Implementasi Sistem Tata Air Satu Arah Di Lahan Rawa Pasang Surut.docx
-
Upload
heepy-hariyadi -
Category
Documents
-
view
231 -
download
0
Transcript of Implementasi Sistem Tata Air Satu Arah Di Lahan Rawa Pasang Surut.docx
-
7/22/2019 Implementasi Sistem Tata Air Satu Arah Di Lahan Rawa Pasang Surut.docx
1/21
Implementasi Sistem Tata Air Satu Arah Di LahanRawa Pasang SurutSistem tata air merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pengembangan pertanian di lahan rawapasang surut, terutama dalam kaitannya dengan optimalisasi pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya
lahannya. Sistem tata air di rawa pasang surut ditujukan selain untuk memenuhi kebutuhan air selama penyiapan
lahan dan pertumbuhan tanaman juga untuk memperbaiki sifat fisiko-kimia tanah, yaitu dengan jalan (1)
memanfaatkan air pasang untuk pengairan sesuai dengan kebutuhan tanaman, (2) mencegah masuknya air asin
ke petakan lahan, (3) mencuci zat-zat beracun bagi tanaman, (4) mengurangi semaksimal mungkin terjadinya
oksidasi pirit pada tanah sulfat masam, dan (5) mencegah terjadinya proses kering tak balik pada gambut.
Berdasarkan hasil penelitian Balittra yang dilaksanakan sejak tahun 1990, sistem tata air yang teruji baik di lahan
pasang surut adalah sistem aliran satu arah (one flow system) dan sistem tabat (dam overflow). Pada lahan
bertipe luapan air A diatur dalam sistem aliran satu arah, sedangkan pada lahan bertipe luapan B diatur dengan
sistem aliran satu arah dan tabat, karena air pasang pada musim kemarau sering tidak masuk ke petakan
sawah.
Hasil penelitian tersebut telah diimplementasikan oleh Kementerian Pekerjaan Umum di lahan pasang surut, unit
permukiman Transmigrasi Delta Telang I dan Delta Saleh, Kab. Banyuasin, Prov. Sumatera Selatan seperti yang
disampaikan oleh Dr. Ir. H. Eddy Harsono,Ah.T,M.E. (Kasubdit Pembinaan Pelaksanaan Wilayah Timur,
Direktorat Rawa dan Pantai, Kementerian PU) dalam kuliah umumnya di hadapan mahasiswa Program Studi
Magister Teknik Sipil Universitas Lambung Mangkurat Juni 2010 yang lalu.
Dr. Eddy mengemukakan hasil kajiannya bahwa dengan sistem aliran satu arah produktivitas lahan rata-rata
5,59 ton gkg/ha, sedangkan produktivitas dengan sistem aliran dua arah hanya rata-rata 2,39 ton gkg/ha,sehingga ada peningkatan sebanyak 3,20 ton gkg/ha. Selain itu, terjadi perbaikan keasaman (pH) dari 5,59
menjadi 4,33; pengurangan kadar pirit (Fe) dari 31,00 ppm menjadi 23,67 ppm; dan salinitas (Ec) menurun dari
231 micro mhos/cm menjadi 159,2 micro mhos/cm. Menurutnya, bila pada daerah reklamasi rawa dilakukan
optimalisasi dengan melakukan rehabilitasi dan peningkatan dari sistem aliran dua arah menjadi satu arah seluas
satu juta ha saja, maka akan terjadi lonjakan peningkatan produktivitas lahan sebesar 1.000.000 ha x 3,20 ton =
3.200.000 ton untuk satu kali panen. Hasil ini cukup untuk memenuhi kekurangan kebutuhan pangan nasional
sebanyak 2 juta ton beras per tahun.
-
7/22/2019 Implementasi Sistem Tata Air Satu Arah Di Lahan Rawa Pasang Surut.docx
2/21
BUDIDAYA PADI DI LAHAN
PASANG SURUT
Budidaya Padi Lahan Pasang Surut dan Rawa
Budidaya padi di lahan pasang surutmemerlukan teknologi dan sarana produksi yang spesifik
karena kondisi lahan dan lingkungan tumbuhnya tidak sama dengan sawah irigasi. Lahan pasang
surut berbeda dengan lahan irigasi atau lahan kering yang sudah dikenal masyarakat. Perbedaanya
menyangkut kesuburan tanah, ketersediaan air dan teknik pengelolaannya.
Pengelolaan tanah dan air ini merupakan kunci keberhasilan usaha tani di lahan pasang surut.
Dengan upaya yang sungguh-sungguh lahan pasang surut ini dapat bermanfaat bagi petani dan
masyarakat luas.
Beberapa kendala ditemui di lahan pasang surut seperti kendala fisik (rendahnya kesuburan tanah,
pH tanah dan adanya zat beracun Fe dan Al), kendala biologi (hama dan penyakit) dan kendala
sosial ekonomi (keterbatasan modal dan tenaga kerja). Dengan melihat kendala yang ada, makadalam penerapannya memerlukan tindakan yang spesifik agar dapat memberikan hasil yang optimal.
Adapun tujuan dari pengelolaan lahan adalah untuk mengatur pemanfaatan sumber daya lahan
secara optimal, mendapatkan hasil maksimal dan mempertahankan kelestarian sumber daya lahan
itu sendiri.
Untuk memperoleh hasil yang optimal dalam budi daya padi di lahan pasang surut beberapa hal
sangat penting untuk diperhatikan dan sangat dianjurkan yaitu :
1. KOMPONEN TEKNOLOGI PTT
http://sekarmadjapahit.files.wordpress.com/2011/12/sawah-pasang-surut.jpg -
7/22/2019 Implementasi Sistem Tata Air Satu Arah Di Lahan Rawa Pasang Surut.docx
3/21
Komponen PTT yang sangat direkomendasikan dalam budidaya padi di lahan pasang
surut meliputi :
a. Komponen utama ; terdiri dari varietas unggul yang sesuai dengan karakteristik lahan, lingkungan
setempat, rasa nasi dan sesuai dengan permintaan pasar, benih bermutu dan berlabel, penggunaan
pupuk organik, pengaturan populasi tanaman (legowo) 2 :1 atau 4 : 1, pemupukan berdasarkan
status hara P dan K dengan PUTS/PUTR dan urea berdasarkan BWD, pengendalian hama dan
penyakit secara terpadu serta tata air mikro.
b. Komponen pilihan ; terdiri dari pengolahan lahan sesuai lahan, penanaman bibit muda (< 21 HSS),
tanam 1 3 batang/lubang, penyiangan gulma serta panen dan gabah segera dirontok.
2. PENYIAPAN LAHAN
Lahan pasang surut lebih beragam dibanding lahan sawah irigasi oleh karena itu penyiapanlahannya juga berbeda. Penyiapan lahan bisa dilakukan dengan TOT (tanpa olah tanah) dan traktor.
Penyiapan lahan dengan tanpa olah tanah (TOT) dapat dilakukan pada lahan gambut atau lahan
sulfat masam yang memiliki lapisan pirit 0 30 cm dari permukaan tanah. Sedangkan penyiapan
lahan dengan traktor dapat dilakukan pada lahan-lahan potensial yang memiliki lapisan pirit atau
beracun lebih dari 30 cm dari pemukaan tanah.
