Isi-fuadi
-
Upload
muhammad-azmi-rahman -
Category
Documents
-
view
3 -
download
0
Transcript of Isi-fuadi
UNLAM Universitas Lambung Mangkurat
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Saat ini, di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun
2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat
yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar
negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa
Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan
masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu
gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam
lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu
secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara
umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi
yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand.
Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di dunia
internasional masih sangat rendah. Indonesia sulit menghadapi pasar global karena
mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang
rendah). Padahal kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu tenaga
kerjanya. Karena itu disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu
memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak
lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja
karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas
keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
Pada Pelaksanaannya pun Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu
bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari
pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja.
Muhammad FuadyH1C111057
UNLAM Universitas Lambung Mangkurat
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi
pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara
menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya berdampak pada masyarakat
luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas
kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik.
Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara
maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan
prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran
pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak
pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat
pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23
tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja
harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan
pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam
bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat
penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan
dalam bekerja berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu
komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga
kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani korban
dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat
untuk menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.
Indonesia memiliki berbagai sektor industri yang salah satunya yaitu pertambangan.
Pertambangan memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan nasional.
Pertambangan memberikan peran yang sangat signifikan dalam perekonomian
nasional, baik dalam sektor fiscal, moneter, maupun sektor riil. Peran pertambangan
terlihat jelas dimana pertambangan menjadi salah satu sumber penerimaan negara;
berkontribusi dalam pembangaunan daerah, baik dalam bentuk dana bagi hasil
maupun program community development atau coorporate social responsibility;
memberikan nilai surplus dalam neraca perdagangan; meningkatkan investasi;
memberikan efek berantai yang positif terhadap ketenagakerjaan; menjadi salah satu
faktor dominan dalam menentukan Indeks Harga Saham Gabungan; dan menjadi
salah satu sumber energy dan bahan baku domestik.
Salah satu karakteristik industri pertambangan adalah padat modal, padat teknologi
dan memiliki risiko yang besar. Oleh karena itu, dalam rangka menjamin kelancaran
Muhammad FuadyH1C111057
UNLAM Universitas Lambung Mangkurat
operasi, menghindari terjadinya kecelakaan kerja, kejadian berbahaya dan penyakit
akibat kerja maka diperlukan implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
pada kegiatan pertambangan.
Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar bagi
kelangsungan suatu usaha. Kerugian yang diderita tidak hanya berupa kerugian
materi yang cukup besar namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa yang tidak
sedikit jumlahnya. Kehilangan sumber daya manusia ini merupakan kerugian yang
sangat besar karena manusia adalah satu-satunya sumber daya yang tidak dapat
digantikan oleh teknologi apapun.
Upaya pencegahan dan pengendalian bahaya kerja yang dapat menyebabkan
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dilakukan dengan penerapan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat kerja. Secara keilmuan K3, didefinisikan
sebagai ilmu dan penerapan teknologi tentang pencegahan kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja. Dari aspek hukum K3 merupakan kumpulan peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan keselamatan dan
kesehatan kerja.
Melalui peraturan yang jelas dan sanksi yang tegas, perlindungan K3 dapat
ditegakkan, untuk itu diperlukan peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang K3. Bahkan ditingkat internasionalpun telah disepakati adanya konvensi-
konvensi yang mengatur tentang K3 secara universal sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, baik yang dikeluarkan oleh organisasi dunia seperti
ILO, WHO, maupun tingkat regional.
Ditinjau dari aspek ekonomis, dengan menerapkan K3, maka tingkat kecelakaan
menurun, sehingga kompensasi terhadap kecelakaan juga menurun, dan biaya
tenaga kerja dapat berkurang. Sejalan dengan itu, K3 yang efektif dapat
meningkatkan produktivitas kerja sehingga dapat meningkatkan hasil produksi. Hal ini
pada gilirannya kemudian dapat mendorong semua tempat kerja/industri maupun
tempat-tempat umum merasakan perlunya dan memiliki budaya K3 untuk diterapkan
disetiap tempat dan waktu, sehingga K3 menjadi salah satu budaya industrial.
