induksi
description
Transcript of induksi
BAB I
PENDAHULUAN
Induksi persalinan adalah suatu stimulasi kontraksi pada ibu hamil yang belum
inpartu baik secara mekanis maupun medikasi untuk merangsang timbulnya kontraksi
rahin sehingga terjadi persalinan. Induksi persalinan berbeda dengan akselerasi
persalinan, dimana pada akselerasai persalinan tindakan – tindakan tersebut dikerjakan
pada wanita hamil yang sudah inpartu.
Induksi persalinan merupakan salah satu cara untuk mempermudah keluarnya
bayi dari Rahim secara normal. Indikasi – indikasi yang penting adalah postmaturitas dan
hipertensi dalam kehamilan yang >37 minggu. Untuk melakukan induksi persalinan perlu
dipenuhi beberapa kondisi, seperti :
1. Hendaknya serviks telah matang yaitu serviks sudah mendatar dan
menipis serta sudah dapat dilalui oleh sedikitnya satu jari dan sumbu
serviks menghadap ke depan.
2. Tidak ada cephalopelvik disproportion (CPD).
3. Tidak ada kelainan letak janin yang tidak dapat dibetulkan.
4. Sebaiknya kepala janin sudah mulai turun ke dalam rongga panggul.
Apabila beberapa syarat diatas tidak dapat dipenuhi, maka induksi persalinan
kemungkinana tidak akan memberikan hasil maksimal yang diharapkan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Induksi persalinan adalah suatu stimulasi kontraksi pada ibu hamil yang belum
inpartu baik secara mekanis maupun medikasi untuk merangsang timbulnya kontraksi
rahin sehingga terjadi persalinan. Induksi persalinan berbeda dengan akselerasi
persalinan, dimana pada akselerasai persalinan tindakan – tindakan tersebut dikerjakan
pada wanita hamil yang sudah inpartu.
B. Indikasi
Indikasi melakukan induksi dapat berasal dari anak ataupun ibu, Induksi diindikasikan
jika manfaat bagi ibu atau janin melebihi manfaat jika kehamilan dilanjutkan. Induksi
meliputi kondisi segera. American College Of Obstetricans And Gynecologists (ACOG)
memberikasn beberapa indikasi untuk dilakukannya suatu induksi, antara lain:
Ruptur Membran (KPD) disertai korioamnionitis
Ruptur Membran (KPD) tanpa persalinan
Preeklampsia Berat
Hipertensi Gestasional
Kehamilan Postterm
C. Kontraindikasi
Kontraindikasi induksi serupa dengan kontraindikasi untuk menghindarkan persalinan
dan pelahiran spontan, diantaranya:
Makrosomia yang besar
Gestasi janin lebih dari Satu
Hidrosefalus
Malpresentasi
Status janin meresahkan
D. Komplikasi / Risiko Induksi
Peningkatan angka komplikasi ibu yang berhubungan dengan induksi persalinan meliputi
pelahiran Caesar, korioamnionitis, dan atonia uteri.
Angka Pelahiran Caesar
Angka ini meningkat terutama pada nullipara yang menjalani induksi menurut
Luthy dkk,2004. Sejumlah telah melaporkan bahwa peningkatan risiko dua sampai
tiga kali lipat (Hoffman dan sciscione,2003; Maslow dan Sweeny,2000; Smith
dkk,2003). Pematangan serviks prainduksi mungkin tidak mengurangi angka
pelahiran Caesar pada nullipara dengan serviks yang tidak siap (Mercer,2005).
Pada penelitian cohort retrospektif, Hamar dkk(2001) menemukan bahwa angka
pelahiran Caesar setelah induksi elektif secara nyata meningkat pada perempuan
tanpa komplikasi antepartum dan dengan skor bishop 7 atau lebih dibandingkan
dengan perempuan yang mengalami persalinan spontan.
Korioamnionitis
Perempuan yang persalinannya diinduksi mengalami peningkatan insiden
korioamnionitis jika dibandingkan dengan perempuan yang bersalin spontan
(American College Of Obstetricans and Gynecologists).
Atonia Uteri
Atonia dan perdarahan pasca partum lebih sering terjadi pada perempuan yang
diinduksi. Risiko ini lebih sering pada perempuan dengan persalinan yang
diinduksi atau pada perempuan dengan korioamnionitis.
