IMPLIKASI KINERJA KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN …
Transcript of IMPLIKASI KINERJA KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN …
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
17
IMPLIKASI KINERJA KARYAWAN LEMBAGA
PENDIDIKAN XYZ BERDASARKAN JOB STRESSOR DAN
KONFLIK KERJA
Oleh :
Nurul Giswi Karomah
Administrasi Bisnis, Politeknik LP3I Jakarta
Gedung sentra Kramat Jl. Kramat Raya No. 7-9 Jakarta Pusat 10450
Telp. 021 – 31904598 Fax. 021 - 31904599
Email : [email protected]
ABSTRACT
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Job
Stressor terhadap kinerja karyawan di Lembaga pendidikan XYZ, mengetahui
seberapa besar pengaruh konflik kerja terhadap kinerja karyawan di Lembgaa
Pendidikan XYZ, dan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh job stressor dan
konflik kerja secara bersama-sama terhadap kinerja Karyawan. Penelitian ini
menggnunakan metode survei dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen
penelitian. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 60 orang. Penelitian dilakukan
pada bulan Maret dampai dengan April 2014. Teknik analisa data yang digunakan
adalah teknik analisa deskriptif berdasarkan opini responden dari instrument
penelitian berupa kuesioner. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan
bantuan komputer dengan penggunaan program SPPS 17.0 for windows program.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan negatif dari job
stressor dan konflik kerja terhadap kinerja karyawan baik secara parsial maupun
secara bersama-sama (stimultan). Kata Kunci : Job Stressor, Konflik Kerja, Kinerja
ABSTRACT
Analysis of the effect of Job Stressor and Work conflict on employee
performance in PTS XYZ Jakarta. The study was conducted to determine how
much influence the job stressors on Employee performance in PTS XYZ, and
determine how much influence the job stressor and conflict working together on
employee performance in PTS XYZ, Jakarta. This study used a survey method
using questionnaires as a research instrument. The population in this study were
60 employee PTS XYZ in Jakarta and sampled in this study as many as 60 people.
This research conducted in March to April 2014.
Data analysis technique used is descriptive analysis technique based on the
opinions of respondents of the research instrument in the form of questionnaire.
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
18
Hypothesis testing is using a computer with the use of SPSS 17.0 windows
program. The result showed there were significant negative effect of job stressor
and work conflict on employee performance either partially or jointly
(stimulatory).
Key word : Job Stressor, Work Conflict, Performance
PENDAHULUAN
Karyawan dalam organisasi
sangat penting yang mana dapat
dikatakan sebagai asset di dalam
suatu perusahaan. Kinerja karyawan
yang baik, tentu dapat meingkatkan
produktifitas perusahaan tersebut.
Setiap perusahaan atau organisasi
dituntut untuk dapat menggunakan
sumber daya yang dimiliki
seoptimal mungkin, dalam arti
perusahaan harus dapat
menciptakan keunggulan
kompetitif, sehingga diharapkan
dapat menghadapi para pesaingnya.
Suatu organisasi atau perusahaan
yang memiliki karyawan dengan
kinerja yang baik maka besar
kemungkinan kinerja organisasi atau
perusahaan tersebut juga baik.
Sehingga dalam hal ini terdapat
hubungan yang sangat erat antara
kinerja individu (karyawan) dengan
kinerja organisasi atau
perusahaan,hal ini juga berlaku bagi
karyawan di Lembaga Pendidikan
XYZ , Jakarta.
Namun, pada satu tahun
terakhir ini, kinerja karyawan yang
ada di Lembaga Pendidikan XYZ
terlihat belum optimal. Berdasarkan
hasil studi pendahuluan yang
dilakukan oleh peneliti berupa
observasi dan wawancara, diketahui
terdapat beberapa karyawan yang
menduduki dua sampai tiga jabatan
sekaligus. Hal ini tentu memberikan
beban kerja yang berlebihan
sehingga menimbulkan stres yang
berdampak pada hasil kinerja yang
kurang maksimal. Karyawan
Lembaga Pendidikan XYZ bekerja
diberbagai bagian atau subbagian,
dimana bagian-bagian tersebut saling
berhubungan,dan dari beberapa
bagian tersebut terdapat banyak
sekali perbedaan-perbedaan dari
pendapatan gaji, kondisi kerja,
mutu supervisi, tantangan
tugas,sampai pada perbedaan jabatan
yang tercakup dalam kebutuhan-
kebutuhan dasar manusia. Maslow
dalam Hamzah B. Uno (2006)
mengemukakan,dimana perbedaan-
perbedaan tersebut disebabkan
adanya perbedaan bidang pekerjaan
suatu individu karyawan tersebut.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut
maka setiap karyawan seharusnya
memiliki motivasi yang tinggi untuk
bekerja, sehingga kinerja yang
diharapkan semakin baik.
Namun pada karyawan
Lembaga Pendidikan XYZ,
berdasarkan data hasil wawancara
dari divisi HRD Lembaga
Pendidikan XYZ ditemukan tingkat
kehadiran dan keterlambatan jam
masuk kerja cukup sering sebesar
65%. Hal ini berhubungan dengan
disiplin karyawan yang menurun
pada organisasi ini. Kinerja pegawai
Lembaga Pendidikan XYZ juga
sangat rendah sebesar 40%. Hal ini
ditunjukkan dengan waktu
penyelesaian pekerjaan yang cukup
lama khususnya apabila pekerjaan
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
19
tersebut berhubungan dengan
administrasi. Komunikasi yang
terjalin juga sering terjadi hambatan,
seperti adanya gap antara karyawan
senior dengan karyawan yang masih
baru.
Dari hasil wawancara dengan
pihak HRD juga ditemukan adanya
perbedaan nilai kompensasi di luar
gaji yang berbeda antara seorang
karyawan dengan karyawan lain
dimana banyak karyawan merasa
banyak melakukan pekerjaan tetapi
kompensasi yang mereka terimalebih
kecildari karyawan yang sedikit
pekerjaannya. Demikian pula dari
segi promosi dimana banyak
Karyawan merasa pengangkatan
pimpinan kepala bagian dan lain-
lain,bukan dinilai dari kinerja tetapi
dikarenakan karyawan tersebut
mempunyai kedekatan hubungan
dengan pimpinan.
Job stressor yang paling
nyata adalah stressor yang datang
dari individu dan stressor yang
datang dari lingkungan kerja,maupun
stressor yang bersumber dari teknis
maupun non-teknis. Hal ini juga
sering terjadi di lingkungan Lembaga
Pendidikan XYZ.
Timbul juga konflik yang
terjadi antara unit kerja dan antar
seksi (intergroup conflict),karena
beranggapan bahwa bagian kerja
merekalah yang paling memiliki
target yang terlalu besar dan
beranggapan bagian lain memiliki
targetyang terlalu kecil dapat
menimbulkan kecemburuan dan rasa
ketidak adilan diantara karyawan.
Konflik kerja kerap kali timbul
di Lembaga Pendidikan XYZ, hal ini
diduga dalam suatu kelompok atau
tim kerja terdiri dari berbagai macam
individu dengan berbagai latar
belakang, pendidikan, dan sifat yang
berbeda sehingga konflik dapat
muncul setiap saat. Jika suatu konflik
tidak dapat terselesaikan dengan
baik, maka akan dapat berdampak
buruk bagi kelompok secara
langsung maupun kinerja organisasi
secara tidak langsung.
Disamping kon flik dapat terjadi
pada setiap organisasi, maka konflik
dapat menyebabkan akibat bagi
organisasi tersebut. Akibat itu, dapat
merupakan hal yang negatip, tetapi
dapat juga merupakan hal yang
positip, bergantung bentuk konflik itu
sendiri. Pada hakikatnya konflik
tidak bisa di hindari tetapi bias
diminimalkan agar konflik tidak
mengarah keperpecahan,
permusuhan bahkan
mengakibatkan suatu organisasi
mengalami kerugian. Tetapi jika
konfl ik dapat diolah dengan baik
maka suatu organisasi memperoleh
keuntungan yang maksimal seperti
menciptakan persaingan sehat antar
karyawan. Jadi, pihak manajemen
harus dapat menangkap gejala-gejala
dan indikator-indikator konflik yang
berdampak konstruktif dan konflik
yang berdampak destruktif. Pihak
manajemen harus benar-benar jeli
dalam melihat, memperhatikan dan
merasakan perilaku-perilaku
karyawannya agar konflik yang
berdampak negatip dapat ditekan.
Stres dan konflik merupakan
salah satu masalah yang mungkin
timbul dalam organisasi. Hal tersebut
bias disebabkan adanya ketidak
puasan pegawai terhadap apa yang
diinginkan dan apa yang diharapkan
dalam lingkungan kerja,bias juga
terjadi di luar lingkungan kerja
pegawai. Stress bisa terjadi karena
faktor-faktor yang
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
20
menyebabkannya, atau bisa juga
disebut jobstressor. Stres merupakan
suatu kondisi ketegangan yang
mempengaruhi emosi, proses
berpikir, dan kondisi mental
seseorang. Konflik kerja dalam
organisasi merupakan ketidak
sesuaian antara dua individu atau
kelompok dalam suatu perusahaan
atau organisasi yang timbul karena
ada kenyataan bahwa pihak satu
dengan yang lain harus membagi
sumberdaya yang terbatas atau
kegiatan kerja dan atau kenyataan
kedua belah pihak mempunyai status,
tujuan, nilai-nilai, dan persepsi yang
berbeda-beda. Jobstressor dan
konflik kerja dapat menimbulkan
dampak yang positip dan negatip
terhadap organisasi atau perusahaan,
itu semua tergantung pada sifat stres
pekerjaan dan konflik itu sendiri dan
bagaimana cara mengatasinya.