Dengan melaksanakan K3 terwujud perlindungan terhadap tenaga kerja dari risiko
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang dapat terjadi pada waktu melakukan
pekerjaan di tempat kerja. Dengan dilaksanakannya perlindungan K3, diharapkan
akan tercipta tempat kerja yang aman, nyaman, sehat dan tenaga kerja yang
produktif, sehingga akan meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas
perusahaan. Dengan demikian K3 sangat besar peranannya dalam upaya
Muhammad FuadyH1C111057
UNLAM Universitas Lambung Mangkurat
meningkatkan produktivitas perusahaan, terutama dapat mencegah korban manusia.
Oleh karena itu, kami membahas tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja di salah
satu industri yaitu industri pertambangan batubara yang merupakan industri besar
diwilayah Indonesia.
B. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui Kecelakaan kerja pada jalan tambang.
2. Untuk mengetahui peran K3 dalam mencegah kecelakaan pada jalan tambang
Guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.
3. Untuk mengetahui Sistem Manajemen K3 Pertambangan dalam perencanaan
jalan dan lalu lintas tambang.
Muhammad FuadyH1C111057
UNLAM Universitas Lambung Mangkurat
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses
produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia
merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang
mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya
untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga
kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya
menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan
adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam
mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis
kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan
tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai
tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003
tentang ketenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh
mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan
kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat
serta nilai-nilai agama. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka
dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan
kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids
Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi
kemajuan dan perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan
kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam
tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah
kekuasaan hukum Republik Indonesia. Undang-undang tersebut juga mengatur
syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan,
Muhammad FuadyH1C111057
UNLAM Universitas Lambung Mangkurat
pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan,
pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi
yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya
masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil
pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu,
masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di
masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna
membantu pelaksanaan pengawasan K3 agar terjalan dengan baik.
B. Sebab-sebab Kecelakaan
Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan yang salah
atau kondisi yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab kecelakaan merupakan nilai
tersendiri dari teknik keselamatan. Ada pepatah yang mengungkapkan tindakan yang
lalai seperti kegagalan dalam melihat atau berjalan mencapai suatu yang jauh diatas
sebuah tangga. Hal tersebut menunjukkan yang lebih baik selamat untuk
menghilangkan kondisi kelalaian dan memperbaiki kesadaran mengenai keselamatan
setiap karyawan pabrik.
Penyebab dasar kecelakaan kerja:
1. Faktor Personil
A. Kelemahan Pengetahuan dan Skill
B. Kurang Motivasi
C. Problem Fisik
D. Faktor Pekerjaan
i. Standar kerja tidak cukup Memadai
ii. Pemeliharaan tidak memadai
iii. Pemakaian alat tidak benariv. Kontrol pembelian tidak ketat
Penyebab Langsung kecelakaan kerja
1. Tindakan Tidak Aman
A. Mengoperasikan alat bukan wewenangnya
B. Mengoperasikan sarana dengan kecepatan tinggi
C. Posisi kerja yang salah
D. Perbaikan alat pada saat alat beroperasi
E. Kondisi Tidak Aman
i. Tidak cukup pengaman alat
ii. Tidak cukup tanda peringatan bahaya
iii. Kebisingan/debu/gas pada jalan tambang
Muhammad FuadyH1C111057
UNLAM Universitas Lambung Mangkurat
iv. Housekeeping tidak baikPenyebab Kecelakaan Kerja (Heinrich Mathematical Ratio) dibagi atas 3 bagian Berdasarkan Prosentasenya:
1. Tindakan tidak aman oleh pekerja (88%)2. Kondisi tidak aman dalam areal kerja (10%)3. Diluar kemampuan manusia (2%)
C. Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
Kinerja (performance) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan
resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan
lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga
komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang
optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian
dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan
akibat kerja yang pada akhirnya menurunkan produktivitas kerja
Kapasitas Kerja
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum
memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40%
masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35%
kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan
bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat
lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih di isi
oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan,
sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala
terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.
Beban Kerja
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 8
– 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium
menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-
ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan
pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara
lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah, yang
berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban
psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.
Lingkungan Kerja
Muhammad FuadyH1C111057
UNLAM Universitas Lambung Mangkurat
Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan
kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat
Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related
Diseases).
D. Kecelakaan Kerja Tambang
1) Pengertian Batubara
Batubara adalah batuan yang berasal dari tumbuhan yang mati dan tertimbun
endapan lumpur, pasir, dan lempung sselama berjuta-juta tahun lamanya. Adanya
tekanan lapisan tanah bersuhu tinggi serta terjadinya gerak tektonik mengakibatkan
terjadinya kebakaran atau oksidasi yang mengubah zat kayu pada bangkai tumbuh-
tumbuhan menjadi tumbuhan yang mudah terbakar yang bernama batubara.
