IMPLEMENTASI PROGRAM BADAN USAHA MILIK DESA …repository.fisip-untirta.ac.id/719/1/skripsi full -...
-
Upload
duonghuong -
Category
Documents
-
view
262 -
download
13
Transcript of IMPLEMENTASI PROGRAM BADAN USAHA MILIK DESA …repository.fisip-untirta.ac.id/719/1/skripsi full -...
IMPLEMENTASI PROGRAM
BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) DI
DESA PAGEDANGAN KECAMATAN
PAGEDANGAN KABUPATEN TANGERANG
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Kebijakan Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh :
YENI FAJARWATI
NIM. 6661122326
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG, Juli 2016
ii
ABSTRAK
Yeni Fajarwati. 6661122326. Implementasi Program Badan Usaha Milik Desa
(BUMDes) di Desa Pagedangan Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang.
Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Dosen Pembimbing I : Maulana Yusuf, S.Ip., M.Si. Dosen Pembimbing II : Riny
Handayani, S.Si., M.Si.
Pemerintah Desa Pagedangan membentuk BUMDes sebagai motor penggerak
ekonomi di desa namun dalam pembentukkannya masih minim pembinaan dari
Pemerintah Daerah sehingga muncul beberapa permasalahan, diantaranya adalah
ada perbedaan masa bakti dalam Perda dan Perdes, kurangnya sosialisasi kepada
masyarakat, serta kurangnya penggunaan teknologi komputer dalam mengelola
BUMDes. Tujuan penelitian untuk mengetahui bagaimana implementasi Program
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa Pagedangan Kecamatan Pagedangan
Kabupaten Tangerang. Penelitian ini menggunakan teori implementasi dari Van
Horn dan Van metter dalam Agustino (2008). Metode yang digunakan adalah
kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
wawancara, observasi, studi pustaka dan dokumentasi. Analisis data yang
digunakan adalah model Prasetya Irawan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
implementasi program BUMDes secara umum sudah berjalan dengan baik. Hal ini
dapat dilihat berdasarkan berjalannya program-program BUMDes secara baik.
Meski dalam segi perencanaan keuangan dan program belum terkelola dengan
baik sehingga program BUMDes belum sepenuhnya berjalan optimal karena ada
beberapa yang harus diperbaiki seperti kurangnya sumberdaya manusia dan
finansial serta lemahnya sosialisasi dan minimnya koordinasi. Saran yang dapat
diberikan yaitu agar tidak terjadi keterlambatan dalam membuat payung hukum,
meningkatkan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia, meningkatkan
sumberdaya finansial, sosialisasi lebih merata dan meningkatkan koordinasi
sehingga pemberdayaan dan peran aktif masyarakat dapat ditingkatkan.
Kata Kunci : Implementasi, Program, BUMDes.
iii
ABSTRACT
Yeni Fajarwati. 6661122326. Implementation of the village-owned enterprises
program (BUMDes) at the Pagedangan Village in Pagedangan District of
Tangerang Regency. Departement of Public Administration. Faculty of Social and
Political Science. The 1st
advisor : Maulana Yusuf, S.Ip., M.Si 2nd
advisor : Riny
Handayani, S.Si., M.Si
The Village Government Pagedangan formed BUMDes as an economic
powerhouse in the village but still minimal guidance from the Regional
Government and the problems are coming as difference in the service period and
Perdes regulation, lack of socialization to the community, as well as the lack of
use of computer technology in managing BUMDes. The aim of research to find
out how the implementation of the village-owned enterprises (BUMDes) in the
village Pagedangan Pagedangan District of Tangerang regency. This study uses
the theory of implementation of Van Horn and Van metter in Agustino (2008). The
method used is qualitative descriptive. Data collection techniques used were
interviews, observation, literature study and documentation. Analysis of the data
used is the model Prasetya Irawan. The results showed that BUMDes program
implementation in general has been running well. It can be seen based on the
passage of BUMDes programs as well. Although in terms of budgeting and
programs planning not been managed well so that the program is not yet fully
BUMDes run optimally because there are some that should be corrected as the
lack of human and financial resources and poor socialization and lack of
coordination. Advice can be given is to avoid any delay in making the appropriate
legislation, to improve the quality and quantity of human resources, increasing
financial resources, socialization more evenly and improve coordination so that
the empowerment and active participation of society can be improved.
Keywords : Implementation, Program, BUMDes.
Berikanlah usaha yang terbaik, karena hasil yang dicapai
berdasarkan dari proses yang ditempuh...
Jangan dulu mengatakan “tidak mampu” sebelum anda
berusaha menjadikan diri Anda mampu.
Skripsi ini kupersembahkan:
Untuk Bapak (Jalimuddin, S.Pd.I) dan
Mamah (Siti Fathonah) tersayang, Adik-
adikku terkasih (Faisal Tanjung, Yelly Fuji
Illahi, Yessy Arba Amelia, dan Yola Aulia
Jalsifha) serta calon suami tercinta (Agus
Budiman)...
iv
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
nikmat, karunia serta hidayah-Nya hingga proposal skripsi ini terselesaikan.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW. Tak lupa peneliti ucapkan terima kasih yang tak terhingga bagi
kedua orang tua yang telah mengorbankan waktu, tenaga serta doa yang tak
pernah terputus.
Penyusunan proposal skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Program Studi Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa. Skripsi ini berjudul ”Implementasi Program Badan Usaha Milik Desa
(BUMDes) di Desa Pagedangan Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang”.
Peneliti menyadari bahwa penyusunan ini tidak akan selesai tanpa adanya
bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu, peneliti ingin menyampaikan terima
kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd., Rektor Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
2. Dr. Agus Sjafari, M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
v
3. Rahmawati, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Iman Mukhroman, S.Ikom., M.Ikom., Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan III Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
6. Listyaningsih, S.Sos., M.Si., Ketua Program Studi Ilmu Administrasi
Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
7. Riswanda, Ph.D., Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
8. Maulana Yusuf, SIP., M.Si., Dosen Pembimbing I skripsi yang
memberikan arahan dan masukan yang bermanfaat selama proses
bimbingan.
9. Riny Handayani, S.Si., M.Si., Dosen Pembimbing II skripsi yang
memberikan saran dan semangat bagi peneliti selama proses bimbingan.
10. Semua Dosen dan Staf Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang
membekali peneliti dengan ilmu pengetahuan selama perkuliahan.
11. H. Anwar Ardadili, S.Pd., Direktur Utama BUMDes Desa Pagedangan
Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang yang telah banyak
membantu peneliti dalam observasi awal.
vi
12. H. Munawar, S.Pd., Badan Pengawas BUMDes Desa Pagedangan
Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang yang telah memberikan
data dan informasi dalam penelitian ini.
13. Hj. Kultsum, KA Unit Simpan Pinjam BUMDes Desa Pagedangan
Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang yang telah memberikan
data dan informasi dalam penelitian ini.
14. Assudin, S.Kom., Kepala Urusan Perencanaan Desa Pagedangan
Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang untuk memberikan
informasi dalam penelitian ini.
15. Mamah dan Bapak tersayang, terimakasih sudah memberikan motivasi
yang luar biasa untuk segera menyelesaikan tugas akhir ini.
16. Agus Budiman Shinichiku, terimakasih sudah banyak membantu selama
penelitian, tanpa bantuanmu skripsi ini tidak akan segera selesai.
17. Teman seperjuangan tersayang, seluruh teman-teman Administrasi Negara
kelas A, B, dan C angkatan 2012. Terima kasih telah memberikan motivasi
dan canda tawa yang hangat layaknya keluarga.
18. Rekan-rekan organisatoris di DPM FISIP UNTIRTA 2012, HIMANE
FISIP 2013 serta senior, junior, dan rekan-rekan lainnya yang telah
mengajarkan banyak hal dan berbagi pengalaman selama peneliti
mengikuti organisasi di kampus. Serta teman-teman KKM 42 Untirta 2015
yang telah belajar bersama mengenai kehidupan bermasyarakat.
19. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih
banyak atas segala bantuan dan dukungannya.
vii
Kesempurnaan hanya milik Allah SWT, begitu pun pada proposal skripsi
yang masih jauh dari sempurna ini. Oleh karena itu, peneliti menerima saran dan
kritik yang bersifat membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini bermanfaat
bagi peneliti khususnya dan bagi almamater beserta para pembaca pada umumnya.
Wassalamualaikum wr.wb.
Serang, Mei 2016
Peneliti
Yeni Fajarwati
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
ABSTRAK ....................................................................................................... ii
ABSTRACT ....................................................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................
LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................. iv
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ ..1
1.1. Latar Belakang Masalah ............................................................. ..1
1.2. Identifikasi Masalah .................................................................... 17
1.3. Batasan Masalah ......................................................................... 17
1.4. Rumusan Masalah ....................................................................... 18
1.5. Tujuan Penelitian ........................................................................ 18
1.6. Manfaat Penelitian ...................................................................... 18
ix
BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI
DASAR PENELITIAN .............................................................. 20
2.1 Landasan Teori ............................................................................ 20
2.1.1 Pengertian Kebijakan ........................................................ 20
2.1.2 Pengertian Publik .............................................................. 23
2.1.3 Pengertian Kebijakan Publik ............................................ 27
2.1.4 Implementasi Kebijakan Publik ....................................... 34
2.1.5 Model-Model Pendekatan Implementasi ........................... 38
2.1.5.1 I.K.M Van Metter dan Van Horn .......................... 42
2.1.5.2 I.K.M Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier ......... 46
2.1.5.3 I.K.M George C. Edward ...................................... 49
2.1.5.1 I.K.M Merilee S. Grindle ...................................... 51
2.1.5.1 I.K.M Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn .... 53
2.1.5.1 I.K.M L. Weimer dan Aidan R. Vining ................. 55
2.1.6 Pengertian Desa ................................................................ 56
2.1.7 Pengertian BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) ............. 57
2.2 Penelitian Terdahulu .................................................................. 71
2.3 Kerangka Berfikir ...................................................................... 74
2.4 Asumsi Dasar Penelitian ............................................................ 79
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 81
3.1 Desain Penelitian ........................................................................ 81
3.2 Fokus Penelitian .......................................................................... 81
x
3.3 Lokasi Penelitian ......................................................................... 82
3.4 Definisi Konsep dan Operasional Penelitian .............................. 83
3.5 Instrumen Penelitian ................................................................... 85
3.6 Informan Penelitian ..................................................................... 92
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ....................................... 94
3.8 Jadual Penelitian ......................................................................... 100
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian ........................................................................... 101
4.1.1 Gambaran Umum Desa Pagedangan .................................................. 101
4.1.2 Gambaran Umum Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Mandiri ..... 112
4.2 Deskripsi Data ............................................................................................... 117
4.2.1 Deskripsi Data Penelitian ................................................................... 117
4.2.2 Daftar Informan Penelitian ................................................................. 120
4.3 Deskripsi Hasil Penelitian ............................................................................. 123
4.3.1 Ukuran dan Tujuan Kebijakan ........................................................ 124
4.3.2 Sumber Daya ................................................................................... 132
4.3.3 Karakteristik Agen Pelaksana ......................................................... 141
4.3.4 Sikap/ Kecenderungan (Disposition) Para Pelaksana ...................... 152
4.3.5 Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana .................... 158
4.3.6 Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik ....................................... 165
4.3 Pembahasan ................................................................................................... 171
xi
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 189
5.2 Saran ............................................................................................................ 191
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 193
LAMPIRAN ............................................................................................................. 195
xv
DAFTAR TABEL
1.1 Program Kerja Utama BUMDes .......................................................................... 7
3.1 Pedoman Wawancara ......................................................................................... 90
3.2 Informan Penelitian ............................................................................................ 95
3.3 Jadual Penelitian ................................................................................................. 101
4.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur ............................................................ 110
4.2 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian Pokok ................................. 113
4.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama .......................................................... 115
4.4 Daftar Informan ................................................................................................. 125
4.5 KSM Unit Usaha Simpan Pinjam .................................................................. 180
4.6 KSM Campuran Unit Usaha Simpan Pinjam ............................................... 181
4.7 Rekapitulasi Keuangan TPST BKM Desa Pagedangan ................................ 183
4.8 Rekapitulasi Keuangan Sentra Kuliner .......................................................... 185
xvi
DAFTAR GAMBAR
2.1 Kebijakan Publik Ideal Menurut Riant Nugroho ............................................ 35
2.2 Model Pendekatan A Framework fot Implementation Analiysis ............................ 50
2.3 Model pendekatan Direct and Indirect on Implementation oleh Edward III ......... 52
2.4 Model Pendekatan The Policy Implementation Process ........................................ 58
2.5 Proses Kerangka Berpikir ................................................................................... 80
3.1 Proses Analisis Data ........................................................................................... 98
4.1 Struktur Organisasi Desa Pagedangan .......................................................... 108
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
1 Surat Ijin Penelitian ................................................................................................
2 Catatan Lapangan ....................................................................................................
3 Pedoman Wawancara .............................................................................................
4 Transkip Data dan Koding Data ............................................................................
5 Kategorisasi Data ....................................................................................................
6 Member Chek ...........................................................................................................
7 Foto-Foto ..................................................................................................................
8 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 39 Tahun 2010 Tentang
Pembentukkan dan pengelolaan BUMDes ..........................................................
9 Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang No. 9 Tahun 2014 Tentang Desa ...
10 Peraturan Bupati Kabupaten Tangerang No. 85 Tahun 2014 Tentang Tata
Cara Pembentukkan dan pengelolaan BUMDes .................................................
11 Peraturan Desa No. 7 Tahun 2013 Tentang Pembentukkan BUMDes
Pagedangan Mandiri ................................................................................................
12 AD/ART BUMDes Pagedangan Mandiri ............................................................
13 Daftar Hadir Bimbingan .........................................................................................
14 Riwayat Hidup ........................................................................................................
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemandirian suatu daerah merupakan tuntutan dari pemerintah pusat
saat diberlakukannya otonomi pada masa orde baru yaitu pada tahun 1966 M.
Era otonomi ini membuat daerah-daerah yang ada di Indonesia berlomba-
lomba untuk menjadi daerah yang terbaik diantara daerah-daerah lainnya
karena ini menjadi peluang besar bagi daerah untuk memajukan dan
mengembangkan daerahnya sendiri untuk mencapai kesejahteraan bagi
masyarakat dan pegawainya. Demi tercapainya wacana daerah untuk
memajukan dan mengembangkan daerahnya, maka daerah harus mengatur
strategi dalam menjalankan pemerintahannya untuk dapat dimaksimalkan
guna mendukung peningkatan kehidupan yang lebih baik, baik itu dalam
bidang ekonomi, sosial maupun politik.
Era otonomi saat ini, bukan hanya daerah yang memiliki otonomi
daerah akan tetapi desa juga memiliki otonomi desa yang mana desa memiliki
hak dan kewenangan penuh dalam mengelola dan menjalankan
pemerintahannya sendiri sehingga mandiri dan kreatif dalam meningkatkan
kemajuan dan kesajahteraan masyarakat yang ada di desa yang pertama kali
diatur dalam Undang-undang No. 8 Tahun 2005 tentang perubahan atas
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Seiring
berjalannya waktu undang-undang tersebut mengalami perubahan
menyesuaikan keadaan yang terjadi, hingga pemerintah memiliki inisiatif
2
untuk mengeluarkan undang-undang tentang Desa. Selama ini desa dianggap
sebagai tempat yang udik dan rendahan di banding kelurahan,sehingga tidak
sedikit desa yang beralih menjadi kelurahan untuk mengangkat derajat sosial
di mata masyarakat lainnya. Hal ini tentu tidak bisa membuat pemerintah
berdiam diri, karena jika dibiarkan maka desa akan perlahan hilang,
sedangkan desa sangat penting untuk kelestarian adat dan budaya. Maka dari
itu, pemerintah pusat ingin mendongkrak mindset ini dengan dikeluarkannya
Undang-undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa yang terbaru yang mana
desa merupakan daerah otonom dan berhak untuk mengatur dan mengelola
desanya sendiri.
Sebagai daerah yang memiliki otonomi penuh, untuk menjalankan
pemerintahannya, maka desa harus mencari dana sendiri untuk
mengembangkan desanya. Meski sekarang dalam Undang-undang No. 6
Tahun 2014 menyatakan bahwa desa akan mendapatkan bantuan dari APBN
setiap tahunnya sekitar 600 juta hingga 1,2 Milyar yang tercantum dalam UU
No. 6 Tahun 2014 pasal 72 ayat (1) dan ayat (4) tentang desa, akan tetapi desa
tidak sepenuhnya menggantungkan pendapatannya dari bantuan tersebut.
Karena sebelum Undang-undang tersebut diberlakukan bantuan alokasi dana
desa tidak ada dan desa harus menguras tenaga dan memutar otak untuk
mendapatkan Pendapatan Desa yang maksimal.Maka dari itu desa harus
menggali potensi desa baik dari segi Sumber Daya Alam (SDA) maupun dari
segi Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di desa tersebut yang nantinya
3
akan menjadi sumber pendapatan desa dan akan masuk kedalam kas desa atau
keuangan desa.
Keuangan desa yang didapatkan dari sumber pendapatan desa haruslah
dikelola dengan baik demi tercapainya pembangunan desa. Namun, kita
ketahui bahwa sumber pendapatan desa sebagian besar berasal dari bantuan
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, karena memang desa
merupakan daerah otonom yang kecil sehingga jika hanya mengandalkan
pendapatan asli desa tidak akan mampu meningkatkan pembangunan desa
baik itu meningkatkan dalam segi infrastruktur maupun dalam segi
administratif. . Sehingga perlu pengelolaan dan manajemen yang baik dalam
pendapatan asli desa dan keuangan desa agar desa memiliki PADes yang
memadai untuk menopang kesejahtearaan masyarakat desa.
Salah satu strategi dalam memudahkan desa untuk mendapatkan
sumber pendapatan desa adalah pemerintah membuat kebijakan yang
mengatur hal tersebut. Salah satunya adalah undang-undang No. 32 Tahun
2004 tentang pemerintah daerah yang meyebutkan bahwa pemerintah desa
juga dianjurkan untuk memiliki Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang
berguna untuk mengatur perekonomian desa dan memenuhi kebutuhan serta
menggali potensi desa, dan Undang-undang ini merupakan salah satu upaya
dari pemerintah pusat dalam meningkatkan peran desa untuk ikut
berkecimpung dan turun tangan langsung dalam meningkatkan perekonomian
desa. Undang-undang tersebut memayungi Peraturan Menteri Dalam Negeri
No. 39 Tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa yang merupakan
4
peraturan lanjutan dari UU No. 32 Tahun 2004 dimana dalam peraturan ini
disebutkan bagaimana cara mendirikan dan mengelola BUMDes itu sendiri.
BUMDes merupakan salah satu lembaga yang terdapat interaksi
ekonomi antara pemerintah desa dengan masyarakat desa, sehingga hal ini
juga berdampak pada hubungan antara pemerintah desa dengan masyarakat
yang akan tercipta secara alamiah. Dan dengan adanya BUMDes ini akan
menarik masyarakat untuk memulai berdagang sehingga secara perlahan
angka kemiskinan akan menurun dan mengangkat keluarga yang tidak
mampu untuk menjadi keluarga yang sejahtera.
Marwan sendiri sebagai Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi dalam detik.com (Rabu, 28 Januari 2015 pukul
22:57 WIB. Sumber : http://news.detik.com/berita/2817053/menteri-desa-
segera-terbitkan-permen-bumdes diakses pada tanggal 20 November 2015
pukul 15.12 WIB) mengungkapkan bahwa BUMDes ini diharapkan mampu
menjadi motor penggerak kegiatan ekonomi di desa yang juga berfungsi
sebagai lembaga sosial dan komersial. Bumdes sebagai lembaga sosial
berpihak kepada kepentingan masyarakat melalui kontribusinya dalam
penyediaan pelayanan sosial. Sedangkan sebagai lembaga komersial Bumdes
bertujuan mencari keuntungan untuk meningkatkan pendapatan desa.
BUMDes sendiri memiliki literatur yang sama dengan BUMN (Badan
Usaha Milik Negara) dan BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) yaitu sama-
sama mengelola aset dibidangnya hanya saja BUMN merupakan badan usaha
tingkat nasional yang dimiliki oleh negara dan BUMD tentu saja merupakan
5
badan usaha milik daerah yang mengelola aset-aset yang ada didaerah, hanya
saja BUMDes ini ruang lingkupnya masih sederhana tidak seperti BUMN
yang Nasional dan BUMD yang ruang lingkupnya sekitar provinsi,
kabupaten/kota. Maka BUMDes yang berada di Desa Pagedangan juga
memiliki fungsi yang sama, yaitu mengelola seluruh aset yang dimiliki desa
baik itu fisik maupun non fisik yang sifatnya kearah perekonomian desa.
Desa Pagedangan ini merupakan desa yang tumbuh di tengah-tengah
kota yang berada di wilayah Kabupaten Tangerang. Desa Pagedangan ini
menjadi titik perlintasan antara kabupaten/kota. Posisinya yang strategis
yang berada dilintasan jalan otonom kecamatanantara Legok dan Tangerang
Selatan ini membuat masyarakat umum melewati jalan Desa Pagedangan
yang hendak menuju pusat kota kabupaten, kota provinsi, pusat perbelanjaan
modern (BSD, Gading Serpong Summarecon dan Paramaounth) dan pusat
perbelanjaan tradisional (pasar serpong, pasar curug, pasar parung panjang
dan lain sebagainya). Sehingga pemerintah desa memiliki keinginan agar
bagaimana caranya Desa Pagedangan ini bukan hanya menjadi daerah
lintasan semata akan tetapi menjadi daerah singgahan orang-orang yang
melintas di Desa Pagedangan ini. Maka dari itu Pemerintah Desa berinisiatif
untuk membangun BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) untuk menjadi motor
penggerak ekonomi di Desa Pagedangan dan diharapkan bisa mengeksplor
kuliner Desa Pagadengan.
Sebagai desa terbaik di Provinsi Banten, Desa Pagedangan merupakan
contoh bagi desa lain terutama dari cara mengelola BUMDesnya. Para
6
Pengelola BUMDes Desa Pagedangan ini berusaha semaksimal mungkin
untuk mengelola dan memanajemen dengan baik. Maka dari itu, karena
tatakelola BUMDes yang baik inilah membuat Desa Pagedangan maju ke
kancah nasional sebagai perwakilan desa dari Provinsi Banten. Sehingga
karena prestasinyalah Desa Pagedangan ini banyak sekali mendapat
kunjungan dari desa lain untuk belajar lebih lanjut tentang bagaimana cara
mengelola BUMDes dengan baik seperti rombongan lurah se- Kabupaten
Jembrana(dalam www.jembranakab.go.id, 2015),bahkan menteri daerah
tertinggalpun berkunjung dan menginjakkan kaki didesa ini untuk melihat
secara langsung bagaimana desa ini dikelola. (http://m.republika.co.id, 2015)
Tidak bisa dipungkiri, meski baru berdiri pada tahun 2013 silam,
BUMDes Desa Pagedangan ini membuat pemerintah desa dan masyarakat
desanya bangga memiliki BUMDes yang dikenal banyak orang, bukan hanya
dikenal oleh desa tetangga akan tetapi dikenal oleh seluruh indonesia yang
berada jauh di seberang pulau sana yang melakukan study banding di Desa
Pagedangan ini. Dilihat dari tahun berdirinya, sekilas memang terlihat
prematur. Bagaimana tidak, hanya 2 (dua) tahun kurang saja BUMDes Desa
Pagedangan ini mampu bersaing di kancah nasional dengan 3 (tiga) program
utama BUMDes.
Program-program BUMDes Pagedangan ini memang tidaklah banyak,
meski hanya memiliki 3 (tiga) program utama tapi bisa berjalan lancar meski
banyak sekali hambatan dilapangan. Kini para pelaksana BUMDes berencana
7
menambah 1 (satu) program lagi untuk menambah pendapatan Desa.
Keempat program BUMDes ialah sebagai berikut.
Tabel 1.1
Program Kerja Utama BUMDes di Desa Pagedangan 2015
No. Program Kerja Kepala Unit Tahun Berdiri
1. Usaha Simpan Pinjam Hj. Kulsum 2009
2. Usaha Sentra Kuliner Ishak 2013
3. Usaha Tempat Pembuangan
Sampah Terpadu (TPST)
H. Abdul Muhit 2013
4. Perencanaan usaha Pasar Desa Soleh Sardai 2015
Sumber : BUMDes Desa Pagedangan
Tabel 1.1 diatas sekilas menjelaskan beberapa program bumdes,
Program pertama adalah simpan pinjam, Perguliran ekonomi Simpan Pinjam
sudah dimulai sejak tahun 2009 dan saat itu dikelola oleh BKM, pada tahun
2013 dilebur menjadi bagian daripada BUMDesa Pagedangan Mandiri.
Dimulai dengan adanya bantuan dari APBN, APBD, PMPK yang total
keseluruhannnya sebesar Rp.176.250.000,- (seratus tujuh puluh enam juta dua
ratus lima puluh ribu rupiah) dengan pemanfaat perguliran ekonomi sebanyak
4 kelompok Usaha (40 Orang pemanfaat).
Pada Tahun 2014 perguliran ekonomi tersebut telah mencapai Rp.
641.250.000,- dengan anggota pemanfaat atau peminjam mencapai 72
Kelompok Usaha. Ada peningkatan perguliran ekonomi kelompok usaha dari
pemberian pinjaman pertama sekitar Rp. 500.000,- menjadi Rp. 3.000.000,-.
8
Program kedua adalah Sentra Kuliner, Program Sentra Kuliner
menjadikan wilayah Desa Pagedangan sebagai daerah lintasan menuju pusat
perkotaan (BSD, Summarecon, Paramount, Alam Sutera dan Lippo) yang
sebelumnya merupakan daerah pertanian dengan mata pencaharian
masyarakat petani, seiring dengan perkembangan wilayah agraris menjadi
wilayah perkotaan yang merubah budaya bertani menjadi pedagang, dengan
mengembangkan konsep Desa Wisata Kuliner diharapkan menjadi daerah
transit maka dibangun sentra kuliner berupa saung-saung dengan menu
masakan lokal dan tradisional sampai modern serta dilengkapi dengan toko-
toko sebagai sarana pendukung seperti; Saung Raja Pepes Walakhar, Pondok
Lesehan Ayam Kampung kita, Saung Agif “ Pecak Bandeng “ dan Saung
Sentra Sovenir Desa.
Program yang berdiri pada tahun 2013 ini pun menyediakan beberapa
toko atau lahan berdagang untuk disewakan kepada masyarakat desa
pagedangan. Hal ini diharapkan agar masyarakat desa pagedangan semangat
berdagang meski hanya berdagang kecil-kecilan. Program ini dibuat
disamping melihat kondisi desa yang strategis, para pelaksana BUMDes pun
melihat masyarakat yang mau berdagang bisa berdagang, tidak ada alasan
tidak memiliki modal, karena masyarakat desa pagedangan bisa meminjam
modal dari program simpan pinjam.
Program ketiga adalah program Tempat Pembuangan Sampah Terpadu
(TPST). Dalam Rangka penanggulangan sampah rumah tangga yang menjadi
permasalahan masyarakat ditengah perkembangan kota, maka Desa
9
Pagedangan telah membangun dan mengelola TPST dengan melibatkan
kemampuan masyarakat dalam teknis pengelolaan sehingga sampah yang
semula menjadi masalah menjadi nilai ekonomis dengan pembuatan pupuk
kompos organik.
Pelaksanaan pembangunan TPST berdasarkan dari sumbangsih
pemikiran warga masyarakat yang mempunyai kemampuan untuk mengatasi
persoalan sampah masyarakat perumahan di Desa Pagedangan dengan cara ;
Menyediakan tempat penampungan disetiap RW., menyediakan armada
pengangkut, Membangun tempat pembakaran dan pembuatan kompos yang
berteknologi tepat guna yang tidak berdampak polusi, pembangunan gedung
pengelolaan sampah dan membuat aturan pelaksanaan dan kontribusi
pengelolaan sampah.
Program keempat adalah program Pasar Desa Tradisional yang baru
dibentuk tahun 2015 silam, Pasar Desa saat ini masih tahap pengembangan
dalam rangka membantu serta memudahkan masyarakat desa untuk
memenuhi kebutuhan pokok untuk kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini unit
Pasar Desa hanya baru memiliki lokasi untuk dijadikan pasar bagi para
pedagang kaki lima yang diadakan setiap Hari Minggu, dan direncanakan
pendirian Pasar Desa tradisional yang dapat mengantisipasi kebutuhan
masyarakat. Dan pasar tersebut yang tepat untuk dibangun jenis pasar desa
tradisonal fresh market, karena berada di lokasi terpadu sentra kuliner.
Maka dari penjelasan beberapa program di atas menunjukkan sebelum
dibentuknya BUMDes ini, perekonomian di Desa Pagedangan ini sudah
10
berjalan. Ini pula bisa dilihat dari program-program di beberapa lembaga
sebelum BUMDes berdiri di Desa Pagedangan telah berjalan selama
bertahun-bertahun namun tidak termanajemen dengan baik, sehingga
terkadang terjadi tumpang tindih pekerjaan dan program antara lembaga desa
yang satu dengan lembaga desa yang lain. Dan adapula program dari
pemerintah untuk desa untuk pengembangan desa, sehingga terkadang desa
kebingungan tentang siapa pelaksana program tersebut yang ada di desa.
Kejadian tersebut menjadi salah satu alasan BUMDes Pagedangan ini
berdiri. Beberapa orang tokoh desa berinisiatif untuk membentuk suatu
lembaga atau badan baru, yang khusus mengelola keuangan desa dan
mengatur sistem perekonomian desa seiring berkembangnya daerah disekitar
Desa Pagedangan agar tidak menjadi daerah tertinggal ditengah-tengah kota
yang sedang maju. Setelah menelaah beberapa undang-undang dan peraturan
maka pemerintah desa menemukan titik terang yaitu membentuk BUMDes
Desa Pagendangan yang berlandaskan pada Peraturan Mentri Dalam Negeri
No. 39 Tahun 2010 Tentang Badan Usaha Milik Desa dan membentuk
peraturan desa baru yang berkaitan dengan BUMDes yaitu Peraturan Desa
No. 7 Tahun 2014 tentang Badan Usaha Milik Desa.
Meski demikian, pelaksanaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di
Desa Pagedangan ini bukan tanpa hambatan. Masih terdapat beberapa
masalah dalam pelaksanaannya. Setelah peneliti melakukan observasi awal
mengenai Implementasi Program Badan Usaha Milik Desa dan berdasarkan
11
wawancara awal peneliti dengan beberapa pihak terkait, maka terdapat
beberapa masalah, yaitu sebagai berikut.
Pertama, kurangnya pembinaan dan bimbingan dari pemerintah daerah
juga dukungan berupa bantuan dana financial maupun non financial. Hal ini
disebabkan karena Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang belum
mengadakan program khusus untuk pengenalan dan pengembangan
BUMDes ke Pemerintah Desa, seperti bimbingan teknis mengenai BUMDes,
pembinaan terhadap pengurus BUMDes, dan pelatihan pengelolaan keuangan
BUMDes. Dengan pembinaan dan bimbingan tersebut diharapkan agar
BUMDes di Desa Pagedangan ini semakin berkembang dan bisa berpotensi
untuk menjadi juara dikancah nasional dan ini juga pasti berimbas baik bagi
pemerintah daerahnya yang akan mengharumkan nama daerahnya sendiri.
Selain itu beberapa program BUMDes yang terkendala dengan sumber
dana sedangkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 39 tahun 2010
pasal 22 ayat (1) dan (2) menyebutkan bahwa Gubernur dan Bupati harus
membantu desa dalam mengembangkan BUMDesnya. Dalam wawancara
dengan bu Hj. Kultsum sebagai Kepala Unit program Simpan Pinjam (kamis,
7 Januari 2016 di kediaman bu Hj. Kultsum pukul 15.20 WIB), beliau
menyebutkan bahwa dana yang mereka miliki untuk program ini masih jauh
dari harapan untuk menampung kebutuhan masyarakat Desa Pagedangan.
Dari sekian banyak masyarakat yang membutuhkan, BUMDes hanya bisa
memenuhi sekitar 30 % saja masyarakat desa yang membutuhkan. Sehingga
masih banyak masyarakat Desa Pagedangan yang mengandalkan rentenir
12
meski di BUMDes sendiri sudah menyediakan program simpan pinjam untuk
masyarakat dikarenakan dana yang kurang memenuhi tadi. Disamping itu,
perlu ada perubahan mindset yang buruk serta kebiasaan yang sudah
mengakar dari zaman dahulu sehingga sangat susah sekali dihilangkan dan
susah mendapatkan kepercayaan dari masyarakat untuk menyimpan dan
meminjam uang di BUMDes Desa Pagedangan. Dan hal ini diungkapkan oleh
salah satu staff desa yang diwawancarai oleh peneliti pada tanggal 13
November 2015 di Kantor Desa Pagedangan.
Kedua, dampak dibangunnya BUMDes tidak terlalu signifikan dalam
pemberdayaan masyarakat. Hal ini bisa dilhat berdasarkan data berikut.
Tabel 1.2
Daftar Masyarakat yang Tidak Mampu Menurut Jenis
Pekerjaannya
Jenis Pekerjaan Laki-laki Perempuan
1. Buruh Tani 7 orang 2 orang
2. Pedagang Keliling 80 orang 4 orang
3. Pembantu rumah tangga 1 orang 1 orang
4. Tidak Mempunyai Pekerjaan Tetap 490 orang 11 orang
5. Purnawirawan/Pensiunan 3 orang 0 orang
6. Buruh Harian Lepas 490 orang 11 orang
Jumlah 1071 29
Sumber : Pemerintah Desa Pagedangan, 2015
Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa ada 1100 orang
masyarakat Desa Pagedangan dikatagorikan tidak mampu, sehingga ini
merupakan tugas dari BUMDes Mandiri Desa Pagedangan agar dapat
memberdayakan masyarakat Desa Pagedangan dan dapat meningkatkan
13
ekonomi masyarakat. Berikut adalah data ekonomi bergulir di BUMDes Desa
Pagedangan.
Tabel 1.3
Data Kelompok Simpan Pinjam BKM Desa Pagedangan
No. Nama KSM Angg Asal KSM No. Nama KSM Angg Asal KSM
1 Albera 9 Pagar Haur
Tegal 23 Cemara 6 Cicayur
2 Assalam 9 Pagar Haur
Tegal 24 Karya Bakti
2 7 Cicayur
3 Melati 7 Cicayur 25 Japati 6 Pagar Haur
Tegal
4 Daarussalam 7 Cicayur 26 Alfurqon 5 Cicayur
5 Kartini 5 Cicayur 27 BPA 2 Baru 6 BPA
6 Sangkuriang 5 Cicayur 28 Merdeka 5 BPA Blok 3
7 Anggrek 5 BSD 29 Tegal
Saluyu 6 Pagar Haur
Tegal
8 Melati 6
Pagar Haur
Tegal 30
Tegal
Mandiri 6
Pagar Haur
Tegal
9 Karya Bakti 6 Cicayur 31 Blok 5 5 BPA
10 Tulip 5 BPA Blok 2 32 Satu
Makmur 7 BPA
11 Cempaka 7 Cicayur 33
Satu
Bersama 5 BPA
12 Ciko 6 Cicayur 34 Cakung
Damai 6 Cicayur
13 Harapan 5 Cicayur 35 Cicayur 10 5 Cicayur
14 Bersama 6 BPA Blok 1 36 BSD Baru 5 BSD
15 Blok 1 5 BPA Blok 1 37 BPA 3 2 BPA
16 Mawar 8 Cicayur 38 Cicayur 1 6 Cicayur
17 Srikandi 6 BPA Blok 2 39 Cicayur 2 6 Cicayur
18 Bakti Karya 5 BPA Blok 3 40 Cicayur 4 5 Cicayur
19 Barokah 9 Cicayur 41 Melati
Cicayur 7 Cicayur
20 Merah Putih 5 Pagar Haur
Tegal 42 Cangkuang 4 Cicayur
21 Seruni 6 Cicayur 43 Blok 2 5 BPA
22 Tikukur 6 Cicayur Jumlah 253
Sumber : Desa Pagedangan, 2015
14
Tabel 1.4
Daftar Kelompok (KSM) PPMK
Unit Usaha Simpan Pinjam BKM Desa Pagedangan
No. Nama KSM Anggota Asal KSM
1 Ciko 6 Campuran
2 Saluyu 6 Campuran
3 Cicayur 1 6 Campuran
4 Algofur 6 Campuran
5 BPA 3 7 Campuran
6 Sejahtera 5 Campuran
7 Bahagia 5 Campuran
8 Tegal City 6 Campuran
Jumlah 47
Sumber : BUMDes Desa Pagedangan, 2015
Berdasarkan data diatas, hal ini bisa dilihat dari program simpan pinjam
dari 1100 orang yang membutuhkan BUMDes hanya bisa membantu 300
orang dari dana simpan pinjam. Dan ini menunjukkan bahwa dampak
pembangunan BUMDes belum dirasakan oleh seluruh masyarakat Desa
Pagedangan.
15
Selain itu, mayoritas masyarakat desa adalah masyarakat tradisional
yang masih awam tentang ekonomi dan usaha. Yang mereka tahu hanyalah
bagaimana cara mereka makan hari ini. Cara pandang ini tentu saja harus
diubah diiringi zaman yang semakin modern dan canggih. Perlu diadakan
sosialisasi agar masyarakat bisa berpartisipatif dan berkontribusi dengan baik
dalam program-program BUMDes. Kurang partisipatifnya masyarakat bisa
juga dikarenakan dalam mendirikan BUMDes sendiri dengan cara top down
yang mana BUMDes ini dibentuk dikarenakan adanya inisiatif dari
Pemerintah Desa Pagedangan untuk menghimpun suatu wadah untuk
menampung program-program pemerintah yang bersifat pemberdayaan
masyarakat miskin, bukan karena inisiatif dari masyarakat sendiri. Karena
jika BUMDes ini didirikan berdasarkan kemauan masyarakat dan didukung
dengan pemerintah desa maka pemerintah desa bisa dengan mudah
menjalankan BUMDes ini karena partisipasi dari masyarakat tentulah akan
tinggi dan ini berbeda jika BUMDes ini dibentuk atas dasar kemauan
sekelompok kecil saja atau pemerintah desa.
Peran pemerintah daerah sangatlah penting untuk kemajuan BUMDes
ini, dalam Peraturan Mentri Dalam Negeri No. 39 Tahun 2010 pasal 22 ayat
(1) dan ayat (2) menyebutkan bahwa pemerintah daerah baik itu pemerintah
Provinsi Banten maupun Pemerintah Kabupaten/Kota haruslah melakukan
sosialisasi, pembinaan, bimbingan teknis, pengembangan manajeman dan
sumber daya manusia serta memberikan fasilitas akselerasi permodalan.
Namun faktanya pemerintah daerah sendiri seperti acuh tidak memberikan
16
dukungan secara maksimal kepada BUMDes Desa Pagedangan ini, meski
terkadang mereka hanya menjadi perantara saja tatkala ada informasi dari
pemerintah terkait BUMDes Desa Pagedangan. Hal ini diungkapkan oleh
salah satu staf desa yang peneliti wawancarai (13 November 2015 di Kantor
Desa Pagedangan pukul 14.14 WIB).
Meski ruang lingkup BUMDes ini masih minim hanya sekitaran desa
saja, namun pihak pengelola BUMDes ini menginginkan Desa Pagedangan
ini menjadi daerah singgahan yang disuguhi dengan berbagai macam kuliner
bagi masyarakat pendatang jauh diluar dari Desa Pagedangan. Namun
harapan mereka hanya sebatas wacana jika tanpa adanya promosi dan iklan
karena keterbatasan teknologi yang mereka miliki. Jika berkaca pada
pengusaha swasta disekitar mereka yang difasilitasi dengan kecanggihan
teknologi mereka jauh tertinggal beberapa tingkat jika dibandingkan. Taufik
Madjid sebagai Direktur Pengembangan Sumber Daya Alam Kawasan
Pedesaan dalam metrotvnews.com (2015) sendiri mengungkapkan , terdapat
tiga faktor yang menjadi kendala pembentukan BUMDes. Ia menyebut,
mindset, skill, dan transfer teknologi yang kurang menjadikan alasan
pembentukan desa sulit terealisasi di pedesaan (dalam tulisan Miftahudin
yang ditulis di Metrotvnews.com yang ditulis pada tanggal 07 Oktober 2015
pukul 18.49 WIB. Sumber:
http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2015/10/07/177943/pemerintah-akui-
pembangunan-bumdes-terkendala-tiga-faktor diakses pada tanggal 20
November 2015 pukul 14.47 WIB).
17
Beberapa hal yang ditemukan saat observasi awal tersebut di atas
mengindikasikan bahwa masih adanya masalah dalam pelaksanaan program
BUMDes di Desa Pagedangan Kabupaten Tangerang. Kendati demikian
BUMDes Desa Pagedangan ini mendapatkan gelar BUMDes terbaik se-
Provinsi Banten. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Implementasi Program Badan Usaha Milik Desa
(BUMDes) di Desa Pagedangan Kecamatan Pagedangan Kabupaten
Tangerang.”
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan dari latar belakang tersebut diatas, maka dapat
diidentifikasikan beberapa permasalahan yang terjadi dalam implementasi
Program Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa Pagedangan sebagai
berikut:
1. Kurangnya pembinaan dan bimbingan dari pemerintah daerah
2. Kurangnya dukungan berupa bantuan financial dan non financial
dari pemerintha daerah.
3. Dampak dibangunnya BUMDes tidak terlalu signifikan dalam
pemberdayaan masyarakat.
4. Dibangunnya BUMDes tidak terlalu berkontribusi dengan
pendapatan desa.
18
1.3 Batasan Masalah
Untuk memudahkan penelitian, peneliti akan memfokuskan pada
masalah dalam implementasiprogram Badan Usaha Milik Desa di Desa
Pagedangan Kabupaten Tangerang. Lokus penelitian ini adalah BUMDes
Desa Pagedangan KecamatanPagedangan Kabupaten Tangerang; Pelaksana
Operasional BUMDes Desa Pagedangan; serta beberapa pihak terkait dengan
BUMDes di Desa Pagedangan. Adapun waktu penelitian dilakukan dari bulan
November 2015sampaiJuli 2016.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas yang telah dipaparkan,
maka sebagai rumusan masalah yang akan dikaji adalah sebagai berikut.
Bagaimana Implementasi Program Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di
Desa Pagedangan Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang?
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengatahui bagaimana
Implementasi Program Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa
Pagedangan Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang.
1.6 Manfaat Penelitian
Tercapainya tujuan penelitian yang telah disebutkan di atas, maka
hasil penelitian diharapkan dapat menghasilkan manfaat:
19
1. Teoritis
a. Sebagai bahan untuk memperluas wawasan dan pengetahuan
tentang teori-teori dan konsep-konsep yang diperoleh selama
perkuliahan dibandingkan dengan penerapannya secara nyata.
b. Memberikan pengetahuan yang lebih tentang Ilmu Administrasi
Negara khususnya yang berkaitan dengan implementasiProgram
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa Pagedangan
Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang.
2. Praktis
a. Manfaat bagi penulis atau peneliti adalah manambah ilmu
pengetahuan khususnya Ilmu Adminstrasi Negara yang berkaitan
tentang masalah dalam implementasiProgram Badan Usaha Milik
Desa (BUMDes) di Desa Pagedangan Kecamatan Pagedangan
Kabupaten Tangerang.
b. Manfaat yang didapat oleh pihak Pemerintah Daerah Kabupaten
Tangerang dan Pemerintah Desa Pagedangan ialah mengetahui
implementasi Program Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di
Desa Pagedangan Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang.
c. Manfaat bagi masyarakat dan dunia usaha adalah membangun
kesadaran masyarakat dan dunia usaha untuk peduli dalam
mengelola BUMDes di Desa Pagedangan ini sehingga bisa terus
berkembang dan maju dalam mengatasi kemiskinan dan keluar dari
desa tertinggal.
20
BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN
ASUMSI DASAR PENELITIAN
2.1 Landasan Teori
Sugiyono (2012:43) mendefinisikan bahwa teori adalah seperangkat
konsep, asumsi, dan generalisasi yang dapat digunakan untuk
mengungkapkan dan menjelaskan perilaku dalam berbagai organisasi, baik
organisasi formal maupun organisasi informal.
Maka dari itu pada bab ini peneliti akan menjelaskan beberapa teori
yang berkaitan dengan masalah penelitian di antaranya teori Implementasi
Kebijakan Publik untuk mengetahui upaya-upaya pemerintah dalam
melaksanakan suatu kebijakan, serta penjelasan mengenai BUMDes sebagai
objek dalam penelitian ini.
2.1.1 Pengertian Kebijakan
Istilah policy (kebijakan) berasal dari bahasa Yunani, Sansekerta dan
Latin. Akar kata dalam bahasa Yunani dan Sansekerta polis (negara-kota)
dan pur (kota) dikembangkan dalam bahasa Latin menjadi politia (negara)
dan akhirnya dalam bahasa inggris pertengahan policie, yang berarti
menangani masalah-masalah publik atau administrasi (Dunn, 2003 : 51).
Pada perkembangannya istilah policy (kebijakan) seringkali
penggunaannya saling berkaitan dengan istilah-istilah lain seperti tujuan
21
(goals), program, keputusan, undang-undang, ketentuan-ketentuan, usulan-
usulan dan rancangan-rancangan besar. Untuk lebih jelasnya berikut ini
beberapa definisi kebijakan menurut beberapa tokoh sebagai berikut.
Friedrich dalam Winarno (2012:20) memandang kebijakan sebagai:
―Suatu arah tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau
pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan
hambatan-hambatan dan peluang-peluang terhadap kebijakan yang
diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka
mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu
maksud tertentu‖.
Definisi tersebut mengartikan bahwa kebijakan bukan hanya
dilakukan oleh pemerintah saja akan tetapi bisa saja melalui usulan
individu dimana dalam realisasinya akan menimbulkan hambatan atau
peluang bagi para sasaran kebijakan. Jones dalam Winarno (2012:19) pula
menyebutkan :
―Istilah kebijakan (policy term) digunakan dalam praktek sehari-hari
namun digunakan untuk menggantikan kegiatan atau keputusan yang
sangat berbeda.Istilah ini sering dipertukarkan dengan tujuan (goals),
program, keputusan (decisions), standard, proposal, dan grand
design.‖
Hal tersebut menunjukkan bahwa kebijakan merupakan kegiatan
yang tidak jauh dengan apa yang kita lakukan sehari-hari untuk sebagai
landasan apa yang kita perbuat dan apa yang kita lakukan. Suharto
(2013:3) mengatakan:
―Kebijakan (policy) adalah sebuah instrumen pemerintahan, bukan
saja dalam arti government yang hanya menyangkut aparatur negara,
melainkan pula governance yang menyentuh pngelolaan sumberdaya
publik. Kebijakan pada intinya merupakan keputusan-keputasan atau
pilihan-pilihan tindakan yang secara langsung mengatur pengelolaan
22
dan pendistribusian sumberdaya alam, finansial dan manusia demi
kepentingan publik, yakni rakyat banyak, penduduk masyarakat atau
warga negara. Kebijakan merupakan hasil dari adanya sinergi,
kompromi atau bahkan kompetisi antara berbagai gagasan, teori,
ideologi, dan kepentingan-kepentingan yang mewakili sistem politik
suatu negara.‖
Menurutnya, kebijakan merupakan hal yang luas yang menyangkut
pemerintah dan nitizen. Dimana hal tersebut mengatur sedemikian rupa
kehidupan di suatu pemerintahan.
Marlowe dalam Wicaksono (2006:56): ―Kebijakan adalah sebuah
upaya untuk menciptakan atau merekayasa sebuah cerita dalam rangka
mengamankan tujuan-tujuan si perekayasa.‖ Istilah kebijakan mengandung
arti yang sama dengan pengertian kebijaksanaan, seperti yang diungkapkan
oleh seorang ahli James dalam Wahab (2005:2), yang merumuskan:
―Kebijaksanaan sebagai perilaku dari sejumlah aktor (pejabat, kelompok,
instansi pemerintah) atau serangkaian aktor dalam suatu bidang kegiatan
tertentu.‖ Ali dan Alam (2012:7) mengatakan,
―kebijakan sebagai studi haruslah diartikan sebagai pernyataan
kehendak yang diikuti oleh unsur pengaturan dan atau paksaan,
sehingga dalam pelaksanaannya akan dapat mencapai tujuan yang
dikehendaki‖
Heclo dalam Parsons (2008:14) mengatakan,
―kebijakan (policy) adalah istilah yang tampaknya banyak disepakati
bersama. Dalam penggunaannya yang umum, istilah kebijakan
dianggap berlaku untuk sesuatu yang lebih besar ketimbang
keputusan tertentu, tetapi lebih kecil ketimbang gerakan sosial. Jadi
kebijakan dari sudut pandang tingkat analisis adalah sebuah konsep
yang kurang lebih berada ditengah-tengah.‖
23
Jika Ali dan Alam (2012) mengatakan kebijakan merupakan suatu
hal yang harus dipaksakan untuk mencapai tujuannya, maka Heclo dalam
Parsons (2008) mengatakan bahwa kebijakan merupakan konsep yang
menjembatani antara atas dan bawah untuk mencapai tujuan yang
dikehendaki.
Dengan demikian, dari beberapa pengertian di atas, dapat
disimpulkan mengenai arti dari kebijakan yakni suatu sikap yang diambil
oleh seseorang, kelompok, organisasi atau instansi pemerintah dalam
menentukan sebuah keputusan guna merubah kondisi seseorang,
kelompok, organisasi atau instansi pemerintah tersebut untuk mencapai
tujuan tertentu.
2.1.2 Pengertian Publik
Istilah publik dapat didefinisikan sebagai kata benda (the public)
yang berarti masyarakat secara umum atau kesamaan hak dalam
masyarakat sebagai kata sifat (public) yang berarti sesuatu hal yang
disediakan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah untuk digunakan oleh masyarakat secara menyeluruh seperti
menyediakan lapangan pekerjaan, hiburan, pelayanan, pendidikan dan lain
sebagianya. Dalam perkembangannya, kata publik berarti Negara atau
umum. Namun dalam kenyataannya, kata publik masih dapat dimaknai
lebih dari satu makna dan salah satunya adalah Public Administration
yakni Administrasi Negara dengan Room Public yakni ruangan untuk
24
umum. Menurut Habermas dalam Parsons (2008:5), pengertian publik
adalah :
―Sebagai ruang yang bebas dari intervensi ekonomi dan bisnis, dan
ruang dimana ada batas yang jelas antara ruang publik dan privat,
jelas bertentangan dengan pandangan tradisi Eropa kontinental yang
menganggap ruang publik sebagai ruang yang mencakup dunia
bisnis dan perdagangan, di mana cakupan kehidupan privat jauh
lebih luas ketimbang yang dipahami dan dikembangkan di Britain
(Inggris) dan Amerika‖.
Frederickson dalam Wicaksono (2006:33), terdapat lima perspektif
administrasi publik modern yakni Perspektif legislatif (The Legislative
Perspective), Perspektif Pluralis (The Pluralist Perspective), Perspektif
Pilihan Publik (The Public Choice Perspective), Perspektif Penyedia
Layanan (The Service–Providing Perspective), dan Perspektif
Kewarganegaraan (The Legislative Perspective). Penjelasannya adalah
sebagai berikut:
2.1.2.1 Perspektif Legislatif (The Legislative Perspective).
Dalam kenyataan kebijakan pemerintahan yang bersifat
demokratis menggunakan perwakilan tidak langsung
(representive democracy).Asumsi dasar yang dianut adalah
bahwa setiap pejabat diangkat untuk mewakili kepentingan,
kebutuhan dan tuntutan warga negara atau publik. Dengan
adanya pengangkatan tersebut mereka memiliki legitimasi untuk
mewujudkan perspektif publik didalam proses kebijakan publik.
Dengan demikian, pejabat-pejabat tersebut diangkat dan
dianggap sebagai manifestasi tunggal dari perspektif publik.
25
Meskipun pandangan ini merupakan pandangan yang dianggap
logis dan realistik dalam pelaksanaan demokrasi modern, namun
pada akhirnya disadari bahwa individu-individu dan kelompok-
kelompok di dalam publik seringkali tidak terwakili secara
efektif oleh orang-orang yang telah mereka pilih secara langsung.
Jadi pada intinya, representational representative on the public
dianggap tidak mencukupi untuk mengakomodasi kepentingan-
kepentingan publik, baik dalam teori maupun dalam praktek
kebijakan publik di lapangan.
2.1.2.2 Perspektif Pluralis (The Pluralist Perspective).
Perspektif ini memandang publik sebagai konfigurasi dari
berbagai kelompok kepentingan (interest group).Menurut
pendukung perspektif ini, setiap orang mempunyai kepentingan
yang sama akan bergabung satu sama lainnya dan membentuk
suatu kelompok. Dalam perkembangan selanjutnya, kelompok-
kelompok yang berkepentingan tersebut berinteraksi dan
kompetisi untuk memperjuangkan kepentingan individu-individu
yang mereka wakili, khususnya dalam konteks pemerintahan.
2.1.2.3 Perspektif Pilihan Publik (The Public Choice Perspective).
Secara umum perspektif ini berakar pada tradisi pemikiran
utilitarian yang sangat menekankan pada awal kebahagian dan
kepentingan individu.Pandangan ini memandang publik seolah-
olah sebagai konsumen dalam pasar. Dengan kata lain pandangan
26
ini mengaplikasikan prinsip-prinsip ekonomi pasar ke dalam
sektor publik.
2.1.2.4 Perspektif Penyedia Layanan (The Service – Providing
Perspective).
Menurut pandangan ini street level bureaucrats mempunyai
tugas untuk melayani publik yang terdiri dari individu-individu
dan kelompok. Oleh karena itu, pandangan ini agar para pejabat
yang berada paling dekat dengan publik dan diharapkan menjadi
penyokong utama publik mereka.
2.1.2.5 Perspektif Kewarganegaraan (the legislative perspective).
Sumber dari kekuatan pendekatan kewarganegaraan ini terutama
terletak pada potensinya untuk meningkatkan dan memuliakan
publik yang termotivasi oleh adanya perhatian bersama bagi
kebaikan bersama.
Dengan demikian dari beberapa pengertian di atas, dapat
disimpulkan mengenai arti dari publik yakni berarti sesuatu hal yang
disediakan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah untuk digunakan oleh masyarakat secara menyeluruh seperti
menyediakan pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, lapangan
pekerjaan, hiburan, dan sebagainya.
27
2.1.3 Pengertian Kebijakan Publik
Undang-undang dan aturan-aturan pemerintah adalah produk
akhir dari sebuah kebijakan yang dibuat oleh pemerintah antara
eksekutif dan legislatif. Kata kebijakan adalah kata yang sudah tidak
asing lagi didengar, terutama dikalangan pemerintah, masyarakatpun
sudah tak asing mendengar kata kebijakan baik itu dimedia masa,
media elektronik, atau bahkan dari diskusi-diskusi kecil yang
seringkali dilakukan. Namun seringkali, apa yang kita dengar dan kita
lihat, belum tahu terlalu jauh apa itu makna kebijakan publik. Tidak
sedikit orang yang menganggap kebijakan itu sama dengan
kebijaksanaan, namun pada hakikatnya, istilah kebijaksanaan itu
muncul setelah kebijakan dibuat.
Kebijaksanaan merupakan pertimbangan atau kearifan
seseorang yang berwenang terhadap aturan-aturan yang ada dalam
konteks politik, karena dalam proses pembuatan kebijakan merupakan
proses politik yang dibuat atau dilaksanakan oleh pembuat kebijakan.
Sebagian para ahli, memberikan pengertian terhadap kebijakan
public diantaranya adalah Thomas R. Dye dalam kencana (1999:106)
kebijakanpublic adalah apapun juga yang dipilih pemerintah untuk
melakukan, mengerjakan sesuatu atau tidak mengerjakan
(mendiamkan) sesuatu itu. (whatever government choose to do or not
to do)
28
Apa yang dipaparkan oleh Thomas R. Dye ini cakupannya
sangat luas, karena menurutnya kebijakan public mencakup sesuatu
yang tidak dilakukan pemerintah katika pemerintah sedang
menghadapi suatu masalah public.
Subarsono (2012:2) mendefinisikan makna kebijakan publik
dari Thomas R. Dye tersebut mengandung 2 makna, yaitu; 1)
kebijakan public tersebut dibuat oleh badan pemerintah, bukan
organisasi swasta; 2) kebijakan public menyangkut pilihan yang harus
dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan pemerintah.
James E. Anderson (1979:3) mendefinisikan kebijakan public
sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh badan-badan dan aparat
pemerintah. Maka, dari definisi Anderson bisa dilihat bahwa kebijakan
public bisa dibuat oleh badan-badan pemerintah dalam bidang tertentu,
misalnya bidang pendidikan, politik, ekonomi, pertanian, industry,
social budaya, keamanan, pertahanan dan lain sebagainya.
Dalam pandangan David Easton ketika pemerintah membuat
kebijakan publik, ketika itu pula pemerintah mengalokasikan nilai-nilai
kepada masyarakat, karena setiap kebijakan mengandung seperangkat
nilai didalamnya. (dikutip Dye, 1981). Maka, menurutnya dalam
pembuatan kebijakan haruslah berdasarkan nilai-nilai yang sesuai /
yang cocok dengan masyarakatnya, karena tanpa ada nilai didalamnya
bukanlah sebuah kebijakan yang baik.
29
Harold Laswell dan Abraham Kaplan berpendapat bahwa
kebijakan publik hendaknya berisi tujuan, nilai-nilai, dan praktika-
praktika sosial yang ada didalam masyarakat (dikutip Dye,
1981).Pendapat Harold Laswell dan Abraham Kaplan ini tidak jauh
berbeda dengan pendapat David Easton yang mengutamakan nilai-nilai
dalam menyusun kebijakan ini. Berarti kebijakan public tersebut tidak
boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat,
maka kebijakan public tersebut akan mendapat esensi yang luar bisaa
saat diimplementasikan. Sebaliknya suatu kebijakan public harus
mampu mengakomodasi nilai-nilai dan praktika-praktika yang hidup
dan berkembang dalam masyarakat.
Chandler dan Plano dalam Pasalong (2010:38) mengatakan
bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan strategis terhadap sumber-
sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah pemerintah.
Bahkan Candler dan Plano beranggapan bahwa kebijakan publik
merupakan suatu bentuk investasi yang kontinu oleh pemerintah demi
kepentingan orang-orang yang tidak berdaya dalam masyarakat agar
mereka dapat hidup dan ikut berpartisipasi dalam pemerintah. Maka
dapat dilihat dari Chandler dan Plano ini bahwa dalam memecahkan
masalah publik harus memanfaatkan sumber-sumber daya yang ada,
bukan hanya itu mereka beranggapan bahwa kebijakan publik
mengatur supaya seluruh masyarakat untuk dapat ikut berpartisipasi
30
terhadap seiring jalannya pemerintahan, meski adapula yang mungkin
beberapa pihak yang dirugikan dengan adanya kebijakan tersebut.
Sedangkan Dunn dalam kencana (1999:107) menyatakan
bahwa kebijakan public adalah sesuatu rangkaian pilihan yang saling
berhubungan yang dibuat oleh lembaga atau pejabat pemerintah seperti
pertahanan keamanan, energy, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan
masyarakat, kriminalitas, perkotaan dan lain-lain. Pendapat Dunn tidak
jauh berbeda dengan Anderson (1979:3) yang peneliti tulis
sebelumnya, bahwa kebijakan publik bisa dibuat oleh lembaga
pemerintah bukanhanya aparat pemerintah yang menduduki jabatan
politis saja yang memiliki ototritas untuk membuat kebijakan.
Anderson (1979:03) mendefinisikan kebijaksanaan publik
adalah hubungan antar unit-unit pemerintah dengan lingkungannya.
Jadi jika kebijakan adalah ketetapan yang dibuat oleh badan-badan dan
aparat pemerintah sedangkan kebijaksanaan menurut Anderson adalah
hubungan yang disesuaikan antara unit pemerintah dengan
lingkungannya. Namun lain lagi dengan yang dikemukakan oleh Rose
dalam kencana (1999:107) bahwa kebijaksanaan publik adalah
serangkaian tindakan yang saling berkaitan (dalam pemerintah)
cakupannya adalah tindakan-tindakan pemerintah yang berkaitan
dengan kebijakan-kebijakan yang ada.
Robert Eyestone dalam bukunya The Threads of Public Policy
(1971) dalam Agustino (2008:6), mendefinisikan kebijakan publik
31
sebagai:―Hubungan antara unit pemerintah dengan lingkungannya.‖
Namun sayangnya definisi tersebut masih terlalu luas untuk dipahami
sehingga artinya menjadi tidak menentu bagi sebagain besar yang
mempelajarinya.
Eulau dan Prewitt dalam Agustino (2008:6,7), dalam perspektif
mereka mendefinisikan kebijakan publik sebagai: ―Keputusan tetap
yang dicirikan dengan konsistensi dan pengulangan (repitisi) tingkah
laku dari mereka yang membuat dan dari mereka yang mematuhi
keputusan tersebut‖
Disamping itu, Friedrick dalam kencana (1999:107)
mendefinisikan kebijaksanaan pemerintah ini adalah suatu usulan
tindakan oleh seseorang, keluarga, atau pemerintah pada suatu
lingkungan politik tertentu, mengenai hambatan dan peluang yang
dapat diatasi, dimanfaatkan oleh suatu tujuan atau merealisasi suatu
maksud. Definisi dari Carl Frederick ini cukup jelas, bahwa
kebijaksanaan muncul atas dasar usulan tindakan dalam menghadapi
hambatan dan peluang yang ada agar maksud dapat tujuannya bisa
tercapai dan terealisasi.
Sedangkan menurut Efendi dalam kencana (1999:107)
kebijaksanaan publik adalah proses menyediakan informasi dan
pengetahuan untuk para eksekutif, anggota legislatif, lembaga
peradilan masyarakat umum yang berguna dalam proses perumusan
kebijakan serta yang dapat meningkatkan kinerja kebijaksanaan.
32
Berbeda dengan pendapat para ahli sebelumnya, Efendi menyebutkan
bahwa kebijaksanaan merupakan proses menyediakan informasi dan
pengetahuan untuk proses perumusan kebijakan.
Konsep kebijakan ini kita anggap tepat karena memusatkan
perhatian pada apa yang sesungguhnya dikerjakan dari pada apa yang
diusulkan atau dimaksudkan. Selain itu, konsep ini juga membedakan
kebijakan dari keputusan yang merupakan pilihan di antara berbagai
pilihan di antara berbagai alternatif yang ada.Rousseau dalam Nugroho
(2003:59) :
―Kebijakan Publik sebenarnya adalah kontrak antara rakyat
dengan penguasa akan hal-hal penting apa yang harus
dilakukan untuk mencapai tujuan bersama.Maka Kebijakan
Publik dapat dikatakan sebagai perjanjian antara satu pihak
dengan pihak yang lain.‖
Kebijakan adalah keputusan yang dibuat oleh pemerintah atau
lembaga yang berwenang untuk memecahkan masalah atau
mewujudkan tujuan yang dinginkan masyarakat. Tujuan ini baru dapat
diwujudkan manakala terdapat faktor-faktor pendukung yang secara
sepintas dapat disamakan dengan faktor input dalam pendekatan bisnis
(Abidin, 2012:19).
Nugroho dalam bukunya yang berjudul Kebijakan Publik:
Formulasi, Implementasi dan Evaluasi (2003:54), mengatakan bahwa
hal-hal yang diputuskan oleh pemerintah untuk tidak dikerjakan atau
dibiarkan. Untuk itu, Kebijakan Publik tidak harus selalu berupa
33
perundang-undangan, namun bisa berupa peraturan-peraturan yang
tidak tertulis namun disepakati.
Secara sederhana dapat dikatakan oleh Nugroho dalam
bukunya Public Policy (2011:96) bahwa kebijakan publik adalah
―…setiap keputusan yang dibuat oleh negara, sebagai strategi untuk
merealisasikan tujuan dari negara. Kebijakan publik adalah strategi
untuk mengantar masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat
pada masa transisi, untuk menuju masyarakat yang dicita-citakan.‖
Gambar 2.1
Kebijakan Publik Ideal Menurut Riant Nugroho
(Sumber: Nugroho, 2011:97)
Kebijakan Publik yang diambil oleh organisasi swasta maupun
instansi pemerintah haruslah mewakili suara-suara dari publiknya itu
sendiri, walaupun pada kenyataanya begitu banyak keinginan-
keinginan yang harus dilaksanakan. Untuk itu diperlukan beberapa
tahapan yang harus dilakukan sebelum mengambil sebuah kebijakan
dan Nugroho (2003:73), mengatakan bahwa terdapat 3 tahap dari
Kebijakan Publik yaitu:
34
1. Perumusan Kebijakan
2. Implementasi Kebijakan
3. Evaluasi Kebijakan
Berdasarkan pengertian kebijakan publik di atas, dapat
disimpulkan mengenai makna dari kebijakan publik, yakni keputusan
badan, lembaga atau negara dalam memecahkan masalah publik
melalui intervensi berupa tindakan untuk melakukan suatu kebijakan
dengan berbagai konsekuensinya, termasuk tindakan untuk tidak
melakukan apapun.
2.1.4 Pengertian Implementasi Kebijakan Publik
Perumusan dan pembuatan kebijakan tidak berakhir setelah
kebijakan tersebut disetujui dan disepakati. Aanderson (1975) dalam
Parsons (2008:464) menyatakan‖kebijakan dibuat saat sedang diatur
dan diatur saat sedang dibuat.‖ Sebuah kebijakan publik, jika hanya
ada wacana dan rencana saja tanpa adanya tindakan pemerintah untuk
mewujudkannya, maka hal itu sia-sia direncanakan. Suatu tindakan
pemerintah baru dikatakan sebagai suatu kebijakan apabila tindakan
tersebut dilaksanakan, bukan hanya suatu keinginan semata. Suatu
keinginan saja yang belum dilakukan pemerintah belum dapat
dianggap sebagai kebijakan. Pelaksanaan kebijakan tersebutlah yang
kemudian disebut sebagai implementasi kebijakan. Implementasi
kebijakan pada umumnya memang lebih sulit dari sekadar
35
merumuskannya sehingga tidak semua kebijakan berhasil
diimplementasikan. Berikut ini beberapa definisi implementasi
menurut beberapa tokoh.
Setelah melewati dari tahapan kebijakan publik, maka
implementasi adalah salah satu tahapan penting dalam kebijakan
publik. Jika kebijakan tanpa ada implementasi, hal tersebut tidak akan
ada efeknya bagi masyarakat. Implementasi dari suatu program
melibatkan upaya-upaya policy maker untuk mempengaruhi perilaku
birokrat pelaksana agar bersedia memberikan pelayanan dan mengatur
perilaku kelompok sasaran (Subarsono, 2010:87). Kamus Webster
(Wahab, 2005:64) merumuskan implementasi secara pendek bahwa
yaitu ―to implement (mengimplementasikan) berarti to provide the
means for carrying out; (menyediakan sarana untuk melaksanakan
sesuatu)‖. Menurut Metter dan Horn (1975) dalam Wahab (2005:65)
dan dalam dalam Agustino (2006:139) merumuskan proses
implementasi sebagai:
―Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu
atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau
swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang
telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan.‖
Sedangkan Meter dan Horn (1975) dalam Parsons (2008:463)
mengungkapkan,
―Problem implementasi diasumsikan sebagai sebuah deretan
keputusan dan interaksi sehari-hari yang tidak terlalu perlu
mendapat perhatian dari para sarjana yang mempelajari
politik. Implementasi dianggap sederhana – meski anggapan
36
ini menyesatkan. Dengan kata lain, kelihatannya tidak
mengandung isu-isu besar.‖
Jenkins (1978) dalam Parsons (2008:463) mengatakan bahwa,
―Studi implementasi adalah studi perubahan: bagaimana
perubahan terjadi, bagaimana kemungkinan perubahan bisa
dimunculkan. Ia merupakan studi tentang mikrostruktur dari
kehidupan politik; bagaimana organisasi diluar dan didalam
sistem politik menjalankan urusan mereka dan berinteraksi
satu sama lain; apa motivasi-motivasi mereka bertindak seperti
itu, dan apa motivasi lain yang mungkin membuat mereka
bertindak secara berbeda.‖
Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier dalam bukunya
Implementation and Public Policy mendefiniskan implementasi
kebijakan sebagai (Agustino, 2008:139):
―Pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, bisaanya dalam
bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-
perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau
keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut
mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan
secara tugas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan
berbagai cara untuk menstrkturkan atau mengatur proses
implementasinya.‖
Lester dan Steward dalam Winarno (2012:147):
―Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang
luas, merupakan tahap dari proses kebijakan segera setelah
penetapan undang-undang. Implementasi dipandang secara luas
mempunyai makna pelaksanaan undang-undang dimana
berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik bekerja
bersama-sama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya
untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan atau program-program.‖
Sementara Ripley dan Franklin dalam Winarno (2012:148)
berpendapat bahwa: ―Implementasi adalah apa yang terjadi setelah
undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas program,
kebijakan, keuntungan, (benefit) atau suatu jenis keluaran yang nyata
37
(tangible output). ‖Keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat
diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian tujuan hasil akhir
(output), yaitu: tercapai atau tidaknya tujuan-tujuan yang ingin diraih.‖
Hal ini tak jauh berbeda dengan yang diutarakan oleh Grindle (1980)
dalam Agustino (2008:139):
―Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari
prosesnya ditentukan dengan mempertanyakan apakah
pelaksanaan program sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu
melihat pada action program dari individual proyek dan yang
kedua apakah tujuan program tersebut tercapai.‖
Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat
penting dalam keseluruhan struktur kebijakan, karena melalui prosedur
ini proses kebijakan secara keseluruhan dapat dipengaruhi tingkat
keberhasilan atau tidaknya pencapaian tujuan. Hal ini dipertegas
olehUdoji (1981) dalam Agustino (2008:140) bahwa:
―Pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan
mungkin jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan-
kebijakan hanya akan sekedar berupa impian atau rencana
bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak
diimplementasikannya‖.
Implementasi melibatkan usaha dari policy makers untuk
mempengaruhi apa yang oleh Lipsky disebut “street level
bureaucrats” untuk memberikan pelayanan atau mengatur perilaku
kelompok sasaran (target gorup). Untuk kebijakan yang sederhana,
implementasi hanya melibatkan satu badan yang berfungsi sebagai
implementor. Sebaliknya, untuk kebijakan makro maka usaha-usaha
38
implementasi akan melibatkan berbagai institusi, seperti birokrasi
kabupaten, kecamatan, pemerintah desa (Subarsono, 2010:88).
Implementasi kebijakan publik menurut Nugroho dalam Public
Policy (2011:618) bahwa implementasi kebijakan pada prinsipnya
adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuan. Sementara
itu, Abidin (2012:163) menjelaskan bahwa:
―Implementasi suatu kebijakan pada dasarnya merupakan
transformasi yang multiorganisasi. Oleh karena itu, strategi
implementasi mengaitkan kepentingan yang terakomodasikan,
semakin besar kemungkinan suatu kebijakan berhasil
diimplementasikan.‖
Dari beberapa definisi di atas dapat dirumuskan definisi
implementasi kebijakan sebagai tindakan atau usaha untuk
melaksanakan keputusan yang telah ditetapkan pada perumusan
kebijakan dan kebijakan tersebut dilaksanakan oleh individu, pejabat
atau kelompok tertentu seperti pemerintah atau swasta.
2.1.5 Model-model pendekatan implementasi
Menurut Nugroho dalam Public Policy (2011:625), rencana
adalah 20% keberhasilan, implementasi adalah 60% sisanya, 20%
sisanya adalah bagaimana kita menegendalikan implementasi.
Implementasi kebijakan adalah hal yang paling berat, karena di sisni
masalah-masalah yang kadang tidak dijumpai dalam konsep, muncul di
lapangan.Selain itu, ancaman utama adalah konsistensi implementasi.
39
Kompleksitas implementasi bukan saja ditunjukkan oleh
banyaknya aktor atau unit organisasi yang terlibat, tetapi juga
dikarenakan proses implementasi dipengaruhi oleh berbagai variabel
yang kompleks, baik variabel yang individual maupun variabel
organisasional, dan masing-masing variabel pengaruh tersebut juga
saling berinteraksi satu sama lain (Subarsono,2010:89).
Sebagaimana yang dikemukakan deLeon & deLeon (2001)
dalam Riant Nugroho (2011:626), pendekatan-pendekatan dalam
implementasi kebijakan publik dapat dikelompokkan menjadi tiga
generasi.
Generasi pertama, yaitu pada tahun 1970-an, memahami
implementasi kebijakan sebagai masalah-masalah yang terjadi antara
kebijakan dan eksekusinya. Peneliti yang mempergunakan pendekatan
ini antara lain Allison dengan studi kasus misil kuba (1971, 1999).
Pada generasi ini implementasi kebijakan berhimpitan dengan studi
pengambilan keputusan di sektor publik.
Generasi kedua, tahun 10980-an, adalah generasi yang
mengembangkan pendekatan implementasi kebijakan yang bersifat
‖dari atas ke bawah‖ (top-down perspective). Perspektif ini lebih fokus
pada tugas birokrasi untuk melaksanakan kebijakan yang telah
diputuskan secara politik. Para ilmuwan sosial yang mengembangkan
pendekatan ini adalah Mazmanian dan Sabatier (1983), Nakamura dan
40
Smallwood (1980), dan Berman (1980). Pada saat yang sama, muncul
pendekatan bottom-upper yang dikembangkan oleh Lipsky (1971,
1980) dan Hjern (1982, 1983).
Dalam bahasa Lester dan Steward (2000:108) dalam Agustino
(2008:140), istilah top-down dinamakan dengan the command and
control approach (pendekatan kontrol dan komando), dan bottom-up
dinamakan the market approach (pendekatan pasar). Masing-masing
pendekatan mengajukan model-model kerangka kerja dalam bentuk
keterkaitan antara kebijakan dan hasilnya.
Sedangkan dalam pendekatan top-down, misalnya, dapat disebut
sebagai pendekatan yang mendominasi awal perkembangan studi
implementasi kebijakan, walaupun demikian di antara pengikut
pendekatan ini terdapat perbedaan-perbedaan, sehingga memerlukan
pendekatan bottom-up, namun pada dasarnya mereka bertitik-tolak
pada asumsi-asumsi yang sama dalam mengembangkan kerangka
analisis tentang studi implementasi.
Dalam pendekatan top-down, implementasi kebijakan yang
dilakukan tersentralisir dan dimulai dari aktor tingkat pusat, dan
keputusannya pun diambil dari tingkat pusat. Pendekatan top-down
bertititk-tolak pada perspektif bahwa keputusan-keputusan politik
(kebijakan) yang telah ditetapkan oleh pembuat kebijakan harus
dilaksanakan oleh administratur-administratur atau birokrat-birokrat
41
pada level di bawahnya. Jadi inti pendekatan top-down adalah
sejauhmana tindakan para pelaksana (administrator dan birokrat)
sesuai dengan prosedur dan tujuan yang telah digariskan oleh para
pembuat kebijakan di tingkat pusat.
Generasi ketiga, 1990-an, dikembangkan oleh ilmuwan sosial
Goggin (1990), memperkenalkan pemikiran bahwa variabel perilaku
aktor pelaksana implementasi kebijakan lebih menentukan
keberhasilan implementasi kebijakan. Pada saat yang smaa, muncul
pendekatan kontijensi atau situasional dalam implementasi kebijakan
yang mengemukakan bahwa implementasi kebijakan banyak didukung
oleh adaptabilitas implementasi kebijakan tersebut. Para ilmuwan yang
mengembangkan pendekatan ini antara lain Matland (1995), Ingram
(1990-an), dan Scheberle (1997).
Berikut ini akan dibahas lebih lanjut mengenai berbagai variabel
yang terlibat di dalam implementasi kebijakan melalui teori-teori
implementasi sebagai berikut.
2.1.5.1 Implementasi Kebijakan Model Donald S. Van Metter
dan Carl Van Horn
Agustino dalam Dasar-Dasar Kebijakan Publik (2008:141)
menjelaskan bahwa model pendekatan yang dirumuskan oleh
Metter dan Horn disebut dengan A Model of The Policy
Implementation. Proses implementasi ini merupakan sebuah
42
abstraksi atau performansi suatu implementasi kebijakan yang pada
dasarnya secara sengaja dilakukan untuk meraih kinerja
implementasi kebijakan publik yang tinggi yang berlangsung dalam
hubungan variabel. Model ini mengandaikan bahwa implementasi
kebijakan berjalan secara linier dari keputusan politik yang
tersedia, pelaksana, dan kinerja kebijakan publik.
Ada enam variabel menurut Metter dan Horn, yang
mempengaruhi kinerja kebijakan publik tersebut adalah sebagai
berikut (Agustino, 2008:142).
1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan
Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat
keberhasilannya jika-dan hanya-jika ukuran dan tujuan dari
kebijakan memang realistis dengan sosio-kultur yang berada di
level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan
kebijakan terlalu ideal (bahkan terlalu utopis) untuk
dilaksanakan di level warga, maka agak sulit memang
merealisasikan kebijakan publik hingga titik yang dapat
dikatakan berhasil.
2. Sumberdaya
Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung
dari kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia.
Manusia merupakan sumberdaya yang terpenting dalam
menentukan suatu keberhasilan proses implementasi. Tahap-
43
tahap tertentu dari keseluruhan proses implementasi menuntut
adanya sumberdaya manusia yang berkualitas sesuai dengan
pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah
ditetapkan secara politik. Tetapi ketika kompetensi dan
kapabilitas dari sumberdaya-sumberdaya itu nihil, maka kinerja
kebijakan publik sangat sulit untuk diharapkan.
Tetapi di luar sumberdaya manusia, sumberdaya-sumberdaya
lain yang perlu diperhitungkan juga, ialah sumberdaya finansial
dan sumberdaya waktu. Karena, mau tidak mau ketika
sumberdaya manusia yang kompeten dan kapabel telah tersedia
sedangkan kucuran dana melalui anggaran tidak tersesia, maka
menjadi perosalan pelik untuk merealisasikan apa yang hendak
dituju oleh kebijakan publik. Demikian pula halnya dengan
sumberdaya waktu, saat sumberdaya manusia giat bekerja dan
kucuran dana berjalan dengan baik, tetapi terbentur dengan
persoalan waktu yang terlalu ketat, maka hal ini pun dapat
menjadi penyebagian ketidakberhasilan implementasi kebijakan.
Karena itu sumberdaya yang diminta dan dimaksud oleh Metter
dan Horn adalah ketiga bentuk sumber daya tersebut.
3. Karakteristik Agen Pelaksana
Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal
dan organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian
kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena kinerja
44
kebijakan (publik) akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri
yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya.
Selain itu, cakupan atau luas wilayah implementasi kebijakan
perlu juga diperhitungkan manakala hendak menentukan agen
pelaksana. Semakin luas cakupan implementasi kebijakan, maka
seharusnya semakin besar pula agen yang dilibatkan.
4. Sikap atau Kecenderungan
Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan
sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya
kPinerja kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh
karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi
warga setempat yang mengenal betul persoalan dan
permasalahan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan yang akan
implementor laksanakan adalah kebijakan ‖dari atas‖ (top-down)
yang sangat mungkin para pengambil keputusannya tidak pernah
mengetahui (bahkan tidak mampu menyentuh) kebutuhan,
keinginan, atau permasalahan yang warga ingin selesaikan.
5. Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana
Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam
implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi
komunikasi di antara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu
proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan
sangat kecil untuk terjadi. Dan, begitu pula sebaliknya.
45
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik
Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna memenuhi
kinerja implementasi kebijakan publik dalam perspektif yang
ditawarkan oleh Metter dan Horn adalah, sejauh mana
lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan
publik yang telah ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi, dan
politik yang tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dalam
kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena itu, upaya
untuk mengimplementasikan kebijakan harus pula
memperhatikan kekondusifan kondisi lingkungan eksternal.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
dalam implementasi suatu kebijakan dipengaruhi oleh karakteristik
agen pelaksana yang mencakup struktur birokrasi, norma-norma,
dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi; pemenuhan
sumberdaya baik sumberdaya manusia maupun sumberdaya non-
manusia; sikap atau kecenderungan implementor mencakup
respons, pemahaman, dan preferensi nilai yang dimiliki oleh
implementor, komunikasi antarorganisasi terkait dalam artian
koordinasi; serta kondisi lingkungan ekonomi, sosial, dan politik.
