IRIDOSIKLITIS

29
BAB I PENDAHULUAN Bola Mata terdiri atas dinding bola mata dan isi bola mata, dimana dinding bola mata terdiri atas sklera dan kornea. Sedangkan isi bola mata terdiri atas lensa, uvea, badan kaca dan retina. Uvea merupakan lapisan dinding kedua dari bola mata setelah sklera dan tenon. Uvea merupakan jaringan lunak, terdiri dari iris,badan siliar dan koroid. 1,2 Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris,korpus siliaris,dan koroid) dengan berbagai penyebabnya. Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi. Peradangan pada uvea dapat hanya mengenai bagian depan jaringan uvea atau iris yang disebut iritis. Bila mengenai badan tengah disebut siklitis. Iritis dengan siklitis disebut iridosiklitis atau disebut juga dengan uveitis anterior dan merupakan bentuk uveitis tersering. Dan bila mengenai lapisan koroid disebut uveitis posterior atau koroiditis. 3 Uveitis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada dewasa muda dan usia pertengahan. Ditandai adanya riwayat sakit, fotofobia, dan penglihatan yang kabur, mata merah 1

Transcript of IRIDOSIKLITIS

BAB I

PENDAHULUAN

Bola Mata terdiri atas dinding bola mata dan isi bola mata, dimana dinding

bola mata terdiri atas sklera dan kornea. Sedangkan isi bola mata terdiri atas lensa,

uvea, badan kaca dan retina. Uvea merupakan lapisan dinding kedua dari bola mata

setelah sklera dan tenon. Uvea merupakan jaringan lunak, terdiri dari iris,badan siliar

dan koroid.1,2

Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris,korpus siliaris,dan koroid) dengan

berbagai penyebabnya. Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang

mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi. Peradangan pada uvea

dapat hanya mengenai bagian depan jaringan uvea atau iris yang disebut iritis. Bila

mengenai badan tengah disebut siklitis. Iritis dengan siklitis disebut iridosiklitis atau

disebut juga dengan uveitis anterior dan merupakan bentuk uveitis tersering. Dan bila

mengenai lapisan koroid disebut uveitis posterior atau koroiditis.3

Uveitis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada dewasa muda dan usia

pertengahan. Ditandai adanya riwayat sakit, fotofobia, dan penglihatan yang kabur,

mata merah tanpa kotoran mata purulen dan pupil kecil atau ireguler. Berdasarkan

reaksi radang, uveitis anterior dibedakan tipe granulomatosa dan non granulomatosa.

Penyebab uveitis anterior dapat bersifat eksogen dan endogen. Penyebab uveitis

anterior meliputi: infeksi, proses autoimun, yang berhubungan dengan penyakit

sistemik, neoplastik dan idiopatik.3

Pola penyebab uveitis anterior terus berkembang sesuai dengan

perkembangan teknik pemeriksaan laboratorium sebagai sarana penunjang

diagnostik. Lebih dari 75% uveitis endogen tidak diketahui penyebabnya, namun

37% kasus di antaranya ternyata merupakan reaksi imunologik yang berkaitan

dengan penyakit sistemik. Penyakit sistemik yang berhubungan dengan uveitis

1

anterior meliputi: spondilitis ankilosa, sindroma Reiter, artritis psoriatika, penyakit

Crohn, kolitis ulserativa, dan penyakit Whipple.4

Insidensi uveitis sekitar 15 per 100.000 orang.Sekitar 75% merupakan uveitis

anterior. Sekitar 50% pasien dengan uveitis menderita penyakit sistemik terkait. Di

