Inflasi Tahunan (yoy) kabupaten di Gorontalo yang terindikasi mengalami surplus beras adalah...
Transcript of Inflasi Tahunan (yoy) kabupaten di Gorontalo yang terindikasi mengalami surplus beras adalah...
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013 15
BAB 2 : PERKEMBANGAN INFLASI
Inflasi Gorontalo pada triwulan I-2013 tercatat sebesar 5,18% (y.o.y) lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,31% (y.o.y). Penurunan inflasi
pada triwulan I-2013 terutama disokong oleh menurunnya tekanan inflasi inti (core inflation).
2.1 INFLASI GORONTALO
Pengaruh tekanan harga pada triwulan I-2013 nampaknya menurunkan angka inflasi
periode laporan menjadi 5,18% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan IV-2012 yang
tercatat sebesar 5,31% (y.o.y). Menurunnya tekanan inflasi pada triwulan I-2012 lebih
disebabkan oleh berkurangnya tekanan inflasi inti (core inflation).
Data disagregasi inflasi Gorontalo pada triwulan I-2013 menunjukkan adanya
penurunan pada kelompok core inflation, dimana pada periode laporan tercatat sebesar
3,18% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,47%
(y.o.y). Penurunan ini dipicu oleh penurunan harga emas perhiasan yang pada triwulan I-
2013 terkorekasi cukup tajam. Sementara itu, inflasi harga yang diatur pemerintah
(administered price) mengalami peningkatan menjadi 3,06% (y.o,y) dari triwulan sebelumnya
yang tercatat sebesar 3,03% (y.o.y).
Tabel 2.1 Disagregasi Inflasi Provinsi Gorontalo
MAR JUNI SEP DES MAR
Total Inflasi 5.90% 5.95% 5.40% 5.31% 5.18%
Core Inflation 9.71% 8.44% 5.64% 5.47% 3.18%
Volatile Food 1.71% 3.50% 6.07% 6.61% 9.70%
Administered Price 4.12% 4.31% 3.89% 3.03% 3.06%
Total Inflasi -0.58% 0.32% -1.18% 0.54% 1.07%
Core Inflation 0.53% 0.16% 0.03% 0.23% 1.04%
Volatile Food -2.81% 0.67% -3.48% 1.12% 1.67%
Administered Price 0.33% 0.15% -0.28% 0.35% 0.22%
Disagregasi2012
Inflasi Tahunan (yoy)
Inflasi Bulanan (mtm)
2013
Sumber : BPS & Bank Indonesia Gorontalo (Data Diolah)
Di sisi lain, kelompok volatile food atau bahan makanan yang harganya bergejolak pada
triwulan I-2013 mengalami inflasi sebesar 9,70% (y.o.y), jauh meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat inflasi sebesar 6,61% (y.o.y). Peningkatan ini terutama
didorong oleh kenaikan harga komoditas subkelompok bumbu-bumbuan seperti bawang
merah dan bawang putih sebagai dampak penerapan kebijakan pembatasan impor
komoditas hortikultura di tingkat nasional.
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
16 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013| BANK INDONESIA
Sumber : BPS & Bank Indonesia Gorontalo (Data Diolah)
Grafik 2.1 Disagregasi Inflasi Tahunan (y.o.y) Provinsi Gorontalo
2.1.1 FAKTOR FUNDAMENTAL
Core Inflation atau inflasi inti mengalami penurunan tekanan pada triwulan I-2013.
Pada triwulan inflasi core inflation tercatat sebesar 3,18% (y.o.y) menurun dibandingkan
triwulan IV-2012 yang tercatat sebesar 5,47% (y.o.y). Penurunan ini terutama dipicu oleh
menurunnya inflasi pada kelompok yang tergolong core inflation seperti kelompok
pendidikan, rekreasi dan olahraga yang mengalami deflasi sebesar 0,14% (y.o.y) pada
triwulan laporan, dibandingkan dengan triwulan IV-2012 yang tercatat inflasi sebesar 0,61%
(y.o.y). Penurunan juga terjadi pada kelompok sandang, terutama pada subkelompok
barang pribadi dan barang lain yang mengalmi inflasi sebesar 3,83% (y.o.y) pada triwulan I-
2013 menurun dibandingkan triwulan IV-2012 yang tercatat sebesar 5,19% (y.o.y).
Adapun komoditas yang mengalami penurunan pada triwulan laporan adalah emas
perhiasan yang pada triwulan laporan sempat terkoreksi tajam menjadi Rp.465.000,00.
Penurunan ini disinyalir karena pengaruh harga emas internasional yang pada saat itu
mengalami sempat terkontraksi.
Sementara itu hasil Survei Konsumen (SK) pada triwulan I-2013 juga
menginformasikan adanya penurunan pola konsumsi masyarakat yang tercermin dari
penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Bulan Maret 2013 menjadi sebesar
142,4 dibandingkan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) sebelumnya yang tercatat sebesar
152,1. Adanya penurunan konsumsi masyarakat cenderung menurunkan angka inflasi pada
periode laporan.
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
18%
JAN MAR MEI JULI SEPT NOV JAN MAR MEI JULI SEPT NOV JAN MAR
2011 2012 2013
year
on
ye
ar
Core Inflation
Volatile Food
Administered Price
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013 17
Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia Gorontalo
Grafik 2.2 Perkembangan Indikator Survei Konsumen
Di sisi lain, faktor fundamental lainnya seperti ekspektasi inflasi masyarakat masih sejalan
dengan tren inflasi pada triwulan I-2013, sekalipun dalam perkiraan terdapat sedikit
peningkatan angka inflasi sebagaimana ditunjukkan dalam grafik 2.3 berikut:
Sumber : SKDU, Bank Indonesia Gorontalo
Grafik 2.3 Perbandingan Indeks Rata-rata Tertimbang Inflasi SKDU dan Inflasi Aktual
2.1.2 FAKTOR NON – FUNDAMENTAL
Inflasi pada kelompok bahan makanan yang harganya bergejolak (volatile food)
mengalami peningkatan menjadi sebesar 9,70% (y.o.y) pada triwulan I-2013, dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat 6,61% (y.o.y). Kenaikan tersebut dirasakan sangat
signifikan karena tercatat paling tinggi dalam kurun waktu setahun terakhir.
(dalam %)
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
Fe
b
Ma
r
Ap
r
Me
i
Jun
i
Juli
Ag
ust
Se
pt
Ok
t
No
v
De
s
Jan
Fe
b
Ma
r
2012 2013
Nil
ai
Ind
ek
s
Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini Indeks Ekspektasi Konsumen
Indeks Keyakinan Konsumen
5.54
5.024.74
4.164.59
5.51
4.27 4.163.88 3.94
7.43
5.77
7.11
3.27
4.08
5.90 5.95
5.40 5.31 5.18
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
Tw
.IV
-10
Tw
.I-1
1
Tw
.II-
11
Tw
.III-1
1
Tw
.IV
-11
Tw
I-1
2
Tw
II-
12
Tw
III-1
2
Tw
. IV
-12
Tw
I-1
3
IRT SKDU
Inflasi (y.o.y.)
(dalam %)
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
18 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013| BANK INDONESIA
Peningkatan inflasi volatile food pada triwulan laporan terutama dipicu oleh kenaikan
harga pada kelompok bahan makanan. Pemberlakukan kebijakan pembatasan impor
hortikultura di tingkat nasional berpengaruh pada berkurangnya pasokan. Alhasil, komoditas
bumubu-bumbuan seperti bawang putih dan bawang pada hampir semua wilayah di
nusantara mengalami lonjakan harga yang sangat tinggi tak terkecuali di Gorontalo. Harga
bawang putih di pasaran bahkan menembus level Rp.70.000,00 per kg, sementara harga
bawang merah meroket hingga mencapai Rp.50.000,00 per kg.
Sementara itu kelompok administered price sedikit mengalami peningkatan inflasi
pada triwulan I-2013. Inflasi pada kelompok ini tercatat sebesar 3,06% (y.o.y) naik
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,03% (y.o.y). Peningkatan terjadi
pada kelompok perumahan, air, listrik gas dan bahan bakar pada sub kelompok bahan
bakar penerangan dan air yang mengalami peningkatan dari 0,80% (y.o.y) menjadi 1,35%
(y.o.y) pada triwulan I-2013. Adapun komoditas yang tercatat mengalami kenaikan harga
antara lain bensin non subsidi (Pertamax).
2.2 INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK BARANG DAN JASA
2.2.1 INFLASI TAHUNAN (y.o.y)
Pada triwulan I-2013, Gorontalo mengalami inflasi sebesar 5,18% (y.oy) lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat inflasi sebsar 5,31% (y.o.y)
penurunan ini terutama disebabkan karena meningkatnya tekanan harga pada kelompok
bahan makanan, kelompok makan jadi, minuman, rokok dan tembakau, kelompok sandang
dan kelompok kesehatan.