46
2.1.5.2 Implementasi Kebijakan Model Daniel Mazmanian dan
Paul Sabatier
Model implementasi kebijakan publik yang ditawarkan
Mazmanian danSabatier disebut dengan A framework for Policy
Implementation Anlysis. Kedua ahli kebijakan ini berpendapat
bahwa peran penting dari implementasi kebijakan publik adalah
kemampuannya dalam mengidentifikasikan variabel-variabel yang
mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan
proses implementasi. Variabel-variabel yang dimaksud dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar, yaitu sebagai berikut
(Agustino, 2008:144):
1. Mudah atau Tidaknya Masalah yang Akan Digarap
a. Kesukaran-kesukaran teknis
b. Kebergaman perilaku yang diatur
c. Presentase totalitas penduduk yang tercakup dalam kelompok
sasaran
d. Tingkat dan ruang lingkup perubahan perilaku yang
dikehendaki
2. Kemampuan Kebijakan Menstruktur Proses Implementasi Secara
Tepat. Para pembuat kebijakan mendayagunakan wewewang yang
dimilikinya untuk menstruktur proses implementasi secara tepat
melalui beberapa cara:
47
a. Kecermatan dan kejelasan perjenjangan tujuan-tujuan resmi
yang akan dicapai
b. Keterandalan teori kausalitas yang diperlukan
c. Ketetapan alokasi sumberdana
d. Keterpaduan hirarki di dalam lingkungan di antara lembaga-
lembaga atau instansi-instansi pelaksana
e. Aturan-aturan pembuat keputusan dari badan-badan pelaksana
f. Kesepakatan para pejabat terhadap tujuan yang termaktub
dalam undang-undang
g. Akses formal pada pihak luar
3. Variabel-Variabel Diluar Undang-Undang yang Mempengaruhi
Implementasi
a. Kondisi sosial-ekonomi dan teknologi
b. Dukungan publik
c. Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok masyarakat
d. Kesepakatan dan kemampuan kepemimpinan pejabat
pelaksana.
48
Gambar 2.2
Model Pendekatan A Framework for Implementation Analysis
(Sumber:Agustino, 2008:149)
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
dalam implementasi suatu kebijakan terlebih dahulu harus
menganalisis masalah yang ada untuk mengetahui mudah atau
tidaknya masalah tersebut untuk diselesaikan. Setelah itu, suatu
kebijakan dianalisis kemampuannya untuk menstruktur proses
implementasi dengan beberapa cara tertentu, dengan tetap
Mudah atau tidaknya Masalah Dikendalikan
1. Dukungan teori dan teknologi
2. Keragaman perilaku kelompok sasaran
3. Tingkat perubahan perilaku yang dikehendaki
Kemampuan Kebijakan Untuk
Menstruktur Proses Implementasi:
1. Kejelasan dan konsistensi tujuan
2. Dipergunakannya teori kausal
3. Ketepatan alokasi sumberdana
4. Keterpaduan hirarki antarlembaga
pelaksana
5. Aturan pelaksanaan dari lembaga
pelaksana
6. Perekrutan pejabat pelaksana
7. Keterbukaan terhadap pihak luar
Variabel Diluar Kebijakan yang
Mempengaruhi Proses Implementasi:
1. Kondisi sosio-ekonomi dan
teknologi
2. Dukungan politik
3. Sikap dan sumberdaya konstituen
4. Dukungan pejabat yang lebih tinggi
5. Komitmen dan kualitas
kepemimpinan dari pejabat pelaksana
Tahapan dalam Proses Implementasi Kebijakan
Output
Kebijakan
dari
Lembaga
Pelaksana
Kepatuhan
Target untuk
Mematuhi
Output
Kebijakan
Hasil Nyata
Output
Kebijakan
Diterimanya
Hasil
Tersebut
Revisi
Undang-
Undang
49
memperhitungkan variabel di luar kebijakan yang mempengaruhi
proses implementasi kebijakan tersebut.
2.1.5.3 Implementasi Kebijakan Model George C. Edward III
Edward III dalam Agustino (2008:149) menemakan
implementasi kebijakan publiknya dengan Direct and Indirect
Impact on Implementation. Dalam pendekatan yang diteoremakan
oleh Edward III, terdapat empat variabel yang sangat menentukan
keberhasilan implementasi suatu kebijakan, yaitu:
1. Komunikasi
Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai (atau digunakan)
dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi tersebut
diatas, yaitu:
a. Transmisi;
b. Kejelasan;
c. Konsistensi.
2. Sumberdaya
Sumber-sumberdaya terdiri dari beberapa elemen, yaitu:
a. Staf;
b. Informasi;
c. Wewenang;
d. Fasilitas.
50
3. Disposisi
Hal-hal penting yang perlu dicermati pada variabel disposisi,
menurut George C.Edward III, adalah :
a. Pengangkatan Birokrat;
b. Insentif.
4. Struktur Birokrasi
Dua karakteristik, menurut Edward III, yang dapat mendongkrak
kinerja struktur birokrasi/organisasi ke arah yang lebih baik,
adalah:
a. Melakukan Standar Operating Prosedurs (SOPs);
b. Melaksanakan Fragmentasi.
Gambar 2.3
Model Pendekatan Direct and Indirect on Implementation
oleh George Edward III
(Sumber: Agustino, 2008:150)
komunikasi
sumberdaya
struktur
birokrasi
implementasi
disposisi
51
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
dalam implementasi suatu kebijakan sangat dipengaruhi oleh
adanya komunikasi yang baik dan jelas antara individu maupun
lembaga terkait, baik yang menjadi pelaksana maupun sasaran
kebijakan; pemenuhan sumber daya yang dibutuhkan; sikap atau
perilaku para implementor yang baik; serta struktur birokrasi yang
dinamis dan fleksibel dalam artian tidak kaku atau berbelit-belit.
2.1.5.4 Implementasi Kebijakan Model Merilee S. Grindle
Model implementasi kebijakan yang dikembangkan oleh
Grindle yang dikenal dengan Implementation as A Political and
Administrative Process. Menurut Grindle, ada dua variabel yang
mempengaruhi Implementasi Kebijakan Publik. Keberhasilan suatu
implementasi kebijakan Publik, juga menurut Grindle amat
ditentukan dari tingkat implementability kebijakan itu sendiri, yaitu
terdiri atas content of policy dan context of policy(Agustino,
2008:154).
1. Content of Policy
a. Interest Affected (kepentingan-kepentingan yang
mempengaruhi)
b. Type of Benefits (tipe manfaat)
c. Extent of Change Envision (derajat perubahan yang ingin
dicapai)
52
d. Site of Decision Making (letak pengambilan keputusan)
e. Resources Commited (sumber-sumber daya yang
digunakan)
2. Context Of Policy
a. Power, interest, and strategy of actor involved (kekuasaan,
kepentingan-kepentingan, dan strategi dari indikator yang
terlibat)
b. Insitution and Regime Characteristic (karakteristik lembaga
dan rezim yang berkuasa)
c. Compliance and Responsiveness (tingkat kepatuhan dan
adanya respon dari pelaksana)
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
dalam implementasi suatu kebijakan harus terlihat jelas isi dari
suatu kebijakan tersebut dan mampu melihat situasi lingkungan
kebijakan dengan mempertimbangkan berbagai aspek yang dapat
mempengaruhi proses implementasinya serta faktor pendukung
yang dibutuhkan dalam pencapaian tujuan dari kebijakan tersebut.
2.1.5.5 Implementasi Kebijakan Model Brian W. Hogwood dan
Lewis A. Gunn
R. Nugroho dalam Public Policy (2011:630) menjelaskan
bahwa menurut Hogwood dan Gunn (1978), untuk melakukan
implementasi kebijakan diperlukan beberapa syarat:
53
1. Berkenaan dengan jaminan bahwa kondisi eksternal yang
dihadapi oleh lembaga/badan pelaksana tidak akan
menimbulkan masalah besar.
2. Apakah untuk melaksanakannya tersedia sumber daya yang
memadai, termasuk sumber daya waktu.
3. Apakah perpaduan sumber-sumber daya yang diperlukan benar-
benar ada.
4. Apakah kebijakan yang akan diimplementasikan didasari
hubungan kausal yang handal.
5. Seberapa banyak hubungan kausalitas yang terjadi. Asumsinya,
semakin sedikit hubungan ―sebab-akibat‖, semakin tinggi pula
hasil yang dikehendaki oleh kebijakan tersebut dapat dicapai.
6. Apakah hubungan saling kebergantungan kecil. Asumsinya
adalah jika hubungan saling kebergantungan tinggi,
implementasi tidak akan berjalan secara efektif—apalagi jika
hubungannya adalah hubungan kebergantungan.
7. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan.
8. Tugas-tugas telah dirinci dan ditempatkan dalam urutan yang
benar.
9. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna. Komunikasi adalah
perekat organisasi, dan koordinasi adalah asal muasal dari
kerjasama tim serta terbentuknya sinergi.
54
10. Pihak-pihak yang memiliki kewenangan kekuasaan dapat
menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
implementasi suatu kebijakan model Hogdoow dan Gunn
mendasarkan pada konsep manajemen strategis dengan
mempertimbangkan syarat-syarat dalam implementasi kebijakan
tersebut di atas.
2.1.5.6 Implementasi Kebijakan Model L. Weimer dan Aidan
R. Vining
Menurut Weimer dan Vining (Subarsono, 2010:103), ada tiga
kelompok variabel besar yang dapat mempengaruhi keberhasilan
implementasi suatu program, yakni:
1. Logika dari suatu kebijakan yang dimaksudkan agar suatu
kebijakan yang ditetapkan masuk akal (reasonable) dan
mendapat dukungan teoritis.
2. Lingkungan tempat kebijakan dioperasikan akan
mempengaruhi keberhasilan implementasi yang mencakup
lingkungan sosial, politik, ekonomi, hankam, dan fisik atau
geografis.
55
3. Kemampuan implementor artinya keberhasilan suatu kebijakan
dapat dipengaruhi oleh tingkat kompetensi dan keterampilan
dari para implementor kebijakan.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
dalam implementasi suatu kebijakan harus sesuai dengan logika
artinya kebijakan itu masuk akal atau tidak untuk diterapkan, sehingga
dapat diterima oleh masyarakat di lingkungan tempat kebijakan
tersebut diimplementasikan atau oleh publik sebagai sasaran penerima
kebijakan. Oleh karena itu lingkungan juga dapat mempengaruhi
proses implementasi. Selain itu juga harus didukung oleh sumberdaya
manusia yang berkualitas dalam artian implementor harus
berkompeten dalam menjalankan suatu kebijakan.
Pada umumnya model-model implementasi kebijakan yang
telah dikemukakan di atas, secara garis besar menjelaskan hal yang
sama yakni variabel-variabel apa saja yang dapat mempengaruhi
keberhasilan suatu kebijakan. Pada penelitian ini, peneliti
menggunakan teori implementasi kebijakan menurut Metter danHon
yang disebut dengan A Model of The Policy Implementation. Karena
berdasarkan observasi awal, teori tersebut sesuai sesuai dengan fokus
penelitian ini dengan melihat permasalahan-permasalahan yang ada
dalam implementasi program BUMDes di Desa Pagedangan. Adapun
gambar model implementasinya yaitu sebagai berikut.
56
Gambar 2.4
Model Pendekatan The Policy Implementation Process
(Sumber: Agustino, 2008:144)
2.1.6 Pengertian Desa
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Desa atau yang disebut
dengan nama lain, yang selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,
berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati
dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sedangkan menurut UU No. 32 Tahun 2004 yang sekarang di ubah
dengan UU No. 6 Tahun 2014 desa atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang
Kecenderungan /
Disposisi dari
Pelaksana
KINERJA
KEBIJAKAN
PUBLIK
Aktivitas
Implementasi dan
Komunikasi
Antarorganisasi
Kondisi
Ekonomi,
Sosial, dan
Politik
KEBIJAKAN
PUBLIK
Standar dan
Tujuan
Standard
dan Tujuan
Karakteristik
dari Agen
Pelaksana
57
memiliki batas-batas wilayah yuridiksi, berwenang untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan
adat istiadat setempat, yang diakui dan/atau dibentuk dalam sistem
Pemerintahan Nasional berada di kabupaten /kota, sebagaimana yang
dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Landasan
pemikiran dalam pengaturan mengenai desa, adalah keanekaragaman,
partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.
Maka bisa disimpulkan, desa adalah kesatuan masyarakat yang
memiliki adat dan asal-usul yang sama yang diakui oleh negara dan
menjalankan pemerintahannya secara otonom.
2.1.7 Pengertian BUMDes (Badan Usaha Milik Desa)
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 39 Tahun 2004
BUMDes adalah usaha desa yang dibentuk/didirikan oleh pemerintah desa
yang kepemilikan modal dan pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah
desa dan masyarakat.
Sedangkan menurut Manikam (2010:19) Badan Usaha Milik Desa
(BUMDes) merupakan lembaga usaha desa yang dikelola masyarakat dan
pemerintah desa dalam upaya memperkuat perekonomian desa dan
dibentuk berdasarkan kebutuhan dan potensi desa.
Dan BUMDes menurut undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah, didirikan antara lain dalam rangka peningkatan
58
Pendapatan Asli Desa ( Padesa). Jika pendapatan asli desa dapat diperoleh
dari BUMDes, maka kondisi itu akan mendorong setiap pemerintah desa
untuk mendirikan badan usaha ini. Sebagai salah satu lembaga ekonomi
yang beroprasi di pedesaan, BUMDes harus memiliki perbedaan dengan
lembaga ekonomi lainnya. Hal ini dimaksudkan agar keberadaan dan
kinerja BUMDes dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
peningkatan kesejahteraan warga desa. Disamping itu agar tidak
berkembang sistem usaha kapitalis dipedesaan yang dapat mengganggu
nilai-nilai kehidupan masyarakat.
Maka bisa disimpulkan bahwa BUMDes adalah sebuah badan
usaha yang dikelola oleh sekelompok orang yang ditunjuk dan dipercayai
oleh pemerintah desa untuk menggali potensi desa dan memajukan
perekonomian desa dengan terstruktur dan termanajemen.
2.1.7.1 Perbedaan antara BUMDes dan lembaga ekonomi lainnya adalah:
1. Badan Usaha ini dimiliki oleh desa dan dikelola secara bersama;
2. Modal usaha bersumber dari desa (51%) dan masyarakat (49%)
melalui penyertaan modal (saham atau andil);
3. Operasionalisasinya menggunakan falsafah bisnis yang berakar
dari local wisdom atau budaya lokal;
4. Bidang usaha yang dijalankan berdasarkan pada potensi dan hasil
informasi dari pasar;
59
5. Keuntungan yang diperoleh ditujukan untuk meningkatkan
kesejahteraan anggota (penyerta modal) dan masyarakat melalui
village policy atau kebijakan desa;
6. Difasilitasi oleh pemerintah, pemerintah propinsi, pemerintah
kabupaten/kota, pemerintah desa;
7. Pelaksanaan operasionalisasi dikontrol bersama (Pemdes, BPD
dan anggota);
BUMDes sebagai suatu lembaga ekonomi modalnya usahanya
dibangun atas inisiatif masyarakat dan menganut asas mandiri, ini berarti
pemenuhan modal BUMDes harus bersumber dari masyarakat. Meskipun
demikian tidak menutup kemungkinan BUMDes dapat mengajukan
pinjaman modal kepada pihak luar seperti kepada pemerintah desa atau
kepada pihak ketiga. Hal ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan
( UU No. 32 Tahun 2004 pasal 213 ayat 3)
2.1.7.2 Tujuan Pendirian BUMDes antara lain:
1. Meningkatkan perekonomian desa;
2. Meningkatkan pendapatan asli desa (padesa);
3. Meningkatkan pengelolaan potensi desa sesuai dengan
kebutuhan masyarakat;
4. Menjadi tulang punggung pertumbuhan dan pemerataan
ekonomi desa;
Pendirian dan pengelolaan BUMDes adalah merupakan
perwujudan pengelolaan ekonomi produktif desa yang dilakukan secara
60
kooperatif, partisipatif, emansipatif, transparansi, akuntabel, dan
sustainable. Oleh karena itu perlu upaya serius dalam menjadikan
pengelolaan BUMDes tersebut berjalan efektif, efesien, proposional dan
mandiri. Untuk mencapai tujuan BUMDes dilakukan dengan cara
memenuhi kebutuhan (produktif dan konsumtif) masyarakat melalui
pelayanan distribusi barang dan jasa yang dikelola masyarakat dan
pemerintah desa. Pemenuhan kebutuhan ini diupayakan tidak
memberatkan masyarakat, mengingat BUMDes akan menjadi usaha desa
yang akan paling dominan yang menggerakkan usaha desa. Lembaga ini
juga dituntut dapat memberikan pelayanan kepada non anggota (diluar
desa) dengan mendapatkan harga dan pelayanan yang berlaku dengan
standar pasar, artinya terdapat mekanisme kelembagaan/tata aturan yang
disepakati bersama sehingga tidak menimbulkan distorsi ekonomi
dipedesaan yang disebabkan usaha yang dijalankan BUMDes.
BUMDes dapat berfungsi mewadahi berbagai usaha yang
dikembangkan di pedesaan. Oleh karena itu didalam BUMDes dapat
terdiri dari beberapa unit usaha yang berbeda-beda, ini sebagaimana yang
ditunjukkan oleh struktur organisasi BUMDes yang memiliki 3 (tiga) unit
usaha yakni: unit perdagangan, unit jasa keuangan, unit produksi.
2.1.7.3 Unit yang berada di dalam struktur organisasi BUMDes secara
umum dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu:
1. Unit jasa keuangan misalnya menjalankan usaha simpan
pinjam;
61
2. Unit usaha sektor riil/ ekonomi misalnya menjalankan usaha
pertokoan atau waserda, fotocopy, sablon, home industry,
perkebunan, pertanian, perikanan.
Sedangkan susunan kepengurusan BUMDes terdiri dari komisaris
(penasehat) yang secara ex ficio dijabat oleh kepala desa yang
bersangkutan. Komisaris sebagai penasehat BUMDes dalam melakukan
tugas-tugasnya. Komisaris mempunyai kewajiban antara lain memberikan
nasihat kepada direksi dan kepala unit usaha dalam melakukan
pengelolaan BUMDes, memberikan saran dan pendapat mengenai masalah
yang dianggab penting bagi pengelolaan BUMDes, serta mengawasi
pelaksanaan kegiatan usaha apabila terjadi gejala menurunnya kinerja
pengurusnya. Komisaris juga mempunyai kewenangan meminta
penjelasan dari pengurus mengenai segala persoalan yang menyangkut
pengelolaan usaha desa, dan melindungi usaha desa terhadap hal-hal yang
dapat merusak kelangsungan dan citra BUMDes.
Selanjutnya kepengurusan BUMDes di bawah komisaris adalah
direksi dan kepala unit usaha. Direksi dan kepala unit usaha ini
mempunyai tugas antara lain mengembangkan dan membina badan usaha
agar tumbuh dan berkembang menjadi lembaga yang dapat melayani
kebutuhan ekonomi warga masyarakat, mengusahakan agar tetap
terciptanya pelayanan ekonomi desa yang adil dan merata, memupuk
usaha kerjasama lembaga-lembaga perekonomian lainnya yang ada di
desa, menggali dan memanfaatkan potensi desa untuk meningkatkan
62
pendapatan asli desa, memberikan laporan perkembangan usaha kepada
masyarakat desa melalui forum musyawarah desa minimal 2 (dua) kali
dalam setiap tahun. Disamping itu juga kepala unit usaha mempunyai
kewajiban menyampaikan laporan berkala setiap bulan kepada direksi
yang meliputi laporan keuangan unit usaha serta progress kegiatan,
kemudian oleh direksi dilaporkan kepada komisaris, yang selanjutnya
wajib di ketahui oleh masyarakat dalam suatu musyawarah desa setiap 6
(enam) bulan sekali.
2.1.7.4 Langkah-langkah yang ditempuh dalam persiapan pendirian
BUMDes antara lain sebagai berikut:
1. Mendisein struktur organisasi. BUMDes merupakan sebuah
organisasi, maka diperlukan sebuah struktur organisasi yang
bertujuan untuk membagi apa saja yang menjadi tugas masing-
masing pengurus.
2. Menyusun job diskripsi. Hal ini penting dilakukan mengingat
untuk memperjelas tugas masing-masing pengurus. Dengan
demikian tugas dan tanggung jawab serta wewenang pemegang
jabatan tidak terjadi duplikasi yang memungkinkan setiap
pekerjaan yang terdapat di BUMDes diisi oleh orang-orang
yang berkompeten dibidangnya.
3. Menetapkan system koordinasi.Koordinasi adalah aktifitas
untuk menyatukan berbagai tujuan yang bersifat parsial ke
dalam suatu tujuan yang umum. Melalui penetapan system
63
organisasi yang baik memungkinkan terbentuknya kerjasama
antar unit usaha dan lintas desa berjalan efektif.
4. Menyusun aturan kerjasama dengan pihak ketiga. Kerjasama
dengan pihak ketiga apakah menyangkut transaksi jualbeli atau
simpan pinjam penting diatur secara bersama dengan Dewan
Komisaris BUMDes.
5. Menyusun pedoman kerja organisasi BUMDes. Agar semua
anggota BUMDes dan pihak-pihak yang berkepentingan
memahami aturan kerja organisasi. Maka diperlukan untuk
menyusun AD/ART BUMDes yang dijadikan rujukan
pengelola dan sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola
BUMDes.
6. Menyusun desain sistem informasi kepada masyarakat. Sebagai
lembaga ekonomi desa yang terbuka, maka BUMDes dapat
menyusun informasi yang terbuka, sehingga masyarakat dapat
mengetahui informasi terkait dengan kegiatan BUMDes ini
secara bebas. Sehingga keberadaannya akan mendapat
dukungan dari berbagai pihak.
7. Menyusun rencana usaha (Bussines Plan). Penyusunan rencana
usaha penting untuk dibuat dalam periode 1 sampai dengan 3
tahun. Sehingga para pengelola BUMDes memiliki pedoman
yang jelas apa yang akan dikerjakannya dan dihasilkan dalam
upaya mencapai tujuan yang ditetapkan dan kinerjanya menjadi
64
terukur. Penyusunan rencana usaha dapat dibuat bersama
dewan komisaris BUMDes (kepala desa).
8. Melakukan proses rekruitmen yang melibatkan masyarakat
desa. Untuk menetapkan orang-orang yang nantinya akan
menduduki jabatan sebagai pengurus BUMDes dapat dilakukan
dengan proses musyawarah. Namun pemilihannya harus
didasarkan pada kriteria tertentu. Kriteria tersebut dimaksutkan
agar pemegang jabatan di BUMDes mampu menjalankan tugas-
tugasnya dengan baik. Untuk itu persyaratan bagi pemegang
jabatan di BUMDes penting dibentuk oleh dewan komisaris.
Selanjutnya dibawa kedalam forum rembug desa untuk
disosialisasikan dan ditawarkan kepada masyarakat. Proses
selanjutnya adalah melakukan seleksi terhadap pelamar serta
menetapkan orang-orang yang paling sesuai dengan kriteria
yang dibuat. Di dalam pemilihan pengurus BUMDes juga tidak
diperbolehkan adanya intervensi dari pemerintah desa. Hal ini
penting karena untuk kepentingan serta kemajuan BUMDes
dimasa depan. Sehingga BUMDes dapat berkembang sesuai
dengan karakteristik, potensi serta keinginan desa setempat.
9. Menyusun sistem administrasi pembukuan. Bentuk administrasi
dan pembukuan keuangan disusun dengan format yang mudah,
tetapi mau menggambarkan aktivitas yang dijalankan. Hakikat
dari system administrasi dan pembukuan adalah
65
pendokumentasian informasi tertulis berkenaan dengan aktifitas
BUMDes yang dapat dipertanggungjawabkan. Dan secara
mudah dapat ditemukan, disediakan ketika diperlukan oleh
pihakpihak yang berkepentingan.
10. Menetapkan sistem penggajian dan pengupahan. Agar
pengelola BUMDes termotivasi dalam menjalankan
tugastugasnya, maka diperlukan adanya sistem imbalan yang
dirasakan bernilai. Pemberian imbalan bagi pengelola BUMDes
dapat dilakukan dengan berbagai macam seperti pemberian gaji
yang berarti bahwa pengelola BUMDes dapat menerima gaji
setiap bulannya dengan jumlah yang tetap. Pemberian upah
yang didasarkan pada sistem kerja borongan. Sehingga jumlah
yang diterima dapat bervariasi tergantung dari banyak
sedikitnya beban pekerjaan yang harus diselesaikan melalui
cara penawaran. Pemberian insentif jika pengelola mampu
mencapai target yang ditetapkan pada periode tertentu.
Besarnya jumlah uang yang dapat dibayarkan kepada pengelola
BUMDes juga harus didasarkan pada tingkat keuntungan yang
kemungkinan dapat dicapai. Pemberian upah pada pengelola
BUMDes juga harus semenjak awal disampaikan agar mereka
memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Sebab pemberian imbalan merupakan ikatan bagi setiap orang
untuk memenuhi kinerja yang diminta.
66
2.1.7.5 Prinsip Umum Pendirian BUMDes
1. Pengelolaan BUMDes harus dijalankan dengan menggunakan
prinsip kooperatif, partisipatif, emansipatif, transparansi,
akuntabel dan sustainable, dengan mekanisme member-base
help dan self help yang dijalankan secara professional dan
mandiri. Berkenaan dengan itu, untuk membangun BUMDes
maka diperlukan informasi yang akurat tentang kearifan lokal,
termasuk ciri sosial budaya masyarakatnya dan juga peluang
pasar dari produk (barang dan jasa) yang dihasilkan.
2. Badan Usaha Milik Desa sebagai badan usaha yang dibangun
atas inisatif masyarakatnya yang menganut asas mandiri, harus
mengutamakan perolehan modalnya berasal dari masyarakat
dan pemdes. Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan
BUMDes dapat memperoleh modal dari pihak luar, seperti dari
pemerintah kabupaten atau pihak lain. Bahkan dapat pula
melakukan pinjaman kepada pihak ketiga sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
3. Badan Usaha Milik Desa didirikan dengan tujuan yang jelas.
Tujuan tersebut akan terealisir diantaranya dengan cara
memberikan pelayanan kebutuhan untuk usaha produktif
terutama untuk kelompok miskin pedesaan, mengurangi
praktek ijon rente, dan pelepasan uang, menciptakan
pemerataan usaha dan meningkatkan pendapatan masyarakat
67
desa. Hal penting lainnya adalah BUMDes harus mampu
mendidik masyarakat dengan membiasakan menabung. Dengan
cara yang demikian dapat mendorong pembangunan
masyarakat desa secara mandiri.
4. Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa, diprediksikan akan tetap
melibatkan pihak ketiga yang tidak saja berdampak masyarakat
desa itu sendiri, tetapi masyarakat dalam cakupan yang lebih
luas (kabupaten). Oleh sebab itu pendirian BUMDes yang
diinisiasi oleh masyarakat harus tetap mempertimbangkan
keberadaan potensi ekonomi desa yang mendukung
pembayaran pajak didesa dan kepatuhan masyarakat desa
terhadap kewajibannya. Kesemuanya ini menuntut keterlibatan
masyarakat kabupaten.
2.1.7.6 Diperlukan prediksi bahwa karakteristik masyarakat desa yang
perlu mendapatkan pelayanan BUMDes adalah:
1. Masyarakat desa yang dalam mencukupi kebutuhan hidupnya
berupa pangan, sandang, papan. Sebagian besar memiliki mata
pencaharian disektor pertanian dan melakukan kegiatan usaha
ekonomi yang bersifat informal.
2. Masyarakat desa yang penghasilannya tergolong sangat rendah,
dan sulit menyisihkan sebagian besar penghasilannya untuk
modal pengembangan usaha selanjutnya.
68
3. Masyarakat desa, yang dalam hal tidak dapat mencukupi
kebutuhan sendiri, sehingga banyak jatuh ke pengusaha yang
memiliki modal yang lebih kuat.
4. Masyarakat desa yang dalam kegiatan usahanya cenderung
diperburuk oleh sistem pemasaran yang memberikan
kesempatan kepada pemilik modal untuk dapat menekan harga,
sehingga mereka cenderung memeras dan menikmati sebagian
besar dari hasil kerja masyarakat desa. Atas dasar prediksi
tersebut, maka karakter BUMDes sesuai dengan ciri-ciri
utamanya, prinsip yang mendasari mekanisme dan sistem
pengelolaannya.
2.1.7.7 Secara Umum pendirian BUMDes dimaksudkan untuk:
1. Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat (standart
pelayanan minimal) agar berkembang usaha masyarakat di
desa.
2. Memberdayakan desa sebagai wilayah yang otonom.
Berkenaan dengan usaha-usaha produktif bagi upaya
pengentasan kemiskinan, pengangguran dan peningkatan
Pendapatan Asli Desa (Padesa)
3. Meningkatkan kemandirian dan kepentingan dan kapasitas desa
serta masyarakat dalam melakukan pengutan ekonomi desa.
69
2.1.7.8 Prinsip Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa
Berikut ini merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan
tentang bagaimana prinsip pengelolaan Badan Usaha Milik Desa.
Hal ini penting diuraikan agar dipahami dan dipersepsikan dengan
cara yang sama oleh pemerintah desa, anggota (penyerta modal),
BPD, pemkab dan masyarakat. Terdapat 6 (enam) prinsip dalam
mengelola BUMDes yaitu sebagai berikut ini:
1. Kooperatif. Semua komponen yang terlibat dalam BUMDes
harus mampu melakukan kerjasama yang baik demi
pengembangan dan kelangsungan hidup usahanya.
2. Partisipatif. Semua komponen yang terlibat dalam BUMDes
harus bersedia secara sukarela atau diminta memberikan
dukungan dan kontribusi yang dapat mendorong kemajuan
usaha.
3. Emansipatif. Semua komponen yang terlibat di dalam
BUMDes, harus diperlakukan sama tanpa memandang
golongan, suku dan agama.
4. Transparan. Aktivitas yang mempengaruhi terhadap
kepentingan masyarakat umum harus dapat diketahui oleh
segenap lapisan masyarakat dengan mudah dan terbuka.
5. Akuntabel. Seluruh kegiatan usaha harus dapat
dipertanggungjawabkan secara teknis maupun administratif.
70
6. Sustainable. Kegiatan usaha harus dapat dikembangkan dan
dilestarikan oleh masyarakat dalam wadah BUMDes.
Terkait dengan implementasi Alokasi Dana Desa (ADD),
maka proses penguatan ekonomi desa melalui BUMDes diharapkan
akan lebih berdaya. Hal ini disebabkan adanya penopang yakni
dana anggaran desa yang semakin besar. Sehingga memungkinkan
ketersediaan permodalan yang cukup untuk pendirian BUMDes.
Jika ini berlaku sejalan maka akan terjadi peningkatan Padesa, yang
selanjutnya digunakan untuk kegiatan pembangunan desa. Hal
utama yang penting dalam upaya pengutan ekonomi desa adalah
memperkuat ekonomi desa (kooperatif), membangun
kebersamaan/menjalin kerekatan disemua lapisan masyarakat desa.
Sehingga itu menjadi daya dorong dalam upaya pengentasan
kemiskinan, pengangguran dan membuka akses pasar.
2.1.7.9 Landasan Hukum pelaksanaan dan pendirian BUMDes:
2.1.7.9.1 Landasan Hukum.
1. Pasal 213 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
2. Pasal 78, 79, 80 dan 81 UU No. 72 tahun 2005 tentang Desa
yang diubah dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 39 Tahun 2010 Tentang
Badang Usaha Milik Desa.
4. Peraturan Bupati No. 84 Tahun 2014 Tentang Tata Cara
Pembentukkan dan Pengelolaan BUMDes.
71
5. Surat Menteri Dalam Negeri tanggal 17 Februari 2006 No.
412.6/287/SJ perihal pemberdayaan lembaga keuangan
mikro/usaha ekonomi masyarakat.
5.1.7.9.2 Landasan Filosofis.
1. Perwujudan peningkatan pelayanan publik bagi
pengembangan usaha mikro berdasarkan kebutuhan
masyarakat dan potensi desa untuk kesejahteraan bersama.
2. Pengembangan sarana penciptaan lapangan kerja dan media
pemberdayaan ekonomi kerakyatan.
3. Pengembangan wahana dalam penguatan basis pajak dan
retribusi guna meningkatkan pendapatan asli desa
2.1.7.10 Landasan Kelembagaan
1. Pemerintah desa berkewajiban melaksanakan program-program
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.
2. Sebagai lembaga perekonomian masyarakat desa yang didirikan
atas dasar inisiasi dan kearifan lokal.
3. Sebagai instrument peningkatan pendapatan desa dan
masyarakat.
2.2 Penelitian Terdahulu
2.2.1 Hasil Penelitian Skripsi yang ditulis Angger Sekar Manikam
pada tahun 2010 yang berjudul Implementasi Program Badan
Usaha Milik Desa di Desa Ngeposari Kecamatan Semanu
72
Kabupaten Gunung Kidul Tahun 2009. Dipublikasikan sebagai
Skripsi Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIPOL Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa implementasi program badan usaha milik desa ini
belum berjalan dengan baik. Kenyataan tersebut dapat dilihat
dari tingkat partisipasi masyarakat desa masih rendah serta
program-program badan usaha milik desa yang belum berjalan
secara keseluruhan serta belum dapat mengakomodir
kepentingan,` potensi serta kebutuhan petani sebagaimana
tujuan utama pendirian BUMDes tersebut. Program usaha yang
baru berjalan adalah penjualan alat tulis kantor dan fotocopy
hal itu belum dapat dikatakan menampung kebutuhan dan
potensi masyarakat. Teori yang digunakan adalah teori
implementasi dari Edward III dengan pendekatan kualitatif.
Berbeda dengan penelitian peneliti, BUMDes yang menjadi
objek peneliti telah memiliki tiga program kerja utama yang
sudah berjalan bertahun-tahun sehingga bisa berjalan dengan
cukup baik.
2.2.2 Hasil Penelitian Skripsi yang ditulis Agung Septian Wijanarko
pada tahun 2012 yang berjudul Peran Badan Usaha Milik Desa
(BUMDes) dalam Pemberdayaan Masyarakat di Desa
Pandankrajan Kecamatan Kemilagi Kabupaten Mojokerto
Tahun 2012. Dipublikasikan sebagai Skripsi Jurusan Ilmu
73
Administrasi Negara FISIP Universitas Pembangunan
Nasional ―Veteran‖. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pengurus dan anggota BUMDes telah berperan baik, baik itu
dalam segi permodalan maupun dalam membantu
meningkatkan perekonomian masyarakat. Metode yang
digunakan adalah deskriptif kualitatif yang mengacu pada
Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Mojokerto No. 18 Tahun
2006 Tentang Pembentukkan dan pengelolaan Badan Usaha
Milik Desa (BUMDes). Berbeda dengan penelitian peneliti,
penelitian yang dilakukan Wijanarko hanya berfokus pada
peran implementor saja terhadap pelaksanaan BUMDes,
sedangkan peneliti melakukan penelitian mengenai hal yang
berkaitan dengan pelaksanaan program BUMDes.
2.2.3 E-Journal yang ditulis oleh Dantika Ovi Era Tama dan
Yanuardi, M.Si yang berjudul Dampak Badan Usaha Milik
Desa (BUMDes) Bagi Kesejahteraan Masyarakat di Desa
Karangrejek Kecamatan Wonosari Kabupaten Gunung Kidul
Tahun 2013. Dipublikasikan sebagai E-Jurnal Fakultas ISIPOL
Universitas Negeri Yogyakarta. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa BUMDes Karangrejek telah berhasil
memberi dampak positif bagi peningkatan peningkatan
perekonomian desa dan kesejahteraan masyarakat meskipun
unit-unit dari BUMDes belum berjalan secara keseluruhan.
74
Menggunakan teori dari Thomas R. Dye dengan pendekatan
kualitatif. Berbeda dengan penelitian yang peneliti lakukan,
penelitian Tama dan Yanuardi mengamati mengenai dampak
BUMDes sedangkan penelitian peneliti mengamati
pelaksanaan BUMDes.
2.3 Kerangka Berfikir
Menurut Sugiyono (2008:60), kerangka berfikir adalah sintesa
tentang hubungan antar-variabel yang disusun dari berbagai teori yang
telah dideskripsikan. Dan berdasarkan teori-teori yang telah
dideskripsikan, selanjutnya dianalisis secara kritis dan sistematis sehingga
menghasilkan sintesa tentang hubungan antar-variabel yang diteliti.
Sementara Uma Sekaran dalam Sugiyono (2008:65) mengemukakan
bahwa: ―Kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang
bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah
diidentifikasikan sebagai masalah yang penting.‖
Selama peneliti melakukan penelitian, peneliti memperoleh data
dan informasi melalui pengamatan dan observasi langsung ke lapangan
serta melakukan wawancara kepada pihak yang bersangkutan dengan
implementasi program BUMDes di Desa Pagedangan. Peneliti dalam
penelitian ini menggunakan teori implementasi kebijakan publik menurut
Metter dan Hon, karena ada kesesuaian antara masalah yang terdapat pada
identifikasi masalah dengan apa yang dijabarkan dalam teori tersebut.
75
Ada enam variabel menurut Metter dan Horn, yang mempengaruhi
kinerja kebijakan publik tersebut adalah sebagai berikut (Agustino,
2008:142).
2.3.1 Ukuran dan Tujuan Kebijakan
Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat
keberhasilannya jika-dan hanya-jika ukuran dan tujuan dari
kebijakan memang realistis dengan sosio-kultur yang berada di
level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan
kebijakan terlalu ideal (bahkan terlalu utopis) untuk dilaksanakan
di level warga, maka agak sulit memang merealisasikan kebijakan
publik hingga titik yang dapat dikatakan berhasil.
2.3.2 Sumberdaya
Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari
kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Manusia
merupakan sumberdaya yang terpenting dalam menentukan suatu
keberhasilan proses implementasi. Tahap-tahap tertentu dari
keseluruhan proses implementasi menuntut adanya sumberdaya
manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang
diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara politik.
Tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas dari sumberdaya-
sumberdaya itu nihil, maka kinerja kebijakan publik sangat sulit
untuk diharapkan.
76
Tetapi di luar sumberdaya manusia, sumberdaya-sumberdaya lain
yang perlu diperhitungkan juga, ialah sumberdaya finansial dan
sumberdaya waktu. Karena, mau tidak mau ketika sumberdaya
manusia yang kompeten dan kapabel telah tersedia sedangkan
kucuran dana melalui anggaran tidak tersesia, maka menjadi
perosalan pelik untuk merealisasikan apa yang hendak dituju oleh
kebijakan publik. Demikian pula halnya dengan sumberdaya
waktu, saat sumberdaya manusia giat bekerja dan kucuran dana
berjalan dengan baik, tetapi terbentur dengan persoalan waktu yang
terlalu ketat, maka hal ini pun dapat menjadi penyebagian
ketidakberhasilan implementasi kebijakan.
Karena itu sumberdaya yang diminta dan dimaksud oleh Metter
dan Horn adalah ketiga bentuk sumber daya tersebut.
2.3.3 Karakteristik Agen Pelaksana
Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal
dan organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian
kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena kinerja kebijakan
(publik) akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat
serta cocok dengan para agen pelaksananya.Selain itu, cakupan
atau luas wilayah implementasi kebijakan perlu juga
diperhitungkan manakala hendak menentukan agen pelaksana.
Semakin luas cakupan implementasi kebijakan, maka seharusnya
semakin besar pula agen yang dilibatkan.
77
2.3.4 Sikap atau Kecenderungan
Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan
sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja
kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena
kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga
setempat yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang
mereka rasakan. Tetapi kebijakan yang akan implementor
laksanakan adalah kebijakan ‖dari atas‖ (top-down) yang sangat
mungkin para pengambil keputusannya tidak pernah mengetahui
(bahkan tidak mampu menyentuh) kebutuhan, keinginan, atau
permasalahan yang warga ingin selesaikan.
2.3.5 Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana
Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam
implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi
komunikasi di antara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses
implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat
kecil untuk terjadi. Dan, begitu pula sebaliknya.
2.3.6 Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik
Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna memenuhi kinerja
implementasi kebijakan publik dalam perspektif yang ditawarkan
oleh Metter dan Horn adalah, sejauh mana lingkungan eksternal
turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah
ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik yang tidak
78
kondusif dapat menjadi biang keladi dalam kegagalan kinerja
implementasi kebijakan. Karena itu, upaya untuk
mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan
kekondusifan kondisi lingkungan eksternal.
Kesesuaian yang muncul antara lain dilihat dari indikator yang
terdapat dalam proses implementasi kebijakan publik khususnya
implementasi program Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa
Pagedangan Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang. Karena
dalam pelaksanaan BUMDes tersebut dibutuhkan komunikasi antara
pemerintah Kabupaten Tangerang dengan Pemerintah Desa Pagedangan
relevan dengan masalah BUMDes yang belum membentuk kebijakan
daerah terkait BUMDes, Organsasi/lembaga desa dan lembaga lain yang
relevan, serta tentunya masyarakat Desa Pagedangan. Upaya tersebut
dimaksudkan untuk mewujudkan BUMDes yang maju yang bisa
menggerakkan motor perekonomian di Desa Pagedangan. Adapun
kerangka berfikir yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
79
Gambar 2.5
Kerangka Berfikir
Sumber: Peneliti
Masalah :
1. Kurangnya pembinaan dan bimbingan
dari pemerintah daerah
2. Kurangnya dukungan berupa bantuan
financial dan non financial dari
pemerintha daerah.
3. Dampak dibangunnya BUMDes tidak
terlalu signifikan dalam
pemberdayaan masyarakat.
4. Dibangunnya BUMDes tidak terlalu
berkontribusi dengan pendapatan
desa.
Keberhasilan Implementasi menurut
Van Horn dan Van Meter (Agustino,
2008:142);
6 variabel yang mempengaruhi kinerja
implementasi yakni;
1. Ukuran dan tujuan kebijakan
2. Sumber daya
3. Sikap atau kecenderungan para
pelaksana
4. Komunikasi antar organisasi dan
aktivitas pelaksana
5. Karakteristik agen pelaksana
6. Lingkungan sosial, ekonomi dan
politik
Implementasi program Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa Pagedangan Kecamatan
Pagedangan Kabupaten Tangerang.
Program BUMDes di Desa Pagedangan
bisa berjalan dengan baik dan menjadi
lebih termanajemen dengan baik.
80
2.4 Asumsi Dasar
Berdasarkan hasil observasi awal, Desa Pagedangan Kabupaten
Tangerang telah meraih penghargaan sebagai Desa Terbaik se-Provinsi
Banten pada tahun 2014 dari kemajuan BUMDes nya. Kendati
demikian, tetap harus ada upaya dalam pemecahan masalah-masalah
BUMDes agar pelaksanaan program BUMDes di Desa Pagedangan
menjadi lebih baik lagi, dan penghargaan tersebut tetap bisa
dipertahankan bahkan ditingkatkan oleh Pemerintah Desa Pagedangan.
Setiap program atau kebijakan pemerintah tak terlepas dari
masalah-masalah dan hambatan dilapangan dalam pelaksanaannya.
Dalam program BUMDes di Desa Pagedangan sendiri masih terdapat
beberapa masalah dalam pelaksanaannya dengan memperhatikan
ukuran dan tujuan kebijakan, sumber daya, karakteristik agen
pelaksana, sikap/kecenderungan (disposition) para pelaksana,
komunikasi antarorganisasi dan aktivitas pelaksana, dan lingkungan
ekonomi, sosial, dan politik. Dengan demikian, asumsi awal peneliti
menunjukkan bahwa implementasi program BUMDes di Desa
Pagedangan masih kurang maksimal.
81
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Cara atau strategi menyeluruh untuk menemukan atau memperoleh data
mendalam yang diperlukan, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif.
Metode kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek peneliti misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan dan lainnya secara holistic dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang
alamiah dengan memanfaatkan metode alamiah.
Menurut sugiyono (2007:1) metode penelitian kualitatif adalah metode
yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang amaliah dimana
peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan
secara triangulasi, analisis data bersifat induktif, hasil penelitian menekankan
makna generalisasi.
3.2 Fokus Penelitian
Fokus penelitian metode kualitatif bersifat holistic yang meliputi ; tempat,
actor dan aktifitas. Tempat penelitian yang peneliti ambil yaitu di Desa
Pagedangan Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang, aktornya adalah
pelaksana kebijakan yaitu Unit Pelaksana BUMDes Desa Pagedangan yang
82
ditunjuk oleh Kepala Desa Pagedangan dan aktifitasnya adalah pengelolaan
Badan Usaha Milik Desa.
3.3 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Pagedangan Kecamatan Pagedangan
Kabupaten Tangerang yang merupakan locus dari penelitian.
3.4 Definisi Konsep dan Operasional
3.3.1 Definisi Konsep
Definisi konsep merupakan definisi konseptual yang digunakan
peneliti untuk menegaskan konsep-konsep yang jelas, supaya tidak
menjadi perbedaan penafsiran antara peneliti dan pembaca. Konsep-
konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan
baik oleh individu-individu, pejabat-pejabat, kelompok-kelompok
pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tecapainya tujuan-
tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan dalam
implementasi program Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa
Pagedangan Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang.
2) Program Badan Usaha Milik Desa
Program yang merupakan roda ekonomi di desa yang mengatur
perekonomian yang ada didesa yaitu mengelola seluruh aset yang
83
dimiliki desa baik itu fisik maupun non fisik yang sifatnya kearah
perekonomian desa. BUMDes ini dibentuk atas dasar potensi yang
dimiliki desa dan dikelola oleh masyarakat desa dan pemerintah
desa. Dan hal ini dikelola oleh masyarakat Desa Pagedangan dan
Pemerintah Desa Pagedangan.
3.3.2 Definisi Operasional
Dalam implementasi program Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)
di Desa Pagedangan Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang,
peneliti ingin mengetahui bagaimana implementasi peraturan tersebut
dalam pengelolaan BUMDes di Desa Pagedangan.
Definisi operasional berdasarkan teori Van Horn dan Van Meter
dalam Agustino (2008:161) adalah:
1) Ukuran dan Tujuan Kebijakan
Ukuran dan tujuan kebijakan sesuai dan realistis dengan
sosio-kultur yang mengada di level pelaksana kebijakan.
2) Sumberdaya
a. Ketersediaan sumber daya manusia dalam
melaksanakan kebijakan
b. Ketersediaan sumber daya finansial dalam
melaksanakan suatu kebijakan
c. Ketersediaan sumber daya waktu dalam melaksanakan
kebijakan.
3) Karakteristik Agen Pelaksana
84
a. Organisasi formal yang terlibat dalam melaksanakan
suatu kebijakan
b. Organisasi nonformal yang terlibat dalam menjalankan
suatu kebijakan.
4) Sikap/Kecenderungan (Disposition) para Pelaksana
Sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana
sangat mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja
implementasi kebijakan publik.
5) Komunikasi Antarorganisasi dan aktifitas pelaksana
Koordinasi komunikasi antara .pihak-pihak terlibat dalam
suatu proses implementasi merupakan mekanisme yang ampuh
dalam implementasi kebijakan publik.
6) Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik
Implementasi kebijakan publik berpengaruh pada sejauh
mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan
kebijakan publik yang telah tetapkan, karena upaya untuk
mengimplementasikan kebijakan mensyaratkan kondisi
lingkungan eksternal yang kondusif.
3.5 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian mengenai implementasi peraturan daerah dalam
melaksanakan program Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa
Pagedangan Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang, yang menjadi
85
instrument utama penelitian adalah peneliti sendiri. Peneliti kualitatif sebagai
human instrument, berfungsi menetapkan focus penelitian, memilih informan
sebagai sumber data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas
semuanya.
Dalam hal instrumen, kualitatif menurut Nasution (dalam Sugiyono,
2012:223) menyatakan yaitu:
”Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada
menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya
ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti.
Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang
digunakan, bahkan hasil yang diharapkan itu semuanya tidak dapat
ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih
perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang
tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti
itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya”.
Berdasarkan dari pernyataan diatas dapat dilihat bahwa, dalam
penelitian kualitatif permasalahan yang ada dilapangan awalnya belum jelas
dan pasti, maka yang menjadi instrumen adalah peneliti itu sendiri. Tetapi
setelah masalah yang akan dipelajari itu jelas, maka dapat dikembangkan
suatu instrumen. Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi
menerapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data,
melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data,
menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas semuanya (Sugiyono,
2012:59-60).
Sebagai human intrument, peniliti melakukan pengumpulan data dari
hasil dilapangan. Dalam proses penyusunan data pada penelitian
implementasi program BUMDes di Desa Pagedangan ini, sumber data yang
86
digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Adapun sumber data
primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti langsung dari
sumber data baik melalui proses wawancara tatap muka antara peneliti
dengan informan, maupun melalui observasi atau pengamatan tidak
berperanserta di tempat yang menjadi objek penelitian. Sedangkan sumber
data sekunder diperoleh dari studi dokumentasi dan studi pustaka terkait
dengan implementasi program BUMDes di Desa Pagedangan Kabupaten
Tangerang.
Maka untuk pengumpulan data, peneliti menggunakan teknik
pengumpulan data. Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling
strategi dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data (Sugiyono, 2012:224). Adapun teknik yang digunakan
peneliti dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :
1) Observasi
Secara luas, observasi atau pengamatan berarti setiap kegiatan
untuk melakukan pengukuran. Akan jika diartikan lebih sempit, yaitu
pengamatan dengan menggunakan indera penglihatan yang berarti
taidak mengajuka pertanyaan-pertanyaan (Soehartono, 2004:69)
Observasi atau dengan melakukan pengamatan, yang dapat
diklasifikasikan atas pengamatan melalui cara berperanserta dan yang
tidak berperanserta. Pada pengamatan tanpa peranserta pengamat
hanya melakukan satu fungsi, yaitu mengadakan pengamatan.
Pengamat berperanserta melakukan dua peranan sekaligus, yaitu
87
sebagai pengamat dan sekaligus menjadi anggota resmi dari kelompok
yang diamatinya dari Moleong (2006: 176). Pada penelitian ini,
peneliti menggunakan observasi tak berperanserta, karena dalam
penelitian ini peneliti tidak terlibat untuk membantu pelaksanaan
program BUMDes di Desa Pagedangan ini. Peneliti hanya melakukan
pengamatan saja untuk mengetahui kondisi objek penelitian.
2) Wawancara
Menurut Sugiyono (2007:72) wawancara adalah merupakan
pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui Tanya
jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik
tertentu.
Wawancara dalam penelitian kualitatif bersifat mendalam (indepth
interview). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara
semiterstuktur, dimana wawancara dilakukan secara bebas untuk
menggali informasi lebih dalam dan bersifat dinamis, namun tetap
terkait dengan pokok-pokok wawancara yang telah peneliti buat
terlebih dahulu dan tidak menyimpang dari konteks yang akan dibahas
dalam fokus penelitian.
Dalam sebuah wawancara tentu dibutuhkan suatu pedoman.
Pedoman wawancara digunakan peneliti dalam mencari data dari para
informan dan memudahkan peneliti dalam menggali sumber informan
untuk mendapatkan informasi. Adapun pedoman wawancara yang
telah disusun yaitu sebagai berikut.
88
Tabel 3.1
Pedoman Wawancara
Dimensi Kisi-kisi Pertanyaan Informan
Ukuran dan
Tujuan
Kebijakan
a) Awal mula Kebijakan
Program BUMDes
b) Kejelasan ukuran dan tujuan
Kebijakan Program
BUMDes
c) Langkah-langkah
pelaksanaan Program
BUMDes
d) Ukuran keberhasilan
Kebijakan Program
BUMDes di Kota Tangerang
Selatan
1. Sekretaris Desa Pagedangan
2. Staff Desa Pagedangan
3. Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah
Kabupaten Tangerang
4. Direktur Utama BUMDes Desa Pagedangan
5. BKM Desa Pagedangan
6. LSM
Sumberdaya a) Kondisi Sumber Daya
Manusia implementor
Kebijakan Program
BUMDes
b) Kondisi sumber daya
finansial dalam
mengimplementasikan
Kebijakan Program
BUMDes
c) Kondisi sumber daya waktu
dalam
mengimplementasikan
Kebijakan Program
BUMDes
1. Sekretaris Desa Pagedangan
2. Staff Desa Pagedangan
3. Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat
Desa BPMPPD Kabupaten Tangerang
4. Direktur Utama BUMDes Desa Pagedangan
5. Bendahara BUMDes Desa Pagedangan
6. BKM Desa Pagedangan
7. Kepala Unit Program Simpan Pinjam
8. Kepala Unit Program Sentra Kuliner
9. Kepala Unit Program TPST
89
Karakteristik
Agen
Pelaksana
a) Organisasi formal dan
informal yang menjadi agen
pelaksana Kebijakan
Program BUMDes.
b) Hambatan umum dalam
implementasi Kebijakan
Program BUMDes
c) Kesuaian luas cakupan
implementasi Kebijakan
Program BUMDes dengan
besarnya agen pelaksana
yang dilibatkan.
1. Sekretaris Desa Pagedangan
2. Staff Desa Pagedangan
3. Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat
Desa BPMPPD Kabupaten Tangerang
4. Direktur Utama BUMDes Desa Pagedangan
5. BKM Desa Pagedangan
6. Kepala Unit Program Simpan Pinjam
7. Kepala Unit Program Sentra Kuliner
8. Kepala Unit Program TPST
9. LSM
10. Pedagang
11. Masyarakat
Sikap atau
Kecenderunga
n
a) Bentuk penguatan
kelembagaan dalam
implementasi Kebijakan
Program BUMDes
b) Sikap pelaksana dalam
melaksanakan program-
program BUMDes
c) Respon agen pelaksana
terhadap Kebijakan Program
BUMDes yang akan
mempengaruhi kemauannya
untuk melaksanakan
kebijakan
1. Sekretaris Desa Pagedangan
2. Staff Desa Pagedangan
3. Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat
Desa BPMPPD Kabupaten Tangerang
4. Direktur Utama BUMDes Desa Pagedangan
5. BKM Desa Pagedangan
6. Kepala Unit Program Simpan Pinjam
7. Kepala Unit Program Sentra Kuliner
8. Kepala Unit Program TPST
9. LSM
10. Pedagang
11. Masyarakat
Komunikasi
Antar
Organisasi dan
Aktivitas
Pelaksana
a) Komunikasi antar organisasi
yang terlibat dalam
implementasi Kebijakan
Program BUMDes
b) Koordinasi antarorganisasi
yang terlibat dalam
implementasi Kebijakan
1. Sekretaris Desa Pagedangan
2. Staff Desa Pagedangan
3. Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat
Desa BPMPPD Kabupaten Tangerang
4. Direktur Utama BUMDes Desa Pagedangan
5. BKM Desa Pagedangan
6. Kepala Unit Program Simpan Pinjam
90
Program BUMDes 7. Kepala Unit Program Sentra Kuliner
8. Kepala Unit Program TPST
9. LSM
10. Pedagang
Lingkungan
Ekonomi,
Sosial, dan
Politik
a) Kondisi ekonomi lingkungan
dalam implementasi
Kebijakan Program
BUMDes
b) Kondisi sosial lingkungan
dalam implementasi
Kebijakan Program
BUMDes
c) Dukungan kelompok-
kelompok kepentingan dan
elite politik dalam
implementasi Kebijakan
Program BUMDes
d) Dukungan para partisipan
Kebijakan Program
BUMDes (stakeholder ),
yakni menolak atau
mendukung
e) Sifat opini publik yang ada
di lingkungan implementasi
Kebijakan Program
BUMDes
1. Sekretaris Desa Pagedangan
2. Staff Desa Pagedangan
3. Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat
Desa BPMPPD Kabupaten Tangerang
4. Direktur Utama BUMDes Desa Pagedangan
5. Bendahara BUMDes Desa Pagedangan
6. BKM Desa Pagedangan
7. Kepala Unit Program Simpan Pinjam
8. Kepala Unit Program Sentra Kuliner
9. Kepala Unit Program TPST
10. LSM
11. Pedagang
12. Masyarakat
Sumber: Peneliti, 2015
3) Studi kepustakaan
Istilah studi kepustakaan digunakan dalam ragam istilah oleh para
ahli, diantaranya yang dikenal adalah: kajian pustaka, tinjauan pustaka,
91
kajian teoritis, dan tinjauan teoritis. Penggunaan istilah-istilah tersebut,
pada dasarnya merujuk pada upaya umum yang harus dilalui untuk
mendapatkan teori-teori yang relevan dengan topik penelitian. Oleh
karena itu studi kepustakaan meliputi proses umum seperti:
mengidentifikasi teori secara sistematis, penemuan pustaka, analis
dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan topik
penelitian. Dalam hal ini peneliti melakukan studi kepustakaan melalui
hasil penelitian sejenis yang pernah dilakukan, buku-buku, maupun
artikel atau yang memuat konsep atau teori yang dibutuhkan terkait
dengan Kebijakan BUMDes di Desa Pagedangan.
4) Studi dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan
misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), cerita,
biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar,
misalnya foto, gambar hidup, sketsa, dan lain-lain. Dokumen yang
berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar,
patung, film, dan lain-lain. Studi dokumen merupakan pelengkap dari
penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian
kualitatif (Sugiyono, 2009:240). Studi dokumentasi menurut
92
Soehartono (2004:70) merupakan teknik pengumpulan data yang tidak
langsung yang ditujukan kepada subyek penelitian.
3.6 Informan Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, pengambilan sampel sumber data berkaitan
dengan siapa yang hendak dijadikan informan dalam penelitian. Menurut
Bungin dalam Penelitian Kualitatif (2009:76-77) menjelaskan objek dan
informan penelitian kualitatif adalah menjelaskan objek penelitian yang fokus
dan lokus penelitian, yaitu apa yang menjadi sasaran. Sasaran penelitian tak
tergantung pada judul dan topik penelitian, tetapi secara konkret tergambarkan
dalam rumusan masalah penelitian. Sedangkan informan penelitian adalah
subjek yang memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun
orang lain yang memahami objek penelitiannya.
Jadi, objek penelitian ini yaitu BUMDes di Desa Pagedangan. Dalam
penelitian ini, peneliti menentukan informan penelitiannya dengan teknik
purposive, yaitu dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu yang
memahami fokus penelitian. Pada penelitian ini, penentuan informan dibagi
menjadi dua yaitu key informan dan secondary informan. Key informan
sebagai informan utama yang lebih mengetahui situasi fokus penelitian,
sedangkan secondary informan sebagai informan penunjang dalam
memberikan penambahan informasi. Berikut ini merupakan informan dalam
implementasi program Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa
Pagedangan pada kebijakan BUMDes.
93
Tabel 3.2
Informan Penelitian
No. Kategori Informan Informan Keterangan Informan Kode
Informan
Status
Informan
I. Instansi :
a. Sekretaris Desa
Pagedangan
M. Yusuf
Sebagai Pengawas utama
jalannya BUMDes dan
juga implementor
I1-1
Key
Informan
b. Staff Desa
Pagedangan
Assudin,
S.Kom
Sebagai pembantu dari
kepala desa dalam
mengawasi BUMDes
I1-2
Secondary
Informan
c. Kepala Bagian
Hukum Sekretariat
Daerah Kabupaten
Tangerang
Agus Hendrik,
S.Sos
Sebagai pembuat
kebijakan dan produk
hukum di Kabupaten
Tangerang
I1-3
Secondary
Informan
d. Kepala Bidang
Pembardayaan
Masyarakat Desa
BPMPPD kab.
Tangerang
Syahrizal
Sebagai salah satu
bidang peningkatan desa
yang mensosialisasikan
BUMDes
I1-4
Key
Informan
e. Direktur BUMDes
Desa Pagedangan
H. Anwar
Ardadili
Sebagai Pelaksana
Operasional BUMDes
Desa Pagedangan
I1-5
Key
Informan
f. BKM Desa
Pagedangan Hj. Romdiati
Sebagai lembaga
pemberantas kemiskinan
di Desa Pagedangan
I1-6
Key
Informan
g. Kepala Unit
Program Simpan Hj. Kulstum
Sebagai pelaksana
operasional bidang
I1-7
Key
Informan
94
Pinjam program simpan pinjam
h. Kepala Unit
Program Sentra
Kuliner
H. Anwar
Ardadili
Sebagai pelaksana
operasioanal bidang
program sentra kuliner
I1-8
Key
Informan
i. Kepala Unit
Program TPST H. Munawar
Sebagai pelaksana
operasioanal bidang
program TPST
I1-9
Key
Informan
II Stakeholder :
a. LSM
Endang
Rahayu, S.Fil
Sebagai pengawas dan
pemerihati BUMDes
Desa Pagedangan
I2-1
Secondary
Informan
III
Masyarakat:
a. Pedagang Hj. Marlina
Sebagai sektor usaha
yang terlibat di dalam
jalannya BUMDes Desa
Pagedangan
I3-1
Key
Informan
b. Masyarakat
Ika Nurmawati Sebagai sasaran
program BUMDes yang
merasakan manfaat
BUMDes
I3-2
Secondary
Informan
Suinah I3-3
Farida I3-4
Sumber : Peneliti, 2016
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Dalam penelitian kualitatif teknik analisis data yang digunakan sudah
jelas, yaitu diarahkan untuk menjawab rumusan masalah. Analisis data dalam
penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan
setelah selesei dilapangan.
Teknik pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan mengikuti teknik analisis data kualitatif mengikuti konsep yang
95
dikemukakan Irawan dalam bukunya Metodelogi Penelitian Administrasi
(2005:27) yang terdiri dari langkah-langkah yang sistematis dimulai dari
pengumpulan data mentah, transkip data, pembuatan koding, kategorisasi data,
penyimpulan sementara, triangulasi dan yang terakhir yaitu penyimpulan
akhir.
Jadi, dalam analisis data pada penelitian kualitatif bersifat induktif
(grounded) dapat diartikan bahwa kesimpulannya penelitian adalah dengan
cara mangabstaraksikan data-data empiris yang dikumpulkan dari lapangan
dan mencari pola-pola yang terdapat di dalam data-data tersebut. Karena itu
analisis data dalam penelitian kualitatif tidak perlu menunggu sampai seluruh
proses pengumpulan data selesai dilaksanakan. Analisis itu dilaksanakan
secara paralel pada saat pengumpulan data dan dianggap selesai manakala
peneliti merasa telah memiliki data sampai tingkat “titik jenuh” atau reliable
(data yang didapat telah seragam dan telah menemukan pola aturan yang
peneliti cari).
Menurut Bogdan dan Biklen analisis data kualitatif adalah (Moleong,
2005: 248) :
“Upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat
dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan
apa yang paling dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain.”
Dari penjelasan di atas maka proses analisis data merupakan pemilihan
data yang didapatkan untuk mendapatkan kesimpulan. Analisis data dalam
penelitian kualitatif dilakukan selama proses penelitian berlangsung yaitu
96
sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di
lapangan. Proses analisis data dalam penelitian ini menggunakan model
Prasetya Irawan, yaitu sebagai berikut.
Gambar 3.1
Proses Analisis Data
(Sumber: Irawan, Prasetya. 2005:5)
Dari gambar 3.1 di atas maka dapat diuraikan kegiatan dalam proses
analisis data yaitu :
1) Pengumpulan Data Mentah
Tahap ini peneliti mengumpulkan data mentah melalui wawancara,
observasi lapangan, kajian pustaka dan dokumentasi dengan
menggunakan alat-alat yang dibutuhkan, seperti kamera dan tape
recorder. Dalam tahap ini peneliti hanya mencatat data yang apa
adanya (verbatim) tanpa mencampurkannya dengan pikiran, komentar,
dan sikap peneliti itu sendiri.
Kategorisasi
Data
Pembuatan
Koding
Transkrip
Data
Pengumpulan
Data Mentah
Penyimpulan
Akhir
Triangulasi Penyimpulan
Sementara
97
2) Transkrip Data
Pada tahap ini peneliti merubah catatan data mentah ke bentuk tertulis.
Yang ditulis oleh peneliti pun harus apa adanya tanpa mencampur
adukkannya dengan pikiran peneliti.
3) Pembuatan Koding
Di tahap ini peneliti membaca ulang seluruh data yang telah
ditranskrip. Hal-hal penting di dalam transkrip dicatat dan diambil kata
kuncinya. Kemudian kata kunci ini nanti diberi kode.
4) Kategorisasi Data
Dalam tahap ini peneliti mulai menyederhanakan data dengan cara
mengikat konsep-konsep (kata-kata) kunci dalam satu besaran yang
dinamakan “kategori”.
5) Penyimpulan Sementara
Di tahap ini peneliti dapat mengambil kesimpulan yang sifatnya
sementara.
6) Triangulasi
Triangulasi adalah proses check and recheck antara sumber data
dengan sumber data lainnya. Dalam proses ini beberapa kemungkinan
bisa terjadi. Pertama, satu sumber cocok dengan sumber lain. Kedua,
satu sumber data berbeda dengan sumber lain, tetapi tidak harus berarti
bertentangan. Ketiga, satu sumber bertolak belakang dengan sumber
lain.
98
7) Penyimpulan Akhir
Kesimpulan akhir dapat diambil ketika peneliti telah merasa bahwa
data peneliti sudah jenuh dan setiap penambahan data baru hanya
berarti ketumpangtindihan.
Setelah dilakukan analisis data, perlu dilakukan uji keabsahan data atau
bisa juga disebut uji validitas dan realiabilitas data memiliki keterkaitan antara
deskripsi dan eksplanasi.Tedapat dua macam validitas, yaitu validitas internal
dan validitas eksternal.
Validitaas internal dalam penelitian kualitatif disebut kredibilitas, yaitu
hasil penelitian memiliki tingkat kepercayaan tinggi yang sesuai dengan fakta
dilapangan.Kemudian validitas eksternal dalam penelitian kualitatif disebut
transferabilitas.Hasil penelitian kualitatif memiliki standar transferabilitas
tinggi bilamana pembaca memperoleh gambaran / pemahaman yang jelas
tentang konteks dan fokus penelitian.
Adapun untuk pengujian keabsahan datanya, peneliti menggunakan teknik
triangulasi sumber, yaitu membandingkan dan mengecek kembali suatu
informasi yang diperoleh. Selain itu, penelitipun melakukan member check,
yaitu proses pengecekan data-data yang diperoleh peneliti kepada informan.
Tujuannya adalah mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai
dengan apa yang diberikan oleh informan.
99
3.8 Jadual Penelitian
Disetiap penelitian, tentulah harus ada catatan waktu aktifitas yang
dilakukan oleh peneliti sehingga pembaca mengetahui kapan penelitian ini di
mulai dan berakhir. Jadual penelitian berisi aktivitas yang dilakukan dan
kapan akan dilakukan proses penelitian (Sugiyono, 2009:286). Berikut ini
merupakan jadual penelitian implementasi program Badan Usaha Milik Desa
(BUMDes) di Desa Pagedangan Kabupaten Tangerang.
100
Tabel 3.3
Jadual Penelitian
Sumber : Peneliti, 2015
No Kegiatan
Okt
2015
Nov
2015
Des
2015
Jan
2016
Feb
2016
Mar
2016
Apr
2016
Mei
2016
Jun
2016
Jul
2016
1. Pengajuan Judul
2. Perijinan dan Observasi
Awal
3. Penyusunan Proposal
Skripsi
4. Seminar Proposal dan
Revisi Proposal Skripsi
5. Pengumpulan Data
Mentah
6. Transkip Data
7. Pembuatan Koding dan
Kategorisasi Data
8. Penyimpulan
Sementara, Triangulasi,
dan Penyimpulan Akhir
9. Sidang Skripsi
10. Revisi Skripsi
101
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
Menurut buku panduan dan pedoman skripsi (2015:19) Deskripsi objek
penelitian ini akan menjelaskan tentang objek penelitian yang meliputi lokasi
penelitian secara jelas, struktur organisasi dari objek yang diteliti dan
memberikangambaran umum Bidang Pemberdayaan Masyarakat Badan
Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Pemerintahan Desa (BPMPPD)
Kabupaten Tangerang, gambaran umum Desa Pagedangan dan gambaran
umum Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Mandiri Pagedangan, dalam
pelaksanaan program BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) Mandiri
Pagedangan. Hal tersebutakan dipaparkan sebagai berikut.
4.1.1Gambaran Umum Desa Pagedangan
Desa Pagedangan yang merupakan desa bagian dari Kabupaten
Tangerang memiliki sejarah yang tidak terlepas dari sejarah
Kabupaten Tangerang, Kabupaten Tangerang sejak ratusan tahun lalu
sudah menjadi daerah perlintasan perniagaan, perhubungan sosial dan
interaksi antardaerah lain. Hal ini, disebabkan letak daerah ini yang
berada di dua poros pusat perniagaan Jakarta - Banten.Berdasarkan
catatan sejarah, daerah ini sarat dengan konflik kepentingan
102
perniagaan dan kekuasaan wilayah antara Kesultanan Banten dengan
Penjajah Belanda.
Desa Pagedangan ini memiliki penduduk sebanyak 10.568
Jiwa yang dibagi menjadi 4 Dusun/Kampung, 4 Kepala Dusun, 13
RW dan 58 RT terdiri dari 2.702 KK. Desa Pagedangan ini
merupakan daerah pemukiman,perdagangan dan pertanian namun
sampai saat ini dengan pesatnya pembangunan perumahan, pusat
perkantoran, pertokoan yang dilakukan oleh para Developer yaitu PT.
Bumi Serpong Damai wilayah perkampungan berubah secara drastis
menjadi perumahan-perumahan elite dan lahan pertanian berkurang.
Dampak dari perubahan ini menuntut warga masyarakat untuk
beradaptasi dengan lingkungan karena revolusi pembangunan tersebut
bukan untuk warga setempat tetapi sebagai bisnis properti bagi
Developer.
Pembangunan di Wilayah Desa Pagedangan yang telah dan
sedang berjalan bersumber dari :
a) APBN
b) Bantuan dari Propinsi Banten
c) APBD Kabupaten Tangerang
d) Swadaya Masyarakat
e) PNPM Perkotaan
f) PNPM Perdesaan
103
Berdasarkan Perencanaan Pembangunan Partisipatif yang
tertuang dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa
(Musrenbang Desa).Dalam menjalankan pemerintahannya, Desa
Pagedangan membentuk struktur organisasi agar tidak terjadi tumpang
tindih pekerjaan, struktur organisasi Desa Pagedangan sebagai berikut.
Kepala Desa
H. AHMAD ANWAR, S. Ag
Sekretaris Desa
M. YUSUF
Kaur. Kesos
WALIYUDIN
Kaur. Keuangan
SAEPUL
IKHWAN, S. Sos
Kaur. Umum
ASUDIN, S.
Kom
Kaur.
Pembangunan
D A Y A T
Kaur. Trantib
MAD SAIDI
Kaur.
Pemerintahan
PIRMAN
MAULANA
BPD
NARHAWI, S. Pd. I
L P M
Drs. DIDIK INDARTO
Jaro Puspiptek
Drs. LIZZIA
SOBANDI
Jaro Cicayur I
H. SUHAEDI
Jaro Pagerhaur
SUTARMAN
Jaro Tegal
ISKANDAR
104
Gambar 4.2
Struktur Organisasi Desa Pagedangan
(Sumber: Desa Pagedangan)
Secara Demografi keadaan Fisik / Geografis Desa Pagedanganmeliputi :
a. Batas Wilayah
a) Sebelah Utara : Desa Lengkong Kulon
b) Sebelah Timur : Desa Sampora
c) Sebelah Selatan : Desa Situ Gadung
d) Sebelah Barat : Desa Cicalengka
b. Luas Wilayah
Luas Wilayah Desa Pagedangan : 464,460 Ha
a) Luas Pemukiman : 245,00 Ha
b) Luas Pesawahan : 22,40 Ha
c) Luas Perkebunan : -
d) Luas Kuburan : -
e) Luas Perkarangan : 96,50 Ha
f) Luas Tegal/ Ladang : 146,46 Ha
g) Luas Taman : -
h) Luas Perkantoran : 0,16 Ha
i) Luas Prasarana umum lainnya : 3,94 Ha
105
Desa Pagedangan sebagai desa yang tumbuh ditengah-tengah kota yang
sedang berkembang, dalam menjalankan pemerintahannya Desa Pagedangan
memiliki visi misi. Untuk visinya, Desa Pegedangan memiliki visi, Desa
Pagedangan menjadi “Desa Wisata di Pusat Kemajuan Kota”. Desa Wisata
yang dimaksud meliputi:
a. Wisata Argo Industri
b. Wisata Rohani dan Pendidikan
c. Wisata Budaya dan Tradisi
d. Wisata Kuliner
Untuk mewujudkan visi tersebut, Desa Pegedangan menjalankan
misinya sebagai berikut.
a. Meningkatkan perekonomian masyarakat
b. Menjadikan Warga sebagai Industriawan
c. Memperkuat iklim ber-Wirausaha yang mengangkat Potensi Lokal
Maka dari itu, Desa Pagedangan memiliki strategi awal untuk mencapai
visi misi-nya tersebut, dengan strategi sebagai berikut.
a. Membangun infrastruktur permukiman yang kondusif untuk
menumbuhkan Iklim Industri Kecil
b. Membangun Jaringan antar Wirausaha baik Internal maupun
Eksternal
c. Menciptakan simpul-simpul Industri Kecil Baru.
4.1.2.1 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Pagedangan
1) Jumlah Penduduk
106
Jumlah Penduduk Desa Pagedangan sampai dengan
bulan Desember 2013 tercatat sebanyak : 10.568 jiwa,
terdiri dari laki – laki : 5.440 jiwa dan perempuan : 5.128
jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga : 2.702 Kepala
Keluarga. Secara rinci klasifikasi penduduk menurut
kelompok umur sebagai berikut:
Jumlah Penduduk berdasarkan Kewarganegaraan :
Warga Negara Indonesia
Laki – Laki : 5.440 jiwa
Perempuan : 5.128 jiwa
Warga Negara Indonesia Keturunan
Laki – laki : - jiwa
Perempuan : - jiwa
Tabel 4.1
Jumlah Penduduk berdasarkan umur
Usia Laki-laki Perempuan Usia Laki-laki Perempuan
0-12 bulan 64 orang 68 orang 39 tahun 91 orang 99 orang
1 tahun 68 orang 83 orang 40 88 orang 113 orang
2 85 orang 69 orang 41 106 orang 104 orang
3 97 orang 79 orang 42 77 orang 83 orang
107
4 98 orang 71 orang 43 108 orang 94 orang
5 107 orang 79 orang 44 105 orang 111 orang
6 96 orang 89 orang 45 122 orang 75 orang
7 109 orang 117 orang 46 94 orang 69 orang
8 85 orang 99 orang 47 81 orang 65 orang
9 100 orang 119 orang 48 103 orang 71 orang
10 100 orang 119 orang 49 73 orang 34 orang
11 125 orang 104 orang 50 62 orang 47 orang
12 112 orang 115 orang 51 52 orang 39 orang
13 114 orang 117 orang 52 37 orang 28 orang
14 112 orang 96 orang 53 49 orang 57 orang
15 120 orang 90 orang 54 43 orang 32 orang
16 113 orang 114 orang 55 28 orang 21 orang
17 103 orang 98 orang 56 33 orang 22 orang
18 117 orang 99 orang 57 20 orang 18 orang
19 114 orang 111 orang 58 38 orang 25 orang
20 126 orang 100 orang 59 30 orang 18 orang
21 108 orang 115 orang 60 16 orang 15 orang
22 107 orang 74 orang 61 30 orang 16 orang
23 111 orang 105 orang 62 17 orang 3 orang
24 112 orang 97 orang 63 22 orang 24 orang
25 69 orang 104 orang 64 16 orang 11 orang
108
26 87 orang 81 orang 65 13 orang 8 orang
27 91 orang 79 orang 66 8 orang 17 orang
28 86 orang 89 orang 67 9 orang 8 orang
29 92 orang 73 orang 68 14 orang 15 orang
30 92 orang 89 orang 69 7 orang 9 orang
31 87 orang 104 orang 70 4 orang 7 orang
32 70 orang 100 orang 71 17 orang 4 orang
33 90 orang 106 orang 72 10 orang 6 orang
34 86 orang 92 orang 73 13 orang 13 orang
35 69 orang 77 orang 74 12 orang 4 orang
36 81 orang 109 orang 75 3 orang 4 orang
37 84 orang 90 orang Lebih dari 75 17 orang 22 orang
38 85 orang 97 orang Total 5440 orang 5128 orang
Sumber : Desa Pagedangan, 2016
Dilihat dari berbagai aspek, maka Desa Pagedangan
yang wilayahnya seluas 464,460 Ha berada dijantung Kota
Kecamatan Pagedangan yang mempunyai fungsi sebagai
penyangga dari berbagai aspek kehidupan yang tentunya sangat
mempengaruhi berbagai pembangunan dan sebagai alat dari
perkembangan teknologi, transformasi dan telekomunikasi yang
semakin luas dan kompleks dengan jumlah penduduk : 10,568
jiwa serta didukung dari sarana dan prasarana Pendidikan dari
109
tingkat Taman Kanak-Kanak, (TK) sampai dengan tingkat
Perguruan Tinggi.
2) Kondisi Sosial Ekonomi
Keadaan ekonomi erat kaitannya dengan sumber
mata pencaharian penduduk dan merupakan jantung
kehidupan bagi manusia, setiap orang senantiasa
berusaha mendapatkan pekerjaan sesuai dengan bidang
dan keahlian masing-masing, dari jumlah penduduk 10,568
jiwa yang usia pekerja dan pencari kerja diperkirakan
sebanyak 7.034 jiwa. Secara umum dapat dijelaskan
bahwa Desa Pagedangan bermata pencaharian Pedagang,
Buruh, Karyawan Swasta, Pegawai Negeri Sipil,
merupakan potensi yang sangat besar, sedangkan ABRI,
Petani, pertukangan dan pensiunan jumlahnya relatif kecil.
Tabel 4.2
Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian Pokok
Jenis Pekerjaan Laki-laki Perempuan
1. Petani 41 orang 2 orang
2. Buruh Tani 7 orang 2 orang
3. Pegawai Negeri Sipil 331 orang 78 orang
4. Dokter swasta 0 orang 6 orang
110
5. Perawat swasta 0 orang 1 orang
6. Ahli Pengobatan Alternatif 1 orang 0 orang
7. TNI 8 orang 1 orang
8. POLRI 6 orang 1 orang
9. Guru swasta 2 orang 1 orang
10. Dosen swasta 3 orang 0 orang
11. Seniman/artis 1 orang 0 orang
12. Pedagang Keliling 80 orang 4 orang
13. Tukang Kayu 1 orang 0 orang
14. Pembantu rumah tangga 1 orang 1 orang
15. Pengacara 2 orang 0 orang
16. Karyawan Perusahaan Swasta 1136 orang 392 orang
17. Karyawan Perusahaan Pemerintah 5 orang 2 orang
18. Wiraswasta 571 orang 34 orang
19. Tidak Mempunyai Pekerjaan Tetap 490 orang 11 orang
20. Purnawirawan/Pensiunan 3 orang 0 orang
21. Perangkat Desa 4 orang 0 orang
22. Buruh Harian Lepas 490 orang 11 orang
111
23. Sopir 15 orang 0 orang
Jumlah Total Penduduk 3.745 orang
Sumber : Desa Pagedangan, 2016
3) Kondisi Sosial Budaya
Rumah adalah tempat berlindung dan berkumpul bagi
keluarga setelah melakukan aktivitas sehari-hari, maka rumah
yang baik adalah rumah yang memenuhi syarat kesehatan bagi
masyarakat. Dari jumlah penduduk 8,476 Jiwa penduduk yang
beragama islam 92 %, suasana kehidupan beragama bagi
masyarakat Desa Pagedangan cukup baik, rukun, tenang dan
tentram, saling menghormati, tolong-menolong, dalam
menghadapi permasalahan yang timbul ataupun dalam
menghadapi musibah dalam kehidupan bermasyarakat, sebagai
contoh: musibah kematian dan sebagainya.
Tabel 4.3
Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama
Agama Laki-laki Perempuan
1. Islam 4998 orang 4685 orang
2. Kristen 201 orang 189 orang
112
3. Katholik 104 orang 121 orang
4. Hindu 2 orang 1 orang
5. Budha 135 orang 132 orang
6. Konghucu 0 orang 0 orang
Jumlah 5.440 orang 5.128 orang
Sumber : Desa Pagedangan, 2016
Sikap dan pola hidup masyarakat Desa Pagedangan merupakan
cermin dan nilai-nilai kehidupan beragama. Sebagai masyarakat yang
beragama, tentunya memerlukan sarana peribadatan sesuai dengan
agama dan kepercayaannya masing-masing, antara lain:
a) Masjid : 7 Unit
b) Musholla : 22 Unit
4.1.2Gambaran Umum Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)
Mandiri Pagedangan
Pemerintahan Desa Pagedangan membentuk BUMDes sebagai
wadah dan penggerak perekonomian desa. BUMDes juga dibentuk
dalam rangka optimalisasi pemberdayaan masyarakat sesuai dengan
potensi yang dimiliki Desa Pagedangan, dan adanya program
pemberdayaan masyarakat dari Pemerintahan baik Pemerintah Pusat
113
dan Pemerintah Daerah melalui lembaga – lembaga yang terbentuk di
Desa seperti Pasar Desa, UED-SP, UP2K, KUBE, Kelompok Tani, dan
BKM.