Amerika Serikat, uveitis merupakan penyebab kebutaan nomor tiga setelah

Retinopati Diabetik dan Degenerasi Macular. Umur penderita biasanya bervariasi

antara usia prepubertal sampai 50 tahun.4

Variasi gejala sering dijumpai, hal ini berhubungan dengan faktor

penyebabnya dan dimana kelainan itu terjadi,biasanya pasien datang mengeluh nyeri

ocular, fotofobia, penglihatan kabur, dan mata merah. Pada pemeriksaan didapatkan

tajam penglihatan menurun, terdapat injeksi siliar, flare, hipopion, sinekia posterior,

tekanan intra okuler bisa meningkat hingga sampai edema macular.3

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI UVEA

Uvea terdiri dari iris, korpus siliare dan khoroid. Bagian ini adalah lapisan

vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera. Bagian ini ikut

memasukkan darah ke retina.2

2.1.1 Iris

Iris adalah perpanjangan korpus siliare ke anterior. Iris berupa suatu

permukaan pipih dengan apertura bulat yang terletak di tengah pupil. Iris terletak

bersambungan dengan permukaan anterior lensa, yang memisahkan kamera anterior

dari kamera posterior, yang masing-masing berisi aqueus humor. Di dalam stroma

iris terdapat sfingter dan otot-otot dilator. Kedua lapisan berpigmen pekat pada

permukaan posterior iris merupakan perluasan neuroretina dan lapisan epitel pigmen

retina ke arah anterior.2

Gambar 2.1 Anatomi Mata

3

Pasok darah ke iris adalah dari sirkulus major iris. Kapiler-kapiler iris

mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang sehingga normalnya tidak

membocorkan fluoresein yang disuntikkan secara intravena. Persarafan iris adalah

melalui serat-serat di dalam nervus siliares.2

Iris mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. Ukuran

pupil pada prinsipnya ditentukan oleh keseimbangan antara konstriksi akibat aktivitas

parasimpatis yang dihantarkan melalui nervus kranialis III dan dilatasi yang

ditimbulkan oleh aktivitas simpatik.2

Gambar 2.2 Vaskularisasi Iris

2.1.2 Korpus Siliaris

Korpus siliaris yang secara kasar berbentuk segitiga pada potongan

melintang, membentang ke depan dari ujung anterior khoroid ke pangkal iris (sekitar

6 mm). Korpus siliaris terdiri dari suatu zona anterior yang berombakombak,pars

plikata dan zona posterior yang datar, pars plana. Prosesus siliaris berasal dari pars

plikata. Prosesus siliaris ini terutama terbentuk dari kapiler-kapiler dan vena yang

bermuara ke vena-vena vortex. Kapiler-kapilernya besar dan berlobang-lobang

sehingga membocorkan floresein yang disuntikkan secara intravena. Ada 2 lapisan

4

epitel siliaris, satu lapisan tanpa pigmen di sebelah dalam, yang merupakan perluasan

neuroretina ke anterior, dan lapisan berpigmen di sebelah luar, yang merupakan

perluasan dari lapisan epitel pigmen retina. Prosesus siliaris dan epitel siliaris

pembungkusnya berfungsi sebagai pembentuk aqueus humor.2

Gambar 2.3 Histologi uvea

2.1.3 Khoroid

Khoroid adalah segmen posterior uvea, di antara retina dan sklera. Khoroid

tersusun dari tiga lapisan pembuluh darah khoroid; besar, sedang dan kecil. Semakin

dalam pembuluh terletak di dalam khoroid, semakin lebar lumennya. Bagian dalam

pembuluh darah khoroid dikenal sebagai khoriokapilaris. Darah dari pembuluh darah

khoroid dialirkan melalui empat vena vortex, satu di masing-masing kuadran

posterior. Khoroid di sebelah dalam dibatasi oleh membran Bruch dan di sebelah luar

oleh sklera. Ruang suprakoroid terletak di antara khoroid dan sklera. Khoroid

melekat erat ke posterior ke tepi-tepi nervus optikus. Ke anterior, khoroid

bersambung dengan korpus siliare. Agregat pembuluh darah khoroid memperdarahi

bagian luar retina yang mendasarinya.2

5

2.2 DEFINISI

Iridosiklitis merupakan peradangan iris dan badan siliar yang dapat berjalan

akut ataupun kronis, biasanya tampak mata merah yang unilateral dan nyeri.3,4

Iridosiklitidis harus dibedakan dengan penyakit yang menyebabkan mata

merah lainnya, seperti glaucoma akut suduttertutup, trauma akibat benda asing,

keratitis dan ulkus kornea.3,4

Gambar 2.4 Iridosiklitis akut

2.3 ETIOLOGI

Secara umum uveitis disebabkan oleh reaksi imunitas. Uveitis sering

dihubungkan dengan infeksi seperti herpes, toksoplasmosis dan sifilis. Reaksi

imunitas terhadap benda asing tau antigen pada mata juga dapat menyebabkan cedera

