IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN SHALAT BAGI ANAK …
Transcript of IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN SHALAT BAGI ANAK …
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN SHALAT BAGI ANAK
TUNANETRADI SLB-A PEMBINA TINGKAT NASIONAL
JAKARTA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi
Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh :
RIKE FIQRIYAH
11140110000097
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2019 M/1440 H
I ii
ii
iii
ABSTRAK
iv
v
ABSTRAK
Rike Fiqriyah (NIM: 11140110000097). Implementasi Pembelajaran Shalat
bagi Anak Tunanetra di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran
shalat bagi anak tunanetra di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta. Penelitian
ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2018 sampai bulan Desember 2018.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dengan
pendekatan kualitatif deskriptif. Prosedur pengumpulan data yang digunakan
adalah observasi, wawancara dan dokumentasi sebagai penunjang data penelitian.
Wawancara dilakukan kepada perwakilan guru Pendidikan Agama Islam dan 2
orang siswa kelas VII berdasarkan pedoman wawancara yang telah ditetapkan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran shalat bagi
anak tunanetra di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta menggunakan
metode, antara lain: metode ceramah dan tanya jawab dalam pemberian materi
pelajaran, serta metode demonstrasi dan metode pembiasaan dalam praktek shalat.
Kata Kunci: Pembelajaran, Shalat, Tunanetra.
vi
ABSTRACT
Rike Fiqriyah (NIM: 11140110000097). The Implementation of Prayer
Learning for Blind Children at SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta.
The study aims to determine the implementation of prayer learning for
blind children at SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta. This research was
conducted in October 2018 until December 2018.
The method used in this study is a method with a descriptive qualitative
approach. The procedure of data collection were observation, interviews and
documentation to support research data. The interviews were conducted with
representatives of Islamic religious teachers and two class students in 7th
grade.
The results of this study indicate that prayer learning for blind children at
SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta uses methods such as: lecture method
and question and answer method in providing subject matter, and methods of
demonstration an habituation in the practice of prayer.
Keywords: Learning, Prayer, Blind.
vii
KATA PENGANTAR
Assalaamu‟alaikum Wr. Wb
Alhamdulillahirobbil „alamin, segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang
telah memberikan taufik dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini yang berjudul “Implementasi Pembelajaran Shalat bagi Anak
Tunanetra di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta” dengan baik. Shalawat
serta salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
beserta keluarganya, para sahabatnya, dan mudah-mudahan sampai kepada kita
selaku umatnya.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menyelesaikan program Sarjana Pendidikan
Agama Islam di Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam proses
pelaksanaan hingga penulisan, penulis banyak mendapat perhatian dan bimbingan
dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Untuk itu
pada kesempatan yang baik ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih
kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan.
2. Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
atas arahannya kepada penulis dalam penelitian ini.
3. Rusydi Jamil, MA. selaku Dosen Pembimbing atas bimbingan dan saran-sarannya
dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Siti Khadijah, MA. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan
arahan dan motivasi kepada penulis selama masa perkuliahan.
viii
5. Seluruh Dosen Jurusan/Prodi Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan
ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan,
semoga ilmu yang telah Ibu dan Bapak berikan mendapatkan keberkahan dari
Allah SWT.
6. Staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) dan Pendidikan Agama Islam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan akses dan kemudahan
dalam pembuatan surat-surat dan dokumen lain guna memenuhi keperluan dalam
pembuatan skripsi ini.
7. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis
dalam menyediakan serta memberikan pinjaman literatur yang dibutuhkan.
8. Drs. Triyanto Murjoko,M.Pd selaku Kepala Sekolah SLB-A Pembina Tingkat
Nasional Jakarta yang telah mengizinkan penulis untuk meneliti kegiatan
pembelajaran di SLB-A tersebut.
9. Maksum, M.Pd., selaku guru PAI yang telah bersabar membimbing saya selama
penelitian di SLB-A Pembina Tingkat Nasional.
10. Kedua orangtuaku yang telah memberikan doa, motivasi serta curahan kasih
sayang yang tiada tara. Begitu juga dengan dukungan moril dan materil yang tiada
ternilai harganya untuk keberhasilan dan kesuksesan penulis, serta ketiga adikku
yang penulis sayangi atas doa dan dukungan kalian yang tiada henti.
11. Teman-teman seperjuangan jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan 2014
khususnya kelas PAI C (Apache) atas bantuan, semangat, serta kebersamaan
dalam suka dan duka yang tak akan terlupakan.
12. Sahabat-sahabat tersayang Diana, Uswah, Sinta yang selalu mewarnai kehidupan
penulis selama perkuliahan dan memberikan semangat, masukan, motivasi kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
13. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, penulis
ucapkan terimakasih atas dukungan dan semangatnya.
viii
Semoga Allah swt. membalas semua bantuan dan bimbingan dari pihak-pihak
tersebut. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari kesan sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan demi
kesempurnaan skripsi ini kedepannya. Demikian yang dapat penulis sampaikan,
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Wassalamu‟alaikum Wr. Wb.
Tangerang, Desember 2018
Penulis
ix
x
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................... v
ABSTRACT ............................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR .............................................................................................. vii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................................ 5
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...................................................... 5
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Shalat ................................................................................. 7
1. Pengertian Pembelajaran .................................................................... 7
2. Shalat ................................................................................................. 11
B. Tunanetra.................................................................................................. 29
1. Pengertian Tunanetra ......................................................................... 29
2. Klasifikasi Anak Tunanetra................................................................ 30
3. Sebab-sebab Terjadinya Ketunanetraan ............................................. 30
4. Karakteristik Anak Tunanetra ............................................................ 33
5. Kebutuhan Layanan Khusus Tunanetra ............................................ 35
6. Dampak Ketnanetraan ....................................................................... 36
7. Fungsi Orientasi dan Mobilitas bagi Anak Tunanetra ...................... 37
C. Penelitian yang Relevan ........................................................................... 38
xi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 41
B. Latar Penelitian .................................................................................. 41
C. Metode penelitian ............................................................................... 41
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ................................... 42
E. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data ............................... 43
F. Teknik Analisis Data ......................................................................... 45
BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data .................................................................................... 47
B. Pembahasan ........................................................................................ 54
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................... 61
B. Saran .................................................................................................. 61
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 62
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Dua Jenjang Pendidikan Terakhir Kepala Sekolah ................................ 51
Tabel 4.2 Identitas Wakil Kepala Sekolah/Koordinator ........................................ 52
Tabel 4.3 Tenaga Kependidikan ........................................................................... 52
Tabel 4.4 Prestasi Non Akademik .......................................................................... 52
Tabel 4.5 Daftar Nama Guru dan Karyawan ........................................................ 53
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Proses pembelajaran di kelas ............................................................ 57
Gambar 4.2 Demonstrasi praktek shalat di mushalla ........................................... 58
Gambar 4.3 Metode pembiasaan dengan melaksanakan shalat dhuha ................. 60
Gambar 4.4 Pelaksanaan UAS kelas VII B ........................................................... 62
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pedoman Wawancara dengan Guru PAI
Lampiran 2 Hasil Wawancara dengan Guru PAI
Lampiran 3 Pedoman Wawancara dengan siswa kelas VII
Lampiran 4 Hasil Wawancara dengan siswa kelas VII
Lampiran 5 Hasil Wawancara dengan siswa kelas VII
Lampiran 6 Surat Bimbingan Skripsi
Lampiran 7 Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 8 Surat Keterangan Penelitian
xiv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam
menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga
mengimani, bertakwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama
Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Qur‟an dan Al-Hadis, melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman. Disertai dengan
tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungan dengan
kerukunan antarumat beragama dalam masyarakat hingga terwujud kesatuan dan
persatuan bangsa (Kurikulum PAI).1
Memperoleh pendidikan merupakan hak setiap warga negara seperti
tertuang dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 yang menyatakan
bahwa “Setiap warga negara memiliki hak untuk mendapat pendidikan”.
Pernyataan ini diperkuat dalam UURI nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional bab IV pasal 5 ayat (1) bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang
sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
Hak untuk memperoleh pendidikan juga tidak dibatasi oleh hambatan
yang dimiliki seseorang. Sesuai UURI nomor 20/2003 pasal 5 (ayat 4) dinyatakan
bagi warga negara yang memiliki hambatan fisik, mental dan intelektual atau
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan
khusus. Pernyatan ini diperkuat dalam Bab VI pasal 32 (ayat 1) dimana
Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki
tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,
1Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2012), h. 11-12.
2
emosional, mental, sosial, dan/ atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa.2
Dari penjelasan di atas, jelas sekali menunjukkan bahwa anak yang
mempunyai kelainan dan kekurangan fisik atau mental atau disebut juga anak
yang memiliki kebutuhan khusus termasuk tunanetra mempunyai hak dan
kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan, baik pendidikan umum
maupun pendidikan agama Islam dan pengajaran serta penghargaan atau
perlakuan sebagaimana mestinya anak normal lainnya.
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk
menggantikan kata “Anak Luar Biasa (ALB)” yang menandakan adanya kelainan
khusus. Anak berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang berbeda antara
satu dan yang lainnya. Anak yang mengalami hendaya(impairment) penglihatan
(tunanetra), khususnya anak buta (totally blind), tidak dapat menggunakan indera
penglihatannya untuk mengikuti segala kegiatan belajar maupun kehidupan
sehari-hari. Umumnya kegiatan belajar dilakukan dengan rabaan atau taktil
karena kemampuan indera raba yang sangat menonjol untuk menggantikan indera
penglihatan.3
Pada dasarnya peserta didik yang memiliki kelainan dan kekurangan fisik
atau mental tersebut memerlukan suatu metode pembelajaran yang sifatnya
khusus agar dapat meningkatkan potensi peserta didik dengan kebutuhan khusus
dalam kegiatan pembelajaran.
Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam itu secara keseluruhannya
terliput dalam lingkup Al-Qur‟an dan Al-Hadis, keimanan, akhlak, fiqh/ibadah,
dan sejarah, sekaligus menggambarkan bahwa ruang lingkup Pendidikan Agama
2Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 3-4. 3Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Tunagrahita, (Bandung: PT Refika Aditama, 2006), h. 1
3
Islam mencakup perwujudan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan
hubungan manusia dengan Allah swt., diri sendiri, sesama manusia, makhluk
lainnya maupun lingkungannya (Hablun minallah wa hablun minannas).4
Salah satu materi dalam Pendidikan Agama Islam adalah shalat. Shalat
merupakan salah satu kewajiban bagi kaum muslim yang sudah mukallaf yang
tidak bisa ditinggalkan dalam keadaan apapun baik dalam keadaan perjalanan,
sehat ataupun sakit, kecuali ada udzur tertentu. Begitu pentingnya shalat,
seseorang yang sakit pun mempunyai kewajiban untuk melaksanakan shalat
dengan berbagai keadaan, yakni berdiri jika mampu, apabila ia tidak mampu
berdiri maka dengan duduk dan apabila ia tidak mampu duduk maka dengan
berbaring, dan jika masih tidak bisa berbaring maka cukuplah dengan
mengedipkan mata.
Oleh sebab itu, merupakan suatu kewajiban bagi orangtua maupun guru
untuk membekali anak usia dini dalam persiapan, pelatihan serta pembiasaan
melaksanakan ibadah shalat untuk sampai pada usia baligh, dimana mereka
dikenai kewajiban untuk menunaikan ibadah shalat. jika hal ini tidak
diperhatikan, maka praktek shalat yang salah akan selalu dilaksanakan oleh anak.
Adanya keterbatasan pada indera tertentu menyebabkan mereka
mengalami kesulitan dalam menerima pembelajaran. Pada kenyataannya, seorang
tunanetra tidak akan mampu melaksanakan shalat dengan gerakan-gerakan yang
baik dan benar tanpa adanya bimbingan yang diberikan baik dari guru di sekolah
maupun dari orangtua di rumah. Terlebih lagi dikarenakan latar belakang keluarga
masing-masing siswa itu berbeda, ada yang taat beribadah dan juga tidak,
sehingga berdampak pada kemampuan anak dalam mempraktekkan gerakan-
gerakan shalat. Dalam hal ini, pembiasaan shalat di rumah pun sangat
berpengaruh terhadap kemampuan anak untuk melaksanakan shalat, karena siswa
4Majid, Op.cit., h. 13
4
yang selalu dibiasakan shalat di rumah dengan siswa yang tidak dibiasakan, akan
terlihat jelas perbedaannya dalam hal gerakan maupun bacaan.5 Berdasarkan
wawancara dan observasi yang peneliti lakukan di SLB-A Pembina Tingkat
Nasional Jakarta, terlihat kurangnya keikutsertaan para guru dalam pembiasaan
shalat bagi siswa.
Atas dasar tersebut pembelajaran shalat menjadi salah satu materi wajib
yang harus dipelajari, dikarenakan pembelajaran shalat bukan hanya membahas
tentang materi tetapi juga tentang bagaimana pembelajaran shalat tersebut dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran shalat yang diajarkan kepada anak yang normal tentunya
berbeda dengan pembelajaran shalat yang diajarkan kepada anak berkebutuhan
khusus seperti tunanetra yang memiliki kekurangan dalam hal penglihatan, karena
dalam pembelajaran shalat dibutuhkan peran penglihatan untuk dapat
mempraktikkan gerakan-gerakan yang ada dalam shalat. Bagi anak yang normal
hal ini tidak menjadi suatu masalah, tetapi bagi anak yang memiliki keterbatasan
dalam penglihatan (tunanetra) sudah pasti akan menjadi hambatan untuk
mengetahui bagaimana tatacara dalam mengerjakan shalat, baik shalat wajib
maupun shalat sunnah. Agar pembelajaran dapat mencapai hasil sesuai dengan
tujuan yang direncanakan, peran guru sangat diperlukan untuk memilih metode
pembelajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi peserta didik.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti bermaksud untuk melakukan
penelitian lebih mendalam mengenai “Implementasi Pembelajaran Shalat Bagi
Anak Tunanetra di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta”
5Hasil wawancara dengan Guru Pendidikan Agama Islam
5
B. Identifikasi Masalah
Sehubungan dengan latar belakang di atas, ada beberapa masalah yang
dapat diidentifikasi, yakni sebagai berikut:
1. Perbedaan latar belakang keluarga, ada yang taat beribadah dan juga tidak,
sehingga mengakibatkan adanya beberapa siswa SLB-A Pembina Tingkat
Nasional yang masih kurang tepat dalam mempraktekkan gerakan-gerakan
dalam shalat.
2. Kurangnya keikutsertaan para guru dalam hal pembiasaan shalat bagi anak
tunanetra.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka pembahasan skripsi ini
dibatasi dengan permasalahan seputar metode dalam pembelajaran shalat
fardhu bagi anak tunanetra di SMPLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang
dapat dirumuskan adalah sebagai berikut: bagaimanakah metode dalam
pembelajaran shalat fardhu bagi anak tunanetra di SMPLB-A Pembina
Tingkat Nasional Jakarta?
6
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana
metode dalam pembelajaran shalat fardhu bagi anak tunanetra di SMPLB-A
Pembina Tingkat Nasional Jakarta.