Batubara merupakan salah satu sumberdaya energi yang banyak terdapat di dunia,
selain minyak bumi dan gas alam. Batubara sudah sejak lama digunakan, terutama
untuk kegiatan produksi pada industri semen dan pembangkit listrik. Batubara
sebagai energi alternatif mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi sehingga dapat
menggantikan peran bahan bakar minyak (BBM) dalam kegiatan produksi untuk
industri tersebut. Apalagi beberapa tahun terakhir ini harga BBM terus mengalami
kenaikan dan hal ini sangat dirasakan dampaknya terutama dalam hal kebutuhanya
sebagai sumber nergi bagi berbagai aktivitas perekonomian dunia.
Batubara adalah sisa tumbuhan dari jaman prasejarah yang berubah bentuk yang
awalnya berakumulasi dirawa dan lahan gambut. Penimbunan lanau dan sedimen
lainnya, bersama dengan pergeseran kerak bumi (dikenal sebagai pergeseran
tektonik) mengubur rawa dan gambut yang seringkali sampai ke kedalaman yang
sangat dalam. Dengan penimbunan tersebut, material tumbuhan tersebut terkena
suhu dan tekanan yang tinggi. Suhu dan tekanan yang tinggi tersebut menyebabkan
tumbuhan tersebut mengalami proses perubahan fisika dan kimiawi dan mengubah
tumbuhan tersebut menjadi gambut dan kemudian batubara.
Pembentukan batubara dimulai sejak Carboniferous Period (Periode Pembentukan
Karbon atau Batu Bara) dikenal sebagai zaman batubara pertama – yang
berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Mutu dari setiap
endapan batubara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu pembentukan,
yang disebut sebagai ‘maturitas organik’. Proses awalnya gambut berubah menjadi
lignite (batubara muda) atau ‘brown coal (batubara coklat)’ – Ini adalah batubara
dengan jenis maturitas organik rendah. Dibandingkan dengan batubara jenis lainnya,
batubara muda agak lembut dan warnanya bervariasi dari hitam pekat sampai
kecoklat-coklatan. Mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama
Muhammad FuadyH1C111057
UNLAM Universitas Lambung Mangkurat
jutaan tahun, batubara muda mengalami perubahan yang secara bertahap
menambah maturitas organiknya dan mengubah batubara muda menjadi batubara
‘sub-bitumen’. Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batubara
menjadi lebih keras dan warnanya lebh hitam dan membentuk ‘bitumen’ atau
‘antrasit’. Dalam kondisi yang tepat, penigkatan maturitas organik yang semakin tinggi
terus berlangsung hingga membentuk antrasit.
2) Pengertian Kerja tambang
Pengertian adalah Setiap tempat pekerjaan yang bertujuan atau berhubungan
langsung dengan pekerjaan penyelidikan umum, eksplorasi, study kelayakan,
konstruksi, operasi produksi, pengolahan/ pemurnian dan pengangkutan bahan galian
golongan a, b, c, termasuk sarana dan fasilitas penunjang yang ada di atas atau di
bawah tanah/air, baik berada dalam satu wilayah atau tempat yang terpisah atau
wilayah proyek.
a) Yang dimaksud kecelakaan tambang yaitu :
(1) Kecelakaan Benar Terjadi
(2) Membuat Cidera Pekerja Tambang atau orang yang diizinkan di
tambang oleh KTT
(3) Akibat Kegiatan Pertambangan
(4) Pada Jam Kerja Tambang
(5) Pada Wilayah Pertambangan
b) Penggolongan Kecelakaan tambang
(1) Cidera Ringan (Kecelakaan Ringan)
Korban tidak mampu melakukan tugas semula lebih dari 1 hari dan kurang dari 3
minggu.