pada pembuluh darah dan sel-sel pada traktus uvealis. Uveitis juga sering dikaitkan

dengan penyakit atau kelainan autoimun, seperti lupus eritematosus sistemik dan

artritis reumatoid. Pada kelainan autoimun, uveitis mungkin disebabkan oleh reaksi

hipersensitifitas terhadap deposisi kompleks imun dalam traktus uvealis.1,3

2.4 EPIDEMIOLOGI

Di Indonesia belum ada data akurat mengenai jumlah kasus uveitis. Di

Amerika Serikat ditemukan angka kejadian uveitis anterior adalah 8-12 orang dari

6

100.000 penduduk per tahun. Insidennya meningkat pada usia 20-50 tahun dan

paling banyak pada usia sekitar 30-an.4

Menurut American Optometric Association (AOA), berdasarkan etiologinya

ada beberapa faktor resiko yang menyertai kejadian uveitis anterior antara lain,

penderita toxoplasmosis dan yang berhubungan dengan hewan perantara toxoplasma.

Beberapa penyakit menular seksual juga meningkatkan angka kejadian uveitis

anterior seperti sifilis, HIV, dan sindroma Reiter.3

2.5 KLASIFIKASI

Berdasarkan spesifitas penyebabnya uveitis anterior (iridosiklitis) dapat

dibagi atas uveitis infeksius, uveitis noninfeksius, dan uveitis tanpa penyebab yang

jelas. Uveitis infeksius dapat disebabkan oleh agen non spesifik (endotoksin dan

mediator peradangan lainya), agen spesifik pada mata (oftalmika simpatika, uveitis

imbas lensa), dan penyakit sistemik seperti Behcet, sarcoidosis, sindroma Reiter,

dll.1,3

Berdasarkan asalnya uveitis anterior dibedakan menjadi, uveitis eksogen dan

uveitis endogen. Uveitis eksogen pada umumnya dikarenakan oleh trauma, operasi

intra okuler, ataupun iatrogenic. Sedangkan uveitis endogen dapat disebabkan oleh

fokal infeksi di organ lain maupun reaksi autoimun.5

Secara klinis (menurut cara timbul dan lamanya perjalanan penyakitnya)

uveitis anterior dibedakan menjadi uveitis anterior akut dan uveitis anterior kronik.

Uveitis anterior akut biasanya timbul mendadak dan perjalanan penyakitnya kurang

dari 5 minggu. Sedangkan yang kronik mulainya berangsur-angsur, dan perjalanann

penyakitnya ddapat berbulan-bulan maupun tahunan.1,3,5

Klasifikasi uveitis anterior berdasarkan patologi anatominya terdiri dari tipe

granulomatosa dan nongranulomatosa. Tipe granulomatosa infiltratnya terdiri dari sel

epiteloid dan makrofag. Sedangkan tipe non granulomatosa infiltratnya terdiri dari

sel-sel plasma dan limfosit.1,3,5

7

2.6 PATOFISIOLOGI

Peradangan trakturs uvealis banyak penyebabnya dan dapat mengenai satu

atau ketiga bagian secara bersamaan. Bentuk uveitis paling sering terjadi adalah

uveitis anterior akut (iritis), umumnya unilateral dan ditandai dengan riwayat sakit,

fotofobia dan penglihatan kabur, mata merah, pupil kecil serta ireguler.5,6

Penyakit peradangan traktus uvealis umumnya unilateral, biasanya terjadi

pada orang dewasa dan usia pertengahan. Pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak

diketahui. Berdasarkan patologi dapat dibedakan dua jenis besar uveitis; yang non

granulomatosa (lebih umum) dan granulomatosa.5,6

Uveitis non-granulomatosa terutama timbul di bagian anterior traktus ini,

yaitu iris dan korpus siliaris. Terdapat reaksi radang, dengan terlihatnya infiltrate sel-

sel limfosit dan sel plasma dengan jumlah cukup banyak dan sedikit mononuclear.