2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak
berikut :
a. Bagi peneliti, sebagai sarana dalam menambah wawasan dan pengetahuan
bidang pendidikan sehingga dapat menjadi modal untuk mempersiapkan
diri sebagai calon pendidik.
b. Bagi guru, sebagai informasi serta dapat menjadi bahan rujukan dalam
menciptakan proses pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus yaitu
tunanetra
7
BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Pembelajaran Shalat
1. Pembelajaran
Gagne mendefinisikan istilah pembelajaran sebagai “a set of events
embedded in purposeful activities that facilitate learning”. Pembelajaran
adalah serangkaian aktivitas yang sengaja diciptakan dengan maksud untuk
memudahkan terjadinya proses belajar.1
Secara sederhana, istilah pembelajaran (instruction) bermakna sebagai
“upaya untuk membelajarkan seseorang atau kelompok orang melalui
berbagai upaya (effort) dan berbagai strategi, metode dan pendekatan ke arah
pencapaian tujuan yang telah direncanakan”. Pembelajaran dapat pula
dipandang sebagai kegiatan guru secara terprogram dalam desain
instruksional untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan
pada penyediaan sumber belajar. Dengan demikian pembelajaran pada
dasarnya merupakan kegiatan terencana yang mengkondisikan/merangsang
seseorang agar bisa belajar dengan baik sesuai dengan tujuan pembelajaran.2
Proses pembelajaran menuntut guru dalam merancang berbagai
metode pembelajaran yang memungkinkan terjadinya proses pembelajaran
pada diri siswa. Rancangan ini merupakan acuan dan panduan, baik bagi guru
itu sendiri maupun bagi siswa.3
Metode pembelajaran yang ditetapkan guru banyak memungkinkan
siswa belajar proses (learning by process), bukan hanya belajar produk
(learning by product). Belajar produk pada umumnya hanya menekankan
1 Benny A. Pribadi, Model Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: PT. Dian Rakyat, 2011), h.
9-11. 2Majid, Op.cit., h. 270.
3 Sumiati dan Asra, Metode Pembelajaran, (Bandung: CV. Wacana Prima, 2009), h. 91.
8
pada segi kognitif. Sedangkan belajar proses dapat memungkinkan
tercapainya tujuan belajar baik segi kognitif, afektif (sikap) maupun
psikomotorik (keterampilan). Oleh karena itu metode pembelajaran diarahkan
untuk mencapai sasaran tersebut, yang lebih banyak menekankan
pembelajaran melalui proses.4
Metode pembelajaran sangat beraneka ragam. Dengan
mempertimbangkan apakah suatu metode pembelajaran cocok untuk
mengajarkan materi pembelajaran tertentu, tidak adakah metode pembelajaran
lain yang lebih sesuai, guru dapat memilih metode pembelajaran yang efektif
untuk mengantarkan siswa mencapai tujuan.5
Dengan demikian, salah satu keterampilan guru yang memegang
peranan penting dalam pengajaran adalah keterampilan memilih metode.
Pemilihan metode berkaitan langsung dengan usaha-usaha guru dalam
penampilkan pengajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi sehingga
pencapaian tujuan pengajaran diperoleh secara optimal.6
Banyak metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran Agama
Islam, yang hampir tidak berbeda jauh dengan metode-metode yang dapat
digunakan dalam pembelajaran mata pelajaran lainnya.7
Banyak atau beragamnya metode dalam pembelajaran agama ini
karena akan sangat tergantung pada kekhususan-kekhususan yang ada pada
masing-masing bahan/materi pelajaran, baik sifat maupun tujuan, maka
diperlukan metode-metode yang berlainan. Selain itu, perbedaan latar
belakang individual anak, baik latar belakang kehidupan, tingat usianya
maupun tingkat kemampuan berfikirnya, perbedaan situasi dan kondisi
dimana pendidikan berlangsung, dan perbedaan pribadi dan kemampuan dari
4Ibid.
5Ibid., h. 96.
6Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: PT
Refika Aditama, 2007), h. 3 7Ahmad Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, (Jakarta: Prenadamedia
Group, 2013), h. 281.
9
para pendidik masing-masing juga dapat menjadi faktor penyebab banyaknya
metode yang digunakan.8
Berikut ini beberapa metode yang dapat diterapkan dalam proses
pembelajaran shalat, diantaranya:
a. Metode Ceramah
Metode ceramah adalah teknik penyampaian pesan pengajaran
yang sudah lazim dipakai oleh para guru di sekolah. Ceramah diartikan
sebagai suatu cara penyampaian bahan secara lisan oleh guru di muka
kelas.9
Metode ceramah termasuk yang paling banyak digunakan, karena
biayanya cukup murah dan mudah dilakukan, memungkinkan banyaknya
materi yang dapat disampaikan, adanya kesempatan bagi guru untuk
menekankan bagian yang penting, dan pengaturan kelas dapat dilakukan
dengan secara sederhana. Sedangkan kekurangan metode ceramah ini
antara lain cenderung membuat peserta didik kurang kreatif, materi yang
disampaikan hanya mengandalkan ingatan guru, kemungkinan adanya
materi pelajaran yang tidak dapat diterima sepenuhnya oleh peserta didik,
cenderung verbalisme dan kurang merangsang. Untuk itu sebaiknya
ceramah ini dilakukan dengan persiapan yang matang, guru yang benar-
benar menguasai materi pelajaran dengan baik, dilengkapi dengan
penggunaan media pengajaran, serta mengkombinasikannya dengan
metode Tanya jawab, penugasan, dan sebagainya. Melalui ceramah ini
target pengajaran lebih banyak pada aspek kognitif.10
8Ibid.
9M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,
2002) h. 34. 10
Abudin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009), h.
182
10
b. Metode Tanya Jawab
Metode Tanya jawab ialah cara penyajian pelajaran dalam bentuk
pertanyaan, yang dikemukakan oleh guru yang harus dijawab oleh
siswa.11
Metode tanya jawab banyak digunakan karena dapat menarik
perhatian, merangsang daya fikir, membangun keberanian, melatih
kemampuan berbicara dan berfikir secara teratur, serta sebagai alat untuk
mengetahui tingkat kemampuan peserta didik secara objektif. Namun
demikian, metode Tanya jawab ini sering menimbulkan rasa takut pada
peserta didik, sulitnya membuat pertanyaan yang sesuai dengan
kemampuan peserta didik, banyak membuang-buang waktu, tidak
tersedianya waktu yang cukup untuk memberikan kesempatan kepada
semua anak untuk bertanya.12
c. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara
memperagakan barang, kejadian, aturan dan urutan melakukan suatu
kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media
pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan yang sedang disajikan.13
d. Metode Pembiasaan
Pengertian pembiasaan, Muhammad Rasyid Dimas mendefinisikan
“pembiasaan maksudnya adalah membiasakan anak untuk melakukan hal-
hal tertentu sehingga menjadi kebiasaan yang mendarah daging, yang
untuk melakukannya tidak perlu pengarahan lagi”. Contohnya yang paling
menonjol tentang kebiasaan dalam sistem pendidikan Islam adalah ibadah-
ibadah ritual seperti halnya shalat. Dengan pembiasaan, shalat menjadi
11
Ibid. 12
Ibid., h. 183
13 Fathurrohman dan Sutikno, Loc.cit .
11
kebiasaan manusia yang bila tidak dilaksanakan seseorang akan merasa
tidak senang (2005: 47).14
e. Metode Latihan dan Praktek
Dalam belajar verbal dan belajar keterampilan, meningkatkan
kemampuan hasil belajar dapat dicapai melalui latihan dan praktek.
Latihan biasanya berlangsung dengan cara mengulang-ulang suatu hal
sehingga terbentuk kemampuan yang diharapkan, sedangkan praktek
biasanya dilakukan suatu kegiatan dalam situasi sebenarnya, sehingga
memberi pengalaman belajar yang bersifat langsung.15
2. Shalat
a. Pengertian Shalat
Menurut Sayyid Sabiq,dalam kitabnya Fiqh as-Sunnah:
ن أق والا وأف عالا مصوصة مفتتحة بتكبي اللو 16.متتمة بالتسليم ت عال الصلاة عبادة ت تضم
Shalat ialah ibadat yang terdiri dari perkataan dan perbuatan
tertentu yang dimulai dengan takbir bagi Allah Ta‟ala dan disudahi
dengan memberi salam.17
Perkataan shalat berasal dari kata shalla secara harfiah berarti
seruan atau do‟a, yakni seruan seorang hamba kepada Tuhan pencipta
seluruh alam. Jadi shalat bentuk do‟a paling murni atau paling tinggi.
Firman Allah :
يع عليم وصل عليهم ان صلاتك سكن لم واللو س
14http://chyrun.com/metode-pembiasaan-dalam-pembelajaran-pai/ oleh Rian Nova, diakses
pada 18 Desember 2018, pada pukul 11.30. 15
Sumiati dan Asra, Loc.cit . 16
Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, (Beirut: Daar al-Kitab al-„Arabi, 1973) h. 90 17
Mahyuddin Syaf, Fikih Sunnah, Terj. dariFiqh as-Sunnah oleh, Sayyid Sabiq, (Bandung:
PT Al-Ma‟arif, 1990), h. 191.
12
Artinya: Dan berdo‟alah untuk mereka. Sesungguhnya do‟a kamu
itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui. (At-Taubah : 103).18
Secara bahasa shalat memiliki tiga pengertian: Pertama, shalat
dapat berarti do‟a. Memaknai shalat sebagai doa memang sangat beralasan
sebab hampir semua bacaan yang dibaca dalam ibadah ini merupakan lafal
doa. Bahkan jika diperhatikan secara keseluruhan pelaksanaan shalat ini
dapat dilihat sebagai rangkaian aktivitas penghambaan yang berorientasi
permohonan (doa) kepada Allah, mulai dari doa memohon hidayah,
pertolongan, mohon ampunan, rezeki, harga diri, dan mohon
keselamatan.19
Kedua, shalat berarti zikir (ingat) kepada Allah. Hampir semua
bacaan yang kitabaca dalam shalat berupa pujian dan tasbih kepada Allah,
yang hal ini berarti selama pelaksanaan shalat seorang hamba benar-benar
merasakan kedkatan atau kebersamaan dengan Allah, atau setidaknya
mengingat dan menghadirkan Allah dalam hatinya.20
Ketiga, shalat dapat juga berarti rahmat. Hal ini tentu dirujuk
kepada makna shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. dimana hal
tersebut adalah permohonan agar Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada
Nabi dan keluarganya. Namun shalat yang akan dibahas dalam hal ini
adalah shalat sebagai ibadah ritual yang ditujukan sebagai penyembahan
kepada Allah.21
Menurut pengertian syara‟ shalat ialah ibadah dalam bentuk
perkataan dan perbuatan tertentu dengan menghadirkan hati secara ikhlas
18
Sahriansyah, Ibadah dan Akhlak, (Yogyakarta: IAIN ANTASARI PRESS, 2014), h. 6. 19
Jefry Noer, Pembinaan Sumber Daya Manusia Berkualitas & Bermoral Melalui Shalat
yang Benar, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 36. 20
Ibid. h. 38 21
Ibid, h. 39
13
dan khusyu‟, dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam
menurut syarat-syarat dan rukun-rukun yang telah ditentukan syara‟. Dari
pengertian ini bisa diambil pemahaman bahwa seseorang yang melakukan
shalat dituntut agar seluruh sikap dan perhatiannya ditujukan semata-mata
hanya kepada obyek dan seruan yaitu Allah swt. Shalat pada seorang
hamba diharapkan menghayati sedalam-dalamnya akan kehadiran Allah
dalam hidup ini.22
Dalam sehari semalam ada lima kali shalat yang wajib dikerjakan
seorang muslim yang disebut dengan shalat wajib yaitu: shalat subuh,
dzuhur, ashar, maghrib, dan „isya. Hukumnya wajib „ain, dimana setiap
muslim wajib mengerjakannya. Apabila dia mengerjakannya maka ia
mendapat pahala, dan apabila meninggalkannya maka ia berdosa.23
Shalat
wajib atau fardhu itu dikerjakan pada waktu-waktu yang telah ditentukan
sebagaimana firman Allah berikut:
وقوتا إن الصلاة كانت على المؤمني كتابا م
Artinya: Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan
waktunya atas orang-orang yang beriman. (An-Nisa‟ ayat: 103)
Dan dalam surat Al-Isra ayat 78 sebagai berikut:
مس إل غسق اليل وق رءان الفجر إن ق رءان الفجر كان مشهوداأقم الصلاة لدلوك الش
Artinya: “Dirikanlah shalat pada waktu tergelincir matahari sampai
gelap malam, begitu juga shalat fajar, karena sesungguhnya shalat fajar
itu ada yang menyaksikannya”.(Al-Isra ayat: 78)
22
Sahriansyah, Ibadah dan Akhlak, Loc.cit . 23
Zurinal, Z dan Aminuddin, FIQIH IBADAH, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 64-65.
14
Adapun waktu shalat fardhu dan jumlah rakaatnya sebagai berikut:
1) Shalat Shubuh
Shalat subuh terdiri dari dua rakaat dan waktunya dimulai dari
terbitnya fajar kedua sampai terbit matahari.
2) Shalat Zuhur
Shalat zuhur terdiri dari empat raka‟at, dan waktunya dimulai
dari setelah matahari tergelincir dari pertengahan langit sampai
baying-bayang suatu benda sama dengan panjang benda itu.
3) Shalat Asar
Waktunya mulai habisnya waktu zuhur sampai dengan
terbenam matahari, shalat asar terdiri dari empat raka‟at
4) Shalat Maghrib
Jumlahnya tiga raka‟at, waktunya mulai dari terbenamnya
matahari sampai terbenam syapaq merah (cahaya putih yang muncul
setelah hilangnya cahaya merah matahari)
5) Shalat Isya
Jumlah raka‟atnya empat, waktunya mulai terbenam syafaq
merah (sehabis waktu maghrib) sampai terbit fajar.24
Untuk mengerjakan shalat, seseorang harus suci dari hadats besar
dan hadats kecil (syarat sah shalat), dengan cara mandi, berwudlu‟ atau
tayammum bagi orang-orang yang tidak boleh terkena air. Selain itu,
sebelum shalat (terutama bila shalat berjama‟ah) dikumandangkan adzan
dan iqamat terlebih dahulu. Untuk lebih jelasnya lihat pada pembahasan
tentang adzan dan iqamah.25
Dalil Al-Qur‟an dan Sunnah Nabi saw. tentang kewajiban shalat
24
Ibid.,h. 68-69. 25
Ibid.,h. 64-65.
15
Banyak ayat-ayat Al-Qur‟an dan Hadits yang memerintahkan
setiap muslim agar melaksanakan shalat, diantaranya adalah :
1) Ayat Al-Qur‟an, surat Al-Ankabut 29 : 45
هى عن الفحشاء والمنكر ولذكر اللو اكب ر ان الصلاة ت ن
Artinya: …. “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji
dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah
lebih besar (keutamaannya dari pada ibadah-ibadah lainnya) (Al-
Ankabut 29:45)
2) Ayat Al-Qur‟an, surat Al-Baqarah ayat 110
وأقيموا الصلاة وءاتوا الزكاة
Artinya: “Dirikanlah shalat dan bayarkanlah zakat” (Al-Baqarah
ayat 110)26
3) Hadits dari Anas r.a:
, ث نقضت حت لة أسرى بو خسي لاة على النب صلى الله عليو وسلم لي فرضت الص
, وإن جعلت ل القول لدى د: إنو لاي بد لك بذه المس خسي خسا, ث نودى يا مم
رواه أحمد والنسائ والترمذى وصححو()
Artinya: “Shalat itu difardhukan atas Nabi saw. pada malam ia
diisra‟kan sebanyak lima puluh kali, kemudian dikurangi hingga lima,
lalu ia dipanggil: “Hai Muhammad! Putusanku tak dapat diobah lagi,
dan dengan shalat lima waktu ini, kau tetap mendapat ganjaran lima
26
Ibid.,h. 65-66.
16
puluh kali.” (H.R. Ahmad, Nasa‟i dan Turmudzi yang menyatakan
sahnya)27
b. Syarat-syarat Shalat
Syarat shalat adalah beberapa hal yang harus dipenuhi seseorang
sebelum melakukan shalat.28
Syarat shalat meliputi syarat wajib dan syarat
sah nya shalat.
