puskesmas
Pola rekreasi : Kurang
IV. Keadaan Rumah /lingkungan :
Jenis bangunan : Permanen
Lantai rumah : Semen
Luas rumah : 4m x 8m =32 m2
Penerangan : Kurang
Kebersihan : Kurang
Ventilasi : Kurang
Dapur : Ada
Jamban keluarga : Ada
Sumber air minum : air pompa
Sumber pencemaran : Tidak ada
System pembuangan air limbah : Ada
Tempat pembuangan sampah : Ada
Sanitasi lingkungan : Kurang
Pemanfaatan pekarangan : Tidak ada
V. Spiritual Keluarga :
Ketaatan beribadah : Cukup
Keyakinan tentang kesehatan : Kurang
4
VI. Keadaan Sosial Keluarga
Tingkat pendidikan : Kurang
Hubungan antar aggota keluarga : Sedang
Hubungan dengan orang lain : Sedang
Kegiatan organisasi sosial : Kurang
Keadaan ekonomi : Kurang
VII. Kultural Keluarga
Adat yang berpengaruh : Sunda
Lain – lain : Tidak ada
VIII. Daftar anggota keluarga
No Nama Hub
dgn KK
Umur Pendi-
dikan
Pekerjaan Agama Keadaan
kesehatan
Keadaan
gizi
Imunisasi KB Kete-
rangan
1 Tn. A KK 62 th SD Petani Islam Cukup Cukup Lupa - -
2 Ny. E Istri 66 th SD IRT Islam Baik Cukup Lupa + -
3 Tn. A Anak 49 th SMP Petani Islam Baik Cukup Lupa - -
4 An. C Anak 14 th SMP Pelajar Islam Baik Cukup Lengkap - -
5 An. E Anak 11 th SD Pelajar Islam Baik Cukup Lengkap - -
IX. Keluhan Utama :
Pusing sejak 7 hari yang lalu
X. Keluhan Tambahan :
5
1 2
53 4
Leher terasa kaku dan malam susah tidur.
XI. Riwayat Penyakit sekarang :
Pasien mengaku memiliki riwayat darah tinggi sejak dua tahun yang lalu.
Awalnya pasien hanya minum obat warung untuk mengurangi pusingnya tersebut,
namun tidak ada perubahan, kemudian pasien datang berobat ke Puskesmas
Jatisari, dan didiagnosis menderita penyakit darah tinggi. Pasien tidak teratur
minum obat dengan alasan jauh ke puskesmas, namun bila pasien merasa sangat
pusing, pasien baru berobat lagi ke puskesmas. Sejak 7 hari yang lalu pasien
mengaku kepala sering pusing terus menerus, leher terasa kaku, tangan sering
kesemutan, dan pada malam hari susah tidur, akhirnya pasien memutuskan untuk
kembali berobat ke Puskesmas Jatisari. Setelah di periksa, tekanan darah pasien
adalah 150/100 mmHg.
XII. Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat hipertensi sejak 2 tahun yang lalu
XIII. Pemeriksaan fisik :
Status Generalis
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 150/100 mmHg
Pernapasan : 28 x/menit
Nadi : 90 x/menit
Suhu : 36,5ºC
6
Status Gizi
IMT = BB (kg) / TB2 (m2)
= 55 / (1,60)2 = 21,48 kg/m2
IMT normal pria : 18,5 - 24,9 kg/m2
Status gizi = Normal
Keadaan Regional
Kulit Kulit berwarna sawo matang, ikterus (-),
sianosis (-)
Kepala Bentuk normal, tidak teraba benjolan,
rambut berwarna hitam terdistribusi
merata, tidak mudah dicabut.
Mata OD : Bentuk normal, konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterik, palpebra
superior et inferior tidak edema, pupil
bulat dengan diameter kurang lebih 3 mm,
reflek cahaya (+), arkus senilis (+).
OS : Bentuk normal, konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterik, palpebra
superior et inferior tidak edema, pupil
bulat dengan diameter kurang lebih 3 mm,
reflek cahaya (+), arkus senilis (+).
Telinga Bentuk normal, liang telinga lapang, tidak
ada sekret, tidak ada serumen
Hidung Bentuk normal, tidak ada sekret, tidak ada
deviasi septum nasi
Mulut Bentuk normal, perioral tidak sianosis,
7
bibir lembab, lidah tidak kotor, arkus
faring simetris, letak uvula di tengah,
faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1
tenang, mukosa mulut tidak ada kelainan,
tida ada halitosis, tidak memakai prothesa.