Pada kasus berat dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion di kamera okuli

anterior.5,6

Badan siliar berfungsi sebagai pembentuk cairan bilik mata (humous aqueus)

yang member makanan kepada lensa dan kornea. Dengan adanya peradangan di iris

dan badan siliar, maka timbullah hiperemis yang aktif, pembuluh darah melebar,

pembentukan cairan bertambah, sehingga dapat menyebabkan glaucoma sekunder.

Selain oleh cairan bilik mata, dinding pembuluh darah dapat juga dilalui oleh sel

darah putih, sel darah merah dan eksudat yang akan mengakibatkan tekanan osmose

cairan bilik mata bertambah dan dapat mengakibatkan glaucoma. Cairan dengan lain-

lainnya ini, dari bilik mata belakang melalui celah antara lensa iris dan pupil ke

kamera okuli anterior. Di kamera okuli anterior, oleh karena iris banyak mengandung

pembuluh darah, maka suhunya meningkat dan berat jenis cairan berkurang sehingga

cairan akan bergerak ke atas. Di daerah kornea karena tidak mengandung pembuluh

darah, suhu menurun dan berat jenis cairan bertambah, sehingga cairan disini akan

bergerak ke bawah. Sambil turun sel-sel radang dan fibrin dapat melekat pada

endotel kornea, membentuk keratik presipitat yang dari depan tampak sebagai

8

segitiga dengan endapan yang makin ke bawah semakin besar. Di sudut kamera okuli

anterior cairan melalui trabekula masuk ke dalam kanalis schlemn untuk menuju ke

pembuluh darah episklera. Bila keluar masuknya cairan ini masih seimbang maka

tekanan bola mata akan berada pada batas normal 15-20 mmHg. Sel radang dan

fibrin dapat pula menyumbat sudut kamera okuli anterior, sehingga alirannya

terhambat dan terjadilah glaucoma sekunder. Glaucoma juga bisa terjadi akibat

trabekula yang meradang atau sakit.5,6

Elemen darah dapat bertumpuk di kamera okuli anterior dan timbullah hifema

(bila banyak mengandung sel darah merah) dan hipopion (yang terkumpul banyak

mengandung sel darah putih). Elemen-elemen radang yang mengandung fibrin yang

menempel pada pupil dapat juga mengalami organisasi, sehingga melekatkan ujung

iris pada lensa. Perlengketan ini disebut sinekia posterior. Bila seluruh iris menempel

pada lensa disebut seklusio pupil sehingga cairan yang dari kamera okuli posterior

tidak dapat melalui pupil untuk masuk ke kamera okuli anterior, iris terdorong ke

depan, disebut iris bombe dan menyebabkan sudut kamera okuli anterior menyempit,

dan timbullah glaucoma sekunder. Perlengketan-perlengketan iris pada lensa

menyebabkan bentuk pupil tidak teratur. Pupil dapat pula diisi oleh sel-sel radang

yang menyebabkan organisasi jaringan dan terjadi oklusi pupil. Peradangan badan

siliar juga dapat menyebabkan kekeruhan pada badan kaca, yang tampak seperti

kekeruhan karena debu. Dengan adanya peradangan ini maka metabolism pada lensa

terganggu dan dapat mengakibatkan katarak. Pada kasus yang sudah lanjut,

kekeruhan badan kaca pun dapat mengakibatkan organisasi jaringan yang tampak

sebagai membrane yang terdiri dari jaringan ikat dengan neurovaskuler dari retina

yang disebut renitis proloferans. Pada kasus yang lebih lanjut lagi dapat

mengakibatkan ablasio retina.6

9

2.7 MANIFESTASI KLINIS

Gejala akut dari uveitis anterior adalah mata merah, fotofobia, nyeri,

penurunan tajam penglihatan dan hiperlakrimasi. Sedangkan pada keadaan kronis

gejala uveitis anterior yang ditemukan dapat minimal sekali, meskipun proses radang

yang hebat sedang terjadi.1,7

2.7.1 Uveitis Anterior Jenis Non-Granulomatosa

Pada bentuk non-granulomatosa, onsetnya khas akut, dengan rasa sakit,

injeksi, fotofobia dan penglihatan kabur. Terdapat kemerahan sirkumkorneal atau

injeksi siliar yang disebabkan oleh dilatasi pembuluh-pembuluh darah limbus.