1) Syarat Wajib Shalat
Syarat-syarat wajib shalat lima waktu adalah sebagai berikut
:a) Beragama Islam, b) Sudah baligh, c) Berakal, d) Suci dari haid dan
nifas, e) Telah mendengar ajakan dakwah Islam.29
2) Syarat Sah Shalat
Syarat sah dilaksanakan apabila memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:a) Suci dari hadas besar dan hadas kecil, b) Suci
badan, pakaian, dan tempat shalat dari najis, c) Menutup aurat, d)
Mengetahui masuknya waktu shalat, e) Menghadap kiblat.30
c. Tatacara Shalat
1) Tatacara Mendirikan Shalat
Ada beberapa buah hadits yang diterima dari Rasulullah saw.
menyatakan tata cara dan sifat shalat.31
Salah satunya adalah :
27
Sayyid Sabiq, Loc.cit . 28
Moch. Syarif Hidayatullah, BUKU PINTAR IBADAH Tuntunan Lengkap Semua Rukun
Islam, (Jakarta: PT. Wahana Semesta Intermedia, 2011), h. 13. 29
Moh. Rifa‟I, Risalah Tuntunan Shalat Lengkap (Semarang: PT Karya Putra Toha: 2018), h.
33. 30
Ibid.,h. 71-73. 31
Sayyid Sabiq, Op.cit.,h. 281
17
دخل صلى اللو عليو وسلم حديث أب ىري رة رضي اللو عنو : أن رسول اللو
صلى اللو عليو وسلم فسلم علىرسول اللورجل فصلى ث جاء فدخل المسجد
سول اللور ف رد
لام قال ارجع فصل فإنك ل تصل ف رجع الرجل فصلى كما صلى اللو عليو وسلم الس
اللو صلى فسلم عليو ف قال رسول اللو اللو عليو وسلم صلىكان صلى ث جاء إل النب
لام ث قال ارجع فصل فإنك ل تصل عليو وسلم حت ف عل ذلك ثلاث وعليك الس
ر ىذا علمن قال إذا قمت إل مرات ف قال الرجل والذي ب عثك بالق مأحسن غي
ر معك م ر ث اق رأ ما ت يس القران ث اركع حت تطمئن راكعا ث ارفع حت ن الصلاة فكب
عتدل قائما ث اسجد حت تطمئن ساجدا ث ارفع حت تطمئن جالسا ث اف عل ذلك ت
ف صلاتك كلها.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radiyallahu „anhu, dia telah berkata:
“Ketika Rasulullah shallahu „alaihi wa sallam memasuki masjid, ada
seorang lelaki juga yang memasukinya, lalu mendirikan shalat. Setalah
selesai, dia datang memberi salam kepada Rasulullah shallahu „alaihi
wa sallam. Beliau menjawab salamnya, lalu bersabda: “Shalatlah
sekali lagi karena shalat yang kamu lakukan tadi tidak sah.” Lelaki
tersebut kemudian kembali mendirikan shalat sebagaimana yang telah
dilakukannya, lalu kembali menemui Rasulullah shallahu „alaihi wa
sallam dengan memberi salam kepada beliau. Lantas beliau menjawab
salamnya, lalu bersabda: “Shalatlah sekali lagi karena shalat yang
kamu lakukan tadi tidak sah.” Perintah tersebut disampaikan sebanyak
18
tiga kali, sehingga pada akhirnya lelaki tersebut berkata: “Demi Dzat
yang telah mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak bisa melakukan
shalat yang lebih baik lagi daripada apa yang sudah dilakukan, maka
ajarkanlah padaku.” Lalu Rasulullah bersabda: “Apabila kamu ingin
mengerjakan shalat, mulailah dengan bertakbir, kemudian bacalah ayat
atau surah yang paling mudah bagimu. Selanjutnya ruku‟lah sehingga
kamu betul-betul berada dalam keadaan yang tenang (tuma‟ninah),
kemudian bangkitlah berdiri (I‟tidal), dan tuma‟ninahlah dalam I‟tidal.
Setelah itu sujudlah sehingga kamu betul-betul berada dalam keadaan
tenang (tuma‟ninah), kemudian bangkitlah untuk berada dalam posisi
duduk di antara dua sujud. Itulah cara yang perlu kamu lakukan
sehingga selesai shalat.” (H.R. Bukhari dan Muslim).32
Demikianlah garis besar cara shalat Rasulullah saw. yang kita
terima, baik dari perbuatan maupun perkataannya, dan akan kita
kemukakan di bawah ini dengan memperinci mana-mana yang fardhu
dan mana-mana yang sunat.33
2) Fardhu-Fardhu Shalat
Shalat mempunyai rukun-rukun dan fardhu, darimana tersusun
hakikat dan sari patinya, hingga bila ketinggalan salah satu
diantaranya, maka hakikat tersebut tak dapat tercapai dan shalat
tersebut tidak sah menurut syara‟. Inilah perinciannya:
a) Niat, karena firman Allah Ta‟ala :
ين وما أمروا إلالي عبدوا الله ملصي لو الد
32Ahmad Mudjab Mahalli,HADIS-HADIS MUTTAFAQ „ALAIH Bagian IBADAT.
(Jakarta: KENCANA, 2003), h. 229-230. 33
Sayyid Sabiq, Op.cit., h. 285.
19
Artinya: “Dan mereka tiada dititah, kecuali untuk mengabdikan
diri kepada Allah dengan mengikhlaskan agama bagi-Nya
semata!” (Al-Bayyinah: 5)34
b) Takbiratul Ihram
Hal ini seperti yang dijelaskan dalam firman Allah Swt:
اسم ربو فصلىوذكر “Dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat.” (Al-A‟la: 15).
35
Dan dalam hadits:
هما قال : رأيت رسول اللو صلى اللو عليو حديث عبد الله بن عمر رضي الله عن
إذا اف تتح الصلاة رفع يديو حت ياذي منكب يو وق بل أن ي ركع وإذا رفع من وسلم
. جدت ي الركوع ولا ي رف عهما ب ي الس
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyalahu „anhu, dia telah
berkata: “Aku melihat Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam
apabila memulai shalat beliau mengangkat kedua tangan hingga ke
atas bahu. Demikian pula ketika sebelum ruku‟ dan bangkit dari
ruku‟. Dan beliau tidak mengangkat tangan diantara dua sujud”.
Hadits di atas menerangkan tentang disunatkannya
mengangkat kedua belah tangan hingga ke atas bahu ketika
takbiratul-ihram, ketika akan ruku‟, dan ketika bangkit dari ruku‟.
Sedangkan ketika bangkit dari sujud tidak disunatkan mengangkat
kedua belah tangan.36
c) Berdiri pada shalat fardhu
34
Ibid.
35Syaikh Abdul Qadir Ar-Rahbawi, Panduan Lengkap Shalat Munurut Empat Madzhab,
Penerjemah: Ahmad Yaman, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011), h. 213. 36
Ahmad Mudjab Mahalli, Op.cit., h. 226
20
Hukumnya wajib bagi berdasarkan Kitab, Sunnah dan
Ijma‟ bagi orang yang kuasa.
Firman Allah Ta‟ala :
لو قانتي حافظوا على الصلوات الوسطى, وف وموا ل
Artinya:
“Peliharalah shalat itu, begitu pun shalat „Ashar, dan berdirilah di
hadapan Allah dengan khusyuk dan merendahkan diri! (Al-
Baqarah: 238)”37
d) Membaca al-Fatihah
Membaca al-Fatihah pada setiap raka‟at dari shalat fardhu
dan sunnah.Telah diterima beberapa buah hadits shahih
menyatakan fardhunya membaca al-Fatihah pada tiap raka‟at. Dan
karena hadits-hadits itu merupakan hadits-hadits shahih lagi tegas,
maka tak ada dalil atau alasan untuk bertikai faham.38
Diantaranya
adalah hadits:
و عليو وسلم قال حديث عبادة بن الصامت رضي اللو عنو : أن النب صلى الل "لاصلاة لمن ل ي قرأ بفاتة الكتاب" رواه البخارى ومسلم
Diriwayatkan dari Ubadah bin Shamit r.a, dia telah berkata: Nabi
shallahu „alaihi wa sallam telah bersabda: “Tidak sah shalat orang
yang tidak membaca Surat Al-Fatihah.” (H.R. Bukhari dan
Muslim).39
e) Ruku‟
Fardhunya telah diakui secara Ijma‟, berdasarkan firman
Allah Ta‟ala :
(77سورة الج : ياأي هاالذين امن وا اركعوا واسجدوا ) 37
Sayyid Sabiq, Op.cit., h. 288.
38Ibid., h. 290
39Ahmad Mudjab Mahalli, Op.cit.,h. 228-229
21
Artinya: “Hai orang-orang beriman! Ruku‟ dan sujudlah kamu ...!”
(Al-Hajj: 77).
Ruku‟ terlaksana dengan membungkukkan tubuh, dimana
kedua tangan mencapai kedua lutut. Dalam hal ini diharuskan
thuma‟ninah, artinya berhenti dengan tenang, sebagai telah
diterangkan dalam hadits Al Musi‟fishalatih: “Kemudian
hendaklah ruku‟ dengan thuma‟ninah.”
Dan diterima dari Abu Qatadah, katanya Nabi saw. telah bersabda:
"أسوأ الناس سرقة الذى يسرق من صلاتو. قالوا: يا رسول الله وكيف يسرق من
ودىا" أو قال: لايقيم صلبو ف الركوع صلاتو ؟ قال: لايتم ركوعها ولا سج
جود" رواه أحمد واطبران وابن خزيمة والاكم وقال صحيحالاسنادوالس
Artinya:
“Sejelek-jelek pencuri ialah orang yang mencuri dari shalatnya!”
Mereka lalu bertanya: “Ya Rasulullah, bagaimana caranya mencuri
dari shalat itu?” Ujarnya: “Tidak disempurnakannya ruku‟ dan
sujudnya.” Atau ujarnya: “Tidak diluruskannya punggungnya
sewaktu ruku‟ dan sujud”. (H.R. Ahmad, Thabrani, Ibnu
Khuzaimah dan Hakim yang menyatakan bahwa isnadnya sah).40
f) Bangkit dari ruku‟ dan berdiri lurus (I‟tidal) dengan thuma‟ninah
Berdasarkan keterangan Abu Humaid mengenai sifat shalat
Rasulullah saw.:
رواه البخارى ومسلم."وإذا رفع رأسو است وى قائما حت ي عود كل ف قار إل مكانو" Artinya:
40
Sayyid Sabiq, Op.cit., h. 294.
22
“Dan jika ia mengangkatkan kepalanya, maka ia pun berdiri lurus
hingga kembalilah setiap ruas punggung itu ketempatnya semual.”
(H.R. Bukhari dan Muslim).41
g) Sujud
Sebagaimana firman Allah Ta‟ala :
(77: سورة الجياأي هاالذين امن وا اركعوا واسجدوا ) Artinya: “Hai orang-orang beriman! Ruku‟ dan sujudlah kamu ...!”
(Al-Hajj: 77).
Dan disyaratkan bahwa sujud terdiri dari tujuh anggota tubuh,
sebagaimana hadits di bawah ini :
هما قال حديث ابن عبا يسجد الله عليو وسلم أن صلى: أمر النب س رضي الله عن
عة وني أن يكف شعره وثيابو ) رواه البخارى ومسلم(على سب
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radiyallahu „anhuma, dia telah
berkata: “Nabi shallallahu „alaihi wa sallam telah diperintahkan
agar melakukan sujud dengan menggunakan tujuh anggota badan
serta dilarang melangkup dahi dengan rambut dan pakaiannya.”
Hadits di atas menerangkan tentang larangan anggota sujud
yang berupa dahi serta ujung hidung terganjal pakaian atau rambut
sehingga tidak tertempel pada tempat sujud. Yang dimaksud
dengan tujuh anggota sujud adalah dua ujung telapak kaki, dua
ujung lutut, dua telapak tangan, dan dahi beserta ujung hidung.
Jadi, ketika bersujud hendaklah dahi beserta ujung hidung harus
benar-benar tertempel pada tempat sujud tanpa terhalang oleh
pakaian maupun rambut, sekalipun hanya sehelai rambut.42
41
Ibid., h. 296. 42
Ahmad Mudjab Mahalli, Op.cit.,h. 266-267
23
h) Duduk yang akhir sambil membaca tasyahud
Bacaan yang diterima mengenai tasyahud, yang paling sah
ialah tasyahud Ibnu Mas‟ud, katanya:
لام على "كنا إذا جلسنا مع لاة ق لنا الس رسول الله صلى الله عليو وسلم ف الص
لام على فلان وفلان. ف قال رسول الله صلى الله عليو وسلم: الله ق بل عباده, الس
لام لام, ولكن إذا جلس أحدكم ف لي قل: على الله, فإن الله ى لات قولواالس و الس
لام عليك أي ها النب ورحمة الله التحيات للو, والصلوات والطيبات للو, الس
, فإن الي نا وعلى عبادالله الص لام علي كم إذا ق لتم ذلك أصاب كل وب ركاتو, الس
ماء والأرض. أشهد أن لاإلو إلا الله. ماء والأرض, أو ب ي الس عبد صالح ف الس
دا عبده عاء أعج وأشهد أن مم بو إليو ورسولو, ث ليخت ر أحدكم من الد
رواه الجماعةف يدعوبو"
Artinya:
“Adalah kami, bila duduk bersama Rasulullah saw. diwaktu shalat,
kami baca: “Assalamu „ala‟l Lahi qabla „ibadihi, assalamu „ala
Fulan wa Fulan.” (Selamat sejahtera bagi Allah sebelum bagi
hamba-hamba-Nya, selamat sejahtera bagi si Anu dan si Anu).
Maka bersabdalah Nabi saw.: “Janganlah katakan: Selamat
sejahtera bagi Allah, karena Allah lah sumber keselamatan dan
kesejahteraan itu, tapi bila salah seorang kamu duduk, hendaklah
ia mengucapkan: “Attahiyatu lillahi wash shalawatu wath thayibat.
Assalamu „alaika wa „ala „ibadi‟l Lahis shalihin”. (Segala
persembahan adalah bagi Allah, begitupun kebaktian dan segala
yang baik-baik. Selamat sejahtera kiranya terlimpah atasmu, wahai
24
Nabi, begitupun rahmat Allah serta berkah-berkah-Nya. Selamat
sejahtera pula terlimpah atas kami, dan atas hamba-hamba Allah
yang berbakti!). Maka bila kamu mengucapkan seperti demikian,
ia akan dapat mencapai semua hamba yang berbakti, baik yang di
langit maupun di bumi” atau sabdanya “diantara langit dengan
bumi”. “Asyhadu alla ilaha illa‟l lah, wa asyhadu anna
Muhammadan „abduhu wa Rasuluh.” (Aku mengakui bahwa tiada
Tuhan melainkan Allah, dan aku mengakui bahwa Muhammad itu
hamba dan Utusan-Nya). Kemudian hendaklah masing-masing
kamu memilih do‟a yang menarik hatinya, dan berdo‟a dengan
itu.” (H.R. Jama‟ah).43
Kemudian membaca shalawat kepada Nabi Saw. pada
tasyahud akhir. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt.:
(65)الأحزاب :. صلوا عليو وسلموا تسليمايأي ها الذين ءامن وا
“Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk
Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”(Al-
Ahzab: 56).44
Adapun bacaan shalawat sesudah bacaan tasyahud
sebagaimana hadits di bawah ini:45
لى قال لقين كعب حديث كعب ابن عجرة رضي الله عنو : عن عبد الله بن أب لي
نا رسول الله صلى الله عليو وسلم ف قلنا بن عجرة ف قال ألا أىدي لك ىدية خرج علي
دف نسلم عليك فكيف نصلي عليك قال ق ولوا اللهم صل قد عرف نا كي على مم
د يد يت على ال إب راىيمكما صل وعلى ال مم يد م د اللهم إنك حم بارك على مم
43Sayyid Sabiq, Op.cit., h. 300-301.
44Syaikh Abdul Qadir Ar-Rahbawi, Op.cit., h. 227.
45Ahmad Mudjab Mahalli, Op.cit.,h. 234.