E. Harapan Induksi Persalinan
Terdapat beberapa faktor yang meningkatkan keberhasilan induksi persalinan dan
mencakup multiparitas, IMT <30, serviks yang ideal, dan berat badan bayi
<3500gr(Peregrin,dkk2006; Pevzner,dkk 2009). Menurut penulis pada Obstetri Williams,
dikatakan bahwa dengan melakukan stimulasi uterus, minimum 12 jam dengan oksitosin
setelah rupture membrane, banyak nullipara yang sebelumnya berada dalam fase laten
persalinan selama 6 dan 9 jam akhirnya memasuki persalinan aktif dan mengalami
persalinan per vaginam dengan aman.
F. Pematangan Serviks
Untuk menilai keberhasilan suatu induksi persalinan, salah satu faktor yang perlu
diperhatikan adalah kondisi serviks. Salah satu metode yang dapat dihitung untuk
memprediksi keluaran induksi persalinan adalah skor yang dipaparkan oleh bishop(1946)
atau dikenal dengan bishop score.
Teknik Farmakologis
Prostaglandin
Pada pemberian prostaglandin dapat merangsang otot – otot polos termasuk otot
Rahim. Prostaglandin yang spesifik untuk merangsang otot Rahim adalah PGE1
& PGE2 alfa.
o Prostaglandin E2
Menurut ACOG Pemberian prostaglandin E2 lokal (Dinoprostone) sering
digunakan untuk mematangkan serviks. Bentuk jelly (prepidil) tersedia
dalam suntikan 2,5mL untuk penyuntikan intraservikal yang berisi 0,5mg
dinoprostone. Ibu dalam posisi terlentang, ujung suntikan yang belum diisi
diletakkan diadalam serviks, dan gel tepat dimasukkan dibawah os serviks
interna. Setelah pemberian ibu tetap berbaring selama setidaknya 30menit.
Dosis dapat diulang setiap 6 jam dengan maksimum 3 dosis yang
direkomendasikan dalam 24 jam.
Pemberian. Preparat prostaglandin seharusnya hanya diberika di atau
dekat ruang bersalin dan aktivitas uterus serta denyut jantung janin harus
dipantau (ACOG). Panduan ini berdasarkan risiko preparat prostaglandin
yang dapat menyebabkan taksistol uterus. Kontraksi biasanya mulai nyata
pada 1 jam pertama dan aktivitas puncak pada 4 jam pertama. Berdasarkan
panduan dikatakan bahwa sebaiknya pemberian oksitosin ditunda selama 6
– 12 jam setelah prostaglandin E2 diberikan
Efek Samping. Takisistol uterus merupakan kontraksi > 6 kali kontraksi
dalam 10 menit. Brindley dan sokol melaporkan bahwa setelah pemberian
prostaglandin E2 pervagina pada 1-5 % perempuan didapatkan taksistol
uterus. Kontraindikasi pemberian PGE2 adalah jika memiliki asma dan
glaucoma.
o Prostaglandin E1
Misoprostol adalah salah satu jenis prostaglandin E1 sintetik. Misoprostol
dengan sediaan 100 dan 200 ug. Dapat diberikan secara oral maupun
pervagina.
Pemberian. Beberapa peneliti mengatakan bahwa pemberian tablet
misoprostol yang dimasukkan ke dalam vagina efektivitasanya sama atau
lebih baik dibandingkan dengan gel prostaglandin E2 intraserviks. ACOG
meninjau kembali 19 percobaan secara acak yang memberikan
misoprostol intravagina dalam dosis berkisar 25-100ug pada lebih dari
1900 perempuan, dan direkomendasikan dosis 25ug. Sedangkan dosis
efektif jika diberikan per oral adalah setara 100ug. Baik misoprostol
vagina maupun oral dapat digunakan untuk mematangkan serviks maupun
induksi persalinan. Pemberian secara intravagina dengan dosis 25ug dan
per oral 100ug memiliki manfaat yang serupa dengan oksitosin intravena
untuk induksi persalinan. Pemberian secara intravagina dengan dosis 25ug
pada fornix posterior dapat diulang pemberiannya setelah 6 jam bila
kontraksi uterus masih belum ada. Bila dengan dosis 2 x 25ug masih
belum terdapat kontraksi uterus, berikan ulang dengan dosis 50 ug.
