Implementasi Program Pemagangan Ke Jepang Oleh Direktorat ...
Transcript of Implementasi Program Pemagangan Ke Jepang Oleh Direktorat ...
Implementasi Program Pemagangan Ke Jepang Oleh Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian
Ketenagakerjaan Republik Indonesia
Moch Nur Fajar, dan Kusnar Budi
Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia
Email: [email protected] / [email protected]
Abstrak Program pemagangan ke Jepang merupakan program yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan yang bertujuan untuk memberikan pembekalan kemampuan dan keahlian kepada sumber daya manusia di Indonesia. Program ini telah dilaksanakan sejak tahun 1993, namun masih terdapat berbagai persoalan terkait dengan implementasinya, seperti rendahnya pengetahuan dan partisipasi masyarakat terhadap program ini, serta kasus peserta pemagangan yang melarikan diri setiap tahunnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi program pemagangan ke Jepang yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan. Pendekatan penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif, dengan metode wawancara, observasi lapangan dan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, implementasi program pemagangan ke Jepang yang terbagi dalam tiga tahapan yaitu pra magang, masa magang dan pasca magang masih memiliki berbagai permasalahan, yaitu terkait dengan sosialisasi, permasalahan pada pihak pelaksana mencakup keterbatasan jumlah pihak pelaksana dan komitmen pihak pelaksana dalam melaksanakan program, kesiapan mental dan tindakan indisipliner peserta pemagangan, serta keterbatasan fasilitas penunjang program. Kata Kunci: Implementasi Program; Pelatihan Kerja; Pemagangan; Pengembangan; Sumber Daya Manusia. Implementation of the apprenticeship program to Japan by the Directorate General of
Training and Productivity Ministry of Labour of the Republic of Indonesia
Abstract
Apprenticeship program to Japan is a program implemented by the Directorate General of Training and Productivity Ministry of Labor that aims to provide training skills and abilities of human resources in Indonesia. This program has been implemented since 1993, but this program still has many problems related to implementation, such as lack of knowledge and civil participation to this program, and the trainee who escaped while in Japan. The aim of this study is to analyze the implementation of the apprenticeship program to Japan by the Directorate General of Training and Productivity Ministry of Labor. The approach used in this study is a qualitative approach, with in-depth interviews, field observation, and literature study. These results indicate that the implementation of apprenticeship program to Japan is dividen into three stages, namely pre-apprenticeship, apprenticeship, and post-apprenticeship still has various problems, which is related with socialization, problems of implementers includes a limited number of implementers and implementing the commitments to implement this program, mental readiness and undisciplined trainee, as well as the limitations of the program supporting facilities. Keywords: Implementation of Program; Job Training; Apprenticeship; Development; Human Resource.
Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015
A. Pendahuluan Kehidupan manusia pada abad 21 mengalami perubahan secara dinamis pada berbagai
bidang, seperti bidang ekonomi, politik, sosial, budaya dan lain sebagainya. Proses
transformasi tersebut dikenal dengan istilah globalisasi (Tilaar, 1997:12). Seiring
perkembangan peradaban manusia, proses globalisasi lebih banyak berpengaruh pada
pertumbuhan ekonomi, lapangan kerja, distribusi pendapatan, serta dampak sosial lain seperti
kesempatan untuk pengentasan kemiskinan, hak asasi manusia, tenaga kerja, percepatan arus
informasi, dan lain sebagainya. Nikitin dan Elliot dalam Al-Rodhan (2006:3) bahwa
globalisasi melibatkan berbagai aspek seperti integrasi ekonomi, transfer kebijakan lintas
batas, transmisi pengetahuan, stabilitas budaya, reproduksi, hubungan dan wacana kekuasaan,
serta sebuah pendirian pasar bebas atas kontrol sosial dan politik yang terjadi. Hal tersebut
menciptakan berbagai dampak yang ditimbulkan dari proses globalisasi, salah satunya yaitu
peningkatan kompetisi antar negara-negara di dunia.
Negara yang unggul dalam penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan memiliki
sumber daya manusia yang berdaya saing dapat dipastikan akan memenangkan kompetisi
antar negara pada era globalisasi tersebut. Begitupun sebaliknya, bagi negara
miskin/berkembang yang tidak mampu berkompetisi akan semakin terpuruk dan berdampak
pada terhambatnya pembangunan negara. Hal tersebut mengakibatkan jurang kesenjangan
yang semakin melebar antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang (Ali,
2009:46-47). Suparno (2009:189) menyebutkan bahwa, hal yang paling mendasar untuk
mengatasi dampak globalisasi yaitu dengan mempersiapkan sumber daya manusia yang
berkompeten dan memiliki daya saing global sehingga dapat sanggup memenangkan
kompetisi, baik pada tingkat nasional maupun internasional.
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang turut terkena dampak dari
globalisasi pada dasarnya memiliki keuntungan terkait dengan ketersediaan sumber daya
manusia yang dapat dikatakan sangat melimpah. Hal tersebut dibuktikan oleh data yang
menunjukan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah populasi penduduk
terbesar di dunia. Tercatat bahwa hingga tahun 2015 jumlah populasi penduduk mencapai
255.405.071 jiwa dan berada di posisi keempat dunia (worldometers.info, 2015). Data dari
International Labour Organization (ILO) (2015:17) menyebutkan bahwa 50 persen penduduk
Indonesia berusia dibawah 29 tahun. Artinya bahwa Indonesia memiliki peluang untuk
memanfaatkan potensi penduduk usia muda untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan
menghadapi era globalisasi yang sedang berlangsung. Disisi lain, sumber daya manusia dapat
Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015
menjadi beban bagi negara apabila keberadaannya tidak dapat dikelola dan dioptimalkan
dengan baik.
Permasalahan umum yang terjadi di Indonesia dan diberbagai negara berkembang
lainnya adalah laju pertumbuhan penduduk yang sangat cepat dan mengakibatkan besarnya
pertambahan tenaga kerja (Barthos, 2004:31). Peningkatan jumlah tenaga kerja di Indonesia
dalam beberapa tahun terakhir juga didukung dengan peningkatan partisipasi pendidikan
masyarakat. Tercatat bahwa lebih dari 3,3 juta tenaga kerja meninggalkan sistem pendidikan
formal untuk memasuki pasar kerja (labor market) setiap tahunnya, namun pasar kerja yang
secara konstan mengalami peningkatan sejak tahun 1990-an belum dapat diimbangi dengan
peningkatan kualitas pendidikan (World Bank, 2010:1). Kondisi tersebut pada akhirnya
mengakibatkan masalah pengangguran di Indonesia. Pengangguran merupakan masalah yang
cenderung dihadapi oleh tenaga kerja usia muda di Indonesia. ILO (2013:1) memaparkan
bahwa tingkat pengangguran di Indonesia pada tenaga kerja usia 15 hingga 24 tahun
diperkirakan sebesar 17,1 persen pada Februari 2014 dan sebagian besar kaum muda yang
menganggur belum pernah bekerja sebelumnya.
Salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk meminimalisir pengangguran yaitu
dengan melakukan pengembangan sumber daya manusia melalui pelatihan kerja. Hal tersebut
dinilai penting untuk mendukung transisi sumber daya manusia dari sekolah ke pekerjaan agar
dapat memfasilitasi hasil yang dicapai tenaga kerja muda dan menghindari munculnya
persoalan pengangguran (ILO, 2015:3). Kementerian Ketenagakerjaan melalui Direktorat
Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas (Ditjen Binalattas) merupakan instansi
pemerintah yang memiliki kewenangan dalam penyelenggaraan pelatihan kerja bagi tenaga
kerja di Indonesia.
Berdasarkan Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 21
menyebutkan bahwa pelatihan kerja dapat diselenggarakan dengan sistem pemagangan.
Secara umum, pemagangan oleh ILO (2012:2) didefinisikan sebagai sebuah kontrak dari
praktek kerja dengan mempekerjakan seorang individu yang bertujuan untuk melatih secara
sistematis untuk melakukan suatu pekerjaan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan
melalui sebuah kontrak kerja. Pemagangan juga berkontribusi dalam peningkatan kualitas dan
kompetensi tenaga kerja suatu negara sehingga memudahkan tenaga kerja tersebut terserap di
dunia kerja.