Leher Tidak teraba pembesaran kelenjar getah
bening
Thorax
Paru-paru :
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamic, tidak ada retraksi
Palpasi : Tidak teraba massa
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Vesikuler +/+, ronchi -/-, whezzing -/-
Jantung :
Inspeksi : Pulsasi iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : iktus cordis teraba pada ICS IV linea midclvicula sinistra, tidak
kuat angkat
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : tampak cembung, gambaran vena dan usus tidak tampak
Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar & lien tidak teraba
membesar, turgor kulit baik
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+), normal
8
Extremitas
Extremitas superior et inferior tidak ada edema dan tidak ada deformitas
Refleks fisiologis : + / +
Refleks patologis : - / -
XIV. Diagnosis Penyakit :
Hipertensi primer grade I
XV. Diagnosis keluarga :
Tidak ada riwayat hipertensi
XVI. Anjuran penatalaksanaan penyakit :
a. Promotif : Menjelaskan tentang penyakit Hipertensi
b. Preventif : - Diet rendah garam
- Penurunan berat badan
- Olah raga teratur
- Menghindari faktor resiko : rokok, stress.
c. Kuratif :
Terapi medikamentosa :
- Captopril 2 x 25mg tab/hari
- Antalgin 3 x 500mg tab/hari
- CTM 3 x 4mg tab/hari
Terapi nonmedikamentosa :
1. Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh. Harus memperhatikan
kebiasaan makan penderita hipertensi.
2. Menghindari stress. Ciptakan suasana yang menenangkan bagi pasien
penderita hipertensi.
3. Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat. Anjurkan kepada pasien
penderita hipertensi untuk melakukan olahraga seperti senam aerobik atau
9
jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali seminggu. Selain itu
menghentikan kebiasaan merokok dan mengurangi minum minuman
beralkohol sebaiknya juga dilakukan
d. Rehabilitatif : -
XVII. Prognosis :
Penyakit : dubia ad bonam
Keluarga : dubia ad bonam
Masyrakat : dubia ad bonam
XVIII. Resume
Dari hasil pemeriksaan saat kunjungan rumah pada tanggal 5 Desember 2011,
didapatkan bahwa pasien adalah penderita Hipertensi stage I tidak terkontrol. Pasien
kurang memiliki pengetahuan tentang penyakitnya sehingga melakukan pola hidup yang
salah, kurang tidur, kurang olahraga dan berobat tidak teratur. Rumah pasien tergolong
rumah yang tidak sehat dilihat dari kurangnya ventilasi dan udara dalam ruangan yang
panas. Pasien disarankan untuk melakukan pencegahan sekunder untuk mencegah
komplikasi yang dapat timbul dengan minum obat secara teratur, kontrol tekanan
darahnya secara rutin minimal 1 bulan sekali, olahraga secara teratur, memperbaiki pola
makan, dan melakukan hal-hal yang terdapat dalam perilaku hidup sehat. Sedangkan
keluarga pasien sebagai kelompok resiko tinggi, dianjurkan untuk berperilaku hidup sehat
sedini mungkin dan mengontrol tekanan darah secara teratur dan hidup dengan pola
makan yang sehat. Untuk mencapai kesehatan yang menyeluruh hendaknya didukung
pula oleh kondisi rumah yang sehat, oleh karena itu pasien disarankan untuk
memperbaiki ventilasi ruangan.
10
Bab III
Pembahasan
Menurut teori Blum, didapatkan bahwa kesehatan manusia terdiri beberapa unsur yang
saling berinteraksi dan saling terkait secara hirarkis yaitu lingkungan, pelayanan kesehatan,
perilaku dan keturunan.
Dari hasil kunjungan rumah pada penderita hipertensi grade 1, didapat bahwa pasien
memiliki pola hidup yang kurang sehat sehingga memacu meningkatnya tekanan darahnya,
antara lain, memiliki kebiasaan tidur larut malam dan istirahat kurang, tidak mengontrol
makanan yang dikonsumsi, kurangnya olah raga, serta tidak teratur minum obat anti
hipertensinya. Dilihat dari hasil kunjungan rumah pasien, didapatkan bahwa tempat tinggal
pasien, termasuk dalam kategori kurang sehat, sebab kurangnya ventilasi dalam rumah,
kurangnya pencahayaan di dalam rumah serta kurangnya kebersihan didalam rumah tersebut
(dapat dilihat di lampiran).
Maka terbukti bahwa kesehatan manusia sangat dipengaruhi oleh beberapa unsur menurut
Teori Blum. Oleh karena itu sebagai dokter keluarga yang bekerja di Puskesmas sebaiknya dapat
memberikan penyuluhan perorangan untuk memperbaiki pola hidup pasien.
11
Bab IV
Tinjauan pustaka
Pendahuluan
Di negara industri hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan utama. Di Indonesia,
hipertensi juga merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan oleh dokter yang bekerja
pada pelayanan kesehatan primer karena angka prevalensinya yang tinggi dan akibat jangka
panjang yang ditimbulkannya. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi 2 golongan
yaitu hipertensi primer yang diketahui penyebabnya atau idiopatik dan hipertensi sekunder yaitu
hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain.4
Hipertensi primer meliputi lebih kurang 90% dari seluruh pasien hipertensi dan 10% lainya
disebabkan oleh hipertensi sekunder. Dapat diketahui penyebabnya, dan dari golongan ini hanya
beberapa persen yang dapat diperbaiki kelainannya. Oleh karena itu, upaya penanganan
hipertensi primer lebih mendapatkan prioritas. Banyak pernelitian dilakukan terhadap hipertensi
primer baik mengenai patogenesis maupun tentang pengobatannya.2,3
Definisi
Suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang
mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas).