Pemberian maksimum misoprostol adalah 4 x 50ug (200ug).
Efek Samping. Hofmeyer,dkk mengatakan bahwa pemberian
prostaglandin E1 dapat meningkatkan risiko terjadinya hiperstimulasi
uterus dengan perubahan denyut jantung janin yang merugikan. ACOG
juga menyatakan bahwa pelahiran Caesar sebelumnya merupakan
kontraindikasi pemberin PGE1 karena meningkatkan risiko rupture uterus.
Pemasangan Kateter Foley Transervikal
Pemasangan kateter ini tidak boleh dilakukan pada kasus perdarahan
antepartum, ketuban pecah dini atau infeksi. Tekanan ke arah bawah yang
diciptakan dengan menempelkan keteter pada paha dapat menyebabkan
pematangan serviks. Pada metode ini dapat dilakukan dengan atau tanpa infus
salin. Guiin,dkk & Sherman dkk merangkum 13 penelitian dengan kateter
berujung balon untuk menghasilkan dilatasi serviks dan hasilnya adalah
terjadi peningkatan skor bishop yang cepat dan persalinan yang lebih singkat
baik dengan atau tanpa infus salin. Rata – rata waktu pemasangan dilakukan
12 – 18 jam.
Dilatator servik higroskopik
Dilakukan menggunakan laminaria. Pemasangan ini dilakukan pada keadaan
dimana servik masih belum bisa membuka dan pemasangan laminaria dalam
kanalis servikalis selama 12 – 18 jam.
G. Induksi Oksitosin
Infus Oksitosin
Pada penggunaan oksitosin, ACOG merekomendasikan pemantauan denyut
jantung janin dan kontraksi janin. Secara umum oksitosin harus dihentikan bila
jumlah kontraksi bertahan dengan frekuensi yang lebih banyak dari 5 selama 10
menit atau 7 kali selama 15 menit atau dengan pola denyut jantung yang
meresahkan yang persisten. Satu ampul 1mL mengandung 10 unit, dilarutkan
dalam 500mL larutan kristaloid dan diberikan melalui infus. Penelitian oleh
Parkland Hospital dan Satin menyatakan bahwa pemberian dengan dosis awal
6mU/menit dibandingkan dengan regimen lainnya menunjukan waktu persalinan
yang lebih singkat dan tingkat kegagalan induksi yang rendah.
Reginen Dosis awal
(mU/menit)
Penaikkan dosis
(mU/menit)
Interval(menit)
Rendah 0,5 -1,5 1 15 - 40
2 4,8,12,16,20,25,30 15
Tinggi 4 4 15
4,5 4,5 15-30
6 6a 20-40a Jika terjadi hiperstimulasi dan setelah infus oksitosin dihentikan maka dimulai
lagi dengan dosis ½ dosis sebelumnya dan dinaikkan 3mU/menit.
1. Jika tidak tercapai kontraksi yang adekuat setelah jumlah tetesan mencapai 60
tpm
2. Naikkan konsentrasi oksitosin menjadi 5 unit dalam 500ml kristaloid dan
sesuaikan tetesan infus sampai 30tpm (15mU/menit)
3. Naikkan jumlah tetesan infus 10tpm setiap 30 menit sampai kontraksi uterus
menjadi adekuat atau jumlah tetesan mencapai 60 tpm.
Jika masih tidak tercapai kontraksi uterus adekuat dengan konsentrasi yang lebih
tinggi maka :
o Infus oksitosin hendaknya tetap dipertahankan sampai persalinan selesai
yaitu 1 jam setelah lahirnya plasenta.
o Pada multigravida : induksi dianggap gagal dan lakukan section sesarea
o Pada primigravida, infus oksitosin dapat dinaikkan konsentrasinya yaitu :
Naikkan jumlah tetesan dengan 10 tpm setiap 30 menit sampai
tercapai kontraksi uterus adekuat
Jika sudah mencapai 60 tpm kontraksi uterus masih tidak adekuat
maka induksi dianggap gagal dan lakukan section sesarea