25
د كما باركت يد وعلى ال مم يد م .على ال إب راىيم إنك حم
Hadits tentang Ka‟ab bin Ujrah radiyallahu „anhu. Diriwayatkan
dari Abdullah bin Abu Laila radiyallahu „anhu, dia telah berkata:
“Ka‟ab bin Ujrah pernah menemuiku, seraya berkata: “Bolehkah
aku memberikan kepadamu suatu hadiah?” Tiba-tiba Rasulullah
shallallahu „alaihi wa sallam datang, terus menjumpai kami. Lalu
kami berkata: “Wahai Rasulullah, kami telah mengetahui tatacara
untuk mengucapkan salam kepadamu, tetapi bagaimana pula
tatacara untuk mengucapkan shalawat kepadamu?” Beliau
kemudian bersabda: “Hendaklah kamu membaca: “Allahumma
shalli „ala muhammad, wa „ala ali ibrahim, innaka hamidum
majid. Allahumma barik „ala muhammad, wa „ala ali muhammad,
kama barakta „ala ibrahim, wa „ala ali ibrahim, innaka hamidum
majid = Ya Allah, berikanlah kesejahteraan kepada Muhammad
dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah
mencurahkan kesejahteraan kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim.
Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah
berikanlah keberkatan kepada Muhammad dan kepada keluarga
Muhammad sebagaimana Engkau telah mencurahkan keberkatan
kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya
Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.” (HR. Ahmad dan
Muslim).46
Hadits di atas menerangkan tentang bacan shalawat kepada
Nabi shallallahu „alaihi wa sallam setelah membaca tasyahud.
Khususnya pada tasyahud akhir, bacaan shalawat ini menjadi
rukun shalat yang tidak boleh ditinggalkan. Apabila ditinggalkan
46
Ibid., h. 234-235
26
(tidak membaca shalawat pada bacaan tasyahud akhir), maka
shalatnya tidak sah.47
i) Mengucapkan salam
Telah tegaslah difardhukannya salam berdasarkan sabda
Rasulullah saw. dan perbuatannya. Dari Ali r.a., bahwa Nabi saw.
bersabda :
لاة الطهور, وت لها التسليم" "مقتاح الص ر, وتلي رواه أحمد والشافعى ريمها التكبي وأبوداود وابن ماجو والترمذى.
Artinya:
“Bahwa Nabi saw. bersabda: “Kunci shalat itu ialah bersuci,
pembukaannya membaca takbir, dan penutupnya ialah memberi
salam.” (H.R. Ahmad, Syafi‟i, Abu Daud, Ibnu Majah dan
Turmudzi yang mengatakan: Hadits ini merupakan hadits yang
paling sah dan paling baik mengenai soal ini.”48
3) Hal yang Disunnahkan dalam Shalat
Ada dua macam sunnah shalat: sunnah ab‟adh dan sunnah
hai‟ah. Yang pertama adalah amalan sunnah yang apabila
tertinggal/tidak dikerjakan maka disunnahkan menggantinya dengan
sujud sahwi. Yang kedua adalah amalan sunnah yang apabila
tertinggal/tidak dikerjakan tidak disunnahkan diganti dengan sujud
sahwi.
Sujud sahwi dilaksanakan dua kali sebelum salam dengan
membaca do‟a:
سبحان من لا ي نام ولا يسهو
47
Ibid., h. 236.
48 Sayyid Sabiq, Op.cit., h. 303.
27
(Maha Suci Allah yang tidak pernah tidur dan lupa).49
a) Sunnah ab‟adh
(1) Duduk tasyahud awal
(2) Membaca tasyahud awal
(3) Membaca doa qunut pada waktu shalat subuh dan pada akhir
shalat witir setelah pertengahan Ramadhan.
(4) Berdiri ketika membaca doa qunut
(5) Membaca shalawat kepada Nabi pada tasyahud awal
(6) Membaca shalawat kepada keluarga Nabi pada tasyahud
akhir
b) Sunnah hai‟ah
(1) Mengangkat kedua tangan ketika takbiratul ihram
(2) Meletakkan kedua tangan diantara dada dan pusar
(3) Mengarahkan kedua mata ke arah tempat sujud
(4) Membaca do‟a iftitah
(5) Diam sejenak sebelum membaca surah Al-Fatihah
(6) Membaca ta‟awudz sebelum membaca surah Al-Fatihah
(7) Mengeraskan bacaan surah Al-Fatihah dan surah pada shalat
magrib, isya dan subuh.
(8) Diam sebentar sebelum membaca “amin” setelah membaca
Al-Fatihah
(9) Membaca “amin” setelah selesai membaca Al-Fatihah
(10) Membaca surah atau beberapa ayat setelah membaca Al-
Fatihah bagi imam maupun bagi yang shalat munfarid pada
rakaat pertama dan kedua
49
Firdaus Wajdi dan Saira Rahmani, Buku Pintar SHALAT Wajib dan Sunnah, (Jakarta: PT.
Ikrar Mandiriabadi, 2010), h. 59-60.
28
(11) Membaca takbir intiqal (penghubung antara rukun yang satu
dengan yang lain)
(12) Mengangkat tangan ketika akan rukuk, bangun dari rukuk
(13) Meletakkan kedua telapak tangan dengan jari-jari
terkembang di atas lutut ketika rukuk
(14) Membaca tasbih ketika rukuk
(15) Duduk iftirasyi
(16) Membaca doa ketika duduk diantara dua sujud
(17) Meletakkan kedua telapak tangan di atas paha ketika duduk
iftirasyi maupun tawarruk
(18) Meregangkan jari-jari tangan kiri dan mengepalkan tangan
kanan kecuali jari telunjuk pada duduk iftirasyi tasyahud
awal dan duduk tawarruk
(19) Duduk istirahat sebentar sesudah sujud kedua sebelum
berdiri pada rakaat pertama dan ketiga
(20) Membaca doa pada tasyahud akhir yaitu setelah membaca
tasyahud dan shalawat
(21) Mengucapkan salam yang kedua dan menengok ke kanan
pada salam yang pertama dan menengok ke kiri pada salam
yang kedua.50
4) Hal yang Membatalkan Shalat
Shalat akan batal, apabila salah satu syarat atau rukunnya tidak
dilaksanakan, atau terjadi hal-hal sebagai berikut: 1) Meninggalkan
salah satu rukun shalat atau memutuskan rukun sebelum sempurna
dilakukan, 2) Tidak memenuhi salah satu dari syarat shalat, 3)
Berbicara dengan sengaja, 4) Banyak bergerak dengan sengaja, 5)
50
Ibid., h. 60-61.
29
Makan atau minum, 6) Menambah rukun fi‟il (gerakan), 7) Tertawa, 8)
Mendahului imam sebanyak 2 rukun.51
B. Tunanetra
1. Pengertian Anak Tunanetra
Secara harfiah tunanetra berasal dari dua kata, yaitu: Tuna (tuno:
jawa) yang berarti rugi yang kemudian diidentikkan dengan rusak, hilang,
terhambat, terganggu, tidak memiliki dan Netra (netro: jawa) yang berarti
mata. Namun demikian kata tunanetra adalah satu kesatuan yang tidak
terpisahkan yang berarti adanya kerugian yang disebabkan oleh kerusakan
atau terganggunya organ mata. Pengertian tunenetra dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia diartikan sebagai rusak matanya atau luka matanya atau
tidak memiliki mata yang berarti buta atau kurang dalam penglihatan.52
Dalam bidang pendidikan luar biasa, anak dengan gangguan
penglihatan lebih akrab disebut anak tunanetra. Tunanetra adalah salah satu
jenis hambatan fisik yang ditandai dengan ketidakmampuan seseorang untuk
melihat, baik menyeluruh (total blind) maupun sebagian (low vision) dan
walaupun telah diberi pertolongan dengan alat-alat khusus, mereka masih
tetap memerlukan pendidikan khusus.
Dengan kata lain tunanetra adalah seseorang yang mengalami
gangguan fungsi penglihatan sedemikian rupa sehingga tidak dapat
menggunakan indera penglihatannya secara fungsional dan dalam proses
pendidikan diperlukan pelayanan khusus.53
51
Ibid., h. 61. 52
Purwaka Hadi, Kemandirian Tunanetra, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2005),
h. 36. 53
Agustyawati dan Solicha, Op.cit., h. 7-8.
30
2. Klasifikasi Anak Tunanetra
Secara garis besar anak tunenetra diklasifikasikan menjadi dua macam:
a. Total Blind (Buta)
Dikatakan buta jika anak sama sekali tidak mampu menerima rangsang
cahaya dari luar (visusnya = 0)
b. Low Vision:
Bila anak masih mampu menerima rangsang cahaya dari luar, tetapi
ketajamannya lebih dari 6/21, atau berdasarkan tes anak hanya mampu
membaca huruf pada jarak 6 meter yang oleh orang awas dapat dibaca
pada jarak 21 meter.54
3. Sebab-sebab terjadinya Ketunanetraan
Ketunanetraan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:
a. Faktor pre-natal
Faktor penyebab ketunanetraan pada masa pre-natal sangat erat
hubungannya dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang anak
dalam kandungan, antara lain:
1) Keturunan
Ketunanetraan yang disebabkan oleh faktor keturunan terjadi
dari hasil perkawinan bersaudara, sesama tunanetra atau mempunyai
orang tua yang tunanetra. Ketunanetraann akibat faktor keturunan
antara lain: retinis pigmentosa, penyakit pada retina yang umumnya
merupakan keturunan. Penyakit ini sedikit demi sedikit menyebabkan
mundur atau memburuknya retina. Gejala pertama biasanya sukar
melihat dimalam hari, diikuti dengan hilangnya penglihatan periferal,
dan sedikit saja penglihatan pusat yang tertinggal.55
54
Agustyawati dan Solicha, Op.cit., h. 10. 55
Ibid., h. 12.
31
2) Pertumbuhan seorang anak dalam kandungan
Ketunanetraan yang disebabkan karena proses pertumbuhan
dalam kandungan dapat disesbabkan oleh:
a) Gangguan waktu ibu hamil.
b) Penyakit menahun seperti TBC, sehingga merusak sel-sel darah
tertentu selama pertumbuhan janin dalam kandungan.
c) Infeksi atau luka yang dialami ibu hamil akibat terkena rubella
atau cacar air, dapat menyebabkan kerusakan pada mata, telinga,
jantung dan sistem susunan saraf pusat pada janin yang sedang
berkembang.
d) Infeksi karena penyakit kotor, toxoplasmosis, trachoma dan tumor.
Tumor dapat terjadi pada otak yang berhubungan dengan indera
penglihatan atau pada bola mata itu sendiri.
e) Kurangnya vitamin tertentu, dapat menyebabkan gangguan pada
mata sehingga hilangnya fungsi penglihatan.
b. Faktor post-natal
Penyebab ketunanetraan yang terjadi pada masa post-natal dapat
terjadi sejak atau setelah bayi lahir antara lain:
1) Kerusakan pada mata atau saraf mata pada waktu persalinan, akibat
benturan alat-alat atau benda keras.
2) Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrhoe, sehingga
baksil gonorrhoe menular pada bayi, yang pada akhirnya setelah bayi
lahir mengalami sakit dan berakibat hilangnya daya penglihatan.
3) Mengalami penyakit mata yang menyebabkan ketunanetraan,
misalnya:
a) Xeropthalmia; yakni penyakit mata karena kekurangan vitamin A.
b) Trachoma; yakni penyakit mata karena virus chilimidezoon
trachomanis.
32
c) Catarac; yakni penyakit mata yang menyerang bola mata sehingga
lensa mata menjadi keruh, akibatnya terlihat dari luar mata
menjadi putih.
d) Glaucoma; yaitu penyakit mata karena bertambahnya cairan dalam
bola mata, sehingga tekanan pada bola mata meningkat.
e) Diabetik Retinopathy; adalah gangguan pada retina yang
disebabkan karena diabetes. Retina penuh dengan pembuluh-
pembuluh darah dan dapat dipengaruhi oleh kerusakan sistem
sirkulasi hingga merusak penglihatan.
f) Macular Degeneration; adalah kondisi umum yang agak baik, di
mana daerah tengah dari retina secara berangsur memburuk. Anak
dengan retina degenerasi masih memiliki penglihatan perifer akan
tetapi kehilangan kemampuan untuk melihat secara jelas objek-
objek di bagian tengah bidang penglihatan.
g) Retinopathy of prematurity; biasanya anak yang mengalami ini
karena lahirnya terlalu prematur. Pada saat lahir masih memiliki
potensipenglihatan yang normal. Bayi yang dilahirkan prematur
biasanya ditempatkan pada inkubator yang berisi oksigen dengan
kadar tinggi, sehingga pada saat bayi dikeluarkan dari inkubator
terjadi perubahan kadar oksigen yang dapat menyebabkan
pertumbuhan pembuluh darah menjadi tidak normal dan
meninggalkan semacambekas luka pada jaringan mata. Peristiwa
ini sering menimbulkan kerusakan pada selaput jala (retina) dan
tunanetra total.
h) Kerusakan mata yang disebabkan terjadinya kecelakaan, seperti
masuknya benda keras atau tajam, cairan kimia yang berbahaya,
kecelakaan dari kendaraan, dan lain-lain.56
56
Ibid., h. 13-14.
33
4. Karakteristik Ketunanetran
Ketunanetraan yang dihadapi oleh seseorang menyebabkan terjadinya
keterbatasan dalam bersikap dan berperilaku terhadap lingkungannya.
Keterbatasan tersebut merupakan hambatan tunanetra untuk beraktivitas
sesuai harapan individu tunanetra dan harapan masyarakat awas. Upaya
tunanetra agar tetap dapat melakukan aktivitas menyebabkan terjadinya
perilaku tertentu.
Perilaku tunanetra pada mulanya merupakan ciri khas secara individu,
namun pada perkembangannya menunjukkan hampir semua tunanetra pada
golongan yang sama relatif memiliki karakteristik yang sama, baik
karakteristik fisik, karakteristik emosi, dan karakteristik lainnya.
a. Karakteristik Fisik
Ciri khas ketunanetraan dapat dilihat langsung dari keadaan
organon mata secara anatomi maupun fisiologi meupun keadaan posture
tubuhnya.
1) Ciri Khas Fisik Tunanetra Buta
Mereka yang tergolong buta bila dilihat dari organ matanya
biasanya tidak memiliki kemampuan normal, biasanya bola mata
kurang atau tidak pernah bergerak, kelopak mata yang kurang atau
tidak pernah berkedip, tidak bereaksi terhadap cahaya. Seorang
tunanetra buta yang tidak terlatih Orientasi dan Mobilitas biasanya
tidak memiliki konsep tubuh atau body image, sehingga sikap
tubuhnya menjadi jelek misalnya: kepala tunduk atau bahkan
terngadah, tangan menggantung layu dan kaku, badan berbentuk
sceilosis, berdiri tidak tegak.
2) Ciri Khas Fisik Tunanetra Kurang Penglihatan
Tunanetra kurang lihat karena masih adanya sisa penglihatan
biasanya berusaha mencari atau upaya rangsang. Dalam upaya mencari
34
rangsang ini kadang berperilaku yang tidak terkontrol misalnya:
tangan yang selalu terayun, mengerjab-kerjabkan mata, mengarahkan
mata ke cahaya, melihat ke suatu obyek dengan cara sangat dekat,
melihat obyek dengan memicingkan atau mebelalakkan mata.57
b. Karakteristik Psikis
Ketidakmampuan yang berbeda antara tunanetra buta dengan
tunanetra kurang lihat juga berpengaruh pada karakteristik psikisnya.
1. Ciri Khas Psikis Tunanetra Buta
Tunanetra buta tidak memiliki kemampuan menguasai
lingkungan jarak jauh dan bersifat meluas pada waktu yang singkat.