3. VARIETAS UNGGUL
Varietas unggul merupakan salah satu komponen yang nyata dalam meningkatkan produksi
tanaman dan dapat diadopsi dengan cepat oleh petani. Banyak varieatas unggul lahan pasang
surut yang telah dikeluarkan oleh badan litbang pertanian sehingga petani dapat memilih benih yang
disukai dan sesuai dengan kondisi setempat.
4. BENIH BERMUTU
Penggunaan benih bermutu sangat dianjurkan karena akan menghasilkan bibit yang sehat dan akar
yang banyak, perkecambahan dan pertumbuhan yang seragam, saat bibit dipindah tanam lebih cepat
tumbuh dan akan menghasilkan produksi tinggi.
Untuk memperoleh benih yang baik dapat dilakukan dengan merendam pada air larutan garam 2 3
% atau larutan Za dengan perbandingan 20 gram Za/liter air. Dapat juga menggunakan garam
dengan indikator telur yang semula berada di dasar air setelah diberi garam telur terangkat ke
permukaan. Benih yang digunakan hanya benih yang tenggelam dan yang mengapung dibuang.
Setelah diangkat benih perlu dibilas dengan air agar garam tercuci.
Pada daerah yang sering terserang penggerek batang dianjurkan melakukan perlakuan benih
menggunakan pestisida berbahan aktif fipronil.
-
7/22/2019 Implementasi Sistem Tata Air Satu Arah Di Lahan Rawa Pasang Surut.docx
4/21
Benih bermutu ditandai dengan sertifikat/label, memiliki daya tumbuh >90 % dan tidak tercampur
dengan jenis padi atau biji tanaman lain.
5. PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK
Bahan organik bermanfaat untuk memperbaiki kesuburan, kimia dan biologi tanah. Bahan ini dapat
berupa kotoran hewan (pupuk kandang), sisa tanaman, pupuk hijau dan kompos sebanyak 5 ton/ha.
6. PERSEMAIAN
Jika tanpa olah tanah persemaian dapat dilakukan dengan persemaian kering dimana benih langsung
disemai tanpa direndam dulu. Setelah disemai tutupi dengan tanah halus atau abu sekam.
Jika tanah diolah persemaian dapat dilakukan dengan persemaian basah. Buat bedengan berlumpur
di sawah dengan lebar 1 1,2 meter dan panjangnya 10 20 meter, tambahkan bahan organik atau
sekam sebanyak 2 kg per meter persegi. Persemaian dipagar plastik untuk mencegah serangan
hama tikus, selain itu persemaian dipupuk urea 20 40 gram/meter persegi.
7. PENANAMAN
Pelaksanaan penanaman dilakukan dengan menggunakan bibit muda (< 21 HSS) karena dengan
bibit muda akan memiliki kelebihan dimana bibit akan cepat pulih kembali karena adaptasilingkungannya relatif tinggi, akar akan lebih kuat dan dalam, tanaman akan menghasilkan anakan
lebih banyak, tanaman lebih tahan rebah dan kekeringan serta lebih efektif dalam pemanfaatan hara.
Tanam 1 3 batang perlubang agar tidak terjadi kompetensi yang tinggi dalam pemanfaatan hara
antar bibit dalam satu rumpun. Pada lahan pasang surut dengan tipe luapan A dan pada wilayah
endemik keong mas disarankan tidak menggunakan bibit muda.
Lakukan pengaturan populasi tanaman dengan sistem jajar legowo. Sistem ini merupakan salah satu
cara untuk meningkatkan populasi tanaman dan cukup efektif untuk mengurangi keong mas dan
tikus. Jajar legowo adalah pengosongan satu baris tanaman setiap dua baris (legowo 2 : 1) atau
empat baris (legowo 4 : 1) dan tanaman dalam barisan dirapatkan.
Sistem tanam jajar legowo memiliki keuntungan dimana semua barisan rumpun tanaman berada
pada sisi pinggir yang biasanya memberikan hasil lebih tinggi (efek tanaman pinggir), pengendalian
hama, penyakit dan gulma menjadi lebih mudah dilakukan, menyediakan ruang kosong untuk
pengaturan air, saluran pengumpul keong, menekan tingkat keracunan besi dan penggunaan pupuk
lebih berdaya guna.
-
7/22/2019 Implementasi Sistem Tata Air Satu Arah Di Lahan Rawa Pasang Surut.docx
5/21
8. PEMUPUKAN
Pemupukan urea dilakukan dengan bantuan Bagan Warna Daun (BWD) sedangkan pemupukan P
dan K berdasarkan peta status hara P dan K atau hasil analisa tanah dengan menggunakan
perangkat uji tanahsawah (PUTS) atau perangkat uji tanah rawa (PUTR).
Pemupukan urea pertama pada umur 7 10 hari setelah tanam (HST) dengan dosis 50 70 kg/ha.
Pemupukan urea susulan dilakukan dengan bantuan BWD yang didasarkan pada kebutuhan riil
tanaman yaitu 10 hari setelah pemupukan dasar dan diulang setiap 10 hari sekali sampai umur 40
HST atau interval waktu yaitu pada umur 25 28 HST dan 38 42 HST.
Pemupukan Sp 36 dan KCl diberikan bersamaan dengan pemupukan urea pertama seluruhnya
kecuali jika dosis pupuk K 100 kg/ha atau lebih dapat diberikan dua kali yaitu setengah bagian
bersamaan dengan pemupukan urea pertama dan setengah bagian lagi pada umur 40 HST.
Metode diatas sudah melewati kajian yang dilakukan di lahan sawah pasang surut wilayah
Kalimantan Barat dengan menggunakan benih varietas unggul inpara 1, 2 dan 3. Produksi yang
dapat dicapai 5 6 ton/ha. Kesimpulannya bahwa dengan pengelolaan tanah, air dan pengunaan
varietas unggul yang tepat maka usaha tani di lahan pasang surut dapat memberikan hasil
produksi yang optimal.
Varietas padi lahan pasang surut yang memiliki rasa pulen diantaranya inpara 2, lambur dan
mendawak.
Sumber : Sari Nurita, Ir., Penyuluh BPTP Kalimantan Barat, Ratmini Sri, dkk., 2007, Pengelolaan Tanah dan Air
di Lahan Pasang Surut
Gambar :http://wongtaniku.wordpress.com
MENGENAL TIPE LAHAN RAWA DAN GAMBUT
Lahan rawa gambut merupakan salah satu sumber daya alam yang mempu
nyaipotensi cukup baik untuk pengembangan budidaya pertanian. Namunpe
ngelolaannya harus dilakukan secara bijak agar kelestarian sumber daya ala
m inidapat dipertahankan. Dengan mengenal tipe lahanrawa gambut maka
akan dapatdibuat perencanaan yang lebih baik dalam mengelola lahan secar
a bijaksana.
http://wongtaniku.wordpress.com/http://wongtaniku.wordpress.com/http://wongtaniku.wordpress.com/http://wongtaniku.wordpress.com/ -
7/22/2019 Implementasi Sistem Tata Air Satu Arah Di Lahan Rawa Pasang Surut.docx
6/21
Mengenal Lahan Rawa
Lahan rawa adalah lahan darat yang tergenang secara periodik atau terus menerus secaraalami dalam waktu lama karena drainase yang terhambat. Meskipun dalam keadaantergenang, lahan ini tetap ditumbuhi oleh tumbuhan. Lahan ini dapat dibedakan dari danau,karena danau tergenang sepanjang tahun, genangannya
lebih dalam, dan tidak ditumbuhi oleh tanaman kecuali tumbuhan air.