Konflik dapat berperan positip
(fungsional), tetapi dapat pula
berperan negatip (disfungsional). Ini
berarti konflik harus dapat dikelola
sebaik-baiknya, karena potensial
untuk dapat berkembang “positip”
dan ”negatip” dalam kegiatan
organisasi untuk mencapai tujuan
nya.
Jobstressor dan konflik kerja
merupakan masalah yang diduga
muncul di Lembaga Pendidikan
XYZ. Masalah yang dihadapi
karyawan bisa bersifat sementara
atau jangka panjang, ringan,atau
berat, tergantung seberapa besar
kekuatan dan kemampuan karyawan
dalam menghadapinya. Apabila
setiap persoalan yang ada di
Lembaga Pendidikan XYZ Jakarta
dapat terselesaikan dengan baik,
maka akan meningkatkan kinerja
pegawai, yang pada gilirannya akan
dapat menimbulkan dampak positip
bagi Lembaga Pendidikan XYZ
dalam meningkatkan kinerjanya,
sebaliknya, apabila masalah-masalah
tersebut tidak dapat terselesaikan
dengan baik, maka akan dapat
menurunkan kinerja karyawan,
karena masalah yang terjadi secara
terus menerus dan dihadapi
oleh karyawan dapat menimbulkan
stress dan konflik yang
berkepanjangan sehingga akan
dapat menimbulkan dampak yang
negatip.
Fenomena melatar belakangi
penelitian ini diantaranya tingginya
beban kerjadi Lembaga Pendidikan
XYZ yang menimbulkan job
stressor dan konflik kerja yang
pada akhirnya dapat menurunkan
kinerja karyawan.
Adanya berbagai fenomena
bentuk stress pekerjaan, konflik
kerja, perbedaan tanggapan atau
pengelolaan konflik individu dan
akibatnya terhadap kinerja karyawan
di Lembaga Pendidikan XYZ,
mendorong peneliti untuk
melakukan penelitian dengan judul
Implikasi Kinerja Lembaga
Pendidikan XYZ Berdasarkan Job
Stressor Dan Konflik Kerja.
LANDASAN TEORITIS
Penelitian ini akan
menggunakan kajian literatur yaitu
kajian teori mengenai kinerja, job
stressor, konflik kerja dan mengenai
hubungan dari ketiga variable
tersebut.
1. Teori tentang Kinerja Karyawan
Banyak kita temui
pengertian atau definisi dari kata
kinerja. Sentono (2011)
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
21
mengatakan Kinerja
(performace) adalah hasil kerja
yang dapat dicapai oleh
seseorang atau sekelompok
orang dalam suatu organisasi,
sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawab masing-masing,
dalam rangka upaya mencapai
tujuan organisasi bersangkutan
secara legal, tidak melanggar
hokum dan sesuai dengan moral
maupun etika.
Kinerja adalah tingkat
keberhasilan seseorang dalam
melaksanakan pekerjaan.
Sejauhmana keberhasilan
seseorang dalam menyelesaikan
tugas pekerjaannya disebut level
of performace. Pada umumnya
kinerja atau performace diberi
batasan sebagai kesuksesan
seseorang dalam melaksanakan
suatu pekerjaan. Jadi kinerja
adalah hasil yang dicapai
seseorang menurut ukuran yang
berlaku untuk pekerjaan yang
bersangkutan (Nurhayati, 2003).
2. Teori tentang Job Stressor
a. Pengertian Job Stressor
Stress adalah tekanan,
ketegangan atau gangguan
yang tidak menyenangkan
yang berasal dari luar diri
seseorang. Ada beberapa
alasan mengapa masalah
stres yang berkaitan dengan
organisasi perlu diangkat ke
permukaan saat ini, yaitu:
Masalah Stres adalah
masalah yang akhir ini
hangat dibicarakan dan
posisinya sangat penting
dalam kaitannya dengan
produktifitas karyawan.
Selain dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang
bersumber dari luar
organisasi, stres juga banyak
dipengaruhi oleh faktor-
faktor yang berasal dari
dalam organisasi. (Bernardin
Russel, 1989)
Bernardin Russel
(1989) dalam bukunya
mendefinsikan;
“Job Stress has been
defined as a situation
where in job-related
factors interact with a
worker to change his
or her psychological
and/or physiological
condition such that
the person is forced to
deviate from normal
functioning”.
Stres kerja di
defisinisakan sebagai situasi
interaksi seorang pekerja
dengan pekerjaannya yang
berhubungan dengan
kondisi psikologisnya
sehingga membuatnya tidak
merasa normal lagi.
b. Kategori-Kategori Job
Stressor
Faktor-faktor di
pekerjaan yang bias
menimulkan stres (Job
Stressor) dapat
dikelompokkan ke dalam
empat kategori (Newstroom
dan Davis, 2001) yaitu:
1) Stressor Lingkungan
Kerja
Kondisi kerja
tertentu dapat
menghasilkan prestasi
kerja yang optimal.
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
22
Disamping dampaknya
terhadap prestasi kerja,
kondisi kerja fisik
memiliki dampak juga
terhadap kesehatan
mental dan keselamatan
kerja seorang tenaga
kerja. Menurut
Munandar (2001)
kondisi fisik kerja
mempunyai pengaruh
terhadap kondisi
psikologis diri seorang
tenaga kerja. Ruangan
kerja yang tidak
nyaman, panas,
sirkulasi udara yang
kurang memadai,
berisik, tentu besar
pengaruhnya terhadap
kenyamanan karyawan
dalam bekerja.
2) Stressor Individu
a) Konflik peran (role
conflict): konflik
peran dirasakan
seseorang/individu
ketika memenuhi
kepada satu deretan
harapan tentang
konflik pekerjaan
dengan memenuhi
kepada satu deretan
harapan lainnya
(Gibson, 2002).
Konflik peran dapat
timbul jika
seseorang atau
individu mengalami
adanya
pertentangan antara
tugas-tugas yang
harus ia lakukan
dengan tanggung
jawab yang ia
miliki, tugas-tugas
yang harus ia
lakukan menurut
pandangannya
bukan merupakan
bagian dari
pekerjaannya,
tuntutan-tuntutan
yang bertentangan
dari atasan, rekan,
bawahan, atau
orang lain yang
dinilai penting bagi
dirinya, dan
pertentangan nilai-
nilai dengan
leyakinan
pribadinya sewaktu
melakukan tugas
atau pekerjaannya
(Munandar, 2001).
b) Ambiguitas peran
(role ambiguitas),
adalah tidak adanya
pengertian dari
seseorang tentang
hak-hak khusus dan
kewajiban-
kewajiban mereka
dalam mengerjakan
suatu pekerjaan
(Gibson, 2002).
Ambiguitas peran
merupakan kondisi
ketidakpastian
akibat dari seorang
individu karena
kurang mengerti
dan memahami
mengenai prioritas
harapan dan
kriteria evaluasi
yang diterapkan
organissai kerjanya
(Fakhrudin dan
Asri, 2003).
Menurut Everly
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
23
dan Girdano dalam
Tobing (2007)
faktor-faktor yang
dapat menimbulkan
ambiguitas peran
adalah:
1. Ketidakpastian
dari sasaran-
sasaran atau
tujuan kerja
2. Kesamaran
tentang
tanggung
Jawab
3. Ketidak
jelasan tentang
prosedur kerja
4. Kesamaran
tentang apa
yang
diharapkan
oleh orang
lain/perusahaa
n
5. Kurang adanya
informasi
tentang balikan
atau
ketidakpastian
tentang
penilaian
pekerjaan.
Ambiguitas peran
(role ambiguity)
berpengaruh
terhadap
menurunya
penggunaan
keterampilan
intelektual,
pengetahuan, dan
kepemimpinan
(Gibson, 2002).
c) Beban Kerja
Berlebih (work
Overload), situasi
yang menunjukkan
tingkat dimana
tuntutan peran dan
pekerjaan melebihi
sumber daya
individu dan
organisasi kerjanya,
dan akibatnya
karyawan tidak
dapat
menyelesaikan
tugas pekerjaan
sesuai yang
diharapkan
(Fakhrudin dan
Asri, 2003). Beban
kerja berlebih
memiliki dua tipe
yang berbeda, yaitu
beban berlebih
kualitatif terjadi jika
pekerjaan tersebut
sangat kompleks
dan sulit sehingga
menyita
kemampuan teknis
dan kognitif
karyawan dan beban
kerja kuantitatif jika
banyaknya
pekerjaan yang
ditargetkan
melebihi kapasitas
karyawan. Beban
kerja berlebih
berakibat pada lebih
rendahnya
kepercayaan diri,
menurunnya
motivasi kerja, dan
meningkatnya
absensi (Gibson,
2002).
Fenomena
inilah yang saat ini
sering terjadi dan
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
24
sedang dialami
oleh karyawan
LP3I Kantor Pusat
dan Direktorat.
d) Tidak ada kontrol,
Stressor besar yang
dialami oleh
banyak karyawan
adalah tidak adanya
pengendalian atas
suatu situasi,
langkah kerja,
urutan kerja,
pengambilan
keputusan, waktu
yang tepat,
penetapan standar
kualitas sendiri,
dan kendali jadwal
adalah penting
(Gibson, 2002).
e) Tanggung jawab,
dibedakan dengan
menggunakan
istilah tanggung
jawab bagi orang
vs tanggung jawab
bagi sesuatu. Suatu
studi mendapatkan
dukungan bagi
hipotesa bahwa
tanggung jawab
bagi orang
menyumbang stress
yang berhubungan
dengan kerja
(Gibson, 2002).
3) Stressor Kelompok
Hubungan yang
baik antar anggota dari
suatu kelompok kerja
dianggap sebagai faktor
utama dalam kesehatan
individu dan organisasi.