Program - program tersebut disebagian Desa lain pada
umumnya tidak berkelanjutan. Berdasarkan hal tersebut, maka
pemerintah Desa Pagedangan membentuk wadah pemberdayaan dalam
bidang ekonomi melalui Badan Usaha Milik Desa agar program
tersebut dapat berjalan berkesinambungan terarah dan terorganisir tepat
sasaran.
Maka pada tahun 2013 atas prakarsa masyarakat, terbentuklah
Badan Usaha Milik Desa yang merupakan gabungan dari program
lembaga pemberdayaan ekonomi masyarakat desa, pada tanggal 17
Desember 2013 diadakan musyawarah desa dan menetapkan Peraturan
Desa nomor 7 Tahun 2013 tentang BUMDes Pagedangan Mandiri ,
serta dilengkapi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Adapun struktur BUMDes Pagedangan Mandiri sebagai berikut
:
1. Komisaris :KEPALA DESA PAGEDANGAN
2. Badan Pengawas :
Ketua :NARHAWI, SPd.I
Anggota :H. MUNAWAR, S.Pd
Drs. DIDIK INDARTO
114
AHMAD, S.Pd.I
3. Pelaksana Operasional :
Direktur :H. ANWAR ARDADILI, S.Pd
Sekretaris :NURFALAH
Bendahara :ROMDIATI
a. Ka. Unit Usaha Simpan Pinjam : Hj. KULSUM
b. Ka. Unit Usaha Sentra Kuliner : M. ISHAK
c. Ka. Unit Usaha Pasar Desa : H. ABDUL MUHIT
d. Ka. Unit Usaha TPST : M. SOLEH SARDAI
A. Program – Program BUMDes
1) Perguliran ekonomi simpan Pinjam
Perguliran ekonomi Simpan Pinjam sudah dimulai sejak tahun
2009 dan saat itu dikelola oleh BKM, pada tahun 2013 dilebur
menjadi bagian daripada BUMDesa Pagedangan Mandiri.
Dimulai dengan adanya bantuan dari APBN, APBD, PMPK yang
total keseluruhannnya sebesar Rp.176.250.000,- (seratus tujuh
puluh enam juta dua ratus lima puluh ribu rupiah) dengan
pemanfaat perguliran ekonomi sebanyak 4 kelompok Usaha (40
Orang pemanfaat).
Pada Tahun 2014 perguliran ekonomi tersebut telah mencapai
Rp. 641.250.000,- dengan anggota pemanfaat atau peminjam
mencapai 72 Kelompok Usaha. Ada peningkatan perguliran
115
ekonomi kelompok usaha dari pemberian pinjaman pertama
sekitar Rp. 500.000,- menjadi Rp. 3.000.000,-.
2) Program Sentra Kuliner;
Program Sentra Kuliner menjadikan wilayah Desa
Pagedangan sebagai daerah lintasan menuju pusat perkotaan
(BSD, Sumarecount, Paramount, Alam Sutera dan Lippo) yang
sebelumnya merupakan daerah pertanian dengan mata
pencaharian masyarakat petani, seiring dengan perkembangan
wilayah agraris menjadi wilayah perkotaan yang merubah
budaya bertani menjadi pedagang, dengan mengembangkan
konsep Desa wisata Kuliner diharapkan menjadi daerah transit
maka dibangun sentra kuliner berupa saung-saung dengan
menu masakan lokal dan tradisional sampai modern serta
dilengkapi dengan toko-toko sebagai sarana pendukung
seperti;
a) Saung Raja Pepes Walakhar
b) Pondok Lesehan Ayam Kampung kita
c) Saung Agif “ Pecak Bandeng “.
d) Saung Sentra Sovenir Desa.
3) Pembangunan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST).
Dalam Rangka penanggulangan sampah rumah tangga
yang menjadi permasalahan masyarakat ditengah
116
perkembangan kota, maka Desa Pagedangan telah mengelola
membangun Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST)
dengan melibatkan kemampuan masyarakat dalam teknis
pengelolaan sehingga sampah yang semula menjadi masalah
menjadi nilai ekonomis dengan pembuatan pupuk kompos
organik.
Pelaksanaan pembangunan TPST berdasarkan dari
sumbangsih pemikiran warga masyarakat yang mempunyai
kemampuan untuk mengatasi persoalan sampah masyarakat
perumahan di Desa Pagedangan dengan cara ;
a) Menyediakan tempat penampungan disetiap RW.
b) Menyediakan armada pengangkut.
c) Membangun tempat pembakaran dan pembuatan kompos
yang berteknologi tepat guna yang tidak berdampak
polusi.
d) Pembangunan gedung pengelolaan sampah
e) Membuat aturan pelaksanaan dan kontribusi pengelolaan
sampah.
4) Perencanaan Pembangunan Pasar Desa tradisional Fresh
Market
Pasar Desa saat ini masih tahap pengembangan dalam
rangka membantu serta memudahkan masyarakat Desa untuk
117
memenuhi kebutuhan pokok untuk kehidupan sehari-hari.
Dalam hal ini unit Pasar Desa hanya baru memiliki lokasi
untuk dijadikan pasar bagi para pedagang kaki lima yang
diadakan setiap hari minggu, dan direncanakan pendirian Pasar
Desa tradisional yang dapat mengantisipasi kebutuhan
masyarakat. Dan pasar tersebut yang tepat untuk dibangun
jenis pasar desa tradisonal fresh market, karena berada
dilokasi terpadu sentra kuliner.
4.2 Deskripsi Data
4.2.1 Deskripsi Data Penelitian
Deskripsi data penelitian merupakan penjelasan mengenai data
yang telah didapatkandari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti
selama proses penelitian berlangsung. Dalam penelitian ini, mengenai
implementasi program Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa
Pagedangan Kabupaten Tangerang yang terdiri dari 4 (empat) program
kerja utama yaitu, unit simpan pinjam, unit sentra kuliner, unit TPST
dan unit Pasar Desa. Peneliti menggunakan teori implementasi menurut
Van Metter dan Van Horn. Teori tersebut memberikan gambaran atas
strategi implementasi (dalam Agustino, 2008:142), yaitu:
1. Ukuran dan tujuan kebijakan;
2. Sumber daya;
118
3. Karakteristik agen pelaksana;
4. Sikap/kecenderungan (disposition) para pelaksana;
5. Komunikasi antarorganisasi dan aktivitas pelaksana; dan
6. Lingkungan ekonomi, sosial, dan politik.
Mengingat banwa jenis data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah pendekatan kualitatif, maka data yang diperoleh berbentuk
kata dan kalimat dari hasil wawancara, observasi, serta data atau hasil
dokumentasi lainnya.Dalam penelitian ini kata-kata dan tindakan orang
yang di wawancara merupakan sumber utama dalam penelitian.Sumber
data ini kemudian oleh peneliti dicatat dengan menggunakan catatan
tertulis.Berdasarkan teknik analisa data kualitatif, data-data tersebut
dianalisa selama penelitian berlangsung. Data yang diperoleh dari hasil
wawancara, observasi lapangan, dan kajian pustaka kemudian
dilakukan ke bentuk tertulis untuk mendapatkan polanya serta diberi
kode-kode pada aspek-aspek tertentu berdasarkan jawaban-jawaban
yang sama dan berkaitan dengan pembahasan permasalahan penelitian
serta dilakukan kategorisasi. Dalam menyusun jawaban penelitian
penulis kode-kode, yaitu :
1. Kode Q untuk menunjukkan item pertanyaan;
2. Kode A untuk menunjukkan item jawaban;
3. Kode I1-1, menunjukkan daftar informan dari Sekretaris
Desa Pagedangan;
119
4. Kode I1-2, menunjukkan daftar informan dari Staff Desa
Pagedangan;
5. Kode I1-3, Kepala Bidang Dokumentasi Hukum Bagian
Hukum Sekda Kabupaten Tangerang;
6. Kode I1-4, menunjukkan daftar informan dari mantan
Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat BPPMPD
Kabupaten Tangerang;
7. Kode I1-5, menunjukkan daftar informan dari Direktur
Utama BUMDes di Desa Pagedangan Kabupaten
Tangerang;
8. Kode I1-6, menunjukkan daftar informan dari staff BKM
Desa Pagedangan;
9. Kode I1-7, menunjukkan daftar informan dari Kepala Unit
Program Simpan Pinjam;
10. Kode I1-8, menunjukkan daftar informan
dariPenanggungjawab program Sentra Kuliner;
11. Kode I1-9, menunjukkan daftar informan
dariPenanggungjawab Program TPST;
12. Kode I2-1, menunjukkan daftar informan dariLSM Desa
Pagedangan;
13. Kode I3-1, menunjukkan daftar informan dariPedagang
14. Kode I3-2, menunjukkan daftar informan dari masyarakat
1;
120
15. Kode I3-3,menunjukkan daftar informan darimasyarakat 2;
16. Kode I3-4, menunjukkan daftar informan dari masyarakat
3;
Setelah memberikan kode pada aspek tertentu yang berkaitan
dengan masalah penelitian sehingga polanya ditemukan, maka
dilakukan kategorisasi berdasarkan jawaban-jawaban yang ditemukan
dari penelitian dilapangan dengan membaca dan menelaah jawaban-
jawaban tersebut. Analisa data yang akan dilakukan dalam penelitian
ini menggunakan beberapa kategori dengan beberapa dimensi yang
dianggap sesuai dengan permasalahan penelitian dan kerangka teori
yang telah diuraikan sebelumnya.
4.2.2 Daftar Informan Penelitian
Pada penelitian mengenai Implementasi Program Badan Usaha
Milik Desa (BUMDes) di Desa Pagedangan Kecamatan Pagedangan
Kabupaten Tangerang, peneliti menggunakan teknik purposive, yaitu
dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu yang memahami fokus
penelitian.Pada penelitian ini, penentuan informan dibagi menjadi dua
yaitu key informan dan secondary informan. Key informan sebagai
informan utama yang lebih mengetahui situasi fokus penelitian,
121
sedangkan secondary informan sebagai informan penunjang dalam
memberikan penambahan informasi.
Informan dalam penelitian ini adalah semua pihak, baik aparatur
pelaksana kebijakan programdan pihak-pihak lain yang terlibat.
Aparatur pelaksana sebagai key informan adalah Pelaksana Operasional
BUMDes di Desa Pagedangan Direktur Utama BUMDes dan
jajarannya, Kepala Desa Pagedangan dan jajarannya dan Bidang
Pemberdayaan Masyarakat BPMPPDKabupaten Tangerang, Kepala
BKM Desa Pagedangan. Pihak lain yang terlibat sebagai key informan
adalah Tokoh Pemerhati BUMDes.
Adapun aparatur pelaksana sebagai secondary informan adalah
Staff Desa Pagedangan; Kepala bidang Dokumentasi hukum Bagian
Hukum Kabupaten Tangerang; Kepala Unit Program Simpan Pinjam;
Kepala Unit Program Sentra Kuliner; Kepala Unit Program TPST;
LSM Desa Pagedangan;. Pihak lain yang terlibat sebagai secondary
informan adalah masyarakat.
Tabel 4.4
Daftar Informan
No
.
Kode
Inform
an
Nama
Informan
Jabatan/Pekerjaan
Jenis
Kelamin /
Usia
Keterang
an
1 I1-1 M. Yusuf
Sekretaris Desa
Pagedangan
Laki-laki /
54 tahun
Key
Informan
122
2 I1-2 Assudin Staff Desa Pagedangan
Laki-laki /
53 tahun
Secondary
Informan
3 I1-3
Agus Hendrik,
S. Sos
Kepala Bidang
Dokumentasi Hukum
Bagian Hukum Sekda
Kab. Tangerang
Laki-laki /
50 tahun
Secondary
Informan
4 I1-4 Syahrizal
Mantan Kepala Bidang
Pemberdayaan
Masyarakat BPMPPD
Kab. Tangerang
Laki-laki/
50 tahun
Key
Informan
5 I1-5
H. Anwar
Ardadili
Direktur Utama BUMDes
Laki-laki /
52 tahun
Key
Informan
6 I1-6 Hj. Romdiati
Staf BKM Desa
Pagedangan
Perempuan
/
39 tahun
Secondary
Informan
7 I1-7 Hj. Kultsum
Kepala Unit Program
Simpan Pinjam
Perempuan
/
45 tahun
Key
Informan
8 I1-8
H. Anwar
Ardadili
Penanggungjawab Sentra
Kuliner
Laki-laki/
52 tahun
Key
Informan
9 I1-9 H. Munawar
Penanggungjawab
Program TPST
Laki-laki/
59 tahun
Key
Informan
123
10 I2-2
Endang
Rahayu, S.Fil
LSM Desa Pagedangan
Laki-laki/
44 tahun
Secondary
Informan
11 I3-1 Hj. Marlina Pedagang
Perempuan
/ 50 tahun
Key
Informan
12 I3-2 Farida
Masyarakat (Ibu Rumah
Tangga)
Perempuan
/47 tahun
Secondary
Informan
13 I3-3 Suinah
Masyarakat (Ibu Rumah
Tangga)
Perempuan
/54 tahun
Secondary
Informan
14 I3-4
Ika
Nurmawati
Masyarakat (Ibu Rumah
Tangga)
Perempuan
/35 tahun
Secondary
Informan
(Sumber : Peneliti, 2016)
4.3 Deskripsi Hasil Penelitian
Deskripsi hasil penelitian ini merupakan suatu data dan fakta yang
peneliti dapatkan langsung dari lapangan serta disesuaikan dengan teori yang
peneliti gunakan yaitu menggunakan teori implementasi menurut Van Metter
dan Van Horn (Agustino, 2006 : 141-144).
Dalam teori Van Metter dan Van Horn,proses implementasi ini
merupakan sebuah abstraksi atau performansi suatu implementasi kebijakan
yang pada dasarnya secara sengaja dilakukan untuk meraih kinerja
implementasi kebijakan publik yang tinggi yang berlangsung dalam hubungan
berbagai variabel. Model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan
124
berjalan secara linier dari keputusan politik yang tersedia, pelaksana, dan
kinerja kebijakan publik.
4.3.1 Ukuran dan Tujuan Kebijakan
Pelaksanaan kebijakan tidak terlepas dari sebuah peraturan
sebagai landasan pelaksanaan kebijakan. Suatu implementasi kebijakan
dapat diukur tingkat keberhasilannya jika ukuran dan tujuan dari
kebijakan memang realistis dan sesuai dengan sosio kultur yang berada
di level pelaksana kebijakan dan pengawas kebijakan. Ketika ukuran
kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal dan terlalu manis untuk
dilaksanakan di level warga, maka agak sulit memang merealisasikan
kebijakan publik hingga titik yang dapat dikatakan berhasil.
Dalam implementasi program BUMDes sendiri tidak semudah
wacana pemerintah. Membentuk BUMDes disuatu desa tentu tidaklah
mudah, meski dari tahun 2010 Menteri Dalam Negeri kala itu membuat
regulasi kebijakan mengenai BUMDes, namun nyatanya BUMDes ini
belum bisa terealisasi di seluruh desa di Indonesia. Contohnya di
Kabupaten tangerang sendiri, berdasarkan hasil wawancara dengan pak
Syahrizal selaku mantan ketua bidang pemberdaaan masyarakat
BPMPPD Kabupaten Tangerang, menyebutkan sebagai berikut.
“Di Kabupaten Tangerang Sendiri ada 246 Desa, yang sudah
terbentuk BUMDes baru sedikit, untuk BUMDes Bersama ada 18
Desa, kemudian BUMDes sendiri kurang lebih 10 Desa dan
Pasar Desa ada kurang lebih 22 Pasar Desa diluar BUMDes.
Tapi ini juga harus direview ulang, sudah sesuai belum
mekanisme pembentukkan BUMDes nya dengan Permendagri
125
atau Perbup.” (Wawancara dengan Pak Syahrizal, 2 Maret 2016,
Pukul 10.40 WIB, di Ged. Bupati Kabupaten Tangerang)
Berdasarkan wawancara diatas bisa disimpulkan bahwa hanya
sekitar 19 % saja desa yang memiliki BUMDes di Kabupaten Tangerang
terbukti dari 246 desa hanya ada 28 BUMDes dengan 46 desa sebagai
pengelola, karena 18 BUMDes merupakan BUMDes bersama yang
dimiliki oleh 2 (dua) desa atau lebih. Dari hal demikian, maka perlu
perhatian khusus untuk BUMDes agar mindset masyarakat desa bisa
diubah sehingga bisa mengikuti perkembangan zaman dan mengikuti
aturan yang terbaru. Maka tidak salah jika pemerintah sekarang
menggaungkan “revolusi mental” di segala aspek demi terciptanya
masyarakat yang baru yang lebih modern.
Program BUMDes sendiri memang sudah di anjurkan pada tahun
2007 oleh kementrian dalam negeri saat itu yang tertuang dalam
Permendagri No. 37 tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Desa. Namun pada saat itu masih dalam tahap penyesuaian, sehingga
turunlah Permendagri No. 39 tahun 2010 tentang BUMDes. Dalam
Permandgari 39/2010 ini memuat khusus bagaimana mekanisme
BUMDes dibuat dan pengelolaannya. Hal ini juga disebutkan jujga oleh
salah satu informan sebagai berikut.
“Program ini mulai berjalan pada di saat Permendagri No. 37
Tahun 2007 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa
dibuat, itu sudah berapakali perubahan, yang terakhir dipertegas
dengan Permendagri No. 39 Tahun 2010 Tentang Badan Usaha
Milik Desa, dimana didalamnya menyebutkan bahwa BUMDes
didirikan sebagai motor penggerak perekonomian desa.”
126
(Wawancara dengan Pak Syahrizal, 2 Maret 2016, Pukul 10.40
WIB, di Ged. Bupati Kabupaten Tangerang)
Namun, di kabupaten Tangerang sendiri baru dikenal pada tahun
2013, seperti halnya yang disampaikan oleh LSM Desa Pagedangan
sebagai berikut.
“Dikabupaten sendiri boomingnya itu pada tahun 2013, tapi
memang sebelum itu juga sudah ada kebijakan yang mengatur
tentang BUMDes itu, tapi boomingnya itu pada tahun 2013,
karena memang itu lumbungnya desa yang dibentuk oleh desa
sendiri dan juga didukung dan ditopang oleh masyarakat.”
(Wawancara dengan Pak Endang Rahayu, 23 Maret 2016, Pukul
15.57 WIB, di Warung Soto Hj. Omay)
Berdasarkan wawancara diatas bisa dilihat bahwa pada tahun
2013 BUMDes baru dikenal oleh desa, karena memang pada saat
permendagri 39/2010 dibuat pemerintah Kabupaten Tangerang tidak
langsung membuat turunannya atau Perdanya. Perdanya sendiri baru
dibuat pada tahun 2014, sedangkan dalam Permendagri 39/2010 sendiri
menyebutkan dalam pasal 3 ayat (2) yang berbunyi “Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan paling
lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini ditetapkan”. Jika
Permendagri 39/2010 ditetapkan tahun 2010, maka tahun 2011 daerah
harus membuat perda tersebut. Akan tetapi nyatanya Pemerintah
Kabupaten Tangerang sendiri baru membuat tahun 2014, Sehingga desa-
desa di Kabupaten Tangerang bisa dibilang tertinggal dalam membuat
BUMDes. Di Desa Pagedangan sendiri dibuat pada tahun 2013, satu
tahun sebelumnya dibuatnya Perbup tentang BUMDes. Dan pada saat
127
Perbup dibuat pada tahun 2014, maka Desa Pagedangan harus
menyesuaikan kembali dengan Pergub yang berlaku, seperti yang
dinyatakan oleh Kasubag Dokumentasi Hukum Bagian Hukum
Sekretariat Kabupaten Tangerang sebagai berikut.
”Peraturan desa tidak akan berlaku jika ada peraturan yang
lebih tinggi, peraturan desa harus mengacu pada pergub ini. Jadi
desa harus merevisi ulang perdesnya disesuaikan dengan perbup
yang berlaku yaitu Perbup No. 85 Tahun 2014 yang merupakan
turunan dari Perda No. 9 Tahun 2014 tentang Desa.”
(Wawancara dengan Pak Agus Hendrik, 2 Maret 2016, Pukul
08.40 WIB, di Kantor Bagian Hukum Sekretariat Daerah
Kabupaten Tangerang)
Berdasarkan wawancara diatas bisa dilihat bahwa desa memang
harus merevisi ulang, dan pada saat di konfirmasi kepada Sekretaris Desa
Pagedangan, memang perdes tersebut akan direvisi sekaligus penyegaran
pengurus seperti yang disampaikannya sebagai berikut.
“Rencana sih ada, kita juga akan menyesuaikan dengan keadaan
desa sekarang ini, disisi lain kita juga akan mengadakan rolling
pengurus ya karena mungkin ada beberapa yang sibuk, supaya
lebih instan lagi, untuk penyegaran lah. Kadang-kadang kan ada
jenuh juga ya, karena tadi juga ada permen dan perbup yang
mengatur.” (Wawancara dengan M. Yusuf, 10 Maret 2016,
Pukul 10.10 WIB, di KantorDesa Pagedangan)
Namun disisi lain, LPM Desa Pagedangan beranggapan bahwa
Perbup hanya sebatas aturan yang menyeragamkan saja, artinya tidak
terlalu berpengaruh pada perdes, nyatanya banyak desa yang sudah
memiliki BUMDes sebelum Perbup tentang BUMDes dibuat pada tahun
2014. Hal ini dinyatakan dalam wawancara sebagai berikut.
128
“Menurut saya, Perbup ini hanya mengatur saja yang merupakan
turunan dari undang-undang atau perda tentang tata kelolanya
saja. Memang saya akui sebelum dibuatnya Perbup ini, sebagian
desa sudah memiliki BUMDes dan memang harus ada perdesnya
saat dibuatnya BUMDes ini.Nah, pada saat 2014 dibentuknya
perbup ini baru diwajibkan untuk seluruh desa yang ada di
Kabupaten Tangerang.Sebelum itu ada beberapa desa yang
sudah membuatnya, seperti di Tigaraksa, di Cikupa lalu di
Panongan juga ada.” (Wawancara dengan Pak Endang Rahayu,
23 Maret 2016, Pukul 15.57 WIB, di Warung Soto Hj. Omay)
Hal ini juga senada dengan yang dinyatakan oleh Sekretaris Desa
Pagedangan yang memiliki pandangan bahwa pembuatan perdes yang
lebih dahulu dibuat ini tidak masalah dikarenakan kesalahan pemerintah
daerah yang terlambat dalam membuat perda tentang BUMDes. Dan hal
ini juga sudah disampaikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten
Tangerangseperti yang dinyatakan dalam wawancara sebagai berikut.
“Sebelum Peraturan Bupati dibuat, kita sudah buat Peraturan
Desa tentang BUMDes karena tadi kita ada proyek kepentingan
untuk penyelenggaraan kegiatan lomba, nah kita buatkan
BUMDes. Pada saat kita berkomunikasi dengan Bupati ya tidak
masalah, itu karena keterlambatan kami dalam membuat
peraturan.Baru sekarang ini mereka juga buat
peraturannya.Dalam UU No. 6 Tahun 2014 sendiri ya tentang
Desa kita berwenang mengatur rumah tangga kita untuk
mensejahterakan masyarakat. Kalau dulu mungkin kita hanya
lembar negara, sekarang kan sudah ada menteri desa khusus
mengelola tentang desa. Kalau dulu kan ada BanDes hanya Rp. 6
juta pertahun kalau sekarang kan untuk Pagedangan sendiri
dapat Rp. 600juta pertahun bahkan mungkin ada kawan-kawan
yang lain yang dapat 1 M. Ya kita bangga lah dengan adanya UU
No. 6 tahun 2014 ini tentang Desa.” (Wawancara dengan M.
Yusuf, 10 Maret 2016, Pukul 10.10 WIB, di Kantor Desa
Pagedangan)
Berdasarkan hasil wawancaara diatas bisa dilihat bahwa Desa
Pagedangan membuat BUMDes ini karena ada proyek kepentingan,
129
sehingga tatkala BUMDes dibuat maka harus ada Perdes yang mengatur
sesuai denga Permandagri 39/2010. Hal ini juga diperkuat oleh
pernyataan Direktur BUMDes Mandiri Desa Pagedangan sebagai berikut.
“BUMDes didirikan sekitar tahun 2013. Dalam mendirikan
BUMDes ini kita mengacu pada Permendagri No. 39 Tahun 2010
Tentang Desa, karena pada saat itu belum ada Perda yang
mengatur tentang BUMDes. Harusnya ada payung hukumnya nih
di setiap daerah, akan tetapi ada titik kelemahan tertentu bahwa
tidak semua Kabupaten dan Kota itu ditindak lanjuti dengan
Perda, artinya bisa aja ada daerah yang tidak memiliki Perda
mengenai BUMDes sebagai landasannya. Sedangkan setiap desa
membentuk BUMDes, harus ada Perdes yang mengatur BUMDes
di Desa itu.” (Wawancara dengan H. Anwar Ardadili, 19
November 2015, Pukul 14.50 WIB, di Hotel Le dian)
Berdasarkan wawancara diatas dapat dilihat bahwa BUMDes
Desa Pagedangan dibentuk berdasarkan Permendagri 39/2010 bukan
mengacu pada Perbup 85/2014, karena BUMDes Pagedangan sendiri
dibuat pada tahun 2013, sehingga BUMDes sendiri tidak merasa salah
dalam membuat Perdes terlebih dahulu membuat Peraturan dibanding
daerah, hal ini karena keterlambatan daerah saja yang membuat
peraturan.
Akan tetapi disisi lain, Pemerintah daerah juga membela diri
dengan menyatakan bahwa Peraturan Bupati No. 85 Tahun 2014
BUMDes yang merupakan turunan dari Peraturan Daerah No. 9 tahun
2014 Tentang Desa dibuat berdasarkan UU No. 6 Tahun 2014 Tentang
Desa. Jadi acuan pemerintah daerah kabupaten Tangerang dalam
membuat Perbup adalah UU No. 6 Tahun 2014 bukan Permendagri No.
130
39 tahun 2010 seperti yang dinyatakan oleh Kasubag Dokumentasi
Hukum sebagai berikut.
“Perbup ini dibuat mengacu pada UU Desa No. 6 tahun 2014
tentang Desa, mungkin desa itu dalam membuat peraturan desa
itu mengacu pada peraturan lama, kalau kita kan mengacu pada
peraturan baru.” (Wawancara dengan Pak Agus Hendrik, 2
Maret 2016, Pukul 08.40 WIB, di Kantor Bagian Hukum
Sekretariat Daerah Kabupaten Tangerang)
Berdasarkan wawancara diatas, dapat dilihat bahwa pemerintah
daerah juga tidak salah jika mengacu pada peraturan yang baru, akan
tetapi sebelumnya juga pemerintah daerah memang belum pernah
membuat peraturan tentang BUMDes sama sekali, Kasubag Dokumentasi
hukum juga saat ditanya apakah sebelumya sudah ada peraturan tentang
BUMDes. Ia menyatakan bahwa, “enggak kayaknya, ini yang baru. Kita
memang baru buat peraturannya jika khusus tentang BUMDes. Tapi
kalau tentang desa, tahun 2007 kita buat peraturan daerah tentang
desa.” (Wawancara dengan Pak Agus Hendrik, 2 Maret 2016, Pukul
08.40 WIB, di Kantor Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten
Tangerang).
Tujuan Perbup 85/2014 dibuat juga hanya untuk menyeragamkan
saja agar tidak ada perbedaan dalam membentuk BUMDes, seperti yang
dinyatakan oleh Kasubag Dokumentasi Hukum, “tujuannya hanya untuk
menyeragamkan peraturan desa yang telah dibuat terlebih dahulu agar
bentuknya sama.” Dari sini bisa dilihat bahwa tujuannya hanya
menyamaratakan pembentukkan BUMDes di Kabupaten Tangerang
131
karena Pemerintah daerah menyadari bahwa desa-desa sudah membuat
BUMDes tanpa landasan yang jelas daerah pemerintah daerah sendiri.
Tujuan program BUMDes sendiri dibuat sebagai motor
penggerak ekonomi desa, agar pengelolaan keuangan desa bisa
terorganisir dengan baik. Seperti yang dinyatakan oleh Kabag
Pemberdayaan Masyarakat BPMPPD Kabupaten Tangerang sebagai
berikut.
“Tujuannya secara umum adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan di Desa, untuk tujuan utamanya yaitu
meningkatkan PADes, mengembangkan potensi perekonomian
desa dan produktivitas masyarakat desa. selain itu juga untuk
meminimalisir pengangguran karena menciptakan kesempatan
berusaha dan menciptakan lapangan kerja.” (Wawancara dengan
Pak Syahrizal, 2 Maret 2016, Pukul 10.40 WIB, di Ged. Bupati
Kabupaten Tangerang)
Hal ini juga senada dengan yang di sampaikan oleh Direktur
Utama BUMDes yang lebih spesifik menyatakan tujuan program
BUMDes di Desa Pagedangan sebagai berikut.
“Dibuatnya BUMDes ini karena di Desa Pagedangan ini banyak
program-program dari pemerintah baik pusat maupun daerah
berupa bantuan-bantuan yang sifatnya pemberdayaan
masyarakat. Di bantuan ini banyak sektornya, ada pemberdayaan
masyarakat berarti ke LPM, ada pemberdayaan perempuan
berarti PKK, sarana pembinaan pemuda berarti karangtaruna,
ada juga sektor ekonomi.Nah BUMDes inilah yang mewadahi
pada sektor ekonomi terlepas itu ada program di LPM,
Karangtaruna, BKM kita jadikan satu badan yaitu BUMDes agar
tidak terjadi tumpang tindih, maka dari itu dari semua sektor
ekonomi yang mewadahi adalah BUMDes. Jadi program
BUMDes juga program-program BUMDes itu juga program
lembaga lain, karena biasanya bantuan untuk ke masyarakat itu
sifatnya tuntas tidak continue. Nah, lewat BUMDes ini dicoba
agar berkelanjutan seperti program BKM atau LPM agar
bantuan tersebut tidak habis begitu saja.” (Wawancara dengan
132
H. Anwar Ardadili, 19 November 2015, Pukul 14.50 WIB, di
Hotel Le dian)
Berdasarkan hasil wawancara diatas bisa dilihat bahwa BUMDes
memang perlu dibentuk, sehingga saat ada anjuran dari pemerintah pusat
Desa Pagedangan memiliki inisiatif membentuk BUMDes meski
pemerintah daerah sendiri belum memiliki payung hukum dalam
pembentukkan BUMDes saat BUMDes akan dibentuk pada tahun 2013
itu.
Berdasarkan hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa payung
hukum yang dibuat pemerintah daerah terlambat dibuat karena mengacu
pada UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa sedangkan Peraturan Desa
mengacu pada Permendagri No. 39 Tahun 2010. Sehingga Peraturan desa
akan direvisi ulang menyesuaikan peraturan daerah No. 9 Tahun 2014
dan Perbup No. 85 Tahun 2014. Tujuan Perbup ini dibuat hanya untuk
menyeragamkan desa dalam membentuk BUMDes agar tidak berbeda-
beda dasar hukum yang dipakai.
4.3.2 Sumber Daya
Sumberdaya sangat berperan penting dalam pelaksanaan suati
kebijakan. Implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya baik
sumberdaya manusia (human resources) maupun sumberdaya non-
manusia (non-human resources). Manusia merupakan sumberdaya yang
terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi
133
karena sebagai implementor suatu kebijakan tersebut. Tahap-tahap
tertentu dari keseluruhan proses implementasi menuntut adanya
sumberdaya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang
diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secarapolitik. Tetapi
ketika kompetensi dan kapabilitas dari sumber-sumberdaya itu nihil,
maka kinerja kebijakan publik sangat sulit untuk diharapkan.
Akan tetapi selain sumberdaya manusia, sumber-sumber daya lain
yang perlu diperhitungkan juga seperti sumberdaya financial. Karena,
mau tidak mau, ketika sumberdaya manusia yang kompeten dan
kapabel telah tersedia sedangkan kucuran dana melalui anggaran tidak
tersedia, maka memang menjadi persoalan pelik untuk merealisasikan
apa yang hendak dituju oleh tujuan kebijakan publik.Karena itu
sumberdaya yang diminta dan dimaksud oleh Metter dan Horn adalah
kedua bentuk sumberdaya tersebut.Maka bila dilihat dari sumberdaya
yang dimaksud tersebut, dalam pelaksanaan program BUMDes di Desa
Pagedangan kedua bentuk sumberdaya tersebut sangat berpengaruh.
Yang pertama adalah sumberdaya manusia, dalam proses
pelaksanaan program BUMDes di Desa Pagedangan unsur sumber
manusia yang paling berperan adalah pemerintah desa, karena
Pemerintah desa berperan dalam memilih pelaksana operasional
BUMDes. Pelaksana Operasional BUMDes dipilih diluar dari staff
desa, dimana orang-orangnya murni masyarakat biasa. Hal sudah diatur
dalam Permendagri 39/2010 dan Perbup 85/2014. Sebagaimana yang
134
telah disampaikan oleh direktur BUMDes di Desa Pagedangan sebagai
berikut.
“Sesuai Permendagri itu ya direktur BUMDes itu diangkat oleh
kepala desa, nanti setelah diangkat direktur BUMDes milih siapa
saja yang mau jadi pengurus pembantunya. Sumber daya
manusia yang ada di pengurus BUMDes ya cukup lah segini,
meski kadang jika da program keteteran juga. Tapi kan itu
sewaktu-waktu saja kalau ada program dari pemerintah. Tapi
untuk program rutinitas sudah ada penanggungjawab masing-
masing unit usaha untuk menjalankan programnya. Gak perlu
banyak-banyaklah, dikit yang penting mau kerja, buat apa
banyak-banyak kalau ga mau kerja. Sama aja bohong gitu
mah.Sesuai kebutuhan aja lah, kalau kita butuh pengurus baaru
ya kita angkat, fleksibel aja.” (Wawancara dengan H. Anwar
Ardadili, 19 November 2015, Pukul 14.50 WIB, di Hotel Le
dian)
Hal ini juga senada dengan pernyataan Sekretaris Desa
Pagedangan yang menyatakan sebagai berikut.
“Untuk pengurus BUMDes kita sesuaikan dengan kebutuhan saja,
kita mengacu pada AD/ART BUMDes nya menggunakan sistem
kebutuhan saja. Ataupun jika suatu saat ada unit pelaksana baru,
baru kita rekrut pengurus baru.Sesuai kebutuhan lapangan saja.”
(Wawancara dengan Bapak M. Yusuf, 10 Maret 2016, Pukul
10.10 WIB, di Kantor Desa Pagedangan)
Maka dari hasil wawancara diatas bisa dilihat bahwa dalam
perekrutan pengurus di sesuaikan dengan kebutuhan dilapangan. Akan
tetapi kenyataannya dilapangan para unit pelaksana merasa kekurangan
orang untuk membantu pekerjaan mereka, seperti halnya yang
dinyatakan oleh salah satu informan dari BKM Pagedangan sebagai
berikut.
“Sumber Daya Manusianya itu kita cuma ada beberapa aja,
sistemnya kita relawan mba makanya kita kekurangan tenaga
135
untuk mengurus program-programnya. Jarang banget ada yang
mau jadi relawan mba.” (Wawancara dengan Ibu Hj. Romdiati,
10 Maret 2016, Pukul 11.49 WIB, di Kediaman Hj. Romdiati)
Berdasarkanhasil wawancara diatas bisa dilihat bahwa memang
pada pelaksanaannya membutuhkan orang yang benar-benar bekerja
tanpa dibayar untuk kemajuan desa. Dan mencari orang-orang relawan
pada era sekarang ini memang sangat sulit sekali, karena sekarang ini
eranya dimana apapun diukur dengan materi. Dalam struktural
kepengurusan BUMDes berdasarkan Keputusan Kepala Desa
Pagedangan sebagai berikut.
SUSUNAN PENGURUS BADAN USAHA MILIK DESA
PAGEDANGAN MANDIRI
DESA PAGEDANGAN KECAMATAN PAGEDANGAN
MASA BAKTI TAHUN 2013 - 2018
Komisaris : KEPALA DESA
PAGEDANGAN
Badan Pengawas :
Ketua : NARHAWI, SPd.I
Anggota : H. MUNAWAR, S.Pd
Anggota : Drs. DIDIK INDARTO
AHMAD, S.Pd.I
Pelaksana Operasional :
Direktur : H. ANWAR ARDADILI, S.Pd
136
Sekretaris : NURFALAH
Bendahara : ROMDIATI
Ka. Unit Usaha Simpan Pinjam : Hj. KULSUM
Ka. Unit Usaha Sentra Kuliner : ISHAK
Ka. Unit Usaha Pasar Desa : H. ABDUL MUHIT
Ka. Unit Usaha TPST : SOLEH SARDAI
Berdasarkan susunan kepengurusan diatas, dapat dilihat bahwa
pengurus BUMDes hanya ada pengurus inti saja, tidak ada staff
pembantu di setiap unit usaha dan ini membuat para kepala unit usaha
sedikit kerepotan dalam melaksanakan tugasnya.
Maka dari itu, dalam pelaksanan program BUMDes di Desa
Pagedangan masih belum memadai orang yang mengelola
BUMDesnya, disamping orang-orang yang menangani BUMDesnya
adalah sebagian yang belum melek teknologi sehingga dapat
menghambat jalannya program BUMDes.
Selain Desa Pagedangan selaku pemilik BUMDes, ada pula
SKPD dari pemerintah daerah yang menangani BUMDes, yaitu bidang
pemberdayaan masyarakat BPMPPD Kabupaten Tangerang sebagai
sumberdaya manusia yang bekerja dalam pemberdayaan masyarakat di
Desa. Hal ini juga disebutkan oleh kepala bidangnya sendiri yang
menyatakan bahwa, “Ada bagian Pemberdayaan Masyarakat yang
menangani khusus BUMDes, sesuai dengan Perbup No. 27 Tahun
137
2015.” (Wawancara dengan Pak Syahrizal, 2 Maret 2016, Pukul 10.40
WIB, di Ged. Bupati Kabupaten Tangerang).
Kedua adalah sumberdaya finansial, terkait sumber daya finansial
tidak terlepas dari anggaran baik itu APBD maupun APBN. Sesuai
dengan UU Desa No. 6 Tahun 2014, desa mendapat dana dari APBN
sekitar 600 juta hingga 1,2 Milyar untuk setiap tahunnya. Maka dari itu,
setiap desa akan menerima dana sedemikian banyak dari pemerintah
pusat secara cuma-cuma yang harus dikelola oleh desa. Untuk program
BUMDes sendiri, salah satu dananya berasal dari dana tersebut akan
tetapi didukung pula oleh dana-dana yang lain seperti yang
diungkapkan oleh Sekretaris Desa mengenai sumberdaya finansial yang
menyebutkan bahwa, “Tadi ada dari BKM dan melalui Pendapatan
Desa. Selain itu menurut UU No. 6 Tahun 2014 itu ya BUMDes bisa
didanai dari APBD masing-masing daerah untuk bantuan permodalan
BUMDes.” (Wawancara dengan Bapak M. Yusuf, 10 Maret 2016,
Pukul 10.10 WIB, di Kantor Desa Pagedangan)
Hal ini juga disebutkan oleh direktur utama BUMDes mengenai
sumber daya finansial sebagai berikut. “untuk dana sendiri, kita ada
perbantuan modal dari desa tentunya, lalu ada dari BKM itu yang
PNPM Mandiri lalu ada juga terkadang dari pemerintah daerah.
Selebihnya kita gunakan dana perputaran dari program pemerintah.”
(Wawancara dengan H. Anwar Ardadili, 19 November 2015, Pukul
14.50 WIB, di Hotel Le dian). Sementara itu dalam pelaksanaan setiap
138
unit usaha memiliki sumber dana yang berbeda-beda, salah satunya
adalah unit simpan pinjam yang mana sumber keuangannya merupaka
dana bantuan dari program PNPM Mandiri, seperti yang dinyatakan
sebagai berikut.
“Awalnya kita mendapat bantuan dana dari PNPM Mandiri yang
berasal dari APBD kalau tidak salah ditahun 2009 melalui BKM,
awalnya itu pada bulan Mei 2009 dengan angka Rp. 60.000.000,-
. itu merupakan dana awal kami di simpan pinjam ini untuk
katagori yang tidak mampu tapi khusus yang ada usaha saat itu.
Kita gulirkan kepada 120 orang terbagi kepada 24 KSM
(Kelompok Swadya Masyarakat) yang pada saat itu 1 KSM ada 5
orang anggotanya. Dan diberikan pinjaman Rp. 500.000,- / orang
jadi satu kelompok mendapatkan Rp. 2.500.000,- untuk 10 bulan
masa cicilan. Untuk cicilannya Rp. 50.000,-/orang jadi satu
kelompok harus mengembalikan Rp. 250.000,- / cicilan”
(Wawancara dengan Ibu Hj. Kultsum, 7 Januari 2016, Pukul
15.20 WIB, di Kediaman Bu Hj. Kultsum)
Selain usaha simpan pinjam adapula unit usaha TPST yaitu
Tempat Pembuangan Sampah Terpadu yang membantu masyarakat
tidak membuang sampah rumah tangga asal-asalan. Untuk feedback
nya masyarakat membayar dengan kriteria tertentu untuk pembangunan
TPST, hal ini dinyatakan oleh penanggungjawab TPST sebagai berikut.
“Jadi kita tarik iurannya per bulan untuk setiap rumah. Untuk
nominalnya sendiri sangat variatif, ada yang Rp. 15.000,-, Rp.
20.000,-, Rp. 35.000,- tergantung dari volume sampah yang
dikeluarkan. Untuk rumah rumah paling disekitaran Rp. 15.000,-
atau Rp. 20.000,- perbulan. Kita juga menarik sampah dari
warung makan, lembaga-lembaga, sekolah-sekolah SD, MIN dan
SMP pasti itu lebih besar kita tariknya, soalnya volume
sampahnya pasti lebih besar, kita tarik variatif juga ada yang Rp.
75.000,- ada yang hingga Rp. 200.000,- atau Rp. 250.000,-
tergantung dari volume sampah itu tadi. Disetiap dusun itu ada
koordinatornya yang mengantarkan hasil iuran itu kemari, untuk
memudahkan kita juga.Itupun koordinatornya tetap relawan,
tidak ada upah untuknya.Kita hanya menggaji petugas yang
139
mengambil sampah-sampah itu walaupun gajinya tidak seberapa,
tapi kita ambil dampak positifnya lah, bisa menciptakan lapangan
kerja untuk masyarakat sini.” (Wawancara dengan Pak H.
Munawar, 7 Januari 2016, Pukul 16.15 WIB, di Kediaman Pak
H. Munawar)
Dari hasil wawancara diatas dapat dilihat bahwa dari penarikan
sampah rutin ini mereka mendapatkan dana untuk pemasukan desa,
disamping itu juga dana tersebut bisa digunakan untuk menambah
jumlah TPST di setiap dusun di Desa Pagedangan.
Program lainnya adalah program sentra kuliner, dimana program
ini hanya mendapatkan dana dari pembayaran kios saja. Seperti yang
disampaikan oleh penanggungjawab sentra kuliner sebagai berikut.
“Untuk sistem pengelolaannya jadi kita menyewakan kios-kios
dan saung-saung yang disewakan pertahun dengan harga yang
variatif tergantung besar-kecilnya. Untuk kios penyewaannya
sekitar 6 juta, untuk saung besar sampai 15 juta dan untuk yang
kecil sekita 8-10 juta, soalnya saungnya tidak rata ukurannya.
Lalu kita kasih kartu kuningnya, kontrak perjanjiannya, hak guna
pakainya dengan beberapa aturan yang kita buat didalamnya
yang telah ditandatangani oleh kepala desa, direktur BUMDes,
dan BKM juga. Dan untuk dana hasil sewa, dibagi untuk 4
(empat) katagori. Pertama untuk Desa, kedua untuk sosial seperti
sarana ibadah, ketiga untuk perawatan, dan untuk pengurus
sentra kuliner sendiri.Dan untuk perbulannya ada biaya lagi,
untuk biaya kebersihan, keamanan dan listrik.” (Wawancara
dengan Pak H. Anwar Ardadili, 18 Maret 2016, Pukul 13.49
WIB, di Warung Soto Betawi Hj. Omay, Pagedangan)
Berdasarkan wawancara diatas bisa dilihat bahwa, BUMDes
memiliki pemasukan dana dari penyewaan kios yang dipakai untuk tiga
hal yang telah disebutkan diatas.
140
Disamping itu, untuk pembangunan sentra kuliner dan TPST pasti
dibutuhkan dana yang tidak sedikit dalam membangunnya. Maka dari
itu pendapatan rutin yang didapatkan perbulan digunakan untuk
perawatan dan penambahan fasilitas demi peningkatan kualitas
pelayanan kepada masyarakat. Untuk pembangunan Sentra Kuliner dan
TPST sendiri menggunakan dana penghargaan BKM yang diberikan
pemerintah atas keberhasilan program PNPM Mandiri yang mereka
jalankan sebesar 1 Milyar, sebagaimana yang telah disampaikan oleh
Pak H. Anwar Ardadili selaku Direktur BUMDes Mandiri Desa
Pagedangan sebagai berikut.
“Secara spesifik saya kurang tahu berapa persisnya dana yang
digunakan untuk membangun sentra kuliner. Karena memang
awalnya dananya ini dari dana penghargaan untuk BKM dari
PNPM itu dengan kucuran dana senilai 1 M, dan itu dibagi jadi
pembangunan sentra kuliner dan TPST. Untuk satu-satunya
berapa saya kurang tahu persis. Jadi di kuliner itu ada saung
sedang, saung besar, kios-kios 6 kios, mungkin 700 juta nyampe
kayaknya atau 750 juta, soalnya kan TPST kecil ya, jadi banyak
dihabisin untuk kuliner itu sepertinya.” (Wawancara dengan Pak
H. Anwar Ardadili, 18 Maret 2016, Pukul 13.49 WIB, di Warung
Soto Betawi Hj. Omay, Pagedangan)
Berdasarkan wawancara diatas bisa dilihat bahwa dalam
membangun sentra kuliner dan TPST ini merupakan dana bantuan dari
pemerintah melalui PNPM Mandiri, sehingga desa terbantu dari segi
finansial dalam mengelola BUMDes ini. Sehingga pada saat mereka
mendapatkan pendapatan tiap bulannya, BUMDes hanya melakukan
perawatan saja tanpa perlu mengembalikan modal yang BUMDes pakai
untuk pembangunan sentra kuliner dan TPST sehingga pendapatan desa
141
bisa meningkat setiap tahunnya dari BUMDes meski tidak secara
signifikan.
Berdasarkan dari kedua sumberdaya tersebut diatas saling
berkaitan antara sumberdaya manusia, sumberdaya finansial dan
sumberdaya waktu. Sumberdaya manusia dalam pelaksanaan BUMDes
di Desa Pagedangan ini kekurangan dalam mengelola unit usahanya
sehingga pada waktu-waktu tertentu mereka keteteran dalam mengelola
program kerjanya. Sedangkan dalam sumberdaya finansial sangat
berkaitan dengan sumberdaya waktu. Dalam membangun program kerja
BUMDes Desa Pagedangan mendapatkan bantuan dari dana PNPM
Mandiri melalui BKM sebesar 1 Milyar dalam membangun TPST dan
Sentra Kuliner. Akan tetapi pembangunan tersebut masih bersifat
minim, tidak bisa mengcover masyarakat desa. Sehingga tatkala mereka
ditargetkan agar cepat memberdayakan seluruh masyarakat desa, maka
mereka butuh dana besar untuk menambah fasilitas dan alat baru untuk
TPST dan sentra Kuliner akan tetapi jika hanya mengandalkan dengan
modal yang ada, maka butuh waktu yang panjang dalam mencapai
target BUMDes.
4.3.3 Karakteristik Agen Pelaksana
Agen Pelaksana ikut menjadi salah satu hal yang harus
diperhatikan dalam sebuah implementasi. Dalam salah satu indikator
teori Van Horn dan Van Metter ini pusat perhatian pada agen pelaksana
142
meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat
pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena
kinerja implementasi kebijakan (publik) akan sangat banyak
dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen
pelaksananya. Misalnya, implementasi kebijakan publik yang berusaha
untuk merubah perilaku atau tindaklaku manusia secara radikal, maka
agen pelaksana projek itu haruslah berkarakteristik keras dan ketat pada
aturan serta sanksi hukum.Sedangkan bila kebijakan publik itu tidak
terlalu merubah perilaku dasar manusia, maka dapat saja agen
pelaksana yang diturunkan tidak sekeras dan tidak setegas pada
gambaran yang pertama.
Dilihat dari pengertian di atas bahwa untuk mewujudkan
BUMDesterbentuk disuatu desa bukanlah hal yang mudah, karena
terkadang masyarakat desa yang cenderung tradisional akan
menghambat kearah pembangunan desa. Inisiatif pemerintah untuk
melaksanakan BUMDes di seluruh desa akan sulit terwujud manakala
banyak hal dari segi pembangunan yang harus dibenahi terlebih dahulu.
Terlebih pola pikir masyarakat desa yang terbentur oleh budaya dan
adat istiadat yang kuno, sehingga perlu ada perubahan mindset seperti
yang disampaikan oleh Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat
BPMPPD Kabupaten Tangerang sebagai berikut.
“Hambatan umumnya sih mindset masyarakat desanya. Di
program BUMDes kan ada Manajemen Pengelolaan BUMDes,
nah ini yang belum. Tapi dari pemerintah sendiri sudah
143
mengadakan pelatihan-pelatihan seperti itu, dari provinsi salah
satunya.Tapi karena banyak jadi hanya beberapa desa yang
sudah dilatih, di tahu 2014 itu hanya ada 5 desa yang sudah
dilatih.” (Wawancara dengan Pak Syahrizal, 2 Maret 2016, Pukul
10.40 WIB, di Ged. Bupati Kabupaten Tangerang)
Berdasarkan wawancara diatas dapat dilihat bahwa, hambatan
umum pelaksanaan BUMDes ini adalah mindset masyarakat sendiri.
Hal ini memang tidak bisa dipungkiri terlebih jika desa tersebut berada
di pelosok daerah terpencil yang jauh dari jangkauan pusat kota.
Desa Pagedangan sendiri yang berada dipusat kota yang awalnya
tradisional perlahan menjadi kearah modern sehingga mindset
masyarakatnya tidak terlalu mengahalangi jalannya program BUMDes
sendiri, meskipun ada setidaknya hanya beberapa saja tidak terlalu
signifikan.
Meski mindset bukan menjadi hambatan utama dalam
menjalankan BUMDes di Desa Pagedangan, akan tetapi jika
masyarakatnya tidak ada kemauan untuk bekerja secara sukarela untuk
kemajuan desanya, tentu hal demikian tidak dapat terwujud. Seperti
halnya yang dinyatakan oleh Sekretaris Desa Pagedangan sebagai
berikut.
“Untuk kendala tidak terlalu signifikan ya selama ada niatan dari
individunya. Bagaimana hanya tinggal dari kemauan saja.Kita
bisa bekerjasama atau bernegosiasi dengan preman-preman atau
dengan pengembang, kita hanya jadi penyedia saja.Kita untuk
pemberdayaan masyarakat saja. .” (Wawancara dengan M.
Yusuf, 10 Maret 2016, Pukul 10.10 WIB, di Kantor Desa
Pagedangan)
144
Berdasarkan wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa kendala
yang dihadapi oleh Pemerintah Desa Pagedangan dalam menjalankan
BUMDesnya adalah individunya. Hal ini dikarenakan para pelaksana
operasional BUMDes bekerja secara sukarelawan tanpa digaji, berbeda
halnya dengan yang bekerja di pemerintahan desa yang mendapatkan
gaji. Maka dari itu individu yang tulus yang mau bekerja untuk
kemajuan desa sangatlah sulit didapatkan.
Selain SDM yang sukar didapatkan, sumberdaya finansialpun
sulit didapatkan. Meski demikian salah staff desa menyatakan sebagai
berikut.
“Masalah atau hambatan sih biasanya dana ya, cuma kita kan
dapat dana bantuan dari pemerintah jadi gak terlalu signifikan
kalau dana. Paling yang paling utama adalah SDM nya, karena
SDM ini sebenarnya banyak ya dikita, cuma kualitas SDM nya ini
kurang memadai, ada yang memadai mereka sibuk bekerja bukan
untuk kepentingan desa tapi untuk dirinya sendiri dan
keluarganya sendiri.Tapi manusiawi ya begitu, sejauh ini SDM
yang ada cukuplah untuk membantu unit usaha yang ada, hanya
saja mungkin pada waktu banyak acara baru tuh kelabakan
kurang orang. Maka dari tiu, kita butuh pelatihan khusus nih bagi
SDM yang kurang berkompeten, sehingga mereka menjadi ahli
dibidangnya.” (Wawancara dengan Assudin, 13 November
2015, Pukul 14.14 WIB, di Kantor Desa Pagedangan)
Berdasarkan wawancara diatas bisa dilihat bahwa permodalan dan
SDM adalah hambatan yang dihadapi oleh pengurus BUMDes.
Permodalan memang cukup urgent mengingat dana merupakan hal
utama untuk jalannya suatu program. Meski Desa Pagedangan tumbuh
ditengah-tengah kota yang sedang berkembang dan dikelilingi oleh
pengembang, mendapatkan bantuan dari mereka tidak bisa diandalkan.
145
Seperti yang dikatakan oleh kepala unit usaha simpan pinjam,
“Sekarang kita juga lagi nyari CSR nih, yang secara cuma-cuma itu tuh
yang belum dapat.” (Wawancara dengan Ibu Hj. Kultsum, 7 Januari
2016, Pukul 15.20 WIB, di Kediaman Bu Hj. Kultsum). Meski CSR
merupakan kewajiban dari perusahaan tetapi sangat sedikit sekali
kesadaran perusahaan untuk mengeluarkan CSR nya. Hal ini perlu
dukungan dari pemerintah desa agar para perusahaan ini mau
mengeluarkan CSR-nya seperti yang dikatakan oleh Pak. H. Anwar
Ardadili sebagai berikut.
“Untuk desanya sendiri, harus menggali CSR nya, bagaimana
dari pemerintah desa mau siapapun lurahnya yang berada di
tengah-tengah perkotaan, harus bisa mengupayakan CSR ini.
CSR ini kan ada 3 macam, ada CSR pendidikan, CSR lingkungan
dan CSR Kesehatan. CSR yang ada diperusahaan-perusahaan ini
kan luar biasa, tinggal bagaimana desa menggali potensi itu.
Dari CSR ini kan bisa untuk program pengentasan kemiskinan,
pemberdayaan masyarakat seperti untuk membantu masyarakat
yang tidak memiliki MCK yang kurang baik, atau dari segi
pendidikan bisa untuk beasiswa. Karena memang CSR ini kan
kewajiban dari perusahaan yang harus dikeluarkan dari profit,
jadi jika desanya tidak menggali ya mereka mah enak-enak saja.”
(Wawancara dengan Pak H. Anwar Ardadili, 18 Maret 2016,
Pukul 13.49 WIB, di Warung Soto Betawi Hj. Omay,
Pagedangan)
Berdasarkan wawancara diatas dapat dilihat bahwa pemerintah
desa sangat berperan dalam permodalan BUMDes bagi unit usaha yang
membutuhkan modal besar. Sehingga unit usaha simpan ini terbentur
oleh modal dalam memberdayaan masyarakatnya seperti yang
disampaikan oleh bu Hj. Kultsum sendiri sebagai berikut.
146
“Hambatan umumnya ya itu tadi, di UPK kita kekurangan modal.
Dari sekian banyak masyarakat pagedangan yang ingin
meminjam, kita hanya bisa menampung sekitar ¾ nya saja tidak
keseluruhan, sekarang saja yang mau minjem masih ngantri
dibelakang buat dapat pinjaman. Disamping itu kita SDM nya
kurang mba, kita membutuhkan relawan sejati yang mau bekerja
tanpa dibayar. Kebanyakan mindset masyarakat itu masalah
pembangunan itu mikirnya proyek, padahal kan ini pembangunan
untuk kita-kita juga, dengan dana minimal tapi mau membangun
desa, itu sulit sekali pasti.” (Wawancara dengan Bu Hj.
Romdiati, 10 Maret 2016, Pukul 11.49 WIB, di Bu Hj. Romdiati)
Berdasarkan wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa modal
lagi-lagi menjadi hambatan suatu program, selain modal SDM juga
kurang untuk membantu mengelola unit usaha yang ada. Hal ini juga
senada yang dikatakan oleh pak H. Munawar selaku penanggungjawab
unit usaha TPST sebagai berikut.
“Orang-orang yang ngurus itu sama relawan juga, ya yang
mengurusi kita-kita juga dari BKM, ngurusi simpan pinjam iya
ngurusi TPST iya, relawan kita sangat terbatas. Jadi yang kerja
ya itu-itu aja, karena susah nyari relawan itu ya neng, sampai
kita punya motto sendiri sebagai relawan, yang inti
perempuannya saja ada 4 orang untuk laki-lakinya ada 2 relawan
disamping bapak sebagai koordinator, mottonya kita “tidak harus
miskin untuk membantu orang miskin”. Kita hanya menggaji 2
petugas saja yang mengambil sampah-sampah itu ke lapangan,
karena kasian kalau tidak gaji walaupun gajinya sebetulnya tidak
seberapa. (Wawancara dengan Pak H. Munawar, 7 Januari 2016,
Pukul 16.15 WIB, di Kediaman Pak H. Munawar)
Berdasarkan wawancara diatas bisa dilihat bahwa dari sekian
program BUMDes yang dibuat, relawan yang bekerja hanya orang-
orang yang sama yang mengerjakan TPST maupun simpan pinjam, dari
sini kita bisa lihat bahwa terjadi tumpang tindih pekerjaan yang tidak
bekerja pada bidangnya. Jika hanya mengandalkan orang yang ada,
147
bagaimana desa bisa mengkader orang-orang setelahnya setelah para
relawan ini sepuh dan tidak mampu bekerja lagi. Disisi lain juga
mereka memiliki mata pencaharian lain yang menghidupi keluarganya
sehari-hari.
Hal ini berbeda dengan hambatan unit usaha sentra kuliner,
karena unit usaha ini merupakan jenis usaha yang menghasilkan dana
dengan penyewaan kios-kios. Hambatan yang dirasakan oleh unit usaha
disampaikan oleh penanggungjawab sentrakuliner sebagai berikut.
“Pada waktu dagangannya banyak yang sejenis, sehingga ada
persaingan ketat. Walaupun awalnya sudah kita atur, Anda
dagang ayam ya ayam saja, Anda dagang pepes ya pepes saja,
akan tetapi hal seperti ini masih terjadi. Disisi lain kita ingin
memanjakan pelanggan untuk bisa makan di sebelah mana saja
bebas semau mereka dengan pelayanan terpadu, di sisi lain ada
persaingan ketat diantara pedagang. Sehingga lama kelamaan
gitulah, istilahnya “parebut kejo” jadi kompetitif sekali.Dan juga
terkadang mental orang-orang disini untuk berdagang tidak kuat,
sehingga ada permasalahan sedikit langsung berhenti
dagangnya, gulung tikar. Jauh lah dibanding orang-orang yang
dari luar seperti orang jawa, orang sumatra mereke pasti lebih
fighter dalam berdagang. Meski demikian kita tetap membatasi
orang-orang luar untuk berdagang disini, karena kita pasti lebih
memprioritaskan orang-orang sini daripada orang luar dan kita
membatasi 30 % orang lain dan 70 % orang dalam, sebagai
penyemangat saja orang luarnya itu. Disisi lain hambatannya itu
adalah lahan parkir yang kurang memadai dan tata letaknya
kurang strategis.” (Wawancara dengan Pak H. Anwar Ardadili,
18 Maret 2016, Pukul 13.49 WIB, di Warung Soto Betawi Hj.
Omay, Pagedangan)
Berdasarkan hasil wawancara diatas bisa dilihat bahwa hambatan
yang dihadapi oleh sentra kuliner beragam, diantaranya adalah
dagangan yang sejenis, mental usaha pedagang lokal juga lahan yang
148
kurang strategis. Ini menyebabkan usaha sentra kuliner tidak
berkembang seperti usaha TPST dan Simpan Pinjam yang mengalami
kemajuan setiap tahunnya.
Berdasarkan ketiga unit usaha tersebut, hambatan banyak sekali
dihadapi karena SDM yang kurang memadai dan kurang berkompeten
hal ini dikarenakan kurangnya pendidikan yang layak juga pelatihan
keahlian bagi mereka yang tidak memiliki tingkat pendidikan yang
tinggi. Hal ini juga disampaikan oleh Pak H. Anwar Ardadili selaku
direktur utama BUMDes sebagai berikut.
“Kita mengacunya lebih kearah pendidikan. Karena untuk dikota
itu pasti lebih ke arah jasa.Sektor jasa itu yang paling berpotensi.
Maka dari pendidikan ini yang harus lebih ditingkatkan oleh desa
agar tidak tertinggal oleh orang lain untuk menggali potensi
kemampuan dan keterampilannya. Karena untuk sekarang ini,
nanam aja susah. Mau berdagang persaingannya ketat dan harus
ada modal, ya hanya jasa itulah yang mereka punya.Tapi jasanya
ini meski sekarang mereka hanya menjadi kuli-kuli, tetapi anak
mereka pasti harus lebih baik dari mereka.” (Wawancara dengan
Pak H. Anwar Ardadili, 18 Maret 2016, Pukul 13.49 WIB, di
Warung Soto Betawi Hj. Omay, Pagedangan)
Berdasarkan wawancara diatas bisa dilihat bahwa tingkat
pendidikan masyarakat harus ditingkatkan lagi agar tidak terjadi seperti
ayah mereka yang bekerja serabutan tanpa keahlian, setidaknya pada
generasi selanjutnya hal ini tidak terjadi.
Disamping itu, masyarakat kurang mendapatkan sosialisasi dari
pemerintah desa, dimana tidak semua masyarakat desa tahu tentang
149
BUMDes, seperti halnya yang disampaikan oleh sekretaris desa sebagai
berikut.
“Kalau respon masyarakat ya tergantung dari kitanya kan dari
sosialisasi, terkadangkan masyarakat awam tidak tahu apa itu
BUMDes, jadi itu kewajiban kita untuk mensosialisasikan kepada
masyarakat bahwa ini merupakan program pemerintah yang
mengelola keuangan desa yang harus dijalankan, sama halnya
dulu dengan koperasi yang sekarang koperasi tidak jauh beda
dengan BUMDes namun bentuknya saja yang berbeda. Ini juga
membentuk masyarakat agar mereka untuk simpan pinjam bisa ke
BUMDes bukan ke Bank Keliling, daripada ke Bank keliling itu
tinggi, BUMDes ini melalui BKM unit simpan pinjam untuk
memberikan suatu kelunakan dalam pinjaman dan juga
memberikan rasa tanggungjawab dalam berkelompok, karena
minjam itu kan berkelompok.” (Wawancara dengan M. Yusuf,
10 Maret 2016, Pukul 10.10 WIB, di Kantor Desa Pagedangan)
Berdasarkan wawancara diatas dapat dilihat bahwa, respon
masyarakat kurang dikarenakan pengetahuan mereka tentang BUMDes
kurang. Hal ini terjadi karena kurangnya sosialisasi kepada manyarakat
kurang. Hal ini juga senada yang disampaikan oleh staff desa sebagai
berikut.
“Yang namanya masyarakat desa, mereka masih awam dan
belum mengerti apa itu BUMDes. Sebagian orang mungkin
malah tidak tahu dikala ditanya tau BUMDes tidak?Dan ini
memang menjadi persoalan.Memang harus ada sosialisasi
kepada masyarakat mengenai BUMDes ini agar mereka
faham.Sehingga kala mereka tahu mengenai BUMDes ini,
diharapkan mereka bisa ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini.
Bagi mereka yang tahu tentang BUMDes ini, respon mereka pasti
sangat baiklah, akan tetapi bagi mereka yang tidak tahu ya
mereka cuek-cuek saja tanpa perduli ada program dar desa.
Sosialisasi ini memang harus ditingkatkan.” (Wawancara dengan
Assudin, 13 November 2015, Pukul 14.14 WIB, di Kantor Desa
Pagedangan)
150
. Hal ini juga senada dengan apa yang dikatakan LSM
Pagedangan sebagai berikut.
“Kendalanya adalah yang pertama, sosialisasinya kurang meluas
kepada masyarakat. Dan yang kedua adalah tata kelolanya saja.
Tapi untuk yang lain-lainnya Pagedangan ini menjadi
percontohan kan, kemarin juga datang dari desa-desa yang lain
bahkan dari nasional pun datang, seperti dari bali, lampung,
sumatra dan menteri desa kemarin.” (Wawancara dengan
Endang Rahayu, 23 Mret 2016, Pukul 15.57 WIB, di Warung
Soto Betawi Hj. Omay)
Berdasarkan wawancara diatas dapat dilihat bahwa, diperlukan
ada sosialisasi lebih lanjut mengenai BUMDes agar masyarakat bisa
mengetahui program BUMDes. Hal ini juga sinkron dengan masyarakat
Desa Pagedangan saat dikonfirmasi mengenai sosialisasi BUMDes
kepada masyarakat, kebanyakan mereka tidak mengetahui BUMDes itu
apa. Seperti halnya yang dikatakan oleh salah satu masyarakat saat
ditanya apa itu BUMDes sebagai berikut. “Apa itu? Gak tahu ibu.
BUMDes apa sih? Belom tahu saya.” (Wawancara dengan Suinah, 23
Maret 2016, Pukul 14.55 WIB, di Bumi Puspitek Agung).
Jawaban yang sama juga didapatkan dari masyarakat lain yang
menjawab sebagai berikut. “BUMDes neng? Gak tahu, ga pernah
kesini.Cuma sering denger sih tapi gak tahu apaan.” (Wawancara
dengan Ika Nurmawati, 23 Maret 2016, Pukul 14.55 WIB, di Bumi
Puspitek Agung). Selain kedua informan diatas, ada juga masyarakat
yang menjawab hal yang sama sebagai berikut. “sering denger sih, tapi
gak tahu apaan. Apaan emang neng?Iya kalau BKM saya tahu neng.”
151
(Wawancara dengan Farida, 23 Maret 2016, Pukul 14.55 WIB, di
Cicayur)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat dilihat bahwa memang
sebagian masyarakat tidak mengetahui program BUMDes, tetapi salah
satu diantaranya ada yang mengetahui lembaga BKM yang merupakan
pelaksana dari program simpan pinjam dan TPST.
Meski mereka tidak mengetahui tentang BUMDes, tapi sebagian
masyarakat mengetahui beberapa program BUMDes yang sudah
dijalankan, seperti saat dikonfirmasikan kepada masyarakat sebagai
berikut. “programnya ya, kalau dari BKM itu ada simpan pinjam sama
TPST itu neng. Ibu tahu tuh kalau program BKM tapi kalau BUMDes
nya gak tahu.” (Wawancara dengan Farida, 23 Maret 2016, Pukul
14.55 WIB, di Cicayur).
Berdasarkan wawancara diatas dapat dilihat bahwa sebagian
mereka sudah mengetahui beberapa program BUMDes meskipun
mereka mengaku tidak tahu apa itu BUMDes. Namun disisi lain ada
juga masyarakat yang keukeuh tidak tahu BUMDes, seperti yang
dinyatakannya sebagai berikut. “yah neng, BUMDes nya aja gak tahu,
gimana mau tahu program nya.” (Wawancara dengan Ika Nurmawati,
23 Maret 2016, Pukul 14.55 WIB, di Bumi Puspitek Agung). Dari sini
bisa dilihat bahwa program BUMDes memang dibutuhkan sosialisasi
kepada mesyarakat.
152
Berdasarkan hasil wawancara diatas, dapat disimpulkan bahwa
saat pelaksanaan BUMDes di Desa Pagedanganbanyak sekali hambatan
yang telah dilewati diantaranya adalah mindset masyarakat Desa
Pagedangan, kurangnya dana, kurangnya sumberdaya manusia juga
kualitas sumberdaya manusianya dan juga kurangnya sosialisasi yang
dilakukan oleh pemerintah desa.
4.3.4 Sikap/Kecenderungan (Disposition) Para Pelaksana
Keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik
akan ditentukan dengan sikap penerimaan atau penolakan dari (agen)
pelaksana. Maka dari itu sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan
yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang
mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan.
Tetapi kebijakan yang akan implementor laksanakan adalah kebijakan
”dari atas” (Top Down) yang sangat mungkin para pengambil
keputusannya tidak pernah mengetahui (bahkan tidak mampu
menyentuh) kebutuhan, keinginan, atau permasalahan yang warga ingin
selesaikan.
Sikap penerimaan dalam pelaksanaan program BUMDesdengan
ikut menjalankan serta mengelola BUMDes tersebut ditingkat desa.
Dimulai dari penguatan kelembagaan dengan membentuk pelaksana
operasional BUMDes. Penguatan komitmen pelaksanaan BUMDes
dengan dibuatnya peraturan terkait BUMDes ditingkat daerah.
153
Tanggapan dalam pelaksanaan BUMDes. Terkait hal itu, dalam
penguatan kelembagaan pemerintah desa membentuk pelaksana
operasional dalam menjalankan BUMDesnya, seperti yang disampaikan
oleh Direktur Utama BUMDes sebagai berikut.
“Dari Perdes yang telah dibuat oleh BPD yang diajukan oleh
kepala desa, dari BPD dibuatlah SK Kepala Desa yang menyusun
struktur pengurus BUMDesnya itu. Untuk strukturnya, di
permendagri BUMDes mengatur bahwa kepala desa itu sebagai
Komisaris karena pemegang kekuasannya atau pemegang saham,
untuk menjalankan roda perusahaannya Komisaris menunjuk
pengelolanya atau istilah di Permendagri itu Direktur Utamanya,
lalu untuk secara teknis dibantu oleh Sekretaris, Bendahara,
kemudian dibawahnya kepala unit yang diadakan seperti dikita
ada kepa unit kuliner, simpan pinjam, pasar, dan TPST. Untuk
pengawas dan pembina itu di tunjuk pada saat musyawarah.
Untuk dikita, pembina itu melibatkan lembaga-lembaga, ada
LPM, karangtaruna, BPD, BKM dan organisasi lain yang ada di
Desa. Di Kabupaten Tangerang sendiri adanya Perda tentang
Desa bukan secara khusus tentang BUMDes yang Perda No. 7
Tahun 2010 tentang Desa.” (Wawancara dengan Pak H. Anwar
Ardadili, 19 November 2015, Pukul 14.50 WIB, di Hotel Le
Dian).
Berdasarkan wawancara diatas dapat dilihat bahwa pemerintah
desa memiliki perhatian untuk membentuk pelaksana operasional
BUMDes sebagaimana amanah dari Permendagri No. 39 Tahun 2010.
Hal ini sesuai dengan mekanisme pembentukkan BUMDes seperti yang
diungkapkan oleh kepala bidang pemberdayaan masyarakat BPMPPD
Kabupaten Tangerang sebagai berikut.
“Awalnya desa memiliki potensi, potensinya bisa dilihat dari
profil desa. Lalu di bawa ke Musyawarah Desa (MD) dimana
disitu ada tokoh masyarakat, RT/RW, LSM dan lembaga-lembaga
lainnya. Disitu desa memaparkan potensi-potensi demikian
seperti pameran begitu, setelah kira-kira dirasa layak dibuat
154
BUMDes maka disepakati bersama dan dibuat apa nama
BUMDesnya melalui Perdes, disitu dimuat juga penyertaan
modal dan menunjuk pengelola BUMDesnya diluar dari
pengurus Desa. Tugas pengelola BUMDes tersebut yang dalam
Permendagri dan Perbup disebut dengan Direktur BUMDes
adalah membuat AD/ART lalu dibuat pengurusnya.Setelah itu
dibawa ke Musyawarah Desa lagi lalu dibuatlah SK Kepala
Desa.Mekanisme ini tercantum dalam Perbup No. 85 Tahun
2014.” (Wawancara dengan Pak Syahrizal, 2 Maret 2016, Pukul
10.40 WIB, di Ged. Bupati Kabupaten Tangerang)
Berdasarkan wawancara diatas dapat dilihat bahwa pembentukkan
BUMDes sudah berdasarkan prosedur yang telah termuat dalam
peraturan baik itu Permendagri maupun Perbup karena sejatinya isi
Permendagri dan isi Perbup tidak jauh berbeda.
Namun disisi lain dalam penguatan komitmen dalam segi hukum,
payung hukum ditingkat daerah yang seharusnya dibentuk 1 tahun
setelah Permendagri diterbitkan, terlambat dibuat. Seperti yang telah
disampaikan oleh Pak Assudin saat ditanya apakah ada payung hukum
saat membentuk BUMDes, beliau menjawab sebagai berikut.
“Oh ada mba, Cuma telat mereka bikinnya. Kita kan BUMDes
didiriinnya tahun 2013, mereka baru peraturannnya itu tahun
2014. Perda No. 9 tahun 2014 tentang desa, lalu ada turunannya
Peraturan Bupati No. 85 Tahun 2014 juga. Kalau kita kan desa
ya peraturan desanya itu no. 7 tahun 2013. Kita waktu buat
Perdesnya bukan ngacu ke Perbup atau perda tapi kita ngacunya
ke Permandgri No. 39 Tahun 2010, karena saat dibuat Perdes,
Perdanya belum ada.” (Wawancara dengan Pak Assudin, 13
November, Pukul 14.14 WIB, di Kantor Desa Pagedangan)
Berdasarkan wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa Perdes
yang Pemerintah Desa Pagedangan buat mengacu pada Permendagri
bukan kepada Perda atau Perbup. Peraturan yang dibuat pemerintah
155
Kabupaten Tangerang terlambat dibuat dengan alasan peraturan yang
mereka buat mengacu pada UU Desa No. 6 tahun 2014 seperti yang
diungkapkan oleh Kasubag Dokumentasi Hukum Bagian Hukum
Sekretariat Daerah Kabupaten Tangerang sebagai berikut.
“Perbup ini dibuat mengacu pada UU Desa No. 6 tahun 2014
tentang Desa, mungkin desa itu dalam membuat peraturan desa
itu mengacu pada peraturan lama, kalau kita kan mengacu pada
peraturan baru.” (Wawancara dengan Pak Agus Hendrik, 2
Maret 2016, Pukul 08.40 WIB, di Kantor Bagian Hukum
Sekretariat Daerah Kabupaten Tangerang)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat dilihat bahwa respon
pemerintah daerah dalam membuat peraturan turunan dari Permendagri
No. 39 Tahun 2010 mengenai BUMDes sangat kurang. Karena dalam
aturan Permendagri 39/2010 dalam pasal 3 ayat (2) itu menyebutkan
bahwa “Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan
Menteri ini ditetapkan”. Jika Permendagri 39/2010 ditetapkan tahun
2010, maka tahun 2011 daerah harus membuat perda tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat dilihat bahwa
pemerintah Kabupaten Tangerang menyadari keterlambatan mereka
membuat perbup akan tetapi mereka juga menganjurkan untuk merevisi
ulang kembali peraturan desa yang mereka buat sebelum Perbup ini
dibuat. Dan pada saat dikonfirmasi ke desa, mereka juga memang akan
156
merevisi Perdes tersebut dengan menyesuaikan keadaan desa sekarang
ini. Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Desa sebagai berikut.
“Rencana sih ada, kita juga akan menyesuaikan dengan keadaan
desa sekarang ini, disisi lain kita juga akan mengadakan rolling
pengurus ya karena mungkin ada beberapa yang sibuk, supaya
lebih instan lagi, untuk penyegaran lah. Kadang-kadang kan ada
jenuh juga ya, karena tadi juga ada permen dan perbup yang
mengatur.” (Wawancara dengan Pak M. Yusuf, 10 Maret 2016,
Pukul 10.10 WIB, di Kantor Desa Pagedangan)
Berdasarkan hasil wawancaara diatas dapat dilhat bahwa memang
ada rencana untuk merevisi kembali Perdes yang telah mereka buat.
Disisi lain, sikap penerimaan agen pelaksana juga bisa dilihat dari
program yang mereka buat serta usaha mereka dalam mensosialisasilan
program BUMDes.
Di Kabupaten Tangerang sendiri, dalam pengenelan BUMDes ke
desa-desa, BPMPPD melakukan sosialisasi program BUMDes seperti
yang diungkapkan oleh Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat
BPMPPD Kabupaten Tangerang sebagai berikut.
“Sosialisasi sudah dilakukan dengan mengumpulkan kepala desa
melalui APDESI, disitu dilakukan pemahaman tentang BUMDes.
Di GSG kalau gak salah tahun lalu.Dan itu sudah dilakukan
sebanyak 2 (dua) kali ditingkat kabupaten.” (Wawancara dengan
Pak Syahrizal, 2 Maret 2016, Pukul 10.40 WIB, di Ged. Bupati
Kabupaten Tangerang)
Selain melakukan sosialisasi yang telah diungkapkan dalam
wawancara diatas, BPMPPD juga mengadakan program untuk
mendukung jalannya BUMDes ini, seperti yang diungkapkan Kepala
Bidang Pemberdayaan Masyarakat BPMPPD Kabupaten Tangerang
sebagai berikut.
157
“Salah satu (program) nya tadi itu ada pelatihan dalam
manajemen pengelolaan BUMDes, tapi hanya beberapa desa
saja, kedepannya saya berharap semoga pelatihan ini terus
berkembang dan bisa melatih semua desa dalam mengelola
BUMDes, sehingga desa yang tidak memiliki BUMDes pun jadi
ikut tertarik untuk mendirikan BUMDes. Yang benar-benar perlu
dipelajari yaitu akuntansinya.Akuntansi disini setiap diakhir
tahun ada pemeriksaan dari akuntan publik. Jadi catatan yang
harus ada pertama itu modal, kemudian pelaksanaan lalu ada
keuntungan atau kerugian yang akan diperiksa akuntan
publiknya, nah itu yang belum” (Wawancara dengan Pak
Syahrizal, 2 Maret 2016, Pukul 10.40 WIB, di Ged. Bupati
Kabupaten Tangerang)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat dilihat bahwa
Pemerintah Kabupaten Tangerang melalui BPMPPD Kabupaten
Tangerang memiliki respon yang cukup baik dengan mengadakan
sosialisasi dan program kerja, meski dari sosialisasi dan pelatihan
tersebut belum bisa menyentuh seluruh desa di Kabupaten Tangerang.
Namun saat dikonfirmasi kepada desa terkait, apakah mereka
pernah mendapatkan pelatihan dari pemerintah daerah, beliau
menjawab sebagai berikut.
“Kalau dari Kabupaten belum pernah de, karena kan mereka
hanya membuat sebatas peraturan bahwa setiap desa harus
membentuk BUMDes, adapun untuk kegiatannya yang tahu
enggaknya kan kita.” (Wawancara dengan Pak M. Yusuf, 10
Maret 2016, Pukul 10.10 WIB, di Kantor Desa Pagedangan)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat dilihat bahwa, desa
mengakui tidak pernah mendapatkan pelatihan dari Pemerintah Daerah,
namun melihat dari jawaban Pak Sekdes ini seperti tidak mengerti
158
sepenuhnya apa yang ditanyakan peneliti, karena arah jawabannya agak
sedikit meyimpang dari tujuan peneliti.
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa
penguatan kelembagaan dengan membentuk pelaksana operasional
BUMDes dilakukan sesuai dengan mekanisme yang tercantum dalam
Permendagri No. 39 Tahun 2010 dan Perbup No. 85 Tahun 2014.
Penguatan komitmen pelaksanaan BUMDes dengan dibuatnya
peraturan terkait BUMDes ditingkat daerah dibuktikan dengan
dibuatnya Perda No. 9 Tahun 2014 dan Perbup No. 85 tahun 2014
sebagai turunan Perda. Meski Payung hukum ini terlambat dibuat, akan
tetapi perhatian pemerintah dalam membuat payung hukum BUMDes
perlu di apresiasi. Disisi lain, Pemerintah Kabupaten Tangerang juga
melakukan sosialisasi kepada desa-desa mengenai BUMDes meski
belum seluruhnya dan bukan khusus program BUMDes karena saat
sosialisasi dilakukan merupakan acara APDESI. Selain itu, Pemerintah
Kabupaten Tangerang juga mengadakan acara pelatihan manajemen
pengelolaan BUMDes untuk mendukung jalannya BUMDes di desa-
desa. Akan tetapi, sayang sekali program ini baru menyentuh beberapa
desa saja, belum dilakukan untuk seluruh desa di Kabupaten Tangerang.