Genangan lahan rawa dapat disebabkan oleh pasangnya air laut, genangan air hujan, atauluapan air sungai. Berdasarkan penyebab genangannya, lahan rawa dibagi menjadi tiga,yaitu rawa pasang surut, rawa lebak peralihan dan rawa lebak.
Gambar 1. Pembagian zona lahan rawa
Zona I - Rawa pasang sur ut
Rawa pasang surut merupakan lahan rawa yang genangannya dipengaruhi oleh pasang
surutnya air laut. Tingginya air pasang dibedakan menjadi dua, yaitu pasang besar dan
pasang kecil. Pasang kecil, terjadi secara harian (1-2 kali sehari).
Berdasarkan pola genangannya (jangkauan air pasangnya), lahan pasang surut dibagi
menjadi empat tipe:
1. Tipe A, tergenang pada waktu pasang besar dan pasang kecil;
2. Tipe B, tergenang hanya pada pasang besar;
3. Tipe C, tidak tergenang tetapi kedalaman air tanah pada waktu pasang kurang dari 50 cm;
4. Tipe D, tidak tergenang pada waktu pasang air tanah lebih dari 50 cm tetapipasang
surutnya air masih terasa atau tampak pada saluran tersier.
http://4.bp.blogspot.com/-4qN-Km9FlB4/UP1wC4j8HGI/AAAAAAAAAEo/A_9E9CISV5s/s1600/Agri05_002.jpg -
7/22/2019 Implementasi Sistem Tata Air Satu Arah Di Lahan Rawa Pasang Surut.docx
7/21
Zona II - Rawa lebak peralih an
Lahan rawa lebak yang pasang surutnya air laut masih terasa di saluran primer atau di
sungai disebut rawa lebak peralihan. Pada lahan seperti ini, endapan laut yang dicirikan oleh
adanya lapisan pirit, biasanya terdapat pada kedalaman 80 - 120 cm di bawah permukaan
tanah.
Zona III - Rawa lebak
Rawa lebak adalah lahan rawa yang genangannya terjadi karena luapan air sungai dan atau
air hujan di daerah cekungan di pedalaman. Oleh sebab itu, genangan umumnya terjadi
pada musim hujan dan menyusut atau hilang di musim kemarau. Rawa lebak dibagi
menjadi tiga:
1. Lebak dangkal atau lebak pematang, yaitu rawa lebak dengan genangan air kurang dari 50
cm. Lahan ini biasanya terletak di sepanjang tanggul sungai dengan lama genangan kurang
dari 3 bulan.
2. Lebak tengahan, yaitu lebak dengan kedalaman genangan 50-100 cm. Genangan biasanya
terjadi selama 3-6 bulan.
3. Lebak dalam, yaitu lebak dengan genagan air lebih dari 100 cm. Lahan inibiasanya terletak
di sebelah dalam menjauhi sungai dengan lama genangan lebih dari 6 bulan.
Pengertian Tanah Gambut
Tanah di lahan rawa dapat berupa aluvial atau gambut. Tanah aluvial merupakan endapan
yang terbentuk dari campuran bahan-bahan seperti lumpur, humus, dan pasir dengan kadar
yang berbeda- beda.
Gambar I1. Fisiografi lahan gambut
Gambut merupakan hasil pelapukan bahan organik seperti dedaunan, ranting kayu,dansemak dalam keadaan jenuh air dan dalam jangka waktu yang sangat lama (ribuan
http://3.bp.blogspot.com/-LYUgU3Z3iwM/UP1yLqtz3XI/AAAAAAAAAE4/leN7FRhwwJw/s1600/Agri05_003.jpg -
7/22/2019 Implementasi Sistem Tata Air Satu Arah Di Lahan Rawa Pasang Surut.docx
8/21
tahun). Di alam, gambut sering bercampur dengan tanah liat. Tanah disebut sebagai tanah
gambut apabila memenuhi salah satu persyaratan berikut (Soil Survey Staff, 1996):
1. Apabila dalam keadaan jenuh air mempunyai kandungan C-organik paling sedikit 18% jika
kandungan liatnya >60% ATAU mempunyai kandungan C-organik 12% jika tidak mempunyai
liat (0%) ATAU mempunyai kandungan C-organik lebih dari 12% + % liat x 0,1 jikakandungan liatnya antara 0 - 60%;
2. Apabila tidak jenuh air mempunyai kandungan C-organik minimal 20%.
Lahan Gambut dan Bergambut
Tanah gambut secara alami terdapat pada lapisan paling atas. Di bawahnya terdapatlapisan tanah aluvial pada kedalaman yang bervariasi. Lahan dengan ketebalan tanahgambut kurang dari 50 cm disebut
sebagai lahan atau tanah bergambut.
Disebut sebagai lahan gambut apabila ketebalan gambut lebih dari 50 cm. Dengandemikian, lahan gambut adalah lahan rawa dengan ketebalan gambut lebih dari 50 cm.
Perdasarkan kedalamnya, lahan gambut dibagi menjadi empat tipe, yaitu:
1. Lahan gambut dangkal, yaitu lahan dengan ketebalan gambut 50-100 cm;
2. Lahan gambut sedang, yaitu lahan dengan ketebalan gambut 100-200 cm;
3. Lahan gambut dalam, yaitu lahan dengan ketebalan gambut 200-300 cm;
4. Lahan gambut sangat dalam, yaitu lahan dengan ketebalan gambut lebih dari 300 cm.
Lahan Rawa Potensial danSulfat Masam
Lahan rawa yang tidak memiliki lapisan tanah gambut dan tidak memiliki lapisan pirit(kadarnya
-
7/22/2019 Implementasi Sistem Tata Air Satu Arah Di Lahan Rawa Pasang Surut.docx
9/21
Lahan rawa yang tidak memiliki tanah gambut dan kedalaman lapisan piritnya kurang dari50 cm disebut sebagai lahan aluvial bersulfida dangkal atau sering disebut lahan sulfatmasam potensial.
Pirit (FeS2) merupakan senyawa yang terbentuk dalam suasana payau. Lapisan tanahyangmengandung pirit lebih dari 0,75% disebut sebagai lapisan pirit.
Menurut Wijaya Adhi (2000), adanya lapisan pirit pada lahan dapat diketahui dari tanda-
tanda sebagai berikut:
Lahan dipenuhi oleh tumbuhan purun tikus
Di tanggul saluran terdapat bongkah-bongkah tanah berwarna kuning jerami (jarosit)
Di saluran drainase, terdapat air yang mengandung karat besi berwarna kuningkemerahan
Apabila lapisan pirit dikeringkan,akan berubah warna menjadi kuning karat sepertijerami.
Apabila pirit disiram dengan larutan hydrogen peroksida (H2O2) 30%, akan berbuih.