Hubungan kerja yang
tidak baik (antar sesama
rekan, atasan, dan
bawahan) terungkap
dalam gejala-gejala
adanya kepercayaan
rendah, taraf pemberian
dukungan yang rendah,
dan minat yang rendah
dalam pemecahan
masalah organisasi
(Munandar, 2001).
4) Stressor Organisasional
Faktor Stres yang
ditemukan dalam
kategori ini terpusat
pada sejauh mana para
karyawan dapat terlibat
atau berperan serta
dalam mengambil
keputusan. Partisipasi
menunjuk pada luasnya
pengetahuan, opini, dan
ide seseorang termasuk
di dalam proses
keputusan. Kurangnya
partisipasi para
karyawan dalam
mengambil keputusan
dapat member
sumbangan pada stres.
Peningkatan peluang
untuk berperan serta
menghasilkan
peningkatan unjuk kerja
dan peningkatan taraf
dari kesehatan mental
dan fisik (munandar,
2001).
3. Teori tentang Konflik Kerja
a. Pengertian Konflik
Konflik merupakan
suatu pergolakan dimana
perilaku suatu kelompok
untuk mencapai satu tujuan
tetapi dihalangi oleh
perilaku suatu kelompok
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
25
lain yang memiliki tujuan
yang lain. (Soekarsono,
2012).
Dalam setiap
organisasi, agar setiap
organisasi berfungsi secara
efektif, maka individu dan
kelompok yang saling
bergantungan harus
membentuk hubungan kerja
dalam lingkungan batas
organisasi. Pada batas
tersebut tentu akan terdapat
konflik di dalamnya.
Setiap individu dalam
kelompok memiliki sifat
dan kepribadian yang
berbeda-beda. Perbedaan
sifat dan kepribadian
tersebut dapat menimbulkan
konflik dalam kelompok,
baik konflik kecil maupun
konflik besar. Konflik-
konflik kecil yang tidak
segera diselesaikan dapat
menyebabkan timbulnya
konflik yang lebih besar.
Robbins (2002)
mendefinisikan konflik
sebagai situasi yang mana
individu (seseorang)
dihadapkan dengan
harapan-harapan peran yang
berlainan. Jadi, konflik
peran timbul bila individu
dalam peran tertentu
dibingungkan oleh tuntutan
kerja atau keharusan
melakukan sesuatu yang
berbeda dari yang
diinginkannya atau tidak
merupakan bagian dari
bidang kerjanya.
b. Jenis Konflik
Terdapat berbagai
macam jenis konflik,
tergantung pada dasar yang
digunakan untuk membuat
klasifikasi. Ada yang
membagi konflik
berdasarkan pihak-pihak
yang terlibat di dalamnya,
ada yang membagi konflik
dilihat dari fungsi dan ada
juga yang membagi konflik
dilihat dari posisi seseorang
dalam suatu organisasi
(Munandar,AS.,1997).
1) Konflik Dilihat dari
Posisi Seseorang dalam
Struktur Organisasi
Jenis konflik ini
disebut juga konflik
intra keorganisasian.
Dilihat dari posisi
seseorang dalam
struktur organisasi,
Winardi (2004)
membagi konflik
menjadi empat macam.
Keempat jenis konflik
tersebut adalah sebagai
berikut :
a) Konflik vertikal,
yaitu konflik yang
terjadi antara
karyawan yang
memiliki
kedudukan yang
tidak sama dalam
organisasi.
Misalnya, antara
atasan dan
bawahan.
b) Konflik horizontal,
yaitu konflik yang
terjadi antara
mereka yang
memiliki
kedudukan yang
sama atau setingkat
dalam organisasi.
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
26
Misalnya, konflik
antar karyawan,
atau antar
departemen yang
setingkat.
c) Konflik garis-staf,
yaitu konflik yang
terjadi antara
karyawan lini yang
biasanya
memegang posisi
komando, dengan
pejabat staf yang
biasanya berfungsi
sebagai penasehat
dalam organisasi.
d) Konflik peranan,
yaitu konflik yang
terjadi karena
seseorang
mengemban lebih
dari satu peran
yang saling
bertentangan.
c. Ciri-Ciri Konflik
Menurut Wijono (
1993 : 37) Ciri-ciri Konflik
adalah:
1) Setidak-tidaknya ada
dua pihak secara
perseorangan maupun
kelompok yang terlibat
dalam suatu interaksi
yang saling
bertentangan.
2) Paling tidak timbul
pertentangan antara dua
pihak secara
perseorangan maupun
kelompok dalam
mencapai tujuan,
memainkan peran dan
ambigius atau adanya
nilai-nilai atau norma
yang saling berlawanan
3) Munculnya interaksi
yang seringkali ditandai
oleh gejala-gejala
perilaku yang
direncanakan untuk
saling meniadakan,
mengurangi, dan
menekan terhadap
pihak lain agar dapat
memperoleh
keuntungan seperti:
status, jabatan,
tanggung jawab,
pemenuhan berbagai
macam kebutuhan fisik:
sandang- pangan,
materi dan
kesejahteraan atau
tunjangan-tunjangan
tertentu: mobil, rumah,
bonus, atau pemenuhan
kebutuhan sosio-
psikologis seperti: rasa
aman, kepercayaan diri,
kasih, penghargaan dan
aktualisasi diri.
4) Munculnya tindakan
yang saling berhadap-
hadapan sebagai akibat
pertentangan berlarut
yang -larut.
5) Munculnya ketidak
seimbangan akibat dari
usaha masing-masing
pihak yang terkait
dengan kedudukan,
status sosial, pangkat,
golongan, kewibawaan,
kekuasaan, harga diri,
prestise dan sebagainya.
d. Penyebab Timbulnya
Konflik
Winardi (2004)
menuliskan faktor penyebab
konflik dapat
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
27
dikelompokkan dalam dua
kategori yaitu:
1) Karakteristik Individual
Berikut ini
merupakan perbedaan
individual anata orang-
orangang mungkin
dapat melibatkan
seseoarang dalam
konflik.
a) Nilai, sikap, dan
kepercayaan
(values, attitude,
and beliefs). Nilai-
nilai yang dipegang
dapat menciptakan
ketegangan-
ketegangan
diantara individual
dan group dalam
suatu organisasi
b) Kebutuhan dan
kepribadian (need
and personality).
Koflik muncul
ketika adanya
perbedaan yang
sangat besar
anatara kebutuhan
dan kepribadian
setiap orang, yang
bahkan dapat
berlanjut kepada
perseteruan antar
pribadi.
c) Perbedaan persepsi
(perceptual
differences).
Persepsi dan
penilaian dapat
menjadi penyebab
terjadinya konflik.
Konflik juga dapat
timbul jika orang
memiliki persepsi
yang salah,
misanya dengan
menstereotype
orang lain atau
mengajukan
tuduhan
fundamental yang
salah. Perbedaan
perstual sering di
dalam situasi yang
samar. Kurangnya
informasi dan
pengetahuan
mengenai suatu
situasi mendorong
persepsi untuk
mengambil alih
dalam memberikan
penilaian terhadap
situasi tersebut.
2) Faktor situasi
Kondisi umum
yang memungkinkan
memicu konflik pada
suatu organisasi
diantaranya:
a) Kesempatan dan
kebutuhan
berinteraksi
(opportunity and
need to interact).
Kemungkinan
terjadinya konflik
akan sangat kecil
jika orang-orang
terpisah secara fisik
dan jarang
berinteraksi.
Sejalan dengan
meningkatnya
assosiasi di antara
pihak-pihak yang
terlibat, semakin
meningkat pula
terjadinya konflik.
Dalam bentuk
interaksi yang aktif
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
28
dan kompleks
seperti
pengambilan
keputusan bersama,
potensi terjadinya
konflik bahkan
semakin
meningkat.
b) Kebutuhan untuk
berkonsesnsus
(need for
consensus). Ada
banyak hal di mana
para manager dari
departemen yang
berbeda harus
memiliki
persetujuan
bersama, hal ini
menolong menekan
konflik tingkat
minimum. Tetapi
banyak pula hal
dimana tiap-tap
departemen harus
melakukan
konsensus bersama.
Karena demikian
banyak pihak yang
terlibat dalam
masalah-masalah
seperti ini, proses
menuju tercapainya
konsensus
seringkali didahuli
dengan munculnya
konflik. Sampai
setiap manager
departemen yang
terlibat setuju,
banyak kesulitan
akan muncul.
d) Ketergantungan
satu pihak kepada
pihak lain
(dependency of
One party to
another). Dalam
kasus seperti ini,
jika satu pihak
gagal
melaksanakan
tugasnya, pihak
yang lain juga
terkena akibatnya,
sehingga konflik
lebih sering
muncul.
e) Perbedaan status
(Status
Differences).
Apabila seseorang
bertindak dalam
cara-cara yang
kongruen dengan
statusnya, konflik
dapat muncul.
Sebagai contoh
dalam bisnis
konstruksi, para
insinyur secara
tipikal sering
menolak ide-ide
inovatif yang
diajukan oleh juru
gambar (darftsmen)
karena mereka
menganggap juru
gambar memiliki
status yang lebih
rendah, sehingga
tidak sepantasnya
juru gambar
menjadi sejajar
dalam proses
desain suatu
konstruksi.
f) Rintangan
komunikasi
(communication
Barriers).
Komunikasi
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
29
sebagai media
interaksi diantara
orang-orang dapat
dengan mudah
menjadi basis
terjadinya konflik.