Salah satu program pemagangan yang dilaksanakan oleh Ditjen Binalattas yaitu
program pemagangan ke Jepang. Program tersebut telah dilaksanakan sejak tahun 1993
berdasarkan Memorandum of Understanding (MoU) antaran Ditjen Binalattas dengan The
Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015
Association for International Manpower Development of Medium and Small Enterprises
Japan (IM Japan). Program ini juga diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (Permenakertrans) Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tata Cara Perizinan dan
Penyelenggaraan Pemagangan di Luar Negeri. Tujuan program ini yaitu untuk melakukan
pembinaan sumber daya manusia serta pertukaran tenaga teknik, terampil dalam menghadapi
internasionalisasi perusahaan kecil dan menengah Jepang serta ikut berperan dalam
masyarakat internasional (pemagangan.com, 2014).
Lebih lanjut, Program pemagangan ke Jepang merupakan bentuk pelaksanaan konsep
link and match, yaitu memastikan dunia pendidikan dan pelatihan selaras dengan kebutuhan
dunia kerja serta memastikan lulusan pendidikan dan pelatihan terserap dunia kerja (pikiran-
rakyat.com, 2014). Oleh karena itu, Program ini memiliki potensi untuk mengurangi dampak
pengangguran khususnya tenaga kerja muda melalui pengembangan sumber daya manusia,
serta berpotensi untuk memunculkan berbagai lapangan pekerjaan baru untuk menyerap
tenaga kerja di Indonesia. Pada dasarnya, program pemagangan ke Jepang tidak hanya
dilakukan oleh Ditjen Binalattas bekerja sama dengan IM Japan, akan tetapi terdapat program
pemagangan ke Jepang yang dikelola atau dilaksanakan oleh pihak diluar Ditjen Binalattas
dan IM Japan tersebut yang dikenal dengan Non-IM Japan (pihak swasta). Terdapat berbagai
perbedaan antara program pemagangan ke Jepang yang dilaksanakan oleh Ditjen Binalattas
dan IM Japan dengan Non-IM Japan yaitu sebagai berikut:
Tabel A.1 Perbedaan Program Pemagangan ke Jepang yang Dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas dan IM Japan dengan Non-IM Japan
IM Japan Lembaga Swasta/Non IM Japan
Tidak dipungut biaya Dipungut biaya oleh pihak pengirim
Kontrak kerja 3 tahun Kontrak kerja antara 1 sampai 3 tahun
Khusus pria Terbuka untuk pria dan wanita
Gaji dihitung per bulan Gaji dapat dihitung per jam atau per bulan
Mendapatkan modal usaha Tidak mendapatkan modal usaha
Diperbolehkan cuti pulang ke Indonesia Ada yang tidak mengizinkan cuti pulang
Wajib menguasai level N5 Bahasa Jepang Tidak diwajibkan menguasai Bahasa Jepang
Sumber: Data Olahan Peneliti, 2015
Tabel A.1 memperlihatkan bahwa terdapat berbagai perbedaan antara pelaksanaan
program pemagangan ke Jepang yang dilaksanakan oleh Ditjen Binalattas dan IM Japan
dengan Non-IM Japan. Perbedaan yang ditunjukan tersebut memperlihatkan bahwa program
Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015
pemagangan ke Jepang yang dilaksanakan oleh Ditjen Binalattas memiliki berbagai kelebihan
daripada program pemagangan ke Jepang yang dilaksanakan oleh Non-IM Japan.
Pelaksanaan program pemagangan ke Jepang oleh Ditjen Binalattas dan bekerja sama
dengan IM Japan merupakan salah satu program unggulan dengan tujuan mengurangi
pengangguran dan perluasan kesempatan kerja di Indonesia. Program pemagangan ke Jepang
memiliki berbagai tahapan besar dalam pelaksanaannya, yaitu masa pra pemberangkatan,
masa magang, dan pasca magang. Ketiga tahapan tersebutlah yang harus dilalui oleh peserta
pemagangan selama tiga tahun. Meskipun terdapat berbagai program lain yang dilaksanakan
oleh Kementerian Ketenagakerjaan untuk mengatasi pengangguran seperti proram Three in
One (pelatihan, sertifikasi, penempatan), program pemagangan dalam negeri, pengiriman
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri, program kerjasama antar Pemerintah Indonesia
dan Korea Selatan, serta program lainnya. Akan tetapi, program pemagangan ke Jepang
memiliki berbagai kelebihan diantara program pengembangan sumber daya lainnya. Hal
tersebut dibuktikan dengan pelaksanaan program yang telah dilaksanakan sejak tahun 1993
hingga saat ini, kelebihan lainnya yaitu peserta pemagangan dapat melakukan praktek kerja
langsung di salah satu negara yang memiliki bidang industri terbaik di dunia (UNIDO, 2013).
Kelebihan lainnya yaitu berbagai hak-hak yang ditawarkan dari program yaitu upah peserta,
beragam fasilitas yang disediakan, tunjangan modal usaha, sertifikat, dan kesempatan untuk
bekerja pada perusahaan Jepang yang ada di Indonesia.
Berdasarkan uraian sebelumnya, terlihat bahwa terdapat berbagai keunggulan dan
kelebihan yang didapatkan dari program pemagangan ke Jepang, akan tetapi pada
kenyataannya pelaksanaan program pemagangan ke Jepang masih memiliki berbagai
permasalahan. Salah satunya terkait program pemagangan ke Jepang yang belum terlaksana
pada seluruh daerah di Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh minimnya sosialisasi dari
pihak pelaksana program pemagangan yang mencakup Ditjen Binalattas, Direktorat Bina
Pemagangan, Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja Luar Negeri (BBPLKLN) Cevest
Bekasi, IM Japan, dan Dinas Ketenagakerjaan Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
Permasalahan lain dalam pelaksanaan program pemagangan ke Jepang yaitu peserta
pemagangan yang melarikan diri saat berada di Jepang. Tercatat bahwa setiap tahunnya
terdapat kasus peserta melarikan diri saat magang di Jepang, dalam lima tahun terakhir
terdapat 83 peserta pemagangan melarikan diri dengan rincian, tahun 2010 mencapai 6
peserta, 2011 mencapai 31 peserta, tahun 2012 mencapai 9 peserta, tahun 2013 mencapai 25
peserta, dan tahun 2014 mencapai 12 peserta. Tentunya hal tersebut menjadi salah satu
masalah dalam pelaksanaan program pemagangan di Jepang yang belum dapat dihentikan
Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015
dalam setiap tahunnya. Oleh karena itu, penelitian ini ditujukan untuk menganalisis
pelaksanaan program pemagangan ke Jepang serta kendala-kendala yang terjadi selama
pelaksanaan program pemagangan ke Jepang.
B. Tinjauan Teoritis
Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori manajemen sumber daya
manusia dan juga pengembangan sumber daya manusia. Griffin (2008:208) mendefinisikan
manajemen sumber daya manusia sebagai sebuah upaya yang dilakukan organisasi untuk
menarik, mengembangkan, dan mempertahankan kerja yang efektif. Flippo (1984:4-6)
memaparkan bahwa untuk menjalankan sumber daya manusia, maka bagian kepegawaian
diharuskan menjalankan fungsi-fungsi manajemen (fungsi perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, pengontrolan/pengawasan) dan fungsi-fungsi operasional (fungsi pengadaan
tenaga kerja, pengembangan, pemberian kompensasi, integrase, dan pemeliharaan).
Fungsi pengawasan (controlling) pada yang merupakan salah satu dari fungsi
manajemen memainkan peran penting terhadap manajemen sumber daya manusia. Handoko
(2013:359) juga memaparkan bahwa terdapat berbagai tipe pengawasan, salah satunya yaitu
pengawasan yang dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan (concurrent control).
Pengawasan tersebut merupakan proses penyetujuan terkait dengan aspek tertentu dari suatu
prosedur, syarat tertentu harus dipenuhi dulu sebelum kegiatan-kegiatan dapat dilanjutkan,
atau menjadi semacam peralatan “double check” yang lebih menjamin ketepatan pelaksanaan
suatu kegiatan.