4.3.5 Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana
Manusia sebagai pelaku kebijakan akan butuh komunikasi dalam
menjalankan suatu kebijakan. Komunikasi atau sering juga disebut
159
koordinasi di instansi pemerintah merupakan mekanisme yang ampuh
dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi
komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses
implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil
untuk terjadi. Dan, begitu pula sebaliknya. Dalam pelaksanaan
Kebijakan Program BUMDes, koordinasi merupakan peran penting dari
setiap pihak yang terkait dengan kebijakan tersebut. Karena, Kebijakan
Program BUMDesmerupakan kebijakan dari pemerintah pusat yang
dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota dengan
melibatkan semua elemen, mulai dari pemerintah setempat, pihak dunia
usaha, dan masyarakat.
Bila dilihat dari hal tersebut, jelas koordinasi sangat dibutuhkan
agar pelaksanaan program BUMDes dapat berjalan, ini semua agar
tidak ada tumpang tindih tugas dari masing-masing stakeholder
sehingga tugas pokok dan fungsi dari tiap pihak yang terkait harus
sudah memahami. Namun komunikasi yang dilakukan oleh pemerintah
desa tidak rutin dilakukan, seperti yang disampaikan oleh Sekretaris
Desa Pagedengan sebagai berikut.
“Untuk komunikasi dan koordinasi sih tergantung kebutuhan,
untuk kebutuhan mengenai pertanian ya kita berkoordinasi
dengan Dinas Pertanian. Jadi kalaupun kita minta bantuan untuk
pemberdayaan masyarakat ya kita lakukan komunikasi dengan
instansi terkait.”(Wawancara dengan Pak M. Yusuf, 10 Maret
2016, Pukul 10.10 WIB, di Kantor Desa Pagedangan)
160
Hal ini juga senada yang telah disampaikan oleh Staff Desa
Pagedangan, beliau mengungkapkan sebagai berikut.
“Hubungan komunikasi kami baik, baik itu dengan pelaksana
operasional BUMDes maupun dengan Pemerintah Kabupaten
Tangerang. Namun tidak jadwal khusus seperti rapat koordinasi
dan semacamnya, karena komunikasi kita memang sesuai dengan
keadaan saja, jika perlu ada yang dikomunikasikan ya kita
komunikasikan, jika tidak ada ya masing-masing aja.Jadi
memang ga rutin, tapi komunikasi kami baik.” (Wawancara
dengan Pak Assudin, 13 November 2015, Pukul 14.14 WIB, di
Kantor Desa Pagedangan)
Ungkapan seperti ini juga didukung oleh LSM Desa Pagedangan,
yang mengungkapkan sebagai berikut.
“Komunikasi kami baik, bagus. Tapi bicaranya kita pertemanan
ya.Artinya dimanapun dan kapanpun kami bisa bertemu, asal
jangan mengganggu saja.Persoalan bicara dikantor dengan pak
lurah misalnya, jika kita mau ngobrol dan pak lurah sibuk, ya
kita ngobrol dirumah atau dirumah makan diluar jam kerja
gitu.Jadi memang tidak ada rutinitas pertemuan perbulan atau
pertahun.Kita sebagai lembaga swadaya masyarakat, jadi saat
ada keluhan dari masyarakat ya kita sampaikan.Akan tetapi jika
tidak ada, apa yang harus disampaikan, seperti itu.” (Wawancara
dengan Endang Rahayu, 23 Maret 2016, Pukul 15.57 WIB, di
Warung Soto Betawi Hj. Omay)
Berdasarkan wawancara diatas dapat dilihat bahwa komunikasi
yang dilakukan tidaklah rutin dilakukan, akan tetapi komunikasi
dilakukan disaat dibutuhkan saja. Dari BKM juga mengatakan bahwa
memang komunikasi ini perlu dan dibutuhkan. Beliau mengungkapkan
bahwa, “komunikasi kita kan seperti simbiosis mutualisme jadi saling
membutuhkan, tatkala harus ada yang dibicarakan ya kita bicarakan
tanpa ada rasa canggung. Baiklah pasti.” (Wawancara dengan Ibu Hj.
161
Romdiati, 10 Maret 2016, Pukul 11.49 WIB, di Kediaman Bu Hj.
Romdiati)
Berdasarkan wawancara diatas dapat dilihat bahwa komunikasi
atau koordinasi tidak harus membuat jadwal khusus untuk mengadakan
pertemuan, akan tetapi komunikasi dibutuhkan setiap saat dan bersifat
simbiosis mutualisme artinya komunikasi berjalan tanpa ada ujungnya
karena saling membutuhkan.
Hal ini diungkapkan pula oleh Direktur Utama BUMDes, bahwa
BUMDes terbentuk karena adanya komunikasi dari setiap lembaga
untuk membangun BUMDes. Seperti yang beliau ungkapkan sebagai
berikut.
“Kalau menurut dari kacamata saya dengan adanya BUMDes
kemaren, justru BUMDes ini hasil dari pemufakatan dari
berbagai lembaga yang ada di desa. Ada BPD, LPM, PKK,
karang taruna dan BKM mufakat diadakan BUMDes dibidang
ekonomi.Beda lagi dengan PKK yang bergerak untuk ibu-ibunya,
lalu Karang taruna yang bergerak untuk pemuda-pemudi, lalu
ada BPD sebagai legislator pasti ada bidang-bidangnya.Maka
BUMDes ini bergerak dibidang ekonomi yang ada di PKK, BKM,
LPM, desa dan lembaga lainnya, disatukan disini menjadi satu
wadah bidang ekonomi, agar tidak terjadi tumpang tindih.Untuk
pengawasnya perwakilan-perwakilan dari lembaga itu.Maka dari
sini bisa dilihat adanya koordinasi yang sangat intensif dari
berbagai lembaga ini.” (Wawancara dengan Pak H. Anwar
Ardadili, 18 Maret 2016, Pukul 13.49 WIB, di Warung Soto
Betawi Hj. Omay, Pagedangan)
Berdasarkan wawancara diatas dapat dilihat bahwa, BUMDes
terbentuk karena komunikasi yang baik antar lembaga yang ada didesa,
tanpa komunikasi yang baik BUMDes tidak akan bisa terbentuk. Desa-
162
desa yang lain yang kesulitan membentuk BUMDes salah satunya
karena mereka kurang komunikasi antara satu lembaga dengan lembaga
lainnya.
Komunikasi tercipta karena pasti ada program kerja yang
dijalankan oleh setiap lembaga sehingga saat pelaksanaanya dibutuhkan
komunikasi untuk membicarakan hal-hal terkait program kerja.
Dalam aktifitas pelaksanaan BUMDes, BUMDesDesa
Pagedangan memiliki 3 (tiga) program kerja utamayang berjalan.
Pertama adalah unit usaha simpan pinjam, unit usaha simpan pinjam ini
merupakan program terusan dari BKM, BUMDes hanya menaungi
program ini karena program ini bergerak dibidang ekonomi masyarakat.
proses simpan pinjam ini cukup panjang seperti yang dijelaskan kepala
unit usaha simpan sebagai berikut.
“Oh itu prosesnya lumayan panjang ya di awal, hampir 1 tahun
dari tahun 2008, jadi awalnya hanya diiming-imingi bahwa akan
ada dana pinjaman dari PNPM Mandiri. Jadi selama 1 tahun itu
kita hanya kumpul-kumpul, sebentar-sebentar diundang untuk
rapat. Uangnya mah belom ada, jadi proses sosialisasi dulu.
Awalnya kita tidak pilih-pilih, tidak ada penyeleksian yang
gimana-gimana mau bapak-bapak atau mau ibu-ibu, kita hanya
mengecek siapa nih yang membutuhkan, layak atau tidak untuk
dipinjamkan, setelah itu dibuatkan kelompok, yang KSM itu
karena kita tidak meminjamkan perorangan tapi perkelompok
lalu setelah itu ke proses pengajuan perkelompok, setelah
diajukan masih kita seleksi layak atau tidak, kadang dari
masyarakat ada kelompok yang ingin pindah, setelah itu baru ke
tahap proposal. Jadi setiap kelompok itu harus membuat
proposal untuk pengajuan pinjaman, meski pinjamannya tidak
seberapa.Setelah itu baru ada pencairan di tahun 2009 itu. Tapi
memang benar-benar itu peminjam melalui proses yang cukup
panjang itu.” (Wawancara dengan Ibu Hj. Romdiati, 10 Maret
2016, Pukul 11.49 WIB, di Kediaman Bu Hj. Romdiati)
163
Berdasarkan wawancara diatas dapat dilihat bahwa, program ini
sudah ada sebelum BUMDes dibentuk. Karena program ini merupakan
program pemerintah yang bernama PNPM Mandiri yang dikucurkan
dananya melalui BKM.
Program kerja kedua adalah, unit usaha TPST yang merupakan
kepanjangan dari Tempat Pembuangan Sampah Terpadu, dimana TPST
ini merupakan tempat pembuangan sampah yang sudah didukung
dengan teknologi canggih, seperti yang dijelaskan oleh
penanggungjawab unit usaha TPST sebagai berikut.
“Awalnya kita tarik sampah-sampah rumah tangga itu dari
rumah kerumah lalu dibawa ke TPST, lalu disana dipilah antara
sampah yang organik untuk dijadikan kompos dan sampah
anorganik. Jadi sampah organik ini kita olah menjadi pupuk
kompos, sedangkan untuk anorganiknya kita pilah sampahnya,
yang kira-kira masih bernilai ekonomis kita kumpulkan seperti
botol, aqua, kardus untuk diloakkan oleh petugas. Untuk sampah
anorganik yang tidak bersifat ekonomis kita bakar habis dengan
sistem inchinerator, itu bisa dibakar habis dengan itu yang ramah
lingkungan, jadi apapun sampahnya seperti beling juga meleleh
bisa terbakar habis, abu sisa pembakarannya pun sedikit sekali,
untuk asapnya ada penyaringan khusus dengan tekhnologi itu
tadi sehingga asap yang keluar itu asap yang ramah lingkungan,
tidak membahayakan. Tapi memang tekhnologi ini masih belum
sempurna, masih kita kembangkan mencari formula yang tepat
karena ini memang pemula untuk kita.Yang menciptakannya itu
pensiunan sini dari Batan yang memiliki ide seperti itu.”
(Wawancara dengan Pak H. Munawar, 7 Januari 2016, Pukul
16.15 WIB, di Kediaman Pak H. Munawar)
Berdasarkan wawancara diatas dapat dilihat bahwa teknologi
yang digunakan merupakan teknologi yang ramah lingkungan sehingga
dapat mengurangi polusi yang menyebar di Desa Pagedangan.
164
Program kerja yang ketiga adalah unit usaha sentra kuliner. Unit
usaha merupakan unit usaha yang menyewakan kios-kios bagi
masyarakat Desa Pagedangan yang ingin berdagang dan mendapat
modal dari unit usaha simpan pinjam. Penanggungjawab unit usaha
sentra kuliner ini mengungkapkan sistem kerja mereka sebagai berikut.
“Jadi didalamnya itu ada beberapa UMKM dan kios-kios yang
kita sewakan. Jadi sasaran utamanya adalah orang-orang yang
sudah mendapatkan pinjaman dari program simpan pinjam agar
bisa berdagang disana, meski memang bukan hanya dari simpan
pinjam saja permodalan mereka ada yang modal sendiri ada juga
yang meminjam kepada bank konvensional. Untuk sistem
pengelolaannya jadi kita menyewakan kios-kios dan saung-saung
yang disewakan pertahun dengan harga yang variatif tergantung
besar-kecilnya. Untuk kios penyewaannya sekitar 6 juta, untuk
saung besar sampai 15 juta dan untuk yang kecil sekita 8-10 juta,
soalnya saungnya tidak rata ukurannya. Lalu kita kasih kartu
kuningnya, kontrak perjanjiannya, hak guna pakainya dengan
beberapa aturan yang kita buat didalamnya yang telah
ditandatangani oleh kepala desa, direktur BUMDes, dan BKM
juga. Dan untuk dana hasil sewa, dibagi untuk 4 (empat)
katagori. Pertama untuk Desa, kedua untuk sosial seperti sarana
ibadah, ketiga untuk perawatan, dan untuk pengurus sentra
kuliner sendiri.Dan untuk perbulannya ada biaya lagi, untuk
biaya kebersihan, keamanan dan listrik.” (Wawancara dengan
Pak H. Anwar Ardadili, 18 Maret 2016, Pukul 13.49 WIB, di
Warung Soto Betawi Hj. Omay, Pagedangan)
Berdasarkan wawancara diatas dapat dilihat bahwa tujuan dari
dibuatnya sentra kuliner ini selain untuk menarik pengunjung atau
orang yang berkendara melewati Desa Pagedangan untuk singgah di
Desa Pagedangan tapi juga untuk sebagai wadah bagi masyarakat Desa
Masyarakat untuk bisa berdagang dengan cicilan kios yang ringan bagi
masyarakat Desa Pagedangan.
165
Berdasarkan dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan
bahwa aktifitas tiap pelaksana unit usaha berbeda-beda, sehingga
komunikasi yang dilakukanpun tidak pasti kapan dilakukan dalam satu
waktu. Maka dari itu mereka melakukan komunikasi disaat komunikasi
itu dibutuhkan dimana saja dan kapan saja tanpa terbentur hari kerja
dan ruang kerja. Hal ini juga dapat membangun kekeluargaan antara
lembaga desa, sehingga pekerjaan tidak terlalu formal dilakukan namun
tetap berjalan.
4.3.6 Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik
Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna menilai kinerja
implementasi publik dalam perspektif yang ditawarkan oleh Van Metter
dan Van Horn adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut
mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan.
Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik yang tidak kondusif dapat
menjadi biang keladi dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan.
Karena itu, upaya untuk mengimplementasikan kebijakan harus pula
memperhatikan kekondusifan kondisi lingkungan eksternal.
Jika dilihat dari lingkungan ekonomi dalam implementasi
program BUMDes secara umum sudah kondusif. Tingkat ekonomi
masyarakat yang cenderung sedikit baik, dilihat dari banyaknya pusat
perekonomian seperti perkantoran dan mall, bahkan perumahan-
perumahan elityang menjamur di sekitaran Desa Pagedangan. Dengan
166
sumberdaya yang berpotensi di Desa Pagedangan adalah sumberdaya
manusia, maka dengan banyaknya perkantoran dan mall akan
mengurangi pengangguran di Desa Pagedangan. Hal ini didukung
dengan pernyataan dari BKM Desa Pagedangan sebagai berikut.
“Desa kita kan berada ditengah-tengah kota yang sedang
berkembang, dikelilingi pengembang juga, yang paling
berpotensi hanya SDMnya. Karena SDM kita banyak disini,
sementara lahan semakin sempit.Maka SDM nya ini yang harus
benar-benar dilatih untuk perbaikan dimasa mendatang.”
(Wawancara dengan Ibu Hj. Romdiati, 10 Maret 2016, Pukul
11.49 WIB, di Kediaman Hj. Romdiati)
Begitu juga yang diungkapkan oleh Direktur BUMDes
Pagedangan sebagai berikut.
“Karena untuk dikota itu pasti lebih ke arah jasa. Sektor jasa itu
yang paling berpotensi. Maka dari pendidikan ini yang harus
lebih ditingkatkan oleh desa agar tidak tertinggal oleh orang lain
untuk menggali potensi kemampuan dan keterampilannya.
Karena untuk sekarang ini, nanam aja susah. Mau berdagang
persaingannya ketat dan harus ada modal, ya hanya jasa itulah
yang mereka punya.Tapi jasanya ini meski sekarang mereka
hanya menjadi kuli-kuli, tetapi anak mereka pasti harus lebih
baik dari mereka.” (Wawancara dengan Pak H. Anwar Ardadili,
18 Maret 2016, Pukul 13.49 WIB, di Warung Soto Betawi Hj.
Omay, Pagedangan)
Berdasarkan wawancara diatas dapat dilihat bahwa sektor jasa
lebih banyak dimiliki oleh masyarakat Desa Pagedangan, dan dalam
wawancara lain juga pak H. Anwar menyatakan bahwa mata
pencaharian masyarakat berubah karena seiring perubahan zaman. Dari
yang dulu bertani, sekarang tidak lagi bertani. Hal ini dijelaskannya
dalam waancara berikut.
167
“Untuk bertani kan sekarang sudah tidak laha karena seiring
perkembangan zaman, sekarang ini banyak pengembang disekitar
kita yang menggusur lahan-lahan pertanian masyarakat.
Sehingga perlahan masyarakat beralih profesi dari petani. Untuk
sekarang ini masyarakat lebih ke dagang dan jasa, karena
kemampuan diri mereka sendiri yang mereka punya”
(Wawancara dengan Pak H. Anwar Ardadili, 18 Maret 2016,
Pukul 13.49 WIB, di Warung Soto Betawi Hj. Omay,
Pagedangan)
Berdasarkan wawancara diatas dapat dilihat bahwa sektor jasa
merupakan mata pencaharian yang dimiliki sebagian besar masyarakat
Desa Pagedangansehingga jika banyak pengembang dan pengusaha di
sekitar Desa Pagedangan akan membantu masyarakat Desa Pagedangan
memiliki pekerjaan sesuai dengan keahlian dan bidangnya.
Hal ini juga didukung oleh BKM Desa Pagedangan, beliau
mengatakan bahwa, “Awalnya mayoritas masyarakat sini itu petani, tapi
karena ada pengembang ini, lahan mereka digusur jadinya mereka
menyebar ada yang dagang, jadi tukang-tukang, pegawai, ngojeg ada
juga yang serabutan mba.” (Wawancara dengan Ibu Hj. Romdiati, 10
Maret 2016, Pukul 11.49 WIB, di Kediaman Hj. Romdiati)
Dengan adanya pengusaha dan pengembang di sekitar Desa
Pagedangan menunjukkan bahwa Desa Pagedangan berada ditengah-
tengah kota yang sedang berkembang, hal ini juga dimanfaatkan secara
baik oleh Pemerintah Desa Pagedangan dengan melakukanchanelling
dengan mereka. Hal ini diungkapkan oleh Sekretaris Desa
Pagedangansebagai berikut.
168
“Untuk dukungan, dari pemerintah daerah juga kan banyak
respon baik untuk Desa Pagedangan seperti yang saya ceritakan
di awal tadi. Untuk para pengembang ini kan pasti ada CSR nya,
ya kita suka ada bantuan dari CSR nya tersebut. Dan kerjasama
juga cukup baik dengan para pengembang.” (Wawancara dengan
M. Yusuf, 10 Maret 2016, Pukul 10.10 WIB, di Kantor Desa
Pagedangan)
Berdasarkan wawancara diatas menunjukkan bahwa Desa
Pagedangan memiliki dukungan dari para pengembang dan pengusaha.
Selain itu Berdasarkan wawancara diatas dapat dilihat bahwa pemerintah
daerah juga mendukung jalannya BUMDes.
Dukungan pelaksanaan BUMDes ini bukan hanya dari
pengembang dan pengusaha besar, akan tetapi dari pengusaha kecil biasa
yang berada di Desa Pagedangan juga ikut mendukung, seperti yang
diungkapkan oleh Penanggungjawab Sentra Kuliner yang
mengungkapkan bahwa.
“Tujuannya didirikan sentra kuliner ini kan menjadi pusat kuliner
di Pagedangan, jadi tidak mematikan usaha-usaha yang sudah
ada di masyarakat Pagedangan, jadi tidak menjadi daya saing.
Kita juga mengantisipasi pedagang yang dikuliner agar tidak
menjual jenis yang sama dengan mayoritas pedagang masyarakat
Pagedangan. Jadi mereka tetap mendukung program ini untuk
kemajuan desa tentunya.Misalnya warteg, di sentra kuliner gak
ada warteg, macam-macam makanan warteg, jadi tidak
mematikan hanya menjadi icon saja.” (Wawancara dengan Pak
Endang Rahayu, 23 Maret 2016, Pukul 15.57 WIB, di Warung
Soto Hj. Omay)
Hal ini juga senada dengan yang diungkapkan oleh LSM Desa
Pagedangan sebagai berikut.
“Kalau kelompok politik, luar bisa dukungannya. Karena jika kita
bicara politik tidak terlepas dari pemerintahannya, pasti itu
169
mendukung.Untuk pengusaha, ada juga beberapa pengusaha
yang usahanya dibantu oleh program simpan pinjam dari
BUMDes ini.Dan tatkala mereka tersentuh oleh BUMDes dan
merasakan manfaatnya, tentu dukungan mereka terhadap
BUMDes akan tinggi.” (Wawancara dengan Pak Endang Rahayu,
23 Maret 2016, Pukul 15.57 WIB, di Warung Soto Hj. Omay)
Berdasarkan wawancara diatas menunjukkan bahwa kelompok
usaha yang mendapatkan pinjaman dari BUMDes mendukung jalannya
BUMDes karena mereka sudah merasakan manfaat dari program
BUMDes. Disisi lain BUMDes juga mendapatkan dukungan dari
pemerintah desa yang telah diungkapkan oleh Direktur BUMDes sebagai
berikut.
“karena kita membentuk BUMDes ini dengan sistem Top Down,
berarti ada dukungan dari pemerintah desa dalam membentuk
BUMDes. Selain itu juga dari lembaga-lembaga desa seperti
LSM, BKM, Karangtaruna itu setuju didirikannya BUMDes
ini.Dari dunia usaha juga kita mengadakan beberapa kerjasama
dengan pengembang, jadi kita diberi dukungan juga dari dunia
usaha meskipun hanya beberapa saja.Karena ada beberapa
usaha yang merasa tersaingi, seperti warung makan itu merasa
tersaingi oleh kuliner kita. Disisi lain juga dari pemerintah
daerah belum ada dukungan karena kita belum mendapatkan
pembinaan-pembinaan atau pelatihan lah dari pemda dalam
mengelola BUMDes.” (Wawancara dengan Pak H. Anwar
Ardadili, 18 Maret 2016, Pukul 13.49 WIB, di Warung Soto
Betawi Hj. Omay, Pagedangan)
Berdasarkan wawancara diatas menunjukkan bahwa BUMDes
bisa terbentuk karena adanya dukungan dari lembaga-lembaga desa dan
pemerintah Desa Pagedangan. Namun untuk dukungan dari Pemerintah
Daerah, menurut pak H. Anwar Ardadili belum ada dukungan yang
signifikan.
170
Selain itu, masyarakat juga mendukung jalannya BUMDes selama
BUMDes memiliki program yang dikenalkan dengan baik kepada
masyarakat. Seperti yang disampaikan oleh beberapa masyarakat Desa
Pagedangan sebagai berikut.
“ya pastinya selalu mendukung neng, selama untuk kemajuan
desa kita selalu mendukung. Yang penting harus adil, jangan
yang deket-deket lurah doang yang dikasih.” (Wawancara dengan
Ibu Farida, 23 Maret 2016, Pukul 14.16 WIB, di Cicayur,
Pagedangan)
Masyarakat lain juga mengatakan hal senada, ia mengungkapkan
hal sebagai berikut.
“kalau kitanya dikasih tahu mah pasti ngedukung aja neng,
namanya program pemerintah kan gak ada yang jelek. Gak bakal
pemerintah bikin program yang jelek. Tapi kalau kitanya ga
dikasih tahu sama aja boong. Kita kan masyarakat sebagai
sasarannya, ya harus tahu dong kita.” (Wawancara dengan Ibu
Ika Nurmawati, 23 Maret 2016, Pukul 14.55 WIB, di Bumi
Puspitek Agung, Pagedangan)
Berdasarkan wawancara diatas menunjukkan bahwa masyarakat
selalu mendukung program apa saja yang dibuat pemerintah desa, namun
mereka menyayangkan jika program tersebut tidak terimplementasikan
dengan baik dan tersosialisasikan secara baik, sehingga masyarakat
terkadang tidak tahu apa program yang telah dibuat oleh pemerintah
desa.
Berdasarkan wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa ekonomi
yang ada di lingkungan Desa Pagedangan bisa dibilang cukup baik.
Meski laha pertanian mereka digusur untuk dibangun suatu bangunan,
171
namun masyarakat dan pemerintah desa tentu tidak diam saja, sehingga
mereka mencari pekerjaan lain dan memanfaatkan keadaan yang ada
dengan ikut bekerja dengan para pengembang dan pengusaha yang
beruda dilingkungan Desa Pagedangan.
Lingkungan politik juga yang tidak terlepas dari pemerintahan
baik di daerah maupun di desa cukup mendukung jalannya BUMDes ini,
meski desa belum mendapatkan program khusus tentang BUMDes dari
pemerintah daerah, namun dari program lain seperti PNPM Mandiri
melalui BKM cukup membantu jalannya BUMDes di Desa Pagedangan
ini.
Lingkungan sosial masyarakat Desa Pagedangan juga mendukung
jalannya program BUMDes ini, dengan mayoritas pedagang dan jasa,
masyarakat tentu membutuhkan bantuan dari pemerintah desa untuk bisa
mengembangkan usahanya dan memperbaiki taraf hidupnya.
4.4 Pembahasan
Program Badan Usaha Milik Desa atau BUMDes berawal dari perhatian
pemerintah kepada desa untuk menumbuh kembangkan desa di era globalisasi
dan MEA. Semboyan Banten dalam mengembangkan desa adalah
”membangun Banten dari desa” membuat pemerintah daerah mencari cara agar
desa terus berkembang sehingga desa terus didorong untuk mengembangkan
desanya.
172
Salah satu bentuk pengembangan desa adalah terbentuknya BUMDes
yaitu Badan Usaha Milik Desa sebagai wadah pemberdayaan masyarakat desa
yang ada di desa. Dalam pembahasan ini peneliti akan membahas tentang fokus
penelitian, dimana berdasarkan model pendekatan Top Down yang dirumuskan
oleh Meter dan Horn disebut dengan A model of The Policy Implementation.
Ada enam variabel, menurut Meter dan Horn, yang mempengaruhi kinerja
kebijakan publik tersebut (Agustino, 2006:141-144), yaitu: mengenai ukuran
dan tujuan kebijakan, sumber daya;karakteristik agen
pelaksana,sikap/kecendrungan para pelaksana, komunikasi antarorganisasi dan
aktivitas pelaksana, dan yang terakhir yaitu lingkungan ekonomi, sosial, dan
politik. Berikut ini peneliti akan membahas lebih lanjut terkait analisis hasil
penelitian.
Pertama, ukuran dan tujuan kebijakan. Program BUMDes sendiri
memang sudah di anjurkan pada tahun 2007 oleh kementrian dalam negeri saat
itu yang tertuang dalam Permendagri No. 37 tahun 2007 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Desa. Namun pada saat itu masih dalam tahap
penyesuaian, sehingga turunlah Permendagri No. 39 tahun 2010 tentang
BUMDes. Dalam Permandgari 39/2010 ini memuat khusus bagaimana
mekanisme BUMDes dibuat dan pengelolaannya. Sedangkan dikabupaten
Tangerang sendiri, BUMDes mulai berkembang dan dikenal desa pada tahun
2013.
Berawal dari ukuran suatu kebijakan, sebuah kebijakan dapat diukur
dari berhasil atau tidaknya pelaksanaan kebijakan tersebut. Kebijakan program
173
bumdes di Kabupaten Tangerang bisa dilihat berhasil atau tidak yaitu dari
banyaknya desa yang memiliki BUMDes. Di Kabupaten Tangerang sendiri dari
246 desa yang ada hanya ada 28 BUMDes di Kabupaten Tangerang yang baru
terbentuk dengan 46 desa sebagai pengelola, karena 18 BUMDes merupakan
BUMDes bersama yang dimiliki oleh 2 (dua) desa atau lebih dan 10 nya adalah
BUMDes yang dimiliki desa pribadi.
Berdasarkan latar belakang didirikannya BUMDes di Desa Pagedangan,
Program BUMDes di Desa Pagedangan dibentuk atas dasar kepentingan desa
dalam mengikuti lomba desa se Provinsi Banten. Disamping itu, hal ini juga
didukung dengan keadaan desa yang strategis untuk membentuk suatu program
sentra kuliner bagi pengendara yang lewat dan juga program simpan pinjam
dan TPST untuk membantu masyarakat. Program BUMDes di Desa
Pagedangan berdiri pada tahun 2013 dengan dasar Peraturan Desa No. 7 Tahun
2013. Dalam membentuk BUMDes, Desa harus membuat peraturan desanya
yaitu Peraturan Desa No. 7 Tahun 2013, peraturan ini dibuat berdasarkan
amanat dari Permendagri No. 39 Tahun 2010. Selain itu, dalam membentuk
BUMDes juga, pemerintah Desa Pagedangan mengikuti prosedur yang telah
dimuat dalam Permendagri 39/2010.
Namun pemerintah Desa Pagedangan sangat menyayangkan, karena
saat pembuatan BUMDes ini belum ada payung hukum tingkat daerah yang
mengatur BUMDes di Kabupaten Tangerang. Sehingga dalam membentuk
BUMDes, Pemerintah Desa Pagedangan mengacu pada Permendagri No. 39
Tahun 2010. Namun setelah melihat BUMDes di Kabupaten Tangerang mulai
174
tumbuh satu persatu di desa-desa, Kabupaten Tangerang mengeluarkan Perda
No. 9 Tahun 2014 tentang desa dan Perbup No. 85 Tahun 2014 tentang
BUMDes sebagai turunannya. Setelah ditelaah didalam Perbup 85/2014
dengan Perdes 7/2013 sebagai landasan dari BUMDes Mandiri Desa
Pagedangan ada perbedaan dalam masa bakti kepengurusan dimana dalam
Perbup menyebutkan hanya 4 tahun kepengurusan sedangkan dalam Perdes
masa baktinya 5 tahun.
Berdasarkan hal tersebut peneliti melihat bahwa, ada keterlambatan dari
pemerintah daerah dalam membuat payung hukum untuk BUMDes, karena
dalam Permendagri dicantumkan bahwa Pemerintah Daerah harusnya membuat
aturan tentang BUMDes selambat-lambatnya satu tahun setelah permendagri
dikeluarkan, artinya pada tahun 2011 harusnya pemerintah daerah
mengeluarkan aturannya. Meski berdalih karena mengacu pada UU Desa No. 6
Tahun 2014 sebagai acuan dalam membuat Perda tentang Desa Namun UU
Desa No. 6 Tahun 2014 ini hanyalah perubahan UU No. 32 Tahun 2004
tentang pemerintahan daerah. Dan disinyalir sebelum Perbup No. 85 ini dibuat,
belum pernah dibuat Perbup sebelumnya tentang BUMDes.
Disamping itu, tujuan dibuatnya Perbup 85/2014 ini selain untuk
sebagai dasar hukum dalam mengelola dan membentuk BUMDes adalah untuk
penyeragaman dalam pembentukkan BUMDes di Kabupaten Tangerang
sehingga tidak ada perbedaan pembentukkan dalam pengelolaan satu desa
dengan desa lainnya. Sementara tujuan dari program BUMDes sendiri
khususnya di Desa Pagedangan adalah sebagai penggerak motor ekonomi desa
175
dan juga sebagai wadah bagi program pemerintah agar terkelola dengan baik.
Tentu hal ini akan memudahkan desa dalam mengatur perekonomian desanya.
Berdasarkan tujuan ini, pelaksanaan BUMDes di Desa Pagedangan
belum mampu memberdayakan seluruh masyarakat desa pagedangan karena
masih terhambat akan dana dan fasilitas yang ada. Disamping itu, BUMDes
juga tidak memiliki targetan khusus kapan ia bisa memberdayakan seluruh
masyarakat desanya, sehingga program ini hanya berjalan apa adanya.
Kedua, sumberdaya yang terdiri dari sumberdaya manusia(human
resources) dan sumberdaya non manusia (non human resources). Kondisi
sumber daya manusia dalam pelaksanaan BUMDes di Desa Pagedangan ini
adalah sumberdaya manusia yang sifatnya relawan dan tidak ada gaji tetap
untuknya. Sehingga sangat sulit sekali dalam mencari orang-orang yang betul-
betul mau bekerja untuk desa. Maka dari itu, orang-orang yang tercantum
dalam struktural adalah orang-orang yang bersosial yang mau bekerja untu
desa,namun sangat disayangkan sebagian dari mereka adalah orang-orang yang
belum melek teknologi sehingga sebagian apa yang mereka lakukan belum
tersentuh kecanggihan teknologi yang ada seperti dalam sistem
administrasinya.
Sedangkan sumberdaya finansial sangat berkaitan dengan sumberdaya
waktu. Terkait sumberdaya finansial, dana yag dipakai untuk membangun
BUMDes ini sebagian besar merupakan dana bantuan dari pemerintah. Subsidi
dana yang didapatkan adalah dana dari desa, anggaran APBN dengan dasar UU
6/2014 dan juga bantuan CSR. Dana yang sangat membantu sebagian besar
176
berasal dari dana PNPM melalui BKM. Dengan dana tersebut program simpan
pinjam dapat berjalan dengan baik. Karena program PNPM dapat berjalan baik
di Desa Pagedangan, maka desa tersebut mendapatkan penghargaan sehingga
mendapatkan dana cuma-cuma sebesar 1 Milyar. Dan dana tersebut dipakai
untuk membangun Sentra Kuliner dan TPST.
Ketiga, karakteristik agen pelaksana dalam pelaksanaan Program
BUMDes haruslah sinkron satu sama lain. bahwa saat pelaksanaan BUMDes di
Desa Pagedangan banyak sekali hambatan yang telah dilewati diantaranya
adalah kurangnya dana, kurangnya sumberdaya manusia serta kualitas
sumberdaya manusianya juga kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh
pemerintah desa.
Kurangnya dana ini dikarenakan perlunya target yang harus dicapai
desa pagedangan dalam memberdayakan masyarakatnya. Dana yang ada akan
cukup jika program ini tidak perlu pengembangan da maju. Karena dana
dibutuhkan untuk penambahan modal dan penambahan fasilitas juga perbaikan
fasilitas yang ada. Bantuan CSR pun tidak terlalu diharapkan, karena sangat
jarang sekali perusahaan yang mau memberikan CSR nya secara cuma-cuma
tanpa harus menguntungkaan mereka dengan mempromosikan produk mereka
misalnya.
Selanjutnya adalah kurangnya sumberdaya manusia, hal ini dikarenakan
sumber daya manunsia yang ada sangat minim untuk mengerjakan program
BUMDes dan sifatnya relawan. Selain itu, sumberdaya manusia yang ada tidak
177
begitu faham akan teknologi yang ada sehingga dalam sistem administrasi
masih dilakukan secara manual.
Yang terakhir adalah kurangnya sosialisasi dari pemerintah baik dari
pemerintah daerah maupun dari pemerintah desa. Dari pemerintah daerah tidak
melakukan sosialisasi secara khusus tentang BUMDes, pemerintah daerah
melakukan sosialisasi hanya melalui APDESI saja dan itupun belum
meyeluruh. Sedangkan di pemerintah desa, BUMDes belum melakukan
sosialisasi mengenai program BUMDes kepada masyarakat, sehingga sebagian
masyarakat tidak mengetahui program yang dijalankan oleh BUMDes.
Keempat, sikap/kecenderungan (disposition) para pelaksana. Sikap
penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan sangat banyak
mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan
publik. Maka dalam penelitian ini, sikap yang ditampilkan adalah sikap
penerimaan dari berbagai pihak yang terkait dengan penguatan kelembagaan
dengan membentuk pelaksana operasional BUMDes dilakukan sesuai dengan
mekanisme yang tercantum dalam Permendagri No. 39 Tahun 2010 dan Perbup
No. 85 Tahun 2014. Penguatan komitmen pelaksanaan BUMDes dengan
dibuatnya peraturan terkait BUMDes ditingkat daerah dibuktikan dengan
dibuatnya Perda No. 9 Tahun 2014 dan Perbup No. 85 tahun 2014 sebagai
turunan Perda.
Meski Payung hukum ini terlambat dibuat, akan tetapi perhatian
pemerintah dalam membuat payung hukum BUMDes perlu di apresiasi. Disisi
lain, Pemerintah Kabupaten Tangerang juga melakukan sosialisasi kepada
178
desa-desa mengenai BUMDes meski belum seluruhnya dan bukan khusus
program BUMDes karena saat sosialisasi dilakukan merupakan acara APDESI.
Selain itu, Pemerintah Kabupaten Tangerang juga mengadakan acara pelatihan
manajemen pengelolaan BUMDes untuk mendukung jalannya BUMDes di
desa-desa. Akan tetapi, sayang sekali program ini baru menyentuh beberapa
desa saja, belum dilakukan untuk seluruh desa di Kabupaten Tangerang.
Point kelima yaitu komunikasi antarorganisasi dan aktivitas pelaksana.
Dalam pelaksanaan Kebijakan Program BUMDes, koordinasi berperan sangat
penting. Karena, Kebijakan Program BUMDesmerupakan kebijakan dari
pemerintah pusat yang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dengan melibatkan
semua elemen, mulai dari lembaga setempat, pihak dunia usaha, dan
masyarakat. Koordinasi juga sangat dibutuhkan agar Kebijakan Program
BUMDes dapat berjalan, ini semua agar tidak ada tumpang tindih tugas dari
masing-masing stakeholder sehingga tugas pokok dan fungsi dari tiap pihak
yang terkait harus sudah memahami.
Koordinasi dan komunikasi yang dilakukan oleh pemerintah desa
pagedangan dilakukan sesuai dengan kebutuhan baik itu komunikasi dengan
pemerintah daerah maupuun dengan lembaga-lembaga yang ada didesa. Begitu
juga dengan pelaksana operasional BUMDes Pagedangan dengan Pemerintah
desa dan lembaga desa lainnya melakukan komunikasi secara kebutuhan saja
tanpa jadwal khusus. Mereka beralasan kegiatan di desa tidak bisa ditebak,
kadang banyak kegiatan terkadang kosong, sehingga komunikasi dilakukan
secara flesibel dan bersifat simbiosis mutualisme. Hal ini menunjukkan bahwa
179
tidak ada pola komunikasi yang baik dalam berkoordinasi antar pemerintah
desa, agen pelaksana BUMDes dan lembaga desa.
Aktifitas tiap pelaksana unit usaha berbeda-beda, sehingga komunikasi
yang dilakukanpun tidak pasti kapan dilakukan dalam satu waktu. Maka dari
itu mereka melakukan komunikasi disaat komunikasi itu dibutuhkan dimana
saja dan kapan saja tanpa terbentur hari kerja dan ruang kerja. Hal ini juga
dapat membangun kekeluargaan antara lembaga desa, sehingga pekerjaan tidak
terlalu formal dilakukan namun tetap berjalan.
Aktifitas yang telah berjalan adalah 3 (tiga) program utama yaitu unit
usaha simpan pinjam, unit usaha TPST, dan unit usaha sentra kuliner. Yang
pertama adalah unit usaha simpan pinjam, simpan pinjam ini dikembangkan
oleh BKM Desa Pagedangan dengan dana dari PNPM Mandiri Perkotaan sejak
tahun 2009 dengan modal awal sebesar Rp.60.000.000,- (enam puluh juta
rupiah) dengan pemanfaat perguliran ekonomi sebanyak 24 kelompok Usaha
(120 Orang pemanfaat).awal adanya simpan pinjam setiap orang memiliki jatah
Rp. 500.000,- dengan cicilan selama 10 bulan sebesar Rp. 50.000,- /bulan
tanpa bunga dan agunan hanya dikenakan biaya administrasi 10 % pada saat
pencairan. Unit usaha ini semakin berkembang hingga mencapai aset hampir
setengah milyar dengan 300 peminjam yang terdiri dari 45 kelompok, nominal
peminjaman meningkat dari hanya Rp.500.000,- menjadi Rp. 5.000.000,- /
orang. Pencairan dilakukan 10 bulan sekali dan hingga sekarang sudah 4 kali
pencairan. Dengan adanya program simpan pinjam sebagian masyarakat bisa
180
terbantu dalam membangun usahanya sehingga bisa membantu kebutuhan
ekonomi masyarakat.
Selama beberapa tahun berjalan, unit usaha simpan pinjam ini dapat
membantu sebagian masyarakat untuk membuka usahanya, hal ini bisa dilihat
dari tabel berikut.
Tabel 4.5
Kelompok Swadaya Masyarakat
Unit Usaha Simpan Pinjam BKM Desa Pagedangan
No. Nama KSM Angg Asal KSM No. Nama KSM Angg Asal KSM
1 Albera 9
Pagar Haur
Tegal 23 Cemara 6 Cicayur
2 Assalam 9
Pagar Haur
Tegal 24
Karya Bakti
2 7 Cicayur
3 Melati 7 Cicayur 25 Japati 6
Pagar Haur
Tegal
4 Daarussalam 7 Cicayur 26 Alfurqon 5 Cicayur
5 Kartini 5 Cicayur 27 BPA 2 Baru 6 BPA
6 Sangkuriang 5 Cicayur 28 Merdeka 5 BPA Blok 3
7 Anggrek 5 BSD 29
Tegal
Saluyu 6
Pagar Haur
Tegal
8 Melati 6
Pagar Haur
Tegal 30
Tegal
Mandiri 6
Pagar Haur
Tegal
9 Karya Bakti 6 Cicayur 31 Blok 5 5 BPA
10 Tulip 5 BPA Blok 2 32
Satu
Makmur 7 BPA
11 Cempaka 7 Cicayur 33
Satu
Bersama 5 BPA
12 Ciko 6 Cicayur 34
Cakung
Damai 6 Cicayur
13 Harapan 5 Cicayur 35 Cicayur 10 5 Cicayur
14 Bersama 6 BPA Blok 1 36 BSD Baru 5 BSD
15 Blok 1 5 BPA Blok 1 37 BPA 3 2 BPA
16 Mawar 8 Cicayur 38 Cicayur 1 6 Cicayur
17 Srikandi 6 BPA Blok 2 39 Cicayur 2 6 Cicayur
18 Bakti Karya 5 BPA Blok 3 40 Cicayur 4 5 Cicayur
181
19 Barokah 9 Cicayur 41
Melati
Cicayur 7 Cicayur
20 Merah Putih 5
Pagar Haur
Tegal 42 Cangkuang 4 Cicayur
21 Seruni 6 Cicayur 43 Blok 2 5 BPA
22 Tikukur 6 Cicayur Jumlah 253
Sumber : Unit Usaha Simpan Pinjam, Desa Pagedangan, 2016
Tabel 4.6
Kelompok Swadaya Masyarakat
Unit Usaha Simpan Pinjam BKM Desa Pagedangan
Sumber : Unit Usaha Simpan Pinjam, Desa Pagedangan, 2016
Berdasarkan dari data diatas menunjukkan bahwa sudah 300 orang
merasakan manfaat dari simpan pinjam. Namun disinyalir peminjam tersebut
bukanlah dari orang-orang yang tidak mampu seluruhnya, tapi ada beberapa
orang yang mampu yang mendapatkan pinjaman tersebut. Setelah peneliti
melakukan pengamatan, memang ketentuan dari unit usaha ini
mengkhususkan bagi orang-orang yang memiliki usaha, baik itu usaha kecil
maupun menengah. Berikut persyaratan dari peminjam usaha unit simpan
pinjam.
No. Nama
KSM Anggota Asal KSM
1 Ciko 6 Campuran
2 Saluyu 6 Campuran
3 Cicayur 1 6 Campuran
4 Algofur 6 Campuran
5 BPA 3 7 Campuran
6 Sejahtera 5 Campuran
7 Bahagia 5 Campuran
8 Tegal City 6 Campuran
Jumlah 47
182
Ketententuan dan syarat peminjam UPK BKM Desa Pagedangan
a. Memiliki usaha
b. Ibu rumah tangga
c. Masyarakat Desa Pagedangan
d. Tidak memiliki tunggakan dengan pihak lain
Hal ini menunjukkan bahwa memang unit usaha simpan pinjam ini
diperuntukkan untuk siapa saja yang memiliki kriteria seperti diatas. Maka dari
sini bisa disimpulkan untuk bisa memberdayakan seluruh masyarakat Desa
Pagedangan tentulah sangat sulit dan butuh dana besar, sehingga untuk untuk
menargetkannya tidak bisa dipastikan.
Yang kedua yaitu unit usaha Tempat Pembuangan Sampah Terpadu
(TPST) yang mulai dibangun pada tahun 2012 dengan menghabiskan dana
hingga 750 juta yang menggunakan mesin pencacah yang canggih. Hingga
sekarang tempat pengelolaan sampah ada 2 (dua) TPST yang mengelola
sampah yang berada di dusun Cicayur dan Bumi Puspitek Agung. Sedangkan 2
(dua) dusun lagi belum ada TPST yang mengelola sampah disana. Untuk
aktifitasnya sendiri sekitar seminggu 2 (dua) kali mengangkut sampah dari TPS
(Tempat Pembuangan Sampah Sementara) ke TPA (Tempat Pembuangan
Sampah Akhir) setelah itu dipilah dan dipisahkan antara sampah organik dan
sampah anorganik. Sampah organik dijadikan kompos sedangkan sampah
anorganik dipilah kembali yang masih bernilai ekonomis untuk diloakkan dan
sampah yang tidak bersifat ekonomis maka dibakar hingga habis ditungku
pembakaran dengan sistem inchinerator yang ramah lingkungan. Dengan
183
tungku ini sampah seperti apapun bisa dibakar habis dengan abu pembakaran
yang sedikit seperti beling juga bisa meleleh.
Sebagai unit usaha maka ada jasa yang harus dibayar setiap bulannya.
Namun setiap tempat tidak memiliki nominal yang sama untuk tarifnya
tergantung dari luas lingkungan tempat tersebut dari sekitaran Rp. 15.000,-
hingga Rp. 250.000,-/bulan. Untuk pembayarannya disetiap dusun ada
koordinator yang mengkoordinir iuran /bulannya dan kemudian disetorkan
kepada bendahara. Namun pemasukan iuran bulanan yang didapatkan hanya
cukup untuk gaji pegawai yang mengangkut sampah setiap minggunya dan
juga biaya akomodasi sehingga tidak sisa untuk pemasukan desa. Hal ini bisa
dilihat dari data rekapitulasi keuangan TPST, berikut adalah rekapitulasi
keuangan TPST BUMDes Desa Pagedangan.
Tabel 4.7
Rekapitulasi Keuangan TPST BKM Desa Pagedangan
Pemasukan : Rp 24.200.000,00
Pengeluaran
Gaji Pegawai : Rp 1.000.000,00 X 2 Orang Rp 2.000.000,00
Akomodasi : Rp 200.000,00 X 2 Tosa Rp 400.000,00
Biaya Perawatan : Rp 20.000,00 Rp 20.000,00
Jumlah Rp 2.420.000,00
Rekapitulasi :
Pemasukan : Rp 2.420.000,00
Pengeluaran : Rp 2.420.000,00
Sisa 0
Sumber : BUMDes Desa Pagedangan, 2016 (Rincian Pemasukan Terlampir)
Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa hasil yang didapatkan
setiap bulannya langsung habis begitu saja, terkadang juga jika ada
184
pengeluaran lebih, pengurus harus mencari dana lain dari menjual sampah yang
bisa dijual. Sehingga untuk sekarang belum ada pemasukan untuk desa dari
program TPST. Dari hal ini peneliti simpulkan bahwa, jika TPST belum bisa
menambah pendapatan desa setidaknya program ini tidak membebani desa.
Dan juga program ini untuk pemberdayaan masyarakat dan kesehatan
lingkungan bukan untuk mencari laba.
Terakhir adalah unit usaha sentra kuliner yang dibangun pada tahun
2013 dengan harapan dapat membantu masyarakat dalam berdagang dengan
menyewakan kios-kios kecil dan saung. Sentra kuliner ini dibangun dari hasil
dana penghargaan sebesar 250 juta. Dibangunnya sentra kuliner ini diharapkan
masyarakat bisa berdagang dengan menggunakan modal dari simpan-pinjam,
sewa menyewanyapun dipermudah, meski penyewaan kios per tahun, tapi
pembayarannya bisa dicicil bagi masyarakat pribumi. Biaya sewa yang
ditawarkan 8-15 juta tergantung dari besarnya kios atau saung. Jumlah
pedagang berjumlah 10 orang pedagang tetap dan 5 orang pedagang gerobag
yang tidak secara tetap berjualan di sentra kuliner dengan komposisi 70%
orang pribumi dan 30 % orangluar. Dengan adanya program ini bisa membantu
masyarakat dalam berdagang dan merintis usaha.
Kios-kios yang disewakan sentra kuliner berjumlah 6 kios, 1 saung
ukuran besar, 1 saung ukuran sedang dan 2 saung ukuran kecil. Dalam
penyewaanya, kios disewakan sebesar Rp. 5.000.000,- / tahun, untuk saung
kecil Rp. 8.000.000,- / tahun, untuk saung sedang Rp. 10.000.000,- / tahun dan
untuk saung besar Rp. 15.000.000,- / tahun. Dalam penyewaannya mengalami
185
beberapa permasalahan Karena pengeluran lebih besar daripada pemasukan,
dengan rincian sebagai berikut.
Tabel 4.8
Rekapitulasi Keuangan Sentra Kuliner 2014
No. Kegiatan
I. Pemasukan
Jenis/ Kelompok
Dagangan
Tagihan Pemasukan Keterangan
Kios 1 5.000.000,- 5.000.000,- Lunas
Kios 2 5.000.000,- 5.000.000,- Lunas
Kios 3 5.000.000,- 2.000.000,- Belum Lunas
Kios 4 5.000.000,- 4.000.000,- BelumLunas
Kios 5 5.000.000,- 5.000.000,- Lunas
Kios 6 5.000.000,- 5.000.000,- Lunas
Saung kecil A 8.000.000,- 5.000.000,- Lunas
Saung kecil B 8.000.000,- - -
Saung Sedang 10.000.000,- 5.000.000,- BelumLunas
Saung Besar 15.000.000,- 15.000.000,- Lunas
Jumlah Pemasukan : 46.000.000,-
II. Kekurangan : 17.000.000,-
III. Pengeluaran : 51.601.000,- (Rincian terlampir)
IV. Saldo : -5.601.000,-
Sumber : BUMDes Desa Pagaedangan, 2016
Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa pengeluaran sentra kuliner
lebih besar dari pemasukan sehingga tidak pemasukan untuk kas desa dalam
pribahasa menyebutkan besar pasak daripada tiang. BUMDes Desa
Pagedangan yang seharusnya bisa menambah pendapatan desa tetapi dari data
tersebut bisa dilihat bahwa Pemerintah Desa Pagedangan perlu menambah
kekurangan yang dibutuhkan sentra kuliner dan Pemerintah Desapun
186
memaklumi hal ini karena BUMDes masih membangun dan belum
berkembang. Dan juga inilah salah satu sebab sentra kuliner di Desa
Pagedangan mengalami kemunduran. Namun hal ini tidak mematahkan
semangat pengurus, pengurus BUMDes berencana memugar dan merenovasi
sentra kuliner dengan mengandalkan bantuan dari beberapa elit politik dan
dunia pengusaha.
Keenam, yaitu lingkungan ekonomi, sosial, dan politik. Jika dilihat dari
lingkungan ekonomi yang ada di lingkungan Desa Pagedangan pada saat
sebelum adanya BUMDes mayoritas mata pencaharian petani dengan
lingkungan pedesaan yang hijau sebagai lahan pertanian mereka. Meski
memiliki kehidupan yang sederhana namun keasrian lingkungan membuat
masyarakat betah tinggal di desanya sendiri. Kabupaten Tangerang mengalami
Trickle Down Effect dari Ibukota Jakarta, sehingga Kabupaten Tangerang
perlahan dimasuki oleh investor-investor asing yang membangun mall,
supermarket, kantor, bioskop dan lain sebagainya dan perlahan lahan pertanian
masyarakat digusur untuk membangun pembangunan. Akan tetapi meski lahan
pertanian mereka digusur untuk dibangun suatu bangunan, namun masyarakat
dan pemerintah desa tentu tidak diam saja, sehingga mereka mencari pekerjaan
lain dan memanfaatkan keadaan yang ada dengan ikut bekerja dengan para
pengembang dan pengusaha yang berada dilingkungan Desa Pagedangan.
Dengan keadaan seperti ini, maka Pemerintah Desa bermusyawarah dan
membuat suatu program untuk membantu masyarakat yaitu BUMDes Mandiri
Desa Pagedangan.
187
BUMDes Desa Pagedangan membantu masyarakat untuk bisa menjadi
pengusaha dengan diberikan pinjaman modal untuk usaha mereka dan juga
sebagian masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan disalurkan kepada
pengembang untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Selain itu
BUMDes juga membantu mengurangi volume sampah yang ada dilingkungan
desa pagedangan dengan membangun TPST, sehingga dapat mengelola
sampah menjadi ramah lingkungan.
Lingkungan politik juga yang tidak terlepas dari pemerintahan baik di
daerah maupun di desa cukup mendukung jalannya BUMDes ini, meski desa
belum mendapatkan program khusus tentang BUMDes dari pemerintah daerah,
namun dari program lain seperti PNPM Mandiri melalui BKM cukup
membantu jalannya BUMDes di Desa Pagedangan ini.
Lingkungan sosial masyarakat Desa Pagedangan juga mendukung
jalannya program BUMDes ini, dengan mayoritas pedagang dan jasa,
masyarakat tentu membutuhkan bantuan dari pemerintah desa untuk bisa
mengembangkan usahanya dan memperbaiki taraf hidupnya.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dilihat bahwa implementasi
program BUMDes di Desa Pagedangan secara umum sudah berjalan dengan
baik. Hal ini dapaat dilihat berdasarkan dari berjalannya program-program
utama BUMDes secara baik. Meskipun, program BUMDes ini belum
sepenuhnya berjalan optimal karena ada beberapa hal yang harus lebih
diperhatikan untuk diperbaiki, namun tujuan dari Kebijakan Program
BUMDes di Desa Pagedangan berdasarkan Peraturan Desa No. 7 Tahun 2013
188
tentang Pengelolaan dan Pelaksanaan BUMDes yaitu, Meningkatkan
perekonomian Desa Pagedangan, Meningkatkan pendapatan asli Desa
Pagedangan, Meningkatkan pengolahan potensi desa sesuai dengan kebutuhan
masyarakat Desa Pagedangan dan Menjadi tulang punggung pertumbuhan dan
pemerataan ekonomi Desa Pagedangan memang sepenuhnya belum terpenuhi.
189
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan temuan-temuan di lapangan, maka
penyimpulan akhir tentang implementasi Program BUMDes (Badan Usaha Milik
Desa) di Desa Pagedangan secara umum sudah berjalan dengan baik, dilihat dari
berjalannya beberapa program utama BUMDes, meskipun ada beberapa hal yang
masih perlu diperbaiki seperti hal-hal sebagai berikut.
Pertama, Payung hukum tingkat daerah tentang pengelolaan BUMDes
terlambat dibuat dikarenakan Pemerintah Daerah melalui BPMPPD Kabupaten
Tangerang membentuk Perda dan Perbup mengenai BUMDes mengacu pada UU
Desa No. 6 Tahun 2014 tentang desa.
Kedua, sumberdaya Manusia yang ada dalam pelaksanaan program
BUMDes ini secara kuantitas sangat kurang, karena dalam penetapan pengurus
direktur BUMDes hanya mengambil satu orang penanggungjawab unit usaha
tanpa ada staff pembantu ditiap unit usaha. Dari segi kualitas, sumberdaya yang
ada tidak terlalu faham teknologi IT sehingga masih dilakukan pembukuan
secara manual.
Ketiga, pengelolaan Administratif belum terkelola dengan baik, hal ini
dikarenakan pengelola masih melakukan pembukuan secara manual dan tidak
rutin dalam melakukan penginputan data sehingga peneliti kesulitan dalam
mendapatkan data, salah satunya data yang sulit peneliti dapatkan adalah data
keuangan yang mendukung pernyataan peneliti.
190
Keempat, sumberdaya finansial yang ada masih belum memenuhi dalam
pelaksanaan program BUMDes, hal ini dikarenakan dana yang dikucurkan
pemerintah daerah maupun desa dalam bentuk bantuan tidak sesuai dengan
jumlah masyarakat yang membutuhkan, para pelaksana berharap ada bantuan
dana yang cukup sehingga bisa memberdayakan masyarakat lebih banyak lagi
dan menambah fasilitas yang ada.
Kelima, kurangnya komunikasi yang dilakukan oleh para Lembaga Desa,
terutama para pelaksana BUMDes. Dalam komunikasi yang mereka lakukan
belum memiliki pola komunikasi yang baik dan tidak ada jadwal rutin pertemuan
para Lembaga Desa untuk membicarakan BUMDes, komunikasi dilakukan hanya
pada saat-saat urgent saja.
Keenam, kurangnya sosialisasi program BUMDes ini baik sosialisasi
Pemerintah Daerah ke desa-desa mengenai kebijakan BUMDes maupun
sosialisasi Pemerintah desa kepada masyarakat desa mengenai program BUMDes
yang dijalankan di Desa Pagedangan sehingga masyarakat tidak banyak
mengetahui mengenai BUMDes.
Ketujuh, Belum ada pemasukan untuk kas desa dari BUMDes Mandiri
Desa Pagedangan dikarenakan program kerja BUMDes lebih kearah
pemberdayaan masyarakat bukan ke arah profit yang mengedapankan
keuntungan tapi BUMDes Pagedangan masih dalam tahap pengembangan
program.
191
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran yang peneliti ajukan berupa
rekomendasi yaitu sebagai berikut.
1. Agar tidak terjadi keterlambatan lagi dalam membuat payung hukum baik
itu untuk payung hukum BUMDes maupun payung hukum yang lain,
sehingga para pelaksana kebijakan memiliki acuan dalam melaksanakan
kebijakan tersebut.
2. Melakukan penyegaran pengurus dengan melakukan pergantian pengurus
yang mengganti pengurus dengan keahlian dibidangnya dan juga
dilakukan penambahan staff pembantu agar pekerjaan yang ada tidak
terbengkalai karena kekurangan pegawai.
3. Melakukan kerjasama yang baik dengan perusahaan dan pengembang.
Sebagai desa yang berada di tengah-tengah kota berkembang, desa harus
bisa memanfaatkan hal ini untuk bisa melakukan kerjasama dengan para
pengembang untuk bantuan dana dalam bentuk CSR maupun bantuan
kerjasama yang lain. CSR juga bisa dilakukan dalam bentuk tunai dan
bentuk barang, yang tentunya hal ini akan membantu pelaksanaan program
BUMDes di Desa Pagedangan dan juga perlu diadakan pelatihan juga bagi
para pelaksana operasional BUMDes agar mereka lebih mengenal
teknologi dengan lebih baik lagi, dan tentu ini akan sengat membantu
pelaksanaan BUMDes.
4. Meningkatkan pengelolaan BUMDes dengan menggunakan manajemen
yang baik sehingga data yang ada tidak tercecer dan tersimpan rapi dalam
192
dokumen penting BUMDes. Sehingga saat data tersebut dibutuhkan akan
mudah dicari dan mudah dalam membuat laporan pertanggungjawaban.
5. Meningkatkan dan memperkuat pola komunikasi antara Lembaga Desa
dengan melakukan pertemuan rutin bulanan atau tri wulan untuk
membahas perkembangan BUMDes sehingga perkembangan BUMDes
dapat diketahui oleh segala pihak yang ada di Desa Pagedangan.
6. Melakukan sosialisasi lebih intensif lagi agar masyarakat desa bisa
mengetahui program BUMDes yang dilaksanakan oleh BUMDes sehingga
tidak ada kesalah fahaman antara masyarakat dan Pemerintah Desa. Selain
itu perlu diadakan sosialisasi pula kepada desa-desa di Kabupaten
Tangerang, agar desa yang belum mengerti BUMDes bisa faham dan
tertarik untuk mendirikan BUMDes di Desanya.
7. Agar lebih meningkatkan pendapatan BUMDes agar ada pemasukan untuk
kas Desa Pagedangan sehingga peran BUMDes Mandiri Pagedangan lebih
terlihat sebagai badan usaha di Desa Pagedangan.
186
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku :
Abidin, Said Zainal. 2012. Kebijakan Publik. Jakarta: Salemba Humanika.
Agustino, Leo. 2008. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: CV Alfabeta.
___________. 2006. Politik dan Kebijakan Publik. Bandung: Asosiasi Ilmu
Politik Indonesia (AIPI) dan Puslit KP2W Lembaga Penelitian
Unpad
Ali, Farid dan Andi Syamsu Alam. 2012. Studi Kebijakan Pemerintah. Bandung:
PT Refika Aditama
Anggara, Sahya. 2014. Kebijakan Publik. Bandung: CV Pustaka Setia
Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisi Kebijakan Publik Edisi Kedua.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Irawan, Prasetya. 2005. Materi Pokok Metodologi Penelitian Administrasi.
Jakarta: Universitas Terbuka
Moleong, L. J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Nugroho D. Riant, 2003. Kebijakan Publik : Formulasi Implementasi dan
Evaluasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
.2009. Public Policy Edisi Ketdua. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
.2011. Public Policy Edisi Ketiga. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Parson, W. 2005. Public Policy : Pengantar teori dan Praktek Analisis Kebijakan.
Jakarta: Prenada Media.
Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori, dan Aplikasi.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
_________ . 2012. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori, dan Aplikasi.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dn R&D. Bandung: CV
Alfabeta.
187
. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dn R&D. Bandung: CV
Alfabeta.
Suharto, Edi. 2013. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. Bandung :
Alfabeta
Wahab, Abdul Solichin. 2005. Analisis Kebijaksanaan: dari Formulasi ke
Impelementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara
Wicaksono, Kristian Widya. 2006. Administrasi dan Birokrasi Pemerintah.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Winarno, Budi. 2014. Kebijakan Publik, Teori dan Proses. Jakarta: Media
Pressindo
Skripsi :
Manikam, Angger Sekar. 2010. Implementasi Program Badan Usaha Milik Desa
Di Desa Ngeposari Kecamatan Semanu Kabupaten Gunung Kidul
Tahun 2009. Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP UMY.
Wijanarko, Agung Septian. 2012. Peran Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)
dalam Pemberdayaan Masyarakat di Desa Pandankrajan Kec.
Kemilagi Kabupaten Mojokerto. Jurusan Administrasi Negara
FISIP Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”.
Dokumen-Dokumen:
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
Undang-undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 39 Tahun 2010 Tentang Badan Usaha Milik
Desa
Peraturan Menteri Desa No. 4 Tahun 2015 Tentang Desa
Peraturan Daerah No. 9 Tahun 2014 Tentang Desa
Peraturan Bupati Tangerang No. 85 Tahun 2014 Tentang Tata Cara
Pembentukkan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa
Peraturan Desa Pagedangan No. 7 Tahun 2013 Tentang Pembentukkan Badan
Usaha Milik Desa Mandiri
MUKADIMAH
Bahwa berdasarkan pertimbangan untuk meningkatkan kemampuan
keuangan pemerintah desa dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
meningkatkan pendapatan masyarakat melalui berbagai kegiatan usaha ekonomi
masyarakat perdesaan, perlu didirikan Badan Usaha Milik Desa yang sesuai dengan
kebutuhan dan potensi desa.
Badan Usaha Milik Desa yang selanjutnya disebut BUMDes, didirikan
berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 dan Peraturan
Desa Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)
Pagedangan Mandiri Karena itu, BUMDes adalah usaha desa yang
dibentuk/didirikan oleh Pemerintah Desa yang kepemilikan modal dan
pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah desa dan masyarakat.
Adapun usaha desa adalah jenis usaha yang berupa pelayanan ekonomi
desa seperti, usaha jasa, penyaluran sembilan bahan pokok, perdagangan hasil
pertanian, serta industri dan kerajinan rakyat.
ANGGARAN DASAR
BAB I
NAMA, BENTUK, WAKTU DAN KEDUDUKAN
Pasal 1
Nama Lembaga
Lembaga ini bernama Badan Usaha Milik Desa Pagedangan Mandiri yang
selanjutnya disebutBUMDes Pagedangan Mandiri
Pasal 2
Bentuk Lembaga
BUMDes Pagedangan Mandiri merupakan usaha desa yang berupa Badan Usaha
Milik Desa dengan perhatian khusus untuk meningkatkan kemampuan keuangan
pemerintahan desa dan pendapatan masyarakat.
Pasal 3
Jangka Waktu BUMDes Pagedangan Mandiri dibentuk pada tanggal 17 Desember
2013 dan didirikan untuk waktu yang tidak ditentukan.
Pasal 4
Kedudukan dan Wilayah Kerja
(1) BUMDes Pagedangan Mandiri berkedudukan di Desa Pagedangan Kecamatan
Pagedangan Kabupaten Tangerang Provinsi Banten; (2) BUMDes Pagedangan berwilayah kerja mencakup Desa Pagedangan
Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang Provinsi Banten.
BAB II
AZAS, VISI, MISI, MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 5
Azas
BUMDes berazaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
lndonesia Tahun 1945
Pasal 6
Visi dan Misi
(1) Visi BUMDes Pagedangan Mandiri adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Desa Pagedangan (2) Misi BUMDes Pagedangan adalah untuk memudahkan perputaran barang dan
jasa yang dibutuhkan masyarakat, memberantas paktekijon dan rentenir dan
memudahkan masyarakat Desa Pagedangan Dalammendapatkan modal
usaha dalam skala kecil dan berimbang sesuai dengan keberadaan modal
yang dikelolaBUMDes.
Pasal 7
Maksud dan Tujuan
(1) Maksud pendirian BUMDes Pagedangan Mandiri adalah untuk menjadi
penyedia wahana bagi masyarakat berupa pelayanan ekonomi guna
meningkatkan kuwalitas ekonomi masyarakat. (2) Tujuan pendirian BUMDes Pagedangan Mandiri adalah meningkatkan
kemampuan keuanganpemerintah desa dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan meningkatkan pendapatan masyarakat melaiui berbagai
kegiatan usaha ekonomi masyarakat yang sesuai dengan kebutuhan dan
potensi desa dengan wahana badan usaha milik desa.
BAB III
JENISUSAHA,PERMODALANDANKEPENGURUSAN
Pasal 8
Jenis Usaha dan Permodalan
(1) jenis-jenis usaha BUMDes Pagedangan Mandiri meliputi: a. jasa, antara lain berupajasa keuangan mikro, jasa transportasi, jasa
komunikasi, jasa konstruksi, dan jasa energi; b. penyaluran sembilan bahan pokok, antara lain berupa beras, gula,
garam,minyak goreng, kacang kedelai, dan bahan pangan lain yang
dikelola melaluiwarung desa atau lumbung desa;
c. Pengelolaan Sampah Terpadu;
d. Pengelolaan Pasar Desa; e. industri kecil dan rumah tangga, antara lain berupamakanan
minumankerajinan rakyat, bahan bakar alternatif, dan bahan bangunan.
(2) Modal BUMDes berasaldari: a. pemerintah desa; b. tabungan masyarakat; c. bantuan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten; d. pinjaman; dan/atau e. kerja sama usaha dengan pihak lain.
Pasal 9
Kepengurusan
Organisasi pengelola BUMDes PagedanganMandiri palingsedikiterdiriatas:
(1) Komisaris; dan (2) Direksi
a. komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dijabatoleh Kepala
Desa. b. Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurufb, terdiri atas direktur
dan kepala unit usaha
BAB IV
PERATURAN PERALIHAN
Pasal 10
Peraturan Peralihan
Segala sesuatu yang tidak atau belum cukup diatur didalam Anggaran Dasar
ini,atau di dalam Anggaran Rumah Tangga, nantinya diputuskan melalui rembug
desa/musyawarah desa.
BAB V
PENUTUP
Pasal 11
Penutup
Anggaran Dasar ini mulai berlaku pada tanggalditetapkan.
Ditetapkan di : Pagedangan
Pada tanggal : 17 Desember 2013
KEPALA DESA PAGEDANGAN,
H. AHMAD ANWAR, S.Ag
ANGGARAN RUMAH TANGGA
BAB I
Hak dan Kewajiban Pengurus
Pasal 1
(1) Komisaris mempunyai tugas melakukan pengawasan danmemberikan nasehat
kepada pelaksana operasional atau direksi dalammenjalankan kegiatan
pengelolaan usaha desa (2) Komisaris dalam melaksanakan tugas sebagaiman dimaksud pada ayat (1)
mempunyai kewenangan meminta penjelasan pelaksana operasional atau direksi
mengenai pengelolaan usaha desa.
Pasal 2
Pelaksana operasional atau direksi bertanggung jawab kepada
pemerintahandesa atas pengelolaan usaha desa dan mewakiliBUMDes di dalam
dan di luar pengadilan.
BAB II
Masa Bakti Kepengurusan
Pasal 3
(1) Masa bakti komisaris selama masih menjabat Kepala Desa. (2) Masa bakti direksi selama 5 (lima) tahun.
BAB III
Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Pengurus
Pasal 4
Pelaksana operasiona! atau direksi diangkat dan diberhentikan oleh komisaris
berdasarkan persetujuan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam musyawarah
desa/rembug desa.
BAB IV
Penetapan Operasional Jenis Usaha
Pasal 5
(1) Usaha jasa, antara lain: a. iasa keuangan mikro; b. jasa transportasi; c. jasa komunikasi; d. jasa konstruksi; dan e. jasa energy
(2) Usaha penyaluran sembilan bahan pokok antara lain: a. beras; b. gula; c. garam; d. minyak goreng; e. kacang kedelai; dan f. bahan pangan lainnya yang dikelola melalui warung desa atau lumbung desa
(3) Usaha perdagangan antara lain: a. sentra kuliner; b. buah-buahan; dan c. sayuran.
(4) Usaha industri kecil dan rumah tangga antara lain: a. makanan; b. minuman, c. kerajinan rakyat; d. bahan bakar alternatif; dan e. bahan bangunan.
(5) Pengelolaan Sampah Terpadu
(6) Pengelolaan Pasar Desa
BAB V
Sumber Permodalan
Pasal 6
Modal BUMDes berasal dari:
a. Pemerintah desa b. Tabungan masyarakat c. Bantuan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintahkabupaten/kota; d. Pinjaman; dan/atau e. Kerja sama usaha dengan pihak lain
Pasal 7
(1) Modal BUMDes yang berasal dari pemerintah desa sebagaimana dimaksud
dalampasal 6 huruf a, merupakan kekayaan desa yang dipisahkan; (2) Modal Bumdes yang berasal dari tabungan masyarakat sebagaimana dimaksud
pasal 6 huruf b merupakan simpanan masyarakat; (3) Modal Bumdes yang berasal dari Pemerintah pemerintah, pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Kabupaten sebagaimana dimaksud Pasal 6 huruf c dapat berupa dana
tugas pembantuan ; (4) Modal BUMDes yang berasal dari pinjaman sebagaimana dimaksud dalam pasal 6
huruf d, dari pinjaman lembaga keuangan atau pemerintahdaerah; (5) Modal BUMDes yang berasal dari kerjasama usaha dengan pihaklain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, dapat diperoleh dari pihak swasta
dan/atau masyarakat.
Pasal 8
Modal BUMDes selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dapat berasal
daridana bergulir program pemerintah dan pemerintah daerah yang
diserahkankepada desa dan/atau masyarakat melalui pemerintah desa.
BAB VI
Bagi Hasil dan Rugi
Pasal 9
Bagihasil usaha desa yang dikelola BUMDes dilakukan berdasarkan keuntungan
bersih usaha.
BAB VII
Keriasama
Pasal 10
(1) BUMDes dapat melakukan kerjasama usaha antar 2 (dua) desa atau lebih dan
dengan Pihak ketiga; (2) Kerjasama usaha antar 2 (dua) desa atau lebih sebagaimanadimaksud pada
ayat (1) dapat ditakukan dalam satu kecamatan atau antarkecamatan dalam
satu kabupaten/kota; (3) Kerjasama antar 2 (dua) desa atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus mendapat persetujuan masing-masing pemerintahandesa.
Pasal 11
(1) Kerjasama usaha desa dibuat dalam naskah perjanjian keriasama; (2) Naskah perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)paling sedikit
memuat: a. subyek kerjasama; b. obyek keriasama; c. jangka waktu; d. hak dan kewajiban; e. pendanaan f. keadaan memaksa; g. penyelesaian permasalahan; dan h. pengalihan.
Pasal 12
(1) Naskah perjanjian kerjasama usaha desa antar 2 (dua) desa ataulebih dalam satu
kecamatan, disampaikan kepada camat paling lambat 14(empat belas) hari
sejak ditandatangani; (2) Naskah perjanjian kerjasama usaha desa antar 2 (dua) desa atau lebih antar
kecamatan, disampaikan kepada bupati/walikota melalui camat paling lambat
14 (empat belas) hari sejak ditandatangani.
BAB VIII
Laporan Pertanggungjawaban
Pasal 13
(1) Direksi melaporkanpertanggungjawaban pelaksanaan BUMDes kepada Kepala
Desa. (2) Kepala Desa melaporkan pertanggungjawaban BUMDes kepadaBPD dalam forum
musyawarah desa.
BAB IX
Pengawasan
Pasal 14
(1) BPD dan/atau pengawas internal yang dibentuk melalui musyawarahdesa
melakukan pengawasan atas pengelolaan BUMDes. (2) Inspektorat Kabupaten/Kota melakukan pengawasan atas pengelolaan BUMDes.
BAB X
Ketentuan Penutup
Pasal 15
Anggaran Rumah Tangga inimulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Pagedangan
Pada tanggal :
KEPALA DESA PAGEDANGAN,
H. AHMAD ANWAR, S.Ag
ANGGARAN DASAR
DAN
ANGGARAN RUMAH TANGGA
BADAN USAHA MILIK DESA ( BUMDes )
PAGEDANGAN MANDIRI
DESA PAGEDANGAN
PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG
KECAMATAN PAGEDANGAN
DESA PAGEDANGAN
CATATAN LAPANGAN
NO TANGGAL WAKTU TEMPAT HASIL INFORMAN
1 13 November
2015 14.14
Kantor Desa
Pagedangan Wawancara Staff Desa Pagedangan
2 19 November
2015 14.50 Hotel Le Dian Wawancara
Direktur Utama BUMDes
Pagedangan
3 7 Januari
2016 14.40
Kantor Desa
Pagedangan
Peraturan Bupati No. 85 Tahun 2014
Peraturan Desa No. 7 Tahun 2013
Anggaran Dasar dan Rumah Tangga
BUMDes
SK BPD
Keputusan Kades No. 40 Tahun 2013
Wawancara
Kepala Urusan Perencanaan
Desa Pagedangan
4 7 Januari
2016 15.20
Kediaman Bu Hj.
Kultsum Wawancara Ka Unit Simpan Pinjam
5 7 Januari
2016 16.15
Kediaman Pak H.
Munawar Wawancara
Pengawas BUMDes
Pagedangan dan
Penanggung jawab program
TPST
6 13 Februari
2016 17.15
Grand Serpong
Hotel Wawancara
Pengamat Nasional
BUMDes
7 29 Februari
2016 08.40
Bagian Hukum
Sekretariat Daerah
Kabupaten
Tangerang
Peraturan Daerah Kabupaten
Tangerang
Wawancara
Kasubag Dokumentasi
Hukum Bagian Hukum
Sekretariat Daerah
Kabupaten Tangerang
8 2 Maret 2016 10.40 Ged. Bupati Wawancara
Kepala Bidang
Pemberdayaan Masyarakat
BPPMPD Kab. Tangerang
9 10 Maret
2016 10.10
Kantor Desa
Pagedangan
Data Masyarakat Miskin
Wawancara Sekretaris Desa Pagedangan
10 10 Maret
2016 11.49
Kediaman Bu
Romdiati
Data KSM Simpan Pinjam
Wawancara
Staff BKM Desa
Pagedangan
11 18 Maret
2016 13.49
Warung Soto
Betawi Hj. Omay
Wawancara
PPT Konsep sentra kuliner
Direktur sekaligus
Penanggungjawab Sentra
kuliner
12 18 Maret
2016 15.56
Warung Soto
Betawi Hj. Omay Wawancara Pedagang
13 23 Maret
2016 15.57
Warung Soto
Betawi Hj. Omay Wawancara LSM Desa Pagedangan
14 23 Maret
2016 14.16 Cicayur Wawancara
Masyarakat (Ibu Rumah
Tangga)
15 23 Maret
2016 14.55 BPA Wawancara
Masyarakat (Ibu Rumah
Tangga)
16 23 Maret
2016 14.55 BPA Wawancara
Masyarakat (Ibu Rumah
Tangga)
17 30 Maret
2016 11.43
Kantor Bidang
Pemberdayaan
Masyarakat
BPMPPD
Data Desa di Kabupaten Tangerang
Profil BPMPPD
Staff Bidang Pemberdayaan
Masyarakat BPMPPD Kab.
Tangerang
KEGIATAN SIMPAN PINJAM
TPST
SENTRA KULINER
Kegiatan saat pencairan dana simpan pinjam
Tempat kegaitan pengelolaan sampah
Muka Sentra Kuliner (atas kiri), kios yang disewakan
(kanan atas), saung yang disewakan (samping)
DOKUMENTASI :
Wawancara dengan Bu Hj.
Kultsum (Ka Unit Simpan
Pinjam) dan Pak H. Munawar (Ka
Unit TPST)
Wawancara dengan Pak H. Anwar
Ardadili (Direktur Utama BUMDes)
Wawancara dengan Pak
Assudin (Staff Desa)
Kiri
Wawancara dengan Pak M.
Yusuf (Sekretaris Desa)
Kanan
Kana
Wawancara dengan Bu Hj.
Romdiati (Staff BKM)
Kiri
Wawancara dengan Pak Syahrizal
(Kepala Bidang Pemberdayaan
Masyarakat BPMPPD)
Kana
Wawancara dengan Pak H. Dadi
(Ka Unit Sentra Kuliner)
Kiri
Wawancara dengan Bagian
Hukum Sekretariat Kabupaten
Tangerang
Wawancara dengan Bu Hj. Omay
(Pedagang)
kiri
Wawancara dengan Bu Farida
(Masyarakat)
Kiri
Wawancara dengan Bu Suinah
(Masyarakat)
Atas
Wawancara dengan LSM Pagedangan (Civil
Socity)
Wawancara dengan Ibu Eka (Masyarakat)
Atas
PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG KECAMATAN PAGEDANGAN KEPALA DESA PAGEDANGAN
KEPUTUSAN KEPALA DESA PAGEDANGAN
NOMOR 141.2/Kep.40 –Ds.Pgd/2013
TENTANG
PENETAPAN SUSUNAN PENGURUS DAN STRUKTUR ORGANISASI
BADAN USAHA MILIK DESA PAGEDANGAN MANDIRI DESA PAGEDANGAN
MASA BAKTI TAHUN 2013 - 2018
KEPALA DESA PAGEDANGAN,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka untuk meningkatkan pendapatan asli
desa, maka perlu dibentuk Badan Usaha Milik Desa Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan;
b. bahwa untuk melaksanakan operasional kegiatan sehari-
hari Badan Usaha Milik Desa Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan, perlu ditetapkan Susunan Pengurus Badan
Usaha Milik Desa Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan dengan Keputusan Kepala Desa ;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Kepala Desa tentang Penetapan Susunan Pengurus dan
Struktur Organisasi Badan Usaha Milik Desa Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan Masa Bakti Tahun 2013 – 2018 ;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang
Pembentukan Propinsi Banten (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4010);
2 . Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587) ;
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme
Penyusunan Peraturan Desa ;
6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 316) ;
7. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Desa;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KESATU : Menetapkan Pengurus Badan Usaha Milik Desa Pagedangan
Mandiri Desa Pagedangan Masa Bakti Tahun 2013 - 2018
dengan susunan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan ini.
KEDUA : Tugas Pengurus Badan Usaha Milik Desa Desa Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan yang dilaksanakan oleh Pelaksana Operasional adalah :
1. Memimpin dan mengendalikan semua kegiatan Badan Usaha Milik Desa Pagedangan Mandiri;
2. Merencanakan dan menyusun program kerja Badan Usaha
Milik Desa Pagedangan Mandiri 5 (lima) Tahunan dan 1 (satu) tahunan ;
3. Membina Pegawai ;
4. Mengurus dan mengelola kekayaan Badan Usaha Milik Desa Pagedangan Mandiri;
5. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan ;
6. Melaksanakan kegiatan teknis Badan Usaha Milik Desa
Pagedangan Mandiri;
7. Mewakili Badan Usaha Milik Desa Pagedangan Mandiri di dalam maupun di luar Pengadilan ;
8. Menyampaikan laporan berkala mengenai seluruh kegiatan termasuk Neraca dan Perhitungan Laba/Rugi.
KETIGA : Pengurus Badan Usaha Milik Desa Pagedangan Mandiri Desa
Pagedangan diberikan hak sebagai berikut :
1. Mendapatkan penghasilan berupa gaji tetap setiap bulan ;
dan
2. Dapat diberikan tambahan penghasilan sesuai kemampuan keuangan Badan Usaha Milik Desa Pagedangan Mandiri.
KEEMPAT : Semua biaya yang timbul sebagai akibat ditetapkannya Keputusan ini dibebankan pada sisa hasil usaha Badan Usaha Milik Desa Pagedangan Mandiri dan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa Pagedangan.