Dalam keadaan tergenang, senyawa pirit tidak berbahaya. Tetapi dalam keadaan kering,
senyawa pirit akan teroksidasi. Bila terkena air, pirit yang teroksidasi akan menjadi asam
sulfat atau sering disebut air aki/air keras yang sangat asam. Akibatnya, akar tanaman akan
terganggu, unsur hara sulit diserap oleh tanaman, sertaunsur besi dan aluminium akan larut
hingga meracuni tanaman. Lahan yang lapisan piritnya sudah teroksidasi sering disebut
sebagailahan bersulfat atau lahan sulfat masam aktual. Lahan seperti ini tidak
direkomendasikan untuk budidaya pertanian.
Lahan Salin
Sebagian lahan pasang surut sering mendapat pengaruh salinitas air laut terutama padamusim kemarau. Pengaruh salinitas ini bisa terjadi secara langsung karena air laut mengalirke daratan,masuk melalui sungai pada waktu pasang, atau berlangsung karena adanyaintrusi (perembesan).
Lahan pasang surut yang salinitas air (kadar garamnya) lebih dari0,8% disebut
sebagai lahan salin atau pasang surut air asin. Lahan seperti itu, biasanya didominasi
oleh tumbuhan bakau. Apabila kadar garamnya hanya tinggi pada musim kemarau selama
kurang dari 2 bulan, disebut sebagai lahan salin peralihan. Lahan salin peralihan ditandai
oleh banyaknyatumbuhan nipah.
Tidak banyak jenis tanaman yang dapat hidup di lahan salin. Lahan seperti ini
direkomendasikan untuk hutan bakau/mangrove, budidaya tanaman kelapa, dan
tambak. Khusus untuk tambak, harus memenuhi persyaratan adanya pasokan air tawar
dalam jumlah yang memadai sebagai pengencer air asin.
Tabel 1. Gejala keracunan tanaman pertanian yang umum terjadi di lahan rawa salin
-
7/22/2019 Implementasi Sistem Tata Air Satu Arah Di Lahan Rawa Pasang Surut.docx
10/21
JenisKeracunan Gejala serangan Cara penanggulangan
Alumunium ! Sistem perakaran menebal dan
tidak berkembang
arna hijau tulang daun berubah
menjadi oranye diikuti dengan
bercak coklat
Meningkatkan pH tanah
melalui pengapuran dan
penggenangan
Besi ! Warna daun bercak coklat
(berkarat)
! Perakaran kasar
! Pertumbuhan dan pembentukan
anakan tertekan
Meningkatkan pH tanah
melalui pengapuran dan
pengaturan drainase
Sulfida ! Tanaman mudah tekenapenyakit
istem perakaran kurang
berkembang dan berwarna hitam
! Tanaman kerdil dan anakan
sedikit
Meningkatkan pH tanahmelalui pengapuran dan
penggenangan serta
penambahan unsur mikro dan
mineral (terusi, abu).
Garam-
garam(salin)
! Tanaman menjadi kering
! Anakan berkurang
! Ujung daun menjadi putih
Pencucian garam melalui
pengaturan air satu arah,
menanam padi varietas tahan
salin
-
7/22/2019 Implementasi Sistem Tata Air Satu Arah Di Lahan Rawa Pasang Surut.docx
11/21
Faktor-faktor Pembatas
Faktor pembatas atau penghambat utama pengelolaan pertanian di lahan rawa gambutmeliputi genangan air, tingginya kemasaman tanah (pH tanah rendah), adanya zat beracun,
rendahnya kesuburan tanah; kondisi fisik lahan seperti bobot isi tanah yang ringan, tingkatkematangan dan ketebalan gambut. Kendala yang sering dijumpai pada lahan lebakterutama adalah datangnya genangan air banjir yang tidak menentu danmendadak. Pada lahan salin faktor penghambatnya berupa zat beracun seperti alumunium,besi, pirit (FeS2) dan garam-garam.
Kendala biologis yang umum ditemukan di lahan rawa gambutadalah serangan hamatanaman terutama tikus babi hutan dan burung, sedangkan penyakit yang sering menyerangadalah blas dan busuk pelepah
PENGEMBANGAN LAHAN RAWA
PASANG SURUT UNTUK TUJUAN
PERTANIAN17 Maret 2011byoerlee syafroe inTeknik Sipil.
4 Votes
A. Sejarah
http://oerleebook.wordpress.com/2011/03/17/pengembangan-lahan-rawa-pasang-surut-untuk-tujuan-pertanian/http://oerleebook.wordpress.com/2011/03/17/pengembangan-lahan-rawa-pasang-surut-untuk-tujuan-pertanian/http://oerleebook.wordpress.com/author/oerleebook/http://oerleebook.wordpress.com/author/oerleebook/http://oerleebook.wordpress.com/author/oerleebook/http://oerleebook.wordpress.com/category/teknik-sipil/http://oerleebook.wordpress.com/category/teknik-sipil/http://oerleebook.wordpress.com/category/teknik-sipil/http://oerleebook.wordpress.com/category/teknik-sipil/http://oerleebook.wordpress.com/author/oerleebook/http://oerleebook.wordpress.com/2011/03/17/pengembangan-lahan-rawa-pasang-surut-untuk-tujuan-pertanian/ -
7/22/2019 Implementasi Sistem Tata Air Satu Arah Di Lahan Rawa Pasang Surut.docx
12/21
Lahan rawa pasang surut di Indonesia mulai memperoleh perhatian, kajian dan garapan secara serba cukup (comprehensive)
sebagai suatu sumber daya pada tahun 1968. Kepedulian ini dibangkitkan oleh persoalan yang sangat mendesak akan
pemenuhan kebutuhan beras yang terus meningkat.
Usaha penyawahan lahan rawa pasang surut sebetulnya bukanlah hal baru. Orang-orang bugis sejak puluhan tahun
sebelumnya telah menyawahkannya diberbagai tempat di pantai timur Sumatra dan di pantai selatan Kalimantan dengan
beraneka tingkat keberhasilan. Dengan teknik tradisional sederhana, mereka dapat membuka persawahan, meskipun dengan
hasil panen dn indeks pertanaman rendah menurut ukuran sekarang. Namun bagi pencukupan kebutuhan pangan dan
pemenuhan baku hidup pedesaan waktu itu hasil panen serendah 0,8 1 ton.ha-1padi sekali setahun sudah memadai. Luas
lahan yang mampu mereka buka juga terbatas, hanya dapat menjangkau sejauh 1-2 km kepedalaman. Menurut ukuran
sekarang teknik pembukaan lahan seperti itu tidak efektif. Mereka memang tidak memerlikan teknik yang lebih efektif,
karena dengan luasan yang terbatas kebutuhan akan produksi beras sudah tercukupi. Walau itu beras bukan satu-satunya
bahan pangan pokok.
Jauh sebelum tahun 1968 perhatian para pakar pada lahan rawa pantai, khususnya yang bergambut, tidaklah dapat dikatakan
langka. Hutan gambut tropika pertama kali ditemukam didataran pantai timur Sumatera, meliputi wilayah sangat luas, pada
tahun 1895. Kemudian peninjauan, eksplorasi dan sigi (survey) berlanjut antara tahun 1930an dan 1950an di daerah-daerah
pantai timur Sumatera dan pantai barat dan selatan Kalimantan. Akan tetapi minat para pakar waktu itu baru terbatas pada
pengenalan dan pembandingannya dengan yang ditemukan di kawasan iklim sedang dan dingin berkenaan dengan ekologi,
susunan flora, dan sifat-sifatnya. Perhatian mereka belum tertuju pada potensi pengembangannya untuk tujuan produktif.