Deposit putih halus (keratic presipitate/ KP) pada permukaan posterior kornea dapat

dilihat dengan slit-lamp atau dengan kaca pembesar. KP adalah deposit seluler pada

endotel kornea. Karakteristik dan distribusi KP dapat memberikan petunjuk bagi

jenis uveitis. KP umumnya terbentuk di daerah pertengahan dan inferior dari kornea.

Terdapat 4 jenis KP yang diketahui, yaitu small KP, medium KP, large KP dan fresh

KP. Small KP merupakan tanda khas pada herpes zoster danFuch’s uveitis

syndrome. Medium KP terlihat pada kebanyakan jenis uveitis anterior akut maupun

kronis. Large KP biasanya jenis mutton fat biasanya erdapat pada uveitis anterior tipe

granulomatosa. Fresh KP atau KP baru terlihat berwarna putih dan melingkar.

Seiring bertambahnya waktu,akan berubah menjadi lebih pucat dan berpigmen. Pupil

mengecil dan mungkin terdapat kumpulan fibrin dengan sel di kamera anterior. Jika

terdapat sinekia posterior, bentuk pupil menjadi tidak teratur. 1,7

2.7.2 Uveitis Anterior Jenis Granulomatosa

Pada bentuk granulomatosa, biasanya onsetnya tidak terlihat. Penglihatan

berangsur kabur dan mata tersebut memerah secara difus di daerah sirkumkornea.

Sakitnya minimal dan fotofobianya tidak seberat bentuk non-granulomatosa. Pupil

sering mengecil dan tidak teratur karena terbentuknya sinekia posterior. KP mutton

fat besar-besar dapat terlihat dengan slit-lamp di permukaan posterior kornea.

10

Tampak kemerahan, flare dan sel-sel putih di tepian pupil (nodul Koeppe). Nodul-

nodul ini sepadan dengan KP mutton fat. Nodul serupa di seluruh stroma iris disebut

nodul Busacca.1,7

2.8 DIAGNOSIS

Diagnosis uveitis anterior dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis,

pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan penunjang lainnya.

2.8.1 Anamnesis1,3,9,10

Anamnesis dilakukan dengan menanyakan riwayat kesehatan pasien,

misalnya pernah menderita iritis atau penyakit mata lainnya, kemudian riwayat

penyakit sistemik yang mungkin pernah diderita oleh pasien.

Keluhan yang dirasakan pasien biasanya antara lain:

a. Nyeri dangkal (dull pain), yang muncul dan sering menjadi lebih terasa ketika

mata disentuh pada kelopak mata. Nyeri tersebut dapat beralih ke daerah pelipis

atau daerah periorbital. Nyeri tersebut sering timbul dan menghilang segera

setelah muncul.

b. Fotofobia atau fotosensitif terhadap cahaya, terutama cahaya matahari yang dapat

menambah rasa tidak nyaman pasien

c. Kemerahan tanpa sekret mukopurulen

d. Pandangan kabur (blurring)

e. Umumnya unilateral

2.8.2 Pemeriksaan Oftalmologi1,3,9,10

a. Visus : visus biasanya normal atau dapat sedikit menurun

b. Tekanan intraokular (TIO) pada mata yang meradang lebih rendah daripada mata

yang sehat. Hal ini secara sekunder disebabkan oleh penurunan produksi cairan

akuos akibat radang pada korpus siliaris. Akan tetapi TIO juga dapat meningkat

akibat perubahan aliran keluar (outflow)cairan akuos.