(2)Cidera Berat (Kecelakaan Berat)
Korban tidak mampu melakukan tugas semula lebih dari 3 minggu.
c) Berdasarkan cedera korban, yaitu :
(1)Retak Tengkorak kepala, tulang punggung pinggul, lengan
bawah/atas, paha/kaki
(2)Pendarahan di dalam atau pingsan kurang oksigen
(3)Luka berat, terkoyak
(4)Persendian lepas
E. Tindakan Setelah Kecelakaan Kerja
Manajemen K3
1. Pengorganisasian dan Kebijakan K3
2. Membangun Target dan Sasaran
3. Administrasi, Dokumentasi, Pelaporan
4. SOP
Muhammad FuadyH1C111057
UNLAM Universitas Lambung Mangkurat
Prosedur kerja standar adalah cara melaksanakan pekerjaan yang ditentukan, untuk
memperoleh hasil yang sama secara paling aman, rasional dan efisien, walaupun
dilakukan siapapun, kapanpun, di manapun. Setiap pekerjaan Harus memiliki SOP
agar pekerjaan dapat dilakukan secara benar, efisien dan aman seperti :
1. Rekrut Karyawan & Kontrol Pembelian
2. Inspeksi dan Pengujian K3
3. Komunikasi K3
4. Pembinaan
5. Investigasi Kecelakaan
6. Pengelolaan Kesehatan Kerja
7. Prosedur Gawat Darurat
8. Pelaksanaan Gernas K3
Manajemen K3 memiliki target dan sasaran berupa tercapainya suatu kinerja K3 yang
optimal dan terwujudnya “ZERO ACCIDENT” dalam kegiatan Proses Produksi .
Pedoman Peraturan K3 Tambang
1. Ruang Lingkup K3 Pertambangan : Wilayah KP/KK/PKP2B/SIPD Tahap
Eksplorasi/Eksploitasi/Kontruksi & Produksi/Pengolahan/Pemurnian/Sarana
Penunjang
2. UU No. 11 Tahun 1967
3. UU No. 01 Tahun 1970
4. UU No. 23 Tahun 1992
5. PP No. 19 Tahun 1970
6. Kepmen Naker No. 245/MEN/1990
7. Kepmen Naker No. 463/MEN/1993
8. Kepmen Naker No. 05/MEN/1996
9. Kepmen PE. No.2555 K/26/MPE/1994
10. Kepmen PE No. 555 K/26/MPE/1995
11. Kepmen Kesehatan No. 260/MEN/KES/1998
12. Kepmen ESDM No. 1453 K/29/MEM/2000
F. Sistem manajemen k3 di pertambangan
Manajemen Resiko Pertambangan adalah suatu proses interaksi yang digunakan
oleh perusahaan pertambangan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan
menanggulangi bahaya di tempat kerja guna mengurangi resiko bahaya seperti
kebakaran, ledakan, tertimbun longsoran tanah, gas beracun, suhu yang ekstrem,dll.
Jadi, manajemen resiko merupakan suatu alat yang bila digunakan secara benar
akan menghasilkan lingkungan kerja yang aman,bebas dari ancaman bahaya di
tempat kerja.
Muhammad FuadyH1C111057
UNLAM Universitas Lambung Mangkurat
Adapun Faktor Resiko yang sering dijumpai pada Perusahaan Pertambangan adalah
sebagai berikut :
Ledakan
Ledakan dapat menimbulkan tekanan udara yang sangat tinggi disertai dengan nyala
api. Setelah itu akan diikuti dengan kepulan asap yang berwarna hitam. Ledakan
merambat pada lobang turbulensi udara akan semakin dahsyat dan dapat
menimbulkan kerusakan yang fatal
Longsor
Longsor di pertambangan biasanya berasal dari gempa bumi, ledakan yang terjadi di
dalam tambang,serta kondisi tanah yang rentan mengalami longsor. Hal ini bisa juga
disebabkan oleh tidak adanya pengaturan pembuatan terowongan untuk tambang.
Kebakaran
Bila akumulasi gas-gas yang tertahan dalam terowongan tambang bawah tanah
mengalami suatu getaran hebat, yang diakibatkan oleh berbagai hal, seperti gerakan
roda-roda mesin, tiupan angin dari kompresor dan sejenisnya, sehingga gas itu
terangkat ke udara (beterbangan) dan kemudian membentuk awan gas dalam kondisi
batas ledak (explosive limit) dan ketika itu ada sulutan api, maka akan terjadi ledakan
yang diiringi oleh kebakaran.
Pengelolaan Risiko menempati peran penting dalam organisasi kami karena fungsi ini
mendorong budaya risiko yang disiplin dan menciptakan transparansi dengan
menyediakan dasar manajemen yang baik untuk menetapkan profil risiko yang
sesuai. Manajemen Risiko bersifat instrumental dalam memastikan pendekatan yang
bijaksana dan cerdas terhadap pengambilan risiko yang dengan demikian akan
menyeimbangkan risiko dan hasil serta mengoptimalkan alokasi modal di seluruh
korporat. Selain itu, melalui budaya manajemen risiko proaktif dan penggunaan
sarana kuantitatif dan kualitatif yang modern, kami berupaya meminimalkan potensi
terhadap kemungkinan risiko yang tidak diharapkan dalam operasional.