Bisa dikatakan
komunikasi adalah
pedang bermata
dua: tidak adanya
komunikasi dapt
menyebabkan
terjadinya konflik,
tetapi disisi lain,
komunikasi yang
terjadi itu sendiri
dapat menjadi
potensi terjadinya
konflik. Sebagai
contoh, informasi
yang diterima
mengenai pihak
lain akan
menyebabkan
orang dapat
mengidentifikasi
situasi perbedaan
dalam hal nilai dan
kebutuhan. Hal ini
dapat memulai
konflik, sebenarnya
dapat dihindari
dengan komunikasi
yang lebih sedikit.
g) Batas-batas
tanggung jawab
dan jurisdiksi yang
tidak jelas. Orang-
rang dengan
jabatan dan
tnaggung jawab
yang jelas dapat
mengetahui apa
yang dituntut dari
dirinya masing-
masing. Ketika
terjadi
ketidakjelasan
tanggung jawab
dan jurisdiksi,
kemungkinan
terjadinya konflik
jadi semakin besar.
Sebagai contoh,
departemen
penjualan
terkadang
menemukan dan
memesan material
di saat departemen
produksi
mengklaim bahwa
hal tersebut tidak
diperlukan. Bagian
produksi kemudian
akan menuduh
departemen
penjualan
melangkahi
jurisdiksi mereka,
sehingga konflik
pun muncul tak
henti-hentinya. Hal
ini dapat
menyebabkan
terlambatnya
dipenuhi
permintaan pasar,
hilangnya
pelanggan, bahkan
mogok kerja.
e. Manajemen Konflik
Jika konflik terjadi,
apa yang kemudian
dilakukan? Jawaban atas
pertanyaan ini berujung
pada pola manajemen
konflik, khususnya seputar
bagaimana sikap dari pihak
yang berkonflik atas konflik
yang terjadi. Ruble and
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
30
Thomas (Delhi: Dorling
Kindersley India Pvt. Ltd.,
2008) mengidentifikasi 5
jenis penanganan konflik
yaitu: (1) Forcing; (2)
Collaborating; (3)
Compromising; (4)
Avoiding; dan (5)
Accomodating.
Pertama yaitu
Avoiding. Satu pihak
menolak bahwa konflik itu
ada, mengubah topik, dan
menghindari diskusi-
diskusi, seraya tidak
memperlihatkan komitmen
penyelesaian. Gaya ini
efektif dalam situasi dimana
terdapat bahaya
penyerangan fisik,
tanggapan atas isu remeh,
tidak berpengaruh terhadap
kesempatan untuk mencapai
tujuan, atau rumitnya situasi
yang membutuhkan solusi.
Avoiding
(penghindaran) konflik
punya keuntungan dalam
hal pemeliharaan hubungan,
dalam mana hubungan
diyakini akan terluka akibat
proses penyelesaian konflik.
Kerugiannya gaya ini adalah
konflik tidak akan selesai.
Berlebihannya penggunaan
gaya ini justru mendorong
munculnya konflik internal
dalam diri individu yang
melakukannya. Orang
lainpun cenderung
meremehkan si penghindar.
Penghindaran masalah
biasanya bukan malah
menyelesaikan masalah
melainkan justru
menambahnya. Semakin
lama kita menunggu
konfrontasi dengan orang
lain, semakin sulit
konfrontasi yang terjadi
nantinya.
Kedua yaitu
Accomodation. Satu pihak
mengorbankan
kepentingannya dan
memperlihatkan concern
dengan membiarkan pihak
lain mencapai
kepentingannya. Gaya ini
efektif dalam situasi dimana
tidak terdapat kesempatan
yang banyak bagi seseorang
dalam mencapai
kepentingannya, tatkala
hasilnya tidak penting, atau
tatkala ada keyakinan
bahwa memuaskan
kepentingan dirinya akan
mencederai hubungan.
Keuntungan gaya
akomodasi adalah,
hubungan terpelihara
dengan melakukan sesuatu
hal dengan cara yang bisa
diterima orang lain.
Kerugiannya adalah
“penyerahan” pada orang
lain malah kontraproduktif.
Orang yang melakukan
pengakomodasian mungkin
punya solusi yang lebih
baik. Berlebihannya
penggunaan gaya ini
cenderung memberi
kesempatan orang lain
mengambil keuntungan dari
si akomodator.
Ketiga yaitu
Compromising. Lewat
konsesi seluruh pihak, tiap
pihak siap hanya mendapat
setengah dari total
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
31
kepentingannya. Gaya ini
efektif dalam situasi yang
membutuhkan penyelesaian
cepat seputar masalah,
tatkala pihak lain menolak
berkolaborasi (kerjasama),
tatkala pencapaian sasaran
secara mutlak tidak penting,
atau tatkala tidak ada yang
perlu dikhawatirkan apakah
kepentingan tercapai
seluruhnya atau
sebagiannya saja.
Keuntungan gaya ini
adalah, konflik diselesaikan
secara relatif cepat dan
hubungan kerja tetap
terpelihara. Kerugiannya
adalah, si kompromis kerap
menghasilkan hasil yang
kontraproduktif, seperti
keputusan yang tidak
optimal. Berlebihannya
penggunaan gaya ini
membuat orang kerap
bertanya dua kali dalam
rangka memenuhi
kepentingannya. Gaya ini
biasa digunakan dalam
hubungan manajemen-
buruh.
Keempat yaitu
Forcing. Gaya ini dicirikan
agresivitas, berfokus diri
sendiri, adanya pemaksaan,
ketegasan lisan, dan
perilaku tidak kooperatif
guna mencapai tujuan yang
ditampakan oleh satu pihak
dengan mengalahkan
kepentingan pihak lain.
Gaya ini efektif dalam
situasi dimana keputusan
harus dibuat secara cepat,
pilihan terbatas, tidak
khawatir pihak lain menjadi
korban, pihak lain menolak
kerjasama, dan tidak ada
perhatian memadai atas
kerusakan potensial dalam
hubungan.
Keuntungan gaya
Forcing adalah keputusan
organisasi yang lebih baik
akan terjadi, kala si
pemaksa benar, ketimbang
keputusan yang
kompromistik yang kurang
efektif. Kerugiannya dari
penggunaan gaya forcing
yang berlebihan mendorong
permusuhan dan perlawanan
terhadap si pengguna.
Pemaksa cenderung punya
hubungan buruk dengan
pihak lain.
Kelima yaitu
Collaborating. Gaya ini
dicirikan lewat pendengar
aktif dan fokus pada isu,
komunikasi empatik yang
mencari pemuasan
kepentingan dan perhatian
setiap pihak. Gaya ini
efektif dalam situasi dimana
kekuasaan secara relatif
berimbang, hubungan
jangka panjang dihargai,
tiap pihak menampakkan
perilaku kooperatif, dan
terdapat cukup waktu dan
energi guna membuat solusi
integratif yang memuaskan
semua pihak.
Keuntungan gaya ini
adalah kecenderungannya
membawa pada solusi terbaik
dari konflik, menggunakan
perilaku yang tegas.
Kerugiannya adalah,
keahlian, upaya, dan waktu
dibutuhkan guna
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
32
menyelesaikan konflik adalah
lebih besar dan lebih lama
tinimbang gaya lainnya.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan
deskriptif analitik, dengan metode
survai yang bertujuan memberikan
gambaran tentang masing-masing
variabel dengan cara menganalisis
pengaruh variabel bebas terhadap
variable terikat.
Gambar 2.2 Model Penelitian
Berdasarkan kajian literatur
dan kerangka pemikiran diatas, maka
hipotesis dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Job stressor berpengaruh
signifikan terhadap kinerja
karyawan di Lembaga
Pendidikan XYZ.
2. Konflik Kerja berpengaruh
signifikan terhadap Kinerja
karyawan di Lembaga
Pendidikan XYZ.
3. Job Stressor dan Konflik kerja
secara bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap
Kinerja karyawan di Lembaga
Pendidikan XYZ.
Pendekatan Penelitian ini
menggunakan deskriptif analitik,
dengan metode survai yang bertujuan
memberikan gambaran tentang
masing-masing variabel dengan cara
menganalisis pengaruh variabel
bebas terhadap variabel terikat.
Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh Karyawan Lembaga
Pendidikan XYZ di Jakarta dengan
jumlah populasi sebanyak 60
karyawan. Adapun untuk
menentukan besarnya sampel dalam
penelitian ini digunakan teknik
sampling jenuh, yaitu semua anggota
populasi dijadikan sampel yaitu
sebanyak 60 orang karyawan.
Teknik Pengumpulan data pada
penelitian ini di dapat dari penelitian
lapangan, yaitu dengan melakukan
penelitian langsung pada Lembaga
Pendidikan XYZ di Jakarta yang
menjadi objek penelitian untuk
mendapatkan data, informasi, dan
keterangan lain yang diperlukan.
Metode ini dilakukan dengan
Kuesioner, Teknik Observasi,
Wawancara tersrtuktur, dan Studi
Pustaka.
Sebelum instrumen digunakan
untuk mengumpulkan data, terlebih
dahulu dilakukan uji coba terhadap
sampel uji coba dan hasil uji coba
analisis untuk diketahui apakah
instrumen tersebut layak digunakan
sebagai instrumen penelitian.
Pengujian yang dilakukan yaitu Uji
Validitas Butir pada instrumen
penelitian.
a. Uji Validitas Butir
Validitas yang diuji dalam
instrument penelitian ini adalah
validitas butir dengan
menggunakan rumus Product
Moment dari Pearson sebagai
berikut:
Rumus Validitas Product
Moment:
Job Stressor
X1
Konflik Kerja
X2
Kinerja Pegawai
Y
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
33
rxy =
))()()()()(.(
))((.