Selanjutnya, pada fungsi operasional terdapat pengembangan (meliputi pendidikan
dan pelatihan, pengembangan, dan penilaian prestasi kerja). Nadler dalam Hardjana (2001:11)
memaparkan bahwa pengembangan sumber daya manusia merupakan kegiatan-kegiatan
belajar yang diadakan dalam jangka waktu tertentu guna memperbesar kemungkinan untuk
meningkatkan kinerja. Tukiran et al. (2007:85) memaparkan bahwa terdapat berbagai kendala
dalam pengembangan sumber daya manusia, yaitu kendala pengembangan yang berkaitan
dengan peserta, pelatih atau instruktur, fasilitas pengembang, kurikulum dan dana
pengembangan. Lebih lanjut, Tukiran et al. (2007:77) juga menyebutkan bahwa terdapat dua
metode pengembangan sumber daya manusia, yaitu metode pendidikan (education) dan
latihan (training). Menurut DeSimone & Werner (2012:537) memaparkan bahwa pelatihan
dan pendidikan erat kaitannya dengan lintas budaya (cross-cultural) yang dihadapi oleh
peserta pelatihan dan pendidikan tersebut.
Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015
Pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia pada dasarnya terdiri dari dua
kelompok, yaitu on the job training (latihan pengembangan yang dikaitkan langsung dengan
pekerjaannya) dan off the job training (latihan dan pengembangan yang tidak langsung
dikaitkan dengan pekerjaan dan biasa dilakukan di ruangan lain (Sirait, 2006:207). On the job
training dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu Instruksi Pelatihan Kerja (Job
Instruction Training), Rotasi Pekerjaan (Job Rotation), Pembinaan (Coaching), dan Magang
(Apprenticeships). Khusus untuk magang dapat dilakukan dengan kedua kelompok pelatihan
tersebut, yaitu on dan off the job training.
Menurut Sikula (1976:246) metode pelatihan dan pengembangan dengan magang
merupakan cara untuk mengembangkan sumber daya manusia pemula yang terikat dalam
suatu perjanjian kerja untuk melakukan berbagai pekerjaan pada posisi dan kapasitas tertentu
dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. Smith et al. (2013:314) memaparkan beberapa
komponen penting dari program magang, yakni (a) sistem magang yang dibentuk oleh
persetujuan pemerintah; (b) kombinasi dari on dan off the job training; (c) melatih peserta
magang untuk terlibat langsung dalam situasi kerja yang nyata serta bertanggung jawab
terhadap pekerjaan kepada atasan; (d) penghargaan atau sertifikasi yang diterima oleh peserta
magang apabila berhasil menyelesaikan program magang sesuai dengan ketentuan. Smith et
al. dalam ILO (2013:22) menyebutkan bahwa terdapat beberapa tahapan yang dilalui oleh
peserta pemagangan dalam mengikuti program magang, yaitu (a) rekrutmen, seleksi, dan
penetapan (recruitment, selection, and induction); (b) pelatihan dan penilaian (training and
assessment: on and off the job); (c) dukungan selama magang (support during the
apprenticeship); (d) pasca magang (completion and beyond).
C. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu penelitian yang ditujukan
untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, seperti perilaku,
tindakan dan lain-lain secara holistic dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
bahasa pada suatu konteks khusus dan alamiah (Moleong, 2010:6). Pendekatan kualitatif
digunakan pada penelitian ini untuk dapat menggambarkan dan menjelaskan fenomena yang
terjadi secara lebih mendalam terkait dengan pelaksanaan program pemagangan ke Jepang
yang dilaksanakan oleh Ditjen Binalattas.
Lebih lanjut, jenis penelitian dalam penelitian ini dibagi menjadi empat klasifikasi,
yaitu penelitian berdasarkan tujuan penelitian, dimensi waktu, manfaat penelitian, dan teknik
pengumpulan data (Prasetyo dan Jannah, 2012:37). Berdasarkan tujuan penelitian, penelitian
Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015
ini adalah penelitian deskriptif. Artinya bahwa penelitian ini dilakukan untuk memberikan
gambaran yang lebih mendalam terkait dengan pelaksanaan program pemagangan ke Jepang
oleh Ditjen Binalattas. Berdasarkan dimensi waktu, penelitian ini merupakan cross-sectional
research, yaitu sekumpulan data dari suatu fenomena yang didapat dalam satu kurun waktu
saja (Umar, 2004:65). Penelitian ini dilakukan dalam kurun waktu antara Bulan Oktober 2014
hingga Mei 2015.
Berdasarkan manfaat, penelitian ini merupakan penelitian murni. Artinya bahwa
penelitian ini memiliki manfaat yang dapat dirasakan untuk jangka waktu yang lama, hal
tersebut karena penelitian ini dilakukan berdasarkan kebutuhan peneliti sendiri. Selanjutnya,
berdasarkan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik
pengumpulan data kualitatif. Secara umum, teknik pengumpulan data tersebut menggunakan
pengamatan dari tradisi kualitatif, seperti wawancara mendalam, observasi partisipan, dan
dokumentasi. Data yang diperlukan oleh penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara mendalam terhadap beberapa
narasumber yang memiliki keterkaitan langsung dengan pelaksanaan program pemagangan ke
Jepang, diantaranya yaitu pihak Ditjen Binalattas, pihak perwakilan IM Japan di Indonesia,
pihak BBPLKLN Cevest Bekasi, pihak Dinas Propinsi penyelenggara program pemagangan
ke Jepang, dan peserta pra pemberangkatan serta alumni program pemagangan ke Jepang.
Berikut merupakan pihak-pihak yang menjadi narasumber dalam penelitian ini, yaitu:
(1) Edi Tugiono, selaku Kepala Seksi Pemagangan Luar Negeri pada Direktorat Bina
Pemagangan, Ditjen Binalattas; (2) Rusman, selaku Kepala Seksi Penyelenggara pada
BBPLKLN Cevest Bekasi; (3) Agus Pramuji, selaku Perwakilan IM Japan di Indonesia; (4)
Januar Arifin, selaku Kepala Seksi Bagian Pemagangan Dinas Tenaga Kerja DKI Jakarta; (5)
Anton Dwiawan dan Fatkhur Zaman, selaku Alumni Program Pemagangan ke Jepang
Angkatan 225 tahun 2012; (6) Agus Sulaeman dan Arif Aprilalowriyanto, selaku Peserta
Pelatihan Pra Pemberangkatan Magang ke Jepang Angkatan 259 dan 260 tahun 2015.
D. Hasil dan Pembahasan Penelitian
Pelaksanaan program pemagangan ke Jepang oleh Ditjen Binalattas terbagi dalam tiga
tahap, yaitu pra pemberangkatan, masa magang, dan pasca magang. Pada masing-masing
tahap terdapat berbagai tahapan lain didalamnya yang harus diikuti oleh peserta pemagangan
selama jangka waktu yang telah ditetapkan oleh pihak pelaksana program. Berikut merupakan
pemaparan tahap-tahap tersebut.
1) Pra Pemberangkatan Magang ke Jepang
Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015
Pada tahap pra pemberangkatan, berdasarkan Permenakertrans Nomor 8 tahun 2008
tentang Tata Cara Perizinan dan Penyelenggaraan Pemagangan Luar Negeri pasal 6
menyebutkan bahwa instansi pemerintah yang menyelenggarakan pemagangan di luar negeri
harus terdaftar sebagai penyelenggara pemagangan pada Ditjen Binalattas. Artinya bahwa
para calon peserta pemagangan ke Jepang hanya dapat mendaftarkan diri ke Dinas
Ketenagakerjaan Propinsi dan Kabupaten/Kota yang memiliki izin pelaksanaan program
pemagangan ke Jepang dan telah disetujui oleh Ditjen Binalattas. Dinas Ketenagakerjaan
Propinsi dan Kabupaten/Kota yang ingin melaksanakan rekrutmen dan seleksi program
pemagangan ke Jepang harus mengajukan permohonan kepada Ditjen Binalattas untuk
kemudian dijadwalkan waktu rekrutmen dan seleksi pada daerah tersebut.