Pengendalian risiko diperlukan untuk mengamankan pekerja dari bahaya yang ada di
tempat kerja sesuai dengan persyaratan kerja Peran penilaian risiko dalam kegiatan
pengelolaan diterima dengan baik di banyak industri. Pendekatan ini ditandai dengan
empat tahap proses pengelolaan risiko manajemen risiko adalah sebagai berikut :
1. Identifikasi risiko adalah mengidentifikasi bahaya dan situasi yang berpotensi
menimbulkan bahaya atau kerugian (kadang-kadang disebut ‘kejadian yang tidak
diinginkan’).
Muhammad FuadyH1C111057
UNLAM Universitas Lambung Mangkurat
2. Analisis resiko adalah menganalisis besarnya risiko yang mungkin timbul dari
peristiwa yang tidak diinginkan.
3. Pengendalian risiko ialah memutuskan langkah yang tepat untuk mengurangi atau
mengendalikan risiko yang tidak dapat diterima.
4. Menerapkan dan memelihara kontrol tindakan adalah menerapkan kontrol dan
memastikan mereka efektif.
Manajemen resiko pertambangan dimulai dengan melaksanakan identifikasi bahaya
untuk mengetahui faktor dan potensi bahaya yang ada yang hasilnya nanti sebagai
bahan untuk dianalisa, pelaksanaan identifikasi bahaya dimulai dengan membuat
Standart Operational Procedure (SOP). Kemudian sebagai langkah analisa
dilakukanlah observasi dan inspeksi. Setelah dianalisa,tindakan selanjutnya yang
perlu dilakukan adalah evaluasi resiko untuk menilai seberapa besar tingkat resikonya
yang selanjutnya untuk dilakukan kontrol atau pengendalian resiko. Kegiatan
pengendalian resiko ini ditandai dengan menyediakan alat deteksi, penyediaan APD,
pemasangan rambu-rambu dan penunjukan personel yang bertanggung jawab
sebagai pengawas. Setelah dilakukan pengendalian resiko untuk tindakan
pengawasan adalah dengan melakukan monitoring dan peninjauan ulang bahaya
atau resiko.
Secara umum manfaat Manajemen Resiko pada perusahaan pertambangan adalah
sebagai berikut :
1. Menimalkan kerugian yang lebih besar
2. Meningkatkan kepercayaan pelanggan dan pemerintah kepada perusahaan
3. Meningkatkan kepercayaan karyawan kepada perusahaan
Muhammad FuadyH1C111057
UNLAM Universitas Lambung Mangkurat
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kecelakaan kerja tambang adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan atau tidak
dikehendaki yang benar-benar terjadi dan membuat cidera pekerja tambang atau
orang yang diizinkan di tambang oleh KTT sebagai akibat kegiatan pertambangan
pada jam kerja tambang dan pada wilayah pertambangan.
Peran K3 sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun
pengusaha, kesehatan dan keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi
upaya preventif terhadap timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan
kerja dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan K3 diawali dengan cara mengenali hal-hal
yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja,
dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.
Manajemen Resiko Pertambangan adalah suatu proses interaksi yang digunakan
oleh perusahaan pertambangan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan
menanggulangi bahaya di tempat kerja guna mengurangi resiko bahaya seperti
kebakaran, ledakan, tertimbun longsoran tanah, gas beracun, suhu yang ekstrem, dll.
Jadi, manajemen resiko merupakan suatu alat yang bila digunakan secara benar
akan menghasilkan lingkungan kerja yang aman, bebas dari ancaman bahaya di
tempat kerja. Pentingnya kebutuhan pengelolaan K3 dalam bentuk manajemen yang
sistematis dan mendasar agar dapat terintegrasi dengan manajemen perusahaan
yang lain. Integrasi tersebut diawali dengan kebijakan dari perusahaan untuk
mengelola K3 dengan menerapkan suatu Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3).
B. Saran
K3 sangat penting dalam peranannya didunia industri dan sektor manapun. Karena
dengan kita mematuhi dan menjalankan tentang keselamatan dan kesehatan kerja
nantinya ini akan menjadi sesuatu yang sangat berguna bagi individu dan kelompok
yang ada disekeliling lingkungan kita.
Muhammad FuadyH1C111057