KELIMA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Pagedangan pada tanggal 23 Desember 2013
KEPALA DESA PAGEDANGAN,
AHMAD ANWAR
LAMPIRAN I KEPUTUSAN KEPALA DESA
PAGEDANGAN Nomor : 141.2/Kep.40–Ds.Pgd/2013
Tanggal : 23 Desember 2013
SUSUNAN PENGURUS BADAN USAHA MILIK DESA PAGEDANGAN MANDIRI DESA PAGEDANGAN KECAMATAN PAGEDANGAN
MASA BAKTI TAHUN 2013 - 2018
Komisaris : KEPALA DESA PAGEDANGAN
Badan Pengawas :
Ketua : NARHAWI, SPd.I
Anggota : H. MUNAWAR, S.Pd
Anggota : Drs. DIDIK INDARTO
AHMAD, S.Pd.I
Pelaksana Operasional :
Direktur : H. ANWAR ARDADILI, S.Pd
Sekretaris : NURFALAH
Bendahara : ROMDIATI
Ka. Unit Usaha Simpan Pinjam : Hj. KULSUM
Ka. Unit Usaha Sentra Kuliner : ISHAK
Ka. Unit Usaha Pasar Desa : H. ABDUL MUHIT
Ka. Unit Usaha TPST : SOLEH SARDAI
KEPALA DESA PAGEDANGAN,
AHMAD ANWAR
LAMPIRAN II KEPUTUSAN KEPALA DESA
PAGEDANGAN Nomor : 141.2/Kep.40–Ds.Pgd/2013
Tanggal : 23 Desember 2013
STRUKTUR ORGANISASI PENGURUS BADAN USAHA MILIK DESA PAGEDANGAN MANDIRI
DESA PAGEDANGAN KECAMATAN PAGEDANGAN
MASA BAKTI TAHUN 2013 - 2018
KEPALA DESA PAGEDANGAN,
AHMAD ANWAR
KOMISARIS
KEPALA DESA PAGEDANGAN
BADAN PENGAWAS
NARHAWI, S.Pd.I H. MUNAWAR, S.Pd
Drs. DIDIK INDARTO
AHMAD, S.Pd.I
KA UNIT SIMPAN PINJAM,
Hj. KULSUM
BENDAHARA
ROMDIATI
DIREKTUR
H. ANWAR ARDADILI, S.Pd
SEKRETARIS
NURFALAH
KA UNIT SENTRA KULINER
ISHAK
KA UNIT PASAR DESA
H. ABDUL MUHIT KA UNIT TPST
SOLEH SARDAI
KEPUTUSAN KEPALA DESA PAGEDANGAN
NOMOR 141.2/Kep.40-Ds.Pgd/2013
TENTANG
PENETAPAN SUSUNAN PENGURUS DAN STRUKTUR ORGANISASI BADAN USAHA MILIK DESA
PAGEDANGAN MANDIRI DESA PAGEDANGAN MASA BAKTI 2013-2018
PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG KECAMATAN PAGEDANGAN
DESA PAGEDANGAN 2013
KATEGORISASI DATA
No Kategori Rincian Isi Kategori
1. Awal mula Kebijakan
Program BUMDes
a. Awal Kebijakan Program BUMDes
b. Awal Kebijakan Program BUMDes di Kabupaten
Tangerang menurut Kepala Bidang Pemberdayaan
Masyarakat BPMPPD Kabupaten Tangerang
c. Awal Kebijakan Program BUMDes di Kabupaten
Tangerang menurut Sekretaris Desa Pagedangan
d. Awal Kebijakan Program BUMDes di Kabupaten
Tangerang menurut Direktur BUMDes Desa
Pagedangan
e. Awal Kebijakan Program BUMDes di Kabupaten
Tangerang menurut LPM Civil Socity Desa
Pagedangan
2. Tujuan Kebijakan Program
BUMDes
a. Tujuan Kebijakan Program BUMDes menurut
Kepala Pemberdayaan masyarakat BPMPPD
Kabupaten Tangerang
b. Tujuan Kebijakan Program BUMDes menurut
Direktur BUMDes Pagedangan
c. Tujuan Kebijakan Program BUMDes menurut LPM
Desa Pagedangan
d. Tujuan Kebijakan Program BUMDes menurut
Kepala Bidang Sosial Kemasyarakatan BAPPEDA
3. Sistem atau mekanisme
Pembentukkan BUMDes
a. Pembentukkan BUMDes Menurut Kepala Bidang
Pemberdayaan Masyarakat BPMPPD Kabupaten
Tangerang
b. Pembentukkan BUMDes Menurut Direktur Umum
BUMDes
c. Pembentukkan BUMDes Menurut Sekretaris Desa
Pagedangan
6. Ukuran keberhasilan a. Komitmen semua lapisan pelaksana pemerintahan
desa
b. Penguatan kelembagaan dan fasilitas pelaksanaan
BUMDes
c. Komitmen pemimpin daerah, mobilisasi sumber daya,
dan dukungan implementor
d. Sistem pembangunan ke arah pelaksanaan BUMDes
7. Kondisi sumber daya
manusia
a. Kekurangan relawan
b. Perlu pembelajaran dan pelatihan mengenai IT
8. Kondisi sumber daya
finansial
a. Anggaran berasal dari dana bantuan
b. Terbatasnya anggaran untuk peningkatan fasilitas dan
modal
9. Kondisi sumber daya waktu a. Kebijakan Program BUMDes sifatnya berkelanjutan
b. Tidak ada target waktu
c. Target waktu hanya ada dalam penjabaran
program/kegiatan
10. Hambatan umum dalam
implementasi Kebijakan
a. Kurangnya Sumberdaya Manusia
b. Kurangnya dana modal dan peningkatan fasilitas
Program BUMDes c. Kurangnya sosialisasi kepada desa-desa
d. Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat desa
e. Pihak dunia usaha dan pengembang belum membantu
sepenuhnya
11. Agen pelaksana kebijakan
yang dilibatkan
a. Seluruh instansi Lembaga desa Pagedangan
b. Bidang Pemberdayaan Masyarakat BPMPPD
Kabupaten Tangerang
12. Penguatan kelembagaan a. Dibentuknya Peraturan-Peraturan Daerah yang
berorientasi terhadap pelaksanaan BUMDes
b. Dibentuknya Pelaksana Operasional Desa dan
dikuatkan dengan Perdes dan SK Kepala Desa
13. Sikap pelaksana dalam
pelaksanaan program
BUMDes
a. Program simpan pinjam berjalan dengan baik dan
mengalami peningkatan setiap tahunnya
b. Menjalankan unit usaha TPST dengan mengangkut
sampah miniman seminggu sekali dari tempat
pembuangan sampah sementara
c. Menjalankan unit usaha sentra kuliner namun
mengalami kemunduran
14. Respon atau tanggapan dari
agen pelaksana
a. Dilakukan sosialisasi melalui APDESI
b. Dibuatnya program pelatihan BUMDes untuk
segelintir desa
c. Belum dilakukan sosialisasi menyeluruh
15. Koordinasi BPMPPD
dengan desa
a. Koordinasi dilakukan saat dibutuhkan
b. Tidak ada jadwal khusus untuk dilakukan rapat
koordinasi
16. Koordinasi antar lembaga
desa
a. Koordinasi dilakukan berdasarkan kebutuhan
b. Korrdinasi dilakukan tanpa batas ruang dan waktu
17. Kondisi ekonomi lingkungan a. Tingkat pendidikan masyarakat relatif kurang baik
b. Berubahnya pola hidup masyarakat
c. Banyak tergusurnya lahan pertanian masyarakat
sehingga beralih profesi
d. Banyaknya masyarakat desa pagedangan yang muai
merintis usaha kecil
18. Kondisi sosial lingkungan a. Gaya hidup perkotaan mulai mempengaruhi sosial
masyarakat Desa Pagedangan
b. Menurunnya tingkat kemiskinan
c. Minimnya pengetahuan masyarakat terhadap
kebijakan Program BUMDes
19. Dukungan elit politik a. Dukungan dalam hal bantuan dana
b. Dukungan elit politik dalam pengajuan desa terbaik
ketingkat nasional
20. Dukungan para partisipan
kebijakan (stakeholder dan
masyarakat)
a. Dukungan lembaga desa ikut membantu
melaksanakan program BUMDes
b. Dukungan pihak usaha dalam berkontribasi dalam
prpgram BUMDes
c. Pembangunan salah satu ZoSS berasal dari pihak
dunia usaha
d. Belum ada bantuan signifikan dari para pengembang
e. Bekerjasama dengan pihak pengembang dari segi
perekrutan karyawan
21. Opini publik a. Kurangnya sosialisasi
b. Masyarakat dan tokoh masyarakat mendukung
jalannya BUMDes
c. Harus menggali CSR pengusaha dan pengembang
d. Harus melakukan kerjasama dengan pengembang
dalam menjalankan suatu program
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA PAGEDANGAN
KECAMATAN PAGEDANGAN KABUPATEN TANGERANG
KEPUTUSAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA PAGEDANGAN
NOMOR 148.2.1/Kep. –BPD/Pgd/2013
TENTANG
PERSETUJUAN ATAS RANCANGAN PERATURAN DESA TENTANG
PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DESA PAGEDANGAN MANDIRI DESA PAGEDANGAN
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA PAGEDANGAN,
Menimbang : a. bahwa setelah kami mengadakan rapat anggota BPD bersama Pemerintah Desa dengan agenda pembahasan Rancangan Peraturan Desa tentang Pembentukan Badan Usaha Milik Desa
Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan, dengan hasil menyetujui Rancangan Peraturan Desa dimaksud ;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
huruf a, perlu menetapkan Keputusan Badan Permusyawaratan Desa tentang Persetujuan Atas Rancangan Peraturan Desa
tentang Pembentukan Badan Usaha Milik Desa Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 182,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4010);
2. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) ;
3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438) ;
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234) ;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4587) ;
6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 316) ;
7. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Desa;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KESATU Menyetujui Rancangan Peraturan Desa tentang Pembentukan Badan Usaha Milik Desa Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan untuk ditetapkan menjadi Peraturan Desa.
KEDUA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Pagedangan
pada tanggal
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA PAGEDANGAN
KETUA,
N A R H A W I
PEDOMAN WAWANCARA
Judul Penelitian : Implementasi Program Badan Usaha Milik Desa
(BUMDes) di Desa Pagedangan Kecamatan Pagedangan Kabupaten
Tangerang
PENELITIAN SKRIPSI judul diatas menggunakan pendekatan kualitatif yang
mengacu pada konsep milik Van Horn dan Van Metter, konsep ini
mengemukakan beberapa variabel yang mempengaruhi kinerja dalam
implementasi kebijakan publik (dalam Agustino, 2008:142), yaitu meliputi (1)
ukuran dan tujuan kebijakan, (2) sumberdaya, (3) karakteristik agen pelaksana, (4)
sikap atau kecenderungan, (5) komunikasi antarorganisasi dan aktivitas pelaksana,
serta (6) lingkungan ekonomi, sosial, dan politik.
Tabel Pedoman Wawancara
Dimensi Kisi-kisi Pertanyaan Informan
Ukuran dan
Tujuan
Kebijakan
a) Awal mula Kebijakan
Program BUMDes
b) Kejelasan ukuran dan tujuan
Kebijakan Program
BUMDes
c) Langkah-langkah
pelaksanaan Program
BUMDes
d) Ukuran keberhasilan
Kebijakan Program
BUMDes di Kota Tangerang
Selatan
1. Sekretaris Desa Pagedangan
2. Staff Desa Pagedangan
3. Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah
Kabupaten Tangerang
4. Direktur Utama BUMDes Desa Pagedangan
5. BKM Desa Pagedangan
6. Tokoh Pemerhati BUMDes
7. LSM
Sumberdaya a) Kondisi Sumber Daya
Manusia implementor
Kebijakan Program
BUMDes
b) Kondisi sumber daya
finansial dalam
mengimplementasikan
1. Sekretaris Desa Pagedangan
2. Staff Desa Pagedangan
3. Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat
Desa BPMPPD Kabupaten Tangerang
4. Direktur Utama BUMDes Desa Pagedangan
5. Bendahara BUMDes Desa Pagedangan
6. BKM Desa Pagedangan
Kebijakan Program
BUMDes
c) Kondisi sumber daya waktu
dalam
mengimplementasikan
Kebijakan Program
BUMDes
7. Kepala Unit Program Simpan Pinjam
8. Kepala Unit Program Sentra Kuliner
9. Kepala Unit Program TPST
10. Kepala Unit Pasar Desa
Karakteristik
Agen
Pelaksana
a) Organisasi formal dan
informal yang menjadi agen
pelaksana Kebijakan
Program BUMDes.
b) Hambatan umum dalam
implementasi Kebijakan
Program BUMDes
c) Kesuaian luas cakupan
implementasi Kebijakan
Program BUMDes dengan
besarnya agen pelaksana
yang dilibatkan.
1. Sekretaris Desa Pagedangan
2. Staff Desa Pagedangan
3. Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat
Desa BPMPPD Kabupaten Tangerang
4. Direktur Utama BUMDes Desa Pagedangan
5. BKM Desa Pagedangan
6. Kepala Unit Program Simpan Pinjam
7. Kepala Unit Program Sentra Kuliner
8. Kepala Unit Program TPST
9. Kepala Unit Pasar Desa
10. Tokoh Pemerhati BUMDes
11. LSM
12. Investor
13. Masyarakat
Sikap atau
Kecenderunga
n
a) Bentuk penguatan
kelembagaan dalam
implementasi Kebijakan
Program BUMDes
b) Sikap pelaksana dalam
melaksanakan program-
program BUMDes
c) Respon agen pelaksana
terhadap Kebijakan Program
BUMDes yang akan
mempengaruhi kemauannya
untuk melaksanakan
kebijakan
1. Sekretaris Desa Pagedangan
2. Staff Desa Pagedangan
3. Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat
Desa BPMPPD Kabupaten Tangerang
4. Direktur Utama BUMDes Desa Pagedangan
5. BKM Desa Pagedangan
6. Kepala Unit Program Simpan Pinjam
7. Kepala Unit Program Sentra Kuliner
8. Kepala Unit Program TPST
9. Kepala Unit Pasar Desa
10. Tokoh Pemerhati BUMDes
11. LSM
12. Investor
13. Masyarakat
Komunikasi
Antar
Organisasi dan
Aktivitas
Pelaksana
a) Komunikasi antar organisasi
yang terlibat dalam
implementasi Kebijakan
Program BUMDes
b) Koordinasi antarorganisasi
yang terlibat dalam
implementasi Kebijakan
1. Sekretaris Desa Pagedangan
2. Staff Desa Pagedangan
3. Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat
Desa BPMPPD Kabupaten Tangerang
4. Direktur Utama BUMDes Desa Pagedangan
5. BKM Desa Pagedangan
6. Kepala Unit Program Simpan Pinjam
Program BUMDes 7. Kepala Unit Program Sentra Kuliner
8. Kepala Unit Program TPST
9. Kepala Unit Pasar Desa
10. Tokoh Pemerhati BUMDes
11. LSM
12. Investor
Lingkungan
Ekonomi,
Sosial, dan
Politik
a) Kondisi ekonomi lingkungan
dalam implementasi
Kebijakan Program
BUMDes
b) Kondisi sosial lingkungan
dalam implementasi
Kebijakan Program
BUMDes
c) Dukungan kelompok-
kelompok kepentingan dan
elite politik dalam
implementasi Kebijakan
Program BUMDes
d) Dukungan para partisipan
Kebijakan Program
BUMDes (stakeholder ),
yakni menolak atau
mendukung
e) Sifat opini publik yang ada
di lingkungan implementasi
Kebijakan Program
BUMDes
1. Sekretaris Desa Pagedangan
2. Staff Desa Pagedangan
3. Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat
Desa BPMPPD Kabupaten Tangerang
4. Direktur Utama BUMDes Desa Pagedangan
5. Bendahara BUMDes Desa Pagedangan
6. BKM Desa Pagedangan
7. Kepala Unit Program Simpan Pinjam
8. Kepala Unit Program Sentra Kuliner
9. Kepala Unit Program TPST
10. Kepala Unit Pasar Desa
11. Tokoh Pemerhati BUMDes
12. LSM
13. Investor
14. Masyarakat
Pertanyaan Umum untuk Informan Kategori Pelaksana Operasional
(BUMDes):
1. Bagaimana latar belakang didirikannya BUMDes? Kapan berdirinya?
2. Apa tujuan Program BUMDes dibuat di Desa Pagedangan?
3. Bagaimana tanggapan Anda terhadap didirikannya Program BUMDes
tersebut?
4. Bagaimana respon masyarakat terhadap pendirian BUMDes di Desa
Pagedangan ini?
5. Apa yang menjadi nilai tambah sehingga Desa Pagedangan meraih
penghargaan sebagai Desa Terbaik di Provinsi Banten?
6. Bagaimana sistem atau mekanisme perlombaan desa menjadi desa terbaik?
7. Secara umum, masalah BUMDes apa yang menjadi prioritas di Desa
Pagedangan?
8. Apakah ada Perda dan/atau kebijakan lainnya tentang BUMDes di Desa
Pagedangan?
9. Setelah ada Peraturan Bupati No. 85 Tahun 2014, apakah ada rencana
untuk mengganti Peraturan Desa?
10. Bagaimana kondisi Sumber Daya Manusia yang melaksanakan Program
BUMDes di Desa Pagedangan? Dan bagaimana pemahaman mereka
terhadap teknologi?
11. Terkait sumber daya waktu, kapan target Program BUMDes bisa
membantu seluruh masyarakat desa?
12. Faktor sumber daya apa yang berpotensi di Desa Pagedangan?
13. Terkait sumberdaya finansial, berapa anggaran untuk pelaksanaan
Program BUMDes?
14. Mata pencaharian apakah yang mayoritas masyarakat desa pagedangan
kerjakan sehari-hari?
15. Apa hambatan atau kendala dalam implementasi Program BUMDes?
16. Apakah agen pelaksana atau implementor dari Program BUMDes Desa
Pagedangan ini sudah sesuai dengan luas cakupan kebijakannya di Desa
Pagedangan?
17. Bagaimana hubungan koordinasi antar Kelompok Kerja (Pokja) dalam
implementasi Program BUMDes?
18. Bagaimana kondisi masyarakat sebelum adanya program BUMDes? Dan
bagaimana kondisi setelah diadakannya BUMDes? Apakah kemiskinan
menurun?
19. Berapa persen (%) masyarakat Desa Pagedangan yang mampu
diberdayakan oleh BUMDes di Desa Pagedangan?
20. Bagaimana dukungan kelompok dunia usaha terkait kebijakan Program
BUMDes?
21. Bagaimana dukungan kelompok-kelompok elite politik dalam
implementasi Kebijakan BUMDes?
Pertanyaan Umum untuk Informan Kategori Instansi (Pemerintah):
1. Sejak kapan Program BUMDes ini berjalan di Desa di seluruh Kabupaten
Tangerang?
2. Apa tujuan Program BUMDes dibuat?
3. Bagaimana tanggapan Anda terhadap Program BUMDes tersebut?
4. Apa yang menjadi nilai tambah sehingga Desa Pagedangan meraih
penghargaan sebagai Desa Terbaik di Provinsi Banten?
5. Bagaimana sistem atau mekanisme perlombaan desa menjadi desa terbaik?
6. Secara umum, masalah BUMDes apa yang menjadi prioritas di Kabupaten
Tangerang khususnya di Desa Pagedangan?
7. Apakah ada Perda dan/atau kebijakan lainnya tentang BUMDes?
8. Bagaimana kondisi Sumber Daya Manusia dari SKPD yang melaksanakan
Program BUMDes di Kabupaten Tangerang?
9. Terkait sumber daya waktu, kapan target Program BUMDes bisa
diimplementasikan di seluruh Desa?
10. Terkait sumberdaya finansial, berapa anggaran untuk pelaksanaan
Program BUMDes?
11. Apa hambatan atau kendala dalam implementasi Program BUMDes?
12. Apakah agen pelaksana atau implementor dari Program BUMDes Desa
Pagedangan ini sudah sesuai dengan luas cakupan kebijakannya di Desa
Pagedangan?
13. Apa saja program atau kegiatan dari dinas atau instansi Anda dalam
mendukung implementasi Program BUMDes?
14. Bagaimana upaya dinas atau instansi Anda dalam mensosialisasikan
program BUMDes di tingkat desa?
15. Bagaimana hubungan koordinasi antar Kelompok Kerja (Pokja) dalam
implementasi Program BUMDes?
16. Bagaimana dukungan kelompok dunia usaha terkait kebijakan Program
BUMDes di Kabupaten Tangerang?
17. Bagaimana dukungan kelompok-kelompok elite politik dalam
implementasi Program BUMDes di Kabupaten Tangerang?
Pertanyaan Umum untuk Informan Kategori Stakeholder:
1. Apakah Program BUMDes telah berjalan di Kabupaten Tangerang? Sejak
kapan?
2. Apa tujuan Kebijakan Program BUMDes?
3. Bagaimana tanggapan Anda terhadap kebijakan tersebut?
4. Apa hambatan atau kendala melaksanakan program BUMDes?
5. Bagaimana koordinasi lembaga atau organisasi Anda pelaksana kebijakan
lainnya?
6. Dilihat dari dukungan Pemerintah sendiri, adakah peraturan atau kebijakan
lainnya tentang Program BUMDes di Kabupaten Tangerang?
7. Bagaimana dukungan masyarakat atau opini publik tentang Program
BUMDes di Kabupaten Tangerang khususnya Desa Pagedangan?
8. Bagaimana dukungan elit politik dan kelompok dunia usaha terkait
Program BUMDes di Kabupaten Tangerang khususnya Desa Pagedangan?
Pertanyaan Umum untuk Informan Kategori Masyarakat:
1. Apakah Anda mengetahui Program BUMDes di Desa Pagedangan?
2. Program apa sajakah yang Anda ketahui di Program BUMDes di Desa
Pagedangan?
3. Apa yang Anda rasakan setelah program BUMDes ini berdiri?
4. Apakah Anda mengikuti salah satu program BUMDes? Program apa
sajakah?
5. Apakah mata pencaharian Anda sekarang?
6. Bagaimana pendapat Anda tentang Program BUMDes di Desa
Pagedangan?
7. Bagaimana kondisi masyarakat di sekitar Anda dalam mendukung
Program BUMDes?
INFORMAN PENELITIAN FIX
No. Kategori Informan Informan Keterangan Informan Kode
Informan Status Informan
I.
Instansi :
a. Sekretaris Desa Pagedangan M. Yusuf
Sebagai Pengawas utama
jalannya BUMDes dan juga
implementor
I1-1
Key Informan
b. Staff Desa Pagedangan Assudin, S.Kom
Sebagai pembantu dari kepala
desa dalam mengawasi
BUMDes
I1-2
Secondary
Informan
c. Kepala Bagian Hukum
Sekretariat Daerah
Kabupaten Tangerang
Agus Hendrik, S.Sos
Sebagai pembuat kebijakan dan
produk hukum di kabupaten
Serang
I1-3
Secondary
Informan
d. Kepala Bidang
Pembardayaan Masyarakat
Desa BPMPPD kab.
Tangerang
Syahrizal
Sebagai salah satu kelompok
kerja (POKJA) bidang
peningkatan desa yang
mensosialisasikan BUMDes
I1-4
Key Informan
e. Direktur BUMDes Desa
Pagedangan H. Anwar Ardadili
Sebagai Pelaksana Operasional
BUMDes Desa Pagedangan
I1-5
Key Informan
f. BKM Desa Pagedangan Hj. Romdiati Sebagai lembaga pemberantas I1-6 Key Informan
kemiskinan di Desa Pagedangan
g. Kepala Unit Program
Simpan Pinjam Hj. Kulstum
Sebagai pelaksana operasional
bidang program simpan pinjam
I1-7
Secondary
Informan
h. Kepala Unit Program Sentra
Kuliner H. Anwar Ardadili
Sebagai pelaksana operasioanal
bidang program sentra kuliner
I1-8
Secondary
Informan
i. Kepala Unit Program TPST H. Munawar
Sebagai pelaksana operasioanal
bidang program TPST
I1-9
Secondary
Informan
II Stakeholder :
a. Tokoh Pemerhati BUMDes Arifin
Sebagai pemerhati BUMDes
Nasional
I2-1
Secondary
Informan
b. LSM Endang Rahayu, S.Fil
Sebagai pengawas dan
pemerihati BUMDes Desa
Pagedangan
I2-2
Secondary
Informan
III Masyarakat:
a. Pedagang Hj. Marlina
Sebagai sektor usaha yang
terlibat di dalam jalannya
BUMDes Desa Pagedangan
I3-1
Secondary
Informan
b. Masyarakat
Ika Nurmawati Sebagai sasaran program
BUMDes yang merasakan
manfaat BUMDes
I3-2
Secondary
Informan Suinah I3-3
Farida I3-4
PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG KECAMATAN PAGEDANGAN
KEPALA DESA PAGEDANGAN
PERATURAN DESA PAGEDANGAN NOMOR 7 TAHUN 2013
TENTANG
PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DESA PAGEDANGAN MANDIRI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA DESA PAGEDANGAN,
Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan perekonomian dan pendapatan
masyarakat desa yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi
desa diperlukan suatu wadah guna mengelola perekonomian desa tersebut ;
b. bahwa dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat dan desa, Pemerintah Desa dapat mendirikan BUMDesa sesuai
kebutuhan dan potensi desa ; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Desa tentang Pembentukan Badan Usaha Milik Desa Pagedangan
Mandiri;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan
Provinsi Banten (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4010);
2 . Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438) ;
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4587) ;
6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 316) ;
7. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Desa ;
Dengan Persetujuan Bersama
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA PAGEDANGAN
dan
KEPALA DESA PAGEDANGAN
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DESA TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA
MILIK DESA PAGEDANGAN MANDIRI
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Desa ini yang dimaksud dengan : 1. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia ;
2. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia ;
3. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan desa ; 4. Kepala Desa adalah Kepala Desa Pagedangan; 5. Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disingkat BPD adalah lembaga
yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa ;
6. Badan Usaha Milik Desa yang selanjutnya disebut BUMDes adalah lembaga
usaha desa yang berbadan hukum yang didirikan, dikelola dan dimiliki oleh Pemerintah Desa yang mengutamakan kemanfaatan umum dan kesejahteraan masyarakat serta bersifat mencari keuntungan ;
7. Usaha Desa adalah jenis usaha yang meliputi pelayanan ekonomi desa antara lain usaha jasa, penyaluran sembilan bahan pokok, perdagangan hasil
pertanian serta industri dan kerajinan rakyat.
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
Maksud pembentukan BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan adalah
untuk mewadahi potensi usaha perekonomian masyarakat yang ada di Desa Pagedangan
Pasal 3
Tujuan pembentukan BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan adalah : a. Meningkatkan perekonomian Desa Pagedangan; b. Meningkatkan pendapatan asli Desa Pagedangan;
c. Meningkatkan pengolahan potensi desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat Desa Pagedangan;
d. Menjadi tulang punggung pertumbuhan dan pemerataan ekonomi Desa
Pagedangan.
BAB III
NAMA, TEMPAT KEDUDUKAN DAN WILAYAH USAHA
Pasal 4
(1) Pembentukan BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan dilaksanakan
melalui mekanisme musyawarah desa atau rembug desa;
(2) Dengan nama BUMDes Pagedangan Mandiri; (3) BUMDes Pagedangan Mandiri berkedudukan di wilayah Desa Pagedangan
Kecamatan Pagedangan;
(4) Dalam hal perluasan usaha, wilayah usaha BUMDes Pagedangan Mandiri dapat berlokasi di luar Desa Pagedangan Kecamatan Pagedangan.
BAB IV
ASAS, FUNGSI DAN JENIS USAHA
Pasal 5
BUMDes Pagedangan Mandiri dalam melaksanakan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dan menggunakan prinsip kehati-hatian.
Pasal 6
Fungsi BUMDes Pagedangan Mandiri adalah :
a. Meningkatkan ekonomi masyarakat dan Desa Pagedangan;
b. Membuka kesempatan berusaha bagi masyarakat Desa Pagedangan; c. Menggali potensi yang ada di wilayah Desa Pagedangan.
Pasal 7
(1) Jenis usaha BUMDes Pagedangan Mandiri adalah : a. Usaha Ekonomi Simpan Pinjam; b. Usaha Sentra Kuliuner;
c. Pengelolaan Pasar Desa; dan d. Pengelolaan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu;
(2) Jenis usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang ada di wilayah Desa Pagedangan.
Pasal 8
BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan dilarang menjalankan usaha :
a. Bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ; b. Bertentangan dengan norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat Desa
Pagedangan;
c. Merugikan kepentingan masyarakat Desa Pagedangan.
BAB V KEPEMILIKAN
Pasal 9
(1) BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan adalah milik Pemerintah Desa Pagedangan
(2) Kepemilikan Pemerintah Desa atas BUMDes Pagedangan Mandiri diwakili oleh Kepala Desa.
BAB VI
ORGANISASI
Bagian Kesatu
Pengelola
Pasal 10
(1) Pengelola BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan ditetapkan dalam
struktur organisasi kepengurusan yang terpisah dari struktur organisasi
Pemerintah Desa. (2) Pengelola BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas : a. Komisaris ; b. Badan Pengawas ; dan
c. Pelaksana Operasional.
(3) Komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dijabat secara ex officio
oleh Kepala Desa. (4) Badan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, diangkat dari
tokoh masyarakat oleh Kepala Desa atas pertimbangan BPD.
(5) Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, diangkat oleh Kepala Desa atas persetujuan BPD.
(6) Organisasi kepengurusan BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.
Bagian Kedua
Pelaksana Operasional
Pasal 11
(1) Pelaksana Operasional terdiri dari :
a. Direksi ;
b. Sekretaris ; dan c. Bendahara.
(2) Dalam melaksanakan operasional BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan, pelaksana operasional dibantu oleh pegawai sesuai dengan kebutuhan BUMDesa.
Bagian Ketiga
Tugas dan Wewenang Paragraf 1
Direksi
Pasal 12
Direksi mempunyai tugas :
a. Menyusun perencanaan, melakukan koordinasi dan pengawasan seluruh kegiatan operasional BUMDes ;
b. Membina pegawai pelaksana operasional ;
c. Mengurus dan mengelola kekayaan BUMDes ; d. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan BUMDes ; e. Menyusun Rencana Strategis Usaha 5 (lima) tahunan yang disahkan oleh
Kepala Desa melalui usul Badan Pengawas ; f. Menyusun dan menyampaikan Rencana Usaha dan Anggaran Tahunan yang
merupakan penjabaran tahunan dari Rencana Strategis Usaha kepada Kepala Desa melalui Badan Pengawas ; dan
g. Menyusun dan menyampaikan laporan seluruh kegiatan BUMDes.
Pasal 13
(1) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf g terdiri dari Laporan Triwulan dan Laporan Tahunan.
(2) Laporan Triwulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari laporan kegiatan operasional dan keuangan yang disampaikan kepada Badan Pengawas.
(3) Laporan Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari laporan
keuangan dan laporan manajemen yang ditandatangani bersama Direksi dan Badan Pengawas disampaikan kepada Kepala Desa.
(4) Laporan Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan paling
lambat 120 (seratus dua puluh) hari setelah tahun buku BUMDes ditutup untuk disahkan oleh Kepala Desa paling lambat dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah diterima.
Pasal 14
Direksi dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 mempunyai wewenang :
a. Mengangkat dan memberhentikan pegawai pelaksana operasional berdasarkan AD dan ART ;
b. Menetapkan susunan organisasi dan tata kerja BUMDes dengan persetujuan
Badan Pengawas ; c. Mewakili BUMDes di dalam dan di luar pengadilan ;
d. Menunjuk kuasa untuk melakukan perbuatan hukum mewakili BUMDes ; e. Menandatangani laporan triwulan dan laporan tahunan ; f. Menjual, menjaminkan atau melepaskan aset milik BUMDes berdasarkan
persetujuan Kepala Desa dan atas pertimbangan Badan Pengawas ; dan g. Melakukan ikatan perjanjian dan kerjasama dengan pihak lain.
Paragraf 2 Sekretaris
Pasal 15
Sekretaris mempunyai tugas sebagai berikut : a. Melaksanakan kegiatan administrasi perkantoran ;
b. Mengusahakan kelengkapan organisasi ; c. Memimpin dan mengarahkan tugas-tugas pegawai ; d. Menghimpun dan menyusun laporan kegiatan bersama bendahara; dan
e. Menyusun rencana program kerja organisasi.
Pasal 16
Sekretaris dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
mempunyai wewenang : a. Menandatangani surat-surat ; b. Menetapkan pelaksanaan bimbingan organisasi BUMDes ; dan
c. Penatausahaan perkantoran.
Paragraf 3 Bendahara
Pasal 17
Bendahara mempunyai tugas sebagai berikut :
a. Melaksanakan pembukuan keuangan ; b. Menyusun rencana anggaran pendapatan dan belanja BUMDes ;
c. Menyusun laporan keuangan ; d. Mengendalikan anggaran.
Pasal 18
Bendahara dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
mempunyai wewenang : a. Pengelolaan dan penatausahaan keuangan ; b. Bersama dengan direksi menandatangani surat yang berhubungan dengan
bidang keuangan dan usaha.
BAB VII
PEGAWAI
Pasal 19
(1) Untuk dapat diangkat menjadi pegawai BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan harus memenuhi persyaratan :
a. Warga Negara Republik Indonesia ; b. Penduduk Desa Pagedangan Kecamatan Pagedangan yang dibuktikan dengan
kartu tanda penduduk ;
c. Sekurang-kurangnya berijazah pendidikan SLTA dan diutamakan kejuruan atau Diploma III ;
d. Berkelakuan baik ; e. Mempunyai pendidikan, kecakapan dan keahlian yang diperlukan ; f. Dinyatakan sehat oleh dokter negeri ;
g. Usia paling rendah 23 (dua puluh tiga) tahun dan paling tinggi 35 (tiga puluh lima) tahun ; dan
h. Lulus seleksi.
(2) Batas usia pensiun pegawai BUMDes Pagedangan Mandiri adalah 55 (lima puluh lima) tahun.
Pasal 20
Pegawai BUMDes Pagedangan Mandiri wajib : a. Memegang teguh, mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 ; b. Mendahukukan kepentingan BUMDes di atas kepentingan lainnya ; c. Mematuhi segala kewajiban dan larangan ; dan
d. Memegang teguh rahasia BUMDes dan rahasia jabatan.
Pasal 21
Pegawai BUMDes Pagedangan Mandiri dilarang :
a. Melakukan kegiatan yang merugikan BUMDes ; b. Menggunakan kedudukannya untuk memberikan keuntungan bagi diri sendiri
dan/atau orang lain yang merugikan BUMDes ; dan
c. Mencemarkan nama baik BUMDes.
Pasal 22
(1) Pegawai BUMDes Pagedangan Mandiri dapat dikenakan hukuman ;
(2) Jenis hukuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Teguran lisan ; b. Teguran tertulis ;
c. Pemberhentian sementara ; d. Pemberhentian dengan hormat ; dan
e. Pemberhentian dengan tidak hormat.
(3) Pelaksanaan penjatuhan hukuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan dengan Keputusan Direksi.
Pasal 23
(1) Pegawai BUMDes Pagedangan Mandiri diberhentikan sementara apabila telah
melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan/atau tindak pidana.
(2) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 6
(enam) bulan atau adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
BAB VIII TATA CARA PEMBENTUKAN KEPENGURUSAN
Pasal 24
(1) Pembentukan pengurus BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan dilaksanakan melalui musyawarah yang dihadiri oleh segenap unsur
pemerintah desa dan unsur dari kelembagaan kemasyarakatan di desa; (2) Musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Kepala Desa
untuk menyusun dan/atau memilih pengurus BUMDes secara demokratis.
(3) Pengurus BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berasal dari tokoh masyarakat yang memiliki kemampuan, kemauan dan kepedulian terhadap kemajuan pembangunan desa.
(4) Calon pengurus BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan harus memenuhi syarat :
a. Warga Desa Pagedangan Kecamatan Pagedangan yang mempunyai jiwa wirausaha ;
b. Bertempat tinggal dan menetap di Desa Pagedangan sekurang-kurangnya 2
(dua) tahun; c. Sekurang-kurangnya telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun dan setinggi-
tingginya 56 (liam puluh enam) tahun ; d. Berkepribadian baik, jujur, adil, cakap, berwibawa, penuh pengabdian
terhadap perekonomian desa ;
e. Pendidikan sekurang-kurangnya SLTA atau sederajat ; dan f. Sehat jasmani dan rohani.
Pasal 25
Masa bakti kepengurusan Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan adalah 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali untuk masa bakti berikutnya.
Pasal 26
Pengurus BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan berhenti atau diberhentikan apabila :
a. Meninggal dunia ; b. Mengundurkan diri ; c. Pindah tempat tinggal di luar desa ;
d. Berakhir masa baktinya ; e. Tidak dapat melaksanakan tugas dengan baik ;
f. Tersangkut tindak pidana.
Pasal 27
(1) Pengurus BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan berhak mendapat
penghasilan yang sah sebagai penghargaan dari pelaksanaan tugasnya sesuai
dengan kemampuan keuangan BUMDes. (2) Pengurus BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan dilarang mengambil
keuntungan pribadi baik secara langsung maupun tidak langsung dari kegiatan BUMDes selain penghasilan yang sah.
BAB IX PERMODALAN
Pasal 28
Modal BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan berasal dari : a. Pemerintah Desa Pagedangan ; b. Tabungan masyarakat ;
c. Bantuan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten ; atau d. Pinjaman desa dan/atau penyertaan modal pihak lain atau kerjasama bagi
hasil.
Pasal 29
(1) Modal BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan yang berasal dari
Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, merupakan
kekayaan desa yang dipisahkan ; (2) Modal BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan yang berasal dari
tabungan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf b, merupakan simpanan masyarakat ;
(3) Modal BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan yang berasal dari
bantuan pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf c, dapat berupa hibah atau
bantuan sosial ; (4) Modal BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan yang berasal dari
pinjaman desa dan/atau penyertaan modal pihak lain atau kerjasama bagi hasil
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf d, dapat diperoleh dari lembaga keuangan, pemerintah daerah, pihak swasta dan/atau masyarakat.
Pasal 30
(1) Modal BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan yang berasal dari pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (4), dilakukan setelah mendapat persetujuan dari BPD.
(2) Persetujuan dari BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah persetujuan tertulis dari BPD setelah diadakan rapat khusus untuk itu.
Pasal 31
Modal BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dapat berasal dari dana bergulir program pemerintah, pemerintah daerah provinsi atau pemerintah daerah kabupaten yang diserahkan
kepada desa dan/atau masyarakat melalui pemerintah desa.
BAB X
BAGI HASIL USAHA
Pasal 32
(1) Dalam waktu 1 (satu) tahun buku operasional BUMDes Pagedangan Mandiri
Desa Pagedangan dapat dibagi hasil usaha BUMDes. (2) Pembagian hasil usaha BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan keuntungan bersih usaha.
(3) Penggunaan bagi hasil usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk penambahan modal usaha, pendapatan asli desa, komisaris, badan pengawas, pelaksana operasional, pendidikan dan sosial, serta cadangan dan kegiatan
lainnya. (4) Penggunaan bagi hasil usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan
dengan Peraturan Kepala Desa.
BAB XI
KERJASAMA
Pasal 33
(1) BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan dapat melakukan kerjasama
usaha dengan 1 (satu) atau lebih BUMDes lain atau dengan pihak ketiga. (2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan ketentuan
sebagai berikut :
a. Kerjasama tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
b. Kerjasama yang memerlukan jaminan harta benda yang dimiliki atau dikelola BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan yang mengakibatkan beban hutang, maka rencana kerjasama tersebut harus mendapat persetujuan
Kepala Desa dan BPD. c. Kerjasama yang tidak memerlukan jaminan harta benda yang dimiliki atau
dikelola BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan dan tidak mengakibatkan beban hutang maka rencana kerjasama tersebut dilaporkan secara tertulis kepada Kepala Desa dan BPD.
d. Kerjasama tersebut menganut prinsip kemitraan yang mengutamakan kepentingan masyarakat desa dan saling menguntungkan.
Pasal 34
Kerjasama usaha BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dibuat dalam naskah perjanjian kerjasama.
BAB XII LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN
Pasal 35
(1) Pelaksana operasional melaporkan pertanggungjawaban pelaksanaan BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan kepada Kepala Desa.
(2) Kepala Desa melaporkan pertanggungjawaban BUMDes Pagedangan Mandiri
Desa Pagedangan kepada BPD dalam forum musyawarah. (3) Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
paling sedikit memuat :
a. Laporan kinerja pelaksana operasional selama 1 (satu) tahun.
b. Kinerja usaha yang menyangkut realisasi kegiatan usaha, upaya pengembangan dan indikator keberhasilan.
c. Laporan keuangan termasuk rencana pembagian laba usaha.
(4) Mekanisme dan tata tertib pertanggungjawaban disesuaikan dengan AD dan ART.
BAB XIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Pembinaan
Pasal 36
Pemerintah Desa Pagedangan wajib membina terhadap perkembangan usaha BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan agar tumbuh dan berkembang
menjadi Badan Usaha yang bermanfaat dalam mengangkat perekonomian masyarakat desa.
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 37
BPD dan/atau pengawas internal yang dibentuk melalui musyawarah desa
melakukan pengawasan atas pengelolaan BUMDes Pagedangan Mandiri.
BAB XIV
PEMBUBARAN
Pasal 38
(1) BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan dapat dibubarkan karena :
a. Tidak menguntungkan ; b. Ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pembubaran BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Desa. (3) Semua kekayaan BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan yang
dibubarkan dibagi menurut nilai penyertaan modal dan disetor langsung ke kas desa.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 39
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Desa ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur kemudian oleh Kepala Desa.
Pasal 40
Pada saat Peraturan Desa ini mulai berlaku, maka segala hal yang terkait dengan seluruh aspek pelaksanaan dan optimalisasi Badan Usaha Milik Desa di wilayah
Desa Pagedangan diatur melalui Peraturan Desa ini.
Pasal 41
Peraturan Desa ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Desa ini dengan penempatannya dalam Berita Desa Pagedangan Kecamatan
Pagedangan Kabupaten Tangerang.
Ditetapkan di Pagedangan pada tanggal 17 Desember 2013
KEPALA DESA PAGEDANGAN,
AHMAD ANWAR
Diundangkan di Pagedangan pada tanggal 20 Desember 2013
SEKRETARIS DESA PAGEDANGAN,
M. YUSUF
BERITA DESA PAGEDANGAN TAHUN 2013 NOMOR 007
BERITA DESA PAGEDANGAN KECAMATAN PAGEDANGAN
KABUPATEN TANGERANG
TAHUN 2013 NOMOR 004
PERATURAN DESA PAGEDANGAN
NOMOR 7 TAHUN 2013
TENTANG
PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DESA PAGEDANGAN MANDIRI
PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG KECAMATAN PAGEDANGAN
DESA PAGEDANGAN
BUPATI TANGERANG
PROVINSI BANTEN
PERATURAN BUPATI TANGERANG
NOMOR 85 TAHUN 2014
TENTANG
TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI TANGERANG,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 209 Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 9 Tahun
2014 tentang Desa, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa;
Mengingat : 1. Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi Banten (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010);
2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234);
4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495);
5. Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539);
7. Peraturan . . .
-2-
7. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 01
Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Kabupaten Tangerang (Lembaran Daerah Kabupaten Tangerang Tahun 2008 Nomor 01, Tambahan Lembaran Daerah
Kabupaten Tangerang Nomor 0108);
8. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 9
Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Daerah Kabupaten Tangerang Tahun 2014 Nomor 09, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Tangerang
Nomor 0914);
MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG TATA CARA
PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA
MILIK DESA.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Tangerang.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
3. Bupati adalah Bupati Tangerang.
4. Kecamatan adalah bagian wilayah dari Daerah kabupaten yang dipimpin oleh camat.
5. Camat adalah seorang kepala kecamatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada bupati melalui sekretaris Daerah.
6. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat,
hak asal-usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
7. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
8. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dibantu perangkat desa sebagai
unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
9. Kepala Desa adalah Kepala pemerintahan Desa yang memimpin
penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
10. Perangkat . . .
-3-
10. Perangkat Desa adalah Pegawai Desa yang diangkat dari penduduk
desa yang memenuhi persyaratan oleh Kepala Desa yang bertugas sebagai unsur pembantu Kepala Desa.
11. Badan Permusyawaratan Desa, selanjutnya disingkat BPD, adalah
lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan
wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
12. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama
BPD.
13. Peraturan Kepala Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa yang bersifat mengatur dalam rangka
melaksanakan peraturan desa dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
14. Keputusan Kepala Desa adalah keputusan yang ditetapkan oleh Kepala Desa yang bersifat menetapkan dalam rangka melaksanakan Peraturan
Desa maupun Peraturan Kepala Desa.
15. Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang
berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.
16. Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau perolehan hak lainnya yang sah.
17. Barang Milik Desa adalah Kekayaan milik Desa berupa barang bergerak
dan barang tidak bergerak.
18. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disingkat APBDesa adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa yang
dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Desa dan BPD, ditetapkan dengan peraturan desa.
19. Badan Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh
Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha
lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
20. Usaha Desa adalah jenis usaha yang berupa pelayanan ekonomi desa seperti, usaha jasa, penyaluran sembilan bahan pokok, perdagangan
hasil pertanian, serta industri dan kerajinan rakyat.
21. Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan
atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya
sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.
22. Pelaksana operasional adalah organ BUM Desa yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan BUM Desa untuk
kepentingan BUM Desa sesuai dengan maksud dan tujuan BUM Desa serta mewakili BUM Desa di dalam dan di luar pengadilan sesuai
ketentuan anggaran dasar.
23. Penasihat . . .
-4-
23. Penasihat adalah organ BUM Desa yang bertugas melakukan
pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberikan nasihat kepada pelaksana operasional.
Pasal 2
Tujuan pembentukan BUM Desa adalah:
a. meningkatkan pendapatan asli desa dalam rangka memperkuat kemampuan pemerintah desa dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat;
b. mengembangkan potensi perekonomian serta berupaya meningkatkan
produktivitas usaha ekonomi masyarakat desa;
c. mewujudkan kelembagaan perekonomian masyarakat desa yang mandiri untuk memberikan pelayanan terhadap kebutuhan
masyarakat; dan
d. menciptakan kesempatan berusaha dan menciptakan lapangan kerja.
BAB II
BADAN USAHA MILIK DESA
Bagian Kesatu
Pembentukan BUM Desa
Pasal 3
(1) Desa dapat mendirikan BUM Desa sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan potensi desa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa.
(2) Pendirian BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disepakati melalui Musyawarah Desa dan ditetapkan dengan Peraturan Desa.
(3) BUM Desa dikelola dengan semangat kekeluargaan dan
kegotongroyongan.
(4) BUM Desa dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(5) BUM Desa dalam menjalankan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat membentuk unit usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Tata Cara Pembentukan
Pasal 4
Pembentukan BUM Desa dilaksanakan sesuai kebutuhan dan potensi desa yaitu:
a. adanya inisiatif pemerintah desa, BPD, Lembaga Kemasyarakatan Desa, dan/atau masyarakat berdasarkan musyawarah/rembug warga;
b. tersedianya . . .
-5-
b. tersedianya sumber daya desa yang belum dimanfaatkan secara optimal
terutama kekayaan desa;
c. adanya potensi usaha ekonomi masyarakat antara lain unit-unit usaha masyarakat yang merupakan kegiatan ekonomi warga masyarakat yang
dikelola secara parsial dan kurang terakomodasi;
d. tersedianya sumber daya manusia yang mampu mengelola badan usaha
sebagai aset penggerak perekonomian masyarakat;
e. adanya lembaga-lembaga keuangan yang ada dan dimiliki desa yang dapat diserahkan kepada BUM Desa.
Pasal 5
(1) Pemerintah Desa membuat analisa kelayakan aspek ekonomi
masyarakat terhadap usaha yang akan dilakukan dalam rangka
penyusunan peraturan desa tentang BUM Desa.
(2) Hasil analisa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas dalam musyawarah Desa yang diikuti oleh BPD, Pemerintah Desa, dan unsur
masyarakat Desa untuk mencapai kesepakatan.
(3) Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
dengan agenda :
a. membahas kebutuhan masyarakat dan potensi desa untuk menentukan unit-unit usaha;
b. membahas pendirian, organisasi dan pengurus;
c. menyepakati jumlah dan jenis penyertaan modal oleh desa;
d. menyusun dan menyepakati anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga.
(4) Hasil musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
digunakan sebagai bahan penetapan bentuk usaha dan penyusunan rancangan peraturan desa tentang BUM Desa.
Pasal 6
(1) Kepala Desa mengajukan rancangan peraturan desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) untuk dilakukan pembahasan bersama dengan BPD.
(2) Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. pembentukan, nama, dan tempat kedudukan;
b. asas dan tujuan pembentukan;
c. wilayah usaha;
d. usaha yang dikelola;
e. kepemilikan modal;
f. kepengurusan;
g. kewajiban . . .
-6-
g. kewajiban dan hak;
h. penetapan dan pengelolaan keuntungan/laba;
i. pertanggungjawaban;
j. pembubaran; dan
k. pembinaan dan pengawasan.
(3) Kepala Desa menetapkan peraturan desa tentang Pembentukan BUM
Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah mendapatkan kesepakatan BPD.
Pasal 7
Dalam hal BUM Desa dapat berjalan dan berkembang dengan baik, BUM Desa dapat membentuk Badan Hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga BUM Desa
Paragraf 1
Kedudukan BUM Desa
Pasal 8
(1) BUM Desa berkedudukan di desa yang bersangkutan dan dapat
mempunyai cakupan operasional pada Desa lain.
(2) Dalam hal pengembangan usaha, tempat kedudukan dan wilayah usaha BUM Desa dapat membuka perwakilan di luar wilayah Desa yang
bersangkutan.
Paragraf 2
Pengelola BUM Desa
Pasal 9
(1) Pengelola BUM Desa terpisah dari organisasi Pemerintahan Desa.
(2) Pengelola BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas:
a. Penasihat; dan
b. pelaksana operasional.
(3) Kepengurusan pengelola BUM Desa ditetapkan dengan Keputusan
Kepala Desa.
(4) Masa bakti kepengurusan pengelola BUM Desa adalah 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali untuk masa bakti berikutnya.
Pasal 10 . . .
-7-
Pasal 10
(1) Penasihat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf a terdiri
atas 1 (satu) orang.
(2) Penasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Kepala Desa secara ex officio.
(3) Penasihat mempunyai tugas:
a. memberikan nasihat kepada Pelaksana operasional dalam menjalankan pengelolaan BUM Desa;
b. memberikan saran dan pendapat mengenai masalah yang dianggap penting bagi pengelolaan BUM Desa; dan
c. melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus atas kebijalan pengurusan dan pelaksanaan kegiatan usaha BUM Desa; dan
d. mencari alternatif jalan keluar apabila terjadi gejala/indikasi menurunnya kinerja pelaksana operasional BUM Desa.
(4) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Penasihat mempunyai wewenang :
a. mengesahkan program kerja dan anggaran belanja;
b. mengevaluasi kinerja BUM Desa;
c. meminta penjelasan dari pelaksana operasional mengenai pengurusan dan pengelolaan usaha Desa; dan
d. melindungi usaha desa terhadap hal-hal yang dapat merusak citra BUM Desa.
Pasal 11
(1) Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf b merupakan perseorangan yang diangkat dan diberhentikan oleh
kepala Desa ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.
(2) Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang merangkap jabatan yang melaksanakan fungsi pelaksana lembaga
Pemerintahan Desa dan lembaga kemasyarakatan Desa.
(3) Pelaksana operasional bertanggung jawab penuh atas pengurusan BUM Desa untuk kepentingan dan tujuan BUM Desa serta mewakili BUM
Desa baik di dalam maupun di luar pengadilan.
(4) Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
2 (dua) orang anggota Pelaksana operasional atau lebih.
(5) Persyaratan menjadi anggota Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah :
a. memiliki jiwa wirausaha;
b. memiliki kecakapan interpersonal maupun intrapersonal (mampu dan cakap berhubungan vertikal/horizontal);
c. mempunyai . . .
-8-
c. mempunyai wawasan dan komitmen dalam mengembangkan
usaha BUM Desa;
d. berkepribadian baik, jujur, teliti, tekun serta penuh pengabdian kepada kemajuan perekonomian desa;
e. berpendidikan paling rendah SLTA dan/atau sederajat;
f. berusia paling rendah 21 (dua puluh satu) tahun dan paling tinggi
45 (empat puluh lima) tahun.
g. diutamakan memiliki pengalaman kerja dalam mengelola usaha; dan
h. diutamakan penduduk desa setempat;
(6) Pelaksana operasional mempunyai tugas :
a. melaksanakan pengelolaan BUM Desa;
b. menggali dan memanfaatkan potensi agar BUM Desa dapat tumbuh dan berkembang;
c. memupuk kerjasama dengan lembaga-lembaga lainnya;
d. membuat rencana kerja dan rencana anggaran BUM Desa yang disetujui Penasihat;
e. memberikan laporan keuangan BUM Desa kepada Penasihat;
f. menyampaikan laporan seluruh kegiatan usaha BUM Desa kepada
Penasihat;
g. menyampaikan laporan pertanggungjawaban setiap akhir tahun termasuk rincian neraca laba rugi dan penjelasan-penjelasan lain
atas dokumen tersebut; dan
h. menyampaikan informasi perkembangan usaha kepada masyarakat desa melalui forum musyawarah desa paling sedikit 1
(satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
(7) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (6),
Pelaksana operasional mempunyai wewenang :
a. mengangkat dan memberhentikan pegawai BUM Desa;
b. meningkatkan usaha sesuai dengan bidang yang telah ditetapkan;
c. melakukan kerja sama dengan lembaga-lembaga lainnya; dan
d. menggali dan memanfaatkan potensi BUM Desa untuk
meningkatkan pendapatan BUM Desa.
(8) Anggota Pelaksana operasional mempunyai kewajiban :
a. mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUM
Desa;
b. membuat laporan keuangan bulanan seluruh unit usaha;
c. membuat progres kegiatan dalam bulan berjalan; dan
d. menyampaikan laporan seluruh kegiatan usaha kepada Penasihat setiap 3 (tiga) bulan.
(9) Dalam melaksanakan tugas, wewenang dan kewajibannya, Pelaksana operasional dapat dibantu karyawan sesuai kebutuhan.
Pasal 12 . . .
-9-
Pasal 12
(1) Penasihat dan Pelaksana operasional dalam melaksanakan tugas-
tugasnya berhak atas penghasilan yang sah dari biaya operasional
keuangan BUM Desa sesuai kemampuan.
(2) Selain penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaksana
operasional dapat diberikan biaya operasional lain sesuai dengan kemampuan keuangan BUM Desa.
(3) Besaran penghasilan Penasihat dan Pelaksana operasional serta biaya
operasional bagi Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan kepala Desa.
Pasal 13
Pengurus BUM Desa dilarang menyalahgunakan wewenang dan mengambil keuntungan pribadi baik secara langsung maupun tidak langsung dari kegiatan BUM Desa selain penghasilan yang sah.
Paragraf 3
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Pasal 14
(1) Pelaksana operasional BUM Desa wajib menyusun dan menetapkan
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga setelah mendapatkan
pertimbangan kepala Desa.
(2) Anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling
sedikit:
a. Nama dan tempat kedudukan;
b. maksud dan tujuan, serta kegiatan usaha;
c. jangka waktu berdirinya BUM Desa;
d. permodalan;
e. organisasi pengelola;
f. tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Pelaksana Operasional dan Penasihat;
g. tata cara penggunaan dan pembagian keuntungan; dan/atau
h. ketentuan-ketentuan lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Anggaran rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit
a. hak dan kewajiban;
b. masa bakti, tata cara pengangkatan dan pemberhentian personel organisasi pengelola;
c. penetapan . . .
-10-
c. penetapan jenis usaha; dan
d. sumber modal.
(4) Kesepakatan penyusunan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan melalui
musyawarah Desa.
(5) Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) ditetapkan oleh kepala Desa.
BAB III
MODAL DAN KEKAYAAN DESA
Pasal 15
(1) Modal awal BUM Desa bersumber dari APB Desa.
(2) Kekayaan BUM Desa merupakan kekayaan Desa yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham.
(3) Modal BUM Desa terdiri atas:
a. penyertaan modal Desa; dan
b. penyertaan modal masyarakat Desa.
(4) Penyertaan modal Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berasal dari APB Desa dan sumber lainnya.
(5) Penyertaan modal desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a
dianggarkan dalam APBDesa dan ditetapkan dalam peraturan desa tersendiri.
(6) Penyertaan modal Desa yang berasal dari APB Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dapat bersumber dari:
a. dana segar;
b. bantuan Pemerintah;
c. bantuan Pemerintah Daerah Provinsi/ Kabupaten;
d. hibah; dan
e. aset Desa yang diserahkan kepada APB Desa.
(7) Bantuan Pemerintah dan pemerintah daerah kepada BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dan huruf c disalurkan melalui mekanisme APB Desa.
(8) Modal usaha BUM Desa yang bersumber dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dapat berupa swadaya dan partisipasi, dan gotong royong dan/atau hasil pengelolaan dana bergulir dan
simpan pinjam dari tabungan dalam skala lokal masyarakat Desa.
BAB IV . . .
-11-
BAB IV
PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHA
Pasal 16
(1) Untuk mengembangkan kegiatan usahanya, BUM Desa dapat:
a. menerima pinjaman dan/atau bantuan yang sah dari pihak lain; dan
b. mendirikan unit usaha BUM Desa.
(2) BUM Desa yang melakukan pinjaman harus mendapatkan persetujuan Pemerintah Desa.
(3) Pendirian, pengurusan, dan pengelolaan unit usaha BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 17
(1) Pelaksana operasional dalam pengurusan dan pengelolaan usaha Desa mewakili BUM Desa di dalam dan di luar pengadilan.
(2) Pelaksana operasional wajib melaporkan pertanggungjawaban pengurusan dan pengelolaan BUM Desa kepada kepala Desa secara berkala.
Pasal 18
Kerugian yang dialami oleh BUM Desa menjadi tanggung jawab pelaksana operasional BUM Desa.
Pasal 19
(1) Kepailitan BUM Desa hanya dapat diajukan oleh kepala Desa.
(2) Kepailitan BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB V JENIS USAHA
Pasal 20
(1) Usaha BUM Desa harus memanfaatkan semaksimal mungkin potensi desa.
(2) Usaha yang dapat dikembangkan oleh BUM Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) antara lain :
a. pelayanan jasa yang meliputi simpan pinjam berbentuk koperasi,
perkreditan, angkutan darat dan air, pembayaran listrik desa, telepon, alat pesta, dan jasa lain yang sejenis;
b. penyaluran . . .
-12-
b. penyaluran 9 (sembilan) bahan pokok masyarakat desa, gas LPG,
dan bahan bakar atau sumber energi lainnya;
c. perdagangan sarana dan hasil pertanian yang meliputi hasil bumi, pertanian, tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan
dan agrobisnis;
d. industri kecil dan kerajinan rakyat;
e. pasar Desa; dan/atau
f. kegiatan perekonomian lainnya yang dibutuhkan oleh warga masyarakat.
(3) Usaha yang dikembangkan BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh merugikan masyarakat.
BAB VI
PENGGUNAAN LABA
Pasal 21
(1) Laba dari hasil usaha BUM Desa antara lain digunakan untuk:
a. biaya operasional BUM Desa = 35 % (tiga puluh lima prosen)
b. pendapatan Desa = 20 % (dua puluh prosen)
c. lain-lain Anggaran :
1. Cadangan Umum = 20 % (dua puluh prosen)
2. bantuan Sosial = 5 % (lima prosen)
3. pengembangan usaha = 10 % (sepuluh prosen)
4. pembinaan dan kesejahteraan pengurus dan karyawan = 10 %
(sepuluh prosen)
(2) Besaran pembagian laba hasil usaha sebagaimana dimaksud pada ayat diatur dalam keputusan Pelaksana Operasional atas dasar persetujuan
Penasihat.
BAB VII
PERTANGGUNGJAWABAN DAN AUDIT
Bagian Kesatu
Pertanggungjawaban
Pasal 22
(4) Dalam melaksanakan pengelolaan BUM Desa, Pelaksana Operasional
bertanggung jawab kepada Penasihat.
(5) Bentuk pertanggungjawaban Pelaksana Operasional kepada Penasihat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. menyampaikan laporan keuangan BUM Desa setiap bulan;
b. menyampaikan . . .
-13-
b. menyampaikan laporan seluruh kegiatan usaha BUM Desa setiap
3(tiga) bulan; dan
c. menyampaikan laporan pertanggungjawaban setiap akhir tahun termasuk rincian neraca laba rugi dan penjelasan-penjelasan lain
atas dokumen laporan pertanggungjawaban.
Bagian Kedua Audit BUM Desa
Pasal 23
(1) Audit keuangan BUM Desa dilakukan minimal 1 (satu) tahun sekali.
(2) Selain audit keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan audit lainnya secara menyeluruh apabila dipandang perlu.
(3) Pelaksanaan audit keuangan dilakukan oleh akuntan publik dan/atau aparat pengawasan daerah.
BAB VIII BUM DESA BERSAMA
Bagian Kesatu
Pembentukan BUM Desa Bersama
Pasal 24
(1) Dua Desa atau lebih Dalam rangka kerjasama antar Desa dapat membentuk BUM Desa bersama sesuai dengan kebutuhan masyarakat
dan potensi desa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa setempat.
(2) Kerjasama antar desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan dalam satu kecamatan atau antar kecamatan dalam satu kabupaten.
(3) Pembentukan BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui pendirian, penggabungan, atau peleburan BUM Desa.
(4) Pembentukan BUM Desa bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibahas dan disepakati melalui Musyawarah Desa di Desa masing-masing.
(5) Hasil musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Desa.
(6) Dalam hal pendirian BUM Desa telah ditetapkan dalam Peraturan Desa, maka hasil Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dijadikan sebagai bahan perubahan atas Peraturan Desa yang
telah ada.
Bagian Kedua . . .
-14-
Bagian Kedua
Tata Cara Pembentukan BUM Desa Bersama
Pasal 25
(1) Masing-masing Pemerintah Desa yang akan membentuk BUM Desa
bersama melalui Kerjasama antar Desa membuat analisa kelayakan aspek ekonomi masyarakat terhadap usaha yang akan dilakukan dalam rangka penyusunan peraturan desa tentang BUM Desa.
(2) Hasil analisa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas dalam musyawarah Desa di Desa masing-masing yang diikuti oleh BPD,
Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat Desa untuk mencapai kesepakatan.
(3) Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
dengan agenda:
a. membahas kebutuhan masyarakat dan potensi desa untuk menentukan unit-unit usaha;
b. membahas pendirian, organisasi dan pengurus;
c. menyepakati jumlah dan jenis penyertaan modal oleh desa;
d. menyusun dan menyepakati anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
(4) Hasil musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
digunakan sebagai bahan penetapan bentuk usaha dan penyusunan rancangan peraturan desa tentang BUM Desa.
Pasal 26
(1) Masing-masing Kepala Desa mengajukan rancangan peraturan desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (4) untuk dilakukan pembahasan bersama dengan BPD.
(2) Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. pembentukan, nama, dan tempat kedudukan;
b. asas dan tujuan pembentukan;
c. wilayah usaha;
d. usaha yang dikelola;
e. kepemilikan modal;
f. kepengurusan;
g. kewajiban dan hak;
h. penetapan dan pengelolaan keuntungan/laba;
i. pertanggungjawaban;
j. pembubaran; dan
k. pembinaan dan pengawasan.
(3) Muatan . . .
-15-
(3) Muatan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), hal-hal
yang perlu dibahas dan disepakati bersama para pihak yang melakukan Kerjasama antar Desa diatur dalam peraturan Bersama Kepala Desa tentang pelaksanaan BUM Desa Bersama.
(4) Kepala Desa menetapkan peraturan desa tentang BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah mendapatkan
kesepakatan BPD.
Pasal 27
(1) Berdasarkan Peraturan desa tentang BUM Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 ayat (4), Pemerintah Desa mempersiapkan Rancangan Peraturan Kepala Desa bersama sebagai Pelaksanaan Peraturan Desa tentang BUM Desa.
(2) Rancangan Rancangan Peraturan Kepala Desa bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat:
a. subyek kerjasama;
b. obyek kerjasama;
c. jangka waktu;
d. hak dan kewajiban;
e. pendanaan
f. keadaan memaksa;
g. penyelesaian permasalahan; dan
h. pengalihan.
(3) Rancangan Peraturan Kepala Desa bersama sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dibahas dan disepakati bersama para pihak yang melakukan Kerjasama antar Desa dalam Musyawarah Desa bersama.
(4) Musyawarah Desa bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diikuti oleh BPD, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat Desa yang melakukan Kerjasama antar Desa untuk mencapai kesepakatan.
(5) Hasil muyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan sebagai bahan penetapan peraturan Bersama Kepala Desa tentang
pelaksanaan BUM Desa Bersama.
Bagian Ketiga
BUM Desa Bersama
Paragraf 1
Kedudukan BUM Desa Bersama
Pasal 28
(1) BUM Desa Bersama berkedudukan di desa yang melakukan Kerjasama
antar Desa dan dapat mempunyai cakupan operasional pada Desa lain.
(2) Kedudukan . . .
-16-
(2) Kedudukan BUM Desa ditetapkan pada Desa yang ditunjuk
berdasarkan kesepakatan bersama.
(3) Dalam hal pengembangan usaha, tempat kedudukan dan wilayah usaha BUM Desa Bersama dapat membuka perwakilan di luar wilayah
Desa yang melakukan Kerjasama antar Desa.
Paragraf 2 Pengelola BUM Desa Bersama
Pasal 29
(1) Pengelola BUM Desa Bersama terpisah dari organisasi Pemerintahan Desa yang melakukan Kerjasama antar Desa.
(2) Pengelola BUM Desa Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit terdiri atas:
a. RUPS; dan
b. pelaksana operasional.
(3) kepengurusan pengelola BUM Desa Bersama ditetapkan dengan Keputusan bersama Kepala Desa.
(4) Masa bakti kepengurusan pengelola BUM Desa Bersama adalah 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali untuk masa bakti berikutnya.
Pasal 30
(1) RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf a adalah
organ BUMDes bersama yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada pelaksana operasional dalam batas yang ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan dan/atau anggaran dasar.
(2) RUPS diselenggarakan oleh pengelola operasional yang terdiri atas RUPS tahunan dan RUPS lainnya.
(3) RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 2 (dua) orang
atau lebih.
(4) RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah para Kepala Desa secara ex officio.
(5) RUPS mempunyai tugas:
a. memberikan nasihat kepada pelaksana operasional dalam
menjalankan pengelolaan BUM Desa Bersama;
b. memberikan saran dan pendapat mengenai masalah yang dianggap penting bagi pengelolaan BUM Desa Bersama; dan
c. melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus atas kebijalan pengurusan dan pelaksanaan kegiatan usaha BUM Desa Bersama; dan
d. mencari . . .
-17-
d. mencari alternatif jalan keluar apabila terjadi gejala/indikasi
menurunnya kinerja pelaksana Operasional BUM Desa Bersama.
(6) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (5), RUPS mempunyai wewenang :
a. mengesahkan program kerja dan anggaran belanja;
b. mengevaluasi kinerja BUM Desa Bersama;
c. meminta penjelasan dari pelaksana operasional mengenai pengurusan dan pengelolaan usaha Desa; dan
d. melindungi usaha desa terhadap hal-hal yang dapat merusak citra
BUM Desa Bersama.
Pasal 31
(1) Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2)
huruf b merupakan perseorangan yang diangkat dan diberhentikan oleh RUPS ditetapkan dengan Keputusan bersama Kepala Desa.
(2) Ketua pelaksana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditunjuk berdasarkan kesepakatan bersama.
(3) Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang
merangkap jabatan yang melaksanakan fungsi pelaksana lembaga Pemerintahan Desa dan lembaga kemasyarakatan Desa di Desa yang melakukan Kerjasama antar Desa.
(4) Pelaksana operasional bertanggung jawab penuh atas pengurusan BUM Desa Bersama untuk kepentingan dan tujuan BUM Desa Bersama serta mewakili BUM Desa Bersama baik di dalam maupun di luar pengadilan.
(5) Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 2 (dua) orang anggota Pelaksana operasional atau lebih.
(6) Persyaratan menjadi anggota Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah :
a. memiliki jiwa wirausaha;
b. memiliki kecakapan interpersonal maupun intrapersonal (mampu dan cakap berhubungan vertikal/horizontal);
c. mempunyai wawasan dan komitmen dalam mengembangkan usaha BUM Desa Bersama;
d. berkepribadian baik, jujur, teliti, tekun serta penuh pengabdian
kepada kemajuan perekonomian desa;
e. berpendidikan paling rendah SLTA dan/atau sederajat;
f. berusia paling rendah 21 (dua puluh satu) tahun dan paling tinggi
45 (empat puluh lima) tahun.
g. diutamakan memiliki pengalaman kerja dalam mengelola usaha;
dan
h. diutamakan penduduk desa setempat.
(7) Pelaksana . . .
-18-
(7) Pelaksana operasional mempunyai tugas :
a. melaksanakan pengelolaan BUM Desa;
b. menggali dan memanfaatkan potensi agar BUM Desa Bersama dapat tumbuh dan berkembang;
c. memupuk kerjasama dengan lembaga-lembaga lainnya;
d. membuat rencana kerja dan rencana anggaran BUM Desa Bersama
yang disetujui RUPS;
e. memberikan laporan keuangan BUM Desa Bersama kepada RUPS;
f. menyampaikan laporan seluruh kegiatan usaha BUM Desa
Bersama kepada RUPS;
g. menyampaikan laporan pertanggungjawaban setiap akhir tahun
termasuk rincian neraca laba rugi dan penjelasan-penjelasan lain atas dokumen tersebut; dan
h. menyampaikan informasi perkembangan usaha kepada
masyarakat desa melalui forum musyawarah desa paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
(7) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (6),
Pelaksana operasional mempunyai wewenang :
a. mengangkat dan memberhentikan pegawai BUM Desa Bersama;
b. meningkatkan usaha sesuai dengan bidang yang telah ditetapkan;
c. melakukan kerja sama dengan lembaga-lembaga lainnya; dan
d. menggali dan memanfaatkan potensi BUM Desa Bersama untuk
meningkatkan pendapatan BUM Desa Bersama.
(8) Anggota Pelaksana operasional mempunyai kewajiban :
a. mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUM
Desa Bersama;
b. membuat laporan keuangan bulanan seluruh unit usaha;
c. membuat progres kegiatan dalam bulan berjalan; dan
d. menyampaikan laporan seluruh kegiatan usaha kepada RUPS setiap 3 (tiga) bulan.
(9) Dalam melaksanakan tugas, wewenang dan kewajibannya, Pelaksana operasional dapat dibantu karyawan sesuai kebutuhan.
Pasal 32
(1) RUPS dan Pelaksana operasional dalam melaksanakan tugas-tugasnya berhak atas penghasilan yang sah dari biaya operasional keuangan BUM Desa Bersama sesuai kemampuan.
(2) Selain penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaksana operasional dapat diberikan biaya operasional lain sesuai dengan
kemampuan keuangan BUM Desa Bersama.
(3) Besaran . . .
-19-
(3) Besaran penghasilan RUPS dan Pelaksana operasional serta biaya
operasional bagi Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan bersama kepala Desa.
Pasal 33
Pengurus BUM Desa Bersama dilarang menyalahgunakan wewenang dan mengambil keuntungan pribadi baik secara langsung maupun tidak
langsung dari kegiatan BUM Desa Bersama selain penghasilan yang sah.
Paragraf 3 Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Pasal 34 (1) Pelaksana operasional BUM Desa Bersama wajib menyusun dan
menetapkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga setelah mendapatkan pertimbangan RUPS.
(2) Dalam penyusunan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disusun bersama dengan kesepakatan bersama.
(3) Anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit:
a. Nama dan tempat kedudukan;
b. maksud dan tujuan, serta kegiatan usaha;
c. jangka waktu berdirinya BUM Desa Bersama;
d. permodalan;
e. organisasi pengelola;
f. tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota
Pelaksana Operasional dan Penasihat;
g. tata cara penggunaan dan pembagian keuntungan; dan/atau
h. ketentuan-ketentuan lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
(4) Anggaran rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat
paling sedikit
e. hak dan kewajiban;
f. masa bakti, tata cara pengangkatan dan pemberhentian personel
organisasi pengelola;
g. penetapan jenis usaha; dan
h. sumber modal.
(5) Kesepakatan . . .
-20-
(5) Kesepakatan penyusunan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan melalui musyawarah Desa.
(6) Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan bersama kepala Desa.
Bagian Keempat Modal dan Kekayaan Desa
Pasal 35
(1) Modal awal BUM Desa Bersama bersumber dari APB Desa yang melakukan Kerjasama antar Desa.
(2) Kekayaan BUM Desa merupakan kekayaan Desa yang melakukan
Kerjasama antar Desa yang dipisahkan dan tidak dapat terbagi atas saham. pemerintah Desa.
(3) Modal BUM Desa Bersama terdiri atas:
a. penyertaan modal Desa yang melakukan Kerjasama antar Desa; dan
b. penyertaan modal masyarakat Desa bersangkutan.
(4) Penyertaan modal Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berasal dari APB Desa yang melakukan Kerjasama antar Desa dan
sumber lainnya.
(5) Penyertaan modal desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dianggarkan dalam APBDesa dan ditetapkan dalam peraturan bersama
Kepala Desa.
(6) Penyertaan modal Desa yang berasal dari APB Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dapat bersumber dari:
a. dana segar;
b. bantuan Pemerintah;
c. bantuan Pemerintah Daerah Provinsi/ Kabupaten;
d. hibah; dan
e. aset Desa yang diserahkan kepada APB Desa.
(7) Bantuan Pemerintah dan pemerintah daerah kepada BUM Desa bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dan huruf c
disalurkan melalui mekanisme APB Desa.
(8) Modal usaha BUM Desa bersama yang bersumber dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dapat berupa swadaya
dan partisipasi, dan gotong royong dan/atau hasil pengelolaan dana bergulir dan simpan pinjam dari tabungan dalam skala lokal
masyarakat Desa bersangkutan.
Bagian Kelima . . .
-21-
Bagian Kelima
Pengembangan Kegiatan Usaha bersama
Pasal 36
(1) Untuk mengembangkan kegiatan usahanya, BUM Desa bersama dapat:
a. menerima pinjaman dan/atau bantuan yang sah dari pihak lain; dan
b. mendirikan unit usaha BUM Desa bersama.
(2) BUM Desa bersama yang melakukan pinjaman harus mendapatkan persetujuan Pemerintah Desa yang melakukan Kerjasama antar Desa.
(3) Pendirian, pengurusan, dan pengelolaan unit usaha BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 37
(1) Pelaksana operasional dalam pengurusan dan pengelolaan usaha Desa mewakili BUM Desa bersama di dalam dan di luar pengadilan.
(2) Pelaksana operasional wajib melaporkan pertanggungjawaban pengurusan dan pengelolaan BUM Desa bersama kepada para kepala Desa secara berkala.
Pasal 38
Kerugian yang dialami oleh BUM Desa menjadi tanggung jawab pelaksana operasional BUM Desa bersama.
Pasal 39
(1) Kepailitan BUM Desa bersama hanya dapat diajukan oleh para kepala Desa berdasarkan kesepakatan bersama.
(2) Kepailitan BUM Desa bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keenam
Jenis Usaha bersama
Pasal 40
(1) Usaha BUM Desa bersama harus memanfaatkan semaksimal mungkin
potensi desa.
(2) Usaha . . .
-22-
(2) Usaha yang dapat dikembangkan oleh BUM Desa bersama sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) antara lain :
a. Pelayanan jasa yang meliputi simpan pinjam berbentuk koperasi, perkreditan, angkutan dapat dan air, pembayaran listrik desa,
telepon, alat pesta, dan jasa lain yang sejenis;
b. Penyaluran 9 (sembilan) bahan pokok masyarakat desa, gas LPG,
dan bahan bakar atau sumber energi lainnya;
c. Perdagangan sarana dan hasil pertanian yang meliputi hasil bumi, pertanian, tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan
dan agrobisnis;
d. Industri kecil dan kerajinan rakyat;
e. Pasar Desa; dan/atau
f. Kegiatan perekonomian lainnya yang dibutuhkan oleh warga masyarakat.
(3) Usaha yang dikembangkan BUM Desa bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh merugikan masyarakat Desa.
Bagian Ketujuh penggunaan laba
Pasal 41
(1) Laba dari hasil usaha BUM Desa bersama antara lain digunakan untuk:
a. biaya operasional BUM Desa bersama = 35 % (tiga puluh lima
prosen)
b. Pendapatan Desa bersama = 20 % (dua puluh prosen)
c. Lain-lain Anggaran :
1. Cadangan Umum = 20 % (dua puluh prosen)
2. bantuan Sosial = 5 % (lima prosen)
3. pengembangan usaha = 10 % (sepuluh prosen)
4. pembinaan dan kesejahteraan pengurus dan karyawan = 10 %
(sepuluh prosen)
(2) Besaran pembagian laba hasil usaha sebagaimana dimaksud pada ayat diatur dalam keputusan Pelaksana Operasional atas dasar persetujuan
RUPS.
Bagian Kedelapan . . .
-23-
Bagian Kedelapan
Pertanggungjawaban dan Audit
Paragraf 1
Pertanggungjawaban
Pasal 42
(1) Dalam melaksanakan pengelolaan BUM Desa Bersama, Pelaksana
Operasional bertanggung jawab kepada RUPS.
(2) Bentuk pertanggungjawaban Pelaksana Operasional kepada RUPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. menyampaikan laporan keuangan BUM Desa Bersama setiap bulan;
b. menyampaikan laporan seluruh kegiatan usaha BUM Desa Bersama setiap 3 (tiga) bulan; dan
c. menyampaikan laporan pertanggungjawaban setiap akhir tahun
termasuk rincian neraca laba rugi dan penjelasan-penjelasan lain atas dokumen laporan pertanggungjawaban.
Paragraf 2
Audit BUM Desa Bersama
Pasal 43
(1) Audit keuangan BUM Desa Bersama dilakukan minimal 1 (satu) tahun sekali.
(2) Selain audit keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan audit lainnya secara menyeluruh apabila dipandang perlu.
(3) Pelaksanaan audit keuangan dilakukan oleh akuntan publik dan/atau
aparat pengawasan daerah.
BAB IX PEMBUBARAN
Pasal 44 (1) BUM Desa atau BUM Desa Bersama dapat dibubarkan dengan
Peraturan Desa.
(2) BUM Desa atau BUM Desa Bersama dapat dibubarkan apabila :
a. rugi terus-menerus;
c. perubahan bentuk badan hukum;
d. adanya ketentuan peraturan yang lebih tinggi yang menyatakan
BUM Desa atau BUM Desa Bersama tersebut harus dibubarkan; dan
e. BUM Desa . . .
-24-
e. BUM Desa atau BUM Desa Bersama dinyatakan pailit berdasarkan
putusan pengadilan.
(3) Semua akibat yang timbul sebagai akibat pembubaran BUM Desa atau BUM Desa Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi
tanggung jawab Pemerintah Desa masing-masing.
(4) Segala aset sebagai akibat dari pembubaran BUM Desa atau BUM Desa
Bersama menjadi milik Pemerintah Desa masing-masing.
BAB X
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 45 (1) SKPD yang membidangi Desa melakukan pembinaan, monitoring,
evaluasi, upaya pengembangan manajemen dan sumber daya manusia serta prakarsa dalam permodalan yang ada di perdesaan.
(2) Camat atau camat yang membawahi Desa melakukan pembinaan
teknis, monitoring, evaluasi, upaya pengembangan manajemen dan sumber daya manusia serta prakarsa dalam permodalan yang ada di
perdesaan.
(3) Kepala Desa mengkoordinasikan pelaksanaan pengelolaan BUM Desa atau BUM Desa bersama di wilayah kerjanya.
(4) Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pengelola BUM Desa atau BUM Desa bersama, meliputi :
a. memberikan pedoman pelaksanaan dan pengelolaan BUM Desa
atau BUM Desa bersama;
b. memberikan bimbingan, arahan, konsultasi dan fasilitasi dalam
pengelolaan BUM Desa atau BUM Desa bersama;
c. memberikan bimbingan pengembangan usaha dan permodalan;
d. melakukan pendidikan dan pelatihan pengurus BUM Desa atau
BUM Desa bersama; dan
e. melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap pengelolaan BUM
Desa atau BUM Desa bersama.
(5) Pembinaan teknis dan pengawasan oleh Camat atau camat yang membawahi Desa meliputi:
a. memberikan bimbingan teknis, arahan, konsultasi dan fasilitasi kepada Pemerintah Desa dalam pengelolaan BUM Desa atau BUM Desa bersama; dan
b. melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan dan perkembangan BUM Desa atau BUM Desa bersama.
BAB XI . . .