Tabel 2.2
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo
Kelompok / Sub kelompok MAR JUNI SEPT DES MAR
UMUM 5.91 5.95 5.40 5.30 5.18
BAHAN MAKANAN 1.90 3.58 6.02 6.66 9.62
MAKANAN JADI,MINUMAN,ROKOK & TEMBAKAU 6.01 7.04 7.11 5.48 7.91
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR 12.67 10.47 7.59 7.05 1.70
SANDANG 9.44 7.11 0.44 1.83 1.92
KESEHATAN 3.81 2.92 2.83 5.02 5.10
PENDIDIKAN, REKREASI, DAN OLAHRAGA 3.72 4.26 0.88 0.61 -0.14
TRANSPOR, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN 3.18 3.00 2.18 1.74 1.21
Kelompok / Sub kelompok MAR JUNI SEPT DES MAR
UMUM -0.57 0.32 -1.18 0.54 1.07
BAHAN MAKANAN -2.77 0.67 -3.47 1.14 1.63
MAKANAN JADI,MINUMAN,ROKOK & TEMBAKAU 0.62 0.39 -0.17 0.37 1.83
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR 0.69 -0.07 0.07 0.26 0.65
SANDANG 0.08 0.33 0.37 0.40 0.11
KESEHATAN 0.00 0.18 0.36 0.66 0.56
PENDIDIKAN, REKREASI, DAN OLAHRAGA 0.00 0.02 0.00 0.00 0.02
TRANSPOR, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN 0.28 0.24 -0.47 0.04 0.40
Tahunan (y.o.y)
Bulanan (m.t.m)
2012
2012
2013
2013
INFLASI GORONTALO TAHUN 2012-2013
DIRINCI MENURUT KELOMPOK DAN SUB KELOMPOK PENGELUARAN
(%)
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013 19
Inflasi pada kelompok bahan makanan pada triwulan I-2013 tercatat sebesar 9,62%
(y.o.y) jauh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat inflasi sebesar
6,66% (y.o.y). Peningkatan ini dipicu karena melonjaknya harga komoditas bumbu-bumbuan
khususnya bawang putih dan bawang merah sebagai dampak kurangnya pasokan akibat
pemberlakuan kebijakan pembatasan impor hortikultura. Kelompok makanan jadi, minuman,
rokok dan tembakau pada triwulan laporan mengalami peningkatan inflasi sebesar 7,91%
(y.o.y) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat inflasi sebesar 5,48%
(y.o.y). Kenaikan ini terutama dipicu oleh kenaikan harga pada komoditas makanan jadi
sebagai dampak meningkatnya harga bumbu-bumbuan.
Sementara itu, kelompok sandang sedikti mengalami kenaikan inflasi pada triwulan I-
2013 dengan angka 1,92% (y.o.y) meningkat dibandingkan triwulan IV-202 yang tercatat
inflasi sebesar 1,83% (y.o.y). Sejalan dengan hal tersebut, tekanan inflasi pada kelompok
kesehatan juga sedikit meningkat yang tercatat sebesar 5,10% (y.o.y) pada triwulan I-2013
dibanndingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,02% (y.o.y).
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
20 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013| BANK INDONESIA
BOX 2: HASIL KAJIAN PANGAN STRATEGIS DI PROVINSI
GORONTALO: ANALISA KETAHANAN, PERDAGANGAN ANTAR
DAERAH, DISPARITAS HARGA DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
Ketahanan pangan dilihat dari aspek ketersediaan pangan yang cukup, baik dalam jumlah
maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau oleh seluruh rumah tangga merupakan
sasaran utama dalam pembangunan ekonomi di Indonesia dan Provinsi Gorontalo khususnya.
Bagi Bank Indonesia, ketahanan pangan menjadi menjadi penting karena terkait kestabilan
harga yang bermuara pada tercapainya inflasi yang rendah dan stabil. Ketahanan pangan erat
kaitannya dengan pola perdagangan antar daerah dan variasi harga antar daerah karena
proksi ketahanan pangan dilihat dari tingkat harga yang terbentuk dari mekanisme penawaran-
permintaan.
Analisis ketahanan (ketersediaan) pangan di suatu daerah yang dimodelkan dengan
ekonometrika data panel spasial diperoleh hasil bahwa variable pendapatan perkapita
penduduk berpengaruh secara signifikan terhadap pola surplus defisit. Sementara itu dalam
penelitian juga diperoleh hasil bahwa terdapat pengaruh hubungan spasial antara daerah
karena faktor kedekatan geografis.
Pada komoditas beras surplus defisit dipengaruhi oleh produktivitas lahan, pendapatan
perkapita penduduk dan infrastruktur jalan. Beberapa kabupaten di Gorontalo yang
terindikasi mengalami surplus beras adalah Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Pohuwato dan
Kabupaten Gorontalo Utara. Sementara kondisi defisit beras cenderung dialami oleh Kabupaten
Bone Bolango dan Kota Gorontalo. Kabupaten Boalemo selaku sentra beras mengalami defisit
karena disinyalir terdapat perdagangan hasil produksi ke daerah lain. Surplus defisit pada
komoditas cabe merah hanya dipengaruhi oleh pendapatan perkapita penduduk. Beberapa
kabupaten di Gorontalo yang mengalami surplus cabe merah adalah Kabupaten Gorontalo
Utara dan Kabupaten Gorontalo. Sedangkan yang mengalami kondisi defisit cabe merah adalah
Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo. Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Pohuwato
selaku sentra cabe merah di Gorontalo terindikasi defisit karena hasil produksi cabe merah
langsung dijual ke kabupaten lain sehingga pada kedua kabupaten tersebut mengalami defisit.
Sementara itu, pada komoditas bawang merah dipengaruhi oleh pendapatan perkapita
penduduk dan harga barang input seperti bibit, pupuk dan saprodi. Kabupaten yang
mengalami surplus bawang merah adalah Kabupaten Pohuwato dan Kabupaten Gorontalo
Utara, sedangkan yang mengalami kondisi defisit bawang merah adalah Kabupaten Boalemo,
Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo.
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013 21
Surplus defisit minyak goreng dipengaruhi oleh pendapatan perkapita penduduk dan harga
barang input seperti biaya transportasi dari Sulawesi Utara (Bitung) ke Gorontalo. Sementara
itu harga minyak goreng dari provinsi lain/harga barang impor juga mempengaruhi surplus
defisit minyak goreng karena harga minyak goreng di Gorontalo dipengaruhi oleh harga di
Sulawesi Utara. Beberapa kabupaten di Gorontalo yang mengalami surplus minyak goreng
adalah Kabupaten Boalemo, Kota Gorontalo dan Kabupaten Bone Bolango. Sedangkan
kabupaten yang cenderung mengalami defisit minyak goreng adalah Kabupaten Pohuwato,
Kabupaten Gorontalo dan Kabupaten Gorontalo Utara. Pada komoditas gula pasir dipengaruhi
oleh pendapatan perkapita penduduk dan infrastruktur jalan. Kondisi surplus defisit
kabupaten/kota menunjukkan bahwa Kabupaten Pohuwato, Kabupaten Gorontalo dan
Kabupaten Gorontalo Utara cenderung mengalami kondisi surplus gula pasir sedangkan
Kabupaten Boalemo, Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo mengalami defisit gula
pasir.
Hasil analisa derajat variasi harga menunjukkan kecenderungan tren yang semakin menurun
atau dengan kata lain terjadi konvergensi harga sebagai dampak menyempitnya variabilitas
harga yang mendekati rata-rata. Terjadinya konvergensi tersebut diduga karena integrasi antar
kabupaten/kota di Provinsi Gorontalo. Sementara itu hasil estimasi faktor-faktor penyebab
variasi harga secara umum dipengaruhi oleh variabel pendapatan perkapita penduduk dan
harga barang input. Variabel Jarak ke Sentra Ekonomi (JarKon) pada umumnya tidak
mempengaruhi variasi harga antar daerah disebabkan karena sebagian besar pasokan
komoditas strategis dalam penelitian ini berasal dari wilayah provinsi di sekitar Gorontalo seperti
Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara, sementara jarak ke sentra ekonomi yang diukur adalah
Sulawesi Selatan. Hanya komoditas bawang merah yang secara signifikan dipengaruhi oleh
variabel JarKon karena memang bawang merah dipasok dari Sulawesi Selatan.
Dalam hal pola perdagangan antar daerah atau jalur distribusi, pada umumnya menggunakan
jalur tata niaga normal yang melibatkan produsen, pengepul, pedagang besar, pedagang grosir
dan pedagang pengecer dan terakhir ke tingkat konsumen. Infrastruktur penunjang pemasaran
pada umumnya dalam kondisi yang baik, namun demikian pedagang masih menghadapi
kendala berupa (i) ketersediaan bahan baku yang bersifat musiman, (ii) kerusakan infrastruktur
dan (iii) keterbatasan jumlah armada pengangkut serta (iv) biaya pengangkutan yang tinggi.
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
22 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013| BANK INDONESIA
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013 23
BAB 3 : PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Pada triwulan I-2013, indikator perbankan di Provinsi Gorontalo menunjukkan
perkembangan yang baik. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada bank umum
tercatat sebesar Rp.3,21 triliun atau tumbuh sebesar 11,65% (y.o.y). Pada BPR,
pengimpunan DPK adalah sebesar Rp18,19 miliar atau tumbuh sebesar 10,47% (y.o.y).
Sementara itu penyaluran kredit yang menggambarkan fungsi intermediasi pada bank umum
tercatat sebesar Rp.5,79 triliun atau tumbuh sebesar 22,20% (y.o.y). Pada BPR, kredit yang
disalurkan mencapai Rp.26,95 miliar atau tumbuh sebesar 25,56% (y.o.y).
Rasio penyaluran kredit terhadap DPK (LDR) pada triwulan laporan mencapai
179,91% pada bank umum dan 148,09% pada BPR. Sementara itu rasio kredit bermasalah
(NPL) pada bank umum masih relatif terjaga dengan persentase 3.17%, sedangkan pada
BPR tercatat tinggi pada angka 11,93%.
3.1 FUNGSI INTERMEDIASI
Pada triwulan I-2013, fungsi intermediasi yang dilakukan oleh industri perbankan
berjalan dengan baik yang tercermin dari indikator Loan to Deposit Ratio (LDR) bank umum
sebesar 179,91% dan BPR sebesar 148,09%. Namun demikian, tingginya angka LDR
tersebut perlu mendapat perhatian lebih. Hal ini disebabkan karena dalam upaya penyaluran
kreditnya, perbankan harus mendapatkan dana dari daerah lain untuk disalurkan di
Gorontalo. Hal ini menunjukkan bahwa kecenderungan masyarakat untuk menyimpan
dananya di bank masih relatif rendah, dibandingkan dengan pemanfaatan
kredit/pembiayaan dari bank. Sementara itu, dilihat dari jenis penggunaannya, kredit pada
bank umum sebagian besar masih di dominasi oleh kredit konsumsi dengan share sebesar
60,23% dari total kredit, sementara pada BPR jenis penggunaan kredit lebih di dominasi
oleh kredit modal kerja dengan share sebesar 49,96%. Secara sektoral, kredit pada sektor
perdagangan besar dan eceran masih mendominasi penyaluran secara sektoral pada bank
umum dan BPR dengan porsi masing-masing sebesar 27,14% dan 34,51%.