Ketidakmampuan ini mengakibatkan rasa khawatir, ketakutan dan
kecemasan berhadapan dengan lingkungan. Akhirnya tunanetra buta
mempunyai sikap dan perilaku yang bersifat kesulitan percaya diri,
rasa curiga pada lingkungan, tidak mandiri atau kebergantungan pada
orang lain, pemarah atau mudah tersinggung atau sensitive, penyendiri
inferiority, self centered, pasif, mudah putus asa, sulit menyesuaikan
diri.
2. Ciri Khas Psikis Tunanetra Kurang Lihat
Tunanetra kurang lihat seolah-olah berdiri dalam dua dunia,
yaitu antara tunanetra dan awas. Hal ini menimbulkan dampak
psikologis bagi penyandangnya. Apabila tunanetra kurang lihat berada
dalam kelompok tunanetra buta, dia akan mendominasi karena
memiliki kemampuan lebih. Namun bila berada diantara orang awas
maka tunanetra kurang lihat sering timbul perasaan rendah diri karena
57
Hadi, Op.cit., h. 48-51.
35
sisa penglihatannya tidak mampu diperlihatkan sebagaimana anak
awas.58
5. Kebutuhan Layanan Khusus bagi Tunanetra
Layanan pendidikan yang sesuai bagi ABK adalah layanan pendidikan
yang memperhatikan kemampuan, karakteristik, dan kebutuhan dari
ketunaan/gangguan tiap-tiap anak yang bertujuan untuk mengembangkan
potensi kemanusiaan mereka secara sempurna dan dapat berkembang secara
optimal.59
Tunanetra karena keterbatasan pada penglihatannya mereka
memerlukan layanan khusus hampir dalam setiap gerak kehidupannya
terutama hal-hal yang bersifat visual seperti tack jalan, ATM, lift, tanda toilet,
tanda uang, dan lain-lain. Begitupun dalam layanan pendidikan, mereka
memerlukan layanan khusus atau layanan yang dimodifikasi.
Dengan kehilangan penglihatan anak tunanetra memiliki gaya belajar
auditory, tactile dan kinestetik. Beberapa strategi yang dapat dikembangkan
oleh guru pada tunanetra yang berada disekolah umum (Sekolah Inklusif),
menurut Dra, V.L. Mimi Mariani Lusi, M.Si, MA:
a. Modifikasi materi (bahan ajar, lembar kegiatan siswa, tugas rumah,
soal ulangan/ujian, dll) ke dalam buku Braille, buku bicara (kaset,
CD, e-book) atau bentuk pembesaran huruf untuk siswa Low Vision
atau layanan baca (reader).
b. Untuk konsep abstrak, terapkan metode penjelasan asosiatif dengan
pengalaman, pengetahuan umum dan hal kongkrit yang dikaitkan
dengan kehidupan siswa.
c. Untuk gambar, grafik, bagan, skema, table, dll, terapkan metode
penjelasan ilustratif dalam bentuk suara (auditif) dan raba (tactile).
d. Untuk kemudahan media, gunakan obyek riil dan konkrit 3 dimensi
atau peraga miniature untuk obyek riil besar dan berbahaya.
58
Ibid., h. 48-51. 59
Asep AS. Hidayat dan Ate Suwandi, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunanetra,
(Jakarta: PT. Luxima Metro Media, 2016), h. 21-22.
36
e. Untuk posisi dan jarak tempat duduk, siswa dengan gangguan
penglihatan Low Vision penting memperhatikan tempat duduknya
dengan mempertimbangkan aspek sumber cahaya serta luas dan jarak
pandang.
f. Untuk penggunaan media papan tulis, ketika guru menulis maka
sambil bacakan apa yang ditulisnya; untuk penggunaan media
presentasi, guru dapat menjelaskan apa yang tampil pada layar.
g. Untuk kedisiplinan atau tata tertib kelas, jangan dibedakan tapi beri
kemudahan agar siswa dapat ikut terlibat dalam peraturan kelas.60
6. Dampak Ketunanetraan
Aktivitas manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar akan
efektif apabila mengikutsertakan alat-alat indra yang dimiliki, seperti
penglihatan, pendengaran, perabaan, pembau, pengecap, baik dilakukan
secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Dengan pemanfaatan beberapa
alat indra secara simultan memudahkan seseorang melakukan apersepsi
terhadap peristiwa atau objek yang diobservasi, terutama untuk membentuk
suatu pengertian yang utuh.
Dengan terganggunya salah satu atau lebih alat indranya (penglihatan,
pendengaran, pengecap, pembau maupun peraba), niscaya akan berpengaruh
terhadap indra-indra yang lain. Pada gilirannya akan membawa konsekuensi
tersendiri terhadap kemampuan dirinya berinteraksi dengan lingkungan
sekitar. Contoh, kasus yang terjadi pada anak tunanetra, dengan kehilangan
sebagian atau keseluruhan fungsi penglihatan pada anak tunanetra akan
menimbulkan dampak negatif atas kemampuannya yang lain, kemampuan
mendayagunakan kemampuan fisiknya yang lain, seperti pengembangan
fungsi psikis dan penyesuaian sosial.61
60
Ibid., h. 28-29. 61
Mohammad Efendi, “Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan”, (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2008), hlm. 36-37.
37
7. Fungsi Orientasi dan Mobilitas Bagi Anak Tunanetra
Kebutuhan bergerak bagi setiap makhluk hidup merupakan bagian dari
kehidupan yang paling esensial, sebab dengan bergerak makhluk hidup
khususnya manusia dapat melakukan banyak hal. Hasil gerakannya baik yang
mempunyai efek pada diri sendiri maupun orang lain.
Bagi anak normal penglihatan, kebutuhan untuk bergerak (mobilitas)
barangkali tidak banyak persoalan karena persepsi visual sebagai sarana
utama yang menyertai anak dalam melakukan mobilitas cukup banyak
membantu disamping keikutsertaan fungsi indra yang lain. Dengan
kemampuan yang dimiliki, anak normal dengan mudah memperoleh berbagai
pengalaman belajar baru dari lingkungan alam sekitar, maupun dari hubungan
sosial kemasyarakatan. Tidak demikian halnya dengan anak tunanetra,
hilangnya fungsi persepsi visual sebagai alat orientasi menyebabkan
kemampuan untuk melakukan mobilitas di lingkungannya menjadi terhambat.
Praktis karenanya, kesempatan untuk melakukan eksplorasi juga menjadi
terbatas. Sempitnya kebebasan yang dimiliki anak tunanetra tak jarang mereka
bersikap pasif, enggan untuk bergerak dan kontak dengan lingkungannya.
Mereka lebih banyak menunggu aksi dari sekitar ketimbang melakukan
prakarsa. Dengan demikian, kesempatan untuk mendapatkan pengalaman baru
dari lingkungan sekitar melalui hubungan sosial menjadi terbatas.62
Kehilangan kemampuan persepsi visual bagi anak tunanetra memang
bukan akhir dari segala-galanya, sebab ia masih memiliki kesempatan untuk
mencari subtitusi sebagai kompensasi hilangnya persepsi visualnya. Untuk
mengoptimalisasikan fungsi-fungsi indra yang lain anak tunanetra perlu
latihan yang serius, teratur, serta keberanian sebab hal itu akan banyak
62
Ibid.
38
membantu anak tunanetra untuk melakukan orientasi dan mobilitas terhadap
lingkungannya.
Alat bantu yang biasa digunakan anak tunanetra untuk melakukan
orientasi dan mobilitas yang lazim biasanya berupa tongkat putih yang khas.
Tongkat putih bagi anak tunanetra, selain berfungsi memberi tahu kepada
orang lain, bahwa pemakainya adalah penderita tunanetra, dapat juga
berfungsi untuk menambah rasa percaya diri. Meskipun kelak anak tunanetra
yang terlatih memiliki kemampuan mobilitas yang baik, namun mereka tetap
memerlukan bantuan orang awas atau normal untuk memperoleh informasi
seperti nama toko, merek barang, warna, dan lain-lainnya.63
C. Penelitian yang Relevan
1. Luthfia Karimah dalam skripsinya yang berjudul, “Implementasi
Pembelajaran Shalat Jenazah bagi Siswa Penyandang Tunanetra di SMALB
Wantuwirawan Salatiga Tahun Ajaran 2015/2016” menyimpulkan bahwa
implementasi pembelajaran shalat jenazah di SMALB Wantuwirawan Salatiga
menggunakan metode : ceramah, demonstrasi, eksperimen/praktek serta
metode tanya jawab. Adapun faktor pendukung serta faktor penghambat
pembelajaran shalat jenazah antara lain: salah satu faktor pendukung dari segi
guru adalah kesadaran diri dari guru tersebut sebagai seorang muslim dengan
membantu dan memberikan motivasi kepada siswa dengan menyampaikan
ilmunya. Sedangkan salah satu faktor penghambatnya adalah: respon yang
kurang baik di awal yaitu rasa takut yang berlebih, kurangnya antusias siswa
dan juga rasa bosan ingin segera melewati materi yang sedang berlangsung.
2. Khusnul Mubarok dalam skripsinya yang berjudul, “Pendekatan Bimbingan
Ibadah Shalat Pada Anak TunaGrahita-C di SLB/BC Muara Sejahtera Pondok
Cabe Ilir Pamulang Tangerang”, menyimpulkan bahwa anak tunagrahita
63
Ibid., h.45-47.
39
adalah anak yang mempunyai IQ dibawah anak-anak normal yang terjadi pada
masa perkembangan anak sebelum usia 18 tahun dan disertai adanya
gangguan tingkah laku sehingga membutuhkan program pendidikan khusus.
Adapun metode pelaksanaan bimbingan ibadah shalat di sekolah SLB-BC
Muara Sejahtera menggunakan beberapa metode, diantaranya adalah: metode
nasihat, metode pembiasaan serta metode praktek.
3. Aizzatul Afwah dalam skripsinya yang berjudul, “Aplikasi Bimbingan Shalat
Pada Anak TunaGrahita di SLB N Pembina Yogyakarta”, menyimpulkan
bahwa di SLB N Pembina Yogyakarta terdapat dua bimbingan dalam
membimbing shalat pada anak tunagrahita yaitu: bimbingan shalat secara
umum dan bimbingan shalat secara khusus. Dari hasil bimbingan yang
dilakukan oleh guru atau pembimbing di sekolah tersebut memberikan banyak
hasil, khususnya dalam hal bimbingan shalat, yakni sudah banyak anak yang
bisa melakukan shalat walaupun mereka tidak sesempurna shalatnya orang
normal.
Ada beberapa perbedaan antara penelitian yang dilakukan penulis dengan
penelitian sebelumnya antara lain :
1. Penelitian yang dilakukan oleh Lutfiah Karimah mengenai pembelajaran
shalat jenazah, sedangkan penelitian penulis adalah tentang pembelajaran
shalat fardhu yang mana memiliki perbedaan dalam hal tatacara, rukun, syarat
dan ketentuan-ketentuan lainnya.
2. Penelitian yang dilakukan oleh khusnul Mubarok obyek penelitiannya adalah
anak tuna grahita yang mana anak tunagrahita adalah anak yang mempunyai
IQ dibawah anak-anak normal, sedangkan penelitian yang dilakukan penulis
obyek penelitiannya adalah anak tunanetra yang tidak memiki hambatan pada
IQ, dalam kata lain IQ anak tunanetra sama halnya dengan anak normal
lainnya.
40
3. Penelitian yang dilakukan oleh Aizzatul Afwah adalah mengenai bimbingan
shalat bagi anak tuna grahita, sedangkan penelitian penulis adalah mengenai
metode dalam proses pembelajaran shalat anak tunanetra yang dilakukan oleh
guru Pendidikan Agama Islam.
41
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian ini dilaksanakan di SLB-A Pembina Tingkat Nasional
Jakarta yang beralamat di Jl. Pertanian Raya 12, Rt. 06 Rw. 04, Kelurahan Lebak
Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan, 12440. Adapun waktu yang digunakan untuk
penelitian skripsi ini adalah dari bulan Oktober sampai Desember.
B. Latar Penelitian (Setting)
SLB-A Pembina Tingkat Nasional merupakan sekolah khusus bagi
tunanetra di Indonesia, khususnya wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya.SLB-A
Pembina Tingkat Nasional Jakarta merupakan milik Kementerian Pendidikan
dengan fasilitas pendukung gedung olahraga, gedung kesenian, lapangan
olahraga, masjid dan mushola, gedung serba guna (aula), meeting room, kolam
renang, wisma, penginapan, taman, tempat parkir bengkel dan tempat parkir
bengkel dan tempat refleksi.1
C. Metode Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.2Adapun jenis penelitian
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan
menggunakan metode kualitatif deskriptif.
Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam,
suatu data yang mengandung makna. Makna adalah data yang sebenarnya, data
yang pasti yang merupakan suatu nilai dibalik data yang tampak.3
1www.slbapembina.net/2015/?m=1, diakses pada tanggal 20 Maret 2018, pada pukul 06.22.
2Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: CV Alfabeta,
2011), cet. 14, h. 2. 3Ibid., h. 9
42
D. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data
Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan oleh
peneliti dengan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data. Adapun teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Observasi (Pengamatan)
Pengamatan adalah alat pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang
diselidiki.4Di dalam pengertian psikologik, observasi atau yang disebut pula
dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap suatu
objek dengan menggunakan seluruh alat indra. Jadi, mengobservasi dapat
dilakukan melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba dan
pengecap. Apa yang dikatakan ini sebenarnya adalah pengamatan langsung.
Di dalam artian penelitian observasi dapat dilakukan dengan tes, kuesioner,
rekaman gambar dan rekaman suara.
Adapun teknik observasi yang peneliti gunakan dalam penelitian
kualitatif adalah observasi non sistematis. Observasi non sistematis adalah
observasi yang dilakukan oleh pengamat dengan tidak menggunakan
instrumen pengamatan.5 Dalam observasi ini peneliti melakukan pengamatan
pada proses belajar mengajar di dalam kelas dan juga praktek shalat di
mushalla sehingga memperoleh gambaran tentang metode yang diajarkan oleh
guru.
2. Wawancara (Interview)
Wawancara adalah proses tanya-jawab dalam penelitian yang
berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap muka
mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-
4 Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004),
cet. 6, h. 70. 5Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta,
2010), cet. 14, h. 133.
43
keterangan.6 Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan
tentang diri sendiri atau self-report, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan
dan atau keyakinan pribadi.7 Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan
kepada Guru PAI dan beberapa peserta didikdi SMPLB-A Pembina Tingkat
Nasional Jakarta.
3. Studi Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen
bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.
Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan
(life histories), ceritera, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang
berbentuk gambar misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain.
Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa
gambar, patung, film, dan lain-lain. Studi dokumen merupakan pelengkap dari
penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.8
E. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data
Dalam upaya untuk memberikan keabsahan data yang akurat maka
penelitian ini menggunakan beberapa cara, diantaranya:
1. Perpanjangan keikutsertaan
Melalui teknik ini penulis dapat menguji ketidakbenaran informasi
yang diperkenalkan oleh distorsi, baik yang berasal dari diri sendiri maupun
dari responden, dan membangun kepercayaan subjek sehingga dapat
dipastikan apakah konteks itu dipahami dan dihayati atau tidak.9
Di pihak lain, perpanjangan keikutsertaan juga dimaksudkan untuk
membangun kepercayaan para subjek terhadap peneliti dan juga kepercayaan
6 Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Op.cit., h. 83.
7Sugiyono, Op.cit., h. 231.
8Ibid., h. 240.
9Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Pedoman Penulisan Skripsi Fakuktas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, h. 73.
44
diri peneliti sendiri. Jadi bukan sekedar. Jadi bukan sekedar menerapkan
teknik yang menjamin untuk mengatasinya.10
2. Ketekunan Pengamatan
Teknik ini digunakan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur
dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang
dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.11
Ketekunan pengamatan ini dilakukan sebagai upaya peneliti untuk melakukan
pengamatan secara terus menerus dalam jangka waktu yang peneliti lakukan
dengan harapan peneliti dapat melihat data dan informasi serta fenomena
secara lebih cermat, terinci, dan mendalam terkait proses pelaksanaan
pembelajaran shalat.