Penulisan tekanan darah (contoh: 120/80 mmHg) didasarkan pada dua fase dalam setiap denyut
jantung.1
Hipertensi adalah tekanan sistolik >140 mmHg dan tekanan diastolik >90 mmHg secara
kronik. Berdasarkan penyebabnya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :2,3
1. Hipertensi essensial/primer. Jenis hipertensi yang penyebabnya masih belum dapat
diketahui. disebut juga hipertensi idiopatik. Sekitar 90% penderita hipertensi menderita
jenis hipertensi ini. Oleh karena itu, penelitian dan pengobatan lebih banyak ditujukan bagi
penderita hipertensi essensial ini.
2. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Jenis hipertensi yang menjadi penyebabnya dapat
diketahui, sering disebut hipertensi renal karena kelainan ginjal menjadi penyebab tersering.
12
Penyebab hipertensi sekunder ini antara lain kelainan pada pembuluh darah ginjal, gangguan
kelenjar tiroid, atau penyekit kelenjar adrenal.Terdapat pada sekitar 5% kasus. Penyebab
spesifiknya diketahui seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular
renal, hiperaldosteronisme primer dan sindrom Cushing, feokromositoma, koarktasio
aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan dan lain-lain.
Tabel I. Klasifikasi tekanan darah untuk dewasa diatas 18 tahun2
Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Sistolik dan Diastolik (mmHg)
Normal <120 dan <80
Prehipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi Stadium I 140-159 atau 90-99
Hipertensi Stadium II >160 atau >100
Sumber JNC VII 2003 JNC 7 (the Seventh US National Committee on Prevention, Detection, Evaluation,
and Treatment of High Blood Pressure)
Batasan
Menurut WHO (1978), batasan tekanan darah yang masih dianggap normal adalah 140/90
mmHg dan tekanan darah sama dengan atau diatas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi.
Tekanan darah di antara normotensi dan hipertensi disebut borderline hypertension. Batasan
tersebut tidak membedakan usia dan jenis kelamin sedangkan batasan hipertensi yang
memperhatikan perbedaan usia dan jenis kelamin diajukan oleh kaplan (1985) sebagai berikut:
pria yang berusia <45 dinyatakan hipertensi jika tekanan darah pada waktu berbaring 130/90
mmHg atau lebih, sedangkan yang berusia >45 dinyatakan hipertensi jika tekanan darahnya
145/95 mmHg atau lebih. Wanita yang mempunyai tekanan darah 160/95 mmHg atau lebih
dinyatakan hipertensi.3
The Sixth Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure (1997) mendefinisikan hipertensi sebagai tekanan darah
sistolik 140 mmHg atau lebih atau tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih atau sedang
dalam pengobatan antihipertensi.3
Patogenesis
13
Sampai sekarang pengetahuan tentang patogenesis hipertensi primer terus berkembang
karena belum didapat jawaban yang memuaskan yang dapat menerangkan terjadinya
peningkatan tekanan darah. Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tahan perifer.
Berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tahanan perifer akan mempengaruhi
tekanan darah. 3,4
Gambar 3. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Tingginya Tekanan Darah
Selain curah jantung dan tahanan perifer, sebenarnya tekanan darah dipengaruhi juga oleh
tekanan atrium kanan. Oleh karena tekanan atrium kanan mendekati nol, nilai tersebut tidak
mempunyai banyak pengaruh.3
Didalam tubuh terdapat sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara
akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang berusaha untuk mempertahankan kestabilan
tekanan darah dalam jangka panjang. Berdasarkan kecepatan reaksinya, sistem kontrol tersebut
dibedakan dalam sistem yang bereaksi segera, yang bereaksi kurang cepat, dan yang bereaksi
dalam jangka panjang. Refleks kardiovasular melalui sitem saraf termasuk sistem kontrol yang
bereaksi segera. Sebagai contoh adalah baroreseptor yang terletak pada sinus karotis dan arkus
aorta berfungsi mendeteksi perubahan tekanan darah. Contoh lain sistem kontrol saraf terhadap
14
tekanan darah yang bereaksi segera adalah refleks kemoreseptor, respon iskemia susunan saraf
pusat, dan refleks yang berasal dari atrium, arteri pulmonalis, dan otot polos.4
Perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga interstisial yang dikontrol oleh
hormon angiotensin dan vasopresin termasuk sitem kontrol yang bereaksi kurang cepat.
Kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang dipertahankan oleh sistem yang mengatur
jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ terutama ginjal.4
Jadi terlihat bahwa sistem pengendalian tekanan darah sangat kompleks. Pengendalian
dimulai oleh sistem yang bereaksi cepat diikuti oleh sistem yang bereaksi kurang cepat dan
dilanjutkan oleh sistem yang poten dan berlangsung dalam jangka panjang.5
Berbagai faktor seperti faktor genetik yang menimbulkan perubahan pada ginjal dan
membran sel, aktifitas saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin yang mempengaruhi keadaan
hemodinamik, asupan natrium dan metabolisme natrium dalam ginjal, serta obesitas dan faktor
endotel mempunyai peran dalam peningkatan tekanan darah pada hipertensi primer.4
Peran faktor genetik terhadap hipertensi primer dibuktikan dengan berbagai fakta yang
dijumpai. Adanya bukti bahwa kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai pada pasien kembar
monozigot daripada heterozigot, jika salah satu diantaranya mendertia hipertensi, menyokong
pendapat bahwa faktor genetik mempunyaio pengaruh terhadap timbulnya hipertensi. Percobaan
binatang memberikan banyak bukti tambahan tentang peran faktor genetik ini. Tikus golongan
japanese spontaneously hypertensive rat (SHR), New Zealand genetically hypertensive (GH),
Dahl salt sensitive (S) dan salt resistant (R) dan Milan hypertensive rat strain (MHS)
menunjukan bukti tersebut. Dua turunan tikus yang disebutkan pertama mempunyai faktor
neurogenik yang secara genetik diturunkan sebagai faktor penting pada timbulnya hipertensi,
sedangkan dua turunan yang lain menunjukan faktor kepekaan terhadap garam yang juga
diturunakan secara genetik sebagai faktor utama timbulnya hipertensi.6,7
Pada tahap awal hipertensi primer curah jantung meninggi sedangkan tahanan perifer
normal. Keadaan ini disebabkan peningkatan aktivitas simpatik. Pada tahap selanjutnya curah
jantung kembali normal sedangkan tahanan perifer meningkat yang disebabkan oleh refleks
aoturegulasi. Yang dimaksud dengan refleks autoregulasi ialah mekanisme tubuh untuk
mempertahankan keadaan hemodinamik yang normal. Oleh karena curah jantung yang
15
meningkat terjadi konstriksi sfingter prekapiler yang mengakibatkan penurunan curah jantung
dan peninggian tahanan perifer.6,7
Menurut Lund-Johansen (1989), pada stadium awal sebagian besar pasien hipertensi
menunjukan curah jantung yang meningkat dan kemudian diikuti dengan kenaikan tahanan
perifer yang mengakibatkan kenaikan tekanan darah yang menetap. Guyton (1989) berpendapat
bahwa hipertensi terjadi perubahan autoregulasi dan sebagai penyebab awal perubahan ini adalah
retensi garam oleh ginjal. Mengenai perubahan di ginjal ini, Brenner dan kawan-kawan (1988)
menyatakan bahwa penurunan permukaan filtrasi pada ginjal dapat terjadi secara kongenital atau
didapat.4,5,6
Peningkatan tahanan perifer pada hipertensi primer terjadi secara bertahap dalam waktu
yang lama sedangkan proses autoregulasi terjadi dalam waktu singkat. Oleh karena itu, diduga
terdapat faktor lain selain faktor hemodinamik yang berperan pada hipertensi primer. Secara
pasti belum diketahui faktor hormonal atau perubahan anatomi yang terjadi pada pembuluh darah
yang berpengaruh pada proses tersebut. Kelainan hemodinamik tersebut diikuti pula kelainan
struktural pada pembuluh darah dan jantung. Pada pembuluh darah terjadi hipertrofi dinding
sedangkan pada jantung terjadi penebalan dinding ventrikel.7
Folkow (1987) menunjukan bahwa stress dengan peninggian aktivitas saraf simpatis
menyebabkan kontriksi fungsional dan hipertrofi struktural. Berkaitan dengan hal ini Swales
(1990) mengemukakan bahwa perubahan fungsi membran sel juga dapat menyebabkan
konstriksi fungsional dan hipertrofi struktural. Sedangkan Lever (1986) menyatakan bahwa
mekanisme trofik dapat menyebabkan hipertrofi vaskular secara langsung. Faktor lain yng
diduga ikut berperan adalah endotelin yang bersifat vasokonstriktor.7
Berbagai promotor pressor-growth bersama dengan kelainan fungsi membran sel yang
mengakibatkan hipertrofi vaskular akan menyebabkan peninggian tahanan perifer dan
peningkatan tekanan darah.6
16
Gambar 4. Mekanisme berbagai Vascular Growth Promotors dalam Menimbulkan hipertensi
Mengenai kelainan fungsi membran sel, pada binatang percobaan dan pasien hipertensi,
Garay (1990) telah membuktikan adanya defek transpor Na+ dan atau Ca++ lewat membran sel.
Defek tersebut dapat disebabkan oleh faktor genetik atau oleh peninggian hormon natriuretik
akibat peninggian volume intravaskular. De Wardener dan Clarkson (1985) menyatakan bahwa
hormon natriuretik ini adalah penghambat pompa natrium yang bersifat vasokonstriktor.4
Mengenai perubahan yang terjadi intraselular, Blaustein (1988) berpendapat bahwa kenaikan
kadar natrium intraselular yang disebabkan oleh penghambatan pompa natrium akan
meninggikan kadar kalsium intrasel. Berbagai faktor tersebut diatas, baik akibat perubahan
17
dinding pembuluh darah maupun konstriksi fungsional akibat peninggian kadar kalsium intrasel
akan menyebabkan peninggian tahanan perifer dan peningkatan tekanan darah yang menetap.6
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis hipertensi. Hipertensi
hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang minimal. Asupan
garam kurang dari tiga gram tiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah sedangkan
jika asupan garam antara 5-15 gram per hari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20%.
Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume
plasma, curah jantung, dan tekanan darah. Peningkatan asupan garam ini akan diikuti oleh
peninggian ekskresi garam sehingga tercapai kembali keadaan hemodinamik yang normal. Pada
pasien hipertensi primer, mekanisme (peningkatan ekskresi garam tersebut terganggu, selain
adanya faktor lain yang ikut berperan.8
Sistem renin, angiotensin, dan aldosteron berperan pada timbulnya hipertensi. Produksi
renin dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain stimulasi saraf simpatis. Renin berperan pada
proses konversi angiotensin I menjadi angiotensin II yang mempunyai efek vasokonstriksi.
Angiotensin II menyebabkan sekresi aldosteron yang mengakibatkan retensi natrium dan air.
Keadaan tersebut berperan pada timbulnya hipertensi. Peran sistem renin, angiotensin dan
aldosteron pada timbulnya hipertensi primer masih merupakan bahan perdebatan. Hal ini
disebabkan oleh fakta yang menunjukan bahwa 20-30% pasien hipertensi primer mempunyai
kadar renin rendah, 50-60% kadar renin normal, sedangkan kadar renin tinggi hanya 15%.8
Faktor risiko dan gejala klinis
Faktor risiko terjadinya hipertensi, adalah antara lain : 6,7,8
1. Obesitas (Kegemukan)
Merupakan ciri khas penderita hipertensi. Walaupun belum diketahui secara pasti hubungan
antara hipertensi dan obesitas, namun terbukti bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi
volume darah penderita obesitasobesitas dengan hipertensi lebih tinggi daripada penderita
hipertensi dengan berat badan normal.
2. Stress
18
Diduga melalui aktivasi saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas).
Peningkatan aktivitas saraf simpatis mengakibatkan meningkatnya tekanan darah secara
intermitten (tidak menentu).
3. Faktor Keturunan (Genetik)
Apabila riwayat hipertensi didapat pada keuda orang tua, maka dugaan hipertensi essensial
akan sangat besar. Demikian pula dengan kembar monozigot (satu sel telur) apabila salah
satunya adalah penderita hipertensi.
4. Jenis Kelamin (Gender)
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi daripada wanita. Hipertensi
berdasarkan gender ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor psikologis. Pada wanita seringkali
dipicu oleh perilaku tidak sehat (merokok, kelebihan berat badan), depresi dan rendahnya
status pekerjaan. Sedangkan pada pria lebih berhubungan dengan pekerjaan, seperti perasaan
kurang nyaman terhadap pekerjaan dan pengangguran.
5. Usia
Dengan semakin bertambahnya usia, kemungkinan seseorang menderita hipertensi juiga
semakin besar.
6. Asupan garam
Melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah yang akan diikuti oleh
peningkatan eksresi kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik (sistem
pendarahan) yang normal. Pada hipertensi essensial mekanisme inilah yang terganggu
7. Gaya hidup yang kurang sehat
Walaupun tidak terlalu jelas hubungannya dengan hipertensi namun kebiasaan merokok,
minum minuman beralkohol dan kurang olahraga dapat pula mempenegaruhi peningkatan
tekanan darah.
Adapun gejala klinis yang dialami oleh para penderita hipertensi biasanya berupa: pusing,
mudah marah, telinga berdengung, sukar tidur, sesak nafas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah,
mata berkunang-kunang, mimisan (jarang dilaporkan). 8
Peninggian tekanan darah tidak jarang merupakan satu-satunya tanda pada hipertensi
primer.bergantung pada tingginya tekanan darah yang timbul dapat berbeda-beda. Kadang-
19
kadang hipertensi primer berjalan tanpa gejala, dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi
pada organ target seperti pada ginjal, mata, otak, dan jantung.8
Gejala seperti sakit kepala, epistaksis, pusing, dan migrain dapat ditemukan sebagai gejala
klinis hipertensi primer meskipun tidak jarang yang tanpa gejala.8
Panel Evaluasi Awal Hipertensi
Bermanfaat untuk mencari kemungkinan penyebab hipertensi, menilai adanya risiko
kerusakan organ target dan menentukan adanya faktor-faktor lain yang mempertinggi risiko PJK
dan Stroke.9
Pemeriksaan panel ini dilakukan setelah didiagnosis hipertensi dan sebelum memulai pengobatan.9
Hematologi Rutin
Urine rutin
Glukosa Puasa
Glukosa 2 Jam PP
Cholesterol Total
Cholesterol HDL
Cholesterol LDL Direk
Trigliserida
Apo B
Status Antioksidan Total
hs-CRP
Urea-N
Kreatinin
Asam urat
Mikroalbumin
Kalium
Natrium
Panel Pengelolaan HipertensiBermanfaat untuk memantau keberhasilan terapi dan memperkirakan prognosis penyakit.9