3.1.1 PERKEMBANGAN KANTOR BANK
Data perkembangan jumlah bank di Provinsi Gorontalo hingga triwulan I-2013 adalah
sebagai berikut: bank umum konvensional sebanyak 13 bank, bank umum syariah sebanyak
3 bank dan BPR sebanyak 4 bank. Sementara itu, jaringan kantor bank umum di Provinsi
Gorontalo hingga triwulan laporan antara lain 20 kantor cabang, 35 kantor cabang
pembantu, 2 kantor fungsional, 11 kantor kas serta 24 kantor unit. Sedangkan jaringan
kantor BPR terdiri dari 4 kantor pusat, 3 kantor cabang dan 1 kantor kas.
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
24 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013| BANK INDONESIA
3.1.2 PENYERAPAN DANA MASYARAKAT
Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil diserap oleh perbankan dari masyarakat
pada triwulan I-2013 tercatat sebesar Rp.3,21 triliun atau tumbuh sebesar 11,65% (y.o.y).
Growth DPK tersebut meningkat bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
tercatat 11,59% (y.o.y). Peningkatan growth jumlah DPK tersebut terutama di dorong oleh
kenaikan seluruh komponen DPK antara Giro, Deposito dan Tabungan yang masing-masing
mengalami ekspansi secara tahunan sebesar 26,09%, 1,63% dan 13,18%. Di lihat dari
komponen DPK, pangsa tabungan dalam keseluruhan DPK masih sangat tinggi yaitu
mencapai 54,66% pada periode laporan. Namun demikian hal tersebut mengalami
penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 65,25%. Graifik 3.2
menunjukkan komposisi pembentuk DPK pada triwulan IV-2012. Sementara itu
pertumbuhan DPK ditunjukkan oleh Grafik 3.1.
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 3.1 Grafik 3.2 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) Komposisi Dana Pihak Ketiga (DPK)
Tabel 3.1 Perkembangan Dana Pihak Ketiga Bank Umum
Sementara itu, penghimpunan DPK pada BPR pada triwulan laporan tercatat
sebesar Rp.18,19 miliar atau tumbuh sebesar 10,47%. Pertumbuhan DPK tersebut menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh tahunan sebesar 26,15%.
17.52%
27.82%54.66%
Giro
Deposito
Tabungan
IndikatorTw IV-2012
(miliar)
Tw I-2013
(miliar)
Growth Tw IV-
2012 (yoy)
Growth Tw I-
2013 (yoy)
Dana Pihak ketiga 3,040 3,219 11.59% 11.65%
Giro 331 564 5.82% 26.09%
Deposito 725 895 -0.56% 1.63%
Tabungan 1,984 1760 17.93% 13.18%
Sumber : Bank Indonesia
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
11.5
5%
14.1
7%
17.6
6%
19.1
1%
19.3
9%
-7.8
2%
11.4
2%
-9.0
3%
-1.9
9%
14.8
3%
17.5
9%
64.4
6%
13.2
2%
1.43
%
12.5
1%
21.5
3%
9.00
%
29.8
9%
19.9
9%
43.9
8%
25.7
9%
6.31
%
6.99
%
5.82
%
18.2
6%
28.7
7%
26.0
9%
JAN FEB MARAPR MEI JUN JULI AGT SEP OKT NOV DES JAN FEB MARAPR MAY JUN JUL AGSSEPTOKTNOV DES JAN FEB MAR
2011 2012 2013
- Giro
- Deposito
- Tabungan
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013 25
Penurunan tersebut nampaknya didorong oleh seluruh komponen pembentuk DPK yakni
deposito dan tabungan yang tumbuh tahunan masing-masing sebesar 14,06% dan 5,50%.
3.1.3 PENYALURAN KREDIT
Kredit/pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan kepada masyarakat pada
triwulan I-2013 mencapai Rp.5,79 triliun atau tumbuh sebesar 22,20% (y.o.y). Angka ini
mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp.5,53
triliun atau secara tahunan tumbuh sebesar 24,57%.
Pertumbuhan kredit perbankan pada triwulan I-2013 terutama ditopang oleh kredit
konsumsi, dimana pada periode laporan baki debet kredit tercatat sebesar Rp.3,48 triliun
atau tumbuh sebesar 47,84% (y.o.y). Sementara itu kredit investasi mengalami penurunan
penyaluran menjadi sebesar Rp.555 miliar atau terkontraksi sebesar 23,42% (y.o.y) pada
triwulan laporan, di sisi lain kredit modal kerja mengalami peningkatan menjadi sebesar
Rp.1,74 triliun atau tumbuh tahunan sebesar 5,65%. Pertumbuhan kredit berdasarkan
penggunaan dapat dilihat pada grafik 3.3.
Selanjutnya, bila dilihat dari pangsa penggunaan kreditnya, kredit konsumsi masih
mendominasi penyaluran kredit perbankan dengan share sebesar 60,23% pada triwulan
laporan. Di sisi lain, kredit modal kerja menempati urutan kedua dengan pangsa 30,18%,
diikuti oleh kredit investasi dengan pangsa 9,59%. Pertumbuhan kredit penggunaan dan
pangsa masing-masing jenis kredit terhadap total kredit di Gorontalo, dapat dilihat pada
grafik 3.3 dan 3.4 berikut ini.
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 3.3 Grafik 3.4 Pertumbuhan Kredit Penggunaan Komposisi Kredit Penggunaan
30.18%
9.59%60.23%
Modal Kerja
Investasi
Konsumsi
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
250%
300%
350%
400%
JAN MAR MEI JULI SEP NOV JAN MAR MAY JUL SEPT NOV JAN MAR
2011 2012 2013
- Investasi
- ModalKerja
- Konsumsi
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
26 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013| BANK INDONESIA
Tabel 3.2 Perkembangan Kredit Bank Umum
Sejalan dengan hal tersebut, penyaluran kredit BPR pada triwulan laporan telah
mencapai Rp.26,95 miliar atau tumbuh sebesar 25,56% (y.o.y). Peningkatan penyaluran
kredit BPR ditopang oleh peningkatan hampir seluruh komponen penggunaan kredit antara
lain kredit modal kerja yang tercatat sebesar Rp.13,46 miliar atau tumbuh sebesar 17,43%
(y.o.y) serta kredit konsumsi yang tercatat sebesar Rp.13,09 miliar atau tumbuh 35,97%
(y.o.y). Adanya peningkatan kredit konsumsi BPR pada triwulan laporan mengindikasikan
bahwa kecenderungan masyarakat untuk konsumsi masih diimbangi dengan
kecenderungan untuk menjalankan usaha/bisnis. Sejalan dengan hal tersebut, kredit
investasi juga mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar Rp.390 juta, atau tumbuh sebesar 6,23% (y.o.y). Masih rendahnya penyaluran
kredit investasi ini disinyalir karena pengetahuan masyarakat akan skim kredit ini masih
relatif rendah sehingga belum memanfaatkannya secara optimal.
Secara sektoral, penyaluran kredit bank umum masih didominasi oleh sektor
perdagangan besar dan eceran dengan baki debet sebesar Rp.1,57 triliun, dengan pangsa
kredit 27,14% terhadap total kredit. Kredit pada sektor tersebut tumbuh sebesar 4,19%
(y.o.y) namun menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 18,74%
(y.o.y). Di sisi lain, pada sektor lainnya yang mengalami perlambatan adalah pada sektor
listrik, gas dan air bersih yang terkontraksi sebesar 39,24% (y.o.y) serta sektor administrasi
pemerintahan, pertahanan, & jaminan sosial wajib yang mengalami perlambatan sebesar -
32,25% (y.o.y). Perlambatan tersebut diduga pada kedua sektor usaha tersebut masih
belum berjalan secara optimal. Grafik 3.5 dan 3.6 menunjukkan pertumbuhan kredit sektoral
dan komposisi kredit sektoral bank umum.
IndikatorTw IV-2012
(miliar)
Tw I-2013
(miliar)
Growth Tw IV-
2012 (yoy)
Growth Tw I-
2013 (yoy)
Kredit Penggunaan 5,532 5,792 24.57% 22.20%
Modal Kerja 1,719 1748 -25.00% -23.42%
Investasi 565 555 21.81% 5.65%
Konsumsi 3,248 3489 42.66% 47.84%
Sumber : Bank Indonesia
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013 27
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 3.5 Grafik 3.6
Pertumbuhan Kredit Sektoral Komposisi Kredit Sektoral
Seperti halnya dengan bank umum, pada BPR sektor utama yang disalurkan kredit
adalah sektor perdagangan besar dan eceran dimana pada periode laporan tercatat
sebesar Rp.9,3 miliar dengan pangsa sebesar 34,51% terhadap portofolio kredit BPR.
Sementara dari segi growth, sektor tersebut tumbuh sebesar 15,73% (y.o.y) meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 23,32% (y.o.y).
Dilihat dari segi kategori debiturnya, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) pada
bank umum hingga triwulan I-2013 tercatat sebesar Rp.2,01 triliun atau tumbuh sebesar
0,66% (y.o.y) dengan pangsa kredit sebesar 34,74% dari total kredit di Gorontalo. Baki
debet kredit UMKM sedikit mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar Rp.1,99 triliun atau tumbuh 3,82% (y.o.y). Dilihat dari komposisinya, kredit
skala kecil memiliki outstanding terbesar diantara skala kredit lainnya dengan nilai Rp.934
miliar. Sementara kredit skala menengah dan mikro masing-masing memiliki baki debet
sebesar Rp.636 miliar dan Rp.442 miliar. Share kredit skala kecil adalah 46,43%,
sementara kredit skala mikro dan menengah memiliki pangsa masing-masing sebesar
21,97% dan 31,63% terhadap total kredit UMKM. Rasio kredit bermasalah (NPL) kategori
debitur UMKM pada triwulan I-2013 tercatat sebesar 7,23%, dengan rasio NPL terbesar
pada kredit skala kecil yaitu 14,69% diikuti skala menengah dan mikro masing-masing
sebesar 10,76% dan 3,41%. Grafik 3.7 menunjukkan pertumbuhan kredit UMKM.