-25-
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 46
BUM Desa atau sebutan lain yang sudah ada pada saat ini tetap
menjalankan kegiatannya dan menyesuaikan dengan Peraturan Bupati ini paling lambat (satu) tahun sejak diundangkan.
BAB XII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 47
Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten
Tangerang.
Ditetapkan di Tigaraksa
Pada tanggal 10 Desember 2014
BUPATI TANGERANG,
Ttd.
A. ZAKI ISKANDAR
Diundangkan di Tigaraksa pada tanggal 10 Desember 2014
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN TANGERANG,
Ttd.
ISKANDAR MIRSAD
BERITA DAERAH KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2014 NOMOR 85 .
BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG
NOMOR 9 TAHUN 2014
TENTANG
DESA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI TANGERANG,
Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan Desa telah diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang
Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Desa;
b. bahwa Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada huruf a sudah tidak sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa, sehingga perlu disesuaikan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b diatas, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Desa;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010);
3. Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang–Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
4. Undang-Undang . . .
SALINAN
-2-
4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
6. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 7 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539);
9. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 01
Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Kabupaten Tangerang (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 01,
Tambahan Lembaran Daerah Nomor 0108);
10. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Organisasi Perangkat Daerah
Kabupaten Tangerang (Lembaran Daerah Tahun 2010 Nomor 8, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 0210);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN TANGERANG
dan
BUPATI TANGERANG
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG DESA.
BAB I . . .
-3-
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Tangerang.
2. Pemerintahan Daerah adalah Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan
prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
4. Bupati adalah Bupati Tangerang.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
6. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat Daerah
Kabupaten Tangerang.
7. Camat adalah pemimpin dan koordinator penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kerja Kecamatan yang dalam pelaksanaan
tugasnya memperoleh pelimpahan kewenangan pemerintahan dari Bupati untuk menangani sebagian urusan otonomi Daerah, dan menyelenggarakan tugas umum pemerintahan.
8. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
9. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
10. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
11. Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disingkat BPD, adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan
wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
12. Dusun yang selanjutnya disebut Kejaroan adalah bagian wilayah dalam
desa yang merupakan lingkungan kerja pelaksana Pemerintah Desa.
13. Kepala Dusun yang selanjutnya disebut Jaro adalah unsur perangkat desa sebagai pelaksana wilayah yang keberadaannya dibawah Kepala
Desa.
14. Musyawarah Desa adalah musyawarah antara BPD, Pemerintah Desa,
dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh BPD untuk menyepakati hal yang bersifat strategis.
15. Badan . . .
-4-
15. Badan Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disebut BUMDesa, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh
Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
16. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama
BPD.
17. Peraturan Kepala Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa yang bersifat mengatur dalam rangka melaksanakan peraturan desa dan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi.
18. Keputusan Kepala Desa adalah keputusan yang ditetapkan oleh Kepala Desa yang bersifat menetapkan dalam rangka melaksanakan Peraturan
Desa maupun Peraturan Kepala Desa.
19. Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
20. Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
21. Dana Desa adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan
belanja negara yang diperuntukan bagi Desa yang ditransfer melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah Kabupaten dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan
pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.
22. Alokasi Dana Desa yang selanjutnya disingkat ADD, adalah dana
perimbangan yang diterima Kabupaten dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah Kabupaten setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.
23. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa yang selanjutnya disingkat APBDesa adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa yang
dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Desa dan BPD, ditetapkan dengan peraturan desa.
24. Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat
dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.
25. Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa atau perolehan hak lainnya yang sah.
26. Barang Milik Desa adalah Kekayaan milik Desa berupa barang bergerak dan barang tidak bergerak.
27. Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya mengembangkan
kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan,
program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa.
28. Lembaga . . .
-5-
28. Lembaga Kemasyarakatan Desa adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan wadah
partisipasi masyarakat Desa sebagai mitra Pemerintah Desa.
29. Panitia Pemilihan Kepala Desa yang selanjutnya disingkat Panitia Pilkades adalah Panitia pemilihan Kepala Desa yang di bentuk oleh BPD.
30. Penduduk desa adalah warga masyarakat desa setempat atau pendatang yang telah memiliki atau mempunyai surat resmi dari
pejabat yang berwenang untuk tinggal di desa setempat.
31. Bakal calon Kepala Desa adalah penduduk desa yang telah memenuhi persyaratan administrasi untuk ditetapkan sebagai calon Kepala Desa
oleh Panitia Pilkades berdasarkan hasil penjaringan bakal calon Kepala Desa.
32. Calon Kepala Desa yang berhak dipilih adalah bakal calon Kepala Desa yang telah memenuhi persyaratan administrasi dan ditetapkan oleh Panitia Pilkades sebagai calon Kepala Desa.
33. Pemilih adalah penduduk desa yang telah memenuhi persyaratan untuk menggunakan hak pilihnya.
34. Kepala Desa terpilih adalah calon Kepala Desa yang mendapat
dukungan suara terbanyak dalam pemilihan Kepala Desa;
35. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa yang selanjutnya
disebut Musrenbang Desa adalah forum musyawarah tahunan yang dilaksanakan secara partisipatif oleh para pemangku kepentingan desa.
36. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa yang selanjutnya
disingkat RPJM Desa adalah dokumen perencanaan desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun.
37. Rencana pembangunan tahunan desa yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa) adalah hasil Musyawarah Desa tentang program dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk
jangka waktu 1 (satu) tahun.
38. Kerjasama Desa adalah suatu rangkaian kegiatan bersama antar desa atau desa dengan pihak ketiga dalam bidang pemerintahan,
pembangunan dan kemasyarakatan.
39. Usaha Desa adalah jenis usaha yang berupa pelayanan ekonomi desa
seperti, usaha jasa, penyaluran sembilan bahan pokok, perdagangan hasil pertanian, serta industri dan kerajinan rakyat.
40. Perselisihan adalah ketidakserasian hubungan yang terjadi antar
masyarakat Desa dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dalam pembinaan masyarakat di tingkat Desa.
41. Penghasilan tetap adalah jumlah penerimaan dan penghasilan yang sah dan diberikan secara teratur setiap bulannya.
42. Tunjangan adalah jumlah penerimaan atau bantuan keuangan yang
diberikan berdasarkan keadaan yang bersifat khusus yang diatur dalam Peraturan Desa.
Pasal 2 . . .
-6-
Pasal 2
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Pasal 3
Pengaturan Desa berasaskan:
a. rekognisi;
b. subsidiaritas;
c. keberagaman;
d. kebersamaan;
e. kegotongroyongan;
f. kekeluargaan;
g. musyawarah;
h. demokrasi;
i. kemandirian;
j. partisipasi;
k. kesetaraan;
l. pemberdayaan; dan
m. keberlanjutan.
Pasal 4
Pengaturan Desa bertujuan:
a. memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan
bagi seluruh rakyat Indonesia;
c. melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat Desa;
d. mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama;
e. membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif,
terbuka, serta bertanggung jawab;
f. meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna
mempercepat perwujudan kesejahteraan umum;
g. meningkatkan . . .
-7-
g. meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa guna mewujudkan masyarakat Desa yang mampu memelihara kesatuan
sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional;
h. memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan Daerah; dan
i. memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan.
BAB II PENATAAN DESA
Pasal 5
(1) Pemerintah Daerah dapat melakukan penataan Desa.
(2) Penataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan hasil evaluasi tingkat perkembangan Pemerintahan Desa sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam melakukan evaluasi dibentuk tim evaluasi yang ditetapkan dengan keputusan Bupati.
(4) Penataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan:
a. mewujudkan efektivitas penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
b. mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa;
c. mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik;
d. meningkatkan kualitas tata kelola Pemerintahan Desa; dan
e. meningkatkan daya saing Desa.
(5) Penataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pembentukan;
b. penggabungan;
c. penghapusan;
d. perubahan status; dan
e. Penetapan Desa.
Bagian Kesatu
Pembentukan Desa
Paragraf 1
Umum
Pasal 6
(1) Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4)
huruf a merupakan tindakan mengadakan Desa baru di luar Desa yang ada.
(2) Pembentukan Desa diprakarsai oleh:
a. Pemerintah; atau
b. Pemerintah Daerah.
Pasal 7 . . .
-8-
Pasal 7
(1) Usul prakarsa pembentukan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a untuk dibahas bersama-sama dengan Pemerintah Daerah.
(2) Desa yang dibentuk berdasarkan prakarsa oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditindaklanjuti oleh
pemerintahan Daerah dengan menetapkannya dalam Peraturan Daerah tentang pembentukan Desa setelah ditetapkanya Keputusan Menteri tentang persetujuan pembentukan Desa.
(3) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus sudah ditetapkan oleh Bupati dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun
sejak ditetapkanya Keputusan Menteri.
Pasal 8
(1) Pemerintah Daerah dalam memprakarsai pembentukan Desa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b berdasarkan
atas hasil evaluasi tingkat perkembangan Pemerintahan Desa.
(2) Pemerintah Daerah dalam memprakarsai pembentukan Desa harus mempertimbangkan prakarsa masyarakat Desa, asal usul, adat istiadat,
kondisi sosial budaya masyarakat Desa, serta kemampuan dan potensi Desa.
(3) Pembentukan Desa oleh Pemerintah Daerah dapat berupa:
a. pemekaran dari 1 (satu) Desa menjadi 2 (dua) Desa atau lebih; atau
b. penggabungan bagian Desa dari Desa yang bersanding menjadi 1 (satu) Desa atau penggabungan beberapa Desa menjadi 1 (satu) Desa baru.
Pasal 9
Pembentukan Desa harus memenuhi syarat:
a. batas usia Desa induk paling sedikit 5 (lima) tahun terhitung sejak
pembentukan;
b. jumlah penduduk paling sedikit 6.000 (enam ribu) jiwa atau 1.200 (seribu dua ratus) kepala keluarga;
c. wilayah kerja yang memiliki akses transportasi antar wilayah;
d. sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan hidup
bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat Desa;
e. memiliki potensi yang meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya ekonomi pendukung;
f. batas wilayah Desa yang dinyatakan dalam bentuk peta Desa yang telah ditetapkan dalam peraturan Bupati;
g. sarana dan prasarana bagi Pemerintahan Desa dan pelayanan publik;
dan
h. tersedianya . . .
-9-
h. tersedianya dana operasional, penghasilan tetap, dan tunjangan lainnya bagi perangkat Pemerintah Desa sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Paragraf 2
Pembentukan Desa melalui Pemekaran Desa
Pasal 10 Pemerintah Daerah dalam melakukan pembentukan Desa melalui
pemekaran Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf a wajib menyosialisasikan rencana pemekaran Desa kepada Pemerintah Desa
induk dan masyarakat Desa yang bersangkutan.
Pasal 11
(1) Rencana pemekaran Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
dibahas oleh BPD induk dalam musyawarah Desa untuk mendapatkan
kesepakatan.
(2) Hasil kesepakatan musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi Bupati dalam melakukan pemekaran Desa.
(3) Hasil kesepakatan musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) disampaikan secara tertulis oleh Kepala Desa kepada Bupati.
Pasal 12
(1) Bupati setelah menerima hasil kesepakatan musyawarah Desa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) membentuk tim pembentukan Desa persiapan.
(2) Tim pembentukan Desa persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit terdiri atas:
a. unsur Pemerintah Daerah yang membidangi pemerintahan Desa,
pemberdayaan masyarakat, perencanaan pembangunan daerah, dan peraturan perundang-undangan;
b. Camat; dan
c. unsur akademisi di bidang pemerintahan, perencanaan pengembangan wilayah, pembangunan, dan sosial kemasyarakatan.
(3) Tim pembentukan Desa persiapan mempunyai tugas melakukan verifikasi persyaratan pembentukan Desa persiapan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Hasil tim pembentukan Desa persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan ke dalam bentuk rekomendasi yang menyatakan
layak-tidaknya dibentuk Desa persiapan.
(5) Dalam hal rekomendasi Desa persiapan dinyatakan layak, Bupati
menetapkan peraturan Bupati tentang pembentukan Desa persiapan.
Pasal 13 . . .
-10-
Pasal 13
(1) Desa persiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5) merupakan bagian dari wilayah Desa induk.
(2) Desa persiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5) dapat
ditingkatkan statusnya menjadi Desa dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak ditetapkan sebagai Desa persiapan.
(3) Peningkatan status sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan hasil evaluasi.
Pasal 14
(1) Bupati menyampaikan peraturan Bupati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5) kepada Gubernur untuk mendapatkan kode register Desa persiapan.
(2) Kode register Desa persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari kode Desa induknya.
(3) Apabila Gubernur sudah menerbitkan surat yang memuat kode register
Desa persiapan, surat tersebut dijadikan sebagai dasar bagi Bupati untuk mengangkat penjabat kepala Desa persiapan.
(4) Penjabat kepala Desa persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berasal dari unsur pegawai negeri sipil Pemerintah Daerah untuk masa jabatan paling lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang paling
banyak 2 (dua) kali dalam masa jabatan yang sama.
(5) Penjabat kepala Desa persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bertanggung jawab kepada Bupati melalui kepala Desa induknya.
(6) Penjabat kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) mempunyai tugas melaksanakan pembentukan Desa persiapan meliputi:
a. penetapan batas wilayah Desa sesuai dengan kaidah kartografis;
b. pengelolaan anggaran operasional Desa persiapan yang bersumber dari APB Desa induk;
c. pembentukan struktur organisasi;
d. pengangkatan perangkat Desa;
e. penyiapan fasilitas dasar bagi penduduk Desa;
f. pembangunan sarana dan prasarana Pemerintahan Desa;
g. pendataan bidang kependudukan, potensi ekonomi, inventarisasi
pertanahan serta pengembangan sarana ekonomi, pendidikan, dan kesehatan; dan
h. pembukaan akses perhubungan antar-Desa.
(7) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Penjabat kepala Desa mengikutsertakan partisipasi masyarakat Desa.
Pasal 15 . . .
-11-
Pasal 15
(1) Penjabat kepala Desa persiapan melaporkan perkembangan pelaksanaan Desa persiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (6) kepada:
a. Kepala Desa induk; dan
b. Bupati melalui camat.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi bahan
pertimbangan dan masukan bagi Bupati.
(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh Bupati
kepada tim untuk dikaji dan diverifikasi.
(5) Apabila hasil kajian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dinyatakan Desa persiapan tersebut layak menjadi Desa, Bupati
menyusun rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan Desa persiapan menjadi Desa.
(6) Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
dibahas bersama dengan DPRD.
(7) Apabila rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) disetujui bersama oleh Bupati dan DPRD, Bupati menyampaikan rancangan Peraturan Daerah kepada Gubernur untuk dievaluasi.
Pasal 16
(1) Dalam hal Gubernur memberikan persetujuan atas rancangan
Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (7), Pemerintah Daerah melakukan penyempurnaan dan penetapan menjadi
Peraturan Daerah dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) Hari.
(2) Dalam hal Gubernur menolak memberikan persetujuan terhadap rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
ayat (7), rancangan Peraturan Daerah tersebut tidak dapat disahkan dan tidak dapat diajukan kembali dalam jangka waktu 5 (lima) tahun
setelah penolakan oleh gubernur.
(3) Dalam hal gubernur tidak memberikan persetujuan atau tidak memberikan penolakan terhadap rancangan Peraturan Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (7), Bupati dapat mengesahkan rancangan peraturan daerah tersebut serta sekretaris daerah mengundangkannya dalam lembaran daerah.
(4) Dalam hal Bupati tidak menetapkan rancangan Peraturan Daerah yang telah disetujui oleh Gubernur, rancangan Peraturan Daerah tersebut
dalam jangka waktu 20 (dua puluh) Hari setelah tanggal persetujuan Gubernur dinyatakan berlaku dengan sendirinya.
Pasal 17 . . .
-12-
Pasal 17
(1) Peraturan Daerah tentang pembentukan Desa diundangkan setelah mendapat nomor registrasi dari gubernur dan kode Desa dari Menteri.
(2) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai
lampiran peta batas wilayah Desa.
Pasal 18 (1) Apabila hasil kajian dan verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
15 ayat (4) menyatakan Desa persiapan tersebut tidak layak menjadi Desa, Desa persiapan dihapus dan wilayahnya kembali ke Desa induk.
(2) Apabila hasil evaluasi Gubernur menolak memberikan persetujuan terhadap rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2), Desa persiapan dihapus dan wilayahnya kembali ke
Desa induk.
(3) Penghapusan dan pengembalian Desa persiapan ke Desa induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan
Peraturan Bupati.
Paragraf 3 Pembentukan Desa melalui Penggabungan Desa
Pasal 19
(1) Dua Desa atau lebih yang berbatasan dapat digabung menjadi Desa
baru berdasarkan kesepakatan Desa yang bersangkutan dengan memperhatikan persyaratan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Penggabungan Desa dapat dilakukan dalam 2 (dua) atau lebih wilayah Kecamatan dalam satu Kabupaten.
Pasal 20
Ketentuan mengenai pembentukan Desa melalui pemekaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 sampai dengan Pasal 18 berlaku secara mutatis
mutandis terhadap pembentukan Desa melalui penggabungan bagian Desa dari 2 (dua) Desa atau lebih yang bersanding menjadi 1 (satu) Desa baru.
Pasal 21
(1) Pembentukan Desa melalui penggabungan beberapa Desa menjadi 1 (satu) Desa baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf b dilakukan berdasarkan kesepakatan Desa yang bersangkutan.
(2) Kesepakatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihasilkan melalui mekanisme:
a. BPD yang bersangkutan menyelenggarakan musyawarah Desa;
b. hasil musyawarah Desa dari setiap Desa menjadi bahan kesepakatan penggabungan Desa;
c. hasil . . .
-13-
c. hasil kesepakatan musyawarah Desa ditetapkan dalam keputusan bersama BPD;
d. keputusan bersama BPD ditandatangani oleh para kepala Desa yang bersangkutan; dan
e. para kepala Desa secara bersama-sama mengusulkan
penggabungan Desa kepada Bupati dalam 1 (satu) usulan tertulis dengan melampirkan kesepakatan bersama.
(3) Penggabungan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Bagian Kedua Penghapusan Desa
Pasal 22
(1) Desa dapat dihapus karena bencana alam dan/atau kepentingan program nasional yang strategis.
(2) Penghapusan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjadi
wewenang Pemerintah.
Bagian Ketiga Perubahan Status
Paragraf 1 Umum
Pasal 23
Perubahan status meliputi:
a. Desa menjadi Kelurahan; dan
b. Kelurahan menjadi Desa.
Paragraf 2
Perubahan status Desa menjadi Kelurahan
Pasal 24
Perubahan status Desa menjadi Kelurahan harus memenuhi syarat:
a. luas wilayah tidak berubah;
b. jumlah penduduk paling sedikit 8.000 (delapan ribu) jiwa atau 1.600 (seribu enam ratus) kepala keluarga;
c. sarana dan prasarana pemerintahan bagi terselenggaranya pemerintahan Kelurahan;
d. potensi ekonomi berupa jenis, jumlah usaha jasa dan produksi serta
keanekaragaman mata pencaharian;
e. kondisi . . .
-14-
e. kondisi sosial budaya masyarakat berupa keanekaragaman status penduduk dan perubahan dari masyarakat agraris ke masyarakat
industri dan jasa; dan
f. meningkatnya kuantitas dan kualitas pelayanan.
Pasal 25
(1) Perubahan status Desa menjadi kelurahan dilakukan berdasarkan prakarsa Pemerintah Desa bersama BPD dengan memperhatikan saran dan pendapat masyarakat Desa setempat.
(2) Prakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas dan disepakati dalam musyawarah Desa.
(3) Kesepakatan hasil musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan ke dalam bentuk keputusan.
(4) Keputusan hasil musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
disampaikan oleh kepala Desa kepada Bupati sebagai usulan perubahan status Desa menjadi kelurahan.
(5) Bupati membentuk tim untuk melakukan kajian dan verifikasi usulan
kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(6) Hasil kajian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) menjadi
masukan bagi Bupati untuk menyetujui atau tidak menyetujui usulan perubahan status Desa menjadi kelurahan.
(7) Dalam hal Bupati menyetujui usulan perubahan status Desa menjadi
kelurahan, Bupati menyampaikan rancangan Peraturan Daerah mengenai perubahan status Desa menjadi kelurahan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk dibahas dan disetujui bersama.
(8) Pembahasan dan penetapan rancangan Peraturan Daerah mengenai perubahan status Desa menjadi kelurahan dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 26
(1) Kepala Desa, perangkat Desa, dan anggota BPD dari Desa yang diubah
statusnya menjadi kelurahan diberhentikan dengan hormat dari jabatannya.
(2) Kepala Desa, perangkat Desa, dan anggota BPD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberi penghargaan dan/atau pesangon sesuai dengan kemampuan keuangan pemerintah daerah.
(3) Pengisian jabatan lurah dan perangkat kelurahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berasal dari pegawai negeri sipil dari Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Perangkat Desa dari Desa yang diubah statusnya menjadi Kelurahan, dapat diusulkan melalui mekanisme kontrak sebagai pegawai
pemerintah berdasarkan perjanjian kerja sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 27 . . .
-15-
Pasal 27
Seluruh barang milik Desa dan sumber pendapatan Desa yang berubah menjadi Kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) menjadi kekayaan/ aset Pemerintah Daerah yang digunakan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di Kelurahan tersebut dan pendanaan Kelurahan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Pasal 28
(1) Penyerahan Aset Desa yang statusnya menjadi Kelurahan dilakukan dengan berita acara penyerahan dan perjanjian serah terima serta
dicatat dalam daftar inventaris barang Daerah.
(2) Ketentuan mengenai perubahan status Desa menjadi Kelurahan diatur dalam Peraturan Bupati.
Paragraf 3
Perubahan status Kelurahan menjadi Desa
Pasal 29
(1) Pemerintah Daerah dapat mengubah status kelurahan menjadi Desa
berdasarkan prakarsa masyarakat dan memenuhi persyaratan yang
ditentukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Kelurahan yang berubah status menjadi Desa, sarana dan prasarana menjadi milik Desa dan dikelola oleh Desa yang bersangkutan untuk
kepentingan masyarakat Desa.
(3) Pendanaan perubahan status kelurahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Pasal 30
(1) Perubahan status kelurahan menjadi Desa hanya dapat dilakukan bagi
kelurahan yang kehidupan masyarakatnya masih bersifat perdesaan.
(2) Perubahan status kelurahan menjadi Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat seluruhnya menjadi Desa atau sebagian menjadi
Desa dan sebagian menjadi kelurahan.
Pasal 31
Perubahan status Kelurahan menjadi Desa harus memenuhi persyaratan:
a. wilayahnya masih berkarakteristik Desa;
b. kondisi sosial budaya masyarakat masih berupa status penduduk perdesaan dan masyarakat agraris;
c. jumlah penduduk memenuhi syarat untuk menjadi Desa;
d. sarana dan prasarana pemerintahan bagi terselenggaranya
pemerintahan Desa dan pelayanan publik;
e. mempunyai batas wilayah yang jelas;
f. sosial . . .
-16-
f. sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan hidup bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat Desa;
g. memiliki potensi yang meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya ekonomi pendukung;
h. tersedianya dana operasional, penghasilan tetap, dan tunjangan lainnya
bagi perangkat Pemerintah Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
i. ketentuan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 32
Kelurahan yang berubah status menjadi Desa, maka Lurah dan
Perangkatnya kembali menjadi perangkat Daerah.
Bagian Ketiga
Penetapan Desa
Pasal 33
(1) Pemerintah Daerah melakukan inventarisasi Desa yang ada yang telah
mendapatkan kode desa.
(2) Dalam melakukan inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk tim inventarisasi yang ditetapkan dengan keputusan Bupati.
(3) Hasil inventarisasi Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijadikan dasar oleh Pemerintah Daerah untuk menetapkan Desa.
(4) Penetapan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
dengan Peraturan Daerah tersendiri.
Pasal 34
Ketentuan lebih lanjut mengenai penataan Desa diatur dengan Peraturan
Bupati.
BAB III KEWENANGAN DESA
Pasal 35
Kewenangan Desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa.
Pasal 36
Kewenangan Desa meliputi:
a. kewenangan berdasarkan hak asal usul;
b. kewenangan lokal berskala Desa;
c. kewenangan . . .
-17-
c. kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah; dan
d. kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 37
(1) Kewenangan berdasarkan hak asal usul sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36 huruf a paling sedikit terdiri atas:
a. sistem organisasi masyarakat adat;
b. pembinaan kelembagaan masyarakat;
c. pembinaan lembaga dan hukum adat;
d. pengelolaan tanah kas Desa; dan
e. pengembangan peran masyarakat Desa.
(2) Kewenangan lokal berskala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf b paling sedikit terdiri atas kewenangan:
a. pengelolaan tambatan perahu;
b. pengelolaan pasar Desa;
c. pengelolaan tempat pemandian umum;
d. pengelolaan jaringan irigasi;
e. pengelolaan lingkungan permukiman masyarakat Desa;
f. pembinaan kesehatan masyarakat dan pengelolaan pos pelayanan
terpadu;
g. pengembangan dan pembinaan sanggar seni dan belajar;
h. pengelolaan perpustakaan Desa dan taman bacaan;
i. pengelolaan embung Desa;
j. pengelolaan air minum berskala Desa; dan
k. pembuatan jalan Desa antarpermukiman ke wilayah pertanian.
(3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Bupati dapat menetapkan jenis kewenangan Desa berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang disesuaikan dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan lokal.
Pasal 38
(1) Dalam menetapkan jenis kewenangan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3) Bupati membentuk tim identifikasi dan inventarisasi kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan
lokal berskala Desa dengan melibatkan Desa.
(2) Berdasarkan hasil identifikasi dan inventarisasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Bupati menetapkan Peraturan Bupati tentang jenis kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Peraturan . . .
-18-
(3) Peraturan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditindaklanjuti oleh Pemerintah Desa dengan menetapkan peraturan Desa tentang
kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa sesuai dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan lokal.
Pasal 39
(1) Pelaksanaan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf a dan huruf b diatur dan diurus oleh Desa.
(2) Pelaksanaan kewenangan yang ditugaskan dan pelaksanaan kewenangan tugas lain dari Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36 huruf c dan huruf d diurus oleh Desa.
(3) Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah Daerah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 40
(1) Penugasan dari Pemerintah Daerah kepada Desa meliputi
penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
(2) Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai biaya.
Pasal 41
Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan Desa diatur dengan Peraturan
Bupati.
BAB IV
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA
Pasal 42
(1) Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa.
(2) Penyelenggaraan Pemerintahan Desa berdasarkan asas:
a. kepastian hukum;
b. tertib penyelenggaraan pemerintahan;
c. tertib kepentingan umum;
d. keterbukaan;
e. proporsionalitas;
f. profesionalitas;
g. akuntabilitas;
h. efisiensi dan efektivitas;
i. kearifan lokal;
j. keberagaman; dan
k. partisipatif.
Bagian Kesatu . . .
-19-
Bagian Kesatu Pemerintah Desa
Pasal 43
Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) adalah Kepala Desa yang dibantu oleh perangkat Desa.
Paragraf 1 Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
Pasal 44
Struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa terdiri dari:
a. Kepala Desa sebagai unsur pimpinan; dan
b. Perangkat Desa merupakan unsur pembantu Kepala Desa.
Paragraf 2
Tata Cara Penyusunan Stuktur Organisasi
Pasal 45
(1) Struktur organisasi Pemerintah Desa dibentuk dengan
mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:
a. jumlah penduduk;
b. luas wilayah atau jangkauan pelayanan;
c. kewenangan yang dimiliki Pemerintahan Desa;
d. karakteristik, potensi dan kebutuhan desa;
e. kemampuan keuangan desa.
(2) Struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa ditetapkan dalam Peraturan Desa yang berpedoman pada peraturan Bupati.
(3) Mengenai pedoman struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa
diatur lebih lanjut dalam peraturan Bupati.
(4) Penyusunan Rancangan Peraturan Desa tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa dilaksanakan oleh Kepala Desa
bersama BPD, dan dapat melibatkan Lembaga Kemasyarakatan Desa.
(5) Rancangan Peraturan Desa tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa dibahas dan disepakati bersama melalui Musyawarah Desa, dan kesepakatan hasil Musyawarah Desa dituangkan dalam
berita acara dan keputusan hasil musyawarah Rancangan Peraturan Desa tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa.
(6) Peraturan Desa tentang Struktur Organisasi Dan Tata Kerja Pemerintah
Desa sebelum ditetapkan oleh Kepala Desa disampaikan kepada Bupati melalui Camat untuk dievaluasi.
(7) Bupati dapat mendelegasikan evaluasi rancangan peraturan Desa tentang Struktur Organisasi Dan Tata Kerja Pemerintah Desa kepada
camat.
(7) Peraturan . . .
-20-
(8) Peraturan Desa tentang Struktur Organisasi Dan Tata Kerja Pemerintah Desa yang telah ditetapkan oleh Kepala Desa disampaikan kepada
Bupati melalui Camat selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak ditetapkannya Peraturan Desa.
(9) Apabila Peraturan Desa tentang Struktur Organisasi Dan Tata Kerja Pemerintah Desa bertentangan dengan peraturan perundang–undangan
yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan melanggar hak asasi manusia, maka Bupati sesuai dengan kewenangannya dapat
membatalkan.
Bagian Kedua Kepala Desa
Paragraf 1
Tugas, Wewenang, Hak dan Kewajiban
Pasal 46
(1) Kepala Desa bertugas menyelenggarakan Pemerintahan Desa,
melaksanakan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa berwenang:
a. memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
b. mengangkat dan memberhentikan perangkat Desa;
c. memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan dan Aset Desa;
d. menetapkan Peraturan Desa;
e. menetapkan APBDesa;
f. membina kehidupan masyarakat Desa;
g. membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa;
h. membina dan meningkatkan perekonomian Desa serta mengintegrasikannya agar mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Desa;
i. mengembangkan sumber pendapatan Desa;
j. mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan
negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa;
k. mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat Desa;
l. memanfaatkan teknologi tepat guna;
m. mengoordinasikan Pembangunan Desa secara partisipatif;
n. mewakili Desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk
kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
o. melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam . . .
-21-
(3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa berhak:
a. mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa;
b. mengajukan rancangan dan menetapkan Peraturan Desa;
c. menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan
penerimaan lainnya yang sah, serta mendapat jaminan kesehatan;
d. mendapatkan pelindungan hukum atas kebijakan yang
dilaksanakan; dan
e. memberikan mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban lainnya kepada perangkat Desa.
(4) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa berkewajiban:
a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika;
b. meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa;
c. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa;
d. menaati dan menegakkan peraturan perundang-undangan;
e. melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender;
f. melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme;
g. menjalin kerja sama dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan di Desa;
h. menyelenggarakan administrasi Pemerintahan Desa yang baik;
i. mengelola Keuangan dan Aset Desa;
j. melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
Desa;
k. menyelesaikan perselisihan masyarakat di Desa;
l. mengembangkan perekonomian masyarakat Desa;
m. membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat Desa;
n. memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di
Desa;
o. mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup; dan
p. memberikan informasi kepada masyarakat Desa.
(5) Kepala Desa dalam melaksanakan tugas, wewenang, hak dan kewajiban Kepala Desa harus bersikap dan bertindak adil, dan tidak diskriminatif
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Paragraf 2 . . .
-22-
Paragraf 2 Masa Jabatan Kepala Desa
Pasal 47
(1) Kepala Desa memegang jabatan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan.
(2) Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjabat paling lama 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.
(3) Ketentuan periodisasi masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku di seluruh wilayah Indonesia.
(4) Ketentuan periodisasi masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk masa jabatan kepala Desa yang dipilih melalui musyawarah Desa.
(5) Dalam hal kepala Desa mengundurkan diri sebelum habis masa jabatannya atau diberhentikan, kepala Desa dianggap telah menjabat 1 (satu) periode masa jabatan.
Paragraf 3
Laporan Kepala Desa
Pasal 48
Dalam melaksanakan tugas, kewenangan, hak, dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, Kepala Desa wajib:
a. menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa setiap akhir tahun anggaran kepada Bupati;
b. menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa pada akhir masa jabatan kepada Bupati;
c. menyampaikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan
Desa secara tertulis kepada BPD setiap akhir tahun anggaran; dan
d. memberikan dan/atau menyebarkan informasi penyelenggaraan
pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat Desa setiap akhir tahun anggaran.
Pasal 49
(1) Laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 48 huruf a disampaikan kepada Bupati melalui camat paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran.
(2) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. pertanggungjawaban penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
b. pertanggungjawaban pelaksanaan pembangunan;
c. pelaksanaan pembinaan kemasyarakatan; dan
d. pelaksanaan pemberdayaan masyarakat.
(3) Laporan . . .
-23-
(3) Laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai bahan evaluasi oleh Bupati untuk
dasar pembinaan dan pengawasan.
Pasal 50
(1) Kepala Desa wajib menyampaikan laporan penyelenggaraan
Pemerintahan Desa pada akhir masa jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf b kepada Bupati melalui Camat.
(2) Laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disampaikan dalam jangka waktu 5 (lima) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan.
(3) Laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. ringkasan laporan tahun-tahun sebelumnya;
b. rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa dalam jangka waktu untuk 5 (lima) bulan sisa masa jabatan;
c. hasil yang dicapai dan yang belum dicapai; dan
d. hal yang dianggap perlu perbaikan.
(4) Pelaksanaan atas rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dilaporkan oleh kepala Desa kepada Bupati dalam memori serah terima jabatan.
Pasal 51 (1) Kepala Desa menyampaikan laporan keterangan penyelenggaraan
Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf c setiap akhir tahun anggaran kepada BPD secara tertulis paling lambat
3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran.
(2) Laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat pelaksanaan peraturan
Desa.
(3) Laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh BPD dalam melaksanakan fungsi pengawasan kinerja kepala Desa.
Pasal 52 Kepala Desa menginformasikan kepada masyarakat Desa secara tertulis
dan dengan media informasi yang mudah diakses oleh masyarakat mengenai penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
Pasal 53
Ketentuan lebih lanjut mengenai laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa diatur dalam Peraturan Bupati.
Pasal 54 . . .
-24-
Pasal 54
(1) Kepala Desa yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (4) dan Pasal 48 dikenai sanksi
administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis.
(2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan
dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.
Paragraf 4 Larangan Kepala Desa
Pasal 55
Kepala Desa dilarang:
a. merugikan kepentingan umum;
b. membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu;
c. menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya;
d. melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan masyarakat tertentu;
e. melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat Desa;
f. melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau
tindakan yang akan dilakukannya;
g. menjadi pengurus partai politik;
h. menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang;
i. merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota BPD, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan
Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan;
j. ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala Daerah;
k. melanggar sumpah/janji jabatan;
l. meninggalkan tugas selama 30 (tiga puluh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
m. menyalahgunakan narkoba;
n. melakukan perbuatan asusila;
o. melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT);
p. melakukan perjudian; dan
q. melanggar ketentuan peraturan perundangan-undangan;
Pasal 56 . . .
-25-
Pasal 56
(1) Kepala Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis.
(2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan
dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.
Paragraf 4
Pelaksana Tugas Harian Kepala Desa
Pasal 57
(1) Dalam hal Kepala Desa berhalangan melaksanakan tugas harian, maka
Sekretaris Desa dapat melaksanakan tugas harian sebagai pelaksana harian Kepala Desa.
(2) Dalam hal Kepala Desa berhalangan secara berturut-turut paling lama
60 (enam puluh) hari, maka Camat dapat menunjuk Sekretaris Desa sebagai pelaksana tugas Kepala Desa.
(3) Apabila Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud ayat (2) dinyatakan berhalangan tetap karena sakit, maka Camat dapat menunjuk pelaksana tugas Kepala Desa dari pegawai negeri sipil.
Paragraf 5
Pemberhentian Kepala Desa
Pasal 58
(1) Kepala Desa berhenti karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri; atau
c. diberhentikan.
(2) Kepala Desa diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:
a. berakhir masa jabatannya;
b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan;
c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala Desa;
d. melanggar larangan sebagai kepala Desa;
e. adanya perubahan status Desa menjadi kelurahan, penggabungan
2 (dua) Desa atau lebih menjadi 1 (satu) Desa baru, atau penghapusan Desa;
f. tidak melaksanakan kewajiban sebagai kepala Desa; atau
g. dinyatakan sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
(3) Apabila . . .
-26-
(3) Apabila kepala Desa berhenti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPD melaporkan kepada Bupati melalui Camat.
(4) Pemberhentian kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan keputusan Bupati.
Pasal 59
Kepala Desa diberhentikan sementara oleh Bupati setelah dinyatakan sebagai terdakwa yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun berdasarkan register perkara di pengadilan.
Pasal 60
Kepala Desa diberhentikan sementara oleh Bupati setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana korupsi, terorisme, makar, dan/atau
tindak pidana terhadap keamanan negara.
Pasal 61
Kepala Desa yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 59 dan Pasal 60 diberhentikan oleh Bupati setelah dinyatakan sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Pasal 62
(1) Kepala Desa yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan Pasal 60 setelah melalui proses peradilan ternyata
terbukti tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penetapan putusan pengadilan diterima oleh Kepala Desa, Bupati
merehabilitasi dan mengaktifkan kembali Kepala Desa yang bersangkutan sebagai Kepala Desa sampai dengan akhir masa
jabatannya.
(2) Apabila Kepala Desa yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah berakhir masa jabatannya, Bupati harus
merehabilitasi nama baik Kepala Desa yang bersangkutan.
Pasal 63
Dalam hal Kepala Desa diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59 dan Pasal 60, Sekretaris Desa melaksanakan tugas dan kewajiban Kepala Desa sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Pasal 64 . . .
-27-
Pasal 64
(1) Dalam hal sisa masa jabatan Kepala Desa yang berhenti tidak lebih dari 1 (satu) tahun karena diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) huruf a dan huruf b serta ayat (2) huruf b, huruf c,
huruf d, huruf f, dan huruf g, Bupati mengangkat pegawai negeri sipil dari Pemerintah Daerah sebagai penjabat Kepala Desa sampai
terpilihnya Kepala Desa yang baru.
(2) Dalam hal sisa masa jabatan Kepala Desa yang diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 tidak lebih dari 1 (satu) tahun, Bupati mengangkat pegawai negeri sipil dari Pemerintah Daerah sebagai
penjabat Kepala Desa sampai dengan terpilihnya Kepala Desa.
Pasal 65
(1) Dalam hal sisa masa jabatan kepala Desa yang berhenti lebih dari 1
(satu) tahun karena diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
58 ayat (1) huruf a dan huruf b serta ayat (2) huruf b, huruf c, huruf d, huruf f, dan huruf g, Bupati mengangkat pegawai negeri sipil dari
Pemerintah Daerah sebagai penjabat Kepala Desa sampai terpilihnya Kepala Desa yang baru melalui hasil musyawarah Desa.
(2) Dalam hal sisa masa jabatan Kepala Desa yang diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 lebih dari 1 (satu) tahun,
Bupati mengangkat pegawai negeri sipil dari Pemerintah Daerah sebagai penjabat Kepala Desa sampai terpilihnya Kepala Desa yang baru melalui hasil musyawarah Desa.
Pasal 66
(1) Dalam hal terjadi kebijakan penundaan pelaksanaan pemilihan Kepala
Desa, Kepala Desa yang habis masa jabatannya tetap diberhentikan
dan selanjutnya Bupati mengangkat penjabat Kepala Desa.
(2) Bupati mengangkat penjabat Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dari pegawai negeri sipil dari Pemerintah Daerah.
Pasal 67
(1) Pegawai negeri sipil yang diangkat sebagai penjabat Kepala Desa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64, Pasal 65, dan Pasal 66 ayat (2)
paling sedikit harus memahami bidang kepemimpinan dan teknis pemerintahan.
(2) Penjabat Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban serta memperoleh hak yang sama dengan Kepala Desa.
Pasal 68
(1) Kepala Desa yang berstatus pegawai negeri sipil apabila berhenti
sebagai Kepala Desa dikembalikan kepada instansi induknya.
(2) Kepala Desa . . .
-28-
(2) Kepala Desa yang berstatus pegawai negeri sipil apabila telah mencapai batas usia pensiun sebagai pegawai negeri sipil diberhentikan dengan
hormat sebagai pegawai negeri sipil dengan memperoleh hak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 69
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian kepala Desa diatur dalam Peraturan Bupati.
Paragraf 6 Penyelidikan dan penyidikan Kepala Desa
Pasal 70
(1) Penyelidikan dan Penyidikan Kepala Desa yang diduga melakukan tindak pidana dilakukan setelah mendapatkan ijin tertulis dari Bupati.
(2) Ijin tertulis dari Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku bagi Kepala Desa tertangkap tangan melakukan tindak pidana.
(3) Apabila Kepala Desa tertangkap tangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) aparat penegak hukum menyampaikan laporan kepada Bupati.
(4) Ketentuan mengenai Penyelidikan dan Penyidikan Kepala Desa sesuai dengan peraturan perudang-undangan.
Bagian Ketiga
Perangkat Desa
Pasal 71
(1) Perangkat Desa terdiri atas:
a. sekretariat Desa;
b. pelaksana kewilayahan; dan
c. pelaksana teknis.
(2) Perangkat Desa berkedudukan sebagai unsur pembantu Kepala Desa.
Pasal 72
(1) Perangkat Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1)
bertugas membantu Kepala Desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.
(2) Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Kepala Desa setelah dikonsultasikan dengan Camat atas nama Bupati.
(3) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, perangkat Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Kepala Desa.
Pasal 73 . . .
-29-
Pasal 73
(1) Sekretariat Desa dipimpin oleh sekretaris Desa dibantu oleh unsur staf sekretariat yang bertugas membantu kepala Desa dalam bidang administrasi pemerintahan.
(2) Sekretariat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak terdiri atas 3 (tiga) bidang urusan.
(3) Ketentuan mengenai bidang urusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 74
(1) Pelaksana kewilayahan merupakan unsur pembantu kepala Desa sebagai satuan tugas kewilayahan.
(2) Jumlah pelaksana kewilayahan ditentukan secara proporsional antara
pelaksana kewilayahan yang dibutuhkan dan kemampuan keuangan Desa.
(3) Pelaksana kewilayahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin
oleh Jaro yang membawahi bagian wilayah Desa.
Pasal 75 (1) Pelaksana teknis merupakan unsur pembantu kepala Desa sebagai
pelaksana tugas operasional.
(2) Pelaksana teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak terdiri atas 3 (tiga) seksi.
(3) Ketentuan mengenai pelaksana teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati.
Paragraf 1
Larangan Perangkat Desa
Pasal 76
Perangkat Desa dilarang:
a. merugikan kepentingan umum;
b. membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu;
c. menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya;
d. melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan masyarakat tertentu;
e. melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat Desa;
f. melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau
tindakan yang akan dilakukannya;
g. menjadi pengurus partai politik;
h. menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang;
i. merangkap . . .
-30-
i. merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota BPD, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan
Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan;
j. ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala Daerah;
k. melanggar sumpah/janji jabatan;
l. meninggalkan tugas selama 60 (enam puluh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan;
m. menyalahgunakan narkoba;
n. melakukan perbuatan asusila;
o. melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT);
p. melakukan perjudian; dan
q. melanggar ketentuan peraturan perundangan-undangan;
Pasal 77
(1) Perangkat Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 76 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis.
(2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.
Paragraf 2
Pengangkatan Perangkat Desa
Pasal 78
(1) Perangkat Desa diangkat dari warga Desa yang memenuhi persyaratan:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika;
c. berpendidikan paling rendah sekolah menengah umum atau yang
sederajat;
d. berusia 20 (dua puluh) tahun sampai dengan 42 (empat puluh
dua) tahun;
e. terdaftar sebagai penduduk Desa dan bertempat tinggal di Desa paling kurang 1 (satu) tahun;
f. mempunyai pengetahuan tentang teknis pemerintahan;
g. mempunyai kemampuan di bidang administrasi perkantoran;
h. bersedia diangkat menjadi perangkat desa;
i. memahami . . .
-31-
i. memahami sosial budaya masyarakat setempat;
j. tidak sedang menjalani hukuman pidana penjara;
k. berbadan sehat.
(2) Persyaratan untuk menjadi sekretaris Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 73 ayat (1) selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pernah menjabat sebagai perangkat teknis
dan kewilayahan di Desa paling sedikit 3 (tiga) tahun atau yang memiliki pengalaman di bidang pemerintahan.
Pasal 79
Pengangkatan perangkat Desa dilaksanakan dengan mekanisme sebagai
berikut:
a. Kepala Desa melakukan penjaringan dan penyaringan atau seleksi
calon perangkat Desa;
b. Kepala Desa melakukan konsultasi dengan Camat mengenai pengangkatan perangkat Desa;
c. Camat memberikan rekomendasi tertulis yang memuat mengenai calon perangkat Desa yang telah dikonsultasikan dengan kepala Desa; dan
d. rekomendasi tertulis Camat dijadikan dasar oleh Kepala Desa dalam pengangkatan perangkat Desa dengan keputusan Kepala Desa.
Pasal 80
(1) Pegawai negeri sipil yang akan diangkat menjadi perangkat Desa harus
mendapatkan izin tertulis dari pejabat pembina kepegawaian.
(2) Dalam hal pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terpilih dan diangkat menjadi perangkat Desa, yang bersangkutan dibebaskan sementara dari jabatannya selama menjadi perangkat Desa tanpa kehilangan hak sebagai pegawai negeri sipil.
Paragraf 3
Pemberhentian Perangkat Desa
Pasal 81
(1) Perangkat Desa berhenti karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri; atau
c. diberhentikan.
(2) Perangkat Desa yang diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:
a. usia telah genap 60 (enam puluh) tahun;
b. berhalangan tetap;
c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai perangkat Desa; atau
d. melanggar larangan sebagai perangkat Desa.
Pasal 82 . . .
-32-
Pasal 82
Pemberhentian perangkat Desa dilaksanakan dengan mekanisme sebagai berikut:
a. kepala Desa melakukan konsultasi dengan camat mengenai
pemberhentian perangkat Desa;
b. camat memberikan rekomendasi tertulis yang memuat mengenai
pemberhentian perangkat Desa yang telah dikonsultasikan dengan kepala Desa; dan
c. rekomendasi tertulis camat dijadikan dasar oleh kepala Desa dalam
pemberhentian perangkat Desa dengan keputusan kepala Desa.
Pasal 83
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkatan dan pemberhentian
perangkat Desa diatur dalam Peraturan Bupati.
Pasal 84
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, perangkat desa wajib
bersikap dan bertindak adil, dan tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara efisien dan efektif.
Pasal 85
Pengawasan dan pembinaan terhadap perangkat desa dilakukan oleh Kepala
Desa dan/atau Sekretaris Desa secara berjenjang sesuai kewenangannya.
Bagian Keempat
Penghasilan Pemerintah Desa
Pasal 86
(1) Kepala Desa dan perangkat Desa memperoleh penghasilan tetap setiap
bulan.
(2) Selain penghasilan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa dan perangkat Desa memperoleh jaminan kesehatan dan dapat
memperoleh penerimaan lainnya yang sah.
(3) Pemerintah Daerah dapat mengintegrasikan jaminan kesehatan Kepala
Desa dan perangkat Desa sesuai dengan kemampuan keuangan Daerah.
Pasal 87
(1) Penghasilan tetap Kepala Desa dan perangkat Desa dianggarkan dalam
APB Desa yang bersumber dari ADD.
(2) Pengalokasian . . .
-33-
(2) Pengalokasian ADD untuk penghasilan tetap Kepala Desa dan perangkat Desa menggunakan penghitungan sebagai berikut:
a. ADD yang berjumlah kurang dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) digunakan maksimal 60% (enam puluh perseratus);
b. ADD yang berjumlah Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
sampai dengan Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) digunakan maksimal 50% (lima puluh perseratus);
c. ADD yang berjumlah lebih dari Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) sampai dengan Rp900.000.000,00 (sembilan ratus juta rupiah) digunakan maksimal 40% (empat puluh perseratus); dan
d. ADD yang berjumlah lebih dari Rp900.000.000,00 (sembilan ratus juta rupiah) digunakan maksimal 30% (tiga puluh perseratus).
(3) Pengalokasian batas maksimal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan mempertimbangkan efisiensi, jumlah perangkat, kompleksitas tugas pemerintahan, dan letak geografis.
(4) Bupati menetapkan besaran penghasilan tetap:
a. kepala Desa;
b. sekretaris Desa paling sedikit 70% (tujuh puluh perseratus) dari
penghasilan tetap kepala Desa per bulan; dan
c. perangkat Desa selain sekretaris Desa paling sedikit 50% (lima
puluh perseratus) dari penghasilan tetap kepala Desa per bulan.
(5) Besaran penghasilan tetap kepala Desa dan perangkat desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan peraturan
Bupati.
Pasal 88
(1) Selain menerima penghasilan tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal
87, kepala Desa dan perangkat Desa menerima tunjangan dan penerimaan lain yang sah.
(2) Tunjangan dan penerimaan lain yang sah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat bersumber dari APB Desa dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Besaran tunjangan dan penerimaan lain yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
Bagian Kelima Pakaian Dinas, Atribut dan Penghargaan
Pasal 89
(1) Kepala Desa dan Perangkat Desa dalam melaksanakan tugasnya diwajibkan mengenakan pakaian dinas dan atribut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemerintah Daerah dapat memberikan penghargaan kepada Kepala
Desa Perangkat Desa yang berprestasi dan yang purnabakti.
(3) Ketentuan . . .
-34-
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pakaian dinas, atribut dan penghargaan kepada Kepala Desa dan Perangkat Desa diatur dalam
Peraturan Bupati.
BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN DESA DAN MASYARAKAT DESA
Pasal 90
(1) Desa berhak:
a. mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan
hak asal usul, adat istiadat, dan nilai sosial budaya masyarakat Desa;
b. menetapkan dan mengelola kelembagaan Desa; dan
c. mendapatkan sumber pendapatan.
(2) Desa berkewajiban:
a. melindungi dan menjaga persatuan, kesatuan, serta kerukunan
masyarakat Desa dalam rangka kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat Desa;
c. mengembangkan kehidupan demokrasi;
d. mengembangkan pemberdayaan masyarakat Desa; dan
e. memberikan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
Desa.
Pasal 91
(1) Masyarakat Desa berhak:
a. meminta dan mendapatkan informasi dari Pemerintah Desa serta mengawasi kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa;
b. memperoleh pelayanan yang sama dan adil;
c. menyampaikan aspirasi, saran, dan pendapat lisan atau tertulis secara bertanggung jawab tentang kegiatan penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa;
d. memilih, dipilih, dan/atau ditetapkan menjadi:
1. Kepala Desa;
2. perangkat Desa;
3. anggota BPD; atau
4. anggota lembaga kemasyarakatan Desa.
e. mendapatkan pengayoman dan perlindungan dari gangguan
ketentraman dan ketertiban di Desa.
(2) Masyarakat . . .
-35-
(2) Masyarakat Desa berkewajiban:
a. membangun diri dan memelihara lingkungan Desa;
b. mendorong terciptanya kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa yang
baik;
c. mendorong terciptanya situasi yang aman, nyaman, dan tenteram
di Desa;
d. memelihara dan mengembangkan nilai permusyawaratan, permufakatan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan di Desa; dan
e. berpartisipasi dalam berbagai kegiatan di Desa.
BAB VI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA
Bagian Kesatu Kedudukan dan Fungsi BPD
Pasal 92
(1) BPD berkedudukan sebagai lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan di Desa.
(2) Dalam melaksanakan fungsi pemerintahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), BPD mempunyai fungsi:
a. membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa;
b. menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan
c. melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.
Bagian Kedua
Pengisian Keanggotaan BPD
Pasal 93
(1) Anggota BPD merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan
keterwakilan wilayah yang pengisiannya dilakukan secara demokratis.
(2) Masa keanggotaan BPD selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah/janji.
(3) Anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipilih untuk
masa keanggotaan paling banyak 3 (tiga) kali secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.
(4) Ketentuan masa keanggotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) termasuk masa keanggotaan BPD antar waktu yang dipilih melalui musyawarah Desa.
(5) Dalam hal anggota BPD mengundurkan diri sebelum habis masa keanggotaan atau diberhentikan, anggota BPD dianggap telah
menduduki 1 (satu) kali masa keanggotaan.
Pasal 94 . . .
-36-
Pasal 94
Persyaratan calon anggota BPD adalah:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika;
c. berusia paling rendah 20 (dua puluh) tahun atau sudah pernah menikah;
d. berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah pertama atau sederajat;
e. bukan sebagai perangkat Pemerintah Desa;
f. bersedia dicalonkan menjadi anggota BPD; dan
g. wakil penduduk Desa yang dipilih secara demokratis.
Pasal 95
(1) Pengisian keanggotaan BPD dilaksanakan secara demokratis melalui proses musyawarah perwakilan dengan menjamin keterwakilan
perempuan.
(2) Dalam rangka proses musyawarah perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Desa membentuk panitia pengisian keanggotaan
BPD dan ditetapkan dengan keputusan kepala Desa.
(3) Panitia Pengisian keanggotaan BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibentuk melalui Musyawarah Desa.
(4) Panitia pengisian anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur perangkat Desa dan unsur masyarakat lainnya
dengan jumlah anggota dan komposisi yang proporsional.
Pasal 96
(1) Panitia pengisian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (3)
melakukan penjaringan dan penyaringan bakal calon anggota BPD dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sebelum masa keanggotaan BPD berakhir.
(2) Panitia pengisian menetapkan calon anggota BPD yang jumlahnya sama atau lebih dari anggota BPD yang dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum masa keanggotaan BPD berakhir.
(3) Calon anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipilih dalam proses musyawarah perwakilan oleh unsur masyarakat yang
mempunyai hak pilih.
(4) Jumlah anggota BPD ditetapkan dengan jumlah gasal, paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 9 (sembilan) orang, dengan
memperhatikan wilayah, perempuan, penduduk, dan kemampuan Keuangan Desa.
(5) Hasil . . .
-37-
(5) Hasil musyawarah perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh panitia pengisian anggota BPD kepada Kepala Desa
paling lama 7 (tujuh) Hari sejak ditetapkannya hasil musyawarah perwakilan.
(6) Hasil musyawarah perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati paling lama 7 (tujuh) Hari
sejak diterimanya hasil pemilihan dari panitia pengisian untuk diresmikan oleh Bupati.
Pasal 97 (1) Peresmian anggota BPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (6)
ditetapkan dengan keputusan Bupati paling lama 30 (tiga puluh) Hari sejak diterimanya laporan hasil musyawarah perwakilan dari Kepala
Desa.
(2) Peresmian anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilimpahkan kepada Camat.
(3) Anggota BPD sebelum memangku jabatannya bersumpah/berjanji secara bersama-sama di hadapan masyarakat dan dipandu oleh Bupati
atau pejabat yang ditunjuk paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkannya keputusan Bupati tentang peresmian anggota BPD.
(4) Susunan kata sumpah/janji anggota BPD sebagai berikut:
”Demi Allah/Tuhan, saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan
memenuhi kewajiban saya selaku anggota Badan Permusyawaratan Desa dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, dan seadil-adilnya; bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan
mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara, dan bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta melaksanakan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya yang berlaku bagi Desa, Daerah, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
(5) Susunan kata-kata sumpah/janji anggota BPD disesuaikan menurut
agama dan keyakinan masing-masing.
Pasal 98
(1) Masa keanggotaan BPD berhenti bersama-sama pada saat masa
keanggotaan BPD baru mengucapkan sumpah/janji.
(2) Dalam hal Pengucapan sumpah/janji anggota BPD tidak dapat
dilaksanakan tepat waktu karena alasan-alasan yang dapat dipertanggungjawabkan dapat ditunda selama-lamanya 1 (satu) bulan
sejak masa keanggotan BPD lama berakhir dengan ketentuan anggota BPD yang bersangkutan tetap melaksanakan tugas.
Bagian Ketiga
Pimpinan BPD
Pasal 99
(1) Pimpinan BPD terdiri atas 1 (satu) orang ketua, 1 (satu) orang wakil
ketua, dan 1 (satu) orang sekretaris.
(2) Pimpinan . . .
-38-
(2) Pimpinan BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota BPD secara langsung dalam rapat BPD yang diadakan
secara khusus.
(3) Rapat pemilihan pimpinan BPD untuk pertama kali dipimpin oleh anggota tertua dan dibantu oleh anggota termuda.
(4) Rapat pemilihan pimpinan BPD sebagaimana dimaksud ayat (3), dimuat dalam berita acara.
Bagian Keempat
Peraturan Tata Tertib BPD
Pasal 100
(1) BPD menyusun Peraturan tata tertib BPD
(2) Peraturan tata tertib BPD paling sedikit memuat:
a. waktu musyawarah BPD;
b. pengaturan mengenai pimpinan musyawarah BPD;
c. tata cara musyawarah BPD;
d. tata laksana dan hak menyatakan pendapat BPD dan anggota BPD; dan
e. pembuatan berita acara musyawarah BPD.
(3) Pengaturan mengenai waktu musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi:
a. pelaksanaan jam musyawarah;
b. tempat musyawarah;
c. jenis musyawarah; dan
d. daftar hadir anggota BPD.
(4) Pengaturan mengenai pimpinan musyawarah BPD sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:
a. penetapan pimpinan musyawarah apabila pimpinan dan anggota hadir lengkap;
b. penetapan pimpinan musyawarah apabila ketua BPD berhalangan hadir;
c. penetapan pimpinan musyawarah apabila ketua dan wakil ketua berhalangan hadir; dan
d. penetapan secara fungsional pimpinan musyawarah sesuai dengan
bidang yang ditentukan dan penetapan penggantian anggota BPD antarwaktu.
(5) Pengaturan mengenai tata cara musyawarah BPD sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi:
a. tata cara pembahasan rancangan peraturan Desa;
b. konsultasi . . .
-39-
b. konsultasi mengenai rencana dan program Pemerintah Desa;
c. tata cara mengenai pengawasan kinerja kepala Desa; dan
d. tata cara penampungan atau penyaluran aspirasi masyarakat.
(6) Pengaturan mengenai tata laksana dan hak menyatakan pendapat BPD sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf d meliputi:
a. pemberian pandangan terhadap pelaksanaan Pemerintahan Desa;
b. penyampaian jawaban atau pendapat kepala Desa atas pandangan
BPD;
c. pemberian pandangan akhir atas jawaban atau pendapat kepala Desa; dan
d. tindak lanjut dan penyampaian pandangan akhir BPD kepada Bupati melalui Camat.
(7) Pengaturan mengenai penyusunan berita acara musyawarah BPD sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf e meliputi:
a. penyusunan notulen rapat;
b. penyusunan berita acara;
c. format berita acara;
d. penandatanganan berita acara; dan
e. penyampaian berita acara.
Bagian Kelima Hak, Kewajiban dan Larangan BPD
Pasal 101
(1) BPD berhak :
a. mengawasi dan meminta keterangan tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada Pemerintah Desa;
b. menyatakan pendapat atas penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa; dan
c. mendapatkan biaya operasional pelaksanaan tugas dan fungsinya dari APBDesa.
(2) Anggota BPD berhak: .
a. mengajukan usul rancangan Peraturan Desa;
b. mengajukan pertanyaan;
c. menyampaikan usul dan/atau pendapat;
d. memilih dan dipilih; dan
e. mendapat tunjangan dari APB Desa atau tunjangan lain yang sah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 102 . . .
-40-
Pasal 102
(1) Pimpinan dan anggota BPD mempunyai hak untuk memperoleh tunjangan pelaksanaan tugas dan fungsi dan tunjangan lain sesuai peraturan perundang-undangan.
(2) Selain tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPD
memperoleh biaya operasional.
(3) BPD berhak memperoleh pengembangan kapasitas melalui pendidikan dan pelatihan, sosialisasi, pembimbingan teknis, dan kunjungan
lapangan.
(4) Pemerintah Daerah dapat memberikan penghargaan kepada pimpinan dan anggota BPD yang berprestasi.
Pasal 103
Anggota BPD wajib:
a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika;
b. melaksanakan kehidupan demokrasi yang berkeadilan gender dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
c. menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat Desa;
d. mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi,
kelompok, dan/atau golongan;
e. menghormati nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat Desa;
f. menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan Desa; dan
g. mempertahankan dan memelihara hukum nasional serta keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 104
anggota BPD dilarang :
a. merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat
Desa, dan mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat Desa;
b. melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau
tindakan yang akan dilakukannya;
c. menyalahgunakan wewenang;
d. melanggar sumpah/janji jabatan;
e. merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan perangkat Desa;
f. merangkap sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan;
g. sebagai . . .
-41-
g. sebagai pelaksana proyek Desa;
h. menjadi pengurus partai politik;
i. menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang. Dan/atau
j. menyalahgunakan narkoba;
k. melakukan perbuatan asusila;
l. melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT);
m. melakukan perjudian; dan
n. melanggar ketentuan peraturan perundangan-undangan;.
Bagian Keenam
Pengisian Keanggotaan BPD Antarwaktu
Pasal 105 (1) Pengisian keanggotaan BPD antarwaktu ditetapkan dengan keputusan
Bupati atas usul pimpinan BPD melalui kepala Desa.
(2) Masa keanggotaan berasal dari pengisian keanggotaan BPD antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sisa waktu masa
keanggotaan yang belum dijalankan oleh anggota BPD yang diadakan penggantian antar waktu.
Bagian Ketujuh
Pemberhentian Anggota BPD
Pasal 106
(1) Anggota BPD berhenti karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri; atau
c. diberhentikan.
(2) Anggota BPD diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c karena:
a. berakhir masa keanggotaan;
b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan;
c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota BPD; atau
d. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104.
(3) Pemberhentian anggota BPD diusulkan oleh pimpinan BPD kepada Bupati melalui Camat atas dasar hasil musyawarah BPD.
(4) Peresmian pemberhentian anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan keputusan Bupati.
(5) Peresmian pemberhentian anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat didelegasikan kepada Camat.
Bagian Kedelapan . . .
-42-
Bagian Kedelapan Penggantian Pimpinan BPD
Pasal 107
(1) Apabila pimpinan BPD berhenti atau diberhentikan sebelum masa keanggotaannya berakhir, maka diadakan penggantian pimpinan BPD.
(2) Mekanisme penggantian pimpinan BPD dipilih dari dan oleh anggota
BPD secara langsung dalam rapat BPD yang diadakan secara khusus.
(3) Hasil rapat penggantian pimpinan BPD sebagaimana dimaksud ayat (2), dimuat dalam berita acara.
Bagian Kesembilan Mekanisme musyawarah BPD
Pasal 108 (1) BPD dalam menggali, menampung dan menyalurkan aspirasi
masyarakat dilaksanakan melalui musyawarah BPD.
(2) Mekanisme musyawarah BPD sebagai berikut:
a. musyawarah BPD dipimpin oleh pimpinan BPD;
b. musyawarah BPD dinyatakan sah apabila dihadiri oleh paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota BPD;
c. pengambilan keputusan dilakukan dengan cara musyawarah guna
mencapai mufakat;
d. apabila musyawarah mufakat tidak tercapai, pengambilan keputusan dilakukan dengan cara pemungutan suara;
e. pemungutan suara sebagaimana dimaksud dalam huruf d
dinyatakan sah apabila disetujui oleh paling sedikit ½ (satu perdua) ditambah 1 (satu) dari jumlah anggota BPD yang hadir; dan
f. hasil musyawarah BPD ditetapkan dengan keputusan BPD dan
dilampiri notulen musyawarah yang dibuat oleh sekretaris BPD.
Pasal 109
Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, fungsi, kewenangan, hak dan kewajiban, pengisian keanggotaan, pemberhentian anggota, serta peraturan tata tertib BPD diatur dalam Peraturan Bupati.
Bagian Kesepuluh
Musyawarah Desa
Pasal 110
(1) Musyawarah Desa merupakan forum permusyawaratan yang diikuti
oleh BPD, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat Desa untuk memusyawarahkan hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
(2) Hal . . .
-43-
(2) Hal yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. penataan Desa;
b. perencanaan Desa;
c. kerja sama Desa;
d. rencana investasi yang masuk ke Desa;
e. pembentukan BUM Desa;
f. penambahan dan pelepasan Aset Desa; dan
g. kejadian luar biasa.
(3) Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
(4) Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibiayai dari
APB Desa.
Pasal 111
(1) Musyawarah Desa diselenggarakan oleh BPD yang difasilitasi oleh
Pemerintah Desa.
(2) Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diikuti oleh Pemerintah Desa, BPD, dan unsur masyarakat.
(3) Unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
a. tokoh adat;
b. tokoh agama;
c. tokoh masyarakat;
d. tokoh pendidikan;
e. perwakilan kelompok tani;
f. perwakilan kelompok nelayan;
g. perwakilan kelompok perajin;
h. perwakilan kelompok perempuan;
i. perwakilan kelompok pemerhati dan pelindungan anak; dan
j. perwakilan kelompok masyarakat miskin.
(4) Selain unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), musyawarah Desa dapat melibatkan unsur masyarakat lain sesuai
dengan kondisi sosial budaya masyarakat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata tertib dan mekanisme musyawarah Desa diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB VII . . .
-44-
BAB VII PEMILIHAN KEPALA DESA
Pasal 112
(1) Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Kabupaten.
(2) Pelaksanaan pemilihan Kepala Desa secara serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan mempertimbangkan kondisi objektif akhir masa jabatan Kepala Desa, jumlah Desa dan kemampuan
biaya pemilihan yang dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(3) Pemilihan kepala Desa secara serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan bergelombang paling banyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu 6 (enam) tahun.
(4) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan Kepala Desa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala Desa serentak, Bupati menunjuk penjabat kepala Desa.
(5) Penjabat kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berasal dari pegawai negeri sipil.
Pasal 113
(1) Dalam hal akan dilaksanakannya Pilkades, BPD melalui rapat pleno
BPD membuat berita acara perihal pemberitahuan kepada Kepala Desa mengenai masa jabatan Kepala Desa yang akan habis paling lama 6 (enam) bulan sebelum masa jabatannya berakhir.
(2) BPD mempersiapkan pembentukan Panitia Pilkades.
(3) Panitia Pilkades sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat mandiri
dan tidak memihak.
(4) Panitia Pilkades sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas unsur perangkat Desa, lembaga kemasyarakatan, dan tokoh masyarakat Desa.
Bagian Kesatu
Persyaratan Calon Kepala Desa
Pasal 114
Calon Kepala Desa wajib memenuhi persyaratan:
a. warga negara Republik Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika;
d. berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah pertama atau sederajat;
e. berusia paling rendah 25 tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada saat mendaftar;
f. memiliki . . .
-45-
f. memiliki dedikasi, komitmen dan loyalitas kepada Desa;
g. bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa;
h. terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal di Desa setempat paling sedikit 1 (satu) tahun pada saat mendaftar;
i. tidak sedang menjalani hukuman pidana penjara;
j. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan
tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali 5 (lima) tahun setelah selesai menjalani pidana penjara dan mengumumkan secara jujur dan terbuka kepada
publik bahwa yang bersangkutan pernah dipidana serta bukan sebagai pelaku kejahatan berulang-ulang;
k. tidak sedang dicabut hak pilihnya sesuai dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
l. berkelakuan baik;
m. berbadan sehat;
n. tidak pernah sebagai Kepala Desa selama 3 (tiga) kali masa jabatan;
o. telah lulus penyaringan persyaratan administrasi dan test tertulis
kompetensi dasar; dan
p. telah ditetapkan sebagai calon Kepala Desa yang berhak dipilih oleh
Panitia Pilkades.
Pasal 115
(1) Kepala Desa yang akan mencalonkan diri kembali diberi cuti sejak
ditetapkan sebagai calon sampai dengan selesainya pelaksanaan
penetapan calon terpilih.
(2) Dalam hal kepala Desa cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
sekretaris Desa melaksanakan tugas dan kewajiban kepala Desa.
Pasal 116
(1) Pegawai negeri sipil yang mencalonkan diri dalam pemilihan kepala
Desa harus mendapatkan izin tertulis dari pejabat pembina kepegawaian.
(2) Dalam hal pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terpilih dan diangkat menjadi kepala Desa, yang bersangkutan dibebaskan sementara dari jabatannya selama menjadi kepala Desa tanpa kehilangan hak sebagai pegawai negeri sipil.
Pasal 117
(1) Perangkat Desa atau anggota BPD yang mencalonkan diri dalam
pemilihan Kepala Desa diberi cuti terhitung sejak yang bersangkutan
terdaftar sebagai bakal calon kepala Desa sampai dengan selesainya pelaksanaan penetapan calon terpilih.
(2) Tugas . . .
-46-
(2) Tugas perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirangkap oleh perangkat Desa lainnya yang ditetapkan dengan keputusan Kepala
Desa.
Bagian Kedua
Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa
Pasal 118
(1) Kepala Desa dipilih langsung oleh penduduk Desa.
(2) Pemilihan Kepala Desa bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
(3) Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan melalui tahap pencalonan, pemungutan suara, dan penetapan.
(4) Dalam melaksanakan pemilihan Kepala Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), dibentuk panitia pemilihan Kepala Desa.
(5) Panitia pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bertugas mengadakan penjaringan dan penyaringan bakal calon berdasarkan
persyaratan yang ditentukan, melaksanakan pemungutan suara, menetapkan calon Kepala Desa terpilih, dan melaporkan pelaksanaan
pemilihan Kepala Desa.
(6) Biaya pemilihan Kepala Desa dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Pasal 119
Penduduk Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) yang pada hari pemungutan suara pemilihan Kepala Desa sudah berumur 17 (tujuh
belas) tahun atau sudah/ pernah menikah ditetapkan sebagai pemilih.
Pasal 120
(1) Bakal calon Kepala Desa yang telah memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ditetapkan sebagai calon Kepala Desa oleh panitia pemilihan Kepala Desa.
(2) Calon Kepala Desa yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diumumkan kepada masyarakat Desa di tempat umum sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat Desa.
(3) Calon Kepala Desa dapat melakukan kampanye sesuai dengan kondisi
sosial budaya masyarakat Desa dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 121
(1) Calon Kepala Desa yang dinyatakan terpilih adalah calon yang memperoleh suara terbanyak.
(2) Panitia pemilihan Kepala Desa menetapkan calon Kepala Desa terpilih.
Bagian Ketiga . . .
-47-
Bagian Ketiga Tata Cara Pemilihan Kepala Desa
Pasal 122
(1) Pemilihan kepala Desa dilaksanakan melalui tahapan:
a. persiapan;
b. pencalonan;
c. pemungutan suara; dan
d. penetapan.
(2) Tahapan persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas kegiatan:
a. pemberitahuan BPD kepada kepala Desa tentang akhir masa jabatan yang disampaikan 6 (enam) bulan sebelum berakhir masa jabatan;
b. pembentukan Panitia Pilkades oleh BPD ditetapkan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) Hari setelah pemberitahuan akhir masa jabatan;
c. laporan akhir masa jabatan Kepala Desa kepada Bupati disampaikan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) Hari setelah
pemberitahuan akhir masa jabatan;
d. perencanaan biaya pemilihan diajukan oleh Panitia Pilkades kepada Bupati melalui Camat dalam jangka waktu 30 (tiga puluh)
Hari setelah terbentuknya Panitia Pilkades; dan
e. persetujuan biaya pemilihan dari Bupati dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) Hari sejak diajukan oleh Panitia Pilkades.
(3) Tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas kegiatan:
a. pengumuman dan pendaftaran bakal calon dalam jangka waktu 9 (sembilan) Hari;
b. penelitian kelengkapan persyaratan administrasi, klarifikasi,
seleksi melalui test tertulis kompetensi dasar, serta penetapan dan pengumuman nama calon dalam jangka waktu 20 (dua puluh)
Hari;
c. penetapan calon Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada huruf b paling sedikit 2 (dua) orang dan paling banyak 5 (lima) orang calon;
d. penetapan daftar pemilih tetap untuk pelaksanaan pemilihan kepala Desa;
e. pelaksanaan kampanye calon kepala Desa dalam jangka waktu 3
(tiga) Hari; dan
f. masa tenang dalam jangka waktu 3 (tiga) Hari.
(4) Tahapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas kegiatan:
a. pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara;
b. penetapan calon yang memperoleh suara terbanyak; dan/atau
c. dalam . . .
-48-
c. dalam hal calon yang memperoleh suara terbanyak lebih dari 1 (satu) orang, calon terpilih ditetapkan berdasarkan wilayah
perolehan suara yang lebih luas.
(5) Tahapan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas kegiatan:
a. laporan Panitia Pilkades mengenai calon terpilih kepada BPD paling lambat 7 (tujuh) Hari setelah pemungutan suara;
b. laporan BPD mengenai calon terpilih kepada Bupati paling lambat 7 (tujuh) Hari setelah menerima laporan Panitia Pilkades;
c. Bupati menerbitkan keputusan mengenai pengesahan dan
pengangkatan Kepala Desa paling lambat 30 (tiga puluh) Hari sejak diterima laporan dari BPD; dan
d. Bupati atau pejabat lain yang ditunjuk melantik calon kepala Desa terpilih paling lambat 30 (tiga puluh) Hari sejak diterbitkan keputusan pengesahan dan pengangkatan kepala Desa dengan
tata cara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(6) Pejabat lain yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf d adalah wakil Bupati atau camat.
(7) Dalam hal terjadi perselisihan hasil pemilihan kepala Desa, Bupati wajib menyelesaikan perselisihan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh)
Hari.
(8) Dalam penyelesaian perselisihan hasil pemilihan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Bupati dapat membentuk Tim.
Bagian Keempat
Pelantikan Kepala Desa
Pasal 123
(1) Apabila Calon Kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122
ayat (5) huruf d tidak dapat dilantik karena alasan-alasan yang dapat
dipertanggung jawabkan, maka dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari berikutnya.
(2) Apabila Calon Kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 ayat (5) huruf d tidak dapat dilantik karena masa jabatan Kepala Desa yang lama belum berakhir, maka pelantikan Kepala Desa terpilih
dilaksanakan pada tanggal berakhirnya masa jabatan Kepala Desa yang lama.
(3) Apabila pelaksanaan pelantikan Kepala Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) jatuh pada hari libur, maka pelantikan dilaksanakan pada hari kerja berikutnya atau sehari sebelum hari libur.
Pasal 124
(1) Sebelum memangku jabatannya, Kepala Desa terpilih bersumpah/berjanji.
(2) Sumpah . . .
-49-
(2) Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai berikut:
“Demi Allah/Tuhan, saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya selaku Kepala Desa dengan sebaikbaiknya,
sejujur-jujurnya, dan seadil-adilnya; bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara; dan bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta melaksanakan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-
lurusnya yang berlaku bagi Desa, Daerah, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Pasal 125
(1) Dalam hal pelaksanaan pemilihan Kepala Desa dapat dibentuk tim
pengawas Pilkades atas prakarsa masyarakat Desa yang bersifat independen.
(2) Tim pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Desa dengan keanggotaan terdiri atas unsur perangkat Desa,
lembaga kemasyarakatan dan tokoh masyarakat setempat.
(3) Tim pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melaksanakan pengawasannya dapat bekerjasama dengan pihak lain.
(4) Tim pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertugas
mengawasi tahapan pencalonan dan pemungutan suara serta dapat memberikan masukan kepada Panitia Pilkades dan BPD.
Pasal 126
(1) Camat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan
pemilihan Kepala Desa pada wilayah kerjanya.
(2) Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Camat dapat melibatkan anggota forum koordinasi pimpinan di Kecamatan.
(3) Untuk mengawasi kelancaran pelaksanaan pemilihan Kepala Desa,
Camat dapat membentuk tim monitoring di tingkat Kecamatan.
(4) Tugas Tim monitoring sebagaimana dimaksud ayat (3) adalah:
a. memberikan penjelasan teknis pelaksanaan pemilihan Kepala Desa;
b. mengawasi proses pelaksanaan pemilihan Kepala Desa mulai dari
tahapan persiapan sampai dengan penetapan;
c. mengawasi penggunaan alokasi dana bantuan Pemilihan Kepala Desa;
d. melakukan identifikasi dan verifikasi ulang persyaratan calon yang
sudah ditetapkan oleh BPD;
e. mengevaluasi pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa dan pasca Pemilihan Kepala Desa;
f. memfasilitasi musyawarah penyelesaian sengketa Pemilihan Kepala
Desa; dan
g. memberikan saran dan pertimbangan kepada Camat terhadap laporan pelaksanaan pemilihan Kepala Desa.
Bagian Kelima . . .
-50-
Bagian Kelima Pengaduan dan Penyelesaian Masalah
Pasal 127
(1) Keberatan terhadap penetapan Panitia Pilkades atas hasil Pemilihan Kepala Desa hanya dapat diajukan oleh calon Kepala Desa kepada
Panitia Pilkades.
(2) Pengajuan keberatan sebagaimana diamksud pada ayat (1) paling lambat 3 (tiga) Hari setelah penetapan hasil Pemilihan Kepala Desa.
(3) Keberatan terhadap penetapan Panitia Pilkades atas hasil Pemilihan Kepala Desa hanya bisa diajukan berkenaan dengan hasil perhitungan
suara yang mempengaruhi terpilihnya calon Kepala Desa.
Pasal 128
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Pengaduan dan Penyelesaian Masalah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Bagian Keenam
Pemilihan Kepala Desa Antar waktu melalui Musyawarah Desa
Pasal 129
(1) Musyawarah Desa yang diselenggarakan khusus untuk pelaksanaan
pemilihan kepala Desa antarwaktu dilaksanakan paling lama dalam
jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak kepala Desa diberhentikan dengan mekanisme sebagai berikut:
a. sebelum penyelenggaraan musyawarah Desa, dilakukan kegiatan yang meliputi:
1. pembentukan Panitia Pilkades antarwaktu oleh BPD paling
lama dalam jangka waktu 15 (lima belas) Hari terhitung sejak kepala Desa diberhentikan;
2. pengajuan biaya pemilihan dengan beban APB Desa oleh Panitia Pilkades kepada penjabat Kepala Desa paling lambat dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) Hari terhitung sejak
Panitia Pilkades terbentuk;
3. pemberian persetujuan biaya pemilihan oleh penjabat Kepala Desa paling lama dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) Hari
terhitung sejak diajukan oleh Panitia Pilkades;
4. pengumuman dan pendaftaran bakal calon Kepala Desa oleh
Panitia Pilkades dalam jangka waktu 15 (lima belas) Hari;
5. penelitian kelengkapan persyaratan administrasi bakal calon oleh Panitia Pilkades dalam jangka waktu 7 (tujuh) Hari; dan
6. penetapan calon kepala Desa antarwaktu oleh Panitia Pilkades paling sedikit 2 (dua) orang calon dan paling banyak 3 (tiga)
orang calon yang dimintakan pengesahan musyawarah Desa untuk ditetapkan sebagai calon yang berhak dipilih dalam musyawarah Desa.
b. BPD . . .
-51-
b. BPD menyelenggarakan musyawarah Desa yang meliputi kegiatan:
1. penyelenggaraan musyawarah Desa dipimpin oleh Ketua BPD yang teknis pelaksanaan pemilihannya dilakukan oleh Panitia
Pilkades;
2. pengesahan calon kepala Desa yang berhak dipilih oleh musyawarah Desa melalui musyawarah mufakat atau melalui
pemungutan suara;
3. pelaksanaan pemilihan calon kepala Desa oleh Panitia Pilkades melalui mekanisme musyawarah mufakat atau melalui pemungutan suara yang telah disepakati oleh
musyawarah Desa;
4. pelaporan hasil pemilihan calon kepala Desa oleh Panitia Pilkades kepada musyawarah Desa;
5. pengesahan calon terpilih oleh musyawarah Desa;
6. pelaporan hasil pemilihan kepala Desa melalui musyawarah
Desa kepada BPD dalam jangka waktu 7 (tujuh) Hari setelah musyawarah Desa mengesahkan calon kepala Desa terpilih;
7. pelaporan calon kepala Desa terpilih hasil musyawarah Desa oleh ketua BPD kepada Bupati paling lambat 7 (tujuh) Hari
setelah menerima laporan dari Panitia Pilkades;
8. penerbitan keputusan Bupati tentang pengesahan pengangkatan calon kepala Desa terpilih paling lambat 30
(tiga puluh) Hari sejak diterimanya laporan dari BPD; dan
9. pelantikan kepala Desa oleh Bupati paling lama 30 (tiga puluh) Hari sejak diterbitkan keputusan pengesahan pengangkatan calon kepala Desa terpilih dengan urutan acara
pelantikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Kepala Desa yang dipilih melalui Musyawarah Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) melaksanakan tugas Kepala Desa sampai habis sisa masa jabatan Kepala Desa yang diberhentikan.
Pasal 130
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan kepala Desa diatur
dengan Peraturan Bupati.
Bagian Ketujuh
Pendidikan dan Pelatihan Kepala Desa
Pasal 131
(1) Terhadap Kepala Desa yang telah dilantik, Pemerintah Daerah dapat
memberikan pendidikan dan pelatihan mengenai wewenang, tugas dan kewajiban serta aspek-aspek lainnya yang berkenaan penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
(2) pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah yang berwenang mengadakan pendidikan dan pelatihan atau Satuan Kerja Perangkat
Daerah yang membidangi pemerintahan Desa.