Kondisi tersebut mencerminkan pelaksanaan rekrutmen dan seleksi program
pemagangan ke Jepang di daerah hanya berdasarkan insiatif dari Dinas Ketenagakerjaan
Propinsi dan Kabupaten/Kota pada daerah tersebut, sehingga yang akibat yang ditimbulkan
adalah tidak seluruh Dinas Ketenagakerjaan di daerah melaksanakan rekrutmen dan seleksi
program pemagangan ke Jepang. Hal tersebut menimbulkan pelaksanaan program
pemagangan ke Jepang yang belum dapat terlaksana pada seluruh daerah di Indonesia. Lebih
lanjut, faktor lain yang menyebabkan program pemagangan ke Jepang belum dilaksanakan
pada seluruh wilayah di Indonesia yaitu terkait dengan sosialisasi program pemagangan ke
Jepang yang minim karena pemerintah pusat hanya melakukan sosialisasi hingga pemerintah
daerah dan tidak memastikan bahwa target sasaran dalam hal ini yaitu masyarakat
mendapatkan informasi program pemagangan ke Jepang tersebut. Faktor lainnya yaitu cara
pandang dari IM Japan terhadap suatu daerah yang dilihat dari rekam jejak (track record)
peserta pemagangan sebelumnya. Apabila terdapat peserta yang bermasalah dalam program
pemagangan ke Jepang dari suatu daerah, maka secara keseluruhan sumber daya manusia
yang ada pada daerah tersebut memiliki penilaian yang tidak baik dari sudut pandang pihak
IM Japan. Hal tersebut merupakan salah satu hal yang menyebabkan program pemagangan ke
Jepang belum dapat dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia
• Rekrutmen dan Seleksi Program Pemagangan ke Jepang
Pada tahapan rekrutmen dan seleksi, para peserta harus melalui berbagai tahapan tes,
baik tes secara administratif maupun tes seleksi lainnya. Berbagai tahapan tes yang
diselenggarakan oleh Dinas Ketenagakerjaan Propinsi maupun Kabupaten/Kota dilaksanakan
langsung oleh pihak perwakilan dari Ditjen Binalattas dan IM Japan. Tes seleksi yang harus
dilalui oleh peserta pemagangan yaitu tes kesemaptaan tubuh (cek fisik), tes matematika, tes
Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015
ketahanan fisik, tes kesehatan, wawancara dan tes Bahasa Jepang. Keseluruhan tes memiliki
komponen penilaian masing-masing yang merupakan standar yang harus dipenuhi oleh calon
peserta pemagangan ke Jepang. Pada tes kesemaptaan hingga wawancara diberlakukan sistem
gugur, sedangkan untuk tes Bahasa Jepang para calon peserta diberikan kesempatan maksimal
tiga kali apabila calon peserta pemagangan gagal pada tes tersebut.
Khusus untuk tes kesehatan, Ditjen Binalattas dan IM Japan menunjuk langsung
rumah sakit atau klinik yang menjadi tempat dilaksanakannya tes tersebut pada masing-
masing daerah. Penunjukan tempat tes kesehatan secara langsung dimaksudkan untuk
memilih tempat tes kesehatan yang memenuhi standar-standar seperti pemeriksaan darah,
urine, mata, feses, paru-paru, narkoba, asam urat, ginjal, HIV/AIDS dan lainnya. Tujuan lain
dari penunjukan tempat tes kesehatan tersebut yaitu untuk mencegah kecurangan yang dapat
dilakukan oleh pihak calon peserta pemagangan dalam menjalani tes kesehatan apabila tempat
tes kesehatan tersebut dapat dilakukan diberbagai tempat, seperti segala bentuk intervensi
terhadap pihak kesehatan untuk mempengaruhi hasil tes kesehatan dan lain sebagainya.
Rekrutmen dan seleksi program pemagangan ke Jepang tidak terlepas dari berbagai
kendala, salah satunya yaitu kegagalan para calon peserta pemagangan yang dapat dikatakan
cenderung tinggi dalam setiap rekrutmen dan seleksi di daerah. Kegagalan calon peserta
pemagangan banyak terjadi pada saat tes matematika. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari
Agus selaku Perwakilan IM Japan di Indonesia yang mengatakan bahwa pada tes matematika
tingkat kegagalannya dapat mencapai 30-40 persen dari jumlah calon peserta pemagangan,
padahal soal yang diujikan hanya mencakup soal-soal standar sekolah dasar (SD). Tingkat
kegagalan juga banyak terjadi pada tes ketahanan fisik yang mencakup lari, push up dan sit
up. Salah satu penyebab dari kegagalan tersebut adalah kurangnya pembinaan di daerah
terhadap para calon peserta pemagangan. Pembinaan yang dilakukan daerah untuk
mempersiapkan para calon peserta pemagangan menghadapi seleksi dan rekrutmen memiliki
berbagai kendala, salah satunya terkait dengan biaya atau dana, sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Arifin selaku Kepala Seksi Bidang Pemagangan Dinas Tenaga Kerja DKI
Jakarta.
• Pelatihan Pra Pemberangkatan Tahap I
Para peserta yang lulus dari rekrutmen dan seleksi diwajibkan mengikuti pelatihan pra
pemberangkatan tahap I di daerah masing-masing selama dua bulan. Pada pelatihan tersebut
para peserta diberikan pemahaman lebih mendalam terkait dengan bahasa, budaya, disiplin
kerja, etos kerja, dan berbagai hal lain terkait dengan kehidupan di Jepang. Peserta
Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015
pemagangan juga diberikan gambaran terhadap jenis-jenis pekerjaan yang disediakan oleh
Ditjen Binalattas serta IM Japan. Tercatat bahwa ada 61 jenis pekerjaan yang tersedia dan
pernah dimagangkan oleh para peserta program pemagangan sebelumnya sejak program ini
dijalankan dari tahun 1993. Pada kenyataannya dilapangan tidak seluruh jenis pekerjaan
tersebut tersedia untuk para peserta pemagangan yang belum diberangkatkan, hal ini karena
jenis pekerjaan yang tersedia tergantung dari perusahaan-perusahaan yang mendaftar kepada
IM Japan dan disetujui oleh Ditjen Binalattas. Pada pelatihan ini pula, para peserta
pemagangan menandatangani perjanjian pemagangan dengan perusahaan masing-masing.
Pada pelatihan pra pemberangkatan tahap I, selain dilakukan pembelajaran, pelatihan
dan pembekalan kepada peserta pemagangan, para peserta juga dipantau ataupun diawasi
segala prilaku, sikap dan lain sebagainya. Pihak pelaksana yang turun langsung dalam
pelaksanaan pelatihan tersebut mencakup perwakilan dari Ditjen Binalattas, IM Japan dan
juga Panitia Penyelenggara Pelatihan di daerah. Bagi para peserta yang melanggar atau
bermasalah selama pelatihan, maka akan dicatat dalam catatan penilaian untuk selanjutnya
dilakukan evaluasi terhadap peserta tersebut. Evaluasi yang dilakukan pada saat pelatihan pra
pemberangkatan tahap I dilakukan secara terjadwal. Terdapat tiga evaluasi yang dilakukan
oleh pihak pelaksana program tersebut diantaranya yaitu evaluasi pendalam, evaluasi I dan
evaluasi II, hal ini sesuai dengan pernyataan dari Edi sebagai Kepala Seksi Pemagangan Luar
Negeri. Berbagai bentuk evaluasi pada pelatihan pra pemberangkatan tahap I yang dilakukan
oleh Ditjen Binalattas dan pihak-pihak lainnya, menunjukan bahwa penilaian terhadap peserta
pemagangan dilakukan secara rutin guna memantau dan memastikan sejauh mana
perkembangan dari para peserta pemagangan selama pelatihan tersebut.