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
28 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013| BANK INDONESIA
Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.7
Pertumbuhan Kredit UMKM
Data Kredit Usaha Raktyat (KUR) dari Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian menunjukkan bahwa outstanding KUR hingga posisi triwulan I-2013 tercatat
sebesar Rp.155 miliar namun tumbuh terkontraksi sebesar 12,02% (y.o.y) dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tumbuh positif sebesar 11,65% (y.o.y). Sementara itu, jumlah
debitur yang memperoleh KUR sejak awal penyalurannya di Gorontalo telah mencapai
53.408 debitur dengan nilai nominal (komulatif) penyaluran mencapai Rp.550 miliar. Adapun
bank penyalur KUR di Provinsi Gorontalo pada saat ini adalah Bank Rakyat Indonesia, Bank
Mandiri, Bank Tabungan Negara, Bank Negara Indonesia, Bank Sulut dan Bank Syariah
Mandiri. Pertumbuhan Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Gorontalo ditunjukan sebagaimana
grafik 3.8 berikut.
Sumber : Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Grafik 3.8 Pertumbuhan Kredit Usaha Rakyat (KUR)
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013 29
3.2 STABILITAS SISTEM PERBANKAN
Stabilitas sistem perbankan tercermin dari indikator yang menggambarkan risiko kredit
antara lain rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loans (NPLs) pada bank umum
dan risiko likuiditas yang dicerminkan oleh jangka waktu Dana Pihak Ketiga (DPK)
perbankan dan angka rasio kredit/pembiayaan terhadap dana pihak ketiganya (LDR). Rasio
NPL bank umum pada triwulan I-2013 tercatat sebesar 3,17% sementara LDR tercatat
sebesar 179,91%.
3.2.1 RISIKO KREDIT
Risiko kredit perbankan sebagaimana tercermin dari rasio kredit bermasalah atau Non
Performing Loans (NPLs) pada triwulan I-2013 tercatat sebesar 3,17% atau mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,99%. Kenaikan
angka NPLs pada industri perbankan Gorontalo perlu diwaspadai karena berpotensi
meningkatkan risiko kredit sebagai ekses intermediasi yang dilakukan. Dilihat secara
sektoral, rasio kredit bermasalah mengalami lonjakan yang tajam pada sektor pertanian,
perburuan dan kehutanan dengan angka NPLs sebesar 27,40% pada triwulan I-2013 jauh
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,92%. Sementara itu
sektor konstruksi juga mengalami kenaikan rasio kredit bermasalah dari 8,19% pada
triwulan IV-2013 menjadi 22,28% pada triwulan laporan. Sementara itu, rasio kredit
bermasalah (NPLs) untuk BPR tercatat sebesar 11,93%, atau mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 10,88%. Grafik 3.9 dan 3.10
menunjukkan perkembangan NPL bank umum dan NPL bank umum dilihat dari masing-
masing sektornya.
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 3.9 Grafik 3.10 Perkembangan NPL Bank Umum NPL Bank Umum Per Sektor
0.00%
0.50%
1.00%
1.50%
2.00%
2.50%
3.00%
3.50%
4.00%
JAN
FE
B
MA
R
AP
R
ME
I
JUN
JULI
AG
T
SE
P
OK
T
NO
V
DE
S
JAN
FE
B
MA
R
AP
R
MA
Y
JUN
JUL
AG
S
SE
PT
OK
T
NO
V
DE
S
JAN
FE
B
MA
R
2011 2012 20130% 5% 10% 15% 20% 25% 30%
PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN
PERIKANAN
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
INDUSTRI PENGOLAHAN
LISTRIK, GAS DAN AIR
KONSTRUKSI
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN MINUM
TRANSPORTASI, PERGUDANGAN DAN KOMUNIKASI
PERANTARA KEUANGAN
REAL ESTATE, USAHA PERSEWAAN, DAN JASA PERUSAHAAN
JASA PENDIDIKAN
JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL
JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL BUDAYA, HIBURAN DAN…
KEGIATAN YANG BELUM JELAS BATASANNYA
PENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHA
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
30 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013| BANK INDONESIA
Di sisi lain, sektor perikanan sedikit mengalami lonjakan NPLs dengan angka 12,74%
pada triwulan laporan, dibandingkan dengan triwulan IV-2012 yang tercatat sebesar
12,37%. Grafik 3.11 menunjukkan share konsentrasi kredit berdasarkan sektornya.
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 3.11 Konsentrasi Kredit
3.2.2 RISIKO LIKUIDITAS
Indikator risiko likuiditas yang diindikasikan dari jangka waktu komposisi Dana Pihak
Ketiga (DPK) serta Loan Deposit Ratio (LDR) menunjukkan tendensi peningkatan yang
tercermin dari meningkatnya pangsa komposisi dana jangka pendek perbankan (tabungan)
dan meningkatnya indikator Loan to Deposit Ratio (LDR). Dilihat dari komposisi DPKnya,
terlihat bahwa komposisi dana jangka menengah-panjang (giro-deposito) relatif lebih sedikit
bila dibandingkan dengan dana jangka pendeknya (tabungan). Pada triwulan I-2013, pangsa
tabungan atas DPK menempati urutan pertama dengan pangsa sebesar 54,66% menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya yang memiliki pangsa sebesar 65,25% Sementara itu,
dana jangka menengah-panjang (giro dan deposito) memiliki pangsa masing-masing
sebesar 17,52% dan 27,82%. Berkurangnya proporsi dana jangka pendek dan penambahan
share dana jangka menengah panjang akan mengurangi potensi risiko likuiditas yang
dihadapi oleh perbankan. Meskipun potensi risiko likuiditas yang dihadapi perbankan
semakin berkurang ke depan, industri perbankan perlu senantiasa meningkatkan porsi
penghimpunan dana dana jangka menengah-panjang seperti giro dan deposito. Grafik 3.12
menunjukkan perkembangan portofolio DPK bank umum.
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013 31
Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.12
Perkembangan Portofolio DPK
Rasio kredit/pembiayaan terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan atau lebih
dikenal dengan rasio LDR merupakan indikator risiko likuiditas yang perlu diwaspadai oleh
perbankan. Pada triwulan laporan, tercatat LDR bank umum sebesar 179,91% menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 181,94%. Walaupun LDR bank
umum mengalami penurunan, namun tren perkembangan LDR menunjukkan bahwa
terdapat peningkatan risiko likuiditas yang dihadapi perbankan di Gorontalo. Rata-rata LDR
pada bank umum di Gorontalo telah melampaui 165% dan pada posisi Bulan Maret 2013
telah mencapai 179,91%. Hal ini mencerminkan bahwa untuk mengimbangi ekspansi
kreditnya, perbankan harus mendapatkan dana dari luar wilayah Gorontalo. Kondisi ini perlu
mendapatkan perhatian lebih, sebab untuk menjaga keseimbangan operasionalnya
perbankan tidak hanya dituntut untuk menyalurkan pembiayaan, namun juga harus
mempertimbangkan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) agar rasio LDR tetap terjaga.
Mempertimbangkan kebijakan branchless banking yang saat ini mulai didengungkan,
agaknya perlu bagi perbankan untuk mempersiapkan diri terkait operasionalisasinya. Grafik
3.13 berikut menunjukkan perkembangan LDR perbankan gorontalo.
145%
150%
155%
160%
165%
170%
175%
180%
185%
JAN
FEB
MA
R
APR
MEI
JUN
JULI
AG
T
SEP
OKT
NO
V
DES
JAN
FEB
MA
R
APR
MA
Y
JUN
JUL
AG
S
SEPT
OKT
NO
V
DES
JAN
FEB
MA
R
2011 2012 2013
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 3.13 Perkembangan LDR Perbankan Gorontalo (dalam %)
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
32 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013| BANK INDONESIA
3.2.3 RISIKO PASAR
Risiko pasar yang dihadapi oleh perbankan, tercermin dari indikator pergerakan suku
bunga dan kurs rupiah. Pada posisi akhir triwulan I-2013, tercatat angka BI Rate sebesar
5,75%, masih belum mengalami perubahan sejak ditetapkan dalam Rapat Dewan Gubernur
(RDG) BI pada Bulan Februari Tahun 2012 yang lalu. Angka BI Rate tersebut
mencerminkan bahwa kondisi perekonomian Indonesia relatif stabil selama tahun 2012
hingga triwulan I-2013.
Sementara itu, kurs rupiah terhadap dollar hingga akhir triwulan I-2013 mengalami
pelemahan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada akhir Bulan Maret 2013 tercatat kurs
rupiah terhadap dollar sebesar Rp.9.719,- melemah dibandingkan posisi akhir Bulan
Desember 2012 yang tercatat Rp.9.670,-. Grafik 3.14 menunjukkan perkembangan kurs
rupiah terhadap USD dan BI rate.
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 3.14
Perkembangan Kurs Rupiah terhadap USD dan BI-Rate
Rp7,800.00
Rp8,000.00
Rp8,200.00
Rp8,400.00
Rp8,600.00
Rp8,800.00
Rp9,000.00
Rp9,200.00
Rp9,400.00
Rp9,600.00
Rp9,800.00
Rp10,000.00
5.20%
5.40%
5.60%
5.80%
6.00%
6.20%
6.40%
6.60%
6.80%
7.00%
BI RATE (%)
KURSTENGAH
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013 33
BOX 3: PENGEMBANGAN KARAWO di TAHUN 2013
Dalam kurun waktu 2 tahun terakhir (2011-2012), Bank Indonesia bekerja sama dengan
stakeholders eksternal, telah melakukan serangkaian upaya dan kegiatan untuk mendorong
pengembangan karawo sebagai salah satu icon Gorontalo. Hasil nyata yang dirasakan pun
kian terlihat. Penggunaan karawo menyebar luas, tidak hanya sebatas himbauan
pemerintah namun diimplementasikan oleh seluruh instansi struktural maupun vertikal yang
ada di Gorontalo.