3. Triangulasi
Dalam bahasa sehari-hari triangulasi dikenal dengan istilah cek dan
ricek yaitu pengecekan data menggunakan beragam sumber, teknik dan
waktu. Beragam sumber maksudnya digunakan lebih dari satu sumber untuk
memastikan apakah datanya benar atau tidak. Beragam teknik berarti
penggunaan berbagai cara secara bergantian untuk memastikan apakah
datanya benar memang benar. Cara yang digunakan adalah wawancara,
pengamatan dan analisis dokumen. Beragam waktu berarti memeriksa
keterangan dari sumber yang sama pada waktu yang berbeda pagi, siang, sore
atau malam. Juga berarti membandingkan penjelasan sumber ketika ia diajak
ngobrol berdua dengan peneliti dan saat ia berbicara di depan publik tentang
topik yang sama.12
10
Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2017), h.329 11
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Loc. Cit.
12Nusa Putra, Penelitian Kualitatif : Proses dan Aplikasi, (Jakarta: PT. Indeks, 2012), h. 189.
45
F. Teknik analisis data
Miles dan Huberman mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data
kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai
tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu
pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
1. Pengumpulan Data
Dalam hal ini peneliti membuat catatan lapangan yang terkait dengan
pertanyaan atau tujuan penelitian yang berdasarkan observasi, wawancara
serta dokumentasi.
2. Reduksi Data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan
demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih
jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.13
3. Penyajian Data
Setelah melalui reduksi data, langkah selanjutnya dalam analisis data
adalah penyajian data atau sekumpulan informasi yang memungkinkan
peneliti melakukan penarikan kesimpulan. Bentuk penyajian data yang umum
dilakukan dalam penelitian kualitatif adalah teks naratif yang menceritakan
temuan penelitian.14
4. Penarikan Kesimpulan
Setelah data yang terkumpul direduksi dan disajikan, langkah terakhir
dalam menganalisis data adalah menarik kesimpulan atau verifikasi, dengan
menggunakan analisis model interaktif, analisis ini dilakukan dalam bentuk
13
Sugiyono, Op.cit., h. 247 14
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Op.Cit. h. 70-71
46
interaktif dari ketiga komponen utama. Data yang terkumpul dari hasil
pengamatan, wawancara, dan pemanfaatan dokumen yang terkaitdengan
pelatihan dan sumber-sumber belajar yang sedemikian banyak direduksi untuk
dipilih mana yang paling tepat untuk disajikan. Proses pemilihan data akan
difokuskan pada data yang mengarah untuk pemecahan masalah, penemuan,
pemaknaan, atau untuk menjawabpertanyaan penelitian terkait dengan
pelaksanaan pembelajaran shalat anak tunanetra di SLB-A Pembina Tingkat
Nasional Jakarta..15
15
Ibid.
47
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data (Data Umum SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta)
1. Sejarah Singkat SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
Sekolah Luar Biasa untuk Tunanetra Pembina Tingkat Nasional SLB-
A PTN Jakarta sebagai lembaga pendidikan untuk tunanetra didirikan
olehpemerintah Republik Indonesia pada tanggal 9 Desember 1981 dan
diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia, Soeharto. Sekolah khusus ini
berlokasi dikompleks perumahan anggota DPR dan Departemen Kehakiman,
di Jalan Karang Tengah, Jakarta Selatan; tepatnya di Jalan Pertanian Raya,
Lebak Bulus, JakartaSelatan 12440. SLB-A PTN merupakan lembaga khusus
tunanetra yang bertaraf nasional dan merupakan satu-satunya lembaga yang
ada di Indonesia. Peresmiantersebut sekaligus sebagai puncak acara kegiatan
Tahun Internasional Para Cacat TICA PBB di tahun yang sama.
Pembangunan sekolah ini adalah realisasi dari salah satu program
nasional dalam usaha peningkatan mutu pendidikan anak tunanetra.
Pemerintah melaluiDepartemen Pendidikan dan Kebudayaan sub Direktorat
Pendidikan Luar Biasa, memberikan lahan seluas 4,5 hektar guna dibangun
fasilitas pendidikan luar biasauntuk kecacatan tunanetra. Bangunan di lahan
seluas 4,5 hektar meliputi gedung sekolah, wisma, asrama, perumahan guru
dan karyawan, gedung orientasi danmobilitas, perpustakaan, taman bermain,
resources center, dan unit percetakan braille.
Tahun 1983 diangkat seorang Kepala Sekolah untuk SLB-A Pembina
Tingkat Nasional,disusul dengan pengangkatan guru-guru baru, sedangkan
murid belum ada karena murid yang ada di Lebak Bulus adalah murid di
SLBNegeri Bagian A Jakarta dari Jln. RS Fatmawati, Cilandak. Dengan
demikian maka dalam satu lokasi gedung terdapat 2 SLB yang sama-sama
menangani pelayanan pendidikan bagi anak tuanentra.
48
Tahun 1986 November, keputusan membagi murid SLB Negeri bagian
A Jakarta untuk SLB Negeri Bagian A Jakarta sendiri dan SLB-A Pembina
TingkatNasional Jakarta. Atas persetujuan Ka Kanwil Depdikbud DKI Jakarta
dan Ditdiknas, SLB Negeri Bagian A jakarta secara berangsur-angsur
menyerahkanmurid tunanetranya kepada SLB-A PTN. Sementara SLB Negeri
Bagian A Jakarta secara berangsur merintis menerima murid B dan C Sebagai
SLB NegeriPersiapan BC. SLB-A PTN mengelola wilayah bagian utara, SLB
Negeri Jakarta mengelola wilayah bagian selatan.
Tahun 1987 Gedung SLB Negeri di Jln. RS Fatmawati resmi dihapus
dengan SK Mendikbud No. 0358M1987 tertanggal 20 Juni 1987,
sedangkantanahnya dikembalikan kepada Depsos. Tahun 1991 Wisma Tan
Miyat secara keseluruhan pindah ke Bekasi. Secara resmi pula pemindahan
kegiatan SLBNegeri Bagian A Jakarta ke Lebak Bulus diterbitkan SK
Mendikbud No. 038401987 tertanggal 1 Juli 1987.
Tahun 1992 siswa tunanetra seluruhnya ditangani SLB-A Pembina
Tingkat Nasional, sedangkan SLB Negeri Bagian A Jakarta seluruhnya
melayanipendidikan anak tunarungu dan tunagrahita B dan C.1
2. Profil SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
a. Identitas Sekolah
1) Nama Sekolah : SLB-A Pembina Tingkat
NasionalJakarta
2) Didirikan tanggal, bulan dan Tahun : 8 Desember 1981
b. Aspek Legal
1) NPWP : 00.667.075.6-016.000
2) Ijin Operasional : B-1073/I/MENPAN/12/81
3) Akreditasi :A
1https://text-id.123dok.com/document/rz3d7mmey-sejarah-singkat-sekolah-luar-biasa-a-
pembina-tingkat-nasional-jakarta.html,
49
c. Fasilitas Sekolah :
1) Status Gedung : Milik Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan
2) Status Tanah : Milik Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan
3) Ruangan
a) Jumlah ruang belajar :4 ruang
b) Luas Ruang Belajar : 8,40 x 4,80
c) Luas Ruang Kep. Sek : 9,30 x 840
d) Luas Ruang Guru : 9,30 x 840
4) Luas Tanah : 3.2767 M2
5) Status Tanah : Milik Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan
6) Luas Bangunan : 3.2767 M2
7) Kurikulum yang Digunakan : 2013 dan KTSP
8) Waktu Belajar/Lama Belajar : 8 jam x 40 menit
9) Jumlah jam Pelajaran : 38 jam
d. Data Personil Sekolah :
1) Nama Kepala Sekolah : Drs. Triyanto Murjoko,M.Pd
2) Pendidikan Terakhir Kepala Sekolah : S2
3) Jumlah Guru :8orang
4) Jumlah Petugas Tata Usaha :3orang
5) Jumlah Penjaga Sekolah :4 orang
e. Program Pendidikan :KTSP dan K13
f. Data Peserta Didik :
1) Jumlah Peserta Didik :laki-laki 56 orang
Perempuan 33 orang
g. Kerja Sama :
1) Heller Keller
50
2) Lions Club
3) UIN
4) UNJ
5) UI
3. Profil SMPLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
a. DATA SEKOLAH
1) Nama Sekolah :SMPLB-A Pembina Tingkat Nasional
Jakarta
2) Alamat Sekolah : Jl. Pertanian Raya Lebak Bulus
Cilandak Jakarta Selatan
3) Satuan Pendidikan :
4) Status Sekolah : Negeri
5) Jenjang Akreditasi : A
Tahun 2014 sd.2019
Tanggal Akreditasi Terakhir 22
Oktober 2015
6) Nama Yayasan/Pengelola : -
7) NSS/NIS/NPSN : 101016307045/280010/20103099
8) Luas Tanah : 32767 M2
Luas Bangunan Lantai Bawah : 32767 M2
Status Tanah dan Bangunan : Milik sendiri
9) Jumlah Ruang Belajar :5 RUANG
10) Waktu Belajar : Pagi, pukul 06.30 Sd 14.10
1 jam pelajaran 40 menit
11) Muatan Lokal :
12) Jenis kegiatan pengembangan diri/ekstrakurikuler :
a) Pramuka
b) Musik
51
4. Visi dan Misi Sekolah
Visi
Terwujudnya peserta didik yang berprestasi, berakhlak mulia dan mandiri
Misi
a. Mewujudkan pembelajaran akademik yang mengacu pada standar
Nasional Pendidikan.
b. Mewujudkan pembelajaran non akademik yang sesuai dengan bakat dan
minat peserta didik.
c. Mewujudkan budaya beribadah, dan sopan santun.
d. Mewujudkan budaya kreatif, dan terampil sebagai bekal kemandirian
5. Identitas Kepala Sekolah
a. Nama Kepala Sekolah : Drs. Triyanto Murjoko,M.Pd
b. Tempat/Tanggal Lahir : Klaten / 13 Jul 1967
c. Alamat Rumah : Jl. Kampung Kramat Rt 07/04
Kel. Setu Kecamatan Cipayung
Jakarta Timur
d. Email :[email protected]
http//www.slbapembina.net
e. Tanggal Pengangkatan sebagai Kepala Sekolah di sekolah ini : 19
Desember 2014
f. Jabatan Sebelumnya : Guru
g. Pendidikan dua jenjang terakhir
Tabel 4.1 : Dua Jenjang Pendidikan Terakhir
Jenjang Jurusan Tahun Institusi
S2 PLB 2005 UPI Bandung
S1 PLB 1991 UNS Surakarta
52
6. Identitas Wakil Kepala Sekolah/Koordinator
Tabel 4.2 : Identitas Wakil Kepala Sekolah/Koordinator
Bidang Nama/No. HP
Pendidikan
dan
Jurusan
Masa Kerja
Sebagai
Guru
Wakasek
/Koord
Kurikulum Asnah/087878006179 S1 PLB 19 th 18
bln 2 th lebih
Kesiswaan Adjar
Agus/082111476199 S1 PKh
16 th 9
bln 1 th
Sarpras Dedi
Supriadi/081517171215 S1 PLB
31 th 9
bln 2 th lebih
Wakasek Ngatija/082123858594 S1 PLB 22 th 9
bln 2 th lebih
SMA Hasanudin S1 PLB 33 th 3
bln 2 th lebih
7. Tenaga Kependidikan
Tabel 4.3 : Tenaga Kependidikan
NAMA Tempat/Tgl
lahir TMT
Masa
Kerja
Pendidikan
Terakhir
Alamat
Rumah
M.Zainudin
Gaffar
Enrekang,31
Desember
1959
1
Oktober
1986
28 th
2 bln
D3 Pondok
Cabe
Tri Ananda
A.G.W
Bandung, 4
Agustus
1969
1 Maret
2000
14 th
9 bln
Profesi
Psikolog
Jl. Pertanian
3 No 12 C
Lebak Bulus
Cilandak
Jakarta
Selatan
Zaenal
Abidin
Bogor, 11
Januari 1960
1 Maret
1992
22 th
9 bln
SMA Pertanian
Raya
8. Prestasi Non Akademik
Tabel 4.4 : Prestasi Non Akademik
Kekhususan Bidang Jenis
Lomba Peringkat Tingkat
Nama
Siswa
Tunanetra Olah
raga Catur I
Provinsi
DKI
Nurul
Hakim
Tunanetra Seni Menyanyi II Provinsi
DKI
Anang
Arifin
53
9. Daftar Nama Guru dan Karyawan
Tabel 4.5 : Daftar Nama Guru dan Karyawan
NO.. NAMA GURU JABATAN
1 TRIYANTO MURJOKO. M.Pd. Kepala Sekolah
2 NGATIJA, S.Pd WakilKepsek/SMP
3 ACHMAD SUDARMA, M.Pd. Koord. SMPLB
4 TIFA FITERIA SAVITRI, S.Pd. Koord. SDLB
5 HANI AWALIYAH, S.Pd. Koord. TKLB
6 Dra. TATI NOVIANTI Koord Lay. MDVI
7 Dra. CUCU NURAENI Kurikulum/SMA
8 Dra. ASNAH TAHAR Kurikulum/SMP
9 Drs. ADJAR AGUS BUDIJANTO Kesiswaan/SMA
10 DEDI SUPRIADI, M.Pd. Perpus/SMA
11 Dra. IIS SUSMIATI Kord.Perc Braille/SD
12 Dra. AISYAH Guru Kelas/TK
13 Dra. HIDAYATI SUPRIHATIN Guru Kelas/SD
14 NOORAYATI SISWANIGSIH, S.Pd. Guru Kelas/SD
15 YUYU YULIANINGSIH, S.Pd. Guru Kelas/SD
16 WAWAN YUHANA, S.Pd. Guru Kelas/SD
17 Drs. JUHANA Guru Kelas/SMA
18 Dra. SUDARNI Guru Kelas/SD
19 Drs. RAHMAD SAEBANI Guru Kelas/SD
20 ISTIANA, S.Pd Guru Kelas/SD
21 ADI MEKAR NUGROHO, S.Pd. Guru Kelas/SMP
22 MAKSUM, M.Pd. Guru Agama/SD
23 WAHYU CAHYANINGSIH, S.Ag. Guru Agama/SD
24 M. HAMID BASUKI, S.Pd. Guru Kelas/SMA
25 KERIADI, S.Pd. Guru Kelas/SD
26 AMANAH, M.Pd. Guru Kelas/SMA
27 MULYONO, S.Pd. Guru Kelas/SD
28 LENA MARLIANA, S.Pd. Guru Kelas/SD
29 EMY SUGIARTI, S.Pd. Guru Kelas/SD
30 FERAWATI SYAHRANI,SE Guru Kelas/SMP
31 YANI, S.Pd. Guru Kelas/SD
32 ALI MUSHOFA, S.Pd. Guru Kelas/SD
33 SRI WANITI, S.Pd. Guru Kelas/SD
34 TATIK PURWINDARI Guru Kelas/SMP/SMA
35 DADAN GUSTAWAN Guru Agama/SMP/SMA
36 BUDI HARDININGSIH Guru Kelas/SMA
54
37 DWI TARMINI, Guru Kelas/SMP/SMA
38 BAMBANG SETIAWAN, S.Pd. Guru Kelas/SMP/SMA
TU
39 FAJAR DWI INDARTA TATA USAHA
40 TRI ANANDA AGW. S.Psi TATA USAHA
41 ARIS YOHANES ELEAN PERPUSTAKAAN
42 ARI HARYANTO KEBERSIHAN
43 YUS HARIAWAN KEBERSIHAN
44 SITI MAIMUNAH KEBERSIHAN
B. Pembahasan
1. Implementasi Pembelajaran Shalat bagi Anak Tunanetra
Implementasi pembelajaran shalat fardhu yang dilaksanakan di
SMPLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta ini sama dengan yang apa yang
dilaksanakan di sekolah umum lainnya berdasarkan Kurikulum 2013 dan juga
KTSP yang disesuaikan dengan kondisi peserta didik. sebagaimana yang telah
disampaikan oleh guru:
Kurikulumyang dipakai adalah K13 tapi tergantung anaknya mbak,
kalau memang anaknya tunanetra normal itu K13,tapi untuk anak
tunanetra yang juga memiliki kelainan-kelainan lain, seperti tidak
fokus kemudian dia ada sedikit mungkin keterbelakangan mental, autis
nah itu beda, kurikulumnya agak diperingan, K13 tapi terkadang kita
juga menggunakan KTSP.2
Sumber bahan ajar yang digunakan oleh guru PAI adalah buku
Pendidikan Agama Islam dan juga Al-Qur‟an. Sebagaimana yang telah
disampaikan oleh guru: “Kalo buku sumbernya dari Depag, jadi saya pakai
buku umum, Kurtilas untuk sekolah umum tuh pakai itu karena memang
Depag itu nggak mempunyai paten buku pegangan guru jadi ya kita pakai
buku Pendidikan Agama Islam umum kurikulum 2013 kita sesuaikan dengan
kondisi anak, saya juga menggunakan al-Qur‟an sebagai bahan ajar”.3
2 Hasil wawancara dengan guru PAI pada tanggal 05 November 2018
3Ibid
55
Pembelajaran shalat merupakan pembelajaran yang mengandung unsur
teori dan praktek. Adapun Tahapan-tahapan dalam pembelajaran shalat fardhu
di SLB-A PTN adalah sebagai berikut:
a. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran kepada siswa
b. Guru menyampaikan materi shalat fardhu
c. Guru mengajukan pertanyaan seputar materi shalat, atau memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bertanya.