Hanya secara selintas dikemukakan bahwa lahan rawa gambut sebaiknya didiamkan saja karena potensi pertaniannya
rendah. Pandangan ini berkembang dengan pengenalan lebih jauh. Pada tahun 1970an kebanyakan para pakar tanah negara
barat, khususnya dari Belanda, sangat menyangsikan potensi lahan rawa pasang surut untuk dikembangkan bagi tujuan
pertanian. Pendapat ini mereka dasarkan atas sejumlah fakta yang mereka tafsirkan sebagai kendala berat berkenaan dengan
hidrologi, gambut tebal, amblesan (subsidence), potensi membentuk tanah sulfat masam, konsistensi tanah rendah, pelindian
hara oleh gerakan pasang surut air, penyusupan air laut, dan keterjangkauan (accessibility).
Para pakar tanah Indonesia, dengan belajar dari pengalaman orang-orang bugis dan dukungan kuat para pakar tanah Thailand
dan Vietnam dengan pengalaman mereka di Negara masing-masing, mengambil sikap tidak pesimistik namun juga tidak
optimistic berlebihan. Sikap ini diambil karena tiga pertimbangan :
* Lahan rawa pasang surut mencakup luasan puluhan juta hektar di Indonesia dank arena itu merupakan kimah (asset) yangtidak boleh diabaikan,
* Untuk menyawahkan lahan rawa pasang surut tidak diperlukan pengadaan air yang biasanya memerlukan konstruksi-
konstruksi mahal, karena air yang diperlukan sudah tersedia di tempat, tinggal ditata dengan biaya kurang mahal, dan
* Secara nasional pencukupan produksi beras merupakan tindakan strategis.
Disamping tiga pertimbangan tadi, ada pertimbangan yang bersifat lebih pribadi. Kesediaan para pakar tanah Indonesia
menerima tantang berat, baik dari alam maupun dari sikap para rekan pakar dari negara maju, dihidupi oleh tanggung janji
(commitment) mereka kepada perbaikan kehidupan rakyat pedesaan pada umumnya dan rakyat petani pada khususnya, dan
kebanggaan berlomba dengan para pakar negara maju dalam pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
-
7/22/2019 Implementasi Sistem Tata Air Satu Arah Di Lahan Rawa Pasang Surut.docx
13/21
B. Landasan Pelanjutan Pengembangan Rawa Pasang Surut
Agar pelanjutan pengembangan rawa pasang surut dapat berlangsung pasti dan berlanjut secara sistematis, panggah
(consistent) dengan maksud dan tujuan semula, dan berkesinambungan, diperlukan peletakan landasan kuat sebagai berikut :
1. Keyakinan akan potensi lahan rawa pasnagn surut sebagai kimah nasional penting. Untuk membentuk keyakinan ini
diperlukan inventarisasi andal yang menyangkut penetapan :
* Luas total lahan rawa pasang surut (angkanya sekarang masih simpang siur)
* Harkat untuk penggunaan pertanian menurut persebarab kelas-kelas harkat lahan yang dipilahkan berdasarkan suatu sistem
klasifikasi terpilih (sekarang belum tuntas, baik klasifikasinya maupun pemetaannya)
1. Keyakinan akan manfaat dan kelangsungan penelitian dan pengembangan lahan rawa pasang surut bagi pembangunanwilayah pada umumnya dan bagi pembangunan pertanian pada khususnya. Untuk menumbuhkan keyakinan ini diperlukan
pembentukan organisasi mapan dan penyusunan rencana kerja pasti yang melibatkan
* Perancangan metodologi yang menjamin perolehan hasil kerja yang memenuhi baku mutu IPTEK dan keterpaduan
penelitian proaktif dan reaktif (sampai sekarang belum sepenuhnya tercapai)
* Pengadaan dukungan prasarana secara terus menerus (sampai sekarang tidak pernah pasti)
* Penyediaan sarana secara sinambung (sampai sekarang tidak pernah pasti)
* Jaminan penerapan hasil dalam program nasional (sampai sekarang jarang sekali terjadi)
1. Jaminan bagi kemandirian penelitian yang berjalan atas cerapan (perception) dan anggitan (conception) IPTEK,
kepentingan nasional, dan kemaslahatan rakyat umum, bukan atas kepentingan politik dan pandangan ad hoc (sampai
sekarang tidak pernah terjamin).
2. Inventarisasi dan kompilasi hasil-hasil penelitian dan pengembangan yang telah terkumpul selama ini, yang telah
mencakup kurun waktu hampir 30 tahun sejak tahun 1968, untuk membentuk pangkal tolak kajian. Dari sini akan dapat
dievaluasi telaah apa yang sudah dan belum dianggap memadai, dan telaah apa yang masih perlu diadakan (sampai sekarang
belum pernah dilakukan).
3. Insentif kepakaran berupa penyediaan wadah publikasi hasil-hasil tahapan penelitian dan pengembangan secara teratur
dan berkualifikasi ilmiah (sekarang belum ada)
Menurut hidrologinya, lahan rawa merupakan suatu kesatuan wilayah. Suatu tindakan tata air di sustu tempat berakibat
langsung atas seluruh kawasan. Maka usaha pengembangan lahan rawa harus selalu berskala besar. Ini merupakan pula
perbedaan pokok antara lahan rawa dan lahan bukan rawa. Jarak jangkauan gerakan pasang surut ke darat ditentukan oleh
ketinggian dan bentuk muka daratan pantai dan perubahannya kearah pedalaman, serta tahapan hidraulika sepanjang jalur
rambatan. Estuari (sungai atau bagian hilir sungai yang memasukkan air pasang dan mengeluarkan air surut) adalah jalur
rambatan utama gerakan pasang surut. Makin panjang dan lebar estuarinya, makin jauh jarak jangkauan gerakan pasang
surut ke pedalaman. Estuari panjang jika daratan dan keduanya nyaris tidak berubah sampai jauh di pedalaman. Makin rapat
agihan estuarinya makin lebar wilayah yang terjangkau oleh gerakan pasang surut. Karena ini kawasan rawa pasang surut
-
7/22/2019 Implementasi Sistem Tata Air Satu Arah Di Lahan Rawa Pasang Surut.docx
14/21
potensial dapat diperluas dengan jalan menggali saluran yang menembus sampai ke laut, memperpanjang estuari pendek,
mencabangkan estuary, atau menghubungkan estuari yang satu dengan yang lainnya.
Jadi dengan mengubah hidrologi lahan, luas kawasan rawa pasang surut potensial dapat diperbesar. Maka disamping
reklamasi, perluasan kawasan potensial merupakan gatra (aspect) pula dari pengembangan lahan rawa pasang surut. Akan
tetapi oleh karena perluasannya bersifat buatan (menggiatkan gejala alam), kelestariannya bergantung pada kemantapan
dukungan teknologi. Perluasan kawasan rawa pasang surut dengan teknologi mempunyai padanan pada lahan atasan berupa
perluasan jaringan irigasi. Dalam pengembangan lahan rawa pasang surut (juga lahan rawa yang lain) terlibat banyak sekali
kegiatan teknk sipil, mulai dari tahap awal, kemudian pemantapan, sampai dengan tahap akhir berupa pemeliharaan hasil
pengembangan. Pekerjaan pemantapan dan pemeliharaan sangat penting karena hidrologi lahan peka terhadap perubahan
kecil saja pada salah satu faktor pengendalinya, khususnya hidrologi lahan pasang surut. Faktor pengendali hidrologi yang
terpenting adalah tata saluran.