11

c. Konjungtiva : terlihat injeksi silier/ perilimbal atau dapat pula (pada kasus yang

jarang) injeksi pada seluruh konjungtiva

d. Kornea : KP (+), udema stroma kornea

Gambar 2.5 Keratik precipitat

e. Camera Oculi Anterior (COA) : sel-sel flare dan/atau hipopion. Ditemukannya

sel-sel pada cairan akuos merupakan tanda dari proses inflamasi yang aktif.

Jumlah sel yang ditemukan pada pemeriksaan slitlamp dapat digunakan untuk

grading. Grade 0 sampai +4 ditentukan dari:

0 : tidak ditemukan sel

+1 : 5-10 sel

+2 : 11-20 sel

+3 : 21-50 sel

+4 : > 50 sel

Aqueous flare adalah akibat dari keluarnya protein dari pembuluh darah

iris yang mengalami peradangan. Adanya flaretanpa ditemukannya sel-sel bukan

indikasi bagi pengobatan. Melalui hasil pemeriksaan slit-lamp yang sama dengan

pemeriksaan sel, flare juga diklasifikasikan sebagai berikut:

0 : tidak ditemukan flare

+1 : terlihat hanya dengan pemeriksaan yang teliti

12

+2 : moderat, iris terlihat bersih

+3 : iris dan lensa terlihat keruh

+4 : terbentuk fibrin pada cairan akuos

Hipopion ditemukan sebagian besar mungkin sehubungan dengan

penyakit terkait HLA-B27, penyakit Behcet atau penyakit infeksi terkait iritis.

f. Iris : dapat ditemukan sinekia posterior

g. Lensa dan korpus vitreus anterior : dapat ditemukan lentikular presipitat pada

kapsul lensa anterior. Katarak subkapsuler posterior dapat ditemukan bila pasien

mengalami iritis berulang.

2.8.3 Pemeriksaan Laboratorium1,3,9,10

Pemeriksaan laboratorium mendalam umumnya tidak diperlukan untuk

uveitis anterior, apalagi bila jenisnya non-granulomatosa atau menunjukkan respon

terhadap pengobatan non spesifik. Akan tetapi pada keadaan dimana uveitis anterior

tetap tidak responsif terhadap pengobatan maka diperlukan usaha untuk menemukan

diagnosis etiologiknya. Pada pria muda dengan iridosiklitis akut rekurens, foto

rontgen sakroiliaka diperlukan untuk mengeksklusi kemungkinan adanya spondilitis

ankilosa. Pada kelompok usia yang lebih muda, artritis reumatoid juvenil harus selalu

dipertimbangkan khususnya pada kasuskasus iridosiklitis kronis. Pemeriksaan darah

untuk antinuclear antibody dan rheumatoid factor serta foto rontgen lutut sebaiknya

dilakukan. Perujukan ke ahli penyakit anak dianjurkan pada keadaan ini. Iridosiklitis

dengan KP mutton fatmemberikan kemungkinan sarkoidosis. Foto rontgen toraks

sebaiknya dilakukan dan pemeriksaan terhadap enzim lisozim serum serta

serum angiotensineconverting enzyme sangat membantu.

Pemeriksaan terhadap HLA-B27 tidak bermanfaat untuk penatalaksanaan

pasien dengan uveitis anterior, akan tetapi kemungkinan dapat memberikan perkiraan

akan suseptibilitas untuk rekurens. Sebagai contoh, HLA-B27 ditemukan pada

sebagian besar kasus iridosiklitis yang terkait dengan spondilitis ankilosa. Tes kulit

13

terhadap tuberkulosis dan histoplasmosis dapat berguna, demikian pula antibodi

terhadap toksoplasmosis. Berdasarkan tes-tes tersebut dan gambaran kliniknya,

seringkali dapat ditegakkan diagnosis etiologiknya. Dalam usaha penegakan

diagnosis etiologis dari uveitis diperlukan bantuan atau konsultasi dengan bagian lain

seperti ahli radiologi dalam pemeriksaan foto rontgen, ahli penyakit anak atau

penyakit dalam pada kasus atritis reumatoid, ahli penyakit THT pada ksus uveitis

akibat infeksi sinus paranasal, ahli penyakit gigi dan mulut pada kasus uveitis dengan

fokus infeksi di rongga mulut, dan lain-lain.