2222 yynxxn
xyxyn
Keterangan :
rxy =validitas butir
n = jumlah responden
x = butir (horizontal)
y = responden (vertikal)
Hasil r Product Moment
tiap butir dikonsultasikan
dengan tabel r Product Moment
pada kemaknaan sebesar 5%
dengan ketentuan sebagai
berikut : jika hr ≥ tr , maka
butir valid dan jika hr < tr , maka
butir tidak valid (drop).
1) Instrumen Job Stressor
Berdasarkan hasil uji
coba validitas terhadap
sampel uji sebanyak 75
karyawan diperoleh 32 butir
yang valid 40 butir yang
diuji. Hal ini didasarkan
karena hr ≥ tr .
2) Instrumen Konflik Kerja
Berdasarkan hasil uji
coba validitas terhadap
sampel uji sebanyak 75
karyawan diperoleh 18 butir
yang valid dari 20 butir item
yang diuji. Hal ini didasarkan
karena hr ≥ tr
3) Instrumen Kinerja
Berdasarkan hasil uji
coba validitas terhadap
sampel uji sebanyak 75
karyawan diperoleh 15 butir
yang valid dari 20 butir item
yang diuji. Hal ini didasarkan
karena hr ≥ tr .
Selanjutnya butir-butir
pernyataan yang valid tersebut
dijadikan sebagai pernyataan
dalam kuesioner di penelitian
ini.
b. Uji Reliabilitas
Suatu alat ukur yang
digunakan dalam penelitian
ilmiah, selain valid juga harus
dapat diandalkan (reliable). S.
Arikunto menuliskan reliabilitas
adalah tingkat ketepatan
ketelitian atau keakuratan
sebuah instrument. Reliabilitas
juga digunakan untuk
menunjukkan sejauh mana hasil
pengukuran relatif konsisten
apabila pengukuran diulangi dua
kali atau lebih.
Dalam Penelitian ini, uji
reliabilitas instrument dilakukan
dengan internal consistency
yang menggunakan rumus KR
21, yaitu:
Rumus KR 21:
21
1t
iks
MkM
k
kr
Keterangan:
11r : Reliabilitas Instrument
k : jumlah item atau
banyaknya butir
M : Mean skor total 2
ts : varians total
Hasil perhitungan
selanjutnya dinterpretasikan
dengan tabel interpretasi nilai
realibilitas (Suharsimi Arikunto,
2000)sebagai berikut:
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
34
Tabel 3.2. Interpretasi nilai r
Berdasarkan hasil
perhitungan reliabilitas, maka
pada instrumen Job Stressor
diperoleh skor sebesar 0,9109
(lihat lampiran) jika
dikonsultasikan dengan tabel
interpretasi r berada pada
interval 0,800 – 1,000 yang
artinya bahwa instrumen Job
Stressor reliabel dan layak
digunakan sebagai alat ukur
penelitian.
Pada instrumen Konflik
kerja diperoleh skor sebesar
0,6007 (lihat lampiran) jika
dikonsultasikan dengan tabel
interpretasi r berada pada
interval 0,600 – 0,800 yang
artinya bahwa instrumen Konflik
Kerja dikatakan cukup reliabel
dan layak digunakan sebagai alat
ukur penelitian.
Pada instrumen Kinerja
diperoleh skor sebesar 0,7181
(lihat lampiran) jika
dikonsultasikan dengan tabel
interpretasi r berada pada
interval 0,600 – 0,800 yang
artinya bahwa instrumen Konflik
Kerja dikatakan cukup reliabel
dan layak digunakan sebagai alat
ukur penelitian.
Teknik Analisis data yang
digunakan yaitu Analisis
deskriptif.Analisis deskriptif
adalah analisis data dengan cara
mengubah data mentah menjadi
bentuk yang lebih mudah
dipahami dan
diinterpresentasikan. Dalam
penelitian ini, analisis deskriptif
digunakan untuk menganalisis
profil responden terhadap setiap
item pernyataan yang mengkaji
mengenai job stressor, konflik
kerja, dan kinerja karyawan pada
Lembaga Pendidikan XYZ.
Pengujian statistic yang
digunakan menggunakan
bantuan computer menggunakan
program SPSS 17 for windows.
1. Analisis Regresi Linier
Berganda
Analisis regresi
berganda ini merupakan
model statistik yang
digunakan untuk mengukur
seberapa besar pengaruh
beberapa variabel bebas job
stressor (X1) dan Konflik
kerja (X2) terhadap variabel
terikat Kinerja Karyawan
(Y). Secara manual teknik
analisis regresi linier
bergnada pada penelitian ini
dapat dihitung
menggunakan rumus;
Y = a +b1X1 + b2X2 + e
Dimana:
Y: Kinerja karyawan
A: parameter konstanta
X1:variabel Job stressor
X2:variabel Konflik krja
b1:koefisien yang
berhubungan dengan
variabel X1 (Job
Stressor)
b2:koefisien yang
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
35
berhubungan dengan
variabel X2(Konflik
Kerja)
e: error
1. Analisis Korelasi Berganda
Analisis korelasi
dimaksudkan untuk
mengetahui seberapa kuat
tidaknya hubungan variabel
Job stressor dan konflik
kerja terhadap kinerja
karyawan Lembaga
Pendidikan XYZ, dengan
menggunakan rumus:
Untuk menghitung
nilai koefisien korelasi
berganda digunakan rumus
sebagai berikut:
Dimana:
rY 1,2 = Korelasi antara
variabel x1 dengan
x2 secara bersama-
sama dengan
variabel Y
ry1 = korelasi product
moment x1 dengan y
ry2 = korelasi product
moment x2 dengan y
rx 1,2 = korelasi product
moment x1 dengan x2
Dengan ketentuan
nilai r diinterpretasikan
koefisien korelasi pada tabel
3.2.
Tabel 3.3. Pedoman untuk
memberikan intrepretasi
Koefisien korelasi (Sujianto, 24)
Pada penelitian ini,
pengujian korelasi berganda
dilakukand engan bantan
computer menggunakan
program SPSS for windows
versi 17.
3. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi
(R2) mengukur seberapa
jauh kemampuan model
dalam menerangkan variasi
variabel dependen. Nilai R2
diantara nol dan satu,
dimana nilai R2 yang kecil
berarti kemampuan
variabel-variabel
independen dalam
menjelaskan variasi variabel
dependen amat terbatas.
Nilai R2 yang memberikan
hampir semua informasi
adalah yang dibutuhkan
dalam memprediksi variasi
variabel dependen.
4. Uji Normalitas
Normalitas
merupakan pengujian
apakah dalam sebuah model
regresi variable dpenden,
variable independen atau
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
36
keduanya mempunyai
distribusi normal atau tidak.
Criteria yang digunakan
adalah pengujian dua arah
yaitu dengan
membandingkan nilai p
yang diperoleh dengan taraf
signifikan yang telah
ditentukan yaitu 0,05.
Apabila nilai p > 0,05 maka
data terdistribusi normal
(Ghozali, 2001:74).
5. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas
merupakan gejala yang
menunjukkan hubungan
linier diantara variable-
variabel bebas dalam model
regresi. Jika terdapat
korelasi yang sempurna
diantara variable-variabel
bebas menyebabkan nilai
koefisien korelasi sama
dengan satu sehingga
koefisien regresi tidak dapat
ditaksir dan nilai standar
error setiap koefisien regresi
menjadi tidak terhingga.
Pedoman suatu model
regresi yang bebas
multikolinearitas adalah
mempunyai nila (VIF)
disekitar angka satu, dan
mempunyai Tolerance
Value mendekati 0,1
sedangkan batas nilai VIF
adalah 10.
6. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas
terjadi apabila varian dari
setiap kesalahan
pengganggu untuk variable-
variabel bebas yang
diketahui tidak mempunyai
varian yang sama untuk
semua observasi. Akibatnya
penaksiran ordinary least
square (OLS) tetap tidak
bias dan tidak efisien. Untuk
mendeteksi masalah
heteroskedastisitas dalam
penelitian ini digunakan uji
Park (Gujarati, 2003:186).
Metode untuk menguji
heteroskedastisitas dengan
menggunakan metode
Glejser, yang dilakukan
dengan meregresikan
kembali nilai absolute
residual yang diperoleh
yaitu [ e1 ] atas variable
dependent (Gujarati,
2003:187). Alasan memakai
metode Glejser karena
sifatnya yang praktis untuk
menguji sebuah sampel,
baik yang termasuk
merupakan sampel besar
maupun sebuah sampel,
baik yang termasuk
merupakan sampel besar
maupun kecil. Langkah-
langkah yang dilakukan
sebagai berikut:
a) Menentukan tingkat
signifikansi ( α = 5%)
dan derajat kebebasan
(df=n-k-1);
b) Membandingkan hasil
pengujian dengan
kriteria sebagai berikut:
1) Apabila ttabel ≤
thitung ≤ ttabel maka
tidak terjadi gejala
heteroskedastisitas;
2) Apabila thitung < -
ttabel atau thitung>
ttabel maka terjadi
gejala
heteroskedastisitas.
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
37
7. Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi
dilakukan untuk mengetahui
apakah model mengandung
autokorelasi atau tidak,
yaitu adanya hubungan
diantara variable
independen dalam
mempengaruhi variable
dependen. Ketentuan yang
umum digunakan adalah
apabila angka D-W dibawah
-2 berarti korelasi positif,
bila angka D-W diantara -2
sampai +2 berarti tidak ada
autokorelasi dan bila diatas
+2 berarti ada autokorelasi
negatif.