Yang sering ditakuti dalam pengembangan lahan rawa pasang surut adalah munculnya tanah sulfat masam sebagai akibat
pengatusan. Namun tidak diperlukan waktu lama untuk membuang senyawa sulfat masam dari daerah parakaran
pertanaman. Teknik reklamasi yang terbukti sangkil (effective) adalah pembuatan surjan atau tabukan dan penggelontoran
dengan aliran air surut. Penggelontoran menjadi lebih berdaya kalau dikerjakan dengan air payau. Air payau berguna
menaikkan kejenuhan basa tanah dan mengekstrasi Al. Dalam tanah sulfat masam kejenuhan Al sering meninggi sejalan
dengan kemajuan pelapukan sulfat masam. Dengan demikian penggelontoran dengan air payau dapat lebih cepat
menurunkan kejenuhan Al.
C. Tujuan
Pengembangan lahan rawa pasang surut perlu diberi tujuan jelas, baik berjangka dekat maupun berjangka jauh. Tujuan
berjangka dekat bersasaran menyelesaikan persoalan-persoalan yang telah muncul. Untuk ini digunakan rancangan
penelitian reaktif. Tujuan berjangka jauh bersasaran menyiapkan cara penyelesaian persoalan-persoalan yang di duga akan
muncul kemudian sebagai konsekuensi penggunaan lahan rawa pasang surut selama masa panjang. Untuk ini digunakan
rancangan penelitian proaktif.
Tujuan akhir pengembangan lahan rawa pasang surut adalah merancang sistem pengelolaan bagi tujuan pertanian yang
produktif dan berkelanjutan untuk kelas harkat lahan masing-masing. Produktivitas dan keterlanjutan ditetapkan menurut
sudut pandang usaha tani, terutama untuk pertanaman pangan dan hortikultura, dan menurut sudut pandang perusahaan,
terutama untuk pertanaman industry. Sudut pandang usaha tani sekaligus berguna merancang sistem pemukiman masyarakat
pedesaan yang mapan.
Tujuan jangka dekat melibatkan penelitian
1. Tata air makro (sekesatuan hidrologi) dan mikro (sekesatuan pengusahaan)
2. Perubahan sifat fisik, kimia dan biolog substrat organik (gambut) dan substrat mineral dalam kaitannya dengan tata air.
3. Adaptasi berbagai jenis tanaman pada keadaan lahan dan kelenturan adaptasinya mengikuti perubahan sifat fisik, kimia
dan biologi substrat.
-
7/22/2019 Implementasi Sistem Tata Air Satu Arah Di Lahan Rawa Pasang Surut.docx
15/21
Tujuan jangka jauh melibatkan penelitian
1. Reaksi fisik, kimia dan biologi yang berlangsung dalam substrat organik dan mineral berkenaan dengan penggunaan
lahan.
2. Arah perubahan keadaan lahan yang disebabkan oleh reaksi fisik, kimia dan biologi, dan akibatnya atas harkat lahan.
3. Upaya konservasi produktifitas lahan
Tujuan akhir melibatkan penelitian menetapkan luasan ekonomi optimum lahan usaha, baik berskala usaha tani maupun
berskala perusahaan, berdasarkan saling nasabah (interrelationships) antara komponen-komponen :
1. Kelas harkat lahan
2. Macam dan sistem pertanaman
3. Sistem pengelolaan lahan, baik makro maupun mikro
4. Keterjangkauan lahan berkenaan dengan penyediaan sarana produksi dan pemasaran produksi.
KONDISI LAHAN PASANG SURUT
KONDISI LAHAN PASANG SURUT
Lahan pasang surut berbeda dengan lahan irigasi atau lahan kering yang sudah dikenal
masyarakat. Perbedaannya menyangkut kesuburan tanah, sumber air tersedia, dan teknik
pengelolaannya.
Lahan ini tersedia sangat luas dan dapat dimanfaatkan untuk usaha pertanian. Hasil yang
diperoleh sangat tergantung kepada cara pengelolaannya. Untuk itu, petani perlu memahami sifat
dan kondisi tanah dan air di lahan pasang surut.
Sifat tanah dan air yang perlu dipahami di lahan pasang surut ini berkaitan dengan:
Tanah sulfat masam dengan senyawa piritnya
Tanah gambut
Air pasang besar dan kecil
Kedalaman air tanah
-
7/22/2019 Implementasi Sistem Tata Air Satu Arah Di Lahan Rawa Pasang Surut.docx
16/21
Kemasaman air yang menggenangi lahan.
Pengelolaan tanah dan air ini merupakan kunci keberhasilan usaha tani. Dengan upaya yang
sungguh-sungguh, lahan pasang surut ini dapat bermanfaat bagi petani dan masyarakat luas.
Lahan pasang surut merupakan lahan marjinal yang berpotensi untuk dikembangkan
sebagai areal budidaya kelapa sawit. Potensi tersebut didasarkan pada karakteristik lahan
maupun luasannya. Meskipun demikian, terkait dengan karakteristik tanah pada lahan pasang
surut, pengembangan kelapa sawit di lahan pasang surut dihadapkan pada berbagai tantangan
baik dalam pengelolaan lahan, kultur teknis maupun investasi untuk pembangunan infrastruktur.
Untuk itu, pengembangan lahan rawa pasang surut memerlukan perencanaan, pengelolaan, dan
pemanfaatan yang tepat serta penerapan teknologi yang sesuai, terutama pengelolaan tanah
dan air. Dengan upaya seperti itu diharapkan lahan rawa pasang surut dapat menjadi lahan
perkebunan kelapa sawit yang produktif, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan.
Kajian terhadap karakteristik lahan rawa pasang surut di perkebunan kelapa sawit telah
dilakukan melalui pengamatan profil tanah Typic Sulfaquent dan Sulfic Endoaquept di Sumatera
Selatan. Perbedaan utama kedua jenis tanah tersebut adalah kedalaman lapisan pirit. Typic
Sulfaquent memiliki lapisan pirit pada kedalaman sekitar 50 cm dari permukaan tanah,
sedangkan tanah Sulfic Endoaquepts memiliki kedalaman pirit sekitar 100 cm. Pertumbuhan dan
produksi tanaman kelapa sawit umumnya semakin baik dengan semakin dalamnya posisi
lapisan pirit dari permukaan tanah. Secara umum, pertumbuhan tanaman dan produksi kelapa
sawit pada lahan rawa pasang surut yang memiliki kandungan pirit juga sangat ditentukan oleh
kualitas kultur teknis khususnya pengaturan tata air. Kondisi tata air yang efektif mampu
mengendalikan drainase sesuai kebutuhan tanaman, sekaligus mampu mencegah over drainage
yang dapat mengakibatkan oksidasi pirit secara berlebihan.