Urine rutin
Glukosa Puasa
Cholesterol Total
Cholesterol HDL
Cholesterol LDL Direk
Trigliserida
Apo B
Urea-N
Kreatinin
Asam urat
Mikroalbumin
Kalium
Natrium
Panel Fungsi Ginjal
Bermanfaat untuk menilai fungsi ginjal secara umum.9
20
Urine rutin
Kreatinin
Urea-N
Cystatin C
Mikroalbumin
Diagnosis
Seperti lazimnya pada penyakit lain, diagnosa hipertensi esensial ditegakkan berdasarkan
data anamnesis, pemeriksaan jasmani, pemeriksaan laboratorium maupun pemeriksaan
penunjang. Pada saat pasien berkonsultasi perlu ditanyakan riwayat hipertensi orang tuanya,
mengingat 70-80% kasus hipertensi esensial diturunkan dari kedua orang tuanya. Perlu juga
ditanyakan tentang pengobatan yang sedang dijalaninya pada saat itu. Ada beberapa obat-obatan
dapat menimbulkan hipertensi seperti golongan obat kortikosteroid. Pada wanita, keterangan
mengenai hipertensi pada kehamilan, riwayat eklamsia (keracunan kehamilan), riwayat
persalinan dan penggunaan pil kontrasepsi diperlukan pada saat konsultasi. Selain itu, data
mengenai penyakit yand diderita seperti diabetes melitus (kencing manis), penyakit ginjal, serta
faktor resiko terjadinya hipertensi seperti rokok, alkohol, stress, data berat badan juga perlu
ditanyakan. Peninggian tekanan darah seringkali merupakan satu-satunya tanda klinis hipertensi
esensial, sehingga diperlukan pengukuran tekanan darah secara akurat. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi tingginya tekanan darah adalah : faktor pasien, faktor alat dan tempat
pengukuran. Agar didapat pengukuran yang akurat, sebaiknya pengukuran dilakukan setelah
pasien beristirahat dengan cukup, minimal setelah 5 menit berbaring dan dilakukan pada posisi
berbaring, duduk dan berdiri sebanyak 3-4 kali pemeriksaan, dengan interval antara 5-10 menit.
Tempat pemeriksaan dapat pula mempengaruhi hasil pengukuran. Pengukuran di tempat praktek,
biasanya mendapatkan hasil yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pengukuran di rumah.
Hasil pengukuran lebih tinggi di tempat praktek disebut office hypertension. Mengingat hal
tersebut di atas, untuk keperluan follow up pengobatan sebaiknya dipakai pegangan hasil
pengukuran tekanan darah di rumah. Pengukuran yang pertama kali belum dapat memastikan
adanya hipertensi, akan tetapi dapat merupakan petunjuk untuk dilakukan observasi lebih
lanjut.8,9
21
Evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga tujuan: 8
1. Mengidentifikasi penyebab hipertensi
2. Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskular, beratnya
penyakit, serta respons terhadap pengobatan
3. Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskular yang lain atau penyakit
penyerta, yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan panduan pengobatan
Data yang diperlukan untuk evaluasi tersebut diperoleh dengan cara anamnesis, pemeriksaan
fisis, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang.8
Pada 70-80% kasus hipertensi primer didapatkan riwayat hipertensi dalam keluarga
meskipun hal ini belum dapat memastikan diagnosis. Jika didapatkan riwayat hipertensi pada
kedua orang tua dugaan terhadap hipertensi primer makin kuat. Sebagian besar hipertensi primer
terjadi pada usia 25-45 tahun dan hanya pada 20% terjadi pada dibawah usia 20 tahun dan diatas
50 tahun.9
Jika sudah diketahui mengidap hipertensi sebelumnya diperlukan informasi mengenai
pengobatan yang telah diperoleh yaitu tentang efektifitas dan efek samping obat. Hal ini
diperlukan untuk menentukan jenis dan dosis obat yang akan digunakan. Keterangan mengenai
obat yang sedang diminum pasien yang mungkin menimbulkan hipertensi seperti golongan
kortikosteroid, golongan penghambat monoamin oksidase (monoamine oxidase inhibitors), dan
golongan simpatonimetik sangat diperlukan. Kebiasaan makan makanan yang banyak
mengandung garam perlu ditanyakan untuk mendapatkan gambaran tentang jumlah asupan
garam pada pasien. Pada wanita diperlukan keterangan mengenai riwayat hipertensi pada
kehamilan, riwayat ekslamsia, riwayat persalinan, dan penggunaan pil kontrasepsi.9
Keterangan lain yang diperlukan adalah tentang penyakit lain yang diderita seperti diabetes
melitus, penyakit ginjal, serta faktor risiko untuk terjadinya hipertensi seperti rokok, alkohol,
faktor stres, dan data berat badan. Riwayat keluarga mengenai penyakit ginjal polikistik, kanker
tiroid, feokromositoma, batu ginjal, dan hiperparatiroidisme perlu ditanyakan untuk melengkapi