8. Uji Statistik Parsial (t-test)
Pengujian dilakukan
untuk melihat kuat tidaknya
pengaruh masing-masing
variable bebas terhadap
variable terikat (secara
parsial). Langkah-langkah
dalam uji t adalah sebagai
berikut;
a) Menentukan (hipotesis
nihil dan hipotesis
alternative).
b) Dengan melihat hasil
print out komputer
melalui SPSS for
windows versi 17,
diketahui t hitung
dengan nilai signifikan
nilai t.
c) Jika signifikansi nilai
t<0,05 maka ada
pengaruh signifikan
antara variable bebas
dengan variable terikatt
artinya Ho ditolak dan
menerima Ha pada
tingkat signifikansi K =
5 %.
d) Jika signifikansi nilai t
> 0,05 maka tidak ada
pengaruh yang
signifikan antara
variable bebas terhadap
variable terikat artinya
Ho diterima dan
menolak Ha, pada
tingkat signifikansi K =
5 %.
9. Uji Statistik Simultan (F-
test)
Uji statistik stimultan
(F-test) adalah pengujian
regresi secara simultan atau
serentak antara variable
bebas terhadap variable
terikat. Uji F dimaksudkan
untuk menguji ada tidaknya
pengaruh variable bebas
secara bersama-sama
terhadap variable terikat
atau untuk menguji tingkat
keberartian hubungan
seluruh koefisien regresi
variable bebas terhadap
variable terikat. Menurut
Sugiyono, uji statistic F
pada dasarnya menunjukkan
apakah semua variable
bebas yang dimaksud dalam
model mempunyai pengaruh
secara bersama-sama
terhadap variable terikat.
Adapun prosedurnya adalah
sebagai berikut:
a) Menentukan Ho dan ha
(hipotesis nihil dan
hipotesis alternative)
b) Menentukan level of
signifikan (α) = 5 %
dan degrre of freedom
(df) sebesar k-1 bagi
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
38
pembilangnya dan n-k
bagi penyebutnya
(dimana n = jumlah
observasi dan k =
variable bebas.
c) Membandingkan Fhitung
dengan Ftabel. Ketentuan
dari penerimaan atau
penolakan hipotesis
adalah sebagai berikut:
1) Jika Fhitung< Ftabel
maka Ho diterima,
artinya variable-
variabel bebas
tidak mempunyai
pengaruh terhadap
variable terikat.
2) Jika Fhitung> Ftabel
maka Ho ditolak,
artinya variable-
variabel bebas
mempunyai
pengaruh terhadap
variable terikat.
Atau kriteria
penerimaan dan
penolakan hipotesis
dengan cara:
1) Probabilitas
signifikan > 0,05 :
Ho diterima
2) Probabilitas
signifikan < 0,05 :
Ha diterima
10. Pengujian Dominan
Variabel
Pengujian Dominan
variabel dilakukan untuk
mengetahui variabel mana
yang dominan berpengaruh
terhadap kinerja dengan
metode stepwised satu.
Dalam metode
stepwised satuvariabel bebas
Xi yang paling dominan
muncul paling dahulu,
diikuti oleh variabel bebas
Xi yang ke-dua pengaruhnya
setelah yang pertama, dan
demikian seterusnya. Hasil
analisis stepwised tampak
pada analisis koefisien
korelasi berganda (R) atau
koefisien determinasi (R2).
11. Hipotesis Statistik
a. Hipotesis Statistik
Pertama (pengujian
Pengaruh X1 terhadap
Y)
Ho: ργ = 0
H1 : ρy.1 >0
b. Hipotesis Statistik
kedua ( pengujian
pengaruh X2 terhadap
Y)
Ho: ργ . = 0
H1 : ρy.2 >0
c. Hipotesis Statistik
ketiga ( pengujian
pengaruh X1 dan X2
terhadap Y secara
bersam-sama)
Ho: ργ . , = 0
H1 : ρy.1,2 >0
Lokasi penelitian
berada di Lembaga
Pendidikan XYZ di Jakarta
Pusat. Pengambilan Data
dilakukan pada bulan Maret
2014.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini
menggunakan analisis regresi linier
berganda sehingga ada persyaratan
yang harus dipenuhi sebelum analisis
dilaksanakan. Hal tersebut untuk
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
39
memperkecil terjadinya
penyimpangan. Persyaratan itu
adalah uji asumsi klasik yang
meliputi: uji multikolinieritas, uji
autokorelasi, uji heteroskedastisitas,
dan uji normalitas. Berikut ini adalah
hasil perhitungan masing-masing uji
asumsi klasik:
1. Uji Normalitas
Data penelitian dari ketiga
variabel yaitu Job Stressor (X1),
Konflik Kerja (X2) dan Kinetja
Karyawan (Y) yang diperoleh
dari 60 responden melalui
kuesioner, setelah dianalisis
dengan menggunakan program
SPSS 17.00 ternyata
menunjukkan pola distribusi
normal. Hal ini ditunjukkan oleh
output perhitungan dengan
menggunakan Kolmogorov-
Smirnov test (K-S) sebagai
berikut:
Tabel 4.1 Hasil Uji
Normalitas
Dalam penelitian ini uji
normalitas menggunakan uji
statistik non parametrik
Kolmogorov Smirnov (K-S).
Hasil pengolahan data K-S
diperoleh nilai probabilitas value
sebesar 0,426 sedangkan
besarnya asymp.sig (2-tailed)
adalah 0,994 menunjukkan
keadaan yang tidak signifikan.
Hal ini mempunyai arti bahwa
data residual berdistribusi
normal.
2. Uji Multikolinieritas
Untuk mengetahui ada
tidaknya multikolinearitas, yang
perlu dilihat dari program olah
data SPSS for windows release
17 adalah tolerance dan
Variance Inflation Faktor (VIF),
jika nilai tolerance variance
independent lebih besar dari
0,01 dan nilai VIF lebih kecil
dari 10 berarti tidak terjadi
multikolinearitas.
Tabel 4.2 Hasil Pengujian
Multikolinearitas
Berdasarkan tabel di atas,
maka dapat diketahui nilai
toleranceX1 = 0,617 X2 = 0,617,
> 0,01 dan nilai VIF X1 = 1,619,
X2 = 1,619, < 10 berarti lolos uji
multikolinearitas.
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
40
Tabel 4.3 Hasil Uji
Heteroskedastisitas
3. Uji Heterokedastisitas
Hasil output perhitungan
uji heteroskedastisitas
menggunakan uji Glejser
menunjukkan nilai signifikansi
Job Stressor sebesar 0,883,
Konflik kerjasebesar 0,649.
Semua data tersebut nilainya
lebih besar dari 0,05. Hal ini
berarti model regresi yang
digunakan tidak terjadi
heteroskedastisitas antar
residual, berarti lolos uji
heteroskedastisitas.
Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi
4. Uji Hipotesis
Tabel 4.5 Hasil Uji Regresi linier
Berganda
Berdasarkan tabel diatas ,
perhitungan program SPSS Statistics
17.0 diketahui persamaan regresi:
Y = 86,888 – 0,346X1 – 0,274 X2
Keterangan:
Y = Kinerja Karyawan
X = Job Stressor X2= Konflik Kerja
a. a = 86,888 adalah konstanta.
Artinya apabila variabel Job
stressor (X1), Konflik kerja(X2)
sama dengan nol, maka Kinerja
karyawan (Y) sebesar 86,888.
b. Diketahui besarnya koefisien
regresi Job Stressor (X1)
diperoleh sebesar -0,346 bernilai
negatif. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa setiap
terjadi peningkatan Job Stressor
(X1) sebesar satu satuan maka
akan diikuti oleh penurunan
Kinerja Karyawan (Y) sebesar -
0,346 satuan, atau sebaliknya
apabila terjadi penurunan Job
Stressor (X1) sebesar satu satuan
maka akan diikuti oleh
peningkatan Kinerja Karyawan
(Y) sebesar -0,346 satuan.
c. Diketahui besarnya koefisien
regresi Konflik Kerja (X2)
diperoleh sebesar -0,274 bernilai
negatif. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa setiap
terjadi peningkatan Konflik
Kerja (X2) sebesar satu satuan
maka akan diikuti oleh
penurunan Kinerja Karyawan
(Y) sebesar -0,274 satuan, dan
sebaliknya apabila terjadi
penurunan Konflik Kerja (X2)
sebesar satu satuan maka akan
diikuti oleh peningkatan Kinerja
Karyawan (Y) sebesar -0,274
satuan.
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
41
Tabel 4.6 Hasil Uji Regresi
Koefisien korelasi
termasuk kategori Sangat Kuat
karena memiliki nilai R sebesar
0,708 yaitu terdapat hubungan
Kuat/tinggi antara variabel
independen atau bebas variabel
Job Stressor (X1) dan Konflik
Kerja (X2) dengan variabel
dependen atau terikat variabel
Kinerja Karyawan (Y).
1) Hasil Uji t
Tabel 4.7 Hasil Uji t
Berdasarkan hasil uji
regresi menunjukkan bahwa
variabel Job Stressor
mempunyai nilai thitung>
ttabel, yaitu -3,381 > 2,002
dengan taraf signifikansi
sebesar 0,001. Hal ini
berarti Ho ditolak dan H1
diterima. Artinya, bahwa
ada pengaruh negatif dan
signifikan antara Job
Stressorterhadap kinerja
karyawan. Berdasarkan
hasil hipotesis berarti Ho
ditolak dan H1 diterima.
Hal ini berarti bahwa
variabel Job Stressor (X1)
berpengaruh signifikan
terhadap variabel kinerja
karyawan (Y). Dengan nilai
thitung yang bernilai negatif,
maka hal tersebut juga
menunjukkan bahwa
semakin rendah job Stressor
(X1) yang dialami
karyawan, maka semakin
tinggi Kinerja Karyawan
(Y) sebaliknya semakin
tinggi Job Stressor (X1)
yang dialami karyawan,
maka semakin rendah
Kinerja Karyawan (Y) .
Variabel konflik kerja
mempunyai nilai t sebesar -
3.225 > 2,002 dengan taraf
signifikansi sebesar 0,002.