Memasuki triwulan pertama tahun 2013 yang
penuh dengan harapan, kegiatan pengembangan
karawo pun membuka lembaran baru. Penjualan
karawo diharapkan tidak hanya di wilayah
Gorontalo, namun mulai merambah ke luar
Gorontalo. Untuk menggapai hal tersebut,
berbagai aspek perlu dibenahi dan dikembangkan.
Oleh karenanya Bank Indonesia berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan berbagai
pihak untuk merintis jalan melalui serangkaian pelatihan antara lain: pengelolaan website,
manajemen usaha dan pengelolaan gerai karawo. Disamping itu, digelar pula pelatihan
menjahit tingkat dasar dan terampil untuk meningkatkan kapasitas usaha pengrajin karawo.
Pelatihan tersebut merupakan langkah lanjutan pasca Festival Karawo kedua yang
diselenggarakan pada Bulan Desember 2012 lalu. Setelah penguatan demi penguatan
teknis dilakukan kepada para pengrajin karawo, kini saatnya menginjak pada
pengembangan yang lebih mendalam. Dengan berbagai pelatihan yang telah dilakukan oleh
Bank Indonesia, diharapkan para pengrajin tidak hanya menguasai aspek teknis produksi
semata, namun juga aspek SDM, keuangan hingga pemasaran karawo. Sejalan dengan hal
tersebut, semangat pengembangan karawo tidak hanya dirasakan oleh Bank Indonesia dan
pemerintah daerah, namun juga oleh para pengrajin yang menamakan dirinya Gapokciwo
(Gabungan Kelompok Pecinta Karawo). Sebuah wadah yang berasal dari dari dan untuk
pengrajin yang berupaya memajukan karawo.
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
34 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013| BANK INDONESIA
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB 4 KEUANGAN DAERAH
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013 35
BAB 4 : KEUANGAN DAERAH
Realisasi penyerapan belanja APBD Pemerintah Provinsi Gorontalo triwulan I-2013
lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Meningkatnya persentase
realisasi dimaksud didorong Belanja Tidak Langsung terutama Belanja Hibah. Sementara
untuk realisasi penerimaan APBD sama dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Pada triwulan I-2013, kenaikan penerimaan kurang diimbangi penyerapan belanja sehingga
mendorong terjadinya kontraksi fiskal terhadap jumlah uang beredar di masyarakat.
4.1 PENDAPATAN DAERAH
Pada triwulan I-2013, persentase realisasi terhadap target anggaran pendapatan
APBD Pemerintah Provinsi mencapai 29,75%.
Dilihat dari strukturnya, persentase realisasi terbesar terjadi pada Pendapatan Asli
Daerah (25,90%) yang disumbang oleh kenaikan persentase realisasi pajak daerah.
Sementara untuk persentase realisasi Dana Perimbangan mencapai 31,77%.
Tabel 4.1 Anggaran Induk dan Realisasi Penerimaan APBD Provinsi Gorontalo
Sumber : Badan Keuangan Prov. Gorontalo
Dilihat dari pangsanya, komposisi dana perimbangan masih mendominasi APBD
triwulan I-2013 sebesar 74,63% relatif sama dibandingkan pangsa dana perimbangan pada
triwulan I-2012 sebesar 73,89%. Sementara pangsa pembiayaan mandiri dari PAD tercatat
15,99% meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 14,38%.
Tabel 4.2
Komposisi Penerimaan APBD Provinsi Gorontalo (dalam %)
Nominal Pencapaian
(%)Nominal
Pencapaian
(%)
Pendapatan Asli Daerah 161.639.396.184 39.066.992.323 24,17 190.742.155.014 49.400.636.744 25,90
Pajak daerah 150.012.733.985 36.985.596.579 24,65 176.259.292.815 47.213.860.608 26,79
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan - - - -
Retribusi Daerah 100.000.000 - - 275.000.000 14.078.065 5,12
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 11.526.662.199 2.081.395.744 18,06 14.207.862.199 2.172.698.071 15,29
Dana Perimbangan 630.131.540.835 200.778.207.044 31,86 725.527.944.314 230.506.689.442 31,77
Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 23.983.008.835 6.731.439.044 28,07 30.230.153.314 174.550.442 0,58
Dana Alokasi Umum 582.140.302.000 194.046.768.000 33,33 652.284.261.000 217.428.080.000 33,33
Dana Alokasi Khusus 24.008.230.000 - - 43.013.530.000 12.904.059.000 30,00
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 121.630.890.000 31.862.468.000 26,20 121.930.890.000 28.947.958.000 23,74
Jumlah Pendapatan 913.401.827.019 271.707.667.367 29,75 1.038.200.989.328 308.855.284.186 29,75
I-2013
APBD 2013 APBD 2012
I-2012
Pendapatan Daerah
Nominal Komposisi
(%)Nominal
Komposisi
(%)
Pendapatan Asli Daerah 161.639.396.184 39.066.992.323 14,38 190.742.155.014 49.400.636.744 15,99
Pajak daerah 150.012.733.985 36.985.596.579 13,61 176.259.292.815 47.213.860.608 15,29
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan - - - - -
Retribusi Daerah 100.000.000 - - 275.000.000 14.078.065 0,00
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 11.526.662.199 2.081.395.744 0,77 14.207.862.199 2.172.698.071 0,70
Dana Perimbangan 630.131.540.835 200.778.207.044 73,89 725.527.944.314 230.506.689.442 74,63
Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 23.983.008.835 6.731.439.044 2,48 30.230.153.314 174.550.442 0,06
Dana Alokasi Umum 582.140.302.000 194.046.768.000 71,42 652.284.261.000 217.428.080.000 70,40
Dana Alokasi Khusus 24.008.230.000 - - 43.013.530.000 12.904.059.000 4,18
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 121.630.890.000 31.862.468.000 11,73 121.930.890.000 28.947.958.000 9,37
Jumlah Pendapatan 913.401.827.019 271.707.667.367 100,00 1.038.200.989.328 308.855.284.186 100,00
I-2013
APBD 2013 APBD 2012
I-2012
Pendapatan Daerah
BAB 4 KEUANGAN DAERAH
36 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013| BANK INDONESIA
4.2 BELANJA DAERAH
Pada triwulan I-2013, persentase realisasi terhadap target anggaran belanja APBD
Pemerintah Provinsi mencapai 18,63% lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar 15,67%.
Dilihat dari strukturnya, kenaikan persentase realisasi terbesar terjadi pada Belanja
Tidak Langsung (24,63%) yang disumbang oleh kenaikan persentase realisasi belanja
hibah. Sementara untuk persentase realisasi Belanja Langsung mencapai 13,07%.
Kenaikan belanja hibah sebagai dampak program subsidi pendidikan oleh Pemerintah
Daerah.
Tabel 4.3
Anggaran Induk dan Realisasi Belanja APBD Provinsi Gorontalo
Sumber : Badan Keuangan Prov. Gorontalo
Dilihat dari pangsanya, komposisi terbesar penyerapan belanja daerah masih terjadi
pada Pos Belanja Tidak Langsung sebesar 63,60% dengan persentase penyerapan
terbesar pada belanja hibah (25%) dan belanja pegawai (27%). Yang patut mendapat
perhatian adalah komposisi belanja modal yang meningkat dibandingkan tahun sebelumnya.