anamnesis.9
Penatalaksanaan
1. Pengobatan Non-farmakologis.
Penatalaksanaan dengan mengubah diet :7,8
22
Tujuan Diet
- Menurunkan tekanan darah (diastole) ≤ 90 mmHg
- Menghilangkan retensi garam atau air dalam jaringan tubuh
- Mencapai dan menjaga BB dengan IMT 18.5 – 25
Syarat Diet
Menerapkan Diet Garam Rendah, yaitu sebagai berikut:
- Cukup energi, protein, mineral dan vitamin
- Komsumsi karbohidrat kompleks
- Bentuk makanan sesuai dengan keadaan penyakit
- Jumlah konsumsi natrium disesuaikan dengan berat tidaknya hipetensi
- Hindari bahan makanan yang tinggi natrium
- Konsumsi bahan makanan yang mengandung tinggi kalium, tinggi serat
Jenis Diet
- Diet Garam Rendah I (200-400 mg Na)
Diberikan pada pasien dengan edema, asites, dan atau hipertensi berat. Tidak
ditambahkan garam dapur dalam pengolahan makanannya. Hindari juga bahan
makanan yang tinggi kadar natriumnya.
- Diet Garam Rendah II (600-800 mg Na)
Diberikan pada pasien dengan edema, asites, dan atau hipertensi tidak terlalu
berat. Boleh menggunakan ½ sdt (2 gr) garam dapur dalam pengolahan makanannya.
Hindari juga bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya.
- Diet Garam Rendah III (1000-1200 mg Na)
Diberikan pada pasien dengan edema, asites, dan atau hipertensi ringan. Boleh
menggunakan 1 sdt (4 gr) garam dapur dalam pengolahan makanannya.
Bahan Makanan yang dianjurkan dan Tidak Dianjurkan
23
Dianjurkan: bahan makanan yang tidak menggunakan garam dapur, soda, atau
baking powder dalam pengolahannya. Bahan makanan segar tanpa diawetkan, daging
dan ikan maksimal 100 gr sehari, dan untuk telur 1 butir sehari.
Dihindari: bahan makanan yang diolah dengan garam dapur, soda, baking
powder, asinan, dan bahan makanan yang diawetkan dengan natrium benzoat, soft
drinks, margarin dan mentega biasa, bumbu yang mengandung garam dapur (kecap,
terasi, tomato ketchup, tauco, dan lain sebagainya)
2. Pengobatan Farmakologi
Pengobatan hipertensi berlandaskan beberapa prinsip :7,8
1. Pengobatan hipertensi sekunder lebih mengutamakan pengobatan kausal
2. Pengobatan hipertensi primer ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan
harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komlikasi
3. Upaya menurunkan tekanan darh dicapai dengan menggunakan obat anti hipertensi
selain dengan perubahan gaya hidup
4. Pengobatan hipertensi primer adalah pengobatan jangka panjang dengan
kemungkinan besar untuk seumur hidup
5. Pengobatan menggunakan algoritma yang dianjurkan The Joint National Committee
on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (1997).
Pada sebagian besar pasien pengobatan dimulai dengan dosis kecil obat anti hipertensi yang
dipilih, dan jika perlu dosisnya secara perlahan-lahan dinaikan, bergantung pada umur,
kebutuhan, dan hasil pengobatan. Obat anti hipertensi yang dipilih sebaiknya yang mempunyai
efek penurunan tekanan darah selama 24 jam dengan dosis sekali sehari, dan setelah 24 jam efek
penurunan tekanan darahnya masih diatas 50% efek maksimal. Obat antihipertensi kerja panjang
yang mempunyai efek penurunan tekanan darah selama 24 jam lebih disukai daripada obat
jangka pendek disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :7,8
1. Kepatuhan lebih baik dengan dosis sekali sehari
2. Harga obat dapat lebih murah
3. Pengendalian tekanan darah perlahan-lahan dan persisten
24
4. Mendapat perlindungan terhadap faktor risiko seperti kematian mendadak, serangan
jantung, dan strok, yang disebabkan oleh peninggian tekanan darah pada saat bangun
setelah tidur malam hari
Gambar 5. Algoritma Pengobatan Hipertensi
Komplikasi
25
Pada umumnya komplikasi terjadi pada hipertensi berat yaitu jika tekanan diastolik ≥ 130
mmHg atau pada kenaikan tekanan darah yang terjadi secara mendadak dan tinggi.7
Pada hipertensi ringan dan sedang komplikasi yang terjadi adalah pada mata, ginjal, jantung,
dan otak. Pada mata berupa pendarahan retina, gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan.
Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi berat disamping
kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi pendarahan yang disebabkan oleh
pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibatkan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi
adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara (transient ischaemic attack).
Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi yang lama dan pada proses akut
seperti pada hipertensi maligna.8,9
Gambar 6. Komplikasi hipertensi ke berbagai organ
Kedaruratan hipertensi
26
HIPERTENSIJantung :
Hipertrofi ventrikel kiri
Gagal jantung kronik
Infark miokard
Penyakit jantung kongestif
Aritmia
Pembuluh Darah :
Arteriosklerosis
Penyakit pembuluh darah perifer
Penyakit jantung koroner
Insufisiensi ginjal
Ginjal
OTAK
Stroke
TIAMATA
Retinopati
Keadaan darurat hipertensi jarang terjadi pada pasien yang sebelumnya normotensi.