Hal ini berarti Ho ditolak
dan Ha diterima. Artinya,
bahwa ada pengaruh negatif
dan signifikan antara
konflik kerja terhadap
kinerja karyawan.
Berdasarkan hasil hipotesis
berarti Ho ditolak dan H1
diterima.
Hal ini berarti bahwa
variabel Konflik kerja (X2)
berpengaruh signifikan
terhadap variabel kinerja
karyawan (Y). Dengan nilai
thitung yang bernilai negatif,
maka hal tersebut juga
menunjukkan bahwa
semakin rendah Konflik
kerja (X2) yang dialami
karyawan, maka semakin
tinggi Kinerja Karyawan
(Y) sebaliknya semakin
tinggi Konflik kerja (X2)
yang dialami karyawan,
maka semakin rendah
Kinerja Karyawan (Y).
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
42
2) Hasil Uji F
Tabel 4.8. Hasil Uji F
Berdasarkan hasil
perhitungan F test diperoleh
nilai F sebesar 28,593
dengan signifikansi sebesar
0,000 lebih kecil dari 0,05.
Nilai F sebesar 28,593 >
3,15593. Hasil penelitian ini
berarti variabel Job Stressor,
konflik kerja secara
bersama-sama berpengaruh
terhadap Kinerja Karyawan.
Dengan demikian,
Ada pengaruh yang
signifikan Job Stressor dan
konflik kerja secara
bersama-sama terhadap
kinerja karyawan.
3) Penghitungan Koefisien
Determinasi (R2)
Tabel 4.9 Hasil Penghitungan
Koefisien Determininasi
Hasil perhitungan
koefisien determinasi (R2)
dengan bantuan program
SPSS 17.00 for windows,
menunjukkan nilai R2 =
0,501. Artinya Job Stressor
(X1), konflik kerja (X2), dapat
menerangkan Kinerja
karyawan (Y) sebesar 50,1%.
Sisanya 49,9% dipengaruhi
oleh variabel lain yang tidak
termasuk dalam model ini
seperti kondisi kerja,
motivasi, budaya organisasi,
lingkungan kerja, dan
perilaku pemimpin.
4) Pengujian Dominan Variabel
Pengujian Dominan
variabel dilakukan untuk
mengetahui variabel mana
yang dominan berpengaruh
terhadap kinerja dengan
metode stepwised satu
dengan tabel kentutan di tabel
4.10.
Tabel 4.10
Dalam metode
stepwised satu variabel bebas
Xi yang paling dominan
muncul paling dahulu, diikuti
oleh variabel bebas Xi yang
ke-dua pengaruhnya setelah
yang pertama, dan demikian
seterusnya. Hasil analisis
stepwised tampak pada
analisis koefisien korelasi
berganda (R) atau koefisien
determinasi (R2).
Tabel 4.11
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
43
Dari tabel 4.12 di
bawah maka dapat diketahui
bahwa variabel bebas X1
yang paling dominan
berpengaruh terhadap kinerja
karyawan dengan F hitung
sebesar 40.264 dengan
tingkat signifikan sebesar
0,000 (berpengaruh sangat
nyata).
Variable dominan ke-2
adalah X2 berpengaruh
terhadap kinerja karyawan
dengan F hitung sebesar
28,593 dengan tingkat
signifikan sebesar 0,000
(berpengaruh sangat nyata).
Tabel 4.12. Hasil Pengujian
Dominan
PEMBAHASAN
Kinerja adalah tingkat
keberhasilan seseorang dalam
melaksanakan pekerjaan. Sejauh
mana keberhasilan seseorang dalam
menyelesaikan tugas pekerjaannya
disebut level of performance. Pada
umumnya kinerja atau performance
diberi batasan sebagai kesuksesan
seseorang dalam melaksanakan suatu
pekerjaan. Jadi kinerja adalah hasil
yang dicapai seseorang menurut
ukuran yang berlaku untuk pekerjaan
yang bersangkutan (Nurhayati,
2003).
Baik buruknya kinerja
karyawan apada suatu perusahaan
atau instansi bisa dipengaruhi oleh
berbagai hal, diantaranya adalah
adanya job stressor dan konflik
kerja. Oleh karena itu, penulis
tertarik untuk meneliti seberapa
besar dan bagaimana pengaruh job
stressor dan konflik kerja terhadap
kinerja karyawan pada Lembaga
Pendidikan XYZ.
Berdasarkan hasil penelitian
tentang pengaruh job stressor dan
konflik kerja terhadap kinerja
karyawan di Lembaga Pendidikan
XYZ diperoleh persamaan Y =
86,888 – 0,346X1 – 0,274 X2. Nilai
konstan pada persamaan regresi
adalah 86,888 dengan parameter
positif. Hal ini berarti bahwa jika
tidak ada job stressor dan konflik
kerja maka terjadi peningkatan
terhadap kinerja karyawan.
Job Stressor adalah faktor-
faktor yang menyebabkan terjadinya
stress di tempat kaerja (Newstroom
dan Davis, 1993). Job stressor dapat
dikelompokkan ke dalam empat
kategori, yaitu stressor lingkungan
fisik, stressor individu, stressor
kelompok, dan stressor
organisasional. Oleh karena itu,
perusahaan harus memperhatikan
bagaimana caranya supaya job
stressor bida dikelola dan
diminimalisir agar tidak menurunkan
kinerja karyawan secara signifikan.
Nilai koefisien regresi untuk
variable job stressor (x1) adalah -
0,346 dengan parameter negatif. Hal
ini berarti bahwa apabila ada
kenaikan variabel job stressor pada
Lembaga Pendidikan XYZ, akan
semakin menurun kinerja karyawan.
Hasil perhitungan untuk variable job
stressor diperoleh nilai thitung> ttabel,
yaitu -3,381 > 2,002 dengan taraf
signifikansi sebesar 0,001. Hal ini
berarti Ho ditolak dan H1 diterima.
Artinya, bahwa ada pengaruh negatif
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
44
dan signifikan antara Job Stressor
terhadap kinerja karyawan.
Robbins (2003) mengatakan
konflik adalah proses yang dimulai
ketika satu pihak menganggap pihak
lain secara negative mempengaruhi,
atau secara negative mempengaruhi
sesuatu yang menjadi kepedulian
pihak pertama. Oleh karena itu
perusahaan harus mengurangi
terjadinya potensi konflik di tempat
kerja hal ini bisa mempengaruhi
kinerja karyawan.
Hasil perhitungan untuk
variable konflik kerja diperoleh nilai
t sebesar -3.225 > 2,002 dengan taraf
signifikansi sebesar 0,002. Hal ini
berarti Ho ditolak dan Ha diterima.
Artinya, bahwa ada pengaruh negatif
dan signifikan antara konflik kerja
terhadap kinerja karyawan.
Berdasarkan hasil perhitungan
F test diperoleh nilai F sebesar
28,593 dengan signifikansi sebesar
0,000 lebih kecil dari 0,05. Nilai F
sebesar 28,593 > 3,15593. Hasil
penelitian ini berarti variabel Job
Stressor, konflik kerja secara
bersama-sama berpengaruh terhadap
Kinerja Karyawan. Dengan
demikian terdapat pengaruh yang
signifikan Job Stressor, konflik kerja
secara bersama-sama berpengaruh
terhadap kinerja karyawan.
Dari hasil pengolahan data
dapat diketahui bahwa variable bebas
X1 (Job Stressor) yang paling
dominan berpengaruh terhadap
kinerja karyawan dengan F hitung
sebesar 40.264 dengan tingkat
signifikan sebesar 0,000
(berpengaruh sangat nyata). Variable
dominan ke-2 adalah X2 (konflik
Kerja) berpengaruh terhadap kinerja
karyawan dengan F hitung sebesar
28,593 dengan tingkat signifikan
sebesar 0,000 (berpengaruh sangat
nyata).
Karena sukar mengurangi
konflik antarkelompok apabila telah
terjadi, maka akan lebih baik
mencegah sebelum terjadi. Hal ini
dapat dilakukan dengan beberapa
cara. Pertama, pemimpin perlu
menekankan kontribusi terhadap
tujuan menyeluruh daripada sekedar
penekanan pada pencapaian tujuan
subkelompok/subunit. Kedua,
hendaknya dilakukan upaya
meningkatnya frekuensi komunikasi
dan interaksi antara kelompok dan
mengadakan sistem ganjaran bagi
kelompok yang saling membantu.
Ketiga, bilamana setiap orang perlu
diberikan pengalaman kerja di
berbagai depertemen untuk
memperluas dasar empati dan
pengertian mereka atas masalah-
masalah kelompok (Seta Basri,
2011).
Organisasi kolaboratif
cenderung mengalami banyak
konflik yang berkaitan dengan tugas,
yang mempertinggi efektivitas secara
keseluruhan. Ini dapat terjadi karena
dalam kondisi seperti itu setiap orang
mempercayai orang lain serta
bersikap terus terang dan terbuka
dalam berbagai informasi dan ide.
Dalam situasi persaingan yang
dicirikan konfrontasi menang-kalah,
kemungkinan besar konflik kurang
terbuka, karena kurangnya interaksi
total dam setiap kelompok cenderung
tidak mau memberikan sumber daya
dan informasinya kepada kelompok
lain, yang karenanya memperlemah
potensi efektivitas organisasi secara
keseluruhan.
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
45
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis data
dan pembahasan yang telah
diuraikan pada bab sebelumnya,
maka hasil penelitian tentang
pengaruh job stressor dan konflik
kerja terhadap kinerja karyawan di
Lembaga Pendidikan XYZ dapat
ditarik kesimpulan sebgai berikut;
1. Terdapat pengaruh signifikan
negatif dari job stressor terhadap
kinerja karyawan. Hal tersebut
dapat dilihat dari perolehan nilai
thitung> ttabel, yaitu -3,381 > 2,002
dengan taraf signifikansi sebesar
0,001. Artinya semakin besar
job stressor, maka akan
berpengaruh signifikan dalam
menurunkan kinerja karyawan.