Tabel 4.4 Komposisi Belanja APBD Provinsi Gorontalo
Sumber : Badan Keuangan Prov. Gorontalo
Nominal Komposisi
(%)Nominal
Pencapaian
(%)
Belanja Tidak Langsung 466.387.095.206,40 106.525.837.505,00 72,43 519.125.857.305 127.862.494.922 24,63
Belanja Pegawai 241.569.991.136,40 50.089.873.831,00 34,06 275.667.239.585 55.242.956.733 20,04
Belanja Subsidi 4.500.000.000,00 - - 4.500.000.000 - -
Belanja Hibah 139.830.890.000,00 41.526.260.236,00 28,24 138.710.890.000 51.005.001.300 36,77
Belanja Bantuan Sosial 5.600.000.000,00 1.060.000.000,00 0,72 1.000.000.000 143.500.000 14,35
Belanja Bagi Hasil Kpd Prov/Kab/Kota dan Pem. Desa 54.676.214.070,00 12.371.034.144,00 8,41 74.705.181.720 16.749.201.089 22,42
Belanja Bantuan Keuangan Kpd Prov/Kab/Kota dan Pem. Desa15.210.000.000,00 1.478.669.294,00 1,01 18.210.000.000 4.715.482.800 25,90
Belanja Tidak Terduga 5.000.000.000,00 - - 6.332.546.000 6.353.000 0,10
Belanja Langsung 472.014.731.812,80 40.543.312.895,09 27,57 559.676.063.689 73.167.596.765 13,07
Belanja Pegawai 36.893.361.512,00 3.268.830.827,00 2,22 37.762.107.500 4.511.559.917 11,95
Belanja Barang dan Jasa 289.417.165.499,80 32.913.149.258,09 22,38 331.298.951.796 47.072.628.466 14,21
Belanja Modal 145.704.204.801,00 4.361.332.810,00 2,97 190.615.004.393 21.583.408.382 11,32
Jumlah Belanja 938.401.827.019,20 147.069.150.400,09 100,00 1.078.801.920.994 201.030.091.687 18,63
I-2013
APBD 2013 APBDP 2012
I-2012
Belanja Daerah
Nominal Komposisi
(%)Nominal
Komposisi
(%)
Belanja Tidak Langsung 466.387.095.206,40 106.525.837.505,00 72,43 519.125.857.305 127.862.494.922 63,60
Belanja Pegawai 241.569.991.136,40 50.089.873.831,00 34,06 275.667.239.585 55.242.956.733 27,48
Belanja Subsidi 4.500.000.000,00 - - 4.500.000.000 - -
Belanja Hibah 139.830.890.000,00 41.526.260.236,00 28,24 138.710.890.000 51.005.001.300 25,37
Belanja Bantuan Sosial 5.600.000.000,00 1.060.000.000,00 0,72 1.000.000.000 143.500.000 0,07
Belanja Bagi Hasil Kpd Prov/Kab/Kota dan Pem. Desa 54.676.214.070,00 12.371.034.144,00 8,41 74.705.181.720 16.749.201.089 8,33
Belanja Bantuan Keuangan Kpd Prov/Kab/Kota dan Pem. Desa15.210.000.000,00 1.478.669.294,00 1,01 18.210.000.000 4.715.482.800 2,35
Belanja Tidak Terduga 5.000.000.000,00 - - 6.332.546.000 6.353.000 0,00
Belanja Langsung 472.014.731.812,80 40.543.312.895,09 27,57 559.676.063.689 73.167.596.765 36,40
Belanja Pegawai 36.893.361.512,00 3.268.830.827,00 2,22 37.762.107.500 4.511.559.917 2,24
Belanja Barang dan Jasa 289.417.165.499,80 32.913.149.258,09 22,38 331.298.951.796 47.072.628.466 23,42
Belanja Modal 145.704.204.801,00 4.361.332.810,00 2,97 190.615.004.393 21.583.408.382 10,74
Jumlah Belanja 938.401.827.019,20 147.069.150.400,09 100,00 1.078.801.920.994 201.030.091.687 100,00
I-2013
APBD 2013 APBDP 2012
I-2012
Belanja Daerah
BAB 4 KEUANGAN DAERAH
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013 37
4.3. KONTRIBUSI REALISASI APBD GORONTALO TERHADAP SEKTOR RIIL DAN
UANG BEREDAR
Kinerja fiskal selama triwulan I-2013 belum menunjukkan perubahan yang signifikan
terhadap stimulan sektor riil. Realisasi anggaran konsumsi pemerintah memberikan pangsa
6,41%, sementara itu belanja modal memberikan pangsa 0,77%. Pangsa konsumsi
pemerintah terhadap sektor riil mengalami kenaikan dibandingkan triwulan I-2012, hal ini
terkait program hibah subsidi pendidikan yang dilakukan Pemerintah Daerah.
Demikian juga untuk pangsa Belanja Modal terhadap sektor riil pada triwulan I-2013
mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Kondisi ini
berimplikasi pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi triwulan I-2013.
Tabel 4.5 Stimulus Fiskal APBD terhadap Sektor Riil
Sumber : Badan Keuangan Prov. Gorontalo
Di sisi pengaruhnya terhadap uang beredar, realisasi anggaran APBD Gorontalo
sampai dengan akhir triwulan I-2013 menunjukkan kontraksi. Kontraksi terjadi karena
realisasi dari penerimaan APBD lebih besar dibandingkan penyerapan belanja APBD.
Tabel 4.6 Dampak APBD terhadap Uang Beredar
Sumber : Badan Keuangan Prov. Gorontalo
Nominal %PDRB Nominal %PDRB
Konsumsi Pemerintah 792.697.622.218 142.707.817.590 5,72 888.186.916.601 179.446.683.305 6,41
Belanja Pegawai 278.463.352.648 53.358.704.658 2,14 313.429.347.085 59.754.516.650 2,13
Belanja Subsidi 4.500.000.000 - - 4.500.000.000 - -
Belanja Hibah 139.830.890.000 41.526.260.236 1,66 138.710.890.000 51.005.001.300 1,82
Belanja Bantuan Sosial 5.600.000.000 1.060.000.000 0,04 1.000.000.000 143.500.000 0,01
Belanja Bagi Hasil Kpd Prov/Kab/Kota dan Pem. Desa 54.676.214.070 12.371.034.144 0,50 74.705.181.720 16.749.201.089 0,60
Belanja Bantuan Keuangan Kpd Prov/Kab/Kota dan Pem. Desa 15.210.000.000 1.478.669.294 0,06 18.210.000.000 4.715.482.800 0,17
Belanja Tidak Terduga 5.000.000.000 - - 6.332.546.000 6.353.000 0,00
Belanja Barang dan Jasa 289.417.165.500 32.913.149.258 1,32 331.298.951.796 47.072.628.466 1,68
Pembentukan Modal Tetap Bruto 145.704.204.801 4.361.332.810 0,17 190.615.004.393 21.583.408.382 0,77
Belanja Modal 145.704.204.801 4.361.332.810 0,17 190.615.004.393 21.583.408.382 0,77
APBDP 2013 I-2013I-2012
APBDP 2012 Belanja Daerah
Realisasi %PDRB Realisasi %PDRB
Pendapatan 913.401.827.019,20 271.707.667.366,64 10,89 1.038.200.989.328,20 308.855.284.185,67 11,03
Pendapatan Asli Daerah 161.639.396.184,20 39.066.992.322,64 1,57 190.742.155.014,20 49.400.636.743,67 1,76
Dana Perimbangan 630.131.540.835,00 200.778.207.044,00 8,05 725.527.944.314,00 230.506.689.442,00 8,23
Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 23.983.008.835,00 6.731.439.044,00 0,27 30.230.153.314,00 174.550.442,00 0,01
Dana Alokasi Umum 582.140.302.000,00 194.046.768.000,00 7,78 652.284.261.000,00 217.428.080.000,00 7,76
Dana Alokasi Khusus 24.008.230.000,00 - - 43.013.530.000,00 12.904.059.000,00 0,46
Dana Darurat - -
Dana Penyesuaian 121.630.890.000,00 31.862.468.000,00 1,28 121.930.890.000,00 28.947.958.000,00 1,03
Belanja 938.401.827.019,20 147.069.150.400,09 5,89 1.078.801.920.994,20 201.030.091.687,00 7,18
Belanja Pegawai 278.463.352.648,40 53.358.704.658,00 2,14 313.429.347.085,27 59.754.516.650,00 2,13
Belanja Subsidi 4.500.000.000,00 - - 4.500.000.000,00 - -
Belanja Hibah 139.830.890.000,00 41.526.260.236,00 1,66 138.710.890.000,00 51.005.001.300,00 1,82
Belanja Bantuan Sosial 5.600.000.000,00 1.060.000.000,00 0,04 1.000.000.000,00 143.500.000,00 0,01
Belanja Bagi Hasil Kpd Prov/Kab/Kota dan Pem. Desa 54.676.214.070,00 12.371.034.144,00 0,50 74.705.181.719,70 16.749.201.089,00 0,60
Belanja Bantuan Keuangan Kpd Prov/Kab/Kota dan Pem. Desa15.210.000.000,00 1.478.669.294,00 0,06 18.210.000.000,00 4.715.482.800,00 0,17
Belanja Tidak Terduga 5.000.000.000,00 - - 6.332.546.000,00 6.353.000,00 0,00
Belanja Barang dan Jasa 289.417.165.499,80 32.913.149.258,09 1,32 331.298.951.796,23 47.072.628.466,00 1,68
Belanja Modal 145.704.204.801 4.361.332.810 0,17 190.615.004.393 21.583.408.382 0,77
Surplus/Defisit (25.000.000.000) 124.638.516.967 5,00 (40.600.931.666) 107.825.192.499 3,85
APBDP 2013 I-2013
APBDP 2012 I-2012
APBD
BAB 4 KEUANGAN DAERAH
38 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013| BANK INDONESIA
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013 39
BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN
Aliran uang kartal dari kas titipan BI di Bank Mandiri Gorontalo pada triwulan laporan
menunjukkan net outflow sebesar Rp.231,24 miliar. Sementara itu pada triwulan I-2013
ditemukan adanya laporan temuan uang palsu pecahan Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah)
sebanyak 142 lembar di wilayah Kabupaten Pohuwato. Di sisi lain, pertumbuhan kliring dan
RTGS dari sisi nilai mengalami kontraksi pada triwulan laporan masing-masing sebesar
3,20% (q.t.q) dan 21,62% (q.t.q) dibandingkan triwulan sebelumnya.
5.1 PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN TUNAI
5.1.1 ALIRAN UANG KARTAL (INFLOW/OUTFLOW)
Perkembangan transaksi pembayaran tunai dilihat dari aliran uang kartal pada posisi
triwulan I-2013 mengalami net inflow sebesar Rp.231,34 miliar yang berarti jumlah uang
yang masuk dalam khasanah kas titipan Bank Indonesia (Rp.859,69 miliar) lebih besar
dibandingkan uang yang keluar dari khasanah kas titipan (Rp.628,45 miliar). Grafik 5.1
menggambarkan hal tersebut.
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 5.1 Net inflow/outflow Kas Titipan Gorontalo Grafik 5.2 Perkembangan Netflow Bulanan
Namun demikian jika dilihat dari perkembangan bulanan, pada posisi Bulan Maret
2013 terjadi net outflow dalam aliran uang kartal di Gorontalo, sebagaimana ditunjukkan
oleh Grafik 5.2. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat Gorontalo cenderung
mengeluarkan uang lebih untuk membeli barang-barang kebutuhan pokok sebagai respon
inflasi bulanan yang pada Bulan Maret 2013 tercatat sebesar 1,07% (m.t.m).