2.9 DIAGNOSIS BANDING

Berikut adalah beberapa diagnosis banding dari uveitis anterior:3

a. Konjungtivitis.

Pada konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, ada

kotoran mata dan umumnya tidak ada rasa sakit, fotofobia atau injeksi siliaris.

b. Keratitis atau keratokonjungtivitis.

Pada keratitis atau keratokonjungtivitis, penglihatan dapat kabur dan

ada rasa sakit dan fotofobia. Beberapa penyebab keratitis seperti herpes

simpleks dan herpes zoster dapat menyertai uveitis anterior sebenarnya.3

c. Glaukoma akut.

Pada glaukoma akut pupil melebar, tidak ditemukan sinekia posterior

dan korneanya “beruap”.3

2.10 PENATALAKSANAAN

Tujuan utama terapi uveitis anterior adalah:1,3,9,10

a. Mencegah sinekia posterior

b. Mengurangi keparahan (severity) dan frekuensi serangan atau eksaserbasi

uveitis

c. Mencegah kerusakan pembuluh darah iris yang dapat:

14

d. Mengubah kondisi dari iridosiklitis akut menjadi iridosiklitis kronik (terjadi

perburukan diagnosis)

e. Meningkatkan derajat keparahan keadaan yang memang sudah kronik

f. Mencegah atau meminimalkan perkembangan katarak sekunder

g. Tidak melakukan tindakan yang dapat menyakiti atau merugikan pasien.

2.10.1 Untuk uveitis anterior non-granulomatosa1,3,9,10

a. Analgetik sistemik secukupnya untuk mengurangi rasa sakit

b. Kacamata gelap untuk keluhan fotofobia

c. Pupil harus tetap dilebarkan untuk mencegah sinekia posterior. Atropine

digunakan sebagai pilihan utama untuk tujuan ini. Kemudian setelah reda,

dilanjutkan dengan kerja singkat seperti siklopentolat atau homatropin

d. Tetes steroid lokal cukup efektif digunakan sebagai anti radang

e. Steroid sistemik bila perlu diberikan dalam dosis tunggal selang sehari yang

tinggi dan kemudian diturunkan sampai dosis efektif. Steroid dapat juga

diberikan subkonjungtiva dan peribulbar. Pemberian steroid untuk jangka

lama dapat menimbulkan katarak, glaukoma dan midriasis pada pupil

f. Sikoplegik spesifik diberikan bila kuman penyebab diketahui.

2.10.2 Untuk uveitis anterior granulomatosa1,3,9,10

Terapi diberikan sesuai dengan penyebab spesifiknya. Atropin 2% diberikan

sebagai dilator pupil bila segmen anterior terkena.

15

2.11 KOMPLIKASI

Berikut ini adalah beberapa komplikasi dari uveitis anterior:1,2,10

a. Sinekia anterior perifer.

Uveitis anterior dapat menimbulkan sinekia anterior perifer yang

menghalangi humor akuos keluar di sudut iridokornea (sudut kamera anterior)

sehingga dapat menimbulkan glaucoma.

b. Sinekia posterior

Dapat menimbulkan glaukoma dengan berkumpulnya akuos humor di

belakang iris, sehingga menonjolkan iris ke depan.

c. Gangguan metabolisme lensa dapat menimbulkan katarak

Katarak merupakan komplikasi lebih lanjut yang serius, yang dapat dilihat

setelah serangan uveitis anterior yang berulang. Hal ini selalu memberikan efek awal

pada daerah subcapsular posterior dari lensa dan sayangnya, dapat menganggu

penglihatan pada stadium dini. Katarak juga dapat terjadi pada penggunaan steroid

topical dan sistemik jangka panjang.

d. Edema kistoid makular dan degenerasi makula 

Dapat timbul pada uveitis anterior yang berkepanjangan.