Selama pelatihan pra pemberangkatan tahap I, segala biaya terkait dengan kebutuhan
pribadi menjadi tanggungan dari masing-masing peserta pemagangan. Terlebih bahwa Dinas
Ketenegakerjaan di daerah tidak menyediakan fasilitas penginapan atau asrama, sehingga para
peserta pemagangan yang memiliki tempat tinggal jauh dari tempat pelatihan harus
mengeluarkan biaya lebih untuk mengatasi hal tersebut. Terkait biaya pribadi, hal ini menjadi
hambatan tersendiri bagi sebagian peserta pemagangan dan tidak terlepas dari dampak
pelaksanaan program yang belum dapat dilaksanakan pada seluruh wilayah di Indonesia,
karena permasalahan terkait biaya pribadi peserta tentu dapat diminimalisir apabila
pelaksanaan program telah dilaksanakan secara menyeluruh, sehingga jangkauan peserta akan
semakin dekat ke tempat-tempat pelatihan.
• Pelatihan Pra Pemberangkatan Tahap II
Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015
Pelatihan pra pemberangkatan tahap II dilakukan selama dua bulan pada BBPLKLN
Cevest Bekasi. Seluruh peserta yang berhasil lulus pada pelatihan sebelumnya dari masing-
masing daerah akan digabungkan pada pelatihan ini dan dijadikan menjadi satu angkatan.
Lebih lanjut, terdapat perbedaan antara pelatihan tahap II dengan pelatihan sebelumnya yang
dilaksanakan di daerah. Pertama, keseluruhan biaya pada pelatihan tahap II ditanggung oleh
pihak pelaksana, hal tersebut tentunya sangat menguntungkan bagi para peserta pemagangan
jika dibandingkan dengan pelatihan pra pemberangkatan tahap I yang harus menanggung
biaya pribadi sendiri. Dana yang diberikan kepada para peserta pemagangan dipergunakan
untuk makan tiga kali sehari, tiket pesawat Jakarta-Tokyo dan sebaliknya, dan berbagai
fasilitas yang disediakan seperti asrama, kelas, kantin, dan seluruh fasilitas yang ada di
BBPLKLN Cevest Bekasi.
Perbedaan selanjutnya yaitu terkait dengan pengawasan antara pelatihan pra
pemberangkatan tahap I dan tahap II. Apabila pada pelatihan tahap I pengawasan hanya bisa
dilakukan ketika waktu pelatihan saja, maka pada pelatihan tahap II pengawasan lebih ketat
mengingat bahwa para peserta pemagangan terpantau selama 24 jam penuh karena tempat
pelatihan dan asrama berada pada satu lokasi, yaitu di BBPLKLN Cevest Bekasi. Ketatnya
pengawasan yang dilakukan menimbulkan tekanan tersendiri bagi sebagian peserta
pemagangan. Salah satu langkah yang diambil oleh Ditjen Binalattas beserta BBPLKLN
Cevest Bekasi dan IM Japan untuk mengatasi berbagai permasalahan dan tekanan mental para
peserta pemagangan yaitu dengan membentuk wali kelas. Masing-masing kelas memiliki dua
orang wali kelas, hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari Rusman selaku Kepala Seksi
Penyelenggara di BBPLKLN. Kedua wali kelas tersebut memiliki tugas masing-masing yaitu
ada wali kelas dalam kelas dan juga wali kelas diluar kelas. Peran wali kelas tersebut yaitu
menjadi orang tua sementara dari para peserta, sehingga selama pelatihan para peserta dapat
menerima masukan, penyelesaian masalah (problem solving), dan juga motivasi dari setiap
wali kelasnya.
Perbedaan terakhir, yaitu pada penerapan evaluasi antara pelatihan tahap I dan tahap
II. Apabila pada tahap I evaluasi yang dilakukan terjadwal dan meliputi tiga evaluasi dalam
dua bulan pelatihan, namun pada pelatihan tahap II hanya ada satu penerapan evaluasi, yaitu
evaluasi khusus. Evaluasi khusus bersifat tidak terjadwal dan dapat dilakukan kapan saja
tergantung kebutuhan apabila terdapat peserta pemagangan yang bermasalah saat pelatihan
tahap II. Sebelum dilakukan evaluasi khusus, peserta yang bermasalah akan dimonitoring
selama satu minggu untuk dilihat perkembangannya. Pada pelaksanaannya dilapangan,
peserta pemagangan yang bermasalah akan diberikan pilihan sebelum diselenggarakannya
Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015
evaluasi khusus yaitu tetap mengikuti prosedur evaluasi khusus atau memutuskan untuk
mengundurkan diri. Pengunduran diri para peserta pemagangan akan menghadapi evaluasi
khusus karena memiliki berbagai permasalahan dianggap tepat bagi pihak pelaksana
BBPLKLN Cevest Bekasi dan IM Japan. Hal ini karena dengan mundurnya peserta
pemagangan maka terbuka kembali kesempatan peserta pemagangan tersebut untuk dapat
mengikuti program pemagangan ke Jepang dilain waktu.
2) Masa Magang di Jepang
Pelaksanaan pemagangan di Jepang yang dilaksanakan selama tiga tahun melalui dua
tahapan, yaitu masa training atau pelatihan (masa kenshusei), dan masa praktek kerja (masa
jisshusei). Pelaksanaan masa kenshusei mencakup dua bulan pertama ketika para peserta tiba
di Jepang dan dilakukan pada pusat pelatihan (training center) IM Japan). Masa kenshusei
ditujukan untuk memberikan pelatihan sekaligus penyesuaian diri atau adaptasi bagi para
peserta pemagangan sebelum ditempatkan pada perusahaan masing-masing sesuai dengan
perjanjian pemagangan yang telah dilakukan di Indonesia.
Pada akhir masa kenshusei, peserta diwajibkan mengikuti tes kesehatan dan ketahanan
fisik sebelum ditempatkan ke perusahaan masing-masing. Pada kenyataannya, terdapat
berbagai permasalahan terkait dengan kesehatan dan ketahanan fisik peserta, dan terdapat
berbagai peserta yang dinyatakan gagal karena memiliki penyakit atau kondisi yang tidak
prima. Hal tersebut memperlihatkan bahwa pelaksanaan tes kesehatan yang dilakukan dua
minggu sebelum keberangkatan ke Jepang oleh pihak pelaksana di Indonesia belum menjamin
bahwa peserta pemagangan yang diberangkatkan di Jepang memiliki kondisi fisik yang sesuai
ketentuan. Salah satu penyebab kegagalan peserta saat tes kesehatan dan ketahanan fisik di
Jepang yaitu keputusan pihak IM Japan di Indonesia untuk tetap memberangkatkan peserta
pemagangan yang kurang prima, hal ini sesuai dengan pernyataan Rusman selaku Kepala
Seksi Penyelenggara di BBPLKLN. Hal tersebut dilakukan mengingat bahwa IM Japan tidak
ingin kehilangan kerja sama dengan perusahaan-perusahaan di Jepang apabila gagal
memberangkatkan peserta pemagangan yang telah menandatangani kontrak perjanjian.
Pada pelaksanaan masa jisshusei, hal terpenting yang dilakukan dalam program
pemagangan ke Jepang yaitu pengawasan terhadap para peserta pemagangan selama berada di
Jepang. Pihak pelaksana program yang bertugas mengawasi peserta yaitu IM Japan dan
dibantu oleh perusahaan masing-masing peserta tersebut. Salah satu upaya untuk melakukan
pengawasan yaitu dengan membentuk sembilan kantor cabang yang tersebar pada beberapa
wilayah di Jepang. Pada kenyataannya, meskipun telah dilakukan berbagai pengawasan
Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015
namun masih terdapat beberapa kasus yang dialami oleh peserta pemagangan. Salah satunya
yaitu berbagai bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan tempat peserta
dimagangkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Anton selaku salah satu alumni pemagangan
ke Jepan yang mengatakan bahwa permasalahan yang dialami yaitu terkait pembayaran uang
lembur dan jam kerja. Tindakan yang dapat dilakukan oleh peserta pemagangan apabila
mengalami permasalahan yang dilakukan oleh perusahaan yaitu melaporkan pada pihak IM
Japan atau pendamping para peserta pemagangan selama berada di Jepang. Namun pada
pelaksanaannya, keberadaan jumlah pihak IM Japan tidak sebanding dengan jumlah peserta
yang berada di Jepang, sehingga hal tersebut menjadi kendala tersendiri bagi IM Japan untuk
menindaklanjuti laporan permasalahan yang dialami oleh peserta pemagangan.