BAB VIII . . .
-52-
BAB VIII PENYUSUNAN PERATURAN DESA
Pasal 132
(1) Jenis peraturan di Desa terdiri atas Peraturan Desa, peraturan bersama Kepala Desa, dan peraturan Kepala Desa.
(2) Peraturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang bertentangan dengan kepentingan umum, ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau melanggar hak azasi manusia.
Bagian Kesatu
Peraturan Desa
Pasal 133
(1) Rancangan Peraturan Desa diprakarsai oleh Pemerintah Desa.
(2) BPD dapat mengusulkan Rancangan Peraturan Desa kepada
Pemerintah Desa.
(3) Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) wajib dikonsultasikan kepada masyarakat Desa untuk mendapatkan masukan.
(4) Masyarakat Desa berhak memberikan masukan terhadap Rancangan
Peraturan Desa.
(5) Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama
BPD.
Pasal 134 (1) Rancangan Peraturan Desa yang telah disepakati bersama disampaikan
oleh pimpinan BPD kepada Kepala Desa untuk ditetapkan menjadi Peraturan Desa paling lambat 7 (tujuh) Hari terhitung sejak tanggal
kesepakatan.
(2) Rancangan peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditetapkan oleh kepala Desa dengan membubuhkan tanda tangan
paling lambat 15 (lima belas) Hari terhitung sejak diterimanya rancangan Peraturan Desa dari pimpinan BPD.
Pasal 135
(1) Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 ayat (1) dan ayat (2) tentang APBDesa, pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa harus mendapatkan evaluasi dari Bupati
sebelum ditetapkan menjadi Peraturan Desa.
(2) Ketentuan mengenai evaluasi Peraturan Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.
(3) Hasil . . .
-53-
(3) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan oleh Bupati paling lama 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak
diterimanya rancangan Peraturan Desa oleh Bupati.
(4) Dalam hal Bupati telah memberikan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Desa wajib memperbaikinya.
(5) Kepala Desa diberi waktu paling lama 20 (dua puluh) hari sejak diterimanya hasil evaluasi untuk melakukan koreksi.
(6) Dalam hal Bupati tidak memberikan hasil evaluasi dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Peraturan Desa tersebut berlaku dengan sendirinya.
Pasal 136
(1) Peraturan Desa dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan
hukum yang mengikat sejak diundangkan dalam lembaran Desa dan
berita Desa oleh sekretaris Desa.
(2) Peraturan Desa yang telah diundangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Bupati sebagai bahan pembinaan dan
pengawasan paling lambat 7 (tujuh) Hari setelah diundangkan.
(3) Peraturan Desa wajib disebarluaskan oleh Pemerintah Desa.
Bagian Kesatu
Peraturan Kepala Desa
Pasal 137
Peraturan kepala Desa merupakan peraturan pelaksanaan peraturan Desa.
Pasal 138
(1) Peraturan kepala Desa ditandatangani oleh kepala Desa.
(2) Peraturan kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diundangkan oleh sekretaris Desa dalam lembaran Desa dan berita
Desa.
(3) Peraturan kepala Desa wajib disebarluaskan oleh Pemerintah Desa.
Bagian Ketiga Pembatalan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa
Pasal 139
Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa yang bertentangan dengan kepentingan umum, ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dibatalkan oleh Bupati dan/atau melanggar hak azasi manusia.
Bagian Keempat . . .
-54-
Bagian Keempat Peraturan Bersama Kepala Desa
Pasal 140
(1) Peraturan bersama kepala Desa merupakan peraturan kepala Desa dalam rangka kerja sama antar-Desa.
(2) Peraturan bersama kepala Desa ditandatangani oleh kepala Desa dari 2 (dua) Desa atau lebih yang melakukan kerja sama antar-Desa.
(3) Peraturan bersama Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan perpaduan kepentingan Desa masing-masing dalam kerja sama antar-Desa.
(4) Peraturan bersama kepala Desa disebarluaskan kepada masyarakat Desa masing-masing.
Pasal 141 Pedoman teknis mengenai peraturan di Desa diatur dengan Peraturan
Bupati.
BAB IX KEUANGAN DESA DAN ASET DESA
Bagian Kesatu Keuangan Desa
Paragraf 1 Umum
Pasal 142
(1) Keuangan Desa merupakan semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang
berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.
(2) Hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan pendapatan, belanja, pembiayaan, dan pengelolaan Keuangan Desa.
Pasal 143
(1) Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142 ayat (2) bersumber dari:
a. pendapatan asli Desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli Desa;
b. alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
c. bagian dari hasil pajak Daerah dan retribusi Daerah;
d. alokasi . . .
-55-
d. alokasi dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Daerah;
e. bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
f. hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga; dan
g. lain-lain pendapatan Desa yang sah.
(2) Alokasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
bersumber dari Belanja Pusat dengan mengefektifkan program yang berbasis Desa secara merata dan berkeadilan.
(3) Bagian hasil pajak Daerah dan retribusi Daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari pajak dan retribusi Daerah.
(4) Alokasi dana Desa (ADD) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari dana perimbangan yang diterima Daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.
Pasal 144
(1) Penyelenggaraan kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul dan
kewenangan lokal berskala Desa didanai oleh APB Desa.
(2) Penyelenggaraan kewenangan lokal berskala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain didanai oleh APB Desa, juga dapat
didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah.
(3) Penyelenggaraan kewenangan Desa yang ditugaskan oleh Pemerintah
didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja negara.
(4) Penyelenggaraan kewenangan Desa yang ditugaskan oleh pemerintah
Daerah didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Pasal 145
Seluruh pendapatan Desa diterima dan disalurkan melalui rekening kas
Desa dan penggunaannya ditetapkan dalam APB Desa.
Pasal 146
Pencairan dana dalam rekening kas Desa ditandatangani oleh kepala Desa dan bendahara Desa.
Pasal 147
(1) Pengelolaan keuangan Desa meliputi:
a. perencanaan;
b. pelaksanaan;
c. penatausahaan . . .
-56-
c. penatausahaan;
d. pelaporan; dan
e. pertanggungjawaban.
(2) Kepala Desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam melaksanakan kekuasaan pengelolaan keuangan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala Desa menguasakan
sebagian kekuasaannya kepada perangkat Desa.
Pasal 148
Pengelolaan keuangan Desa dilaksanakan dalam masa 1 (satu) tahun
anggaran terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
Paragraf 2
Pengalokasian Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Pasal 149
(1) Dana Desa yang ditransfer oleh Pemerintah melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah diperuntukkan bagi Desa.
(2) Ketentuan mengenai pengalokasian Dana Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 150
(1) Pemerintah Daerah mengalokasikan dalam anggaran pendapatan dan
belanja daerah ADD setiap tahun anggaran.
(2) ADD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten dalam
anggaran pendapatan dan belanja daerah setelah dikurangi dana alokasi khusus.
(3) Pengalokasian ADD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempertimbangkan:
a. kebutuhan penghasilan tetap kepala Desa dan perangkat Desa;
dan
b. jumlah penduduk Desa, angka kemiskinan Desa, luas wilayah Desa, dan tingkat kesulitan geografis Desa.
(4) Pengalokasian ADD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan bupati.
(5) Ketentuan mengenai tata cara pengalokasian ADD diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 151 . . .
-57-
Pasal 151
(1) Pemerintah Daerah mengalokasikan bagian dari hasil pajak dan retribusi daerah kepada Desa paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari realisasi penerimaan hasil pajak dan retribusi daerah.
(2) Pengalokasian bagian dari hasil pajak dan retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan
ketentuan:
a. 60% (enam puluh perseratus) dibagi secara merata kepada seluruh Desa; dan
b. 40% (empat puluh perseratus) dibagi secara proporsional realisasi penerimaan hasil pajak dan retribusi dari Desa masing-masing.
(3) Pengalokasian bagian dari hasil pajak dan retribusi daerah kepada Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan Bupati.
(4) Ketentuan mengenai tata cara pengalokasian bagian dari hasil pajak dan retribusi daerah kepada Desa diatur dengan peraturan Bupati.
Pasal 152
(1) Pemerintah daerah dapat memberikan bantuan keuangan yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah kepada Desa.
(2) Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersifat
umum dan khusus.
(3) Bantuan keuangan yang bersifat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) peruntukan dan penggunaannya diserahkan sepenuhnya
kepada Desa penerima bantuan dalam rangka membantu pelaksanaan tugas pemerintah daerah di Desa.
(4) Bantuan keuangan yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) peruntukan dan pengelolaannya ditetapkan oleh pemerintah daerah pemberi bantuan dalam rangka percepatan pembangunan Desa
dan pemberdayaan masyarakat.
Paragraf 3 Penyaluran
Pasal 153
(1) Penyaluran ADD dan bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi
daerah ke Desa dilakukan secara bertahap.
(2) Tata cara penyaluran ADD dan bagian dari hasil pajak daerah dan
retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan Bupati dengan berpedoman pada Peraturan perudang-undangan.
(3) Penyaluran bantuan keuangan yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah ke Desa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 152 ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 4 . . .
-58-
Paragraf 4 Belanja Desa
Pasal 154
(1) Belanja Desa diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan yang disepakati dalam Musyawarah Desa dan sesuai dengan prioritas
Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah.
(2) Kebutuhan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi, tetapi tidak terbatas pada kebutuhan primer, pelayanan
dasar, lingkungan, dan kegiatan pemberdayaan masyarakat Desa.
(3) Belanja desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan pada
Rencana Kerja Pemerintah Desa dan menjadi dasar dalam Penetapan Rencana APBDesa.
Pasal 155
Belanja Desa yang ditetapkan dalam APB Desa digunakan dengan
ketentuan:
a. paling sedikit 70% (tujuh puluh perseratus) dari jumlah anggaran
belanja Desa digunakan untuk mendanai penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa; dan
b. paling banyak 30% (tiga puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja Desa digunakan untuk:
1. penghasilan tetap dan tunjangan kepala Desa dan perangkat Desa;
2. operasional Pemerintah Desa;
3. tunjangan dan operasional BPD; dan
4. insentif rukun tetangga dan rukun warga.
Paragraf 5
APB Desa
Pasal 156 (1) APBDesa terdiri atas bagian pendapatan, belanja, dan pembiayaan
Desa.
(2) Rancangan APBDesa diajukan oleh Kepala Desa dan dimusyawarahkan bersama BPD.
(3) Sesuai dengan hasil musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Desa menetapkan APBDesa setiap tahun dengan Peraturan
Desa.
Pasal 157
(1) Rancangan peraturan Desa tentang APB Desa disepakati bersama oleh
kepala Desa dan BPD paling lambat bulan Oktober tahun berjalan.
(2) Rancangan . . .
-59-
(2) Rancangan peraturan Desa tentang APB Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh kepala Desa kepada Bupati melalui
Camat paling lambat 3 (tiga) Hari sejak disepakati untuk dievaluasi.
(3) Bupati dapat mendelegasikan evaluasi rancangan peraturan Desa tentang APB Desa kepada camat.
(4) Peraturan Desa tentang APB Desa ditetapkan paling lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran berjalan.
Pasal 158
(1) Bupati menginformasikan rencana ADD, bagian bagi hasil pajak dan retribusi daerah untuk Desa, serta bantuan keuangan yang bersumber
dari anggaran pendapatan dan belanja daerah.
(2) Bupati menyampaikan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Desa dalam jangka waktu 10 (sepuluh) Hari setelah
kebijakan umum anggaran dan prioritas serta plafon anggaran sementara disepakati Bupati bersama DPRD.
(3) Informasi dari Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi
bahan penyusunan rancangan APB Desa.
Paragraf 6 Pelaporan dan Pertanggungjawaban
Pasal 159
(1) Kepala Desa menyampaikan laporan realisasi pelaksanaan APB Desa
kepada Bupati setiap semester tahun berjalan.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk semester pertama
disampaikan paling lambat pada akhir bulan Juli tahun berjalan.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk semester kedua disampaikan paling lambat pada akhir bulan Januari tahun berikutnya.
Pasal 160
(1) Selain penyampaian laporan realisasi pelaksanaan APB Desa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 ayat (1), kepala Desa juga
menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APB Desa kepada Bupati setiap akhir tahun anggaran.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada Bupati melalui camat setiap akhir tahun anggaran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48 huruf a.
Pasal 161
Pengadaan barang dan/atau jasa di Desa diatur dengan peraturan bupati
dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 162 . . .
-60-
Pasal 162
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan keuangan Desa diatur dalam Peraturan Bupati.
Bagian Kedua Aset Desa
Paragraf 1
Umum
Pasal 163
(1) Aset Desa dapat berupa tanah kas Desa, tanah ulayat, pasar Desa,
pasar hewan, tambatan perahu, bangunan Desa, pelelangan ikan,
pelelangan hasil pertanian, hutan milik Desa, mata air milik Desa, pemandian umum, dan aset lainnya milik Desa.
(2) Aset lainnya milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara
lain:
a. kekayaan Desa yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, serta APBDesa;
b. kekayaan Desa yang diperoleh dari hibah dan sumbangan atau
yang sejenis;
c. kekayaan Desa yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak dan lain-lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
d. hasil kerja sama Desa; dan
e. kekayaan Desa yang berasal dari perolehan lainnya yang sah.
(3) Kekayaan milik Desa yang berupa tanah disertifikatkan atas nama Pemerintah Desa.
(4) Bangunan milik Desa harus dilengkapi dengan bukti status kepemilikan dan ditatausahakan secara tertib.
Pasal 164
(1) Pengelolaan kekayaan milik Desa dilaksanakan berdasarkan asas kepentingan umum, fungsional, kepastian hukum, keterbukaan, efisiensi, efektivitas, akuntabilitas, dan kepastian nilai ekonomi.
(2) Pengelolaan kekayaan milik Desa dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat Desa serta meningkatkan
pendapatan Desa.
(3) Pengelolaan kekayaan milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibahas oleh Kepala Desa bersama BPD berdasarkan tata cara
pengelolaan kekayaan milik Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 2 . . .
-61-
Paragraf 2 Pengelolaan Kekayaan milik Desa
Pasal 165
(1) Kekayaan milik Desa diberi kode barang dalam rangka pengamanan.
(2) Kekayaan milik Desa dilarang diserahkan atau dialihkan kepada pihak
lain sebagai pembayaran tagihan atas Pemerintah Desa.
(3) Kekayaan milik Desa dilarang digadaikan atau dijadikan jaminan untuk mendapatkan pinjaman.
Pasal 166
Pengelolaan kekayaan milik Desa merupakan rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan,
pemeliharaan, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, pelaporan, penilaian, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian kekayaan milik Desa.
Paragraf 3
Tata Cara Pengelolaan Kekayaan Milik Desa
Pasal 167
(1) Kepala Desa sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan kekayaan milik
Desa.
(2) Dalam melaksanakan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala Desa dapat menguasakan sebagian kekuasaannya kepada
perangkat Desa.
Pasal 168
(1) Pengelolaan kekayaan milik Desa bertujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Desa dan meningkatkan pendapatan Desa.
(2) Pengelolaan kekayaan milik Desa diatur dengan peraturan Desa dengan berpedoman sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 169
(1) Pengelolaan kekayaan milik Desa yang berkaitan dengan penambahan dan pelepasan aset ditetapkan dengan peraturan Desa sesuai dengan
kesepakatan musyawarah Desa.
(2) Kekayaan milik Pemerintah dan pemerintah daerah berskala lokal Desa dapat dihibahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 170 . . .
-62-
Pasal 170
(1) Kekayaan milik Desa yang telah diambil alih oleh pemerintah daerah dikembalikan kepada Desa, kecuali yang sudah digunakan untuk fasilitas umum.
(2) Fasilitas umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan fasilitas untuk kepentingan masyarakat umum.
Pasal 171
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan kekayaan milik Desa diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB X
PEMBANGUNAN DESA DAN
PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN
Bagian Kesatu
Pembangunan Desa
Pasal 172
(1) Pembangunan Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta
pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.
(2) Pembangunan Desa meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan.
(3) Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan
guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial.
Paragraf 1 Perencanaan Pembangunan Desa
Pasal 173
(1) Pemerintah Desa menyusun perencanaan Pembangunan Desa sesuai
dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan Daerah.
(2) Perencanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun secara berjangka meliputi:
a. RPJM Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun; dan
b. RKP Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
(3) RPJM Desa dan RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan dengan Peraturan Desa.
(4) Peraturan . . .
-63-
(4) Peraturan Desa tentang RPJM Desa dan RKP Desa merupakan satu-satunya dokumen perencanaan di Desa
(5) Perencanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan salah satu sumber masukan dalam perencanaan pembangunan Daerah.
Pasal 174
(1) Perencanaan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
173 disusun berdasarkan hasil kesepakatan dalam musyawarah Desa.
(2) Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat dilaksanakan pada bulan Juni tahun anggaran berjalan.
Pasal 175
Perencanaan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 174 menjadi pedoman bagi Pemerintah Desa dalam menyusun rancangan RPJM Desa, RKP Desa, dan daftar usulan RKP Desa.
Pasal 176
(1) Dalam menyusun RPJM Desa dan RKP Desa, Pemerintah Desa wajib
menyelenggarakan Musrenbang Desa secara partisipatif.
(2) Musrenbang Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diikuti oleh BPD dan unsur masyarakat Desa.
(3) Rancangan RPJM Desa dan rancangan RKP Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibahas dalam Musrenbang Desa.
(4) Rancangan RPJM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling
sedikit memuat penjabaran visi dan misi kepala Desa terpilih dan arah kebijakan perencanaan pembangunan Desa.
(5) Rancangan RPJM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
memperhatikan arah kebijakan perencanaan pembangunan Daerah.
(6) Rancangan RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan
penjabaran dari rancangan RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
Pasal 177 (1) Musrenbang Desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 176
menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan Desa yang didanai oleh APBDesa, swadaya masyarakat
Desa, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(2) Prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirumuskan berdasarkan
penilaian terhadap kebutuhan masyarakat Desa yang meliputi:
a. peningkatan kualitas dan akses terhadap pelayanan dasar;
b. pembangunan . . .
-64-
b. pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur dan lingkungan berdasarkan kemampuan teknis dan sumber daya lokal yang
tersedia;
c. pengembangan ekonomi pertanian berskala produktif;
d. pengembangan dan pemanfaatan teknologi tepat guna untuk
kemajuan ekonomi; dan
e. peningkatan kualitas ketertiban dan ketenteraman masyarakat
Desa berdasarkan kebutuhan masyarakat Desa.
(3) Penyusunan rencana Pembangunan Desa dapat didampingi secara teknis oleh instansi yang menangani perencanaan Daerah dan dapat
dibantu oleh tenaga pendamping, kader pemberdayaan masyarakat desa, dan/atau lembaga pemberdayaan masyarakat.
Pasal 178
(1) RPJM Desa mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah.
(2) RPJM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat visi dan misi
kepala Desa, rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan,
pemberdayaan masyarakat, dan arah kebijakan pembangunan Desa.
(3) RPJM Desa disusun dengan mempertimbangkan kondisi objektif Desa dan prioritas pembangunan Desa.
(4) RPJM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak pelantikan kepala Desa.
Pasal 179
(1) RKP Desa merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu
1 (satu) tahun.
(2) RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan,
pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
(3) RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit berisi uraian:
a. evaluasi pelaksanaan RKP Desa tahun sebelumnya;
b. prioritas program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola oleh Desa;
c. prioritas program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola melalui kerja sama antar-Desa dan pihak ketiga;
d. rencana program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola oleh Desa sebagai kewenangan penugasan dari Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan Pemerintah Daerah; dan
e. pelaksana kegiatan Desa yang terdiri atas unsur perangkat Desa dan/atau unsur masyarakat Desa.
(4) RKP Desa . . .
-65-
(4) RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun oleh Pemerintah Desa sesuai dengan informasi dari Pemerintah Daerah
berkaitan dengan pagu indikatif Desa dan rencana kegiatan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan Pemerintah Daerah.
(5) RKP Desa mulai disusun oleh Pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalan.
(6) RKP Desa ditetapkan dengan peraturan Desa paling lambat akhir bulan September tahun berjalan.
(7) RKP Desa menjadi dasar penetapan APB Desa.
Pasal 180
(1) Pemerintah Desa dapat mengusulkan kebutuhan pembangunan Desa kepada pemerintah daerah.
(2) Dalam hal tertentu, Pemerintah Desa dapat mengusulkan kebutuhan pembangunan Desa kepada Pemerintah dan pemerintah daerah
provinsi.
(3) Usulan kebutuhan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapatkan persetujuan bupati.
(4) Dalam hal bupati memberikan persetujuan, usulan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh bupati kepada Pemerintah dan/atau pemerintah daerah provinsi.
(5) Usulan Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dihasilkan dalam Musrenbang Desa.
(6) Dalam hal Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah
daerah menyetujui usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), usulan tersebut dimuat dalam RKP Desa tahun berikutnya.
(7) Mekanisme penyusunan RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Pasal 181
(1) RPJM Desa dan/atau RKP Desa dapat diubah dalam hal:
a. terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis
ekonomi, dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau
b. terdapat perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan/atau Pemerintah Daerah.
(2) Perubahan RPJM Desa dan/atau RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas dan disepakati dalam musyawarah perencanaan
pembangunan Desa dan selanjutnya ditetapkan dengan peraturan Desa.
Paragraf 2 Pelaksanaan Pembangunan Desa
Pasal 182
(1) Pembangunan Desa dilaksanakan sesuai dengan RKP Desa.
(2) Pelaksanaan . . .
-66-
(2) Pelaksanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memanfaatkan kearifan lokal dan sumber daya alam
Desa.
(3) Pembangunan lokal berskala Desa dilaksanakan sendiri oleh Desa.
(4) Pelaksanaan program sektoral yang masuk ke Desa diinformasikan
kepada Pemerintah Desa untuk diintegrasikan dengan Pembangunan Desa.
Pasal 183
(1) Kepala Desa mengkoordinasikan kegiatan pembangunan Desa yang dilaksanakan oleh perangkat Desa dan/atau unsur masyarakat Desa.
(2) Pelaksana kegiatan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan mempertimbangkan keadilan gender.
(3) Pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada di Desa serta mendayagunakan swadaya dan gotong royong masyarakat.
(4) Pelaksana pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan laporan pelaksanaan pembangunan kepada kepala
Desa dalam forum musyawarah Desa.
(5) Masyarakat Desa berpartisipasi dalam musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) untuk menanggapi laporan pelaksanaan
pembangunan Desa.
Pasal 184
(1) Pemerintah Daerah menyelenggarakan program sektoral dan program
daerah yang masuk ke Desa.
(2) Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diinformasikan kepada Pemerintah Desa untuk diintegrasikan ke dalam pembangunan Desa.
(3) Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berskala lokal Desa dikoordinasikan dan/atau didelegasikan pelaksanaannya kepada Desa.
(4) Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dalam lampiran APB Desa.
Paragraf 3 Pemantauan dan Pengawasan Pembangunan Desa
Pasal 185
(1) Masyarakat Desa berhak mendapatkan informasi mengenai rencana dan pelaksanaan Pembangunan Desa.
(2) Masyarakat Desa berhak melakukan pemantauan terhadap
pelaksanaan Pembangunan Desa.
(3) Masyarakat . . .
-67-
(3) Masyarakat Desa melaporkan hasil pemantauan dan berbagai keluhan terhadap pelaksanaan Pembangunan Desa kepada Pemerintah Desa
dan BPD.
(4) Masyarakat Desa berpartisipasi dalam Musyawarah Desa untuk menanggapi laporan pelaksanaan Pembangunan Desa.
Bagian Kedua
Pembangunan Kawasan Perdesaan
Pasal 186
(1) Pembangunan kawasan perdesaan merupakan perpaduan
pembangunan antar-Desa yang dilaksanakan dalam upaya mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat Desa melalui pendekatan pembangunan
partisipatif.
(2) Pembangunan kawasan perdesaan terdiri atas:
a. penyusunan rencana tata ruang kawasan perdesaan secara
partisipatif;
b. pengembangan pusat pertumbuhan antar-Desa secara terpadu;
c. penguatan kapasitas masyarakat;
d. kelembagaan dan kemitraan ekonomi; dan
e. pembangunan infrastruktur antar perdesaan.
(3) Pembangunan kawasan perdesaan memperhatikan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa serta pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial melalui pencegahan
dampak sosial dan lingkungan yang merugikan sebagian dan/atau seluruh Desa di kawasan perdesaan.
(4) Rancangan pembangunan Kawasan Perdesaan dibahas bersama oleh Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa.
(5) Rencana pembangunan Kawasan Perdesaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) ditetapkan oleh Bupati sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah.
Pasal 187
(1) Pembangunan kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 186 dilaksanakan di lokasi yang telah ditetapkan oleh Bupati.
(2) Penetapan lokasi pembangunan kawasan perdesaan dilaksanakan
dengan mekanisme:
a. Pemerintah Desa melakukan inventarisasi dan identifikasi
mengenai wilayah, potensi ekonomi, mobilitas penduduk, serta sarana dan prasarana Desa sebagai usulan penetapan Desa sebagai lokasi pembangunan kawasan perdesaan;
b. usulan penetapan Desa sebagai lokasi pembangunan kawasan perdesaan disampaikan oleh kepala Desa kepada Bupati;
c. Bupati . . .
-68-
c. Bupati melakukan kajian atas usulan untuk disesuaikan dengan rencana dan program pembangunan Daerah; dan
d. berdasarkan hasil kajian atas usulan, Bupati menetapkan lokasi pembangunan kawasan perdesaan dengan keputusan Bupati.
(3) Bupati dapat mengusulkan program pembangunan kawasan perdesaan
di lokasi yang telah ditetapkannya kepada gubernur dan kepada Pemerintah melalui gubernur.
(4) Program pembangunan kawasan perdesaan yang berasal dari Pemerintah dan pemerintah daerah provinsi dibahas bersama Pemerintah Daerah untuk ditetapkan sebagai program pembangunan
kawasan perdesaan.
(5) Program pembangunan kawasan perdesaan yang berasal dari
Pemerintah Daerah ditetapkan oleh Bupati.
(6) Bupati melakukan sosialisasi program pembangunan kawasan perdesaan kepada Pemerintah Desa, BPD, dan masyarakat.
(7) Pembangunan kawasan perdesaan yang berskala lokal Desa ditugaskan pelaksanaannya kepada Desa.
Pasal 188
(1) Perencanaan, pemanfaatan, dan pendayagunaan aset Desa dan tata ruang dalam pembangunan kawasan perdesaan dilakukan berdasarkan
hasil musyawarah Desa yang selanjutnya ditetapkan dengan peraturan Desa.
(2) Pembangunan kawasan perdesaan yang memanfaatkan aset Desa dan
tata ruang Desa wajib melibatkan Pemerintah Desa.
(3) Pelibatan Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam hal:
a. memberikan informasi mengenai rencana program dan kegiatan pembangunan kawasan perdesaan;
b. memfasilitasi musyawarah Desa untuk membahas dan menyepakati pendayagunaan aset Desa dan tata ruang Desa; dan
c. mengembangkan mekanisme penanganan perselisihan sosial.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pembangunan Kawasan Perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Bupati.
Pasal 189
(1) Pembangunan Kawasan Perdesaan dilakukan oleh Pemerintah Daerah
melalui satuan kerja perangkat Daerah, Pemerintah Desa, dan/atau
BUM Desa dengan mengikutsertakan masyarakat Desa.
(2) Pembangunan Kawasan Perdesaan yang dilakukan oleh Pemerintah
Daerah dan pihak ketiga wajib mendayagunakan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia serta mengikutsertakan Pemerintah Desa dan masyarakat Desa.
(3) Pembangunan . . .
-69-
(3) Pembangunan Kawasan Perdesaan yang berskala lokal Desa wajib diserahkan pelaksanaannya kepada Desa dan/atau kerja sama antar-
Desa.
Bagian Ketiga
Pemberdayaan Masyarakat dan Pendampingan Masyarakat Desa
Paragraf 1
Pemberdayaan Masyarakat Desa
Pasal 190
(1) Pemberdayaan masyarakat Desa bertujuan memampukan Desa dalam
melakukan aksi bersama sebagai suatu kesatuan tata kelola
Pemerintahan Desa, kesatuan tata kelola lembaga kemasyarakatan Desa dan lembaga adat, serta kesatuan tata ekonomi dan lingkungan.
(2) Pemberdayaan masyarakat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah, Pemerintah Desa, dan pihak ketiga.
(3) Pemberdayaan masyarakat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah Desa, BPD, forum musyawarah Desa, lembaga kemasyarakatan Desa, BUM Desa, badan kerja sama antar-
Desa, forum kerja sama Desa, dan kelompok kegiatan masyarakat lain yang dibentuk untuk mendukung kegiatan pemerintahan dan pembangunan pada umumnya.
Pasal 191
(1) Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa melakukan upaya
pemberdayaan masyarakat Desa.
(2) Pemberdayaan masyarakat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
a. mendorong partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pembangunan Desa yang dilaksanakan secara swakelola oleh Desa;
b. mengembangkan program dan kegiatan pembangunan Desa secara berkelanjutan dengan mendayagunakan sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada di Desa;
c. menyusun perencanaan pembangunan Desa sesuai dengan prioritas, potensi, dan nilai kearifan lokal;
d. menyusun perencanaan dan penganggaran yang berpihak kepada kepentingan warga miskin, warga disabilitas, perempuan, anak, dan kelompok marginal;
e. mengembangkan sistem transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan pembangunan Desa;
f. mendayagunakan lembaga kemasyarakatan Desa dan lembaga adat;
g. mendorong . . .
-70-
g. mendorong partisipasi masyarakat dalam penyusunan kebijakan Desa yang dilakukan melalui musyawarah Desa;
h. menyelenggarakan peningkatan kualitas dan kapasitas sumber daya manusia masyarakat Desa;
i. melakukan pendampingan masyarakat Desa yang berkelanjutan;
dan
j. melakukan pengawasan dan pemantauan penyelenggaraan
Pemerintahan Desa dan pembangunan Desa yang dilakukan secara partisipatif oleh masyarakat Desa.
Paragraf 2 Pendampingan Masyarakat Desa
Pasal 192
(1) Pemerintah daerah menyelenggarakan pemberdayaan masyarakat Desa dengan pendampingan secara berjenjang sesuai dengan kebutuhan.
(2) Pendampingan masyarakat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
secara teknis dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah dan dapat dibantu oleh tenaga pendamping profesional, kader
pemberdayaan masyarakat Desa, dan/atau pihak ketiga.
(3) Camat melakukan koordinasi pendampingan masyarakat Desa di wilayahnya.
Pasal 193
(1) Tenaga pendamping profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 192 ayat (2) terdiri atas:
a. pendamping Desa yang bertugas mendampingi Desa dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa, kerja sama Desa, pengembangan BUM Desa, dan pembangunan yang berskala lokal
Desa;
b. pendamping teknis yang bertugas mendampingi Desa dalam
pelaksanaan program dan kegiatan sektoral; dan
c. tenaga ahli pemberdayaan masyarakat yang bertugas meningkatkan kapasitas tenaga pendamping dalam rangka
penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
(2) Pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki sertifikasi kompetensi dan kualifikasi pendampingan di bidang
ekonomi, sosial, budaya, dan/atau teknik.
(3) Kader pemberdayaan masyarakat Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 192 ayat (2) berasal dari unsur masyarakat yang dipilih oleh Desa
untuk menumbuhkan dan mengembangkan serta menggerakkan prakarsa, partisipasi, dan swadaya gotong royong.
Pasal 194 . . .
-71-
Pasal 194
(1) Pemerintah Daerah dapat mengadakan sumber daya manusia pendamping untuk Desa melalui perjanjian kerja yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemerintah Desa dapat mengadakan kader pemberdayaan masyarakat Desa melalui mekanisme musyawarah Desa untuk ditetapkan dengan
keputusan kepala Desa.
Bagian Keempat
Sistem Informasi Pembangunan Desa dan Pembangunan Kawasan Perdesaan
Pasal 195
(1) Desa berhak mendapatkan akses informasi melalui sistem informasi Desa yang dikembangkan oleh Pemerintah Daerah.
(2) Pemerintah Daerah wajib mengembangkan sistem informasi Desa dan
pembangunan Kawasan Perdesaan.
(3) Sistem informasi Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
fasilitas perangkat keras dan perangkat lunak, jaringan, serta sumber daya manusia.
(4) Sistem informasi Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
data Desa, data Pembangunan Desa, Kawasan Perdesaan, serta informasi lain yang berkaitan dengan Pembangunan Desa dan pembangunan Kawasan Perdesaan.
(5) Sistem informasi Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh Pemerintah Desa dan dapat diakses oleh masyarakat Desa dan
semua pemangku kepentingan.
(6) Pemerintah Daerah menyediakan informasi perencanaan pembangunan Daerah untuk Desa.
BAB XI
BADAN USAHA MILIK DESA
Bagian Kesatu
Pendirian dan Organisasi Pengelola
Pasal 196
(1) Desa dapat mendirikan BUM Desa.
(2) BUM Desa dikelola dengan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan.
(3) BUM Desa dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi dan/atau
pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 197 . . .
-72-
Pasal 197
(1) Pendirian BUM Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 196 ayat (1) dilakukan melalui musyawarah Desa dan ditetapkan dengan peraturan Desa.
(2) Organisasi pengelola BUM Desa terpisah dari organisasi Pemerintahan Desa.
(3) Organisasi pengelola BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit terdiri atas:
a. penasihat; dan
b. pelaksana operasional.
(4) Penasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dijabat secara
ex-officio oleh kepala Desa.
(5) Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b merupakan perseorangan yang diangkat dan diberhentikan oleh kepala
Desa.
(6) Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilarang merangkap jabatan yang melaksanakan fungsi pelaksana lembaga
Pemerintahan Desa dan lembaga kemasyarakatan Desa.
Pasal 198
(1) Penasihat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 ayat (3) huruf a
mempunyai tugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada pelaksana operasional dalam menjalankan kegiatan pengurusan dan pengelolaan usaha Desa.
(2) Penasihat dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kewenangan meminta penjelasan pelaksana
operasional mengenai pengurusan dan pengelolaan usaha Desa.
Pasal 199
Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 ayat (3)
huruf b mempunyai tugas mengurus dan mengelola BUM Desa sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
Bagian Kedua Modal dan Kekayaan Desa
Pasal 200
(1) Modal awal BUM Desa bersumber dari APB Desa.
(2) Kekayaan BUM Desa merupakan kekayaan Desa yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham.
(3) Modal . . .
-73-
(3) Modal BUM Desa terdiri atas:
a. penyertaan modal Desa; dan
b. penyertaan modal masyarakat Desa.
(4) Penyertaan modal Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berasal dari APB Desa dan sumber lainnya.
(5) Penyertaan modal Desa yang berasal dari APB Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat bersumber dari:
a. dana segar;
b. bantuan Pemerintah;
c. bantuan Pemerintah Daerah; dan
d. aset Desa yang diserahkan kepada APB Desa.
(6) Bantuan Pemerintah dan pemerintah daerah kepada BUM Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dan huruf c disalurkan melalui mekanisme APB Desa.
Bagian Ketiga Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Pasal 201
(1) Pelaksana operasional BUM Desa wajib menyusun dan menetapkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga setelah mendapatkan pertimbangan kepala Desa.
(2) Anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit nama, tempat kedudukan, maksud dan tujuan, modal, kegiatan usaha, jangka waktu berdirinya BUM Desa, organisasi pengelola, serta
tata cara penggunaan dan pembagian keuntungan.
(3) Anggaran rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat
paling sedikit hak dan kewajiban, masa bakti, tata cara pengangkatan dan pemberhentian personil organisasi pengelola, penetapan jenis usaha, dan sumber modal.
(4) Kesepakatan penyusunan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui musyawarah
Desa.
(5) Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh kepala Desa.
Bagian Keempat
Pengembangan Kegiatan Usaha
Pasal 202
(1) Untuk mengembangkan kegiatan usahanya, BUM Desa dapat:
a. menerima pinjaman dan/atau bantuan yang sah dari pihak lain;
dan
b. mendirikan unit usaha BUM Desa.
(2) BUM Desa . . .
-74-
(2) BUM Desa yang melakukan pinjaman harus mendapatkan persetujuan Pemerintah Desa.
(3) Pendirian, pengurusan, dan pengelolaan unit usaha BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 203
Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa mendorong perkembangan BUM Desa dengan:
a. memberikan hibah dan/atau akses permodalan;
b. melakukan pendampingan teknis dan akses ke pasar; dan
c. memprioritaskan BUM Desa dalam pengelolaan sumber daya alam di Desa.
Pasal 204
(1) Pelaksana operasional dalam pengurusan dan pengelolaan usaha Desa
mewakili BUM Desa di dalam dan di luar pengadilan.
(2) Pelaksana operasional wajib melaporkan pertanggungjawaban pengurusan dan pengelolaan BUM Desa kepada kepala Desa secara
berkala.
Bagian Kelima
Hasil Usaha
Pasal 205
Hasil usaha BUM Desa dimanfaatkan untuk:
a. pengembangan usaha; dan
b. Pembangunan Desa, pemberdayaan masyarakat Desa, dan pemberian bantuan untuk masyarakat miskin melalui hibah, bantuan sosial, dan
kegiatan dana bergulir yang ditetapkan dalam APB Desa.
Pasal 206
Kerugian yang dialami oleh BUM Desa menjadi tanggung jawab pelaksana
operasional BUM Desa.
Pasal 207 (1) Kepailitan BUM Desa hanya dapat diajukan oleh kepala Desa.
(2) Kepailitan BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keenam . . .
-75-
Bagian Keenam Pendirian BUM Desa Bersama
Pasal 208
(1) Dalam rangka kerja sama antar-Desa, 2 (dua) Desa atau lebih dapat membentuk BUM Desa bersama.
(2) Pembentukan BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui pendirian, penggabungan, atau peleburan BUM Desa.
(3) Pendirian, penggabungan, atau peleburan BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) serta pengelolaan BUM Desa
tersebut dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 209
Ketentuan lebih lanjut mengenai pendirian, pengurusan dan pengelolaan,
serta pembubaran BUM Desa diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XII KERJA SAMA DESA
Pasal 210
Kerja sama Desa dilakukan antar-Desa dan/atau dengan pihak ketiga.
Bagian Kesatu
Kerja Sama antar-Desa
Pasal 211
(1) Kerja sama antar-Desa meliputi:
a. pengembangan usaha bersama yang dimiliki oleh Desa untuk mencapai nilai ekonomi yang berdaya saing;
b. kegiatan kemasyarakatan, pelayanan, pembangunan, dan
pemberdayaan masyarakat antar-Desa; dan/atau
c. bidang keamanan dan ketertiban.
(2) Kerja sama antar-Desa dituangkan dalam Peraturan Bersama Kepala
Desa melalui kesepakatan musyawarah antar-Desa.
(3) Kerja sama antar-Desa dilaksanakan oleh badan kerja sama antar-Desa
yang dibentuk melalui Peraturan Bersama Kepala Desa.
(4) Musyawarah antar-Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) membahas hal yang berkaitan dengan:
a. pembentukan lembaga antar-Desa;
b. pelaksanaan . . .
-76-
b. pelaksanaan program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang dapat dilaksanakan melalui skema kerja sama antar-Desa;
c. perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan program pembangunan antar-Desa;
d. pengalokasian anggaran untuk Pembangunan Desa, antar-Desa,
dan Kawasan Perdesaan;
e. masukan terhadap program Pemerintah Daerah tempat Desa
tersebut berada; dan
f. kegiatan lainnya yang dapat diselenggarakan melalui kerja sama antar-Desa.
(5) Dalam melaksanakan pembangunan antar-Desa, badan kerja sama antar-Desa dapat membentuk kelompok/lembaga sesuai dengan
kebutuhan.
(6) Dalam pelayanan usaha antar-Desa dapat dibentuk BUM Desa yang merupakan milik 2 (dua) Desa atau lebih.
Pasal 212
(1) Badan kerja sama antar-Desa terdiri atas:
a. Pemerintah Desa;
b. anggota BPD;
c. lembaga kemasyarakatan Desa;
d. lembaga Desa lainnya; dan
e. tokoh masyarakat dengan mempertimbangkan keadilan gender.
(2) Susunan organisasi, tata kerja, dan pembentukan badan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan
bersama kepala Desa.
(3) Badan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggung
jawab kepada kepala Desa.
Bagian Kedua
Kerja Sama dengan Pihak Ketiga
Pasal 213 (1) Kerja sama Desa dengan pihak ketiga dilakukan untuk mempercepat
dan meningkatkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
(2) Kerja sama dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimusyawarahkan dalam Musyawarah Desa.
(3) Pelaksanaan kerja sama Desa dengan pihak ketiga diatur dengan perjanjian bersama.
Bagian Ketiga . . .
-77-
Pasal 214
(1) Peraturan Bersama Kepala Desa dan Perjanjian Bersama sebagai Pelaksanaan kerjasama Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210 paling sedikit memuat:
a. ruang lingkup kerja sama;
b. bidang kerja sama;
c. tata cara dan ketentuan pelaksanaan kerja sama;
d. jangka waktu;
e. hak dan kewajiban;
f. pendanaan;
g. tata cara perubahan, penundaan, dan pembatalan; dan
h. penyelesaian perselisihan.
(2) Camat atas nama Bupati memfasilitasi pelaksanaan kerja sama antar-Desa ataupun kerja sama Desa dengan pihak ketiga.
Pasal 215
Perubahan atau berakhirnya kerja sama Desa harus dimusyawarahkan dengan menyertakan para pihak yang terikat dalam kerja sama Desa.
Pasal 216
(1) Perubahan atau berakhirnya kerja sama Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 215 dapat dilakukan oleh para pihak.
(2) Mekanisme perubahan atau berakhirnya kerja sama Desa atas
ketentuan kerja sama Desa diatur sesuai dengan kesepakatan para pihak.
Pasal 217
Kerja sama Desa berakhir apabila:
a. terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur yang ditetapkan
dalam perjanjian;
b. tujuan perjanjian telah tercapai;
c. terdapat keadaan luar biasa yang mengakibatkan perjanjian kerja sama
tidak dapat dilaksanakan;
d. salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar ketentuan perjanjian;
e. dibuat perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama;
f. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
g. objek . . .
-78-
g. objek perjanjian hilang;
h. terdapat hal yang merugikan kepentingan masyarakat Desa, daerah,
atau nasional; atau
i. berakhirnya masa perjanjian.
Pasal 218
(1) Setiap perselisihan yang timbul dalam kerja sama Desa diselesaikan secara musyawarah serta dilandasi semangat kekeluargaan.
(2) Apabila terjadi perselisihan kerja sama Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dalam satu wilayah kecamatan, penyelesaiannya difasilitasi dan diselesaikan oleh Camat.
(3) Apabila terjadi perselisihan kerja sama Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam wilayah kecamatan yang berbeda pada satu Kabupaten difasilitasi dan diselesaikan oleh Bupati.
(4) Penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) bersifat final dan ditetapkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh para pihak dan pejabat yang memfasilitasi
penyelesaian perselisihan.
(5) Perselisihan dengan pihak ketiga yang tidak dapat terselesaikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) dilakukan melalui proses hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 219
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara kerja sama Desa diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XIII
LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA
Pasal 220
(1) Desa mendayagunakan Lembaga Kemasyarakatan Desa yang ada dalam
membantu pelaksanaan fungsi penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
(2) Lembaga Kemasyarakatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan wadah partisipasi masyarakat Desa sebagai mitra Pemerintah Desa.
(3) Lembaga Kemasyarakatan Desa bertugas melakukan pemberdayaan masyarakat Desa, ikut serta merencanakan dan melaksanakan pembangunan, serta meningkatkan pelayanan masyarakat Desa.
(4) Pelaksanaan program dan kegiatan yang bersumber dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah, dan lembaga non-
Pemerintah wajib memberdayakan dan mendayagunakan lembaga kemasyarakatan yang sudah ada di Desa.
Pasal 221 . . .
-79-
Pasal 221
(1) Lembaga kemasyarakatan Desa dibentuk atas prakarsa Pemerintah Desa dan masyarakat.
(2) Lembaga kemasyarakatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertugas:
a. melakukan pemberdayaan masyarakat Desa;
b. ikut serta dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan; dan
c. meningkatkan pelayanan masyarakat Desa.
(3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), lembaga kemasyarakatan Desa memiliki fungsi:
a. menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat;
b. menanamkan dan memupuk rasa persatuan dan kesatuan masyarakat;
c. meningkatkan kualitas dan mempercepat pelayanan Pemerintah Desa kepada masyarakat Desa;
d. menyusun rencana, melaksanakan, mengendalikan, melestarikan,
dan mengembangkan hasil pembangunan secara partisipatif;
e. menumbuhkan, mengembangkan, dan menggerakkan prakarsa,
partisipasi, swadaya, serta gotong royong masyarakat;
f. meningkatkan kesejahteraan keluarga; dan
g. meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
(4) Pembentukan lembaga kemasyarakatan Desa diatur dengan peraturan Desa.
Pasal 222
Pemerintah Daerah, dan lembaga nonpemerintah dalam melaksanakan programnya di Desa wajib memberdayakan dan mendayagunakan lembaga kemasyarakatan yang sudah ada di Desa.
Pasal 223
Lembaga kemasyarakatan Desa dibentuk oleh Pemerintah Desa berdasarkan
Peraturan Bupati berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
BAB XIV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 224
(1) Pemerintah Daerah membina dan mengawasi penyelenggaraan
Pemerintahan Desa.
(2) Pemerintah Daerah dapat mendelegasikan pembinaan dan pengawasan
kepada perangkat Daerah.
(3) Pemerintah . . .
-80-
(3) Pemerintah Daerah memberdayakan masyarakat Desa dengan:
a. menerapkan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, teknologi tepat guna, dan temuan baru untuk kemajuan ekonomi
dan pertanian masyarakat Desa;
b. meningkatkan kualitas pemerintahan dan masyarakat Desa melalui pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan; dan
c. mengakui dan memfungsikan institusi asli dan/atau yang sudah
ada di masyarakat Desa.
(4) Pemberdayaan masyarakat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan dengan pendampingan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan Pembangunan Desa dan Kawasan Perdesaan.
(5) pendampingan dalam perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 225
Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 ayat (1) meliputi:
a. memberikan pedoman pelaksanaan penugasan urusan Kabupaten yang dilaksanakan oleh Desa;
b. memberikan pedoman penyusunan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa;
c. memberikan pedoman penyusunan perencanaan pembangunan
partisipatif;
d. melakukan fasilitasi penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
e. melakukan evaluasi dan pengawasan Peraturan Desa;
f. menetapkan pembiayaan alokasi dana perimbangan untuk Desa;
g. mengawasi pengelolaan Keuangan Desa dan pendayagunaan Aset Desa;
h. melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
i. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi Pemerintah Desa,
BPD, dan lembaga kemasyarakatan;
j. memberikan penghargaan atas prestasi yang dilaksanakan dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Desa, BPD, dan lembaga kemasyarakatan;
k. melakukan upaya percepatan pembangunan perdesaan;
l. melakukan upaya percepatan Pembangunan Desa melalui bantuan keuangan, bantuan pendampingan, dan bantuan teknis;
m. melakukan peningkatan kapasitas BUM Desa dan lembaga kerja sama
antar-Desa; dan
n. memberikan sanksi atas penyimpangan yang dilakukan oleh Kepala
Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 226 . . .
-81-
Pasal 226
(1) Camat melakukan tugas pembinaan dan pengawasan Desa.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. fasilitasi penyusunan peraturan Desa dan peraturan kepala Desa;
b. fasilitasi administrasi tata Pemerintahan Desa;
c. fasilitasi pengelolaan keuangan Desa dan pendayagunaan aset Desa;
d. fasilitasi penerapan dan penegakan peraturan perundang-
undangan;
e. fasilitasi pelaksanaan tugas kepala Desa dan perangkat Desa;
f. fasilitasi pelaksanaan pemilihan kepala Desa;
g. fasilitasi pelaksanaan tugas dan fungsi BPD;
h. rekomendasi pengangkatan dan pemberhentian perangkat Desa;
i. fasilitasi sinkronisasi perencanaan pembangunan daerah dengan pembangunan Desa;
j. fasilitasi penetapan lokasi pembangunan kawasan perdesaan;
k. fasilitasi penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum;
l. fasilitasi pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewajiban lembaga
kemasyarakatan;
m. fasilitasi penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif;
n. fasilitasi kerja sama antar-Desa dan kerja sama Desa dengan pihak
ketiga;
o. fasilitasi penataan, pemanfaatan, dan pendayagunaan ruang Desa serta penetapan dan penegasan batas Desa;
p. fasilitasi penyusunan program dan pelaksanaan pemberdayaan masyarakat Desa;
q. koordinasi pendampingan Desa di wilayahnya; dan
r. koordinasi pelaksanaan pembangunan kawasan perdesaan di wilayahnya.
(3) Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara secara regular dan berkelanjutan paling
sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan.
BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 227
Desa yang sudah ada sebelum Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa dan Peraturan Daerah ini berlaku tetap diakui sebagai Desa.
Pasal 228 . . .
-82-
Pasal 228
(1) Penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang sudah ada wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.
(2) Pemerintah Desa bersama BPD melaksanakan penataan struktur organisasi Pemerintah Desa berdasarkan Peraturan Daerah ini
dilakukan paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.
Pasal 229 (1) Masa jabatan Kepala Desa yang ada pada saat ini tetap berlaku sampai
habis masa jabatannya.
(2) Periodisasi masa jabatan Kepala Desa mengikuti ketentuan Peraturan Daerah ini.
(3) Anggota BPD yang ada pada saat ini tetap menjalankan tugas sampai
habis masa keanggotaanya.
(4) Periodisasi keanggotaan BPD mengikuti ketentuan Peraturan Daerah ini.
Pasal 230
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, sekretaris Desa yang
berstatus sebagai pegawai negeri sipil tetap menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 231
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, kerja sama antar-Desa atau kerja sama Desa dengan pihak ketiga yang sedang berjalan tetap dilaksanakan
sampai dengan berakhirnya kerja sama tersebut.
Pasal 232
Lembaga Kemasyarakatan Desa yang sudah ada sebelum berlakunya
Peraturan Daerah ini agar menyesuaikan dengan Peraturan Daerah ini.
BAB XVI KETENTUAN PENUTUP
Pasal 233
(1) Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Semua peraturan pelaksanaan yang mengatur mengenai Desa yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini.
(2) Peraturan Bupati sebagai peraturan pelaksanaan Peraturan Daerah ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.
(3) Pada . . .
-83-
(3) Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Desa (Lembaran Daerah
Tahun 2006 Nomor 07, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 0706), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 234
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Tangerang.
Ditetapkan di Tigaraksa
Pada tanggal 29 – 9 – 2014 2014
BUPATI TANGERANG,
TTD
A. ZAKI ISKANDAR
Diundangkan di Tigaraksa pada tanggal 1 – 10 – 2014 2014
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN TANGERANG,
TTD
ISKANDAR MIRSAD
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2014 NOMOR 09
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG
NOMOR 9 TAHUN 2014
TENTANG
DESA
I. UMUM
1. Dasar Pemikiran
Dalam sejarah pengaturan Desa, telah ditetapkan beberapa
pengaturan tentang Desa, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965
tentang Desa Praja Sebagai Bentuk Peralihan Untuk Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III di Seluruh Wilayah Republik
Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Dengan diterbitkannya Undang-Undang 6 Tahun 2014 tentang Desa maka Pasal 200 sampai dengan Pasal 216 Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Bahwa dalam rangka mengoptimalkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan
kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa, Pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 43
Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Lingkup pengaturan Peraturan Pemerintah tersebut ialah penataan Desa, kewenangan Desa,
Pemerintahan Desa, tata cara penyusunan peraturan di Desa, keuangan dan kekayaan Desa, pembangunan Desa dan pembangunan kawasan perdesaan, badan usaha milik Desa, kerja
sama Desa, lembaga kemasyarakatan Desa dan lembaga adat Desa, serta pembinaan dan pengawasan Desa oleh camat.
Bahwa . . .
-2-
Bahwa dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah 43 Tahun
2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Bahwa sebagai aturan Pelaksana Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, maka Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 7 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Desa harus segera dicabut dan diganti dengan Peraturan Daerah yang baru.
sehubungan hal tersebut, perlu membentuk Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang tentang Desa yang mendasarkan pengaturannya dengan Peraturan Pemerintah 43 Tahun 2014
tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Peraturan Daerah ini disusun dalam rangka mewujudkan
penyelenggaraan Desa yang didasarkan pada asas penyelenggaraan pemerintahan yang baik serta sejalan dengan
asas pengaturan Desa sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, antara lain kepastian hukum, tertib penyelenggaraan pemerintahan, tertib kepentingan
umum, keterbukaan, profesionalitas, akuntabilitas, efektivitas dan efisiensi, kearifan lokal, keberagaman serta partisipasi. Dalam
melaksanakan pembangunan Desa, diutamakan nilai kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna mewujudkan perdamaian dan keadilan sosial.
Berkaitan dengan pengaturan mengenai Pemerintahan Desa, lingkup pengaturan Peraturan Daerah ini ialah mengenai Asas Pengaturan, Penataan Desa, Kewenangan Desa, Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, Hak dan Kewajiban Desa dan Masyarakat Desa, BPD, Pemilihan Kepala Desa, Peraturan Desa, Keuangan
Desa dan Aset Desa, Pembangunan Desa dan Pembangunan Kawasan Perdesaan, BUMDesa, Kerja Sama Desa, Lembaga Kemasyarakatan Desa, serta Pembinaan dan Pengawasan.
Peraturan Daerah ini menjadi pedoman bagi Pemerintah daerah, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya dalam
mewujudkan tujuan penyelenggaraan Desa sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yakni terwujudnya Desa yang maju, mandiri, dan sejahtera
tanpa harus kehilangan jati diri.
2. Kelembagaan Desa
Di dalam Peraturan Daerah ini diatur mengenai kelembagaan Desa, yaitu lembaga Pemerintahan Desa yang terdiri atas
Pemerintah Desa dan BPD, Lembaga Kemasyarakatan Desa.
Kepala Desa . . .
-3-
Kepala Desa merupakan kepala Pemerintahan Desa yang
memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Kepala Desa mempunyai peran penting dalam kedudukannya sebagai kepanjangan tangan negara yang dekat dengan masyarakat dan
sebagai pemimpin masyarakat. Dengan posisi yang demikian itu, prinsip pengaturan tentang Kepala Desa:
a. Kepala Desa berkedudukan sebagai kepala Pemerintah Desa dan sebagai pemimpin masyarakat;
b. Kepala Desa dipilih secara demokratis dan langsung oleh
masyarakat setempat; dan c. pencalonan Kepala Desa dalam pemilihan langsung tidak
menggunakan basis partai politik sehingga Kepala Desa dilarang menjadi pengurus partai politik.
Mengingat kedudukan, kewenangan, dan Keuangan Desa yang
semakin kuat, penyelenggaraan Pemerintahan Desa diharapkan lebih akuntabel yang didukung dengan sistem pengawasan dan keseimbangan antara Pemerintah Desa dan lembaga Desa.
Lembaga Desa, khususnya BPD yang dalam kedudukannya mempunyai fungsi penting dalam menyiapkan kebijakan
Pemerintahan Desa bersama Kepala Desa, harus mempunyai visi dan misi yang sama dengan Kepala Desa sehingga BPD tidak dapat menjatuhkan Kepala Desa yang dipilih secara demokratis oleh
masyarakat Desa.
3. Badan Permusyawaratan Desa
BPD adalah lembaga yang melakukan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan
keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
BPD merupakan badan permusyawaratan di tingkat Desa yang turut membahas dan menyepakati berbagai kebijakan dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Dalam upaya meningkatkan kinerja kelembagaan di tingkat Desa, memperkuat kebersamaan,
serta meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat, Pemerintah Desa dan/atau BPD memfasilitasi penyelenggaraan Musyawarah Desa. Musyawarah Desa adalah forum musyawarah
antara BPD, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh BPD untuk memusyawarahkan dan
menyepakati hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Hasil Musyawarah Desa dalam bentuk kesepakatan yang dituangkan dalam keputusan hasil musyawarah
dijadikan dasar oleh BPD dan Pemerintah Desa dalam menetapkan kebijakan Pemerintahan Desa.
4. Peraturan Desa
Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan
disepakati bersama BPD merupakan kerangka hukum dan kebijakan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan Pembangunan Desa.
Penetapan . . .
-4-
Penetapan Peraturan Desa merupakan penjabaran atas berbagai
kewenangan yang dimiliki Desa mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Sebagai sebuah produk hukum, Peraturan Desa tidak boleh bertentangan dengan
peraturan yang lebih tinggi dan tidak boleh merugikan kepentingan umum, yaitu:
a. terganggunya kerukunan antarwarga masyarakat; b. terganggunya akses terhadap pelayanan publik; c. terganggunya ketenteraman dan ketertiban umum;
d. terganggunya kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa; dan
e. diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antargolongan, serta gender.
Sebagai sebuah produk politik, Peraturan Desa diproses secara
demokratis dan partisipatif, yakni proses penyusunannya mengikutsertakan partisipasi masyarakat Desa. Masyarakat Desa mempunyai hak untuk mengusulkan atau memberikan masukan
kepada Kepala Desa dan BPD dalam proses penyusunan Peraturan Desa.
Peraturan Desa yang mengatur kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul dan kewenangan berskala lokal Desa pelaksanaannya diawasi oleh masyarakat Desa dan BPD. Hal itu dimaksudkan agar
pelaksanaan Peraturan Desa senantiasa dapat diawasi secara berkelanjutan oleh warga masyarakat Desa setempat mengingat
Peraturan Desa ditetapkan untuk kepentingan masyarakat Desa.
Apabila terjadi pelanggaran terhadap pelaksanaan Peraturan Desa yang telah ditetapkan, BPD berkewajiban mengingatkan dan
menindaklanjuti pelanggaran dimaksud sesuai dengan kewenangan yang dimiliki. Itulah salah satu fungsi pengawasan yang dimiliki oleh BPD. Selain BPD, masyarakat Desa juga
mempunyai hak untuk melakukan pengawasan dan evaluasi secara partisipatif terhadap pelaksanaan Peraturan Desa.
Jenis peraturan yang ada di Desa, selain Peraturan Desa adalah Peraturan Kepala Desa dan Peraturan Bersama Kepala Desa.
5. Pemilihan Kepala Desa
Kepala Desa dipilih secara langsung oleh dan dari penduduk Desa
warga negara Republik Indonesia yang memenuhi persyaratan dengan masa jabatan 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan. Kepala Desa dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali
masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut. Khusus mengenai pemilihan Kepala Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa diatur agar dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah
Kabupaten dengan maksud untuk menghindari hal negatif dalam pelaksanaannya, sehingga Pemerintahan Daerah menetapkan kebijakan pelaksanaan pemilihan Kepala Desa secara serentak
dengan Peraturan Daerah ini.
Pemilihan . . .
-5-
Pemilihan Kepala Desa secara serentak mempertimbangkan jumlah
Desa dan kemampuan biaya pemilihan yang dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sehingga pelaksanaannya dapat secara bergelombang.
Sebagai akibat dilaksanakannya kebijakan pemilihan Kepala Desa secara serentak, dalam Peraturan Daerah ini diatur mengenai
pengisian jabatan Kepala Desa yang berhenti dan diberhentikan sebelum habis masa jabatan.
6. Sumber Pendapatan Desa
Desa mempunyai sumber pendapatan Desa yang terdiri atas
pendapatan asli Desa, bagi hasil pajak Daerah dan retribusi Daerah, bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan Daerah yang diterima oleh Kabupaten, alokasi anggaran dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, serta hibah dan sumbangan yang
tidak mengikat dari pihak ketiga.
Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kepada Desa diberikan sesuai dengan kemampuan keuangan Pemerintah Daerah yang bersangkutan. Bantuan tersebut diarahkan untuk
percepatan Pembangunan Desa. Sumber pendapatan lain yang dapat diusahakan oleh Desa berasal dari BUMDesa, pengelolaan
pasar Desa, pengelolaan kawasan wisata skala Desa, pengelolaan tambang mineral bukan logam dan tambang batuan dengan tidak menggunakan alat berat, serta sumber lainnya dan tidak untuk
dijualbelikan.
Bagian dari dana perimbangan yang diterima Pemerintah Daerah paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) setelah dikurangi Dana
Alokasi Khusus yang selanjutnya disebut Alokasi Dana Desa.
Alokasi Dana Desa yang bersumber dari Belanja Daerah dilakukan
dengan mengefektifkan program yang berbasis Desa secara merata dan berkeadilan.
7. Pembangunan Desa dan Kawasan Perdesaan
Pembangunan Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui penyediaan pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana,
pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Untuk itu, Peraturan Daerah ini menggunakan 2 (dua) pendekatan, yaitu “Desa membangun” dan “membangun Desa” yang diintegrasikan
dalam perencanaan Pembangunan Desa.
Sebagai konsekuensinya, Desa menyusun perencanaan pembangunan sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan Daerah. Dokumen rencana
Pembangunan Desa merupakan satu-satunya dokumen perencanaan di Desa dan sebagai dasar penyusunan APBDesa.
Perencanaan . . .
-6-
Perencanaan Pembangunan Desa diselenggarakan dengan
mengikutsertakan masyarakat Desa melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan
kebutuhan Pembangunan Desa yang didanai oleh APBDesa, swadaya masyarakat Desa, dan/atau Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah berdasarkan penilaian terhadap kebutuhan masyarakat Desa. Pembangunan Desa dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dan masyarakat Desa dengan semangat
gotongroyong serta memanfaatkan kearifan lokal dan sumber daya alam Desa.
Pelaksanaan program sektor yang masuk ke Desa diinformasikan kepada Pemerintah Desa dan diintegrasikan dengan rencana Pembangunan Desa. Masyarakat Desa berhak mendapatkan
informasi dan melakukan pemantauan mengenai rencana dan pelaksanaan Pembangunan Desa.
8. Lembaga Kemasyarakatan Desa
Di Desa dibentuk lembaga kemasyarakatan Desa, seperti rukun
tetangga, rukun warga, pembinaan kesejahteraan keluarga, karang taruna, dan lembaga pemberdayaan masyarakat. Lembaga Kemasyarakatan Desa bertugas membantu Pemerintah Desa dan
merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat Desa.
Lembaga Kemasyarakatan Desa berfungsi sebagai wadah
partisipasi masyarakat Desa dalam pembangunan, pemerintahan, kemasyarakatan, dan pemberdayaan yang mengarah terwujudnya demokratisasi dan transparansi di tingkat masyarakat serta
menciptakan akses agar masyarakat lebih berperan aktif dalam kegiatan pembangunan.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2 Cukup jelas.
Pasal 3 Huruf a
Yang dimaksud dengan ”rekognisi” adalah pengakuan terhadap hak asal usul.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “subsidiaritas” adalah penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat Desa.
Huruf c Yang dimaksud dengan “keberagaman” adalah pengakuan
dan penghormatan terhadap sistem nilai yang berlaku di masyarakat Desa, tetapi dengan tetap mengindahkan sistem nilai bersama dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Huruf d . . .
-7-
Huruf d
Yang dimaksud dengan “kebersamaan” adalah semangat untuk berperan aktif dan bekerja sama dengan prinsip saling menghargai antara kelembagaan di tingkat Desa
dan unsur masyarakat Desa dalam membangun Desa.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “kegotongroyongan” adalah kebiasaan saling tolong-menolong untuk membangun Desa.
Huruf f Yang dimaksud dengan “kekeluargaan” adalah kebiasaan
warga masyarakat Desa sebagai bagian dari satu kesatuan keluarga besar masyarakat Desa.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “musyawarah” adalah proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat Desa melalui diskusi dengan berbagai pihak
yang berkepentingan;
Huruf h
Yang dimaksud dengan “demokrasi” adalah sistem pengorganisasian masyarakat Desa dalam suatu sistem pemerintahan yang dilakukan oleh masyarakat Desa atau
dengan persetujuan masyarakat Desa serta keluhuran harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa diakui, ditata, dan dijamin;
Huruf i Yang dimaksud dengan “kemandirian” adalah suatu
proses yang dilakukan oleh Pemerintah Desa dan masyarakat Desa untuk melakukan suatu kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhannya dengan kemampuan
sendiri;
Huruf j
Yang dimaksud dengan “partisipasi” adalah turut berperan aktif dalam suatu kegiatan;
Huruf k
Yang dimaksud dengan “kesetaraan” adalah kesamaan dalam kedudukan dan peran;
Huruf l Yang dimaksud dengan “pemberdayaan” adalah upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat
Desa melalui penetapan kebijakan, program, dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa; dan
Huruf m Yang dimaksud dengan “keberlanjutan” adalah suatu
proses yang dilakukan secara terkoordinasi, terintegrasi, dan berkesinambungan dalam merencanakan dan melaksanakan program pembangunan Desa.
Pasal 4 . . .
-8-
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Ayat (5) Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “perubahan status” adalah perubahan dari Desa menjadi Kelurahan dan perubahan Kelurahan menjadi Desa.
Huruf e Yang dimaksud dengan “Penetapan Desa” adalah
untuk menata kembali status Desa menjadi Desa dengan ketentuan tidak boleh menambah jumlah Desa.
Pasal 6 Ayat (1)
Pembentukan Desa dapat berupa:
a. pemekaran dari 1 (satu) Desa menjadi 2 (dua) Desa atau lebih;
b. penggabungan bagian Desa dari Desa yang bersanding menjadi 1 (satu) Desa; atau
c. penggabungan beberapa Desa menjadi 1 (satu) Desa
baru.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 7 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pembentukan Desa” adalah pembentukan Desa di kawasan yang bersifat khusus dan strategis bagi kepentingan nasional.
Pembentukan Desa oleh Pemerintah dapat berupa: a. pemekaran dari 1 (satu) Desa menjadi 2 (dua) Desa
atau lebih; atau
b. penggabungan . . .
-9-
b. penggabungan bagian Desa dari Desa yang
bersanding menjadi 1 (satu) Desa atau penggabungan beberapa Desa menjadi 1 (satu) Desa baru.
Yang dimaksud dengan “pembentukan Desa melalui
penggabungan beberapa Desa” dilakukan untuk Desa yang berdampingan dan berada dalam satu wilayah
kabupaten.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Yang dimaksud dengan “Jangka waktu 2 (dua) tahun”
antara lain digunakan untuk persiapan penataan sarana prasarana Desa, aset Desa, penetapan, dan penegasan batas Desa.
Pasal 8 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b Yang dimaksud dengan “pembentukan Desa melalui
penggabungan beberapa Desa” dilakukan untuk Desa yang berdampingan dan berada dalam satu wilayah kabupaten.
Pasal 9 Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12 Cukup jelas.
Pasal 13 Cukup jelas.
Pasal 14 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4) . . .
-10-
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5) Cukup jelas.
Ayat (6) Huruf a
Yang dimaksud dengan ”kaidah kartografis” adalah kaidah dalam penetapan dan penegasan batas wilayah Desa yang mengikuti tahapan penetapan
yang meliputi penelitian dokumen, pemilihan peta dasar, dan pembuatan garis batas di atas peta dan
tahapan penegasan yang meliputi penelitian dokumen, pelacakan, penentuan posisi batas, pemasangan pilar batas, dan pembuatan peta batas.
Huruf b Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e Cukup jelas.
Huruf f Cukup jelas.
Huruf g Cukup jelas.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “akses perhubungan antar-Desa”, antara lain sarana dan prasarana antar-Desa serta transportasi antar-Desa.
Ayat (7) Cukup jelas.
Pasal 15 Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ketentuan “disertai lampiran peta batas wilayah Desa” adalah dokumen sebagai lampiran Peraturan Daerah yang telah dilakukan melalui tahapan
penelitian dokumen, penentuan peta dasar yang dipakai, dan deliniasi garis batas secara kartometrik di atas peta
dasar.
Pasal 18 . . .
-11-
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19 Cukup jelas.
Pasal 20 Cukup jelas.
Pasal 21 Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1) Yang dimaksud dengan “program nasional yang strategis“
antara lain program pembuatan waduk atau bendungan yang meliputi seluruh wilayah Desa.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 23 Cukup jelas.
Pasal 24 Cukup jelas.
Pasal 25 Cukup jelas.
Pasal 26
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “berasal dari pegawai negeri sipil” adalah pegawai negeri sipil Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang yang ditempatkan untuk pengisian jabatan
lurah dan perangkat kelurahan sesuai dengan mekanisme kepegawaian Daerah.
Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 27
Yang dimaksud dengan “menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten” adalah termasuk untuk
memberikan dana purnatugas (pesangon) bagi Kepala Desa dan perangkat Desa yang diberhentikan sebagai akibat perubahan status Desa menjadi Kelurahan.
Pasal 28 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Penyerahan aset desa” adalah
penyerahan bukti-bukti kepemilikan Aset Desa dan keadaan fisik.
Ayat (2) . . .
-12-
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 29 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “mengubah status kelurahan menjadi Desa” adalah perubahan status kelurahan
menjadi Desa atau kelurahan sebagian menjadi Desa dan sebagian tetap menjadi kelurahan. Hal tersebut dilakukan dalam jangka waktu tertentu untuk menyesuaikan adanya
kelurahan yang kehidupan masyarakatnya masih bersifat perdesaan.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 30 Cukup jelas.
Pasal 31 Cukup jelas.
Pasal 32 Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35 Yang dimaksud dengan “hak asal usul dan adat istiadat Desa”
adalah hak yang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 36 Huruf a
Yang dimaksud dengan “hak asal usul” adalah hak yang merupakan warisan yang masih hidup dan prakarsa Desa atau prakarsa masyarakat Desa sesuai dengan
perkembangan kehidupan masyarakat, antara lain sistem organisasi masyarakat adat, kelembagaan, pranata dan
hukum adat, tanah kas Desa, serta kesepakatan dalam kehidupan masyarakat Desa.
Huruf b . . .
-13-
Huruf b
Yang dimaksud dengan “kewenangan lokal berskala Desa” adalah kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat Desa yang telah dijalankan oleh
Desa atau mampu dan efektif dijalankan oleh Desa atau yang muncul karena perkembangan Desa dan prakasa
masyarakat Desa, antara lain tambatan perahu, pasar Desa, tempat pemandian umum, saluran irigasi, sanitasi lingkungan, pos pelayanan terpadu, sanggar seni dan
belajar, serta perpustakaan Desa, embung Desa, dan jalan Desa.
Huruf c Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 37 Cukup jelas.
Pasal 38 Cukup jelas.
Pasal 39 Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) Huruf a
Yang dimaksud dengan “kepastian hukum” adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan
landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
Huruf b Yang dimaksud dengan “tertib penyelenggara
pemerintahan” adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara Pemerintahan Desa.
Huruf c Yang dimaksud dengan “tertib kepentingan umum” adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan
umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.
Huruf d . . .
-14-
Huruf d
Yang dimaksud dengan “keterbukaan” adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak
diskriminatif tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa dengan tetap memperhatikan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf e Yang dimaksud dengan “proporsionalitas” adalah
asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
Huruf f Yang dimaksud dengan “profesionalitas” adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan
kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “akuntabilitas” adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil
akhir kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat Desa sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “efektivitas” adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan yang dilaksanakan harus berhasil mencapai tujuan yang
diinginkan masyarakat Desa.
Yang dimaksud dengan “efisiensi” adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan yang
dilaksanakan harus tepat sesuai dengan rencana dan tujuan.
Huruf i Yang dimaksud dengan “kearifan lokal” adalah asas yang menegaskan bahwa di dalam penetapan
kebijakan harus memperhatikan kebutuhan dan kepentingan masyarakat Desa.
Huruf j Yang dimaksud dengan “keberagaman” adalah penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang tidak
boleh mendiskriminasi kelompok masyarakat tertentu.
Huruf k
Yang dimaksud dengan “partisipatif” adalah penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang
mengikutsertakan kelembagaan Desa dan unsur masyarakat Desa.
Pasal 43 . . .
-15-
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44 Cukup jelas.
Pasal 45 Cukup jelas.
Pasal 46 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b Cukup jelas.
Huruf c
Jaminan kesehatan yang diberikan kepada Kepala Desa diintegrasikan dengan jaminan pelayanan yang
dilakukan oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Ayat (5) Cukup jelas.
Pasal 47
Ayat (1) Yang dimaksud dengan “terhitung sejak tanggal
pelantikan” adalah seseorang yang telah dilantik sebagai Kepala Desa maka apabila yang bersangkutan mengundurkan diri sebelum habis masa jabatannya
dianggap telah menjabat satu periode masa jabatan 6 (enam) tahun.
Kepala Desa yang telah menjabat satu kali masa jabatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 diberi kesempatan untuk mencalonkan kembali paling
lama 2 (dua) kali masa jabatan. Sementara itu, Kepala Desa yang telah menjabat 2 (dua) kali masa jabatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
diberi kesempatan untuk mencalonkan kembali hanya 1 (satu) kali masa jabatan.
Ayat (2) . . .
-16-
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Ayat (5) Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) Pemberitahuan BPD kepada Kepala Desa tentang akan
berakhirnya masa jabatan Kepala Desa secara tertulis 6 (enam) bulan sebelum masa jabatan Kepala desa berakhir
dan tembusannya disampaikan kepada Bupati.
Dalam hal peberitahuan BPD kepada Kepala Desa tentang akhir masa jabatan melewati batas waktu 6 (enam) bulan
sebelum berakhir masa jabatan Kepala Desa, maka Kepala Desa tetap wajib menyampaikan laporan penyelenggaraan
Pemerintahan Desa pada akhir masa jabatan dalam jangka waktu 5 (lima) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52 Yang dimaksud dengan “media informasi” antara lain papan
pengumuman, radio komunitas, dan media informasi lainnya.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54 Cukup jelas.
Pasal 55 Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57 . . .
-17-
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a Yang dimaksud dengan “berakhir masa jabatannya” adalah apabila seorang Kepala Desa yang telah
berakhir masa jabatannya 6 (enam) tahun terhitung tanggal pelantikan harus diberhentikan. Dalam hal
belum ada calon terpilih dan belum dapat dilaksanakan pemilihan, diangkat penjabat.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap” adalah apabila Kepala Desa menderita sakit yang
mengakibatkan, baik fisik maupun mental, tidak berfungsi secara normal yang dibuktikan dengan
surat keterangan dokter yang berwenang dan/atau tidak diketahui keberadaannya.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e Cukup jelas.
Huruf f Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 59 Cukup Jelas.
Pasal 60 Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup Jelas.
Pasal 62 Cukup jelas.
Pasal 63 . . .
-18-
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “tidak lebih dari 1 (satu) tahun” adalah 1 (satu) tahun atau kurang.
Ayat (2) Yang dimaksud dengan “tidak lebih dari 1 (satu) tahun” adalah 1 (satu) tahun atau kurang.
Pasal 65 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”musyawarah Desa” adalah musyawarah yang diselenggarakan oleh BPD khusus untuk pemilihan Kepala Desa antarwaktu (bukan
musyawarah BPD), yaitu mulai dari penetapan calon, pemilihan calon, dan penetapan calon terpilih.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ”Musyawarah Desa ” adalah musyawarah yang diselenggarakan oleh BPD khusus
untuk pemilihan Kepala Desa antarwaktu (bukan musyawarah BPD), yaitu mulai dari penetapan calon, pemilihan calon, dan penetapan calon terpilih.
Pasal 66 Cukup jelas.
Pasal 67 Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69 Cukup jelas.
Pasal 70 Cukup jelas.
Pasal 71 Cukup jelas.
Pasal 72 Cukup jelas.
Pasal 73 Cukup jelas.
Pasal 74 Cukup jelas.
Pasal 75 Cukup jelas.
Pasal 76 . . .
-19-
Pasal 76 Cukup jelas.
Pasal 77 Cukup jelas.
Pasal 78 Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “sekolah menengah umum” adalah sekolah menengah atas, Sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah.
Yang dimaksud dengan “sederajat” adalah pendidikan formal lainnya yang setingkat sekolah menengah umum dan kejar paket C.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “berusia 20 (dua puluh) tahun” adalah penduduk Desa setempat yang sudah mencapai usia 20 (dua puluh) tahun atau lebih
sejak penjaringan dan penyaringan atau seleksi calon perangkat Desa oleh Kepala Desa.
Yang dimaksud dengan “sampai dengan 42 (empat
puluh dua) tahun” adalah penduduk Desa setempat yang berusia 42 (empat puluh dua) tahun atau kurang sejak penjaringan dan penyaringan atau
seleksi calon perangkat Desa oleh Kepala Desa.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “terdaftar sebagai penduduk” adalah penduduk yang memiliki Kartu Tanda Penduduk Desa bersangkutan atau memiliki
tanda bukti yang sah sebagai penduduk desa bersangkutan.
Yang dimaksud dengan “bertempat tinggal di Desa
paling kurang 1 (satu) tahun” adalah sudah bertempat tinggal tetap di Desa bersangkutan selama 1 (satu) tahun atau lebih yang dibuktikan
dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan atau Kartu Keluarga.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g Cukup jelas.
Huruf h . . .
-20-
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 79 Huruf a
Yang dimaksud dengan “penjaringan dan penyaringan” adalah dilakukan penelitian dokumen mengenai
persyaratan administrasi calon perangkat Desa, antara lain, terdiri atas: 1. surat pernyataan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa yang dibuat oleh yang bersangkutan di atas kertas segel atau bermeterai cukup;
2. surat pernyataan memegang teguh dan mengamalkan
Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mempertahankan dan
memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika, yang dibuat oleh yang bersangkutan di atas kertas segel atau
bermeterai cukup;
3. ijazah pendidikan formal dari tingkat dasar sampai
dengan ijazah terakhir yang dilegalisasi oleh pejabat berwenang atau surat pernyataan dari pejabat yang berwenang;
4. akta kelahiran atau surat keterangan kenal lahir;
5. kartu tanda penduduk dan surat keterangan bertempat tinggal paling kurang 1 (satu) tahun
sebelum pendaftaran dari rukun tetangga/rukun warga dan kepala Desa setempat;
6. surat pernyataan bersedia diangkat menjadi perangkat Desa yang dibuat oleh yang bersangkutan di atas kertas segel atau bermeterai cukup;
7. surat keterangan dari ketua pengadilan bahwa tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun
atau lebih;
8. surat . . .
-21-
8. surat keterangan berbadan sehat dari rumah sakit
umum daerah; dan
Yang dimaksud dengan “seleksi calon perangkat desa” adalah dapat berupa test wawancara atau tertulis.
Huruf b Cukup jelas.
Huruf c Cukup jelas.
Huruf d Cukup jelas.
Pasal 80 Cukup jelas.
Pasal 81 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) Huruf a
Yang dimaksud dengan “usia telah genap 60 (enam puluh) tahun” adalah apabila seorang Perangkat Desa yang usianya telah mencapai genap 60 (enam
puluh) tahun harus diberhentikan.
Huruf b Yang dimaksud dengan “berhalangan tetap” adalah
apabila Perangkat Desa menderita sakit yang mengakibatkan, baik fisik maupun mental, tidak
berfungsi secara normal yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang berwenang dan/atau tidak diketahui keberadaannya.
Huruf c Apabila perangkat desa dalam pelaksanaan tugasnya tidak bekerja dengan baik dan tidak
berdedikasi, kurang berdisiplin, melakukan pelanggaran-pelanggaran administrasi sewaktu-
waktu dapat diberhentikan sebelum usia 60 (enam puluh) tahun.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83 Cukup jelas.
Pasal 84 Cukup jelas.
Pasal 85 . . .
-22-
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Jaminan kesehatan yang diberikan kepada Kepala Desa dan perangkat Desa diintegrasikan dengan jaminan pelayanan yang dilakukan oleh Pemerintah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sebelum program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
menjangkau ke tingkat Desa, jaminan kesehatan dapat dilakukan melalui kerja sama Daerah dengan Badan Usaha Milik Negara atau dengan memberikan kartu
jaminan kesehatan sesuai dengan kemampuan keuangan Daerah yang diatur dengan Peraturan Bupati.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
Pasal 88 Cukup jelas.
Pasal 89 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) Yang dimaksud dengan “penghargaan” adalah dapat
diberikan dalam bentuk piagam dan/atau bentuk lainnya sesuai kemampuan Daerah.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 90
Cukup jelas.
Pasal 91 Cukup jelas.
Pasal 92 Cukup jelas.
Pasal 93 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “dilakukan secara demokratis”
adalah diproses melalui proses musyawarah perwakilan.
Ayat (2) Masa keanggotaan BPD terhitung sejak tanggal
pengucapan sumpah/janji.
Ayat (3) . . .
-23-
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Ayat (5) Cukup jelas.
Pasal 94 Huruf a Cukup jelas.
Huruf b Cukup jelas.