PEMANFAATAN LAHAN PASANG SURUT UNTUK
PERSAWAHAN DALAM UPAYA MENINGKATKAN
PRODUKSI PADI
PEMANFAATAN LAHAN PASANG SURUT UNTUK PERSAWAHAN DALAM UPAYA MENINGKATKAN
PRODUKSI PADI
PENDAHULUAN
Tanaman padi (Oryza sativa L) merupakan komoditi utama karena fungsinya sebagai sumber
makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Akhir-akhir ini isu tentang ketahanan
-
7/22/2019 Implementasi Sistem Tata Air Satu Arah Di Lahan Rawa Pasang Surut.docx
17/21
pangan (food security) semakin bekembang. Padi mulai memiliki multi fungsi bukan hanya sebagai
bahan pokok saja tetapi juga menjadi sumber penghidupan, lapangan berusaha, sumber devisa, dan
berfungsi dalam mempertahankan stabilitas sosial-keamanan (Soleh Solahuddin, 1998). Penyusutan
lahan persawahan dari tahun ke tahun semakin dirasakan karena pesatnya pembangunan. Alih
fungsi yang terjadi menyebabkan penurunan pasokan pangan terutama padi. Hilangnya satu hektar
lahan persawahan (produktivitas rata-rata 4,5 ton GKG/ha) identik dengan hilangnya produksi berassebesar 4,5 juta ton beras/musim tanam (Muhammad Noor, 1996). Perluasan lahan pertanian
dilakukan dengan cara memanfaatkan lahan-lahan marjinal, diantaranya lahan pasang surut. Hal ini
dianggap mampu menggantikan kehilangan produksi tersebut.
Lahan pasang surut merupakan lahan yang penyebarannya cukup luas. Di Indonesia terdapat
sekitar 20,10 juta ha lahan pasang surut di tiga pulau besar, yaitu Sumatera, Kalimantan dan Irian
Jaya (Widjaja Adhi et al., 1992). Sebagian besar dari luasan tersebut belum dimamfaatkan secara
maksimal. Usaha pemanfaatan lahan pasang surut di kawasan Kalimantan Selatan dan Kalimantan
Tengah dimulai sekitar 200 tahun yang lalu secara tradisional.
Pada sekitar tahun 1920-an mulai dilakukan berbagai pembangunan di daerah lahan pasangsurut antara lain pembuatan jalan, transmigrasi dan pembuatan saluran drainase. Program ini
ternyata cukup berhasil sehingga mengilhami pemerintah untuk melakukan pembukaan lahan
pasang surut secara besar-besaran dengan dibentuknya Tim Proyek Pembukaan Persawahan Pasang
Surut (P4S). Hal ini membuat wilayah ini mulai dikenal sebagai salah satu lumbung padi di Indonesia.
Bahkan ketika Indonesia menjadi negara swasembada beras ( tahun 1984) ternyata 59.1 % didukung
dari hasil padi di lahan pasang surut (Isdijanto Ar-Riza et al., 1997).
Pemanfaatan lahan pasang surut terutama untuk tanaman padi menghadapi berbagai
kendala. Secara garis besar meliputi, rendahnya kesuburan tanah karena kemasaman tanah yang
tinggi (pH 3,0-4,5), kahat hara makro, adanya ion atau senyawa yang meracun (Al, Fe, SO4) dan
bahan organik yang belum terdekomposisi. Selain itu, keadaan tata airnya yang kurang baik menjadi
faktor pembatas dalam pengelolaannya (Muhammad Noor, 1996). Meskipun dalam
pemanfaatannya menghadapi banyak kendala, namun lahan pasang surut memberi harapan dan
prospek yang baik. Karena potensi lahannya yang sangat luas apabila diusahakan secara intensif
maka dapat meningkatkan produksi padi di masa datang. Selain itu vegetasi alami yang tumbuh di
lahan pasang surut bisa menjadi sumber bahan organik yang aman dalam meningkatkan kesuburan
tanah. pada lahan pasang surut penggunaan pupuk dapat dikurangi sehingga biaya yang dikeluarkan
petani dapat ditekan.
-
7/22/2019 Implementasi Sistem Tata Air Satu Arah Di Lahan Rawa Pasang Surut.docx
18/21
BAB II
TELAAH PUSTAKA
Untuk meningkatkan produktivitas lahan rawa pasang surut, pengelolaan air memegang
peranan sangat penting. Pengelolaan air dilakukan dengan memperhatikan kedalaman gambut,
tingkat pelapukan gambut, lapisan bawah gambut (substratum), ada tidaknya bahan pengkayaan,
dan tipe luapan pasang surut. Untuk menanggulangi, mengurangi, dan menghilangkan kemasaman
serta untuk meningkatkan hasil komoditas yang dibudidayakan di lahan sulfat masam, pengelolaan
air didasarkan pada tipologi lahan pasang surut dan tipe luapan. Tipologi lahan sulfat masam
potensial dengan tipe luapan A, tipologi lahan sulfat masam aktual dengan tipe luapan B, C, D
(Ritzema et al., 1993).
Berdasarkan kemampuan arus pasang mencapai daratan, maka tipe luapan pada lahan rawa
pasang surut dibedakan menjadi 4 macam tipe luapan yaitu : (Kselik, 1990; Widjaja-Adhiet al., 1992)
Tipe A : Lahan yang selalu terluapi air pasang, baik pada saat pasang maksimum
(spring tide) maupun pasang minimum (neap tide).
Tipe B : Lahan yang terluapi air pasang pada saat pasang besar.
Tipe C : Lahan yang tidak pernah terluapi air pasang, tetapi air pasang berpengaruh
pada air tanah dan kedalaman muka air tanah kurang dari 50 cm.
Tipe D : Lahan yang tidak pernah terluapi air pasang, tetapi air pasang berpengaruh
pada air tanah dan kedalaman muka air tanah lebih dari 50 cm.
-
7/22/2019 Implementasi Sistem Tata Air Satu Arah Di Lahan Rawa Pasang Surut.docx
19/21
Gambar 1. Tipe luapan air pada lahan rawa pasang surut
(Sumber : Widjaja-Adhi et al., 1992)
Klasifikasi tipe luapan ini didasarkan pada pasang maksimum dan minimum pada saat musim
hujan (Gambar 1). Untuk musim kemarau,kemampuan arus pasang mencapai daratan berkurang,
sehingga perlu perancangan teknik pengelolaan air harus disesuaikan.
Pemanfaatan lahan pasangan surut terutama tipe A dan tipe B yaitu sistem persawahan
karena sistem ini paling tepat dan aman terutama terhadap kendala yang ditimbulkan akibat sifat
fisik dan kimia tanah. Sistem sawah akan membuat tanah tetap dalam keadaan reduksi dan pada
keadaan ini pirit tetap stabil di dalam tanah sehingga tidak membahayakan bagi tanaman padi
(Widjaya-Adhi et al., 1992). Berhubungan dengan sistem ini maka pemilihan varietas yang sesuai,
pengelolaan air dan pemanfaatan vegetasi alami merupakan kunci utama dalam memperoleh hasil
yang optimal.