(200,000)
(150,000)
(100,000)
(50,000)
-
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
-
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
350,000
400,000
450,000
Jan
Mar
Me
i
Jul
Sep
t
No
v
Jan
Mar
Me
i
Jul
Sep
t
No
v
Jan
Mar
2011 2012 2013N
etf
low
(R
p.J
uta
)
Seto
ran
-Ba
yara
n (
Rp
.Ju
ta)
Setoran
Bayaran
Net Flow
(250,000)
(200,000)
(150,000)
(100,000)
(50,000)
-
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2010 2011 2012 2013
Rp
. Ju
ta
Net Flow
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN
40 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013| BANK INDONESIA
5.1.2 PENYEDIAAN UANG KARTAL LAYAK EDAR
Penyediaan uang kartal layak edar (ULE) pada posisi triwulan I-2013, mengalami
penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Tercatat Uang Layak Edar (ULE) pada
triwulan I-2013 sebesar Rp.84,68 miliar menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar Rp.99,44 miliar. Sementara itu, jumlah Uang Tidak Layak Edar (UTLE) atau
uang lusuh yang ada dalam kas titipan Bank Indonesia meningkat pada triwulan laporan dari
Rp.5,85 miliar (posisi triwulan IV-2012) menjadi Rp.15 miliar. Sebagian besar uang layak
edar yang ada di bank adalah nominal pecahan kertas Rp.100.000,00, sementara uang
tidak layak edar yang ditemukan kebanyakan berdenominasi Rp.10.000,00. Penurunan
jumlah persediaan Uang Layak Edar (ULE) pada triwulan laporan disebabkan karena
tingginya permintaan masyarakat untuk membelanjakan uangnya pada triwulan laporan
sebagai dampak inflasi yang relatif tinggi. Tabel 5.1 menunjukkan penyediaan uang kartal di
kas titipan Gorontalo.
Tabel 5.1 Rincian Pecahan Uang di Kas Titipan Gorontalo (Dalam Rp.ribu)
Layak edar Tidak Layak Edar Layak edar Tidak Layak Edar
Uang Kertas 100,000 38,500,000 1,500,000 40,000,000 32,200,000 1,200,000 33,400,000
50,000 26,050,000 2,000,000 28,050,000 23,900,000 2,000,000 25,900,000
20,000 9,780,000 700,000 10,480,000 5,980,000 3,000,000 8,980,000
10,000 8,940,000 500,000 9,440,000 3,400,000 6,500,000 9,900,000
5,000 9,615,000 500,000 10,115,000 10,410,000 850,000 11,260,000
2,000 6,022,000 600,000 6,622,000 3,644,000 1,200,000 4,844,000
1,000 527,000 50,000 577,000 155,000 250,000 405,000
Total 99,434,000 5,850,000 105,284,000 79,689,000 15,000,000 94,689,000
Uang Logam 1000
500
100
50 2,000 5,000,000
Total 2,000 - 2,000 5,000,000 - 5,000,000
TOTAL UANG 99,436,000 5,850,000 105,286,000 84,689,000 15,000,000 99,689,000
Jenis Pecahan (Rp)Tw. I 2013
Jumlah (ribu)Tw. IV 2012
Jumlah (ribu)
Sumber : Bank Indonesia
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013 41
5.1.3 UANG PALSU
Tabel 5.2 Perkembangan Uang Palsu di Gorontalo
Pecahan / Tahun Emisi Temuan Uang Palsu
100.000 / 2004 142
100.000 / 1999 0
50.000 / 2005 0
50.000 / 1999 0
50.000 / 1993 0
20.000 / 2004 0
10.000 / 2005 0
Jumlah 142
Periode Triwulan I-2013
Sumber : Bank Indonesia
Pada triwulan I-2013 ditemukan adanya laporan temuan uang palsu dari
masyarakat Gorontalo sebanyak 142 lembar. Temuan ini merupakan yang terbesar dalam
kurun waktu 5 tahun terakhir. Adanya tindak kejahatan ini perlu mendapatkan perhatian
yang serius dari berbagai pihak karena dapat merugikan masyarakat. Edukasi dan
sosialisasi publik mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah perlu senantiasa dilakukan.
5.2 PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI
5.2.1 KLIRING NON BI DI GORONTALO
Perputaran warkat kliring non BI dilihat dari pertumbuhan jumlah warkatnya jauh
mengalami penurunan pada triwulan I-2013 yang tercatat sebesar -5,89% (q.t.q)
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 2,15% (q,t,q). Sejalan dengan itu, dari segi
pertumbuhan nominalnya mengalami kontraksi sebesar 3,20% (q.t.q) dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 11,21% (q.t.q). Grafik 5.3 dan 5.4 menunjukkan
perputaran kliring di Gorontalo dan rata-rata perputaran kliring per hari.
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 5.3 Perputaran Kliring di Gorontalo Grafik 5.4 Rata-Rata Perputaran Kliring Per Hari
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
10000
0
50
100
150
200
250
300
350
Jan Mar May Juli sept Nov Jan Mar May Juli sept Nov Jan Mar
2011 2012 2013
No
min
al
(Rp
.Ju
ta)
Le
mb
ar
Nominal (Kanan)
Lembar (Kiri)
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
160000
180000
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
Jan Mar May Juli sept Nov Jan Mar May Juli sept Nov Jan Mar
2011 2012 2013
No
min
al (
Rp
.Ju
ta)
Lem
bar
Nominal (Kanan)
Lembar (Kiri)
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN
42 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013| BANK INDONESIA
Sementara itu, persentase rata-rata penolakan cek & bilyet giro kosong per hari dari
sisi jumlah lembaran cek/bilyet giro pada triwulan I-2013 tercatat sebesar 1,33%,
menurun dibandingkan triwulan IV-2012 yang tercatat sebesar 1,44%. Di sisi lain,
persentase rata-rata penolakan cek & bilyet giro kosong per hari dilihat dari sisi jumlah
nominal pada triwulan I-2013 menurun menjadi 1,40% dibandingkan triwulan IV-2012
yang tercatat sebesar 1,86%. Grafik 5.5 menunjukkan persentase rata-rata penolakan
cek & bilyet giro kosong per hari dari sisi jumlah lembaran dan nominalnya.
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50
Jan
Mar
May
Juli
sept
Nov
Jan
Mar
May
Juli
sept
Nov
Jan
Mar
20
11
20
12
20
13
Nominal (%)
Lembar (%)
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 5.5 Rasio Warkat dan Nominal Cek/BG Kosong Kliring Non BI di Gorontalo
5.2.2 REAL TIME GROSS SETTLEMENT (RTGS)
Pada triwulan I-2013, transaksi yang dilakukan melalui RTGS (dari dan ke Gorontalo)
dari sisi nilai rata-rata tercatat sebesar Rp.663 miliar atau terkontraksi sebesar 21,62%
(q.t.q) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 29,88% (q.t.q). Sementara
itu, bila dilihat dari volumenya, rata-rata transaksi RTGS pada triwulan laporan adalah
sebanyak 1222 kali, dengan pertumbuhan negatif sebesar 29,35% (q.t.q) jauh lebih rendah
dibandingkan triwulan IV-2012 yang tercatat sebesar 9,17% (q.t.q). Penurunan transaksi
melalui RTGS pada triwulan I-2013 ini diperkirakan karena siklus ekonomi pada triwulan I
relatif belum optimal, sehingga transaksi melalui RTGS baik nilai maupun volumenya masih
sedikit.
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013 43
Tabel 5.3 Perkembangan Transaksi RTGS di Gorontalo
Sumber : Bank Indonesia
Nilai Nilai Nilai
(Miliar Rp) (Miliar Rp) (Miliar Rp)
Pertumbuhan (qtq) -5.62% 0.73% -4.92% 0.76% -5.20% 0.74%
Oktober 324 1073 469 667 793 1740
November 287 946 470 649 757 1595
Desember 400 1058 588 796 988 1854
Rata-rata tw IV-2012 337 1026 509 704 846 1730
Pertumbuhan (qtq) 29.12% 5.85% 30.40% 14.41% 29.88% 9.17%
Januari 246 779 467 471 714 1250
Februari 212 728 407 471 618 1199
Maret 208 717 448 500 657 1217
Rata-rata tw I-2013 222 741 441 481 663 1222
Pertumbuhan (qtq) -34.04% -27.72% -13.41% -31.72% -21.62% -29.35%
Bulan
FROM TO FROM + TO
Volume Volume Volume
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN
44 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013| BANK INDONESIA
BOX 4 : SECURITY FEATURES dan CIRI-CIRI KEASLIAN UANG
RUPIAH
Menyikapi tingginya kasus pemalsuan uang rupiah pada triwulan laporan, maka beberapa hal yang
perlu diperhatikan masyarakat terkait Uang Rupiah Asli adalah sebagai berikut.
I. Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah
Dalam melaksanakan tugas pokok di bidang pengedaran uang, Bank Indonesia selalu berupaya
agar uang yang dikeluarkan dan diedarkan memiliki ciri-ciri dan unsur pengaman yang cukup
mudah dikenali oleh masyarakat namun di pihak lain dapat melindungi uang dari unsur
pemalsuan. Keaslian uang dapat dikenali melalui ciri-ciri yang terdapat baik pada bahan yang digunakan
untuk membuat uang (kertas, plastik atau logam), disain dan warna masing-masing pecahan
uang, maupun pada teknik pencetakan uang tersebut. Dalam penetapan ciri-ciri uang dianut
suatu prinsip bahwa semakin besar nilai nominal uang maka semakin banyak unsur pengaman
(Secutiy Features) dari uang tersebut sehingga aman dari usaha pemalsuan. Security features selain berfungsi sebagai alat pengamanan, baik dalam bentuk kasat mata
maupun tidak kasat mata juga memiliki beberapa fungsi lain, yaitu : a. Fungsi estetika, agar uang tampak menarik. b. Untuk membedakan antara satu pecahan dengan pecahan lainnya, atau antara satu mata
uang dengan mata uang lainnya.
II. Unsur Pengaman pada Uang Kertas Rupiah Unsur pengaman pada uang kertas meliputi bahan uang dan teknik cetak. Pemilihan unsur
pengaman merupakan suatu aspek yang penting agar uang sulit dipalsukan. Perlu disadari
bahwa sulitnya uang untuk dipalsukan tidak semata-mata tergantung pada unsur pengaman,
tetapi juga dipengaruhi oleh gambar disain, warna maupun teknik cetak. Unsur pengaman pada uang kertas Rupiah dapat dibedakan berdasarkan unsur pengaman
yang terbuka (covert security features) dan tidak terbuka (covert security features).