Maka H1 yang menyatakan job
stressor berpengaruh negatif
terhadap kinerja karyawan
dalam penelitian ini terbukti
(diterima).
2. Terdapat pengaruh yang
signifikan negatif dari konflik
kerja terhadap kinerja karyawan.
Hal tersebut dapat dilihat dari
perolehan nilai t sebesar -3.225
> 2,002 dengan taraf signifikansi
sebesar 0,002. Hal ini berarti Ho
ditolak dan Ha diterima.
Artinya, bahwa ada pengaruh
negatif dan signifikan antara
konflik kerja terhadap kinerja
karyawan. Semakin besar
konflik kerja, maka akan
berpengaruh signifikan dalam
menurunkan kinerja karyawan.
3. Terdapat pengaruh signifikan
negatif dari job stressor dan
konfli kkerja secara bersama-
sama terhadap kinerja karyawan.
hal ini Berdasarkan hasil
perhitungan uji F test diperoleh
nilai F sebesar 28,593 dengan
signifikansi sebesar 0,000 lebih
kecil dari 0,05. Nilai F sebesar
28,593 > 3,15593. Artinya
variabel Job Stressor dan
konflik kerja secara bersama-
sama berpengaruh terhadap
Kinerja Karyawan. Dengan
demikian, dikatakan ada
pengaruh yang signifikan Job
Stressor, konflik kerja secara
bersama-sama yang berpengaruh
terhadap kinerja
Setelah melihat hasil dan
kesimpulan yang telah penulis
kemukakan di atas, maka selanjutnya
penulis mencoba untuk memberikan
saran-saran sebagai pertimbangan.
Adapun saran-saran tersebut antara
lain:
1. Bagi Pimpinan di Lembaga
pendidikan XYZ di Jakarta,
mengingat kesulitan dalam
mengurangi konflik
antarkelompok apabila telah
terjadi, maka akan lebih baik
mencegah sebelum terjadi. Hal
ini dapat dilakukan dengan
beberapa cara. Pertama,
pemimpin perlu menekankan
kontribusi terhadap tujuan
menyeluruh daripada sekedar
penekanan pada pencapaian
tujuan subkelompok/subunit.
Kedua, hendaknya dilakukan
upaya meningkatnya frekuensi
komunikasi dan interaksi antara
kelompok dan mengadakan
sistem ganjaran bagi kelompok
yang saling membantu.
Selanjutnya dalam usaha
peningkatan kinerja karyawan,
hendaknya piminan perusahaan
lebih memperhatikan faktor-
faktor yang bisa menyebabkan
stress di tempat kerja. Seperti
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
46
menciptakan lingkungan kerja
yang nyaman, menghargai hasil
kerja bawahan dan teman kerja,
atasan memberikan pujian
terhadap karyawan yang
berprestasi bagus, memberikan
kewenangan yang cukup
terhadap karyawan untuk
melaksanakan pekerjaan,
menyamakan visi antara atasan
dan bawahan terhadap suatu
pekerjaan dan tujuan instansi,
menghindari terjadinya
perselisihan antar sesama
karyawan ataupun karyawan
dengan atasan dan alin-lain.
Apabila tingkat job stressor dan
konflik kerja terlalu tinggi, maka
akan berpengaruh terhadap
penurunan kinerja karyawan
yang ada di perusahaan atau
instansi tersebut.
2. Bagi Peneliti selanjutnya
diharapkan dapat lebih variatif
mengembangkan faktor-faktor
yang mempengaruhi kinerja
karyawan, tidak sebatas pada job
stressor dan konflik kerja saja,
tapi dapat mengembangkan
faktor-faktor lainnya seperti
upah, tunjangan, insentif,
kepemimpinan, komunikasi dan
lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur
Penelitian: Suatu Pendekatan
Praktik. Edisi Revisi. Cetakan
Kedelapan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Diansyah, Deny Nur. 2010.
Pengaruh Job Stressor dan
Konflik Kerja terhadap Kinerja
Karyawan Dinas Pekerjaan
Umum Pemerintah Kota
Surakarta, Tesis, Universitas
Negeri Surakarta, tidak
dipublikasikan.
Effendi, Sofian dan Masri
Singarimbun. 2001. Metode
Penelitian Survey. Edisi
Ketiga. Jakarta: LP3ES
Fakhrudin, Ali Ahmad & Asri,
Laksmi Riani. 2003.
Moderating Effect of Locus of
Control For The Relationship
Vetween Job Stress and
Strains: A Case Study Among
RSIS Nurses. Jurnal Bisnis
Ekonomi.
Flippo, Edwin B. 1984, Personal
Management, MC. Graw-
Hill.Inc. terjemahan 2002
Gibson R, Ivancevich L, Donnely R.
202. Organistions Behaviour
Structure Process. USA: Irwin
Inc.
Giilboa, S. A. Shirom, Y Fried, CL
Cooper. A Meta-Analysis of
Work Demand Stressors Anf
Job Performance: Examining
Main And Moderating Effects.
Personnel Psychology, 2008.
Volume: 61, Issue:2, Publisher:
Wiley Online Library.
Gujarati, DN.2003. Basic
Econometrics, Third Edition,
MC Graw Hill, New York.
Hariandja, Marihot Tua Efendi
(2002), Manajemen Sumber
Daya Manusia : Pengadaan,
Pengembangan,
Pengkompensasian dan
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
47
Peningkatan Produktivitas
Pegawai, Grasindo
Widiasarana Indonesia, Jakarta
Kreither, R., and Kinicki, A. 2001.
Organizational Behaviour.
Burr Ridge, ILL:
Irwin/McGraw-Hill
Mankunegara, A. Anwar Prabu,
2001. Psikologi Perusahaan.
Edisi Ke 12, PT. Trigenda
Karya: Bandung.
_______2002. Manajemen Sumber
Daya Manusia Perusahaan.
PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung.
Mangkuprawira, Sjafri (2004),
Manajemen Sumber Daya
Manusia Strategik, Ghalia
Indonesia, Jakarta Selatan.
Munandar A. S. 2001. Psikologi
Industri dan Organisasi.
Jakarta: Universitas Indonesia.
Munandar, AS. 1987. Manajemen
Konflik dalam Organisasi,
Pengendalian Konflik dalam
Organisasi. Jakarta : Fakultas
Psikologi Universitas
Indonesia,
Murtiningrum, Sari. 2006. Analisis
Pengaruh Stress Pekerjaan
dan Konflik Kerja terhadap
Kinerja Karyawan Bank BCA
Cabang Semarang. Tesis,
Universitas Diponegoro, tidak
dipublikasikan.
Newstroom, Jhon W. & Davis,
Keith. 2001. Organizational
Behaviour: Human Behaviour
At Work. New York: Mc Graw
Hill.
Nurhayati, Sri. 2003. Pengaruh
Stress Kerja Terhadap Kinerja
Dengan Kepuasan kerja
sebagai Variabel Moderating.
Tesis. Manajemen Universitas
Gadjah mada.
Robbins, Stephen P. 2002. Prinsip-
prinsip Perilaku Organisasi.
Terjemahan: Halida Edisi
Kelima. Kjakarta: Erlangga.
Sedarmayanti, Manajemen Sumber
Daya Manusia (Reformasi
Birokrasi dan Manajemen
PNS), PT. Refika Aditama,
Bandung, 2007
Sentono, Suryadi Perwiro. 2001.
Model Manajemen Sumber
Daya Manusia Indonesia, Asia
dan Timur Jauh. Jakarta: Bumi
Aksara.
Soekarsono, R. 2012. Materi
Perkuliahan Teori Organisasi.
Jakarta: STIAMI.
Sugiyono. 2004. Metode penelitian
Bisnis. Bandung: Alfabeta
Taksonomi 2 Dimensi Resolusi
Konflik dari Thomas Ruble
and Kenneth Thomas seperti
dikutip dalam David A.
Whetten and Kim S. Cameron,
Developing Management Skill,
7th Edition (Delhi: Dorling
Kindersley India Pvt. Ltd.,
2008) p.371
Tobing, Carolina. 2007. Pengaruh
Stress kerja Terhadap Kinerja
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
48
: Studi Pada Para Tenaga
Perawat Bagian Raat Inap
(IRNA) RS Bethesda
Yogyakarta. Skripsi,
Manajemen Universitas Gadjah
Mada, tidak dipublikasikan.
Thoha, Miftah. 1993. Kepemimpinan
dalam Manajemen. Jakarta:
PT.Raja Grafindo Persada
Uno, Hamzah B., 2006. Teori
Motivasi dan Pengukurannya.
Jakarta: Bumi Aksara.
W.F.G. Mastenbroek. 1986.
Penanganan Konflik Dan
Pertumbuhan Organiasasi.
Jakarta : Penerbit Universitas
Indonesia (UI-Press)
Wibisono, D. 2006. Manajemen
Kinerja: Konsep Design dan
Teknik Meningkatkan Daya
Saing perusahaan, Jakarta:
Erlangga.
Winardi, J. 2004. Manajemen
Perilaku Organisasi. Jakarta.
Kencana.
_______. 1992. Kepemimpinan
Dalam Manajemen, Jakarta:
Rineka Cipta.
www.google.com
http://www.e-psikologi.com//
http://kesha.blog.fisip.uns.ac.id/201/
11/04/konflik-dan-kompetisi-
dalam-organisasi/
http://setabasri01.blogspot.com/2011
/01/konflik-dalam-organisasi.html