d. Siswa mencatat dengan menggunakan reglet (alat yang digunakan untuk
menulis braille, berupa penggaris yang memiliki lubang kecil berjejer) dan
stylus (alat berbentuk seperti paku berujung tumpul yang memiliki
pegangan diujung lainnya, alat ini digunakan untuk ditusukkan diatas
kertas yang telah dipasang reglet)
e. Guru menginstruksikan siswa untuk memperagakan tatacara shalat,
diawali dengan guru memberikan teori tentang tatacara shalat, hal ini bisa
dilakukan di kelas maupun di mushalla
f. Siswa dengan imajinasinya memperagakan apa yang diucapkan oleh guru.
g. Guru mengamati gerakan shalat yang dilakukan oleh siswa, jika terdapat
kekeliruan dalam gerakan shalat, guru membenarkan langsung dengan
menyentuh bagian yang salah atau guru dapat memberikan contoh yang
benar dengan memperagakan gerakan tersebut.
h. Siswa meraba gerakan yang dicontohkan oleh guru.
i. Siswa memperagakan kembali apa yang telah dicontohkan oleh guru
j. Guru menguji bacaan shalat siswa satu-persatu, dimulai dengan pelafalan
bacaan shalat oleh guru, kemudian diikuti oleh siswa.
k. Siswa diharapkan dapat menerapkan pembelajaran shalat untuk di rumah
maupun di sekolah
56
2. Alokasi Waktu
Alokasi waktu yang digunakan untuk pembelajaran shalat fardhu
adalah 2 kali pertemuan atau 4 jam pelajaran untuk anak tunanetra normal,
dan 3 kali pertemuan untuk anak tunanetra yang memiliki kelainan-kelainan
lainnya.
3. Metode Pembelajaran
Untuk melaksanakan proses pembelajaran suatu materi pelajaran,
maka perlu difikirkan bagaimana metode pembelajaran yang tepat. Ketepatan
penggunaan metode pembelajaran tergantung pada kesesuaian antara metode
pembelajaran dengan beberapa faktor, yaitu tujuan pembelajaran, materi
pembelajaran, kemampuan guru, kondisi siswa, sumber atau fasilitas, situasi
kondisi dan waktu.4 Adapun pembelajaran shalat anak tunanetra di SMPLB-A
Pembina Tingkat Nasional menggunakan metode antara lain: Ceramah, Tanya
Jawab, Demonstrasi, Praktek dan metode Pembiasaan.
a. Metode Ceramah
Metode ceramah adalah cara penyajian pelajaran, yang dilakukan
oleh guru dengan penuturan atau penjelasan lisan secara langsung
dihadapan peserta didik. Ceramah dimulai dengan menjelaskan tujuan
yang ingin dicapai, menyiapkan garis-garis besar yang akan dibicarakan,
serta menghubungkan antara materi yang akan disajikan dengan bahan
yang telah disajikan.5Dalam pembelajaran, anak tunanetra lebih
memanfaatkan indera pendengaran dan juga indera peraba, oleh sebab itu
penyampaikan materi pembelajaran dengan metode ceramah menjadi
andalan guru agar dapat memberikan pemahaman terhadap peserta didik.
Metode ceramah ini dirasa cukup efektif bagi siswa penyandang tunantera,
4Sumiati dan Asra,Op.Cit, h. 92.
5Abuddin Nata, Op.Cit. h. 181.
57
sesuai dengan yang telah disampaikan oleh guru: “Kalau shalat, metode
ceramah ya pasti, karena diterangin dulu ya kan..kemudian ada evaluasi
itu ya namanya anak tunanetra mereka ga melihat, ya kita evaluasi kita
betulin, kita praktekkan, kita peragakan.”6
Gambar 4.1 Proses pembelajaran di kelas
b. Metode Tanya Jawab
Dalam praktiknya, metode tanya jawab ini dimulai dengan
mempersiapkan pertanyaan yang akan diangkat dari bahan pelajaran yang
akan diajarkan, mengajukan pertanyaan, melihat proses tanya jawab yang
berlangsung, dan diakhiri dengan tindak lanjut.7 Di SLB-A Pembina
Tingkat Nasional metode tanya jawab terjadi dalam proses pembelajaran
di kelas dengan cara guru mengajukan beberapa pertanyaan atau
memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya.
c. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi ialah cara penyajian pelajaran dengan
meragakan atau mempertunjukkan kepada peserta didik tentang suatu
6Hasil wawancara dengan guru PAI pada tanggal 05 November 2018
7Abuddin Nata, Op.Cit. h. 183.
58
proses, situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik yang
sebenarnya maupun tiruannya.8
Di SMPLB-A Pembina Tingkat Nasional, pembelajaran shalat
dilaksanakan menggunakan metode demonstrasi dengan carasiswa
memperagakan gerakan shalat terlebih dahulu, lalu guru mengamati serta
membenarkan secara langsung jika ada gerakan yang keliru dengan
menyentuh bagian yang salahkemudian guru memperagakan gerakan
shalat yang benar, setelah itu siswa meraba gerakan yang dilakukan oleh
guru dan kemudian mempraktekkannya. Sebagaimana yang telah
disampaikan oleh guru:
Jadi kalo tunanetra itu shalat diperagakan caranya ada 2. Kita
memperagakan shalat kemudian dia suruh meraba, ini kalo kita
ngajarin anak tunanetra normal, jadi dia suruh meraba posisi
tangan kita bagaimana sampai posisi kaki, pokoknya dari ujung
rambut sampai kaki itu posisinya bagaimana, kalo takbir kita
takbir.. “ayo raba ini tangannya pak maksum kaya apa ni… posisi
kaki juga”, begitu. Mereka meraba satu persatu jadi satu selesai
abis itu gantian. Kita urut posisinya dari takbir sampai salam itu
kita mempraktekkan dulu terus nanti mereka setelah itu kan
mempunyai gambaran, merekam ya kan… nah itu baru kita suruh
mereka untuk praktek.9
Gambar 4.2 demonstrasi praktek shalat di mushalla
8Ibid
9 Hasil wawancara dengan guru PAI pada tanggal 05 November 2018
59
d. Metode Praktek
Di SLB-A Pembina Tingkat Nasional,praktek shalat dapat
dilaksanakan secara perseorangan maupun kelompok. Untuk mengetahui
kemampuan perindividu, guru menerapkan praktek secara perseorangan.
Setelah itu praktek secara kelompok dilaksanakan di mushalla dengan
melaksanakan shalat dhuha yang nantinya akan didampingi oleh guru PAI.
Dalam hal ini, praktek harus dilakukan secara terus menerus atau adanya
metode pembiasaan, sebagaimana yang telah disampaikan oleh guru:
“Praktek pun juga tidak sesempurna apa yang kita harapkan dan yang kita
terapkan… yaa anak begitu, nanti yaa saat ini bagus biasanya nanti
berubah lagi..jadi gitu”.10
e. Metode Pembiasaan
Pembiasaan sebenarnya berintikan pengalaman, inti pembiasaan
ialah pengulangan. Jika guru setiap masuk kelas mengucapkan salam, itu
telah dapat diartikan sebagai usaha membiasakan. Bila murid masuk kelas
tidak mengucapkan salam, maka guru mengingatkan agar bila masuk
ruangan hendaklah mengucapkan salam; ini juga salah satu cara
membiasakan.11
Dalam hal pembelajaran shalat sangat diperlukannya metode
pembiasaan yang tidak hanya dilakukan sekolah saja, tetapi juga di rumah.
Pembiasaan shalat di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta seperti
adanya shalat dhuha dan shalat dzuhur berjama‟ah, akan tetapi tidak
semua guru menerapkan shalat dhuha bagi siswanya, sedangkan shalat
dzuhur untuk kelas VII ini dilakukan secara berjama‟ah di mushalla.
Sebagaimana yang telah disampaikan oleh guru:
10
Ibid 11
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2010), h. 144.
60
Tergantung guru masing-masing, kalo dhuha itu selagi guru
agamanya saya yaa saya suruh shalat..tapi kalo lagi begini yaa
tidak seluruhnya shalat atau mereka yang shalat itu dulu sudah
terbiasa terus akhirnya tidak ketemu saya sebagai guru agamanya
tetap aja shalat. Atau mungkin guru barunya, guru agama yang
baru atau dia minta ke guru kelas untuk shalat karena sudah
kebiasaan dengan saya, akhirnya dia membiasakan walaupun yang
ngajar bukan saya lagi misalkan. untuk kelas 7 shalat dzuhur itu
jama‟ah semua jadi tidak masalah dengan shalat yang mereka
lakukan.. tapi tidak tahu kalo dirumah, mungkin ya pernah kita
mengharapkan kaya anaknya dirumah juga diawasi shalatnya.. tapi
orangtuanya yang tidak shalat juga ada juga.12
Gambar 4.3 Metode pembiasaan dengan melaksanakan shalat dhuha
4. Mengetahui arah kiblat
Menghadap kiblat merupakan salah satu syarat sahnya shalat, dalam
hal ini, guru mendampingi siswanya agar menghadap ke arah yang benar yaitu
ke arah kiblat atau siswa dapat bertanya kepada guru maupun orang awas
yang ada disekitarnya. Sesuai dengan pernyataan siswa mengenai cara
12
Hasil wawancara dengan guru PAI pada tanggal 05 November 2018
61
mengetahui arah kiblat: “Yaa gatau, kadang di mushalla suka ada guru-guru
gitu, aku nanya-nanya dulu”.13
5. Menghafal bacaan shalat
Untuk menghafal bacaan shalat, guru melafalkan bacaan shalat
terlebih dahulu kemudian siswa mengikuti bacaan guru. Dalam menghafal
bacaan shalat, guru bekerjasama dengan para wali murid untuk membimbing
bacaan serta gerakan shalat anaknya di rumah. Sebagaimana yang
disampaikan oleh guru: “kalau itu, guru melafalkan terlebih dahulu, kemudian
siswa mengikuti. Untuk menghafal kita harus bekerja sama dengan orangtua,
kalau orangtuanya gak sibuk, saya minta tolong anaknya diajari bacaan shalat.
Tapi terkadang persoalannya ada orang tuanya yang tidak shalat, sehingga
bacaan shalatnya tidak lancar”.14
6. Evaluasi
Fungsi evaluasi di dalam pendidikan tidak dapat dilepaskan dari tujuan
evaluasi itu sendiri. Didalam batasan tentang evaluasi pendidikan tersirat
bahwa tujuan evaluasi pendidikan adalah untuk mendapat data pembuktian
yang akan menunjukkan sampai dimana tingkat kemampuan dan keberhasilan
siswa dalam mencapai tujuan-tujuan kurikuler. Di samping itu, juga dapat
digunakan oleh guru-guru dan para pengawas pendidikan untuk mengukur
atau menilai sampai dimana kefektifan pengalaman-pengalaman mengajar,
kegiatan-kegiatan belajar, dan metode-metode mengajar yang digunakan.
Dengan demikian dapat dikatakan betapa penting peranan dan fungsi evaluasi
itu dalam proses belajar-mengajar.15
13
Hasil wawancara dengan Assyifa Nuwayyar siswa kelas VII pada tanggal 05 November
2018 14
Hasil wawancara dengan guru PAI pada tanggal 11Februari 2019
15M. Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran,(Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2012), h. 5.
62
Berdasarkan hal di atas, didapatkan data bahwa setelah materi
pembelajaran shalat selesai, guru memberikan evaluasi dengan cara tes lisan
dan juga praktek, untuk UTS dan UAS tetap dilaksanakan seperti hal nya
sekolah umum lainnya hanya saja di SLB-A Pembina Tingkat Nasional
Jakarta berdasarkan observasi yang peneliti lakukan, pelaksanaan UTS dan
UAS disesuaikan dengan kondisi siswa, jika siswa dirasa mampu, maka UTS
dan UAS diketik menggunakan mesin Tik Braille, dan jika tidak, maka
pelaksanaan UTS dan UAS kelas VII dalam bentuk Pilihan Ganda yang
dibacakan soal serta pilihan jawabannya dengan bahasa yang disederhanakan.
sebagaimana yang telah disampaikan oleh guru:
Bentuk evaluasi seperti UTS dan UAS, pada saat semester itu ada
prakteknya, kalo setelah materi itu ya biasa… evaluasinya tanya jawab
ya kan… teori sifatnya, kalo evaluasi praktek yaa kita nanti ke
musholla. misalnya yang dibahas bab shalat nih, nah itu kita bisa
evaluasi secara lisan, tes lisan nya… “abis ruku‟ apa gerakan
berikutnya?” gitu kan bisa tes lisan. Kalo prakteknya nanti.16
Gambar 4.4 Pelaksanaan UAS kelas VII
16
Hasil wawancara dengan guru PAI pada tanggal 05 November 2018
63
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian dan pembahasan yang mengacu pada rumusan
masalah yang telah ditetapkan serta analisis data yang diuraikan secara deskriptif
pada bab IV, maka dapat disimpulkan bahwa:
Implementasi pembelajaran shalat yang ada di Sekolah Menengah
Pertama Luar Biasa A Pembina Tingkat Nasional Jakarta, menggunakan metode:
1. Metode ceramah
2. Metode tanya jawab
3. Metode demonstrasi
4. Metode praktek
5. Metode pembiasaan
Setelah pembelajaran dengan menerapkan metode tersebut, guru
melakukan evaluasi dengan tes lisan dan juga praktek, kemudian sama halnya
dengan sekolah umum lainnyayaitu adanya UTS dan UAS.
B. Saran
1. Pihak sekolah agar turut serta dalam membimbing shalat anak tunanetra serta
dapat membantu proses pembiasaan shalat di sekolah.
2. Pihak orangtua di rumah hendaknya memperhatikan, mendampingi serta
mendidik juga anaknya di rumah sehingga materi apa saja yang telah
dipelajari di sekolah dapat dipelajari dengan baik dan diimplementasikan
dalam kehidupannya sehari-hari.
64
DAFTAR PUSTAKA
Agustyawati dan Solicha.Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta, 2010.