Permasalahan lain yang terjadi pada masa magang di Jepang yaitu peserta
pemagangan yang melarikan diri. Kasus peserta pemagangan yang melarikan diri selama
magang di Jepang hampir terjadi pada setiap tahunnya. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa
faktor, faktor pertama yaitu ketidakpuasan peserta pemagangan. Hal ini didukung oleh
pernyataan Kepala Seksi Pemagangan Luar Negeri sebagai berikut:
“Biasanya karena tidak puas yaa, tidak puas dengan perusahaan. Kemudian komunikasi, ketidaksabaran peserta sendiri. Kalo sedikit sabar, kita kan pihak IM Japan juga terbatas personilnya, harus menangani ribuan orang dengan beberapa personil. Kadang-kadang peserta tidak sabar dengan penanganan kita disana dan mereka akhirnya melarikan diri.” (Hasil wawancara dengan Edi Tugiono sebagai Kepala Seksi Pemagangan Luar Negeri pada 2 Maret 2015).
Peserta pemagangan merasa tidak puas terhadap perusahaan tempat magang dan juga
penanganan masalah yang dihadapi oleh peserta tersebut. Ketidakpuasan peserta dapat
dikarenakan ketidaksesuaian dengan minat bekerja, situasi, kondisi, peraturan-peraturan,
maupun pelanggaran-pelanggaran hak peserta yang dilakukan oleh perusahaan. Selanjutnya,
penanganan yang lambat terhadap permasalahan yang dialami oleh peserta juga menjadi
alasan peserta pemagangan melarikan diri. Hal tersebut menjadi salah satu penyebab peserta
pemagangan melarikan diri saat berada di Jepang. Faktor kedua, penyebab peserta melarikan
diri yaitu adanya ajakan atau bujukan dari pihak penyalur tenaga kerja (broker) yang tidak
bertanggung jawab. Para broker tersebut membujuk peserta dengan menjanjikan berbagai
keuntungan seperti gaji yang lebih besar, suasana perusahaan yang lebih baik, dan lain
sebagainya. Broker tersebut juga memanfaatkan media-media sosial untuk menjaring para
peserta pemagangan agar tertarik ikut dan melarikan diri dari perusahaan tempat magang.
Berbagai langkah yang diambil untuk meminimalisir terjadinya kasus peserta
pemagangan melarikan diri yaitu dengan memberikan pembinaan terhadap sanksi dari peserta
Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015
yang melarikan diri. Sanksi yang diberikan diantaranya yaitu dicabut seluruh hak-hak
program pemagangan kepada peserta, peserta juga dinyatakan sebagai buronan oleh
pemerintah Jepang, dan pemberhentian rekrutmen dan seleksi di daerah asal tempat peserta
yang melarikan diri sehingga tidak hanya sanksi pidana yang akan didapat, tetapi juga sanksi
sosial dari masyarakat didaerahnya.
3) Pasca Magang
Para peserta yang telah menjalani pemagangan selama tiga tahun dan berhasil
mengikuti program hingga dipulangkan kembali di Indonesia akan mendapatkan berbagai
hak-hak pasca magang. Hak-hak yang diberikan kepada alumni peserta pemagangan yaitu
sertifikat dari IM Japan, modal usaha mandiri sebesar ¥ 600.000, dan juga berhak melakukan
wawancara dengan perusahaan-perusahaan Jepang di Indonesia yang bekerjasama dengan
Ditjen Binalattas. Seluruh hak yang diterima alumni pemagangan merupakan hal penting yang
didapatkan bagi alumni tersebut, seperti sertifikat yang bertaraf internasional akan sangat
membantu para alumni pemagangan untuk mendapatkan pekerja setelah magang dari Jepang,
modal usaha yang diberikan pasca magang juga sangat membantu apabila alumni
pemagangan ingin berbisnis dan berwirausaha, dan juga wawancara yang dilaksanakan setiap
pemulangan peserta akan sangat membantu alumni pemagangan untuk mendapatkan
pekerjaan dan akan mudah beradaptasi dengan perusahaan-perusahaan Jepang di Indonesia
mengingat alumni pemagangan telah melaksanakan praktek kerja langsung dengan budaya
perusahaan-perusahaan di Jepang.
4) Kendala-Kendala dalam Pelaksanaan Program Pemagangan ke Jepang
Pelaksanaan program pemagangan ke Jepang yang dilaksanakan oleh Ditjen Binalattas
bekerjasama dengan IM Japan tidak terlepas dari berbagai kendala yang terdapat pada
program tersebut. Kendala-kendala dalam program tersebut diantaranya yaitu, sosialisasi
program pemagangan ke Jepang, pelaksana program pemagangan, peserta pemagangan ke
Jepang, dan ketersediaan sarana dan prasaranan penunjang program.
• Sosialisasi Program Pemagangan ke Jepang
Salah satu kendala dari program pemagangan ke Jepang yaitu sosialisasi program
tersebut yang tidak terlepas dari peran seluruh pihak pelaksana dalam menjalankan program,
seperti Ditjen Binalattas, Perwakilan IM Japan di Indonesia, serta Dinas Ketenagakerjaan
Propinsi maupun Kabupaten/Kota. Salah satu penyebab sosialisasi menjadi kendala yaitu
Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015
ketidakmerataan informasi yang diterima daerah. Hal tersebut diungkapkan oleh Agus sebagai
perwakilan IM Japan di Indonesia sebagai berikut:
“Yaa sosialisasi artinya arahnya ke daerah-daerah baru, kalo daerah-daerah yang sudah tiap tahun menyelenggarakan yaa sudah tidak perlu sosialisasi lagi karena itu sudah menjadi urusan daerah. Sosialisasi kan pengenalan program terhadap daerah-daerah baru itu biasanya daerah tersebut berkirim surat ke kementerian…”(Hasil wawancara dengan Agus Pramuji sebagai Perwakilan IM Japan di Indonesia pada 13 Maret 2015)
Ditjen Binalattas hanya melakukan sosialisasi pada daerah baru apabila daerah tersebut
mengajukan permohonan dalam bentuk surat. Hal tersebut memperlihatkan bahwa sosialisasi
yang dilakukan oleh pihak pelaksana program hanya berdasarkan surat permohonan yang
diajukan oleh daerah, dengan kata lain sosialisasi hanya dilakukan berdasarkan insiatif daerah
untuk melaksanakan program. Lebih lanjut, Ditjen Binalattas tidak mengawasi lebih lanjut
terkait dengan sosialisasi yang dilakukan di daerah, dan memastikan bahwa masyarakat
mendapatkan informasi terkait program tersebut karena Ditjen Binalattas hanya melaksanakan
sosialisasi hingga ke tingkat Propinsi dan Kabupate/Kota tidak secara langsung pada
masyarakat.
Kurangnya informasi mengenai program tersebut mempengaruhi minat masyarakat
yang menjadi target sasarannya untuk mengikuti program pemagangan ke Jepang. Hal
tersebut mengakibatkan berbagai dampak, diantaranya yaitu (1) ketiadaan calon peserta
pemagangan di suatu daerah; dan (2) tidak tercapainya batas minimal jumlah pendaftar yang
mencapai 300 orang dalam setiap pelaksanaan rekrutmen dan seleksi. Padahal sosialisasi
memiliki peran penting dalam meningkatkan partisipasi dan minat masyarakat terhadap
program pemagangan ke Jepang yang memiliki banyak keuntungan bagi peserta yang
mengikutinya.
• Pelaksana Program Pemagangan ke Jepang
Pelaksana program menjadi faktor penting dalam pelaksanaan program pemagangan
ke Jepang. Pada kenyataanya, pelaksana program pemagangan ke Jepang masih memiliki
berbagai kekurangan yang menjadi kendala dalam menjalankan program, diantaranya yaitu
keterbatasan jumlah pihak pelaksana dan komitmen dari pelaksana program.