Keadaan ini lebih sering terjadi sebagai komplikasi pada pasien hipertensi yang lama tak
terkendali atau hipertensi akselerasi (accelerated hypertension).10
Pada hipertensi ringan dan sedang penurunan tekanan darah dilakukan secara bertahap. Pada
hipertensi maligna dan keaadaan krisis hipertensi pengobatan ditujukan untuk menurunkan
tekanan darah secara cepat dengan hitungan waktu dalam jam bahkan menit. Hal ini sangat
penting karena peningkatan tekanan darah yang cepat akan mempermudah terjadinya
komplikasi.10
Keadaan darurat hipertensi dibedakan menjadi emergensis dan urgensis yang bergantung
pada kebutuhan waktu pengobatan. Apabila pengobatan harus dilakukan dalam 1 jam disebut
emergensi skoma dan urgensis jika pengobatan dapat dilakukan dalam waktu 24 jam. Yang
termasuk hipertensi emergensis antara lain hipertensis ensefalopati, hipertensi dengan
pendarahan intrakranial, gagal jantung kiri akut, aneurisma aorta yang pecah, dan pada toksemia.
Hipertensi maligna tanpa komplikasi, hipertensi perioperatif, dan hipertensi pada pasien yang
memerlukan operasi segera termasuk keadaan hipertensi urgensi. Perbedaan antara keduanya
kadang-kadang tidak jelas sehingga pengelolaan secara profesional sangat diperlukan.10
27
Bab V
Kesimpulan dan Saran
3.1 Kesimpulan
Dari hasil pemeriksaan saat kunjungan rumah pada tanggal 5 Desember 2011, didapatkan
bahwa pasien adalah penderita Hipertensi stage I tidak terkontrol. Pasien kurang memiliki
pengetahuan tentang penyakitnya sehingga melakukan pola hidup yang salah, kurang tidur,
kurang olahraga dan berobat tidak teratur. Rumah pasien tergolong rumah yang tidak sehat
dilihat dari kurangnya ventilasi dan udara dalam ruangan yang panas. Pasien disarankan untuk
melakukan pencegahan sekunder untuk mencegah komplikasi yang dapat timbul dengan minum
obat secara teratur, kontrol tekanan darahnya secara rutin minimal 1 bulan sekali dan olahraga
secara teratur, memperbaiki pola makan dan melakukan hal-hal yang terdapat dalam perilaku
hidup sehat. Sedangkan keluarga pasien sebagai kelompok resiko tinggi dianjurkan untuk
berperilaku hidup sehat sedini mungkin dan mengontrol tekanan darah secara teratur dan hidup
dengan pola makan yang sehat. Untuk mencapai kesehatan yang menyeluruh hedaknya didukung
pula oleh kondisi rumah yang sehat, oleh karena itu pasien disarankan untuk memperbaiki
ventilasi ruangan.
3.2 Saran
Pada penderita Hipertensi, untuk melakukan pola hidup yang sehat, agar tekanan darah tetap
stabil yaitu dengan cara mengontrol makanan yang dikonsumsi, istirahat yang cukup dan teratur
minum obat anti hipertensinya dan selalu di kontrol tekanan darahnya dengan datang ke
Puskesmas terdekat. Pada keluarga pasien sebagai kelompok risiko tinggi, untuk berperilaku
hidup sehat dengan cara mengontrol makanan, istirahat cukup dan olah raga teratur. Untuk
mencapai kesehatan yang menyeluruh yaitu dengan memperbaiki kondisi rumah dengan cara
memperbaiki ventilasi ruangan, pencahayaan yang cukup, dan menjaga kebersihan rumah.
28
Daftar pustaka
1. Sunarto, K. Sosiologi Kesehatan. Pusat Penerbitan Universitas Indonesia. Hlm. 2.3-2.5,
2002
2. Kasper DL, Fauci AS, Lonjo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL: Harrison's
Principles Of Internal Medicine, 16 th ed, Mc Graw Hill Med. Publ.Div., 2005.
3. Mansjoer A, Suprohalita, Wardhani WL, Setiowulan W: Kapita Selekta Kedokteran,
Jakarta, Media Aaesculapius FKUI, 2001.
4. WHO Techn. Rep. Ser. 231, Arterial Hypertension & IHD (Preventive Aspects WHO
Chronicle 1962
5. Noer MS: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Ketiga, Jilid kesatu, Balai Penerbit
FKUI, 2003.
6. Wawolumaya.C.Survei Epidemiologi Sederhana, Seri No.1, 2001. Cermin Dunia
Kedokteran No. 150, 2006 35
7. Boedhi-Darmojo, R. Community Prevalence of hypertension in Indonesia 8th World
Congress of Cardiology, Tokyo, 1978
8. Kartari, dkk.: Blood Pressure values and Prevalence of Hypertension in certain Ethnic
Groups in Indonesia, Bull. Health Studies, 1976
9. Mustacchi P. The Interface of the work environment and hypertension, Med. Clin. N-Am.,
61.3,531, 1977
10. Boedhi-Darmojo. R, Imam Parsudi dkk. Knowledge and Attitude of doctors on
Hypertension, 3rd ASEAN Congress of Cardiology, Singapore (1980), in MEDIKA II,7,
634-638, 1985
29