16

BAB III

PENUTUP

Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris, korpus siliaris, dan koroid) dengan

berbagai penyebab. Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami

inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi.3

Iridosiklitis merupakan peradangan iris dan badan siliar yang dapat berjalan

akut ataupun kronis, biasanya tampak mata merah yang unilateral dan nyeri.3,4

Berdasarkan spesifitas penyebabnya uveitis anterior (iridosiklitis) dapat

dibagi atas uveitis infeksius, uveitis noninfeksius, dan uveitis tanpa penyebab yang

jelas. Uveitis infeksius dapat disebabkan oleh agen non spesifik (endotoksin dan

mediator peradangan lainya), agen spesifik pada mata (oftalmika simpatika, uveitis

imbas lensa), dan penyakit sistemik seperti Behcet, sarcoidosis, sindroma Reiter,

dll.1,3

Berdasarkan asalnya uveitis anterior dibedakan menjadi, uveitis eksogen dan

uveitis endogen. Uveitis eksogen pada umumnya dikarenakan oleh trauma, operasi

intra okuler, ataupun iatrogenic. Sedangkan uveitis endogen dapat disebabkan oleh

fokal infeksi di organ lain maupun reaksi autoimun.5

Secara klinis (menurut cara timbul dan lamanya perjalanan penyakitnya)

uveitis anterior dibedakan menjadi uveitis anterior akut dan uveitis anterior kronik.

Uveitis anterior akut biasanya timbul mendadak dan perjalanan penyakitnya kurang

dari 5 minggu. Sedangkan yang kronik mulainya berangsur-angsur, dan perjalanann

penyakitnya ddapat berbulan-bulan maupun tahunan.1,3,5

Klasifikasi uveitis anterior berdasarkan patologi anatominya terdiri dari tipe

granulomatosa dan nongranulomatosa. Tipe granulomatosa infiltratnya terdiri dari sel

epiteloid dan makrofag. Sedangkan tipe non granulomatosa infiltratnya terdiri dari

sel-sel plasma dan limfosit.1,3,5

17

Laboratorium dibutuhkan guna mendapatkan sedikit gambaran mengenai

penyebab uveitis. Pemeriksaan yang menyeluruh tersebut dapat membantu dalam

penentuan diagnosis yang tepat sehingga faktor penyebab dapat ditangani dengan

baik. Penatalaksanaan yang utama untuk untuk uveitis tergantung pada keparahan

dan bagian organ yang terkena dan prognosis kebanyakan kasus uveitis anterior

berespon dengan baik jika dapat didiagnosis secara awal.3,9

18

DAFTAR PUSTAKA

1. Moorthy RS. 2008-2009 Basic and Clinical Science Course Section 9: Intraocular

Inflamation and uveitis. American Academy of ophthalmology. 2007.

2. Vaughan DG. Anatomi & Embriologi Mata: Oftalmologi Umum (General

Opthalmology). Edisi 14. Widya Medica. Jakarta.

3. Vaughan DG. Traktus Uvealis & Sklera In: Oftalmologi Umum (General

Opthalmology). Edisi 14. Widya Medica. Jakarta.

4. Ming, Stew., Constable, I., Color Atlas of Ophtamology. 3th Edition. World

Sciens. New York. 2004.p.65.

5. Paramita,Galuh P. Uveitis Anterior (serial online). 2010 (diakses 30 Mei 2013).

6. Ilyas S. 2007. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Jakarta. Hal. 172-4.

7. Trad MJ. Anterior uveitis (Serial online) 24 Maret 2000 (diakses 30 Mei 2013).

8. Lang, GK. Ophthalmology A Short Textbook. Thieme. Stuttgart-New York.

2000.p.211.

9. Teoh PC. Anterior uveitis as a clinical presentation of orbital inflammatory

disease in an adult. Vol 50. Edisi 229 (serial online). Januari 2009 (diakses 30

Mei 2013).

10. Amoaku and Browning. Common Eye Diseases and their Management.

3th edition. Springer-Verlag. London. 2006.p.143.

19