Kendala dan Upaya Pemanfaatan Lahan Pasang Surut Lahan pasang surut biasanya dicirikan
oleh kombinasi beberapa kendala seperti (Anwarhan dan Sulaiman, 1985):
1. Ph rendah
2. Genangan yang dalam
3. Akumulasi zatzat beracun ( besi dan aluminium)
4. Salinitas tinggi, kekurangan unsur hara
5. Serangan hama dan penyakit
6. Tumbuhnya gulma yang dominan.
A. Pemilihan varietas untuk persawahan
-
7/22/2019 Implementasi Sistem Tata Air Satu Arah Di Lahan Rawa Pasang Surut.docx
20/21
Sebagian besar petani di lahan pasang surut menggunakan padi varietas lokal. Di kalimantan
selatan terdapat lebih dari 100 jenis padi lokal. Meskipun masa semai sampai panen hampir satu
tahun tetapi ada banyak keunggulannya antara lain :
1) Kegiatan budidaya padi lokal sekali setahun dimulai bulan April- Mei dan air di lahan mulai surut
sehingga siap dilakukan penanaman.
2) Keadaan air cukup dalam ( bagi padi ungggul) pada saat tanam sedangkan padi lokal mampu tumbuh
karena mempunyai batang yang cukup tinggi sehingga keadaan ini mengurangi serangan gulma.
Saaat air lebih surut maka kanopi padi sudah sempurna menutupi permukaan tanah. akibatnya
gulma yang tumbuh relatif kecil. Serangan hama walang sangit biasa menyerang pada bulan juni
dapat dihindari karena fase masak susu terjadi pada bulan juli. Disamping itu, padi lokal biasa
dipanen bulan Agustus-September sehinggga menghindari serangan tikus.
3) Pada musim tanam bulan April konsentrasi senyawa meracun seperti garam dan besi mulai menurun
(Hasegawa et al., 2003). Hal ini disebabkan curah hujan bulan Desember-Maret yang tinggi, air hujan
mengencerkan senyawa meracun pada level yang tidak membahayakan.
4) Varietas padi lokal mampu tumbuh pada suasana masam.
5) Akar padi varietas lokal (kal-sel) mampu mengeluarkan eksudat sehingga membuat pH di sekitar
rhizoplant jauh lebih tinggi dibandingkan pH tanah. hal ini berasosiasi dengan adanya peningkatan
ammonia (NH3) yang berasal dari orgaisme penambat N yaitu Spingomonas sp yang hidup di
rhizoplant padi lokal.
B. Pengelolaan tata air
Sistem tata air yang telah dikembangkan untuk reklamasi lahan pasang surut terdapat empat
sistem yaitu sistem controllled drainage (sistem Handil), sistem Tidal Swamp Canalization ( sistem
anjir), sistem garpu dan sistem sisir (Departemen Pertanian, 1985 ; Muhammad Noor, 2000).
1. Sistem controlled drainage (sistem Handil).
Kata handil diambil dari kata anndeel dalam bahasa Belanda yang artinya kerjasama, gotong
royong. Sistem controllled drainage (sistem Handil) merupakan penyempurnaan dari sistem rakyat
yang didasarkan pada sistem tradisional. Rancangannya sangat sederhana dengan membuat saluran
yang menjorok masuk dari muara sungai di kiri dan kanan sungai untuk keperluan drainase dan
pengairan. Saluran berukuran lebar 2m 3m, dalam 0,5 1 m, dan panjang masuk dari muara sungai2 km 3 km. Jarak antara handil satu dengan yang lainnya berkisar 200 m 300 m. panjang handil
biusa ditambah atau diperluas mencapai 20 60 ha ( Idak, 1982 ; Noorsyamsi et al., 1984). Pada
pinggiran handil dibuat saluran-saluran yang tegak lurus sehingga suatu handil dengan jaringan
saluran-salurannya menyerupai bangunan sirip ikan atau daun tulang nangka. Sistem ini
mengandalkan tenaga pasang untuk mengalirkan air sungai ke saluran-saluran handil dan parit
kongsi, kemudian mengeluarkannya ke arah sungai jika surut.
2. Sistem Tidal Swamp Canalization ( sistem anjir)
Sistem Tidal Swamp Canalization ( sistem anjir) yaitu sistem tata air makro dengan
pembuatan saluran yang menghubungkan dua sungai besar. Saluran induk berfungsi sebagai saluranpemberi pada waktu pasang dan sebagai saluran pembuang pada waktu surut.
-
7/22/2019 Implementasi Sistem Tata Air Satu Arah Di Lahan Rawa Pasang Surut.docx
21/21
3. Sistem garpu
Sistem garpu adalah sistem tata air dirancang dengan saluran-saluran yang dibuat dari pingir
sungai masuk menjorok ke pedalaman berupa saluran navigasi dan saluran primer, kemudian disusul
dengan saluran sekunder yang terdiri atas dua saluran cabang sehingga jaringan berbentuk
menyerupai garpu. Ukuran lebar saluran primer antara 10 m- 20 m . ukuran lebar saluran sekunder
antara 5 m 10 m (Notohadiprawiro, 1996). Pada setiap ujung saluran sekunder dibuat kolam yang
berukuran luas sekitar 90.000 m2 (300m x 300m) sampai dengan 200.000 m2 (400mx 500 m) dengan
kedalaman antara 2,5 m 3,0 m. Kolam ini berfungsi untuk menampung sementara unsur dan
senyawaberacun pada saat pasang, kemudian diharapkan keluar mengikuti surutnya air.
4. Sistem sisir
Sistem sisir merupakan pengembangan sistem anjir yang dialihkan menjadi satu saluran
utama atau dua saluran primer yang membentuk sejajar sungai. Panjang saluran sekunder mencapai
10 km. Pada sistem ini dubuat saluran pemberi air dan saluran pembuangan berbeda. Pada setiap
saluran tersier dipasang pintu air yang bersifat otomatis (aeroflapegate). Pintu ini bekerja secara
otomatis mengatur tinggi muka air sesuai pasang dan surut.
C. Potensi vegetasi alami (gulma) lahan pasang surut
Ada berbagai spesies yang tumbuh di lahan pasang berdasrkan hasil inventarisasi gula yang
dijumpai sebanyak 181 spesies yang terdiri dari tiga golongan, yakni golongan rumput, golongn teki
dan golongan berdaun lebar. Gulma ini bukan hanya sebagai tanaman pengganggu bagi tanaman
padi tetapi sangat bermanfaat.
Gulma mampu tumbuh dengan sangat cepat sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan
organik sumber unsur-unsur hara yang berguna bagi tanaman, seperti Azollae pinata yang mampu
menambat N. Pemanfaatan ini sangat berarti besar dalam usaha menjaga nilai kesuburan tanah..
Teknik pemanfaatanya sudah diterapkan oleh petani, diantaranya ketika penyiangan maka gulma
yang dicabuk dibenamkan kembali kedalam tanah dan cara ini dapat menyuburkan tanah tanpa
memerlukan masukan dari pupuk. Dengan memperhatikan berbagai aspek mulai dari karakteristik,
potensi dan kendala yang dihadapi, maka solusi yang terbaik dalam pemanfaatan lahan pasang surut
untuk meningkatkan produksi padi tanpa harus meniggalkan kaidah pertanian yang
berkesinambungan dengan berwawasan lingkungan. Sehingga di masa yang akan datang lahan
pasang suruttidak menjadi lahan yang terdegradasi dan rusak. Hal yang terpenting adalah lahan
pasang surut mampu memberi hasil dan keuntungan bagi petani.