• Keterbatasan Jumlah Pelaksana Program Pemagangan ke Jepang
Terdapat berbagai kendala yang cenderung disebabkan oleh keterbatasan jumlah
pelaksana dalam menjalankan program pemagangan ke Jepang, yaitu pada saat rekrutmen dan
seleksi program, serta saat peserta pemagangan berada di Jepang. Pada pelaksanaan
rekrutmen dan seleksi, pihak pelaksana yang dilibatkan hanya satu tim penyeleksi yang terdiri
Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015
dari empat orang (dua perwakilan Ditjen Binalattas, dan dua perwakilan IM Japan), serta
dibantu oleh panitia penyelenggara dan seleksi dari dinas terkait. Jumlah tersebut menjadi
keterbatasan pihak pelaksana untuk melaksanakan rekrutmen dan seleksi secara menyeluruh
di wilayah Indonesia. Dampaknya adalah pelaksanaan rekrutmen dan seleksi tidak dapat
dilaksanakan secara serentak, hal tersebut sesuai dengan pernyataan Edi selaku Kepala Seksi
Pemagangan Luar Negeri sebagai berikut:
“Tidak mungkin dilaksanakan secara serentak, kan petugasnya tidak ada. Tidak mungkin semua daerah berbarengan serentak, karena timnya hanya satu. Kalo satu bulan lebih dari tiga kali juga sudah repot.” (Hasil wawancara dengan Edi Tugiono sebagai Kepala Seksi Pemagangan Luar Negeri pada 2 Maret 2015).
Terlepas dari pelaksanaan rekrutmen dan seleksi yang tidak dapat dilaksanakan secara
serentak, dampak lainnya yaitu tim penyeleksi akan kerepotan apabila jadwal rekrutmen dan
seleksi yang dilakukan padat. Hal tersebut menunjukan bahwa ketersediaan pihak pelaksana,
khususnya tim penyeleksi rekrutmen dan seleksi program, sangat terbatas dan menjadi
kendala program.
Keterbatasan lain dari pihak pelaksana juga terdapat pada masa magang di Jepang,
yaitu keterbatasan petugas IM Japan sebagai pengawas, pendamping dan penerima laporan
dari peserta pemagangan dan perusahaan. Kendala yang dihadapi oleh pihak pelaksana
tersebut yaitu mencakup daerah yang luas dan juga peserta pemagangan yang jumlahnya tidak
sebanding dengan jumlah pihak IM Japan. Apabila jumlah laporan mengalami peningkatan
pada suatu waktu, maka pihak IM Japan perlu secara bergantian menangani laporan tersebut.
Hal tersebut juga menyebabkan peserta yang tidak sabar menunggu penanganan memutuskan
untuk melarikan diri dari perusahaan tempat magang. Oleh karena itu, jumlah pihak pengawas
menjadi hal penting bagi pelaksanaan program pemagangan ke Jepang, hal tersebut
dibuktikan dari beberapa kejadian yang terjadi selama pelaksanaan program terdapat beberapa
kendala yang disebabkan karena keterbatasan pihak pelaksana dalam pelaksanaan program.
• Komitmen dari Pelaksana Program Pemagangan ke Jepang
Pelaksanaan suatu program menuntut komitmen dari masing-masing pelaksananya
untuk memiliki komitmen dalam melaksanakan program. Pada pelaksanaan program
pemagangan ke Jepang, terdapat kendala yang justru disebabkan oleh pihak pelaksananya,
dalam hal ini yaitu pihak IM Japan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Rusman sebagai
berikut:
“Begitu di wawancara oke Pajar kamu di perusahaan sana, tapi Pajar ujian gak lulus, fisiknya masih memble, masih 16 menit, 15 koma sekian. Saya secara aturan tidak meluluskan, tapi IM Japan secara di organisasinya atau kesepakatan, ini kalo
Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015
anak ini ga berangkat saya kehilangan perusahaan, kehilangan penempatan nanti untuk generasi berikutnya, ini kan susah dapetnya, ya jadi kita yang mengalah.” (Hasil wawancara dengan Rusman sebagai Kepala Seksi Penyelenggara di BBPLKLN pada 9 Maret 2015)
Terdapat peserta yang tetap diberangkatkan ke Jepang meskipun tidak memiliki kondisi fisik
yang prima. Pemberangkatan tersebut berdasarkan rekomendasi yang diberikan oleh IM
Japan dengan alasan IM Japan akan kehilangan kerjasama dengan perusahaan yang telah
melakukan perjanjian pemagangan dengan peserta pemagangan tersebut. Hal tersebut juga
akan berdampak pada penempatan peserta pemagangan generasi selanjutnya. Kondisi ini
menunjukan komitmen yang menyimpang dari yang seharusnya dilakukan oleh pihak IM
Japan di Indonesia, dan pihak dari BBPLKLN Cevest Bekasi.
• Kesiapan Mental Peserta Program Pemagangan ke Jepang
Peserta atau target sasaran dari program pemagangan ke Jepang menjadi faktor
pendorong keberhasilan ataupun kegagaln program tersebut. Pada pelaksanaan program
pemagangan ke Jepang, salah satu kendala disebabkan oleh peserta pemagangan itu sendiri,
yaitu terkait dengan kesiapan mental peserta dalam menghadapi lingkungan baru. Mental
merupakan hal penting yang perlu dipersiapkan oleh setiap peserta selama mengikuti program
tersebut. Hal ini karena peserta pemagangan dihadapkan pada kondisi pelatihan yang
disimulasikan seperti di Jepang, dan sangat mengedepankan kedisiplinan, tepat waktu, dan
tidak ada toleransi atas semua kesalahan yang dilakukan. Pernyataan didukung didukung oleh
pernyataan dari Anton sebagai Alumni Program Pemagangan ke Jepang, yang
mengungkapkan bahwa persiapan mental yang kurang memang terlihat pada beberapa peserta
pemagangan selama mengikuti pelatihan pra pemberangkatan. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Anton sebagai berikut:
“Mungkin mental, jadi ada yang istilahnya mentalnya ngga kuat, anak itu jadi frustasi istilahnya kan. Sudah ga sanggup istilahnya melakukan pendidikan disini karna mungkin mentalnya gak kuat tadi itu, PR banyak sekali harus kita lakukan, kadang-kadang kita malah tertidur, ya mungkin seperti itu yang membuat istilahnya penggemblengan mental yang mengakibatkan anak itu menjadi frustasi.” (Hasil wawancara dengan Anton Dwiawan sebagai Alumni Pemagangan Jepang Angkatan 225 tahun 2012 pada 13 Maret 2015)
Tugas atau PR yang banyak menjadi salah satu bentuk pelatihan mental para peserta
pemagangan selama pelatihan pra pemberangkatan. Lebih lanjut, kegiatan yang padat pada
pelatihan pra pemberangkatan juga menjadi tekanan mental tersendiri bagi peserta
pemagangan. Dampak dari kurangnya kesiapan mental yang kurang dari peserta yaitu
semakin bermunculannya pelanggaran-pelanggaran lain yang dilakukan peserta tersebut, dan
Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015
pada akhirnya diputuskan untuk tidak lulus dalam pelatihan tersebut. Oleh karena itu,
kesiapan mental menjadi hal penting dari setiap peserta pemagangan agar dapat menjalankan
program pemagangan dengan baik selama tiga tahun dan mendapatkan manfaat dari program
tersebut.