Ar-Rahbawi, Syaikh Abdul Qadir. Panduan Lengkap Shalat Munurut Empat
Madzhab. Penerjemah: Ahmad Yaman. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011.
Delphie, Bandi. Pembelajaran Anak Tunagrahita. Bandung: PT Refika
Aditama,2006.
Efendi, Mohammad. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2008.
Fathurrohman, Pupuh dan Sutikno, M. Sobry. Strategi Belajar Mengajar. Bandung:
PT Refika Aditama, 2007.
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Pedoman Penulisan Skripsi Fakuktas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Hadi, Purwaka. Kemandirian Tunanetra. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional,
2005.
Hidyat, Asep As. Dan Suwandi, Ate. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Tunanetra. Jakarta: PT. Luxima Metro Media, 2016.
Hidayatullah, Moch. Syarif. BUKU PINTAR IBADAH Tuntunan Lengkap Semua
Rukun Islam. Jakarta: PT. Wahana Semesta Intermedia, 2011.
65
Mahalli, Ahmad Mudjab. HADIS-HADIS MUTTAFAQ „ALAIH Bagian IBADAT.
Jakarta: KENCANA, 2003.
Majid, Abdul. Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2012.
Meleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2017.
Narbuko, Cholid dan Achmadi, Abu. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara,
2004.
Nata, Abuddin. Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana,
2009.
Noer, Jefry. Pembinaan Sumber Daya Manusia Berkualitas & Bermoral Melalui
Shalat yang Benar. Jakarta: Kencana, 2006.
Pribadi, Benny A. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: PT. Dian Rakyat,
2011.
Purwanto,M. Ngalim.Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2012.
Putra, Nusa. Penelitian Kualitatif : Proses dan Aplikasi. Jakarta: PT. Indeks, 2012.
Rifa‟I, Moh. Risalah Tuntunan Shalat Lengkap. Semarang: PT. Karya Toha Putra,
2018.
Sabiq, Sayyid.Fiqh as- Sunnah.Beirut: Daar al-Kitab al-„Arabi, 1973.
Sahriansyah.Ibadah dan Akhlak. Yogyakarta: IAIN ANTASARI PRESS,2014.
66
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: CV
Alfabeta, 2011.
Sumiati dan Asra.Metode Pembelajaran. Bandung: CV. Wacana Prima, 2009.
Susanto,Ahmad.Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta:
Prenadamedia Group, 2013.
Syaf, Mahyuddin. Fikih Sunnah, Terj. dari Fiqh as-Sunnah.oleh Sabiq, Sayyid. Bandung: PT
Al-Ma‟arif, 1990.
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2010.
Usman, M. Basyiruddin. Metodologi Pembelajaran Agama Islam. Jakarta: Ciputat
Pers, 2002.
Wajdi, Firdaus dan Rahmani, Saira. Buku Pintar SHALAT Wajib dan Sunnah.
Jakarta: PT. Ikrar Mandiriabadi, 2010.
Z, Zurinaldan Aminuddin. FIQIH IBADAH. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2008.
http://chyrun.com/metode-pembiasaan-dalam-pembelajaran-pai/ oleh Rian Nova,
diakses pada 18 Desember 2018, pada pukul 11.30
https://text-id.123dok.com/document/rz3d7mmey-sejarah-singkat-sekolah-luar-biasa-
a-pembina-tingkat-nasional-jakarta.html, diakses pada 18 Desember 2018,
pada pukul 12.07
www.slbapembina.net/2015/?m=1, diakses pada tanggal 20 Maret 2018, pada pukul
06.22
63
Lampiran 1
PEDOMAN WAWANCARA DENGAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Hari/Tanggal : Senin/05 November 2018 dan Senin/11 Februari 2019
Tujuan Wawancara : Untuk mengetahui metode pembelajaran sholat bagi anak
tunanetra di sekolah yang diteliti
DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA
1. Kurikulum apa yang bapak gunakan ?
2. Sumber bahan ajar apa saja yang bapak gunakan ?
3. Berapa alokasi waktu untuk melaksanakan pembelajaran shalat fardhu ?
4. Bagaimana tahapan pembelajaran praktek shalat yang dilakukan ?
5. Metode apa yang bapak gunakan dalam pembelajaran shalat ?
6. Dari metode yang bapak sebutkan tadi, apakah dapat berjalan dengan efektif ?
7. Bagaimana cara yang disampaikan kepada siswa untuk menghafal bacaan shalat ?
8. Bagaimana evaluasi yang bapak terapkan ?
9. Kendala-kendala apa yang bapak alami saat mempraktekkan metode tersebut ?
10. Apakah ada upaya dari guru maupun dari sekolah agar anak terbiasa untuk
melaksanakan shalat ?
Lampiran 2
HASIL WAWANCARA DENGAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Wawancara dilaksanakan pada,
Hari/Tanggal : Senin, 05 November 2018 dan Senin, 11 Februari 2019
Narasumber : Pak Maksum
Tempat : Perpustakaan SLB-A Pembina Tingkat Nasional
1. Pertanyaan: Kurikulum apa yang bapak gunakan ?
Jawaban: Kurikulum 2013 tapi tergantung anaknya mbak, kalo memang anaknya
tunanetra normal itu 2013,tapi kalo untuk anak tunanetra yang juga memiliki
kelainan-kelainan lain, seperti tidak fokus kemudian dia ada sedikit mungkin
keterbelakangan mental, autis nah itu beda, kurikulumnya agak diperingan 2013 tapi
terkadang kita juga menggunakan KTSP.
2. Pertanyaan: Sumber bahan ajar apa saja yang bapak gunakan ?
Jawaban: Kalo sumbernya buku dari Depag, jadi saya pake buku umum, Kurtilas
untuk sekolah umum tuh pake itu karena memang Depag itu nggak mempunyai
paten buku pegangan guru jadi ya kita pake buku Pendidikan Agama Islam umum
kurikulum 2013 kita sesuaikan dengan kondisi anak, saya juga memakai sumber dari
al-Qur‟an.
3. Pertanyaan: Berapa alokasi waktu untuk melaksanakan pembelajaran shalat fardhu ?
Jawaban: 2 kali pertemuan untuk anak tunanetra normal, kemudian 3 kali pertemuan
untuk anak tunanetra ganda.
4. Pertanyaan: Bagaimana tahapan pembelajaran praktek shalat yang dilakukan ?
Jawaban: Pertama penyampaian teori, anak memakai imajinasinya untuk
memperagakan apa yang diucapkan oleh guru, seperti takbiratul ihram kita
mengangkat kedua tangan kemudian telapak tangan mengarah ke kiblat, kepala
melihat ke bawah, dll.. itukan teori, lalu bagaimana prakteknya… praktek bisa
dilakukan dikelas ataupun dimushalla. jadi kita tinggal menyempurnakan aja.
5. Pertanyaan: Metode apa yang bapak gunakan dalam pembelajaran shalat ?
Jawaban: Kalo shalat, metode ceramah ya pasti, karena diterangin dulu ya kan..
kemudian ada evaluasi itu ya namanya anak tunanetra mereka ga melihat, ya kita
evaluasi kita betulin, kita praktekkan, kita peragakan, jadi kalo tunanetra itu shalat
diperagakan caranya ada 2. Kita memperagakan shalat kemudian dia suruh meraba,
ini kalo kita ngajarin anak tunanetra normal jadi dia suruh meraba posisi tangan kita
bagaimana sampai posisi kaki, pokoknya dari ujung rambut sampai kaki itu
posisinya bagaimana, kalo takbir kita takbir.. “ayo raba ini tangannya pak maksum
kaya apa ni… posisi kaki”, begitu. Mereka meraba satu persatu jadi satu selesai abis
itu gantian. Kita urut posisinya dari takbir sampai salam itu kita mempraktekkan
dulu terus nanti mereka setelah itu kan mempunyai gambaran, merekam ya kan…
nah itu baru kita suruh mereka untuk praktek. Praktek pun juga tidak sesempurna
apa yang kita harapkan dan yang kita terapkan… yaa anak begitu, nanti yaa saat ini
bagus biasanya nanti berubah lagi.. jadi gitu.
Nanti yang kedua pembetulan istilahnya pendekatan dengan pembetulan apa itu
masuk metode atau apa itu yah pokonya, dibetulin dia mempraktekkan setelah dia
meraba kan dia merekam terus dia praktekkan, kita kan yang mengevaluasi dia kan..
“ooh tadi kamu salah, gini gini gini, tangannya harus begini”.
6. Pertanyaan: Dari metode yang bapak sebutkan tadi, apakah dapat berjalan dengan
efektif?
Jawaban: Kalo tunanetra normal efektif, kalo ada yang percampuran itu yaa kurang
efektif… ya pokoknya kita jangan lelah, jangan capek untuk bilang apa yaa, yaa
jangan sampe tidak mengevaluasi, kan tanggungjawab kita yakan…
7. Pertanyaan: Bagaimana cara yang disampaikan kepada siswa untuk menghafal
bacaan shalat ?
Jawaban: kalau itu, Guru melafalkan terlebih dahulu, kemudian siswa mengikuti.
Untuk menghafal kita harus bekerja sama dengan orangtua, kalau orangtuanya gak
sibuk, saya minta tolong anaknya diajari bacaan shalat. Tapi terkadang persoalannya
ada orang tuanya yang tidak shalat, sehingga bacaan shalatnya tidak lancar.
8. Pertanyaan: Bagaimana evaluasi yang bapak terapkan ?
Jawaban: evaluasi yang saya terapkan seperti biasa, ada UTS dan UAS, pada saat
semester itu nanti ada prakteknya, kalo setelah materi itu ya biasa… evaluasinya
tanya jawab ya kan… teori sifatnya, kalo evaluasi praktek yaa kita nanti ke
musholla. misalnya yang dibahas bab shalat nih, nah itu kita bisa evaluasi secara
lisan, tes lisan nya… “abis ruku‟ apa gerakan berikutnya?” gitu kan bisa tes lisan.
Kalo prakteknya nanti.
9. Pertanyaan: Kendala-kendala apa yang bapak alami saat mempraktekkan metode
tersebut?
Jawaban: Kendalanya, ya kalo anak tunanetra normal tidak ada kendala, jadi kita
bicara masalah tunanetra harus ada dua golongan, dua kelompok. tunanetra dengan
kelainan nya. Ada anak tunanetra yang normal tidak mengalami kelainan, hanya
mata saja, yang kedua ini anak tunanetra yang ganda, jadi mereka harus kita
bedakan.. kalo yang mempunyai kelainan ganda ya kita gabisa maksimal karena dia
nanti cepat berubah yakan.. mungkin dia nanti punya konsep diluar sekolah,
mungkin bapak ibunya, keluarganya atau orang-orang disekitar dia, dimasyarakat…
“oh jangan begitu, tidak begitu…tidak begini” kadang juga agamanya berbeda…
sehingga dia punya 2 konsep yang berbeda. Kalo kendalanya, anak tunanetra normal
itu tidak ada kendala, lancar dia punya konsep, dia punya prinsip untuk bisa
mengamalkan praktek ibadah itu dengan baik, tapi kalo anak tuannetra yang ganda
tadi itu kendalanya memang kita harus sering membetulkan kesalahan-kesalahan
atau gerakan-gerakan yang tidak sesuai.
10. Pertanyaan: Apakah ada upaya dari guru maupun dari sekolah dalam membiasakan
anak tunanetra untuk melaksanakan shalat ?
Jawaban: Tergantung guru masing-masing, kalo dhuha itu selagi guru agamanya
saya yaa saya suruh shalat.. tapi kalo lagi begini yaa tidak seluruhnya shalat atau
mereka yang shalat itu dulu sudah terbiasa terus akhirnya tidak ketemu saya sebagai
guru agamanya tetap aja shalat. Atau mungkin guru barunya, guru agama yang baru
atau dia minta ke guru kelas untuk shalat karena sudah kebiasaan dengan saya,
akhirnya dia membiasakan walaupun yang ngajar bukan saya lagi misalkan. untuk
kelas 7 shalat dzuhur itu jama‟ah semua jadi tidak masalah dengan shalat yang
mereka lakukan.. tapi tidak tahu kalo dirumah, mungkin ya pernah kita
mengharapkan kaya anaknya dirumah juga diawasi shalatnya.. tapi orangtuanya
yang tidak sholat juga ada juga…
Guru Pendidikan Agama Islam
Maksum, M.Pd
Lampiran 3
PEDOMAN WAWANCARA DENGAN SISWA KELAS VII
Hari/Tanggal : Senin/05 November 2018
Tujuan Wawancara : Untuk mengetahui metode pembelajaran sholat yang
diajarkan oleh guru di sekolah yang diteliti
DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA
1. Bagaimana guru mengajarkan shalat ?
2. Lalu bagaimana cara guru mengajar di dalam kelas ?
3. Apakah kamu dirumah dibiasakan untuk shalat ?
4. Selain dari mendengar adzan, bagaimana cara kamu mengetahui masuknya waktu
shalat ?
5. Bagaimana cara kamu mengetahui arah kiblat ?
Lampiran 4
HASIL WAWANCARA DENGAN SISWA KELAS VII
Hari/Tanggal : Senin/05 November 2018
Narasumber : Assyifa Nuwayyar
Tempat : Ruang Kelas VII A
DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA
1. Bagaimana guru mengajarkan shalat ?
Diajarinnya dengan cara megang gerakan shalat gurunya itu, sama aku diajarin
shalatnya kalo misalkan ada pelajaran agama nya hari selasa, nah jam pertamanya
misalnya olahraga nah abis olahraga itu langsung ke musholla pada sholat dhuha
gitu nanti dinilai…
2. Lalu bagaimana cara guru mengajar di dalam kelas ?
Kadang-kadang baca al-Qur‟an kalo udah ada gurunya nulis kaya tadi.
3. Apakah kamu dirumah dibiasakan untuk shalat ?
Iya, aku shalat dari kecil udah diajarin dari 5 tahun
4. Selain dari mendengar adzan, bagaimana kamu mengetahui masuk waktu shalat ?
Ehm… aku ngerasain suasana alam, bisa juga ngeliat di handphone, kan ada
handphone untuk tunanetra, disuarain…
5. Bagaimana cara kamu mengetahui arah kiblat ?
Yaa… gatau, kadang di mushalla suka ada guru-guru gitu, aku nanya-nanya dulu
Lampiran 5
HASIL WAWANCARA DENGAN SISWA KELAS VII
Hari/Tanggal : Senin/05 November 2018
Narasumber : Radit Seto Attalaramdhan
Tempat : Ruang Kelas VII A
DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA
1. Bagaimana guru mengajarkan shalat ?
Jadi gini, saya itu kan kebetulan belajar agamanya kadang sama pak Maksum
kadang sama yang lain, jadi saya nih diajarin agama paling shalat, membaca iqra‟
gitu doang. Yang diajarin niat, wudhu, takbir, bacanya… kalo saya ini diajarinnya
kalo misalnya takbir yaa begini, ruku‟ begini…
2. Lalu bagaimana cara guru mengajar di dalam kelas ?
Ceramah.
3. Apakah kamu dirumah dibiasakan untuk shalat ?
Kalo saya di rumah kadang disuruh shalat kalo orang tua lagi gaada kesibukan
4. Selain dari mendengar adzan, bagaimana kamu mengetahui masuk waktu shalat ?
Mendengar kabar, jadi begini saya ini kan hafal sejenis waktu, dari waktu ini
sampe kesini.. saya ini mendengar walaupun saya ini tunanetra tapi saya
mendengar.
5. Bagaimana cara kamu mengetahui arah kiblat ?
Saya banyak diajarin sama guru-guru sini, contoh adzan, kalo adzan kan sebaiknya
kita berwudhu, diajarin sah atau tidak, benar atau tidak, nah saya itu diajarin sama
mereka. Kalo shalat itu menghadap ke depan saya membenarkan posisi sendiri.
Lampiran 6
Surat Bimbingan Skripsi
Lampiran 7
Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 8
Surat Keterangan Penelitian