Huruf c Yang dimaksud dengan “berusia paling rendah 20 (dua puluh) tahun” adalah penduduk Desa setempat yang
sudah mencapai usia 20 (dua puluh) tahun atau lebih sejak penetapan sebagai calon anggota BPD oleh Panitia pengisian anggota BPD.
Yang dimaksud dengan “sudah pernah menikah” adalah penduduk desa setempat kurang dari usia 20 (dua puluh)
tahun namun sudah atau pernah menikah.
Huruf d Yang dimaksud dengan “sekolah menengah pertama”
adalah sekolah menengah pertama dan madrasah tsanawiyah.
Yang dimaksud dengan “sederajat” adalah pendidikan formal lainnya yang setingkat sekolah menengah pertama dan kejar paket B.
Huruf e Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Pasal 95 Cukup jelas.
Pasal 96 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “penjaringan dan penyaringan” adalah dilakukan penelitian dokumen mengenai persyaratan administrasi bakal calon anggota BPD, antara
lain, terdiri atas:
1. surat pernyataan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dibuat oleh yang bersangkutan di atas
kertas segel atau bermeterai cukup;
2. surat . . .
-24-
2. surat pernyataan memegang teguh dan mengamalkan
Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika, yang dibuat oleh yang bersangkutan di atas kertas segel atau
bermeterai cukup;
3. akta kelahiran atau surat keterangan kenal lahir;
4. ijazah pendidikan formal dari tingkat dasar sampai
dengan ijazah terakhir yang dilegalisasi oleh pejabat berwenang atau surat pernyataan dari pejabat yang
berwenang;
5. surat keterangan bukan sebagai perangkat pemerintah Desa dari kepala Desa setempat;
6. surat pernyataan bersedia dicalonkan menjadi anggota BPD yang dibuat oleh yang bersangkutan di atas kertas segel atau bermeterai cukup;
7. berita acara hasil musyawarah perwakilan berupa kesepakatan yang bersangkutan menjadi wakil
penduduk Desa untuk dicalonkan menjadi anggota BPD;
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Ayat (5) Cukup jelas.
Ayat (6) Cukup jelas.
Pasal 97 Cukup jelas.
Pasal 98 Cukup jelas.
Pasal 99
Cukup jelas.
Pasal 100
Cukup jelas.
Pasal 101 . . .
-25-
Pasal 101
Ayat (1) Huruf a
Yang dimaksud dengan “meminta keterangan”
adalah permintaan yang bersifat informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan
pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat Desa, bukan dalam rangka laporan pertanggungjawaban Kepala Desa.
Huruf b Cukup jelas.
Huruf c Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 102 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “penghargaan” adalah dapat diberikan dalam bentuk piagam dan/atau bentuk lainnya
sesuai kemampuan Daerah.
Pasal 103 Cukup jelas.
Pasal 104 Cukup jelas.
Pasal 105
Cukup jelas.
Pasal 106
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a Yang dimaksud dengan “berhalangan tetap” adalah
apabila Anggota BPD menderita sakit yang mengakibatkan, baik fisik maupun mental, tidak berfungsi secara normal yang dibuktikan dengan
surat keterangan dokter yang berwenang dan/atau tidak diketahui keberadaannya.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c . . .
-26-
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 107
Cukup jelas.
Pasal 108
Cukup jelas.
Pasal 109 Cukup jelas.
Pasal 110 Ayat (1)
Musyawarah Desa merupakan forum pertemuan dari
seluruh pemangku kepentingan yang ada di Desa, termasuk masyarakatnya, dalam rangka menggariskan
hal yang dianggap penting dilakukan oleh Pemerintah Desa dan juga menyangkut kebutuhan masyarakat Desa. Hasil ini menjadi pegangan bagi perangkat Pemerintah
Desa dan lembaga lain dalam pelaksanaan tugasnya.
Yang dimaksud dengan “unsur masyarakat” adalah antara
lain tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, perwakilan kelompok tani, kelompok nelayan, kelompok perajin, kelompok perempuan, dan kelompok
masyarakat miskin.
Ayat (2) Huruf a
Dalam hal penataan Desa, Musyawarah Desa hanya memberikan pertimbangan dan masukan
kepada Pemerintah Daerah.
Huruf b Cukup jelas.
Huruf c Cukup jelas.
Huruf d Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f Cukup jelas.
Huruf g Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
-27-
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 111 Cukup jelas.
Pasal 112 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pemilihan kepala Desa
dilaksanakan secara serentak” adalah pemilihan kepala Desa yang dilaksanakan pada hari yang sama dengan
mempertimbangkan jumlah Desa dan kemampuan biaya pemilihan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Ayat (5) Cukup jelas.
Pasal 113
Ayat (1) Pemberitahuan BPD kepada Kepala Desa tentang akan
berakhirnya masa jabatan Kepala Desa tembusannya disampaikan kepada Bupati.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Yang dimaksud dengan “tokoh masyarakat” adalah tokoh
keagamaan, tokoh pendidikan, dan tokoh masyarakat lainnya.
Pasal 114
Huruf a Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c Cukup jelas.
Huruf d . . .
-28-
Huruf d
Yang dimaksud dengan “sekolah menengah pertama” adalah sekolah mengah pertama dan madrasas tsanawiyah.
Yang dimaksud dengan “sederajat” adalah pendidikan formal lainnya yang setingkat sekolah menengah pertama dan kejar paket B.
Huruf e Yang dimaksud dengan berusia “paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun” adalah penduduk Desa setempat yang
berusia 65 (enam puluh lima) tahun atau kurang sejak pada saat mendaftar sebagai calon Kepala Desa.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g Cukup jelas.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “terdaftar sebagai penduduk” adalah penduduk yang memiliki Kartu Tanda Penduduk Desa bersangkutan atau memiliki tanda bukti yang sah
sebagai penduduk desa bersangkutan.
Yang dimaksud dengan “bertempat tinggal di Desa setempat paling sedikit 1 (satu) tahun” adalah sudah bertempat tinggal tetap di Desa bersangkutan selama 1
(satu) tahun atau lebih yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan atau Kartu Keluarga.
Huruf i Cukup jelas.
Huruf j Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n Tidak pernah menjabat sebagai kepala desa untuk 3 (dua)
kali masa jabatan baik berturut-turut atau tidak berturut-turut.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p Cukup jelas.
Pasal 115 . . .
-29-
Pasal 115
Cukup jelas.
Pasal 116 Cukup jelas.
Pasal 117 Cukup jelas.
Pasal 118 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5) Cukup jelas.
Ayat (6) Biaya pemilihan Kepala Desa yang dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah untuk pengadaan surat suara, kotak suara, kelengkapan peralatan lainnya, honorarium Panitia, dan biaya
pelantikan.
Pasal 119
Yang dimaksud dengan “sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun” adalah penduduk Desa setempat yang sudah mencapai umur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih pada saat hari pemungutan suara
pemilihan Kepala Desa. Yang dimaksud dengan “sudah/pernah menikah” adalah penduduk desa setempat kurang dari umur 17 (tujuh belas)
tahun namun sudah atau pernah menikah dibuktikan dengan akta nikah dan atau Kartu Keluarga.
Pasal 120
Cukup jelas.
Pasal 121 Cukup jelas.
Pasal 122 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) Huruf a
Pemberitahuan BPD kepada Kepala Desa tentang
akan berakhirnya masa jabatan Kepala Desa tembusannya disampaikan kepada Bupati.
Huruf b . . .
-30-
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c Yang dimaksud dengan “laporan akhir masa jabatan
Kepala Desa” adalah laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa selama 6 (enam) tahun.
Huruf d Yang dimaksud dengan “perencanaan biaya pemilihan” adalah perencanan estimasi beban biaya
pelaksanaan pemilihan yang meliputi tahapan pencalonan, pemungutan suara, dan penetapan
seperti untuk biaya rapat-rapat, biaya petugas pemutakhiran data pemilih, pengadaan surat undangan, pengadaan surat suara, kotak suara,
kelengkapan peralatan lainnya, honorarium Panitia dan petugas keamanan.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “kelengkapan persyaratan administrasi” adalah dokumen mengenai
persyaratan administrasi bakal calon, antara lain, terdiri atas:
1. surat keterangan sebagai bukti sebagai warga
negara Indonesia dari pejabat tingkat kabupaten;
2. surat pernyataan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa yang dibuat oleh yang bersangkutan di atas kertas segel atau bermeterai cukup;
3. surat pernyataan memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
Bhinneka Tunggal Ika, yang dibuat oleh yang bersangkutan di atas kertas segel atau bermeterai cukup;
4. ijazah pendidikan formal dari tingkat dasar sampai dengan ijazah terakhir yang dilegalisasi oleh pejabat berwenang atau surat pernyataan
dari pejabat yang berwenang;
5. akta kelahiran atau surat keterangan kenal
lahir;
6. surat . . .
-31-
6. surat pernyataan bersedia berdedikasi,
komitmen dan loyalitas kepada Desa yang dibuat oleh yang bersangkutan di atas kertas segel atau bermeterai cukup;
7. surat pernyataan bersedia dicalonkan menjadi kepala Desa yang dibuat oleh yang
bersangkutan di atas kertas segel atau bermeterai cukup;
8. kartu tanda penduduk dan surat keterangan
bertempat tinggal paling kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran dari rukun
tetangga/rukun warga dan kepala Desa setempat;
9. surat keterangan dari ketua pengadilan bahwa
tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun
atau lebih;
10. surat keterangan dari ketua pengadilan negeri bahwa tidak sedang dicabut hak pilihnya sesuai
dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai hukum tetap;
11. surat keterangan catatan kepolisian dari polisi resort kota tigaraksa.
12. surat keterangan berbadan sehat dari rumah
sakit umum daerah;
13. surat keterangan dari pemerintah daerah kabupaten/kota dan surat pernyataan dari
yang bersangkutan bahwa tidak pernah menjadi kepala Desa selama 3 (tiga) kali masa
jabatan; dan
14. Keterangan kelulusan test tertulis kompetensi dasar melalui Pelaksanaan seleksi melalui test
tertulis kompetensi dasar dilakukan oleh pihak Independen yang memiliki kemampuan dalam
bidangnya. Pihak independent mengeluarkan Hasil kelulusan test yang menjadi dasar bagi panitia pemilihan dalam penetapan calon. Dan
jika calon yang mendapatkan predikat kelulusan lebih dari batas maksimal calon yang
harus ditetapkan, maka panitia pemilihan menetapkan calon berdasarkan urutan predikat kelulusan yang tertinggi.
Huruf c Cukup jelas.
Huruf d . . .
-32-
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e Cukup jelas.
Huruf f Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7) Cukup jelas.
Ayat (8) Cukup jelas.
Pasal 123
Cukup jelas.
Pasal 124
Cukup jelas.
Pasal 125 Cukup jelas.
Pasal 126 Cukup jelas.
Pasal 127 Cukup jelas.
Pasal 128
Cukup jelas.
Pasal 129 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Masa jabatan Kepala Desa yang dipilih melalui Musyawarah Desa terhitung sejak yang bersangkutan dilantik oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 130 Cukup jelas.
Pasal 131 Cukup jelas.
Pasal 132
Cukup jelas.
Pasal 133 Cukup jelas.
Pasal 134 . . .
-33-
Pasal 134
Cukup jelas.
Pasal 135 Cukup jelas.
Pasal 136 Cukup jelas.
Pasal 137 Cukup jelas.
Pasal 138
Cukup jelas.
Pasal 139
Cukup jelas.
Pasal 140 Cukup jelas.
Pasal 141 Cukup jelas.
Pasal 142
Cukup jelas.
Pasal 143
Ayat (1) Huruf a
Yang dimaksud dengan “pendapatan asli Desa”
adalah pendapatan yang berasal dari kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul dan kewenangan
skala lokal Desa.
Yang dimaksud dengan “hasil usaha” termasuk juga hasil BUM Desa dan tanah kas Desa.
Huruf b Yang dimaksud dengan “Anggaran bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tersebut”
adalah anggaran yang diperuntukkan bagi Desa dan Desa Adat yang ditransfer melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai penyelenggaran pemerintahan, pembangunan, serta pemberdayaan masyarakat,
dan kemasyarakatan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d Cukup jelas.
Huruf e Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Hurug g . . .
-34-
Huruf g
Yang dimaksud dengan “lain-lain pendapatan Desa yang sah” adalah antara lain pendapatan sebagai hasil kerja sama dengan pihak ketiga dan bantuan
perusahaan yang berlokasi di Desa.
Ayat (2)
Anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dihitung berdasarkan jumlah Desa dan dialokasikan dengan memperhatikan jumlah penduduk,
angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan
pemerataan pembangunan Desa.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 144
Cukup jelas.
Pasal 145
Cukup jelas.
Pasal 146 Cukup jelas.
Pasal 147 Cukup jelas.
Pasal 148 Cukup jelas.
Pasal 149
Cukup jelas.
Pasal 150 Cukup jelas.
Pasal 151 Cukup jelas.
Pasal 152 Cukup jelas.
Pasal 153
Cukup jelas.
Pasal 154
Ayat (1) Dalam penetapan belanja Desa dapat dialokasikan insentif kepada rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW)
dengan pertimbangan bahwa RT dan RW walaupun sebagai lembaga kemasyarakatan, RT dan RW membantu pelaksanaan tugas pelayanan pemerintahan, perencanaan
pembangunan, ketertiban, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
Ayat (2) . . .
-35-
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “tidak terbatas” adalah kebutuhan pembangunan di luar pelayanan dasar yang dibutuhkan masyarakat Desa.
Yang dimaksud dengan “kebutuhan primer” adalah kebutuhan pangan, sandang, dan papan.
Yang dimaksud dengan “pelayanan dasar” adalah antara lain pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 155
Huruf a Cukup jelas.
Huruf b
Angka 1 Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4 Yang dimaksud dengan “insentif rukun tetangga dan
rukun warga” adalah bantuan kelembagaan yang digunakan untuk operasional rukun tetangga dan
rukun warga.
Pasal 156 Cukup jelas.
Pasal 157 Cukup jelas.
Pasal 158
Cukup jelas.
Pasal 159
Cukup jelas.
Pasal 160 Cukup jelas.
Pasal 161 Cukup jelas.
Pasal 162 Cukup jelas.
Pasal 163
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a Cukup jelas.
Huruf b . . .
-36-
Huruf b
Yang dimaksud dengan “sumbangan” adalah termasuk tanah wakaf sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf c Cukup jelas.
Huruf d Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 164 Cukup jelas.
Pasal 165
Cukup jelas.
Pasal 166
Cukup jelas.
Pasal 167 Cukup jelas.
Pasal 168 Cukup jelas.
Pasal 169 Cukup jelas.
Pasal 170
Cukup jelas.
Pasal 171 Cukup jelas.
Pasal 172 Cukup jelas.
Pasal 173 Cukup jelas.
Pasal 174
Cukup jelas.
Pasal 175
Cukup jelas.
Pasal 176 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “partisipatif” adalah mengikutsertakan masyarakat dan kelembagaan yang ada di Desa.
Ayat (2) . . .
-37-
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Ayat (5) Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 177
Cukup jelas.
Pasal 178 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Yang dimaksud dengan “kondisi objektif Desa” adalah
kondisi yang menggambarkan situasi yang ada di Desa, baik mengenai sumber daya manusia, sumber daya alam, maupun sumber daya lainnya, serta dengan
mempertimbangkan, antara lain, keadilan gender, pelindungan terhadap anak, pemberdayaan keluarga,
keadilan bagi masyarakat miskin, warga disabilitas dan marginal, pelestarian lingkungan hidup, pendayagunaan teknologi tepat guna dan sumber daya lokal,
pengarusutamaan perdamaian, serta kearifan lokal.
Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 179 Cukup jelas.
Pasal 180 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) Yang dimaksud dengan “hal tertentu” adalah program
percepatan pembangunan Desa yang pendanaannya berasal dari Pemerintah dan pemerintah daerah provinsi.
Yang dimaksud dengan “Pemerintah” dalam ketentuan ini
adalah kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian yang memiliki program berbasis Desa.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5) . . .
-38-
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6) Cukup jelas.
Pasal 181 Cukup jelas.
Pasal 182 Cukup jelas.
Pasal 183
Cukup jelas.
Pasal 184
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2)
Pengintegrasian program sektoral dan program Daerah ke dalam pembangunan Desa dimaksudkan untuk menghindari terjadinya tumpang tindih program dan
anggaran sehingga terwujud program yang saling mendukung.
Ayat (3) Yang dimaksud dengan “didelegasikan pelaksanaannya” adalah penyerahan pelaksanaan kegiatan, anggaran
pembangunan, dan aset dari Pemerintah Daerah kepada Desa.
Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 185
Cukup jelas.
Pasal 186 Cukup jelas.
Pasal 187 Cukup jelas.
Pasal 188 Cukup jelas.
Pasal 189
Cukup jelas.
Pasal 190
Cukup jelas.
Pasal 191 Cukup jelas.
Pasal 192 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) . . .
-39-
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pihak ketiga”, antara lain, adalah lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, organisasi kemasyarakatan, atau perusahaan, yang
sumber keuangan dan kegiatannya tidak berasal dari anggaran Pemerintah, pemerintah daerah provinsi,
Pemerintah Daerah, dan/atau Desa.
Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 193 Cukup jelas.
Pasal 194 Cukup jelas.
Pasal 195
Cukup jelas.
Pasal 196 Ayat (1)
BUMDesa dibentuk oleh Pemerintah Desa untuk mendayagunakan segala potensi ekonomi, kelembagaan
perekonomian, serta potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa.
BUMDesa secara spesifik tidak dapat disamakan dengan badan hukum seperti perseroan terbatas, CV, atau
koperasi. Oleh karena itu, BUMDesa merupakan suatu badan usaha bercirikan Desa yang dalam pelaksanaan kegiatannya di samping untuk membantu
penyelenggaraan Pemerintahan Desa, juga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Desa. BUMDesa juga dapat melaksanakan fungsi pelayanan jasa, perdagangan,
dan pengembangan ekonomi lainnya.
Dalam meningkatkan sumber pendapatan Desa, BUMDesa
dapat menghimpun tabungan dalam skala lokal masyarakat Desa, antara lain melalui pengelolaan dana bergulir dan simpan pinjam.
BUMDesa dalam kegiatannya tidak hanya berorientasi pada keuntungan keuangan, tetapi juga berorientasi
untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa. BUMDesa diharapkan dapat mengembangkan unit usaha dalam mendayagunakan potensi ekonomi. Dalam
hal kegiatan usaha dapat berjalan dan berkembang dengan baik, sangat dimungkinkan pada saatnya BUMDesa mengikuti badan hukum yang telah ditetapkan
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 197 . . .
-40-
Pasal 197
Cukup jelas.
Pasal 198 Cukup jelas.
Pasal 199 Cukup jelas.
Pasal 200 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) Yang dimaksud dengan “kekayaan BUM Desa merupakan
kekayaan desa yang dipisahkan” adalah neraca dan pertanggungjawaban pengurusan BUM Desa dipisahkan dari neraca dan pertanggungjawaban Pemerintah Desa.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6) Cukup jelas.
Pasal 201 Cukup jelas.
Pasal 202 Cukup jelas.
Pasal 203
Huruf a Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “pendampingan” adalah termasuk penyediaan sumber daya manusia pendamping dan
manajemen.
Huruf c Cukup jelas.
Pasal 204 Cukup jelas.
Pasal 205 Cukup jelas.
Pasal 206
Cukup jelas.
Pasal 207 Cukup jelas.
Pasal 208 Cukup jelas.
Pasal 209 . . .
-41-
Pasal 209
Cukup jelas.
Pasal 210 Cukup jelas.
Pasal 211 Cukup jelas.
Pasal 212
Cukup jelas.
Pasal 213 Cukup jelas.
Pasal 214
Cukup jelas.
Pasal 215 Cukup jelas.
Pasal 216 Cukup jelas.
Pasal 217 Cukup jelas.
Pasal 218 Cukup jelas.
Pasal 219
Cukup jelas.
Pasal 220 Cukup jelas.
Pasal 221 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “lembaga kemasyarakatan Desa”, antara lain rukun tetangga, rukun warga, pemberdayaan kesejahteraan keluarga, karang taruna, pos pelayanan
terpadu, dan lembaga pemberdayaan masyarakat.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d Cukup jelas.
Huruf e Cukup jelas.
Huruf f . . .
-42-
Huruf f
Peningkatan kesejahteraan keluarga dapat dilakukan melalui peningkatan kesehatan, pendidikan, usaha keluarga, dan ketenagakerjaan.
Huruf g Peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat
dilakukan melalui peningkatan kualitas anak usia dini, kualitas kepemudaan, dan kualitas perempuan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 222 Cukup jelas.
Pasal 223
Cukup jelas.
Pasal 224 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5) Yang dimaksud dengan “pendampingan” adalah termasuk
penyediaan sumber daya manusia pendamping dan manajemen.
Pasal 225 Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “pengawasan” adalah termasuk di dalamnya pembatalan Peraturan Desa.
Huruf f Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i . . .
-43-
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j Cukup jelas.
Huruf k Cukup jelas.
Huruf l Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas
Huruf n
Cukup jelas.
Pasal 226 Cukup jelas.
Pasal 227
Cukup jelas.
Pasal 228 Cukup jelas.
Pasal 229 Cukup jelas.
Pasal 230
Cukup jelas.
Pasal 231 Cukup jelas.
Pasal 232 Cukup jelas.
Pasal 233 Cukup jelas.
Pasal 234
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2014 NOMOR 0914.
MENTERI DALAM NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR 39 TAHUN 2010
TENTANG
BADAN USAHA MILIK DESA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan kemampuan keuangan pemerintah desa
dalam penyelenggaraan pemerintahan dan meningkatkan pendapatan masyarakat melalui berbagai kegiatan usaha ekonomi masyarakat perdesaan, didirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Badan Usaha Milik Desa;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3848);
3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG BADAN USAHA
MILIK DESA.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Desa atau yang disebut dengan nama lain, yang selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa.
4. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut nama lain, yang selanjutnya disingkat BPD, adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa.
5. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh BPD bersama Kepala Desa.
6. Badan Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disebut BUMDes, adalah usaha desa yang dibentuk/didirikan oleh pemerintah desa yang kepemilikan modal dan pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah desa dan masyarakat.
7. Usaha Desa adalah jenis usaha yang berupa pelayanan ekonomi desa seperti, usaha jasa, penyaluran sembilan bahan pokok, perdagangan hasil pertanian, serta industri dan kerajinan rakyat.
BAB II
PEMBENTUKAN
Pasal 2 (1) Pemerintah Kabupaten/Kota menetapkan Peraturan Daerah tentang Pedoman Tata
Cara Pembentukan dan Pengelolaan BUMDes. (2) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-
kurangnya memuat bentuk organisasi, kepengurusan, hak dan kewajiban, permodalan, bagi hasil usaha, keuntungan dan kepailitan, kerjasama dengan pihak ketiga, mekanisme pertanggung jawaban, pembinaan dan pengawasan masyarakat.
Pasal 3
(1) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang Pedoman Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan BUMDes sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berpedoman pada Peraturan Menteri ini.
(2) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini ditetapkan.
Pasal 4
Pemerintah Desa membentuk BUMDes dengan Peraturan Desa berpedoman pada Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
Pasal 5 (1) Syarat pembentukan BUMDes:
a. atas inisiatif pemerintah desa dan atau masyarakat berdasarkan musyawarah warga desa;
b. adanya potensi usaha ekonomi masyarakat; c. sesuai dengan kebutuhan masyarakat, terutama dalam pemenuhan kebutuhan
pokok; d. tersedianya sumber daya desa yang belum dimanfaatkan secara optimal, terutama
kekayaan desa; e. tersedianya sumber daya manusia yang mampu mengelola badan usaha sebagai
aset penggerak perekonomian masyarakat desa;
f. adanya unit-unit usaha masyarakat yang merupakan kegiatan ekonomi warga masyarakat yang dikelola secara parsial dan kurang terakomodasi; dan
g. untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan pendapatan asli desa. (2) Mekanisme pembentukan BUMDes sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui tahap: a. rembug desa/musyawarah untuk menghasilkan kesepakatan; b. kesepakatan dituangkan dalam AD/ART yang sekurang-kurangnya berisi: organisasi
dan tata kerja, penetapan personil, sistem pertanggung jawaban dan pelaporan, bagi hasil dan kepailitan;
c. pengusulan materi kesepakatan sebagai draft peraturan desa; dan d. penerbitan peraturan desa.
BAB III
PENGELOLAAN
Bagian Kesatu Organisasi Pengelola
Pasal 6
Organisasi pengelola BUMDes terpisah dari organisasi pemerintahan desa.
Pasal 7 (1) Organisasi pengelola BUMDes sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, paling sedikit
terdiri atas: a. penasihat atau komisaris; dan b. pelaksana operasional atau direksi.
(2) Penasihat atau komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dijabat oleh Kepala Desa.
(3) Pelaksana operasional atau direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas: a. direktur atau manajer; dan b. kepala unit usaha.
Pasal 8
(1) Pengelolaan BUMDes sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, berdasarkan pada: a. anggaran dasar; dan b. anggaran rumah tangga.
(2) Anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a memuat paling sedikit rincian nama, tempat kedudukan, maksud dan tujuan, kepemilikan modal, kegiatan usaha, dan kepengurusan.
(3) Anggaran rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b memuat paling sedikit hak dan kewajiban pengurus, masa bakti kepengurusan, tata cara pengangkatan dan pemberhentian pengurus, penetapan operasional jenis usaha, dan sumber permodalan.
Bagian Kedua
Tugas dan Kewenangan
Pasal 9 (1) Penasihat atau komisaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a,
mempunyai tugas melakukan pengawasan dan memberikan nasehat kepada pelaksana operasional atau direksi dalam menjalankan kegiatan pengelolaan usaha desa.
(2) Penasihat atau komisaris dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kewenangan meminta penjelasan pelaksana operasional atau direksi mengenai pengelolaan usaha desa.
Pasal 10 Pelaksana operasional atau direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, bertanggung jawab kepada pemerintahan desa atas pengelolaan usaha desa dan mewakili BUMDes di dalam dan di luar pengadilan.
Pasal 11 (1) Pengelolaan BUMDes sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dilakukan dengan
persyaratan: a. pengurus yang berpengalaman dan atau profesional; b. mendapat pembinaan manajemen; c. mendapat pengawasan secara internal maupun eksternal; d. menganut prinsip transparansi, akuntabel, dapat dipercaya, dan rasional; dan e. melayani kebutuhan masyarakat dengan baik dan adil.
Bagian Ketiga
Jenis Usaha dan Permodalan
Pasal 12 (1) BUMDes sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, terdiri atas jenis-jenis usaha. (2) Jenis-jenis usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. jasa; b. penyaluran sembilan bahan pokok; c. perdagangan hasil pertanian; dan/atau d. industri kecil dan rumah tangga.
(3) Jenis-jenis usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa.
Pasal 13
(1) Usaha jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf a, antara lain: a. jasa keuangan mikro; b. jasa transportasi; c. jasa komunikasi; d. jasa konstruksi; dan e. jasa energi.
(2) Usaha penyaluran sembilan bahan pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf b, antara lain: a. beras; b. gula; c. garam; d. minyak goreng; e. kacang kedelai; dan f. bahan pangan lainnya yang dikelola melalui warung desa atau lumbung desa.
(3) Usaha perdagangan hasil pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf c, antara lain: a. jagung; b. buah-buahan; dan c. sayuran.
(4) Usaha industri kecil dan rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf d, antara lain: a. makanan; b. minuman, kerajinan rakyat; c. bahan bakar alternatif; dan d. bahan bangunan.
Pasal 14
Modal BUMDes berasal dari: a. pemerintah desa;
b. tabungan masyarakat; c. bantuan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota; d. pinjaman; dan/atau e. kerja sama usaha dengan pihak lain.
Pasal 15 (1) Modal BUMDes yang berasal dari pemerintah desa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 huruf a, merupakan kekayaan desa yang dipisahkan. (2) Modal BUMDes yang berasal dari tabungan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 huruf b, merupakan simpanan masyarakat. (3) Modal BUMDes yang berasal dari bantuan pemerintah, pemerintah provinsi, dan
pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c, dapat berupa dana tugas pembantuan.
(4) Modal BUMDes yang berasal dari pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf d, dari pinjaman lembaga keuangan atau pemerintah daerah.
(5) Modal BUMDes yang berasal dari kerjasama usaha dengan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e, dapat diperoleh dari pihak swasta dan/atau masyarakat.
Pasal 16
Modal BUMDes selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, dapat berasal dari dana bergulir program pemerintah dan pemerintah daerah yang diserahkan kepada desa dan/atau masyarakat melalui pemerintah desa.
Bagian Keempat Bagi Hasil dan Rugi
Pasal 17
Bagi hasil usaha desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, dilakukan berdasarkan keuntungan bersih usaha.
Bagian Kelima Kerjasama
Pasal 18
(1) BUMDes dapat melakukan kerjasama usaha antar 2 (dua) desa atau lebih dan dengan pihak ketiga.
(2) Kerjasama usaha antar 2 (dua) desa atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam satu kecamatan atau antar kecamatan dalam satu kabupaten/kota.
(3) Kerjasama antar 2 (dua) desa atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapat persetujuan masing-masing pemerintahan desa.
Pasal 19
(1) Kerjasama usaha desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dibuat dalam naskah perjanjian kerjasama.
(2) Naskah perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: a. subyek kerjasama; b. obyek kerjasama; c. jangka waktu; d. hak dan kewajiban; e. pendanaan f. keadaan memaksa; g. penyelesaian permasalahan; dan h. pengalihan.
Pasal 20 (1) Naskah perjanjian kerjasama usaha desa antar 2 (dua) desa atau lebih dalam satu
kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2), disampaikan kepada camat paling lambat 14 (empat belas) hari sejak ditandatangani.
(2) Naskah perjanjian kerjasama usaha desa antar 2 (dua) desa atau lebih antar kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2), disampaikan kepada bupati/walikota melalui camat paling lambat 14 (empat belas) hari sejak ditandatangani.
Bagian Keenam
Laporan Pertanggungjawaban
Pasal 21 (1) Pelaksana operasional atau direksi melaporkan pertanggungjawaban pelaksanaan
BUMDes kepada Kepala Desa. (2) Kepala Desa melaporkan pertanggungjawaban BUMDes kepada BPD dalam forum
musyawarah desa.
BAB IV PEMBINAAN
Pasal 22
(1) Menteri Dalam Negeri melakukan pembinaan dan menetapkan norma, standar, prosedur dan kriteria BUMDes.
(2) Gubernur melakukan sosialisasi, bimbingan teknis standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan serta memfasilitasi akselerasi pengembangan modal dan pembinaan manajemen BUMDes di Provinsi.
(3) Bupati/Walikota melakukan pembinaan, monitoring, evaluasi, upaya pengembangan manajemen dan sumber daya manusia serta prakarsa dalam permodalan yang ada di perdesaan.
(4) Kepala Desa mengkoordinasikan pelaksanaan pengelolaan BUMDes di wilayah kerjanya.
BAB V
PENGAWASAN
Pasal 23 (1) BPD dan/atau pengawas internal yang dibentuk melalui musyawarah desa melakukan
pengawasan atas pengelolaan BUMDes. (2) Inspektorat Kabupaten/Kota melakukan pengawasan atas pengelolaan BUMDes.
BAB VI KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 24
BUMDes atau sebutan lain yang telah ada tetap dapat menjalankan kegiatannya dan menyesuaikan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan BUMDes paling lambat 1 (satu) tahun sejak ditetapkan.
BAB VII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 25 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Menteri Dalam Negeri ini diundangkan dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25 Juni 2010 MENTERI DALAM NEGERI, ttd GAMAWAN FAUZI
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 Juni MENTERI HUKUM DAN HAM REPUBLIK INDONESIA, ttd PATRIALIS AKBAR BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 316
RIWAYAT HIDUP
Nama : Yeni Fajarwati Jalsifha
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir : Lebak, 3 Juni 1993
Agama : Islam
Alamat : Komplek Cisalak Baru Desa Sindang Mulya Kec. Maja
Kabupaten Lebak
Email : [email protected]
Pendidikan Formal :
1998-2004 : MI MA Cikeusik Desa
2004-2007 : MTs MA Malingping
2007-2011 : SMA Daar el- Azhar
2012-2016 : Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Pengalaman Organisasi:
2012-2013 : Komisi Budgeting DPM FISIP UNTIRTA
2013-2014 : Ketua Bidang Kestari HIMANE UNTIRTA
TRANSKIP dan KODING DATA
Pernyataan Kode
Peneliti : Bagaimana latar belakang didirikannya BUMDes? Kapan berdirinya?
I1-1 : Memang pada awalnya dibentuknya BUMDes itu ada kepentingan, disisi lain
juga BUMDes ada aturannya. Kebetulan pada tahun 2013 itu ada perlombaan
desa ditingkat provinsi maka dibuatlah BUMDes melalui Musyawarah Desa
yang diusulkan oleh kepala desa. Disitu disepakati bersama maka terbentuklah
BUMDes. Awalnya program-program BUMDes itu peralihan dari BKM ada
yang pertama itu simpan pinjam dan jasa di unit ketenagakerjaan. Yang
bertahan hingga saat ini itu ada simpan pinjam.
1
I1-2 : BUMDes didirikan atas dasar kebutuhan masyarakat. Desa Pagedangan ini kan
berada ditengah-tengah pusat kota, yang berdiri antara BSD City, Summarecon,
Paramount dan Alam Sutera. Sebagai desa, kita tidak mau ketinggalan ikut
mengembangkan desa kita. Ditambah lagi, desa kita merupakan daerah lintasan
para pejalan dan pengunjung dari arah serang, rangkasbitung dan sekitarnya ke
tangerang, jakarta dan sekitarnya. Nilai tambah inilah yang membuat kita
mendirikan BUMDes pada tahun 2013, agar nilai tambah ini tidak sia-sia dan
bisa digunakan juga diberdayakan sebaik-baiknya.
2
I1-5 : BUMDes didirikan sekitar tahun 2013. Dalam mendirikan BUMDes ini kita
mengacu pada Permendagri No. 39 Tahun 2010 Tentang Desa, karena pada saat
itu belum ada Perda yang mengatur tentang BUMDes. Harusnya ada payung
hukumnya nih di setiap daerah, akan tetapi ada titik kelemahan tertentu bahwa
tidak semua Kabupaten dan Kota itu ditindak lanjuti dengan Perda, artinya bisa
aja ada daerah yang tidak memiliki Perda mengenai BUMDes sebagai
landasannya. Sedangkan setiap desa membentuk BUMDes, harus ada Perdes
yang mengatur BUMDes di Desa itu. Dari Perdes yang telah dibuat oleh BPD
yang diajukan oleh kepala desa, dari BPD dibuatlah SK Kepala Desa yang
menyusun struktur pengurus BUMDesnya itu. Untuk strukturnya, di
permendagri BUMDes mengatur bahwa kepala desa itu sebagai Komisaris
karena pemegang kekuasannya atau pemegang saham, untuk menjalankan roda
perusahaannya Komisaris menunjuk pengelolanya atau istilah di Permendagri
itu Direktur Utamanya, lalu untuk secara teknis dibantu oleh Sekretaris,
Bendahara, kemudian dibawahnya kepala unit yang diadakan seperti dikita ada
3
kepa unit kuliner, simpan pinjam, pasar, dan TPST. Untuk pengawas dan
pembina itu di tunjuk pada saat musyawarah. Untuk dikita, pembina itu
melibatkan lembaga-lembaga, ada LPM, karangtaruna, BPD, BKM dan
organisasi lain yang ada di Desa. Di Kabupaten Tangerang sendiri adanya Perda
tentang Desa bukan secara khusus tentang BUMDes yang Perda No. 7 Tahun
2010 tentang Desa.
I1-8 : Pagedangan merupakan desa yang tumbuh dikawasan perumahan elit dan
dikawasan CBD (Central Bussines District) BSD Sinar Mas Land, maka dari itu
kita membuat desa ini untuk menjadi desa wisata, wisata yang bisa dikunjungi
oleh pengunjung tentunya yang kita buat adalah wisata kuliner. Hal ini
dikarenakan Pagedangan ini merupakan daerah lintasan, dari arah Bogor atau
Parungpanjang ke BSD, Summarecon atau ke wilayah Jakarta. Harapan kami,
di Pagedangan ini bukan hanya daerah lintasan akan tetapi menjadi daerah
transit juga. Nah ini merupakan salah satu cara kami untuk membuat orang ini
singgah di desa kami dengan membuat sentra kuliner ini sebagai pusat makanan
dan jajanan di Desa Pagedangan. Dan ini berdiri pada tahun 2013, meski kami
menggagas program ini dari tahun 2012 sebelum BUMDes didirikan. Karena
memang program ini merupakan program BKM PNPM Mandiri itu, sesuai
dengan tujuan desa itu sebagai “Desa Wisata”
4
Peneliti : Sejak kapan program BUMDes berjalan di Desa di seluruh Kabupaten Tangerang?
I1-4 : Program ini mulai berjalan pada di saat Permendagri No. 37 Tahun 2007
Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa dibuat, itu sudah berapakali
perubahan, yang terakhir dipertegas dengan Permendagri No. 39 Tahun 2010
Tentang Badan Usaha Milik Desa, dimana didalamnya menyebutkan bahwa
BUMDes didirikan sebagai motor penggerak perekonomian desa.
5
I2-1 : dikabupaten sendiri boomingnya itu pada tahun 2013, tapi memang sebelum
itu juga sudah ada kebijakan yang mengatur tentang BUMDes itu, tapi
boomingnya itu pada tahun 2013, karena memang itu lumbungnya desa yang
dibentuk oleh desa sendiri dan juga didukung dan ditopang oleh masyarakat.
Untuk modalnya sendiri bisa dari CSR, perusahan-perusahaan, chanelling. Di
kabupaten Tangerang kan cenderung banyak perusahaan, jadi ada beberapa desa
yang melakukan chanelling untuk BUMDes mereka, salah satunya di Desa
Pagedangan ini. Selain itu juga ada dukungan dari pemerintah juga seperti dari
6
PNPM dan juga dari pengembang dalam mendukung jalannya BUMDes ini.
Peneliti : Apa tujuan Program BUMDes dibuat di Desa Pagedangan?
I1-2 : Program ini dibuat dengan tujuan agar perekonomian didesa bisa dikelola dengan
sebaik-baiknya dan bisa memberdayakan masyarakat untuk meminimalisir
tingkat kemiskinan di Desa Pagedangan ini.
7
I1-4 : Tujuannya secara umum adalah untuk meningkatkan kesejahteraan di Desa,
untuk tujuan utamanya yaitu meningkatkan PADes, mengembangkan potensi
perekonomian desa dan produktivitas masyarakat desa. selain itu juga untuk
meminimalisir pengangguran karena menciptakan kesempatan berusaha dan
menciptakan lapangan kerja.
8
I1-5 : Dibuatnya BUMDes ini karena di Desa Pagedangan ini banyak program-program
dari pemerintah baik pusat maupun daerah berupa bantuan-bantuan yang
sifatnya pemberdayaan masyarakat. Di bantuan ini banyak sektornya, ada
pemberdayaan masyarakat berarti ke LPM, ada pemberdayaan perempuan
berarti PKK, sarana pembinaan pemuda berarti karangtaruna, ada juga sektor
ekonomi. Nah BUMDes inilah yang mewadahi pada sektor ekonomi terlepas itu
ada program di LPM, Karangtaruna, BKM kita jadikan satu badan yaitu
BUMDes agar tidak terjadi tumpang tindih, maka dari itu dari semua sektor
ekonomi yang mewadahi adalah BUMDes. Jadi program BUMDes juga
program-program BUMDes itu juga program lembaga lain, karena biasanya
bantuan untuk ke masyarakat itu sifatnya tuntas tidak continue. Nah, lewat
BUMDes ini dicoba agar berkelanjutan seperti program BKM atau LPM agar
bantuan tersebut tidak habis begitu saja.
9
Peneliti : Bagaimana sistem atau mekanisme pembentukkan BUMDes?
I1-4 : Awalnya desa memiliki potensi, potensinya bisa dilihat dari profil desa. Lalu di
bawa ke Musyawarah Desa (MD) dimana disitu ada tokoh masyarakat, RT/RW,
LSM dan lembaga-lembaga lainnya. Disitu desa memaparkan potensi-potensi
demikian seperti pameran begitu, setelah kira-kira dirasa layak dibuat BUMDes
maka disepakati bersama dan dibuat apa nama BUMDesnya melalui Perdes,
disitu dimuat juga penyertaan modal dan menunjuk pengelola BUMDesnya
diluar dari pengurus Desa. Tugas pengelola BUMDes tersebut yang dalam
Permendagri dan Perbup disebut dengan Direktur BUMDes adalah membuat
AD/ART lalu dibuat pengurusnya. Setelah itu dibawa ke Musyawarah Desa lagi
10
lalu dibuatlah SK Kepala Desa. Mekanisme ini tercantum dalam Perbup No. 85
Tahun 2014.
Peneliti : Bagaimana tanggapan Anda terhadap Program BUMDes tersebut?
I1-2 : sebagai pemerintah desa, kami sangat setuju dengan adanya BUMDes ini.
BUMDes dibuat juga atas dasar kesepakatan lembaga yang ada di Desa
Pagedangan. Program ini sangat baik untuk menampung ide dan pemikiran
masyarakat, mau ngadain apa nih. Dan juga menampung program pemerintah
seperti PNPM Mandiri itu, kalau tidak ada lembaga yang mengelola pasti akan
habis oleh waktu begitu saja. Dengan adanya BUMDes ini, ekonomi desa
menjadi stabil dan terkendali.
11
I1-4 : Program ini sangat bagus, karena untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
ada pemberdayaan masyarakat ke arah usaha ekonomi produktif. Dan program
ini harus dijalankan karena sudah termuat dalam beberapa peraturan seperti
Permendagri, Permendes, Perda dan juga perbup. Dalam permendes No. 5 juga
disebutkan bahwa ada kelompok ekonomi masyarakat, ada kelompok pengrajin,
kelompok tani, kelompok nelayan, kemudian ada kelompok, disitu agak kasar
ya yaitu kelompok miskin. Padahal itu maksudnya kelompok masyarakat yang
tidak mempunyai pekerjaan bisa jadi salah satu tenaga kerja (di BUMDes), dari
BUMDes tersebut bisa mengurangi pengangguran di Desa.
12
I1-5 : Disamping dibentuknya BUMDes ini amanat dari Permendagri, BUMDes itu
bisa mendorong dan membantu Visi dan Misi nya Desa, desanya mau dibawa
kemana? Apakah mau dibawa ke Desa Wisata jadi programnya BUMDes
mengacu pada ke wisataan tersebut. Jadi BUMDes ini bisa dibilang identitas
lah, identitasnya Desa. Untuk Desa Pagedangan sendiri memiliki Motto “
Wisata Desa ditengah-tengah perkembangan kota” artinya Pagedangan kan
dikelilingi kota-kota besar ya seperti BSD, Summarecon ini akan menjadi
Wisata Desa artinya orang berkunjung ke desa bukan Desa Wisata ya, kalau
Desa Wisata itu seperti Bali gitu.
13
I2-1 : Bagus, saya sepakat dan saya setuju dengan adanya BUMDes ini. Artinya
begini, sekarang desa itu dimanjakan dengan program-program dan kebijakan
pemerintah. Untuk desa dengan anggaran 1, sekian milyar. Maka dari itu jika
tata kelolanya tidak bagus, maka akan acak-acakan. Hingga hari ini pun banyak
kejadian, misal di Balaraja ada 2 desa yang dipanggil, ini juga „katanya‟ ya.
14
Saya sepakat ada BUMDes ini supaya uang desa ini diberdayakan secara baik,
yang jelas tata kelolanya bagus, administrasinya yang bagus dan juga
melibatkan masyarakat yang luas.
I3-2 : ya, kalau ada program pemerintah atau desa di sosialisasiin lah biar tahu. Kalau
kaya gini kan kita gak tahu apa-apa. Kaya simpan pinjam tuh yang neng bilang,
kita mana pernah ditawarin minjem gitu, kayaknya orang-orang tertentu aja
yang deket-deket sama orang-orang desa. Da kita mah apa atuh. Terus tadi apa
neng, sentra kuliner. Sentra kulinernya mah tahu didepan, yang ngurusnya sih
setahu saya pak H. Dadi kan, gak tahu kalau itu BUMDes. Yang saya tahu cuma
TPST, karena saya ikutan juga sih makanya tahu. Kalau yang lain mah Cuma
denger-denger aja paling.
15
I3-4 : bagus neng, program nya bagus buat ngebantu masyarakat kaya saya ini. Apalagi
program simpan pinjam itu, meski kecil ya pinjamannya tapi lumayan lah buat
nambah-nambah modal neng.
16
Peneliti : Apa saja program utama BUMDes yang berjalan hingga sekarang?
I1-5 : programnya itu yang pertama, Sentra Kuliner. Sentra kuliner ini dilatar
belakangi bahwa Desa Pagedangan itu merupakan Desa Lintasan, artinya Desa
yang hanya terlewati. Maka bagaimana upaya kami agar desa kami ini bukan
hanya terlewati tapi berhenti didesa kami seperti transit, itu salah satunya kami
membuat sentra kuliner untuk menarik perhatian dari pengunjung yang lewat
bisa singgah di Desa kami. Yang kedua, Pengelolaan Sampah Terpadu atau
istilahnya itu TPST (Tempat Pembuangan Sampah Terpadu) untuk
mengantisispasi kebersihan lingkungan, agar lingkungan kami terjaga. Yang
ketiga, Simpan Pinjam. Dan yang keempat itu Pasar Desa. Nah, dari program-
program tersebut ada simpan pinjam, itu program dari BKM. Itu adalah program
bantuan yang kami kembangkan sehingga berjalan hingga saat ini. Dan TPST
itu juga BKM yang menjalankan. Kita juga memiliki wacana kedepan, ditengah-
tengah persaingan kota, BUMDes juga menjadi PT atau CV yang bisa
mengelola usaha lain. Seperti penyaluran usaha kerja, perparkiran dan potensi-
potensi desa lain.
17
Peneliti : Secara umum, masalah BUMDes apa yang menjadi prioritas di Desa Pagedangan?
I1-2 : masalah atau hambatan sih biasanya dana ya, cuma kita kan dapat dana bantuan
dari pemerintah jadi gak terlalu signifikan kalau dana. Paling yang paling
18
utama adalah SDM nya, karena SDM ini sebenarnya banyak ya dikita, cuma
kualitas SDM nya ini kurang memadai, ada yang memadai mereka sibuk
bekerja bukan untuk kepentingan desa tapi untuk dirinya sendiri dan
keluarganya sendiri. Tapi manusiawi ya begitu, sejauh ini SDM yang ada
cukuplah untuk membantu unit usaha yang ada, hanya saja mungkin pada
waktu banyak acara baru tuh kelabakan kurang orang. Maka dari tiu, kita
butuh pelatihan khusus nih bagi SDM yang kurang berkompeten, sehingga
mereka menjadi ahli dibidangnya.
I1-4 : Hambatan umumnya sih mindset masyarakat desanya. Di program BUMDes
kan ada Manajemen Pengelolaan BUMDes, nah ini yang belum. Tapi dari
pemerintah sendiri sudah mengadakan pelatihan-pelatihan seperti itu, dari
provinsi salah satunya. Tapi karena banyak jadi hanya beberapa desa yang
sudah dilatih, di tahu 2014 itu hanya ada 5 desa yang sudah dilatih.
19
I1-6 : hambatan umumnya ya itu tadi, di UPK kita kekurangan modal. Dari sekian
banyak masyarakat pagedangan yang ingin meminjam, kita hanya bisa
menampung sekitar ¾ nya saja tidak keseluruhan, sekarang saja yang mau
minjem masih ngantri dibelakang buat dapat pinjaman. Disamping itu kita SDM
nya kurang mba, kita membutuhkan relawan sejati yang mau bekerja tanpa
dibayar. Kebanyakan mindset masyarakat itu masalah pembangunan itu
mikirnya proyek, padahal kan ini pembangunan untuk kita-kita juga, dengan
dana minimal tapi mau membangun desa, itu sulit sekali pasti.
20
I1-1 : untuk kendala tidak terlalu signifikan ya selama ada niatan dari individunya.
Bagaimana hanya tinggal dari kemauan saja. Kita bisa bekerjasama atau
bernegosiasi dengan preman-preman atau dengan pengembang, kita hanya jadi
penyedia saja. Kita untuk pemberdayaan masyarakat saja.
21
I1-8 : Pada waktu dagangannya banyak yang sejenis, sehingga ada persaingan ketat.
Walaupun awalnya sudah kita atur, Anda dagang ayam ya ayam saja, Anda
dagang pepes ya pepes saja, akan tetapi hal seperti ini masih terjadi. Disisi lain
kita ingin memanjakan pelanggan untuk bisa makan di sebelah mana saja
bebas semau mereka dengan pelayanan terpadu, di sisi lain ada persaingan
ketat diantara pedagang. Sehingga lama kelamaan gitulah, istilahnya “parebut
kejo” jadi kompetitif sekali. Dan juga terkadang mental orang-orang disini
untuk berdagang tidak kuat, sehingga ada permasalahan sedikit langsung
22
berhenti dagangnya, gulung tikar. Jauh lah dibanding orang-orang yang dari
luar seperti orang jawa, orang sumatra mereke pasti lebih fighter dalam
berdagang. Meski demikian kita tetap membatasi orang-orang luar untuk
berdagang disini, karena kita pasti lebih memprioritaskan orang-orang sini
daripada orang luar dan kita membatasi 30 % orang lain dan 70 % orang
dalam, sebagai penyemangat saja orang luarnya itu. Disisi lain hambatannya
itu adalah lahan parkir yang kurang memadai dan tata letaknya kurang
strategis.
I2-1 : Kendalanya adalah yang pertama, sosialisasinya kurang meluas kepada
masyarakat. Dan yang kedua adalah tata kelolanya saja. Tapi untuk yang lain-
lainnya Pagedangan ini menjadi percontohan kan, kemarin juga datang dari
desa-desa yang lain bahkan dari nasional pun datang, seperti dari bali,
lampung, sumatra dan menteri desa kemarin.
23
Peneliti : Setelah ada Peraturan Bupati No. 85 Tahun 2014, apakah ada rencana untuk
mengganti Peraturan Desa?
I1-1 : Rencana sih ada, kita juga akan menyesuaikan dengan keadaan desa sekarang
ini, disisi lain kita juga akan mengadakan rolling pengurus ya karena mungkin
ada beberapa yang sibuk, supaya lebih instan lagi, untuk penyegaran lah.
Kadang-kadang kan ada jenuh juga ya, karena tadi juga ada permen dan perbup
yang mengatur.
24
I1-2 : iya kita mau ada revisi Perdes juga karena mau ada pergantian pengurus
BUMDes, maka otomatis Perdes juga harus diubah. Buat penyegaran pengurus
juga mba.
25
Peneliti : Apa yang menjadi nilai tambah sehingga Desa Pagedangan meraih penghargaan
sebagai Desa Terbaik di Provinsi Banten?
I1-1 : Kita juga tidak tahu, pertama pada tahun 2013 itu pada saat didirikan BUMDes
itu saat mulai diadakannya perlombaan desa dimana disana desa harus memiliki
penata usahaan dalam tatakelola desa. Nah dari situ kita mendapatkan predikat
desa terbaik se-Provinsi lalu masuk kekancah nasional masuk 10 besar, ya ke-8
lah secara kasarnya. Mungkin disisi lain dari kabupaten Tangerang atau Provinsi
Banten dapat desa terbaik itu karena ada BUMDes nya. Waktu itu juga Pak
Marwan Ja‟far Menteri Desa ya, pernah berkunjung kesini karena ia melihat kita
sudah memiliki BUMDes pada saat peraturannya baru dibuat waktu itu. Ya pada
26
prinsipnya BUMDes meneruskan apa yang telah dilakukan BKM. Selain itu
juga kita melakukan pelayanan dengan cepat, karena kita memakai sistem
aplikasi. Misalnya ingin membuat apa-apa seperti surat keterangan tidak
mampu, rekomendasi SKCK untuk kepolisian itu dan lain-lain 100 jenis lebih
surat bisa dibuat otomatis, ade cukup memberikan NIK nya saja sudah terdetek
itu, tinggal cetak mau bikin apa. Itu sistem aplikasi yang sudah memiliki NIK,
apa saja yang dimohon. Tapi kita juga masih melayani manual, jika ada
kendala-kendala seperti belum memiliki NIK atau lain sebagainya kita lakukan
secara manual.
I1-2 : kalau indikatornya kenapa jadi desa terbaik, saya juga kurang tahu mbak. Cuma
jika saya bandingkan desa ini dengan desa yang lain, memang ada beberapa
kelebihan yang desa kami miliki. Mungkin itu salah satu faktor sehingga kami
menjadi desa terbaik. Diantaranya yaitu kerena ada BUMDes tadi yang sudah
kita bahas, lalu kita juga ada pelayanan surat dengan menggunakan aplikasi
yang canggih, meski Cuma 1 atau 2 staff yang bisa make, tapi itu kan bisa
dipelajari. Selain itu kita juga ada pelayanan berbayar seperti bayar listrik, iuran
BPJS, pulsa dan semacamnya
27
I1-4 : Desa Pagedangan menjadi Desa Terbaik pada tahun 2014, kalau untuk pada
sekarang di tahun 2015 kemarin itu Desa Cengkudu, karena mengelola limbah
menjadi barang yang bernilai jual. Jadi dari limbah pabrik dibeli oleh BUMDes
lalu diolah menjadi kerajinan, lalu hasilnya dijual ke Bandung. Pagedangan itu
pada tahun 2014 unggul dikuliner saja, dan itu perlu dikembangkan lagi.
Sebetulnya perkembangan itu tinggal dari desanya,bagaimana lahan-lahan
disampingnya bisa dikelola jadi toko-toko atau kios-kios mungkin, lahan parkir
dan lainnya. Karena BUMDes juga bisa bergerak dibidang jasa bukan hanya
usaha.
28
Peneliti : Bagaimana kondisi Sumber Daya Manusia yang melaksanakan Program BUMDes di
Desa Pagedangan? Dan bagaimana pemahaman mereka terhadap teknologi?
I1-1 : Untuk pengurus BUMDes kita sesuaikan dengan kebutuhan saja, kita mengacu
pada AD/ART BUMDes nya menggunakan sistem kebutuhan saja. Ataupun jika
suatu saat ada unit pelaksana baru, baru kita rekrut pengurus baru. Sesuai
kebutuhan lapangan saja.
29
I1-2 : Sejauh ini cukup kayaknya, paling yang itu kalau lagi banyak kegiatan baru 30
keteteran, pada saat kaya gitu ya kita rekrut orang lagi untuk membantu. Jadi
disesuaikan dengan kebutuhan yang ada aja, karena kalau kita buat pengurus
BUMDesnya banya dan kerjaannya gak ada, mubazir itu namanya buang-buang
tenaga.
I1-5 : Sesuai Permendagri itu ya direktur BUMDes itu diangkat oleh kepala desa, nanti
setelah diangkat direktur BUMDes milih siapa saja yang mau jadi pengurus
pembantunya. Sumber daya manusia yang ada di pengurus BUMDes ya cukup
lah segini, meski kadang jika da program keteteran juga. Tapi kan itu sewaktu-
waktu saja kalau ada program dari pemerintah. Tapi untuk program rutinitas
sudah ada penanggungjawab masing-masing unit usaha untuk menjalankan
programnya. Gak perlu banyak-banyaklah, dikit yang penting mau kerja, buat
apa banyak-banyak kalau ga mau kerja. Sama aja bohong gitu mah. Sesuai
kebutuhan aja lah, kalau kita butuh pengurus baaru ya kita angkat, fleksibel aja.
31
I1-5 : Sumber Daya Manusianya itu kita cuma ada beberapa aja, sistemnya kita relawan
mba makanya kita kekurangan tenaga untuk mengurus program-programnya.
Jarang banget ada yang mau jadi relawan mba.
32
I1-7 : Pengurus di BKM ini ya sifatnya sukarelawan, jadi sangat kekurangan sekali
sumber daya manusianya, terkadang kita kerepotan untuk mengurusnya. Nyari
orang yang benar-benar kerja itu susah apalagi sifatnya sukarelawan. Makanya
ya yang kerja itu-itu saja.
33
I1-9 : Orang-orang yang ngurus itu sama relawan juga, ya yang mengurusi kita-kita
juga dari BKM, ngurusi simpan pinjam iya ngurusi TPST iya, relawan kita
sangat terbatas. Jadi yang kerja ya itu-itu aja, karena susah nyari relawan itu ya
neng, sampai kita punya motto sendiri sebagai relawan, yang inti perempuannya
saja ada 4 orang untuk laki-lakinya ada 2 relawan disamping bapak sebagai
koordinator, mottonya kita “tidak harus miskin untuk membantu orang miskin”.
Kita hanya menggaji 2 petugas saja yang mengambil sampah-sampah itu ke
lapangan, karena kasian kalau tidak gaji walaupun gajinya sebetulnya tidak
seberapa.
34
Peneliti : Terkait sumber daya waktu, kapan target Program BUMDes bisa membantu seluruh
masyarakat desa?
I1-1 : ya pasti diperlukan tahapan-tahapan ya untuk memberdayakan seluruh
masyarakat desa, setidaknya meminimalisir kemiskinan tidak bisa instan yang
35
pasti. Semoga saja bisa terberdayakan seluruhnya pada tahun 2017 di akhir
jabatan saya insyaallah.
I1-4 : Sekarang ada program dari pemerintah, dari Menteri Pedesaan dan Daerah
Tertinggal yaitu memiliki target membentuk 5000 BUMDes. BUMDes juga ada
2 (dua) macam, ada BUMDes dan ada BUMDes bersama. BUMDes bersama ini
gabungan dari 2 (dua) desa atau lebih yang memiliki potensi perekonomian desa
yang sama. Misalnya dibidang pertanian ya BUMDesnya sama-sama mengelola
pertanian di Desa-desa yang dilakukan kerjasama. Untuk kerjasamanya ini
diatur dalam Perbup No. 85 Tahun 2014 dan Permendes No. 4 Tahun 2015. Di
Kabupaten Tangerang Sendiri ada 246 Desa, yang sudah terbentuk BUMDes
baru sedikit, untuk BUMDes Bersama ada 18 Desa, kemudian BUMDes sendiri
kurang lebih 10 Desa dan Pasar Desa ada kurang lebih 22 Pasar Desa diluar
BUMDes. Tapi ini juga harus direview ulang, sudah sesuai belum mekanisme
pembentukkan BUMDes nya dengan Permendagri atau Perbup.
36
I1-2 : berjalan aja sih neng, itu kan tergantung pelaksananya mau targetinnya kapan. 37
I1-7 : Selama 6 tahun ini dari tahun 2009 kita masih belum bisa banyak memberikan
bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan, hanya sekitar baru 20 % saja
kira-kira yang bisa kita pinjamkan dari jumlah masyarakat, sisanya ya pada lari
ke Bank Keliling itu, karena kita tidak bisa memenuhi pinjaman tersebut yang
terbentur modal. Dan pasti butuh waktu panjang jika kita hanya mengandalkan
dari modal yang ada, akan tetapi juka ada tambahan modal, masyarakat yang
terbantu pasti akan lebih banyak lagi.
38
I1-9 : Untuk menambah TPST ya berjalan saja lah, kita sekarang paling hanya
penambahan fasilitas, sekarang itu sudah ada mesin pencacah kompos, ada
mesin pengayaknya, motor pengangkut yang tadinya hanya ada satu sekarang
ada 2 motor Tossa nya, penambahan tong-tong sampah. Untuk penambahan
TPST mungkin dari BUMDes lah karena anggarannya besar, untuk membuat 1
tungkunya saja menghabiskan Rp. 60.000.000,-. Karena untuk sampah ini
anggarannya memang besar-besar. Untuk beli mesin-mesinnya saja itu habis
berapa itu diatas belasan juta mesinnya. Memang bersih itu mahal ya.
39
Peneliti : Faktor sumber daya apa yang berpotensi di Desa Pagedangan?
I1-6 : Desa kita kan berada ditengah-tengah kota yang sedang berkembang, dikelilingi
pengembang juga, yang paling berpotensi hanya SDMnya. Karena SDM kita
40
banyak disini, sementara lahan semakin sempit. Maka SDM nya ini yang harus
benar-benar dilatih untuk perbaikan dimasa mendatang.
I1-8 : Untuk masyarakat ya? Sebetulnya gini ya, jadi untuk desa berada ditengah kota.
Kita mengacunya lebih kearah pendidikan. Karena untuk dikota itu pasti lebih
ke arah jasa. Sektor jasa itu yang paling berpotensi. Maka dari pendidikan ini
yang harus lebih ditingkatkan oleh desa agar tidak tertinggal oleh orang lain
untuk menggali potensi kemampuan dan keterampilannya. Karena untuk
sekarang ini, nanam aja susah. Mau berdagang persaingannya ketat dan harus
ada modal, ya hanya jasa itulah yang mereka punya. Tapi jasanya ini meski
sekarang mereka hanya menjadi kuli-kuli, tetapi anak mereka pasti harus lebih
baik dari mereka. Untuk desanya sendiri, harus menggali CSR nya, bagaimana
dari pemerintah desa mau siapapun lurahnya yang berada di tengah-tengah
perkotaan, harus bisa mengupayakan CSR ini. CSR ini kan ada 3 macam, ada
CSR pendidikan, CSR lingkungan dan CSR Kesehatan. CSR yang ada
diperusahaan-perusahaan ini kan luar biasa, tinggal bagaimana desa menggali
potensi itu. Dari CSR ini kan bisa untuk program pengentasan kemiskinan,
pemberdayaan masyarakat seperti untuk membantu masyarakat yang tidak
memiliki MCK yang kurang baik, atau dari segi pendidikan bisa untuk
beasiswa. Karena memang CSR ini kan kewajiban dari perusahaan yang harus
dikeluarkan dari profit, jadi jika desanya tidak menggali ya mereka mah enak-
enak saja.
41
Peneliti : Terkait sumberdaya finansial, berapa anggaran untuk pelaksanaan Program BUMDes?
I1-1 : Tadi ada dari BKM dan melalui Pendapatan Desa. Selain itu menurut UU No. 6
Tahun 2014 itu ya BUMDes bisa didanai dari APBD masing-masing daerah
untuk bantuan permodalan BUMDes.
42
I1-2 : Macem-macem mba, utamanya sih dari dana desa, tapi ada bantuan juga dari
pemerintah melalui BKM itu.
43
I1-4 : Untuk finansial itu ada dari dana desa untuk penambahan modal. Dan juga
bantuan dari pemerintah sendiri. Seperti Desa Pagedangan mendapatkan dana
bantuan dari PNPM Mandiri Perkotaan dari P2KP. Dari program P2WKSS
untuk menjalankan program tersebut. Kalau dari Pemerintah Daerah sendiri
belum ada untuk tahun ini, akan tetapi untuk tahun kemarin ada.
44
I1-5 :untuk dana sendiri, kita ada perbantuan modal dari desa tentunya, lalu ada dari 45
BKM itu yang PNPM Mandiri lalu ada juga terkadang dari pemerintah daerah.
Selebihnya kita gunakan dana perputaran dari program pemerintah.
I1-6 :Sementara ini sumber dana yang ada dikita ada dari dana PNPM Mandiri
Perkotaan, PNPM Mandiri Perdesaan, Dewan PIDBM (Pembangunan
Infrastruktur Dasar Berbasis Masyarakat) Replikasi juga Chanelling dengan
para pengembang atau yang disebut dengan CSR.
46
I1-7 : Awalnya kita mendapat bantuan dana dari PNPM Mandiri yang berasal dari
APBD kalau tidak salah ditahun 2009 melalui BKM, awalnya itu pada bulan
Mei 2009 dengan angka Rp. 60.000.000,- . itu merupakan dana awal kami di
simpan pinjam ini untuk katagori yang tidak mampu tapi khusus yang ada usaha
saat itu. Kita gulirkan kepada 120 orang terbagi kepada 24 KSM (Kelompok
Swadya Masyarakat) yang pada saat itu 1 KSM ada 5 orang anggotanya. Dan
diberikan pinjaman Rp. 500.000,- / orang jadi satu kelompok mendapatkan Rp.
2.500.000,- untuk 10 bulan masa cicilan. Untuk cicilannya Rp. 50.000,-/orang
jadi satu kelompok harus mengembalikan Rp. 250.000,- / cicilan
47
I1-8 : Secara spesifik saya kurang tahu berapa persisnya dana yang digunakan untuk
membangun sentra kuliner. Karena memang awalnya dananya ini dari dana
penghargaan untuk BKM dari PNPM itu dengan kucuran dana senilai 1 M, dan
itu dibagi jadi pembangunan sentra kuliner dan TPST. Untuk satu-satunya
berapa saya kurang tahu persis. Jadi di kuliner itu ada saung sedang, saung
besar, kios-kios 6 kios, mungkin 700 juta nyampe kayaknya atau 750 juta,
soalnya kan TPST kecil ya, jadi banyak dihabisin untuk kuliner itu sepertinya
48
Peneliti : Mata pencaharian apakah yang mayoritas masyarakat desa pagedangan
kerjakan sehari-hari?
49
I1-6 : Awalnya mayoritas masyarakat sini itu petani, tapi karena ada pengembang ini,
lahan mereka digusur jadinya mereka menyebar ada yang dagang, jadi tukang-
tukang, pegawai, ngojeg ada juga yang serabutan mba.
50
I8 : Untuk bertani kan sekarang sudah tidak laha karena seiring perkembangan zaman,
sekarang ini banyak pengembang disekitar kita yang menggusur lahan-lahan
pertanian masyarakat. Sehingga perlahan masyarakat beralih profesi dari petani.
Untuk sekarang ini masyarakat lebih ke dagang dan jasa, karena kemampuan
diri mereka sendiri yang mereka punya.
51
Peneliti : Bagaimana hubungan koordinasi antar lembaga dalam implementasi Program
BUMDes?
I1-1 : Untuk komunikasi dan koordinasi sih tergantung kebutuhan, untuk kebutuhan
mengenai pertanian ya kita berkoordinasi dengan Dinas Pertanian. Jadi
kalaupun kita minta bantuan untuk pemberdayaan masyarakat ya kita lakukan
komunikasi dengan instansi terkait.
52
I1-2 : hubungan komunikasi kami baik, baik itu dengan pelaksana operasional BUMDes
maupun dengan Pemerintah Kabupaten Tangerang. Namun tidak jadwal khusus
seperti rapat koordinasi dan semacamnya, karena komunikasi kita memang
sesuai dengan keadaan saja, jika perlu ada yang dikomunikasikan ya kita
komunikasikan, jika tidak ada ya masing-masing aja. Jadi memang ga rutin, tapi
komunikasi kami baik.
53
I1-6 : komunikasi kita kan seperti simbiosis mutualisme jadi saling membutuhkan,
tatkala harus ada yang dibicarakan ya kita bicarakan tanpa ada rasa canggung.
Baiklah pasti.
54
I1-8 : kalau menurut dari kacamata saya dengan adanya BUMDes kemaren, justru
BUMDes ini hasil dari pemufakatan dari berbagai lembaga yang ada di desa.
Ada BPD, LPM, PKK, karang taruna dan BKM mufakat diadakan BUMDes
dibidang ekonomi. Beda lagi dengan PKK yang bergerak untuk ibu-ibunya, lalu
Karang taruna yang bergerak untuk pemuda-pemudi, lalu ada BPD sebagai
legislator pasti ada bidang-bidangnya. Maka BUMDes ini bergerak dibidang
ekonomi yang ada di PKK, BKM, LPM, desa dan lembaga lainnya, disatukan
disini menjadi satu wadah bidang ekonomi, agar tidak terjadi tumpang tindih.
Untuk pengawasnya perwakilan-perwakilan dari lembaga itu. Maka dari sini
bisa dilihat adanya koordinasi yang sangat intensif dari berbagai lembaga ini.
55
I2-1 : Komunikasi kami baik, bagus. Tapi bicaranya kita pertemanan ya. Artinya
dimanapun dan kapanpun kami bisa bertemu, asal jangan mengganggu saja.
Persoalan bicara dikantor dengan pak lurah misalnya, jika kita mau ngobrol dan
pak lurah sibuk, ya kita ngobrol dirumah atau dirumah makan diluar jam kerja
gitu. Jadi memang tidak ada rutinitas pertemuan perbulan atau pertahun. Kita
sebagai lembaga swadaya masyarakat, jadi saat ada keluhan dari masyarakat ya
kita sampaikan. Akan tetapi jika tidak ada, apa yang harus disampaikan, seperti
itu.
56
Peneliti : Apakah Anda mengetahui Program BUMDes di Desa Pagedangan?
I3-3 : Apa itu? Gak tahu ibu. BUMDes apa sih? Belom tahu saya. 57
I3-2 : BUMDes neng? Gak tahu, ga pernah kesini. Cuma sering denger sih tapi gak tahu
apaan.
58
I3-4 : sering denger sih, tapi gak tahu apaan. Apaan emang neng? Iya kalau BKM saya
tahu neng
59
Peneliti : Program apa sajakah yang Anda ketahui di Program BUMDes di Desa Pagedangan?
I 3-3 : TPST itu yang saya tahu, kalau sentra kuliner sih tahu itu tempatnya yang didepan
itu, tapi paling lewat-lewat doang. Kirain mah yang dagang biasa gitu, yang
punya H. Dadi itu kan ya. Kalau simpan pinjam, setahu saya itu mah cuma
orang-orang sono aja yang minjem, orang-orang punya tuh baru dipinjemin saya
mah gak pernah dipinjemin kebalik ini mah. Lah kita mah orang susah, takut
gak bisa dibalikin kali neng pinjamannya, ke kita mah ga pernah tuh.
60
I 3-2 : yah neng, BUMDes nya aja gak tahu, gimana mau tahu program nya 61
I 3-4 : programnya ya, kalau dari BKM itu ada simpan pinjam sama TPST itu neng. Ibu
tahu tuh kalau program BKM tapi kalau BUMDes nya gak tahu.
62
Peneliti : Apakah Anda mengikuti salah satu program BUMDes? Program apa sajakah?
I3-3 : kalau saya kan cuma ikut TPST doang ya, TPST itu sangat membantu untuk
membuang sampah ya walaupun kadang seminggu gak diangkut, tapi kadang
seminggu sekali di angkut gitu neng
63
Peneliti : Apakah mata pencaharian Anda sekarang?
I3-3 : saya tiap pagi dagang uduk neng, ya dagang kecil-kecilan lah. Palingan untungnya
seberapa, kecil lumayan aja tapi buat jajan anak ya neng.
64
I3-2 : saya ibu rumah tangga aja ngurusin anak suami. 65
I3-4 : ya ini neng warung saya yang ini, lumayan lah buat bantu suami dapat
penghasilan.
66
Peneliti : Bagaimana dukungan masyarakat atau opini publik tentang Program BUMDes di
Kabupaten Tangerang khususnya Desa Pagedangan
I2-1 : Responnya pasti baiklah selama program ini mampu memberdayakan dan
membantu masyarakat. Kalau melihat respon kan kita bisa lihat dari
kritisasinya, kritik itu bisa dari aksi, atau dari mulut kemulut. Dengan tolak ukur
itu, sejauh ini kritik di masyarakat rendah, artinya mereka menerima dan
nyaman hidup disini.
67
Peneliti : Bagaimana dukungan kelompok-kelompok elite politik dan dunia usaha dalam
implementasi Kebijakan BUMDes?
I1-1 : Untuk dukungan, dari pemerintah daerah juga kan banyak respon baik untuk
Desa Pagedangan seperti yang saya ceritakan di awal tadi. Untuk para
pengembang ini kan pasti ada CSR nya, ya kita suka ada bantuan dari CSR nya
tersebut. Dan kerjasama juga cukup baik dengan para pengembang.
68
I1-2 : kurang lebih positiflah, entah itu dari pemerintah desa maupun dari para
pengembang atau dari pemerintah daerah, pasti jika pemerintah meregulasikan
suatu kebijakan ya dijalankan sebisa mungkin.
69
I1-5 : karena kita membentuk BUMDes ini dengan sistem Top Down, berarti ada
dukungan dari pemerintah desa dalam membentuk BUMDes. Selain itu juga
dari lembaga-lembaga desa seperti LSM, BKM, Karangtaruna itu setuju
didirikannya BUMDes ini. Dari dunia usaha juga kita mengadakan beberapa
kerjasama dengan pengembang, jadi kita diberi dukungan juga dari dunia usaha
meskipun hanya beberapa saja. Karena ada beberapa usaha yang merasa
tersaingi, seperti warung makan itu merasa tersaingi oleh kuliner kita. Disisi lain
juga dari pemerintah daerah belum ada dukungan karena kita belum
mendapatkan pembinaan-pembinaan atau pelatihan lah dari pemda dalam
mengelola BUMDes.
70
I1-8 : tujuannya didirikan sentra kuliner ini kan menjadi pusat kuliner di Pagedangan,
jadi tidak mematikan usaha-usaha yang sudah ada di masyarakat Pagedangan,
jadi tidak menjadi daya saing. Kita juga mengantisipasi pedagang yang dikuliner
agar tidak menjual jenis yang sama dengan mayoritas pedagang masyarakat
Pagedangan. Jadi mereka tetap mendukung program ini untuk kemajuan desa
tentunya. Misalnya warteg, di sentra kuliner gak ada warteg, macam-macam
makanan warteg, jadi tidak mematikan hanya menjadi icon saja.
71
I2-1 : kalau kelompok politik, luar bisa dukungannya. Karena jika kita bicara politik
tidak terlepas dari pemerintahannya, pasti itu mendukung. Untuk pengusaha, ada
juga beberapa pengusaha yang usahanya dibantu oleh program simpan pinjam
dari BUMDes ini. Dan tatkala mereka tersentuh oleh BUMDes dan merasakan
manfaatnya, tentu dukungan mereka terhadap BUMDes akan tinggi.
72
Peneliti : Apa saja program atau kegiatan dari dinas atau instansi Anda dalam mendukung
implementasi Program BUMDes?
I1-4 : Salah satunya tadi itu ada pelatihan dalam manajemen pengelolaan BUMDes, 73
tapi hanya beberapa desa saja, kedepannya saya berharap semoga pelatihan ini
terus berkembang dan bisa melatih semua desa dalam mengelola BUMDes,
sehingga desa yang tidak memiliki BUMDes pun jadi ikut tertarik untuk
mendirikan BUMDes. Yang benar-benar perlu dipelajari yaitu akuntansinya.
Akuntansi disini setiap diakhir tahun ada pemeriksaan dari akuntan publik. Jadi
catatan yang harus ada pertama itu modal, kemudian pelaksanaan lalu ada
keuntungan atau kerugian yang akan diperiksa akuntan publiknya, nah itu yang
belum.
Peneliti : Bagaimana respon masyarakat terhadap pendirian BUMDes di Desa Pagedangan ini?
I1-1 : Kalau respon masyarakat ya tergantung dari kitanya kan dari sosialisasi,
terkadangkan masyarakat awam tidak tahu apa itu BUMDes, jadi itu kewajiban
kita untuk mensosialisasikan kepada masyarakat bahwa ini merupakan program
pemerintah yang mengelola keuangan desa yang harus dijalankan, sama halnya
dulu dengan koperasi yang sekarang koperasi tidak jauh beda dengan BUMDes
namun bentuknya saja yang berbeda. Ini juga membentuk masyarakat agar
mereka untuk simpan pinjam bisa ke BUMDes bukan ke Bank Keliling,
daripada ke Bank keliling itu tinggi, BUMDes ini melalui BKM unit simpan
pinjam untuk memberikan suatu kelunakan dalam pinjaman dan juga
memberikan rasa tanggungjawab dalam berkelompok, karena minjam itu kan
berkelompok.
74
I1-2 : yang namanya masyarakat desa, mereka masih awam dan belum mengerti apa itu
BUMDes. Sebagian orang mungkin malah tidak tahu dikala ditanya tau
BUMDes tidak? Dan ini memang menjadi persoalan. Memang harus ada
sosialisasi kepada masyarakat mengenai BUMDes ini agar mereka faham.
Sehingga kala mereka tahu mengenai BUMDes ini, diharapkan mereka bisa ikut
berpartisipasi dalam kegiatan ini. Bagi mereka yang tahu tentang BUMDes ini,
respon mereka pasti sangat baiklah, akan tetapi bagi mereka yang tidak tahu ya
mereka cuek-cuek saja tanpa perduli ada program dar desa. Sosialisasi ini
memang harus ditingkatkan.
75
I1-6 : Masyarakat awam itu terkadang tidak tahu apa itu BUMDes, tapi dari program-
programnya masyarakat desa 100 % merasakan manfaat dari program BUMDes.
Akan tetapi masyarakat komplek tidak semua merasakan manfaatnya, karena
belum ada serah terima dari Developernya kepada Pemda. Kalau perumahan
76
gitu kan dari developer harus ada serah terima lah biar pemdanya membangun
masyarakatnya juga gampang.
I3-2 :kalau kitanya dikasih tahu mah pasti ngedukung aja neng, namanya program
pemerintah kan gak ada yang jelek. Gak bakal pemerintah bikin program yang
jelek. Tapi kalau kitanya ga dikasih tahu sama aja boong. Kita kan masyarakat
sebagai sasarannya, ya harus tahu dong kita.
77
I3-4 :ya pastinya selalu mendukung neng, selama untuk kemajuan desa kita selalu
mendukung. Yang penting harus adil, jangan yang deket-deket lurah doang yang
dikasih.
78
Peneliti : Untuk secara pemberdayaan masyarakat, apakah BUMDes Desa Pagedangan sudah
memberdayakan seluruh masyarakat desa di Pagedangan?
I1-1 : untuk keseluruhan menurut saya sih belum ya, baru diatas 50 %, kita juga perlu
beberapa tahapan. Untuk sekarang ini hanya ada sebagian saja. Kita juga
kemarin ada kerjasama dengan AEON Mall yang sudah saya bicarakan dengan
pak H. Dadi (Direktur BUMDes) kita menyediakan tenaga pekerja, untuk
selektifnya dari sana (AEON Mall). Selain itu juga ada Gedung ICE, kita
melakukan kerjasama untuk parkir luarnya pada saat ada event event tertentu,
sampai sekarang ini. Disisi lain kita juga ada Universitas Prasetya Mulya, ada
juga German SGU melakukan kerjasama untuk parkir luarnya, untuk secure
parkingnya kan sudah ada.
79
I1-2 : belum lah neng, paling hanya beberapa persen saja. BUMDes ini kan baru
berjalan 2 tahun, jadi masih meraba-raba lah belum teteg gitu istilahnya. Masih
banyak pasti masyarakat yang belum terberdayakan. Itu PR kita untuk
kedepannya.
80
I1-5 : untuk setiap unit usaha, itu pemberdayaannya berbeda ya. Di sentra kuliner
sendiri, masyarakat desa asli Pagedangan sendiri itu yang berjiwa usaha itu
sangat minim sekali. Terkadang hanya beberapa minggu berjualan, mereka
mandet/ gulung tikar, jadi tidak kuat gitu mengahadapi tantangan yang ada. Jadi
mau tidak mau, daripada kosong, kita terima saja usahawan dari luar, ini men.
Yang dari luar ini tahan banting daripada masyarakat desa, kita dilema juga
terkadang. Makanya akhirnya kita batasi, 60 % untuk masyarakat desa
pagedangan dan 40 % untuk masyarakat luar. Tapi untuk pembayaran kiosnya
kita samakan tidak ada perbedaan, tapi khusus untuk meringankan masyarakat
81
desa pagedangan bisa dicicil pembayarannya dalam satu tahun.
Peneliti : Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat terhadap program-program BUMDes ini?
I1-5 : BUMDes ini ada dua sistem orang mendirikan BUMDes. Yang pertama ada yang
mendirikan BUMDes ini menggunakan sistem Top Down. Top Down ini
dimana BUMDes ini merupakan program Desa dengan lembaga-lembaga
dibentuk. Jika dibentuk seperti ini tentu harus ada sosialisasi ke masyarakat
tentang apa itu BUMDes, program apa saja yang kita sajikan. Maka dari itu
hambatannya adalah orang belum tentu mengerti tentang BUMDes, belum tentu
BUMDes itu menarik bagi mereka. Akan tetapi jika menggunakan sistem
Bottom Up, ini sekelompok usaha masyarakat berkumpul kemudian minta
dipayungi sebuah lembaga atau badan usaha, itu lebih enak sebenarnya kita bisa
melihat tingkat partisipasi masyarakatnya. Kalau yang Top Down tingkat
partisipasinya relatif rendah, sedangkan yang bottom up itu tingkat
partisipasinya relatif tinggi, karena ia sendiri yang menginginkan dibentuk
BUMDes. Nah, dikita itu sistemnya Top Down. Pasti banyaklah tantangan dan
hambatannya. Salah satunya permodalan, dunia usaha yang merasa tersaingi,
dan belum ada perhatian khusus dari pemerintah daerah.
82