• Ketersediaan Fasilitas Penunjang Program
Kendala yang terakhir dari program pemagangan ke Jepang yaitu keterbatasan fasilitas
penunjang program. Hal tersebut terjadi pada pelatihan pra pemberangkatan tahap II. Pada
pelatihan tahap II, fasilitas yang memiliki keterbatasan yaitu fasilitas asrama. Hal tersebut
menjadi kendala program apabila jumlah peserta pemagangan yang datang dari daerah
melebihi kapasitas dari fasilitas-fasilitas tersebut. Hal serupa juga disampaikan oleh Rusman
sebagai berikut:
“...disatu sisi Jepang meminta, disisi lain kita juga harus memenuhi, tapi dilemanya ya tempat. Tempat baik kelas, kan sitting capacity-nya harus kita tahu, asrama juga jangan sampai tidur barrack, ini yang kita sampaikan ke IM Japan kalo bisa diundur, ditunda. Nah sementara IM Japan sendiri, tau sendiri kalo Jepang kan yang namanya mekanisme itu SOP tidak mau dia berubah. Kalo dia harus datang ke Jepang tanggal sekian, dihitung mundur, dihitung mundur, ini harus ada di Cevest tanggal sekian, ngga bisa di tawar.” (Hasil wawancara dengan Rusman sebagai Kepala Seksi Penyelenggara di BBPLKLN pada 9 Maret 2015)
BBPLKLN Cevest Bekasi sebagai tempat pelaksanaan pelatihan pra pemberangkatan tahap II
mengakui ada keterbatasan kapasitas dari asrama apabila terdapat lebih dari satu angkatan
peserta pemagangan selama pelatihan tersebut. Hal tersebut tidak terlepas dari ketegasan
pihak IM Japan yang mengharuskan pelaksanaan program pemagangan ke Jepang sesuai
dengan jadwal keberangkatan yang telah ditetapkan, tanpa memperhatikan kapasitas dari
asrama peserta pemagangan. Solusi yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini yaitu dengan
menempatkan angkatan yang baru datang ke BBPLKLN Cevest Bekasi di sebuah Aula yang
menjadi tempat menginap peserta hingga angkatan yang lebih dulu berada di BBPLKLN
Cevest Bekasi diberangkatkan ke Jepang.
Oleh Karena itu, dapat dikatakan bahwa keterbatasan kamar asrama dan juga ruang
kelas untuk menampung para peserta pemagangan selama dua bulan di BBPLKLN Cevest
Bekasi memperlihatkan bahwa pihak pelaksana, khususnya BBPLKLN Cevest Bekasi belum
siap untuk menghadapi peningkatan peserta pemagangan akibat dari peningkatan permintaan
perusahaan Jepang. Hal tersebut tentu menjadi kendala dari program pemagangan ke Jepang,
mengingat bahwa disatu sisi peningkatan permintaan dari perusahaan di Jepang terhadap
peserta pemagangan memberikan peluang bagi masyarakat yang berminat untuk magang di
Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015
Jepang, namun disisi lain peningkatan jumlah peserta pemagangan yang masuk pada pelatihan
pra pemberangkatan tahap II tersebut belum dapat diimbangi dengan fasilitas kamar asrama
dan kelas yang disediakan oleh pihak pelaksana program apabila peserta pemagangan yang
berada pada pelatihan pra pemberangkatan tahap II lebih dari satu angkatan.
E. Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian mengenai implementasi program pemagangan ke Jepang
oleh Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian
Ketenagakerjaan yaitu:
1. Pelaksanan program pemagangan ke Jepang terbagi dalam tiga tahapan, yaitu pra
pemberangkatan, masa magang, dan pasca magang. Pada pelaksanaan program
pemagangan ke Jepang yang terdiri dari tiga tahapan tersebut memiliki berbagai
permasalahan yaitu, pertama, pada pra pemberangkatan, kurangnya pembinaan yang
dilakukan oleh Dinas Ketenagakerjaan di daerah terhadap calon peserta pemagangan
yang akan mengikuti rekrutmen dan seleksi, serta pelaksanaan rekrutmen dan seleksi
program belum terlaksana pada seluruh daerah di Indonesia disebabkan oleh
sosialisasi, informasi program yang tidak merata dan cara pandang pihak pelaksana
terhadap suatu daerah. Pada masa pemagangan, terdapat berbagai kasus peserta
pemagangan yang melarikan diri saat berada di Jepang, pengawasan dari pihak
pelaksana program pada masa magang, serta perubahan budaya yang menjadi
permasalahan bagi sebagian peserta pemagangan saat berada di Jepang.
2. Pada pelaksanaan program pemagangan ke Jepang terdapat beberapa kendala, yaitu
kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh pihak pelaksana program pemagangan ke
Jepang, keterbatasan pihak pelaksana program pemagangan ke Jepang, komitmen
pelaksana program pemagangan ke Jepang, kesiapan mental peserta pemagangan ke
Jepang, dan ketersediaan fasilitas penunjang program.
Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015
Daftar Referensi Al-Rodhan, Nayef R. F. (2006). Definitions of Globalization: A Comprehensive Overview
and a Proposed Definition. Geneva Centre for Security Policy, p.3.
Ali, Mohammad. (2009). Pendidikan Untuk Pembangunan Nasional: Menuju Bangsa Indonesia yang Mandiri dan Berdaya Saing Tinggi. Bandung: PT Imperial Bhakti Utama.
Barthos, Basir. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia: Suatu Pendekatan Makro. Jakarta: PT Bumi Aksara.
DeSimone, Randy L. & Werner, Jon M. (2012). Human Resource Development (6th ed.). South-Western: Cengace Learning.
Flippo, Edwin B. (1984). Personnel Management (6th ed.). New York: McGraw- Hill Book Company.
Griffin, Ricky W. (2008). Fundamental of Management (4th ed.). South-Western: Cengage Learning International Offices.
Handoko, T. Hani. (2013). Manajemen (2nd ed.). Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Hardjana, Agus M. (2001). Training SDM yang Efektif. Yogyakarta: Kanisius Media.
International Labour Organization. (2012). Overview of Apprenticeship Systems And Issues. Februari 9, 2015. http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---ed_emp/---ifp_skills/documents/genericdocument/wcms_190188.pdf
International Labour Organization. (2013). Towards A Model Apprenticeship Framework: A Comparative Analysis of Nation Apprenticeship Systems. Februari 9, 2015. http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---sro-new_delhi/documents/publication/wcms_234728.pdf
____________________________. (2015). Jobs and Skills for Youth: Review of policies for Youth Employment of Indonesia. Februari 9, 2015. http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public---ed_emp/documents/publication/wcms_336130.pdf
Moleong, Lexi J. (2010). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Losda Karya.
Pemagangan.com. (2014). Program Pemagangan IM Jepang. Oktober 10, 2014. http://www.pemagangan.com/new/0menu_public/profil-programkerja.php
________________. (2015). Data Peserta Keluar Program (Melarikan Diri). Februari 9, 2015. http://pemagangan.binalattas.depnakertrans.go.id/
Pikiran-rakyat.com. (2014). Jepang Diminta Perluas Pemagangan. Desember 18, 2014. http://www.pikiran-rakyat.com/ekonomi/2014/12/08/307677/jepang-diminta-perluas-pemagangan
Prasetyo, Bambang & Jannah, Lina M. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015
Sikula, Andrew F. (1976). Personnel Administration and Human Resources Management. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Sirait, Justine T. (2006). Memahami Aspek-Aspek Pengelolaan Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Smith, Erica dan Kemmis, Ros B. (2013). Learning to Work in a Global Economy: How Countries Use Apprenticeship Systems to Assists School-Leavers. Australia: The Vocational Education and Training Network Australia (TVET Conference Proceedings: First published August 2013).
Suparno, Erman. (2009). National Manpower Strategy (Strategi Tenaga Kerja Nasional): Sebuah Upaya Meraih Keunggulan Kompetitif Global. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Tilaar, H. A. R. (1997). Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam Era Globalisasi: Visi, Misi, dan Program Misi Pendidikan dan Pelatihan Menuju 2020. Jakarta: PT Grasindo.
Tukiran, et al., (2007). Sumber Daya Manusia: Tantangan Masa Depan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Umar, Husein. (2004). Metode Riset Ilmu Administrasi: Ilmu Administrasi Negara, Pembangunan, dan Niaga. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
United Nations Industrial Development Organization. (2013). The Industrial Competitiveness of Nations: Looking back, forging ahead. Mei 17, 2015. https://www.unido.org/fileadmin/user_media/Services/PSD/Competitive_Industrial_Performance_Report_UNIDO_2012_2013.PDF
World Bank. (2010). Education, Training and Labour Market Outcomes for Youth in Indonesia. Mei 17, 2015. http://www-wds.worldbank.org/external/default/WDSContentServer/WDSP/IB/2010/10/24/000333037_20101024233222/Rendered/PDF/541700ESW0Whit1r0Youth0in0Indonesia.pdf
Worldometers.info. (2015). Top 20 Largest Countries By Population (Live). Mei 13, 2015. http://www.worldometers.info/world-population/
Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015