Kebanyakan unsur pengaman adalah yang terbuka dan dapat dilihat dengan mudah oleh
masyarakat. Pendeteksian unsur pengaman tersebut dapat dilakukan dengan mata telanjang
(kasat mata), perabaan tangan (kasat raba), maupun dengan menggunakan peralatan sederhana
seperti kaca pembesar dan ultra violet. Pendeteksian unsur pengaman yang tidak terbuka hanya
dapat dilakukan dengan suatu mesin yang memiliki sensor tertentu yang memiliki tingkat
kepastian dan kecepatan yang cukup tinggi untuk mengetahui unsur pengaman tersebut. Dalam melakukan pemilihan unsur pengaman uang kertas, pada umumnya mempertimbangkan 2
hal utama yaitu: a. Semakin besar nominal pecahan diperlukan unsure pengaman yang lebih baik, kompleks,
dan canggih. b. Unsur pengaman yang dipilih didasarkan pada hasil penelitian dan mempertimbangkan
perkembangan teknologi.
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013 45
III. Karakteristik Uang Logam Rupiah
Beberapa karakteristik tertentu yang perlu diperhatikan dalam uang logam Rupiah antara lain: a. Setiap pecahan uang logam mudah dikenali baik secara kasat mata dan kasat raba. b. Uang logam menggunakan bahan yang tahan lama dan tidak mengandung zat yang
membahayakan. c. Uang logam yang dikeluarkan dalam ukuran yang sesuai, tidak terlalu besar atau tidak terlalu
berat. d. Uang logam Rupiah berbentuk bulat, dengan bagian samping bergerigi atau tidak bergerigi.
IV. Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah
Secara sederhana, ciri-ciri keaslian uang rupiah dapat dikenali melalui 3 cara atau yang lebih
dikenal dengan istilah 3D (Dilihat, Diraba dan Diterawang). Berikut ini disampaikan cara mengenali
keaslian uang kertas rupiah.
1. Dilihat
a. Warna terlihat terang dan jelas
b. Terdapat benang pengaman yaitu bahan yang ditanam pada kertas uang dan tampak
sebagai suatu garis melintang apabila diterawang kearah cahaya atau terlihat seperti
dianyam.
c. Pada uang pecahan tertentu seperti Rp100.000 Tahun Eminsi 2004, Rp50.000 Tahun
Emisi 2005, Rp20.000 Tahun Emisi 2004 dan Rp10.000 Tahun Emisi 2005 pada bagian
sudut kanan bawah terdapat tinta OVI (Optical variable Ink) yaitu hasil cetak dalam
dengan menggunakan tinta khusus yang dapat berubah warna apabila dilihat dari sudut
pandang tertentu.
2. Diraba
a. Cetak Intaglio yaitu hasil cetakan yang terasa kasar apabila diraba dan terdapat pada
angka, huruf dan gambar pada setiap uang.
b. Kode tunanetra yaitu kode tertentu untuk mengenali jenis pecahan bagi tunanetra. Di
setiap uang terletak di bagian muka diatas tulisan Bank Indonesia.
3. Diterawang
a. Tanda air adalah suatu gambar tertentu yang dibuat dengan cara menipiskan dan
menebalkan serat kertas untuk membentuk suatu image (umumnya gambar pahwalan)
dan akan terlihat bila diteerawangkan kearah cahaya.
b. Rectoverso, yaitu hasil cetak yang beradu tepat atau saling mengisi antara gambar di
bagian muka uang dengan gambara yang dibagian belakang uang.
Sumber : www.bi.go.id
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN
46 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013| BANK INDONESIA
BAB 6 KESEJAHTERAAN
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013 47
BAB 6 : KESEJAHTERAAN
Jumlah pengangguran di Gorontalo per-Februari 2013 mengalami penurunan
dibandingkan 2012. Sementara angka kemiskinan menurut data 2012 masih berkisar
17,33%. Indeks Pembangunan Manusia Gorontalo sendiri relatif masih rendah
dibandingkan Provinsi lainnya di Sulawesi.
6.1. PENGANGGURAN
Jumlah angkatan kerja (berusia 15 tahun ke atas) di Gorontalo pada bulan Februari
2013 tercatat sebanyak 480.382 jiwa atau meningkat dibanding angkatan kerja pada periode
Agustus 2012 yang tercatat hanya 466.073 jiwa. Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh
meningkatnya jumlah penduduk yang bekerja dimana pada Februari 2013 mencapai
459.689 atau naik 3,13% dibanding posisi Agustus 2012 yang tercatat sebanyak 445.729
jiwa. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Gorontalo mengalami penurunan dimana pada
bulan Februari 2013 tercatat sebanyak 4,31%, menurun dibandingkan TPT posisi Agustus
2012 yang tercatat 4,36%.
Tabel 6.1.
Penduduk Usia 15 Tahun Ke atas Menurut Kegiatan
Sumber : BPS Prov. Gorontalo
Jika dilihat berdasarkan lapangan usaha penduduk yang bekerja, sektor pertanian
nampaknya masih menjadi lapangan usaha sebagian besar penduduk Provinsi Gorontalo
yaitu 161.467 orang (Februari 2013). Jumlah tersebut menurun 4% jika dibandingkan
dengan Agustus 2012. Sektor lainnya dengan pangsa pasar jumlah tenaga kerja yang
cukup besar adalah sektor jasa kemasyarakatan yaitu 105.067 jiwa atau sebesar 22% dari
total tenaga kerja. Tenaga kerja sektor ini tumbuh 24,5% dibandingkan bulan Agustus 2012.
Februari Agustus Februari Agustus Februari
Penduduk Usia 15 Tahun Keatas 717.600 725.153 732.021 738.885 746.698
Angkatan Kerja 458.579 465.027 471.128 466.073 480.382
Bekerja 437.459 445.210 448.489 445.729 459.689
Tidak Bekerja 21.120 19.817 22.639 20.344 20.693
Bukan Angkatan Kerja 259.021 260.126 260.893 272.812 266.316
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 63,90 64,13 64,36 63,08 64,33
Tingkat Pengangguran Terbuka 4,61 4,26 4,81 4,36 4,31
20132011 2012Ketenagakerjaan
BAB 6 KESEJAHTERAAN
48 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013| BANK INDONESIA
Tabel 6.2.
Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja
Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
Sumber: Berita Resmi Statistik, BPS Provinsi Gorontalo
6.2. KEMISKINAN
Jumlah penduduk miskin di Provinsi Gorontalo hingga Maret 2012 tercatat sebanyak
186.907 jiwa (17,33% dari jumlah penduduk), mengalami penurunan dibandingkan posisi
Maret 2011 yang tercatat sebanyak 198.270 jiwa (18,75% dari jumlah penduduk).
Sementara itu garis kemiskinan di Provinsi Gorontalo pada bulan Maret 2012 sebesar Rp
203.907 per kapita per bulan atau mengalami kenaikan sebesar Rp16.692 perkapita per
bulan dibandingkan dengan bulan Maret 2011 yang tercatat sebesar Rp183.637 perkapita
per bulan.
Tabel 6.3.
Persentase Penduduk Miskin Provinsi Gorontalo (%)
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo, Sakernas
6.3. RASIO GINI
Pada Tahun 2007 indeks gini tercatat 0,39 mengalami kenaikan dibandingkan indeks
gini tahun 2005 lalu yang tercatat sebesar 0,36. Kondisi ini menunjukkan kesenjangan
pendapatan antara lapisan penduduk semakin meningkat. Namun demikian berdasarkan
strukturnya, persentase pendapatan yang dinikmati oleh 20% penduduk berpenghasilan
tertinggi menjadi semakin meningkat dari 44,38% menjadi 47,67%. Fenomena yang menarik
adalah terjadinya shifting dari sebagian penduduk di kelompok 40% menengah ke 40% ke
bawah dan 20% teratas.
Februari Agustus Februari Agustus Februari
Pertanian 179.933 158.973 163.806 168.496 161.467
Industri 40.584 44.015 37.619 37.986 24.092
Perdagangan 64.022 65.851 61.079 67.142 80.068
Jasa Kemasyarakatan 87.087 91.393 91.741 84.390 105.067
Lainnya 65.833 84.978 94.244 87.715 88.995
Total 437.459 445.210 448.489 445.729 459.689
201320122011Ketenagakerjaan
Maret September Maret
Jumlah Penduduk Miskin 198.270 192.396 186.907
Persentase 18,75 18,02 17,33
Garis Kemiskinan Rp187.215 Rp195.685 Rp203.907
Perkotaan Rp194.161 Rp202.305 Rp209.422
Pedesaan Rp183.637 Rp192.274 Rp201.065
Kemiskinan2011 2012
BAB 6 KESEJAHTERAAN
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013 49
Tabel 6.4.
Rasio Gini Provinsi Gorontalo
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo, Sakernas
6.4. IPM (INDEX PEMBANGUNAN MANUSIA)
Index Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Gorontalo sampai dengan data terakhir
tahun 2011 adalah sebesar 70,82 dengan tren semakin meningkat sejak tahun 2006. IPM
Gorontalo relatif lebih rendah dibandingkan provinsi lainnya di Sulawesi.
Tabel 6.5.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Provinsi Gorontalo
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo
Tabel 6.6
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Per Kabupaten/Kota
Tahun 2006-2007
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo
Indeks Pembangunan Manusia 2008 2009 2010 2011
Sulawesi Barat 68,55 69,18 69,64 70,11
Sulawesi Tenggara 69,00 69,52 70,00 70,55
Gorontalo 69,29 69,79 70,28 70,82
Sulawesi Tengah 70,09 70,70 71,14 71,62
Sulawesi Selatan 70,22 70,94 71,62 72,14
Sulawesi Utara 75,16 75,68 76,09 76,54
BAB 6 KESEJAHTERAAN
50 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013| BANK INDONESIA
Halaman ini sengaja dikosongkan